II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Ikan Tuna Mata Besar atau Bigeye Tuna
(Thunnus obesus)
Menurut Collette & Nauen (1983), klasifikasi ikan tuna mata besar adalah
sebagai berikut :
Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Superclass: Gnathostomata Class: Osteichthyes Subclass: Actinopterygii Suborder: Scombroidei Family: Scombridae Subfamily: Scombrinae Genus: Thunnus Species: Thunnus obesus 7-10 finlets Sirip punggung
Sirip dada
Sirip ekor
Sirip anal
Gambar 2. Ikan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus)
Thunnus obesus atau dikenal dengan sebutan Bigeye tuna atau tuna mata besar,
termasuk jenis tuna besar, sirip dada cukup panjang pada individu yang besar dan
7
menjadi sangat panjang pada individu yang sangat kecil. Warna bagian bawah dan
perut putih, garis sisi pada ikan yang hidup seperti sabuk berwarna biru membujur
sepanjang badan, sirip punggung pertama berwarna kuning terang, sirip punggung
kedua dan sirip dubur berwarna kuning muda, jari-jari sirip tambahan (finlet)
berwarna kuning terang, dan hitam pada ujungnya. Menurut Reiner (1996), spesies
ini mencapai panjang total maksimum (total length/TL) 250 cm dengan panjang
cagak (Fork Length/FL) rata-rata per individunya lebih dari 180 cm. Pada tahun
1957 pernah dilaporkan di Cabo Blanco, Peru sepanjang 263 cm dengan berat 197,3
kg, sedangkan pada tahun 1977 di Samudera Atlantik, tepatnya Maryland, USA
seberat 170,3 kg dengan panjang cagak 206 cm. Ukuran panjang cagak normal yang
tertangkap antara 40 cm dan 170 cm (Fonteneau dan Marcille Eds. 1991).
Menurut Fukofuka dan Itano (2006), ikan tuna mata besar mempunyai ciri-ciri
luar sebagai berikut :
• Sirip ekor mempunyai lekukan yang dangkal pada pusat celah sirip ekor;
• Pada ikan dewasa matanya relatif besar dibandingkan dengan tuna-tuna yang lain;
• Profil badan seluruh bagian dorsal dan ventral melengkung secara merata;
• Sirip dada pada ikan dewasa, 1/4-1/3 kali fork length (FL);
• Sirip dada pada anak ikan tuna (yuwana) lebih panjang dan selalu melewati
belakang sebuah garis yang digambar di antara tepi-tepi anterior sirip punggung
kedua dan sirip anal;
• Ikan-ikan tuna mata besar dengan ukuran <75 cm (10 kg) mempunyai sirip dada
yang lebih panjang dari pada ikan tuna sirip kuning dari ukuran-ukuran yang
sebanding.
2.2. Distribusi Ikan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus)
Ikan tuna mata besar (Bigeye tuna) hidup di perairan tropis sampai subtropis.
Ikan ini adalah ikan perenang cepat dan hidup bergerombol (schooling) sewaktu
mencari makan. Kecepatan renang ikan dapat mencapai 50 km/jam. Kemampuan
renang ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penyebarannya dapat
meliputi skala ruang (wilayah geografis) yang cukup luas, termasuk diantaranya
8
beberapa spesies yang dapat menyebar dan bermigrasi lintas samudera (highly
migratory) (Supadiningsih dan Rosana 2004).
Distribusi ikan tuna di laut sangat ditentukan oleh berbagai faktor, baik faktor
internal dari ikan itu sendiri maupun faktor eksternal dari lingkungan. Faktor internal
meliputi jenis (genetis), umur dan ukuran, serta tingkah laku (behaviour). Perbedaan
genetis ini menyebabkan perbedaan dalam struktur morfologis, respon fisiologis dan
daya adaptasi terhadap lingkungan. Faktor eksternal merupakan faktor lingkungan,
diantaranya adalah parameter oseanografis seperti suhu, salinitas, densitas dan
kedalaman lapisan termoklin, arus dan sirkulasi massa air, oksigen dan kelimpahan
makanan. Tuna mata besar bersifat epipelagik, mesopelagik, berada pada permukaan
sampai kedalaman 250 m. Suhu dan kedalaman termoklin menjadi faktor utama
distribusi vertikal dan horizontal dari ikan tuna mata besar (Maury 2005).
Kedalaman renang tuna bervariasi tergantung jenisnya. Umumnya tuna dapat
tertangkap di kedalaman 0-400 m. Salinitas perairan yang disukai ikan tuna mata
besar berkisar 32-35 ppt atau di perairan oseanik. Habitat ikan tuna mata besar di
daerah perairan dengan suhu dari 13°-29°C, namun batas suhu optimumnya antara
17°C dan 22°C. Variasi yang terjadi berhubungan erat dengan musim dan perubahan
iklim dari suhu permukaan dan termoklin. Ikan tuna mata besar kecil dan juvenil
bergerombol di permukaan perairan dengan sesama spesiesnya ataupun dengan
madidihang dan cakalang. Ikan dewasa tinggal di perairan yang lebih dalam.
Ikan tuna mata besar mempunyai pola tingkah laku yang khas berdasarkan
kedalaman, yaitu pada malam hari ikan tuna ini berada di lapisan permukaan pada
kedalaman kira-kira 50 m, dan pada siang hari dapat menyelam hingga kedalaman
500 m (Dagorn et al. 2000, Gunn dan Block 2001). Menurut Mohri dan Nishida
(1999) laju tangkap ikan tuna mata besar di Samudera Hindia sangat rendah pada
kedalaman kurang dari 100 m dan lebih tinggi pada kedalaman lebih dari 200 m.
Ikan betina dewasa lebih banyak ditemukan di perairan tropis. Ikan tuna dewasa
ditemukan setiap tahun di daerah sekitar barat dan tengah Samudera Hindia,
meskipun relatif jarang ditemukan juga di Samudera Hindia bagian timur pada bulan
April hingga September.
9
Ikan tuna mata besar dapat bertahan pada kondisi oksigen terlarut dengan
konsentrasi lebih rendah dibandingkan dengan spesies tuna lainnya dan mampu
mendiami perairan yang lebih dalam (Stequert dan Marsac 1989) yang konsentrasi
oksigennya 1,5 ml/l dengan batas toleransi terendah 0,5 ml/l.
Penyebaran ikan tuna mata besar di dunia yaitu di perairan subtropis dan
tropis Samudera Pacifik, India dan Atlantik, tetapi tidak terdapat di Laut
Mediterrania (Gambar 3). Di Indonesia, daerah penyebaran tuna, termasuk tuna
mata besar, secara horisontal meliputi perairan barat dan selatan Sumatera, selatan
Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Laut Banda dan sekitarnya, Laut Sulawesi dan
perairan barat Papua. Semua jenis tuna terdapat di Indonesia kecuali tuna sirip
biru utara dan tuna sirip hitam, karena tuna sirip biru utara menghuni Samudera
Pasifik dan Atlantik, sedangkan tuna sirip hitam hanya terdapat di Samudera
Atlantik (Uktolseja 1988).
Sumber: FAO (2005)
Gambar 3. Peta penyebaran ikan tuna mata besar di dunia.
2.3. Makanan Ikan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus)
Ikan tuna merupakan ikan karnivora dan menempati tempat teratas dalam
rantai makanan di laut. Ikan tuna memakan kelompok ikan kecil lain, cumi dan
krustasea planktonik. Ikan tuna menggunakan gerakan yang hebat dalam kolom air
untuk menangkap makanannya. Pergerakan ikan tuna naik dan turun di kolom air
10
juga sesuai dengan ketersediaan makanan. Sepanjang hari ikan tuna cenderung
menyelam ke bawah dan malam hari naik ke permukaan untuk makan dan ke tengah
untuk menghindari kompetisi makanan. Menurut Calkins, 1980 kebiasaan makan
ikan tuna mata besar adalah oportunistik dalam semua tahap hidupnya selama siang
dan malam dengan mangsanya krustase, cephalopod dan ikan.
2.4. Aspek Reproduksi Ikan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus)
2.4.1. Seksualitas
Kajian reproduksi ikan membutuhkan pengetahuan mengenai perkembangan
gonad pada individu ikan. Metode yang biasa digunakan adalah berdasarkan tampilan
morfologi gonad secara visual. Metode ini memang lebih cepat tetapi kurang akurat.
Metode histologi dapat digunakan untuk mendapatkan analisis yang lebih rinci
mengenai pola perkembangan oosit dan spermatosit yang akan menyokong definisi
perkembangan gonad.
Tuna seperti semua scombrid lainnya adalah heteroseksual yaitu jenis
kelaminnya terpisah (jantan dan betina) dan tidak ada ciri morfologis eksternal untuk
melihat perbedaan kelamin. Ikan jantan diidentifikasi oleh keberadaan testes dan ikan
betina oleh kehadiran ovari dalam gonad. Fertilisasi telur eksternal dan mengambil
tempat di air setelah dilepaskan oleh ikan betina.
Masa hidup ikan tuna mata besar 12 tahun, perlahan mencapai laju
pertumbuhan moderate dan matang pada umur 3-4 tahun (FL:110 cm dan W: 30 kg).
Ikan tuna mata besar dapat mencapai berat hingga 180 kg pada usia 8 tahun atau lebih
tua. Kematian alami dan ukuran stok rendah. Ikan tuna merupakan multiple atau
batch spawner, benih gametnya langsung masuk ke laut untuk fertilisasi. Ikan tuna
merupakan pemijah berlimpah dan memijah tergantung spesiesnya yang mungkin
memijah beberapa kali sepanjang musim pemijahan. Ikan tuna betina diklasifikasikan
matang atau aktif secara seksual ketika isi ovarinya penuh dengan kuning telur. Ikan
tuna jantan diklasifikasikan matang seksual jika terdapat sperma pada kantung
sperma.
11
2.4.2. Perkembangan Gonad
Perkembangan gonad ikan sangat berkaitan erat dengan pertumbuhan ikan
sehingga faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan juga
berpengaruh pada perkembangan gonad. Ada dua tahapan perkembangan gonad
yaitu tahap perkembangan gonad ikan menjadi dewasa kelamin (sexually mature) dan
tahapan pematangan gamet (gamet maturation). Pada hewan vertebrata termasuk
ikan, saat terjadinya kematangan gonad adalah merupakan periode ikan muda yang
memiliki kemampuan untuk melakukan reproduksi. Hal ini terjadi dengan
teraktivasinya axis hypothalamus pituitary gonad (Amer et al. 2001).
Mekanisme pengaturan hormon dalam tahapan gametogenesis pada ikan
diatur oleh hormon Pituitary Gonadotropin (GtH) dan steroid hormone dari gonad.
Kedua hormone tersebut mengatur proses perkembangan gonad dan proses
pematangan gonad. Mekanisme kerja dari hormon tersebut diatur/dipicu oleh
keadaaan lingkungan (suhu, cahaya matahari) yang memberikan sinyal lingkungan
kepada sistem syaraf untuk memulai proses pematangan dari gonad. Adanya sinyal
lingkungan tersebut maka efeknya adalah hypothalamus mengeluarkan gonadotropin
releasing hormon (GnRH) yang dapat menstimulasi keluarnya hormone Pituitary
Gonadotropin (GtH). Pada ikan pertumbuhan dan pematangan distimulasi oleh GtHII
(Tang dan Affandi 2001).
Pada saat proses perkembangan dan pematangan gonad ikan sebagian energi
pertumbuhan akan dialihkan dari perkembangan sel somatik menjadi pertumbuhan sel
gamet sehingga pada saat ikan sudah matang gonad bobot gonad pada ikan betina
beratnya dapat mencapai 10-25% dari berat tubuhnya sedangkan pada ikan jantan
antara 5-10% dari berat tubuhnya (Effendi 1997). Secara kuantitatif tingkat
perkembangan gonad ini dapat dihitung dengan menggunakan Gonado Somatic Index
(GSI). Semakin tinggi perkembangan gonad maka perbandingan antara berat tubuh
dan gonad semakin besar yang diperlihatkan dengan nilai GSI yang besar, semakin
besar nilai GSI maka dapat dijadikan indikator semakin dekatnya waktu pemijahan.
12
2.4.2.1. Perkembangan Testis
Testis adalah organ tempat terjadinya proses produksi spermatozoa. Pada ikan
golongan teleost, testis terdiri dari sepasang organ yang terletak pada bagian bawah
dari gelembung renang di bagian atas dan usus dan ada di belakang ginjal. Pada
induk jantan yang matang anterior testisnya berisi 3/4 volume dari sperma. Pada
bagian belakang dari masing-masing testis terbentuk saluran sperma yang menuju
bagian genital papila. Testis terdiri dari seminiferous tubules dan aliran darah. Pada
teleost ada dua tipe dasar struktur testis yaitu tipe lobular dan tipe tubular (Nagahama
1983)
Testis terdiri dari banyak lobul yang saling terpisah oleh jaringan
penghubung. Pada tiap lobul diselimuti oleh tunica albuginea dengan lapisan otot
yang halus. Sel Leydig tersebar pada lapisan tubulus seminiferus yang merupakan sel
yang memproduksi hormon endogren yang merangsang pertumbuhan karakter
seksual sekunder dan melepaskan spermatozoa pada saat pemijahan. Sel sertoli
terletak antara sel spermatogenik dalam tubulus seminiferus yang merupakan suplai
nutrien bagi sperma.
Perkembangan sel dalam testis tidak mengalami perubahan yang berarti, saat
terjadi proses spermatogenesis tidak memperlihatkan perubahan yang nyata
dibandingkan pada proses oogenesis di ovarium. Saat spermatogenesis sel dalam
testis hanya mengalami perubahan dari bentuk sel spermatogonia menjadi
spermatozoa. Peningkatan volume terjadi di dalam testis saat proses pematangan sel
yang berhubungan dengan tubulus seminiferus yang berisi spermatozoa yang
densitasnya meningkat dan biasanya terjadi saat mendekati musim pemijahan.
Spermatogenesis terbagi menjadi dua tahapan proses yaitu
spermatositogenesis dan spermiogenesis. Proses ini terjadi di sepanjang tubulus
dengan berbagai macam tahapan perkembangan. Spermatogenesis terjadi di lobular
atau tubular dalam kista yang berisi sel primer spermatogonia. Kista tersebut dibentuk
oleh sel somatik sertoli yang menempel pada sel primer spermatogonia. Ketika proses
spermatogenesis berkembang, kista membesar dan akhirnya luluh melepaskan sperma
pada lobular lumen dan bergerak ke kantung sperma. Tahap yang berbeda pada
13
proses spermatogenesis ditentukan dari karakter struktural dari germ cell dan keadaan
inti selnya. Spermatogonia primer melakukan pembelahan mitosis untuk membentuk
spermatogonia sekunder yang berbentuk sel kista. Spermatogonia sekunder kemudian
membentuk spermatosit primer yang kemudian melakukan pembelahan miosis I
untuk membentuk spermatosit sekunder. Pada tahapan ini terjadi proses
spermatositogenesis. Spermatid yang terbentuk dari spermatosit sekunder melalui
pembelahan miosis II kemudian berkembang menjadi spermatozoa melalui proses
speriogenesis. Saat proses spermiogenesis ini tidak terjadi pembelahan sel hanya
terjadi perubahan struktur sperma sehingga menjadi bagian kepala, leher dan ekor.
Pada akhir spermiogenesis, sel kista luluh dan melepaskan spermatozoa pada lumen
lobul dalam testis (Billard 1992)
Proses spermatogenesis diatur oleh hormon gonadotropin dan hormon testis
(androgen). Gonadotropin menstimulasi pembentukan androgen oleh sel Leydig dan
kemudian mengontrol proses spermatogenesis dan spermiasi. Pada kebanyakan
spesies teleost jenis steroid androgennya adalah 11-ketotestosterone, saat
spermatogenensis jumlah hormon androgen ini meningkat sampai pada tahap akhir
proses spermatogenesis dan proses pemijahan (Amer et al. 2001). Di dalam testis
dan salurannya (seminal vesicle) juga terdapat jenis hormon steroid lain yang dapat
membantu proses pemijahan terjadi yaitu jenis hormon steroid glucuroides. Hormon
ini berperan sebagai sex pheromon yang dapat menstimulasi perkembangan ovarium
pada ikan betina, meningkatkan responsifitas pemijahan dan membantu terjadinya
ovulasi saat terjadinya pemijahan (Viveiros et al. 2001)
2.4.2.2. Perkembangan Ovarium
Pada ikan dewasa, ovarium secara umum berjumlah sepasang yang menempel
pada rongga tubuh (body cavity). Oosit yang berkembang terletak di tengah dalam
lapisan folikel yang dilindungi oleh suatu lapisan sel yang memproduksi steroid.
Lapisan folikel terdiri dari lapisan dalam yaitu lapisan granulose dan lapisan luar atau
sel theca yang dipisahkan oleh membran sel. Di antara lapisan luar oosit dan sel
granulose dipisahkan oleh lapisan yang disebut dengan zona radiata atau lapisan telur.
14
Lapisan protein zona radiata dihasilkan dari plasma darah dan disimpan pada lapisan
ini. Saat yang sama maka oosit diisi oleh protein kuning telur (lipovitellin, phosvitin)
yang diturunkan dari vitelogenin (Vtg). Kedua protein telur yaitu protein zona radiata
dan protein vitelogenin merupakan protein yang penting dalam pembentukan
kematangan telur, kedua protein ini disintesa di liver dengan pengaturan dari
endokrin melalui axis hypothalamus-pituitary-gonad-liver (Arukwe et al. 2003).
Ikan rata-rata memiliki ukuran dan jumlah telur yang besar bila dibandingkan
dengan hewan lain. Hal ini berkaitan dengan strategi ikan dalam menjaga
kelangsungan hidup generasi selanjutnya. Proses pembentukan, perkembangan dan
maturasi dari gamet betina yang disebut sebagai proses oogenesis merupakan suatu
proses yang berkaitan dengan sistem hormon dalam tubuh yang dipengaruhi oleh
faktor lingkungan. Perkembangan oosit dalam ovarium melewati beberapa tahapan,
secara umum dalam kelompok ikan teleost ada 4 tahapan yaitu perkembangan sel
primer, cortical alveoli atau pembentukan kuning telur, proses vitelogenesis dan
pematangan. Oosit dalam tahapan perkembangan sel primer tidak mengandung
kuning telur. Pada tahapan Cortical alveoli ditandai dengan pembentukan protein
telur dalam sitoplasma yang menandai akan bekembangnya telur pada tahap
selanjutnya. Dengan perkembangan oosit maka cortical alveoli akan berkembang
dalam bentuk dan ukuran dengan melepaskan isinya dalam membran perivitelin di
dalam membran telur selama proses pembentukan telur. Pada ikan yang memiliki
lipid globule juga akan terkumpul pada tahapan ini dalam sitoplasma.
Tahapan vitelogenesis ditandai dengan adanya kuning telur dalam sitoplasma
oosit. Oosit berkembang akibat adanya akumulasi kuning telur dalam sitoplasma.
Vitelogenesis akan berkembang secara penuh dan kemudian mengalami maturasi dan
ovulasi karena adanya pengaruh hormonal. Tahapan pematangan telur ditandai
dengan migrasinya inti sel ke daerah lubang mikrofil (animal pole). Ketika nukleus
telah bermigrasi maka tahapan pembelahan meiosis pertama terjadi. Tahapan hidrasi
akan terjadi saat pematangan akhir ketika mendekati proses ovulasi yang terjadi
dengan adanya uptake cairan oleh oosit. Setelah terjadi ovulasi maka selanjutnya
15
akan terjadi proses pembelahan meiosis kedua dan oosit telah menjadi telur secara
sempurna dan siap untuk dibuahi (Murua dan Kraus 2003).
Secara histologis perkembangan telur mengalami beberapa tahapan yaitu :
1. Fase previtelogenik merupakan fase pertumbuhan telur yang berjalan lambat
dengan hanya terjadi sedikit perubahan sitoplasma. Nukleus yang
mengandung satu nukleolus kemudian berkembang dan terbentuk ribonukleus
yang mengandung inti dari telur (Balbiani’s vitelline body).
2. Fase vitelogenik ditandai dengan pertumbuhan yang cepat dan terjadinya
penyimpanan sebagian besar kuning telur dalam ooplasma. Saat akhir proses
vitelogenik atau saat awal dari maturasi akhir, germinal vesicle (nukleus) yang
saat awal berada di tengah bergerak ke arah tepi mendekati mikrofil.
2.4.3. Musim Pemijahan Ikan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus)
Masa pemijahan ikan tuna di wilayah Pasifik terjadi sepanjang tahun di
perairan tropis dan musiman pada lintang tinggi di perairan dengan suhu di atas 24°C,
idealnya mendekati 26oC (Kume 1967; Miyabe 1994). Kemudian Hisada (1979)
menambahkan bahwa ikan tuna mata besar memerlukan kedalaman di lapisan
tercampur sedikitnya 50 m dengan suhu permukaan laut kurang dari 24°C. Kume
(1967) mencatat bahwa ada hubungan antara kematangan ikan tuna mata besar pada
suhu permukaan laut di bawah 23°C hingga 24°C, yang mewakili batas rendah
aktivitas pemijahan.
Pada umumnya, ikan tuna mata besar diyakini memijah sepanjang tahun di
daerah tropis (10°N – 10oS) dan selama bulan musim panas di lintang tinggi (Collette
dan Nauen 1983). Sebuah studi oleh McPherson (1991) di perairan Australia timur
mendukung konsep ini yang menyatakan bahwa pemijahan ikan tuna mata besar di
ekuator berlangsung sepanjang tahun dengan musim pemijahan di daerah utara
Australia.
Di Samudera Pasifik ukuran minimum pertama matang kali seksual untuk
ikan tuna mata besar sekitar 100 cm. Di Pasifik bagian barat ikan betina 50%
bereproduksi dengan ukuran pertama matang seksual adalah 135 cm dan ukuran
16
minimum matang seksual pada ukuran 102 cm (Schaefer et al. 2005). Sementara itu
Nootmorn (2004) menyatakan bahwa aktivitas pemijahan ikan tuna mata besar di
Samudera Hindia yaitu dari bulan Desember hingga bulan Januari dan bulan Juni.
Ukuran yang matang 50% untuk betina dan jantan diperkirakan pada panjang 88,08
dan 86,85 cm FL. Rasio kelamin bervariasi setiap bulan dengan selang kelas ikan
tuna ukuran kecil (85-115 cm FL) lebih banyak ikan betina, sedangkan ikan tuna
ukuran besar (125-155cm FL) terdiri dari ikan jantan
2.4.4. Waktu Pemijahan Ikan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus)
Ikan tuna mata besar merupakan serial spawner, dapat mengulang pemijahan
secara harian atau mendekati interval harian selama periode pemijahan yang panjang
(Nikaido et al. 1991). Pemijahan terjadi menjelang sore atau malam di dekat
permukaan (McPherson 1991). Diperkirakan dari pukul 18.00 hingga tengah malam,
menyimpan telur harian (Matsumoto dan Miyabe 2002). Puncak pemijahan pada
malam hari sekitar pukul 19.00 hingga pukul 24.00, dengan batch fekunditas jutaan
telur setiap periode pemijahan.
2.4.5. Potensi Reproduksi Ikan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus)
Pada spesies ikan jumlah oosit (fekunditas), perkembangan oosit dan tipe
pemijahan yang berbeda-beda antar spesies merupakan strategi reproduksi yang
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan gen. Tiap spesies ikan memiliki strategi
reproduksi yang berbeda-beda. Hal ini sangat berhubungan dengan sistem
pemijahan, jumlah partner, habitat dan waktu pemijahan. Strategi reproduksi yang
dilakukan oleh ikan bertujuan untuk memaksimalkan kelangsungan hidup dari
keturunannya yang berhubungan dengan ketersediaan energi dan umur induknya.
Pada kebanyakan spesies ikan yang hidup di laut jenis strategi yang
dikembangkan meliputi tipe pemijahan iteroparous yaitu pemijahan dilakukan lebih
dari satu kali ovulasi, gonochoristic yang menggambarkan bahwa antara ikan jantan
dan betina terpisah organ kelaminnya dan proses terjadinya pemijahan di luar tubuh
induknya tanpa adanya penjagaan oleh induk (non parental care)
17
Berdasarkan pada perkembangan diameter telur maka ada beberapa jenis tipe
perkembangan oosit pada ikan, yaitu (Murua dan Kraus 2003) :
1. Tipe perkembangan synchronous, semua oosit berkembang dan terevolusi pada
saat yang sama. Biasanya terjadi pada ikan yang memijah satu kali kemudian
mati, contohnya terjadi pada ikan salmon dan sidat. Frekuensi diameter oosit
ditandai dengan kurva satu puncak (single bell curve)
2. Tipe perkembangan group-synchronous, ditandai dengan adanya dua populasi
oosit pada satu waktu. Satu populasi ukuran oositnya lebih besar dan homogen
dan populasi yang kedua ukurannya lebih heterogen. Populasi telur dengan
diameter yang terbesar akan diovulasi pada saat musim pemijahan, sedangkan
populasinya akan diovulasi pada musim pemijahan selanjutnya dalam rentang
waktu yang cukup lama. Biasanya terjadi pada ikan yang musim pemijahannya
pendek.
3. Tipe perkembangan asynchronous, oosit dari setiap tahap perkembangan dan
berbagai ukuran diameter ada dalam telur dan tidak ditandai dengan populasi
yang dominan. Ketika proses pematangan terjadi maka akan tampak adanya
perbedaan ukuran diameter telur terutama telur tahap hidrasi dan pengumpulan
kuning telur. Biasanya terjadi pada spesies yang memiliki musim pemijahan
relatif panjang/berlanjut dan proses pematangan dan ovulasi sangat dipengaruhi
oleh ketersediaan makanan di perairan.
Lowe-McConnell (1991) mengemukakan empat pola pemijahan sebagai
berikut :
1. Tipe big bang-spawner, yaitu ikan yang memijah hanya sekali seumur
hidupnya dan kemudian mati. Contohnya pada Anguilla dan Salmon.
2. Tipe total spawner, yaitu ikan yang memijahkan telurnya sekaligus pada satu
kali musim pemijahan. Contohnya pada kebanyakan Characoidae, Cyprinidae
dan beberapa Siluridae.
3. Tipe partial spawner, yaitu ikan yang memijahkan telur tidak sekaligus dalam
satu musim pemijahan. Contohnya pada beberapa Cyprinidae, Characoidae,
Siluridae dan Anabantoidae.
18
4. Tipe small brood spawner, ikan yang mempunyai fekunditas kecil dan telur
dipijahkan sekaligus pada satu musim pemijahan. Contohnya pada
kebanyakan Cichilidae dan beberapa Poecilidae.
Fekunditas merupakan fungsi dari beberapa faktor : ukuran dan umur individu;
ukuran dan berat gonad, iklim dan variasi lingkungan. Ikan tuna memiliki fekunditas
yang sangat tinggi yang bertujuan untuk memperpanjang pemijahan, frekuensi
pemijahan tinggi dan relatif batch spawning. Ikan tuna betina dapat mengeluarkan
jutaan telur selama pemijahan tunggal. Ikan betina mampu melepaskan 100.000 telur
per kg berat tubuh.
Batch fekunditas seperti pada beberapa ikan, meningkat secara dramatis dengan
panjang tubuh dengan perkiraan batch fekunditas ikan tuna mata besar berkisar
sekitar 1.000.000-5.000.000 setiap memijah untuk ikan dengan ukuran berkisar dari
120-180 cm FL (Nikaido et al. 1991). Sun et al. 1999 memperkirakan rata-rata batch
fekunditas untuk ikan tuna mata besar Pasifik barat adalah 3.470.000 oocytes atau
59,5 oocytes per gram dari berat tubuh per ikan. Sementara itu menurut The
International Commission for the Conservation of Atlantic Tunas atau ICCAT 2006
jumlah telur yang dihasilkan ikan tuna mata besar tiap individunya antara 2.900.000-
6.300.000 setiap kali memijah.
2.5. Kondisi Perikanan Tangkap di Samudera Hindia
Sumberdaya ikan tuna merupakan salah satu komoditas ekspor andalan
Indonesia di bidang perikanan laut terutama bagi pelaku penangkapan di perairan
Samudera Hindia. Penangkapan ikan tuna di perairan Samudera Hindia yang
berbasis di Benoa menggunakan 3 jenis alat tangkap yaitu tuna long line/rawai tuna,
pukat cincin (purse seine) dan pancing ulur (hand line). Jumlah masing-masing alat
tangkap berdasarkan ukuran kapal yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.
19
Tabel 1. Jumlah alat tangkap berdasarkan jenis dan ukuran kapal ikan di Benoa, tahun 2007
Jenis Alat Tangkap Ukuran Kapal
(GT) Longline Handline Purse Seine Jumlah
< 5 1 - - 1
5-10 6 4 - 10
10-20 24 1 - 25
20-30 120 27 - 147
30-50 71 2 - 73
50-100 174 - 4 178
100-200 136 - - 136
200> - - - 0
Jumlah 532 34 4 570Sumber: Pengawas Kapal Ikan (WASKI) Benoa 2007 dalam PRPT 2008
Di perairan Samudera Hindia penangkapan tuna dengan menggunakan tuna
longline telah dimulai sejak tahun 1970-an dengan basis pendaratan di Benoa, Bali
Jumlah kapal tuna longline menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, namun
pada tahun terakhir ini jumlah armada yang aktif melakukan penangkapan semakin
berkurang karena tingginya biaya ekploitasi untuk pembelian BBM. Jumlah kapal
yang aktif beroperasi dan mendaratkan ikan di pelabuhan Benoa setiap bulannya
sangat berfluktuasi seperti disajikan pada Tabel 2 berikut.
20
Tabel 2. Jumlah kapal tuna long line yang beroperasi di Benoa setiap bulan pada tahun 2007
Jumlah Kapal Bulan
Berangkat Masuk
Januari 288 193
Pebruari 257 241
Maret 290 209
April 277 229
Mei 299 188
Juni 249 233
Juli 256 204
Agustus 247 182
September 221 126
Oktober 296 284
Nopember 289 190
Desember 309 300
Jumlah 3278 2579 Sumber: Pengawas Kapal Ikan (WASKI) Benoa 2007 dalam PRPT 2008
Dari Tabel 2 terlihat bahwa jumlah kapal tuna long line yang berbasis di Benoa
tercatat lebih dari 500 kapal, namun kapal-kapal yang aktif beroperasi untuk
melakukan penangkapan ternyata hanya sekitar 300 kapal (Tabel 1 dan 2). Hal ini
menunjukkan bahwa untuk setiap bulannya rata-rata jumlah armada penangkapan
tuna long line yang beroperasi kurang dari 60%.
Jumlah hasil tangkapan ikan tuna yang didaratkan setiap bulannya sangat
bervariasi. Hasil laporan Pengawas Kapal Ikan (WASKI) Benoa untuk produksi ikan
tuna pada tahun 2007 tercatat 3.844.196 kg, sedangkan jenis ikan lainnya sebesar
3.090.477 kg (WASKI, 2007 dalam PRPT, 2008). Hasil tangkapan tuna yang
dilaporkan WASKI jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan produksi ikan tuna
21
yang dilaporkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali yaitu pada tahun
2007 tercatat 31.425 ton. Jenis ikan madidihang sebanyak 11.622 ton, sedang untuk
tuna mata besar tercatat 8.162, 5 ton atau sekitar 25 % dari total produksi ikan tuna
yang didaratkan.
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Janu
ari
Pebruari
Maret
April
MeiJu
ni Juli
Agustu
s
September
Oktobe
r
Nopem
ber
Desember
Bulan
Pro
duks
i (to
n)
Albacora
Madidihang
Tuna Sirip Biru
Tuna Mata Besar
Sumber: Laporan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, 2008 dalam PRPT, 2008 Gambar 4. Fluktuasi bulanan hasil tangkapan ikan tuna yang tercatat di Provinsi Bali
pada tahun 2007.
Jumlah produksi ikan tuna mata besar di Bali merupakan produksi terbesar
kedua setelah madidihang (Gambar 4). Berdasarkan hasil monitoring di pendaratan
ikan tuna di Benoa yang dilakukan atas kerjasama Australian Centre for International
Agricultural Research (ACIAR) dengan Pusat Riset Perikanan Tangkap (PRPT),
produksi bigeye tuna tertinggi pernah mencapai lebih dari 12.000 ton yang terjadi
pada tahun 1998. Pada tahun yang sama produksi ikan madidihang juga tercatat
paling tinggi. Akan tetapi, pada 5 tahun terakhir ini terjadi penurunan yang sangat
signifikan yaitu pada tahun 2004 dan 2005 masing-masing tercatat sekitar 4.000 ton
baik untuk madidihang, maupun tuna mata besar (PRPT 2008).
22
Data Export Komoditas Perikanan Prov. Bali berdasarkan Volume (ton/ekor)
0.00200.00400.00600.00800.00
1,000.001,200.001,400.00
Janu
ari
Februa
ri
Maret
April
MeiJu
ni Juli
Agustu
s
Septem
ber
Oktobe
r
Bulan
Volu
me
(ton/
Eko
r)
Tuna SegarTuna Loin SegarTuna BekuTuna Steak BekuTuna Loin Beku Tuna Meat Beku Tuna Fillet Beku
Vol
ume
(ton)
Sumber: Laporan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, 2008 dalam PRPT, 2008
Gambar 5. Data Volume Ekspor Produk Ikan Tuna Dari Propinsi Bali, Januari - Oktober 2008
Berdasarkan rata-rata (US $/Ton)
0.001,000.002,000.003,000.004,000.005,000.006,000.007,000.008,000.009,000.00
Janu
ari
Februa
ri
Maret
April
MeiJu
ni Juli
Agustu
s
Septem
ber
Oktobe
r
Bulan
Rat
a-ra
ta (U
S $
/Ton
) Tuna SegarTuna Loin SegarTuna BekuTuna Steak BekuTuna Loin Beku Tuna Meat Beku Tuna Fillet Beku
Rat
a-ra
ta (U
S $)
Sumber: Laporan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, 2008 dalam PRPT, 2008 Gambar 6. Data Nilai Ekspor Rata-rata per bulan Produk Ikan Tuna dari Propinsi Bali, Tahun 2008
Ekspor produk ikan tuna dari propinsi Bali bulan Januari - Oktober 2008
meliputi tuna segar, tuna loin segar, tuna beku, tuna steak beku, tuna loin beku,
tuna meat beku, tuna filet beku. Dari tujuh jenis produk ini yang dominan adalah
23
tuna segar dan tuna steak beku. Data volume ekspor berbagai produk tuna dapat
dilihat pada Gambar 5 dengan nilai ekspor tertera pada Gambar 6. Volume
ekspor tertinggi adalah tuna beku pada bulan Januari 2008. Nilai ekspor tertinggi
diperoleh dari tuna segar pada bulan Mei 2008 (PRPT 2008).
2.6. Daerah Penangkapan Ikan Tuna Mata Besar di Samudera Hindia
Daerah penangkapan ikan tuna mata besar di perairan Samudera Hindia
dengan menggunakan tuna long line adalah meliputi sebelah selatan Jawa Timur, Bali
sampai ke Nusa Tenggara. Penyebaran daerah penangkapan ini masih relatif sama
dengan hasil pengamatan yang dilakukan pada tahun 2001-2002 (Wudianto et al.
2003). Sebagian dari kapal tuna long line sudah beroperasi di sebelah selatan lintang
13oLS yang wilayah ini merupakan perairan laut bebas karena sudah di luar ZEE
Indonesia.
95 100 105 110 115 120 125-15
-10
-5
5
0
Sumber : ACIAR, 2001 Gambar 7. Daerah penangkapan ikan tuna mata besar (T. obesus) di Samudera Hindia dengan fishing base di Benoa, Bali
Longitude
Latit
ude
Benoa
Fishing Ground