Download - Impending Eklamsia
Presentasi Kasus
ANESTESI SPINAL PADA WANITA 31 TAHUN DENGAN
IMPENDING EKLAMPSIA MULTIGRAVIDA NULIPARA
HAMIL POSTDATE BELUM DALAM PERSALINAN
Oleh :
Rudy Hartawan
G99112125
Pembimbing:
dr. H. Marthunus Judin, Sp.An.KAP
KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Tugas dokter yang utama adalah mempertahankan hidup dan
mengurangi penderitaan pasiennya. Anestesi sebagai salah satu cabang ilmu
kedokteran sangat berperan dalam mewujudkan tugas profesi dokter tersebut
karena dapat mengurangi nyeri dan memberikan bantuan hidup. Anestesi
adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang
meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami
pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien
gawat, terapi inhalasi, dan penanggulangan nyeri menahun.1
Anestesi spinal merupakan salah satu macam anestesi regional. Pungsi
lumbal pertama kali dilakukan oleh Qunke pada tahun 1891. Anestesi spinal
subarachnoid dicoba oleh Corning, dengan menganestesi bagian bawah tubuh
penderita dengan kokain secara injeksi columna spinal. Efek anestesi tercapai
setelah 20 menit, mungkin akibat difusi pada ruang epidural. Indikasi
penggunaan anestesi spinal salah satunya adalah tindakan pada bedah obstetri
dan ginekologi.2
Dalam persalinan membutuhkan tindakan anestesi karena nyeri sangat
mungkin terjadi saat persalinan berlangsung. Nyeri karena persalinan terjadi
karena kontraksi uterus, dilatasi servik, selain itu, tindakan dalam persalinan
seperti ekstraksi cunam, vakum, versi dalam, versi luar, dan bedah caesar juga
menimbulkan nyeri sehingga membutuhkan anestesi.2,3
Beberapa komplikasi akut preeklampsia, yaitu eklampsia, sindroma
HELLP (hemolisis, elevasi enzim hati, penurunan platelet), ruptur hepar,
edema pulmonal, gagal ginjal, koagulopati intravaskular diseminasi,
kedaruratan hipertensi dan hipertensi ensefalopati serta kebutaan kortikal. Pada
kasus ini akan dibahas tentang penatalaksanaan klinis dari impending
eklampsia.
ii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PERSIAPAN PRA ANESTESI
Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi
dan pembedahan baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk
keberhasilan tindakan tersebut. Adapun tujuan pra anestesi adalah:
1. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.
2. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai
dengan fisik dan kehendak pasien.
3. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society
Anesthesiology):1
a. ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa
kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.
b. ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai
dengan sedang sebagai akibat kelainan bedah atau proses
patofisiologis. Angka mortalitas 16%.
c. ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga
aktivitas harian terbatas. Angka mortalitas 38%.
d. ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang
mengancam jiwa, tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal :
insufisiensi fungsi organ, angina menetap. Angka mortalitas 68%.
e. ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan
operasi hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24
jam tanpa operasi / dengan operasi. Angka mortalitas 98%.
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda
darurat.1
iii
B. PREMEDIKASI ANESTESI
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi.
Adapun tujuan dari premedikasi antara lain :1
1. Memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
2. Menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
3. Membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
4. Memberikan analgesia, misal pethidin
5. Mencegah muntah, misal : droperidol, metoklopropamid
6. Memperlancar induksi, misal : pethidin
7. Mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
8. Menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.
9. Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan
hiosin
C. ANESTESI SPINAL
Analgesi regional adalah suatu tindakan anestesi yang menggunakan
obat analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga
impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara. Fungsi
motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya, sedang penderita tetap
sadar.2
Analgesi spinal (anestesi lumbal, blok subarachnoid) dihasilkan bila
kita menyuntikkan obat analgetik lokal ke dalam ruang subarachnoid di
daerah antara vertebra L2-L3 / L3-L4 (obat lebih mudah menyebar ke
kranial) atau L4-L5 (obat lebih cenderung berkumpul di kaudal).2
Indikasi : anestesi spinal dapat digunakan pada hampir semua operasi
abdomen bagian bawah (termasuk seksio sesaria), perineum dan kaki.
Anestesi ini memberi relaksasi yang baik, tetapi lama anestesi didapat dengan
lidokain hanya sekitar 90 menit. Bila digunakan obat lain misalnya
iv
bupivakain, sinkokain, atau tetrakain, maka lama operasi dapat diperpanjang
sampai 2-3 jam.3
Kontra indikasi : pasien dengan hipovolemia, anemia berat, penyakit
jantung, kelainan pembekuan darah, septikemia, tekanan intrakranial yang
meninggi.
1. Untuk tujuan klinik, pembagian tingkat anestesi spinal adalah sebagai
berikut:
a. Sadle back anestesi, yang terkena pengaruhnya adalah daerah
lumbal bawah dan segmen sakrum.
b. Spinal rendah, daerah yang mengalami anestesi adalah daerah
umbilikus / Th X di sini termasuk daerah thoraks bawah, lumbal
dan sakral.
c. Spinal tengah, mulai dari perbatasan kosta (Th VI) di sini
termasuk thoraks bawah, lumbal dan sakral.
d. Spinal tinggi, mulai garis sejajar papilla mammae, disini
termasuk daerah thoraks segmen Th4-Th12, lumbal dan sakral.
e. Spinal tertinggi, akan memblok pusat motor dan vasomotor
yang lebih tinggi.
2. Teknik anestesi :
a. Perlu mengingatkan penderita tentang hilangnya kekuatan
motorik dan berkaitan keyakinan kalau paralisisnya hanya
sementara.
b. Pasang infus, minimal 500 ml cairan sudah masuk saat
menginjeksi obat anestesi lokal.
c. Posisi lateral dekubitus adalah posisi yang rutin untuk
mengambil lumbal pungsi, tetapi bila kesulitan, posisi duduk
akan lebih mudah untuk pungsi. Asisten harus membantu
memfleksikan posisi penderita.
d. Inspeksi : garis yang menghubungkan 2 titik tertinggi krista
iliaka kanan kiri akan memotong garis tengah punggung
setinggi L4-L5.
v
e. Palpasi : untuk mengenal ruangan antara 2 vertebra lumbalis.
f. Pungsi lumbal hanya antara L2-L3, L3-L4, L4-L5, L5-S1.
g. Setelah tindakan antiseptik daerah punggung pasien dan
memakai sarung tangan steril, pungsi lumbal dilakukan dengan
penyuntikan jarum lumbal no. 22 lebih halus no. 23, 25, 26 pada
bidang median dengan arah 10-30 derajat terhadap bidang
horisontal ke arah kranial pada ruang antar vertebra lumbalis
yang sudah dipilih. Jarum lumbal akan menembus berturut-turut
beberapa ligamen, yang terakhir ditembus adalah duramater
subarachnoid.
h. Setelah stilet dicabut, cairan LCS akan menetes keluar.
Selanjutnya disuntikkan larutan obat analgetik lokal ke dalam
ruang subarachnoid. Cabut jarum, tutup luka dengan kasa steril.
i. Monitor tekanan darah setiap 5 menit pada 20 menit pertama, jika
terjadi hipotensi diberikan oksigen nasal dan ephedrin IV 5 mg,
infus 500-1000 ml NaCl atau hemacel cukup untuk memperbaiki
tekanan darah.
3. Obat yang dipakai untuk kasus ini adalah :
a. Bupivakain
Bupivakain (Decain, Marcain) adalah derivat butil yang 3
kali lebih kuat dan bersifat long acting (5-8 jam). Obat ini terutama
digunakan untuk anestesi daerah luas (larutan 0,25%-0,5%)
dikombinasi dengan adrenalin 1:200.000, derajat relaksasinya
terhadap otot tergantung terhadap kadarnya. Presentase
pengikatannya sebesar 82-96%. Melalui N-dealkilasi zat ini
dimetabolisasi menjadi pipekoloksilidin (PPX). Ekskresinya
melalui kemih 5% dalam keadaan utuh , sebagian kecil sebagai
PPX, dan sisanya metabolit-metabolit lain. Plasma t1/2 1,5-5,5 jam.
Untuk kehamilan, sama dengan mepivakain dapat digunakan
vi
selama kehamilan dengan kadar 2,5-5 mg/ml. Dari semua anestetika
lokal, bupivakain adalah yang paling sedikit melintasi plasenta.
Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada suhu 37oC
adalah 1,003-1,008. Anestesi lokal dengan berat jenis yang sama
dengan CSS disebut isobarik sedangkan yang lebih berat dari CSS
adalah hiperbarik. Anestesi lokal yang sering digunakan adalah
jenis hiperbarik yang diperoleh dengan mencampur anestesi lokal
dengan dekstrosa.4
Anestesi Lokal Berat Jenis Sifat Dosis
Bupivakain (decain)
0,5% dalam air 1,005 Isobarik 5-20 mg (1-4 mL)
0,5% dalam dekstrosa 8,25% 1, 027 Hiperbarik 5-15 mg (1-3mL)
b. Fentanyl
Fentanil adalah obat dengan masa kerja pendek namun mula
kerja cepat, sekitar 2 menit. Efek fentanyl dapat mengakibatkan
amnesia, hipnosis dan analgesi yang memuaskan. Curah jantung
semenit menurun dan resistensi pembuluh darah sistemik meningkat
pada permulaan yang akan kembali normal bila anestesi diteruskan.
Apne dapat terjadi karena depresi SSP, namun dapat diatasi
dengan mengontrol dan memimpin pernafasan. Kadang-kadang
dapat timbul mual muntah dan menggigil pasca bedah, juga dapat
timbul gejala ekstrapiramidal.4
c. Ondansentron
Merupakan suatu antagonis 5-HT3 yang sangat efektif yang
dapat menekan mual dan muntah karena sitostatika misalnya
cisplatin dan radiasi. Ondansetron mempercepat pengosongan
lambung, bila kecepatan pengosongan basal rendah. Tetapi waktu
transit saluran cerna memanjang sehingga dapat terjadi konstipasi.
Ondansentron dieliminasi dengan cepat dari tubuh. Metabolisme
obat ini terutama secara hidroksilasi dan konjugasi dengan
glukonida atau sulfat dalam hati. Ondansentron digunakan pada
vii
kondisi mual muntah karena kemoterapi, radioterapi ataupun pasc
operasi. Efek sampingnya berupa nyeri kepala, obstipasi, rasa panas
di muka dan perut bagian atas, jarang sekali gangguan
ekstrapiramidal dan reaksi hipersensitivitas. Dosis untuk
pengobatan atau pencegahan mual muntah pre/pasca operasi yaitu
4-8 mg/IM sebagai dosis tunggal atau IV perlahan-lahan.4
4. Keuntungan dan kerugian anestesi spinal :
a. Keuntungan
1) Respirasi spontan
2) Lebih murah
3) Ideal untuk pasien kondisi fit
4) Sedikit resiko muntah yang dapat menyebabkan aspirasi paru
pada pasien dengan perut penuh
5) Tidak memerlukan intubasi
6) Pengaruh terhadap biokimiawi tubuh minimal
7) Fungsi usus cepat kembali
8) Tidak ada bahaya ledakan
9) Observasi dan perawatan post operatif lebih ringan
b. Kerugian
1) Efeknya terhadap sistem kardiovaskuler lebih dari general
sistem
2) Menyebabkan post operatif headache.
5. Komplikasi tindakan anestesi spinal
a. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah
dengan pemberian cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml
sebelum tindakan
b. Bradikardi
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat
blok sampai T-2
c. Hipoventilasi
viii
Akibat paralisis saraf phrenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
d. Trauma pembuluh darah
e. Trauma saraf
f. Mual-muntah
g. Gangguan pendengaran
h. Blok spinal tinggi atau spinal total
D. TERAPI CAIRAN
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus
mendekati jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan
perioperatif bertujuan untuk :
1. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama
operasi.
2. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang
diberikan.
Pemberian cairan operasi dibagi :
1. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah,
penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti
pada ileus obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan
cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap
kenaikan suhu 10 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.
2. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan
cairan pada dewasa untuk operasi :
Ringan = 4 ml / kgBB/jam
Sedang = 6 ml / kgBB/jam
Berat= 8 ml / kgBB/jam
ix
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari
10 % EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3
kali volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 %
maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran
dengan dosis 1-2 kali darah yang hilang.
3. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan
selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.
Kebutuhan cairan dan elektrolit pada dewasa:7
a. Air : 30 – 40 ml/kg BB/hari
b. Na : 1 – 2 mEq/kgBB/hari
c. K : 1 mEq/kgBB/hari.
Kebutuhan kalori rata – rata/ kgBB orang dewasa, dipengaruhi oleh
faktor trauma atau stress :8
E. PEMULIHAN
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan
anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room
yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca operasi atau anestesi. Ruang
pulih sadar menjadi batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal
atau masih memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian
pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang
disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.8
Untuk memindahkan pasien dari ruang pulih sadar ke ruang perawatan
perlu dilakukan skoring tentang keadaan pasien setelah anestesi dan
pembedahan. Untuk regional anestesi digunakan skor Bromage.8
BROMAGE SCORING SYSTEM
Kriteria Skor
Gerakan penuh dari tungkai 0
Tak mampu ekstensi tungkai 1
Tak mampu fleksi lutut 2
Tak mampu fleksi pergelangan
kaki
3
x
Bromage skor< 2 boleh pindah ke ruang perawatan.
F. ANESTESI OBSTETRI
Semua pasien yang masuk dalam obstetri sangat besar kemungkinan
membutuhkan anestesi yang baik yang direncanakan atau emergensi, oleh
karena itu seorang ahli anestesi seharusnya menyadari riwayat penyakit
sekarang dan dahulu yang berhubungan dengan pasien obstetri. Pasien yang
membutuhkan pelayanan anestesi untuk persalinan atau SC seharusnya
mendapat evaluasi pre anestesi yang detail. Semua wanita dalam persalinan
harus dijaga nutrisi per oral dan diberi cairan IV biasanya menggunakan
cairan RL dalam dextrosa untuk mencegah dehidrasi. Berbagai macam
indikasi untuk sectio caesaria antara lain:6
1. Kehamilan beresiko tinggi pada maternal dan fetal:
a. Peningkatan resiko ruptur uteri:
1) Riwayat kelahiran dengan seksio caesaria
2) Riwayat miomektomi ekstensif atau rekonstruksi uterin
a. Peningkatan resiko perdarahan maternal
1) Sentral atau parsial plasenta previa.
2) Solutio plasenta
3) Riwayat rekonstruksi vagina
2. Distokia
a. Hubungan Fetopelvik yang abnormal
1) Disproporsi kepala panggul.
2) Presentasi fetal yang abnormal : letal transvers atau obliq,
presbo.
b. Aktivitas disfungsional uterin.
3. Keadaan-keadaan gawat darurat yang membutuhkan penanganan
segera.
xi
a. Fetal distress
b. Prolaps umbilikus
c. Perdarahan maternal
d. Amnionitis
e. Herpes genital dengan disertai ruptur membran
f. Kematian impending maternal.4
xii
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. NH
Umur : 31 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No RM : 01203724
Diagnosis pre operatif : Impending eklamsia multigravida nulipara
hamil postdate belum dalam persalinan
Macam Operasi : SCTP Emergency
Macam Anestesi : Anestesi spinal
Tanggal Masuk : 26 Juni 2013 jam 16.15
Tanggal Operasi : 27 Juni 2013 jam 02.00
B. PEMERIKSAAN PRA ANESTESI
1. Anamnesa
a. Keluhan utama : Ingin melahirkan namun belum terasa kencang-
kencang
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang G3P0A2 31 tahun, umur kehamilan 41+5 minggu,
datang kiriman dari RS Panti Rahayu dengan keterangan G3P0A2
UK 41 minggu dengan kepala belum masuk pintu atas panggul dan
proteinuria +3. Pasien merasa hamil 10 bulan, gerak janin masih
dirasakan, kenceng-kenceng teratur belum dirasakan, air kawah
belum dirasakan keluar, lender darah (-), nyeri kepala (+),
pandangan kabur (+), nyeri epigastrium (+).
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
xiii
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat gigi goyah : disangkal
Riwayat gigi palsu : disangkal
Riwayat operasi sebelumnya : disangkal
d. Riwayat Kebiasaan :
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat minum alkohol : disangkal
Makan terakhir : jam 19.30, 26 Juni 2013
Minum terakhir : jam 19.30, 26 Juni 2013
Pemeriksaan Fisik:
a. Keadaan umum : baik, CM, gizi kesan cukup, GCS E4V5M6
b. Vital sign : Tensi : 170/120 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,50C
BB : 79 kg
TB : 160 cm
c. Status Generalis :
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor
Mulut : malampati I
Jalan nafas : tersumbat (-), ompong (-), gigi palsu (-), oedem
(-), kekakuan sendi rahang (-), kaku leher (-)
Thorax : retraksi (-)
Cor : BJ I – II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-),
RBK (-/-), RBH (-/-)
Abdomen : lihat status obstetri
Ekstremitas : Oedem akral dingin
xiv
d. Status Obstetri
Abdomen
1) Inspeksi : dinding perut > dinding dada, striae gravidarum (+)
2) Palpasi : supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal intra
uterin, memanjang, presentasi kepala, punggung
kiri, kepala masuk panggul < 1/3 bagian, TFU : 32
cm ~ TBJ : 3200 gram, his (-)
3) Auskultasi : DJJ 12-12-12/reguler
Genital VT :vulva/uretra tenang, dinding vagina dalam batas
normal, portio lunak, mencucu, Ø : - cm, eff. 10%, kepala di
Hodge II, kulit ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai, air
ketuban (-), STLD (-)
2. Pemeriksaan penunjang :
a. Laboratorium
Hemoglobin
Hct
Eritrosit
Lekosit
Trombosit
Gol darah
PT
APTT
GDS
SGOT
SGPT
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
12,6 g/dl
40 %
4,3.106/ul
9,4.103 /ul
298.103/ul
O
14,7 detik
37,3 detik
86 mg/dl
26 u/l
12 u/l
Albumin
Creatinin
Ureum
LDH
Natrium
Kalium
Clorida
HbsAg
Ewitz
:
:
:
:
:
:
:
:
:
3,6 g/dl
0,6 mg/dl
23 mg/dl
403 u/l
139 mmol/L
3,7 mmol/L
112 mmol/L
Non reaktif
+++
b. USG :
1) Janin tunggal, intra uterin, memanjang, preskep, DJJ ( + )
reguler
2) Fetal biometri : BPD 9,3; AC 32,91; FL 7,72; EFBW 3326 gr
xv
3) Plasenta berinsersi di corpus kanan, grade II-III, air ketuban
kesan cukup, tidak tampak jelas kelainan kelainan kongenital
mayor. Kesan janin saat ini dalam keadaan baik.
3. Kesimpulan :
Kelainan sistemik : ( – )
Kegawatan : ( + )
Status fisik ASA : II E
C. RENCANA ANESTESI
1. Persiapan Operasi
a. Persetujuan operasi tertulis (+)
b. Puasa > 6 jam
c. Infus RL 20 tetes /menit
2. Jenis Anestesi : Regional Anestesi
3. Teknik Anestesi : Regional anestesi subarachnoid block
4. Premedikasi : Ondansentron 4 mg
5. Analgesi spinal : Bupivakain 12,5 mg, Fentanyl 25 μg
6. Maintenance : O2 3 lt/menit
7. Monitoring : Tanda vital selama operasi tiap 5 menit,
kedalaman
anestesi, cairan, perdarahan.
8. Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan
D. TATALAKSANA ANESTESI
1. Di ruang persiapan
a. Cek persetujuan operasi
b. Periksa tanda vital dan keadaan umum
c. Lama puasa > 6 jam.
d. Cek obat-obat dan alat anestesi.
e. Infus RL 40 tetes/menit.
f. Posisi terlentang.
xvi
g. Pakaian pasien diganti pakaian operasi.
2. Di ruang operasi
a. Jam 01.45 : pasien ditidurkan di ruang operasi dengan posisi
telentang, dilakukan pemasangan, manset, monitor, infus RL 500
cc.
b. Jam 02.00 : Pasien duduk ditopang oleh seorang asisten, diberikan
suntikan bupivakain 10 mg dan fentanyl 25 μg secara intra dural.
c. Jam 02.20 : bayi dilahirkan perabdominal, jenis kelamin
perempuan, berat badan 3600 gram, panjang badan 50 cm, APGAR
8-9-10, anus (+). Diberikan methergin 200 μg IV, oxytosin 10 IU
per drip.
d. Jam 02.30 : plasenta dilahirkan per abdominal lengkap dengan
insersio parasentral.
e. Jam 02.35 : infus RL 500 cc
f. Jam 03.00 : Infus RL 500 cc
Monitoring Selama Anestesi
Jam Tensi Nadi Sa02
01.45 162/70 96 100
01.50 161/69 90 100
01.55 162/68 90 100
02.00 163/72 98 100
02.05 162/71 85 100
02.10 163/70 95 100
02.15 155/70 82 100
02.20 154/69 85 100
02.25 155/69 84 100
02.30 150/70 82 100
02.35 145/65 80 100
02.45 144/66 82 100
02.50 140/65 82 100
xvii
02.55 142/66 84 100
03.00 141/64 82 100
3. Di ruang pemulihan
a. Jam 03.05 : pasien dipindahkan ke ruang pulih sadar dalam
keadaan sadar, posisi terlentang, diberikan O2 3 liter/menit, dan
tanda-tanda vital dimonitoring tiap 5 menit.
b. Jam 03.30 : pasien stabil baik, dipindahkan ke Bangsal Mawar 1.
Monitoring Pasca Anestesi
Jam Tensi Nadi RR Keterangan
03.05 140/62 82 20 O2 3 L/menit, monitoring tanda vital
03.10 142/65 84 20
03.15 143/66 88 20
03.20 143/65 88 20
03.25 145/64 84 20 Bromage score < 2
03.30 145/68 84 20 Pasien dipindah ke Bangsal
4. Instruksi Pasca Anestesi
a. Rawat pasien posisi setengah duduk, oksigen 3 L/mnt, kontrol
tanda vital. Bila tensi turun dibawah 90/60mmHg, berikan
loading kristaloid 250 cc / efedrin 5-10 mg. Bila muntah berikan
injeksi ondansetron 4 mg IV. Bila kesakitan berikan injeksi
Ketorolac 30 mg IV.
b. Lain-lain
- Antibiotik sesuai bagian Obsgyn
- Puasa sampai dengan flatus atau bising usus (+)
- Post op cek Hb, bila <10 g/dl transfusi sampai dengan
Hb> 10 g/dl.
- Monitor tanda vital, kontrol balance cairan
xviii
BAB IV
PEMBAHASAN
Banyak hal yang harus diperhatikan dalam melakukan tindakan anestesi
pada wanita hamil yang akan melakukan persalinan. Karena dalam melakukan
tindakan anestesi harus memperhatikan teknik anestesi yang akan dipakai demi
menjaga keselamatan ibu, bayi, serta kehamilan itu sendiri. Untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan saat melakukan tindakan anestesi pada wanita
hamil, maka kita harus mengetahui perubahan-perubahan fisiologis wanita
hamil serta efek masing-masing obat anestesi.
Pada pasien ini, dilakukan anestesi secara regional karena memiliki
keuntungan yaitu:
1. Bahaya kemungkinan terjadinya aspirasi kecil karena pasien dalam
keadaan sadar.
2. Relaksasi otot yang lebih baik.
3. Analgesi yang cukup kuat.
A. PERMASALAHAN DARI SEGI MEDIK
1. Emergensi
2. Menyangkut dua nyawa yaitu nyawa ibu dan anak
B. PERMASALAHAN DARI SEGI BEDAH
1. Apabila tidak segera dilakukan pembedahan maka bisa mempersulit
proses persalinan dan mengancam jiwa janin dan ibu.
2. Kemungkinan perdarahan durante dan post operasi.
3. Risiko kerusakan organ yang diakibatkan pembedahan.
4. Obat-obat yang membantu kontraksi uterus harus dipersiapkan karena
pengosongan uterus lebih cepat pada Sectio Caesaria dari pada
pervaginam, untuk meminimalkan bahaya perdarahan pasca persalinan
xix
Dalam mengantisipasi hal tersebut, maka perlu dipersiapkan jenis
dan teknik anestesi yang aman untuk operasi yang lama, juga perlu
dipersiapkan darah untuk mengatasi perdarahan.
C. PERMASALAHAN DARI SEGI ANESTESI
1. Premedikasi
Puasa pasien sudah mencapai 6 jam atau lebih. Pemberian
ondansentron 4 mg untuk mencegah mual muntah pasien selama dan
sesudah operasi.
2. Analgesi spinal
Pada kasus ini digunakan bupivakain 12,5 mg, karena mula
kerjanya cepat, lebih kuat, lebih lama dibandingkan lidokain, dan aman
untuk kehamilan karena paling minimal melintasi plasenta. Pada kasus
ini ditambahkan fentanyl 25 μg (golongan opioid) yang dapat
meningkatkan kualitas intraoperatif analgesia, memperpanjang durasi
analgesik, tanpa mempengaruhi status klinis bayi baru lahir.
Tidak ada aksi pada onset blok sensorik atau motor.
3. Maintenance
Dipakai O2 3 liter/menit
4. Terapi Cairan
a. Defisit cairan karena puasa 6 jam.
2 cc x 79 x 6 = 948 cc
b. Kebutuhan cairan selama operasi besar 1 jam
= kebutuhan dasar selama operasi + kebutuhan operasi sedang
= (2 cc x 79 kg x 1 jam) + (6 cc x 79 kg x 1 jam) = 158 cc + 474 cc
= 632 cc
c. Pendarahan yang terjadi = 250 cc
EBV = 85 cc x 79 kg = 6715 cc
Jadi kehilangan darah = 250/6715 x 100% = 3,72 %
Karena kehilangan darah < 10 % jadi diganti dengan cairan
kristaloid
xx
3 x 250 = 750 cc
Produksi urine jam I = 25 cc
d. Kebutuhan cairan basal total
Jam I = (1/2 x 948) + 632 = 1106 cc
Jam II = (1/4 x 948) + 632 = 869 cc
Jam III = (1/4 x 948) + 632 = 869 cc
Jam IV = 632 cc
e. Cairan yang sudah diberikan :
Pra anestesi : 500 cc
Saat anestesi : 1500 cc
Pada kasus ini, yang dilakukan anestesi spinal, saat operasi terjadi
penurunan tekanan darah. Tekanan darah yang turun setelah anestesi spinal
biasanya sering terjadi. Hipotensi dapat terjadi pada sepertiga pasien yang
menjalani anestesi spinal. Hipotensi terjadi karena :
1. Penurunan venous return ke jantung dan penurunan cardiac out put.
2. Penurunan resistensi perifer.
Jika tekanan darah sistolik turun di bawah 75 mmHg atau terdapat
gejala-gejala penurunan tekanan darah, maka harus cepat diatasi untuk
menghindari cedera ginjal, jantung dan otak, di antaranya dengan
memberikan oksigen dan menaikkan kecepatan tetesan infus dan jika perlu
diberikan vasokonstriktor seperti pada pasien ini diberikan efedrin 10 μg
yang telah diencerkan jika tekanan sistolik dibawah 100 mmHg.
Penurunan venous return juga dapat menyebabkan bradikardi.
Untuk mengatasi bradikardi yang terjadi dapat diberikan sulfas atropin 0,25
mg IV.
Anestesi spinal terutama yang tinggi dapat menyebabkan paralisis
otot pernafasan, abdominal, intercostal. Oleh karenanya, pasien dapat
mengalami kesulitan bernafas. Untuk mencegah hal tersebut, perlu
pemberian oksigen yang adekuat dan pengawasan terhadap depresi
pernafasan yang mungkin terjadi.
xxi
BAB V
PENUTUP
Dalam suatu tindakan anestesi banyak hal yang harus diperhatikan agar
tindakan anestesi tersebut dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan
anestesi. Anastesi umum dalam persalinan harus dilakukan dengan
mempertimbangkan keamanan ibu dan bayi. Dalam hal ini pemeriksaan pra
anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang melibatkan
anestesi. Pemeriksaan yang baik dan teliti memungkinkan kita mengetahui
kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga
dapat mengantisipasinya serta dapat menentukan teknik anestesi yang akan
dipakai. Selain itu, pemilihan obat dan dosisnya harus benar-benar diperhatikan
agar tidak mendepresi janin, dimana hampir semuanya dapat mendepresi nafas
janin.
Pada laporan ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi regional
dengan menggunakan teknik anestesi spinal pada Impending Eklamsia pada
multigravida nulipara hamil postdate belum dalam persalinan dengan ASA II E
dengan menggunakan induksi Bupivakain 12,5 mg dan Fentanyl 25 μg,
maintenance O2 3 lt/menit.
Pemeriksaan pre anestesi memegang peranan penting pada setiap
operasi, melalui pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui
kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga
komplikasi anestesi dapat diantisipasi ataupun ditekan seminimal mungkin.
Seperti pada kasus ini kemungkinan hipotensi yang dapat terjadi sudah
diantisipasi. Walaupun terjadi hipotensi penanganan segera yang dibutuhkan
sudah tersedia sehingga akibat dan komplikasi yang dapat ditimbulkannya
ditekan seminimal mungkin.
Penatalaksanaan operasi dan penatalaksanaan anestesi pada kasus ini
terdapat komplikasi hipotensi tetapi secara umum berjalan lancar karena
persiapan operasi baik pre operasi dan selama operasi sudah baik di bangsal.
xxii
DAFTAR PUSTAKA
1. Muhardi, M, dkk. 1989. Anestesiologi, bagian Anastesiologi dan Terapi
Intensif, FKUI, CV Infomedia, Jakarta.
2. Rustam M. 1998. Sinopsis Obstetri, jilid I edisi 2, cetakan I, EGC,
Jakarta.
3. Cunningham F.G., et al. 1995. Obstetri Williams, edisi 18, editor Devi
H.R., EGC, Jakarta.
4. Boulton T.H., Blogg C.E. 1994. Anesthesiology, cetakan I. EGC,
Jakarta.
5. Morgan G.E., Mikhail M.S.1992. Clinical Anesthesiology. 1st ed. A
large medical Book
6. Kumpulan protocol. 2008. Penanganan kasus Obstetri & Ginekologi,
Lab/SMF obsgyn FK UNS / RSUD dr Moewardi Surakarta.
7. Michael B D. 1994. Penuntun Praktis Anestesi. cetakan I. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta
8. Ery L. 1998. Belajar Ilmu Anestesi. FK Univ. Diponegoro. Semarang.
xxiii
Tabel 1. Aldrete Scoring System
No. Kriteria Skor
1 Aktivitas
motorik
Mampu menggerakkan ke-4 ekstremitas
atas perintah atau secara sadar.
Mampu menggerakkan 2 ekstremitas atas
perintah atau secara sadar.
Tidak mampu menggerakkan ekstremitas
atas perintah atau secara sadar.
2
1
0
2 Respirasi Nafas adekuat dan dapat batuk
Nafas kurang adekuat/distress/hipoventilasi
Apneu/tidak bernafas
2
1
0
3 Sirkulasi Tekanan darah berbeda ± 20% dari semula
Tekanan darah berbeda ± 20-50% dari
semula
Tekanan darah berbeda >50% dari semula
2
1
0
4 Kesadaran Sadar penuh
Bangun jika dipanggil
Tidak ada respon atau belum sadar
2
1
0
5 Warna kulit Kemerahan atau seperti semula
Pucat
Sianosis
2
1
0
Aldrete skor ≥ 8, tanpa nilai 0, maka dapat dipindah ke ruang
perawatan.
xxiv
Tabel 2. Steward Scoring System
No. Kriteria Skor
1 Kesadaran Bangun
Respon terhadap stimuli
Tak ada respon
2
1
0
2 Jalan
napas
Batuk atas perintah atau menangis
Mempertahankan jalan nafas dengan baik
Perlu bantuan untuk mempertahankan jalan
nafas
2
1
0
3 Gerakan Menggerakkan anggota badan dengan tujuan
Gerakan tanpa maksud
Tidak bergerak
2
1
0
Mallampati Test
1. Pemeriksaan mallampati sangat penting untuk
menentukan kesulitan atau tidaknya dalam melakukan intubasi.
Penilaiannya yaitu:
i. Mallampati I : palatum molle, uvula, dinding
posterior
oropharynk, tonsilla palatina dan tonsilla
pharingeal
ii. Mallampati II : palatum molle, sebagian uvula,
dinding posterior
uvula
iii. Mallampati III : palatum molle, dasar uvula
iv. Mallampati IV: palatum durum saja
xxv
Robertson Test
1. Pernafasan
Kemampuan untuk mempertahankan pernafasan, penilaiannya :
20-30 detik = normal
15-19 detik = baik
10-14 detik = cukup
1-9 detik = buruk
0 detik = tidak ada
2. Fonasi
3. Diadochokinesis
- Mampu untuk mengulangi “oo-ee” dengan cepat (N)
- Mampu untuk mengulangi “pa-pa” dengan cepat (N)
- Mampu untuk mengulangi “la-la” dengan cepat (N)
- Mampu untuk mengulangi “ka-la” dengan cepat (N)
- Mampu untuk mengulangi “p-t-k” dengan cepat (N)
Apache III Test
Test ini menggabungkan dan menilai beberapa variabel, yaitu beberapa
diantaranya seperti :
a. variasi variabel fisilologik (seperti mean arterial pressure, temperatur,
tekanan parsial arteri oksigen, alveolar arterial O2 difference, frekuensi nadi
dan pernapasan)
b. nilai laboratorium (beberapa seperti hemoglobin, kreatinin, hitung sel darah
putih)
c. usia
xxvi
d. variabel penyakit kronik
e. status neurologik /Glasgow Coma Scale (GCS)
xxvii
xxviii
xxix
xxx
xxxi