Download - IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REINVENTING POLICY
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REINVENTING POLICY
SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK
DI KPP PMA LIMA
Putri Tunjung Arafah
Ilmu Administrasi Fiskal Program Ekstensi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia
e-mail: [email protected]
Abstrak
Rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia yang tercermin dalam tax ratio Indonesiayang relatif rendah dibandingkan dengan negara asia tenggara. Hal tersebut menjadikan Reinventing policy sebagai salah satu alternatif yang dikeluarkan pada pertengahan tahun 2015. Reinventing policy ditujukan untuk meningkatkan penerimaan, mendorong kepatuhan Wajib Pajak serta memperkuat basis data di Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Kebijakan ini memberi keringanan Wajib Pajak dengan mengurangi atau menghapus sanksi administrasi pajak melalui surat permohonan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015. Skripsi ini merupakan studi kasus implementasi kebijakan reinventing policy di KPP PMA Lima dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan reinventing policy dikatakan tidak berhasil dalam meningkatkan penerimaan dan kepatuhan Wajib Pajak. Upaya yang telah dilakukan KPP PMA Lima dalam pelaksanaan kebijakan ini diantaranya melakukan sosialisasi, himbauan dan melakukan lembur di akhir batas pelaksanaan kebijakan.
Kata Kunci: Implementasi, Sunset Policy, Reinventing Policy, Kepatuhan, Kebijakan Pajak
Abstract
The low level of tax compliance in Indonesia which is reflected in Indonesia's tax ratio is relatively low compared with countries of Southeast Asia. It made Reinventing policy as an alternative released by government in mid 2015. Reinventing policy aimed at increasingtax revenue, tax compliance and also strenghten database at Directorate General of Taxation (DJP). This policy gives relief taxpayer by reducing or removing the administrative sanction of taxes through petition regulated in Finance Minister Regulation No. 91 / PMK.03 / 2015. This thesis is a case study implementation of reinventing policy in KPP PMA Lima using qualitative research methods. The results of this study indicate that implementation of reinventing policy has failed in increasing tax revenues and tax compliance. In optimizing this policy, the tax office undertakes socialization activities, provide appeal to taxpayer and do overtime at the end of utilization limit of reinventing policy.
Keywords: Implementation, Sunset Policy, Reinventing Policy, Compliance, Tax Policy
Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017
Pendahuluan
Self assessment system yang dianut Indonesia memberikan kepercayaan kepada Wajib
Pajak untuk menjalakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar. Sistem tersebut,
secara tidak langsung menuntut Wajib Pajak memiliki kesadaran sendiri untuk melaksanakan
kewajiban perpajakannya sehingga tingkat kepatuhan sukarela Wajib Pajak sangat berperan
penting dalam terlaksananya self assessment system.
Namun faktanya, tingkat kepatuhan Wajib Pajak masih terbilang rendah. Rendahnya
tingkat kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia dapat dilihat dalam rendahnya tax ratio Indonesia
yang mencerminkan belum optimalnya penerimaan pajak. Tax ratio merupakan tolok ukur
untuk mengukur produktifitas dan kinerja dalam penerimaan pajak (Setiyaji & Amir, 2005).
Tax ratio dihitung dari perbandingan penerimaan pajak terhadap Pendapatan Domestik Bruto
(PDB). Semakin tinggi tax ratio maka semakin tinggi penerimaan pajak yang dipungut
negara. Hendranata dari Gunadi menyatakan bahwa rata-rata tax ratio Indonesia tahun 2010
hingga 2015 sebesar 11,8%. Sedangkan Malaysia 15,5%, Thailand (17%), Filipina 14,4%)
dan India (17,7%). Rendahnya rasio pajak Indonesia dibandingkan negara-negara Asia
Tenggara dapat diartikan bahwa Indonesia masih belum dapat memanfaatkan potensi
penerimaan negara dari pajak secara maksimal.
Tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang masih rendah menjadi salah satu faktor
rendahnya penerimaan pajak. Menurut Clotfelter dari Witte dan Woodbury (1985, hal. 2) ,
sensitivitas kepatuhan pajak dapat diteliti dari pelaporan kewajiban perpajakan Wajib Pajak
dengan menggunakan data SPT yang dikumpulkan. Hingga tahun 2015, Wajib Pajak (WP)
yang terdaftar dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencapai 30 juta
WP.yang terdiri atas 2,5 juta WP Badan, 5,5 juta WP Orang Pribadi (OP) Non Karyawan, dan
22 juta WP OP Karyawan. Data kepatuhan WP pada tahun 2015 dapat dilihat secara jelas
dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1 Kepatuhan WP Terdaftar s.d Tahun 2015
Kategori Jumlah WP Terdaftar
Jumlah WP Wajib SPT
Jumlah WP Bayar Pajak
Jumlah WP yang menyampaikan SPT
Rasio Kepatuhan
WP
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [5]:[3]
WP Badan 2.472.632 1.184.816 375.569 676.405 57,09% WP OP Karyawan 5.239.385 2.054.732 612.881 837.228 40,75% WP OP Non Karyawan 22.332.086 14.920.292 181.537 9.431.934 63,22% Total 30.044.103 18.159.840 1.172.081 10.945.567 60,27%
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak.(2015), diolah oleh penulis
Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017
Dalam tabel 1 di atas, dilihat dari penyampaian SPT nya, didapati tingkat atau rasio
kepatuhan WP Badan baru mencapai 57,09%, WP OP Non Karyawan 40,75%, dan WP
Karyawan 63,22%.
Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya adanya upaya reformasi perpajakan. Salah
satunya dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 atau
dikenal dengan istilah reinventing policy. Kebijakan tersebut merupakan upaya dari DJP
untuk memberikan insentif berupa penghapusan sanksi pajak, agar masyarakat yang belum
terdaftar bersedia untuk mendaftarkan diri sebagai WP dan melakukan kewajiban
perpajakannya atas tahun yang telah lampau. Sedangkan untuk WP terdaftar diharapkan
melalui dikeluarkannya peraturan ini, dapatmeningkatkan penerimaan pajak dengan
menggerakkan WP untuk melaksanakan pembetulan SPT Tahunan periode 2010-2014 hanya
dengan menyetorkan pajak terutang tanpa perlu membayar sanksi perpajakan.
Dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah juga harus melihat peluang
sektor apa yang perlu dimaksimalkan penerimaannya. Perusahaan PMA merupakan salah
satu penyumbang penerimaan yang cukup besar sehingga apabila penerimaan pajak dari
perusahaan PMA dapat dioptimalkan, pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat meningkat.
Berdasarkan informasi dan fenomena yang terjadi, banyak perusahaan PMA yang tidak patuh
dalam menjalankan kewajiban perpajakannya salah satunya WP yang bergerak dibidang jasa
yaitu dengan menggunakan modus selalu rugi sebagai upaya menghindari pajak. Perusahaan
PMA yang bergerak dibidang jasa merupakan perusahaan yang terdaftar di KPP PMA Lima.
Dengan demikian, yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana implementasi kebijakan reinventing policy sebagai upaya peningkatan
kepatuhan WP di KPP PMA Lima dalam penyetoran dan pelaporan pajak?
2. Upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan KPP PMA Lima dalam mengoptimalkan
pelaksanaan kebijakan reinventing policy?
Tinjauan Teoritis
Kepatuhan Wajib Pajak dalam Practice Note tentang Compliance Measurement yang
diterbitkanoleh OECD (2001) terbagi menjadi dua kategori yaitu kepatuhan administratif dan
kepatuhan teknis. Kepatuhan administratif mencakup kepatuhan pelaporan dan kepatuhan
prosedural. Sedangkan kepatuhan teknis mencakup kepatuhan dalam penghitungan jumlah
pajak yang akan dibayar oleh wajib pajak. atau kepatuhan yang terkait dengan kebenaran
pengisian SPT dalam menentukan jumlah pajak yang harus dibayar. Sebagai alat pencegah
Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017
agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan, diatur mengenai sanksi perpajakan yang
terbagi menjadi dua macam yaitu sanksi administrasi dan pidana (Safri, 2003).
Selain itu diatur pula mengenai pengampunan pajak yang pada dasarnya memberikan
kesempatan kepata Wajib Pajak tidak patuh untuk melakukan kewajiban perpajakan dengan
benar seperti membayar pajak atas penghasilan yang semula belum diungkapkan, tanpa
dikenakan sanksi denda atau sanksi pidana seperti dikutip dari jurnalnya berjudul Targeting
Amnesties at Ingrained Evasion – A New Zealand Initiative Warranting Wider Consideration
(Sawyer.2005)
Menurut Mayer dan Greenwood, analisis kebijakan dapat diterapkan pada semua
tahap mulai dari penyusunan kebijakan, implementasi dan penilaian dari hasil kebijakan.
Penelitian ini memfokuskan analisis kebijakan pada tahapan implementasi kebijakan. Melalui
implementasi dapat diketahui apakah kebijakan telah sesuai sasaran dan tujuan atau tidak.
Kebijakan yang telah ditetapkan tidak selamanya dapat berjalan sesuai arah dan tujuannya
dengan baik meskipun tahap formulasi kebijakan telah dilakukan secara optimal. Hal tersebut
dapat dikarenakan adanya hambatan atau masalah ketika kebijakan diimplementasikan.
Dalam proses implementasi atau pelaksanaan kebijakan, kemungkinan akan terjadi perbedaan
antara harapan pembuat kebijakan dengan apa yang sesungguhnya terjadi. Pada batas
tertentu, kesenjangan (implementation gap) ini masih dapat ditoleransi. Namun, seiring
semakin jauh kebijakan diimplementasikan perlu pengawasan agar batas toleransi dapat
segera diperbaiki.
Ada beberapa fakor yang menyebabkan timbulnya implementation gap diantaranya
(1) non implementation yaitu kebijakan tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya; (2)
unsuccesfull implementation yaitu tidak berhasil atau mengalami kegagalan dalam proses; (3)
pelaksanaan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ada, namun dalam prosesnya terjadi
hambatan yang tidak dapat diatasi.
Menurut Grindle, keberhasilan suatu implementasi kebijakan publik ditentukan oleh
implementasinya yang terdiri dari content of policy dan content of implementation. Content of
policy terdiri dari Interest affected, Type of benefits, Extent of Change Envision, Site of
Decision Making, Program Implementer dan Resources Committed. Sedangkan content of
implementation terdiri dari Power, Interest, and Strategy of Actor Involved, Institution and
Regime Characteristic, dan Compliance and Responsiveness.
Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017
Metode Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Pendekatan ini untuk memperoleh pemahaman atas fenomena yang diteliti. Adapun
fenomena permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tingkat kepatuhan WP di
KPP PMA Lima.
Jika dilihat dari tujuan penelitian, maka penelitian ini termasukkedalam jenis
penelitiandeskriptif (descriptive research). Sedangkan berdasarkan manfaat penelitian,
penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian murni. Kemudian, jika dilihat dari
dimensi waktu, penelitian ini tergolong dalam penelitian cross-sectional studies, karena
penelitian hanyadilakukan pada satu waktu tertentu.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan studi lapangan (field
research) dan studi kepustakaan (library research).Studi kepustakaan yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah buku-buku bacaan, jurnal ilmiah, internet, majalah, peraturan-peraturan.
Sedangkan Studi lapangan dilakukan dengan wawancara mendalam dengan pihak-pihak
terkait seperti AR di KPP PMA Lima, Direktorat Jenderal Pajak dan Wajib Pajak.
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif. Analisis data dalam
penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan
setelah selesai di lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan analisis data dengan
melakukan wawancara mendalam dari berbagai informan yang terkait dengan pokok
permasalahan penelitian dan dengan melakukan studi literatur. Hasil wawancara dan studi
literatur selanjutnya di reduksi untuk mendapatkan datayang relevan atau tidak dengan tujuan
penelitian, yang kemudian di klasifikasikan berdasarkan kategori bahasan dalam analisis.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
A. Implementasi Kebijakan Reinventing Policy Sebagai Upaya Peningkatan Kepatuhan
Wajib Pajak
Mengacu pada teori Grindle, yaitu implementasi suatu kebijakan bisa dilihat dari
beberapa hal diantaranya sebagai berikut:
1. Sasaran Kebijakan
Melalui kebijakan reinventing policy tahun 2015, pemerintah mencanangkan tahun
tersebut sebagai tahun pembinaan Wajib Pajak yang diikuti dengan tahun penegakkan hukum
pada tahun 2016. Adapun tujuan dari kebijakan reinventing policy sebagaimana disebutkan
dalam PMK-91, yaitu terbagi menjadi dua, diantaranya sebagai berikut:
Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017
1) Untuk tujuan penerimaan yang dilakukan dengan cara:
a. mendorong Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT);
b. membayar atau menyetorkan kekurangan pembayaran pajak dalam SPT; serta
c. melaksanakan pembetulan SPT di tahun 2015.
2) Membangun basis perpajakan yang kuat
Melalui kebijakan ini, Wajib Pajak diberi kesempatan untuk melakukan pembetulan
SPT beberapa tahun kebelakang di tahun 2015 dan diberikan insentif pengurangan atau
penghapusan sanksi administrasi. Dengan adanya pengurangan atau penghapusan sanksi ini
dapat memberikan dampak sebagai berikut:
1) Memberi kesempatan bagi Wajib Pajak yang tidak patuh menjadi patuh
2) Mampu meningkatkan penerimaan pajak
3) Menambah dan memperluas basis data bagi DJP untuk kedepannya
2. Manfaat Kebijakan Reinventing Policy
Adapun manfaat yang didapat dari Wajib Pajak yaitu mendapat
pengurangan/penghapusan sanksi administrasi. Ketentuan tersebut diatur lebih lanjut dalam
Pasal 2 dan Pasal 4 ayat (3) PMK-91, Wajib Pajak yang memanfaatkan reinventing policy
akan diberikan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan
penyampaian SPT dan ketelambatan pembayaran atau penyetoran pajak terutang dengan
syarat membuat surat pernyataan untuk diberikan penghapusan sanksi administrasi.
Misalkan PT ABC membayar kekurangan pembayaran pajak yang terutang
berdasarkan SPT Tahunan Tahun Pajak 2013 pada tanggal 4 Mei 2015 sebesar Rp
10.000.000 dan menyampaikan SPT nya pada tanggal 6 Mei 2015. KPP menerbitkan STP
pada tanggal 23 Juli 2015. Kemudian atas SPT Tahunan Tahun Pajak 2014, PT ABC
membayar kekurangan pajak tanggal 4 Desember 2014 sebesar Rp 10.000.000 dan
menyampaikan SPT nya pada tanggal 6 Januari 2015. KPP menerbitkan STP pada tanggal 23
Juli 2015. Pada tanggal 6 Agustus 2015, Wajib Pajak mengajukan permohonan
pengurangan/penghapusan Sanksi Administrasi untuk SPT Tahunan Tahun Pajak 2013 dan
2014, maka perhitungan penghapusan sanksi administrasi dapat dilihat dalam tabel 2 di
bawah ini:
Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017
Tabel 2 Contoh Perhitungan Penghapusan Sanksi Administrasi PT ABC
Tahun Pajak
Jenis Sanksi Administrasi
Perhitungan sanksi administrasi yang harus
dibayar
Sanksi administrasi (Rp) Keterangan
2013
Denda Pasal 7 KUP 1.000.000 1.000.000 Telat penyampaian SPT Tahunan 2012
Bunga Pasal 9 (2b) KUP
= 2% X 1 Bulan x Rp 10.000.000 200.000
Telat melakukan penyetoran hinnga 24 bulan
2014
Denda Pasal 7 KUP 1.000.000 1.000.000 Telat penyampaian SPT Tahunan 2013
Bunga Pasal 9 (2b) KUP
= 2% X 8 Bulan x Rp 10.000.000 1.600.000
Telat melakukan penyetoran hinnga 12 bulan
Total sanksi administrasi yang dihapuskan 3.800.000
Sumber : PMK 91/PMK.03/2015, diolah oleh peneliti
Apabila PT ABC memanfaatkan kebijakan reinventing policy, PT ABC akan bebas
dari sanksi administrasi yang cukup besar seperti di atas. PT ABC hanya membayar pokok
pajak yang terutang saja, yaitu di tahun 2013 sebesar Rp10.000.000,- sedangkan di tahun
2014 sebesar Rp 10.000.000,-. Apabila PT ABC tidak memanfaatkan kebijakan reinventing
policy, Wajib Pajak harus membayar pokok pajak terutang dan sanksi administrasi
sebagaimana tabel 5.1 di atas yang jika ditotal mencapai Rp 23.800.000.-. Dengan demikian,
Wajib Pajak dapat melakukan saving sebesar Rp 3.800.000,-
Manfaat lainnya yaitu penangguhan tindakan penagihan pajak atas STP. Surat
Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi maupun Surat Keputusan Pengurangan Sanksi
Administrasi harus diterbitkan oleh Dirjen Pajak paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal
diterimanya permohonan Wajib Pajak. Apabila jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut telah
lewat dan Dirjen Pajak belum menerbitkan surat keputusan atau tidak mengembalikan
permohonan Wajib Pajak, maka secara otomatis permohonan tersebut dianggap dikabulkan
dan Dirjen Pajak harus menerbitkan surat keputusan sesuai dengan permohonan yang
diajukan oleh Wajib Pajak. Selama Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, tindakan penagihan atas STP tersebut
akan ditangguhkan sampai Dirjen Pajak memberikan respon atas permohonan tersebut
3. Manfaat Kebijakan Reinventing Policy untuk KPP PMA Lima
Reinventing policy sebagai bentuk pengampunan perpajakan tidak hanya dirasakan
dapat memberikan manfaat bagi WP saja melainkan juga kepada KPP PMA Lima ataupun
Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017
pemerintah diantaranya: (1) Meningkatkan Penerimaan Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak;
dan (2) menambah basis data pajak.
4. Respon WP di KPP PMA Lima
Menurut Grindle, implementasi perlu melihat kondisi lingkungan yang mewarnai
kebijakan tersebut. Dalam hal ini kondisi lingkungan dapat berupa respon dari Wajib Pajak.
Melalui respon Wajib Pajak, dapat diketahui apakah pelaksanaan reinventing policy berhasil
atau tidak namun. Apabila respon Wajib Pajak terhadap kebijakan ini baik yaitu banyak dari
Wajib Pajak di KPP PMA Lima yang memanfaatkan pengurangan atau penghapusan sanksi,
maka kebijakan ini cukup baik dalam menarik perhatian Wajib Pajak. Begitu juga sebaliknya,
jika respon Wajib Pajak terhadap kebijakan ini tidak signifikan, maka kebijakan reinventing
policy dapat dikatakan tidak berhasil. Namun pada kenyataannya, dalam mengukur respon
Wajib Pajak tidak mudah dikarenakan melalui data SPT Pembetulan yang masuk di tahun
2015, baik pihak DJP ataupun KPP kesulitan memisahkan mana yang memang pembetulan
SPT ditujukan untuk memanfaatkan kebijakan pengurangan atau penghapusan sanksi.
Pelaksanaan reinventing policy di KPP PMA Lima kurang mendapat sambutan baik
dari WP terdaftar di KPP PMA Lima. Hal tersebut dikarenakan hingga akhir tahun 2015,
jumlah Wajib Pajak terdaftar mencapai 1526 Wajib Pajak namun yang merupakan Wajib
Pajak efektif sebesar 838 Wajib Pajak, sisanya merupakan Wajib Pajak non efektif dan yang
telah memanfaatkan reinventing policy hanya 99 (sembilan puluh sembilan) Wajib Pajak
yang kemudian diklasifikasikan berdasarkan KLU. Dengan demikian, jumlah Wajib Pajak
yang memanfaatkan reinventing policy masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan total
jumlah Wajib Pajak efektif terdaftar di KPP PMA Lima. Perbandingan tersebut dapat dilihat
pada gambar 1 berikut ini.
Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017
Gambar 1 Perbandingan Jumlah WP yang Memanfaatkan Reinventing Policy di KPP
PMA Lima Sumber: Seksi Pelayanan KPP PMA Lima, diolah peneliti
5. Kepatuhan Wajib Pajak di KPP PMA Lima Setelah Pelaksanaan Kebijakan
Reinventing Policy
Untuk mengidentifikasi kepatuhan Wajib Pajak di KPP PMA Lima dalam penelitian
ini dengan cara dianalisis melalui pelaporan SPT dan penyetoran pajak terutang yang masuk
sebagai penerimaan negara. Dalam segi pelaporan SPT di KPP PMA Lima, dapat
digambarkan dalam tabel 3 berikut ini.
Tabel 3 Tingkat Kepatuhan WP di KPP PMA Lima
Keterangan 2014 2015 2016 [1] WP Terdaftar 1.530 1.517 1.512 [2] WP Terdaftar Wajib SPT 833 838 834 [3] Realisasi SPT 796 817 657 [4] Rasio Kepatuhan ([3]:[2]) 96% 97% 79%
Sumber: Seksi Pelayanan KPP PMA Lima, diolah peneliti
Berdasarkan data tersebut, jumlah Wajib Pajak efektif atau dalam hal ini merupakan
Wajib Pajak wajib SPT adalah Wajib Pajak yang masih memenuhi kewajiban perpajakannya
berupa menyampaikan kewajiban perpajakan SPT Masa dan atau Tahunan sebagaimana
seharusnya. Dari tabel 3, pada tahun 2015 saat berlakunya reinventing policy terdapat
tambahan Wajib Pajak terdaftar wajib SPT sebanyak 5 (lima) perusahaan dibandingkan
dengan tahun 2014. Rasio pelaporan juga mengalami peningkatan meskipun hanya 1% yaitu
dari 96% menjadi 97%.. Namun, di tahun 2016 setelah berlakunya pelaksanaan reinventing
policy tingkat pelaporan SPT Tahunan di KPP PMA Lima menurun hingga 18% dari tahun
0
200
400
600
800
'dak/belum memanfaatkan reinven'ng
poicy memanfaatkan reinven'ng
poicy
739
99
Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017
pelaksanaan reinventing policy. Dari 834 Wajib Pajak wajib SPT yang menyampaikan SPT
hanya 657 Wajib Pajak dengan rincian SPT yang masuk
Kepatuhan WP di KPP PMA Lima selain dari pelaporan SPT dapat dilihat melalui
penerimaan pajak di KPP PMA Lima. Dalam penelitian ini, penerimaan pajak dapat dilihat
dari jumlah setoran pajak yang dibayarkan dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Pada
dasarnya, target penerimaan pajak disetiap KPP berbeda-beda dilihat dari potensi Wajib
Pajak yang terdaftar dari KPP tersebut. Dalam tabel 5.5 di bawah ini, dapat dilihat target
penerimaan pajak KPP PMA Lima serta pencapaiannya dalam kurun waktu 5 (lima) tahun
terakhir sebelum kebijakan reinventing policy dan tahun 2016 (setelah pelaksanaan
reinventing policy).
Tabel 4 Pencapaian Penerimaan Pajak di KPP PMA Lima
Tahun Target (dalam Milyar)
Pencapaian (dalam Milyar)
Persentase Penerimaan Keterangan
2011 NA 10.458 NA
Sebelum pelaksanaan reinventing policy
2012 NA 9.989 NA 2013 2.393 11.776 95,02% 2014 14.953 13.072 87,42%
2015 18.248 13.631 74,70% Pelaksanaan reinventing policy 2016 (s/d
September) 18.567 12.014 64,71% Setelah pelaksanaan reinventing policy
*Keterangan: data realisasi target tahun 2011 dan 2012 tidak lengkap dan tidak diketahui.
Sumber: Seksi Pelayanan KPP PMA Lima, diolah peneliti
Dalam tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa pencapaian penerimaan pajak di KPP PMA
Lima menurun. Hal tersebut berbanding terbalik dengan target penerimaan yang setiap
tahunnya meningkat. Pada saat pelaksanaan kebijakan reinventing policy mengalami
penurunan sebesar 12,72%. Sedangkan untuk tahun 2016, pencapaian penerimaan pajak di
KPP PMA Lima turun hingga 10%. Hal tersebut menggambarkan bahwa pelaksanaan
kebijakan reinventing policy yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara belum
mencapai sasaran mengingat sasaran kebijakan reinventing policy tidak hanya berhenti pada
tahun 2015 saja melainkan juga mampu meningkatkan penerimaan untuk tahun-tahun
selanjutnya yaitu setelah periode kebijaakan reinventing policy berakhir.
6. Hambatan yang Dihadapi KPP PMA Lima dalam Pelaksanaan Reinventing
Policy
Dalam suatu kebijakan yang dilaksanakan, tentunya tidak semuanya dapat berjalan
dengan lancar sesuai arah, sasaran dan tujuannya. Meskipun dalam suatu kebijakan disusun
Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017
secara matang dan optimal namun juga tidak luput dari suatu hambatan dalam
pelaksanaannya. Berdasarkan teori Van Meter dan Horn, dalam proses implementasi atau
pelaksanaan kebijakan, kemungkinan akan terjadi perbedaan antara harapan pembuat
kebijakan dengan apa yang sesungguhnya terjadi. Hal tersebut dapat dikarenakan adanya
hambatan atau masalah ketika kebijakan diimplementasikan.
Berikut ini adalah hambatan-hambatan dalam pelaksanaan reinventing policy yaitu:
a. Jangka Waktu Yang Terlalu Singkat Antara Penetapan Kebijakan dan Pelaksanaan
Jangka waktu yang terlalu singkat antara penetapan kebijakan dan pelaksanaan
menyebabkan:
1) Sosialisasi yang dilakukan kurang maksimal mengingat batas waktu pemanfaatan
hanya sampai Desember 2015.
2) Kurangnya informasi yang didapat mengenai kebijakan reinventing policy.
3) Minimnya informasi membuat Wajib Pajak menjadi ragu untuk mengikuti kebijakan
reinventing policy dan akhirnya banyak baru memanfaatkan kebijakan reinventing
policy di penghujung batas waktu
b. Prosedur Reinventing Policy Yang Dinilai Cukup Lama dan Kurang Efektif
Kebijakan yang jangka waktunya cukup singkat ditambah persyaratan untuk
pengajuannya yang cukup banyak membuat Wajib Pajak menyiapkan permohonan cukup
lama. Adapun prosedur penanganan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi di Kantor Pelayanan Pajak diatur dalam SE-45/PJ/2015 yang mana
mengikuti prosedur pada Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-
17/PJ/2014 sebagaimana dapat dilihat dalam gambar 2 di bawah ini.
Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017
Gambar 2 Alur Prosedur Penanganan Permohonan Penghapusan atau
Pengurangan Sanksi Sumber: SE-40/PJ/2015, diolah oleh peneliti
c. Adanya Issue Pengampunan Pajak Yang Lebih Besar di Tahun 2016
Kebijakan reinventing policy merupakan suatu kebijakan yang diharapkan pemerintah
untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dengan memberikan insentif menarik, berupa
pengurangan atau penghapusan sanksi. Dikeluarkannya kebijakan ini juga sebagai alat
dalam pembinaan Wajib Pajak di tahun 2015 untuk mengantisipasi adanya penegakan
hukum di tahun 2016. Penegakan hukum tersebut sepeti pemeriksaan, penetapan pajak,
surat teguran, surat paksa, blokir rekening, sita harta, pencegahan, gijzeling, bukti
permulaan dan pidana. Namun pada saat pelaksanaan kebijakan reinventing policy sedang
berjalan, keluar issue bahwa pemerintah akan mengeluarkan pengampunan pajak penuh
atau tax amnesty di tahun 2016. Hal ini kemudian membuat Wajib Pajak merasa tidak
tertarik dengan kebijakan reinventing policy
B. Upaya KPP PMA Lima dalam Mengoptimalkan Pelaksanaan Reinventing Policy
Agar kebijakan bisa berjalan dengan efektif, menurut Van Horn dan Van Mater apa
yang menjadi standar tujuan harus dipahami oleh para individu (implementors) yaitu orang
yang bertanggung jawab atas pencapaian standar dan tujuan kebijakan. Karena itu standar
dan tujuan harus dikomunikasikan kepada para pelaksana, dalam hal ini adalah pegawai KPP
Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017
PMA Lima. Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi kepada para pelaksana
kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan harus konsisten dan seragam dari berbagai
sumber informasi. Jika tidak ada kejelasan dan konsistensi serta keseragaman terhadap suatu
standar dan tujuan kebijakan, maka yang menjadi standar dan tujuan kebijakan sulit untuk
bisa dicapai. Dengan kejelasan itu, para pelaksana kebijakan dapat mengetahui apa yang
diharapkan darinya dan tahu apa yang harus dilakukan.
Dalam kebijakan reinventing policy ini, peranan dari KPP sangat diperlukan untuk
mengoptimalkan jalannya pelaksanaan kebijakan reinventing policy. Salah satunya dengan
melakukan kegiatan sosialisasi. Kegiatan sosialisasi yang telah dilakukan kepala KPP PMA
Lima dan Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus, yaitu beberapa kali mengadakan kunjungan ke
luar kota untuk tatap muka dan mengadakan sosialisasi dengan WP yang terdaftar di KPP
PMA Lima namun berdomisili di luar kota. Kunjungan ke luar kota tersebut diantaranya Bali,
Medan, dan Surabaya. Di Bali terdapat 62 undangan yang hadir mengikuti kegiatan
sosialisasi. Untuk daerah Medan terdapat 26 WP undangan, sedangkan di Surabaya 16 WP
undangan yang hadir mengikuti kegiatan sosialisasi.
Selain kegiatan sosialisasi, upaya yang dilakukan KPP PMA Lima yaitu menerbitkan
surat himbauan dan memberi kesempatan WP untuk berkonsultasi dengan AR. Berdasarkan
data yang diterima peneliti dari bagian pelayanan KPP PMA Lima, di Jakarta tidak dilakukan
sosialisasi seperti roadshow atau seminar seperti di luar kota melainkan WP diberikan
kesempatan untuk dapat langsung berkonsultasi dengan AR masing-masing. Berikut ini
merupakan tugas masing-masing AR yaitu:
1. Membuat profiling Wajib Pajak, yaitu mengklasifikasikan Wajib Pajak berdasarkan
bidang usahanya.
2. Membuat riwayat perusahaan, riwayat penyetoran dan riwayat pelaporan pajak
masing-masing perusahaan.
3. Mengakumulasikan potensi pajak yang belum dilaporkan dengan menerbitkan surat
himbauan.
Dalam surat himbauan tersebut, AR juga menghimbau WP untuk memanfaatkan
kebijakan reinventing policy guna meringankan beban WP dalam pembayaran pajak.
Kemudian upaya lainnya yaitu melakukan lembur di penghujung batas waktu
pelaksanaan reinventing policy. Lembur terkait pelayanan kebijakan reinventing policy
tersebut dilakukanhingga pukul 19.00 WIB. Demi menyebarkan informasi mengenai
kebijakan ini, KPP PMA Lima membuat spanduk, pamflet atau baliho di lingkungan KPP
PMA Lima
Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka simpulan dari permasalahan yang
diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Implementasi kebijakan reinventing policy di KPP PMA Lima dikatakan tidak
berhasil dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dan penerimaan pajak karena
sasaran kebijakan reinventing policy yang tidak tercapai. Beberapa hal lain yang perlu
diperhatikan juga dalam implementasi kebijakan reinventing policy antara lain
sebagai berikut:
a. Manfaat-manfaat reinventing policy yang diperoleh Wajib Pajak yaitu
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan penangguhan tindakan
penagihan pajak atas Surat Tagihan Pajak.
b. Manfaat-manfaat reinventing policy yang diperoleh KPP PMA Lima yaitu
meningkatkan penerimaan pajak dan menambah basis data Wajib Pajak.
c. Respon dari Wajib Pajak kurang baik karena bila dibandingkan dengan total
jumlah WP terdaftar efektif sebesar 838 WP, hanya 99 WP yang memanfaatkan
kebijakan reinventing policy.
d. Kepatuhan Wajib Pajak di KPP PMA Lima setelah pelaksanaan kebijakan
reinventing policy yaitu tahun 2016 baik dari segi pelaporan SPT maupun
penerimaan menurun bila dibandingkan dengan saat pelaksanaan kebijakan
reinventing policy berjalan.
e. Hambatan-hambatan yang dihadapi KPP PMA Lima dalam pelaksanaan kebijakan
reinventing policy yaitu: (1) jangka waktu yang singkat antara penetapan dan
pelaksanaan kebijakan; (2) prosedur reinventing policy yang dinilai cukup lama
dan kurang efektif; dan (3) adanya issue pengampunan pajak yang lebih besar di
tahun 2016.
2. Adapun upaya-upaya yang dilakukan KPP PMA Lima dalam mengoptimalkan
pelaksanaan kebijakan reinventing policy diantaranya sebagai berikut:
a. Sosialisasi kebijakan reinventing policy secara tatap muka dengan Wajib Pajak
yang telah dilakukan di beberapa kota di luar jakarta;
b. Menerbitkan surat himbauan dan memberi kesempatan WP untuk berkonsultasi
dengan AR; dan
c. Melakukan lembur di penghujung batas waktu pelaksanaan reinventing policy.
Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017
Saran
Saran terkait hasil analisis implementasi reinventing policy baik bagi pemerintah
maupun KPP PMA Lima sebagai berikut:
1. Dalam suatu kebijakan pengampunan pajak perlu disosialisasikan lebih awal agar
dalam pelaksanaan kebijakan tersebut dapat berjalan dengan baik dan didukung
dengan penegakkan hukum pasca pengampunan pajak.
2. Basis data yang sudah diperoleh dari pelaksanaan reinventing policy harus dapat
dioptimalkan sebagai dasar untuk ekstensifikasi ataupun intensifikasi pajak
selanjutnya.
Daftar Referensi
Cresswell, John W. (1994). Research Design: Qualitative & Quantitative Approach.
California: Sage Publication.
Darmayanti, Theresia Woro.(2004). Pelaksanaan Self Assesment System Menurut Wajib
Pajak (Studi Kasus pada Wajib Pajak Badan Salatiga). Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Volume
X No. 1.
Direktorat Jenderal Pajak. (2016). Refleksi Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak. Diunduh pada 30
September 2009 http://www.pajak.go.id/content/article/refleksitingkatkepatuhanwajibpajak
Direktur Jenderal Pajak. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-40/PJ/2015
tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri KeuanganNomor 91/Pmk.03/2015 Tentang
Pengurangan Atau PenghapusanSanksi Administrasi Atas KeterlambatanPenyampaian Surat
Pemberitahuan, Pembetulan Surat Pemberitahuan,Dan Keterlambatan Pembayaran Atau
Penyetoran Pajak.
Gunadi.(2016)Upaya Pemerintah Mempertahankan Dana Repatriasi dan UU Pajak Pasca
Amnesti
Nurmantu, Safri dan Samudra, Azhari A. (2003). Dasar-Dasar
Perpajakan.Jakarta:Universitas Terbuka
OECD Committee of Fiscal Affairs Forum on Strategic Management. (2001)Principle of
Good Tax Administration – Practice Note, Centre for Tax Policy and Administration.
Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017
Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 Tentang
Pengurangan Atau PenghapusanSanksi Administrasi Atas KeterlambatanPenyampaian Surat
Pemberitahuan, Pembetulan Surat Pemberitahuan,Dan Keterlambatan Pembayaran Atau
Penyetoran Pajak.
Sawyer, Adrian. (2006)targetting Amnesties at Ingrained Evasion – a New Zealand Inititative
Warranting Wider Consideration?.Journal, Taxation and Bussiness Law, Department of
Accountancy, Finance and Information Systems, University of Canterbury, 2006 diunduh dari
www.search.proquest.com, 9 Oktober 2016
Setiyaji, Gunawan dan Amir,Hidayat. (2005).Evaluasi Kinerja Sistem Perpajakan Indonesia.
Jurnal Ekonomi Universitas Indonesia Esa Unggul, Edisi November 2005.
Subyantoro, Arief dan Suwarto. (2007). Metodik dan Teknik Penelitian Sosial.Yogyakarta:
Andi
Witte, Ann D. & Woodbury Diane F. (1985). The Effect of Tax Laws and Tax Administration
on Tax Compliance: The Case of The U.S Individual Income Tax. University of North
Carolina. diunduh www.search.proquest.com, tanggal 1 Agustus 2016, pukul 9:29 WIB, 2.
Implementasi Kebijakan ..., Putri Tunjung Arafah, FISIP UI, 2017