i
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)
DI SEKOLAH INKLUSI SMP N 4 MOJOSONGO
BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013/2014
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh:
RENI WIDIASTUTI
NIM: 11110047
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAM A ISLAM NEGERI
SALATIGA
2014
ii
iii
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)
DI SEKOLAH INKLUSI SMP N 4 MOJOSONGO
BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013/2014
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh:
RENI WIDIASTUTI
NIM: 11110047
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAM A ISLAM NEGERI
SALATIGA
2014
iv
v
vi
vii
MOTTO
Hiduplah seakan engkau akan mati besuk.
Belajarlah seakan engkau akan hidup selamanya
-Mahatma Gandhi
viii
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati, skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Orang tuaku tercinta bapak H. Rusidi dan ibu Musnidah yang senantiasa
mencurahkan kasih sayang, dukungan, dan doa yang tidak pernah putus bagi
putra putrinya.
2. Kakak-kakakku Muhammad Agus Widiyanto, Muhammad Nurul
Ashari, dan Muhammad Anip Himawan yang selama ini selalu
mendukungku dalam segala hal.
3. Ibu Lilik Sriyanti, M.Si, yang telah sabar dalam mengarahkan dan
memberikan masukan-masukan dalam menyusun skripsi ini.
4. Budhe Sri, Pakde Yanto, Mbak Susi yang telah menjadi orang tua
dan menjagaku selama aku tinggal di Salatiga.
5. Sahabat-sahabatku Sri Rahayu, Luluk Nurrohmah, Hesti
Ambarwati, Mbak Nur Wulan Maslahah, dan Kunti Musyiah yang
selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Semua teman-teman Tarbiyah khususnya PAI B angkatan 2010 yang
sama-sama berjuang dan belajar bersama di STAIN Salatiga.
7. Semua pihak yang selalu memberi semangat dan dukungan bagi penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
8. Pembaca yang budiman.
ix
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan taufiqnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada
junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya
kejalan kebenaran dan keadilan.
Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi
syarat guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun judul skripsi ini
adalah “Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK) di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali Tahun Pelajaran
2013/2014”. Penulisan skripsi ini dapat selesai tidak lepas dari berbagai pihak
yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil. Dengan penuh
kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku ketua STAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd, selaku ketua jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga.
3. Bapak Rasimin, S.Pd.I., M.Pd, selaku ketua progdi Pendidikan Agama Islam.
4. Ibu Dra. Lilik Sriyanti, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah
membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan dalam penyusunan
skripsi ini.
5. Segenap dosen dan karyawan STAIN Salatiga yang telah memberikan bekal
pengetahuan, sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini.
6. Bapak Syafii, M.Pd, kepala SMP N 4 Mojosongo Boyolali yang telah
x
mengijinkan penulis mengadakan penelitian dalam rangka menyusun skripsi.
7. Bapak Widodo, S.Ag selaku guru Pendidikan Agama Islam, Ibu Dra. Siti
Muharromah selaku guru Pembimbing Khusus, Ibu Kanastrin selaku
karyawan TU dan segenap keluarga besar SMP N 4 Mojosongo Boyolali
yang telah memberikan banyak informasi kepada penulis.
8. Ibu dan Bapak penulis, yang telah memberikan dukungan dan doa restu atas
penyusunan skripsi.
9. Semua pihak yang ikut serta memberikan motivasi dan dorongan dalam
penulisan skripsi.
Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang
setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT. Akhirnya dengan tulisan ini semoga
bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.
Salatiga, 27 Agustus 2014
Reni Widiastuti
NIM. 11110047
xi
ABSTRAK
Widiastuti, Reni. 2014. Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo
Boyolali Tahun Pelajaran 2013/2014. Skripsi Jurusan Tarbiyah. Program
Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Salatiga. Pembimbing: Dra. Lilik Sriyanti, M.Si.
Kata kunci: Implementasi Pendidikan Agama Islam, Anak Berkebutuhan
Khusus, Inklusi
Pembelajaran PAI merupakan pembelajaran agama Islam yang terdapat di
sekolah umum. Kewajiban pihak sekolah untuk memberi pelajaran agama kepada
siswa sesuai dengan keyakinan yang dimiliki. Baik yang dianut anak normal
maupun anak berkebutuhan khusus. ABK berhak mendapatkan layanan
pendidikan sebagaimana yang didapatkan oleh anak normal, salah satu solusinya
yaitu pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi menempatkan anak berkebutuhan
khusus untuk belajar bersama di sekolah regular bersama dengan anak-anak
normal lain agar ABK dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Bagaimana Implementasi
Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah
Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali 2) Apa Saja Faktor Pendukung dalam
Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali 3) Apa Saja Faktor Penghambat
dan Solusi dalam Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali.
Metode yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian
dilakukan mulai bulan Mei 2014 di SMP N 4 Mojosongo. Teknik pengumpulan
data dengan wawancara kepada kepala sekolah, guru PAI, guru pembimbing
khusus, dan siswa ABK. Data dikumpulkan berdasarkan catatan lapangan,
observasi, dan dokumentasi kemudian data ditranskip menjadi data yang lengkap.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: Pelaksanaan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam diawali dengan langkah-langkah penyusunan
perencanaan pembelajaran PAI di sekolah inklusi adalah melalui identifikasi,
assesment atau pengukuran, penyusunan program yang disesuaikan dengan
kebutuhan peserta didik yang bersangkutan. Pelaksanaan pembelajaran PAI bagi
ABK di beri pelayanan individu yaitu ABK sering didekati dan di beri pertanyaan
agar tidak tertinggal dengan siswa normal lainnya dan untuk mengoptimalkannya
dengan diberi jam tambahan sepulang sekolah. Evaluasi pembelajaran PAI
dilakukan bersama dengan anak normal yang lain dengan waktu dan soal yang
sama. Faktor pendukung yaitu dukungan orang tua siswa, komite sekolah, dan
pemerintah Kabupaten Boyolali. Faktor penghambat dan solusi dalam
pelaksanaan pembelajaran PAI yaitu kesadaran tentang pentingnya pendidikan
bagi ABK yang relatif kurang. Solusi: sekolah mensosialisasikan pentingnya
pendidikan bagi ABK, mengadakan pelatihan ketrampilan dan pengembangan
bakat minat ABK.
xii
DAFTAR ISI
SAMPUL …………………………………………………………………...
LOGO ……………………………………………………………….……...
JUDUL ……...…………………………………..………………………….
PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………….…………...………..
LEMBAR PENGESAHAN ……...……………………………..………....
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN …………..………………….…
MOTTO ………………………....................................................................
PERSEMBAHAN ……………………...………..………………………...
KATA PENGANTAR ……………………………………………………..
ABSTRAK ………………………………………………...……………….
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….
DAFTAR TABEL DAN BAGAN ……….………………..………………
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………...
B. Rumusan Masalah .……………………………………………
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………..
D. Manfaat Penelitian ……………………………………………
E. Penegasan Istilah …………………………………………….
F. Metode Penelitian …………………………………………….
G. Sistematika Penulisan ………………………………………...
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
xi
xii
xvi
xvii
1
5
6
6
7
9
16
xiii
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Agama Islam ……………………………………..
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ………………..…..
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam ………………………..
3. Fungsi Pendidikan Agama Islam ……………….………..
4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam …………….…
5. Sumber Pendidikan Agama Islam …………………….…
6. Komponen Pelaksanaan Pembelajaran PAI ……………..
B. Anak Berkebutuhan Khusus ………………………………….
1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus …....…………...
2. Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus …...…………….
C. Kesulitan Belajar (Learning Disability) ...……………………
1. Pengertian Kesulitan Belajar …...…………………...…...
2. Karakteristik Kesulitan Belajar …..……………………...
3. Klasifikasi Kesulitan Belajar …………………………....
4. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar …..……..……
D. Sekolah Inklusi ……………………………………………….
1. Pengertian Sekolah Inklusi …...………………………….
2. Model Sekolah Inklusi …........…………………………..
3. Sejarah Inklusi di Indonesia ………………………..…....
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum SMP N 4 Mojosongo Boyolalai …………..
1. Sejarah Berdirinya SMP N 4 Mojosongo Boyolali ........…
19
19
21
22
23
24
24
27
27
28
32
32
35
35
37
38
38
41
43
46
46
xiv
2. Visi, Misi, dan Tujuan SMP N 4 Mojosongo Boyolali …..
3. Profil Sekolah …………………………………………….
B. Temuan Penelitian ……………………………………………
1. Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak
berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4
Mojosongo Boyolali ……………………………………..
2. Faktor pendukung dalam implementasi Pendidikan
Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di
sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali ………….
3. Faktor penghambat dan solusi dalam implementasi
Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus
di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali ……….
BAB IV PEMBAHASAN
A. Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak
berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4
Mojosongo Boyolali ………………………………………….
B. Faktor pendukung dalam implementasi Pendidikan Agama
Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah
inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali ……………………….
C. Faktor penghambat dan solusi dalam implementasi
Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus
(ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali …...
47
49
54
54
68
70
72
80
83
xv
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………...
B. Saran ………………………………………………………….
C. Penutup ……………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
86
89
90
xvi
DAFTAR TABEL DAN BAGAN
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4
Tabel 3.5
Tabel 3.6
Bagan 3.1
Bagan 3.2
Identitas Sekolah …...…………………………………….
Pendidik dan Tenaga Kependidikan ……………………..
Data Guru Pengurus Inklusi ……………………………...
Jumlah Siswa ……………………………………………..
Jumlah Siswa Menurut Agama …………………………..
Data Siswa Berkebutuhan Khusus ……………………….
Struktur Organisasi SMP N 4 Mojosongo Boyolali ……..
Struktur Organisasi Subbag Tata Usaha …………………
49
50
50
51
51
52
53
54
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Nota Pembimbing
Lampiran 2 : Surat Ijin Penelitian
Lampiran 3 : Surat Keterangan Bukti Penelitian
Lampiran 4 : Lembar Konsultasi
Lampiran 5 : Surat Keterangan Kegiatan (SKK)
Lampiran 6 : Pedoman Wawancara
Lampiran 7 : Verbatin wawancara
Lampiran 9 : Dokumentasi Foto
Lampiran 10 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Lampian 11 : Daftar Riwayat Hidup
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam kehidupan suatu
negara untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Karena
bagaimanapun juga, pendidikan merupakan sarana untuk mencetak Sumber
Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Menurut (Suhartono, 2008:43),
“pendidikan adalah segala jenis pengalaman kehidupan yang mendorong
timbulnya minat belajar untuk mengetahui dan kemudian bisa mengerjakan
suatu hal yang telah diketahui itu”.
Disebutkan juga dalam (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional,
2005:3) Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 “Pendidikan adalah usaha sadar dan rencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.
Pendidikan merupakan hak dan kewajiban bagi setiap individu untuk
memanfaatkan semua potensi yang dimilikinya. Maka sangat wajar apabila
pendidikan memiliki posisi penting dalam setiap kehidupan manusia. Dalam
ajaran Islam juga mengutamakan tentang keimanan dan ilmu pengetahuan, hal
ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. Al Mujaadilah ayat 11 yang
berbunyi:
1
xix
Artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan
memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu",
Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS QS. Al
Mujaadilah/58:11).
Ayat di atas mengisyaratkan bahwa Allah memerintahkan hambanya
untuk menuntut ilmu, itu artinya pendidikan menduduki posisi yang sangatlah
penting. Demikian pula dengan pendidikan agama juga sangat penting, karena
merupakan kebutuhan setiap individu terutama dalam hal ibadah dalam
kehidupan sehari-hari. Pendidikan agama merupakan hal mendasar yang harus
diberikan kepada semua peserta didik sebagai bekal kehidupan. Perwujudan
pendidikan agama pada sekolah terangkum dalam mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam yang merupakan mata pelajaran yang dijadikan kurikulum wajib
untuk dipelajari oleh seluruh peserta didik yang beragama Islam.
Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan
terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami
dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan
hidup (way of life) (Daradjat, 2011:86).
Pentingnya mempelajari ilmu agama ini bermakna luas, tidak
memandang kondisi seseorang baik dia normal ataupun memiliki keterbatasan
2
xx
fisik, mental maupun perilaku. Anak berkebutuhan khusus juga berhak
mendapatkan pendidikan. Amanat hak atas pendidikan bagi penyandang
kelainan atau ketunaan ditetapkan dalam Undang Undang No 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 23 disebutkan bahwa: pendidikan
khusus (anak luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang
memiliki kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental, sosial (Efendi, 2006:1).
Ketetapan dalam Undang Undang No 20 Tahun 2003 tersebut bagi anak
penyandang kelainan sangat berarti karena memberi landasan yang kuat bahwa
anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang
diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran.
Memberikan kesempatan yang sama kepada anak berkelainan untuk
memperoleh pendidikan dan pengajaran berarti memperkecil kesenjangan
angka partisipasi pendidikan anak normal dengan anak berkelainan.
Pendidikan inilah yang menjadi terobosan terbentuknya pelayanan
pendidikan bagi ABK berupa penyelenggaraan pendidikan inklusi. Pendidikan
inklusi adalah pendidikan pada sekolah umum yang disesuaikan dengan
kubutuhan siswa yang memerlukan pendidikan khusus pada sekolah umum
dalam satu kesatuan yang sistematik (Smart, 2010:90). Program pemerintah
berupa layanan pendidikan inklusi memungkinkan ABK untuk memperoleh
ilmu pengetahuan di sekolah umum sebagaimana yang diperoleh anak normal.
Program inklusi tersebut, anak-anak berkebutuhan khusus disekolahkan
bersama dengan anak normal disekolah reguler, sehingga diharapkan anak
3
xxi
berkebutuhan khusus memiliki rasa percaya diri dan akhirnya mereka dapat
mandiri. Sehingga, anak-anak normal akan terdidik dan belajar toleransi antar
sesama manusia.
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dapat dimaknai dengan anak-anak
yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak berbakat.
Dalam perkembangannya, saat ini konsep ketunaan berubah menjadi
berkelainan (exception) atau luar biasa (Sujiono, 2009:166). Beberapa yang
termasuk dalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,
tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, dan anak
dengan gangguan kesehatan.
Penulis, dalam hal ini tertarik melakukan penelitian di SMP N 4
Mojosongo Boyolali. Sekolah ini menerima siswa berkebutuhan khusus untuk
memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam
pendidikan. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang
telah menerapkan pendidikan inklusi yaitu menggabungkan peserta didik yang
berkebutuhan khusus dengan peserta didik normal pada umumnya untuk
belajar bersama. Melalui pendidikan inklusi, anak berkebutuhan khusus dididik
bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang
dimiliki anak melalui pendidikan di sekolah. Di sekolah ini mereka
memperoleh haknya, sama seperti anak yang normal lainnya dalam
mendapatkan pengajaran dan pendidikan, begitu pula dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam.
4
xxii
Dari latar belakang diatas muncul ketertarikan penulis untuk melakukan
penelitian dengan judul “IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH INKLUSI
SMP N 4 MOJOSONGO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013/2014”.
B. Fokus Penelitian
Ada beberapa fokus penelitian yang peneliti bahas yaitu:
1. Bagaimana implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak
berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo
Boyolali?
2. Apa saja faktor pendukung dalam implementasi Pendidikan Agama Islam
bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4
Mojosongo Boyolali?
3. Apa saja faktor penghambat dan solusi dalam implementasi Pendidikan
Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi
SMP N 4 Mojosongo Boyolali?
C. Tujuan Penelitian
Berdasar fokus penelitian di atas, maka dapat diketahui bahwa tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi Pendidikan Agama Islam bagi
anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo
Boyolali.
5
xxiii
2. Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dalam implementasi
Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di
sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali.
3. Untuk mengetahui apa saja faktor penghambat dan solusi dalam
implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus
(ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan bisa memberikan informasi yang jelas
tentang pelaksanaan pembelajaran PAI pada anak berkebutuhan khusus,
sehingga dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan bisa menambah wawasan khasanah keilmuan
dalam ilmu pendidikan dan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
khususnya di Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga.
b. Memberikan sumbangan ilmiah bagi kalangan akademis yang
mengadakan penelitian berikutnya maupun mengadakan riset baru
tentang pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada
sekolah inklusi.
2. Secara Praktis
a. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi baru tentang
pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada anak berkebutuhan khusus
di sekolah inklusi SMP Negeri 4 Mojosongo Boyolali.
6
xxiv
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sebagai
bahan pertimbangan dalam mengembangkan proses pelaksanaan
pembelajaran PAI yang tepat bagi ABK, serta masyarakat dapat
mengetahui cara mendidik anak yang baik khususnya pada ABK untuk
memudahkan dalam menghadapi dan memahami tingkah laku mereka.
E. Penegasan Istilah
1. Implementasi Pendidikan Agama Islam
Implementasi merupakan kata asing yang telah dibahasa
indonesiakan yang beranonim dengan kata penerapan, begitupun dalam
(KBBI, 2007:427), implementasi berarti “pelaksanaan atau penerapan”.
Sedangkan Pendidikan Agama Islam didefinisikan sebagai: Usaha yang
berupa pengajaran, bimbingan, dan asuhan terhadap anak agar kelak
selesai pendidikannya dapat memahami, menghayati dan mengamalkan
agama Islam serta menjadikannya sebagai jalan kehidupan baik pribadi
maupun kehidupan masyarakat (Syafaat, 2008:16).
Jadi implementasi Pendidikan Agama Islam adalah pelaksanaan
mata pelajaran PAI dalam rangka proses bimbingan dan asuhan supaya
ajaran yang diperoleh ketika belajar dapat diamalkan oleh peserta didik
berkebutuhan khusus.
2. Anak Berkebutuhan Khusus
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang memiliki
karakteristik khusus. Keadaan khusus membuat mereka berbeda dengan
7
xxv
anak pada umumnya. Lynch Lewis dalam (Yusuf, dkk 2003:7),
mengelompokkan ABK menjadi: anak berkesulitan belajar, gangguan
wicara, retardasi mental, gangguan emosi, gangguan fisik dan kesehatan,
gangguan pendengaran, gangguan pengelihatan, dan tuna ganda.
Anak luar biasa (ALB) merupakan kelompok yang sudah jelas
kedudukannya (dalam UU No.2/1989 dan PP No.72/1991 disebut
berkelainan fisik dan/atau mental dan/atau perilaku). Mereka terdiri atas
tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan tunaganda.
Anak yang mempunyai kemampuan dan kecerdasan luar biasa tidak
dikategorikan sebagai anak luar biasa (UUSPN Pasal 8:2). Anak dengan
problema belajar tidak secara eksplisit disebut dalam UUSPN atau PP
72/1991 tentang pendidikan luar biasa (Yusuf dkk, 2003:7).
SMP N 4 Mojosongo, ABK yang ditangani adalah anak-anak dengan
kesulitan belajar atau sering disebut learning disorders. Anak kesulitan
belajar adalah anak yang memiliki gangguan satu atau lebih dari proses
dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa lisan atau
tulisan, gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk
kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengarkan, berpikir,
berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau menghitung.
3. Sekolah Inklusi
Istilah terbaru yang digunakan dalam mendeskripsikan penyatuan
bagi anak-anak berkelainan (difabel) ke dalam program sekolah reguler
adalah inklusi. Ada sebagian orang mengartikannya sebagai
8
xxvi
mainstreaming, namun ada juga yang mengartikan sebagai full inclusion,
yang berarti menghapus sekolah khusus. Namun yang pasti, inklusi berarti
bahwa tujuan pendidikan bagi yang mengalami hambatan adalah
keterlibatan yang sebenarnya dari tiap anak dalam kurikulum, lingkungan,
interaksi yang ada di sekolah (Smith, 2006:45-46).
Dari pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa sekolah inklusi
adalah lembaga pendidikan yang memungkinkan anak-anak berkebutuhan
khusus ikut berbaur dalam kelas reguler bersama anak-anak normal.
Dalam hal ini ABK yang dimasukkan dalam kelas reguler adalah anak-
anak berkebutuhan khusus dalam tingkat tertentu yang dianggap masih
dapat mengikuti kegiatan anak-anak lain meski memiliki keterbatasan.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan alam penelitian ini adalah kualitatif,
menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong kualitatif adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis,
gambar, dan bukan angka, yang mana data diperoleh dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2011:4). Data yang berasal dari
naskah, wawancara, catatan, lapangan, dokumentasi dideskripsikan
sehingga dapat memberikan kejelasan terhadap keadaan atau realitas.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian
deskriptif. Menurut (Sukardi, 2004:157) penelitian deskriptif merupakan
9
xxvii
metode penelitian yang menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai
dengan apa adanya. Penelitian ini juga sering disebut non-eksperimen,
karena pada penelitian ini peneliti tidak melakukan kontrol dan
memanipulasi variabel penelitian. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
peneliti mendeskripsikan dan menginterpretasi implementasi PAI bagi
ABK di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali.
2. Kehadiran Peneliti[
Kehadiran peneliti yang dimaksud adalah bahwa peneliti sebagai
pengamat dan tidak sepenuhnya sebagai pemeran serta tetapi masih
melakukan fungsi pengamatan, ia sebagai anggota pura-pura, jadi tidak
melebur dalam arti sesungguhnya (Moleong, 2011:77). Peneliti menjadi
pengamat dalam pembelajaran PAI di SMP N 4 Mojosongo dan mengikuti
secara pasif kegiatan pembelajaran selama penelitian berlangsung.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dijadikan sebagai objek kajian dalam
penyusunan skripsi ini adalah di SMP N 4 Mojosongo Boyolali. Lokasi
sekolah mempermudah peneliti untuk melakukan penelitian dan observasi
karena letaknya yang tidak terlalu jauh dari pusat kota Boyolali.
4. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh secara
lagsung (Arikunto, 2006:145). Digunakan untuk mendapatkan data
10
xxviii
tentang implementasi PAI bagi ABK di sekolah inklusi SMPN 4
Mojosongo Boyolali. Adapun untuk memperoleh data dengan
melakukan wawancara dengan para informan yang telah ditentukan
meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan persiapan dan
pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi ABK. Adapun sumber data
dalam penelitian ini yaitu: Kepala Sekolah, Guru Pendidikan Agama
Islam, (GPK) Guru Pendamping Khusus/ Penanggungjawab inklusi.
b. Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data pendukung atau
penunjang penelitian ini (Arikunto, 2006:145). Sumbernya berupa
dokumen, arsip, buku, karya ilmiah lainnya serta foto kegiatan belajar
mengajar.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang valid, maka dalam penelitian ini
penulis menggunakan beberapa prosedur pengumpulan data, yaitu:
a. Observasi (Pengamatan)
Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan secara sistematik
terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-
gejala dalm objek penelitian (Afifuddin, 2009:134). Metode observasi
penulis gunakan untuk mengumpulkan data tentang keadaan siswa-
siswi berkebutuhan khusus dan kondisi keagamaan. Observasi
dilakukan berkaitan dengan masalah yang diteliti dengan mengadakan
pengamatan, pencatatan dan mendengarkan secara cermat.
11
xxix
Observasi dilakukan dilingkungan SMP N 4 Mojosongo
Boyolali. Hal-hal yang diobservasi adalah pelaksanaan pembelajaran
PAI, letak geografis, dan fasilitas. Obsevasi dimaksudkan untuk dapat
mengetahui adanya faktor-faktor yang berpengaruh, baik faktor
pendukung maupun faktor penghambat dan solusi yang dilakukan
dalam proses pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
bagi ABK di SMP N 4 Mojosongo Boyolali.
b. Wawancara (Interview)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
(Moleong, 2011:186).
Dengan metode ini penulis mendapatkan informasi ataupun data
tentang rencana pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
bagi ABK, pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi
ABK, evaluasi pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
bagi ABK, dan solusi yang dilakukan oleh guru Pendidikan Agama
Islam dalam mengatasi kesulitan-kesulitan pembelajaran yang dialami
ABK di SMP N 4 Mojosongo Boyolali. Dalam hal ini peneliti
mewawancari pihak yang terkait yaitu: Kepala Sekolah, Guru
Pendidikan Agama Islam, dan (GPK) Guru Pendamping Khusus/
Penanggungjawab inklusi.
12
xxx
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen
tertulis, gambar, maupun elektronik (Sukmadinata, 2008:221).
Dokumen-dokumen yang diperlukan dalam penelitian skripsi ini
antara lain: Rencana pelaksanaan pembelajaran PAI, data siswa
berkebutuhan khusus, tenaga pendidik dan kependidikan, data guru
pembimbing khusus, dan data-data lain yang menunjang penelitian ini.
6. Analisis Data
Analisis data bertujuan menyederhanakan data ke dalam bentuk yang
lebih mudah dibaca dan di interpretasi, dalam memberikan interpretasi
data yang diperoleh, akan digunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu
suatu metode penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala,
peristiwa, dan kejadian yang terjadi pada saat sekarang (Sugiyo, 2006:82).
Sehingga digunakan metode deskriptif untuk mendeskripsikan pelaksanaan
PAI bagi anak berkebutuhan khusus di Sekolah Inklusi SMP N 4
Mojosongo Boyolali.
Ada tiga kegiatan dalam analisis data, yaitu:
a. Reduksi data diperlukan karena banyaknya data dari masing-masing
informan yang dianggap tidak relevan dengan fokus penelitian
sehingga perlu dibuang atau dikurangi. Reduksi data dilakukan
dengan memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian,
maka akan memberikan gambaran yang lebih tajam.
13
xxxi
b. Penyajian data adalah deskripsi penemuan dari apa yang di peroleh
dilapangan, yang paling sering digunakan untuk menyajikan data
untuk penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
c. Verifikasi atau menarik kesimpulan merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk mendapatkan sebuah kesimpulan yang dapat di uji
kebenarannya berdasarkan penyajian data yang diperoleh dari
informan yang menjadi objek penelitian di lapangan.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Untuk menjamin keabsahan data temuan yang diperoleh peneliti
menanyakan langsung kepada obyek, peneliti juga berupaya mencari
jawaban dari sumber lain. (Bungin, 2004:99) menyatakan “keabsahan data
dilakukan untuk meneliti kredibilitasnya menggunakan teknik kehadiran
peneliti di lapangan, observasi mendalam, triangulasi (menggunakan
beberapa sumber, metode, peneliti, dan teori), pembahasan dengan sejawat
melalui diskusi, melacak kesesuaian hasil dan pengecekan anggota”.
Untuk memperoleh keabsahan data, teknik yang penulis gunakan
adalah:
a. Triagulasi
Triagulasi adalah pemeriksaan keabsahan data dengan
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding data itu (Moleong, 2002:178).
Hal itu dapat dicapai dengan jalan: membandingkan data hasil
pengamatan dengan hasil wawancara atau dengan membandingkan
14
xxxii
apa yang dikatakan orang-orang saat penelitian dengan apa yang
dikatan disepanjang waktu.
b. Menggunakan Bahan Referensi
Penggunaan referensi sebagai pendukung dari observasi yang
dilakukan oleh peneliti. Menurut Eister dalam (Moleong, 2002:181)
kecukupan referensi sebagai alat untuk menampung dan
menyesuaikan dengan teknik untuk keperluan evaluasi.
c. Teknik Member Check
Menurut Lincolin dalam (Moleong, 2002:221) teknik member
check yaitu dengan mendatangi kembali informasi sambil
memperlihatkan data yang sudah diketik pada lembar catatan lapangan
yang sudah disusun menjadi paparan data dan temuan penelitian. Serta
dikonfirmasikan pada informan apakah maksud informan itu sudah
sesuai dengan apa yang ditulis atau belum. Intinya dalam member
check, informan dan peneliti mengadakan review terhadap data yang
diperoleh dalam penelitian baik isi maupun bahasannya.
8. Tahap-tahap Penelitian
Dalam penelitian kualitatif ada beberapa tahap yang perlu dilakukan, yaitu:
a. Tahap Pra Lapangan (menyusun rencana penelitian dan memilih
lapangan, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai keadaan
lapangan, memilih dan memanfaatkan informasi, menyiapkan
kelengkapan penelitian, memperhatikan etika penelitian).
15
xxxiii
b. Tahap Pekerjaan Lapangan (memahami latar penelitian dan persiapan
diri, memasuki lapangan, berperan aktif sambil mengumpulkan data).
c. Tahap Analisis Data (menyusun secara sistematis data yang diperoleh
dari interview, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga dapat
dengan mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada
orang lain. Tahap ini dilakukan peneliti sesuai dengan cara yang telah
ditentukan sebelumnya).
d. Tahap Pelaporan Data (merupakan tugas akhir dari rangkaian proses
penelitian. Pada tahp ini peneliti menyusun laporan hasil penelitian
dengan format tulisan dan bahasa yang mudah dipahami oleh
pembaca).
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah didalam memahami pokok bahasan skripsi maka
penulis membagi menjadi lima bab. Sistematikanya adalah sebagai berikut:
1. Bagian awal yang meliputi: sampul, logo, judul, persetujuan pembimbing,
lembar pengesahan, pernyataan keaslian tulisan, motto, persembahan, kata
pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel dan bagan, daftar lampiran.
2. Bagian inti yang memuat:
Bab I : Pendahuluan
Dalam bab ini penulis mengemukakan: latar belakang masalah,
fokus masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah,
metode penelitian, sistematika penulisan.
16
xxxiv
Bab II : Kajian Pustaka
Dalam penelitian ini dikemukakan kajian pustaka yang meliputi:
A. Pendidikan Agama Islam terdiri dari pengertian Pendidikan Agama
Islam, tujuan PAI, fungsi PAI, ruang lingkup PAI, sumber PAI,
komponen pelaksanaan PAI.
B. Anak Berkebutuhan Khusus terdiri dari pengertian ABK, jenis-jenis
ABK.
C. Sekolah inklusi terdiri dari pengertian sekolah inklusi, model sekolah
inklusi, sejarah inklusi di Indonesia.
Bab III : Paparan Data dan Temuan Penelitian
Dalam bab ini akan mengurai tentang gambaran umum SMP N 4
Mojosongo Boyolali yang meliputi:
A. Gambaran umum SMP N 4 Mojosongo Boyolali
Sejarah Berdirinya SMP Negeri 4 Mojosongo Boyolali, Visi Misi dan
Tujuan SMP N 4 Mojosongo Boyolali, Profil Sekolah.
B. Paparan Data dan Temuan Penelitian
Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan
khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali yang
terdiri dari: Penyusunan Rencana Pembelajaran PAI bagi ABK,
Pelaksanaan Pembelajaran PAI bagi ABK, Evaluasi Pelaksanaan
Pembelajaran PAI bagi ABK. Faktor pendukung dalam implementasi
Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di
sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali. Faktor penghambat
17
xxxv
dan solusi dalam implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak
berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo
Boyolali.
Bab IV: Pembahasan
Pada bab ini akan mengurai tentang Implementasi Pendidikan Agama
Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4
Mojosongo Boyolali yang terdiri dari: Penyusunan Rencana Pembelajaran
PAI bagi ABK, Pelaksanaan Pembelajaran PAI bagi ABK, Evaluasi
Pelaksanaan Pembelajaran PAI bagi ABK. Faktor pendukung dalam
implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus
(ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali. Faktor
penghambat dan solusi dalam implementasi Pendidikan Agama Islam bagi
anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo
Boyolali.
Bab V: Penutup
Bab ini merupakan bab terakhir yang terdiri dari: kesimpulan, saran,
dan kata penutup.
18
xxxvi
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, pendidikan agama
adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap,
kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran
agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata
pelajaran/ kuliyah pada semua jalur, jenjang, dan jenis penelitian (Pasal 1
ayat 1).
Tayar Yusuf mengartikan pendidikan agama Islam adalah usaha
sadar generasi orang tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan,
kecakapan, dengan keterampilan kepada generasi muda agar kelak
menjadi manusia bertaqwa kepada Allah SWT (Majid, 2006:130).
Kata Pendidikan Agama Islam terdiri dari dua kata berbeda, yaitu
pendidikan dan agama Islam. Pendidikan berasal dari kata didik yang
diberi awalan pe- dan akhiran -an yang mengandung arti perbuatan (hal,
cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan semula berasal dari bahasa
Yunani, yaitu pedagoie yang berarti bimbingan yang diberikan kepada
anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, yaitu
education yang berarti pengembangan dan bimbingan. Sedangkan dalam
19
xxxvii
bahasa Arab istilah ini sering di terjemahkan dengan tarbiyah, yang
berarti pendidikan (Ramayulis, 2008:1).
Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati,
hingga mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk
menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan
kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan
bangsa (Kurikulum PAI, 2002:3).
Sementara itu pengertian lebih spesifik tentang Pendidikan Agama
Islam diberikan (Syafaat, 2008:16) Pendidikan Agama Islam yaitu usaha
yang berupa pengajaran, bimbingan dan asuhan terhadap anak agar kelak
selesai pendidikannya dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan
ajaran agama Islam, serta menjadikannya sebagai jalan kehidupan, baik
pribadi maupun kehidupan masyarakat.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
implementasi pendidikan agama Islam adalah suatu pelaksanaan kegiatan
yang terencana untuk memperoleh hasil yang efektif dan efisien sesuai
dengan tujuan yang ditunjukkan kepada anak didik yang sedang tumbuh
agar mereka mampu menumbuhkan sikap dan budi pekerti yang baik
serta dapat memelihara perkembangan jasmani dan rohani secara
seimbang dimasa sekarang dan mendatang sesuai dengan aturan agama
Islam dan menjadikan agama Islam menjadi pandangan hidup.
20
xxxviii
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Makna tujuan secara etimologi adalah “arah, maksud atau haluan”,
dalam bahasa Arab “tujuan” diistilahkan dengan ghayat, ahdaf, atau
maqashid. Sementara dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan goal,
purpose, objectives. Secara terminologi, tujuan berarti “sesuatu yang
diharapkan tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan selesai”. Oleh H.
M. Arifin menyebutkan, bahwa tujuan proses pedidikan Islam adalah
“Idealitas (cita-cita) yang mengandung nilai-nilai Islam yang hendak
dicapai dalam proses kependidikan yang berdasarkan ajaran Islam secara
bertahap”(Arief, 2002:19).
Secara umum, tujuan pendidikan Islam menurut (Daradjat,
2011:30-33) terbagi kepada: tujuan umum, tujuan sementara, tujuan
akhir, dan tujuan operasional.
a. Tujuan umum adalah tujun yang akan dicapai dengan semua
kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain.
Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap,
tingkah laku, kebiasaan, dan pandangan.
b. Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik
diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu
kurikulum pendidikan formal.
c. Tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik
menjadi manusia-manusia sempurna (insan kamil) setelah ia
menghabisi sisa umurnya.
21
xxxix
d. Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengaan
sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Suatu unit kegiatan
pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan
diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu.
3. Fungsi Pendidikan Agama Islam
Berbicara mengenai Pendidikan Agama Islam tentunya tidak
terlepas dari apa fungsi dan tujuannya. Maka dari itu Pendidikan Agama
Islam mempunyai beberapa fungsi yaitu:
a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaatan peserta
didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan
keluarga.
b. Penanaman mental, yaitu sebagai pedoman hidup untuk mencari
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
c. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan
dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.
d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,
kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik
dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman dalam kehidupan
sehari-hari.
e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari
lingkungannya atau budaya lain yang dapat membahayakan dirinya
dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia
22
xl
seutuhnya.
f. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum,
sistem dan fungsionalnya.
g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki
bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat
berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk
dirinya sendiri dan bagi orang lain (Majid, 2006:134-135).
4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian,
keselarasan, dan keseimbangan antara lain: hubungan manusai dengan
Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan
manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan makhluk lain
dan lingkungannya (Ramayulis, 2008:22-23).
Sebagaimana diketahui, ajaran pokok Islam adalah aqidah
(keimanan), syariah (keislaman), dan akhlak (ihsan). Ketiga ajaran pokok
ini kemudian diajarkan dalam bentuk rukun iman, rukun Islam, dan
akhlak. Dari ketiganya lahirlah Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqh, dan Ilmu
Akhlak. Ketiga kelompok ini kemudian dilengkapi dengan pembahasan
dasar hukum Islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits, ditambah lagi dengan
sejarah Islam (tarikh) sehingga secara berurutan: Ilmu Tauhid
(keimanan), Ilmu Fiqh, Aqidah Akhlak, Ilmu Al-Qur’an dan Al-Hadits,
Tarikh Islam (Majid, 2006:77).
23
xli
5. Sumber Pendidikan Agama Islam
Sumber pendidikan Islam yaitu al-Qur’an, as-Sunnah, ucapan para
sahabat (mazhab al-sahabl), kemaslahatan umat (masalih al-mursalah),
tradisi atau adat yang sudah dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat
(al-‘urf), dan hasil ijtihad para ahli. Selain itu ada pula yang
meringkaskan sumber pendidikan Islam menjadi tiga macam yaitu al-
Qur’an, as-Sunnah, Ijtihad.
6. Komponen Pelaksanaan Pembelajaran PAI
Komponen pelaksanaan pendidikan berati kajian tentang sistem
pendidikan yang merupakan satu kesatuan, saling berkaitan dan tidak
dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Menurut Hunt dalam
(Syaifuddin dkk, 2007:10) pembelajaran itu efektif jika siswa
memperoleh pengalaman baru dan perilakunya berubah menuju titik
akumulasi kompetensi yang dikehendaki. Terdapat lima bagian penting
dalam peningkatan efektivitas pembelajaran, yaitu perencanaan,
komunikasi, pembelajaran itu sendiri (pelaksanaan pembelajaran),
pengaturan, dan evaluasi. Pada penelitian ini, peneliti hanya membahas
tentang perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
a. Perencanaan pembelajaran
Perencanaan pembelajaran adalah suatu proses pembuatan
rencana, model, pola, bentuk, konstruksi, yang melibatkan guru,
peserta didik, serta fasilitas lain yang dibutuhkan, yang tersusun
secara sistematis agar terjadi proses pembelajaran yang efektif dan
24
xlii
efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan
(Chamsijiatin dkk, 2008:4).
Beberapa tahap yang harus dilalui dalam perencanaan
pembelajaran dan pengorganisasian siswa berkebutuhan khusus.
Tahapan tersebut meliputi kegiatan sebagai berikut: 1) menetapkan
bidang-bidang atau aspek problema/kesulitan belajar yang akan
ditangani, apakah seluruh mata pelajaran, sebagian mata pelajaran,
atau hanya bagian tertentu dari suatu mata pelajaran. 2) menetapkan
pendekatan pembelajaran yang akan dipilih termasuk rencana
pengorganisasian siswa, apakah bentuknya berupa pelajaran
remedial, penambahan laitihan-latihan di dalam kelas atau luar kelas,
pendekatan kooperatif, atau kompetitif. 3) menyusun program
pembelajaran individual. Program pembelajaran individual (PPI)
disusun agar anak peproblema belajar/bermasalah mendapatkan
layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan khusus mereka (Yusuf
dkk, 2003:48).
b. Pelaksanaan pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari
rencana pelaksanaan pembelajaran. Rencana pelaksanaan
pembelajaran menjadi panduan yang harus digunakan dalam
pembelajaran, karena di dalam rencana pembelajaran tersebut telah
ditetapkan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan penilaian pembelajaran (Lapono dkk, 2008:131).
25
xliii
Pelaksanaan pembelajaran pada model pendidikan inklusi,
pada tahap ini, guru melaksanakan program pembelajaran serta
pengorganisasian siswa berproblema belajar/kesulitan belajar sesuai
dengan rancangan yang telah disusun dan ditetapkan pada tahap
sebelumnya. Sudah tentu pelaksanaan pembelajaran harus senantiasa
disesuaikan dengan perkembangan anak, tidak dapat dipaksakan
sesuai dengan target yang akan dicapai oleh guru. Program tersebut
bersifat fleksibel.
Dalam hal pendidikan, terapi yang paling efektif untuk
menangani anak berkesulitan belajar adalah dengan memberikan
pengajaran remedial. Remedial teaching atau pengajaran perbaikan
adalah suatu bentuk pengajaran yang bersifat menyembuhkan atau
membetulkan, atau dengan singkat pengajaran yang membuat
menjadi baik (Ahmadi, 2004: 152).
c. Evaluasi pembelajaran
Evaluasi diterapkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
seorang pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran,
menemukan kelemahan-kelemahan baik yang berkaitan dengan
materi, metode, media, ataupun sarana (Nizar, 2002:78).
Evaluasi dilakukan untuk membantu mengatasi problema
belajar anak, perlu dilakukan pemantauan secara terus-menerus
terhadap kemajuan dan/atau kemunduran belajar anak. Jika anak
mengalami kemajuan dalam belajar, pendekatan yang dipilih oleh
26
xliv
guru perlu terus dimantapkan, tetapi jika tidak terdapat kemajuan
perlu diadakan peninjauan kembali, baik mengenai isi dan
pendekatan program, maupun motivasi anak yang bersangkutan
untuk memperbaiki kekurangan-kekurangannya. Diharapkan pada
akhirnya semua problema belajar pada anak secara bertahap dapat
diperbaiki sehingga anak terhindar dari kemungkinan tidak naik
kelas atau bahkan putus sekolah.
B. Anak Berkebutuhan Khusus
1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Istilah ABK adalah pengganti istilah anak berkebutuhan cacat atau
penyandang cacat. Istilah ABK adalah untuk menunjuk mereka yang
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan sosial. ABK
memiliki masalah dalam sensori, motorik, belajar, dan tingkahlakunya.
Semua ini mengakibatkan terganggunya perkembangan fisik anak. Hal
ini karena sebagian besar ABK mengalami hambatan dalam merespon
rangsangan yang diberikan lingkungan untuk melakukan gerak, meniru
gerak, dan bahkan ada yang memang fisiknya terganggu sehingga ia
tidak dapat melakukan gerakan yang terarah dengan benar.
(Efendi, 2006:26) mengatakan Anak berkebutuhan khusus adalah
anak yang memiliki kelainan atau penyimpangan dari rata-rata anak
normal, dalam aspek fisik, mental, dan sosial, sehingga untuk
27
xlv
mengembangkan potensinya perlu layanan pendidikan khusus sesuai
dengan karakteristiknya.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik
khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya (Smart, 2010:33).
Sesuai dengan kata “exception” anak luar biasa atau anak berkebutuhan
khusus bisa diartikan sebagai individu yang mempunyai karakteristik
yang berbeda dari individu lainnya yang dipandang oleh masyarakat pada
umumnya (Thalib, 2010:245).
ABK adalah anak yang memiliki karakteristik khusus. Keadaan
khusus membuat mereka berbeda dengan anak pada umumnya.
Pemberian predikat berkebutuhan khusus tentu saja tanpa selalu
menunjukkan kepada pengertian lemah mental. Tidak identik juga
dengan ketidak mampuan emosi atau kelainan fiisik (Santoso, 2010:127).
Dari beberapa paparan di atas penulis dapat mengambil kesimpulan
bahwa, anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik
khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu
menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi, ataupun fisik. ABK
memiliki penyimpangan dari rata-rata anak normal sehingga untuk
mengembangkan potensinya perlu layanan pendidikan khusus yang
sesuai dengan karakteristiknya.
2. Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus mempunyai jenis-jenis yang berbeda
berdasarkan karakteristiknya dan hambatan yang di miliki anak
28
xlvi
berkebutuhan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB)
berdasarkan karakter dan kekhususannya. Untuk ABK dengan
kekhususan tertentu seperti ABK dengan masalah berkesulitan belajar
dapat ditempatkan dalam kelas inklusif.
Anak yang termasuk berpredikat ABK menurut Santoso antara lain:
tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar.
a. Tunanetra
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam
pengelihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan ke dalam dua
golongan, yaitu buta total (blind) dan low vision. Karena tunanetra
memiliki keterbatasan dalam indra pengelihatan, maka proses
pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra
peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu, prinsip yang harus
diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu
tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat faktual dan
bersuara. Sebagai contoh adalah penggunaaan tulisan Braille,
gambar timbul, benda model, dan benda nyata. Sedangkan media
yang bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak (software)
(Santoso, 2010: 128-129).
b. Tunarungu
Tunarungu adalah inividu yang memiliki hambatan dalam
pendengaran permanen maupun temporer (tidak permanen).
Tunarungu diklasifikasikan berdasrkan tingkat gangguan
29
xlvii
pendengaran, yaitu gangguan pendengaran sangat ringan (27-40 dB),
gangguan pendengaran ringan (41-55 dB), gangguan pendengaran
sedang (56-70 dB), gangguan pendengaran berat 71-90 dB),
gangguan pendengaran ekstrem/tuli (di atas 91 dB). Hambatan dalam
pendengaran pada individu tunarungu berakibat terjadinya hambatan
dalam berbicara. Sehingga, mereka disebut tunawicara. Cara
berkomunikasi dengan individu tunarungu menggunakan bahasa
isyarat. Bahasa isyarat melalui abjad jari telah dipatenkan secara
internasional. Untuk komunikasi dengan isyarat bahasa masih
berbeda-beda di setiap negara (Santoso, 2010: 129-130).
c. Tunagrahita
Tunagrahita adalah individu yang memiliki tingkat kecerdasan
di bawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam
adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan.
Klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkat IQ (Intelligent
Quotient). Tunagrahita ringan (IQ = 51-70), tunagrahita sedang (IQ
= 36-51), tunagrahita berat (IQ = 20-35), dan tunagrahita sangat
berat (IQ di bawah 20). Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih
dititikberatkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi (Santoso,
2010:130).
d. Tunadaksa
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak
yang disebabkan oleh kelainan neuromuscular dan struktur tulang
30
xlviii
yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk
celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan
masuk kategori ringan bila memiliki keterbatasan dalam melakukan
aktivitas fisik, tetapi masih bisa ditingkatkan melalui terapi. Sedang,
jika memiliki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan
koordinasi sensorik, dan berat jika memiliki keterbatasan total dalam
gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik (Santoso,
2010:131).
e. Tunalaras
Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam
mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras biasanya
menunjukkan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma
dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Penyebab tunalaras terbagi
menjadi faktor internal (dari dalam diri) dan faktor eksternal (dari
lingkungan sekitar) (Santoso, 2010:131).
f. Kesulitan Belajar
Individu mengalami gangguan pada satu atau lebih
kemampuan dasar psikologis, khususnya pemahaman dan
penggunaan bahasa, berbicara, dan menulis. Gangguan tersebut
selanjutnya mempengaruhi kemampuan berpikir, membaca,
berhitung, ataupun berbicara. Penyebabnya antara lain gangguan
persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, dyslexia, dan afasia
perkembangan. Individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau
31
xlix
di atas rata-rata, mengalami gangguan motorik persepsi-motorik,
gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan ruang, serta
mengalami keterlambatan perkembangan konsep (Santoso, 2010:
131-132).
C. Kesulitan Belajar (Learning Disability)
1. Pengertian Kesulitan Belajar
Definisi kesulitan belajar khusus menurut (Smith, 2006:75)
“Kesulitan belajar khusus (specific learning disability) berarti suatu
gangguan pada satu atau lebih proses psikologi dasar yang meliputi
pemahaman atau penggunaan bahasa, lisan atau tulisan, yang dapat
diwujudkan dengan kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengar,
berfikir, berbicara, membaca, menulis, dan mengeja, atau melakukan
perhitungan matematis. Istilah ini meliputi kondisi-kondisi tertentu
seperti gangguan persepsi (perceptual andicaps), luka otak (brain
injury), disfungsi minimal otak/ DMO (minimal brain dysfunction/MBD),
disleksia (dyslexia), dan aphasia perkembangan (developmental aphasia).
Istilah ini tidak termasuk anak-anak yang mempunyai masalah-masalah
belajar (learning problems) yang diakibatkan terutama faktor penglihatan
(tunanetra), pendengaran (tunarungu), atau gangguan gerak (tunadaksa),
terbelakang mental (tunagrahita), keridakstabilan emosi (emotional
disturbance), atau hal-hal yang merugikan dari ligkungan, mental,
budaya, ataupun ekonomi”.
32
l
Banyak definisi tentang kesulitan belajar. Bahkan setiap istilah
diartikan berbeda oleh setiap ahli, salah satunya (Mulyati, 2010: 6-7)
memilih beberapa istilah dan mendefinisikannya untuk menggambarkan
kesulitan belajar mempunyai pengertian luas, diantaranya:
a. Learning Disorder (ketergangguan belajar): Suatu keadaan yang
dialami seseorang saat proses belajar mengajar, timbul gangguan
karena respon yang bertentangan.
b. Learning Disabilities (ketidakmampuan belajar): Suatu keadaan
yang dialami seorang siswa yang menunjukkan ketidakmampuan
dalam belajar bahkan menghindari belajar.
c. Learning Disfunction (ketidakfungsian belajar): Suatu keadaan siswa
yang menunjukkan gejala tidak berfungsinya proses belajar dengan
baik.
d. Under Achiever (prestasi di bawah kemampuan): Suatu keadaan
siswa yang memiliki tingkat potensi intelektual di atas normal, tetapi
prestasi belajarnya tergolong rendah.
e. Slow Learner (lambat belajar): Suatu keadaan siswa yang lambat
dalam proses belajarnya sehingga membutuhkan waktu
dibandingkan dengan murid yang lain yang memiliki taraf potensi
intelektual yang sama.
Dalam (Osman, 2002:4) menjelaskan bahwa: Suatu kelompok
heterogen dari gangguan yang diwujudkan oleh kelemahan mencolok
dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan matematika, penalaran,
33
li
menulis, membaca, berbicara, mendengarkan, atau keterampilan bergaul.
Gangguan ini adalah hakiki bagi individu itu dan diduga merupakan
akibat disfungsi sistem saraf pusat. Meskipun lemah belajar bisa terjadi
berbarengan dengan kondisi cacat lainnya (misalnya, kelemahan saraf
sensor, retardasi mental, gangguan emosional dan sosial), dengan
pengaruh sosial-lingkungan (misalnya, perbedaan cultural, instruksi yang
tidak memadai atau tidak cukup faktor-faktor psikogenetik), dan terutama
gangguan karena merasa kurang diperhatikan, yang semuanya bisa
menimbulkan masalah belajar, namun lemah belajar bukan akibat
langsung dari kondisi atau pengaruh tersebut.
Namun tidak semua kesulitan dalam proses belajar dapat disebut
learning disorders (LD). Sebagian anak mungkin hanya mengalami
kesulitan dalam mengembangkan bakatnya. Kadang-kadang, seseorang
memperlihatikan ketidakwajaran dalam perkembangan alaminya,
sehingga tampak seperti LD, namun ternyata hanyalah keterlambatan
dalam proses pendewasaan diri saja. Sebenarnya para ahli telah
menentukan kriteria-kriteria pasti di mana seseorang dapat dinyatakan
sebagai penderita LD (Wood, 2011: 24).
Berdasarkan gambaran di atas, penulis dapat membuat batasan
yang lebih ringkas sebagai berikut: Anak kesulitan belajar adalah anak
yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademiknya,
yang disebabkan oleh adanya disfungsi minimal otak, atau dalam
psikologis belajar, sehingga prestasi belajarnya tidak sesuai dengan
34
lii
potensi yang sebenarnya, dan untuk mengembangkan potensinya secara
optimal mereka memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus.
2. Karakteristik Kesulitan Belajar
Menurut Clements, dalam (Sunardi, 2000:26) ada 10 karakteristik
yang dianggap paling sering ditemukan, yaitu: hiperaktif (hyperactivity),
gangguan persepsi motorik (perceptual-motor impairments), emosi labil
(emotional lability), lemah dalam mengoordinasi secara umum (general
coordination deficits), gangguan pemusatan perhatian (disorder of
attention), impulsif (impulsivity), gangguan berfikir dan mengingat
(disorders of memory and hinking), kesulitan belajar spesifik (specific
learning disabilities), gangguan wicara dan pendengaran (disorders of
speech and hearing), tanda neorologi tampak samar (neurological signs).
Berbagai macam karakteristik banyak ditemui pada anak
berkesulitan belajar, banyak ahli yang memberikan karakteristik yang
berbeda-beda. Tidak semua karakteristik tersebut ditemukan pada setiap
anak berkesulitan belajar, biasanya seorang anak hanya menunjukkan
beberapa karakteristik saja. Karena itulah, penanganan terhadap anak
berkesulitan belajar antara anak yang satu dengan anak yang lain
berbeda, dan setiap anak memiliki kurikulum tersendiri karena adanya
perbedaan karakteristik yang ditunjukkan.
3. Klasifikasi Berkesulitan Belajar
Secara garis besar (Abdurrahman, 2003:11) dan (Yusuf, 2005:60-
66) mengklasifikasikan kesulitan belajar ke dalam dua kelompok, yaitu:
35
liii
a. Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan
(developmental learning disabilities), mencakup:
1) Gangguan perkembangan motorik dan persepsi
2) Gangguan perkembangan bahasa dan komunikasi
3) Gangguan penyesuaian perilaku sosial
4) Kesulitan belajar kognitif
b. Kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities)
Menunjuk kepada adanya kegagalan pencapaian prestasi
akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan.
Kegagalan-kegagalan tersebut mencakup penguasaan keterampilan
dalam membaca, menulis, dan/ matematika. Kesulitan belajar
akademik dapat diketahui oleh guru atau orang tua ketika anak gagal
menampilkan salah satu atau beberapa keterampilan akademik.
Berbagai literatur yang mengkaji kesulitan belajar hanya
menyebutkan tiga jenis kesulitan belajar akademik sebagai berikut:
1) Kesulitan belajar membaca (Disleksia)
Anak penderita disleksia adalah anak yang menghadapi
kesulitan dalam membaca, menulis dan mengeja.
2) Kesulitan belajar menulis (Disgrafia)
Disgrafia adalah masalah pembelajaran spesifik yang
berdampak terhadap kesulitan dalam menyampaikan hal yang
ada dalam pikiran dalam bentuk tulisan, yang akhirnya
menyebabkan tulisannya menjadi buruk.
36
liv
3) Kesulitan belajar menghitung (Diskalkulia)
Diskalkulia adalah masalah yang memberi dampak
terhadap operasi penghitungan dalam matematika. Mereka
mengalami kelemahan dalam proses pengamatan dan mengingat
fakta dan rumus untuk menyelesaikan perhitungan matematika.
4. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Menurut (Abdurrahman, 2003:10) penyebab utama kesulitan
belajar siswa adalah faktor internal, yaitu kemungkinan adanya
neurologis. Sedangkan penyebab utama problem belajar adalah faktor
eksternal, yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran yang keliru,
pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar
anak dan pemberian ulangan penguatan yang tidak tepat.
Sebenarnya disfungsi neurologis sering tidak hanya menyebabkan
kesulitan belajar tetapi juga dapat menyebabkan tuna grahita dan
gangguan emosional. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan disfungsi
neurologis yang akhirnya dapat menyebabkan kesulitan belajar antara
lain: 1) faktor genetik, 2) luka pada otak karena trauma fisik atau karena
kekurangan oksigen, 3) biokimia yang hilang, 4) biokimia yang dapat
merusak otak, 5) pencemaran lingkungan, 6) gizi yang tidak memadai,
7) pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan
perkembangan anak.
Fenomena kesulitan belajar seorang anak biasanya tampak jelas
dari menurunnya kinerja akademik atau belajarnya. Namun, kesulitan
37
lv
belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku
(misbehavior) anak seperti sukar berteriak di dalam kelas, mengusik
teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan gemar membolos
(Syah, 2010:184).
D. Sekolah Inklusi
1. Pengertian Sekolah Inklusi
Sekolah menurut Undang Undang Republik Indonesi No. 20 Tahun
2003 Pasal 18, tentang pendidikan nasional, sekolah adalah lembaga
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan formal yang terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi. Sekolah
adalah sebuah lembaga yang ditujukan khusus untuk pengajaran dengan
kualitas formal (Alif, 2006:6).
Inklusi (dari kata bahasa Inggris: inclusion-peny) merupakan istilah
baru yang digunakan untuk mendeskripsikan penyatuan bagi anak-anak
berkelainan (penyandang hambatan/cacat) ke dalam program-program
sekolah adalah inklusi. Bagi sebagian besar pendidik, istilah ini dilihat
sebagai deskripsi yang lebih positif dalam usaha-usaha menyatukan
anak-anak yang memiliki hambatan dengan cara-cara yang realistis dan
komprehensif dalam kehidupan pendidikan yang menyeluruh (Smith,
2006:45). Inklusi dapat berarti penempatan anak-anak yang memiliki
hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, interaksi sosial, dan konsep
diri (visi-misi) sekolah.
38
lvi
Pendidikan inklusi terjadi manakala pengintegrasian dalam
penempatan peserta didik di kelas-kelas reguler berdasarkan atas ide
pandangan hidup yang berbeda dengan pandangan sebelumnya. Konsep
inklusi berdasarkan atas gagasan bahwa sekolah reguler harus
menyediakan lingkungan belajar bagi seluruh peserta didik sesuai dengan
kebutuhannya, apapun tingkat kemampuan atau pun kelainannya.
Sekolah inklusi menyelenggarakan berbagai keterampilan berkaitan
dengan budaya, sosial, kelompok etnik dan latar belakang sosial.
Sekolah inklusi menyediakan lingkungan yang inklusif dalam arti
kata bahwa sekolah mampu melayani semua anggota dalam lingkungan
tersebut. Inklusi biasanya memberikan penempatan belajar ke arah kelas
reguler tanpa menghiraukan tingkat atau tipe kelainannya (Delphie,
2009:16).
Pendidikan inklusi mengakui bahwa masalah-masalah
pembelajaran merupakan bentuk yang saling berhubungan secara
bersama antara lingkungan khusus, ruang kelas khusus, beserta guru
khusus dan peserta didik khusus. Kurikulum model pembelajaran dan
strategi pembelajaran dipergunakan oleh guru agar seluruh peserta didik
yang berkelainan dapat terlayani dalam ruang kelas reguler. Komitmen
terhadap pendidikan inklusi diartikan bahwa guru, sekolah, lingkungan
dapat memberikan dukungan terhadap upaya-upaya pemecahan masalah
yang muncul di dalam kelas dan sekolah sebagai upaya untuk
mewujudkan hak setiap peserta didik dalam mendapatkan pelayanan
39
lvii
sebaik mugkin agar mereka yang berkelainan tidak mendapatkan resiko
negatif.
Kurikulum yang digunakan pada pendidikan inklusif adalah
kurikulum yang fleksibel, sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan
setiap siswa. Model pendidikan ini sebenarnya berupaya untuk
memberikan ksempatan yang sama kepada ABK agar dapat memperoleh
kesempatan yang sama dengan anak-anak yang lainnya. Yaitu, setiap
anak memiliki akses yang sama ke sumber-sumber belajar yang tersedia,
dan sarana yang dibutuhkan ABK dapat terpenuhi dengan baik (Smart,
2010:90).
Sejalan dengan perkembangan layanan pendidikan untuk anak-anak
berkebutuhan khusus, sekolah inklusi memberikan pelayanan yang
berbeda dengan sekolah-sekolah khusus lainnya. Model yang diberikan
sekolah inklusif ini menempatkan pada keterpaduan penuh,
menghilangkan keterbatasan dengan menggunakan prinsip education for
all. Layanan pendidikan ini diselenggarakan pada sekolah-sekolah
reguler. Dalam kelas inklusi terdiri atas dua orang guru dan yang satunya
adalah guru khusus yang bertugas membantu anak-anak ABK yang
merasa kesulitan dalam belajar. Semua anak diperlakukan dan memiliki
hak dan kewajiban yang sama sengan anak-anak normal lainnya.
Dari beberapa paparan di atas penulis dapat menyimpulkan sekolah
inklusi adalah lembaga pendidikan yang memungkinkan semua anak
dapat belajar bersama-sama tanpa membedakan hambatan atau kesulitan
40
lviii
yang mungkin dimiliki oleh anak. Anak normal dan ABK akan
memperoleh keuntungan secara kognitif dan sosial dalam pembelajaran
inklusi. Rasa saling menghargai, memahami, membantu, dan bertoleransi
akan terbentuk dalam diri anak didik. ABK akan terbiasa hidup dalam
lingkungan yang inklusif (tidak terpisah) sehingga memiliki kesiapan
untuk hidup bersama di tengah masyarakat.
2. Model Sekolah Inklusi
Pilihan penempatan model pelayanan pendidikan disesuaikan
dengan kondisi dan potensi lapangan. Pada umumnya ada tiga tipe
pilihan pengelolaan anak dengan problema belajar di sekolah-sekolah
umum yaitu kelas khusus, ruang sumber, dan kelas reguler (Yusuf dkk,
2003:58-61):
a. Kelas khusus
Sistem pelayanan dalam bentuk kelas khusus biasnya
menampung antara 10 hingga 20 anak berproblema belajar di bawah
asuhan seorang guru khusus. Ada dua jenis kelas khusus yang biasa
digunakan, yaitu kelas khusus sepanjang hari belajar dan kelas
khusus untuk mata pelajaran tertentu atau kelas khusus sebagian
waktu. Pada kelas khusus sepanjang hari belajar, anak-anak
berproblema belajar dilayani oleh guru khusus. Anak-anak di kelas
ini mempelajari semua jenis mata pelajaran dan hanya berinteraksi
dengan anak-anak lain yang tidak berproblema belajar pada saat
turun main atau istirahat.
41
lix
b. Ruang sumber
Ruang sumber merupakan ruang yang disediakan oleh sekolah
untuk memberikan pelayanan pendidikan khusus bagi anak-anak
yang membutuhkan, terutama yang berproblema belajar. Di dalam
ruang sumber terdapat guru remedial atau guru sumber dan berbagai
media belajar. Aktivitas utama dalam ruang sumber umumnya
berkonsentrasi pada upaya memperbaiki ketrampilan dasar seperti
membaca, menulis, dan berhitung. Guru sumber atau guru remedial
dituntut untuk menguasai bidang keahlian yang berkenaan dengan
pendidikan anak berproblema belajar. Guru sumber juga diharapkan
dapat menjadi pengganti guru kelas dan menjadi konsultan bagi guru
reguler. Anak belajar di ruang sumber sesuai dengan jadwal yang
telah ditetapkan.
c. Kelas reguler
Sistem pelayanan dalam bentuk kelas reguler dimaksudkan
untuk mengubah citra adanya dua tipe anak, yaitu anak berproblema
belajar dan anak tidak berproblema belajar. Dalam kelas reguler
yang dirancang untuk membantu anak berproblema belajar
diciptakan suasana belajar yang kooperatif sehingga semua anak
dapat menjalin kerjasama dalam mencapai tujuan belajar.
Suasana belajar kompetitif dihindari agar anak berproblema
belajar tidak putus asa. Program pendidikan individual diberikan
kepada semua anak yang membutuhkan, baik yang berproblema
42
lx
belajar, yang memiliki keunggulan, maupun yang memiliki
penyimpangan lainnya. Dalam kelas reguler semacam ini berbagai
metode untuk berbagai jenis anak digunakan bersama.
3. Sejarah Inklusi di Indonesia
Pendidikan inklusi di Indonesia bisa diurutkan dalam rentetan sejarah
sebagai berikut:
a. Sebelum kemerdekaan
1) 1909 : Dr. Westhoff mendirikan sekolah tunanetra pertama di
Indonesia yang diberi nama SLB A Wiyata Guna Bandung.
2) 1927 : Folker merintis pendidikan tunagrahita pertama yang
diberi nama “Folker School” yang terletak di Bandung.
3) 1930 : Ny. Roelfsema mendirikan “Vereniging Voor Onderwijs
an Doffstomme Kenderen in Indonesia”.
4) 1938 : di Wonosobo, Bruder Karitae mendirikan “Werk Voor
Kinderen in Nederlands Vost Indie” yang merupakan sekolah
tunarungu.
b. Perkembangan PLB tahun 1984-1990
1) Pengenalan wajib belajar 6 tahun.
2) Pendirian SDLB dengan dana proyek inpres.
3) Keluarnya Kepmen 002/U/1986 tentang pendidikan terpadu.
4) Pendirian SLB Pembina baik di tingkat nasional maupun di
tingkat provinsi.
43
lxi
c. PLB dari tahun 1990-sekarang
1) Pengenalan wajib belajar 9 tahun.
2) Perluasan Subdit PSLB menjadi Direktorat PLB.
3) Uji coba model pendidikan terpadu (menuju pendidikan inklusi)
di berbagai daerah.
4) Berkembangnya sekolah-sekolah inklusi di daerah-daerah
(Ma’ruf, 2009:12-13).
Di Indonesia, sejak awal tahun 2000 pemerintah mengembangkan
program pendidikan inklusi. Program ini merupakan kelanjutan program
pendidikan terpadu yang sesungguhnya pernah diluncurkan di Indonesia
pada tahun 1980-an, tapi kemudian kurang berkembang, dan baru mulai
tahun 2000 dimunculkan kembali dengan mengikuti kecenderungan
dunia, menggunakan konsep pendidikan inklusi.
Tindak lanjut yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia melalui
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
dan Menengah adalah mengeluarkan surat dinas tertanggal 20 Januari
2003, dengan Nomor 380/C.C6/MN/2003. Surat Dinas tersebut ditujukan
kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten atau Kota di seluruh
Indonesia agar mengupayakan berbagai model penyelenggaraan
pendidikan. Salah satunya adalah pendidikan yang mengikutsertakan
ABK untuk belajar bersama-sama dengan anak sebayanya di sekolah
umum (Delphie, 2010:16).
44
lxii
Pada tahun 2004 di Indonesia di selenggarakan Konvensi Nasional
dengan menghasilkan Deklarasi Bandung dengan komitmen Indonesia
menuju pendidikan inklusi. Untuk memperjuangkan hak-hak anak
dengan hambatan belajar, pada tahun 2005 diadakan Simposium
Internasional di Bukittinggi dengan menghasilkan rekomendasi
Bukittinggi yang isinya antara lain menekankan perlunya terus
dikembangkan program pendidikan inklusi sebagai salah satu cara
menjamin bahwa semua anak benar-benar memperoleh pendidikan dan
pemeliharaan yang berkualitas dan layak (Romlah, 2010:42).
Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus selalui mengalami
perkembangan dari waktu ke waktu sejalan dengan tuntutan mereka
untuk mendapatkan pendidikan yang sama dengan anak normal lainnya.
Pendidikan inklusi dianggap sebagai layanan pendidikan yang paling
sesuai utnuk mengembangkan potensi mereka pada saat ini.
45
lxiii
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum SMP N 4 Mojosongo Boyolali
1. Sejarah Berdirinya SMP Negeri 4 Mojosongo
SMP Negeri 4 Mojosongo berdiri pada tahun 1976 dengan
nama Pemda yang berlokasi di SD Mojosongo 2 atas prakarsa para bapak
ibu guru SD di kecamatan Mojosongo. Pada tahun 1978 sekolah
dipindahkan ke SD Kemiri. Kemudian pada tahun 1984 SMP PEMDA di
Negerikan statusnya menjadi SMP Negeri 2 Mojosongo.
Pada tahun 1984 Berdasarkan surat Keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayan Republik Indonesia Nomor: 0557/0/1984 tanggal 20
November 1984. SMP Negeri 2 Mojosongo mengalami beberapa kali
perubahan atau berganti nama dari SMP Negeri 2 Mojosongo menjadi
SLTP Negeri 4 Mojosongo sampai dengan tahun 1996. Pada tahun 2005
sekolah berganti nama lagi menjadi SMP Negeri 4 Mojosongo sampai
sekarang.
Status akreditasi “A” bisa diraih oleh SMP Negeri 4 Mojosongo
pada tahun 2005. Begitu juga status Rintisan Sekolah Standar Nasional
(RSSN) yang di raih pada tahun 2008 dan sekolah terus mengupayakan
agar SMP Negeri 4 Mojosongo menjadi Sekolah Standar Nasional.
Karena sekolah sering menjumpai anak-anak yang kompetensinya
rendah sehingga harus mendapat pelayanan khusus. Maka sekolah
46
lxiv
mencoba mengajukan program ke DIKPORA untuk menjadikan sekolah
penyelenggara inklusi. Sejak tahun 2010, SMP Negeri 4 Mojosongo di
percaya untuk melaksanakan program sekolah inklusi.
2. Visi, Misi dan Tujuan SMP Negeri 4 Mojosongo
a. Visi :
“Terwujudnya sekolah dengan warga yang bertaqwa, berdisiplin, dan
berprestasi”.
Indikator:
1) Terwujudnya kurikulum sekolah yang bermutu, efisien, efektif,
relevan, dan bersaing.
2) Terwujudnya budi pekerti luhur yang didasari iman dan taqwa.
3) Terwujudnya kesadaran dan tanggung jawab dalam mengemban
misi pendidikan.
4) Terwujudnya pendidikan yang merata kompetitif dan mandiri.
5) Terwujudnya sistem pendidikan aktif, transparan, dan akuntabel.
6) Terwujudnya lingkungan yang sehat, nyaman, dan bersih.
b. Misi Sekolah
1) Meningkatkan pembelajaran dan bimbingan yang terarah secara
efektif, efisien sehingga siswa dapat berkembang secara optimal
sesuai dengan potensinya.
2) Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut
sehingga menjadi sumber keimanan, ketaqwaan, dan kearifan
dalam bertindak serta berprestasi dibidang keagamaan.
47
lxv
3) Menyelenggarakan kegiatan ekstra kulikuler untuk
mengembangkan minat dan bakat siswa.
4) Menyelenggarakan kegiatan kemanusiaan untuk menigkatkan
nilai kerukunan, kebersamaan, dan kepedulian siswa terhadap
sesama.
5) Menyelenggarakan bimbingan dan pelatihan dalam bidang
keterampilan diluar jam pembelajaran efektif untuk memberikan
bekal kecakapan hidup kepada siswa.
6) Menumbuhkan semangat dalam meningkatkan prestasi
akademik, olah raga, dan kesenian.
7) Meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab dengan
mengembangkan sikap disiplin dalam mengemban misi
pendidikan.
8) Membudayakan siswa untuk bersikap dan berperilaku sesuai
norma susila, hukum, agama, dan sosial.
9) Menjalin kerjasama yang harmonis dan sinergis dengan
masyarakat.
10) Menciptakan lingkungan sekolah yang tertib, bersih, indah, dan
aman.
c. Tujuan :
Secara khusus sesuai dengan visi dan misi sekolah, tujuan SMP
Negeri 4 Mojosongo sebagai berikut:
48
lxvi
1) Peningkatan nilai rata-rata Ujian Nasional minimal +0,2 setiap
tahun.
2) Setiap guru mampu mengembangkan silabus dan sistem
penilaian.
3) Setiap guru mampu melaksanakan pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual (CTL).
4) Setiap guru mampu melaksanakan penilaian berbasis kelas
(Class Based Assessement).
5) Telah dilaksanakan pembelajaran dengan model lesson study.
3. Profil Sekolah
Berdasarkan dokumen profil sekolah, diperoleh data tentang SMP Negeri
4 Mojosongo Boyolali sebagai berikut:
a. Identitas Sekolah
Tabel 3.1 Identitas Sekolah
1 Nama Sekolah SMP Negeri 4 Mojosongo Boyolali
2 No. Statistik Sokolah 201030906035/ 20308493
3 Tipe Sekolah A
4 Alamat Sekolah Jl. Nagka. Kelurahan Kemiri,
Kecamatan Mojosogo, Kabupaten
Boyolali, Provinsi Jawa Tengah
5 Telepon/HP/Fax (0276) 324360
6 Email [email protected]
7 Status Sekolah Negeri / SK Penegrian No.
05570/0/1984 Tgl. 20 Nop 1984
8 Nilai Akreditasi Sekolah 90 skor = A
9 Luas Lahan 13.005 m2
11 Jumlah Rombel 17
49
lxvii
b. Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Tabel 3.2 Pendidik dan Tenaga Kependidikan
No Tingkat Pendidikan
Jumlah dan Status Guru
Jumlah GT/PNS GTT/Guru Bantu
L P L P
1 S3/S2 3 - - - 3
2 S1 10 14 1 - 25
3 D4 - - - -
4 D3/ Sarmud 2 2 - - 4
5 D2 - 2 - - 2
6 D1 1 2 - - 3
7 ≤ SMA/ Sederajat - - - - -
Jumlah 16 20 1 - 37
Tabel 3.3 Data Guru Pengurus Inklusi
No Nama Jenis Jabatan
dalam Dinas Jabatan dalam Pengurus
1 Syafii, M.Pd Kepala SMP N 4
Mojosongo
Penanggung Jawab
2 Adam Purwono,
S.Pd
Wakil Kepala
Sekolah
Ketua
3 Sri Haryani, S.Pd Urs. Kurikulum,
Guru BK/GPK
Sekretaris dan penyusun
assesmen
4 Dra. Siti
Muharromah
Koordinator
BK/GPK
Bendahara dan penyusun
assesmen
5 Mafilatul, S.Pd Guru Guru ABK, penyusun RPP
Mapel Bhs. Inggris Kelas IX
6 Sarimin, S.Pd Guru Guru ABK, penyusun RPP
Mapel Bhs. Indonesia Kelas
VIII
7 Agus Daryono, S.Pd Guru Guru ABK, penyusun RPP
Mapel IPA Kelas IX
8 Marjito, S.Pd Guru Guru ABK, penyusun RPP
Mapel Matematika Kelas VII
9 Sutamti, S.Pd Guru Guru ABK, penyusun RPP
Mapel Matematika Kelas IX
10 Endang Tri P., S.Pd Guru Guru ABK, penyusun RPP
Mapel Bhs. Inggris Kelas
VIII
11 Harman Sujiyanto Guru Guru ABK, penyusun RPP
Mapel IPA Kelas VIII
12 Drs. Hardi, M.Pd Guru Guru ABK, penyusun RPP
Mapel Bhs.Indonesia Kelas
IX
13 Dra. Sri Suharni Guru Guru ABK, penyusun RPP
Mapel Bhs. Inggris Kelas VII
50
lxviii
14 Mulyono, S.Pd Guru Guru ABK, penyusun RPP
Mapel IPA Kelas VII
15 Romiyatun, S.Pd Guru Guru ABK, penyusun RPP
Mapel Bhs. Indonesia Kelas
VIII
16 Sri Darwati Guru Guru ABK, penyusun RPP
Mapel Matematika Kelas
VIII
c. Keadaan siswa
Tabel 3.4 Jumlah Siswa
No Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah
1 VII A 20 14 34
2 VII B 19 14 33
3 VII C 20 14 34
4 VII D 20 13 33
5 VII E 20 14 34
6 VII F 20 14 34
7 VIII A 15 13 28
8 VIII B 16 14 30
9 VIII C 14 14 28
10 VIII D 13 14 27
11 VIII E 15 13 28
12 VIII F 16 14 30
13 IX A 14 10 24
14 IX B 15 8 23
15 IX C 16 8 24
16 IX D 14 10 24
17 IX E 12 8 20
18 IX F 12 12 24
JUMLAH 290 219 509
Tabel 3.5 Jumlah Siswa Menurut Agama
No Kelas Agama
Jumlah Islam Kristen Katolik Hindu Budha
1 VII 199 1 2 0 0 202
2 VIII 166 3 0 0 0 169
3 IX 134 2 1 1 0 138
Jumlah 499 6 3 1 0 509
51
lxix
Dari keseluruhan siswa inklusi di SMP N 4 Mojosongo tahun
ajaran 2013/2014 dikategorikan sebagai ABK yang mengalami kesulitan
belajar. Sebagaimana yang diungkapkan Dra. Siti Muharromah:
“Siswa berkebutuhan khusus yang ada di sini yaitu siswa yang
mengalami kesulitan belajar namun ada beberapa yang lamban
belajar akan tetapi kami mengategorikan sebagai anak yang
mengalami kesulitan belajar”.
Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Sekolalh Bapak Syafii,
M.Pd dalam kutipan wawancara berikut ini:
“Kesulitan belajar ada juga yang slow leaner, kalau ada ketunaan
yang lain ya akan diterima. Sejauh ini belum ada ketunaan yang
terlalu berat yang mendaftar disekolah ini mugkin mereka lebih
memilih ke SLB. Jumlahnya sekitar 20 siswa mbk”.
Jumlah siswa berkebutuhan khusus tahun 2013/2014 yang ada di
SMP Negeri 4 Mojosongo Boyolali berjumlah 20 anak, terdiri dari 4
siswa perempuan dan 16 siswa laki-laki. Dalam pelaksanaan
pembelajarannya siswa inklusi dijadikan satu dengan siswa-siswa normal
lainnya. Untuk lebih jelas penulis sajikan data ABK di bawah ini:
Tabel 3.6 Data Siswa Berkebutuhan Khusus
No Nama L/P Kelas IQ Jenis Kelainan
1 Wahyu Heriyanto L 7D 103 Lamban belajar
2 Tatang Firmansyah L 7D 81 Kesulitan belajar
3 Nurhana P 7A 81 Kesulitan belajar
4 Tri Aris Budiyanto L 7B 81 Kesulitan belajar
5 Aria Dwi Prakoso L 7E 81 Kesulitan belajar
6 Burhanudin L 7E 85 Kesulitan belajar
7 Rinto Endriyanto L 7E 81 Kesulitan belajar
8 Eko Windiarto L 7F 81 Kesulitan belajar
9 Muh Ilyas Rifai L 7F 81 Kesulitan belajar
10 Trimani Heni Lestari P 7F 88 Kesulitan belajar
11 Putra Satria L 8C 81 Kesulitan belajar
12 Armedian Prasetyo L 8D 81 Kesulitan belajar
13 Adi Prasetyo L 8A 88 Kesulitan belajar
14 Azis Mustofa L 8F 91 Lamban belajar
15 Rani Ayu Kusuma D P 8A 81 Kesulitan belajar
52
lxx
16 Sidiq Purnama Aji L 8D 81 Kesulitan belajar
17 Bekti Nugroho L 8B 82 Kesulitan belajar
18 Syifa Gorita P 9A 81 Kesulitan belajar
19 Maryadi L 9F 91 Lamban belajar
20 Moh Rafik Setiawan L 9F 91 Lamban belajar
d. Struktur Organisasi Sekolah
Organisasi dalam arti luas yaitu suatu badan yang mengatur
segala urusan untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan
tersebut diperlukan kerjasama antar individu dalam sebuah
organisasi melalui adanya struktur organisasi. Adapun struktur
organisasi SMP N 4 Mojosongo Boyolali sebagai berikut:
Struktur Organisasi SMP N 4 Mojosongo Boyolali2013/2014
Bagan 3.1 Struktur Organisasi SMP N 4 Mojosongo Boyolali201
KEPALA SEKOLAH
SYAFII.M.Pd
KOMITE SEKOLAH
SARIYONO,BA
,M.Pd KASUBBAG TU
SURATNO
WAKASEK
ADAM PURWONO, S.Pd
.SUKINI
WAKA UR
HUMAS
Drs. HARDI, M.Pd
WAKA UR
SARANA PRAS WIDODO, S.Ag
SRI PARYANTI
WAKA
KESISWAAN WIDODO, S.Ag
SRI WAHYUNI
WAKA
KURIKULUM
Drs. MARYONO
WALI KELAS
BP/BK
GURU MAPEL
SISWA
53
lxxi
Struktur Organisasi Subbag Tata Usaha
Bagan 3.2 Struktur Organisasi Subbag Tata Usaha
Keterangan
---------------- Garis Koordinasi
___________ Garis Komando
B. Temuan Penelitian
1. Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK) di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali
a. Penyusunan Rencana Pembelajaran PAI bagi ABK
Langkah-langkah yang dilakukan sekolah sebelum melakukan
penyusunan RPP ialah melakukan musyawarah dengan komite
sekolah maupun orang tua murid mengenai layanan yang akan
diberikan kepada siswa ABK. Kemudian anak diberikan tes IQ, hasil
tes tersebut digunakan untuk menentukan apakah siswa tersebut
memiliki intelegensi rata-rata, di atas rata-rata, atau dibawah rata-
rata dan kebutuhan khusus apa yang diderita siswa. Hasil ini juga
KASUBBAG TATA USAHA
SURATNO
BAGIAN
BENDAHARA
SUKINI
BAGIAN
ANGENDA
KANASTRIN
BAGIAN
INVENTARIS
SRIWAHYUNI
BAGIAN
KESISWAAN
RITA ISTANTI
BAGIAN
KEPEGAWAIAN
SURATNO
BAGIAN
TK.KEBUN
SUPARDI
BAGIAN
KEBERSIHAN
AMRI
BAGIAN
SATPAM
YOPI A
BAGIAN
JAGA SEK
SUPARDI
BAGIAN
JAGAMALAM
SUPARDI
54
lxxii
digunakan dalam pertimbangan memilih pendekatan pembelajaran
yang sesuai dengan anak tersebut. Hal tersebut sangat penting karena
guru dapat merencanakan pembelajaran yang sesuai. Sebagaimana
hasil wawancara bersama GPK Dra. Siti Muharromah berikut:
“ langkah-langkah yang perlu ditempuh yaitu identifikasi,
assesment atau pengukuran selanjutnya guru baru mulai
mendesain program pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan anak. Jadi, melalui beberapa langkah tadi guru tidak
sembarangan dalam memberikan pembelajaran bagi ABK”.
Rencana pembelajaran PAI bagi ABK di sekolah inklusi yang
dilakukan SMP N 4 Mojosongo Boyolali sudah tersusun dengan
baik. Penyusunan perencanaan pembelajaran tersebut disesuaikan
berdasarkan pada kurikulum sekolah reguler. Hal ini sesuai dengan
yang diungkapkan oleh Kepala Sekolah Syafii, M.Pd, menyatakan:
“Sebenarnya untuk kurikulum di sekolah ini relatif sama
dengan kurikulum yang ada di sekolah umum. Hanya saja ada
sedikit modifikasi, terutama untuk materi-materi UN seperti
Matematika, IPA, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris”.
Hal serupa juga disampaikan oleh Dra. Siti Muharromah
selaku guru pembimbing khusus:
“Kurikulum sama dengan sekolah umum, hanya dimodifikasi
waktunya mbak… Soalnya disini berkebutuhan khususnya
baru kesulitan belajar. Kedepannya nanti kalau untuk siswa
yang betul-betul mengalami ketunaan seperti tuna netra, tuna
rungu wicara, dll nanti ada kurikulum tersendiri”.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Guru PAI
Widodo, S.Ag berikut:
“Berdasarkan pada kurikulum Pendidikan Agama Islam yang
telah ditetapkan oleh departemen pendidikan dan kebudayaan,
dalam pelaksanaan program PAI. Kurikulum yang dipakai di
55
lxxiii
SMP N 4 Mojosongo Boyolali relatif sama dengan kurikulum
yang ada di sekolah umum, sejauh ini masih menggunakan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang
membedakan hanya pada penyampaian materi-materinya.
Contohnya materi sholat yang dimodifikasi sedemikian rupa
agar siswa berkebutuhan khusus lebih mudah dalam
memahami mulai dari niat, bacaan, dan gerakannya”.
Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa,
kurikulum yang digunakan di SMP N 4 Mojosongo Boyolali untuk
materi PAI masih menggunakan kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP). Dalam pembuatan perencanaan pelaksanaan
pembelajaran PAI sama seperti perencanaan pada umumnya, guru
PAI wajib membuat perencanaan dalam pembelajaran. Pada hari
Sabtu tanggal 19 April 2014 pukul 07.30 WIB di ruang wakil kepala
SMP N 4 Mojosongo Boyolali penulis melakukan wawancara
mengenai perencanaan pembelajaran PAI dengan Bapak Widodo.
Berikut ini perencanan yang dilakukan guru PAI sebelum
melaksanakan pembelajaran:
1) Penyusunan Silabus dan RPP
Setiap kali pertemuan guru diharapkan menggunakan RPP
dalam kegiatan belajar mengajar. Keberadaan RPP sangat
membantu guru dalam penyampaian materi, karena anak yang
mereka hadapi bukan hanya anak normal akan tetapi juga ABK
sehingga memerlukan strategi dan perencanaan yang matang.
Seperti perencanaan pada umumnya, setiap guru wajib
membuat (RPP) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
56
lxxiv
Penyusunan RPP di SMP N 4 Mojosongo dimodifikasi bahan
ajarnya agar sesuai dengan kebutuhan siswa berkebutuhan
khusus. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan guru PAI
Bapak Widodo, S.Ag berikut ini:
“Pembuatan silabus dan RPP dilakukan pada awal tahun
ajaran baru. Silabus dibuat berdasarkan penjabaran dari
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)
kedalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk
penilaian. Hanya saja RPP ada sedikit modifikasi bahan
ajarnya supaya ABK bisa megikuti pelajaran di kelas
regular seperti dengan teman-temannya”.
Dalam penyusunan RPP, modifikasi yang dilakukan
adalah modifikasi bahan ajar agar sesuai dengan kemampuan
ABK. Seperti yang diungkapkanan Kepala Sekolah, Syafii,
M.Pd:
“Penyusunan RPP sesuai dengan silabus, hanya saja ada
modifikasi bahan ajar agar ABK bisa mengikuti pelajaran
di kelas seperti teman-temannya. Modifikasi bahan ajar
tersebut adalah dengan cara menurunkan tingkat
kesulitannya agar ABK dapat menerima apa yang
disampaikan guru dalam pembelajaran. Dalam
memberikan layanan khusus ABK diawali dengan
deskripsi kemampuan awal. Misalnya tadi saat saya
mengajar bahasa Indonesia, kemampuan awal anak
membaca itu sampai mana. Dengan kita tahu kemampuan
awal anak tersebut, maka kita bisa memberikan layanan
secara tepat”.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Dra. Siti Muharromah
selaku guru pembimbing khusus:
“Perencanaan pembelajaran inklusi meliputi penyusunan
RPP yang dimodifikasi bahan ajarnya, disesuaikan dengan
kemampuan ABK. RPP disusun untuk diaplikasikan di
kelas. ABK satu dan lainnya penanganannya berbeda
57
lxxv
tergantung masalah yang dialami anak”.
Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa,
penyusunan RPP sesuai dengan silabus hanya saja bahan ajar
disesuaikan dengan kemampuan ABK agar dapat mengikuti
pelajaran bersama teman-temannya di kelas.
2) Penentuan Strategi dan Metode Pembelajaran
Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tantang cara-
cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru. Pengertian
lain ialah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar
atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas
baik secara individu atau secara kelompok, agar pelajaran itu
dapat diserap, dipahami, dan dimanfaatkan oleh siswa dengan
baik. Dari hasil penelitian mengenai penentuan strategi dan
metode pembelajaran agam Islam di SMP N 4 Mojosongo
Boyolali dapat dilihat dari wawancara dengan Guru PAI
Widodo, S.Ag berikut ini:
“Metodekan banyak, yang lebih sering digunakan metode
ceramah, namanya juga pelajaran agama. Metode drill
juga ada, tanya jawab, demonstrasi. Terkadang saya
memutar CD tentang sholat, itu bisa membantu anak
mempertajam ingatanya. Metode ceramah yang saya
gunakan saat pelajaran aqidah dan al-qur’an, tapi untuk
pelajaran lain juga bisa. Metode yang lain juga ada seperti
demonstrasi, menurut saya metode ini yang paling
cocok….”.
Guru PAI dalam menentukan strategi dan metode
pembelajaran sudah dapat diterapkan untuk ABK sekaligus anak
58
lxxvi
normal lainnya yang berada dalam satu kelas. Dalam
penyampaian strategi maupun metode telah disesuaikan dengan
kemampuan peserta didik.
3) Penyediaan sumber, alat, dan sarana pembelajaran
Sekolah yang ideal adalah sekolah yang didalamnya
terdapat sarana dan prasarana yang digunakan dalam proses
belajar mengajar. Adapun sarana yang digunakan dalam
pembelajaran PAI antara lain ruang kelas, buku-buku yang
terkait dengan Pendidikan Agama Islam, mushola, mukena,
peci, sarung, video, TV, VCD, iqro' serta hal-hal yang dapat
digunakan sebagai media/sarana dalam pembelajaran.
Dalam tahap penyediaan sumber, alat dan sarana
pembelajaran guru PAI telah menerapkan/memanfaatkan sarana
tersebut sesuai dengan kebutuhan seperti yang di ungkapkan
Bapak Widodo, S.Ag di bawah ini:
“Alhamdulillah mbak untuk sarana prasarananya insyaAllah
selalu diupayakan agar mencukupi. Sarana dan prasarana
untuk Pendidikan Agama Islam antara lain ruang kelas,
buku-buku yang terkait dengan Pendidikan Agama Islam,
mushola, mukena, peci, sarung, video, TV, VCD, iqro',
serta hal-hal yang dapat digunakan sebagai media/sarana
dalam pembelajaran”.
4) Penentuan cara, alat penilaian, dan hasil belajar
Penilaian dalam pembelajaran berfungsi sebagai alat untuk
mencapai tujuan atau sebagai kontrol pelaksanaan program
mengajar. Penentuan cara penilaian pembelajaran PAI di SMP N
59
lxxvii
4 Mojosongo dapat diketahui melalui wawancara dengan Bapak
Widodo, S.Ag berikut ini:
“Ini kan pendidikan agama mbak ya jadi bukan cuma
penilaian dari tes tes tertulis: dilakukan melalui ulangan
harian, ulangan semesteran dan UAS. Bisa juga dengan tes
lisan, tes ini lebih melihat kemampuan siswa dalam
memahami dan menghafal materi. Tapi lebih utama itu
dari tes perbuatan: dilakukan dengan praktek langsung
terhadap materi yang telah diajarkan serta dibiasakan
kepada siswa pada kehidupan sehari-hari. Kalau saya
pribadi ya mbak walaupun saat tes tertulis nilainya jelek
tapi anak itu membaca al-Qur’annya lancar, sholatnya
baik, dan akhlaknya baik itu pasti saya beri nilai bagus”.
Dari wawancara tersebut dapat di simpulkan adapun cara
penilaian pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang
diterapakan di SMP N 4 Mojosongo Boyolali antara lain dengan
cara:
a) Tes tertulis, dapat dilakukan melalui ulangan harian,
ulangan semesteran dan ulangan akhir sekolah.
b) Tes lisan, tes ini lebih melihat kemapuan siswa dalam
memahami dan menghafal materi.
c) Tes perbuatan, dilakukan dengan praktek langsung terhadap
materi yang telah diajarkan serta dibiasakan kepada siswa.
Hasil pembelajaran PAI merupakan barometer bagi baik
atau buruknya pembelajaran yang telah dilakukan. Apakah
sudah berjalan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan atau belum sesuai.
Hasil pelaksanaan Pendidikan Agama Islam SMP N 4
60
lxxviii
Mojosongo Boyolali dapat dilihat dari wawancara dengan Bapak
Widodo, S.Ag seperti yang akan dijelaskan di bawah ini:
“Ndelalahnya itu mbak untuk pelajaran PAI itu anak-anak
yang tergolong ABK itu tidak ada masalah itu. Malah
terkadang ya anak yang dibilang ABK itu nilainya lebih
bagus dari anak-anak normal lainnya. Lawong kalau
dirumah itu rajin sholat, pinter ngaji. Ya walaupun tidak
semuanya mbak ada juga yang agak lamban. Mungkin
karena mereka itu di golongkan ABK karena nilai UNnya
saja yang kurang memuaskan”.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa tidak
semua ABK yang mengalami kesulitan belajar mengalami
kesulitan dalam pembelajaran PAI, bahkan lebih baik daripada
teman-temannya yang normal. Dikarenakan ABK tersebut telah
mendapatkan pendidikan agama yang baik dilingkungan
keluarganya. Jadi, lingkungan keluarga juga sangat berperan
dalam keberhasilan anak.
5) Setting lingkungan pembelajaran
SMP N 4 Mojosongo Boyolali adalah salah satu sekolah
yang mendidik anak-anak yang mempunyai kemampuan di
bawah rata-rata sehingga pengaturan ruang kelas dan siswa
(setting kelas) merupakan tahap yang penting dalam
melaksanakan proses belajar mengajar. Karena itu kursi, meja
dan ruang belajar perlu ditata sedemikian rupa sehingga dapat
menunjang kegiatan pembelajaran yang dapat mengaktifkan
peserta didik. Seperti yang di ungkapkan Bapak Widodo, S.Ag
berikut ini:
61
lxxix
“Adapun setting lingkungan pembelajaran disesuaikan
dengan kebutuhan dan keadaan siswa. Soalnya di kelas
kan kadang ada yang jumlahnya 2-3 ABK tapi ada juga
yang tidak ada ABKnya sama sekali … ”.
Selain itu, guru PAI juga menggunakan lingkungan
sekolah untuk mendukung proses belajar mengajar seperti yang
diungkapkan Bapak Widodo, S.Ag berikut ini.
“ …Saat pembelajaran kadang saya mengajak ke
mushola, kemudian dilanjutkan dengan sholat dhuhur
bejamaah. Kadang saya juga mengumpulkan anak-anak
berkebutuhan khusus untuk saya ajak shalat dhuha di
mushola”.
Siswa-siswi berkebutuhan khususpun mengaku senang
dengan setting lingkungan pembelajaran yang di lakukakn Guru
PAI, mereka mengaku senang dan tidak merasa bosan saat
pembelajaaran PAI seperti yang diungkapkan RA siswa
berkebutuhan khusus di bawah ini:
“Menyenangkan mbak, pak Widodo sering guyon-guyon
gitu jadi pembelajarannya tidak membosankan. Kadang
kita diajak belajar di luar kelas, diajak ke Mushola juga”.
Hal senada juga di ungkapkan oleh AP salah satu siswa
berkebutuhan khusus dalam kutipan wawancara dibawah ini:
“Emm nag dibanding pelajaran lain sih termasuk enak.
Kadang kita diajak ke mushola buat praktek. Jadinya
nggak membosankan. Nak di kelas teruskan
membosankan trus ngantuk san mbak”.
Salah seorang siswa berkebutuhan khusus juga
memberikan pengakuan yang sama seperti rekan-rekannya.
Seperti kutipan wawancara penulis dengan AM di bawah ini:
62
lxxx
“Walah enak banget mbak. Pas pelajaran di selingi
becanda-becanda gitu. Saya dan teman-teman kadang juga
di ajak ke mushola. Pernah juga mbak di ajak ke lapangan
sekolah. Nak semua pelajaran kayak gitukan aku jadi
seneng mbak”.
Dari kutipan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa
dengan merencanakan setting lingkungan pembelajaran dengan
baik saat pelaksanaan pembelajaran siswa akan merasa nyaman
dan senang. Apabila siswa merasa senang maka ABK akan lebih
mudah menyerap materi yang diberikan oleh guru.
b. Pelaksanaan Pembelajaran PAI bagi ABK
Implementasi pembelajaran PAI adalah suatu pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar di kelas. Pelaksanaan pembelajaran agama
Islam di SMP N 4 Mojosongo Boyolali hampir sama dengan sekolah
reguler, kurikulumnya relatif sama dengan kurikulum di sekolah
umum, hanya dibatasi pada jumlah materinya. Materi yang diajarkan
di SMP N 4 Mojosongo Boyolali menggunakan penyesuaian materi
dari Departemen Pendidikan Nasional yang kemudian digunakan
sebagai acuan dalam proses belajar mengajar. Seperti yang
diungkapkan Bapak Widodo, S.Ag:
“Materi yang diajarkan di SMP N 4 Mojosongo Boyolali
kurang lebih sama dengan materi diterapkan di SMP Negeri
pada umumnya. Soalnya kegiatan pembelajaran di sekolah ini
dalam hal penataan ruang kelasnya menjadi satu kelas antara
siswa berkebutuhan khusus dengan siswa normal lainnya”.
Adapun pokok-pokok materi Pendidikan Agama Islam di SMP
N 4 Mojosongo Boyolali secara garis besarnya sebagai berikut: 1) Al
63
lxxxi
Qur’an, 2) Aqidah, 3) Akhlak, 4) Fiqih, 5) Tarikh/ Sejarah Islam.
Pelaksanaan pembelajaran PAI di SMP N 4 Mojosongo
Boyolali diungkapkan oleh Bapak Widodo, S.Ag sebagai berikut:
“Pembelajaran Agama Islam di SMP N 4 Mojosongo Boyolali
ini hanya 2 jam pelajaran dalam seminggu, dengan alokasi
waktu pembelajaran hanya 40 menit/jam”.
Selanjutnya langkah-lagkah yang dilakukan guru PAI saat
pembelajaran melalui pengamatan yang dilakukan penulis pada hari
Sabtu, 19 April 2014 jam 10.20 adapun tahap pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang ada di SMP N 4
Mojosongo Boyolali antara lain:
1) Pra Intruksional
Tahap ini tahap sebelum pelajaran dimulai dengan doa
pembukaan yaitu basmalah, di lanjutkan dengan guru
melakukan absensi, selanjutnya guru memberikan apersepsi.
Setelah itu siswa berkebutuhan khusus ditempatkan dibangku
paling depan.
2) Instruksional
Pada tahap ini merupakan tahap inti dari serangkaian
aktifitas pembelajaran yang dilakukan guru dengan peserta didik
dalam mencapai suatu tujuan yang termuat dalam rencana
pelaksanaan pembelajaran, dalam pelaksanaan pembelajaran
guru PAI melakukan pendekatan dengan peserta didik serta
menggunakan beberapa metode, tahapannya sebagai berikut:
64
lxxxii
Pertama, Guru menuliskan materi di papan tulis, dan
menjelaskannya. Selanjutnya siswa menyalinnya dalam buku
masing-masing, namun bagi beberapa ABK yang mengalami
kesulitan, maka guru akan membantu. Metode ini digunakan
guru pada awal pelajaran, bisa dikatakan prolog dari awal proses
pembelajaran dan digunakan pada mata pelajaran PAI.
Kedua, Siswa membaca satu persatu di depan, motode ini
dilakukan agar peserta didik terlibat secara aktif dalam proses
pembelajaran, sehingga proses pembelajaran tidak bersifat satu
arah, melainkan ada feed back dengan peserta didik.
Ketiga demontrasi, metode ini merupakan metode
interaksi edukatif yang sangat efektif dalam membantu peserta
didik untuk mengetahui proses pelaksanaan pembelajaran,
metode ini biasanya digunakan pada materi pokok atau pokok
bahasan yang membutuhkan praktek seperti materi pelaksanaan
sholat, pelaksanaan haji dan lainnya.
Keempat, cerita, metode ini merupakan metode yang di
terapkan oleh semua guru mata pelajaran PAI sebagaimana
upaya untuk mengembangkan pola pikir peserta didik, metode
ini dinilai efektif dalam meningkatkan motivasi siswa dalam
menguasai materi yang akan dibahas pada pertemuan
berikutnya. Kemudian guru memberi pertanyaan kepada siswa,
dan lebih sering pertanyaan diberikan kepada ABK.
65
lxxxiii
3) Penutup
Tahap ini guru PAI memberikan penguatan atau
kesimpulan tentang pembelajaran yang sudah disampaikan.
Sebelum kegiatan pembelajaran diakhiri guru memberikan
beberapa pekerjaan rumah kepada siswa. Kemudian,
pembelajaran diakhiri dengan membaca doa bersama-sama.
Pihak sekolah juga memiliki program khusus dalam
pelaksanaan pembelajaran untuk ABK. Program tersebut yaitu
memberikan layanan jam tambahan kepada siswa-siswi
berkebutuhan khusus yang dilaksanakan setelah pulang sekolah. Hal
tersebut dilakukan untuk memberikan layanan individu kepada ABK
yang bersekolah di sekolah regular agar ABK tidak ketinggalan
pelajaran dengan siswa normal lainnya, khususnya dalam
pembelajaran PAI.
c. Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran PAI bagi ABK
Evaluasi merupakan alat untuk mengukur sampai di mana
kemampuan anak didik menguasai materi yang telah diberikan.
Evaluasi dapat dijadikan oleh sekolah sebagai bahan introspeksi diri,
dengan melihat sejauh mana kondisi belajar yang diciptakannya.
Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pembelajaran PAI
seperti yang diugkapkan Bapak Widodo, S.Ag:
“Untuk tesnya ada ulangan setiap selesai materi mbak, tiap
pertengahan semester juga ada UTS dan setiap akhir semester
ada UAS. Soalnya sama, bentuk bisa bervariasi, ada soal
dengan bentuk memilih jawaban seperti: pilihan ganda, dua
66
lxxxiv
pilihan (benar-salah, ya-tidak), menjodohkan, dan ada juga
bentuk soal dengan uraian. Selanjutnya untuk non tes nya saya
nilai dari perkembanganya saat mengikuti pelajaran, aktif dan
tidaknya murid. Masalahnya kadang ada murid di dalam kelas
tapi dia hanya bengong tidak bisa menangkap”.
Berikut petikan wawancara dengan guru pembimbing khusus
Dra. Siti Muharromah:
“Evaluasi yang dilakukan pada kelas reguler sama dengan anak
yang lain. Jika siswa ABK pada saat dilakukan evaluasi
nilainya tidak memenuhi standar minimal, maka diadakan
remedial. Remedial itu dilaksanakan bersama-sama dengan
siswa lain yang juga belum memenuhi standar minimal. Ini
menunjukkan kembali jika siswa ABK di kelas reguler
mendapat perlakuan yang sama dengan siswa lain”.
Hal senada juga dikemukakan oleh Kepala SMP N 4
Mojosongo Boyolali, Bapak Syafii, M.Pd:
“Evaluasi yang dilakukan seperti evaluasi pada umumnya.
Evaluasi yang dilakukan di kelas reguler ada program remedial
untuk anak yang belum mencapai standar minimal yang
ditetapkan.Jadi guru memantau anak secara terus menerus.
Setelah itu juga diadakan review yaitu mengecek kembali
keadaan siswa sebelum mendapatkan layanan khusus dan
sesudahnya sehingga kita tahu perkembangannya sejauh mana
dan program yang diberikan berhasil atau tidak”.
Dari petikan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa,
peran evaluasi sangat penting agar pembelajaran efektif. Di samping
berguna untuk mengetahui pencapaian kompetensi siswa, juga
informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk perencanaan
pembelajaran berikutnya. Hasil evaluasi dapat menggambarkan
siswa yang telah mencapai maupun yang belum mencapai standar
kompetensi minimal yang ditetapkan sekolah. Siswa yang sudah
mencapai kompetensi diadakan pengayaan sedangkan siswa yang
67
lxxxv
belum mencapai standar kompetensi minimal diadakan remedial.
Siswa berkebutuhan khusus juga mengikuti ujian seperti siswa
lain. Seperti kutipan wawancara dibawah ini:
RA mengatakan: “Sama mbak, pas ulangan saya juga ulangan,
pas UTS saya juga UTS bareng temen-temen. …”.
AP mengatakan: “Sama to mbak wong ulangannya satu kelas
bareng-babreng soalnya juga sama. Tapi nak UTS sama UAS
nggak tau mbak sama tidak…”.
Guru Pendidikan Agama Islam Bapak Widodo, S.Ag juga
menjelaskannya dalam kutipan wawancara berikut ini:
“ABK juga mengikuti tes akhir semester maupun UAN sama
seperti anak lainnya. Soal yang diberikan kepada ABK di SMP
ini sama dengan anak yang lain. Sebenarnya soal yang
diberikan pada ABK tidak harus sama dengan anak yang lain.
Pada ujian akhir semester soal dapat dibuat oleh guru
pembimbing sendiri, namun setelah diadakan pertemuan
dengan wali murid, para wali murid sepakat jika anaknya
mendapatkan soal yang sama dengan anak yang lain. Di SMP
ini para ABK mengikuti UAN SMP sehingga mereka bisa
melanjutkan ke SMA”.
Dari petikan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa ABK
di SMP N 4 Mojosongo mengikuti ujian yang sama dengan anak
lain. Pemilihan ujian tersebut didasarkan atas kesepakatan orang tua
atau wali murid sehingga tak jarang jika ABK dapat melanjutkan
sekolah di sekolah-sekolah reguler.
2. Faktor Pendukung dalam Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Inklusi SMP N 4
Mojosongo Boyolali
Dalam pelaksanaan PAI bagi ABK di sekolah inklusi pastilah
68
lxxxvi
pembelajaran tersebut tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya
faktor yang mendukung terlaksananya pembelajaran. Berikut petikan
wawancara dengan Dra. Siti Muharohah GPK SMP N 4 Mojosongo:
“Faktor pendukung: semua guru disini sangat mendukung
mbak…”.
Lebih lanjut, dinyatakan juga oleh Bapak Widodo mengenai faktor
pendukung dalam pembelajaran PAI sebagai berikut:
“Dari sarana dan prasarana Alhamdulillah selalui di upayakan agar
mendukung. Selain itu komite sekolah juga sangat mendukung
mbak. Lalu dari pihak orang tua itu juga sangat mendukung, setiap
diundang ke sekolah untuk berdoa bersama itu semua orang tua
selalu datang mbak…”.
Selain itu faktor pendukung dari segi peserta didik terdapat faktor
pendukung dalam proses pelaksanaan pembelajaran PAI seperti kutipan
wawancara di bawah ini:
RA mengatakan: “Ya belajar terus mbak. Belajar dari jam 7- jam 8
kalau belum paham saya tanya sama bapak nak nggak ya sama
ibuk. Biasanya nak soal agama mereka paham mbak”.
AP menyatakan: “Lebih di dalami aja. Kalau pas pelajaran kadang-
kadang sih saya Tanya mbak sama pak widodo. Ya, walaupun lebih
sering Tanya sama temen”.
AM menyatakan: “Nak pelajaran PAI sih saya tanya sama orangtua
mbak. La habis nak tanya dikelas ki pada di sorakin sama temen-
temen. Daripada malu ya saya tanya sama ortu”.
Dari beberapa petikan wawancara di atas dan melalui pengamatan
selama penelitian. Penulis dapat menyimpulkan bahwa faktor-faktor
pendukung dalam pelaksanaan pembelajaran PAI di SMP N 4
Mojosongo diantaranya adalah: dukungan orang tua siswa, guru selalu
mengajar dengan sabar dan tlaten, latar belakang pendidikan guru yang
69
lxxxvii
sudah sesuai, didukung oleh komite sekolah, keberadaan sekolah inklusi
SMP N 4 Mojosongo didukung oleh pemerintah Kabupaten Boyolali,
ABK berusaha agar tidak ketingggalan pelajaran dengan siswa lain,
adanya jam tambahan untuk ABK, adanya guru pembimbing khusus,
adanya sosialisasi tentang inklusi.
3. Faktor Penghambat dan Solusi dalam Implementasi Pembelajaran PAI
bagi ABK di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali
Selain faktor pendukung, ada juga faktor yang menghambat
pelaksanaan pembelajaran PAI sebagaimana yang diungkapkan Bapak
Widodo, S.Ag dalam wawancara di bawah ini:
“…Mengahambat: 1) air mbak, sudah ada PAM tapi masih sulit.
Padahal sudah dijadwalkan sholat jamaah tapi karena airnya tidak
ada ya batal mbak. Solusi: selalu di upayakan mbak, biyar saat
jadwal shalat jamaah tidak kehabisan air. 2) dari siswanya. Saat
jadwal shalat jamaah ada saja siswa yang malah jajan. Saat
pelajaran agama Islam ada juga yang siswa yang bolos mbak. Saya
juga kurang tau mbak namanya juga anak-anak dunianya pasti
berbeda dengan dunia kita yang sudah tua. Solusi: melibatkan
orang tua, orang tua di panggil ke sekolah kemudian di beri
pengarahan. 3) beberapa waktu yang lalu guru agamanya hanya
satu. Solusi: menambah tenaga pengajar, walaupun masih honorer”.
Bukan hanya itu ada faktor lain yang menghambat pelaksanaan
pembelajaran seperti yang di jelaskan Dra Siti Muharromah di bawah ini:
“…Siswa: kesadaran menerima jam tambahan masih kurang, harus
dipaksa dan harus di beri penekanan. Seharusnya anak sudadah
memiliki kesadaran sendiri
Fasilitas pembelajaran PAI masih terbatas sebagaimana pernyataan
Bapak Syafii, M.Pd berikut ini:
“Fasilitas pembelajaran memang sudah ada, tetapi belum
mencukupi sepenuhnya, untuk fasilitas pembelajaran PAI di antaranya
70
lxxxviii
ada musholla, tempat wudlu, al-qur‟an, dll”.
Dari beberapa petikan wawancara di atas dan melalui pengamatan
selama penelitian. Penulis dapat menyimpulkan bahwa faktor-faktor
penghambat dan solusi yang dilakukan dalam pelaksanaan pembelajaran
PAI di SMP N 4 Mojosongo diantaranya adalah:
a. Tingkat kesadaran masyarakat umum dan keluarga penyandang
kelainan khusus tentang arti pentingnya pendidikan bagi ABK yang
relatif kurang. Solusi: Sekolah mensosialisasikan pentingnya
pendidikan bagi ABK, mengadakan pelatihan ketrampilan dan
pengembangan bakat minat ABK.
b. Masih terbatas sarana dan prasarananya. Seperti minimnya alat
peraga dalam media pembelajaran. Solusi: Memanfaatkan dan
mendayagunakan dengan sebaik-baiknya sarana prasarana yang ada.
c. Buku-buku penunjang khususnya dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di SMP N 4 Mojosongo Boyolali untuk ABK sesuai
jenis ketunaan belum ada. Solusi: Dalam pelaksanaannya guru
menggunakan buku-buku PAI yang sudah ada.
d. Jam pelajaran PAI dirasa masih kurang. Solusi: Guru PAI
mengadakan jam tambahan sepulang sekolah bagi ABK.
e. Kurangnya kesadaran dari siswa dalam mengikuti pelajaran PAI.
Solusi: Sebisa mungkin guru PAI melakukan pendekatan secara
halus kepada siswa dan menjadikan pembelajaran PAI
menyenagkan.
71
lxxxix
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di SMP N 4 Mojosongo
Boyolali melalui metode observasi, wawancara, dan dokumentasi dimana telah
terkumpul data dari pihak sekolah, maka penulis akan menganalisa data untuk
dapat menjawab rumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut:
A. Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan
Khusus di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali
1. Penyusunan Rencana Pembelajaran PAI bagi ABK
Ketidaksetaraan dalam pendidikan tetap menjadi kekhawatiran dan
perhatian bagi semua negara, namun diskriminasi tetap menyebar di
sekolah dan sistem pendidikan. Untuk menjembatani jarak ini, sangat
penting menumbuhkan kesadaran pada guru dan administrator
pendidikan tentang pentingnya pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi itu
sendiri sudah marak akhir-akhir ini di Indonesia. Pendidikan ini
memungkinkan ABK untuk belajar bersama anak normal lain. Dengan
begitu diskriminasi dapat dihilangkan, pendidikan inklusi merupakan
suatu strategi untuk mempromosikan pendidikan universal atau
pendidikan untuk semua. Pendidikan yang efektif, karena dapat
menciptakan sekolah yang responsif terhadap kebutuhan anak dan
masyarakat.
Ada beberapa tahap yang harus dilalui dalam perencanaan
72
xc
pembelajaran dan pengorganisasian siswa berkebutuhan khusus. Tahapan
tersebut meliputi kegiatan sebagai berikut : (a) menetapkan bidang-
bidang atau aspek problema belajar yang akan ditangani, apakah seluruh
mata pelajaran, sebagian mata pelajaran atau hanya sebagian tertentu dari
suatu mata pelajaran, (b) menetapkan pendekatan pembelajaran yang
akan dipilih termasuk rencana pengorganisasian siswa, apakah bentuknya
berupa pelajaran remedial, penambahan latihan-latihan di dalam kelas
atau luar kelas, pendekatan kooperetif atau kompetitif, (c) menyusun
program pembelajaran individual. Program pembelajaran individual
(PPI) disusun agar anak beproblema belajar/bermasalah mendapatkan
layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan khusus mereka (Yusuf dkk,
2003:48).
Hasil penelitian di SMP N 4 Mojosongo Boyolali mengenai
perencanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam sudah terlaksana
dengan baik akan tetapi belum ada penyusunan program pembelajaran
individual, dikarenakan kurangnya guru pembimbing khusus dan siswa
berkebutuhan khusus masih sebatas pada siswa berkesulitan belajar dan
siswa lamban belajar.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan sekolah sebelum
melakukan penyusunan RPP ialah melakukan musyawarah dengan
komite sekolah maupun orang tua murid mengenai layanan yang akan
diberikan kepada siswa ABK serta sekolah bekerja sama atau meminta
bantuan tenaga profesional di bidang psikologi agar anak dapat diberikan
73
xci
tes IQ. Hasil tes tersebut dapat digunakan untuk menentukan apakah
siswa tersebut memiliki intelegensi rata-rata, di atas rata-rata, atau
dibawah rata-rata. Hasil ini juga dapat digunakan dalam pertimbangan
memilih pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan anak tersebut. Hal
tersebut sangat penting karena sebagai guru hendaknya memahami
kondisi individu siswa, dengan mengetahui kondisi individual siswa,
guru dapat merencanakan pembelajaran yang sesuai. Sebagaimana hasil
wawancara bersama Dra. Siti Muharromah berikut:
“ langkah-langkah yang perlu ditempuh yaitu identifikasi,
assesment atau pengukuran selanjutnya guru baru mulai mendesain
program pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak. Jadi,
melalui beberapa langkah tadi guru tidak sembarangan dalam
memberikan pembelajaran bagi ABK”.
Dalam penyusunan rencana pembelajaran di SMP N 4 Mojosongo
Boyolali Guru Pendidikan Agama Islam menyusun rencana dan program
pembelajaran (Silabus, RPP), penjabaran materi, menentukan strategi dan
metode yang akan digunakan dalam pembelajaran, penyediaan sumber,
alat, dan sarana pembelajaran, penentuan cara penilaian dan hasil belajar,
dan setting lingkungan pembelajaran. Salah satunya dibuktikan dengan
hasil wawancara dengan Bapak Widodo, S.Ag mengenai setting
lingkungan pembelajaran di bawah ini:
“Adapun setting lingkungan pembelajaran disesuaikan dengan
kebutuhan dan keadaan siswa. Soalnya di kelas kan kadang ada
yang jumlahnya 2-3 ABK tapi ada juga yang tidak ada ABKnya
sama sekali … ”.
Berdasarkan hasil temuan peneliti di atas dapat disimpulkan bahwa
penyelenggaraan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah
74
xcii
inklusi dapat terlaksana dengan baik jika ada perencanaan yang matang
di setiap tahapannya, mulai dari identifikasi anak sampai pada
penyusunan rencana pelaksanaan pembelajarannya itu sendiri.
Mengetahui kesulitan belajar anak serta penetapan pendekatan
pembelajaran merupakan modal utama dalam melaksanakan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
2. Pelaksanaan Pembelajaran PAI bagi ABK
Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam hendaknya
senantiasa disesuaikan dengan perkembangan anak dan tidak dapat
dipaksakan (fleksibel). Karena belajar merupakan kepentingan peserta
didik bukan kepentingan guru. Apabila pelaksanaan pembelajaran
mengabaikan kemampuan yang dimilikinya maka besar kemungkinan di
dalam dirinya tidak akan tumbuh keaktifan, motivasi, kreatifitas untuk
berprestasi dalam belajarnya. Berdasarkan perkembangan dan
kemampuan anak, maka pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan
tujuan yang ditetapkan dapat tercapai.
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari rencana
pelaksanaan pembelajaran. Rencana pelaksanaan pembelajaran menjadi
panduan yang harus digunakan dalam pembelajaran, karena di dalam
rencana pembelajaran tersebut telah ditetapkan tujuan pembelajaran,
materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran
(Lapono dkk, 2008:131).
Pelaksanaan pembelajaran PAI di sekolah inklusi SMP N 4
75
xciii
Mojosongo Boyolali merupakan implementasi RPP yang telah disusun
sebelumnya. Dalam proses pelaksanaannya siswa berkebutuhan khusus
mendapatkan perlakuan yang sama seperti siswa lain. ABK dilibatkan
langsung dalam pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran PAI di kelas
menggunakan materi yang kurang lebih sama dengan sekolah umum
lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Widodo selaku guru PAI
berikut ini:
“Materi yang diajarkan di SMP N 4 Mojosongo Boyolali kurang
lebih sama dengan materi diterapkan di SMP Negeri pada
umumnya. Soalnya kegiatan pembelajaran di sekolah ini dalam hal
penataan ruang kelasnya menjadi satu kelas antara siswa
berkebutuhan khusus dengan siswa normal lainnya”.
Perbedaan terletak pada perhatian dan motivasi guru yang
diberikan kepada siswa berkebutuhan khusus. Berdasarkan hasil
pengamatan yang dilakukan penulis saat pembelajaran Pendidikan
Agama Islam berlangsung guru mengkondisikan kelas, siswa
berkebutuhan khusus duduk di bangku depan dekat dengan guru agar
guru lebih mudah memantau dalam proses pembelajaran. Guru juga
sering mendekatinya dan memberikan pertanyaan.
Adapun yang dilakukan pihak sekolah untuk mengoptimalkan
pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk anak
berkebutuhan khusus yaitu dengan mengadakan jam tambahan. Program
tersebut dilaksanakan setelah pulang sekolah, hal tersebut dilakukan
untuk memberikan layanan individu kepada ABK yang bersekolah di
sekolah regular agar ABK tidak ketinggalan pelajaran dengan siswa
76
xciv
normal lainnya, khususnya dalam pembelajaran Pendidikan Agama
Islam.
Dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
pembelajaran PAI di sekolah inklusi SMPN 4 Mojosongo Boyolali siswa
berkebutuhan khusus dan siswa normal belajar bersama dalam satu kelas.
Dalam pelaksanaannya siswa berkebutuhan khusus duduk di bangku
depan dekat dengan guru agar guru lebih mudah memantau dalam proses
pembelajaran. Selain itu guru juga selalu melibatkan ABK dalam
pembelajaran kooperatif dengan anak normal lain yaitu dengan
mendekati siswa berkebutuhan khusus dan di beri pertanyaan. Hal
tersebut dilakukan agar ABK lebih mudah memahami pembelajaran dan
tidak tertinggal dengan siswa normal lainnya. Selain itu, untuk
mengoptimalkan layanan pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus
pihak sekolah mengadakan jam tambahan yang dilaksanakan setelah
pulang sekolah dan salah satu mata pelajarannya adalah Pendidikan
Agama Islam.
3. Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran PAI bagi ABK
Evaluasi diterapkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan seorang
pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran, menemukan
kelemahan-kelemahan baik yang berkaitan dengan materi, metode,
media, ataupun sarana (Nizar, 2002:78). Evaluasi merupakan alat untuk
mengukur sampai dimana kemampuan anak didik menguasai materi yang
telah diberikan. Evaluasi bisa dijadikan sekolah sebagai bahan
77
xcv
introspeksi diri, dengan melihat sejauh mana kondisi belajar
diciptakannya.
Evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP N 4
Mojosongo Boyolali dilaksanakan serempak satu kelas seperti pada kelas
reguler pada umumnya. Siswa ABK maupun siswa bukan ABK
mendapatkan soal yang sama dengan waktu yang bersamaan pula. Dalam
evaluasi diadakan pula remedial atau perbaikan. Setelah anak dievaluasi
dan hasilnya tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka
guru mengadakan remedial. Remedial ini bukan hanya untuk ABK saja
tetapi juga untuk semua anak yang mengikuti tes dan hasilnya tidak atau
kurang dari standar yang ditetapkan. Hal tersebut sebagaimana yang di
ugkapkan Dra. Siti Muharromah berikut ini:
“Evaluasi yang dilakukan pada kelas reguler sama dengan anak
yang lain. Jika siswa ABK pada saat dilakukan evaluasi nilainya
tidak memenuhi standar minimal, maka diadakan remedial.
Remedial itu dilaksanakan bersama-sama dengan siswa lain yang
juga belum memenuhi standar minimal. Ini menunjukkan kembali
jika siswa ABK di kelas reguler mendapat perlakuan yang sama
dengan siswa lain”.
Remedial diadakan oleh guru sebagai upaya perbaikan terhadap
sesuatu yang dipandang masih belum mencapai apa yang diharapkan
atau diarahkan kepada pencapaian hasil belajar yang optimal. Dengan
diadakannya remedial tersebut maka diharapkan ada peningkatan prestasi
sesuai dengan kriteria keberhasilan yang ditetapkan.
Untuk pelaksanaan evaluasi akhir atau tes akhir semester dan/atau
tes kenaikan kelas dan UAN, siswa ABK mengikuti ujian bersama
78
xcvi
teman-temannya yang lain. Meskipun ABK mendapatkan perlakuan yang
khusus saat pembelajaran, akan tetapi mereka da pat mengikuti ujian
bersama teman-temannya yang lain. Hal tersebut atas kesepakatan orang
tua para ABK, karena semua program yang menyangkut ABK harus
dilaksanakan secara terbuka dan harus ada konsultasi dengan pihak-pihak
terkait khususnya orang tua. Seperti dalam kutipan wawancara dengan
Bapak Widodo, S.Ag berikut:
“ABK juga mengikuti tes akhir semester maupun UAN sama
seperti anak lainnya. Soal yang diberikan kepada ABK di SMP ini
sama dengan anak yang lain. Sebenarnya soal yang diberikan
pada ABK tidak harus sama dengan anak yang lain. Pada ujian
akhir semester soal dapat dibuat oleh guru mapel, namun setelah
diadakan pertemuan dengan wali murid, para wali murid sepakat
jika anaknya mendapatkan soal yang sama dengan anak yang lain.
Di SMP ini para ABK mengikuti UAN SMP sehingga mereka
bisa melanjutkan ke SMA”.
Dari hasil penelitian di SMP N 4 Mojosongo Boyolali, maka
dapat disimpulkan bahwa evaluasi dilakukan sebagai upaya untuk
mengetahui pencapaian kompetensi siswa serta sebagai bahan untuk
menyempurnakan perencanaan pembelajaran berikutnya. Evaluasi
tengah semester, uijan kenaikan kelas maupun UAN dilaksanakan
serempak satu kelas seperti pada kelas reguler pada umumnya. Siswa
ABK maupun siswa bukan ABK mendapatkan soal yang sama dengan
waktu yang bersamaan pula. Setelah anak dievaluasi dan hasilnya tidak
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka guru mengadakan
remedial.
79
xcvii
B. Faktor Pendukung dalam Implementasi Pembelajaran PAI bagi ABK di
Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali
Keberhasilan suatu pembelajaran tidak bisa lepas dari faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Beberapa faktor pendukung pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi ABK di sekolah inklusi SMP N
4 Mojosongi Boyolali sebagaimana di ungkapkan Bapak Widodo, S.Ag
dalam kutipan wawancara berikut ini :
“Dari sarana dan prasarana Alhamdulillah selalui di upayakan agar
mendukung. Selain itu komite sekolah juga sangat mendukung mbak.
Lalu dari pihak orang tua itu juga sangat mendukung, setiap diundang
ke sekolah untuk berdoa bersama itu semua orang tua selalu datang
mbak…”.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan penulis
di SMP N 4 Mojosongo Boyolali dapat dijabarkan faktor-faktor pendukung
dalam pelaksanaan pembelajaran PAI antara lain sebagai berikut:
1. Dukungan orang tua siswa
Dukungan dan kerjasama antara orang tua ABK sangat membantu
proses penyembuhan anak berkebutuhan khusus. Sekolah dan orang tua
saling terbuka dan menyampaikan perkembangan yang telah dicapai oleh
anak. Orangtua mendukung penuh penyelenggaraan pelaksanaan inklusi.
Setiap akhir tahun menjelang ujian orang tua siswa selalu menghadiri
undangan untuk berdoa bersama di sekolah.
2. Guru selalu mengajar dengan sabar dan tlaten
Guru PAI di Sekolah inklusi bukanlah suatu pekerjaan yang
mudah. Didalamnya dituntut pengabdian dan juga ketekunan. Harus ada
80
xcviii
pula keikhlasan dan kesabaran dalam menyampaikan pelajaran. Sejatinya
guru bukan hanya mendidik tetapi juga mengajarkan. Hanya orang-orang
tertentu saja yang mampu menjalankannya.
Hal tersebut dibuktikan penulis ketika melakukan observasi, saat
proses pembelajaran berlangsung siswa berkebutuhan khusus belum
paham dengan materi yang disampaikan, kemudian guru dengan sabar
dan tlaten mengulang materi tersebut sampai siswa berkebutuan kusus
tersebut paham.
3. Latar belakang pendidikan guru yang sudah sesuai
Guru Pendidikan Agama Islam di SMP N 4 Mojosongo Boyolali
mengajar sesuai dengan lulusan kependidikannya. Berdasarkan hasil
dokumentasi yang diperoleh penulis, guru PAI di SMP N 4 Mojosongo
Boyolali berlatar belakang S1 Pendidikan Agama Islam di IAIN
Walisongo Semarang. Latar belakang pendidikan yang sudah sesuai
tersebut sangatlah membantu terciptanya pembelajaran PAI yang efektif.
4. Didukung oleh komite sekolah
Berdasarkan dokumentasi yang diperoleh penulis, komite turut
menghadiri sosialisasi pendidikan inklusi yang diadakan pihak sekolah.
Bukan hanya itu, komite juga menghadiri doa bersama yang dilakukan
bersama orang tua siswa di akhir tahun menjelang ujian.
81
xcix
5. Keberadaan sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo didukung oleh
pemerintah Kabupaten Boyolali.
Keberadaan sekolah inklusi sangat didukung dari pihak DIKPORA
Boyolali. Pada tahun 2010 pihak SMP N 4 Mojosongo Boyolali
mengajukan permohonan untuk di alihkan menjadi sekolah inklusi dan
langsung mendapat tanggapan positif pemerintah Boyolali, karena
sekolah inklusi tingkat SMP belum ada saat itu.
6. ABK berusaha agar tidak ketingggalan pelajaran dengan siswa lain.
Walaupun termasuk siswa berkebutuhan khusus mereka tidak
berputus asa. Apabila tidak paham dengan pelajaran PAI mereka
berusaha semaksimal mungkin dengan bertanya dengan teman bahkan
orang tuanya saat dirumah. Semua itu dilakukan agar mereka tidak
ketinggalan dengan siswa lain.
7. Adanya jam tambahan untuk ABK
Karena keterbatasan kemampuan siswa berkebutuhan khusus maka
pihak sekolah berinisiatif mengadakan jam tambahan khusus yang
dikelola langsung oleh GPK. Jam tambahan khusus tersebut dilaksanakan
setiap hari senin-kamis setiap sepulang sekolah. Anak-anak normal
lainnya yang ingin mengikuti jam tambahan juga diperbolehkan.
8. Adanya guru pembimbing khusus
Adapun guru pembimbing khusus (GPK) bertugas sebagai
konsultan dalam menangani ABK, ikut serta dalam merencanakan
program pembelajaran, memonitor pelaksanaan program pembelajaran
82
c
dan mengevaluasi pelaksanaan program pembelajaran, memberi masukan
guru tentang kondisi, kelebihan dan kelemahan ABK. Sehingga guru
dapat menjadikannya sebagai acuan dalam menangani ABK.
9. Adanya sosialisasi tentang inklusi.
Setiap tahun ajaran baru selalu diadakan sosialisasi tentang sekolah
inklusi kepada komite selanjutnya kepada guru dan yang terakhir kepada
orang tua murid dan murid baru di SMP N 4 Mojosongo Boyolali.
C. Faktor Penghambat dan Solusi dalam Implementasi Pendidikan Agama
Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Inklusi SMP
N 4 Mojosongo Boyolali
Proses pembelajaran juga tidak bisa terlepas dari beberapa faktor yang
menghambatnya. Beberapa faktor penghambat pelaksanaan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam sebagaimana diungkapkan oleh Bapak Widodo,
S.Ag dalam kutipan wawancara berikut ini:
“…Mengahambat: 1) air mbak, sudah ada PAM tapi masih sulit.
Padahal sudah dijadwalkan sholat jamaah tapi karena airnya tidak ada
ya batal mbak. Solusi: selalu di upayakan mbak, biyar saat jadwal shalat
jamaah tidak kehabisan air. 2) dari siswanya. Saat jadwal shalat jamaah
ada saja siswa yang malah jajan.Saat pelajaran agama Islam ada juga
yang siswa yang bolos mbak. Saya juga kurang tau mbak namanya juga
anak-anak dunianya pasti berbeda dengan dunia kita yang sudah tua.
Solusi: melibatkan orang tua, orang tua di panggil ke sekolah kemudian
di beri pengarahan. 3) beberapa waktu yang lalu guru agamanya hanya
satu. Solusi: menambah tenaga pengajar, walaupun masih honorer”.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan penulis
di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo dapat dijabarkan faktor-faktor
penghambat dalam pelaksanaan pembelajaran PAI dan solusinya bagi anak
83
ci
berkebutuhan khusus di sekolah inklusi adalah:
1. Tingkat kesadaran masyarakat umum dan keluarga penyandang tentang
arti pentingnya pendidikan bagi ABK yang relatif kurang.
Solusi: Sekolah menyediakan buku penghubung siswa dengan orangtua
untuk mengajak berperan serta dalam mengawasi perkembangan belajar
dan kemandiriannya. Sedangkan untuk menghilangkan stigma negatif
tentang ABK, Sekolah mensosialisasikan pentingnya pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus serta sekolah mengadakan pelatihan
ketrampilan dan pengembangan bakat minat. Seperti: seni musik, seni
tari, dan menjahit. Sehingga mereka tetap bisa berprestasi dan tidak kalah
dengan siswa nomal lainnya.
2. Sarana dan Prasarana
Mengingat lembaga ini melayani anak berkebutuhan khusus, tentu saja
memerlukan sarana dan prasarana lebih khusus dibanding dengan
lembaga pendidikan lain untuk memberikan pelayanan yang optimal.
sarana dan prasarana pembelajaran PAI memang sudah mencukupi akan
tetapi masih sangat terbatas. Contohnya belum ada gambar peragaan
sholat, boneka untuk praktik sholat jenazah, dan sering matinya saluran
air sangat menghambat proses belajar mengajar PAI khusunya saat
praktek sholat dan praktek wudlu.
Solusi: Memanfaatkan dan mendayagunakan dengan sebaik-baiknya
sarana prasarana yang ada, namun setiap guru dituntut untuk
menggunakan metode pembelajaran yang menarik dan menyenangkan.
84
cii
Guru PAI juga selalu mengusahakan agar pasokan air untuk mushola
tidak terlambat.
3. Buku Penunjang
Adapun buku-buku penunjang khususnya dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di SMP N 4 Mojosongo Boyolali untuk siswa
berkebutuhan khusus sesuai jenis ketunaan belum ada.
Solusi: Dalam pelaksanaannya guru menggunakan buku-buku PAI pada
umumnya kemudian dalam penyampaiannya disesuaikan dengan
kemampuan yang mereka miliki.
4. Jam pelajaran PAI yang dirasa masih kurang
Dalam satu minggu siswa hanya mendapatkan materi PAI sebanyak 2x40
menit, itu dirasakan masih sangat kurang.
Solusi: Guru PAI mengadakan jam tambahan sepulang sekolah bagi
anak-anak berkebutuhan khusus.
5. Kurangnya kesadaran dari siswa dalam mengikuti pelajaran PAI.
Saat akan dimulai pembelajaran masih ada saja murid yang bermalas-
malasan masuk kelas, bahkan ada juga yang melarikan diri saat pelajaran.
Solusi: Sebisa mungkin guru PAI melakukan pendekatan secara halus
kepada siswa dan menjadikan suasana pembelajaran PAI yang
menyenagkan. Sehigga siswa tidak lagi malas-malas mengikuti jam
pelajaran PAI.
85
ciii
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian dan pemahaman yang mengacu pada rumusan
masalah yang ditetapkan serta berdasarkan analisis data yang diuraikan secara
deskriptif pada bab IV, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus
(ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali:
a. Langkah-langkah penyusunan rencana pembelajaran PAI bagi ABK
di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali adalah identifikasi,
assessment atau pengukuran, dan selanjutnya guru baru mulai
mendesain program pembelajaran berdasarkan pada kemampuan
awal ABK. Perencanaan yang dilakukan guru PAI sebelum
pembelajaran yaitu menyusun RPP dan silabus, menentukan strategi
dan metode, penyediaan sumber alat dan sarpras, alat penilaian dan
hasil belajar, dan setting lingkungan pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan ABK.
b. Pelaksanaan Pembelajaran PAI bagi ABK
1) Siswa berkebutuhan khusus dan siswa normal belajar bersama
dalam satu kelas.
2) Tahap pelaksanaan pembelajaran yaitu pra intruksional berisi
pembukaan, intruksional berisi penyampaian materi, dan yang
86
civ
terakhir yaitu penutup berisi kesimpulan.
3) Pelaksanaannya, untuk mengkondisikan kelas ABK duduk di
bangku depan dekat dengan guru agar mudah dipantau dalam
proses pembelajaran, ABK diberi pelayanan individu yaitu ABK
sering didekati dan diberi pertanyaan agar ABK memahami
pelajaran dan tidak tertinggal dengan siswa normal lainnya.
Pihak sekolah memberikan layanan individu untuk ABK dengan
mengadakan jam tambahan Pendidikan Agama Islam bagi siswa
berkebutuhan khusus yang dilakukan setelah pulang sekolah.
c. Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran PAI bagi ABK adalah melalui
pemantauan secara terus menerus terhadap kemajuan dan
kemunduran belajar anak. Evaluasi dilakukan bersama dengan anak
normal yang lain dengan waktu dan soal yang sama, hal tersebut
diterapkan pada UTS, UAS, UAN. Apabila hasil tidak sesuai dengan
standar yang ditetapkan maka diadakan remedial.
2. Faktor pendukung dalam implementasi Pendidikan Agama Islam bagi
anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4
Mojosongo Boyolali
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis di sekolah
inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali dapat dijabarkan faktor-faktor
pendukung dalam pelaksanaan pembelajaran PAI antara lain:
a. Dukungan orang tua siswa
b. Guru selalu mengajar dengan sabar dan tlaten
87
cv
c. Latar belakang pendidikan guru yang sudah sesuai
d. Didukung oleh komite sekolah
e. Sekolah inklusi didukung oleh pemerintah Kabupaten Boyolali
f. ABK berusaha agar tidak ketingggalan pelajaran dengan siswa lain
g. Adanya jam tambahan untuk ABK
h. Adanya guru pembimbing khusus
i. Adanya sosialisasi tentang inklusi.
3. Faktor penghambat dan solusi dalam implementasi Pendidikan Agama
Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4
Mojosongo Boyolali
Adapun faktor penghambat dan solusi pelaksanaan Pendidikan Agama
Islam bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi adalah:
a. Tingkat kesadaran masyarakat umum dan keluarga penyandang
kelainan khusus tentang arti pentingnya pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus yang relatif kurang.
Solusi: Sekolah mensosialisasikan pentingnya pendidikan bagi ABK,
mengadakan pelatihan ketrampilan dan pengembangan bakat minat.
b. Masih terbatas sarana dan prasarananya. Seperti minimnya alat
peraga dalam media pembelajaran.
Solusi: Memanfaatkan dan mendayagunakan dengan sebaik-baiknya
sarana prasarana yang ada.
c. Buku-buku penunjang khususnya dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di SMP N 4 Mojosongo Boyolali untuk siswa
88
cvi
berkebutuhan khusus sesuai jenis ketunaan belum ada.
Solusi: Dalam pelaksanaannya guru menggunakan buku-buku PAI
yang sudah ada.
d. Jam pelajaran PAI yang dirasa masih kurang
Solusi: Guru PAI mengadakan jam tambahan sepulang sekolah bagi
anak-anak berkebutuhan khusus.
e. Kurangnya kesadaran dari siswa dalam mengikuti pelajaran PAI.
Solusi: Sebisa mungkin guru PAI melakukan pendekatan secara
halus kepada siswa dan menjadikan suasana pembelajaran PAI yang
menyenagkan.
B. Saran
Sehubungan hasil penelitian ini, penulis dapat memberikan saran-saran
sebagai berikut:
1. Bagi lembaga :
a. SMP N 4 Mojosongo Boyolali adalah sekolah inklusi maka
diharapkan kedepannya ada ruang khusus untuk ABK.
b. SMP N 4 Mojosongo Boyolali diharapkan lebih meningkatkan
program-program yang berkaitan dengan Pendidikan Agama Islam,
sehingga SMP N 4 Mojosongo Boyolali akan lebih berkembang lagi
dimasa yang akan datang, serta dapat menghasilkan generasi penerus
yang berkualitas, bermanfaat bagi bangsa dan Negara khususnya
agama Islam.
89
cvii
2. Bagi guru di SMP N 4 Mojosongo Boyolali hendaknya guru dapat
memilih metode yang tepat dalam pembelajaran agar pelaksanaan
pembelajaran dapat berjalan dengan lebih optimal.
3. Bagi orangtua siswa, hendaknya orang tua memberikan perhatian yang
besar pada perkembangan anak, yaitu dengan meluangkan waktu ketika
dirumah dengan mendampingi anaknya dalam proses belajar.
4. Bagi peneliti lain, agar dapat meneliti pembelajaran inklusi dari substansi
manajemen pendidikan yang lainnya atau tetap pada substansi yang sama
akan tetapi pada latar penelitian yang berbeda.
C. Kata Penutup
Demikian penelitian ini penulis susun sebagai salah satu syarat dalam
melaksanakan penelitian. Dalam penulisan ini masih banyak kekurangan yang
disebabkan karena kemampuan penulis yang masih sangat terbatas, maka dari
itu penulis berharap kepada pembaca untuk memberikan masukan, saran dan
kritik yang sifatnya membangun.
Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan pembaca pada umumnya, terimakasih atas semua pihak yang telah
membantu penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
90
cviii
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Afifudin & Beni Ahmad Saebani. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: Pustaka Setia.
Ahmadi, Abu & Widodo Supriyono. 2004. Psikologi Belajar (Edisi Revisi).
Jakarta: Rineka Cipta.
Arief, Armai. 2002. Pengantar Illmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta:
Ciputat Pers.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Bungin, Burhan. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo.
Chamsijiatin, Lise dkk. 2008. Pengembangan Kurikulum SD 3 SKS. Jakarta:
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Daradjat, Zakiah. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Delphie, Bandi. 2009. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting
Pendidikan Inklusi. Klaten: PT. Intan Sejati.
Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Pusat Kurikulum
Balitbang Depdiknas.
Efendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta:
PT. Bumi Aksara.
Lapono, Nasibi dkk. 2008. Belajar dan Pembelajaran SD (2SKS). Jakarta:
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Ma’ruf, Amir. 2009. Model Pendidikan Inklusi di MAN Maguwoharjo Depok
Sleman Yogyakarta. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas
Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Majid, Abdul dan Dian Andayani. 2006. Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
cix
Moleong, Lexy J. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosda Karya.
Mulyasa E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik dan
Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyati. 2010. Diagnosa Kesulitan Belajar. Semarang: IKIP PGRI Semarang
Press.
Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press.
Osman, Betty B. 2002. Lemah Belajar dan ADHD. Jakarta: Grasindo.
Ramayulis. 2008. Metode Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Romlah, Mamah Siti. 2010. Pendidikan Agama Islam dalam Setting Pendidikan
Inklusi. Tesis. Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Santoso, Satmoko Budi. 2010. Sekolah Alternatif, Mengapa Tidak. Jagjakarta:
Diva Press.
Smart, Aqila. 2010. Anak Cacat Bukan Kiamat. Yogyakarta: Kata Hati.
Smith, J. David. 2006. Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua. Bandung: Nuansa.
Sugiyo. 2006. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suhartono, Suparlan. 2008. Wawasan Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Sujiono dan Yuliani Nuraini. 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.
Jakarta: PT Indeks.
Sukardi. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Prakteknya.
Jakarta: Sinar Grafika.
Sukmadinata, Nana Syaodiah. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosda Karya.
Sunardi. 2000. Ortopedagogik Umum II Anak Berkesulitan Belajar. Surakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Sebelas Maret.
Suprayogo, Imam. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
cx
Syafaat Aat, Sohari Sahrani. 2008. Peranan Pendidikan Agama Islam dalam
Mencegah Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency). Jakarta: Rajawali
Press .
Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Syaifuddin, Muhammad dkk. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta:
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Tafsir, Ahmad. 2005. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. Cet. VI.
Thalib, Samsul Bahri. 2010. Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris
Aplikatif. Jakarta: Kencana.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. 2005. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wood, Derek dkk. 2011. Kiat Mengatasi Gangguan Belajar. Jogjakarta: Kata
Hati.
Yusuf, Munawir dkk. 2003. Pendidikan bagi Anak dengan Problema Belajar.
Solo: Tiga Serangkai.
cxi
cxii
cxiii
cxiv
cxv
cxvi
cxvii
cxviii
cxix
PEDOMAN WAWANCARA
I. Identitas Informan
1. Nama :
2. Usia :
3. Jabatan :
4. Pendidikan terakhir :
5. Tempat wawancara :
6. Wawancara hari/tanggal :
7. Waktu :
II. Sasaran Wawancara
1. Rencana pelaksanaan pembelajaran PAI
2. Pelaksanaan pembelajaran PAI
3. Sistem yang digunakan untuk mengevaluasi pembelajaran PAI
4. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembelajaran PAI
5. Upaya yang dilakukan untuk menindak lanjuti kendala dalam pelaksanaan
pembelajaran PAI
III. Butir-butir Pertanyaan
A. Kepala Sekolah
1. Kebutuhan khusus seperti apa yang diderita anak didik di sekolah
ini? Berapa jumlahnya?
2. Bagaimana pelaksanaan kurikulum di sekolah ini pak?
3. Bagaimana menghadapi anak-anak dengan kebutuhan khusus
tersebut apa ada pembimbing/ ruang khususnya?
4. Untuk penyusunan RPP di sekolah ini sama dengan sekolah umum
tidak pak?
5. Sistem evaluasi untuk ABK bagaimana pak?
6. Untuk fasilitas pembelajaran PAI apakah sudah terpenuhi?
B. Guru Pendidikan Agama Islam
1. Sejak kapan bapak mengajar di sini?
2. Kurikulum yang dipakai sama dengan sekolah umum atau tidak?
3. Bagaimana perencanaan dalam pelaksanaan PAI bagi ABK?
4. Metode seperti apa yang bapak gunakan dalam pelaksanaan
pendidikan agama Islam?
5. Sarpras menunjang tidak untuk pembelajaran PAI terutama untuk
ABK?
6. Bagaimana penentuan cara penilaiannya pak?
cxx
7. Setting lingkungan pembelajaranmya?
8. Untuk materi PAI di SMP N 4 Mojosongo dengan SMP pada
umumnya sama atau tidak pak?
9. Berapa jam dalam satu minggu materi pelajaran agama
disampaikan?
10. Evaluasi seperti apa yang digunakan untuk mengukur keberhasilan
siswa pada pembelajaran PAI pak?
11. Evaluasi untuk ABK dan siswa normal lainyya sama tidak pak?
12. Untuk hasil pembelajaran PAI bagaimana pak?
13. Apa faktor yang mendukung dan menghambat penerapan metode
pembelajaran PAI bagi anak berkebutuhan khusus?
14. Metode apa yang paling sesuai untuk ABK?
15. Jika nilai ABK tidak memenuhi standar minimal bagaimana pak?
C. Guru Pembimbing Khusus
1. Sejak kapan ibu diangkat menjadi GPK?
2. Siswa berkebutuhan khusus seperti apa yang di ada di sekolah
inklusi ini?
3. Bagaimana penyiapan kurikulumnya?
4. Berapa jumlah siswa inklusinya bu? berapa IQ nya?
5. Lalu Bu, bagaimana dengan penyusunan RPP untuk ABK?
6. Bagaimana cara mengevaluasi pembelajaran untuk ABK?
7. Apa saja faktor pendukung dan penghambat pendidikan inklusi di
sekolah ini?
8. Bagaimana pihak sekolah tau kalau anak tersebut termasuk anak
yang berkebuthan khusus?
9. Untuk evaluasinya bagaimana bu? Apakah siswa ABK juga ikut
UAS seperti siswa normal lainnya?
D. Siswa Berkebutuhan Khusus
1. Apa yang mendorong anda masuk ke sekolah ini?
2. Bagaimana perlakuan guru dan teman-teman di sekolah?
3. Saat di jelaskan dan belum paham apa yang anda lakukan?
4. Pembelajaran PAInya menyenagkan tidak?
5. Ujiannya sama dengan teman-teman yang lain tidak dek? Mengalami
kesulitan tidak?
6. Menurut anda materi apa yang paling sulit dalam pembelajaran PAI?
cxxi
VERBATIN WAWANCARA
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI SMP NEGERI 4
MOJOSONGO BOYOLALI
Responden : Syafii, M.Pd
Usia : 51 tahun
Jabatan : Kepala Sekolah
Pendidikan terakhir : Magister Pendidikan
Tempat wawancara : Ruang Kepala Sekolah
Hari/tanggal : Selasa, 8 April 2014
Waktu : 10.20-11.20
NO PERANYAAN JAWABAN KODE
1 Kebutuhan khusus
seperti apa yang
diderita anak didik
di sekolah ini?
Berapa jumlahnya?
Kesulitan belajar ada juga yang slow
leaner, kalau ada ketunaan yang lain ya
akan diterima. Sejauh ini belum ada
ketunaan yang terlalu berat yang mendaftar
disekolah ini mugkin mereka lebih
memilih ke SLB. Jumlahnya sekitar 20
siswa mbk.
Keadaan siswa
2 Bagaimana
pelaksanaan
kurikulum di
sekolah ini pak?
Sebenarnya untuk kurikulum di sekolah ini
relatif sama dengan kurikulum yang ada di
sekolah umum. Hanya saja ada sedikit
modifikasi, terutama untuk materi-materi
UN seperti matematika, IPA, Bahasa
Indonesia, dan Bahasa Inggris.
Penyusunan
RPP
3 Bagaimana
menghadapi anak-
anak dengan
kebutuhan khusus
tersebut apa ada
pembimbing/ ruang
khususnya?
Ada Guru Pembimbing Khususnya yaitu
guru BK. BK sebagai kordinator, walaupun
bukan lulusan pendidikan luar biasa tapi
melalui proses, pengalaman dan
memperoleh pengetahuan kami memilih
BK karena berhubungan dengan kelebihan,
kekurangan, dan kelemahan siswa. Jadi
penelusurannya melalui guru BK,
penentuan siswa ABK di lakukan oleh guru
BK karena punya cukup banyak waktu
karena tidak masuk jam pelajaran. Tapi
sampai sekarang belum ada ruang
khususnya untuk ABK.
cxxii
4 Untuk penyusunan
RPP di sekolah ini
sama dengan
sekolah umum tidak
pak?
Penyusunan RPP sesuai dengan silabus,
hanya saja ada modifikasi bahan ajar agar
ABK bisa mengikuti pelajaran di kelas
seperti teman-temannya. Modifikasi bahan
ajar tersebut adalah dengan cara
menurunkan tingkat kesulitannya agar
ABK dapat menerima apa yang
disampaikan guru dalam pembelajaran.
Dalam memberikan layanan khusus ABK
diawali dengan deskripsi kemampuan
awal. Misalnya tadi saat saya mengajar
bahasa Indonesia, kemampuan awal anak
membaca itu sampai mana. Dengan kita
tahu kemampuan awal anak tersebut, maka
kita bisa memberikan layanan secara tepat
Penyusunan
Silabus dan RPP
5 Sistem evaluasi
untuk ABK
bagaimana pak?
Evaluasi yang dilakukan seperti evaluasi
pada umumnya. Evaluasi yang dilakukan
di kelas reguler ada program remedial
untuk anak yang belum mencapai standar
minimal yang ditetapkan.Jadi guru
memantau anak secara terus menerus.
Setelah itu juga diadakan review yaitu
mengecek kembali keadaan siswa sebelum
mendapatkan layanan khusus dan
sesudahnya sehingga kita tahu
perkembangannya sejauh mana dan
program yang diberikan berhasil atau tidak
Evaluasi
pelaksanaan
pembelajaran
PAI
6 Untuk fasilitas
pembelajaran PAI
apakah sudah
terpenuhi?
Fasilitas pembelajaran memang sudah ada,
tetapi belum mencukupi sepenuhnya, untuk
fasilitas pembelajaran PAI ya seperti yang
panjenengan lihat di sini, di antaranya ada
musholla, tempat wudlu, al-Qur’an, dll.
Faktor
pendukung dan
penghambat
cxxiii
VERBATIN WAWANCARA
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI SMP NEGERI 4
MOJOSONGO BOYOLALI
Responden : Widodo, S.Ag
Usia : 55 tahun
Jabatan : Guru PAI
Pendidikan terakhir : S1 Pendidikan Agama islam
Tempat wawancara : Ruang Wakil Kepala Sekolah
Hari/tanggal : Sabtu, 19 April 2014
Waktu : 07.30-08.30
NO PERANYAAN JAWABAN KODE
1 Sejak kapan bapak
mengajar di sini?
Saya disini mulai 2003, sebelumnya
saya mengajar di SD di kecamatan
cepogo.
2 Kurikulum yang
dipakai sama dengan
sekolah umum atau
tidak?
Berdasarkan pada kurikulum
pendidikan agama Islam yang telah
ditetapkan oleh departemen pendidikan
dan kebudayaan, dalam pelaksanaan
program PAI. Kurikulum yang dipakai
di SMP N 4 Mojosongo Boyolali relatif
sama dengan kurikulum yang ada di
sekolah umum, sejauh ini masih
menggunakan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), yang
membedakan hanya pada penyampaian
materi-materinya. Contohnya materi
sholat yang dimodifikasi sedemikian
rupa agar siswa berkebutuhan khusus
lebih mudah dalam memahami mulai
dari niat, bacaan, dan gerakannya.
Penyusunan
RPP
3 Bagaimana
perencanaan dalam
pelaksanaan PAI bagi
ABK?
Pembuatan silabus dan RPP dilakukan
pada awal tahun ajaran baru. Silabus
dibuat berdasarkan penjabaran dari
Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD) kedalam
materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan indikator pencapaian
Penyusunan
Silabus dan RPP
cxxiv
kompetensi untuk penilaian. Hanya saja
RPP ada sedikit modifikasi bahan
ajarnya supaya ABK bisa megikuti
pelajaran di kelas reguler seperti dengan
teman-temannya.
4 Metode seperti apa
yang bapak gunakan
dalam pelaksanaan
pendidikan agama
Islam?
Metodekan banyak, yang lebih sering
digunakan metode ceramah, namanya
juga pelajaran agama. Metode drill juga
ada, Tanya jawab, demonstrasi.
Terkadang saya memutar CD tentang
sholat, itu bisa membantu anak
mempertajam ingatanya. Metode
ceramah yang saya gunakan saat
pelajaran aqidah dan al-qur’an, tapi
untuk pelajaran lain juga bisa. metode
yang lain juga ada seperti demonstrasi,
menurut saya metode ini yang paling
cocok.
Penentuan
Strategi dan
Metode
Pembelajaran
5 Sarpras menunjang
tidak untuk
pembelajaran PAI
terutama untuk ABK?
Alhamdulillah mbak untuk sarana
prasarananya insyaAllah selalu
diupayakan agar mencukupi. Sarana
dan prasarana untuk pendidikan agama
Islam antara lain ruang kelas, buku-
buku yang terkait dengan Pendidikan
Agama Islam, mushola, mukena, peci,
sarung, video, TV, VCD, iqro', serta
hal-hal yang dapat digunakan sebagai
media/sarana dalam pembelajaran.
Penentuan
Strategi dan
Metode
Pembelajaran
6 Bagaimana penentuan
cara penilaiannya pak?
Ini kan pendidikan agama mbak ya jadi
bukan cuma pake penilaian dari tes tes
tertulis: dilakukan melalui ulangan
harian, ulangan semesteran dan ulangan
akhir sekolah. Bisa juga dengan tes
lisan, tes ini lebih melihat kemapuan
siswa dalam memahami dan menghafal
materi. Tapi lebih utama itu dari tes
perbuatan: dilakukan dengan praktek
langsung terhadap materi yang telah
diajarkan serta dibiasakan kepada siswa
pada keidupan sehari-hari. Kalau saya
Penentuan Cara
Penilaian
cxxv
pribadi ya mbak walaupun saat tes
tertulis nilainya jelek tapi anak itu
membaca al-Qur’annya lancar,
sholatnya baik, dan akhlaknya baik itu
pasti saya beri nilai bagus.
7 Setting lingkungan
pembelajaranmya?
Adapun setting lingkungan
pembelajaran disesuaikan dengan
kebutuhan dan keadaan siswa. Soalnya
di kelas kan kadang ada yang
jumlahnya 2-3 ABK tapi ada juga yang
tidak ada ABKnya sama sekali.
Saat pembelajaran kadang saya
mengajak ke mushola, kemudian
dilanjutkan dengan sholat dhuhur
bejamaah. Kadang saya juga
mengumpulkan anak-anak
berkebutuhan khusus untuk saya ajak
shalat dhuha di mushola.
Setting
lingkungan
pembelajaran
8 Untuk materi PAI di
SMP N 4 Mojosongo
dengan SMP pada
umumnya sama atau
tidak pak?
Materi yang diajarkan di SMP N 4
mojosongo boyolali kurang lebih sama
dengan materi diterapkan di SMP
Negeri pada umumnya. Soalnya
kegiatan pembelajaran di sekolah ini
dalam hal penataan ruang kelasnya
menjadi satu kelas antara siswa
berkebutuhan khusus dengan siswa
normal lainnya.
Pelaksanaan
Pembelajaran
PAI
9 Berapa jam dalam satu
minggu materi
pelajaran agama
disampaikan?
Pembelajaran agama Islam di SMP N 4
Mojosongo Boyolali ini hanya 2 jam
pelajaran dalam seminggu, dengan
alokasi waktu pembelajaran hanya 40
menit/jam.
Pelaksanan
Pembelajaran
PAI
10 Evaluasi seperti apa
yang digunakan untuk
mengukur keberhasilan
siswa pada
pembelajaran PAI pak?
Untuk tesnya ada ulangan setiap selesai
materi mbak, tiap pertengahan semester
juga ada UTS dan setiap akhir semester
ada UAS. Bentuk soalnya bisa
bervariasi, ada soal dengan bentuk
memilih jawaban seperti: pilihan ganda,
dua pilihan (benar-salah, ya-tidak),
menjodohkan, dan ada juga bentuk soal
Evaluasi
Pelaksanaan
Pembelajaran
PAI
cxxvi
dengan uraian. Selanjutnya untuk non
tes nya saya nilai dari perkembanganya
saat mengikuti pelajaran, aktif dan
tidaknya murid. Masalahnya kadang
ada murid di dalam kelas tapi dia hanya
bengong tidak bisa menangkap.
11 Evaluasi untuk ABK
dan siswa normal
lainyya sama tidak pak?
ABK juga mengikuti tes akhir semester
maupun UAN sama seperti anak
lainnya. Soal yang diberikan kepada
ABK di SMP ini sama dengan anak
yang lain. Sebenarnya soal yang
diberikan pada ABK tidak harus sama
dengan anak yang lain. Pada ujian akhir
semester soal dapat dibuat oleh guru
pembimbing sendiri, namun setelah
diadakan pertemuan dengan wali murid,
para wali murid sepakat jika anaknya
mendapatkan soal yang sama dengan
anak yang lain. Di SMP ini para ABK
mengikuti UAN SMP sehingga mereka
bisa melanjutkan ke SMA.
Evaluasi
pelaksanaan
pembelajaran
PAI
12 Untuk hasil
pembelajaran PAI
bagaimana pak?
Ndelalahnya itu mbak untuk pelajaran
PAI itu anak-anak yang tergolong ABK
itu tidak ada masalah itu. Malah
terkadang ya anak yang dibilang ABK
itu nilainya lebih bagus dari anak-anak
normal lainnya. Lawong kalau dirumah
itu rajin sholat, pinter ngaji. Ya
walaupun tidak semuanya mbak ada
juga yang agak lamban. Mungkin
karena mereka itu di golongkan ABK
karena nilai UNnya saja yang kurang
memuaskan.
Hasil yang di
capai dalam
pelaksanaan
pembelaajaran
PAI
13 Apa faktor yang
mendukung dan
menghambat penerapan
metode pembelajaran
PAI bagi anak
berkebutuhan khusus?
Dari sarana dan prasarana
Alhamdulillah selalu di upayakan agar
mendukung
Selain itu komite sekolah juga sangat
mendukung mbak.
Lalu dari pihak orang tua itu juga
sangat mendukung, setiap diundang ke
Faktor
pendukung
dalam
pelaksanaan
pembelajaran
PAI
cxxvii
sekolah untuk berdoa bersama itu
semua orang tua selalu datang mbak.
Mengahambat:
-air mbak, sudah ada PAM tapi masih
sulit. Padahal sudah dijadwalkan sholat
jamaah tapi karena airnya tidak ada ya
batal mbak.
Solusi: selalu di upayakan mbak, biyar
saat jadwal shalat jamaah tidak
kehabisan air.
-dari siswanya. Saat jadwal shalat
jamaah ada saja siswa yang malah jajan.
Saat pelajaran agama Islam ada juga
yang siswa yang bolos mbak. Saya juga
kurang tau mbak namanya juga anak-
anak dunianya pasti berbeda dengan
dunia kita yang sudah tua.
solusi: melibatkan orang tua, orang tua
di panggil ke sekolah kemudian di beri
pengarahan.
-beberapa waktu yang lalu guru
agamanya hanya satu
Solusi: menambah tenaga pengajar,
walaupun masih honorer
Faktor
penghambat dan
solusi
14 Metode apa yang paling
sesuai untuk ABK?
Karena pembelajaran yang didalamnya
ada ABK itu yang paling penting
praktek, tanpa praktek pembelajaran tak
akan bisa maksimal. Intinya saya
menggunakan metode yang berbeda-
beda supaya anak berkebutuhan khusus
dan anak normal lainnya faham apa
yang saya sampaikan.
Pelaksanaan
pembelajaran
PAI
15 Jika nilai ABK tidak
memenuhi standar
minimal bagaimana
pak?
Jika siswa ABK pada saat dilakukan
evaluasi nilainya tidak memenuhi
standar minimal, maka diadakan
remedial. Remedial itu dilaksanakan
bersama-sama dengan siswa lain yang
juga belum memenuhi standar minimal.
Evaluasi
Pelaksanaan
pembelajaran
PAI
cxxviii
VERBATIN WAWANCARA
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI SMP NEGERI 4
MOJOSONGO BOYOLALI
Responden : Siti Muharromah
Usia : 49 tahun
Jabatan : Guru BK/ GPK
Pendidikan terakhir : S1 BK
Tempat wawancara : Ruang BK
Hari/tanggal : Sabtu, 12 April 2014
Waktu : 10.30-11.00
NO PERANYAAN JAWABAN KODE
1 Sejak kapan ibu
diangkat menjadi
GPK?
Saya ditunjuk sebagai GPK sejak tahun
2010. Sebenarnya GPK lulusan PLB.
Namun karena tidak ada lulusan PLB
disekolah ini maka sekolah menunjuk BK
sebagai penanggung jawab inklusi.
Awalnya hanya guru BK tapi sekarang
diprogramkan guru yang mengajar di jam
tambahan akan memperoleh SK menjadi
GPK juga mbk.
2 Siswa berkebutuhan
khusus seperti apa
yang di ada di sekolah
inklusi ini?
Siswa berkebutuhan khusus yang ada di
sini yaitu siswa yang mengalami kesulitan
belajar namun ada beberapa yang lamban
belajar akan tetapi kami mengategorikan
sebagai anak yang mengalami kesulitan
belajar.
Keadaan siswa
3 Bagaimana penyiapan
kurikulumnya?
Kurikulum sama dengan sekolah umum,
hanya dimodifikasi waktunya mbak.
Dengan jam tambahan 20 menit bagi siswa
yang mengalami inklusi. Soalnya disini
berkebutuhan khususnya baru kesulitan
belajar. Kedepannya nanti kalau untuk
siswa yang betul-betul mengalami
ketunaan seperti tuna netra, tuna rungu
wicara, dll nanti ada kurikulum tersendiri.
Penyusunan
RPP
4 Berapa jumlah siswa
inklusinya bu? berapa
Jumlah siswa inklusi tahun 2013/2014
yang ada di SMP Negeri 4 Mojosongo
cxxix
IQ nya? Boyolali berjumlah 20 anak, terdiri dari 4
siswa perempuan dan 16 siswa laki-laki.
Dalam pelaksanaan pembelajarannya siswa
inklusi dijadikan satu dengan siswa-siswa
normal lainnya. IQ nanti bisa saya
perlihatkan datanya mbk.
5
Lalu Bu, bagaimana
dengan penyusunan
RPP untuk ABK di
sekolah ini bu?
Perencanaan pembelajaran inklusi meliputi
penyusunan RPP yang dimodifikasi bahan
ajarnya, modifikasi tersebut disesuaikan
dengan kemampuan ABK. RPP disusun
untuk diaplikasikan di kelas. Jadi ABK
satu dan lainnya penangannnya berbeda
tergantung masalah yang dialami anak
Penyusunan
Silabus dan
RPP
6 Bagaimana cara
mengevaluasi
pembelajaran untuk
ABK?
“Evaluasi yang dilakukan pada kelas
reguler sama dengan anak yang lain. Jika
siswa ABK pada saat dilakukan evaluasi
nilainya tidak memenuhi standar minimal,
maka diadakan remedial. Remedial itu
dilaksanakan bersama-sama dengan siswa
lain yang juga belum memenuhi standar
minimal. Ini menunjukkan kembali jika
siswa ABK di kelas reguler mendapat
perlakuan yang sama dengan siswa lain”.
Evaluasi
pelaksanaan
pembelajaran
PAI
7 Apa saja faktor
pendukung dan
penghambat
pendidikan inklusi di
sekolah ini?
Faktor pendukung: semua guru disini
sangat mendukung mbak
Faktor penghambat: sarana masih
kurang,meskipun sudah ada, Seharusnya
setiap kelas inklusi dibuat model pegangan
disetiap pintu masuknya. Namun karena
sejauh ini belum ada siswa tunanetra maka
sampai sekarang belum di buat seperti itu.
Siswa: kesadaran menerima jam tambahan
masih kurang, harus dipaksa dan harus di
beri penekanan. Seharusnya anak sudadah
memiliki kesadaran sendiri.
Faktor
pendukung
dalam
pelaksanaan
pembelajaran
PAI
8 Bagaimana pihak
sekolah tau kalau anak
tersebut termasuk
anak yang
berkebuthan khusus?
Kami seleksi menggunakan hasil UN
kemudian diperingkat, ditanyakandari SD
nya termasuk penyelenggara inklusi tidak.
Setelahitu dari tes IQ dan penerimaan
guru-guru mapel yang mengajar.
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran
PAI
cxxx
Kemudian dimusyawarahkan dengan
kepala sekolah dan wakil, guru, dan orang
tua... langkah-langkah yang perlu
ditempuh yaitu identifikasi, assesment atau
pengukuran selanjutnya guru baru mulai
mendesain program pembelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan anak. Jadi,
melalui beberapa langkah tadi guru tidak
sembarangan dalam memberikan
pembelajaran bagi ABK.
9 Untuk evaluasinya
bagaimana bu?
Apakah siswa ABK
juga ikut UAS seperti
siswa normal lainnya?
ABK juga mengikuti tes akhir semester
maupun UAN sama seperti anak lainnya.
Soal yang diberikan kepada ABK di SMP
ini sama dengan anak yang lain.
Sebenarnya soal yang diberikan pada ABK
tidak harus sama dengan anak yang lain.
Pada ujian akhir semester soal dapat dibuat
oleh guru pembimbing sendiri, namun
setelah diadakan pertemuan dengan wali
murid, para wali murid sepakat jika
anaknya mendapatkan soal yang sama
dengan anak yang lain. Di SMP ini para
ABK mengikuti UAN SMP sehingga
mereka bisa melanjutkan ke SMA.
Evaluasi
pelaksanaan
pembelajaran
PAI
cxxxi
VERBATIN WAWANCARA
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI SMP NEGERI 4
MOJOSONGO BOYOLALI
Nama lengkap : RA (Rani Ayu Kusuma Dewi)
Jenis kelamin : Perempuan
TTL : Boyolali, 7 Maret 1997
Alamat : Gatak, Nepen, Teras, Boyolali
Agama : Islam
Asal Sekolah : SDN Nepen
Nama ayah dan ibu : Amat Juari dan Yamti
Tempat wawancara : Ruang Kelas 8A
Hari/tanggal : Kamis, 7 Mei 2014
Waktu : 11.40-12.00
NO PERANYAAN JAWABAN KODE
1 Apa yang mendorong anda
masuk ke sekolah ini?
Saya awalnya mendaftar di SMP N 3
Boyolali tapi tidak diterima makanya
saya mendaftar disini
2 Bagaimana perlakuan guru
dan teman-teman di
sekolah?
Baik mbak, teman-teman juga tidak
pernah mengejek saya. Gurunya juga
baik-baik
3 Saat di jelaskan dan belum
paham apa yang anda
lakukan?
Ya belajar terus mbak. Belajar dari jam
7- jam 8 kalau belum paham saya Tanya
sama bapak nak nggak ya sama ibuk.
Biasanya nak soal agama mereka paham
mbak.
Faktor
pendukung
4 Pembelajaran PAInya
menyenagkan tidak?
Menyenagkan mbak, pak widodo sering
guyon-guyon gitu jadi pembelajarannya
tidak membosankan. Kadang kita diajak
belajar di luar kelas, diajak ke mushoa
juga.
Setting
Lingkungan
Pembelajaran
5 Ujiannya sama dengan
teman-teman yang lain tidak
dek? Mengalami kesulitan
tidak?
Sama mbak, pas ulangan saya juga
ulangan, pas UTS saya juga UTS
bareng temen-temen. Menurut saya PAI
nggak sulit-sulit bnget ok mbak ya
sejauh ini biasa-biasa aja. Nggak sulit-
sulit banget kayak matematika gitu.
Evaluasi
pelaksanaan
pembelajaran
PAI
6 Menurut anda materi apa
yang paling sulit dalam
pembelajaran PAI?
Menurut saya yang paling sulit itu
menghafal mbak. Kalau dapat tugas
menghafal gitu saya paling males.
cxxxii
VERBATIN WAWANCARA
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI SMP NEGERI 4
MOJOSONGO BOYOLALI
Nama lengkap : AP (Armedian Prasetyo)
Jenis kelamin : Laki-laki
TTL : Boyolali, 20 Desember 1996
Alamat : Wonosari, Kemiri, Mojosongo, Boyolali
Agama : Islam
Asal Sekolah : SDN 1 Kemiri
Nama ayah dan ibu : Waluyo dan Winarsih
Tempat wawancara : Ruang Kelas 8D
Hari/tanggal : Kamis, 7 Mei 2014
Waktu : 09.00-09.15
NO PERANYAAN JAWABAN KODE
1 Apa yang mendorong anda
masuk ke sekolah ini?
Soalnya deket mbak dengan rumah
saya. Daripada jauh-jauh ya saya
sekolah di sini saja
2 Bagaimana perlakuan guru
dan teman-teman di sekolah?
Biasa saja mbak. Wong saya juga punya
temen-temen maen.
3 Saat di jelaskan dan belum
paham apa yang anda
lakukan?
Lebih di dalami aja. Kalau pas pelajaran
kadang-kadang sih saya Tanya mbak
sama pak widodo. Ya, walaupun lebih
sering Tanya sama temen.
Faktor
pendukung
4 Pembelajaran PAInya
menyenagkan tidak?
Emm nag dibanding pelajaran lain sih
termasuk enak. Kadang kita diajak ke
mushola buat praktek. Jadinya nggak
membosankan. Nak di kelas teruskan
membosankan trus ngantuk san mbak.
Setting
Lingkungan
Pembelajaran
5 Ujiannya sama dengan
teman-teman yang lain tidak
dek? Mengalami kesulitan
tidak?
Sama to mbak wong ulangannya satu
kelas bareng-babreng soalnya juga
sama. Tapi nak UTS sama UAS nggak
tau mbak sama tidak soale nggak lihat
punya temen juga. Kesu;itanne dulu
mbak pas kelas 7 pelajarane susah banet
pahame. Tapi pas kelas 8 udah agak
mendingan
Evaluasi
pelaksanaan
pembelajaran
PAI
6 Menurut anda materi apa
yang paling sulit dalam
pembelajaran PAI?
Itu mbak tajwid. Saya nggak paham-
paham. Pas dijelaskan sih agak paham
tapi nag di ulangi lagi lupa lagi.
cxxxiii
VERBATIN WAWANCARA
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI SMP NEGERI 4
MOJOSONGO BOYOLALI
Nama lengkap : AM (Aziz Mustofa)
Jenis kelamin : laki-laki
TTL : Klaten, 7 Juni 1999
Alamat : Kripik Cilik, Malangan, Tulung, Klaten
Agama : Islam
Asal sekolah : SDN 2 Malangan
Nama ayah dan ibu : Muri dan Umi Jariyat
Tempat wawancara : Ruang kelas 8 F
Hari/tanggal : Rabu, 6 Mei 2014
Waktu : 09.00-09.15
NO PERANYAAN JAWABAN KODE
1 Apa yang mendorong anda
masuk ke sekolah ini?
Kepepet mbak, la wong daftar dimana-
mana nggak terima. Yasudah saya
daftar di sini saja. Eh bener Pas daftar
disini langsung ditrima
2 Saat di jelaskan dan belum
paham apa yang anda
lakukan?
Nak pelajaran PAI sih saya tanya sama
orangtua mbak. La habis nak tanya
dikelas ki pada di sorakin sama temen-
temen. Daripada malu ya saya tanya
sama ortu.
3 Pembelajaran PAInya
menyenagkan tidak?
Walah enak banget ok mbak. Pas
pelajaran di selingi becanda-becanda
gitu. Saya dan teman-teman kadang
juga di ajak ke mushola. Pernah juga
mbak di ajak ke lapangan sekolah. Nak
semua pelajaran kayak gitukan aku jadi
seneng mbak.
Faktor
pendukung
4 Ujiannya sama dengan
teman-teman yang lain tidak
dek? Mengalami kesulitan
tidak?
Ujiane sama kita nggak di beda-bedain
mbak. Ya mungkin yang bikin beda kita
sama temen-temen ki di kasih jam
tambahan buat materi-materi UN.
Sejauh ini nggak mbak, saya di rumah
ikut ngaji soale. Jadi nggak terlalu sulit
pelajaran PAI
Setting
Lingkungan
Pembelajaran
5 Materi apa yang paling sulit
dalam pembelajaran PAI?
Itu mbak nak hafalan-hafalan gitu susah
banget hafalnya.
Evaluasi PAI
cxxxiv
Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali
Denah Lokasi SMP N 4 Mojosongo Boyolali
cxxxv
Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Wawancara dengan Guru Pendidikan Agama Islam
cxxxvi
Ruang BK Sekaligus Ruang Guru Pembimbing Khusus
Penulis Bersama Guru Pembimbing Khusus
cxxxvii
Ruang Guru di SMP N 4 Mojosongo Boyolali
Ruang Tata Usaha SMP N 4 Mojosongo Boyolali
cxxxviii
Suasana Saat Pembelajaran
Wawancara Penulis dengan RA
cxxxix
Wawancara Penulis dengan AP dan AM
Wawancara Penulis dengan N
cxl
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
1. Nama : Reni Widiastuti
2. Tempat/ Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 29 Juli 1992
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Alamat : Desa Pager RT 03 RW 01, Kecamatan
Kaliwungu, Kabupaten Semarang
6. Tempat Penelitian : SMP Negeri 4 Mojosongo, Boyolali
B. Pendidikan
1. RA At-Taqwa Pager, Kaliwungu, Semarang, lulus tahun 1998
2. SD N 1 Mudal Boyolali, lulus tahun 2004
3. MTs Negeri Boyolali, lulus tahun 2007
4. MAN 1 Boyolali, lulus tahun 2010
5. S1 STAIN Salatiga sampai sekarang
Salatiga, 27 Agustus 2014
Penulis