KOMPONEN KIMIA FRAKSI NONPOLAR EKSTRAK
METANOL DAUN TRENGGULI (Cassia fistula)
INDRA BAYU
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Komponen Kimia
Fraksi Nonpolar Ekstrak Metanol Daun Trengguli (Cassia fistula) adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Indra Bayu
NIM G44080110
3
ABSTRAK
INDRA BAYU. Komponen Kimia Fraksi Nonpolar Ekstrak Metanol Daun
Trengguli (Cassia fistula). Dibimbing oleh PURWANTININGSIH SUGITA dan
GUSTINI SYAHBIRIN.
Banyak penelitian telah dilakukan pada daun trengguli karena kandungan
senyawa metabolit sekundernya yang beragam dan bersifat bioaktif. Penelitian ini
meliputi ekstraksi, fraksionasi komponen kimia, dan pencirian senyawa dalam
fraksi-fraksi hasil isolasi. Sampel daun diekstraksi secara maserasi dengan pelarut
metanol. Hasil uji fitokimia pada ekstrak metanol mengindikasikan keberadaan
metabolit sekunder alkaloid, flavonoid, fenolik, tanin, dan steroid. Fraksionasi
dengan metode kromatografi cair vakum menghasilkan 7 fraksi. Analisis fraksi B
dengan kromatografi lapis tipis (KLT) mengindikasikan noda tunggal pada
berbagai eluen, demikian pula analisis KLT 2-dimensi dan penyemprotan dengan
serium sulfat. Hasil identifikasi menggunakan kromatograf gas-spektrometer
massa, dikombinasikan dengan spektrofotometer ultraviolet-tampak dan
inframerah tranformasi Fourier memberikan dugaan bahwa fraksi B mengandung
senyawa nonpolar antara lain berupa ester asam lemak.
Kata kunci: Cassia fistula, daun trengguli, ester asam lemak
ABSTRACT
INDRA BAYU. Chemical Components in Nonpolar Fraction of Trengguli’s
(Cassia fistula) Leaf Methanol Extract. Supervised by PURWANTININGSIH
SUGITA and GUSTINI SYAHBIRIN.
Many studies have been carried out on trengguli’s leaf due to its various
secondary metabolites having bioactive properties. This study covered extraction,
fractionation of chemical components, and characterization of compounds
contained in the isolated fractions. The extraction was done by maceration of
leaves sample in methanol. Phytochemical tests on the methanol extract indicated
the presence of alkaloid, flavonoid, phenolic, tannin, and steroid as the secondary
metabolites. Fractionation performed by vacuum liquid chromatography method
produced 7 fractions. Analysis of fraction B on thin layer chromatography (TLC)
indicated a single stain in various eluents, supported by the 2-dimensional TLC
and spraying with cerium sulfate results. Identification by using gas
chromatograph-mass spectrometer, combined with ultraviolet-visible and Fourier
transformed infrared spectrophotometer suggested that fraction B contained
nonpolar compounds, including is fatty ester.
Key words: Cassia fistula, fatty ester, trengguli leaves
KOMPONEN KIMIA FRAKSI NONPOLAR EKSTRAK
METANOL DAUN TRENGGULI (Cassia fistula)
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia
INDRA BAYU
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Komponen Kimia Fraksi Nonpolar Ekstrak Metanol Daun
Trengguli (Cassia fistula)
Nama : Indra Bayu
NIM : G44080110
Disetujui oleh
Prof Dr Purwantiningsih Sugita, MS
Pembimbing I
Dr Gustini Syahbirin, MS
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Bismillahirrahmaanirrahiim... Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Komponen Kimia
Fraksi Nonpolar Ekstrak Metanol Daun Trengguli (Cassia fistula)” berhasil
diselesaikan. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan
pada bulan April 2012 hingga Februari 2013 di Laboratorium Kimia Organik,
Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Purwantiningsih Sugita,
MS selaku pembimbing I dan Dr Gustini Syahbirin, MS selaku pembimbing II
yang telah banyak memberi saran, bimbingan, dan dukungan. Ucapan terima kasih
kepada Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor yang telah membantu
dalam penyediaan sampel daun trengguli. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Budi Arifin, MSi dan Bapak Muhammad Farid, MSi
atas segala diskusi dan saran yang berkaitan dengan penelitian. Terima kasih juga
kepada Bapak Sabur, dan Ibu Yenni Karmila atas bantuannya selama penelitian.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Papa, Mama, dan Kartika atas
doa, nasihat, dan bantuan selama penelitian maupun penulisan. Ucapan terima
kasih pula kepada Amin, Taufik, Amilia, Junaenah, Dian, Rivai, dan teman-teman
Kimia 45 atas semangat dan kebersamaan selama menjalankan penelitian.
Akhir kata penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013
Indra Bayu
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN 1 BAHAN DAN METODE 2 Bahan dan Alat 2 Metode 2 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 Sampel Daun Trengguli 4 Kadar Air dan Rendemen Ekstrak Kasar 4
Fitokimia Ekstrak Kasar 5 Hasil Fraksionasi Komponen Kimia 6
Ciri-Ciri Fraksi B Berdasarkan Spektrum UV-Vis 9
Ciri-Ciri Fraksi B Berdasarkan Spektrum FTIR 10
Ciri-Ciri Fraksi B Berdasarkan Kromatogram GC-MS 10
SIMPULAN DAN SARAN 13 Simpulan 13 Saran 13 DAFTAR PUSTAKA 13
LAMPIRAN 15
RIWAYAT HIDUP 20
DAFTAR TABEL
1 Hasil uji fitokimia ekstrak kasar MeOH daun trengguli 6
2 Penjelasan komponen ekstrak EtOAc untuk penentuan eluen KCV 7
3 Bobot fraksi-fraksi hasil KCV 7
4 Nilai Rf fraksi B pada berbagai eluen 8 5 Serapan UV-Vis fraksi B dan pergeserannya 9
6 Analisis spektrum FTIR 10
7 Senyawa dalam fraksi B berdasarkan kromatogram GC-MS 11
8 Senyawa dalam ekstrak methanol daun trengguli asal Gujarat, India
berdasarkan kromatogram GC-MS (Negi dan Dave 2010) 12
DAFTAR GAMBAR
1 Profil KLT tanin (a), ekstrak EtOAc (b), klorofil (c), dan ekstrak MeOH (d)
daun trengguli dengan eluen dietil eter diamati di bawah sinar UV (λ254 nm) 5
2 Pola KLT ekstrak EtOAc pada penentuan eluen untuk KCV 6 3 Profil KLT fraksi A–G hasil KCV ekstrak EtOAc daun trengguli dengan
eluen kloroform-MeOH (19:1) tanpa penyinaran UV (a) dan dengan
penyinaran UV ((λ366 nm) (b) 7 4 Profil KLT fraksi B dengan eluen dietil eter (a), MeOH (b), n-heksana (c),
EtOH (d), aseton (e), kloroform (f), EtOAc (g) setelah disemprot pereaksi
penampak noda Ce(SO4)2 8 5 Profil KLT 2-dimensi fraksi B dengan eluen EtOH dan aseton 8 6 Spektrum UV-Vis fraksi B beserta pergeserannya 9
7 Struktur metil 9,12,15-oktadekatrienoat 10 8 Struktur (Z)-oktadek-10-enil asetat 10 9 Struktur vitamin E (α-tokoferol) 11 10 Struktur 4-nonilfenol 11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Bagan alir lingkup kerja penelitian 15
2 Kadar air simplisia sampel kering dan rendemen ekstrak kasar 15 3 Penyajian fitokimia sampel 17 4 Profil KLT elusi fraksi B dengan berbagi eluen 18
5 Spektrum FTIR dan kromatogram GC-MS fraksi B 19
PENDAHULUAN
Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan utama dalam pengobatan telah
menjadi bagian dari kebudayaan hampir setiap bangsa di dunia (Lee et al. 2000).
Menurut perkiraan WHO, lebih dari 80% penduduk di negara-negara berkembang
bergantung pada ramuan tradisional untuk mengatasi masalah kesehatan (Khan et
al. 2002). Peran tumbuhan sebagai bahan obat sama pentingnya dengan perannya
sebagai makanan (Raskin et al. 2002). Tumbuhan menghasilkan berbagai macam
senyawa aktif yang memberikan efek farmakologi. Umumnya, senyawa aktif
tersebut tidak berperan penting dalam metabolisme tumbuhan sehingga lazim
disebut sebagai metabolit sekunder (Stepp dan Moerman 2001, Liu et al. 1998).
Cassia fistula atau trengguli termasuk ke dalam kingdom Plantae,
superdivisi Spermatophyta, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo
Fabales, famili Fabacae, genus Cassia, serta spesies C. fistula (Danish et al.
2011). Trengguli merupakan pohon ornamental yang dapat tumbuh hingga 20 m.
Bunga kuningnya sangat dominan dan membuatnya disebut juga hujan mas di
Indonesia. Pohon trengguli berukuran kecil sampai sedang, memiliki percabangan
menyebar dengan ranting yang gundul, daun majemuk dengan 3–7 pasang pinak
daun, serta buah yang menggantung dan berbiji banyak. Trengguli tersebar di
seluruh belahan dunia terutama wilayah tropis seperti Indonesia. Di Indonesia,
tanaman ini banyak digunakan sebagai tanaman hias dan tidak jarang tumbuh
secara alami sehingga mudah ditemukan di berbagai wilayah Indonesia.
Pohon trengguli banyak digunakan oleh suku Malaialis di India untuk
mengobati kurap, infeksi jamur, dan infeksi hidung (Perumal et al. 1998 dalam
Duraipandiyan dan Ignacimuthu 2007). Di India, daun trengguli juga banyak
digunakan untuk mengobati peradangan, bunga untuk obat pencahar, buah untuk
antiradang, antipiretik, pencahar, penyakit mata, flu, jantung, dan penyakit hati
(Duraipandiyan dan Ignacimuthu 2007).
Banyak penelitian telah dilakukan untuk mempelajari khasiat pohon
trengguli. Buah trengguli yang berasal dari Trivandrum (India) bermanfaat
sebagai antimikrob, antibakteri, dan anthelmintik (Sumi dan Oomen 2012). Bunga
trengguli dari Chennai (India) bermanfaat sebagai antibakteri dan antijamur
(Duraipandiyan dan Ignacimuthu 2007). Kulit kayu trengguli dari Tamil Nadu
(India) bermanfaat sebagai antioksidan dan antiradang (Ilavarasan et al. 2005).
Daun trengguli dari Chennai (India) bermanfaat sebagai analgesik, antimalaria,
obat penyakit kulit, tekanan darah tinggi, dan radang mata, serta antibakteri
(Vimalraj et al. 2009). Daun trengguli dari Songkhla (Thailand) bermanfaat
sebagai antijamur (Phongpaichit et al. 2004). Penelitian-penelitian tersebut
menujukkan bahwa setiap bagian tanaman trengguli memiliki efek bioaktivitas
masing-masing.
Begitu banyaknya manfaat tanaman trengguli menyebabkan tanaman ini
juga telah banyak diteliti kandungan komponen aktifnya. Daun trengguli yang
berasal dari Orissa (India) mengandung flavonoid, karbohidrat, alkaloid, protein
dan asam amino, saponin, dan triterpenoid dalam ekstrak pelarut polar seperti
etanol dan metanol (Panda et al. 2011). Daun trengguli dari Chennai (India)
mengandung senyawa fenolik, flavonoid, dan proantosianidin (Thirumal et al.
2012). Daun trengguli dari Kerala (India) mengandung antrakuinon, flavonoid,
dan polisakarida (Vasudevan et al. 2009). Beberapa penelitian juga telah
dilakukan untuk mengisolasi komponen kimia daun trengguli. Salah satunya ialah
Singh et al. (2005) yang berhasil mengisolasi 2 komponen alifatik pada daun
trengguli dari Gorakhpur (India), yaitu heptakosanil-5-hidroksipentadek-2-enoat
dan oktakosana-5,8-diol.
Keadaan suatu wilayah sangat memengaruhi komposisi komponen kimia
suatu tanaman dan pencirian secara khusus daun trengguli di daerah Bogor belum
banyak dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengisolasi dan
mencirikan komponen kimia fraksi nonpolar daun trengguli yang berasal dari
Pusat Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya Bogor.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah daun trengguli yang berasal dari Pusat
Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, pereaksi untuk uji fitokimia, metanol
(MeOH) teknis, etil asetat (EtOAc) p.a (Merck), dietil eter p.a (Merck), n-heksana
p.a (Merck), aseton p.a (Merck), kloroform p.a (Merck), etanol (EtOH) p.a
(Merck), silika gel Merck 60G untuk kromatografi cair vakum (KCV), silika gel
Merck 60 (0.2–0.5 mm, untuk kromatografi kolom) untuk impregnasi, penampak
noda Ce(SO4)2, dan pelat silika gel GF254 untuk kromatografi lapis tipis (KLT).
Alat-alat yang digunakan antara lain penguap putar, radas KCV,
spektrofotometer ultraviolet-tampak (UV-Vis) berkas ganda Shimadzu UV-1601,
spektrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR) Spectrum One Perkin
Elmer dengan metode pelat KBr, dan kromatograf gas-spektrometer massa (GC-
MS). Kromatograf gas GC-17A (Shimadzu) ditandem dengan spektrometer massa
MS QP 5050A dengan metode ionisasi serangan elektron (EI). Digunakan kolom
kapiler DB-5 ms (J&W) (silika 30 m × 250 µm × 0.25 µm), suhu kolom 50 °C (0
menit) hingga 290 °C pada laju 15 °C/menit, gas pembawa helium pada tekanan
tetap 7.6411 psi, dan pangkalan data Wiley 7N tahun 2008.
Metode
Penelitian terdiri atas 5 tahap, yaitu preparasi sampel, ekstraksi maserasi
dengan pelarut MeOH, uji fitokimia (Harborne 1987), fraksionasi dan pencirian
komponen kimia. Bagan alir lingkup penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.
Preparasi dan Ekstraksi Sampel
Daun trengguli dibersihkan selanjutnya dikering-anginkan dan dihaluskan
menggunakan blender. Simplisia dimaserasi menggunakan pelarut MeOH dengan
nisbah simplisia-MeOH 1:4 selama 24 jam sebanyak 3 kali ulangan. Ekstrak
MeOH dikumpulkan kemudian dipekatkan dengan penguap putar hingga
diperoleh ekstrak kasar (Atmoko dan Ma’ruf 2009). Klorofil dihilangkan dengan
cara merendam ekstrak kasar dalam 1 L MeOH-air (1:1) selama 24 jam sebanyak
3 kali ulangan, kemudian filtrat MeOH dipisahkan dari endapan. Tanin
3
dihilangkan dengan ekstraksi cair-cair menggunakan EtOAc sebanyak 3 kali
ulangan, tanin akan terlarut dalam lapisan air. Ekstrak EtOAc dipekatkan dengan
penguap putar.
Penentuan Kadar Air (AOAC 950.46 (B) 2005)
Sebanyak 1 g simplisia dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah
dipanaskan sebelumnya di dalam oven bersuhu 105 oC selama 30 menit sampai
bobotnya konstan. Cawan porselen berisi sampel kemudian dipanaskan di dalam
oven bersuhu 105 oC selama 3 jam, lalu didinginkan di dalam eksikator dan
ditimbang. Pemanasan kembali dilakukan di dalam oven hingga diperoleh bobot
konstan. Kadar air contoh ditentukan dengan persamaan
Kadar air (%) =
× 100%
Keterangan: A = bobot sampel basah (g)
B = bobot sampel kering (g)
Analisis Fitokimia (Harborne 1987)
Alkaloid. Sebanyak 2 g ekstrak daun diekstraksi dengan sedikit kloroform,
kemudian ditambahkan 10 mL kloroform-amoniak dan disaring. Filtrat yang
diperoleh ditetesi dengan H2SO4 2 M, kemudian dikocok hingga terbentuk 2
lapisan. Lapisan asam (tidak berwarna) dipipet ke dalam tabung reaksi lain, dibagi
tiga. Masing-masing ditambahkan dengan beberapa tetes pereaksi Dragendorf,
Mayer, dan Wagner. Uji positif alkaloid apabila berturut-turut menghasilkan
endapan jingga, putih kekuningan, dan cokelat.
Triterpenoid dan Steroid. Sebanyak 2 g ekstrak daun ditambahkan dengan
25 mL etanol, lalu dipanaskan dan disaring. Filtrat diuapkan, kemudian
ditambahkan eter. Lapisan eter dipipet dan diuji pada pelat tetes. Jika penambahan
pereaksi Lieberman-Buchard sebanyak 3 tetes membentuk warna merah/ungu,
maka positif mengandung triterpenoid. Jika terbentuk warna hijau, maka positif
mengandung steroid.
Flavonoid dan Fenol. Sebanyak 2 g ekstrak daun diekstraksi dengan
beberapa mL MeOH (sampai terendam) kemudian dipanaskan sampai mendidih
dan disaring. Filtrat dibagi 2, pada bagian pertama ditambahkan NaOH 10%. Bila
menghasilkan warna merah, berarti positif terdapat senyawa fenol hidrokuinon.
Bagian kedua digunakan untuk uji flavonoid: 5 mL filtrat dibagi ke dalam 3
tabung reaksi, lalu ke dalam masing-masing tabung ditambahkan 0.1 g serbuk Mg,
1 mL alkohol klorhidrat (campuran HCl 37% dan etanol 95% dengan volume
yang sama), dan 5 mL amil alkohol, dikocok kuat-kuat. Hasil uji positif flavonoid
apabila terbentuk warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol.
Saponin dan Tanin. Sebanyak 2–4 g ekstrak daun diekstraksi dengan
akuades panas kemudian dipanaskan sampai mendidih dan disaring. Filtrat dibagi
ke dalam 2 tabung reaksi. Bagian pertama untuk uji saponin, larutan dibiarkan
agak dingin, kemudian dikocok tegak. Timbulnya busa setinggi lebih kurang 1 cm
yang stabil selama 10 menit menandakan positif terdapat saponin. Pada tabung
reaksi kedua, filtrat ditambah FeCl3 1%. Terbentuknya warna biru atau hitam
kehijauan menandakan sampel positif mengandung tanin.
Analisis Jumlah Komponen Kimia
Analisis jumlah komponen dilakukan dengan metode kromatografi lapis
tipis (KLT) pada ekstrak EtOAc bebas-tanin dan klorofil dengan beberapaeluen
tunggal, yaitu n-heksana, kloroform, EtOAc, MeOH, dietil eter, dan aseton. Dua
eluen dengan noda terbanyak dicampur dengan berbagai komposisi untuk
menentukan komposisi eluen terbaik. Jumlah noda terbanyak di antara komposisi
eluen diasumsikan sebagai jumlah komponen yang terdapat pada ekstrak MeOH
dan eluen tersebut diasumsikan sebagai eluen terbaik dalam pemisahan komponen
kimia (Zulhipri et al. 2007).
Fraksionasi Komponen Kimia
Pemisahan dan pemurnian dilakukan dengan metode kromatografi cair
vakum (KCV). Eluen yang digunakan adalah n-heksana-EtOAc yang ditingkatkan
kepolarannya dan fase diam yang digunakan ialah silika gel 60G. Eluat yang
dihasilkan dianalisis pola pemisahannya dengan KLT. Eluat dengan pola
pemisahan yang sama digabungkan menjadi 1 fraksi. Hasil pemurnian dianalisis
pola pemisahannya dengan KLT dan disemprot dengan penampak noda Ce(SO4)2.
Pencirian Komponen Kimia
Komponen kimia daun trengguli dicirikan dengan spektrofotometer UV-Vis
berkas ganda, spektrofotometer FTIR, dan GC-MS.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel Daun Trengguli
Daun trengguli yang digunakan pada penelitian berasal dari Pusat
Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya Bogor. Dipilih pohon yang sehat, yaitu
batang, daun, bunga, dan buah dalam kondisi yang sempurna agar kandungan zat-
zat dalam daun sudah terbentuk seluruhnya. Daun yang digunakan adalah yang
berwarna hijau tua, dengan ukuran cukup besar dan bermutu baik, artinya bentuk
daun utuh, tidak rusak dimakan hama, dan tidak terserang penyakit seperti infeksi
jamur, bakteri, atau virus. Daun trengguli dicuci untuk menghilangkan debu dan
tanah. Pencucian dilakukan dalam waktu singkat untuk mencegah komponen
kimia daun ikut larut bersama air pencuci. Daun yang telah dicuci langsung
dikeringkan agar tidak terjadi perubahan kimia. Daun dikeringudarakan tanpa
terpapar sinar matahari secara langsung. Setelah kering, daun dihaluskan untuk
memperluas bidang kontak dengan pelarut selama proses ekstraksi sehingga
mengoptimumkan rendemen yang diperoleh.
Kadar Air dan Rendemen Ekstrak Kasar
Kadar air merupakan jumlah air yang terikat secara fisis pada sampel.
Nilainya digunakan untuk menduga keawetan atau ketahanan sampel dalam
penyimpanan serta mengoreksi rendemen ekstrak yang dihasilkan. Kadar air
simplisia bahan alam harus lebih rendah dari 10% agar bakteri atau jamur tidak
5
tumbuh sehingga simplisia dapat disimpan dalam waktu yang lama (Winarno
1992). Simplisia daun trengguli yang telah dikeringkan memiliki rerata nilai kadar
air sebesar 8.70% sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu cukup lama.
Simplisia daun trengguli sebanyak 2082.95 g dimaserasi dengan MeOH
selama 3×24 jam pada suhu ruang. Hasil maserasi disaring sehingga diperoleh
ekstrak MeOH kasar berwarna hijau tua. Ekstrak MeOH lalu dipekatkan
menggunakan penguap putar dan diperoleh ekstrak pekat sebanyak 406.75 g,
berwarna hijau tua dan berbentuk seperti gom. Pelarut MeOH dipilih karena dapat
melarutkan banyak golongan metabolit sekunder, baik senyawa organik polar
maupun nonpolar. Hal ini disebabkan MeOH memiliki tetapan dielektrik yang
cukup tinggi, memiliki struktur molekul yang kecil sehingga mampu menembus
jaringan tanaman untuk menarik keluar senyawa organik, dapat dipisahkan
dengan mudah dari ekstrak karena memiliki titik didih yang rendah, serta lebih
ekonomis dibandingkan dengan pelarut alkohol lain seperti EtOH. Perhitungan
kadar air dan rendemen ekstrak kasar dapat dilihat pada Lampiran 2.
Untuk menghilangkan klorofil, sebanyak 104.58 g ekstrak MeOH kasar
ditambah pelarut MeOH-air (1:1) selama 3×24 jam, lalu disaring. Endapan
merupakan klorofil yang berbentuk seperti gom dan berwarna hijau tua sebanyak
20.69 g. Filtrat yang berbentuk cairan berwarna cokelat tua diekstraksi dengan
EtOAc sebanyak 3 kali untuk memisahkan fase air dan fase organiknya. Fase
organik dipekatkan dengan penguap putar sehingga diperoleh ekstrak EtOAc
sebanyak 39.62 g berwarna cokelat tua dan berbentuk seperti gom. Fase air
merupakan tanin yang setelah dipekatkan juga berbentuk seperti gom dan
berwarna cokelat tua sebanyak 14.27 g. Ekstrak MeOH, EtOAc, klorofil, dan
tanin dianalisis menggunakan KLT dengan eluen dietil eter. Profil KLT pada
Gambar 1 memperlihatkan bahwa senyawa yang terdapat dalam ekstrak EtOAc
memiliki noda yang lebih sedikit dibandingkan ekstrak MeOH meskipun masih
terdapat tanin pada garis awal kromatogram KLT ekstrak EtOAc.
Gambar 1 Profil KLT tanin (a), ekstrak EtOAc (b), klorofil (c), dan ekstrak
MeOH (d) daun trengguli dengan eluen dietil eter diamati di bawah
sinar UV (λ254 nm)
Fitokimia Ekstrak Kasar
Uji fitokimia dilakukan untuk menelusuri golongan senyawa metabolit
sekunder yang terkandung dalam ekstrak kasar MeOH daun trengguli.
Berdasarkan hasil uji fitokimia (Tabel 1), ekstrak mengandung metabolit sekunder
flavonoid, alkaloid, steroid, dan tanin. Banyaknya metabolit yang teridentifikasi
a b c d tanin
klorofil
6
mengindikasikan bahwa proses pengeringan sampel tidak merusak metabolit
sekunder yang terkandung dalam daun trengguli. Gambar hasil uji fitokimia dapat
dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 1 Hasil uji fitokimia ekstrak kasar MeOH daun trengguli
Metabolit
sekunder Hasil uji
Pustaka
Panda et al. 2011
(Orissa, India)
Pandya et al. 2012
(Gujarat, India)
Saponin – + +
Tanin + - -
Alkaloid + + +
Triterpenoid – + +
Steroid + - -
Fenol + - +
Flavonoid + + +
Keterangan: – : Hasil negatif
+ : Hasil positif
Perbandingan fitokimia hasil penelitian dengan hasil yang telah dilaporkan
menunjukkan perbedaan kandungan metabolit sekunder. Hal ini dapat diakibatkan
oleh perbedaan kondisi tumbuh tanaman, yaitu Bogor (Indonesia), Orissa (India),
dan Gujarat (India).
Fraksionasi Komponen Kimia
Sebanyak 20 g ekstrak EtOAc difraksionasi menggunakan teknik KCV.
Sebelum itu, dilakukan penentuan campuran eluen yang digunakan dalam KCV
dengan melakukan uji KLT ekstrak EtOAc menggunakan eluen campuran n-
heksana-EtOAc yang ditingkatkan kepolarannya. Kedua eluen tersebut dipilih
karena umum digunakan pada KCV dan dapat memisahkan dengan baik
komponen-komponen kimia dalam ekstrak daun trengguli.
Berdasarkan uji eluen untuk KCV pada Gambar 2, deret eluen yang
digunakan ialah n-heksana 100% satu kali, n-heksana-EtOAc 8:2 tiga kali, 7:3 tiga
kali, 6:4 dua kali, dan 3:7 dua kali, serta EtOAc 100% dua kali, masing-masing
100 mL eluen. Pemilihan ini didasarkan atas kemunculan noda yang terlihat jelas
dan terpisah dengan baik ketika diamati di bawah lampu UV 366 nm (Tabel 2).
Gambar 2 Pola KLT ekstrak EtOAc pada penentuan eluen untuk KCV
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
7
Tabel 2 Penjelasan komponen ekstrak EtOAc untuk penentuan eluen KCV
No. Nisbah eluen Hasil elusi
1 n-Heksana-EtOAc 1:9 Noda menumpuk pada bagian atas KLT
2 n-Heksana-EtOAc 2:8 Terlihat 3 noda yang semakin menumpuk
3 n-Heksana-EtOAc 3:7 Terlihat 3 noda
4 n-Heksana-EtOAc 4:6 Terlihat 4 noda, kemungkinan sudah menumpuk
5 n-Heksana-EtOAc 5:5 Terlihat 5 noda, semakin naik dan kembali berdekatan
6 n-Heksana-EtOAc 6:4 Terlihat 5 noda, kemungkinan 2 noda teratas yang sebelumnya
terpisah menumpuk kembali
7 n-Heksana-EtOAc 7:3 Terlihat 6 noda dengan 3 noda lebih terpisah daripada sebelumnya
8 n-Heksana-EtOAc 8:2 Terlihat 5 noda dengan 2 noda cukup terpisah
9 n-Heksana-EtOAc 9:1 Noda mulai naik, tetapi belum terpisah dengan baik
10 n-Heksana 100% Tidak ada noda yang naik
Fraksi-fraksi hasil KCV masing-masing dianalisis pola pemisahannya
dengan KLT menggunakan eluen dietil eter. Hasil elusi dengan pola pemisahan
yang sama digabungkan menjadi 1 fraksi sehingga dari seluruh hasil KCV
diperoleh 7 fraksi (A–G). Fraksi A–G dianalisis kembali dengan KLT
menggunakan eluen kloroform-MeOH (19:1) (Gambar 3). Bobot dan jumlah noda
setiap fraksi ditunjukkan pada Tabel 3.
(a) (b)
Gambar 3 Profil KLT fraksi A–G hasil KCV ekstrak EtOAc daun trengguli
dengan eluen kloroform-MeOH (19:1) tanpa penyinaran UV (a),
dengan penyinaran UV (λ366 nm) (b)
Tabel 3 Bobot fraksi-fraksi hasil KCV Fraksi Bobot (mg) Jumlah noda
A 69.4 1
B 375.3 1
C 568.2 2
D
E
F
G
334.8
213.4
194.1
405.3
10
11
13
10
Pemilihan fraksi didasarkan pada bobot terbanyak dengan noda paling
sedikit. Fraksi A menghasilkan 1 noda, tetapi jumlahnya sangat sedikit. Fraksi B,
C, D, dan E diduga masih mengandung senyawa yang kurang polar dibandingkan
dengan fraksi lainnya berdasarkan eluen KCV yang digunakan. Fraksi B dan C
B A D C F E G A B C D E F G
8
lebih banyak jumlahnya daripada fraksi D dan E. Selain itu, kromatogram KLT
fraksi B menunjukkan noda tunggal, sedangkan fraksi C masih menunjukkan 2
noda. Oleh karena itu, fraksi B dipilih untuk dianalisis lebih lanjut.
Fraksi B kembali diuji KLT dengan beberapa eluen tunggal, yaitu dietil eter,
MeOH, n-heksana, EtOH, aseton, kloroform, dan EtOAc. Profil KLT ditunjukkan
pada Gambar 4 dan lebih lengkap pada Lampiran 4. Pada berbagai eluen tersebut
terlihat bahwa fraksi B memunculkan noda tunggal, begitu pula ketika dilakukan
uji penyemprotan dengan Ce(SO4)2 untuk mendeteksi komponen fraksi B yang
tidak berpendar di bawah sinar UV. Berdasarkan hasil uji, fraksi B hasil isolasi
diduga murni. Nilai Rf semakin turun dengan naiknya kepolaran eluen yang
digunakan, tetapi tidak bergerak pada eluen nonpolar n-heksana (Tabel 4), maka
diasumsikan bahwa senyawa fraksi B cenderung bersifat semipolar. Kedua
dugaan ini diperkuat dengan melakukan KLT 2 dimensi (Gambar 5) yang
menunjukkan bahwa fraksi B tetap tunggal ketika dielusi dengan pelarut etanol
dan aseton dengan nilai Rf berturut-turut 0.60 dan 0.37.
Gambar 4 Profil KLT fraksi B dengan eluen dietil eter (a), MeOH (b), n-heksana
(c), EtOH (d), aseton (e), kloroform (f), EtOAc (g) setelah disemprot
pereaksi penampak noda Ce(SO4)2
Tabel 4 Nilai Rf fraksi B pada berbagai eluen Eluen Nilai Rf
n-heksana 0
Dietil eter 0.99
Kloroform 0.96
EtOAc 0.91
EtOH 0.64
Aseton 0.70
MeOH 0.60
Gambar 5 Profil KLT 2-dimensi fraksi B dengan eluen EtOH dan aseton
a b c d e f g
9
Ciri-Ciri Fraksi B Berdasarkan Spektrum UV-Vis
Spektrum UV-Vis fraksi B diukur dalam pelarut aseton dengan penambahan
pereaksi geser NaOH, AlCl3, dan AlCl3 + HCl. Fraksi B memiliki puncak serapan
maksimum di daerah tampak, yaitu 452 nm (Gambar 6). Aseton digunakan
sebagai pelarut karena dapat melarutkan fraksi B dengan baik. Selain itu, aseton
merupakan pelarut polar yang menghasilkan spektrum halus pada spektrum UV
dan tidak memiliki ikatan rangkap terkonjugasi sehingga tidak menghasilkan
serapan yang mengganggu pada daerah pengukuran. Serapan aseton muncul di
330 nm. Penambahan pereaksi geser tidak menyebabkan pergeseran batokromik
yang menunjukkan bahwa fraksi B tidak memiliki ikatan rangkap terkonjugasi
atau delokalisasi elektron pi. Larutan fraksi B berwarna kuning dan daerah
serapan maksimumnya berada di daerah tampak. Hal ini seharusnya menunjukkan
bahwa fraksi B memiliki lebih dari 1 ikatan rangkap (Tabel 5). Tidak adanya
pergeseran batokromik dapat disebabkan oleh posisi ikatan rangkap yang saling
terisolasi atau terakumulasi dan juga dapat disebabkan oleh ketidakmampuan
pelarut menstabilkan kondisi tereksitasi senyawa yang dianalisis.
Gambar 6 Spektrum UV-Vis fraksi B beserta pergeserannya
Tabel 5 Serapan UV-Vis fraksi B dan pegeserannya
No Puncak Spektrum awal +NaOH +AlCl3 +AlCl3+HCl
λ (nm) Abs λ (nm) Abs λ (nm) Abs λ (nm) Abs
1 664 0.012 658.5 0.030 - - - -
2 477 0.279 - - - - - -
3 452 0.334 451.5 0.362 450.5 0.515 450.5 0.323
4 366.5 0.136 368.0 0.188 - - - -
: Spektrum awal
: +NaOH
: +AlCl3
: +AlCl3+HCl
Puncak 1
Puncak 2
Puncak 3
Puncak 4
10
Ciri-Ciri Fraksi B Berdasarkan Spektrum FTIR
Spektrum FTIR fraksi B (Lampiran 5) memiliki beberapa puncak serapan
(Tabel 6). Berdasarkan serapan pada bilangan gelombang 3457.97 cm-1
, fraksi B
diduga mempunyai gugus –OH. Pita serapan ini seharusnya muncul pada bilangan
gelombang 3400 cm-1
. Selisih sebesar 57.97 cm-1
disebabkan gugus fungsi –OH
tersebut berikatan hidrogen secara intramolekul sehingga serapan ulur OH yang
dihasilkan tidak terlalu tajam dan lebar. Serapan ulur C=O yang cukup tajam di
1739.36 cm-1
dapat menunjukkan keberadaan ester alifatik sederhana. Selain itu,
pada 2925.39 cm-1
terdapat ulur C–H sp2
dan pada 2854.53 cm-1
terdapat ulur C–
H sp3. Pada 1505.75 dan 1455.80 cm
-1 terdapat tekuk CH2 dan CH3. Ulur C–O
terlihat pada 1203.01 cm-1
yang mendukung keberadaan gugus alkohol, eter, atau
ester. Kemunculan 4 puncak serapan pada daerah bilangan gelombang ini dengan
1 puncak tertinggi merupakan ciri khas adanya ester. Dari analisis spektrum UV-
Vis dan FTIR dapat disimpulkan bahwa fraksi B merupakan senyawa ester alifatik
sederhana dengan ikatan rangkap C=C yang tidak terkonjugasi.
Tabel 6 Analisis spektrum FTIR Bilangan gelombang
fraksi B (cm-1
) Rujukan (cm
-1)* Perkiraan Gugus fungsi
3457.97 3400–3200 Ulur OH berikatan hidrogen
2925.39; 2854.53 3000–2850 Ulur C-H sp2 dan sp
3
1739.36 1750–1700 Ulur C=O ester
1649.03 1660–1600 Ulur C=C sederhana
1455.80; 1376.71 1450–1375 Ulur C-H
1203.01 1300–1000 Ulur C-O alkohol/eter/ester Keterangan: * Pavia et al. (2009)
Ciri-Ciri Fraksi B Berdasarkan Kromatogram GC-MS
Kromatogram GC-MS fraksi B masih menunjukkan beberapa puncak
dengan waktu retensi berbeda (Lampiran 5). Hasil ini menunjukkan bahwa fraksi
B belum merupakan senyawa tunggal, tetapi mengandung campuran senyawa
nonpolar yang didominasi oleh kelompok lipid. Komponen utama dalam fraksi B
adalah metil 9,12,15-oktadekatrienoat (Rt 11.85) (Gambar 7), (Z)-oktadek-10-enil
asetat (Rt 22.53) (Gambar 8), α-tokoferol (Rt 18.88) (Gambar 9), 4-nonilfenol (Rt
9.77) (Gambar 10), metil heksadekanoat (Rt 10.70), dan metil oktadekanoat (Rt
11.97), namun senyawa yang berlimpah pada fraksi B yaitu metil heksadekanoat
dan (Z)-oktadek-10-enil asetat (Tabel 7).
CH3(CH2CH=CH)3(CH2)7CO2CH3
Gambar 7 Struktur metil 9,12,15-oktadekatrienoat
Gambar 8 Struktur (Z)-oktadek-10-enil asetat
11
Gambar 9 Struktur vitamin E (α-tokoferol)
Gambar 10 Struktur 4-nonilfenol
Tabel 7 Senyawa dalam fraksi B berdasarkan kromatogram GC-MS Nama senyawa Rt (min) Area (%)
4-Nonilfenol
9.40
9.56
9.61
9.67
9.77
3.06
3.10
2.06
2.99
3.13
Metil heksadekanoat
10.70
10.87
11.02
23.26
7.38
3.20 Metil 9,12,15-oktadekatrienoat 11.85 8.05 Metil oktadekanoat 11.97 11.08 Vitamin E (α-tokoferol) 18.88 5.34
(Z)-Oktadek-10-enil asetat 22.53 16.05
Heksametilsiklotrisiloksana 22.90 6.05 N-etil-1,3-ditioisoindolina 23.09 0.68
Analisis GC-MS terhadap ekstrak metanol daun trengguli yang berasal dari
Gujarat (India) telah dilakukan oleh Negi dan Dave (2010). Kondisi pengukuran
yang digunakan ialah GC 5890 II (Hewlett Packard) dengan kolom kapiler silika
(30 m×0.25 mm×0.25 µm), suhu akhir kolom 280 °C pada laju 9 °C/menit, dan
gas pembawa helium pada tekanan tetap 35.6 kPa dengan laju alir 1 mL/menit,
serta MS dengan mode EI pada 70 eV dengan kecepatan pemayaran 1.5 detik
pada rentang 40–300 amu.
Kromatogram GC-MS Negi dan Dave (2010) menunjukkan bahwa senyawa
yang terisolasi merupakan senyawa nonpolar yang didominasi oleh lipid
(termasuk di dalamnya steroid dan triterpenoid) serta alkohol (Tabel 8).
Berdasarkan hasil tersebut, terdapat kemiripan senyawa dalam ekstrak metanol
daun trengguli Gujarat (India) dengan Bogor (Indonesia), yaitu mengandung
senyawa nonpolar yang didominasi kelompok lipid. Ditemukan beberapa senyawa
yang sama, yaitu metil heksadekanoat dan metil 9,12,15-oktadekatrienoat serta
isomer vitamin E β-tokoferol, tetapi memiliki waktu retensi yang berbeda.
Perbedaan ini dapat oleh adanya perbedaan jenis instrumen dan kondisi
pengukuran. Pengukuran GC-MS daun trengguli dari Bogor (Indonesia) dilakukan
pada suhu akhir, laju pemanasan, dan tekanan yang lebih tinggi sehingga memiliki
12
waktu retensi lebih kecil karena senyawa lebih cepat menguap dan melewati
kolom silika. Kolom yang digunakan dalam pengukuran bersitat nonpolar dengan
ukuran yang sama.
Tabel 8 Senyawa dalam ekstrak metanol daun trengguli asal Gujarat, India
berdasarkan kromatogram GC-MS (Negi dan Dave 2010) Nama senyawa Rt (min) Area (%)
6,10,14-Trimetil-2-pentadekanon 33.331 1.05
5,9,13-Pentadekatrien-2-on 34.856 2.83
Metil heksadekanoat 34.948 2.48
Asam heksadekanoat 35.823 10.13
Metil (Z,Z)-9,12-oktadekadienoat 38.146 0.94
Metil 9,12,15-oktadekatrienoat 38.279 3.46
Fitol 38.498 3.75
5-Metil-5-(4,8,12-trimetiltridesil) 42.657 3.35
β-Tokoferol 52.804 6.82
Vitamin E asetat 53.874 17.54
Stigmast-5-en-3.-ol 56.274 17.28
Lupeol 57.414 30.95
Negi dan Dave (2010) juga melaporkan bahwa ekstrak metanol daun
trengguli dari Gujarat (India) memiliki aktivitas antimikrob. Berdasarkan
kemiripan kandungan komponen kimia, dapat diduga bahwa daun trengguli
berasal dari Bogor (Indonesia) juga memiliki aktivitas yang sama.
Berdasarkan analisis kromatogram GC-MS yang dikombinasikan dengan
spektrum UV-Vis dan FTIR, senyawa yang teridentifikasi berupa ester asam
lemak dengan ciri-ciri ester alifatik sederhana, memiliki ikatan rangkap C=C yang
tidak terkonjugasi (letaknya saling terisolasi sehingga tidak bergeser ketika
ditambahkan pereaksi geser). Ikatan rangkap yang saling terisolasi tidak dapat
menhasilkan serapan maksimum di 452 nm, maka diduga senyawa-senyawa lain
dalam fraksi B yang terkonjugasi turut berperan, tetapi tidak bereaksi dengan
pereaksi geser sehingga dapat menghasilkan serapan tersebut.
Senyawa hasil isolasi telah dilaporkan dari bunga, benih, batang, kulit
batang, dan akar trengguli. Ekstrak etil asetat bunga trengguli dari Chennai, India
mengandung senyawa rein (Duraipandiyan et al. 2012). Ekstrak batang, kulit
batang, dan akar trengguli dari India juga mengandung senyawa rein (Dave dan
Ledwani 2012). Fraksi larut n-BuOH dari ekstrak MeOH dalam benih trengguli
dari Taipei, Taiwan, mengandung 5-(2-hidroksifenoksimetil) furfural, (2’S)-7-
hidroksi-5-hidroksimetil-2-(2’-hidroksipropil) kromon, 2-hidroksi-3,6-dimetoksi
benzoat, dan benzil 2-β-O-D-glukopiranosil-3,6-dimetoksibenzoat (Kuo et al.
2002). Berdasarkan hal ini, senyawa hasil isolasi yang dilaporkan umumnya
mengandung komponen antrakuinon.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan analisis kromatogram GC-MS yang dikombinasikan dengan
spektrum UV-Vis dan FTIR, fraksi B dari ekstrak MeOH simplisia daun trengguli
yang berasal dari Bogor (Indonesia) diduga senyawa nonpolar yang didominasi
kelompok ester asam lemak dengan komponen utama metil 9,12,15-
oktadekatrienoat, (Z)-oktadek-10-enil asetat, vitamin E, 4-nonilfenol, metil
heksadekanoat, dan metil oktadekanoat.
Saran
Fraksi yang diperoleh masih belum murni sehingga perlu ditelusuri lebih
lanjut eluen pengembang yang dapat memisahkan senyawa-senyawa dalam setiap
fraksi agar dapat diketahui secara spesifik senyawa dalam daun trengguli yang
bersifat bioaktif. Berdasarkan kemiripan kelompok senyawa yang didapat dengan
pustaka, perlu dilakukan analisis spesifik uji aktivitas antimikroba daun trengguli
yang berasal dari Bogor (Indonesia).
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2005. Official Methods of
Analysis. AOAC 905.46 (B) Washington (US): AOAC Int.
Danish M, Singh P, Mishra G, Srivastava S, Jha KK, Khosa RL. 2011. Cassia
fistula Linn. (Amulthus) an important medicinal plant: a review of its
traditional uses, phytochemistry and pharmacological properties. J Nat Prod
Plant Res. 1(1):101-118.
Dave H, Ledwani L. 2012. A review of anthraquinone isolated from Cassia
species and their applications. Ind J Nat Prod & Res. 3(3):291-319.
Duraipandiyan V, Baskar AA, Ignacimuthu S, Muthukumar C, Al-Harbi NA.
2012. Anticancer activity of rhein isolated from Cassia fistula L. flower.
Asian Pacific J Trop Disease. 2(1):S517-S523
Duraipandiyan V, Ignacimuthu S. 2007. Antibacterial and antifungal activity of
Cassia fistula L. J Ethnopharmacol. 112:590-594.
Harbone JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah:
Niksolihin S, editor. Bandung (ID): ITB. Terjemahan dari: Phytochemical
Methods.
Ilavarasan R, Mallika M, Venkataraman S. 2005. Anti-inflammatory and
antioxidant activities of Cassia fistula Linn bark extract. Afr J Trad. 2(1):70-
85.
Khan MTH, Lampronti L, Martello D, Bianchi N, Jabbar S, Choudhuri MSK,
Datta BK, Gambari R. 2002. Identification of pyrogallol as an anti-
proliferative compound present in extracts from the medicinal plant Emblica
14
medicinalis: effect on in-vitro cell growth of human tumor cell lines. Int J
Oncol. 20:187-192.
Kuo Y, Lee P, Wein Y. 2002. Four new compounds from the seeds of Cassia
fistula. J Am Chem Soc. 1:1-3.
Lee KH, Wang HK, Itokawa H, Morris-Natschke SL. 2000. Current perspectives
on chinese medicines and dietary supplements in China, Japan and The
United States. J Food & Drug Anal. 8(4):219-228.
Liu Z, Carpenter SB, Bourgeois WJ, Yu Y, Constantin RJ, Falcon MJ, Adam JC.
1998. Variation in the secondary metabolite camptothecin in relation to
tissue age and season in Camptotheca acuminata. Tree Physiol. 18:265-270.
Negi BS, Dave BP. 2010. Evaluation of in vitroantimicrobial activityfrom the
leaves extract of Cassia fistula Linn. J Pure & Appl Microbiol. 4(2):557-
564. Panda SK, Padhi LP, Mohanty G. 2011. Antibacterial activities and
phytochemical analysis of Cassia fistula (Linn.) leaf. J Adv Pharm Technol
Res. 2(1):62-67.
Pandya DJ, Patel VL, Desai TR, Lunagariya RR, Gajera SD, Mehta AJ. 2012.
Pharmacognostic and phytochemical evaluation of leaves of Cassia fistula.
Int J Pharm & Life Sci. 3(2):1424-1429.
Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS, Vyvyan JR. 2009. Introduction to
Spectroscopy. Ed ke-4. Belmont (GB): Brooks/Cole, Cengage Learning.
Phongpaichit S, Pujenjob N, Rukachaisirikul V, Ongsakul M. 2004. Antifungal
activity from leaf extracts of Cassia alata L., Cassia fistula L., and Cassia
tora L. J Sci Technol. 26(5):741-748.
Raskin I, Ribnicky DM, Komamytsky S, Ilic N, Poulev A, Borisjuk N, Brinker A,
Moreno DA, Ripoll C, Yakoby N et al. 2002. Plants and human health in the
twenty-first century. Trends in Biotechnol. 20(12):522-531.
Singh RS, Singh H, Pandey HS, Pandey RP, Singh S. 2005. Two new aliphatic
compunds from Cassia fistula L. Ind J Chem. 44:2372-2374.
Stepp JR, Moerman DE. 2001. The importance of weeds in ethno-pharmacology.
J Ethnopharmacol. 75:19-23.
Sumi S, Oomen PS. 2012. Antibacterial, anthelmentic and phytochemical
investigations on the pod extracts of Cassia fistula Linn. Int J Med & Pharm
Sci. 2(1):6-15.
Thirumal M, Surya S, Kishore G. 2012. Cassia fistula Linn – pharmacognostical,
phytochemical and pharmacolgical review. Crit Rev in Pharm Sci.
26(5):741-748.
Vasudevan DT, Dinesh KR, Gopalakrishnan S, Sreekanth SK, Shekar S. 2009.
The potential of aqueous and isolated fraction from leaves of Cassia fistula
Linn as antibacterial agent. Int J Chem Sci. 7(4):2353-2357.
Vimalraj TR, Kumar SS, Vadivel S, Ramesh S, Thejomoorthy P. 2009.
Antibacterial effect of Cassia fistula extract on pathogenic bacteria of
veterinary importance. J Veterinary & Animal Sci. 5(3):109-113.
Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID):Gramedia.
Zulhipri, Kartika IR, Sumaji I. 2007. Uji fitokimia dan aktivitas antidiabetes
ekstrak biji rambutan (Nephelium lappaceum L.) dengan berbagai pelarut.
Ebers Papyrus. 13(3):89-97.
15
Lampiran 1 Bagan alir lingkup kerja penelitian
104.58 g direndam dengan
MeOH-air 1:1
Endapan klorofil 20.69 g Ekstraksi cair-cair dengan EtOAc
Fraksi EtOAc
20 g difraksinasi menggunakan KCV
Analisis pola pemisahan dengan KLT
Filtrat tanpa klorofil
Fraksi tanin
14.27 g
Eluat hasil KCV
Ekstrak MeOH kasar 406.75 g
Fraksi A
69.4 mg
Pemurnian lebih lanjut fraksi terpilih (Fraksi B)
GC-MS UV-Vis
komponen
FTIR
Fraksi B
375.3 mg
Fraksi C
568.2 mg
Fraksi D
334.8 mg
Fraksi E
213.4 mg
Fraksi F
194.1 mg
Fraksi G
405.3 mg
Analisis noda dengan KLT
Maserasi dengan MeOH
Simplisia sampel kering 2082.95 g
16
Lampiran 2 Kadar air simplisia sampel kering dan rendemen ekstrak kasar
Ulangan
Bobot
cawan
kosong
(g)
Bobot awal
sampel (g)
Bobot cawan +
sampel akhir (g)
Bobot
akhir
sampel
(g)
Kadar air (%)
1 40.0510 1.0278 40.9850 0.9340 9.13
2 38.5245 1.0145 39.4521 0.9276 8.57
3 39.9394 1.0323 40.8848 0.9454 8.42
Rerata 8.70±0.37
Contoh perhitungan:
Bobot akhir sampel = bobot ((cawan + sampel) – cawan kosong)
= 40.9850 g – 40.0510 g = 0.9340 g
Kadar air (%) = bobot a al sam el – bobot akhir sam el
bobot a al sam el 00
= .02 g – 0.9 0 g
.02 g 00 = 9.13%
(%) = kadar air (ulangan ulangan 2 )
n
= 9. . . 2)
= 8.70%
s = √∑ ( – )
2 n
n – = √
∑ (9. – . 0 )2
– = 0.37
Bobot simplisia kering = 2082.95 g Rerata kadar air simplisia = 8.70%
Bobot ekstrak MeOH kasar = 406.75 g Rendemen ekstrak kasar = 21.39%
Contoh perhitungan:
Rendemen (%) = bobot ekstrak
bobot a al sam el ( kadar air) 00
= 0 . g
20 2.9 g ( – 0.0 0) 00 = 21.39%
Gambar proses ekstraksi daun trengguli dengan MeOH
17
Lampiran 3 Penyajian fitokimia sampel
Uji saponin Uji tanin
Uji alkaloid Uji triterpenoid/steroid
Uji fenol Uji flavonoid
18
Lampiran 4 Profil KLT elusi fraksi B dengan berbagai eluen
Pencarian eluen fraksi B, diamati di bawah penyinaran UV
Hasil elusi fraksi B yang telah disemprot dengan serium sulfat
19
1649.03
22.90
23.09
9.40
9.56
9.61
9.67
9.77
11.85
11.97
12.36
11.02
Lampiran 5 Spektrum FTIR dan kromatogram GC-MS fraksi B
Spektrum FTIR fraksi B
Kromatogram GC-MS fraksi B
4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0
29.0
35
40
45
50
55
60
65
70
72.5
cm-1
%T
Laboratory Test Result
3457.97
2925.39
2854.53
1739.36
1505.75
1455.80
1376.71
1203.01
1170.24
1086.76
971.84
837.34
722.55
5 .0 0 1 0 .0 0 1 5 .0 0 2 0 .0 0 2 5 .0 0 3 0 .0 0 3 5 .0 0
1 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0
7 0 0 0 0 0
8 0 0 0 0 0
9 0 0 0 0 0
T ime -->
A b u n d a n c e
T IC: FR A K S I B .D \ d a ta .ms
18.88 22.53
10.70
O-H
C=O
C-H sp2
C-H sp3
C-O
C=C
20
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tangerang, pada tanggal 2 September 1990 dari pasangan
Ir Hari Suwahyo dan Rosida. Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1
Leuwiliang Bogor tahun 2005–2008, kemudian penulis melanjutkan pendidikan pada
tahun 2008–2013 di Program Sarjana, Departemen Kimia, IPB.
Selama kuliah, penulis berpartisipasi sebagai staf PSDM Ikatan Mahasiswa
Kimia (Imasika) Institut Pertanian Bogor tahun 2009/2010. Penulis melakukan
praktik lapangan di Balai Besar Industri Agro (BBIA) dengan judul laporan
“Verifikasi Metode Analisis Kolesterol dalam Biskuit dengan Kromatografi Gas”
pada tahun 2011. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum kimia Tingkat
Persiapan Bersama IPB tahun 2012, asisten praktikum Kimia Organik Berbasis
Kompetensi Departemen Kimia IPB tahun ajaran 2010/2011, asisten praktikum
Kimia Pangan D3 Kimia IPB tahun ajaran 2010/2012, asisten praktikum Kimia
Bahan Alam Kimia Ekstensi Departemen Kimia IPB tahun ajaran 2011/2012, asisten
praktikum Organik layanan Departemen Kimia IPB tahun ajaran 2011/2012, serta
asisten praktikum Kimia Organik D3 Kimia IPB tahun ajaran 2011/2012.