Download - Inimi Yg Jadi Bisa
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan untuk membuat siswa belajar. Di
dalam proses ini salah satu proses utama yang dilakukan adalah penyampaian informasi
berupa materi pelajaran oleh guru kepada siswa. Kegiatan ini dilakukan dengan asumsi
bahwa pada akhir pembelajaran siswa akan mampu memahami konten-konten yang termuat
dalam materi pelajaran tersebut.
Proses pembelajaran merupakan proses yang sangat esensial. Untuk itu diperlukan
usaha maksimal baik oleh guru maupun siswa untuk bisa memanfaatkan segala sumber daya
baik itu yang sifatnya internal maupun eksternal demi menciptakan pembelajaran yang
kondusif sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan bisa dicapai dengan hasil yang
memuaskan.
Berhasil tidaknya pencapaian tujuan pembelajaran tergantung pada banyak aspek,
tapi pihak yang paling berpengaruh adalah guru yang berperan sebagai fasilitator. Gurulah
yang kemudian menjadi salah satu sumber informasi sekaligus pengarah berlangsungnya
pembelajaran.
Menjadi fasilitator pembelajaran bukanlah hal yang enteng. Dibutuhkan kualitas-
kualitas diri yang tergolong tinggi. Kualitas-kualitas tersebut kemudian disebut sebagai
kompetensi guru yang terbagi menjadi empat, yaitu kompetensi paedagogik, kompetensi
sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi professional.
Keempat kompetensi di atas masing-masing memiliki peranan penting, tapi jika
berhubungan dengan pencapaian tujuan pembelajaran maka kompetensi yang paling
berperan adalah kompetensi professional, karena kompetensi ini menyangkut aspek
profesionalisme guru terutama yang berkaitan dengan penguasaan bahan ajar yang nantinya
akan disampaikan kepada siswa.
Kompetensi professional guru menjadi tuntutan nomor satu ketika menghadapi
materi-materi yang tergolong sulit, misalnya biokimia. Kompleksitas materi ini menuntut
guru untuk memperluas wawasan, memperdalam ilmu, dan mengembangkan metode-metode
yang efektif sehingga materi ini bisa ditransfer dengan baik ke siswa.
Kurangnya kompetensi professional guru dalam mengajarkan biokimia akan
berimplikasi pada tidak tercapainya tujuan pembelajaran. Hal ini disebabkan oleh siswa
yang tidak mampu memahami secara utuh materi yang diajarkan. Ujungnya adalah
miskonsepsi siswa terhadap materi tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka melalui
makalah ini kami akan mencoba membahas miskonsepsi siswa pada materi biokimia terkait
dengan kurangnya kompetensi professional guru.
B. Masalah
Materi biokimia merupakan materi dengan tingkat kompleksitas yang tinggi
sehingga sulit dipahami jangankan oleh siswa, guru pun banyak yang menggap materi ini
sulit. Oleh karenanya banyak guru yang akhirnya menghindari mengjarkan materi ini dengan
membiarkan siswanya belajar mandiri melalui kegiatan diskusi dan sebagainya. Akibatnya
adalah terjadi miskonsepsi pada siswa.
C. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena miskonsepsi materi biokimia
pada siswa akibat kurangnya kompetensi professional guru.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Miskonsepsi
1. Pengertian Miskonsepsi
Miskonsepsi adalah konsepsi seseorang yang tidak sesuai dengan konsepsi
ilmuwan. Sementara itu menurut Suparno (2005: 4), miskonsepsi atau salah konsep
menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang
diterima para pakar bidang itu, kemudian dikatakan bahwa miskonsepsi sebagai
suatu kesalahan dan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep.
Thompson et al., (2006) menyatakan
“misconceptions, on the other hand can be described as ideas that provide an incorrect understanding of such ideas, objects or events that are constructed based on a person’s experience (including such things as preconceived notions, nonscientific beliefs, naïve theories, mixed conceptions or conceptual misunderstandings”.
Pernyataan di atas memaknai miskonsepsi sebagai ide-ide yang menyajikan
pemahaman yang tidak benar seperti misalnya pernyataan, obyek atau peristiwa
berdasarkan pengalaman seseorang (termasuk di dalamnya anggapan awal,
kepercayaan non-ilmiah, teori awam, konsep-konsep campuran dan kesalahpahaman
konseptual).
Nur (1998) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan miskonsepsi adalah
pengertian tentang suatu konsep yang tidak tepat, salah dalam menggunakan konsep
nama, salah dalam mengklasifikasikan contoh-contoh konsep, keraguan terhadap
konsep-konsep yang berbeda, tidak tepat dalam menghubungkan berbagai macam
konsep dalam susunan hierarkinya atau pembuatan generalisasi suatu konsep yang
berlebihan atau kurang jelas. Menurut Amien (1990) miskonsepsi dapat pula terjadi
karena adanya gagasan atau ide yang didasarkan pada pengalaman yang tidak
relevan. Beberapa contoh miskonsepsi dalam Sains antara lain: Katak tergolong
dalam reptilia, bumi berputar mengelilingi matahari dan bumi beredar pada
porosnya, vertebrata adalah salah satu dari mamalia, massa sama dengan berat,
anjing laut merupakan salah satu jenis ikan dan sebagainya. Jika miskonsepsi terjadi
pada murid, miskonsepsi tersebut cenderung menetap dan sulit untuk diubah serta
akan berpengaruh pada proses belajar mengajar.
2. Sifat-Sifat Miskonsepsi
Menurut Miskonsepsi memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
a. Miskonsepsi sulit diperbaiki, berulang, mengganggu konsepsi berikutnya.
b. Sisa miskonsepsi seringkali akan terus menerus mengganggu, soal-soal yang
sederhana dapat dikerjakan namun pada soal yang sulit sering miskonsepsi
muncul kembali.
c. Miskonsepsi tidak dapat dihilangkan dengan ceramah yang bagus.
Siswa, guru, mahasiswa, dosen atau peneliti dapat terkena miskonsepsi
baik yang pandai maupun yang tidak. Dalam pelaksanaan pembelajaran kadang
miskonsepsi disamakan dengan ketidaktahuan maka seringkali guru pada
umumnya tidak mengetahui miskonsepsi yang lazim terjadi pada siswanya.
3. Bukti-bukti Adanya Miskonsepsi
Beberapa penelitian tentang miskonsepsi pada siswa dan guru telah
dilakukan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Widiasari (2011) dari
penelitiannya melaporkan bahwa siswa dan guru masih mengalami miskonsepsi
terhadap konsep-konsep Biologi di tingkat SMA. Miskonsepsi yang dialami siswa
terjadi pada semua konsep, yaitu konsep bernapas pada manusia, hewan dan
tumbuhan ,konsep pencernaan, pembuluh darah, konsep fotosintesis, serta cara
menyesuaikan diri hewan dan tumbuhan. Miskonsepsi siswa paling banyak terjadi
pada cara udara masuk ke paru-paru, cara cacing bernapas, gangguan pencernaan:
bagian organ yang dipotong saat operasi usus buntu, dan pembuluh darah.
Miskonsepsi guru paling banyak terjadi untuk letak klorofil, cara udara masuk ke
paru-paru, cara cacing bernapas , dan perbedaan ikan paus dan ikan hiu. Kesalahan
konsep pada siswa tersebut disebabkan oleh 3 hal, yaitu dari guru, buku sumber
belajar yang digunakan, dan pengalaman siswa. Sedangkan miskonsepsi yang
dialami guru disebabkan oleh pengetahuan guru dan buku sumber belajar yang
digunakan.
Sementara itu, Thompshon (2006) dalam penelitiannya tentang miskonsepsi
pada guru SMA di Singapura melaporkan bahwa terdapat miskonsepsi pada guru
mengenai fenomena Metabolisme. Menggunakan lembar soal yang digunakan oleh
guru, Thompshon menemukan beberapa miskonsepsi pada konsep metabolisme
diantaranya tentang Traskripsi dan translasi serta tentang metabolism karbohidrat.
Michael et. Al (1999) menyatakan :
“Nearly 90% of the students exhibited a misconception about the relationship between arterial oxygen partial pressure and hemoglobin saturation. Sixty-six percent of the students believed that increasing alveolar oxygen partial pressure leads to a decrease in alveolar carbon dioxide partial pressure. Nearly 33% of the population misunderstood the relationship between metabolism and ventilation. The possible origins of these respiratory misconceptions are discussed and suggestions for how to prevent and/or remediate them are proposed.
Menurut Michael, sekitar 90% peserta didik mengakalami
miskonsepsi pada tentang hubungan antara arteri membawa oksigen dan
hemoglobin. Sekitar 33 % mengalamami miskonsepsi pada materi metabolism.
Selain dalam pembelajaran biologi, miskonsepsi juga tejadi di beberapa
mata pelajaran terkait seperti dalam laporan penelitian penelitian oleh Al- Balushi et.
Al (2012), yang menyatakan bahwa di tingkat SMA kelas XII masih banyak terdapat
moikonsepsi pada beberapa materi pelajaran kimia. Dalam pelajaran fisika juga
menurut Tayubi, (2005), sering terjadi miskonsepsi dalam beberapa materi.
4. Penyebab Miskonsepsi
Dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, miskonsepsi dalam Ilmu
Pengetahuan Alam (Sains) telah menjadi perhatian serius dalam dunia pendidikan.
Berdasarkan hasil Seminar Internasional. Miskonsepsi dalam Sains dan
Matematika (Novak, 1987) dalam Tayubi (2005) ditemukan bahwa miskonsepsi
terhadap konsep Sains banyak terjadi pada murid di berbagai negara mulai dari
murid tingkat MI sampai dengan mahasiswa di Perguruan Tinggi (PT).
1). Siswa.
Miskonsepsi yang disebabkan dari siswa dapat bermacam-macam, seperti
prakonsepsi siswa sebelum memperoleh materi pelajaran, lingkungan, teman,
pengalaman dan minat. Secara filosofi terjadinya miskonsepsi dapat dijelaskan
dengan filsafat konstruktivisme, yang menyatakan bahwa pengetahuan di bentuk
oleh siswa sendiri dalam kontak dengan lingkungan, tantangan dan bahan yang
dipelajari.
2) Buku
Buku diktat yang salah dalam mengungkapkan konsep berdampak pada
kebingungan siswa dalam memahami konsep sehingga memunculkan
miskonsepsi. Kesalahan yang kiranya perlu mendapat perhatian dan penekanan
dalam buku diktat adalah soal, gambar, grafik, skema, tabel, penulisan rumus dan
konstanta.
3) Konteks
Menurut Suparno (2005:72), kesalahan siswa dapat berasal dari kekacauan
penggunaan bahasa antara bahasa sehari-hari dengan bahasa ilmiah. Sehingga Mc
Clleand (Suparno 2005:72) menganjurkan guru/dosen dalam memberikan definisi
dengan jelas tidak menggunakan bahasa yang ambigu serta melatih siswa dengan
cara yang sama.
4) Metode mengajar
Menurut suparno (2005:82), cara mengajar yang dapat menjadi penyebab
khusus miskonsepsi diantaranya yaitu : hanya menggunakan metode ceramah dan
menulis, langsung kebentuk matematis, tidak mengungkapkan miskonsepsi siswa,
tugas tidak dikoreksi, model analogi, model pratikum dan diskusi yang tidak
sesuai langkah-langkah yang ditentukan.
B. Kompetensi Guru
Menurut Nurhayati (2011), Kompetensi guru yaitu kemampuan seorang
guru untuk merespon tugas-tugasnya secara tepat. Sedangkan profesional dapat
diartikan sebagai ahli. Dengan demikian kompetensi profesional guru adalah guru
yang ahli dalam merespon tugas-tugasnya secara tepat. Selain itu, Kompetensi
professional merupakan salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang
guru. Dalam kompetensi profesional terdapat lima aspek yaitu:
1. Menguasai Materi, Struktur, Konsep dan Pola Pikir Keilmuan yang
mendukung Mata Pelajaran yang diampu.
Seorang guru harus memahami dan menguasai materi pembelajaran,
hal penting yang harus dimiliki guru adalah kemampuan menjabarkan materi
standar dalam kurikulum. Guru harus mampu menentukan secara tepat materi
yang relevan dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.
Seorang guru untuk memudahkan menghubungkan materi dengan
tujuan atau kompetensi yang akan dicapai dapat dilakukan dengan cara
mengklasifikasikan materi kedalam domain kognitif, afektif dan psikomotor.
Untuk itulah ketepatan dan kecermatan dalam menyusun dan
mengembangkan prosedur harus diperhatikan agar memudahkan peserta
didik menerima materi dan membentuk kompetensi dirinya.
2. Menguasai Stnadar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran /
Bidang Pengembangan yang diampu.
Dalam materi pembelajaran pada standar kompetensi dan kompetensi
dasar ( SKKD) setiap kelompok mata pelajaran perlu dibatasi, mengingat
prinsip-prinsip pengembangan kurikulum dan pemilihan bahan pembelajaran
seperti Orientasi pada tujuan dan kompetensi, Kesesuaian (relevansi), Efisien
dan Efektif, Fundamental, Keluwesan, Berkesinambungan dan berimbang,
Validitas, Keberartian, Kemenarikan dan Kepuasan
3. Mengembangkan Materi Pelajaran yang diampu secara Kreatif.
Dalam setiap pengembangan materi pembelajaran seharusnya
memperhatikan apakah materi yang akan diajarkan itu sesuai/cocok dengan
tujuan dan kompetensi yang dibentuk. Dalam beberapa situasi mungkin guru
akan menemukan tersedianya materi yang banyak, tetapi tidak terarah secara
langsung pada sasaran yang ingin dicapai. Untuk itu, jika materi yang
tersedia dirasakan belum cukup, maka guru dapat menambah sendiri dengan
memperhatikan strategi dan efektifitas pembelajaran.
4. Mengembangkan Keprofesian secara berkelanjutan dengan melakukan
Tindakan Reflektif.
Dalam UU RI No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen,
dikemukakan bahwa “Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang
dibadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan
profesionalitas guru.”
5. Manfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Berkomunikasi dan
Mengembangkan Diri.
Sumber belajar dengan mudah diakses melalui teknologi informasi,
khususnya internet yang didukung oleh komputer. Perubahan prinsip belajar
berbasis komputer memberikan dampak pada profesionalisme guru, sehingga
harus menambah pemahaman dan kompetensi baru untuk memfasilitasi
pembelajaran. Dengan system pembelajaran berbasis komputer, belajar tidak
terbatas pada empat dinding kelas, tetapi dapat menjelajah kedunia lain,
terutama melalui internet. Dalam hal ini guru dituntut untuk memiliki
kemampuan mengorganisir, menganalisis, dan memilih informasi yang paling
tepat dan berkaitan langsung dengan pembentukan kompetensi peserta didik
serta tujuan pembelajaran. Dengan demikian penguasaan guru terhadap
standar kompetensi dalam bidang teknologi pembelajaran dapat dijadikan
sebagai salah satu indikator kompetensi guru.
C. Biokimia
Ilmu Biokimia adalah ilmu yang mempelajari tentang peranan berbagai
molekul dalam reaksi kimia dan proses yang berlangsung dalam makhluk hidup.
Jangkauan ilmu Biokimia sangat luas sesuai dengan kehidupan itu sendiri. Tidak
hanya mempelajari proses yang berlangsung dalam tubuh manusia, ilmu
Biokimia juga mempelajari berbagai proses pada organisme mulai dari yang
sederhana sampai yang kompleks (Departemen Biokimia FK UI, 2012).
Untuk memberikan pemahaman mengenai konsep-konsep dasar yang
terjadi dalam berbagai proses dalam kehidupan, maka diberikanlah Modul
pengantar Biokimia yang dibagi menjadi empat mata ajaran utama yaitu :
1. Protein.
Protein merupakan makromolekul terbanyak dalam makhluk hidup dan
mempunyai berbagai peranan penting. Protein terpenting adalah enzim yang
merupakan biokatalisator dalam sel. Selain itu protein juga berfungsi sebagai
alat transport (hemoglobin), alat pertahanan tubuh (antibodi), hormon, dan lain-
lain.
2. DNA & Ekspresi Genetik.
DNA mengandung informasi genetik yang kemudian disalin dan
diterjemahkan sehingga dibentuk asam amino yang kemudian menjadi protein.
Juga dibahas mengenai DNA rekombinan, rekayasa genetik dan proyek human
genome
3. Membran & Komunikasi Antar Sel.
Setiap sel makhluk hidup dibungkus oleh membran yang menyebabkan
isi sel tidak bercampur dengan luar sel. Walaupun dilapisi oleh membran, tetap
terjadi interaksi antara sel yang satu dengan sel yang lain karena adanya
komunikasi antar sel yang diperantarai oleh berbagai caraka kimia dan
reseptornya pada membran dan diteruskan dengan berbagai proses dalam sel.
4. Transduksi Energi & Metabolisme.
Metabolisme membahas bagaimana caranya terbentuk energi (ATP)
dalam bioenergetika. Juga dibahas mengenai bagaimana caranya makromolekul
yang diperoleh dari makanan dapat diolah menjadi mikromolekul sehingga
dapat digunakan tubuh untuk menghasilkan energi. Juga dibicarakan bagaimana
makromolekul dapat dibentuk di dalam tubuh dari prekursornya beserta proses
pengaturannya dan enzim-enzim yang berperan. Selain itu, dibahas juga
mengenai metabolisme non-nutrien, seperti nukleotida, porfirin dan xenobiotik.
Pemahaman mengenai Ilmu Biokimia bermanfaat bagi mahasiswa untuk
memahami berbagai fenomena dalam mempelajari penyakit dan perkembangan
ilmu kedokteran yang sangat pesat.
BAB III
PEMBAHASAN
Miskonsepsi merupakan interpretasi suatu gagasan atau ide yang tidak
sesuai dengan pengertian atau defenisi ilmiah yang saat ini diterima. Miskonsepsi
pada siswa dapat bermacam-macam, seperti prakonsepsi siswa sebelum
memperoleh materi pelajaran, lingkungan, teman, pengalaman dan minat.
Di sekolah, miskonsepsi siswa menyangkut biokimia banyak terjadi pada
materi metabolisme. Materi ini merupakan materi yang banyak dihindari oleh
guru biologi pada umumnya. Kasus yang sering ditemui adalah guru memberi
tugas kepada siswa untuk diskusi membahas materi tersebut.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara mandiri tanpa
bimbingan intensif dari guru, terutama untuk materi-materi kompleks seperti
biokimia mendorong siswa untuk mempelajari materi tersebut dari sudut pandang
sendiri. Prakonsep yang tertanam di kepala siswa akan materi yang bersangkutan
memicu siswa untuk mengkonstruksi pemahaman yang sifatnya superficial
sehingga inti materi yang harusnya dipahami siswa menjadi terabaikan.
Secara filosofi terjadinya miskonsepsi dapat dijelaskan dengan filsafat
konstruktivisme, yang menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk oleh siswa
sendiri dalam kontak dengan lingkungan, tantangan dan bahan yang dipelajari.
Karena siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya maka ada kemungkinan
terjadi kesalahan dalam mengkonstruksi. Hal ini disebabkan karena siswa belum
terbiasa mengkonsep pelajaran secara tepat, belum mempunyai kerangka ilmiah
yang dapat digunakan sebagai standar.
Miskonsepsi biokimia banyak terjadi disebabkan oleh pemahaman pada
diri siswa sendiri, hal ini kemungkinan dikelompokan menjadi : prakonsep atau
konsep awal siswa, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik, penalaran yang
tidak lengkap, intuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif siswa, kemampuan
siswa dan minat belajar siswa.
Penyebab lain miskonsepsi siswa adalah kurangnya kompetensi
professional guru. Kompetensi professional merupakan kompetensi yang
menyangkut penguasaan materi ajar oleh guru. Jika kompetensi ini tidak dimiliki
maka besar kemungkinan terjadi ketimpangan dalam proses pembelajaran yang
berujung pada miskonsepsi siswa.
Miskonsepsi dapat terjadi di dalam dan di luar sekolah. Guru dan buku
dapat menjadi sumber miskonsepsi yang terjadi di sekolah. Hal ini didukung oleh
penelitian Suryanto, dkk (1997) yang menunjukkan banyak guru yang mengalami
miskonsepsi dan penelitian Brody, M.J (1987) yang menemukan bahwa buku
pelajaran, pengalaman sehari-hari murid, serta pengetahuan yang dimiliki guru
merupakan penyebab miskonsepsi. Namun demikian, lingkungan juga dapat
menjadi penyebab miskonsepsi yang terjadi di luar sekolah. Pendapat ini
diperkuat oleh Suparno (2005: 29), yang menyatakan bahwa miskonsepsi dapat
disebabkan oleh siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar.
Guru yang tidak menguasai materi ajar secara penuh akan mengalami
kesulitan dalam menyampaikan informasi kepada siswa. Efek yang paling terasa
bagi guru adalah munculnya perasaan kurang percaya diri dan bahkan gugup
ketika membawakan pelajaran.
Akibatnya, penyampaian informasi oleh guru menjadi tidak sistematis.
Bahasa yang digunakan oleh guru juga bisa menjadi kacau dan rancu sehingga
materi-materi yang disampaikan tidak jelas. Hal ini akan memicu terjadinya
interpretasi siswa yang beraneka ragam yang akhirnya berujung pada miskonsepsi
siswa.
McCune-Nicolich (1984) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat
antara kualitas penjelasan dan pengetahuan guru dengan pencapaian belajar
murid.Kurangnya pengetahuan guru akan menyebabkan tidak jelasnya penyajian
pelajaran yang dapat menimbulkan miskonsepsi.
Miskonsepsi siswa juga sering dikaitkan dengan kesalahan pada sumber
belajar, baik itu buku diktat, LKS, atau literatur-literatur online yang bisa diakses
melalui internet. Akan tetapi, jika guru menguasai materi dengan baik, maka
masalah ini akan dapat dengan mudah diatasi. Kesalahan pada sumber belajar bisa
langsung dikoreksi oleh guru.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa kompetensi professional guru
sangatlah esensial dalam mengatasi permasalahan miskonsepsi siswa. Kurangnya
kompetensi professional guru akan secara langsung berimplikasi pada pemahaman
siswa akan materi yang diajarkan oleh guru tersebut yang akhirnya akan
menyebabkan terjadinya miskonsepsi pada siswa.
Permasalahan di atas akan bias diatasi apabila guru memiliki kesadaran
untuk meningkatkan pemahaman akan materi yang menyangkut biokimia
sehingga dia mampu menyampaikan materi tersebut dengan baik. Peningkatan
kompetensi professional guru juga akan secara langsung meningkatkan performa
guru di depan kelas, sehingga pembelajaran bisa berlangsung dengan baik.
BAB III
KESIMPULAN
Timbulnya miskonsepsi materi biokimia pada siswa selain disebabkan oleh
factor internal siswa, juga sangat banyak dipengaruhi oleh factor lain, terutama
kemampuan guru dalam menyajikan materi tersebut. Guru yang tidak memahami
materi pelajaran yang disajikan secara utuh, secara langsung akan mempengaruhi
penerimaan siswa akan materi tersebut. Dengan kata lain, miskonsepsi siswa
secara langsung juga disebabkan oleh rendahnya kompetensi professional guru.
DAFTAR PUSTAKA
_______ 2013. Materi Biokimia. Departemen Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.
Amien, M. (1990). Pemetaan konsep: Suatu tehnik untuk meningkatkan belajar yang bermakna. Mimbar Pendidikan. Volume 2. Tahun IX, hal. 55-69.
Al-Balushi, M, Sulaiman et al. (2012). Omani twelfth grade students’ most common misconceptions in chemistry. Science Education International Vol.23, No.3, September 2012, 221-240.
Brody, M. J. (1987). A programmatic approach to teaching and learning about student understanding of science and natural resource concepts related to environmental issues. Dalam Novak, J.D. (Ed). Proceeding of the second international seminar misconcepsition and educational strategies in Science and Mathematics, Ithaca, New York: Cornell University.
Ibrohim. 2000. Miskonsepsi SAINS-Biologi di Kalangan Guru Sekolah Dasar. Proceeding National Science Education Seminar on The Problem of Mathematics and Science Education and Alternatives to Solve The Problems. February 23, 2000. Malang: FPMSAINS, State University of Malang (UM).
Mc. Cune- Noulich, Abraham, M., R. Grzybowski, E. B., Renner, J.W., and Marek, E.A. (1992). “Understanding and Misunderstanding of Eight Grader s of Five Chemistry Consepts Found in Textbooks”. Journal of Research in Science Teaching. 29 (2):105-120.
Michael, A. Joel et. al. 1999. Undergraduate students’ misconceptions About respiratory physiology Volume 22 : Number 1 – Advances In Physiology Education 127 – 135.
Nurhayati, 2011. Strategi Pembelajaran Biologi. Makassar : Badan Penerbit UNM.
Suparno, P. (2005). Filsafat Konstruktivis dalam Pendidikan. Jakarta: Penerbit Kanisius.
Widyasari, R. 2011. Identifikasi Miskonsepsi Siswa dan Guru Terhadap Konsep-konsep biologi ditingkat SMA 1 Magetan. Skripsi (http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/KMIP/ article/view/16940 <accessed 23
September 2013>).
Tayubi, Yuyu. 2005. Identifikasi Miskonsepsi Pada Konsep-Konsep Fisika Menggunakan Certainty Of Response Index (CRI). Mimbar Pendidikan No. 3/XXIV/2005. Hal 4-9.
Thompson, F., An exploration of common student misconceptions in science School of Education, International Education Journal, 2006, Vol. 7, Edisi (4), hal. 553-559.