Download - inkontinensia urin
INKONTINENSIA URIN
Kelompok 2
OUTLINE
Definisi Etiologi Epidemiologi Patofisiologi Klasifikasi Manifestasi klinis Diagnosis Tatalaksana Komplikasi dan prognosis
Definisi
Inkontinensia urin adalah gejala penyimpanan keluarnya urin tanpa disengaja sekalipun tidak terjadi kebocoran karena masalah sosial atau higenis.
ETIOLOGI
Jenis Etiologi
Stress UI Penurunan fungsi sfingter
Urge UI Over-aktivitas dari detrusor akibat gangguan
sensori (iritasi, inflamasi atau infeksi) dan
neurologi (gangguan fungsi sistem saraf pusat)
Mixed UI Campuran Urge dan Stress UI
Overflow UI Rusaknya kontraktilitas detrusor serta bledder
outlet obstruction
Functional UI Gangguan kognitif, fungsi atau mobilitas tanpa
disertai gangguan fungsi kandung kemih atau
kontrol neurologi.
FAKTOR RESIKO
↓ estrogen pada peri-menopause dan menopause melemahkan uretra
↓ berat badan Alkohol dan penggunaan obat-obatan :
Diuretik (misalnya: Frusemide), Antikolinergik (misalnya: Antihistamin), Analgesia narkotika (misalnya : Opioid), α-blocker (misalnya: Prazosin), CCB (misalnya: Nifedipin), Prostaglandin (misalnya: Misoprostol)
Usia penyebab utama inkontinensia akut pada lansia.
EPIDEMIOLOGI
Inkontinensia urin perempuan sangat berbeda antara negara maju dan kurang maju. Kehilangan uris secara involunter memiliki prevalensi sekitar 25% pada wanita muda (usia 14-21 tahun), 44% untuk 57% di paruh baya dan pascamenopause perempuan (usia 40 - 60 tahun), dan 75% pada wanita lanjut usia (umur ≥75 tahun). Namun, statistik ini mungkin dianggap remeh karena fakta bahwa setidaknya setengah dari wanita mengompol tidak melaporkan masalah ini ke dokter mereka seperti diungkapkan beberapa studi.
PATOFISIOLOGI
• Kandung kemih adalah otot berongga yang terletak di dasar panggul. – Otot detrusor otot utama dari kandung kemih
yang berasal dari otot polos berfungsi untuk menjaga kandung kemih dari pergerakan yang tidak diperlukan.
• Uretra kumpulan otot yang berfungsi untuk mempertahankan kontrol kandung kemih. – Sfingter internal berkontraksi setiap saat
kecuali saat berkemih (buang air kecil)– Sfingter eksternal berkontraksi sepanjang
waktu, ketika kandung kemih penuh untuk menghindari pengeluaran urin secara involunter.
• Ketika terasa kandung kemih mulai penuh dan perlu berkemih sinyal sensorik dikirimkan dari otak ke sfingter untuk memberikan sinyal relaksasi proses perkemihan.
• Otot detrusor relaksasi untuk membantu kandung kemih dalam penyimpanan urin sementara Sinyal dari otak diberikan otot detrusor kontraksi pergerakan memeras agar memungkinkan urin mengalir dari kandung kemih ke uretra.
↓ komplians kandung kemih
↓ kapasitas kandung kemih
↓ tekanan penutupan uretra
↓ kemampuan untuk menahan proses berkemih,
• ↑ kontraksi involunter otot detrusor, residu pasca miksi (post void residual/PVR), frekuensi berkemih dan pelemahan otot dasar panggul pada wanita dan pembesaran prostat pada pria. Selain terkait usia, penyakit kronis lainnya juga dapat berkontribusi terhadap terjadinya inkontinensia urin.
Perubahan yang terjadi pada saluran kemih terkait usia berkontribusi pada peningkatan prevalensi inkontinensia urin pada populasi lanjut usia:
KLASIFIKASI
Klasifikasi secara umum: UI transien UI kronis:
Stress Urge Mixed Overflow functional
Klasifikasi menurut ICS (International Continence Society): Nocturnal enuresis Continuous urinary incontinence Situational incontinence
MANIFESTASI KLINIS
DIAGNOSIS
ANAMNESIS Membedakan Jenis Inkontienesia
Transien: DIAPPERS atau DISAPPEAR mnemonic Kronis: The 3 incontinence question
Riwayat Masalah Kesehatan Kualitas Hidup Voiding Diary
PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik urogenital dan RT Pemeriksaan kardiovaskuler Pemeriksaan muskuloskeletal Pemeriksaan neurologi Pemeriksaan paru
PEMERIKSAAN PENUNJANG Tes stress batuk: Hasil positif didapatkan bila
terjadi kebocoran urin. Sedangkan hasil negatif bila tidak didapatkan kebocoran atau kebocoran urin yang terlambat dalam waktu 5 – 15 detik.
Tes laboratorium: darah rutin (kreatinin) serta urinalisis
Postvoid Residual (PVR) Urine: Positif jika volume urin residu lebih dari 200 mL, kecurigaan jika volume residu 100 – 200 mL dan negatif jika kurang dari 50 mL.
TATALAKSANA
Modifikasi gaya hidup: berhenti merokok, pengurangan kafein dan pengurangan alkohol, penurunan berat badan, dan asupan cairan yang dimodifikasi.
Terapi perilaku: Pelatihan kandung kemih.
Perawatan invasif: Bedah, injeksi periuretra agen bulking, sfingter urin atrifisial
Modifikasi gaya hidup
Terapi perilaku
Farmakologi Antimuskarinik Duloksetin α-Agonis Estrogen Botulinum Toxin Mirabegron
Komplikasi
Infeksi saluran kemih Kelainan kulit Gangguan tidur Problem psikososial seperti depresi Mudah marah Terisolasi
Pronosis
Prognosis pasien bergantung pada jenis serta derajat keparahan UI. Selain itu juga bergantung pada tatalaksana yang dilakukan. Semakin baik tatalaksana, akan semakin baik pula prognosisnya.
DAFTAR PUSTAKA Al Taweel, Waleed., dan Raouf Seyam. 2015. Neurogenic bladder in spinal cord injury
patients. Diambil dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4467746/pdf/rru-7-085.pdf
Cook, B.K. et al., 2013. Urinary Incontinence in the Older Adult. , pp.3–20. Available at: https://www.accp.com/docs/bookstore/psap/p13b2_m1ch.pdf
Hersh, L. and Salzman, B., 2013. Clinical Management of Urinary Incontinence in Women, 87(9), pp.634-641. Available at: http://www.aafp.org/afp/2013/0501/p634.pdf
Khandelwal, C. and Kistler, C., 2013. Diagnosis of Urinary Incontinence, 87(8).pp.543-550. Available at: http://www.aafp.org/afp/2013/0415/p543.pdf
Kow, J.K., Carr, M. & Gnc, C., 2013. Diagnosis and management of urinary incontinence in residential care. BC MEDICAL JOURNAL, 55(March), pp.96–100. Available at: http://www.bcmj.org/sites/default/files/BCMJ_55_Vol2_incontinence.pdf
Ngarambe, C. & Peng, D., 2015. Female urinary incontinence: a systematic overview and non-surgical treatment. International Journal of Reproduction, Contraception, Obstetrics and Gynecology, 4(3), pp.527–539. Available at: http://www.ijrcog.org/?mno=182631
Qaseem, A. et al., 2014. Nonsurgical Management of Urinary Incontinence in Women: A Clinical Practice Guideline From the American College of Physicians, 161, pp.429-440. Available at: http://annals.org/data/Journals/AIM/930874/0000605-201409160-00010.pdf
Wang, Sheng-Min., et al. 2015. Overactive Bladder Successfully Treated with Duloxetine in a Female Adolescent. Diambil dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4540032/pdf/cpn-13-212.pdf
Wolosker, Nelson., et al. 2011. The Use of Oxybutynin for Treating Axillary Hyperhidrosis. Diambil dari: http://www.sweathelp.org/pdf/Munia%20study.pdf