INTERAKSI SOSIAL DI MEDIA SOSIAL DALAM
PERSPEKTIF DRAMATURGI
(Studi Kasus Pengguna WhatsApp dan Instagram Kelompok Ibu-Ibu Seven
Squad di SD Ruhama)
SKRIPSI
Diajukan guna Memenuhi Persyaratan Penyusunan Skripsi untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Jita Wanodya
1113111000066
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H / 2019
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
INTERAKSI SOSIAL DI MEDIA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF
DRAMATURGI, STUDI KASUS: PENGGUNA WHATSAPP DAN
INSTAGRAM IBU-IBU SEVEN SQUAD DI SD RUHAMA
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 19 September 2019
Jita Wanodya
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Jita Wanodya
NIM : 1113111000066
Program Studi : Sosiologi
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
INTERAKSI SOSIAL DI MEDIA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF
DRAMATURGI (STUDI KASUS PENGGUNA WHATSAPP DAN INSTAGRAM
IBU-IBU SEVEN SQUAD DI SD RUHAMA)
dan telah memenuhi syarat untuk diuji.
Jakarta, 2019
Mengetahui,
Ketua Program Studi
Cucu Nurhayati, M. Si
NIP.197609182003122003
Menyetujui,
Pembimbing,
Muhammad Ismail, M. Si
NIP. 19680308 199703 1 001
iv
v
ABSTRAK
Media sosial digunakan sebagai ajang unjuk gigi, eksistensi atau
penampilan diri dikalangan remaja, ibu-ibu atau masyarakat di Indonesia pada
umumnya. Segala macam kegiatan yang dilakukan seolah-olah harus diunggah
atau dibagikan melalui media sosial agar semua orang dapat mengetahui apa yang
sedang dilakukan atau yang terjadi. Dikalangan ibu-ibu media sosial ini sangat
diminati mereka sangat aktif dan eksis di berbagai media terutama di instagram
dan whatsapp. Skripsi ini menganalisis tentang interaksi di media sosial sebagai
panggung presentasi diri. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan
objek penelitiannya adalah kelompok ibu-ibu Seven Squad. Pemilihan informan
menggunakan key person atau informan utama. Analisis data penelitian ini
menggunakan interactive analysis models yaitu dengan melakukan tahap
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan.
Peneliti menggunakan teori dramaturgi, teori ini berbicara mengenai
pangung depan dan panggung belakang, panggung depan merupakan tempat di
mana para aktor dapat berperan sesuai kemauan pribadi atau kemauan masyarakat.
Sedangkan panggung belakang merupakan wilayah asli aktor di mana diri aktor
yang sesungguhnya tanpa bersandiwara terdapat di panggung ini. Diri merupakan
perilaku yang timbul dari kemauan/ tuntutan masyarakat dan diri mereka sendiri.
Hasil dari analisa dengan menggunakan teori ini adalah ibu-ibu ini melakukan
akting dan manipulasi kesan demi mencapai tujuan atau presentasi diri mereka
yang akan diterima oleh masyrakat atau pengikutnya. Terdapat dua kategori kesan
yang ingin ditampilkan yaitu sebagai orang yang mempunyai status sosial tinggi
dan sebagai orang dengan kepribadian baik dan bijak.
Kata kunci : Interaksi, media sosial, ibu-ibu, dramaturgi
.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat dan karunianya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu menjadi suri tauladan, sang
tokoh reformasi sejati kehidupan sosial dan politik hidup umat manusia.
Penulisan skripsi ini dalam prosesnya telah dilakukan secara maksimal,
namun penulis menyadari sebagai manusia dengan keterbatasan dan
kekurangannya tentu masih jauh dari kata sempuaan. Banyak tantangan dan
rintangan yang dihadapi oleh penulis, namun akhirnya bisa bertahan dengan
dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah berkontribusi baik secara moril ataupun materil
kepada:
1. Bapak Dr. Ali Munhanif, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu
yang bermanfaat kepada penulis.
2. Ibu Dr. Cucu Nurhayati, M. Si selaku Ketua Program Studi Sosiologi yang
senantiasa memberi semangat dan arahan kepada penulis.
3. Ibu Dr. Joharatul Jamilah, M. Si selaku Sekretaris Program Studi Sosiologi
yang telah memberikan masukan dan bimbingannya.
vii
4. Bapak Muhammad Ismail, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang selalu
memberikan dukungan, semangat, dan arahan selama proses penulisan
skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat selama penulis
menempuh jenjang perkuliahan.
6. Ayahanda Sarjito dan Ibunda Aminah, yang telah memberikan banyak
cinta dan kekuatan, semangat serta do’a, sehingga penulis bisa bertahan
hingga selesainya proses penulisan skripsi ini.
7. Semua saudara saya, tante, om, serta sepupu saya Fitriah Handayani dan
Tri Utami yang telah memberikan motivasi, membantu penulis dari awal
masuk UIN Jakarta hingga saat ini telah selesai proses penulisan skripsi
ini.
8. Sahabat-sahabat seperjuangan Daebak Omo; Istiqomah Aisyiyah, Titi
Tahdinani Nashiriyah, Shofia Khoerunnisa, Wiqoyatul Amanah, yang
telah memberikan semangat, menjadi tempat sharing dan rumah
ternyaman untuk berbagi cerita, senantiasa memberikan masukan
meskipun pada prosesnya sama sedang menggarap skripsi.
9. Sahabat sejawat Salamah Nur Indah Setyaningrum, yang telah
memberikan inspirasi dan mendengarkan keluh kesah penulis dalam
proses penulisan skripsi ini.
viii
10. Teman-teman seperjuangan Sosiologi B 2013 yang tidak bisa penulis
tuliskan satu persatu yang telah memberikan semangat dan dukungan
kepada penulis.
11. Para informan yang telah meluangkan waktu, memberikan informasi
terkait tema skripsi ini dan bersedia berbagi pengalaman kepada penulis
yang pada kesempatan ini tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Demikian ucapan syukur dan terimakasih yang penulis berikan. Semoga
Allah senantiasa membalas semua kebaikan serta menuntun kita ke jalan yang
diridhoi-Nya. Walaupun terdapat kekurangan dalam skripsi ini, penulis berharap
skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Aamin
Jakarta, 01 Oktober 2019
Penulis
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK.......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR........................................................................................ vi
DAFTAR ISI....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL............................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah ……………………………......................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ………………………. ............................ 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………... ................... 6
D. Tinjauan Pustaka ………………………………………..….….. 7
E. Kerangka Berpikir …………………………………………....... 14
F. Kerangka Konsep......................................................................... 16
1. Media Sosial........................................................................... 16
2. WhatssApp dan Instagram..................................................... 17
3. Presentasi Diri........................................................................ 17
G. Kerangka Teoritis …………………....................….. ................. 19
1. Dramaturgi.............................................................................. 19
2. Interaksi Sosial........................................................................ 27
H. Metodologi Penelitian................................................................... 29
I. Sistematika Penelitian ………………………………………….. 35
BAB II GAMBARAN UMUM
A. Kelompok Sosial Ibu-ibu SD Ruhama......................................... 36
B. Data Anggota Kelompok yang Menjadi Informan....................... 38
C. Gambaran Observasi Kegiatan Informan..................................... 43
BAB III INTERAKSI DENGAN MEDIA SOSIAL SEBAGAI PRESENTASI
DIRI DALAM MASYARAKAT
A. Interaksi Sosial Dramaturgi Ibu-ibu Seven Squad........................ 46
1. Bentuk-bentuk Presentasi Diri................................................ 50
2. Konsekuensi Interaksi Sosial.................................................. 54
B. Proses Presentasi Diri Ibu-ibu Seven Squad.................. ...............57
1. Bentuk Panggung Depan....................................................... 57
2. Bentuk Panggung Belakang................................................... 68
3. Tim Pertunjukkan................................................................... 76
4. Analisa Dramaturgi pada Ibu-ibu Seven Squad................. 78
x
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................... 83
B. Saran ............................................................................................ 84
Daftar Pustakaka.................................................................................................. xiii
Lampiran-lampiran
xi
DAFTAR TABEL
Tabel I.D.1. Tinjauan Pustaka.......................................................................... 12
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.E.1. Kerangka Berpikir............................................................... 14
Gambar III.A.2. Foto-foto unggahan perhiasan Ibu Ade.............................. 52
Gambar III.A.3. Foto Ibu Alin...................................................................... 53
Gambar III.A.4. Foto Ibu Alin dan Komentar Pengikutnya Di
Instagram........................................................................... 56
Gambar III.B.5. Foto Ibu Alin dengan Captionnya...................................... 60
Gambar III.B.6. Foto Ibu Vinni.................................................................... 64
Gambar.III.B.7. Ibu Ade Berfoto Mengendarai Mobil ................................71
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Perkembangan teknologi dan komunikasi saat ini sudah berkembang sangat
pesat. Munculnya berbagai macam media sosial pada internet menarik perhatian
banyak orang. Teknologi dan komunikasi saat ini seperti handphone bisa
dikatakan sebagi barang wajib bagi orang-orang yang hidup di jaman modern ini.
Media sosial (medsos) sebagai sarana komunikasi yang merupakan bentuk
perkembangan dari internet juga menempati posisi penting dalam keseharian kita.
Banyak diantara kita yang tidak bisa lepas dari media sosial dalam menjalankan
kehidupan sehari-harinya. Bukan hanya dikalangan remaja tetapi dikalangan ibu-
ibu media sosial ini juga sangat familiar . Media sosial ini juga sangat berperan
terhadap terbentuknya kesan-kesan yang ditimbulkan penggunanya.
Menurut penelitian yang dilakukan We Are Social, media asal Inggris yang
bekerja sama dengan Hootsuite pada tahun 2018, dari total populasi Indonesia
sebanyak 265,4 juta jiwa yang aktif menggunakan media sosial mencapai 130 juta
dengan penetrasi 49 persen. Sebanyak 120 juta orang Indonesia menggunakan
smartphone atau tablet untuk mengakses media sosial. Sebanyak 41% pengguna
media sosial Indonesia mengaku sering menggunakan Facebook, 40% pengguna
WhatsApp, dan 38% pengguna Instagram, data diperoleh dari internet akses 18
2
Oktober 2018(https://tekno.kompas.com/read/2018/03/01/10340027/riset-ungkap-
pola-pemakaian-medsos-orang-indonesia?pagr=1).
Di kalangan masyarakat instagram dimanfaatkan untuk berinteraksi dengan
teman-teman lama atau teman baru yang mereka dapat saat bergabung di media
sosial ini. Melalui dunia maya mereka mengikuti komunitas-komunitas tertentu
atau hanya sekedar mengupload foto. Menurut penggunna media sosial kebiasaan
yang sering mereka lakukan di media sosial adalah memeriksa akun mereka
sendiri. Namun, saat informan menata akun media sosial mereka, yang mereka
lakukan sebenarnya adalah menata wajah atau penampilannya di dunia maya
(Ansari dan Handoyo, Jurnal UNESA, Vol.03, 2015:02). Ketika melakukan
perubahan terhadap tema atau warna halaman depan dan atau sedang menulis
status di media sosialnya seakan-akan mereka sedang memilih pakaian yang
cocok untuk mereka kenakan. Pengelolaan di media sosial merupakan sebuah
tindakan yang tidak spontan dilakukan, tetapi melalui proses seleksi demi tampil
sempurna di depan audien media sosialnya. Masyarakat pengguna akun memiliki
cara sendiri untuk melakukan pencitraan diri dan eksistensinya di media sosial.
Bukan hanya facebook, instagram, whatsapp, twitter juga mempunyai peran
yang sama dalam membentuk presentasi diri seseorang. Adanya bentuk profil atau
biodata singkat pada akun tersebut secara tidak langsung menuntun mereka untuk
melakukan pencitraan karena biasanya audien akan melihat profil mereka sebagai
bentuk pertimbangan untuk memfollow atau menila pribadi pemilik akun. Ada
berbagai jenis pencitran diri yang bisa terlihat secara kasat mata yaitu menuliskan
kata-kata bijak di facebook, instagram, whatsapp atau twitter, menyampaikan
3
kritik, menulis status yang berhubungan dengan kondisi pribadi saat ini,
menyampaikan aktivitas dan lokasi saat ini, dan berbagai cara lainnya. Selain
kata-kata, presentasi diri juga dikombinasi dengan video, gambar atau foto seperti
foto-foto di berbagai lokasi dan lain lain (Ansari dan Handoyo, Jurnal UNESA,
Vol.03, 2015:02).
Di era globalisasi saat ini pengguna media sosial bukan hanya didominasi
oleh kalangan remaja atau anak muda saja. Kalangan usia dewasa atau bisa
dibilang ibu-ibu juga banyak yang sudah menggunakan media sosial ini. bahkan
pengguna dikalangan ibu-ibu ini mengalami peningkatan dari tahun ke tahun hal
ini disebabkan pula oleh kemajuan teknologi. Menurut survei yang dilakukan oleh
babycenter.com dan ComScore menunjukkan sebuah fakta baru tentang
penggunaan media sosial di kalangan ibu-ibu. Ibu muda atau ibu yang baru
mempunyai satu anak mereka cukup aktif di akun media sosial mereka. Hasil
survey dari 1.480 orang dewasa, 91% ibu-ibu menggunakan media sosial. Media
sosial ini digunakan sebagai cara untuk selalu terkoneksi dengan dunia luar karena
mereka sibuk dengan kehidupan sebagai ibu rumah tangga. Dalam kegiatannya di
media sosial ibu-ibu ini biasanya menggunakan smarthphone dan smartphone
mereka ini dugunakan untuk berselancar di media sosial yang mereka punya (via
mediapost.com, akses 18 Oktober 2018).
Hal seperti ini menarik perhatian penulis untuk mengkajinya menggunakan
teori dramaturgi. Teori ini menjelaskan jika seorang aktor ingin tampil di atas
panggung mereka akan menggunakan topeng saat pentas dan melepasnya saat
turun panggung, ini disebut dengan sebutan panggung depan dan panggung
4
belakang. Aktor akan memaikna perannya secara epik di panggung depan karena
ia akan berakting didepan semua orang sedangkan di belakang panggung aktor
akan memainkan perannya secara asli tanpa akting atau memanipulasi diri mereka.
Menurut Goffman panggung depan marupakan pertunjukan bagi aktor yang
berfungsi untuk menunjukkan diri pada penontong dan lingkungan
masyarakatnya.
Menurut Goffman (, Ritzer dan Goodman, 2004:400), membedakan muka
persoanal dan setting. Muka personal merupakan situasi fisik yang ada pada aktor
seperti tampilan dan tingkah laku mereka sedangkan setting menunjukkan pada
tampilan fisik yang biasanya harus ada ketika aktor memainkan perannya seperti
cara berpakaian. Para pengguna media sosial sering kali menampilkan kesan yang
baik, dibutuhkan, dan terkenal pada audiensnya. Mereka sering menonjolkan jika
apa yang mereka tulis dan update itu sesuatu yang penting. untuk melakukan itu
para pengguna medsos ini harus meyakinkan audiensnya jika yang ia lakukan
adalah benar adanya. Goffman (, Ritzer dan Goodman, 2004:400), berpendapat
bahwa bisa saja penonton ikut memainkan peran untuk mengatasi kepalsuan aktor
sehingga gambaran ideal sang aktor tetap ideal. Ini berarti keberhasilan suatu
pertunjukan atau drama yang ditampilkan oleh aktor tergantung dari semua pihak
yang terlibat.
Dalam berinteraksi di sosial media ini individu dapat mengetahui atau
mengatur tampilan yang mereka inginkan untuk memberikan kesan kepada
individu lainnya atau Goffman, menyebutnya sebagai Pengelolaan Kesan
(Impression Management) yang berarti juga sebagai permainan peran untuk
5
membuat suatu citra pada penonton mereka. Menurut Goffman (seperti dikutip
Benedictus, Jurnal ASPIKOM, 2010:31), permainan peran atau pengelolaan kesan
bersifat jangka pendek dan akan terus berubah sesuai dengan kondisi dan situasi
interaksi yang sedang terjadi. Penerimaan penonton akan manupulasi merupakan
tujuan dari dramaturgi Goffman. Penonton akan melihat aktor sesuai dengan kesan
yang ingin mereka tampilkan apabila akting yang mereka lakoni diterima dan
sesuai dengan ekspektasi masyarakat. Sehingga penonton akan lebih mudah
percaya dengan kesan atau presentasi diri yang ingin dicapai aktor.
Berangkat dari pemahaman penulis bahwa media sosial memiliki peran aktif
dalam mempengaruhi presentasi diri untuk berinteraksi dan berkomunikasi pada
penontonnya, di mana para pengguna media sosial Mereka memanipulasi peran
atau diri mereka di media sosial agar bisa bisa menampilkan presentasi diri yang
mereka inginkan dan dapat mengelola kesan mereka untuk ditunjukan pada para
audien. Peran yang mereka tampilkan di ruang nyata dan di dunia maya ini
sangatlah berbeda, terdapat manipulasi pada pribadi dan kegiatan yang mereka
tampilkan di media sosial. Dari pemaparan tersebut peneliti merasa perlu
dilakukan penelitian dengan menganalisa bagaimana proses interaksi dalam
membentuk presentasi diri di kalangan Ibu-ibu ini, mereka dalam berinteraksi
memiliki tujuan untuk mengekspresikan diri yang layak dan tidak layak serta
meyakinkan penonton dengan sesuatu yang ia tampilkan kemudian terakhir
mereka akan dapat menunjukkan presentasi diri yang ingin mereka tunjukkan
yang nantinya akan diterma atau ditolak oleh audien serta bagaimana panggung
depan dan panggung belakang ibu-ibu Seven Squad berlangsung. Peneliti
6
mengambil tema: “Interaksi Sosial di Media Sosial dalam Perspektif
Dramaturgi (Studi Kasus Pengguna WhatsApp dan Instagram Ibu-ibu Seven
Squad di SD Ruhama).”
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian pernyataan masalah, maka dirumuskan pertanyaan
penelitian untuk membatasi masalah penelitian, sebagai berikut:
Bagaimana proses interaksi sosial dengan media sosial di kelompok Ibu-ibu
Seven Squad dalam perspektif dramaturgi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Melihat, mengetahui serta menganalisis interaksi sosial dan proses
presentasi diri yang terbentuk pada pengguna media sosial dengan teori
dramaturgi.
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis: Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat digunakan
menjadi bahan untuk memperkaya kajian yang terkait dengan penggunaan
media sosial di Indonesia.
2. Manfaat praktis : Bagi peneliti, penelitian ini dapat memotivasi agar
peneliti dapat menghasilkan karya tulis yang lebih baik dan bermanfaat
kesempatan berikutnya. Bagi pembaca, diharapkan penelitian ini dapat
membuka pandangan atau pemikran anda agar lebih luas dan bisa
7
mengetahui lebih lanjut keterkaitan antara kajian dramaturgis dan media
sosial yang sedang berkembang saat ini.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam mencari suatu permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini,
maka penulis telah mencari penelitian serta beberapa tulisan ilmiah terkait dengan
penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Berikut ada beberapa penelitian dan
tulisan ilmiah yang hampir serupa dan memiliki pembahasan yang sama dengan
penelitian penulis tentang dramaturgis, interaksi sosial, dan media sosial, antara
lain:
Penelitian pertama dari jurnal ASPIKOM dengan judul “Konstruksi Diri
dan Pengelolaan Kesan pada Ruang Riil dan Virtual yang ditulis oleh Benedictus
A.S (2010). Penelitian ini menjelaskan tentang perilaku manusia dalam sebuah
acara reality show yang menandakan perubahan cara berpikir, sikap dan perilaku
individu ketika berinteraksi dengan orang lain melalui internet. Individu adalah
seseorang yang selalu berkeinginan untuk mengelola kesan yang baik dihadapan
lawan bicara dengan tujuan agar interaksi terjadi secara terus menerus
(Benedictus, 2010:31).
Hasil dari penelitian ini adalah dramaturgi yang dikemukakan oleh Erving
Goffman secara sederhana adalah pengelolaan kesan dimana masing-masing pihak
bisa memperlihatkan identitas untuk publik (front stage) yang bisa kelihatan
langsung baik melalui bentuk verbal (given) dan nonverbal (given off). Namun
ketika berada di ruang virtual, maka interaksi dalam bentuk verbal di wilayah
panggung depan tidak lagi terlihat secara langsung, tetapi sudah termediasi
8
(mediated communication), karenanya kita tidak mengetahui perilaku maupun
kondisi yang terjadi pada individu yang sedang berpikir tentang wilayah depan
yang ditampilkan (Benedictus, 2010:31).
Kedua, Tesis Ilmu Komunikasi dengam judul “Pemimpin Daerah sebagai
Agen (Dramaturgi dalam Komunikasi Politik Wali Kota Solo Joko Widodo)” yang
ditulis oleh Cahyadi Indrananto. Penelitian ini menjelaskan tentang desentralisasi
yang mengubah pola berpikir masyarakat Indonesia dimana hubungan pemimpin
dengan rakyatnya berubah seiring dengan perubahan tersebut. Masyarakat kini
mempunyai wewenang untuk memilih pemimpin mereka sendiri, oleh karenanya
timbul permasalah ketidakseimbangan informasi, yang diakibatkan oleh
ketidatahuan masyarakat kopentensi dan preferensi kebijakan pemimpin mereka.
Maka perlu diperhatikan pentingnya seorang pemimpin daerah untuk menciptakan
hubungan interaktif dngan masyarakatnya dan membangun kepercayaan mereka
(Indrananto, 2012:01) .
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan etnografi dengan teknik primer
untuk pengamatan. Sedangakn teori yang digunakan adalah Teori Dramaturgi
Erving Goffman yang memanfaatkan metafor teater untuk menganalisi perilaku
manusia. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat permasalahan antara keagenan
masyarakat Solo dengan pemimpinnya, dalam menjalankan komunikasi politiknya
Joko Widodo menjaga kendali diri agar dapat mengekspresikan peran yang ia
mainkan sesuai dengan situasi yang diperlukan dan berdasarkan analisis Joko
Widodo telah melakukan berbagai manuver dramaturgis yang bermanfaat bagi
9
pola hubungannya dengan masyarakat Solo, Jokowi memberikan kesempatan bagi
masyarakat untuk melihat citra dirinya yang jujur dan tidak termanipulasi
(Indrananto, 2012:121-126).
Ketiga, jurnal Sosiologi dengan judul “Dramaturgi Pengemis Lanjut Usia
di Surabaya” yang ditulis oleh Lis Himmatul Holisoh dan Ali Imron, S.Sos, M.A
(2013). Penelitian ini menjelaskan tentang bagaimana teori dramaturgi, konsep
diri, dan interaksionis simbolik dapat menjelaskan fenomena pengemis yang
banyak ditemukan di Surabaya. Secara khusus penelitian ini akan melihat
bagaimana front stage dan back stage yang ada pada diri pengemis lansia ini.
Adapun metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif
dengan pendekatan interaksionis simbolik George Herbert Mead untuk
mengungkap pemakaian simbol-simbol pengemis yang digunakan untuk
berinteraksi dengan masyarakat. Kemudian hasil dari penelitian ini adalah
pengemis lansia dalam penelitian ini mampu memerankan perannya secara apik di
panggung depan dengan cara menguasai ekspresi muka dan vokal serta
perlengkapan yang dibawa ketika mengemis. Penyempurnaan drama di panggung
belakang dengan cara menutupi kehidupan sebenarnya serta menutupi beberapa
kesenangan pengemis. Pengemis lansia menggunakan tangan atau wadah berupa
bekas gelas air mineral sebagai simbol yang diinformasikan kepada masyarakat.
Pengemis lansia juga memaknai perilakunya sebagai pekerjaan yang halal
(Holisoh dan Imron, 2013:01).
Keempat, jurnal sosiologi dengan judul “Media Sosial sebagai Panggung
Drama” yang ditulis oleh Novi Anasari dan Pambudi Handoyo (2015). Penelitian
10
ini menjelaskan tentang media sosial yang yang digunakan sebagai ajang
eksistensi diri. Setiap kegiatan yang mereka lakukan seolah-olah harus mereka
bagikan di media sosial agar semua orang tau apa yang sedang ia lakukan dan apa
yang sedang terjadi pada dirinya. Adapun metode penelitian yang digunakan
adalah metode kualitatif dengan pendekatan Cyber Etnhography. Menurut Robert
V Kozinets, Cyber Etnhography merupakan pendekatan etnografi untuk dunia
sosial yang di mediasi oleh perangkat komputer.
Kemudian hasil dari penelitian ini adalah Kategori yang pertama di dasarkan
pada alasan penggunaan twitter, yaitu alasan karena ikut-ikutan teman dan sebagai
sumber informasi. Sedangkan kategori kedua berdasarkan manajemen kesan yang
ditampilkan pengguna twitter. Mahasiswa Unesamelakukan pertunjukan peran
dengan menampilkankesan tertentu yang diamati melalui aktivitas timelinetwitter
penggunanya. Manajemen kesan yang dihasilkan antara lain, (1) kesan galau
untuk mendapatperhatian, (2) kesan sebagai penggemar Kpop, (3)kesan terlihat
bijak dan bermoral, (4) kesan sebagai penggemar sepak bola, dan (5) kesan
sebagai penyuka fashion design. Media sosial twitter digunakan oleh penggunanya
untuk melakukan arena pertunjukanperan melalui timeline twitter (Anasari dan
Handoyo, 2015:01).
Kelima, Skripsi Ilmu Komunikasi dengan judul: “Penggunaan Media
Sosial sebagai Eksistensi Diri” yang ditulis oleh Alboin Leonard PS. Penelitian
ini menjelaskan tentang penggunaan media sosial dengan berbagai macam
motivasi. Untuk sekedar berkomunikasi dengan orang lain, untuk mencari tahu
perkembangan sesuatu, untuk berbagi informasi maupun salah satu yang menjadi
11
trend saat ini adalah penggunaan media sebagai bentuk eksistensi diri. Adapun
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dskriptif kualitatif dengan
metode wawancara mendalam.
Kemudian hasil dari penelitian ini adalah media sosial yang sering
digunakan sebagai sarana untuk ajang eksis dengan cara mengunggah foto selfie.
Bentuk lain dari ajang eksis melalui media sosial yakni yang terlihat pada media
sosial jenis Path. Media ini memiliki fasilitas check-in, yakni fasilitas yang
memungkinkan pengguna agar dapat menandai tempat dimana dia sedang berada.
Saat ini pengguna media sosial berlomba-lomba untuk dapat mengikuti atau
mengunjungi tempat-tempat yang nge-hits atau sedang menjadi tempat populer
untuk dikunjungi (Leonard, 2016:01).
Dari berbagai penelitian tersebut, beberapa penelitian memiliki kesamaan
dengan tema dan judul penelitian yang ingin dilakukan oleh penulis. Persamaan
lain terletak pada teori dan metodologi yang digunakan oleh peneliti di mana
mereka menggunakan teori dramaturgi untuk dasar teori mereka dan sama-sama
menggunakan metodologi kualitatif. Walaupun memang antara penelitian di atas
masing-masing berbeda konsep, namun penulis melihat kesamaan dari penelitian
di atas dengan penelitian yang akan penulis lakukan yaitu penelitian ini fokus
masalahnya terhadap media sosial, panggung drama, presentasi diri dan interaksi
sosial yang terjadi di masyarakatumum ini. Di mana bisa terlihat perbedaan dari
kesamaan tersebut bahwa penelitian di atas fokus pada penelitian dengan
menggunakan teori dramaturgi yang dikemukakan oleh Goffman dan berbeda
pada konsep dan fokus masalah yang akan diteliti serta target yang akan diteliti.
12
Tabel I.D.1. Tinjauan Pustaka
No Data Penulis Teori Temuan/Hasil Persamaan Perbedaan
1 Penulis:
Benedictus A.S
(2010)
Judul:
Konstruksi Diri
dan Pengelolaan
Kesan pada
Ruang Riil dan
Virtual
Metode
Penelitian:
Kualitatif
Deskriptf
Erving
Goffman :
Dramaturgi
Menjelaskan
pengelolaan kesan
dimana masing-
masing pihak bisa
memperlihatkan
identitas untuk
publik (front
stage) yang bisa
kelihatan langsung
baik melalui
bentuk verbal
(given) dan non
verbal (given off).
Kesamaan
dalam konsep
teori
menggunakan
dramaturgi dan
berbicara pada
ruang virtual.
Subjek
penelitian
kepada sebuah
acara reality
show di televisi
.
2 Penulis:
Cahyadi
Indrananto
(2012)
Judul:
Pemimpin
Daerah sebagai
Agen
(Dramaturgi
dalam
Komunikasi
Politik Wali Kota
Solo Joko
Widodo
Metode
Penelitian:
Kualitatif
Dramaturgi
Erving
Goffman
Penelitian ini
menjelaskan
bahwa Joko
Widodo telah
melakukan
berbagai manuver
dramaturgis bagi
pola hubungannya
dengan masyarakat
dan memberikan
kesempatan bagi
masyarakat untuk
melihat citra
dirinya yang jujur
dan tidak
termanipulasi.
Melihat
bagaimana
panggung depan
dan panggung
belakang saat
sedang
berinteraksi
Perbedaan dari
objek yang di
teliti penelitian
ini
menggunakan
seorang
pemimpin serta
konsep yang
ingin dibahas.
3 Penulis:
Lis Himmatul
Holisoh dan Ali
Imron
(2013)
Judul:
Dramaturgi
Dramaturgi dan
Interaksionis
Simbolik
Pengemis lansia
dalam penelitian
ini mampu
memerankan
perannya secara
apik di panggung
depan dengan cara
menguasai
ekspresi muka dan
Menjelaskan
bagaimana
mereka
melakukan
pengelolan
kesan dan
bagaimana ia
berhasil
memanipulasi
Perbedaan dari
obyek dan
konsep
pembahasan
yang akan
dibahas.
13
Pengemis Lanjut
Usia di Surabaya
Metode
Penelitian:
Kualitatif dengan
Pendekatan
Interaksionis
Simbolik
vokal serta
perlengkapan yang
dibawa ketika
mengemis
penonton.
4 Penulis:
Novi Anasari dan
Pambudi
Handoyo
(2015)
Judul:
Media Sosial
sebagai
Panggung Drama
Metode
Penelitian:
Kualitatif dengan
Pendekatan
Cyber
Ethnograpy
Dramaturgi/
Presentasi Diri
Alasan
penggunaan
twitter, yaitu
karena ikut-ikut
temandan yang
lainya juga sebagai
sumber informasi .
Kedua, pengguna
menampilkan
manajemen kesan
mereka.
Sama-sama
menggunakan
teori dan konsep
pembahasan yag
serupa yaitu
dramaturgi dan
presentsi diri.
Perbedaan
objek yang akan
diteliti serta
fokus
pertanyaan yang
akan di ajukan.
5. Penulis:
Alboin Leonard
PS
(2016)
Judul:
Penggunaan
Media Sosial
sebagai
Eksistensi Diri
Metode
Penelitian:
Deskriptif
Kualitatif
Tidak
dijelaskan oleh
penulis
Media sosial
sering digunakan
sebagai sarana
unjuk gigi atau
narsis sengan
sering
mengunggah foto
selfie.
Sama-sama
ingin
menjelaskan
fenomena
penggunaan
media sosial
saat ini.
Perbedaan
objek yang akan
diteliti serta
fokus
pertanyaan yang
akan di ajukan
14
E. Kerangka Berpikir
Gambar 1.E.1 Kerangka Berpikir
Interaksi
Sosial
Ssi
v
Dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan Teori Dramaturgi karena
teori ini relevan dengan penelitian yang peneliti ambil. Penulis ingin menjelaskan
interaksi ibu-ibu Seven Squad pengguna media sosial dilihat dari panggung depan
dan panggung belakang para pengguna media sosial tersebut. Panggung depan
digunakan sebagai panggung untuk memanipulasi diri untuk nantinya ditampilkan
pada penonton sedangkan panggung belakang adalah tempat mereka menjadi diri
mereka sendiri serta tempat untuk mempersiapkan segala macam atribut untuk
ditampilkan di media sosial mereka. Bagaimana individu pengguna media sosial
itu sendiri dikaji melalui konsep dramaturgi mengenai presentasi diri untuk
Presentasi Diri
Ibu-ibu Seven Squad
Audie
n /
mas
yar
akat
Panggung
Depan
Panggung
Belakang
Tim
Pertunjukkan
Impresion/
kesan:
1. Diterima
2. Ditolak
15
mengetahui bagaimana memaknai seorang pengguna media sosial sebagai
selayaknya panggung sandiwara.
Pada penelitian ini juga peneliti meneliti bagaimana seorang individu
mengekspresikan dirinya di media sosial dengan cara membangun tujuan awal
mereka, meyakinkan penonton, dan sebagai hasilnya dapat mengalami
kegagagalan atau keberhasilan dalam perannya. Tujuan utama mereka
mengekspresikan diri sebagai orang yang memiliki prestis atau sebagai orang
yang memiliki kepribadian yang baik. Teori dramaturgi menjelaskan bahwa
identitas individu pengguna media sosial ini bisa saja berubah-ubah tergantung
dengan siapa mereka berinteraksi. Dalam proses mempresentasikan diri ini
individu atau para aktor didukung oleh tim pertunjukan (team performance), tim
ini berfungsi untuk membantu akator atau ibu-ibu ini mengelola kesan atau
perlengkapan apa saja yang harus mereka pakai saat mereka tampil. Mereka akan
memberikan saran sebagai hasil atau mereka mempresentasikan diri setelah
mendapat penilaian atau kesan oleh masyarakat atau penonton. Mereka akan
mengoreksi dan memperbaiki bersama kesalahan yang mungkin dilakukan oleh
sang aktor saat mereka sedang berakting.
Aktor membawakan naskah dalam bahasa/ simbol-simbol dan perilaku
untuk menghasilkan arti-arti dan tindakan-tindakan sosial dalam konteks sosio-
kultural orang lain yang menginterpretasikan naskah tersebut dengan pengetahuan
mereka tentang aturan-aturan budaya atau simbol-simbol signifikan. Di sinilah
dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Interaksi dalam
media sosial, meliputi simbol: verbal, ekspresi wajah, cara berpakaian, gaya
16
bahasa. Interaksi ini nantinya akan menimbulkan pemahaman masing-masing
individu, mereka akan menolak atau menerima peran pengguna media sosial
tersebut di kehidupan nyata.
F. Kerangka Konsep
1. Media Sosial
Internet (interconnection networking) merupakan jaringan
komputer yang dapat menghubungkan suatu komputer atau jaringan
komputer dengan jaringan komputer lain, sehingga dapat berkomunikasi
atau berbagi data tanpa melihat jenis komputer itu sendiri. Seperti yang
diketahui internet merupakan bentuk konvergensi dari beberapa teknologi
penting terdahulu, seperti komputer, televisi, radio, dan telepon (Bungin,
2006:135). Media sosial merupakan salah satu bentuk perkembangan dari
adanya internet. Melalui media sosial, seseorang dapat saling terhubung
dengan setiap orang yang tergabung dalam media sosial yang sama untuk
berbagi informasi dan berkomunikasi.
Media sosial memiliki sifat yang lebih interaktif apabila dibandingkan
dengan bentuk media tradisional seperti radio maupun televisi. Melalui
media sosial, kita dapat secara langsung berinteraksi dengan orang lain, baik
melalui komentar dalam media sosial maupun dengan sekedar memberikan
tanda like pada setiap postingan seseorang. Media sosial ada dalam berbagai
bentuk yang berbeda, termasuk sosial network, forum internet, weblogs,
sosial blogs, micro blogging, wikis, podcasts, gambar, video, ratting, dan
bookmark sosial.
17
2. WhatsApp & Instagram
WhatsApp merupakan aplikasi yang digunakan untuk bertukar pesan
dengaNberbagai fitur tambahan seperti telephone, video call, voice note, dan
saat ini dilengkapi dengan fitur snapstory. Mengutip dari
(www.ruangguru.co.id/pengertian-media-sosial/, akses 17 Desember 2018)
WhatsApp merupakan instan pesan yang berfoku pada jaringan sosial
lainnya dengan anggota lebih dari 700 juta pengguna di seluruh dunia.
Aplikasi ini diakuisisi oleh Facebook tetapi beroperasi sebagai entitas
terpisah.
Instagram merupakan aplikasi yang berfokus untuk mengunggah foto
dan video. Aplikasi ini juga dilengkapi dengan fitur live, snapstory, filter
foto dan video, bumerang dan lain-lain. Mengutip dari
(www.ruangguru.co.id/pengertian-media-sosial/, akses 17 Desember 2018)
Instagram merupakan jaringan sosial yang berfungsi untuk berbagi video
dan foto dengan anggota lebih dari 300 juta penguna di seluruh dunia.
Aplikasi ini bagian dari keluarga Facebook, aplikasi ini juga mempunyai
kemampuan cepat dalam menerapkan beberapa penyaring untuk foto yang
dapat mengunggah ke jaringan sosial lain seperti Twitter.
3. Presentasi Diri
Menurut Goffman (sepeti yang dikutip Mulyana, 2008:112) kegiatan
yang dilakukan oleh individu tertentu untuk menggambarkan suatu definisi
situasi dan identitas diri untuk mempengaruhi suatu interaksi. Lebih jelasnya
presentasi diri digunakan untuk menumbuhkan kesan tetentu di mata orang
18
lain dengan cara mengelola kesan dan sikap sesuai dengan apa yang mereka
inginkan untuk ditampilkan pada masyarakat atau audien mereka. Simbol-
simbol atau atribut yang akan digunakan saat mengelola kesan ini harus
sesuai dan harus mendukung identitas yang akan ditampilkan sang aktor di
atas panggung (Mulyana, 2008:112). Untuk keberhasilan dan mencapai
tujuan dalam peran yang mereka lakoni, mereka akan mengembangkan
perilaku dan sifat diri yang ada pada diri mereka seara maksimal.
Seperti pertunjukan drama pada umumnya, para aktor harus
menyiapkan segala perlengkapan untuk menunjang akting atau pertunjukan
mereka. Jika semua perlengkapan atau simbol yang menunjukkan identitas
mereka sudah siap mereka akan menggambarkan diri mereka yang nantinya
akan diterima oleh masyarakat atau pengikut di akun media sosial mereka.
Tekni ini disebut sebagai pengelolaan kesan, yaitu teknik yang digunakan
untuk menunjang dan mencapai tujuan aktor agar bisa diterima oleh
masyarakat (Mulyana, 2001:112). Kita akan dapat mengendalikan
pemaknaan orang lain dengan cara mengelola informasi yang ingin kita
sampaikan pada orang lain. Hal itu berfungsi untuk memberi tahu pada
audien siapa diri kta dan apa yang ingin kita tampilkan.
Dalam konsep dramaturgi, Goffman (seperti dikutip Mulyana,
2008:113) menyebut aktivitas untuk mempengaruhi orang lain itu sebagai
pertunjukkan (performance), yakni presentasi diri yang dilakukan individu
pada ungkapan-ungkapan yang tersirat, suatu ungkapan yang lebih bersifat
teateris kontekstual, non-verbal dan tidak bersifat intensional. Dalam arti,
19
orang akan berusaha memahami makna untuk mendapatkan kesan dari
berbagai tindakan orang lain, baik yang dipancarkan dari mimik wajah,
isyarat dan kualitas tindakan. Menurut Goffman (seperti dikutip Mulyana,
2008:113), permainan informasi dalam perilaku berinteraksi digunakan agar
orang lain mempunyai kesan yang baik terhadap diri kita.
Individu sebagai aktor yang berperan dan masyarakat sebagai
penonton disebut Goffman sebagai teater. Di mana dalam teater tersebut
mereka memerlukan panggung untuk pentas dalam penelitian ini adalah
media sosial dan ruang ganti di mana aktor bisa merancang skenario untuk
ditampilkan di atas panggung. Pada saat aktor tampil di atas panggung
mereka akan menggunakan identitas yang sudah di manipulasi atau sudah
ditentukan sebelumnya yang relevan dengan identitas yang ingin mereka
tampilkan. Sedangkan saat pementasan selesai aktor akan kembali ke
belakang panggung untuk menjadi dirinya sendiri dan untuk mempersiapkan
penampilan selanjutnya.
G. Kerangka Teoritis
1. Dramaturgi
Erving Goffman banyak dipengaruhi oleh pemikiran Mead terutama
dalam diskusinya mengenai ketegangan antara diri spontan “I” dan “Me”,
diri yang dibatasi oleh kehidupan sosial. Ketegangan ini bercermin dalam
pemikiran Goffman tentang apa yang disebut “ketidaksesuaian antara diri
manusiawi kita dan diri kita sebagai hasil proses sosialisasi”. Ketegangan ini
disebabkan perbedaan antara apa yang kita ingin lakukan secara spontan dan
20
apa yang diharapkan orang lain untuk kita lakukan. Kita dihadapkan dengan
tuntutan untuk melakukan tindakan yang diharapkan dari kita, selain itu, kita
diharapkan tidak ragu-ragu. Seperti yang dinyataka Goffman, “ kita tidak
boleh tunduk pada kestabilan” (Ritzer dan Goodman, 2004:399) . Menurut
Goffman, diri bukanlah milik aktor tetapi lebih sebagai hasil interaksi antara
aktor dan audien serta masyarakat. Berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan
bahwa perilaku yang timbul tidak selalu berasal dari kemauan aktor tetapi
perilaku yang muncul dari kemauan/tuntutan masyarakat, sehingga aktor
berperilaku sesuai dengan apa yang diinginkan masyarakat dalam hal ini
disebut audien agar dapat diterima di masyarakat.
Dramaturgi Goffman berbicara mengenai panggung depan dan
panggung belakang. Bagian dari pertunjukkan yang berfungsi untuk
menampilkan identitas diri mereka yang palsu mereka tampilkan di depan
masyarakat disebut panggung depan. Goffman lebih jauh membedakan
tentang setting dengan muka personal. Setting menunjukkan pada tampilan
fisik yang biasanya harus ada ketika aktor memainkan perannya. Muka
personal dibagi menjadi dua bagian yakni tampilan dan tingkah laku (Ritzer
dan Goodman, 2004:400).
Goffman ( Ritzer dan Goodman, 2004:400) berpendapat bahwa agar
tidak meruntuhkan sosok ideal seorang aktor, audien bisa juga mencoba
mengatasi kepalsuan tersebut. Kesuksesan dalam sebuah peran atau
pertunjukkan akan melibatkan semua pihak yang terkait, ini disesbut sebagai
karakter interaksional. Tempat di mana pengguna media sosial berharap
21
bahwa tidak akan ada penonton yang akan masuk ke area belakang atau
tidak akan hadir ke area privasi mereka disebut panggung belakang. Hal ini
bertujuan agar masyarakat atau pengikut mereka di media sosial tidak
mengetahui sifat atau sikap asli mereka di belakang panggung. Pertunjukan
akan sulit dilakukan jika masyarakat atau pengikutnya masuk ke panggung
belakang.
Para pengguna media sosial ini akan menyembunyikan rahasia
kesenangan ataupun kepribadian mereka yang bisa dipandang tidak baik
oleh penontonnya. Pada pertunjukan tertentu aktor harus membiarkan
turunnya standar-standar lain. Pada akhirnya aktor menganggap perlu
menyembunyikan cercaan, hinaan atau perbuatan yang mungkin saja
dilakukan oleh audien agar pertunjukan terus berlangsung (Ritzer dan
Goodman, 2004:401). Hal lain pada dramaturgi pada panggung depan ini
adalah aktor akan sering kali menampakkan kesan bahwa dirinya dekat
dengan audien daripada kenyataannya. Untuk melakukan hal ini aktor harus
meyakini audien mereka bisa terpengaruh sehingga kepalsuan pertunjukan
tidak dapat di ketahui (Ritzer dan Goodman, 2004:401).
Sedangkan di dalam area back stage (panggung belakang) aktor,
Goffman menyatakan bahwa back stage merupakan fakta yang
disembunyikan di depan atau berbagai tindakan informal yang timbul. Back
satge ataupun panggung belakang merupakan fakta di mana sang aktor
bertindak sesuai dengan keinginannya tanpa ada intervensi dari audien,
menurut Goffman aktor tidak bisa mengharapkan audien (masyarakat)
22
muncul ke dalam panggung belakang, bahkan penonton tidak bisa muncul
ke dalam panggung belakang sang aktor. Masing-masing dari mereka akan
menampilkan pertunjukkan menurut cara mereka sendiri dan dari
pertunjukkan tersebut kesan yang akan diterima atau dipahami masyarakat
akan berbeda-beda pula. Saat mereka melakukan interaksi, mereka akan
menunjukkan kesan diri yang nantinya dapat diterima oleh para
penontonnya.
Cara tersebut disebut Goffman dengang pengelolaan kesan
(Impression management), yaitu cara yang dipakai aktor untuk menanamkan
kesan kepada para penonton untuk mencapai tujuan tertentu. Seperti pakaian
yang mereka kenakan, rumah mereka, cara berbicara, gaya bahasa, riasan
wajah dan lain-lain. Individu mengelola informasi yang kepada individu lain
(Ansari dan Handoyo, Jurnal UNESA, vol.3, 2015:02). Selain di dunia fisik
atau yang hanya bisa dengan tatap muka langsung di dunia nyata presentasi
diri juga bisa dilakukan di dunia maya yaitu di media sosial. Ansari dan
Handoyo (Jurnal UNESA, vol.3, 2015:02) menyebut presentasi diri dalam
media sosial ini merupakan suatu percobaan baru untuk menunjukkan
identitas diri atau jati diri nya yang lain. Bukan tanpa kendala, percobaan
baru ini nanti juga akan bisa menghadapi bermacam kesulitan dalam
mempresentasikan diri individu masing-masing.
Media sosial ini memberikan kita banyak kesempatan untuk
mempresentasikan diri kita. Dalam drama kehidupan Goffman (seperti
dikutip Mulyana, 2008:113), melihat ada perbedan peran yang besar saat
23
aktor berada di panggung depan (front stage) dan panggung belakang (back
stage). Ketika kita berada di panggung depan kita ada dalam sebuah
pertunjukan di mana ada penonton yang sedang melihat pertunjukan kita.
Di panggung depan ini kita akan berusaha menampilkan kesan sesempurna
mungkin agar penonton atau masyarakt dapat menerima dan mengerti tujuan
dari perilaqku kita. Selain itu perlaku atau sikap yang akan kita tampilkan
juga harus dibatasi agar terlihat natural dan drama yang kita tampilkan akan
berhasil.
Sedangkan kehidupan asli kita di panggung belakang di mana tidak
ada orang yang melihat atau tidak ada penonton, sehingga kita dapat
berperilaku bebas tanpa memperdulikan bagaimana perilaku yang harus
kita bawakan atau dengan kata lain pada panggug belakang ini adalah area
privat yang tidak boleh dilihat penonton. Untuk lebih jelasnya lagi peneliti
akan menjabarkan satu persatu ruang pertunjukkan yang digunakan aktor
untuk menampilkan identitas yang sedang berinteraksi antara lain:
a. Panggung Depan
Panggung depan ini merupaka tempat di mana para aktor akan
memainkan peran mereka atau berakting untuk memanipulasi identitas
diri mereka yang tidak sebenarnya. Saat berada dipanggung ini sang aktor
akan memanikan peran mereka dengan semaksimal dan sesempurna
mungkin untuk menampilkan kesan-kesan yang mereka inginkan.
Panggung depan ini tempat atau wilayah akan ditonton atau dilihat oleh
masyarakat luas dalam kasus penelitian ini wilayah panggung mereka
24
adalah media sosial. Goffman (seperti dikutip Mulyana, 2008:115),
membagi panggung depan ini menjadi dua bagian: front pribadi
(personal front) dan setting.
Front pribadi merupakan alat-alat atau perlengkapan yang akan
dibawa aktor kedalam setting, misalnya tukang cukur rambut akan
membawa gunting dan sisir saat ingin beperan. Personal front terdiri
dari bahasa verbal dan bahasa tubuh sang aktor. Misalnya, berbicara
sopan, ekspresi wajah wajah, cara berpakaian, riasan pada wajah, dan
sebagainya. Ciri yang relatif tetap seperti ciri fisik, termasuk ras dan usia
biasanya sulit disembunyikan atau diubah, namun aktor sering
memanipulasinya dengan menekankan atau melembutkannya, misalnya
menggunakan riasan wajah yang cukup tebal untuk menyamarka keriput
di area wajah dengan foundation. Setting merupakan situasi fisik yang
harus ada ketika aktor melakukan pertunjukan, misalnya seorang
tukang ojek memerlukan kendaraan atau seorang juru masak yang
memerlukan dapur (Mulyana, 2008:115).
Goffman (seperti dikutip Mulyana, 2008:115), menekankan
bahwa pertunjukan yang dibawakan suatu tim sangat bergantung pada
kesetiaan setiap anggotanya. Setiap anggota tim memegang rahasia
tersembunyi bagi khalayak yang memungkinkan kewibawaan tim tetap
terjaga. Disisi lain penonton atau masyarakat juga dapa disebut sebagai
bagian dari tim pertunjukan. Artinya kesuksesan pertunjukkan ini akan
berhasil jika penonton atau audien ikut berpartisipasi agar penampilam
25
mereka secara keseluruihan berjalan dengan lancar.
b. Panggung Belakang
Panggung belakang merupakan tempat berias jika dalam sebuah
drama tetapi dalam hal ini panggung belakang digunaka sebagai tempat
menyusun skenario untuk menampilkan pertunjukkan apa saja untuk
para audien. Panggung belakang ini juga merupakan tempat kehidupan
asli sang aktor di mana tidak ada yang tahu bagaimana sikap atau pribadi
aktor yang sesungguhnya. Di area ini audien atau masyarakat tidak
diperbolehlkan masuk atau terlibat karena semua rahasia dan rancangan
kesan-kesan yang akan mereka tampilkan ada di wiliyaha ini (Mulyana,
2008:116). Kerja tim juga dibentuk di wilayah ini, tim akan mendukung
dan membantu merancang penamipilan masing-masing individi agar
manipulasi identitas diri mereka dapat ditampilkan dengan sempurna di
panggung depan atau media sosial mereka.
Goffman mendalami dramaturgi dari segi sosiologi. Beliau
menggali segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam
pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang menampilkan diri kita
sendiri dalam cara yang sama dengan cara seorang aktor menampilkan
karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama. Cara yang sama ini
maksudnya kesamaan pada pertunjukan yang akan ditampilkan.
Goffman mengacu pada pertunjukan sosiologi. Pertunjukan yang terjadi
di masyarakat untuk memberi kesan yang baik untuk mencapai
tujuan. Tujuan dari presentasi diri Goffman ini adalah penerimaan
26
penonton akan manipulasi. Bila seorang aktor berhasil, maka penonton
akan melihat aktor sesuai sudut yang memang ingin diperlihatkan oleh
aktor tersebut.
Dengan adanya komunikasi aktor akan lebih memudah
membawa penonton untuk menerima kesan atau tujaan yang ingin
mereka capai dalam pertunjukkannya, karena komuniasi merupakan
alat untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam dramaturgis ini tampilan
manupulasi kita dan bagaimana kita meresapi peran yang kita lakoni
akan menghasilkan timbal balik yang sesuai dengan yang kita harapkan.
Perlu diingat, dramatugis mempelajari konteks dari perilaku manusia
dalam mencapai tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari
perilakunya tersebut. Dalam berinteraksi di dramaturgi akan ada istilad
kesepakatan, yaitu hasil dari interaksi yang disetujui antara individu man
penonton atau audien. Adanya interaksi soaial ini akan mengantarkan
aktor kepada tujan utama mereka. Bermain peran atau berakting
merupakan salah satu alat yang dapat membua kesepakatan
tersebut tercapai (Mulyana, 2008:116).
c. Perfomance Team (Tim Pertunjukkan)
Teori dramaturgi membaca interaksi sosial secara mikro namun
dalam tindakan individu pada teori ini diperlukan tim. Tim ini berfungsi
sebagai orang-orang atau kelompok yang akan mengevaluasi dan
memberikan masukan dalam individu sebagai pemeran ada panggung
depan. Selain membawakan peran dan karakter secara individu, aktor-
27
aktor sosial juga berusaha mengelola kesan orang lain terhadap
kelompoknya, baik itu keluarga, tempat bekerja, parati politik, atau
organisasi lain yang mereka wakili. Semua anggota itu oleh Goffman
disebut “tim pertunjukan” (performance team) yang mendramatiskan
suatu aktivitas.
Kerjasama tim sering dilakukan oleh para anggota dalam
menciptakan dan menjaga penampilan dalam wilayah depan.
Kerjasama tim ini harus mereka dipersiapkan secara matang dan
sempurna demi lancarnya pertunjukkan yang akan ditampilkan. Setiap
anggota akan melakukan koreksi dengan mengirimkan simbol-simbol
tertentu yang saling mereka mengerti, dalam penelitian di media sosial ini
misalnya dengan mengomentari setiap uanggahan dengan kata-kata yang
positif atau dengan menglike foto-foto yang mereka unggah agar
pertunjukkan dapat berjalan dengan lancar (Mulyana, 2008:115).
2. Interaksi Sosial
Bentuk umum dari suatu proses sosial adalah interaksi sosial oleh
karena itu interaksi sosial adalah syarat utama untuk terjadinya aktivitas-
aktivitas sosial. Menurut Soerjon Soekanto dalam buku Gillin & Gilin,
interaksi sosial merupapkan:
Hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut
hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok dengan
kelompok, serta anatara individu dengan kelompok manusia.
Interaksi sosial terjadi ketika dua orang saling bertemu, saling
berbicara, dan merespon (Soekanto, 2005:61).
28
Sebuah interkasi sosial akan berhasil atau berlangsung jika antara
pihak-pihak tersebut saling merespon atau saling bereaksi. Berlangsungnya
sebuah interaksi didasari pada beberapa faktor seperti, faktor imitasi,
sugesti, identifikasi, dan simpati. Faktor-faktor tersebut bisa bergerak
sendiri-sendiri atau bersamaan. Selain itu menurut Soerjono Soekanto
interaksi sosial terjadi apabila memenuhi syarat-syarat berikut :
1. Adanya Kontak Sosial
Artinya sama-sama menyentuh/kontak fisik, jika kontak fisik tidak
ada interaksi dapat tetap berjalan. Contohnya orang-orang yang
berhubungan melalui telepon, radio, surat, dan sebagainya. Kontak sosial
dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu : antara orang perorangan
melalui sosialisasi, antara orang perorangan dengan suatu kelompok
misal, apabila merasa bahwa tindakanya berlawanan dengan norma
masyarakat, serta antara suatu kelompok manusia dengan kelompok
lainnya misalnya 2 partai politik mengadakan kerjasama untuk
mengalahkan parpol ketiga (Soekanto, 2005:66) .
2. Adanya Komunikasi
Adanya komunikasi berarti bahwa seseorang memberikan makna
pada perilaku orang lain, perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan
oleh orang tersebut. Orang tersebut kemudian memberikan reaksi
terhadap perasan yang ingin disampaikan seseorang tersebut (Soekanto,
2005:67). Dengan adanya komunikasi sikap dan perasaan suatu
kelompok manusia atau perorangan dapat dimengerti oleh kelompok
29
lain atau orang lain. Kontak tanpa komunikasi itu tidak mempunyai arti
apa-apa, dan interaksi sosialpun tidak akan terjadi.
H. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Peneliti menggunakan metode kualitatif dalam menganalisi
permasalah ini. Penelitian kualitatif bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain lain secara holistik dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus ilmiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
ilmiah (Moleong, 2004). Peneliti menggunakan metode kualitatif agar
peneliti dapat menggali lebih dalam data informan termasuk sampai akar
terkecil atau yang bersifat pribadi. Selain itu peneliti ingin menjabarkan
secara rinci penelitian ini sehingga metode kualitatif ini merupakan
metode yang paling tepat untuk kasus penelitian semacam ini.
Istilah penelitian kualitatif mengacu kepada berbagai cara
pengumpulan data yang berbeda dan akan digunakan dalam penelitian
ini, yang meliputi penelitian lapangan, observasi partisipan dan
wawancara mendalam. Terdapat banyak perbedaan mendasar antara
macam-macam cara pengumpulan data tersebut, tetapi semuanya
menekankan pada “mendekati data” dan berdasarkan konsep bahwa
“pengalaman” adalah cara terbaik untuk memahami perilaku sosial
(Neuman, 2013:103-135). Subjek penelitian yang peniliti gunakan adalah
30
menggunakan key informan atau informan kunci yang memiliki
karakteristik atau karakter tertentu. Hal ini dipilih atas pertimbangan
kemudahan peneliti dalam mengolah dan menganalisa data. Peneliti juga
melakukan metode konstruktif agar ibu-ibu ini lebih terbuka dan merasa
nyaman.
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data menggunakan teknik
pengumpulan data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer didapatkan melalui observasi dan wawancara
mendalam dengan informan secara langsung di lapangan tempat
informan berkumpul. Wawancara ini dilakukan secara terstruktur,
yaitu teknik wawancara di mana peneliti menetapkan sendiri masalah
dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada informan.
Pendekatan kepada informan atau data menunjukkan adanya interaksi
dengan informan, memahami kebiasaannya, termasuk nilai,
kepercayaan, pola-pola perilaku/interaksi, dan bahasa yang mereka
lebih sering gunakan sehari-hari dalam aktifitasnya.
Teknik untuk mendapatkan informannya adalah peneliti memilih
pengguna media sosial kelompok ibu-ibu yang sangat aktif melakukan
kegiatan di media sosial dan sesuai dengan keriteria yang peneliti
tetapkan. Peneliti mempertimbangkan untuk mengambil informan dari
satu kelompok sosial saja untuk mempermudah dan membatasi
31
penelitian agar tidak meluas. Sedangkan observasi dilakukan langsung
pada lokasi saat mengadakan kegiatan atau di Sekolah Dasar Islam
Ruhama, Jl.Tarumanegara No.67, Cireundeu, Ciputat Timur.
Pengamatan aktif maupun pasif dilakukan terhadap masyarakat
perumahan disetiap kegiatan yang mereka lakukan dengan melihat,
mengamati dan mencatat prilaku-prilaku mereka, mendengar cerita
mereka dan bagaimana interaksi sosial yang dibangun masing-masing
masyarakat dalam berkomunikasi dengan sesama masyarakat di media
sosial, perumahan itu maupun orang lain. Peneliti melakukan
observasi selama kurang lebih 1 bulan untuk mendapat data yang
cukup.
Untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam peneliti
melakukan observasi difokuskan melihat kegitan sehari-hari yang
dilakukan oleh informan, kemudian melalui catatan-catatan lapangan
tersebut peneliti akan memberikan analisa dan interprestasi secara
sosiologis. Sedangkan wawancara langsung atau depth interview
secara tatap muka kemudian akan mendukung data observasi, apakah
kemudian data observasi yang diamati dan terlihat sesuai dengan hasil
data wawancara mendalam atau apakah hasil data wawancara
mendalam akan sesuai dengan observasi yang diamati dan terlihat,
karena observasi partisipan kemungkinan akan dilakukan lebih dari
sekali.
b. Data Sekunder
32
Selain dari data primer peneliti mengumpulkan data sekunder.
Data sekunder didapatkan melalui studi literatur baik dari buku-buku
terkait, jurnal ilmiah, skripsi maupun tesis, surat kabar, dan sumber-
sumber data tertulis lain yang memuat fakta deskriptif atau data
statistik sesuai dengan penelitian ini.
3. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian mengenai pendekatan dramaturgi dalam media
sosial ini peneliti mengambil di Sekolah Dasar Islam Ruhama,
Jl.Tarumanegara No.67, Cireundeu, Ciputat Timur. Dalam sekolah
tersebut terdapat kelompok sosial ibu-ibu Seven Squad . Hal ini
dikarenakan kemajuan teknologi yang membuat ibu-ibu ini menggunakan
media sosial, di mana ibu-ibu ini terlihat lebih aktif dan ekspresif di
media sosial yang berbeda dikehidupan sehari-hari. Sebelumnya peneliti
sudah mengamati perilaku mereka di media sosial dan kesehariannya.
Peneliti merasa tertarik meneliti topik presentasi diri di kelompok ibu-ibu
ini karena ada perbedaan perilaku antara perilaku di media sosial dan
kehidupan nyata. Alasan lain peneliti memilih lokasi ini karena dekat
dengan tempat tingal, guna memudahkan peneliti dalam mendapatkan
data penelitian sehinga lebih ekonomis secara perhitungan jarak.
4. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah ibu-ibu yang tergabung dalam sebuah
kelompok di Sekolah Dasar Islam Ruhama. Penelitian ini terdiri dari 1
33
informan kunci, 2 informan utama, dan 4 informan pendukung. Untuk
informan kunci ada ibu Ade; wanita berumur 38 tahun ini memiliki 3
anak perempuan. Wanita satu ini mempunyai hobi shopping dan
kuliner, setiap minggunya ibu Ade ini akan pergi belanja bersama
teman-temannya. Selain itu ibu Ade juga gemar mengoleksi tas-tas
merk Fosil, kaca mata dan jam tangan dari brand yang sama. Informan
utama pertama, Ibu Alin; wanita berumur 38 tahun ini mempunyaia 2
orang anak laki-laki dan perempuan. Hobi dari wanita ini adalah
shopping dan jalan-jalan, dalam waktu satu bulan ia bisa 3-4 kali pergi
keluar kota untuk berlibur. Foto yang sering di unggah di media sosial
adalah foto kebersamaan dengan keluarga, tempat wisata, dan makanan.
Kedua adalah ibu Vinni; wanita berumur 38 tahun ini mempunyai
hobi makan (kulineran) dan belanja sehingga isi akun media sosialnya
diisi dengan foto-foto makanan dan kesehariannya. Untuk gaya hidup
wanita yang satu ini tidak jauh berbeda dengan yang lain, ibu Vinni ini
senang berbelanja dan travelling. Untuk informan pendukung lainnya
ada ibu Yani, ibu Vina, ibu Yuli dan ibu Indah. Mereka mempunyai hobi
yang hampr sama yaitu berbelanja dan kulineran. Para ibu-ibu yaitu
mereka yang aktif mengguna media sosial yang di mana mereka aktif
memposting dirinya lewat foto atau status yang di akun media sosial
mereka.
34
5. Teknik Pengolahan Data
wawancara mendalam dalam mneganalisis dan mengolah data ini
dilakukan secara mendalam dengan informan. Kemudian melakukan
transkip hasil wawancara, hasil transkip ini dipelajari dan dilakukan
reduksi data dengan cara abstraksi, di mana peneliti mengambil dan
mencatat informasi-informasi yang bermanfaat dan dirasa penting
sesuai dengan konteks penelitian, menuliskan „model‟ data yang
ditemukan, setelah itu dilakukan koding data, dan selective coding
(Alam dan Aripin, 2006:137). Penelitian ini juga menggunakan analisis
domain, menurut Sugiono analisis domain adalah memperoleh
gambaran yang umum dan menyeluruh dari objek penelitian, kemudian
diuraikan secara lebih terperinci atau yang disebut dengan metode
analisis deskriptif.
6. Analisis Data
Untuk menganalisis data yang telah terkumpul, dalam penelitian ini
digunakan metode analisis data kualitatif. Analisa dilakukan dengan
melakukan reduksi data. Reduksi dalam proses pengumpulan data
meliputi kegiatan: (1) meringkas data; (2) mengkode data; (3)
menelusuri tema; (4) membuat klasifikasi; (5) membuat partisi; (6)
membuat catatan. Kegiatan ini berlangsung semenjak pengumpulan
data sampai dengan penyusunan laporan. Reduksi data merupakan
bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,
membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara
35
sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kesimpulan akhir yang
efisien (Felix, 1998:97).
I. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari empat bab yang meliputi:
Bab I Pendahuluan, membahas mengenai pernyataan masalah, pertanyaan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka berpikir,
kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II Gambaran Umum membahas mengenai obyek penelitian, sejarah
terbentuknya kelompok ibu-ibu Seven Squad, kegiatan yang dilakukan, jumlah
anggota, profil individu ibu-ibu Seven Squad yang aktif menggunakan media
sosial, profil informan kunci dan informan pendukung.
Bab III Analisis/Pembahasan, membahas mengenai panggung depan dan
panggung belakang pengguna media sosial, interaksi anatara pengguna dan
penonton untuk mencapai tujuan, bagaimana meyakinkan penonton, serta
dramaturgi pengguna media sosial dan presentasi diri yang dihasilkan.
Bab IV Penutupan, berisi tentang kesimpulan dan saran dari penelitian.
36
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. Kelompok Sosial Ibu-ibu di SD Ruhama Cireundeu
Lokasi kelompok sosial ibu-ibu ini berada di Sekolah Dasar Islam Ruhama
yang berlokasi di Jl. Tarumanegara No.67, Cireundeu, Ciputat Timur. Kelompok
sosial ini terbentuk sekitar tahun 2012, di mana mereka bertemu saat menemani
anak-anak mereka yang duduk di bangku Taman Kanak-Kanak. Terbentuknya
kelompok sosial ini disebabkan karena intensitas pertemuan yang sering, mereka
menjadi akrab dan menjalin pertemanan. Awalnya mereka hanya berkumpul
seperti biasa dan tidak mempunyai nama kelompok, seiring berjalannya waktu
mereka memutuskan untuk membuat nama grup untuk mempermudah dalam
memperkenalkan identitas mereka. Mereka memberi nama kelompoknya Seven
Squad arti dari nama ini adalah “seven” karena mereka terdiri dari 7 orang dan
“squad” yang berarti regu atau kelompok.
Nama ini terinspirasi dari nama grup para selebriti Indonesia, mereka
mempunyai hobi dan gaya hidup yang hampir sama jadi mereka memilih nama
Seven Squad untuk identitas kelompoknya. Perteman ini menjadi lebih erat
karena mereka memiliki pemikiran dan gaya hidup yang sama. Diawali dari
sekedar bersapa seperlunya sampai mereka sepakat untuk membentuk suatu
kelompok sosial kecil untuk menunjang dan mempermudah kegiatan mereka.
Diputuskannya untuk membuat kelompok ini tentu tidak mudah karena ada saja
perbedaan cara pandang atau berpikir di antara mereka. Berselisih paham
37
ataumerasa iri antar individu di kelompok tentu sudah menjadi hal yang wajar.
Ibu-ibu ini mempunyai grup whatsapp untuk mempermudah komunikasi
diantara anggota. Mereka akan membagikan jadwal kegiatan atau agenda apa saja
yang akan mereka lakukan, seperti jadwal arisan, tempat arisan dan lain-lain.
Selain itu mereka sering melakukan diskusi di media ini untuk membicarakan
penampilan atau hal-hal pribadi lainnya. Ibu-ibu seven squad menggunakan
media sosial lain seperti instagram, twitter, facebook, snapchat dan lain-lain. Pada
penelitian ini peneliti akan menjabarkan media sosial yang informan gunakan
sebagai alat untuk menunjang interkasi dan kegiatan mereka.
Hasil observasi peneliti mengamati penggunaan media sosial ibu-ibu Seven
Squad bahwa mereka memiliki alasan dan tujuan dalam menggunakan media
sosial tersebut seperti; Instagram, mereka menggunakan aplikasi untuk
mengunggah foto dan video. Selain itu instagram menyiapkan konten live, edit
foto snapgram, video pendek, bumerang, rewind, superzoom, slow motion dan
lain-lain. Dengan berbagai fitur ini membuat mereka betah berlama-lama
menikmati fasilitas yang disediakan instragam ini. Mereka menggunakan aplikasi
ini untuk konsumsi publik, mereka mengunggah foto atau video terbaik mereka di
akun ini.
Diaplikasi inilah mereka sering memerankan diri mereka yang lain karena
mereka merasa bebas dan bisa berekspresi sesuai keinginan mereka. Kedua,
WhatsApp merupakan aplikasi ini dianggap sebagai aplikasi yang paling mudah
digunakan bagi para informan karena dapat langsung terhubung hanya dengan
nomor telepon. Mereka yang menggunakan aplikasi ini biasanya agak sedikit
38
privat karena mereka menggunakan whatsapp untuk keperluan pribadi tetapi
sebagaian dari mereka juga menggunakan media sosial ini sebagai tempat untuk
berjalan atau menampilkan diri dan status sosial mereka. Ketiga, Facebook
merupakan aplikasi yang berfungsi sebagai media untuk menunjukan diri melalui
status kalimat atau background di newsfeed. Tetapi mereka sudah jarang
menggunakan aplikasi ini karena mereka merasa lebih nyaman di aplikasi lain.
Awal tujuan mereka menggunakan aplikasi ini untuk menjalin komunikasi kepada
teman-teman mereka yang jauh dan jarang bertemu. Ada juga yang menggunakan
aplikasi ini untuk berjualan atau sekedar foto-foto selfie.
Keempat, Twitter. Aplikasi ini biasanya digunakan informan sebagai tempat
mencari atau mengupdate berita terkini. Mereka jarang menggunakan aplikasi ini
karena beranggapan aplikasi ini terlalu kaku dan tak sebebas aplikasi lain. Di
antara informan lain aplikasi ini paling sedikit peminatnya. Kelima, Snapchat.
Sama halnya dengan aplikasi twitter, informan juga jarang menggunakan aplikasi
snapchat ini. aplikasi ini tidak terlalu booming sehingga mereka tidak bebas
mengekpresikan atau menapilkan diri mereka di aplikasi ini.
Dari observasi di atas para informan yang peneliti amati, mereka lebih
senang menggunakan aplikasi instagram dan whatsapp karena dapat mudah
mengunggah foto, video atau keseharian mereka di aplikasi tersebut. Sehingga
mereka dapat menampilkan ekspresi diri dalam kedua media sosial tersebut. lebih
nyaman menampilkan diri mereka yang lain di kedua aplikasi tersebut.
B. Data Anggota Kelompok yang Menjadi Informan
Untuk profil individu informan peneliti melakukan wawancara secara
39
langsung kepada ibu-ibu Seven Squad ini, terdapat informan utama dan informan
pendukung yang akan peneliti wawancarai. Peneliti bertemu langsung dengan
para informan ini di tempat mereka biasa berkumpul yaitu masjid sekolah SD
Ruhama. Selain wawancara peneliti juga melakukan observasi di tempat mereka
berkumpul dan di tempat mereka melakuakn kegiatan yang lainnya. Berikut data
para informan :
1. Alin
Alin (nama panggilan) merupakan wanita berumur 38 tahun ini dikenal
sebagai sosok yang pemalu di antara orang-orang terdekatnya. Aline ini
merupakan anngota kelompok yang pemalu di antara ibu-ibu yang lainnya.
Tetapi saat berkumpul dengan orang terdekatnya ia bisa berubah menjadi
sosok yang ceria dan nyablak. Ibu dari 2 orang anak ini mempunyai usaha
sendiri yaitu percetakan dan kursus senam aerobic. Dikenal cukup aktif di
dunia nyata maupun di akun media sosialnya. Ibu yang satu ini sangat hobi
mengunggah foto bersama anak-anak dan suaminya dan keseharian kegiatan
yang ia jalani. Suami ibu alin sendiri bekerja sebagai karyawan tata usaha di
salah satu perguruan tinggi negeri Jakarta, tinggal di perumahan Ciputat
Molek dekat dengan lokasi sekolah anaknya. Hobi dari wanita ini adalah
shopping dan jalan-jalan, dalam waktu satu bulan ia bisa 3-4 kali pergi keluar
kota untuk berlibur. Foto yang sering di unggah di media sosial adalah foto
kebersamaan dengan keluarga, tempat wisata, dan makanan.
2. Ade
Ade (nama panggilan) ibu dari 3 orang anak. Ia merupakan seorang
40
ibu rumah tangga, suamainya bekerja di salah satu perusahaan swasta
terkemuka di Jakarta. Tinggal di Jl. Masjid Al-Midzan, Pisangan, Ciputat
Timur. Wanita yang satu ini bisa dibilang sangat aktif dengan media sosial
karena setiap momen yang dilakukan pasti ia akan selalu update ke akun
media sosialnya. Kegiatan sehari-hari ibu Ade yaitu mengantar dan
menemani anak Ke-2 nya di sekolah SD Islam Ruhama. Wanita satu ini
mempunyai hobi shopping dan kuliner, setiap minggunya ibu ade ini akan
pergi belanja bersama teman-temannya. Selain itu ibu Ade juga gemar
mengoleksi tas-tas merk Fosil, kaca mata dan jam tangan dari brand yang
sama. Wanita dengan tinggi 165 cm ini sangat suka berdandan dan
menggunakan pakaian-pakaian yang kasual. Wanita ini lebih suka
berpenampilan santai namun terlihat mewah, di antara ibu-ibu yang lain gaya
berbusana ibu Ade ini bisa dibilang cukup fashionable. Hal yang sering
diunggah di akun media sosilnya adalah koleksi perhiasan, tas, jam tangan,
kaca mata, foto jalan-jalan, dan makanan. Ibu Ade ini cenderung mengunggah
foto atau kegiatan yang sifatnya memamerkan koleksi atau kegiatannya
3. Vinni
Vini (nama panggilan) adalah seorang ibu dengan 3 orang anak laki-
laki. Tinggal di salah satu perumahan yang berlokasi di Cinere. Mempunyai
hobi makan dan belanja sehingga isi akun media sosialnya diisi dengan foto-
foto makanan dan kesehariannya. Untuk gaya hidup wanita yang satu ini tidak
jauh berbeda dengan yang lain, ibu Vinni ini senang berbelanja dan travelling.
Kepribadian wanita yang satu ini terbilang cukup unik karena ia menampilkan
41
sosok yang sangat berbeda antara kehidupan nyata dan kehidupannya di media
sosial. Nyatanya ibu Vinni ini merupakan sosok yang tertutup, kurang
ekspresif, dan pendiam berbeda dengan imagenya di media sosial yang
terkesan ceria dan ekspresif. Ibu Vinni ini juga gemar mengoleksi barang-
barang branded, bisa dibilang koleksi ibu Vinni ini yang paling mahal dan
bermerk mengingat status sosialnya juga yang tinggi.
4. Yani
Yani (nama panggilan) wanita kelahiran 1979 ini merupakan ibu dari
3 orang anak perempuan. Ia merupakan seorang ibu rumah tangga biasa,
suamainya bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Tinggal di Jl.
H.Koeng, Legoso, Pisangan, Ciputat Timur. Wanita ini memiliki kepribadian
dan hobi yang hampir sama dengan ibu Ade. Kegiatan sehari-hari ibu Yani
yaitu mengantar dan menemani anak Ke-3 nya di sekolah SD Islam Ruhama.
Wanita satu ini mempunyai hobi ngemall dan kuliner, setiap minggunya ibu
Yani ini akan pergi belanja bersama teman-temannya.
Ibu Yani ini termasuk yang paling sedikit koleksi barang-barang
mewahnya. Dibandingkan dengan ibu-ibu yang lain ibu Yani ini agak sedikit
tertutup dan tidak terlalu mengumbar kegiatan atau barang koleksinya di
media sosial yang ia punya. Wanita dengan tinggi 163 cm ini sangat suka
berdandan dan menggunakan pakaian-pakaian yang syar’i. Wanita yang satu
ini lebih suka berpenampilan santun tetapi tetap terlihat mewah, di antara ibu-
ibu yang lain gaya berbusana ibu Yani ini bisa dibilang cukup biasa saja. Hal
yang sering diunggah di akun media sosilnya adalah foto-foto bersama
42
keluarga dan quote-quote tentang kehidupan.
5. Vina
Vina (nama panggilan) merupakan anggota kelompok yang paling
tertutup, wanita 38 tahun ini mempunyai 1 anak perempuan. Peneliti tidak
dapat mengorek lebih dalam keseharian atau latar belakang keluarga yang
bersangkutan. Peneliti hanya bisa melihat dari penampilan luarnya saja seperti;
ibu Vina ini yang paling jarang berbicara, jarang ikut berkumpul dan paling
jarang memperlihatkan kepribadian aslinya. Gaya berpakain ibu Vina inipun
bisa dikatakan sangat sederhana dan tidak terkesan mewah. Akun media sosial
ibu Vina ini bersifat pribadi sehingga peneliti tidak dapat mendalami lebih
lanjut.
6. Indah
Indah (nama panggilan) ialah seorang ibu rumah tangga biasa yang
tugasnya mengurus rumah dan mengantar anak sekolah. Tetapi tentu saja tidak
berbeda dengan ibu-ibu yang lainnya, ibu Indah ini sangat aktif di media
sosial. Hal-hal yang sering diunggah di akun meia sosialnya adalah quote-
quote tentang kehidupan dan tak jarang juga mengunggah koleksi barang-
barang pribadinya seperti tas, jam tangan, perhiasan dan lain-lain. Ia juga
sering mengunggah foto bersama dengan anak dan keluarganya.
Wanita yang satu ini juga mempunyai hobi berbelanja dan cendedrung
suka memamerkan barang yang ia punya. Suami dari ibu Indah ini merupakan
manajer di suatu perusahaan makanan terkemuka di Jakarta. Wanita yang satu
ini sangat suka berburu makanan dan mencari tempat-tempat yang unik yang
43
belum pernah ia kunjungi. Dari semua ibu-ibu gaya berbusana ibu Indah ini
yang paling simple ia lebih sering menggunakan celana jeans serta blouse
atau kemeja-kemeja biasa.
7. Yuli
Yuli (nama panggilan) wanita berumr 38 tahun ini selain menjadi ibu
rumah tangga juga bekerja sebagai kader posyandu. Ibu dengan 2 orang anak
laki-laki dan perempuan ini mempunyai hobi berbelanja. Dalam seminggu
hampir setiap hari waktunya digunakan untuk berbelanja dan berkumpul
bersama teman-teman grupnya. Gaya berbusana wanita yang satu ini yaitu
gemar menggunakan pakaian syar’i yang sederhana dan nyaman serta tidak
terlalu peduli dengan riasan wajah. Untuk media sosialnya ibu Yuli ini bisa
mengunggah foto-foto bersama anak-anaknya dan foto kegiatan sehari-hari
bersama teman grupnya atau foto barang-barang belanjaannya.
C. Gambaran Observasi Kegiatan Informan
Kegiatan individu sehari-hari informan tentu bermacam-macam mulai dari
mengantar anak sekolah, menunggu anak sekolah, berjualan, mengerjakan
pekerjaan rumah tangga dan lain- lain. Sebagain dari informan yang peneliti teliti
bekerja sebagai ibu rumah tangga, ada juga yang mempunyai tempat usaha atau
berjualan. Seperti halnya informan kunci penelitian yaitu, Ibu Ade, Ibu Alin, dan
Ibu Vini mereka mempunyai latar belakang yang berbeda. Ibu Ade adalah seorang
ibu rumah tangga yang kegiatan sehari-harinya hanya terokus pada mengantar
anak sekolah, menjemput sekolah bahkan tak jarang Ibu Ade menunggu anaknya
di sekolah sembari berkumpul dengan teman-teman yang lain.
44
Sama halnya dengan Ibu Ade, Ibu Vini juga seorang ibu rumah tangga tetapi
ia mempunyai usaha lain di mana ia sebagai pemilik dari usahanya itu (tidak
menyebutkan jenis usaha) waktu ibu Vini ini juga terbilang senggang sehingga
kegiatan sehari-harinya adalah mengantar dan menjemput anak sekolah serta
sering juga berkumpul bersama teman-teman yang lain di sekolah. Beda hal
dengan Ibu Aline, ia terbilang cukup sibuk karena ia memiliki usaha percetakan
dan tempat senam, kegiatannya lebih sering dihabiskan di tempat usahnya. Ibu
Alin hanya mengantar dan menjemput anaknya kesekolah, ia jarang berkumpul di
hari-hari biasa kecuali ada kegiatan rutin kelompok ia akan ikut berkumpul.
Kegiatan kelompok ibu-ibu ini juga beraneka ragam seperti arisan,
kumpulan rutin seminggu sekali, serta jalan-jalan akhir bulan rutin dilaksanakan.
Kegiatan arisan di kelompok juga ada beberapa diantaranya arisan mingguan,
arisan bulanan serta arisan sekolah di mana arisan sekolah ini diikuti oleh seluruh
orang tua murid. Arisan mingguan Rp.50.000,00 ; arisan bulanan Rp.250.000,00 ;
dan arisan sekolah Rp.20.000,00. Untuk arisan mingguan dan bulanan mereka
melaksanakannya bergilir dari rumah kerumah atau mereka akan menyewa tempat
untuk mengadakan kegiatan arisan ini. Tempat yang dipakai biasanya di tempat
makan yang cukup mewah dan unik hal ini sengaja dipilih untuk kepentingan
media sosial mereka juga.
Mereka biasanya akan mengunggah foto-foto mereka saat melakukan
kegiatan jadi mereka tidak sembarangang memilih tempat untuk berkumpul.
Selain arisan kegiatan lainnya adalah shopping atau ngemall, ini rutin dilakukan
seminggu sekali, alasannya mereka untuk melepas penat atau sekedar berbelanja
45
untuk menambah koleksi pakaian, tas, atau jam tangan. Disetiap kegiatan mereka,
mereka wajib mengambil foto dan mengunggahnya di media sosial. Selain itu
mereka juga menonton film, berburu kuliner, ketempat wisata yang
instagramable, dan lain-lain.
46
BAB III
INTERAKSI SOSIAL DI MEDIA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF
DRAMATURGI
A. Interaksi Sosial Dramaturgi Ibu-ibu Seven Squad
Perilaku yang kita lakukan dalam proses interaksi dikehidupan sehari-hari
menurut Goffman akan menampilkan diri kita sendiri sama dengan bagaimana
aktor menampilkan karakter mereka dalam sebuah pertujukan, Maksudnya cara
yang sama ini adalah kesamaan pada pertunjukan yang akan ditampilkan.
Dramaturgi memahami bahwa ada “kesepakatan” dalam berinteraksi di mana
perilaku yang diterima dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari interaksi
sosial tersebut. Menjalankan peran/akting atau memanipulasi diri merupakan
salah satu alat yang dapat membuat kesepakatan tersebut tercapai.
Seperti hal yang dirasakan oleh ibu-ibu seven squad ini mereka harus
menyelaraskan penampilan mereka antara media sosial dan ruang lingkup
masyarakat. Ini bertujuan agar peran yang mereka lakoni dapat terus berjalan
sesuai yang mereka inginkan. Interaksi antara aktor dan penonton dalam kasus ini
juga berjalan dua arah. Dalam arti ibu-ibu akan lebih sering membaca komen dari
pengikutnya yang berisi dukungan, rasa kagum atau bahkan kritikan. Semua itu
dilakukan agar mereka bisa menampilkan peran yang lebih baik lagi seperti yang
diungkapkan oleh ibu Vinni.
47
Ya suka baca komen-komen dari mereka kalau ada komen yang
kurang baik atau kritik gitu ya diterima selama kritikannya juga
membangun ya (Vinni, Wawancara, 14 Juni 2018).
Berbeda dengan Ibu Vinni, Ibu Alin menanggapi perbedaan sikap antara
dia dan pengikutnya, ia cenderung lebih acuh terhadap komen-komen yang ada di
akun media sosialnya. Ia beranggapan sikap semacam ini lebih bisa menjaga
perannya di media sosial.
Saya bukan tipe orang yang suka membalas komen ya saya mau
dilihat pendiam atau kalem aja gitulah ya. Terserah mereka ya
mandang saya itu kayak gimana (Alin, Wawancara, 14 Juni 2018).
Sementara itu interaksi simbolik yang sering ditampilkan di akun media sosial
mereka contohnya menggunakan bahasa yang bijak atau menggunakan riasan
wajah serta menggunakan perlengkapan-perlengkapan lainnya. Seperti cara
berpakain dan cara berdandan mereka yang sering mereka gunakan di media
sosial , mulai dari lipstick, perhiasan, kaca mata, dan gaya berhijab serta pakaian
yang mereka gunakan juga harus heboh atau terlihat sehingga penampilan mereka
terkesan mencolok.
Interaksi ini terjadi karena adanya ide-ide yang akan menimbulkan
makna tertentu dalam pikiran manusia. Makna sosial yang ibu-ibu Seven
Squad ingin tampilkan ialah mengenai diri di mana mereka dapat mereflkesikan
diri menggunakan simbol dari penglihatan sudut pandang atau pendapat orang
lain. Hubungan interaksi sosial (society) ini diciptakan dan dibangun oleh ibu-ibu
di dalam masyarakat dan ibu-ibu tersebut akan memilih perilaku yang sesuai
dengan apa yang ia dan masyarakat inginkan yang akan membuat mereka
terlibat dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya.
48
Cara berkomunikasi dan berinteraksi yang dilakukan oleh mereka ialah
dengan cara berpenampilan menarik, bersikap baik, dan komunikatif semua itu
dilakukan hanya untuk mendapatkan timbal balik agar pengikut mereka atau
masyarakat percaya dengan diri yang tampilkan di media sosial tersebut.
Setelah mereka melakukan persiapan dan menampilkan diri mereka yang lain
kepada pengikutnya kemudian mereka akan berinteraksi dengan melakukan
kontak sosial dan komunikasi dengan individu yang ada dalam lingkungannya
dan di media sosial itu sendiri. Akan ada proses saling mempengaruhi antara
individu dengan individu lain untuk menjalankan interaksi ini. Proses tersebut
sesuai dengan pendapat Narwoko dan Suyanto adanya fungsi-fungsi komunikasi
seperti kontak sosial dan komunikasi merupakan syarat terjadeinya interaksi
sosial (Narwoko dan Suyanto, 2004:16).
Dalam proses komunikasi ini akan terjadi perubahan pemikiran yang
dirasakan oleh para pengikut atau masyarakat, yang tadinya tidak tahu atau tidak
percaya dengan pribadi mereka maka mereka akan percaya seiring
berjalannya waktu, interaksi yang meraka lakukan itulah yang mengubah
pemikiran masyarakat. Kemudian menurut pengamatan peneliti terhadap ibu-
ibu ini bahwa ketika berkomunikasi dengan pengikut dan masyarakat
lingkungnnya ibu-ibu ini berusah tampil bijak sesuai dengan apa yang mereka
tampilkan di media sosial. Peneliti bertanya kepada salah satu penonton mereka
di media sosil tentang bagaimana sosok ibu Ade saat berada di instagramnya,
berikut hasil wawancaranya:
Ade itu enak ya hidupnya, kalau dilihat dari status atau foto-fotnya
sih selalu happy, jalan-jalan, shopping, kayak nggak pernah susah
49
gitu. Yang jelas orang berduit lah ya, kalau di sini sama tetangga-
tetangganya juga royal dia tuh suka jajanin nanti ngasih oleh-oleh
kalau ada iuran juga selalu ngasih gede uangnya (TU, Wawancara,
22 Juni 2018).
Peneliti mengambil salah satu informan yang paling menonjol di sini yaitu
ibu Ade, di dalam lingkungan masyarakatnya ibu Ade berperilaku sesuai
dengan diri yang ia tampilkan di akun media sosialya. Masyarakatpun
percaya atau setuju dengan kesan yang ditampilkan oleh ibu Ade ini karena
para penonton atau masyarakat melihat tidak ada perbedaan.
Selama proses interaksi berlangsung ibu-ibu ini juga sering merasa
kesulitan dan harus berhati-hati karena mereka tidak boleh salah dalam bersikap
di lingkungan masyarakat dan akun media sosial mereka. Terkadang mereka lupa
dengan peran yang harus mereka jalani seperti yang terjadi pada Ibu Ade :
Ngomong cablak sama oon. Kadang suka kebawa padahal image
yang pengen tante tampilin kan gak kayak gitu ya tapi kadang suka
keceplosan aja (Ade, Wawancara, 14 Juni 2018).
Menurut Mulyana, inti dari dramaturgi Goffman ini ialah adanya pengelolaan
kesan yang dilakukan aktor ketika mereka berinteraksi dengan masyarakat
mereka ingin kesan yang mereka inginkan dapat diterima oleh orang lain,
sehingga setiap orang melakukan pertunjukan bagi orang lain. Kajian dramaturgi
menganggap kehidupan diibaratkan sebagai pertunjukan drama, dimana individu
merupakan aktor dalam kehidupan. Setiap aktor akan berperilaku sesuai dengan
peran yang ingin ia tampilkan di lingkungan masyarakat (Mulyana, 2003:109).
Dalam interaksi anatara masyarakat denan informan akan menghasilkan bentuk
presentasi diri yang akan mereka tunjukkan kepada masyarakat/ audien mereka
50
serta dalam menjalankan aktingnya ini informan akan mendapat hasil dengan dua
kemungkinan yaitu penerimaan oleh masyarakat atau penolakan oleh masyarakat.
Untuk lebih jelasnya peneliti akan menjelaskan sebagai berikut:
1. Bentuk-bentuk Presentasi Diri
Presentasi diri merupakan upaya individu untuk menumbuhkan kesan
tertentu di depan orang lain dengan cara menata perilaku agar
orang lain memaknai identitas dirinya sama dengan apa yang ia inginkan.
Dalam proses membangun identitas tersebut, ada suatu pertimbangan-
pertimbangan yang dilakukan mengenai atribut simbol yang hendak
digunakan yang sesuai dan mampu mendukung identitas yang
ditampilkan secara menyeluruh.
Presentasi diri tidak hanya dapat diteliti atau dilakukan saat bertatap
muka atau pada tampilan fisik saja, tetapi juga bisa dilakukan di dunia maya
seperti media sosial. Ansari dan Handoyo (Jurnal UNESA, vol.3, 2015:02)
menyebutkan bahwa presentasi yang ingin kita lakukan sebagai sebuah
bentuk eksperimen atau percobaan terhadap identitas diri bisa kita lakukan
atau terapkan pada media soaial. Dalam hal ini merka juga akan dihadapkan
dengan beberapa kendala dalam melakukan presentasi diri sesuai dengan
impiannya.
Media sosial ini memberikan kita banyak kesempatan untuk
mempresentasikan diri kita. Dalam drama kehidupan Goffman (seperti
dikutip Mulyana, 2008:113), melihat ada perbedan peran yang besar saat
aktor berada di panggung depan (front stage) dan panggung belakang (back
51
stage). Ketika kita berada di panggung depan kita ada dalam sebuah
pertunjukan di mana ada penonton yang sedang melihat pertunjukan kita.
Di panggung ini aktor akan memainkan peran dengan sebaik-baiknya agar
masyarakat atau audien akan memahami perilaku dan tujuan kita. Perilaku
kita akan dibatasi demi lancarnya atau berhasilnya drama atau akting yang
dijalankan oleh para informan. Terdapat dua persentasi diri yang ingin ibu-
ibu ini tampilkan, yaitu:
1. Sebagai Orang yang Mempunyai Status Sosial yang Tinggi
Ibu-ibu ini akan menampilkan diri mereka sebagai sosok yang ideal
dipanggung depan yakni seorang ibu-ibu sosialita yang memanipulasi
simbol-simbol dengan cara berpakaian glamour, mengunggah foto
perhiasan, tas-tas mewah, kolek si kaca mata dan jam tangan bermerk,
jalan-jalan ke luar kota dan shopping ke mall setiap minggunya,
berdandan yang cukup mencolok yang diperlukan guna mendukung
performance mereka ketika di panggung depan.
Ibu Ade ia lebih membawa dirinya untuk hal prestis atau status
sosialnya yang tinggi ia ingin dilihat sebagai orang kaya dan mewah
terbukti dengan unggahan di media sosialnya yang bnyak mengunggah
foto koleksi tas-tas, perhiasan atau kaca mata miliknya, berikut kutipan
wawancara peneliti bersama ibu Ade:
Aku mau nunjukin aja ke orang-orang kalau aku ini ekspresif terus
ceria gitu, yang nggak pernah sedih, bahagia terus aja gitu
diliatnya, aku juga mau diliat kalau aku juga orang ada gitu jadi
aku gak bisa diremehin gitu. Orang tau kalau tante tuh orang yang
berada, tercukupi, hidup tante enak yaa gitu lah (Ade, Wawancara,
14 Juni 2018).
52
Jika masyarakat percaya bahwa ia adalah orang kaya maka ia akan
merasa sangat puas dan akan terus memainkan perannya ini. Berikut
unggahan foto-foto ibu Ade:
Gambar III.A.2.Foto-foto unggahan perhiasan Ibu Ade
2. Sebagai Orang dengan Kepribadian yang Bijak dan Baik
Ibu-ibu ini memperesentasikan dirinya sebagai orang yang
bersikap dan berperilaku baik agar mendapat penilaian dari masyarakat
sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Selain itu mereka juga akan
berpakaian dan merias diri mereka akan panggung depan mereka
terlihat lebih sempurna. Menjalani peran sebagai ibu-ibu yang bijak,
manis, dan mewah merupakan bentuk presentasi diri yang mereka kelola
dalam masyarakat. Dalam panggung depan ini informan harus
menciptakan kesan yang sesempurna mungkin agar mereka
mendapatkan kesan sesuai dengan apa yang mereka harapkan.
Mereka ingin dipandang sebagai seseorang yang baik, bijak dan
ceria. Seperti halnya ibu Alin dan ibu Vinni yang lebih menampilkan
53
kepribadian mereka yang lain sebagai dasar bentuk penilaian di
masyarakat, mereka ingin masyarakat menilai merika sama dengan yang
ada di media sosial tanpa harus tahu bagaimana pribadi mereka
sesungguhnya. Seperti yang ibu Alin ungkapkan pada saat wawancara
dengan peneliti:
Buat saya pribadi kalau di media sosial saya nggak bisa
sembarangan ya karena saya juga mikirin. Jadi saya itu di media
sosial jaga image beda sama di kehidupan sehari-hari yang
nyablak kalau ngomong. mejaga perkataan saya ya jangan
sembarangan jadi untuk followers saya, saya selalu menggunakan
kata-kata yang baik. Lebih tepatnya kalem ya saya mau follower
saya itu ngeliat saya itu yang biasa aja, kalem, bijak baik gitu sih
(Alin, Wawancara, 14 Juni 2018).
Berikut unggahan foto ibu Aline yang menggunakan caption atau
kata-kata bijak di foto unggahannya:
Gambar III.A.3.Foto Ibu Aline
Sama halnya dengan ibu Aline, ibu Vinni juga menampilkan
kepribadian yang lebih ceria tau ekspresif, berikut wawancara ibu
54
Vinni:
Selalu bahagia pokoknya aku selalu upload foto yang ceria nggak
ada sedih-sedihan. Yang simple-simple aja paling ekspresi wajah
aja yaa yang aku perhatiin. Aku juga jarang upload foto pake
caption gitu. Share lokasi itu pasti yaa kalau mau up foto Untuk
sekarang saya ingin dilihat sebagai Vinni yang baru Vinni yang
sar’i ceria tanpa beban tetep ya (Vinni, Wawancara, 14 Juni 2018).
Semakin banyak masyarakat yang menilai mereka sebagai sosok yang
bijak dan ceria seperti di panggung depan semakin ia puas dengan hal
itu.
Ibu-ibu ini mempresentasikan diri dalam dua panggung yang
berbeda, dari masing-masing panggung dalam mengelola kesan akan ada
konsekuensi dan tantangan tersendiri. Dari kedua panggung tersebut
memiliki karakter dan ciri yang jauh bebeda, informan harus tetap
menjalani kedua panngung itu dengan baik. Adapaun sebutan sebagai ibu-
ibu sosialita sekalipun tidak dapat merepresentasikan diri mereka
sesunguhnya di kedua panggung dengan baik.
2. Konsekuensi Interaksi Sosial
Tidak bisa dipungkiri dalam menjalankan peran seperti ini informan
akan menghadapi kekagalan dan kesuksesan. Kegagalan yang akan
informan alami adalah ketidakpercayan penonton atau masyarakat terhadap
peran yang mereka mainkan. Ketidakpercayaan tentang hal-hal yang mereka
unggah ke akun media sosial mereka. Mereka pasti akan mendapat komen-
komen dari orang-orang yang tidak percaya dengan pribadi atau kekayaan
yang mereka tunjukkan. Kegagalan ini juga tidak bisa terlepas dari kesalah
aktor itu sendiri jika mereka tidak maksimal dalam berperan atau para
55
penonton atau masyarakat mengetahui panggung belakan sang aktor maka
bisa dipastikan akting mereka akan gagal yang berdampak pada ketidak
percayaan penonton.
Kesuksesan yang akan mereka dapat ketika penonton atau masyarakat
akan percaya bahwa mereka nyata seperti apa yang mereka tampilkan di
akun media sosialnya. Penonton percaya bahwa sebagai pribadi yang baik,
bijak ataupun percaya bahwa ibu-ibu itu memang mempunyai status sosial
yang tinggi. Seperti halnya pada penelitian ini para informan yang peneliti
wawancara mereka berhasil memainkan peran mereka dengan baik sampai
saat ini. Menurut hasil observasi peneliti penonton atau masyarakat percaya
jika ibu Ade itu seseorang yang mempunyai status sosial yang tinggi atau
bisa dikatakan sebagai orang kaya, karena antara unggahan foto dan
keseharian/gaya hidup ia dimasyarakat menggunakan atribut yang sama.
Seperti yang disampaikan oleh teman kelompok mereka ibuYani:
Menurut saya si Ade berhasil ya, terbukti masih banyak orang yang
suka minjem uang karena dia nyangkanya si Ade uangnya ada terus.
Terus sama masyarakat sekitar rumahnya juga dia cukup dipandang
ya, ya karena statusnya dia itu (Yani, Wawancara, 20 Juni 2018).
Adapun tanggapan dari salah satu wali murid di luar anggota seven
squad menegenai diri ibu Ade:
Kalau si Ade sih enak ya, banyak duit. Aku sering liat tuh di updatean
dia, jalan-jalan mulu kerjaannya, terus shopping, makan-makan di
luar terus loyal juga sih kalau sama ibu-ibu wali murid lain. Ya emang
Ade orangnya kayak gitu (MG, Wawancara, 20 Juni 2018).
Begitu pula dengan ibu Vinni dan ibu Alin mereka menggunakan
atribut yang sama dalam berinteraksi di masyarakat sehinga mereka percaya
56
bahwa pribadi sesungguhnya mereka seperti itu bijak, sopan, eksperif ,selalu
tampil cantik dan bahagia. Ibu Yani menyampaikan hal yang sama untuk ibu
Vinni sebagai berikut:
Nggak akan ada yang percaya kalau Vinni itu orangnya nggak
ekspresif, padahal dia itu orangnya tertutup. Tetangganya atau orang
yang nggak terlalu akrab juga bakal ngiranya dia itu kayak yang ada
di instagramnya itu, ceria, nggak banyak masalah. Saya kalau bukan
temen deketnya juga bakal percaya kalau sifatnya Vinni itu sama
kayak di media sosialnya (Yani, Wwancara, 20 Juni 2018).
Hal serupa juga diungkapkan oleh salah satu pengikut ibu Vinni di
media sosialnya, yaitu:
Vinni itu orangnya ramah, sering senyum, adem, ceria juga ya sama
gitu kayak yang sering dia tampilin di instagramnya. Kamu liat aja di
instagramnya ya kayak gitu dia yang saya kenal (TU, Wawancara 22
juni 2018).
Sedangkan tanggapan dari salah satu pengikut ibu Alin di instagram,
mengatakan hal serupa sebagai berikut:
Gambar III.A.4. Foto Ibu Aline dan Komentar Pengikutnya Di Instagram
57
Dilihat dari komentar-komentar yang terlihat di akun ibu Aline,
dua orang pengikutnya percaya bahwa diri atau presentasi diri yang
ditampilkan ibu Aline sesuai dengan tujuannya agar selalu tampil
cantik (berias).
B. Proses Presentasi Diri Ibu-ibu Seven Squad
1. Bentuk Panggung Depan
Panggung depan (Front Stage) adalah diri individu yang ditampilkan
di depan umum sebagai bentuk manipulasi diri yang menggambarkan
sebagai sosok yang ideal. Panggung depan merupakan sebuah keadaan di
mana pengguna media sosial atau ibu-ibu Seven Squad ini tampil dengan
konsep diri yang sudah dipersiapkan pada panggung belakan (back stage).
Menurut observasi peneliti ketika berada di panggung depan (front
satge), ibu-ibu ini mempunyai beberapa karakteristik guna menunjukan
performance sebaik mungkin untuk memenuhi kepuasaan penonton atau
pengikutnya. Bagaimana berpakaian, gaya bahasa, bahasa tubuh, mimik
wajah, cara berpakaian, manner, dan tubuhnya untuk memenuhi selera
audience, bukan untuk dirinya. Karena itu perilaku semacam ini bukannya
perilaku asli atau perilaku sebenarnya, tetapi perilaku yang dibuat-buat.
Kesan yang akan ditampilkan merupakan gambaran aktor yang ideal dari
identitasnya yang bisa diterima oleh penonton. Berangkat dari perilaku ibu-
ibu pengguna media sosial ini dengan merujuk dramaturgi, perbedaan
perilaku terjadi karena perbedaan kepentingn dan tujuan yang hendak
dicapai.
58
Media sosial adalah tempat berlangsungnya panggung depan yang
dilakukan para ibu-ibu Seven Squad. Di sini para ibu-ibu memanipulasi
penampilannya, dengan busana yang mencolok atau mewah, aksesoris
mewah, riasan wajah yang cantik, dan kegiatan lain yang menunjukan
status sosial mereka. Ibu-ibu ini mengelola kesan dengan baik ketika
berada di media sosial agar menarik perhatian para pengikutnya untuk
mempercayai apa yang mereka tampilkan benar adanya.
a. Bahasa Tubuh
Bahasa tubuh yaitu merupakan proses pertukaran pikiran dan
gagasan di mana pesan yang disampaikan dapat berupakan isyarat,
ekspresi wajah, pandangan mata, sentuhan, suara, postur dan gerakan
tubuh. Demi mencapai tujuan mereka bahasa tubuh berguna untuk
menunjang penampilan panggung depan ibu-ibu ini, karena dalam
berkomunikasi dan berinteraksi bahasa tubuh sangat penting untuk
menunjang keberhasilan suatau kesan yang akan mereka tampilkan.
Alin selaku informan pertama dalam penelitian ini
mengungkapkan bagaimana perilaku atau simbol yang ditunjukan saat
ingin mengunggah foto di akun media sosialnya, dalam interaksinya
Alin sangat berhati-hati mengelola kesan yang akan ditampilkan
sehingga masyarakat atau pengikutnya di media sosial tidak bisa
menetahui keadaan yang sesungguhnya.
Berpakaian, berekspresi iya ada harus milih foto yang
seneng-seneng gitu, pas lagi senyum biar keliatan bahagia.
bedanya di media sosial kan nggak enak kalau masang muka
sedih atau kesel kan, jadi Dari pakaian juga kl di rumah saya
suka pakai daster tapi kalau buat upload atau di lingkungan
59
rumah saya pakai baju yang bagus lah (Alin, Wawancara, 14
Juni 2018).
Sama dengan ibu Alin, ibu Ade juga mengungkapkan hal yang
tidak jauh berbeda dalam akun media sosialnya tetapi ibu Ade ini lebih
sedikit berani dalam hal mengunggah sesuatu hal di akunnya. Ia tidak
terlalu berhati-hati karena yang ingin ia tampilkan bukan terfokus pada
penampilan atau kepribadianya.
Nggak selalu biasa-biasa aja, paling unggah foto pake
kamera beauty plus. Tapi kadang foto jelek juga di post
(Ade, Wawancara, 14 Juni 2018).
Bahasa tubuh informan pada panggung depan ini tidak begitu
terlihat karena keterbatasan pada media sosial yang digunakan. Pada
kasus di media sosial ini kita hanya bisa melihat panggung depan dari
apa yang kita lihat di akun mereka. Peneliti hanya bisa mengamati
sebatas apa yang terjadi di foto-foto tersebut.
b. Bahasa Verbal
Pengelolaan kesan melalui bahasa verbal adalah pengelolaan
kesan dengan meggunakan kata-kata atau bahasa. Pengelolaan kesan
oleh ibu-ibu saat berinteraksi dengan penontonnya merupakan salah
satu bagian dari panggung depan (front stage). Bahasa yang mereka
gunakan di akun media sosialnya lebih berhati-hati dan menggunakan
kata-kata yang bijak, santun dan manis. Terkadang mereka akan
mencocokan bahasa atau kata status mereka dengan dengan foto yang
akan mereka unggah. Seperti yang diungkapkan oleh ibu Alin :
Kalau saya apa yang saya suka saya upload, saya juga harus
60
mikir caption gitu kan kalau mau upload foto, kata-kata apa
nih yang sesuai dengan foto itu saya jarang upload kalau gak
pake keterangan kayakk kata atau emoji gitu pasti saya cari
dulu. harus ada artinya gitu ya gak asal jadi saya pake kata-
kata yang bijak gitu (Alin, Wawancara, 14 Jni 2018).
Berikut unggahan ibu Alin di Media sosialnya dengan menggunakan
caption atau kata-kata yang bijak:
Gambar III.B.5.Foto Ibu Aline dengan Captionnya
Tetapi ibu Alin ini juga tidak suka dengan kata-kata yang terlalu
berlebihan atau tidak terlalu terbuka intinya tetap ada batasan saat
menggunakan kata-kata di media sosial.
Saya tetep menggunakan gaya bahasa sesederhana mungkin
yang gak terlalu bertele-tele. Saya gak suka yang terlalu
terbuka kalau di media sosial jadi saya di media sosial itu
kalem ya (Alin, Wawancara, 14 Jni 2018).
Berbeda dari Ibu Alin, Ibu Vinni dan Ibu Ade lebih tidak tertarik
dengan kata-kata dan mereka hanya menggunakan bahasa sehari-hari
mereka. Berikut ungkapan Ibu Ade:
61
Bahasa yang di pake ya biasa aja gitu ya itu td aja kl lagi
nyindir orang bahasanya agak kasar gitu. Kata-kata nya
biasa aja ya kayak kamu kalau nulis status gimana pakai
bahasa sehari-hari gitu kan. Yang seneng-seneng aja gitu
katanya (Ade, Wawancara, 14 Juni 2018).
Menurut pengamatan peneliti tidak semua dari mereka suka
menggunakan kata-kata pada status akun media mereka. Mereka lebih
suka menggunakan kata-kata sederhana dan menggunakan bahasa yang
sopan dan santun. Tujuannya agar mereka bisa dibilang sebagai orang
baik dan agar penonton dapat pecaya dengan perannya.
c. Gaya Hidup dan Gaya berpakaian
Gaya hidup ibu-ibu Seven Ssquad ini menurut hasil penelitian
dan pengamatan peneliti selama di media sosial adalah hedon atau lebih
menonjolkan kemewahan. Mereka sering mengunggah foto mereka saat
jalan-jalan ke mall, berkumpul di sebuah kafe, makan-makan di
restaurant mewah, atau saat mereka sedang berbelanja barang-barang
belanjaannya. Seperti yang diungkapkan ibu Ade :
Post foto tentang apapun kegiatan tante, mau itu tante lagi
jalan-jalan, dikasih oleh-oleh, screenshoot chatan ama
temen itu tante post semua. Pas waktu tante suntik kaki juga
tate post biar orang-orang pada tau. Hobi pasti kan hobi
tante shoping ama makan jadi pasti tante post jadi intinya
tante share apapun yang tante lakuin lah. Kalau tante di
kasih cincin, jam, atau tas gitu pasti tante post biar orang-
orang tau juga (Ade, Wawancara, 14 Juni 2018).
Pada dasarnya mereka mempunyai kepribadian dan sikap yang
sama seperti ibu Ade tetapi mereka mempunyai fokus tersendiri akan
hal apa yang ingin ia tampilkan ke penonton atau masyarakat. Untuk
Ibu Vinni dan Ibu Alin mereka ingin berperan sebagai orang yang baik
62
dan ingin dipandang sebagai orang yang baik, cantik dan bijak pula.
Untuk gaya berbusana pada panggung depan mereka yang
terlihat adalah mewah. Mereka selalu akan berpakain yang membuat
penampilan mereka menarik. Mereka mempunyai gaya berbusana yang
berbeda, Ibu Alin lebih suka berpakain kasual tetapi tetap terlihat
anggun, Ibu Ade lebih suka berpenampilan santai dan lebih sering
menggunakn celana jeans, sedangkan Ibu Vinni lebih suka berpakain
Syar’i. Untuk anggota yang lainnya mereka menggunakan pakaian yang
kurang lebih sama dengan ketiga ibu-ibu di atas. Tak jarang mereka
juga berpakaian yang selaras entah itu selaras dalam warna atau bentuk
pakaiannya.
d. Ekspresi wajah dan Setting
Ekspresi wajah atau mimik adalah hasil dari satu atau lebih
gerakan pada wajah. Ekspresi wajah merupakan salah satu bentuk
komunikasi nonverbal, dan dapat menyampaikan keadaan emosi dari
seseorang kepada orang yang mengamatinya. Ekspresi wajah
merupakan salah satu cara penting dalam menyampaikan pesan
sosial dalam kehidupan manusia. Para ibu-ibu ini sebisa mungkin
mensetting mood atau perasaan yang mereka alami dengan ekspresi
wajah agar dapat menyembunyikan dan dapat menjalani peran dengan
baik.
Adapun kesulitan yang dirasa oleh mereka seperti menurut ibu
Vinni terkadang mereka medapat komen yang mempertanyakan apakah
63
ia benar-benar seseorang yang ceria misalnya atau hanya sekedar
berakting mengingat kehidupan ibu Vinni yang sedikit tertutup.
Mereka suka tidak sengaja mengunggah kata-kata kasar karena emosi
atau terkadang penonton yang ada di masyarakat tidak percaya dengan
foto atau peran yang mereka tampilkan di media sosial. Menurut salah
satu penonton atau masyarakat yang mengikuti ibu Vinni, ia juga
sempat meragukan kebenaran dari status atua foto-foto yang diunggah
ibu Vinni yang sangat ekspresi dan terlihat selalu bahagia, berikut
pernyataannya:
Saya pernah mikir gitu, si Vinni ini beneran kayak gitu nggak
sih aslinya atau jangan-jangan cuma pencitraan doang. Tapi ya
itu kalau kesehariannya pas ngobrol sama saya atau lagi ada
pertemuan wali murid ya emang begitu orangnya, lepas aja gitu
nggak ada beban, auranya juga happy (MG,Wawancara, 20
Juni 2018).
Menurut pengamatan penulis, ibu Vinni sedikit tidak nyaman
dengan adanya komen-komen seperti itu. Terkadang ia hanya
mengabaikan komen-komen tersebut tetapi kalau sudah melewati batas
ia akan menjawab atau membalas komenan tersebut. Meskipun begitu
ibu Vinni merasa nyaman dengan perannya di media sosial karena ia
beranggapan media sosial sebagai tempat mengekpresikan dirinya yang
lain. Ibu vinni terlihat sangat ekspresif ketika berfoto di media sosialnya
seperti yang terdapat foto berikut.
64
Gambar III.B. 6. Foto Ibu Vinni
Kemudian pernyataan yang berbeda dilontarkan oleh Ibu Ade
yang di mana lebih cuek dalam menanggapi komen-komen semacam
itu. Karena fokusnya tidak hanya satu orang selama ia bisa
mempertahankan dan memainkan perannya dengan baik ia tidak akan
khawatir. Jika ia mulai merasa tidak nyaman maka dia akan memblokir
orang tersebut karena ia beranggapan orang seperti itu kan
mengacaukan perannya dan bisa membuat presepsi yang lain berubah.
Sering, banyak malah kadang kalau mereka udah kelewatan
bawa-bawa masalah pribadi atau gimana gitu suka akau
langsung blokir biar nggak ngerocos mulu. Sama kalau ada
oarang yang udah terlajur tahu ibu aslinya gimana juga ibu
blokir soalnya suka lemes mulutnya (Ade, Wawancara, 14 Juni
2018).
Dari kedua informan yang didapat dapat disimpulkan bahwa
penting untuk para ibu-ibu ini untuk dapat memahami karakteristik
para penonton/pengikut dan masyarakat yang berbeda-beeda sehingga
mereka bisa mengatasinya setiap masalah dengan baik dan tetap
65
membuat penonton yang lain percaya dengan mereka.
Dalam proses di panggung depan ini mereka akan membangun
tujuan mereka dan meyakinkan penonton agar peran yang mereka lakoni
berjalan dengan baik. Dalam membangun tujuannya terdapat beberapa hal
yang membuat mereka ingin berperan sebagai orang yang berbeda di
media sosial salah satunya adalah rasa ingin dipandang sebagai orang yang
memiliki prestis atau status sosial yang tinggi. Selain itu mereka tidak ingin
dipandang sebagai orang yang sama untuk kepentingan reputasi atau nama
baik mereka. Mereka mendapatkan kepuasan tersendiri dengan berperan
sebagai orang lain di media sosial. Tujuan utama mereka untuk
mengkamuflasekan diri mereka jadi mereka harus berhati-hati dalam
memainkan peran ini, seperti pernyataan yang diungkapkan oleh ibu Ade:
Senenglah yaa berarti aku berhasil, ada rasa puas aja gitu sih
contohnya kayak kalau mereka bilang aku orang kaya gitu yaudah aku
juga seneng. Tapi ada gak enaknnya juga sering diutangin sama orang
karena mereka liat ibu kayak ada selalu punya uang gitu (Ade,
Wawancara, 14 Juni 2018).
Tentu permainan peran yang dimainkan oleh mereka tersebut
disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai sebelumnya. Entah itu hanya
sekedar untuk menciptakan kesan tertentu tentang diri mereka dihadapan
penonton ataupun suatu bentuk penghargaan lainnya yang mereka peroleh
dari permainan peran tersebut. Menjalani peran seperti ini juga tidak
mudah, berpegan teguh pada tujuan awal saat memutuskan untuk berperan
juga tidak mudah. Mereka harus konsisten dalam menjalankan peranya agar
tetap berjalan lancar dan berhasil.
66
Dalam membangun tujuan ini para ibu-ibu ini juga tidak
sembarangan dari hasil observasi peneliti pada akun media sosial, mereka
menyiapkan atribut untuk menunjang peran mereka agar peran mereka
semakin dipercaya dan mereka dapat mempengaruhi pandangan orang
sesuai dengan apa yang mereka mau. Seperti menggunakan jam tangan,
perhiasan, foto di tempat wisata, foto makan-makan mewah, memasang
ekpresi wajah yang ceria dan lain-lain. Mereka yang memutuskan untuk
berperan ini juga bisanya tidak terlalu dapat mengekspresikan diri mereka
dengan baik. Mereka takut dipandang buruk oleh masyarakat sehingga
mereka memutuskan untuk berperan.
Dalam observasi saya bahwa ibu-ibu Seven Squad dalam penggunaan
media sosialnya mampu memainkan peran-peran yang berbeda dalam
proses kehidupannya, bagaimana mereka berinteraksi, gaya pakaian yang
mereka gunakan, gaya hidup yang mereka jalani, dan setiap kegiatan mereka
dijalankan dalam peran yang berbeda dan mereka dapat menjalankan kedua
peran itu dengan baik. Hal ini terbukti dengan adanya peran yang mereka
mainkan yaitu panggung depan dan panggung belakang yang dapat berjalan
secara bersaamaan dengan baik. Ibu-ibu ini juga akan membatasi sikap
mereka ketika berada di media sosial, hal ini bertujuan untuk
mengkamuflase diri mereka sendiri, mereka jugan akan benar-benar
menjaga sikap dan bahasa mereka saat berada di atas panggung. hal ini
sudah peneliti bahas di pembahasan sebelumnya pada gaya bahasa yang
mereka gunakan saat berada di meia sosial.
67
Berperan seperti orang lain di media sosial tentu tidak semudah seperti
yang dibayangkan, mereka berperan sebagai dua individu yang berbeda
yaitu sebagai orang yang sempurna dan ibu rumah tangga. Terlepas dari
begitu banyak masalah yang menimpa mereka, atau mungkin ada hal-hal
yang dapat merusak suasana. Hal itu semua seharusnya dikesampingkan
dahulu demi kesempurnaan dalam menjalankan perannya. Ketika mereka
harus berpenampilan mewah, berkata santun, dan memamerkan barang-
barang berharganya, harus dapat membuat suasana seperti itu tanpa harus
melihat sekitar. Selain itu juga para ibu-ibu pengguna media sosial ini juga
membatasi sikap mereka ketika berada di panggung depan hal ini
bertujuan untuk mengkamuflase diri mereka sendiri, bahsa yang mereka
gunakan pun pada saat berada dipanggung depan benar-benar dijaga,
sehingga orang lain menganggap bahwa mereka adalah sosok yang tampil
sempurna.
Di media sosial, mereka benar-benar menunjukan sosok yang
sempurna dengan penampilan, gaya hidup hingga tutur bahasa mereka.
Kesimpulan dari observasi peneliti pada panggung depan ibu-ibu Seven
Squad ini bahwa penonton melihat mereka sedang berada dalam kegiatan
pertunjukan. Mereka akan memainkan peran mereka dengan sebaik-
baiknya agar masyarakat dapat memahami dan menangkap tujuan dari
perilaku yang mereka tampilkan, selain itu mereka juga akan membatasi
perilaku di atas panggung demi berhasilnya drama yang mereka buat.
68
2. Bentuk Panggung Belakang
Pada panggung belakang pengguna media sosial ini para informan
akan menampilkan sisi kehidupan mereka yang asli atau diri mereka yang
seutuhnya. Di area panggung ini pengguna media sosial cenderung
menunjukan sifat aslinya, yang tentu sangat berbeda dengan tampilan
mereka saat mereka berada di panggung depan. Para informan disini
menjadi individu yang sesungguhnya tanpa memakai atribut saat mereka
harus berakting. Di panggung belakang inilah para informan akan bersikap
apa adanya dan tidak memikirkan kesan-kesan yang selama ini mereka
tampilkan di akun media sosialnya.
Menurut Alin sifat atau sikap yang ia tampilkan di media sosial
sangat berbeda dengan kepribadian dia di dunia nyata. Di mana
dikehidupan nyata ibu Alin ini hanya seorang ibu rumah tangga biasa
yang berdandan ala kadarnya dan cenderung lebih cuek. Ibu Alin ini
sangat menjaga betul image yang ia tampilkan di media sosial sehingga
ia lebih tertutup di kehidupan nyata agar orang lain tetap menilai sama
dengan yang ia tampilkan di media sosial.
Beda ya karakter saya, kalau di media sosial itu saya kebanyakan
ngomong manis ya karena saya memang harus menampilkan itu.
Kalau di kehidupan sehari-hari saya nggak pernah dandan jadi
polos aja gitu beda ama di media sosial yang harus mikirin
penampilan biar keliatan bagus ya. Sebenernya nggak nyaman tp
ya emang harus karena pada dasarnya saya bukan tipe orang yang
suka dandan. Beda jauh ya kayak yang saya bilang sebelumnya
kalau di media sosial saya harus hati-hati ya jangan sampe
pengikut saya ngeliat saya kayak gimana aslinya. Jadi saya itu di
media sosial jaga image beda sama di kehidupan sehari-hari yang
nyablak kalau ngomong (Alin, 14 Juni 2018).
69
Menurut pengamatan peneliti saat ibu Alin berada di lingkungan
rumah, ia mempunyai pribadi yang ceria dan terkesan tidak rapih, berbeda
dengan image yang ia tampilkan di media sosial di mana ia terlihat
selalu rapih dan berdandan. Selain itu dari hasil pengamatan peneliti
kepribadian ibu Alin ini cenderung lebih cuek, cerewet dan heboh. Di
lingkungan kelompoknya ia dikenal sebagai individu yang apa adanya,
berbicara ceplas-ceplos cenderung tidak menjaga perkataan.
Saat mengantar anak-anak sekolah atau berinteraksi dengan
tetangganya ibu Alin berpenampilan sesuai dengan penampilannya di
media sosial yakni menggunakan pakaian yang rapih dan berdandan.
Tetapi saat di dalam rumah ia berpakain biasa saja, ia lebih sering
mengenakan daster dan kerudung instan. Ibu Alin berinteraksi dengan
tetangganya hanya sekedar bersapa karena saat bersosialisasi dengan
tetangganya ia harus menjaga penampilan seperti yang ia tampilkan di
panggung depannya. Ini bertujuan agar mereka tidak tahu bagaimana
kepribadian ibu Aline ini, orang-orang yang tahu bagaimana kepribadian
ibu Alin hanyalah keluarga dan teman kelompoknya saja.
Kemudian peneliti juga menanyakan kepada sahabat dekat ibu Alin di
Seven Squad yakni Yani sebagai informan pendukung mengenai perilaku
ibu Alin ketika berada di luar media sosial. Dan pernyataannya adalah
sebagai berikut:
Alin itu orangnya cerewet banget aslinya, jarang dandan, kalau
ngomong itu nyablak banget terus heboh gitu kalau udah ngumpul.
Beda banget sama di medsosnya dia yang cantik, rapih, kalau nulis
caption bijak terus sok manis gitu (Yani, Wawancara, 20 Juni 2018).
70
Dari hasil wawancara dengan sahabat, komunikasi dan interaksi Alin dan
sahabatnya Yani terbilang harmonis dia juga terbuka kepada Yani. Tidak
ada hal yang ditutupi apapun dari dirinya.
Kemudian peneliti beralih kepada informan kedua yakni ibu Ade, saat
ditemui langsung, ibu Ade sedikit tomboy dengan menggunakan pakaian
yang tak sama dengan yang sering ia perlihatkan di akunnya dan juga
tanpa riasan make up sedikit pun. Ibu Ade seseorang sangat humoris dan
berbicara ceplas-ceplos dan beberapa kali sering melontarkan candaan.
Hampir sama seperti yang dijelaskan oleh ibu Alin, ibu Ade
juga dalam menjalani kehidupan di luar panggung cendrung
menunjukan karakter aslinya. Dan pernyataannya adalah sebagai berikut:
Kalau di rumah mah tante kayak pembantu gitu pakai daster doang
sisiran juga jarang udah kayak mbak-mbak gitu. Kalau dirumah
nggak berani foto soalnya ya itu bener-bener polos. Kalau ngomong
nyablak banget aslinya kadang suka keluar kata-kata yang nggak
pantes gitu tapi kalau di medsos mah alim gitu. Kayak mbak-mbak
gitu jelek banget lah pokoknya (Ade, Wawancara, 14 Juni 2018).
Menurut hasil observasi peneliti bahwa ibu Ade adalah seorang yang
sangat cuek dan ceplas-ceplos dalam berbicara. Gayanya yang santai
sangat berbeda dari foto-foto yang ia unggah di akunnya dan ibu Ade
merasa nyaman dengan kepribadian yang seperti itu. Kegiatan di luar
akunnya, ibu Ade masih cukup sering bertemu atau mengobrol dengan
tetangga dekatnya saat dia mempunyai waktu luang dan juga lebih sering
menghabiskan waktu bersama teman kelompoknya saat itu lah dia merasa
bisa menjadi diri sendiri. Selain itu penelitimenemkan perbedaan kedua sisi
71
ibu Ade pada panggung depan dan panggung belakangnya di mana
sebenarnya ibu Ade ini tidak bisa mengendarai mobil tetapi dalam
beberapa uanggahannya ibu Ade ini terlihat berfoto di kusri pengemudi
atau di belakang stir mobil, berikut peneliti tampilkan gambar dan
pernyataan ibu Ade:
Gambar.III.B.7. Ibu Ade Berfoto Mengendarai Mobil
Peneliti juga menanyakan pertanyaan yang sama kepada teman dekat
ibu Ade yang sering dijumpainya yakni Vina, karena Vina teman yang
paling dekat dan yang paling sering bertemu dibanding yang lain. Dan
peryataanya adalah sebagai berikut:
Dia kalo di rumah ya gitu kayak gembel, rambut acak-acakan,
sering nggak mandi kalo pake baju yaa seadanya aja gitu baju
bolong juga dia pake kalo di rumah mah polosan bgt gitu lah
pokoknya (Vina, Wawancara, 20 Juni 2018).
72
Menurut peneliti ibu Ade merupakan sosok perempuan yang apa
adanya sangat cuek dan santai, terbukti saat temannya Vina mengatakan
bahwa ibu Ade tidak suka berdandan dan terkesan tidak rapih, saat di
rumah atau dilingkungan kelompoknya ibu Ade bisa berpenampilan
sanagat polos atau cuek tetapi ketika keluar dari kelompok atau rumah ibu
Ade akan menunjukan semua identitasnya seperti apa yang ada di akun
media sosialnya. Seperti berdanadan, menggunakan perhiasan, atau
menggunakan salah satu koleksi tas mahalnya. Kepribadian ibu Ade saat di
media sosial dan saat di rumah sangatlah berbeda. Di panggung depan ibu
Ade dikenal dengan sosok yang cantik, mewah dan berkelas, berusaha
membuat orang setuju dengan apa yang ia tampilkan, sedangkan saat
berada di rumah dia menjadi sosok yang sangat sederhana dan jauh dari kata
kemewahan.
Beberapa barang mewah atau perhiasan yang ibu Ade tunjukkan di media
sosialnya bukanlah milik ibu Ade secara keseluruhan atau tidak semua barang
yang di unggah adalah milik ibu Ade. Banyak dari barang-barang tersebut adalah
barang hasil pinjaman untuk menunjang penampilan atau kesan diri ibu Ade di
media sosial. Tujuannya adalah untuk membuat masyarakay atau penonton yakin
bahwa ibu Ade orang yang kaya dan mempunyai semua barang mewah itu.
Berikut pernyataan ibu Ade:
Nggak semua barang yang saya upload itu koleksi saya, ada yang minjem
punya temen itu kalau yang harganya mahal saya belum bisa beli jadi
saya pinjem, nggak ada yang tahu juga kan. Banyak juga perhiasan yang
saya punya itu dikasih bukan beli pakai uang saya sendiri (Ade,
Wawancara, 14 Juni 2018).
Pernyataan serupa disampaikan oleh ibu Yani teman satu kelompoknya di Seven
73
Squad:
Kalau yang nyediain barang itu biasanya si Indah kalau nggak Yuli,
mereka paling lengkap sih koleksi barang-barang branded nya jadi kalau
si Ade belum punya suka dipinjemin dia malah jarang make barang-
barangnya (Yani, Wawancara, 20 Juni 2018).
Kemudian peneliti beralih kepada informan terakhir yakni ibu Vinni,
saat ditemui langsung, ibu Vinni sedikit jutek dengan menggunakan
pakaian yang full hijab seperti biasanya dan juga tanpa riasan make up.
Kesan pertama peneliti saat bertemu adalah dingin dan misterius serta tidak
terlalu ekspresif saat berbicara. Hampir sama seperti yang dijelaskan
oleh ibu Alin, ibu Vinni juga dalam menjalani kehidupan di luar
panggung cendrung menunjukan karakter aslinya.
Dan pernyataannya adalah sebagai berikut:
Kalau sehari-hari gimana ya, aku paling sering sama anak-anak ya
selayaknya ibu-ibu biasa ajalah gitu kalau di rumah ya pake celana
pendek gak dandan jelek juga gak apa-apa. Aku lebih pendiam sih
ya kalau di kehidupan asli gitu lebih keliatan tenang. Aku itu
misterius aslinya udah gitu (Vinni, Wawancara, 15 Juni 2018).
Ibu Vinni ini hanya seorang ibu rumah tangga yang berdandan ala
kadarnya dan cenderung lebih tidak peduli. Ibu Vinni ini sangat menjaga
betul image yang ia tampilkan di media sosial sehingga ia lebih tertutup
di kehidupan nyata agar orang lain tetap menilai sama dengan yang ia
tampilkan di media sosial.
Menurut hasil observasi peneliti di lingkungan rumah ibu Vinni, ia
mempunyai pribadi yang tenang, tidak banyak berbicara, dan tidak suka
berdandan atau menggunakan pakain rumahan biasa, berbeda dengan
image yang ia tampilkan di media sosial di mana ia terlihat selalu rapih,
74
berdandan dan ceria. Selain itu dari hasil pengamatan peneliti
kepribadian ibu Vinni ini cenderung pendiam dan sederhana. Di
lingkungan kelompoknya ia dikenal sebagai individu yang apa adanya,
berbicara seadanya dan dikenal sebagai sosok yang paling jarang
berbicara.
Saat mengantar anak-anak sekolah atau berinteraksi dengan
tetangganya ibu Vinni berpenampilan seperti yang ia tampilkan di media
sosial, berpakaian syar’i dan rapih. Ibu Vinni berinteraksi dengan
tetangganya hanya sekedar bersapa karena saat bersosialisasi dengan
tetangganya ia harus menjaga penampilan seperti yang ia tampilkan di
panggung depannya. Ini bertujuan agar mereka tidak tahu bagaimana
kepribadian ibu Vinni ini, orang-orang yang tahu bagaimana kepribadian
ibu Vinni hanyalah keluarga dan teman kelompoknya saja.
Kemudian peneliti juga menanyakan kepada sahabat dekat ibu Vinni
di Seven Squad yakni Yani sebagai informan pendukung mengenai
perilaku ibu Vinni ketika berada di luar media sosial. Dan pernyataan nya
adalah sebagai berikut:
Vinni itu lumayan tertutup sebenernya, diantara kita bertujuh
aku yang paling deket dan yang paling sering diajak cerita,
sama yang lain jarang walaupun kita tiap hari bareng. Paling irit
ngomong tapi suka bercanda juga, orangnya nggak kaku tapi ya
emang agak pendiam aja. Kalau di media sosial kan keliatan
ceria,bahagia gitu tapi aslinya mah dia nggak gitu bnyak
nyimpen rahasia yang orang lain nggak tau pokoknya. Kalu
masalah pakaian di rumah ya biasa aja gitu lebih suka pake
celana pendek sama daster (Yani, Wawancara, 20 Juni 2018).
75
Pada dasarnya para informan ingin menunjukan karakter asli mereka
di lingkungan pribadinya, tetapi kelemahannya adalah mereka tidak
mengetahui diri mereka sendiri. Ada beberapa bagian atau sisi diri yang
lain yang tidak bisa dijelaskan, bahkan kadang-kadang mereka sangat
menutupi karakternya demi menampilkan kesan yang bai di masyarakat.
Peneliti juga mengobservasi bagaimana pakaian yang mereka gunakan
ketika berada di luar panggung dan cara berpakaian sama sekali tidak
dipengaruhi oleh imagenya di media sosial. Menurut hasil pengamatan,
ketika berada di dalam rumah ibu-ibu ini cenderung memakai pakaian yang
santai dan sederhana untuk kenyamanan mereka sendiri. Saat berinterkasi
dengan masyarakat apa yang mereka kenakan akan menjadi fokus utama
atau perhatian oleh masyarakat. Pakaian yang mereka pakai itu adalah salah
satu cara untuk menunjukan identitas diri mereka, selain itu saat mereka
berkomunikasi, sikap dan perilaku juga akan mempengaruhi diri kita seperti
apa di mata masyarakat. Selain itu juga cara bertutur dan gaya bahasa dapat
menunjukan apakah kita dinilai sebagai orang yang baik atau tidak.
Hasil dari pengamatan dan analisa peneliti bahwa dari ketiga informan
di atas dapat menyesuaikan pakaian, perilaku, gaya hidup, dan sikap
mereka di antara kehidupan di media sosial dan dunia nyata mereka.
Mereka akan menunjkan diri mereka seutuhnya saat berada di rumah
ataupun di sekeliling teman-teman kelompoknya tetapi saat ingin keluar
atau berinteraksi dengan orang luar dia akan menggunakan atribut yang
sama dengan yang ia kenakan dia media sosial. Itu bertjuan agar
76
perannya bisa terus berjalan dan sesuai dengan apa yang diharapkan
masyarakat.
3. Tim Pertunjukkan (Performence Team)
Tim pertunjukan ini berfunsi sebagai pendukung aktor saat mereka
memainkan karakternya. Di sini mereka akan membantu merencanakan
tampilan seperti apa yang harus para informan tampilkan, mereka juga
berfungsi sebagai penasehat atau pemberi saran apabila para informan
ini salah dalam menampilkan perannya. Dalam penelitian ini Ibu Ade
sebagai key person yang paling terlihat bentuk manipulasinya di media
sosial. Ibu Ade ini sering mengunggah foto-foto barang mewah,
perhiasan dan kegiatan lainnya seperti shopping dan jalan-jalan ke
berbagain tempat. Tentu keperluan akan barang-barang yang
diunggahnya di media sosial itu dipersiapkan juga oleh anggota
kelompok yang lain. Ada yang mengatur dan menyediakan barang-
barang tersebut untuk diunggah ibu Ade ke akun instagram atau
whatsappnya.
Barang-barang ataupun perhiasan yang ibu Ade unggah ini bukan
seluruhnya milik dia, banyak dari barang-barang unggahannya adala
milik teman anggota kelompok yang lain. Hal ini dilakukan guna
mempertahankan dan menampilkan image yang terlihat nyata agar
masyarakat percaya. Di dalam kelompok ini mereka mempunyai peran
mereka masing-masing, ibu Ade, ibu Vinni dan ibu Alin adalah orang
yang melakukan pencitraan/akting/manipulasi kepada masyarakat.
77
Kegiatan mereka di media sosial akan dipantau oleh anggota kelompok
lain demi kelancaran dan berhasilnya manipulasi yang mereka
tampilkan. Ibu Indah dan Ibu Yuli berperan sebagai penyedia barang-
barang mewah dan yang paling banyak mensponsori jika mereka jalan-
jalan atau shopping. Ibu Indah ini mempunyai koleksi barang-barang
branded yang lebih banyak sehingga ia akan meminjamkan barang-
barang koleksinya ini untuk di tampilkan di media sosial ibu Ade.
Sama halnya dengan ibu Indah, ibu Yuli juga orang yang
memfasilitasi peralatan atau atribut-atribut yang ingin ibu Ade tunjukkan
di media sosialnya, dalam bentuk perhiasan, kendaraan ataupun pakaian
sekalipun. Selanjutnya ada ibu Yani, ia lebih menangani peran yang
dimainkan oleh ibu Alin dan Ibu Vinni. Ibu Yani yang akan
mengirimkan kata-kata bijak atau quote-quote bijak yang nantinya akan
digunakan oleh ibu Alin. Selain itu ibu Yani ini juga merupakan penata
gaya untuk kedua ibu-ibu tersebut, seperti bagaimana tampilan make up
yang harus mereka tampilkan atau bagaimana ekspresi yang harus
mereka tampilkan. Bukan hanya sebagai fasilitator atau pengatur gaya
saja mereka juga ikut berakting dan memainkan peran yang sama seolah-
olah mereka tidak tahu dan apa yang di tampilkan oleh ibu Ade, Alin,
dan Vinni itu adalah yang sesungguhnya agar masyarakat atau pengikut
mereka di media sosial lebih yakin dan percaya.
Di tempat ini bersama performance team, mereka memperbaiki
presentasi diri mereka dan meyakinkan penonton atau masyarakat
78
kembali. Hal ini diungkapkan pula oleh ibu Yani.
Saya sebagai sahabat mereka ya mendukung aja mereka mau
gimana di media sosial selama itu nggak merugikan orang lain
ya. Saya bukan saya aja sih kita semua di grup ini ngejaga satu
sama lain, kita udah tahu kebobrokan masing-masing dari kita
itu gak masalah asal orang lain nggak ada yang tahu. Kadang
kalau misal ada yang nanya Ade atau Vinni itu beneran kayak
yang ada di medsos itu nggak, pasti saya jawab iya, pokoknya
ceritain ke orang-orang hal yang baik-baik tentang mereka.
Sebaliknya juga gitu mereka ngelakuin hal yang sama kayak
saya gitu (Yani, 20 Juni 2018).
4. Analisa Dramaturgi pada Ibu-ibu Seven Squad
Panggung depan dan panggung belakang adalah konsep dramaturgi
meurut Goffman. Pertunjukkan yang dilakoni aktor untuk menjelaskan diri
mereka disebut sebagai panggung depan. Di panggung depan ini juga kita
akan mengenal istilah mukapersonal dan setting, muka persoanal merupakan
situasi fisik yang ada pada diri aktor seperti tampilan dan tingkah laku
mereka sedangkan setting menunjukkan pada tampilan fisik yang biasanya
harus ada ketika aktor memainkan perannya seperti cara berpakaian (Ritzer
dan Goodman, 2004:400). Sedangkan keadaan asli atau kehidupan asli diri
kita yang orang lain tidak bisa lihat disebut dengan panggung belakang,
pada panggung ini kita dapat bebas menjadi diri atau mengekspresikan diri kita
yang sesungguhnya tanpa peduli dengan pandangan masyarakat, bagian ini
juga bisa disebut sebagai area privat di mana masyarakat umum tidak dapat
melihatnya.
Dari teori tersebut para informan memerankan peran mereka dengan
sebaik-baiknya. Mereka ingin dianggap sebagai orang yang berbeda dengan
harapan mendapat pencitraan yang lebih baik untuk dirinya. Mereka akan
79
memperhatikan bahasa, kata-kata, ekpresi wajah mereka di media sosial
dengan sangat hati-hati. Mereka berperan sebagai orang lain di sini,
berperan sebagai seseorang yang hedon, sebagai sorang yang bijak, dan
sebagai orang yang ceria. Pada panggung depan ini mereka harus menjaga
dengan baik agar penonton tetap percaya dengan apa yang mereka
perankan. Pada panggung depan ini mereka juga menggunakan atribut-
atribut untuk mendukung peran mereka seperti pakaian yang bagus,
memamerkan barang-barang mewah mereka serta mengunggah foto
disetiap kegiatan mereka termasuk saat mereka berkumpul dalam acara
arisan makan-makan atau jalan-jalan. Seperti yang diungkapkan oleh ibu
Ade pada wawancara sebagai berikut:
Aku mau nunjukin aja ke orang-orang kalau aku ini ekspresif terus
ceria gitu, yang nggak pernah sedih, bahagia terus aja gitu
diliatnya, aku juga mau diliat kalau aku juga orang ada gitu jadi
aku gak bisa diremehin gitu. Orang tau kalau tante tuh orang yang
berada, tercukupi, hidup tante enak yaa gitu lah (Ade, Wawancara,
14 Juni 2018).
Selain itu ibu Ade ini gemar mengunggah foto-foto koleksi barang-
barang mewah atau perhisaannya, hal ini untuk lebih meyakinkan
masyarakat agar perannya bisa berjalan dengan baik, berikut kutipan
wawancaranya:
Post foto tentang apapun kegiatan tante, mau itu aku lagi jalan-
jalan, dikasih oleh-oleh, screenshoot chat-an sama temen itu aku
post semua. Pas waktu aku suntik kaki juga dipost biar orang-
orang pada tau. Hobi pasti kan hobi tante shoping ama makan jadi
pasti tante post jadi intinya tante share apapun yang tante lakuin
lah. Kalau tante di kasih cincin, jam, atau tas gitu pati tante post
biar orang-orang tau juga (Ade, Wawancara, 14 Juni 2018).
80
Berbeda halnya dengan ibu Alin ia memainkan perannya sebagai sosok
pribadi yang berbeda, tentu ia memerankan kesan yang baik di panggung
depannya:
Saya menggunakan gaya bahasa sesederhana mungkin yang nggak
terlalu bertele-tele. Saya nggak suka yang terlalu terbuka kalau di
media sosial jadi saya di media sosial itu kalem ya. Kalau di media
sosial itu saya kebanyakan ngomong manis ya karena saya
memang harus menampilkan itu (Alin. Wawancara, 14 Juni 2018).
Saat di panggung belakang para informan tidak menampilkan diri
mereka seperti yang ada di akun media sosial mereka, melainkan ibu-ibu
ini akan menunjukkan diri mereka yang seutuhnya. Mereka akan
menunjukkan karakter diri mereka yang sesungguhnya, para informan ini
benar-benar menunjukkan dan tidak menyembunyikan sediktitpun karakter
asli dirinya pada saat di lingkungan teman kelompok dan keluarganya..
Saat berada di panggung belakang tidak akan ada penontong yang
dapat masuk atau melihat kondisi diri mereka. Sehingga para informan ini
bebas melakukan atau berperilaku apapun tanpa peduli dengan pandangan
atau kesan masyarakat serta tanpa harus berakting pula. Pada panggung
belakang ini jelas bahwa ibu-ibu ini sudah mempersiapkan diri mereka
dengan matang dan sempurna untuk tampil di media sosial mereka
masing-masing. Tetapi apa yang sudah dipersiapkan di panggung
belakang ini bisa saja berubah sesuai dengan penilaian masyarakat,
karena sikap seseorang dapat dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, etika
dan lain-lain. Masyarakat akan menilai perilaku seseorang sebagai perilaku
81
yang dapat diterima, ditolak ataupun menyimpang.
Dalam kehidupan mereka sehari-hari, informan juga akan
melakukan pencitraan seperti yang mereka lakukan di media sosial, hal ini
bertujuan agar kesan mereka tidak berubah di mata masyarakat. Seperti
yang diungkapkan oleh ibu Alin sebagai berikut:
Kalau di media sosial atau di luar itu tante harus tampil cantik gitu
pokoknya memaksimalkan penampilan tante gitu. Kalau di rumah
mah tante lebih suka pake daster atau cela pendek aja gitu (Alin,
Wawancara, 14 Juni 2018).
Masing-masing dari informan tentu mempunyai peran yang
berbeda, mereka akan berakting sesuai dengan tujuan yang ingin mereka
capai atau inginkan sebelumnya. Mereka akan menampilkan citra diri yang
baik di masyarakat atau untuk mendapat sesuatu atau penghargaan lain yang
akan mereka dapat dalam berakting ini. Seperti hal yang diungkapkan oleh
ibu Ade tentang kehidupan panggung belakangnya:
Kalau di rumah mah tante kayak pembantu gitu pakai daster doang
sisiran juga jarang udah kayak mbak-mbak gitu. Kayak mbak-
mbak gitu jelek banget lah pokoknya (Ade, Wawancara, 14 Juni
2018).
Tidak berbeda dengan ibu Ade, ibu Alin juga mengungkapkan hal
yang sama saat ia berada di panggung belakang:
Kalau di kehidupan sehari-hari saya nggak pernah dandan
jadi polos aja gitu beda sama di media sosial yang harus
mikirin penampilan biar keliatan bagus ya. Sebenernya
nggak nyaman tapi ya emang harus karena pada dasarnya
saya bukan tipe orang yang suka dandan (Alin, Wawancara,
14 Juni 2018).
Dalam penelitian ini pengguna media sosial mampu memainkan
82
peran-peran yang berbeda dalam proses kehidupannya, bagaimana mereka
berinteraksi, gaya pakaian yang mereka gunakan, gaya hidup yang mereka
jalani, dan setiap kegiatan mereka dijalankan dalam peran yang berbeda dan
mereka dapat menjalankan kedua peran itu dengan baik. Hal ini terbukti
dengan adanya peran yang mereka mainkan yaitu panggung depan dan
panggung belakang, di mana terdapat keragaman yang muncul.
83
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pada penelitian ini peneliti menganalisa panggung depan dan panggung
belakang dramaturgi Goffman. Seperti yang dikatakan Goffman panggung depan
merupakan tempat di mana para informan atau ibu-ibu memainkan peran dan
memanipulasi dirinya sendiri. Sedangkan Panggung belakang merupakan tempat
di mana masyarakat tidak dapat melihat diri informan yang sesungguhnya.
Artinya, pengguna media sosial mengharapkan agar masyarakat tidak mengenal
sisi/sifat asli pengguna di belakang panggung. Pada panggung belakang ini
informan akan berusaha keras menutupi diri mereka agar masyarakat tetap
percaya dengan peran yang mereka lakoni. (Ritzer dan Goodman, 2004:400).
1. Pada panggung depan ibu-ibu Seven Squad hampir semua dari mereka
melakukan kamuflase dan memanipulasi diri mereka, yang dilakukan
meliputi manipulasi simbol-simbol dengan cara berpakaian mewah,
menggunakan kata-kata bijak, mengunggah quote-quote bijak,
menggunakan bahasa yang santun dan mengunggah barang-barang koleksi
mereka. Sedangkan pada panggung belakang ibu-ibu ini menunjukkan diri
mereka yang asli, diri mereka sendiri yang apa adanya tanpa manipulasi.
Mereka menampilkan diri/sisi sebenarnya tanpa memanipulasi
penampilan, riasan, emosi, ekpresi atau pakaian mereka. Terdapat juga tim
84
pertunjukkan untuk mendukung keberhasilan pertunjukan yang mereka
lakoni seperti memberi saran dan menyusun bersama rencana atau
skenario apa yang harus ibu-ibu ini mainkan untuk penampilan berikutnya.
2. Interaksi pada ibu-ibu seven squad ini terjadi karena adanya kesepakatan
dalam berinteraksi di mana perilaku yang akan ditampilkan di media sosial
mereka dapat diterima oleh masyarakat atau pengikut di media sosial
dengan baik. Sehingga tujuan untuk membangun kesan atau makna yang
sempurna dapat berhasil disetujui oleh kedua belah pihak yaitu antara
pengguna media sosial atau aktor dan masyarakat.
3. Bentuk presentasi diri yang ingin ditampilkan oleh ibu-ibu ini berbeda,
yaitu pertama, ingin dilihat sebagai pribadi yang baik, bijak, sopan atau
lebih pada kepribadian; kedua, ingin dilihat sebagai orang yang
mempunyai prestis atau status sosial yang tinggi; selain itu ada dari sisi
psikologis juga di mana mereka ingin mendapat perhatian yang lebih dari
masyarakat.
B. Saran
1. Penelitian ini dapat digunakan menjadi bahan untuk memperkaya kajian
yang terkait dengan penggunaan media sosial di Indonesia.
2. Dengan penelitian ini diharapkan ibu-ibu pengguna media sosial dapat
mengevaluasi diri menjadi pengguna media sosial yang sesungguhya.
3. Penelitian ini diharapkan menjadi bagian pengguna media sosial di
lingkungan ibu-ibu dalam menampilkan diri yang apa adanya.
xiii
DAFTAR PUSTAKA
Ayun, Qurrota Primada. Jurnal Komunikasi. 2015. Fenomena Remaja
Menggunakan Media Sosial dalam Membentuk Identitas. Vol.03 No.02.
Benedictus A.S. Jurnal ASPIKOM. 2010. Konstrusi Diri dan Pengelolaan
Kesan pada Ruang Riil dan Ruang Virtual.. Vol.01. [jurnal on-line];
tersedia di http://jurnalaspikom.org/index.php/aspikom/article/view/6
Bungin, Burhan.2006. Sosiologi Komunikasi – Teori Paradigma, dan Diskursus
Teknologi Komunikasi Masyarakat. Jakarta : Prenada Media Group..
Cahyadi Indrananto. Tesis. 2012. Pemimpin Daerah sebagai Agen (Dramaturgi
dalam Komunikasi Politik Wali Kota Solo Joko Widodo.
Deddi Mulyana. 2003. Metedologi Penelitian kualitatif: Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Deddy Mulyana. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
Roemaja Rosdakarya.
George Ritzer. 2007. Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda.
Jakarta: Rajawali Grafindo Persada.
Holisoh, Lis Himmatul. 2013. Dramaturgi Pengemis Lanjut Usia di Surabaya.
Paradigma. Vol.01 No.03.
Jhonson, Doyle Paul. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 1994.
Lesmana, Gusti Ngurah Aditya. 2012. Analisis Pengaruh Media Sosial Twitter
Terhadap Pembentukan Brand Attachment. Tesis. Jakarta: Universitas
Indonesia.
xiv
Margaret M. Polomo. 2000. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.Moleong, J Lexy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif.Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Felix, MT Sitorus. 1998. Penelitian Kualitatif: Suatu Perkenalan. Bogor:
Kelompok Dokumentasi Ilmu-ilmu Sosial.
Narwoko dan Suyanto. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta:
Kencana Media Group.
Neuman W, Lawrence. ed. 7. 2013. Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan
Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta: PT. Indeks.
Novi Anasari dan Pambudi Handoyo. 2015. Media Soial sebagai Panggung
Drama. Jurnal UNESA. Vol.03.
PS, Leonard Alnoin. 2016. Penggunaan Media Sosial Sebagai Eksistensi Diri.
Skripsi Ilmu Komunikasi. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2008. TeoriSosiologi (Dari Teori
Sosiologi Klasik SampaiPerkembangan Teori Sosiologi
Modern).Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Subagyo, P. Joko. 2004. Metode Penelitian DalamTeori dan Praktek. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Syamsir Alam dan Jaenal Aripin. 2006. Metodologi Penelitian Sosial. (Jakarta:
UIN Jakarta Press.
Sitorus, MT Felix. 1998. Penelitian Kualitatif: Suatu Perkenalan. Bogor:
Kelompok Dokumentasi Ilmu-ilmu Sosial.
https://tekno.kompas.com/read/2018/03/01/10340027/riset-ungkap-pola-
pemakaian-medsos-orang-indonesia?pagr=1
xv
www.mediapost.com
www.ruangguru.co.id/pengertian-media-sosial/
Lampiran 1
PEDOMAN WAWANCARA
INTERAKSI SOSIAL DI MEDIA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF
DRAMATURGI
(Studi Kasus Pengguna WhatsApp dan Instagram Kelompok Ibu-Ibu Seven
Squad di SD Ruhama)
Tahapan Penelitian:
1. Menentukan media sosial yang digunakan ibu-ibu Seven Squad
2. Ibu-ibu yang aktif menggunakan media sosial Instagram dan Whatsapp
(informan)
A. IDENTITAS INFORMAN
1. Nama
2. Jenis kelamin
3. Umur
4. Pekerjaan
B. PERTANYAAN PENELITIAN
1. UNTUK INFORMAN KUNCI TENTANG PANGGUNG DEPAN
DAN PANGGUNG BELAKANG SERTA INTERAKSI SOSIAL
DALAM MASYARAKAT
a) Sudah berapa lama ibu menggunakan media sosial?
b) Jenis media sosial apa saja yang ibu gunakan?
c) Hal apa saja yang biasa ibu bagikan atau tampilkan diberanda media
sosial ibu?
d) Bagaimana perilaku dan gambaran secara fisik yang ditunjukkan di
media sosial (foto atau bahasa yang digunakan)?
e) Bagaimana interaksi yang ibu bangun di dalam media sosial? (antara
followers)
f) Bagaimana gaya bahasa (kata-kata) yang ibu gunakan saat aktif di
media sosial?
g) Apakah jika ibu ingin meng-upload sebuah foto harus menggunakan
kata-kata yang bagus dan memilih foto terbaik yang ibu punya?
h) Apa saja kegiatan ibu di media sosial tersebut? Apa untuk
mengekspresikan perasaan, hobi, atau hanya sekedar iseng?
i) Seberapa besar perbedaan diri ibu antara di media sosial dengan
kehidupan sehari-hari yang sebenarnya?
j) Bagaimana ibu mengelola akun-akun media sosial ibu setiap harinya?
k) Apa alasan utama ibu menggunakan media sosial ?
l) Adakah perbedaan gaya bicara, bahasa, berpakaian atau ekspresi wajah
di media sosial dah kehidupan di luar media sosial ibu?
m) Bagaimana karakter yang ibu tampilkan ketika bersosialisasi/ berada di
lingkungan keluarga dan teman-teman? Di media sosial?
n) Seperti apa penampilan ibu ketika berada dikehidupan nyata?
o) Adakah aktifitas lain yang ibu lakukan selain dari apa yang ibu
unggah?
p) Apakah ibu membawa kebiasaan saat berinteraksi di media sosia ke
kehidupan nyata atau sebaliknya?
q) Kesan seperti apa yang ingin ibu tampilkan di media sosial?
r) Seberapa besar perbedaan antara kehidupan ibu di media sosial dan
dikehidupan sehari-hari?
s) Apakah ada atribut khusus yang digunakan sebagai identitas diri ibu?
t) Suka ada komentar dari orang yang nggak di kenal terus sok akrab
sama sok tahu gitu nggak? Bagaimana sikap ibu dalam menanggapi hal
tersebut?
u) Kalau orang-orang melihat ibu sesuai dengan ekspektasi yang ibu
tunjukkin di media sosial, bagaimana perasan ibu?
2. PERTANYAAN UNTUK INFORMAN PENDUKUNG TENTANG
PANGGUNG BELAKANG INFORMAN UTAMA
a) Sudah berapa lama ibu menggunakan media sosial?
b) Jenis media sosial apa saja yang ibu gunakan?
c) Bagaimana tanggapan ibu tentang ibu Vinni dan Ibu Alin, mereka itu
aslinya bagaimana?
d) Seberapa banyak perbedaan kehidupan mereka berdua antara di media
sosial dan di kehidupan aslinya?
e) Apakah masyarakat di lingkungan dan pengikut mereka di media
sosial percaya kalau sikap atau sifat asli mereka seperti yang mereka
tampilkan di media sosialnya?
Lampiran 2
Transkip Wawancara 1
Informan Utama
Nama Informan : Alin
Umur : 38
Jenis Kelamin : Perempuan
No. Pertanyaan Jawaban
1. Sudah berapa lama ibu
menggunakan media sosial?
Aku udah lama ya pakai media sosial kira-
kira 15 tahunan ya, karena dulunya saya
anak organisasi jadi ya harus update terus
ya.
2. Jenis media sosial apa saja
yang ibu gunakan?
Media sosial yang saya pakai sekarang itu
instagram, facebook, whatsapp, telegram,
line sama path.
3. Hal apa saja yang biasa ibu
bagikan atau tampilkan di
beranda media sosial ibu?
Yang sering di post itu ya biasanya yang
nggak asal-asalan kayak foto kelas saya
senam itu saya nggak upload karena takut
ada yang nggak suka ya. Paling sering sih ya
sama temen akrab keluarga, sama suami,
anak-anak saya juga sering, ya aktivitas
sehari-hari aja. Kalau saya selfie itu banyak
yang komen-komen gitu
4. Bagaimana perilaku dan
gambaran secara fisik yang
ditunjukkan di media sosial
(foto atau bahasa yang
digunakan)?
Kalau saya apa yang saya suka saya upload,
saya juga harus mikir caption gitu kan kalau
mau upload foto, kata-kata apa nih yang
sesuai dengan foto itu saya jarang upload
kalau gak pake keterangan kayak kata atau
emoji gitu pasti saya cari dulu. Harus ada
artinya gitu ya nggak asal jadi saya pake
kata-kata yang bijak gitu.
5. Bagaimana interaksi yang
ibu bangun di dalam media
sosial? (antara followers)
Selama ini si bagus yaa, lebih cenderung
baik ya bisa saling tahu keberadaan mereka
kayak gimana, nyambung tali silaturahmi
gitu. Saya bukan tipe orang yang suka
membalas komen ya saya mau dilihat
pendiam atau kalem aja gitulah ya. Terserah
mereka ya mandang saya itu kayak gimana.
6. Bagaimana gaya bahasa
(kata-kata) yang ibu
gunakan saat ibu aktif di
media sosial?
Saya tetep menggunakan gaya bahasa
sesederhana mungkin yang nggak terlalu
bertele-tele. Saya nggak suka yang terlalu
terbuka kalau di media sosial jadi saya di
media sosial itu kalem ya.
7. Apakah jika ibu ingin meng-
upload sebuah foto harus
menggunakan kata-kata yang
bagus dan memilih foto
terbaik yang dipunya?
Kalau kata-kata iya kalau foto-foto nggak,
foto sesuka saya aja mau upload apa.
8. Apa saja kegiatan ibu di
media sosial tersebut? Apa
untuk mengekspresikan
perasaan, hobi, atau hanya
sekedar iseng?
Kebanyakan sih promosi kerjaan ya karena
saya punya bisnis kan ya. Sama foto-foto
keluarga kalau sama saya lagi jalan-jalan
gitu. Buat tambah pertemanan juga jaga tali
silaturahmi. Saya pake media sosial itu biar
saya keliatan kalau saya ini ada gitu biar
nggak ketinggalan jaman juga lah, jangan
kalah sama anak muda. Untuk
mengekspresikan perasaan sih nggak paling
kayak ngasih tau kesukaan saya iya.
9. Seberapa besar perbedaan
diri ibu antara di media
sosial dengan kehidupan
sehari-hari yang sebenarnya?
Kalau di media sosial atau di luar itu saya
harus tampil cantik gitu pokoknya
memaksimalkan penampilan gitu. Kalau di
rumah mah saya lebih suka pake daster atau
celana pendek aja gitu.
10. Bagaimana ibu mengelola
akun-akun media sosial tante
setiap harinya?
Kalau yang aku kenal aja, walaupun Cuma
kenal biasa tapi kalau aku kenal aku terima.
Tapi kadang juga suka nerima orang yang
nggak dikenal juga tapi jarang.
11. Apa tujuan utama ibu
menggunakan media sosial ?
Tujuan utama ya buat promosi bisnis saya
itu biar orang-orang pada tahu.
12. Adakah perbedaan gaya
bicara, bahasa, berpakaian
atau ekspresi wajah di media
sosial dan kehidupan di luar
media sosial ibu?
Berpakaian, berekspresi iya ada bedanya di
media sosialkan nggak enak kalau masang
muka sedih atau kesel, jadi harus milih foto
yang seneng-seneg gitu, pas lagi senyum
biar keliatan bahagia. Dari pakaian juga kalo
di rumah saya suka pakai daster tapi kalau
buat upload atau di lingkungan rumah saya
pakai baju yang bagus lah.
13. Bagaimana karakter yang ibu
tampilkan ketika
bersosialisasi /berada di
lingkungan keluarga dan
teman-teman?
Beda ya karakter saya, kalau di media sosial
itu saya kebanyakan ngomong manis ya
karena saya memang harus menampilkan
itu.
14. Seperti apa penampilan ibu
ketika berada dikehidupan
nyata?
Kalau di kehidupan sehari-hari saya nggak
pernah dandan jadi polos aja gitu beda sama
di media sosial yang harus mikirin
penampilan biar keliatan bagus ya.
Sebenernya nggak nyaman tapi ya emang
harus karena pada dasarnya saya bukan tipe
orang yang suka dandan.
15. Adakah aktifitas lain yang
ibu lakukan selain dari apa
yang tante upload?
Saya punya bisnis percetakan ya
16. Apakah ibu membawa
kebiasaan saat berinteraksi di
media sosia ke kehidupan
nyata atau sebaliknya?
Buat saya pribadi kalau di media sosial saya
nggak bisa sembarangan ya karena saya juga
mikirin. Jadi saya itu di media sosial jaga
image beda sama di kehidupan sehari-hari
yang nyablak kalau ngomong.
17. Kesan seperti apa yang ingin
ibu tampilkan di media
sosial?
Kalau saya sih selalu mejaga perkataan saya
ya jangan sembarangan jadi untuk followers
saya, saya selalu menggunakan kata-kata
yang baik. Lebih tepatnya kalem ya saya
mau follower saya itu ngeliat saya itu yang
biasa aja, kalem, bijak, baik gitu sih.
18. Seberapa besar perbedaan
antara kehidupan ibu di
media sosial dan
dikehidupan sehari-hari?
Beda jauh ya kayak yang saya bilang
sebelumnya kalau di media sosial saya harus
hati-hati ya jangan sampe pengikut saya
ngeliat saya kayak gimana aslinya.
19. Apakah ada simbol-simbol
khusus yang digunakan
sebagai identitas diri ibu (ciri
khas)?
Nggak ada sih ya kalau barang gitu paling
ya selalu senyum gitu kalau sifat.
20. Suka ada komentar dari
orang yang nggak di kenal
terus sok akrab sama sok
tahu gitu nggak? Bagaimana
sikap ibu dalam menanggapi
hal tersebut?
Cuek aja sih kalau aku ya selama komennya
nggak merugikan diri aku. Kalau udh
kelewatan aling aku kirim DM ke instagram
mereka gitu.
Transkip Wawancara 2
Informan Utama
Nama Informan : Vinni
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No. Pertanyaan Jawaban
1. Jenis media sosial apa saja yang
digunakan?
Whatsapp, instagram, facebook, sama
line.
2. Sudah berapa lama ibu
menggunakan media sosial?
Udah lama ya lupa kapannya tapi
yang jelas udah lama.
3. Hal apa saja yang biasa ibu bagikan
atau tampilkan di beranda media
sosial ibu?
paling ya cuma foto, foto aku sendiri,
sama anak, keluarga sama temen-
temen juga tapi ya paling sering foto
sendiri.
4. Bagaimana perilaku dan gambaran
secara fisik yang ditunjukkan di
media sosial (foto atau bahasa yang
digunakan)?
Selalu bahagia pokoknya aku selalu
upload foto yang ceria nggak ada
sedih-sedihan.
5. Bagaimana interaksi yang ibu
bangun di dalam media sosial?
(antara followers)
Ya suka baca komen-komen dari
mereka kalau ada komen yang kurang
baik atau kritik gitu ya diterima
selama kritikannya juga membangun
ya.
6. Bagaimana gaya bahasa (kata-kata)
yang ibu gunakan saat ibu aktif di
media sosial?
Yang simpel-simpel aja paling
ekspresi wajah aja ya yang aku
perhatiin. Aku juga jarang upload foto
pake caption gitu. Share lokasi itu
pasti yaa kalau mau up foto.
7. Apakah jika ibu ingin meng-upload
sebuah foto harus menggunakan
kata-kata yang bagus dan memilih
foto terbaik yang ibu punya?
Jarang pake kata-kata sih ya jadi ya
up foto aja orang juga udah tau kan.
Kalau foto ya apa yang mau aku
share ya aku share.
8. Apa saja kegiatan ibu di media
sosial tersebut? Apa untuk
mengekspresikan perasaan, hobi,
atau hanya sekedar iseng?
Ya karena pengen aja kalau upload
foto, ya kamu lihat aja di instagram
ibu gimana foto-fotonya. Kalau lagi
senang aku pasti up foto
9. Seberapa besar perbedaan diri tante
antara di media sosial dengan
kehidupan sehari-hari yang
sebenarnya?
Kalau sehari-hari gimana ya, aku
paling sering sama anak-anak ya
selayaknya ibu-ibu biasa ajalah gitu
kalau di rumah ya pake celana pendek
nggak dandan jelek juga nggak apa-
apa. Aku lebih pendiam sih ya kalau
di kehidupan asli gitu lebih keliatan
tenang.
10. Bagaimana ibu mengelola akun-
akun media sosial setiap harinya?
Biasa yaa upload foto juga nggak
sering-sering banget paling Cuma
nge-like foto orang liat komentar gitu
aja.
11. Apa tujuan utama ibu
menggunakan media sosial ?
Biar banyak temen lah ya jaga
silaturahmi juga, aku juga pengen
dilihat sebagai orang yang beda di
media sosial.
12. Adakah perbedaan gaya bicara,
bahasa, berpakaian atau ekspresi
wajah di media sosial dah
kehidupan di luar media sosial ibu?
Sama aja sih ya soalnya aku kan juga
jarang pake caption gitukan kalau di
media sosial. Ekspresi kayak yang
aku bilang tadi beda.
13. Bagaimana karakter yang ibu
tampilkan ketika
Untuk sekarang saya ingin dilihat
sebagai Vinni yang baru Vinni yang
bersosialisasi/berada di lingkungan
keluarga dan teman-teman?
sar’i ceria tanpa beban tetep ya.
14. Seperti apa penampilan ibu ketika
berada dikehidupan nyata?
Lebih tenang sama nggak begitu
ekspresif.
15. Adakah aktifitas lain yang ibu
lakukan selain dari apa yang ibu
upload?
Jemput anak-anak sekolah aja nggak
ada kegiatan lain, paling ya
sampingannya jalan sama temen gitu
aja
16. Apakah ibu membawa kebiasaan
saat berinteraksi di media sosia ke
kehidupan nyata atau sebaliknya?
Nggak sih sama aja cuma ya pasti ada
bedanya antara aku di media sosial
sama di kehidupan nyata
17. Kesan seperti apa yang ingin ibu
tampilkan di media sosial?
Aku mau orang-orang ngeliat akau
sebagai orang yang ceria aja sih tanpa
tahu keadan aku yang sebenarnya ya.
Jadi mereka kalau ngeliat juga ikutan
seneng gitu.
18. Seberapa besar perbedaan antara
kehidupan ibu di media sosial dan
dikehidupan sehari-hari?
Aku itu misterius aslinya udah gitu.
19. Apakah ada simbol-simbol khusus
yang digunakan sebagai identitas
diri tante (ciri khas)?
Berhijab harus berhijab full sekarang.
Sama itu yang tadi aku bilang lebih
ekspresif.
Transkip Wawancara 3
Informan Utama
Nama Informan : Ade
Umur : 38
Jenis Kelamin : Perempuan
No. Pertanyaan Jawaban
1. Sudah berapa lama ibu
menggunakan media sosial.?
Udah lama dari tahun 2010 ya 7 tahunan lah,
bbm juga pake tapi sekarang udah nggak..
2. Jenis media sosial apa saja
yang ibu gunakan?
Facebook, whatsapp, instagram
3. Hal apa saja yang biasa ibu
bagikan atau tampilkan di
beranda media sosial ibu?
Kalau lagi jalan-jalan, shoping, makan pasti
update di WA atau nggak instagram, foto-
foto gitu lah kadang juga suka update kata-
kata gitu. Selfie gitu lebih ke diri sendiri aja
sih.
4. Bagaimana perilaku dan
gambaran secara fisik yang
ditunjukkan di media sosial
(foto atau bahasa yang
digunakan)?
Aku mah mau nampilin diri aku yang ceria,
seneng mulu gitu nggak mau yang namanya
galau-galau atau sedih-sedihan gitu. Waktu
sakit aku juga sering unggah tapi bukan
muka cuma infusan atau obatnya aja.
Pokoknya kalau lagi sakit sama lagi seneng
aja. Sama itu kalau lagi kesel sama orang
suka ngepost kata-kata judes gitu, nyindir
secara halus lah. Kalau aku post foto yang
infusan kan banyak yang dateng tuh
jengukkan pada di bawain makanan banyak.
Bahasa yang dipake ya biasa aja gitu ya itu
tadi aja kalau lagi nyindir orang bahasanya
agak kasar gitu.
5. Bagaimana interaksi yang
ibu bangun di dalam media
sosial? (antara followers)
Komunikasi aku lancar ya di akun media
sosial aku tuh, jadi yang udah lama nggak
ketemu bisa ngobrol lagi, cerita-cerita
ngasih saran gitu. Nagih utang juga aku di
facebook. Mereka itu mengenal saya itu
sebagai orang yang baik jadi kita itu saling
mendukung.
6. Bagaimana gaya bahasa
(kata-kata) yang ibu
gunakan saat aktif di media
sosial?
Kata-kata-nya biasa aja ya kayak kamu
kalau nulis status gimana pakai bahasa
sehari-hari gitu kan. Yang seneng-seneng aja
gitu kata-katanya.
7. Apakah jika ibu ingin meng-
upload sebuah foto harus
menggunakan kata-kata yang
bagus dan memilih foto
terbaik yang ibu punya?
Nggak selalu biasa-biasa aja, paling post
foto pake kamera beauty plus. Tapi kadang
foto jelek juga di post.
8. Apa saja kegiatan ibu di
media sosial tersebut? Apa
untuk mengekspresikan
perasaan, hobi, atau hanya
sekedar iseng?
Post foto tentang apapun kegiatan aku, mau
itu aku lagi jalan-jalan, dikasih oleh-oleh,
screenshoot chat-an sama temen itu di post
semua. Pas waktu tante suntik kaki juga
tante post biar orang-orang pada tahu. Hobi
pasti kan hobi tante shoping sama
makan/kulineran jadi pasti tante post jadi
intinya tante share apapun yang tante lakuin
lah. Kalau aku dikasih cincin, jam, atau tas
gitu pati aku post biar orang-orang tahu
juga.
9. Seberapa besar perbedaan
diri ibu antara di media
sosial dengan kehidupan
sehari-hari yang sebenarnya?
Kalau di media sosial atau di luar itu aku
harus tampil cantik gitu pokoknya
memaksimalkan penampilan tante gitu.
Kalau di rumah aku kayak pembantu gitu
pakai daster doang sisiran juga jarang udah
kayak mbak-mbak gitu.
10. Bagaimana ibu mengelola
akun-akun media sosial ibu
setiap harinya?
Kalau yang aku kenal aja, walaupun cuma
kenal biasa tapi kalau aku kenal aku terima.
11. Apa alasan utama ibu
menggunakan media sosial ?
Biar tante bisa kenal sama semua orang gitu,
biar nggak ketinggalan jaman sama biar bisa
komunikasi sama orang yang jauh, orang
yang lama nggak ketemu terus sama buat
mengekspresikan diri tante sendiri.
12. Adakah perbedaan gaya
bicara, bahasa, berpakaian
atau ekspresi wajah di media
sosial dah kehidupan di luar
media sosial ibu?
Kalau dirumah nggak berani foto soalnya ya
itu bener-bener polos. Kalau ngomong
nyablak banget aslinya kadang suka keluar
kata-kata yang nggak pantes gitu tapi kalau
di media sosial mah alim gitu.
13. Bagaimana karakter yang ibu
tampilkan ketika
bersosialisasi/ berada di
lingkungan keluarga dan
teman-teman? Di media
sosial?
Orang baik, tante selalu ingin menampilkan
image itu terlepas aku itu orang baik atau
bukan tapi aku berusaha menampilkan itu
kesemua orang yang tante kenal. Selain itu
aku mau nunjukin kalau aku itu orang
mampu gitu nggak tahu ya seneng aja gitu
kalau orang yang nggak tau aku bilang
kayak, ihh mbak ade enak ya jalan-jalan
mulu statusnya, duitnya banyak lagi belanja
barang-barang mewah mulu gitu. Aku
seneng di perhatiin juga jadi foto lagi sakit
juga aku suka unggah.
14. Seperti apa penampilan ibu
ketika berada dikehidupan
nyata?
Kayak mbak-mbak gitu jelek banget lah
pokoknya.
15. Adakah aktifitas lain yang
ibu lakukan selain dari apa
yang ibu unggah?
Nggak sih apa yang aku lakuin pasti selalu
aku post kecuali kalau lagi ada masalah
keluarga atau sedih gitu nggak.
16. Apakah ibu membawa
kebiasaan saat berinteraksi di
Ngomong cablak sama oon. Kadang suka
kebawa padahal image yang pengen tante
media sosia ke kehidupan
nyata atau sebaliknya?
tampilin kan gak kayak gitu ya tapi kadang
suka keceplosan aja.
17. Kesan seperti apa yang ingin
ibu tampilkan di media
sosial?
Aku mau nunjukin aja ke orang-orang kalau
aku ini ekspresif terus ceria gitu, yang nggak
pernah sedih, bahagia terus aja gitu
diliatnya, aku juga mau diliat kalau aku juga
orang ada gitu jadi aku nggak bisa diremehin
gitu. Orang tau kalau aku tuh orang yang
berada, tercukupi, hidup aku enak yaa gitu
lah.
18. Seberapa besar perbedaan
antara kehidupan ibu di
media sosial dan
dikehidupan sehari-hari?
Beda banget, bedanya lebih ke bahasa sama
ke penampilan aku aja.
19. Apakah ada atribut khusus
yang digunakan sebagai
identitas diri ibu?
Ciri khas aku selalu tampil cantik di setiap
foto terus sama kaca mata. Sama yaa itu
yang kamu bisa liat sendiri di insta ibu, foto-
foto tas, jam tangan, teRus jalan-jalan,
makan-makan yaa gitu.
20. Suka ada komentar dari
orang yang nggak di kenal
terus sok akrab sama sok
tahu gitu nggak? Bagaimana
sikap ibu dalam menanggapi
hal tersebut?
Sering, banyak malah kadang kalau mereka
udah kelewatan bawa-bawa masalah pribadi
atau gimana gitu suka akau langsung blokir
biar nggak ngerocos mulu. Sama kalau ada
oarang yang udah terlajur tahu ibu aslinya
gimana juga ibu blokir soalnya suka lemes
mulutnya.
21. Kalau orang-orang melihat
ibu sesuai dengan ekspektasi
yang ibu tunjukkin di media
sosial, bagaimana perasan
Senenglah yaa berarti aku berhasil, ada rasa
puas aja gitu sih contohnya kayak kalau
mereka bilang aku orang kaya gitu yaudah
aku juga seneng. Tapi ada gak enaknnya
ibu? juga sering diutangin sama orang karena
mereka liat ibu kayak ada selalu punya uang
gitu.
22. Apakah semua barang-
barang-barang atau
perhiasan yang ibu unggah
di media sosial itu milik
ibu.?
Nggak semua barang yang saya upload itu
koleksi saya, ada yang minjem punya temen itu
kalau yang harganya mahal saya belum bisa beli
jadi saya pinjem, nggak ada yang tahu juga kan.
Banyak juga perhiasan yang saya punya itu
dikasih bukan beli pakai uang saya sendiri
Transkip Wawancara 4
Informan Pendukung
Nama Informan : Yani
Umur : 38
Jenis Kelamin : Perempuan
1. Sudah berapa lama ibu menggunakan media sosial?
Jawab: Saya ada medsos itu tujuh tahun tapi kalau yang aktif banget baru-
baru aja sih kira-kira emapat tahunan.
2. Jenis media sosial apa saja yang ibu gunakan?
Jawab: Yang aktif sih cuma di instagram, whatsapp sama facebook ya.
3. Bagaimana tanggapan ibu tentang ibu Vinni dan Ibu Alin, mereka itu aslinya
bagaimana?
Jawab: Mereka aslinya itu bertolak belakang sama yang ada di media
sosialnya. Kalau Aline itu orangnya cerewet banget aslinya, jarang dandan,
kalau ngomong itu nyablak banget terus heboh gitu kalau udah ngumpul. Beda
banget sama di medsosnya dia yang cantik, rapih, kalau nulis caption bijak
terus sok manis gitu. Kalau si Vinni jauh pake banget ini sih Vinni itu
lumayan tertutup sebenernya, diantara kita bertujuh aku yang paling deket
dan yang paling sering diajak cerita, sama yang lain jarang walaupun kita
tiap hari bareng. Paling irit ngomong tapi suka bercanda juga, orangnya
nggak kaku tapi ya emang agak pendiam aja. Kalau di media sosial kan
keliatan ceria,bahagia gitu tapi aslinya mah dia nggak gitu bnyak nyimpen
rahasia yang orang lain nggak tau pokoknya. Kalu masalah pakaian di
rumah ya biasa aja gitu lebih suka pake celana pendek sama daster
4. Seberapa banyak perbedaan kehidupan mereka berdua antara di media sosial
dan di kehidupan aslinya?
Jawab: beda banget yaa kayak yang saya bilang tadi kalau di rumah atau
kalau ada kita-kita aja mereka pada biasa aja pakaian juga seadanya, ketawa-
ketiwi, bercanda ngomong suka nggak dikontrol asal ceplos aja pokoknya
nggak ada yang jaga image gitu lah. Kentut sembarangan padahal kita lagi
makan tuh sering banget (sambil tertawa). Kita juga ada yang ngatur bagian-
bagian apa ya yang harus di unggah Kalau yang nyediain barang itu biasanya si
Indah kalau nggak Yuli, mereka paling lengkap sih koleksi barang-barang branded
nya jadi kalau si Ade belum punya suka dipinjemin dia malah jarang make barang-
barangnya.
5. Apakah masyarakat di lingkungan dan pengikut mereka di media sosial
percaya kalau sikap atau sifat asli mereka seperti yang mereka tampilkan di
media sosialnya?
Jawab: Nggak akan ada yang percaya kalau ibu Vinni itu orang yang nggak
ekspresif terus lumayan agal tertutup juga. Pasti kalau di lingkungan
tetangganya mereka nganggep Vinni kayak yang mereka liat di instagramnya.
Kelihatannya ceria, nggak banyak masalah, nggak ada beban gitu. Saya kalau
bukan sahabatnya juga nggak bakal tahu kalau sebenearnya sifat dia beda jauh
sama di medsosnya, saya bakal percaya kalau Vinni ya begitu orangnya.
kalau Alin, dia begitu karena jaga nama suaminya juga mungkin ya. Suaminya
itukan orang yang cukup dipandang gitu di lingkunggannya jadi sikap dia juga
berpengaruhkan. Harus jaga kelakuan kayak yang dia tampilin di medsosnya
padahal ya kak aslinya itu nyablak sama bodo amat orangnya.
Transkip Wawancara 5
Informan Pendukung
Nama Informan : Vina
Umur : 38
Jenis Kelamin : Perempuan
1. Jenis media sosial apa saja yang ibu gunakan?
Jawab: kalau yang paling aktif instagram sama wahatsapp. Twitter jarang
kalau lagi mau aja.
2. Sudah berapa lama ibu menggunakan media sosial?
Jawab: ada mungkin lima tahunan ya yang bener-bener aktif itu
3. Bagaimana tanggapan ibu tentang ibu Ade, mereka itu aslinya bagaimana?
Jawab: Dia kalo di rumah ya gitu kayak gembel, rambut acak-acakan, sering
nggak mandi kalo pake baju yaa seadanya aja gitu baju bolong juga dia pake
kalo di rumah mah polosan bgt gitu lah pokoknya. Terus kalau kakak sering
liat statusnya Ade suka pamer-pamer barang gitu kan, jangan kaget ya kak
emang dia orangmya begitu. Apalagi kalau mau manas-manas orang barang
punya temen-temenya juga dipinjem buat di foto terus post deh. Kita-kita mah
udah hafal.
4. Seberapa banyak perbedaan kehidupan mereka antara di media sosial dan di
kehidupan aslinya? Apakah masyarakat di lingkungan dan pengikut mereka di
media sosial percaya kalau sikap atau sifat asli mereka seperti yang mereka
tampilkan di media sosialnya?
Jawab: jadi gini ya kak Saya sebagai sahabat mereka ya mendukung aja
mereka mau gimana di media sosial selama itu nggak merugikan orang lain
ya. Saya bukan saya aja sih kita semua di grup ini ngejaga satu sama lain,
kita udah tahu kebobrokan masing-masing dari kita itu gak masalah asal
orang lain nggak ada yang tahu. Kadang kalau misal ada yang nanya Ade
atau Vinni itu beneran kayak yang ada di medsos itu nggak, pasti saya
jawab iya, pokoknya ceritain ke orang-orang hal yang baik-baik tentang
mereka. Sebaliknya juga gitu mereka ngelakuin hal yang sama kayak saya
gitu. Terus masih banyak yang suka pinjem uang sama Ade atau Vinni
soalnya kan mereka ngeliat si Ade setiap minggu pasti jalan, belanja-
belanja, makan-makan terus di post di instagram atau Wa, ya orang pasti
ngiranya mereka banyak uang aja padahal uang mereka nggak sebanyak
yang orang pikir atau lihat. Kalau si Alin dia disegani gitu sih di
lingkungan rumahnya karena pengaruh suami dan ya citranya dia di medsos
itu.
Transkip Wawancara 6
Respon Penonton atau Masyarakat
Nama Informan : TU
Umur : 38
Jenis Kelamin : Perempuan
1. Sudah berapa lama ibu menggunakan media sosial?
Jawab: ada mungkin tujuh tahunan ya yang bener-bener aktif itu
2. Jenis media sosial apa saja yang ibu gunakan?
Jawab: kalau yang paling aktif instagram sama wahatsapp. Twitter jarang
kalau lagi mau aja.
3. Bagaimana tanggapan ibu tentang ibu Ade dan ibu Alin di media sosial
mereka?
Jawab: Ade itu enak ya hidupnya, kalau dilihat dari status atau foto-fotnya sih selalu
happy, jalan-jalan, shopping, kayak nggak pernah susah gitu. Yang jelas orang berduit
lah ya, kalau di sini sama tetangga-tetangganya juga royal dia tuh suka jajanin nanti
ngasih oleh-oleh kalau ada iuran juga selalu ngasih gede uangnya. Baik kok Ade
orangnya baik. Kalau si Vinni, Vinni itu orangnya ramah, sering senyum, adem, ceria
juga ya sama gitu kayak yang sering dia tampilin di instagramnya. Kamu liat aja di
instagramnya ya kayak gitu dia yang saya kenal.
Transkip Wawancara 7
Respon Penonton atau Masyarakat
Nama Informan : MG
Umur : 38
Jenis Kelamin : Perempuan
1. Sudah berapa lama ibu menggunakan media sosial?
Jawab: lima tahunan ada kali ya nggak merhatiin juga saya
2. Jenis media sosial apa saja yang ibu gunakan?
Jawab: paling sering sih di WA sama instagram yaa
3. Bagaimana tanggapan ibu tentang ibu Vinni dan Ibu Alin, mereka itu aslinya
bagaimana?
Jawab: Kalau si Ade sih enak ya, banyak duit. Aku sering liat tuh di updatean
dia, jalan-jalan mulu kerjaannya, terus shopping, makan-makan di luar terus
loyal juga sih kalau sama ibu-ibu wali murid lain. Ya emang Ade orangnya
kayak gitu. Kalau si Vinni, Saya pernah mikir gini, si Vinni ini beneran kayak gitu
nggak sih aslinya atau jangan-jangan cuma pencitraan doang. Tapi ya itu kalau
kesehariannya pas ngobrol sama saya atau lagi ada pertemuan wali murid ya emang
begitu orangnya, lepas aja gitu nggak ada beban, auranya juga happy.
Lampiran 3
Foto-Foto Informan di Media Sosial