Download - ipb sisik ikan
KARAKTERISTIK KIMIA DAN FISIK SISIK IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy)
VANADIA YOGASWARI
C34102067
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN
VANADIA YOGASWARI. C 34102067. Karakteristik Kimia dan Fisik Sisik Ikan Gurami (Osphronemus gouramy). Dibimbing oleh NURJANAH dan RUDDY SUWANDI.
Sisik ikan merupakan limbah yang belum dimanfaatkan dengan optimal. Sisik ikan dalam skala industri (diperoleh dari industri fillet ikan) dapat dimanfaatkan sebagai sumber kolagen, sedangkan dalam skala rumah tangga biasanya hanya dibuang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi sisik ikan dengan menenentukan rendemen, karakteristik kimia dan fisik, dan mengetahui kemungkinan adanya komponen aktif dalam sisik ikan. Jika tujuan tersebut telah diperoleh, maka yang ingin diketahui selanjutnya adalah pengaruh bobot ikan terhadap kandungan sisik ikan. Pengaruh bobot ikan terhadap kandungan sisik ikan diketahui dengan menggunakan tiga kelompok bobot yang berbeda, yaitu rata-rata 0,3, 1,2, dan 3,1 kg masing-masing tiga ulangan. Pada tiap kelompok bobot dilakukan analisis proksimat, pengukuran kadar kalsium, kitin, pH, ketebalan, dan diameter. Pada bobot ikan dengan rendemen terbanyak dilakukan uji fitokimia (alkaloid, steroid, saponin, fenol hidrokuinon, molisch, benedict, biuret, dan ninhidrin).
Sisik ikan diperoleh dari ikan gurami dengan bobot 260–3315 gram. Rendemen sisik gurami berkisar antara 3,0-5,7 %. Sisik gurami mengandung air 30,0–36,8 %, abu 18,7-26,3 %, lemak 0,1-1,0 %, protein 29,8-40,9 %, karbohidrat by differences 2,0-5,7 %, kitin 0,4-3,7 %, kalsium 5,0-8,6 %. Tingkat keasaman sisik gurami berkisar antara 7,7-8,7 yang berarti sisik gurami bersifat basa. Ketebalan sisik berkisar antara 20-70 µm dan diameternya berkisar antara 9-21 mm. Berdasarkan uji fitokimia, sisik gurami mengandung alkaloid, karbohidrat, senyawa peptida, dan asam amino. Bobot gurami tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar air, abu, protein, lemak, dan kalsium. Bobot gurami berpengaruh pada kadar kitin, semakin besar bobot ikan semakin rendah kadar kitin sisiknya.
KARAKTERISTIK KIMIA DAN FISIK SISIK IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy)
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
Vanadia Yogaswari
C34102067
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: KARAKTERISTIK KIMIA DAN FISIK SISIK IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2009
VANADIA YOGASWARI C34102067
SKRIPSI
Judul : KARAKTERISTIK KIMIA DAN FISIK SISIK IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy)
Nama Mahasiswa : Vanadia Yogaswari
Nomor Pokok : C34102067
Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Nurjanah M.S Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil NIP. 131 578 848 NIP. 131 474 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP. 131 578 799
Tanggal kelulusan :
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Vanadia Yogaswari, dilahirkan
di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada tanggal 2 Juni 1984, sebagai
anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Samsul
Arifin dan Ibu Ina Indreswary.
Penulis pernah bersekolah di Taman Kanak-kanak Al
Tirah Ujung Pandang, Sekolah Dasar Negeri (SDN) Mangkukusuman 9 Tegal,
SDN 1 Banda Aceh, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Palembang, dan
Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 1 Palembang. Pada tahun 2002
penulis menyelesaikan pendidikan dari SMUN 1 Malang dan pada tahun yang
sama lulus Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), diterima di Program
Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Selama menjalani studi di IPB, penulis bergabung dalam organisasi
kemahasiswaan yaitu Lembaga Dakwah Fakultas (LDF), Majelis Ta’lim Al
Marjan FPIK IPB (2003 dan 2006) dan Lembaga Dakwah Kampus, Badan
Kerohanian Islam Mahasiswa IPB (2004-2005), sebagai staf Biro Opini dan Syiar
pada Departemen Keputrian.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan
rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul Karakteristik Kimia dan Fisik Sisik Ikan Gurami (Osphronemus
gouramy). Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah
Muhammad SAW, khatamun nabiyyin.
Penulis menghaturkan jazakumullah bil jannah atas segala kebaikan,
kepada:
1. Keluarga Besar penulis: Ayah dan Ibu. Kakak dan adik-adik. Paman-paman,
bibi-bibi semuanya.
2. Ibu Ir. Nurjanah M.S selaku pembimbing skripsi pertama. Terima kasih atas
kesabaran dan kebaikan hati Ibu selama ini.
3. Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku pembimbing skripsi kedua.
Terima kasih atas kesabaran dan kebaikan hati Bapak selama ini.
4. Bapak Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, MS dan Bapak Uju, S.Pi, M.Si selaku dosen
penguji. Terima kasih atas banyak masukan yang telah diberikan.
5. Bapak Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing akademik.
6. Keluarga Besar THP: Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen yang selalu memberi
motivasi. Ibu Desniar yang pernah menjabat sebagai Ketua Komisi
Pendidikan (Komdik), Bapak Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb selaku Ketua Komdik.
Laboran-laboran yang luar biasa pelayanannya, Bu Emma, Mas Saepul dan
Ka Zaki. Staf TU yang sabar mengurusi segala keperluan mahasiswa. Bibi
atas informasi-informasinya terkait dengan keberadaan dosen. Rekan-rekan
seangkatan (’39) yang amat peduli pada nasib kelulusan rekannya dengan
selalu menanyakan kemajuan studi penulis, dan Dina the last partner. Senior
(’38; Mba Yanti the last partner dan Mba Sarah, ’37, ’36 dan ‘35≥) yang
memberi banyak bekal ke-THP-an. Junior [’40, ’41 (partner-partner
penelitian, warga Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Hasil Perairan),
’42, ’43≤].
7. Keluarga Besar FPIK.
8. Keluarga Besar IPB. Staf LSI yang sabar menanti para mahasiswa yang
beraktivitas di dalamnya bahkan hingga malam.
9. Keluarga Besar Pejuang Islam Kãffah: Apa jadinya penulis tanpa pemikiran
revolusioner itu. Euis, Mba Meti, Nindira, Noneng, dan Nauli atas bantuan
teknis yang diberikan.
10. Keluarga Besar 106A. Semoga menjadi tempat berteduh yang ideologis.
Amin.
Penulis benar-benar menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih
banyak kekurangan. Kritik dan saran siap diterima, walau demikian semoga
skripsi ini tetap dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya.
Darmaga, Januari 2009
Vanadia Yogaswari
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vii
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Tujuan ..................................................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sisik Gurami (Oshpronemus gouramy) .................................................. 3
2.2. Komposisi Kimia Bahan ......................................................................... 4
2.2.1. Air ………………………………………………………………. 4 2.2.2. Lemak …………………………………………..………………. 5 2.2.3. Protein ……………………………………………..……………. 5 2.2.4. Mineral …………………………………………..……………… 6 2.2.5. Karbohidrat …………………………………………..…………. 6 2.2.6. Kitin ……………………………………………………..……… 6 2.2.7. Kalsium ………………………………………………..………... 7 2.2.8. Komponen aktif ……………………………………..………….. 7
2.3. Potensi Sisik Ikan ……………………………………………………… 8
3. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat …………………………………………………….. 9
3.2. Bahan dan Alat …………………………………………………..…….. 9
3.3. Metode Penelitian ………………………………………………........... 10
3.3.1. Rendemen …………………………………………….……….... 11 3.3.2. Karakterisasi fisik …….......……………………………..…….... 12
1) Pengukuran diameter .............................................................. 12 2) Pengukuran ketebalan ............................................................. 12
3.3.3. Karakterisasi kimia …..………………………………………..... 13 a. Analisis proksimat …………………………………..……….. 13
1) Kadar air (Apriyantono et al. 1989) ..................................... 13 2) Kadar abu (Apriyantono et al. 1989) ................................... 13 3) Kadar protein (Apriyantono et al. 1989) .............................. 14 4) Kadar lemak (Apriyantono et al. 1989) ............................... 14 5) Kadar karbohidrat (by differences) ....................................... 15
b. Kalsium (Apriyantono et al. 1989) ........................................... 15 c. Kitin (Suptijah et al. 1992) ……..........…………………......... 16 d. Pengukuran pH ……………………..…………………............17
e. Uji fitokimia ………………………....……..……........……… 17 1) Uji alkaloid .............................………..………..….....……..17 2) Uji steroid ..............................................................................17 3) Uji saponin ............................. .............................................. 18 4) Uji fenol hidrokuinon ............................................................ 18 5) Uji molisch ............................................................................ 18 6) Uji benedict ........................................................................... 18 7) Uji biuret ............................................................................... 18 8) Uji ninhidrin .......................................................................... 18
3.4. Rancangan Percobaan dan Analisis Data ……………………..…..….... 18
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Rendemen Sisik Gurami ............................…………………………...... 20
4.2. Karakteristik Fisik Sisik Gurami ……….............................…………... 21
4.3. Karakteristik Kimia Sisik Gurami ...........................……....…………... 22
4.3.1. Analisis proksimat ……………………………………………… 22 1) Protein ...................................................................................... 23 2) Air ............................................................................................. 24 3) Abu ........................................................................................... 24 4) Lemak ....................................................................................... 24 5) Karbohidrat ............................................................................... 25
4.3.2. Kalsium …………………………………………………........…. 25 4.3.3. Kitin …………………………………………………………...... 26 4.3.4. Nilai pH …...............……………………………………….....…. 27
4.4. Kandungan Komponen Aktif ……………………………………….…. 28
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan …………………………………………………………..... 31
5.2. Saran …………………………………………………………………... 31
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 32
LAMPIRAN ...................................................................................................... 35
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Sisik ikan tipe stenoid pada ikan bertulang punggung (bony ridge) (Lagler et al. 1977) ......................................................................................... 4
2. Struktur kitin (Richards 1951) ........................................................................ 7
3. Diagram alir metode penelitian ......................................................................11
4. Ilustrasi letak sisik terbesar pada gurami .......................................................12
5. Histogram rata-rata rendemen sisik gurami....................................................20
6. Ilustrasi gurami beserta gambar bentuk-bentuk sisik yang tersebar di beberapa bagian tubuh gurami ........................................................................22
7. Diagram pie rata-rata proksimat sisik gurami tiap kelompok bobot ..............23
8. Histogram rata-rata kadar kalsium sisik gurami .............................................25
9. Histogram rata-rata kadar kitin sisik gurami ..................................................27
10. Histogram rata-rata pH sisik gurami ..............................................................28
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Rata-rata hasil pengukuran ketebalan dan diameter sisik gurami ................... 21
2. Hasil uji fitokimia sisik gurami ......................................................................29
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kondisi sisik gurami ..................................................................................... 35
2. Data gurami yang digunakan sebagai sampel penelitian .............................. 36
3. Data rendemen sisik gurami ..........................................................................37
4. Hasil pengukuran ketebalan dan diameter sisik gurami ............................... 38
5. Data karakteristik kimia sisik gurami ........................................................... 39
6. Gambar hasil uji fitokimia sisik gurami ....................................................... 45
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung berbagai
macam zat nutrisi. Diantara produk protein hewani dan nabati, ikan masih
menjadi pilihan sumber protein. Disaat komoditi sapi diterpa isu sapi gila,
penyakit kuku dan mulut, sementara komoditi ayam diterpa isu flu burung dan
ayam tiren (mati kemaren) yang berakibat buruk bagi kesehatan manusia dan
berlabel tidak halal, ikan menjadi sumber protein yang aman.
Penggunaan ikan skala industri maupun skala rumah tangga, menjadikan
daging ikan sebagai bahan baku utama. Ini berarti bagian-bagian tubuh ikan
selain dagingnya disebut sebagai hasil samping (by-product). Rata-rata bagian
daging ikan yang dapat dimakan (edible portion) sebanyak 40-50 % (Trilaksani
2004). Berarti selebihnya tidak dimakan. Bagian tubuh ikan yang biasanya
menjadi limbah adalah sisik, kulit, tulang, insang, semua organ dalam seperti
pankreas, hati, jantung, gonad, gelembung renang, dan usus.
Limbah bukannya tidak dimanfaatkan atau hanya dibuang saja.
Berdasarkan konsep zero waste system yang diusung program Silarsatu (Sistem
Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu) (Kastaman dan Kramadibrata 2007),
limbah bisa saja dijadikan sebagai pupuk alami atau kompos yang ramah
lingkungan. Ikanpun dapat dimanfaatkan dengan prinsip zero waste. Kulit ikan
dapat dijadikan kerajinan kulit, gelatin, dan kerupuk. Tulang, kepala, dan sirip
diambil asam lemak omega-3 dan gelatinnya atau dijadikan tepung tulang sebagai
tambahan kalsium pakan ternak. ‘Jeroan’ ikan diantaranya diambil enzim dan fish
oilnya, dijadikan kecap ikan dan silase (pakan ternak) (Trilaksani 2004). Sisik
ikan berpotensi sebagai sumber alternatif kolagen. Kolagen terdapat pada sisik
ikan sardin dalam bobot kering sebesar 50,9 %, red sea bream 37,5 %, dan
Japanese sea bass 41,0 % (Nagai et al. 2004).
Sisik sebagai by-product dari industri fillet ikan jumlahnya besar sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kolagen, namun sisik pada konsumer
kecil biasanya hanya dibuang. Sisik ikan skala kecil ini belum dimanfaatkan
secara optimal karena belum diketahui potensinya. Potensi tersebut dapat
diketahui jika tersedia data-data mengenai kandungan sisik. Belum adanya data
mengenai kandungan sisik, mendorong penelitian tentang hal tersebut. Informasi
mengenai beberapa komposisi kimia sisik ikan yang akan diperoleh dalam
penelitian ini, diharapkan dapat menjadi jembatan untuk mengetahui potensi sisik
ikan terutama pada skala kecil.
Penelitian ini menggunakan sisik ikan yang berasal dari ikan gurami
dengan varietas (strain) yang tidak seragam, sebab dalam penjualannya kepada
konsumen tidak dibeda-bedakan varietasnya. Gurami merupakan jenis ikan air
tawar yang paling unggul dari segi tingginya permintaan dan kestabilan harga
(Him 2007). Sehingga jika sisik dimanfaatkan sebagai bahan baku produksi,
ketersediaannya juga stabil dan kontinyu.
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi sisik ikan, dengan:
1) Menentukan persentase rendemen sisik ikan gurami.
2) Menentukan komposisi kimia dan beberapa karakteristik fisik sisik ikan
gurami.
3) Melakukan uji komponen aktif dalam sisik ikan gurami.
4) Menentukan pengaruh bobot ikan gurami terhadap rendemen dan komposisi
kimia sisiknya.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sisik Gurami (Oshpronemus gouramy)
Sebagian besar ikan tubuhnya ditutupi oleh sisik. Sisik berasal dari
lapisan kulit yang dinamakan dermis, sehingga kulit sering disebut rangka dermis.
Beberapa ikan sisiknya menjadi keras karena bahan penyusunnya. Ikan
yang tingkat evolusinya lebih modern, kekerasan sisiknya sudah tereduksi
menjadi sangat lentur (Rahardjo et al. 1988). Sisik ikan adalah jaringan yang
mengandung osteoblast dan osteoclast seperti yang ditemukan pada tingkat
vertebrata yang lebih tinggi, namun regulasi aktivitas sel dalam jaringan masih
sedikit diketahui (Rotllant et al. 2005). Sisik juga mempunyai karakteristik yang
ditemukan dalam struktur-struktur lain seperti tulang, gigi, dan urat daging yang
bermineral. Semua bahan ini sebagian besar dibentuk oleh suatu komponen
organik (yaitu kolagen), suatu komponen mineral (yaitu hydroxyapatite) dan air
(Torres et al. 2007).
Susunan sisik yang seperti genting akan mengurangi gesekan dengan air
sehingga ikan dapat berenang dengan lebih cepat (Rahardjo et al. 1988). Bagian
sisik yang menempel ke tubuh kira-kira separuhnya. Penempelannya tertanam ke
dalam sebuah kantung kecil di dalam dermis. Bagian yang tertanam pada tubuh
disebut anterior, transparan dan tidak berwarna. Bagian yang terlihat adalah
bagian belakang (posterior), berwarna karena mengandung butir-butir pigmen
(kromatofor).
Berdasarkan bentuk dan kandungan bahan, sisik ikan dibedakan menjadi
lima jenis yakni plakoid, kosmoid, ganoid, sikloid dan stenoid (Rahardjo et al.
1988).
Jenis sisik gurami adalah stenoid Nikol’skii (1961). Sisik stenoid terdapat
pada sebagian besar golongan Osteichthyes, yang masing-masing terdapat pada
golongan ikan berjari-jari sirip lemah (Malacopterygii). Sisik ini sangat tipis,
fleksibel, transparan dan tidak mengandung dentin ataupun enamel. Bagian-
bagian sisik sikloid pada dasarnya sama dengan sisik stenoid, kecuali bagian
posterior sisik stenoid dilengkapi dengan stenii (semacam gerigi kecil). Bentuk
sisik stenoid dicantumkan pada Gambar 1.
kromatofor
bagian yang tampak
anulus I
geligi (stenii)
bagian yang tertanam pada dermis
alur(radii/radius)
fokus
garis tepidepan
sirkulus;garis gelap
Gambar 1 Ilustrasi sisik ikan tipe stenoid pada ikan bertulang punggung (bony ridge) (Lagler et al. 1977).
2.2. Komposisi Kimia Bahan
Kebanyakan komponen kimia organisme hidup merupakan senyawa
organik yang berunsur atom karbon, yang secara kovalen diikat oleh atom-atom
karbon lainnya dan oleh hidrogen, oksigen, atau nitrogen. Kimiawi organisme
hidup terorganisasi pada unsur karbon, yang mencapai lebih dari setengah berat
keringnya (Lehninger 1982). 2.2.1. Air
Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda,
baik itu bahan makanan hewani maupun nabati. Air berperan sebagai pembawa
zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang
menstabilkan pembentukan biopolimer, dan sebagainya. Air dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur serta cita rasa makanan kita (Winarno 1992). Adanya air
juga mempengaruhi kemerosotan mutu makanan secara kimia dan mikrobiologi
(Deman 1997).
Air dalam suatu bahan makanan terdapat dalam berbagai bentuk
(Sudarmadji et al.1981):
1) Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter-granular dan pori-
pori yang terdapat pada bahan.
2) Air yang terikat secara lemah karena terserap (teradsorbsi) pada permukaan
koloid makromolekular seperti protein, pektin pati, selulosa. Air yang ada
dalam bentuk ini masih tetap mempunyai sifat air bebas dan dapat dikristalkan
pada proses pembekuan.
3) Air dalam keadaan terikat kuat yaitu membentuk hidrat. Ikatannya bersifat
ionik sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan. Air ini tidak membeku
meskipun pada 0 ºF. 2.2.2. Lemak
Lipida adalah senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak larut
dalam air, yang dapat diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut nonpolar, seperti
kloroform, atau eter. Jenis lipida yang paling banyak adalah lemak atau
triasilgliserol, yang merupakan bahan bakar utama bagi hampir semua organisme
(Lehninger 1982).
Bahan pangan banyak mengandung lemak dan minyak, terutama bahan
yang berasal dari hewan. Lemak dalam jaringan hewan terdapat pada jaringan
adiposa (Winarno 1992). 2.2.3. Protein
Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur
C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein
juga dapat mengandung fosfor, belerang dan ada unsur logam seperti besi dan
tembaga (Winarno, 1992).
Protein di alam banyak jenis dan rumit strukturnya, karena itu tidak
mudah mengelompokkannnya. Protein sederhana digolongkan berdasarkan sifat
kelarutannya. Protein penyusun rangka hewan tergolong kedalam kelompok
protein yang tak larut, dan terdiri dari dua kelompok yaitu kolagen dan keratin
(Sudarmadji et al. 1989). Alfa-keratin (α-keratin) adalah protein serat utama yang
memberikan perlindungan eksternal bagi vertebrata. Protein ini menyusun hampir
seluruh berat kering dari rambut, wol, sayap, kuku, cakar, duri, sisik, tanduk, kuku
kuda, kulit penyu, dan banyak lapisan kulit sebelah luar (Lehninger 1982).
Keratin tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan, kemungkinan besar
karena banyaknya jembatan dithio (S–S) dari rantai-rantai peptida penyusun
keratin. Jika keratin tidak dapat dicerna oleh enzim proteolitik dalam sistem
pencernaan, maka berbeda halnya dengan kolagen (Sudarmadji et al. 1989). 2.2.4. Mineral
Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam
proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak,
karena itu disebut abu. Sampai sekarang telah diketahui ada empat belas unsur
mineral yang berbeda jenisnya diperlukan manusia agar memiliki kesehatan dan
pertumbuhan yang baik. Unsur tersebut adalah natrium, klor, kalsium, fosfor,
magnesium, dan belerang. Unsur-unsur ini terdapat dalam tubuh dengan jumlah
yang cukup besar dan karenanya disebut unsur makro atau mineral makro
(Winarno 1992).
Mineral mikro atau trace element atau minor element merupakan istilah
yang digunakan untuk sisa mineral yang secara tetap terdapat dalam sistem
biologis (Winarno 1992). Mineral mikro yang penting adalah besi, iodium,
mangan, tembaga, zink, kobalt, fluor, kromium, molibdenum, nikel, vanadium
dan selenium (Parker 2003). 2.2.5. Karbohidrat
Pada umumnya karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi monosakarida,
oligosakarida, serta polisakarida. Polisakarida dalam bahan makanan berfungsi
sebagai penguat tekstur (selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin) dan sebagai
sumber energi (pati, dekstrin, glikogen, fruktan). Beberapa polisakarida
mempunyai nama kebiasaan (trivial) yang berakhiran ”in” misalnya: kitin,
dekstrin, dan pektin (Winarno 1992).
Larutan semua jenis karbohidrat akan berwarna merah bila dicampur
dengan beberapa tetes larutan α-naphtol dan diberi asam sulfat pekat secara hati-
hati. Sifat ini dikenal sebagai dasar uji kualitatif karbohidrat dan dikenal sebagai
uji molisch (Sudarmadji et al. 1989). 2.2.6. Kitin
Kitin adalah substansi organik kedua yang banyak ditemukan di bumi ini
setelah selulosa, terdapat dalam berbagai spesies binatang. Pada binatang
perairan, kitin banyak ditemukan pada kerang-kerangan, contohnya pada karapas
udang dan sisik ikan (Suptijah et al. 1992).
Kitin adalah polimer dari asetilglukosamin. Kitin murni, seperti banyak
substansi lainnya, menjadi coklat karena iodin, sedangkan kitosan dalam kadar
asam yang sedang menjadi violet atau violet kemerah-merahan oleh iodin (Neville
1975). Struktur kitin dicantumkan pada Gambar 2.
Gambar 2 Struktur kitin (Richards 1951). 2.2.7. Kalsium
Peranan kalsium dalam tubuh yaitu membantu membentuk tulang dan gigi
(Winarno 1992). Metabolisme kalsium sangat kompleks sifatnya karena
banyaknya faktor yang mempengaruhinya seperti P (fosfor), vitamin D, karoten,
umur dan sebagainya (Suwardi et al. 1973).
Pada tubuh ikan teleostei, kalsium sebagian besar terdapat pada sisik
(Rotllant et al. 2005). Kalsium merupakan komponen struktural mineral tulang
atau hidroksiapatit yang komposisinya kira-kira adalah [Ca3(PO4)2)]3.Ca(OH)2
(Lehninger 1982), namun kalsium yang terdapat pada sisik ikan berupa kalsium
yang kurang hidroksiapatit (Torres et al. 2007). 2.2.8. Komponen aktif
Senyawa obat (farmaka) adalah senyawa bioaktif, yaitu komponen aktif
obat yang bertujuan untuk mempengaruhi fungsi tubuh, khususnya untuk
mencegah, meringankan atau menyembuhkan penyakit. Senyawa aktif yang
paling tua dan masih digunakan sampai saat ini untuk farmakoterapi berasal dari
tanaman, dan yang paling menonjol adalah alkaloid (Schunack et al. 1990).
Alkaloid umumnya terjadi dalam tanaman, tetapi beberapa diantaranya
didapatkan pada hewan (Soetarno et al. 1981). Sejumlah besar senyawa obat
organik menunjukkan sifat basa yang disebabkan oleh adanya gugus amina, yang
termasuk golongan ini adalah alkaloid dan basa nitrogen sintetik yang menyerupai
alkaloid. Untuk identifikasi golongan ini dapat diterapkan reaksi pengendapan
dengan pereaksi Mayer atau pereaksi Dragendorff (Schunack et al. 1990).
Alkaloid adalah hasil dari metabolit sekunder, dimana metabolit primer mencakup
proses katabolisme (degradasi) dan anabolisme (sintesis) dalam tubuh makhluk
hidup seperti mensintesis gula, asam amino, asam lemak dan sebagainya (Mann
1987).
2.3. Potensi Sisik Ikan
Nagai et al. (2004) menyatakan bahwa sisik berpotensi untuk menjadi
sumber alternatif kolagen selain dari kulit dan tulang hewan ternak, yang menarik
banyak perhatian dibidang kosmetik dan kesehatan. Potensi sisik ikan lainnya
disarankan oleh Ikoma et al. (2003) yaitu sebagai penyerap bahan anorganik
untuk digunakan dalam teknologi separasi, katalisis dan aplikasi biomedikal.
Kegunaan sisik ikan secara ilmiah adalah untuk membedakan populasi
ikan di sungai (Poulet et al. 2005). Sisik ikan juga dapat digunakan untuk
mengetahui sejarah keadaan perairan (Perga et al. 2003) dan menjadi bio-
indikator kualitas air sungai Gangga (Khanna et al. 2007).
3. METODOLOGI
3. 1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juli 2008.
Penelitian dimulai dengan survei mengenai fakta sisik ikan (gurami) di pasar
Anyar dan pasar Laladon Bogor (Lampiran 1). Pada bulan Januari, dilakukan
preparasi pertama terhadap ikan gurami berbobot rata-rata 250 gram untuk
mengetahui jumlah rendemennya, sehingga dapat memperkirakan jumlah sampel
yang digunakan.
Tempat pelaksanaan penelitian adalah Laboratorium Biokimia Hasil
Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan dan Laboratorium
Penanganan, Karakterisasi dan Fisiologi Hasil Perairan. Ketiga laboratorium
tersebut berada di Departemen Teknologi Hasil Perairan, gedung Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
3. 2. Bahan dan Alat
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sisik ikan yang berasal
dari ikan gurami dengan bobot rata-rata 0,3; 1,2; dan 3,1 kg. Setiap sampel
diambil tiga hingga empat ekor ikan (Lampiran 2). Pemilihan bobot berdasarkan
ukuran ikan gurami yang biasa dikonsumsi dan untuk memenuhi salah satu tujuan
penelitian, yaitu mengetahui pengaruh bobot ikan terhadap kandungan sisik ikan.
Ikan gurami dibeli dari kolam pembesaran Kurnia Fishery di jalan Babakan
Gunung Selamet Rt. 01/01 Cibeureum Petir 16680.
Bahan-bahan kimia yang digunakan yaitu akuades, tablet kjeltab, indikator
PP (Penol Phtaline), asam asetat anhidrida, pelarut n-heksana, kloroform-amonia,
eter, etanol 70 %; pereaksi Mayer, Dragendorff, Wagner, molisch, benedict,
biuret; larutan asam sulfat pekat 0,05 N dan 2 M, lantanum klorida, HCl 0,1 N, 2
N, 3 N, dan 6 N, NaOH 0,05 N dan 3,5 %, H2BO3 30 %, FeCl3 5 %, ninhidrin
0,1 %. Bahan-bahan non kimia yang digunakan yaitu kertas saring, kapas bebas
lemak, plastik bening, dan kertas label.
Peralatan yang digunakan yaitu saringan, baskom, nampan, blender, pisau,
kain lap, oven dengan kisaran suhu >100 °C, cawan porselen, desikator, gegep,
timbangan digital, tanur pengabuan, kompor listrik, labu kjeldahl berukuran 30
ml, destruktor (pemanas listrik pada uji protein), labu takar, labu destilasi, alat
destilasi, gelas piala, buret berukuran 50 ml, alat ekstraksi soxhlet, kondensor,
labu lemak, homogenizer, pH meter, alat spektrofotometer absorpsi atom (AAS),
pipet tetes, tabung reaksi, corong kaca, erlenmeyer 125 ml, jangka sorong,
mikrometer sekrup.
3. 3. Metode Penelitian
Penelitian ini diawali dengan pencucian ikan. Setelah itu ikan ditimbang
sehingga diperoleh bobotnya. Preparasi selanjutnya adalah pemisahan sisik dari
ikan dan pencucian sisik ikan. Sisik ikan yang telah dicuci dengan penggantian
air sebanyak empat kali, diseka dengan kain lap, ditimbang sehingga diperoleh
bobotnya. Bobot ikan dan sisik digunakan dalam perhitungan rendemen. Data
rendemen berguna untuk memprediksi jumlah bahan baku pada industri.
Kemudian sisik ikan digunakan untuk mengetahui beberapa karakteristik kimia
dan fisiknya.
Karakteristik kimia yang ingin diketahui secara kuantitatif adalah kadar
air, abu, karbohidrat (by difference), protein, lemak, kalsium, kitin, dan pH.
Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui nilai gizi dan komposisi sisik ikan
secara umum. Pengukuran kalsium dan kitin didasarkan pada literatur yang
menuliskan bahwa komponen tersebut terdapat dalam sisik. Pengukuran pH
umum dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman suatu bahan.
Keberadaan beberapa komponen aktif diketahui dengan uji fitokimia
meliputi uji alkaloid, steroid, saponin, fenol hidrokuinon, molisch, benedict, biuret
dan ninhidrin. Karakteristik fisik yang diukur dari sisik ikan adalah ketebalan dan
diameternya. Diagram alir metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
3.3.1. Rendemen
Ikan gurami utuh yang telah dibersihkan dari lendir (dicuci) dan diseka
menggunakan lap, ditimbang bobotnya dengan timbangan digital. Setelah
ditimbang, diperoleh bobot B1. Kemudian diambil sisiknya. Sisik yang telah
dibersihkan dari benda-benda asing yang menempel (air, lendir dan sebagian
Pengukuran rendemen sisik ikan
Penimbangan sisik
Penentuan karakteristik kimia: a. Analisis proksimat
1) kadar air 2) kadar abu 3) kadar protein 4) kadar lemak 5) kadar karbohidrat
b.Analisis kalsium c. Analisis kitin d.Pengukuran pH e. Uji fitokimia
1) uji alkaloid 2) uji steroid 3) uji saponin 4) uji fenol hidrokuinon 5) uji molisch 6) uji benedict 7) uji biuret 8) uji ninhidrin
Penentuan karakteristik fisik: a. Ketebalan b. Diameter
Penimbangan ikan
Ikan gurami bobot rata-rata 0,3; 1,2; dan 3,1 kg
(masing-masing 3 kali ulangan)
Pengambilan sisik
Gambar 3 Diagram alir metode penelitian
dermis yang menempel) ditimbang bobotnya sehingga diperoleh bobot B2.
Rendemen sisik ikan dihitung pada persamaan di bawah ini:
Rendemen = %1001
2 ×B
B
3.3.2. Karakterisasi fisik
1) Pengukuran diameter
Sisik gurami diambil pada lima titik berbeda, dari yang berukuran kecil hingga
yang berukuran paling besar untuk mengetahui kisaran diameternya. Hanya
nilai dari satu titik yang disajikan sebagai perbandingan ukuran sisik diantara
bobot ikan. Titik tersebut adalah sisik yang diduga memiliki diameter
terbesar. Berdasarkan pengamatan, sisik terbesar terdapat di sekitar belakang
kepala, di atas sirip dada, pada lingkar tubuh yang paling besar. Ilustrasinya
dicantumkan pada Gambar 4. Diameter diukur menggunakan jangka sorong.
Keterangan: Dua garis merah mengilustrasikan dimensi lebar pada tubuh ikan. (A) Letak sisik terbesar diperkirakan berada diantara titik pertemuan dua
garis merah yang mengilustrasikan lingkar tubuh terbesar.
Gambar 4 Ilustrasi letak sisik terbesar pada gurami 2) Pengukuran ketebalan
Sisik gurami diambil pada lima titik berbeda, dari yang berukuran paling kecil
hingga yang berukuran paling besar untuk mengetahui kisaran ketebalannya.
Nilai pengukuran yang dibandingkan diperoleh dari sisik yang terbesar
berdasarkan pengamatan. Ketebalan diukur menggunakan mikrometer sekrup.
A
3.3.3. Karakterisasi kimia
a. Analisis proksimat
Suatu bahan organik secara umum tersusun dari lima komponen utama yaitu
karbohidrat, protein, lemak, mineral dan air. Analisis proksimat dilakukan
untuk mengetahui kadar dari komponen-komponen tersebut. Prosedur analisis
proksimat sebagai berikut:
1) Kadar air (Apriyantono et al. 1989)
Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 20 menit dan didinginkan
dalam desikator. Kemudian ditimbang dan diperoleh bobotnya. Sampel
ditimbang dengan cepat kurang lebih 2 gram. Bobot cawan kosong
ditambah bobot sampel awal menjadi W1. Cawan berisi sampel
dimasukkan ke dalam oven. Setelah kurang lebih 12 jam, cawan tersebut
dipindahkan ke desikator untuk didinginkan. Setelah itu ditimbang
kembali dan diperoleh bobot cawan berisi sampel kering (W2). Nilai W1
dikurangi W2 diperoleh nilai kehilangan air (W3). Untuk memperoleh
nilai kadar air dalam basis basah, nilai W3 dan dihitung dalam persamaan
berikut:
Persen kadar air (wet basis) = %1003 ×basahsampelbobot
W
2) Kadar abu (Apriyantono et al. 1989)
Cawan pengabuan dibakar dalam tanur, didinginkan dalam desikator dan
ditimbang sehingga diperoleh bobot cawan kosong. Sampel ditimbang
sebanyak 2 gram, dibakar dalam tanur pengabuan sampai didapat abu
berwarna abu-abu atau sampai beratnya tetap. Pengabuan dilakukan pada
suhu 600 °C. Setelah 6 jam, diangkat dan didinginkan dalam desikator,
kemudian ditimbang, diperoleh bobot cawan berisi abu. Berat abu
diperoleh dari pengurangan bobot cawan berisi abu dengan bobot cawan
kosong. Untuk memperoleh kadar abu dalam persen, nilai-nilai bobot
dihitung dalam persamaan berikut:
% abu = %100)(
)( ×gsampelberat
gabuberat
3) Kadar protein (Apriyantono et al. 1989)
Tahap pertama adalah tahap destruksi. Sampel ditimbang 1 gram,
dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Ke dalam tabung kjeldahl
berisi sampel, ditambahkan 10 ml H2SO4, dan seperempat sampai setengah
tablet kjeltab. Sampel dididihkan selama 1–3 jam, dengan suhu ± 400 °C
sampai cairan menjadi jernih. Setelah dingin, diencerkan ke dalam labu
takar 100 ml dengan akuades secara perlahan-lahan. Tahap kedua adalah
tahap destilasi. Bahan yang telah diencerkan tersebut diambil 10 ml,
dimasukkan ke dalam labu destilasi dan ditambahkan 10 ml H2BO3 30 %,
lalu didestilasi selama 15 menit. Cairan yang terdestilasi ditangkap pada
gelas piala 100 ml yang berisi 10 ml H2SO4 0,05 N ditambah 3 tetes
indikator PP. Pada tahap titrasi, cairan terdestilasi dititrasi dengan NaOH
0,05 N. Dilakukan pula pada blanko.
% N = %1000007,0)( ×××−
sampelbobot
npengencerafaktortitrasimlblankoml
% protein = % N × faktor konversi Keterangan: faktor konversi umum = 6,25
4) Kadar lemak (Apriyantono et al. 1989)
Labu lemak dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator lalu
ditimbang. Lima gram sampel ditimbang dalam kertas saring, ditutup
dengan kapas yang bebas lemak. Kertas saring berisi sampel tersebut
diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet, dengan posisi alat kondensor di
atasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut n-heksana dituangkan ke
dalam labu lemak secukupnya, sesuai dengan ukuran Soxhlet yang
digunakan sehingga sampel yang dibungkus kertas saring terendam.
Kemudian dilakukan refluks selama minimum 5 jam sampai pelarut yang
turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di labu
lemak didestilasi, ditampung pelarutnya. Selanjutnya labu lemak hasil
ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 °C untuk menguapkan
pelarut yang masih tersisa di labu lemak. Setelah dikeringkan sampai
berat tetap dan didinginkan dalam desikator, labu berisi lemak tersebut
ditimbang. Bobot lemak adalah bobot labu lemak hasil ekstraksi
dikurangi bobot labu lemak kosong. Bobot lemak dalam persen dapat
dihitung dengan memasukkan nilai-nilai bobot yang diperoleh kedalam
persamaan di bawah;
% Lemak = %100)( ×
sampelberat
glemakberat
5) Kadar karbohidrat (by differences)
Kadar karbohidrat (% bb) = 100 % − [kadar air (% bb) + kadar abu (%
bb) + kadar protein (%bb) + kadar lemak
(% bb)] b. Kalsium (Apriyantono et al. 1989)
Penentuan kadar kalsium menggunakan alat spektrofotometer absorpsi atom
(AAS). Abu yang berasal dari pengabuan kering (uji kadar abu), ditambahkan
5-6 ml HCl 6 N, kemudian dengan hati-hati dipanaskan di atas hot plate
(pemanas) (dengan pemanasan rendah sampai kering). Lalu ditambahkan 15
ml HCl 3 N, dipanaskan di atas pemanas sampai mulai mendidih. Setelah itu
didinginkan dan disaring melalui kertas saring, filtrat dimasukkan ke dalam
labu takar yang sesuai. Ke dalam cawan ditambahkan 10 ml HCl 3 N,
kemudian dipanaskan sampai larutan mulai mendidih. Setelah itu
didinginkan, disaring dan filtrat dimasukkan ke dalam labu takar. Cawan
dicuci dengan air sedikitnya tiga kali, air cucian disaring lalu dimasukkan ke
dalam labu takar. Kertas saring dicuci dan air cucian dimasukkan kembali ke
dalam labu takar. Ke dalam labu takar ditambahkan 5 ml larutan lantanum
klorida untuk setiap 100 ml larutan. Kemudian didinginkan dan isi labu
diencerkan dengan air sampai tanda tera. Blanko disiapkan dengan
menggunakan sejumlah pereaksi yang sama. Sebelum melakukan
pengukuran, alat dikalibrasi terlebih dahulu. Alat AAS diset sesuai dengan
instruksi dalam manual alat tersebut. Larutan standar logam dan blanko
diukur. Larutan sampel diukur. Selama penetapan sampel, secara periodik
nilai standar diperiksa agar tetap konstan. Kurva standar untuk masing-
masing logam dibuat (nilai absorpsi/emisi vs konsentrasi logam dalam µ
g/ml).
Konsentrasi logam dalam sampel ditentukan dari kurva standar yang diperoleh
dalam persamaan:
Kadar logam (mg/100 g) = W
Vba
10
)( ×−
Kadar logam (mg/1000 g) = W
Vba ×− )(
Keterangan: W = berat sampel (g) V = volume ekstrak a = konsentrasi larutan sampel (µg/ml) b = konsentrasi larutan blanko (µg/ml)
c. Kitin (Suptijah et al. 1992)
Kadar kitin diketahui dengan menimbang kitin yang dibuat dari sisik ikan.
Kitin dibuat berdasarkan metode Suptijah et al. (1992) dengan modifikasi
bobot, tanpa pencucian dengan air panas, tanpa proses blender dan bleeching.
Setelah sisik ikan dicuci dan dikering udarakan, ditimbang 10 gram. Tahap
pertama dalam ekstraksi kitin adalah demineralisasi (penghilangan mineral).
Sampel dimasukkan dalam gelas piala 100 ml dicampur dengan larutan HCl
0,1 N dengan perbandingan 1:7 (10 gram bahan dengan 70 ml HCl).
Penambahan HCl dilakukan sedikit-sedikit sambil diaduk. Timbulnya busa
pada pencampuran menunjukkan adanya reaksi antara garam mineral dengan
HCl yang menghasilkan gas CO2. Campuran dibiarkan selama 1 jam sambil
diaduk-aduk. Setelah 1 jam kemudian didekantasi dan dicuci dengan air
sampai netral (3-4 kali), kemudian disaring, dan siap untuk diproses
selanjutnya yaitu deproteinase (penghilangan protein). Pada tahap ini bahan
yang telah mengalami demineralisasi dicampur dengan larutan NaOH 3,5 %
dengan perbandingan 1:10, kemudian dipanaskan sampai temperatur 65 °C
selama 2 jam sambil diaduk. Setelah 2 jam dibiarkan turun kemudian
didekantasi, dan dicuci sampai netral, disaring dan dikeringkan dengan oven
60 °C selama semalam.
Jika rendemen kitin yang dihasilkan sangat kecil, maka dalam penyaringan
akhir digunakan kertas saring yang sebelumnya telah dioven dan ditimbang.
Bobot kitin diperoleh dari pengurangan bobot kertas saring yang berisi kitin
yang telah dioven dengan kertas saring kosong yang telah dioven.
% Kitin = %100)(
)( ×gsampelbobot
gkitinbobot
d. Pengukuran pH
Sampel dikering udarakan lalu diblender kering, sehingga diperoleh sisik
dalam bentuk serbuk. Tepung sisik ditimbang tepat 2,5 gram, ditambah 22,5
ml akuades. Kemudian dimogenkan dengan homogenizer, selama 2 menit
dengan kecepatan 50 rpm. Lalu diukur dengan pH-meter.
e. Uji fitokimia
Uji fitokimia yang umum dilakukan adalah uji alkaloid, steroid, saponin, fenol
hidrokuinon, molisch, benedict, biuret dan ninhidrin. Metode uji didasarkan
pada Harborne (1984) dengan modifikasi sampel dalam bentuk simplisia yaitu
bahan hanya dikeringkan dan dihaluskan, tanpa diekstrak terlebih dahulu. Uji
ini hanya dilakukan pada tepung sisik gurami dari kelompok bobot ikan rata-
rata 3,1 kg, karena jumlah rendemennya banyak.
1) Uji alkaloid
Sejumlah sampel dilarutkan dalam 6 ml asam sulfat 2 N, nantinya berupa
larutan yang berendapan. Cairan tanpa endapan dipindahkan ke dalam
tiga tabung berbeda dengan volume yang sama, lalu diteteskan pereaksi
Mayer (berwarna kuning), Dragendorff (berwarna jingga), dan Wagner
(berwarna jingga kecoklatan). Adanya alkaloid ditandai dengan endapan
putih untuk pereaksi Mayer, endapan merah jingga untuk pereaksi
Dragendorff, dan endapan coklat untuk pereaksi Wagner.
2) Uji steroid (Liebermann-Burchard)
Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform, lalu ditambah 10 tetes
asam asetat anhidrida (tidak berwarna) dan 3 tetes asam sulfat pekat (tidak
berwarna). Adanya steroid ditandai dengan terbentuknya warna hijau-
biru.
3) Uji saponin
Sejumlah sampel dilarutkan dalam air panas. Adanya saponin ditandai
dengan terbentuknya busa yang stabil dalam 30 menit dan ketika
ditambahkan 1 tetes HCl 2 N busa tidak hilang.
4) Uji fenol hidrokuinon
Sejumlah sampel dilarutkan dalam 20 ml etanol 70 %, lalu ditambahkan 2
tetes larutan FeCl3 5 % (berwarna kuning). Adanya senyawa fenol
ditandai dengan warna hijau atau hijau biru.
5) Uji molisch
Sejumlah sampel dilarutkan dalam 1 ml akuades, lalu ditambahkan 2 tetes
pereaksi molisch (berwarna ungu) dan 1 ml asam sulfat pekat. Uji molisch
melihat keberadaan karbohidrat yang ditandai dengan warna ungu diantara
dua lapisan cairan.
6) Uji benedict
Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml akuades. Kemudian diambil 8
tetes dari larutan sampel, lalu diteteskan kedalam 5 ml pereaksi benedict
(berwarna biru), dikocok dan didihkan selama 5 menit. Adanya gula
pereduksi ditandai berubahnya warna menjadi hijau, kuning atau terdapat
endapan merah bata.
7) Uji biuret
Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambah 4 ml peraksi biuret (berwarna
biru). Campuran dikocok dengan seksama. Adanya senyawa peptida
ditandai dengan terbentuknya larutan berwarna ungu.
8) Uji ninhidrin
Sebanyak 2 ml larutan sampel ditambah beberapa tetes larutan ninhidrin
0,1 % (tidak berwarna). Campuran dipanaskan selama 10 menit. Adanya
asam amino ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi biru.
3. 4. Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bobot
gurami terhadap kandungan sisiknya, untuk maksud tersebut beberapa data pada
penelitian ini dirancang dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model
sebagai berikut:
Keterangan: Yij = hasil pengamatan sampel sisik dari ikan dengan bobot ke-i, ulangan ke-j µ = rataan umum τi = sampel sisik dari ikan dengan bobot ke-i εij = error (galat) sampel sisik dari ikan dengan bobot ke-i, ulangan ke-j
Hipotesis yang diuji dari model tersebut terhadap data rendemen, kadar air, abu,
protein, kalsium, dan kitin adalah sebagai berikut:
H1 : Bobot ikan berpengaruh nyata terhadap data-data tersebut (τ ≠ 0)
Uji analisis ragam dan uji lanjut Duncan diolah dengan software SAS
1997. Data kualitatif yaitu uji fitokimia dianalisis secara deskriptif.
Yij = µ + τi + εij
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Rendemen Sisik Gurami
Sisik ikan yang tersebar di permukaan tubuh ikan, dari pangkal ekor
hingga kepala, dipisahkan dari tubuh ikan. Nilai rendemen diperoleh dari
perbandingan antara bobot sisik yang telah dibersihkan dengan bobot ikan.
Histogram hasil penelitian rendemen sisik dicantumkan pada Gambar 5.
Keterangan: Angka-angka pada histogram yang diikuti huruf seragam (a) pada masing-masing kelompok bobot ikan menunjukkan tidak berbeda nyata (F hitung < F tabel).
Gambar 5 Histogram rata-rata rendemen sisik gurami Urutan rata-rata rendemen sisik gurami dari yang tertinggi hingga terendah
adalah sisik ikan C; A; B, masing-masing 4,95 %; 4,03 %; 3,85 %. Hasil analisis
ragam (Lampiran 3) menyimpulkan bahwa perbedaan persentase rendemen sisik
gurami diantara kelompok bobot tidak signifikan.
Kesulitan dalam preparasi sisik gurami berupa tingkat kekerasan sisik dan
ukuran ikan. Ikan A mempunyai tekstur sisik yang lebih lembut dan ukuran tubuh
yang lebih kecil dari ikan B dan C, sehingga lebih mudah dan cepat dalam
preparasinya. Tingkat kekerasan dan ketajaman tepi sisik meningkat seiring
bertambahnya bobot ikan. Ikan C memiliki tekstur sisik yang lebih keras dan
lebih tajam tepinya dari sisik ikan B.
4,95 (a)
4,03 (a) 3,85 (a)
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
Sisik Ikan A Sisik Ikan B Sisik Ikan C
Kelompok Bobot Ikan
Ren
dem
en S
isik
% (b
/b)
Sisik Ikan A (bobot gurami
rata-rata 0,3 kg)
Sisik Ikan B ((bobot gurami
rata-rata 1,2 kg)
Sisik Ikan C ((bobot gurami
rata-rata 3,1 kg)
4.2. Karakteristik Fisik Sisik Gurami
Ketebalan dan diameter adalah dua parameter fisik yang diukur pada
penelitian ini. Sisik gurami diambil pada lima titik berbeda, dari yang berukuran
kecil hingga yang berukuran paling besar untuk mengetahui kisaran ketebalan dan
diameternya (Lampiran 4).
Tabel 1 menunjukkan bahwa kenaikan nilai ketebalan dan diameter
seiring dengan kenaikan bobot (umur) ikan. Sirkulus selalu bertambah selama
ikan hidup (Rahardjo et al. 1988). Sirkulus merupakan garis-garis melingkar
yang tampak pada permukaan sisik. Bertambahnya umur ikan diikuti dengan
meluasnya sirkulus, sehingga diameter sisik semakin bertambah. Tabel 1 Rata-rata hasil pengukuran ketebalan dan diameter sisik gurami
Kelompok Bobot Gurami
Ketebalan (µm) Diameter (mm)
Sisik Ikan A (bobot ikan rata-rata 0,3 kg) 22,0±0,0 11,38±5,66
Sisik Ikan B (bobot ikan rata-rata 1,2 kg) 32,0±2,8 17,98±6,84
Sisik Ikan C (bobot ikan rata-rata 3,1 kg) 58,5±4,9 19,23±0,47
Berdasarkan pengamatan, sisik ikan tidak berwarna (transparan), hanya
bagian kromatofornya yang berwarna. Warna kromatofor sisik gurami kuning
kecoklatan atau abu-abu.
Bentuk sisik pada gurami juga beragam, tergantung posisi. Sisik-sisik
kecil menutupi pangkal ekor dan sekitar sirip. Sisik yang dilalui linea lateralis
(ll), seperti terbelah di bagian tengahnya. Sisik ini berbeda dengan sisik-sisik
yang menutupi sebagian besar tubuh ikan. Sisik-sisik yang menutupi sebagian
besar permukaan tubuh ikan inilah yang digunakan untuk menentukan jenis sisik.
Sisik-sisik pada kepala gurami berbentuk elips tidak sempurna, seperti yang
dicantumkan pada Gambar 6. Sisik pada kepala tersusun acak, tidak seperti sisik
pada tubuh yang tersusun seperti genting, dan tertanam pada dermis lebih kuat.
Gambar 6 Ilustrasi gurami beserta gambar bentuk-bentuk sisik yang tersebar di beberapa bagian tubuh gurami
4.3. Karakteristik Kimia Sisik Gurami
4.3.1. Analisis proksimat
Kandungan kimia pada sisik ikan secara umum dapat diketahui dengan
analisis proksimat, yang terdiri dari kadar air, abu, protein, lemak, dan
karbohidrat. Analisis dilakukan pada empat kadar pertama, sedangkan kadar
karbohidrat diperoleh dengan cara by differences yaitu dengan perbedaan, caranya
adalah mengurangi seratus persen dengan penjumlahan persen empat kadar yang
diukur.
Kandungan sisik ikan secara umum adalah air 70 %, protein 27 %, lipid
1 % dan abu 2 %. Komponen organik yang terkandung didalam sisik ikan yaitu
40-90 % dan komponen terbanyak adalah kolagen (Nagai et al. 2004). Rata-rata
nilai proksimat sisik gurami dari tiap kelompok bobot dapat dilihat pada Gambar
7. Ketiga diagram pie menunjukkan bahwa tiga kadar terbesar sisik gurami
berdasarkan urutan persentasenya adalah protein, air dan abu. Beberapa
persentase proksimat sisik gurami berbeda dengan persentase yang dikemukakan
oleh Nagai et al. (2004), kecuali persentase kadar lemak.
Gambar 7 Diagram pie rata-rata proksimat sisik gurami tiap kelompok bobot
1) Protein
Kadar protein sisik gurami adalah yang terbesar diantara empat kadar
lainnya, dengan kisaran 35-40 %. Urutan rata-rata kadar protein sisik gurami
dari yang tertinggi hingga terendah adalah sisik ikan C; A; B, masing-masing
39,12 %; 38,80 %; dan 35,16 %. Hasil analisis ragam (Lampiran 5)
menyimpulkan bahwa perbedaan kadar protein sisik gurami diantara
kelompok bobot tidak signifikan.
Protein pada sisik ikan kemungkinan berupa kolagen dan keratin.
Menurut Basu et al. (2007) sisik ikan kaya dengan protein (terutama kolagen).
Torres et al. (2007) menambahkan bahwa kolagen fibril tipe 1 adalah
komponen organik utama pada sisik ikan sama seperti pada tulang. Alfa-
keratin adalah protein serat utama yang memberikan perlindungan eksternal
bagi vertebrata. Protein ini menyusun hampir seluruh berat kering dari
Sisik Ikan A
lemak; 0,73%
air; 32,95%
karbohi-drat;5,43%
protein; 38,80%
abu; 22,08%
Sisik Ikan B
lemak; 0,66%
air; 33,68%
karbohi-drat;
5,68%
abu; 24,82%
protein; 35,16%
Sisik Ikan C
protein; 39,12% lemak;
0,79%
karbohi-drat; 2,30%
abu; 22,05%
air; 35,74%
rambut, wol, sayap, kuku, cakar, duri, sisik, tanduk, kuku kuda, kulit penyu,
dan banyak lagi lapisan kulit luar (Lehninger 1982). 2) Air
Komponen terbesar kedua pada sisik gurami setelah protein adalah air
dengan kisaran 30-37 %. Urutan rata-rata kadar air sisik gurami dari yang
tertinggi hingga terendah adalah sisik ikan C; B; A, masing-masing 35,74 %;
33,68 %; 32,95 %. Hasil analisis ragam (Lampiran 5) menyimpulkan bahwa
perbedaan kadar air sisik gurami diantara kelompok bobot tidak signifikan. 3) Abu
Mineral menjadi komponen penyusun terbesar ketiga pada sisik gurami
setelah protein dan air, dengan kisaran 22-25 %. Urutan rata-rata kadar abu
sisik gurami dari yang tertinggi hingga terendah adalah sisik ikan C; A; B,
masing-masing 22,05 %; 22,08 %; dan 24,84 %. Bertambahnya ukuran sisik
gurami ternyata tidak memberikan kenaikan kadar abu yang teratur, namun
hasil analisis ragam (Lampiran 5) menyimpulkan bahwa perbedaan kadar abu
sisik gurami diantara kelompok bobot tidak signifikan.
Torres et al. (2007) menyatakan bahwa kandungan anorganik pada sisik
yang utama berupa hidroksiapatit. Kalsium merupakan komponen struktural
mineral tulang atau hidroksiapatit yang komposisinya kira-kira adalah
[Ca3(PO4)2)]3.Ca(OH)2 (Lehninger 1982). 4) Lemak
Sisik gurami dilarutkan dengan pelarut nonpolar n-heksana, diperoleh
rata-rata kadar lemak berkisar 0,6–0,8 %. Urutan rata-rata kadar lemak sisik
gurami dari yang tertinggi hingga terendah adalah sisik ikan B; A; C, masing-
masing 0,66 %; 0,73 %; dan 0,79 %.
Seperti halnya kadar abu dan kadar protein, rata-rata kadar lemak juga
menunjukkan penurunan yang tidak teratur sesuai bobot. Belum dapat
dijelaskan mengapa beberapa kadar tersebut menunjukkan tren yang tidak
teratur, namun hasil analisis ragam (Lampiran 5) menyimpulkan bahwa
perbedaan kadar lemak sisik gurami diantara kelompok bobot tidak signifikan.
5) Karbohidrat
Kadar karbohidrat diperoleh dengan mengurangi seratus persen dengan
keempat jumlah rata-rata kadar (air, abu, protein dan lemak). Karbohidrat by
differences sisik ikan tidak memberikan pola yang teratur, berkisar antara
2-6 %. Urutan rata-rata kadar karbohidrat sisik gurami dari yang tertinggi
hingga terendah adalah sisik ikan B; A; C, masing-masing 5,68 %; 5,43 %;
dan 2,30 %. Berdasarkan literatur yang diperoleh, kemungkinan karbohidrat
yang terdapat pada sisik ikan salah satunya berupa kitin.
4.3.2. Kalsium
Kadar kalsium diukur untuk mengetahui berapa persen kalsium pada sisik
ikan. Histogram kadar kalsium sisik ikan dicantumkan pada Gambar 8.
Keterangan: Angka-angka pada histogram yang diikuti huruf yang seragam (a) pada masing-masing kelompok bobot ikan menunjukkan tidak berbeda nyata (F hitung < F tabel).
Gambar 8 Histogram rata-rata kadar kalsium sisik gurami Rata-rata kadar kalsium pada sisik gurami berkisar 5,0-7,5 %. Urutan
rata-rata kadar kalsium sisik gurami dari yang tertinggi hingga terendah adalah
sisik ikan B; A; C, masing-masing 7,32 %; 6,49 %; 5,98 %. Hasil analisis ragam
(Lampiran 5) menyimpulkan bahwa perbedaan kadar kalsium sisik gurami
diantara kelompok bobot tidak signifikan.
Menurut Rotlland et al. (2005) penelitian secara histologi menunjukkan
bahwa sisik diserap kembali pada keadaan fisiologi tertentu seperti saat kelaparan,
kematangan seksual, dan perlakuan estradiol-17β (E2), menjadi dugaan bahwa
5,98 (a)
7,32 (a)6,49 (a)
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
Sisik Ikan A Sisik Ikan B Sisik Ikan C
Kelompok Bobot Ikan
Kad
ar K
alsi
um (%
)
Sisik Ikan A (bobot gurami
rata-rata 0,3 kg)
Sisik Ikan B (bobot gurami
rata-rata 1,2 kg)
Sisik Ikan C (bobot gurami
rata-rata 3,1 kg)
secara fisiologi sisik berperan sebagai penyimpan kalsium. Berdasarkan
pernyataan tersebut, kadar kalsium sisik gurami kemungkinan tidak dipengaruhi
oleh bobot tapi dipengaruhi oleh kondisi fisiologi ikan. Penyerapan kalsium
dipengaruhi oleh umur. Makin tinggi umur makin rendah efisiensi penyerapan
kalsium (Suwardi et al. 1973), namun kenaikan bobot gurami tidak memberikan
kenaikan kadar kalsium sisik yang teratur. Pola tersebut sama seperti pola pada
kadar abu, dimana urutan tertinggi hingga terendahnya adalah B; A; C. Jika
penyerapan kalsium diasumsikan dapat menjelaskan kandungan kalsium pada
sisik gurami dan jika penyerapan kalsium mungkin juga mempunyai limit, maka
penjelasan pola pada Gambar 8 adalah bahwa puncak penyerapan kalsium terjadi
pada sisik dari gurami berbobot rata-rata 1,2 kg. Kadar kalsium sisik menurun
pada bobot rata-rata gurami 3,1 kg, mengingat umur gurami yang bertambah dan
menuju kematangan telur dan kelamin yaitu pada umur 3-8 tahun untuk betina dan
4-10 tahun untuk jantan (Sitanggang dan Sarwono 2006). Jika untuk mencapai
bobot 1 kg diperlukan waktu satu tahun, maka kemungkinan kematangan kelamin
dicapai pada bobot lebih dari 3 kg.
Rata-rata kadar abu sisik gurami adalah 22-25 % dan salah satu zat
anorganik penyusunnya yaitu kalsium kira-kira seperempatnya. Unsur anorganik
lain yang kemungkinan terdapat dalam sisik adalah unsur S (belerang). Belerang
merupakan salah satu struktur penyusun keratin (Sudarmadji et al. 1981) yaitu
protein penyusun integumen. Unsur anorganik lainnya adalah unsur P (fosfor),
dimana fosfor merupakan faktor yang mempengaruhi metabolisme kalsium.
4.3.3. Kitin
Pada binatang perairan, kitin banyak ditemukan pada kerang-kerangan,
contohnya pada karapas udang dan sisik ikan (Suptijah et al. 1992). Belum
terdapat cara untuk mengetahui kadar kitin secara praktis kecuali dengan
mengolah bahan mentah menjadi kitin sehingga diperoleh persentasenya dalam
bobot per bobot.
Pada sisik gurami, rata-rata kadar kitin menunjukkan penurunan seiring
dengan kenaikan bobot gurami. Urutan rata-rata kadar kitin sisik gurami dari
yang tertinggi hingga terendah adalah sisik ikan A; B; dan C, masing-masing
2,38 %; 0,99 %; dan 0,57 %. Hasil analisis ragam (Lampiran 5) menyimpulkan
bahwa kadar kitin sisik gurami diantara kelompok bobot perbedaannya signifikan.
Rata-rata kadar kitin dicantumkan dalam Gambar 9.
Keterangan: Angka-angka pada histogram yang diikuti huruf yang berbeda (a, b atau a dan b) pada masing-masing kelompok bobot ikan menunjukkan tidak berbeda nyata (F hitung > F tabel).
Gambar 9 Histogram rata-rata kadar kitin sisik gurami
Perbedaan kadar kitin kemungkinan berbanding lurus dengan tekstur sisik
ikan. Pada pembahasan rendemen, dinyatakan bahwa tekstur sisik ikan A lebih
lembut dari sisik ikan B dan C. Semakin besar bobot ikan, tekstur sisik ikan
semakin keras dan tajam tepi-tepinya. Jika dikaitkan dengan kandungan kitin
dalam sisik ikan, maka kemungkinan semakin besar bobot ikan secara
proporsional kandungan kitin semakin berkurang sehingga teksturnya semakin
keras disebabkan oleh pertambahan kandungan mineral hidroksiapatit.
4.3.4. Nilai pH
Pengukuran pH adalah salah satu prosedur yang paling penting dan sering
dipergunakan di dalam biokimia, karena pH menentukan banyak peranan penting
dari struktur dan aktivitas makromolekul biologi. Tingkat keasaman suatu larutan
dapat diduga dengan menggunakan berbagai indikator zar warna, termasuk litmus,
fenoplatein, dan fenol merah, tetapi pengukuran pH yang tepat di dalam
laboratorium kimia klinis dilakukan dengan elektroda gelas khusus yang secara
selektif bersifat sensitif terhadap konsentrasi H+, tetapi tidak sensitif terhadap Na+,
K+, dan kation lain. Di dalam suatu instrumen yang disebut pH meter isyarat yang
disampaikan oleh elektroda diperbesar dan dibandingkan dengan isyarat yang
0,57 (b)
0,99 (a,b)
2,38 (a)
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
Sisik Ikan A Sisik Ikan B Sisik Ikan C
Kelompok Bobot Ikan
Kad
ar K
itin
(%) (
b/b)
Sisik Ikan A (bobot gurami
rata-rata 0,3 kg)
Sisik Ikan B (bobot gurami
rata-rata 1,2 kg)
Sisik Ikan C (bobot gurami
rata-rata 3,1 kg)
diberikan oleh larutan yang mempunyai pH yang telah diketahui dengan tepat
(Lehninger 1982). Rata-rata pH sisik dicantumkan dalam Gambar 10.
Gambar 10 Histogram rata-rata pH sisik gurami
Urutan rata-rata pH sisik gurami dari yang terendah hingga tertinggi
adalah sisik ikan A; B; dan C, masing-masing 77,7; 8,40; dan 8,46. Rata-rata pH
menunjukkan kenaikan seiring dengan kenaikan bobot ikan, walaupun perbedaan
nilainya tidak signifikan. Kisaran nilai pH tersebut menunjukkan bahwa sisik
gurami bersifat basa. Tingkat keasaman sisik gurami kemungkinan dipengaruhi
oleh kandungan kalsium. Kalsium pada sisik terdapat dalam bentuk kristal
hidroksiapatit yang mengandung gugus OH, dimana gugus OH mempengaruhi
kebasaan.
4.4. Kandungan Komponen Aktif
Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui keberadaan komponen aktif
suatu bahan. Bahan tersebut berasal dari makhluk hidup yang diduga memiliki
metabolisme sekunder pada siklus metabolismenya. Produk dari metabolisme
sekunder biasanya digunakan tumbuhan atau hewan laut sebagai pertahanan
tubuh. Uji fitokimia dilakukan pada sisik gurami, mengingat sisik sebagai rangka
luar dan merupakan sistem integumen yang berfungsi sebagai pertahanan diri
paling luar. Hasil uji fitokimia sisik gurami dicantumkan dalam Tabel 2. Uji
fitokimia menunjukkan positif pada uji alkaloid, molisch, biuret dan ninhidrin.
Gambar hasil uji fitokimia dapat dilihat pada Lampiran 6
8,467,77 8,40
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
1 2 3
Kelompok Bobot Ikan
pH S
isik
Ikan
Sisik Ikan B (bobot gurami
rata-rata 1,2 kg)
Sisik Ikan C (bobot gurami
rata-rata 3,1 kg)
Sisik Ikan A (bobot gurami
rata-rata 0,3 kg)
Tabel 2 Hasil uji fitokimia sisik gurami
Komponen Aktif Hasil Keterangan
Alkaloid +
Terdapat endapan dari masing-masing pereaksi, namun jumlahnya sedikit
menandakan bahwa kuantitas alkaloidnya sedikit
Steroid –
Saponin –
Fenol hidrokuinon –
Molisch + Perubahan warna menjadi ungu sangat muda, menandakan bahwa kuantitas
karbohidratnya sedikit
Benedict –
Biuret + Terdapat endapan ungu
Ninhidrin + Perubahan warna menjadi biru pekat, menandakan bahwa kuantitas asam
aminonya banyak Uji positif biuret menandakan keberadaan senyawa peptida. Ikatan
peptida menandakan keberadaan protein. Jenis protein pada sisik gurami
kemungkinan adalah kolagen dan keratin.
Uji positif ninhidrin menandakan keberadaan asam amino pada sisik
gurami. Asam amino yang terdapat pada sisik gurami kemungkinan berasal dari
protein yaitu kolagen dan keratin. Asam amino yang menyusun keratin salah
satunya adalah sistin dan pada kolagen terdapat sedikit tirosin dan metionin
(Sudarmadji et al. 1981).
Alkaloid mungkin terdapat pada sisik gurami, mengingat alkaloid
merupakan prazat dari asam amino (Harborne 1984) dan uji ninhidrin pada sisik
gurami menunjukkan hasil yang positif. Jenis asam amino yang menjadi prazat
alkaloid ini belum diketahui karena tidak dilakukannya karakterisasi asam amino
pada sisik ini, sehingga belum diketahui jenis alkaloid secara spesifik.
Uji positif molisch menandakan keberadaan karbohidrat. Ini menjadi
bukti, mengingat pada analisis proksimat kadar karbohidrat hanya dihitung secara
by difference. Secara kualitatif uji molisch mendeteksi semua jenis karbohidrat
baik mono maupun polisakarida (Sudarmadji et al.1981), sehingga belum
diketahui secara pasti jenis karbohidrat selain kitin yang terdapat pada sisik
gurami.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Rendemen sisik gurami dengan bobot gurami 260–3.315 gram, berkisar
antara 3,0-5,7 %.
Sisik gurami mengandung kadar air berkisar 30,0–36,8 %, abu 18,7-26,3
%, lemak 0,1-1,0 %, protein 29,8-40,9 %, karbohidrat by differences 2,0-5,7 %,
kitin 0,4-3,7 %, kalsium 5,0-8,6 %. Tingkat keasaman sisik gurami berkisar
antara 8,0-8,7 yang berarti sisik gurami bersifat basa. Ketebalan sisik berkisar
antara 20-70 µm dan diameternya berkisar antara 9-21 mm.
Berdasarkan uji fitokimia, sisik gurami mengandung alkaloid, karbohidrat,
senyawa peptida, dan asam amino.
Bobot ikan tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar air, abu,
protein, lemak, kalsium sisik ikan. Bobot ikan berpengaruh pada kadar kitin.
Semakin besar ukuran sisik, semakin rendah kadar kitinnya.
5.2. Saran
Masih banyak eksplorasi yang bisa dilakukan pada sisik gurami atau pada
sisik-sisik ikan lainnya diantaranya analisis kuantitatif kolagen, keratin, asam
amino, dan tinjauan mikroskopis pada sisik. Kemudian masih harus dilakukan
spesifikasi komponen aktif sisik ikan agar diketahui benar potensinya sebagai
bioaktif.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budianto S. 1989. Analisis Pangan. Bekerjasama dengan PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. IPB Press.
Basu BR, Banik AK, Das M. 2008. Production and characterization of
extracellular protease of mutant Aspergillus niger AB100 grown on fish scale. World J Microbiol Biotechnol. 24:449-455.
Deman JM. 1997. Kimia Makanan. Edisi ke-2. Padmawinata K, penerjemah;
Sutomo T, penyunting. Bandung:Penerbit ITB. Terjemahan dari:Principle of Food Chemistry.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K dan Soediro I,
penerjemah. Bandung:Penerbit ITB. Terjemahan dari:Phytochemical methods.
Him. 2007. Gurami Masih Unggul. Warta Pasar Ikan Edisi Nopember 2007 No.
51. Direktorat Pemasaran Dalam Negeri. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. hlm. 16-17.
Ikoma T, Kobayashi H, Tanaka J, Walsh D, Mann S. 2003. Microstructure,
mechanical, and biomimetic properties of fish scales from Pagrus major. Journal of Structural Biology. 142:327-333.
Kastaman R dan Kramadibrata AM. 2007. Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu
(Silarsatu). Bandung:Humaniora. Khanna DR, Sarkar P, Gautam A, Bhutiani R. 2007. Fish scales as bio-indicator
of water quality of River Ganga. Springer Science. 134:153-160. Lagler KF, Bardach JE, Miller RR, Passino DRM. 1977. Ichthyology. Ed ke-2.
New York:John Wiley & Sons. Lehninger AL. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Jilid 1. Maggy Thenawidjaja,
penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari:Principles of Biochemistry.
Mann J. 1987. Secondary metabolism. Ed ke-2. New York:Oxford University
Press Inc. Nagai T, Izumi M, Ishii M. 2004. Preparation and partial characterization of fish
scale collagen. International Journal of Food Science and Technology. 39:239-244.
Neville AC. 1975. Biology of the Arthropod Cuticle. Springer-Verlag:New York. Nikol’skii GV. 1961. Special Ichthyology. Ed rev ke-2. Lengy JI dan Krauthamer
Z, penerjemah; PST Staff, editor. Jerusalem:The Israel Program for Scientific Translations. Terjemahan dari:Chastnaya Ikhtiologiya.
Parker Rick. 2003. Introduction to Food Science. Delmar : United State of America.
Perga ME dan Gerdeaux D. 2003. Using the δ
13 and δ15N of whitefish scales for retrospective ecological studies:changes in isotope signatures during the restoration of Lake Geneva, 1980-2001. Journal of Fish Biology. 63:1197-1207.
Poulet N, Reyjol Y, Collier H, Lek S. 2005. Does fish scale morphology allow the
identification of populations at a local scale? A case study for rostrum dace Leuciscus leuciscus burdigalensis in River Viaur (SW France). Aquatic Sciences. 67:122-127.
Rahardjo MF, Sjafei DS, Affandi R, Sulistiono. 1988. Biologi Ikan I. Life
Sciences Inter University Centre, Institut Pertanian Bogor. ______. 1989. Penuntun Praktikum Ikhtiologi. Life Sciences Inter University
Centre, Institut Pertanian Bogor. Richards AG. 1951. The Integument of Arthropods. University of Minnesota
Press:Minneapolis. Rotllant J, Redruello B, Guerreiro PM, Fernandes H, Canario AVM, Power DM.
2005. Calcium mobilization from fish scales is mediated by parathyroid hormone related protein via the parathyroid hormone type 1 receptor. Regulatory Peptides 132:33-40.
Schunack W, Mayer K, Haake M. 1990. Senyawa Obat. Ed ke-2. Wattimena JR
dan Soebito S, penerjemah; Kosasih Padmawinata, editor. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
Sitanggang M dan B Sarwono. 2006. Budi Daya Gurami. Edisi Revisi.
Jakarta:Penebar Swadaya. Soetarno S, Padmawinata K, Kusmardiyani S, Hoyaranda E. 1981.
Pengembangan Obat Tradisional Indonesia I, Pemeriksaan Pendahuluan Fitokimia dan Uji Diuretika Beberapa Ekstrak Biji Anyang-Anyang (Elaeocarpus grandiflorus JE Smith). Laporan Penelitian Dibiayai oleh Proyek Studi Sektoral dan Regional Direktorat Pembinaan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Institut Pertanian Bogor.
Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Yogyakarta:Liberty Yogyakarta bekerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada.
Suptijah P, Salamah E, Sumaryanto H, Purwaningsih S, Santoso J. 1992.
Pengaruh Berbagai Metode Isolasi Khitin Kulit Udang Terhadap Mutunya. Laporan Akhir Hasil Penelitian Dibiayai oleh Program Operasi dan Perawatan Fasilitas (OPF)-IPB 1991/1992. Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.
Suwardi B, Girindra A, Sihombing DTH. 1973. Metabolisme Mineral; Aspek Mineral dalam Tubuh Hewan. Institut Pertanian Bogor. Biro Penataran.
Torres FG, Troncoso OP, Nakamatsu J, Grande CJ, G´omez CM. 2008.
Characterization of the nanocomposite laminate structure occurring in fish scales from Arapaima gigas. Materials Science & Engineering C. 28(8):1276-1283.
Trilaksani W, 2004. Diversifikasi dan Pengolahan Hasil Samping Produk
Perikanan. Departemen Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Tidak Dipublikasikan.
Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kondisi sisik gurami
Keterangan: (a) Gurami hidup dalam wadah baskom. (b) Kondisi tempat jual beli gurami. (c) Limbah dari preparasi gurami yang telah terjual. (d) Sisik dicampur dengan jeroan.
Menurut pengakuan pedagang, limbah ini dibuang ke kolam ikan sebagai pakan. Jeroan dimakan ikan, sedangkan sisik hanya mengendap di dasar kolam.
(e) Pedagang lainnya memisahkan sisik gurami dari jeroan gurami. (f) Limbah dari preparasi gurami, jeroan untuk pakan ikan sedangkan sisik
dibuang.
(a)
(e) (f)
(b) (c)
(d)
sisik
‘jeroan’ lainnya
Lampiran 2. Data gurami yang digunakan sebagai sampel penelitian
a. Gambar ketiga kelompok ukuran sampel gurami
Keterangan: (a) Ikan terkategori dalam kisaran bobot A; 250–400 gram, rata-rata 0,3 kg. (b) Ikan terkategori dalam kisaran bobot B; 1,1–1,4 kg, rata-rata 1,2 kg. (c) Ikan terkategori dalam kisaran bobot C; 2,9–3,3 kg, rata-rata 3,1 kg. (d) Penggaris berukuran 30 cm.
b. Data fisik sampel gurami
Ikan dengan kelompok bobot
Bobot (g)
Rata-rata bobot (g)
Panjang (cm)
Lebar (cm)
Tinggi (cm)
Bobot sisik (g)
A (1) Ulangan 1 400,00 29,20 3,47 11,10 11,26 Ulangan 2 263,33 25,10 3,63 9,17 12,90 Ulangan 3 368,67 26,30 3,57 9,93 14,69
A (2) Ulangan 1 331,00 27,37 3,70 10,17 11,26 Ulangan 2 258,33 25,43 3,77 9,60 12,78 Ulangan 3 356,00
329,56
27,50 3,80 10,18 14,69 B Ulangan 1 1.107,33 39,43 5,17 15,50 42,03
Ulangan 2 1.217,00 39,67 5,43 15,13 45,43 Ulangan 3 1.411,00
1.245,11 40,60 6,45 15,07 56,77
C Ulangan 1 3.146,67 53,00 7,17 21,50 155,87 Ulangan 2 2.988,33 52,13 7,65 19,83 170,58 Ulangan 3 3.315,00
3.150,00 55,00 8,37 20,73 138,99
(d)
(a)
(b)
(c)
Lampiran 3. Data rendemen sisik gurami
a. Contoh perhitungan rendemen sisik gurami
Berat ikan = 1.217 g Berat sisik ikan = 45,43 g
Rendemen sisik ikan = %100×ikanberat
ikansisikberat
= %100217.1
43,45 ×
= 3,7329 %
b. Rendemen sisik gurami (%) (b/b)
Sisik Ikan Ulangan
A B C 1 3,1084 3,7956 4,9535 2 4,9229 3,7329 5,7082 3 4,0541 4,0234 4,1928
Rata-rata 4,0285±0,9075 3,8506±0,1528 4,9515±0,7577 c. Hasil uji analisis ragam rendemen sisik gurami
derajat Jumlah Kuadrat Sumber bebas Kuadrat Tengah F hitung F tabel Model 2 2,0954 1,0477 2,21 5,1433 Error 6 2,8422 0,4737 Total Terkoreksi 8 4,9376
Keterangan: Beda nyata dapat diputuskan dengan melihat nilai F hitung. Jika F hitung > F tabel, maka keputusan terhadap hipotesis adalah gagal tolak H1.
Hipotesis dapat dilihat pada bab tiga. Hasil uji analisis rendemen sisik
gurami menunjukkan bahwa F hitung < F tabel, berarti keputusan yang diambil adalah tolak H1 dengan interpertasi; bobot ikan tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen sisik.
Lampiran 4. Hasil pengukuran ketebalan dan diameter sisik gurami
Ketebalan (µm) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
Ti-tik
A B C A B C A B C 1 22 30 73 21 34 62 22 49 55 2 20 29 65 20 31 60 21 41 49 3 11 22 55 10 30 60 14 40 48 4 6 11 55 5 25 40 11 28 35 5 6 4 41 3 25 35 10 27 20
Diameter (mm)
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ti-tik
A B C A B C A B C 1 9,67 16,82 21,85 10,98 17,50 24,62 11,78 18,47 21,57 2 8,90 16,19 21,25 10,73 16,55 23,70 11,45 17,65 21,50 3 7,73 12,58 15,13 5,60 11,23 19,27 9,30 15,92 19,20 4 5,70 8,13 14,65 3,30 10,35 14,75 5,68 11,37 16,90 5 3,40 3,70 10,57 2,88 8,25 10,78 6,55 8,98 8,18
Lampiran 5. Data karakteristik kimia sisik gurami
a. Resume hasil uji analisis ragam dan uji lanjut Duncan sisik gurami
Uji derajat bebas (v1,v2)
Anova SS jumlah kuadrat
F hitung F tabel keputusan kesimpulan
Kadar Air
2,6 12,5260 6,2630 1,48 5,14 tolak H1 tidak berbeda
nyata Kadar Abu
2,6 15,1634 7,5817 1,26 5,14 tolak H1 tidak berbeda
nyata Kadar Protein
2,6 29,0458 14,5229 1,50 5,14 tolak H1 tidak berbeda
nyata Kadar Lemak
2,6 0,0282 0,0141 0,11 5,14 tolak H1 tidak berbeda
nyata Kadar Ca
2,6 2,7468 1,3734 1,88 5,14 tolak H1 tidak berbeda
nyata
Kadar Kitin
2,6 5,4038 2,7019 4,64* 5,14 gagal tolak H1
berbeda nyata Ikan A (a) Ikan B (a,b) Ikan C (b)
* F hitung menunjukkan angka kurang dari F tabel, namun hasil uji lanjut Duncan menunjukkan beda nyata diantara kelompok bobot, sehingga keputusan yang diambil adalah gagal tolak H1. Interpretasi hasil uji analisis ragam terhadap analisis kimia adalah sebagai berikut: 1) Gagal tolak H1, sehingga dapat dianggap bahwa bobot ikan berpengaruh
nyata terhadap kadar kitin. 2) Tolak H1, sehingga dapat dianggap bahwa bobot ikan tidak berpengaruh
nyata terhadap rendemen, kadar air, abu, lemak, protein, kalsium, dan pH sisik ikan.
b. Contoh perhitungan kadar air sisik gurami
Bobot sampel = 2,00 g Bobot cawan kosong = 17,30 g Bobot akhir (cawan + sampel kering) = 18,60 g Bobot sampel kering = bobot akhir – bobot cawan kosong = 18,60 g – 17,30 g = 1,30 g Kehilangan air = bobot sampel – bobot sampel kering = 2,00 g – 1,30 g = 0,70 g
Kadar air = %100×sampelbobot
airkehilangan
= %10000,2
70,0 ×g
g
= 35,00 %
c. Data kadar air sisik gurami (%) (b/b)
Sisik Ikan Ulangan
A B C 1 32,01 34,96 36,79 2 30,77 31,46 34,58 3 36,08 34,62 35,85
Rata-rata 32,95±2,78 33,68±1,93 35,74±1,11 d. Histogram rata-rata kadar air sisik gurami
Keterangan: Angka-angka pada histogram yang diikuti huruf yang seragam (a) pada masing-masing kelompok bobot ikan menunjukkan tidak berbeda nyata (F hitung < F tabel).
e. Contoh perhitungan kadar abu sisik gurami
Bobot sampel = 2,00 g Bobot cawan kosong = 17,30 g Bobot akhir (cawan + abu) = 17,80 g Bobot abu = bobot akhir – bobot cawan kosong = 17,80 g – 17,30 g = 0,50 g
Kadar abu = %100×sampelbobot
abubobot
= %10000,2
50,0 ×g
g
= 25,00 %
f. Data kadar abu sisik gurami (%) (b/b)
Sisik Ikan Ulangan
A B C 1 24,6329 25,1794 23,5849 2 19,5874 22,9290 18,6567 3 22,0333 26,3487 23,9054
Rata-rata 22,0846±2,5231 24,8191±1,7381 22,0490± 2,9422
32,95 (a) 33,68 (a)35,74 (a)
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
Sisik Ikan A Sisik Ikan B Sisik Ikan C
Kelompok Bobot Ikan
Kad
ar A
ir S
isik
(%) (
b/b)
Sisik Ikan A (rata-rata 0,3 kg)
Sisik Ikan B (rata-rata 1,2 kg)
Sisik Ikan C (rata-rata 3,1 kg)
lanjutan Lampiran 5
g. Histogram rata-rata kadar abu sisik gurami
Keterangan: Angka-angka pada histogram yang diikuti huruf yang seragam (a) pada masing-masing kelompok bobot ikan menunjukkan tidak berbeda nyata (F hitung < F tabel).
h. Contoh perhitungan kadar protein sisik gurami
Bobot sampel = 0,96 g Faktor pengenceran = 20 Titrasi blanko = 10,90 Titrasi sam,pel = 6,55
% N = %1000007.0)( ×××−
sampelbobot
npengencerafaktortitrasimlblankoml
= %10096,0
0007.020)55,690,10( ×××−
= 6,34375 %
Kadar protein = % N × faktor konversi = 6,34375 % × 6,25 = 39,6484 %
i. Data kadar protein sisik gurami (%) (b/b)
Sisik Ikan Ulangan
A B C 1 36,3019 38,6532 40,0773 2 40,9454 29,7848 37,9252 3 39,1626 37,0455 39,3603
Rata-rata 38,8033±2,3425 35,1611±4,7250 39,1210±1,0958
22,08 (a)24,82 (a)
22,05 (a)
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
Sisik Ikan A Sisik Ikan B Sisik Ikan C
Kelompok Bobot Ikan
Kad
ar A
bu S
isik
% (b
/b)
Sisik Ikan A (rata-rata 0,3 kg)
Sisik Ikan B (rata-rata 1,2 kg)
Sisik Ikan C (rata-rata 3,1 kg)
lanjutan Lampiran 5
j. Histogram rata-rata kadar protein sisik gurami
Keterangan: Angka-angka pada histogram yang diikuti huruf yang seragam (a) pada masing-masing kelompok bobot ikan menunjukkan tidak berbeda nyata (F hitung < F tabel).
k. Contoh perhitungan kadar lemak sisik gurami
Bobot sampel = 5,00 g Labu lemak kosong = 77,69 g Bobot akhir (labu + sampel) = 77,74 g Bobot lemak = bobot akhir – bobot labu kosong = 77,74 g – 77,69 g = 0,05 g
Kadar lemak = %100)( ×
sampelberat
glemakberat
= %10000,5
05,0 ×
= 1 % l. Data kadar lemak sisik gurami (%) (b/b)
Sisik Ikan Ulangan
A B C 1 0,3960 0,1984 0,3883 2 0,7905 0,7843 0,9960 3 1,0000 0,9901 1,0000
Rata-rata 0,7289±0,3067 0,6576±0,4108 0,7948±0,3520
39,12 (a)35,16 (a)
38,80 (a)
0,005,00
10,0015,0020,00
25,0030,0035,0040,00
Sisik Ikan A Sisik Ikan B Sisik Ikan C
Kelompok Bobot Ikan
Kad
ar P
rote
in S
isik
% (b
/b)
Sisik Ikan A (rata-rata 0,3 kg)
Sisik Ikan B (rata-rata 1,2 kg)
Sisik Ikan C (rata-rata 3,1 kg)
lanjutan Lampiran 5
m. Histogram rata-rata kadar lemak sisik gurami
Keterangan: Angka-angka pada histogram yang diikuti huruf yang seragam (a) pada masing-masing kelompok bobot ikan menunjukkan tidak berbeda nyata (F hitung < F tabel).
n. Contoh perhitungan kadar karbohidrat sisik gurami
Rata-rata kadar air = 32,9539 % Rata-rata kadar abu = 22,0846 % Rata-rata kadar protein = 38,8033 % Rata-rata kadar lemak = 0,7289 % Kadar Karbohidrat (by differences) = 100 % – jumlah rata-rata empat kadar = 5,4294 %
o. Data kadar karbohidrat sisik gurami (%)
Sisik Ikan Rata-rata kadar A B C Air 32,9539 33,6806 35,7394 Abu 22,0846 24,8191 22,0490
Protein 38,8033 35,1611 39,1210 Lemak 0,7289
Jumlah 94,5706
0,6576
Jumlah 94,3184
0,7948
Jumlah 97,7041
Karbohidrat 5,4294 5,6816 2,2959 p. Histogram kadar karbohidrat sisik gurami
Jumlah = 94,5706 %
0,79 (a)
0,66(a)0,73 (a)
0,0000
0,1000
0,2000
0,30000,4000
0,5000
0,6000
0,7000
0,8000
Sisik Ikan A Sisik Ikan B Sisik Ikan C
Kelompok Bobot Ikan
Kad
ar L
emak
Sis
ik %
(b/b
)
Sisik Ikan A (rata-rata 0,3 kg)
Sisik Ikan B (rata-rata 1,2 kg)
Sisik Ikan C (rata-rata 3,1 kg)
5,43 5,68
2,30
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
Sisik Ikan A Sisik Ikan B Sisik Ikan C
Kelompok Bobot Ikan
Kad
ar K
arbo
hidr
at (%
)
Sisik Ikan A (rata-rata 0,3 kg)
Sisik Ikan B (rata-rata 1,2 kg)
Sisik Ikan C (rata-rata 3,1 kg)
lanjutan Lampiran 5
q. Data kadar kalsium sisik gurami (%)
Sisik Ikan Ulangan
A B C 1 6,71 7,16 6,24 2 6,13 6,26 5,01 3 6,63 8,55 6,70
Rata-rata 6,49±0,31 7,32±1,15 5,98±0,87 m. Data kadar kitin sisik gurami (%)
Sisik Ikan Ulangan
A B C 1 1,14 1,27 0,60 2 3,71 0,90 0,40 3 2,29 0,80 0,70
Rata-rata 2,38±1,29 0,99±0,25 0,57±0,15 n. Hasil uji lanjut Duncan kadar kitin sisik gurami
Alpha= 0,05 df= 6 MSE= 0,581754
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N BOBOT A 2,3810 3 a B A 0,9909 3 b B 0,5667 3 c
Keterangan: Kadar kitin ikan A berbeda nyata dengan ikan C, tapi tidak berbeda nyata dengan ikan B. Kadar kitin ikan B tidak berbeda nyata dengan ikan C.
o. Data pH sisik gurami (%)
Sisik Ikan Ulangan
A B C 1 7,88 8,52 8,41 2 7,95 8,41 8,64 3 7,49 8,27 8,33
Rata-rata 7,77±0,25 8,40±0,13 8,46±0,16
lanjutan Lampiran 5
Lampiran 6. Gambar hasil uji fitokimia sisik gurami a. Uji alkaloid
b. Uji steroid
Keterangan: Sampel yang dilarutkan dalam kloroform, asam asetat anhidrida dan asam sulfat pekat tidak membentuk warna hijau atau biru, menandakan negatif steroid.
c. Uji saponin
Keterangan: Sisik gurami yang ditambah air panas dan dikocok tidak membentuk busa, menandakan negatif saponin.
d. Uji fenol hidrokuinon
Keterangan: Sampel dilarutkan dalam etanol 70 %, setelah ditambah FeCl3 5 % warna larutan tidak menjadi hijau atau hijau biru, menandakan negatif fenol hidrokuinon.
Pereaksi Mayer Pereaksi Dragendorff Pereaksi Wagner
Endapan jingga pada pereaksi Dragendorff
e. Uji molisch
Keterangan: Warna larutan sampel menjadi ungu setelah ditambah pereaksi molisch, menandakan positif karbohidrat.
f. Uji benedict
Keterangan: Warna larutan sampel tetap biru setelah ditambah pereaksi benedict, menandakan negatif terdapat gula pereduksi.
g. Uji biuret
Keterangan: Terdapat endapan ungu pada larutan sampel yang telah ditambah pereaksi biuret, menandakan positif terdapat senyawa peptida.
h. Uji ninhidrin
Keterangan: Warna larutan sampel menjadi biru pekat setelah ditambah pereaksi ninhidrin, menandakan positif terdapat asam amino.
lanjutan Lampiran 6