Download - ISI Baruuu
1
I. LAPORAN KASUS
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. Supariati
Alamat : Ndangkel – Ngluwar
Umur : 63 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh tani
Tangal Pemeriksaan : 21 April
No. RM : -
b. Anamnesis
KU : Nyeri perut dan mual
RPS :
Nyeri sejak 2 hari lalu dan disertai mual. Nyeri dirasa
sebelum makan dan setelah makan. Pasien juga merasakan sering lelah dan
mengantuk. Pasien juga mengeluh sakit gigi, sakit leher yang baru
diperiksakan ke dokter. Keadaan ini sangat mengganggu aktivitas pasien.
Anamnesis Sistem :
Cerebrospinal : Pusing (+), demam (-)
Kardiovaskuler : tidak ada keluhan
Respirasi : tidak ada keluhan
Digestive : mual (+), muntah (-), nyeri sebelum dan
sesudah makan, BAB normal
Uropoetika : tidak ada keluhan
Integumentum : dalam batas normal
Muskuloskeletal : pegal-pegal nyeri tengkuk dan punggung
atas
RPD :
- Pasien pernah mengalami sakit serupa dan sudah diobati namun sering
kambuh lagi
- Pernah dirawat di rumah sakit karena penyakit paru-paru dan menurut
pasien sudah pulih
2
- HPT (-) , DM (-)
RPK :
- Keluarga pasien maupun kerabat dekat tidak ada yang mengalami hal
serupa
Kebiasaan dan lingkungan :
- Pasien mengaku bahwa lingkungan sekitarnya kotor dan tetangga
terdekatnya ada yang memelihara kerbau
- Sebelum sakit, pasien sering makan makanan yang pedas
- Pasien makan saat lapar dan bisa sampai 5x dalam sehari dan tidak
teratur
- Pasien tidak merokok apalagi minum alkohol
c. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik, kesadaran Compos Mentis
Vital Sign :
TD : 140/80
Nadi : 82x/menit
Respirasi : 17x/menit
Suhu : 36,4 °C
Kepala : konjungtiva anemis (-), Lidah berwarna putih pucat
Leher : JVP +2
Thorax : (pasien menolak untuk membuka pakaian)
Abdomen :
- Inspeksi :Tidak ada bekas operasi, kemerahan, edem. Dada dan
perut rata
- Auskultasi : Arteri normal, peristaltic usus sangat terdengar sebanyak
17x dalam 1 menit
- Perkusi : suara tymphany di semua region
- Palpasi : nyeri tekan (-), Nyeri lepas tekan (-), Palpasi hepar tidak
teraba, Palpasi Lien tidak teraba.
Ekstremitas : t.a.k.
Pemeriksaan Khusus : tidak dilakukan
3
d. Pemeriksaan Penunjang
Rencana :
- Uji nafas (curiga H. Pylori)
- Endoskopi untuk Gastritis
- Cek Gula darah (sering ngantuk atau poli dipsi curiga terdapat DM)
e. Diagnosis Banding
- Ulkus Peptikum
- Ulkus Gaster
- GERD
f. Diagnosis Kerja
Gastritis
g. Terapi
- Untuk first line memakai rantitidine dan antaside
- Anti nyeri memakai obat analgetik yang non-NSAID
- Sebagai profilaksis menggunakan antibiotic spectrum luas terutama
jika ditemukan bakteri H. Pylori pada pemeriksaan penunjang.
h. Rencana tindakan
- Melakukan serangkaian pemeriksaan penunjang yang sudah kami
cantumkan diatas
- Memberikan pengobatan yang kami cantumkan di atas
- Memberikan edukasi berupa menjaga pola makan yang aman bagi
saluran pencernaan
i. Edukasi
- Perbaiki pola hidup seperti : memperbaiki pola makan, menghindari
factor resiko,dan tetap menjaga diri untuk hidup bersih
- Hindari stressor pemicu penyakit, jika kemungkinan gastritis yang
psikosomatik.
- Istirahat yang cukup
II. PEMBAHASAN
a. Interpretasi Hasil Anamnesis
4
Keluhan Utama
Keluhan utama yang diderita oleh pasien adalah nyeri perut. Nyeri
perut itu sendiri bisa mengarah pada banyak diagnosis tergantung dari
letak, sifat dan onset nyeri itu sendiri.
Banyak sekali penderita yang mengeluh sakit perut. Rasa sakit
perut banyak macamnya. Walaupun demikian perlu ditanyakan timbulnya
rasa nyeri di perut apakah ada hubungannya dengan makanan, apakah
timbulnya terus menerus, adakah penjalaran ke lain tempat, nyeri seperti
diperas peras, merasa sakit perut sewaktu atau setelah buang air besar,
waktu buang air kecil dan masih banyak macamnya.
Nyeri Epigastrium
Rasa nyeri di perut bagian atas dapat disebabkan oleh kelainan
organ dalam rongga perut dan organ dalam rongga dada. Organ di dalam
perut yang sering memberikan keluhan nyeri perut atas, antara lain saluran
makan. Sedangkan organ dalam rongga dada yang sering memberikan
nyeri perut bagian atas adalah esophagus dan jantung.
1. Esofagus
Bila keluhan nyeri disebabkan oleh kelainan dari esophagus
biasanya tempat nyeri di substernal. Kelainan di esophagus di
bagian atas akan menyebabkan rasa nyeri di daerah tengkuk,
sedangkan kelainan pada esophagus sepertiga bawah, tempat nyeri
biasanya di sekitar proccesus xyphoideus. Bila timbul rangsangan
yang berat maka timbul penjalaran ke punggung.
2. Lambung dan Duodenum
Timbulnya nyeri yang berhubungan dengan makanan dan
berpusat di garis tengah epigastrium disebabkan oleh kelainan
lambung dan duodenum. Bila tempat nyeri di hipokondrium kanan
biasanya disebabkan oleh kelainan bulbus duodeni atau diantrum
lambung.
5
Beberapa kelainan di lambung yang dapat menyebabkan
nyeri epigastrium biasanya penyakit GERD, gastritis akut dan
kronis, tukak di lambung dan kanker lambung.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merasakan nyeri perut saat sebelum dan setelah makan, hal
ini menunjukan bahwa nyeri perut yang dialami berhubungan erat dengan
faktor makan dan penyakit yang mengakibatkan hal ini kemungkinan
besar kelainan terjadi pada lambung misalnya gastritis atau ulkus gaster
(Sujono, 2002).
Rasa nyeri pada tengkuk leher bisa mengarah kepada beberapa
kemungkinan, misalnya dari segi pekerjaan dan keadaan hipertensi yang
dialami pasien.
Pekerjaan buruh tani biasanya membuat pasien untuk
membungkuk dan melihat ke bawah (yang tentu saja mebuat kepala
melakukan fleksi). Hal ini menyebabkan tumpuan untuk menahan kepala
ada di tengkuk leher khususnya otot trapezium, lama kelamaan, otot ini
akan mengalami pegal (rasa nyeri tipe lambat).
Selain itu, saat panen tiba, biasanya buruh tani juga harus
mengankut hasil panennya dengan cara dipanggul yang akan membebani
punggung, leher dan kepala bagian belakang.
Anamnesis System
1. Cerebrospinal
Pasien tidak menderita demam, kemungkinan tidak ada infeksi
sistemik maupun reaksi peradangan yang berat.
Pasien mengalami pusing dan mudah mengantuk ( yang
kemungkinan lelah), kemungkinan bisa terdapat anemia, defisiensi zat
besi, defisiensi B12 atau bisa juga pasien terkena gejala Diabetes
Melitus ( Polidipsy, Poliphagi, Poliuri ).
2. Kardiovaskuler
6
Menurut pengakuan pasien tidak ada keluhan pada sistem ini, baik
berdebar – debar maupun sakit dada.
3. Respirasi
Menurut pengakuan pasien tdak ada keluhan pada sistem ini dari
segi sesak nafas.
4. Digestive
Ada mual yang tidak disertai muntah kemungkinan ada rasa tidak
nyaman pada saluran cerna atau terjadi peningkatan asam lambung.
BAB normal, tidak harus mengejan, frekuensi <3x sehari, tidak
cair dan warna feces biasa berarti tidak ada gangguan dari sistem
hepatobillier dan saluran cerna bagian bawah.
5. Uropoetika
Menurut pengakuan pasien tidak ada keluhan pada sistem ini dari
segi warna.
6. Integumentum
Tidak ada keluhan dari pasien mengenai keadaan integumentum.
7. Muskuloskeletal
Pegal-pegal yang dirasakan kemungkinan berhubungan dengan
pekerjaan pasien seperti yang dijelaskan di atas
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengeluhkan pernah mengidap penyakit serupa namun
hanya diobati seadanya dan sembuh namun masih kambuh-kambuhan.
Pasien pernah dirawat di rumah sakit karena sakit paru – paru dan
menurut pasien sudah sembuh.
Menurut pengakuannya, pasien tidak mempunyai riwayat
hipertensi dan DM
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga dan kerabat pasien yang terdekat tidak ada yang
mengalami penyakit yang sama. Hal ini menunjukan penyakit yang
7
diderita pasien bukan karena factor metabolic-kongenital maupun
herediter, dan bukan merupakan penyakit yang ditularkan oelh anggota
keluarga.
Lingkungan dan Kebiasaan
Lingkungan pasien yang kotor bisa menjadi factor resiko pasien
terkena invasi kuman.
Kebiasaan makan pasien yang suka pedas bisa menjadi bahan
iritatif pada saluran cerna yang lama-kelamaan akan menyebabkan
kerusakan pada mukosa saluran cerna.
b. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Masih baik, responsive (kesadaran compos mentis)
Tanda Vital
Tekanan darah pasien 140/80 mmHg air raksa yang masuk ke
dalam kategori hipertensi grade I (.
Nadi, suhu dan respirasi masih dalam batas normal. Sehingga tidak
menunjukkan adanya tanda-tanda terkena infeksi.
Kepala
Tidak terdapat tanda anemis namun lidah pucat.
Leher
JVP masih dalam batas normal tidak ada kelainan kardiovaskuler.
Abdomen
1. Inspeksi :
- Tidak ditemukan adanya bekas operasi, berarti kemungkinan tidak
ada penyakit yang disebabkan pasca operasi.
- Tidak ditemukan adanya kemerahan dan oedem, berarti tidak ada
inflamasi dari luar dan tidak ada keterkaitan dengan trauma yang
disebabkan benda tumpul.
8
- Tinggi dada dan tinggi perut sejajar, berarti tidak ada kelainan pada
morfologi paru-paru maupun ascites.
2. Auskultasi :
- Aorta abdominalis, arteri renalin dan arteri iliaca tidak terdengar
adanya bruit.
- Peristaltic usus normal, berarti tidak ada gangguan pada saluran
pencernaan bagian bawah.
3. Perkusi
- Perkusi area abdomen timpani, berarti tidak ada kecurigaan yang
mengarah ke ascites.
4. Palpasi
- Tidak terdapat nyeri tekan disemua regio abdomen
- Tidak terdapat nyeri tekan lepas di semua region abdomen. Nyeri
tekan lepas itu sendiri biasanya terdapat pada apendisitis,
peritonitis, maupun perforasi dari organ saluran cerna. Berarti kita
masih bisa mengarahkan diagnosis pada kelainan lambung.
- Pada palpasi atau perabaan tidak teraba hepar ataupun lien, berarti
tidak terdapat perbesaran pada kedua organ ini.
c. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Penunjang
Tes uji napas. Tes ini digunakan untuk mengetahui apakah kecurigaan
gastritis ini disebabkan karena infeksi H. phylori atau karena penyebab
yang lainnya. Jika terdapat infeksi H. phylori, maka tes uji napas ini
akan menunjukkan napas yang berbau urea.
Endoskopi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat morfologi lapisan
mukosa dari esophagus sampai duodenum. Jika pasien ini mengalami
penyakit gastritis, maka pada endoskopi ini akan menunjukkan hasil
berupa inflamasi pada lapisan mukosa (Yamada, 2003).
Cek gula darah. Pada pasien didapatkan keluhan berupa sering
mengantuk dan cepat lelah. Gejala ini kemungkinan mengaah pada
9
DM, oleh karena itu kita menyarankan untuk melakukan tes gula darah
sewaktu.
d. Alasan Diagnosis Banding dan Diagnosis Akhir
Dari anamnesis di atas ada beberapa diagnosis banding kami mengarah ke
GERD, ulkus gastric, ulkus duodeni, dan gastritis.
Keluhan utama pasien adalah nyeri epigastrium, dan setelah kami
melakukan anamnesis lebih lanjut, ditemukan pula adanya keluhan mual,
setelah itu kami bedakan nyeri dan mual ini berdasarkan onset waktu makan.
Jika nyeri dan mual ini timbul setelah makan, maka kami arahkan diagnosis
pada GERD dan ulkus gastric. Namun pada GERD khas terdapat heart burn
atau perasaan terbaar pada dada yang disebabkan oleh refluk hasil cerna dan
gastric juice dari lambung ke esophagus, selain itu terdapat disfagia atau rasa
tidak nyaman saat menelan dan rasa pahit di lidah (Sujono, 2002).
10
Jika nyeri dan mual ini timbul sebelum makan maka kami mngarahkan
diagnosis pada ulkus duodeni. Pada penyakit ulkus duodeni, biasanya pasien
mengeluhkan nyeri yang tak terlokalisas dan menjalar hingga ke punggung.
Selain itu, keluhan penyakit ini iasanya membaik jika diberi makan atau
minum antasida. Pada referensi buku yang kami temukan, ulkus duodeni juga
mempunyai nyeri khas pada malam hari yang nanti akan bersifat intermiten
dan eksaserbasi (yang juga bisa disebabkan karena ulkus gastric) yang lama
kelamaan akan menyebabkan melena dan hematemesis.
Yang terakhir, jika keluhan ini terjadi sebelum dan setelah makan maka
diagnosis kami leih mengarah pada gastritis. Penyakit gastritis ini juga disertai
dengan keluhan-keluhan berupa anoreksia, dan bersendawa. Gastritis ini
biasanya disebabkan karena beberapa factor pencetus seperti, riwayat
pengobatan NSAID, stressor, makanan dan minuman yang bersifat iritatif
bagi lambung, dan infeksi H. phylori.
Dapat kami simpulkan diagnosis kerja kami lebih mengarah pada gastritis,
yang kemungkinan disebabkan karena stressor, pola makan, dan makanan
yang bersifat iritatif bagi lambung.
e. Alasan dan Tujuan Pemilihan Terapi
Sebelum diagnosis akhir ditegakkan dengan pemeriksaan Gold Standar,
kami akan mengusulkan terapi awal berupa :
1. Antasida, digunakan untuk menetralkan asam lambung sehingga
mengurangi iritasi asam lambung terhadap mukosa.
2. Ranitidine, ranitidine merupakan obat penghambat reseptor H2,yang
nantinya akan menghamat pengeluaran HCl.
3. Edukasi untuk menghindari stressor dan menjaga pola makan, serta
menghindari makanan yang dapat memperburuk keadaan, misalnya
makanan yang pedas dan asam.
Setelah diagnosis gastritis ditegakkan, maka berdasarkan literature kami
akan melakukan terapi berupa :
11
III. TINJAUAN EVIDENCE BASED MEDICINE
1. Terapi untuk gastritis
Judul :
Troxipide in the Management of Gastritis: A Randomized
Comparative Trial in General Practice
Tahun : 2010
Penulis : B. Dewan dan A. Balasubramanian
Hindawi Publishing Corporation
Resume :
Latar Belakang
Kelainan gastrointestinal seperti gastritis merupakan
penyakit dengan nilai prevalensi yang tinggi pada populasi di Asia
dengan pasien yang kebanyakan pasien tersebut memeriksakan diri
kepada tenaga medis setelah penyakit ini menimbulkan gejala yang
muncul lebih sering dan lebih parah.
Agent anti-sekret Gastrik seperti histamine-2-receptor
antagonist, PPI dan agen sitoprotektif seperti antacid dan sukralfat,
telah sukses selama bertahun-tahun dalam pengobatan kelainan
pada gastrointestinal seperti gastritis.
Sekarang ini, kinerja dari agen sitoprotektif untuk
memperkuat jaringan mukosa sebagai pertahanan menjadi sangat
penting. Selain itu, bisa diasumsikan, obat yang bisa diandalkan
adalah obat yang bisa menyeimbangkan faktor agresif atau faktor
yang bersifat menyerang dan faktor defensive atau faktor
pertahanan.
Troxipide adalah sebuah agen sitoprotektif gastric yang
baru, yang bukan hanya dapat menghambat sekresi asam atau
menetralisir asam, akan tetapi terbukti secara klinis juga dapat
menyembuhkan gastritis bahkan ulkus gaster.
Troxipide ini terbukti mampu menginhibisi mediator
inflamasi seperti neutrofil dan stress oksidatif. Dalam penelitian
12
lebih lanjut, Troxipide ini juga dapat meningkatkan sekresi dari
prostaglandin. Hampir 60% penderita Ulkus Gaster dapat sembuh
total kurang dari 8 minggu setelah mengkonsumsi Troxipide
300mg/hari.
Walaupun data preklinik menunjukan bahwa Troxipide
mempunyai tingat efikasi yang tinggi, namun masih ada data yang
kurang memenuhi mengenai perbandingan efikasi dari Troxipide
dengan obat penekan asam seperti Pamotidine dan Ranitidine.
Tujuan
Jurnal tipe clinical study ini bertujuan untuk
membandingkan efikasi relative dari agen sitoprotektif, yaitu
Troxipide, dengan suppresan asam, yaitu Ranitidine.
Metodologi
Perbandingan efikasi ini akan didukung dengan pembuktian
melalui Endoskopi
Pasien
Pasien yang diikut sertakan adalah pasien yang berumur 18
– 65 tahun yang direkrut dari 5 rumah sakit di India. Faktor Inklusi
primer yang dipakai adalah keberadaan gastritis yang diperiksa
dengan cara endoskopi oleh Sydney Classification.
Faktor ekslusi yang dipakai adalah adanya perforasi,
stenosis yang diakibatkan Pylori, striktur esophagus, obstruksi usus
dan riwayat penyakit gastrointestinal lain seperti inflamasi Bowel,
sindroma malabsorbsi dan keganasan GI.
Study Design
Setelah melakukan inform consent, seluruh pasien harus
melewati pemeriksaan fisik total dan gambaran-gambaran
pemeriksaan lain yang relevan seperti pemeriksaan darah rutin,
Hemoglobin, ELISA untuk bakteri H.Pylori dan Endoskopi
Gastrointestinal bagian atas.
13
Semua pasien diacak berdasarkan software computer dan
dikelompokan menjadi kelompok dengan pengobatan Troxipide
dengan dosis 100mg peroral sebanyak 3 kali sehari selama 28 hari
dan kelompok dengan pengobatan Ranitidine dengan dosis 150 mg
peroral 2 kali sehari selama 28 hari.
Assessments
Topografi dan keparahan endoskopi gastritis dikelompokan
berdasarkan Sydney System of Endoscopic Classification. Pada
pemakaian Endoskopi, topografi yang diawasi adalah bagian
antrum, corpus atau keduanya atau Pangantritis.
Keparahannya yang ditemukan pada endoskopi saluran GI
bagian atas dapat dinilai dengan menggunakan skala berikut : 1)
Tidak ada erosi. 2) Ada 1 sampai 3 erosi atau ringan. 3) Ada 4-6
erosi atau sedang. 4) Terdapat lebih dari 6 erosi atau parah.
Penilaian keparahan juga dapat menggunakan VAS atau
visual analog scale dengan skor 0 (Gejala yang ditimbulkan belum
berarti) sampai 100 (keparahan tingkat tinggi). Skor dari VAS ini
menggunakan dasar dari 7 gejala yang ditimbulkan dari Gastritis,
yaitu Nyeri Abdomen, bloating, belching, mual, muntah,
penurunan nafsu makan dan heartburn). Adapun derajat penilaian
VAS ini adalah sebagai berikut : 1) None atau tidak ada, dengan
skor 0. 2) Mild atau ringan, dengan skor 1-30. 3) Moderate atau
sedang, dengan skor 31-60. 4) Severe atau parah, dengan skor 61
sampai 100.
Outcome pengukuran
Ada 2 outcome primer yang diharapkan dari penelitan ini,
yang pertama yaitu proporsi dari pasien yang mendapatkan resolusi
lengkap dari endoskopi gastritis ( penurunan skor menjadi 0
dengan dasar penggunaan skala skor 4 poin ) dan yang kedua
adalah adanya pengurangan gejala.
14
Outcome sekunder yang diharapkan adalah proporsi dari
pasien yang memperlihatkan perkembangan dalam endoskopi
gastritis (adanya pengurangan keparahan dengan dasar penggunaan
skala skor 4 poin pada saat minggu ke-4)
Statistical Analysis
Pengukuran sample ini dihuitung berdasarkan asumsi
adanya perbedaan sebanyak 20% dalam control group yang bisa
terdeteksi dengan nilai responder sebanyak 80% dalam test group
dan nilai dropout sebanyak 25%.
Result
144 pasien degan gejala gastritis atau dyspepsia diacak atau
dirandomisasi menjadi 2 grup, yaitu : 1) 72 pasien yang
menggunakan pengobatan Troxipide. 2) 72 pasien yang
menggunakan pengobatan Ranitidine. 2 pasien, masing-masing 1
pasien dari masing-masing grup, keluar dari percobaan setelah
dilakukan evaluasi.
Profil Pasien
Setelah pasien dikelompokan, dilakukan juga pemeriksaan
fisik untuk seluruh pasien dan hasilnya normal. Tetapi walaupun
hasilnya normal, pada pemeriksaan fisik GI ditemukan adanya
8,45% yang abnormal dari seluruh pasien pada kedua grup, atau 12
orang dalam 142 pasien.
Riwayat gastritis atau GERD dilaporkan sebanyak 13,38%
atau 19 orang dari 142 pasien ( 10 orang dari grup pasien yang
menggunakan Troxipide dan 9 orang dari grup pasien yang
menggunakan Ranitidine) dengan terapi NSAID jangka panjang
pada 1 orang pasien dalam grup yang menggunakan Troxipide.
Sebanyak 9,86% atau 14 dari orang dari 142 pasien
menggunakan pengobatan concomitant seperti domperidone,
lactulose dan nisatin.
Penemuan pada Gastroendoscopic
15
Dengan penggunaan Endoskopi sebagai alat diagnosis pada
penelitian ini, tanda-tanda gastritis yang hanya terdapat pada
bagian Antrum yaitu sebanyak 34,51% dari seluruh pasien, yang
hanya terdapat pada Corpus yaitu 9,15% dari seluruh pasien,
sedangkan tanda gastritis yang ditemukan pada bagian Antrum dan
Corpus atau Pangastritis yaitu sebanyak 54,93% dari seluruh
pasien.
Pemeriksaan endoskopi ini juga menunjukkan adanya
gastritis yang idiopatik atau belum jelas penyebabnya sebanyak
84,5%, gastritis yang disebabkan karena adanya keterkaitan dengan
H.Pylori sebanyak 7,75%, penggunaan obat-obatan sebesar 4,23%
dan penyebab iritan lain bagi lambung sebanyak 3,25%.
Dari seluruh pasien yang dicrigai adanya keterkaitan
dengan H.Pylori, ternyata hanya 2 pasien saja (dari Grup
pengobatan Troxipide) yang memilii hasil Positif pada
pemeriksaan serologi.
Penyembuhan Total (dilihat dari tanda Endoskopi)
Dari 142 pasien, proporsi yang lebih besar dari pasien yang
menerima Troxipide memperlihatkan penyembuhan total terhadap
erosi mukosa sebesar 88,14% sedangkan Ranitidine menunjukan
penyembuhan sebesar 56,36%. Dari segi kemerahan, Troxipide
menunjukan penyembuhan sebesar 96,77% sedangkan Ranitidine
menunjukkan 78,95%. Dari segi edema, Troxipide menunjukkan
penyembuhan sebesar 93,88% sedangkan Ranitidine sebesar
46,51%.
Penyembuhan Total yang dilihat dari endoskopi lebih
banyak ditemukan pada grup pasien yang menggunakan
pengobatan Troxipide daripada Ranitidine pada pasien yang
menunjukan gejala atau tanda dengan tingkat sedang sampai berat,
yaitu sebesar 85,71% berbanding 41,66% untuk erosi, 71,43%
16
berbanding 34,29% untuk kemerahan dan 92% berbanding 41,8%
untuk edema.
Perbaikan (dilihat dari Endoskopi)
Perbaikan gejala ditemukan lebih besar pada pasien yang
menggunakan Troxipide, yaitu perbaikan erosi mukosa sebanyak
98,31% (Ranitidine hanya 78,18%), perbaikan kemerahan
sebanyak 91,04% (Ranitidine hanya 71,43%), dan perbaikan
edema sebanyak 97,6% (Ranitidine hanya 69,77%).
Perbaikan Gejala Klinis
Pada akhir terapi, pasien yang menggunakan Troxipide
menunjukan tingkat pengurangan keparahan gejala yang nilainya
tidak kurang dari 50 poin dalam penghitungan skor VAS semenjak
penghitungan skor VAS pada awal penelitian)
Penyembuhan Gejala Klinis
Pasien yang menggunakan Troxipide lebih banyak
menunjukkan proporsi penyembuhan gejala klinis yang lebih baik
dari pada pasien yang menggunakan Ranitidine.
Kesimpulan
Pada pasien penderita gastritis yang terdiagnosis
menggunakan endoskopi, Troxipide, yang mempunyai daya
perbaikan yang superior, penyembuhan dari tanda maupun gejala
klinis yang ditimbulkan, dapat digunakan sebagai alternative untuk
pengganti obat yang biasa digunakan sebagai anti-secretory agent.
17
(Jurnal di bawah ini hanya sebagai tambahan untuk mendukung
pembahasan)
2. Penggunaan Pemeriksaan Breath-test atau uji napas.
Judul :
ABC of the upper gastrointestinal tract : Epidemiology and
Diagnosis of Helicobacter pylori infection.
Tahun : 2001
Penulis : Robert PH. Logan dan Marjorie M Walker
British Medical Journal
Clinical Review :
Non-invasive test
Urea breath test
Deteksi H. Pylori yang non invasive dengan uji nafas G-
urea, didasarkan pada prinsip dasar bahwa senyawa dari urea yang
di namakan carbon-13 akan dihidrolisis secara terus-menerus oleh
enzim urease yang dihasilkan oleh bakteri H.Pylori. Hasil CO2 dari
proses hidrolisis tersebut akan diserap melewati mukosa lambung,
melewati sirkulasi sistemik, dan dikeluarkan sebagai CO2 yang
digunakan saat ekspirasi.
Tes Uji nafas ini bisa mendeteksi infeski yang sedang
terjadi dan tidak bersifat radioaktif. Tes ini dapat digunakan
sebagai tes skrining untuk menunjukan adanya H.Pylori, yang
dapat berperan dalam perncanaan eradikasi , dan juga pendeteksi
infeksi pada anak.
3. Efek penggunaan PPI pada gastritis
Judul : Proton Pump Inhibitor and Gastritis
Tahun : 2007
Penulis : Masayuki Suzuki, Hidekazu Suzuki, Toshifumi Hibi
Serial Review :
18
Proton Pump Inhibitor adalah bahan yang secara kuat dapat
menginhibisi H+ atau K+ - ATPase pada sel parietal lambung yang
menyebabkan supressi pada sekresi asam.
Namun, efikasi dan keamanan dari penggunaan PPI ini
belum dapat di simpulkan, sehingga kita harus selalu
memperhatikan efek tambahan dan efek samping dari pemakaian
PPI ini.
Misalnya pada gastritis yang disebabkan H.Pylori, terapi
PPI yang berkepanjangan dapat menyebabkan corpus-predominant
gastritis yang seringkali menjadi latar belakang terjadinya kanker
lambung.