Download - Isi Fee Audit
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari profesi
akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas dan tidak memihak terhadap
informasi yang disajikan oleh manajemen Perusahaan dalam laporan keuangan (Mulyadi dan
Puradiredja, 1998:3). Profesi akuntan publik bertanggungjawab untuk menaikkan tingkat
keandalan laporan keuangan Perusahaan, sehingga masyarakat memperoleh informasi
keuangan yang andal sebagai dasar pengambilan keputusan.
Guna menunjang profesionalismenya sebagai akuntan publik maka auditor dalam
melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yakni standar umum, standar pekerjaan lapangan dan
standar pelaporan. Dimana standar umum merupakan cerminan kualitas pribadi yang harus
dimiliki oleh seorang auditor yang mengharuskan auditor untuk memiliki keahlian dan
pelatihan teknis yang cukup dalam melaksanakan prosedur audit. Sedangkan standar
pekerjaan lapangan dan standar pelaporan mengatur auditor dalam hal pengumpulan data dan
kegiatan lainnya yang dilaksanakan selama melakukan audit serta mewajibkan auditor untuk
menyusun suatu laporan atas laporan yang diauditnya secara keseluruhan. Namun selain
standar audit, akuntan publik juga harus mematuhi kode etik profesi yang mengatur perilaku
akuntan publik dalam menjalankan praktik profesinya baik dengan sesama anggota maupun
dengan masyarakat umum. Kode etik ini mengatur tentang tanggung jawab profesi,
kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional serta standar
teknis bagi seorang auditor dalam menjalankan profesinya.
Titik & Unti (2001) mengungkapkan 10 faktor yang dianggap oleh akuntan
mempengaruhi sikap dan perilaku etis mereka, meliputi: religiusitas, pendidikan,
organisasional, emotional quotient, lingkungan keluarga, pengamalan hidup, imbalan yang
diterima, hukum, dan posisi atau kedudukan.
Menurut penelitian yang dikumpulkan AAA Financial Accounting Standards
Committee (2000) tentang independensi menunjukkan bahwa dalam mengambil keputusan
akuntan publik dipengaruhi oleh dorongan untuk mempertahankan klien auditnya. Hasil
1
penelitian juga memberikan bukti bahwa pengaruh budaya masyarakat atau organisasi
terhadap pribadi akuntan publik akan mempengaruhi sikap independensinya.
Dengan demikian independensi akuntan publik sangat diperlukan karena publik
sebagai penilai laporan keuangan melaksanakan audit bukan hanya untuk kepentingan klien
yang membayar fee tetapi juga untuk pihak ketiga atau masyarakat yang mempunyai
kepentingan terhadap laporan keuangan klien yang diaudit atau diperiksa seperti: pemegang
saham, kreditur, investor, calon kreditur, calon investor, dan instansi pemerintah (terutama
instansi pajak). Oleh karena itu, independensi auditor dalam melaksanakan keahliannya
merupakan hal yang pokok, meskipun auditor tersebut dibayar oleh kliennya karena jasa
yang telah diberikan.
Warta ekonomi.com (2002) mengungkapkan adanya kekhawatiran bahwa
independensi bisa terganggu ini dilatarbelakangi oleh dua hal. Pertama, akuntan atau KAP
terlalu lama mengaudit di suatu perusahaan yang sama. Kedua, independensi bisa terganggu
karena pada saat akuntan mengaudit suatu perusahaan, ternyata pada waktu yang sama dia
juga memberikan jasa lain.
Tujuan dan kepentingan manajemen perusahaan dalam menyiapkan dan menyajikan
laporan keuangan bertentangan dengan tujuan dan kepentingan pihak-pihak tertentu yang
menggunakan laporan keuangan. Sehubungan dengan posisi yang unik tersebut, maka
akuntan publik dituntut dapat mempertahankan kepercayaan yang telah mereka terima dari
klien dan pihak ketiga dengan cara mempertahankan independensinya. Dalam memberikan
pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan klien yang diauditnya, akuntan publik harus
bersikap independen terhadap tujuan dan kepentingan klien, para pemakai laporan keuangan,
maupun diri mereka sendiri.
Akuntan publik atau auditor independen dalam tugasnya mengaudit perusahaan klien
memiliki posisi yang strategis sebagai pihak ketiga dalam lingkungan perusahaan klien yakni
ketika akuntan publik mengemban tugas dan tanggung jawab dari manajemen untuk
mengaudit laporan keuangan perusahaan yang dikelolanya. Dalam hal ini manajemen inigin
supaya kinerjanya terlihat selalu baik dimata pihak eksternal perusahaan terutama pemilik
(prinsipal). Akan tetapi disisi lain, pemilik (prinsipal) menginginkan supaya auditor
melaporkan dengan sejujurnya keadaan yang ada pada perusahaan yang telah dibiayainya.
Dari uraian di atas terlihat adanya suatu kepentingan yang berbeda antara manajemen dan
2
pemakai laporan keuangan. Akuntan publik sebagai salah satu profesi yang diandalkan untuk
menilai kewajaran laporan keuangan. Oleh karena itu profesionalitas akuntan publik dituntut
untuk berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, serta dapat mengatasi pergerakan
dalam dunia usaha yang kian berkembang dan mengalami berbagai macam peristiwa.
Independensi akuntan publik sama pentingnya dengan keahlian dalam praktik
akuntansi dan prosedur audit yang harus dimiliki oleh setiap akuntan publik. Akuntan publik
harus independen dari setiap kewajiban atau independen dari pemilikan kepentingan dalam
perusahaan yang diauditnya. Di samping akuntan publik harus benar-benar independen, ia
juga harus menimbulkan persepsi di kalangan masyarakat bahwa ia benar-benar independen.
Menurut Mulyadi (1998) faktor yang dapat mempengaruhi independensi akuntan publik
beberapa diantaranya adalah hubungan keuangan dengan klien, kedudukan dalam
perusahaan, keterlibatan dalam usaha yang tidak sesuai dengan klien dan tidak konsisten,
pelaksanaan jasa lain untuk klien audit, hubungan keluarga dan pribadi, imbalan atas jasa
profesional, penerimaan barang atau jasa dari klien, pemberian barang atau jasa kepada klien.
Penelitian sebelumnya Shockley (1981) meneliti empat faktor yang mempengaruhi
independensi akuntan publik yang meliputi: persaingan antar akuntan publik, pemberian jasa
konsultasi manajemen kepada klien, ukuran kantor akuntan publik, hubungan yang lama
antara kantor akuntan publik dengan klien. Sedangkan dalam penelitian ini faktor yang akan
diteliti adalah audit fee, jasa selain audit yang diberikan oleh kantor akuntan publik, profil
dari kantor akuntan publik, dan hubungan audit yang lama antara kantor akuntan publik
dengan klien. Pemilihan keempat faktor tersebut disebabkan karena dari semua faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi independensi akuntan publik, keempat faktor tersebut paling
dominan dan dalam kenyataannya sering menjadi masalah bagi kantor akuntan publik, klien
maupun pihak ketiga pengguna laporan keuangan klien.
Di Indonesia besarnya fee audit masih menjadi perbincangan yang cukup panjang,mengingat banyak
faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya fee audit yaitu besar kecilnya
klien, lokasi kantor akuntan publik dan ukuran kantor akuntan publik. Selain faktor tersebut, dalam menetapkan
imbalan jasa atau fee audit, Akuntan Publik harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :Kebutuhan
klien, tugas dan tanggung jawab menurut hukum (statutory duties),independensi, tingkat keahlian (levels
of expertise) dan tanggung jawab, banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif digunakan oleh
Akuntan Publik. Selain itu,dalam menetapkan imbalan jasa atau fee audit, Akuntan Publik juga harus
3
memperhatikan tahapan-tahapan pekerjaan audit dan tahap pelaporan. Besarnya fee audi tyang ditetapkan oleh
kantor akuntan publik merupakan salah satu obyek yang menarik untuk diteliti. Selama dua dekade terakhir
penelitian mengenai pasar jasa audit telah tumbuh secara signifikan (Ahmed dan Goyal, 2005). Namun,
penelitian mengenai fee audit di negara-negara berkembang masih jarang dilakukan (Joshi dan Al-Bastaki,
2000).Di Indonesia sendiri penelitian mengenai fee audit sampai saat ini sedikit sekali.Beberapa penelitian
mengenai fee audit di Indonesia mungkin dilakukan tetapi tidak terpublikasikan di jurnal ilmiah. Sejauh yang
peneliti ketahui, sampai saat ini sedikit sekali penelitian mengenai fee audit di Indonesia yang terpublikasikan
baik di jurnal ilmiah maupun media publikasi lainnya. Hal ini bisa jadi karena fee audit yang ditetapkan oleh
kantor akuntan publik di Indonesia masih belum terpublikasi seperti di Eropa,Amerika, Australia dan negara-
negara maju lainnya. Kondisi ini berbeda jika dibandingkan dengan negara-negara tersebut di atas, dimana fee
audit telah terpublikasi sehingga penelitian mengenai fee audit sering dilakukan dan dipublikasikan dalam
jurnal ilmiah atau media publikasi lainnya (Al-Shammari et al., 2008). Maka dari itu kita akan
membahas mengenai fee audit ini.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah fee audit berpengaruh positif signifikan terhadap motivasi auditor ?
2. Apakah kompetensi auditor berpengaruh positif signifikan terhadap motivasi auditor ?
3. Apakah perubahan kewenangan berpengaruh negatif signifikan terhadap motivasi auditor ?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui apakah fee audit berpengaruh positif terhadap motivasi auditor
2. Mengetahui apakah kompetensi auditor berpengaruh positif signifikan terhadap motivasi
auditor
3. Mengetahui perubahan kewenangan berpengaruh negative signifikan terhadap motivasi
auditor
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Etika Profesional
Etika profesional meliputi perilaku bagi seorang profesional yang dirancang untuk
mencapai tujuan-tujuan praktis dan idealistis. Sedangkan kode etik profesional dirancang
sebagai bahan untuk mendorong perilaku yang ideal.
Enam prinsip yang tergantung dalam kode etik dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Tanggung jawab
2. Kepentingan public
3. Integritas
4. Objektifitas dan independensi
5. Kecermatan atau keseksamaan
6. Lingkup dan sifat jasa
2.2. Definisi Independensi
Independensi adalah: “Sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan
oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain dan dapat diartikan sebagai adanya
kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang
objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan
pendapatnya.” (Mulyadi 2002: 26-27)
Independensi merupakan salah satu komponen etika yang harus dijaga oleh akuntan
publik. Independensi berarti bahwa auditor harus jujur, tidak mudah dipengaruhi dan tidak
memihak kepentingan siapapun, karena ia melakukan pekerjaannya untuk kepentingan
umum. Auditor berkewajiban untuk jujur tidak hanya pada manjemen dan pemilik
perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan pada
pekerjaan auditor tersebut. Sikap mental independen tersebut meliputi independen dalam
fakta (in fact) maupun independen dalam penampilan (in appearance).
Independen dalam fakta adalah independen dalam diri auditor, yaitu kemampuan
auditor untuk untuk bersikap bebas, jujur dan objektif dalam melakukan penugasan audit.
5
Hal ini berarti bahwa auditor harus memiliki kejujuran yang tidak memihak dalam
menyatakan pendapatnya dan dalam mempertimbangkan fakta-fakta yang dipakai sebagai
dasar pemberian independen dalam fakta atau independen dalam kenyataan harus
memelihara kebebasan sikap dan senantiasa jujur menggunakan ilmunya
(Munawir:1995:35). Sedangkan independen dalam penampilan adalah independen yang
dipandang dari pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan yang di audit yang
mengetahui hubungan antara auditor dengan kliennya. Auditor akan dianggap tidak
independen apabila auditor tersebut mempunyai hubungan tertentu (misalnya hubungan
keluarga, hubungan keuangan) dengan kliennya yang dapat menimbulkan kecurigaan bahwa
auditor tersebut akan memihak kliennya atau tidak independen. Oleh karena itu, auditor
tidak hanya harus bersikap bebas menurut faktanya, tapi juga harus menghindari keadaan-
keadaan yang membuat orang lain meragukan kebebasannya (Munawir:1995:35). Lebih
lanjut Munawir (1995:32) menyatakan bahwa berdasarkan ketentuan bursa efek, auditor
akan dianggap tidak independen jika:
1. Kantor akuntan yang bersangkutan atau salah satu pegawainya menjadi pimpinan atau
direktur perusahaan klien.
2. Kantor akuntan yang bersangkutan atau salah satu pegawainya melakukan pekerjaan
akuntansi klien, termasuk pembuatan jurnal, pencatatan dalam buku besar, jurnal penutup
dan penyusunan laporan keuangan.
3. Kantor akuntan dengan klien saling melakukan peminjaman pribadi (kepentingan
keuangan) dalam jumlah materiil ditinjau dari jumlah kekayaan auditor yang
bersangkutan.
Sedangkan menurut Mulyadi (1998:50) hal-hal yang dapat mempengaruhi integritas,
objektivitas dan independensi, antara lain:
1. Hubungan keuangan dengan klien
Hubungan keuangan dengan klien dapat mempengaruhi objektivitas dan dapat
mengakibatkan pihak ketiga berkesimpulan bahwa objektivitas auditor tidak dapat
dipertahankan. Contoh hubungan keuangan antara lain:
a. Kepentingan keuangan langsung atau tidak langsung dengan klien.
b. Pinjaman dari atau kepada klien, karyawan, direktur, atau pemegang saham utama
dalam perusahaan klien.
6
Dengan adanya kepentingan keuangan, seorang auditor jelas bekepentingan
dengan laporan audit yang diterbitkan. Hubungan keuangan mencakup kepentingan
keuangan oleh suami, istri, keluarga sedarah semenda, sampai garis kedua auditor yang
bersangkutan. Jika saham yang dimiliki merupakan bagian yang material dari:
a. Modal saham perusahaan klien, atau
b. Aktiva yang dimiliki pimpinan atau rekan pimpinan atau kantor akuntan publik suami
atau istri, keluarga saudara semendanya sampai dengan garis kedua. Kondisi ini
bertentangan dengan integritas, objektivitas dan independensi auditor tersebut.
Konsekuensinya auditor harus menolak atau melanjutkan penugasan audit yang
bersangkutan, kecuali jika hubungan tersebut diputuskan.
Pemilikan saham di perusahaan klien secara langsung atau tidak langsung
mungkin diperoleh melalui warisan, perkawinan dengan pemegang saham atau
pengambilalihan. Dalam hal seperti itu pemilikan saham harus atau secepat mungkin
auditor yang bersangkutan harus menolak penugasan audit atas laporan keuangan
perusahaan tersebut.
2. Kedudukan dalam perusahaan
Jika seorang auditor dalam atau segera setelah periode penugasan, menjadi:
a. Anggota dewan komisaris, direksi atau karyawan dalam manajemen perusahaan
klien, atau
b. Rekan usaha atau karyawan salah satu dewan komisaris, direksi atau karyawan
perusahaan klien, maka ia dianggap memiliki kepentingan yang bertentangan dengan
objektivitas dalam penugasan. Dalam keadaan demikian ia harus mengundurkan diri
atau menolak semua penugasan audit atas laporan keuangan perusahaan yang
bersangkutan.
3. Keterlibatan dalam usaha yang tidak sesuai
Seorang auditor tidak boleh terlibat dalam usaha atau pekerjaan lain yang dapat
menimbulkan pertentangan kepentingan atau mempengaruhi independensi dalam
pelaksanaan jasa profesional. Seorang auditor tidak dapat melakukan kerjasama bisnis
dengan perusahaan klien atau dengan salah satu eksekutif atau pemegang saham utama.
4. Pelaksanaan jasa lain untuk klien audit
7
Jika seorang auditor dismaping melakukan audit, juga melaksanakan jasa lain untuk
klien yang sama, maka ia harus menghindari jasa yang menuntut dirinya melaksanakan
fungsi manajemen atau melakukan keputusan manajemen. Contoh berikut ini
menyebabkan auditor tidak independen:
a. Auditor memperoleh kontrak untuk mengawasi kantor klien, menandatangani bukti
kas keluar (voucher) untuk pembayaran dan menyusun laporan operasional berkala,
sedangkan pada saat yang bersamaan dia juga melaksanakan penugasan audit atas
laporan keuangan klien tersebut.
b. Jika perusahaan klien menggunakan financial consultant sekaligus auditor bagi klien
tersebut, walaupun konsultan keuangan (partner) yang ditugasi untuk melakukan
audit berbeda dengan partner yang melaksanakan penugasan konsultasi.
5. Hubungan keluarga atau pribadi
Hubungan keluarga yang pasti akan mengancam independensi adalah seperti
akuntan publik yang bersangkutan atau staf yang terlibat dalam penugasan itu merupakan
suami atau istri, keluarga sedarah semenda klien sampai dengan garis kedua atau
memiliki hubungan pribadi dengan klien. Termasuk dalam pengertian klien disini antara
lain pemilik perusahaan, pemegang saham utama, direksi dan eksekutif lainnya.
6. Fee atau jasa lainnya
Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan klien dengan cara menawarkan
fee yang dapat merusak citra profesi. Akuntan publik tidak boleh mendapatkan klien
yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik lain dengan cara menawarkan atau
menjanjikan fee yang jauh lebih rendah dari fee yang diterima oleh kantor akuntan publik
sebelumnya.
7. Penerimaan barang atau jasa dari klien
Akuntan publik, suami atau istrinya dan keluarga semendanya sampai dengan
keturunan keduanya tidak boleh menerima barang atau jasa dari klien yang dapat
mengancam independensinya, yang diterima dengan syarat tidak lazim dalam kehidupan
social.
Audit Fee Mempengaruhi Independensi Akuntan Publik
Menurut Mulyadi (2002) audit fee merupakan fee yang diterima oleh akuntan publik
setelah melaksanakan jasa auditnya, besarnya tergantung dari resiko penugasan,
8
kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan
jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan. Menurut penelitian sebelumnya,
Supriyono (1988) besarnya audit fee dapat mempengaruhi independensi penampilan akuntan
public karena fee yang besar dapat membuat kantor akuntan menjadi segan untuk
menentang kehendak klien sedangkan fee yang kecil dapat menyebabkan waktu dan biaya
untuk melaksanakan prosedur audit terbatas.
2.3. Definisi Fee Audit
Fee audit diartikan besarnya imbal jasa yang diterima oleh auditor akan pelaksanaan
pekerjaan audit. Imbalan jasa dihubungkan dengan banyaknya waktu yang digunakan untuk
menyelesaikan pekerjaan, nilai jasa yang diberikan bagi klien atau bagi kantor akuntan
publik yang bersangkutan. Srinidhi dan Gul (2006) menyatakan bahwa fee audit adalah fee
yang dibayar oleh klien itu kepada akuntan publik untuk mengganti kerugian atas jasa
auditnya. Hoitash., dkk (2005) menyatakan bahwa total fee audit sebagai jumlah dari semua
fee yang dibayar kepada pengaudit. Fee audit dibagi menjadi dua kategori yaitu: fee audit
dan non-fee audit. Fee audit adalah total fee yang dibayar kepada pengaudit untuk jasa
pengauditan. Sedangkan non-fee audit adalah biaya jasa lainnya yang dibayar selain dari fee
audit.
Fee Audit juga bisa diartikan sebagai fungsi dari jumlah kerja yang dilakukan oleh
auditor dan harga per jam ( Al-Shammari et al., 2008), sedangkan jumlah jam kerja yang
dilakukan oleh auditor dipengaruhi diantaranya oleh ukuran perusahaan, profitabilitas klien,
kompleksitas klien, pengendalian intern klien, besar kecilnya klien (perusahaan go public
dan privat), lokasi kantor akuntan publik, ukuran kantor akuntan publik (Big dan non-Big
Four), reputasi auditor, risiko audit dan risiko perusahaan, jumlah anak perusahaan klien,
jumlah cabang perusahaan, banyaknya transaksi dalam mata uang aisng, besarnya total
piutang, total persediaan dan total asset.
Selain faktor-faktor tersebut di atas, dalam menetapkan fee audit, akuntan publik
harus juga mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: kebutuhan klien, tugas dan tanggung
jawab menurut hukum(statutory duties), Independensi, tingkat keahlian (levels of expertise)
dan tanggung jawab yang melekat pada pekerjaan yang dilakukan, serta tingkat
kompleksitas pekerjaan, banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif digunakan
9
oleh akuntan publik dan stafnya untuk menyelesaikan pekerjaan, dan basis penetapan fee
yang disepakati (IAPI,2007).
2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penentuan Fee Audit
Penelitian-penelitian mengenai audit fee telah menguji pengaruh dari variabel ukuran
perusahaan, jenis industri, pelaporan laba rugi operasi, jenis pendapat auditor, ukuran auditor,
profitabilitas dan rasio utang terhadap total asset terhadap audit fee. Penelitian ini
menggunakan 5 (lima) variabel independen yang diduga mempengaruhi audit fee.
1. Ukuran perusahaan (Client Size)
Menurut Sawir (2008), ukuran perusahaan dinyatakan sebagai determinan dari
struktur keuangan dalam hampir setiap studi dan untuk sejumlah alasan berbeda:
a. Ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan perusahaan memperoleh
dana dari pasar modal.
b. Ukuran perusahaan menentukan kekuatan tawar-menawar dalam kontrak keuangan.
c. Ada kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan return membuat perusahaan yang
lebih besar dapat memperoleh laba yang lebih banyak.
2. Risiko perusahaan (Client Risk)
Perusahaan yang dalam kesulitan keuangan cenderung memberi toleransi jadwal
pelaksanaan audit lebih lama (Carslaw dan Kaplan, 1991). Kesulitan keuangan
perusahaan mendorong terjadinya salah saji dalam laporan keuangan karena manajemen
berupaya menutupi rendahnya kemampuan keuangan perusahaan. Kondisi keuangan
(financial condition) yang lemah berpotensi memperbesar risiko audit, untuk itu auditor
melakukan prosedur audit tambahan (Arens dan Loebbecke, 1988:244).
Risiko perusahaan (client risk) yang diartikan sebagai rasio utang terhadap audit
fee, merupakan salah satu bagian dari risiko audit. Umumnya ketika auditor menerima
penugasan audit maka auditor juga harus menetapkan besarnya fee audit dengan
mempertimbangkan risiko audit (audit risk) secara keseluruhan yang terdiri dari inherent
risk, control risk dan detection risk. Risiko audit adalah risiko yang timbul karena auditor
tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan
keuangan yang mengandung salah saji material (IAPI, 2007:312.1). Di samping risiko
audit, auditor juga menghadapi risiko kerugian praktik profesionalnya akibat dari
10
tuntutan pengadilan, publikasi negatif, atau peristiwa lain yang timbul berkaitan dengan
laporan keuangan yang telah diaudit dan dilaporkannya. Risiko ini tetap dihadapi oleh
auditor meskipun auditor telah melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang
ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia dan telah melaporkan hasil audit atas laporan
keuangan dengan semestinya. Meskipun seorang auditor telah menetapkan risiko
semacam ini pada tingkat yang rendah, ia tidak boleh melaksanakan prosedur yang
kurang luas sebagaimana yang seharusnya dilakukan berdasarkan standar auditing yang
ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAPI, 2007:312.1)
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin menjelaskan bahwa seharusnya terdapat
risiko audit yang lebih luas dan secara bersama-sama risiko-risiko tersebut perlu
dipertimbangkan oleh auditor ketika menentukan besarnya fee audit. Risiko-risiko
tersebut harus dipertimbangkan bersama-sama supaya auditor benar-benar bisa
menentukan alokasi waktu yang diperlukan untuk melakukan proses pemeriksaaan
sehingga besarnya fee audit yang dibebankan kepada klien dapat ditentukan lebih tepat.
Namun karena keterbatasan data yang bisa diperoleh, maka peniliti hanya menggunakan
risiko perusahaan (client risk) yang diproksi dengan rasio total utang terhadap total asset
sebagai faktor penentu besarnya fee audit.
3. Kompleksitas (Complexity)
Kompleksitas terkait dengan kerumitan transaksi yang ada di perusahaan.
Kompleksitas operasi klien merupakan variabel penting dalam menentukan besarnya fee
audit sesuai dengan penelitian sebelumnya. Kompleksitas operasi perusahaan dapat
menyebabkan biaya audit yang lebih tinggi karena pekerjaan audit yang dibutuhkan lebih
banyak sehingga waktu yang diperlukan akan semakin banyak dan secara otomatis biaya
yang lebih tinggi per jam akan dibebankan kepada klien (Cameran, 2005; Firth, 1985).
Banyak sekali indikator yang bisa digunakan untuk mengukur kompleksitas pada
penelitian terdahulu. Namun indikator-indikator tersebut kurang tepat apabila digunakan
sebagai proxy dari variabel kompleksitas dalam penelitian ini karena sampel dalam
penelitian ini sebagian besar adalah perusahaan kecil menengah yang hampir tidak
memiliki masalah kerumitan transaksi seperti yang dijelaskan pada penelitian-penelitian
sebelumnya. Oleh sebab itu, penelitian ini menggunakan akun pajak tangguhan (asset
atau kewajiban) sebagai indikator kompleksitas, mengingat standar akuntansi
11
mengharuskan laporan keuangan perusahaan di Indonesia untuk menyajikan besarnya
pajak tangguhan agar laporan keuangan bisa memberikan informasi yang lebih informatif
kepada para pemakai. Melakukan perhitungan terhadap pajak tangguhan baik sebagai
aset atau kewajiban memerlukan ketelitian dan keterkaitan dengan akun-akun lain dalam
laporan keuangan. Akun-akun yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan perhitungan
pajak tangguhan adalah akun-akun yang menjadi beda temporer antara laporan keuangan
komersial dengan laporan keuangan fiskal maupun kompensasi kerugian. Akun-akun
tersebut diantaranya adalah beban penyusutan, beban amortisasi, kompensasi kerugian
fiskal, kewajiban manfaat kerja, penyisihan piutang, penyusutan aktiva sewa guna usaha,
penyesuaian akibat koreksi surat ketetapan pajak (SKP) dan lain-lain.
Karena tingkat kerumitan cukup tinggi dalam melakukan perhitungan pajak
tangguhan tersebut, menyebabkan perusahaan (klien) utamanya perusahaan kecil
menengah mengalami kesulitan ketika melakukan perhitungan besarnya pajak tangguhan.
Selain faktor kerumitan perhitungan pajak tangguhan, perusahaan kecil menengah
umumnya belum memiliki staf akuntansi yang berkualitas sehingga kecenderungannya
klien meminta kepada auditor untuk melakukan perhitungan besarnya pajak tangguhan
yang harus disajikan dalam laporan keuangan. Dampak dari hal tersebut, menyebabkan
auditor memerlukan upaya lebih untuk mengevaluasi dan menghitung besarnya pajak
tangguhan yang pada gilirannya waktu yang diperlukan untuk melakukan audit lebih
lama dan biaya audit ditetapkan lebih besar.
4. Profitabilitas (Profitability)
Profitabilitas adalah terkait dengan efisiensi penggunaan aset dan sumber daya
lain oleh perusahaan dalam operasinya. Joshi dan Al-Bastaki (2000), menyatakan bahwa
penggunaan sumber daya yang efisien menghasilkan pengembalian yang tinggi dari aset.
Oleh karena itu, perusahaan dengan keuntungan tinggi cenderung untuk membayar biaya
audit tinggi karena keuntungan yang tinggi mungkin memerlukan pengujian audit ketat.
Selain itu, perusahaan dengan keuntungan tinggi memerlukan pengujian validitas untuk
pengakuan pendapatan dan biaya sehingga membutuhkan waktu lebih dalam pelaksanaan
audit. Waktu yang lebih lama dalam pelaksanaan audit akan berdampak pada tingginya
fee audit yang ditetapkan oleh auditor.
5. Reputasi Auditor (Auditor Reputation)
12
Selain ke empat faktor tersebut di atas, faktor lainnya yang berpengaruh terhadap
fee audit adalah reputasi auditor. Auditor yang memiliki reputasi baik dan profesional
dapat digunakan sebagai tanda atau petunjuk terhadap kualitas perusahaan klien.
Pengorbanan klien untuk memakai auditor yang berkualitas akan diinterpretasikan oleh
pemakai laporan keuangan bahwa perusahaan mempunyai informasi yang tidak
menyesatkan mengenai prospeknya pada masa mendatang. Hal ini berarti bahwa
penggunaan auditor yang memiliki reputasi tinggi akan mengurangi ketidakpastian pada
masa mendatang.
Auditor yang memiliki reputasi baik (ditunjukkan dengan pertumbuhan jumlah
klien yang tinggi) akan menerima harga terhadap kualitas pengauditannya yang lebih
baik. Auditor yang berkualitas akan dihargai di pasaran dalam bentuk peningkatan
permintaan jasa audit. Dampak dari peningkatan permintaan jasa audit tersebut
menyebabkan auditor memiliki posisi tawar menawar yang tinggi sehingga auditor akan
cenderung menetapkan fee audit yang lebih tinggi. Dengan demikian auditor yang
berkualitas akan memiliki reputasi yang tinggi pula.
2.5. Ketentuan Kebijakan Fee Audit
Ketua Umum Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) menerbitkan Surat Keputusan
No.KEP.024/IAPI/VII/2008 tentang Kebijakan Penentuan Fee Audit. Surat Keputusan ini
diterbitkan dengan tujuan sebagai panduan bagi profesi Akuntan Publik maupun Kantor
Akuntan Publik dalam menetapkan fee audit.
Dalam bagian Lampiran 1 dijelaskan bahwa panduan ini dikeluarkan sebagai panduan
bagi seluruh Anggota Institut Akuntan Publik Indonesia (‘Anggota’) yang menjalankan
praktek sebagai akuntan publik dalam menetapkan besaran imbalan yang wajar atas jasa
professional yang diberikannya. Panduan ini harus dibaca dalam hubungannya dengan.
Kode Etik Profesi, khususnya yang berkaitan dengan Independensi dan Imbalan Jasa
Profesional.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa panduan ini dimaksudkan untuk membantu Anggota
dalam menetapkan imbalan jasa yang wajar sesuai dengan martabat profesi akuntan publik
dan dalam jumlah yang pantas untuk dapat memberikan jasa sesuai dengan tuntutan standar
profesional akuntan publik yang berlaku. Imbalan jasa yang terlalu rendah atau secara
13
signifikan jauh lebih rendah dari yang dikenakan oleh auditor/akuntan pendahulu atau
diajukan oleh auditor/akuntan lain, akan menimbulkan keraguan mengenai kemampuan dan
kompetensi Anggota dalam menerapkan standar teknis dan standar profesional yang
berlaku.
Dalam menetapkan imbalan jasa (fee) audit, Akuntan Publik harus memperhatikan
tahapan-tahapan pekerjaan audit, sebagai berikut :
a. Tahap perencanaan audit antara lain : pendahuluan perencanaan, pemahaman bisnis
klien, pemahaman proses akuntansi, pemahaman struktur pengendalian internal,
penetapan risiko pengendalian, melakukan analisis awal, menentukan tingkat
materialitas, membuat program audit, risk assessment atas akun, dan fraud
discussion dengan management.
b. Tahap pelaksanaan audit antara lain : pengujian pengendalian internal, pengujian
substantif transaksi, prosedur analitis, dan pengujian detail transaksi.
c. Tahap pelaporan antara lain : review kewajiban kontijensi, review atas kejadian setelah
tanggal neraca, pengujian bukti final, evaluasi dan kesimpulan, komunikasi dengan
klien, penerbitan laporan audit, dan capital commitment.
Selain itu, dalam menetapkan fee audit, Akuntan Publik harus juga
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Kebutuhan klien
b. Tugas dan tanggung jawab menurut hukum (statutory duties)
c. Independensi
d. Tingkat keahlian (levels of expertise) dan tanggung jawab yang melekat pada pekerjaan
yang dilakukan, serta tingkat kompleksitas pekerjaan
e. Banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif digunakan oleh Akuntan Publik
dan stafnya untuk menyelesaikan pekerjaan, dan
f. Basis penetapan fee yang disepakati.
Imbalan jasa dihubungkan dengan banyaknya waktu yang digunakan untuk
menyelesaikan pekerjaan, nilai jasa yang diberikan bagi klien atau bagi kantor akuntan
publik yang bersangkutan.
14
Dalam hal imbalan jasa tidak dikaitkan dengan banyaknya waktu pengerjaan,
Anggota harus menyampaikan Surat Perikatan (Engagement Letter) yang setidaknya
memuat :
tujuan, lingkup pekerjaan serta pendekatan dan metodologinya; dan
basis penetapan dan besaran imbalan jasa (atau estimasi besaran imbalan jasa) serta cara
dan/atau termin pembayarannya.
Anggota diharuskan agar selalu : (1) memelihara dokumentasi lengkap mengenai
basis pengenaan imbalan jasa yang disepakati; dan (2) menjaga agar basis pengenaan imbal
jasa yang disepakati konsisten dengan praktek yang lazim berlaku.
Untuk mempertahankan independensinya, Anggota sudah harus menerima imbal jasa atas
pekerjaan yang telah dilakukannya sebelum memulai pekerjaan untuk periode berikutnya.
Anggota tidak diperkenankan menerima perikatan apabila klien belum membayar lunas
kewajiban kepada auditor terdahulu.
Praktek yang baik mengharuskan dilakukannya penagihan secara bertahap atas
pekerjaan yang diselesaikan untuk periode lebih dari satu bulan. Penagihan harus segera
dilakukan begitu termin yang disepakati telah jatuh waktu. Setiap Kantor Akuntan Publik
wajib menerapkan ketentuan mengenai panduan penetapan imbalan jasa (fee) audit
sebagaimana diatur dalam Lampiran 1 Surat Keputusan ini.Kebijakan penentuan fee audit
oleh Kantor Akuntan Publik menjadi salah satu aspek dalam hal dilakukannya review mutu
terhadap Kantor Akuntan Publik tersebut.
Demikian beberapa pengaturan penting berdasakan SK Ketua Umum IAPI tersebut.
Untuk pengaturan teknis perhitungan fee audit serta ilustrasi penetapan imbalan jasa (fee)
audit dapat dilihat pada SK tersebut (Hrd).
15
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya fee audit yaitu besar kecilnya klien, lokasi kantor
akuntan publik dan ukuran kantor akuntan publik. Selain faktor tersebut, dalam menetapkan imbalan jasa atau
fee audit, Akuntan Publik harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : Kebutuhan klien, tugas dan
tanggung jawab menurut hukum (statutory duties),independensi, tingkat keahlian (levels of expertise)
dan tanggung jawab, banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif digunakan oleh Akuntan Publik.
Selain itu,dalam menetapkan imbalan jasa atau fee audit, Akuntan Publik juga harus memperhatikan tahapan-
tahapan pekerjaan audit dan tahap pelaporan. Besarnya fee audi tyang ditetapkan oleh kantor akuntan publik
merupakan salah satu obyek yang menarik untuk diteliti. Selama dua dekade terakhir penelitian mengenai
pasar jasa audit telah tumbuh secara signifikan (Ahmed dan Goyal, 2005). Namun, penelitian mengenai fee
audit di negara-negara berkembang masih jarang dilakukan (Joshi dan Al-Bastaki, 2000).
Di Indonesia sendiri penelitian mengenai fee audit sampai saat ini sedikit sekali.Beberapa penelitian
mengenai fee audit di Indonesia mungkin dilakukan tetapi tidak terpublikasikan di jurnal ilmiah. Sejauh yang
peneliti ketahui, sampai saat ini sedikit sekali penelitian mengenai fee audit di Indonesia yang terpublikasikan
baik di jurnal ilmiah maupun media publikasi lainnya. Hal ini bisa jadi karena fee audit yang ditetapkan oleh
kantor akuntan publik di Indonesia masih belum terpublikasi seperti di Eropa,Amerika, Australia dan negara-
negara maju lainnya. Kondisi ini berbeda jika dibandingkan dengan negara-negara tersebut di atas, dimana fee
audit telah terpublikasi sehingga penelitian mengenai fee audit sering dilakukan dan dipublikasikan dalam
jurnal ilmiah atau media publikasi lainnya.
16