Download - ISI Referat THT
BAB I
PENDAHULUAN
Ossifying fibroma adalah sebuah tumor tulang yang bersifat jinak, biasanya dari
rahang (terutama rahang bawah), terdiri dari jaringan ikat fibrosa di mana tulang terbentuk.1
Tumor tulang baik jinak dan ganas, relatif jarang terjadi di kepala dan leher. Tumor
tulang ganas terdiri atas sekitar 3,0% dari kanker kepala dan leher dan 0,5% dari semua
tumor ganas. Secara umum, tumor diidentifikasi dan diobati pada tahap maju sebagai gejala
mereka meniru kondisi inflamasi jinak. Tumor tulang ganas yang paling umum dari bagian
kepala dan leher adalah karsinoma sel skuamosa. Tumor ini paling sering muncul dari antrum
maksila dan sekunder dari sinus etmoid.2
Ossifying fibroma relatif sering tumbuh pada gingiva, yang merupakan suatu massa
fokal yang kecil, tumbuh seperti tumor, berbatas tegas dengan dasar sessile atau pedunkula
pada gingiva margin, ukuran diameter lesi biasanya kurang dari 1,5 cm. Meskipun eksisi
merupakan perawatan kuratif, kemungkinan rekurensi bisa terjadi, tingkat rekurensi 16%.
Dilaporkan suatu kasus khusus seorang wanita 27 tahun, dengan Ossifying fibroma rekuren
pada mandibula sejak 2 tahun yang lalu, dan telah dilakukan perawatan bedah eksisi lokal
dengan mengikutsertakan ligamen periodontal dan periosteum.
Intervensi dalam hal ini meliputi reseksi bedah, terapi radiasi, dan kemoterapi.
Tumor-tumor jinak diintervensi dengan cara yang sama dan biasanya memerlukan reseksi
bedah.
Sekarang sedang dikembangkan endoskopi hidung yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi timbulnya tumor pada bidang Telinga Hidung Tenggorok seiring dengan
meningkatnya frekuensi klinis, baik tumor jinak dan ganas diharapkan akan diidentifikasi
lebih awal dalam perkembangan penyakit melalui endoskopi hidung.3
1
BAB II
ANATOMI KEPALA DAN LEHER
II. 1 Anatomi Kepala dan Leher Manusia
Anatomi manusia ialah sebuah bidang khusus dalam anatomi yang mempelajari
struktur tubuh manusia, sedangkan jaringan dipelajari di histologi dan sel di sitologi.
Tubuh manusia, seperti tubuh hewan, terdiri atas sistem, yang terdiri atas organ-
organ, yang terdiri atas jaringan, yang terdiri atas sel.
Batasan anatomi pada kepala adalah: (1) Tengkorak, (2) Wajah, (3) Dahi, (4) Mata,
(5) Telinga, (6) Hidung, (7) Mulut, (8) Lidah, (9) Gigi, (10) Rahang, (11) Pipi, (12) Dagu.
Sedangkan batasan untuk anatomi pada leher adalah: (1) Tenggorok.4
Gambar 1. Anatomi tengkorak bagian dalam dan luar
Tengkorak dibentuk oleh tulang-tulang yang saling berhubungan satu sama
lain dengan perantaraan sutura. Tulang tengkorak terdiri dari tiga lapisan yaitu
tabula eksterna, diploe dan tabula interna. Pada orang dewasa ketebalan dari tulang
tengkorak bervariasi antara tiga milimeter sampai dengan 1,5 centimeter, dengan
bagian yang paling tipis terdapat pada daerah pterion dan bagian yang paling tebal
pada daerah protuberantia eksterna.
2
Tulang tengkorak dibagi menjadi dua bagian yaitu Neurocranium (tulangtulang
yang membungkus otak otak) dan Viscerocranium (tulang tulang yang membentuk wajah).
Neurocranium terdiri atas tulang-tulang pipih yang berhubungan satu dengan yang lain.
Ada tiga macam sutura yaitu : (1) Sutura serrata, dimana tepi dari masing-masing
tulang berbentuk sebagai gigi-gigi, gergaji dan gigi-gigi ini saling berapitan, (2) Sutura
skualosa, dimana tepi dari masing-masing tulang menipis dan saling menutupi, (3) Sutura
harmoniana atau sutura plana, dimana tepi dari masing-masing tulang lurus dan saling tepi
menepi.
Neuroccranium dibentuk oleh : (1) Os. Frontale, (2) Os. Parietale, (3) Os. Temporale,
(4) Os. Sphenoidale, (5) Os. Occipitalis, (6) Os. Etmoidalis.
Viscerocranium dibentuk oleh : (1) Os. Maksilare, (2) Os. Palatinum, (3) Os. Nasale,
(4) Os. Lacrimale, (5) Os. Zygomatikum, (6) Os. Concha nasalis inferior, (7) Vomer, (8) Os.
Mandibulare.4,5
Gambar 2. Pembagian batasan tulang di tulang tengkorak
3
Gambar 3. Os Mandibulare7
Gambar 4. Os Etmoidalis7
4
Hidung merupakan bagian yang paling menonjol pada wajah. Fungsinya: (1) sebagai
jalan napas, (2) alat pengatur kondisi udara (air condition), (3) penyaring & pembersih udara,
(4) indera pembau, (5) resonansi suara, (6) membantu proses berbicara, dan (7) refleksi nasal.
Hidung juga merupakan tempat bermuaranya sinus paranasalis dan saluran air mata.
Gambar 5. Anatomi Hidung7
5
Telinga merupakan sebuah organ yang mampu mendeteksi atau mengenal suara &
juga banyak berperan dalam keseimbangan dan posisi tubuh. Telinga pada hewan vertebrata
memiliki dasar yang sama, dengan beberapa variasi sesuai dengan fungsi dan spesies.
Setiap vertebrata memiliki satu pasang telinga, satu sama lainnya terletak simetris
pada bagian yang berlawanan di kepala, untuk menjaga keseimbangan dan lokalisasi suara.
Suara adalah bentuk energi yang bergerak melewati udara, air, atau benda lainnya,
dalam sebuah gelombang. Walaupun telinga yang mendeteksi suara, fungsi pengenalan dan
interpretasi dilakukan di otak dan sistem saraf pusat. Rangsangan suara disampaikan ke otak
melalui saraf yang menyambungkan telinga dan otak (nervus vestibulokoklearis).
Gambar 6. Anatomi Telinga Luar dan Tengah7
6
Tenggorok (faring) terletak di belakang mulut, di bawah rongga hidung dan diatas
kerongkongan dan tabung udara (trakea).
Tenggorok terbagi lagi menjadi: (1) Nasofaring (bagian atas), (2) Orofaring (bagian
tengah), (3) Hipofaring (bagian bawah).
Tenggorok merupakan saluran berotot tempat jalannya makanan ke kerongkongan
dan tempat jalannya udara ke paru-paru. Tenggorok dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri
dari sel-sel penghasil lendir dan silia. Kotoran yang masuk ditangkap oleh lendir dan disapu
oleh silia ke arah kerongkongan lalu ditelan.
Tonsil (amandel) terletak di mulut bagian belakang, sedangkan adenoid terletak di
rongga hidung bagian belakang. Tonsil dan adenoid terdiri dari jaringan getah bening dan
membantu melawan infeksi. Ukuran terbesar ditemukan pada masa kanak-kanak dan secara
perlahan akan menciut.
Pada puncak trakea terdapat kotak suara (laring), yang mengandung pita suara dan
berfungsi menghasilkan suara.
Jika mengendur, maka pita suara membentuk lubang berbentuk huruf V sehingga
udara bisa lewat dengan bebas.
Jika mengkerut, pita suara akan bergetar, menghasilkan suara yang bisa dirubah oleh
lidah, hidung dan mulut sehingga terjadilah percakapan.
Epiglotis merupakan suatu lembaran yang terutama terdiri dari kartilago dan terletak
di atas serta di depan laring.
Selama menelan, epiglotis menutup untuk mencegah masuknya makanan dan cairan
ke dalam trakea.5
Gambar 7. Anatomi Faring7
7
II. 2 Histologi Tulang Rawan dan Tulang
Tulang rawan dan tulang yaitu jaringan – jaringan kerangka, adalah jaringan ikat
khusus. Terdiri atas tiga unsur yaitu : (1) sel, (2) serat, dan (3) substansi dasar. Serat dan
substansi dasar membentuk substansi interselular, atau matriks. Pada tulang rawan, substansi
dasar itu terutama terdiri atas proteoglikans, yang banyak mengandung kondroitin sulfat.
Pada tulang, substansi dasar itu diendapi garam-garam anorganik tertentu, terutama kalsium
fosfat.
II.2.1 Tulang Rawan
Pada mamalia dewasa tulang rawan tetap ada pada permukaan sendi tulang dan
sebagai satu-satunya penyokong kerangka pada saluran nafas dan membentuk bagian telinga.
Matriks mengandung serat-serat kolagen atau elastin yang masing-masing meningkatkan
daya rentang dan elastisitas dan menyesuaikan jaringan itu terhadap kebutuhan mekanik
pelbagai bagian tubuh. Jenis dan jumlah serat yang terdapat di dalam matriks itu menentukan
dasar penggolongan tulang rawan. Tiga jenis umum: (1) tulang rawan hialin, (2) tulang rawan
elastin, (3) fibrokartilago. Diantara ketiga ini, tulang rawan hialin paling banyak di jumpai
dan paling khas.
Tulang rawan berkembang dari mesenkim. Pada tempat yang akan di bentuk tulang
rawan, sel-sel mesenkim membulat dan berdesakan, dan serat-serat kolagen diletakkan di
substansi interseluler. Sel-sel ini, yang sekarang disebut kondroblas, menghasilkan substansi
dasar, dan serat kolagen itu tertimbun. Dengan makin berkembangnya sel dan secara
berangsur makin berjauhan letaknya akibat penambahan matriks disekitranya, maka sel-sel
tersebut mendapat ciri khas sel-sel tulang rawan dewasa atau kondrosit. Di dalam sel
tertimbun vakuol, lipid dan glikogen. Mesenkim yang mengelilingi masa tulang rawan yang
membesar itu menjadi terdesak dan berwujud sebagai pembungkus fibrosa, yaitu
perikondrium, yang berangsur-angsur menyatu dengan tulang rawan pada satu pihak dan
dengan jaringan ikat sekitarnya pada pihak lain.
Penumbuhan tulang rawan selanjuutnya terjadi melalui dua cara. Kondrosit muda,
yang tetap mampu mebelah diri, berproliferasi dan meletakkan matriks baru. Cara
penumbuhan tulang rawan kedua adalah penumbuhan apposisional (eksogen), yang
merupakan proses peletakkan lapis-lapis tulang rawan baru pada permukaan. Hal ini terjadi
oleh aktivitas lapis dalam perikonrium. Fibroblas disitu berproliferasi dan sebagian hasil
proliferasi ini di transformasi menjadi sel-sel tulang rawan dan kemudian memendam diri
8
dalam substansi interseluler yang dihasilkannya. Bagian ini pun pada perkembangan
selanjutnya akan dilapisi matriks dari sel-sel lebih baru dari perikondrium.
Tulang rawan hialin dalam keadaan segar tampak sebagai masa bening putih
kebiruan. Ia membentuk permukaan sendi pada tulang, tulang rawan iga, dan tulang rawan
pada hidung, laring, trakea, dan bronki. Hampir seluruh kerangka fetus pada awalnya
dibentuk oleh tulang rawan hialin, yang kemudian di ganti oleh tulang.
Substansi dasar tulang rawan sangat basofil, karena kandungan proteoglikans yang
berinti protein dengan kondroitin sulfat terikat secara kovalen dan keratin sulfat sebagai
rantai samping, dan sedikit asam hialuronat.
Perikondrium yang terkecuali pada permukaan persendian, tulang di bungkus oleh
selapis jaringan ikat padat yang kuat, yaitu perikondrium, tersiri atas sel-sel berbentuk
gelendong, yang tak dapat dibedakan dari fibroblas, dan serat-serat elastin dan kolagen tipe I.
Bagian perikondrium dekat pada tulang rawan bersifat lebih seluler dan secara berangsur
beralih dan menyatu dengan tulang rawan. Hal ini dapat terjadi karena sel-sel lapisan dalam
perikondrium dapat meletakkan matriks disekitarnya dan dengan demikian menyatu dengan
tulang rawan sebagai kondrosit khas.
Dengan meningkatnya usia, tulang rawan makin kurang bening dan berkurang selnya.
Sifat matriksnya makin kurang basofil karena berkurang proteoglikans dan bertambah jumlah
protein non kolagennya.
Perubahan retrogresif yang paling penting pada tulang rawan adalah kalsifikasi.
Kalsifikasi juga terjadi sebagai pemberi kekuatan sementara pada peristiwa pergantian tulang
rawan dengan tulang. Butir-butir kalsium fosfat dan kalsium karbonat halus diendapkan pda
substansi interseluler, mula-mula dekat pada sel-sel dan kemudian diseluruh matriks. Butir-
butir itu bertambah besar dan menyatu, dan tulang rawan itu menjadi keras dan rapuh.
Dengan mengapurnya subsatnsi interseluler, maka nutrien tidak dapat berdifusi melaluinya
lagi dan sel-sel akan mati.
Kesangggupan beregenerasi tulang rawan sangat rendah. Kerusakan diperbaiki
memlalui proses yang lamban, terutama oleh aktivitas perikondrium. Jaringan perikondirum
berproliferasi dan mengsi kembali bagian yang rusak. Jaringan vaskular ini, secara berangsur
diubah menjadi tulang rawan dengan cara mirip pertumbuhan apposisional. Suatu fraktur
pada tulang rawan dewasa mungkin diperbaiki bukan dengan tulang rawan, tetapi dengan
jaringan ikat padat fibrosa, yang pada gilirannya kemudian dapat diganti oleh tulang.
Tulang rawan elastin terdapat pada tempat-tempat yang memerlukan penyokong
dengan fleksibilitas, seperti telinga luar, tuba auditiva, epiglotis, dan tulang rawan laring
9
tertentu. Dalam keadaan segar tampak berwarna kuning, karena mengandung banyak serat
elastin, dan bersifat lebih keruh bila dibandingkan tulang rawan hialin. Ia merupakan
modifikasi tulang rawan hialin, sel-selnya kurang mengandung lemak dan glikogen bila
dibandingkan tulang rawan hialin. Matriks mengandung serat-serat kolagen dan juga jaring-
jaring serat elastin yang luas. Tebal dan penyebaran serat-serat ini berfariasi dan pada
umumnya lebih kasar dan lebih padat di bagian tengah tulang rawan, dibungkus
perikondrium, dan pertumbuhan terjadi secara interstisial dan apposisional dari perikondrium.
Tulang rawan elastin jarang mengalami perubahan retrogesif seperti kalsifikasi, berbeda
dengan tulang rawan hialin.
Gambar 8. Tulang Rawan Hialin6
Gambar 9. Tulang Rawan Hialin, Elastin, Fibrokartilago (gambar dari kiri ke kanan)6
10
II.2.2 Tulang
Tulang, atau jaringan oseosa, merupakan bentuk kaku jaringan ikat yang membentuk
sebagian besar kerangka vertebrata yang lebih tinggi. Jaringan ini terdiri atas sel-sel dan
matriks intersel. Matriks mengandung unsur organik, yaitu terutama serat-serat kolagen, dan
unsur anorganik yang merupakan dua per tiga berat tulang itu. Garam-garam anorganik yang
bertanggung jawab atas kakunya tulang adalah kalsium fosfat (kira-kira 85%), kalsium
karbonat (10%), dan sejumlah kecil kalsium fluorida dan magnesium fluorida. Serat-serat
kolagen sangat menambah kekuatan tulang itu.
Secara makroskopik dapat di bedakan dua macam tulang: (1) tulang spongiosa
(“cancellous”) dan (2) tulang kompakta (padat). Tulang spongiosa terdiri atas: (1) trabekula
atau balok tulang langsing, (2) tidak teratur, (3) bercabang dan saling berhubungan
membentuk anyaman. Celah-celah diantara anyaman itu ditempati oleh sumsum tulang.
Tulang kompakta tampak padat, kecuali bila dilihat dibawah mikroskop. Diantara dua jenis
tulang ini tidak ada pembatasan yang jelas pada masing-masingnya. Unsur histologik pada
kedua-duanya sama. Kecuali pada beberapa tempat, tulang spongiosa dan kompakta terdapat
dalam setiap tulang, tetapi jumlah dan penyebarannya sangat berbeda. Pada tulang panjang,
bagian batang (diafisis) terutama terdiri atas tulang kompakta yang mengelilingi rongga
sumsum (sumsum tulang). Setiap bagian ujungnya (epifisis) terdiri atas tulang spongiosa
yang dibungkus selapis tipis tulang kompakta. Celah-celah tulang spongiosa ini, berhubungan
langsung dengan rongga sumsum tulang diafisis. Pada tulang pipih, dua lempeng tulang
kompakta mengapit lapisan tulang spongiosa (diploe) diantaranya. Sebagian besar tulang
yang tidak teratur bentuknya terdiri atas tulang spongiosa yang dibungkus selapis tipis tulang
kompakta.
Setiap tulang, kecuali permukaan sendinya dibungkus lapisan jaringan ikat khusus,
yaitu periosteum. Lapis jaringan ikat serupa yang kurang berkembang, yaitu endosteum,
membatasi rongga dan celah-celah sumsum.
Ciri paling utama tulang secara mikroskopik adalah susunannya yang lamelar, yaitu
substansi intersel yang mengalami perkapuran, atau matriks tulang, yang tersusun dalam
lapisan atau lamel-lamel, dengan berbagai pola. Di dalam substansi interstisial terdapat
rongga-rongga kecil, atau lakuna, yang berisi sel-sel tulang (osteosit). Dari tiap lakuna
memancar keluar saluran-saluran halus, disebut kanalikuli, yang menembus lamel-lamel dan
berhubungan dengan kanalikuli lakuna sekitarnya. Jadi semua lakuna saling berhubungan
melalui sistem saluran halus.6
11
Gambar 10. Tulang Kompakta dan Tulang Spongiosa6
12
II.3 Ossifying fibroma
Ossifying fibroma adalah lesi monostotik yang terjadi pada tulang kraniofasial.
Biasanya muncul sebagai massa yang terbatas tanpa rasa sakit, tumbuh lambat dalam dekade
3 dan 4. Ini adalah lesi fibro-osseus jinak yang merupakan bagian dari spektrum yang lebih
besar dari lesi fibro-osseus yang termasuk displasia berserat, Ossifying fibroma remaja aktif,
fibroma psammomatous perkerasan, dan extragnathik perkerasan fibroma tengkorak.
Ossifying fibroma, apabila dioperasi yang akan menghasilkan hasil lebih baik
daripada displasia fibrosa. Enukleasi sederhana biasanya cukup untuk Ossifying fibroma
sedangkan kuretase mungkin lebih cocok untuk displasia fibrosa.
Radiografi, terlihat sebagai radiolusensi baik batas-batasnya di rahang bawah atau
rahang atas, lebih sering terjadi pada bagian yang sudah pernah terkena sebelumnya daripada
yang belum pernah terkena. Ini biasanya berukuran antara 1 sampai 5 cm.
Sebuah lesi belum dewasa dapat terlihat sepenuhnya radiolusen sedangkan lesi matang
mungkin benar-benar radiopak, meskipun lesi yang paling menunjukkan berbagai tingkat
radiopasitas.8
Gambar 11. Lesi yang sudah matang8
13
Gambar 12. Lesi yang belum matang8
Penentuan diagnostik pada Ossifying fibroma dapat dilakukan dengan kombinasi
klinis, radiologis dan kriteria patologis. Eksisi bedah lengkap pada tumor ini memungkinkan
ketika operasi didasarkan pada kriteria diagnostik. Kombinasi 2 atau lebih pendekatan bedah
mungkin diperlukan dalam banyak kasus untuk mencegah terulangnya tumor.
Tumor ini dapat mengobstruksi sinus, menekan jaringan disekitarnya, menyebabkan
kelainan bentuk wajah, proptosis dan komplikasi intrakranial, meskipun dapat timbul tanpa
gejala pada tahap awal. Oleh karena itu tumor perlu dieksisi sepenuhnya untuk mencegah
kekambuhan. Eksisi lengkap tergantung pada pendekatan bedah yang benar.
Kasus yang sering timbul karena Ossifying fibroma adalah: (1) Juvenille Ossifying
fibroma , (2) Ossifying fibroma , (3) Cemento Ossifying fibroma .
Dapat mengenai : (1) Tulang mandibula, (2) Tulang sekitar hidung, (3) Tulang
etmoid, (4) Sinus maksilaris, (5) Tulang orbita.
Gambar 13. CT Scan kepala
menunjukkan massa tumor
di bagian medial orbita.9
14
Gambar 14. Nasal endoskopi menunjukkan pandangan massa tumor di rongga hidung9
Berbagai penyakit yang terkait dengan Ossifying fibroma adalah: (1) Cementifying
atau Cemento Ossifying fibroma, (2) Ossifying fibroma perifer, (3) Psammomatoid atau
Tumor Fibromyxoid Ossifying fibroma.
Cementum fibroma adalah lesi rahang bawah yang khas dan berawal dari membran
periodontal yang memiliki fitur karakteristik sementum. Oleh karena itu juga dikenal sebagai
periodontoma. Para Cementum fibroma istilah telah diterapkan pada lesi yang mengandung
kalsifikasi trabekula dan bulat lengkung (sementum). Cementum fibroma paling sering terjadi
pada dekade III dan IV terutama menyerang wanita dan biasanya melibatkan area premolar-
molar mandibula. Lesi ini biasanya ditemukan di daerah gigi bantalan dari rahang bawah.
Dokter gigi bagian Pediatric telah menyebutnya dengan sebutan nodul gingiva reaktif yang
timbul dari ligamentum periodontal sebagai Ossifying fibroma perifer yang mungkin serupa
dengan Cementum fibroma.
Ossifying fibroma tipe fibromyxoid adalah neoplasma mesenkim yang baru-baru ini
dapat mengenai daerah kepala dan leher. Ini pada awalnya didefinisikan sebagai lesi ganas
berbatas tegas atau tingkat rendah, tapi beberapa penulis telah menganggapnya sebagai tumor
keganasan menengah yang juga dapat menimbulkan metastase. Secara histologis tumor
ditandai oleh adanya bintik hitam di bagian perifer pada tulang pipih dalam kapsul kolagen,
dan glomoid sel tumor pada bagian distal dari tumor fibromyxoid dan juga sel tumor bulat
yang memiliki penampakan sitologik yang polos. Histogenetik tumor ini tidak jelas,
15
meskipun didominasi oleh bukti yang menunjukkan adanya sel Schwann dalam tumor
tersebut.9
Ossifying fibroma, termasuk jenis tumor langka termasuk jenis tumor jinak yang juga
dibatasi fibro-osseus tumor dengan kapsul terdiri dari tulang metaplastik, jaringan berserat
dan berbagai jumlah osteoid. Para pakar membagi Ossifying fibroma menjadi subtipe
klinikopatologik konvensional dan remaja. Menurut edisi baru dari klasifikasi Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), Ossifying fibroma yang muncul sebagai massa yang tumbuh cepat
antara 5 sampai 15 tahun, radiologis berbatas tegas, dan konsisten dengan histologi dari
Ossifying fibroma, disebut sebagai Ossifying fibroma remaja atau Juvenille Ossifying
fibroma.
Juvenille Ossifying fibroma (JOF) muncul pada usia dini dan pada 79% pasien yang
didiagnosis JOF biasanya berusia dibawah 15 tahun. Pria dan wanita memiliki angka kejadian
yang sama. JOF berasal dari ligamentum periodontal dan berkisar 2% dari tumor mulut pada
anak. JOF ini terletak terutama (85%) pada tulang wajah, dalam beberapa kasus (12%) di
calvarium dan sangat jarang (3%) ekstrakranial. Sembilan puluh persen lesi yang terletak di
daerah wajah, melibatkan sinus, terutama antara rahang bawah dan rahang atas.
Gambar 15. Foto seorang gadis berusia 9 tahun dengan JOF menunjukkan pembengkakan
unilateral memanjang dari submandibula kanan ke ramus mandibula kanan.
16
Gambar 16. Foto mandibula ramus dan daerah korpus menunjukkan ekspansi lidah yang jelas
(panah).
Pada gambar 15, Penilaian dengan palpasi menunjukkan massa, nyeri tekan keras
dengan permukaan halus di area mandibula. Pembukaan mulut pasien sudah normal dan tidak
ada gigi membusuk di daerah lesi, tapi ada maloklusi.
Sedangkan pada gambar 16, terlihat bahwa kebersihan mulut terjaga dengan baik.
Tonsil palatina kanan terlihat melenceng ke kiri. Tidak ada perubahan patologis dinilai dari
selaput lendir di daerah tumor.
Radiograf panoramik menunjukkan, ketidak teraturan tetapi juga berbatasan
unilokular, luas lesi pada korpus dan ramus mandibula jelas. Tidak ada perpindahan gigi atau
resorbsi akar gigi. Tercatat bahwa ada gigi premolar kanan yang terlepas dari gusi.10
17
Gambar 17. Fotomikrograf tumor menunjukkan adanya trabekula dgn urat saraf osteoid
dan tenunan tulang (hematoxylin dan eosin noda pembesaran 40x.
Gambar 18. Tiga dimensi CT scan dari pasien setelah hemimandibulectomy
18
Gambar 19. Operasi hemimandibulektomi
Gambar 20. Foto spesimen bedah sekitar 13 x 8,5 x 6,5 cm.
19
BAB III
RESUME
Sebuah Ossifying fibroma adalah lesi monostotik yang terjadi pada tulangkraniofasial.
Biasanya muncul sebagai massa yang terbatas tanpa rasa sakit, tumbuh lambat dalam dekade
3 dan 4.8
Tumor ini dapat mengobstruksi sinus, menginfeksi jaringan disekitarnya,
menyebabkan kelainan bentuk wajah, proptosis dan komplikasi intrakranial, meskipun dapat
timbul tanpa gejala pada tahap awal. Oleh karena itu tumor perlu dieksisi sepenuhnya untuk
mencegah kekambuhan. Eksisi lengkap tergantung pada pendekatan bedah yang benar.
Kasus yang sering timbul karena Ossifying fibroma adalah: (1) Juvenille Ossifying
fibroma , (2) Ossifying fibroma , (3) Cemento Ossifying fibroma .
Yang dapat mengenai : (1) Tulang mandibula, (2) Tulang sekitar hidung, (3) Tulang
etmoid, (4) Sinus maksilaris, (5) Tulang orbita.9
Ossifying fibroma, termasuk jenis tumor langka termasuk jenis tumor jinak yang juga
dibatasi fibro-osseus tumor dengan kapsul terdiri dari tulang metaplastik, jaringan berserat
dan berbagai jumlah osteoid. Para pakar membagi Ossifying fibroma menjadi subtipe
klinikopatologi konvensional dan remaja. Menurut edisi baru dari klasifikasi Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), Ossifying fibroma yang muncul sebagai massa yang tumbuh cepat
antara 5 sampai 15 tahun, radiologis berbatas tegas, dan konsisten dengan histologik dari
Ossifying fibroma, disebut sebagai Ossifying fibroma remaja atau Juvenille Ossifying
fibroma.
Radiografi, terlihat sebagai radiolusensi baik batas-batasnya di rahang bawah atau
rahang atas, lebih sering terjadi pada bagian yang sudah pernah terkena sebelumnya daripada
yang belum pernah terkena. Ini biasanya berukuran antara 1 sampai 5 cm.
Sebuah lesi belum dewasa dapat terlihat sepenuhnya radiolusen sedangkan lesi matang
mungkin benar-benar radiopak, meskipun lesi yang paling menunjukkan berbagai tingkat
radiopasitas.
Penentuan diagnostik pada Ossifying fibroma bisa diatasi dengan kombinasi klinis,
radiologis dan kriteria patologis. Eksisi bedah lengkap pada tumor ini memungkinkan ketika
operasi didasarkan pada kriteria diagnostik. Kombinasi 2 atau lebih pendekatan bedah
20
mungkin diperlukan dalam banyak kasus untuk memastikan pembukaan lengkap dan
mencegah terulangnya tumor.8
21
DAFTAR PUSTAKA
1. D.J.Comminsa,N.S.Tolleya and C.A.Milforda. The Journal of Laryngology &
Otology (1998) page 112; 964-968. Diakses: 7 Maret 2012. Diunduh dari:
http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract?fromPage=online&aid=1055572
2. V.Stuart Cox,MD,dkk. Journal Etmoidal Cemento-Ossifying Fibroma. The
Transglabellar/Subcraniai Approach 2010 page 1147-1148. Diakses: 7 Maret 2012.
Diunduh dari: http://oto.sagepub.com/content/114/2/335.extract
3. Departemen Bedah Mulut FKGUI/SMF Gigi Mulut RSCM. A Large Peripheral
Ossifying Fibroma On Mandible 2010. Diakses: 7 Maret 2012. Diunduh dari:
http://www.pdgi-online.com/v2/index.php?
option=com_content&task=view&id=610&Itemid=33&limit=1&limitstart=0
4. Anonim. Ensiklopedia bebas. Anatomi Manusia. Diakses: 7 Maret 2012. Diunduh
dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Anatomi_manusia
5. Japardi, Iskandar, Dr. Anatomi Tulang Tengkorak. Bagian Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatra Utara R Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik
Medan.2003. Diakses: 7 Maret 2012. Diunduh dari:
6. Leeson, dkk. Buku Ajar Histologi. Edisi V.1996. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Cetakan ke VI.
7. Spalteholz, Spanner. Atlas Anatomi Manusia. Edisi 16. 1994. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Cetakan ke III.
8. Canal, Johanna Patricia A. Phillipine Journal Of Otholaringology-Head And Neck
Surgery.2007.
9. B.K. Vikram,Dr, S.G. Udayashankar. The Internet Journal of Otorhinolaryngology.
Sinonasal Ossifying Fibroma: A Study of Six Cases and Review of Literature.
Volume 4 Number 2. 2006.
10. Keles, Bahar, dkk. JOURNAL OF ORAL & MAXILLOFACIAL RESEARCH.
Juvenile Ossifying Fibroma of the Mandible: a Case Report. 2010.
22