perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kabupaten Wonogiri
Kabupaten Wonogiri memiliki luas wilayah 182.236,02 Hektar
atau 5,59% luas wilayah Propinsi Jawa Tengah. Secara geografis terletak
antara 7º32’ – 8º15’ Lintang Selatan (LS) dan antara 110º41’ dan 111º18’
Bujur Timur (BT) (BPS, 2014).
Perbatasan Kabupaten Wonogiri di sebelah utara berbatasan
dengan Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar, sebelah timur
berbatasan dengan Kabupaten Magetan dan Kabupaten Ponorogo Propinsi
Jawa Timur, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pacitan
Propinsi Jawa Timur dan Samudra Indonesia, sebelah barat berbatasan
dengan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara administrasi terbagi
25 Kecamatan 251 Desa dan 43 Kelurahan serta 2.306 Dusun/Lingkungan.
Keadaan alamnya sebagian besar terdiri dari pegunungan yang
berbatu gamping, terutama di bagian selatan. Termasuk dalam jajaran
pegunungan seribu yang merupakan mata air dari Sungai Begawan Solo
(Rahmanto, 2011). Wonogiri beriklim Tropis, mempunyai 2 musim
penghujan dan kemarau dengan temperatur rata-rata 24º - 37º C.
Jenis tanah ada beberapa macam mulai dari litosol, regosol sampai
dengan grumosol. Tanah berasal dari bahan induk beranekaragam dari
5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
endapan, batuan maupun volkan. Kondisi tanah tersebut mengakibatkan
lahan kering seluas 149.889 ha (82,1 %).
2. Lahan Kering
Penggunaan istilah lahan kering di Indonesia belum tersepakati
secara aklamasi. Beberapa pihak menggunakan istilah inggris: upland,
dryland, atau non irrigated land (Notohadiprawiro, 1989). Menurut
Kadekoh (2010) dalam Mayrowani et al., (2010) lahan kering
didefinisikan sebagai lahan dimana pemenuhan kebutuhan air pada
tanaman sepenuhnya bergantung pada air hujan dan tidak pernah tergenang
sepanjang tahun. Pertanian lahan kering adalah tanah darat, tegalan,
ladang, tadah hujan dan huma. Direktoral perluasan areal (2009)
mendefinisikan lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah
tergenang atau digenangi air pada sebagian kecil waktu dalam setahun,
yang terdiri dari lahan kering dataran rendah dan lahan kering dataran
tinggi.
Secara teoritis lahan kering di Indonesia dibedakan menjadi 2
kategori, yaitu (1) lahan kering beriklim kering yang banyak dijumpai di
Kawasan Timur Indonesia, dan (2) lahan kering beriklim basah yang
banyak terdapat di Kawasan Barat Indonesia (Bamualim, 2004 dalam
Mayrowani et al., 2010).
6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Kedelai (Glycine max)
Kedelai pada awalnya dikenal dengan nama botani Glycine soja
atau Soja max. namun demikian, pada tahun 1984 telah disepakati bahwa
nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah adalah Glycine max
(L.) Merril. Klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Glycine
Spesies : Glycine max (L.) Merr. (Adisarwanto, 2005).
Gambar 1. Tanaman Kedelai (Glycine max)
Kedelai (Glycine Max L. Merrill) merupakan tanaman semusim
berupa semak rendah, berdaun lebat, dengan beragam morfologi. Tinggi
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tanaman berkisar antara 10-11 cm sampai dengan 20 cm, bercabang sedikit
atau banyak bergantung pada kultivar dan lingkungan hidupnya (Hidajat,
1985).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan air dalam tanah
mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman kedelai
(Herawati, 1994; Mar'ah, 1996; Masyhudi et al. 1989). Masyhudi et al.
(1989) menyatakan bahwa pertumbuhan bagian-bagian vegetatif (akar,
batang dan daun) dan bagian reproduktif (polong dan biji) mengalami
penurunan akibat kekurangan air tersedia dalam tanah. Cekaman
kekeringan juga berpengaruh terhadap tanaman kedelai. Harnowo (1992)
menyatakan bahwa cekaman kekeringan pada fase reproduktif
menghambat distribusi asimilat ke bagian reproduktif, menurunkan jumlah
polong, biji dan bobot biji per tanaman.
4. Eksopolisakarida
Eksopolisakarida merupakan polimer dengan bobot molekul tinggi
yang tersusun dari monosakarida dan beberapa bahan non karbohidrat
seperti asetat, piruvat, suksinat, dan fosfat. Struktur dan komposisi
eksopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri tergantung pada beberapa
faktor lingkungan seperti medium, sumber karbon dan nitrogen, sistem
fisiologi bakteri (aerobik atau anaerobik), dan kondisi fermentasi (pH,
suhu, dan konsentrasi oksigen). Pada umumnya eksopolisakarida secara
optimum dihasilkan pada pH 7, suhu 30-37ºC dengan menggunakan
8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sukrosa atau glukosa sebagai sumber karbon (Sutherland, 2001; Duta et
al., 2004; Bueno and Garcia-Cruz, 2006). Faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi eksopolisakarida, yaitu: lingkungan (kekurangan
sumber karbon, nitrogen dan fosfat, flavonoid) dan kondisi stres
(osmolaritas, kekuatan ion) (Janczarek, 2011). Produksi eksopolisakarida
bakteri yang dihasilkan lebih tinggi pada kondisi stres lingkungan daripada
kondisi yang tidak dalam stres lingkungan, mengindikasikan bahwa
produksi eksopolisakarida oleh bakteri terjadi sebagai respon untuk
kondisi stres lingkungan (Roberson and Firestone (1992) dalam Ali et al.,
2013).
Eksopolisakarida dihasilkan oleh bakteri gram negatif dan gram
positif. Menurut Wingender et al. (1999) eksopolisakarida sering
ditemukan di sekeliling struktur membran sel luar pada prokariota.
Struktur fisik eksopolisakarida berupa kapsul sampai dengan dinding sel
slime masif yang terbentuk di luar membran sel bakteri (Steinmetz et al.,
1995).
Eksopolisakarida melindungi bakteri dari berbagai macam
cekaman lingkungan (Iqbal et al., 2002), melindungi sel dari senyawa
antimikroba, antibodi, dan bakteriofage, ataupun untuk pelekatan dengan
bakteri lainnya, binatang, dan jaringan tanaman (Wingender et al., 1999;
Patten and Glick, 2002). Kemampuan menghasilkan eksopolisakarida
tersebar diantara bakteria, yang memiliki beberapa fungsi, seperti
mengumpulkan nutrisi, perlindungan terhadap stres lingkungan dan
9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
senyawa antimikroba, dan perlekatan pada permukaan. Fungsi
eksopolisakarida pada bakteri pengikat nitrogen membentuk simbiosis
dengan kacang-kacangan membentuk sejenis nodul, eksopolisakarida
merupakan tambahan yang diperlukan untuk menginfeksi akar tanaman
inang (Janczarek, 2011). Selain itu, eksopolisakarida yang dihasilkan dapat
berperan untuk meningkatkan perlekatan akar pada tanah dan secara
mekanik dapat meningkatkan kemantapan agregat tanah di rizosfer (Chenu
and Guerif, 1991).
Eksopolisakarida bakteri membentuk mikroagregat yang stabil
terhadap pengaruh aliran air, sehingga memelihara sifat fisik dan kimia
tanah yang mendukung bagi pertumbuhan tanaman (Ashraf et al., 1999).
Beberapa bakteri penghasil eksopolisakarida yang telah dilaporkan antara
lain dari genus Pseudomonas yaitu P. aeruginosa, P. fluorescens, dan P.
putida menghasilkan beberapa jenis polisakarida penting. Polisakarida
tersebut antara lain polisakarida ekstraseluler, kapsular, dan
lipopolisakarida (Kim et al., 1996; Sutherland, 1997).
5. Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR)
Rhizobakteri adalah bakteri yang hidup di daerah perakaran
(rhizosphere) dan berperan penting dalam pertumbuhan tanaman. Pada
dasarnya rhizobakteri dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu
rhizobakteri yang memacu pertumbuhan tanaman atau plant growth-
promoting rhizobacteria (PGPR) dan rhizobakteri yang merugikan
10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tanaman atau deleterius rhiozbacteria (DRB). Plant Growth Promoting
Rhizobacteria secara umum merupakan bakteri yang berkoloni di sekitar
perakaran tanaman (Kloepper and Schroth, 1978) sebagai bakteri yang
menguntungkan bagi tanaman dengan meningkatkan pertumbuhan
tanaman, menyediakan nutrisi bagi tanaman, dan mengontrol penyakit
melalui produksi metabolit-metabolit antifungi (Ma et al., 2011).
Menurut Woitke et al., (2004) PGPR merupakan kelompok
mikroorganisme yang hidup bebas yang dapat memberikan keuntungan
bagi pertumbuhan tanaman dengan cara membuat koloni pada bagian
perakaran atau hidup di daerah rizosfer. Beberapa mekanisme PGPR untuk
meningkatkan pertumbuhan tanaman antara lain yaitu produksi siderofor
sebagai pengkelat besi dan sintesis fitohormon (Kloepper and Schroth,
1978).
Mikroorganisme mampu menghasilkan hormon tumbuhan seperti
auksin, sitokinin, dan giberelin (Leveau and Lindow, 2005). Hormon
tanaman Auksin mengatur jumlah, tipe, dan arah pertumbuhan tanaman.
Auksin ditemukan di seluruh anggota dari kerajaan tanaman. Indole acetic
acid (IAA) merupakan auksin alami yang ditemukan memiliki peranan
penting sebagai promotor pertumbuhan tanaman (Morshed et al., 2006).
Hormon auksin mengendalikan berbagai proses fisiologi penting meliputi
pembelahan dan perkembangan sel, diferensiasi jaringan, serta respon
terhadap cahaya dan gravitasi (Salisbury and Ross, 1992). Salah satu
produsen IAA yang cukup besar adalah bakteri (PGPR).
11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 2. Jalur biosintesis IAA menggunakan Trp (Normanly et al.,
1995)
Proses biosintesis IAA berdasarkan Normanly et al., (1995) terdiri
dari empat jalur, yaitu: (1) jalur Indole-3-acetamide (IAM), (2) jalur
Indole-3-pyruvate (IPyA), (3) jalur Tryptamine, dan (4) jalur Indole-3-
acetonitrile. Lintasan Indole-3-pyruvate merupakan lintasan umum pada
mikroorganisme seperti Enterobacter cloacae dan Azospirillum. Lintasan
Indole-3-acetamide merupakan lintasan yang digunakan bakteri
Agrobacterium tumefaciens dan P. syringae (Patten and Glick, 1996).
Fosfor (P) merupakan salah satu unsur utama yang diperlukan
tanaman dan memegang peranan penting dalam proses metabolisme.
Fosfor merupakan makronutrien penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan. Ketersediaannya dalam tanah antara 400-1.200 mg.kg-1.
Konsentrasi fosfat dalam tanah biasanya sangat rendah, normalnya pada
12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
level 1 ppm atau kurang (10M H2PO4-). Sel dapat mengambil beberapa
bentuk fosfat tetapi yang paling banyak adalah terserap dalam bentuk
HPO42- atau H2PO4
- (Rodriguez and Fraga, 1999).
Bakteri pelarut fosfat dalam aktivitasnya menghasilkan metabolit
berupa asam-asam organik (asam sitrat, asam format, asam suksinat, asam
asetat, asam propionate, asam butirat, dan asam oksalat) (Setiawati and
Mihardja, 2008). Peningkatan asam-asam organik diikuti dengan
penurunan pH. Perubahan pH berperanan penting dalam peningkatan
kelarutan fosfat. Selanjutnya asam-asam organik akan bereaksi dengan
bahan pengikat fosfat seperti Al3+, Fe3+, Ca2+, atau Mg2+ membentuk
khelat organik yang stabil sehingga mampu membebaskan ion fosfat
terikat dan oleh karena itu dapat diserap oleh tanaman (Ginting et al.,
2006).
Genus bakteri seperti Azotobacter, Bacillus, Beijerinckia,
Burkholderia, Enterobacter, Erwinia, Flavobacterium, Microbacterium,
Pseudomonas, Rhizobium, dan Serratia dilaporkan sebagai bakteri pelarut
fosfat yang paling signifikan (Bhattacharyya and Jha, 2012).
B. Kerangka Pemikiran
Lahan kering adalah lahan yang dapat digunakan untuk usaha
pertanian dengan menggunakan atau memanfaatkan air secara terbatas dan
biasanya bergantung pada air hujan. Selain itu, tingginya kandungan besi pada
lahan kering mengakibatkan rendahnya kapasitas penyimpanan air sehingga
13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menghambat penetrasi akar dan pertumbuhan akar. Rendahnya kapasitas
penyimpanan air mengakibatkan menurunnya potensi-potensi PGPR seiring
dengan meningkatnya cekaman kekeringan. Eksopolisakarida merupakan
salah satu senyawa yang dihasilkan oleh kelompok bakteri rizobakteri yang
meningkatkan retensi air sehingga dapat mengatur difusi sumber karbon
seperti glukosa ke dalam sel bakteri. Adanya bakteri ini di sekitar perakaran
akan dapat melindungi tanaman dari kondisi stress lingkungan yang berupa
kekeringan. Oleh karena itu, perlu dilakukan inventarisasi bakteri yang
berpotensi menghasilkan eksopolisakarida yang toleran terhadap cekaman
kekeringan dan identifikasi dengan 16S rRNA untuk mengetahui jenis bakteri.
14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 3. Bagan kerangka pemikiran
Lahan kering di Wonogiri
Stres lingkungan, rendahnya kandungan
Masih terdapat tanaman yang
Seleksi bakteri tahan kering
Seleksi bakteri penghasil eksopolisakarida
Terdapat PGPR
Uji kelarutan Uji produksi IAA
Seleksi sifat bakteri berpotensi sebagai PGPR
Bakteri potensi PGPR toleran kekeringan dan penghasil eksopolisakarida
Identifikasi dengan 16S
Informasi jenis bakteri penghasil eksopolisakarida yang berpotensi penghasil IAA dan pelarut fosfat
15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Hipotesis
Isolat bakteri tahan kekeringan penghasil eksopolisakarida berpotensi
penghasil IAA dan pelarut fosfat pada isolasi bakteri dari tanaman kedelai (G.
max) yang ditemukan di lahan kering Wonogiri.
16