Download - ITS Undergraduate 24095 Paper 438923
-
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
1
Abstrak Penelitian kultur jaringan tembakau (Nicotiana tabacum L. var. Prancak-95) bertujuan untuk mengetahui
pengaruh kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh NAA dan
BAP terhadap induksi morfogenesis daun tanaman tembakau
(Nicotiana tabacum L.) var. Prancak 95. Penelitian ini disusun
dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri dari 2 faktor.
Faktor pertama konsentrasi NAA yang terdiri dari 6 level
meliputi 0 ppm; 0,1 ppm; 0,2 ppm; 0,3 ppm; 0,4 ppm; dan
0,5ppm. Faktor kedua adalah konsentrasi BAP yang terdiri dari 5
level meliputi 0 ppm; 1 ppm; 2 ppm; 3 ppm; dan 4ppm.
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan
kombinasi zat pengatur tumbuh NAA dan BAP berpengaruh
terhadap jumlah tunas dan akar. Proliferasi tunas tertinggi
diperoleh pada perlakuan NAA 1 ppm dan BAP 4 ppm (rata- rata
52,5 tunas/eksplan), sedangkan proliferasi akar tertinggi
diperoleh pada perlakuan NAA 0,3 ppm dan BAP 0 ppm (rata-
rata 6,5 akar/eksplan). Kalus yang didapatkan dominan
berwarna putih dan tekstur kompak.
Kata Kunci Nicotiana tabacum L. var. Prancak 95, NAA, BAP, Kalus, Kultur jaringan tumbuhan
I. PENDAHULUAN
EMBAKAU adalah tanaman musiman yang tergolong
dalam tanaman perkebunan. Tanaman ini tersebar di
seluruh nusantara dan mempunyai kegunaan yang sangat
banyak, antara lain yaitu chlorogenic acid dan rutin yang
terkandung dalam daun tembakau bermanfaat sebagai
antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas (Wang et al,
2008). Komoditi tembakau mempunyai arti yang cukup
penting, tidak hanya sebagai sumber pendapatan bagi para
petani, tetapi juga bagi Negara. Keistimewaan dan manfaat
yang besar dari tembakau mengakibatkan kebutuhan tembakau
di Indonesia meningkat. Salah satu upaya untuk menunjang
keadaan di atas maka perlu adanya budidaya tembakau.
Salah satu tembakau yang sering dikembangkan adalah
tembakau Madura. Pada saat ini tembakau Madura yang
berkembang sebagai bahan baku rokok adalah var. Prancak 95
dan Cangkring 95 (Basuki et al., 1999). Tembakau var.
Prancak 95 berasal dari hasil pemuliaan seleksi massa terhadap
varietas lokal dari prancak yang berasal dari desa prancak.
Keunggulan tembakau var. Prancak 95 adalah memiliki sifat
hasil sedang, mutu tinggi, aromanya khas, kadar nikotin
rendah, tahan terhadap penyakit lanas dan sesuai ditanam di
lahan tegal dan gunung, serta produktivitasnya meningkat 20%
setiap tahun (Suwarso et al, 1996).
Salah satu usaha untuk mempertahankan varietas tanaman
adalah dengan teknik kultur jaringan. Manfaat kultur jaringan
yaitu diperoleh sifat fisiologi dan morfologi tanaman yang
sama persis dengan tanaman induknya (Hendaryono, 1994),
sehingga menghomogenkan tanaman tembakau yang khas di
Madura. Untuk menunjang keberhasilan kultur jaringan maka
perlu diperhatikan faktor faktor yang mempengaruhi
keberhasilan kultur jaringan. Salah satu faktor yang
berpengaruh adalah zat pengatur tumbuh.
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) merupakan senyawa organik
bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung,
menghambat, dan dapat mengubah proses fisiologi tumbuhan.
Fungsi ZPT tersebut adalah untuk merangsang pertumbuhan
morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan organ (Gunawan,
1987). Salah satu jenis auksin sintetik yang sering digunakan
adalah NAA (Naphthalene Acetic Acid) karena NAA
mempunyai sifat lebih stabil dari pada IAA (Fitrianti, 2006).
Sedangkan sitokinin yang sering digunakan dalam kultur
jaringan adalah BAP, karena BAP lebih tahan terhadap
degradasi dan harganya lebih murah.
Penggunaan zat pengatur tumbuh tersebut bila digunakan
dengan konsentrasi rendah akan merangsang dan mempercepat
proses pertumbuhan tanaman, dan sebaliknya bila digunakan
dalam jumlah besar / konsentrasi tinggi akan menghambat
pertumbuhan bahkan dapat mematikan tanaman. Untuk itu
perlu dikaji penggunaan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang
paling efektif dalam merangsang morfogenesis tanaman
tembakau. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Ali (2007)
yang menggunakan dua varietas tembakau yang berbeda,
didapatkan hasil bahwa Nicotiana tabacum L. var. SPTG-172
berhasil menginduksi kalus dan tunas pada kombinasi medium
MS dengan penambahan 2 ppm BAP dan 0,2 ppm NAA.
Sedangkan untuk varietas yang lain yaitu Nicotiana tabacum
L. var. K- 399 berhasil menginduksi kalus dan tunas pada
kombinasi 1 ppm BAP dan 0,2 ppm NAA. Mengacu pada
penelitian Ali (2007) maka dilakukan penelitian menggunakan
zat pengatur tumbuh NAA dengan kisaran 0 ppm; 0,1 ppm ;
0,2 ppm ; 0,3 ppm ; 0,4 ppm ; 0,5 ppm sedangkan BAP dengan
kisaran 0 ppm; 1 ppm ; 2 ppm ; 3 ppm ; 4 ppm.
Tujuan utama penelitian ini yaitu untuk mengetahui
pengaruh kombinasi konsentrasi NAA dan BAP terhadap
induksi morfogenesis daun tanaman tembakau (Nicotiana
Pengaruh Kombinasi konsentrasi ZPT NAA dan
BAP pada Kultur Jaringan Tembakau Nicotiana
tabacum var. Prancak 95 Nisak K., Tutik Nurhidayati., dan Kristanti I. Purwani
Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: [email protected]
T
-
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
2
tabacum L.) var. Prancak 95. Dengan diketahuinya konsentrasi
NAA dan BAP yang efektif terhadap pertumbuhan eksplan
pada kultur in vitro daun tembakau (Nicotiana tabacum L.)
var. Prancak 95 diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif
teknik budidaya untuk percepatan perbanyakan bagi tanaman
tembakau (Nicotiana tabacum L.) dengan teknik kultur
jaringan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Tembakau
Tembakau dalam susunan taksonomi termasuk family
Solanaceae dan genus Nicotiana (Ochse et al., 1961 dalam
Basuki et al., 1999). Tembakau var. Prancak 95 merupakan
salah satu varietas tembakau Madura. Varietas ini bertipe
tumbuh tegak, habitus tanaman berbentuk kerucut, tinggi
tanaman pendek sampai sedang. Setiap ketiak daun terdapat
tunas yang berpotensi tumbuh menjadi sirung (sucker). Bentuk
daun bulat telur atau elips dan tepi daun rata dan halus, jarak
internodus lebih panjang dari N2. Jumlah daun 12-18 lembar,
umur berbunga 54-74 hari, umur panen 84-104 hari.
Keunggulan tembakau var. Prancak 95 adalah memiliki sifat
hasil sedang, indeks mutu tinggi, aromanya khas, kadar nikotin
rendah berkisar 0,5-3,5%, sangat tahan terhadap penyakit lanas
dan sesuai ditanam di lahan tegal dan gunung. Varietas ini
memiliki nilai komersial cukup tinggi untuk dikembangkan
oleh industri (Suwarso, 2008).
Tembakau Madura (Nicotiana tabacum L.) melakukan
penyerbukan sendiri (self polination). Metode pemuliaan
tanaman yang dapat digunakan adalah yang sesuai untuk
tanaman menyerbuk sendiri (Suwarso, 1999). Mengingat
tanaman yang ada di petani sangat heterogen, maka pemuliaan
tanaman tembakau Madura disusun bertahap. Tahap pertama
dimulai dengan perbaikan populasi tanaman petani sehingga
diperoleh bahan genetik yang seragam. Tahap berikutnya
memanfaatkan bahan genetik tersebut untuk persilangan guna
mendapatkan kombinasi sifat yang baik.
Teknik kultur jaringan merupakan metode yang tepat
untuk perbanyakan tanaman tembakau dalam waktu yang
relatif lebih cepat dan dengan kualitas unggul. Salah satu
perbanyakan tanaman tembakau secara in vitro yang efisien
adalah dengan mengkulturkan organ yaitu eksplan dari daun
muda tembakau (Hendaryono, 1994).
B. Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik komplek
alami yang disintesis oleh tanaman tingkat tinggi, yang
berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
ZPT yang sering digunakan pada kultur jaringan yaitu auksin
dan sitokinin. Jika konsentrasi auksin lebih besar daripada
sitokinin maka akar akan tumbuh, dan bila konsentrasi
sitokinin lebih besar daripada auksin maka tunas akan tumbuh.
Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang
diberikan dalam media dan yang diproduksi oleh sel secara
endogen, menentukan arah perkembangan suatu kultur
(Gunawan, 1995).
Metode Mohr merupakan kunci keberhasilan dalam kultur
jaringan. Berikut ini tabel kombinasi ZPT auksin sitokinin
dalam metode Mohr.
Auksin
Auksin adalah salah satu hormon tumbuh yang tidak
terlepas dari proses pertumbuhan dan perkembangan suatu
tanaman. Pengaruh auksin terhadap perkembangan sel
menunjukkan adanya indikasi bahwa auksin dapat menaikkan
tekanan osmotik, meningkatkan sintesa protein, meningkatkan
permeabilitas sel terhadap air, dan melunakkan dinding sel
yang diikuti menurunnya tekanan dinding sel sehingga air
dapat masuk ke dalam sel yang disertai dengan kenaikan
volume sel (Hendaryono, 1994).
Sitokinin
Sitokinin merupakan nama kelompok hormon tumbuh yang
sangat penting sebagai pemacu pertumbuhan dan morfogenesis
dalam kultur jaringan. Bentuk dasar dari sitokinin adalah
adenin (6-amino purin). Adenin merupakan bentuk dasar
yang menentukan terhadap aktivitas sitokinin. Di dalam
senyawa sitokinin, panjang rantai dan hadirnya suatu double
bond dalam rantai tersebut, akan meningkatkan aktivitas zat
pengatur tumbuh ini (Abidin, 1985 dalam Fitrianti, 2006).
Salah satu sitokinin sintetik yang mempunyai aktivitas tinggi
dalam memacu pembelahan sel dalam kultur jaringan tanaman
adalah 6-Benzil Amino Purine (BAP).
III. URAIAN PENELITIAN
A. Tahap Persiapan
Semua peralatan baik alat pembuatan media (botol kultur)
dan alat inokulasi eksplan (cawan petri, scalpel blade, gunting
eksplan, pinset, kertas saring, dll) disterilisasi dengan autoklaf
dengan suhu 121oC tekanan 1,5 atm selama 15 menit
(Nugroho, 2004). Laminair Air Flow (LAF) disemprot dengan
alkohol 70% dan alat-alat yang dimasukkan ke dalam LAF
juga harus disemprot dengan alkohol 70%. Ruang tanam
disterilisasi dengan sinar UV selama 1 jam sebelum LAF
digunakan. Ketika LAF digunakan maka sinar UV harus
dimatikan dan blower dihidupkan (Fitrianti, 2006).
Sterilisasi permukaan eksplan daun ini ada 2 tahap yaitu
sterilisasi tahap I yang dilakukan di ruang persiapan dan
sterilisasi tahap II yang dilakukan di LAF. Sterilisasi tahap I
Tabel 1.
Kombinasi perbandingan ZPT auksin dan sitokinin dalam metode Mohr
(Mohr dan Schopfer, 1978 dalam Hendaryono, 1994).
ZPT Dosis kombinasi perbandingan ZPT (ppm)
Sitokinin 0 1 2 3 4 5
Auksin 5 4 3 2 1 0
Hasil
pertumbuhan Akar saja Akar dan Tunas Tunas saja
Tabel 2.
Respon Callogenesis eksplan daun tembakau Nicotiana tabacum L. var
-
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
3
meliputi: Daun tembakau muda (daun kedua sampai ketiga
dari pucuk) diambil dari green house dibilas dengan air
mengalir hingga bersih. Sedangkan sterilisasi tahap II meliputi:
Daun tembakau dimasukkan ke dalam 70 % etanol selama 0,5
menit. Kemudian dibilas dengan aquades steril selama 5 menit.
Potongan daun tembakau disterilisasi dengan 1% sodium
hypochlorite (Bayclin ) selama 10 menit. Kemudian
dibilas tiga kali dengan aquades steril selama 5 menit sebanyak
3 kali sambil digojog. Selanjutnya eksplan diambil dengan
pinset dan ditiriskan pada kertas saring. (Fowke, et al., 1983).
B. Inokulasi Eksplan
Proses inokulasi dilakukan di laminar air flow dengan
kondisi aseptik. Alat-alat inokulasi ditata didalam laminar air
flow. Setiap alat tersebut dicelupkan ke dalam alkohol 70%
dan dipanaskan di atas nyala api bunsen selama 1-2 menit.
Daun Nicotiana tabacum L. dikeluarkan dari botol sterilisasi
dan diletakkan pada cawan petri steril yang telah dilapisi
kertas tissue/kertas serap steril untuk menyerap aquades.
Kemudian daun dipotong-potong persegi di atas petridish
dengan ukuran 0,5 - 1 cm2. Eksplan tersebut kemudian
diinokulasikan ke dalam botol kultur yang telah berisi media
MS modifikasi dengan posisi horizontal (mendatar) dan bagian
abaksial menempel pada permukaan medium (Dhaliwal et al.,
2004). Media MS modifikasi ini terdiri atas unsur makro,
unsur mikro, sukrosa, vitamin, agar, zat pengatur tumbuh NAA
dan BAP. Setiap botol kultur berisi 2 eksplan. Botol ditutup
rapat dan diberi label yaitu tanggal dilakukan inokulasi
eksplan dan konsentrasi hormon yang digunakan. Kemudian
ditata rapi dalam rak kultur bertingkat. Botol berisi eksplan
diinkubasi pada suhu 25-28oC, kelembaban 70% dengan
fotoperiode 12 jam terang dan 12 jam gelap selama 1 bulan.
Setiap kolom rak kultur diberi pencahayaan dengan lampu
flourescen 40 watt (Gunawan, 1995).
C. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor (Faktor
1= konsentrasi NAA dan Faktor 2=konsentrasi BAP) dan
masing-masing 4 kali ulangan. Jika eksplan yang ditumbuhkan menghasilkan tunas atau akar, maka akan dihitung jumlah
tunas dan jumlah akar, selanjutnya seluruh data yang diperoleh
dianalisis dengan menggunakan ANOVA dan jika ada
pengaruh maka dilanjutkan dengan uji Tukey dengan tingkat
kesalahan 5% menggunakan Minitab.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Respon Callogenesis
Penelitian dilakukan selama 30 hari dengan penambahan zat
pengatur tumbuh NAA dan BAP pada kultur in vitro eksplan
daun tembakau Madura (Nicotiana tabacum L. var. Prancak
95) dengan konsentrasi yang berbeda yaitu sebanyak 30
kombinasi dan masing masing kombinasi memberikan
respon organogenesis dan callogenesis yang bervariasi.
Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan bahwa kalus
terbentuk pada hampir semua perlakuan termasuk kontrol,
meskipun diperlukan waktu yang berbeda- beda untuk induksi
kalus. Hal ini disebabkan didalam eksplan terdapat hormon
endogen. Hormon endogen tersebut juga mampu memacu sel
untuk berkembang dan memperbanyak diri tetapi waktu yang
dibutuhkan cenderung lama yaitu pada hari ke 21 karena
jumlah hormon yang tidak tersedia secara pasti. Hal ini
membuktikan bahwa terbentuknya kalus sangat dipengaruhi
oleh peran jenis zat pengatur tumbuh. Menurut Zulfiqar et al.,
(2009) kondisi tersebut membuktikan bahwa pertumbuhan dan
morfogenesis tanaman secara in vitro dikendalikan oleh
keseimbangan dan interaksi dari ZPT yang ada dalam eksplan
baik endogen maupun eksogen yang diserap dari media.
Pada perlakuan BAP tanpa penambahan NAA, tidak
terbentuk kalus. Sedangkan pada perlakuan NAA tanpa
penambahan BAP terbentuk kalus, begitupula pada perlakuan
dengan interaksi NAA dan BAP. Berarti dalam kasus ini NAA
lebih berperan dalam pembentukan kalus daripada BAP. NAA
(auksin) akan merangsang pertumbuhan sel-sel eksplan,
sehingga auksin akan cenderung membentuk kalus karena
terbentuknya kalus berawal dari pembelahan sel pada daerah
meristematik yang tidak terspesialisasi. Pada awal respon
pertumbuhan, auksin akan memicu pemanjangan sel melalui
pelonggaran selulosa dinding sel. Pemanjangan sel ini sebagai
respon terhadap NAA, namun sel tersebut tidak dapat
membelah karena tidak ada penambahan BAP. Jika hanya
BAP saja yang ditambahkan ke dalam medium kultur, maka
tidak akan ada pengaruh apapun tehadap tumbuhnya kalus
karena BAP lebih berperan terhadap pembelahan sel serta
diferensiasi terbentuknya tunas. Namun, jika BAP
ditambahkan bersama-sama dengan auksin maka sel-sel akan
mengalami pembelahan dan perkembangan secara terus
menerus. Ketika konsentrasi kedua hormon tersebut hampir
sama, massa sel akan terus bertambah (terbentuk kalus).
Callogenesis merupakan respon awal yang ditandai dengan
terbentuknya kalus yang mulai terbentuk pada bagian tepi
eksplan (bagian perlukaan) bagian atas maupun bagian bawah
yang bersentuhan dengan media, tetapi kalus lebih cepat
terbentuk pada bagian yang bersentuhan dengan media, yaitu
bagian abaksial daun. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan
proses pengambilan nutrisi medium oleh eksplan. Penyerapan
unsur hara akan lebih baik karena terjadi kontak langsung
antara media dengan bagian abaksial daun. Munculnya kalus
Tabel 2.
Respon Callogenesis eksplan daun tembakau Nicotiana tabacum L. var
Prancak 95 setelah 30 hari masa inkubasi (%)
NAA (N) 0
ppm
0,1
ppm
0,2
ppm
0,3
ppm
0,4
ppm
0,5
ppm BAP (B)
0 ppm 75% 100% 100% 100% 100% 100%
1 ppm 0% 100% 100% 100% 100% 100%
2 ppm 0% 100% 100% 100% 100% 100%
3 ppm 0% 100% 100% 100% 100% 100%
4 ppm 0% 100% 100% 100% 100% 100%
Respon callogenesis = Jumlah eksplan yang terbentuk kalus x 100 %
Jumlah pengulangan
-
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
4
pada bagian yang terluka diduga karena adanya rangsangan
dari jaringan pada eksplan untuk menutupi lukanya.Hal ini
sesuai pendapat dari Thomas dan Davey (1975) dalam George
and Sherington (1993), mengemukakan bahwa pembelahan sel
yang mengarah pada terbentuknya kalus terjadi dari adanya
respon terhadap luka dan suplai hormon alamiah atau buatan
dari luar ke dalam eksplan. Pada respon callogenesis kalus
yang terbentuk antara lain putih remah, putih kompak, putih
kehijauan kompak, dan hijau kompak seperti pada Tabel 3.
Berdasarkan Tabel 3. tekstur kalus yang didapatkan yaitu
kalus remah dan kalus kompak. Kalus remah didapatkan pada
perlakuan dengan NAA tunggal dan berwarna putih bening
karena terdapat pengaruh komposisi medium dan zat pengatur
tumbuh. Kalus remah ini terjadi melalui proses pertumbuhan
yang mengarah pada pembentukan sel-sel yang berukuran
kecil dan berikatan longgar. Dalam hal ini, auksin memiliki
peran terhadap pembentukan kalus remah. NAA menstimulasi
pemanjangan sel dengan cara penambahan plastisitas dinding
sel menjadi longgar, sehingga air dapat masuk ke dalam
dinding sel dengan cara osmosis dan sel mengalami
pemanjangan. Oleh karena itu, kalus yang remah mengandung
banyak air karena belum mengalami lignifikasi dinding sel,
serta antara kumpulan sel yang satu dengan yang lain relatif
mudah untuk dipisahkan. Pada penelitian ini, kalus remah pada
perlakuan NAA dengan konsentrasi yang tinggi tumbuh akar,
namun tidak mengalami pemanjangan.
Sedangkan respon eksplan pada media dengan penambahan
BAP mempunyai tekstur yang lebih kompak dan dominan
berwarna putih kehijauan. Menurut (Amin, et al, 2007), Kalus
dikatakan kompak apabila antara sel atau kumpulan sel yang
lain tidak mudah dipisahkan dan bertekstur keras (Evans, et
al., 2003). Tekstur kalus yang kompak merupakan efek dari
sitokinin dan auksin yang mempengaruhi potensial air di dalam
sel. Auksin akan melonggarkan serat-serat dinding sel,
sehingga dinding sel lebih fleksibel dan nutrisi yang
terkandung dalam medium akan masuk secara difusi. Hal ini
akan terus berlangsung sampai potensial air dan potensial
osmotik seimbang dan sel menjadi turgid. Sel turgid dengan
adanya penambahan sitokinin akan mempengaruhi pembelahan
dan pemanjangan sel sehingga pembentukan dinding sel
semakin cepat dan kalus menjadi kompak.
Selain perubahan tekstur, zat pengatur tumbuh juga
berpengaruh terhadap perubahan warna. Warna kalus yang
terbentuk diantaranya warna putih, putih kehijauan, dan hijau.
Berdasarkan Tabel 7. warna yang mendominasi yaitu warna
putih. Kalus berwarna putih merupakan jaringan embrionik
yang belum mengandung kloroplas, tetapi memiliki kandungan
butir pati yang merupakan polisakarida simpanan pada
tumbuhan. Faktor pencahayaan juga berperan dalam
pembentukan kalus. Perubahan warna yang terjadi pada kalus
akibat adanya pigmen dan dipengaruhi oleh nutrisi dan faktor
lingkungan seperti cahaya (Evans, et al., 2003). Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan George & Sherrington (1993),
bahwa cahaya putih dapat merangsang pembentukan kalus dan
organogenesis dalam kultur jaringan tumbuhan. Kalus yang
berwarna putih kehijauan dan hijau terbentuk pada perlakuan
dengan penambahan BAP dengan konsentrasi tinggi. Warna
hijau ini disebabkan kalus mengandung klorofil, akibat
interaksi NAA dan BAP, terutama BAP (sitokinin) yang
berperan dalam pembentukan klorofil pada kalus serta faktor
lingkungan yaitu paparan cahaya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Leupin (2000) bahwa perubahan warna kalus
menjadi putih kehijauan, disebabkan karena sel kalus sudah
mulai terbentuk klorofil.
Proses organogenesis eksplan secara in vitro terjadi dengan
dua cara yang berbeda yaitu secara langsung dan tidak
langsung. Eksplan menunjukkan respon organogenesis secara
tidak langsung apabila eksplan tumbuh melalui kalus,
kemudian akan berdiferensiasi menjadi tunas dan akar.
Eksplan menunjukkan respon secara organogenesis langsung
apabila eksplan tumbuh langsung membentuk tunas dan akar,
tanpa melalui pembentukan kalus (Dhaliwal et al., 2003).
Menurut Attfield dan Evans (1991) dalam Dhaliwal et al
(2003), eksplan daun tembakau dapat membentuk tunas dan
akar secara langsung atau tidak langsung, tergantung zat
pengatur tumbuh dalam medium kultur.
B. Respon Organogenesis
Proses organogenesis eksplan secara in vitro terjadi dengan
dua cara yang berbeda yaitu secara langsung dan tidak
Gambar 1. Tekstur dan Warna kalus eksplan daun tembakau
Nicotiana tabacum L. var Prancak 95 setelah 30 hari masa inkubasi, a = kalus putih remah, b = Kalus putih kompak, c = Kalus putih
kehijauan kompak, d = hijau kompak
a b
c d
Tabel 2.
Tekstur dan Warna Kalus eksplan daun tembakau Nicotiana tabacum
L. var Prancak 95 setelah 30 hari masa inkubasi
NAA (N) 0
ppm
0,1
ppm
0,2
ppm
0,3
ppm
0,4
ppm
0,5
ppm BAP (B)
0 ppm 1a 1b 1b 1b 1b 1b
1 ppm 0 1a 3a ; 1a 1a 1a 1a
2 ppm 0 1a 1a 1a 1a 1a
3 ppm 0 3a ;1a 1a 3a 1a 2a
4 ppm 0 2a 1a 1a 2a 2a
Keterangan : 1 = Putih 2 = Putih Kehijauan 3 = Hjau
a = Kompak b = Remah
-
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
5
langsung. Eksplan menunjukkan respon organogenesis secara
tidak langsung apabila eksplan tumbuh melalui kalus,
kemudian akan berdiferensiasi menjadi tunas dan akar.
Eksplan menunjukkan respon secara organogenesis langsung
apabila eksplan tumbuh langsung membentuk tunas dan akar,
tanpa melalui pembentukan kalus (Dhaliwal et al., 2003).
Menurut Attfield dan Evans (1991) dalam Dhaliwal et al
(2003), eksplan daun tembakau dapat membentuk tunas dan
akar secara langsung atau tidak langsung, tergantung zat
pengatur tumbuh dalam medium kultur.
Proliferasi tunas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang
nyata antara NAA dan BAP terhadap jumlah tunas.Sementara
BAP sebagai faktor tunggal berpengaruh nyata terhadap
pembentukan tunas, dan NAA sebagai faktor tunggal tidak
berpengaruh nyata terhadap pembentukan tunas.
Berdasarkan Tabel 4. menunjukkan interaksi zat pengatur
tumbuh yang menghasilkan tunas paling banyak adalah
kombinasi 0,1 ppm NAA dan 4 ppm BAP dengan rata-rata
jumlah tunas yang dihasilkan adalah 52,5 tunas/eksplan.
Terbentuknya tunas pada perlakuan BAP tanpa penambahan
NAA ini dikarenakan zat pengatur tumbuh yang ditambahkan
adalah BAP yang termasuk sitokinin, dan fungsi sitokinin lebih
memicu pembentukan tunas dan pembelahan sel namun
cenderung menghambat pembentukan akar, sedangkan auksin
cenderung memicu pembentukan kalus dan akar. Hal ini
menunjukkan bahwa sitokinin sangat efektif untuk
menginisiasi tunas secara langsung maupun tidak langsung.
Selain itu konsentrasi BAP yang tinggi juga menjadi penyebab
terhambatnya pemanjangan tunas, karena tidak ada faktor
NAA yang mempengaruhi dalam pemanjangan sel.
Proliferasi Akar
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama 30 hari
menunjukkan bahwa eksplan daun tembakau Nicotiana
tabacum L. var Prancak 95 yang telah diinokulasi dalam
berbagai konsentrasi NAA dan BAP memberikan respon
terhadap pertumbuhan akar. Hasil analisis statistika dengan
menggunakan uji Anova Two- Way dilanjutkan dengan uji
Tukey diperoleh perbedaan rerata jumlah akar yang
ditunjukkan pada Tabel 5.
Berdasarkan Tabel 5. dapat diketahui bahwa keseimbangan
antara NAA dan BAP pada perlakuan BAP 0 ppm dan NAA
0,3 ppm (NAA tunggal), ternyata memberikan respon jumlah
akar dengan rerata tertinggi yaitu 6,5. Sedangkan interaksi antara NAA dan BAP pada medium tidak berbeda nyata, hal
ini dapat dilihat degan kecilnya rerata jumlah akar pada
perlakuan kombinasi NAA dan BAP.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa tidak ada kombinasi konsentrasi ZPT yang
menghasilkan tunas dan akar sekaligus sehingga perlu adanya
uji lanjutan sampai tahap subkultur untuk menginduksi akar,
mengingat dalam tugas akhir ini eksplan lebih banyak
merespon kearah tunas. Penginduksian akar bisa menggunakan
golongan zat pengatur tumbuh auksin tunggal.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Ali, G., F. Hadi, Z. Ali, M. Tariq, and M. A. Khan. 2007. Callus
Induction and in vitro Complete Plant Regeneration of Different
Cultivars ot Tobacco (Nicotiana tabacum L.) on Media of Different
Hormonal Concentration. Biotechnology. Vol 6(4): 561-566
[2] Amin et al. 2007. Induksi Kalus dari Daun Nilam Kultivar
Lhoksemauwe, Sidikalang, dan Tapaktuan dengan 2,4D. Zuriat. Vol 18
no 2 Juli- Desember
[3] Basuki, S, Suwarso, A. Herwati, dan S. Yulaikah. 1999. Biologi dan
Morfologi Tembakau Madura. Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman
Serat. Malang
[4] Cahyono, Bambang. 1998. TEMBAKAU, Budi daya dan Analisis
Tani. Yogyakarta : Kanisius
[5] Dhaliwal, H. S., E. C. Yeung, and T. A. Thorpe. 2003. TIBA Inhibition
of in vitro Organogenesis in excised Tobacco Leaf Explants. In Vitro
Cell. Dev. Biol.- Plant 40:235-238
[6] Dewi, I. R. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi Pertumbuhan
Tanaman. Makalah. Fakultas Pertanian Universitas Padjajdaran.
Bandung
[7] Evans, D.E., J.O.D. Coleman, and A. Kearns. 2003. Plant Cell
Culture. BIOS Scientific Publisher: New York
[8] Fajriyah, Nurul. 1999. Heterosis Pada F1 dan F2 Hasil Persilangan
Tembakau Madura dan Oriental. Balai Penelitian Tembakau dan
Tanaman Serat (BALITTAS) : Malang
[9] Fitrianti, A. 2006. Efektivitas Asam 2,4-Diklorofenoksiasetat (2,4-D)
dan Kinetin pada Medium MS dalam Induksi Kalus Sambiloto dengan
Eksplan Potongan Daun. Skripsi. Biologi FMIPA UNS: Semarang
[10] Hendaryono, D.P.S dan A. Wijayani. 2004. Teknik Kultur Jaringan
Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman secara Vegetatif-
Modern. Kanisius: Yogyakarta
[11] Herwati, A., Suwarso, A. S. Murdiyati, C. Suhara, dan J. Hartono. 2004.
Pelepasan Varietas Tembakau Madura Prancak N-2 sebagai Varietas
Tabel 4.
Rerata jumlah tunas pada eksplan daun tembakau Nicotiana tabacum L.
Prancak 95 setelah 30 hari masa inkubasi
NAA (N) 0 ppm
0,1
ppm
0,2
ppm
0,3
ppm
0,4
ppm
0,5
ppm BAP (B)
0 ppm 0a 0a 0a 0a 0a 0a
1 ppm 28,75 ab 25 ab 9,5a 12a 8,5a 6a
2 ppm 21,25ab 19,25ab 17,75ab 21,25a
b 20ab 21,5ab
3 ppm 35,5b 20ab 24,25ab 22ab 24ab 12,75a
4 ppm 44,75b 52,5b 35,75b 24ab 24,25a
b 22ab
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris
dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Tukey.
Tabel 5 .
Rerata jumlah akar pada eksplan daun tembakau Nicotiana tabacum L. var.
Prancak 95 setelah 30 hari masa inkubasi
NAA (N) 0
ppm
0,1
ppm
0,2
ppm
0,3
ppm
0,4
ppm
0,5
ppm BAP (B)
0 ppm 0a 0,25a 4,25b 6,5b 3,25ab 3,25a
b
1 ppm 0a 0a 0a 0a 0a 0a
2 ppm 0a 0a 0a 0a 0a 0a
3 ppm 0a 0a 0a 0a 0a 0a
4 ppm 0a 0a 0a 0a 0a 0a
Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan
kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Tukey.
-
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
6
Unggul. Keputusan Menteri Pertanian Nomor
:321/Kpts/SR.120/5/2004. http://www.deptan.go.id-/bdd/admin/file/SK-
321-04.pdf. diakses pada tanggal 14 November 2009 pukul 12.39 WIB
[12] Juud, W. 2002. Plant Systematics. Sinauer Associates, Inc. Publisher :
Sunder Land, Massachusetts U.S.A
[13] Kieber, Joseph J. 2002. The Arabidopsis Book: Cytokinins. American
Society of Plant Biologists. University of North Carolina, Biology
Department : Carolina
[14] Maryani, Yekti dan Zamroni .2005. Penggandaan Tunas Krisan
Melalui Kultur Jaringan. Ilmu Pertanian Vol. 12 No.1, 2005: 51-55
[15] Mukani, A.S. Murdiyati, dan Suwarno. 2004. Keragaan agribisnis
tembakau lokal. Diskusi Panel Revitalisasi Sistem Agribisnis Tembakau
Bahan Baku Rokok. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.
hlm. 21-32
[16] Nugroho, A dan Sugito. 2004. Pedoman Pelaksanaan Teknik Kultur
Jaringan. Jakarta: Penebar Swadaya. Jakarta
[17] Pasqua, Gabriella. 2002. Effects of the Culture Medium pH and Ion
Uptake in In Vitro Vegetative Organogenesis in Thin Cell Layers of
Tobacco. Plant Science 162 (2002) 947_/955
[18] Purnamaningsih, Ragapadmi. 2006. Induksi Kalus dan Optimasi
Regenerasi Empat Varietas Padi melalui Kultur In Vitro. Jurnal
AgroBiogen 2(2):74-80
[19] Purwianingsih, W., R. Kusdianti, dan L. Yuniarti. 2007. Anatomi
Kalus yang Berasal dari Eksplan Daun Catharanthus roseous (L). G.
Don (Tapak Dara). Skripsi
[20] Retna Bandriyati Arniputri , Praswanto, dan Dwi Purnomo.2001.
Pengaruh Konsentrasi IAA DAN BAP Terhadap Pertumbuhan Dan
Perkembangan Tanaman Kunir Putih (Kaempferia rotunda L.) Secara In
Vitro. Lab Sentral Biologi sub Lab Kultur Jaringan : UNS
[21] Santosa, E. K. 2007.Pemanfaatan Daun Tembakau (Nicotiana
Tabacum) Sebagai Pewarna Kain Sutera dengan Menggunakan Mordan
Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia Swingle) Diterapkan Pada Lenan
Rumah Tangga. Skripsi. Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi Fakultas
Teknik UNS: Semarang
[22] Schmulling, T. 2004. Cytokinin. Encyclopedia of Biological
Chemistry Academic Press: Elsevier Science
[23] Silva, J. A. T. 2005. Simple Multiplication and Effective Genetic
Transformation (Four Methods) of in vitro-grown Tobacco by Stem
Thin Cell Layers. Plant Science 169: 1046-1058
[24] Suharto, Murdiati,. Dan Herawati, Anik. 2008. Prospek Tembakau
Rendah Nikotin (Studi kasus tembakau Madura). Warta Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 1, 6 April 2008
[25] Sugiri, Anton. 2005. Pembentukan kalus Embrioid Kultur ovary.
Melalui Beberapa Komposisi Media Kultur. Pengantar Falsafah Sains
(PPS702)
[26] Susilowati, E. Y. 2006. Identifikasi Nikotin dari Daun Tembakau
Kering (Nicotiana tabacum) dan Uji Efektivitas Ekstrak Daun
Tembakau sebagai Insektisida Penggerek Batang Padi (Scirpophaga
innonata). Skripsi. Kimia FMIPA UNS: Semarang
[27] Suwarso, A. Herwati, dan A. S. Murdiyati. 2008. Varietas-varietas
Baru Tembakau Madura. Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman
Serat: Malang
[28] Walter. 2002. Plant Systematics. Sinauer Associates,Inc. Publisher:
Sunder Land Masssachusetts USA
[29] Werner, Thomas dan Schmulling, Thomas. 2009. Cytokinin Action in
Plant Development. Current Opinion in Plant Biology 2009, 12 : 527-
538
[30] Yunus, A. 2007. Pengaruh IAA dan Kinetin terhadap Pertumbuhan
Eksplan Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) secara In Vitro.
Jurnal Akta Agrosia Edisi Khusus No. 1: 53-58
[31] Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara: Jakarta
876880. Available: http://www.halcyon.com/pub/journals/21ps03-
vidmar
http://www.halcyon.com/pub/journals/21ps03-vidmarhttp://www.halcyon.com/pub/journals/21ps03-vidmar