JARINGAN SOSIAL PENAMBANG TIMAH TRADISIONAL PASCA
LARANGAN TAMBANG INKONVENSIONAL
(Studi Pada Masyarakat Penambang Timah Kampung Boyan Desa Batu
Berdaun Kecamatan Singkep Kabupaten Lingga)
NASKAH PUBLIKASI
Oleh
MAS AGUS MUAMMAR GHAZALIE
NANIK RAHMAWATI
MARISA ELSERA
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
SURAT PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
Yang bertanda tangan dibawah ini adalah Dosen Pembimbing Skripsi mahasiswa yang
disebut dibawah ini :
Nama : MAS AGUS MUAMMAR GHAZALIE
NIM : 100569201135
Jurusan/ Prodi : Sosiologi
Alamat : Jl. Sultan Sulaiman No. 24 Kampung Bulang
Nomor Telp : 081275811103
Email : -
Judul Naskah : JARINGAN SOSIAL PENAMBANG TIMAH
TRADISIONAL PASCA LARANGAN TAMBANG
INKONVENSIONAL (Studi Pada Masyarakat
Penambang Timah Kampung Boyan Desa Batu
Berdaun Kecamatan Singkep Kabupaten Lingga)
Menyatakan bahwa judul tersebut sudah sesuai dengan aturan tata tulis naskah ilmiah dan
untuk dapat diterbitkan.
Tanjungpinang, 13 Juli 2017
Yang menyatakan,
Dosen Pembimbing I
NANIK RAHMAWATI, M.Si
NIDN. 1013048002
Dosen Pembimbing II
MARISA ELSERA, S.Sos, M.Si
NIP. 198710192014042001
JARINGAN SOSIAL PENAMBANG TIMAH TRADISIONAL PASCA LARANGAN
TAMBANG INKONVENSIONAL
(Studi Pada Masyarakat Penambang Timah Kampung Boyan Desa Batu Berdaun
Kecamatan Singkep Kabupaten Lingga)
MAS AGUS MUAMMAR GHAZALIE
NANIK RAHMAWATI
MARISA ELSERA
Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Maritim Raja Ali Haji
Tambang tradisional sejatinya merupakan kegiatan yang legal serta dilindungi oleh
pemerintah ketika alur proses pengurusan tambang tersebut sesuai dengan yang telah ditetapkan.
Imbas dari tambang tradisional yang ilegal tentunya akan berpengaruh kepada kegiatan
pertambangan tersebut dan berpotensi berada dijalur hukum ketika tetap menjalankannya. Adanya
larangan tambang Inkonvensional membuat masyarakat penambang timah ini berhenti melakukan
aktifitas penambangan membuat keinginan untuk memperbaiki kehidupan dirasa sulit akibat dari
tidak tersedianya lapangan pekerjaan lain dan ditambah lagi memiliki tingkat pendidikan yang
rendah serta kurangnya skill membuat para penambang merasa kesulitan untuk mendapatkan
pekerjaan yang lebih baik.
Sulitnya melakukan kegiatan penambangan akibat dari tidak adanya legalitas membuat
masyarakat penambang menerapkan berbagai strategi guna menghadapi dan bertahan ditengah
meningkatnya kebutuhan hidup. Seperti yang diungkapkan oleh Corner dalam Kusnadi (2000:7-8)
mengatakan bahwa adanya strategi-strategi adaptasi yang biasanya dilakukan dan dikembangkan
oleh masyarakat untuk menjaga kelangsungan hidup.
Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui bagaimana Jaringan Sosial yang terjadi pada
masyarakat penambang timah tradisional untuk bertahan dan memenuhi kebutuhan hidup pasca
adanya larangan kegiatan tambang Inkonvensional. Penelitian ini termasuk penelitian dengan
pendekatan kualitatif dan jenis deskriftif, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
metode observasi, wawancara dan dokumentasi, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan
metode dengan teknik analisis deskriftif.
Adapun temuan dalam penelitian ini terdapat berbagai strategi serta jaringan sosial yang
dilakukan penambang timah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Strategi yang diterapkan oleh
penambang timah dalam menghadapi kemiskinan yaitu berupa peranan anggota keluarga untuk
menambah penghasilan dengan memanfaatkan peranan istri untuk turut bekerja mencari
penghasilan lebih untuk keluarga selain menjadi ibu rumah tangga, dan jaringan sosial yang
berfungsi untuk tetap menjaga kelangsungan hidup dari tekanan-tekanan ekonomi, serta adanya
kombinasi pekerjaan yang bisa turut menambah jumlah penghasilan.
Kata Kunci : Strategi Bertahan Hidup, Jaringan Sosial
ABSTRACT
Traditional mining is a legal activity and protected by the government when the flow of the
process of mining is in accordance with the established. The impact of illegal traditional mines
will certainly affect the mining activities and potentially lies in the law while still running it. The
existence of an unconventional mining prohibition made the tin mining community stop doing
mining activities to make the desire to improve life is difficult due to the unavailability of other
jobs and added to having low level of education and lack of skill to make the miners feel difficult to
get a better job.
The difficulty of mining activities resulting from the absence of legality makes the mining
community apply various strategies to face and survive amid increasing needs of life. As expressed
by Corner in Kusnadi (2000: 7-8) said that there are adaptation strategies that are usually carried
out and developed by the community to maintain survival.
The purpose of this research is to know how Social Network happened to traditional tin
mining community to survive and fulfill the necessity of life after the existence of prohibition of
Inkonvensional mining activity. This research includes research with qualitative approach and
descriptive type, data collection is done by using observation method, interview and
documentation, then the data obtained is analyzed by method with descriptive analysis technique.
The findings in this study there are various strategies and social networks carried out tin
miners to meet the needs of life. The strategy adopted by tin miners in the face of poverty is in the
form of the role of family members to supplement their income by utilizing the role of wives to
work to earn more income for families besides being housewives, and social networks that serve to
keep the survival of economic pressures, as well as a combination of work that can help increase
the amount of income.
Keywords: Survive, Social Network
1
A. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang sangat
kaya akan sumber daya alam, namun
kekayaan sumber daya alam yang dimiliki
oleh Indonesia belum menjamin
kesejahteraan bagi seluruh warga Negara
Indonesia. Masih banyak juga warga Negara
Indonesia yang hidup didalam kemiskinan.
Kemiskinan itu terjadi bukan hanya karena
eksploitasi tetapi juga dikarenakan kultur
atau budaya masyarakat yang tidak terbuka
terhadap perubahan-perubahan sosial yang
terjadi.
Kemiskinan, kesenjangan sosial, konflik,
dan bencana alam yang terjadi di Indonesia
juga membuat Negara Indonesia menjadi
penghambat untuk lebih cepat berkembang
dan maju. Disamping itu faktor penentu
berkembang dan majunya suatu Negara
dapat dilihat dari tingkat penghidupan dan
kebutuhan hidup masyarakatnya.
Tingkat kehidupan dan kebutuhan
masyarakat Indonesia juga dapat dilihat dari
ketergantungan kehidupan masyarakat akan
kebutuhan sehari-hari. Bagi daerah-daerah
tertentu tingkat kehidupan/ kebutuhan
hidupnya bersumber dari alam dan bumi.
Salah satu dari banyak nya sumber daya
alam yang sangat melimpah dinegeri
Indonesia ini adalah kekayaan mineral
buminya. Dimana Salah satu hasil tambang
yang mampu bersaing sejak bertahun-tahun
dahulu adalah timah. Indonesia merupakan
produsen biji timah terbesar kedua di dunia,
dengan jumlah produksi pada tahun 2013
sebanyak 64 ribu ton, dimana produksi
timah yang ada di Indonesia sekitar 68,5
persen dihasilkan dari Industri Smelter
nasional yang berpusat di Provinsi Bangka
Belitung, dan Industri Smelter swasta yang
tersebar di beberapa Wilayah di Indonesia.
Ada sekitar empat puluh perusahaan industri
smelter nasional di Bngka Belitung, yang
mana 95 persen dari total produksi timah di
Perusahaan Smelter ini diajukan untuk di
daerah yang pernah menjadi salah satu raja
di percaturan timah Indonesia adalah Pulau
Singkep, atau lebih dikenal dengan sebutan
Dabo Singkep.
Pulau Singkep adalah salah satu basis
produksi terbesar timah yang di kelola oleh
PT.Timah Tbk selain yang berada di Pulau
Bangka, Pulau Belitung, dan Pulau Kundur.
Penambangan timah di Pulau Singkep
berlangsung sejak tahun 1812 hingga tahun
1992 yang dikelola oleh berbagai
perusahaan pengelola. Jauh sebelum
PT.Timah Tbk masuk untuk mengelola
timah di Pulau Singkep, pada masa
pemerintahan kesultanan Riau-Lingga
diadakannya konsensi terhadap perusahaan
asal Belanda yaitu Singkep Tin
Maatschaappij (Sitem) sebagai pengelola
pertambangan timah di Pulau Singkep.
Kemudian pada masa pemerintahan orde
baru, seluruh aset Sitem dinasionalisasi oleh
pemerintah pusat yang kemudian di kelola
oleh PN.Timah, yang kemudian berganti
nama menjadi PT.Timah Tbk.
(http://regional.kompas.com)
Daerah operasionalnya didarat dalam
bentuk galian tambang dan tambang lepas
pantai. Bekas galian tambang timah inilah
yang sampai saat ini digunakan oleh
2
masyarakat sebagai salah satu mata
pencaharian mereka. Dimana pada bekas
tambang ini masih banyak ditemukannya
biji-biji timah yang memiliki nilai jual.
Tingginya harga jual biji timah menjadi
alasan banyaknya masyarakat yang
menjadikan timah sebagai mata pencaharian
mereka.
Harga jual biji (pasir) timah ini berada
dikisaran 65 ribu hingga 120 ribu rupiah per
Kilogram, tergantung dari kualitas biji timah
yang didapatkan. Akan tetapi Sangat
disayangkan bahwa kemudian biji timah
yang didapatkan para penambang ini dibeli
oleh penampung (pengepul) dengan harga
yang rendah, dimana harga yang di tetapkan
oleh penampung untuk biji timah kualitas
rendah dikisaran 60 ribu rupiah. Untuk biji
timah dengan kualitas tinggi, penampung
(pengepul) menghargai di harga 85 ribu
rupiah.
Sayangnya kegiatan penambang timah
tradisional di Dabo Singkep ini khususnya di
Kampung Boyan, hampir seluruhnya dapat
dikatakan ilegal, karena tidak disertai
dengan izin dari dinas terkait. Hal ini
mengacu pada Undang-undang No.11 Tahun
1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan, yang tertuang dalam Pasal
11, ayat 1, 2 dan 3 tentang pertambangan
rakyat.
Dalam Undang-undang No.11 Tahun
1967 Tentang Ketentuan Pokok
Pertambangan Pasal 11 ayat 1, 2, dan 3
dijelaskan bahwa :
1. Pertambangan Rakyat bertujuan untuk
memberikan kesempatan kepada rakyat
setempat dalam mengusahakan bahan
galian untuk turut serta membangun
Negara dibidang pertambangan dengan
bimbingan pemerintah.
2. Pertambangan Rakyat hanya dapat
dilakukan oleh rakyat setempat yang
memegang kuasa pertambangan (Izin)
Pertambangan Rakyat.
3. Ketentuan-ketentuan mengenai
Pertambangan Rakyat dan cara serta
syarat-syarat untuk memperoleh Kuasa
Pertambangan (Izin) Pertambangan
Rakyat diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Hal terebut bukan tidak mendasar,
karena melihat susahnya akses dan perhatian
pemerintah yang sangat minim untuk
mendapatkan izin menjadikan kegiatan ini
terus menerus dilakukan warga, meski
mereka mengetahui segala konsekuensinya.
Sementra dilain sisi kurangnya lapangan
pekerjaan dan semakin tingginnya biaya
hidup menjadikan masyarakat penambang
tradisional ini cenderung bertahan untuk
terus melakukan kegiatan ini, apalagi cara
dan pengolahannya cukup mudah (bisa
hanya menggunakan sekop/ cangkul dan
dulang yang terbuat dari kayu).
Kampung Boyan merupakan salah satu
daerah yang banyak dijadikan sebagai area
pertambangan timah tradisional dan
inkonvensional. Banyaknya bekas tambang
merupakan salah satu faktor utama
berlangsungnya kegiatan pertambangan ini,
ada sekitar 60 orang warga Kampung Boyan
baik laki-laki maupun perempuan yang
menggantungkan hidupnya pada
3
pertambangan timah tradisional maupun
inkonvensional.
Nama Kampung Boyan sendiri menurut
warga dan kepala dusun setempat, di ambil
dari Suku Bawean yang dahulunya bertani
dan menetap didaerah tersebut. Dimana pada
kesehariannya masyarakat yang tinggal
berdampingan dengan masyarakat suku
Bawean ini sangat menghormati segala
bentuk kegiatan dan gaya hidup masyarakat
suku Bawean, sebab selain dikenal dengan
gaya hidup yang khas dan membaur dengan
keramah tamahan serta kekompakannya,
masyarakat suku Bawean ini juga sangat
terkenal pandai bercocok tanam dan
membangun pondok (rumah) yang unik di
sekitar kebun mereka. Sehingga pada tahun
1960an ketika masyarakat suku Bawean ini
berpindah, masyarakat kemudian memberi
nama Kampung Boyan sebagai pedoman
dalam menyebutkan tempat tersebut.
Kegiatan penambangan di Kampung
Boyan dapat dikatakan sangat menjamur,
bahkan bukan hanya masyarakat setempat
saja namun masyarakat dari daerah luar
seringkali melakukan kegiatan ini. Tahun
2015 banyak terungkap kasus jual beli hasil
tambang timah tradisional ilegal yang berada
di Pulau Singkep, yang imbasnya adanya
larangan penambangan timah
inkonvensional atau illegal sehingga
membuat para pelaku tambang tradisional
ilegal akan berada dijalur hukum jika masih
tetap menjalankan kegiatan
pertambangannya.
Dampak lain yang diakibatkan dari
adanya kasus tersebut adalah susahnya
melakukan aktifitas pertambangan timah.
Meski tidak sepenuhnya, namun susahnya
melakukan aktifitas pertambangan timah di
seluruh Pulau Singkep baik itu kegiatan
pertambangan maupun penjualan hasil
tambang jelas dirasakan oleh masyarakat
penambang timah tradisional. Selain itu
keberadaan penampung (pengepul) timah
juga sudah mulai berkurang akibat dari
adanya kasus tersebut, hal itu wajar terjadi
karena selama ini para penampung
(pengepul) timah selalu menjual hasil
tambang ke pihak ketiga baik kedalam
negeri maupun keluar negeri seperti
Malaysia dan Singapura, sehingga ketika
kasus ini terjadi banyak pengepul yang
berhenti melakukan kegiatan penampungan
hasil timah, sehingga masyarakat yang
masih melakukan kegiatan pertambangan
akan kesulitan untuk menjual hasil tambang
mereka.
Larangan tambang inkonvensional bagi
penambang timah tentunya secara langsung
berdampak kepada berkurangnya
penghasilan pendapatan mereka, hal ini
tentunya sangat mendasar karena ketika
sebelum adanya larangan tersebut banyak
penambang yang mendapatkan pendapatan
yang terbilang cukup tinggi sehingga akan
sangat mampu untuk memenuhi kebutuhan
hidup keluarga. Tingginya penghasilan para
penambang tidak lepas dari keberanian para
penampung hasil tambang timah ilegal
tersebut yang berani mengambil harga cukup
tinggi yakni sekitar Rp.95.000 – Rp.100.000
untuk 1 Kg pasir timah, dan ketika adanya
larangan tersebut membuat para penampung
4
timah hanya berani mengambil harga antara
Rp.80.000 – Rp.90.000 per kilogramnya.
Di tengah tingginya akan kebutuhan
hidup tentunya para penambang dan
keluarga penambang timah sangat kesulitan
menghadapi tekanan tersebut. Tentunya
berbagai bentuk pekerjaan dan strategi
dilakukan guna memenuhi berbagai jenis
kebutuhan baik itu kebutuhan primer dan
sekunder. Keadaan ini tentunya membuat
para penambang timah dan keluarga
penambang timah yang berada di Kampung
Boyan berjuang keras mencari jalan keluar
untuk mencukupi kehidupan hidup.
Tinggi nya biaya hidup, kurangnya
lapangan pekerjaan, hingga larangan
pertambangan serta kenyataan bahwa
kedepannya jumlah cadangan timah yang
pasti semakin menipis ini membuat
masyarakat menempuh barbagai cara agar
dapat bertahan hidup ditengah himpitan
ekonomi. Semangat dan etos kerja yang
yang tinggi menjadi andalan masarakat
untuk tetap bertahan hidup.
Berangkat dari permasalahan yang telah
diuraikan tersebut, dimana untuk mengatasi
permasalahan kebutuhan hidup terutama
permasalahan ekonomi ini memerlukan
strategi agar dapat bertahan hidup ditengah
berbagai bentuk permasalahan yang
dihadapai oleh penambang timah dan
keluarga. Hal inilah yang membuat peneliti
tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang
bagaimana “JARINGAN SOSIAL
MASYARAKAT PENAMBANG TIMAH
TRADISIONAL PASCA LARANGAN
TAMBANG INKONVENSIONAL” pada
masyarakat Kampung Boyan Desa Batu
Berdaun, Kecamatan Singkep, Kabupaten
Lingga.
Merujuk pada latar belakang yang telah
diuraikan diatas, adapun perumusan masalah
yang akan ditelaah lebih lanjut dalam
penelitian ini adalah :
Bagaimana Jaringan Sosial Penambang
Timah Tradisional dalam upaya bertahan
hidup keluarga di Kampung Boyan Desa
Batu Berdaun Kecamatan Singkep
Kabupaten Lingga.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut,
adapun tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan meihat bagaimana Jaringan
Sosial Penambang Timah Tradisional dan
keluarga dalam upaya mempertahankan
penghidupan pasca Larangan Penambangan
Timah Inkonvensional dan dalam upaya me
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kegunaan bagi dunia akademisi, diantaranya:
a. Sebagai acuan untuk mengadakan
penelitian lebih lanjut khususnya yang
berkaitan dengan semangat hidup,etos
kerja,dan Jaringan sosial pada
masyarakat, khususnya pada masyarakat
menengah kebawah.
b. Memperkaya khasanah pengetahuan bagi
disiplin ilmu Sosiologi yang
berkaitan dengan penambang
Tradisional, serta Jaringan Sosial
penambang tradisional menuhi
kebutuhan hidup.
B. LANDASAN TEORI
Karakteristik Tambang Tradisional
5
Tambang tradisional atau dalam istilah
pertambangan disebut juga tambang rakyat,
adalah suatu usaha pertambangan yang
dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil-
kecilan atau secara gotong royong dengan
alat-alat sederhana untuk pencaharian
sendiri. Dalam pasal 20 dan Pasal 66 sampai
dengan Pasal 73 Undang-undang Nomor 4
tahun 2009 tentang Mineral mengakomodasi
kepentingan tambang rakyat karena selain
memecahkan persoalan yang selama ini
terjadi, di lain pihak merupakan bukti
konkrit pengakuan terhadap eksistensi
keberadaan tambang rakyat, yang apabila di
lakukan pembinaan dengan baik, merupakan
salah satu potensi ekonomi lokal yang dapat
menggerakkan perekonomian di daerah
tersebut.
Konsep kegiatan tambang timah
tradisonal atau tambang timah rakyat pada
umumnya bergantung pada jumlah pasir
timah yang didapat dan kandungan biji
timah yang terdapat didalam pasir tersebut.
Semakin banyak pasir timah yang didapat
oleh penambang rakyat atau penambang
tradisonal, maka akan semakin besar pula
hasil yang didapat. Sementara untuk
penetuan kandungan timah yang terdapat
didalam pasir timah tersebut biasanya
dilakukan oleh orang yang mengerti dan
pernah bekerja pada perusahaan timah.
Kegiatan tambang timah rakyat atau
tambang tradisonal terjadi akibat dari
banyaknya areal bekas tambang yang
ditinggalkan oleh perusahaan tambang
sehingga mendorong masyarakat sekitar
areal pertambangan untuk melakukan
kegiatan pertambangan. Seiring berjalannya
waktu, kegiatan pertambangan timah yang
pada awalnya dilakukan diarea bekas lokasi
tambang perusahaan menyebar hingga
ketempat yang seharusnya tidak boleh
dilakukan kegiatan pertambangan seperti
hutan lindung, hingga pantai. (Iskandar:
2005)
Iskandar Zulkarnaen dalam bukunya
Konflik Di kawasan Pertambangan Timah di
Bangka Belitung disebutkan juga bahwa
kegiatan pertambangan rakyat pada awalnya
dilakukan oleh para penambang timah
dengan teknik sederhana dan peralatan
sederhana. Kegiatan penambangan timah
yang dilakukan oleh rakyat mayoritas
dilakukan tanpa izin resmi, sehingga gejala
penambangan timah rakyat ini timbul ketika
masyarakat belum melakukan atau belum
mampu menerapkan peraturan perundang-
undangan.
Penambangan timah rakyat ini menemui
permasalahan ketika dalam usaha ini
melibatkan pihak-pihak luar, yaitu pemodal
besar (yang biasanya disebut cukong),
terorganisasi cukup baik, dan menggunakan
teknologi yang cukup modern, yang pada
umumnya kegiatan ini tidak mengindahkan
dampak lingkungan yang terjadi akibat dari
kegiatan tambang dengan teknologi tersebut.
Jaringan Sosial
Jaringan sosial memiliki konsep yang
menunjukkan suatu hubungan sosial yang
diikat oleh adanya kepercayaan, dan
kepercayaan itu dipertahankan oleh norma-
norma yang ada. Pada dasarnya jaringan
sosial terbentuk karena adanya rasa saling
6
tahu dan saling membantu dalam
melaksanankan ataupun dalam mengatasi
sesuatu. Dalam pelaksanaan jaringan sosial,
peran hubungan yang dilakukan oleh
individu dan antar individu sangat
diperlukan. Karenanya jaringan sosial
membutuhkan hubungan yang baik antar
individu agar proses berlangsungnya
jaringan tersebut berjalan dengna baik.
Setiap individu memiliki kemampuan yang
berbeda dalam melaksanakan hubungan
sosial yang dilakukannya.
Hal ini disebabkan bahwa hubungan
sosial yang dilakukan oleh individu tidak
hanya melibatkan satu atau dua individu
saja, melainkan banyak individu.
Keterhubungan individu-individu tersebut
akan membentuk suatu jaringan sosial yang
sekaligus merefleksikan terjadinya
pengelompokan sosial dalam kehidupan
masyarakat (Kusnadi, 2000:11-12).
Teori jaringan termasuk bagian dasarnya
kapital sosial, terdiri dari tiga dimensi utama
yakni kepercayaan (trust), norma dan
jaringan (network). Berdasarkan sifatnya
kapital sosial dapat bersifat mengikat
(bonding), menyambung (bridging), dan
bisa pula bersifat mengait (linking). Dimana
dalam teori jaringan sosial juga menilai
bahwa setiap aktor baik individu ataupun
kelompok memiliki akses yang berbeda
terhadap sumber daya, baik itu sumber daya
kekayaan, kekuasaan maupun informasi.
Jaringan sosial juga merupakan suatu
jaringan yang bertipe khusus, dimana ikatan
yang menghubungkan satu titik ke titik lain
dalam jaringan adalah hubungan sosial.
Hubungan sosial bisa dipandang sebagai
sesuatu yang seolah-olah merupakan sebuah
jalur atau saluran yang menghubungkan
antara satu orang (titik) dengan orang-orang
lain dimana melalui jalur atau saluran
tersebut bisa dialirkan sesuatu, misalnya
barang, jasa, dan informasi. Hubungan sosial
antara dua orang mencerminkan adanya
pengharapan peran dari masing-masing
lawan interaksinya.
Secara utilitas jaringan sosial menjadi
penting di dalam masyarakat karena di dunia
ini bisa dikatakan tidak ada manusia yang
tidak menjadi bagian dari jaringan-jaringan
hubungan sosial. Walaupun begitu manusia
tidak selalu menggunakan semua hubungan
sosial yang dimilikinya dalam mencapai
tujuan-tujuannya, tetapi disesuaikan dengan
ruang dan waktu atau konteks sosialnya.
Strategi Bertahan Hidup
Konsep strategi didefinisikan sebagai
serangkaian cara tertentu yang
berkesinambungan untuk mencapai tujuan
tertentu (Nurrahman, 2009). Secara umum
strategi dapat diartikan sebagai suatu garis
besar haluan dalam bertindak untuk
mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Secara harfiah pengertian strategi adalah
berbagai kombinasi dari aktivitas dan
pilihan-pilihan yang harus dilakukan orang
agar supaya dapat mencapai kebutuhan dan
tujuan kehidupannya. Konsep strategi ini
merupakan bagian dari pilihan rasional,
dimana dalam teori tersebut dikatakan
bahwa setiap pilihan yang dibuat individu,
termasuk pemilihan suatu strategi dibuat
berdasarkan perimbangan rasional dengan
7
mempertimbangkan untung rugi yang akan
diperoleh.
Menurut Sitorus 1999 dalam Ihromi
(2004:241) strategi ekonomi di pedesaan
dalam menghadapi kondisi kemiskinan
mencakup upaya-upaya alokasi sumber
daya, khususnya tenaga kerja di dua sektor
sekaligus, yaitu sektor-sektor produksi dan
non produksi. Upaya di sector produksi
menunjuk pada ragam kegiatan para anggota
rumah tangga di bidang ekonomi produksi.
Sedangkan upaya di sector non produksi
menunjuk pada keterlibatan para anggota
rumah tangga di beragam lembaga
kesejahteraan sosial dalam masyarakat.
Menurut Kusnadi (2000), Strategi Dalam
Menghadapi Kemiskinan dapat dilakukan
melalui:
1. Peranan Anggota Keluarga (istri dan
anak).
Dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar
kehidupan, isu substansial yang selalu
dihadapi oleh keluarga atau rumah tangga
adalah bagaimana individu-individu yang
ada didalamnya harus berusaha maksimal
dan bekerja sama untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga sehingga
kelangsungan hidupnya terpelihara. Setiap
anggota rumah tangga bisa memasuki
beragam pekerjaan yang dapat diakses
sehingga memperoleh penghasilan yang
berfungsi untuk menjaga kelangsungan
hidup bersama. Kegiatan-kegiatan ekonomi
yang dilakukan oleh salah satu anggota
rumah tangga (istri dan anak) merupakan
salah satu dari strategi adaptasi yang harus
ditempuh untuk menjaga kelangsungan
hidup mereka.
2. Diversifikasi Pekerjaan
Strategi adaptasi lain yang digunakan
oleh penambang timah untuk menghadapi
ketidakpastian penghasilan adalah
mengkombinasikan pekerjaan. Kegiatan
menambang selalu di kombinasikan dengan
pekerjaan lain dan dilakukan secara
bergantian.
3. Jaringan Sosial
Melalui jaringan sosial, individu-
individu rumah tangga akan lebih efektif dan
efisien untuk mencapai atau memperoleh
akses terhadap sumberdaya yang tersedia di
lingkungannya. Jaringan sosial itu berfungsi
sebagai salah satu strategi adaptasi dalam
konteks mengatasi kesulitan ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Dengan kata lain, fungsi jaringan sosial
ditempatkan dalam konteks khusus, yakni
upaya memenuhi kebutuhan sosial-ekonomi
rumah tangga penambang timah yang akses
pendapatannya tidak pasti dan keterbatasan
sumber daya sosial-ekonomi yang tersedia.
Secara umum, bagi rumah tangga para
penambang yang pendapatan setiap harinya
bergantung sepenuhnya pada penghasilan
menambang, jaringan sosial berfungsi sangat
strategis dalam menjaga kelangsungan
kehidupan mereka.
Lebih lanjut dapat didefinisikan jaringan
sosial merupakan sebagai rangkaian
hubungan yang khas di antara sejumlah
orang dengan sifat tambahan, yang ciri-ciri
dari hubungan ini sebagai keseluruhan yang
digunakan untuk menginterpretasikan
8
tingkah laku sosial dari individu-individu
yang terlibat (Damsar, 2011:159). Ataupun
menurut Suparlan yang mengemukakan
bahwa jaringan sosial merupakan proses
pengelompokan yang terdiri atas sejumlah
orang yang masing-masing memiliki
identitas tersendiri dan dihubungkan melalui
hubungan sosial yang ada.
Menurut Corner (1988:187-189) dalam
Kusnadi (2000:8), bahwa di kalangan
penduduk miskin terdapat beberapa pola
strategi adaptasi yang dikembangkan untuk
menjaga kelangsungan hidup, yaitu:
1. Melakukan beraneka ragam pekerjaan
untuk memperoleh penghasilan.
2. Jika kegiatan-kegiatan tersebut masih
kurang memadai, penduduk miskin akan
berpaling kepada sistem penunjang yang ada
di lingkungannya. Sistem ikatan
kekerabatan, ketetanggaan, dan pengaturan
tukar-menukar secara timbal balik
merupakan sumberdaya yang sangat
berharga bagi penduduk miskin dalam
menghadapi penghasilan dan peluang yang
semakin menurun.
3. Bekerja lebih banyak meskipun lebih
sedikit masukan. Strategi yang bersifat
ekonomis ini ditempuh untuk mengurangi
tingkat kebutuhan konsumsi sehari-hari.
Penelitian Terkait Kegiatan Tambang
Tradisional Dan Jaringan Sosial
Penambangan ilegal memang sering kali
menjadi pilihan masyarakat dalam upaya
mendapatkan penghidupan yang lebih baik
atau hanya sekedar untuk memperoleh
pekerjaan yang dirasa mampu dilakukan di
tengah keterbatasan pendidikan dan
pengetahuan. Indonesia merupakan negeri
yang cukup melimpah Sumber Daya
Alamnya, terlebih sumber daya mineralnya
seperti tembaga, emas, timah dan lain
sebagainya yang sangat melimpah dinegeri
ini. Disamping itu juga, pertambangan ilegal
hampir bisa ditemui diseluruh pelosok
negeri.
Melimpahnya sumber daya mineral dan
kegiatan pertambangan ilegal memang tidak
dapat dipisahkan. Sebagian masyarakat yang
tinggal didaerah yang memiliki jumlah
kekayaan mineral yang banyak akan
cenderung untuk melakukan kegiatan
pertambangan ilegal tersebut.
Kecenderungan masyarakat melakukan
kegiatan penambangan ilegal ini mendorong
berbagai pihak untuk melakukan studi
tentang hal tersebut, diantaranya sebagai
berikut :
Pertama, Studi yang dilakukan oleh
Surisman (Model Kebijakan Pengolahan
Pertambangan Emas Tradisional di Desa
Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten
Wonogiri). Dalam penelitian ini dijelaskan
bahwa untuk menata pertambangan emas
tradisional yang sudah ada maka perlu
dibuat model kebijakan kedepan yaitu
dengan cara membentuk kelompok
penambang. Kelompok-kelompok ini
nantinya bisa mengajukan Izin
Pertambangan Rakyat (IPR) sehingga
keberadaannya menjadi legal, disamping itu
juga nantinya baik pengolahan maupun
produksinya bisa disentralkan untuk
mengurangi limbah yang dihasilkan.
Pemerintah memberikan solusi mengenai
9
bahan untuk memisahkan emas dengan
tambang lain, yang dulunya menggunakan
merkuri dengan zat lain yang ramah
terhadap lingkungan.
Kedua, Studi yang dilakukan oleh Siti
Khotijah (Strategi Bertahan Hidup
Penambang Belerang di Desa Taman Sari
Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi).
Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa
hampir keseluruhan dari Informan penelitian
memilih menggunakan hubungan atau relasi
sosial sebagai cara bertahan. Relasi sosial
yang dijadikan tujuan utama adalah saudara,
teman, tetangga, baru kemudian memilih
koperasi. Untuk strategi alternatif lain,
masyarakat lebih memilih menjadi buruh,
sementara untuk kebutuhan pendidikan
masyarakat cenderung memilih berdagang
sebagai upaya bertahan hidup.
Ketiga, Studi yang dilakukan oleh Dian
Endent Nur Fitriana (Kehidupan Sosial
Ekonomi Masyarakat Penambang Emas
Tradisional di Kabupaten Wonogiri). Dalam
penelitian ini dijelaskan juga mengenai
Relasi Sosial dan Strategi Bertahan
Masarakat, dimana Relasi Sosial dalam
masyarakat Kabupaten Wonogiri masih
melekat ciri-ciri masyarakt pedesaannya.
Hal ini dapat dilihat dari berbagai kegiatan
kemasyarakatan dan tingginya sifat gotong
royong. Sementara untuk strategi bertahan
masyarakat penambang nya, yakni dengan
mengikuti atau bergabung dalam paguyuban
tambang yang dibentuk oleh masyarakat.
C. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah Kualitatif,
artinya data yang dikumpulkan bukan
berupa angka, melainkan berupa data yang
berasal dari naskah wawancara serta catatan
dilapangan. Menurut Sugiyono (2009:8),
penelitian kualitatif adalah penelitian yang
digunakan untuk meneliti pada kondisi objek
yang alamiah.
Tipe yang digunakan dalam penelitian
ini berupa Deskriptif, artinya penelitian yang
dilakukan untuk mendapatkan gambaran
terperinci tentang Strategi survive eks
Penambang Timah Tradisional dalam upaya
melangsungkan kehidupan sehari-hari di
kampung Boyan, desa Batu Berdaun, baik
itu melalui peran serta keluarga, jaringan
sosial, maupun diversifikasi pekerjaannya.
Mely G.Tan (Silalahi, 2010:28)
menjelaskan bahwa penelitian yang bersifat
deskriptif bertujuan menggambarkan secara
tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala,
atau kelompok tertentu antara suatu gejala
dengan gejala lainnya dalam masyarakat.
Penelitian deskriftif ini bermaksud untuk
memperoleh informasi tentang status suatu
fenomena. Artinya peneliti hanya ingin
melukiskan atau menggambarkan suatu
variabel apa adanya pada situasi tertentu
secara mendalam. (Rawambaku, 2015)
Lokasi penelitian ini bertempat di
Kampung Boyan, Desa Batu Berdaun,
Kecamatan Singkep, Kabupaten Lingga. Hal
ini didasari karena banyaknya kegiatan
Tambang Inkonvensional (TI) baik secara
tradisional maupun dengan menggunakan
mesin. Pertimbangan lainnya adalah bahwa
belum adanya penelitian tentang strategi
10
betahan hidup penambang tradisional di
Kampung Boyan.
Dalam penelitian kualitatif tidak
mengenal populasi dan sampel. Adapun
teknik penentuan informan yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan purposive
sampling yaitu sampel yang dipilih secara
sengaja oleh peneliti, karena sampel ini
dianggap memiliki karakteristik tertentu
yang dapat mendukung dan memperkaya
data penelitian.
Adapun informan dalam penelitian ini
adalah informan yang telah memilliki
karakteristik yang telah dipertimbangkan
oleh peneliti, antara lain :
a. Penambang Timah Tradisional yang
masih aktif dan telah menjalani kegiatan
menambang timah sekurang-kurangnya 2
tahun.
b. Penambang Timah Tradisional yang
masih aktif dan memiliki anak dalam
status bersekolah.
c. Penambang Timah Tradisional yang
masih aktif dibantu oleh anggota
keluarganya menambang timah.
d. Penambang timah yang memiliki
diversifikasi pekerjaan (pekerjaan lain).
Untuk mengetahui dan menganalisa
segala tindakan yang dilakukan oleh
penambang timah tradisional di kampung
Boyan, maka diperlukan sumber data yang
dapat dipercaya. Dalam penelitian ini akan
dibedakan menjadi dua sumber data, yaitu
sumber data Primer dan sekunder.
Data Primer
Data primer ialah berupa kata-kata dan
tindakan dari obyek yang diamati atau
diwawancarai. Dalam penelitian ini data
primer diperoleh dari hasil wawancara,
percakapan dan pengamatan yang dilakukan
peneliti kepada penambang timah tradisional
di kampung Boyan. Adapun data primer
yang akan dicari adalah :
a. Bagaimana strategi bertahan hidup
(survive) penambang timah tradisional
beserta keluarga di kampung Boyan,
desa batu Berdaun setelah adanya
larangan penggalian tambang
inkonvensional dari pihak berwajib.
b. Bagaimana Diversifikasi yang dilakukan
oleh penambang timah tradisional dalam
upaya memenuhi kebutuhan sehari-hari
setelah adanya larangan tambang
inkonvensional.
c. Bagaimana hubungan sosial yang terjadi
pada masyarakat penambang timah
tradisional dalam upaya memenuhi
kebutuhan sehari-hari setelah adanya
larangan tambang inkonvensional.
d. Bagaimana Peran Keluarga penambang
timah tradisional dalam upaya memenuhi
kebutuhan sehari-hari setelah adanya
larangan tambang inkonvensional.
Data Sekunder
Data sekunder atau data tambahan adalah
data yang diperoleh dari media lain seperti
data statistik, dokumen tertulis, media cetak
atau elektronik hingga foto baik dari Desa
atau sumber lainnya.
Berikut ini adalah teknik pengumpulan
data yang akan peneliti gunakan dalam
penelitian ini :
a. Observasi
11
Dimana peneliti melakukan pengamatan
langsung di lokasi untuk mendapatkan data
yang diperlukan, dan secara langsung
mengadakan penelitian terhadap sasaran
atau obyek masalah agar dapat mengetahui
gambaran kenyataan yang ada dengan
berdasarkan ada petunjuk perencanaan yang
telah disusun secara sistematis.
(Rawambaku:2015)
Adapun observasi yang akan dilakukan
adalah melihat dan mengamati aktivitas
Tambang Inkonvensional (TI) pada
penambangan timah tradisional yang
dilakukan masyarakat di Kampung Boyan,
Desa Batu Berdaun, Kecamatan Singkep,
Kabupaten Lingga.
b. Wawancara
Menurut Sugiyono (2010:194),
Pengertian wawancara sebagai berikut:
Wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila peneliti akan
melaksanakan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus
diteliti, dan juga peneliti ingin mengetahui
hal-hal dari responden yang lebih mendalam
dan jumlah respondennya sedikit/ kecil.
Wawancara yang digunakan dalam
penelitian ini dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan terstruktur karena
peneliti menggunakan pedoman wawancara
yang disusun secara sistematis dan lengkap
untuk mengumpulkan data yang dicari.
Adapun Informan yang akan diwawancara
adalah individu sebagai pelaku Tambang
Inkonvensional (TI) pada penambagan timah
tradisional yang dilakukan masyarakat di
Kampung Boyan, Desa Batu Berdaun,
Kecamatan Singkep, Kabupaten Lingga.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah catatan penting
yang memuat tentang pengumpulan data
yang bisa berbentuk tulisan atau gambar
seperti melalui media seperti artikel, data
dari internet, laporan, dan foto.
Adapun dokumentasi yang menjadi
acuan dalam penelitian ini adalah segala
data seperti foto kegiatan tambang, artikel,
dan lainnya yang berkaitan dengan aktivitas
Tambang Inkonvensional (TI) pada
penambagan timah tradisional yang
dilakukan masyarakat di Kampung Boyan,
Desa Batu Berdaun, Kecamatan Singkep,
Kabupaten Lingga.
Miles dan Huberman dalam Sugiyono
(2012:246) mengemukakan bahwa “aktifitas
dalam analisis data kualitatif dilakukan
secara interaktif dan berlangsung secara
terus menerus sampai tuntas sehingga
datanya sudah jenuh”.
Langkah-langkah analisis data menurut
Miles dan Huberman adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yaitu mengumpulkan
data di lokasi penelitian dengan melakukan
observasi, wawancara, dan dokumentasi
dengan menentukan strategi pengumpulan
data yang dipandang tepat dan untuk
menentukan fokus serta pendalaman data
pada proses pengumpulan data berikutnya.
2. Reduksi Data
Merangkum data atau disebut juga Reduksi
data, yaitu sebagai proses seleksi,
pemfokusan, pengabstrakan, transformasi
12
data kasar yang ada di lapangan langsung,
dan diteruskan pada waktu pengumpulan
data, dengan demikian reduksi data dimulai
sejak peneliti memfokuskan wilayah
penelitian.
Untuk menghindari kerumitan dalam
menganalisis data maka reduksi data sangat
diperlukan, sebab dengan mereduksi data
akan mempermudah peneliti dalam
membuat pola dan tema, memilah hal yang
dianggap penting serta merangkum data,
sehingga mempermudah dalam melakukan
pengumpulan data selanjutnya dan juga
dapat memberikan gambaran penelitian yang
lebih jelas.
3. Penyajian Data
Yaitu rangkaia informasi yang peneliti
lakukan yang dimuat dalam bentuk narasi
yang memungkinkan kesimpulan penelitian
dapat dilakukan. Penyajian data haruslah
mengacu dan berfokus pada perumusan
masalah yang akan diteliti, sehingga pada
akhirnya dapat memberikan jawaban atas
permasalahan yang diteliti.
4. Penarikan kesimpulan
Dalam pengumpulan data, peneliti harus
mengerti dan tanggap terhadap sesuatu yang
diteliti langsung di lapangan dengan
menyusun pola-pola pengarahan,
pernyataan-pernyataan dan sebab akibat.
Kesimpulan perlu diverifikasi agar hasil dari
penelitian dapat dipertahankan.
D. PEMBAHASAN
Aktifitas Umum Dan Karakteristik
Penambang
Aktifitas harian yang dilakukan oleh
masyarakat penambang timah tradisional
untuk menambang pada dasarnya dilakukan
setiap hari mulai pagi hari, kebiasaan para
penambang biasanya melihat kondisi pasang
surut air laut, serta kondisi keadaan cuaca
disekitar lokasi menambang. Sedangkan
kegiatan menambang timah yang berada di
pantai atau laut yakni pada saat air laut
sedikit surut, meski tidak tertutup
kemungkinan kegiatan tersebut dilakukan
dalam kondisi air pasang. Mereka
melakukan aktifitas menambang di tempat-
tempat tertentu yang mereka pilih atau di
tempat yang diperkirakan terdapat
kandungan mineral timah, seperti di areal
sekitar bekas lokasi tambang, atau di laut.
Pada umumnya penambang timah di laut
cenderung lebih melihat situasi cuaca. Hal
ini disebabkan karena kegiatan menmbang
timah dilaut sangat tergantung dari keadaan
air laut. Pada musim angin kencang, para
penambang setidaknya banyak
menghabiskan kegiatan menambang timah
di daratan, dikarenakan pada kondisi angin
kencang air laut cenderung keruh sehingga
sangat mengganggu kegiatan menambang.
Pasang surut air laut juga menjadi
prioritas masyarakat penambang timah
dilaut. Sebagian masyarakat yang tidak
memiliki kemampuan menyelam atau alat
yang memadai, akan melakukan kegiatan
menambang timah di sekitar pesisir pantai.
Sementara untuk kegiatan menambang
timah yang dilakukan didaratan, masyarakat
penambang ini terbagi kedalam dua
kelompok, yakni kelompok penambang
13
timah tradisional dan kelompok penambang
timah semi modern. Perbedaan kedua
kelompok ini hanya terletak pada
penggunaan sistem kerjanya saja,
penambang timah tradisional menggunakan
sumberdaya manusia sebagai motor pencari
timah, sedangkan penambang semi modern
menggunakan mesin pompa dan hisap
sebagai pengumpul timah.
Penambang timah tradisional sangat
bergantung pada keberadaan kolong (danau)
bekas penambangan timah, hal ini
dikarenakan tersedianya air yang cukup
untuk melakukan proses pendulangan pasir
timah, oleh karena itu para penambang
timah tradisional ini sangat bergantung
dengan ketersediaan air di sekitar kolong
tersebut.
Selain itu bagi penambang timah yang
menambang dilokasi yang bukan pada
kolong (danau) bekas penambangan timah,
saat musim hujan merupakan momen yang
sangat ditunggu, sebab mereka tidak perlu
membawa air atau mencari air untuk
mendulang pasir timah tersebut. Kegiatan
menambang timah tradisonal dengan
menggunakan dulang ini, hasil yang didapat
cenderung tidak banyak, dan umumnya
banyak dilakukan oleh perempuan.
Sedangkan bagi penambang timah Semi
Modern, kegiatan menambang timah dapat
dilakukan pada lokasi yang sebelumnya
sudah di”Bor” atau digali untuk mencari
keberadaan timah dilokasi yang dipilih.
Kegiatan menambang yang dilakukan
dengan menggunakan mesin ini setidaknya
tidak terlalu bergantung dengan ketersediaan
air sebagai pencuci pasir timah, karenaa
mereka dapat membuka sumber air
tersendiri dengan menggunakan mesin
tersebut, meski pada umumnya kegiatan
menambang jenis ini selalu mencari lokasi
yang tidak terlalu jauh dari sumber air
sehingga mereka dapat menyalurkan air
ketempat mereka dengan menggunakan
mesin pompa. Kegiatan penambangan jenis
ini tentunya hasil yang didapat sangat jauh
berbeda dengan sistem dulang tradisonal,
sehingga jumlah hasil tambang per harinya
tergolong banyak.
Kegiatan menambang timah yang
tergolong semi modern ini termasuk
kedalam salah satu jenis kegiatan Tambang
Inkonvensional (TI).
Sebagaimana dijelaskan oleh Iskandar
Zulkarnaen (2005), yang dimaksud
Tambang Inkonvensional (TI) adalah
kegiatan masyarakat yang dilakukan dalam
rangka mensejahterakan kehidupan mereka
dengan menggunakan peralatan sederhana
maupun mesin dan dengan cara yang mirip
dilakukan oleh Perusahaan Timah. Kegiatan
ini dapat dilakukan oleh perseorangan atau
atau kelompok atau bekerja dengan pemilik
modal dan bekerja sama dengan pemilik
tanah. Tambang Inkonvensional ini jelas
tidak dikenal dalam undang-undang No.11
Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pertambangan.
Hanya saja perbedaan kegiatan
penambangan semi modern yang dilakukan
oleh masyarakat Kampung Boyan ini
dilakukan di areal lahan milik sendiri, dan
mesin yang digunakan juga tergolong masih
14
dalam kategori kecil sehingga tidak adanya
larangan dari pihak berwajib. Jenis mesin
yang digunakan biasanya dibuat dari mesin
perahu atau biasa disebut mesin robin yang
sudah dimodifikasi sedikit yang tentunya
sangat jauh berbeda dengan mesin dengan
golongan besar.
Jaringan Sosial Masyarakat Penambang
Timah Tradisional
Bekerja sebagai penambang timah
bukanlah sesuatu yang semestinya
diinginkan oleh para penambang timah yang
berada di Kampung Boyan, keinginan untuk
mendapatkan pekerjaan yang memiliki hasil
yang tinggi jelas merupakan impian setiap
masyarakat. Keinginan untuk mendapatkan
pekerjaan yang layak juga pastinya ada pada
setiap diri masyarakat, tak terkecuali
masyarakat penambang timah di Kampung
Boyan.
Damsar dalam menyebutkan bahwa
Jaringan Sosial merupakan hubungan-
hubungan yang tercipta antar banyak
individu dalam suatu kelompok ataupun
antar suatu kelompok dengan kelompok
lainnya. Dimana hubungan yang terjadi bisa
dalam bentuk yang formal maupun bentuk
informal.
Dalam upaya bertahan hidup ditengah
kebutuhan akan ekonomi yang semakin
tinggi, tentunya diperlukan berbagai macam
strategi bertahan hidup yang mana di
dalamnya terdapat berbagai bentuk
hubungan maupun Jaringan sosial. Adapun
jaringan sosial yang terjadi dalam
masyarakat penambang timah tradsional di
Kampung Boyan dapat dikelompokkan
menjadi Jaringan Sosial yang bersifat formal
dan jaringan sosial yang bersifat informal.
Adapun bentuk jaringan sosial yang bersifat
Formal yaitu meliputi peran anggota
keluarga dan jaringan sosial yang bersifat
informal meliputi Diversifikasi pekerjaan
baik penambang maupun keluarga
penambang timah.
Jaringan Sosial Formal (Peran Anggota
Keluarga)
Jaringan sosial formal meliputi peran
anggota keluarga para penambang timah
tradisional dalam upaya membantu kepala
keluarga dalam proses bertahan hidup, peran
anggota keluarga meliputi seluruh anggota
keluarga baik Istri maupu anak yang ikut
berperan aktif dalam upaya bertahan hidup.
Ditengah kondisi akan kekurangan skill
dan rendahnya tingkat pendidikan, tidak
semata-mata menghilangkan hasrat para
penambang timah tradisional untuk
bermimpi mendapatkan pekerjaan yang
layak guna menaikkan tingkat kehidupan
ekonomi mereka.
Besar atau kecilnya pendapatan
penambang timah memang sangat
bergantung dari hasil timah yang didapat.
Hasil dari bekerja menjadi seorang
penambang timah tradisonal tentunya tidak
bisa diprediksi oleh para penambang timah
itu sendiri. Pemasukan yang diterima oleh
seorang penambang tergantung dari kualitas
pasir timah yang didapat, atau yang biasa
disebut oleh penambang timah “ose”.
Penentuan “ose” atau kualitas pasir
timah yang didapat dilakukan oleh
penampung timah dengan menggunakan alat
15
khusus, namun bagi penambang timah
tradisional, mereka memiliki cara tersendiri
untuk melihat kualitas pasir timah yang
diperoleh, salah satunya melalui warna pasir
timah yang mereka yakini semakin hitam,
maka kualitas timah akan tinggi. Selain itu
timah yang diperoleh dari mendulang atau
menambang dilaut juga diyakini memiliki
nilai “ose” yang tinggi dibandingkan timah
yang di peroleh di darat.
Didasari oleh ketidakpastian hasil yang
diperoleh maka sudah semestinya para
penambang timah ini memikirkan upaya-
upaya khusus dalam hal memenuhi
kebutuhan hidup, sehingga dalam upaya
tersebut terdapat strategi-strategi dalam
mengatasi kebutuhan hidup rumah tangga
penambang.
Upaya pemenuhan kebutuhan dalam
rumah tangga pada umumnya merupakan
hak dan tanggung jawab seorang kepala
keluarga. Baik itu sebagai seorang suami
maupun sebagai seorang yang memiliki
peran ganda seperti seorang ibu yang
menyandang status janda. Dalam upaya
pemenuhan kebutuhan hidup pada keluarga
penambang timah tersebut tentunya terdapat
kesulitan yang dihadapi, seperti penghasilan
yang tidak menentu hingga, kesulitan
mencari penampung (pengepul), hingga
adanya larangan penggalian tambang yang
tentunya berimbas pada usaha pemenuhan
kebutuhan hidup.
Melihat hal tersebut tentunya sebagai
anggota keluarga penambang berusaha
mengoptimalkan peran tenaga kerja anggota
keluarga dalam berusaha mengatasi
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup,
yang salah satunya dapat dilihat dari peran
istri penambang timah yang membantu
dalam bekerja yang tentunya turut
membantu perekonomian keluarga yang
secara tidak langsung penghasilan dari
keluarga bisa sedikit bertambah dan paling
tidak sedikit mengurangi beban suami untuk
mencari nafkah.
Selain peran istri, peranan anak untuk
turut membantu bekerja menambah
penghasilan keluarga cenderung tidak semua
tampak karena pada rata-ratanya anak-anak
para penambang timah ini masih banyak
dalam tingkatan anak-anak sehingga tidak
memungkinkan mereka untuk membantu
bekerja mencari penghasilan lebih bagi
keluarga. Walaupun ada beberapa anak
penambang timah yang telah cukup besar,
bantuan yang mereka berikan hanya seputar
membantu orang tua mereka pada saat-saat
tertentu, dan terbatas pada sebagian kegiatan
penambangan, seperti mengumpulkan pasir
timah, sedangkan proses mendulang
dilakukan oleh orang tua mereka. Seperti
yang diungkapkan oleh salah satu informan
penelitian yang dalam kegiatan menambang
timah tidak selalu melibatkan anaknya
karena masih dalam usia sekolah.
Bagi rumah tangga penambang timah,
besar kecilnya pemasukan yang diperoleh
dari hasil bantuan istri bukanlah menjadi
suatu acuan dalam hal pemenuhan
kebutuhan. Artinya dalam rumah tangga
para penambang seberapapun hasil yang
didapatkan tetap menjadi tambahan yang
sangat penting dalam kehidupan mereka.
16
Perolehan pemasukan yang diperoleh
memang tidak memberikan kontribusi yang
signifikan, tetapi setidaknya dapat
membantu meringankan beban penghidupan
mereka sehari-hari.
Oleh sebab itu, Narwoko dan Suyanto
(2006:235) menyebutkan bahwa keluarga
sebagai fungsi ekonomi atau unit produksi
yang berarti urusan-urusan pokok untuk
mendapatkan suatu kehidupan dilaksanakan
oleh keluarga sebagai unit produksi yang
sering kali mengadakan pembagian kerja
diantara anggota-anggotanya. Jadi keluarga
bertindak sebagai unit yang terkoordinir
dalam produksi ekonomi, sehingga baik
sebagian ataupun semua anggota keluarga
terlibat di dalam pekerjaan lain atau pada
pekerjaan yang sama.
Jaringan Sosial Informal (Diversifikasi
Pekerjaan)
Permasalahan pemenuhan hidup
masyarakat apalagi terkait pemenuhan
sektor ekonomi tentunya menjadi perhatian
banyak pihak. Diversifikasi pekerjaan tentu
saja erat hubungannya dengan kehidupan
umum pada penambang timah karena
tentunya merupakan salah satu strategi yang
dilakukan oleh penambang dalam memenuhi
kehidupan hidup.
Dapat diketahui pendapatan umumnya
para penambang yang bisa dikatakan tidak
menentu tentunya membuat mereka berpikir
keras untuk berusaha menambah
penghasilan untuk kebutuhan hidup sehari-
hari yang harus terus dipenuhi, etos kerja
merupakan salah satu hal yang
mempengaruhi penambang untuk mampu
mengkombinasikan pekerjaan dengan
pekerjaan pokoknya yakni sebagai seorang
penambang karena etos kerja tentunya
berpengaruh pada kerja keras penambang
timah sebagai pencari nafkah utama
keluarga yang tentunya harus mampu
memberikan pemasukan ekonomi yang
cukup bagi keluarga sekaligus untuk mampu
mengatasi kebutuhan hidup, dan hal
tersebutlah yang tentunya mendasari
beberapa penambang timah yang melakukan
beragam pekerjaan selain sebagai seorang
pencari timah.
Oleh sebab itulah para penambang timah
tradisional yang berada Kampung Boyan ini
melakukan berbagai jenis pekerjaan, mulai
dari bekerja sebagai kuli bangunan, mencari
atau mengumpulkan batu, memotong karet,
memotong nibung (sejenis pohon pinang,
namun berduri),berkebun, hingga mencari
kayu di hutan pun mereka lakukan sebagai
upaya pemenuhan kebutuhan hidup.
Dengan ketidakpastian akan jumlah
pendapatan dan kenyataan bahwa kegiatan
menambang tidak dapat mereka lakukan
setiap hari akibat dari kondisi cuaca hingga
kondisi fisik, pada dasarnya para
penambang telah menyadari akan
pentingnya pekerjaan lain selain
menambang, terlepas dari besar atau
kecilnya jumlah pendapatan yang diterima
oleh mereka, namun setidaknya melakukan
pekerjaan lain atau pekerjaan tambahan
merupakan sesuatu yang sangat mungkin
dilakukan guna melangsungkan proses
bertahan hidup.
17
Menurut Corner (1988:187-189) dalam
Kusnadi (2000:8), bahwa di kalangan
penduduk miskin terdapat beberapa pola
strategi adaptasi yang dikembangkan untuk
menjaga kelangsungan hidup, yaitu:
1. Melakukan beraneka ragam pekerjaan
untuk memperoleh penghasilan.
2. Jika kegiatan-kegiatan tersebut masih
kurang memadai, penduduk miskin akan
berpaling kepada sistem penunjang yang
ada di lingkungannya. Sistem ikatan
kekerabatan, ketetanggaan, dan
pengaturan tukar-menukar secara timbal
balik merupakan sumberdaya yang
sangat berharga bagi penduduk miskin
dalam menghadapi penghasilan dan
peluang yang semakin menurun.
3. Bekerja lebih banyak meskipun lebih
sedikit masukan. Strategi yang bersifat
ekonomis ini ditempuh untuk
mengurangi tingkat kebutuhan konsumsi
sehari-hari.
Hubungan Sosial Masyarakat Penambang
Timah Tradisional
Dalam menjalani kehidupan sebagai
makhluk sosial, tentunya para penambang
timah sangat membutuhkan orang lain
sebagai dasar manusia sebagai makhluk
hidup yang pasti akan saling membutuhkan
antara satu dengan yang lainnya dan sebagai
salah satu upaya menunjukkan keberadaan
mereka ditengah kelompok manusia lainnya.
Hubungan sosial yang dilakukan
penambang timah merupakan salah satu
upaya untuk mempertahankan
keberadaannya. Setiap individu penambang
memiliki kemampuan yang berbeda-beda
dalam hal kuantitas dan kualitas, juga
intensitas hubungan sosial yang
dilakukannya dengan individu lain.
Hubungan antar individu penambang
tersebut akan membentuk jaringan sosial
yang berfungsi pada setiap penambang
umumnya.
Hubungan sosial mengacu pada
hubungan yang di bangun oleh penambang
dengan berbagai pihak untuk mengantisipasi
tekanan-tekanan hidup, baik itu hubungan
sesama penambang timah maupun hubungan
kepada individu lainnya. Pentingnya
hubungan baik dan cara pendekatan
pencegahan konflik terhadap sesama
penambang maupun terhadap individu lain
sangat dirasakan oleh para penambang timah
tradisonal.
Dari beberapa model penerapan strategi
bertahan yang diterapkan oleh masyarakat
penambang timah tersebut, dapat dilihat
bahwa penerapan strategi untuk memenuhi
kebutuhan hidup dan tekanan-tekanan
ekonomi yang dilakukan oleh penambang
terkadang mengalami efek positif dan
negatif bagi penambang itu sendiri.
Efek positifnya penambang timah bisa
sedikit terbantu ketika sulitnya
perekonomian mereka pada masa-masa
tertentu, mereka masih bisa terbantu oleh
adanya jaringan-jaringan sosial yang mereka
jalin baik itu dengan kerabat maupun sesama
penambang timah lainnya, tetapi efek
negatifnya hubungan sosial yang mereka
jalin seperti bergabung kedapal arisan,
membuat mereka harus menunggu kepada
hasil yang bisa dikatakan belum pasti setiap
18
bulannya, meskipun pada akhirnya akan
mendapatkan giliran.
Hal negatif lainnya ialah tidak
bergabungnya penambang maupun keluarga
penambang dalam program peningkatan
produktifitas yang dilakukan oleh
pemerintah seperti Kelompok Tani,
Kelompok Nelayan tentunya juga akan
berdampak pada pola hubungan sosial yang
mana paling tidak jaringan-jaringan sosial
yang ada sedikit membantu pada saat-saat
tertentu untuk tetap bertahan mengatasi
kemiskinan di tengah kesulitan hidup yang
dihadapi.
Sebagaimana yang dapat terlihat dalam
Kusnadi (2000) bahwa jaringan sosial yang
terjadi pada masyarakat selain melibatkan
ikatan kekerabatan untuk mengatasi
tekanan-tekanan ekonomi juga melibatkan
pemilik modal yang menjalin jaringan sosial
berdasar jaringan kepentingan yang
merupakan langkah yang penting untuk
menjaga kelangsungan kegiatannya karena
pola patron-klien merupakan institusi
jaminan ekonomi.
Pada dasarnya inti dari masalah
kemiskinan sebenarnya terletak pada apa
yang disebut deprivation trap atau perangkap
kemiskinan sebagaimana yang dikemukakan
oleh Chambers (1987). Salah satu unsur dari
perangkap kemiskinan yang terus
membayangi kehidupan tersebut yakni
kerentanan dan juga ketidakberdayaan, yang
tentunya sangat melekat pada kehidupan
masyarakat miskin umumnya.
Ketidakmampuan dan ketidakberdayaan
masyarakat penambang timah secara
ekonomi akibat penghasilan yang minim,
pendidikan yang rendah serta terbatasnya
keahlian mereka untuk mencari peluang
pekerjaan yang layak membuat kebanyakan
mereka hanya bisa pasrah menghadapi
sulitnya mencukupi kebutuhan hidup yang
dihadapinya, selain itu bukan tidak mungkin
kerentanan para penambang timah akibat
sering tidak mampunya memperoleh
pendapatan yang cukup bagi keluarga
sehingga pada masa-masa tertentu mereka
terpaksa harus berhutang.
Keterbatasan dalam memperoleh
penghasilan dan kurangnya skill serta
pendidikan yang dimiliki masyarakat
penambang timah ini menjadikan mereka
sulit untuk bersaing dan keluar dari himpitan
kebutuhan hidup yang semakin meningkat.
Oleh karena itu, setiap anggota keluarga
penambang timah secara sadar melakukan
strategi-strategi guna memperoleh kebutuan
hidup yang semakin baik, baik itu melalui
peran anggota keluarga yag meliputi istri
dan anak, adanya jaringan sosial yang
mereka jalin dalam kehidupan
bermasyarakat, hingga pembagian atau
penambahan kerja bagi anggota keluarga
tertentu yang tentunya akan berimbas pada
tingkatan penghasilan mereka baik secara
materil maupun non materil.
Sebagaimana diungkapkan oleh weber
daalam Ritzer (2011), adanya tindakan
rasional tujuan dimana suatu tindakan yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh
pengharapan-pengharapan mengenai
perilaku objek didalam lingkungan, dimana
pengharapan-pengharapan itu digunakan
19
sebagai alat untuk mencapai tujuan yang
dikejar dan diperhitungkan secara rasional
(weber, 1921/1968: 24).
Dengan adanya 3 (Tiga) strategi yang
dilakukan oleh penambang timah tradisional
di Kampung Boyan tersebut merupakan
salah satu cara yang dapat mereka lakukan
untuk mengatasi kesulitan hidup yang terus
membayangi kehidupan keluarga mereka.
Meskipun pada kenyataannya tetap saja
masyarakat penambang timah tersebut tetap
tidak mampu untuk keluar dari deprivation
trap (perangkap kemiskinan) yang terus
mengikuti kehidupan para pekerja
penambang timah tradisional.
E. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat
dianalisa bahwa masyarkat penambang
timah tradisional di Kampung Boyan telah
melakukan apa yang disebut dengan jaringan
sosial dalam usaha memenuhi kebutuhan
hidup hingga memperbaiki kualitas ekonomi
mereka. Berbagai bentuk strategi dan
adaptasi telah dilakukan oleh keluarga
masyarakat penambang timah tradisional
untuk mencapai tujuan tersebut, dimana
hasil tersebut dapat dirangkum sebagai
berikut :
1. Peran anggota keluarga, yakni istri para
penambang timah secara sadar
mempunyai inisiatif untuk mencari
pekerjaan lain guna membantu suami
dalam upaya menambah penghasilan
seperti membuat kue, membuat makanan
olahan, hingga bekerja sebagai buruh
upah harian. Sementara peran dari anak-
anak penambang timah tidak terlalu
berpengaruh, meski tetap ada anak yang
membantu namun secara garis besar
anak-anak para penambang timah masih
berada dalam usia belajar sehingga tidak
terlibat secara langsung.
2. Hubungan sosial yang terjadi antara
penambang timah tradisional secara
umumnya terjali sangat baik bahkan
cenderung terikat sebagai satu kesatuan
dan kesamaan nasib sehingga hubungan
sosial dan jaringan sosial yang terjadi
bukan hanya terjalin antara sesama
penambang dan penampung timah saja,
melainkan kepada semua golongan yang
tentunya terdapat hubungan timbal balik
seperti saudara,kerabat hingga
masyarakat lainnya.
3. Adanya kombinasi pekerjaan atau
pekerjaan lain yang dilakukan oleh
masyarakat penambang timah tradisional
seperti berkebun, mengumpulkan batu,
melaut, hingga menjadi buruh bangunan.
Hal ini tentunya merupakan langkah-
langkah untuk memenuhi kebutuhan dan
memperbaiki tingkat ekonomi keluarga.
Sementara adanya etos dan semangat
untuk selalu memperoleh pendapatan
yang baik menjadi pelecut semangat para
penambang timah tradisional agar tidak
berputar pada deprivation trap
(perangkap kemiskinan).
4. Kurangnya perhatian masyarakat
penambang timah akan program
pemberdayaan masyarakat seperti
Kelompok Tani, Kelompok Nelayan dan
Kelompok Usaha menjadikan
20
masyarakat penambang timah
kekurangan produktifitas dari segi
ekonomi, sebab dengan keikutsertaan
mereka tentunya juga akan berdampak
pada peningkatan segi ekonomi secara
tidak langsung.
DAFTAR PUSTAKA
Damsar, 2011. Pengantar Sosiologi
Ekonomi (edisi revisi). Jakarta: Kencana
Ihromi, T.O. 2004. Bunga Rampai Sosiologi
Keluarga.Yayasan Obor Indonesia;
Jakarta.
Kusnadi, 2000. Strategi adaptasi dan
Jaringan Sosial. Humaniora Utama
Press; Bandung.
Narwako, J. Dwi dan Bagong Suyanto.
2006. Sosiologi Teks Pengantar &
Terapan, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi: Dari
Klasik Sampai Perkembangan Terakhir
Post Modern, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Rawambaku, Hendrik. 2015. Metodelogi
Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. BPK
Gunung Mulia
Satria, Arif. 2002. Pengantar Sosiologi
Masyarakat Pesisir. PT Pustaka
Cidesindo; Jakarta.
Silalahi, Ulber, (2010), Metode Penelitian
Sosial. Bandung, PT. Refika Aditama
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan RD, Bandung
: CV.Alfabeta.
Silalahi, Ulber. 2010, Metode Penelitian
Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama
Zulkarnain, Iskandar. 2005, Konflik di
Kawasan Pertambangan Timah di
Bangka Belitung. Jakarta : LIPI PRESS
Referensi Lain :
_______, Analisis Dampak Kebijakan
Ekspor Timah Terhadap Kinerja Timah
Indonesia. Pusat Kebijakan Perdagangan
Luar Negeri, Kementerian Perdagangan
Indonesia. 2014
________, Laporan Profil Desa Batu
Berdaun Kecamatan Singkep Kabupaten
Lingga Tahun 2015
Undang-undang No.11 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan
Referensi Skripsi :
Hariansyah, Reki. Strategi Rumah Tangga
Nelayan Dalam Mengatasi Kemiskinan:
Studi Nelayan Miskin Di Desa Lubuk
Kecamatan Kundur Kabupaten
Karimun., Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Maritim
Raja Ali Haji, Tanjungpinang. 2013.
Sumarsih, Nining. Strategi Survive Buruh
Bangunan: Studi Kasus Buruh Bangunan
di Masyarakat Pegunungan Prambanan
Dusun Mlakan Desa Sambirejo
Kecamatan Prambanan Kabupaten
Sleman Yogyakarta, Skripi. Fakultas
Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga,
Yogyakarta. 2009
Referensi Internet :
www.think-energy.org
21
http://regional.kompas.com/read/2016/04/13
/18160071/Pulau.Timah.yang.Terlupa?p
age=all
www.jpnn.com/read/2015/03/30/295307/Ta
k-Kantongi-Izin,-Pemilik-Pasir Timah-
Senilai-Rp-1.7-Miliar-Ditangkap
www.mdskribo.blogspot.co.id/2012/03/pena
mbangan-timah-inkonvensional-
bangka.html
http://nurrahmanarif.wordpress.com/tag/swo
t/
http://dayusma.blogspot.co.id/2012/06/peng
aruh-tambang-inkonvensional-ti.html