JAWABAN PEMERINTAH
TERHADAP
PEMANUANGAN UMUM DPR-RI
TENTANG
RUU PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH,
RUU BEA BALIK NAMA TANAH DAN BANGUNAN,
RUU P:ENAGIANPAJAK DENGAN SURAT PAKSA,
DAN ROO BADAN PERADILAN PAJAK
Rapat Paripurna DPR-RI, Tanggal Desember 1996
REPUBLIK INDONESIA
453
JAWABAN PEMERINTAH
TERHADAP
PEMANDANGAN UMUM DPR-RI
TENTANG
RUU PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH,
RUU BEA BALIK NAMA TANAH DAN BANGUNAN,
RUU PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA,
DAN RUU BADAN PERADILAN PAJAK
(Rapat Pari puma DPR-RI, Tanggai 16 Desember 1996)
Saudara Ketua dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Yang Terhormat,
Dalam mengawali lawaban Pemerintahatas Pemandangan Umum
Dewan Perwakilan Rakyat tentang RUU Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, RUU Bea Balik Nama Tanah dan Bangunan, RUU Penagihan Pajak
455
Dengan Surat Paksa, dan RUU Badan Peradilan Pajak, perkenankanlah
terJebih dahulu kami mengajak Saudara Ketua dan para Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat yang terhormat untuk bersama-sama memanjatkan puji
dan sYllkur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kita masih diberikan
kekuatan dan kesempatan untuk melanjutkan pengabdian bersama kepada
bangsa dan negara, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pada umumnya berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Selanjutnya ijinkan kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Saudara Pimpman Sidang yang terhormat, yang telah memberikan
kesempatan kepada Pemerintah untuk menyampaikan Jawaban
Pemerintah terhadap Pemandangan Umum Dewan Perwakilan Rakyat,
dalam Pembicaraan Tingkat ][I RUU tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, Bea Balik Nama Tanah dan Bangunan, Pcnagihan Pajak Deogan
Surat Paksa, dan Badan Peradilan Pajak. Pandangan Dewan, baik berupa
penBaian., tanggapan, saran, usulan mallplln berupa pendapat, permintaan
penjelasan dan pertanyaan yang telah disamlPaikan dalam forum Dewan
yang terhormat pada tanggal 12 Desember 1996, sungguh merupakan
maslIkan dan bahan pertimbangan yang sangat berharga bagi Pemerintah
dalam menyempuraakan keempat RUU tersebut. Berkenaan dengan itu,
perkenankanlah kami atas nama Pemerintah menyampaikan penghargaan
yang setinggi-tingginya atas dllkungan dan berbagai masukan berharga
yang diajukan oleh masing-masing Fraksi terhadap kmpat RUU di bidang
Perpajakan yang diajukan Pemerintah, dan Pemerintah selalu bersikap
terbuka untuk penyempurnaan lebih lanjut keempat RUU dimaksud sesuai
dengan aspirasi yang hidup di kalangan Dewan.
Kita bersama menyadari bahwa pada hakekatnya potensi perpajakan
kita masih cukup luas. Penerimaan negara dan daerah dari perpajakan
dan retribusi daerah merupakan sarana yang sangat efektif untuk lebih
meningkatkan keadilan dan pemerataan pembangunan. Untuk itulah
Pemerintah bertekad untuk bekerja lebih keras mengupayakan peningkatan
456
penerimaan pajak dan retribusi daerah dad potensinya yang belum tergali,
mallpun dari pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi yang terutang.
Upaya menggali potensi pajak negara, pajak daerah dan retribusi daerah
harusdilakukansecaraterus-menerusdalamjangkapanjangdanmemerlukan
prasarana dan saran a yang memadai,. termasuk kesadaran masyarakat untuk
membayar pajak dan retribusidaerah, serta menyempurnakan pranata
pelaksanaan penagihaanya. Sejalan dengan itu, pemberian pelayanan
kepada masyarakat dan dunia usahaperlu lebih ditingkatkan kualitas dan
jangkauannya. Demikian pula perlakuan yang sama dan penerapan azas
keadilan selia kepastian hukumakan makin ditingkatkan, disamping
kebijaksanaan pajak negara dan pungutan daerah yang dilaksanakan
harus diusahakan agar tidak menghambat sektor-sektor produktif dalam
masyarakat, terutama melallli penyederhanaan dan perbaikanjenis maupun
struktur perpajakan dan retribusi daerah sejalan dengan sistem perpajakan
nasional agar tercipta iklim investasi yang sehat.
Salah satu upaya penggalian potensi pajak sebagai bagian dari sumber
pendapatan daerah adalah dengan diajukannya RUU Bea Balik Nama Tanah
dan Bangunan yang diharapkan akan memberikan tambahan penerimaan
negara yang sebagian besar hasilnya akan diserahkan kepada Pemerintah
Daerah. Disamping itu tujuan diadakannya pajak ini mempakan pula upaya
untuk mengurangi rangsangan spekulasi atas tanah.
Yang Tcrhormat, Saudara Ketua dan Anggota
Dalam rangka mendorong peran serta Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perundang-undangan
di bidang perpajakan dan mengmgat masih dijumpai adanya tuaggakan
pajak hak dilunasinya utal1g pajak sebagaimana mestinya, terhadap
tersebut perIu dilakukan tindakan penanganan yang mempunyai yang
memaksa. RUU Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa kepada Dewan
yang terhormat, diharapkan akan dapat memberikan penekanan yang
457
lebih pada keseirnbangan antara kepentingan Wajib Pajak dan kepentingan negara.
Dcmikian dimaksudkan diamanatkan pula pengajuan RUU Badan
Peradilan Pajak antara lain untuk menyempumakan lembaga peradilan
pajak sebagaimana dalm Undang-undang Nomor 6 Tahun" 1993 teotang
Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 yang antara lain mengatur pula tentang lernbaga Badan Peraddan Pajak sebagai hadan peradilan khusus di bidang perpajakan.
Badan Peradilan Pajak inii sekaligus juga mernenuhi amanat Undang
undang Nomor 10 Tahun 1995 teetang Kepabeaaan dan Undang-undang
Nomor II Talmn 1995 tentall1g Cukai. Selain itu juga untuk memenuhi
ketentuan dalam RUU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan RUU Bea
Balik Nama Tanah dan Bangunan serta RUU Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa yang diajukan da:lam satu paket.
Saudara Ketua dan Anggota Dewan Yang TedlOrmat,
Sctelah mengemukakan beberapa hal yang berkakan dengan kcbijaksanaan perpajakan pusat, pcrpajakan daerah dan retribusi daerah
secara umum, perkenankanlah kini Pemerintah memberilkan uraian yang
lebih rinci sebagai jawaban dan tanggapan terhadap Pemandangan Umum yang telah disampaikan oleh Fraksi-Fralksi dalam Dewan Perwakilan .
Rakyat.
Masing-masing Fraksi Karya Pembangunan oleh Anggota Yth. Sdr
Drs. Simon Patrie Morin, Fraksi ABRI oleh Anggota Yth. Sdr. Tedy Yusuf, Fraksi Persatuan Pembangunan oleh Anggota Yth. Sdr. Drs. H.M. Mukrom
As"ad" dan Fraksi Partai Demokrasi Indom:siaoleh Anggota Yth. Sdr.
Setyadji Lawi.
458
Saudara Ketua dan Anggota Dewan Yang Terhomat,
Menaaggapi saran Fraksi Karya Pembangunan dan· Fraksi ABRI
mengenai perlunya penyempumaan konsideran "Menimbang" dan
"Mengingat" untuk keempat RUU bidang perpajakan tersebut, maka
Pemerintah berpendapat bahwa hal tersebut dapat dibicarakan lebih Ian jut
dalam perabahasan tingkat selanjutnya.
Saudara Ketua dan Anggota Dewan ~ang Terhormat,
Selanjutnya perkenankan kami menangggapi berbagai penilaian,tanggapan, saran, pendapat, permintaan penjelasan maupun
pertanyaan yang berkaitan dengan RUU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Sehubungan dengan saran Fraksi Karya Pembangunan mengenai argumen
argumen yang mendasari pemikiran bahwa pendapatan daerahakan lebih
mengangkat daripada yang sekarang dengan diundangkannya RUU Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah dan pertanyaan Fraksi Partai Demokrasi
Indonesia tentang kemungkinan berkurangnya Pendapatan Asli Daerah
(PAD) dengan diundangkannya RUU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut:
a. RUU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bertujuan antara lain
untuk memperkllat landasan penerimaan daerah, yaitu dengan
menyederhanakan jenis pajak dan retribusi daerah, sekaligus
mengefektifkan jenis-jenis pajak dan retribusi daerah terteatu
yang potensial dan efisien dalam pemungutannya;
b. Penyederhanaan tersebut diharapkan dapat meningkatkan
penerimaan daerah dari sumber pajak dan retribusi daerah,
mengingat penerapan pajak dan retribllsi daerah yang dapat
dipungut daerah berdasarkan undang-undang ini didasarkan antara
lain pada potensinya yang cukup besar.
459
e. Untuk mengatasi kemungkinanpenurunan PAD karen a
menyederhanaan pungutan daerah, diusulkan pajak baru bagi
Pemerintah Daerah yang didasarkan atas prinsip-prinsip perpajakan
yang objektif, yaitu Pajak Bahan Bakar Kendaraall Bermotor
(PBBKB), Pajak Atas Pengambilan dan Pemallfaatan Air
Bawah Tanah dan Air Pembukaan serta Pajak Pengambilan dan
PengoJahan Galian Golongan E, disamping adanya pajak pusat
yang dibagihasilkan ke daerah yaitu Bea Balik Nama Tanah dan
Bangunan;
d. Dengan adanya penyederhanaan pungutan daerah akan terjadi
intensifikasi pajak daerah dan retribusi daerah melalui konsentrasi
pemungutan pada sumber-sumber yang potensial serta ekonomis
dipungut, dan melaksanakan penegakan hukum (Iawenforeement)
di bidang perpajakan daerah dan retribusi daerah;
e. Kepatuhan masyarakat diharapkan akan meningkat karena jcnis
pungutan relatif Jebih sedikit dan menjamin kepastian, baik di
bidaag ketentuan formal maupun material.
Menanggapi pertanyaan Fraksi Fersatuan Pembangunan mengenai rasio
yang ideal antara biaya penyeJenggaraan pemerintahan dan pembangunan
nasional oJeh Pemerintah Pusat dan Daerah, dapat dijeJaskan bahwa rasio
tersebut tergantung pada sistem pemerintahan yang dianut oleh suatu
negara serta banyaknya urusan yang ditangani oleh masing-masing tingkat
pemerintahan.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan oton0111 i claerah yang nyata dan
bertanggungjawabdengan titik berat pada Daerah Tingkat II dengan tetap
berpegang pada :
a. keserasian pembinaan politik dan kesatuan bangsa;
460
b. menjalllin hubungan yang serasi antara PemerintahPusat dengan
Daerah atas dasar keutuhan negara kesatuan;
e. menjall1in perkembangan dan pemballlgunan daerah;
d. pelaksanaan pember ian otonomi bersama-sama dengan dekonsentrasi;
Maka secara berkelanjutan Pemerintah Pusat telah menyerahkan
urusan-urusan yang berkaitan dengan p<::nyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat kepada Pemerintah Daerah khususnya Daerah Tingkat II, antara lain melalui peneanangan 26 Daerah Tingkat II
Pemeril1tahan di 26 Daerah Tingkat L
Sehubllngal1 dengan hal tersebut, pada dasarnya Pemerintah sependapat dengal1 Fraksi Persatual1 Pembangunan bahwa peranan Pemerintah Daerah
dalam penggllnaan dana untuk biaya penyelenggaran pemerintahan dan pembangunan diharapkan semakm meningkat.
Menanggapi pertanyaan Fraksi Persatllan Pembangunan bahwa
dengan dillndangkannya RUU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berarti
bahwa Pell1erintah Daerah inantmya hanya mengenal 2 golongal1 pajak yang menjadi penerimaan daerah, yaitu pajak pusat yang dibagi hasilkan kepada daerah dan pajak daerah yang berdasarkan pada undang-undang pajak dan retribusi daerah,dapat dijelaskan sebagai berikut. Sumber
sumber pendapatan daerah sesuai dengan Pasal 55 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 adalah :
(I)PAD, yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengesahaan daerah, dan lain-lain hasil usaha daerah yang sah;
(2) Pendapatan yang berasal dari pemberian Pemerintah yang terdiri dari
461
sumbangan dan bantuan yang diatur dengan peratnran perundang
undangan;
(3) lain-lain pendapatan yang sah.
Sejalan dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tersebut, RUU
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah hanya mengisi bag ian terbesar dari butir
(1) saja. Adapun sumber-sumber pendapatan daerah yaug lain khususnya
pendapatan yang berasal dari Pemerintah Pusat diatur dalam Undang
undang APBN pada setiap tahun anggaran.
Saudara Ketua dan Anggota Dewan Yang Terilormat,
Sehubungan dengan pertanyaan Fraksii Persatuan Pembangunan
mengenai apakah pungutan atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bahan
bakar minyak dan Pajak Bahan Bakar Kendaran Bermotor (PBBKB)
dilakukan bersamaan dan oleh satu kesatuan administratif, dapat dijelaskan
bahwa dengan berpedoman pada prinsip :
a. pemungutan yang efektif;
b. pemuagutan pajak dengan biaya rendah;
e. memudahkan pengawasan dan administrasinya;
Maka pemungutan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB)
akan dilakukan bersamaan dengan PPN bahan bakar minyak dalam satu
kesatuan admirastrasi.
Mengenai tanggapan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia tentang
pungutan yang dilakukan oleh berbagai Departemen dengan adanya RUU
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dapat dikemukakan bahwa yang
diatur dalam RUU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah pungutan
462
Pajak Daerah maupun Re:tribusi Daerah. Dengan demikian pungutan
yang dilakukan oleh depm1emen dan instansi pusat di daerah dapat
tetap betjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penataan kembali
pungutan-pungutan yang saat ini dilakukan oleh departemen/instansi pusat
akan diatur dalam Undang-undang Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
RUU-nya saat ini sedang p<:!rsiapkan.
Sehubungan dengan sistimatika RUU Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah,Pemerintah menghargai saran yang telah diberikan oleh Fraksi
ABRI mengenai penempatan Bab VI Ketentuan Pidana sebaiknya
diletakkan setelah Bab IX, namlln seyogyanya hal tersebut dapat dibahas
lebih lanjut dalam pembicaraan tingkat seianjutnya.
Saudara Ketua dau Anggota Dewan Yang Terhomat,
Sehubungan dengan pertanyaan Fraksi Karya Pembangunan mengenai
dampak Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) terhadap tarif
angkutan umum dan perekonomian rakyat, Pemerintah berpendapat bahwa
pajak tersebut diperkirakan berdampak relatif kecil terhadap tar if angkutan
umllm serta perekonomin rakyat.
Dalam kaitan dengan pertanyaan Fraksi Persatuan Pembangunan
tentang ketentuan Pasal2 ayat (3) RUU Pajak Daerah dan Retribllsi Da,erah
yang menyatakan bahwa dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan
jenis pajak lainnya seiain yang ditetapkan dalam ayat (I) dan ayat (2)
yang memenuhi kriteria tertentu yang sangat selektif, dapat kiranya
diberikan penjelasan sebagai berikllt. Pada dasarnya RUU Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah ini hanya membatasi jumlah jenis pajak yang dapat
dipungut oleh Pemerintah Daerah sebanyak 9 jenis pajak daerah yang
dianggap potensial. Akan tetapi dalam jangka panjang, apabila beberapa
diantara 9 jenis pajak daerah tersebut tidak lagi memberikan kontribusi
yang memadai dan dalam perkembangan perekonomian daerah dimasa
463
mendatang terdapat pergeseran potensi pajak, maka dengan Peraturan
Pemerintah dapat diadakan jenis pajak bam dengan tetap memperhatikan
prinsip keserderhanaan jenis pajak daerah. Penetapan jenis pajak daerah
tersebut hams memenuhi kriteria tertentu yang sangat ketat sebagaimana
dimuat dalam RUU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Menjawab pertanyaan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia mengenai
pengenaan Pajak Atas Pengambilan dan Pemanfaa1an Aiir Bawah Tanah
dan Air Permukaan terhadap sUl11ur-sumur pompa yang umumnya
dimiliki rakyat keeil, dapat dilandaskan bahwa dalam pengenaan pajak
tersebut terdapat pengeeualian objel pajak, yaitu pengecualian terhadap
pengambilan air bawah tanah dan air permukaan oleh Pemerintah untuk
kepentingan pengairan, pertanian, Lebutuhan dasar rumah tangga dan
lainnya yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah dan diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Daerah. Dengan demikian terhadap Pajak Bahan
Baka sumur-sumur pompa yang pad a umumnya dimiliki oleh rakyat keeil
tidak akan dikenakan pajak tersebut.
Sementara itu menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Demokrasi
lndoncsia mengenai penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) hanya untuk Daerah
Tingkat I dan tidak diserahkan kepada Daerah Tingkat II, dapat dijelaskan
bahwa selama ini penerimaan PKB dan BBNKB merupakan penerimaan
Peiaerintah Daerah Tingkat I. Pajak Bahan Bakar Kendlaraan Bermotor
(PBBKB) merupakan pajak baru yang dimaksudkan untuk mengganti
atas berkurangnya penerimaan yang disebabkan adanya penyederhanaan
pllngutan-pungutan daerah dalam RUU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Atas pct1anyaan dari Fraksi Partai Dcmokrasi Indonesia mcngenai
saat penerapan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dapat
dijdaskan bahwa penerapan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
(PBBKB) akan disesuaikan dan diatur dalam masa transisi pclaksanaan
464
Undang-undang Pajak Daerah dan R<etribusi Daerah yang berkisar antara 1
sampai dengan :5 tahun, dengan tujuan untuk memberikan dorongan kepada
Pemerintah Daerah untuk menyesuaikan Penturan Daerahnya sejalan
dengan ketentuan RUU P~uak Daerah dan Retribusi Daerah. Semakin
cepat Pemerintah Daerah secara keseluruhan menyesuaikan Beraturan
Daerahnya, maka semakin cepat pula Kendaraan Bel:motor (PEBKB)
dapat diterapkan. Disamping itu penerapan Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor PBBKBJ akan melihat perkembangan dan keadaan yang tepat,
sehingga dapat dihindari dampak negatifyang menyebabkan hal-hal yang
memberatkan masyarakat. Dengan adanya keiuwesan dalam nasa transisi
tersebut,dandipungutnyaBeaBalikNamaTanahdan Bangunan, pend apatan
daerah tidak akan mengalami penurunan bahkan akan meningkat.
Menanggapi pertanyaan FraksiABRI mengenai pel~geltian kepentingan
umum dan krit.erianya, dapat dijelaskan bahwa pengeltian "kepentingan
umum" adalah kepentingan bersama yang lebih luas antara kepentingan •• ! : ."
Pemerintah dan kepentingan masyarakat. Kriteria yang dapat digunakan
untuk mengenakan jenis PllUak lain sesuai iengan ketentuan Pasal 2 ayat
(3) hurufb, antara lain tidak bersifat diskrimkiatif, bersifat adil,jelas, serta
terdapat kepastiian hukulll.
Saudara Ketna dan Anggota Dewan Yang Tcrhonnat,
Menjawab peltanyaan dari Fraksi Karya Pembangunan mengenai
tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sebesar 5% diberlakukan secara
umum di seluruh Indonesia, dapat dikemukakan hahwa PKB merapakan
pajak objektif yang sifatnya llmllm dan pada d~sarnya tidakdikaitkan
secara langsllng dengan kenikmatan yang diperolehan oleh Wajib Pajak.
Pemberlakuan tarif PKB seragam setinggi-tingginya 5%; secaraumllm
dalam pelaksanaannya bersifat ne1ral terhadlap Wajib Pajak, sehingga
dapat dihindarkan praktek pemanfaatan pengenaan tarif pajak yang lebih
rendah pada sualu daerah tertentu mengenai peri Bermotor (PEBKB)
465
Sementara itu menanggapi pertanyaan Fraksi Persatuan Pembangunan
Dedaan dasar pemikiran pengenaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan sebesar
5 o;,i bagi kelldaraan pribadii dan kendaraall umum, dapat dijelaskan bahwa:
a. Agar tidak Pajak Banan setinggi tingginya menimbulkan perbedaan
persepsi, dapat dikcmukakan bahwa tar if Bakar Kendaraan
Bermotor (PBBKB) adalah seragam dan 5%, yang berarti dalam
pelaksanaannya dapat ditetapkan
b. Penggunaan umumnya bah:';l bakar kendaraan bermotor lIntuk
kendaraan pribadi pad a n1l';'ipakan pengeluaran Llntnk konsllmsi
akhir, sedangkan untUlk kcmhra;>n UlTIlIm merupalkan unsur biaya
yang pada akhiraya dibeb,til,an kepada penggnna jasa angkutanl
masyarakat;
e. Terdapat kesulitan dalal1l pelaksanaan pemungutannya, apabila
diadakan perbedaan tarif Pajak Bahan Bakaf Kendaraan Bermotor
(PBBKB) antara kendaraan pribadi dan kendaraan umul1l.
Atas dasar pemikiran tersebul, maka pengenaan pajak atas konsitrasi
bahan bakar kendaraan bermotor tidalk dibedakan antara kendaraan pribadi
dan kendaraan umum.
Atas pertanyaan Fraksi Persatuan Pembangunan mengenai jumlah
kendaraan bermotor dan pemakaian bahan bakarnya, dapat dijelaskan
bal1\\!a pola pemakaian bahan bakar kendaraan bermotor antar propinsi
tidak selalu proporsional dengan jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar
di setiap Daerah Tingkat J, karcna kendaraan bermotor yang terdaftar di
suatu daerah belum tentu beroperasi atau menggunakan bahan bakar dari
daerah yang bersangkutan. Data tentang kendaraan bennotor dan bahan
bakar kendaraan bermotor dapat disampaikan kepada Dewan dalam
pembicaraan lebih lanjut.
466
Pada hakekatnya alokasi hasil Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
(PBBKB) kcpada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II tidak didasarkan
atas konsumsi riil bahan bakar kendaraan bermotor di daerah terse but,
tetapi berdasarkan rumus tertentu yang memperhatikan aspek pemerataan,
terutama panjang jalan.
Sedangkan mengenai pertanyaan Fraksi ABRI mengenaJ sistem
penghitungan tarif Pajak Atas Pcngambilan dan Pcmanfaatan Air Bawah
Tanah dan Air Permukaan, penetapan besamya tarif 20%, serta kepada
siapa pajak tersebut dikenakan, dapat disampaikan penjelasan bahwa
besarnya penghitungan tarif Pajak Atas Pengambilan dan Pemanfaatan Air
Bawah Tanah dan Air Permukaan didasarkan pada aspek kewajaran dan
manfaat yang dipcroleh Wajib Pajak dari pemanfaatan air tanah tersebut,
selia antisipasi perkembangan lllasa depan terutama untuk melindungi
lingkungan dan pelestarian alam. Dasar pengenaan pajaknya adalah nilai
ckonomis pemanfaatan air tanah tersebut oleh Wajib Pajak.
Saudara Ketua dan Al1lggota Dewan Yang Terhormat,
Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Fraksi Persatllan
Pembangunan mengenai ket,entuan Pasal6 dan Pasal26 RUU Pajak Dat:rah
dan Retribusi Daerah yang tidak memperbolehkan pemungutan pajak dan
retribusi daerah dilaksanakan dengan eara diborongkan, dapat dije\askan sebagai berikut :
RUU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengatur hubungan
Pemerintah dengan masyarakat, sehingga tidak sebanyaknya fungsi plliblik
ini dilimpahkankepada piihak ketigayang akan dapat menimbulkan
pcnyimpangan-penyimpangan. Disamping itu dengan diborongkan, uang
yang dibayarkan masyarakattidak sepenuhnya diterima oleh negara atau
Pemerintah Daerah.
467
Dalam kaitannya den~n tanggapan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
tentang perlunya pengaturan tata cara dan mekanisme pemungutan pajak
dan retribusi daerah didalam RUTJ Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
dapalt dikemukakan bahwa dalam RUU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
hanya d:iatur secara umum dan pokok-pokoknya saja antara lain pedolTlan
lllTlUm tata cara dan mekanisme pelllungutan pajak maupun retribusi daerah.
Pcngaturan Icbih lanjut menge:nai mekanisme dan tata cara pemungutan
lx~ak dan retribusi daerah diatur lcbih lanjut dalam peraturan perundang
undangan yang lebih rendah. Sedangkan mengenai pendapat Fraksi ABRI
tentang rumusan "dengan memperhatikan pcndapat Menteri Keuangan"
yang dianggap kurang jelas, dapal dijelaskan bahwa hal tersebut tidak
dapalt ditafsirkan secara harfiah namun juslru terkait dengan scmangat isi
penmdang-undangan secm·a kesehll;lhan. D~ll1ikian pula dal!am pengertian
"memperhatikan pendapat Men1eri Keuangan"dilaksanakan melalui
koordmasi dan konsultasi dalam rangka kebijaksanaan fiskal dan moneter
secm'a nasional untuk meningkatkan tingkat objektifitas suatu pungutan.
Saudara Ketua dan Anggl()ta Dewan Yang Terhormat,
1\1enanggnpi usul dari Fraksi Kmya Pembangunan agar dalam
Peramran Pemerintah dapat dicantumk:an rambUl-ambu dan kriteria-kritcria
yang jelas mengenai Rctribusi Perizinan Tcrtentu, dapat dijeiaskan bahwa
pada dasarnya Pemerintah sependapat "dengan saran anggota Dewan.
Rambu-mmbu tcrsebut ditampung dalam RPP yang sedang dipersiapkan
oleh Pernerintah, yaitu dengan dicantumkannya sccara je las jenis-jenis
Rctribusi Perizinan Tertentu yang dapat dipungut oleh Pcmerintah Dacrah.
Atas pertanyaan dari Fraksi Persatuan Pembaagunan mengenai
kemungkinan menycrahkan pengelolaanjasa umum danjasa llsaha kepada
BUMD, dapat dijelaskansebagai bcrikut:
a. Pemberianjasa umum pada prinsipnya adalah pemberian pelayanan
468
yang lebih bersifat tugas umum pemerintahan. Pemungutan rctribusi
atas jasa umum hanya untuk mengganti sebagian biaya pemberian
jasa umUlm, sehingga tidak tepat apabnla pengelolaannya diserahkan
kepada BUMD.
b. Pemberian jasa usaba pada prillsipnya dilaksanakan untuk
mempcroleh keuntungan yang layak, sehingga pemberian jasa
usaha dapat dilaksanakan oleh BUMD.
Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Fraksi ABRI mengenai
pembedaan jangka waktu peagajuan keberatan untuk pajak dan retribusi
daerah, dapat dijelaskan bahwa pembedaan jangka waktu pengajuan
keberatan untuk pajak dan retribusi daerah tersebut didasarkan pad a
perbedaan sifat dan karakteristik pajak dan retribusi daerah. Dalam
pelaksanaan undang-undang illi, pemungutan pajak daerah dan kewajiban
pemenuhan administrasinya lebih sulit daripada retribusi daerah, oleh
karena itu lIntuk pengajllan keberatall atas pengenaan pajak daerah perlu
diberi jangka waktu yang lebih panjang dari pada pengajuan keberatan
untuk retribusi daerah. Sedangkan untuk retribusi daerah, mengingat
retribusi dikaitkan dengan jasa, nwk;: pemllllgutannya relatif lebih mudah,
oleh kareaa itu berdasarkan undang-undang ini wajib retribusi daerah
diberikanjangka waktu pengajuan keberatan yang lebih singkat.
Beralih kepada permintaan penjelasan Fraksi Persatuan Pembangunan
tClltang .......... yang mengandullg kewajiban tetapi tidak terdapat
sanksi,seperti juga halnya hal-hal yang diatur dalam Bab IX Ketentuan
Khusus, dapat dijelaskan bahwa sifat dan karakteristik pajak daerah
adalah relatif sederhana, mudah pengadministraskan dan pengawasan
pelaksanaannya, sehingga norma kewajiban pembukuan lebih bersifat
pembinaan bagi Wajib Pajak. Oleh karena itu Pemerintah memandang belum
perlu meagatur sanksi bagi pelanggaran kewajiban pembukuan. Kewajiban
469
pernbukuan ini sebelumnya tidak dikenal dalam sistem perpajakan daerah
yang selama ini berlangsung.
Sedangkan mengenai sanksi dalam Bab IX Ketentuan Khusus,
sebenarnya sudah diatur dalam Pasal 37 RUU Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah. Disamping itu atas pelanggaran ke:tentuan Bab IX dapat pula
dikenakan sanksi lain sebagaimana d iatur dalam perundang-undangan yang
berlaku, misalnya Peraturan Pemerintah Nml10r 30 Tahun 1980 tentang
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Saludara Ketua dan Anggota Dewan Yang Terbormat,
Selanjutnya perkenankanlah Pemerintah menanggapi berbagai
tanggapan,saran, pendapat maupun pertanyaan yang m1enyangkut RUU
Bca Balik Nama Tanah dan Bangul1(lll.l'vfenanggapi lIsu\ dan pcndapat dari
Fr,:,ksi Karya Pembangunan Iberkcnaan dengan pengecualian "hibah dalam
garis kirus ke atas dan ke bawah,dapat dijelaskan bahwa filosofi pengenaan
Bea Balik Nama Tanah dan Bangunan karena hibah adalah adanya seseorang
yang memperoleh keuntungan ekonomis melalui perolehan hak atas tanah
dan atau bangunandengan tidak mengeluarkan biaya pembelian, sehingga
wajar apabila orang tersebut menyisihkan keuntungan/kenikmatan yang
diperolehnya kepada eegara berupa pajak yaitu Bea Balik Nama Tanah
dan Bangunan. Sedangkan yang dimaksud pengaturan secara khuSllS
tentang Bea Balik Nama Tanah dan Bangunan terhadap hibah wasiat yang
pengenaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dimaksudkan lllltuk
menampung apabila penerima hibah wasiat tidak mampu memenuhi
kewajiban perpajakannya.
Dalam kaitan dengan pertanyaan Fraksi Karya Pemhangunan ten tang
pengaturan hila \VNA menggunakan ~embaga hibah khususnya bagi
mereka yang melakukan perkawinan campuran dengan WNJ, dapat
470
dibedakan penjelasan bahwa Bea Balik Nama Tanah dan Bangunan
dikenakan terhadap penerima hibah, baik WNA maupun WNI. Oleh karena
itu, pengaturan pengenaan Bea Balik Nama Tanah dan Bangunan karen a
"hibah dalam garis lurus ke atas dan ke bawah" dan hibah wasiai secara
khusus dalam Peraturan Pemerintah adalah tepat
Sementara ita menanggapi pertanyaan Fraksi Persatuan Pembangunan
menyertai perlakuan pajak penghasilan terhadap pihak-pihak yang
melakukan kerjasama dalam bentuk Peljanjian Bangun Guna Serah (Build
Operate and Tralls/erIEO]) sehubungan dengan adanya RUU Bea Balik
Nama Tanah dall1 Bangunan, dapat dijelaskan bahwa objek Bea Balik Nama
Tanah dan Bangunan adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan,
sedangkan BOTtidak menyangkut adanya perolehan hak, dengan perkataan
lain tidak terjadi peralihan hak.
Saudara Kctua dan Anggota Dewan Yang Tcrbormat,
Menjawabpertanyaanyangdiajukanoleh FraksiABRI mengenaikrit eria
kepentingan umum dalam pengatumn objek pajak. yang. tidak dikenakan
Bea Balik Nama Tanah dan Bangunan yang diperoleh Pemerintah untuk
pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum, dapat dijelaskan
bahwa tanah dan atau bangiman tersebut digunakan sebagai fasilitas
sosial dan fasilitas umum yang tidak ditujukan untuk mencari keuntllngall,
misalnya Pemerintah membebaskan tanah untuk pembangunan gedllng
Pemerintah atau pembuatanjalan ul1lum.
Menanggapi saran Fraksi ABRI tentang penggabungan Pasal2 dengan
hibah wasiat, dapat dijelaskan bahwa dalam Pasal 2 diatur tentang objek
Bea Balik Nama Tanah dan Bangunan yaitu perolehan hak atas tanah dan
atau bangunan,. sedangkan jenis perolehan hak terse but salah satullya
adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan karena hibah wasiat,
sehingga apa yang disarankan Fraksi ABRI sudah tepat. Sedangkan
471
pengaturan pengenaan hibah wasiat dalam Pasal 3 ayat (2) adalah karena
pengenaannya diatur secara khusus.
Mengenai pengaturan Bea Balik Nama Tanah dan Bangunan terhadap
pemindahan hak atas rumah-rumah kredit yang dipindahtangankan seperti
yang ditanyakan aleh Fraksi Partai Demoferasi Indonesia dapat dijelaskan
bahwa objek Bea Balik Nama Tanah dan Bangimana andalan perolehan hak
atas tal1ah dan atau bangunan atas terjadinya peralihan hak: yang dilakukan
di depan pejabat umum yaitu NotarislPPAT, maka dalam hal terjadi
peralihan atas rumah-rumah kredit di hadapan pejabat umum tersebut,
perolehan hak dimaksud d ikarenakan Bea Balik Nama Tanah dan Bangunan.
Saudara Ketua dan Anggota Dewan Yang TedlOnnat,
Persatuan Pembangunan menenai Sehllbungan dengan pertanyaan
Fraksi" NJOP (Pasal 6 ayat (4) RUU Bea jelaskan bahwa sepanjang
tanah dan kesiapan administrasi perpajakan Pemerintah dalam kaitannya
dengan kewenangan Pemerintah untuk menetapkan Balik Nama Tanah dan
Bangunan), dapat di atau bangunan yang dialihkan sudah menjadi objek
Pajak Bumi dan Bangllnan, diipastikan sudah ditetapkan NJOP maka tanah
dan atau bangunan tersebut dapannya.
Pembangllnan mengenai sejauh dalam penggunaan NJOP PBB, sebagai
dasar penetapan harga bagi kepentingan proyek-proyek rugi tanah negara
yang dialihkan Persatuan digunakan, Menanggapi pertanyaan Fraksi mana
koordinasi di antara intansi Pemeri dapat disampaikan bahwa NJOP telah
di pernbebasan tanah-tanah milik masyaraka Pemerintah dan juga dalam
penetapan gand haknya kepada swasta.
Beralih kepada masalah segi kaitannya dengan penerapan NJOP
PBB Nama Taoah dan Bangunan apabila Nilai keadilan dan kemampuan
Wajib Pajak dalam sebagai dasar pengenaan Bea Balik rolehan Objek
472
Pajak (NPOP) tidak diketahui atau lebih rendah dari NJOP sebagaimana
dikemukakan oleh Fraksi Karya Pembangunan, dapat dijelaskan bahwa
penentuan NJOP adalah berdasarkan nilai pasaryang terjadi di suatu Zona
Nilai Tanah (ZNT), bukan dalam sata blok. Namun, dalam hal-hal tertentu
Wajib Pajak dapat mengajukan pcngurangan ....... dengan ketentuan yang
diatur dalam Pasal21 RUU Bea Balilk Nama Tanah dan Bangunan.
Datam kaitan dengan pertanyaan Fraksi Karya Pembangunan dan
Fraksi ABRI mengenai Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NPOPTKP) sebesar Rp 2:0 juta serta usul Fraksi Partai Demokrasi
Indonesia untuk meningkatkan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena
Pajak (NPOPTKP) menjadi sebesar Rp 30 juta, dapat disampaikan
penjetasan bahwa penenruan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena
Pajak (NPOPTKP) sebesar Rp 20 juta dimaksudkan untuk melindungi
rakyat yang berpenghasilan rendah baik di daerah perkotaan maupun
perdesaan berdasarkan penelitian atas harga Rumah Sederhana (RS)
dan Rllmah Sangat Sederhana (RSS)sampai dengan tipe 36 di wilayah
Botabek yang relatiftebih dnggi dari daerah lainnya, harga rumah tcrsebut
betvariasi an tara Rp 5 juta sampai dlengan JRp 20 juta. Dengan demikian
menurllt hemat kami, penentuan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena
Pajak (NPOPTKP) sebesar Rp 20 juta adalah wajar. Nilai Perolehan Objek
PajakTidak Kena Pajak (NPOPTKP) tersebut dapat ditinjau sesuai dengan
kondisi perekonomian dan perkembangan harga tanah dan atau bangunan yang penyesuaiannya akan dlitetapkan dengan Peraturan Pemeriatah.
Saudara Ketua dan Anggota Dewan Yang Tcrbormat,
Menanggapii usul dan pcndapat dari Fraksi Persatuan Pembangunan
mengenai denda sebesar Rp 10 juta kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah,
Kepala Kantor Lelang Negara, dan· Pejabat Umum lainnya terllalu
ringan, Pemerintah berpendapat bahwa jumlah terse but sudah memadai,
karena apabila terbukti ada kerjasama atau penyelewengan, maka dapat
diberlakukan ketcntuan pidana.
473
Saudara Kctua dan Anggota Dewan Yang Terhormat,
Pemerintah menghargai dukungan yang telah diberikan Fraksi Persatuan
Pembangunan tentang pembagian hasil penerimaan Bea Batik Nama Tanah
dan Bangunan yang sejalan dengan prinsip otoeomi daerah dengan titik berat
pada Daerah Tiagkat II. Atas pertanyaan Fraksi Persatuan Peaibangmian
dan Fraksi ABRI mengenai hallersebut, dapat kiranya disampaikan bafawa
penerimaan Bea Balik Nama Tanah dan Bangunan merupakan penerimaan
negara yang hasilnya dibagi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah dengan imbangan sekurang-kurangnya 80% unnik Pemerintah
Daerah dan pengaturan lebih lanjut diatur dengan Peratoan Pemerintah.
Sedangkan bag ian Pemerintah Pusat sebesar setinggi-tingginya 20%,
sebagian akan digunakan unaik menduk"1mg biaya perbaikan administrasi
pertanahan oleh Badan Pertanahan Nasional !(BPN) yang pad a gilirannya
akan menunjang peningkatan penerimaan negara khususnya dari Bea
Balik Nama Tanah dan Bangunan. Selmbungan dengan pertanyaan
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia tentang penjelasan mengenai kriteria
objektifitas wewenang Menteri Keuangan atas pemberian penguraagan
pajak, dapat dijelaskan bahwa pemberian pengurangan terse but merupakan
kewenangan Menteri Keuangan llntuk memberikan pengurangan pajak
kepada Wajib Pajak dalam hal-hal tertentu. Berbeda dengan keberatan
yang merupakan tiak setiap Wajib Pajak, maka pengurangan pajak bukan
memakai hak Wajib P~jak. Itulah sebabnya maka pemberian pengurangan
hanya dapat diberikan oleh Menteri K,euangan sebagaimana yang juga
diaftir dalam Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan. Sedangkan
kriteria pemberian pengurangan lebih lanjut akan diatur dengan Keputusan
Menteri Keuangan.
Selanjutnya mengenai masalah perbedaan pemberian sanksi kepada
F-PAT, KepaJa Kantor Lelang Negara, Pejabat Umum lainnya dengan
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dapat dijelaskan bahwa
PPAT, Kepala Kantor Lelaag Negara, dan Pejabat Umum lainnya
merupakan pejabat yang bellNenang menandatangani aktafrisalah peralihan
474
hak atas tanah dan atau bangunan, maka suksesnya pelaksanaan undang
undang ini tergantung kepada pejabat-pejabat tersebut Dengan kata
lain pejabat-pejabat terse but yang diberi kewenangan oleh negara ulIltuk
menandatangani akta peralihan hak, mempunyai kewajiban untuk
membantu negara dalam mensukseskan pemungutan pajak, sehingga bila
teljadi kelengahan alam menunaikan tugas yang diberikan terse but akan
mempunyai dampak kerugian kepada negara.
Sedangkan Kepala Kantor Pertanahan K.abupatenIKotamadya karena
mertipakan pejabat negara atau Pegawai negeri maka pengenaan sanksi
telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang
Peraturan Disiplm Pegawai Negeri Sipil.
Saudara Ketua dan Al1Iggota Dewan Yang Terhormat,
Sehubungan dengan pertanyaan ciari Fraksi Partai Demokrasi I ndonlesia
mengenai pungutan-pungutan lain yang menyangkut pemindakan hak
seperti pologoro, biaya saksi sebesar 2,5%, dan hiaya PPAT- sebesar 2,5%,
dapat dijelaskan bahwa RUU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan RUU
Bea Balik Nama Tanah dan Bangunan antara lain dimaksudkan untuk
menata kembali berbagai jenis pajak daerah dan retribusi daerah. Datam
kaitan itu, pungutan-pungutan lain dalam hal pemindahan hak seperti
pologoro, biaya saksi, biay.a PPAT, harusdisesuaikan dengan RUU ini.
Menjawab pertanyaan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia mengenai
pungutan-pungUltan lain atas tanah yang belum bersertifikat antara lain
perubahan Letter E dan biaya ukur dari kelurahan, dapat dijelaskan babwa
pungutan atas perubahan Letter E dan biaya ukur dari kelurahan pada
hakikatnya tidak ada.
Itulah sebabnya untuk menertibkan pungutan-pungutan yang tidak
resmi terse but, Pemerintah sejak tahun 1993 telah menghapuskan penerbitan
475
Letter E oleh Kantor Pelayanan Pajak Buroi dan Bangunan, karena terhadap
tanah dan atau bangllnan telah diterbitkan Surat Pemberitahuan Pajak
Temtang (SPPT) sebagai dasar penagihan PBB temtang.
Saudara Kctua dan Anggota Dewan Yang Terhormat,
Selanjutnya ijinkanlah Pemerintah menanggapi berbagai tanggapan,
saran, pendapat mallplln pertanyaan yang berkaitan dengan RUU
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Menanggapi usul dari Fraksi Karya
Pembangunan tentang penggantian judul RUU "Penagihan Pajak Dengan
Surat Paksa" menjadi "Penagihan Pajak
Dengan Eksekusi Langsung" dan usul penggantian judul oleh FraKsi
ABRI menjadi "Penagihan Pajak Dengan Upaya Paksa", dapat kami
sampaikan penjelasan bahwajlldul tersebut sudah cukup lama dikenal dan
telah diterima secara meluas oleh masyarakat. Selain itu dalam Undang
undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9
Tahun 1994 juga secara tegas telah menggunakan istilah "Surat Paksa".
Saudara Kctua dan Anggota Dewan Yang Terhol'mat,
Menjawab pertanyaan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia tentang
pelaksanaan penagihan dengan Surat Paksa tl~rhadap retribllsi, dengan ini
disampaikan bahwa sebagaimana dimmuskan dalam Bab [ Pasal i angka 1
RUU ini, mang lingkup RUD Penagihafi Pajak Dengan Surat Paksa hanya
terbatas pad a penagihan atas pajak pusat dan pajak daerah, sedangkan
penagilhan atas retribusi dilakukan berdasarkan Peraturan Daerah yang
akan diterbitkan kemudian.
Berkaitan dengan pertanyaan dari Fraksi ABRI tentang penyempurnaan
Pasal 3 ayat (2) RUU ini dapat disampaikan bahwa yang dimaksud dalam
476
rumusan terse but juga tell"masuk syarat-syarat pemberhentian sebagai
Jurusita Pajak yang selanjutnya akan ditetapkan dengan Kepumsan Menteri
Keuangan.
Menanggapi pertanyaan dari Fralksi Persatuan Pembangunan mengenai
Penagihan Seketika dan Sekaligus dlapat kami jelaskan bahwa Penaglhan
Seketika dan Sekaligus telah sesuai dengan ketentuaii Pasal 20 Undang
undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9
Tahun 1994.
Saudara Ketua dan Alliggota Dewan Yang Terhormat,
Mengenai fiskus untuk sehingga dapat disampaikan Penanggung
Pajak pertanyaan dari Fraksi Persatuan Pembangunan bagaimana cara
memperoleh informasi mengenai perilaku Penanggung Pajak dilakukan
tindakan Penagihan Seketika dan Sekaligus, dapat hwa hal tersebut dapat
diperoleh dari pemeriksaan terhadap yang bersangkutan atau dengan
penelitian administratif mellalui Sistem Manajemen Informasi Perpajakan
yang ada pada Direktorat
Menanggapi pertanyaan Fraksi Persatuan Pembangunan mengenai batas
waktu antara peltlerbitan Surat Permtaii Penagihan Seketika dan Sekaligus
dan Surat Paksa, dapat disampaikan bahwa batas waktu 24 jam terse but
dimaksudkan untuk tetap memberikan kes~:mpatan kepada Penanggung
Pajak melunasi utang pajaknya.
Menjawab pertanyaan dari Fraksi Peesatuan Pembangunan tentang
pengangsuran atau penundaan pembayaran utang pajak oleh Penanggung
Pajak dapat dijelaskan bahwa dalam raegka memberikan kemudahan
pelayanan kepada Penanggung Pajak yang sedang dalam kesulitan likuiditas
atau dalam keadaan diluar h:kuasaannya sehingga tidak dapat memenuhi
477
kewajuban perpajakan tepat pada waktunya, kepada Penanggung Pajak
dapat diberikan kesempatan untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajaknya dalam waktu sebagaimana ditentukan pada setiap surat keputusan
angsuran atau penundaan pembayaran.
Saudara Kctua dan Anggota Dewan Yang Terhormat,
Sehubungan dengan peltanyaan Fraksi Purtai Demokrasi Indonesia
tentang proses penerbitan Surat Teguran, Surat Paksa atau Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan dapat dijelaskan bahwa sesuai dengan Pasal
9 ayat (3) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentean
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nonaor 9 Tahun 1994, ditentukan bahwa utang pajak
yang tercantum dalam surat iketetapan pajak hams dilunasi dalam jangka
waktu satu bulan sejak tanggal diterbitkan. Apabila setelah 7 hari setelah
tanggal jatuh tempo pembayaran Penanggung Pajak tetap tidak melunasi
utang pajaknya, kepada Penanggung Pajak diterbikan Surat Teguran atau
peringatan tertulis. Selanjutnya Surat Paksa dapat diterbitkan setelah lewat
\Vaktu 21 hari setelah kepada Penanggung Pajak diterbitkan Surat Teguran
atau peringatan untak melunasi utang pajaknya. Dengan demikian untuk
mellerbitkan Surat Paksa diperiukan waktu paling kurang 58 hari setelah
penerbitan surat ketetapan pajak.
Sehubungan dengan peltanyaan Fraksi Paltai Demokrasi Indonesia
tentang eksekusi oleh Jurusita Pajak atas barang-barang milik Penanggung
Pajak yang disita sebagai pelaksanaan penagihan dengan Surat Paksa,
sedangkan Waj ib Pajak sudah mengajukan keberatan atau banding, dapat
disampaikan penjelasan bahwa sesuai dengan· ketcntuan dalam Pasal
25 ayat (7) dan Pasal 27 ayat (5)Undang-undang NomoI' 6 Talllln 1983
tentaog Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Talmn 1994, dinyatakan bahwa
pengajuan keberatan atau banding tidak menunda kewajiban membayar
478
pajak dan"pelaksanaan penagihan pajak. Dengan demikian vvulaupun
Penanggung P,0ak mengajukan keberatan atau banding tindakan pellagihan
tetap harus dilakukan.
Saudara Ketua dan Anggota Dewan Yang Terhormat,
Menanggapi pemandangan umum datri keempat fraksi mengenal
pelaksanaan p,enyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak yang
berupa deposko, tabungan, sal do rekening, giro dan bentuk lainnya yang
disamakan dengan itu dapat dijelaskan Ibahwa pelaksaeaan penyitaan
tersebut dilakukan dengan permintaan pembIokiran terlebih dahulu oleh
Pejabat kepada bank tempat kekayaan Penanggung Pajak itu berada, dan
jika dalam waktu tertentu sejak pemblokiran utang pajak belum dilunasi,
Pejabat melaklllkan penyitaan dengan diikuti perintah pemindahbukuan ke
rekening Kas Negara/Kas Daerah sejumlah utang pajak.
Sedangkan kaitannya dengan U ndang-undang Nomor 7 Tahun :t 992
tentang Perbanlkan dapat disampaikan bahwa pemblokiran rekening bank
Penanggung Pajak adalah merupakan instnimea hukum yang dapat dipakai
untuk meningkatan efektifitas penagihan pajak, karena pada prinsipnya
seisuai harta yang dimiliki Penanggung Pajak dapat menjadi jaminan
pelunasan utang pajaknya. Dalam pelaksanaannya pemblokiran rekening
bank Penanggung Pajak akan ditempuh deagan mengacu pada ketentuan
mengenai rahasia bank sesuai dengan Pasal 41 Undang-undang Nomor 7
Tahun 1992 "tentang Perball1kan.
Saudara Ketua dan Anggota Dewan Yang Terhormat,
Menanggapi pertanyaan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
tentang bobot kapal yang dikategorikan sebagai barang tak bergerak dapat
disampaikan bahwa kapal yang dikategorikan sebagai barang tak bergerak
adalah kapal de:ngan isi kotor demikian paling sedikit 20 m3 sebagaimana
479
diatur dalam Pasal314 Undang-undang Hukum Dagang dan Kepailkan serta
dalam Pasa146 Undang-undang NomoI' 21 Talmn 1992 tentang Pelayaran.
Menanggapi pertanyaan dari Fraksi ABRI dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia tentang pelaksanaan penyanderaandengan izin tertulis dari
Menteri atau Kepala Daerah Tingkat I dan koordinasinya dengan pihak
pihak yang berwenang dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut: .
a. izin penyanderaan yang diberikan olehMenteri Keuangan adalah
dalam hal penyanderaan dilal<ukan atas Penanggung Pajak yang
menunggak pajak pusat, sedangkan unaik penagihan pajak daerah
izin penyanderaannya .diberikan. oleh Kepala·.Daerah Tingkat I.
Persyaratan permintaan izin tersebutdimaksudkan agar pelaksanaan
penyanderaan hanya dilaksanakan secara sangat selektif dan hati
hati serta memperhatikan hak asasi;
b. pclaksanaan penyanderaan dikoordinasikan dengan instansi
terkait.
Selanjutnya dalam kesempatani'.li perlu dikemukakan bahwa
penyanderaan yang diatur dalam RUU ini adalah sejalan dengan Fatwa
MahkamahAgungNomor: MAIPemb.lOl09/I984tanggal11 lanuari 1984
yang tidak melarang serta tidak menghambat penerapan lembaga .sandera
lIntuk kepentingan negara. Penyanderaan dalam RUU ini dimaksudkan
lIntllk dapat mengamankan pemasllkan dana pembaagunan berdasar
ketentllan perpajakan.
Dengan demikian Pemerintah berpendapat bahwa lembaga sandera
dalam RUU ini tetap dipertuklill sebagai lIpaya terakhir dalain rangka
mengamankan hak penerimaan negara dari perpajakan.
Saudara Ketua dan Anggota Dewan Yang Terbormat,
Sehllbungan dengan pertanyaan dari FraksiABRI tentang pertimbangan
480
waktu penyanderaan dengan ini dapat dijelaskan bahwa jangka waktu
penyanderaan maksimum 1 (satu) tahun tersebut didasarkan pada
pel1imbangan bahwa penyanderaan itu adalah merupakan pengekaagan
sementara waktu kebcbasan Penanggung Pajak. Istilah pengekangan
sementara waktu dalam RUU ini dipahami sebagai tidak lebih dari satu
tahun.
Menanggapi pertanyaan dari Fraksi Persatuan Pembangunan mengenai
peraturan perundang-undangan perpajakan yang ada tentaag hak mendahulu
penagihan pajak, dapat disampaikan bahwa hak mendahulu telah diatur
dalam Pasal 21 U ndang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan
U ndang-undang Nomor 9 Tahun 1994 dan Pasal39 U ndang-undang Nomor
10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, serta Pasal 11 Undang-undang Nomor
11 Tahun 1995 tentang Cukai.
Menanggapi pertanyaan dari Fraksi Persatuan Pembangunan mengenai
tunggakan pajak dengan ini dapat disampaikan bahwa pada akhir tahun
takwim 1995 jumlah tunggakan pajak secara kumulatif adalah kurang Iebih
Rp 5 triliun.
Saudara Ketua dan Anggota Dewan Yang Terhormat,
Menanggapi pertanyaan dari Fraksi PersatuanPembangunan mengenai
kesiapan sumber daya manusia, dengan ini dapat disampaikan bahwa
Depal1emen lingkungan khususnya Dircktorat lenderal Pajak secara terus
menerus telah dan akan berusaha meningkatkan slImber daya manusia baik
seaara kuantitatif maupun kualitatif.
Sehubungan dengan pertanyaan Fraksi Persatuan Pembangunan
mengenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal25 ayat (4) dengan
ini dijelaskan bahwa sanksil pidana dimaksud adalah sanksi yang diatur
481
sesuai dengan ketentuan Pasal 216 Kitab Undang-undang Mukum Pidana
(KUHP):
Saudara Kctua dan Anggota Dewan Yang Tcrhormat,
Selanjutnya ijinkanlah Pemerintah menanggapi berbagai tanggapan,
saran, pendapat maupun pertanyaan yang berkaitan dengan RUU Badan
Peradilan Pajak. Berkenaan d1engan usul Fraksi Persatuan Pembangullall
mengellai pengelitian pennohonan penggugat dalam RUU Dadan peradi Ian
Pajak yang berbeda dengan yang dipergunakan dalam peradilan umum
dan mengusulkan agar dieari istiJah yang lebih tepat sehillgga tidak
mengaburkan istilah yang telah dipakai, dapat diberikan tanggapan bahwa
penggunaan istilah permohonanbandkiglgugatan adalah sesuai dengan
istilah yang dipergunakan dalam Undang-undang Nomor 6 Talmn 1983
teneang Ketentllan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana 'telah
diubah dengan Undang-undang Nomor '9 Tahun 1994, Undang-undang
Nomor 10 Talmn 1995 tentang Kepabeanan, dan Undang-undang Nomor
II Tahun 1995 tentang Cukai.
Menjawab peltanyaan Fraksi ABRI yang menanyakan istilah "Badan"
dalam Badan Peradilan Pajak, dapat dijelaskan bahwa istiJah "Badan"
tersebut sesllai dengan istilah yang dlipergllnakan dalam Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentoan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun J 994,
U ndang-undang Nomor I 0 Trihun J 995 tentar tentang Cllkai.· Kepabeanan,
dan Undang-llndang Nomor II Talmn 1995
Berkenaan mengenai·· keberadaan Undang-undang Kekuasaan
Kehakiman di ba\vah naungan Mahkamah Agung. RUU Badan Peradilan
pertanyaan Fraksi Partai Demokrasi Il1donesiaDadan Peradilan Pajak yang
dibentuk berdasarkan Pasal 13 Nomor 14 Talmn 1970 tentang Ketentuan
482
a. Sumber-sumber Anggaran.Rutin,
b. Sumber-sumber Anggaran pembanglUnan.
Dem ikian pula Anggaran Belanja yang t,erdiri dari:
a. Anggatan Belanja Rutin,
b. Anggaran Belanja Pembangunan.
Untuk hal ini Penerimaan Negara' Bukan Pajak, adalah merupakan salah satu sumber dari anggaran rutin.
Didalam lEW 1925 ditegaskan antara lain bahwa mengenai penerimaan yang driakukan oleh instansiVDepartemen harns dipertanggungjawabkan
oleb instansi/Departemenyang berhak menerima penerimaan serta.
berkewajiban menyetor ke kas negara. keterttuan rnengenai penerimaan
negara sebagaimana penegasan lEW 1925 ini. .
Selanjutnya dfpertegas dalam setiap tahun dalam Keppres tentang Pedol11an Pelaksanaan APBN terakhir KeppresNo.16 Tahun 1994).
Didalam Keppres tentang Pelaksanaari' Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sekarangkeppres No. 16 'Tahun 1994) Pasal 4 ayat (5) "Peneril11aan . DepartemenILembaga, baikdalam maupun luar negeri,
adalah penerimaan anggaran dan kanina iti! tidak dapat dipergunakan langsllng untuk pengeluar~lIl, 'tetapi disert~i<sepenuhnya dan pada waktunya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, kecuali penerimaan unit Swadana
dari badan/instansi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Oalam Pasal 9 ditegaskan bahwa orang atau badan yang melakllkan
pel11ungutan atau penerimaan uang negaramenyetor seluruhnya selambat-
497
lambatnya dalam wakti 1 hari ke~ja setelah penerimaannya ke pada rekening
kas negara pada bank "Pemerintah atau bank persepsi yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan atau pada Giro Pos. Walaupun perihal Penerimaan Negara Bukan Pajak sebetulnya telah diatur sebagaimana disebutkan
diatas namun dalam peJaksanaannya penyelenggaraan dan pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak ini belum terselenggara dan terpenuhi
sesuai dengan landasan ketertiban administrasi keuangan negara.
6. Didalam Penjelasan Umum Rancangan Undang-undang 101
Pemerintah juga menyadari, melihat pada jenis-jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku, banyak diantara bentuk-bentuk penerimaan
negara diiuar pajak terse but belum didasarkan pada undang-undang.
Ketentuan yang dtgunakan sebaga; landasan pengelolaan Penerimaan
Negara Bukan Pajak meliputi berbagai ragam dengan tingkat kekuatan hukum yang berbeda mulai dari U ndang-undang, Peraturan Pemerintah,
Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri.
Banyak dan bervariasinya ketentuan yang berlaku serta beragamnya
bentuk pengaturan telah mengakibatkan kekurang terti ban dan kerumitan
dalam pengelolaan PenerimaanNegara Bukan Pajak.
Dengan landasan pokok-pokok pikiran sebagaimana dilPaparkan diatas.
menambah kuatnya keyakinan Fraksi Kalya Pembangunan menghargai penyampaian Rancangan Undang-undang Penerimaan Negara Bukan
Pajak, oleh Pemerintah untuk dilakukan pembahasannya bersama-sama Dewan untuk selanjutnya disyahkan menjiadi Undang-undang yang mempunyai daya ikat yang berkepastian hukum dalam Penyelenggaraan dan pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Yth. Sdr. Pimpinan SidanglParipurna,
Ytlli. Sdr. Menteri Keuangan dan rekan-rekan Anggota Dewan dan para
hadirin yang kami muliakan.
498
Berkenaan dengan usul Fraksi ABRT untuk menggunakan kata "oJeh"
sebagai pengganti kata "clengan" pada rumusan Pasal 18 RUU Badan
Peradilan Pajak, dapat dijeJaskan bahwa seyogyanya setelah kata "dengan"
ditambahkan kata "keputusan. Dengan demikian Pasal 18 selengkapnya
menjadi berbunyi sebagai berikut : Tembentukan, susunan, dan tata kelja
Majelis KehOlmatan Badan Peradilan Pajak ditetapkan dengan keputusan
Ketua Badan Peradilan Pajak".
Menanggapi saran apakah tidak sebaiknya Majelis Kehormatan Badan
Peradilan Pajak ditetapkan bukandengan keputusan Ketua Badan Peradilan
Pajak tetapi dengan keputusan Meoteri Keuangan atau Pejabat lain, dapat
dijelaskan bahwa pembentukan Majelis Kehormatan Badan Peradilan
Pajak dengan keputusan Ketua Badan Peradilan Pajak adalah dalam rangka
menghormati independensi profesidari para Hakim Badan Peradilan Pajak.
Saudara Ketua dan Anggota Dewan Yang Terhormat,
Menanggapi pertanyaan mengenai keanggotaan, tugas dan kewajiban
Majelis Kehormatan Badan Peradilan Pajak, dapat dijelaskan bahwa hal
tersebut sebaiknya ditetapkan dengan keputusan Ketua Badan Peradilan
Pajak karena lcbih memahami permasalahannya.
Menjawab pet1anyaan Fraksi ABRT mengenai pertimbangan jabatan
Sckretaris/Wakil Sekretaris dirangkap oleh PaniteraiWakil . Panitera
sebagaimana diatur dalam Pasal 29 RUU Badan Peradilan Pajak, dapat
dijelaskan bahwa pelaksaiiaan tugas keslekretariatan sangat berkaitan
dengan pelaksanaan tugas kcpaniteraan, sehingga dipandang lebih efisien
apabila pelaksanaan tugas terse but dilakulkan oleh pejabat yang sama.
Ketentuan yang sarna juga diatur dallam Undang-undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Us aha" Negara, dan Undang-undang Nomor 7
Tahul1 1989 tentang Peradilan Agama.
485
Atas pertanyaan Fraksi Kmya Pembangunan mengenai keselarasan
Pasal 36 ayat (1) RUU Badan Peradilan Pajak dalam kaitannya dengan
Pasal 42 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dapat
dijelaskan merupakan bahwa pelaksanaan Pasal36 RUU Hadan Peradilan
Pajak telap akan mengacu pada ketentuan dan tata cara sebagaimana diatur
dalam Undang-undang Nomor7 Tahun i992 te:ntang Perbankan.
Menjawab pcrtanyaan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia mengenai
pembuktian hubungan keluarga sedarah atau semenda dalam melaksanakan
ketentuan Pasal 37 ayat (3) RUU Badan Peradilan Pajak, dapat dijelaskan
balm'a pembuktian tersebut dilakukan mclalui proses pemeriksaan oleh
Hakim berdasarkan alat-alat bukti yang safa.
Sa\ldara Kcma dan Anggota Dewan Yang Tcrbormat,
Berkenaan dellgan pertanyaan Fraksi ABRI dan Fraksi Pcrsaraan
Pembangunan mengenai dasar pertimbangan besarnya biaya pendaftaran
Rp I juta lIntllk pengajuan gugatan, dapat dijelaskan bahwagugatan tcrsebut
diajukan terhadap pelaksanaan penagihan pajak dan tidak ada hubungannya
dengan jllmlah pajak yang terutang. lumlah biaya pendaftaran tersebut
dipandang wajar, dan apabila diperlllkall penyesuaian, besarnya biaya
pendaftaran dapat diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Mengellai tanggapan Fraksi Persatuan Pembangunan tentang saksi yang
dapat dipaksa datang ke persidangan berdasarkan Pasal 60RUU Badan
Peradilan Pajak yang cepat menyenteb halk asasi manusia dan pemaksaan
ini hanya dikenal dalam perkara pidana, dapalt dijelaskan bahwa putusan
Badan Peradilan Pajakputusan akhir dan bersifat tetap serta memerlukan
proses cepat sehingga peranan saksi· sangat penting dalam pengambilall
putusall yang adil.
Menjawab pertanyaall Fraksi Partai Demokrasi Indonesia mengellai
486
larangan terhadap saksi menjadi penterjemah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 66 ayat (3) RUU Badan Peradilan Pajak, dapat dijelaskan bahwa
larangan tersebut dimaksudkan untuk menjamin objektivitas klesaksian
yang diberikan dalam persidangan.
Menanggapi petianyaan Fraksi Persatuan Pembangunan tentang
pemeri-ksaan dengan acara cepat terhadap seagketa perpajakan yang
jumlah pajaknya tidak lebih dari RIP 1 juta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 70 ayat (1) huruf b, dapat dijelaskan bahwa pada umumnya sengketa
perpajakan yang jumlahnya tidak melebihii Rp 1 juta sifatnya sederhana,
dan okh karena ini deagan pertimbanganefisiensi, perkarsnya diproses
dalam pemeriksaan dengan acara cepat.
Berkenaan Fraksi Persatuan mengenai hukum sedang bersifat tetap,
mata demi kepentingan dan hal ini sesuai tentang Kejaksaan Republik
Indonesia menanggapi pertanyaan dengan pertanyaan Fraksi Karya
Pembanguan, Fraksi ABRI Pembangunan, dan Fraksi Partai Demolkrasi
Indonesia kewenangan laksa Agung untuk mengajukan Kasasi demi
kepentingan putusan Badan Peradilan Pajak merupakan putusan akhir dan
dapat dijelaskan bahwa kewenangan laksa Agung tersebut semata belum
dan tidak mewakili pihak-pihak yang bersengketa, dengan jiwa Pasal 45
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 Agungdan Pasal32 Undang-undang
Nomor 5 Tahull 1991 Memang Pajak berupa putusan tidak Pertim bangan
RUU Badan persyaratan Badan Peradilan tidalk dapat Pajak
Fraksi ABRI alas bentuk putusan Badan Peradilan dapat dipertimbangkan,
dapat dijelaskan bahwa bentuk dipertimbangkan sudah lazim dalam
puiasan Majelis selama ini. Putusan tidak dapat dipertimbangkan dalam
Pajak tersebut bcrkenaan dengan tidak dipenuhinya atau sengketa yang
diajukan bukan merupakan kewenangan pajak.. Dalam hal putusan tersebut
berkenaan dengan masalah kewenangan, maka yang bersangkutan dapat
mengajukan kepada peradilan yang "berWenang untukini.
487
Saudara kctua dan Anggota Dcwan Penvikilan Rakyat Yang Tcrhormat,
Akhiranya perkenankanlah Pimpinan dan Dewan yang terhonnat, kami
untuk menyampaikan jawaban Dewan yang terhormat mengenai keempat
ajukan mengllcapkan terima kasih kepada atas kesempan yang diberikan
kepada Pemerintah terhadap Pemandangan Umul11 Rancangan Undang
undang yang kami senantiasa membcrikan petunjllk, kita senllla dalam
melaksanakan tllgas kesejahteraan dan kemajuan bangsa dan Semoga
Tuhan Yang Maha Kuasa bimbingan dan periindunganNya kepada tugas
koastiaisionaI untuk meningkatkan negara.
Sekian dan terima kasih.
Jakarta, Descmbcr 1996
A.N. PEMERl[NTAH MENTERJ KEUANGAN RI
ttd,
MAR'IE MUHAMMAD
488