Download - JENIS TUMBUHAN SEBAGAI PEWARNA ALAM PADA …
1
JENIS TUMBUHAN SEBAGAI PEWARNA ALAM PADA PERUSAHAAN TENUN YANG ADA DI KECAMATAN
BLAHBATUH KABUPATEN GIANYAR
OLEH:
PANDE KETUT SUTARA
NIP : 195208191984031001
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR – BALI
2016
2
KATA PENGANTAR
Om Swatyastu.
Puji syukur penulis haturkan kehadapan ida Hayng Widhi, Tuhan Ynag Maha Esa, karena
berkat-Nya lah, sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat terselesaikan .
Dalam penyusunan karya ilmiah ini, banyak pihak telah memberikan bantuan kepada penulis.
Melalui kesempatan ini kamu penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan banyak terima kasih
yang tak terhingga.
1. Kepada teman-teman yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.
2. kepada semua pihak-pihak yang telah membantu, yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Semoga kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada penulis, dapat balasan dari Tuhan Yang
Maha Esa.
Om, Cantih, Cantih, Cantih Om.
Gianyar, Juli 2016
Penulis
ii
3
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
INTISARI ......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1-5
BAB II METODE PENELITIAN ....................................................................... 6
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 7-9
3.1 Jenis Tumbuhan sebagai pewarna alami .................................. 10
3.2. Foto-foto Jenis Tumbuhan ...................................................... 12
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA
iii
4
JENIS TUMBUHAN SEBAGAI PEWARNA ALAM PADA PERUSAHAAN TENUN YANG ADA DI KECAMATAN BLAHBATUH
KABUPATEN GIANYAR
ABSTRAK
Penelitian untuk mengetahui jenis, organ, cara pengolahan dan perbedaan jenis tumbuhan yang
digunakan sebagai pewarna alam kain tenun di Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar, Tenun Dewi
Karya dan Putri Ayu. Penelitian dilakukan dari bulan April sampai bulan Juni 2016. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan : wawancara, pengamatan, dan identifikasi jenis
tumbuhan yang digunakan sebagai pewarna alam kain tenun dan batik.
Hasil penelitian ini ditemukan 15 jenis dari 14 suku tumbuhan yang digunakan sebagai bahan
pewarna kain tenun. Tumbuhan yang paling banyak digunakan sebagai pewarna kain tenun di di
Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar, Tenun Dewi Karya dan Putri Ayu adalah Nila (indigofera
tinctoria L.) dari suku Papilionaceae dan mengkudu (Morinda citrifolia L.) dari suku Rubiaceae. Bagian
tumbuhan yang digunakan antara lain: Daun, Kulit Buah, Buah, Kulit akar, kayu, Kulit Kayu, Biji, dan
bunga. Cara pengolahan dari tumbuhan tersebut adalah dengan cara dikeringkan kemudian direbus.
Tujuh jenis tumbuhan dapat digunakan sebagai pewarna kain tenun dan batik. Perbedaan cara
pengolahan dan kombinasi tumbuhan dapat menimbulkan perbedaan warna.
Kata Kunci : Tumbuhan pewarna alam, Tenun.
iv
5
BAB l. PENDAHULUAN
Zat pewarna alam adalah zat warna yang diperoleh dari alam seperti binatang, mineral-mineral dan
tumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Zat warna ini diperoleh dengan ekstraksi atu
perebusan secara tradisional. Bagian-bagian tanaman yang dapat dipergunakan untuk zat pewarna alam
kulit kayu, batang, daun, akar, bunga, biji dan getah. Setiap tanaman dapat merupakan sumber zat
warna alam arena mengandung pigmen alam. Potensi ini ditentukan oleh intensitas warna yang
dihasilkan dan sangat tergantung pada jenis coloring matter yang ada. Coloring matter adalah substansi
yang menentukn arah warna dari zat warna alam dan merupakan senyawa organic yang terkandung
dalam sumber zat alam warna. Satu jenis tumbuhan dapat mengandung lebih dari satu coloring matter
(Anonim,2002).
Zat perwarna talah dikenal dan digunakan oleh bangsa Indonesia secara terun-temurun. Sejauh
sebelum dikenal Zat Pewarna Sintetis (ZPS) bangsa ini telah mengenal zat pewarna alam yang
digunakan untuk mewarnai pakian, komestik, makanan dan barang-barang kerajinan daerha (Anonim,
2002). Sejak tahun 1828 kesumba keeling atau Bixa orellana menjadi tanaman wajib tanam di pulau
jawa dan tahun 1889 kusamba keliling telah diekspor ke negara-negara Eropa dalam bentuk biji atau
Annato Seed Engros. Sedangkan pada tahun 1918, tumbuhan nila (Indigofera tinctoria L.) telah diekspor
dalam bentuk basah dan kering (Anonim, 1999).
Sejak tahun 1828 kesumb keeling atau Bixa orellana L., menjadi tanaman wajib tanam dipulau jawa
dan tahun 1889 kesumba keling telah diekspor kenegara-negara Eropa dalam bentuk biji atau Annatto
Seed Engros Sedangkan pada tahun 1981, tumbuhan nila (Indigofera tinctoria L.) telah diekspor dalam
bentuk basah dan kering (Anonim,1999).
Zat pewarna alam telah dikenal dan digunakan oleh Bangsa Indonesia secara turun temurun. Jauh
sebelum mengenal zat pewarna sintetis bangsa ini telah mengenal zat pewarna alam, yang digunakan
untuk mewarnai pakaian, kosmetik, makanan , dan kerajinan daerah (Anonim,2002). Warna-warna alam
didaerah tropis memang mempunyai keunggulan yang dapat mengimbangi zat sintetis. Diantaranya
adalan intensitas warna yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan warna sintetis, sehingga pengaruh
dimata selalu menimbulkan kesan yang sejuk. Tentu saja kelemahannya juga ada, yang berkaitan dengan
sifat naturalnya yang tidak tahan sinar, bahan baku tidak pasti dan standar tidak terjamin.
Bagaimanapun kelemahan-kelemahantersebut dapat diantisipasi dengan perawatan khusus.
Penggunaan warna alam lebih dikaitkan unsur sehingga sasarannya adalan untuk dikonsumsi oleh
golongan menengah keatas dan luar negeri, oleh sebab itu, harga jualnya lebih tinggi (Lestari,2001).
Zat pewarna alam adalah zat warna yang diperoleh dari alam seperti binatang, mineral-mineral,
tumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pewarna alam ini diperoleh dengan ektraksi
atau perebusan secara tradisional. Bagian-bagian tanaman yang dapat dipergunakan untuk zat pewarna
alam adalah kulit, batang, daun, akar, bunga, biji, dan getah. Setiap tanaman dapat merupakan sumber
zat warna alam karena mengandung pigmen alam. Potensi ini ditentukan oleh intensitas warna yang
dihasilkan dan sangat tergantung pada jenis coloring matter yang ada. coloring matter adalah subtansi
yang menentukan arah warna warna dari zat warna alam dan merupakan senyawa organik yang
6
terkandung dalam sumber zat warna alam. Satu jenis tumbuhan dapat mengandung lebih dari satu jenis
coloring matter (Anonim, 2002).
Pewarna alam banyak digunakan untuk mewarnai semua serat-serat alam baik serat tekstil maupun
non tekstil. Bahan tekstil yang baik banyak menggunakan pewarna alam adalah kain. Kain yang
menggunakan pewarna alam biasanya merupakan kain-kain tradisional dan dibuat dengan
menggunakan tangan (hand made) seperti kain tenun dan batik. Tenun dan batik merupakan salah satu
kekayaan budaya yang diwariskan oleh nenek moyang dan masi9h tetap dipertahankan sampai sekarang
(Andayani, 2006). Tetapi seiring dengan kemajuan dan perkembangan zaman banyak dari kain-kain
tenun dan batik yang menggunakan pewarna sintetis.
Teknik pewarnaan sintetis mencul sejak tahun 1910. Jenis pewarnaan ini menggunakan indigosol,
basis, procion, indanthrene, dan naphtol. Dari pewarnaan ini akan dihasilkan warna yang Nampak tajam,
cerah, dan mencolok. Tetapi dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari zat warna sintesis tersebut
adalah 90% akan merusak sel-sel epidermis kulit yang dapat menyebabkan penyakit kangker kulit
(Andayani, 2006). Salah satu faktor penyebab penggunaan pawarna alam mulai meninggalkan karena
proses pewarnaan yang lama dan kesulitan dalam mencari tumbuhan untuk bahan pewarna.
Sekarang ini, kain yang menggunakan pewarna alam sudah mulai dikembangkan kembali oleh
pengarajin maupun pengusaha kain tenun maupun batik. Hal ini dilakukan kerena efek negatif yang
dapat ditimbulkan dari penggunaan pewarna sintesis dan adanya permintaan konsumen akan kain
tenun dan batik yang menggunakan pewarna alam. Tujuan lain dari penggunaan pewarna alam sebagai
pewarna kain tenun dan batik adalah untuk melestarikan budaya yang telah diwariskan oleh nenek
moyang serta turun-temurun. Selain itu faktor yang menyebabkan pewarna alam kembali digunakan
adalah kerena dunia kini telah mengkampanyekan untuk “back to nature” atau kembali alam sehingga
apabila pengusaha maupun pengerajin kain tenun dan bati yang ingin mengeksport kainnya ke
mancanegara haruslah menggunakan pewarna alam. Hal tersebut disebabkan kerana negara-negara
seperti jerman dan Belanda telah melarang produk teksil yang menggunakan pewarna sintetis terutama
zat warna dari gugus Azo, seperti napthpl, direct dan rapidogen (Anonim, 2003).
Keunggulan dari kain tenun dan batik yang menggunakan pewarna alam adalah kain tersebut akan
kontras dipandang, terasa sejuk, dan menyehatkan kornea mata. Selain itu warna-warna yang dihasilkan
dari proses pewarnaan alami cenderung menampilkan kesan luwes, lembut, dan tdak akan
menghasilkan nada warna yang sama persis meski menggunakan resep yang sama. penggunaan
pewarna alam dan kain tentu sama persis meski menggunakan resep yang sama. penggunaan pewarna
alam pada kain tenun dan batik akan lebih dihargai, selain itu pewarnaan dengan menggunakan unsur
alam akan menghasilkan warna-warna elegan dan bercitarasa tinggi (andayani, 2006).
Kain tenun merupakan salah satu hasil kerajinan rakyat yang telah dikerjakan sejak beberapa abad
yang lalu dan tetap bertahan sampai sekarang (Purwaningsih dan Jusuf, 1992). Dahulu pekerjaan
menenun dijadikan sebagai kegiatan salingan oleh ibu-ibu rumah tangga sesudah memasak dan
mengurus rumah. Keahlian menenun tersebut diajarkan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.
Kegiatan ini biasanya dilakukan secara bersama-sama atau secara masal. Alat yang digunakan juga
7
sangat sederhana yaitu berupa alat tenun dan alat pemintal benang yang terbuat dari kayu. Tetapi
seiring dengan perkembangan zaman, tradisi menenun di rumah telah mulai ditinggalkan karena kini
telah banyak te tersedia peluang kerja yang menjanjikan hasil yang lebih banyak daripada menenun.
Usaha tenun ini sekarang dijadika suatu usaha komeril, dimana telah banyak dibangun perusahaan
tenun dengan skala besar dan juga menggunakan banyak tenaga kerja. Usaha-usaha ini selain untuk
kepentingan bisnis, tetapi secara tidak langsung juga sebagai sarana untuk melestarikan suatu warisan
budaya leluhut (Anonim, 2006a).
Batik adalah suatu kerajinan teksil yang telah dikenal secara turun temurun oleh bangsa Indonesia.
batik merupakan suatu bentuk karya seni klasik yang ruwet dan sangat penting di dalam adat Jawa.
Setiap motif memiliki arti khusus dan sering digunakan untuk acara formal tertentu seperti upacara
pernikahan, pemakaman atau hari peringatan (Anonim, 2005). Seni batik adalah suatu kaedah reka
bentuk dan percorakan teksil yang diasaskan kepada penggunaan lilin dan pewarna. Linli digunakan
sebagai pemisah warna yang dilukis atau diterap ke atas permukaan teksil. Seni batik mempunyai suatu
keunikan dan keistimewaan karena tidak ada sehelai bati yang sama dengan yang lain sekalipun
menggunakan blok cap dan warna yang sama (Anonim, 2006b). teknik batik ada beberapa jenis yaitu
batik tulis, batik cap dan batik print. Batik tulis yaitu suatu teknik membatik yang motifnya digambar
dengan menggunakan canting, batik cap pembuatan motif menggunakan stempel dengan motif yang
telah tersedia, sedangkan batik print penggambarannya menggunakan mesin. Motif batik yang sering
dipakai di Indonesia ada dua yaitu batik klasik dan batik pesisiran. Batik klasik banyak menggunakan
simbol-simbol sedangkan batik pesisiran dengan ciri khas natural seperti gambar bunga dan kupu-kupu
(Anonim, 2006c).
Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pewarna kain tenun dan batik warna kain tenun dan batik
antara lain jambal (Poltophorum pterocarpum Back.), teh (Camelia sinesis O.K. var. assamica (Mast)),
temulawak (Curcuma xanthorrhiza), sebagai penghasil warna cokelat. Mengkudu (Morinda citrifolia L.)
dan daun teruntun (Lumnitzera littorea) menghasilkan warna merah, dan biji nila (taum) (Indigofera
tinctoria) untuk warna biru (Andayani, 2006). Kulit Eugenia conglomerate Duthie., akar kait (Uncaria
cordata Merr) kulit Uncaria sclerophylla Roxb., daun pacar kuku (Lawsonia inermis L.), biji galinggem
(Bixa orellana L.), kulit kayu malam (Aporosa frutescens BI.), kuli kayu wuru pingang (Baccaurea
javanica) juga dapat digunakan sebagai pewarna kain. Tumbuhan lain seperti : kunyit (curcuma
domestica Val.), daun suji (Pleomele angustifolia), daun salam (Syzygium polyanthum), kulit ki toke
(Albizia lebbeck Benth.), gadog (Bischofia javanica BI.), daun bayam merah (Iresine herbstii), dapat
digunakan untuk mewarnai makanan dan barang-barang kerajinan seperti anyaman (Rostiana dkk,
1992).
Penelitian etnobotani mengenai pemanfaatan tumbuhan sebagai pewarna alam di Indonesia telah
banyak dilakukan. Menurut Harshberger dalam Rifai dan Walujo (1992), etnobotani merupakan desiplin
ilmu untuk empelajari tumbuhan yang dimanfaatkan oleh orang primitive dan penduduk pribumi untuk
menjelaskan posisi budaya masyarakat berkebudayaan terbelakang. Sedangkan menurut Plotkin
(1991),etnobotani itu meliputi penyelidikan fase-fase kehidupan masyarakat primitive beserta pengaruh
lingkungan dunia tumbuhan terhadap adat-istiadat, kepercayaan, dan sejarah suku-suku bangsa yang
bersangkutan. Penelitian etnobotani yang pernah dilakukan di Bali yaitu mengenai pemanfaatan
8
tumbuhan tradisional yang digunakan di empat desa Bali aga yang meliputi: tangan, Sepang, Tagawasa,
dan Sembiran. Dari hasil penelitian atau studi etnobotani yang dilakukan di Desa Tangan diperoleh 35
jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat, 39 jenis tanaman upakara, 8 jenis untuk pewarnaan
tenun ikat, 6 jenis sebagai bahan pangan khususnya sayuran, 10 jenis sebagai hiasan dan 26 jeni
tumbuhan sebagai bahan instrument (Astuti dkk, 2000).
Pada saat ini di bali sendiri pewarna alam sudah jarang digunakan oleh para pengrajin dan
pengusaha kain tenun maupun batik. Desa Tenganan Pegringsingan merupakan satu-satunya desa di bali
yang masih menggunakan tumbuhan sebagai pewarna kain tenun ikat. Penggunaan pewarna alam
tersebut telah diwariskan secara turun-temurun. Selain di desa Tenganan Pegringsingan, bebepara
perusahan kain tenun dan batik di kabupaten Gianyar yang diproduksi, perusahaan tersebut antara lain
Tenun Putri Ayu, Puri Pejeng yang terletak di kabupaten Gianyar dan Batik Wong bali yang terletak di
Denpasar. Perusahaan tersebut masih tetap menggunakan pewarna alam karena didasarkan oleh suatu
filosofi tentang pewarna itu sendiri dan juga adanya suatu usaha untuk tetap membuat suatu produk
yang berkualitas dengan menggunakan segala unsur yang telah disediakan di alam oleh Sang Pencipta
serta untuk mempertahankan dan melestarikan kebudayaan bali yang telah diwariskan sacara turun-
temurun oleh nenek moyang (Kompri, 2006) . berdasarkan latar belakang diatas maka studi jenis dan
pengelolahan tumbuh sebagai pewarna kain tenun dan batik di Bali perlu dilakukan.
Perumusan Masalah
Adapun masalah yang dapat dirumuskan sari studi mengenai jenis dan pengelolaan tumbuhan
bahan pewarna kain tenun di perusahaan Tenun Dewi Karya dan Putri Ayu adalah:
1. Jenis dan organ tumbuhan apa saja yang digunakan sebagai pewarna alam kain tenun di
Tenun Karya dan Putri Ayu.
2. Bagimana proses pengelolahan tumbuhan dan warna yang dihasilkan dari tumbuhan yang
digunakan sebagai pewarna alam kain tenun.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai studi mengenai jenis dan pengolahan tumbuhan bahan pewarna kain
tenun di Tenganan Pegringsing dan Putri Ayu dan batik di Puri Pejeng dan Wong Bali adalah :
1. Untuk mengetahui jenis dan organ tumbuhan yang digunakan sebagai pewarna alam kain
tenun di Tenun Karya dan Putri Ayu.
2. Untuk mengetahui proses pengolahan tumbuhan dan warna yang dihasilkan dari tumbuhan
yang digunakan sebagai pewarna kain tenun.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapat dari studi jenis dan pengolahan tumbuhan sebagai pewarna alam kain
tenun di Tenun Dewi Karya dan Puri Ayu antara lain dapat dibrtikan informasi tentang jenis-jenis dan
9
organ tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pewarna alam kain tenun, secara pengelolaan dan warna
yang ditimbulkan oleh tumbuhan tersebut sebagai pewarna kain tenun di beberapa perusahaan
tersebut.
Menurut Andayani,(2006) keunggulan kain tenun yang menggunkan pewarna alam adalah kain
tersebut akan kontras dipandang, terasa sejuk dan menyehatkan kornea mata. Selain itu warna-warna
yang dihasilkan dari proses pewarnaan alami cendrung menampilkan kesan luwes, lembut dan tidak
akan menghasilkan nada warna yang sama persis meski menggunakan resep yang sama. Penggunaan
pewarna alam pada kain tenun mempunyai nilai lebih tinggi dari pada yang memakai pewarna sintetis,
sebab pewarna alam akan menghasilkan warna-warna elegan, bercitrarasa tinggi dan mengurangi
pencemaran lingkungan.
Pemakaian zat warna alam dibeberapa Negara masih diyakini lebih aman dari pada zat warna
sintetis kerna sifatnya yng non karsinogen, teknologi pembuatan dan penggunaan yang relatif
sederhana. Hal ini sangat cocok untuk industri kecil dan menengah yang pada saat ini sedang digalakkan
pemerintah untuk menunjang komoditi eksport. Pengembangan zat warna alam bagi Indonesia yang
merupakan daerah tropis sangat potensial karena kaya akan jenis tumbuh-tumbuhan yang dapat
menghasilkan zat warna. Dalam proses produksi dan penggunaan zat warna alam, bersih dan ramah
lingkungan.
Menurut Hakin dkk.(1999) menghadapi abad ke 21, merupakan abad yang berorientasi
lingkungan, adanya kekhawatiran akan dampak lingkungan dari zat warna sintetik yang non degradable
dan kadangkala mengganggu kesehatan , maka keadaaan ini diperkirakan akan membangkitkan kembali
citra zat warna alam. Oleh karena itu, berbagai tumbuh-tumbuhan yang mampu menghasilkan zat warna
akan mempunyai prospek yang baik.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jenis, organ tumbuhan dan cara pengolahannya sebagai
pewarna alam dibeberapa perusahaan tenin di Gianyar.
10
BAB II. MATERI DAN METODE PENELITIAN
Data dikumpulkan dari bulan April sampai Juni 2016, di Dua perusahaan tenun ikat yaitu
perusahaan tenun Dewi Karya di desa bone kecamatan Blabatuh dan Putri Ayu di desa Blahbatu
kecamatan Blahbatu Kabupaten Gianyar. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan
purposive sampling dengan cara : wawancara, pengamatan bahan dan cara pengolahan organ/bagian
tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pewarna dan identifikasi (Walujo,2004). Pertanyaan yang
diajukan saat wawancara adalah :1. Jenis tumbuhan apa saja yang digunakan sebagai pewarna kain
tenun ? 2. Bagian/organ tumbuhan mana yang dimanfaatkan untuk menghasilkan warna? 3. Warna apa
saja yang ditimbulkan tumbuhan tersebtu? 4. Bagaimana cara pengolahan tumbuhan tersebut sampai
menghasilkan warna? 5. Dari ketiga perusahaan tenun yang diteliti mana yang terbanyak memakai zat
warna alam?.
Jenis-jenis, famili/suku tumbuhan yang diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan
langsung selanjutnya diidentifikasi. Identifikasi tumbuhan menggunakan acuan Heyne (1987) dan Van
Steenis (1988). Flora. Data hasil yang doperoleh disajikan dalam dalam bentuk tabel yang memuat jenis
tumbuhan (dalam bahasa Indonesia), nama Ilmiah, family/suku, bagian/organ tumbuhan yang
digunakan dan warna yang ditimbulkan.
11
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian diketemukan 15 jenis tumbuhan yang termasuk 14 famili/suku.
Bagian/organ tumbuhan yang paling banyak digunakan adalah daunnya sedangkan warna yang paling
banyak ditimbulkan pada jenis tumbuhan yang diketemukan pada penelitian ini adalah warna kuning.
Karena warna kuning dapat dipakai sebagai warna campuran untuk memberi warna yang kearaha lebih
muda pada benang tenun. Perusahaan yang terbanyak memakai jenis tumbuhan warna alam ini adalah :
perusahaan tenun Putri Ayu menggunakan 10 jenis tumbuhan, perusahaan Dewi Karya menggunakan 15
jenis tumbuhan. Diantara kedua perusahaan tersebut ada yang sama jenis tumbuhan yang digunakan
ada juga yang berbeda. Perusahaan tenun Putri Ayu dan Dewi Karya lebih banyak memakai jenis
pewarna sintetis. Untuk proses pewarna alam yang digunakan , di kedua perusahaan tenun yang diteliti
mempunyai kesamaan proses, karena proses pewarnaan yang dipakai, diproleh bersama-sama dari hasil
Work Shop yang diadakan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali.
Berdasarkan hasil pengamatan pada proses pewarnaan secara umum , adalah sebagai berikut :
sebelum benang diproses menggunakan warna alam, benang terlebih dahulu di mordant (Mordanting),
dilakukan dengan bantuan tawas atau soda abu. Supaya serat mudah mengikat warna dan tidak mudah
luntur. Setelah benang dibilas diberi zat warna alam (dalam bentuk ektrak tumbuhan) sesuai dengan
warna yang diinginkan. Hasil pewarnaan di fiksasi dengan tawas, kapur, dan tunjung. Finishing dicuci
dengan sabun lalu dikeringkan dan selanjutnya diproses untuk penenunan.
Proses pewarnaan benang, pada perusahaan Tenun Putri Ayu adalah sebagai berikut: memakai
bagian/organ tumbuhan secara langsung (tanpa dalam bentuk ekstrak) misalnya : untuk menghasilkan
warna hijau lumut, benang dicelupkan kedalam rebusan daun the selama 10-15 menit. Fiksasi dilakukan
dengan fero sulfat dan finishing dicuci dengan sabun , dikeringkan dan selanjutnya dproses untuk
penenunan.
Menginginkan warna benang menjadi coklat muda, prosesnya adalah mencelupkan benang
larutan buah manggis dan difiksasi dengan larutan kapur dicuci dengan sabun lalu dikeringkan.
Warna hitam didapat apabila benang dicelupkan kedalam air rebusan campuran serbuk daun
rijase dengan serbuk daun muntingia calabura selama 20 menit. Difiksasi dengan larutan kapur, dicuci
dengan air lalu dikeringkan, selanjutnya proses penenunan.
Benang supaya menjadi warna kuning, dengan cara mencelupkan kedalam air rebusan karu
tegeran selama 45 menit. Difiksasi dengan larutan kapur, dicuci dengan air setelah kering, benang siap
untuk proses penenunan.
Untuk menghasilkan warna biru, daun arum direndam kedalam air mendidih setelah dingin
dicelupkan benang selama 30 menit, benang difiksasi dengan larutan kapur, dibersihkan lalu dikeringkan
untuk proses penenunan.
12
Benang dicelupkan kedalam larutan panas campuran jaun jambu kelutuk, jaun arum dan
rimpang kunyit, menimbulkan warna hijau lumut.
Supaya benang menjadi coklat dicelupkan pada larutan mendidih dari campuran ekstrak akar
mengkudu dan ekstrak kulit kayu tingi. Setiap jenis tumbuhan yang diketemukan pada penelitian ini
menghasilkan warna tersendiri misalnya ada merah, hijau, kuning, hitam,dan lain sebagainya. Masing-
masing tumbuhan menghasilkan warna yang khas pula misalnya : tumbuhan yang berbeda jenis
menghasilkan warna kuning tetapi warna kuning yang dihasilkan mempunyai warna kuning yang khas.
Pada penelitian ini diketemukan juga campuran antara warna dasar satu tumbuhan dengan jenis
tumbuhan lainnya untuk mendapatkan warna baru yang diinginkan.
Menurut Rostiana,dkk.(1992) bahwa kesumba keeling (Bixa orellana L) dapat mewarnai kain
menjadi merah jingga, sedangkan pada biji secang (Caesalpinia sappan L) dapat memberi warna merah ,
jambal (Peltophorum pterocarpum (Dc) Back yang menghasilkan warna merah pula, tumbuhan secang
(terminalia bellirica) memberi warna hitam.
Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pewarna kain tenun antara lain jambal (Peltophorum
pterocarpum Back.), teh (camellia sinensis O.K. var. assamica (Mast), temulawak (curcuma xanthorrhiza
Roxb.)., sebagai penghasil warna coklat. Akar mengkudu (Morinda citrifolia L.) dan daun teruntum
(Lumnitzeralittorea) menghasilkan warna merah dan biji nila (Indigofera tintectoria) untuk warna biru
(Andayani,2006).
Menurut Wardah, dkk. (1999), biji-biji dari buah pinang (Areca catechu L.) yang belum masak
dihaluskan ditambah alkali sehingga menghasilkan warna merah anggur, dapat digunakan untuk
mewarnai katun. Tarum (Marsdenia tincloria R.Br) bermanfaat sebagai bahan pewarna biru dapat
mewarnai katun. Apabila benang dicelupkan pada campuran larutan selaput biji kesumba keeling (Bixa
orellana L) dengan abu kulit durian (Durio zibethinus), larutan kayu sapan (Caesalpinia) dan tawas maka
benang tersebut berwarna kuning keemasan.
Pada penelitian ini organ yang digunakan adalah : daun, kulit kayu/batang,akar,biji, rimpang,
sebagai bahan pewarna alam. Jadi pendistribusian warna alam pada organ tumbuhan yang diamati
hampir semua organ tumbuhan mengandung zat warna alam.
Menurut Hakim, dkk (1999), zat warna alam dalam tumbuhan terdistribusi hampir dalam semua
jaringan tumbuhan mulai dari bunga, buah , daun, kayu, akar, dan rimpang. Bunga kesumba
(Cartahamus tinctoria ) memberikan warna merah dan kuning untuk warna katun dan sutra, buah
pinang (Areca cathechu L.) memberikan warna merah dan hitam untuk pewarna katun dan wol, kulit
buah manggis (Garcinia mangostana L.) memberikan warna coklat hitam untuk tekstil. Selanjutnya,
daun suji (Dracaena angustifolia) memberikan warna hijau dengan aroma yang khas untuk makanan,
kulit batang manga (mangifera indica L.) memberikan warna kuning untuk tekstil, kayu cempedak
(Artocarpus champeden) memberikan warna kuning untuk coklat, rimpang kunyit (curcuma domestica
Val.) memberikan warna kuning dan akar senduduk (Melastena malabathricum) memberikan warna
merah dan ungu pada tekstil.
13
Cara Pengolahan Tumbuhan Sebagai Pewarna Alam di Perusahaan Tenun Dewi Karya adalah
sebagai berikut untuk menghasilkan warna kuning : biji kemiri digiling lalu dikukus selama 30 menit,
kemudi digilas hingga diperoleh minyaknya. Minyak kemiri tersebut dicampur dengan air abu ayng
berasal dari kayu cempaka. Untuk proses pembuatan air abu, kayu cempaka yang telah dibakar diambil
abunya. Abu tersebut ditambahkan dengan air lalu dimasukkan kedalam wadah untuk dipadatkan.
Setelah abu tersebut dikeluaran, sehingga diperoleh air abu. Komposisi antara minyak kemiri dan air abu
adalah 3 : 5. Benang yang akan diwarnai direndam dalam campuran minyak kemiri dan air abu selama 1
bulan 7 hari dan setiap 3 hari sekali diangkat lalu diremas-remas agar warna tersebut merata. Setelah
waktu pencelupan selesai, benang yang telah berwarna kuning tersebut dijemur dibawah sinar matahari
atau dikeringkan.
Untuk menghasilkan warna biru : diperlukan daun nila, tape ketan (0,5 kg), kapur (0,5), pisang
kayu 15 buah, dan iar 100 L. daun nila direandam dalam air sedikit demi sedikit hingga daun habis dan
dibiarkan selama 20-24 jam. Setelah perendaman selesai, dimasukkan kapur, tape ketan, dan pisang
kayu yang telah dicampur menjadi satu. Larutan nila dalam drum tersebut diaduk untuk membangkitkan
zat warna. Setelah warna biru bangkit, air dalam drum dibuang, sehingga diperoleh endapan nila yang
berbentuk pasta. Edapan nila tersebut diberi ar, kemudian benang yang akan diwarnai dimasukkan dan
dibolak-balik kemudian direndam selama 20-24 jam. Setelah itu, benang diangkat dan ditiriskan.
Selanjutnya benang direndam lagi dalam larutan yang sama selama 24 jam, diangkat lalu dijemur.
Warna merah di peroleh dari kulit akar mengkudu yang telah dikeringkan (dijemur selama 2
minggu) lalu digiling hingga menjadi tepung kemudian ditambahkan air. Benang yang akan diewarnai
direndam dalam larutan tersebut selama 3 hari. Setelah 3 hari, benang dicuci dengan air mengalir lalu
dijemur hingga kering kemudian disimpan selama 3 bulan. Pembuatan warna merah itu memerlukan
waktu 9 bulan (3 kali pencelupan). Sebelum digiling, kulit akar mengkudu ang telah dikeringkan harus
disimpan dulu selama 1-2 tahun.
Untuk mendapatkan warna hitam : benang yang telah diberi warna biru dicelup kembali dengan
warna merah sehingga terbentuk warna hitam. Sebelum benang tersebut di tenun, benang dicuci
dengan menggunakan air tajin (titisan) kemudian dijemur.
14
Tabel 1. Daftar Jenis Tumbuhan Yang Digunakan Sebagai Pewarna Kain Tenun Di Putri
Ayu didesa Blahbatuh kecamatan Blahbatuh Kab.Gianyar.
N0 Tumbuhan yang digunakan Suku
family
Bagian
Yang
digunakan
Warna yang
Ditimbulkan
Sumber
bahan
Tumbuhan
(daerah)
Nama
Indonesia
(bali)
Nama ilmiah
1 Jati Tectona gandis
L.f.
Verbenaceae Daun Coklat (Bali)
Bualu,
Nusa Dua
2 Kesumba
Keling
Bixa orellana L. Bixaceae Biji Orange Bali
3 Mangga (poh) Mangifera
indica L.
anacardiaceae Daun Kuning
muda
(Bali )
Gianyar
4 Mengkudu
(tibah)
Morinda
citrifolia L.
Rubiaceae Kulit akar Coklat muda (Bali)
Gianyar
Dan jawa
5 Merbau Intsia
palembanica
Miq.
Fabaceae Kulit kayu Coklat (Bali)
Gianyar
6 Nila (taum) Indigofera
tinctoria L.
Fabaceae Daun Biru Jawa
7 Rijasa Elaeocarpus
grandiflorus
J.sm.
elaeocarpaceae Daun Hitam
keabu-abuan
(Bali)
Gianyar
8 Secang Caesalpinia
sappan L.
caesalpiniaceae Kayu Merah Jawa
9 Singepur Muntingia
calabura
Tiliaceae Daun Hitam (bali)
Balngli
10 Tegeran Maclura
cochinchinensis
moraceae Kayu Kuning Yogyakarta
Ket : warna hitam diperoleh dari 2 jenis tumbuhan.
15
Tabel 2. Daftar jenis tumbuhan yang digunakan sebagai pewarna alam di Perusahaan Tenun Dewi
Karya di desa Bona,Kecamatan Blahbatu Kab.Gianyar.
No Nama Indonesia (Bali)
Nama Ilmiah Suku (Famili) Organ/Bagian yang digunakan
Warna yang ditim bulkan
Tempat tumbuh (ketinggian dari permukaan laut,dpl.)
1. Jalawe Terminalia belerica (gaertn) Roxb.
combretaceae Kulit buah
coklat 0-300 m
2. Jambal Peltophorum pterocarpum (Dc.) Back
Caesalpiniaceae
Kulit kayu
Merah kecoklatan
100-750 m
3. Jati Tectona grandis L.f. Verbenaceae Daun Coklat 150-650 m
4. Kesumba keling
Bixa orellana L. Bixaceae Biji Orange 0-2000 m
5. ketapang Terminalia bellirica combretaceae Kulit batang
coklat 0-300 m
6. Mangga (poh)
Mangifera indica L. Anacardiaceae
Daun Kuning muda
0-600 m
7. Mengkudu (tibah)
Morinda citrifolia L. Rubiaceae Kulit akar
Coklat muda
0-600 m
8. Merbau Intsia palembanica Miq. Fabaceae Kulit kayu
Coklat 0-100 m
9 Nila Indigofera tinctoria L. Fabaceae Daun Biru 0-200 m
10. Randu Ceiba pentandra GARTH Fabaceae Daun Grey 50-1000 m
11. Rijasa Elaeocarpus grandiflorus J. Sm.
Elaeocarpaceae
Daun Hitam keabuabuan
100-600 m
12. Singepur Muntingia Calabura Tiliaceae Daun Hitam 0-600 m
13. Secang Cesalpinia sappan L. Caesalpiniaceaea
Kayu Merah 200-750 m
14. Tegeran Maclura cochinchinensis Moraceae Kayu Kuning 0-750 m
15. Teh Camellia sinensis O. K. var. assamica (Mast)
Theaceae Daun Hijau lumut 250-1300 m
16
Foto-Foto jenis tumbuhan yang digunakan sebagai pewarna alam
Gambir
Sumber: internet
17
Jambal
Sumber: internet
18
Jambu Klutuk
Sumber: internet
19
Jarak
Sumber: internet
20
Jati
Sumber: internet
21
Juwet
Sumber: internet
22
Kepundung
Sumber: internet
23
Kesumba Keling
Sumber: internet
24
Kunyit
Sumber: internet
25
Mangga
Sumber: internet
26
Mengkudu
Sumber: internet
27
Merbau
Sumber: internet
28
Nila
Sumber: internet
29
Pinang
Sumber: internet
30
Secang
Sumber: internet
31
Tarum
Sumber: internet
32
Temulawak
Sumber: internet
33
Tegeran
Sumber: internet
34
Teh
Sumber: internet
35
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Sangat banyak jenis tumbuhan yang dapat dipergunakan sebagai pewarna untuk benang
pada perusahaan tenun di kecamatan blahbatuh kabupaten Gianyar, yaitu 15 jenis
tumbuhan yang termasuk 14 famili/suku dan terdistribusi pada semua organ tumbuhan.
Tumbuhan yang paling banyak digunakan sebagai pewarna kain tenun adalah Nila
(indigofera tinctoria L.) dari suku Papilionaceae dan mengkudu (Morinda citrifolia L.) dari
suku Rubiaceae.
2. Proses pengolahan tumbuhan yang dipakai sebagai bahan pewarna, yaitu ekstraknya
direbus, setelah itu baru dicelupkan benang. Tumbuhan dapat menghasilkan berbagai
macam warna.
3. Perusahaan terbanyak memakai pewarna alam yaitu perusahaan tenun Dewi Karya di Desa
Bone Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar
SARAN
Supaya lebih digalakkan pemakaian pewarna alan selain harganya lebih murah, tidak berbahaya bagi
kesehatan kulit dan ramah terhadap lingkungan. Melakukan penelitian lebih lanjut, untuk mengetahui
kandungan senyawa kimia didalam tumbuhan pewarna alam.
36
Daftar Pustaka
Andayani.2006. Citarasa Tinggi Batik Alami.
Available at : http://kabare. Jogja. Com/ b1J5LOZ1WjNWRi9JblVkUmhOIHk%3D=Opened : 20.09.2006
Anonim . 1999. Seminar Bangkitnya Warna-warna Alam Proses Ekstraksi dan Puderisasi Bahan Pewarna
Alam. Yogyakarta.
Anonim. 2002. Teknologi Pewarna Alam
Available at
http://www.pemdadiy.go.id/berita/articel.php?sid=18&PHPSESSID=b77111f8d7a2cecd63608b2
9c68cc512. Opened : 23.2.2007
Hakim,E.H.; Sjamsul, A.A.; Lukman, M.; Yang Maolana,S.;Didi M. 1999. “at Warna Alami : Retrospek dan
Prospek”. Disampaikan pada Senimar Bangkitnya Warna-warna Alam. Yogyakarta, 3 maret 1999.Jurusan
Kimia FMIPA.ITB, Bandung.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Volume I,II,III. Pradnya Paramita.
Lestari,K.W.F.; Wijiati;Hartono;Sumardi.2001.Laporan : Penelitian Pemanfaatan Tumbuh-tumbuhan
Sebagai Zat Warna Alam. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik,
Yogyakarta.
Rostiana,O.,E. Hadipoentyati.,dan A.Abdullah. 1992. “Potensi Bahan Pewarna Alami di Indonesia” dalam
Proseding Seminar dan Lokakarya Nasional Etbotani Cisarua Bogor. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan , Departemen lembaga Pertanian dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Walujo.E.B.2004. Pengumpulan Data Etbotani. Dakam Rugayah;Elizabeth A.Widjaja;Pratiwi.Pedoman
Pengumpulan Data Keanekaragaman Flora. Pusat Penelitian Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, Bogor.
Wardah dan F.M. Setyowati 1999. “Keanekaragaman Tumbuhan Penghasil Bahan Pewarna alami di
Beberapa Daerah di Indonesia “ Disampaikan pada Seminar Bangkitnya Warna-Warna Alam, Yogyakarta
3-4 Maret 1999. Balitbang Botani, Puslitbang Biologi-LIPI.
Van Steenis. 1998. Flora. Cetakan Kelima. PT Pradnya Paramita, Jakarta.