Download - Julia Toisuta
i
SKRIPSI
Oleh :
JULIA TOISUTA
111.050.127
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
2011
PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN
PADA FORMASI KAIS BEDASARKAN DATA LOG DAN DATA SEISMIK,
DI LAPANGAN “JULIA”, CEKUNGAN BINTUNI
ii
SKRIPSI
Oleh :
JULIA TOISUTA
111.050.127
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Geologi
Yogyakarta, Juli 2011
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Sugeng Widada, M.Sc NIP. 196310021991031001
Ir. H, Salatun said, M.T NIP. 195601051987031001
Mengetahui,
Ir. H. Sugeng Raharjo, M.T NIP. 196310101992032002
PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN
PADA FORMASI KAIS BEDASARKAN DATA LOG DAN DATA SEISMIK,
DI LAPANGAN “JULIA”, CEKUNGAN BINTUNI
iii
Laporan ini Penulis Persembahkan Kepada :
Allah Bapa di Sorga yang Tidak Pernah sedetikpun Terlelap Meninggalkan UmatNya
Yesus Kristus yang telah menjadi Juruslamat dan Kebenaran bagi manusia .
Kedua Orang Tua Tercinta atas doa serta kesabaran kalian untuk mendidik anak-
anak mu
Darent exaudia Toisuta, semoga jadi anak yang dengar-dengaran dan patuh
terhadap opa, oma, oyang, mama uli, mama ian dan mama eng.
Tidak lupa buat Che, semoga sukses selalu baik dalam mencapai cita, cinta dan
harapan dimasa depan.
iv
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Yesus Kristus yang telah
memberikan hikmat, berkat, serta rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan Skripsi yang berjudul “Pemetaan Bawah Permukaan dan Perhitungan
Cadangan pada Formasi Kais Berdasarkan Data Log dan Data Seismik, di
Lapangan “JULIA”, Cekungan Bintuni ” sesuai dengan yang diharapkan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang telah
memberikan dukungan berupa dukungan materi, moril, kasih sayang dan do’a kepada
penulis sehingga penulis dapat meneruskan tingkat pendidikan yang lebih baik lagi.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan Skripsi di kampus dan juga kepada Pembimbing lapangan
yang banyak memberikan ilmu, penjelasan, petunjuk, dan arahan dalam
menyelesaikan skripsi di perusahaan. Tidak lupa pula ucapan terimakasih kepeda
teman-teman Jurusan Teknik Geologi UPN “Veteran” Yogyakarta Pangea ’05 atas
bantuan dan dukungannya selama ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan
yang perlu diperbaiki, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar
dapat membangun untuk penyusunan-penyusunan laporan berikutnya.
Penulis berharap laporan Skripsi ini dapat memenuhi harapan sesuai dengan
apa yang telah ditetapkan dan dapat berguna untuk pendidikan bagi semua pihak yang
menggunakannya. Amin.
Yogyakarta, 22 Agustus 2011
Penulis,
Julia Toisuta
111.050.127
v
UCAPAN TERIMAKASIH
Ungkapan rasa terimakasih selalu penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang
berpengaruh dalam penyelesaian skripsi ini yaitu kepada:
1. BP.Indonesia, jakarta yang telah mensponsori skripsi penulis.
2. Bapak Ir. Sugeng Widada, M.Sc sebagai dosen pembimbing I yang telah
banyak memberikan arahan, nasehat, bimbingan, ilmu pengetahuan, masukan,
hingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. Bapak, Ir. Salatun Said. MT selaku pembimbing II yang telah banyak
membantu dalam memberikan arahan khususnya dalam pembuatan peta, serta
bimbingannya dalam menempuh skripsi.
4. Keluarga tercinta (bapak, mama, oma, ian, eng, ayent dan) terimakasih
atas doa dan dukungan baik materi maupun moril. Tuhan Yesus berkati selalu.
5. Che, sebagai belahan jiwa penulis atas kasih sayang, doa, kesabaran, teman
curahan hati, support dan penyemangat kehidupan selama hampir 7 tahun ini
sehingga semangat selalu mengalir dalam diri penulis untuk menjalani
kehidupan ini.
6. Pegawai BP.Indonesia, Bapak Kuntadi sebagai pembimbing penulis selama
pengambilan data di perusahaan, kak Dumex Pasaribu, kak Erik, kak Samuk
Konyorah, kak Yanto Kambu dll yang telah membantu penulis selama di
perusahan, khususnya tim doa sore yang selalu mendoakan dan teman sherring
selama di perusahaan.
vi
7. Dosen-dosen Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta yang telah banyak
memberikan ilmunya kepada penulis yang tiada ternilai harganya.
8. Pegawai Tata Usaha Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta yang telah
memberikan kemudahan dalam urusan administrasi di Jurusan
9. Teman-teman di “PANGLIMA” khususnya Maria Auresti Kefi yang selalu
membantu dan yang selalu saling menyemangati. Tidak lupa teman-teman
yang lain Ria, Nita, Puput, Tria, Rima, Laidy, Septi, Lumi, Agnes, Widi,
Leni, Dian Ps, Dian insani, Sari (Caie), Yudis, Endah, Ratri, Eli, Triyarso,
Jendri, Firman (sotoy), Ade, Nana, Agus, Dany (Curup), Simon, Bima,
Rahmat, Ryan, Hasan, Anas, Danny Satrio (ryon), Iqbal (Ogebego), Heru
Pratama, Supannoto, Kharisma.W.E (Moyo), Wiwid (Gondes), Mangun,
Yanuar A.R (Komting05), Dito, Memet, Yusron, Tomi, Wonkdan, Bimo,
Aca, Angga (Bontet), Isa, Jono, Handi, Patrik, Irfan (kepleh), Bagus
(kodok), Ayat, Adit, Dany DK, Kusnan, Agung, Rudi, Gilang, Boker,
Bokep dan teman-teman TG05 lainnya, dan maaf bagi yang belum disebutkan
karena halaman dan tenaga terbatas.
10. Teman-teman di Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta,
PANGEAAAAA…
vii
ABSTRAK
Lapangan “JULIA” secara umum termasuk ke dalam Cekungan Bintuni yang merupakan wilayah operasi PT. BP. Tangguh Indonesia dengan daerah lokasi pemboran Liquified Natural Gas (LNG) Tangguh di Teluk Bintuni Papua Barat.
Reservoar yang menjadi target penelitian adalah lapisan batugamping yang termasuk dalam Formasi Kais yang berumur Miosen Tengah. Berdasarkan analisis data log pada kelima sumur, lingkungan pengendapan daerah telitian berupa lingkungan laut dangkal.
Formasi Kais ini merupakan zona prospek untuk tempat terakumulasinya hidrokarbon, karena memiliki permeabilitas yang baik dan porositas yang baik (porositas primer yaitu berupa interkristalin maupun porositas sekunder yaitu vuggy porosity). Kandungan hidrokarbon pada lapisan batugamping Formasi Kais berupa gas.
Berdasarkan analisis data seismik, struktur yang berkembang pada daerah telitian adalah antiklin serta terdapat struktur sesar normal yang berarah utara-selatan.
Hasil analisis kuantitatif diperoleh harga rata-rata porositas (Ф) sebesar (0,072) 7.2%, sedangkan harga rata-rata Saturasi Water (Sw) sebesar (0,64) 64%. Zona Gas Water Contact (GWC) terletak pada interval 2908-2909 meter.
Hasil dari penelitian ini diperoleh peta bawah permukaan (subsurface mapping) antara lain: Peta Top Struktur, Peta Bottom Struktur, Peta Gas Isopach Outline, Peta Isopach Limestone, Peta Overlay Gas Isopach Outline dan Isopach Limestone dan Peta Net Pay.
Berdasarkan hasil perhitungan volume hidrokarbon pada Formasi Kais, dengan metode volumetric diperoleh hasil volume bulk pada Blok I sebesar 511.975acre-ft dan volume gas mula-mula (IGIP) adalah 2,2 MMSCF. Sedangakan volume bulk pada Blok II sebesar 67.045 acre-ft dan gas mula-mula (IGIP) sebesar 0,29 MMSCF.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ……. i
HALAMAN PERSETUJUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii
HALAMAN PERSEMBAHAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii
KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . iv
UCAPAN TERIMA KASIH . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . v
ABSTRAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . vii
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . .. . . . . . . . viii
DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . .... . . . . . . . ……………………………… xiii
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . xiv
DAFTAR LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ….. . . . . xvi
BAB 1. PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.1. Latar Belakang Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ………… 1
1.2. Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ……….. 2
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian.. . . . . . . . . …….. . . . . . . . …... 3
1.4 Batasan Masalah …………………………………………………. 3
1.5. Waktu dan Lokasi Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ……. 4
1.6. Hasil yang diharapkan. . . ….. . . . . . . . . . . . . . . . . . …. ……… 5
1.7 Manfaat Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . …. ……… 5
BAB 2. METODOLOGI PENELITIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
2.1. Metodologi Penelitian . . ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ……. . 6
2.2 Tahap Penelitian ………………………………………….…… 6
ix
2.2.1 Tahap Pendahuluan. . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . ………. . 6
2.2.2 Tahap Pengumpulan Data ………... . . . . . . ….……….. . 7
1. Data primer
a. Data log …………..…. . . . ………………………... . 7
b. Data seismik …………….... . . . ………………... … 7
c. Data cutting …...……... .. . . …………………..…... . 7
2. Data sekunder dan data pendukung lainnya. . .....….. 7
a. Data petrofisik ……………………………………. 7
b. Data pendukung ………………………………….. 8
2.2.3 Tahap Analisa dan Interpretasi Data.. . . . . . ………….. . 8
2.2.4 Tahap Evaluasi …………………………………………. 10
2.2.5 Tahap Penyusunan Laporan …………………………… 10
BAB 3. TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL . . . . .. . . . . . . . …..…….. . . 12
3.1 Geologi Regional Papua Barat ………………………….. .. …… 12
3.1.1 Kerangka Tektonik Regional ………………………….. ..... 14
3.2 Stratigrafi Regional ……………………………………………... 18
3.3 Stratigrafi Daerah Telitian ……………………………………….. 22
3.4 Sistem Petroleum Cekungan Bintuni ………………………………. 23
3.4.1 Batuan Induk (Source Rock)……………………………... 23
3.4.2 Batuan reservoir (Reservoir Rock) ……………………… 24
x
3.4.3 Migrasi …………………………………………………… 24
3.4.4 Perangkap (Trap) …………………………………………. 24
3.4.5 Batuan Penutup …………………………………………… 25
BAB 4. DASAR TEORI ……………………………………………………. 26
4.1 Reservoar Batuan Karbonat …………………………………. 26
4.1.1 Batuan Karbonat ……………………………………….. 26
4.1.2 Fasies dan Lingkungan Pengendapan …………………. 27
4.1.3 Klasifikasi Batuan Karbonat ………………………….. 27
4.2.Tinjauan Umum Wireline Log………………………...………. 30
4.2.1. Bagian-Bagian Log ……………………………..……… 30
4.2.2. Macam-Macam Log Mekanik…………………………. 32
4.2.3 Analisis Petrofisik ………………………………………. 36
4.3 Korelasi Log …………………………………………………… 40
4.4 Seismik ………………………………………………………… 43
4.5 Pemetaan Bawah Permukaan ……………………………….. 46
4.5.1 Prinsip Penggambaran Garis Kontur …………………… 47
4.5.2 Pembuatan Peta Bawah Permukaan …………………… 48
4.6 Perhitungan Cadangan Hidrokarbon ………………………….. 49
BAB 5. PENYAJIAN DATA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . …………... . . …….. 53
5.1 Data Primer….…………………………………... …………….. 53
xi
5.1.1 Data Log…………………………………......................... 53
5.1.2 Data Seismik……………..………………........................ 55
5.1.3 Data Cutting ………………………………………..…….. 56
5.1.4 Data Petrofisik ……………………………………………. 57
5.2 Data Sekunder…………..………………….…….......................... 58
5.2.1 Jurnal-Jurnal Perusahaan dan Laporan Hasil Produksi …… 58
5.2.2 Data Bgi …………………………………………………. 58
BAB 6. ANALISIS DAN PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . …………... . ... 59
6.1 Analisis Data Cutting ………………….….…………...……… 59
6.2 Analisa Data Log (Wireline Log) …………………………….. 60
6.2.1 Analisis Kualitatif ………………………. ………… …… 61
6.2.1.1 Sumur K-1 ……… ................................................. 61
6.2.1.2 Sumur A-1 ………………….……….……..…… 62
6.2.1.3 Sumur W-1 ……………………………………… 63
6.2.1.4 Sumur T-1 ………………………………………. 64
6.2.1.5 Sumur JS-1 ……………………………………… 65
6.2.1.6 Kandungan Fluida ………………………………. 66
6.2.2. Korelasi Sumur ………………...…………………………. 67
6.2.2.1 Korelasi Struktur… .................................................. 68
6.2.2.2 Korelasi Stratigrafi .................................................. 69
6.2.2. Analisis Kuantitatif …………...……………….……..……. 70
6.3 Analisis dan Interpretasi Data Seismik…….…………....……… 75
xii
6.3.1 Penarikan Picking Horison ………………..……… …… 75
6.4 Analisis Geologi Bawah Permukaan..…….….………...……..… 81
6.4.1 Peta Top Struktur Formasi Kais …..……….……… …… 82
6.4.2 Peta Bottom Struktur Formasi Kais …..……….……… … 83
6.4.3 Peta Gas Isopach Outline …………...……….……… …… 84
6.4.4 Peta Isopach Limestone …..…………...…….……… …… 84
6.4.5 Peta Net Pay …………………… …..……….……… …… 86
6.5 Perhitungan Cadangan Hidrokarbon ...…….….………...…….. 86
BAB 7. KESIMPULAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ………..…... . . …………. 90
DAFTAR PUSTAKA. . . . . . . . ……………….. .. . . . . . ……………..…... . . … 91
LAMPIRAN . . . . . . . ……………….. .. . . . …………. . ……………..…... . . … 93
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Sistem petroleum Cekungan Bintuni (modifikasi penulis) …………. 25
Tabel 4.1 Klasifikasi batuan karbonat berdasarkan komposisi (Folk,1959).. 29
Table 4.2 Klasifikasi batuan karbonat Menurut Dunham (1962) ..………….. 28
Table 4.3 Klasifikasi pemerian porositas (Koesoemadinata, 1980) ..……….. 38
Tabel 6.1 Data perhitungan petrofisik sumur W-1 dalam menentukan
kandungan fluida……..………………………………………..……. 67
Table 6.2 Data top Formasi Klasafet (sebagai datum pada korelasi stratigrafi).. 69
Tabel 6.3 Sonic Velocities and interval times (after sclumberger,1972) ……... 72
Table 6.4 Data checkshot sumur MS-1 sebagai pengikat sumur terhadap data
seismik ………………………………………………………………. 76
Table 6.5 Data top Formasi Kais setiap sumur ……………………………….. 82
Table 6.6 Data bottom Formasi Kais setiap sumur ………………………..… 84
Table 6.7 Ketebalan batugamping pada Formasi Kais ……………………… 85
Table 6.8 Perhitungan volume bulk pada Blok I ……………………………... 87
Table 6.9 Perhitungan volume bulk pada Blok II ……………………………... 89
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Lokasi Telitian Lapangan “JULIA” di Teluk Bintun……………. 4
Gambar 2.1 Diagram Alir Metode Penelitian………………………….……… 11
Gambar 3.1 Peta Geologi Regiona Kepala Burung (Dumex, dkk 2007
,BP Indonesia)…………………………………………………... 13
Gambar 3.2 Stratigrafi Regional Papua Barat (Modisfikasi dari Edward Syafron
dkk 2008dan Thomas W Perkins & Andrew R.Lvsey 1993)….…… 21
Gambar 3.3 Stratigrafi Daerah Telitian Lapangan “JULIA” Cekungan Bintuni
(Modisfikasi penulis) ……………………………………….…… 23
Gambar 4.1 Contoh Bagian-Bagian dari Log Mekanik ...................................... 31
Gambar 4.2 Terminasi reflector seismic (Allen,1999) ……………………….. 46
Gambar 5.1 Basemap sumur lapangan “JULIA” (BP.Indonesia)……………. 54
Gambar 5.2 Contoh log sumur W-1…………………………………………… 54
Gambar 5.3 Basemap line seismic (BP Indonesia)…………………………… 55
Gambar 5.4 Contoh seismik yang melewati sumur W-1 …………………….. 56
Gambar 5.5 Data cutting pada sumur JS-1 ………………………………….. 57
Gambar 6.1 Interpretasi log pada sumur K-1 ………. ………………………. 61
Gambar 6.2 Interpretasi log pada sumur A-1 …………………………………. 63
xv
Gambar 6.3 Interpretasi log pada sumur W-1 ………………………………. 64
Gambar 6.4 Interpretasi log pada sumur T-1 …………………………………. 65
Gambar 6.5 Interpretasi log pada sumur JS-1 ..………………………………. 66
Gambar 6.6 Korelasi stratigrafi pada lapangan “JULIA”…………………….. 68
Gambar 6.7 Korelasi stratigrafi pada lapangan “JULIA”…………………….. 70
Gambar 6.8 Interpretasi picking horizon pada lintasan seismik yang
melewati sumur MS-1…………………………………………… 76
Gambar 6.9 Interpretasi picking horison pada lintasan seismik yang
melewati sumur K-1 dan A-1 ……………………………..…….. 79
Gambar 6.10 Hasil interpretasi seismik secara stratigrafi maupun struktur
pada lapangan “JULIA”………………………………………… 80
Gambar 6.11 Peta struktur waktu (time structure map) lapangan”JULIA”… … 81
Gambar 6.12 Peta top struktur Formasi Kais lapangan “JULIA”……………… 83
Gambar 6.13 Peta Isopach Limestone Formasi Kais lapangan “JULIA”…..… 85
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Lintasa Seismik dan Sumur……..……………………...........
Lampiran 2. Peta Top Struktur Formasi Kais……….………………….……....
Lampiran 3. Peta Bottom Struktur Formasi Kais….…………………………...
Lampiran 4. Peta Gas Isopach Outline .………………………………………...
Lampiran 5. Peta Isopach Limestone……………………………………………
Lampiran 6&7. Peta Overlay Gas Isopach dan Isopach Limestone……………….
Lampiran 8. Peta Net Pay …………………….…….…………………………….
Lampiran 9. Peta Struktur Waktu Top Reservoar (Top Formasi Kais)……..…….
Lampiran 10. Korelasi Struktur …………………………..…………………….….
Lampiran 11. Korelasi Stratigrafi ……………….…………………………………
Lampiran 12 Interpretasi Seismik yang Melewati Sumur K-1 dan A-1 …………..
Lampiran 13 Interpretasi Seismik yang Melewati Sumur W-1…………………..
Lampiran 14 Interpretasi Seismik yang Melewati Sumur MS-1 …………………
Lampiran 15 Interpretasi Seismik yang Melewati Sumur T-1 ……………………
Lampiran 14 Interpretasi Seismik yang Melewati Sumur JS-1 ……………..……
Lampiran 15 Interpretasi Seismik yang Melewati Sumur K-1,A-1,MS-1 & JS-1…
Lampiran 16. Hasil perhitungan petrofisik Sumur A-1 dan W-1 .…………………
1
`BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gas bumi sampai saat ini masih merupakan sumber energi utama dan sangat
dibutuhkan guna menggerakkan roda pembangunan nasional, Kehadirannya telah
membawa kemajuan dan keuntungan yang pesat untuk menunjang kebutuhan industri di
Negara kita maupun dunia ini. Oleh karenanya, usaha untuk mengeksplorasi maupun
mengeksploitasi gas bumi semakin ditingkatkan sesuai dengan kemajuan teknologi.
Puji syukur kepada Tuhan, PT. BP Tangguh Indonesia dengan lokasi pemboran
Liquified Natural Gas ( LNG ) Tangguh di Teluk Bintuni Papua Barat merupakan salah
satu perusahaan swasta dan pemerintah yang bergerak di bidang pertambangan gas alam
cair dan memiliki peran penting dalam memasok kebutuhan gas di wilayah Asia Pasifik.
Telah menyediakan fasilitas bagi mahasiswa Teknik Geologi untuk menimba ilmu dan
memperluas pengalaman berhubungan dengan bidang yang ditekuni serta memperluas
pengalaman dalam mempelajari proses eksplorasi di sekitar daerah operasi LNG
Tangguh. Kesempatan baik ini akan digunakan untuk menyelesaikan Tugas Akhir
sebagai salah satu persyaratan yang diwajibkan bagi kelulusan sarjana Strata-1 (S-1) di
Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Yogyakarta.
Dalam kesempatan ini mahasiswa Teknik Geologi dapat belajar untuk melakukan
pemetaan bawah permukaan dan perhitungan cadangan berdasarkan data log dan data
seismik didalam kegiatan eksplorasi gas alam cair. Hal ini dilakukan karena, peta bawah
permukaan adalah alat bantu bagi ahli geologi baik pada saat eksplorasi, eksploitasi
maupun produksi untuk menghitung cadangan yang lebih terperinci. Tujuan dari
pemetaan bawah permukaan ini sendiri yakni untuk melihat kondisi bawah permukaan,
sehingga dapat membantu untuk menentukan bentukan lapisan yang prospek di bawah
permukaan bumi sehingga dapat ditentukan seberapa besar cadangan hidrokarbon yang
dapat dioptimalkan. Disamping itu, diharapkan dengan adanya data log, pola–pola atau
kurva–kurva log dapat mengetahui jenis litologi, lingkungan pengendapan, jenis fluida
2
dan nilai petrofisik yang terdiri dari saturasi air dan nilai porositas, yang terpenting dapat
mengetahui cadangan hidrokarbon pada Formasi Kais. Hal ini dimaksudkan karena
dengan adanya eksplorasi gas alam cair pada Formasi Kais dapat menunjukan bahwa
formasi yang diteliti merupakan reservoir yang baik dan sangat prospek hidrokarbon atau
tidak. Sehinggga nantinya mahasiswa Teknik Geologi tidak asing dengan pengolahan
data bawah permukaan yang digunakan oleh perusahaan pertambangan gas alam cair
pada umumnya.
Formasi Kais sebagai lapisan telitian dipilih karena lapisan ini disusun oleh
litologi batugamping, dimana batugamping ini dianggap baik sebagai reservoar, dilihat
dari umurnya yaitu Miosen Tengah. Disamping itu, lapangan “ JULIA “ sendiri salah
satu lapangan eksporasi gas milik LNG Tangguh yang sampai saat ini beroperasi. Oleh
sebab itu, adapun judul dalam penelitian ini yaitu PEMETAAN BAWAH
PERMUKAAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN PADA FORMASI KAIS
BERDASARKAN DATA LOG DAN DATA SEISMIK, DI LAPANGAN “JULIA”,
CEKUNGAN BINTUNI.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah yang akan
dibahas sebagai berikut :
1. Apa saja litologi penyusun Formasi Kais?
2. Bagaimana penyebaran litologi secara lateral dan vertikal berdasarkan korelasi
yang dilakukan?
3. Apa lingkungan pengendapan Formasi Kais ?
4. Bagaimana nilai petrofisik yang terdiri dari porositas dan saturasi air berdasarkan
pembacaan kurva log pada Formasi Kais ?
5. Bagaimana kondisi bawah permukaan berdasarkan peta bawah permukaan (peta
top structure, bottom structure, isopach limestone, dan net pay oil/gas) ?
6. Berapa hasil perhitungan cadangan hidrokarbon pada Formasi Kais?
3
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk menerapkan ilmu yang telah
dipelajari dibangku perkuliahan. Mengetahui evaluasi cadangan hidrokarbon pada daerah
telitian dengan melakukan pemetaan bawah permukaan di daerah telitian dan disajikan
dalam bentuk sebuah laporan penelitian. Disamping itu, memenuhi salah satu persyaratan
kurikulum Program Strata 1 (S-1) pada Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi
Mineral, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.
Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui jenis dan penyebaran litologi Formasi Kais data log.
2. Mengetahui lingkungan pengendapan Formasi Kais
3. Mangetahui kandungan fluida pada setiap sumur.
4. Mengetahui nilai porositas dan saturasi air berdasarkan perhitungan petrofisik
pada Formasi Kais
5. Mendapatkan peta Struktur waktu, peta Top struktur,peta bottom struktur, peta
Isopach Limestone dan peta Net Pay
6. Mengetahui jumlah cadangan hidrokarbon Formasi Kais.
1.4 Batasan Masalah
Pembatasan masalah sangat perlu agar penelitian yang dilakukan tidak melebar
serta tidak sistematis, dan dengan adanya keterbatasan waktu, maka perlu adanya
batasan–batasan tertentu yaitu :
1. Penentuan lapisan telitian atau lokasi area prospek hidrokarbon dibatasi pada
litologi batugamping berupa Formasi Kais.
2. Menganalisa pola penyebaran reservoar serta menghubungkan dengan pola
lingkungan pengendapan yang berkembang berdasarkan prinsip–prinsip
stratigrafi dan sedimentologi.
3. Analisis petrofisik dilakukan melalui interpretasi kualitatif dan kuantitatif data
wirelline log diikuti dengan pembuatan peta bawah permukaan.
4. Melakukan perhitungan cadangan hidrokarbon
1.
m
da
A
pe
.5 Waktu d
Waktu
maret 2010.
ata dilaksan
Arkadia E-3,
Sement
ertambanga
Gamba
dan Lokasi
penelitian
Selama w
nakan di k
, Bagian Ek
tara lapan
an LNG TA
ar 1.1 Lokasi
INDON
Penelitian
ini berlang
aktu terseb
kantor pusat
ksplorasi, Jl
gan penel
ANGGUH d
i telitian lapa
NESIA
gsung selam
but semua p
t BP Indon
l. TB. Simat
itan yaitu
di Teluk Bin
angan “JULIA
ma ± 2 bula
pengumpula
nesia yang
tupang Kav
lapangan
ntuni, Papua
A” di Teluk
an yang di
an, pengola
berlokasi d
v 88, Jakarta
“JULIA”
a Barat (Gam
Bintuni
LAPAN
mulai dari
ahan dan in
di Perkantor
a – Indonesi
berada d
mbar 1.1).
NGAN “JUL
4
januari –
nterpretasi
ran Hijau
ia.
di lokasi
LIA
5
1.6 Hasil Penelitian Yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan saat penelitian yaitu :
1. Memperoleh gambaran terhadap jenis litologi dan penyebaran reservoir
berdasarkan data log dan data seismik pada Formasi kais.
2. Mengkorelasikan data sumur sehingga dapat menunjukan kondisi bawah
permukaan.
3. Memperoleh gambaran bawah permukaan mengenai distribusi reservoir yang
divisualisasikan dalam bentuk peta bawah permukaan berupa peta Struktur
waktu, peta Sturktur kedalaman, peta top structure, peta bottom struktur, peta
isopach limestone dan peta net pay .
4. Selanjutnya dapat dikembangkan untuk estimasi perhitungan cadangan
hidrokarbon yang berada di dalam batuan reservoir secara lebih terperinci.
1.7 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan skripsi ini antara lain adalah:
1. Manfaat Untuk Keilmuan
Mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari pada saat kuliah di lapangan,
sehingga mahasiswa dapat menerapkan ilmu geologi yang telah dipelajari
sehingga memiliki kompetensi ilmu geologi yang maksimal baik secara langsung
didunia pekerjaan.Memberikan informasi tentang pengolahan dan analisis data
dan mengetahui proses pengerjaan dalam kerja yang nyata.
2. Manfaat untuk Perusahaan
Dengan dihasil penelitian yang didapatkan seperti distribusi resevoar dan
perhitungan cadangan hidrokarbon yang digambarkan dalam peta–peta bawah
permukaan, diharapakan akan memberikan informasi penting bagi perusahaan
untuk pengambilan keputusan mengenai pengembang lapangan tersebut serta
mampu meningkatkan hasil produksi pada daerah telitian.
6
BAB 2
METODOLOGI DAN TAHAP PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada lapangan “JULIA”, menggunakan metode pemetaan
bawah permukaan yang didukung dengan data log dan data seismik serta data pendukung
lainnya. Untuk melakukan penelitian ini ditempuh melalui tahap – tahap yang dilakukan
secara berkesinambungan. Berikut merupakan tahap metodologi secara umum (Gambar
2.1).
2.1 Metode Penelitian
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, dimana
metode deskriptif adalah menjelaskan data–data yang digunakan kemudian dilakukan
analisis terhadap data–data tersebut. Untuk mencapai metode tersebut dilakukan
beberapa tahapan.
2.2 Tahap Penelitian
Secara umum tahapan penelitian dibagi menjadi empat bagian yaitu tahapan
pendahuluan, tahapan pengumpulan data, tahapan analisis dan interpretasi, tahapan
penyusunan laporan. Dimana tahapan–tahapan tersebut dibagi lagi menjadi beberapa
tahap yaitu :
2.2.1 Tahap Pendahuluan
Tahap pendahuluan adalah tahap persiapan sebelum melakukan analisis data,
meliputi :
1. Penyusunan proposal penelitian dan kelengkapan administrasi
Tahapan ini dilakukan sebelum berangkat ke kantor pusat BP Tangguh di Jakarta,
dimana dilakukan persiapan–persiapan yang menunjang penelitian yang meliputi
studi pustaka, pembuatan proposal dan menyelesaikan administrasi.
7
2. Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan bertujuan supaya dapat menunjang penelitian mengenai
geologi regioanal cekungan Bintuni dan lingkungan pengendapan daerah telitian,
analisis data log dan pemetaan bawah permukaan, maupun dasar–dasar geologi
lainnya yang mendukung dalam melakukan analisis data.
2.2.2 Tahap pengumpulan Data
Pada tahap ini dilakukan pada saat berada di kantor Pusat BP Tangguh di Jakarta,
data yang diperoleh berupa :
1. Data primer
a. Data log
Data log yang digunakan adalah data log sumur Gamma Ray ( GR ), log
resisitivity (ILD), log sonic (DT) dari lapangan “JULIA“. Pada lapangan ini
sumur yang digunakan ada 6 sumur dalam analisa data log yaitu K-1, A-1, W-1,
MS-1, T-1, JS-1.
b. Data seismik
Pada data primer, digunakan pula data seismik pada lapangan “JULIA”. Data
seismik ini akan diperoleh peta struktur waktu yang kemudian akan di
konversikan ke peta struktur kedalaman.
c. Data Cutting
Data cutting atau data serbuk bor yang di peroleh terdapat pada satu sumur yaitu
sumur JS-1. Data serbuk bor ini nantinya akan dipergunakan dalam
menginterpretasikan litologi serta lingkungan pengendapan dari daerah telitian.
d. Data Petrofisik
Untuk menganalisa petrofisik dari data log menggunakan perangkat lunak
Microsoft Office Excel 2007. Dari data petrofisik akan diketahui nilai porositas
(ø) dan kejenuhan air (Sw) yang selanjutnya akan menjadi parameter dalam
perhitungan cadangan.
8
2. Data Sekunder dan data pendukung lainnya
a. Data pendukung
Untuk data pendukung lainnya, berupa data well file report (final well report,
final geological report, hydrocarbon source profil) dan referensi–referensi
peneliti terdahulu yang diberikan oleh perusahan. Hal ini dilakukan bertujuan
agar dapat memahami dan mengetahui kondisi geologi regional daerah yang
ditelitian.
2.2.3 Tahap Analisis dan Interpretasi Data
Tahap analisis dan interpretasi data ini harus melewati beberapa tahapan untuk
mendapatkan hasil berupa cadangan hidrokarbon di daerah telitian. Tahap ini meliputi :
1. Interpretasi log sumur
Berdasarkan data log sumur dapat dilakukan analisa kualitatif yang meliputi
litologi, interpretasi lingkungan pengendapan dan interpretasi fluida. Umumnya
untuk menentukan jenis litologi suatu lapisan dilakukan dengan menggunakan
log. Jenis kurva log yang sangat berperan untuk menentukan litogi suatu lapisan
biasanya menggunakan log Gamma Ray (GR), log Resistivity dan log Porosity.
Hal ini dapat diinterpretasi berdasarkan pola–pola deflaksi dan bentukan log.
Interpretasi lingkungan pengendapan dilakukan dengan cara melihat pola-
pola umum yang terbentuk oleh kurva GR pada daerah telitian. Log sumur
memiliki beberapa bentuk dasar yang bisa mencirikan karakteristik suatu
lingkungan pengendapan.
2. Analisis petrofisik
Analisa petrofisik dilakukan untuk mengetahui nilai porositas dan saturási
air dari reservoar. Nilai porositas dan saturasi air akan menunjukan
perkembangan yang berkembang dalam suatu reservoar yang berlainan
litologinya. Rumus yang digunakan dalam menghitung nilai saturasi air adalah
persamaan Indonesia. Rumus ini digunakan karena cenderung memberikan hasil
9
yang optimal. Hasil dari analisa petrofisik ini akan menjadi parameter dalam
perhitungan cadangan.
3. Korelasi sumur
Korelasi sumur dilakukan dengan menggunakan type log dari 6 (enam)
sumur. Type log yang digunakan merupakan hasil modifikasi dari kurva log
Gamma Ray (GR), kurva log Resistivity dan kurva log Sonik.
Korelasi sumur yang dilakukan oleh penulis yakni korelasi stratigrafi dan
korelasi stuktur. Korelasi stratigrafi ini dilakukan bertujuan guna mengetahui
penyebaran batuan secara lateral, dimana datumnya menempatkan posisi secara
stratigrafi berdasarkan umur. Korelasi sumur yang dilakukan oleh penulis yakni
didasarkan atas kesamaan umur pada top–top tiap formasi. Sedangkan untuk
korelasi struktur datumnya berdasarkan kedalaman atau sea level.
4. Interpretasi seismik ( Picking Horizon )
Data yang digunakan dalam interpretasi seismik ini adalah data seismik
refleksi dengan jumlah lintasan sebanyak 23 line seismik. Sebelum melakukan
picking horizon, dilakukan penanda sumur pada top–top formasi. Hasil dari
penanda sumur ini diplotkan ke data seismik sebagai pengikat sumur terhadap
seismik (well to seismic tie).
Hasil dari interpretasi ada dua yaitu interpretasi stratigrafi dan struktur.
Pada interpretasi stratigrafi, dilakukan penarikan horison. Horison yang dipilih
oleh penulis hanya 5 yaitu basement, top Formasi Kais, base Formasi Kais, top
Formasi Klasafet, dan horizon yang menampakan adanya Onlap, hal ini bertujuan
supaya analisa yang dilakukan nantinya tidak meluas dan hanya terfokus pada
kedua formasi yaitu Formasi Kais dan Formasi Klasafet. Dari hasil interpretasi
seismik ini, selanjutnya dilakukan pembuatan peta struktur waktu (time structure
map).
10
5. Pemetaan Bawah Permukaan
Tujuan utama pembuatan peta bawah permukaan untuk melihat keadaan
bawah permukaan secara lateral. Pemetaan bawah permukaan ini dilakukan
berdasarkan hasil dari analisa dan pengolahan data log sumur sebelumnya. Peta-
peta yang dihasilkan berupa peta top structure, peta bottom structure, peta
isopach limestone dan peta net pay .
6. Perhitungan Cadangan Hidrokarbon
Perhitungan cadangan hidrokarbon didalam reservoir dihitung
menggunakan cara volumetric. Pada metode ini perhitungan didasarkan pada
persamaan volume, data–data yang menunjang dalam perhitungan cadangan ini
adalah porositas dan saturasi hidorkarbon. Untuk menghitung volume bulk (Vb)
reservoir dibutuhkan data berupa peta net pay dan alat planimeter, dimana alat
planimeter ini akan dapat mengukur luas masing– masing kontur ketebalan yang
ada pada peta net pay. Untuk menghitung volume reservoir, ditentukan dengan
dua cara, yaitu cara pyramidal dan cara trapezoidal. Setelah volume bulk (Vb)
diperoleh maka selanjutnya menghitung original oil in place (OOIP) dan original
gas in place (OGIP).
2.2.4 Tahap Evaluasi
Pada tahap ini hasil dan interpretasi data dari setiap tahapan, dievaluasi lagi untuk
kemudian direvisikan guna mendapatkan hasil akhir yang maksimal.
2.2.5 Tahap Penyusunan Laporan
Tahap penulisan laporan dilakukan selama penelitian berlangsung. Agar
mendapatkan susunan laporan yang sistematis dan mudah dibaca oleh para pembaca,
maka penyusunan laporan ini dibagi dalam beberapa bab, yaiut : Bab 1. Pendahuluan,
Bab 2. Metodologi, Bab 3. Tinjauan Geologi Regional, Bab 4. Dasar Teori, Bab 5.
Penyajian Data, Bab 6. Analisa dan Pembahasan, dan Bab 7. Kesimpulan
11
Gambar 2.1 Diagram alir metode penilitian
• Picking horizon • Picking fault
Tahap Pendahuluan
Pembuatan peta bawah permukaan
(peta struktur waktu. Peta kedalam, peta Top Structure, peta
Bottom Structure, peta Isopach Limestone dan peta Net Pay)
Well seismic Tie
Data Seismik Data Log Data Sekunder : - laporan-laporan hasil
produksi dan hasil tes lapangan, jurnal – jurnal perusahaan
Analisa Data
Perhitungan petrofisik
Korelasi struktur dan stratigrafi
Lingkunganpengendapan
Identifikasi litologi
Laporan Skripsi
Perhitungan cadangan
Data Cutting
Kandungan Fluida
12
BAB 3
TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL
3.1 Geologi Regional Papua Barat
Secara geografis Papua dibagi menjadi 3 komponen besar yaitu bagian Kepala
Burung (KB), Leher Burung dan Badan Burung. Cekungan Bintuni berada di daerah
Teluk Bintuni–Papua Barat, tepatnya terletak di bagian Kepala-Leher Burung.
Fisiografi Papua Barat mengalami deformasi pada umur Tersier Akhir, pada
masa ini terjadi proses transgresi yang besar yang berarah Baratdaya dan berakhir pada
New Guinea Mobile Belt sehingga berbentuk Kepala dan Leher Burung.
Tatanan Geologi daerah KB dibentuk oleh adanya kompresi pada umur Paleogen
tepatnya Oligosen–Resen. Kompresi ini disebabkan karena adanya oblique convergent
antara Lempeng Australia yang bergerak ke arah N-W dan Lempeng Pasifik yang
bergerak ke arah S-E (Dow dan Sukamto, 1984).
Struktur elemen penting yang berada di daerah KB (Gambar 3.1), antara lain :
1. Sesar Sorong, terletak di sebelah Utara
Sesar Sorong adalah salah satu sesar mayor yang terletak di sebelah utara KB,
dengan arah sesar berarah Timur-Barat. Jenis Sesar Sorong ini yakni sesar
mendatar kiri (left-lateral strike-slip fault)
2. Sesar Tarera Aiduna, terletak di sebelah Selatan
Sesar Tarera Aiduna juga merupakan sesar mayor yang berada di daerah KB
dimana sesar ini terletak di sebelah selatan dengan arah sesar Barat- Timur.
3. Lengguru Fold–Belt ( LFB ), berada di sebelah Timur
LFB merupakan serangkaian antiklin yang mempunyai arah umum NW-SE ,
yang kemudian terangkat ketika terjadi proses oblique convergen antara Lempeng
Pasifik–Australia. Di sebelah selatan, LFB ini dipotong oleh Sesar Tarera
Aiduna. Pada saat LFB ini terbentuk, mengakibatkan adanya penurunan
(subsidance) sehingga mengalami sedimentasi pada cekungan. LFB sebagian
13
besar tersusun atas kelompok New Guinea Limestone (NGL) yang mengisi
Cekungan Bintuni.
4. Seram Through, berada disebelah barat.
Palung Seram berada di sebelah Baratdaya KB. Sesar ini terbentuk akibat adanya
konvergen lempeng Australia.
Cekungan Bintuni merupakan cekungan dengan luas ±30.000 km2 yang
cenderung berarah utara–selatan dengan umur Tersier Akhir yang berkembang pesat
selama proses pengangkat LFB ke timur dan Blok Kemum dari sebelah utara. Cekungan
ini di sebelah timur berbatasan dengan Sesar Arguni, di depannya terdapat LFB yang
terdiri dari batuan klastik berumur Mesozoik dan batugamping berumur Tersier yang
mengalami perlipatan dan tersesarkan.
Di sebelah barat cekungan ini ditandai dengan adanya tinggian struktural, yaitu
Pegunungan Sekak yang meluas sampai ke utara, di sebelah utara terdapat Dataran
Tinggi Ayamaru yang memisahkan Cekungan Bintuni dengan Cekungan Salawati yang
memproduksi minyak bumi.
Di sebelah selatan, Cekungan Bintuni dibatasi oleh Sesar Tarera–Aiduna, sesar
ini paralel dengan Sesar Sorong yang terletak di sebelah utara KB. Kedua sesar ini
merupakan sesar utama di daerah Papua Barat.
Gambar 3.1 Peta Geologi Regional Kepala Burung (KB). (Dumex, dkk 2007, BP Indonesia)
14
3.1.1 Kerangka Tektonik Regional
KB dibentuk oleh adanya kompresi pada Paleogen tepatnya kala Oligosen-Resen.
Kompresi ini disebabkan karena adanya oblique converent antara Lempeng Australia
yang bergerak ke utara dengan Lempeng Pasifik.
Cekungan Bintuni merupakan cekungan berumur Tersier, berkembang pesat
selama Plio-Pleistosen yang diikuti dengan pembentukan LFB yang berada di sebelah
timur dan Blok Kemum sebelah utara.
Berdasarkan stratigrafi Cekungan Bintuni, dapat dibagi dalam beberapa tahapan tektonik
yaitu
1. Tahapan pemisahan Gondwana dan Asia
2. Tahapan tumbukan Lempeng Australia dan Pasifik
3. Tahapan pembalikan zona subduksi.
1. Tahapan Pemisahan Gondwana dan Asia
Tahapan pemisahan Gondwana dan Asia berlangsung pada umur Paleozoikum
Akhir, dibagi menjadi 3 periode pengendapan pre-rift, syn-rift, post-rift.
a. Pre- Rift (Paleozoikum)
Batuan dasar dari daerah KB terdiri dari sedimen pada umur Silur–Devon yang
kemudian terlipat dan mengalami metamorfisme. Kegiatan sedimen ini terus berlangsung
sampai umur Karbon-Permian diendapkan Kelompok Aifam yang terdiri dari 3 formasi
dari tua–muda yaitu Formasi Aimau, Aifat dan Ainin. Kelompok ini tersebar luas pada
bagian KB, tetapi tidak terlihat dipengaruhi oleh metamorfisme melainkan lebih
terdeformasi. Pada bagian Tubuh Burung Kelompok Aifam ini setara dengan Formasi
Aiduna yang berumur Karbon Akhir-Permian dan terdiri atas batuan silisiklastik serta
batubara, dengan lingkungan pengendapan berupa fluvial hingga delta.
Kelompok Aifam ini dapat dikelompokan dalam tahap Pre-rifting yakni proses
pengendapan yang tejadi sebelum tahap tektonik (rifting) pada masa Mezosoikum.
15
b. Syn-Rift (Mezosoikum)
Pada Triasik, di daerah KB ditemukan kejadian yang jarang terjadi yakni
ditemukan adanya red–beds. Hal ini menandakan sebagian area terekspos atau terangkat
ke permukaaan sehingga mengalami oksidasi pada lingkungan yang kering.
Sebagian daerah yang terangkat ini mengakibatkan Cekungan Bintuni mengalami
ketidakselarasan (unconformity) antara Permian Akhir dengan Jurasik, dengan demikian
selama umur Triasik Cekungan Bintuni tidak terjadi proses sedimentasi (Perkins &
Livesey, 1993). Sementara pada beberapa bagian KB terendapkan Formasi Tipuma pada
umur Triasik Awal–Akhir.
Sedimen yang diendapkan pada periode rift pada Mezosoikum adalah sedimen
Formasi Tipuma. Hal ini ditandai dengan diendapkannya formasi ini pada graben–
graben yang terbentuk akibat adanya kegiatan tektonik di sepanjang batas utara Lempeng
Australia. Namun periode rifting itu sendiri dimulai pada umur Jurasik, sedangkan
Formasi Tipuma berumur Triasik Awal–Akhir, jadi dapat disimpulkan bahwa endapan
ini merupakan endapan pertama pada periode rifting.
Setidaknya pada kisaran umur ini terdapat dua komponen utama rifting pada
batas Kontinental Australia yaitu pada bagian utara dan bagian baratlaut kontinental
Australia. Rifting pada bagian utara diperkirakan dibatasi oleh batas yang kompleks
berupa Palung New Guinea, Fold Belt Papua dan Sorong Koor Suture. Sementara rifting
yang terjadi pada bagian baratlaut dapat diperkirakan dibatasi oleh Timor Trough hingga
Aru Trough.
c. Post-Rift / Passive Margin (Mesozoikum)
Pada umur Jurasik Tengah-Akhir terjadi suatu proses transgresi. Naiknya muka
air laut ini terjadi secara global. Hal ini memberikan dampak lokal bagi kondisi geologi
di daerah KB. Batupasir yang diendapkan pada umur Jurasik merupakan unit dari
endapan laut dangkal yang diendapkan pada saat proses transgresi. Pada proses ini
diendapkan Kelompok Kambelangan Bawah yang berumur Jurasik Awal–Akhir.
Berdasarkan data Lapangan Wiriagar, Bintuni di atas Kelompok Kembelangan Bawah
16
ini dijumpai pengendapan batulempung berwarna coklat gelap sebagai endapan
maksimum transgresi laut.
Disamping itu, pada umur Jurasik merupakan tahapan post–rift / passive margin
hal ini ditandai dengan adanya seafloor spreading pada umur Jurasik, hingga
terpecahnya Kontinental Australia pada bagian timurlaut menjadi lempeng-lempeng
kontinen berukuran kecil (mikro kontinen). Pada masa ini bagian timurlaut Kontinen
Australia masih bertindak sebagai passive margin. Kontinental Australia ini diendapkan
Kelompok Kambelangan Bawah yang menindih secara tidak selaras sekuen rift (syn-rift)
yakni Formasi Tipuma.
Kemudian terjadi proses pengangkatan yang terjadi sepanjang zaman Kapur Awal
membentuk apa yang dikenal dengan intra–cretaceous uncorformity (Perkins dan
Livsey,1993) sehingga tidak ada proses sedimen pada Kapur Awal pada Cekungan
Bintuni. Ketidakselarasan ini muncul memisahkan Kelompok Kembelangan Bawah
dengan Kelompok Kembelangan Atas.
Pada umur Kapur Akhir diperkiran terjadi proses extensional rift, sehingga
memisahkan KB dengan wilayah Kontinental Australia. Dengan adanya aktivitas ini
Formasi Tipuma dan Kelompok Kembelangan mengalami pengangkatan sehingga
menghasilkan erosional pada sedimen yang lebih tua atau malah tidak terjadinya proses
pengendapan. Kelompok ini diendapakan hingga terjadi pengurangan suplai sedimen
pada umur Kapur Akhir sehingga memberikan jalan untuk berkembangnya batuan
karbonat (Batugamping New Guinea) pada umur Eosen–Miosen Akhir.
Catatan Batugamping New Guinea terdiri atas: (1) Formasi Waripi (Paleosen), (2)
Formasi Faumai (Eosen-Oligosen), (3) Formasi Sirga (Miosen Awal), (3) Formasi Kais
(Miosen Tengah).
2. Tahap Tumbukan Lempeng Australia dengan Pasifik (Kenozoikum)
Pada umur Kenozoikum adalah waktu tektonik aktif di daerah KB, sehingga
membentuk geografi, struktur geologi dan stratigrafi KB. Pada Kenozoikum Awal
(Paleosen–Eosen), kemungkinan bahwa Lempeng KB (mungkin bersamaan Misool,
17
Sula, Buru) menjadi terlepas dari Lempeng Australia–New Guinea. Namun secara
umum, daerah KB menjadi lempeng kecil (micro plate), terlepas dari Lempeng
Australia–New Guinea pada umur Eosen atau paling lambat Oligosen.
Pada umur Eosen-Oligosen ditandai oleh kemunculan batuan transgresi karbonat
Formasi Faumai. Sebuah ketidakselarasan muncul pada kolom stratigrafi dari lapangan
Wariagar, Bintuni yang berumur Oligosen Akhir. Pada kolom stratigrafi ketidakselarasan
ini justru terjadi lebih awal yaitu pada umur Oligosen Awal. Ketidakselarasan
menandakan terjadinya peristiwa kompresi, yang membagi Formasi Faumai dengan
Formasi di atasnya (Formasi Sirga dan Kais). Fase kompresi ini terjadi akibat adanya
tumbukan antara Lempeng Australia dengan Lempeng Pasifik pada umur Eosen. Pada
umur Eosen Akhir Lempeng Australia bergerak ke arah utara dan menyusup sebagai
subduksi terhadap Kerak Samudra dari Lempeng Pasifik dan kemudian membentuk
busur-busur kepulauan (island arc). Kompresi ini mengakibatkan pembentukan antiklin
yang berarah NW-SE dan merupakan pusat berkembangnya kelompok BNG dalam
Cekungan Bintuni. Proses subduksi ini terus berlanjut ke arah utara hingga akhirnya
kerak samudera dari Lempeng Australia termakan habis (overriding plate) oleh Lempeng
Samudra Pasifik. Proses ini berlanjut terus hingga terjadinya tumbukan (collision) pada
umur Oligosen antara Lempeng Australia dan busur kepulauan Samudera Pasifik.
3. Tahap Pembalikan Zona Subduksi (Neogen)
Pada Neogen telah terjadi pembalikan arah subduksi. Pada mulanya Lempeng
Australia menunjam ke dalam Lempeng Pasifik ke arah utara, tetapi setelah terjadi
tumbukan terjadi perubahan arah subduksi, dimana Lempeng Pasifik menunjam ke
dalam Lempeng Australia ke arah selatan yang kini dikenal sebagai Palung New Guinea.
Berdasarkan tektonik KB, umur penunjaman Palung New Guinea ke arah selatan ini
berumur Miosen. Hal ini diperkuat oleh kemunculan pertama sedimen klastik tebal
setelah pengendapan BNG Formasi Kais, formasi silisiklastik ini dikenal dengan Formasi
Klasafet. Tahap tektonik tumbukan umur ini menghasilkan New Guinea Mobile Belt dan
Lengguru Fold Belt, sesar–sesar aktif (Sesar Sorong, Terera dan sebagainya) dan
18
cekungan–cekungan foreland seperti Cekungan Salawati dan Cekungan Bintuni di
wilayah KB.
Pada Miosen Akhir–Pleistosen diendapkan sedimen klastik, disebut dengan
Formasi Steenkool. Rangkaian formasi ini merupakan tudung (seal) dari Formasi Kais
yang merupakan batugamping reservoir. Kemudian terjadi penurunan cekungan,
sedimentasi yang cepat dengan kedalaman yang sangat dalam sehingga baik untuk
“Kitchen area“ sebagai syarat pembentukan hidrokarbon dari Permian Akhir–Awal
Jurasik yang sebelumnya telah terendapkan pada Cekungan Bintuni.
3.2.Stratigrafi Regional
Cekungan Bintuni ini merekam semua aspek sejarah stratigrafi dan peristiwa
tektonik Papua khususnya KB yang dimulai pada Paleozoikum-Resen (Gambar 3.2).
1. Formasi Kemum
Formasi Kemum merupakan batuan dasar sekuen turbidit dari Cekungan Bintuni
yang diendapakan pada umur Silur–Devon. Formasi ini terangkat di sebelah timurlaut
KB dan sepanjang laut timur Leher Burung.
Litologi penyusunnya berupa batulempung, graywackes dan klastik kasar.
Formasi Kemum mengalami perlipatan dan intrusi batuan granit plutonik selama umur
Devon.
2. Kelompok Aifam ( Formasi Aimau, Formasi Aiduna/Aifat, Formasi Ainim )
Kelompok Aifam diendapakan di atas Formasi Kemum secara tidak selaras pada
umur Karbon–Permian Akhir. merupakan hasil transgresi–regresi selama Kapur dengan
lingkungan pengendapan berupa fluvial deltaik, paparan hingga laut dangkal.
3 Formasi yang termasuk dalam Kelompok Aifam dari tua–muda dan diendapkan
secara selaras yaitu: Formasi Aimau, Formasi Aifat, Formasi Ainim. Litologi penyusun
kelompok ini berupa batupasir, lempung dan batubara.
19
3. Formasi Tipuma
Proses regresi yang terjadi selama Permian Akhir terus terjadi sampai Triasik
Awal–Jurasik Awal, pada umur ini diendapkan Formasi Tipuma yang terendapkan secara
selaras di atas Kelompok Aifam.
Litologi penyusun berupa batupasir dan serpih dan sedikit lapisan batugamping.
lingkungan pengendapan di lingkungan laut dangkal.
4. Kelompok Kembelangan (Kembelangan Bawah dan Kembelangan Atas)
Pada umur Jurasik Awal–Kapur Akhir diendapkan Kelompok Kembelangan.
Kelompok ini di bagi menjadi 2 dari tua–muda yaitu : Kembelangan Bawah dan
Kembelangan Atas.
a. Kembelangan Bawah
Kembelangan Bawah diendapkan pada umur Jurasik Awal–Kapur Awal yang
diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Tipuma. Litologi penyusun berupa
batupasir, batuan karbonat dan batubara dengan lingkungan pengendapan berupa deltaik
hingga laut tertutup. Formasi yang termasuk dalam Kembelangan Bawah yaitu Formasi
Kopai dan Ayot.
b. Kembelangan Atas
Kembelangan Atas diendapkan pada umur Kapur Awal–Akhir. Diendapkan
secara tidak selaras di atas Kembelangan Bawah. Litologi penyusun Kembelangan Atas
berupa batupasir dan batulempung.
Kembelangan Atas terdiri dari tua-muda yakni batugamping Piniya, batupasir
Ekmai dan Formasi Jass.
Kembelangan Bawah dan Kembelangan Atas dipisahkan oleh adanya
ketidakselarasan yang berumur Kapur Awal atau disebut dengan intra–cretaceous
unconformity dan juga merupakan awal dari fase rifting.
20
5. Formasi Waripi
Pada umur Paleosen diendapkan Formasi Waripi yang diendapkan secara selaras
di atas Kelompok Kambelangan Atas. Litologi penyusun Formasi ini berupa batupasir,
batulempung dan serpih yang merupakan ciri dari endapan lingkungan laut dalam.
6. Kelompok Batu Gamping New Guinea (New Guine Limestone)
Pada Kala Tersier tepatnya umur Eosen–Miosen Tengah diendapkan Kelompok
Batu Gamping New Guinea. Pada Akhir Kapur terjadi penghentian suplai detritus klastik
ke utara laut Australia, dan terjadi akumulasi karbonat yang merupakan sekuen
batugamping yang tebal.
3 Formasi yang termasuk dalam Kelompok Batugamping New Guinea dari tua-
muda yakni : Formasi Faumai yang berumur Eosen-Oligosen, Formasi Sirga berumur
Miosen Awal dan Formasi Kais berumur Miosen Tengah. Lapisan karbonat ini meluas
sepanjang Cekungan Bintuni dengan lingkungan pengendapan berupa shallow-shelf .
Kelompok Batugamping New Guinea ini diketahui merupakan batas akhir fase kompresi
antara Lempeng Australia dengan Lempeng Pasifik. Merupakan source rock dan
reservoir dari Cekungan Bintuni.
7. Formasi Klasafet
Formasi Klasafet diendapakan pada umur Miosen Akhir–Pliosen yang
diendapakan secara tidak selaras di atas Formasi Kais. Litologi penyusun dari Formasi
Klasafet berupa Serpih. Lingkungan pengendapan dari formasi ini berupa lingkungan
lagoon. Berfungsi sebagai seal pada Cekungan Bintuni.
8. Formasi Steenkool
Pada Pliosen Awal-Pleistosen, terjadi tektonik aktif sehingga membentuk
Cekungan Bintuni dan Lengguru Fold Belt sehingga diendapkan Formasi Steenkool.
Litologi dari Formasi ini berupa batulanau, batupasir serpihan, batulempung, dengan
lingkungan pengendapan neritik. Diketahui Formasi ini berperan sebagai tudung (seal).
21
3.3.Stratigrafi Daerah Telitian
Gambar 3.2 Stratigrafi Regional Papua Barat
(Modifikasi dari Edward Syafron dkk 2008 dan Thomas W Perkins & Andrew R.Livsey 1993 )
SR,RES
SR,SEAL
SR,SEAL
SR
RES
SEAL
SEAL
Tektonik
Pre - Rift
Rifting
Post - Rift
Syn - Orogenic
Extensional
Compressional
22
Stratigrafi daerah telitian yaitu pada lapang “JULIA” Cekungan Bintuni, terdapat
3 formasi dari tua-muda adalah:
1. Formasi Kais
Formasi Kais adalah formasi yang prospek hidrokarbon pada daerah
telitian. Formasi ini disusun atas batugamping grainstone, packstone dan
wackstone serta lapisan tipis dolomit. Umumnya batugamping ini merupakan
batugamping terumbu (reefal limestone) serta mempunyai porositas yang baik
dan berupa porositas vuggy. Juga mempunyai fragmen berupa koral, alga, bryzoa,
foram dan fragmen serpih lainnya. Berdasarkan litologi penyusun serta adanya
kandungan fosil formasi ini lingkungan pengendapan berupa laut dangkal,
berumur Miosen Tengah.
2. Formasi Klasafet
Formasi Klasafet terendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Kais.
Formasi ini berumur Miosen Akhir, dengan litologi penyusun berupa serpih dan
batugamping serta sisipan batulempung. Lingkungan pengendapan berupa
lingkungan laut dalam.
3. Formasi Steenkool
Formasi Steenkool adalah formasi termuda di daerah telitian pada
Cekungan Bintuni. Formasi ini berumur Plio-Pleistosen yang terendapakan secara
selaras di atas Formasi Klasafet. Dengan litologi penyusun terdiri dari
perselangselingan antara batulanau, batupasir dan batulempung juga terdapat
sisipan batubara dan batugamping. lingkungan pengendapan berupa lingkungan
darat-delta.
23
3.4 Sistem Petroleum Cekungan Bintuni
Cekungan Bintuni, terdapat lima bagian dari system petroleum yang dipengaruhi
dengan kondisi geologi regional maupun lokal yang ada pada daerah telitian (Tabel 3.1).
3.4.1 Batuan Induk (source rock)
Batuan induk, adalah batuan yang banyak mengandung bahan-bahan organik
sisa-sisa hewan dan tumbuhan yang mengalami pematangan sehingga terbentuk minyak
dan gas bumi. Pada daerah telitian, batuan induk pada Cekungan Bintuni adalah
Gambar 3.3 Stratigrafi daerah teilitan lapangan “JULIA” Cekungan Bintuni (Berdasarkan well repot BP.Indonesia dan dimodifikasi oleh penulis)
24
batugamping pada Formasi Kais berumur Miosen Tengah. Batuan induk ini juga dapat
berasal dari batuan yang berumur lebih tua atau Pra-Tersier. Batugamping ini
mengandung material organik yang mampu menghasilkan hidrokarbon.
3.4.2 Batuan Reservoar (Reservoir Rock)
Batuan reservoar merupakan batuan yang bersifat porous (berpori-pori) dan
kelolosan (permeabilitas) sehingga minyak dan gas bumi yang dihasilkan oleh batuan
induk akan disimpan atau diakumulasikan di sini. Batuan reservoar pada Cekungan
Bintuni yaitu batugamping pada Formasi Kais berumur Miosen Tengah. Batugamping ini
berfungsi sebagai reservoar karena memiliki pori-pori yang baik. Sehingga minyak yg
bersumber dari batuan induk dapat terperangkap dab terakumulasi pada batugamping ini.
3.4.3 Migrasi
Migrasi hidrokarbon, merupakan proses perpindahan hidrokarbon dari lapisan
induk menuju ke lapisan resevoar untuk dikonsentrasikan didalamnya. Untuk arah
migrasi yaitu dari cekungan menuju ke perangkap yaitu suatu perangkap antiklin.
Migrasi tersebut melewati suatu adanya sesar normal yang terbentuk pada daerah telitian.
3.4.4 Perangkap (Trap)
Perangkap merupakan bentukan-bentukan yang memungkinkan hidrokarbon
terperangkap di dalamnya. Perangkap pada Cekungan Bintuni berupa perangkap struktur
yaitu antiklin yang berumur lebih muda dari batuan reservoir diperkirakan berumur
Miosen Akhir-pliosen Awal.
3.4.5 Batuan Penutup
Batuan penutup adalah suatu batuan sedimen yang kedap air sehingga
hidrokarbon yang ada dalam reservoar tidak dapat keluar lagi. Untuk batuan penutup
pada Cekungan Bintuni berupa serpih pada Formasi Klasafet berumur Miosen Akhir
se
te
erta endapa
ersusun atas
Tabel 3.1 P
an lebih m
s perselang-
Petroleum si
muda yaitu
selingan ba
isitem Cekun
u Formasi
atulanau, bat
BA
ngan Bintuni
Steenkool
tulempung
AB 4
(BP.Indones
berumur P
serta batupa
sia dan dimo
Plio-Pleisto
asir.
odifikasi oleh
25
sen yang
h penulis)
26
DASAR TEORI
4.1 Reservoar Batuan Karbonat
4.1.1 Batuan Karbonat
Saat ini batugamping merupakan 50% reservoir hidrokarbon dunia. Secara
genetis batugamping atau batuan karbonat apapun sangat berbeda dari batuan
silisiklastik. Lebih dari 90% sedimen karbonat yg dijumpai terbentuk dengan proses
biologis pada lingkungan marine. Distribusi batuan karbonat dikontrol secara langsung
oleh kondisi lingkungan yang mendukung perubahan organisme yang mengandung
kalsium karbonat. Kondisi lingkungan tersebut meliputi temperature,salinitas,substrat
dan kehadiran silisiklastik (Moore,1989).
Ukuran sedimen dan pemilahan pada silisiklastik umumnya digunakan sebagai
indikator besarnya energi yang bekerja (angin,gelombang,arus) pada sedimen. Ukuran
dan pemilahan pada sedimen karbonat lebih banyak dipengaruhi oleh dinamika populasi
organisme pembentuk. Parameter tekstur lain seperti kebundaran (roundness) pada
sedimen karbonat tidak menunjukkan jarak transfortasi atau intensitas proses fisik di
tempat pengendapan, tetapi lebih dikontrol oleh bentuk asal organisme.
Ada beberapa patokan untuk menginterpretasi batugamping berdasrkan log
sumur:
1. Log Spontaneous Potential (SP)
Mendeteksi lapisan dan perbatasan yang permeable, juga membantu dalam
mengestimasi jumlah shale. Perubahan dari shale baseline dalam batuan karbonat
menunjukkan pertambahan ukuran butir karbonat.
2. Log Resistivity
Membantu dalam identifikasi porositas, permeabilitas dan jenis fluida.
3. Log Gamma Ray (GR)
Menunjukkan zona mineral radioaktif dalam batuan karbonat yang berasal dari
perubahan mineral, mencakup shales, material organik, zona glaukonit, zone
pedogenik dan lapisan keras (hardgrounds).
27
4. Log sonic
Mengukur porositas matriks, bukan porositas vuggy dan porositas rekahan,
membuat kalkulasi kecepatan sonik untuk porositas vuggy dan rekahan menjadi
terlalu rendah. Porositas vuggy dan porositas rekahan dapat dihitung dengan
mengurangkan porositas sonik dari porositas total yang terukur dari log
neutron/density. Perbedaan porositas ini dinamai Indeks Porositas Sekunder
(Secondary Porosity Index) dan dapat dipetakan dalam batuan karbonat.
5. Log Neutron
Mengukur konsentrasi ion hidrogen. Jika dikalibrasi dengan benar, log ini akan
mengukur porositas aktual dalam batuan karbonat.
4.1.2 Fasies dan Lingkungan Pengendapan
Batuan karbonat diendapkan diberbagai lingkungan marine, mulai dari garis
pantai, lagoon, tepi paparan (platform margin), slope hingga lingkungan laut dalam.
Pada setiap lingkungan tersebut berbagai proses sedimentasi terjadi, mulai dari
pembentukan, transfortasi, pengendapan sedimen. Proses-proses tersebut melibatkan
proses kimia (mis. Pembentukan ooids), proses biokimia (mis. Pembentukan cangkang
organisme, pembentukan pelt organic, mikritisasi cangkang oleh algae) dan prosen fisika
(mis. Pemecahan cangkang, erosi, transfortasi, dan pengendapan).
4.1.3. Klasifikasi Batuan Karbonat
Klasifikasi batuan karbonat yang dikemukakan oleh antara lain: Folk (1959),
Pettijohn (1957), Dunham (1962), dan lain-lain.
1. Klasifikasi yang hanya berdasarkan besar butir, Kalsirudit (besar butir > 2mm),
Kalkarenit (besar butir antara 2 mm dan 64 µm) dan Kalsilutit (besar butir < 64
µm).
2. Klasifikasi Folk (1959), didasarkan atas komposisi dari tiga komponen utama
(tabel 4.1), yaitu :
28
a. Allochems (partikel atau butiran), merupakan butiran yang berukuran pasir-
kerikil, yang berasal dari sedimen klastik. Termasuk didalamnya adalah oolit,
pisolit, onkolit, pellet, fosil dll.
b. Microcrystalline calcite ooze atau Micrite (matriks), merupakan agregrat
halus yang berukuran 1-4 mikro, sebagai pembentuk mineral kalsit, terjadi
secara biokimia ataupun kimiawi dari presipitasi air laut, terbentuk dalam
lingkungan pengendapan dan menunjukan sedikit atau tidak adanya
transportasi yang berarti. Hal ini dinyatakan bahwa mikrit (menurut Folk)
adalah tidak sama dengan lumpur karbonat (menurut Dunham).
c. Sparry calcite cements atau Sparite, merupakan semen yang mengisi ruang
antar butir dan rekahan, ukuran butir halus (0,02-1 mm). dapat terbentuk
langsung dari sedimen secara insitu ataupun dari rekristalisasi mikrit.
3. Klasifikasi Dunham (1962), adalah dengan berdasarkan pada tekstur
pengendapan (tabel 4.2). Faktor-faktor penting yang menjadi dasar pembagian
batuan karbonat menurut Dunham adalah:
a. Butiran didukung oleh lumpur (mud supported)
• Jika jumlah butiran kurang dari 10%: Mudstone
• Jika jumlah butiran lebih banyak dari 10%: wackstone
b. Butiran saling menyangga (grain supported)
• Dengan matriks: Packstone
• Sedikit atau tanpa matriks: Grainstone
c. Komponen yang saling terikat pada waktu pengendapan, dicirikan dengan
adanya struktur tumbuhan: Boundstone.
d. Tekstur pengendapan yang tidak teramati dengan jelas: Batugamping
kristalin.
4. Klasifikasi Pettijohn (1957-1962), mengklasifikasi batuan karbonat berdasarkan
genesanya, yaitu:
a. B
ka
bi
ba
b. B
ya
ko
ya
c. B
ad
ka
ba
Batugamping
alsium karb
iokimia. Ba
atuan karbo
Batugamping
ang telah
ompisisi leb
aitu kasirud
Batugamping
danya prose
arakteristikn
atugamping
Tabel 4.1 Kla
Tabel
g Autoctho
bonat, terbe
atugamping
onat yang te
g Allocthon
mengalami
bih dari 50%
dit, kalkaren
g Metasoma
es diagenes
nya dapat b
g dolomit.
asifikasi Batu
4.2 Klasifikas
onous, yait
entuk langs
g ini merup
erbentuk pad
nous atau
i proses tr
% batuan ka
nit dan kalsi
atik, merup
sa yang terj
berbeda den
uan Karbonat b
si batuan karb
tu batugam
sung dari p
pakan batua
da tempat a
batugampin
ansportasi
arbonat. Co
ilutit.
pakan batug
jadi pada b
ngan batua
berdasarkan K
onat menurut
mping yang
resipitasi a
an karbonat
salnya (insi
ng detritus,
dari tempa
ontoh batuga
gamping ya
batugamping
an asalnya.
Komposisi (Fo
Dunham (196
g terdiri d
air laut akib
t yang prim
itu).
, yaitu batu
at lain. M
amping allo
ang terbentu
g, sehingga
Contoh do
olk, 1959)
62)
29
ari unsur
bat proses
mer, yaitu
ugamping
empunyai
octhonous
uk karena
sifat dan
lomit dan
4.
un
se
di
k
(a
ku
se
4.
1.
m
in
pe
2.
.2.TinjauanLog
ntuk pemb
eperti litol
igunakan u
edalaman
apakah gas
Log
urva yang
ebuah sumu
.2.1 Bagian
. Kepala l
Sebu
mencantumk
nstrumen y
engukuran,
. Kolom lo
n Umum Wdigunakan
uatan peta
logi, poros
untuk meng
zona-zona
, minyak, a
adalah su
mewakili
ur.
n-Bagian L
log
uah log u
kan semua
yang dipa
skala kurva
og (tracks)
Wireline Lountuk mel
kontur stu
sitas, geom
gidentifika
produktif
atau air), se
atu grafik
parameter
og
umumnya
informasi
akai, kalib
a dan inform
g akukan kol
uktur isopa
metri pori
si zona-zon
f, menentuk
erta mempe
kedalama
r-parameter
memiliki
yang berh
brasi instru
masi lain.
lerasi zona
ch, menent
dan perme
na produkt
kan kandu
erkirakan c
n (satuan
r yang diu
judul/kepa
hubungan d
umentasi,
a-zona pros
tukan kara
ealibilitas.
tif, menent
ungan fluid
adangan hi
waktu) da
ukur secara
ala pada
dengan sum
komentar-k
spektif, sum
teristik fisi
Data logg
tukan keteb
da dalam r
idrokarbon
ari suatu p
a menerus
bagian at
mur, misaln
komentar
30
mber data
ik batuan
ging juga
balan dan
reservoar
.
perangkat
didalam
tas yang
nya jenis
mengenai
31
Bentuk umum dari log mempunyai lebar dengan ukuran 11 ", terdiri dari satu
kolom kedalaman dan beberapa kolom kurva, dimana angka kedalaman membagi sumbu
panjang log dengan pembagian skala tertentu .Umumnya terdapat tiga macam kurva,
yang dikenal sebagai kolom satu, dua dan tiga dihitung dari kiri kekanan. Kolom
kedalaman memisahkan kolom satu dan dua tiap kolom bisa memuat lebih dari satu
kurva .Penyajian lain bisa saja terisi dari empat kolom kurva ditambah satu kolom
kedalaman, bahkan produk dari komputer FLIC bisa memiliki lebih banyak kolom kurva
yang terletak diatas kertas berukuran 22".
3. Skala kedalaman
Satuan kedalaman Bisa dalam kaki (feet) meter sesuai dengan satuan yang
digunakan oleh perusahaan minyak .
Log standar memiliki dua skala kedalaman, yang satu digunakan untuk kolerasi
yang satu lagi digunakan untuk interpretasi yang rinci, skala 1:1000 atau 1:500 dan skala
rinci 1:200.
4.2.2 Macam-macam log mekanik
1
2
3
Gambar 4.1 Contoh Bagian-bagian dari Log Mekanik
32
Jenis-jenis yang digunakan antara lain :
1. Log spontaneous potential (SP)
2. Log gamma ray (GR)
3. Log resistivity
4. Log densitas
5. Log neutron
6. Log sonik
1. Log Spontaneous Potential (SP)
Kurva SP merupakan suatu catatan kedalaman dari perbedaan potensial antara
elektroda permukaan dengan elektroda yang dapat bergerak di dalam lubang bor.
Pada zona lempung, kurva SP menunjukan garis lurus yang disebut "Shale Base
Line". Pada formasi yang permeable kurva SP menjauh dari garis lempung. Pada
zona permeable yang cukup tebal, kuva SP mencapai suatu garis konstan.
Dalam melakukan evaluasi formasi, log SP digunakan untuk:
1. Menentukan jenis litologi
Batuan reservoir yang permeabel dicirikan dengan adanya defleksi dari garis
dasar lempung. Defleksi tersebut dapat positif atau negatif tergantung dari harga
tahanan jenis lempur (Rmf) dan tahanan jenis formasi (Rw). Bila harga Rw lebih
kecil daripada Rmf maka defleksi kurva kearah kiri (negative) dan sebaliknya.
2. Menentukan kandungan lempung
Dimana :
Vlp : Volume lempung
Sp : Harga kurva SP dari formasi (dibaca pada log)
Ssp : Statik SP (defleksi maksimum kurva SP)
2. Log Gamma Ray (GR)
Vlp= (sp) / (ssp)
33
Log gamma ray merupakan suatu rekaman nilai dari radioaktifitas alamiah
formasi batuan, terutama radiasi yang dihasilkan oleh keberadaan unsur uranium,
thorium dan potasium alami (Asquith dan Gibson, 1982). Sebagian besar batuan-
batuan mempunyai radioaktivitas tinggi, baik batuan beku, metamorf dan sedimen.
Diantara batuan sedimen-sedimen tersebut, batulempung mempunyai nilai
radioaktifitas paling tinggi tetapi tidak semua batulempung mempunyai sifat
radioaktif dan tidak semua batuan yang mempunyai sifat radioaktif tinggi adalah
batulempung. Sehingga secara umum pada kurva log GR zona lempung akan
menunjukkan nilai tinggi. Kuarsa, sebagai komponen dasar penyusun batuan sedimen
tidak menunjukkan adanya radioaktivitas dan menyebabkan nilai kurva log GR
rendah seperti dijumpai pada batupasir.
Prinsip dari penggunaan log ini secara kuantitatif adalah untuk menentukan
volume lempung. Secara kualitatif log ini dapat digunakan untuk korelasi, data
pendukung identifikasi fasies dan analisa sikuen, serta identifikasi litologi.
3. Log Resistivitas
Log resistivitas merupakan log elektrik yang digunakan untuk :
• Mendeterminasi kandungan fluida dalam bantuan reservoir (hidrokarbon atau
air).
• Mengidentifikasi zona permeable
• Menentukan porositas
Tipe-tipe log resistivitas
Ada tipe log yang digunakan untuk mengukur resistivitas formasi yaitu log induksi
dan log elektroda.
a. Log Induksi
Log induksi hanya dapat dioperasi pada sumur yang diisi non-sal-saturated
drilling muds (Rmf > 3 rw) untuk mendapatkan harga Rt yang akurat.
Tipe-tipe log induksi yakni short normal, log induksi, dual induction focused log.
34
b. Log Elektorada
Tipe-tipe log elektroda antar lain:
• Laterlog
Laterlog didesain untuk mengukur Rt.
• Microspherically Focused Log (MSFL)
MSFL merupakan log elektroda tipe bantalan yang terfokuskan, digunakan
untuk mengukur Rxo (tahanan pada "flushed zone").
• Microlog
Microlog merupakan log elektroda tipe bantalan yang terutama digunakan
untuk mendeteksi kerak lumpur. Adanya kerak lurnpur pemboran
menunjukkan adanya invasi pada zona permeabel. Zona permeabel dicirikan
oleh adanya separasi positif pada microlog (rxo > Rmc).
• Microlateral Log (MLL) dan Proximity Log (PL)
MLL dan PL merupakan log elektroda tipe bantalan terfokuskan yang
didesain untuk mengukur Rxo.
4. Log Densitas
Log densitas merupakan suatu tipe log porositas yang mengukur densitas
elektron suatu formasi. Karena log densitas dapat mendeterminasi densitas
elektron (jumlah elektron per cm3) formasi dihubungkan dengan densitas bulk
sesungguhnya (ρb) didalam gr/cc. Harga (ρb) tergantung dari densitas matrik
batuan, porositas dan densitas fluida pengisi formasi.
Dalam melakukan evaluasi formasi sumur, log densitas berguna untuk :
• Menentukan porositas
Alat-alat pada log densitas dapat mengukur porositas total suatu formasi,
baik porositas primer maupun porositas sekunder.
• Identitas Litologi
35
Litologi dapat dideterminasikan dengan penggabungan log densitas, netron,
dan sonik dalam "cross plot", M-N (AK) atau M/D.
• Identifikasi adanya kandungan gas
Adanya gas dalam suatu formasi, dapat dideteksi dengan menggunakan
gabungan log densitas dan log netron. Adanya sparasi positif (rD > 'rN) yang
lebar antara log densitas dan log netron menunjukkan kandungan gas.
• Mendeterminasi densitas hidrokarbon
Dengan menggunakan chart CP-10 maka densitas hidrokarbon formasi dapat
ditentukan.
Tipe-tipe log densitas antar lain :
a. Log Neutron
Log netron merupakan tipe log porositas yang mengukur konsentrasi ion hidrogen
dalam suatu formasi. Di dalam formasi bersih porositas diisi air atau minyak, log
netron mencatat porositas yang diisi cairan.
Dalam pekerjaan evaluasi log, log netron berguna untuk :
• Menetukan porositas
• Identifikasi litologi
• Identifikasi adanya gas
b. Log Sonik
Log Sonik merupakan suatu log yang mengukur interval waktu lewat (∆t) dari
suatu gelombang suara kompressional untuk melalui satu feet formasi. . Interval
waktu lewat (∆t) dengan satuan mikrodetik per kaki merupakan kebalikan
kecepatan gelombang suara kompressional (satuan feet per detik). Harga (∆t)
tergantung pada litologi dan porositas.
Dalam suatu evaluasi formasi, log sonik berguna untuk :
• Menentukan porositas
36
Log Sonik dapat mengukur harga kesarangan primer namun tidak dapat
mengukur porositas sekunder.
• Identifikasi litologi
Litologi dapat dideterminasikan dengan penggabungan log densitas, netron
dan sonik dalam "cross plot", M-N (AK) atau M/D.
4.2.3 Analisis Petrofisik
Analisis petrofisika adalah hal terpenting untuk mengetahui karakteristik dari
lapisan reservoar “A”, dengan analisis ini diketahui besarnya Vshale, porositas, saturasi
air, dan resistivitas air.
1. Penentuan Volume Shale (Vsh)
Untuk mendapatkan volume shale terlebih dahulu harus diketahui Gamma Ray
Indeksnya (IGR)
Dimana : IGR = Indeks gamma ray
Vsh = Volume shale (lempung)
GR log = harga kurva GR formasi (dibaca dari log GR)
GR min = harga log GR minimum (zona bersih)
GR max = harga log GR maksimum (lempung)
2. Penentuan Harga Porositas (Φ)
Porositas dapat didefinisikan sebagai persentase rongga dalam batuan
dibandingkan dengan volume batuan (Asquith,1982).
Vsh = 0,33 [2(2 x IGR
) – 1.0]
37
Dalam penentuan porositas berdasarkan analisis log maka digunakan beberapa
jenis log yaitu :
a. Berdasarkan log sonic, (menurut Wyllie,1958)
Dimana : ФS = Porositas sonik zona yang diteliti
∆tlog = interval transit time of formation
(pembacaan kurva DT)
∆tma = Waktu tempuh gelombang suara dalam matriks batuan
∆tf = Waktu tempuh gelombang suara dalam fluida
(fresh mud = 189, salt mud = 185)
b. Berdasarkan log density
Dimana : ρma = Densitas matriks batuan
2.65 untuk batupasir
2.71 untuk batugamping
2.87 untuk dolomit
ρb = Densitas bulk batuan (kenampakan RHOB dari log)
ρf = Densitas fluida
1,0 untuk lumpur tawar
1,1 umtuk lumpur garam
38
c. Berdasarkan log neutron
Dimana : ФNc = Porositas neutron clay terdekat
ФN = Porositas neutron tak terkoreksi
Vlp = Volume lempung
d. Berdasarkan log density dan neutron
Dimana : ФNcorr = Porositas neutron terkoreksi
ФDcorr = Porositas densitas terkoreksi
ФN-D = Porositas density neutron tak terkoreksi
ФNclay = Porositas neutron shale terdekat
Vsh = Volume shale
Tabel 4.3 Klasifikasi pemerian porositas (Koesoemadinata, 1980)
Porositas (%) Klasifikasi 0 – 5 Dapat diabaikan (negligible) 5 – 10 Buruk (poor)
10 – 15 Cukup (fair) 15 – 20 Baik (good) 20 – 25 Sangat baik (very good)
>25 Istimewa (excellent)
39
3. Tahanan Jenis air Formasi (Rw)
Tahanan jenis air formasi merupakan tahanan jenis air yang terdapat dalam
formasi sebelum formasi tersebut ditembus oleh bit pemboran.
Tahanan jenis air foramsi (Rw) dapat ditentukan dengan berbagai cara:
a. Metode Rwa
Dalam suatu zona yang bersih berlaku:
Dimana: Rw = Tahanan jenis air formasi
Rt = Tahanan formasi yang sesungguhnya (pembacaan kurva ILD)
a = Faktor perbandingan (0,8 untuk batuan lunak dan 1 untuk
batuan keras)
m = Faktor sementasi: 2
b. Metode SP
Dalam suatu zona bersih yang basah berlaku:
Dimana: Sp = Harga kurva Sp dari formasi
K = Suhu (faktor dasar)
Rmfe = Ekuivalen tahanan jenis cairan lumpur
Rwe = Ekuivalen tahnan jenis formasi
4. Penentuan Harga Saturasi Air (Sw)
Saturasi air sangat penting dalam proses analisis log, dikarenakan saturasi air
tersebut sangat menentukan jumlah hidrokarbon yang terkandung dalam ruang
Rw = Φm . Rta
Sp = - K log RmfeRwe
40
pori batuan. Saturasi hidrokarbon dapat diperoleh dengan menggunakan
persamaan saturasi air menurut
a. (Simandoux,1963)
b. Rumus Archie, metode pintas
Dimana :
Sw : saturasi air tak terinvasi pada volume shale terkoreksi
Rw : resistivitas air
Rt : resistivitas sebenarnya
Ф : porositas terkoreksi untuk shale
Vsh : volume shale
Rsh : resistivitas shale terdekat
4.3 Korelasi Log
Korelasi dapat diartikan sebagai unit stratigrafi dan struktur yang mempunyai
persamaan waktu, umur dan posisi stratigrafi. Korelasi ini digunakan untuk keperluan
dalam pembuatan penampang dan peta bawah permukaan (subsurface map and cross-
section).
Korelasi melibatkan aspek seni dan ilmu, yaitu memadukan persamaan pola dan
prinsip geologi, termasuk dalam proses pengendapannya dan lingkungannnya,
pengukuran log, dasar teknik reservoir, serta analisa kuantitatif dan kualitatif.
Sw= ΦmxR
41
Data yang digunakan dalam korelasi sumur adalah berupa wireline log (terutama
log spontaneous potensial, log gamma ray, dan log resistivity) dan seismik.
Maksud dilakukan korelasi adalah untuk mengetahui dan merekonstruksi kondisi
bawah permukaan, baik kondisi struktur maupun stratigrafi. Korelasi sendiri dapat dibagi
menjadi dua yaitu korelasi organik dan korelasi anorganik
Tujuan korelasi antar sumur adalah untuk :
1. Mengetahui dan merekonstruksi kondisi geologi bawah permukaan (struktur dan
stratigrafi) serta mengetahui penyebaran lateral maupun vertikal dari zona
hidrokarbon (penentuan cadangan).
2. Merekonstruksi paleografi daerah telitian pada waktu geologi tertentu, yaitu dengan
membuat penampang stratigrafi.
3. Menafsirkan kondisi geologi yang mempengaruhi pembentukan hidrokarbon, migrasi
dan akumulasinya.
4. Menyusun sejarah geologi.
Dalam korelasi dikenal 2 macam metode yaitu organik dan anorganik. Metode
organik atau paleontologi adalah metode korelasi dengan menggunakan fosil. Fosil yang
digunakan adalah fosil penunjuk yang mempunyai persamaan evolusi. Sedangkan
metode anorganik menggunakan kesamaan litologi atau urutan dari stratigrafinya.
1. Korelasi organik
Korelasi ini secara umum dilakukan berdasarkan kandungan fosil yang terdapat
pada suatu lapisan. Dalam hal ini yang dikorelasikan adalah puncak terdapatnya
suatu fosil atau mulai terdapatnya suatu fosil. Berdasarkan fosil yang dipakai dibagi
menjadi empat, yaitu :
a. Berdasarkan fosil penunjuk (fosil indeks).
b. Berdasarkan kesamaan perkembangan fosil yang diakibatkan oleh perubahan
lingkungan hidup.
c. Berdasarkan persamaan derajat evolusi.
42
d. Berdasarkan derajat kesamaan fosil yang terdapat dalam batuan. Dengan batasan
minimal 40% dari jumlah fosil yang ditemukan dalam batuan.
2. Korelasi anorganik
Korelasi ini dilakukan dengan membandingkan unsur kesamaan litologi (urutan
stratigrafi). Metode ini sering dilakukan, adapun macamnya adalah :
a. Memakai lapisan petunjuk ( key bed dan marker bed ).
Lapisan ini mempunyai penyebaran lateral yang luas, mudah dikenal baik dari
data singkapan, serbuk bor, inti bor pemboran ataupun data log mekanik,
penyebaran vertikal dapat tipis ataupun tebal. Lapisan yang bisa dijadikan key
bed antara lain : abu vulkanik, lapisan tipis batugamping, lapisan tipis serpih
(shale break) dll.
b. Horizon dengan karaktersitik tertentu karena perubahan kimiawi dari massa air
akibat perubahan pada sirkulasi air samudra seperti zona-zona mineral tertentu
c. Korelasi dengan cara meneruskan bidang refleksi pada penampang seismik.
d. Korelasi atas dasar persamaan posisi stratigrafi baatuan.
e. Korelasi atas dasar aspek fisik/liologis. Metode korelasi ini merupakan metode
yang sangat kasar dan hanya akurat diterapkan pada korelasi jarak pendek.
f. Korelasi atas dasar horizon siluman (phantom horizon).
g. Korelasi atas dasar maksimum flooding surface.
Maximum flooding surface merupakan suatu permukaan yang memisahkan
lapisan yang lebih tua dari lapisan yang lebih muda yang menunjukan adanya
peningkatan kedalaman air secara tiba-tiba.
Pemilihan bidang datum dilakukan sebelum pengkorelasian antar sumur. Bidang
datum ini akan dipakai untuk menggantungkan seluruh penampang sumur yang diteliti.
Bidang datum ini harus merupakan suatu lapisan yang diyakini kebenarannya dan dapat
ditemui disetiap sumur, dan tentu saja mudah dikenali dari bentuk konfigurasi log-
lognya. Untuk mempermudah pengkorelasian efektifitas dan efisiensi kerja, maka
43
pemilihan bidang datum sebaiknya berdekatan dengan lapisan ataupun formasi yang
akan diteliti yang kemungkinan untuk ditemukannya hidrokarbon relatif besar.
Prosedur korelasi :
1. Menentukan horison korelasi dengan cara membandingkan log mekanik dari
suatu sumur tertentu terhadap sumur dan mencari bentuk-bentuk atau pola-pola
log yang sama atau hampir sama.
2. Selanjutnya dilakukan pekerjaan menghubungkan bentuk-bentuk kurva yang
sama/hampir sama dari bagian atas kearah bawah secara kontinyu. Korelasi
secara top down dihentikan jika korelasi tidak bisa dilakukan lagi. Kemudian
korelasi dilakukan secara bottom up. Adanya zona-zona yang tidak bisa
dikorelasikan dapat ditafsirkan karena pengaruh struktur (patahan,
ketidakselarasan) atau stratigrafi (pembajian, channel fill, pemancungan,
perubahan fasies).
3. Setelah korelasi selesai dilakukan akan didapatkan penampang melintang, baik
penampang struktur ataupun penampang stratigrafi. Dalam pembuatan
penampang struktur datum diletakkan pada posisi seperti keadaan saat ini
(biasanya sea level sebagai datum).
4.4 Seismik
Metode seismik merupakan cabang geofisika yang dapat digunakan untuk
memperoleh informasi tentang sifat fisik batuan yang membentuk kulit bumi sampai
analisa struktur dan keadaan stratigrafi bawah permukaan.
Interpretasi seismik dalam eksplorasi minyak dan gas bumi adalah untuk
menentukan ketebalan suatu lapisan batuan, struktur geologi, stratigrafi dan penyebaran
lapisan batuan, yang akhirnya dipergunakan untuk menggambarkan struktur bawah
permukaan dalam bentuk peta struktur (sturucture map) dan peta ketebalan (isopach map
atau isochron map).
Energi yang dihasilkan dari sumber dan dipancarkan ke dalam bumi sebagai
gelombang seismik, pada saat bertemu dengan bidang perlapisan yang berfungis sebagai
44
reflector, akan memantulkan kembali ke permukaan dan kemudian dideteksi oleh
geophone yang terekam di permukaan bumi. Pemantulan ke permukaan tergantung pada
litologi, umur, kedalaman, densitas, porositas, kandungan fluida, dll.
Jenis seismik ada dua macam, yaitu seismik bias (refraction) dan seismik pantul
(reflection).
1. Seismik bias (refraction)
Seismik refraksi digunakan untuk penelitian geologi atau geofisik yang dangkal
(< 30 km). Adapun faktor–faktor yang mempengaruhi kecepatan rambat seismik
refraksi adalah :
a. Densitas batuan
b. Ketebalan elastik media
c. Jenis batuan
d. Porositas dan permeabilitas
e. Fluida yang mengisi pori – pori batuan
f. Umur batuan
2. Seismik pantul (reflection)
Seismik refleksi digunakan untuk penelitian yang dalam (> 30 km). Karena hal
ini lebih efektif sehingga seismik refleksi dapat mencapai inti bumi bagian dalam
(inner core). Faktor–faktor yang mempengaruhi kecepatan rambat gelombang
seismik pantul sama dengan seismik bias.
Tujuan terpenting dalam interpretasi seismik adalah mengolah data seismik
manjadi informasi geologi sebanyak mungkin, terutama dalam bentuk struktur-struktur
geologi. Untuk itu diperlukan pengalaman dalam membaca pola-pola seismik yang
menunjukan adanya patahan, lipatan dan kondisi stratigrafi tertentu.
Untuk mengungkapkan fenomena data seismik pantul dalam arti geologi, seorang
interpreter harus menguasai faktor data dan penguasaan ilmu geologi. Langkah-langkah
yang diambil untuk interpretasi penampang seismik pada prisipnya meliputi :
45
1. Korelasi dengan sumur pengikat (tie well)
adalah untuk membandingkan horizon/garis pada penampang seismik dengan
formasi yang telah diketahui kedalamannya dari sumur pemboran. Harga
kedalaman yang diukur, dari sea level sebagai datum.
2. Penentuan horison yang dipetakan
Horison seismik yang ditentukan, sebaiknya pada atau berdekatan dengan lapisan
yang diperkirakan produktif atau mewakili parameter marker stratigrafi, dan
horison tersebut menerus sepanjang lintasan. Bila horison hanya bersifat lokal,
harus dicarikan horison lainnya, yang penyebaran menerus.
3. Tracing atau mengikuti lapisan yan dipetakan sepanjang penampang seismik dan
diberi warna tertentu.
Dalam tracing harus dikenali adanya patahan dari gejala-gejala nampak pada
penampang seismik, seperti adanya pergeseran horison dan sebagainya.
4. Seluruh garis seismik yang telah di-trace, harga TWT (two way time) yang
didapatkan, plot pada peta dasar lintasan seismik. Titik-titik yang sama nilainya
dihubungkan dengan membentuk garis kontur.
Dari hasil interpretasiyang dibuat, akan menghasilkan peta-peta sebagai berikut:
1. Peta struktur (structure map), contoh : peta struktur top formasi
2. Peta ketebalan (isochrone map atau isopach map)
• Isochrone map (dalam waktu atau TWT)
• Isopach map (dalam meter atau feet)
seorang interpreter juga harus mengetahui stratigrafi seismik dalam menganalisa
data seismik. Stratigrafi seismik adalah cabang dari seismik yang mempelajari pola
pengendapan berdasarkan data seismik (Gambar 4.2). Kenampakkan yang dipakai dalam
analisa seismik adalah :
1. Terminal yang dipakai dalam analisa seismik stratigrafi adalah :
• Onlap
46
• Downlap
• Toplap
• Erosionaltruncation dll.
2. Karakter reflektor seismik
• Kontuinitas
• Flat
• Dipping
• Cliniform dll
4.5 Pemetaan Bawah Permukaan
Pada prinsipnya pemetaan bawah permukaan sama dengan pemetaan pada
permukaan, hanya terdapat beberapa perbedaan yang agak mencolok. Pada pemetaan
permukaan kita berhadapan dengan satu bidang permukaan dan yang dipetakan adalah
sifat–sifat/ keadaan geologi/ topografi yang dimanifestasikan pada bidang permukaan
tersebut.
Suatu hal yang khas dari peta–peta bawah permukaan adalah sifat kuantitatif dari
peta–peta tersebut. Sifat kuantitatif itu dinyatakan dengan apa yang dinamakan garis iso
Gambar 4.2 Terminasi reflector seismic (Allen,1999)
47
atau secara populer disebut garis kontur. Garis ini menyatakan titik–titik yang
mempunyai nilai sama, terutama nilai kuantitatif dari suatu gejala atau sifat tertentu yang
terdapat suatu bidang permukaan (perlapisan) atau dalam interval antar dua bidang
permukaan/perlapisan.
Nilai dari gejala tersebut dapat berupa :
1. Kedalaman suatu lapisan terhadap permukaan laut (kontur struktur)
2. Kedalaman suatu permukaan (bidang ketidakselarasan, basement (isolath)
3. Ketebalan suatu interval antar dua bidang.
4. Ketebalan total lapisan–lapisan batuan tertentu dalam suatu interval (isolith).
5. Persentase ketebalan total lapisan–lapisan batuan tertentu dalam suatu interval
perlapisan (iso presentase).
6. Perbandingan (ratio) ketebalan total suatu lapisan batuan tertentu terhadap
ketebalan lapisan lain (iso ratio).
Yang dimaksud dengan pemetaan geologi bawah permukaan adalah peta yang
dibuat khusus berdasarkan data hasil pemboran eksplorasi minyak bumi. Namun dewasa
ini dengan majunya metode–metode processing geofisik terutama metode seismik,
banyak pula peta–peta bawah permukaan yang dibuat berdasarkan data seismik. Sering
peta struktur berkontur dibuat berdasarkan atas hasil refleksi seismik, dan karena
kedalaman-kedalaman yang didapatkan masih bersifat interpretatif, berupa kedalaman
waktu. Garis-garis demikian dinamakan “isochron” .
4.5.1 Prinsip Penggambaran Garis Kontur
Penggambaran garis kontur merupakan suatu operasi teknik mekanistik yang
harus dibimbing oleh pemikiran geologi dan apresiasi estetika.
1. Prinsip interpolasi/prinsip titik kontrol, garis kontur dengan nilai tertentu
digambarkan diantara titik–titik kontrol. Nilai garis kontrol harus berada diantara
nilai yang tercantum pada kedua titik kontrol.
48
2. Prinsip ekstrapolasi atau prinsip keseragaman antara (spacing), penggambaran
garis kontur dapat diteruskan diluar titik kontrol dengan memelihara keseragaman
spacing dan bentuk.
3. Garis kontur tidak mungkin bercabang, hal ini merupakan prinsip dari segi
estetika. Jika keadaan memaksa demikian gambarkan dua garis kontur dengan
nilai yang sama sejajar dan berdekatan.
4. Garis kontur tidak mungkin berpotongan (dengan pengecualian), ini adalah akibat
pada point 3.
5. Satu garis kontur tidak dapat bertindak sebagai nilai maksimum, dimana dalam
kedua belah arah nilai garis kontur bersama–sama meningkat atau bersama–sama
menurun. Dalam keadaan demikian selalu harus digambarkan dua garis kontur
dengan nilai sama.
6. Prinsip keseragaman bentuk, dari segi estetika dan geologi penarikan garis kontur
dibimbing sedemikian rupa sehingga bentuknya serupa, seragam, atau subpararel.
Sesuaikan dengan bentuk geologi (struktur, ketebalan sedimen).
7. Sesuaikan bentuk garis kontur dengan bentuk ideal geologi yang dipetakan. Jika
ada yang dipetakan adalah struktur geologi atau bentuk tektonik, maka harus
dapat membayangkan bentuk-bentuk lipatan, struktur, antiklin, sumbu-sumbu
lipatan, patahan dsb yang akan membimbing kita dalam memberikan bentuk pada
garis kontur.
4.5.2 Pembuatan Peta Bawah Permukaan
antara lain
1. Peta Top Struktur
Peta ini menunjukkan penyebaran puncak suatu lapisan di bawah permukaan.
Peta ini didapatkan dengan mencantumkan “meter bawah permukaan laut” (mbpl)
top lapisan pada setiap sumur. Nilai-nilai sebagai acuan membuat kontur struktur.
49
2. Peta Gross Isopach
Mekanisme pembuatan peta gross isopach sama dengan pembuatan peta top
struktur, namun data yang digunakan dalam pembuatan peta ini adalah ketebalan
dari suatu lapisan. Dengan demikian peta gross isopach tidak berhubungan
dengan ketinggian atau kedalaman tetapi peta ini menggambarkan penyebaran
tebal tipisnya lapisan.
3. Peta Net Isopach
Peta ini menggambarkan akumulasi ketebalan batupasir yang ada dalam suatu
lapisan. Sama halnya dengan peta gross isopach, peta ini tidak berhubungan
dengan ketinggian melainkan menggambarkan ketebalan.
4. Peta Horison
Informasi yang dapat dilihat pada peta horison adalah pola penyebaran lapisan
yang ditunjukkan oleh kontur struktur, penyebaran ketebalan batupasir yang
ditunjukkan dengan kontur net isopach dan batas minyak air/oil water contact
(OWC) ataupun oil down to (ODT). Dengan demikian peta horison merupakan
gabungan dari peta top struktur dan peta net isopach.
5. Peta Net Pay
Peta ini menggambarkan ketebalan batupasir yang mengandung hidrokarbon.
Lain halnya dengan peta net isopach yang menginformasikan ketebalan batupasir
secara keseluruhan.
4.6 Perhitungan Cadangan Hidrokarbon
Metode perhitungan cadangan dalam dunia perminyakan adalah jumlah
kandungan hidrokarbon yang terdapat di dalam reservoir. Berdasarkan nilainya,
cadangan digolongkan dalam :
50
1. Cadangan Minyak mula – mula di Reservoir (STOIIP)
Adalah jumlah cadangan minyak pada reservoir secara keseluruhan sebelum
diproduksikan, biasa ditulis dengan STOIIP.
2. Cadangan Minyak Yang Dapat Terambil (Recoverable Reserve)
Cadangan minyak ekonomis adalah jumlah cadangan minyak yang terdapat pada
reservoir yang bisa diproduksikan, biasa dinotasikan RR.
Perbandingan antara cadangan minyak ekonomis dengan cadangan minyak mula–
mula disebut sebagai recovery factor, secara matematis adalah :
Metode Perhitungan Cadangan
Secara umum perhitungan cadangan Secara umum perhitungan cadangan dapat
dilakukan dengan 3 metode, yaitu :
• Metode Volumetrik.
• Metode Material Balance.
• Metode Decline Curve (Curva penurunan produksi).
1. Penentuan Cadangan Minyak dan Gas dengan Metode Volumetris
Pada metode ini perhitungan didasarkan pada persamaan volume, data–data yang
menunjang dalam perhitungan cadangan ini adalah porositas dan saturasi
hidrokarbon, persamaan yang digunakan dalam metode volumetrik adalah :
RF = X 100%
RR
STOIIP
Atau
STOIIP = X (STB)
7758 x Vb x ø x Sh BOI
STOIIP = X (STM3)
Vb x ø x Sh BOI
51
Dimana :
STOIIP = Volume hidrokarbon mula-mula (a) STB atau (b) STM3
Vb = Volume reservoir, (a) acre-ft atau (b) m3
Ø = Porositas batuan
Sh = Hidrokarbon saturasi
Boi = Faktor volume formasi minyak mula–mula (a) BBL/STB atau (b) m3/STM
7758 = Konstanta konversi, BBL/acre-ft. Sedangkan cadangan minyak yang dapat terambil adalah :
RR = STOIIP x RF Dimana :
STOIIP = Volume hidrokarbon mula–mula, STB atau STM3
RR = Cadangan hidrokarbon yang dapat diambil, STB atau STM3
RF = Harga Recovery Factor.
Sedangkan untuk Gas yaitu :
Dimana :
IGIP = Volume gas mula–mula ( STB )
Vb = Volume reservoir, (a) acre-ft atau (b) m3
ø = Porositas batuan
Sh = Hidrokarbon saturasi
BG =Faktor volume formasi gas mula–mula (a) BBL/STB atau (b)
m3/STM.
43560 = Konstanta konversi, BBL/acre-ft.
IGIP =43560 x Vb x x 1-SwΦ
BGI
52
2. Volume Bulk Reservoir
Dalam perhitungan volume reservoir dibutuhkan data berupa net pay area dan alat
planimeter, dimana alat planimeter akan dapat mengukur luas masing–masing kontur
ketebalan yang ada pada peta net pay area. Kemudian dari bentuk kontur yang ada
pada peta tersebut, dapat digambarkan bentuk reservoir. Untuk menghitung volume
reservoir, ditentukan dengan dua cara pryramidal dan cara trapezoidal.
a. Cara Pyramidal
Metode ini digunakan bila harga perbandingan antara kontur yang berurutan
kurang atau sama dengan 0,5 atau An + 1/ An < 0,5
Dimana persamaan yang digunakan :
b. Cara Trapezoidal
Metode ini digunakan bila harga perbandingan antara luas kontur yang berurutan
lebih dari 0,5 atau An + 1/ An > 0,5
Persamaan yang digunakan :
Dimana :
Vb : Volume Bulk (m3)
H : Inteval garis–garis net pay area (m)
An : Luas daerah yang di batasi oleh net pay terendah (m2)
An+1 : Luas daerah yang dibatasi oleh garis net pay diatasnya (m2)
Vb = h3
x An + An + 1 + √ An x An+1
Vb = h2
x An + An + 1
53
BAB 5
PENYAJIAN DATA
Studi yang akan dilakukan dalam penelitian merupakan studi analisis obyektif
yang diperoleh selama penelitian berlangsung yang akan digunakan sebagai dasar
interpretasi. Penyajian data penelitian secara lengkap dan sistematis merupakan salah
satu faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan suatu penelitian. Dalam metode
penyajian data sangat membutuhkan kemampuan individu untuk mengolahnya dimana
haruslah didukung dengan teknologi dan informasi, dasar teori yang kuat untuk
mengembangkan dan menyelesaikan permasalahan dalam penelitian, serta kelengkapan
data yang disajikan dalam penelitian.
5.1.Data Primer
5.1.1 Data Log
Data log sumur dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui litologi
penyusun lapisan, lingkungan pengendapan, sifat-sifat petrofisik dan untuk menentukan
karekterisasi suatu lapisan batuan. Data log ini juga nantinya dilakukan korelasi antar
sumur baik korelasi stratigrafi serta korelasi struktur yang bertujuan untuk mengetahui
kondisi bawah permukaan. Data sumur berupa nilai log Gamma ray (GR), log Resistivity
(log ILD), log Sonic (log DT) (Gambar 5.2). Penelitian ini menggunakan enam data log
sumur yaitu : log sumur K-1, A-1, W-1, T-1, MS-1, JS-1 (Gambar 5.1).
54
-1000
-1100
-1200
-1300
-1400
-1500-1600
-1700
-1800
-1900-2000
-2100-2200
-2300-2400
-2500-2600
-2700
-2800
-2900
-3000-3100
-3200
30003100
3200
3300
1000
1100
12001300
1400
1500
1600
1700
18001900
2000
2100
22002300
2400
2500
2600
2700
2800
2900
Gambar 5.1 Basemap sumur lapangan “JULIA” (Bp Indonesia)
Gambar 5.2 Contoh log sumur W-1
55
5.1.2 Data Seismik
Tujuan utama dari data interpretasi seismik untuk mengetahui gambaran lapisan-
lapisan batuan bawah permukaan dengan melakukan picking horison (Gambar 5.4) yang
nantinya akan menghasilkan peta bawah permukaan. Dari data seismik ini dapat
diketahui struktur geologi, stratigrafi dan penyebaran lapisan batuan, yang akhirnya
untuk menggambarkan struktur bawah permukaan dalam bentuk peta struktur waktu
(struktur time map) dan peta ketebalan (isopach map atau isochron map) serta pola
pengendapan maupun nilai yang lain khususnya yang berhubungan dengan seismik. Pada
daerah telitian, terdapat 23 line seismik yang dapat dianalisis (Gambar 5.3).
Gambar 5.3 Basemap line seismic (BP Indonesia)
56
5.1.3 Data Cutting
Data cutting digunakan untuk membantu dalam menentukan jenis litologi, dan
menentukan lingkungan pengendapan. Data cutting yang digunakan berasal dari satu
sumur yaitu, sumur JS-1 dari kedalaman 10,452–14,350 feet (Gambar 5.5).
Gambar 5.4 Contoh data seismik yang melewati sumur W-1
Basement
Base F.Kais Top F.Kais
OnlapTop F.Klasafet
S N
57
Gambar 5.5 Data cutting pada sumur JS-1
5.1.4 Data Petrofisik
Berisi data numerik dari nila-nilai log pada tiap-tiap sumur dimana data tersebut
digunakan dalam menghitung besarnya harga porositas efektif dan porositas total, harga
SW dari zona produktif pada sumur-sumur telitian akhirnya akan menghitung besarnya
cadangan hidrokarbon. Selain itu hasil dari perhitungan SW ini digunakan untuk
menentukan jenis fluida yang terdapat pada daerah telitian, dimana berpengaruh terhadap
perhitungan cadangan hidrokarbon.
58
5.2.Data Sekunder
5.2.1 Jurnal-Jurnal Perusahan dan Laporan Hasil Produksi
Data sekunder merupakan data tambahan yang digunakan untuk mendukung data
primer, data sekunder yang diperoleh berupa jurnal–jurnal atau referensi-referensi
perusahaan, yang berfungsi untuk mengetahui geologi regional daerah telitian.
Disamping itu, diperoleh laporan-laporan hasil produksi dan hasil tes lapangan yakni
berupa data well file report (final well report, final geological report, hydrocarbon
source profil). Data ini berfungsi untuk mengetahui stratigrafi daerah telitian yang
mencakup formasi, umur formasi, litologi penyusun, lingkungan pengendapan dll.
5.2.2 Data Bgi
Data ini merupakan data penunjang yang digunakan untuk pehitungan cadangan.
Data Bgi pada daerah telitian adalah 261 didapat dari dareah Vorwata pada kedalaman
12.000ft - 14.000ft.
59
BAB 6
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan pada lapangan ”JULIA” yang termasuk dalam Cekungan
Bintuni daerah Propinsi Papua. Penelitian dilakukan pada 6 sumur yang terdapat pada
daerah telitian.
Pada analisis dan pembahasan yang dilakukan pada bab ini, peneliti telah
melakukan beberapa analisis dan interpretasi antara lain analisis data serbuk bor
(cutting), analisis sumur (wireline log), analisis data seismik serta pembuatan peta bawah
permukaan.
Data log yang digunakan dalam analisis adalah gamma ray (GR), resisitivity
(ILD), serta sonik (DT). Data log ini digunakan dalam 2 analisis yaitu analisis kuantitatif
dan analisis kualitatif. Untuk analisa kualitatif berupa penentuan jenis litologi,
kandungan fluida interpretasi lingkungan pengendapan, korelasi. Sedangkan untuk
analisis kuntitatif merupakan analisis petrofisik yang meliputi kandungan lempung dalam
batuan (Vsh), porositas (Ф), resistivitas air (Rw) dan saturasi water (Sw).
6.1 Analisis Data Cutting
Penggunaan data serbuk bor atau cutting untuk menentukkan karekteristik
reservoar berupa litologi penyusun serta lingkungan pengendapan. Deskripsi cutting
dilakukan dengan mengamati kenampakan serbuk bor, yang meliputi; jenis batuan,
warna, tekstur (ukuran butir, sortasi, dan sebagainya), komposisi semen dan matriks,
struktur sedimen, kandungan fosil, aksesoris mineral dan fragmen batuan.
Pada analisa cutting, yang dilakukan pada sumur JS-1 menunjukan litologi yang
dominan pada lapisan telitian yang merupakan Formasi Kais adalah batugamping
mudstone hingga grainstone (Gambar 5.5).
• Interval 3185-3353m, terdapat perselang selingan antara batupasir dengan
batulempung.
60
• Interval 3374-4127m, terdapat serpih, batugamping dan sedikit lapisan dolomit.
• Interval 4146-4175m, terdapat perselang-selingan antara serpih dengan
batugamping. Terdapat foraminífera bentonik.
• Interval 4176-4379m, terdapat perselang selingan antara batugamping mudstone,
batugamping wackstone, batugamping packstone, batugamping grainstone
(klasifikasi Dunham,1962).
Dari data cutting diatas pada interval 3185-3353m, terdapat perselang selingan
antara batupasir dan batulempung. Dari litologi penyusun yang ada dapat
dinterpretasikan bahwa lingkungan pengendapannya berupa lingkungan darat-transisi
dimana masih dipengaruhui detritus atau material darat.
Pada interval 3374-4175m terdapat litologi berupa serpih dengan fosil berupa
foraminifera bentonik, Dimana fosil ini merupakan ciri dari endapan lingkungan laut
dalam.
Pada interval 4176-4379m dapat diinterpretasikan adanya arus lemah hingga
sedang yang ditandai oleh hadirnya batugamping mudstone hingga wackstone. Kemudian
adanya fase pendangkalan yang ditunjukan oleh batugamping packstone hingga
grainstone yang menunjukan energi pengendapan yang tinggi. Disamping itu, terdapat
fosil berupa Foram, algae, coral, bryzoa dll. Dari hasil interpretasi tersebut dapat
disimpulkan bahwa lingkungan pengendapann berupa laut dangkal.
6.2 Analisis Data Log (Wireline Log)
Dari data log pada tiap sumur yang ada, dapat dilakukan beberapa analisis berupa
analisis kulitatif yang terdiri dari interpretasi litologi, penentuan kandungan fluida serta
penentuan lingkungan pengendapan. Analisa yang digunakan sebanyak 5 sumur pada
daerah telitian yaitu sumur K-1, A-1, W-1, T-1, JS-1. Dari kelima sumur ini dihubungkan
dengan sebuah lintasan korelasi yang berarah Baratlaut-Tenggara (Gambar 5.1).
.
61
6.2.1 Analisis Kualitatif
6.2.1.1 Sumur K-1
• Identifikasi Litologi
Sumur K-1 terletak disebelah barat daerah telitian. Formasi Klasafet pada sumur
ini berada pada kedalaman 2340-2453 m sedangkan Formasi Kais pada
kedalaman 2453-2627 m. Berdasarkan corak kurva log pada sumur K-1, dapat
diintepretasikan terdapat litologi berupa batugamping yang ditandai dengan
kenampakan kurva gamma ray yang condong ke kiri dengan nilai GR lebih kecil
sedangkan pada kurva resistivity lebih condong ke kanan dengan nilai ILD yang
besar. Pada interval 2400-2490 m terdapat lapisan serpih, hal ini dapat dilihat
dari nilai kurva GR dan ILD relatif sedang dan menunjukan kenampakan yang
sama antara log GR dan ILD, sedangkan pada log sonik nilai DT semakin besar
atau condong ke kiri. Litologi batugamping merupakan litologi penyusun dari
Formasi Kais sedangkan litologi serpih merupakan litologi penyusun dari
Formasi Klasafet. (Gambar 6.1)
• Interpretasi Lingkungan Pengendapan
Berdasarkan litologi penyusun pada sumur K-1 dapat diinterpretasikan
lingkungan pengendapan berupa lingkungan laut dangkal. Hal ini dapat dilihat
dengan hadirnya lapisan batugamping yang menunjukan pengendapan pada
lingkungan laut dangkal.
62
6.2.1.2 Sumur A-1
• Identifikasi Litologi
Sumur A-1 berada di sebelah timur sumur K-1 dari daerah telitian. Pada sumur
ini kedalaman dari Formasi Klasafet pada interval 2509-2573m sedangkan
Formasi Kais pada kedalaman 2573-2653m. Sama halnya dengan
mengidentifikasi litologi pada sumur K-1, dengan pembacaan corak kurva log
pada sumur A-1, didapat corak yang hampir sama. Dimana pada 2540-2653m
terdapat batugamping dengan nilai GR yang kecil (condong ke kiri) sedangkan
pada log resistivitas bernilai besar (condong ke kanan) dan nilai log sonik relatif
kecil (condong ke kiri). Disamping itu, pada kedalaman 2450-2540m,
mengidentifikasikan litologi berupa serpih yang merupakan penyusun dari
Formasi Klasafet. (Gambar 6.2)
• Interpretasi Lingkungan Pengendapan
Berdasarkan litologi yang ada pada sumur A-1, dapat diinterpretasi lingkungan
pengendapan Formasi Kais berupa lingkungan laut yaitu laut dangkal.
Gambar 6.1 Interpretasi log pada sumur K-1
63
Identifikasi ini berdasarkan adanya batugamping yang merupakan ciri dari
endapan laut dangkal.
6.2.1.3 Sumur W-1
• Identifikasi Litologi
Sumur W-1 terletak di sebelah timur dari sumur K-1 dan A-1. Pada sumur ini
Formasi Klasafet berada pada kedalaman 2771-2981 m sedangkan Formasi Kais
pada kedalaman 2981-3361 m. Berdasarkan kenampakan corak kurva log pada
sumur ini didapat 3 litologi yang diidentifikasi yaitu batulempung pada interval
2600-2710 m yang merupakan litologi penyusun dari Formasi Steenkool yang
berumur Plio-Pleistosen. Serpih yang merupakan litologi penyusun dari Formasi
Klasafet dan lapisan batugamping pada Formasi Kais. Untuk identifikasi serpih
dan batugamping, kenampakan log kurva pada sumur bentukannya hampir sama
dengan kenampakan log kurva seperti sumur K-1 dan A-1. Sedangkan litologi
batulempung kenampakan log kurva sedikit berbeda yaitu pada kurva log GR
bernilai besar jika dibandingkan dengan nilai GR pada batugamping dan serpih.
Gambar 6.2 Interpretasi log pada sumur A-1
64
Hal ini disebabkan karena sifat radioaktif dari batulempung sangat tinggi
sehingga menunjukan kurva log yang lebih condong ke kanan (Gambar 6.3).
• Interpretasi Lingkungan Pengendapan
Berdasarkan litologi yang telah diidentifikasi, maka dapat diinterpretasikan
bahwa lingkungan pengendapan Formasi Kais pada sumur W-1 berupa laut
dangkal.
6.2.1.4 Sumur T-1
• Identifikasi Litologi
Sumur T-1 berada di sebelah timur daerah telitian. Pada sumur ini Formasi
Klasafet berada pada kedalaman 3085-3810 m, sedangkan pada Formasi Kais
pada kedalaman 3810-4192 m. Berdasarkan kurva log dapat diidentifikasi
berupa litologi batugamping dan serpih. Lapisan batugamping terdapat pada
kedalaman 3841 m. Identifikasi batugamping ini didasari oleh adanya perubahan
corak kurva log DT yang lebih condong ke kanan dengan nilai lebih kecil.
Gambar 6.3 Interpretasi log pada sumur W-1
65
Disamping itu, dilihat dari corak log kurva GR yang nilainya lebih beragam jika
dibandingkan dengan kurva log yang mencirikan lapisan serpih.(Gambar 6.4).
• Interpretasi Lingkungan Pengendapan
Berdasarkan litologi yang telah diidentifikasi, dapat diinterpretasi lingkungan
pengendapan Formasi Kais berupa lingkungan laut dangkal, hal ini dapat dilihat
dari endapan batugamping. Sedangakan untuk lapisan serpih yang merupakan
litologi penyusun Formasi Klasafet diidentifikasi merupakan endapan
lingkungan laut dalam.
6.2.1.5 Sumur JS-1
• Identifikasi Litologi
Formasi Klasafet pada sumur JS-1 berada pada kedalaman 3186-4127 m
sedangkan Formasi Kais pada kedalaman 4127-4282 m. Corak kurva log pada
sumur JS-1 ini hampir sama dengan log kurva pada sumur T-1. Perubahan corak
Gambar 6.4 Interpretasi log pada sumur T-1
66
kurva yang drastis (lebih condong ke kiri) dengan nilai GR lebih kecil pada
kedalaman 4127m, merupakan ciri dari litologi batugamping.
.
• Interpretasi Lingkungan Pengendapan
Berdasarkan identifikasi litologi, dapat diinterpretasi lingkungan pengendapan
Formasi Kais berupa lingkungan dangkal, yang dicirikan dengan adanya lapisan
batugamping. Sedangkan lapisan serpih merupakan ciri dari endapan laut yang
tenang, jadi lingkungan pengendapan berupa laut dalam. Hal ini, disebabkan
karena adanya penurunan cekungan. Sehingga tampak pada log adanya
penebalan lapisan serpih.
6.2.1.6 Kandungan Fluida
Dalam penentuan adanya hidrokarbon dapat dilihat dari pola log resistivitas
setelah diketahui lapisan yang memungkinkan sebagai batuan reservoar. Batuan
reservoar yang mengandung hidrokarbon akan ditunjukan dengan nilai tahanan jenis
yang lebih besar yaitu defleksi ke kanan (defleksi log resistivitas gas lebih besar dari
Gambar 6.5 Interpretasi log pada sumur JS-1
67
minyak) sedangkan pada reservoar yang mengandung air akan menunjukan nilai
resistivitas yang lebih kecil.
Interpretasi fluida dilakukan pada Formasi Kais yang kemudian akan dihitung
cadangan hidrokarbonnya. Untuk menentukan kandungan fluida dalam reservoar
apakah berupa minyak, gas atau air yaitu dengan mengamati kombinasi antara log
neutron dan densitas. Namun data log yang dimiliki pada daerah telitian sangat minim,
dimana kedua log tersebut tidak dimiliki oleh peneliti, sehingga interpretasi kandungan
fluida hanya dapat diketahui dari perhitungan petrofisik, yaitu dengan melihat nilai cut
off dari ILD. Dimana apabila nilai ILD lebih besar dari 20 ohmm menunjukan fluida
berupa minyak atau gas. Sedangkan apabila nilai ILD kurang dari 20 ohmm berupa
kandungan air. Berdasarkan cutt off tersebut maka kontak antara gas dan air (GWC)
terdapat pada interval 2908-2909m (table 6.1).
6.2.2 Korelasi Sumur
Korelasi merupakan suatu upaya menghubungkan titik-titik kesamaan waktu atau
menghubungkan satuan-satuan stratigrafi dengan mempertimbangkan kesamaan waktu
(SSI,1996). Korelasi dilakukan dengan menghubungkan data wireline log dengan tujuan
untuk mengetahui kondisi geologi bawah permukaan baik secara stratigrafi maupun
struktur. Korelasi juga dilakukan dalam upaya untuk mengetahui bagaimana
kemenerusan dari suatu reservoir dan letak hidrokarbon yang dapat terakumulasi.
Kedalaman Mid Poin
GR IGR V clay ILD DT Ф S Sw
(m) (m) (GAPI) (ohmm) (us/ft) 2906-2907 2906.5 38.3 0.625862 0.45582 23.3 63.7 0.11386 0.65512 2907-2908 2907.5 40.5 0.66379 0.49824 27.6 63.2 0.11033 0.60192 2908-2909 2908.5 44.7 0.73620 0.5857 24.1 60.9 0.09406 0.64415 2909-2910 2909.5 46.1 0.760344 0.61686 20 69.5 0.15488 0.70710 2910-2911 2910.5 40 0.655172 0.4884 19 68.3 0.14639 0.72547 2911-2912 2911.5 43.2 0.710344 0.55345 18.5 65.6 0.1273 0.73521
Tabel 6.1 Data perhitungan petrofisik sumur W-1 dalam menentukan kandungan fluida
GWC
68
Korelasi yang dilakukan dalam penelitian ini ada dua korelasi yaitu korelasi
stratigrafi dan korelasi struktur pada Formasi Kais sebagai reservoar. Penampang
korelasi yang dibuat dengan melalui lintasan korelasi yang berarah Baratlaut-Tenggara
dengan melalui lima sumur pada daerah telitian yaitu: sumur K-1, A-1, W-1, JS-1, T-1
(Gambar 5.1).
6.2.2.1 Korelasi Struktur
Korelasi struktur dilakukan dengan menghubungkan masing-masing sumur
dengan acuan lapisan penunjuk (datum) (Tearpock and Bischke,1991) yaitu berupa
kedalaman atau True Vertical Depth Sub Sea (TVDSS). Datum ini berfungsi sebagai
marker dalam menginterpretasikan kondisi struktur di bawah permukaan.
Datum pada korelasi struktur yang dilakukan yaitu pada kedalaman 2000m. Dari
korelasi struktur yang dilakukan, dapat digambarkan bahwa pada Formasi Kais terdapat
struktur berupa sesar normal. Dimana sesar tersebut terlihat diantara sumur A-1 dengan
W-1 dan antara sumur W-1 dengan T-1 (Gambar 6.6). Disamping itu, dapat digambarkan
pada sumur K-1 letaknya lebih tinggi bila dibandingkan dengan sumur yang lain, hal ini
dapat dianalisis bahwa daerah ini merupakan suatu bentukan antiklin.
Gambar 6.6 Korelasi struktur pada lapangan “JULIA”
GWC
69
6.2.2.2 Korelasi Stratigrafi
Korelasi stratigrafi ini dilakukan dengan menggunakan sebuah lintasan sumur
yang berarah Baratlaut-Tenggara, lintasan ini sama halnya dengan lintasan yang
dilakukan pada korelasi struktur sebelumnya. Korelasi stratigrafi ini dilakukan bertujuan
untuk dapat mengetahui penyebaran litologi secara lateral di bawah permukaan,
menempatkan posisi secara stratigrafi berdasarkan umur serta karekteristik litologi. Dari
hasil korelasi stratigrafi ini hasilnya selanjutnya akan dilakukan pembuatan peta struktur
kedalaman berdasarkan kelurusan peta struktur waktu.
Pada korelasi stratigrafi ini, datum atau key bed yang digunakan berupa kesamaan
umur top Formasi Klasafet dari setiap sumur (Tabel 6.2). Berdasarkan korelasi stratigrafi
yang dilakukan dapat diinterpretasikan bahwa batugamping diendapakan secara luas
disemua daerah telitian. Ketebalan batugamping pada tiap sumur sangat beragam, hal ini
disebabkan karena sumur yang dilakukan tidak menembusi bottom dari Formasi Kais.
Sehingga ketebalan batugamping sesungguhnya tidak dapat diidentifikasi secara akurat.
(Gambar 6.7). disamping itu, terdapat lapisan serpih yang merupakan endapan dari
Formasi Klasafet. Berdasarkan korelasi stratigrafi, dapat dilihat penebalan lapisan serpih
di sebelah tenggara, hal ini menunjukan adanya onlaping terhadap Formasi Kais.
Sumur Top Formasi Klasafet
K-1 2340
A-1 2511
W-1 2771
T-1 3085
JS 3186
Tabel 6.2 Data top Formasi Klasafet
(sebagai datum pada korelasi stratigrafi)
70
6.2.3 Analisis Kuantitatif
Analisis kuntitatif dilakukan dengan menggunakan persamaan rumus dalam
mencari harga-harga dari sifat fisik batuan yang nantinya akan berguna dalam
perhitungan cadangan hidrokarbon. Parameter-parameter yang harus diidentifikasikan
adalah tahanan jenis air formasi (Rw), porositas (Ф), saturasi water (Sw).
Untuk analisis kuntitatif peneliti memilih dua sumur yang memiliki kenampakkan log
yang baik yaitu sumur A-1 dan sumur W-1. Pada pembahasan ini, contoh analisis
petrofisik dilakukan pada sumur A-1 pada interval 2627-2628 m.
Gambar 6.7 Korelasi stratigrafi pada Lapangan “Julia”
GWC
71
Vlp = 0,33 × (2 - 1,0)
1. Menentukan Harga IGR dan Volume Lempung (Vlp)
Dimana rumus yang digunakan adalah :
IGR =
Dimana: IGR = indeks gamma ray
Vlp = volume lempung
GR log = harga kurva GR formasi (dibaca dari log GR)
GR min = harga log GR minimum (zona bersih)
GR max = harga log GR maksimum (lempung)
• Contoh perhitungan IGR dan Vlp adalah sebagai berikut:
GR Log = 44
GR Min = 12
GR Max = 60
2. Menghitung Porositas Sonik (Ф)
Dikarenakan data yang dimiliki hanya berupa log sonik (DT), maka perhitungan
porositas berupa porositas sonik (Ф). Sehingga rumus yang digunakan berdasarkan
Wyllie, 1958 yaitu:
GR Log – GR Min GR Max – GR Min
(2 × IGR)
(2 × 0,66) IGR = 145,88 – 26,5_ 209,37 – 26,5 = 0,66
Vlp = 0,33 × (2 - 1,0) = 0,5
ФS =
∆tlog - ∆tma ∆tf - ∆tma
72
Dimana ФS : Sonic derived porosity
∆tlog : interval transit time of formation
(pembacaan kurva DT)
∆tma : interval transit time of the matrik (tabel 6.3)
∆tf : interval transit time of the fluida in the well born.
(fresh mud = 189, salt mud = 185)
Litologi Vma (ft/sec)
∆tma (µsec/ft)
∆tma (µsec/ft)
(Commonly used) Sandstone 18.000-19.500 55.5-51.0 55.5-51.0
Limestone 21.000-23.000 47.6-43.5 47.6
Dolomit 23.000-26.000 43.5-38.5 43.5
Anyhidryt 20.000 50 50
• Contoh perhitungan Porositas (Ф) adalah sebagai berikut:
∆tlog = 63 (us/ft)
∆tma = 47.6 (µsec/ft)
∆tf = 189 (fresh mud)
3. Tahanan Jenis Air Formasi (Rw)
Untuk mencari tahanan jenis air formasi (Rw) dengan meggunakan metode Rwa.
Rumus yang digunakan untuk menghitung harga dari Rw berdasarkan data ILD
(Asquith and Gibson, 1982) adalah sebagai berikut :
Table 6.3 Sonic Velocities and Interval Times (after Schlumberger,1972)
ФS = 63 - 47.6
189 - 47.6
= 0.1089
73
Metode Rwa :
Dimana: Rw = tahanan jenis air formasi (ohmm)
Rt = nilai tahanan jenis ILD pada zona air 100%
Ф = nilai porositas sonik (ФS)
a = konstanta batuan
1 :batuan karbonat
0,62 : batupasir
m = konstanta batuan
2 : batuan karbonat
2,15 : batupasir
• Contoh perhitungan tahanan jenis air formasi (Rw) adalah sebagai berikut:
Rt = 40 ohmm
a = 1 (batuan karbonat)
m = 2 (batuan karbonat)
Ф = 0,1089
Rw = Rt F = Rt_ a / Φm
Rw = Rt_× Φm
a
Rw = 40 x 0,10892
1 = 0,47 0hmm
74
4. Kejenuhan Air (Sw)
Untuk menghitung kejenuhan air (Sw) menggunakan rumus Archie, metode
pintas adalah sebagai berikut :
Dimana: a = 1 (batuan karbonat)
Rw = Resistivitas air
Ф = Porositas sonik
Rt = Nilai tahanan jenis ILD
m = n = 2
• Contoh perhitungan kejenuhan air (Sw) adalah sebagai berikut:
a = 1 (batuan karbonat)
Rw = 0,47 ohmm
Ф = 0,1089
Rt = 110 ohmm
m = n = 2
Sw = a x Rw 1/n
Фm Rt
Sw = 1 x 0,47 ½
(0,1089) 110 = 0,6
75
6.3 Analisis dan Interpretasi Data Seismik
Dalam analisis dan interpretasi geologi bawah permukaan pada lapangan
”JULIA” digunakan data seismik dengan 23 lintasan seismik. Sebelum dilakukan
pemetaan bawah permukaan (subsurface mapping) dilakukan picking horison pada 2
formasi yaitu Formasi Klasafet dan Formasi Kais. Tujuan dari dilakukannya interpretasi
seismik ini yaitu untuk menentukan struktur geologi, stratigrafi dan penyebaran lapisan
batuan, yang akhirnya dipergunakan untuk menggambarkan struktur bawah permukaan
dalam bentuk peta struktur waktu (time structure map) (Gambar 6.11).
6.3.1 Penarikan Picking Horison
Beberapa tahapan sebelum melakukan interpretasi seismik adalah penentuan
puncak masing-masing horison dengan cara melakukan análisis data sumur. Pada setiap
sumur ditandai bottom dan top-top tiap formasi yang didukung dengan adanya data
checkshot (Tabel 6.4). Penanda bottom dan top formasi ini bertujuan agara pada saat
penarikan horison, interpretasi yang dilakukan tidak meluas dan hanya terfokus pada dua
formasi saja yaitu Formasi Klasafet dan Formasi Kais. Dari hasil analisis data sumur
kemudian diplotkan ke data seismik sebagai pengikat sumur terhadap data seismik (well
to seismic tie).
Dari data seismik yang dimiliki, langkah berikutnya adalah melakukan penarikan
horison pada setiap lintasan seismik yang didasarkan pada kesamaan bentuk dan
kemenerusan reflektor seismik. Horison yang dipilih terdiri dari 5 horison yaitu horison
basement (kuning), horison base Formasi Kais (orange), top Formasi Kais (biru tua), top
Formasi Klasafet (hijau) dan onlap (biru muda) (Gambar 6.8).
76
MD (meter)
TVD (meter)
Two Way Time
(TWT)
X Offset
Y Offset
TCD BWE
Subsea TVD
9906.80 9653.80 2087.70 0.00 0.00 9906.80 9653.80
10854.30 10601.20 2277.70 0.00 0.00 10854.30 10601.20
11956.30 11703.30 2453.70 0.00 0.00 11956.30 11703.30
12486.60 12233.60 2515.70 0.00 0.00 12486.60 12233.60
13253.00 13000.00 3000.00 0.00 0.00 13253.00 13000.00
NS
Gambar 6.8 Interpretasi picking horizon pada lintasan seismik yang melewati sumur MS-1
Top F. Klasafet
Top F.Kais
Tabel 6.4 Data Checkshot sumur MS-1 sebagai pengikat sumur terhadap data seismik
Basement Base F.Kais
Onlap Top F.Klasafet Top F.Kais
77
1. Horizon kuning (basement)
Penarikan horizon yang berwarna kuning didasari atas kenampakan reflektor
yang sangat kontras atau sangat jelas kemenerusannya jika dibandingkan dengan
kenampakan reflektor yang ada disekitarnya. Strong reflector ini dapat dianalisis
merupakan ciri dari lapisan batugamping. Lapisan batugamping ini diperkirakan berumur
Eosen-Oligosen yang merupakan litologi penyusun dari Formasi Faumai, hal ini didasari
oleh stratigrafi regional daerah telitian. Secara stratigrafi horizon ini adalah horizon
terbawah yang dapat dianalisis. Jika dibandingkan dengan kontras reflektor yang ada
disekitar horizon kuning memperlihatkan pola yang acak atau pecah (brittle). Pola yang
acak tersebut diidentifikasi sebagai batuan metasedimen di daerah telitian.
2. Horison orange (base Formasi Kais)
Horison yang berwarna orange merupakan horison yang ditandai pada base
Formasi Kais yang berumur Miosen Tengah. Penandaan horison ini berdasarkan
pengikat sumur terhadap data sesimik. Pada kenampakan pola konfigurasi seismik
terlihat bahwa kontras reflektor sangat jelas dan dapat diikuti kemenerusannya, hal ini
dapat diinterpretasikan pola tersebut sebagai batugamping didaerah telitian. Lintasan
seismik yang melewati sumur MS-1, W-1 dan T-1 mempunyai pola refleksi seismik yang
berbentuk oblique, menunjukan bahwa hubungan antara pemasukan sedimen yang cepat
dengan dasar cekungan stabil. Turunnya cekungan pada daerah telitian diakibatkan
karena adanya tektonik dimana pada analisis struktur data seimik terdapat sesar.
3. Horison biru tua (top Formasi Kais)
Berdasarkan pengikat sumur terhadap data seismik dilakukan penarikan horison
pada top Formasi Kais yang ditandai dengan horison berwarna biru tua. Formasi ini pada
sumur MS-1 berada pada kedalaman 12790m (TVDSS) pada seismik terletak pada
2515.70-3000.0 TWT (Tabel 6.4). Formasi Kais berumur Miosen Tengah dimana litologi
penyusunnya berupa batugamping. Horison biru tua ini dicirikan dengan refleksi kuat
dan menerus disetiap lintasan seismik. Formasi Kais merupakan formasi yang menjadi
78
bagian untuk diteliti. Bentuk dari refleksi seismik pada top Formasi Kais hampir sama
dengan bentuk refleksi seismik pada horison orange (base Formasi Kais) yaitu ditandai
dengan adanya refleksi seismik yang berbentuk oblique. Penurunan cekungan ini terjadi
disebelah selatan daerah telitian. Hal ini dapat dilihat pada lintasan seismik yang dilewati
sumur K-1 dan A-1 yang berada disebelah utara (Gambar 6.9), dimana horison yang
berwarna biru tua pada sumur K-1 dan A-1 berada pada interval 1750 TWT . Jika
dibandingkan dengan lintasan seismik yang melewati sumur MS-1 disebelah selatan,
berada pada interval 2500 TWT. Jadi dapat diinterpretasikan bahwa pada daerah telitian
lingkungan pengendapan yang berada disebelah utara berupa lingkungan darat-laut
dangkal sedangkan pada sebelah selatan berupa lingkungan laut dalam.
4. Horison biru muda (onlap)
Horison yang berwarna biru muda ini, ditandai berdasarkan identifikasi reflektor
seismik yang berbentuk onlaping terhadap Formasi Kais. Hal ini dikarenakan adanya
penurunan cekungan yang berada di sebelah selatan daerah telitian, sehingga
mengakibatkan adanya lapisan onlap. Horison ini dicirikan dengan tidak menerusnya
horison seismik atau dengan kata lain horison biru muda terhenti pada horison yang
berwarna biru tua (top Formasi Kais). Dengan hadirnya lapisan onlaping ini dapat
diinterpretasikan bahwa lingkungan pengendapan berupa laut dalam.
5. Horison hijau (top Formasi Klasafet)
Top Formasi Klasafet merupakan formasi yang berumur Miosen Akhir dengan
litologi penyusun berupa serpih dan batugamping, formasi ini berada di atas Formasi
Kais. Penarikan horison ini berdasarkan atas data sumur atau pengikat sumur terhadap
data seismik. Dimana pada sumur MS-1 Formasi Klasafet terdapat pada interval
9653.80m (TVDSS) yang jika dikonversikan kedata seismik maka terletak pada interval
2087.70 TWT (Tabel 6.4) horison ini disetiap lintasan seismik tidak terdapat perubahan
refleksi seismik atau dengan kata lain formasi ini tidak mengalami penurunan cekungan
dan tidak terdapat sesar.
79
Berdasarkan interpretasi picking horison yang terdiri dari lima horison, serta
berdasarkan analisis stratigrafi maupun struktur pada data seismik (Gambar 6.10), dapat
disimpulkan bahwa daerah telitian merupakan suatu bentukan antiklin dimana closure
dari antiklin ini berada di sebelah utara daerah telitian. Hal ini dapat dilihat dari lintasan
seismik yang melewati sumur K-1 dan A-1, dari hasil penarikan horison terlihat berupa
suatu tinggian, disamping itu juga pada peta struktur waktu (Gambar 6.9) terdapat sebuah
closure pada sumur K-1. Dari hasil interpretasi seismik, dapat diinterpretasikan bahwa
Gambar 6.9 Interpretasi picking horizon pada lintasan seismik yang melewati
sumur K-1 dan A-1
E W
Basement Base F.Kais
TopF.Kais Top F.Klasafet
80
lingkungan pengendapan daerah telitian berupa lingkungan darat-laut dangkal yang
berada disebelah utara sedangkan di sebelah selatan berupa laut dangkal-laut dalam. Hal
ini dapat dilihat dari hasil penarikan horison, dimana lintasan seismik yang berada
disebelah selatan merupakan sebuah cekungan . Disamping itu dari hasil analisis struktur
terdapat sesar mayor yang diinterpretasi berupa sesar normal yang berarah utara-selatan.
Karena adanya aktivitas tektonik yang ditandai dengan hadirnya sesar normal, sehingga
mengakibatkan adanya penurunan cekungan di sebelah selatan daerah telitian. Akibat
adanya penurunan cekungan, sehingga terbentuk onlaping terhadap Formasi Kais.
Gambar 6.10 Hasil interpretasi seismik secara stratigrafi maupun struktur pada lapangan “JULIA”
E W S E N W E W
Basement Base F.Kais
Top F.Kais Top F.Klasafet
Onlap
81
6.4 Analisis Geologi Bawah Permukaan
Setelah dilakukan analisis dan interpretasi seismik, selanjutnya dilakukan
analisis geologi bawah permukaan lapangan ”JULIA”. Analisis geologi bawah
permukaan ini bertujuan untuk mengetahui arah penyebaran umum dari reservoar yang
telah ditentukan, perkembangan struktur bawah permukaan, model perangkap
hidrokarbon pada daerah telitian. Peta yang dihasilkan dari hasil interpretasi penarikan
horison pada data seismik akan berupa peta struktur waktu (time structure map) (Gambar
6.11), dimana struktur kontur pada peta dibuat berdasarkan atas hasil refleksi seismik,
sehingga kedalaman-kedalaman masih berupa kedalaman waktu (TWT). Disamping itu,
peta yang dibuat berdasarkan kedalaman sesungguhnya disebut sebagai peta struktur
Gambar 6.11 Peta struktur waktu (time structure map) lapang “JULIA”
U
= Closure
= Cekungan
= Sesar
82
kedalaman (structure depth map) dimana data yang didapat dari top formasi pada setiap
sumur. Peta bawah permukaan ini difokuskan pada lapisan batugamping dari top Formasi
Kais. Adapun beberapa jenis peta yang dibuat yaitu : peta top struktur, peta bottom
struktur, peta gas isopach outline, peta isopach limestone, peta overlay gas isopach
outline dan isopach limestone, peta net pay oil.
6.4.1 Peta Top Struktur Formasi Kais
Peta ini merupakan peta yang menggambarkan konfigurasi struktur maupun
morfologi bawah permukaan, baik mengenai tinggi rendah suatu lapisan maupun pola
sesar. Peta top struktur dibuat berdasarkan data top Formasi Kais (Tabel 6.5) disetiap
sumur hasil korelasi.
Analisis peta top struktur ini dibuat secara manual dengan bantuan perangkat
lunak coreldraw, serta berdasarkan kemenerusan atau gambaran dari peta struktur waktu,
sehingga didapat peta berupa suatu bentukan antiklin yang berarah utara-selatan dengan
closure berada dekat dengan sumur K-1 (Gambar 6.11). Berdasarkan hasil interpretasi
seismik berupa peta struktur waktu, terdapat sesar yang memotong bentukan antiklin
tersebut dimana sesar ini terbentang dari timur hingga barat daerah telitian. Berdasarkan
hasil perhitungan petrofisik pada sumur W-1, terdapat daerah batas kontak antara air dan
gas (Gas Water Contact) pada interval 2908-2909m yang kemudian kedalaman dari
GWC ini diplotkan ke dalam peta top struktur (Gambar 6.12).
Sumur Top Formasi Kais (meter)
K-1 2453
A-1 2574
W-1 2981
T-1 3810
JS-1 4127
Tabel 6.5 Data top Formasi Kais setiap sumur
83
6.4.2 Peta Bottom Struktur Formasi Kais
Peta bottom struktur merupakan sebuah peta yang mempunyai tujuan dan proses
pengerjaannya sama seperti pembuatan peta top struktur. Yang membedakan peta ini
yaitu pembuatannya berdasarkan data bottom dari Formasi Kais disetiap sumur hasil
korelasi (tabel 6.6). Bentukan dari peta bottom struktur ini hampir sama dengan peta top
struktur, bentukan dari peta ini membentuk sebuah antiklin dengan closure berada di
sebelah utara daerah telitian tepatnya pada sumur K-1 (lampiran 3). Pada peta ini juga
diplotkan data GWC hasil dari perhitungan analisis petrofisik yaitu pada interval 2908-
2909m.
Gambar 6.12 Peta Top struktur Formasi Kais lapangan “JULIA”
84
6.4.3 Peta Gas Isopach Outline
Peta gas isopac outline merupakan sebuah peta hasil penampalan antara peta
top struktur dan bottom struktur, kemudian hasil dari penampalan kedua peta tersebut
diplot batas GWC yang terdapat pada masing-masing peta tersebut. Peta gas isopcah
outline ini bertujuan agar dapat mengetahui batas kontak antara air dan gas (GWC) yang
berada pada peta top dan bottom struktur (lampiran 4). Disamping itu juga agar dapat
mengatahui batas daerah yang prosepek hidorkarbon. Hasil dari peta ini akan di overlay
dengan peta isopach limestone (lampiran 6&7).
6.4.4 Peta Isopach Limestone
Mekanisme pembuatan peta isopach limestone sama dengan pembuatan peta top
dan bottom struktur, namun data yang digunakan dalam pembuatan peta ini adalah
ketebalan dari batugamping pada Formasi Kais. Dengan demikian peta isopach limestone
tidak berhubungan dengan ketinggian atau ketebalan tetapi peta ini menggambarkan
penyebaran tebal tipisnya lapisan batugamping.
Data yang digunakan dalam pembuatan peta ini berdasarkan data setiap log
sumur yang telah dianalisis ketebalan batugamping pada top hingga bottom dari Formasi
Kais (Tabel 6.7). Nilai ketebalan yang diperoleh berkisar antara 80-382 m. Lapisan
Sumur Bottom Formasi Kais (meter)
K-1 2627
A-1 2653
W-1 3361
T-1 4192
JS-1 4282
Tabel 6.6 Data bottom Formasi Kais setiap sumur
85
batugamping yang paling tebal berada pada sumur T-1 yaitu 382m, sedangkan lapisan
batugamping yang paling tipis terdapat pada sumur A-1 yaitu 80m (Gambar 6.13).
Sumur Ketebalan Batugamping (meter)
K-1 174
A-1 80
W-1 380
T-1 382
JS-1 155
Tabel 6.7 Ketebalan batugamping pada Formasi Kais
Gambar 6.13 Peta Isopach Limestone Formasi Kais lapangan “JULIA”
86
6.4.5 Peta Net Pay
Peta net pay merupakan peta yang menggambarkan ketebalan batugamping yang
mengandung hidrokarbon. Peta ini berdasarkan hasil overlay antara peta gas isopach
outline dan isopach limestone (lampiran 6). Kontur pada peta net pay ini berdasarkan
kontur isopach yang dibatasi oleh gas water contact (GWC). Pada peta ini dibagi atas
blok I dan blok II. Pembagian dua blok ini berdasarkan batas sesar yang membagi kontur
menjadi dua bagian yaitu blok I pada bagian utara daerah telitian dan blok II pada bagian
selatan daerah telitian.( lampiran 8).
6.5 Perhitungan Cadangan Hidrokarbon
Dalam perhitungan cadangan hidrokarbon dilakukan dengan pendekatan
volumetrik, parameter yang diperlukan untuk perhitungan cadangan yaitu: porositas (Ф),
saturasi air (Sw), ketebalan batugamping dan luas batuan.
Pendekatan yang digunakan untuk menghitung volume reservoar (Vb) dari peta
net pay yaitu dengan metode piramidal dan metode trapezoidal berdasarkan ketebalan
masing-masing kontur dari peta net pay. Dalam pengukuran luas tiap kontur digunakan
alat planimeter, kemudian hasil pengukuran tersebut dipakai untuk menghitung volume
reservoar yang mengandung hidrokarbon.
Dua persamaan yang biasa digunakan untuk menentukan perkiraan volume
berdasarkan pembacaan planimetri yaitu:
1. Metode Pyramidal
bila An+1 < 0,5 An
2. Metode Trapezoidal
bila An+1 > 0,5
Vb = h3
x An + An + 1 + √ An x An+1
Vb = h2
x An + An + 1An
87
Dimana :
Vb : Volume Bulk (m3)
H : Inteval garis–garis net pay area (m)
An : Luas daerah yang di batasi oleh net pay terendah (m2)
An+1 : Luas daerah yang dibatasi oleh garis net pay diatasnya (m2)
Perhitungan volume cadangan hidrokarbon pada daerah telitian berdasarkan peta net pay
dibagi menjadi dua yaitu Blok I dan Blok II adalah sebagai berikut:
1. Contoh perhitungan Pada Blok I : Luas area =
Area Nilai kontur
(acre-ft)
Interval garis
kontur
Luas area Metode An + An+1 Volume bulk
(acre-ft)
A0 13.950 10 0.90 T 26.517 132.585
A1 12.567 10 0.85 T 23.289 116.445
A2 10.722 10 0.79 T 19.260 96.300
A3 8.538 10 0.65 T 14.132 70.660
A4 5.594 10 0.69 T 9.497 47.485
A5 3.903 10 0.60 T 6.276 31.380
A6 2.373 10 0.47 P 3.509 11.882
A7 1.136 10 0 P 1.136 3.895
510.632
An + 1 An
Karena nilai luas area > 0,5, maka metode Trapezoidal
Tabel 6.8 Perhitungan Volume Bulk pada Blok I
12.567 13.950 A0 =
= 0,90
88
Hasil perhitungan cadangan hidrokarbon (gas) Blok I yang terkandung pada lapisan
batugamping pada Formasi Kais adalah sebagai berikut:
• Volume Bulk (Vb) = 510.632 acre-ft
• Porosita (Ф) = 0,072
• Saturasui water (Sw) = 0,64
• BGI = 261 (berdasarkan data perusahaan)
IGIP = 43560 X 510.632 X 0,072 X (1- 0.64)
261
= 2208972.9024 SCF
2. Contoh perhitungan Pada Blok II
Vb = X (An + An+1 + √ An + An+1 )
=
Luas area =
1.007 2.573 A0 =
= 0,39
An + 1 An
Karena nilai luas area < 0,5, maka metode Pyramidal
10 3
h 3
X = ( 3580 + √3580 )
= 12.121 acre-ft
43560 X Vb X Ф X (1- Sw) BGI
89
Area Nilai kontur
(acre-ft)
Interval garis
kontur
Luas area Metode An + An+1 Volume bulk
(acre-ft)
A0 4.688 10 0,55 T 7.261 36.305
A1 2.573 10 0,39 P 3.580 12.121
A2 1.007 10 0.69 T 1.710 8.550
A3 703 10 0.58 T 1.115 5.575
A4 412 10 0,49 P 617 2.137
A5 205 10 0,76 T 360 1800
A6 155 10 0 P 155 557
A7 0 10 0 P 0 0
67.045
Hasil perhitungan cadangan hidrokarbon (gas) Blok II yang terkandung pada lapisan
batugamping pada Formasi Kais adalah sebagai berikut:
• Volume Bulk (Vb) = 67.045 acre-ft
• Porosita (Ф) = 0,072
• Saturasui water (Sw) = 0,64
• BGI = 261 (berdasarkan data perusahaan)
IGIP = 43560 X 67.045 X 0,072 X (1-0,64)
Tabel 6.9 Perhitungan Volume Bulk pada Blok II
43560 X Vb X Ф X (1-Sw) BGI
= = 290033.8951 SCF 261
90
BAB 7
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan pada lapisan
batugamping Formasi Kais lapangan “JULIA” Cekungan Bintuni, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan data cutting dan analisis data sumur secara kuantitatif, didapatkan
bahwa Formasi Kais terdiri dari litologi penyusun berupa batugamping, antara lain
batugamping mudstone, wackstone, packstone dan grainstone
2. Terdapat fosil berupa foram, algae, coral, bryzoa. Dengan adanya ciri-ciri litologi
serta terdapat fosil-fosil tersebut dapat disimpulkan bahwa lingkungan pengendapan
dari Formasi Kais berupa lingkungan laut dangkal. Umur dari Formasi Kais yaitu
Miosen Tengah.
3. Berdasarkan hasil perhitungan petrofisik, didapat batas kontak antara air dan gas
yang dilihat dari nilai ILD, dimana nilai ILD yang lebih dari 20 Ohmm maka
kandungan fluida berupa gas. Batas GWC terdapat pada interval 2908-2909 m.
4. Hasil perhitungan petrofisik yang didapat adalah nilai Vsh berkisar antara 0,02-0,8,
nilai porositas (ФS) rata-rata 0,072, nilai Rw 0,024-0,59 ohm, nilai Sw rata-rat 0,68
(68%).
5. Berdasarkan hasil interpretasi seismik dan pemetaan bawah permukaan didapatkan
struktur antiklin yang closure berada di sebelah utara. Sedangkan bagian selatan
didapatkan bentukan rendahan yang diakibatkan karena adanya penurunan cekungan,
hal ini terlihat jelas karena terdapat struktur sesar mayor (sesar normal) dengan arah
sesar utara-selatan yang memotong antiklin dari barat sampai timur daerah telitian.
6. Berdasarkan hasil perhitungan volume hidrokarbon pada Formasi kais, dengan
metode volumetric diperoleh hasil volume bulk pada Blok I sebesar 511.975 acre-ft
dan volume gas mula-mula (IGIP) adalah 2,2 MMSCF. Sedangkan volume bulk
pada Blok II sebesar 67.045acre-ft dan gas mula-mula (IGIP) sebesar 0,29 MMSCF.
91
DAFTAR PUSTAKA
Asquit, G.B and Gibson, C.R., 1982 Basic Well Log Analysis for Geologist, AAPG,
Tulsa, Oklahoma, Texas.
Casarta, L.J, Salo, J.P, dkk., Desember 2004, Wiriagar Deep: the Frontier Discovery
that Trigged Tangguh LNG, IPA, 2006-IPA-AAPG Deepwater and Frontier
Symposium.
Chevalier, B and Bordenave, M.L., Oktober 1986, Contribution of Geochemistry to the
Exploration in the Bintuni Basin, Irian Jaya, Proceeding Indonesia Petroleum
Association 15th Annual Convention, p.439-444.
D.B Dow, G.P, Robinson (BMR), U. Hartono & N. Ratman., 2005., Geology of Irian
Jaya no.23, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Badan Geologi,
Depertemen Energi dan Sumberdaya Mineral, Jakarta, Indonesia.
Douglas W. Hilchie Inc., 1989., Advanced Well Log Interpretation, Boulder, Colorado.
Dow, D.B and Sukamto, R., 1984, Western Iran Jaya: The end-Product of Oblique Plate
Convergence in Late Tertiary, Jakarta.
Dunham, R.J., 1962., Classification of Carbonat Rock According of Indonesia. Indonesia
Association of geologist, 69p.
Harsono A., 1997, Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log Edisi-8, Schlumberger Oilfield
Services, Jakarta.
Hobson, D.M, Adnan, A, Samuel, L., 1997, The Relation Between Late Tertiary Basin,
Thrust Belts and Major Transcurrent Faults in Irian Jaya: Implication for
Petroluem System Throughout New Guinea, IPA, 2006-Proceedings of an
International Conference on Petroleum System of SE Asia and Australia, May,
p.261,263-265.
Kendrick, R.D, Hill, K.C, McFall, S.W, dkk., 2003, The East Arguni Block:
Hydrocarbon Prospectivity in the Northern Lengguru Foldbelt, West Papua,
92
Proceeding Indonesia Petroleum Association 29th Annual Convention &
Exhibition, October.
Koesoemadinata, R.P., 1980, Geologi Minyak Dan Gas Bumi Edisi Kedua, ITB
Bandung.
Koesoemadinata, R.P., 1976, Tertiary Carbonate Sedimentation in Irian Jaya with
Special Reference to the Northern Part of the Bintuni Basin, ITB, Bandung.
Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996, Sandi Stratigrafi Indonesia, IAGI, Jakarta.
Perkins, W.T and Livsey, R.A., 1993, Geology of the Jurassic Discoveries in Bintuni
bay, Western Irian Jaya, Proceedings Twenty Second Annual, Indonesia
Petroleum Association, v.1, p.793-830
R.J, Rossetter, W.O, Williams., Agustus 1975, Final Report Exploration Well Aroba
no.1, Bombarai Peninsula, Irian Jaya.
Schlumberger Educational Service, 1987, Log Interpretation Principles/Applications,
Schlumberger Oilfield Service, Texas.
Sutriyono, E, O’sullivan P.B and Hill K.C., May 1997, Thermochornology and Tectonics
of the Birds Head Region, Irian Jaya : Apatite Fission Track Constrants,IPA
2006, 285-287.
T.N, Ambrose, Hendramady, Rahenod., April 1981, Marathon Petroleum Irian Jaya
South Monie Final Well Report, Irian Jaya.