EVALUASI ATAS PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK
TERHADAP SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK BADAN
(Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Untuk memenuhi Syarat-Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Diajukan Oleh:
NIA ANGGRAINI
102082026204
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL /AKUNTANSI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008 / 1429 H
EVALUASI ATAS PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK
TERHADAP SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK BADAN
(STUDI KASUS PADA KPP JAKARTA KEBAYORAN BARU SATU)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakutas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
NIA ANGGRAINI
NIM. 102082026204
Dibawah Bimbingan:
Pembimbing I Pembimbing II
Prof.,Dr.,Ir.,Koesmawan, MBA.,MSc.,DBA MM Rini, SE, AK, Msi
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008 / 1429 H
Hari ini Kamis Tanggal 29 Bulan Mei Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan
Ujian Komprehensif atas nama Nia Anggraini NIM: 102082026204 dengan
judul skripsi “EVALUASI ATAS PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK
TERHADAP SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK BADAN (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu)”.
Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 29 Mei 2008
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Rini SE, Ak, Msi Yessi Fitri SE, Ak, Msi
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
Penguji Ahli
Hari ini Jum’at Tanggal 12 Bulan Desember Tahun Dua Ribu Delapan telah
dilakukan Ujian Skripsi atas nama Nia Anggraini NIM: 102082026204 dengan
judul skripsi “EVALUASI ATAS PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK
TERHADAP SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK BADAN (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu)”.
Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 12 Desember 2008
Tim Penguji Ujian Skripsi
Prof.,Dr.,Ir.,Koesmawan, MBA.,MSc.,DBA MM Rini, SE, AK, MSi Ketua Sekretaris
Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak, MBA
Penguji Ahli
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Nia Anggraini
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 12 Mei 1984
Agama : Muslim
Alamat : Jl. Villa Mutiara V Blok. MM No.5
Rt.002/04 Sawah Baru Ciputat 15413
Nomor telepon : (021) 7492308 / 95165194
Riwayat Pendidikan
1. MI Nurul Falah : Tahun 1996
2. MTs Soebono Mantofani : Tahun 1999
3. MAN 4 Jakarta : Tahun 2002
4. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah : Tahun 2008
Pengalaman Organisasi
1. Voice Of Communication (VOC) UIN Syarif Hidayatullah
ABSTRACT
Accomplishment of Tax Inspection for the letter of Annual Information of
Income– Tax of Corporation Tax- Payer
(Study cases in the office of Tax Service Jakarta Kebayoran Baru Satu)
Oleh:
Nia Anggraini
The aim of research is to know the accomplishment of Tax Inspection the
implementation of inspector on KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu for the letter of
Annual Information of Income- Tax corporation Tax- Payer. The methode used in
this research is descriptive method with the unique variability which consist of
several sub- variabilities, those are: tax- inspection, letter of annual information,
income tax and corporation tax- payer. The author uses to analysis statistic
descriptive method, that’s mean data presentation with table, while for data
spreading calculation is with mean average calculation. The data of this research taken from the profile of the tax service on KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu,
observation, and interview with the inspector of income- tax corporation tax- payer.
The sample that used for the research is each tax- payer corporation on KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu. The scope of inspection with to be done in this
research is sample field inspection, the accomplishment of inspection is done in three steps, those are: preparation, accomplishment and report making. The result
of data analysis show that the accomplishment of tax inspection in the office of
tax service Jakarta Kebayoran Baru Satu already implement system with the
effective enough, can be know that the number of corporation tax- payer who
registered in the tax service on KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu the data of
December, 31, 2006 is 6.216 tax- payers, which 1.775 corporations are the
effective tax- payers and 4.441 corporations are non- effective tax- payers. Until
December, 31, 2006 the number of corporation tax- payer who gave the letter of
annual information is only 1.688 tax- payers, the number of letter of annual
information which noted in tax year 2005 is 1.705 letters, in the tax year 2004 is
1.618 letters, whereas for tax year 2007 will be reporting in tax year 2008.
Key word:
Tax Inspection, Letter of Annual Information, Corporation Tax Payer
ABSTRAK
Evaluasi atas Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak terhadap Surat Pemberitahuan
(SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan
(Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu)
Oleh: Nia Anggraini
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan
pemeriksaan pajak yang dilaksanakan oleh pemeriksa pajak di KPP Jakarta
Kebayoran Baru Satu terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan. Dalam
penelitian ini digunakan metode deskriftif dengan variabel tunggal yang terdiri
dari beberapa sub variabel yaitu pemeriksaan pajak, SPT Tahunan, Pajak
Penghasilan, dan Wajib Pajak Badan, penulis juga menggunakan metode analisis
statistik deskriftif dengan menggunakan rumus Rata-rata hitung (Mean) yakni
dengan penyajian data dengan tabel, sedangkan untuk perhitungan data dengan
perhitungan rata-rata. Data penelitian ini diperoleh dari profile KPP Jakarta
Kebayoran Baru Satu, pengamatan, dan wawancara dengan pemeriksa pajak
diseksi PPh Badan.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh Wajib Pajak
Badan pada KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu. Ruang lingkup pemeriksaan yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah Pemeriksaan Sederhana Lapangan, pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dengan 3 tahap yaitu tahap persiapan, tahap
pelaksanaan, dan tahap pembuatan laporan. Hasil pengelolaan data menunjukkan bahwa pelaksanaan pemeriksa pajak pada KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu telah
melaksanakan sistem pemeriksaan pajak dengan cukup efektif, diketahui bahwa Wajib Pajak Badan yang terdaftar di KPP Jakarta Kebayoran Baru satu per 31
Des’2006 adalah sejumlah 6.216 Wajib Pajak Badan, yaitu 1.775 merupakan Wajib Pajak efektif dan 4.441 adalah Wajib Pajak Non-efektif. Sampai dengan
tanggal 31 Desember 2006 Wajib Pajak Badan yang mau melaporkan SPT
Tahunannya hanya 1.688 Wajib Pajak Badan, untuk SPT yang masuk tahun pajak
2005 adalah 1.705 SPT, tahun pajak 2004 adalah 1.618 SPT, sedangkan untuk
tahun pajak 2007 baru akan dilaporkan pada tahun pajak 2008.
Kata kunci:
Pemeriksaan Pajak, SPT Tahunan,Wajib Pajak Badan.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi Robil ’Alamin, Maha Suci Allah yang Maha Kuasa.
Segala puji bagimu ya Allah, yang membuat semua hal menjadi mungkin, yang
membuat sulit menjadi mudah, dan membuat perih terasa nikmat. Sujud syukurku
atas rahmat dan rizkiMu serta semua pemberianmu untukku, sehingga aku dapat
menyelesaikan skripsi ini. Dan semoga Allah melimpahkan sholawat serta salam
kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, kepada para Anbiya, para
utusan-Nya, keluarganya dan kepada para sahabatnya sekalian, Aamiin.
Dengan seiring kasih sayang kedua orang tuaku, aku ucapkan banyak
terima kasih yang tak terhingga untukmu Ibu dan Bapakku tercinta, terima kasih
atas semua dukungan, semangat dan do’a, kesabaran, cinta dan kasih sayangnya
yang telah engkau berikan kepadaku, sehingga aku mampu menyelesaikan skripsi
ini (maafkan semua kesalahanku). Adik-adikku tersayang yang selalu mengiringi
dan mendukung hidupku (Ria maniez, Agil, Ardi…, serta adik kecilku yang
paling Luchu Alliyan, I love U all). Kekasih yang selalu mengisi hari2ku dengan
memberi banyak cinta dan kenangan, kesetiaan, semangat dan do’a (Abhank)
thanks for everything. Serta seluruh keluarga besarku yang selalu memberi
dukungan dan semangat untuk menjadi yang terbaik.
Tak lupa aku ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang memberikan
bimbingan, tuntunan serta bantuan moril dan material dan segala bentuk bantuan
yang tak ternilai selama menempuh study, sehingga sekarang penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, ungkapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan
kepada:
1. Bapak Prof.,Dr.,Ir.,Koesmawan, MBA.,MSc.,DBA MM selaku Dosen
pembimbing I yang bersedia meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan, arahan serta motivasi kepada penulis.
2. Ibu Rini, SE, AK, Msi selaku Dosen pembimbing II yang telah
meluangkan waktunya dan masih berkenan membimbing serta
memberikan pengarahan, motivasi untuk mendapatkan hasil yang terbaik,
walupun penulis banyak mengalami hambatan waktu.
3. Bapak Drs., M Faisal Badroen, MBA selaku Dekan FEIS UIN Syarif
Hidayatullah.
4. Bapak Prof., Dr., Abdul Hamid, MS selaku Pudek FEIS UIN Syarif
Hidayatullah.
5. Bapak Drs., Abdul Hamid Cebba, Ak., MBA selaku Sekjur FEIS UIN
Syarif Hidayatullah.
6. Segenap Bapak / Ibu dosen yang telah memberikan ilmu yang tak
terhingga selama penulis menuntut ilmu di FEIS UIN Syarif Hidayatullah.
7. Segenap staf akademik dan perpustakaan, Ibu Lili, Ibu Novi, Ibu Siska,
Ibu Dewi, Pak Zuhro, Pak Ali, Pak Bambang terima kasih.
8. Bapak Sodiqin yang telah memberikan ijin riset di KPP Jakarta Kebayoran
Baru Satu.
9. Bapak Priyanto Dan Bapak Hendrawan selaku pemeriksa pajak, serta
Bapak David yang telah membantuku dalam memberikan data, terima
kasih.
10. Sahabat-sahabatku tercinta, tersayang, yang tak pernah terlupakan, Dewi
Ian Lee-a Isna amhell, akhirnya kita lu2s semua I miss Uuuuu…thx for
Supporting Mee!!
11. Temen – temen KKNS di Cikeas – Gunung Putri Bogor.
12. Sahabat dan Temen-temen dekat seperjuangan Akuntansi angkatan 2002
FEIS UIN Syahid, I Miss Uuuuuuuuuuu!!!
13. Keluarga besarku tersayang di Potlot, I love you All….!
14. Semua teman yang datang dan pergi yang gak bisa ditulis karena tintanya
abieeezzZZ, trima kasih atas rasa sayang dan dukungannya pada saya.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis masih merasa banyak kekurangan dan
kesalahan, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik untuk melengkapi
penelitian ini.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, November 2008
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................. ii
ABSTRAK................................................................................................ iii
KATA PENGANTAR.............................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................ vii
DAFTAR TABEL .................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ..................................................... 1
B. Perumusan Masalah .............................................................. 8
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian............................................. 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Perpajakan Di Indonesia................................. 11
1. Pengertian Pajak ............................................................ 11
2. Fungsi Pajak ................................................................... 13
3. Jenis Pajak ...................................................................... 14
4. Asas Pemungutan Pajak .................................................. 17
5. Sistem Pemungutan Pajak ............................................... 18
6. Surat Ketetapan Pajak (SKP)........................................... 19
7. Strategi Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak.................. 20
8. Perlawanan terhadap Pajak.............................................. 22
B. Pemeriksaan Pajak ................................................................ 23
1. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak……………………….. 23
2. Pengertian Pemeriksaan Pajak…………………………... 24
3. Tujuan Pemeriksaan Pajak………………………………. 25
4. Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan Pajak…. 25
5. Petugas Pelaksana Pemeriksaan Pajak…………………... 26
6. Tahap Pemeriksaan Pajak……………………………….. 27
7. Jenis Pemeriksaan Pajak……………………………........ 31
8. Tehnik Dan Metode Pemeriksaan Pajak………………… 33
9. Prosedur Pemeriksaan…………………………………… 34
C. Surat Pemberitahuan (SPT) ................................................... 35
1. Pengertian dan Fungsi SPT ............................................. 35
2. Jenis Surat Pemberitahuan (SPT) .................................... 36
3. Bentuk Surat Pemberitahuan ........................................... 37
4. Pihak Pengisi SPT........................................................... 38
5. Batas Waktu Penyampaian dan Perpanjangan SPT.......... 38
D. Pajak Penghasilan…………………………………………… 39
1. Pengertian Pajak………………………………………… 39
2. Subjek Pajak Penghasilan………………………………. 39
3. Objek Pajak Penghasilan……………………………….. 40
E. W
ajib Pajak Badan dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak
Badan………………………………………………………. 41
1. Wajib Pajak Badan…………………………………….. 41
2. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan………………… 41
F. Kerangka Pemikiran……………………………………….. 44
G. Undang Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2007
Tentang Perubahan Ke-3 atas UU No. 6 Tahun 1983
Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan Dan
Sunset Policy………………………………………………… 45
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian..................................................... 61
B. Metode Penentuan Sampel.................................................... 61
C. Metode Pengumpulan Data ................................................... 62
D. Metode Analisis Data............................................................ 63
E. Operasional Variabel Penelitian ............................................ 64
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Tentang Kantor Pelayanan Pajak Jakarta
Kebayoran Baru Satu ............................................................ 66
1. Sejarah dan Perkembangan Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Jakarta Kebayoran Baru Satu................................ 66
2. Pemeriksa Pajak.............................................................. 72
B. Hasil dan Pembahasan .......................................................... 74
1. Wajib Pajak Badan.......................................................... 74
2. Surat Pemberitahuan (SPT)............................................. 75
3. Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak…………………………… 85
4. Monitoring Dan Tindak Lanjut …………………………... 95
5. Relevansi dengan Undang-Undang Perpajakan Baru…… 97
BAB V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan .......................................................................... 98
B. Implikasi............................................................................... 99
C. Saran……………………………………………………………… 100
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 101
LAMPIRAN ............................................................................................. 103
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
1.1 Perkembangan Jumlah Wajib Pajak 3
2.1 Perkembangan Jumlah WP Tahun 2002- 2007 20
4.1 Tenaga Pemeriksa Pajak Di Seksi PPh Badan 72
4.2 Tabel SPT Tahunan untuk Tahun 2004-31 Des 2005 76
4.3 Tabel SPT Tahunan untuk Tahun 2005-31 Des 2006 79
4.4 Tabel SPT Tahunan untuk Tahun 2006-31 Des 2007 80
4.5 Jenis Produk Hukum Tahun 2004 96
4.6 Jenis Produk Hukum Tahun 2005 96
4.7 Jenis Produk Hukum Tahun 2006 96
4.8 Jenis Produk Hukum Tahun 2007 96
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
4.1 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak
Jakarta Kebayoran Baru Satu 68
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
1 Surat Edaran Departemen Keuangan Republik
Indonesia Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 123/PMK.03/2006 Tentang
Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor
545/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pemeriksaan
Pajak, Tanggal 7 Desember 2006 103
2 Lembar Pedoman Wawancara 109
3 Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak Badan 111
4 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Jakarta
Kebayoran Baru Satu 119
5 Surat Keterangan Ijin Riset di Kantor Pelayanan Pajak
Jakarta Kebayoran Baru Satu 120
6 Surat Permohonan Kunjungan Riset di Kantor
Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu 121
Ciputat, 12 November 2008
Hal : Permohonan kerja Lampiran : 1 Berkas
Kepada Yth. Bapak/Ibu Manajer Personalia
Di Tempat
Dengan Hormat,
Sehubungan dengan informasi yang saya peroleh tentang adanya kebutuhan
karyawan / tenaga kerja dalam menjalankan operasional kerja di perusahaan yang
Bapak / Ibu pimpin, maka saya dengan ini mengajukan diri untuk mengisi posisi
tersebut.
Nama saya adalah Nia Anggraini dan saya berusia 23 tahun. Saya seorang yang
ulet, pekerja keras, rajin, mudah bersosialisasi dan dapat belajar dengan cepat.
Saya lulusan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas
Ekonomi dan Ilmu Sosial Jurusan Akuntansi Perpajakan. Alamat saya di Perum
Villa Mutiara Jl. Mutiara V Blok MM no.5 Rt.02/04 Sawah Baru Ciputat 15413.
Demikian lamaran ini saya buat. Selanjutnya saya menunggu kesempatan untuk
mengikuti test dan wawancara.
Hormat Saya,
Nia Anggraini
Lampiran:
1. Daftar Riwayat Hidup
2. Pas Foto
3. Foto cofy Kartu Tanda Penduduk
4. Foto cofy Ijazah SMU
5. Foto cofy Indeks Prestasi Kumulatif
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Di Indonesia, landasan hukum penerapan pajak terhadap Undang-
undang 1945 pasal 23 Ayat (2) berbunyi: “Segala pajak untuk keperluan negara
berdasarkan undang-undang”. Kemudian ayat ini dapat diperjelas dalam
penjelasannya yang berbunyi: “Oleh karena penetapan belanja mengenai hak
rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang
menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak dan lain-lainnya, harus
ditetapkan dengan undang-undang yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat”.
Pajak merupakan salah satu alternatif sumber pembiayaan
pembangunan yang diterapkan hampir seluruh negara di dunia. Bahkan pajak
dapat menjadi sumber pendapatan negara paling favorit di saat langkanya sumber
dana pembangunan, mengingat penyelenggaraannya yang sepenuhnya menjadi
otoritas pemerintah suatu negara, sehingga pembiayaan pembangunan secara
mandiri dapat terwujud. Penerimaan pajak merupakan salah satu sumber yang
utama, baik dalam penerimaan rutin pemerintah maupun pengaluaran investasi
atau pembangunan serta pengeluaran dan pengendalian kebijakan ekonomi di
berbagai negara. Namun, keberhasilan penggalangan dana pembangunan melalui
optimalisasi penerimaan pajak ini memerlukan kerjasama dan dukungan seluruh
rakyat, sehingga perlu disusun suatu sistem perpajakan yang sederhana namun
memadai baik dari segi perangkat hukumnya maupun dari segi pelaksanaannya di
lapangan. Sistem dan prosedur perpajakan untuk meningkatkan pendapatan negara
terus disempurnakan dan disederhanakan dengan memperhatikan asas keadilan,
pemerataan, manfaat dan kemampuan masyarakat melalui peningkatan mutu
pelayanan dan kualitas aparat yang tercermin dalam peningkatan kejujuran,
tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi serta melalui penyempurnaan sistem
administrasi. Dengan adanya sistem perpajakan yang baik diharapkan potensi
pajak yang belum tersentuh dan dioptimalkan, akan dapat memberikan kontribusi
yang lebih besar dalam penerimaan APBN.
Menurut data yang diperoleh dari www.pajak.go.id (Inovasi Online
Edisi Vol.6/XVIII/Maret 2006), pajak dianggap sebagai mesin penghasil uang
negara semenjak berakhirnya era kejayaan minyak yang dulu berfungsi sebagai
penghasil utama penerimaan negara. Namun demikian, menurut Jakarta Kompas
(Kamis, 19 Juni 2008) jumlah penerimaan negara dari pajak belum optimal sebab
upaya memperbanyak jumlah pemilik Nomor Pokok Wajib Pajak atau NPWP
belum menunjukan hasil yang maksimal. Sejak awal tahun 2006 hingga kini,
jumlah NPWP efektif atau NPWP yang dimiliki orang yang membayar pajak
secara riil, baru enam juta. Dengan demikian, jumlah orang yang belum memiliki
NPWP sangat besar. Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan Darmin
Nasution menyebutkan, dari 6 juta pemilik NPWP hanya sekitar 2,4 juta Wajib
Pajak yang rutin membayar pajak, yaitu 1,3 juta Wajib Pajak Orang Pribadi dan
1,1 juta Wajib Pajak Badan. Akan tetapi dengan hal ini pemerintah akan berusaha
menjaring Wajib Pajak lain untuk membayar pajak di atas Rp 5 miliar, pemerintah
berharap akan ada peningkatan kesadaran masyarakat untuk membuat NPWP
paling lambat akhir 2008. Dengan kenaikan jumlah itu, pemerintah mengharapkan
ada kenaikan penerimaan negara sebesar Rp. 5 triliun pertahun. Saat ini, 3.276
orang membayar pajak penghasilan (PPh) Rp 1 miliar-Rp 2 miliar dengan nilai Rp
1,456 triliun, sebanyak 1.901 orang membayar pajak Rp 2 miliar-Rp 5 miliar
senilai Rp 2,88 triliun dan sebanyak 411 orang membayar pajak di atas Rp 5
miliar dengan nilai Rp 1,4 triliun. Kewajiban mendaftarkan diri sebagai Wajib
Pajak dimulai ketika seseorang memperoleh penghasilan diatas Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP). Batas PTKP yang sekarang berlaku adalah sejak tanggal 1
Januari 2006, sebagai berikut: Wajib Pajak belum kawin Rp.13.200.000 pertahun;
tambahan Rp.1.200.000 untuk Wajib Pajak yang kawin; tambahan Rp.13.200.000
jika istri bekerja; dan tambahan masing-masing Rp.1.200.000 untuk tanggungan
(maksimal tiga). Dilihat dari batasan penghasilan tersebut, potensi pajak yang
dimiliki oleh masyarakat masih sangat besar. Sementara itu target penerimaan
negara dari sektor pajak terus ditingkatkan dari tahun ke tahunnya. Berikut Tabel
Perkembangan Jumlah Wajib Pajak selama 6 tahun terakhir:
Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Wajib Pajak
Uraian
WP Badan 2002 2003 2004 2005 2006 2007
1.Terdaftar 941.038 1.031.624 1.116.224 1.207.653 1.337.637 1.358.022
2. Efektif 795.451 882.253 964.122 1.054.127 1.137.752 1.268.739
WP OP
1.Terdaftar 2.112.896 2.426.110 2.728.947 2.999.100 3.330.821 5.336.214
2. Efektif 1.986.108 2.263.492 2.564.735 2.829.251 2.876.911 5.144.748
TOTAL
1.Terdaftar 3.053.934 3.457.734 3.845.171 4.206.762 4.668.458 6.694.236
2. Efektif 2.781.559 3.145.745 3.528.857 3.883.378 4.014.663 6.413.487
Sumber: Direktorat TIP ( 05 Februari 2008) diolah sendiri
Dapat dijelaskan bahwa Wajib Pajak Efektif adalah Wajib Pajak yang
melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya dalam melaporkan serta
membayarkan jumlah pajak terutangnya secara riil kepada pemerintah (KPP) serta
melaporkan SPT Tahunannya tepat pada waktu yang telah ditentukan yang
dilakukan secara rutin sesuai peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh
pemerintah. Sedangkan Wajib Pajak Non Efektif adalah Wajib Pajak yang tidak
pernah melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya selama 2 tahun berturut-
turut, wajib pajak tersebut meninggal dunia/ bubar, wajib pajak yang tidak
diketahui lagi alamatnya serta wajib pajak yang berdasarkan hasil penelitian/
pengamatan tidak melakukan kegiatan usaha lagi.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Indonesian Tax Review
(2005:28) Pajak dapat juga disebut sebagai sebuah produk hukum yang sangat erat
kaitannya dengan kehidupan publik. Namun, ironisnya publik relatif masih
menganggapnya sebagai sesuatu yang sulit dan dapat menimbulkan kebingungan.
Bahkan tidak jarang publik bersikap apatis terhadap pajak. Salah satu penyebab
sikap apatis tersebut adalah karena pajak dirasakan sebagai sesuatu yang asing,
rumit dan membingungkan.
Pemeriksaan pajak adalah salah satu bentuk upaya Direktorat jenderal
Pajak dalam menerapkan pengawasan terhadap para Wajib Pajak. Adapun
wewenang untuk melakukan pemeriksaan ini diberikan melalui Perubahan ketiga
atas Undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan umum dan Tata cara
Perpajakan, yang terakhir telah diubah dengan Undang-undang No. 16 Tahun
2000 tentang Ketentuan umum dan Tata cara Perpajakan. Penerapan sistem
perpajakan sebelum reformasi perpajakan pertama (Undang-undang No. 6 Tahun
1983), dimana besarnya pajak yang harus dibayar Wajib Pajak sepenuhnya
ditentukan oleh fiskus, telah membuat bayangan menakutkan terhadap Wajib
Pajak yang mengakibatkan sikap antipati dan cenderung menghindar dari pajak.
Kondisi ini diperparah oleh kurang memadainya perangkat hukum yang
mengaturnya, sehingga perlindungan akan hak-hak dari Wajib Pajak dan
kepastian hukum serta persamaan perlakuan hukum menjadi kurang terjamin.
Sebagai akibatnya, pajak terlebih pemeriksaan pajak dianggap sebagai momok
yang meresahkan hanya menambah beban bagi masyarakat.
Pemeriksaan pajak merupakan instrument untuk menentukan
kepatuhan baik formal maupun material, yang tujuan utamanya adalah untuk
menguji dan meningkatkan tax compliance seorang wajib pajak. Dengan demikian
pemeriksaan pajak tidak lain merupakan pagar penjaga agar Wajib Pajak tetap
pada koridor peraturan perpajakan. Selain itu penegakan hukum ini menjadi upaya
untuk menciptakan keadilan melalui penerapan peraturan perpajakan secara fair,
konsisten, dan konsekuen sesuai nilai-nilai yang dituntut pada era masa depan.
Seiring dengan perkembangan masyarakat Indonesia yang semakin
kritis, menuntut banyak lagi kepada Pemerintah untuk memberikan pelayanan
publik yang layak, termasuk dalam penerapan kewajiban perpajakan, mengingat
salah satu sifat dari pengenaan pajak yang tidak memberikan kontraprestasi
individual secara langsung. Menurut Chaidir Ali dalam bukunya Hukum Pajak
Elementer (1993:16) beberapa diantara tuntutan ini antara lain adalah kepastian
hukum dan kejelasan informasi mengenai hak-hak dan kewajibannya serta
perlakuan yang sama dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan. Dewasa ini kita menginginkan transparansi baik dalam
aturan main pengumpulannya maupun alokasi penggunaan dana dari pajak yang
dipungut. Tanpa pemungutan pajak sudah bisa dipastikan bahwa keuangan Negara
akan lumpuh terlebih lagi bagi Negara yang sedang membangun seperti Indonesia.
Namun, ada beberapa kendala dan hambatan dalam melaksanakan
pemeriksaan pajak. Kendala ini berasal dari fiskusnya sendiri yang jumlah
maupun kemampuannya masih sangat terbatas, menurut data yang telah diperoleh
dari www.pajak.go.id (06 Juni 2007) jumlah pejabat eselon dua ke atas Ditjen
Pajak adalah yang terbanyak berjumlah 44 orang, jumlah pegawainya pun
mencapai 30 ribu. Namun, karyawan yang berlatar belakang auditor fungsional
hanya berjumlah 2.300 orang, padahal di negara lain komposisi auditor ideal
mencapai 50-60 persen. Sedangkan dari sisi objek pemeriksaan yaitu Wajib Pajak
sendiri yang kerap kali menghindar atau bahkan menolak untuk bekerja sama.
Dalam prakteknya Wajib Pajak sering tidak kooperatif dalam memberikan data-
data yang dibutuhkan selama proses pemeriksaan. Bahkan kerapkali terjadi pula
usaha-usaha meringankan beban pajak dengan cara yang melanggar undang-
undang atau menggelapkan pajak (tax evasion), selain itu kendala yang dihadapi
adalah masih kurang memadainya sarana pemeriksaan.
Menurut data yang diperoleh dari Indonesian Tax Review (Volume
IV/Edisi 50/2005:36-37), keengganan mereka (wajib pajak) untuk membayar atau
menyetorkan pajak, pada umumnya diaplikasikan melalui dua cara yang berbeda.
Pertama, dengan cara penghindaran pajak (tax avoidance). Kedua, dengan cara
pengelakan pajak (tax evasion). Tax evasion, atau yang kadang disebut dengan
penggelapan pajak, adalah tindakan pengelakan membayar pajak yang dilakukan
dengan cara melanggar hukum dan peraturan perundang-undangan perpajakan itu
sendiri. Sebagai contoh, misalnya tidak mendaftarkan diri untuk memperoleh
NPWP, atau memiliki NPWP tetapi tidak melaporkan SPT atau melaporkan SPT
tetapi isinya tidak benar. Banyak alasan mengapa orang (wajib pajak) melakukan
hal itu. Namun secara garis besar, sebab-musabab tindak penggelapan pajak (tax
evasion) dapat dibedakan menjadi dua. Pertama karena yang bersangkutan tidak
sengaja (alpa) dan tidak mengetahui akan adanya peraturan tersebut. Dan kedua
yang bersangkutan tahu bahwa ada peraturan tersebut, tetapi tetap melanggarnya
demi menjaga kesejahteraannya agar tidak berkurang atau tidak membayar pajak.
Penelitian tentang pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap SPT
Tahunan PPh Wajib Pajak Badan ini merupakan replikasi dari penelitian
sebelumnya yang telah dilakukan oleh Siti Himayah (2005), dengan judul
“Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak atas Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi”. Hasil dari skripsinya tersebut
menyebutkan bahwa pelaksanaan pemeriksaan pajak atas SPT Tahunan PPh
Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan di KPP Jakarta Tebet sudah sangat
efektif, yang menunjukan bahwa kepatuhan Wajib Pajak untuk diperiksa tinggi
dan petugas pemeriksa tidak mendapat kendala serta hambatan dalam
melaksanakan pemeriksaan tersebut, sehingga pemeriksa pajak dapat
menyelesaikan pemeriksaan tepat waktu dan sesuai dengan Surat Perintah
Pemeriksaan Pajak (SP3).
Berdasarkan berbagai kondisi dan keadaan seperti diuraikan diatas,
maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap topik ini,
dengan harapan dapat ikut memberikan sumbangan pemikiran dalam memberikan
informasi kepada masyarakat pada umumnya, juga dalam memecahkan berbagai
persoalan yang menghambat pelaksanaan tugas pemeriksaan pajak. Serta ingin
meningkatkan kesadaran dan pengetahuan Wajib Pajak untuk memenuhi
kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan Undang-undang yang berlaku.
Seberapa jauh pelaksanaan dimaksud, penulis mencoba menelitinya dalam bentuk
skripsi yang berjudul “Evaluasi atas Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak
terhadap Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak Badan Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Kebayoran Baru
Satu”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan permasalahan sebagai
berikut: Bagaimana pelaksanaan pemeriksaan pajak atas Surat Pemberitahuan
(SPT) Tahunan PPh Wajib Pajak Badan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta
Kebayoran Baru Satu, ditinjau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak?
C.Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui proses Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak atas Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Badan
dalam praktek di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu, sesuai Peraturan Menteri
Keuangan RI Nomor 123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan Atas Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pemeriksaan
Pajak. Serta untuk mengetahui apakah pelaksanaan pemeriksaan pajak yang
dilakukan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam menyerahkan
SPT Tahunannya ke Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu.
Adapun manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti
a. Berguna untuk menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari.
b. Berguna untuk menambah pengetahuan apabila nantinya bekerja di
KPP, terutama dalam hal pemeriksaan pajak.
c. Untuk memenuhi salah satu prasyarat memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
d. Serta sebagai wujud partisipasi penulis dalam meningkatkan kesadaran
akan hak dan kewajiban yang melekat pada Wajib Pajak sebagai warga
negara yang baik, khususnya yang berkaitan dengan pemeriksaan pajak
yang selama ini masih dianggap sebagai momok yang meresahkan dan
menakutkan yang harus dihindari.
2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
a. Sebagai bahan masukan dan saran berupa rekomendasi dan perbaikan
yang diharapkan dapat memberikan sumbangan pemeriksaan guna
mencapai perbaikkan kinerja pemeriksaan pajak bagi pemeriksa pajak
dalam rangka mengatasi hambatan penerimaan negara di sektor pajak.
b. Juga sebagai sarana untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi
palaksanaan pemeriksaan pajak atas SPT Tahunan PPh Wajib Pajak
Badan khususnya di KPP.
3. Bagi Pihak Lain
a. Sebagai sarana untuk memberikan informasi dan gambaran bagi
masyarakat Wajib Pajak Badan atas pelaksanaan pemeriksaan pajak
terhadap SPT Tahunan PPh yang dilaporkan setiap tahun ke
Direktorat Jenderal Pajak melalui KPP.
b. Sebagai sumber bacaan bagi pihak yang membutuhkan tambahan
pengetahuan dan informasi tentang KPP, terutama tentang
pemeriksaan pajak.
c. Agar pihak lain lebih memahami tentang pelaksanaan pemeriksaan
pajak di KPP.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Perpajakan Di Indonesia
1. Pengertian Pajak
Pajak bukan saja sebagai kewajiban belaka, melainkan juga adalah hak dari
pembayar pajak (Wajib Pajak) dimana rakyat selaku pembayar pajak melalui
wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat mempertanyakan: untuk apa
pajak itu?
Terdapat berbagai macam mengenai definisi pajak dikalangan para sarjana
ahli dibidang perpajakan. Diantara pendapat para ahli tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Definisi Pajak yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro, SH (2003:5):
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa
timbal-balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut
kemudian disempurnakan, sehingga berbunyi: Pajak adalah peralihan
kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan “surplus” nya digunakan untuk public saving yang
merupakan sumber utama untuk membiayai public investment”.
b. Definisi pajak yang dikemukakan oleh Soeparman Soemahamidjaya
(2000:5) dalam disertasinya yang berjudul:
“Pajak berdasarkan asas gotong-royong”, memberikan definisi: pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh
pengusaha berdasrakan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum”.
c. Definisi pajak yang dikemukakan oleh S. I. Djajadiningrat dalam Rimsky
K.Judisseno (2003:1):
“Pajak adalah sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan
perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat
dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum”.
d. Definisi pajak yang dikemukakan oleh N. J. Feldmann (2003:1):
“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan
terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya
secara umum), tanpa adanya kontrapestasi, dan semata-mata digunakan
untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum”.
Dengan melihat definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut
di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
a. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta
aturan pelaksanaannya.
b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun oleh daerah.
d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengelaran pemerintah, yang dilihat
dari pengeluarannya dipergunakan untuk membiayai publik investment
seperti pembuatan jalan, jembatan, gedung, gaji untuk pegawai negeri
temasuk TNI dan sebagainya.
e. Pajak merupakan iuran wajib, pengenaan pajak ditetapkan untuk semua
orang dalam suatu negara tanpa kecuali.
f. Adanya peralihan kekayaan dari rakyat kepada kas negara.
Pemungutan pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada
negara dan hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat. Oleh sebab itu pemungutan
pajak harus berdasarkan persetujuan dari rakyat. Tentang jenis pajak apa saja yang
dipungut serta berapa besar pemungutan pajak. Dan proses persetujuan itu dapat
dilakukan dengan suatu undang-undang yang diatur dalam pasal 23 ayat 2 UUD
1945 yang berbunyi “segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang”.
2. Fungsi Pajak
Fungsi pajak sebagaimana dikemukakan oleh Siti Resmi (2005:2) dapat
dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:
a. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah
satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran rutin
maupun pembangunan. Penerimaan rutin pemerintah berasal dari
penerimaan sektor pajak, retribusi, bea dan cukai, hasil perusahaan negara
denda dan sitaan. Penerimaan rutin adalah untuk membiayai pengeluaran
rutin dari pemerintah seperti gaji pegawai, pembelian alat tulis menulis,
ongkos pemeliharaan gedung pemerintah, bunga dan angsuran
pembayaran utang-utang kepada negara lain, tunjangan sosial dan lain
sebagainya.
b. Fungsi Regulerend (mengatur)
Pajak mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial
dan ekonomi, dan mencapai tujuan tertentu diluar bidang keuangan. Salah
satu contoh penerapan pajak sebagai fungsi mengatur adalah pajak yang
tinggi dikenakan terhadap barang mewah. Pajak penjualan atas barang
mewah (PPn-BM) dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli barang
mewah. Semakin mewah suatu barang maka tarif pajaknya semakin tinggi
sehingga barang tersebut semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini
dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba untuk mengkonsumsi barang
mewah.
c. Fungsi Demokrasi
Adalah suatu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau
wujud sistem gotong royong termasuk kegiatan pemerintah dan
pembangunan demi kemaslahatan manusia. Fungsi demokrasi sekarang ini
sering dikaitkan dengan hak seseorang untuk mendapatkan pelayanan dari
pemerintah.
d. Fungsi Distribusi
Yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan
keadilan dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan adanya tarif
progresif yang mengenakan tarif lebih besar kepada masyarakat yang
mempunyai penghasilan besar dan sebaliknya.
3. Jenis Pajak
Terdapat berbagai macam jenis pajak, yang dapat dikelompokan menjadi
tiga, yaitu pengelompokan menurut golongannya, menurut sifatnya, dan menurut
lembaga pemungutnya.
a. Menurut Golongannya
Menurut golongannya, pajak dikelompokan menjadi dua yaitu
pajak langsung dan pajak tidak langsung.
1) Pajak Langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung
sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan
kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban sendiri
oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan dibayar atau ditanggung oleh pihak-pihak tertentu
yang memperoleh penghasilan tersebut.
2) Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.
Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa,
perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi
penyerahan barang atau jasa. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai terjadi
karena terdapat pertambahan nilai terhadap barang dan jasa. Pajak ini
dibayarkan oleh produsen atau pihak yang menjual barang tetapi dapat
dibebankan kepada konsumen baik secara eksplisit maupun secara
implisit (dimasukan dalam harga jual barang atau jasa).
b. Menurut Sifatnya
Menurut sifatnya, pajak dapat dikelompokan menjadi dua yaitu
pajak subjektif dan pajak objektif.
1) Pajak Subjektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada
keadaan pribadi. Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang
memperhatikan keadaan subjeknya. Contoh: Pajak Penghasilan. Dalam
Pajak Penghasilan terdapat subjek pajak (Wajib Pajak) orang pribadi.
Pengenaan Pajak Penghasilan untuk oarang pribadi tersebut
memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak (status perkawinan,
banyaknya anak dan tanggungan lainnya). Keadaan pribadi Wajib
Pajak tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan besarnya
penghasilan tidak kena pajak.
2) Pajak Objektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada
objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang
mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa
memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun
tempat tinggal. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan.
c. Menurut Lembaga Pemungutnya
Menurut lembaga pemungutnya, pajak dikelompokan menjadi dua
yaitu Pajak Negara (Pajak Pusat) dan Pajak Daerah.
1) Pajak Negara (Pajak Pusat), adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
negara pada umumnya. Contoh: Pajak Penghasilan, PPn-BM, dan
PBB.
2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik
daerah tingkat I maupun daerah tingkat II dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Contoh: Pajak
Daerah tingkat I (Propinsi): Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Tanah, Pajak Izin
Penangkapan Ikan di Wilayahnya.
4. Asas Pemungutan Pajak
Banyak pendapat ahli yang mengemukakan tentang asas-asas perpajakan
yang harus ditegakkan dalam membangun suatu sistem perpajakan di antara
pendapat para ahli tersebut, yang paling terkenal adalah four maxims dari Adam
Smith. Menurut Adam Smith, pemungutan pajak hendaknya didasarkan atas
empat asas, yaitu equity, certainty, convenience dan economy. Berikut ini
dijelaskan beberapa asas yang penting untuk diperhatikan dalam mendisain sistem
pemungutan pajak:
a. Asas Domisili (asas tempat tinggal)
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas
seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal diwilayahnya,
baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun penghasilan yang
berasal dari luar negeri.
b. Asas Sumber
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas
penghasilan yang bersumber diwilayahnya tanpa memperhatikan tempat
tempat tinggal Wajib Pajak. Setiap orang yang memperoleh penghasilan
dari Indonesia dikenakan pajak atas penghasilan yang diperolehnya tadi.
c. Asas kebangsaan
Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan
kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia
dikenakan atas setiap orang asing yang bukan berkebangsaan Indonesia
yang bertempat tinggal di Indonesia. .
5. Sistem Pemungutan Pajak
Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan pajak, yaitu:
official assesment system, self assesment system, dan with holding system.
a. Official Assesment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan kepada
aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang
setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang
berlaku. Semua inisiatif dan kegiatan menghitung serta memungut pajak
sepenuhnya berada ditangan para aparatur perpajakan.
b. Self Assesment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang bagi Wajib
Pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap
tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakanyang berlaku.
Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, memahami peraturan
perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang
tinggi,serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak.
c. With Holding System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang oleh wajib pajak sesuai ketentuan undang-undang perpajakan
yang berlaku.
6. Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Pada prinsipnya pajak terutang pada saat timbulnya objek pajak yang
dapat dikenakan pajak, tanpa menunggu adanya Surat Ketetapan Pajak (SKP).
Surat Ketetapan Pajak hanya berfungsi sebagai surat keputusan yang menentukan
besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah pengurangan pembayaran pajak,
jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan
besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang ketentuan
umum dan tata cara perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak tidak lagi berkewajiban
untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas keseluruhan Surat Pemberitahuan
(SPT) Wajib Pajak. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak hanya terbatas pada wajib
pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran pengisian SPT atau
ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.
Surat Ketetapan Pajak baru diterbitkan bila Wajib Pajak tidak membayar
pajak sebagaimana mestinya menurut peraturan Perundang-undangan Perpajakan.
Untuk mengetahui apakah Wajib Pajak tidak atau kurang membayar pajak, adalah
karena dilakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan dan hasil
pemeriksaan itu diketahui bahwa pajaknya kurang dibayar dari jumlah yang
seharusnya terutang. Pemeriksaan dapat dilakukan ditempat Wajib Pajak dengan
memeriksa pembukuan dengan melalui penelitian administrasi.
7. Strategi Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut data yang diperoleh dari www.pajak.go.id (Inovasi online
edisi vol.6/xiii/Maret 2006) Strategi yang ditempuh guna meningkatkan dan
menjaga kepatuhan Wajib Pajak adalah:
a. Pembangunan pusat data dan pembentukan system nomor induk tunggal
(sigle identification number). Upaya ini dilaksanakan dalam rangka
meningkatkan kemampuan Direktorat Jenderal Pajak untuk lebih efektif
dalam melakukan pengawasan terhadap Wajb Pajak.
b. Pemanfaatan teknologi informasi dalam rangka pembentukan pusat data
secara nasional, koordinasi dengan lembaga keuangan dan otoritas
moneter dalam rangka peningkatan akses informasi atas transaksi
keuangan Wajib Pajak dan penyisiran wilayah-wilayah dimana banyak
terdapat anggota masyarakat yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak.
Strategi ini telah menghasilkan pertambahan jumlah Wajib Pajak dalam
kurun waktu satu tahun.
Tabel 2.1 Perkembangan Jumlah Wajib Pajak Tahun 2002- Desember 2007
Tahun Jumlah Wajib Pajak (Badan dan Orang Pribadi)
2002 5.835.493
2003 6.603.479
2004 7.374.028
2005 8.090.140
2006 8.683.121
2007 13.107.723
c. Perbaikan Manajemen Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak. Perbaikan
manajemen pemeriksaan pajak, sebagai upaya peningkatan penegakan
hukum (law enforcement) pajak, dilaksanakan dengan pengembangan risk
analysis sebagai dasar pemeriksaan, pengembangan system administrasi
pemeriksaan pajak, dan pengembangan data matching sebagai basis
elektronik audit. Sementara itu, perbaikan manajemen penyidikan pajak
dilaksanakan dengan pengembangan kegiatan intelijen sebagai dasar
penyidikan, pengembangan kerja sama dengan instansi penegak hukum
lainnya, dan pengembangan system administrasi penyidikan pajak.
Pengembangan penegakan hukum pajak dari November 2004-September
2005 adalah sebanyak 20 Wajib Pajak disidik, 159 Wajib Pajak dicegah
dan 4 Wajib Pajak disandera.
d. Peningkatan program penyuluhan kepada masyarakat. Hal ini bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak, memperluas, dan
meningkatkan pengetahuan pajak. Upaya penyuluhan pajak dilaksanakan
dengan cara:
1) Penerapan pendidikan perpajakan kepada generasi muda, baik melalui
jalur pendidikan formal maupun non formal,
2) Sosialisasi perpajakan kepada masyarakat, dan
3) Penyediaan hot line service bagi masyarakat untuk memperoleh
pengetahuan tentang perpajakan, serta
4) Optimalisasi fungsi public relation juga dilaksanakan untuk dapat
meningkatkan citra positif aparatur pajak.
8. Perlawanan Terhadap Pajak
Santoso R. Brotodiharjo (1995:13) menjelaskan, pada umumnya
masyarakat cenderung untuk meloloskan diri dari pajak. Terdapat dua factor utama dalam usaha tersebut, yang dapat dibedakan kedalam bentuk
perlawanan pasif dan perlawanan aktif. Bentuk-bentuk perlawanan tersebut diuraikan sebagai berikut:
a. Rimsky K. Judisseno (1999:39), menyatakan bahwa perlawanan pasif
merupakan produk dari ketidaktahuan masyarakat tentang pengetahuan
perpajakan. Masyarakat secara tidak sadar melakukan suatu perlawanan
dalam bentuk tidak membayar pajak. Dalam perlaawanan pasif ini tidak
terlihat adanya unsur kesengajaan dari masyarakat untuk menghindari
pembayaran pajak apalagi menghambatnya. Mereka tidak tahu untuk apa,
bagaimana, kapan, dan kepada siapa pajak harus dibayarkan.
b. Brotodihardjo (1995:13), menjelaskan bahwa perlawanan aktif meliputi
semua usaha dan perbuatan, yang secara langsung ditujukan terhadap
fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak. Perlawanan ini justru
dilakukan oleh mereka yang mengetahui peraturan dan permainan pajak
dengan baik. Sementara cara-cara perlawanan aktif yang ada secara umum
dapat dibedakan atas:
1) Penghindaran diri dari pajak (tax avoidance), yaitu pembayaran pajak
dengan mudah dapat dihindari dengan tidak melakukan perbuatan yang
memberi alasan untuk dikenakan pajak, yaitu dengan meniadakan atau
tidak melakukan hal-hal yang dapat dikenakan pajak.
2) Penyelundupan pajak, apabila penghindaran diri dari pajak tidak dapat
dilaksanakan, maka Wajib Pajak akan berusaha menggunakan cara lain
yang disebut pengelakan pajak misalnya dengan penyelundupan pajak.
Pengelakan itu merupakan pelanggaran Undang-Undang dengan
maksud melepaskan diri dari pajak atau mengurangi dasarnya.
3) Melalaikan pajak, yaitu menolak pajak-pajak yang telah ditetapkan dan
menolak memenuhi formalitas-formalitas yang harus dipenuhi
olehnya.
B. Pemeriksaan Pajak 1. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak
Berdasarkan Perubahan Ketiga atas Undang-undang No. 6 Tahun 1983
tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan undang-undang No. 16 Tahun 2000, diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun1986 tentang tata cara pemeriksaan dibidang
perpajakan, bahwa tujuan pemeriksaan pajak adalah menetapkan jumlah pajak
terutang. Selain itu dasar hukum tindakan pemeriksaan dibidang perpajakan
adalah Peraturan Menteri Keuangan RI No. 123/PMK.03/2006 Tentang
Perubahan atas KMK RI No.545/KMK.04/2000 Tata Cara Pemeriksaan dibidang
Perpajakan.
2. Pengertian Pemeriksaan Pajak
Sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia saat ini adalah sistem self
assesment, dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung sendiri
pajak yang terutang dan menyetorkan ke kas negara. Dalam sistem ini tentu
diperlukan kejujuran, dan tetap ada yang tidak jujur dalam menghitung pajaknya
melalui Surat Pemberitahuan. Untuk itu fiskus diberikan wewenang untuk
melakukan pemeriksaan terhadap kebenaran dari Surat Pemberitahuan Tahunan
(SPT) dari Wajib Pajak yang bersangkutan.
Pemeriksaan menurut Undang-undang No. 28/2007 tentang Perubahan
Ketiga atas Undang-undang No. 6/1983 tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan (KUP) adalah sebagai berikut:
“Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah
data, keterangan, dan/ atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan
profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.
Objek dari pemeriksaan adalah laporan keuangan Wajib Pajak yang
menjadi dasar dari SPT Tahunan. Pemeriksaan Pajak adalah suatu kegiatan
pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal ini petugas
pemeriksa pajak (fiskus) terhadap Wajib Pajak atas pemenuhan kewajiban
perpajakannya berdasarkan undang-undang pajak untuk berbagai tujuan.
Tindakan pemeriksaan adalah tindakan yang dilakukan oleh petugas
perpajakan (fiskus) dalam rangka melaksanakan pemeriksaan terhadap Wajib
Pajak, untuk mencari bahan-bahan dalam menetapkan jumlah pajak yang terutang
dan jumlah pajak yang harus dibayar.
3. Tujuan Pemeriksaan Pajak
Tujuan pemeriksaan pajak yang utama adalah untuk memperoleh /
mengumpulkan bahan-bahan yang dijadikan dasar untuk menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak, Surat Ketetapan Tambahan, dan Pemberitahuan, Surat
Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak, dan lain-lain yang berhubungan dengan
administrasi perpajakan.
Tujuan lain dari pemeriksaaan adalah untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakkan dalam rangka memberikan kepastian hukum,
keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak. Serta dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Untuk keperluan
pemeriksaan tugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah pemeriksaan
dan harus memperlihatkan kepada Wajib Pajak yang diperiksa.
4. Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan Pajak
Ruang lingkup pemeriksaan terdiri dari:
a. Pemeriksaan lapangan
1) Pemeriksaan lapangan meliputi suatu jenis pajak,beberapa jenis pajak
atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan/atau tahun
sebelumnya dan/atau untuk tujuan lain yang dilakukan ditempat Wajib
Pajak dan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.
2) Pemeriksaan Lapangan dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan
lengkap atau pemeriksaan sederhana lapangan.
3) Jangka waktu pemeriksaan sebagaimana PMK No.123/PMK.03/2006
pasal 3 ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak.
4) Apabila dalam pelaksanaan pemeriksaan ditemukan indikasi adanya
transaksi yang mengandung unsur transfer pricing, maka lingkup
pemeriksaan ditingkatkan menjadi Pemeriksaan Lapangan.
b. Pemeriksaan Kantor
1) Pemeriksaan kantor meliputi suatu jenis pajak tertentu baik tahun
berjalan dan atau tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor Direktorat
Jenderal Pajak.
2) Pemeriksaan kantor dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan sederhana
kantor dan Pemeriksaan sederhana lapangan.
5. Petugas Pelaksana Pemeriksaan Pajak
Sesuai dengan PMK RI Nomor. 123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan
atas KMK RI No.545/KMK.04/2000 pasal 1 ayat (2), yang menjadi pemeriksa
pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau
tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang diberi tugas,
wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan pajak.
Selain itu, berdasarkan Pasal 9 ayat (1), pemeriksaan pajak harus
dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang:
a) Telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki keterampilan
sebagai Pemeriksa Pajak.
b) Bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengabdian, bersikap
terbuka, sopan, dan objektif, serta menghindarkan diri dari perbuatan
tercela.
c) Menggunakan keahliannya secara cermat dan seksama serta memberikan
gambaran yang sesuai dengan keadaan sebenarnya tentang Wajib Pajak.
Untuk melaksanakan suatu tugas pemeriksaan pajak dilakukan oleh
pemeriksa pajak yang tergabung dalam suatu tim yang terdiri dari seorang
supervisor, seorang ketua tim dan seorang atau lebih anggota. Penunjukan tim
pemeriksa pajak ini dilakukan berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan
Pajak(SP3).
6. Tahap Pemeriksaan Pajak
Pengelompokan kegiatan dalam proses pemeriksaan pajak secara tersurat
tidak dicantumkan dalam keputusan menteri keuangan maupun pada petunjuk
pelaksanaanya. Namun secara tersirat tahapan proses pemeriksaan ini adalah
sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan
1) Mempelajari berkas Wajib Pajak atau berkas data yaitu setelah
diterbitkan SP3, maka pemeriksa pajak segera mempelajari berkas
Wajib Pajak baik yang tersedia dalam program SIP (Sistem Informasi
Pajak) maupun data-data dan informasi juga diperoleh dari pihak lain
2) Menganalisis SPT dan laporan keuangan Wajib Pajak, yaitu SPT
Tahunan dan lampirannya termasuk laporan keuangan yang dilaporkan
oleh Wajib Pajak, dilakukan analisis untuk mencari adanya petunjuk
awal yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan
data-data yang ada pada SPT Wajib Pajak dengan data yang tersedia
pada database SPT.
3) Berdasarkan hasil analisa terhadap SPT Wajib Pajak, pemeriksa pajak
melakukan identifikasi permasalahan yang perlu mendapatkan
perhatian dan penekanan khusus, agar pemeriksaan dapat berlangsung
secara efektif dan efisien dalam jangka waktu yang tersedia relatif
singkat.
4) Melakukan pengenaan lokasi Wajib Pajak, yaitu pada langkah ini
pemeriksa pajak melakukan peninjauan kealamat tempat tinggal dan
usaha Wajib Pajak beserta anggota keluarga yang menjadi
tanggungannya, untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
menyusun program pemeriksaan dan menentukan ruang lingkup
pemeriksaan.
5) Menyusun program pemeriksaan, yaitu program pemeriksaan
diperlukan untuk memberikan arahan dan petunjuk mengenai langkah
dan tindakan yang harus diambil, agar pemeriksaan dapat mencapai
tujuan dan sasaran yang ditetapkan.
6) Menentukan buku dan dokumen yang akan dipinjam, yaitu buku,
catatan, dokumen yang diperlukan dalam pemeriksaan disusun
berdasarkan program pemeriksa dan dibuat dalam formulir yang telah
ditentukan. Formulir yang dimaksud adalah surat permintaan
peminjaman buku, catatan, dokumen serta daftar peminjaman buku
dan dokumen.
7) Menyediakan sarana pemeriksaan, yaitu beberapa formulir yang harus
tersedia dalam rangka pemeriksaan sebagaimana diatur dalam
KEP.17/PJ./2002 tanggal 29 Januari 2002 antara lain:
a) Kartu Tanda Pengenal Pemeriksaan Pajak
b) Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3)
c) Surat Pemberitahuan tentang pemeriksaan pajak (kepada Wajib
Pajak)
d) Surat Pernyataan Penolakan membantu kelancaran pemeriksaan
pajak
e) Berita acara penolakan membantu kelancaran pemeriksaan pajak
f) Daftar kesimpulan hasil pemeriksaan
g) Lembar pernyataan persetujuan
h) Berita acara hasil pemeriksaan
b. Tahap Pelaksanaan
1) Memeriksa ditempat Wajib Pajak
Tujuannya adalah mengumpulkan data-data dan informasi yang belum
ada pada SPT Wajib Pajak maupun database aplikasi Sistem Informasi
Perpajakan
2) Melakukan penilaian atas pengendalian intern perlu dilakukan
terhadap unsur-unsur pokoknya, agar pemeriksa pajak dapat
mengukur keandalan yang dihasilkannya.
Unsur-unsur pokok dari sistem pengendalian intern menurut Mulyadi
dalam bukunya Sistem Akuntansi adalah:
a) Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional
secara tegas.
b) Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan
perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan
dan biaya.
c) Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap
organisasi.
d) Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggungjawabnya.
3) Memutahirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan
Jika dirasa perlu, ruang lingkup pemeriksaan dan program
pemeriksaan yang telah disusun dan ditetapkan dapat dilakukan
penyesuaian berdasarkan pengamatan terhadap kondisi fisik usaha dan
praktik perlakuan yang dilakukan Wajib Pajak.
4) Melakukan pemeriksaan terhadap buku, catatan, dokumen dan
lainnya.
5) Melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga
Konfirmasi perlu dilakukan terutama terhadap kredit pajak yang
dilaporkan Wajib Pajak dalam SPT untuk menguji apakah benar telah
dilakukan penyetoran PPh untuk pihak lain atas nama Wajib Pajak.
6) Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak.
7) Melakukan sidang penutup (closing conference).
c. Tahap Pembuatan Laporan
Pedoman yang harus diperhatikan dalam penyusunan laporan
pemeriksaan pajak adalah sebagai berikut:
1) Laporan pemeriksaan pajak disusun secara ringkas dan jelas, memuat
ruang lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksaan, membuat
kesimpulan pemeriksaan pajak yang didukung temuan yang kuat
tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan
perundang-undangan perpajakan dan memuat pula pengungkapan
informasi lalu yang terkait.
2) Laporan pemeriksaan pajak yang berkaitan dengan pengungkapan
penyimpangan SPT harus memperhatikan kertas kerja pemeriksaan
antara lain mengenai:
a) Berbagai faktor perbandingan
b) Nilai absolut dari penyimpangan
c) Sifat dari penyimpangan
d) Petunjuk atau temuan adanya penyimpangan
e) Pengaruh penyimpangan
f) Hubungan dengan permasalahan lainya
g) Laporan pemeriksaan pajak didukung oleh daftar yang lengkap dan
rinci sesuai dengan tujuan pemeriksaan.
7. Jenis Pemeriksaan Pajak
Ada beberapa jenis pemeriksaan yang dilakukan terhadap pemeriksaan
pajak antara lain yaitu:
a. Pemeriksaan Rutin, yaitu pemeriksaan yang bersifat rutin dilakukan
terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban
perpajakannnya.
b. Pemeriksaan Kriteria Seleksi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap
Wajib Pajak tertentu berdasarkan skor otomatis secara komputerisasi.
c. Pemeriksaan Khusus, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terutama terhadap
wajib pajak sehubungan dengan adanya keterangan atau masalah yang
berkaitan dengannya.
d. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan atas
cabang, perwakilan, pabrik, dan tempat usaha dari Wajib Pajak domosili.
e. Pemeriksaan Tahun Berjalan, yaitu pemeriksaan terhadap Wajib Pajak
yang dilakukan dalam tahun berjalan untuk jenis pajak tertentu atau
seluruh jenis pajak dan mengumpulkan data dan keterangan untuk tujuan
tertentu.
f. Pemeriksaan Bukti Permulaan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk
mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi
tindakan pidana dibidang perpajakan.
g. Pemeriksaan untuk Tujuan Penagihan Pajak, yaitu pemeriksaan yang
dilakukan untuk mendapatkan data harta Wajib Pajak yang merupakan
objek pajak sita sehubungan dengan adanya tunggakan pajak sesuai
dengan undang-undang penagihan.
Adapun mengenai ruang lingkup pemeriksaan dan jangka waktu
penyelesaiannya, terdiri dari:
a. Pemeriksaan Lapangan.
b. Pemeriksaan Kantor yang meliputi suatu jenis pajak tertentu baik tahun
berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor Dirjen
Pajak.
8. Tehnik dan Metode Pemeriksaan Pajak
PMK RI No.123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan atas KMK RI Nomor
545/KMK.04/2000 Pasal 8, menyatakan bahwa “ Pelaksanaan pemeriksaan pajak
yang meliputi pedoman umum pemeriksaan pajak, pedoman pelaksanaan
pemeriksaan pajak, dan pedoman laporan pemeriksaan pajak”.
PMK RI No.123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan atas KMK RI Nomor
545/KMK.04/2000 Pasal 10, menjelaskan tentang pedoman pelaksanaan
pemeriksaan sebagai berikut:
a. Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik,
sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pemeriksaan yang
seksama.
b. Luas pemeriksaan ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh yang
harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, tanya jawab,
dan tindakan lain berkenaan dengan pemeriksaan.
c. Pendapat dan kesimpulan Pemeriksa Pajak harus didasarkan pada temuan
yang kuat dan berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Adapun metode-metode pemeriksaan yang dapat digunakan terdiri dari
dua jenis yaitu metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung digunakan
dengan cara menguji secara langsung angka dalam SPT dengan laporan keuangan
dan pembukuan yang diselenggarakan oleh wajib pajak. Metode tidak langsung
dengan cara melalui pendekatan penghasilan biaya dengan perhitungan tertentu.
9. Prosedur Pemeriksaan
Mardiasmo (1997:35-36), menjelaskan tentang prosedur pemeriksaan
untuk memeriksa pajak adalah sebagai berikut:
a. Petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan
Pajak (SP3) dan harus memperlihatkan kepada Wajib Pajak yang
diperiksa.
b. Wajib Pajak yang diperiksa harus:
1) Memperlihatkan dan / meminjamkan buku atau catatan, dokumen
yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib
Pajak, atau objek yang terhutang pajak.
2) Memberi kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang
dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
3) Memberikan keterangan yang diperlukan
4) Apabila dalam pengungkapan hal-hal dalam angka (1) Wajib Pajak
terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban itu
tidak berlaku untuk keperluan pemeriksaan tersebut
c. Dirjen Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruang
tertentu, bila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban huruf b diatas.
C. Surat Pemberitahuan (SPT)
1. Pengertian dan Fungsi SPT
Surat Pemberitahuan adalan surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak, dan atau bukan
objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Fungsi SPT menurut penjelasan Pasal 3 ayat (1) Perubahan ketiga UU
Nomor. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
UU Nomor. 16 Tahun 2000, adalah:
a. Bagi Wajib Pajak penghasilan, SPT PPh berfungsi sebagai sarana untuk:
1) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak
yang sebenarnya terutang.
2) Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan
sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain
dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
3) Melaporkan penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan
objek pajak, harta dan kewajiban.
4) Melaporkan pembayaran pemotong atau pemungut tentang
pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain
dalam satu masa pajak.
b. Bagi pengusaha kena pajak, SPT PPN berfungsi sebagai sarana untuk:
1) Melaporkan dan mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah pajak
pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang
sebenarnya terutang.
2) Melaporkan pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran
3) Melaporakan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah
dilaksanakan sendiri oleh pengusaha kena pajak dan atau melalui pihak
lain dalam satu masa pajak.
4) Melaporkan dan mempertanggung jawabkan pajak yang dipotong atau
dipungut dan disetorkan.
c. Pemotong atau pemungut pajak, SPT berfungsi sebagai sarana untuk melaporkan, mempertanggung jawabkan pajak
yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.
2. Jenis Surat Pemberitahuan (SPT)
Surat pemberitahuan berdasarkan periode waktu pelaporannya, ada dua
macam SPT, yaitu:
a. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa
pajak yang dilaporkan setiap bulan,
b. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu
Tahun pajak atau Bagian Tahun pajak yang dilaporkan setiap tahun.
Sedangkan berdasarkan subjek pajaknya, ada SPT Wajib Pajak Orang
Pribadi dan Wajib Pajak Badan. Adapun SPT yang sesuai dengan topik
pembahasan skripsi ini adalah SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan.
3. Bentuk Surat Pemberitahuan (SPT)
Bentuk dan isi SPT serta keterangan dan atau dokumen yang harus
dilampirkan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Bentuk SPT
Tahunan PPh Wajib Badan (1771) sendiri yaitu:
a. Yang wajib mengisi SPT PPh Badan adalah seluruh Wajib Pajak Badan
yang telah terdaftar dan telah mempunyai NPWP.
b. Bentuk formulir dan isi SPT PPh Badan ini diatur dengan keputusan
Direktorat Jenderal Pajak Nomor: KEP.394 PJ/2002 Tanggal 30 Agustus
2002.
c. Dokumen yang harus dilampirkan adalah:
1) Neraca dan Laporan Rugi-Laba tahun pajak yang bersangkutan beserta
rekonsiliasi laba-rugi fiskal.
2) Daftar perhitungan penyusutan dan atau amortisasi fiskal.
3) Perhitungan kompensasi kerugian, jika ada kompensasi kerugian yang
masih dapat dikompensasikan.
4) SSP PPh Pasal 29 dalam hal adanya kekurangan pajak yang terhutang.
5) Surat Kuasa Khusus dalam hal SPT ditandatangani oleh bukan Wajib
Pajak .
6) Lampiran-lampiran yang dianggap perlu untuk menjelaskan
perhitungan besarnya penghasilan kena pajak atau besarnya PPh Pasal
25.
4. Pihak pengisi SPT
Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahan dengan benar, jelas, dan
lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam hal SPT diisi dan
ditandatangani oleh pengurus atau direksi. Yang termasuk Wajib Pajak Badan
adalah semua Wajib Pajak Badan dengan nama dalam bentuk apapun termasuk
badan koperasi yang dalam hal ini dibedakan atas badan yang dalam usahanya
mengadakan pembukuan dan yang menggunakan norma penghitungan.
5. Batas Waktu Penyampaian dan Perpanjangan Penyampaian SPT
Batas waktu penyampaian SPT diatur sebagai berikut:
a. Untuk SPT Masa, harus disampaikan paling lambat 20 hari (dua puluh
hari) setelah masa pajak berakhir.
b. Untuk SPT Tahunan, harus disampaikan paling lambat tiga bulan setelah
akhir tahun pajak.
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan dalam jangka waktu paling lama
enam bulan. Permohonan perpanjangan SPT tersebut disampaikan secara tertulis
disertai surat pernyataan mengenai perhitungan sementara pajak terhutang dalam
satu tahun pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak terhutang.
Bila SPT tidak disampaikan seusai batas waktunya atau batas waktu perpanjangan
penyampaian SPT Tahunan, akan diterbitkan Surat Teguran.
D. Pajak Penghasilan
1. Pengertian Pajak
Siti Resmi (2003:74) menyatakan bahwa pengertian Pajak Penghasilan
adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atau penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak.
2. Subjek Pajak Penghasilan
Subjek pajak penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi
untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak
penghasilan. Subjek pajak penghasilan menurut Perubahan ketiga atas UU Nomor
6 Tahun 1983 yang telah diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2000 Pasal
2 ayat (1) disebutkan bahwa yang menjadi subjek adalah:
a. Orang Pribadi
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak
c. Badan. Pengertian badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha yang meliputi, Perseroan Terbatas, Perseroan
Komanditer, Badan Usaha Milik Negara, atau Daerah. Dengan nama dan
dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana pensiun, Yayasan
dan bentuk badan lainnya.
d. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang dimaksud dengan BUT adalah bentuk
usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal
di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang dapat berupa tempat kedudukan manajemen,
cabang perusahaan, kantor pewakilan, dan lain sebagainya.
3. Objek Pajak Penghasilan
Objek pajak penghasilan yang dimaksud adalah setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik berasal dari
dalam maupun luar negeri, yang dapat dipakai sebagai konsumsi atau untuk
menabah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan bentuk
apapun.
Jenis penghasilan yang dikenakan pajak atau disebut objek pajak sesuai
dengan Pasal 4 ayat (1) UU PPh dikelompokkan sebagai berikut:
a. Pegantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya. Ditentukan lain dalam undang-undang.
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.
c. Laba usaha
d. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya.
e. Bunga, termasuk premium, diskonto dan imbalan lain karena jaminan
pengembalian utang.
f. Dividen, dengan nama dan bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi pada pemegang polis, dan pembagian SHU koperasi,
g. Royalti
h. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
i. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
j. Premi asuransi.
E. Wajib Pajak Badan dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan
1. Wajib Pajak Badan
Pengertian Wajib Pajak sebagaimana diterangkan dalam Undang-undang
KUP Pasal 1 adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan
baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah
dengan nama dan dalam bentuk apapun, frma, kongsi, kopeasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik
atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan
lainnya.
2. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan
Pengertian dari SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan
objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Berdasarkan periode waktu pelaporannya ada
dua macam SPT yaitu SPT Masa yang dilaporkan setiap bulan, dan SPT Tahunan
yang dilaporkan setiap tahun. Sedangkan berdasarkan subjek pajaknya ada SPT
awjib pajak orang pribadi dan SPT Wajib Pajak Badan. Adapun SPT yang sesuai
dengan topik bahasan skripsi ini adalah SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan.
a. Ketentuan formal SPT
Ketentuan mengenai formulir SPT yang digunakan beserta
lampiran dan petunjuk pengisiannya, diatur dalam keputusan Direktorat
Jenderal Pajak Nomor:KEP-185/PJ./2003 Tanggal 19 Juni 2003, yang
berlaku mulai tahun pajak 2003. batas waktu penyampaian SPT yaitu bulan
setelah akhir tahun pajak. Sehubungan dengan laporan dalam SPT ini jenis
formulir SPT yang digunakan oleh Wajib Pajak Badan adalah:
1) Formulir SPT 1771, yaitu SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan.
2) Formulir SPT 1771-I, yaitu penghasilan neto dalam negeri dari usaha
dan dari luar usaha.
3) Formulir SPT 1771-II, yaitu daftar pemotongan / pemungutan PPh oleh
pihak lain dan PPh yang ditanggung pemerintah.
4) Formulir SPT 1771-III, yaitu penghasilan neto dan pajak atas
penghasilan yang dibayar/ terutang di luar negeri.
5) Formulir SPT 1771-IV, yaitu daftar penerimaan dividen, bonus, tantiem
dan gratifikasi.
6) Formulir SPT 1771-V, yaitu daftar susunan pengurus/komisaris/badan
pemeriksa, daftar pemegang saham/pemilik modal, daftar cabang/badan
anggota koperasi.
7) Formulir SPT 1771-VI, yaitu penghasilan yang tealah dikenakan pajak
bersifat final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.
b. Kelengkapan SPT
SPT yang dilaporkan ke KPP oleh wajib pajak harus memenuhi
syarat kelengkapan sebagaima telah ditetapkan oleh Dirjen Pajak. SPT
lengkap adalah SPT yang semua elemen SPT induk dan lampirannya telah
diisi lengkap, SPT induk telah ditanda tangani oleh Wajib Pajak atau
kuasanya, serta dilampiri dengan lampiran khusus dan atau lampiran yang
telah disyaratkan.
c. Ketentuan Pembukuan
Untuk dapat mengisi SPT, maka Wajib Pajak yang melakukan
usaha atau pekerjaan bebas berkewajiban untuk melakukan pencatatan atau
pembukuan.
Pengertian pembukuan secara fiskal yaitu sebagai berikut:
“Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan
secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah
harga perolehan dan penyerahan arang atau jasa yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca dan rugi-laba pada setiap
tahun pajak berakhir”.
Adapun syarat-syarat minimal pembukuan fiskal adalah:
1) Pembukuan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan
huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah dan disusun dalam
bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh
Menteri Keuangan.
2) Pembukuan harta meliputi seluruh kegiatan usaha serta pekerjaan
bebas yang dilakukan Wajib Pajak.
3) Pembukuan harus dilakukan secara teratur, tepat waktu, terinci dan
taat asas.
4) Pembukuan harus didukung dengan bukti-bukti transaksi yang dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya dan keabsahannya.
5) Pembukuan harus dapat ditelusuri kembali apabila diperlukan.
6) Pembukuan harus ditutup dengan membuat neraca dan perhitungan
rugi-laba pada setiap akhir tahun pajak.
F. Kerangka Pemikiran
Ada dua variabel yang diuji dalam penelitian ini yaitu hubungan antara
variabel independen (Pemeriksaan Pajak) dengan variabel dependen (SPT
Tahunan PPh WP Badan) yang disajikan dalam bentuk diagram:
(Gambar 2.1): Kerangka Pemikiran
Pemeriksaan pajak merupakan variabel yang diduga secara logis
menjelaskan atau mempengaruhi variabel SPT Tahunan PPh WP Badan (Gambar
2.1).
Pemeriksaan Pajak
(variabel independen)
SPT Tahunan PPh WP Badan
(variabel dependen)
G. Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2007 Tentang
Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum
dan Tata cara Perpajakan Dan Sunset Policy
1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2007 Tentang
Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum
dan Tata cara Perpajakan
Bahwa dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan dan
meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dan untuk lebih memberikan
kepastian hukum serta mengantisipasi perkembangan di bidang teknologi
informasi dan perkembangan yang terjadi dalam ketentuan-ketentuan material
di bidang perpajakan perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2000;
a. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1) Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
2) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar
pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
3) Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik
daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,
lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi
kolektif bentuk usaha tetap.
4) Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun
yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang,
mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah
pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar
daerah pabean.
5) Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai 1984 dan perubahannya.
6) Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada
Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak
dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
7) Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib
Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang
terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan
dalam Undang-Undang ini.
8) Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila
Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan
tahun kalender.
9) Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun
Pajak.
10) Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat,
dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun
Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
11) Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan
untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek
pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/ atau harta dan kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
12) Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu
Masa Pajak.
13) Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk
suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
14) Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak
yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah
dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
15) Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar.
16) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak,
jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
17) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang
telah ditetapkan.
18) Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah
kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
19) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah
kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya
tidak terutang.
20) Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak
dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
25)Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan
mengolah data, keterangan, dan/ atau bukti yang dilaksanakan secara
objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
27)Pemeriksaan Bukti Permulaan adaiah pemeriksaan yang dilakukan
untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah
terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
b. Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
7) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus
memberikan keputusan atas permohonan penghapusan Nomor Pokok
Wajib Pajak daiam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak
orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan,
sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
c. Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3
1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan
benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan
menggunakan hurut Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah,
dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat
Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau
tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a)
mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak atau mengambil dengan cara lain yang
tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
3) Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah:
a. untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari
setelah akhir Masa Pajak;
b. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir
Tahun Pajak; atau
c. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun
Pajak.
4) Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain
kepada Direktur Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
5a) Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan sesuai batas waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau batas waktu perpanjangan
penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), dapat diterbitkan Surat Teguran.
6) Bentuk dan isi Surat Pemberitahuan serta keterangan dan/atau
dokumen yang harus dilampirkan, dan cara yang digunakan untuk
menyampaikan Surat Pemberitahuan diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
7) Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan apabila:
a. Surat Pemberitahuan tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud
pada ayat (1);
b. Surat Pemberitahuan tidak sepenuhnya dilampiri keterangan
dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (6);
c. Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar disampaikan
setelah 3 (tiga) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian
Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan Wajib Pajak telah ditegur
secara tertulis; atau
d. Surat Pemberitahuan disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak
melakukan pemeriksaan atau menerbitkan surat ketetapan pajak.
7a) Apabila Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Direktur Jenderal Pajak wajib
memberitahukan kepada Wajib Pajak.
d. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
1) Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan
dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.
2) Surat Pemberitahuan Wajib Pajak badan harus ditandatangani oleh
pengurus atau direksi.
3) Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa
khusus untuk mengisi dan menandatangani Surat Pemberitahuan,
surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada Surat
Pemberitahuan.
4) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasiian Wajib Pajak yang
wajibmenyelenggarakan pembukuan harus dilampiri dengan laporan
keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain
yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasiian Kena
Pajak.
4a)Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalan
laporan keuangan dari masing-masing Wajib Pajak.
4b)Dalam hal laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4a)
diaudit oleh Akuntan Publik tetapi tidak dilampirkan pada Surat
Pemberitahuan, Surat Pemberitahuan dianggap tidak lengkap dan
tidak Jelas, sehingga Surat Pemberitahuan dianggap tidak
disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (7) huruf b.
5) Tata cara penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
e. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut;
Pasal 6
1) Surat Pemberitahuan yang disampaikan langsung oleh Wajib Pajak ke
kantor Direktorat Jenderal Pajak harus diberi tanggal penerimaan
oleh pejabat yang ditunjuk dan kepada Wajib Pajak diberikan bukti
penerimaan.
2) Penyampaian Surat Pemberitahuan dapat dikirimkan melalui pos
dengan tanda bukti pengiriman surat atau dengan cara lain yang
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
3) Tanda bukti dan tanggal pengiriman surat untuk penyampaian Surat
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap
sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan sepanjang Surat
Pemberitahuan tersebut telah lengkap.
f. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
1) Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu
perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi administrasi berupa
denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, Rp100.000,00
(seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya, dan
sebesar Rp1.000.000,00 (satu Juta rupiah) untuk Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan serta
sebesar Rp100.000.00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang
pribadi.
g. Di antara Pasal 13 dan Pasal 14 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal
13A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13A
Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan
Surat Pemberitahuan menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya
tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang
isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan
tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak
tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang
terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua
ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan
melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
2. Sunset Policy
a. Pengertian Sunset Policy
Jakarta 1 Juli 2008, Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution,
bertempat di kantor Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan penjelasan
mengenai Sunset Policy yang diamanatkan pasal 37A Undang-undang No.
28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983
tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (UU KUP) beserta
peraturan pelaksanaannya.
Sunset policy adalah semacam pengampunan pajak yang
terbatas pada sanksi administrasi berupa bunga yang tidak akan
dikenakan apabila Wajib Pajak yang berhak menyampaikan
Surat Pemberitahuan tertentu.
Ada dua jenis pengampunan berupa penghapusan
sanksi ini yang diberikan oleh Undang-undang KUP yang
baru ini. Pertama adalah pengurangan atau penghapusan
sanksi administrasi berupa bunga atas pembetulan SPT
Tahunan untuk tahun pajak sebelum tahun 2007. Yang
kedua adalah penghapusan sanksi administrasi atas pajak
yang tidak atau kurang dibayar untuk Tahun Pajak
sebelum diperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Wajib
Pajak Orang Pribadi yang mendaftarkan diri secara
sukarela untuk mendapatkan NPWP.
b. Jenis Sunset Policy
Ada dua jenis sunset policy berdasarkan ketentuan
yaitu :
1) Sunset Policy Untuk Wajib Pajak Baru
Penghapusan sanksi administrasi berupa
bunga atas pajak yang tidak atau kurang dibayar
bagi Wajib Pajak orang pribadi yang secara
sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh
Nomor Pokok Wajib Pajak dalam tahun 2008 dan
menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan
Wajib Pajak Orang Pribadi untuk Tahun Pajak
2007 dan sebelumnya.
Fasilitas pembebasan sanksi ini khusus
diberikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi saja
yang mendaftarkan diri secara sukarela dalam
tahun 2008. Wajib Pajak yang memperoleh NPWP
dalam tahun 2008 berdasarkan hasil ekstensifikasi
termasuk dalam kriteria mendaftarkan diri secara
sukarela ini sehingga dapat menggunakan
fasilitas sunset policy.
Termasuk dalam lingkup penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak Orang Pribadi meliputi penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang
terkait dengan pembayaran:
a. Pajak Penghasilan Pasal 29;
b. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2); dan/atau
c. Pajak Penghasilan Pasal 15, Yang dibayar
sendiri dan dilaporkan dalam SPT Tahunan
Pajak Penghasilan.
2) Sunset Policy Untuk Wajib Pajak Lama
Yang dimaksud dengan Wajib Pajak Lama
adalah Wajib Pajak yang sudah terdaftar sebagai
Wajib Pajak sebelum 1 Januari 2008. Penghapusan
sanksi administrasi berupa bunga atas
keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran
pajak diberikan kepada Wajib Pajak lama, baik
Orang Pribadi maupun Badan, yang dalam tahun
2008 menyampaikan pembetulan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
sebelum Tahun Pajak 2007.
Termasuk dalam lingkup pembetulan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak meliputi
pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan yang terkait dengan pembayaran:
a. Pajak Penghasilan Pasal 29;
b. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2); dan/atau
c. Pajak Penghasilan Pasal 15, yang dibayar
sendiri dan dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
c. Persyaratan Yang Harus Dipenuhi
Untuk mendapatkan fasilitas penghapusan sanksi
yang dikenal dengan sunset policy ini, Wajib Pajak baru
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) Secara sukarela mendaftarkan diri untuk
memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dalam tahun
2008;
2) Tidak sedang dilakukan pemeriksaan Bukti
Permulaan, penyidikan, penuntutan, atau
pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di
bidang perpajakan;
3) Menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan
Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya terhitung sejak
memenuhi persyaratan subjektif dan objektif paling
lambat tanggal 31 Maret 2009; dan
4) Melunasi seluruh pajak yang kurang dibayar yang
timbul sebagai akibat dari penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
disampaikan.
Sedangkan persyaratan bagi Wajib Pajak baru
adalah sebagai berikut :
1) Telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak sebelum
tanggal 1 Januari 2008;
2) Terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan yang dibetulkan belum diterbitkan surat
ketetapan pajak;
3) Terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan yang dibetulkan belum dilakukan
pemeriksaan atau dalam hal sedang dilakukan
pemeriksaan, Pemeriksa Pajak belum menyampaikan
Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
4) Telah dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan,
tetapi Pemeriksaan Bukti Permulaan tersebut tidak
dilanjutkan dengan tindakan penyidikan karena tidak
ditemukan adanya Bukti Permulaan tentang tindak
pidana di bidang perpajakan;
5) Tidak sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti
Permulaan, penyidikan, penuntutan, atau
pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di
bidang perpajakan;
6) Menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan
Tahun Pajak 2006 dan sebelumnya paling lambat
tanggal 31 Desember 2008; dan
7) Melunasi seluruh pajak yang kurang dibayar yang
timbul sebagai akibat dari penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
disampaikan.
8) Dalam hal Wajib Pajak membetulkan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang
sedang dilakukan pemeriksaan yang juga meliputi
jenis pajak lainnya, maka pemeriksaan tersebut
dihentikan kecuali untuk pemeriksaan terhadap Surat
Pemberitahuan atas pajak lainnya yang menyatakan
lebih bayar; atau pemeriksaan tersebut tetap
dilanjutkan berdasarkan pertimbangan Direktur
Jenderal Pajak.
9) Dalam hal Wajib Pajak membetulkan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang
tidak sedang dilakukan pemeriksaan, namun atas
Surat Pemberitahuan jenis pajak lainnya untuk
periode yang sama sedang dilakukan pemeriksaan,
maka pemeriksaan tersebut dihentikan kecuali untuk
pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan atas
pajak lainnya yang menyatakan lebih bayar; atau
pemeriksaan tersebut tetap dilanjutkan berdasarkan
pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
10) Dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan yang dibetulkan menyatakan lebih bayar,
pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan dianggap sebagai pencabutan atas
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan yang dibetulkan.
d. Tidak Dapat Digunakan Dasar Menetapkan Pajak Lain
Data dan informasi yang tercantum dalam
pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak lama tidak dapat digunakan
sebagai dasar untuk menerbitkan surat ketetapan pajak
atas pajak lainnya. Dengan ketentuan ini fihak aparat
pajak tidak dapat menggunakan data dalam SPT PPh
Pembetulan untuk menagih jenis pajak lainnya. Misalnya
data dalam SPT Pembetulan SPT PPh tidak dapat
digunakan menagih PPN melalui analisis ekualisasi PPh
dan PPN.
Terhadap pembetulan Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan yang telah disampaikan
tidak dilakukan pemeriksaan, kecuali terdapat data atau
keterangan yang menyatakan bahwa pembetulan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tersebut
tidak benar. Dalam hal terhadap pembetulan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang telah
disampaikan dilakukan pemeriksaan karena memenuhi
ketentuan di atas, Direktur Jenderal Pajak dapat
menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat
Tagihan Pajak atas seluruh kewajiban perpajakan.
e. Wajib Pajak Lama Yang Belum Menyampaikan SPT
Wajib Pajak lama yang sebelum 1 Januari 2008
telah memiliki NPWP dan sampai dengan 31 Desember
2007 belum menyampaikan SPT Tahunan PPh sebelum
Tahun Pajak 2007, dapat menyampaikan SPT Tahunan
PPh sebelum Tahun Pajak 2007. SPT Tahunan PPh
sebelum Tahun Pajak 2007 yang disampaikan dalam
tahun 2008 tersebut diperlakukan sebagai pembetulan
SPT Tahunan PPh sebelum Tahun Pajak 2007 yang
memanfaatkan sunset policy. Jadi yang dapat
memperoleh fasilitas sunset policy ini bukan hanya atas
pembetulan SPT Tahunan PPh saja tetapi juga SPT
Tahunan PPh yang memang belum pernah disampaikan
untuk tahun pajak sebelum 2007.
f. Fasilitas Sunset Policy Lebih Dari Satu kali
Pembetulan yang diberikan penghapusan sanksi
administrasi berupa bunga adalah pembetulan SPT
Tahunan PPh yang disampaikan sebelum tanggal 1 Juli
2008 dan satu kali pembetulan setelah 30 Juni s.d. 31
Desember 2008. Dengan demikian, apabila sebelum 1 Juli
Wajib Pajak sudah menyampaikan SPT PPh Pembetulan
dan mendapatkan fasilitas sunset policy, maka setelah
tanggal 1 Juli sampai dengan 31 Desember 2008 dapat
melakukan sekali lagi pemebetulan untuk mendapatkan
fasilitas sunset policy.
Apabila sebelum 1 Juli 2008 Wajib Pajak lama
belum melakukan pembetulan, maka hak atas
penyampaian SPT Pembetulan hanya satu kali saja
dalam rangka untuk mendapatkan fasilitas sunset policy.
g. Ketentuan Lain
1) Penyampaian SPT menggunakan formulir SPT
Tahunan PPh Tahun Pajak yang bersangkutan.
2) Menuliskan ”Pembetulan berdasarkan Pasal 37A UU
KUP” atau ”SPT berdasarkan Pasal 37A UU
KUP” di bagian atas tengah SPT Induk & setiap
lampirannya
3) Kurang bayar dalam SPT Tahunan PPh harus
dilunasi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
(SSP).
4) Melampirkan SSP lembar ke-3 pada SPT Tahunan
PPh.
5) Disampaikan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian adalah studi kasus di Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Jakarta Kebayoran Baru Satu. Penelitian yang dilakukan adalah dengan
cara membandingkan fakta yang ada dilaporan dengan pengetahuan teoritis yang
erat hubungannya dengan masalah yang diteliti. Adapun masalah yang akan
diteliti adalah pelaksanakan pemeriksaaan pajak terhadap SPT Tahunan PPh
Wajib Pajak Badan di KPP Jakarta Kebayoran Satu.
B. Metode Penentuan Sampel
Metode penentuan sampel yang akan digunakan dalam penulisan ini
adalah metode purposive sampling yaitu penentuan sampel dengan pengambilan
data yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan, ini berarti data yang
diambil adalah data yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Kebayoran Baru Satu.
Dalam metode ini, siapa yang akan diambil sebagai anggota sampel
diserahkan pada pertimbangan pengumpulan data yang sesuai dengan tujuan
penelitian. Jadi, pengumpulan data yang telah diberi penjelasan oleh peneliti akan
mengambil siapa saja yang menurut pertimbangannya sesuai dengan maksud dan
tujuan penelitian (Kusnaka, 1995:63).
C. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan suatu proses pengadaan data untuk
keperluan penelitian. Dalam penyusunan skripsi ini digunakan beberapa metode
untuk mengumpulkan data dan informasi. Adapun metode pengumpulan data dan
informasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data Primer
Data primer dapat dilakukan melalui penelitian lapangan (Field Research)
dengan cara:
a. Metode Pengamatan (Observe Method)
Yaitu melakukan pengamatan langsung atas objek data dan kronologis
atau kejadian, merekam, menghitung serta mencatat data yang diperoleh
dari seksi PPh Badan, seksi TUP pada bagian pengisian SPT Tahunan, dan
seksi Pengolahan data dan Informasi.
b. Metode Wawancara (Interview Method)
Yaitu tehnik pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab kepada
salah satu petugas pemeriksa pajak dari seksi PPh Badan sebagai pihak
yang berkepentingan dan terkait sesuai dengan penelitian yang dilakukan.
2. Data Sekunder
Data sekunder dapat diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library
Research) penelitian ini digunakan untuk mendapatkan landasan dan konsep yang
kuat agar permasalahan dapat dipecahkan. Penelitian ini dilakukan dengan
membaca literatur yang ada, buku, dan berbagai sumber yang berhubungan
dengan topik skripsi yang dibahas, seperti sejarah KPP, struktur organisasi dan
data-data lainnya. Serta melalui dokumentasi yaitu mencatat dan memfotokopi
dokumen yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan dalam KPP.
D. Metode Analisis Data
Dalam penulisan skripsi ini, digunakan Metode Analisis Deskriptif yaitu
membandingkan antara data maupun informasi yang diperoleh dari penelitian
langsung pada kantor pelayanan pajak dengan pengetahuan atau landasan teori
yang diperoleh dari literatur yang tersedia yang berkenaan dengan masalah yang
diteliti.
Menurut Gay (1976) dalam buku Alimudin Tuwu (1993:71)
mendefinisikan metode penelitian deskriptif sebagai kegiatan yang meliputi
pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan
yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu
penelitian.
Metode Deskriptif ini dilakukan secara kualitatif yaitu menguraikan
dengan kalimat atau secara teoritis dengan mengklasifikasikan data tersebut
sesuai dengan golongan atau kelompok. Analisis data diperoleh dari hasil
pengumpulan data, baik data primer maupun data sekunder dianalisis dengan
tujuan untuk menjawab masalah penelitian.
Selain itu data juga diperoleh melalui Metode Statistik Deskriptif yaitu
penyajian data dilakukan melalui tabel dan perhitungan persentase. Pada
penyajian data dengan tabel dan perhitungan persentase tersebut digunakan
Metode Rata-rata Hitung atau dapat disingkat Rata-rata (Mean), sekumpulan data
adalah bilangan yang didapat dari hasil pembagian jumlah nilai data yaitu SPT
yang diterima KPP oleh banyak data yaitu Wajib Pajak yang terdaftar di KPP
dalam kumpulan itu. Dengan perhitungan tersebut dapat dilihat seberapa besar
tingkat efektifitas Wajib Pajak Badan dalam pelaporan SPT Tahunannya
berdasarkan pelaksanaan pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh KPP Jakarta
Kebayoran Baru Satu, apakah memiliki kecenderungan naik atau turun. Rumus
yang digunakan bersumber dari replikasi penelitian sebelumnya yang telah
dilakukan oleh Iis Rahmawati (2006), dengan judul skripsi “Analisis Kepatuhan
Wajib Pajak dalam Pelaporan SPT Masa PPN Dikaitkan dengan Rencana
Penerimaan PPN pada KPP Jakarta Cilandak”.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Persentase (%) tingkat efektifitas =
Rata-rata hitung, beberapa ciri yang penting antara lain:
1. Nilainya dapat menyimpang terlalu jauh karena adanya nilai-nilai eksterm,
sehingga dalam distribusi dengan kecenderungan yang jelek, rata-rata hitung
dapat kehilangan makna.
2. Ukuran ini paling terkenal karena paling sering digunakan, sehingga
penjelasan panjang tentang rata-rata hitung tidak perlu diberikan.
E. Operasional Variabel Penelitian
Operasional variabel penelitian merupakan penjelasan dari pengertian
teoritis variabel sehingga dapat diamati dan diukur, sedangkan variabel itu sendiri
adalah segala sesuatu yang dapat diberi berbagai macam nilai dapat berupa angka
atau berupa atribut yang menggunakan ukuran atau skala dalam suatu kisaran
nilai.
SPT diterima KPP WP terdaftar di KPP
Variabel utama yang berkenaan dengan topik pembahasan dalam skripsi
ini adalah merupakan variabel tunggal yang terdiri dari beberapa sub variabel
antara lain:
1. Pemeriksaan Pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari,
mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya utuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam
rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Surat Pemberitahuan adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk
melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau
bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
3. Pajak Penghasilan Terhutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu
saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
4. Wajib Pajak Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk
apapun, frma, kongsi, kopeasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang
sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya, dan
diwajibkan untuk melakukan pembukuan dengan cara yang telah ditetapkan
dalam KUP.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Tentang Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta
Kebayoran Baru Satu
1. Sejarah Dan Perkembangan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta
Kebayoran Baru Satu
Pada tahun 1966 diresmikan berdirinya suatu instansi pajak di lokasi
Jakarta Selatan tepatnya di Jl.K.H Ahmad Dahlan No.14 A, Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan yang bernama Kantor Inspeksi Pajak Pendapatan Kebayoran.
Kemudian pada tahun 1974 diubah menjadi Kantor Inspeksi Pajak Jakarta
Selatan Dua. Lalu sesuai dengan perubahan waktu dan keadaan maka pada
tahun 1994 diubah lagi menjadi Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran
Baru (KPP JKB). Dan terakhir pada tahun 2002 mengalami perubahan
menjadi Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu.
Awal beroperasinya KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu dilakukan
secara bersama dengan KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua di gedung Jl. K.H.
Ahmad Dahlan No. 14 A, Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Tetapi karena
melihat kondisi dan kapasitas gedung yang tidak memungkinkan untuk dihuni
2 unit kantor dan seirama dengan langkah reorganisasi Ditjen Pajak, maka
pada awal tahun 2002 dilakukan pemindahan lokasi untuk KPP Jakarta
Kebayoran Dua menempati gedung baru di Graha kanan, Jl TB simatupang
Kav.18 jakarta Selatan. Sementara itu KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu tetap
menempati gedung lama.
Wilayah adiministrasi KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu meliputi satu
wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Kebayoran Baru dengan batas-batas
sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Kec. Kebayoran Lama, Jl. Jend. Sudirman dan
Jl. Jend Gatot Subroto.
b. Sebelah Timur : Kec. Mampang Prapatan.
c. Sebelah Barat : Kec. Cilandak.
d. Sebelah Barat : Kec. Cilandak dan Kebayoran Lama
Wilayah kerja KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu meliputi 6 (enam)
Kelurahan , Yaitu :
a. Kelurahan Senayan
b. Kelurahan Selong
c. Kelurahan Melawai
d. Kelurahan Gunung
e. Kelurahan Petogogan
f. Kelurahan Rawa Barat
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) adalah unsur pelakasana Direktorat
Jenderal di bidang pelayanan pajak yang berada di bawah dan bertanggung
jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah. KPP Jakarta Kebayoran Baru
Satu ini melakukan tugas pokoknya antara lain pelayanan, pengawasan
adiminstratif, pemeriksaan sederhana terhadap Wajib Pajak di bidang Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah,
dan Pajak Tidak Langsung Lainnya dalam wilayah wewenangnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Gambar 4.1
Susunan Organisasi KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu
Sumber : KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu
Dalam melaksanakan tugasnya kegiatan di KPP Jakarta Kebayoran Baru
Satu dibagi dalam 8 (delapan) seksi dan Sub Bagian Tata Usaha, uraiannya
adalah sebagai berikut :
a. Kepala kantor Pelayanan Pajak
b. Subbagian Tata Usaha
Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha,
kepegawaian, keuangan dan rumah tangga.
c. Seksi-seksi
1). Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)
Mempunyai tugas melakukan urusan pengolahan data dan
penyajian informasi, penggalian potensi perpajakan serta melakukan
tugas ekstensifikasi Wajib Pajak Seksi pengolahan Data dan
Informasi (PDI) terdiri dari :
Kepala
Kantor
Seksi
PDI
Seksi
TUP
Seksi
PPh OP
Seksi
PPh
Badan
Seksi
P2PPh
Seksi
PPN/PTLL
Seksi
Penagihan
Seksi
Penkeb
Sub
Bagian
Umum
a) Subseksi Data masukan dan keluaran ;
b) Subseksi pengolahan Data dan penyajian Informasi ;
c) Subseksi pengalian Potensi Pajak dan Ekstensifikasi Wajib
Pajak
2). Seksi Tata Usaha Perpajakan (TUP)
Mempunyai tugas melakukan urusan Tata Usaha Wajib Pajak,
penerimaan dan pengecekan surat pemberitahuan tahunan serta
penerbitan surat ketetapan pajak. Seksi Tata Usaha perpajakan terdiri
dari :
a) Subseksi pendaftaran Wajib Pajak
b) Subseksi Surat Pemberitahuan Pajak ;
c) Subseksi Ketetapan dan Kearsipan Wajib Pajak
3). Seksi Pajak penghasilan Perorangan (PPh OP)
Mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan dan pengecekan
surat pemberitahuan Masa, Memantau dan menyusun laporan
pembayaran masa serta melakukan verifikasi atas surat
pemberitahuan masa dan tahunan pajak penghasilan perseorangan.
Seksi Pajak penghasilan perseorangan terdiri dari :
a) Subseksi Pengawasan pembayaran Masa pajak Penghasilan
Badan.
b) Subseksi verifikasi pajak penghasilan Perseorangan.
4). Seksi Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan)
Mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan dan pengecekan
surat pemberitahuan masa, memantau dan menyusun laporan
pembayaran masa serta melakukan verifikasi atas surat
pemberitahuan masa dan tahunan Pajak Penghasilan Badan.
Seksi Pajak Penghasilan Badan terdiri dari :
a) Subseksi pengawasan pembayaran masa Pajak Penghasilan Badan ;
b) Subseksi Verifikasi Pajak Penghasilan Badan.
5). Seksi Pemotongan dan pemungutan Pajak penghasilan (P2PPh)
Mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan dan pengecekan
surat pemberitahuan masa, memantau dan menyusun laporan
pembayaran masa serta melakukan verifikasi atas surat pemberitahuan
masa dan tahunan pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan.
Seksi pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan terdiri dari :
a) Subseksi pengawasan Pembayaran Masa Pemotongan dan
Pemungutan Pajak Penghasilan;
b) Subseksi Verifikasi Pemotongan dan Pemungutan Pajak
Penghasilan.
6). Seksi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak langsung Lainnya
( PPN dan PTLL)
Mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan dan pengecekan
Surat Pemberitahuan Masa, memantau dan menyusun Laporan
perkembangan pengusaha kena pajak dan kepatuhan surat
Pemberitahuan Masa, melakukan urusan konfirmasi faktur Pajak, serta
melakukan urusan verifikasi atas surat pemberitahuan masa Pajak
pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan pajak
Tidak Langsung Lainnya.
Seksi Pajak pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung Lainnya
terdiri dari:
a. Subseksi Pajak Pertambahan Nilai Industri;
b. Subseksi pajak pertambahan Nilai Perdagangan;
c. Subseksi Pajak Pertambahan Nilai Jasa dan Pajak Tidak Langsung
Lainnya;
d. Subseksi Verifikasi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak
langsung Lainnya.
7). Seksi Penagihan
Mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha piutang Pajak dan
penagihan Wajib Pajak. Seksi penagihan terdiri dari :
1) Subseksi Tata Usaha Piutang Pajak
2) Subseksi Penagihan
8) Seksi Penerimaan dan Keberatan (Penkeb)
Mempunyai tugas melakukan tata usaha penerimaan, restitusi,
rekonsiliasi pembayaran pajak dan penyelesaian keberatan serta
perselisihan perpajakan.
Seksi Penerimaan dan Keberatan terdiri dari:
a) Subseksi Tata Usaha Penerimaan Pajak dan Resitusi;
b) Subseksi Rekonsiliasi ;
c) Subseksi Keberatan Pajak Penghasilan ;
d) Subseksi Keberatan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak
Langsung lainnya.
2. Pemeriksa Pajak
Petugas yang mendapat kewajiban sebagai tim pelaksana pemeriksaan
pajak di seksi Pajak Penghasilan Badan berjumlah duabelas orang tenaga
pemeriksa pajak yang terdiri dari:
a) Kepala Seksi (Supervisor)
b) Satu Orang Kasubsi (Ketua Tim)
c) Sepuluh Orang Pelaksana (Anggota Tim)
Tabel 4.1
Tenaga Pemeriksa Pajak Di Seksi PPh Badan
Subsi Pendidikan Golongan
Kasi Pelaksana
Heru Wibowo, Ak.
S2
IIIc
Kasubsi (Ketua Tim)
Wibowo Dwi R, SE.
S1
IIIa
Pelaksana
Yuli Setianingsih
Hendrawan
DIII
DIII
IIIa
IIIa
Dari tabel diatas dapat dilihat pendidikan para petugas pemeriksa pajak.
Beberapa diantara para pameriksa pajak yang berlatar belakang pendidikan DIII,
saat ini sedang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (S1) di
beberapa perguruan tinggi di Jakarta.
Dalam setiap pelaksanaan pemeriksaan, penugasan sebagian besar
diberikan kepada sebuah tim pemeriksa yang terdiri dari satu orang Supervisor,
satu Ketua tim, dan dua orang anggota tim. Penentuan jumlah anggota tim dalam
setiap penugasan sebagaimana disampaikan oleh Kepala Seksi PPh Badan adalah
berdasarkan pertimbangan tingkat kesulitan dan kerumitan dari objek pemeriksaan
dengan mempertimbangkan pula pengalaman serta keahlian dari anggota tim
pemeriksa yang bersangkutan. Penunjukan anggota tim dan ketua tim pelaksana
dilakukan oleh seorang supervisor dalam hal ini Kepala Seksi PPh Badan, yang
terlebih dahulu di setujui oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran
Baru Satu.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor.123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan
RI Nomor.545/KMK.04/2000 pasal 1 ayat (2),yang menjadi petugas pemeriksa
pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau
tenaga ahli yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang diberi tugas dan
wewenang serta tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan pajak, maka
petugas pelaksana pemeriksa pajak yang melaksanakan pemeriksaan di KPP
Jakarta Kebayoran Baru Satu telah memenuhi persyaratan tersebut. Hal ini
dikarenakan isi dari peraturan pemerintah tersebut hanya mensyaratkan dua unsur
saja untuk menjadi seorang petugas pelaksana pemeriksaan pajak, yaitu:
a. Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau
Tenaga Ahli.
b. Diberi tugas dan wewenang serta tanggung jawab oleh Direktorat Jenderal
Pajak.
Syarat ini jelas telah terpenuhi dengan baik, karena petugas pemeriksa
pajak di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu selama ini diambil dari para
pelaksana di bagian seksi PPh Badan demikian juga dengan pemberian tugas,
wewenang serta tanggung jawab dilakukan melalui penerbitan Surat Perintah
Pemeriksaan pajak (SP3) kepada petugas pelaksana di seksi PPh Badan.
B. Hasil Dan Pembahasan
1. Wajib Pajak Badan
Wajib Pajak merupakan bagian dari masyarakat, baik sebagai
pengusaha maupun karyawan yang tentu akan berhubungan dengan lembaga-
lembaga atau instansi pelayanan publik baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu peneliti perlu mengetahui berapa banyak jumlah
dari Wajib Pajak Badan maupun Orang Pribadi yang masih memenuhi
kewajiban perpajakannya di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu.
Sampai dengan tanggal 31 Desember 2006 jumlah Wajib Pajak Badan
maupun Orang Pribadi yang telah terdaftar (mempunyai NPWP) di KPP
Jakarta Kebayoran Baru Satu berdasarkan data yang diperoleh dalam laporan
pengolahan data Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2005
sampai dengan tahun 2006 dari Sistem Informasi Perpajakan yang ada adalah
sejumlah 12.623 Wajib Pajak, yang terdiri dari 6.216 Wajib Pajak Badan dan
6.407 Wajib Pajak Orang Pribadi. Dari jumlah tersebut diatas, hanya 4.321
Wajib Pajak yang telah melaksanakan kewajiban perpajakannya dalam
melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilannya, yaitu 1.775 Wajib Pajak
Badan dan 2.546 Wajib Pajak Orang Pribadi.
Dilihat dari segi jenis kegiatan usaha dan pekerjaan penduduk, Wajib
Pajak Badan di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu yang dilakukan
pemeriksaan terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Badan
Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,
Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan,
Organisasi Masa, Organisasi Sosial Politik, Lembaga, Bentuk Usaha Tetap
dan Bentuk Badan lainnya. Sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang
dilakukan pemeriksaan terdiri dari Pegawai Negeri/Pensiunan,
Direktur/Komisaris, Pegawai Swasta serta BUMN/BUMD.
2. Surat Pemberitahuan (SPT)
a. Pelaksanaan ketentuan formal
Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Badan diterima oleh Kantor
Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu melalui tempat tersendiri
yang disebut Tempat Pelayanan Terpadu (TPT). Pelaporan SPT Tahunan
untuk tahun pajak 2006 dilakukan paling lambat 31 Maret 2007, bagi
Wajib Pajak yang terlambat melaporkan SPT Tahunannya akan dikenakan
sanksi berupa denda dan Formulir SPT yang digunakan oleh Wajib Pajak
Badan adalah Form SPT 1771.
b. Penelitian kelengkapan SPT
Setelah diteliti kelengkapan formalnya, SPT yang diterima oleh
petugas pemeriksa selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan atau editing
untuk memastikan bahwa SPT yang dilaporkan tidak terdapat kesalahan
seperti lebih bayar, kurang bayar, tidak balans ataupun nihil. Apabila
terjadi kesalahan tersebut maka petugas pemeriksa akan segera
mengirimkan surat teguran kepada Wajib Pajak tersebut untuk melakukan
perbaikan ulang terhadap SPT Tahunan yang telah diserahkannya.
Data hasil penelitian yang dikumpulkan dari wawancara serta pengamatan
langsung mengenai pelaksanaan pemeriksaan pajak atas SPT Tahunan PPh Wajib
Pajak Badan, dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 4.2
Tabel SPT Tahunan untuk Tahun 2004 s/d 31 Desember 2005
Uraian WP Badan WP OP Jumlah
1. WP terdaftar
2. SPT PPh yang masuk Nihil
Kurang Bayar Lebih Bayar
Balans Tidak Balans
Jumlah SPT yang masuk
KP.PPh pasal 1 ayat 4
SPT PPh 1770/1-Y
KP.PPh 1P
5.094
960
562 84
1.594 12
1.606
10
0
0
5.461
1.498
631 31
2.160 0
2.160
4
0
0
10.555
2.458
1.193 115
3.754 12
3.766
14
0
0
Pembukuan bukan Takwin
SPT dan Penundaan
3. Belum memasukan SPT Th.
3
1.616
3.478
0
2.164
3.297
3
3.780
6.775
Sumber: KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu diolah sendiri
Pada tahun pajak 2004 SPT Tahunan PPh Badan yang masuk ke KPP
Jakarta Kebayoran Baru Satu berjumlah 1.618 yang terdiri dari:
a. 960 SPT menyatakan Nihil,
b. 562 merupakan SPT Kurang Bayar,
c. 84 SPT adalah SPT Lebih Bayar,
d. 12 SPT termasuk kategori Tidak Balans.
Dapat dijelaskan bahwa, SPT Nihil adalah SPT yang menunjukan
jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau karena
pajak tidak terutang serta tidak ada kredit pajak. Sedangkan SPT Kurang
Bayar adalah SPT yang menunjukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah
kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. SPT Lebih Bayar
adalah SPT yang menunjukan adanya jumlah kelebihan pembayaran pajak
karena jumlah pokok pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang/
seharusnya tidak terutang. SPT Balans adalah SPT yang menunjukan adanya
keseimbangan diantara besarnya jumlah pokok pajak dengan jumlah pajak
yang terutang, sedangkan SPT Tidak Balans adalah SPT yang menunjukan
adanya ketidakseimbangan antara jumlah pokok pajak dengan jumlah pajak
terutangnya.
Berdasarkan data yang diperoleh pada tahun 2004 s/d 31 Desember
2005 (tabel 4.2) dapat dihitung besarnya persentase efektifitas Wajib Pajak
Badan dalam melaporkan SPT Tahunannya, yaitu:
Persentase (%) tingkat efektifitas = SPT diterima KPP
WP terdaftar di KPP
= 1.616
5.094
= 31,7%
Hasil tersebut menjelaskan bahwa pelaksanaan pemeriksaan pajak
yang telah dilakukan oleh petugas pemeriksa pajak atas SPT Tahunan PPh
Wajib Pajak Badan cukup memiliki pengaruh yang sangat baik terhadap
peningkatan efektifitas Wajib Pajak Badan, yaitu sebesar 31,7% (sangat
efektif) Wajib Pajak Badan patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya
untuk melaporkan SPT Tahunannya di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu,
SPT yang dilaporkan oleh Wajib Pajak Badan tepat pada waktu yang telah
ditentukan. Pada tahun 2004 s/d 31 Desember 2005 sebagian besar Wajib
Pajak Badannya yaitu sebanyak 3.478 (tidak efektif) Wajib Pajak Badan tidak
memasukan SPT Tahunannya, menurut keterangan yang diperoleh dari KPP
bagian seksi PPh Badan hal ini dikarenakan sebagian Wajib Pajak Badan telah
membubarkan usahanya walaupun belum ada akte pembubarannya dari
instansi yang berwenang, dan sebagian lagi berdasarkan hasil penelitian dan
pengamatan yang dilakukan pihak KPP Wajib Pajak Badan yang bersangkutan
tidak melakukan kegiatan usaha lagi.
Akan tetapi pada tahun berikutnya, tahun 2005 sampai dengan 31
Desember 2006 diketahui bahwa tingkat efektifitas Wajib Pajak Badan dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya untuk melaporkan SPT Tahunannya
sedikit mengalami penurunan, dari data yang diperoleh tahun 2005 s/d 31
Desember 2006 (tabel 4.3) tersebut dapat dihitung besarnya persentase tingkat
efektifitas Wajib Pajak Badan dalam melaporkan SPT Tahunannya, yaitu:
Persentase (%) tingkat efektifitas = SPT diterima KPP
WP terdaftar di KPP
= 1.721
5.614
= 30,6%
Hasil tersebut menjelaskan bahwa tingkat efektifitas Wajib Pajak
Badan dalam melaporkan SPT Tahunannya hanya sebesar 30,6% Wajib Pajak
Badan memenuhi kewajiban perpajakannya dalam melaporkan SPT
Tahunannya, pada tahun ini terjadi penurunan persentase tingkat efektifitas
yang disebabkan karena Wajib Pajak yang terdaftar yaitu sebanyak 3.893
Wajib Pajak Badan tidak melaporkan SPT Tahunannya pada KPP. Sebagian
dikarenakan Wajib Pajak Badan tersebut tidak diketahui lagi keberadaannya/
alamatnya walaupun sudah dilakukan pencarian oleh petugas verifikasi/
petugas yang ditunjuk untuk itu, sedangkan sebagian lainnya diketahui telah
membubarkan usahanya serta tidak melakukan kegiatan usaha lagi, yang dapat
dilihat dalam tabel 4.3 dibawah sebagai berikut:
Tabel 4.3
Tabel SPT Tahunan untuk Tahun 2005 s/d 31 Desember 2006
Uraian WP Badan WP OP Jumlah
1. WP terdaftar
2. SPT PPh yang masuk
Nihil
Kurang Bayar
Lebih Bayar
Balans Tidak Balans
Jumlah SPT yang masuk
KP.PPh pasal 1 ayat 4 SPT PPh 1770/1-Y
KP.PPh 1P Pembukuan bukan Takwin
SPT dan Penundaan
3. Belum memasukan SPT Th.
5.614
1.003
640
62
1.705 0
1.705
16 0
0 3
1.721
3.893
5.864
1.622
658
21
2.293 8
2.301
22 0
1 0
2.324
3.450
11.478
2.625
1.298
83
3.998 8
4.006
38 0
1 3
4.045
7.433
Sumber: KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu diolah sendiri
Untuk Tahun Pajak 2005, jumlah SPT Tahunan yang masuk mencapai
1.705 SPT, dari SPT yang masuk rinciannya adalah sebagai berikut:
1) 1.003 SPT menyatakan Nihil
2) 640 merupakan SPT Kurang Bayar
3) 62 adalah SPT Lebih Bayar
4) Tidak ada SPT yang termasuk kategori Tidak Balans.
Tabel 4.4
Tabel SPT Tahunan untuk Tahun 2006 s/d 31 Desember 2007
Uraian WP Badan WP OP Jumlah
1. WP terdaftar
2. SPT PPh yang masuk
Nihil
Kurang Bayar
Lebih Bayar Balans
Tidak Balans
Jumlah SPT yang masuk KP.PPh pasal 1 ayat 4
SPT PPh 1770/1-Y KP.PPh 1P
Pembukuan bukan Takwin
SPT dan Penundaan
3. Belum memasukan SPT Th.
6.216
980
647
61 1.688
0
1.688 87
0 0
3
1.775
4.441
6.407
1.861
667
15 2.543
0
2.543 2
0 1
0
2.546
3.861
12.623
2.841
1.314
76 4.231
0
4.231 89
0 1
3
4.321
8.302
Sumber: KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu diolah sendiri
Untuk Tahun Pajak 2006 sampai dengan 31 Desember 2007 diketahui
bahwa tingkat efektifitas Wajib Pajak Badan dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya untuk melaporkan SPT Tahunannya mengalami banyak penurunan,
yaitu:
Persentase (%) tingkat efektifitas = SPT diterima KPP WP terdaftar di KPP
= 1.775
6.216
= 28,5%
Hasil tersebut menjelaskan bahwa hanya sebesar 28,5% Wajib Pajak
Badan melaporkan SPT Tahunannya, sebagian dari Wajib Pajak Badan yang telah
terdaftar melakukan banyak penundaan serta tidak memasukan SPT Tahunannya
di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu, yaitu sebanyak 4.441 Wajib Pajak Badan
yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya selama 2 tahun berturut-turut
untuk melaporkan SPT Tahunannya. Dari Keterangan yang diperoleh hal ini
dikarenakan selain banyak yang melakukan penundaan sebagian Wajib Pajak
Badan tersebut telah membubarkan usahanya tetapi belum ada akte
pembubarannya dari instansi yang berwenang, Wajib Pajak Badan yang
berdasarkan hasil penelitian/ pengamatan sudah tidak melakukan kegiatan usaha
lagi serta tidak diketahui lagi keberadaan alamatnya meskipun sudah dilakukan
pencarian oleh petugas yang ditunjuk oleh KPP. Dan jumlah SPT yang masuk
pada tahun 2006 s/d 31 Desember 2007 berjumlah 1.688 SPT, yaitu terdiri dari:
1. 980 SPT menyatakan Nihil
2. 647 merupakan SPT Kurang Bayar
3. 61 adalah SPT Lebih Bayar
4. Tidak ada SPT yang termasuk kategori Tidak Balans.
Berdasarkan dari hasil keseluruhan perhitungan persentase tersebut
dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan pemeriksaan pajak yang telah dilakukan
oleh petugas pemeriksa pajak atas SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan
memiliki pengaruh yang cukup baik terhadap peningkatan efektifitas Wajib
Pajak Badan untuk menyerahkan SPT Tahunannya, hal ini dapat dilihat pada
penyerahan SPT Tahunan tahun 2004 sampai dengan 31 Desember 2005 yaitu
sebesar 31,7% Wajib Pajak Badan efektif dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Akan tetapi hal tersebut tidak dapat berlangsung lama
dikarenakan pada tahun berikutnya persentase penyerahan SPT Tahunan ke
Kantor Pelayanan Pajak berangsur menurun, tahun 2005 sampai dengan 31
Desember 2006 tingkat efektifitas Wajib Pajak Badan dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya untuk melaporkan SPT Tahunannya sedikit
mengalami penurunan yaitu sebesar 30,6% saja Wajib Pajak Badan
menyerahkan SPT Tahunannya. Sedangkan untuk tahun pajak 2006 sampai
dengan 31 Desember 2007 tingkat efektifitas Wajib Pajak Badan dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya untuk melaporkan SPT Tahunannya
banyak mengalami penurunan yaitu hanya sebesar 28,5% Wajib Pajak Badan
yang menyerahkan SPT Tahunannya, sebagian besar Wajib Pajak Badan yang
telah terdaftar banyak melakukan penundaan terhadap SPT Tahunannya serta
tidak memasukan SPT Tahunannya ke KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu.
Untuk Tahun Pajak 2007, jumlah SPT yang masuk belum dapat diketahui
karena baru akan dilaporkan pada tahun pajak 2008, yang baru diketahui
hanya jumlah Surat Tagihan Pajak saja yang masuk yaitu sebesar 487 STP.
Jadi pada tahun ini belum dapat diketahui berapa jumlah SPT yang
menyatakan Nihil, Kurang Bayar, Lebih Bayar, dan SPT Tidak Balans.
Kecenderungan penurunan ini dapat kemungkinan di sebabkan oleh
beberapa faktor yaitu diantaranya kurangnya pemahaman dan kesadaran
Wajib Pajak Badan atas kewajiban perpajakannya terutama dalam
penyampaian SPT setiap tahunnya, serta beberapa tindakan pemeriksaan yang
terkadang kurang memperhatikan norma dan pedoman pemeriksaan
sebagaimana tertuang dalam Undang-undang No.16 pasal 29 tahun 2000
Tentang ketentuan umum dan Tata cara Perpajakan, seperti transparansi atas
hasil pemeriksaan pajak yang dapat memacu rasa percaya Wajib Pajak Badan
pada pihak fiskus serta manfaat yang diperoleh dari kegiatan pemeriksaan
sebagai upaya penegakan keadilan bagi Wajib Pajak. Selain itu pada saat
pemeriksaan pajak berlangsung petugas pemeriksa sedikit mengalami
hambatan yang cukup berarti yang berasal dari fiskusnya sendiri yaitu
kurangnya petugas pemeriksa pajak yang hanya berjumlah 12 orang di KPP
Jakarta Kebayoran Baru Satu.
Terjadi peningkatan dikarenakan sarana yang telah diberikan oleh KPP
Jakarta Kebayoran Baru Satu sudah cukup memadai, dan secara umum SPT
Tahunan yang dilaporkan oleh Wajib Pajak Badan ke KPP telah memenuhi
persyaratan formal yang ditentukan, walaupun masih ada Wajib Pajak Badan
yang salah dalam menggunakan norma perhitungan. Tingkat kepatuhan Wajib
Pajak Badan yang tanggapannya untuk diperiksa cukup tinggi, sehingga
pemeriksa pajak dapat segera menyelesaikan pemeriksan tepat pada waktunya
dan sesuai dengan Surat Perintah Pemeriksaam Pajak (SP3). Selain itu dalam
rangka untuk terus meningkatkan penerimaan pajaknya KPP Jakarta
Kebayoran Baru Satu berusaha mengefektifkan Wajib Pajak Badan yang
selama ini belum terdaftar. Dan berdasarkan pengamatan serta wawancara
dengan para petugas pemeriksa pajak di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu
seksi PPh Badan, SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak sudah lengkap dan
sudah memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Hal ini diketahui karena
kasubsi PPh Badan melakukan pengawasan langsung terhadap lampiran
Daftar harta dan kekayaan serta Daftar kewajiban sehingga SPT tersebut telah
diisi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. Ketentuan Pembukuan dan Pencatatan
Dalam melaporkan pendapatannya Wajib Pajak menggunakan
pembukuan, pembukuan yang mereka pergunakan harus didukung oleh bukti-
bukti transaksi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, hal ini
dikatakan oleh salah satu petugas pemeriksa di Seksi PPh Badan. Namun ada
juga Wajib Pajak yang hanya melakukan pencatatan terhadap omset mereka
atau penghasilan brutonya dan telah menghitung penghasilan neto mereka
dengan menggunakan norma perhitungan penghasilan neto yang telah
ditetapkan sebelumnya.
3. Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak
Berdasarkan hasil pengamatan langsung di KPP Jakarta Kebayoran
Baru Satu pada seksi PPh Badan, pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap
Wajib Pajak dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap
pelaksanaan dan tahap pembuatan laporan. Adapun kegiatan dari masing-
masing tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan
1) Mempelajari berkas data Wajib Pajak
Proses pemeriksaan dimulai sejak diterimanya SPT Tahunan oleh
petugas pelaksana dari seksi PPh Badan yang ditunjuk secara bergiliran di
Tempat Pelayanan Terpadu (TPT). Saat petugas pemeriksa menerima SPT
Tahunan dari Wajib Pajak tersebut, hal pertama yang dilakukannya adalah
menerima kelengkapan pengisian dan lampiran yang di syaratkan sesuai
dengan jenis usaha dari Wajib Pajak. Sedangkan proses selanjutnya
petugas tersebut melakukan perekaman dan editing untuk memastikan
bahwa SPT Tahunan tidak terjadi salah hitung dan salah tulis, sehingga
data yang direkam kedalam komputer adalah data yang benar. Selama
proses tersebut petugas juga dapat memilah SPT Tahunan yang telah
diterima dan direkam sesuai dengan jenis SPT (Lebih Bayar, Kurang
Bayar, atau Nihil). Selain itu juga, petugas pemeriksa berusaha melakukan
pemahaman terlebih dahulu terhadap laporan keuangan Wajib Pajak
seperti Laporan Neraca, Laporan Rugi-Laba, dan seterusnya.
2) Menganalisa SPT dan Laporan Keuangan Wajib Pajak
Setelah proses pemilihan SPT Tahunan berakhir, petugas pemeriksa
melakukan penelahaan lebih lanjut dan membuat analisa terhadap SPT
tersebut, bagi yang memenuhi syarat untuk dilakukan pemeriksaan khusus.
Analisa terhadap SPT dilakukan dengan cara melakukan komparasi
dengan data SPT tahun sebelumnya, atau juga dengan data SPT dari Wajib
Pajak yang memiliki usaha sejenis. Selain itu analisa juga dilakukan
dengan cara memahami terlebih dahulu ketentuan apa saja yang terkait
dengan kewajiban pajak Wajib Pajak.
3) Mengidentifikasi Masalah
Agar proses pelaksanaan pemeriksaan pajak dapat berlangsung dengan
efektif dan efesien, petugas pemeriksa lebih berusaha lagi meningkatkan
melakukan identifikasi terhadap masalah yang akan dihadapi oleh
pemeriksa pajak seperti permasalahan tentang pencabutan NPWP,
pemenuhan kewajiban perpajakan, Lebih Bayar, Kurang Bayar, SPT yang
tidak masuk, SPT yang mengalami penundaan, serta masalah Wajip Pajak
pindah.
4) Melakukan Pengenalan Lokasi Wajib Pajak
Pada saat petugas menyampaikan surat permintaan peminjaman buku,
catatan, dokumen dan daftar buku yang akan dipinjam dari Wajib Pajak,
sekaligus menyampaikan SPT Pemeriksaan Pajak dan Surat Perintah
Pemeriksaan Pajak (SP3), petugas pemeriksa tersebut mengambil
kesempatan ini untuk melihat langsung bagaimana keadaan fisik tempat
tinggal dan atau tempat usaha Wajib Pajak tersebut, untuk digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program pemeriksaan dan
menentukan ruang lingkup pemeriksaan.
5) Menentukan Ruang Lingkup Pemeriksaan
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor.123/PMK.03/2006
Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, jenis pemeriksaan terbagi menjadi
dua yaitu: Pemeriksaan Lapangan dan Pemeriksaan Sederhana, dan
menurut Peraturan Direktur jenderal Pajak Nomor. PER- 123/PJ/2006
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan, yang dimaksud
dengan Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan di
tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, tempat tinggal
Wajib Pajak atau di tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal
Pajak yang meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, untuk tahun
berjalan dan atau tahun sebelumnya.
Sedangkan Pemeriksaan Sederhana terbagi lagi menjadi dua yaitu:
Pemeriksaan Sederhana Lapangan dan Pemeriksaan Sederhana Kantor.
Mengenai ruang lingkup atau jenis pemeriksaan yang digunakan oleh KPP
Jakarta Kebayoran Baru Satu atas SPT Tahunan PPh Badan adalah dalam
bentuk Pemeriksaan Sederhana Lapangan yaitu pemeriksaan lapangan
untuk satu, beberapa atau seluruh jenis pajak, baik untuk tahun berjalan
dan atau tahun-tahun sebelumnya, yang dilaksanakan dengan menerapkan
teknik-teknik pemeriksaan yang dipandang perlu menurut keadaan dalam
rangka mencapai tujuan pemeriksaan yakni mendapatkan hasil
pemeriksaan yang lebih lengkap serta tercapainya hasil pemeriksaan yang
lebih efektif. Pemeriksaan Sederhana Lapangan tersebut dilakukan dalam
jangka waktu 2 bulan, apabila pemeriksaan tersebut tidak selesai dalam
jangka waktu yang telah ditetapkan maka pemeriksaan akan terus
dilanjutkan sampai dengan selesai.
6) Menyusun Program Pemeriksaan
Dalam menyusun program pemeriksaan, yang dilakukan oleh
pemeriksa pajak adalah dengan cara menentukan buku, catatan, dan
dokumen apa saja yang akan diperlukan dalam proses pelaksanaan
pemeriksaan pajak untuk mencapai sebuah tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan.
7) Menentukan Buku, Catatan, Dokumen serta Bukti yang akan dipinjam
Sehubungan dengan pelaksanaan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak
No. PRIN-46/WPJ.04/KP.0405/2006 pada KPP Jakarta Kebayoran Baru
Satu pemeriksa pajak melakukan peminjaman terhadap buku, catatan, dan
dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan serta bukti lain
yang berhubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib
Pajak. Diantara buku, catatan, dan dokumen yang dipinjam oleh pemeriksa
pajak adalah SPT Tahunan PPh Badan dan PPh 21, SPT Masa PPh pasal
25, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23/26, Pasal 4 (2), Laporan Keuangan, Daftar
Akun, Neraca Percobaan (Trial Balance), Buku Besar (General Ledger
dan Sub Ledger), Akta Pendirian, Sruktus Organisasi, Bukti-bukti
Pemasukan dan Pengeluaran, serta masih banyak lagi daftar buku, catatan,
dan dokumen yang akan dipinjam oleh pemeriksa pajak dalam rangka
pemeriksaan.
Buku, catatan, dan dokumen serta bukti yang diperlukan petugas
dalam pemeriksaan harus diserahkan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah
Surat Permintaan Peminjaman diterima oleh Wajib Pajak. Buku, catatan,
dan dokumen serta bukti tersebut akan dikembalikan kepada Wajib Pajak
secara utuh dan lengkap setelah proses pemeriksaan selesai dilaksanakan.
Apabila dalam jangka waktu 7 hari tersebut Wajib Pajak tidak
memberikan atau meminjamkan buku, catatan, dan dokumen serta bukti
yang diperlukan dalam pemeriksaan, maka pemeriksa pajak akan
memberikan surat peringatan I dan II.
8) Menyediakan Sarana Pemeriksaan
Sarana yang diperlukan oleh pemeriksa pajak di Seksi PPh Badan
selama proses pemeriksaan harus terlebih dahulu dipersiapkan, untuk
mendukung kelancaran pelaksanaan pemeriksaan pajak. Sarana tersebut
dapat berupa:
a) Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3)
b) Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak
c) Surat Pemberitahuan Wajib Pajak yang bersangkutan
d) Surat Peminjaman buku, catatan, dokumen ke Wajib Pajak
e) Formulir surat Peringatan I dan II peminjaman buku, catatan, dan
dokumen ke Wajib Pajak
f) Formulir Berita Acara Hasil Pemeriksaan
g) Formulir Risalah Tim Pembahas
h) Formulir Daftar Temuan Pemeriksaan Pajak
i) Formulir Berita Acara Persetujuan Hasil Pemeriksaan
j) Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan
k) Surat Tanggapan Hasil Pemeriksaan
l) Formulir Berita Acara Tidak Memberikan Tanggapan
m) Surat Ikhtisar Hasil Pembahasan Akhir
n) Lembar Pernyataan Persetujuan Hasil Pemeriksaan.
Selain sarana diatas, pada saat pelaksanaan petugas pemeriksa pajak
menyediakan Tanda Pengenal Pemeriksa yang telah ditandatangani oleh
seorang Kepala Kantor untuk jangka waktu tertentu, yang akan ditunjukan
kepada Wajib Pajak dalam setiap pelaksanaan pemeriksaan pajak
berlangsung.
b. Tahap Pelaksanaan
1) Memeriksa di tempat Wajib Pajak
Pada tahap awal pelaksanaan pemeriksaan pajak, terlebih dahulu
petugas pemeriksa menyampaikan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak
(SP3) beserta dengan surat permintaan peminjaman buku, catatan,
dokumen serta bukti yang diperlukan yang akan dipinjam dari Wajib Pajak
Badan. Dan pada kesempatan ini, petugas pemeriksa dapat melihat
langsung keadaan fisik tempat tinggal atau tempat usaha Wajib Pajak
Badan tersebut.
Dalam jangka waktu 7 hari setelah surat permintaan peminjaman buku,
catatan, dan dokumen disampaikan, Wajib Pajak Badan tersebut harus
segera memberikan atau meminjamkan buku, catatan, dan dokumen yang
menjadi dasar pembukuan dan pencatatan yang berhubungan dengan
kegiatan usaha mereka. Apabila dalam jangka waktu yang telah ditetapkan
Wajib Pajak tidak juga meminjamkan buku, catatan, dan dokumen yang
diperlukan dalam pemeriksaan, maka petugas pemeriksa pajak akan
memberikan Surat Peringatan I kepada Wajib Pajak tersebut dan apabila
Wajib Pajak masih juga belum bersedia memberikan atau meminjamkan
petugas pemeriksa selanjutnya akan memberikan Surat Peringatan Yang
ke-II, dan sebagai langkah terakhir akan dilakukan perhitungan pajak
terutang secara jabatan.
2) Melakukan Penilaian atas Sistem Pengendalian Intern
Petugas pemeriksa pajak di Seksi PPh Badan melakukan penilaian
terlebih dahulu atas Sistem Penendalian Intern, hal tersebut dilakukan
untuk menentukan apakah pemeriksaan yang dilakukannya telah sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya dalam Sistem Pengendalian Intern Wajib
Pajak.
3) Memutakhirkan Ruang Lingkup dan Program Pemeriksaan
Ruang lingkup dan program pemeriksaan perlu disesuaikan kembali
oleh pemeriksa pajak dengan cara melihat langsung keadaan Wajib Pajak,
hal tersebut dilakukan untuk menentukan apakah perlu dilakukan
perluasan pemeriksaan serta apakah perlu untuk menyusun kembali
program pemeriksaan yang sesuai dengan keadaan Wajib Pajak.
4) Melakukan Pemeriksaan atas Buku, Catatan, dan Dokumen
Setelah buku, catatan, dokumen dan bukti lainnya telah diberikan atau
dipinjamkan oleh Wajib Pajak, Pemeriksa pajak kemudian akan langsung
melakukan pemeriksaan apakah angka yang telah tercantum dalam SPT
Wajib Pajak tersebut yang telah diisi olehnya sesuai dengan angka yang
tercatat didalam buku, catatan, dan dokumen Wajib Pajak. Apabila tidak
sesuai dengan angka yang telah tercantum didalam buku, catatan dan
dokumen tersebut, maka oleh petugas pemeriksa pajak SPT akan
dikembalikan kepada Wajib Pajak untuk disesuaikan ulang.
5) Melakukan Konfirmasi Kepada Pihak Ke-3
Jika dianggap perlu, konfirmasi kepada pihak ke-3 akan dilakukan
untuk menguji keabsahan pemotongan atau pemungutan PPh sebagaimana
dilakukan oleh Wajib Pajak dalam SPT nya, konfirmasi tersebut dilakukan
melalui pos terhadap kredit pajak dan fiskal luar negeri.
6) Memberitahukan Hasil Pemeriksaan Kepada Wajib Pajak
Untuk memberitahukan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang
diperiksa, Pemeriksa pajak akan mengirimkan Surat Pemberitahuan Hasil
Pemeriksaan (SPHP), Formulir Berita Acara Hasil Pemeriksaan (BAHP),
serta Daftar Temuan Pemeriksaan Pajak (DTPP) untuk ditandatangani dan
ditanggapi oleh Wajib Pajak pada waktu yang telah ditentukan. Apabila
terjadi perbedaan pendapat antara pemeriksa pajak dengan Wajib Pajak,
maka perbedaan tersebut akan dituangkan kedalam Kertas Kerja
Pemeriksaan (KKP) disertai dengan alasan dari masing-masing pendapat
kedua belah pihak.
7) Melakukan Sidang Penutup (Closing Conference)
Langkah terakhir dalam tahap pelaksanaan ini adalah dengan
melakukan Closing Conference dengan Wajib Pajak. Untuk itu pemeriksa
pajak terlebih dahulu akan mengirimkan Surat Pemberitahuan Hasil
Pameriksaan (SPHP) dan Daftar Temuan Pemeriksaan Pajak (DTPP)
kepada Wajib Pajak untuk diberikan tanggapan secara langsung. Hasil dari
tanggapan Wajib Pajak tersebut akan dituangkan kedalam Surat
Tanggapan Hasil Pemeriksaan (STHP) apakah Wajib Pajak menyetujui
seluruh hasil pemeriksaan atau tidak menyetujui sebagian atau seluruh
hasil pemeriksaan. Jika Wajib Pajak memberikan tanggapan dengan
menyetujui seluruh hasil pemeriksaan, maka Wajib Pajak akan
memberikan Lembar Pernyataan Persetujuan Hasil Pemeriksaan (LPPHP)
yang sebelumnya telah diberikan oleh petugas pemeriksa, lembar tersebut
digunakan untuk memberikan pernyataan yang sebenar-benarnya bahwa
Wajib Pajak telah menyetujui seluruh hasil pemeriksaan, yang kemudian
pemeriksa pajak akan segera menerbitkan Formulir Berita Acara
Persetujuan Hasil Pemeriksaan (BAPHP).
Sebaliknya, jika Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh
hasil pemeriksaan tersebut, maka pemeriksa pajak akan menanggapinya
dengan menerbitkan Formulir Risalah Tim Pembahas (RTP) yang terdiri
dari beberapa anggota. Tim pembahas tersebut akan menerima pendapat
dari pemeriksa pajak serta tanggapan dari Wajib Pajak yang menjadi
pokok masalah koreksi, yang kemudian akan diambil sebuah kesimpulan
oleh tim pembahas tersebut untuk dapat disetujui oleh kedua belah pihak
dan hasil akhir pembahasan tersebut akan dimasukan kedalam Formulir
Ikhtisar Hasil Pembahasan Akhir (IHPA).
Hasil pembahasan akhir dari closing conference digunakan sebagai
dasar untuk menghitung pajak yang terhutang. Setelah melakukan closing
conference, Wajib Pajak harus membuat dan menandatangani LPPHP,
namun apabila dalam jangka waktu 7 hari Wajib Pajak tidak memberikan
tanggapan terhadap SPHP dan DTPP maka pemeriksa pajak akan segera
menerbitkan Formulir Berita Acara Tidak Memberikan Tanggapan
(BATMT) kepada Wajib Pajak, yang kemudian akan ditutup dengan
ditandatangani oleh Tim Pemeriksa Pajak dan juga oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu.
c. Tahap Pembuatan Laporan
Tahap pembuatan laporan pemeriksaan pajak akan dibuat oleh petugas
pemeriksa pajak pada saat menjelang berakhirnya waktu pemeriksaan
pajak yang telah ditentukan yakni setelah dilakukannya proses closing
conference dengan Wajib Pajak. Tahap ini merupakan tahap terakhir dari
proses pemeriksaan pajak, laporan pemeriksaan pajak tersebut
menjelaskan tentang ruang lingkup pemeriksaan dan tujuan dari
pemeriksaan, identitas subjek dan objek pemeriksaan, serta menjelaskan
tentang usaha dari Wajib Pajak, kewajiban perpajakan yang harus
dilaksanakan oleh Wajib Pajak.
Pembuatan laporan pemeriksaan pajak ini dilakukan dengan
berpedoman pada Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP), Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP), serta Nota Hitung yang telah dibuat pada saat proses
pemeriksaan dan akan dituliskan dalam Formulir yang telah ditentukan
sebelumnya oleh pemeriksa pajak. Petugas pemeriksa pajak di KPP
Jakarta Kebayoran Baru Satu tidak melakukan pengecekan dan tidak pula
membuat laporan mengenai Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) Wajib
Pajak serta mengenai Daftar Harta Kekayaan dari Wajib Pajak.
Setelah laporan hasil pemeriksaan pajak dibuat dan ditandatangani
oleh Tim pemeriksa pajak, maka laporan tersebut harus segera disahkan
dengan ditandatangani oleh seorang Kepala Kantor bersamaan dengan
Nota Perhitungan Pajak Terutang, hal ini dilakukan agar hasil dari
pemeriksaan pajak tersebut mempunyai sebuah kekuatan hukum yang sah.
Selanjutnya Laporan Pemeriksaan Pajak dan Nota Perhitungan Pajak
Terutang tersebut akan diserahkan langsung kepada seksi Tata Usaha
Perpajakan yang kemudian akan dibuatkan Surat Ketetapan Pajak (SKP).
4. Monitoring Dan Tindak Lanjut Pemeriksa Pajak Di KPP
Semua tindak lanjut dan monitoring merupakan tugas dari seksi PPh
Badan di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu dan merupakan kegiatan diluar
pemeriksaan sehingga bukan merupakan tugas atau wewenang para petugas
pemeriksa pajak, monitoring akan dilakukan oleh pemeriksa pajak di seksi PPh
Badan dengan cara mengirimkan Laporan Tahunan secara langsung kepada
Kakanwil Direktorat Jenderal Pajak III, sedangkan tindak lanjut diawali dengan
segera menerbitkan sebuah produk hukum berupa Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat
Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), serta Surat Tagihan Pajak (STP). Setelah Surat
Ketetapan Pajak diterbitkan, maka selanjutnya Wajib Pajak akan segera
menyelesaikan kewajibannya dan menggunakan haknya untuk mengajukan
sebuah keberatan.
Berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) di Seksi PPh Badan
tahun 2004 sampai dengan 2006 jenis produk hukum adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5
Jenis Produk Hukum Tahun 2004
No. Jenis Produk
Hukum
Jumlah
1. 2.
3. 4.
SKPKB SKPLB
SKPN STP
Jumlah
62 60
32 104
258
Tabel 4.6
Jenis Produk Hukum Tahun 2005
No. Jenis Produk
Hukum
Jumlah
1.
2.
3.
4.
SKPKB
SKPLB
SKPN
STP
Jumlah
40
38
20
343
441
Tabel 4.7
Jenis Produk Hukum Tahun 2006
No. Jenis Produk
Hukum
Jumlah
1.
2.
3.
4.
SKPKB
SKPLB
SKPN
STP
Jumlah
7
12
2
651
672
Tabel 4.8
Jenis Produk Hukum Tahun 2007
No. Jenis Produk
Hukum
Jumlah
1.
2. 3.
4.
SKPKB
SKPLB SKPN
STP
Jumlah
-
- -
487 487
Untuk tahun 2007 jumlah Surat Tagihan Pajak (STP) yang masuk
sebanyak 487 surat , dari jumlah tersebut diketahui bahwa masih banyak Wajib
Pajak yang tidak mau memenuhi kewajiban perpajakannya untuk melaporkan SPT
Tahunannya, sehingga menyebabkan turunnya tingkat efektifitas Wajib Pajak.
Jadi dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak
tidak sepenuhnya dapat meningkatkan efektifitas Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya untuk melaporkan SPT Tahunannya.
5. Relevansi dengan Undang-Undang Perpajakan Baru
Dengan adanya Undang-undang perpajakan yang baru yaitu Undang-
undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara
Perpajakan, masyarakat umumnya dan Wajib Pajak Badan khususnya kini telah
mendapat kepastian hukum dan kejelasan informasi mengenai hak-hak dan
kewajibannya serta perlakuan yang sama dalam pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undang perpajakan baru.
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Pelaksanaan
Pemeriksaan Pajak terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan pada KPP
Jakarta Kebayoran Baru Satu, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di seksi
PPh Badan di KPP Jakarta Kebayoran baru satu yang diobservasi selama 3 tahun
yaitu dari tahun 2004 sampai dengan 2006. Dari hasil penelitian, maka dapat
diperoleh beberapa kesimpulan adalah sebagai berikut:
1. Wajib Pajak Badan pada KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu relatif mau
melaporkan SPT Tahunannya, akan tetapi cenderung menurun dari tahun ke
tahun. Hal ini terlihat dari semakin rendahnya persentase penyerahan SPT
Tahunan ke KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu, yaitu sebesar 31,7% pada
tahun 2004, berangsur menurun pada tahun 2005 sebesar 30,6% dan sebesar
28,5% pada tahun 2006.
2. Pada KPP Jakarta Kebayoran Baru satu jenis ruang lingkup pemeriksaan
yang dilakukan atas SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan adalah dalam
bentuk Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL), pemeriksaan sederhana
lapangan tersebut akan memberikan hasil pemeriksaan yang lengkap dan
dapat mencapai hasil pemeriksaan yang lebih efektif. Pelaksanaan
pemeriksaan pajak di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu yang dilakukan
oleh seksi PPh Badan telah memenuhi ketentuan peraturan yang telah
ditetapkan yaitu Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor.123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri
Keuangan No.545/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak,
dan sarana yang telah diberikan oleh KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu juga
sudah cukup memadai.
3. Menurut Ditjen Pajak, dengan adanya kebijakan Sunset Policy yang berakhir
Desember tahun 2008 sejauh ini berjalan sangat efektif yang dampak
pelaksanaannya bisa dilihat dari penerimaan bulanan 2008 dimana mulai 1
Januari sampai dengan September 2008 pertumbuhan penerimaan pajak
semakin meningkat, serta dapat meningkatkan jumlah Wajib Pajak pada
tahun ini sebanyak 2 juta Wajib Pajak, para investor mulai memiliki NPWP
agar transaksi mereka pada waktu mendatang menjadi lebih mudah.
B. Implikasi
Hasil penelitian ini memiliki beberapa implikasi, yaitu sebagai berikut:
1. Walaupun tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam melaporkan SPT
Tahunannya di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu terus mengalami
penurunan, hal ini tidak pula ikut menyebabkan turunnya jumlah
penerimaan pajak di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu tersebut. Dan
untuk terus meningkatkan penerimaan pajaknya KPP Jakarta Kebayoran
Baru Satu berusaha mengefektifkan Wajib Pajak Badan yang selama ini
belum terdaftar.
2. Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak yang dilakukan di KPP Jakarta Kebayoran
Baru Satu menjadi lebih efektif dengan menggunakan Pemeriksan
Sederhana Lapangan, hal ini dapat dilihat dari tingkat kepatuhan Wajib
Pajak Badan yang tanggapannya untuk diperiksa cukup tinggi, sehingga
pemeriksa pajak dapat segera menyelesaikan pemeriksaan tepat pada
waktunya dan sesuai dengan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3).
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat diajukan beberapa saran yaitu:
1. Pemeriksaan pajak perlu terus ditingkatkan sehingga efektifitas dan
manfaatnya dapat tercapai serta diharapkan dapat berimplikasi pada
optimalisasi penerimaan pajak dan sikap kejujuran serta rasa keadilan bagi
para Wajib Pajak. Upaya peningkatan kepatuhan terutama dalam hal
melaporkan SPT hendaknya dapat terus ditingkatkan, baik oleh pihak
aparatur pajak maupun Wajib Pajak sebagai langkah utama mendorong
Wajib Pajak menuju masyarakat yang sadar akan pajak dan peduli pajak.
2. Adanya faktor lain diluar pelaksanaan pameriksaan pajak yang perlu terus
ditingkatkan, misalnya saja di tahun 2009 diharapkan dilakukannya
peningkatan program penyuluhan perpajakan kepada pembayar pajak,
dilakukannya sosialisasi secara besar-besaran dengan langsung kepada
masyarakat untuk memperlihatkan lebih jelas kemana larinya uang pajak
yang dibayar masyarakat, peningkatan profesionalisme serta integritas
para aparat pemerintah khususnya para petugas pemeriksa pajak di KPP
sehingga dapat memberikan pelayanan dengan lebih baik kepada
masyarakat, serta dapat meningkatkan motivasi para Wajib Pajak itu
sendiri agar dapat terus memenuhi kewajiban perpajakannya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hamid, “Panduan Penulisan Skripsi”, Cetakan Pertama, Grafika Karya Utama, Jakarta, 2004.
Bwoga Hanantha, Yoseph Agus dan Tony Marsyahrul, “Pemeriksaan Pajak di
Indonesia”, PT. Grasindo, Jakarta, 2005.
Chaidir Ali, “Hukum Pajak Elementer”, 1993.
Consuelo G. Sevilla dkk, “Pengantar Metode Penelitian”, Penerjemah
Alimuddin Tuwu, UI Press, Jakarta, 1993.
Departemen Keuangan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan Atas
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 Tentang Tata
Cara Pemeriksaan Pajak, tanggal 7 Desember 2006.
Departemen Keuangan Republik Indonesia. Surat Edaran Direktorat Jenderal
Pajak Tentang Petunjuk Pengisian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak Badan.
Eko Novianto Nugroho, ”Pelanggaran di Bidang Perpajakan”, Indonesian Tax
Review Volume IV/ Edisi50, 2005.
Haula Rosdiana dan Rasin Tarigan, “Perpajakan Teori dan Aplikasi”, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2005.
Iis Rahmawati. “Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Pelaporan SPT Masa PPN Dikaitkan Dengan Rencana Penerimaan PPN Pada KPP Jakarta
Cilandak”, 2006.
Kompas. ”Kenaikan Jumlah Wajib Pajak”, Jakarta,2008.
Mardiasmo. Drs., Akt., MBA, “Perpajakan”, Edisi ke-5, Penerbit Andi Offset,
Yogyakarta,1997.
Nur Indriantoro. Dr., M.Sc., Akt, dan Bambang Supomo. Drs., M.Si., Akt,
“Metodologi Penelitian Bisnis”, Edisi pertama, BPFE Yogyakarta.
Rimsky K. Judisseno, “Pajak dan Strategi Bisnis”, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1999.
Santoso Brotodihardjo, “Pengantar Ilmu Hukum Pajak”, Edisi ke tiga, PT.
Eresco, Bandung, 1995.
Siti Resmi, “Perpajakan: Teori dan Kasus”, Edisi Pertama, Salemba Empat,
Jakarta, 2003.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan
Ketiga atas Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir
Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2000, Tanggal 17 Juli 2007.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-123/PJ/2006 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak, Tanggal 15 Agustus 2006.
Wira Sakti, “Menyimak Permasalahan Pajak Dalam Meningkatkan Jumlah Wajib
Pajak”, Inovasi Online Edisi vol.6/xiii/ Maret 2006.
Wirawan dan Waluyo, “Perpajakan Indonesia”, Salemba Empat, Jakarta, 1999.
www.pajak.go.id.