Download - Ka2013 Agung Hanik
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
1/153
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
2/153
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
3/153
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
4/153
i
ANALISIS KEBIJAKAN TARIF CUKAI ROKOK
DALAM MENGHADAPI PASAR TUNGGAL
ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015
Disusun Oleh:
Nama Peneliti Utama : Agung Budilaksono
NIP : 196710101997031001
Pangkat/Golongan : Penata Tingkat I/III DJabatan : Widyaiswara Muda
Nama Peneliti : Hanik Rustiningsih
NIP : 197003051996032001
Pangkat/Golongan : Penata Tingkat I/III D
Jabatan : Widyaiswara Muda
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGANJAKARTA
2013
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
5/153
ii
Analisis Kebijakan Tarif Cukai Rokok Dalam MenghadapiPasar Tunggal Asean Econom ic Comm uni ty 2015
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah membantu Pemerintah khususnya Kementerian
Keuangan dalam rangka membuat kebijakan tariff cukai dan Harga Jual Eceran
Rokok ketika dilaksanakan ASEAN Economic Community2015 yang tidak akan
lama lagi berjalan. Penelitian ini memfokuskan pada dampak selisih tariff cukai
rokok kretek dan putih dalam negeri dengan tariff impor Negara-negara anggota
ASEAN, dalam hal ini sampel difokuskan pada Negara Singapura dan Malaysia
yang mempunyai harga jual eceran dan tariff impor rokok putih yang cukup tinggi
dibandingkan dengan di Indonesia, sementara rokok kretek di dua Negaratersebut tidak ada/sangat kecil. Metode penelitian ini menggunakan kombinasi
analisis path dan regresi sederhana rekursif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diperkirakan pada pelaksanaan
AEC 2015 sensitif komoditas rokok terjadi pada rokok putih, sementara rokok
kretek yang dominan di dalam negeri kurang sensitive terhadap kebijakan tariff
Negara tetangga. Perbedaan tariff cukai maupun impor komoditas rokok di
Negara-negara ASEAN mendorong terciptanya nilai tambah komoditas rokok
mengingat akan terjadi peningkatan persaingan untuk memperebutkan pasar
rokok Negara dengan harga jual eceran rokok yang tinggi dan tariff cukai yang
rendah., sebagai dampaknya adalah peluang munculnya penyelundupan rokokke Negara-negara dengan HJE rokok tinggi.Biaya kesehatan ke depan perlu
menjadi perhatian pengambil kebijakan mengingat cukup besarnya biaya
kesehatan yang dikeluarkan oleh individu perokok untuk mengobati dirinya atas
dampak rokok yang mungkin ada. Kalangan penikmat rokok lebih banyak
didominasi oleh golongan bawah, yang pada gilirannya berpeluang menambah
jumlah orang miskin di Indonesia dan menurunkan produktivitas nasional.
Kekhawatiran adanya ledakan konsumsi rokok di Indonesia perlu diantisipasi
melalui program terencana road map yang ke depan diarahkan untuk
menurunkan konsumsi rokok masyarakat tanpa harus mengurangi penerimaan
cukai Negara.Kata kunci: tariff cukai rokok, pasar tunggal, industri rokok, penyelundupan rokok
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
6/153
iii
Cigarette Excise Tax Policy Analysis in FacingASEAN Economic Community 2015
Abstract
The purpose of this study is to help the Government , especially the Ministry of
Finance in order to make customs tariff policy and Cigarettes retail prices when
implemented the ASEAN Economic Community 2015 which will no longer be
running . This study focuses on the impact of cigarette excise tariff increment and
white domestic with import tariffs of ASEAN member countries , in this case
focused on a sample of Singapore and Malaysia that have retail prices and
import tariffs white cigarettes are quite high compared to in Indonesia , whilecigarette in the two countries there is no / very little . This research method uses
a combination of simple regression analysis and recursive path .
The results of this study indicate that the implementation of the AEC in 2015 is
estimated at sensitive commodities cigarette smoking occurs in white , while the
dominant cigarette in the country less sensitive to the tariff policy of neighboring
countries . The difference tariff cigarette excise and import commodities in
ASEAN countries encourage non value -added commodities given the expected
increase in competition for state cigarette market with a retail selling price of
cigarettes high and low excise tariff . , As is the probability that the impact of
smuggling cigarettes into countries with high cigarette retail . The cost of future
health care policy makers need to be given sufficient amount of medical costs
incurred by an individual smoker to treat himself for the possible effects of
smoking . Among connoisseurs of cigarettes more dominated by lower classes ,
which in turn is likely to increase the number of poor people in Indonesia and
lower national productivity . Fears of an explosion in cigarette consumption in
Indonesia should be anticipated through a planned program road map forward is
directed to the public to reduce consumption without reducing state tax revenues
.
Keywords: cigarette excise tariff, the single market, the tobacco industry,
cigarette smuggling
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
7/153
iv
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur disampaikan ke hadirat Allah SWT yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang karena atas berkah dan karuniaNya penulis
dapat menyelesaikan Kajian Akademis ini yang berjudul Analisis Kebijakan Tarif
Cukai Rokok Dalam Menghadapi Pasar Tunggal Asean Economic Community
2015.
Kajian Akademis ini disusun dan disajikan dalam rangka membantu
Pemerintah khususnya Kementerian Keuangan dalam rangka membuat
kebijakan tariff cukai dan Harga Jual Eceran Rokok ketika dilaksanakanASEANEconomic Community2015 yang tidak akan lama lagi berjalan.
Kajian ini juga tersusun dengan bimbingan, bantuan, dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami sampaikan rasa
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan;
2. Sekretaris Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan;
3. Kepala Pusdiklat Bea dan Cukai;
4. Prof. Dr. Rina Oktaviani, selaku Pembimbing Akademis;
5. Dr. Riyanto, selaku Pembimbing Akademis6. Ir. Sucipto, MM, Kepala Subdit Cukai Hasil Tembakau, selaku
Pembimbing Teknis
7. Akbar Harfianto, SE, ME, Kepala Seksi Cukai Hasil Tembakau II, atas
masukan-masukannya dalam Seminar Hasil Penelitian; dan
8. Pihak-pihak lain yang telah mendukung penyelesaian Kajian Akademis
ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.
Penulis menyadari bahwa Kajian Akademis ini masih memiliki beberapa
keterbatasan penelitian. Oleh karena itu penulis membuka kesempatan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan kajian ini dan menjadi lebih
bermanfaat.
Penulis
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
8/153
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ iABSTRAK ............................................................................................................ iiABSTRACT ......................................................................................................... iiiKATA PENGANTAR ............................................................................................ivDAFTAR ISI ......................................................................................................... vDAFTAR TABEL ................................................................................................. viiDAFTAR GAMBAR ............................................................................................ viiiDAFTAR GRAFIK ................................................................................................ixBAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................... 11.2. Rumusan Masalah ....................................................................... 20
1.3. Ruang Lingkup ............................................................................. 201.4. Tujuan .......................................................................................... 211.5. Manfaat ........................................................................................ 22
BAB 2 LANDASAN TEORI2.1. Sejarah Integrasi Ekonomi Regional ............................................ 232.2. Konsep Integrasi Ekonomi ............................................................ 242.3. Dampak Liberalisasi Perdagangan ............................................... 302.4. Struktur Pasar, Kinerja dan Perilaku Industri Rokok di Indonesia . 332.5. Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................................ 362.6. Komoditas Rokok Dalam Integrasi Ekonomi Regional .................. 372.7. Potensi Sengketa Dagang Antara Pemerintah dan
Industri Tembakau ........................................................................ 392.8. Keterjangkauan Rokok dan Konsumsi Yang Tinggi ...................... 402.9. Framework Convention on Tobacco Control (FCTC)
Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau ...................... 412.10. Hambatan Untuk Mencapai Implementasi FCTC Yang Efektif ...... 422.11. Sejarah Pengenaan Cukai ............................................................ 492.12. Teori Cukai Ramsey ..................................................................... 532.13. Teori Cukai Berdasarkan Ketergantungan Yang Rasional ............ 542.14. Teori Cukai Berdasarkan Ketidak-konsistenan Preferensi
dalam Waktu (Time-Inconsistent Preferences Theory ) ................ 562.15. Teori Cukai Berdasar Proses Keputusan Yang Dipicu Oleh
Signal (Theory of Cue -Triggered Decision Processes) ............... 57
2.16. Tingkat Ketepatan Cukai Rokok ................................................... 582.17. Biaya Eksternal Merokok .............................................................. 622.18. Kebijakan Harga jual Eceran dan Tarif Cukai Hasil Tembakau ..... 642.19. Penyelundupan Rokok Akibat Kebijakan Tarif Cukai Yang
Asimetri ......................................................................................... 542.20. KonsepTerjadinya Penyelundupan Rokok .................................... 742.21. Pungutan Cukai Berdasarkan UU No39 Tahun 2007 .................... 752.22. Pungutan Cukai Berdasarkan UU No28 Tahun 2009 ................... 762.23. Hipotesis ...................................................................................... 78
BAB 3 METODE KAJIAN AKADEMIS3.1. Jenis Penelitian ............................................................................ 813.2. Definisi Operasional Variabel ....................................................... 81
3.3. Instrumen Penelitian ..................................................................... 83
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
9/153
vi
3.4. Metode Analisis Data ................................................................... 843.5. Jenis dan Sumber Data ............................................................... 87
BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN4.1. Hasil Pengolahan Data ................................................................. 884.2. Simulasi Tarif Cukai Optimal ....................................................... 1044.3. Analisis Cost and Benefit Biaya Kesehatan Rokok ..................... 1064.4. Strategi Memerangi Penyelundupan Rokok Sebagai Dampak
Adanya Perbedaan Tarif ............................................................. 1154.5. Langkah-langkah untuk memperkuat penegakanhukum ............. 1184.6. Langkah-langkah mengantisipasi ledakan konsumsi rokok di
Indonesia pada Pelaksanaan AEC 2015 ..................................... 123BAB 5 PENUTUP
5.1. Kesimpulan ................................................................................. 1275.2. Saran .......................................................................................... 133
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 135RIWAYAT HIDUP PENELITI
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
10/153
vii
DAFTAR TABEL
Tabel.1.1 Penerimaan negara dari cukai rokok periode 20052009 pada
negara-negara anggota ASEAN (dalam USD) ..................................... 5
Tabel.1.2 Rasio Ekspor Dan Impor Rokok Terhadap Produksi, Indonesia,
1995-2007 ........................................................................................... 8
Tabel.1.3 Penerimaan Cukai Hasil Tembakau periode 19912008 ................... 9
Tabel.1.4 Ringkasan Penelitian ........................................................................ 12
Tabel.1.5 Daftar Harga Jual Rokok Merk Asing tahun 2011 (USD) ................... 15
Tabel.1.6 Peta Penyebaran Merk Rokok Asing dan Lokal Yang Paling
Populer tahun 2011 ........................................................................... 15
Tabel.1.7 Fakta Terjadinya Penyelundupan Rokok ........................................... 16
Tabel.1.8 Biaya Perawatan Kesehatan Akibat Konsumsi Tembakau ................. 18
Tabel.1.9 Perubahan Konsumsi Rokok dan Kematian dan Pendapatan
Dengan Penambahan Harga Rokok Yang Bervariasi ........................ 19
Tabel.2.1 Beberapa Contoh Kasus Penyelundupan Terkini ............................... 69
Tabel.2.2. Persentase Penyelundupan Rokok Tahun 2007 ............................... 69
Tabel.4.1 Simulasi Mencari Tarif Cukai Optimal .............................................. 105
Tabel.4.2 Ringkasan Perkiraan Biaya Kesehatan Akibat Merokok Per Individu
Tahun 1999 ..................................................................................... 112
Tabel.4.3 Inflasi Tahunan ................................................................................ 113
Tabel.4.4 Biaya Kesehatan Akibat Rokok Per Individu Setelah Penyesuaian
Inflasi ............................................................................................... 113
Tabel.4.5 Perkiraan Jumlah Konsumsi Rokok di Indonesia ............................. 114
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
11/153
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar.1.1 Negara-negara Potensi Target Penyelundupan dan
Negara Target Basis Produksi ......................................................... 16
Gambar.1.2 Peta Kemungkinan Pergerakan Penyelundupan Rokok ................... 16
Gambar.2.1 Kerangka Konseptual ....................................................................... 37
Gambar 4.1 Ringkasan Hasil Analisis Path ........................................................ 101
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
12/153
ix
DAFTAR GRAFIK
Grafik.1.1. Harga Rokok Merk Asing dan Lokal Tahun 2011 (data
USD) .................................................................................................. 2
Grafik 1.2 Perbandingan Pasar Rokok tahun 2011 (miliar batang) ..................... 7
Grafik 1.3 Pajak Tembakau (persentase terhadap harga eceran
rokok) tahun 2011 ............................................................................ 17
Grafik.2.1. Komposisi Pasar Rokok Malaysia (% dari pasar) ............................. 71
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
13/153
Halaman ini sengaja dikosongkan
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
14/153
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perdagangan internasional telah dianggap sebagai mesin pertumbuhan
ekonomi yang memungkinkan suatu negara untuk menikmati kesejahteraan
ekonomi yang lebih baik melalui spesialisasi dan skala ekonomi. Disamping itu
juga diharapkan dapat membantu mengurangi defisit neraca pembayaran dan
melindungi industri dalam negeri terhadap persaingan asing, dalam kasus ini
banyak negara memilih dengan cara membatasi impor mereka dengan berbagai
hambatan perdagangan, misalnya dengan tarif yang sangat tinggi. Alasan
pengenaan tarif ini adalah untuk perlindungan sementara, juga untuk membantu
industri yang masih muda dalam bersaing dengan pesaing asing dan sekaligus
mengembangkan kekuatan industri muda industri muda tersebut. Adanya
perlindungan tersebut memungkinkan industri muda dalam negeri memproduksi
barang dengan biaya yang lebih tinggi dan tidak efisien. Selain itu, karena harga
produk telah terdistorsi oleh perlindungan, maka sumber daya yang telah
dialokasikan perlu diarahkan kembali agar lebih produktif dalam penggunaannya.
Dalam perkembangan perjalanan perdagangan bebas muncul
argumentasi bahwa tembakau atau produk dari tembakau tidak termasuk dalam
perjanjian perdagangan bebas ini karena tembakau dan produk tembakau
dianggap menjadi penyebab utama munculnya penyakit, yang kemudian
dianggap dapat memperpendek kehidupan jutaanperokok. Harga rokok yang
rendahdalam perdagangan bebas, memungkinkan terjadinya konsumsi rokok
yang berlebihan, baik untuk rokok yang diproduksi secara lokal maupun yang
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
15/153
ANALISIS KEBIJAKAN TARIF CUKAI ROKOK DALAM MENGHADAPI
PASAR TUNGGAL ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015
2
diperoleh melalui imporrokok. Akibatnya biaya kesehatan akibat merokok dan
jumlah kematian yang disebabkan oleh komoditas tembakaukemudian menjadi
meningkat. Dengan demikian, adanya spesialisasi dalam perdagangan bebas
menjadi tidak selalu menguntungkanbagi semua negara.
Grafik.1.1
Harga Rokok Merk Asing dan Lokal Tahun 2011 (data USD)
Sumber: ASEAN Tobacco Tax Report Card Regional Comparisons and Trends February2012
Pada tahun 1992, selama Konfeensi Tingkat Tinggi (KTT) Keempat di
Singapura, negara-negara yang tergabung dalam ASEAN telah memutuskan
untuk mendirikan ASEAN Free Trade Area (AFTA). Dimana negara-negara
anggotanya sepakat untuk menghilangkan hambatan perdagangan barang dan
jasa, termasuk dalam hal ini adalah komoditas tembakau dan produk tembakau,
di antara mereka sendiri, walaupundalam pelaksanaannya mereka
masihmenerapkan hambatan khusus terhadap negara-negara di luar ASEAN.
Upaya Negara-negara ASEAN ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
16/153
BAB I PENDAHULUAN
3
daya saing produk-produk dari Negara-negara ASEAN di pasar dunia. Untuk
mencapai tujuan ini, penghapusan tarif dan hambatan non-tarif menjadi hal yang
sangat penting.
Skema Common Effective Preferential Tarif (CEPT) AFTA akan
digunakan untuk mendukung liberalisasi produk pertanian dan manufaktur yang
memiliki setidaknya konten sebesar 40% dari negara-negara anggota ASEAN.
Tingkat tarif yang dikenakan atas produk yang diperdagangkan di kawasan ini
juga akan dikurangi sampai menjadi sebesar 0 sampai 5%. Demikian juga
hambatan non-tarif juga akan dihilangkan.
Tarif Bea Masuk CEPT untuk AFTA merupakan tarif bea masuk yang
dikenakan atas barang impor yang masuk ke Indonesia dari negara-negara
anggota ASEAN yang dilengkapi dengan Formulir-D (Certificate of Origin) yang
diterbitkan oleh lembagaPemerintah yang berwenang yang ditunjuk oleh Negara
Anggota pengekspor dandiberitahukan kepada Negara Anggota lainnya sesuai
dengan Prosedur SertifikasiOperasional. Untuk memenuhi kesepakatan tersebut,
Menteri Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
28/PMK.010/2005 tanggal 18 Mei 2005. Dalam PMK tersebut dinyatakan bahwa
tarif bea masuk 1.571 pos tarif diturunkan dari 5% menjadi 0%, sehingga secara
keseluruhan saat ini telah terdapat 60,5% dari seluruh pos tarif yang memiliki tarif
CEPT 0%. Jumlah pos tarif dengan tarif CEPT 0% secara bertahap akan
bertambah sehingga ke depan perdagangan antar Negara-negara anggota
ASEAN sudah tidak terdapat lagi hambatan tarif bea masuk.
Beberapa negara-negara anggota ASEAN seperti Indonesia, Thailand,
dan Filipina memiliki perbedaan dalam hal keterbukaan perdagangan mereka,
struktur industri tembakau, ukuran populasi, prevalensi merokok, dan respon
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
17/153
ANALISIS KEBIJAKAN TARIF CUKAI ROKOK DALAM MENGHADAPI
PASAR TUNGGAL ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015
4
harga terhadap permintaan rokok. Dalam hal keterbukaan perdagangan, mereka
memiliki tingkat tarif yang tinggi pada impor komoditi tembakau dan produk
tembakau. Selain itu sesuai dengan skema CEPT- AFTA, mereka juga memiliki
kewajiban untuk melakukan penyesuaian tarif secara bertahap dengan jadwal
pengurangan yang berbeda-beda di antara negara-negara tersebut.
Oleh karena itu, dampak dari skema CEPT- AFTA pada industri
tembakau di Negara-negara anggota ASEAN sangat perlu untuk dipelajari.
Tingkat dampak akan sangat tergantung pada latar belakang Negara-negara
tersebut. Namun, belum ada studi yang cukup kritis untuk meneliti masalah
penting ini. Penelitian-penelitian sebelumnya telah dilakukan Saad (2006) untuk
Indonesia, Austria (2006) untuk Filipina, dan Isra Sarntisart (2005) untuk
Thailand.
Khusus berkaitan dengan dampak dari liberalisasi perdagangan
tembakau,n terdapat studiyang dilakuk oleh Taylor et al. (2000) yang menyelidiki
dampak liberalisasi perdagangan tembakau dengan menggunakan data tahunan
dari 42 negara selama periode antara tahun 1970 dan 1995, dan menemukan
bahwa liberalisasi perdagangan meningkatkan konsumsi merokok cukup
signifikan. Kondisi ini sangat signifikan terjadi pada Negara-negara dengan
penghasilan rendah dan menengah, namun tidak signifikan di negara-negara
berpenghasilan tinggi. Studi ini memberikan penjelasan atas terjadinya
perbedaan ini dengan penjelasan sebagai berikut:
Keterbukaan perdagangan berhubungan positif dengan pertumbuhan
ekonomi danterjadinya penurunan keterbukaan pada pertumbuhan sejalan
dengan peningkatan pendapatan. Dengan demikian, dampak dari
liberalisasi perdagangan terhadappertumbuhan paling besar
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
18/153
BAB I PENDAHULUAN
5
terjadipadaNegara-negara berpenghasilan rendah, kemudian diikuti
dengan negara-negara berpendapatan menengah dan tinggi.
Elastisitas pendapatan atas permintaan rokok adalahpositif, yang berarti
bahwa liberalisasi perdagangan yang tinggi akan menyebabkan
tingginyakonsumsi rokoknegara berpenghasilan rendah.
Bila dilihat dari ruang lingkup penerimaan negara dari sisi cukai rokok,
Indonesia menduduki peringkat pertama di kawasan ASEAN. Tabel.2.1 di bawah
ini memberikan gambaran tentang hal tersebut selama periode 2005 - 2009.
Tabel.1.1
Penerimaan negara dari cukai rokok periode 2005 2009 pada
negara-negara anggota ASEAN (dalam USD)
Semenjak tahun 2005 sampai 2009 penerimaan negara Indonesia dari
cukai dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya menduduki
peringkat pertama, diikuti dengan Thailand kemudian Malaysia, Singapura,
Philipina, Vietnam, Brunei, cambodia, dan Lao PDR.
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2008 mencatat bahwa jumlah
perokok di Indonesia adalah yang terbesar ketiga di dunia setelah China dan
India. Konsumsi rokok Indonesia tahun 2010 diperkirakan menembus angka 260
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
19/153
ANALISIS KEBIJAKAN TARIF CUKAI ROKOK DALAM MENGHADAPI
PASAR TUNGGAL ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015
6
miliar batang. Pertumbuhan penjualan rokok ini sangat dipengaruhi oleh daya
beli masyarakat. Daya beli masyarakat yang meningkat cenderung berkorelasi
positif terhadap konsumsi rokok. Selain itu, tingginya konsumsi rokok Indonesia
ikut dipicu oleh pertumbuhan perokok baru di kalangan generasi muda dan
peningkatan angka konsumsi rokok pada wanita. Adanya pergeseran perilaku
konsumen dari perokok batang besar (umumnya Sigaret Kretek Tangan/SKT) ke
batang kecil (mild and slim)juga mendorong volume konsumsi menjadi lebih
besar.
Gambaran di atas adalah gambaran dampak pendapatan dari liberalisasi
perdagangan tetapidampak penurunan harga juga perlu diperhatikan, karena
penurunan tarif dan penurunan harga rokok domestik tetap akan ada. Dampak
pada permintaan tergantung padatingkat respon permintaan terhadap perubahan
harga. Chaloupka et al. (2000)melakukan penelitian tentang konsumsi tembakau
untuk negara berpenghasilan rendah, berpenghasilan menengah dannegara
berpenghasilan tinggi, dan menemukanbahwa harga yang lebih rendah akan
menyebabkan kenaikankonsumsi tembakau, tetapi tingkat responsif harga untuk
negara berpenghasilan tinggiditemukan menjadi sekitar setengah dari negara-
negara lainnya. Dengan mempertimbangkanpendapatan dan dampak harga,
serta dampak keseluruhan dari liberalisasi perdagangan terhadap rokok,
makapermintaan akanmenjadi lebih besar bagi negara-negara berpenghasilan
rendah dibandingkan dengan negara-negara lainnya.
Isu mengenai tindakan pengendalian tembakau dibahas secara baik oleh
Jha danChaloupka(1999). Studi ini mengkaji masalah-masalah ekonomi yang
harus ditanganijika pembuat kebijakan ingin melaksanakan tindakan
pengendalian tembakau. Laporan ini meneliti trend merokok di seluruh dunia. Hal
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
20/153
BAB I PENDAHULUAN
7
ini juga membahas konsekuensi kesehatan dari merokok danmenilai
konsekuensi dari pengendalian tembakau dalam berbagai aspek. Hal ini
menunjukkan bahwa banyakefek samping pengendalian tembakau tidak
signifikan. Contoh efek ini adalahhilangnya pekerjaan dan penurunan
penerimaan pajak.
Apabila dilihat dari ruang lingkup konsumsi rokok di dunia, pada tahun
2011 Indonesia menduduki peringkat kedua setelah Rusia. Konsumsi rokok
Indonesia sebesar 270,3 miliar batang sedangkan Rusia sebesar 385 miliar
batang.
Grafik.1.2.
Perbandingan Pasar Rokok tahun 2011 (miliar batang)
Sumber: estimasi Philip Morris International
Pangsa pasar dunia juga dimanfaatkan Indonesia untuk memperbesar
pangsa pasar rokoknya. Walaupun selama periode 1995-2006 kuantitas ekspor
rokok yang diekspor Indonesia mengalami fluktuasi dari minimal ekspor sebesar
11.500 juta batang pada tahun 1999 sampai 41.583 juta batang pada tahun
2006. Persentase ekspor rokok terhadap produksi berkisar antara 5% (tahun
1999) sampai 18% (tahun 2005). Pada tahun 2006 jumlah rokok yang diekspor
adalah sebanyak 41 juta batang dan yang diproduksi 244 juta batang. Dengan
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
21/153
ANALISIS KEBIJAKAN TARIF CUKAI ROKOK DALAM MENGHADAPI
PASAR TUNGGAL ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015
8
demikian sebagian besar, yaitu 83%, produksi rokok Indonesia adalah untuk
konsumsi domestik (Tabel.1.2.).
Tabel.1.2Rasio Ekspor Dan Impor Rokok Terhadap Produksi, Indonesia, 1995-2007
Tahun Impor
(Juta
batang)
Ekspor
(Juta batang)
Produksi
(Juta batang)
% Impor
terhadap
Produksi
% Ekspor
terhadap
Produksi
1995 294 21175 186200 0,2 11,4
1996 90 19225 211823 0,0 9,1
1997 84 23090 225385 0,0 10,2
1998 16 17080 216200 0,0 7,9
1999 121 11500 219700 0,1 5,2
2000 400 16052 232,724 0,2 6,9
2001 206 22220 221293 0,1 10,0
2002 300 22000 200000 0,2 11,0
2003 34 22800 201304 0,0 11,3
2004 9 29154 218654 0,0 13,3
2005 247 41583 235985 0,1 17,6
2006 142 41583 244463 0,1 17,0
2007 64 48148 231000 0,03 20,8
2008 301 55572 240000 0,13 23,2
2009 311 54465 245000 0,13 22,23
2010 350 57191 249100 0,14 23
2011 429 58030 279400 0,15 20,8
Sumber: - Ekspor dan impor: Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor dan Statistik
Perdagangan Luar Negeri Impor
Kenaikan tarif cukai rokok yang terjadi setiap tahun dalam beberapa
tahun terakhir ini, sebenarnya bukan menjadi suatu hal yang mengejutkan lagi.
Seperti diketahui bersama, sesuai dengan roadmap industri rokok jangka
menengah (2010-2014), pemerintah akan memfokuskan pada aspek penerimaan
negara, kemudian kesehatan, dan tenaga kerja. Dengan prioritas aspek tersebut,
besar kemungkinan pemerintah akan melakukan kenaikan tarif cukai rokok
kembali secara berkala untuk beberapa tahun ke depan. Dengan adanya
kenaikan tarif cukai rokok, maka penerimaan pemerintah dari cukai rokok juga
akan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
22/153
BAB I PENDAHULUAN
9
Tabel.1.3
Penerimaan Cukai Hasil Tembakau periode 1991 - 2008
Penerimaan cukai pemerintah Indonesia tersebut diperkirakan akan
menghadapi tantangan yang sangat besar dengan semakin dekatnya penerapan
pasar tunggal ASEAN Community 2015yangmerupakan kelanjutan dan
percepatan dari ASEAN Vision 2020 yang menjadi tujuan jangka panjang
ASEAN yakni: as a concert of Southeast Asian nations, outward looking, living
in pecem stability and prosperity, bunded together in partnership in dynamic
development an in community of caring societies.
Asean Economic Comunity (AEC) sendiri merupakan salah satu pilar
utama dariASEAN Community 2015 yang bertujuan untuk mencapai pasar
tunggal dan kesatuan basis produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing,
pertumbuhan ekonomi yang merata, dan terintegrasi dengan perekonomian
global.
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
23/153
ANALISIS KEBIJAKAN TARIF CUKAI ROKOK DALAM MENGHADAPI
PASAR TUNGGAL ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015
10
Berbekal dari pengalaman di Negara-negara Eropa yang telah terlebih
dahulu membentuk komunitas ekonomi Uni Eropa, menunjukkan bahwa telah
terjadi persaingan dalam penetapan tarif pajak khususnya pada komoditi minyak
diesel, bensin dan rokok. Persaingan tersebut disebabkan karena pertama,
bahan bakar motor dan rokok adalah merupakan komoditas yang dipajaki paling
banyak di negara-negara Eropa. Oleh karena itu, dengan sistem pajak berbasis
pembelian akan terdapat insentif bagi konsumen Eropa untuk membelikomoditas
dari negara-negara Uni Eropayang memiliki beban pajak konsumen lebih rendah.
Kedua, terjadinya asimetri yang besar dalam ukuran tarif di negara-negara Eropa
diperkirakan sebagai penyebab terjadinya persaingan pajak antar negara-negara
anggota.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Kanbur dan Keen (1993) dan
Wilson(1991) dalam penelitiannya menemukan bahwa akibat terjadinya
persaingan tarif pajak yang asimetris pada pasar tunggal Eropa, Negara-negara
anggota Uni Eropa cenderung memiliki persepsi untuk menetapkan tarif pajak
yang lebih rendah dibandingkan Negara-negara anggota lainnya karena negara
pembentuk substansial tarif tersebut,akan mengambil manfaat pajak lebih besar
jika terdapat perbedaan tarif yang cukup besar. Hal ini menunjukkan
bahwaukuran tarif pajak yang asimetri akan memfasilitasi terjadinya persaingan
tarif pajak, karena semakin besarnya perbedaan tarif yang ada, maka posisi
Negara dengan tarif pajak kecil akan memiliki posisi yang lebih baik dalam
persaingan pajak tersebut.
Pola perilaku penetapan tarif pajak pada komoditas dan bukti-bukti yang
tersedia pada toko-toko di perbatasan-perbatasan antar negara-negara Uni
Eropa, konsisten dengan temuan penelitian-penelitian di atas. Negara Eropa
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
24/153
BAB I PENDAHULUAN
11
yang kecil cenderung memungut tarif pajak yang lebih rendah pada komoditi
diesel, bensin dan rokok dibandingkan dengan yang dilakukan oleh negara-
negara Eropa yang besar. Sebagai contoh, pada tahun 2005, tarif cukai komoditi
diesel pada negara-negara Eropa yang kecil rata-rata sebesar 15 persenlebih
rendah dari tingkat cukai komoditi diesel pada negara-negara Eropa berukuran
besar. Pada tahun yang sama, harga rata-rata satu pak rokok merk Marlboro
adalah sebesar 4 euro di negara-negara kecil, sementara itu di negara-negara
besar Eropa berharga 5 euro.
Bukti lain menunjukkan bahwa toko-toko di beberapa perbatasan negara
yang terkena pajak untuk bahan bakar motor danrokokmemiliki skala dalam
jumlah besar. Sebagai contoh misalnya, di negara Jerman harga komoditi diesel
lebih mahal daripada di Negara-negara tetangganya (karena cukai yang lebih
tinggi), pada tahun 2004, dan 10 persen dari seluruh konsumsi
dieseldomestikterdapat pada toko-toko diperbatasan. Hal ini berdampak pada
hilangnya pendapatan pajak sebesar Euro 2 miliar ke kas negara Jerman
(Komisi, 2007).
Sementara fakta lain diNegara Austria di mana harga komoditi diesel
relatif murah, diperkirakan sebesar 30 persen dari pembelian bahan bakar pada
pasar domestikNegara Austriadilakukan oleh kendaraan yang melakukan
pariwisata dari Negara-negara tetangga ke Negara Austria (Badan Energi
Austria, 2009).
Dalam penelitian terbaru di bidang perpajakan tembakau di Negara-
negara Uni Eropa (Komisi, 2008), menemukan bahwa penyelundupan dan
penjualan produk tembakau pada perbatasan negara pada tahun 2004
diperkirakan mencapai sekitar 13 persen dari total pasar tembakau Uni Eropa.
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
25/153
ANALISIS KEBIJAKAN TARIF CUKAI ROKOK DALAM MENGHADAPI
PASAR TUNGGAL ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015
12
Pembelanjaan yang sah pada wilayah-wilayah perbatasan menyumbang sampai
sekitar 4 sampai 5 persen pasar tembakau Uni Eropa, sementara transaksi
penyelundupan diperkirakan sekitar 8 sampai 9 persen dari penjualan akhir.
Penelitian ini juga mencatat bahwa di sejumlah anggotanegara seperti di
Perancis, Jerman dan Inggris, konsumsi rokok yang tidak dipajaki secara
domestik terhadap total konsumsi domestiktercatat lebih dari 20 persen, yang
berarti berada di atasUni Eropa yang rata-ratanya 13 persen (Komisi, 2008).
Pergerakan menuju arah pasar tunggal ASEAN, akan memiliki potensi
masalah yang akan timbul dalam kebijakan produksi (atau impor) dari Barang
Kena Cukai yang terjadi dalam satu negara anggota, tetapi konsumsi yang terjadi
berada di tempat yang lain. Situasi ini akan muncul di pasar yang benar-benar
tunggal, dan industri terkait akan meletakkan basis produksinya (atau impor) ke
negara-negara yang memiliki tarif cukai rendah dibandingkan dengan negara
anggota yang memiliki tarif cukai lebih tinggi.
Tentu tidaklah berlebihan apabila pengalaman pasar tunggal Eropa dapat
dijadikan pelajaran bagi pemerintah Indonesia khususnya Kementerian
Keuangan Republik Indonesia dalam upaya merespon penerapan ASEAN
Community 2015 sekaligus mengamankan penerimaan negara dari sisi
penerimaan cukai khususnya komoditi rokok yang telah memberikan kontribusi
yang cukup signifikan bagi keberlangsungan pembiayaan APBN.
Tabel.1.4
Ringkasan Penelitian
Penelitian Hasil Penelitian1 Kanbur dan Keen
(1993) danWilson(1991)
Hasil studi:
- Akibat terjadinya persaingan tarif
pajak yang asimetris pada pasar
tunggal Eropa, negara-negara
anggota Uni Eropa cenderung
memiliki persepsi untuk menetapkan
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
26/153
BAB I PENDAHULUAN
13
Penelitian Hasil Penelitiantarif pajak yang lebih rendah
dibandingkan negara-negaraanggota lainnya
- Ukuran tarif pajak yang asimetri
akan memfasilitasi terjadinya
persaingan tarif pajak, karena
semakin besarnya perbedaan tarif
yang ada, maka posisi negara
dengan tarif pajak kecil akan
memiliki posisi yang lebih baik
dalam persaingan pajak tersebut.
2 Taylor et al.(2000)
Menggunakan data tahunan dari 42
negara selama periode antara tahun
1970 dan 1995,
Hasil studi:
- Liberalisasi perdagangan
meningkatkan konsumsi merokok,
signifikan terjadi pada negara-
negara dengan penghasilan rendah
dan menengah,
- Liberalisasi perdagangan tidaksignifikan meningkatkan konsumsi
merokok di negara-negara
berpenghasilan tinggi.
- Keterbukaan perdagangan
berhubungan positif dengan
pertumbuhan ekonomi dan
terjadinya penurunan keterbukaan
pada pertumbuhan sejalan dengan
peningkatan pendapatan. Dampak
dari liberalisasi perdagangan
terhadap pertumbuhan paling besar
terjadi pada negara-negara
berpenghasilan rendah, kemudian
diikuti dengan negara-negara
berpendapatan menengah dan
tinggi.
- Elastisitas pendapatan atas
permintaan rokok adalah positif,
yang berarti bahwa liberalisasi
perdagangan yang tinggi akan
menyebabkan tingginya konsumsi
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
27/153
ANALISIS KEBIJAKAN TARIF CUKAI ROKOK DALAM MENGHADAPI
PASAR TUNGGAL ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015
14
Penelitian Hasil Penelitianrokok negara berpenghasilan
rendah.
Komisi KomunitasEropa, 2008
Hasil studi:
- Penyelundupan dan penjualan
produk tembakau pada perbatasan
negara pada tahun 2004
diperkirakan mencapai sekitar 13%
dari total pasar tembakau Uni
Eropa.
- Pembelanjaan yang sah pada
wilayah-wilayah perbatasanmenyumbang sampai sekitar 4
sampai 5 % pasar tembakau Uni
Eropa,
- Transaksi penyelundupan
diperkirakan sekitar 8% sampai 9%
dari penjualan akhir.
- Di Perancis, Jerman dan Inggris,
konsumsi rokok yang tidak dipajaki
secara domestik terhadap total
konsumsi domestik tercatat lebihdari 20%, yang berarti berada di
atas Uni Eropa yang rata-ratanya
13 persen
Dari uraian penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa adanya kondisi
penetapan tarif cukai yang berbeda di negara-negara anggota ASEAN yang
kemudian berkomitmen untuk menciptakan pasar tunggal ASEAN, akan
menyebabkan terjadinya permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
1. Adanya potensi penyelundupankomoditas rokok di daerah-daerah
perbatasan, dalam kasus Uni Eropa mencapai rata-rata 13%, bahkan untuk
beberapa negara Uni Eropa seperti Perancis, Jerman, dan Inggris
mencapai 20% dari konsumsi domestik yang tidak dikenai pajak;
Kalau dilihat dari harga rokok merk asing populer yang menguasai
pasar di negara-negara ASEAN dengan komposisi yang ada, Indonesia
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
28/153
BAB I PENDAHULUAN
15
sangat mungkin menjadi negara pelaku penyelundupan sekaligus sebagai
negara yang akan menjadi target negara tujuan basis produksi rokok.
Tabel.1.5Daftar Harga Jual Rokok Merk Asing tahun 2011 (USD)
No. Negara Harga jualrokok merk
asing
Merk Rokok AsingYang Populer
PajakTembakau (%harga eceran
rokok)1 Singapura 83 Marlboro 692 Brunei 59 Marlboro 72
3 Malaysia 3,32 Dunhill 484 Myanmar 3,08 505 Thailand 2,35 Marlboro 706 Indonesia 1,47 Marlboro 627 Lao PDR 1,45 Marlboro 16-19,78 Cambodia 1,19 555 (BAT) 20-25%9 Vietnam 0,74 White Horse (BAT) 4510 Philipine 0,63 Marlboro 41
Sumber:diolah dari ASEAN Tobacco Tax Report Card Regional Comparisons and TrendsFebruary 2012
Tabel.1.6
Peta Penyebaran Merk Rokok Asing dan Lokal Yang Paling
Populer tahun 2011
Sumber: ASEAN Tobacco Tax Report Card Regional Comparisons and Trends February 2012
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
29/153
ANALISIS KEBIJAKAN TARIF CUKAI ROKOK DALAM MENGHADAPI
PASAR TUNGGAL ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015
16
Gambar.1.1
Negara-negara Potensi Target Penyelundupan dan
Negara Target Basis Produksi
Gambar.1.2
Peta Kemungkinan Pergerakan Penyelundupan Rokok
Sumber: Ismail Rejab dan Zarihah Zain, 2006
Tabel. 1.7
Fakta Terjadinya Penyelundupan Rokok
Indonesia Indonesia Malaysia Malaysia
Tahun Export ke Import dari Export ke Import dari
Malaysia Malaysia Indonesia Indonesia
(US$) (US$) (US$) (US$)
2003 1.899.000 37.000 41.476.146 4.281.518
2004 643.000 7.000 34.327.176 8.157.813
2005 1.087.000 2.000 29.161.781 6.028.793
2006 1.667.000 76.000 41.222.327 6.419.796Sumber: LPEM UI (2011) dan Prosiding Persidangan Kebangsaan Ekonomi Malaysia ke VIItahun 2012
Singapura, Brunei, Malaysia, Myanmar, Thailand
Indonesia, Lao PDR, Cambodia, Vietnam, Phili ine
NEGARA-NEGARA POTENSITARGET PENYELUNDUPAN
NEGARA-NEGARA POTENSI TARGET BASIS PRODUKSI
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
30/153
BAB I PENDAHULUAN
17
Dalam kajian ini akan difokuskan pada interaksi perdagangan antara
Indonesia, Malaysia dan Singapura, mengingat ketiga negara tersebut
sangat berdekatan dengan Indonesia
2. Terdapat kecenderungan negara-negara anggota untuk menetapkan tarif
yang rendah dengan demikian akan terjadi peningkatan konsumsi rokok
yang dapat menyebabkan tingginya biaya kesehatan bagi pengkonsumsi
rokok;
Grafik.1.3.Pajak Tembakau (persentase terhadap harga eceran rokok) tahun 2011
Sumber: ASEAN Tobacco Tax Report Card Regional Comparisons and Trends February2012
Namun demikian walaupun prosentase tarif cukai yang dikenakan
tinggi apabila harga jualnya rendah tentunya pengaruh tarif cukai tinggi
tersebut kurang akan memberikan dampak yang berarti bagi pengendalian
rokok, demikian juga bagi penerimaan negara kecuali dalam jumlah
komoditas yang sangat banyak sekali.
3. Tingginya tingkat liberalisasi perdagangan akan berdampak pada tingginya
konsumsi rokok bagi negara-negara anggota berpenghasilan rendah;
Hal ini disebabkan karena arus perdagangan menjadi lancar dan
dampaknya biaya transaksi perdagangan menjadi lebih murah sehingga
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
31/153
ANALISIS KEBIJAKAN TARIF CUKAI ROKOK DALAM MENGHADAPI
PASAR TUNGGAL ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015
18
harga barang lebih terjangkau oleh masyarakat berdaya beli murah.
Dengan demikian konsumsi rokok bagi Negara-negara berpenghasilan
rendah cenderung akan meningkat.
Tabel.1.8
Biaya Perawatan Kesehatan Akibat Konsumsi Tembakau
Sumber: ASEAN Tobacco Tax Report Card Regional Comparisons and Trends February2012
Tingginya konsumsi rokok belum tentu menguntungkan apabila
penerimaan pajaknya lebih kecil dibandingkan dengan biaya kesehatan
yang dikeluarkannya. Sebagai contoh misalnya untuk Indonesia, rasio
antara biaya kesehatan yang dikeluarkan mencapai 772% hal ini berarti
bahwa biaya kesehatan yang dikeluarkan dibandingkan dengan
penerimaan pajak nya 7,7 kali lebih besar, demikian juga untuk megara
Philipine mencapai 6,47 sampai 13,68 kali lipatnya, sedangkan Malaysia
mencapai 12 kali lipatnya.
Namun demikian ada juga negara-negara yang rasio biaya kesehatan
terhadap penerimaan pajaknya masih di bawah 100% seperti Thailand
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
32/153
BAB I PENDAHULUAN
19
yang sebesar 20,37%, kemudian diikuti dengan Myanmar, Vietnam, dan
Lao PDR yang sebesar 31,62%; 36,2%; dan 68,1%. Negara-negara ini
masih memiliki selisih antara pendapatan pajaknya dengan biaya
kesehatan yang dikeluarkannya akibat konsumsi rokok penduduknya.
4. Semakin tingginya tingkat liberalisasi perdagangan akan semakin tinggi
pertumbuhan ekonomi sebagai dampak dari meningkatnya pendapatan.
Tabel.1.9
Perubahan Konsumsi Rokok dan Kematian dan Pendapatan Dengan
Penambahan Harga Rokok Yang Bervariasi
Sumber: ASEAN Tobacco Tax Report Card Regional Comparisons and Trends February 2012
Data di atas menunjukkan bahwa adanya penambahan harga rokok antara
25% - 100% akan menyebabkan penambahan Gross Domestic Bruto
sebesar rata-rata 0,3%. Disamping itu kenaikan harga rokok sebesar 50%
juga dapat menyebabkan 27,2 juta orang terhindarkan dari kemungkinan
kematian akibat rokok. Demikian juga apabila ditingkatkan sampai 100%
dapat menyebabkan 54,5 juta orang terhindarkan dari kemungkinan
kematian akibat rokok.
5. Adanya trade off (pilihan) antara target finansial dan sasaran pencapaian
lapangan kerja sektor industri rokok dan sektor hulunya (petani tembakau
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
33/153
ANALISIS KEBIJAKAN TARIF CUKAI ROKOK DALAM MENGHADAPI
PASAR TUNGGAL ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015
20
dan cengkih), merupakan dilema yang dihadapi dalam penetapan
kebijakan cukai hasil tembakau.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat dibuat
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana strategi kebijakan Kementerian Keuangan dalam mensikapi
potensi terjadinya perbedaan tariff cukai dan impor pada pelaksanaan AEC
2015 yang dapat berpotensi memberi dampakmerugikan bagi penerimaan
negara dari sisi cukai rokok?
2. Bagaimana strategi kebijakan Kementerian Keuangan dalam mensikapi
kemungkinan terjadinya lonjakan konsumsi rokok akibat terjadinya
pergerakan basis produksi rokok ke negara yang memiliki tarif cukai rendah
pada pelaksanaan AEC 2015?
3. Bagaimana strategi kebijakan Kementerian Keuangan dalam mensikapi
kemungkinan terjadinya pengeluaran biaya kesehatan akibat rokok yang
lebih besar dibandingkan dengan perolehan cukai rokok pemerintah?
4. Bagaimana strategi kebijakan Kementerian Keuangan dalam mensikapi
semakin tingginya liberalisasi perdagangan komoditas rokok?
5. Bagaimana prioritas strategi kebijakan cukaidi Indonesia?
1.3. Ruang Lingkup
Kajian ini mencoba membatasi pada permasalahan-permasalahan yang
berkaitan dengan kebijakan cukai pemerintah dengan semakin terbukanya
ekonomi. Konsekuensi apa saja yang akan terjadi dengan semakin terbukanya
ekonomi dan semakin bebasnya perdagangan yang ditandai dengan adanya
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
34/153
BAB I PENDAHULUAN
21
berbagai perjanjian perdagangan bebas pada kawasan-kawasan tertentu, seperti
AFTA, AEC 2015, dsb.
Kajian ini memfokuskan kepada analisis kebijakan publik yang perlu
dilakukan pemerintah dalam mensikapi munculnya persaingan tarif pajak di
kawasan ASEAN agar tujuan kebijakan cukai yang sesungguhnya dapat berjalan
sesuai dengan rencananya.
Kajian kebijakan publik ini dalam pengambilan strateginya didukung kajian
analitis melalui pengujian hipotesis yang mendukung analisis kebijakan publik
utamanya.
1.4. Tujuan
Tujuan dari kajian ini adalah untuk merumuskan strategi-strategi yang
perlu dilakukan oleh Dirjen Bea dan Cukai dalam mensikapi terjadinya
perkembangan persaingan perdagangan yang semakin kompleks, yaitu:
1. Menemukan strategi kebijakan Kementerian Keuangan dalam mensikapi
potensi terjadinya perbedaan tariff cukai dan impor pada pelaksanaan
AEC 2015 yang dapat berpotensi memberi dampak merugikan bagi
penerimaan negara dari sisi cukai rokok;
2. Menemukan strategi kebijakan Kementerian Keuangan dalam mensikapi
kemungkinan terjadinya lonjakan konsumsi rokok akibat terjadinya
pergerakan basis produksi rokok ke negara yang memiliki tarif cukai
rendah pada pelaksanaan AEC 2015?
3. Mengidentifikasi strategi/menemukan kebijakan tarif cukai dengan
mempertimbangkan aspek:
a. Penerimaan negara;
b. Lonjakan konsumsi rokok;
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
35/153
ANALISIS KEBIJAKAN TARIF CUKAI ROKOK DALAM MENGHADAPI
PASAR TUNGGAL ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015
22
c. Biaya kesehatan rokok;
d. Liberalisasi perdagangan.
4. Menemukan strategi kebijakan Kementerian Keuangan dalam mensikapi
semakin tingginya liberalisasi perdagangan komoditas rokok;
5. Menganalisis prioritas kebijakan cukai di Indonesia;
1.5. Manfaat
Memberikan masukan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
bagaimana strategi kebijakan cukai untuk mensikapi potensi terjadinya asimetri
tarif cukai `rokok di kawasan ASEAN pada penerapan pasar tunggal ASEAN
agar penerimaan negara dari sisi penerimaan cukai dapat diamankan, sekaligus
konsumsi rokok masyarakat dapat dikendalikan.
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
36/153
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Sejarah Integrasi Ekonomi Regional
Fenomena Integrasi ekonomi regional pasca Perang Dunia II (PD II)
bukanlah konsep baru. Konsep ini sebenarnya telah ada selama ratusan tahun
(Schiff danWinters, 2003). Paska Perang Dunia II terjadi peningkatan minat
Negara-negara di dunia untuk mengintegrasikan ekonomi nasionalnya di tingkat
regional, meskipun terkadang terkendala karena adanya perbedaan pandangan
politik dan ekonomi. Motivasi untuk melakukan integrasi ekonomi regional
muncul karena adanya keterbatasan pada daerah-daerah perbatasan Negara
dan adanya harapan terjadinya perdagangan, investasi dan efisiensi ekonomi.
Hal ini kemudian berlanjut dengan gerakan-gerakan sukarela untuk melakukan
penggabungan sistem sosio-ekonomi dan politik dari Negara-negara Anggota.
Sebuah contoh bagaimana integrasi ekonomi regional mulai dapat dilihat adalah
dari sejarah Uni Eropa yang dimulai pada tahun 1951 dengan pembentukan
European Coal and Steel Community (ECSC) oleh enam negara saja, yaitu:
Belanda, Inggris, Italia, Luksemburg, Perancis dan kemudian Jerman Barat. Hal
ini kemudian diikuti dengan pembentukan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE)
pada tahun 1957 dan Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA) pada tahun
1960 (Daniels et al., 2004). Skema, kelangsungan hidup dan keberhasilan nyata
dari MEE kemudian memicu maraknya skema integrasi di Amerika Latin, Asia
dan Afrika (Schiff dan Winters, 2003).
Pengelompokan ekonomi regional dapat terjadi dalam beberapa bentuk
seperti Free Trade Area (FTA), Customs Union, Common Market, Economic
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
37/153
ANALISIS KEBIJAKAN TARIF CUKAI ROKOK DALAM MENGHADAPI
PASAR TUNGGAL ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015
24
Union and Political Federation. Daniels et al. (2004) mengatakan bahwa
kelompok perdagangan umumnyaberisiNegara-negara di daerah yang sama di
dunia (meskipun tidak selalu), jarak perjalanan barang antar Negara
cenderungdiperpendek, preferensi konsumen cenderung mirip, dan saluran
distribusi dapat dengan mudah didirikan di negara-negara yang berdekatan
sehingga biaya distribusi dapat dikurangi. Alasan lainnya adalah bahwa negara-
negara saling bertetangga cenderung memiliki sejarah dan kepentingan
bersama, dan mereka lebih bersedia untuk mengkoordinasikan kebijakan
mereka.
2.2. Konsep Integrasi Ekonomi
Definisi integrasi ekonomi secara umum adalah pencabutan atau
penghapusan hambatan-hambatan ekonomi diantara dua atau lebih
perekonomian suatu negara. Secara operasional, didefinisikan sebagai
pencabutan atau penghapusan diskriminasi dan penyatuan politik
(kebijaksanaan) seperti, peraturan, dan prosedur. Instrumennya meliputi bea
masuk, pajak, mata uang, undang-undang, lembaga, standardisasi produk, dan
kebijaksanaan ekonomi.
United Nation Conference on Trade and Development. (UNCTAD)
mendefinisikan integrasi ekonomi sebagai kesepakatan yang dilakukan
untukmemfasilitasi perdagangan internasional dan pergerakan faktor produksi
lintas negara. Pelkman (2003) mendefinisikan integrasi ekonomi berupa
penghapusan hambatan-hambatan ekonomi (economic frontier) antara dua atau
lebih ekonomi atau negara. Hambatan-hambatan ekonomi tersebut meliputi
semua pembatasan yang menyebabkan mobilitas barang, jasa, faktor produksi,
dan juga aliran komunikasi, secara aktual maupun potensial relatif rendah.
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
38/153
BAB II LANDASAN TEORI
25
Ketika integrasi ekonomi berlangsung, terjadi perlakuan diskriminatif
antara negara anggota dengan negara-negara bukan anggota integrasi di dalam
pelaksanaan perdagangan, sehingga akan memberikan dampak kreasi dan
dampak diversi bagi negara-negara anggota. Krugman (1991) memperkenalkan
suatu anggapan bahwa secara alami blok perdagangan didasarkan pada
pendekatan geografis yang dapat memberikan efisiensi dan meningkatkan
kesejahteraan bagi anggotanya.
Solvatore (1997) menguraikan integrasi ekonomi atas beberapa bentuk :
1. Pengaturan Perdagangan Preferensial (Preferential Trade Arragements)
dibentuk oleh negara- negara yang sepakat menurunkan hambatan-
hambatan perdagangan di antara mereka dan membedakannya dengan
negara-negara yang bukan anggota.
2. Kawasan perdagangan bebas (free trade area) di mana semua hambatan
perdagangan baik tarif maupun non tarif di antara negara-negara anggota
dihilangkan sepenuhnya, namun masing- masing negara anggota masih
berhak menentukan sendiri apakah mempertahankan atau menghilangkan
hambatan-hambatan perdagangan yang diterapkan terhadap negara-
negara non- anggota.
3. Persekutuan Pabean (Customs Union) mewajibkan semua negara anggota
untuk tidak hanya menghilangkan semua bentuk hambatan perdagangan di
antara mereka, namun juga menyeragamkan kebijakan perdagangan
mereka terhadap negara lain non-anggota.
4. Pasar bersama (Common Market) yaitu suatu bentuk integrasi di mana
bukan hanya perdagangan barang saja yang dibebaskan namun arus
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
39/153
ANALISIS KEBIJAKAN TARIF CUKAI ROKOK DALAM MENGHADAPI
PASAR TUNGGAL ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015
26
faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal juga dibebaskan dari semua
hambatan.
Pelaksanaan integrasi ekonomi ASEAN melalui pasar tunggal dan basis
produksi akan memberikan peluang dan manfaat ekonomi yang besar jika
bangsa Indonesia cerdik dan cerdas menyikapi melalui peningkatan daya saing
produk unggulannya. Adanya pasar ASEAN yang semakin terbuka akan
mendorong Indonesia sebagai satu-satunya negara ASEAN yang memiliki jumlah
penduduk dan sumber daya terbesar melakukan penetrasi produk nasionalnya di
pasar ASEAN. Di sisi lain, pemerintah perlu melindungi masyarakat umum dari
serbuan masuknya produk asing yang membahayakan aspek keselamatan,
kesehatan dan kelestarian lingkungan hidup (K3L) serta melindungi pula
produsen nasional dari masuknya produk bermutu rendah dan tidak aman yang
akan merusak pasar nasional disebabkan harganya yang murah jika
dibandingkan dengan produk nasional yang aman dan bermutu.
Menurut Viner (1950), dampak dari suatu integrasi ekonomi terhadap
tingkat kesejahteraan dijelaskan melalui konsep trade creation dan trade
diversion. Trade creation terjadi apabila suatu negara dapat mengimpor barang
dengan harga yang lebih murah dari negara lain dalam suatu kawasan integrasi
ekonomi, sehingga secara keseluruhan kesejahteraan akan meningkat.
Sementara itu, trade diversion terjadi apabila impor dari suatu negara yang
berada di luar kawasan digantikan oleh negara lain yang berada di dalam
kawasaan integrasi, karena produk dari negara lain dalam kawasan tersebut
menjadi lebih murah akibat adanya perlakuan khusus dalam penetapan tarif.
Dollar (1992), Sach, dan Warner (1995), Edwards (1998), dan Wacziarg
(2001) mengatakan bahwa integrasi ekonomi dapat menurunkan atau
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
40/153
BAB II LANDASAN TEORI
27
menghilangkan semua hambatan perdagangan di antara negara-negara
anggota, dapat meningkatkan daya saing dan membuka besarnya pasar pada
negara anggota, meningkatkan persaingan industri domestik yang dapat
memacu efisiensi produktif di antara produsen domestik, dan meningkatkan
kualitas dan kuantitas input dan barang dalam perekonomian. Produsen
domestik dapat meningkatkan profit dengan semakin besarnya pasar ekspor dan
meningkatkan kesempatan kerja.
Sumarno dan Kuncoro (2002), menganalisis hubungan antara struktur
dankinerja industri rokok kretek di Indonesia periode 1996-1999. Penelitian
inimenggunakan indikator CR4 dan jumlah perusahaan sebagai ukuran dari
struktur,sedangkan keuntungan sebagai indikator dari kinerja. Hasil analisis yang
didapatyaitu, keuntungan tiap perusahaan mempunyai korelasi yang positif
denganindikator turunnya nilai CR4. Sedangkan keuntungan tiap perusahaan
mempunyaikorelasi yang negatif terhadap jumlah perusahaan. Keuntungan per
output industry rokok kretek di Indonesia secara total pada tahun 1999
mengalami kenaikansebesar 4,1 persen bila dibandingkan dengan keuntungan
per output pada tahun1996. Keuntungan per output yang meningkat seiring
dengan bertambahnyajumlah perusahaan inilah yang menyebabkan keuntungan
tiap perusahaanmenurun.
Muslim dan Wardhani (2008), menganalisis tentang hubungan struktur
dankinerja industri rokok kretek dengan menggunakan tiga variabel. Variabel
tersebutterdiri dari CR4 dan MES (Minimum Efficiency of Scale) sebagai
indikatorstruktur, sedangkan PCM (Price Cost Margin) sebagai indikator
kinerja.Hasil penelitian yang didapatkan yaitu variabel CR4 signifikan
positifterhadap PCM. Konsentrasi yang meningkat akan mempengaruhi
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
41/153
ANALISIS KEBIJAKAN TARIF CUKAI ROKOK DALAM MENGHADAPI
PASAR TUNGGAL ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015
28
peningkatanPCM atau sebaliknya. Hasil lainnya yaitu, variabel MES signifikan
negative terhadap PCM. Semakin tinggi hambatan masuk pasar maka semakin
menurunnilai PCM, atau sebaliknya. MES bernilai signifikan negatif karena pada
industry rokok kretek, orientasinya lebih mengacu pada produk efisiensi. Produk
efisiensidiukur berdasarkan peningkatan produktivitas tenaga kerja dalam
menghasilkanrokok kretek. Hal ini dilakukan karena industri rokok kretek lebih
bersifat padatkarya dibandingkan dengan orientasinya terhadap teknologi.
Mengacu pada Baldwin dan Wyplosz (2004), dampak ekonomi
pembentukan suatu kawasan dapat dikategorikan sebagai berikut.
1. Dampak alokasi (allocation effect)
Integrasi ekonomi akan mendorong pelaku usaha di setiap negara untuk
melakukan alokasi sumber daya yang dimilikinya secara lebih efisien.
Kondisi ini akan tercapai melalui dua tahapan sebagai berikut :
a. Pro-competitive effect
Dihapuskannya berbagai hambatan dalam perdagangan maupun
mobilitas faktor produksi akan memicu persaingan dengan masuknya
produsen dari luar negeri ke pasar domestik. Kondisi persaingan
mendorong terciptanyapro-competitive effect, di mana perusahaan
dipaksa untuk terus menurunkan harga mark-up.
b. Industrial restructuring dan scale effect
Akibat persaingan yang makin ketat, perusahaan yang kalah efisien
pada akhirnya akan keluar dari pasar. Perusahaan yang masih
bertahan akan terus berusaha meningkatkan pangsa pasarnya,
sehingga akhirnya dapat meraih keuntungan.
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
42/153
BAB II LANDASAN TEORI
29
2. Dampak akumulasi (accumulation effect)
Integrasi ekonomi akan mendorong terjadinya akumulasi kapital, baik fisik
maupun human capital, sehingga akan meningkatkan pertumbuhan output.
Dampak akumulasi sangat terkait dengan dampak alokasi yang
memberikan dorongan bagi pengusaha untuk beroperasi secara lebih
efisian. Meningkatnya efisiensi menciptakan iklim yang kondusif bagi
penambahan investasi, sehingga pelaku ekonomi akan terdorong untuk
menambah akumulasi kapital. Di sisi lain, integrasi ekonomi juga akan
mempermudah mobilitas faktor produksi, sehingga akan semakin
meningkatkan suplai faktor produksi.
3. Dampak lokasi (location effect)
Integrasi ekonomi akan mendorong suatu negara untuk melakukan
spesialisasi sesuai dengan keunggulan komparatif yang dimiliki. Konsep
keunggulan komparatif ini biasa dikenal sebagai Heckscher-Ohlin
comparative advantage. Selain itu, integrasi ekonomi yang disertai dengan
mobilitas faktor produksi juga akan mendorong terkumpulnya aktivitas
ekonomi tertentu di suatu wilayah tertentu (agglomeration). Aglomerasi
yang terjadi ini dapat bekerja secara backward maupun forward linkage.
Aglomerasi yang terkait dengan forward linkage ialah aglomerasi yang
terjadi karena keinginan pengusaha untuk mendekati pasar yang lebih
besar. Sementara itu, aglomerasi backward linkage terjadi karena
keinginan pengusaha untuk mendekati pemasok agar dapat menekan
biaya.
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
43/153
ANALISIS KEBIJAKAN TARIF CUKAI ROKOK DALAM MENGHADAPI
PASAR TUNGGAL ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015
30
2.3. Dampak Liberalisasi Perdagangan
Terdapat dua dampak utama yang timbul dari adanya liberalisasi
perdagangan, yaitu dampak terhadap lingkungan mikroekonomi
danmakroekonomi. Efek makroekonomi melibatkan aspek pertumbuhan Produk
Domestik Bruto (PDB),penciptaan lapangan kerja, pengurangan inflasi, dan
peningkatan saldo perdaganganinternasional. Efek pada ekonomi mikro erjadi
karena adanya dampak penghapusan hambatan perdagangan yang memaksa
perusahaan untuk memikirkan kembali strategi mereka dan untuk beradaptasi
dengan lingkungan baru yang ditandai oleh persaingan yang meningkat sehingga
memkasa adanya proses yang kompetitif, munculnya inovasi teknologi dan
peningkatan kualitas produk. Adanya persaingan dan interaksi efek ini,
menyebabkan adanya tekanan pada perusahaan-perusahaan untuk menjadi
produktif.
Dalam literatur teori, terdapat tiga jalur utama dari liberalisasi
perdagangan yang mempengaruhi kinerja ekonomi suatu negara. Pertama,
adanya keuntungan yang timbul dari liberalisasi perdagangan dalam bentuk
perbaikan alokasi sumber daya dalam industri. Dengan meningkatnya
persaingan dari barang impor, produsen dalam negeri dipaksa bersaing untuk
menjadi lebih efisien. Perusahaan akan menurunkan margin biaya mereka ke
bawah kurva biaya rata-rata mereka. Tekanan persaingan akan menurunkan
biaya dan harga. Ketika hambatan perdagangan dihapus, maka biaya bagi
eksportir dan importir menjadi berkurang, dan hal ini memberik keuntungan bagi
pembeli dan investasi barang karena harga yang lebih rendah. Konsumen adalah
penerima pertama keuntungan dari proses ini, karena adaya penurunan harga
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
44/153
BAB II LANDASAN TEORI
31
dan selanjutnya akan berlanjut pada perluasan perdagangan ke arah
peningkatan kualitas, kuantitas, dan pilihan produk yang tersedia.
Dengan adanya heterogenitas dalam industri, liberalisasi perdagangan
memungkinkan perusahaan menjadi lebih produktif dengan adanya
perluasanpasar sementara akibat keluarnya atau menyusutnya perusahaan yang
kurang efisien. Dengan keluarnya perusahaan yang tidak efisien, maka sumber
daya (tenaga kerja dan modal) akan bebas pindah ke industri yang lain di mana
mereka dapat digunakan dengan lebih produktif. Liberalisasi perdagangan dan
reformasi yang berorientasi pasar juga akan mendorong terjadinya proses
restrukturisasi dan pengalokasikan kembali sumber daya di sektor ekonomi
sehingga kontrak-kontrak yang tidak menguntungkan akan menyusut dan
kegiatan yang menguntungkan akan berkembang. Hal inimerupakan
konsekuensi dari sebuah peningkatan efisiensi alokatifyang diharapkandapat
memberikan kesejahteraan bagi seluruh perekonomian.
Kedua, adanya keuntungan dinamis akibat terjadinya perubahan-
perubahan dalam hal teknis, pembelajaran, dan pertumbuhan yangmenyebabkan
terjadinya peningkatan produktivitas. Efisiensi dinamis memberikan gambaran
bahwa ekonomi akan mencapai tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi secara
permanen. Adanya kompetisi dalam industri, menyiratkan adanya peluang pasar
yang lebih besar dan peningkatan skala perusahaan secara permanen melalui
upaya biaya yang lebih rendah, kualitas yang lebih tinggi, lebih spesialisasi, dan
inovasi melalui kegiatan R & D.
Ketiga, terdapat efek kompetitif yang timbul dari kompetisi pada pasar
domestik. Efek ekonomi mikro tidak akan tercapai dalam waktu singkat dan
akanmemerlukan cukup waktu untuk terwujud. Selama pada masa periode
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
45/153
ANALISIS KEBIJAKAN TARIF CUKAI ROKOK DALAM MENGHADAPI
PASAR TUNGGAL ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015
32
penyesuaian, hal yang paling ditakutkan adalah adanya pengurangan tenaga
kerja. Dengan demikian, diperlukan langkah-langkah tertentu yang
menyertaiupaya mengurangi penyesuaian biaya-biaya, terutama berkaitan
dengan kalangan pekerja. Dalam upaya mewujudkan dampak yang diharapkan,
perusahaan perlu mengubah perilaku mereka dan menyesuaikan diri dengan
lingkungan pasar yang baru. Keberhasilan reformasi perusahaanakan sangat
tergantung pada kemampuan perusahaan untuk mengeksploitasi potensi-potensi
terpendamnya pada persaingan di pasar yang baru dan sekaligus dapat
mengambil keuntungan dari banyaknyapeluang yang ditawarkan kepada mereka
pada pasar baru tersebut. Perusahaan-perusahaan tersebut tentu saja tidak
akan berani masuk ke dalam kondisi yang mereka sendiri tidak
mengetahuisecara jelas dan pasti. Tentunya mereka hanya akan mengambil
keuntungan dari peluang pasar yang baru hanya jika program reformasi
kebijakan perdagangan pemerintahdianggap kredibel oleh mereka. Perubahan
kebijakan, keterlambatan jadwal, dan pengambilan keputusan yang tidak
konsisten hanya akan merusak keberhasilan liberalisasi perdagangan.
Kekuatan kompetisi di pasar tidak hanya berasal dari perilaku perusahaan
tetapi juga berasal dari lingkungan eksternal di mana perusahaan-perusahaan
tersebut bersaing. Kondisi ini misalnya termasuk masalah transportasi dan
komunikasi, aturan hukum, efektivitas sistem keuangan untuk dapat
mempertemukan antara sumber daya investasi dengan peluang kewirausahaan,
serta informasi yang tersedia bagi konsumen. Carlin dan Seabright (2000)
menyebut lingkungan eksternal sebagai "infrastruktur yang kompetitif" baik
secara fisik maupun kelembagaan. Ketika "infrastruktur kompetitif" kurang
memadai, maka kompetisi akan menjadi lemah.
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
46/153
BAB II LANDASAN TEORI
33
2.4. Struktur Pasar, Kinerja dan Perilaku Industri Rokok di Indonesia
Menurut Laporan Industry Update Bank Mandiri volume ke 3 bulan
Februari 2013, Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlahperokok
terbesar di dunia setelah China, AS, danRusia. Jumlah batang rokok yang
dikonsumsi diIndonesia mengalami peningkatan dari 182 miliarbatang pada 2001
(Tobacco Atlas 2002) menjadi 260,8miliar batang pada 2009 (Tobacco Atlas
2012).Sementara itu, Gabungan Perserikatan Pabrik RokokIndonesia (Gappri)
memperkirakan konsumsi rokokpada 2012 telah mencapai 300 miliar batang.
Konsumsirokok tumbuh rata-rata 4,4% per tahun selama 2005-2012 dan
diperkirakan tumbuh 4%-5% di 2013. Global Adult Tobacco Survey (GATS)
Indonesia 2011 jugamenunjukkan bahwa prevalensi merokok di Indonesiasecara
umum meningkat dari 27% pada tahun 1995 menjadi36,1% pada tahun 2011.
Apabila dilihat lebih detail, prevalensimerokok pada laki-laki di Indonesia
meningkat dari53,4% pada tahun 1995 menjadi 67,4% pada tahun 2011.
Angkaprevalensi merokok pada laki-laki di Indonesia tahun2011 tersebut
sekaligus merupakan yang tertinggidibandingkan dengan Rusia (60,6%),
Banglades (58%),dan China (52,9%). Sedangkan pada perempuan diIndonesia,
angka prevalensi meningkat dari 1,7% pada1995 menjadi 4,5% di 2011.
Laporan Industry Update Bank Mandiri edisi Februari 2013 juga
menyatakan bahwa meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatantelah
menggeser pola konsumsi rokok dari heavier kelower tar lower nicotine format
cigarettes beberapatahun terakhir ini. Hal tersebut menjadikanpertumbuhan
pasar rokok Indonesia saat ini lebihdidorong oleh pertumbuhan segmen sigaret
kretekmesin jenis mild. Pada 2011, penjualan rokok mildtumbuh 22% menjadi
100 miliar batang. Penjualansigaret kretek tangan naik 4% menjadi 85 miliar
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
47/153
ANALISIS KEBIJAKAN TARIF CUKAI ROKOK DALAM MENGHADAPI
PASAR TUNGGAL ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015
34
batangdi 2011. Penjualan sigaret kretek mesin filter naik 2%menjadi 87 miliar
batang. Sementara penjualan sigaretputih mesin naik 5% menjadi 22 miliar
batang.Pertumbuhan penjualan rokok mild di Indonesiaterutama didorong
kenaikan permintaan terutama didaerah perkotaan.
Laporan Industry Update Bank Mandiri juga menginformasikan bahwa
produksi rokok Indonesia meningkat dari 220 miliarbatang pada 2005 menjadi
300 miliar batang di 2011,atau tumbuh rata-rata 5,3% per tahun. Angka
produksitersebut telah melebihi target produksi rokok dalamroadmap Industri
Hasil Tembakau (IHT). Sesuai denganroadmap, pemerintah menargetkan
produksi rokokhanya sejumlah 240 miliar batang untuk sasaran jangkamenengah
(2010-2014) dan 260 miliar batang untuksasaran jangka panjang (2015-2025).
KementerianPerindustrian menargetkan pertumbuhan produksirokok 2011-2015
hanya berkisar rata-rata 3%-4% pertahun. Berdasarkan jenisnya, segmen Sigaret
KretekMesin (SKM) masih menjadi kontributor terbesar(63,6%), diikuti Sigaret
Kretek Tangan SKT (28,9%),dan Sigaret Putih Mesin SPM (7,5%). Sementara
darisisi produsen, industri rokok didominasi oleh tigapemain utama yang
menguasai sekitar 72% pangsapasar, yaitu Sampoerna (31,1%), Gudang
Garam(20,7%), dan Djarum (20,2%). Pemain besar lainnyaadalah Bentoel/BAT
(8,0%), dan Nojorono (5,8%).Jumlah perusahaan di industri pengolahan
tembakaubesar dan sedang nasional pada 2011 diperkirakan 897perusahaan
dimana sebaran terbesar terdapat di JawaTimur. Industri pengolahan tembakau
banyak jugaterdapat di Jawa Tengah, Sumatera Utara, Jawa Barat,dan DI
Yogyakarta. Jika dilihat berdasarkan jumlahnya,terdapat kecenderungan
menurun pada industripengolahan tembakau besar dan sedang nasional
dari1.132 perusahaan pada tahun 2008 menjadi 978 perusahaanpada tahun2010
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
48/153
BAB II LANDASAN TEORI
35
meskipun sharegolongan ini mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkansemakin
kuatnya dominasi pemain besar di industri ini.
Struktur pasar ini dapat mempengaruhi persaingan dan tingkat harga.
Beberapa elemen penting untuk mengukurstruktur pasar diantaranya adalah
tingkat konsentrasi dan hambatan masuk pasar.Tingkat konsentrasi industri
merupakan salah satu variabel penting dalamstruktur pasar. Konsentrasi menurut
Jaya (2001), dapat diartikan sebagaikombinasi pangsa pasar dari perusahaan-
perusahaan oligopolis yang terdapathubungan saling ketergantungan di
dalamnya. Konsentrasi juga menunjukantingkat produksi dari pasar yang
dibentuk oleh satu atau beberapaperusahaan terbesar. Semakin besar pangsa
pasar yang dikuasai oleh perusahaanrelatif terhadap pangsa pasar total, maka
semakin tinggi nilai konsentrasinya.
Kinerja pasar menurut Teguh (2006), merupakan hasil kerja atau
prestasiyang muncul sebagai reaksi akibat terjadinya tindakan-tindakan para
pesaingpasar yang menjalankan strategi perusahaannya guna bersaing dan
menguasaipasar. Kinerja dapat diukur melalui berbagai bentuk pencapaian yang
diraihperusahaan, beberapa diantaranya adalah keuntungan dan efisiensi.
Struktur industri yang berbeda-beda ditandai oleh keuntungan
yangditerima setiap perusahaan dalam industri yang berbeda-beda pula. Industri
yangberstruktur pasar persaingan sempurna, akan mendapatkan keuntungan
normal.
Produsen pada umumnya akan berproduksi pada saat harga sama
dengan biayamarginal dan biaya rata-rata. Sebaliknya, pasar yang
berstrukturoligopoli/monopoli akan berproduksi pada saat tingkat harga melebihi
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
49/153
ANALISIS KEBIJAKAN TARIF CUKAI ROKOK DALAM MENGHADAPI
PASAR TUNGGAL ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015
36
biaya rataratayang sedang menurun sehingga keuntungan yang didapat bersifat
supernormal profit
Menurut Teguh (2006), struktur pasar yang bersifat oligopoli/
monopolipada umumnya berproduksi pada situasi penerimaan marginal sama
dengan biayamarginal. Oligopolis/monopolis tersebut akan berproduksi pada
saat kapasitasproduksi yang rendah sehingga mendapat keuntungan super
normal.
Perilaku pasar menurut Kuncoro (2007), diartikan sebagai pola
tanggapanyang dilakukan perusahaan untuk mencapai tujuannya dalam lingkup
persainganindustri. Aksi reaksi antar satu perusahaan terhadap perusahaan
lainnya diterapkandalam bentuk penetapan harga jual, serta promosi produk
(advertising).
Perilaku pasar digunakan untuk menentukan segala sesuatu yang
berkaitandengan kegiatan operasional perusahaan. Strategi pasar jenis ini
dilakukan olehpelaku pasar beserta pesaing-pesaingnya. Masing-masing
tindakan yangdijalankan oleh perusahaan dalam industri memiliki ciri khas
tersendiri sebagailangkah untuk melakukan penetrasi pasar (Teguh, 2006).
Perilaku setiapperusahaan akan sulit diperkirakan untuk kondisi pasar oligopoli.
Tindakan yangdilakukan seringkali harus mengantisipasi tindakan dari pesaing-
pesaing terdekat.
2.5. Kerangka Pemikiran Teoritis
Kebijakan tarif cukai diharapkan dapat menjadi instrumen pemerintah
dalam upaya mengelola penerimaan negara khususnya dari cukai, sekaligus
menjadi alat pengelola industri rokok di Indonesia untuk lebih meningkatkan nilai
tambah dan produktivitasnya khususnya ketika menghadapi integrasi ekonomi
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
50/153
BAB II LANDASAN TEORI
37
ASEAN tahun 2015. Pola perilaku ini diharapkan memberikan masukan kepada
pemerintah khususnya Kementerian Keuangan dalam memaksimalkan target
penerimaannya.
Gambar. 2.1
Kerangka Konseptual
CR4 Rokok Kretek (X3)
Selisih Tarif Rokok
Kretek Dengan Tarif
Import Singapura (X7)
Output Rokok
Kretek (X1)
Selisih Tarif Rokok
Kretek Dengan Tarif
Import Malaysia (X8)
Nilai Tambah Rokok Kretek (X4)
Penerimaan
Cukai (Y)
CR4 Rokok Putih (X5)
Selisih Tarif Rokok
Putih Dengan TarifImport Singapura (X9)
Output Rokok
Putih (X2)
Selisih Tarif Rokok
Putih Dengan Tarif
Import Malaysia (X10)
Nilai Tambah Rokok Putih (X6)
H1
H2
H3
H4
H5
H6
H7
2.6. Komoditas Rokok Dalam Integrasi Ekonomi Regional
Teori perdagangan klasik dan Teori Perdagangan Baru tidak
menyebutkan dampak perdagangan internasional terhadap isu-isu sosial, seperti
kesehatan dan dalam kaitannya dengan produk yang berbahaya seperti
tembakau. Meskipun demikian, peningkatan perdagangan tembakau telah
menjadi ancaman kesehatan masyarakat yang utama di abad 21 ini. Sementara
konsumsi tembakau telah menurun di negara-negara berpenghasilan tinggi, dan
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
51/153
ANALISIS KEBIJAKAN TARIF CUKAI ROKOK DALAM MENGHADAPI
PASAR TUNGGAL ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015
38
terus meningkat di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah,
terutama karena adanya pembentukan perusahaan tembakau transnasional di
pasar negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah pada tiga dekade
terakhir (Jha dan Chaloupka, 2000). Perusahaan tembakau transnasional adalah
pendukung kuat kebijakan penurunan tarif dan pasar perdagangan bebas, agar
mereka dapat bersaing dengan perusahaan rokok domestik. Semakin banyak
pasar dibuka untuk produsen asing, semakin tinggi produksi tembakau mereka
maka semakin agresif pemasaran tembakau mereka untukmeningkatkan
konsumsi tembakau tersebut. Misalnya, dalam tahun 1980-an, adanya perjanjian
perdagangan bilateral antara Amerika Serikat dan beberapa negara Asia telah
menaikkan permintaan tembakau di Asia. (WTO/WHO, 2002). Pemasaran yang
dilakukan olehPerusahaan Tembakau Transnasional telah meningkatkan
konsumsi produk tembakau di negara-negara miskin lebih besar dibandingkan di
negara-negara yang tidak miskin(Bank Dunia 1999).
Dari perspektif kesehatan masyarakat, perdagangan pasar bebas
internasional dianggap akan merusak upaya pengendalian tembakau. Hal ini
disebabkan karena adanya perluasan produk tembakau publik yang dinggap
berbahaya. Beberapa perjanjian perdagangan seringkali menetapkan kebijakan
untuk melindungi investasi dan investor yang tidak memiliki pengecualian pada
produk tembakau. Sebagai akibatnya, muncul hambatan bagi Negara untuk
mengadopsi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat
dalam kegiatan perdagangan internasional. Kondisi ini memberikan kesempatan
bagi Perusahaan Tembakau Transnasional seperti Philip Morris, British American
Tobacco, dan Japan Tobacco International untuk secara jeli dapat
memanfaatkan hambatan ini dan mencari kompensasi atas keuntungan yang
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
52/153
BAB II LANDASAN TEORI
39
hilang akibat kebijakan pemerintah yang dianggap tidak mematuhi kebijakan
investasi (Weissman 2003).
2.7. Potensi Sengketa Dagang Antara Pemerintah dan Industri Tembakau
Di bawah Komunitas Ekonomi ASEAN semua hambatan perdagangan
harus dihilangkan, langkah-langkah pengendalian tembakau yang kuat suatu
negara bisa menjadi subyek sengketa di WTO atau di bawah perjanjian investasi
bilateral. Hal ini terjadi di Australia. Dalam upaya melindungi kesehatan
masyarakat penduduknya, Australia telah mengesahkan peraturan yang
berkaitan dengan tembakau kemasan polos, yang melarang setiap pencitraan
merek (kecuali untuk nama merek dengan jenis font huruf dan ukuran yang
standar) dan mengatur penggunaan paket standar untuk warna gelapcoklat-
kehijauan untuk memperjelas peringatan kesehatan bergambar besar di bagian
depan dan belakang pada setiap bungkus rokoknya. Hal ini kemudian ditentang
oleh Ukraina di WTO dengan alasan bahwa undang-undang ini melanggar
Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS)
WTO Tahun 1994, serta Kesepakatan Hambatan Teknis Perdagangan dan
Perjanjian mengenai Tarif dan perdagangan (GATT). Philip Morris juga telah
mengajukan gugatan terhadap pemerintah Australia berdasarkan perjanjian
investasi bilateral antara Australia dan Hong Kong. Insiden ini tentunya
menghambat implementasi penuh FCTC untuk menempatkan peringatan
kesehatan yang lebih menonjol pada bungkus rokok, dalam rangka untuk
memperingatkan konsumen dan membatasi iklan rokok.
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
53/153
ANALISIS KEBIJAKAN TARIF CUKAI ROKOK DALAM MENGHADAPI
PASAR TUNGGAL ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015
40
2.8. Keterjangkauan Rokok dan Konsumsi Yang Tinggi
Dalam upaya untuk memperluas bisnis dan keuntungan perusahaan di
Asia Tenggara, maka Perusahaan Tembakau Transnasional seperti Philip Morris
dan British American Tobacco telah mendirikan fasilitas manufaktur dan usaha
patungan di hampir semua negara ASEAN, untuk mendapatkan keuntungan dari
pengurangan dan penghapusan tarif impor yang diberikan kepada produksi
dalam negeri Negara-negara anggota ASEAN di bawah AEC.
Di Indonesia, Philip Morris International (PMI) telah membeli Sampoera
Indonesia pada tahun 2005, dan saat ini menguasai 30% dari pasar rokok.
Perusahaan percaya pada prospek positif di Indonesia. Selain itu, British
American Tobacco telah membeli saham 85% di Bentoel pada tahun 2009.
Kedua perusahaan memperoleh peningkatan volume penjualan rokok di
Indonesia pada 2010terutama untuk rokok kretek kretek, yang menyumbang
lebih dari 90% dari pasar rokok di Indonesia. Di Filipina, PMI merupakan investor
besar di negara tersebut, telah membentuk perusahaan patungan dengan
Fortune Tobacco, yang memproduksi rokok untuk masyarakat berpenghasilan
rendak sampai menengah di Filipina. Kedua perusahaan kini memiliki pangsa
pasar sebesar 90% dari pasar rokok senilai $ 1,7 miliar. Kasus-kasus serupa ini
terjadi di seluruh negara-negara yang dipilih. Tidak diragukan lagi, bahwa
pengurangan dan penghapusan tarif di bawah AEC akan memberikan peluang
yang menguntungkan bagi perusahaan tembakau untuk memperluas pasar
mereka dan mendapatkan keuntungan lebih di wilayah regional.
FCTC memandang bahwa tindakan pengenaan pajak dan harga yang
dikenakan pada produk tembakau sebagai cara paling efektif untuk mengurangi
konsumsi tembakau. Dengan demikian prinsip-prinsip AEC yang berjalan pada
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
54/153
BAB II LANDASAN TEORI
41
konsep pengurangan/penghapusan tarif akan melemahkan pelaksanaan FCTC
yang berbasis pada pajak dan ukuran harga. Bukti-bukti yang ada menunjukkan
bahwa di antara lima negara seperti Kamboja, Indonesia, Laos, Filipina dan
Vietnam, memiliki harga rokok yang sudah sangat murah. Tarif impor yang
rendah akan menyebabkan terjadinya aliran bebas rokok yang murah dari
negara-negara produsen seperti Indonesia dan Filipina ke seluruh negara-negara
di ASEAN. Meskipun negara mungkin ingin memaksakan pajak dalam negeri
pada rokok, namun aturan yang ada tidak memungkinkan negara-negara
tersebut untuk memaksakan penggunaan pajak ganda terhadap suatu
komoditas.
Saat ini, dataGlobal Youth Tobacco Survey (GYTS) menunjukkan bahwa
konsumsi rokok yang tinggi berada di kalangan kaum muda dengan usia antara
12-15 di lima negara terpilih, terutama di Filipina dan Indonesia (CDC, 2013).
Jika program AEC berhasil meningkatkan status ekonomi di tingkat mikro dan
makroNegara-negara anggotanya, maka kondisi ini dengan sendirinya akan
meningkatkan pendapatan rumah tangga dan daya beliNegara-negara anggota
tersebut, dan kondisi ini akan lebih memungkinkan perokok yang ada dan baru
untuk membeli rokok lagi.
2.9. Framework Convent ion on Tobacco Contro l (FCTC) Konvensi
Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau
FCTC merupakan suatu perjanjian pertama berkaitan dengan kesehatan
masyarakat global yang dinegosiasikan di bawah naungan Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) untuk memerangi epidemi tembakau. Hal ini mulai berlaku pada
Februari 2005 dan sebanyak 175 negara anggota WHO (mewakili 87,8% dari
populasi dunia) telah menjadi Peserta konvensi ini. Kesepakatan dalam konvensi
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
55/153
ANALISIS KEBIJAKAN TARIF CUKAI ROKOK DALAM MENGHADAPI
PASAR TUNGGAL ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015
42
tersebut mengharuskan para Pihak yang meratifikasi konvensi tersebut untuk
mengambil langkah-langkah, antara lain, 1) penggunaan instrumen pajak dan
harga untuk mengurangi konsumsi tembakau, 2) larangan melakukan iklan,
promosi dan sponsorshiptembakau, 3) menciptakan situasi kerjadan ruang publik
yang bebas asap rokok; 4) menempatkan peringatan kesehatan yang menonjol
pada bungkus tembakau, dan 5) memerangi perdagangan ilegal produk
tembakau (FCA 2012).
Wilayah Asia Pasifik mencatat 57,4% dari populasi dunia yang merokok
dengan konsumsi rokok per kapita sekitar 873 batang per tahun. Lima negara
seperti Kamboja, Indonesia, Laos, Filipina dan Vietnam, menghadapi tantangan
konsumsi tembakau yang tinggi. Prevalensi perokok dewasa (berusia 18 tahun
ke atas) adalah 19,5% di Kamboja, 34,7% di Indonesia, 40,3% di Lao PDR,
28,3% di Filipina dan 23,8% di Vietnam (SEATCA 2012).
Tarif pajak tembakau di kalangan negara-negara ASEAN, Negara Brunei
memiliki beban pajak tertinggi terhadap harga eceran yang dikenakan pada satu
pak rokok (72%) dan diikuti oleh Thailand (70%) dan Singapura (69%). Di antara
lima negara tersebut, beban pajak terhadap harga ritel dirasakan masih cukup
rendah, masih di bawah tingkat pajak tembakau yang direkomendasikan oleh
WHO 70% (SEATCA 2012).
2.10. Hambatan Untuk Mencapai Implementasi FCTC Yang Efektif
Semua negara-negara ASEAN, dengan pengecualian Indonesia, telah
meratifikasi FCTC, mengikat mereka untuk melaksanakan ketentuan perjanjian
dan melaporkan kemajuannya. AEC memiliki potensi menghambat pelaksanaan
FCTC,selain itu memungkinkan terjadinya perdagangan gelap rokok. Meskipun
terdapat beberapa pendapat penelitian yang mengatakan bahwa tingkat cukai
-
7/24/2019 Ka2013 Agung Hanik
56/153
BAB II LANDASAN TEORI
43
dan kenaikan pajak bukan merupakan pendorong utama terjadinya perdagangan
gelap tembakau, namun industri tembakau berpendapat bahwa kenaikan cukai
tembakau akan menghasilkan peningkatan perdagangan gelap rokok. Meskipun
demikian, beberapa penelitian juga membuktikan bahwa perdagangan gelap
tembakau terutama disebabkan oleh masalah penegakan hukum, perhatian pada
kesehatan masyarakat, harga produk tembakau yang tersedia secara murah.
Semakin bebas arus barang dalam AEC dapat meningkatkan tantangan
yang lebih berat yang dihadapi oleh negara-negara yang sudah mencoba
melaksanakan pengendalian perdagangan gelap tembakau. Selain itu, karena
terjadi aliran bebas dari gerakan manusia dalam wilayah ini, maka potensi
terjadinya penyelundupan walaupun mungkin terjadi dalam skala yang kecil
terjadi. Para wisatawan dapat membeli rokok dan produk tembakau lainnya di
satu negara untuk dijual kembali secara ilegal di negara lain.
Meskipun banyak negara mengadopsi langkah-langkah pengendalian
tembakau dengan menggunakan ukuran sebelum terjadinya AEC, namun
mereka akan terus dihadapkan oleh tekanan-tekanan dari industri tembakau
dengan dasar perjanjian investasi dan perdagangan kecualikomoditas tembakau
dimasukkan dalam perjanjian tersebut.
2.10.1. Substansi Konsep PemikiranKebijakan Pengendalian Rokok
Berdasarkan FCTC
Tembakau telah membunuh lebih dari lima juta orang setiap tahunnya. Jika
hal ini berlanjut, diproyeksikan akan membunuh 10 juta orang sampai tahun
2020, dengan 70% kematian terjadi di Negara berkembang. Penyakit yang
diakibatkan oleh rokok juga telah memakan