KAJIAN ANALISIS RISIKO KEBERADAAN TEMPAT
PEMOTONGAN AYAM DI KAWASAN PONDOK
RUMPUT BOGOR TERHADAP PENYEBARAN
PENYAKIT AVIAN INFLUENZA
PUTU CANDRANOVIANI SURIASTINI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Analisis Risiko
Keberadaan Tempat Pemotongan Ayam di Kawasan Pondok Rumput Bogor
terhadap Penyebaran Penyakit Avian Influenza adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Putu Candranoviani Suriastini
NIM B04090167
ABSTRAK
PUTU CANDRANOVIANI SURIASTINI. Kajian Analisis Risiko Keberadaan
Tempat Pemotongan Ayam di Kawasan Pondok Rumput Bogor terhadap
Penyebaran Penyakit Avian Influenza. Dibimbing oleh EKO SUGENG PRIBADI.
Avian Influenza adalah zoonosis penting di dunia. Virus ini berasal dari
ayam yang terinfeksi dan dapat menular ke manusia. Studi mengamati risiko
penyebaran virus flu burung di tempat pemotongan ayam di Pondok Rumput,
Bogor. Survei lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer dan sekunder.
Pertanyaan risiko telah dikelompokkan ke dalam 3 kategori kegiatan, yaitu asal
daerah peternakan ayam, transportasi unggas hidup dan daerah TPA Pondok
Rumput. Risiko kemungkinan dan matriks risiko diperkirakan berdasarkan data
yang dikumpulkan dan pengamatan lapang. Transportasi unggas hidup memiliki
asumsi risiko tertinggi dengan 6.24 × 10-5
. Kegiatan peternakan ayam dan TPA
Pondok Rumput memiliki risiko kemungkinan 1.16 × 10-5
dan 1.8 × 10-5
. Dengan
menggunakan matriks risiko, hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko
penularan virus flu burung di TPA Pondok Rumput dan daerah transportasi
burung tergolong dapat diterima, sedangkan kegiatan pada area peternakan ayam
dapat ditoleransi.
Kata kunci: Analisis risiko, Avian Influenza, TPA Pondok Rumput
ABSTRACT
PUTU CANDRANOVIANI SURIASTINI. Risk Analysis Study on The Small
Poultry Abattoir in Pondok Rumput Bogor Area to Avian Influenza Virus
Dissemination. Supervised by EKO SUGENG PRIBADI.
Avian influenza is important zoonosis in the world. The virus is derived
from infected chickens and can be transmitted to humans. The study estimated risk
of avian influenza virus dissemination at Pondok Rumput abattoir. Field survey
was conducted to obtain primary and secondary data. The risk questions have
grouped three activities category, namely origin chicken farm area, live bird
transportation, and Pondok Rumput abattoir area. The risk probability and risk
matrix has estimated based on compiled data and field observation. The live bird
transportation has a highest risk probability with 6.24 x 10-5
.The chicken farm
activities and Pondok Rumput Abattoir activities have risk probability of 1.16 x
10-5
and 1.8 x 10-6
. Using the risk matrix, the results indicated risk of avian
influenza virus transmission at the Pondok Rumput abattoir is acceptable and live
bird transportation area and chicken farm activities are tolerable.
Keywords: Avian Influenza, Pondok Rumput Abattoir, Risk Analysis
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
KAJIAN ANALISIS RISIKO KEBERADAAN TEMPAT
PEMOTONGAN AYAM DI KAWASAN PONDOK
RUMPUT BOGOR TERHADAP PENYEBARAN
PENYAKIT AVIAN INFLUENZA
PUTU CANDRANOVIANI SURIASTINI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Kajian Analisis Risiko Keberadaan Tempat Pemotongan Ayam di
Kawasan Pondok Rumput Bogor terhadap Penyebaran Penyakit
Avian Influenza
Nama : Putu Candranoviani Suriastini
NIM : B04090167
Disetujui oleh
Dr Drh Eko Sugeng Pribadi, MS
Pembimbing
Diketahui oleh
Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Ida Shang Hyang Widhi Wasa
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan ini ialah analisis risiko, dengan
judul Kajian Analisis Risiko Keberadaan Tempat Pemotongan Ayam di Kawasan
Pondok Rumput Bogor terhadap Penyebaran Penyakit Avian Influenza.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Bapak Drh. I Ketut Nuriasa dan mama Luh Suciati, serta lempog Made
Suriani Agustina atas doa dan kasih sayangnya.
2. Bapak IWT Wibawan atas petuahnya untuk penulis dari awal masuk
kuliah hingga berhasil menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Drh. Eko Sugeng Pribadi MS selaku dosen pembimbing
skripsi atas bimbingan dan kemudahan yang diberikan kepada penulis.
4. Ibu Dr Drh Chairun Nisa’ selaku dosen pembimbing akademik.
5. G Dian Aditya Ary Prayudi, ST atas dukungan dan kesabarannya.
6. Teman-teman yang membantu penulis dalam penulisan serta
mengoreksi, Agatha Kinanthi, SE , Novia Puspitasari, SKH, Hendro
Dwi Sugiyanto, SKH, dan Dwi Utari Rahmiati, SKH.
7. Teman-teman Geochelone 46 yang selalu ada saat suka maupun duka,
Inayah, Jessica, Herry, Bambang, Wulan, Buset, Bagus, Ciciwili,
Wahyu, Ifan, Yuli oneng, Anggi, Tanti, Uyha, Chiko, Puri, Ica, Ebro,
Rany, Eca, Mayang, Azwa, Marcel, Dana, Ridho, Ipeh, Risney, Wiko,
Puspa, Putra, Andre, Jati, Srimita, dan semua teman-teman yang telah
menemani selama di FKH.
8. Keluarga KMHD IPB 46, Gede, Puspita, Kumar, Darya, Reni, Dayu,
Debby dan yang lainnya, terimakasih banyak semua.
9. Keluarga Bangli dan Singaraja atas doa-doa yang dipanjatkan kepada
penulis.
10. Pihak-pihak yang terkait dengan penulisan skripsi ini, ka Indah, staf
BALITVET, staf BPPV Subang, Dinas Pertanian kota Bogor, staf Japfa,
staf peternakan di Parung, dan staf TPA Pondok Rumput.
Terima kasih kepada setiap pihak yang telah membantu namun tidak
tercantum dalam lembar prakata ini. Terima kasih telah membantu skripsi ini
sehingga bisa terselesaikan dengan baik.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2014
Putu Candranoviani Suriastini
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 2
Latar Belakang 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
TINJAUAN PUSTAKA 4
Kasus AI di Provinsi Jawa Barat 2
Kawasan Pondok Rumput 5
Kegiatan Pemotongan Ayam di Kawasan Pondok Rumput 5
Analisis Risiko 6
Pengenalan Bahaya 6
Penilaian Risiko 7
Pengelolaan Risiko 7
Komunikasi Risiko 7
METODE 9
Penentuan Tempat Penelitian 8
Rancangan Penelitian dan Pengambilan Data 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Fakta Lapangan 9
Pengenalan Patogen 9
Penilaian Risiko (Risk Assessment) 12
Manajemen Risiko 22
Komunikasi Risiko 24
SIMPULAN DAN SARAN 27
Simpulan 27
Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 27
RIWAYAT HIDUP 30
DAFTAR TABEL
1 Laporan kasus AI di Indonesia pada tahun 2013 4 2 Uji isolasi organ Avian Influenza di Wilayah Provinsi Jawa Barat
Error! Bookmark not defined. 3 Uji HA/HI avian Influenza di Wilayah Provinsi Jawa Barat
Error! Bookmark not defined. 4 Penilaian peluang kejadian berdasarkan munculnya risiko 14 5 Daftar probabilitas terjadinya risiko penularan virus AI yang disusun
berdasarkan alur perjalanan ayam hidup sampai dihasilkan karkas di TPA
Pondok Rumput 15
DAFTAR GAMBAR
1 Grafik kasus AI unggas dari tahun 2007 hingga 30 September 2013
Error! Bookmark not defined. 2 Peta daerah Pondok Rumput 5 3 TPA Pondok Rumput dan contoh denah ruangnya 9 4 Peta daerah-daerah pemasok ayam di TPA Pondok Rumput 10 5 Saluran pembuangan limbah TPA Pondok Rumput yang menuju ke
perairan umum 11 6 Hasil penilaian kualitatif dari kegiatan pemotongan ayam di RPA
Pondok Rumput berdasarkan penempatan risiko pada matriks 21
2
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Konsumsi daging ayam untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani di
Indonesia relatif meningkat. Pada tahun 2009, tingkat konsumsi daging ayam di
Indonesia adalah sebesar 3,07 kg/kapita/tahun sedangkan pada tahun 2012, tingkat
konsumsi ayam meningkat menjadi sebesar 3,49 kg/kapita/tahun (Ditjennak
2012). Fasilitas infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ayam harus
dibangun seiring dengan meningkatnya jumlah permintaan atas karkas ayam.
Kota Bogor memiliki satu unit rumah potong hewan (RPH) dan 38 tempat
pemotongan ayam (TPA) di kawasan Pondok Rumput. Salah satu lokasi
pemotongan ayam di Kota Bogor adalah kawasan Pondok Rumput. Sebagian
besar pasokan ayam di tempat tersebut diperoleh dari berbagai daerah di Provinsi
Jawa Barat, seperti Parung, Cimahpar, Tasikmalaya, Sukabumi, dan Indramayu,
serta dari luar Jawa Barat yaitu Yogyakarta. Tempat pemotongan ayam ini
menyalurkan karkas ayam hampir ke seluruh pasar di wilayah Kota Bogor serta
beberapa pasar di Kabupaten Bogor.
Pemerintah setempat seharusnya mengatur kegiatan-kegiatan pemotongan
ayam karena berkaitan dengan kesehatan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Pemerintah Republik Indonesia telah memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI)
Nomor 01-6160-1999 tentang tempat pemotongan ayam dan Peraturan Menteri
Pertanian RI Nomor 381/Kpts/OT.140/10/2005 Pasal 7 tentang Pedoman
Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan yang mengatur
pendirian dan operasional rumah dan tempat pemotongan. Pertanyaan yang kerap
kali muncul adalah apakah peraturan tersebut telah benar-benar diterapkan secara
tepat oleh para pelaku bisnis tempat pemotongan ayam di kawasan Pondok
Rumput ini.
Kawasan Pondok Rumput merupakan kawasan pemukiman padat penduduk
dengan keberadaan tempat pemotongan ayam yang mayoritas berada di tengah
pemukiman. Melihat keberadaan dan kondisi tempat pemotongan ayam di
kawasan Pondok Rumput saat ini, muncul kekhawatiran yang harus segera
menjadi perhatian Pemerintah Kota Bogor yaitu adanya kemungkinan terjadinya
penyebaran virus avian influenza di kawasan tersebut. Keberadaan kegiatan
pemotongan ayam tentu akan menimbulkan dampak bagi masyarakat sekitar.
Dampak yang muncul bisa saja bersifat positif (menguntungkan) dan negatif
(merugikan). Menurut Andriani (2003), cemaran mikroorganisme pada karkas
ayam dapat dilihat dengan keberadaan mikroorganisme koliform sebanyak log10
4,4±0,7 MPN/g, E. coli sebanyak log10 4,4±0,7 CFU/g, S. aureus sebanyak log10
3,5±0,7 CFU/g,dan hasil positif 100% untuk Salmonella sp. Populasi tersebut
dinilai telah melebihi ambang batas maksimum yang telah ditentukan oleh SNI
No. 01-6366-2000 tentang batas maksimum cemaran mikroba dan batas
maksimum residu dalam bahan makanan asal hewan, yaitu log10 2,0 MPN/g
untuk koliform, 5x101
CFU/g untuk E. coli, log10 2,0
CFU/g
untuk S. aureus, dan
negatif untuk Salmonella sp.
Avian Influenza adalah penyakit infeksius yang sering menyerang unggas.
Penularan virus kepada sesama unggas dapat terjadi melalui dua cara, yakni
3
secara langsung dan tidak langsung. Penularan secara langsung terjadi lewat
kontak langsung dengan sumber penularan melalui sekresi hidung dan mata, serta
kotoran unggas yang terinfeksi; sedangkan penularan secara tidak langsung
(kontak tidak langsung) terjadi melalui perpindahan ternak, peralatan, dan pekerja
yang memiliki kontak langsung dengan ayam. Namun, penularan tidak langsung
yang paling utama terjadi melalui debu yang terbawa angin dan bulu yang
dicemari oleh virus AI (Soejoedono dan Handharyani 2005).
Jawa Barat merupakan daerah endemik penyakit Avian Influenza sejak Juli
2005 (Naipospos 2011). Menurut BPPV Subang (2013), daerah di Jawa Barat
seperti Parung dan Tasikmalaya masih mendapatkan hasil uji positif AI pada
beberapa kasus yang dilaporkan. Dari hasil pemeriksaan serologik pada sejumlah
ayam, laporan kasus pada daerah Parung didapatkan hasil positif H5N1 lebih tinggi
daripada laporan kasus pada daerah Tasikmalaya. Adapun uji serologis yang
digunakan adalah uji hemaglutinasi inhibisi (HI) untuk mengetahui adanya
antibodi terhadap hemaglutinin (H) dan agar gel presipitasi (AGP) untuk
mengetahui adanya antibodi terhadap neuraminidase (N) (Tabbu 2000).
Penyebaran virus AI dapat dicegah dengan memotong salah satu mata rantai
penting yang menjadi sumber penyebaran penyakit. Mata rantai yang penting
dalam hal ini adalah rumah dan tempat potong ayam. Mengingat bahwa aktifitas
pemotongan ayam di kawasan Pondok Rumput ini berada di kawasan pemukiman
padat penduduk, maka perlu dilakukan analisis risiko terhadap penyebaran virus
AI dan kejadian penyakit AI. Analisis risiko merupakan cara yang dilakukan
untuk dasar pengambilan kebijakan. Data yang dipakai dalam analisis risiko
merupakan data dari penilaian yang objektif, berulang, dan tercatat dengan baik
dari suatu risiko perlakuan tertentu. Melalui analisis risiko ini diharapkan
instansi-instansi yang terkait dapat mengambil keputusan lebih lanjut untuk
menghindari kawasan Pondok Rumput sebagai kawasan penyebar virus AI.
Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui rantai
penularan penyakit AI dan peluang terjadinya risiko penularan di kawasan Pondok
Rumput Kota Bogor.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah adanya informasi mengenai besaran risiko
penyebaran virus AI dan kejadian penyakit AI sebagai akibat dari kegiatan
pemotongan ayam di kawasan Pondok Rumput.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Kasus AI di Provinsi Jawa Barat
Virus AI merupakan virus dari famili orthomyxoviridae dan diketahui
bahwa virus ini mudah bermutasi dengan melakukan genetic drift dan genetic
shift. Hal ini mengakibatkan banyak bermunculan virus AI baru yang tidak
dikenal oleh sistem kekebalan tubuh inang yang terinfeksi. Berdasarkan
perbedaan sifat antigenik pada nukleoprotein dan matriks protein diketahui bahwa
virus AI termasuk dalam virus Influenza tipe A dengan 16 subtipe hemaglutinin
(H) dan 9 subtipe neuramidase (NA) (Swayne 2004). OIE (2000)
mengklasifikasikan virus AI menjadi Highly Pathogenic Notifiable AI (HPNAI),
Low Pathogenic Notifiable AI (LPNAI), dan Low Pathogenic AI (LPAI). Kategori
Highly Pathogenic Notifiable AI dilihat dari indeks patogenitas intravena
(intravenous pathogenicity index, IVPI) yang bernilai lebih besar dari 1,2 pada
ayam umur 6 minggu, atau menyebabkan kematian minimal 75 % ayam berumur
4−8 minggu (CIDRAP 2007).
Penularan virus AI dari unggas ke unggas lain dipengaruhi oleh banyak
faktor antara lain galur virus, jenis unggas, dan faktor lingkungan. Media
penularan virus AI adalah ekskreta yang berasal dari hidung, mulut, konjungtiva,
dan kloaka unggas yang terinfeksi ke lingkungan karena virus bereplikasi di
saluran pernafasan, pencernaan, ginjal, dan/atau organ reproduksi (Swayne dan
Suarez 2000). Penularan virus AI terjadi secara langsung dan tidak langsung.
Penularan langsung terjadi dengan kontak yang dilakukan unggas peka dengan
unggas yang telah terinfeksi virus AI melalui pernafasan. Penularan secara tidak
langsung dapat terjadi secara oral melalui pakan dan air minum dalam satu
kandang yang telah memiliki kontak langsung dengan ayam yang terinfeksi virus
AI. Ayam mengeluarkan virus dengan jumlah besar dalam kotorannya. Virus AI
masih dapat bersifat infektif dalam air yang tergenang selama empat hari pada
suhu 22 oC dan lebih dari 30 hari pada suhu 0
oC (Soejoedono dan Handharyani
2005).
Virus AI dapat menular ke manusia. Pola penyebaran virus AI ke manusia
dapat melalui dua cara, yaitu melalui inang perantara dan penularan secara
langsung. Pada umumnya virus influenza memiliki inang yang spesifik (specific
host). Hal ini berarti bahwa virus yang menginfeksi burung tidak akan
menginfeksi manusia, dan sebaliknya. Namun, perlu diketahui bahwa virus
influenza mudah mengalami perubahan, sebagai akibat mutasi gen. Perubahan
sifat pada virus influenza dapat berupa “antigenic shift”, yaitu perubahan sebagai
akibat akumulasi mutasi pada genomnya. Bisa juga berupa “antigenic drift”, yaitu
persilangan genom antara virus influenza tipe yang berbeda. Virus H5N1
merupakan contoh virus hasil perubahan “antigenic drift”, yaitu persilangan
antara genom virus penginfeksi burung dengan virus penginfeksi manusia.
Sehingga, H5N1 bisa menyerang burung maupun mamalia, termasuk manusia.
Babi bisa bertindak sebagai perantara (mixing vessel) antara virus dari macam
yang berbeda ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa passage virus Flu Burung
(AI) pada babi menghasilkan virus influenza yamg mirip dengan influenza pada
5
manusia. Hal ini berarti bahwa babi memegang peran penting sebagai media
perubahan “antigenic drift” (Setiawan 2011).
Ditjennak (2013) menjelaskan bahwa wabah flu burung pada unggas
cenderung naik-turun sejak tahun 2006 hingga 2009. Pada tahun 2006, kasus flu
burung yang tercatat sebanyak 612 kasus. Lalu pada tahun 2007 terjadi
peningkatan empat kali lipat kasus flu burung dengan total 2.751 kasus. Kasus flu
burung kembali turun pada tahun 2008 dengan jumlah 1.413 kasus. Sedangkan
pada tahun 2009 tercatat ada 2.293 kasus. Sejak tahun 2009, jumlah kasus flu
burung terus menurun hingga tahun 2013 (Gambar 1).
Gambar 1 Grafik Kasus AI unggas dari Tahun 2007 hingga 30 September
2013 (Ditjennak 2013)
Kasus flu burung terjadi di berbagai daerah di seluruh Indonesia dengan
jumlah kasus yang berbeda-beda. Beberapa daerah yang telah dilaporkan pernah
terjadi wabah tersedia pada Tabel 1.
Tabel 1 Laporan kasus AI di Indonesia pada tahun 2013
Daerah Jumlah Kasus Sebaran Kasus
Riau 6 Bengkalis, Kampar, dan
Dumai
Jawa Timur 1 Pasuruan
DI Yogyakarta 4 Sleman, Gunung Kidul,
Bantul dan Kulonprogo
Lampung 7 Bandar Lampung, Lampung
Utara, Metro, dan Tulang
Bawang Barat
Bengkulu 3 Rejang Lebong
Jawa Barat 5 Subang, Indramayu ,dan
Sukabumi
Banten 2 Tanggerang
Jawa Tengah 3 Brebes, Semarang, dan
Demak
Sumatera Utara 1 Deli Serdang
6
Sumatera Barat 2 Agam dan Pariaman
Sulawesi Selatan 4 Maros, Makasar, dan Gowa Sumber: Ditjennak 2013
Kawasan Pondok Rumput
Pemukiman Pondok Rumput terdapat di Kelurahan Kebon Pedes Bogor.
Berdasarkan Profil Kelurahan Kebon Pedes tahun 2007, Kelurahan ini secara
administratif masuk ke dalam wilayah Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor
(Gambar 2). Topografi wilayah Kelurahan Kebon Pedes adalah datar, termasuk ke
dalam kategori dataran rendah serta dekat dengan bantaran sungai, dengan
ketinggian sekitar 200 m dpl. Suhu rata-rata berkisar antara 28−35°C dan curah
hujan rata-rata per tahun yaitu 4000–4500 mm. Kelurahan ini termasuk di
dalamnya adalah kawasan pertokoan, bisnis, kawasan penduduk, dan industri.
Kawasan ini merupakan kawasan yang bebas banjir dan dekat dengan aliran
sungai. Luas Kelurahan Kebon Pedes sekitar 104 hektar yang terbagi menjadi 13
RW dan 74 RT, dengan jumlah penduduk mencapai 20.414 orang. Sebesar 20%
dari penduduknya bermata pencaharian sebagai pegawai swasta. Mata
pencaharian penduduk lainnya adalah sebagai pedagang, peternak, dan buruh
pertukangan (Adinugraha 2008).
Gambar 2 Peta daerah Pondok Rumput
Kegiatan Pemotongan Ayam di Kawasan Pondok Rumput
Tempat pemotongan ayam (TPA) adalah kompleks bangunan dengan
rancangan khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu serta
7
digunakan sebagai tempat memotong unggas bagi konsumsi masyarakat umum
(BSN 1999). Persyaratan lokasi TPA adalah (1) tidak bertentangan dengan
rancangan umum tata ruang (RUTR), rencana detail tata ruang (RDTR) setempat
dan/atau rencana bagian wilayah kota (RBWK); (2) tidak berada di bagian kota
yang padat penduduk serta letaknya lebih rendah dari pemukiman penduduk, tidak
menimbulkan gangguan atau pencemaran lingkungan; (3) tidak berada dekat
industri logam dan kimia, tidak berada di daerah rawan banjir, bebas dari asap,
bau, debu, dan kontaminan lainnya; dan (4) memiliki lahan yang cukup luas untuk
pengembangan tempat pemotongan ayam (BSN 1999). Dalam Peraturan Menteri
Pertanian No.381/Kpts/OT.140/10/2005 Pasal 7 diatur bahwa usaha TPA yang
akan melakukan pengeluaran daging dan atau produk olahannya wajib memenuhi
persyaratan teknis sesuai ketentuan SNI Nomor 01-6160-1999.
Di kawasan Pondok Rumput terdapat Sentra Usaha Pemotongan Ayam yang
merupakan salah satu tempat pemotongan yang ada di Kota Bogor. Tempat
pemotongan ayam pertama kali didirikan di kawasan ini pada tahun 1971. Seiring
dengan perjalanan waktu, TPA di Kelurahan Kebon Pedes terus berkembang
pesat. Menurut Puspita (2003), pada tahun 2003 terdapat 23 TPA di Kelurahan
Kebon Pedes. Kemudian, pada tahun 2008 bertambah menjadi 31 TPA dan hingga
sekarang jumlah TPA menjadi 38 TPA (Adinugraha 2008). Tempat pemotongan
ini beroperasi dengan berbagai macam skala pemotongan, dari yang berskala kecil
sampai yang berskala besar dan dengan menggunakan sarana dan prasarana
seadanya. Jumlah pemotongan total per hari lebih dari 13.000 ekor dan merupakan
pusat dari pemotongan ayam di Kota Bogor.
Analisis Risiko
Analisis risiko (risk analysis) dapat diartikan sebagai tahapan untuk
mengenali satu ancaman dan kerentanan. Kemudian menganalisisnya untuk
memastikan hasil penelaahan, dan memusatkan perhatian tentang cara dampak-
dampak ada dapat dihilangkan atau dikurangi. Analisis risiko juga dipahami
sebagai sebuah proses untuk menentukan pengamanan yang cocok atau layak
untuk sebuah sistem atau lingkungan (ISO 2009).
Analisis risiko kuantitatif merupakan satu metode analisis risiko yang
mengenali pengendalian pengamanan yang seharusnya diterapkan serta besaran
biaya untuk menerapkannya. Sedangkan analisis risiko kualitatif digunakan untuk
meningkatkan kesadaran atas masalah keamanan sistem informasi dan sikap dari
sistem yang sedang dianalisis tersebut.
Analisis risiko merupakan bagian dari pengelolaan risiko. Komponen dalam
kegiatan analisis risiko meliputi pengenalan bahaya (hazard identification),
penilaian risiko (risk assessment), pengelolaan risiko (risk management), dan
komunikasi risiko (risk communication) (OIE 2013).
Pengenalan Bahaya
Penentuan bahaya merupakan suatu proses yang secara sistematik dan terus
menerus dilakukan untuk mengetahui kemungkinan timbulnya risiko atau bahaya.
8
Risiko atau bahaya yang ditimbulkan oleh virus AI dapat ditentukan dengan
mengetahui perjalanan virus AI dari peternakan hingga konsumen daging ayam.
Penularan secara langsung terjadi lewat kontak langsung dengan sumber
penularan melalui sekresi hidung dan mata, serta kotoran unggas yang terinfeksi.
Sementara itu, penularan secara tidak langsung (kontak tidak langsung) terjadi
melalui perpindahan ternak, peralatan, dan pekerja yang memiliki kontak
langsung dengan ayam (Soejoedono dan Handharyani 2005).
Menurut WHO (2014), sistem pemasaran unggas hidup, praktik rumah
pemotongan unggas, pencabutan bulu dan pengeluaran organ jeroan, menciptakan
peluang besar bagi manusia untuk terkontaminasi virus AI dari unggas.
Penilaian Risiko
Penilaian risiko menilai dampak dari suatu keadaan atau kejadian dapat
mengganggu pencapaian dari suatu tujuan. Besarnya dampak dapat dianalisis
dalam dua perspektif, yaitu peluang kejadian (likelihood) dan besaran dari
terjadinya risiko (konsekuensi, consequence). Oleh karena itu, besarnya Risiko
dari setiap kejadian merupakan perkalian antara peluang dan konsekuensi (Vose
2008).
Penilaian risiko menggunakan dua metode, yaitu metode kuantitatif dan
kualitatif. Penilaian kuantitatif memerlukan perhitungan dari dua komponen risiko
(R), yaitu besarnya potensi kerugian (L) dan peluang (probabilitas, P) terjadinya
kerugian. Penilaian ini dinyatakan dalam bentuk numerik (Vose 2008).
Metode kualitatif memperlihatkan hubungan antara dampak yang
ditimbulkan oleh suatu bahaya dengan kemungkinan kejadian bahaya yang akan
dialami di masa depan dan yang ditampilkan dalam satu matriks risiko (risk
matrix) atau urutan risiko (risk ranking). Indikator bahaya ditunjukkan dengan
istilah kualitatif seperti rendah (low), moderat (moderate), tinggi (high) dan
ekstrim (extreme) (Black et al. 2013).
Pengelolaan Risiko
Pengelolaan risiko digunakan untuk untuk meminimalkan memantau, dan
mengendalikan dampak dari suatu ketidakpastian. Hal ini mencakup proses
mengetahui, penilaian dan prioritas risiko yang diikuti dengan penggunaan
sumberdaya secara terkoordinasi dan ekonomik. Strategi yang mengatasi suatu
risiko antara lain adalah menghindari risiko, menampung sebagian atau semua
konsekuensi risiko tertentu, mengurangi efek negatif risiko, dan memindahkan
risiko kepada pihak lain (Hubbard 2009).
Komunikasi Risiko
Komunikasi risiko merupakan kegiatan untuk mengkomunikasikan hasil
dari penilaian risiko dan pengelolaan risiko kepada pihak-pihak terkait seperti
pemerintah, perusahaan inti, dan konsumen daging.
9
METODE
Penentuan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di tempat pemotongan unggas yang berada di
wilayah Pondok Rumput Kota Bogor Provinsi Jawa Barat.
Rancangan Penelitian dan Pengambilan data
Penelitian ini memakai purposive sampling. Contoh data diambil dari
beberapa TPA yang terletak di Pondok Rumput. Kegiatan yang dilakukan dalam
penelitian ini terbagi ke dalam dua bentuk kegiatan, yakni desk study dan
pengamatan lapang. Kegiatan desk study dilakukan untuk merancang rencana
kegiatan penelitian sebelum melakukan pengamatan lapang dan menelaah
informasi dan data yang diperoleh, baik data primer maupun data sekunder.
Penilaian analisis Risiko dilakukan juga melalui kegiatan desk study ini juga.
Sedangkan kegiatan pengamatan lapang dilakukan untuk mendapatkan data
primer.
Data yang diperlukan untuk penelitian ini terdiri data primer dan data
sekunder.
Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan dengan
mengamati secara langsung kegiatan yang ada di tempat pemotongan ayam. Data
primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara:
a) pengamatan lapang. Pengamatan dilakukan dengan cara mengunjungi
langsung tempat penelitian untuk melakukan pengamatan. Pengamatan
juga dilakukan dengan mengamati lingkungan di sekitar tempat kegiatan
berlangsung, termasuk pembuangan limbah.
b) wawancara. Wawancara dilakukan terhadap pemilik rumah yang memiliki
usaha pemotongan ayam dengan menggunakan kuesioner. Hal-hal yang
ingin diketahui dengan metode ini antara lain sistem biosekuriti dari setiap
tempat pemotongan ayam.
Data Sekunder
Data sekunder digunakan untuk memperjelas data-data yang sudah ada.
Data sekunder diambil dari studi pustaka, jurnal, maupun data-data lain, seperti
Dinas Pertanian Kota Bogor, Dinas Pertanian Republik Indonesia, Balai Besar
Penelitian Veteriner (BBALITVET) Bogor, dan Badan Penyidikan dan Pengujian
Veteriner (BPPV) Subang yang sudah ada sehingga dapat menunjang data-data
primer yang diperoleh.
Analisis Risiko
10
Analisis risiko dilakukan dengan menggunakan semua data yang telah
diperoleh yang berkaitan komponen-komponen dalam melakukan analisis risiko
adalah
a) Pengenalan bahaya (hazard identification)
b) Penilaian Risiko (risk assessment)
c) Pengelolaan Risiko (risk management)
d) Komunikasi Risiko (risk communication)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Fakta Lapangan
Tempat pemotongan ayam (TPA) Pondok Rumput terletak di kawasan
permukiman yang cukup padat. Selain itu, di dekat TPA Pondok Rumput juga
terdapat industri lain yakni industri ban GoodYear®. Hal ini tidak sesuai dengan
Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 01-6160-1999 yang menyatakan bahwa
pembangunan TPA tidak diperbolehkan berada di bagian kota yang padat
penduduknya serta letaknya lebih rendah dari permukiman penduduk. Aturan
serupa juga tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 8 tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011-2031 yang menyebutkan
bahwa kawasan budidaya diarahkan pada kawasan terbangun dengan kepadatan
rendah di sebagian wilayah pelayanan. Menurut SNI Nomor 01-6160-1999, lokasi
TPA tidak boleh berdekatan dengan industri logam atau kimia. Hal ini dilakukan
untuk menjaga agar produk pemotongan tidak memiliki kontak langsung dengan
debu, asap, dan zat kimia yang mungkin berada di udara sekitar lokasi industri.
Contoh tempat pemotongan ayam tertua di kawasan Pondok Rumput beserta
denah ruangnya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 TPA Pondok Rumput dan denah ruang yang digunakan sampai saat ini
11
Terdapat banyak tempat pemotongan ayam di lingkungan Pondok Rumput.
Tempat pemotongan ayam terbesar dan tertua di kawasan itu mampu memotong
ayam sebanyak lebih dari 900 kg ayam per hari. Jadwal pemotongan ayam di TPA
Pondok Rumput dilakukan pukul 23.00-04.00 WIB dan ayam yang telah dipotong
langsung disalurkan ke pasar tradisional yang berada di sekitar Kota Bogor dan
Kabupaten Bogor. Ayam yang dipotong merupakan ayam pedaging yang rata-rata
berumur 21 hari dengan bobot hidup mencapai 1,4-1,5 kg. Ayam yang didapat
berasal dari beberapa wilayah di Bogor seperti Parung, Cimahpar, dan kota-kota
lain diluar Bogor baik yang berada di Jawa Barat seperti Sukabumi, Indramayu,
maupun di luar Jawa Barat, yaitu Yogyakarta (Gambar 4).
Gambar 4 Peta daerah-daerah pemasok ayam di TPA Pondok Rumput
Bangunan di TPA Pondok Rumput memiliki tata ruang yang tidak mengacu
kepada tata ruang TPA benar. Di satu bangunan terdapat satu area luas yang
daerah bersih dan daerah kotor tidak memiliki pembatas. Fasilitas penurunan
ayam dari truk, penyembelihan, pencelupan ke air panas, pencabutan bulu,
pencucian karkas, pengeluaran jeroan, penanganan jeroan sampai pengiriman
daging ayam pun berada dalam satu area. Lantai memakai keramik serta tidak
ditemukan bentuk lengkung dari sudut pertemuan dengan lantai dan dinding.
Tidak adanya batasan antara daerah bersih dan kotor bisa memungkinkan
terjadinya penyebaran virus antar ayam hidup dan ayam yang sudah dipotong.
Tata cara penyembelihan pada TPA Pondok Rumput masih dibilang kurang
higienis. Hal ini dilihat dari pekerja yang menangani karkas dan organ jeroan pada
satu area dengan tidak memberikan jarak agar jeroan tidak tercampur dengan
karkas. Proses pengeluaran organ jeroan dilakukan di lantai sehingga dapat
mencemari jeroan maupun karkas. Selain itu, karkas yang bersih tidak
ditempatkan di tempat yang bersih, melainkan diletakkan di lantai. Perawatan
peralatan pun dinilai tidak begitu baik karena masih banyak peralatan yang berasal
dari besi terlihat berkarat. Para pekerja di TPA Pondok Rumput tidak
menggunakan apron dan sarung tangan sehingga mereka melakukan kontak
12
langsung dengan ayam. TPA Pondok Rumput membuang sisa limbahnya ke
sungai yang terletak disebelah TPA.
TPA ini terletak berdekatan dengan Sungai Cibalok. Pembangunan ini
ditujukan untuk memudahkan para pemotong ayam untuk membuang limbah cair
secara langsung seperti terlihat pada Gambar 5. Pengaturan pembuangan limbah
cair tertera dalam SNI No 01-6160-1999. Sistem saluran pembuangan limbah cair
harus cukup besar dan dibangun supaya aliran limbah mengalir dengan lancar,
terbuat dari bahan yang mudah dirawat dan mudah dibersihkan, kedap air agar
tidak mencemari tanah, mudah diawasi dan dijaga agar tidak menjadi sarang tikus
atau rodensia lainnya. Saluran pembuangan dilengkapi dengan penyaring yang
mudah diawasi dan dibersihkan.
Gambar 5 Saluran pembuangan limbah TPA Pondok Rumput yang menuju
ke perairan umum.
Limbah pemotongan berupa bulu dan air dibuang tanpa diolah terlebih
dahulu ke S. Cibalok. Menurut Trofisa (2011) pencemaran yang dihasilkan dari
limbah TPA ke sungai adalah kekeruhan, bahan beracun, klorida, nitrat, padatan
tersuspensi, pH, fosfor, dan suhu dengan lingkungan yang kotor.
Aktifitas pemotongan ayam di TPA tersebut menimbulkan pencemaran
lingkungan dan gangguan kenyamanan masyarakat. Pencemaran lingkungan yang
ditimbulkan dalam bentuk asap, debu, limbah bulu, dan kebisingan. Namun
karena sudah berlangsung lama, masyarakat sudah terbiasa dengan gangguan
tersebut. Menurut informasi salah seorang warga di pemukiman Pondok Rumput,
tidak pernah terdengar berita terjadinya penularan penyakit dari ayam ke manusia
selama aktifitas pemotongan berlangsung. Mereka pun tidak khawatir dengan
penyebaran penyakit AI.
Pengenalan Patogen
Sejauh ini belum ditemukan kasus AI yang terjadi di kawasan Pondok
Rumput. Tetapi pernah ditemukan kasus AI di peternakan yang memasok ayam
hidupnya ke TPA Pondok Rumput, terutama daerah Parung Panjang dan
Tasikmalaya (Ditjennak 2012). Berdasarkan hasil kegiatan surveilens yang
dilakukan di daerah tersebut diperoleh informasi bahwa pada tanggal 3 Desember
13
2012 terjadi kematian anak berumur 4 tahun di Kecamatan Parung Panjang
Kabupaten Bogor Jawa Barat (Ditjennak 2012). Kejadian itu bersamaan dengan
kematian sejumlah unggas di sekitar rumah korban. Hasil pengambilan sampel
ulas pada unggas mati di sekitar rumah korban memperlihatkan bahwa unggas-
unggas tersebut positif mengandung virus H5N1. Dari data tersebut bisa dilihat
bahwa Kabupaten Parung Panjang merupakan daerah epidemik AI.
Menurut Ditjennakkeswan (2013), masih terdapat wilayah di Jawa Barat
yang endemik AI. Flu burung yang menyebar di Tasikmalaya bermula dari bulan
Februari 2004. Virus AI menyebar pada peternakan ayam buras di Desa
Cilangkap, Kecamatan Manonjaya. Berdasarkan hasil uji HI, ayam buras di
Kecamatan Manonjaya positif mengandung H5N1.
Kasus flu burung terjadi pada beberapa daerah di Jawa Barat. Jumlah kasus
yang ditemukan di daerah tersebut berbeda-beda. Daerah endemik ini memasok
ayam hidup ke TPA Pondok Rumput. Beberapa daerah yang telah dilaporkan
pernah terjadi wabah tersedia pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2 Uji Isolasi Organ Avian Influenza di Wilayah Provinsi Jawa Barat
Provinsi Kota/
kabupaten
Kecamatan Desa Spesimen Jumlah Hasil
Positif Negatif
Jawa
Barat
Bogor Parung Pamager
Sari
Ulas 3 - 3
Waru Ulas 3 - 3
Tasikmalaya Cibalong Singajaya Ulas 12 - 12
Karangnunggal Cikukulu Ulas 25 - 25
Sumber: BPPV Subang 2013
Tabel 3 Uji HA/HI avian Influenza di Wilayah Provinsi Jawa Barat
Provinsi Kota/
Kabupaten
Kecamatan Desa Spesimen Jumlah Hasil
+ -
Jawa
Barat
Bogor Parung Pamager
Sari
Serum 50 39 11
Waru Serum 50 40 10
Tasikmalaya Cibalong Cibalong Serum 52 3 49
Singajaya Serum 44 12 32
Karangnunggal Cikukulu Serum 108 26 82
Sumber: BPPV Subang 2013
Penilaian Risiko (Risk Assessment)
Pada tahap penilaian risiko akan dilakukan penelaahan risiko yang
diperkirakan muncul melalui pembahasan (i) penilaian penglepasan patogen
(release assessment), (ii) penilaian cara pemaparan (exposure assessment), (iii)
pertanyaan risiko (risk question), (iv) perhitungan risiko (risk estimation), dan (v)
penilaian konsekuensi (consequence assessment).
(i) Penilaian cara penglepasan patogen
Virus AI dikeluarkan oleh unggas penderita lewat cairan hidung, mata dan
feses. Unggas peka akan tertular bisa secara kontak langsung dengan unggas
14
penderita maupun secara tidak langsung melalui udara yang memiliki kontak
langsung dengan ayam oleh leleran yang dikeluarkan hidung dan mata atau
muntahan penderita. Tinja yang mengering dan hancur menjadi serbuk yang
mencemari udara yang terhirup oleh manusia atau hewan lain juga merupakan
cara penularan yang efektif. Tinja dan muntahan penderita yang mengandung
virus seringkali mencemari pakan, air minum, kandang dan peralatan kandang
akan menularkan penyakit dari unggas penderita ke unggas peka dalam satu
kandang. Penularan virus dari peternakan satu ke peternakan lain bisa melalui
perantara, antara lain manusia, pakaian, sepatu, kendaraan dan burung liar
(Soejodono dan Handharyani 2005).
(ii) Penilaian cara pemaparan
Penilaian cara pemaparan dilakukan untuk memperkirakan peluang
menyebarnya virus AI pada kawasan pemotongan ayam serta lingkungan
pemukiman di sekitarnya.
Virus AI dapat menyerang inang dikarenakan adanya peran hemaglutinin,
neuraminidase virus, protein non struktural virus, dan protein matriks. Manusia
terinfeksi virus melalui kontak langsung membran mukosa dengan sekret atau
ekskreta infeksius dari unggas yang terinfeksi. Jalur masuk utama adalah saluran
respiratorik dan konjungtiva. Infeksi melalui saluran pencernaan masih belum
diketahui dengan jelas.
(iii) Pertanyaan Risiko
Beberapa pertanyaan dapat dikembangkan dari tahap-tahap sebelumnya
seperti yang tersusun di bawah ini.
A. Area peternakan asal
a.a. Apakah lokasi peternakan berada di daerah endemik AI?
a.b. Apakah dilakukan vaksinasi AI untuk seluruh ayam di dalam
kandang?
a.c. Apakah dilakukan pemeriksaan serologik untuk mengetahui
titer antibodi terhadap AI setelah dilakukan vaksinasi?
a.d. Apakah masih didapati ayam yang sakit/mati walaupun telah
dilakukan vaksinasi terhadap AI?
a.e. Apakah ayam yang mati dibuang ke luar area perkandangan,
dikubur, atau dibakar dan sekaligus dikubur?
a.f. Apakah peternak melaksanakan program biosekuriti terhadap
penyakit AI?
a.g. Apakah peternak menyewakan kandangnya untuk perusahaan
inti?
a.h. Apakah peternak merupakan bagian dari program kemitraan?
B. Pengangkutan ayam hidup
b.a. Apakah dilakukan penyortiran ayam-ayam yang akan diangkut
untuk melihat kemungkinan adanya ayam yang sakit dan/atau
mati?
15
b.b. Apakah dilakukan penyemprotan desinfektan terhadap
kotak-kotak ayam dan truk sebelum keluar dari area
perkandangan?
b.c. Apakah rute perjalanan truk melewati daerah endemik AI?
b.d. Apakah truk yang sama juga mengambil ayam hidup dari
kandang lain di lokasi peternakan yang berbeda?
b.e. Apakah peternakan yang didatangi berikutnya melakukan hal
yang sama di lokasi peternakan sebelumnya?
b.f. Apakah pemerintah, terutama yang termasuk daerah endemik,
mengawasi lalu lintas ayam hidup secara ketat?
C. Tempat pemotongan ayam
c.a. Apakah dilakukan penyemprotan desinfektan terhadap truk-
truk pengangkut ayam yang baru datang di tempat
pemotongan?
c.b. Apakah dilakukan pemeriksaan untuk mendapatkan adanya
ayam yang mati di dalam kotak ayam?
c.c. Apakah dilakukan penyingkiran terhadap ayam-ayam yang
mati tersebut dengan cara membakarnya?
c.d. Apakah dilakukan pemeriksaan pisau potong untuk melacak
keberadaan virus AI?
c.e. Apakah dilakukan pemeriksaan tangan karyawan yang
melaksanakan pemotongan untuk melacak keberadaan virus
AI?
c.f. Apakah dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan
keberadaan virus AI pada karkas ayam sebelum disalurkan di
pasar tradisional?
c.g. Apakah dilakukan pemeriksaan organ jeroan ayam setelah
dilakukan pemotongan?
(iv) Perhitungan Risiko
Dari pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun di atas, maka tahap
selanjutnya adalah menyusun rangkaian kejadian yang sebenarnya terjadi di
lapangan berdasarkan hasil pengamatan. Pendugaan nilai probabilitas terhadap
masing-masing kejadian yang tidak dapat dilakukan secara kuantitatif, maka akan
dilakukan secara kualitatif dengan bantuan penilaian yang ada di dalam Tabel 4
berikut ini.
Tabel 4 Penilaian peluang kejadian berdasarkan munculnya risiko
Ruang Lingkup Definisi Kemungkinan
Tinggi Kejadian akan sangat mungkin terjadi Kisaran 0,7 – 1
Moderat Kejadian akan terjadi dengan kemungkinan
yang sama
Kisaran 0,3 – 0,7
Rendah Kejadian akan tidak sekiranya terjadi Kisaran 0,05 – 0.3
Sangat Rendah Kejadian akan secara ekstrim tidak sekiranya
terjadi
Kisaran 0,001– 0,05
Ekstrim Rendah Kejadian akan secara ekstrim tidak sekiranya
terjadi
Kisaran 0,0001– 0,001
Dapat Diabaikan Kejadian akan hampir pasti tidak terjadi Kisaran 0 – 0,0001
Sumber : Baccarini dan Archer 2001
16
Nilai probabilitas masing-masing kejadian penyebaran virus dengan bantuan
penilaian yang terdapat pada Tabel 4 dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Daftar probabilitas terjadinya risiko penularan virus AI yang disusun
berdasarkan alur perjalanan ayam hidup sampai dihasilkan karkas di TPA
Pondok Rumput.
Kejadian
(K)
Uraian kejadian Ada
Risiko
Tidak Ada
Risiko
Probabilitas
(P)
(1) (2) (3) (4) (5)
A. Di area peternakan asal
a.a Lokasi peternakan berada di daerah
endemic
√ - 0,33
a.b Jumlah ayam yang tidak divaksin terhadap
AI
√ - 0,9
a.c Tidak melakukan pemeriksaan serologik
untuk melihat titer antibodi terhadap AI
pasca vaksinasi
√ - 1,0
a.d Masih ada ayam yang sakit walaupun
sudah divaksinasi terhadap AI
√ - 1,0
a.e Terjadi kematian ayam yang diduga
terserang AI
√ - 0,08
a.f Ayam yang mati tidak dibakar √ - 1,0
a.g Peternakan ayam disewakan untuk
perusahaan inti
√ - 0,7
a.h Peternak merupakan bagian dari kemitraan √ - 0,7
Perhitungan Risiko untuk (A) = 1,16 x 10-2
B. Pengangkutan ayam hidup
b.a Ayam yang akan diangkut disortir untuk
melihat keadaannya
√ - 1,0
b.b Penyemprotan desinfektan terhadap kotak-
kotak ayam dan truk sebelum keluar
kandang
√ - 0,13
b.c Rute perjalanan truk melewati daerah
endemic
√ - 1,0
b.d Truk yang sama mengangkut ayam dari
kandang lain dari petenakan yang berbeda
√ - 0,65
b.e Terdapat kesamaan antara peternakan satu
dengan peternakan lain
√ - 0,77
b.f Pemerintah daerah endemik memiliki
pengawasan lalu lintas ayam hidup
√ - 0,96
Perhitungan Risiko untuk (B) = 6,24 x 10-2
C. Di area pemotongan TPA Pondok Rumput
c.a Penyemprotan desinfektan terhadap truk
pengangkut ayam yang baru datang
√ - 1,0
c.b Pemeriksaan ayam yang mati di dalam
kotak
√ - 0,2
c.c Pembakaran terhadap ayam-ayam yang
mati
√ - 0,05
c.d Adanya virus di pisau potong √ - 1,0
c.e Adanya virus di tangan pemotong dan
karyawan lainnya
√ - 1,0
c.f Adanya virus yang disolasi dari karkas
ayam
√ - 1,0
17
c.g Adanya virus yang disolasi dari jeroan
ayam
√ - 0,18
Perhitungan Risiko untuk (C) = 1,8 x 10-3
Penjelasan mengenai penetapan probabilitas terhadap masing-masing
kegiatan terpapar di bawah ini.
A. Area peternakan asal
a.a. Lokasi peternakan berada di daerah endemik AI.
Ayam yang dipotong di TPA Pondok Rumput sebagian besar berasal dari
daerah di Jawa Barat, seperti Parung, Cimahpar, Tasikmalaya, Sukabumi,
dan Indramayu, dan daerah diluar Jawa barat seperti Yogyakarta. Daerah
Parung dan Tasikmalaya merupakan daerah endemik terhadap AI (BPPV
Subang 2013). Dari enam daerah yang memasok ayam ke TPA Pondok
Rumput, terdapat dua daerah yang termasuk daerah endemik AI, yaitu
Parung dan Tasikmalaya.
Asumsi peluang (P) = 0,33
a.b. Tidak melakukan vaksinasi untuk mencegah AI dilakukan pada ayam yang
dipelihara.
Vaksin digunakan untuk mecegah terjadinya penularan dari ayam yang
terinfeksi ke ayam sehat. Namun, cakupan keberhasilan vaksinasi masih
sangat rendah, yaitu hanya sebesar 9,6% peternakan yang memiliki
cakupan vaksinasi protektif (≥70% sampel serum menunjukkan nilai titer
HI ≥ 1 : 16) (Sudarnika dan Purnamawati 2008). Sehingga 90,4%
peternakan yang tidak memiliki cakupan vaksinasi protektif,
memungkinkan terjadinya penyebaran virus ini.
Asumsi peluang (P) = 0,9
a.c. Tidak melakukan pemeriksaan serologik untuk mengetahui titer antibodi
terhadap AI setelah dilakukan vaksinasi.
Pemeriksaan HI test telah dilakukan untuk mengetahui titer antibodi
terhadap AI. Pengambilan contoh dilakukan saat sebelum vaksinasi dan
maksimal satu minggu sesudah vaksinasi (Sudarnika dan Purnamawati
2008). Namun, pemeriksaan serologik dilakukan hanya untuk melengkapi
penelitian bukan dilakukan secara berkala. Hal ini mengakibatkan
penularan virus menjadi tinggi karena pemeriksaan yang hampir tidak
pernah dilakukan (Wibawan, komunikasi pribadi).
Asumsi peluang (P) = 1,0
a.d. Peluang didapati ayam yang sakit/mati walaupun telah dilakukan vaksinasi
terhadap AI.
Pada umumnya ada saja ayam yang mati walaupun telah dilakukan
vaksinasi terhadap AI. Menurut pakar, hal ini bisa saja terjadi karena
mutasi gen virus yang terjadi didalam tubuh ayam. Mutasi gen terkadang
tidak bisa dimatikan dengan vaksinasi. Kondisi diperburuk lagi dengan
cakupan vaksinasi yang rendah dan keragaman titer antibodi (Wibawan
2012). Cakupan ayam yang tidak dilakukan vaksinasi adalah 90,4% dan
prevalensi infeksi AI adalah sekitar 70% (Sudarnika dan Purnamawati
2008), maka asumsi peluangnya adalah 90,4% x 70% = 63,28. Karena
angka tertinggi pada tabel 4 adalah 1,0 , maka kemungkinan penyebaran
18
virus masih tinggi dan sangat mungkin terjadi penyebaran virus AI di area
peternakan.
Asumsi peluang (P) = 1,0
a.e. Ayam yang mati dibuang ke luar area perkandangan, dikubur, atau dibakar
dan sekaligus dikubur.
Peternak memiliki pengetahuan yang baik mengenai AI. Sebanyak 63,8%
segera membakar atau mengubur bangkai ternak yang ditemukan,
sedangkan 36,2% lainnya lebih memilih membuang bangkai tersebut
(Basri dan Sudarnika 2013). Menurut Ridwan et al. (2010), dilaporkan 8%
peternak ayam ras pedaging menggunakan bangkai ayam sebagai pakan
ikan.
Asumsi peluang (P) = 0,08
a.f. Peluang peternak melaksanakan program biosekuriti.
Para peternak umumnya melakukan kegiatan pemeliharaan ternak secara
sederhana. Mereka membentuk peternakan mandiri. Aspek isolasi,
sanitasi, dan desinfeksi tidak dilakukan dengan baik. Menurut FAO
(2008) melalui studi yang dilakukan di Jawa Barat menunjukkan bahwa
pengetahuan tentang biosekuriti masih sangat rendah. Pengetahuan yang
minim membuat kejadian peluang penyebaran virus AI menjadi tinggi dan
sangat mungkin terjadi.
Asumsi peluang (P) = 1,0
a.g. Peternak menyewakan kandangnya untuk perusahaan inti.
Peternak yang menjalin kerjasama dengan perusahaan inti selalu dipantau
secara ketat oleh perusahaan inti. Menurut data lapangan yang diperoleh,
sebanyak 70% peternak di wilayah Jabodetabek menyewakan kandangnya
untuk perusahaan inti.
Asumsi peluang (P) = 0,70
a.h. Peluang peternak merupakan bagian dari program kemitraan.
Menurut Naipospos (2006), pertimbangan utama menyebarnya penyakit
ini sangat cepat pada peternakan ayam komersial skala besar dan
menengah, yaitu peternakan unggas terpadu yang bertindak sebagai inti
(sektor 1) dan sebagian besar menjalin kemitraan dengan peternak plasma
(sektor 2). Menurut data yang didapat dilapangan, sebanyak 70% peternak
yang merupakan bagian dari kemitraan tetapi tidak mendapatkan
pengawasan langsung dari program tersebut. Hal ini menyebabkan peluang
penyebaran menjadi sangat mungkin terjadi.
Asumsi peluang (P) = 0,70
B. Pengangkutan ayam hidup
b.a. Dilakukan pemilihan ayam-ayam yang akan diangkut untuk melihat
kemungkinan adanya ayam yang sakit dan/atau mati.
Pekerja peternakan jarang dilakukan pemilihan ayam untuk melihat
kemungkinan ayam yang sakit (Wibawan 2014, komunikasi pribadi). Hal
ini dikarenakan oleh kurangnya pengetahuan dari pengumpul ayam akan
penyakit unggas. Peluang penyebaran menjadi sangat tinggi dan mungkin
terjadi karena kurangnya pengetahuan pengumpul ayam.
Asumsi peluang (P) = 1,0
b.b Dilakukan penyemprotan desinfektan terhadap kotak-kotak ayam dan truk
sebelum keluar dari area perkandangan.
19
Menurut pengamatan di lapangan, truk dan kotak-kotak ayam tidak
dilakukan penyemprotan sebelum keluar dari area peternakan. Menurut
Indriani et al. (2010), sebanyak 13,3% contoh usap dari sisi bagian dalam
keranjang pengangkut unggas yang diketahui terdapat virus H5N1.
Asumsi peluang (P) = 0,13
b.c. Rute perjalanan truk melewati daerah endemik AI.
Perjalanan pengangkutan ayam hidup bisa mengakibatkan tingginya
peluang penyebaran virus AI. Hal ini dikarenakan virus yang berada di
daerah endemik bisa menularkan ayam hidup yang melalui rute tersebut
dengan cepat (Wibawan IWT 2014, komunikasi pribadi). Saat sedang
terjadi wabah, penularan bisa berlangsung dengan sangat cepat. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Pribadi et al. (2013) diperoleh informasi
bahwa rute perjalanan yang dilalui oleh mobil-mobil pengangkut ayam
hidup melewati berbagai daerah, dan salah satunya adalah Subang. Daerah
ini merupakan daerah endemik AI (Ditjennak 2013). Hal ini
mengakibatkan penyebaran bisa menjadi sangat tinggi dan sangat mungkin
terjadi.
Asumsi peluang (P) = 1,0
b.d. Truk yang sama juga mengambil ayam hidup dari kandang lain di lokasi
peternakan yang berbeda.
Menurut data yang ada dilapangan, ada sekitar 65% truk pengangkut yang
mengambil ayam hidup dari kandang lain. Hal ini menyebabkan akan
terjadi penyebaran virus dengan kategori sedang tetapi memiliki
kemungkinan akibat yang sama dengan penyebaran virus kategori tinggi.
Asumsi peluang (P) = 0,65
b.e Terdapat kesamaan antar peternakan satu dengan yang lain.
Dalam hal biosekuriti maupun pengangkutan ayam hidup, tidak terlihat
perbedaan berarti antara satu peternakan dengan yang lain. Penerapan
biosekuriti yang baik menyebabkan rendahnya peluang penyebaran virus
AI. Penerapan biosekuriti yang kurang baik di peternakan bisa terlihat dari
persentase cara penanganan ayam mati yang terinfeksi virus AI.
Peternakan yang menanganani ayam mati dengan cara membuang
bangkainya, sebanyak 77,2% sehingga hanya 22,8% yang tidak terinfeksi
virus (Basri dan Sudarnika 2013).
Asumsi peluang (P) = 0,77
b.f. Peluang pemerintah, terutama yang termasuk daerah endemik, mengawasi
lalu lintas ayam hidup secara ketat
Pemerintah tidak mengawasi lalu lintas ayam hidup secara ketat. Penjualan
ayam hidup termasuk bebas walaupun itu di daerah endemik sekalipun
(Wibawan 2014, komunikasi pribadi). Hanya 4% peternak yang disurvei
mengetahui status kesehatan dan sertifikat yang dikeluarkan pemerintah
(Ridwan et al. 2010)
Asumsi peluang (P) = 0,96
C. Tempat pemotongan ayam
c.a. Penyemprotan desinfektan terhadap truk-truk pengangkut ayam yang baru
datang di tempat pemotongan.
20
Menurut pengamatan, penyemprotan desinfektan tidak dilakukan terhadap
truk. Truk yang datang langsung menuju TPA dan menurunkan kotak-
kotak ayamnya. Hal ini mengakibatkan kemungkinan penyebaran virus
menjadi sangat mungkin terjadi.
Asumsi peluang (P) = 1,0
c.b. Pemeriksaan untuk mendapatkan adanya ayam yang mati di dalam kotak
ayam.
Pemeriksaan untuk medapatkan ayam mati sering dilakukan oleh petugas
RPA. Namun, jarang ditemukan ayam yang mati di kotak ayam ketika truk
pengangkut ayam tiba di TPA. Pengangkutan ayam dari kandang ke TPA
dilakukan pada sore hari. Para pekerja TPA selalu memeriksa ayam yang
keluar dari truk pengangkutan untuk melihat ada tidaknya ayam yang mati.
Kemungkinan penyebaran virus sekiranya tidak terjadi karena
pemeriksaan jumlah ayam mati oleh petugas TPA dikotak ayam cukup
sering dilakukan.
Asumsi peluang = 0,2
c.c. Penyingkiran terhadap ayam-ayam yang mati dengan cara membakarnya.
Dalam pengamatan lapang, ayam yang mati di dalam kotak ayam,
dipisahkan dari ayam hidup dan segera dibakar oleh petugas TPA Pondok
Rumput. Hal ini akan membuat kemungkinan penyebaran virus tidak
terjadi.
Asumsi peluang (P) = 0,05
c.d. Pemeriksaan pisau potong untuk melacak keberadaan virus AI.
Dari hasil pengamatan langsung ketika survei, didapati bahwa pisau yang
digunakan tidak pernah diperiksa kebersihannya. Hal ini bisa
menimbulkan risiko yang tinggi. Kennedy et al. (2011) mengatakan bahwa
pisau potong dan peralatan dapur lainnya memiliki berbagai macam
mikroba yang bisa mencemarkan makanan. Hal ini yang menyebabkan
penyebaran virus menjadi sangat mungkin terjadi pada pisau potong.
Asumsi peluang (P) = 1,0
c.e. Pemeriksaan tangan karyawan yang melaksanakan pemotongan untuk
melacak keberadaan virus AI.
Manusia adalah vektor mekanik potensial yang berperan sebagai penular
virus H5N1. Menurut pengamatan selama survei, para pekerja tidak
diwajibkan untuk mencuci tangan sebelum memotong ayam. Pekerja yang
melakukan kontak langsung yang cukup sering dengan unggas dapat
dianggap kelompok risiko tinggi (Syafrison 2011). Penyebaran virus
menjadi sangat mungkin terjadi karena kontak langsung yang dilakukan
pekerja dengan ayam.
Asumsi peluang (P) = 1,0
c.f. Pemeriksaan terhadap kemungkinan keberadaan virus AI pada karkas
ayam sebelum disalurkan di pasar tradisional.
Karkas menjadi penyebab penyebaran virus ke manusia (WHO 2005).
Syafrison (2011) menyatakan bahwa peluang pelepasan virus melalui
karkas dan telur ayam yang terdeteksi Avian Influenza dinilai tinggi. Oleh
karena itu, penyebaran virus melalui karkas sangat mungkin terjadi.
Asumsi peluang (P) = 1,0
c.g. Pemeriksaan organ jeroan ayam setelah dilakukan pemotongan.
21
Menurut Damayanti et al. (2005), dari 212 contoh kulit pial dan jengger,
otak, trakhea, jantung, otot dada dan paha, paru-paru, proventrikulus, hati,
limpa, usus, ginjal dan ovarium unggas, 39 contoh (18,4%) dinyatakan
positif mengandung antigen virus AI subtipe H5N1. Hal ini yang menjadi
dasar pengambilan asumsi peluang penyebaran virus menjadi rendah.
Asumsi peluang (P) = 0,18.
a) di area peternakan asal
= a.a x a.b x a.c x a.d x a.e x a.f x a.g x a.h
= 0,33 x 0,9 x 1,0 x 1,0 x 0,08 x 1,0 x 0,7 x 0,7 = 1,16 x 10-2
b) pengangkutan ayam hidup
= b.a x b.b x b.c x b.d x b.e x b.f
= 1,0 x 0,13 x 1,0 x 0,65 x 0,77 x 0,96 = 6,24 x 10-2
c) di TPA Pondok Rumput
= c.a x c.b x c.c x c.d x c.e x c.f x c.g
= 1,0 x 0,2 x 0,05 x 1,0 x 1,0 x 1,0 x 0,18 = 1,8 x 10-3
Setelah mendapatkan angka probabilitas pada masing-masing kelompok
kegiatan, maka ditentukan tingkat keparahan (S) dengan cara memasukkan nilai
probabilitas (P) ke dalam rumus. Rumus ini disesuaikan dengan nilai probabilitas
paling rendah (PL) atau nilai probabilitas paling tinggi (PU). Nilai probabilitas ini
merupakan nilai yang diambil berdasarkan analogi atas risiko yang
mengakibatkan efek kefatalan, masing-masing adalah 1 dalam 1.000 per tahun
untuk nilai batas atas yang berarti risiko tidak dapat diterima dan 1 dalam
1.000.000 per tahun untuk nilai batas bawah yang berarti risiko diterima secara
luas dan dapat dianggap sebagai tidak penting.
Analisis kuantitatif peluang penyebaran virus AI dilakukan dengan
mengalikan asumsi peluang masing-masing sisi penilaian pada penjelasan di atas.
Dengan demikian, besar peluang risiko penularan virus AI di masing-masing
wilayah penilaian adalah:
S = 0,001/PU ; dan
S = 0,000001/PL (Woodruff 2005)
Maka,
nilai S untuk Peternakan Asal
= 0,001/PU
= 0,001/1 = 0,001. Nilai PU = 1 didapatkan dari nilai asumsi peluang tertinggi
pada area peternakan asal.
nilai S untuk Pengangkutan ayam hidup
= 0,001/PU
22
= 0,001/1= 0,001. Nilai PU = 1 didapatkan dari nilai asumsi peluang tertinggi
pada area pengangkutan ayam hidup.
nilai S untuk TPA Pondok Rumput
= 0,001/PU
= 0,001/1 = 0,001. Nilai PU = 1 didapatkan dari asumsi peluang tertinggi untuk
area TPA Pondok Rumput.
Matriks risiko (R) untuk masing-masing kelompok penilaian ditentukan dengan
rumus R = S x P sehingga
nilai R untuk Peternakan Asal
= S x P = 0,001 x 1,16 x 10-2
= 1,16 x 10-5
nilai R untuk Pengangkutan ayam hidup
= S x P = 0,001 x 6,24 x 10-2
= 6,24 x 10-5
nilai R untuk TPA Pondok Rumput
= S x P = 0,001 x 1,8 x 10-3
= 1,8 x 10-6
Setelah menghitung secara kuantitatif, hasil tersebut lalu dipetakan ke
matriks risiko seperti terpapar dalam Gambar 6 dibawah ini.
Gambar 6 Hasil penilaian kualitatif dari kegiatan pemotongan ayam di RPA
Pondok Rumput berdasarkan penempatan risiko pada matriks.
(v) penilaian konsekuensi
Penilaian konsekuensi adalah konsekuensi yang diperkirakan dapat terjadi
apabila terjadi pemaparan virus AI di TPA kawasan Pondok Rumput. Berdasarkan
Gambar 6, risiko penyebaran virus AI terbesar ada pada area pengangkutan ayam
hidup, yaitu 6,24 x 10-5
. Risiko di TPA Pondok Rumput sebesar 1,8 x 10-6
dan di
peternakan asal bernilai 1,16 x 10-5
.
Pengangkutan ayam hidup juga memiliki risiko yang paling tinggi
dibandingkan risiko di daerah asal dan di TPA. Namun, risiko yang dikeluarkan
dinilai masih dapat ditoleransi ketika ditempatkan di matriks risiko. Beberapa
daerah di Jawa Barat menjadi daerah pemasok ayam hidup untuk TPA Pondok
23
Rumput. Daerah itu adalah Parung, Cimahpar, Tasikmalaya, Sukabumi, dan
Indramayu. Pengangkutan ayam hidup dari daerah Tasikmalaya dan Indramayu
menggunakan rute yang melewati daerah endemik, salah satunya adalah daerah
Subang. Data dari lapangan menunjukan bahwa lama perjalanan pengangkutan
ayam pada wilayah Jawa Barat adalah satu hari satu malam. Virus yang lepas dari
tubuh ayam bisa lepas keluar lingkungan rute yang dilewati dan bertahan pada
lingkungan pada kondisi dingin dan lembab (OIE 2009). Menurut pendapat ahli,
peluang virus yang lepas menginfeksi ayam di sepanjang daerah tersebut cukup
tinggi (Wibawan 2014, komunikasi pribadi). Subang merupakan daerah yang
memiliki kelembapan tinggi dan suhu yang tinggi (BMKG 2014). Suhu yang
tinggi membuat risiko penyebaran yang tinggi dapat ditoleransi. Hal ini
dikarenakan virus AI hanya bertahan pada suhu dingin.
Peternakan asal memiliki risiko yang dapat ditoleransi. Maksud dari risiko
dapat ditoleransi adalah risiko harus dikurangi ke tingkat yang wajar yang
serendah mungkin. Biosekuriti yang dilakukan di peternakan asal masih secara
sederhana. Padahal, biosekuriti adalah tindakan untuk mengamankan dari
serangan penyakit (Huminto 2005). Peternakan memiliki beberapa program
biosekuriti yang sudah diterapkan. Penguburan ayam yang mati dan pembersihan
peralatan yang digunakan di peternakan menjadi salah satu aspek biosekuriti yang
diterapkan. Bila hal-hal biosekuriti peternakan ayam diperhatikan dengan baik,
risiko penyebaran virus AI pun akan menjadi rendah.
Risiko keberadaan virus AI di TPA Pondok Rumput tergolong dapat
diterima. Maksud dari risiko dapat diterima adalah risiko tersebut tingkat
keparahan dalam penyebaran virus dapat diabaikan dan dapat dikendalikan. Virus
tidak mudah menyeberang dari unggas ke manusia (WHO 2005). Hal ini yang
membuat meskipun TPA Pondok Rumput memiliki peluang untuk penyebaran
virus tetapi peluang itu dapat diterima. Selain itu pemeriksaan ayam mati juga
sering dilakukan pekerja TPA sehingga kemungkinkan penyebaran virus di TPA
dapat diperkecil.
Manajemen Risiko
Pengelolaan Risiko adalah tindakan yang dilakukan untuk menurunkan
risiko penyebaran virus AI sebagai dampak dari pemotongan ayam di TPA
Pondok Rumput.
i. Di area peternakan asal
Menurut Sudarnika dan Purnamawati (2008), Cakupan keberhasilan
vaksinasi masih sangat rendah, yaitu hanya sebesar 9,6% peternakan yang
memiliki cakupan vaksinasi protektif (≥70% sampel serum menunjukkan nilai
titer HI ≥ 1 : 16). Vaksinasi merupakan hal penting yang harus dilakukan di
peternakan asal. Pemberian vaksin secara tepat dapat mengurangi tingginya angka
kasus flu burung (Soejoedono dan Handharyani 2005). Vaksinasi dapat
melindungi ayam dari virus AI. Penerapan vaksinasi berguna karena vaksin
mampu mengurangi keluarnya virus dari tubuh unggas, baik dari segi waktu dan
jumlah (Naipospos 2006). Selain pemberian vaksin, faktor sistem perkandangan,
sistem pemberian pangan, pemberian vitamin, dan pengetahuan tujuan vaksinasi
24
menjadi faktor yang menunjang keberhasilan vaksinasi (Sudarnika dan
Purnamawati 2008).
Kegiatan selain vaksinasi yang perlu dilakukan adalah peningkatan
biosekuriti peternakan seperti pemisahan ruang bersih dan ruang kotor, pemberian
desinfektan, pembersihan alat-alat yang digunakan, pemusnahan unggas sehat
yang sekandang dengan yang sakit, dan surveilens dan pengawasan (Naipospos
2006). Pemusnahan ayam yang sakit merupakan faktor penting. Hal ini penting
dalam mencegah penyebaran wabah penyakit flu burung (Boni et al. 2013). Bagi
orang yang berisiko tinggi, seperti para pekerja di peternakan unggas, penjual
ayam dan petugas kesehatan, disarankan memakai masker dan sarung tangan dan
secara rutin membersihkan alat alat peternakan, pakaian, sepatu dan kandang
ternak dengan cara desinfeksi (Widyasari 2005). Inaktivasi virus AI dapat
dilakukan dengan memanfaatkan bahan kimia seperti formaldehid, beta
propilakton, binaria etilenium, fenol, ion amonium, sodium hipoklorit, asam encer
dan hidroksilamin. Detergen seperti sodium dioksikolat dan sodium dodesilsulfat
dapat juga digunakan untuk inaktivasi virus mengingat amplop virus tersusun atas
lemak.
Pemeriksaan serologik penting dilakukan untuk mengetahui titer antibodi
ayam terhadap virus AI setelah dilakukan vaksinasi. Titer antibodi yang dinilai
dapat melindungi ayam dari infeksi virus AI yang homolog adalah 2,38 log 2
(Indriani et al. 2005). Uji serologik dilakukan dengan menggunakan contoh
serum ayam dan mengujinya dengan teknik uji Haemagglutination Inhibition
(HI) (OIE 2009). Menurut Beck et al. (2003), antibodi terhadap AI dapat dikenali
lebih awal dari ayam yang terinfeksi virus hidup daripada ayam yang divaksinasi
AI.
ii. Di pengangkutan ayam hidup
Sumberdaya manusia yang terlibat di pengangkutan ayam hidup harus
mendapatkan pelatihan khusus mengenai pengelolaan, pemeliharan dan
penampungan ayam, termasuk pemeriksaan kesehatan sederhana terhadap ternak
yang baru datang (Cardona et al. 2009). Hal ini penting dilakukan agar tingkat
kesadaran sumberdaya manusia akan bahaya penyebaran virus flu burung menjadi
bertambah. Dengan meningkatnya kesadaran, maka berdampak pada menurunnya
penyebaran virus yang berkaitan dengan sumberdaya manusia.
Lalu lintas perjalanan ayam hidup memiliki risiko yang tinggi. Penjualan
ayam hidup tidak diawasi secara ketat walaupun dilakukan daerah endemik
sekalipun. Pengetahuan mengenai status kesehatan hewan menjadi hal yang
penting dilakukan mengingat hanya 4% peternak yang disurvei mengetahui status
kesehatan (Ridwan et al. 2010). Pengetahuan tentang status kesehatan ternak
wajib dilakukan untuk mencegah terjadinya wabah di daerah lalu lintas rute
perjalanan ayam.
Menurut Peraturan Daerah (PERDA) DKI Jakarta No. 8 tahun 1989 tentang
Pengawasan Pemotongan Ternak, Perdagangan Ternak, dan Daging di Wilayah
DKI Jakarta, Pasal 1 menyatakan bahwa pemeriksaan ulang adalah pemeriksaan
terhadap daging yang harus dilengkapi dengan dokumen sesuai ketentuan yang
berlaku yang dilakukan oleh petugas pemeriksa yang berwenang di tempat yang
ditentukan oleh Gubemur Kepala Daerah. Instruksi Gubernur Provinsi DKI
Jakarta No. 15 Tahun 2007 mengenai Pengendalian Pemeliharaan dan Peredaran
25
Unggas menjelaskan bahwa Kepala Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan
Provinsi DKI Jakarta harus melakukan pemantauan dan supervisi terhadap
pelaksanaan pemusnahan unggas (jenis ayam, itik, entok, angsa, burung dara, dan
burung puyuh), melaksanakan pengendalian peredaran lalu lintas unggas di
Provinsi DKI Jakarta, melaksanakan pengawasan terhadap pemeliharaan unggas,
dan melakukan sertifikasi kesehatan unggas.
Pemerintah menetapkan melalui Peraturan Menteri Pertanian
(PERMENTAN) No. 28/Permentan/OT.140/5/2008 tentang pedoman penataan
kompartemen dan penataan zona usaha perunggasan, langkah strategik untuk
mengawasi lalu lintas ayam hidup antar daerah yaitu:
1) pengawasan lalu lintas unggas hidup, produk unggas, pakan, peralatan dan
limbah peternakan unggas antar provinsi dan/atau antar kabupaten/kota
dalam satu pulau dilakukan oleh petugas dinas di pos-pos pemeriksaan
(check point);
2) petugas dinas di pos pemeriksaan melakukan pemeriksaan terhadap
kelengkapan dokumen, antara lain surat keterangan kesehatan hewan, yang
dikeluarkan oleh dinas asal, dan surat keterangan bebas penyakit AI yang
dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Peternakan;
3) setiap kendaraan pengangkut ternak unggas yang keluar masuk pos-pos
pemeriksaan untuk tujuan ke zona yang dilakukan penataan, dilaksanakan
inspeksi dan desinfeksi terhadap kesehatan unggasnya termasuk
tempat/wadah/kemasan yang dipergunakan dalam pengangkutan;
4) apabila ditemukan kecurigaan terhadap penyakit AI, petugas pos
pemeriksaan selanjutnya mengambil sampel unggas secara acak dari
unggas yang diangkut dan diuji di laboratorium terdekat;
5) untuk memudahkan pelacakan apabila ternyata hasil pemeriksaan
laboratorium dari sampel unggas yang diambil positif, petugas pos
pemeriksaan dalam waktu sekurang-kurangnya 1 kali 24 jam sejak
diketahuinya hasil pemeriksaan laboratorium tersebut melaporkan kepada
dinas asal dan dinas tujuan pengiriman unggas.
iii. Di TPA Pondok Rumput
Kennedy et al. (2011) mengatakan bahwa pisau potong dan peralatan dapur
lainnya memiliki berbagai macam mikroba yang bersifat mencemarkan.
Pemeriksaan peralatan yang digunakan di TPA Pondok Rumput cukup penting
untuk dilakukan. Untuk mengurangi risiko paparan unggas sakit terhadap
manusia, perlu diperhatikan mengenai higiene dan kebersihan tempat pengumpul
ayam tersebut. Aspek kesehatan kerja para pekerjanya termasuk pemeriksaan
kesehatan berkala terhadap pekerja tempat pengumpul ayam pun penting
dilakukan.
Komunikasi Risiko
Komunikasi risiko adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk
menyampaikan kepada pihak-pihak terkait seperti Pemerintah dan Pengelola TPA
Pondok Rumput di sekitarnya mengenai hasil pengelolaan risiko.
26
1. Pemerintah
Upaya pemerintah dalam pengendalian wabah AI perlu lebih diefektifkan
sampai pada tahap pemulihan usaha pemeliharaan unggas skala kecil dan
pengaturan sistem budidaya unggas secara lebih baik, dengan mengacu pada
konsep ekologi kesehatan. Hal ini erat kaitannya dengan kerugian yang
ditimbulkan oleh virus AI, baik secara sosial ekonomi, maupun tingginya korban
meninggal dari penderita AI di Indonesia (Basuno 2008).
Pengangkutan ayam hidup memiliki peluang penyebaran virus tertinggi.
Pemerintah diharapkan dapat berperan serta didalam pengangkutan ayam hidup.
Peran serta yang dimaksud adalah ikut mengawasi lalu lintas penjualan ayam
hidup. Penerbitan surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) dan pengawasan
secara rutin bisa digunakan untuk mengawasi lalu lintas penjualan ayam.
Pengaturan manajemen memelihara unggas juga menjadi perhatian pemerintah
melalui berbagai program, termasuk mewujudkan kebijakan ideal untuk usaha
peternakan, mengacu pada ekosistem kesehatan.
AI belum pernah mewabah di kawasan Pondok Rumput Kota Bogor. Tetapi
Pemerintah tetap harus memperhatikan risiko yang akan terjadi. Pemerintah perlu
melakukan survei dan pemeriksaan klinis di kawasan Pondok Rumput untuk
menelusuri apakah ada risiko terjadinya wabah. Kiriman unggas yang dipesan dari
luar daerah tempat pemesan perlu dipantau dan diperiksa. Hal ini dilakukan untuk
mencegah masuknya bibit endemik dari luar daerah (Yudhastuti dan Sudarmaji
2006).
2. Pengelola Tempat Potong Ayam Pondok Rumput
Para pengelola TPA Pondok Rumput hendaknya menerapkan sistem
biosekuriti yang baik di tempatnya masing-masing. Hal ini penting dilakukan
untuk mencegah terjadinya wabah Kasus AI di kawasan Pondok Rumput maupun
di daerah Kota Bogor. Apabila para pengelola tidak menerapkan sistem
biosekuriti, ada baiknya bila TPA bersedia untuk dipindahkan ke RPH Terpadu
Bubulak. Metode penerapan sistem biosekuriti terbukti efektif untuk memberantas
virus flu burung (Widyasari 2005).
Penerapan biosekuriti pada TPA adalah pemisahan ruang bersih dan ruang
kotor serta pemisahan pintu masuk ayam hidup dan pintu keluar karkas. Peralatan
yang digunakan juga sebaiknya diperhatikan. Pisau yang sudah berkarat ada
baiknya tidak digunakan kembali. Begitu juga dengan peralatan lain yang terbuat
dari besi dan sudah berkarat sebaiknya tidak digunakan lagi. Selain itu, higiene
untuk para pekerja juga perlu diperhatikan. Pemakaian masker dan sarung tangan
harus dilakukan agar para pekerja tidak memiliki risiko penyebaran virus.
Pihak pengangkut ayam menuju ke TPA Pondok Rumput juga patut
memperhatikan aspek biosekuriti untuk truk dan kandangnya. Pemberian
desinfektan secara teratur kepada kandang pengangkut serta truk berguna untuk
mencegah penularan virus yang berasal dari peternakan asal.
27
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pengangkutan ayam hidup memiliki risiko yang paling tinggi
dibandingkan risiko di daerah asal dan di TPA. Namun, risiko yang dikeluarkan
dinilai masih dapat ditoleransi ketika ditempatkan di matriks risiko. Peternakan
asal memiliki risiko yang dapat ditoleransi. Risiko keberadaan virus AI di TPA
Pondok Rumput tergolong dapat diterima.
Peran serta pemerintah penting dalam rangka pengawasan lalu lintas
penjualan ayam hidup. Penerbitan surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) dan
pengawasan secara rutin bisa digunakan untuk mengawasi lalu lintas penjualan
ayam. Selain itu pekerja TPA Pondok Rumput dan pihak pengangkut ayam hidup
patut memperhatikan aspek biosekuriti di masing-masing area guna mengurangi
penularan virus antar unggas maupun ke lingkungan.
Saran
Hasil penelitian ini masih perlu dilengkapi dengan beberapa data surveilens
terbaru dari setiap instansi yang menjadi sumber data sekunder.
DAFTAR PUSTAKA
Adinugraha Y. 2008. Sikap pengusaha terhadap rencana relokasi tempat
pemotongan ayam (kasus pengusaha pemotong ayam Kelurahan Kebon Pedes,
Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Andriani. 2003. Dekontaminasi karkas ayam menggunakan asam laktat dan asam
asetat pada penyimpanan dalam suhu kamar [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor
Baccarini D, Archer R. 2001. The risk ranking of projects: a methodology. Int. J.
Project Manag. 19:139-145.
Basri C, Sudarnika E. 2013. Faktor risiko terkait pengelolaan kesehatan unggas
terhadap infeksi virus Flu Burung di Tempat Penampungan Ayam. Jurnal
Veteriner.14(2): 197-203.
Basuno E. 2008. Review dampak wabah dan kebijakan pengendalian Avian
Influenza di Indonesia. AKP. 6: 314-334.
Beck JR, Swayne DE, Casavant S, Gutierrez S. 2003. Validation of egg yolk
antibody testing as a method to determine influenza status in White Leghorn
Hens. Avian Dis. 47: 1196–1199
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1999. SNI 01-6160-1999 : Tempat
Pemotongan Ayam.
Black R, Peter N, Ken Y. 2013. Risk based testing in action [Internet] Tersedia
pada:http://www.stickyminds.com/BetterSoftware/magazine.asp?fn=cifea&ac=
394 [diunduh 03 Januari 2014]
28
[BMKG] Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. 2014. Prakiraan cuaca
Provinsi Jawa Barat [internet] tersedia pada:
http://meteo.bmkg.go.id/prakiraan/provinsi/13 [diunduh 3 Maret 2014]
Boni, M. F., Galvani, A. P., Wickelgren, A. L., & Malani, A. 2013. Economic
epidemiology of avian influenza on smallholder poultry farms. Theoretical
population biology. 90:135-144.
[BPPV] Badan Penyidikan dan Pengujian Veteriner. 2013. Uji HI/HA. Subang
(ID): Badan Penyidikan dan Pengujian Veteriner.
[BPPV] Badan Penyidikan dan Pengujian Veteriner. 2013. Uji Isolasi. Subang
(ID): Badan Penyidikan dan Pengujian Veteriner.
Brown JD, Goekjian G, Poulson R, Valeika S, Stallknecht DE. 2009. Avian
influenza virus in water: infectivity is dependent on pH, salinity and
temperature. J Vet Microbiol. 136:20–26
Cardona C, Yee K, Carpenter T. 2009. Are Live Bird Markets Reservoirs of Avian
Influenza?. Poul sci. 4 (88): 856-859.
[CIDRAP] Center of Infectious Disease Research and Policy (US). 2007. Avian
Influenza (Bird Flu): Agricultural and Wildlife Considerations [Internet]
Tersedia pada : http://www.cidrap.umn.edu [diunduh 19 Januari 2014]
Damayanti R, Dharmayanti NLPI, Indriani R, Wiyono A, Adjid RMA. 2005.
Monitoring Kasus Penyakit Avian Influenza Berdasarkan Deteksi Antigen
Virus Subtipe H5N1 secara Imunohistokimiawi. JITV. 10(4): 322-330.
[Ditjennak] Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Update
Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI) pada Unggas Kondisi s/d 31
Desember 2012. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian RI.
[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2013. Laporan
Bulanan Perkembangan Kasus AI (Avian Influenza) pada unggas kondisi s/d
30 September 2013. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian RI.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2008. Bird flu situation in Indonesia
critical. [Internet]. Tersedia pada:
http://www.fao.org/newsroom/en/news/2008/1000813/index.html [diunduh 26
Jnuari 2014]
Hubbard D. 2009. The Failure of Risk Management:Why it's Broken and How to
Fix It. New Jersey (US): John Wiley & Sons.
Huminto H. 2005. Penerapan Biosecurity dan Pemberian Antiviral dalam Kasus
Flu Burung di Indonesia. Makalah pada: Seminar Flu Burung Konferensi
antar Kebun Binatang Dalam Negeri. Jakarta (ID).
Indriani R, Samaan G, Gultom A, Loth L, Indryani S, Adjid A, Dharmayanti
NLPI, Weaver J, Mumford E, Lokuge K, Kelly PM, Darminto. 2010.
Environmental sampling for avian influenza virus A (H5N1) in live-bird
markets, Indonesia. Emerg Infect Dis 16:1889–1895.
Indriani R, Dharmayanti NLPI, Syafriati T, Wiyono A, Adjid RMA. 2012.
Pengembangan Prototipe Vaksin Inaktif Avian Influenza (AI) H5N1 Isolat
Lokal dan Aplikasinya Pada Hewan Coba di Tingkat
Laboratoium. JITV. 17(4): 316-321.
Kennedy J, Gibney S, Nolan A, O’Brien S, McMahon AS, McDowell D, Wall PG.
2011. Identification of critical points during domestic food preparation: an
observational study. Br Food J., 113:766-83.
29
Naipospos TSP. 2006. Perangi flu burung dengan vaksinasi unggas. SINAR TANI
Edisi 19-25 April 2006
Naipospos TSP. 2011. Sinopsis Virus Kasus AI H5N1 [Internet]. Tersedia pada:
http://genetika21.wordpress.com/2006/10/12/ lima-tahun-bersama-flu-burung-
perjalanan-pengendalian-avian-influenza-di-Indonesia [diunduh 18 Agustus
2013]
Noreva P. 2012. Kepekaan Candida albicans yang diisolasi dari beberapa tempat
pemotongan unggas dan pasar tradidional terhadap obat anticendawan
ketokonazol, itrakonazol, dan griseofulvin [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
[OIE] Office Internationale et Epizootics. 2000. Highly Pathogenic Avian
influenza. Manual of standard diagnostic tests and vaccine [Internet]. Tersedia
pada: http://www.oie.int. pp. 1-16 [diunduh 29 Desember 2013]
[OIE] Office International et Epizootics. 2009. Highly Pathogenic Avian Influenza
[internet] Tersedia pada: http://www.oie.int/wahis/public.php?page=home
[diunduh 19 Feb 2014]
[OIE] Office International et Epizootics. 2013. Terestrial Animal Health Code
[Internet] Tersedia pada: http://www.oie.int/ international-standard-
setting/terrestrial-manual/access-online/ [diunduh 19 Agustus 2013]
Pribadi ES, Wiwiek R, Hidayat R. 2013. Rancang bangun model restrukturisasi
rantai pasok poultry berbasis bioskuriti untuk meminimalisir dampak avian
influenza dan keamanan konsumsi masyarakat. Bogor (ID): Pusat Kajian
Hewan Tropik Lembaga Penelitian dan Pengembangan IPB.
Puspita D. 2003. Analisis kesediaan masyarakat menerima dampak lingkungan
usaha pemotongan ayam di Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Ridwan Y, Sudarnika E, Lukman DW, Wibowo BA, Ilyas AZ, Basri C, Sugama A,
Hermans P, Neil AJ. 2010. Infrastructure, management, and production
performances of broiler farms in Cipunagara Subdistrict, Subang District, West
Java. Proceeding of the 1st South East Asia Veterinary School Association
Symposium.
Sudarnika E, Purnamawati A. 2008. Tata Laksana Peternakan Ayam Buras Rakyat
di Kabupaten Tasikmalaya. Proceeding of Joint Meeting ot The 3rd
International Meeting on Asia Zoo/Wildlife Medicine and Concervation
(AZWMC 2008) and The 10th
National Veterinary Scientific Conference of
IVMA (KIVNAS X PDHI 2008). Bogor, 19-21 Agustus 2008. hlm 298-301.
Setiawan I. 2011. Infection of Swine Influenza A H1N1 Triple-Reassortant
(rH1N1) Virus in Human. J Indonesian Med Assoc. 59(11).
Soejoedono RD, Handharyani E. 2005. Flu Burung. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Suartha, I. N., Suma Antara, I., Saka Wiryana, I. K., Sukada, I., Wirata, I. W.,
Ritha Krisna Dewi, N. M., & Kade Mahardika, I. 2010. Peranan Pedagang
Unggas dalam Penyebaran Virus Avian Influenza. Jurnal Veteriner, 11(4):
220-225
Swayne DE, Suarez LD. 2000. High pathogenic AI. Rev.Sci.Tech. 19:463-482
Swayne DE. 2004. AI, vaccine and control. Poultry sci. 83:79-81
30
Syafrison. 2011. Penilaian risiko kualitatif pemasukan virus avian influenza ke
zona sekitar kompartemen di Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Tabbu CR. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
Trofisa D. 2011. Kajian beban pencemaran dan daya tampung pencemaran S.
Ciliwung di segmen Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Vose D. 2008. Risk Analysis a Quantitative Guide. British (UK): Antony Rowe
Ltd.
Wibawan IWT. 2012. Manifestasi subklinik avian influenza pada unggas:
ancaman kesehatan dan penanggulangannya [orasi ilmiah]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Widyasari D. 2005. Pemberantasan flu burung (Avian influenza) melalui
penerapan biosecurity dan pengobatan antiviral di Taman Margasatwa
Ragunan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
[WHO] World Health Organitation. 2005. Highly pathogenic H5N1 avian
influenza outbreaks in poultry and in humans: Food safety implications.
[internet] tersedia pada: www.who.int/foodsafety [diunduh pada 19 Feb 2014]
[WHO] World Health Organitation. 2014. Avian influenza: food safety issues.
[internet].Tersedia pada:
http://www.who.int/foodsafety/micro/avian/en/index1.html [Diunduh pada 20
Jan 2014]
Woodruff JM. 2005. Consequence and likelihood in risk estimation: A matter of
balance in UK health and safety risk assessment practice. Safety Sci. 43: 345–
353 .
Yudhastuti R, Sudarmaji S. 2006. Mengenal flu burung dan bagaimana kita
menyikapinya. J Kes Ling. 2(2):183-194
31
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 26 November 1991 dari ayah I
Ketut Nuriasa dan ibu Luh Suciati. Penulis adalah putri pertama dari dua
bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 7 Bogor dan pada tahun
yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Ujian Tertulis Masuk IPB dan diterima di Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota Divisi Zoolipmask
IMAKAHI FKH IPB penulis juga aktif sebagai anggota Divisi Infokus dari
Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik. Penulis
pernah menjabat sebagai Ketua Seni STERIL Divisi Art And Edu FKH IPB.
Penulis merupakan delegasi FKH IPB pada kegiatan internasional IVSA
Indonesia exchange Bali 2013. Bulan Juli 2012 penulis melaksanakan Pengabdian
Masyarakat di Kudus, Jawa Tengah. Magang di beberapa tempat yang berkaitan
dengan dunia kedokteran hewan pernah penulis lakukan untuk menambah
pengalaman.