KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TRIWULAN II 2015
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi
Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan
KPW BI Provinsi NTT
Jl. Tom Pello No. 2 Kupang NTT
[0380] 832-047 ; fax : [0380] 822-103
www.bi.go.id
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |
ii
Kata Pengantar
Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting
dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter.
Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap
perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank
Indonesia dalam kaitan perumusan kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis
ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi
eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta
stakeholder lainnya.
Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup
Ekonomi Makro Regional, Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem
Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta Prospek Perekonomian Daerah
pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari
internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan,
oleh karena itu kami mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan
kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun
dalam bentuk saran, kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami
mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat terus
berlanjut di masa yang akan datang.
Kupang, Agustus 2015
Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Naek Tigor Sinaga
Deputi Direktur
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |
iii
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |
iv
Daftar Isi
Halaman Judul ------------------------------------------------------------------------------------------- i Kata Pengantar ------------------------------------------------------------------------------------------ ii Daftar Isi -------------------------------------------------------------------------------------------------- iii Daftar Grafik -------------------------------------------------------------------------------------------- v Daftar Tabel --------------------------------------------------------------------------------------------- viii Ringkasan Umum --------------------------------------------------------------------------------------- ix Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur ----------------------------- xii
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL 1.1 Kondisi Umum----------------------------------------------------------------------------- 1 1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaa -------------------------------------------- 3 1.2.1. Konsumsi ------------------------------------------------------------------------- 4 1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi ------------------------------- 6 1.2.3. Ekspor dan Impor --------------------------------------------------------------- 9 1.2.3.1 Ekspor dan Impor Antar Daerah ---------------------------------- 9 1.2.3.2 Ekspor dan Impor Luar Negeri ------------------------------------- 9 1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral ------------------------------------------------ 10 1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan -------------------------------- 11
1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial - 12 1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor - 13 1.3.4. Sektor-Sektor Lainnya ----------------------------------------------------------- 14 BOKS 1. Pembangunan Sumber Daya Air Untuk Mendukung Kedaulatan Pangan di Provnsi NTT ------------------------------------------ 16 BOKS 2. Penggunaan Regional Macroeconomic Model of Bank Indonesia (REMBI) dalam Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT -------------------- 18
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI 2.1. Kondisi Umum ------------------------------------------------------------------------- 20 2.2. Perkembangan Inflasi Berdasarkan Komoditas---------------------------------- 22 2.2.1. Bahan Makanan -------------------------------------------------------------- 24 2.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan -------------------------- 25 2.2.3. Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar ---------------------------- 25 2.2.4. Komoditas Lainnya ------------------------------------------------------------ 26 2.3. Perkembangan Disagregasi Inflasi NTT ------------------------------------------- 27 2.3.1 Volatile Foods ------------------------------------------------------------------- 27 2.3.2 Administered Prices ------------------------------------------------------------ 28 2.3.3 Inflasi Inti (Core) ---------------------------------------------------------------- 28 2.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota -------------------------------------------------------- 28 2.4.1 Inflasi Kota Kupang ------------------------------------------------------------ 28 2.4.2 Inflasi Kota Maumere -------------------------------------------------------- 29 2.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID ------------------------------------------ 31
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 3.1. Kondisi Umum ------------------------------------------------------------------------- 33 3.2. Perkembangan Kinerja Bank Umum ---------------------------------------------- 36 3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif --------------------------------------------------- 36
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |
v
3.2.2. Dana Pihak Ketiga ------------------------------------------------------------- 37 3.2.3. Penyaluran Kredit Pembiayaan ---------------------------------------------- 38 3.2.4. Kualitas Kredit ------------------------------------------------------------------ 40 3.2.5. Suku Bunga --------------------------------------------------------------------- 41 3.2.6. Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah -------------------------------- 41 3.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)---------------------------------- 42 3.4. Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau --------------------------------- 45 3.4.1. Pulau Flores ---------------------------------------------------------------------- 45 3.4.2. Pulau Sumba -------------------------------------------------------------------- 46 3.4.3. Pulau Timor ---------------------------------------------------------------------- 46 3.5. Sistem Pembayaran ------------------------------------------------------------------- 47 3.5.1 Transaksi Non Tunai ------------------------------------------------------------ 47 a. Transaksi Kliring (SKNBI)--------------------------------------------------- 47 b. Transaksi RTGS -------------------------------------------------------------- 48 3.5.2 Transaksi Tunai ------------------------------------------------------------------ 49 a. Aliran Uang Masuk dan Uang Keluar ---------------------------------- 49 b. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) ----------------------- 50 c. Temuan Uang Palsu (Upal) ------------------------------------------------ 50 BOKS 3. Pengungkapan Kasus Pengedaran Uang Palsu di Kabupaten Nagada Serta Penandatanganan Kesepakatan Bersama antara KPW BI Provinsi NTT dan Kepolisian Daerah NTT ----------------------------------- 51
BAB IV KEUANGAN PEMERINTAH 4.1 Kondisi Umum -------------------------------------------------------------------------- 55 4.2 Pendapatan Daerah -------------------------------------------------------------------- 57 4.3 Belanja Daerah ------------------------------------------------------------------------- 58 BOKS 4. Realisasi Dana Desa Tahun 2015 di Provinsi NTT ------------------------- 63
BAB V KESEJAHTERAAN DAN KETENAGAKERJAAN 5.1 Kondisi Umum -------------------------------------------------------------------------- 65 5.2 Perkembangan Indeks Kebahagiaan Hidup --------------------------------------- 65 5.3 Perkembangan Kesejahteraan ------------------------------------------------------- 67 5.3.1 Tingkat Kemiskinan ------------------------------------------------------------ 67 5.3.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) ----------------------------------- 67 5.4 Kondisi Ketenagakerjaan Umum ---------------------------------------------------- 68
5.4.1 Kondisi Ketenagakerjaan Sektor Industri Manufaktur Besar/ Sedang --------------------------------------------------------------------------- 69
5.4.2 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) ------------------------------- 70
BAB VI OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH 6.1 Pertumbuhan Ekonomi ---------------------------------------------------------------- 71 6.1.1 Sisi Sektoral ---------------------------------------------------------------------- 72 6.1.2 Sisi Penggunaan ---------------------------------------------------------------- 74 6.2 Inflasi -------------------------------------------------------------------------------------- 75 BOKS 5. Rencana Pembangunan Proyek 35000 MW di Provinsi NTT ----------- 77
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |
vi
Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional------ ----------------------------------------- 2 Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT,Bali, NTB & Nasional----- 2 Grafik 1.3 Indeks Riil Penjualan Eceran Triwulan II 2015 -------------------------- 4 Grafik 1.4 Rincian Pertumbuhan Triwulanan Penjualan Eceran ----------------- 4 Grafik 1.5 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga ---------------------- 5 Grafik 1.6 Indeks Tendensi Konsumen ------------------------------------------------ 5 Grafik 1.7 Indeks Kegiatan Dunia Usaha --------------------------------------------- 6 Grafik 1.8 Penyaluran Kredit Konsumsi ----------------------------------------------- 6 Grafik 1.9 Realisasi Investasi Penanaman Modal Asing & PMDN---------------- 8 Grafik 1.10 Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT --------------------------------- 8 Grafik 1.11 Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi ------------ 8 Grafik 1.12 Realisasi Dana Masuk/Keluar Provinsi NTT dalam RTGS---- --------- 8 Grafik 1.13 Perkembangan Peti Kemas------------------------------------------------- 9 Grafik 1.14 Aktivitas Bongkar Muat ----------------------------------------------------- 9 Grafik 1.15 Ekspor Impor Antar Negara ------------------------------------------------ 10 Grafik 1.16 Negara Tujuan Ekspor NTT ------------------------------------------------- 10 Grafik 1.17 Perkembangan Survei Kegiatan Dunia Usaha Sektor Pertanian --- 11 Grafik 1.18 Pengiriman Ternak ----------------------------------------------------------- 11 Grafik 1.19 Perkembangan Kredit Pertanian ------------------------------------------ 12 Grafik 1.20 Perkembangan Nilai Tukar Petani ---------------------------------------- 12 Grafik 1.21 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah --------------------------------- 13 Grafik 1.22 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan ----------------- 13 Grafik 1.23 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan ---------------------------- 13 Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan ---------------------------- 13 Grafik 1.25 Perkembangan Tamu Hotel ------------------------------------------------ 15 Grafik 1.26 Perkembangan Penumpang Bandara ------------------------------------ 15 Grafik 2.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional ------------------------------ 21 Grafik 2.2 Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional --------------------------- 21 Grafik 2.3 Perbandingan Inflasi Tahunan dan Triwulanan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara ----------------------------------------------------------- 21 Grafik 2.4 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan ---------------------------------------- 24 Grafik 2.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas -------------------------------------------------------- 24 Grafik 2.6 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan ----- 25 Grafik 2.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas -------------------- 25 Grafik 2.8 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan ----------------------- 26 Grafik 2.9 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per Sub Kelompok Komoditas --------------------------- 26 Grafik 2.10 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur --------------------------------------------- 27 Grafik 2.11 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur --------------------------------------------- 27 Grafik 2.12 Inflasi Tahunan Kota Kupang --------------------------------------------- 29 Grafik 2.13 Inflasi Triwulanan Kota Kupang ------------------------------------------ 29
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |
vii
Grafik 2.14 Inflasi Bulanan Kota Kupang ---------------------------------------------- 29 Grafik 2.15 Inflasi Tahunan Kota Maumere ------------------------------------------ 30 Grafik 2.16 Inflasi Triwulanan Kota Maumere --------------------------------------- 30 Grafik 2.17 Inflasi Bulanan Kota Maumere -------------------------------------------- 30 Grafik 3.1 Perkembangan Kinerja Perbankan ---------------------------------------- 34 Grafik 3.2 Perkembangan LDR & NPL -------------------------------------------------- 34 Grafik 3.3 Perkembangan SKNBI -------------------------------------------------------- 35 Grafik 3.4 Penyumbang Aset Berdasarkan Jenis Bank ----------------------------- 37 Grafik 3.5 Pertumbuhan Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu ----------- 38 Grafik 3.6 DPK Berdasarkan Golongan Nasabah ------------------------------------- 38 Grafik 3.7 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) ----------------------------------- 38 Grafik 3.8 Komposisi DPK ----------------------------------------------------------------- 38 Grafik 3.9 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan ----------------- 40 Grafik 3.10 Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan --------------------- 40 Grafik 3.11 Lima Sektor Utama Pendorong Kredit ---------------------------------- 40 Grafik 3.12 Kredit, NPL dan BI Rate ----------------------------------------------------- 41 Grafik 3.13 Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga ---------------------- 41 Grafik 3.14 Perkembangan UMKM ----------------------------------------------------- 42 Grafik 3.15 Perkembangan UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan ------------- 42 Grafik 3.16 Komposisi DPK BPR ---------------------------------------------------------- 44 Grafik 3.17 Pertumbuhan DPK BPR ----------------------------------------------------- 44 Grafik 3.18 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi ------------------------------- 45 Grafik 3.19 NPL Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi -------------------------- 45 Grafik 3.20 Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau ------------- 45 Grafik 3.21 Komposisi DPK di Pulau Flores -------------------------------------------- 46 Grafik 3.22 Komposisi Kredit di Pulau Flores ------------------------------------------ 46 Grafik 3.23 Komposisi DPK di Pulau Sumba ------------------------------------------- 46 Grafik 3.24 Komposisi Kredit di Pulau Sumba ---------------------------------------- 46 Grafik 3.25 Komposisi DPK di Pulau Timor -------------------------------------------- 47 Grafik 3.26 Komposisi Kredit di Pulau Timor ------------------------------------------ 47 Grafik 3.27 Perkembangan SKNBI NTT ------------------------------------------------- 48 Grafik 3.28 Perkembangan SKNBI Nasional ------------------------------------------- 48 Grafik 3.29 Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Volume ------------------------- 48 Grafik 3.30 Perkembangan SKNBI NTT Berdasarkan Nominal --------------------- 48 Grafik 3.31 Perkembangan Transaksi Tunai ------------------------------------------- 49 Grafik 3.32 Perkembangan Arus Uang tunai (Inflow-Outflow) ------------------- 49 Grafik 3.33 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di NTT --------------- 50 Grafik 3.34 Perkembangan Uang Palsu (UPAL) di NTT ------------------------------ 50 Grafik 4.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur --------------------- 55 Grafik 4.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT 56 Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT ------------------------------------------------ 56 Grafik 4.4 Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT --------- 57 Grafik 4.5 Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT 57 Grafik 4.6 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT ----------------------------------------------------------------- 59 Grafik 4.7 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT ---------------------- 59 Grafik 4.8 Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT ---------------------- 59
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |
viii
Grafik 4.9 Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur ----------------------------------------- 60 Grafik 4.10 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur ------------------ 60 Grafik Boks 4.1 Mekanisme Pencairan Dana Desa ----------------------------------- 63 Grafik 5.1 Tingkat Kepuasan Hidup Terhadap 10 Aspek Kehidupan ------------ 66 Grafik 5.2 Perbandingan Prosentase Kemiskinan Prov. NTT dan Nasional ------ 67 Grafik 5.3 Sepuluh Daerah dengan Prosentase Kemiskinan Tertinggi ----------- 67 Grafik 5.4 Perkembangan Nilai Tukar Petani di Provinsi NTT ---------------------- 68 Grafik 5.5 Perkembangan Angkatan Kerja -------------------------------------------- 69 Grafik 5.6 Struktur Pekerjaan di NTT ---------------------------------------------------- 69 Grafik 5.7 Porsi Penyerapan Pekerja IBS ----------------------------------------------- 69 Grafik 5.8 Produktivitas Pekerja IBS ---------------------------------------------------- 69 Grafik 5.9 Perkembangan Indikator Jumlah Karyawan ----------------------------- 70 Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur --------------- 71 Grafik 6.2. Perkembangan Kegiatan Usaha ------------------------------------------ 73 Grafik 6.3. Perkembangan Harga Jual ------------------------------------------------- 73 Grafik 6.4. Indeks Tendensi Konsumen ------------------------------------------------ 74 Grafik 6.5. Perkembangan Survei Konsumen ---------------------------------------- 74 Grafik 6.6. Perkembangan inflasi tahunan (yoy) ------------------------------------- 76 Grafik 6.7. Perkembangan Ekspektasi Konsumen ----------------------------------- 76
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |
ix
Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II 2015 ---- 4 Tabel 1.2 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi TW-II 2015 ------- 10 Tabel Boks 2.1 Dampak Simulasi Shock 4 Triwulan Model Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap Perekonomian di Provinsi NTT tahun 2015 ---------------------------------------------------------------- 18 Tabel Boks 2.2 Dampak Simulasi Shock 4 Triwulan Model Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap Perekonomian di Provinsi NTT tahun 2016 ---------------------------------------------------------- 18 Tabel 2.1 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT -------------- 22 Tabel 2.2 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT ------------- 23 Tabel 2.3 Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas ----------- 23 Tabel 2.4 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas --------- 29 Tabel 2.5 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas ------- 31 Tabel 3.1 Perkembangan BI-RTGS ----------------------------------------------------- 35 Tabel 3.2 Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat ---------------------- 43 Tabel Boks 3.1 Ciri Ciri Keaslian Uang Rupiah -------------------------------------- 51 Tabel Boks 3.2 Nota Kesepahaman Dalam Rangka Mendukung Tugas Bank Indonesia ----------------------------------------------------------- 52 Tabel 4.1 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT ---------------------------------------------------------------- 60 Tabel 4.2 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur --- 61 Tabel Boks 4.1 Proyeksi Penerimaan Dana Desa di Setiap Kabupaten/ Kota Tahun 2016/2017 ------------------------------------------------- 62 Tabel Boks 4.2 Realisasi Pencairan Dana Desa Tahap Pertama ------------------- 63 Tabel 5.1 Indeks Ketenagakerjaan NTT ----------------------------------------------- 70
Gambar Boks 1.1 Rencana Pembangunan Waduk di Nusa Tenggara Timur -- 17 Gambar 2.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan II 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID ------------------------------------------------------- 32 Gambar 6.1 Perkiraan Curah Hujan Bulan Agustus -- ------------------------------ 72 Gambar 6.2 Perkiraan Curah Hujan Bulan September ----------------------------- 72 Gambar Boks 5.1. Rencana Investasi Kelistrikan Pulau Sumba -------------------- 77 Gambar Boks 5.2. Rencana Investasi Kelistrikan Pulau Flores --------------------- 78
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |
x
Ringkasan Umum
KER Provinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan II-2015
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan II-2015 tumbuh sebesar 5,03% (yoy)
atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (4,64%-yoy). Angka pertumbuhan
pada triwulan-II 2015 ini masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang tumbuh hanya
sebesar 4,67% (yoy). Sementara itu pertumbuhan ekonomi secara triwulanan juga
mengalami peningkatan. Jika pada triwulan sebelumnya pertumbuhan ekonomi tercatat
minus 4,79% (qtq), maka pada triwulan laporan, perekonomian tumbuh melesat dan
mencapai angka 4,24% (qtq).
Peningkatan perekonomian di Provinsi NTT pada triwulan II-2015 terutama
didorong oleh kenaikan realisasi belanja pemerintah, investasi dan peningkatan konsumsi
masyarakat. Di sisi lain, tingginya ketergantungan terhadap impor barang antar daerah,
masih menjadi penghambat utama pertumbuhan ekonomi.
Dari sisi sektoral, tibanya musim panen raya dan mulai terealisasikannya kegiatan
investasi menjadi pendorong utama dari tumbuhnya sektor pertanian, sektor
perdagangan besar dan eceran, dan sektor konstruksi. Sementara itu, pertumbuhan di
sektor real estate, terutama didorong oleh mulai dilaksanakannya pembangunan
program seribu rumah. Seiring dengan itu, mulai berakhirnya musim penghujan serta
adanya pelonggaran kebijakan pemerintah terhadap penyelenggaraan rapat di hotel
mengakibatkan meningkatnya kinerja di sektor akomodasi dan makan minum. Di sisi
lain, satu-satunya sektor ekonomi yang mengalami penurunan adalah jasa keuangan dan
asuransi. Hal ini tercermin dari penurunan pendapatan sekunder yang menyebabkan
turunnya nilai tambah bruto perbankan di triwulan II 2015.
Perkembangan inflasi Provinsi NTT pada triwulan II 2015 tercatat sebesar 6,01%
(yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (5,39%). Meskipun demikian,
jika dibandingkan dengan inflasi nasional (7,26%), inflasi NTT masih tetap lebih rendah.
Peningkatan inflasi selama periode laporan terutama disebabkan oleh komoditas
administered prices, yaitu kenaikan tarif angkutan udara seiring banyaknya long
weekend dan tibanya liburan sekolah. Di samping itu, naiknya harga BBM pada bulan
Maret dan April memberikan dampak lanjutan kepada pembentukan inflasi di triwulan
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |
xi
laporan. Selain komoditas administered prices, inflasi juga didorong oleh naiknya harga
komoditas volatile food, seperti telur dan daging ayam ras dikarenakan adanya kenaikan
harga pakan ayam dan proses peremajaan ayam petelur.
Dalam rangka pengendalian inflasi daerah, TPID Provinsi telah melakukan
berbagai langkah pengendalian antara lain dengan melaksanakan serangkaian kegiatan
rapat koordinasi di tingkat teknis, antar daerah maupun High Level Meeting (HLM) yang
langsung dipimpin oleh Gubernur. Beberapa strategi pengendalian inflasi yang berhasil
dirumuskan, yaitu: 1) Menjaga ketersediaan barang dan mempercepat distribusi barang,
2) Mengendalikan tarif angkutan, 3) Menyediakan informasi produksi, pasokan (stok)
dan harga barang pokok, 4) Mengefektifkan TPID untuk memantau pasokan, distribusi
dan harga, 5) Pengelolaan ekspektasi masyarakat, serta 6) Membentuk pos pengaduan
yang menampung keluhan terkait bahan pokok dan ketersediaan BBM (Call Center).
Perlambatan kinerja perbankan di Provinsi NTT pada periode Triwulan II 2015
masih berlanjut, namun tidak sedalam yang terjadi di tingkat nasional. Beberapa
indikator yang mencerminkan kondisi tersebut, antara lain melambatnya pertumbuhan
aset, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), maupun penyaluran kredit. Meskipun
kualitas kredit sedikit mengalami penurunan, namun masih berada dibawah ambang
batas aman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Kinerja sistem pembayaran tunai maupun non tunai di Provinsi NTT pada Triwulan
II 2015 secara umum mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini tercermin dari
meningkatnya indikator pembayaran tunai maupun transaksi non tunai (Real Time Gross
Settlement-RTGS), seiring dengan peningkatan aktivitas perekonomian.
Selama triwulan-II 2015, pagu anggaran belanja Pemerintah Pusat di Provinsi NTT
pada APBN-P mengalami peningkatan sebesar 28,3% (Rp 2,4 triliun) dibandingkan
dengan perencanaan awal (APBN) yang sebagian besar dialokasikan untuk
pengembangan sektor infrastruktur, fasilitas di PTN dan alokasi untuk dana desa. Secara
total pagu belanja pemerintah (pusat dan daerah) selama tahun 2015 sebesar Rp 31,08
triliun atau meningkat 13,74% dibandingkan tahun sebelumnya.
Realisasi pendapatan pemerintah (pusat dan daerah) hingga triwulan-II 2015
mencapai angka 53,3%, terutama berasal dari realisasi Dana Alokasi Umum (DAU). Di sisi
lain, realisasi belanja pemerintah masih relatif rendah, baru mencapai angka 23,9%.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |
xii
Rendahnya realisasi ini terjadi seiring dengan adanya beberapa kendala yang muncul,
seperti permasalahan numenklatur yang masih terjadi di beberapa Kementerian, masih
belum selesainya proses lelang di berbagai proyek, kontraktor yang tidak mencairkan
anggaran sesuai dengan termin proyek, penolakan pegawai untuk menjadi Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) dan permasalahan administrasi proyek yang cukup panjang.
Angka kemiskinan diperkirakan sedikit meningkat yang tercermin dari penurunan
indikator nilai tukar petani (NTP). Sementara itu, kondisi tenaga kerja hingga bulan
Februari 2015 menunjukkan perlambatan. Hingga akhir triwulan II 2015, kondisi
ketenagakerjaan diprediksi masih relatif rendah seiring dengan penurunan indeks tenaga
kerja dalam SKDU dan industri manufaktur. Indeks Kebahagiaan di Provinsi NTT sebagai
indikator kesejahteraan lainnya tercatat sebesar 66,22, masih dibawah nilai indeks
nasional yang sebesar 68,28. Tingkat kepuasan penduduk NTT terhadap keharmonisan
keluarga menjadi yang paling tinggi (78,31), sementara yang paling rendah adalah aspek
pendidikan (56,05).
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada Triwulan-III 2015 diperkirakan kembali
mengalami peningkatan dan tumbuh pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy). Secara sektoral,
sumber pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh sektor Administrasi
Pemerintahan, Konstruksi dan Jasa Pendidikan. Di sisi lain, ancaman kekeringan sebagai
dampak El Nino diperkirakan tidak terlalu signifikan terhadap sektor pertanian mengingat
sudah terlewatinya puncak musim panen. Sementara dari sisi penggunaan, dorongan
pertumbuhan ekonomi diperkirakan berasal dari meningkatnya konsumsi pemerintah
dan naiknya investasi.
Perkembangan inflasi pada triwulan-III 2015 diperkirakan masih mengalami
peningkatan dan berada pada kisaran 6,8% - 7,2% (yoy). Naiknya angka inflasi tersebut
terutama didorong oleh masih tingginya tarif angkutan udara sebagai dampak dari
perayaan hari besar keagamaan (Idul Fitri) dan masa liburan sekolah. Selain itu, harga
beras diperkirakan mulai merangkak naik seiring dengan berakhirnya masa panen,
ditambah dengan kemungkinan semakin memburuknya persepsi terhadap dampak El
Nino. dan makin gencarnya upaya pengadaan beras oleh Bulog sehingga harga bertahan
pada level yang tinggi.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |
xiii
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |
xiv
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
I. EKONOMI MAKRO REGIONAL
2015Q1
II IV I II % qtq*) %yoy**)
Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 61,325.5 68,602.6 16,648.7 18,059.0 17,469.2 18,483.6 4.2% 5.0%
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 18,272.4 20,446.9 5,120.0 5,042.5 5,367.8 5,695.8 4.7% 3.0%
Pertambangan dan Penggalian 894.2 1,070.3 264.7 305.6 273.8 324.3 16.7% 5.9%
Industri Pengolahan 758.8 843.7 200.8 231.6 215.7 222.4 1.8% 4.5%
Pengadaan Listrik dan Gas 23.6 31.5 7.7 9.5 8.9 9.4 4.9% 6.8%
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 41.8 45.5 11.0 11.9 11.0 11.5 4.2% 4.0%
Konstruksi 6,344.8 7,096.0 1,712.0 1,907.5 1,700.5 1,899.0 9.8% 5.5%
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 6,570.5 7,285.7 1,785.9 1,893.6 1,872.5 1,998.3 5.3% 6.5%
Transportasi dan Pergudangan 3,195.3 3,566.9 861.3 974.6 904.2 955.5 3.5% 5.7%
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 367.8 422.4 101.2 116.8 105.7 116.2 8.7% 6.2%
Informasi dan Komunikasi 4,660.2 5,134.4 1,254.3 1,337.5 1,276.4 1,322.7 3.4% 6.3%
Jasa Keuangan dan Asuransi 2,389.3 2,714.9 662.2 731.9 725.1 706.4 -4.0% 1.1%
Real Estate 1,705.5 1,860.9 449.7 496.4 464.3 496.0 5.6% 4.0%
Jasa Perusahaan 188.5 210.9 51.3 55.8 54.4 57.7 3.7% 5.1%
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 7,592.1 8,392.7 1,940.9 2,278.5 2,091.0 2,161.9 1.9% 7.7%
Jasa Pendidikan 5,679.6 6,568.2 1,518.7 1,880.4 1,650.5 1,707.0 0.8% 5.9%
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,279.7 1,414.6 339.9 394.6 359.9 393.3 7.2% 5.9%
Jasa lainnya 1,361.3 1,497.0 367.1 390.4 387.5 406.1 3.3% 4.8%
Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku) 61,325.5 68,602.6 16,648.7 18,059.0 17,469.2 18,483.6 4.24% 5.03%
1. Konsumsi Rumah Tangga 47,277.1 51,082.8 12,632.6 13,460.9 13,140.5 13,758.8 3.3% 6.5%
2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT) 1,868.3 2,323.8 622.4 580.7 536.5 603.8 10.9% -7.7%
3. Konsumsi Pemerintah 16,400.3 21,055.6 4,914.2 5,676.7 2,544.0 4,922.3 89.9% 5.6%
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 20,620.3 26,393.0 5,655.7 8,070.4 7,156.1 7,841.7 4.8% 28.3%
5. Perubahan Inventori 1,094.3 994.3 252.4 277.4 48.3 149.7 206.2% -50.6%
6. Ekspor Luar Negeri 1,196.3 1,382.3 298.0 391.7 363.0 379.2 -0.6% 27.7%
7. Impor Luar Negeri 923.5 1,103.2 318.5 452.1 51.4 141.5 173.8% -58.4%
8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor) -26,207.7 -33,526.0 -7,408.1 -9,946.7 -6,267.9 -9,030.4 34.0% 26.0%
Data Ekspor Impor di Provinsi NTT
Ekspor
Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD) 21,613 18,410 4,820 4,722 4,452 6,595 48.1% 36.8%
Volume Ekspor Nonmigas (ton) 52,372 61,410 18,179 13,620 11,490 17,277 50.4% -5.0%
Impor
Nilai Impor Nonmigas (ribu USD) 15,437 26,013 10,011 11,736 167 3,653 2087.4% -68.9%
Volume Impor Nonmigas (ton) 48,712 76,708 1,068 10,626 267 1,503 462.9% -85.9%
Ket: Dalam Rp Miliar
*) Pertumbuhan 2015Q2 dibandingkan 2015Q1
**) Pertumbuhan 2015Q2 dibandingkan 2014Q2
***) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan
INDIKATOR 20132014 2015Q2
2014
II. INFLASI
I II III IV I II III IV I II
Indeks Harga Konsumen
NTT 104.41 104.78 108.66 110.58 112.52 113.27 113.15 119.15 118.59 120.07
- Kota Kupang 104.56 104.91 108.85 110.84 112.91 113.63 113.50 120.06 119.47 121.09
- Maumere 103.39 103.96 107.42 108.85 110.00 110.93 110.85 113.20 112.81 113.42
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)
NTT 7.11 5.26 8.29 8.41 7.78 8.10 4.13 7.76 5.39 6.01
- Kota Kupang 7.06 5.56 8.88 8.84 7.99 8.31 4.27 8.32 5.81 6.57
- Maumere 7.38 3.73 5.32 6.24 6.39 6.70 3.19 4.00 2.55 2.24
INDIKATOR2013 20152014
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TRIWULAN II 2015 |
xv
II. PERBANKAN
I II III IV I II III IV I II
A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)
1. Total Aset 22,434 25,600 21,017 21,291 22,055 22,434 23,316 26,398 27,114 25,600 29,877 29,877
2. DPK 16,402 18,571 15,351 15,836 15,923 16,402 17,078 18,791 19,092 18,571 19,798 21,764
- Giro 2,917 3,717 3,781 3,999 3,903 2,917 4,137 5,516 5,091 3,717 5,474 6,379
- Tabungan 9,933 10,385 7,575 7,751 8,029 9,933 8,577 8,568 9,041 10,385 9,092 9,149
- Deposito 3,552 4,469 3,995 4,087 3,990 3,552 4,363 4,707 4,960 4,469 5,232 6,236
3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek 15,624 17,759 13,546 14,528 15,276 15,624 15,756 16,652 17,220 17,759 16,907 17,845
- Modal Kerja 4,447 5,316 3,480 3,949 4,269 4,447 4,439 4,881 5,122 5,316 5,011 5,392
- Investasi 1,412 1,537 1,141 1,270 1,358 1,412 1,344 1,444 1,444 1,537 1,260 1,303
- Konsumsi 9,765 10,905 8,925 9,309 9,649 9,765 9,972 10,326 10,654 10,905 10,636 11,150
4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 14,918 17,094 12,844 13,862 14,568 14,918 15,071 15,947 16,532 17,094 17,226 18,198
- Modal Kerja 4,340 5,252 3,439 3,889 4,172 4,340 4,322 4,742 5,008 5,252 5,218 5,626
- Investasi 1,150 1,309 831 1,008 1,095 1,150 1,115 1,201 1,235 1,309 1,318 1,359
- Konsumsi 9,427 10,534 8,574 8,965 9,301 9,427 9,634 10,004 10,289 10,534 10,690 11,212
LDR (%) 91.0% 92.0% 83.7% 87.5% 91.5% 91.0% 88.3% 84.9% 86.6% 92.0% 87.0% 83.6%
Kredit UMKM 4,007 5,162 3,294 3,741 3,889 4,007 4,185 4,753 5,000 5,162 5,234 5,611
B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)
Total Aset 337 415 254 263 303 337 343 355 374 415 437 454
Dana Pihak Ketiga 248 309 182 184 211 248 250 257 275 309 311 331
LDR (%) 84.3% 79.4% 81.4% 84.6% 83.9% 84.3% 82.6% 85.6% 84.1% 79.40% 80.5% 82.4%
C. Grand Total (A+B) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)
1. Total Aset 22,771 26,016 21,271 21,555 22,357 22,771 23,660 26,753 27,487 26,016 30,314 30,331
2. Dana Pihak Ketiga 16,649 18,880 15,533 16,020 16,134 16,649 17,328 19,048 19,367 18,880 20,109 22,095
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang 15,174 17,413 13,025 14,074 14,810 15,174 15,341 16,241 16,838 17,413 17,556 18,547
D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total
1. Total Aset (%) 1.5% 1.6% 1.2% 1.2% 1.4% 1.5% 1.5% 1.3% 1.4% 1.6% 1.4% 1.5%
2. Dana Pihak Ketiga (%) 1.5% 1.6% 1.2% 1.1% 1.3% 1.5% 1.4% 1.4% 1.4% 1.6% 1.5% 1.5%
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%) 1.7% 1.8% 1.4% 1.5% 1.6% 1.7% 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.9% 1.9%
III. SISTEM PEMBAYARAN
I II III IV I II III IV I II
Transaksi Tunai
Inflow (Rp. Triliun) 3.2 3.4 1.4 0.6 0.8 0.4 1.4 0.7 0.8 0.5 1.8 0.5
Outflow (Rp. Triliun) 4.7 4.6 0.4 1.0 1.4 1.9 0.3 0.8 1.3 2.1 0.4 0.9
Uang Palsu (lembar) 37 72 8 7 15 7 14 11 39 8 27 22
Transaksi Non Tunai
BI-RTGS
To NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) 80.03 93 13.31 22.75 17.78 26.20 14.18 13.05 29.84 35.63 34.61 43.75
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) 29,516 33,747 5,687 6,142 8,209 9,478 7,809 7,868 8,776 9,294 5,984 6,086
From NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) 91 89 22.69 21.88 20.72 25.50 17.19 20.60 24.09 26.83 31.69 40.04
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) 46,994 42,931 9,704 9,333 12,630 15,327 10,696 10,475 10,707 11,053 6,013 6567
Net To-From NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) -11 4 -9.38 0.87 -2.94 0.70 -3.00 -7.54 5.75 8.80 2.92 -3.71
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) -17,478 -9,184 -4,017 -3,191 -4,421 -5,849 -2,887 -2,607 -1,931 -1,759 -29 481
Kliring
Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun) 3.13 3.79 0.66 0.70 0.81 0.96 0.84 0.85 0.91 1.19 0.99 0.93
Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat) 139,007 152,284 31,839 32,715 34,848 39,605 34,677 36,188 37,809 43,610 39,971 40,708
Cek/BG Kosong 948 897 213 251 228 256 179 175 276 267 300 254
INDIKATOR2013
2013
20132014
2014INDIKATOR2013
2015
2015
20142014
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 1
EKONOMI MAKRO REGIONAL
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT mengalami kenaikan seiring dengan
meningkatnya penyerapan anggaran pemerintah, walaupun masih relatif
rendah. Proyek pembangunan juga sudah mulai berjalan serta terjadi
peningkatan daya beli. Tingginya ketergantungan pemenuhan barang dari
daerah lain masih menjadi penghambat utama pertumbuhan ekonomi di
Provinsi NTT
Pertumbuhan Ekonomi NTT pada triwulan II-2015 mencapai 5,03% (yoy)
meningkat dibanding pertumbuhan ekonomi di triwulan sebelumnya.
Dibanding nasional, pertumbuhan ekonomi NTT masih relatif lebih tinggi
seiring dengan tingginya peningkatan pagu belanja pemerintah hingga
13,74%.
Secara triwulanan, pertumbuhan ekonomi terlihat dari peningkatan
aktivitas ekonomi. Penyerapan anggaran pemerintah sudah mulai
menunjukkan peningkatan walaupun masih relatif rendah dikarenakan
masalah numenklatur yang belum selesai sepenuhnya.
1.1 Kondisi Umum
Kondisi ekonomi Provinsi NTT pada triwulan II 2015 mulai
menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan. Daya beli masyarakat sudah
mulai menunjukkan perbaikan, setelah cenderung melemah di triwulan sebelumnya.
Penyerapan realisasi belanja pemerintah juga mulai meningkat setelah terhambat
oleh permasalahan numenklatur yang hingga saat ini masih belum sepenuhnya
selesai. Proyek investasi terus menunjukkan peningkatan terutama didorong oleh
investasi pemerintah pusat yang meningkat hingga 54,81% dibanding tahun
sebelumnya. Dengan semangat percepatan realisasi investasi pemerintah yang
menitik beratkan pada permasalahan sumber daya air dan konektivitas, maka
setidaknya di tahun 2016, hasil dari investasi sudah dapat kita rasakan dari perluasan
area tanam pertanian, maupun kemudahan transportasi dan logistik yang ada.
Permasalahan yang masih dirasakan adalah besarnya ketergantungan
Provinsi NTT terhadap pemenuhan kebutuhan hidup dan pembangunan dari
luar NTT. Dengan total net impor antar daerah yang mencapai Rp 9 triliun di
triwulan II 2015, maka manfaat atas tingginya pertumbuhan investasi tidak dapat
sepenuhnya dirasakan karena pemenuhan kebutuhan investasi yang sebagian besar
berasal dari Luar NTT. Adanya rencana pembangunan pabrik semen kupang tiga
dengan kapasitas mencapai 1,5 juta ton per tahun patut menjadi perhatian dan
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 2
dikawal sepenuhnya, agar impor semen yang tiap tahun mencapai lebih dari satu
triliun rupiah dapat berkurang. Peningkatan produksi semen juga dapat
meningkatkan ekspor NTT dikarenakan potensi kelebihan pasokan yang terjadi.
Adanya penambahan pusat perbelanjaan baru akan meningkatkan kinerja sektor
perdagangan. Namun demikian, pemenuhan barang yang sebagian besar berasal
dari Luar NTT akan berdampak kurang bagus terhadap perekonomian karena
meningkatkan impor antar daerah. Penguatan sektor sekunder yang diikuti dengan
kebijakan yang pro usaha lokal perlu diperkuat, agar masyarakat NTT tidak hanya
menjadi obyek pasar tetapi juga subyek dan pelaku ekonomi di daerahnya.
Grafik 1.1. PDRB (ADHB dan Pertumbuhan
PDRB Tahunan Provinsi NTT dibanding Nasional
Grafik 1.2. PDRB dan Pertumbuhan PDRB
Provinsi NTT, Bali, NTB dan Nasional
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan II 2015 mencapai 5,03%,
lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 4,67%.
Adanya perbaikan daya beli dan mulai berjalannya investasi menjadi penyebab
utama peningkatan pertumbuhan ekonomi. Total PDRB pada triwulan II 2015
mencapai Rp 18,48 triliun.
Dibanding Bali dan NTB, Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT secara
tahunan masih menjadi yang terendah dengan pertumbuhan sebesar 5,03%.
Struktur ekonomi yang masih mengandalkan pertanian konvensional dan tingginya
ketergantungan impor dari daerah lain menjadi penghambat utama pertumbuhan
ekonomi NTT. Provinsi NTB pada triwulan II 2015 mencapai pertumbuhan ekonomi
tertinggi di Indonesia sebesar 16,9% (yoy) yang terutama disebabkan oleh
meningkatnya kinerja tambang setelah di tahun sebelumnya masih terkena dampak
larangan ekspor komoditas tambang. Provinsi Bali masih mampu tumbuh sebesar
6% (yoy) walaupun relatif melambat dibanding pertumbuhan ekonomi dalam dua
tahun terakhir. Perlambatan pertumbuhan ekonomi lebih disebabkan oleh
melemahnya perekonomian daerah asal wisatawan yang masuk ke Provinsi Bali.
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 3
Secara fundamental, pertumbuhan ekonomi masih relatif tinggi seiring dengan
masih cukup tingginya kunjungan wisata dan pembangunan fisik hotel serta sarana
penunjang wisata. Sektor pertanian juga mampu tumbuh cukup tinggi seiring
dengan cukup berhasilnya pengembangan di sektor pertanian.
Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi di NTT mampu tumbuh paling
tinggi dibanding Provinsi NTB dan Bali. Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada
triwulan II 2015 sebesar 4,2% (qtq), lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi
Provinsi NTB yang sebesar 3,8% (qtq) dan Provinsi Bali yang sebesar 2,9% (qtq).
Kondisi ekonomi mulai mengalami kenaikan seiring dengan mulai terealisasinya
pembangunan konstruksi dan real estate, peningkatan kinerja perdagangan serta
meningkatnya okupansi hotel setelah mengalami penurunan yang cukup besar di
triwulan I 2015.
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
Kondisi ekonomi pada triwulan II 2015 mulai menunjukkan adanya
peningkatan. Hampir semua pengeluaran mengalami kenaikan kecuali kinerja
ekspor luar negeri yang sedikit melambat. Peningkatan kinerja terbesar terjadi pada
pengeluaran konsumsi pemerintah yang mampu tumbuh hingga 89,92% (qtq)
dibanding triwulan sebelumnya. Penyerapan anggaran pada semester II 2015
diperkirakan akan meningkat lebih tinggi seiring dengan masih rendahnya realisasi
penyerapan belanja konsumsi pemerintah yang hanya sebesar 29,69% atau sebesar
Rp 6,51 triliun..
Secara tahunan, kinerja investasi menunjukkan pertumbuhan tertinggi
dalam 3 tahun terakhir. Tingginya kenaikan belanja modal pemerintah hingga
27,07% (yoy) mampu mendorong peningkatan investasi di NTT. Tingginya investasi
pemerintah pusat seharusnya juga dapat direspon oleh peningkatan investasi
pemerintah kabupaten yang hanya tumbuh 3,21% (yoy) dibanding pagu anggaran
tahun sebelumnya. Walaupun penyerapan anggaran investasi pemerintah secara
total baru terealisasi 10,15%, penandatanganan proyek sebagian besar sudah
dilakukan dan sudah mulai dilakukan pembangunan fisik bangunan. Namun
demikian, tingginya investasi tersebut tidak sepenuhnya dapat dinikmati oleh pelaku
ekonomi lokal yang terlihat dari meningkatnya impor antar daerah seiring dengan
peningkatan investasi yang terjadi.
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 4
Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II 2015
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah
1.2.1 Konsumsi Pengeluaran konsumsi pada triwulan II mulai menunjukkan kenaikan
yang cukup besar. Kenaikan daya beli lebih disebabkan oleh mulai
optimisnya masyarakat seiring dengan datangnya masa panen komoditas
pertanian, berjalannya proyek-proyek pemerintah, musim liburan sekolah
dan bulan Ramadhan. Konsumsi rumah tangga mengalami kenaikan hingga
7,53% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Datangnya panen mampu meningkatkan
daya beli masyarakat yang terlihat dari indeks riil penjualan eceran yang mengalami
peningkatan. Berdasarkan rincian komoditas, hampir semua komoditas
menunjukkan adanya perbaikan dan peningkatan penjualan.
Grafik 1.3. Indeks Riil Penjualan Eceran
Triwulan II 2015
Grafik 1.4. Rincian Pertumbuhan Triwulanan
Penjualan Eceran
Sumber : SPE Bank Indonesia, diolah Sumber : SPE Bank Indonesia, diolah
Konsumsi lembaga non profit juga menunjukkan adanya peningkatan
walaupun dibanding tahun sebelumnya masih mengalami penurunan. Relatif
rendahnya realisasi belanja lembaga non profit lebih disebabkan oleh adanya
pemilihan legislative dan pilpres di tahun 2014, sehingga pengeluaran untuk
kebutuhan kampanye mengalami peningkatan signifikan. Pada tahun 2015, belanja
lembaga non profit diperkirakan baru akan mengalami kenaikan pada akhir tahun
2015 seiring dengan adanya pelaksanaan pilkada serentak di 9 Kabupaten yang
2014
2013 2014 Tw II Tw I Tw II1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 47,368,797 51,246,857 12,616,513 13,140,531 13,758,780 74.4 3.33 7.53 6.46
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 1,868,305 2,323,762 622,351 536,536 603,754 3.3 10.87 -7.65 -9.10
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 16,889,933 19,250,737 4,914,204 2,544,018 4,922,330 26.6 89.92 5.65 5.03
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 20,586,330 26,336,089 5,355,657 7,156,110 7,841,736 42.4 4.76 36.99 25.43
5. Perubahan Inventori 946,724 2,934,161 252,380 48,347 149,693 0.8 206.23 -50.64 -55.40
6. Ekspor Luar Negeri 1,196,294 1,453,489 298,044 362,988 379,197 2.1 -0.59 27.70 26.29
7. Impor Luar Negeri 3,733,059 645,729 318,475 51,443 141,513 0.8 173.77 -58.41 -58.83
8. Net Ekspor Antar Daerah (23,797,857) (34,296,733) (7,091,928) (6,267,884) (9,030,414) -48.9 34.03 34.70 25.84
P D R B 61,325,467 68,602,633 16,648,747 17,469,202 18,483,563 100.0 4.24 5.03 4.84
yoy ctcUraianYOY 2015
Bobot qtq
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 5
membutuhkan anggaran hingga Rp 144 miliar untuk penyelenggara pemilu, belum
termasuk belanja oleh partai politik yang terlibat dalam pelaksanaan pilkada.
Konsumsi pemerintah menunjukkan adanya peningkatan di triwulan-II
2015. Namun demikian, dengan pertumbuhan realisasi belanja tahunan yang
baru sebesar 5,65% (yoy), peluang pertumbuhan konsumsi pemerintah pada
semester II akan jauh lebih besar. Dengan peningkatan pagu anggaran tahun
2015 yang mencapai 8,96%, serta realisasi belanja konsumsi pemerintah yang masih
sebesar 29,69% pada triwulan II, maka pada semester dua pemerintah diperkirakan
lebih intensif dalam merealisasikan anggaran belanja yang direncanakan.
Peningkatan anggaran konsumsi pemerintah yang cukup besar terjadi pada belanja
hibah pemerintah Kabupaten/Kota yang mencapai 106,33% (yoy). Peningkatan
terbesar terutama terjadi pada 8 Kabupaten pelaksana pilkada serentak di tahun
2015. Untuk Kabupaten Sabu Raijua, pertumbuhan anggaran belanja hibah masih
relatif normal.
Grafik 1.5. Perkembangan Konsumsi Listrik
Rumah Tangga
Grafik 1.6. Indeks Tendensi Konsumen
Sumber : PT PLN, diolah Sumber : BPS, diolah
Kenaikan konsumsi masyarakat terlihat dari indikator konsumsi yang
juga menunjukkan adanya peningkatan. Konsumsi listrik kembali menunjukkan
kenaikan setelah mengalami penurunan di triwulan I 2015. Penggunaan listrik
kembali meningkat setelah permasalahan kekurangan pasokan listrik dapat
berangsur diatasi. Tingkat kepercayaan masyarakat menunjukkan peningkatan yang
terlihat dari Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang mengalami kenaikan. Hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia juga menunjukkan adanya
peningkatan kegiatan dunia usaha. Kenaikan harga jual berangsur melambat setelah
terjadi kestabilan harga BBM di triwulan II 2015. Namun demikian, yang patut
diwaspadai adalah relatif tidak adanya penambahan tenaga kerja yang berpotensi
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 6
meningkatkan angka pengangguran. Penyaluran kredit konsumsi juga menunjukkan
adanya peningkatan setelah cenderung melambat di triwulan sebelumnya.
Grafik 1.7. Indeks Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.8. Penyaluran Kredit Konsumsi
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi Kinerja investasi di Provinsi NTT pada triwulan II 2015 mengalami
kenaikan yang signifikan. Kenaikan investasi terutama berasal dari realisasi
investasi pemerintah yang sudah mulai berjalan, walaupun berdasarkan
penyerapan anggaran investasi pemerintah baru terealisasi 10,15%. Beberapa
proyek besar yang berasal dari APBN yang sedang dikerjakan antara lain
pembangunan dan pemeliharaan jalan serta pendukungnya dengan total anggaran
lebih dari Rp 1,7 triliun. Selain itu juga terdapat pembangunan sumber daya air
dengan total anggaran mencapai lebih dari Rp 650 miliar, pengembangan 13
bandara di NTT dengan total anggaran lebih dari Rp 500 miliar, dan pengembangan
9 pelabuhan/dermaga dengan total anggaran mencapai Rp 380 miliar. Di bidang
pendidikan, pemerintah pusat merencanakan untuk melakukan pembangunan fisik
gedung untuk Politeknik Negeri Kupang, Politeknik Pertanian Negeri Kupang dan
Universitas Nusa Cendana dengan total anggaran mencapai Rp 273 miliar. Di bidang
kesehatan, pemerintah pusat berencana membangun gedung serta menyediakan
alat kesehatan dan kendaraan dengan nilai mencapai Rp 149 miliar. Selain itu,
pemerintah kabupaten/kota dan provinsi juga memiliki anggaran modal yang
mencapai Rp 4,2 triliun, sehingga total belanja modal pemerintah tahun 2015
mencapai Rp 9,18 triliun..
Rendahnya realisasi belanja modal selain dikarenakan oleh
permasalahan numenklatur juga disebabkan oleh permasalahan spesifik di
beberapa dinas terkait. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah masih belum
selesainya permasalahan numenklatur pada Kementerian Riset dan Dikti, sehingga
Sumber : KBI Kupang
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 7
belum ada belanja modal yang terealisasi. Pada Dinas Perhubungan saat ini masih
terkendala penyelesaian AMDAL dan masterplan proyek sehingga penyerapan masih
cukup rendah. Beberapa permasalahan lainnya antara lain tidak adanya barang
penunjang dalam E-Catalogue, sehingga proses pengadaan barang tidak dapat
dilakukan dalam satu kali proses. Waktu tunggu pengadaan alat pertanian juga
relatif lama dikarenakan terbatasnya pilihan produsen penyedia alat pertanian.
Permasalahan lahan juga masih menjadi masalah utama dalam pembangunan
infrastruktur seperti pembangunan Bendungan Kolhua yang tidak dapat segera
dilaksanakan karena belum selesainya masalah pembebasan lahan. Selain
Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, permasalahan numenklatur sudah dapat
diselesaikan sehingga pada Semester 2 akan diupayakan percepatan realisasi proyek
yang sudah direncanakan.
Selain proyek pemerintah, beberapa proyek swasta juga sudah
dilakukan diantaranya pembangunan beberapa hotel berbintang dan pusat
perbelanjaan. Selain itu juga ada beberapa investasi non pariwisata seperti
pembangunan kelistrikan oleh PT. PLN (Persero) yang cukup besar, pembangunan
Base Transceiver Station (BTS) terutama untuk daerah strategis, maupun
pengembangan ubi kayu di Rote Ndao.
Sementara itu, proyek strategis pembangunan investasi garam hingga
saat ini masih berjalan lambat dikarenakan belum selesainya masalah
pembebasan lahan. Sulitnya pembebasan lahan terutama disebabkan oleh
banyaknya tanah ulayat, sehingga adanya peraturan daerah terkait penggunaan
lahan menjadi hal mendesak yang harus segera dibuat agar permasalahan tersebut
dapat teratasi. Di sisi lain, adanya penyewaan lahan seperti di Taman Nasional
Komodo sekiranya dapat ditanggapi positif sebagai peluang untuk menggerakkan
wisata di pintu masuk pariwisata NTT. Hal yang perlu diatur lebih jauh adalah
masalah biaya sewa serta perlu dibentuk peraturan daerah terkait tugas dan fungsi
investor untuk turut serta menjalankan kebijakan konservasi alam di wilayah
aktivitasnya.
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 8
Grafik 1.9. Realisasi Investasi Penanaman Modal
Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri
Grafik 1.10. Realisasi Konsumsi Semen Provinsi
NTT
Sumber : BKPM, diolah Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
Peningkatan investasi terlihat dari meningkatnya permintaan semen
yang cukup tinggi pada triwulan II 2015 yang menunjukkan adanya percepatan
realisasi proyek pembangunan. Di sisi lain, penurunan realisasi ijin investasi
menunjukkan adanya ancaman investasi ke depan yang harus segera diselesaikan
seperti sulitnya pembebasan tanah dan kemudahan berinvestasi di wilayah NTT.
Grafik 1.11. Perkembangan Kredit Modal Kerja
dan Kredit Investasi
Grafik 1.12. Realisasi Dana Masuk/ Keluar
Provinsi NTT dalam RTGS
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah
Pertumbuhan kredit modal kerja dan investasi masih cukup tinggi
namun dalam pola yang melambat. Hal ini menunjukkan adanya pelambatan
pertumbuhan kegiatan produktif oleh pihak swasta di Provinsi NTT. Namun
demikian, investasi baru masih mampu tumbuh tinggi yang terlihat dari
pertumbuhan pengiriman uang melalui RTGS yang hingga semester satu tumbuh
187,7% dibanding tahun sebelumnya. Total dana yang masuk NTT pada triwulan II
2015 sebesar Rp 43,7 triliun dan net transaksi RTGS yang masuk ke Provinsi NTT
mencapai Rp 3,7 triliun. Hingga semester 1, total dana bersih yang masuk ke Provinsi
NTT mencapai Rp 6,6 triliun, berbeda dibanding posisi tahun sebelumnya yang justru
keluar NTT sebesar Rp 10,5 triliun.
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 9
1.2.3 Ekspor Impor
1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah
Peningkatan aktivitas ekonomi juga terlihat dari adanya peningkatan
aktivitas bongkar muat di Pelabuhan. Dikarenakan Provinsi NTT merupakan
provinsi kepulauan, maka semua aktivitas ekonomi dapat diamati melalui
seberapa besar aktivitas ekonomi melalui perhubungan laut. Net ekspor antar
daerah tumbuh sebesar 34,7% (yoy) dibanding tahun sebelumnya atau tumbuh
sebesar 34,03% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya mengikuti peningkatan
ekonomi dan investasi yang terjadi. Tingginya net impor juga terlihat dari aktivitas
peti kemas bongkar maupun bongkar muat curah yang menunjukkan defisit masuk
NTT yang cukup besar. Hal ini menunjukkan besarnya kebutuhan NTT yang masih
harus dipenuhi dari luar daerah. Peningkatan aktivitas ekonomi terlihat dari
meningkatnya kegiatan bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tenau.
Grafik 1.13. Perkembangan Peti Kemas Grafik 1.14. Aktivitas Bongkar Muat
Sumber : Pelindo III, diolah Sumber : Pelindo III, diolah
1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri
Aktivitas ekspor bersih ke luar negeri Provinsi NTT pada triwulan II
sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh
pertumbuhan ekspor yang tidak sebesar peningkatan impor yang terjadi.
Timor leste masih menjadi tujuan ekspor utama Provinsi NTT yang lebih disebabkan
oleh adanya kedekatan wilayah. Sedangkan komoditas impor utama provinsi NTT
adalah peralatan kelistrikan yang digunakan untuk pembangunan pembangkit listrik
yang sedang gencar dilakukan oleh PLN. Negara asal impor sebagian besar dari
China.
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 10
Grafik 1.15. Ekspor Impor Antar Negara Grafik 1.16. Negara Tujuan Ekspor NTT
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2015 mulai mengalami
peningkatan. Adanya panen raya dan mulai berjalannya aktivitas investasi
terlihat dari peningkatan pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian,
perdagangan besar dan eceran, serta sektor konstruksi. Mulai berjalannya
pembangunan program seribu rumah juga meningkatkan pertumbuhan
ekonomi sektor real estate dan adanya pelonggaran kebijakan rapat di hotel
mampu meningkatkan kunjungan hotel dan restoran di triwulan II 2015.
Satu-satunya penurunan ekonomi terjadi pada sektor jasa keuangan dan asuransi
dikarenakan oleh menurunnya Nilai Tambah Bruto (NTB) di triwulan II 2015 karena
penurunan pendapatan sekunder perbankan. Sedangkan NTB lembaga keuangan
non bank masih mengalami peningkatan.
Tabel 1.2. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II 2015
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
2014
2013 2014 Tw II Tw I Tw IIA Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 18,272,369 20,446,913 5,119,950 5,367,777 5,695,813 30.8 4.69 3.00 3.07
B Pertambangan dan Penggalian 894,152 1,070,349 264,747 273,773 324,312 1.8 16.67 5.94 5.36
C Industri Pengolahan 758,818 843,708 200,827 215,685 222,408 1.2 1.77 4.50 5.10
D Pengadaan Listrik dan Gas 23,603 31,539 7,725 8,897 9,362 0.1 4.93 6.81 7.81
EPengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang41,818 45,529 10,988 11,004 11,494 0.1 4.21 4.04 3.50
F Konstruksi 6,344,808 7,095,979 1,712,031 1,700,526 1,898,961 10.3 9.77 5.48 2.96
GPerdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor6,570,524 7,285,709 1,785,873 1,872,522 1,998,350 10.8 5.27 6.48 5.92
H Transportasi dan Pergudangan 3,195,325 3,566,950 861,287 904,222 955,527 5.2 3.48 5.73 6.07
I Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum367,820 422,443 101,156 105,664 116,161 0.6 8.67 6.23 4.69
J Informasi dan Komunikasi 4,660,243 5,134,426 1,254,297 1,276,364 1,322,719 7.2 3.38 6.32 6.66
K Jasa Keuangan dan Asuransi 2,389,329 2,714,850 662,236 725,131 706,433 3.8 -3.96 1.15 4.55
L Real Estate 1,705,495 1,860,878 449,743 464,335 496,018 2.7 5.57 4.01 3.30
M,N Jasa Perusahaan 188,487 210,879 51,291 54,403 57,748 0.3 3.65 5.05 4.17
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib7,592,137 8,392,732 1,940,911 2,091,003 2,161,861 11.7 1.91 7.71 6.84
P Jasa Pendidikan 5,679,554 6,568,193 1,518,721 1,650,525 1,707,049 9.2 0.79 5.91 7.05
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,279,704 1,414,584 339,873 359,872 393,274 2.1 7.24 5.89 5.60
R,S,T,U Jasa lainnya 1,361,281 1,496,973 367,093 387,499 406,072 2.2 3.35 4.84 3.96
PDRB 61,325,467 68,602,633 16,648,747 17,469,202 18,483,563 100.0 4.24 5.03 4.84
Bobot qtq yoy ctc2015YOY
UraianKategori
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 11
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian mengalami peningkatan
dibanding tahun sebelumnya maupun triwulan sebelumnya. Peningkatan
produksi pertanian lebih disebabkan oleh datangnya panen raya tanaman
pangan dan beberapa komoditas perkebunan serta membaiknya cuaca yang
mampu meningkatkan tangkapan ikan. Sektor pertanian pada triwulan II 2015
mengalami kenaikan sebesar 3,00% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan
pertumbuhan ekonomi lebih disebabkan oleh bertambahnya luas panen komoditas
tanaman pangan. Walaupun demikian, pertumbuhan ekonomi sektor pertanian
secara triwulan tidak sebesar triwulan yang sama tahun sebelumnya. Adanya hama
tanaman serta curah hujan yang tinggi di beberapa daerah menyebabkan penurunan
produktifitas padi. Di sisi lain, beberapa daerah berhasil meningkatkan panen seperti
di Rote Ndao, dan beberapa daerah di Manggarai Timur optimis bisa panen 3 kali
dalam setahun.
Tanaman jagung juga mengalami peningkatan produksi. Namun
demikian, dikarenakan kurangnya pasar, harga jagung di Nagekeo jatuh menjadi
hanya Rp 2.000/kglebih rendah dari penetapan harga jagung yang sebesar Rp
2.700/Kg. Kondisi perikanan mengalami peningkatan seiring dengan membaiknya
cuaca. Adanya pemberantasan illegal fishing juga berdampak positif terhadap
peningkatan hasil ikan tangkap.. Pengiriman ternak juga menunjukkan adanya
kenaikan cukup tinggi setelah di triwulan sebelumnya relatif sangat minim karena
masalah cuaca. Untuk meningkatkan produksi pertanian, Dinas Pertanian telah
mendapatkan tambahan alokasi APBN sebesar Rp 319 miliar untuk pengadaan alat
mesin pertanian (alsintan) serta sarana produksi (saprodi) pertanian.
Grafik 1.17. Perkembangan SKDU Sektor
Pertanian
Grafik 1.18. Pengiriman Ternak
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : PT Pelindo III, diolah
Hasil SKDU menunjukkan adanya peningkatan produksi pertanian di
triwulan II 2015. Harga hasil pertanian menunjukkan adanya pelambatan walaupun
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 12
masih relatif tinggi terutama harga beras yang tetap bertahan tinggi. Kredit
pertanian pada triwulan II 2015 justru menunjukkan adanya penurunan yang
terutama disebabkan oleh keengganan Bank untuk menyalurkan kredit seiring
kualitas kredit yang rendah. Nilai tukar petani masih positif walaupun cenderung
tetap dibanding triwulan sebelumnya.
Grafik 1.19. Perkembangan Kredit Pertanian Grafik 1.20. Perkembangan Nilai Tukar Petani
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Sumber : BPS, diolah
1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Secara tahunan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib mengalami pertumbuhan 7,71% (yoy) meningkat
dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama
tahun sebelumnya. Mulai selesainya permasalahan numenklatur membuat
penyerapan dana pemerintahmengalami peningkatan walaupun realisasi
penyerapan anggaran masih relatif rendah. Realisasi penyerapan anggaran
belanja pemerintah di triwulan II masih sebesar 23,92%. Dibanding tahun
sebelumnya, belanja pemerintah mengalami kenaikan 13,74% (yoy). Dengan
kumulatif pertumbuhan sektor administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan
sosial wajib yang sebesar 6,84% (ctc), pertumbuhan ekonomi di sektor tersebut
berpotensi tumbuh lebih tinggi pada semester-II 2015. Adapun penyerapan
anggaran yang relatif besar dilakukan oleh kepolisian yang sudah terealisasi sebesar
45,14%.
Peningkatan belanja pemerintah juga tampak dari adanya penurunan
pertumbuhan simpanan masyarakat di perbankan. Walaupun pertumbuhan
penghimpunan dana masih cukup tinggi, tren penambahan dana relatif melambat
dibanding triwulan sebelumnya. Hingga bulan Juni 2015, total dana pemerintah
yang disimpan di perbankan di NTT mencapai Rp 7,21 triliun. Adanya percepatan
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 13
realisasi belanja pemerintah dapat membantu mempercepat pertumbuhan ekonomi
NTT yang saat ini masih dibayangi perlambatan ekonomi nasional.
Grafik 1.21. Realisasi Belanja Konsumsi
Pemerintah
Grafik 1.22. Perkembangan Simpanan
Pemerintah di Perbankan
Sumber : Biro Keuangan dan Kanwil Ditjen
Perbendaharaan, diolah
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda
motor mengalami pertumbuhan cukup besar seiring dengan adanya
peningkatan konsumsi masyarakat paska panen, liburan sekolah, menjelang
puasa dan mulai terealisasinya belanja barang dan jasa pemerintah.
Pertumbuhan sektor perdagangan pada triwulan II 2015 mencapai 6,48% (yoy)
dibanding tahun sebelumnya, lebih besar dibanding pertumbuhan ekonomi triwulan
sebelumnya (5,33%-yoy) maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya (3,57%-
yoy). Pertumbuhan ekonomi secara triwulanan juga mengalami kenaikan cukup
tinggi (5,27%-qtq) selain disebabkan oleh rendahnya pertumbuhan ekonomi di
triwulan sebelumnya, juga disebabkan oleh peningkatan daya beli.
Grafik 1.23. Perkembangan SKDU Sektor
Perdagangan
Grafik 1.24. Perkembangan Kredit Sektor
Perdagangan
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
Hasil survei SKDU di triwulan II 2015 masih menunjukkan adanya
penurunan namun membaik dibanding triwulan sebelumnya. Perlambatan
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 14
permintaan di tingkat pemain besar ini selain disebabkan oleh perlambatan daya beli
juga adanya permasalahan terkait pengetatan penindakan pajak yang berlaku surut.
Adanya libur sekolah dan bulan ramadhan cukup membantu penjualan yang
berdasarkan hasil liaison menunjukkan kenaikan permintaan di bulan Juni 2015.
1.3.4 Sektor-sektor Lainnya Sektor konstruksi mampu tumbuh tinggi baik secara triwulanan
maupun tahunan seiring dengan mulai terealisasinya proyek investasi. Begitu
pula dengan pertumbuhan real estate yang tumbuh cukup besar seiring dengan
mulai terealisasinya pembangunan program 1.000 rumah dalam rangka mendukung
program sejuta rumah pemerintah.
Penyediaan akomodasi dan makan minum di triwulan II 2015
mengalami pertumbuhan hingga 8,67% (qtq) dibanding triwulan
sebelumnya. Adanya pelonggaran kebijakan larangan rapat di hotel oleh
pemerintah, penyelenggaraan beberapa even pariwisata seperti semana
santa di larantuka, serta membaiknya cuaca membuat kunjungan pariwisata
di triwulan II 2015 mengalami peningkatan. Besarnya kenaikan kunjungan juga
disebabkan oleh penurunan yang cukup dalam di triwulan sebelumnya.
Dibandingkan tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi di sektor penyediaan
akomodasi dan makan minum tumbuh sebesar 6,23% (yoy) masih lebih rendah
dibanding pertumbuhan di triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai
7,19% (yoy) seiring dengan masih adanya dampak sail komodo yang mampu
meningkatkan kunjungan wisata dalam jumlah yang signifikan. Adanya event
pariwisata sekiranya dapat terus diadakan agar mampu membantu peningkatan
kunjungan pariwisata.
Peningkatan kunjungan juga terlihat dari tingginya peningkatan
okupansi dan tamu hotel yang menginap di wilayah Provinsi NTT. Jumlah
penumpang yang terbang dari dan menuju NTT juga menunjukkan penambahan
yang cukup signifikan.. Peningkatan kunjungan wisata disebabkan oleh membaiknya
cuaca.. Kondisi cuaca sangat mempengaruhi wisata unggulan NTT yang lebih
bersifat eco tourism.
| Bab I - Ekonomi Makro Regional 15
Grafik 1.25. Perkembangan Tamu Hotel Grafik 1.26. Perkembangan Penumpang
Bandara
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Sektor komunikasi dan informasi masih bertumbuh positif, namun relatif
melambat dibanding triwulan-triwulan sebelumnya. Sektor pertambangan
mengalami kenaikan tinggi di triwulan II 2015 seiring dengan membaiknya cuaca.
Jasa pendidikan tumbuh lebih tinggi dibanding rata-rata pertumbuhan ekonomi
tahunan NTT. Namun demikian, peningkatan pertumbuhan ekonomi dari sektor
pendidikan seharusnya dapat meningkat jauh lebih tinggi seiring dengan adanya
pemisahan numenklatur pendidikan dasar dan pendidikan tinggi yang berdampak
pada peningkatan anggaran pendidikan di Provinsi NTT hingga 119,47% (yoy).
Setelah permasalahan numenklatur selesai, penyerapan anggaran pendidikan
diperkirakan akan mampu jauh lebih tinggi dibanding saat ini.
| Boks 1 Pembangunan Sumber Daya Air 16
BOKS 1. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA AIR UNTUK MENDUKUNG KEDAULATAN PANGAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Seberapa besar luas lahan yang mampu dipanen dan ditanam sangat tergantung dari
kualitas sumber daya air yang dimiliki. Daerah dengan lahan irigasi yang besar cenderung akan
memiliki luas tanam/ panen yang lebih besar pula. Dengan luas lahan yang ada, daerah tersebut
dapat melakukan penanaman hingga 2-3 kali dalam waktu satu tahun. Hal ini berbeda dengan
daerah yang tidak memiliki fasilitas irigasi, yang hanya mampu melakukan penanaman satu kali
pada musim hujan saja, sehingga pemanfaatan lahan pertanian menjadi kurang optimal.
Luas lahan irigasi di NTT saat ini sebesar 126 ribu ha1 atau setara dengan hanya 1,75%
dari total jaringan irigasi di Indonesia yang sebesar 7,23 juta ha2. Dengan kondisi musim yang
hanya mengalami 4 bulan musim penghujan dan 8 bulan musim kemarau, serta topografi
wilayah yang memiliki tingkat kemiringan yang cukup besar, maka Provinsi NTT sangat rawan
mengalami bencana banjir dan kekeringan. Pengendalian sumber daya air memerlukan satu
usaha untuk menampung kelebihan air yang ada pada musim penghujan, untuk kemudian
dapat digunakan untuk mengatasi kekeringan yang terjadi selama musim kemarau. Oleh karena
itu, pemerintah pusat melalui Balai Wilayah Sungai saat ini gencar melakukan pembangunan
jaringan sumber daya air, agar pemenuhan kebutuhan air irigasi pertanian maupun kebutuhan
air baku untuk PDAM dapat tercukupi.
Pada akhir tahun 2014, BWS sudah membangun 910 buah embung kecil, 32 buah
embung irigasi dan 1 buah bendungan/waduk. Pada tahun 2015 ini, sedang dilakukan
pembangunan lebih dari 100 embung untuk mengatasi kekurangan air irigasi dan air baku di
seluruh kabupaten di Provinsi NTT serta ground breaking pembangunan waduk rotiklot di Belu.
Sebelumnya, pemerintah juga sudah melakukan ground breaking pembangunan Bendungan
Raknamo di Kabupaten Kupang tahun 2014 yang kemungkinan akan selesai pada tahun 2017.
Hingga akhir tahun 2019, diharapkan telah dilakukan ground breaking pembangunan 7 buah
waduk baru dan pengoperasian setidaknya 3 waduk baru yaitu Bendungan Raknamo, Rotiklot
dan Kolhua.
Pemerintah pusat secara total akan membangun 7 buah waduk dengan anggaran
diperkirakan lebih dari 6 triliun rupiah. Pembangunan bendungan tersebut diharapkan dapat
menambah lahan irigasi dengan luas lebih dari 13 ribu hektar, dan dapat digunakan sebagai
sumber air minum untuk lebih dari 288 ribu orang warga. Berdasarkan luas area, biaya, daya
tampung air dan potensi irigasi, bendungan temef di Kabupaten Timor Tengah Selatan akan
menjadi bendungan terbesar yang dibangun oleh pemerintah, diikuti oleh pembangunan
bendungan Mbay di Nagekeo, Bendungan Manikin dan Raknamo di Kabupaten Kupang,
Bendungan Kolhua di Kota Kupang, Bendungan Napunggete di Kabupaten Sikka dan
Bendungan Rotiklot di Belu. Bendungan Rotiklot, temef dan Raknamo juga akan digunakan
sebagai pembangkit listrik tenaga air dengan total daya terpasang sebesar 2,55 MW.
1 Renstra Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II 2015-2019
2 Renstra Kementrian Pertanian Republik Indonesia 2015-2019
| Boks 1 Pembangunan Sumber Daya Air 17
Grafik Boks 1. Rencana Pembangunan Waduk di Nusa Tenggara Timur
Sumber : Balai Wilayah Sungai II Provinsi Nusa Tenggara Timur
Adanya pembangunan jaringan irigasi baru tersebut harus diikuti peningkatan
pemanfaatan terlebih dalam mendukung ketahanan pangan. Total luas lahan yang ditanami
padi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar 200 ribu ha3, dengan 120 ribu ha berupa
lahan irigasi dan selebihnya merupakan lahan tadah hujan. Dari total 120 ribu ha lahan irigasi
tersebut, hanya sekitar 58 ribu ha yang mampu dilakukan penanaman padi lebih dari sekali
setahun atau hanya kurang dari 50% yang mampu dimanfaatkan secara optimal, sedangkan
selebihnya hanya satu kali tanam. Kabupaten Manggarai menjadi kabupaten dengan
pemanfaatan lahan irigasi terbaik dengan pemanfaatan lahan irigasi mencapai 88,60% dari
total lahan irigasi yang dimiliki, diikuti oleh Kabupaten Sumba Barat (85,03%), Manggarai Barat
(73,76%), Nagekeo (70,84%), dan Manggarai Timur (67,39%). Daerah irigasi yang cukup besar
namun pemanfaatan relatif kurang antara lain di Kabupaten Timor Tengah Utara (20,14%),
Sumba Timur (21,18%), dan Kabupaten Kupang (22,82%).
Dengan adanya pengembangan jaringan irigasi yang cukup besar, dan disertai dengan
peningkatan efektivitas penggunaan jaringan irigasi, maka produksi pangan diyakini akan
meningkat cukup besar. Pemerintah diharapkan dapat memaksimalkan penggunaan jaringan
irigasi yang ada. Apabila masing-masing kabupaten dapat mengefektifkan penggunaan
jaringan irigasi hanya minimal sebesar 50% dari jaringan yang ada untuk melakukan
penanaman dua kali setahun, maka defisit padi akan berkurang setidaknya hingga 50 ribu ton
beras, atau setara dengan mengurangi impor padi NTT sebesar 400 miliar rupiah per tahun.
Produksi padi masih akan meningkat apabila pekerjaan bendungan telah selesai, yang
diperkirakan mampu menambah produksi padi hingga 43 ribu ton. Peningkatan produksi ini
belum termasuk dari peningkatan produktifitas padi yang tentunya akan meningkatkan hasil
produksi lebih besar lagi. Apabila semua usaha tersebut dapat dilakukan secara simultan, maka
kedaulatan pangan di Provinsi NTT bukan lagi sebuah keniscayaan dan diyakini dapat tercapai
dalam kurun waktu yang relatif cepat.
3 Nusa Tenggara Timur dalam angka 2014, BPS Provinsi NTT
| Boks 2 Penggunaan REMBI dalam Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 18
BOKS 2. PENGGUNAAN REGIONAL MACROECONOMIC MODEL OF BANK INDONESIA (REMBI) DALAM PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT
Dalam rangka mendukung peran advisory kepada Pemerintah Daerah, Bank
Indonesia mengembangkan suatu Model makroekonomi regional yang selanjutnya
dinamakan dengan REMBI (Regional Macroeconomic Model of Bank Indonesia). REMBI
merupakan suatu tools untuk Forecasting and Policy Analysis System (FPAS) yang dapat menjadi
alat/sistem bagi Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah guna menilai kondisi
perekonomian daerah di wilayah kerjanya saat ini dalam satu sampai dua tahun mendatang.
REMBI merupakan suatu model makroekonomi regional skala kecil, yang terdiri dari 5 blok yaitu
blok PDRB sisi permintaan, PDRB sisi penawaran, blok moneter, fiskal, dan harga.
Penggunaan REMBI di Provinsi NTT telah mencapai tahapan simulasi gejolak (shock).
Adapun indikator-indikator yang digunakan untuk simulasi meliputi pelemahan pertumbuhan
ekonomi dunia sebesar 1%, potensi kenaikan ekspor ikan sebesar 10%, pelemahan nilai tukar
rupiah sebesar 10%, adanya peningkatan inflasi volatile food sebesar 1%, peningkatan inflasi
administered price sebesar 1%, peningkatan suku bunga kredit sebesar 1% maupun asumsi
kenaikan konsumsi pemerintah di daerah sebesar 10%. Masing-masing indikator diuji secara
terpisah untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi maupun inflasi. Dari
hasil uji tersebut diperoleh hasil:
Tabel Boks 2.1. Dampak Simulasi Shock 4 Triwulan Model Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap Perekonomian
di Provinsi NTT tahun 2015
1. Tabel Dampak
Shocks ke Komponen
PDRB dan Inflasi
(selama Tahun 2015)
Baseline
(Proyeksi
2016)
Pertumbuhan
Ekonomi
Dunia (turun
1%)
Ekspor
Ikan (Naik
10%)
Nilai Tukar
(Melemah
10%)
Inflasi
Volatile
(Naik 1%)
Inflasi
Administ
ered
(Naik 1%)
Suku
Bunga
Kredit
(Naik 1%)
Konsumsi
Pemerintah
(Naik 10%)
PDRB ad. Harga Konstan % yoy 5.55 -0.04 0.38 0.62 -0.26 -0.71 -0.38 0.55
KONSUMSI RUMAH TANGGA % yoy 6.30 -0.01 0.06 0.09 -0.04 -0.11 -0.06 0.08
KONSUMSI PEMERINTAH % yoy 5.74 0.00 0.08 0.03 -0.26 -0.75 -0.07 2.35
TOTAL INVESTASI % yoy 13.86 -0.03 0.26 0.63 -0.30 -0.85 -1.97 0.64
EKSPOR BARANG DAN JASA % yoy 7.87 -0.10 0.99 0.04 -0.04 -0.12 0.00 0.00
IMPOR BARANG DAN JASA % yoy 6.15 0.00 0.08 -0.61 0.14 0.38 -0.31 0.27
INFLASI IHK % yoy 4.16 0.00 -0.10 -0.03 0.24 0.70 0.05 0.00
- INFLASI INTI % yoy 6.50 0.00 -0.16 -0.04 0.01 0.66 0.07 0.00
- INFLASI ADM. PRICES % yoy 16.53 0.00 0.00 0.00 0.00 1.00 0.00 -3.03
- INFLASI VOLATILE FOOD % yoy 6.21 0.00 -0.14 -0.04 1.00 0.67 0.07 3.03
Tabel Boks 2.2. Dampak Simulasi Shock 4 Triwulan Model Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap Perekonomian
di Provinsi NTT tahun 2016
Berdasarkan hasil analisa di atas, didapatkan bahwa peningkatan ekspor, pelemahan
nilai tukar dan kenaikan konsumsi pemerintah berdampak positif terhadap PDRB. Hal ini berarti
| Boks 2 Penggunaan REMBI dalam Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 19
apabila di tahun 2015 terjadi kenaikan ekspor perikanan sebesar 10%, maka PDRB akan
meningkat sebesar 0,38% dari pertumbuhan PDRB normal. Dampak dari simulasi kenaikan
ekspor masih dirasakan hingga tahun 2016 yang terlihat dari hasil peramalan yang
menunjukkan adanya kenaikan PDRB sebesar 0,45%. Besarnya pengaruh ekspor perikanan
lebih disebabkan kontribusi ekspor ikan NTT yang cukup besar terhadap perekonomian. Masih
besarnya pengaruh terhadap perekonomian di tahun 2016 menunjukkan adanya perputaran
uang dan peningkatan daya beli yang juga dirasakan oleh nelayan dan lingkungan, sehingga
menimbulkan efek berantai terhadap perekonomian.
Simulasi pelemahan nilai tukar sebesar 10% juga berkorelasi positif dengan nilai
mencapai 0,62% terhadap perekonomian. Hal ini berarti adanya pelemahan nilai tukar cukup
berkontribusi positif terhadap perekonomian NTT yang disebabkan oleh adanya keuntungan
valuta atas ekspor yang sudah dilakukan maupun menjadi relatif rendahnya biaya wisata di NTT
yang berdampak pada terjadinya peningkatan kunjungan wisatawan di NTT. Di tahun 2016,
pelemahan nilai tukar masih berdampak positif terhadap perekonomian namun tidak sebesar
tahun 2015 dikarenakan adanya permintaan penyesuaian harga dari Negara tujuan ekspor
dikarenakan adanya penyesuaian pelemahan nilai tukar. Dari sisi pariwisata diperkirakan masih
akan tetap meningkatkan kunjungan, namun pertumbuhan kunjungan tidak sebesar tahun
sebelumnya dikarenakan relatif kembali tetapnya nilai tukar di tahun 2016.
Kenaikan konsumsi pemerintah sebesar 10% ternyata berdampak positif terhadap
kenaikan PDRB hingga sebesar 0,55% di tahun 2015 dan meningkat menjadi 0,72% di tahun
2016. Tingginya pengaruh penyerapan anggaran tersebut menunjukkan besarnya pemanfaatan
belanja konsumsi pemerintah bagi masyarakat NTT. Peningkatan pertumbuhan dinilai wajar
seiring besarnya pengaruh belanja pemerintah terhadap perekonomian di NTT. Oleh karena itu,
tingginya realisasi belanja pemerintah diharapkan dapat terlaksana agar daya ungkit terhadap
perekonomian dapat semakin dirasakan.
Beberapa hal yang menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi NTT berdasarkan hasil
simulasi antara lain pelemahan PDB dunia, peningkatan inflasi volatile food maupun inflasi
administered price, dan kenaikan suku bunga. Pelemahan ekonomi dunia memberikan dampak
negatif terhadap perekonomian namun tidak terlalu besar. Hal ini kemungkinan disebabkan
oleh negara yang mengalami pelemahan ekonomi bukan merupakan negara asal wisatawan
utama yang berkunjung di NTT. Inflasi menjadi penyebab utama perlambatan ekonomi yang
terlihat dari hasil simulasi kenaikan harga bahan makanan sebesar 1% yang akan menurunkan
pertumbuhan ekonomi sebesar 0,26% maupun kenaikan inflasi administered prices seperti
kenaikan angkutan udara, BBM dan angkutan dalam kota serta penyeberangan yang
berdampak pada penurunan PDRB hingga sebesar 0,71%. Berdasarkan besaran pengaruh
terhadap perekonomian terlihat bahwa kenaikan administered prices berdampak terbesar
terhadap penurunan PDRB. Oleh karena itu, penguatan konektivitas antar wilayah di NTT dirasa
menjadi keharusan dan mutlak dilakukan agar pertumbuhan ekonomi dapat mengalami
kenaikan. Contoh dari pengaruh permasalahan konektivitas adalah mahalnya biaya bahan
makanan maupun bahan penunjang kehidupan dikarenakan mahalnya ongkos angkut antar
daerah yang ada di Provinsi NTT. Dengan perbaikan yang menyeluruh terhadap permasalahan
angkutan maupun peningkatan produksi tanaman pangan, maka pertumbuhan ekonomi
diperkirakan dapat meningkat seiring dengan stabilnya distribusi dan pasokan.
| Bab II - Perkembangan Inflasi 20
PERKEMBANGAN INFLASI
Inflasi Provinsi NTT pada triwulan II 2015 mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan terutama disebabkan oleh
komoditas administered prices, yaitu kenaikan tarif angkutan udara seiring
libur long weekend dan masa liburan sekolah, serta dampak lanjutan
kenaikan harga BBM pada akhir bulan Maret.
Kelompok administered prices menjadi pendorong utama inflasi pada
triwulan II 2015.Inflasi juga didorong oleh kenaikan harga komoditas
volatile food, seperti Daging Ayam Ras dan Telur Ayam Ras. Kenaikan
harga pakan ayam dan proses peremajaan ayam petelur menyebabkan
kenaikan harga komoditas tersebut.
Dalam rangka pengendalian inflasi di daerah, TPID telah melakukan
langkah-langkah pengendalian melalui kegiatan rapat koordinasi,
diantaranya: rapat teknis, rapat koordinasi daerah dan High Level
Meeting (HLM) yang menghasilkan beberapa langkah strategis
pengendalian inflasi.
2.1 Kondisi Umum
Pada triwulan II 20115, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami
inflasi dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi terutama disebabkan oleh
kenaikan Tarif Angkutan Udara dan harga BBM. Komoditas tarif angkutan
udara menjadi komoditas pendorong utama inflasi pada bulan Mei dan Juni,
serta pendorong utama ke-2 setelah bensin pada bulan April. Dibandingkan
capaian inflasi nasional, inflasi Provinsi NTT relatif lebih rendah, baik secara
triwulanan maupun tahunan. Inflasi tahunan Provinsi NTT pada triwulan II 2015
tercatat sebesar 6,01% (yoy) lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar
7,26% (yoy). Secara triwulanan, Provinsi NTT mengalami inflasi sebesar 1,25% (qtq)
dibandingkan triwulan sebelumnya. Angka tersebut masih lebih rendah
dibandingkan nasional yang sebesar 1,40% (qtq)melanjutkan pencapaian trend pada
triwulan sebelumnya.
Apabila dibandingkan dengan Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat
(NTB), pencapaian inflasi provinsi NTT secara tahunan (6,01%-yoy) tercatat
paling rendah dibanding inflasi tahunan Bali yang sebesar 6,97% (yoy) dan NTB
sebesar 6,04% (yoy). Namun secara triwulanan, Inflasi Provinsi NTT sebesar 1,25%
(qtq) tercatat lebih tinggi dibandingkan inflasi Bali yang sebesar 0,87% (qtq) maupun
NTB sebesar 0,30% (qtq).
| Bab II - Perkembangan Inflasi 21
Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan
Nasional
Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Provinsi NTT
dan Nasional
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Grafik 2.3. Perbandingan Inflasi Tahunan dan Triwulanan
di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
Sumber : BPS, diolah
Secara tahunan, inflasi Provinsi NTT mengalami kenaikan dari 5,39%
(yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 6,01% (yoy) pada triwulan II 2015.
Kenaikan disebabkan oleh dampak lanjutan kenaikan harga BBM pada akhir bulan
Maret 2015 dan kenaikan tarif angkutan udara seiring adanya momen libur long
weekend, serta musim liburan sekolah. Kenaikan inflasi juga didorong oleh
komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras dikarenakan adanya kenaikan harga
pakan ayam dan masa peremajaan ayam petelur. Selain itu, komoditas ayam hidup
juga menjadi pendorong inflasi tersendiri di kota Maumere. Salah satu faktor
penyebabnya adalah adanya SK Gubernur Provinsi NTT Nomor: 274/KEP/HK/2014
yang hanya menetapkan 2 perusahaan pemasok bibit ayam/ Day Old Chick (DOC) ke
Provinsi NTT. Kemampuan kedua perusahaan tersebut yang hanya dapat memasok
bibit ayam hingga Kupang dan tidak sampai wilayah Flores menimbulkan
kelangkaaan pasokan bibit ayam hidup.
Secara triwulanan, Provinsi NTT mengalami inflasi sebesar 1,25% (qtq),
lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mengalami deflasi -0,47% (qtq).
Inflasi pada triwulan II terutama disumbang oleh komoditas transportasi serta daging
| Bab II - Perkembangan Inflasi 22
dan hasil-hasilnya. Sementara penahan laju inflasi terutama berasal dari komoditas
ikan segar seiring cuaca yang mendukung pada triwulan II.
Berdasarkan pergerakan inflasi bulanan, Inflasi cukup tinggi terjadi pada
bulan Juni 2015, dengan nilai inflasi sebesar 0,59% (mtm). Inflasi pada bulan
Juni terutama didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara dan komoditas ayam
(daging ayam ras, telur ayam ras, ayam hidup dan ayam goreng).
Pada bulan April, Provinsi NTT mengalami inflasi sebesar 0,21% (mtm)
yang terutama disebabkan oleh komoditas transportasi seiring dampak
lanjutan kenaikan harga BBM pada akhir Maret 2015. Selain pengaruh kenaikan
harga BBM, inflasi pada bulan April juga didorong oleh kenaikan tarif angkutan
udara. Adanya libur long weekend, seperti perayaan Paskah diperkirakan menjadi
salah satu pendorong meningkatnya permintaan tiket pesawat. Sementara adanya
kebijakan pembatasan pasokan bibit ayam/ Day Old Chick (DOC) mulai mendorong
kenaikan harga ayam hidup,terutama di Kota Maumere.
Pada Bulan Mei, Provinsi NTT kembali mengalami inflasi sebesar
0,45% (mtm). Komoditas Angkutan Udara menjadi pendorong utama
terciptanya inflasi. Permintaan angkutan udara yang masih tinggi menjadi salah
satu pendorong tingginya inflasi pada bulan Mei. Sementara, komoditas bawang
merah menjadi penyumbang utama dari kelompok volatile food. Belum tibanya
musim panen bawang merah dari sentra utama yaitu Bima, NTB dan Pulau Jawa,
serta baru masuknya musim tanam bawang merah di Semau dan Rote turut
mendorong kenaikan harga bawang merah. Di sisi lain, komoditas ayam (daging
ayam ras dan telur ayam ras) mulai meningkat seiring berkurangnya pasokan ayam
dan masa peremajaan ayam petelur di kota Kupang.
Tabel 2.1. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT
Komoditas Inflasi (%) Andil (%) Komoditas Inflasi (%) Andil (%) Komoditas Inflasi (%) Andil (%)
BENSIN 6,30 0,19 ANGKUTAN UDARA 6,60 0,18 ANGKUTAN UDARA 4.75 0.13
ANGKUTAN UDARA 4,59 0,12 BAWANG MERAH 50,94 0,15 DAGING AYAM RAS 15.1 0.13
KANGKUNG 9,96 0,06 DAGING AYAM RAS 8,47 0,07 TELUR AYAM RAS 14.16 0.1
AYAM HIDUP 26,00 0,06 SAWI PUTIH 9,73 0,05 KANGKUNG 14.05 0.1
BAWANG MERAH 12,59 0,03 TELUR AYAM RAS 7,32 0,05 AYAM HIDUP 6.01 0.04
BUNCIS 47,05 0,03 CABAI MERAH 27,94 0,04 GULA PASIR 4.49 0.04
GULA PASIR 2,93 0,02 BAWANG PUTIH 12,78 0,03 AYAM GORENG 14.3 0.03
SOLAR 6,72 0,02 TEMBANG 19,04 0,03 TEMPE 5.82 0.02
UPAH PEMBANTU RT 2,27 0,02 KANGKUNG 3,86 0,03 UPAH PEMBANTU RT 2.78 0.02
JAGUNG MANIS 26,76 0,02 SEPATU 13,31 0,03 BUNGA PEPAYA 21.21 0.02
April Mei Juni
Sumber : BPS, diolah
Komoditas angkutan udara dan kangkung menjadi komoditas yang secara
persisten menyumbang inflasi di triwulan II 2015. Selain itu, komoditas bawang
| Bab II - Perkembangan Inflasi 23
merah, daging ayam ras dan telur ayam ras masing-masing menjadi penyumbang
pada 2 periode bulan. Sedangkan komoditas lainnya mengalami kenaikan di satu
bulan dan kembali normal di bulan selanjutnya.
Tabel 2.2. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT
Komoditas Deflasi (%) Andil (%) KomoditasDeflasi
(%)Andil (%) Komoditas
Deflasi
(%)Andil (%)
KEMBUNG/GEMBUNG -9,25 -0,12 KEMBUNG/GEMBUNG -23,93 -0,28 CABAI RAWIT -31.43 -0.06
TONGKOL/AMBU-AMBU -10,74 -0,06 BESI BETON -3,44 -0,03 BAWANG MERAH -12.26 -0.06
CABAI RAWIT -17,96 -0,05 SEMEN -1,07 -0,02 SENG -4.34 -0.05
DAGING AYAM RAS -5,16 -0,04 AYAM HIDUP -3,22 -0,02 SAWI PUTIH -6.62 -0.04
CABAI MERAH -21,75 -0,04 SELAR/TUDE -16,09 -0,02 DAUN SINGKONG -13.78 -0.02
TELUR AYAM RAS -5,74 -0,04 TAHU MENTAH -5,29 -0,02 TOMAT SAYUR -5.63 -0.02
SELAR/TUDE -24,02 -0,04 CABAI RAWIT -7,59 -0,02 SELAR/TUDE -16.01 -0.02
BERAS -0,42 -0,03 KENTANG -7,08 -0,01 BUNCIS -14.43 -0.02
EKOR KUNING -10,32 -0,02 JERUK -8,75 -0,01 PEPAYA -13.05 -0.01
DAUN SINGKONG -9,00 -0,02 BERAS -0,17 -0,01 PEPAYA MUDA -21 -0.01
April Mei Juni
Sumber : BPS, diolah
Komoditas cabai rawit dan ikan selar/tude menjadi komoditas yang secara
persisten menyumbang deflasi pada triwulan II 2015. Sementara ikan kembung
menjadi penyumbang deflasi utama pada bulan Apri dan Mei. Mulai membaiknya
cuaca pada periode tersebut, mendorong peningkatan produksi ikan. Komoditas lain
yang menyumbang deflasi selama 2 periode diantaranya beras, seiring meningkatnya
pasokan saat panen.
2.2 Inflasi Berdasarkan Komoditas
Berdasarkan komoditas penyumbang inflasi secara tahunan,
komoditas transportasi, komunikasi dan jasa, pendidikan, rekreasi dan olah
raga serta komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau masih menjadi
penyumbang inflasi terbesar. Sedangkan komoditas bahan makanan, Perumahan,
Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar mampu menjadi komoditas penahan inflasi secara
tahunan.
Tabel 2.3. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
Apr Mei Jun Apr Mei Jun
INFLASI UMUM 118.8 119.4 120.1 6.01% 1.25% 0.21% 0.45% 0.59%
Bahan Makanan 110.3 111.0 112.2 3.73% 0.53% -1.18% 0.62% 1.11%
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau 125.8 126.6 127.8 8.78% 2.27% 0.67% 0.64% 0.94%
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 119.5 119.4 119.4 4.90% 0.07% 0.12% -0.08% 0.02%
Sandang 115.2 116.0 116.7 5.46% 1.89% 0.53% 0.75% 0.60%
Kesehatan 109.1 109.5 110.2 5.16% 1.22% 0.16% 0.39% 0.67%
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 119.3 119.5 119.5 7.52% 0.28% 0.14% 0.17% -0.04%
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan 129.8 131.0 132.0 8.92% 3.48% 1.81% 0.93% 0.71%
MTMQTQYOY
IHK 2015Komoditi
Sumber : BPS, diolah
Inflasi bahan makanan menunjukkan nilai terendah dibanding
komoditas lainnya dengan pertumbuhan inflasi tahunan hanya sebesar
| Bab II - Perkembangan Inflasi 24
3,73% (yoy). Secara triwulanan, inflasi terendah dicapai oleh Komoditas
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar (0,07%-qtq). Di sisi lain, komoditas
transportasi, komunikasi dan Jasa Keuangan mengalami inflasi tertinggi hingga
8,92% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, begitu pula secara triwulan yang
mencapai 3,48% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya.
2.2.1 Bahan Makanan Pada triwulan II 2015, Komoditas bahan makanan mengalami inflasi
yang lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya, namun secara tahunan
cenderung lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan inflasi
cukup tinggi terutama terjadi pada bulan Juni 2015 seiring kenaikan harga
komoditas daging dan hasil-hasilnya. Sementara, pada bulan April dan Mei,
komoditas bahan makanan cenderung mengalami deflasi seiring peningkatan
pasokan komoditas ikan segar dan sayur-sayuran yang didukung oleh membaiknya
kondisi cuaca.
Grafik 2. 4. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan
Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan
Bulanan
Grafik 2.5. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan
Makanan per Sub Kelompok Komoditas
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Apabila dilihat secara tahunan, sub kelompok bahan makanan hanya
mengalami inflasi sebesar 3,73% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode
yang sama tahun 2014 (6,47%-yoy), sementara secara triwulan mencapai 0,53%
(qtq) meningkat dibanding triwulan I yang mengalami deflasi sebesar -0,36% (qtq).
Komoditas beras menjadi salah satu pendorong inflasi yang cukup tinggi dengan
kenaikan hingga 18% (yoy). Namun secara triwulan beras mengalami deflasi sebesar
-1,3% (qtq). Penurunan secara triwulanan disebabkan oleh mulai masuknya musim
panen pada triwulan II-2015 selain sudah tingginya posisi harga di triwulan
sebelumnya. Selain beras, komoditas lain dari sub kelompok padi-padian, umbi-
umbian dan hasilnya yang mencatat inflasi secara tahunan cukup tinggi adalah beras
| Bab II - Perkembangan Inflasi 25
jagung sebesar 50% (yoy). Di sisi lain, sub kelompok ikan segar menjadi penahan laju
inflasi utama dengan andil deflasi mencapai -23,68% (yoy) dan secara triwulanan
sebesar -15,46% (qtq). Penurunan harga terutama berasal dari komoditas ikan
kembung, ikan selar/tude dan ikan ekor kuning yang disebabkan oleh kenaikan
pasokan seiring kondisi cuaca yang mendukung.
2.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Secara tahunan, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa
keuangan pada triwulan II 2015 mengalami kenaikan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Secara triwulanan, komoditas tersebut mengalami inflasi sebesar
3,48% (qtq). Adanya dampak lanjutan kenaikan harga BBM pada akhir Maret 2015
dan tingginya tarif angkutan udara menjadi penyebab peningkatan inflasi di triwulan
II. Namun demikian, secara tahunan, inflasi triwulan II sebesar 8,92% (yoy) sedikit
lebih rendah dibanding inflasi di triwulan sebelumnya yang sebesar 9,02% (yoy).
Kenaikan subsektor transportasi yang tidak setinggi tahun sebelumnya menjadi
penyebab utama perlambatan inflasi.
Grafik 2. 6. Inflasi Kelompok Komoditas
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.7. Inflasi Kelompok Komoditas
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
per Sub Kelompok Komoditas
Sumbe Sumber: BPS, diolah SumbeSumber: BPS, diolah
2.2.3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Sub Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar merupakan salah
satu komoditas yang memiliki bobot cukup besar dalam pengeluaran konsumsi di
Provinsi NTT. Pada triwulan II 2015, inflasi Sub Kelompok perumahan, air,
listrik, gas dan bahan bakar tercatat menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya. Inflasi tahunan tercatat sebesar 4,90% (yoy) lebih rendah
dibandingkan triwulan I yang sebesar 5,01% (yoy), sementara secara triwulanan
tercatat sebesar 0,07% (qtq) lebih rendah dibandingkan triwulan I yang sebesar
| Bab II - Perkembangan Inflasi 26
0,36% (qtq). Secara bulanan inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan
bakar juga tercatat cukup rendah dengan pencapaian deflasi pada bulan Mei 2015.
Grafik 2. 8. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.9. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan
Bakar per Sub Kelompok Komoditas
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Rendahnya inflasi pada subkelompok perumahan, terutama didorong
oleh komoditas biaya tempat tinggal yang mengalami deflasi pada bulan
Mei dan Juni. seiring penurunan permintaan perumahan pada triwulan II 2015.
Sementara itu, biaya penyelenggaraan rumah tangga menjadi komoditas yang 2 kali
mendorong inflasi, yaitu pada bulan April dan Juni, terutama disebabkan oleh
peningkatan upah pembantu rumah tangga.
2.2.4 Komoditas Lainnya
Secara tahunan, sub kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan
tembakau menjadi pendorong inflasi terbesar kedua dengan nilai inflasi sebesar
8,78% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 7,30%
(yoy). Secara triwulanan, sub kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan
tembakau mengalami kenaikan sebesar 2,27% (qtq). Dari kelompok ini, komoditas
minuman yang tidak beralkohol mengalami inflasi tertinggi dengan angka 4,53%
(qtq). Kenaikan ini didorong oleh harga gula pasir dikarenakan kurangnya pasokan
dari Sulawesi Selatan dan Jawa Timur.
Pendidikan, rekreasi dan olah raga menjadi sub kelompok dengan nilai
inflasi tahunan terbesar ketiga setelah sub kelompok makanan jadi,
minuman, rokok dan tembakau. Nilai inflasi pada triwulan II 2015 sebesar 7,52%
(yoy), lebih besar dibanding capaian triwulan sebelumnya yang sebesar 7,45% (yoy).
Secara triwulanan, inflasi mencapai 0,28% (qtq) terutama disebabkan oleh adanya
kenaikan komoditas rekreasi seiring dengan mulai tibanya musim lburan sekolah.
| Bab II - Perkembangan Inflasi 27
Sementara itu, inflasi subkelompok sandang dan kesehatan
menunjukkan kenaikan baik secara triwulanan maupun tahunan . Kenaikan inflasi
dari subkelompok Sandang disebabkan oleh Sandang Anak-Anak. seiring tibanya
musim liburan sekolah. Sementara itu kenaikan Subkelompok Kesehatan didorong
oleh komoditas Perawatan Jasmani dan Kosmetika.
2.3 Disagregasi Inflasi
Apabila dilihat berdasarkan disagregasi inflasi, peningkatan inflasi
tahunan pada bulan Juni disebabkan oleh kenaikan inflasi administered
prices dan trend kenaikan inflasi volatile food. Sementara, inflasi inti (core)
tercatat masih cukup stabil. Berdasarkan sumbangan inflasi, sumbangan inflasi
komoditas inti masih menjadi penyumbang inflasi terbesar disusul oleh komoditas
administered prices, dan komoditas volatile food.
Secara bulanan, inflasi volatile food mengalami penurunan pada bulan April
namun cenderung meningkat pada bulan Mei dan Juni karena adanya gangguan
pasokan dan penyesuaian harga beberapa komoditas. Inflasi inti masih cenderung
melandai hingga bulan Juni. Inflasi administered prices mengalami peningkatan pada
bulan April akibat adanya penyesuaian harga BBM, namun sedikit menurun pada
bulan Mei dan Juni.
Grafik 2. 10. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 2.11. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
2.3.1 Kelompok Volatile Food
Inflasi komoditas volatile food pada triwulan II mengalami
peningkatan dibanding triwulanI 2015. Secara tahunan, inflasi volatile food
mencapai 3,59% (yoy) relatif lebih tinggi dibanding inflasi tahunan pada triwulan
sebelumnya yang sebesar 2,24% (yoy). Inflasi volatile food sempat mengalami
| Bab II - Perkembangan Inflasi 28
penurunan pada bulan April dikarenakan adanya penurunan harga pada komoditas
ikan segar yang disebabkan oleh peningkatan pasokan. Namun demikian, kelompok
volatile food menunjukkan kecenderungan kenaikan inflasi pada bulan Mei dan Juni.
Kenaikan inflasi disebabkan oleh penyesuaian harga komoditas bawang merah dan
kenaikan harga komoditas ayam (daging ayam ras dan telur ayam ras). Kurangnya
pasokan komoditas kangkung juga turut mendorong kenaikan inflasi pada kelompok
volatile food.
2.3.2 Kelompok Administered Prices
Kenaikan inflasi administered price terutama bensin terjadi pada bulan
April seiring dengan adanya peningkatan harga BBM di akhir bulan Maret,
sementara komoditas angkutan udara menjadi faktor pendorong lainnya.
Kenaikan tarif angkutan udara disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan
tiket pesawat yang mendorong maskapai untuk memberlakukan kenaikan harga
pada rentang April s.d. Juni 2015. Adanya masa libur sekolah dan libur long
weekend perayaan hari besar keagamaan serta hari buruh menjadi penyebab
naiknya permintaan. Sementara, kenaikan harga BBM kembali menjadi penyebab
utama inflasi pada bulan April. Secara tahunan, inflasi administered prices masih
sebesar 11,37% (yoy) sedikit meningkat dibanding inflasi tahunan pada triwulan
sebelumnya yang sebesar 11,25% (yoy).
2.3.3 Kelompok Inti (core)
Inflasi kelompok inti pada triwulan II 2015 sebesar 5,08% (yoy),sedikit
meningkat dibanding inflasi tahunan di triwulan I yang sebesar 4,59% (yoy).
Kenaikan inflasi terutama disebabkan oleh adanya kenaikan harga pada
subkelompok penyelenggaraan rumah tangga, bahan bakar, penerangan dan air.
Kenaikan Upah Pembantu Rumah Tangga diperkirakan menjadi salah satu penyebab
utama pada subkelompok penyelenggaraan rumah tangga di bulan April dan Juni.
2.4 Inflasi NTT Berdasarkan Kota
2.4.1 Inflasi Kota Kupang
Pola Inflasi Kota Kupang pada triwulan II 2015 searah dengan inflasi
Provinsi NTT. Secara tahunan, inflasi Kota Kupang sebesar 6,57%, lebih besar
dibanding inflasi tahunan Provinsi NTT yang sebesar 6,01% (yoy). Secara triwulanan,
inflasi Kota Kupang sedikit lebih tinggi dibandingkan Provinsi NTT yaitu sebesar
| Bab II - Perkembangan Inflasi 29
1,36% (qtq) dibandingkan Provinsi NTT yang sebesar 1,25% (qtq). Secara bulanan,
inflasi kota Kupang mengalami penurunan di bulan April sebesar 0,18% (mtm),
kemudian mengalami trend kenaikan pada bulan Februari sebesar 0,50% (mtm) dan
0,67% (mtm) di bulan Juni 2015.
Grafik 2.12. Inflasi Tahunan Kota Kupang
Grafik 2.13. Inflasi Triwulanan Kota Kupang
Grafik 2.14. Inflasi Bulanan Kota Kupang
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
Inflasi subkelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan,
subkelompok makanan jadi, minuman dan tembakau, serta subkelompok
pendidikan, rekreasi dan olah raga menjadi pendorong utama inflasi di Kota
Kupang. Inflasi tersebut dikarenakan adanya kenaikan harga BBM, kenaikan tarif
angkutan udara, kenaikan harga minuman tidak beralkohol, termasuk gula pasir dan
peningkatan biaya pendidikan seiring pengeluaran kursus menjelang ujian. Di sisi
lain, pasokan ikan segar yang cukup berlimpah serta meningkatnya pasokan beras
dan cabe rawit paska panen menjadi penahan laju inflasi utama kota Kupang pada
triwulan II 2015.
Tabel 2.4. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
Apr Mei Jun Apr Mei Jun
INFLASI UMUM 119.7 120.3 121.1 6.57% 1.36% 0.18% 0.50% 0.67%
Bahan Makanan 111.6 112.5 113.9 5.27% 0.64% -1.40% 0.77% 1.29%
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau 124.9 125.7 127.0 8.49% 2.48% 0.78% 0.64% 1.03%
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 120.5 120.4 120.5 5.15% 0.07% 0.10% -0.07% 0.05%
Sandang 116.3 117.2 117.9 6.02% 2.02% 0.61% 0.75% 0.66%
Kesehatan 109.3 109.7 110.4 5.59% 1.19% 0.17% 0.39% 0.62%
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 117.4 117.6 117.5 7.18% 0.27% 0.16% 0.17% -0.06%
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan 131.7 133.0 134.0 8.98% 3.58% 1.79% 0.99% 0.76%
KomoditiIHK 2015
YOY QTQMTM
Sumber : BPS, diolah
2.4.2 Inflasi Kota Maumere
Inflasi Kota Maumere kembali menunjukkan penurunan pada triwulan
II 2015 yang hanya sebesar 2,24% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, jauh
lebih rendah dibanding inflasi Provinsi NTT yang sebesar 6,01% (yoy). Secara
tahunan, pencapaian inflasi pada triwulan-II 2015 di Kota Maumere didorong oleh
komoditas Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau yang mencatat inflasi
| Bab II - Perkembangan Inflasi 30
sebesar 10,65% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Namun apabila dilihat secara
triwulanan, inflasi tertinggi disebabkan oleh sub kelompok Pendidikan, Rekreasi dan
Olah Raga yang mencatat inflasi sebesar 4,82% (qtq). Sementara itu, inflasi
subkelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan tercatat sebesar 8,48%
(yoy) dan 1,83% (qtq) lebih rendah dibanding Kota Kupang yang sebesar 8,98%
(yoy) dan 3,58% (qtq).
Di sisi lain, relatif rendahnya pencapaian inflasi di Kota Mamumere
juga didorong oleh pencapaian deflasi komoditas bahan makanan. Secara
tahunan deflasi bahan makanan mencapai -6,35% (yoy), sementara secara
triwulanan mencapai -0,33% (qtq) lebih rendah dibandingkan provinsi
NTT yang mencatat inflasi 0,53% (qtq). Berdasarkan data bulanan, inflasi tertinggi di
kota Maumere terjadi pada bulan April sebesar 0,43% (mtm), kemudian menurun
pada bulan Mei yang sebesar 0,06%(mtm) dan kembali menurun pada bulan Juni
yang sebesar 0,05% (mtm).
Grafik 2.15. Inflasi Tahunan
Kota Maumere Grafik 2.16. Inflasi Triwulanan
Kota Maumere Grafik 2.17. Inflasi Bulanan
Kota Maumere
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
Dilihat dari sumbangan inflasi setiap bulan pada triwulan II 2015,
Inflasi di kota Maumere terutama disebabkan oleh komoditas Ayam Hidup
yang selalu menjadi pendorong utama inflasi pada bulan April, Mei dan Juni.
Andil tertinggi inflasi komoditas Ayam Hidup berada pada bulan April sebesar 0,46%
(mtm) lebih tinggi dari inflasi Kota Maumere yang sebesar 0,43% (mtm). Tingginya
angka inflasi tersebut diperkirakan terjadi karena adanya keterbatasan pasokan ayam
seiring adanya SK Gubernur yang hanya menetapkan dua perusahaan pemasok bibit
ayam ke NTT. Perusahaan tersebut hanya mampu mengirimkan bibit ayam hingga ke
kota Kupang dan tidak sampai wilayah Flores. komoditas penyumbang inflasi lainnya
adalah komoditas sate, mie dan kue kering..
Di sisi lain, inflasi yang terjadi dapat ditahan oleh pencapaian deflasi
pada komoditas bahan makanan di Kota Maumere, yang terutama
| Bab II - Perkembangan Inflasi 31
disumbangkan oleh komoditas ikan segar dengan pencapaian deflasi mencapai
-42% (yoy) dan -11,65% (qtq) pada triwulan II 2015. Peningkatan pasokan ikan
disebabkan oleh cuaca yang membaik .
Tabel 2.5. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
Apr Mei Jun Apr Mei Jun
INFLASI UMUM 113.3 113.4 113.4 2.24% 0.54% 0.43% 0.06% 0.05%
Bahan Makanan 101.7 101.3 101.0 -6.35% -0.33% 0.37% -0.47% -0.23%
Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau 131.9 132.7 133.2 10.65% 0.99% -0.04% 0.65% 0.38%
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 112.8 112.7 112.5 3.15% 0.02% 0.29% -0.12% -0.15%
Sandang 107.9 108.7 108.9 1.65% 0.97% 0.02% 0.75% 0.20%
Kesehatan 107.9 108.2 109.3 2.42% 1.40% 0.06% 0.33% 1.00%
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 132.2 132.5 132.6 9.55% 0.29% 0.01% 0.19% 0.10%
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan 117.7 118.2 118.5 8.48% 2.76% 2.02% 0.42% 0.30%
KomoditiIHK 2015
YOY QTQMTM
Sumber : BPS, diolah
2.5 Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID
Sepanjang triwulan II 2015, telah dilakukan 6 kali kegiatan koordinasi
maupun langkah pengendalian inflasi di Provinsi NTT. Berdasarkan kegiatan
yang dilakukan, telah dilakukan koordinasi dalam lingkup Nasional, Provinsi maupun
Kota Kupang. Pada lingkup Nasional, TPID Provinsi NTT menghadiri Kegiatan
Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas TPID) tanggal 27 Mei 2015 di Jakarta. Pada
kegiatan tersebut, TPID Provinsi NTT memperoleh penghargaan TPID terbaik di
Kawasan Timur Indonesia (KTI) atas pencapaian dan program-program kerja terkait
pengendalian inflasi di Tahun 2014. Sementara dalam lingkup Provinsi, TPID telah
melakukan 1 kali Rapat Teknis dan 1 kali rapat Tim Kecil dalam rangka persiapan
Pokjanas dan pembahasan RoadMap TPID Provinsi NTT. Selain itu, telah pula
dilaksanakan 1 kali Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) yang dihadiri oleh 18
Kab/Kota pada tanggal 22 Mei 2015. Dalam rangka menyusun program dan strategi
pengendalian harga menjelang Hari Raya Idul Fitri 1436 H, telah dilakukan pula 1 kali
rapat teknis pada tanggal 5 Juni 2015 dan dilanjutkan dengan Rapat High Level
Meeting (HLM) tanggal 22 Juni 2015 yang dipimpin langsung oleh Gubernur NTT,
serta menghasilkan 6 langkah pengendalian inflasi, yaitu: 1) Menjaga Ketersediaan
Barang dan Mempercepat Distribusi Barang, 2) Mengendalikan Tarif Angkutan, 3)
Menyediakan Informasi Produksi, Pasokan (Stok) dan Harga Barang Pokok, 4)
Mengefektifkan TPID untuk Memantau Pasokan, Distribusi dan Harga, 5)
Pengelolaan Ekspektasi Masyarakat, serta 6) Membentuk Pos Pengaduan yang
Menampung Keluhan Terkait Bahan Pokok dan Ketersediaan BBM (Call Center).
| Bab II - Perkembangan Inflasi 32
Selain itu, BULOG juga terus melakukan kegiatan operasi pasar dan penyaluran
raskin di Provinsi NTT.
Gambar 2.1. Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan II 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID
Sumber : Bank Indonesia
Berdasarkan perkembangan pembentukan TPID di Provinsi NTT,
hingga triwulan II 2015, sudah terbentuk 19 TPID di Provinsi NTT dengan
rincian 1 TPID Provinsi NTT, 1 TPID Kota Kupang dan 17 TPID Kabupaten di NTT. Di
tahun 2015, terdapat tambahan 6 TPID baru yaitu pembentukan TPID Kabupaten
Sumba Barat Daya, TPID Kabupaten Flores Timur, TPID Kabupaten Timor Tengah
Utara, Kaabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Nagekeo dan Kabupaten Lembata.
Sementara 4 Kabupaten yang belum membentuk TPID antara lain kabupaten
Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Malaka dan Kabupaten
Ngada. Keempat kabupaten tersebut akan menjadi fokus dalam pengembangan
kelembagaan TPID ke depan.
| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 33
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Kinerja perbankan masih mengalami pertumbuhan namun cenderung
melambat. Di sisi lain, sistem pembayaran mengalami peningkatan yang
signifikan seiring dengan adanya peningkatan daya beli masyarakat dan
realisasi proyek pemerintah.
Indikator kinerja perbankan mengalami perlambatan secara year-on-year
(yoy), namun demikian perkembangan triwulanan (qtq) masih
mengalami peningkatan dan berada di atas pertumbuhan Nasional.
Sementara itu, Sistem Pembayaran mengalami peningkatan yang
signifikan. Hal ini dapat menggambarkan adanya perkembangan
ekonomi yang positif.
3.1 Kondisi Umum
Perkembangan kinerja perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan II
2015 baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat mengalami
perlambatan, namun demikian masih di atas kinerja perbankan Nasional.
Perlambatan tersebut tercermin oleh beberapa indikator perbankan. Aset perbankan
di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp. 33,23 triliun tumbuh
sebesar 24,20% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai
28,13% (yoy). Sementara itu, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada
Triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp. 22,10 triliun mengalami perlambatan dengan
pertumbuhan sebesar 15,99% (yoy) lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang
mencapai 16,05% (yoy). Seiring perlambatan Aset dan DPK Perbankan, penyaluran
Kredit di Provinsi NTT juga sedikit melambat. Penyaluran kredit oleh perbankan
sampai dengan triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp. 18,55 triliun atau 14,20% (yoy)
sedikit lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 14,44% (yoy).
Selain itu, rasio kredit macet/Non Performing Loan (NPL) Gross
perbankan di Provinsi NTT sedikit meningkat, dari 1,70% pada Triwulan I
2015 menjadi 2,09% di Triwulan II 2015. Namun demikian, angka tersebut masih
berada pada level aman yakni dibawah batas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
yaitu NPL Nett sebesar 5%. Angka rasio likuiditas atau Loan to Deposit Ratio (LDR)
pada Triwulan II 2015 sebesar 83,94% lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang
mencapai 87,30%.
| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 34
Grafik 3.1.Perkembangan Kinerja Perbankan Grafik 3.2.Perkembangan LDR dan NPL
Secara umum perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada
Triwulan II 2015 meningkat signifikan, baik tunai maupun non tunai. Pada
Triwulan II 2015 uang yang masuk (cash inflow) pada Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi NTT tercatat sebesar Rp. 492,09 miliar atau sebesar -33,34% (yoy)
lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 31,50% (yoy). Sementara itu,
uang yang beredar dimasyarakat (cash outflow) mengalami kenaikandari 10,37%
(yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 13,48% (yoy) pada Triwulan II 2015, atau
dengan nominal mencapai Rp. 926,21 miliar. Outflow yang lebih besar dari Inflow
menyebabkan Nett Outflow sebesar Rp. 434,12 miliar atau meningkat 456,88%
(yoy) dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mengalami pertumbuhan Nett
Inflow sebesar 37,99% (yoy), artinya pada Triwulan II 2015 uang yang beredar di
masyarakat lebih banyak dari uang yang dihimpun oleh perbankan atau disetor
pada Bank Indonesia (Nett Outflow). Hal ini karena adanya peningkatan kebutuhan
uang tunai di masyarakat, pembayaran termin proyek-proyek pemerintah dan
realisasi belanja konsumsi pemerintah.
Temuan Uang Palsu yang dilaporkan dan tercatat di Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 mencapai 22
lembar, lebih sedikit apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang mencapai 27 lembar. Temuan uang palsu tersebut disebabkan karena semakin
membaiknya tingkat kepatuhan perbankan dan tingkat kesadaran masyarakat
dalam melaporkan uang yang diragukan keasliannya kepada Bank Indonesia, serta
pengungkapan kasus tindak pidana uang palsu oleh kepolisian.
Pada Triwulan II 2015 transaksi non tunai rata-rata mengalami
peningkatan. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dari sisi
volume maupun nominal pada triwulan ini sedikit melambat, namun demikian
masih berada di atas pertumbuhan Nasional. Secara nominal, SKNBI tumbuh sebesar
| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 35
9,77% (yoy) dibanding 17,93% (yoy) pada Triwulan I 2015. Sementara itu, transaksi
BI-RTGS pada Triwulan II 2015 secara umum menunjukkan peningkatan yang
signifikan, peningkatan ini tercermin dari tingginya pertumbuhan transaksi yang
masuk ke NTT daripada yang keluar dari NTT. Tingginya peningkatan tersebut
menyebabkan Nett-To-NTT sebesar Rp. 3,71 triliun atau tumbuh sebesar 149,16%
(yoy) pada Triwulan II 2015, lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang mencapai 197,21% (yoy). Walaupun demikian pertumbuhan
tersebut juga masih berada di atas pertumbuhan Nasional. Aliran dana yang masuk
ke NTT (Nett To NTT ) pada Triwulan II 2015, diperkirakan adalah transfer dana
pemerintah sebagai persiapan pembayaran gaji ke-13 serta peningkatan aktivitas
konsumsi dan investasi masyarakat.
Grafik 3.3.Perkembangan SKNBI
Tabel 3.1.Perkembangan BI-RTGS
2013 TW1-14 TW2-14 TW3-14 TW4-14 2014 TW1-15 TW2-15
Nominal (Rp.Miliar) 90,782.31 17,188.53 20,597.63 24,389.56 26,834.10 89,009.82 31,694.04 40,042.32
Volume (Lbr Warkat) 51,895 10,696 10,475 10,900 11,053 43,124 6,013 6,567
Growth Nominal 14.73% -24.24% -5.85% 17.73% 5.23% -1.95% 84.39% 94.40%
Growth Volume 1.80% -10.63% -12.49% -13.70% -27.89% -16.90% -43.78% -37.31%
Nominal (Rp.Miliar) 80,032.43 14,184.27 13,052.92 30,150.79 35,629.94 93,017.92 34,614.54 43,751.01
Volume (Lbr Warkat) 33,361 7,809 7,868 8,965 9,294 33,936 5,984 6,086
Growth Nominal 22.75% 6.58% -42.61% 69.58% 36.00% 16.23% 144.03% 235.18%
Growth Volume 2.55% 4.90% -4.40% 9.21% -1.94% 1.72% -23.37% -22.65%
Nominal (Rp.Miliar) 22,500.17 4,329.99 4,261.96 13,639.43 19,742.90 41,974.28 25,133.15 29,243.54
Volume (Lbr Warkat) 5,379 1,393 1,231 1,567 1,746 5,937 1,106 1,188
Growth Nominal 325.42% 131.06% -17.11% 114.10% 116.62% 86.55% 480.44% 586.15%
Growth Volume 17.27% 12.61% -9.95% 20.45% 18.45% 10.37% -20.60% -3.49%
Nominal (Rp.Miliar) 10,749.88 3,004.26 7,544.71 -5,761.23 -8,795.84 -4,008.10 -2,920.50 -3,708.69
Volume (Lbr Warkat) 18,534 2,887 2,607 1,935 1,759 9,188 29 481
Growth Nominal -22.79% -67.97% -969.65% -296.19% 1159.36% -137.29% -197.21% -149.16%
Growth Volume 0.47% -36.18% -30.29% -56.23% -69.93% -50.43% -99.00% -81.55%
Net From (To) NTT
INDIKATOR
From NTT
To NTT
From-To NTT
| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 36
3.2 Perkembangan Kinerja Bank Umum
Kinerja Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 sedikit
melambat. Walaupun demikian, berdasarkan pertumbuhan semesteran dan
triwulanan masih menunjukkan peningkatan. Total Aset pada Triwulan II 2015
tumbuh sebesar 14,17% (yoy) lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai
28,14% (yoy), Dana Pihak Ketiga pada Triwulan II 2015 tumbuh sebesar 15,82%
(yoy) sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mencapai
15,93% (yoy), dan total kredit triwulan ini juga mengalami pertumbuhan yang
sedikit melambat yaitu 14,11% (yoy) dari Triwulan I 2015 yang mencapai 14,30%
(yoy). Angka rasio likuiditas perbankan Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum di
Provinsi NTT dari sebesar 87,01% pada Triwulan I 2015, turun menjadi 83,61%
pada Triwulan II 2015. Sementara itu, rasio kredit macet (NPL) pada Triwulan II 2015
mencapai 2,02% lebih tinggi dibandingkan Triwulan I 2015 yang hanya sebesar
1,63%. Meningkatnya angka NPL ini didorong oleh tingginya NPL pada jenis
penggunaan Kredit Investasi. Namun, apabila dilihat dari sisi penyaluran kredit,
meningkatnya NPL disebabkan oleh tingginya NPL pada sektor konstruksi, sektor
real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan serta sektor perdagangan besar
dan eceran.
3.2.1 Aset dan Aktiva Produktif Sampai dengan Triwulan II 2015 perkembangan Aset Bank Umum di
NTT masih relatif baik. Pertumbuhan aset Bank Umum secara Nasional mengalami
perlambatan, demikian juga di alami oleh Provinsi NTT yang tumbuh melambat pada
Triwulan II 2015. Namun demikian pertumbuhannya masih berada di atas Nasional.
Total aset Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 mencapai Rp. 32,78
triliun atau tumbuh sebesar 24,17% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya
yang mencapai 28,14% (yoy).
Berdasarkan kelompok bank penyumbang terbesar Aset pada Triwulan II
2015 adalah Bank Swasta Nasional dengan porsi sebesar 54,63%, kemudian diikuti
oleh Bank Pemerintah yang mendapat porsi sebesar 45,37%.
| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 37
Grafik 3.4.Penyumbang Aset Berdasarkan Jenis Bank
3.2.2 Dana Pihak Ketiga Pada Triwulan II 2015 penghimpunan DPK oleh Bank Umum di
Provinsi NTT sedikit lebih rendah dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Sampai dengan triwulan ini, penghimpunan DPK yang berhasil
dihimpun oleh Bank Umum sebesar Rp. 21,76 triliun atau tumbuh sebesar 15,82%
(yoy) sedikit melambat dari triwulan sebelumnya yang mencapai 15,93% (yoy).
Pertumbuhan DPK yang sedikit melambat pada Triwulan II 2015 didorong oleh
melambatnya pertumbuhan Giro yang mencapai 15,64% (yoy), dari 32,32% (yoy)
pada triwulan sebelumnya. Namun demikian, pertumbuhan Deposito pada triwulan
ini mengalami peningkatan yang signifikan yakni sebesar 32,49% (yoy), dari
triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 19,92% (yoy). Bahkan pertumbuhan
Tabungan pada Triwulan II 2015 juga sedikit meningkat sebesar 6,78% (yoy), dari
6,00% (yoy) pada Triwulan I 2015.
Pertumbuhan deposito yang meningkat pada Triwulan II 2015
didorong oleh peningkatan Deposito golongan Pemerintah yang naik
signifikan sebesar 51,73% (yoy) lebih tinggi dari Triwulan I 2015 yang hanya
mencapai 12,24% (yoy), kemudian golongan perorangan sebesar 20,35% (yoy).
Sementara itu, peningkatan tabungan dipicu oleh golongan perorangan sebesar
5,48% (yoy) pada Triwulan II 2015, lebih tinggi dibandingkan Triwulan I 2015 yang
hanya mencapai 4,16% (yoy), diikuti oleh golongan swasta sebesar 21,34% (yoy)
melambat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
27,23% (yoy). Namun demikian, peningkatan tersebut tidak terjadi pada kelompok
Giro yang sedikit melambat. Perlambatan Giro pada triwulan ini disebabkan oleh
melambatnya pertumbuhan Giro Pemerintah yang hanya tumbuh sebesar 14,15%
(yoy) dari 41,12% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 38
Meningkatnya pertumbuhan Deposito dan melambatnya
pertumbuhan Giro Pemerintah, diperkirakan karena adanya perubahan
preferensi simpanan dari giro menjadi deposito. Kelompok deposito
berdasarkan golongan pada Triwulan II 2015 didominasi oleh kelompok perorangan
dan pemerintah dengan share masing-masing sebesar 49,33% dan 45,99%.
Grafik 3.5. Share Deposito Berdasarkan Jangka
Waktu
Grafik 3.6. DPK Berdasarkan Golongan
Nasabah
Penghimpunan DPK di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 masih
didominasi oleh komponen Tabungan dengan nominal sebesar Rp.9,15 triliun
atau dengan porsi terhadap total DPK sebesar 42,04%, giro dan deposito di triwulan
ini memperoleh porsi yang lebih kecil yaitu masing-masing 29,31%, dan 28,65%.
Grafik 3.7.Pertumbuhan DPK Grafik 3.8.Komposisi DPK
Pada Triwulan II 2015 nasabah perorangan memiliki andil terbesar dari total
penghimpunan dana oleh Bank Umum di NTT yaitu mencapai 53,44%, diikuti oleh
golongan pemerintah sebesar 38,95%, kemudian golongan swasta 7,34% dan
lainnya sebesar 0,27%.
3.2.3 Penyaluran Kredit / Pembiayaan
Pada Triwulan II 2015 penyaluran kredit oleh Bank Umum baik
Nasional maupun di Provinsi NTT sedikit melambat dibandingkan dengan
| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 39
triwulan sebelumnya . Kredit yang disalurkan di Provinsi NTT mencapai Rp.18,20
triliun atau tumbuh sebesar 14,11% (yoy). Pertumbuhan tersebut sedikit melambat
apabila dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mencapai 14,30% (yoy). Namun
demikian, lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan penyaluran kredit
secara Nasional. Penyaluran kredit Nasional pada Triwulan II 2015 sedikit melambat
10,48% (yoy) dibandingkan Triwulan I 2015 yang mencapai 11,38%.
Penyaluran kredit yang sedikit melambat di Provinsi NTT didorong
oleh melambatnya kredit Investasi dan Modal Kerja. Pertumbuhan kredit
Investasi pada Triwulan II 2015 mencapai 13,20% (yoy) lebih rendah bila
dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang tumbuh sebesar 18,15% (yoy).
Sementara itu, pertumbuhan kredit Modal Kerja pada triwulan ini tumbuh sebesar
18,64% (yoy) juga lebih rendah bila dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang
mencapai 20,72% (yoy). Namun demikian, perlambatan tersebut tidak dialami oleh
kredit Konsumsi yang pada Triwulan II 2015 tumbuh sebesar 12,08% (yoy) lebih
tinggi dari Triwulan I 2015 yang hanya mencapai 10,97% (yoy).
Peningkatan kredit konsumsi didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit
sektor Rumah Tangga Untuk Keperluan Multiguna sebesar 52,90% (yoy), sektor
Rumah Tangga Untuk Keperluan Rumah Tinggal Tipe 22 s.d 70 sebesar 19,15%
(yoy) dan sektor Rumah Tangga Untuk Keperluan Rumah Tinggal s.d Tipe 21 sebesar
19,37% (yoy).
Berdasarkan jenis penggunaan kredit, kredit Konsumsi masih
mengambil bagian terbesar yakni 61,61% dari total kredit, selanjutnya kredit
Modal Kerja dengan porsi sebesar 30,92%, dan kredit Investasi sebesar
7,47%. Besarnya penyaluran kredit konsumsi pada triwulan ini didorong oleh
besarnya penyaluran kredit sektor rumah tangga untuk keperluan multiguna dengan
bagian sebesar 53,56% dan sektor bukan lapangan usaha lainnya sebesar 33,65%.
| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 40
Grafik 3.9.Pertumbuhan Kredit Berdasarkan
Jenis Penggunaan
Grafik 3.10.Komposisi Kredit Berdasarkan
Jenis Penggunaan
Grafik 3.11.Lima Sektor Utama Pendorong Kredit
3.2.4 Kualitas Kredit
Total kredit macet bila dibandingkan dengan total kredit (Non
Performing Loan;NPL) Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015
mengalami sedikit peningkatan sebesar 2,02% dibandingkan dengan Triwulan I
2015 yang hanya mencapai 1,63%. Rasio kredit macet yang sedikit meningkat pada
triwulan ini, didorong oleh beberapa jenis kredit diantaranya kredit Investasi yang
mencapai 4,55% lebih tinggi bila dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang hanya
mencapai 2,95%. Kemudian kredit Modal Kerja yang sedikit meningkat pada
Triwulan II 2015 sebesar 3,85% dari 3,12% pada Triwulan I 2015. Sementara itu,
rasio kredit macet penggunaan Konsumsi juga mengalami sedikit peningkatan pada
Triwulan II 2015 yakni sebesar 0,80% dari 0,74% pada triwulan sebelumnya.
Apabila rasio kredit macet dilihat berdasarkan sektor ekonomi penyaluran
kredit, maka sektor konstruksi menjadi pendorong utama peningkatan rasio kredit
macet atau sebesar 12,34%, kemudian diikuti oleh sektor Real Estate, Usaha
Persewaan, dan Jasa perusahaan sebesar 4,10% dan sektor Perikanan sebesar
4,03%.
| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 41
3.2.5 Suku Bunga Pada Triwulan II 2015 rata-rata suku bunga kredit Bank Umum di
Provinsi NTT mengalami penurunan. Berdasarkan jenis penggunaan, suku bunga
kredit Modal kerja pada triwulan ini menurun sebesar 13,99% lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 14,06%. Selanjutnya
suku bunga kredit Konsumsi pada Triwulan II 2015 juga mengalami penurunan
sebesar 14,51% dari 14,53% pada Triwulan I 2015, diikuti oleh suku bunga kredit
Investasi yang pada Triwulan II 2015 sebesar 14,91% lebih rendah dibandingkan
dengan Triwulan I 2015 yang mencapai 15,33%. Penurunan suku bunga ini masih
menunjukkan dampak dari penurunan suku bunga Bank Indonesia atau BI-Rate
dalam upaya mendorong aktifitas ekonomi Indonesia yang saat ini sedang lesu.
Grafik 3.12.Kredit, NPL dan BI Rate Grafik 3.13.Perkembangan Kredit
Berdasarkan Suku Bunga
3.2.6 Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah Penyaluran kredit UMKM pada Triwulan II 2015 mencapai Rp. 5,61
triliun atau sebesar 18,04% (yoy) tumbuh melambat dibanding triwulan
sebelumnya yang mencapai 25,08% (yoy). walaupun demikian, bila dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya pada tahun yang sama, kredit UMKM mengalami
peningkatan sebesar 7,20% (qtq) lebih tinggi dari Triwulan I 2015 yang hanya
tumbuh 1,40% (qtq). Selain itu, pertumbuhan UMKM di Provinsi NTT juga berada
jauh di atas Nasional yang hanya mampu tumbuh sebesar 6,78% (yoy). Adapun
rasio kredit UMKM dibandingkan dengan total kredit pada Triwulan II 2015
mencapai 30,83%.
Melambatnya kredit UMKM secara year-on-year disebabkan oleh
melambatnya penyaluran kredit usaha Mikro dari 40,92% (yoy) pada Triwulan I
2015 menjadi 19,21% (yoy) pada Triwulan II 2015. Sementara itu, untuk kredit
usaha Kecil pada triwulan ini juga mengalami perlambatan dengan pertumbuhan
| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 42
sebesar 13,23% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai
16,78% (yoy). Kemudian diikuti oleh kredit usaha menengah yang tumbuh
melambat sebesar 24,70% (yoy) pada Triwulan II 2015 dari 26,08% (yoy) pada
Triwulan I 2015.
Berdasarkan jenis penggunaan, baik itu kredit Modal Kerja maupun Investasi
pada triwulan laporan juga mengalami pertumbuhan yang melambat masing-
masing 19,32% (yoy) dari 25,97% (yoy) pada Triwulan I 2015 serta 12,08% (yoy)
dari 21,11%(yoy) pada triwulan sebelumnya.
Risiko kredit macet (NPL) UMKM sebesar 4,06% pada Triwulan II 2015
lebih tinggi bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya
mencapai 3,38%. Namun demikian secara Nasional angka rasio kredit UMKM yang
macet masih lebih tinggi dibandingkan Provinsi NTT atau mencapai 4,65%.Selain
itu, NPL UMKM Kredit Modal Kerja juga mengalami peningkatan, dari 3,30% pada
Triwulan I 2015 menjadi 3,63% pada Triwulan II 2015. Walaupun demikian, kredit
UMKM masih terus menunjukkan peningkatan dan menggambarkan peningkatan
kinerja di sektor produktif sebagai pendorong utama ekonomi di Provinsi NTT.
Grafik 3.14.Perkembangan UMKM Grafik 3.15.Perkembangan UMKM
Berdasarkan Jenis Penggunaan
Berdasarkan komposisi kredit UMKM, Kredit Modal Kerja (KMK)
mendominasi penyaluran kredit ini dengan porsi sebesar 83,21% dari total kredit
UMKM. Sementara itu, kredit Investasi mendapat bagian sebesar 16,79% dari total
kredit.
3.3 Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Sampai dengan Triwulan II 2015 kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
rata-rata tumbuh melambat. Secara umum walaupun terjadi pelambatan, kinerja
BPR masih relatif lebih baik dibanding kinerja bank umum. Melambatnya
| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 43
pertumbuhan kinerja BPR disebabkan oleh melambatnya beberapa indikator kinerja
BPR, diantaranya Aset pada Triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp.454,41 miliar atau
tumbuh 26,50% lebih kecil dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mencapai
27,30% (yoy). Begitu juga dengan penyaluran Kredit pada Triwulan II 2015 yang
mencapai Rp. 348,80 miliar atau tumbuh melambat sebesar 18,59% (yoy)
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 22,27% (yoy).
penghimpunan DPK mencapai Rp. 330,86 miliar atau meningkat dari 24,45% (yoy)
pada Triwulan I 2015 menjadi 28,69% (yoy) pada Triwulan II 2015.
Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Triwulan II 2015 yang masih mengalami
peningkatan sebesar 82,38% dari 80,46% pada Triwulan I 2015. Sementara itu,
rasio kredit macet Non Performing Loan (NPL) pada triwulan laporan juga
mengalami peningkatan sebesar 5,71% dari 5,46 pada Triwulan I 2015. Kualitas
kredit yang rendah diperkirakan karena ada perlambatan ekonomi secara
keseluruhan.
Tabel 3.2 Perkembangan Kinerja BPR
Peningkatan DPK pada Triwulan II 2015 didorong oleh meningkatnya
Deposito sebesar 40,59% (yoy) dari 29,52% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Sementara itu, komponen Tabungan pada Triwulan II 2015 tumbuh melambat
9,84% lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai 16,31% (yoy).
Apabila dilihat berdasarkan komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK) pada triwulan
ini masih didominasi oleh kelompok deposito yang mencapai 66,97%, sementara
Tabungan memperoleh porsi yang lebih kecil yaitu sebesar 33,03% dari total DPK.
Indikator
Utama I II III IV I II
Aset (miliar) 336.87 343.28 355.19 373.58 415.26 436.99 454.41
y-o-y aset 34.35% 35.32% 34.81% 23.48% 23.27% 27.30% 26.50%
Kredit (miliar) 255.73 270.06 294.39 306.28 318.54 330.21 348.80
y-o-y kredit 45.80% 49.33% 38.87% 26.41% 24.56% 22.27% 18.59%
DPK (miliar) 247.60 250.20 323.64 274.78 308.97 311.39 330.86
y-o-y DPK 33.00% 37.53% 76.04% 29.98% 24.79% 24.45% 28.69%
LDR 84.26% 82.57% 85.60% 84.13% 79.40% 80.46% 82.38%
NPL 4.45% 4.96% 5.08% 5.30% 4.76% 5.46% 5.71%
2014 20152013
| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 44
Grafik 3.16 Komposisi DPK Grafik 3.17 Pertumbuhan DPK
Secara umum kredit yang disalurkan oleh BPR pada Triwulan II 2015
tumbuh melambat. Perlambatan tersebut didorong oleh kredit Investasi yang
mengalami perlambatan sebesar 17,34% (yoy) lebih rendah dari Triwulan I 2015
sebesar 35,79% (yoy). Kredit Konsumsi juga mengalami perlambatan dari 17,34%
(yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 16,72% (yoy) pada Triwulan II 2015. Sementara
itu, komponen kredit Modal Kerja pada Triwulan II 2015 sedikit melambat sebesar
20,15% (yoy) dari 20,99% (yoy) pada Triwulan I 2015.
Berdasarkan komposisi kredit, kredit Modal Kerja mengambil porsi terbesar
dengan persentase sebesar 48,76%, diikuti oleh kredit Konsumsi sebesar 33,09%
dan 18,14% oleh kredit Investasi.
Berdasarkan sektor ekonomi, maka sektor bukan lapangan usaha lainnya
merupakan sektor Utama penyaluran kredit atau dengan share 31,67%, selanjutnya
perdagangan besar dan eceran sebesar 21,88%, dan Transportasi pergudangan dan
komunikasi sebesar 10,37%.
Grafik 3.18 Kredit BPR Berdasarkan Sektor
Ekonomi
Grafik 3.19 NPL Kredit BPR Berdasarkan
Sektor Ekonomi
Pada triwulan II 2015 angka rasio kredit macet Non Performing Loan
BPR mengalami sedikit peningkatan. Peningkatan tersebut didorong oleh rasio
kredit macet pada kredit Modal Kerja sebesar 11,54% dari 9,94% pada Triwulan I
2015. Kemudian kredit Investasi pada Triwulan II 2015 sebesar 7,46% lebih tinggi
| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 45
dari Triwulan I 2015 yang hanya mencapai 6,74%(yoy). Diikuti oleh kredit Konsumsi
sebesar 4,75% pada Triwulan II 2015 dari 3,63% pada Triwulan I 2015.
Selain itu, apabila rasio kredit macet dilihat berdasarkan sektor ekonomi
maka sektor penyumbang NPL terbesar adalah Pedagang Besar dan Eceran dengan
persentase sebesar 39,63%, yang diikuti oleh sektor Bukan Lapangan Usaha Lainnya
17,91%, dan Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi sebesar 10,85%.
Untuk menekan angka rasio kredit macet, perlu adanya kerja sama yang baik
antara Otoritas Jasa Keuangan Provinsi NTT selaku pengawas lembaga keuangan
dengan BPR dalam penyaluran kredit yang selektif serta penerapan prinsip kehati-
hatian terhadap debitur.
3.4 Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
Perkembangan perbankan berdasarkan sebaran pulau dibagi menjadi tiga
pulau, yaitu pulau flores, sumba dan timor. Dilihat dari sisi pertumbuhan baik itu
Asset, Penghimpunan DPK, Penyaluran Kredit dan Rasio NPL, pulau sumba pada
triwulan ini tumbuh paling tinggi dari pulau flores dan pulau timor.
Grafik 3.20 Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
3.4.1 Pulau Flores
Pada Triwulan II 2015 pertumbuhan kinerja perbankan di pulau Flores
tumbuh sedikit meningkat. Hal ini tercermin dari pertumbuhan penghimpunan
DPK pada triwulan ini yang mencapai 36,76% (yoy) sedikit lebih tinggi dibandingkan
Triwulan I 2015 36,40% (yoy). Selain itu penyaluran kredit juga mengalami
peningkatan dari 27,58% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 28,20% (yoy) pada
Triwulan II 2015. Aset perbankan di pulau Flores pada Triwulan II 2015 tumbuh
sebesar 32,55% mengalami sedikit perlambatan dibandingkan dengan Triwulan I
2015 yang mencapai 32,64%(yoy). Sementara itu, angka rasio kredit macet (NPL) di
pulau flores pada Triwulan II 2015 mengalami peningkatan dari periode sebelumnya
| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 46
yaitu dari 1,72% menjadi 1,83%, namun demkian angka tersebut masih dibawah
rasio kredit macet total Provinsi NTT.
Grafik 3.21 Komposisi DPK di Pulau Flores Grafik 3.22 Komposisi Kredit di Pulau Flores
3.4.2 Pulau Sumba
Kinerja perbankan di pulau Sumba pada Triwulan II 2015 mengalami
peningkatan signifikan. Hal ini dilihat dari pertumbuhan Aset pada Triwulan II
2015 meningkat dari 50,65% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi 52,91% (yoy).
Peningkatan tersebut juga diikuti oleh penghimpunan DPK yang tumbuh sebesar
60,69% (yoy) pada Triwulan II 2015 sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 60,07% (yoy) pada Triwulan I 2015.
Penyaluran Kredit perbankan di pulau Sumba juga mengalami peningkatan 33,75%
(yoy) lebih tinggi dari Triwulan I 2015 yang sebesar 33,75% (yoy). Sementara itu,
rasio kredit macet di pulau Sumba juga mengalami penurunan dari 1,03% pada
Triwulan I 2915 menjadi 1,01% pada triwulan ini.
Grafik 3.23 Komposisi DPK di Pulau Sumba Grafik 3.24 Komposisi Kredit di Pulau Sumba
3.4.3 Pulau Timor Pada Triwulan II 2015 kinerja perbankan di pulau Timor tumbuh melambat.
Aset perbankan di pulau Timor pada triwulan ini mengalami pertumbuhan sebesar 19,28%
(yoy) lebih rendah dibandingkan Triwulan I 2015 yang mencapai 24,69% (yoy).
Penghimpunan DPK juga sedikit melambat dari 2,84% (yoy) pada Triwulan I 2015 menjadi
| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 47
2,32% (yoy) pada Triwulan II 2015. Sementara itu, penyaluran kredit pada Triwulan II 2015
tumbuh melambat sebesar 4,72% (yoy) lebih rendah dari Triwulan I 2015 yang mencapai
5,40% (yoy). Berdasarkan rasio kredit macet, pulau Timor pada triwulan ini mengalami
peningkatan sebesar 2,30% dari 1,38% pada Triwulan I 2015.
Grafik 3.25 Komposisi DPK di Pulau Timor Grafik 3.26 Komposisi Kredit di Pulau Timor
3.5 Sistem Pembayaran
3.5.1 Transaksi Non Tunai
3.5.1.1 Transaksi Kliring (SKNBI) Pada Triwulan II 2015 transaksi kliring atau Sistem Kliring Bank
Indonsia (SKNBI) di Provinsi NTT mengalami perlambatan. Namun demikian
apabila dibandingkan dengan pertumbuhan kliring Nasional pada periode yang
sama, maka transaksi kliring Provinsi NTT masih tumbuh jauh di atas pertumbuhan
kliring Nasional. Pada Triwulan II 2015 kliring Nasional tumbuh sebesar 5,23% (yoy)
lebih rendah dari triwulan sebelumnya yaitu mencapai 10,53% (yoy) dan dari sisi
volume melambat 5,01% (yoy) dari 9,11% (yoy) pada Triwulan I 2015. Sementara
itu, pertumbuhan kliring di Provinsi NTT pada Triwulan II 2015 dari sisi nominal
mencapai Rp. 929,36 miliar atau mengalami perlambatan sebesar 9,77% (yoy) dari
17,93% (yoy) pada Triwulan I 2015. Berdasarkan volume perputaran transaksi
kliring pada triwulan ini juga tumbuh melambat sebesar 12,49% (yoy) lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 15,27% (yoy).
| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 48
Grafik 3.27 Perkembangan SKNBI NTT Grafik 3.28 Perkembangan SKNBI Nasional
3.5.1.2 Transaksi RTGS Pada Triwulan II 2015 pertumbuhan transaksi BI-RTGS berdasarkan
nominal mengalami peningkatan yang signifikan, namun dari sisi volume
mengalami penurunan. Walaupun demikian, nominal yang meningkat mendorong
aliran transfer masuk lebih besar dibandingkan aliran transfer yang keluar. Hal ini
dapat menggambarkan adanya aliran dana segar atau investasi di Provinsi NTT,
selain itu juga merupakan transfer pemerintah dalam rangka penambahan APBN
dan persiapan pembayaran gaji ke 13.
Transfer RTGS dari Provinsi NTT keluar (outflow) tercatat sebesar Rp. 40,04
triliun atau tumbuh sebesar 94,40% (yoy) meningkat bila dibandingkan dengan
Triwulan I 2015 yang hanya mencapai 84,39%(yoy). Transfer RTGS yang masuk
(inflow) ke Provinsi NTT pada triwulan ini tercatat sebesar Rp.43,75 triliun atau
mengalami peningkatan yang signifikan dari 144,03% (yoy) pada Triwulan I 2015
menjadi 235,18% (yoy) pada Triwulan II 2015. Seiring dengan peningkatan inflow
NTT dari sisi nominal menyebabkan Nett-Inflow NTT sebesar Rp. 3,71 triliun atau
tumbuh meningkat sebesar 149,16% (yoy)
Grafik 3.29 Perkembangan BI-RTGS
Berdasarkan Volume
Grafik 3.30 Perkembangan SKNBI NTT
Berdasarkan Nominal
| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 49
3.5.2 Transaksi Tunai
Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa
kegiatan, jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow),
jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan kegiatan
pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL).
3.5.2.1 Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow) Perkembangan uang tunai di Provinsi NTT mengalami peningkatan.
Meningkatnya pertumbuhan digambarkan oleh terjadinya Nett-outflow pada
Triwulan II 2015. Hal ini didorong oleh peningkatan outflow sebesar Rp. 926,21
miliar atau tumbuh sebesar 13,48% (yoy) pada triwulan ini, lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 10,37% (yoy). Sementara itu,
aliran inflow pada Triwulan II 2015 sebesar Rp.434,12 miliar atau mengalami
penurunan -33,34% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan I 2015 yang mengalami
pertumbuhan sebesar 31,50% (yoy). Pada triwulan ini outflow lebih besar
dibandingkan dengan Inflow sehingga Provinsi NTT pada Triwulan II 2015
mengalami Nett-outflow dengan pertumbuhan sebesar 456,88% (yoy) meningkat
signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 167,31%
(yoy). Dengan adanya Nett-outflow pada Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
NTT berarti uang yang beredar dimasyarakat lebih banyak dan menandakan adanya
pergerakan ekonomi yang positif dibandingkan dengan uang yang disetor atau
disimpan di bank.
Grafik 3.31 Perkembangan Transaksi Tunai Grafik 3.32 Perkembangan Arus Uang Tunai
(Inflow-Outflow)
Jumlah aliran uang dari dan ke Bank Indonesia di Provinsi NTT mengikuti pola
tren pergerakan triwulanannya. Di Provinsi NTT, pada awal tahun Triwulan I
cenderung akan melakukan penyetoran (inflow) kemudian pada Triwulan II uang
yang beredar akan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan uang yang disetor oleh
| Bab III - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran 50
perbankan di Bank Indonesia. Hal ini menggambarkan adanya perkembangan
ekonomi yang positif pada Triwulan II 2015.
3.5.2.2 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Pada triwulan II 2015, jumlah pemusnahan uang di Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi NTT tercatat sebesar Rp. 276,55 miliar, meningkat
sebesar 19,53% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang hanya mencapai
2,26% (yoy). Sementara itu, rasio pemusnahan uang Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi NTT dibandingkan Nasional pada Triwulan II 2015 yaitu sebesar
0,83%. Peningkatan ini disebabkan oleh masih rendahnya kesadaran masyarakat
dalam menjaga kualitas uang yang dimiliki.
3.5.2.3 Temuan Uang Palsu (UPAL) Pada triwulan II 2015, temuan uang palsu yang dilaporkan ke Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT sedikit menurun. Jumlah lembar uang
palsu turun dari 27 lembar menjadi 22 lembar pada triwulan laporan. Uang palsu
yang ditemukan umumnya uang kertas pecahan Rp.100.000,- dan pecahan
Rp.50.000,-. Peningkatan jumlah uang palsu yang ditemukan salah satunya
merupakan hasil dari intensifnya kegiatan pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah.
Selain hal itu, peningkatan pemahaman masyarakat terhadap temuan uang palsu
juga menjadi alasan tingginya uang palsu yang dilaporkan.
Grafik 3.33 Perkembangan UTLE di Provinsi
NTT
Grafik 3.34 Perkembangan UPAL di Provinsi
NTT
Upaya penanggulangan uang palsu secara represif dilaksanakan oleh
Kepolisian dengan menangkap dan menghukum pembuat maupun pengedar uang
palsu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
| Boks 3 - Pengungkapan Kasus Pengedaran Uang Palsu di Kabupaten Ngada 51
BOKS 3. PENGUNGKAPAN KASUS PENGEDARAN UANG PALSU DI KABUPATEN NGADA SERTA PENANDATANGANAN KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KPW BI PROVINSI NTT DAN KEPOLISIAN DAERAH NTT
Pada hari Selasa tanggal 16 Juni 2015, Polres Ngada telah menemukan 938
lembar uang rupiah yang diragukan keasliannya yang terdiri atas 160 lembar pecahan
Rp.100.000,- tahun emisi 2004 dan 778 lembar pecahan Rp.50.000,- tahun emisi 2005
di Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada. Terungkapnya kasus ini tidak terlepas dari
peran 2 (dua) orang warga setempat yang memberikan informasi kepada petugas
kepolisian. Menindaklanjuti informasi dimaksud, Kantor Perwakilan Bank Indonesia
(KPw BI) Provinsi NTT melakukan koordinasi dengan Polres setempat yang dilanjutkan
dengan pengiriman penyidik Polres Ngada untuk melakukan klarifikasi atas temuan
dimaksud sekaligus membuat Berita Acara Pemeriksaan Saksi Ahli. Berdasarkan hasil
klarifikasi, dapat dipastikan bahwa seluruh temuan uang rupiah yang diragukan
keasliannya tersebut bukan merupakan uang asli yang dikeluarkan oleh BI. Adapun hal-
hal teknis yang membuktikan bahwa uang temuan dimaksud tidak sesuai dengan ciri-
ciri keaslian uang rupiah adalah sebagai berikut:
Tabel Boks 3.1. Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah
Kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam mengenali uang rupiah sangat
dibutuhkan untuk mencegah beredarnya uang yang diragukan keasliannya. KPw BI
Provinsi NTT secara aktif dan berkelanjutan melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang
Dilihat
- Warna pada permukaan uang lebih buram
- OVI tidak berubah warna
- Tidak terdapat benang pengaman yang tertanam dalam uang
Diraba
- Angka nominal dan tulisan Bank Indonesia tidak terasa kasarapabila diraba
Diterawang
- Logo BI (rectoverso) bagian depan dan belakang tidak presisiapabila diterawangkan ke sumber cahaya
- Tidak terdapat latent image
Dengan Ultra Violet (UV)
- Bahan uang yang digunakan adalah bahan kertas yang tidakmemendar di bawah sinar ultra violet
- Tidak terdapat mikroteks
| Boks 3 - Pengungkapan Kasus Pengedaran Uang Palsu di Kabupaten Ngada 52
rupiah setiap tahunnya kepada berbagai elemen masyarakat di seluruh daerah NTT.
Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan kemampuan
masyarakat untuk membedakan uang rupiah asli dan palsu.
Sejalan dengan momen pengungkapan uang rupiah yang diragukan keasliannya
tersebut, pada hari Rabu tanggal 1 Juli 2015, yang juga bertepatan dengan HUT Bank
Indonesia ke 62 dan HUT Bhayangkara ke 69, Kepala KPw BI Provinsi NTTdan Kepala
Kepolisian Daerah NTT menandatangani Kesepakatan Bersama tentang Tata Cara
Pelaksanaan Kerja Sama Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Tugas dan
Kewenangan Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Kesepakatan bersama tersebut merupakan tindak lanjut di tingkat daerah setelah
ditandatanganinya Nota Kesepahaman antara Gubernur Bank Indonesia, Agus D. W.
Martowardojo, dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia pada saat itu,
Jendral Polisi Sutarman tanggal 1 September 2014 di Jakarta tentang Kerjasama dalam
Mendukung Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Bank Indonesia dengan Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
Tabel Boks 3.2. Nota Kesepahaman Dalam Rangka Mendukung Tugas Bank Indonesia
antara Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia
Adapun isi Kesepakatan Bersama antara KPw BI Provinsi NTT dengan Polda NTT
diantaranya adalah:
Tata cara pelaksanaanpenanganan dugaan
TP SP dan KUPVA
Tata cara pelaksanaanpenanganan dugaan
pelanggarankewajiban
penggunaan uangrupiah di NKRI
Tata cara pelaksanaanpengamanan BI danpengawalan barang
berharga milik negara
Tata cara pelaksanaanpembinaan danpengawasan thdBadan Usaha Jasa
Pengamanan untukkawal angkut uang
dan pengelolaan uang
| Boks 3 - Pengungkapan Kasus Pengedaran Uang Palsu di Kabupaten Ngada 53
Kesepakatan bersama yang telah ditandatangani sebagai bentuk sinergi antara
KPw BI Provinsi NTT dan Kepolisian Daerah NTT diharapkan dapat mencegah tindak
pidana tidak hanya terhadap pemalsuan uang rupiah, tetapi juga tindak pidana lainnya
di bidang Sistem Pembayaran seperti: transfer dana, Alat Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu, uang elektronik, KUPVA, dan pelanggaran kewajiban
penggunaan uang rupiah di wilayah NKRI.
Evaluasi efektivitaspenanganan dugaan TP
SP dan KUPVA
Forum Koordinasi Tingkat Daerah (FTKD) ProvinsiNTTPertemuan koordinasiminimal setahun sekali
Evaluasi efektivitaspelaksanaan penangananpelanggaran kewajiban
penggunaan Rupiah
KPw BI NTT dan PoldaNTT melaksanakan rapatsecara rutin minimal setahun sekali
Evaluasi pengamanan danpengawalan barang
berharga
KPw BI NTT dan PoldaNTT melaksanakan rapatsecara rutin minimal setahun sekali
Evaluasi efektivitaskoordinasi pembinaan dan
pengawasan BUJP
KPw BI NTT dan Polda NTT melaksanakan rapat secararutin minimal setahun sekali
Siaran Pers
Dilakukan oleh KPw BI Provinsi NTT dan KepolisianDaerah NTT berdasarkankesepakatan bersama dandilakukan secara selektif.
| Bab IV Keuangan Daerah 54
KEUANGAN DAERAH Kinerja realisasi keuangan pemerintah pada triwulan II 2015 masih cukup
rendah seiring dengan realisasi belanja yang belum optimal. Namun demikian,
mulai selesainya permasalahan numenklatur Kementerian dan sebagian besar
proses tender yang sudah selesai, diyakini dapat meningkatkan realisasi belanja
pemerintah pada semester II. Realisasi pendapatan pemerintah hingga triwulan
II 2015 relatif cukup tinggi dan telah melebihi 50% dari pagu rencana
pendapatan
Realisasi belanja pemerintah, terutama belanja modal relatif cukup rendah.
Terdapat penambahan alokasi anggaran APBN untuk Provinsi NTT sebesar
28,31% pada triwulan-II 2015. Adanya realisasi dana desa dan
penyelenggaraan Pilkada di 9 Kabupaten berpotensi meningkatkan belanja
Pemerintah.
4.1 Kondisi Umum
Pada triwulan-II 2015, terdapat kenaikan pagu anggaran belanja
Pemerintah Pusat di Provinsi NTT. Peningkatan anggaran APBN sebesar 28,3%
atau Rp 2,4 triliun, dari sebelumnya Rp 8,58 triliun (Tw I -2015) menjadi Rp 11,01
triliun (Tw-II 2015). Peningkatan anggaran tersebut diperuntukkan bagi
pengembangan sektor infrastruktur, perguruan tinggi dan dana desa. Apabila
dikumulatifkan, total pagu anggaran belanja Pemerintah (Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota) di Provinsi NTT sepanjang tahun 2015 mencapai Rp 31,08 triliun
atau meningkat sebesar Rp 3,8 triliun dibandingkan tahun 2014. Pangsa alokasi
belanja terbesar ada pada belanja konsumsi yang mencapai 70,5% dari pagu
belanja, sementara belanja modal sebesar 29,5%.
Berdasarkan komponennya, realisasi pendapatan pemerintah pada
triwulan-II 2015 mencapai 53,3% dari pagu pendapatan APBN dan APBD
tahun 2015. Pendapatan tertinggi terutama berasal dari realisasi Dana Alokasi
Umum (DAU) kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang telah mencapai
55,2% atau Rp 6,6 triliun pada triwulan-II 2015. Sementara, transfer dana desa ke
rekening Pemerintah Kabupaten/Kota telah mencapai 40% atau sebesar Rp 325
miliar, namun proses pencairan sampai rekening desa masih terkendala kelengkapan
administrasi di tingkat desa untuk beberapa daerah. Di sisi lain, pendapatan APBN
telah mencapai 233,6% seiring dengan adanya realisasi penerimaan pajak yang tidak
dikenakan target perolehan pendapatan pajak (sifat perolehan data Pajak
| Bab IV Keuangan Daerah 55
Penghasilan (PPh) yang tidak hanya dihasilkan dari penduduk di Provinsi NTT, tetapi
juga ditambah dengan penduduk ber-KTP NTT yang ada di luar wilayah NTT).
Grafik 4.1. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota
di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Dari komponen belanja daerah, total realisasi belanja pemerintah
hingga triwulan-II 2015 mencapai 23,9%1 atau Rp 7,4 triliun dari total pagu
tahun 2015 sebesar Rp 31,09 triliun. Realisasi anggaran yang cukup rendah terutama
berasal dari anggaran belanja Pemerintah Pusat (19,4%) dan Pemerintah
Kabupaten/Kota (24,4%), sementara belanja Pemerintah Provinsi (36,6%) cenderung
mengalami kenaikan apabila dibandingkan periode yang sama tahun 2014 sebesar
32,8%. Pencapaian realisasi anggaran yang masih cukup rendah terjadi seiring
adanya penambahan anggaran APBN hingga sebesar Rp 2,4 triliun pada triwulan-II
dan adanya beberapa kendala yang muncul, seperti: permasalahan numenklatur
yang masih terjadi di beberapa Kementerian, proses lelang yang masih berjalan,
kontraktor yang tidak mencairkan anggaran sesuai termin proyek, keengganan
pegawai untuk menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan permasalahan
administrasi proyek yang cukup panjang. Dampak penyesuaian numenklatur dapat
terlihat pada realisasi anggaran Pendidikan Dasar (Dikdas) dan Pendidikan Menengah
(Dikmen) yang masih terkendala proses penggabungan. Begitupula dengan realisasi
belanja Kemenristek dan Dikti yang baru mencapai 3% dikarenakan tidak dapat
melakukan proses tender sampai permasalahan numenklatur selesai.. Dalam rangka
1 Data bersumber dari realisasi anggaran pendapatan dan belanja negara alokasi Provinsi Nusa Tenggara Timur
serta APBD Provinsi NTT dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT. Sifat data adalah realisasi hingga akhir Juni 2015.
Sifat data masih sementara karena masih terus dilakukan update di beberapa kabupaten/kota.
| Bab IV Keuangan Daerah 56
mendorong peningkatan realisasi belanja, Sekretaris Daerah Provinsi NTT telah
menyampaikan surat kepada semua SKPD agar segera melakukan percepatan
realisasi anggaran, selain itu terdapat pula aturan dari Gubernur bahwa Satker yang
memiliki penyerapan anggaran di bawah rata-rata tidak akan mendapatkan
penambahan anggaran pada APBD Perubahan 2015.
4.2 Pendapatan Daerah
Sumber pendapatan utama APBN di Provinsi NTT sampai dengan
triwulan-II 2015 berasal dari Pajak Penghasilan yang mencapai 54,3% atau Rp
386,8 miliar dari total pendapatan APBN di Provinsi NTT. Sementara untuk
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sumber pendapatan utama
daerah sampai dengan triwulan II berasal dari Dana alokasi Umum (DAU), dengan
rincian: Pemerintah Provinsi mendapatkan anggaran Rp 758 miliar atau 45,5% dari
total pendapatan Pemerintah Provinsi NTT, sementara Pemerintah Kabupaten/Kota
mendapatkan Rp 5,9 triliun atau 74,1% dari total pendapatan Pemerintah
Kabupaten/Kota.
Selain DAU, realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten/Kota juga ditopang dari dana penyesuaian dan otonomi khusus
(Otsus) yang cukup besar. Untuk Pemerintah Provinsi, pendapatan dana Otsus
mencapai Rp 479 miliar atau 28,7% dari total pendapatan. Sementara dana
penyesuaian untuk Pemerintah Kabupaten/Kota mencapai Rp 643 miliar atau 8,1%
dari total pendapatan.
Grafik 4.2. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT
Grafik 4.3. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di
NTT
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT, diolah Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Berdasarkan sumber pendapatan, realisasi pendapatan dari dana Otsus untuk
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota hingga triwulan-II 2015 mencapai 50,2%
| Bab IV Keuangan Daerah 57
dari total pagu, sementara pendapatan dari Dana Alokasi Umum (DAU) mencapai
55,2%. Di sisi lain, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berhasil dikumpulkan oleh
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota mencapai 40,6%.
Secara spasial, rata-rata realisasi pendapatan Pemerintah
Kabupaten/Kota di Provinsi NTT mencapai 50,18%. Realisasi pendapatan
tertinggi di Provinsi NTT diperoleh oleh Kab. Manggarai Timur (Matim) yang
mencapai 58%, sementara realisasi pendapatan terendah ada di Kab. Timor Tengah
Utara (TTU) yang baru mencapai 40,5%. Tingginya realisasi pendapatan Kab. Matim
terutama didorong oleh realisasi DAU yang telah mencapai 58,3% serta dana Otsus
yang telah mencapai 70,4%. Sementara realisasi DAU untuk Kab. TTU baru
mencapai 41,7% dan dana Otsus hanya mencapai 28,6%. Tingginya DAU dan Otsus
menunjukkan adanya ketergantungan tinggi Provinsi NTT kepada Pemerintah Pusat,
guna mengurangi hal tersebut, perlu adanya penciptaan obyek-obyek pendapatan
pajak dan restribusi baru melalui peningkatan iklim investasi dan penciptaan sentra
industri baru.
Grafik 4.4. Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT
Grafik 4.5. Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT
4.3 Belanja Daerah
Realisasi belanja Pemerintah di Provinsi NTT hingga triwulan-II 2015 mencapai
Rp 7,4 triliun atau 23,9% dari pagu belanja tahun 2015. Realisasi belanja
tertinggi berada pada Pemerintah Provinsi yang mencapai 36,6%, sementara
penambahan anggaran APBN membuat realisasi anggaran pemerintah pusat
baru mencapai 19,4%. Realisasi belanja pemerintah daerah di Provinsi NTT masih
didominasi oleh belanja konsumsi dengan pangsa 87,5% dari total realisasi belanja
pada triwulan-II. Realisasi belanja konsumsi tertinggi terutama dipergunakan untuk
belanja pegawai. Namun untuk Pemerintah Provinsi, realisasi belanja hibah menjadi
| Bab IV Keuangan Daerah 58
komponen yang paling tinggi menyerap anggaran sampai dengan triwulan-II 2015.
Dari segi serapan anggaran belanja modal, realisasi belanja modal tertinggi oleh
pemerintah Provinsi yang mencapai 20,4%, sementara realisasi terendah berada
pada Pemerintah Kabupaten/Kota yang baru mencapai 5,8%.
Beberapa permasalahan yang menghambat percepatan realisasi
anggaran di daerah selain permasalahan numenklatur Kementerian,
diantaranya adalah permasalahan administrasi, keengganan pegawai untuk
menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta kebiasaan kontraktor untuk
mencairkan termin di akhir proyek. Permasalahan administrasi terjadi pada
beberapa kasus, diantaranya pencairan dana desa ke rekening desa yang
memerlukan adanya kelengkapan proposal administrasi (RPJMDes, RKPDes dan
APBDes), serta belum siapnya sumber daya manusia di daerah untuk menerapkan E-
Catalogue. Permasalahan lainnya adalah banyaknya PPK yang tersangkut masalah
hukum dalam kegiatan proyek sehingga menyebabkan keenganan para pegawai di
daerah untuk menjadi PPK. Fungsi advisory dan pembinaan dari instansi hukum
terkait perlu ditingkatkan guna menciptakan rasa aman bagi PPK dalam melakukan
kegiatan proyek. Sementara, keengganan kontraktor untuk mengambil dana sesuai
termin disebabkan oleh lokasi kontraktor yang berada di daerah dan proses
administrasi yang panjang di SKPD, sehingga kontraktor lebih memilih mencairkan
termin di akhir proyek.
Potensi realisasi anggaran belanja pada triwulan-III 2015 diperkirakan
akan meningkat seiring selesainya permasalahan numenklatur, kegiatan
lelang yang sudah berjalan di satker dan realisasi dana desa. Terkait dana
desa, sampai akhir Juni 2015 telah dilakukan transfer kepada seluruh
kabupaten/kota di Provinsi NTT dengan total anggaran Rp 325 miliar atau 40% dari
pagu anggaran dana desa. Selanjutnya, dalam proses pencairan dan penggunaan
dana desa perlu adanya agenda pengumpulan Kepala Desa untuk dilakukan
bimbingan dan pengarahan, sehingga kekhawatiran terjadinya penyalahgunaan
anggaran dan potensi kesalahan prosedur dapat diminimalisir. Penggunaan dana
desa yang tepat sasaran dan tepat guna dapat berpengaruh positif bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat desa.
| Bab IV Keuangan Daerah 59
Grafik 4.6. Realisasi Belanja APBN dan APBD
Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Grafik 4.7. Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN
dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.8 Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN
dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Dari sisi spasial, realisasi belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota
pada triwulan II 2015 mencapai rata-rata 23,9%. Realisasi belanja pemerintah
tertinggi ada pada Pemerintah Kab. Flores Timur (31,7%), sementara realisasi
terendah di Kab. Sumba Tengah sebesar 13,4%. Sementara rata-rata realisasi belanja
modal di Provinsi NTT mencapai 5,6% dengan realisasi belanja modal tertinggi Kab.
Sabu Raijua (26,2%) dan terendah Kab. Malaka (0%). Rendahnya realisasi belanja
kiranya dapat menjadi perhatian setiap instansi di daerah, terutama belanja modal
yang dapat menciptakan efek berganda pada perekonomian daerah. Adanya Pilkada
diprediksi akan meningkatkan belanja konsumsi di akhir tahun 2015
.
| Bab IV Keuangan Daerah 60
Grafik 4.9. Realisasi Belanja dan Belanja Modal
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
Berdasarkan data perbankan pada bulan Juni 2015 terdapat Dana
Pihak Ketiga (DPK) atau simpanan pemerintah sebesar Rp 7,26 triliun. Jumlah
tersebut meningkat sebesar Rp 1,27 triliun atau 21,3% (yoy) dibandingkan Juni
2014. Hal ini menunjukkan bahwa hingga triwulan-II 2015 penyaluran realisasi
belanja pemerintah masih cukup rendah. Namun besarnya potensi dana yang belum
terealisasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik pada triwulan-III
2015. Instrumen utama penempatan dana pemerintah di perbankan, terutama
berada pada giro yang mencapai Rp 5,31 triliun, sementara sisanya sebesar Rp 1,95
triliun ditempatkan pada deposito dan tabungan.
Grafik 4.10. Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa
Tenggara Timur
Tabel 4.1. Rincian Simpanan Pemerintah Pusat,
Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK
PUSAT 51.71 0.38 0 52.10
PROVINSI 352.12 4.79 325.60 682.52
KOTA 196.45 31.09 155.17 382.70
KABUPATEN 4,711.34 125.29 1,310.52 6,147.15
TOTAL 5,311.62 161.55 1,791.29 7,264.47
Sumber : Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah
| Bab IV Keuangan Daerah 61
Lampiran:
Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah (*dalam juta Rp)
APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL
PENDAPATAN DAERAH 305,290 15,776,449 3,282,665 19,364,404 713,085 7,938,185 1,668,777 10,320,047
BELANJA DAERAH 11,019,184 16,780,579 3,289,126 31,088,889 2,133,524 4,101,666 1,202,278 7,437,468
Belanja Modal 4,957,480 3,658,397 562,136 9,178,014 603,440 213,323 114,797 931,560
Belanja Konsumsi 6,061,704 13,122,182 2,726,990 21,910,876 1,530,084 3,888,343 1,087,481 6,505,908
Belanja Pegawai 2,476,577 8,513,168 600,956 11,590,702 920,853 2,963,712 244,253 4,128,818
Belanja Barang dan Jasa 3,042,104 3,158,380 581,066 6,781,550 524,035 593,896 181,060 1,298,991
Belanja Hibah - 216,913 1,152,778 1,369,691 - 95,865 572,773 668,639
Belanja Bantuan Sosial 543,022 95,683 28,337 667,042 85,196 9,097 1,148 95,440
Belanja Bagi Hasil - 7,894 320,449 328,343 - 534 75,542 76,076
Bantuan Keuangan - 1,058,542 35,903 1,094,445 - 214,601 11,653 226,254
Konsumsi Lainnya - 71,602 7,500 79,102 - 10,638 1,053 11,691
Belanja Lainnya - - - - - - - -
SURPLUS/DEFISIT (10,713,894) (1,004,130) (6,461) (11,724,485) (1,420,439) 3,836,519 466,499 2,882,579
PEMBIAYAAN DAERAH
Penerimaan 1,097,011.96 61,161.31 1,158,173.26 684,324.02 232,867 917,191
SILPA Tahun Lalu 982,542 53,779 1,036,322 683,816 231,609 915,424
Lainnya 114,470 7,382 121,852 508 1,259 1,767
Pengeluaran 92,900.00 54,700 147,600 15,000.00 - 15,000
Penyertaan Modal 80,400.00 50,000.00 130,400.00 15,000.00 - 15,000
Lainnya 12,500 4,700 17,200 - - -
PEMBIAYAAN NETTO 1,004,112 6,461 1,010,573 669,324 232,867 902,191
SILPA SEKARANG (18) - (18) 4,505,843 699,366 5,205,209
APBN/APBD REALISASI
| Boks 4 - Realisasi Dana Desa Tahun 2015 di Provinsi NTT 62
BOKS 4. REALISASI DANA DESA TAHUN 2015 DI PROVINSI
NTT
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 36 . tanggal 17 Maret 2015, pemerintah
telah mengeluarkan peraturan tentang rincian anggaran pendapatan dan belanja
Negara. Dalam peraturan tersebut, pemerintah meningkatkan alokasi anggaran dana
desa dari sebelumnya hanya sebesar 9 triliun menjadi sebesar 20,77 triliun rupiah. Dari
anggaran tersebut, Provinsi NTT mendapatkan anggaran sebesar 812 miliar yang akan
dibagi untuk 2.936 desa di Provinsi NTT atau secara rata-rata, tiap desa akan
mendapatkan dana sebesar 277 miliar rupiah.
Untuk menjalankan aturan tersebut, maka pada tanggal 29 April 2015,
pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah No. 22 tahun 2015 yang berisi
tentang perubahan atas peraturan pemerintah No. 60 tahun 2014 tentang dana desa
yang bersumber dari APBN. Dalam peraturan tersebut disampaikan bahwa total dana
desa yang disalurkan tahun 2015 adalah sebesar minimal 3% dari APBN, dan akan
meningkat menjadi minimal 6% di tahun 2016 serta meningkat lagi menjadi 10% di
tahun 2017. Tahun 2018 dan seterusnya, dana desa akan dialokasikan sebesar 10%
dari total APBN. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka dana desa di tahun 2016
akan meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi sekitar 1,7 triliun dan kembali
meningkat menjadi sekitar 3,1 triliun di tahun 2017. Besarnya dana yang tersalur
tersebut harus diimbangi dengan peningkatan kapasitas dan kemampuan perangkat
desa, agar pemanfaatan dana tersebut bisa maksimal.
Semangat dari pemberian dana desa tersebut adalah agar terjadi peningkatan
kegiatan ekonomi di desa, sehingga potensi urbanisasi yang selalu terjadi tiap tahun
dapat dikurangi. Adanya dana desa diharapkan juga dapat menahan tenaga produktif,
agar tersedia cukup tenaga kerja untuk bekerja di lahan pertanian yang saat ini mulai
ditinggalkan. Berdasarkan nilai dana, Kabupaten Timor Tengah Selatan mendapatkan
dana desa paling besar dengan nilai nominal mencapai 73,6 miliar dan Kabupaten Sabu
Raijua mendapatkan dana desa terkecil sebesar 17,1 miliar. Besarnya jumlah dana desa
lebih disebabkan oleh lebih banyaknya jumlah desa yang dimiliki oleh masing-masing
kabupaten.
Tabel Box 4.1. Proyeksi Penerimaan Dana Desa di Tiap Kabupaten tahun 2016 dan 2017
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Timur
KABUPATEN 2015 2016** 2017** KABUPATEN 2015 2016** 2017**
KAB. SABU RAIJUA 17.11 36.13 66.25 KAB. S I K K A 40.67 85.90 157.48
KAB. SUMBA BARAT 18.63 39.35 72.15 KAB. MANGGARAI 40.80 86.18 158.00
KAB. SUMBA TENGAH 18.75 39.60 72.59 KAB. A L O R 42.78 90.36 165.67
KAB. B E L U 19.58 41.36 75.82 KAB. TIMOR TENGAH UTARA 43.02 90.86 166.58
KAB. ROTE NDAO 23.23 49.06 89.95 MANGGARAI TIMUR 43.90 92.72 169.99
KAB. NAGEKEO 26.51 56.00 102.68 KAB. KUPANG 44.66 94.33 172.94
KAB. MALAKA 34.66 73.21 134.21 KAB. MANGGARAI BARAT 45.00 95.06 174.27
KAB. NGADA 36.13 76.31 139.90 KAB. FLORES TIMUR 60.70 128.22 235.07
KAB. SUMBA BARAT DAYA 37.94 80.13 146.91 KAB. E N D E 67.30 142.15 260.61
KAB. LEMBATA 38.77 81.88 150.12 KAB. TIMOR TENGAH SELATAN 73.62 155.51 285.10
KAB. SUMBA TIMUR 39.14 82.67 151.55 TOTAL 812.88 1,717.01 3,147.84
| Boks 4 - Realisasi Dana Desa Tahun 2015 di Provinsi NTT 63
Dalam prakteknya, dana desa dapat disalurkan apabila sudah memenuhi
beberapa syarat, yaitu dana baru dapat dicairkan ke kabupaten apabila kabupaten telah
menyusun peraturan daerah tentang keuangan desa. Demikian pula, dana dapat
dicairkan ke desa apabila desa sudah menyusun RPJMDes, RKPDes dan APBDes sebagai
bukti sudah dilakukan perencanaan pembangunan oleh desa. Pencairan dana desa
akan dilakukan dalam tiga termin yaitu termin pertama sebesar 40% akan dicairkan
mulai minggu kedua bulan April 2015. Pencairan termin kedua sebesar 40% akan
dilakukan mulai minggu kedua bulan Agustus tahun 2015 dan termin ketiga akan
dicairkan mulai dari minggu kedua bulan Oktober 2015. Dikarenakan syarat pencairan
dana desa dari APBN ke kas daerah harus berdasarkan peraturan bupati tentang
keuangan desa, maka realisasi penyaluran dari APBN ke kabupaten juga relatif tidak
bersamaan. Kabupaten Kupang, Alor, Lembata, Rote Ndao, dan Kabupaten Sumba
Tengah menjadi kabupaten pertama yang berhak mendapatkan penyaluran dana desa
di bulan April 2015 seiring dengan telah dibuatnya perbup tentang keuangan desa di
kabupaten tersebut. Pada bulan Mei menyusul Kabupaten TTS, TTU, Flores Timur, Ende,
Ngada, Manggarai, Sumba Timur, Manggarai Barat, Nagekeo, Sumba Barat Daya,
Manggarai Timur dan Sabu Raijua yang berhasil mendapatkan penyaluran dana desa
seiring dengan telah disusunnya perbup keuangan desa. Kabupaten Belu, Sikka, Sumba
Barat dan Malaka menjadi Kabupaten terakhir yang mendapatkan penyaluran dana
desa di Bulan Juli 2015. Adapun total dana desa yang sudah direalisasikan ke masing-
masing Kabupaten adalah sebesar 325,2 miliar, atau masing-masing kabupaten sebesar
40% dari total dana desa yang telah dialokasikan.
Grafik Boks 4.1. Mekanisme Pencairan Dana Desa
Tabel Boks 4.2. Realisasi Pencairan Dana Desa Termin Pertama
Sumber : PP No 22 tahun 2015 Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Secara garis besar, prioritas penggunaan dana desa untuk dua hal yaitu
pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat Desa. Dengan kondisi infrastruktur
yang relatif kurang memadai dan merata di semua desa di Provinsi NTT, maka alangkah
baiknya penggunaan dana desa dapat lebih difokuskan untuk pembangunan desa
antara lain untuk pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana
desa, pengembangan potensi ekonomi lokal maupun pemanfaatan SDA dan
lingkungan secara berkelanjutan. Pembangunan sarana dan prasarana sebisa mungkin
tidak bersinggungan dengan tugas pokok SKPD lainnya seperti perbaikan saluran irigasi
KABUPATEN 2015 Realisasi KABUPATEN 2015 Realisasi
KAB. SABU RAIJUA 17.11 6.84 KAB. S I K K A 40.67 16.27
KAB. SUMBA BARAT 18.63 7.45 KAB. MANGGARAI 40.80 16.32
KAB. SUMBA TENGAH 18.75 7.50 KAB. A L O R 42.78 17.11
KAB. B E L U 19.58 7.83 KAB. TIMOR TENGAH UTARA 43.02 17.21
KAB. ROTE NDAO 23.23 9.29 MANGGARAI TIMUR 43.90 17.56
KAB. NAGEKEO 26.51 10.61 KAB. KUPANG 44.66 17.86
KAB. MALAKA 34.66 13.86 KAB. MANGGARAI BARAT 45.00 18.00
KAB. NGADA 36.13 14.45 KAB. FLORES TIMUR 60.70 24.28
KAB. SUMBA BARAT DAYA 37.94 15.17 KAB. E N D E 67.30 26.92
KAB. LEMBATA 38.77 15.51 KAB. TIMOR TENGAH SELATAN 73.62 29.45
KAB. SUMBA TIMUR 39.14 15.65 TOTAL PROVINSI NTT 812.88 325.15
| Boks 4 - Realisasi Dana Desa Tahun 2015 di Provinsi NTT 64
yang seharusnya menjadi tugas dinas pertanian, ataupun penyediaan air baku yang
menjadi tugas balai wilayah sungai. Fungsi pemberdayaan seperti peningkatan kualitas
juga dapat dibantu oleh pemerintah kabupaten seperti yang dilakukan pemerintah
Kabupaten Soe yang saat ini mengkarantina perangkat desa untuk mempercepat
pembuatan RPJMDes, RKPDes dan APBDes agar dana desa dapat lebih cepat disalurkan.
Percepatan penyaluran dana desa dirasa menjadi hal yang mendesak. Setelah
disalurkan, dana desa tersebut harus segera dimanfaatkan dan dibuat laporan agar
pencairan termin kedua yang akan dilakukan pada bulan Agustus ini dapat langsung
terserap berkat adanya laporan realisasi penyerapan dana pada termin sebelumnya.
Namun demikian, realisasi pembangunan menggunakan dana desa hendaknya juga
sesuai dengan yang telah diamanatkan dalam peraturan menteri desa, pembangunan
daerah tertinggal dan transmigrasi Nomor 5 tahun 2015, agar potensi terkena tindakan
hukum atas penyelewengan penggunaan dana desa tidak terjadi. Apabila percepatan
realisasi dapat dilakukan, maka penundaan penyaluran dana desa tahun 2016 ataupun
pemotongan dana desa akibat adanya SILPA yang lebih dari 30% pada tahun 2017
dapat dihindari.
| Bab V - Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 65
KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN
Perkembangan sisi kesejahteraan dan ketenagakerjaan dapat terlihat dari data jumlah penduduk miskin, jumlah tenaga kerja, dan tingkat pengangguran terbuka (TPT).
Indeks Kebahagiaan Provinsi NTT pada tahun 2014 sebesar 66,22 masih dibawah nasional yang sebesar 68,28. Tingkat kepuasan penduduk NTT terhadap keharmonisan keluarga menjadi yang paling tinggi (78,31), sementara yang paling rendah adalah aspek pendidikan (56,05).
Perkembangan angka kemiskinan hingga September 2014 menunjukkan perkembangan positif walaupun belum merepresentasikan kondisi aktual pada tahun 2015. Sementara kondisi tenaga kerja hingga bulan Februari 2015 menunjukkan perlambatan baik dari sisi jumlah tenaga kerja dan TPT.
5.1 Kondisi Umum
Sesuai dengan data terakhir yang dimiliki, angka kemiskinan
menujukkan perkembangan yang positif, sementara kondisi
ketenagakerjaan di Provinsi NTT menunjukkan angka perlambatan. Jumlah
penduduk miskin di Provinsi NTT hingga bulan September 2014 menunjukkan
penurunan menjadi 991,8 ribu jiwa dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 1 juta jiwa. Di sisi lain, jumlah tenaga kerja mengalami
penurunan dari 2,336 juta jiwa pada bulan Februari 2014 menjadi 2,33 juta jiwa
pada Februari 2015. Dari sisi indeks kebahagiaan Provinsi NTT berada di peringkat
ke-2 terbawah, diatas Provinsi Papua yang sebesar 60,97. Secara nasional indeks
kebahagiaan masyarakat Indonesia sebesar 68,28.
5.2 Perkembangan Indeks Kebahagiaan Hidup1
Indeks kebahagiaan hidup merupakan indeks komposit yang disusun
oleh tingkat kepuasan terhadap 10 aspek kehidupan yang esensial. Kesepuluh
aspek tersebut secara substansi dan bersama-sama merefleksikan tingkat
kebahagiaan yang meliputi kepuasan terhadap: 1) kesehatan, 2) pendidikan, 3)
pekerjaan, 4) pendapatan rumah tangga, 5) keharmonisan keluarga, 6) ketersediaan
waktu luang, 7) hubungan sosial, 8) kondisi rumah dan aset, 9) keadaan lingkungan,
dan 10) kondisi keamanan. Semakin tinggi nilai indeks menunjukkan tingkat
kehidupan yang semakin bahagia. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah nilai
indeks maka penduduk semakin tidak bahagia. Tiga aspek kehidupan yang memiliki
1 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
| Bab V - Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 66
kontribusi paling tinggi di Provinsi NTT adalah pendapatan rumah tangga (13,83%),
pekerjaan (12,23%), serta kondisi rumah dan aset (11,57%).
Pada tahun 2014, Indeks Kebahagiaan Hidup Provinsi NTT adalah
sebesar 66,22 masih dibawah indeks Nasional yang sebesar 68,28 dan berada
di peringkat ke-2 terbawah di atas Prov. Papua (60,97). Tingkat kepuasan
penduduk NTT terhadap keharmonisan keluarga adalah paling tinggi (78,31).
Sementara itu, tingkat kepuasan yang paling rendah terjadi pada aspek pendidikan
(56,05). Memperhatikan hal tersebut, perbaikan fasilitas pendidikan menjadi salah
satu hal yang penting untuk dilakukan di Provinsi NTT.
Grafik 5.1. Tingkat Kepuasan Hidup Terhadap 10 Aspek Kehidupan
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2014
Dari 10 indikator, Provinsi NTT memiliki 2 indikator yang lebih baik
dibanding rata-rata nasional, namun 8 indikator lainnya tercatat lebih
rendah. Indikator yang berada di bawah nasional, yaitu kesehatan, pendidikan,
pekerjaan, pendapatan rumah tangga, keharmonisan keluarga, ketersediaan waktu
luang, kondisi rumah dan aset, serta keadaan lingkungan. Kondisi kesehatan relatif
rendah dikarenakan kurangnya tenaga medis dan fasilitas kesehatan yang kurang
memadai, rata-rata tingkat partisipasi sekolah di Provinsi NTT juga relatif lebih rendah
dibandingkan nasional, terlebih lagi apabila dilihat dari segi kualitas pendidikan yang
masih jauh lebih rendah dibanding nasional. Rendahnya jumlah lapangan pekerjaan
formal membuat indeks pekerjaan relatif rendah. Rencana kawasan industri bolok,
maupun kemudahan prosedur investasi mutlak diperlukan agar penyerapan tenaga
kerja lebih optimal. Banyaknya pekerjaan non formal di sektor pertanian
menyebabkan rendahnya pendapatan perkapita Provinsi NTT apabila dibandingkan
Provinsi lainnya. Rendahnya pendapatan perkapita mmbuat kondisi rumah dan aset
yang dimiliki menjadi kurang layak dikarenakan keterbatasan kemampuan ekonomi
masyarakat. Di sisi lain, kondisi keamanan relatif lebih baik dibandingkan nasional,
| Bab V - Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 67
dikarenakan oleh kondisi sosial masyarakat dan lingkungan yang masih menganut
rasa kekeluargaan yang kuat. Walaupun kondisi ekonomi relatif rendah, kondisi
Keharmonisan keluarga masih relatif sama dengan nasional.
5.3 Perkembangan Kesejahteraan
5.3.1 Tingkat Kemiskinan Berdasarkan data terakhir yang dimiliki, pada bulan September 2014
jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT cenderung mengalami trend
penurunan. Jumlah penduduk miskin tercatat sebesar 991.880 jiwa atau 19,6%
dari total penduduk di Provinsi NTT yang sekitar 5,03 juta jiwa. Dari kriteria asal
penduduk, penduduk miskin di Provinsi NTT didominasi oleh penduduk pedesaan
sebanyak 886.180 jiwa, sementara penduduk miskin perkotaan hanya 105.700 jiwa.
Apabila dibandingkan dengan rata-rata nasional yang sebesar 10,96% prosentase
angka kemiskinan Provinsi NTT masih jauh lebih tinggi. Prosentase angka kemiskinan
Provinsi NTT juga masih berada pada peringkat ke-3 terbawah nasional, dan hanya
berada di atas Provinsi Papua Barat (26,26%) dan Provinsi Papua (27,80%).
Terobosan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan
kemampuan masyarakat di sektor pendidikan, serta upaya mengurangi hambatan-
hambatan dalam kegiatan investasi guna membuka lapangan kerja baru merupakan
beberapa solusi guna mengurangi angka kemiskinan di Provinsi NTT.
Grafik 5.2. Perbandingan Prosentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 5.3. Sepuluh Daerah dengan Jumlah Prosentase Kemiskinan tertinggi
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
5.3.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani Sektor Pertanian merupakan salah satu sektor unggulan di Provinsi NTT
dengan porsi PDRB mencapai 30%. Salah satu ukuran kesejahteraan petani dapat
terlihat dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang merepresentasikan tingkat kemampuan/
daya beli petani di Perdesaan. NTP di Provinsi NTT pada Tw-II 2015 tercatat
| Bab V - Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 68
sebesar 101,05 sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 101,21. Penurunan tercatat dari Indeks yang diterima (IT) petani yang
tercatat sebesar 117,29 dibandingkan TW-I sebesar 117.32. Penurunan diperkirakan
terjadi karena adanya penurunan harga jual di kelompok penangkapan ikan dan
petani palawija. Sementara, Indeks yang dibayar (IB) tercatat sebesar 116,08
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 115,93. Peningkatan
indeks yang dibayar (IB) terutama berasal dari peningkatan biaya transportasi dan
komunikasi untuk konsumsi rumah tangga, serta biaya transportasi dan penambahan
barang modal untuk kegiatan produksi. Kondisi panen hasil pertanian yang
terganggu permasalahan pupuk, hama dan cuaca, serta gagal panen di beberapa
daerah akibat kekeringan dapat menjadi indikator menurunnya pendapatan petani di
pedesaan.
Grafik 5.4. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi NTT
Sumber : BPS, diolah
5.4 Kondisi Ketenagakerjaan Umum
Perkembangan jumlah tenaga kerja di Provinsi NTT pada bulan
Februari 2015 tercatat sebesar 2,33 juta menurun dibandingkan periode yang
sama pada tahun 2014 yang sebesar 2,336 juta jiwa. Sementara itu, tingkat
pengangguran terbuka (TPT) juga menunjukkan kenaikan sebesar 3,12% atau
75.110 jiwa dibandingkan Februari 2014 yang sebesar 1,97% (46.904 jiwa).
Beberapa permasalahan sektor pertanian seperti pergeseran musim panen dan
musim tanam turut mendorong kurang maksimalnya penyerapan tenaga kerja pada
bulan Februari 2015, kondisi ini ditambah dengan perlambatan penyerapan pekerja
sektor perdagangan akibat lesunya omset seiring daya beli masyarakat yang
menurun. Porsi sektor pekerjaan utama di Provinsi NTT sendiri adalah sektor
pertanian (63%), sektor jasa kemasyarakatan (15%), dan sektor perdagangan
(8,14%).
| Bab V - Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 69
Grafik 5.5. Perkembangan Angkatan Kerja Grafik 5.6. Struktur Pekerjaan di NTT
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
5.4.1 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang
Berdasarkan hasil survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS)
BPS Provinsi NTT, diketahui bahwa pada Triwulan II-2015 penyerapan tenaga
kerja IBS didominasi oleh sektor industri minuman dengan porsi 44,86%,
sementara sektor furnitur dan makanan cenderung mengalami penurunan.
Dari sisi produktivitas, terjadi kenaikan produktivitas sebesar 28,02% atau Rp10,37
juta pada Triwulan-II 2015 dibandingkan Triwulan-I 2015 yang sebesar Rp 8,10 juta.
Peningkatan tertinggi terutama berasal dari industri makanan yang mencapai Rp
15,29 juta/ tenaga kerja, sementara industri furnitur sebesar Rp 10,61 juta/tenaga
kerja dan industri minuman sebesar Rp 7,29 juta/tenaga kerja. Angka produktivitas
yang rendah dibandingkan porsi pegawai yang cukup tinggi pada industri minuman
dapat menunjukkan masih rendahnya tingkat produktivitas pekerja di Provinsi NTT.
Grafik 5.7. Porsi Penyerapan Pekerja IBS Grafik 5.8. Produktivitas Pekerja IBS
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
| Bab V - Kesejahteraan dan Ketenagakerjaan 70
5.4.2 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
Dari hasil SKDU TW-II 2015 di Provinsi NTT, terlihat bahwa indikator
ketenagakerjaan menunjukkan penurunan. Nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT)
turun menjadi 0% dibandingkan TW I-2015 yang sebesar 18,93%. Angka ini
menunjukkan adanya perlambatan penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor
lapangan usaha di Provinsi NTT. Sektor yang mengalami perlambatan, diantaranya
sektor Pertanian, Industri Pengolahan, Perdagangan, Hotel dan Restoran, serta
Pengangkutan dan Komunikasi. Untuk Tw-III 2015, diperkirakan penyerapan tenaga
kerja akan mengalami peningkatan terutama sektor pertanian, sektor
bangunan/konstruksi, pengangkutan dan komunikasi serta sektor Perdagangan,
Hotel dan Restoran seiring dengan perbaikan kondisi perekonomian pada triwulan-III
2015.
Grafik 5.9. Perkembangan Indikator Jumlah Karyawan
Sumber: SKDU Bank Indonesia
Tabel 5.1. Indeks Ketenagakerjaan NTT
I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
1 Pertanian -1.01 0.48 0.06 1.64 0.73 0.39 1.18 0.00 7.72 -11.75 0.00 14.95 14.37 0.19 2.36
2 Pertambangan
3 Industri Pengolahan 0.07 - 0.12 0.06 0.06 0.17 0.17 0.07 -0.06 -0.67 -0.43 0.00 -0.67 -0.12 -0.06
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0.53 0.53 0.53 0.53 0.00 0.53 0.00 0.53 0.53 0.53 0.53 0.53 0.53 0.53 0.00
5 Bangunan - 2.98 3.33 3.59 -0.43 2.55 3.40 0.90 -1.35 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.69
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 0.84 1.59 1.04 0.97 0.59 -0.08 0.52 1.25 0.81 0.79 -1.72 2.47 2.83 -2.09 1.08
7 Pengangkutan dan Komunikasi 3.52 - 2.14 -2.14 2.14 0.00 0.67 0.67 -1.82 0.59 3.68 3.01 2.42 0.00 2.42
8
Keuangan, Persew aan dan Jasa
Keuangan 0.55 0.55 0.00 2.06 1.30 2.06 2.46 1.09 2.25 1.09 0.55 0.55 -0.55 0.55 0.55
9 Jasa-jasa - 0.25 -0.25 0.00 0.00 -0.25 0.50 0.35 0.00 0.00 0.15 0.15 0.00 0.94 -0.50
TOTAL SELURUH SEKTOR 4.49 6.37 6.95 6.71 4.39 5.37 8.90 4.86 8.08 (9.42) 2.76 21.66 18.93 - 8.54
2012 2013 2014 2015No. Sektor
Sumber: SKDU Bank Indonesia
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 71
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH
Dorongan realisasi anggaran belanja pemerintah dan peningkatan investasi
diperkirakan menjadi pendorong utama peningkatan pertumbuhan ekonomi
Provinsi NTT pada triwulan-III 2015.
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan-III 2015 diperkirakan mengalami
percepatan seiring peningkatan realisasi belanja pemerintah yang
mendorong pertumbuhan sektor konstruksi dan jasa pendidikan.
Peningkatan investasi juga diperkirakan akan terjadi pada triwulan-III.
Secara triwulanan, tekanan Inflasi pada triwulan mendatang diperkirakan
mengalami perlambatan seiring berakhirnya musim liburan sekolah dan
majunya perayaan hari raya idul fitri dibanding tahun sebelumnya.
6.1 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada Triwulan-III 2015
diperkirakan mengalami pertumbuhan positif dibandingkan triwulan
sebelumnya. Terjadinya peningkatan didasarkan oleh berbagai indikator ekonomi,
serta hasil survei dan liasion yang menunjukkan optimisme masyarakat pada
triwulan-III dan diperkirakan akan berada pada rentang 5,2% - 5,6% (yoy)
dibandingkan triwulan II-2015 yang hanya sebesar 5,03% (yoy). Namun,
pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT secara keseluruhan pada tahun 2015
diperkirakan mengalami perlambatan seiring menurunnya daya beli masyarakat dan
diperkirakan berada pada rentang baru yaitu 5% 5,4% (yoy). Faktor penahan
pertumbuhan lainnya, diantaranya adalah El Nino yang diperkirakan menurunkan
produksi pertanian walaupun tidak terlalu besar dikarenakan waktu puncak El Nino
yang terjadi di luar masa tanam.
Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Nusa Tenggara Timur
Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 72
Dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan didorong
oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Konstruksi dan Jasa Pendidikan.
Sementara dari sisi penggunaan, dorongan pertumbuhan ekonomi terutama
diperkirakan berasal dari peningkatan konsumsi pemerintah dan investasi. Namun,
masih tingginya kebutuhan barang impor diperkirakan dapat menahan laju
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Sementara, berdasarkan hasil SKDUBank
Indonesia terlihat bahwa terjadi peningkatan optimisme para pelaku usaha terhadap
kegiatan usaha pada Triwulan-III 2015.
6.1.1 Sisi Sektoral Di sisi sektoral, secara tahunan pertumbuhan sektor pertanian
diperkirakan akan mengalami perlambatan. Kinerja sektor pertanian
diperkirakan melambat seiring telah usainya musim panen perdana padi pada
triwulan-II 2015, kemarau panjang akibat pengaruh El Nino dan pengerjaan
perbaikan saluran irigasi di beberapa daerah. Namun, sektor pertanian diperkirakan
masih tetap tumbuh seiring panen pada beberapa komoditas seperti jambu mete,
kopi dan kakao.
Gambar 6.1 Perkiraan Curah Hujan Bulan
Agustus
Gambar 6.2 Perkiraan Curah Hujan Bulan
September
Sumber: BMKG Stakum Lasiana Sumber: Sumber: BMKG Stakum Lasiana
Peningkatan produksi peternakan seiring kebutuhan ternak menjelang
Hari Raya Idul Adha serta produksi perikanan yang meningkat sebagai
dampak positif El Nino diperkirakan dapat menjadi pendorong subsektor
perikanan untuk tetap tumbuh. Dari SKDU terlihat bahwa indeks ekspektasi
kegiatan usaha sektor pertanian pada triwulan-III 2015 mengalami sedikit
penurunan, namun secara keseluruhan indeks untuk ekspektasi kegiatan usaha
masyarakat pada triwulan III-2015 diperkirakan meningkat. Dari sisi harga jual,
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 73
indeks harga jual sektor pertanian diperkirakan mengalami peningkatanseiring
penurunan produksi pada triwulan-III.
Grafik 6.2. Perkembangan Kegiatan Usaha Grafik 6.3. Perkembangan Harga Jual
Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah
Sektor Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
diperkirakan akan mengalami kenaikan. Peningkatan sektor administrasi
pemerintahan diperkirakan ditopang oleh pencairan gaji ke-13, pencairan dana desa,
peningkatan realisasi dana bantuan hibah dari Pemerintah Daerah dan peningkatan
realisasi belanja barang dan jasa seiring selesainya proses lelang pada triwulan-II
2015. Peningkatan anggaran pemerintah yang cukup besar hingga 13,7% (yoy)
dibandingkan tahun 2014 diperkirakan mendorong realisasi belanja yang meningkat
pada triwulan III.
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor diperkirakan mengalami peningkatan meskipun tidak setinggi
triwulan sebelumnya. Peningkatan sektor perdagangan diperkirakan didorong
oleh adanya momen libur sekolah, hari raya Idul Fitri dan peningkatan belanja
masyarakat paska gaji ke-13.
Sektor konstruksi diperkirakan meningkat seiring peningkatan
kegiatan proyek pemerintah dan swasta. Peningkatan sektor konstruksi,
terutama berasal dari pembangunan proyek-proyek pemerintah yang sudah mulai
berjalan. Beberapa proyek tersebut diantaranya pembangunan dan rehabilitasi jalan,
perbaikan dan pembangunan jaringan sumber daya air, peningkatan fasilitas
bandara dan pelabuhan, serta peningkatan fasilitas pendidikan tinggi dan kesehatan.
Selain itu, percepatan proyek 1000 rumah dari Real Estate Indonesia (REI) DPD
Provinsi NTT, pembangunan hotel dan sarana perbelanjaan diperkirakan turut
mendorong sektor konstruksi. Peningkatan sektor konstruksi juga terindikasi dari
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 74
peningkatan Indeks Harga Jual sektor bangunan dalam SKDU. Peningkatan ini
menunjukkan adanya optimisme pelaku usaha akan meningkatnya permintaan di
triwulan-III 2015.
Sektor Jasa Pendidikan diperkirakan meningkat seiring peningkatan
anggaran pada Pendidikan Tinggi. Adanya peningkatan alokasi anggaran
pendidikan hingga 119,47% (yoy) seiring adanya investasi pada Universitas Timor,
Universitas Nusa Cendana, Politeknik Negeri Kupang, Politeknik Pertanian Negeri
Kupang diperkirakan mendorong pertumbuhan sektor jasa pendidikan.
6.1.2 Sisi Penggunaan Dari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga
diperkirakan meningkat seiring optimisme masyarakat yang tercermin pada
angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK) dan hasil Survei Konsumen (SK).
Peningkatan optimisme masyarakat diperkirakan terjadi akibat perayaan Hari Raya
Idul Fitri dan masa liburan sekolah. Sementara, dorongan konsumsi pemerintah
terhadap konsumsi rumah tangga dapat terlihat dari adanya pencairan gaji ke-13
pegawai negeri sipil di bulan Juli, serta harapan masyarakat akan realisasi proyek-
proyek pemerintah yang dapat meningkatkan lapangan pekerjaan (sebagai pekerja
proyek) dan daya beli masyarakat secara umum.
Grafik 6.4. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 6.5. Perkembangan Survei Konsumen
Sumber: BPS diolah Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Perkembangan kinerja komponen investasi diperkirakan mengalami
peningkatan. Peningkatan dapat terlihat dari jumlah RTGS yang masuk ke Provinsi
NTT pada bulan Juni 2015 sebesar Rp 14,6 triliun atau tumbuh sebesar 166% (yoy)
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan arus dana masuk
tersebut mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan ekonomi dan investasi ke
Provinsi NTT, baik dari investasi pemerintah maupun swasta.
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 75
Kinerja ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada triwulan III 2015
diperkirakan kembali meningkat. Peningkatan pengiriman ternak seiring
kenaikan kebutuhan Hari Raya Idul Adhadi Pulau Jawa, serta pengiriman hasil
komoditas ke Jawa Timur, seperti Jambu Mete, kopi, kakao dan ikan tangkap
diperkirakan menjadi pendorong peningkatan kinerja ekspor. Namun demikian,
ekspor antar daerah diperkirakan, masih negatif seiring ketergantungan barang
untuk kebutuhan konsumsi dan investasi yang masih tinggi dari daerah lain.
6.2 Inflasi
Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada triwulan-III 2015
diperkirakan mengalami peningkatan. Berdasarkan perkembangan harga terkini,
inflasi NTT di triwulan-III 2015 diperkirakan berada pada kisaran 6,8% - 7,2% (yoy).
Adapun tingginya inflasi tersebut disebabkan oleh komoditas angkutan udara dan
beras seiring persepsi negatif akan dampak El Nino dan tingginya kenaikan harga
beras di tingkat produsen karena tingginya penyerapan beras bulog. Potensi impor
secara terbatas oleh Bulog diharapkan dapat menjadi alternatif solusi untuk
menekan kenaikan harga di tingkat produsen.Secara triwulanan , inflasi diperkirakan
mengalami perlambatan, namun masih lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya
yang mengalami deflasi. Hingga akhir tahun 2015 diperkirakan inflasi masih berada
pada rentang 4,16%±1% (yoy) seiring hilangnya pengaruh base effect di akhir
tahun. Apabila dilihat dari perkembangan inflasi bulanan, inflasi pada triwulan-III
2015 diperkirakan akan mencapai puncaknya pada bulan Juli 2015 seiring momen
libur idul fitri dan liburan sekolah, namun cenderung turun pada bulan Agustus dan
September.
Secara triwulanan, komoditas volatile food diperkirakan mengalami
perlambatan pada triwulan III. Harga komoditas padi-padian serta daging dan
hasil-hasilnya diperkirakan mengalami kenaikan. Namun demikian, komoditas sayur-
sayuran, bumbu-bumbuan dan ikan segar diperkirakan mengalami penurunan
seiring kondisi cuaca yang membaik.
Inflasi administered prices diperkirakan akan mengalami penurunan
seiring berakhirnya masa libur idul fitri dan liburan sekolah pada bulan Juli.
Normalnya permintaan tiket angkutan udara paska libur idul fitri dan liburan sekolah
diperkirakan akan menurunkan angka inflasi pada akhir triwulan- III 2015. Stabilnya
| Bab VI Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah 76
harga BBM seiring pengkajian harga yang sedang dilakukan Pemerintah hingga
bulan November diperkirakan dapat mengurangi inflasi dari kelompok administered
prices.
Komoditas core inflation diperkirakan mengalami penurunan seiring
penurunan permintaan dan musim ajaran baru yang sudah berjalan. Inflasi
pada komoditas core terutama berasal dari peningkatan permintaan sandang dan
makanan jadi seiring perayaan idul fitri dan liburan sekolah pada bulan Juli,
masuknya musim ajaran baru juga turut mendorong inflasi dari komoditas
pendidikan. Namun, tekanan inflasi diperkirakan mengalami menurun pada bulan
Agustus dan September seiring normalnya permintaan dan biaya
sekolah/pendidikan.
Berdasarkan hasil survei konsumen, ekspektasi harga diperkirakan
menurun. Indeks Perkembangan harga 3 Bulan yang akan datang menunjukkan
adanya penurunan indek dari 188,5 menjadi 178,6. Penurunan tersebut
menunjukkan adanya ekspektasi konsumen bahwa harga pada triwulan III akan
mengalami penurunan.
Grafik 6.6. Perkembangan Inflasi Tahunan (yoy) Grafik 6.7. Perkembangan Ekspektasi Konsumen
Sumber: BPS dan Proyeksi BI Sumber: SK Bank Indonesia-diolah
| Boks 5 Lanjutan Kajian Pembangunan Proyek Kelistrikan di Provinsi NTT 77
Boks 5. Lanjutan Kajian Pembangunan Proyek Kelistrikan di Nusa
Tenggara Timur
Proyek Pembangunan Pembangkit Listrik sebesar 35.000 MW yang diresmikan
pemerintah pada Mei 2015 menjadi proyek yang strategis ditengah pemadaman listrik yang
masih terjadi di wilayah Indonesia khususnya wilayah Timur Indonesia. Berdasarkan data dari PT
PLN (Persero), saat ini kapasitas terpasang nasional sebesar 50.000 MW yang dibangun PLN
beserta swasta sejak PLN berdiri. Dengan proyeksi pertumbuhan 6-7%, dalam lima tahun
kedepan dibutuhkan tambahan kapasitas 35.000 MW atau 7.000 MW per tahun.
Pembangunan pembangkit tersebut direncanakan akan dibangun oleh pengembang
listrik swasta dan PT PLN (Persero). Berdasarkan sebaran pembangkit dan jaringan transmisi
pada proyek 35.000 MW, perencanaan pembangunan pembangkit dan transmisi di Provinsi
NTT akan dilakukan oleh PT PLN (Persero). Sementara itu, progres pembangunan pembangkit
saat ini (operasi dan on going) memiliki kapasitas total sebesar 408 MW dengan rencana
panjang transmisi SUTT 70KV sepanjang 1234 kms serta rencana kebutuhan beban kapasitas
Gardu Induk (GI) sebesar 640 MVA. Proyek yang proses pelelangan pengadaannya akan dibuka
tahun ini di NTT adalah PLTU Timor 1 (2x25 MW), PLTP Mataloko (20 MW), dan PLTP Ulumbu 5
(5 MW).
Sistem transmisi yang digunakan di seluruh wilayah NTT masih menggunakan sistem
isolated atau tertutup. Artinya adalah belum adanya interkoneksi atau terhubungnya sistem
satu dengan sistem yang lain. Dengan sistem tertutup tersebut, jika terjadi pemadaman atau
kekurangan pasokan di salah satu sistem, maka pengalokasian pasokan beban masih belum
dapat dilakukan. Dengan adanya permasalahan tersebut, PT PLN (Persero) sedang dan telah
membangun jaringan interkoneksi berupa Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) yang
menghubungkan sistem-sistem yang ada di semua pulau di Provinsi NTT.
Sementara itu, di pulau Sumba telah diresmikan program Sumba Iconic Island sejak
2012. Program Sumba Iconic Island (SII) merupakan suatu program yang diinisiasi untuk
pengembangan Pulau Sumba sebagai Pulau Ikonik Energi Terbarukan. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan akses energi melalui pengembangan dan pemanfaatan energi baru terbarukan
serta ketersediaan energi yang berasal dari energi baru terbarukan sebesar 100%.
Grafik Boks 5.1. Rencana Investasi Kelistrikan Pulau Sumba
Sumber : PT PLN Provinsi Nusa Tenggara Timur
| Boks 5 Lanjutan Kajian Pembangunan Proyek Kelistrikan di Provinsi NTT 78
Inisiatif tentang Pulau Ikonik Energi Terbarukan sudah dimulai sejak 2010 oleh
Kementerian ESDM, bersama-sama dengan Bappenas dan Hivos, sebuah lembaga non-
Pemerintah internasional. Pada November 2012, ADB turut bergabung untuk mempercepat
realisasi inisiatif ini. Pada 2013, Kedutaan Norwegia untuk Indonesia pun telah turut mengambil
peran dalam mendukung pelaksanaan inisiatif Sumba Iconic Island (SII).Saat ini, implementasi
pengembangan EBT di Pulau Sumba dalam kerangka Program SII telah mencapai kapasitas
terpasang pembangkit berbasis EBT sebesar 5,87 MW yang terdiri dari instalasi pembangkit
listrik tenaga (PLT) mikrohidro, PLT Surya, solar water pumping, PLT Bayu, biomassa, biogas,
tungku hemat energi dan jaringan distribusi. Sampai dengan 2014, Ditjen EBTKE juga
melakukan dukungan terhadap Program SII dengan melakukan pembangunan infrastruktur
EBT, yaitu: 1 unit PLT mikrohidro dengan kapasitas 32 KW; 6 unit PLTS terpusat; 464 unit PLTS
tersebar; 5 unit PLTB; 1 unit PLT biomassa kapasitas 30 KW; 220 unit digester biogas; 2.200
unit tungku hemat energi yang diserahkan kepada masyarakat.
Kementerian ESDM pada tahun anggaran 2015 akan melakukan pembangunan
infrastruktur EBT di Pulau Sumba dari dana APBN dengan total anggaran sebesar Rp.
114.986.500.000,- untuk mempercepat implementasi Program Sumba Iconic Island,
diantaranya:
1. Pembangunan PLT Biomasa kapasitas 1 MW yang berlokasi di Sumba Barat;
2. Program Pengembanganan Hutan Energi 1 juta pohon kaliandra, lahan yang disediakan
sekitar 100 Ha di Sumba Barat;
3. Revitalisasi digester biogas 85 unit di Sumba Barat Daya;
4. Implementasi mobil listrik di Sumba Timur;
5. PLTMH kapasitas 23 KW di Sumba Timur;
6. PLT bayu di Sumba Barat; dan
7. Penerangan Jalan Umum (PJU) cerdas di Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Barat Daya dan
Sumba Tengah.
Grafik Boks 5.2. Rencana Investasi Kelistrikan Pulau Flores
Sumber : PT PLN Provinsi Nusa Tenggara Timur
| Boks 5 Lanjutan Kajian Pembangunan Proyek Kelistrikan di Provinsi NTT 79
Pemerintah juga terus berupaya mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan khususnya di
pulau Flores yang memiliki potensi energi terbarukan berupa panas bumi, tenaga air, serta
energi surya. Sistem kelistrikan di pulau Flores saat ini dipasok dari beberapa pembangkit telah
beroperasi antara lain : PLTD Labuan Bajo, PLTD Ruteng, PLTD Bajawa, PLTP Ulumbu, PLTP
Mataloko. Jaringan transmisi SUTT yang akan beroperasi menghubungkan GI Ende GI Ropa GI
Maumere, sementara itu interkoneksi SUTT 70 KV sepanjang pulau Flores sudah masuk dalam
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero). Dalam proyek 35000MW
pembangkit, beberapa rencana pembangunan pembangkit di pulau Flores adalah PLTA
Wairacang 10MW (2017), PLTP Oka-Larantuka 4x2,5MW (2020), PLTP Aledei-Lembata 2x
2,5MW (2021), PLTU Maumere 2x10MW (2016), serta PLTP Mataloko 2x2,5MW (2018).
Beberapa isu yang menjadi hambatan serta kendala dalam pelaksanaan pembangunan
infrastruktur kelistrikan di Provinsi NTT antara lain :
1. Permasalahan pembebasan tanah yang masih sering terkendala harga dan status tanah
adat sehingga membutuhkan kooordinasi dan peran serta pemerintah, khususnya
pemerintah daerah sebagai pihak yang mampu menjadi mediator maupun negosiator.
2. Proses perizinan khususnya AMDAL yang memerlukan waktu lama, akibat panjangnya
birokrasi dalam pengeluaran izin. Saat ini masih ada 23 tower khususnya di pulau Timor
yang masih belum terkoneksi karena masuk dalam wilayah hutan lindung.
3. Adanya penolakan warga terkait izin menarik kabel Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)
di wilayah pulau Timor yang menghubungkan 3 gawang transmisi.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut dan dalam rangka mencapai target rasio elektrifikasi,
beberapa hal yang telah dan akan dilakukan antara lain :
1. Program PLTS SEHEN (Super Ekstra Hemat Energi) yang sesuai dengan karakter NTT
dengan melimpahnya sinar matahari sebagai program unggulan oleh PT PLN (Persero)
2. Kolaborasi yang lebih kuat antara pihak yang terkait dalam proses perizinan, penjajakan
MoU antar Kementerian seperti Kementerian Kehutanan, Kemenhub dan Pemda.
3. Mendukung program Sumba Iconic Island, yaitu program pengembangan listrik berbasis
energi terbarukan seperti mikrohidro, surya, bayu dan biogas di Pulau Sumba.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur Jl. Tom Pello No. 2 Kupang Telp (0380) 832047
Faks. (0380) 822103