KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
MEI 2017
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya
”Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei 2017” dapat dipublikasikan.
Buku ini menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa indikator
perekonomian daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan
keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia
juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan
data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja
sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan
datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan
kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak
yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta
kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan
ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.
KATA PENGANTAR
Semarang, Mei 2017KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI JAWA TENGAH
Ttd
Hamid Ponco WibowoDirektur Eksekutif
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya
”Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei 2017” dapat dipublikasikan.
Buku ini menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa indikator
perekonomian daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan
keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia
juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan
data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja
sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan
datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan
kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak
yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta
kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan
ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.
KATA PENGANTAR
Semarang, Mei 2017KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI JAWA TENGAH
Ttd
Hamid Ponco WibowoDirektur Eksekutif
Daftar Isi
ii
SUPLEMEN 1
PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR MODAL
TRANSPORTASI TERINTEGRASI –
PEMBANGUNGAN JALUR KERETA API AKSES
BANDARA ADI SOEMARMO SOLO
SUPLEMEN 2
MEGA PROYEK PLTU JAWA TENGAH KAPASITAS
2 X 1.000 MW DI KABUPATEN BATANG
SUPLEMEN 3
KEGIATAN PENGENDALIAN INFLASI DI WILAYAH
EKS KARESIDENAN BANYUMAS TAHUN 2017
PANEN BAWANG DI KAB. PURBALINGGA
28
32
63
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Triwulan I 2017
1.1.1. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran
1.1.1.1. Pengeluaran Konsumsi
1.1.1.2. Pengeluaran Investasi
1.1.1.3. Ekspor dan Impor Luar Negeri
1.1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
1.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Makro
Regional Triwulan II 2017
1.2.1. Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan II
2017 Sisi Pengeluaran
1.2.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan II
2017 Sisi Lapangan Usaha
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BAB I
07
08
09
12
14
19
26
26
27
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Suplemen
Daftar Tabel
Daftar Grafik
Tabel Indikator
Ringkasan Eksekutif
I
ii
ii
v
vi
xiii
1
iii
KEUANGAN PEMERINTAH BAB II
2.1. Realisasi APBD Triwulan I 2017
2.1.1. Realisasi Pendapatan Triwulan I 2017
2.1.2. Realisasi Belanja Triwulan I 2017
2.2. APBN Provinsi Jawa Tengah Triwulan I 2017
37
38
40
41
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
BAB III
3.1. Inflasi Secara Umum
3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
3.2.1. Kelompok Transportasi, Komunikasi
dan Jasa Keuangan
3.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas
& Bahan Bakar
3.2.3. Kelompok Bahan Makanan
3.3. Disagregasi Inflasi
3.3.1. Kelompok Administered Prices
3.3.2. Kelompok Inti
3.3.3. Kelompok Volatile Food
3.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa
Tengah
3.4.1. Disagregasi Inflasi Cilacap
3.4.2. Disagregasi Inflasi Purwokerto
3.4.3. Disagregasi Inflasi Kudus
3.4.4. Disagregasi Inflasi Surakarta
3.4.5. Disagregasi Inflasi Semarang
3.4.6. Disagregasi Inflasi Tegal
3.5. Perkembangan Inflasi Triwulan II 2017
3.5.1. Inflasi April 2017
3.5.2. Inflasi Triwulan II 2017
3.6. Program Pengendalian Inflasi Daerah
45
47
47
47
48
48
49
50
60
53
54
54
55
56
56
57
58
58
59
61
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGANDAN UMKM
BAB IV
4.1. Perkembangan Stabilitas Sistem Keuangan Jawa Tengah
4.1.1. Ketahanan Sektor Korporasi Jawa Tengah Triwulan IV 2016
4.1.1.1. Sumber-Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
4.1.1.2. Kinerja dan Penilaian Risiko Korporasi Jawa Tengah
Triwulan IV 2016
4.1.1.3. Perkembangan Indikator Perbankan pada Lapangan Usaha
Utama Jawa Tengah Triwulan I 2017
4.1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga Pada Triwulan I 2017
4.1.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
4.1.2.2. Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga/Perseorangan (DPK RT)
di Perbankan
4.1.2.3. Kredit Perseorangan di Perbankan
4.2. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
4.2.1. Perkembangan Bank Umum
4.2.1.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
4.2.1.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
4.2.1.3. Penyaluran Kredit
4.2.1.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
4.2.1.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum
4.3. Perkembangan Perbankan Syariah
4.4. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Provinsi
Jawa Tengah
4.5. Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM)
69
69
69
69
71
72
72
72
73
74
76
76
72
78
80
81
82
83
86
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONAL
MEI 2017
Daftar Isi
ii
SUPLEMEN 1
PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR MODAL
TRANSPORTASI TERINTEGRASI –
PEMBANGUNGAN JALUR KERETA API AKSES
BANDARA ADI SOEMARMO SOLO
SUPLEMEN 2
MEGA PROYEK PLTU JAWA TENGAH KAPASITAS
2 X 1.000 MW DI KABUPATEN BATANG
SUPLEMEN 3
KEGIATAN PENGENDALIAN INFLASI DI WILAYAH
EKS KARESIDENAN BANYUMAS TAHUN 2017
PANEN BAWANG DI KAB. PURBALINGGA
28
32
63
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Triwulan I 2017
1.1.1. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran
1.1.1.1. Pengeluaran Konsumsi
1.1.1.2. Pengeluaran Investasi
1.1.1.3. Ekspor dan Impor Luar Negeri
1.1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
1.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Makro
Regional Triwulan II 2017
1.2.1. Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan II
2017 Sisi Pengeluaran
1.2.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan II
2017 Sisi Lapangan Usaha
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BAB I
07
08
09
12
14
19
26
26
27
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Suplemen
Daftar Tabel
Daftar Grafik
Tabel Indikator
Ringkasan Eksekutif
I
ii
ii
v
vi
xiii
1
iii
KEUANGAN PEMERINTAH BAB II
2.1. Realisasi APBD Triwulan I 2017
2.1.1. Realisasi Pendapatan Triwulan I 2017
2.1.2. Realisasi Belanja Triwulan I 2017
2.2. APBN Provinsi Jawa Tengah Triwulan I 2017
37
38
40
41
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
BAB III
3.1. Inflasi Secara Umum
3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
3.2.1. Kelompok Transportasi, Komunikasi
dan Jasa Keuangan
3.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas
& Bahan Bakar
3.2.3. Kelompok Bahan Makanan
3.3. Disagregasi Inflasi
3.3.1. Kelompok Administered Prices
3.3.2. Kelompok Inti
3.3.3. Kelompok Volatile Food
3.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa
Tengah
3.4.1. Disagregasi Inflasi Cilacap
3.4.2. Disagregasi Inflasi Purwokerto
3.4.3. Disagregasi Inflasi Kudus
3.4.4. Disagregasi Inflasi Surakarta
3.4.5. Disagregasi Inflasi Semarang
3.4.6. Disagregasi Inflasi Tegal
3.5. Perkembangan Inflasi Triwulan II 2017
3.5.1. Inflasi April 2017
3.5.2. Inflasi Triwulan II 2017
3.6. Program Pengendalian Inflasi Daerah
45
47
47
47
48
48
49
50
60
53
54
54
55
56
56
57
58
58
59
61
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGANDAN UMKM
BAB IV
4.1. Perkembangan Stabilitas Sistem Keuangan Jawa Tengah
4.1.1. Ketahanan Sektor Korporasi Jawa Tengah Triwulan IV 2016
4.1.1.1. Sumber-Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
4.1.1.2. Kinerja dan Penilaian Risiko Korporasi Jawa Tengah
Triwulan IV 2016
4.1.1.3. Perkembangan Indikator Perbankan pada Lapangan Usaha
Utama Jawa Tengah Triwulan I 2017
4.1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga Pada Triwulan I 2017
4.1.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
4.1.2.2. Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga/Perseorangan (DPK RT)
di Perbankan
4.1.2.3. Kredit Perseorangan di Perbankan
4.2. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
4.2.1. Perkembangan Bank Umum
4.2.1.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
4.2.1.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
4.2.1.3. Penyaluran Kredit
4.2.1.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
4.2.1.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum
4.3. Perkembangan Perbankan Syariah
4.4. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Provinsi
Jawa Tengah
4.5. Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM)
69
69
69
69
71
72
72
72
73
74
76
76
72
78
80
81
82
83
86
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONAL
MEI 2017
5.1. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKNBI)
5.2. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
5.3. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing
5.4. Perkembangan Akses Keuangan
PENYELENGGARAANSISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH
BAB V
6.1. Ketenagakerjaan
6.2. Pengangguran
6.3. Nilai Tukar Petani
6.4. Tingkat Kemiskinan
6.5. Pembangunan Manusia
6.6. Pemerataan Penduduk
KETENAGAKERJAANDAN KESEJAHTERAAN
BAB VI
7.1. Prospek Inflasi Triwulan III 2017 dan Tahun 2017
7.1.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran
7.1.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan
Usaha
7.2. Prospek Inflasi Triwulan III 2017 dan Tahun 2017
7.1.1. Perkiraan Inflasi Triwulan III 2017
7.1.2. Perkiraan Inflasi Tahun 2017
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAHBAB VII
91
93
95
96
99
102
102
104
105
107
111
111
112
114
114
115
Tabel 4.1. Pengelompokkan Tabungan Perseorangan
Berdasarkan Nilainya
Tabel 4.2. Perkembangan NPL Kredit RT Jawa Tengah Per
Kategori
Tabel 4.3. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status
Kepemilikan di Jawa Tengah
Tabel 4.4. Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya
Tabel 4.5. Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya
Tabel 4.6. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas di Jawa Tengah
Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)
Tabel 6.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus
2017 (juta orang)
Tabel 6.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Tabel 6.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Bekerja
Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)
Tabel 6.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)
Tabel 6.7 Garis Kemiskinan Menurut Daerah. 2011 - September
2016 (Rupiah)
Tabel 6.8. Perbandingan IPM Provinsi Peers
Tabel 6.9. IPM Jawa Tengah Menurut Komponen
Tabel 7.1 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
Tabel 7.2 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
Tabel 7.3. Risiko Inflasi Akhir Tahun 2017
Tabel
07
09
09
09
20
20
21
37
38
40
42
46
46
46
47
47
48
48
73
74
77
78
80
83
99
100
101
101
101
104
105
106
106
111
113
116
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Jawa (%,
yoy)
Tabel 1.2. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 Menurut
Pengeluaran (Rp Miliar)
Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 Menurut
Pengeluaran (Rp Miliar)
Tabel 1.4. Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah
Menurut Pengeluaran (%, yoy)
Tabel 1.5. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 Menurut
Lapangan Usaha (Rp Miliar)
Tabel 1.6. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 Menurut
Lapangan Usaha (Rp Miliar)
Tabel 1.7. Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah
menurut Lapangan Usaha (%, YOY)
Tabel 2.1 Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2016 (Rp Miliar)
Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan Triwulan I tahun 2016 & 2017
Tabel 2.3. Realisasi Belanja triwulan I 2016 & 2017
Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Jawa Tengah Triwulan I 2016 &
2017 per Jenis Belanja (Rp Miliar)
Tabel 3.1. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan
Tabel 3.2. Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan
Tabel 3.3. Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Tabel 3.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Tabel 3.5. Perkembangan Inflasi Tahunan– Kelompok Transportasi,
Komunikasi dan Jasa Keuangan
Tabel 3.6. Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Perumahan,
Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
Tabel 3.7. Perkembangan Inflasi Tahunan– Kelompok Bahan
Makanan
iv v
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONAL
MEI 2017
5.1. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKNBI)
5.2. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
5.3. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing
5.4. Perkembangan Akses Keuangan
PENYELENGGARAANSISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH
BAB V
6.1. Ketenagakerjaan
6.2. Pengangguran
6.3. Nilai Tukar Petani
6.4. Tingkat Kemiskinan
6.5. Pembangunan Manusia
6.6. Pemerataan Penduduk
KETENAGAKERJAANDAN KESEJAHTERAAN
BAB VI
7.1. Prospek Inflasi Triwulan III 2017 dan Tahun 2017
7.1.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran
7.1.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan
Usaha
7.2. Prospek Inflasi Triwulan III 2017 dan Tahun 2017
7.1.1. Perkiraan Inflasi Triwulan III 2017
7.1.2. Perkiraan Inflasi Tahun 2017
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAHBAB VII
91
93
95
96
99
102
102
104
105
107
111
111
112
114
114
115
Tabel 4.1. Pengelompokkan Tabungan Perseorangan
Berdasarkan Nilainya
Tabel 4.2. Perkembangan NPL Kredit RT Jawa Tengah Per
Kategori
Tabel 4.3. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status
Kepemilikan di Jawa Tengah
Tabel 4.4. Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya
Tabel 4.5. Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya
Tabel 4.6. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas di Jawa Tengah
Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)
Tabel 6.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus
2017 (juta orang)
Tabel 6.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Tabel 6.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Bekerja
Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)
Tabel 6.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)
Tabel 6.7 Garis Kemiskinan Menurut Daerah. 2011 - September
2016 (Rupiah)
Tabel 6.8. Perbandingan IPM Provinsi Peers
Tabel 6.9. IPM Jawa Tengah Menurut Komponen
Tabel 7.1 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
Tabel 7.2 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
Tabel 7.3. Risiko Inflasi Akhir Tahun 2017
Tabel
07
09
09
09
20
20
21
37
38
40
42
46
46
46
47
47
48
48
73
74
77
78
80
83
99
100
101
101
101
104
105
106
106
111
113
116
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Jawa (%,
yoy)
Tabel 1.2. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 Menurut
Pengeluaran (Rp Miliar)
Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 Menurut
Pengeluaran (Rp Miliar)
Tabel 1.4. Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah
Menurut Pengeluaran (%, yoy)
Tabel 1.5. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 Menurut
Lapangan Usaha (Rp Miliar)
Tabel 1.6. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 Menurut
Lapangan Usaha (Rp Miliar)
Tabel 1.7. Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah
menurut Lapangan Usaha (%, YOY)
Tabel 2.1 Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2016 (Rp Miliar)
Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan Triwulan I tahun 2016 & 2017
Tabel 2.3. Realisasi Belanja triwulan I 2016 & 2017
Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Jawa Tengah Triwulan I 2016 &
2017 per Jenis Belanja (Rp Miliar)
Tabel 3.1. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan
Tabel 3.2. Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan
Tabel 3.3. Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Tabel 3.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Tabel 3.5. Perkembangan Inflasi Tahunan– Kelompok Transportasi,
Komunikasi dan Jasa Keuangan
Tabel 3.6. Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Perumahan,
Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
Tabel 3.7. Perkembangan Inflasi Tahunan– Kelompok Bahan
Makanan
iv v
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONAL
MEI 2017
vi
1.19 Realisasi Penanaman Modal Asing dan Dalam Negeri
1.20 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan
Pertumbuhan PDRB Investasi
1.21 Perkembangan SBT Realisasi Investasi Berdasarkan
Sektor Usaha (SKDU)
1.22 Perkembangan Investasi Pelaku Usaha (Hasil
Liaison)
1.23 Likert Scale Investasi (Hasil Liaison)
1.24 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan
Pertumbuhan PDRB Investasi
1.25 Pertumbuhan PDRB Ekspor Luar Negeri
1.26 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara
Tujuan
1.27 Pertumbuhan Nilai Ekspor TPT
1.28 Pertumbuhan Volume Ekspor TPT
1.29 Pertumbuhan Nilai Ekspor Kayu
1.30 Pertumbuhan Volume Ekspor Kayu
1.31 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara
Tujuan
1.32 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara
Tujuan
1.33 Perkembangan Ketenagakerjaan Amerika Serikat
1.34 Rasio Utang terhadap PDB Tiongkok
1.35 Cadangan Devisa Tiongkok
1.36 Pertumbuhan PDRB Impor Luar Negeri
1.37 Perkembangan Impor Jawa Tengah
1.38 Pertumbuhan Tahunan Impor Nonmigas Jawa
Tengah
1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
1.2 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan
Nasional
1.3 Struktur Perekonomian Kawasan Jawa berdasarkan
Provinsi
1.4 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan dan
Pertumbuhan Ekonomi
1.5 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring
Harian dan Pertumbuhan Ekonomi
1.6 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga (%yoy)
1.7 Indeks Tendensi Konsumen
1.8 Perkembangan Inflasi Triwulanan dan Tahunan
1.9 Perkembangan Kredit Konsumsi dan Pertumbuhan
Konsumsi Rumah Tangga
1.10 Perkembangan Kredit Konsumsi berdasarkan Jenis
Konsumsi
1.11 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT (%, yoy)
1.12 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah
1.13 Pertumbuhan Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah dan PDRB Konsumsi Pemerintah
1.14 Persentase Realisasi Pendapatan dan Belanja
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
1.15 Jumlah dan Pertumbuhan Anggaran Belanja
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
1.16 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto
1.17 Pertumbuhan PDRB Konstruksi dan PDRB Investasi
1.18 Pertumbuhan Kredit Investasi dan Suku Bunga Kredit
Investasi
07
07
07
08
08
09
10
10
10
10
11
11
11
11
11
12
12
12
12
13
13
13
13
13
14
14
15
15
15
15
16
16
16
16
16
17
17
17
1.39 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah Berdasarkan
Jenis Pengeluaran
1.40 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan Jenis Pengeluaran
1.41 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Jenis Penggunaan
1.42 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Komoditas
1.43 Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah
1.44 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan Negara Asal
1.45 Pertumbuhan Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan
Negara Asal
1.46 Pertumbuhan PDRB Net Ekspor Antardaerah
1.47 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan
1.48 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa
Tengah
1.49 Pertumbuhan Luas Tanam dan Luas Panen Padi di Jawa
Tengah
1.50 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah
1.51 Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan
1.52 Pertumbuhan Kredit dan Rasio NPL Industri Pengolahan
1.53 Pertumbuhan Industri Makanan dan Minuman
1.54 Pertumbuhan Industri Tekstil dan Pakaian Jadi
1.55 Pertumbuhan Industri Kayu dan Furnitur
1.56 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai Industri
Pengolahan (Hasil SKDU)
1.57 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai Subsektor
Industri Pengolahan (SKDU)
1.58 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Eceran dan
Reparasi Mobil-Sepeda Motor
1.59 Indeks Penjualan Riil (Hasil SPE) dan Pertumbuhan PDRB
Perdagangan
1.60 IPR Perdagangan Eceran berdasarkan Kelompok
Komoditas
1.61 Perkembangan Kegiatan Usaha (Hasil SKDU)
Pertumbuhan PDRB Konstruksi
2.1 APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2016 dan T.A. 2017
2.2 Realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2016 dan T.A.
2017
2.3 Realisasi Pendapatan Daerah
2.4 Realisasi Belanja Daerah
2.5 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan I 2017
2.6 Pertumbuhan Tahunan Pajak Daerah dan Pertumbuhan
Ekonomi Jawa Tengah
2.7 Kontribusi Pos Belanja Daerah Triwulan I 2017
2.8 Alokasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2017 Berdasarkan
Jenis Belanja
2.9 Realisasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2017 Berdasarkan
Jenis Belanja
3.1 Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional
3.2 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah
3.3 Inflasi Bulanan Provinsi di Jawa
3.4 Inflasi Tahunan Provinsi di Jawa
3.5 Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-2016
3.6 Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah
3.7 Disagregasi Inflasi Tahunan
3.8 Disagregasi Inflasi Bulanan
18
18
18
18
19
19
19
19
21
21
22
22
22
22
23
23
23
24
24
24
25
25
25
37
37
38
38
38
39
40
42
42
45
45
45
45
46
46
49
49
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONAL
Grafik
vi vii
MEI 2017
vi
1.19 Realisasi Penanaman Modal Asing dan Dalam Negeri
1.20 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan
Pertumbuhan PDRB Investasi
1.21 Perkembangan SBT Realisasi Investasi Berdasarkan
Sektor Usaha (SKDU)
1.22 Perkembangan Investasi Pelaku Usaha (Hasil
Liaison)
1.23 Likert Scale Investasi (Hasil Liaison)
1.24 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan
Pertumbuhan PDRB Investasi
1.25 Pertumbuhan PDRB Ekspor Luar Negeri
1.26 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara
Tujuan
1.27 Pertumbuhan Nilai Ekspor TPT
1.28 Pertumbuhan Volume Ekspor TPT
1.29 Pertumbuhan Nilai Ekspor Kayu
1.30 Pertumbuhan Volume Ekspor Kayu
1.31 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara
Tujuan
1.32 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara
Tujuan
1.33 Perkembangan Ketenagakerjaan Amerika Serikat
1.34 Rasio Utang terhadap PDB Tiongkok
1.35 Cadangan Devisa Tiongkok
1.36 Pertumbuhan PDRB Impor Luar Negeri
1.37 Perkembangan Impor Jawa Tengah
1.38 Pertumbuhan Tahunan Impor Nonmigas Jawa
Tengah
1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
1.2 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan
Nasional
1.3 Struktur Perekonomian Kawasan Jawa berdasarkan
Provinsi
1.4 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan dan
Pertumbuhan Ekonomi
1.5 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring
Harian dan Pertumbuhan Ekonomi
1.6 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga (%yoy)
1.7 Indeks Tendensi Konsumen
1.8 Perkembangan Inflasi Triwulanan dan Tahunan
1.9 Perkembangan Kredit Konsumsi dan Pertumbuhan
Konsumsi Rumah Tangga
1.10 Perkembangan Kredit Konsumsi berdasarkan Jenis
Konsumsi
1.11 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT (%, yoy)
1.12 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah
1.13 Pertumbuhan Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah dan PDRB Konsumsi Pemerintah
1.14 Persentase Realisasi Pendapatan dan Belanja
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
1.15 Jumlah dan Pertumbuhan Anggaran Belanja
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
1.16 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto
1.17 Pertumbuhan PDRB Konstruksi dan PDRB Investasi
1.18 Pertumbuhan Kredit Investasi dan Suku Bunga Kredit
Investasi
07
07
07
08
08
09
10
10
10
10
11
11
11
11
11
12
12
12
12
13
13
13
13
13
14
14
15
15
15
15
16
16
16
16
16
17
17
17
1.39 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah Berdasarkan
Jenis Pengeluaran
1.40 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan Jenis Pengeluaran
1.41 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Jenis Penggunaan
1.42 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Komoditas
1.43 Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah
1.44 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan Negara Asal
1.45 Pertumbuhan Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan
Negara Asal
1.46 Pertumbuhan PDRB Net Ekspor Antardaerah
1.47 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan
1.48 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa
Tengah
1.49 Pertumbuhan Luas Tanam dan Luas Panen Padi di Jawa
Tengah
1.50 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah
1.51 Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan
1.52 Pertumbuhan Kredit dan Rasio NPL Industri Pengolahan
1.53 Pertumbuhan Industri Makanan dan Minuman
1.54 Pertumbuhan Industri Tekstil dan Pakaian Jadi
1.55 Pertumbuhan Industri Kayu dan Furnitur
1.56 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai Industri
Pengolahan (Hasil SKDU)
1.57 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai Subsektor
Industri Pengolahan (SKDU)
1.58 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Eceran dan
Reparasi Mobil-Sepeda Motor
1.59 Indeks Penjualan Riil (Hasil SPE) dan Pertumbuhan PDRB
Perdagangan
1.60 IPR Perdagangan Eceran berdasarkan Kelompok
Komoditas
1.61 Perkembangan Kegiatan Usaha (Hasil SKDU)
Pertumbuhan PDRB Konstruksi
2.1 APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2016 dan T.A. 2017
2.2 Realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2016 dan T.A.
2017
2.3 Realisasi Pendapatan Daerah
2.4 Realisasi Belanja Daerah
2.5 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan I 2017
2.6 Pertumbuhan Tahunan Pajak Daerah dan Pertumbuhan
Ekonomi Jawa Tengah
2.7 Kontribusi Pos Belanja Daerah Triwulan I 2017
2.8 Alokasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2017 Berdasarkan
Jenis Belanja
2.9 Realisasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2017 Berdasarkan
Jenis Belanja
3.1 Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional
3.2 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah
3.3 Inflasi Bulanan Provinsi di Jawa
3.4 Inflasi Tahunan Provinsi di Jawa
3.5 Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-2016
3.6 Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah
3.7 Disagregasi Inflasi Tahunan
3.8 Disagregasi Inflasi Bulanan
18
18
18
18
19
19
19
19
21
21
22
22
22
22
23
23
23
24
24
24
25
25
25
37
37
38
38
38
39
40
42
42
45
45
45
45
46
46
49
49
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONAL
Grafik
vi vii
MEI 2017
3.28 Disagregasi Inflasi Tahunan Purwokerto
3.29 Disagregasi Inflasi Triwulanan Purwokerto
3.30 Disagregasi Inflasi Tahunan Kudus
3.31 Disagregasi Inflasi Triwulanan Kudus
3.32 Disagregasi Inflasi Tahunan Surakarta
3.33 Disagregasi Inflasi Triwulanan Surakarta
3.34 Disagregasi Inflasi Tahunan Semarang
3.35 Disagregasi Inflasi Triwulanan Semarang
3.36 Disagregasi Inflasi Tahunan Tegal
3.37 Disagregasi Inflasi Triwulanan Tegal
3.38 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen
3.39 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang
Eceran
4.1 Hasil SPE Jawa Tengah
4.2 Perkembangan SBT Penggunaan Tenaga Kerja Jawa
Tengah
4.3 Perkembangan ROA dan ROE Korporasi Jawa Tengah
4.4 Perkembangan Asset Turnover Korporasi Jawa Tengah
4.5 Perkembangan Inventory Turnover Korporasi Jawa
Tengah
4.6 Perkembangan TA/TL Jawa Tengah
4.7 Perkembangan DER Jawa Tengah
4.8 Perkembangan DSR dan ICR Korporasi Jawa Tengah
4.9 Perkembangan Current Ratio Korporasi Jawa Tengah
4.10 Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan Risiko
Sektor Pertanian
4.11 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko
Sektor Industri Pengolahan
3.9 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok
Administered Prices Triwulan I 2017
3.10 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan
Kelompok Administered Prices
3.11 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti
Triwulan I
3.12 Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi
Tahunan, dan Inflasi Inti
3.13 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan
Harga
3.14 Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran
3.15 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded
3.16 Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile
Food 2012-Tw I 2017
3.17 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile
Food 2012-Tw I 2017
3.18 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan
Kelompok Volatile Food
3.19 Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi
Tahunan Kelompok Volatile Food
3.20 Inflasi Tahunan Triwulan I 2017
3.21 Perkembangan Inflasi Tahunan
3.22 Inflasi Tahunan Enam Kota
3.23 Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok
Tw I 2017
3.24 Disagregasi Inflasi Triwulanan Enam Kota 2016
3.25 Disagregasi Inflasi Tahunan Enam Kota 2016
3.26 Disagregasi Inflasi Tahunan Cilacap
3.27 Disagregasi Inflasi Triwulanan Cilacap
49
50
51
51
51
51
51
52
52
52
52
53
53
53
53
54
54
54
54
55
55
55
55
57
57
57
57
57
57
61
61
69
69
70
70
70
70
70
71
71
71
72
4.12 Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan Risik Sektor
Perdagangan Besar dan Eceran
4.13 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan dan
Bukan Perseorangan Jawa Tengah
4.14 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan dan Bukan
Perseorangan Jawa Tengah
4.15 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan dan
Bukan Perseorangan Jawa Tengah
4.16 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan dan Bukan
Perseorangan Jawa Tengah
4.17 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan
Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
4.18 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK Perbankan
Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
4.19 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit Perbankan
Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
4.20 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa Provinsi di
Pulau Jawa
4.21 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa
Tengah
4.22 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi
Jawa Tengah
4.23 Perkembangan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa
Tengah
4.24 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di
Provinsi Jawa Tengah
4.25 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di
Provinsi Jawa Tengah
4.26 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan
Sektor di Provinsi Jawa Tengah
4.27 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
4.28 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
4.29 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di
Provinsi Jawa Tengah
4.30 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di
Provinsi Jawa Tengah
4.31 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di
Provinsi Jawa Tengah
4.32 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama Provinsi Jawa
Tengah
4.33 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di
Provinsi Jawa Tengah
4.34 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaan di
Provinsi Jawa Tengah
4.35 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah
di Pulau Jawa
4.36 Perbandingan Pertumbuhan DPK Perbankan Syariah di
Pulau Jawa
4.37 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan
Syariah di Pulau Jawa
4.38 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau Jawa
4.39 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di Jawa Tengah
4.40 Perkembangan Pertumbuhan DPK BPR di Jawa Tengah
4.41 Pangsa DPK BPR di Jawa Tengah
72
73
73
74
74
75
75
76
76
76
76
78
78
79
79
80
80
80
81
81
81
82
82
82
82
83
83
84
84
84
Grafik
viii ix
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONAL
MEI 2017
3.28 Disagregasi Inflasi Tahunan Purwokerto
3.29 Disagregasi Inflasi Triwulanan Purwokerto
3.30 Disagregasi Inflasi Tahunan Kudus
3.31 Disagregasi Inflasi Triwulanan Kudus
3.32 Disagregasi Inflasi Tahunan Surakarta
3.33 Disagregasi Inflasi Triwulanan Surakarta
3.34 Disagregasi Inflasi Tahunan Semarang
3.35 Disagregasi Inflasi Triwulanan Semarang
3.36 Disagregasi Inflasi Tahunan Tegal
3.37 Disagregasi Inflasi Triwulanan Tegal
3.38 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen
3.39 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang
Eceran
4.1 Hasil SPE Jawa Tengah
4.2 Perkembangan SBT Penggunaan Tenaga Kerja Jawa
Tengah
4.3 Perkembangan ROA dan ROE Korporasi Jawa Tengah
4.4 Perkembangan Asset Turnover Korporasi Jawa Tengah
4.5 Perkembangan Inventory Turnover Korporasi Jawa
Tengah
4.6 Perkembangan TA/TL Jawa Tengah
4.7 Perkembangan DER Jawa Tengah
4.8 Perkembangan DSR dan ICR Korporasi Jawa Tengah
4.9 Perkembangan Current Ratio Korporasi Jawa Tengah
4.10 Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan Risiko
Sektor Pertanian
4.11 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko
Sektor Industri Pengolahan
3.9 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok
Administered Prices Triwulan I 2017
3.10 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan
Kelompok Administered Prices
3.11 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti
Triwulan I
3.12 Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi
Tahunan, dan Inflasi Inti
3.13 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan
Harga
3.14 Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran
3.15 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded
3.16 Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile
Food 2012-Tw I 2017
3.17 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile
Food 2012-Tw I 2017
3.18 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan
Kelompok Volatile Food
3.19 Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi
Tahunan Kelompok Volatile Food
3.20 Inflasi Tahunan Triwulan I 2017
3.21 Perkembangan Inflasi Tahunan
3.22 Inflasi Tahunan Enam Kota
3.23 Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok
Tw I 2017
3.24 Disagregasi Inflasi Triwulanan Enam Kota 2016
3.25 Disagregasi Inflasi Tahunan Enam Kota 2016
3.26 Disagregasi Inflasi Tahunan Cilacap
3.27 Disagregasi Inflasi Triwulanan Cilacap
49
50
51
51
51
51
51
52
52
52
52
53
53
53
53
54
54
54
54
55
55
55
55
57
57
57
57
57
57
61
61
69
69
70
70
70
70
70
71
71
71
72
4.12 Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan Risik Sektor
Perdagangan Besar dan Eceran
4.13 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan dan
Bukan Perseorangan Jawa Tengah
4.14 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan dan Bukan
Perseorangan Jawa Tengah
4.15 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan dan
Bukan Perseorangan Jawa Tengah
4.16 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan dan Bukan
Perseorangan Jawa Tengah
4.17 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan
Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
4.18 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK Perbankan
Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
4.19 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit Perbankan
Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
4.20 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa Provinsi di
Pulau Jawa
4.21 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa
Tengah
4.22 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi
Jawa Tengah
4.23 Perkembangan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa
Tengah
4.24 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di
Provinsi Jawa Tengah
4.25 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di
Provinsi Jawa Tengah
4.26 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan
Sektor di Provinsi Jawa Tengah
4.27 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
4.28 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
4.29 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di
Provinsi Jawa Tengah
4.30 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di
Provinsi Jawa Tengah
4.31 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di
Provinsi Jawa Tengah
4.32 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama Provinsi Jawa
Tengah
4.33 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di
Provinsi Jawa Tengah
4.34 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaan di
Provinsi Jawa Tengah
4.35 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah
di Pulau Jawa
4.36 Perbandingan Pertumbuhan DPK Perbankan Syariah di
Pulau Jawa
4.37 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan
Syariah di Pulau Jawa
4.38 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau Jawa
4.39 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di Jawa Tengah
4.40 Perkembangan Pertumbuhan DPK BPR di Jawa Tengah
4.41 Pangsa DPK BPR di Jawa Tengah
72
73
73
74
74
75
75
76
76
76
76
78
78
79
79
80
80
80
81
81
81
82
82
82
82
83
83
84
84
84
Grafik
viii ix
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONAL
MEI 2017
5.2 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring
dan IPR SPE dan SBT SKDU
5.3 Pangsa Volume Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah
Pengiriman
5.4 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah
Pengiriman
5.5 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan Bilyet
Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
5.6 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang
Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah
5.7 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang
Kartal Berdasarkan Wilayah
5.8 Nominal dan Frekuensi Kas Keliling
5.9 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang
Tidak Layak Edar
5.10 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Wilayah
5.11 Persentase Temuan Uang Palsu Berdasarkan
Pecahan
5.12 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Sumber Temuan
5.13 Transaksi Penukaran Valuta Asing dan Kunjungan
Wisatawan Asing di Jawa Tengah
5.14 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkan melalui KUPVA
Bukan Bank di Jawa Tengah
5.15 Sebaran Jaringan Kantor Bank di Jawa Tengah
5.16 Realitas Jumlah Agen LKD
6.1 Perkembangan NTP dalam 5 Tahun Terakhir
6.2 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat
Ini
4.42 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di Jawa
Tengah
4.43 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Jenis
Penggunaan
4.44 Pertumbuhan Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan
Sektor Ekonomi
4.45 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor
Ekonomi
4.46 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah
Berdasarkan Jenis Penggunaan
4.47 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah
Berdasarkan Sektor Ekonomi
4.48 Perkembangan LDR BPR Jawa Tengah
4.49 Pertumbuhan Kredit UMKM Jawa Tengah
4.50 Perbandingan NPL Kredit UMKM Jawa Tengah dan
Nasional
4.51 Perkembangan Kredit kepada UMKM
4.52 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
4.53 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasar
Sektor
4.54 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Berdasarkan Sektor
4.55 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan
Penggunaan
4.56 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Berdasarkan Penggunaan
5.1 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di
Jawa Tengah
85
85
85
85
85
85
86
86
86
87
87
87
87
87
87
92
92
92
92
93
93
93
94
94
94
94
95
95
95
96
96
100
102
6.3 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan
Kegiatan Usaha yang Akan Datang
6.4 NTP dengan PDRB Lapangan usaha Pertanian
6.5 NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
6.6 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Tengah
6.7 Indeks yang Diterima berdasarkan Subsektor
6.8 Indeks yang Dibayar berdasarkan Subsektor
6.9 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah
Tahun 2011-2016 (ribuan orang)
6.10 Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
6.11 Perkembangan Koefisien Gini Jawa Tengah dan Nasional
6.12 Perkembangan Koefisien Gini Berdasarkan Wilayah
7.1 Proyeks Inflasi Tahun 2017
102
103
103
103
103
103
104
106
107
107
115
Grafik
x xi
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONAL
MEI 2017
5.2 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring
dan IPR SPE dan SBT SKDU
5.3 Pangsa Volume Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah
Pengiriman
5.4 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah
Pengiriman
5.5 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan Bilyet
Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
5.6 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang
Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah
5.7 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang
Kartal Berdasarkan Wilayah
5.8 Nominal dan Frekuensi Kas Keliling
5.9 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang
Tidak Layak Edar
5.10 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Wilayah
5.11 Persentase Temuan Uang Palsu Berdasarkan
Pecahan
5.12 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Sumber Temuan
5.13 Transaksi Penukaran Valuta Asing dan Kunjungan
Wisatawan Asing di Jawa Tengah
5.14 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkan melalui KUPVA
Bukan Bank di Jawa Tengah
5.15 Sebaran Jaringan Kantor Bank di Jawa Tengah
5.16 Realitas Jumlah Agen LKD
6.1 Perkembangan NTP dalam 5 Tahun Terakhir
6.2 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat
Ini
4.42 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di Jawa
Tengah
4.43 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Jenis
Penggunaan
4.44 Pertumbuhan Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan
Sektor Ekonomi
4.45 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor
Ekonomi
4.46 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah
Berdasarkan Jenis Penggunaan
4.47 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah
Berdasarkan Sektor Ekonomi
4.48 Perkembangan LDR BPR Jawa Tengah
4.49 Pertumbuhan Kredit UMKM Jawa Tengah
4.50 Perbandingan NPL Kredit UMKM Jawa Tengah dan
Nasional
4.51 Perkembangan Kredit kepada UMKM
4.52 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
4.53 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasar
Sektor
4.54 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Berdasarkan Sektor
4.55 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan
Penggunaan
4.56 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Berdasarkan Penggunaan
5.1 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di
Jawa Tengah
85
85
85
85
85
85
86
86
86
87
87
87
87
87
87
92
92
92
92
93
93
93
94
94
94
94
95
95
95
96
96
100
102
6.3 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan
Kegiatan Usaha yang Akan Datang
6.4 NTP dengan PDRB Lapangan usaha Pertanian
6.5 NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
6.6 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Tengah
6.7 Indeks yang Diterima berdasarkan Subsektor
6.8 Indeks yang Dibayar berdasarkan Subsektor
6.9 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah
Tahun 2011-2016 (ribuan orang)
6.10 Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
6.11 Perkembangan Koefisien Gini Jawa Tengah dan Nasional
6.12 Perkembangan Koefisien Gini Berdasarkan Wilayah
7.1 Proyeks Inflasi Tahun 2017
102
103
103
103
103
103
104
106
107
107
115
Grafik
x xi
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONAL
MEI 2017
INDIKATOR
Perbankan **)
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran
*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)
Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)
- Giro
- Tabungan
- Deposito
Kredit (Rp Triliun)
- Modal Kerja
- Konsumsi
- Investasi
Loan to Deposit ratio (%)
NPL Gross (%)
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kas (Rp Triliun)
-Inflow
-Outflow
2014
188,11
24,83
97,60
65,68
198,15
106,38
29,06
62,71
105,33
2,23
567
14.459
62,32
39,11
2015
216,17
29,69
109,04
77,44
216,71
115,80
34,31
66,60
100,25
3,02
607
14.612
71,23
46,84
2016
217,92
33,75
104,36
79,82
217,89
115,89
35,49
66,51
99,99
3,22
853
18.817
18,75
7,00
I
INDIKATOR
2014 20152016
I
C. Sistem Pembayaran
Transaksi Kliring
947
19.694
12,45
23,06
II
225,02
31,14
112,08
81,80
226,15
120,94
36,68
68,53
100,50
3,43
II
228,39
32,90
112,90
82,59
229,91
122,87
37,85
69,20
100,67
3,26
III
800
18.545
26,63
10,88
III
240,40
30,25
123,34
86,81
236,76
125,63
39,82
71,30
98,49
2,84
IV
819
19.085
14,67
12,03
IV
240,40
30,25
123,34
86,81
236,76
125,63
39,82
71,30
98,49
2,84
2016
855
19.035
72,49
52,98
2016
245,78
35,81
119,59
90,38
237,77
125,47
40,23
72,08
96,74
3,06
I
2017
I
2017
770
18.555
18,38
10,12
xiiiTABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AHTABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH
A. PDRB & Inflasi
INDIKATOR
*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
2014
Ekonomi Makro Regional *)
Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)
Berdasarkan Sektor
- Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
- Pertambangan dan Penggalian
- Industri Pengolahan
- Pengadaan Listrik dan Gas
- Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
- Konstruksi
- Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
- Transportasi dan Pergudangan
- Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
- Informasi dan Komunikasi
- Jasa Keuangan dan Asuransi
- Real Estate
- Jasa Perusahaan
- Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
- Jasa Pendidikan
- Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
- Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan
- Konsumsi Rumah Tangga
- Konsumsi LNPRT
- Konsumsi Pemerintah
- PMTB
- Ekspor Luar Negeri
- Impor Luar Negeri
- Net Ekspor Antardaerah
- Perubahan Inventori
Ekspor
- Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)
- Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)
Impor
- Nilai Impor Non Migas (USD Juta)
- Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)
Indeks Harga Konsumen
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
5,27
-0,95
6,66
6,61
6,50
3,45
4,38
4,79
9,26
7,61
13,00
4,12
7,19
7,97
0,78
9,37
11,37
8,50
4,31
8,62
2,19
4,52
10,66
-7,29
-6,80
-22,63
6.097
2.776
6.120
3.845
118,60
117,36
116,84
118,73
114,73
124,16
121,18
8,22
7,09
8,01
8,53
7,40
8,59
8,19
2015
5,47
5,60
3,05
4,81
2,43
1,63
6,00
3,97
7,80
6,79
9,53
8,02
7,59
8,49
5,31
7,55
6,61
3,21
4,45
-3,04
3,71
5,12
0,28
-16,03
0,65
-71,08
6.206
2.858
5.476
4.488
121,84
120,32
119,83
121,77
119,26
128,23
124,37
2,73
2,52
2,56
2,56
3,95
3,28
2,63
2016
5,08
-1,96
21,59
3,99
9,12
-2,61
6,04
7,76
7,13
6,26
9,07
8,44
7,64
10,92
4,22
9,63
10,48
4,69
4,75
8,73
3,26
5,34
-0,28
-26,76
-34,48
-0,39
1.579
780
1.259
1.028
122,60
121,31
120,82
122,35
120,13
129,16
125,32
4,21
4,15
4,43
3,99
4,99
4,83
3,79
I
5,71
-0,02
16,53
4,80
8,72
1,39
7,46
5,68
6,97
6,82
9,62
13,95
6,39
10,81
5,23
10,78
14,00
12,98
4,80
9,17
7,48
6,87
-1,59
-12,77
-7,31
-30,87
1.689
789
1.398
1.175
122,70
121,36
120,91
122,42
120,55
128,88
125,79
2,96
2,95
3,21
2,65
3,77
3,33
3,23
II III
5,01
3,02
17,30
4,19
5,78
4,56
7,61
1,98
7,29
6,54
7,58
10,07
5,89
10,06
-0,10
9,44
10,46
10,43
4,36
3,47
-12,53
5,54
-10,48
-18,81
-0,26
52,63
1.382
734
1.194
951
123,69
121,81
121,43
123,60
121,91
129,70
126,96
2,71
2,36
2,93
2,61
3,73
2,18
2,87
IV
5,33
8,75
19,65
3,43
6,80
5,46
6,40
5,20
5,31
6,00
7,06
6,61
7,29
10,72
0,30
1,27
5,00
6,75
4,41
1,60
-1,45
6,09
3,13
2,59
59,79
-34,57
1.603
686
1.560
1.123
124,71
123,23
122,41
124,59
122,49
131,20
127,81
2,36
2,42
2,15
2,32
2,71
2,32
2,77
2016
5,28
2,13
18,73
4,09
7,57
2,17
6,88
5,10
6,66
6,40
8,31
9,67
6,80
10,62
2,37
7,64
9,86
8,62
4,57
5,61
-1,71
5,96
-2,22
-14,49
-13,17
11,14
6.253
2.989
5.411
4.278
124,71
123,23
122,41
124,59
122,49
131,20
127,81
2,36
2,42
2,15
2,32
2,71
2,32
2,77
5,20
9,42
6,73
4,11
6,09
7,19
4,70
5,19
5,44
6,06
7,08
3,40
6,68
8,08
-0,05
1,83
4,68
6,25
4,59
3,24
2,57
5,50
8,32
27,27
39,77
28,47
1.717
685
1.500
1.153
126,65
125,22
124,24
126,35
123,94
134,15
130,59
3,30
3,22
2,93
3,27
3,17
3,86
4,21
I
2017
xii TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
INDIKATOR
Perbankan **)
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran
*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)
Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)
- Giro
- Tabungan
- Deposito
Kredit (Rp Triliun)
- Modal Kerja
- Konsumsi
- Investasi
Loan to Deposit ratio (%)
NPL Gross (%)
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kas (Rp Triliun)
-Inflow
-Outflow
2014
188,11
24,83
97,60
65,68
198,15
106,38
29,06
62,71
105,33
2,23
567
14.459
62,32
39,11
2015
216,17
29,69
109,04
77,44
216,71
115,80
34,31
66,60
100,25
3,02
607
14.612
71,23
46,84
2016
217,92
33,75
104,36
79,82
217,89
115,89
35,49
66,51
99,99
3,22
853
18.817
18,75
7,00
I
INDIKATOR
2014 20152016
I
C. Sistem Pembayaran
Transaksi Kliring
947
19.694
12,45
23,06
II
225,02
31,14
112,08
81,80
226,15
120,94
36,68
68,53
100,50
3,43
II
228,39
32,90
112,90
82,59
229,91
122,87
37,85
69,20
100,67
3,26
III
800
18.545
26,63
10,88
III
240,40
30,25
123,34
86,81
236,76
125,63
39,82
71,30
98,49
2,84
IV
819
19.085
14,67
12,03
IV
240,40
30,25
123,34
86,81
236,76
125,63
39,82
71,30
98,49
2,84
2016
855
19.035
72,49
52,98
2016
245,78
35,81
119,59
90,38
237,77
125,47
40,23
72,08
96,74
3,06
I
2017
I
2017
770
18.555
18,38
10,12
xiiiTABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AHTABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH
A. PDRB & Inflasi
INDIKATOR
*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
2014
Ekonomi Makro Regional *)
Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)
Berdasarkan Sektor
- Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
- Pertambangan dan Penggalian
- Industri Pengolahan
- Pengadaan Listrik dan Gas
- Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
- Konstruksi
- Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
- Transportasi dan Pergudangan
- Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
- Informasi dan Komunikasi
- Jasa Keuangan dan Asuransi
- Real Estate
- Jasa Perusahaan
- Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
- Jasa Pendidikan
- Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
- Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan
- Konsumsi Rumah Tangga
- Konsumsi LNPRT
- Konsumsi Pemerintah
- PMTB
- Ekspor Luar Negeri
- Impor Luar Negeri
- Net Ekspor Antardaerah
- Perubahan Inventori
Ekspor
- Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)
- Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)
Impor
- Nilai Impor Non Migas (USD Juta)
- Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)
Indeks Harga Konsumen
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
5,27
-0,95
6,66
6,61
6,50
3,45
4,38
4,79
9,26
7,61
13,00
4,12
7,19
7,97
0,78
9,37
11,37
8,50
4,31
8,62
2,19
4,52
10,66
-7,29
-6,80
-22,63
6.097
2.776
6.120
3.845
118,60
117,36
116,84
118,73
114,73
124,16
121,18
8,22
7,09
8,01
8,53
7,40
8,59
8,19
2015
5,47
5,60
3,05
4,81
2,43
1,63
6,00
3,97
7,80
6,79
9,53
8,02
7,59
8,49
5,31
7,55
6,61
3,21
4,45
-3,04
3,71
5,12
0,28
-16,03
0,65
-71,08
6.206
2.858
5.476
4.488
121,84
120,32
119,83
121,77
119,26
128,23
124,37
2,73
2,52
2,56
2,56
3,95
3,28
2,63
2016
5,08
-1,96
21,59
3,99
9,12
-2,61
6,04
7,76
7,13
6,26
9,07
8,44
7,64
10,92
4,22
9,63
10,48
4,69
4,75
8,73
3,26
5,34
-0,28
-26,76
-34,48
-0,39
1.579
780
1.259
1.028
122,60
121,31
120,82
122,35
120,13
129,16
125,32
4,21
4,15
4,43
3,99
4,99
4,83
3,79
I
5,71
-0,02
16,53
4,80
8,72
1,39
7,46
5,68
6,97
6,82
9,62
13,95
6,39
10,81
5,23
10,78
14,00
12,98
4,80
9,17
7,48
6,87
-1,59
-12,77
-7,31
-30,87
1.689
789
1.398
1.175
122,70
121,36
120,91
122,42
120,55
128,88
125,79
2,96
2,95
3,21
2,65
3,77
3,33
3,23
II III
5,01
3,02
17,30
4,19
5,78
4,56
7,61
1,98
7,29
6,54
7,58
10,07
5,89
10,06
-0,10
9,44
10,46
10,43
4,36
3,47
-12,53
5,54
-10,48
-18,81
-0,26
52,63
1.382
734
1.194
951
123,69
121,81
121,43
123,60
121,91
129,70
126,96
2,71
2,36
2,93
2,61
3,73
2,18
2,87
IV
5,33
8,75
19,65
3,43
6,80
5,46
6,40
5,20
5,31
6,00
7,06
6,61
7,29
10,72
0,30
1,27
5,00
6,75
4,41
1,60
-1,45
6,09
3,13
2,59
59,79
-34,57
1.603
686
1.560
1.123
124,71
123,23
122,41
124,59
122,49
131,20
127,81
2,36
2,42
2,15
2,32
2,71
2,32
2,77
2016
5,28
2,13
18,73
4,09
7,57
2,17
6,88
5,10
6,66
6,40
8,31
9,67
6,80
10,62
2,37
7,64
9,86
8,62
4,57
5,61
-1,71
5,96
-2,22
-14,49
-13,17
11,14
6.253
2.989
5.411
4.278
124,71
123,23
122,41
124,59
122,49
131,20
127,81
2,36
2,42
2,15
2,32
2,71
2,32
2,77
5,20
9,42
6,73
4,11
6,09
7,19
4,70
5,19
5,44
6,06
7,08
3,40
6,68
8,08
-0,05
1,83
4,68
6,25
4,59
3,24
2,57
5,50
8,32
27,27
39,77
28,47
1.717
685
1.500
1.153
126,65
125,22
124,24
126,35
123,94
134,15
130,59
3,30
3,22
2,93
3,27
3,17
3,86
4,21
I
2017
xii TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
RINGKASANUMUM
RINGKASANUMUM
Postur APDB Provinsi Jawa Tengah pada 2017
meningkat dibandingkan tahun anggaran 2016.
Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp23,47
triliun atau naik 11,81% dibandingkan tahun 2016.
Begitu pula dengan anggaran belanja yang meningkat
menjadi Rp23,36 t r i l iun atau naik 10,44%
dibandingkan tahun sebelumnya. Secara keseluruhan,
pada tahun 2017 sudah tidak terjadi defisit anggaran
seperti tahun sebelumnya dengan surplus sebesar
Rp104 miliar.
Ditinjau dari serapan anggaran, persentase realisasi
pendapatan meningkat, namun persentase realisasi
belanja mengalami penurunan. Realisasi pendapatan
sampai dengan triwulan laporan sebesar 22,13% dari
APBD 2017, lebih tinggi dibandingkan serapan
pendapatan triwulan I 2016 yang sebesar 18,54%.
Sementara itu, realisasi belanja sampai triwulan I 2017
sebesar 10,04% dari APBD 2017, relatif lebih rendah
dibandingkan triwulan I 2016 sebesar 11,69%.
Tekanan stabilitas keuangan Jawa Tengah pada
triwulan IV 2016 mengalami penurunan dibandingkan
triwulan III 2016 sejalan dengan perbaikan kinerja
perekonomian daerah pada periode tersebut. Indikator-
indikator kinerja keuangan korporasi Jawa Tengah
mengkonfirmasi penurunan tekanan tersebut yang
tercermin pada peningkatan kinerja korporasi.
Sementara itu, kinerja perbankan Jawa Tengah pada
triwulan I 2017 mengalami perlambatan setelah
mengalami peningkatan pada triwulan IV 2016. Sesuai
dengan pola musiman kinerja perekonomian daerah
kembali melambat pada awal tahun. Pada triwulan I
2017, salah satu indikator utama kinerja perbankan
yaitu aset tercatat tumbuh sebesar 13,04% (yoy);
melambat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat
sebesar 13,32% (yoy). Sedangkan kredit perbankan
pada triwulan laporan mengalami peningkatan baik
terjadi pada kredit umum maupun kredit UMKM.
Keuangan Pemerintah
Inflasi Jawa Tengah tercatat meningkat pada triwulan I
2017, di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi.
Pada akhir triwulan I 2017 inflasi Jawa Tengah tercatat
sebesar 3,30% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 2,36% (yoy). Secara
triwulanan, inflasi Jawa Tengah pada periode laporan
tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di
tahun sebelumnya. Pada triwulan I 2017, inflasi
triwulanan tercatat sebesar 1,56% (qtq), meningkat
dibandingkan triwulan I 2016 yang mencatatkan inflasi
sebesar 0,62% (qtq).
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah, PengembanganAkses Keuangan, dan UMKM
Transaksi ekonomi di Jawa Tengah pada triwulan I 2017
dapat berjalan lancar dengan dukungan sistem
pembayaran tunai dan non tunai yang aman, efisien,
mudah diakses, serta melindungi konsumen. Aktivitas
transaksi keuangan masyarakat di Jawa Tengah baik
secara tunai maupun non tunai dapat terselenggara
dengan baik, meskipun mengalami pertumbuhan yang
melambat. Penyelesaian transaksi keuangan non tunai
melalui SKNBI tertahan seiring dengan perlambatan
aktivitas ekonomi pada triwulan I 2017. Pengelolaan
uang Rupiah mencatatkan peningkatan net inflow
dibandingkan triwulan IV 2016. Dari sisi transaksi valuta
asing, transaksi penukaran valuta asing mengalami
perbaikan dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya yang tumbuh negatif. Peningkatan
transaksi ini sejalan dengan meningkatnya kunjungan
wisatawan asing ke Jawa Tengah.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran danPengelolaan Uang Rupiah
periode tersebut bergeser menjadi sepenuhnya berada
dalam triwulan II, sementara pada tahun lalu, minggu
terakhir Ramadhan dan Lebaran jatuh pada triwulan III.
03RINGKASANUMUM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AHPerkembangan Ekonomi Makro Daerah
Pada triwulan I 2017, ekonomi Provinsi Jawa Tengah
mencatatkan pertumbuhan 5,20% (yoy). Capaian ini
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 5,33% (yoy). Meskipun demikian kinerja
tersebut masih lebih baik dibandingkan periode yang
sama tahun lalu yang sebesar 5,08% (yoy). Tren
perlambatan ini berbeda dengan perekonomian nasional
dan Kawasan Jawa yang tumbuh lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan
ekonomi nasional tercatat sebesar 5,01% (yoy),
melambat dari tingkat pertumbuhan 4,94% (yoy) pada
triwulan sebelumnya; sementara perekonomian
Kawasan Jawa mencatatkan pertumbuhan 5,66% (yoy)
setelah tumbuh 5,45% (yoy) pada triwulan IV 2016.
Ditinjau dari sisi pengeluaran, perlambatan terutama
berasal dari kinerja investasi seiring dengan realisasi
proyek investasi yang belum optimal di awal tahun.
Selain itu, kinerja impor luar negeri sebagai komponen
pengurang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
mengalami peningkatan dan turut menyebabkan
perlambatan ekonomi. Sementara itu, pertumbuhan
konsumsi dan ekspor luar negeri tercatat meningkat
sehingga dapat menahan perlambatan lebih dalam.
Ditinjau dari sisi lapangan usaha, perlambatan pada
triwulan laporan utamanya didorong oleh lapangan
usaha konstruksi; serta pertambangan dan penggalian.
Sebaliknya, lapangan usaha utama Provinsi Jawa Tengah,
yaitu industri pengolahan; dan pertanian justru
mengalami peningkatan, sedangkan lapangan usaha
perdagangan mencatatkan kinerja pertumbuhan stabil.
Pada triwulan II 2017, pertumbuhan ekonomi
diperkirakan mengalami peningkatan signifikan.
Percepatan pertumbuhan utamanya didorong oleh
kenaikan permintaan domestik pada periode Ramadhan
dan Leba ran . Leb ih l an ju t , pada tahun in i
02 RINGKASANUMUM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Postur APDB Provinsi Jawa Tengah pada 2017
meningkat dibandingkan tahun anggaran 2016.
Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp23,47
triliun atau naik 11,81% dibandingkan tahun 2016.
Begitu pula dengan anggaran belanja yang meningkat
menjadi Rp23,36 t r i l iun atau naik 10,44%
dibandingkan tahun sebelumnya. Secara keseluruhan,
pada tahun 2017 sudah tidak terjadi defisit anggaran
seperti tahun sebelumnya dengan surplus sebesar
Rp104 miliar.
Ditinjau dari serapan anggaran, persentase realisasi
pendapatan meningkat, namun persentase realisasi
belanja mengalami penurunan. Realisasi pendapatan
sampai dengan triwulan laporan sebesar 22,13% dari
APBD 2017, lebih tinggi dibandingkan serapan
pendapatan triwulan I 2016 yang sebesar 18,54%.
Sementara itu, realisasi belanja sampai triwulan I 2017
sebesar 10,04% dari APBD 2017, relatif lebih rendah
dibandingkan triwulan I 2016 sebesar 11,69%.
Tekanan stabilitas keuangan Jawa Tengah pada
triwulan IV 2016 mengalami penurunan dibandingkan
triwulan III 2016 sejalan dengan perbaikan kinerja
perekonomian daerah pada periode tersebut. Indikator-
indikator kinerja keuangan korporasi Jawa Tengah
mengkonfirmasi penurunan tekanan tersebut yang
tercermin pada peningkatan kinerja korporasi.
Sementara itu, kinerja perbankan Jawa Tengah pada
triwulan I 2017 mengalami perlambatan setelah
mengalami peningkatan pada triwulan IV 2016. Sesuai
dengan pola musiman kinerja perekonomian daerah
kembali melambat pada awal tahun. Pada triwulan I
2017, salah satu indikator utama kinerja perbankan
yaitu aset tercatat tumbuh sebesar 13,04% (yoy);
melambat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat
sebesar 13,32% (yoy). Sedangkan kredit perbankan
pada triwulan laporan mengalami peningkatan baik
terjadi pada kredit umum maupun kredit UMKM.
Keuangan Pemerintah
Inflasi Jawa Tengah tercatat meningkat pada triwulan I
2017, di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi.
Pada akhir triwulan I 2017 inflasi Jawa Tengah tercatat
sebesar 3,30% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 2,36% (yoy). Secara
triwulanan, inflasi Jawa Tengah pada periode laporan
tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di
tahun sebelumnya. Pada triwulan I 2017, inflasi
triwulanan tercatat sebesar 1,56% (qtq), meningkat
dibandingkan triwulan I 2016 yang mencatatkan inflasi
sebesar 0,62% (qtq).
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah, PengembanganAkses Keuangan, dan UMKM
Transaksi ekonomi di Jawa Tengah pada triwulan I 2017
dapat berjalan lancar dengan dukungan sistem
pembayaran tunai dan non tunai yang aman, efisien,
mudah diakses, serta melindungi konsumen. Aktivitas
transaksi keuangan masyarakat di Jawa Tengah baik
secara tunai maupun non tunai dapat terselenggara
dengan baik, meskipun mengalami pertumbuhan yang
melambat. Penyelesaian transaksi keuangan non tunai
melalui SKNBI tertahan seiring dengan perlambatan
aktivitas ekonomi pada triwulan I 2017. Pengelolaan
uang Rupiah mencatatkan peningkatan net inflow
dibandingkan triwulan IV 2016. Dari sisi transaksi valuta
asing, transaksi penukaran valuta asing mengalami
perbaikan dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya yang tumbuh negatif. Peningkatan
transaksi ini sejalan dengan meningkatnya kunjungan
wisatawan asing ke Jawa Tengah.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran danPengelolaan Uang Rupiah
periode tersebut bergeser menjadi sepenuhnya berada
dalam triwulan II, sementara pada tahun lalu, minggu
terakhir Ramadhan dan Lebaran jatuh pada triwulan III.
03RINGKASANUMUM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AHPerkembangan Ekonomi Makro Daerah
Pada triwulan I 2017, ekonomi Provinsi Jawa Tengah
mencatatkan pertumbuhan 5,20% (yoy). Capaian ini
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 5,33% (yoy). Meskipun demikian kinerja
tersebut masih lebih baik dibandingkan periode yang
sama tahun lalu yang sebesar 5,08% (yoy). Tren
perlambatan ini berbeda dengan perekonomian nasional
dan Kawasan Jawa yang tumbuh lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan
ekonomi nasional tercatat sebesar 5,01% (yoy),
melambat dari tingkat pertumbuhan 4,94% (yoy) pada
triwulan sebelumnya; sementara perekonomian
Kawasan Jawa mencatatkan pertumbuhan 5,66% (yoy)
setelah tumbuh 5,45% (yoy) pada triwulan IV 2016.
Ditinjau dari sisi pengeluaran, perlambatan terutama
berasal dari kinerja investasi seiring dengan realisasi
proyek investasi yang belum optimal di awal tahun.
Selain itu, kinerja impor luar negeri sebagai komponen
pengurang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
mengalami peningkatan dan turut menyebabkan
perlambatan ekonomi. Sementara itu, pertumbuhan
konsumsi dan ekspor luar negeri tercatat meningkat
sehingga dapat menahan perlambatan lebih dalam.
Ditinjau dari sisi lapangan usaha, perlambatan pada
triwulan laporan utamanya didorong oleh lapangan
usaha konstruksi; serta pertambangan dan penggalian.
Sebaliknya, lapangan usaha utama Provinsi Jawa Tengah,
yaitu industri pengolahan; dan pertanian justru
mengalami peningkatan, sedangkan lapangan usaha
perdagangan mencatatkan kinerja pertumbuhan stabil.
Pada triwulan II 2017, pertumbuhan ekonomi
diperkirakan mengalami peningkatan signifikan.
Percepatan pertumbuhan utamanya didorong oleh
kenaikan permintaan domestik pada periode Ramadhan
dan Leba ran . Leb ih l an ju t , pada tahun in i
02 RINGKASANUMUM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BABI
Perekonomian Provinsi Jawa Tengah triwulan I 2017 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Ditinjau dari sisi pengeluaran, perlambatan pertumbuhan terutama disumbang oleh
penurunan kinerja komponen investasi dan peningkatan impor luar negeri. Sementara
itu, konsumsi dan ekspor luar negeri mengalami peningkatan sehingga menahan
perlambatan lebih dalam.
Ditinjau dari sisi lapangan usaha, perlambatan didorong oleh lapangan usaha konstruksi,
serta lapangan usaha pertambangan dan penggalian. Adapun lapangan usaha utama
Jawa Tengah, yaitu industri pengolahan; serta lapangan usaha pertanian, kehutanan,
dan perikanan mengalami peningkatan pertumbuhan, sementara pertumbuhan
lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor relatif
stabil.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
NTP pada triwulan laporan tercatat sebesar 97,50;
lebih rendah dibanding triwulan lalu yang mencapai
99,35. Penurunan NTP ini terjadi di tengah
pertumbuhan lapangan usaha pertanian, kehutanan,
dan perikanan pada triwulan laporan yang relatif
meningkat. Lapangan usaha ini mencatatkan
perbaikan pertumbuhan menjadi 9,42% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 yang tumbuh
8,75% (yoy).
Sementara itu, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) pada triwulan laporan mengalami peningkatan
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
TPAK yang mengindikasikan besarnya persentase
penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi,
mengalami peningkatan dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya. TPAK Jawa Tengah pada
Februari 2017 tercatat sebesar 70,20% meningkat
dibandingkan Februari 2016 yang tercatat sebesar
69,89%. TPAK Jawa Tengah ini juga tercatat masih
lebih baik dibandingkan dengan nasional yang
tercatat sebesar 69,02%.
Prospek Perekonomian Daerah
Pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah diperkirakan
mengalami deselerasi pada triwulan III 2017.
Perlambatan ini merupakan normalisasi setelah
peningkatan tinggi pada triwulan II 2017, atau
periode Ramadhan dan Lebaran. Walaupun lebih
lambat, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah periode
tersebut diproyeksikan masih berada pada kisaran
yang tinggi, yaitu 5,2%-5,6% (yoy). Ditinjau dari sisi
pengeluaran, perlambatan terutama bersumber dari
konsumsi rumah tangga dan investasi. Sementara
pada sisi lapangan usaha, perlambatan diperkirakan
terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan dan
lapangan usaha perdagangan.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa
Tengah pada 2017 diperkirakan meningkat dibandingkan
2016. Ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2017
diperkirakan tumbuh pada rentang 5,3% - 5,7% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2016 yang
sebesar 5,28%. Perbaikan ekonomi global, terutama mitra
dagang utama Jawa Tengah diperkirakan meningkatkan
kegiatan usaha, khususnya ekspor. Komitmen pemerintah
untuk meningkatkan kemudahan investasi dan berusaha
di Indonesia, serta komitmen dalam pembangunan
infrastruktur diperkirakan mendukung percepatan
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017. Lebih lanjut,
kinerja konsumsi pemerintah diperkirakan membaik
seiring dengan mulai membaiknya penerimaan pajak.
Selain itu, terjaganya daya beli masyarakat diperkirakan
berdampak pada peningkatan kinerja konsumsi.
Sementara itu, Inflasi triwulan III 2017 diperkirakan
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan
ini terjadi di seluruh kelompok, terutama berasal dari
kelompok volatile food dan administered prices. Inflasi
volatile food diperkirakan menurun seiring normalisasi
permintaan pasca Lebaran serta meningkatnya pasokan
untuk komoditas bumbu-bumbuan. Sementara itu, inflasi
administered prices diperkirakan menurun akibat tidak
adanya lagi penyesuaian tarif listrik 900 VA nonsubsidi
selama tiga kali periode yang telah dilaksanakan hingga
pertengahan tahun 2017. Sementara untuk kelompok
volatile food, masih meneruskan tren inflasi rendah pada
tahun 2016 lalu.
Ke depan, inflasi akan tetap diarahkan berada pada
sasaran inflasi 2017, yaitu 4±1% (yoy). Koordinasi
kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam
pengendalian inflasi perlu terus diperkuat terutama dalam
menghadapi sejumlah risiko terkait penyesuaian
administered prices sejalan dengan kebijakan lanjutan
reformasi subsidi energi oleh Pemerintah, dan risiko
moderat kenaikan harga volatile food.
04 RINGKASANUMUM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BABI
Perekonomian Provinsi Jawa Tengah triwulan I 2017 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Ditinjau dari sisi pengeluaran, perlambatan pertumbuhan terutama disumbang oleh
penurunan kinerja komponen investasi dan peningkatan impor luar negeri. Sementara
itu, konsumsi dan ekspor luar negeri mengalami peningkatan sehingga menahan
perlambatan lebih dalam.
Ditinjau dari sisi lapangan usaha, perlambatan didorong oleh lapangan usaha konstruksi,
serta lapangan usaha pertambangan dan penggalian. Adapun lapangan usaha utama
Jawa Tengah, yaitu industri pengolahan; serta lapangan usaha pertanian, kehutanan,
dan perikanan mengalami peningkatan pertumbuhan, sementara pertumbuhan
lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor relatif
stabil.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
NTP pada triwulan laporan tercatat sebesar 97,50;
lebih rendah dibanding triwulan lalu yang mencapai
99,35. Penurunan NTP ini terjadi di tengah
pertumbuhan lapangan usaha pertanian, kehutanan,
dan perikanan pada triwulan laporan yang relatif
meningkat. Lapangan usaha ini mencatatkan
perbaikan pertumbuhan menjadi 9,42% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 yang tumbuh
8,75% (yoy).
Sementara itu, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) pada triwulan laporan mengalami peningkatan
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
TPAK yang mengindikasikan besarnya persentase
penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi,
mengalami peningkatan dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya. TPAK Jawa Tengah pada
Februari 2017 tercatat sebesar 70,20% meningkat
dibandingkan Februari 2016 yang tercatat sebesar
69,89%. TPAK Jawa Tengah ini juga tercatat masih
lebih baik dibandingkan dengan nasional yang
tercatat sebesar 69,02%.
Prospek Perekonomian Daerah
Pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah diperkirakan
mengalami deselerasi pada triwulan III 2017.
Perlambatan ini merupakan normalisasi setelah
peningkatan tinggi pada triwulan II 2017, atau
periode Ramadhan dan Lebaran. Walaupun lebih
lambat, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah periode
tersebut diproyeksikan masih berada pada kisaran
yang tinggi, yaitu 5,2%-5,6% (yoy). Ditinjau dari sisi
pengeluaran, perlambatan terutama bersumber dari
konsumsi rumah tangga dan investasi. Sementara
pada sisi lapangan usaha, perlambatan diperkirakan
terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan dan
lapangan usaha perdagangan.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa
Tengah pada 2017 diperkirakan meningkat dibandingkan
2016. Ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2017
diperkirakan tumbuh pada rentang 5,3% - 5,7% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2016 yang
sebesar 5,28%. Perbaikan ekonomi global, terutama mitra
dagang utama Jawa Tengah diperkirakan meningkatkan
kegiatan usaha, khususnya ekspor. Komitmen pemerintah
untuk meningkatkan kemudahan investasi dan berusaha
di Indonesia, serta komitmen dalam pembangunan
infrastruktur diperkirakan mendukung percepatan
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017. Lebih lanjut,
kinerja konsumsi pemerintah diperkirakan membaik
seiring dengan mulai membaiknya penerimaan pajak.
Selain itu, terjaganya daya beli masyarakat diperkirakan
berdampak pada peningkatan kinerja konsumsi.
Sementara itu, Inflasi triwulan III 2017 diperkirakan
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan
ini terjadi di seluruh kelompok, terutama berasal dari
kelompok volatile food dan administered prices. Inflasi
volatile food diperkirakan menurun seiring normalisasi
permintaan pasca Lebaran serta meningkatnya pasokan
untuk komoditas bumbu-bumbuan. Sementara itu, inflasi
administered prices diperkirakan menurun akibat tidak
adanya lagi penyesuaian tarif listrik 900 VA nonsubsidi
selama tiga kali periode yang telah dilaksanakan hingga
pertengahan tahun 2017. Sementara untuk kelompok
volatile food, masih meneruskan tren inflasi rendah pada
tahun 2016 lalu.
Ke depan, inflasi akan tetap diarahkan berada pada
sasaran inflasi 2017, yaitu 4±1% (yoy). Koordinasi
kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam
pengendalian inflasi perlu terus diperkuat terutama dalam
menghadapi sejumlah risiko terkait penyesuaian
administered prices sejalan dengan kebijakan lanjutan
reformasi subsidi energi oleh Pemerintah, dan risiko
moderat kenaikan harga volatile food.
04 RINGKASANUMUM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan ekonomi
sebesar 5,20% (yoy) pada triwulan I 2017. Kinerja
perekonomian mengalami perlambatan dibandingkan
triwulan triwulan IV 2016 yang sebesar 5,33% (yoy).
Meskipun demikian kinerja tersebut masih lebih baik
dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
sebesar 5,08% (yoy).
Berbeda dengan Jawa Tengah, pada triwulan laporan,
perekonomian nasional dan kawasan Jawa tumbuh
lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi nasional tercatat sebesar
5,01% (yoy), melambat dari tingkat pertumbuhan
4,94% (yoy) pada triwulan sebelumnya; sementara
perekonomian Kawasan Jawa mencatatkan
pertumbuhan 5,66% (yoy) setelah tumbuh 5,45%
(yoy) pada triwulan IV 2016.
Pada kawasan Jawa, perlambatan juga dialami oleh
perekonomian Jawa Timur dan Jawa Barat. Sementara
itu, provinsi lainnya di Kawasan Jawa, yakni DKI Jakarta,
Banten, dan DI Yogyakarta mengalami peningkatan
pertumbuhan. Dibandingkan provinsi lainnya di
Kawasan Jawa, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
menempati posisi kedua terendah, di atas DI
Yogyakarta.
Pada periode laporan, perekonomian Provinsi Jawa
Tengah menyumbang 14,72% terhadap perekonomian
Kawasan Jawa. Nilai ini relatif tetap dibandingkan
periode sebelumnya. Perekonomian Kawasan Jawa
secara dominan disumbang oleh DKI Jakarta dan
Provinsi Jawa Timur dengan sumbangan dari kedua
daerah ini mencapai lebih dari 50%.
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional1 Triwulan I 2017
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan I Tahun 2017 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KEKR adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2016 dan 2015 masih bersifat sementara.
1.
07PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.3Sumber: BPS, diolah
Struktur Perekonomian Kawasan Jawa berdasarkan Provinsi
IV2016
JATIMDKI BANTENJABAR JATENG DIY
III2016
29,77 22,19 14,56 1,5024,95 7,03%% %%% %
%% %%% %29,16 22,32 14,8525,31 6,92 1,50
0
2
4
6
8
-2
-4
%
PERTUMBUHAN EKONOMI (QTQ) PERTUMBUHAN EKONOMI (YOY)
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa TengahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.2Sumber: BPS, diolah
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan Nasional
3
4
5
6
7 %, YOY
JAWA JATENG NASIONAL
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Jawa (%, yoy)
DKI
BANTEN
JABAR
JATENG
DIY
JATIM
JAWA
IV - 2016JAWA
5,51
5,53
5,45
5,33
4,71
5,48
5,45
Sumber: BPS, diolah
I- 2017
6,48
5,90
5,24
5,20
5,12
5,37
5,66
Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan ekonomi
sebesar 5,20% (yoy) pada triwulan I 2017. Kinerja
perekonomian mengalami perlambatan dibandingkan
triwulan triwulan IV 2016 yang sebesar 5,33% (yoy).
Meskipun demikian kinerja tersebut masih lebih baik
dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
sebesar 5,08% (yoy).
Berbeda dengan Jawa Tengah, pada triwulan laporan,
perekonomian nasional dan kawasan Jawa tumbuh
lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi nasional tercatat sebesar
5,01% (yoy), melambat dari tingkat pertumbuhan
4,94% (yoy) pada triwulan sebelumnya; sementara
perekonomian Kawasan Jawa mencatatkan
pertumbuhan 5,66% (yoy) setelah tumbuh 5,45%
(yoy) pada triwulan IV 2016.
Pada kawasan Jawa, perlambatan juga dialami oleh
perekonomian Jawa Timur dan Jawa Barat. Sementara
itu, provinsi lainnya di Kawasan Jawa, yakni DKI Jakarta,
Banten, dan DI Yogyakarta mengalami peningkatan
pertumbuhan. Dibandingkan provinsi lainnya di
Kawasan Jawa, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
menempati posisi kedua terendah, di atas DI
Yogyakarta.
Pada periode laporan, perekonomian Provinsi Jawa
Tengah menyumbang 14,72% terhadap perekonomian
Kawasan Jawa. Nilai ini relatif tetap dibandingkan
periode sebelumnya. Perekonomian Kawasan Jawa
secara dominan disumbang oleh DKI Jakarta dan
Provinsi Jawa Timur dengan sumbangan dari kedua
daerah ini mencapai lebih dari 50%.
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional1 Triwulan I 2017
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan I Tahun 2017 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KEKR adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2016 dan 2015 masih bersifat sementara.
1.
07PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.3Sumber: BPS, diolah
Struktur Perekonomian Kawasan Jawa berdasarkan Provinsi
IV2016
JATIMDKI BANTENJABAR JATENG DIY
III2016
29,77 22,19 14,56 1,5024,95 7,03%% %%% %
%% %%% %29,16 22,32 14,8525,31 6,92 1,50
0
2
4
6
8
-2
-4
%
PERTUMBUHAN EKONOMI (QTQ) PERTUMBUHAN EKONOMI (YOY)
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa TengahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.2Sumber: BPS, diolah
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan Nasional
3
4
5
6
7 %, YOY
JAWA JATENG NASIONAL
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Jawa (%, yoy)
DKI
BANTEN
JABAR
JATENG
DIY
JATIM
JAWA
IV - 2016JAWA
5,51
5,53
5,45
5,33
4,71
5,48
5,45
Sumber: BPS, diolah
I- 2017
6,48
5,90
5,24
5,20
5,12
5,37
5,66
%
Grafik 1.6 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga (%yoy)Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
3
4
5
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
KOMPONEN PENGELUARAN
Tabel 1.2. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 Menurut Pengeluaran (Rp Miliar)
2014
570.433
10.773
75.556
274.558
84.542
220.421
99.974
27.054
922.471
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
NET EKSPOR ANTARDAERAH
PERUBAHAN INVENTORI
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2015*
I II III IV2015*
2016**
149.648
2.736
11.991
72.937
22.130
48.715
25.649
6.835
243.211
152.026
2.748
17.657
74.553
24.308
51.556
20.377
10.931
251.044
159.354
2.912
23.013
78.230
22.692
48.453
18.281
6.113
262.141
159.262
3.042
33.483
82.641
23.684
42.528
6.083
(10.212)
255.455
620.289
11.439
86.144
308.361
92.813
191.252
70.389
13.667
1.011.851
162.333
3.028
13.546
79.037
23.522
35.286
12.151
4.139
262.469
164.045
3.029
20.453
81.890
25.036
43.478
13.966
6.627
271.567
I II III 170.083
3.062
20.319
84.174
20.890
37.358
16.982
3.965
282.117
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah * Angka Sementara **Angka Sangat Sementara
IV 170.265
3.139
33.583
88.411
25.157
43.010
3.566
(5.235)
275.877
666.726
12.257
87.901
333.513
94.606
159.132
46.664
9.495
1.092.031
2016**
Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 Menurut Pengeluaran (Rp Miliar)
KOMPONEN PENGELUARAN
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
NET EKSPOR ANTARDAERAH
PERUBAHAN INVENTORI
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah * Angka Sementara **Angka Sangat Sementara
20142015*
I II III IV2015*
2016**
I II III IV2016*
465.234
8.299
56.643
220.773
68.523
118.498
47.723
16.261
764.959
118.543
1.939
8.876
55.555
17.003
25.636
17.086
2.658
196.024
120.292
1.934
12.250
56.439
18.147
26.917
14.371
4.454
200.969
123.688
2.046
15.017
58.684
16.444
24.941
15.483
1.234
207.656
123.427
2.129
22.601
61.400
17.123
22.007
1.096
-3.643
202.126
485.951
8.047
58.744
232.079
68.717
99.500
48.035
4.703
806.775
124.171
2.109
9.165
58.521
16.955
18.775
11.194
2.647
205.987
126.063
2.111
13.166
60.317
17.858
23.478
13.320
3.079
212.435
129.082
2.116
13.135
61.937
14.721
20.250
15.443
1.884
218.068
128.866
2.163
22.273
65.141
17.660
22.577
1.751
-2.383
212.894
508.182
8.499
57.739
245.916
67.193
85.080
41.708
5.227
849.384
Tabel 1.4. Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah Menurut Pengeluaran (%, yoy)
KOMPONEN PENGELUARAN
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
NET EKSPOR ANTARDAERAH
PERUBAHAN INVENTORI
20142015*
I II III IV2015*
2016**
I II III IV2016*
2017**
I
2017**
I
2017**
I
174.589
3.201
14.192
84.743
26.277
46.274
20.963
5.879
283.571
129.872
2.177
9.400
61.741
18.365
23.894
15.646
3.401
216.707
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTOSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah * Angka Sementara **Angka Sangat Sementara
4,31
8,62
2,19
4,52
10,66
(7,29)
(6,80)
(22,63)
5,27
4,51
(9,66)
2,83
6,24
(3,05)
(12,04)
9,79
(49,60)
5,54
4,28
(12,33)
2,71
3,11
(1,56)
(7,53)
21,63
(20,99)
5,22
4,28
3,19
5,19
4,31
1,51
(18,48)
(3,58)
(75,02)
5,02
4,74
8,35
3,63
6,81
4,72
(25,77)
(74,45)
(988,66)
6,10
4,45
(3,04)
3,71
5,12
0,28
(16,03)
0,65
(71,08)
5,47
4,75
8,73
3,26
5,34
(0,28)
(26,76)
(34,48)
(0,39)
5,08
4,80
9,17
7,48
6,87
(1,59)
(12,77)
(7,31)
(30,87)
5,71
4,36
3,47
(12,53)
5,54
(10,48)
(18,81)
(0,26)
52,63
5,01
4,41
1,60
(1,45)
6,09
3,13
2,59
59,79
(34,57)
5,33
4,57
5,61
(1,71)
5,96
(2,22)
(14,49)
(13,17)
11,14
5,28
4,59
3,24
2,57
5,50
8,32
27,27
39,77
28,47
5,20
Pertumbuhan konsumsi dan ekspor luar negeri tercatat
meningkat sehingga dapat menahan perlambatan
lebih dalam. Meningkatnya kinerja konsumsi didukung
oleh optimisme konsumen dan daya beli masyarakat
yang terjaga. Selanjutnya, ekspor luar negeri turut
mengalami peningkatan pertumbuhan seiring dengan
mulai pulihnya perekonomian negara mitra dagang.
Pengeluaran konsumsi mencatatkan pertumbuhan
yang meningkat pada triwulan laporan. Lebih lanjut,
peningkatan terjadi pada seluruh jenis konsumsi, baik
konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah,
maupun konsumsi lembaga nonprofit yang melayani
rumah tangga (LNPRT).
Konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2017 tumbuh
4,59% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV
2016 sebesar 4,41% (yoy). Peningkatan ini
diindikasikan sejalan dengan mulai membaiknya
perekonomian domestik sehingga dapat menjaga daya
beli masyarakat.
1.1.1.1. Pengeluaran Konsumsi
09PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
NILAI RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN PDRB - SKALA KANAN
Grafik 1.5 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran KliringHarian dan Pertumbuhan Ekonomi
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY %, YOY
3
4
5
6
7
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
KREDIT PERBANKAN PDRB - SKALA KANAN
Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan danPertumbuhan Ekonomi
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY %, YOY
3
4
5
6
7
8
12
16
20
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Kegiatan ekonomi dapat tercermin dari beberapa
sarana pendukungnya, seperti aktivitas perbankan.
Seiring dengan melemahnya aktivitas ekonomi Jawa
Tengah pada triwulan I 2017, kebutuhan akan
pembiayaan turut melemah. Hal tersebut tercermin dari
penyaluran kredit perbankan yang tumbuh melambat
pada periode tersebut. Pada triwulan laporan,
pertumbuhan kredit perbankan yang disalurkan di Jawa
Tengah tercatat 11,84% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
12,62% (yoy). Lebih lanjut, perkembangan tersebut
juga tercermin pada aktivitas sistem pembayaran. Pada
triwulan I 2017, nilai rata-rata perputaran kliring harian
mengalami kontraksi 9,74% (yoy), berbalik arah
setelah tumbuh 13,52% (yoy) pada triwulan IV 2016.
Ditinjau dari sisi pengeluaran, deselerasi terutama
berasal dari kinerja investasi seiring dengan realisasi
proyek investasi yang belum optimal di awal tahun.
Selain itu, kinerja impor luar negeri sebagai komponen
pengurang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
mengalami peningkatan dan turut menyebabkan
perlambatan ekonomi. Sementara itu, pertumbuhan
konsumsi dan ekspor luar negeri tercatat meningkat
sehingga dapat menahan perlambatan lebih dalam.
Ditinjau dari sisi lapangan usaha, perlambatan pada
triwulan laporan utamanya didorong oleh lapangan
usaha konstruksi; serta pertambangan dan penggalian.
Sebaliknya, lapangan usaha utama Provinsi Jawa
Tengah, yaitu industri pengolahan; dan pertanian justru
mengalami peningkatan, sedangkan lapangan usaha
perdagangan mencatatkan kinerja pertumbuhan stabil.
Berdasarkan sisi pengeluaran, perekonomian Jawa
Tengah pada triwulan I 2017 masih ditopang oleh
konsumsi rumah tangga dengan pangsa 61,57%.
Pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi
juga memberikan kontribusi signifikan, yaitu sebesar
29,88%. Lebih lanjut, peran ekspor luar negeri sebesar
9,27%, dan konsumsi pemerintah sebesar 5,00%.
Selain itu, pangsa impor luar negeri, sebagai elemen
pengurang dalam perekonomian Jawa Tengah, juga
cukup besar, yaitu 16,32%. Komposisi ini tidak banyak
berubah dibandingkan tahun sebelumnya.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi pada periode
laporan terutama berasal dari kinerja investasi seiring
dengan realisasi proyek investasi yang belum optimal di
awal tahun. Selain itu, kinerja impor luar negeri sebagai
komponen pengurang PDRB mengalami peningkatan
dan turut menyebabkan perlambatan ekonomi.
Meningkatnya pertumbuhan impor didorong oleh
masih kuatnya kinerja konsumsi dan lapangan usaha
industri.
1.1.1. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran
08 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
%
Grafik 1.6 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga (%yoy)Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
3
4
5
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
KOMPONEN PENGELUARAN
Tabel 1.2. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 Menurut Pengeluaran (Rp Miliar)
2014
570.433
10.773
75.556
274.558
84.542
220.421
99.974
27.054
922.471
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
NET EKSPOR ANTARDAERAH
PERUBAHAN INVENTORI
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2015*
I II III IV2015*
2016**
149.648
2.736
11.991
72.937
22.130
48.715
25.649
6.835
243.211
152.026
2.748
17.657
74.553
24.308
51.556
20.377
10.931
251.044
159.354
2.912
23.013
78.230
22.692
48.453
18.281
6.113
262.141
159.262
3.042
33.483
82.641
23.684
42.528
6.083
(10.212)
255.455
620.289
11.439
86.144
308.361
92.813
191.252
70.389
13.667
1.011.851
162.333
3.028
13.546
79.037
23.522
35.286
12.151
4.139
262.469
164.045
3.029
20.453
81.890
25.036
43.478
13.966
6.627
271.567
I II III 170.083
3.062
20.319
84.174
20.890
37.358
16.982
3.965
282.117
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah * Angka Sementara **Angka Sangat Sementara
IV 170.265
3.139
33.583
88.411
25.157
43.010
3.566
(5.235)
275.877
666.726
12.257
87.901
333.513
94.606
159.132
46.664
9.495
1.092.031
2016**
Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 Menurut Pengeluaran (Rp Miliar)
KOMPONEN PENGELUARAN
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
NET EKSPOR ANTARDAERAH
PERUBAHAN INVENTORI
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah * Angka Sementara **Angka Sangat Sementara
20142015*
I II III IV2015*
2016**
I II III IV2016*
465.234
8.299
56.643
220.773
68.523
118.498
47.723
16.261
764.959
118.543
1.939
8.876
55.555
17.003
25.636
17.086
2.658
196.024
120.292
1.934
12.250
56.439
18.147
26.917
14.371
4.454
200.969
123.688
2.046
15.017
58.684
16.444
24.941
15.483
1.234
207.656
123.427
2.129
22.601
61.400
17.123
22.007
1.096
-3.643
202.126
485.951
8.047
58.744
232.079
68.717
99.500
48.035
4.703
806.775
124.171
2.109
9.165
58.521
16.955
18.775
11.194
2.647
205.987
126.063
2.111
13.166
60.317
17.858
23.478
13.320
3.079
212.435
129.082
2.116
13.135
61.937
14.721
20.250
15.443
1.884
218.068
128.866
2.163
22.273
65.141
17.660
22.577
1.751
-2.383
212.894
508.182
8.499
57.739
245.916
67.193
85.080
41.708
5.227
849.384
Tabel 1.4. Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah Menurut Pengeluaran (%, yoy)
KOMPONEN PENGELUARAN
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR
IMPOR
NET EKSPOR ANTARDAERAH
PERUBAHAN INVENTORI
20142015*
I II III IV2015*
2016**
I II III IV2016*
2017**
I
2017**
I
2017**
I
174.589
3.201
14.192
84.743
26.277
46.274
20.963
5.879
283.571
129.872
2.177
9.400
61.741
18.365
23.894
15.646
3.401
216.707
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTOSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah * Angka Sementara **Angka Sangat Sementara
4,31
8,62
2,19
4,52
10,66
(7,29)
(6,80)
(22,63)
5,27
4,51
(9,66)
2,83
6,24
(3,05)
(12,04)
9,79
(49,60)
5,54
4,28
(12,33)
2,71
3,11
(1,56)
(7,53)
21,63
(20,99)
5,22
4,28
3,19
5,19
4,31
1,51
(18,48)
(3,58)
(75,02)
5,02
4,74
8,35
3,63
6,81
4,72
(25,77)
(74,45)
(988,66)
6,10
4,45
(3,04)
3,71
5,12
0,28
(16,03)
0,65
(71,08)
5,47
4,75
8,73
3,26
5,34
(0,28)
(26,76)
(34,48)
(0,39)
5,08
4,80
9,17
7,48
6,87
(1,59)
(12,77)
(7,31)
(30,87)
5,71
4,36
3,47
(12,53)
5,54
(10,48)
(18,81)
(0,26)
52,63
5,01
4,41
1,60
(1,45)
6,09
3,13
2,59
59,79
(34,57)
5,33
4,57
5,61
(1,71)
5,96
(2,22)
(14,49)
(13,17)
11,14
5,28
4,59
3,24
2,57
5,50
8,32
27,27
39,77
28,47
5,20
Pertumbuhan konsumsi dan ekspor luar negeri tercatat
meningkat sehingga dapat menahan perlambatan
lebih dalam. Meningkatnya kinerja konsumsi didukung
oleh optimisme konsumen dan daya beli masyarakat
yang terjaga. Selanjutnya, ekspor luar negeri turut
mengalami peningkatan pertumbuhan seiring dengan
mulai pulihnya perekonomian negara mitra dagang.
Pengeluaran konsumsi mencatatkan pertumbuhan
yang meningkat pada triwulan laporan. Lebih lanjut,
peningkatan terjadi pada seluruh jenis konsumsi, baik
konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah,
maupun konsumsi lembaga nonprofit yang melayani
rumah tangga (LNPRT).
Konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2017 tumbuh
4,59% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV
2016 sebesar 4,41% (yoy). Peningkatan ini
diindikasikan sejalan dengan mulai membaiknya
perekonomian domestik sehingga dapat menjaga daya
beli masyarakat.
1.1.1.1. Pengeluaran Konsumsi
09PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
NILAI RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN PDRB - SKALA KANAN
Grafik 1.5 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran KliringHarian dan Pertumbuhan Ekonomi
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY %, YOY
3
4
5
6
7
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
KREDIT PERBANKAN PDRB - SKALA KANAN
Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan danPertumbuhan Ekonomi
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY %, YOY
3
4
5
6
7
8
12
16
20
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Kegiatan ekonomi dapat tercermin dari beberapa
sarana pendukungnya, seperti aktivitas perbankan.
Seiring dengan melemahnya aktivitas ekonomi Jawa
Tengah pada triwulan I 2017, kebutuhan akan
pembiayaan turut melemah. Hal tersebut tercermin dari
penyaluran kredit perbankan yang tumbuh melambat
pada periode tersebut. Pada triwulan laporan,
pertumbuhan kredit perbankan yang disalurkan di Jawa
Tengah tercatat 11,84% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
12,62% (yoy). Lebih lanjut, perkembangan tersebut
juga tercermin pada aktivitas sistem pembayaran. Pada
triwulan I 2017, nilai rata-rata perputaran kliring harian
mengalami kontraksi 9,74% (yoy), berbalik arah
setelah tumbuh 13,52% (yoy) pada triwulan IV 2016.
Ditinjau dari sisi pengeluaran, deselerasi terutama
berasal dari kinerja investasi seiring dengan realisasi
proyek investasi yang belum optimal di awal tahun.
Selain itu, kinerja impor luar negeri sebagai komponen
pengurang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
mengalami peningkatan dan turut menyebabkan
perlambatan ekonomi. Sementara itu, pertumbuhan
konsumsi dan ekspor luar negeri tercatat meningkat
sehingga dapat menahan perlambatan lebih dalam.
Ditinjau dari sisi lapangan usaha, perlambatan pada
triwulan laporan utamanya didorong oleh lapangan
usaha konstruksi; serta pertambangan dan penggalian.
Sebaliknya, lapangan usaha utama Provinsi Jawa
Tengah, yaitu industri pengolahan; dan pertanian justru
mengalami peningkatan, sedangkan lapangan usaha
perdagangan mencatatkan kinerja pertumbuhan stabil.
Berdasarkan sisi pengeluaran, perekonomian Jawa
Tengah pada triwulan I 2017 masih ditopang oleh
konsumsi rumah tangga dengan pangsa 61,57%.
Pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi
juga memberikan kontribusi signifikan, yaitu sebesar
29,88%. Lebih lanjut, peran ekspor luar negeri sebesar
9,27%, dan konsumsi pemerintah sebesar 5,00%.
Selain itu, pangsa impor luar negeri, sebagai elemen
pengurang dalam perekonomian Jawa Tengah, juga
cukup besar, yaitu 16,32%. Komposisi ini tidak banyak
berubah dibandingkan tahun sebelumnya.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi pada periode
laporan terutama berasal dari kinerja investasi seiring
dengan realisasi proyek investasi yang belum optimal di
awal tahun. Selain itu, kinerja impor luar negeri sebagai
komponen pengurang PDRB mengalami peningkatan
dan turut menyebabkan perlambatan ekonomi.
Meningkatnya pertumbuhan impor didorong oleh
masih kuatnya kinerja konsumsi dan lapangan usaha
industri.
1.1.1. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran
08 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.15Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Jumlah dan Pertumbuhan Anggaran Belanja PemerintahProvinsi Jawa Tengah
ANGGARAN BELANJA PERTUMBUHAN TAHUNAN ANGGARAN BELANJA - SKALA KANAN
2011 2012 2013 2014 2015
0
10
20
30
40
50
60
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000 %, YOYRP MILIAR
2016
-10
Grafik 1.13 Pertumbuhan Realisasi Belanja Pemerintah ProvinsiJawa Tengah dan PDRB Konsumsi Pemerintah
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
10
20
30
40 %, YOY%, YOY
REALISASI BELANJA PEMPROV JAWA TENGAH PDRB KONSUMSI PEMERINTAH - SKALA KANANREALISASI BELANJA PEMPROV JAWA TENGAH (TANPA BELANJA MODAL)
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Grafik 1.14 Persentase Realisasi Pendapatan dan BelanjaPemerintah Provinsi Jawa Tengah
REALISASI PENDAPATAN REALISASI BELANJA
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
20
40
60
80
100
120 %
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Grafik 1.11 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT (%, yoy)
(20)
(10)
-
10
20
30
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Grafik 1.12 Pertumbuhan Konsumsi PemerintahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80%, YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) - SKALA KANAN
-20
-10
0
10
20
-20
-10
0
10
20
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Kepemilikan Kendaraan Bermotor (KKB), yaitu dari
4,18% (yoy) menjadi 2,16% (yoy); serta kredit untuk
perlengkapan rumah tangga, yaitu dari 76,19% (yoy)
menjadi 46,64%(yoy). Sementara itu, Kredit
Kepemilikan Rumah (KPR) dan kredit konsumsi lainnya
mengalami peningkatan pertumbuhan.
Konsumsi lembaga nonprofit yang melayani
rumah tangga (LNPRT) pada triwulan I 2017 tumbuh
3,24% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan
triwulan IV 2016 yang tercatat 1,60% (yoy). Adapun
peningkatan tersebut didorong oleh kegiatan
P e m i l i h a n K e p a l a D a e r a h ( P i l k a d a ) y a n g
diselenggarakan 7 kabupaten/kota pada Februari
2017. Selain itu, berdasarkan hasil Focus Group
Discussion (FGD), perbaikan juga berasal dari semakin
meningkatnya aktivitas komunitas hobi. Lomba
komunitas hobi yang diselenggarakan di Jawa Tengah
juga turut mendorong kegiatan ekonomi kelompok
tersebut. Sementara itu, kegiatan dan bantuan sosial
masih terbatas sesuai pola musiman pada awal tahun.
Pertumbuhan konsumsi pemerintah pun mengalami
perbaikan pada triwulan I 2017. Setelah mengalami
kontraksi 1,45% (yoy) pada triwulan IV 2016, konsumsi
pemerintah tumbuh 2,57% (yoy) pada triwulan
laporan. Perbaikan diindikasikan berasal dari realisasi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) di
Jawa Tengah, serta Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD) pada level kabupaten/kota. Sementara
itu realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah cenderung lebih
rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun
sebelumnya.
11PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.10 Perkembangan Kredit Konsumsi berdasarkan Jenis Konsumsi
KPRLAINNYA - SKALA KANAN
KKBPERALATAN RUMAH TANGGA
%, YOY%, YOY
-20
0
20
40
60
80
100
-5
0
5
10
15
20
25
Grafik 1.9 Perkembangan Kredit Konsumsi dan PertumbuhanKonsumsi Rumah Tangga
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
KREDIT KONSUMSI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN
%, YOY %, YOY
3
4
5
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Grafik 1.7 Indeks Tendensi KonsumenSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
INDEKS
90
95
100
105
110
115
120
125
PENDAPATAN RUMAH TANGGAITKPENDAPATAN RUMAH TANGGA PENGARUH INFLASI TERHADAP TINGKAT KONSUMSI
VOLUME KONSUMSI BARANG/JASA
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Percepatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga ini
terkonfirmasi dari hasil Survei Tendensi Konsumen yang
dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Berdasarkan
survei tersebut, kondisi ekonomi rumah tangga
triwulan laporan membaik dibandingkan triwulan IV
2016. Perkembangan tersebut ditunjukkan oleh nilai
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan I 2017 yang
sebesar 102,05; lebih tinggi dari ITK triwulan IV 2016
yang sebesar 99,93.
Peningkatan kondisi ekonomi rumah tangga ini
terutama bersumber oleh meningkatnya volume
konsumsi barang dan jasa (dari 99,45 menjadi 108,29),
baik dalam bentuk makanan maupun non makanan.
Selain itu, pengaruh inflasi terhadap tingkat konsumsi
juga mengalami penurunan, atau dengan kata lain,
masyarakat semakin optimis dengan terjaganya daya
beli di tengah inflasi. Hal tersebut tercermin dari
peningkatan indeksnya dari 99,67 menjadi 104,10.
Dengan terjaganya keyakinan konsumen ini, dampak
dari inflasi yang relatif tinggi pada triwulan I 2017 masih
dapat tertahan sehingga kinerja konsumsi rumah
tangga tetap meningkat. Jawa Tengah mengalami
inflasi 3,30% (yoy) pada triwulan laporan, lebih tinggi
dibandingkan inflasi 2,36% (yoy) pada triwulan
sebelumnya.
Adapun yang menahan keyakinan konsumen adalah
pendapatan rumah tangga terindikasi mengalami
penurunan, ditunjukkan oleh penurunan indeksnya
dari 100,26 menjadi 98,33. Namun demikian,
penurunan pendapatan ditengarai karena pada
t r iwu lan sebe lumnya rumah tangga mas ih
mendapatkan tambahan pendapatan dari bonus akhir
tahun. Sementara penghasilan rutin justru mengalami
peningkatan seiring dengan kenaikan Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK) pada awal tahun.
Namun demikian, kinerja konsumsi yang meningkat ini
belum tercermin dari kinerja kredit perbankan. Kredit
konsumsi pada triwulan I 2017 tumbuh melambat
dengan level 8,76% (yoy), dari 9,11% (yoy) pada
triwulan IV 2016. Perlambatan terjadi pada Kredit
10 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.8 Perkembangan Inflasi Triwulanan dan TahunanSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-2
0
2
4
6
8
10
3
4
5%, YOY
INFLASI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN
%, YOY
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Grafik 1.15Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Jumlah dan Pertumbuhan Anggaran Belanja PemerintahProvinsi Jawa Tengah
ANGGARAN BELANJA PERTUMBUHAN TAHUNAN ANGGARAN BELANJA - SKALA KANAN
2011 2012 2013 2014 2015
0
10
20
30
40
50
60
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000 %, YOYRP MILIAR
2016
-10
Grafik 1.13 Pertumbuhan Realisasi Belanja Pemerintah ProvinsiJawa Tengah dan PDRB Konsumsi Pemerintah
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
10
20
30
40 %, YOY%, YOY
REALISASI BELANJA PEMPROV JAWA TENGAH PDRB KONSUMSI PEMERINTAH - SKALA KANANREALISASI BELANJA PEMPROV JAWA TENGAH (TANPA BELANJA MODAL)
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Grafik 1.14 Persentase Realisasi Pendapatan dan BelanjaPemerintah Provinsi Jawa Tengah
REALISASI PENDAPATAN REALISASI BELANJA
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
20
40
60
80
100
120 %
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Grafik 1.11 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT (%, yoy)
(20)
(10)
-
10
20
30
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Grafik 1.12 Pertumbuhan Konsumsi PemerintahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80%, YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) - SKALA KANAN
-20
-10
0
10
20
-20
-10
0
10
20
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Kepemilikan Kendaraan Bermotor (KKB), yaitu dari
4,18% (yoy) menjadi 2,16% (yoy); serta kredit untuk
perlengkapan rumah tangga, yaitu dari 76,19% (yoy)
menjadi 46,64%(yoy). Sementara itu, Kredit
Kepemilikan Rumah (KPR) dan kredit konsumsi lainnya
mengalami peningkatan pertumbuhan.
Konsumsi lembaga nonprofit yang melayani
rumah tangga (LNPRT) pada triwulan I 2017 tumbuh
3,24% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan
triwulan IV 2016 yang tercatat 1,60% (yoy). Adapun
peningkatan tersebut didorong oleh kegiatan
P e m i l i h a n K e p a l a D a e r a h ( P i l k a d a ) y a n g
diselenggarakan 7 kabupaten/kota pada Februari
2017. Selain itu, berdasarkan hasil Focus Group
Discussion (FGD), perbaikan juga berasal dari semakin
meningkatnya aktivitas komunitas hobi. Lomba
komunitas hobi yang diselenggarakan di Jawa Tengah
juga turut mendorong kegiatan ekonomi kelompok
tersebut. Sementara itu, kegiatan dan bantuan sosial
masih terbatas sesuai pola musiman pada awal tahun.
Pertumbuhan konsumsi pemerintah pun mengalami
perbaikan pada triwulan I 2017. Setelah mengalami
kontraksi 1,45% (yoy) pada triwulan IV 2016, konsumsi
pemerintah tumbuh 2,57% (yoy) pada triwulan
laporan. Perbaikan diindikasikan berasal dari realisasi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) di
Jawa Tengah, serta Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD) pada level kabupaten/kota. Sementara
itu realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah cenderung lebih
rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun
sebelumnya.
11PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.10 Perkembangan Kredit Konsumsi berdasarkan Jenis Konsumsi
KPRLAINNYA - SKALA KANAN
KKBPERALATAN RUMAH TANGGA
%, YOY%, YOY
-20
0
20
40
60
80
100
-5
0
5
10
15
20
25
Grafik 1.9 Perkembangan Kredit Konsumsi dan PertumbuhanKonsumsi Rumah Tangga
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
KREDIT KONSUMSI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN
%, YOY %, YOY
3
4
5
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Grafik 1.7 Indeks Tendensi KonsumenSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
INDEKS
90
95
100
105
110
115
120
125
PENDAPATAN RUMAH TANGGAITKPENDAPATAN RUMAH TANGGA PENGARUH INFLASI TERHADAP TINGKAT KONSUMSI
VOLUME KONSUMSI BARANG/JASA
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Percepatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga ini
terkonfirmasi dari hasil Survei Tendensi Konsumen yang
dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Berdasarkan
survei tersebut, kondisi ekonomi rumah tangga
triwulan laporan membaik dibandingkan triwulan IV
2016. Perkembangan tersebut ditunjukkan oleh nilai
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan I 2017 yang
sebesar 102,05; lebih tinggi dari ITK triwulan IV 2016
yang sebesar 99,93.
Peningkatan kondisi ekonomi rumah tangga ini
terutama bersumber oleh meningkatnya volume
konsumsi barang dan jasa (dari 99,45 menjadi 108,29),
baik dalam bentuk makanan maupun non makanan.
Selain itu, pengaruh inflasi terhadap tingkat konsumsi
juga mengalami penurunan, atau dengan kata lain,
masyarakat semakin optimis dengan terjaganya daya
beli di tengah inflasi. Hal tersebut tercermin dari
peningkatan indeksnya dari 99,67 menjadi 104,10.
Dengan terjaganya keyakinan konsumen ini, dampak
dari inflasi yang relatif tinggi pada triwulan I 2017 masih
dapat tertahan sehingga kinerja konsumsi rumah
tangga tetap meningkat. Jawa Tengah mengalami
inflasi 3,30% (yoy) pada triwulan laporan, lebih tinggi
dibandingkan inflasi 2,36% (yoy) pada triwulan
sebelumnya.
Adapun yang menahan keyakinan konsumen adalah
pendapatan rumah tangga terindikasi mengalami
penurunan, ditunjukkan oleh penurunan indeksnya
dari 100,26 menjadi 98,33. Namun demikian,
penurunan pendapatan ditengarai karena pada
t r iwu lan sebe lumnya rumah tangga mas ih
mendapatkan tambahan pendapatan dari bonus akhir
tahun. Sementara penghasilan rutin justru mengalami
peningkatan seiring dengan kenaikan Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK) pada awal tahun.
Namun demikian, kinerja konsumsi yang meningkat ini
belum tercermin dari kinerja kredit perbankan. Kredit
konsumsi pada triwulan I 2017 tumbuh melambat
dengan level 8,76% (yoy), dari 9,11% (yoy) pada
triwulan IV 2016. Perlambatan terjadi pada Kredit
10 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.8 Perkembangan Inflasi Triwulanan dan TahunanSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-2
0
2
4
6
8
10
3
4
5%, YOY
INFLASI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN
%, YOY
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Grafik 1.24 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi
NILAI IMPOR BARANG MODAL VOLUME IMPOR BARANG MODAL
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
(60)
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100 %, YOY
I II III IV I II III IV I II2014 2015 2016
III IV I2017
NAIK TETAP TURUN
Grafik 1.22 Perkembangan Investasi Pelaku Usaha (Hasil Liaison) Grafik 1.23 Likert Scale Investasi (Hasil Liaison)Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
I II III IV I II III IV I II2014 2015 2016
III IV I2017
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60 %, YOY
IV - 2016 I - 2017
Grafik 1.21 Perkembangan SBT Realisasi Investasi BerdasarkanSektor Usaha (SKDU)
PERT
AN
IAN
PERT
AM
BAN
GA
N
IND
UST
RIPE
NG
OLA
HA
N
LIST
RIK,
GA
S D
AN
AIR
BER
SIH
BAN
GU
NA
N
PERD
AG
AN
GA
N,
HO
TEL
DA
NRE
STO
RAN
PEN
GA
NG
KUTA
ND
AN
KOM
UN
IKA
SI
KEU
AN
GA
N, P
ERSE
WA
AN
DA
N JA
SA P
ERU
SAH
AA
N
JASA
- JA
SA
TRIWULAN IV 2016TRIWULAN I 2017%, SBT
0
1
2
3
Grafik 1.20 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi
-
2
4
6
8
10
12
14 %, SBT %, YOY
SBT REALISASI INVESTASI (SKDU) PMTB - SKALA KANAN
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
1
2
3
4
5
6
7
8
I II III IV I II III IV I II2014 2015 2016
III IV I2017
Pada sisi swasta, perlambatan investasi terkonfirmasi
dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), di mana
Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan investasi
triwulan I 2017 sebesar 9,58% (yoy) lebih rendah dari
SBT triwulan IV 2016 yang sebesar 10,02% (yoy).
Perlambatan terjadi pada hampir seluruh sektor, kecuali
sektor perdagangan, hotel, dan restoran; listrik, gas,
dan air bersih, serta pengangkutan dan komunikasi.
Hal tersebut juga tercermin pada hasil kegiatan liaison
pada triwulan laporan. Sejumlah 59,18% responden
mengkonfirmasi bahwa kegiatan investasi pada
triwulan berjalan relatif tetap, dan hanya 38,78%
responden yang menyatakan terdapat peningkatan
kegiatan investasi. Likert scale investasi triwulan I 2017
tercatat 0,67; menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 1,08. Kegiatan investasi yang
dilakukan lebih banyak bersifat investasi rutin meliputi
pemeliharaan dan peremajaan mesin rutin, peremajaan
sarana prasarana, serta pengadaan perlengkapan
operasional.
Kegiatan investasi rutin tersebut tercermin dari kinerja
impor barang modal yang masih tinggi. Pada triwulan I
2017, impor barang modal Jawa Tengah tercatat
tumbuh tinggi pada level 29,35% (yoy), meningkat
dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 2016 yang
juga tinggi, yaitu 20,65% (yoy). Kegiatan impor ini
salah satunya didukung oleh nilai tukar Rupiah yang
masih mengalami apresiasi sejak triwulan III 2016. Pada
triwulan laporan, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS
mengalami apresiasi 1,32% (yoy), walaupun tidak
setinggi apresiasi triwulan sebelumnya yang sebesar
3,80% (yoy).
13PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.19 Realisasi Penanaman Modal Asing dan Dalam Negeri
PMA PMDN
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
-100
0
100
200
300
400
500
600
700
800
I II III IV I II III IV I II2014 2015 2016
III IV I2017
Grafik 1.18 Pertumbuhan Kredit Investasi dan Suku Bunga KreditInvestasi
RRT SUKU BUNGA KREDIT INVESTASI - SKALA KANAN KREDIT INVESTASI
8
9
10
11
12
13
14
-
5
10
15
20
25
30
35
40 %, YOY %
I II III IV I II III IV I II2014 2015 2016
III IV I2017
Grafik 1.17 Pertumbuhan PDRB Konstruksi dan PDRB InvestasiSumber: Kemenperin, Kemendag, BPS Provinsi Jawa Tengah
PDRB KONSTRUKSI PDRB INVESTASI
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II2014 2015 2016
III IV I2017
%, YOY
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
%
I II III IV I II III IV I II2014 2015 2016
III IV I2017
Grafik 1.16 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap BrutoSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
1.1.1.2. Pengeluaran Investasi
Pada triwulan I 2017, investasi yang tercermin dari
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh
sebesar 5,50% (yoy), melambat dari triwulan yang lalu
yang tumbuh 6,09% (yoy). Secara triwulanan, investasi
tercatat turun 9,70% (qtq), lebih dalam dari penurunan
triwulan I 2016 yang sebesar 4,69% (qtq).
Pihak perbankan juga mengonfirmasi adanya
pelemahan pertumbuhan investasi pada periode
laporan. Pertumbuhan kredit yang disalurkan bank
umum untuk kegiatan investasi di Jawa Tengah
mengalami perlambatan menjadi 15,54% (yoy), dari
pertumbuhan 18,41% (yoy) pada triwulan IV 2016.
Sementara itu, tren penurunan suku bunga kredit sejak
tahun 2014 sudah mulai berbalik arah dan mengalami
peningkatan. Rata-rata tertimbang suku bunga kredit
investasi triwulan I 2017 tercatat meningkat dari
10,15% menjadi 10,34%.
Perlambatan kinerja ini diindikasikan bersumber dari
investasi dalam bentuk bangunan. Kinerja investasi
bangunan terkonfirmasi dari pertumbuhan ekonomi
pada lapangan usaha konstruksi atau bangunan yang
melambat menjadi 4,70% (yoy) pada triwulan laporan,
setelah tumbuh 6,40% (yoy) pada triwulan IV 2016.
Ditinjau berdasarkan asal penanaman modal,
perlambatan investasi diindikasikan terjadi pada
investasi yang berasal dalam negeri, sementara
pertumbuhan investasi dari pihak asing masih
mengalami peningkatan. Nilai penanaman modal
dalam negeri mengalami penurunan 5,74% (yoy),
setelah tumbuh 178,53% (yoy) pada triwulan lalu.
Sementara itu, nilai penanaman modal asing
mengalami peningkatan pertumbuhan dari -5,08%
(yoy) menjadi 144,05% (yoy).
12 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
(10)
(5)
-
5
10
Grafik 1.24 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi
NILAI IMPOR BARANG MODAL VOLUME IMPOR BARANG MODAL
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
(60)
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100 %, YOY
I II III IV I II III IV I II2014 2015 2016
III IV I2017
NAIK TETAP TURUN
Grafik 1.22 Perkembangan Investasi Pelaku Usaha (Hasil Liaison) Grafik 1.23 Likert Scale Investasi (Hasil Liaison)Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
I II III IV I II III IV I II2014 2015 2016
III IV I2017
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60 %, YOY
IV - 2016 I - 2017
Grafik 1.21 Perkembangan SBT Realisasi Investasi BerdasarkanSektor Usaha (SKDU)
PERT
AN
IAN
PERT
AM
BAN
GA
N
IND
UST
RIPE
NG
OLA
HA
N
LIST
RIK,
GA
S D
AN
AIR
BER
SIH
BAN
GU
NA
N
PERD
AG
AN
GA
N,
HO
TEL
DA
NRE
STO
RAN
PEN
GA
NG
KUTA
ND
AN
KOM
UN
IKA
SI
KEU
AN
GA
N, P
ERSE
WA
AN
DA
N JA
SA P
ERU
SAH
AA
N
JASA
- JA
SA
TRIWULAN IV 2016TRIWULAN I 2017%, SBT
0
1
2
3
Grafik 1.20 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi
-
2
4
6
8
10
12
14 %, SBT %, YOY
SBT REALISASI INVESTASI (SKDU) PMTB - SKALA KANAN
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
1
2
3
4
5
6
7
8
I II III IV I II III IV I II2014 2015 2016
III IV I2017
Pada sisi swasta, perlambatan investasi terkonfirmasi
dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), di mana
Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan investasi
triwulan I 2017 sebesar 9,58% (yoy) lebih rendah dari
SBT triwulan IV 2016 yang sebesar 10,02% (yoy).
Perlambatan terjadi pada hampir seluruh sektor, kecuali
sektor perdagangan, hotel, dan restoran; listrik, gas,
dan air bersih, serta pengangkutan dan komunikasi.
Hal tersebut juga tercermin pada hasil kegiatan liaison
pada triwulan laporan. Sejumlah 59,18% responden
mengkonfirmasi bahwa kegiatan investasi pada
triwulan berjalan relatif tetap, dan hanya 38,78%
responden yang menyatakan terdapat peningkatan
kegiatan investasi. Likert scale investasi triwulan I 2017
tercatat 0,67; menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 1,08. Kegiatan investasi yang
dilakukan lebih banyak bersifat investasi rutin meliputi
pemeliharaan dan peremajaan mesin rutin, peremajaan
sarana prasarana, serta pengadaan perlengkapan
operasional.
Kegiatan investasi rutin tersebut tercermin dari kinerja
impor barang modal yang masih tinggi. Pada triwulan I
2017, impor barang modal Jawa Tengah tercatat
tumbuh tinggi pada level 29,35% (yoy), meningkat
dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 2016 yang
juga tinggi, yaitu 20,65% (yoy). Kegiatan impor ini
salah satunya didukung oleh nilai tukar Rupiah yang
masih mengalami apresiasi sejak triwulan III 2016. Pada
triwulan laporan, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS
mengalami apresiasi 1,32% (yoy), walaupun tidak
setinggi apresiasi triwulan sebelumnya yang sebesar
3,80% (yoy).
13PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.19 Realisasi Penanaman Modal Asing dan Dalam Negeri
PMA PMDN
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
-100
0
100
200
300
400
500
600
700
800
I II III IV I II III IV I II2014 2015 2016
III IV I2017
Grafik 1.18 Pertumbuhan Kredit Investasi dan Suku Bunga KreditInvestasi
RRT SUKU BUNGA KREDIT INVESTASI - SKALA KANAN KREDIT INVESTASI
8
9
10
11
12
13
14
-
5
10
15
20
25
30
35
40 %, YOY %
I II III IV I II III IV I II2014 2015 2016
III IV I2017
Grafik 1.17 Pertumbuhan PDRB Konstruksi dan PDRB InvestasiSumber: Kemenperin, Kemendag, BPS Provinsi Jawa Tengah
PDRB KONSTRUKSI PDRB INVESTASI
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II2014 2015 2016
III IV I2017
%, YOY
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
%
I II III IV I II III IV I II2014 2015 2016
III IV I2017
Grafik 1.16 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap BrutoSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
1.1.1.2. Pengeluaran Investasi
Pada triwulan I 2017, investasi yang tercermin dari
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh
sebesar 5,50% (yoy), melambat dari triwulan yang lalu
yang tumbuh 6,09% (yoy). Secara triwulanan, investasi
tercatat turun 9,70% (qtq), lebih dalam dari penurunan
triwulan I 2016 yang sebesar 4,69% (qtq).
Pihak perbankan juga mengonfirmasi adanya
pelemahan pertumbuhan investasi pada periode
laporan. Pertumbuhan kredit yang disalurkan bank
umum untuk kegiatan investasi di Jawa Tengah
mengalami perlambatan menjadi 15,54% (yoy), dari
pertumbuhan 18,41% (yoy) pada triwulan IV 2016.
Sementara itu, tren penurunan suku bunga kredit sejak
tahun 2014 sudah mulai berbalik arah dan mengalami
peningkatan. Rata-rata tertimbang suku bunga kredit
investasi triwulan I 2017 tercatat meningkat dari
10,15% menjadi 10,34%.
Perlambatan kinerja ini diindikasikan bersumber dari
investasi dalam bentuk bangunan. Kinerja investasi
bangunan terkonfirmasi dari pertumbuhan ekonomi
pada lapangan usaha konstruksi atau bangunan yang
melambat menjadi 4,70% (yoy) pada triwulan laporan,
setelah tumbuh 6,40% (yoy) pada triwulan IV 2016.
Ditinjau berdasarkan asal penanaman modal,
perlambatan investasi diindikasikan terjadi pada
investasi yang berasal dalam negeri, sementara
pertumbuhan investasi dari pihak asing masih
mengalami peningkatan. Nilai penanaman modal
dalam negeri mengalami penurunan 5,74% (yoy),
setelah tumbuh 178,53% (yoy) pada triwulan lalu.
Sementara itu, nilai penanaman modal asing
mengalami peningkatan pertumbuhan dari -5,08%
(yoy) menjadi 144,05% (yoy).
12 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
(10)
(5)
-
5
10
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANNILAI EKSPOR
%, YOYUSD JUTA
400
600
800
1,000
Grafik 1.27 Pertumbuhan Nilai Ekspor TPT Grafik 1.28 Pertumbuhan Volume Ekspor TPT
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANVOLUME EKSPOR
%, YOYJUTA TON
-5
0
5
10
15
Grafik 1.30 Pertumbuhan Volume Ekspor Kayu
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANVOLUME EKSPOR
%, YOY
150
180
210
240
270
300 JUTA TON
Grafik 1.29 Pertumbuhan Nilai Ekspor Kayu
%, YOY
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
200
300
400
500 USD JUTA
-20
-10
0
10
20
30
-
100
200
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
-20
-10
0
10
20
30
40
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
biaya produksi dan harga jual. Teknologi industri tekstil
di Indonesia, termasuk Jawa Tengah yang relatif
tertinggal dibandingkan negara pesaing seperti
Tiongkok dan Vietnam menyebabkan turunnya daya
saing komoditas dimaksud di pasar global.
Kinerja ekspor kayu dan barang dari kayu (SITC 63 dan
82) Jawa Tengah pada triwulan laporan relatif stabil
dibandingkan triwulan lalu. Secara nilai, ekpor
komoditas tersebut masih mencatatkan penurunan
sebesar 0,99% (yoy), tidak jauh berbeda dibandingkan
penurunan pada triwulan IV 2016 yang sebesar 1,01%
(yoy). Komoditas mebel masih mencatatkan penurunan
namun telah mengalami perbaikan dibandingkan
triwulan sebelumnya, yakni dari -11,52% (yoy) menjadi
-9,04% (yoy). Sementara itu, komoditas olahan kayu
dan gabus (SITC 63) menunjukan pertumbuhan positif
sebesar 6,27% (yoy) namun melambat dibandingkan
pertumbuhan 8,14% (yoy) pada triwulan IV 2016.
Berdasarkan hasil kegiatan liaison, beberapa tantangan
dalam ekspor komoditas kayu dan barang dari kayu
diantaranya yaitu pergeseran preferensi masyarakat
menjadi mebel minimalis dan produk masal dengan
harga lebih murah. Lebih lanjut, untuk mebel outdoor,
terdapat produk substitusi dengan material selain kayu
seperti logam yang berdaya tahan tinggi untuk di luar
ruangan. Berdasarkan keterangan para pelaku usaha,
ekspor mebel outdoor memiliki pangsa relatif signifikan
di Jawa Tengah. Lebih lanjut, industri ini juga
mengalami tantangan dalam pemenuhan bahan baku,
serta tenaga kerja.
Secara keseluruhan, mitra dagang utama Jawa Tengah
untuk ekspor nonmigas masih belum mengalami
perubahan s ignif ikan dibandingkan per iode
sebelumnya, yaitu Amerika Serikat dan Eropa, dengan
pangsa masing-masing 26,72% dan 17,92%. Setelah
kedua mitra tersebut, ekspor dengan negara-negara
15PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
%, YOY
Grafik 1.25 Pertumbuhan PDRB Ekspor Luar Negeri
30
20
10
-
(10)
(20)
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN BULANAN (QTQ)
I II III IV I II III IV I II2014 2015 2016
III IV I2017
1.1.1.3. Ekspor dan Impor Luar Negeri
1.1.1.3.1. Ekspor Luar NegeriKinerja ekspor luar negeri pada triwulan I 2017 tumbuh
8,32% (yoy), melanjutkan tren perbaikan dari triwulan
IV 2016 yang mencatatkan pertumbuhan 3,13% (yoy).
Secara triwulanan, ekspor luar negeri pada triwulan
laporan tumbuh 3,99% (qtq) berbalik arah dari
penurunan 0,98% (qtq) pada triwulan yang sama pada
tahun sebelumnya.
Ekspor luar negeri Jawa Tengah didominasi oleh ekspor
komoditas tekstil dan produk tekstil atau TPT (SITC kode
65 & 84) dengan pangsa pada triwulan laporan
mencapai 45,56%, serta kayu dan barang dari kayu
(SITC kode 63 & 82) dengan pangsa 20,69%. Selain
kedua komoditas tersebut, ekspor permesinan dan alat
transportasi (SITC kode 7), ekspor bahan makanan
(SITC kode 0), serta ekspor kimia (SITC kode 5) juga
turut berperan walaupun dengan pangsa masing-
masing yang berada di bawah 10%. Komposisi ini
relatif persisten selama beberapa tahun terakhir.
Nilai ekspor TPT (SITC 65 dan 84) menjadi pendorong
utama perbaikan ekspor Jawa Tengah pada triwulan
laporan dengan tingkat pertumbuhan 8,22% (yoy),
jauh lebih tinggi dibandingkan capaian triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 1,21% (yoy).
Peningkatan terutama berasal dari ekspor produk
tekstil seperti pakaian jadi atau garmen (SITC 84).
Ekspor pakaian jadi Jawa Tengah tumbuh 17,89% (yoy)
meningkat dari pertumbuhan triwulan IV 2016 yang
sebesar 8,80% (yoy). Ekspor komoditas ini secara
konsisten mencatatkan pertumbuhan selama hampir 5
tahun terakhir, walaupun terjadi perlambatan di
beberapa periode. Industri ini merupakan industri yang
bersifat padat karya sehingga biaya produksi dan harga
jual lebih bergantung pada upah tenaga kerja. Upah
Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Jawa Tengah yang
bersaing, dan disertai dengan peningkatan kondisi
ekonomi negara tujuan utama ekspor mendorong
kinerja ekspor industri ini meningkat lebih tinggi. Sebaliknya, ekspor tekstil dalam bentuk benang dan
kain tekstil (SITC 65) mengalami penurunan sebesar
13,28% (yoy), lebih dalam dari penurunan triwulan lalu
yang sebesar 7,31% (yoy). Komoditas ini telah
mengalami penurunan sejak pertengahan tahun 2015.
Berdasarkan hasil kegiatan liaison yang dilakukan Bank
Indonesia, persaingan di pasar global, terutama pada
aspek harga, merupakan masalah utama dalam ekspor
komoditas tersebut. Dengan sifat industri tekstil
(benang dan kain) yang bersifat padat modal, teknologi
menjadi salah satu faktor utama dalam pembentukan
14 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
45,56% 20,69% 5,07% 3,21% 6,61% 18,86%
43,24% 21,98% 6,65% 2,97% 7,01% 18,15%
Grafik 1.26 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan
TPT (SITC 65,84) MEBEL DAN KAYU OLAHAN (SITC 63, 82) BAHAN MAKANAN (SITC 0) KIMIA (SITC 5)APERMESINAN DAN ALAT TRANSPORTASI (SITC 7) LAINNYA
I - 2017
IV - 2016
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANNILAI EKSPOR
%, YOYUSD JUTA
400
600
800
1,000
Grafik 1.27 Pertumbuhan Nilai Ekspor TPT Grafik 1.28 Pertumbuhan Volume Ekspor TPT
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANVOLUME EKSPOR
%, YOYJUTA TON
-5
0
5
10
15
Grafik 1.30 Pertumbuhan Volume Ekspor Kayu
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANVOLUME EKSPOR
%, YOY
150
180
210
240
270
300 JUTA TON
Grafik 1.29 Pertumbuhan Nilai Ekspor Kayu
%, YOY
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
200
300
400
500 USD JUTA
-20
-10
0
10
20
30
-
100
200
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
-20
-10
0
10
20
30
40
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
biaya produksi dan harga jual. Teknologi industri tekstil
di Indonesia, termasuk Jawa Tengah yang relatif
tertinggal dibandingkan negara pesaing seperti
Tiongkok dan Vietnam menyebabkan turunnya daya
saing komoditas dimaksud di pasar global.
Kinerja ekspor kayu dan barang dari kayu (SITC 63 dan
82) Jawa Tengah pada triwulan laporan relatif stabil
dibandingkan triwulan lalu. Secara nilai, ekpor
komoditas tersebut masih mencatatkan penurunan
sebesar 0,99% (yoy), tidak jauh berbeda dibandingkan
penurunan pada triwulan IV 2016 yang sebesar 1,01%
(yoy). Komoditas mebel masih mencatatkan penurunan
namun telah mengalami perbaikan dibandingkan
triwulan sebelumnya, yakni dari -11,52% (yoy) menjadi
-9,04% (yoy). Sementara itu, komoditas olahan kayu
dan gabus (SITC 63) menunjukan pertumbuhan positif
sebesar 6,27% (yoy) namun melambat dibandingkan
pertumbuhan 8,14% (yoy) pada triwulan IV 2016.
Berdasarkan hasil kegiatan liaison, beberapa tantangan
dalam ekspor komoditas kayu dan barang dari kayu
diantaranya yaitu pergeseran preferensi masyarakat
menjadi mebel minimalis dan produk masal dengan
harga lebih murah. Lebih lanjut, untuk mebel outdoor,
terdapat produk substitusi dengan material selain kayu
seperti logam yang berdaya tahan tinggi untuk di luar
ruangan. Berdasarkan keterangan para pelaku usaha,
ekspor mebel outdoor memiliki pangsa relatif signifikan
di Jawa Tengah. Lebih lanjut, industri ini juga
mengalami tantangan dalam pemenuhan bahan baku,
serta tenaga kerja.
Secara keseluruhan, mitra dagang utama Jawa Tengah
untuk ekspor nonmigas masih belum mengalami
perubahan s ignif ikan dibandingkan per iode
sebelumnya, yaitu Amerika Serikat dan Eropa, dengan
pangsa masing-masing 26,72% dan 17,92%. Setelah
kedua mitra tersebut, ekspor dengan negara-negara
15PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
%, YOY
Grafik 1.25 Pertumbuhan PDRB Ekspor Luar Negeri
30
20
10
-
(10)
(20)
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN BULANAN (QTQ)
I II III IV I II III IV I II2014 2015 2016
III IV I2017
1.1.1.3. Ekspor dan Impor Luar Negeri
1.1.1.3.1. Ekspor Luar NegeriKinerja ekspor luar negeri pada triwulan I 2017 tumbuh
8,32% (yoy), melanjutkan tren perbaikan dari triwulan
IV 2016 yang mencatatkan pertumbuhan 3,13% (yoy).
Secara triwulanan, ekspor luar negeri pada triwulan
laporan tumbuh 3,99% (qtq) berbalik arah dari
penurunan 0,98% (qtq) pada triwulan yang sama pada
tahun sebelumnya.
Ekspor luar negeri Jawa Tengah didominasi oleh ekspor
komoditas tekstil dan produk tekstil atau TPT (SITC kode
65 & 84) dengan pangsa pada triwulan laporan
mencapai 45,56%, serta kayu dan barang dari kayu
(SITC kode 63 & 82) dengan pangsa 20,69%. Selain
kedua komoditas tersebut, ekspor permesinan dan alat
transportasi (SITC kode 7), ekspor bahan makanan
(SITC kode 0), serta ekspor kimia (SITC kode 5) juga
turut berperan walaupun dengan pangsa masing-
masing yang berada di bawah 10%. Komposisi ini
relatif persisten selama beberapa tahun terakhir.
Nilai ekspor TPT (SITC 65 dan 84) menjadi pendorong
utama perbaikan ekspor Jawa Tengah pada triwulan
laporan dengan tingkat pertumbuhan 8,22% (yoy),
jauh lebih tinggi dibandingkan capaian triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 1,21% (yoy).
Peningkatan terutama berasal dari ekspor produk
tekstil seperti pakaian jadi atau garmen (SITC 84).
Ekspor pakaian jadi Jawa Tengah tumbuh 17,89% (yoy)
meningkat dari pertumbuhan triwulan IV 2016 yang
sebesar 8,80% (yoy). Ekspor komoditas ini secara
konsisten mencatatkan pertumbuhan selama hampir 5
tahun terakhir, walaupun terjadi perlambatan di
beberapa periode. Industri ini merupakan industri yang
bersifat padat karya sehingga biaya produksi dan harga
jual lebih bergantung pada upah tenaga kerja. Upah
Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Jawa Tengah yang
bersaing, dan disertai dengan peningkatan kondisi
ekonomi negara tujuan utama ekspor mendorong
kinerja ekspor industri ini meningkat lebih tinggi. Sebaliknya, ekspor tekstil dalam bentuk benang dan
kain tekstil (SITC 65) mengalami penurunan sebesar
13,28% (yoy), lebih dalam dari penurunan triwulan lalu
yang sebesar 7,31% (yoy). Komoditas ini telah
mengalami penurunan sejak pertengahan tahun 2015.
Berdasarkan hasil kegiatan liaison yang dilakukan Bank
Indonesia, persaingan di pasar global, terutama pada
aspek harga, merupakan masalah utama dalam ekspor
komoditas tersebut. Dengan sifat industri tekstil
(benang dan kain) yang bersifat padat modal, teknologi
menjadi salah satu faktor utama dalam pembentukan
14 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
45,56% 20,69% 5,07% 3,21% 6,61% 18,86%
43,24% 21,98% 6,65% 2,97% 7,01% 18,15%
Grafik 1.26 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan
TPT (SITC 65,84) MEBEL DAN KAYU OLAHAN (SITC 63, 82) BAHAN MAKANAN (SITC 0) KIMIA (SITC 5)APERMESINAN DAN ALAT TRANSPORTASI (SITC 7) LAINNYA
I - 2017
IV - 2016
1.1.1.3.2. Impor Luar NegeriKinerja impor luar negeri Jawa Tengah masih
melanjutkan tren perbaikan sejak triwulan IV 2016. Pada
triwulan laporan, pertumbuhan komponen ini tercatat
27,27% (yoy), melonjak tinggi dari pertumbuhan
triwulan IV 2016 yang sebesar 2,59% (yoy). Tingginya
pertumbuhan ini juga tidak terlepas dari kinerja impor
triwulan I 2016 yang secara triwulanan mencatatkan
kontraksi dalam sebesar 14,68% (qtq), sementara pada
triwulan laporan terjadi pertumbuhan 3,99% (qtq).
Peningkatan kinerja impor luar negeri terjadi baik pada
komoditas migas maupun nonmigas. Impor komoditas
migas pada triwulan laporan mencatatkan pangsa
sebesar 44,47% dari total impor Jawa Tengah,
sementara pangsa impor nonmigas sebesar 55,57%.
Pangsa impor komoditas migas menurun selama
beberapa tahun terakhir didorong oleh penurunan
harga minyak dunia. Sebelum tahun 2015, impor luar
negeri Jawa Tengah lebih didominasi oleh komoditas
migas.
Walaupun mengalami penurunan pangsa, impor
komoditas migas di Jawa Tengah masih memiliki peran
signifikan, terkait dengan kilang minyak PT Pertamina
di Cilacap. Unit pengolahan ini memasok sekitar 34%
kebutuhan BBM nasional, atau 60% kebutuhan BBM di
Pulau Jawa.
Seiring dengan tren penurunan harga minyak sejak
akhir 2014, impor luar negeri untuk komoditas migas
terus mengalami penurunan secara nominal, dengan
penurunan pada triwulan lalu adalah sebesar 11,43%
(yoy). Setelah penurunan selama lebih dari dua tahun,
pada triwulan I 2017, impor luar negeri mencatatkan
pertumbuhan tinggi sebesar 53,67% (yoy). Lonjakan ini
seiring dengan perbaikan harga minyak dunia hingga
mencapai rata-rata sebesar USD51,70/barel pada
periode tersebut dari sebelumnya dengan rata-rata
harga adalah sebesar USD49,16/barel.
Lebih lanjut, impor komoditas nonmigas Jawa Tengah
dapat dikatakan cukup produktif. Impor tersebut
utamanya ditujukan untuk kegiatan produktif, yaitu
bahan baku dengan pangsa mencapai 68,18% dari
total impor nonmigas Jawa Tengah, dan impor barang
modal dengan pangsa 21,69%. Sementara itu, impor
barang konsumsi hanya memiliki pangsa 10,13%.
Komposisi ini tidak banyak berubah dari periode
sebelumnya.
Grafik 1.37 Perkembangan Impor Jawa TengahSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500 USD JUTA
NONMIGASMIGAS
Grafik 1.38 Pertumbuhan Tahunan Impor Nonmigas Jawa Tengah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
NONMIGAS MIGAS TOTAL
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
-60
-40
-20
0
20
40
60
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Grafik 1.36Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan PDRB Impor Luar Negeri
%
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
(30)
(20)
(10)
-
10
20
30
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
17PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.35 Cadangan Devisa Tiongkok Sumber : Bloomberg
Grafik 1.33 Perkembangan Ketenagakerjaan Amerika SerikatSumber : Fred, Bloomberg
%, YOY
Grafik 1.32 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan
AS TIONGKOK EROPA JEPANG ASEAN-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
tujuan ke Asia juga memegang peran cukup besar, yaitu
Jepang (10,44%), Tiongkok (10,11%), dan ASEAN
(7,34%). Pada tr iwulan laporan, perbaikan
pertumbuhan ekspor khususnya terjadi dengan negara
tujuan Amerika Serikat, Eropa, dan ASEAN. Sementara
itu ekspor ke negara tujuan utama lainnya yaitu
Tiongkok dan Jepang mengalami penurunan kinerja.
Ekspor nonmigas ke Amerika Serikat yang merupakan
negara tujuan dengan pangsa terbesar tumbuh tinggi
sebesar 21,78% (yoy) pada triwulan laporan, jauh
membaik dari pertumbuhan 9,37% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Perbaikan ini seiring dengan membaiknya
perekonomian negara tersebut, terutama pada kinerja
konsumsi yang ditunjang oleh perbaikan kondisi
ketenagakerjaan dan penghasilan.
Selain itu, ekspor ke Eropa juga mencatatkan perbaikan
signifikan, yaitu dari pertumbuhan 1,91% (yoy) pada
triwulan IV 2016 menjadi 7,00% (yoy) pada triwulan
laporan. Perbaikan in i juga seja lan dengan
perekonomian Eropa yang membaik pada sejak akhir
2016, khususnya pada konsumsi dan ekspor.
Sebaliknya, ekspor dengan mitra dagang Tiongkok
mengalami kontraksi cukup dalam pada triwulan
laporan, yakni sebesar 12,04% (yoy) setelah
mengalami pertumbuhan 5,71% (yoy) pada triwulan IV
2016. Hal ini sejalan dengan perekonomian Tiongkok
yang ditengarai masih melanjutkan tren pelemahan,
yang tercermin dari rasio utang terhadap PDB yang
terus meningkat, serta cadangan devisa yang semakin
menurun.
16 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.34 Rasio Utang terhadap PDB TiongkokSumber: BIS, Bloomberg, diolah
Grafik 1.31 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan
I - 2017
IV - 2016
ASEANUSA EROPA JEPANG TIONGKOK LAINNYA
%% % % % %
%% % % % %27.86 7.6112.84 9.9015.47 26.33
29,93 7,2411,93 8,1717,63 25,09
1.1.1.3.2. Impor Luar NegeriKinerja impor luar negeri Jawa Tengah masih
melanjutkan tren perbaikan sejak triwulan IV 2016. Pada
triwulan laporan, pertumbuhan komponen ini tercatat
27,27% (yoy), melonjak tinggi dari pertumbuhan
triwulan IV 2016 yang sebesar 2,59% (yoy). Tingginya
pertumbuhan ini juga tidak terlepas dari kinerja impor
triwulan I 2016 yang secara triwulanan mencatatkan
kontraksi dalam sebesar 14,68% (qtq), sementara pada
triwulan laporan terjadi pertumbuhan 3,99% (qtq).
Peningkatan kinerja impor luar negeri terjadi baik pada
komoditas migas maupun nonmigas. Impor komoditas
migas pada triwulan laporan mencatatkan pangsa
sebesar 44,47% dari total impor Jawa Tengah,
sementara pangsa impor nonmigas sebesar 55,57%.
Pangsa impor komoditas migas menurun selama
beberapa tahun terakhir didorong oleh penurunan
harga minyak dunia. Sebelum tahun 2015, impor luar
negeri Jawa Tengah lebih didominasi oleh komoditas
migas.
Walaupun mengalami penurunan pangsa, impor
komoditas migas di Jawa Tengah masih memiliki peran
signifikan, terkait dengan kilang minyak PT Pertamina
di Cilacap. Unit pengolahan ini memasok sekitar 34%
kebutuhan BBM nasional, atau 60% kebutuhan BBM di
Pulau Jawa.
Seiring dengan tren penurunan harga minyak sejak
akhir 2014, impor luar negeri untuk komoditas migas
terus mengalami penurunan secara nominal, dengan
penurunan pada triwulan lalu adalah sebesar 11,43%
(yoy). Setelah penurunan selama lebih dari dua tahun,
pada triwulan I 2017, impor luar negeri mencatatkan
pertumbuhan tinggi sebesar 53,67% (yoy). Lonjakan ini
seiring dengan perbaikan harga minyak dunia hingga
mencapai rata-rata sebesar USD51,70/barel pada
periode tersebut dari sebelumnya dengan rata-rata
harga adalah sebesar USD49,16/barel.
Lebih lanjut, impor komoditas nonmigas Jawa Tengah
dapat dikatakan cukup produktif. Impor tersebut
utamanya ditujukan untuk kegiatan produktif, yaitu
bahan baku dengan pangsa mencapai 68,18% dari
total impor nonmigas Jawa Tengah, dan impor barang
modal dengan pangsa 21,69%. Sementara itu, impor
barang konsumsi hanya memiliki pangsa 10,13%.
Komposisi ini tidak banyak berubah dari periode
sebelumnya.
Grafik 1.37 Perkembangan Impor Jawa TengahSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500 USD JUTA
NONMIGASMIGAS
Grafik 1.38 Pertumbuhan Tahunan Impor Nonmigas Jawa Tengah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
NONMIGAS MIGAS TOTAL
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
-60
-40
-20
0
20
40
60
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Grafik 1.36Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan PDRB Impor Luar Negeri
%
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
(30)
(20)
(10)
-
10
20
30
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
17PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.35 Cadangan Devisa Tiongkok Sumber : Bloomberg
Grafik 1.33 Perkembangan Ketenagakerjaan Amerika SerikatSumber : Fred, Bloomberg
%, YOY
Grafik 1.32 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan
AS TIONGKOK EROPA JEPANG ASEAN-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
tujuan ke Asia juga memegang peran cukup besar, yaitu
Jepang (10,44%), Tiongkok (10,11%), dan ASEAN
(7,34%). Pada tr iwulan laporan, perbaikan
pertumbuhan ekspor khususnya terjadi dengan negara
tujuan Amerika Serikat, Eropa, dan ASEAN. Sementara
itu ekspor ke negara tujuan utama lainnya yaitu
Tiongkok dan Jepang mengalami penurunan kinerja.
Ekspor nonmigas ke Amerika Serikat yang merupakan
negara tujuan dengan pangsa terbesar tumbuh tinggi
sebesar 21,78% (yoy) pada triwulan laporan, jauh
membaik dari pertumbuhan 9,37% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Perbaikan ini seiring dengan membaiknya
perekonomian negara tersebut, terutama pada kinerja
konsumsi yang ditunjang oleh perbaikan kondisi
ketenagakerjaan dan penghasilan.
Selain itu, ekspor ke Eropa juga mencatatkan perbaikan
signifikan, yaitu dari pertumbuhan 1,91% (yoy) pada
triwulan IV 2016 menjadi 7,00% (yoy) pada triwulan
laporan. Perbaikan in i juga seja lan dengan
perekonomian Eropa yang membaik pada sejak akhir
2016, khususnya pada konsumsi dan ekspor.
Sebaliknya, ekspor dengan mitra dagang Tiongkok
mengalami kontraksi cukup dalam pada triwulan
laporan, yakni sebesar 12,04% (yoy) setelah
mengalami pertumbuhan 5,71% (yoy) pada triwulan IV
2016. Hal ini sejalan dengan perekonomian Tiongkok
yang ditengarai masih melanjutkan tren pelemahan,
yang tercermin dari rasio utang terhadap PDB yang
terus meningkat, serta cadangan devisa yang semakin
menurun.
16 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.34 Rasio Utang terhadap PDB TiongkokSumber: BIS, Bloomberg, diolah
Grafik 1.31 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan
I - 2017
IV - 2016
ASEANUSA EROPA JEPANG TIONGKOK LAINNYA
%% % % % %
%% % % % %27.86 7.6112.84 9.9015.47 26.33
29,93 7,2411,93 8,1717,63 25,09
Grafik 1.46 Pertumbuhan PDRB Net Ekspor AntardaerahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
%
(100)
(50)
-
50
100
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
%, YOY
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100
AMERIKA SERIKAT ASEAN TIONGKOK EROPA
Grafik 1.45 Pertumbuhan Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Asal
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Grafik 1.44 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Asal
ASEANASTIONGKOK EROPA
IV - 2016
I - 2017
LAINNYA
Grafik 1.43 Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah
%%% % %7,22 8,8742,93 6,62 34,37
%%% % %10,36 10,2336,52 7,75 35,14
LAINNYAEROPATIONGKOKASEANAMERIKA SERIKAT
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800 USD JUTA
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
1.1.1.4. Net Ekspor AntardaerahPada triwulan laporan net ekspor antardaerah tumbuh
39,77% (yoy), melambat dari pertumbuhan triwulan IV
2016 yang sebesar 59,79% (yoy). Perlambatan
diindikasikan berasal dari peningkatan impor
antardaerah, sementara ekspor antardaerah mengalami
peningkatan.
Meningkatnya impor antardaerah seiring dengan
konsumsi Jawa Tengah yang masih kuat pada triwulan
laporan. Selain itu, peningkatan juga ditengarai berasal
dari industri yang melakukan pembelian bahan baku dari
daerah lain dalam rangka kegiatan penambahan stok.
Sementara itu, sejalan dengan musim panen yang
mencapai puncaknya pada triwulan I 2017, ekspor
antardaerah berupa komoditas bahan makanan
mencatatkan peningkatan. Provinsi Jawa Tengah
merupakan salah satu lumbung pangan nasional
sehingga pangsa komoditas bahan makanan dalam
ekspor antardaerah cukup signifikan. Hal tersebut
khususnya bagi komoditas beras, sementara komoditas
hortikultura cenderung mengalami penurunan kinerja
akibat tingginya curah hujan.
1.1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
Perekonomian Jawa Tengah masih bersumber dari tiga
lapangan usaha utama, yaitu industri pengolahan
(34,95%); pertanian, kehutanan dan perikanan
(14,68%); dan perdagangan besar-eceran dan reparasi
mobil-sepeda motor (13,63%). Komposisi ini tidak
banyak mengalami perubahan dar i per iode
sebelumnya.
Ditinjau dari sisi lapangan usaha, perlambatan pada
triwulan laporan utamanya didorong oleh lapangan
usaha konstruksi; serta pertambangan dan penggalian.
Perlambatan lapangan usaha pertambangan dan
penggalian merupakan akibat dari berakhirnya dampak
peningkatan kapasitas penggalian Blok Cepu pada
tahun 2016. Selanjutnya, perlambatan lapangan usaha
konstruksi sejalan dengan kinerja investasi yang belum
optimal di awal tahun.
19PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.41 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Jenis Penggunaan
(60)
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100 %, YOY
BARANG MODAL BAHAN BAKU BARANG KONSUMSI
Grafik 1.42 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Komoditas
(60)
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100 %, YOY
TPT (SITC 26 & 65) BAHAN MAKANAN (SITC 0) MESIN DAN ALAT TRANSPORTASI (SITC 7)
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800 USD JUTA
BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI
Grafik 1.40 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Jenis Pengeluaran
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Secara nilai, peningkatan kinerja impor nonmigas
terutama berasal dari impor bahan baku dan barang
modal. Sementara itu, impor barang konsumsi
mengalami perlambatan. Pertumbuhan impor bahan
baku meningkat menjadi 17,01% (yoy) pada triwulan I
2017 dari 12,96% (yoy) pada triwulan IV 2016.
Peningkatan ditengarai merupakan dampak dari
membaiknya kinerja ekspor garmen atau pakaian jadi
yang memiliki kandungan bahan baku impor tinggi.
Impor bahan baku untuk komoditas tersebut,
khususnya benang dan kain (SITC 65) tercatat tumbuh
26,54% (yoy) pada triwulan laporan, meningkat dari
triwulan sebelumnya 13,41% (yoy). Selain itu, impor
bahan baku untuk industri makanan juga tercatat
meningkat.
Impor barang modal juga mengalami peningkatan
pertumbuhan, yaitu dari 20,65% (yoy) pada triwulan IV
2016 menjadi 29,35% (yoy). Impor ini salah satunya
dalam bentuk mesin dalam rangka peremajaan atau
penambahan mesin pabrik. Komoditas mesin dan alat
transportasi (SITC kode 7) tumbuh 26,29% (yoy) pada
triwulan laporan, meningkat dari pertumbuhan
25,92% (yoy) pada triwulan lalu.
Sementara itu, impor barang konsumsi mengalami
perlambatan, walaupun masih tumbuh dengan level
yang tinggi. Impor kelompok komoditas ini tumbuh
13,93% (yoy), setelah tumbuh 28,69% (yoy) pada
periode sebelumnya. Tingginya pertumbuhan impor
barang konsumsi ini bergerak seiring dengan kinerja
konsumsi Jawa Tengah yang masih kuat, dan didukung
dengan nilai tukar yang relatif terjaga.
Secara keseluruhan, impor nonmigas Jawa Tengah
terutama berasal dari Tiongkok dengan pangsa
36,52%. Selain Tiongkok, negara mitra dagang lainnya
yaitu Amerika Serikat (10,36%), ASEAN (10,23%), dan
Eropa (7,75%). Mitra dagang utama ini tidak banyak
berubah sepanjang waktu. Pada periode laporan,
pertumbuhan impor meningkat pada impor dengan
dari seluruh negara tujuan utama selain Tiongkok.
18 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.39 Struktur Impor Nonmigas Jawa TengahBerdasarkan Jenis Pengeluaran
BARANG MODALBAHAN BAKU BARANG KONSUMSI
IV - 2016
I - 2017
67,57% 22,72% 9,71%
68,18% 21,69% 10,13%
Grafik 1.46 Pertumbuhan PDRB Net Ekspor AntardaerahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
%
(100)
(50)
-
50
100
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
%, YOY
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100
AMERIKA SERIKAT ASEAN TIONGKOK EROPA
Grafik 1.45 Pertumbuhan Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Asal
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Grafik 1.44 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Asal
ASEANASTIONGKOK EROPA
IV - 2016
I - 2017
LAINNYA
Grafik 1.43 Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah
%%% % %7,22 8,8742,93 6,62 34,37
%%% % %10,36 10,2336,52 7,75 35,14
LAINNYAEROPATIONGKOKASEANAMERIKA SERIKAT
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800 USD JUTA
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
1.1.1.4. Net Ekspor AntardaerahPada triwulan laporan net ekspor antardaerah tumbuh
39,77% (yoy), melambat dari pertumbuhan triwulan IV
2016 yang sebesar 59,79% (yoy). Perlambatan
diindikasikan berasal dari peningkatan impor
antardaerah, sementara ekspor antardaerah mengalami
peningkatan.
Meningkatnya impor antardaerah seiring dengan
konsumsi Jawa Tengah yang masih kuat pada triwulan
laporan. Selain itu, peningkatan juga ditengarai berasal
dari industri yang melakukan pembelian bahan baku dari
daerah lain dalam rangka kegiatan penambahan stok.
Sementara itu, sejalan dengan musim panen yang
mencapai puncaknya pada triwulan I 2017, ekspor
antardaerah berupa komoditas bahan makanan
mencatatkan peningkatan. Provinsi Jawa Tengah
merupakan salah satu lumbung pangan nasional
sehingga pangsa komoditas bahan makanan dalam
ekspor antardaerah cukup signifikan. Hal tersebut
khususnya bagi komoditas beras, sementara komoditas
hortikultura cenderung mengalami penurunan kinerja
akibat tingginya curah hujan.
1.1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
Perekonomian Jawa Tengah masih bersumber dari tiga
lapangan usaha utama, yaitu industri pengolahan
(34,95%); pertanian, kehutanan dan perikanan
(14,68%); dan perdagangan besar-eceran dan reparasi
mobil-sepeda motor (13,63%). Komposisi ini tidak
banyak mengalami perubahan dar i per iode
sebelumnya.
Ditinjau dari sisi lapangan usaha, perlambatan pada
triwulan laporan utamanya didorong oleh lapangan
usaha konstruksi; serta pertambangan dan penggalian.
Perlambatan lapangan usaha pertambangan dan
penggalian merupakan akibat dari berakhirnya dampak
peningkatan kapasitas penggalian Blok Cepu pada
tahun 2016. Selanjutnya, perlambatan lapangan usaha
konstruksi sejalan dengan kinerja investasi yang belum
optimal di awal tahun.
19PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.41 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Jenis Penggunaan
(60)
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100 %, YOY
BARANG MODAL BAHAN BAKU BARANG KONSUMSI
Grafik 1.42 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Komoditas
(60)
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100 %, YOY
TPT (SITC 26 & 65) BAHAN MAKANAN (SITC 0) MESIN DAN ALAT TRANSPORTASI (SITC 7)
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800 USD JUTA
BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI
Grafik 1.40 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Jenis Pengeluaran
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Secara nilai, peningkatan kinerja impor nonmigas
terutama berasal dari impor bahan baku dan barang
modal. Sementara itu, impor barang konsumsi
mengalami perlambatan. Pertumbuhan impor bahan
baku meningkat menjadi 17,01% (yoy) pada triwulan I
2017 dari 12,96% (yoy) pada triwulan IV 2016.
Peningkatan ditengarai merupakan dampak dari
membaiknya kinerja ekspor garmen atau pakaian jadi
yang memiliki kandungan bahan baku impor tinggi.
Impor bahan baku untuk komoditas tersebut,
khususnya benang dan kain (SITC 65) tercatat tumbuh
26,54% (yoy) pada triwulan laporan, meningkat dari
triwulan sebelumnya 13,41% (yoy). Selain itu, impor
bahan baku untuk industri makanan juga tercatat
meningkat.
Impor barang modal juga mengalami peningkatan
pertumbuhan, yaitu dari 20,65% (yoy) pada triwulan IV
2016 menjadi 29,35% (yoy). Impor ini salah satunya
dalam bentuk mesin dalam rangka peremajaan atau
penambahan mesin pabrik. Komoditas mesin dan alat
transportasi (SITC kode 7) tumbuh 26,29% (yoy) pada
triwulan laporan, meningkat dari pertumbuhan
25,92% (yoy) pada triwulan lalu.
Sementara itu, impor barang konsumsi mengalami
perlambatan, walaupun masih tumbuh dengan level
yang tinggi. Impor kelompok komoditas ini tumbuh
13,93% (yoy), setelah tumbuh 28,69% (yoy) pada
periode sebelumnya. Tingginya pertumbuhan impor
barang konsumsi ini bergerak seiring dengan kinerja
konsumsi Jawa Tengah yang masih kuat, dan didukung
dengan nilai tukar yang relatif terjaga.
Secara keseluruhan, impor nonmigas Jawa Tengah
terutama berasal dari Tiongkok dengan pangsa
36,52%. Selain Tiongkok, negara mitra dagang lainnya
yaitu Amerika Serikat (10,36%), ASEAN (10,23%), dan
Eropa (7,75%). Mitra dagang utama ini tidak banyak
berubah sepanjang waktu. Pada periode laporan,
pertumbuhan impor meningkat pada impor dengan
dari seluruh negara tujuan utama selain Tiongkok.
18 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.39 Struktur Impor Nonmigas Jawa TengahBerdasarkan Jenis Pengeluaran
BARANG MODALBAHAN BAKU BARANG KONSUMSI
IV - 2016
I - 2017
67,57% 22,72% 9,71%
68,18% 21,69% 10,13%
LUAS PANENLUAS TANAM
HEKTAR
Grafik 1.48 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa TengahSumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
0
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
KATEGORI
Tabel 1.7. Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah menurut Lapangan Usaha (%, YOY)
20142015*
I II III IV2015*
2016**
I II III IV2016**
2017**
I
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
REAL ESTATE
JASA PERUSAHAAN
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
JASA PENDIDIKAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
JASA LAINNYA
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
-0,95
6,66
6,61
6,50
3,45
4,38
4,79
9,26
7,61
13,00
4,12
7,19
7,97
0,78
9,37
11,37
8,50
5,27
4,05
1,13
5,56
0,23
1,96
4,19
2,91
11,92
8,31
11,57
7,27
6,72
8,92
3,97
11,37
8,97
8,34
5,54
7,48
1,30
4,25
0,17
3,13
5,30
2,98
9,69
6,22
8,51
2,32
7,02
8,72
7,85
10,65
4,07
-1,09
5,22
4,26
5,40
4,71
0,30
-0,24
7,08
2,01
6,60
6,00
9,50
8,86
8,75
9,10
6,23
6,62
6,25
1,57
5,02
6,98
4,16
4,73
9,33
1,71
7,35
8,06
3,73
6,69
8,65
13,59
7,81
7,28
3,37
2,52
7,15
4,11
6,10
5,60
3,05
4,81
2,43
1,63
6,00
3,97
7,80
6,79
9,53
8,02
7,59
8,49
5,31
7,55
6,61
3,21
5,47
-1,96
21,59
3,99
9,12
-2,61
6,04
7,76
7,13
6,26
9,07
8,44
7,64
10,92
4,22
9,63
10,48
4,69
5,08
-0,02
16,53
4,80
8,72
1,39
7,46
5,68
6,97
6,82
9,62
13,95
6,39
10,81
5,23
10,78
14,00
12,98
5,71
3,02
17,30
4,19
5,78
4,56
7,61
1,98
7,29
6,54
7,58
10,07
5,89
10,06
-0,10
9,44
10,46
10,43
5,01
8,75
19,65
3,43
6,80
5,46
6,40
5,20
5,31
6,00
7,06
6,61
7,29
10,72
0,30
1,27
5,00
6,75
5,33
2,13
18,73
4,09
7,57
2,17
6,88
5,10
6,66
6,40
8,31
9,67
6,80
10,62
2,37
7,64
9,86
8,62
5,28
9,42
6,73
4,11
6,09
7,19
4,70
5,19
5,44
6,06
7,08
3,40
6,68
8,08
-0,05
1,83
4,68
6,25
5,20
Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan
masih tumbuh tinggi di level 9,42% (yoy), setelah
mencatatkan pertumbuhan 8,75% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Secara triwulanan, lapangan usaha ini
mengalami pertumbuhan 20,77% (qtq), sedikit lebih
tinggi dibandingkan capaian triwulan yang sama pada
tahun sebelumnya (20,03%; qtq).
Peningkatan aktivitas di sektor ini terkonfirmasi dari
pertumbuhan kredit sektor pertanian yang meningkat
menjadi 20,12% (yoy) pada triwulan I 2017 dari 9,65%
(yoy) pada triwulan IV 2016. Hal ini juga disertai dengan
membaiknya kualitas kredit sektor tersebut yang
tercermin dari penurunan rasio Non Performing Loan
(NPL) menjadi 9,16% pada triwulan laporan dari
10,17% pada triwulan IV 2016.
1.1.2.1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Grafik 1.47 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan PerikananSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
(40)
(30)
(20)
(10)
-
10
20
30
40
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Kinerja baik sektor pertanian pada triwulan I 2017
utamanya didukung oleh anomali cuaca La Nina yang
terjadi pada semester II 2016. Tingginya curah hujan
pada periode tersebut diperkirakan dapat semakin
mendorong kinerja pertanian khususnya untuk
tanaman padi, jagung, buah, dan sayur. Produksi padi
pada periode laporan mencatatkan pertumbuhan
sebesar 40,59% (yoy), relatif stabil pada level yang
tinggi setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh
41,28% (yoy). Angka produksi ini juga terkonfirmasi
dengan harga beras di pasar konsumen yang relatif
stabil, bahkan mengalami deflasi 3,69% (yoy) pada
akhir triwulan laporan.
21PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KATEGORI
Tabel 1.5. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 Menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar)
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
20142015*
I II III IV2015*
2016**
I II III IV2016**
KATEGORI
Tabel 1.6. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 Menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar)
20142015*
I II III IV2015*
2016**
I II III IV2016**
2017**
I
2017**
I
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
REAL ESTATE
JASA PERUSAHAAN
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
JASA PENDIDIKAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
JASA LAINNYA
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
140.435
19.654
329.025
843
601
93.450
124.943
27.668
27.788
28.403
25.535
15.037
3.018
26.406
38.446
7.538
13.681
922.471
38.363
5.281
85.862
198
156
24.707
31.810
7.544
7.417
7.434
6.978
4.026
803
6.809
10.089
2.041
3.693
243.211
41.499
5.608
87.941
223
156
25.220
33.001
7.692
7.666
7.475
6.839
4.144
854
6.929
10.271
2.062
3.464
251.044
45.207
6.000
89.961
225
159
26.065
34.937
8.168
7.838
7.735
7.291
4.256
894
7.408
10.300
2.065
3.632
262.141
32.132
6.041
91.756
260
161
27.415
35.206
8.417
8.048
7.868
7.739
4.323
897
7.780
11.329
2.236
3.847
255.455
157.202
22.930
355.520
907
633
103.406
134.953
31.820
30.968
30.511
28.846
16.749
3.448
28.926
41.989
8.404
14.637
1.011.851
38.818
6.339
91.321
253
159
26.732
35.547
8.139
8.401
8.080
7.803
4.381
949
7.728
11.482
2.283
4.054
262.469
43.020
6.424
94.003
268
164
27.509
35.991
8.089
8.671
8.163
7.994
4.483
977
7.903
11.493
2.307
4.109
271.567
47.548
6.975
96.269
260
166
28.480
36.659
8.721
8.830
8.310
8.225
4.594
1.010
7.720
11.787
2.341
4.221
282.117
34.976
7.149
98.631
268
172
29.535
38.025
9.010
8.877
8.523
8.573
4.714
1.021
7.882
11.860
2.386
4.276
275.877
164.362
26.887
380.224
1.050
661
112.256
146.222
33.958
34.778
33.075
32.596
18.172
3.957
31.233
46.623
9.317
16.659
1.092.031
41.620
6.968
99.116
286
173
28.464
38.638
9.133
9.104
9.037
8.446
4.778
1.065
7.813
12.109
2.440
4.384
283.571
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
REAL ESTATE
JASA PERUSAHAAN
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
JASA PENDIDIKAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
JASA LAINNYA
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
107.793
15.567
271.527
866
568
76.682
110.899
24.868
23.472
30.130
20.107
13.777
2.527
21.076
27.266
5.917
11.918
27.941
3.738
69.374
209
146
19.580
27.526
6.513
6.107
8.029
5.333
3.569
662
5.439
7.184
1.547
3.128
30.614
3.924
70.461
225
145
19.858
28.393
6.509
6.237
8.082
5.169
3.678
680
5.451
7.111
1.514
2.919
32.449
4.196
71.683
225
142
20.462
29.675
6.766
6.311
8.367
5.445
3.768
700
5.614
7.233
1.567
3.053
22.823
4.183
73.058
229
144
21.386
29.705
7.020
6.409
8.523
5.772
3.807
700
5.690
7.796
1.680
3.201
113.826
16.041
284.576
888
577
81.286
115.299
26.808
25.064
33.001
21.719
14.822
2.741
22.195
29.324
6.308
12.300
27.395
4.545
72.143
228
143
20.763
29.662
6.978
6.489
8.757
5.783
3.842
734
5.668
7.875
1.709
3.275
30.607
4.572
73.840
245
147
21.339
30.007
6.963
6.663
8.859
5.890
3.913
753
5.736
7.878
1.725
3.297
33.429
4.922
74.684
238
148
22.020
30.263
7.259
6.724
9.002
5.994
3.990
770
5.608
7.916
1.731
3.371
24.820
5.006
75.560
245
152
22.754
31.249
7.392
6.794
9.125
6.154
4.084
775
5.707
7.895
1.764
3.417
116.251
19.045
296.227
955
590
86.875
121.181
28.592
26.669
35.743
23.821
15.829
3.032
22.720
31.564
6.929
13.360
29.975
4.851
75.107
241
153
21.739
31.201
7.357
6.882
9.377
5.979
4.099
794
5.666
8.019
1.789
3.479
764.959 196.024 200.969 207.656 202.126 806.775 205.987 212.435 218.068 212.894 849.384 216.707
Sementara itu, lapangan usaha utama Provinsi Jawa
Tengah, meliputi industri pengolahan; dan pertanian
justru mengalami peningkatan, sedangkan lapangan
usaha perdagangan tumbuh relatif stabil. Peningkatan
kinerja industri pengolahan didukung oleh permintaan
domestik yang masih kuat maupun ekspor yang mulai
membaik. Selajutnya, peningkatan kinerja pertanian
didorong oleh meningkatnya hasil panen tanaman
pangan, terutama padi.
20 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
LUAS PANENLUAS TANAM
HEKTAR
Grafik 1.48 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa TengahSumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
0
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
KATEGORI
Tabel 1.7. Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah menurut Lapangan Usaha (%, YOY)
20142015*
I II III IV2015*
2016**
I II III IV2016**
2017**
I
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
REAL ESTATE
JASA PERUSAHAAN
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
JASA PENDIDIKAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
JASA LAINNYA
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
-0,95
6,66
6,61
6,50
3,45
4,38
4,79
9,26
7,61
13,00
4,12
7,19
7,97
0,78
9,37
11,37
8,50
5,27
4,05
1,13
5,56
0,23
1,96
4,19
2,91
11,92
8,31
11,57
7,27
6,72
8,92
3,97
11,37
8,97
8,34
5,54
7,48
1,30
4,25
0,17
3,13
5,30
2,98
9,69
6,22
8,51
2,32
7,02
8,72
7,85
10,65
4,07
-1,09
5,22
4,26
5,40
4,71
0,30
-0,24
7,08
2,01
6,60
6,00
9,50
8,86
8,75
9,10
6,23
6,62
6,25
1,57
5,02
6,98
4,16
4,73
9,33
1,71
7,35
8,06
3,73
6,69
8,65
13,59
7,81
7,28
3,37
2,52
7,15
4,11
6,10
5,60
3,05
4,81
2,43
1,63
6,00
3,97
7,80
6,79
9,53
8,02
7,59
8,49
5,31
7,55
6,61
3,21
5,47
-1,96
21,59
3,99
9,12
-2,61
6,04
7,76
7,13
6,26
9,07
8,44
7,64
10,92
4,22
9,63
10,48
4,69
5,08
-0,02
16,53
4,80
8,72
1,39
7,46
5,68
6,97
6,82
9,62
13,95
6,39
10,81
5,23
10,78
14,00
12,98
5,71
3,02
17,30
4,19
5,78
4,56
7,61
1,98
7,29
6,54
7,58
10,07
5,89
10,06
-0,10
9,44
10,46
10,43
5,01
8,75
19,65
3,43
6,80
5,46
6,40
5,20
5,31
6,00
7,06
6,61
7,29
10,72
0,30
1,27
5,00
6,75
5,33
2,13
18,73
4,09
7,57
2,17
6,88
5,10
6,66
6,40
8,31
9,67
6,80
10,62
2,37
7,64
9,86
8,62
5,28
9,42
6,73
4,11
6,09
7,19
4,70
5,19
5,44
6,06
7,08
3,40
6,68
8,08
-0,05
1,83
4,68
6,25
5,20
Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan
masih tumbuh tinggi di level 9,42% (yoy), setelah
mencatatkan pertumbuhan 8,75% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Secara triwulanan, lapangan usaha ini
mengalami pertumbuhan 20,77% (qtq), sedikit lebih
tinggi dibandingkan capaian triwulan yang sama pada
tahun sebelumnya (20,03%; qtq).
Peningkatan aktivitas di sektor ini terkonfirmasi dari
pertumbuhan kredit sektor pertanian yang meningkat
menjadi 20,12% (yoy) pada triwulan I 2017 dari 9,65%
(yoy) pada triwulan IV 2016. Hal ini juga disertai dengan
membaiknya kualitas kredit sektor tersebut yang
tercermin dari penurunan rasio Non Performing Loan
(NPL) menjadi 9,16% pada triwulan laporan dari
10,17% pada triwulan IV 2016.
1.1.2.1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Grafik 1.47 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan PerikananSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
(40)
(30)
(20)
(10)
-
10
20
30
40
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Kinerja baik sektor pertanian pada triwulan I 2017
utamanya didukung oleh anomali cuaca La Nina yang
terjadi pada semester II 2016. Tingginya curah hujan
pada periode tersebut diperkirakan dapat semakin
mendorong kinerja pertanian khususnya untuk
tanaman padi, jagung, buah, dan sayur. Produksi padi
pada periode laporan mencatatkan pertumbuhan
sebesar 40,59% (yoy), relatif stabil pada level yang
tinggi setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh
41,28% (yoy). Angka produksi ini juga terkonfirmasi
dengan harga beras di pasar konsumen yang relatif
stabil, bahkan mengalami deflasi 3,69% (yoy) pada
akhir triwulan laporan.
21PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KATEGORI
Tabel 1.5. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 Menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar)
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
20142015*
I II III IV2015*
2016**
I II III IV2016**
KATEGORI
Tabel 1.6. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 Menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar)
20142015*
I II III IV2015*
2016**
I II III IV2016**
2017**
I
2017**
I
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
REAL ESTATE
JASA PERUSAHAAN
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
JASA PENDIDIKAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
JASA LAINNYA
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
140.435
19.654
329.025
843
601
93.450
124.943
27.668
27.788
28.403
25.535
15.037
3.018
26.406
38.446
7.538
13.681
922.471
38.363
5.281
85.862
198
156
24.707
31.810
7.544
7.417
7.434
6.978
4.026
803
6.809
10.089
2.041
3.693
243.211
41.499
5.608
87.941
223
156
25.220
33.001
7.692
7.666
7.475
6.839
4.144
854
6.929
10.271
2.062
3.464
251.044
45.207
6.000
89.961
225
159
26.065
34.937
8.168
7.838
7.735
7.291
4.256
894
7.408
10.300
2.065
3.632
262.141
32.132
6.041
91.756
260
161
27.415
35.206
8.417
8.048
7.868
7.739
4.323
897
7.780
11.329
2.236
3.847
255.455
157.202
22.930
355.520
907
633
103.406
134.953
31.820
30.968
30.511
28.846
16.749
3.448
28.926
41.989
8.404
14.637
1.011.851
38.818
6.339
91.321
253
159
26.732
35.547
8.139
8.401
8.080
7.803
4.381
949
7.728
11.482
2.283
4.054
262.469
43.020
6.424
94.003
268
164
27.509
35.991
8.089
8.671
8.163
7.994
4.483
977
7.903
11.493
2.307
4.109
271.567
47.548
6.975
96.269
260
166
28.480
36.659
8.721
8.830
8.310
8.225
4.594
1.010
7.720
11.787
2.341
4.221
282.117
34.976
7.149
98.631
268
172
29.535
38.025
9.010
8.877
8.523
8.573
4.714
1.021
7.882
11.860
2.386
4.276
275.877
164.362
26.887
380.224
1.050
661
112.256
146.222
33.958
34.778
33.075
32.596
18.172
3.957
31.233
46.623
9.317
16.659
1.092.031
41.620
6.968
99.116
286
173
28.464
38.638
9.133
9.104
9.037
8.446
4.778
1.065
7.813
12.109
2.440
4.384
283.571
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
REAL ESTATE
JASA PERUSAHAAN
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
JASA PENDIDIKAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
JASA LAINNYA
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
107.793
15.567
271.527
866
568
76.682
110.899
24.868
23.472
30.130
20.107
13.777
2.527
21.076
27.266
5.917
11.918
27.941
3.738
69.374
209
146
19.580
27.526
6.513
6.107
8.029
5.333
3.569
662
5.439
7.184
1.547
3.128
30.614
3.924
70.461
225
145
19.858
28.393
6.509
6.237
8.082
5.169
3.678
680
5.451
7.111
1.514
2.919
32.449
4.196
71.683
225
142
20.462
29.675
6.766
6.311
8.367
5.445
3.768
700
5.614
7.233
1.567
3.053
22.823
4.183
73.058
229
144
21.386
29.705
7.020
6.409
8.523
5.772
3.807
700
5.690
7.796
1.680
3.201
113.826
16.041
284.576
888
577
81.286
115.299
26.808
25.064
33.001
21.719
14.822
2.741
22.195
29.324
6.308
12.300
27.395
4.545
72.143
228
143
20.763
29.662
6.978
6.489
8.757
5.783
3.842
734
5.668
7.875
1.709
3.275
30.607
4.572
73.840
245
147
21.339
30.007
6.963
6.663
8.859
5.890
3.913
753
5.736
7.878
1.725
3.297
33.429
4.922
74.684
238
148
22.020
30.263
7.259
6.724
9.002
5.994
3.990
770
5.608
7.916
1.731
3.371
24.820
5.006
75.560
245
152
22.754
31.249
7.392
6.794
9.125
6.154
4.084
775
5.707
7.895
1.764
3.417
116.251
19.045
296.227
955
590
86.875
121.181
28.592
26.669
35.743
23.821
15.829
3.032
22.720
31.564
6.929
13.360
29.975
4.851
75.107
241
153
21.739
31.201
7.357
6.882
9.377
5.979
4.099
794
5.666
8.019
1.789
3.479
764.959 196.024 200.969 207.656 202.126 806.775 205.987 212.435 218.068 212.894 849.384 216.707
Sementara itu, lapangan usaha utama Provinsi Jawa
Tengah, meliputi industri pengolahan; dan pertanian
justru mengalami peningkatan, sedangkan lapangan
usaha perdagangan tumbuh relatif stabil. Peningkatan
kinerja industri pengolahan didukung oleh permintaan
domestik yang masih kuat maupun ekspor yang mulai
membaik. Selajutnya, peningkatan kinerja pertanian
didorong oleh meningkatnya hasil panen tanaman
pangan, terutama padi.
20 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.54 Pertumbuhan Industri Tekstil dan Pakaian JadiSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
INDUSTRI BESAR SEDANG INDSTRI MIKRO KECIL
%, YOY TRIWULAN IV 2016 TRIWULAN I 2017
INDUSTRIMAKANAN
-10
-5
0
5
10
15
20
INDUSTRI TEKSTIL
INDUSTRIPAKAIAN JADI
INDUSTRI TEKSTIL
INDUSTRIPAKAIAN JADI
Grafik 1.55 Pertumbuhan Industri Kayu dan FurniturSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
%, YOY TRIWULAN IV 2016 TRIWULAN I 2017
-10
-5
0
5
10
15
INDUSTRI BESAR SEDANG INDUSTRI MIKRO KECIL
INDUSTRIKAYU
INDUSTRIFURNITUR
INDUSTRIKAYU
INDUSTRIFURNITUR
Grafik 1.53 Pertumbuhan Industri Makanan dan MinumanSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
INDUSTRIMAKANAN
INDUSTRIMINUMAN
INDUSTRI BESAR SEDANG INDSTRI MIKRO KECIL
%, YOY TRIWULAN IV 2016 TRIWULAN I 2017
INDUSTRIMAKANAN
INDUSTRIMINUMAN
Selanjutnya, perbaikan ekonomi global mendorong
kinerja industri dengan orientasi ekspor, yaitu industri
tekstil dan produk tekstil, serta industri kayu dan barang
dari kayu. Peningkatan kinerja tekstil dan produk tekstil
terutama terlihat pada skala besar dan sedang sebagai
pelaku eksportir utama, sementara industri tekstil
berskala mikro dan kecil lebih berorientasi domestik.
Perbaikan kinerja industri kayu juga dialami oleh skala
industri besar dan sedang, sementara industri furnitur
membaik pada skala industri mikro kecil. Hal ini juga
dikonfirmasi dari hasil survei industri manufaktur besar
sedang dan industri manufaktur mikro kecil yang
dilakukan oleh BPS Provinsi Jawa Tengah.
Selanjutnya, secara detil dapat dilihat bahwa
berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
yang dilakukan Bank Indonesia, terindikasi adanya
peningkatan utilitas kapasitas produksi. Penggunaan
kapasitas produksi industri pengolahan periode laporan
tecatat 78,72%; meningkat dari 75,11% pada periode
sebelumnya. Peningkatan terutama berasal dari
industri alat angkut, mesin, dan peralatannya; industri
semen dan barang galian non logam; industri kertas
dan barang dari kertas; serta industri barang lainnya.
Sementara itu, penggunaan kapasitas produksi industri
utama Jawa Tengah, yaitu industri makanan, minuman,
dan tembakau tercatat relatif stabil.
Masih kuatnya permintaan domestik mendorong
kinerja industri manufaktur di Jawa Tengah yang
berorientasi domestik, khususnya industri makanan
dan minuman. Selain itu, berdasarkan hasil FGD,
terdapat indikasi bahwa industri tersebut juga sudah
mulai melakukan kegiatan penambahan stok dalam
rangka periode Ramadhan dan Idul Fitri yang jatuh
pada triwulan II 2017. Turut menunjang perbaikan,
tingginya produksi padi juga mendorong jenis industri
ini, khususnya penggilingan padi. Perkembangan ini
terkonfirmasi dari hasil survei industri besar dan sedang
(IBS) maupun industri mikro kecil (IMK) yang dilakukan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah.
Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa industri
makanan mengalami perbaikan kinerja, khususnya
pada skala usaha mikro kecil. Sementara itu, industri
minuman mengalami peningkatan signifikan, baik
pada skala usaha besar sedang maupun mikro kecil.
23PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Sebaliknya, La Nina menjadi penghambat kinerja
pertanian hortikultura yang tidak tahan terhadap curah
hujan tinggi atau kelembaban tinggi seperti aneka
bawang dan aneka cabai. Komoditas tersebut rentan
rusak, atau bahkan gagal panen. Menurunnya produksi
komoditas ini tercermin dari harga di pasar yang
meningkat pesat. Inflasi bawang merah dan cabai rawit
melesat tinggi pada awal tahun, yaitu tercatat masing-
masing sebesar 7,72 (qtq) dan 19,30% (qtq). Namun
demikian, pangsa komoditas hortikultura relatif kecil
dibandingkan komoditas padi, jagung, dan kedelai
sehingga secara keseluruhan kinerja sektor ini tetap
mencatatkan peningkatan pada triwulan laporan.
Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh
meningkat dari 3,43% (yoy) pada triwulan IV 2016
menjadi 4,11% (yoy) pada triwulan I 2017. Secara
triwulanan, lapangan usaha ini tercatat mengalami
penurunan 0,06% (qtq), tidak sedalam penurunan
pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar -
1,25% (qtq).
1.1.2.2. Industri Pengolahan
Grafik 1.50 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa TengahSumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI - SKALA KANANPRODUKSI PADI
%, YOYRIBU TON
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
-20
-10
0
10
20
30
40
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Grafik 1.49 Pertumbuhan Luas Tanam dan Luas Panen Padi di Jawa TengahSumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTUMBUHAN LUAS PANEN PADIPERTUMBUHAN LUAS TANAM PADI
%, YOY
(20,00)
(10,00)
-
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
%
Grafik 1.51 Pertumbuhan PDRB Industri PengolahanSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
(2)
(1)
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Grafik 1.52 Pertumbuhan Kredit dan Rasio NPL Industri Pengolahan
PERTUMBUHAN KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANAN
%%, YOY
0
10
20
30
0
2
4
6
8
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Sisi perbankan mengonfirmasi peningkatan kinerja
lapangan usaha ini. Pertumbuhan kredit perbankan di
sektor industri pengolahan mengalami percepatan dari
1,37% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 4,33%
(yoy) pada triwulan I 2017. Namun demikian,
peningkatan pertumbuhan diiringi dengan penurunan
kualitas kredit, walaupun masih berada di bawah level
indikatif 5%. Rasio NPL kredit industri pengolahan naik
menjadi 4,57%; dari 3,81% pada triwulan lalu.
Perbaikan kinerja pertumbuhan industri pengolahan
ditengarai akibat masih kuatnya permintaan domestik,
serta peningkatan permintaan ekspor. Kinerja
permintaan domestik yang masih baik ditunjukkan oleh
pertumbuhan ekonomi nasional yang cenderung
membaik menjadi 5,01% (yoy) pada triwulan laporan,
dari 4,94% (yoy) pada triwulan IV 2016. Sementara
pada sisi global, kinerja ekspor sudah menunjukkan
peningkatan pertumbuhan, yakni dari 3,13% (yoy)
menjadi 8,32% (yoy).
22 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.54 Pertumbuhan Industri Tekstil dan Pakaian JadiSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
INDUSTRI BESAR SEDANG INDSTRI MIKRO KECIL
%, YOY TRIWULAN IV 2016 TRIWULAN I 2017
INDUSTRIMAKANAN
-10
-5
0
5
10
15
20
INDUSTRI TEKSTIL
INDUSTRIPAKAIAN JADI
INDUSTRI TEKSTIL
INDUSTRIPAKAIAN JADI
Grafik 1.55 Pertumbuhan Industri Kayu dan FurniturSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
%, YOY TRIWULAN IV 2016 TRIWULAN I 2017
-10
-5
0
5
10
15
INDUSTRI BESAR SEDANG INDUSTRI MIKRO KECIL
INDUSTRIKAYU
INDUSTRIFURNITUR
INDUSTRIKAYU
INDUSTRIFURNITUR
Grafik 1.53 Pertumbuhan Industri Makanan dan MinumanSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
INDUSTRIMAKANAN
INDUSTRIMINUMAN
INDUSTRI BESAR SEDANG INDSTRI MIKRO KECIL
%, YOY TRIWULAN IV 2016 TRIWULAN I 2017
INDUSTRIMAKANAN
INDUSTRIMINUMAN
Selanjutnya, perbaikan ekonomi global mendorong
kinerja industri dengan orientasi ekspor, yaitu industri
tekstil dan produk tekstil, serta industri kayu dan barang
dari kayu. Peningkatan kinerja tekstil dan produk tekstil
terutama terlihat pada skala besar dan sedang sebagai
pelaku eksportir utama, sementara industri tekstil
berskala mikro dan kecil lebih berorientasi domestik.
Perbaikan kinerja industri kayu juga dialami oleh skala
industri besar dan sedang, sementara industri furnitur
membaik pada skala industri mikro kecil. Hal ini juga
dikonfirmasi dari hasil survei industri manufaktur besar
sedang dan industri manufaktur mikro kecil yang
dilakukan oleh BPS Provinsi Jawa Tengah.
Selanjutnya, secara detil dapat dilihat bahwa
berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
yang dilakukan Bank Indonesia, terindikasi adanya
peningkatan utilitas kapasitas produksi. Penggunaan
kapasitas produksi industri pengolahan periode laporan
tecatat 78,72%; meningkat dari 75,11% pada periode
sebelumnya. Peningkatan terutama berasal dari
industri alat angkut, mesin, dan peralatannya; industri
semen dan barang galian non logam; industri kertas
dan barang dari kertas; serta industri barang lainnya.
Sementara itu, penggunaan kapasitas produksi industri
utama Jawa Tengah, yaitu industri makanan, minuman,
dan tembakau tercatat relatif stabil.
Masih kuatnya permintaan domestik mendorong
kinerja industri manufaktur di Jawa Tengah yang
berorientasi domestik, khususnya industri makanan
dan minuman. Selain itu, berdasarkan hasil FGD,
terdapat indikasi bahwa industri tersebut juga sudah
mulai melakukan kegiatan penambahan stok dalam
rangka periode Ramadhan dan Idul Fitri yang jatuh
pada triwulan II 2017. Turut menunjang perbaikan,
tingginya produksi padi juga mendorong jenis industri
ini, khususnya penggilingan padi. Perkembangan ini
terkonfirmasi dari hasil survei industri besar dan sedang
(IBS) maupun industri mikro kecil (IMK) yang dilakukan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah.
Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa industri
makanan mengalami perbaikan kinerja, khususnya
pada skala usaha mikro kecil. Sementara itu, industri
minuman mengalami peningkatan signifikan, baik
pada skala usaha besar sedang maupun mikro kecil.
23PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Sebaliknya, La Nina menjadi penghambat kinerja
pertanian hortikultura yang tidak tahan terhadap curah
hujan tinggi atau kelembaban tinggi seperti aneka
bawang dan aneka cabai. Komoditas tersebut rentan
rusak, atau bahkan gagal panen. Menurunnya produksi
komoditas ini tercermin dari harga di pasar yang
meningkat pesat. Inflasi bawang merah dan cabai rawit
melesat tinggi pada awal tahun, yaitu tercatat masing-
masing sebesar 7,72 (qtq) dan 19,30% (qtq). Namun
demikian, pangsa komoditas hortikultura relatif kecil
dibandingkan komoditas padi, jagung, dan kedelai
sehingga secara keseluruhan kinerja sektor ini tetap
mencatatkan peningkatan pada triwulan laporan.
Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh
meningkat dari 3,43% (yoy) pada triwulan IV 2016
menjadi 4,11% (yoy) pada triwulan I 2017. Secara
triwulanan, lapangan usaha ini tercatat mengalami
penurunan 0,06% (qtq), tidak sedalam penurunan
pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar -
1,25% (qtq).
1.1.2.2. Industri Pengolahan
Grafik 1.50 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa TengahSumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI - SKALA KANANPRODUKSI PADI
%, YOYRIBU TON
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
-20
-10
0
10
20
30
40
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Grafik 1.49 Pertumbuhan Luas Tanam dan Luas Panen Padi di Jawa TengahSumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTUMBUHAN LUAS PANEN PADIPERTUMBUHAN LUAS TANAM PADI
%, YOY
(20,00)
(10,00)
-
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
%
Grafik 1.51 Pertumbuhan PDRB Industri PengolahanSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
(2)
(1)
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Grafik 1.52 Pertumbuhan Kredit dan Rasio NPL Industri Pengolahan
PERTUMBUHAN KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANAN
%%, YOY
0
10
20
30
0
2
4
6
8
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Sisi perbankan mengonfirmasi peningkatan kinerja
lapangan usaha ini. Pertumbuhan kredit perbankan di
sektor industri pengolahan mengalami percepatan dari
1,37% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 4,33%
(yoy) pada triwulan I 2017. Namun demikian,
peningkatan pertumbuhan diiringi dengan penurunan
kualitas kredit, walaupun masih berada di bawah level
indikatif 5%. Rasio NPL kredit industri pengolahan naik
menjadi 4,57%; dari 3,81% pada triwulan lalu.
Perbaikan kinerja pertumbuhan industri pengolahan
ditengarai akibat masih kuatnya permintaan domestik,
serta peningkatan permintaan ekspor. Kinerja
permintaan domestik yang masih baik ditunjukkan oleh
pertumbuhan ekonomi nasional yang cenderung
membaik menjadi 5,01% (yoy) pada triwulan laporan,
dari 4,94% (yoy) pada triwulan IV 2016. Sementara
pada sisi global, kinerja ekspor sudah menunjukkan
peningkatan pertumbuhan, yakni dari 3,13% (yoy)
menjadi 8,32% (yoy).
22 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.59 Indeks Penjualan Riil (Hasil SPE) dan Pertumbuhan PDRB Perdagangan
Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
120
140
160
180
200
220 %, YOYINDEKS
IPR Perrdagangan Eceran berdasarkan Kelompok KomoditasGrafik 1.60
SUKU
CA
DA
NG
AKS
ESO
RIS
TRIWULAN IV 2016TRIWULAN I 2017INDEKS
MA
KAN
AN
, MIN
UM
AN
DA
N T
EMBA
KAU
BAH
AN
BA
KAR
KEN
DA
RAA
N B
ERM
OTO
R
PERA
LATA
N D
AN
KO
MU
NIK
ASI
DI T
OKO
PERL
ENG
KAPA
NRU
MA
H T
AN
GG
ALA
INN
YA
BARA
NG
BU
DAY
AD
AN
REK
REA
SI
BARA
NG
LA
INN
YA
SAN
DA
NG
0
100
200
300
400
500
Grafik 1.61 Perkembangan Kegiatan Usaha (Hasil SKDU) PertumbuhanPDRB Konstruksi
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) KONSTRUKSIPERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB KONSTRUKSI - SKALA KANAN
%, SBT %, YOY
2
4
6
8
10
0
2
4
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Lebih lanjut, lapangan usaha konstruksi juga
mengalami perlambatan seiring dengan melemahnya
kegiatan investasi bangunan. Pelemahan juga
dikonfirmasi dari hasil SKDU. SBT kegiatan usaha sektor
bangunan mengalami penurunan menjadi 1,42% pada
triwulan I 2017 dari 1,50% pada triwulan IV 2016.
Pada triwulan laporan, pertanian, kehutanan, dan
perikanan merupakan lapangan usaha dengan tingkat
pertumbuhan tertinggi, seperti yang telah di bahas
pada subbab 1.1.2.1. Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan. Adapun lapangan usaha lainnya yang
tumbuh dengan level yang tinggi adalah jasa
perusahaan, yaitu sebesar 8,08% (yoy). Tingginya laju
pertumbuhan tersebut didorong oleh kunjungan
wisatawan, penyelenggaraan acara, yang mendorong
usaha jasa persewaan, serta jasa pariwisata.
Sementara itu, di sisi lain, lapangan usaha administrasi
pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib
mencatatkan kontraksi yaitu sebesar -0,05% (yoy). Hal
tersebut sejalan dengan perlambatan belanja pegawai
pemerintah. Walaupun konsumsi pemerintah
mengalami perbaikan, konsumsi tersebut terutama
berupa pembelian barang, sementara belanja pegawai
cenderung melambat.
INDEKS PENJUALAN RIIL PERTUMBUHAN PDRB PERDAGANGAN - SKALA KANAN
sehingga mengalami perlambatan di tengah
peningkatan kinerja lapangan usaha utama.
Pada tr iwulan laporan, lapangan usaha
pertambangan dan penggalian tumbuh 6,73%
(yoy), melambat dalam setelah mencatatkan
pertumbuhan tinggi, di atas 15% setiap triwulan
selama tahun 2016. Tingginya pertumbuhan pada
tahun lalu diakibatkan oleh peningkatan produksi Blok
Cepu. Berdasarkan hasil kegiatan Focus Group
Discussion (FGD) pembangunan Central Processing
Plant (CPP) area Gundih Asset 4 PT Pertamina EP
mencapai titik optimalnya pada Januari 2016 sehingga
produksi mengalami peningkatan sejak triwulan I 2016.
Pasokan gas dari CPP ini akan dialirkan untuk PLTGU
Tambak Lorok, Semarang. Setelah satu tahun, dampak
peningkatan pertumbuhan ini sudah ternormalisasi
sehingga pertumbuhan kembali ke level semula.
25PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.56 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai IndustriPengolahan (Hasil SKDU)
%
66
68
70
72
74
76
78
80
82
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Grafik 1.57 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai SubsektorIndustri Pengolahan (SKDU)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Triwulan IV 2016 Triwulan I 2017
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
MAKANAN, MINUMAN DAN TEMBAKAU
TEKSTIL, BRG KULIT & ALAS KAKI
BARANG KAYU & HASIL HUTAN LAINNYA
KERTAS DAN BARANG CETAKAN
PUPUK, KIMIA & BARANG DARI KARET
SEMEN & BARANG GALIAN NON LOGAM
LOGAM DASAR, BESI DAN BAJA
ALAT ANGKUT, MESIN & PERALATANNYA
BARANG LAINNYA
Walaupun ketiga ketiga lapangan usaha utama
mengalami peningkatan atau stabil, terdapat
perlambatan signifikan pada beberapa lapangan usaha
lainnya, yaitu lapangan usaha pertambangan dan
penggalian; serta lapangan usaha konstruksi. Hal ini
menahan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
1.1.2.4. Lapangan Usaha Lainnya
Sementara itu, meningkatnya kinerja konsumsi
ternyata belum dapat mendorong kinerja perdagangan
besar dan eceran.
Berdasarkan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE),
perlambatan kinerja perdagangan eceran tercermin
dari hasil penjualan yang indeksnya menurun ke level
175,9 dari 189,6 pada triwulan IV 2016. Penurunan
terjadi untuk semua kategori kecuali peralatan dan
komunikasi di toko.
Grafik 1.58 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Ecerandan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
%
(4)
(2)
-
2
4
6
8
10
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Pada triwulan laporan, pertumbuhan ekonomi
lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan
reparasi mobil-sepeda motor mengalami pertumbuhan
5,19% (yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan
pada triwulan sebelumnya yang sebesar 5,20% (yoy).
Secara triwulanan, lapangan usaha ini tercatat turun
0,15% (qtq), juga relatif stabil dibandingkan
penurunan triwulan I tahun 2016 yang sebesar 0,14%
(qtq).
Terjaganya pertumbuhan lapangan usaha ini ditopang
oleh daya beli konsumen yang terjaga. Berdasarkan
hasil Survei Tendensi Konsumen yang dilakukan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS), kondisi ekonomi rumah
tangga triwulan laporan membaik dibandingkan
triwulan IV 2016. Perkembangan tersebut ditunjukkan
oleh nilai Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan I
2017 yang sebesar 102,05; lebih tinggi dari ITK triwulan
IV 2016 yang sebesar 99,93.
Namun demik i an , be rdasa rkan has i l FGD,
pertumbuhan perdagangan besar dan eceran relatif
melambat, sementara penjualan mobil dan motor
mengalami peningkatan kinerja. Perbaikan penjualan
mobil dan motor ditengarai karena peluncuran varian
atau tipe baru serta gencarnya promosi di awal tahun.
1.1.2.3. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
24 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.59 Indeks Penjualan Riil (Hasil SPE) dan Pertumbuhan PDRB Perdagangan
Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
120
140
160
180
200
220 %, YOYINDEKS
IPR Perrdagangan Eceran berdasarkan Kelompok KomoditasGrafik 1.60
SUKU
CA
DA
NG
AKS
ESO
RIS
TRIWULAN IV 2016TRIWULAN I 2017INDEKS
MA
KAN
AN
, MIN
UM
AN
DA
N T
EMBA
KAU
BAH
AN
BA
KAR
KEN
DA
RAA
N B
ERM
OTO
R
PERA
LATA
N D
AN
KO
MU
NIK
ASI
DI T
OKO
PERL
ENG
KAPA
NRU
MA
H T
AN
GG
ALA
INN
YA
BARA
NG
BU
DAY
AD
AN
REK
REA
SI
BARA
NG
LA
INN
YA
SAN
DA
NG
0
100
200
300
400
500
Grafik 1.61 Perkembangan Kegiatan Usaha (Hasil SKDU) PertumbuhanPDRB Konstruksi
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) KONSTRUKSIPERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB KONSTRUKSI - SKALA KANAN
%, SBT %, YOY
2
4
6
8
10
0
2
4
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Lebih lanjut, lapangan usaha konstruksi juga
mengalami perlambatan seiring dengan melemahnya
kegiatan investasi bangunan. Pelemahan juga
dikonfirmasi dari hasil SKDU. SBT kegiatan usaha sektor
bangunan mengalami penurunan menjadi 1,42% pada
triwulan I 2017 dari 1,50% pada triwulan IV 2016.
Pada triwulan laporan, pertanian, kehutanan, dan
perikanan merupakan lapangan usaha dengan tingkat
pertumbuhan tertinggi, seperti yang telah di bahas
pada subbab 1.1.2.1. Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan. Adapun lapangan usaha lainnya yang
tumbuh dengan level yang tinggi adalah jasa
perusahaan, yaitu sebesar 8,08% (yoy). Tingginya laju
pertumbuhan tersebut didorong oleh kunjungan
wisatawan, penyelenggaraan acara, yang mendorong
usaha jasa persewaan, serta jasa pariwisata.
Sementara itu, di sisi lain, lapangan usaha administrasi
pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib
mencatatkan kontraksi yaitu sebesar -0,05% (yoy). Hal
tersebut sejalan dengan perlambatan belanja pegawai
pemerintah. Walaupun konsumsi pemerintah
mengalami perbaikan, konsumsi tersebut terutama
berupa pembelian barang, sementara belanja pegawai
cenderung melambat.
INDEKS PENJUALAN RIIL PERTUMBUHAN PDRB PERDAGANGAN - SKALA KANAN
sehingga mengalami perlambatan di tengah
peningkatan kinerja lapangan usaha utama.
Pada tr iwulan laporan, lapangan usaha
pertambangan dan penggalian tumbuh 6,73%
(yoy), melambat dalam setelah mencatatkan
pertumbuhan tinggi, di atas 15% setiap triwulan
selama tahun 2016. Tingginya pertumbuhan pada
tahun lalu diakibatkan oleh peningkatan produksi Blok
Cepu. Berdasarkan hasil kegiatan Focus Group
Discussion (FGD) pembangunan Central Processing
Plant (CPP) area Gundih Asset 4 PT Pertamina EP
mencapai titik optimalnya pada Januari 2016 sehingga
produksi mengalami peningkatan sejak triwulan I 2016.
Pasokan gas dari CPP ini akan dialirkan untuk PLTGU
Tambak Lorok, Semarang. Setelah satu tahun, dampak
peningkatan pertumbuhan ini sudah ternormalisasi
sehingga pertumbuhan kembali ke level semula.
25PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.56 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai IndustriPengolahan (Hasil SKDU)
%
66
68
70
72
74
76
78
80
82
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Grafik 1.57 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai SubsektorIndustri Pengolahan (SKDU)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Triwulan IV 2016 Triwulan I 2017
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
MAKANAN, MINUMAN DAN TEMBAKAU
TEKSTIL, BRG KULIT & ALAS KAKI
BARANG KAYU & HASIL HUTAN LAINNYA
KERTAS DAN BARANG CETAKAN
PUPUK, KIMIA & BARANG DARI KARET
SEMEN & BARANG GALIAN NON LOGAM
LOGAM DASAR, BESI DAN BAJA
ALAT ANGKUT, MESIN & PERALATANNYA
BARANG LAINNYA
Walaupun ketiga ketiga lapangan usaha utama
mengalami peningkatan atau stabil, terdapat
perlambatan signifikan pada beberapa lapangan usaha
lainnya, yaitu lapangan usaha pertambangan dan
penggalian; serta lapangan usaha konstruksi. Hal ini
menahan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
1.1.2.4. Lapangan Usaha Lainnya
Sementara itu, meningkatnya kinerja konsumsi
ternyata belum dapat mendorong kinerja perdagangan
besar dan eceran.
Berdasarkan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE),
perlambatan kinerja perdagangan eceran tercermin
dari hasil penjualan yang indeksnya menurun ke level
175,9 dari 189,6 pada triwulan IV 2016. Penurunan
terjadi untuk semua kategori kecuali peralatan dan
komunikasi di toko.
Grafik 1.58 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Ecerandan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
%
(4)
(2)
-
2
4
6
8
10
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
Pada triwulan laporan, pertumbuhan ekonomi
lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan
reparasi mobil-sepeda motor mengalami pertumbuhan
5,19% (yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan
pada triwulan sebelumnya yang sebesar 5,20% (yoy).
Secara triwulanan, lapangan usaha ini tercatat turun
0,15% (qtq), juga relatif stabil dibandingkan
penurunan triwulan I tahun 2016 yang sebesar 0,14%
(qtq).
Terjaganya pertumbuhan lapangan usaha ini ditopang
oleh daya beli konsumen yang terjaga. Berdasarkan
hasil Survei Tendensi Konsumen yang dilakukan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS), kondisi ekonomi rumah
tangga triwulan laporan membaik dibandingkan
triwulan IV 2016. Perkembangan tersebut ditunjukkan
oleh nilai Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan I
2017 yang sebesar 102,05; lebih tinggi dari ITK triwulan
IV 2016 yang sebesar 99,93.
Namun demik i an , be rdasa rkan has i l FGD,
pertumbuhan perdagangan besar dan eceran relatif
melambat, sementara penjualan mobil dan motor
mengalami peningkatan kinerja. Perbaikan penjualan
mobil dan motor ditengarai karena peluncuran varian
atau tipe baru serta gencarnya promosi di awal tahun.
1.1.2.3. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
24 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Sementara itu, investasi yang berasal dari pemerintah
terutama dalam bentuk pembangunan Jalan Tol Trans
Jawa dan perbaikan jalan, untuk beberapa ruas akan
ditargetkan agar selesai pada musim mudik Lebaran
pada akhir triwulan II 2017. Beberapa proyek
infrastruktur pemerintah yang berjalan pada triwulan II
2017 antara lain: (i) Jalan Tol Pejagan – Pemalang; (ii)
Pembangunan PLTU Batang; (iii) Pembangunan
Pelabuhan Tanjung Emas dan TPKS; (iv) Bendungan
Logung; (v) Pembangunan sarana pendukung Bandara
Wirasaba (mis: jalan); (vi) Perbaikan jalan.
Ditinjau berdasarkan lapangan usaha, pertumbuhan
ekonomi pada ketiga lapangan usaha utama Jawa
Tengah masih diproyeksikan mengalami pertumbuhan.
Industri pengolahan dengan pangsa terbesar, di atas
30%, mengalami perbaikan kinerja dan menjadi
pendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah secara keseluruhan. Selain itu, kinerja lapangan
usaha perdagangan juga diproyeksi mencatatkan
perbaikan seiring dengan meningkatnya kegiatan
ekonomi pada periode Ramadhan dan Lebaran. Namun
demikian, lapangan usaha pertanian diprediksi
mengalami perlambatan seiring dengan berakhirnya
panen raya. Seiring dengan meningkatnya permintaan dalam
rangka menyambut Ramadhan dan Lebaran,
pertumbuhan industri pengolahan diperkirakan
mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut
utamanya berasal dari domestik, sementara
permintaan ekspor masih belum cukup kuat.
Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) dan
liaison yang dilakukan Bank Indonesia, beberapa
pelaku industri sudah mulai melakukan kegiatan
building stock dalam rangka menghadapi peningkatan
permintaan tersebut. Berdasarkan hasil SKDU, pelaku
1.2.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan II 2017 Sisi Lapangan Usaha
usaha telah memprediksi adanya peningkatan kegiatan
usaha industri pengolahan pada triwulan II 2017. Hal
tersebut tercermin dari perkiraan SBT yang sebesar
8,37%, meningkat dibandingkan SBT triwulan I 2017
yang sebesar 2,36%.
Peningkatan juga diprediksi terjadi pada lapangan
usaha perdagangan besar dan eceran. Seiring dengan
peningkatan permintaan domestik terutama pada saat
Ramadhan dan Lebaran, kegiatan usaha perdagangan
diperkirakan mengalami peningkatan. Pelaku usaha
lapangan usaha ini pun memperkirakan adanya
peningkatan kinerja. Hal tersebut tercermin dari hasil
SKDU, di mana perkiraan SBT kegiatan usaha sektor
perdagangan, hotel, dan restoran triwulan II 2017
tercatat 11,46%; meningkat dari SBT triwulan I 2017
yang sebesar 4,67%.
Adapun penahan akselerasi berasal dari lapangan
usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan. Seiring
dengan berakhirnya panen raya dan mulai masuknya
musim tanam, khususnya untuk komoditas beras,
produksi pada triwulan II 2017 diperkirakan mengalami
perlambatan. Perlambatan juga mengingat tingginya
produksi tr iwulan I I 2016 yang lebih t inggi
dibandingkan rata-rata karena pergeseran musim
tanam sebagai dampak dari El Nino.
27PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Sesuai pola musimannya pada periode Ramadhan dan
Lebaran, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
diperkirakan meningkat pada triwulan II 2017. Lebih
lanjut, periode Ramadhan dan Lebaran yang pada
tahun lalu masih sebagian berada pada triwulan III,
bergeser sehingga pada tahun ini keseluruhan periode
Ramadhan dan Lebaran berada pada triwulan II.
Berdasarkan sisi penggunaan, peningkatan terutama
berasal dari konsumsi dan investasi. Sementara itu,
berdasarkan lapangan usaha, peningkatan diprediksi
berasal dari lapangan usaha perdagangan dan industri
pengolahan seiring dengan peningkatan permintaan
domestik dari Jawa Tengah maupun provinsi lain.
1.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan II 2017
1.2.1. Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan II
2017 Sisi Pengeluaran
Pendorong utama akselerasi pertumbuhan ekonomi
pada triwulan II 2017 pada sisi pengeluaran adalah
konsumsi, baik konsumsi swasta maupun konsumsi
pemerintah. Dengan pangsa lebih dari 60%,
peningkatan pada jenis pengeluaran tersebut akan
mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi secara
s i gn i f i kan . Tu ru t menun jang pen ingka tan
pertumbuhan ekonomi, kinerja investasi pun diprediksi
mengalami peningkatan.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II
2017 utamanya bersumber dari pola konsumsi
masyarakat pada periode Ramadhan dan Idul Fitri. Pada
periode tersebut, konsumsi makanan dan minuman,
transportasi, komunikasi, juga wisata biasanya akan
meningkat. Lebih lanjut, peningkatan konsumsi rumah
tangga tersebut didukung dengan pendapatan yang
juga meningkat dengan penyaluran Tunjangan Hari
Raya (THR) atau gaji ke-13 dan ke-14 bagi PNS.
Proyeksi tersebut sejalan dengan hasil Survei Konsumen
(SK) yang dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan hasil
survei tersebut, optimisme konsumen terhadap kondisi
ekonomi baik saat ini maupun ke depan meningkat. Hal
ini ditunjukkan oleh rata-rata Indeks Keyakinan
Konsumen (IKK) pada triwulan II 2017 (s.d. Mei) yang
meningkat menjadi 127,2 dari 125,7 pada triwulan I
2017.
Ramadhan dan Lebaran juga akan mendorong
konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah
tangga (LNPRT). Pada periode tersebut, kegiatan
lembaga masyarakat atau lembaga penyaluran zakat
meningkat. Peningkatan tersebut juga diprediksi
berasal dari kegiatan amal rumah tangga, pihak swasta
lain, maupun pemerintah yang disalurkan melalui
lembaga nonprofit.
Pada sisi pemerintah, konsumsi pun diperkirakan
tumbuh membaik. Secara keseluruhan tahun, APBD
Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017 meningkat
10,44% dari APBDP 2016. Peningkatan tersebut lebih
tinggi dibandingkan peningkatan APBDP 2016 yang
sebesar 7,76%. Pada triwulan laporan, pertumbuhan
terutama berasal dari pos belanja pegawai, untuk
penyaluran gaji ke-13 dan ke-14 bagi Pegawai Negeri
Sipil (PNS).
Kinerja investasi pun diprediksi meningkat pada
triwulan II 2017. Optimisme peningkatan di sisi swasta
tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
(SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan
hasil survei tersebut, perkiraan Saldo Bersih Tertimbang
(SBT) kegiatan investasi triwulan II 2017 tercatat sebesar
13,83%, lebih tinggi dibandingkan SBT kegiatan
investasi triwulan I yang sebesar 9,58%. Peningkatan
tersebut terutama berasal dari sektor pertanian;
bangunan; perdagangan, hotel, dan restoran; serta
keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.
26 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Sementara itu, investasi yang berasal dari pemerintah
terutama dalam bentuk pembangunan Jalan Tol Trans
Jawa dan perbaikan jalan, untuk beberapa ruas akan
ditargetkan agar selesai pada musim mudik Lebaran
pada akhir triwulan II 2017. Beberapa proyek
infrastruktur pemerintah yang berjalan pada triwulan II
2017 antara lain: (i) Jalan Tol Pejagan – Pemalang; (ii)
Pembangunan PLTU Batang; (iii) Pembangunan
Pelabuhan Tanjung Emas dan TPKS; (iv) Bendungan
Logung; (v) Pembangunan sarana pendukung Bandara
Wirasaba (mis: jalan); (vi) Perbaikan jalan.
Ditinjau berdasarkan lapangan usaha, pertumbuhan
ekonomi pada ketiga lapangan usaha utama Jawa
Tengah masih diproyeksikan mengalami pertumbuhan.
Industri pengolahan dengan pangsa terbesar, di atas
30%, mengalami perbaikan kinerja dan menjadi
pendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah secara keseluruhan. Selain itu, kinerja lapangan
usaha perdagangan juga diproyeksi mencatatkan
perbaikan seiring dengan meningkatnya kegiatan
ekonomi pada periode Ramadhan dan Lebaran. Namun
demikian, lapangan usaha pertanian diprediksi
mengalami perlambatan seiring dengan berakhirnya
panen raya. Seiring dengan meningkatnya permintaan dalam
rangka menyambut Ramadhan dan Lebaran,
pertumbuhan industri pengolahan diperkirakan
mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut
utamanya berasal dari domestik, sementara
permintaan ekspor masih belum cukup kuat.
Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) dan
liaison yang dilakukan Bank Indonesia, beberapa
pelaku industri sudah mulai melakukan kegiatan
building stock dalam rangka menghadapi peningkatan
permintaan tersebut. Berdasarkan hasil SKDU, pelaku
1.2.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan II 2017 Sisi Lapangan Usaha
usaha telah memprediksi adanya peningkatan kegiatan
usaha industri pengolahan pada triwulan II 2017. Hal
tersebut tercermin dari perkiraan SBT yang sebesar
8,37%, meningkat dibandingkan SBT triwulan I 2017
yang sebesar 2,36%.
Peningkatan juga diprediksi terjadi pada lapangan
usaha perdagangan besar dan eceran. Seiring dengan
peningkatan permintaan domestik terutama pada saat
Ramadhan dan Lebaran, kegiatan usaha perdagangan
diperkirakan mengalami peningkatan. Pelaku usaha
lapangan usaha ini pun memperkirakan adanya
peningkatan kinerja. Hal tersebut tercermin dari hasil
SKDU, di mana perkiraan SBT kegiatan usaha sektor
perdagangan, hotel, dan restoran triwulan II 2017
tercatat 11,46%; meningkat dari SBT triwulan I 2017
yang sebesar 4,67%.
Adapun penahan akselerasi berasal dari lapangan
usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan. Seiring
dengan berakhirnya panen raya dan mulai masuknya
musim tanam, khususnya untuk komoditas beras,
produksi pada triwulan II 2017 diperkirakan mengalami
perlambatan. Perlambatan juga mengingat tingginya
produksi tr iwulan I I 2016 yang lebih t inggi
dibandingkan rata-rata karena pergeseran musim
tanam sebagai dampak dari El Nino.
27PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Sesuai pola musimannya pada periode Ramadhan dan
Lebaran, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
diperkirakan meningkat pada triwulan II 2017. Lebih
lanjut, periode Ramadhan dan Lebaran yang pada
tahun lalu masih sebagian berada pada triwulan III,
bergeser sehingga pada tahun ini keseluruhan periode
Ramadhan dan Lebaran berada pada triwulan II.
Berdasarkan sisi penggunaan, peningkatan terutama
berasal dari konsumsi dan investasi. Sementara itu,
berdasarkan lapangan usaha, peningkatan diprediksi
berasal dari lapangan usaha perdagangan dan industri
pengolahan seiring dengan peningkatan permintaan
domestik dari Jawa Tengah maupun provinsi lain.
1.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan II 2017
1.2.1. Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan II
2017 Sisi Pengeluaran
Pendorong utama akselerasi pertumbuhan ekonomi
pada triwulan II 2017 pada sisi pengeluaran adalah
konsumsi, baik konsumsi swasta maupun konsumsi
pemerintah. Dengan pangsa lebih dari 60%,
peningkatan pada jenis pengeluaran tersebut akan
mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi secara
s i gn i f i kan . Tu ru t menun jang pen ingka tan
pertumbuhan ekonomi, kinerja investasi pun diprediksi
mengalami peningkatan.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II
2017 utamanya bersumber dari pola konsumsi
masyarakat pada periode Ramadhan dan Idul Fitri. Pada
periode tersebut, konsumsi makanan dan minuman,
transportasi, komunikasi, juga wisata biasanya akan
meningkat. Lebih lanjut, peningkatan konsumsi rumah
tangga tersebut didukung dengan pendapatan yang
juga meningkat dengan penyaluran Tunjangan Hari
Raya (THR) atau gaji ke-13 dan ke-14 bagi PNS.
Proyeksi tersebut sejalan dengan hasil Survei Konsumen
(SK) yang dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan hasil
survei tersebut, optimisme konsumen terhadap kondisi
ekonomi baik saat ini maupun ke depan meningkat. Hal
ini ditunjukkan oleh rata-rata Indeks Keyakinan
Konsumen (IKK) pada triwulan II 2017 (s.d. Mei) yang
meningkat menjadi 127,2 dari 125,7 pada triwulan I
2017.
Ramadhan dan Lebaran juga akan mendorong
konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah
tangga (LNPRT). Pada periode tersebut, kegiatan
lembaga masyarakat atau lembaga penyaluran zakat
meningkat. Peningkatan tersebut juga diprediksi
berasal dari kegiatan amal rumah tangga, pihak swasta
lain, maupun pemerintah yang disalurkan melalui
lembaga nonprofit.
Pada sisi pemerintah, konsumsi pun diperkirakan
tumbuh membaik. Secara keseluruhan tahun, APBD
Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017 meningkat
10,44% dari APBDP 2016. Peningkatan tersebut lebih
tinggi dibandingkan peningkatan APBDP 2016 yang
sebesar 7,76%. Pada triwulan laporan, pertumbuhan
terutama berasal dari pos belanja pegawai, untuk
penyaluran gaji ke-13 dan ke-14 bagi Pegawai Negeri
Sipil (PNS).
Kinerja investasi pun diprediksi meningkat pada
triwulan II 2017. Optimisme peningkatan di sisi swasta
tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
(SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan
hasil survei tersebut, perkiraan Saldo Bersih Tertimbang
(SBT) kegiatan investasi triwulan II 2017 tercatat sebesar
13,83%, lebih tinggi dibandingkan SBT kegiatan
investasi triwulan I yang sebesar 9,58%. Peningkatan
tersebut terutama berasal dari sektor pertanian;
bangunan; perdagangan, hotel, dan restoran; serta
keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.
26 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Ketiga, Kapasitas Fisik Bandara. Bandara Adi Soemarmo
memiliki terminal seluas 13.000 m2, 10 (sepuluh)
parking stand pesawat, dan landasan pacu/runway
sepanjang 2.600 m. Untuk mengantisipasi penambahan
berbagai rute penerbangan dan lonjakan jumlah
penumpang, pada tahun 2017 akan dilakukan berbagai
pengembangan seperti perluasan terminal menjadi
26.000 m2, penambahan parking stand pesawat
menjadi 13 parking stand, serta perpanjangan runway
menjadi 2.800-3.000 m.
Mempertimbangkan tingginya potensi pengembangan
Bandara Adi Soemarmo sebagai hub penerbangan
domestik maupun internasional di Indonesia, diperlukan
integrasi layanan transportasi dari dan ke bandara untuk
memberikan akses yang mudah kepada masyarakat.
Program pembangunan jalur kereta api akses Bandara
Adi Soemarmo oleh Kementerian Perhubungan
merupakan salah satu solusi integrasi antara angkutan
udara dengan perkeretaapian.
direct flight dari Solo menuju Jeddah dengan satu kali
transit di Aceh untuk melakukan pengisian bahan bakar.
Rute tersebut mendapat respon yang positif dari jamaah
haji dan umrah terutama di Wilayah Jawa Tengah dan
DIY. Selain itu, Lion Air juga telah mendeklarasikan
Bandara Adi Soemarmo sebagai hub penerbangan
domestik dan internasional di Indonesia selain Bandara
Soekarno Hatta. Untuk penerbangan domestik,
masyarakat dapat melakukan penerbangan langsung
dari Bandara Adi Soemarmo menuju Jakarta, Makassar,
Lombok, Surabaya, Bandung, Batam, Palangkaraya,
Banjarmasin, Balikpapan, Denpasar, dan Kupang. Pada
tahun 2016, jumlah penerbangan dari dan ke Bandara
Adi Soemarmo mencapai 15.597 penerbangan, yang
terdiri dari 236 penerbangan internasional dan 15.361
penerbangan domestik.
Kedua, Perkembangan Jumlah Penumpang. Dengan
penambahan berbagai rute penerbangan dimaksud,
penumpang yang datang maupun berangkat dari dan ke
Bandara Adi Soemarmo mengalami perkembangan yang
sangat pesat. Pada tahun 2016, jumlah penumpang
Bandara Adi Soemarmo meningkat signifikan yaitu
sebesar 45,91% dibandingkan tahun 2015.
Perkembangan tersebut tercatat lebih t inggi
dibandingkan peningkatan jumlah penumpang
angkutan udara Provinsi Jawa Tengah (23,75%). Adapun
rincian perkembangan jumlah penumpang Bandara Adi
Soemarmo dan Provinsi Jawa Tengah sebagai berikut :
Gabungan Bandara Ahmad Yani Semarang, Bandara Adi Soemarmo Boyolali, dan Bandara Tunggul Wulung Cilacap.
*)
Tabel 1. Perkembangan Jumlah Penumpang Bandara
Gambar 5. Presiden RI bersama Menteri Perhubungan, Menteri BUMN, Menteri Sekretaris Negara, dan Gubernur Jawa Tengah dalam groundbreaking Kereta Api Bandara
Adi Soemarmo
Gambar 4. Presiden RI dalam Acara Groundbreaking Kereta Api Bandara Adi Soemarmo
SUPLEMEN ISUPLEMEN I
pada tiket angkutan umum yaitu Batik Solo Trans (BST)
sebagai salah satu wujud GNNT dalam moda transportasi
di Kota Surakarta.
Sejalan dengan program Intermoda Transportasi yang
Terintegrasi dalam rangka mendukung Solo Menuju
Smart City 2018, Kementerian Perhubungan juga akan
membangun jalur kereta api yang akan menghubungkan
Bandara Adi Soemarmo di Boyolali dengan Stasiun
Kereta Api Solo Balapan di Surakarta.
Hal tersebut didukung oleh Bandara Adi Soemarmo Solo
yang memiliki potensi yang sangat besar sebagai
bandara “Hub” atau pusat lalu lintas udara dari dan ke
kota-kota besar di Indonesia Timur maupun Barat
dengan pertimbangan sebagai berikut:
Pertama, Rute Penerbangan. Selain rute penerbangan
Solo – Jakarta, berbagai maskapai telah membuka rute
penerbangan baru dari Bandara Adi Soemarmo. Sejak
tanggal 7 Mei 2016, Garuda Indonesia telah membuka
Kota Surakarta memiliki visi dan misi untuk menjadikan
“Solo Menuju Smart City 2018”. Untuk mewujudkan hal
tersebut, Walikota Surakarta telah melakukan launching
“Solo Menuju Smart City 2018” pada tanggal 21
November 2016 di area Car Free Day, Jl. Slamet Riyadi,
Kota Surakarta.
Untuk mendukung program tersebut, pada bulan
Desember 2016 Menteri Perhubungan Republik
Indonesia juga telah melakukan peresmian Terminal
Tirtonadi dan Fasilitas Integrasi Moda Transportasi
Terminal Tirtonadi – Stasiun Solo Balapan (Sky
Bridge).
Pada kesempatan tersebut, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Solo turut menyerahkan Program Sosial Bank
Indonesia (PSBI) kepada Walikota Surakarta berupa e-
Gate dalam rangka mendukung Gerakan Nasional Non
Tunai (GNNT) dan program “Solo Menuju Smart City
2018”. KPw BI Solo juga telah memfasi l i tasi
dinas/instansi terkait dalam reaktivasi elektronifikasi
Pengembangan Infrastruktur Modal TransportasiTerintegrasi – Pembangungan Jalur Kereta ApiAkses Bandara Adi Soemarmo Solo
Gambar 1. Launching “Solo Menuju Smart City 2018”
Gambar 2. Peresmian Terminal Tirtonadi dan Fasilitas Integrasi Moda Transportasi oleh Menteri Perhubungan
Republik Indonesia
Gambar 3. Penyerahan PSBI E-Gate dan Pojok 3D dari Kepala KPw BI Solo kepada Walikota Surakarta
29PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL28 PERKEMBANGAN
EKONOMI MAKRO REGIONAL
Ketiga, Kapasitas Fisik Bandara. Bandara Adi Soemarmo
memiliki terminal seluas 13.000 m2, 10 (sepuluh)
parking stand pesawat, dan landasan pacu/runway
sepanjang 2.600 m. Untuk mengantisipasi penambahan
berbagai rute penerbangan dan lonjakan jumlah
penumpang, pada tahun 2017 akan dilakukan berbagai
pengembangan seperti perluasan terminal menjadi
26.000 m2, penambahan parking stand pesawat
menjadi 13 parking stand, serta perpanjangan runway
menjadi 2.800-3.000 m.
Mempertimbangkan tingginya potensi pengembangan
Bandara Adi Soemarmo sebagai hub penerbangan
domestik maupun internasional di Indonesia, diperlukan
integrasi layanan transportasi dari dan ke bandara untuk
memberikan akses yang mudah kepada masyarakat.
Program pembangunan jalur kereta api akses Bandara
Adi Soemarmo oleh Kementerian Perhubungan
merupakan salah satu solusi integrasi antara angkutan
udara dengan perkeretaapian.
direct flight dari Solo menuju Jeddah dengan satu kali
transit di Aceh untuk melakukan pengisian bahan bakar.
Rute tersebut mendapat respon yang positif dari jamaah
haji dan umrah terutama di Wilayah Jawa Tengah dan
DIY. Selain itu, Lion Air juga telah mendeklarasikan
Bandara Adi Soemarmo sebagai hub penerbangan
domestik dan internasional di Indonesia selain Bandara
Soekarno Hatta. Untuk penerbangan domestik,
masyarakat dapat melakukan penerbangan langsung
dari Bandara Adi Soemarmo menuju Jakarta, Makassar,
Lombok, Surabaya, Bandung, Batam, Palangkaraya,
Banjarmasin, Balikpapan, Denpasar, dan Kupang. Pada
tahun 2016, jumlah penerbangan dari dan ke Bandara
Adi Soemarmo mencapai 15.597 penerbangan, yang
terdiri dari 236 penerbangan internasional dan 15.361
penerbangan domestik.
Kedua, Perkembangan Jumlah Penumpang. Dengan
penambahan berbagai rute penerbangan dimaksud,
penumpang yang datang maupun berangkat dari dan ke
Bandara Adi Soemarmo mengalami perkembangan yang
sangat pesat. Pada tahun 2016, jumlah penumpang
Bandara Adi Soemarmo meningkat signifikan yaitu
sebesar 45,91% dibandingkan tahun 2015.
Perkembangan tersebut tercatat lebih t inggi
dibandingkan peningkatan jumlah penumpang
angkutan udara Provinsi Jawa Tengah (23,75%). Adapun
rincian perkembangan jumlah penumpang Bandara Adi
Soemarmo dan Provinsi Jawa Tengah sebagai berikut :
Gabungan Bandara Ahmad Yani Semarang, Bandara Adi Soemarmo Boyolali, dan Bandara Tunggul Wulung Cilacap.
*)
Tabel 1. Perkembangan Jumlah Penumpang Bandara
Gambar 5. Presiden RI bersama Menteri Perhubungan, Menteri BUMN, Menteri Sekretaris Negara, dan Gubernur Jawa Tengah dalam groundbreaking Kereta Api Bandara
Adi Soemarmo
Gambar 4. Presiden RI dalam Acara Groundbreaking Kereta Api Bandara Adi Soemarmo
SUPLEMEN ISUPLEMEN I
pada tiket angkutan umum yaitu Batik Solo Trans (BST)
sebagai salah satu wujud GNNT dalam moda transportasi
di Kota Surakarta.
Sejalan dengan program Intermoda Transportasi yang
Terintegrasi dalam rangka mendukung Solo Menuju
Smart City 2018, Kementerian Perhubungan juga akan
membangun jalur kereta api yang akan menghubungkan
Bandara Adi Soemarmo di Boyolali dengan Stasiun
Kereta Api Solo Balapan di Surakarta.
Hal tersebut didukung oleh Bandara Adi Soemarmo Solo
yang memiliki potensi yang sangat besar sebagai
bandara “Hub” atau pusat lalu lintas udara dari dan ke
kota-kota besar di Indonesia Timur maupun Barat
dengan pertimbangan sebagai berikut:
Pertama, Rute Penerbangan. Selain rute penerbangan
Solo – Jakarta, berbagai maskapai telah membuka rute
penerbangan baru dari Bandara Adi Soemarmo. Sejak
tanggal 7 Mei 2016, Garuda Indonesia telah membuka
Kota Surakarta memiliki visi dan misi untuk menjadikan
“Solo Menuju Smart City 2018”. Untuk mewujudkan hal
tersebut, Walikota Surakarta telah melakukan launching
“Solo Menuju Smart City 2018” pada tanggal 21
November 2016 di area Car Free Day, Jl. Slamet Riyadi,
Kota Surakarta.
Untuk mendukung program tersebut, pada bulan
Desember 2016 Menteri Perhubungan Republik
Indonesia juga telah melakukan peresmian Terminal
Tirtonadi dan Fasilitas Integrasi Moda Transportasi
Terminal Tirtonadi – Stasiun Solo Balapan (Sky
Bridge).
Pada kesempatan tersebut, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Solo turut menyerahkan Program Sosial Bank
Indonesia (PSBI) kepada Walikota Surakarta berupa e-
Gate dalam rangka mendukung Gerakan Nasional Non
Tunai (GNNT) dan program “Solo Menuju Smart City
2018”. KPw BI Solo juga telah memfasi l i tasi
dinas/instansi terkait dalam reaktivasi elektronifikasi
Pengembangan Infrastruktur Modal TransportasiTerintegrasi – Pembangungan Jalur Kereta ApiAkses Bandara Adi Soemarmo Solo
Gambar 1. Launching “Solo Menuju Smart City 2018”
Gambar 2. Peresmian Terminal Tirtonadi dan Fasilitas Integrasi Moda Transportasi oleh Menteri Perhubungan
Republik Indonesia
Gambar 3. Penyerahan PSBI E-Gate dan Pojok 3D dari Kepala KPw BI Solo kepada Walikota Surakarta
29PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL28 PERKEMBANGAN
EKONOMI MAKRO REGIONAL
Dengan pembangunan jalur kereta tersebut, diharapkan
jumlah penumpang angkutan udara yang melalui
Bandara Adi Soemarmo semakin meningkat. Terlebih
Gambar 8. Groundbreaking oleh Presiden RIGambar 7. Prototype Kereta Api Bandara Adi Soemarmo
SUPLEMEN I
-
-
Pembangunan jalur kereta api Bandara Adi Soemarmo
tersebut harus selesai pada tahun 2018, sesuai dengan
target percepatan pembangunan infrastruktur secara
nasional. Hal tersebut dalam rangka meningkatkan
daya saing Indonesia terutama terhadap negara-
negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan
Vietnam.
Para pejabat daerah diharapkan mampu memberikan
sosialisasi mengenai pentingnya pembangunan kereta
bandara kepada masyarakat, terutama bagi para
pemilik lahan yang akan diambil alih untuk
pembangunan jalur kereta api bandara maupun
perluasan jalan menuju bandara yang masih sempit.
lagi, dengan adanya dukungan pembangunan berbagai
infrastruktur internal bandara seperti perluasan terminal,
perpanjangan runway dan penambahan parking stand
pesawat, serta penambahan rute penerbangan sebagai
bandara hub dari dan ke berbagai kota di Wilayah
Indonesia Timur dan Wilayah Indonesia Barat. Berbagai
pengembangan t e r sebu t d iha rapkan dapa t
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan
percepatan akses transportasi yang pada akhirnya
mampu mendorong perekonomian daerah. Selain itu,
KPwBI Solo akan bekerja sama dengan dinas/instansi
terkait untuk mendorong perluasan implementasi
program elektronifikasi dalam integrasi moda
transportasi umum, seperti BST, Terminal Bus Tirtonadi,
serta kereta Bandara Adi Soemarmo dalam rangka
pelaksanaan GNNT serta mewujudkan program “Solo
Menuju Smart City 2018”.
Gambar 9. Waktu Tempuh Perjalanan Bandara Adi Soemarmo – Stasiun Solo Balapan
Pada tanggal 8 April 2017, Presiden RI telah melakukan
groundbreaking pembangunan jalur kereta api yang
akan menghubungkan Bandara Adi Soemarmo, Kab.
Boyolali, dengan Stasiun Solo Balapan, Kota Surakarta.
Panjang jalur kereta tersebut adalah 13,5 km dengan
memanfaatkan jalur existing sepanjang 3,5 km dan
membuat jalur baru sepanjang 10 km. Peresmian
tersebut dihadiri oleh Menteri Perhubungan, Menteri
BUMN, Menteri Sekretaris Negara, Gubernur Jawa
Tengah, Kepala Daerah di Soloraya, dan Konsorsium
Pembangunan.
Pembangunan kereta bandara merupakan hal penting
untuk mendukung airport city, dengan strategi
pengembangan Bandara Adi Soemarmo sebagai hub
yang menjadi pusat penghubung kota-kota besar. Hal
tersebut dapat mengurangi kepadatan Jakarta sebagai
pusat penerbangan domestik dan internasional.
Pengembangan Bandara Adi Soemarmo diharapkan
mampu meningkatkan jumlah penumpang baik
domestik maupun mancanegara karena bandara
tersebut merupakan satu-satunya bandara di Jawa
Tengah-DIY saat ini yang bisa digunakan untuk
pendaratan pesawat berukuran besar seperti Airbus 330.
Dengan demikian, hal ini diharapkan juga dapat
memecah konsentrasi dan kepadatan penumpang di
Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta agar beralih ke Bandara
Adi Soemarmo Solo.
Pembangunan jalur kereta api Bandara Adi Soemarmo
akan menghasilkan integrasi berbagai moda transportasi
sebagai berikut :
Pembangunan jalur kereta bandara diperkirakan
membutuhkan dana sebesar Rp500 miliar s.d. Rp1 triliun
yang dibiayai dari APBN sebesar 70% dan konsorsium
sebesar 30%. BUMN yang tergabung dalam konsorsium
tersebut yaitu PT. Angkasa Pura I, PT. Kereta Api
Indonesia, dan PT. Pembangunan Perumahan, dengan
pembagian pekerjaan sesuai dengan ranah tugas
masing-masing BUMN. Pembangunan jalur kereta
bandara membutuhkan lahan seluas ±40 hektar.
Sebagian besar lahan yang akan diambil alih untuk
pembangunan jalur tersebut adalah milik BUMN seperti
PT. Angkasa Pura I, PT. Kereta Api Indonesia, PU Bina
Marga, dan TNI AU, sedangkan sekitar 20% adalah milik
warga.
Kereta yang akan digunakan adalah diesel multiple unit
yang dibuat oleh PT. Inka Madiun. Terdapat empat
rangkaian kereta yang akan didatangkan dari PT. Inka
dengan masing-masing rangkaian terdiri atas empat
kereta, dengan kapasitas 200 penumpang dalam satu
rangkaian. Di awal pengoperasiannya, waktu antar
keberangkatan kereta adalah 30 menit dengan waktu
tempuh Bandara Adi Soemarmo – Stasiun Solo Balapan
selama 15 menit (menghemat waktu tempuh normal
±30 menit dengan menggunakan mobil). Ke depannya,
apabila antusiasme dan permintaan masyarakat untuk
menggunakan kereta tersebut tinggi, waktu antar
keberangkatan dapat dipercepat menjadi 15 menit
sekali.
Terkait dengan pembangunan jalur kereta api tersebut,
Presiden RI memberikan arahan sebagai berikut:
- Pembangunan intermoda transportasi yang
menghubungkan bandara, stasiun, dan terminal
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
daya saing Indonesia, dengan memberikan kecepatan
dan kemudahan penggunaan transportasi umum dari
Bandara Adi Soemarmo menuju ke tengah Kota
Surakarta hingga ke Yogyakarta.
Gambar 6. Integrasi Moda Transportasi Kota Surakarta
SUPLEMEN I
31PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL30 PERKEMBANGAN
EKONOMI MAKRO REGIONAL
Dengan pembangunan jalur kereta tersebut, diharapkan
jumlah penumpang angkutan udara yang melalui
Bandara Adi Soemarmo semakin meningkat. Terlebih
Gambar 8. Groundbreaking oleh Presiden RIGambar 7. Prototype Kereta Api Bandara Adi Soemarmo
SUPLEMEN I
-
-
Pembangunan jalur kereta api Bandara Adi Soemarmo
tersebut harus selesai pada tahun 2018, sesuai dengan
target percepatan pembangunan infrastruktur secara
nasional. Hal tersebut dalam rangka meningkatkan
daya saing Indonesia terutama terhadap negara-
negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan
Vietnam.
Para pejabat daerah diharapkan mampu memberikan
sosialisasi mengenai pentingnya pembangunan kereta
bandara kepada masyarakat, terutama bagi para
pemilik lahan yang akan diambil alih untuk
pembangunan jalur kereta api bandara maupun
perluasan jalan menuju bandara yang masih sempit.
lagi, dengan adanya dukungan pembangunan berbagai
infrastruktur internal bandara seperti perluasan terminal,
perpanjangan runway dan penambahan parking stand
pesawat, serta penambahan rute penerbangan sebagai
bandara hub dari dan ke berbagai kota di Wilayah
Indonesia Timur dan Wilayah Indonesia Barat. Berbagai
pengembangan t e r sebu t d iha rapkan dapa t
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan
percepatan akses transportasi yang pada akhirnya
mampu mendorong perekonomian daerah. Selain itu,
KPwBI Solo akan bekerja sama dengan dinas/instansi
terkait untuk mendorong perluasan implementasi
program elektronifikasi dalam integrasi moda
transportasi umum, seperti BST, Terminal Bus Tirtonadi,
serta kereta Bandara Adi Soemarmo dalam rangka
pelaksanaan GNNT serta mewujudkan program “Solo
Menuju Smart City 2018”.
Gambar 9. Waktu Tempuh Perjalanan Bandara Adi Soemarmo – Stasiun Solo Balapan
Pada tanggal 8 April 2017, Presiden RI telah melakukan
groundbreaking pembangunan jalur kereta api yang
akan menghubungkan Bandara Adi Soemarmo, Kab.
Boyolali, dengan Stasiun Solo Balapan, Kota Surakarta.
Panjang jalur kereta tersebut adalah 13,5 km dengan
memanfaatkan jalur existing sepanjang 3,5 km dan
membuat jalur baru sepanjang 10 km. Peresmian
tersebut dihadiri oleh Menteri Perhubungan, Menteri
BUMN, Menteri Sekretaris Negara, Gubernur Jawa
Tengah, Kepala Daerah di Soloraya, dan Konsorsium
Pembangunan.
Pembangunan kereta bandara merupakan hal penting
untuk mendukung airport city, dengan strategi
pengembangan Bandara Adi Soemarmo sebagai hub
yang menjadi pusat penghubung kota-kota besar. Hal
tersebut dapat mengurangi kepadatan Jakarta sebagai
pusat penerbangan domestik dan internasional.
Pengembangan Bandara Adi Soemarmo diharapkan
mampu meningkatkan jumlah penumpang baik
domestik maupun mancanegara karena bandara
tersebut merupakan satu-satunya bandara di Jawa
Tengah-DIY saat ini yang bisa digunakan untuk
pendaratan pesawat berukuran besar seperti Airbus 330.
Dengan demikian, hal ini diharapkan juga dapat
memecah konsentrasi dan kepadatan penumpang di
Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta agar beralih ke Bandara
Adi Soemarmo Solo.
Pembangunan jalur kereta api Bandara Adi Soemarmo
akan menghasilkan integrasi berbagai moda transportasi
sebagai berikut :
Pembangunan jalur kereta bandara diperkirakan
membutuhkan dana sebesar Rp500 miliar s.d. Rp1 triliun
yang dibiayai dari APBN sebesar 70% dan konsorsium
sebesar 30%. BUMN yang tergabung dalam konsorsium
tersebut yaitu PT. Angkasa Pura I, PT. Kereta Api
Indonesia, dan PT. Pembangunan Perumahan, dengan
pembagian pekerjaan sesuai dengan ranah tugas
masing-masing BUMN. Pembangunan jalur kereta
bandara membutuhkan lahan seluas ±40 hektar.
Sebagian besar lahan yang akan diambil alih untuk
pembangunan jalur tersebut adalah milik BUMN seperti
PT. Angkasa Pura I, PT. Kereta Api Indonesia, PU Bina
Marga, dan TNI AU, sedangkan sekitar 20% adalah milik
warga.
Kereta yang akan digunakan adalah diesel multiple unit
yang dibuat oleh PT. Inka Madiun. Terdapat empat
rangkaian kereta yang akan didatangkan dari PT. Inka
dengan masing-masing rangkaian terdiri atas empat
kereta, dengan kapasitas 200 penumpang dalam satu
rangkaian. Di awal pengoperasiannya, waktu antar
keberangkatan kereta adalah 30 menit dengan waktu
tempuh Bandara Adi Soemarmo – Stasiun Solo Balapan
selama 15 menit (menghemat waktu tempuh normal
±30 menit dengan menggunakan mobil). Ke depannya,
apabila antusiasme dan permintaan masyarakat untuk
menggunakan kereta tersebut tinggi, waktu antar
keberangkatan dapat dipercepat menjadi 15 menit
sekali.
Terkait dengan pembangunan jalur kereta api tersebut,
Presiden RI memberikan arahan sebagai berikut:
- Pembangunan intermoda transportasi yang
menghubungkan bandara, stasiun, dan terminal
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
daya saing Indonesia, dengan memberikan kecepatan
dan kemudahan penggunaan transportasi umum dari
Bandara Adi Soemarmo menuju ke tengah Kota
Surakarta hingga ke Yogyakarta.
Gambar 6. Integrasi Moda Transportasi Kota Surakarta
SUPLEMEN I
31PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL30 PERKEMBANGAN
EKONOMI MAKRO REGIONAL
Secara umum, proyek PLTU dibagi menjadi 2 area besar
yaitu area power plant yang berlokasi di Ujungnegoro
dan area gardu induk (switching station) di Kencana Rejo.
Total luas area adalah 226 hektar, sementara jarak antara
area power plant dan gardu induk adalah sekitar 5 km.
Tata letak pembangkit adalah sebagai berikut :
PLTU Jawa Tengah akan dioperasikan dengan
menggunakan teknologi tercanggih Ultra-Super Critical
(USC) dengan skala besar di Indonesia. Efisiensi panas
yang lebih tinggi oleh USC memungkinkan konsumsi
batubara dan emisi CO2 yang lebih rendah. PLTU Jateng
mencapai efisiensi 43%, di mana 7% lebih tinggi dari
PLTU dengan teknologi subcritical (konsumsi batubara
lebih rendah 517,000 t/tahun dan emisi CO2 lebih
rendah 900,000 t-CO2 /tahun).
sumber : PT. Bhimasena Power Indonesia
Ultra Super Critical (USC)
Super Critical (SC)
Sub Critical (Sub-C)
JENIS TEKNOLOGI SUHU
sumber : PT. Bhimasena Power Indonesia
TEKANAN LOKASI
Main : 566°C or over
Reheat : 593°C or over
Main : 566°C or less
Reheat : 566°C or less
Main : 540°C or less
Reheat : 540°C or less
Main : 24,9 Mpa (g) or over
Main : 24,1 Mpa (g) or over
Main : 22,1 Mpa (g) or less
PLTU Jawa Tengah (Batang)
PLTU Cirebon, PLTU Paiton Unit 3
PLTU Suralaya (PLN), PLTU Paiton Unit 1-2, 5 – 6, 7 – 8 dan 9,
PLTU Tanjung Jati B, PLTU Cilacap, PLTU Tuban, PLTU Pacitan
Perbandingan tingkat efisiensi dan teknologi
Tipikal Hasil Emisi CO2 Per Teknologi
sumber : PT. Bhimasena Power Indonesia
Ketentuan Standar Polutan
SUPLEMEN IISUPLEMEN II
Keuangan) sesuai Perpres 78/2010. PLTU Jawa Tengah
akan dioperasikan dengan skema Build-Own-Operate-
Transfer (BOOT) selama masa konsesi 25 tahun.
Sebagaimana ketentuan Pemerintah RI dan mengacu
pada PPA (Power Purchase Agreement) sebagai
Perjanjian KPS yang ditandatangani oleh PT PLN (Persero)
dan BPI, PT PII telah menandatangani Perjanjian
Penjaminan dengan BPI serta Perjanjian Regres dengan
PT PLN (Persero) sebagai Penanggung Jawab Proyek
Kerjasama (PJPK) pada tanggal 6 Oktober 2011. Selain
itu, PT BPI juga telah memiliki Technical Service
Agreement dengan J-Power (perusahaan penyedia listrik
seperti PLN di Jepang) yang juga merupakan salah satu
anggota konsorsium.
Untuk menunjang ketersediaan pasokan batubara, PT
BPI telah menandatangani Perjanjian Pasokan Batubara
dengan Adaro Indonesia dan Kaltim Prima Coal (KPC).
Sementara untuk pasokan peralatan dan jasa konstruksi
untuk proyek didukung oleh Mitsubishi Hitachi Power
System (MHPS) untuk suplai Boiler Turbine Generator
(BTG). Kontraktor utama proyek PLTU Jawa Tengah
adalah Sumitomo Corp yang didukung oleh berbagai
sub-kontraktor di antaranya MES, B&V, dan GE Grid
Solitons.
Upaya meningkatkan ketersediaan energi listrik bagi
masyarakat, khususnya di Pulau Jawa terus dilakukan
oleh pemerintah, salah satunya melalui pembangunan
PLTU Jawa Tengah dengan kapasitas 2 x 1.000 MW yang
berlokasi di Kabupaten Batang. Proyek PLTU Jawa Tengah
dilaksanakan oleh PT. Bhimasena Power Indonesia (BPI)
yang merupakan konsorsium antara 3 perusahaan yaitu
J-Power (Jepang), Adaro Power (Adaro Group) dan
Itochu (Jepang). Kepemilikan modal eksisting adalah J-
Power dan Adaro Power masing-masing sebesar 34%
dan Itochu sebesar 32%. Nilai proyek PLTU Jawa Tengah
adalah sebesar USD 4,2 miliar atau setara dengan 55,95
triliun rupiah (dengan kurs tengah per 31 Mei 2017
sebesar Rp 13.321). Untuk pembiayaan proyek, 20%
didanai dari ekuitas, sementara 80% sisanya diperoleh
melalui pembiayaan dari Japan Bank for International
Cooperation (JBIC) dan 9 commercial lenders dari bank
asing.
PLTU Jawa Tengah merupakan proyek infrastruktur
dengan skema PPP (Public Private Partnership) atau
Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) pertama yang
berhasil diwujudkan dengan memperoleh fasilitas
penjaminan bersama oleh Indonesia Infrastructure
Guarantee Fund (IIGF) atau PT Penjaminan Infrastruktur
Indonesia (PT PII) dan Pemerintah RI (Kementerian
Mega Proyek PLTU Jawa Tengah Kapasitas 2 x 1.000 MW di Kabupaten Batang
Kunjungan Presiden RI, Joko Widodo ke lokasi proyek PLTU Jawa Tengah tanggal 28 Agustus 2015
sumber : PT. Bhimasena Power Indonesia
33PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL32 PERKEMBANGAN
EKONOMI MAKRO REGIONAL
Secara umum, proyek PLTU dibagi menjadi 2 area besar
yaitu area power plant yang berlokasi di Ujungnegoro
dan area gardu induk (switching station) di Kencana Rejo.
Total luas area adalah 226 hektar, sementara jarak antara
area power plant dan gardu induk adalah sekitar 5 km.
Tata letak pembangkit adalah sebagai berikut :
PLTU Jawa Tengah akan dioperasikan dengan
menggunakan teknologi tercanggih Ultra-Super Critical
(USC) dengan skala besar di Indonesia. Efisiensi panas
yang lebih tinggi oleh USC memungkinkan konsumsi
batubara dan emisi CO2 yang lebih rendah. PLTU Jateng
mencapai efisiensi 43%, di mana 7% lebih tinggi dari
PLTU dengan teknologi subcritical (konsumsi batubara
lebih rendah 517,000 t/tahun dan emisi CO2 lebih
rendah 900,000 t-CO2 /tahun).
sumber : PT. Bhimasena Power Indonesia
Ultra Super Critical (USC)
Super Critical (SC)
Sub Critical (Sub-C)
JENIS TEKNOLOGI SUHU
sumber : PT. Bhimasena Power Indonesia
TEKANAN LOKASI
Main : 566°C or over
Reheat : 593°C or over
Main : 566°C or less
Reheat : 566°C or less
Main : 540°C or less
Reheat : 540°C or less
Main : 24,9 Mpa (g) or over
Main : 24,1 Mpa (g) or over
Main : 22,1 Mpa (g) or less
PLTU Jawa Tengah (Batang)
PLTU Cirebon, PLTU Paiton Unit 3
PLTU Suralaya (PLN), PLTU Paiton Unit 1-2, 5 – 6, 7 – 8 dan 9,
PLTU Tanjung Jati B, PLTU Cilacap, PLTU Tuban, PLTU Pacitan
Perbandingan tingkat efisiensi dan teknologi
Tipikal Hasil Emisi CO2 Per Teknologi
sumber : PT. Bhimasena Power Indonesia
Ketentuan Standar Polutan
SUPLEMEN IISUPLEMEN II
Keuangan) sesuai Perpres 78/2010. PLTU Jawa Tengah
akan dioperasikan dengan skema Build-Own-Operate-
Transfer (BOOT) selama masa konsesi 25 tahun.
Sebagaimana ketentuan Pemerintah RI dan mengacu
pada PPA (Power Purchase Agreement) sebagai
Perjanjian KPS yang ditandatangani oleh PT PLN (Persero)
dan BPI, PT PII telah menandatangani Perjanjian
Penjaminan dengan BPI serta Perjanjian Regres dengan
PT PLN (Persero) sebagai Penanggung Jawab Proyek
Kerjasama (PJPK) pada tanggal 6 Oktober 2011. Selain
itu, PT BPI juga telah memiliki Technical Service
Agreement dengan J-Power (perusahaan penyedia listrik
seperti PLN di Jepang) yang juga merupakan salah satu
anggota konsorsium.
Untuk menunjang ketersediaan pasokan batubara, PT
BPI telah menandatangani Perjanjian Pasokan Batubara
dengan Adaro Indonesia dan Kaltim Prima Coal (KPC).
Sementara untuk pasokan peralatan dan jasa konstruksi
untuk proyek didukung oleh Mitsubishi Hitachi Power
System (MHPS) untuk suplai Boiler Turbine Generator
(BTG). Kontraktor utama proyek PLTU Jawa Tengah
adalah Sumitomo Corp yang didukung oleh berbagai
sub-kontraktor di antaranya MES, B&V, dan GE Grid
Solitons.
Upaya meningkatkan ketersediaan energi listrik bagi
masyarakat, khususnya di Pulau Jawa terus dilakukan
oleh pemerintah, salah satunya melalui pembangunan
PLTU Jawa Tengah dengan kapasitas 2 x 1.000 MW yang
berlokasi di Kabupaten Batang. Proyek PLTU Jawa Tengah
dilaksanakan oleh PT. Bhimasena Power Indonesia (BPI)
yang merupakan konsorsium antara 3 perusahaan yaitu
J-Power (Jepang), Adaro Power (Adaro Group) dan
Itochu (Jepang). Kepemilikan modal eksisting adalah J-
Power dan Adaro Power masing-masing sebesar 34%
dan Itochu sebesar 32%. Nilai proyek PLTU Jawa Tengah
adalah sebesar USD 4,2 miliar atau setara dengan 55,95
triliun rupiah (dengan kurs tengah per 31 Mei 2017
sebesar Rp 13.321). Untuk pembiayaan proyek, 20%
didanai dari ekuitas, sementara 80% sisanya diperoleh
melalui pembiayaan dari Japan Bank for International
Cooperation (JBIC) dan 9 commercial lenders dari bank
asing.
PLTU Jawa Tengah merupakan proyek infrastruktur
dengan skema PPP (Public Private Partnership) atau
Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) pertama yang
berhasil diwujudkan dengan memperoleh fasilitas
penjaminan bersama oleh Indonesia Infrastructure
Guarantee Fund (IIGF) atau PT Penjaminan Infrastruktur
Indonesia (PT PII) dan Pemerintah RI (Kementerian
Mega Proyek PLTU Jawa Tengah Kapasitas 2 x 1.000 MW di Kabupaten Batang
Kunjungan Presiden RI, Joko Widodo ke lokasi proyek PLTU Jawa Tengah tanggal 28 Agustus 2015
sumber : PT. Bhimasena Power Indonesia
33PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL32 PERKEMBANGAN
EKONOMI MAKRO REGIONAL
BABII
Persentase realisasi pendapatan tercatat meningkat, meskipun belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada triwulan I 2017 mengalami penurunan.
KEUANGAN PEMERINTAH
Peningkatan realisasi pendapatan utamanya berasal dari penerimaan pajak daerah,
Dana Alokasi Umum dan Khusus yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya
Penurunan realisasi belanja berasal dari menurunnya belanja modal pada komponen
belanja langsung.
Realisasi belanja APBN Provinsi Jawa Tengah pada triwulan I 2017 lebih tinggi
dibandingkan triwulan I 2016, mengindikasikan adanya upaya perbaikan realisasi oleh
pemerintah untuk mengakselerasi perekonomian.
BABII
Persentase realisasi pendapatan tercatat meningkat, meskipun belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada triwulan I 2017 mengalami penurunan.
KEUANGAN PEMERINTAH
Peningkatan realisasi pendapatan utamanya berasal dari penerimaan pajak daerah,
Dana Alokasi Umum dan Khusus yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya
Penurunan realisasi belanja berasal dari menurunnya belanja modal pada komponen
belanja langsung.
Realisasi belanja APBN Provinsi Jawa Tengah pada triwulan I 2017 lebih tinggi
dibandingkan triwulan I 2016, mengindikasikan adanya upaya perbaikan realisasi oleh
pemerintah untuk mengakselerasi perekonomian.
Postur APDB Provinsi Jawa Tengah pada 2017
meningkat dibandingkan tahun anggaran 2016.
Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp23,47
triliun atau naik 11,81% dibandingkan tahun 2016.
Begitu pula dengan anggaran belanja yang meningkat
menjadi Rp23,36 t r i l iun atau naik 10,44%
dibandingkan tahun sebelumnya. Secara keseluruhan,
pada tahun 2017 sudah tidak terjadi defisit anggaran
seperti tahun sebelumnya dengan surplus sebesar
Rp104 miliar.
Ditinjau dari serapan terhadap anggaran,
persentase realisasi pendapatan meningkat,
namun persentase realisasi belanja mengalami
penurunan. Realisasi pendapatan sampai dengan
triwulan laporan sebesar 22,13% dari APBD 2017,
lebih tinggi dibandingkan serapan pendapatan
triwulan I 2016 yang sebesar 18,54%. Sementara itu,
realisasi belanja sampai triwulan I 2017 sebesar 10,04%
dari APBD 2017, relatif lebih rendah dibandingkan
triwulan I 2016 sebesar 11,69%.
Secara nominal, pada triwulan I 2017 realisasi
pendapatan meningkat sedangkan belanja pemerintah
mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu.
Realisasi pendapatan triwulan I 2017 tercatat sebesar
Rp5,19 triliun, meningkat Rp1,11 triliun dibandingkan
realisasi pendapatan periode yang sama tahun lalu yang
sebesar Rp4,08 triliun. Kondisi berbeda dialami pada
realisasi belanja yang mengalami penurunan sebesar
Rp276 miliar pada triwulan I 2017; dari triwulan
sebelumnya sebesar Rp2,66 triliun menjadi Rp2,35
triliun pada triwulan laporan.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov
Jateng) mencatatkan surplus sebesar Rp2,85
triliun pada triwulan I 2017. Surplus ini lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan I 2016 sebesar Rp1,46
triliun dan selama lima tahun terakhir (2012-2016)
yang sebesar Rp2,1 triliun. Berdasarkan data historis
lima tahun terakhir, kondisi surplus ini selalu terjadi di
awal tahun. Meningkatnya surplus yang terjadi pada
awal tahun 2017 ini sejalan dengan persentase
2.1. Realisasi APBD Triwulan I 2017
Tabel 2.1 Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2016 (Rp Miliar)
URAIAN APBD-P 2016 Realisasi I - 2017 % Realisasi
PENDAPATAN
PAD
DANA PERIMBANGAN
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA LANGSUNG
SURPLUS/DEFISIT
23.468
11.967
11.415
86
23.364
17.390
5.973
104
5.193
2.320
2.848
25
2.346
2.064
282
2.847
22,13%
19,39%
24,95%
29,34%
10,04%
11,87%
4,72%
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2016 dan T.A. 2017Grafik 2.1
(5,000)
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
PENDAPATAN BELANJA SURPLUS (DEFISIT)
RP MILIAR
T.A. 2015 T.A. 2016
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2016 dan T.A. 2017Grafik 2.2
PENDAPATAN BELANJA SURPLUS (DEFISIT)
IV 2015 IV 2016
RP MILIAR
20.988 21.155
(167)
23.467 23.364
104
4.084
2.622
1.463
5.193
2.346 2.847
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
37KEUANGAN PEMERINTAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Postur APDB Provinsi Jawa Tengah pada 2017
meningkat dibandingkan tahun anggaran 2016.
Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp23,47
triliun atau naik 11,81% dibandingkan tahun 2016.
Begitu pula dengan anggaran belanja yang meningkat
menjadi Rp23,36 t r i l iun atau naik 10,44%
dibandingkan tahun sebelumnya. Secara keseluruhan,
pada tahun 2017 sudah tidak terjadi defisit anggaran
seperti tahun sebelumnya dengan surplus sebesar
Rp104 miliar.
Ditinjau dari serapan terhadap anggaran,
persentase realisasi pendapatan meningkat,
namun persentase realisasi belanja mengalami
penurunan. Realisasi pendapatan sampai dengan
triwulan laporan sebesar 22,13% dari APBD 2017,
lebih tinggi dibandingkan serapan pendapatan
triwulan I 2016 yang sebesar 18,54%. Sementara itu,
realisasi belanja sampai triwulan I 2017 sebesar 10,04%
dari APBD 2017, relatif lebih rendah dibandingkan
triwulan I 2016 sebesar 11,69%.
Secara nominal, pada triwulan I 2017 realisasi
pendapatan meningkat sedangkan belanja pemerintah
mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu.
Realisasi pendapatan triwulan I 2017 tercatat sebesar
Rp5,19 triliun, meningkat Rp1,11 triliun dibandingkan
realisasi pendapatan periode yang sama tahun lalu yang
sebesar Rp4,08 triliun. Kondisi berbeda dialami pada
realisasi belanja yang mengalami penurunan sebesar
Rp276 miliar pada triwulan I 2017; dari triwulan
sebelumnya sebesar Rp2,66 triliun menjadi Rp2,35
triliun pada triwulan laporan.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov
Jateng) mencatatkan surplus sebesar Rp2,85
triliun pada triwulan I 2017. Surplus ini lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan I 2016 sebesar Rp1,46
triliun dan selama lima tahun terakhir (2012-2016)
yang sebesar Rp2,1 triliun. Berdasarkan data historis
lima tahun terakhir, kondisi surplus ini selalu terjadi di
awal tahun. Meningkatnya surplus yang terjadi pada
awal tahun 2017 ini sejalan dengan persentase
2.1. Realisasi APBD Triwulan I 2017
Tabel 2.1 Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2016 (Rp Miliar)
URAIAN APBD-P 2016 Realisasi I - 2017 % Realisasi
PENDAPATAN
PAD
DANA PERIMBANGAN
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA LANGSUNG
SURPLUS/DEFISIT
23.468
11.967
11.415
86
23.364
17.390
5.973
104
5.193
2.320
2.848
25
2.346
2.064
282
2.847
22,13%
19,39%
24,95%
29,34%
10,04%
11,87%
4,72%
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2016 dan T.A. 2017Grafik 2.1
(5,000)
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
PENDAPATAN BELANJA SURPLUS (DEFISIT)
RP MILIAR
T.A. 2015 T.A. 2016
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2016 dan T.A. 2017Grafik 2.2
PENDAPATAN BELANJA SURPLUS (DEFISIT)
IV 2015 IV 2016
RP MILIAR
20.988 21.155
(167)
23.467 23.364
104
4.084
2.622
1.463
5.193
2.346 2.847
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
37KEUANGAN PEMERINTAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 2.6 Pertumbuhan Tahunan Pajak Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY %, YOY
PENDAPATAN PAJAK DAERAH PDRB - SKALA KANAN
I II III IVII III IVI
2013 2014
I II
2015
III IV I
2016
II III IV I
2017
-
1
2
3
4
5
6
7
-
5
10
15
20
25
30
35
40
Sumber utama PAD berasal dari komponen pajak
daerah, dengan peran sebesar 85,45% dari total PAD
dan lain-lain PAD yang sah (13,53%). Pada triwulan
laporan, realisasi pajak daerah terbilang tinggi sehingga
menyebabkan peningkatan pendapatan secara
keseluruhan. Tercatat, realisasi pajak daerah sebesar
19,50%; lebih tinggi dibandingkan triwulan I tahun
2016 yang mencapai 15,82%. Perbaikan ini terjadi
seiring peningkatan pajak jumlah kendaraan baru
dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini terkonfirmasi
dari hasil liaison Bank Indonesia terhadap perusahaan
otomotif di Jawa Tengah yang menyatakan terjadi
peningkatan penjualan mobil baru di triwulan awal
tahun 2017. Berdasarkan perannya terhadap total
pajak daerah, Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor memang menjadi
pemasukan utama pajak daerah, dengan peran
masing-masing sekitar 35-40% di tiap tahunnya.
Ditinjau dari pertumbuhannya, pajak daerah yang
terkumpul pada triwulan I 2017 mengalami
perbaikan. Pajak daerah tumbuh 3,96% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan sama tahun sebelumnya
yang sebesar 3,16% (yoy). Capaian pajak daerah ini
juga sejalan dengan perekonomian yang tumbuh
membaik dibandingkan triwulan sama tahun 2016.
Komponen lain-lain PAD yang sah mengalami
peningkatan realisasi menjadi 23,49% pada
triwulan I 2017 setelah sebelumnya terealisasi
3,60% pada tr iwulan sama tahun 2016.
Meningkatnya komponen ini ditengarai akibat hasil
penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan dan
kontribusi badan usaha yang meningkat lebih tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya.
Berdasarkan komponen Daper, sumber
pendapatan utamanya berasal dari DAK, dengan
peran sebesar 48,29% dari total Daper, diikuti oleh
Dana Alokasi Umum/DAU (40,18%), dan Dana Bagi
Hasil/DBH (11,13%). Meningkatnya DAK ini sejalan
dengan men ingkatnya pember ian Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) sama seperti tahun
sebelumnya. Tercatat, realisasi pendapatan DAK
sebesar Rp1,38 triliun, meningkat dibandingkan
triwulan I 2016 yang sebelumnya hanya sebesar Rp1,29
triliun. Sementara itu, realisasi DAU meningkat menjadi
Rp1,14 triliun; lebih tinggi dibandingkan triwulan sama
tahun sebelumnya yang sebesar Rp620 miliar.
Peningkatan ini sejalan dengan kebutuhan biaya gaji
pegawai , terutama guru yang k in i menjadi
kewenangan dari Pemprov Jateng. Adapun serapan
DBH meningkat menjadi Rp322,67 miliar dari
sebelumnya Rp190 miliar di triwulan I 2016.
Lebih lanjut, komponen Lain-lain Pendapatan
Daerah yang Sah tercatat mengalami kenaikan.
Pada triwulan laporan, realisasi pos ini tercatat sebesar
29,34%; meningkat dibandingkan triwulan yang sama
di tahun 2016 sebesar 7,99%. Meningkatnya
komponen ini terutama berasal dari realisasi dana
insentif daerah yang sebesar Rp25,10 miliar, setelah
sebelumnya tidak mengalami realisasi di triwulan I
2016. Dengan realisasi sebesar itu, persentase serapan
dana insentif daerah tercatat sebesar 50,00% dari total
anggaran 2017.
39KEUANGAN PEMERINTAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PADDANA PERIMBANGANTRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
Grafik 2.5 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan I 2017Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
44,67%54,84%0,48%
Realisasi Belanja DaerahGrafik 2.4
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
0
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
RP TRILIUN
5
10
15
20
25
Realisasi Pendapatan DaerahGrafik 2.3
PENDAPATAN ASLI DAERAH DANA PERIMBANGAN LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
RP TRILIUN
I II III IV2014
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
0
5
10
15
20
25
I II III IV2014
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
triwulan yang sama tahun sebelumnya. Ditambah lagi,
persentase realisasi belanja pada triwulan I 2017 yang
lebih rendah dibandingkan dengan persentase realisasi
belanja selama lima tahun terakhir berkontribusi pada
tingginya surplus di triwulan laporan. Realisasi belanja
yang lebih rendah ini akibat kewajiban pembayaran
pelaksanaan proyek pemerintah yang belum diajukan
oleh vendor tidak dapat dibayarkan di triwulan awal
2017.
Daerah (PAD), Dana Perimbangan (Daper), dan lain-lain
pendapatan yang sah.
Peningkatan realisasi Pendapatan Asli Daerah
( PA D ) d a n D a n a P e r i m b a n g a n ( D a p e r )
memengaruhi realisasi pendapatan daerah secara
keseluruhan. Hal tersebut dikarenakan sumber utama
pendapatan daerah Jawa Tengah berasal dari kedua
pos tersebut. Meskipun bertumbuh, namun pangsa
PAD pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 44,67% atau
menurun dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar
48,84%. Penurunan ini mengindikasikan menurunnya
kemandirian fiskal Pemprov Jateng. Sementara itu,
pangsa Daper meningkat menjadi 54,84% pada
triwulan I 2017 dari sebelumnya 51,44% pada triwulan
I 2016. Peningkatan ini terutama berasal dari Dana
Alokasi Umum (DAU), yang diberikan oleh pemerintah
pusat kepada Pemprov Jateng.
2.1.1. Realisasi Pendapatan Triwulan I 2017
Realisasi pendapatan Provinsi Jawa Tengah
sampai dengan triwulan I 2017 sebesar 22,13%,
lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016 dengan
realisasi 18,54%. Peningkatan persentase serapan ini
terjadi di seluruh komponen, baik Pendapatan Asli
Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan Triwulan I tahun 2016 & 2017
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH I - 2016 I - 2017
PENDAPATAN ASLI DAERAH
PAJAK DAERAH
RETRIBUSI DAERAH
HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YG DIPISAHKAN
LAIN-LAIN PAD YANG SAH
DANA PERIMBANGAN
DANA BAGI HASIL PAJAK/BUKAN PAJAK
DANA ALOKASI UMUM
DANA ALOKASI KHUSUS
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
HIBAH
DANA PENYESUAIAN DAN OTONOMI KHUSUS
DANA INSENTIF DAERAH
PENDAPATAN LAINNYA
14,32%
15,82%
25,86%
3,60%
25,77%
20,62%
33,33%
24,03%
7,99%
21,25%
19,38%
19,50%
23,03%
0,19%
23,49%
24,95%
32,72%
20,41%
29,34%
50,00%
38 KEUANGAN PEMERINTAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 2.6 Pertumbuhan Tahunan Pajak Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY %, YOY
PENDAPATAN PAJAK DAERAH PDRB - SKALA KANAN
I II III IVII III IVI
2013 2014
I II
2015
III IV I
2016
II III IV I
2017
-
1
2
3
4
5
6
7
-
5
10
15
20
25
30
35
40
Sumber utama PAD berasal dari komponen pajak
daerah, dengan peran sebesar 85,45% dari total PAD
dan lain-lain PAD yang sah (13,53%). Pada triwulan
laporan, realisasi pajak daerah terbilang tinggi sehingga
menyebabkan peningkatan pendapatan secara
keseluruhan. Tercatat, realisasi pajak daerah sebesar
19,50%; lebih tinggi dibandingkan triwulan I tahun
2016 yang mencapai 15,82%. Perbaikan ini terjadi
seiring peningkatan pajak jumlah kendaraan baru
dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini terkonfirmasi
dari hasil liaison Bank Indonesia terhadap perusahaan
otomotif di Jawa Tengah yang menyatakan terjadi
peningkatan penjualan mobil baru di triwulan awal
tahun 2017. Berdasarkan perannya terhadap total
pajak daerah, Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor memang menjadi
pemasukan utama pajak daerah, dengan peran
masing-masing sekitar 35-40% di tiap tahunnya.
Ditinjau dari pertumbuhannya, pajak daerah yang
terkumpul pada triwulan I 2017 mengalami
perbaikan. Pajak daerah tumbuh 3,96% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan sama tahun sebelumnya
yang sebesar 3,16% (yoy). Capaian pajak daerah ini
juga sejalan dengan perekonomian yang tumbuh
membaik dibandingkan triwulan sama tahun 2016.
Komponen lain-lain PAD yang sah mengalami
peningkatan realisasi menjadi 23,49% pada
triwulan I 2017 setelah sebelumnya terealisasi
3,60% pada tr iwulan sama tahun 2016.
Meningkatnya komponen ini ditengarai akibat hasil
penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan dan
kontribusi badan usaha yang meningkat lebih tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya.
Berdasarkan komponen Daper, sumber
pendapatan utamanya berasal dari DAK, dengan
peran sebesar 48,29% dari total Daper, diikuti oleh
Dana Alokasi Umum/DAU (40,18%), dan Dana Bagi
Hasil/DBH (11,13%). Meningkatnya DAK ini sejalan
dengan men ingkatnya pember ian Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) sama seperti tahun
sebelumnya. Tercatat, realisasi pendapatan DAK
sebesar Rp1,38 triliun, meningkat dibandingkan
triwulan I 2016 yang sebelumnya hanya sebesar Rp1,29
triliun. Sementara itu, realisasi DAU meningkat menjadi
Rp1,14 triliun; lebih tinggi dibandingkan triwulan sama
tahun sebelumnya yang sebesar Rp620 miliar.
Peningkatan ini sejalan dengan kebutuhan biaya gaji
pegawai , terutama guru yang k in i menjadi
kewenangan dari Pemprov Jateng. Adapun serapan
DBH meningkat menjadi Rp322,67 miliar dari
sebelumnya Rp190 miliar di triwulan I 2016.
Lebih lanjut, komponen Lain-lain Pendapatan
Daerah yang Sah tercatat mengalami kenaikan.
Pada triwulan laporan, realisasi pos ini tercatat sebesar
29,34%; meningkat dibandingkan triwulan yang sama
di tahun 2016 sebesar 7,99%. Meningkatnya
komponen ini terutama berasal dari realisasi dana
insentif daerah yang sebesar Rp25,10 miliar, setelah
sebelumnya tidak mengalami realisasi di triwulan I
2016. Dengan realisasi sebesar itu, persentase serapan
dana insentif daerah tercatat sebesar 50,00% dari total
anggaran 2017.
39KEUANGAN PEMERINTAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PADDANA PERIMBANGANTRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
Grafik 2.5 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan I 2017Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
44,67%54,84%0,48%
Realisasi Belanja DaerahGrafik 2.4
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
0
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
RP TRILIUN
5
10
15
20
25
Realisasi Pendapatan DaerahGrafik 2.3
PENDAPATAN ASLI DAERAH DANA PERIMBANGAN LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
RP TRILIUN
I II III IV2014
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
0
5
10
15
20
25
I II III IV2014
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
triwulan yang sama tahun sebelumnya. Ditambah lagi,
persentase realisasi belanja pada triwulan I 2017 yang
lebih rendah dibandingkan dengan persentase realisasi
belanja selama lima tahun terakhir berkontribusi pada
tingginya surplus di triwulan laporan. Realisasi belanja
yang lebih rendah ini akibat kewajiban pembayaran
pelaksanaan proyek pemerintah yang belum diajukan
oleh vendor tidak dapat dibayarkan di triwulan awal
2017.
Daerah (PAD), Dana Perimbangan (Daper), dan lain-lain
pendapatan yang sah.
Peningkatan realisasi Pendapatan Asli Daerah
( PA D ) d a n D a n a P e r i m b a n g a n ( D a p e r )
memengaruhi realisasi pendapatan daerah secara
keseluruhan. Hal tersebut dikarenakan sumber utama
pendapatan daerah Jawa Tengah berasal dari kedua
pos tersebut. Meskipun bertumbuh, namun pangsa
PAD pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 44,67% atau
menurun dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar
48,84%. Penurunan ini mengindikasikan menurunnya
kemandirian fiskal Pemprov Jateng. Sementara itu,
pangsa Daper meningkat menjadi 54,84% pada
triwulan I 2017 dari sebelumnya 51,44% pada triwulan
I 2016. Peningkatan ini terutama berasal dari Dana
Alokasi Umum (DAU), yang diberikan oleh pemerintah
pusat kepada Pemprov Jateng.
2.1.1. Realisasi Pendapatan Triwulan I 2017
Realisasi pendapatan Provinsi Jawa Tengah
sampai dengan triwulan I 2017 sebesar 22,13%,
lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016 dengan
realisasi 18,54%. Peningkatan persentase serapan ini
terjadi di seluruh komponen, baik Pendapatan Asli
Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan Triwulan I tahun 2016 & 2017
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH I - 2016 I - 2017
PENDAPATAN ASLI DAERAH
PAJAK DAERAH
RETRIBUSI DAERAH
HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YG DIPISAHKAN
LAIN-LAIN PAD YANG SAH
DANA PERIMBANGAN
DANA BAGI HASIL PAJAK/BUKAN PAJAK
DANA ALOKASI UMUM
DANA ALOKASI KHUSUS
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
HIBAH
DANA PENYESUAIAN DAN OTONOMI KHUSUS
DANA INSENTIF DAERAH
PENDAPATAN LAINNYA
14,32%
15,82%
25,86%
3,60%
25,77%
20,62%
33,33%
24,03%
7,99%
21,25%
19,38%
19,50%
23,03%
0,19%
23,49%
24,95%
32,72%
20,41%
29,34%
50,00%
38 KEUANGAN PEMERINTAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
yang memiliki peran 42,39% dari total belanja
langsung ini mengalami penurunan persentase
realisasi. Meskipun mengalami peningkatan secara
nominal, belanja barang dan jasa serta belanja
pegawai, yang masing-masing memiliki peran sebesar
51,91% dan 5,70% terhadap belanja langsung,
mengalami penurunan persentase realisasi pada
triwulan laporan.
Realisasi belanja modal pada triwulan laporan
tercatat sebesar Rp64,17 miliar, atau terserap
3,47% dari total anggaran. Persentase ini menurun
dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
terserap sebesar Rp 391 miliar atau 12,42%.
Penurunan ini terjadi akibat perubahan nomenklatur
sehingga mengakibatkan realisasi belanja modal lebih
lambat dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara itu, realisasi belanja barang dan jasa
sebesar Rp179,05 miliar, atau terserap 4,95% dari
total anggaran. Realisasi ini mengalami penurunan
dibandingkan persentase realisasi tahun lalu sebesar
6,12%. Penurunan juga terjadi pada pos belanja
pegawai. Realisasi belanja pegawai tercatat terserap
7,71% dari total anggaran. Angka ini menurun
dibandingkan triwulan yang sama tahun 2016 yang
sebesar 10,03% dari total anggaran.
Berdasarkan jenisnya, belanja pegawai
dianggarkan sebesar Rp14,35 triliun atau 40,91%
dari total APBN Provinsi Jawa Tengah 2017, diikuti
oleh belanja barang sebesar Rp11,02 triliun (31,41%),
belanja modal sebesar Rp9,47 triliun (26,96%), dan
belanja bantuan sosial Rp240 miliar (0,68%).
Lebih jauh, realisasi APBN secara keseluruhan
relatif mengalami peningkatan. Pada triwulan I
2017, realisasi APBN tercatat sebesar Rp4,89 triliun
atau 13,93% dari total anggaran 2017, meningkat
dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar Rp4,38
triliun atau 13,09% dari APBN Provinsi Jawa Tengah
2016.
Berdasarkan jenisnya, realisasi belanja pada
triwulan I 2017 meningkat akibat komponen
belanja barang yang mengalami peningkatan.
Belanja barang ini memiliki peran 28,11% dari
total realisasi belanja. Kenaikan juga terjadi untuk
belanja modal (pangsa 15,56%) dan belanja bantuan
sosial (0,18%). Namun demikian, terjadi penurunan
persentase serapan pada komponen belanja pegawai
(56,15%) dibandingkan triwulan yang sama tahun
sebelumnya.
Realisasi belanja pegawai pada triwulan I 2017
sebesar Rp2,74 triliun atau 19,12% dari total APBN
2017. Angka ini lebih rendah dibandingkan triwulan I
2016 yang sebesar 21,43% dari total APBN 2016,
sebesar Rp2,78 triliun. Penurunan persentase realisasi
ini ditengarai merupakan upaya penghematan
pemerintah di tengah risiko penerimaan pajak yang
menurun pada tahun berjalan.
Sementara itu, belanja barang pada triwulan
laporan tercatat sebesar Rp1,37 triliun atau
12,46% dari total anggaran, lebih t inggi
dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu yang
2.2. APBN Provinsi Jawa Tengah Triwulan I 2017
APBN Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017
mengalami peningkatan di tengah upaya
pemerintah untuk mengakselerasi perekonomian
melalui belanja fiskal. Meskipun demikian, hal ini
dilakukan dengan tetap mengupayakan defisit
anggaran di tingkat nasional tetap berada pada level
yang terjaga, yakni di bawah 3%. Tercatat, terjadi
kenaikan anggaran APBN sebesar 4,81%; dari
sebelumnya Rp33,48 triliun pada tahun 2016 menjadi
Rp35,09 triliun di triwulan laporan.
41KEUANGAN PEMERINTAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
2.1.2. Realisasi Belanja Triwulan I 2017
Pada triwulan I 2017, realisasi belanja Provinsi
Jawa Tengah sebesar Rp2,34 triliun dari total
anggaran belanja 2017. Angka ini lebih rendah
dibandingkan dengan realisasi periode yang sama
tahun sebelumnya sebesar Rp2,62 triliun. Menurunnya
realisasi ini terutama didorong oleh penurunan belanja
langsung dari komponen belanja modal. Lebih jauh,
belanja tidak langsung yang memiliki peranan dominan
sebesar 87,98% dari total belanja, juga mengalami
penurunan persentase realisasi.
Pencapaian realisasi belanja tidak langsung
menurun pada triwulan laporan. Realisasi pada
triwulan I 2017 sebesar 11,87%; lebih rendah
dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 12,58%.
Ditinjau dari komponennya, belanja tidak langsung
digunakan untuk belanja hibah, belanja bagi hasil
kepada kabupaten/kota, dan belanja pegawai dengan
masing-masing peran sebesar 38,29%; 29,78%, dan
16,32% dari total belanja tidak langsung.
Pada triwulan I 2017, belanja hibah tercatat
sebesar Rp873,22 miliar atau 17,66% dari total
anggaran, lebih rendah dibandingkan triwulan I
2016 yang sebesar Rp1,273 triliun atau 23,76%.
Penurunan ini terjadi di tengah tertahannya realisasi
Pemprov Jateng pada awal tahun 2017 yang ditengarai
sebagai dampak adanya perubahan struktur
nomenklatur pada dinas-dinas di Provinsi Jateng.
Sementara itu, komponen belanja bagi hasil
kepada kabupaten/kota mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan yang sama tahun
sebelumnya. Pada triwulan laporan, realisasi
komponen tersebut sebesar 6,03%, lebih tinggi
dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 4,87%.
Dilihat secara nominal, belanja bagi hasil kepada
kabupaten/kota ini juga mengalami peningkatan, yakni
dari Rp261 miliar menjadi Rp265 miliar.
Adapun belanja pegawai tercatat mengalami
penurunan persentase realisasi, yakni sebesar
16,18%; menurun dibandingkan periode sama tahun
sebelumnya yang sebesar 16,46%. Penyesuaian
nomenklatur di awal tahun diperkirakan memengaruhi
serapan realisasi untuk perjalanan dinas dan kegiatan
sehingga tidak terserap sesuai target. Namun demikian,
secara nominal, terjadi peningkatan realisasi menjadi
Rp925,42 miliar, dari sebelumnya yang sebesar
Rp483,36 miliar.
Serupa dengan belanja tidak langsung, pada
komponen belanja langsung persentase realisasi
mengalami penurunan. Penyerapan belanja
langsung tercatat 4,72%; relatif turun dibandingkan
triwulan I 2016 yang sebesar 9,45%. Apabila ditinjau
secara pos pengeluarannya, realisasi belanja modal
Tabel 2.3. Realisasi Belanja triwulan I 2016 & 2017
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
URAIAN
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BAGI HASIL KEPADA KABUPATEN/KOTA
BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA KABUPATEN/KOTA
BELANJA TIDAK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA MODAL
JUMLAH BELANJA
12,58%
16,46%
23,76%
0,00%
4,87%
0,00%
0,00%
9,45%
10,03%
6,12%
12,42%
11,69%
11,87%
16,18%
17,66%
0,00%
6,03%
0,00%
6,03%
4,72%
7,71%
4,95%
3,47%
10,04%
I - 2016 I - 2017
BELANJA TIDAK LANGSUNGBELANJA LANGSUNG
Grafik 2.7 Kontribusi Pos Belanja Daerah Triwulan I 2017Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
12,02%87,98%
40 KEUANGAN PEMERINTAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
yang memiliki peran 42,39% dari total belanja
langsung ini mengalami penurunan persentase
realisasi. Meskipun mengalami peningkatan secara
nominal, belanja barang dan jasa serta belanja
pegawai, yang masing-masing memiliki peran sebesar
51,91% dan 5,70% terhadap belanja langsung,
mengalami penurunan persentase realisasi pada
triwulan laporan.
Realisasi belanja modal pada triwulan laporan
tercatat sebesar Rp64,17 miliar, atau terserap
3,47% dari total anggaran. Persentase ini menurun
dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
terserap sebesar Rp 391 miliar atau 12,42%.
Penurunan ini terjadi akibat perubahan nomenklatur
sehingga mengakibatkan realisasi belanja modal lebih
lambat dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara itu, realisasi belanja barang dan jasa
sebesar Rp179,05 miliar, atau terserap 4,95% dari
total anggaran. Realisasi ini mengalami penurunan
dibandingkan persentase realisasi tahun lalu sebesar
6,12%. Penurunan juga terjadi pada pos belanja
pegawai. Realisasi belanja pegawai tercatat terserap
7,71% dari total anggaran. Angka ini menurun
dibandingkan triwulan yang sama tahun 2016 yang
sebesar 10,03% dari total anggaran.
Berdasarkan jenisnya, belanja pegawai
dianggarkan sebesar Rp14,35 triliun atau 40,91%
dari total APBN Provinsi Jawa Tengah 2017, diikuti
oleh belanja barang sebesar Rp11,02 triliun (31,41%),
belanja modal sebesar Rp9,47 triliun (26,96%), dan
belanja bantuan sosial Rp240 miliar (0,68%).
Lebih jauh, realisasi APBN secara keseluruhan
relatif mengalami peningkatan. Pada triwulan I
2017, realisasi APBN tercatat sebesar Rp4,89 triliun
atau 13,93% dari total anggaran 2017, meningkat
dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar Rp4,38
triliun atau 13,09% dari APBN Provinsi Jawa Tengah
2016.
Berdasarkan jenisnya, realisasi belanja pada
triwulan I 2017 meningkat akibat komponen
belanja barang yang mengalami peningkatan.
Belanja barang ini memiliki peran 28,11% dari
total realisasi belanja. Kenaikan juga terjadi untuk
belanja modal (pangsa 15,56%) dan belanja bantuan
sosial (0,18%). Namun demikian, terjadi penurunan
persentase serapan pada komponen belanja pegawai
(56,15%) dibandingkan triwulan yang sama tahun
sebelumnya.
Realisasi belanja pegawai pada triwulan I 2017
sebesar Rp2,74 triliun atau 19,12% dari total APBN
2017. Angka ini lebih rendah dibandingkan triwulan I
2016 yang sebesar 21,43% dari total APBN 2016,
sebesar Rp2,78 triliun. Penurunan persentase realisasi
ini ditengarai merupakan upaya penghematan
pemerintah di tengah risiko penerimaan pajak yang
menurun pada tahun berjalan.
Sementara itu, belanja barang pada triwulan
laporan tercatat sebesar Rp1,37 triliun atau
12,46% dari total anggaran, lebih t inggi
dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu yang
2.2. APBN Provinsi Jawa Tengah Triwulan I 2017
APBN Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017
mengalami peningkatan di tengah upaya
pemerintah untuk mengakselerasi perekonomian
melalui belanja fiskal. Meskipun demikian, hal ini
dilakukan dengan tetap mengupayakan defisit
anggaran di tingkat nasional tetap berada pada level
yang terjaga, yakni di bawah 3%. Tercatat, terjadi
kenaikan anggaran APBN sebesar 4,81%; dari
sebelumnya Rp33,48 triliun pada tahun 2016 menjadi
Rp35,09 triliun di triwulan laporan.
41KEUANGAN PEMERINTAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
2.1.2. Realisasi Belanja Triwulan I 2017
Pada triwulan I 2017, realisasi belanja Provinsi
Jawa Tengah sebesar Rp2,34 triliun dari total
anggaran belanja 2017. Angka ini lebih rendah
dibandingkan dengan realisasi periode yang sama
tahun sebelumnya sebesar Rp2,62 triliun. Menurunnya
realisasi ini terutama didorong oleh penurunan belanja
langsung dari komponen belanja modal. Lebih jauh,
belanja tidak langsung yang memiliki peranan dominan
sebesar 87,98% dari total belanja, juga mengalami
penurunan persentase realisasi.
Pencapaian realisasi belanja tidak langsung
menurun pada triwulan laporan. Realisasi pada
triwulan I 2017 sebesar 11,87%; lebih rendah
dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 12,58%.
Ditinjau dari komponennya, belanja tidak langsung
digunakan untuk belanja hibah, belanja bagi hasil
kepada kabupaten/kota, dan belanja pegawai dengan
masing-masing peran sebesar 38,29%; 29,78%, dan
16,32% dari total belanja tidak langsung.
Pada triwulan I 2017, belanja hibah tercatat
sebesar Rp873,22 miliar atau 17,66% dari total
anggaran, lebih rendah dibandingkan triwulan I
2016 yang sebesar Rp1,273 triliun atau 23,76%.
Penurunan ini terjadi di tengah tertahannya realisasi
Pemprov Jateng pada awal tahun 2017 yang ditengarai
sebagai dampak adanya perubahan struktur
nomenklatur pada dinas-dinas di Provinsi Jateng.
Sementara itu, komponen belanja bagi hasil
kepada kabupaten/kota mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan yang sama tahun
sebelumnya. Pada triwulan laporan, realisasi
komponen tersebut sebesar 6,03%, lebih tinggi
dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 4,87%.
Dilihat secara nominal, belanja bagi hasil kepada
kabupaten/kota ini juga mengalami peningkatan, yakni
dari Rp261 miliar menjadi Rp265 miliar.
Adapun belanja pegawai tercatat mengalami
penurunan persentase realisasi, yakni sebesar
16,18%; menurun dibandingkan periode sama tahun
sebelumnya yang sebesar 16,46%. Penyesuaian
nomenklatur di awal tahun diperkirakan memengaruhi
serapan realisasi untuk perjalanan dinas dan kegiatan
sehingga tidak terserap sesuai target. Namun demikian,
secara nominal, terjadi peningkatan realisasi menjadi
Rp925,42 miliar, dari sebelumnya yang sebesar
Rp483,36 miliar.
Serupa dengan belanja tidak langsung, pada
komponen belanja langsung persentase realisasi
mengalami penurunan. Penyerapan belanja
langsung tercatat 4,72%; relatif turun dibandingkan
triwulan I 2016 yang sebesar 9,45%. Apabila ditinjau
secara pos pengeluarannya, realisasi belanja modal
Tabel 2.3. Realisasi Belanja triwulan I 2016 & 2017
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
URAIAN
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BAGI HASIL KEPADA KABUPATEN/KOTA
BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA KABUPATEN/KOTA
BELANJA TIDAK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA MODAL
JUMLAH BELANJA
12,58%
16,46%
23,76%
0,00%
4,87%
0,00%
0,00%
9,45%
10,03%
6,12%
12,42%
11,69%
11,87%
16,18%
17,66%
0,00%
6,03%
0,00%
6,03%
4,72%
7,71%
4,95%
3,47%
10,04%
I - 2016 I - 2017
BELANJA TIDAK LANGSUNGBELANJA LANGSUNG
Grafik 2.7 Kontribusi Pos Belanja Daerah Triwulan I 2017Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
12,02%87,98%
40 KEUANGAN PEMERINTAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Berdasarkan disagregasi, peningkatan inflasi tahunan terutama didorong oleh kelompok
dan inti.
Pada triwulan II 2017, inflasi diperkirakan meningkat seiring dengan penyesuaian harga
pada kelompok serta meningkatnya permintaan komoditas pangan
seiring Ramadhan dan Idul Fitri. Namun demikian, inflasi diperkirakan masih berada
pada target sasaran inflasi 4±1%.
Pada triwulan I 2017 inflasi Provinsi Jawa Tengah secara tahunan lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV 2016.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
BABIII
Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Jawa Tengah Triwulan I 2016 & 2017 per Jenis Belanja (Rp Miliar)
JENIS
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG
BELANJA MODAL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
TOTAL
PAGU REALISASI
I 2016
%REALISASI PAGU REALISASI
I 2017
%REALISASI
12.982
11.561
8.693
240
33.475
2.783
1.017
579,50
2,30
4.382
21,43%
8,80%
6,67%
0,96%
13,09%
14.353
11.022
9.471
240
35.087
2.744
1.374
760,21
8,93
4.887
19,12%
12,46%
8,03%
3,72%
13,93%Sumber : DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
BELANJA PEGAWAIBELANJA BARANGBELANJA MODALBELANJA BANTUAN SOSIAL
Grafik 2.9 Realisasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2017 Berdasarkan Jenis Belanja
Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
56,15%28,11%
15,56%0,18%
BELANJA PEGAWAIBELANJA BARANGBELANJA MODALBELANJA BANTUAN SOSIAL
Grafik 2.8 Alokasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2017 Berdasarkan Jenis Belanja
Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
40,91%31,41%
26,99%0,68%
sebesar Rp1,01 triliun atau 8,80%. Persentase realisasi
belanja barang ini meningkat di tengah perbaikan
serapan yang dilakukan oleh Pemerintah di awal tahun.
Belanja modal tercatat sebesar Rp760,21 miliar
atau terealisasi sebesar 8,03%; lebih tinggi
dibandingkan realisasi belanja modal triwulan I
2016 yang sebesar Rp579,50 miliar atau 6,67%.
Peningkatan ini juga sejalan dengan realisasi
pelaksanaan proyek pembangunan infrastruktur,
khususnya untuk proyek pembangunan jalan yang
mengalami percepatan yang ditargetkan dapat selesai
sebelum hari raya Idul Fitri.
Adapun belanja bantuan sosial pada triwulan
laporan tercatat sebesar Rp8,93 miliar atau 3,72%
dari total anggaran. Angka ini lebih tinggi
dibandingkan dengan persentase realisasi triwulan I
2016 yang sebesar Rp2,30 miliar atau 0,96%. Realisasi
bansos ini sedikit meningkat dibandingkan tahun lalu di
tengah upaya revitalisasi beberapa daerah, termasuk
Magelang, yang terkena musibah banjir di awal tahun
2017. Selain itu, beberapa program untuk mengurangi
kesenjangan dan meningkatkan kesejahteraan
berimplikasi pada serapan realisasi bansos yang lebih
tinggi dibandingkan dengan tahun lalu.
42 KEUANGAN PEMERINTAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Berdasarkan disagregasi, peningkatan inflasi tahunan terutama didorong oleh kelompok
dan inti.
Pada triwulan II 2017, inflasi diperkirakan meningkat seiring dengan penyesuaian harga
pada kelompok serta meningkatnya permintaan komoditas pangan
seiring Ramadhan dan Idul Fitri. Namun demikian, inflasi diperkirakan masih berada
pada target sasaran inflasi 4±1%.
Pada triwulan I 2017 inflasi Provinsi Jawa Tengah secara tahunan lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV 2016.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
BABIII
Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Jawa Tengah Triwulan I 2016 & 2017 per Jenis Belanja (Rp Miliar)
JENIS
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG
BELANJA MODAL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
TOTAL
PAGU REALISASI
I 2016
%REALISASI PAGU REALISASI
I 2017
%REALISASI
12.982
11.561
8.693
240
33.475
2.783
1.017
579,50
2,30
4.382
21,43%
8,80%
6,67%
0,96%
13,09%
14.353
11.022
9.471
240
35.087
2.744
1.374
760,21
8,93
4.887
19,12%
12,46%
8,03%
3,72%
13,93%Sumber : DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
BELANJA PEGAWAIBELANJA BARANGBELANJA MODALBELANJA BANTUAN SOSIAL
Grafik 2.9 Realisasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2017 Berdasarkan Jenis Belanja
Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
56,15%28,11%
15,56%0,18%
BELANJA PEGAWAIBELANJA BARANGBELANJA MODALBELANJA BANTUAN SOSIAL
Grafik 2.8 Alokasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2017 Berdasarkan Jenis Belanja
Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
40,91%31,41%
26,99%0,68%
sebesar Rp1,01 triliun atau 8,80%. Persentase realisasi
belanja barang ini meningkat di tengah perbaikan
serapan yang dilakukan oleh Pemerintah di awal tahun.
Belanja modal tercatat sebesar Rp760,21 miliar
atau terealisasi sebesar 8,03%; lebih tinggi
dibandingkan realisasi belanja modal triwulan I
2016 yang sebesar Rp579,50 miliar atau 6,67%.
Peningkatan ini juga sejalan dengan realisasi
pelaksanaan proyek pembangunan infrastruktur,
khususnya untuk proyek pembangunan jalan yang
mengalami percepatan yang ditargetkan dapat selesai
sebelum hari raya Idul Fitri.
Adapun belanja bantuan sosial pada triwulan
laporan tercatat sebesar Rp8,93 miliar atau 3,72%
dari total anggaran. Angka ini lebih tinggi
dibandingkan dengan persentase realisasi triwulan I
2016 yang sebesar Rp2,30 miliar atau 0,96%. Realisasi
bansos ini sedikit meningkat dibandingkan tahun lalu di
tengah upaya revitalisasi beberapa daerah, termasuk
Magelang, yang terkena musibah banjir di awal tahun
2017. Selain itu, beberapa program untuk mengurangi
kesenjangan dan meningkatkan kesejahteraan
berimplikasi pada serapan realisasi bansos yang lebih
tinggi dibandingkan dengan tahun lalu.
42 KEUANGAN PEMERINTAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
3.1. Inflasi Secara Umum
Inflasi Jawa Tengah tercatat meningkat pada
triwulan I 2017, di tengah melambatnya 2pertumbuhan ekonomi . Pada akhir triwulan I
2017 inflasi Jawa Tengah tercatat sebesar 3,30%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 2,36% (yoy). Secara triwulanan, inflasi
Jawa Tengah pada periode laporan tercatat lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.
Pada triwulan I 2017, inflasi triwulanan tercatat sebesar
1,56% (qtq), meningkat dibandingkan triwulan I 2016
yang mencatatkan inflasi sebesar 0,62% (qtq).
Walaupun mengalami peningkatan, inflasi Jawa
Tengah masih relatif terkendali. Laju inflasi Jawa
Tengah masih lebih rendah dibandingkan inflasi
nasional yang tercatat sebesar 3,61% (yoy), maupun
inflasi Kawasan Jawa yang sebesar 3,47% (yoy).
Dibandingkan dengan provinsi tetangga di Kawasan
Jawa, Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi dengan
inflasi terendah, sementara inflasi tertinggi terjadi pada
Jawa Timur dengan nilai 3,84% (yoy). Terjaganya inflasi
Jawa Tengah ini terutama didukung oleh adanya
kebijakan pengendalian inflasi di daerah, terutama
untuk pasokan bahan pangan strategis.
Inflasi Bulanan Provinsi di JawaGrafik 3.3
FEBRUARI 2017 MARET 2017
%,MTM
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Inflasi Tahunan Provinsi di JawaGrafik 3.4Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA + DKI
%,YTD
I - 2015 I - 2016 I - 2017JANUARI 2017
JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA
-0,40
-0,20
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
Grafik 3.1
-2
0
2
4
6
8
10
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional
%
JATENG (YOY) JATENG (QTQ) NAS (YOY) NAS (QTQ)
Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa TengahGrafik 3.2Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
TW I 2017TW I 2016 RATA-RATA TW I 2012-2016
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR, KOMUNIKASIDAN JASA KEUANGAN
%I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017 -3,00 -2,00 -1,00 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00
Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.
45PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
3.1. Inflasi Secara Umum
Inflasi Jawa Tengah tercatat meningkat pada
triwulan I 2017, di tengah melambatnya 2pertumbuhan ekonomi . Pada akhir triwulan I
2017 inflasi Jawa Tengah tercatat sebesar 3,30%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 2,36% (yoy). Secara triwulanan, inflasi
Jawa Tengah pada periode laporan tercatat lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.
Pada triwulan I 2017, inflasi triwulanan tercatat sebesar
1,56% (qtq), meningkat dibandingkan triwulan I 2016
yang mencatatkan inflasi sebesar 0,62% (qtq).
Walaupun mengalami peningkatan, inflasi Jawa
Tengah masih relatif terkendali. Laju inflasi Jawa
Tengah masih lebih rendah dibandingkan inflasi
nasional yang tercatat sebesar 3,61% (yoy), maupun
inflasi Kawasan Jawa yang sebesar 3,47% (yoy).
Dibandingkan dengan provinsi tetangga di Kawasan
Jawa, Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi dengan
inflasi terendah, sementara inflasi tertinggi terjadi pada
Jawa Timur dengan nilai 3,84% (yoy). Terjaganya inflasi
Jawa Tengah ini terutama didukung oleh adanya
kebijakan pengendalian inflasi di daerah, terutama
untuk pasokan bahan pangan strategis.
Inflasi Bulanan Provinsi di JawaGrafik 3.3
FEBRUARI 2017 MARET 2017
%,MTM
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Inflasi Tahunan Provinsi di JawaGrafik 3.4Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA + DKI
%,YTD
I - 2015 I - 2016 I - 2017JANUARI 2017
JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA
-0,40
-0,20
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
Grafik 3.1
-2
0
2
4
6
8
10
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional
%
JATENG (YOY) JATENG (QTQ) NAS (YOY) NAS (QTQ)
Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa TengahGrafik 3.2Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
TW I 2017TW I 2016 RATA-RATA TW I 2012-2016
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR, KOMUNIKASIDAN JASA KEUANGAN
%I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017 -3,00 -2,00 -1,00 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00
Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.
45PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KOMODITAS
Tabel 3.5. Perkembangan Inflasi Tahunan– Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
2014
TRANSPOR, KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN
TRANSPOR
KOMUNIKASI DAN PENGIRIMAN
SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR
JASA KEUANGAN
2015
IIIII IV I
2016
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
III
2,58
3,72
-0,08
2,29
0,00
11,46
17,01
-0,03
2,74
14,79
4,39
5,78
-0,18
4,22
14,78
6,38
8,83
-0,14
4,04
14,78
6,39
8,91
-0,19
3,59
14,78
-2,30
-3,88
-0,39
3,80
0,00
1,37
1,79
-0,30
1,86
2,28
-2,71
-4,41
-0,35
2,02
2,28
-2,25
-3,94
0,61
1,93
2,28
-1.61
-3.54
2.49
1.66
2.27
IVIII III IV I
4.95
1.03
8.84
22.37
0.00
2017
KOMODITAS
Tabel 3.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2014
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN
III
5,00
4,79
5,61
6,68
1,87
3,87
6,12
2,58
IV
8,22
11,39
5,85
8,09
2,62
4,54
6,62
11,46
2015
5,69
5,79
5,38
7,32
2,84
4,43
6,21
4,39
I
6,15
7,72
6,21
5,91
3,13
4,34
6,04
6,38
II III
5,78
8,49
5,71
4,61
3,26
3,73
5,17
6,39
IV
2,73
4,54
4,93
2,27
2,38
3,40
4,31
-2,30
I
4,21
10,05
5,27
1,32
1,95
3,07
4,42
1,37
II
2,95
7,62
5,00
1,05
1,79
2,82
4,43
-2,71
2016
III
2,72
6,53
4,41
1,43
1,57
2,81
3,34
-2,25
IV
2,36
5,18
3,60
1,53
0,96
2,50
3,10
-1,61
I
3.30
1.93
3.30
3.92
1.18
3.50
2.83
4.95
2017
Ditinjau berdasarkan kelompok, peningkatan
inflasi pada triwulan I 2017 disumbang oleh
kelompok tranportasi, komunikasi, & jasa
keuangan serta kelompok perumahan, air, listrik,
gas & bahan bakar. Kenaikan ini didorong oleh
kebijakan pemerintah untuk meningkatkan biaya
sarana pendukung transportasi, tarif pulsa ponsel, serta
tarif listrik untuk golongan masyarakat mampu pada
triwulan laporan. Sementara itu, terjadi penurunan
inflasi untuk kelompok bahan makanan. Penurunan ini
sejalan dengan pola musiman di triwulan awal, di mana
sebagian besar komoditas pangan mengalami masa
panen.
3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
3.2.1. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Pada triwulan I 2017, kelompok transportasi,
komunikasi, dan jasa keuangan mencatatkan
inflasi, setelah sebelumnya mencatatkan deflasi
pada triwulan IV 2016. Kelompok ini mengalami
inflasi 4,95% pada triwulan I 2017, dari sebelumnya
deflasi 1,61% pada triwulan IV 2016. Peningkatan
inflasi tertinggi berasal dari subkelompok sarana dan
Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan
bakar ini mengalami peningkatan pada triwulan I 2017.
Inflasi kelompok ini meningkat menjadi 3,92% pada
triwulan laporan dari 1,53% (yoy) pada triwulan IV
2016. Kenaikan ini terutama berasal dari subkelompok
3.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
penunjang transpor serta subkelompok komunikasi
dan pengiriman. Subkelompok sarana dan penunjang
transpor mencatatkan inflasi 22,37% (yoy), melonjak
tajam dari sebelumnya 1,66% (yoy) pada triwulan IV
2016. Kenaikan kelompok ini terutama diakibatkan
oleh meningkatnya biaya administrasi perpanjangan
STNK di awal tahun 2017. Sementara itu, subkelompok
komunikasi dan pengiriman meningkat menjadi 8,84%
(yoy) dari sebelumnya 2,49% (yoy). Kenaikan ini
terutama didorong oleh peningkatan tarif pulsa ponsel
seiring dengan kebijakan operator telekomunikasi
untuk meningkatkan biaya operasional pada tahun ini.
Adapun subkelompok transpor juga menunjukkan
peningkatan inflasi, terutama disebabkan oleh tarif
angkutan udara yang meningkat seiring beberapa libur
akhir pekan panjang yang jatuh di bulan Maret 2017.
47PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
No. KOTAINFLASI TW IV 2016 (%,YOY)
SURAKARTA
KUDUS
SEMARANG
PURWOKERTO
TEGAL
CILACAP
2,15
2,71
2,42
2,32
2,32
2,77
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2,15
2,32
2,32
2,42
2,71
2,77
INFLASI TW I 2017 (%,YOY)
Tabel 3.3. Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
3Berdasarkan disagregasi inflasi , peningkatan laju
inflasi tahunan pada triwulan I 2017 terutama
berasal dari kelompok administered prices akibat
dari penyesuaian harga dan tarif oleh pemerintah.
Selain itu, kelompok inti juga mengalami kenaikan
inflasi yang didorong oleh peningkatan beberapa harga
pada awal tahun, meliputi kenaikan Upah Minimum
Regional (UMR) dan tarif pulsa. Sementara itu, inflasi
kelompok volatile food tercatat menurun seiring petani
memasuki musim panen pada awal triwulan tahun
2017.
Apabila dilihat berdasarkan 6 (enam) kota
pantauan inflasi di Jawa Tengah, seluruh kota
pantauan pada triwulan I 2017 mengalami
peningkatan inflasi tahunan dibandingkan
BIAYA PERPANJANGAN STNK
TARIP PULSA PONSEL
TARIP LISTRIK
CABAI RAWIT
BENSIN
Komoditas0,34
0,18
0,14
0,13
0,12
Andil (%)TARIP LISTRIK
BAWANG MERAH
CABAI RAWIT
TARIP PULSA PONSEL
TUKANG BUKAN MANDOR
Komoditas0,14
0,08
0,08
0,04
0,04
Andil (%)TARIP LISTRIK
TUKANG BUKAN MANDOR
ROKOK KRETEK FILTER
BATU BATA
BENSIN
Komoditas0,06
0,02
0,02
0,02
0,02
Andil (%)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 3.1. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan
Bawang Merah
Telur Ayam Ras
Cabai Merah
Semen
Tomat Sayur
Komoditas-0,06
-0,04
-0,03
-0,01
-0,01
Andil (%)DAGING AYAM RAS
TELUR AYAM RAS
CABAI MERAH
BERAS
ANGKUTAN UDARA
Komoditas-0,05
-0,04
-0,03
-0,03
-0,03
Andil (%)CABAI RAWIT
CABAI MERAH
BERAS
TARIP PULSA PONSEL
BAWANG PUTIH
Komoditas-0,12
-0,08
-0,05
-0,03
-0,03
Andil (%)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 3.2. Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan
JANUARI FEBRUARI MARET
JANUARI FEBRUARI MARET
Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile food, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoritis,kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.
3.
dengan triwulan IV 2016. Kota Semarang sebagai
kota dengan bobot terbesar (±51%) mengalami
peningkatan inflasi dari 2,32% (yoy) menjadi 3,27%
(yoy). Adapun inflasi tertinggi terjadi di Cilacap dengan
besaran 4,21% (yoy), sedangkan inflasi terendah terjadi
di Surakarta dengan nilai 2,93% (yoy). Seiring dengan
peningkatan inflasi, disparitas inflasi tahunan kota-kota
di Jawa Tengah pun relatif meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya, yaitu dari 0,62% menjadi 1,28%.
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOV DES
%, MTM
-1
0
1
2
3
4
2017 2012 2013 2014 2015
Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-2016Grafik 3.5Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2016 RATA-RATA 2011-2016
Tw I 2017Kenaikan komoditas adm. prices, meliputi biaya dministrasi STNK, TTL serta kenaikan aneka cabai seiring musim penghujan
Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa TengahGrafik 3.6Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0 %, YOY %, MTM
YOY
MTM(SKALA KANAN)
CURAH HUJANTINGGI
EKSPEKTASI MULAI NAIK
KENAIKANBBM KENAIKAN TTL TAHAP
AKHIR 2013BENCANA
BANJIR
PEMBATASAN PRODUKSI BIBIT AYAM
KENAIKAN TTL U/P1, I3, R3, I4, B2, B3
KENAIKAN TDLDAN ELPIJI 12 KG
KENAIKAN HARGA BBM,GEJOLAK PANGAN
RAMADHAN
EL-NINO
1 2 32016
4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 32015
4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 32014
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32017
3,0 3,8 3,3
1,1 0,5 -0,
7,9 7,5 7,0 7,1 7,4 7,2 5,0 4,3 5,0 5,0 6,1 8,2 6,7 5,7 5,6 5,9 6,2 6,1 6,3 6,1 5,7 5,2 4,0 2,7 3,5 3,9 4,2 3,5 3,1 2,9 3,0 2,4 2,7 2,8 3,1 2,3
0,9 0,3 0,2 -0, 0,2 0,7 0,7 0,4 0,2 0,5 1,3 2,2 -0, -0, 0,1 0,1 0,5 0,6 0,9 0,2 -0, -0, 0,2 0,9 0,4 -0, 0,3 -0, 0,1 0,4 1,0 -0, 0,0 0,0 0,5 0,2
46 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KOMODITAS
Tabel 3.5. Perkembangan Inflasi Tahunan– Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
2014
TRANSPOR, KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN
TRANSPOR
KOMUNIKASI DAN PENGIRIMAN
SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR
JASA KEUANGAN
2015
IIIII IV I
2016
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
III
2,58
3,72
-0,08
2,29
0,00
11,46
17,01
-0,03
2,74
14,79
4,39
5,78
-0,18
4,22
14,78
6,38
8,83
-0,14
4,04
14,78
6,39
8,91
-0,19
3,59
14,78
-2,30
-3,88
-0,39
3,80
0,00
1,37
1,79
-0,30
1,86
2,28
-2,71
-4,41
-0,35
2,02
2,28
-2,25
-3,94
0,61
1,93
2,28
-1.61
-3.54
2.49
1.66
2.27
IVIII III IV I
4.95
1.03
8.84
22.37
0.00
2017
KOMODITAS
Tabel 3.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2014
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN
III
5,00
4,79
5,61
6,68
1,87
3,87
6,12
2,58
IV
8,22
11,39
5,85
8,09
2,62
4,54
6,62
11,46
2015
5,69
5,79
5,38
7,32
2,84
4,43
6,21
4,39
I
6,15
7,72
6,21
5,91
3,13
4,34
6,04
6,38
II III
5,78
8,49
5,71
4,61
3,26
3,73
5,17
6,39
IV
2,73
4,54
4,93
2,27
2,38
3,40
4,31
-2,30
I
4,21
10,05
5,27
1,32
1,95
3,07
4,42
1,37
II
2,95
7,62
5,00
1,05
1,79
2,82
4,43
-2,71
2016
III
2,72
6,53
4,41
1,43
1,57
2,81
3,34
-2,25
IV
2,36
5,18
3,60
1,53
0,96
2,50
3,10
-1,61
I
3.30
1.93
3.30
3.92
1.18
3.50
2.83
4.95
2017
Ditinjau berdasarkan kelompok, peningkatan
inflasi pada triwulan I 2017 disumbang oleh
kelompok tranportasi, komunikasi, & jasa
keuangan serta kelompok perumahan, air, listrik,
gas & bahan bakar. Kenaikan ini didorong oleh
kebijakan pemerintah untuk meningkatkan biaya
sarana pendukung transportasi, tarif pulsa ponsel, serta
tarif listrik untuk golongan masyarakat mampu pada
triwulan laporan. Sementara itu, terjadi penurunan
inflasi untuk kelompok bahan makanan. Penurunan ini
sejalan dengan pola musiman di triwulan awal, di mana
sebagian besar komoditas pangan mengalami masa
panen.
3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
3.2.1. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Pada triwulan I 2017, kelompok transportasi,
komunikasi, dan jasa keuangan mencatatkan
inflasi, setelah sebelumnya mencatatkan deflasi
pada triwulan IV 2016. Kelompok ini mengalami
inflasi 4,95% pada triwulan I 2017, dari sebelumnya
deflasi 1,61% pada triwulan IV 2016. Peningkatan
inflasi tertinggi berasal dari subkelompok sarana dan
Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan
bakar ini mengalami peningkatan pada triwulan I 2017.
Inflasi kelompok ini meningkat menjadi 3,92% pada
triwulan laporan dari 1,53% (yoy) pada triwulan IV
2016. Kenaikan ini terutama berasal dari subkelompok
3.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
penunjang transpor serta subkelompok komunikasi
dan pengiriman. Subkelompok sarana dan penunjang
transpor mencatatkan inflasi 22,37% (yoy), melonjak
tajam dari sebelumnya 1,66% (yoy) pada triwulan IV
2016. Kenaikan kelompok ini terutama diakibatkan
oleh meningkatnya biaya administrasi perpanjangan
STNK di awal tahun 2017. Sementara itu, subkelompok
komunikasi dan pengiriman meningkat menjadi 8,84%
(yoy) dari sebelumnya 2,49% (yoy). Kenaikan ini
terutama didorong oleh peningkatan tarif pulsa ponsel
seiring dengan kebijakan operator telekomunikasi
untuk meningkatkan biaya operasional pada tahun ini.
Adapun subkelompok transpor juga menunjukkan
peningkatan inflasi, terutama disebabkan oleh tarif
angkutan udara yang meningkat seiring beberapa libur
akhir pekan panjang yang jatuh di bulan Maret 2017.
47PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
No. KOTAINFLASI TW IV 2016 (%,YOY)
SURAKARTA
KUDUS
SEMARANG
PURWOKERTO
TEGAL
CILACAP
2,15
2,71
2,42
2,32
2,32
2,77
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2,15
2,32
2,32
2,42
2,71
2,77
INFLASI TW I 2017 (%,YOY)
Tabel 3.3. Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
3Berdasarkan disagregasi inflasi , peningkatan laju
inflasi tahunan pada triwulan I 2017 terutama
berasal dari kelompok administered prices akibat
dari penyesuaian harga dan tarif oleh pemerintah.
Selain itu, kelompok inti juga mengalami kenaikan
inflasi yang didorong oleh peningkatan beberapa harga
pada awal tahun, meliputi kenaikan Upah Minimum
Regional (UMR) dan tarif pulsa. Sementara itu, inflasi
kelompok volatile food tercatat menurun seiring petani
memasuki musim panen pada awal triwulan tahun
2017.
Apabila dilihat berdasarkan 6 (enam) kota
pantauan inflasi di Jawa Tengah, seluruh kota
pantauan pada triwulan I 2017 mengalami
peningkatan inflasi tahunan dibandingkan
BIAYA PERPANJANGAN STNK
TARIP PULSA PONSEL
TARIP LISTRIK
CABAI RAWIT
BENSIN
Komoditas0,34
0,18
0,14
0,13
0,12
Andil (%)TARIP LISTRIK
BAWANG MERAH
CABAI RAWIT
TARIP PULSA PONSEL
TUKANG BUKAN MANDOR
Komoditas0,14
0,08
0,08
0,04
0,04
Andil (%)TARIP LISTRIK
TUKANG BUKAN MANDOR
ROKOK KRETEK FILTER
BATU BATA
BENSIN
Komoditas0,06
0,02
0,02
0,02
0,02
Andil (%)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 3.1. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan
Bawang Merah
Telur Ayam Ras
Cabai Merah
Semen
Tomat Sayur
Komoditas-0,06
-0,04
-0,03
-0,01
-0,01
Andil (%)DAGING AYAM RAS
TELUR AYAM RAS
CABAI MERAH
BERAS
ANGKUTAN UDARA
Komoditas-0,05
-0,04
-0,03
-0,03
-0,03
Andil (%)CABAI RAWIT
CABAI MERAH
BERAS
TARIP PULSA PONSEL
BAWANG PUTIH
Komoditas-0,12
-0,08
-0,05
-0,03
-0,03
Andil (%)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 3.2. Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan
JANUARI FEBRUARI MARET
JANUARI FEBRUARI MARET
Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile food, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoritis,kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.
3.
dengan triwulan IV 2016. Kota Semarang sebagai
kota dengan bobot terbesar (±51%) mengalami
peningkatan inflasi dari 2,32% (yoy) menjadi 3,27%
(yoy). Adapun inflasi tertinggi terjadi di Cilacap dengan
besaran 4,21% (yoy), sedangkan inflasi terendah terjadi
di Surakarta dengan nilai 2,93% (yoy). Seiring dengan
peningkatan inflasi, disparitas inflasi tahunan kota-kota
di Jawa Tengah pun relatif meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya, yaitu dari 0,62% menjadi 1,28%.
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOV DES
%, MTM
-1
0
1
2
3
4
2017 2012 2013 2014 2015
Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-2016Grafik 3.5Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2016 RATA-RATA 2011-2016
Tw I 2017Kenaikan komoditas adm. prices, meliputi biaya dministrasi STNK, TTL serta kenaikan aneka cabai seiring musim penghujan
Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa TengahGrafik 3.6Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0 %, YOY %, MTM
YOY
MTM(SKALA KANAN)
CURAH HUJANTINGGI
EKSPEKTASI MULAI NAIK
KENAIKANBBM KENAIKAN TTL TAHAP
AKHIR 2013BENCANA
BANJIR
PEMBATASAN PRODUKSI BIBIT AYAM
KENAIKAN TTL U/P1, I3, R3, I4, B2, B3
KENAIKAN TDLDAN ELPIJI 12 KG
KENAIKAN HARGA BBM,GEJOLAK PANGAN
RAMADHAN
EL-NINO
1 2 32016
4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 32015
4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 32014
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32017
3,0 3,8 3,3
1,1 0,5 -0,
7,9 7,5 7,0 7,1 7,4 7,2 5,0 4,3 5,0 5,0 6,1 8,2 6,7 5,7 5,6 5,9 6,2 6,1 6,3 6,1 5,7 5,2 4,0 2,7 3,5 3,9 4,2 3,5 3,1 2,9 3,0 2,4 2,7 2,8 3,1 2,3
0,9 0,3 0,2 -0, 0,2 0,7 0,7 0,4 0,2 0,5 1,3 2,2 -0, -0, 0,1 0,1 0,5 0,6 0,9 0,2 -0, -0, 0,2 0,9 0,4 -0, 0,3 -0, 0,1 0,4 1,0 -0, 0,0 0,0 0,5 0,2
46 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Administered Prices Triwulan I 2017
Grafik 3.9
%, QTQ
RATA-RATA2012-2016
-0,26
0,85 1,051,67
-3,47
-1,37
3,26
-4,00
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
TW I 2012 TW I 2013 TW I 2014 TW I 2015 TW I 2016 TW I 2017
Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 3.7Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CORE VF AP
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18 %, YOY
Disagregasi Inflasi BulananGrafik 3.8Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, MTM
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
2014 2015 2016
7 8 9
CORE VF AP
101112I II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017 1 2 3
2017
-4
-2
0
2
4
6
8
Kelompok administered prices mengalami
peningkatan inflasi pada triwulan I 2017. Inflasi
tercatat sebesar 4,39% (yoy), meningkat dari
sebelumnya -0,29% (yoy) pada triwulan IV 2016.
Meningkatnya inflasi ini terutama disebabkan oleh
penyesuaian subsidi Tarif Tenaga Listrik (TTL) 900 VA
untuk golongan mampu. Kenaikan tarif tersebut
dilakukan setiap dua bulan sekali yaitu pada 1 Januari
2017, 1 Maret 2017, dan 1 Mei 2017. Pencabutan
subsidi listrik tersebut didasari Peraturan Menteri Energi
dan Sumber Daya Manusia (Permen ESDM) Nomor 28
Tahun 2016 tentang tarif tenaga listrik PT PLN (Persero).
Peraturan tersebut mengatur penerapan tarif
nonsubsidi bagi rumah tangga daya 900 VA yang
mampu secara ekonomi. Berdasarkan Permen ESDM
tersebut, tarif listrik golongan pelanggan RTM 900 VA
akan menjadi Rp 791/kWh per 1 Januari 2017.
Kemudian, akan menjadi Rp 1.034/kWh pada 1 Maret
2017 dan 1 Mei 2017 tarifnya berubah lagi menjadi Rp
1.352/kWh.
Kenaikan rokok kretek filter juga terjadi akibat kenaikan
cukai di awal tahun. Pemerintah telah menetapkan
kenaikan tarif cukai rokok yaitu Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) No 147/PMK.010/2016. Dalam
kebijakan baru tersebut, ditetapkan kenaikan rata-rata
tertimbang sebesar 10,54 persen di tahun 2017. Selain
kenaikan tarif, ada kenaikan harga jual eceran (HJE)
dengan rata-rata 12,26 persen. Kemenkeu dalam 10
tahun terakhir mengurangi jumlah pabrik rokok dari
4.669 pabrik menjadi 754 pabrik pada 2016.
Secara tahunan, inflasi kelompok administered
pr ices yang meningkat in i berasal dar i
subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air
serta subkelompok transportasi. Hal ini terutama
terjadi akibat inflasi yang berasal dari kenaikan TTL
akibat penyesuaian tarif pelanggan non-subsidi 900
VA. Sementara itu kenaikan harga BBM nonsubsidi,
yaitu Pertamax, Pertalite, dan Dextile mengalami
penyesuaian dan naik sebesar Rp300 per liter per 5
Januari 2017. Kenaikan harga bensin, terutama
Pertamax dan Pertalite kembali terjadi pada Maret 2017
seiring harga minyak dunia yang terus meningkat
mengikuti tren perkembangan harga minyak dunia
yang sedang berlangsung.
3.3.1. Kelompok Administered Prices
49PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KOMODITAS
Tabel 3.7. Perkembangan Inflasi Tahunan– Kelompok Bahan Makanan
2014
BAHAN MAKANAN
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURAN
KACANG – KACANGAN
BUAH – BUAHAN
BUMBU – BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
4,79
5,95
3,09
6,92
4,17
10,59
8,43
4,31
6,48
-13,10
10,69
7,67
11,39
12,19
1,50
8,98
7,67
11,9
14,34
3,12
2,52
41,38
3,13
7,90
2015
5,79
13,75
-0,20
6,55
4,33
7,72
1,74
3,17
3,12
4,82
-2,04
7,88
I
7,72
9,14
-1,63
8,02
7,47
5,14
9,02
3,28
4,21
38,87
-3,12
8,30
II III
8,49
13,47
-2,13
11,51
7,51
4,12
8,96
5,05
4,40
33,80
-2,64
7,40
IV
4,54
6,55
6,54
9,95
4,59
4,70
13,51
5,00
9,03
-8,09
-5,93
6,18
II
10,05
-0,29
6,08
9,14
4,40
3,07
17,16
4,72
13,27
55,33
2,56
5,00
III IV I
2016
7,62
4,60
4,84
8,39
2,69
0,84
17,96
4,10
12,02
14,65
12,40
5,28Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
III
6,53
-0,71
2,71
3,78
1,40
-0,73
7,44
3,20
7,59
37,51
14,94
2,23
IV
5,18
-2,13
1,23
4,29
2,90
-1,35
3,60
2,37
2,29
32,24
19,45
2,05
1.93
-2.69
-0.07
2.29
3.17
-0.46
8.55
3.51
-2.70
6.29
14.63
3.04
I
2017
KOMODITAS
Tabel 3.6. Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
2014
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BAHAN BAKAR
BIAYA TEMPAT TINGGAL
BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR
PERLENGKAPAN RUMAHTANGGA
PENYELENGGARAAN RUMAHTANGGA
2015
IIIII IV I
2016
III
6.68
5.59
11.16
4.01
4.61
8.09
6.41
15.31
3.77
4.37
7.33
4.94
15.36
3.62
4.88
5.91
3.08
14.38
3.18
4.27
4.61
2.63
9.83
3.11
4.10
2.27
1.20
3.63
3.03
3.89
1.31
1.16
0.36
2.24
3.40
1.05
1.54
-1.42
2.34
3.06
1.44
1.74
-0.08
1.94
2.72
1.53
1.63
0.83
1.03
2.68
IVIII III IV I
3.92
2.42
8.22
1.03
3.49
2017
3.3. Disagregasi Inflasi
Berdasarkan disagregasi, peningkatan inflasi
terjadi pada kelompok administered prices dan
inti. Inflasi kelompok administered prices meningkat
dari -0,29% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi
4,39% (yoy) pada triwulan laporan. Begitu pula dengan
inflasi kelompok inti yang mengalami peningkatan
inflasi menjadi 3,44% (yoy), dari sebelumnya 2,23%
(yoy). Sementara itu, kelompok volatile food
mencatatkan penurunan inflasi, yakni dari sebelumnya
5,35% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 1,99%
(yoy) pada triwulan laporan.
Inflasi tahunan kelompok bahan makanan
mengalami penurunan pada triwulan laporan.
Inflasi kelompok bahan makanan mengalami
penurunan dalam dari sebelumnya 5,18% (yoy) pada
triwulan IV 2016 menjadi 1,93% (yoy) pada triwulan I
2017. Penurunan inflasi kelompok ini utamanya terjadi
pada subkelompok bumbu-bumbuan seiring dengan
meningkatnya pasokan di tengah musim panen.
3.2.3. Kelompok Bahan Makanan
bahan bakar, penerangan, dan air. Penyesuaian Tarif
Tenaga Listrik untuk pelanggan non-subsidi menjadi
komoditas utama yang menyumbangkan inflasi dari
subkelompok ini. Kenaikan bertahap golongan tarif R-
1/900 VA khusus masyarakat mampu te lah
diberlakukan setiap 2 bulan selama tiga periode, yakni
pada 1 Januari 2017, 1 Maret 2017, dan 1 Mei 2017.
Pada triwulan I 2017, sub kelompok ini mencatatkan
lonjakan inflasi menjadi sebesar 8,22% (yoy), dari
triwulan lalu yang sebesar 0,83% (yoy).
Subkelompok ini mencatatkan inflasi 6,29% (yoy),
turun jauh lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 32,24%(yoy). Komoditas
bumbu-bumbuan yang mengalami panen di awal
triwulan adalah cabai rawit, cabai merah, beras, dan
komoditas hasil ternak seperti daging ayam ras dan
telur ayam ras.
48 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Administered Prices Triwulan I 2017
Grafik 3.9
%, QTQ
RATA-RATA2012-2016
-0,26
0,85 1,051,67
-3,47
-1,37
3,26
-4,00
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
TW I 2012 TW I 2013 TW I 2014 TW I 2015 TW I 2016 TW I 2017
Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 3.7Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CORE VF AP
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18 %, YOY
Disagregasi Inflasi BulananGrafik 3.8Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, MTM
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
2014 2015 2016
7 8 9
CORE VF AP
101112I II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017 1 2 3
2017
-4
-2
0
2
4
6
8
Kelompok administered prices mengalami
peningkatan inflasi pada triwulan I 2017. Inflasi
tercatat sebesar 4,39% (yoy), meningkat dari
sebelumnya -0,29% (yoy) pada triwulan IV 2016.
Meningkatnya inflasi ini terutama disebabkan oleh
penyesuaian subsidi Tarif Tenaga Listrik (TTL) 900 VA
untuk golongan mampu. Kenaikan tarif tersebut
dilakukan setiap dua bulan sekali yaitu pada 1 Januari
2017, 1 Maret 2017, dan 1 Mei 2017. Pencabutan
subsidi listrik tersebut didasari Peraturan Menteri Energi
dan Sumber Daya Manusia (Permen ESDM) Nomor 28
Tahun 2016 tentang tarif tenaga listrik PT PLN (Persero).
Peraturan tersebut mengatur penerapan tarif
nonsubsidi bagi rumah tangga daya 900 VA yang
mampu secara ekonomi. Berdasarkan Permen ESDM
tersebut, tarif listrik golongan pelanggan RTM 900 VA
akan menjadi Rp 791/kWh per 1 Januari 2017.
Kemudian, akan menjadi Rp 1.034/kWh pada 1 Maret
2017 dan 1 Mei 2017 tarifnya berubah lagi menjadi Rp
1.352/kWh.
Kenaikan rokok kretek filter juga terjadi akibat kenaikan
cukai di awal tahun. Pemerintah telah menetapkan
kenaikan tarif cukai rokok yaitu Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) No 147/PMK.010/2016. Dalam
kebijakan baru tersebut, ditetapkan kenaikan rata-rata
tertimbang sebesar 10,54 persen di tahun 2017. Selain
kenaikan tarif, ada kenaikan harga jual eceran (HJE)
dengan rata-rata 12,26 persen. Kemenkeu dalam 10
tahun terakhir mengurangi jumlah pabrik rokok dari
4.669 pabrik menjadi 754 pabrik pada 2016.
Secara tahunan, inflasi kelompok administered
pr ices yang meningkat in i berasal dar i
subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air
serta subkelompok transportasi. Hal ini terutama
terjadi akibat inflasi yang berasal dari kenaikan TTL
akibat penyesuaian tarif pelanggan non-subsidi 900
VA. Sementara itu kenaikan harga BBM nonsubsidi,
yaitu Pertamax, Pertalite, dan Dextile mengalami
penyesuaian dan naik sebesar Rp300 per liter per 5
Januari 2017. Kenaikan harga bensin, terutama
Pertamax dan Pertalite kembali terjadi pada Maret 2017
seiring harga minyak dunia yang terus meningkat
mengikuti tren perkembangan harga minyak dunia
yang sedang berlangsung.
3.3.1. Kelompok Administered Prices
49PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KOMODITAS
Tabel 3.7. Perkembangan Inflasi Tahunan– Kelompok Bahan Makanan
2014
BAHAN MAKANAN
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURAN
KACANG – KACANGAN
BUAH – BUAHAN
BUMBU – BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
4,79
5,95
3,09
6,92
4,17
10,59
8,43
4,31
6,48
-13,10
10,69
7,67
11,39
12,19
1,50
8,98
7,67
11,9
14,34
3,12
2,52
41,38
3,13
7,90
2015
5,79
13,75
-0,20
6,55
4,33
7,72
1,74
3,17
3,12
4,82
-2,04
7,88
I
7,72
9,14
-1,63
8,02
7,47
5,14
9,02
3,28
4,21
38,87
-3,12
8,30
II III
8,49
13,47
-2,13
11,51
7,51
4,12
8,96
5,05
4,40
33,80
-2,64
7,40
IV
4,54
6,55
6,54
9,95
4,59
4,70
13,51
5,00
9,03
-8,09
-5,93
6,18
II
10,05
-0,29
6,08
9,14
4,40
3,07
17,16
4,72
13,27
55,33
2,56
5,00
III IV I
2016
7,62
4,60
4,84
8,39
2,69
0,84
17,96
4,10
12,02
14,65
12,40
5,28Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
III
6,53
-0,71
2,71
3,78
1,40
-0,73
7,44
3,20
7,59
37,51
14,94
2,23
IV
5,18
-2,13
1,23
4,29
2,90
-1,35
3,60
2,37
2,29
32,24
19,45
2,05
1.93
-2.69
-0.07
2.29
3.17
-0.46
8.55
3.51
-2.70
6.29
14.63
3.04
I
2017
KOMODITAS
Tabel 3.6. Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
2014
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BAHAN BAKAR
BIAYA TEMPAT TINGGAL
BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR
PERLENGKAPAN RUMAHTANGGA
PENYELENGGARAAN RUMAHTANGGA
2015
IIIII IV I
2016
III
6.68
5.59
11.16
4.01
4.61
8.09
6.41
15.31
3.77
4.37
7.33
4.94
15.36
3.62
4.88
5.91
3.08
14.38
3.18
4.27
4.61
2.63
9.83
3.11
4.10
2.27
1.20
3.63
3.03
3.89
1.31
1.16
0.36
2.24
3.40
1.05
1.54
-1.42
2.34
3.06
1.44
1.74
-0.08
1.94
2.72
1.53
1.63
0.83
1.03
2.68
IVIII III IV I
3.92
2.42
8.22
1.03
3.49
2017
3.3. Disagregasi Inflasi
Berdasarkan disagregasi, peningkatan inflasi
terjadi pada kelompok administered prices dan
inti. Inflasi kelompok administered prices meningkat
dari -0,29% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi
4,39% (yoy) pada triwulan laporan. Begitu pula dengan
inflasi kelompok inti yang mengalami peningkatan
inflasi menjadi 3,44% (yoy), dari sebelumnya 2,23%
(yoy). Sementara itu, kelompok volatile food
mencatatkan penurunan inflasi, yakni dari sebelumnya
5,35% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 1,99%
(yoy) pada triwulan laporan.
Inflasi tahunan kelompok bahan makanan
mengalami penurunan pada triwulan laporan.
Inflasi kelompok bahan makanan mengalami
penurunan dalam dari sebelumnya 5,18% (yoy) pada
triwulan IV 2016 menjadi 1,93% (yoy) pada triwulan I
2017. Penurunan inflasi kelompok ini utamanya terjadi
pada subkelompok bumbu-bumbuan seiring dengan
meningkatnya pasokan di tengah musim panen.
3.2.3. Kelompok Bahan Makanan
bahan bakar, penerangan, dan air. Penyesuaian Tarif
Tenaga Listrik untuk pelanggan non-subsidi menjadi
komoditas utama yang menyumbangkan inflasi dari
subkelompok ini. Kenaikan bertahap golongan tarif R-
1/900 VA khusus masyarakat mampu te lah
diberlakukan setiap 2 bulan selama tiga periode, yakni
pada 1 Januari 2017, 1 Maret 2017, dan 1 Mei 2017.
Pada triwulan I 2017, sub kelompok ini mencatatkan
lonjakan inflasi menjadi sebesar 8,22% (yoy), dari
triwulan lalu yang sebesar 0,83% (yoy).
Subkelompok ini mencatatkan inflasi 6,29% (yoy),
turun jauh lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 32,24%(yoy). Komoditas
bumbu-bumbuan yang mengalami panen di awal
triwulan adalah cabai rawit, cabai merah, beras, dan
komoditas hasil ternak seperti daging ayam ras dan
telur ayam ras.
48 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Tekanan inflasi dari faktor eksternal menurun
pada tr iwulan I 2017, meskipun ter jadi
peningkatan inflasi inti secara keseluruhan.
Menurunnya tekanan imported inflation tercermin dari
kelompok inti traded yang lebih rendah dibandingkan
dengan triwulan IV 2016. Inflasi inti traded turun dari
2,45% (yoy) menjadi 2,11% (yoy), sedangkan inflasi
inti non-traded relatif meningkat dari sebelumnya
Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti TradedGrafik 3.15
% QTQ% YOY
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
QTQ (SKALA KANAN) YOY
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV
I 201
7
I II III IV2012
INDEKS
130
140
150
160
170
180
190
200
Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 3.14
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
INDEKS
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan HargaGrafik 3.13
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti Triwulan IGrafik 3.11
%, QTQ
RATA-RATA2012-2016
TW I 2012 TW I 2013 TW I 2014 TW I 2015 TW I 2016 TW I 2017
0,850,66
0,95
1,26
0,74 0,63
1,82
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
2,00
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti
Grafik 3.12
INFLASI INTI NON TRADEDPERTUMBUHAN PDRB OUTPUT GAP-SKALA KANAN INFLASI TRADED
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0 %,YOY %,YOY
-4,0
-3,0
-2,0
-1,0
0,0
1,0
2,0
3,0
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 91011121 2 3
2015
4 5 6 7 8 91011121 2 3
2014
4 5 6 7 8 9101112 1 2 3
2017
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 91011121 2 3
2015
4 5 6 7 8 91011121 2 3
2014
4 5 6 7 8 9101112 1 2 3
2017
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia Sumber: Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia
Data nilai tukar Rupiah bersumber dari Kurs Tengah BI4.
2,17% (yoy) menjadi 3,83% (yoy). Peningkatan
tersebut terjadi di tengah adanya pelemahan kurs
Rupiah pada triwulan laporan. Pada triwulan I 2017,
rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS sebesar
Rp13.348 atau melemah 0,75% (qtq) dibandingkan 4triwulan lalu yang sebesar Rp13.249 .
3.3.3. Kelompok Volatile Food
Inflasi tahunan volatile food mengalami
penurunan pada periode triwulan I 2017. Inflasi
volatile food tercatat sebesar 1,99% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 5,35% (yoy)
dan rata-rata lima tahun terakhir yang sebesar 8,26%
(yoy). Penurunan inflasi ini terutama didorong oleh
penurunan harga komoditas bahan pangan, terutama
komoditas aneka cabai dan beras seiring memasuki
musim panen di awal triwulan, sesuai dengan pola
musiman tahunan. Selain itu, meningkatnya pasokan
daging ayam ras dan telur ayam ras di triwulan I 2017
mampu menekan terjadinya inflasi yang lebih tinggi.
51PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TEMBAKAU DAN MINUM BERALKOHOL TRANSPORBAHAN BAKAR,PENERANGAN DAN AIR
Grafik 3.10 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
5
10
15
20
25 %, YOY
Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Administered Prices
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
Secara triwulanan, terjadi peningkatan inflasi
pada kelompok administered prices. Pada
triwulan I 2017, kelompok ini mengalami inflasi
sebesar 3,26% (qtq), jauh lebih tinggi dibandingkan
triwulan I 2016 yang mencatatkan deflasi 1,37% (qtq).
Inflasi yang terjadi pada kelompok ini juga lebih tinggi
dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir yang
sebesar -0,26% (qtq). Kenaikan ini terjadi akibat
penyesuaian harga TTL nonsubsidi serta kenaikan harga
rokok kretek filter.
Selain itu, pada awal triwulan, terjadi kenaikan inflasi
yang bersumber dari kenaikan biaya perpanjangan
STNK dan harga bensin. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan
Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik
Indonesia, terdapat kenaikan biaya beberapa
penerbitan atau perpanjangan yang termasuk ke dalam
PNBP, termasuk Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat
Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Buku Pemilik
Kendaraan Bermotor (BPKB), dan beberapa surat atau
perizinan lainnya.
3.3.2. Kelompok Inti
Inflasi inti mengalami peningkatan menjadi
3,44% (yoy), dari 2,23% (yoy) pada triwulan IV 2016.
Berdasarkan historisnya, angka inflasi tahunan ini lebih
rendah dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir yang
sebesar 3,70% (yoy). Peningkatan ini terutama terjadi
pada subkelompok nontraded. Dit injau dari
komoditasnya, terjadi inflasi untuk komoditas batu
bata dan tukang bukan mandor seiring meningkatnya
kegiatan pembangunan infrastruktur serta kenaikan
Upah Menengah Kota (UMK) di awal tahun.
Inflasi triwulanan juga mencatatkan peningkatan
dibandingkan triwulan IV 2016 dan periode yang
sama tahun sebelumnya. Inflasi kelompok inti
meningkat menjadi 1,82% (qtq), lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 0,27%
(qtq) dan triwulan I 2016 yang sebesar 0,63% (qtq).
Inflasi inti triwulanan ini juga lebih tinggi dibandingkan
historis lima tahun terakhir yang sebesar 0,85% (qtq).
Meningkatnya tekanan inflasi di kelompok inti
terkonfirmasi oleh tren output gap yang positif.
Output gap positif biasanya ditandai dengan
permintaan yang berlebih (excess demand) sehingga
tingkat harga-harga cenderung mengalami kenaikan
yang signifikan. Pada triwulan I 2017, output gap
tercatat positif, sejalan dengan inflasi yang tinggi.
Output gap yang positif ini juga menjadi salah satu
indikator meningkatnya permintaan masyarakat,
sebagaimana yang terjadi pada konsumsi rumah
tangga dalam pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah.
Namun demikian, inflasi tercatat relatif terkendali di
tengah kegiatan pengendalian inflasi di Jawa Tengah
yang semakin baik sehingga mampu meredam potensi
kenaikan inflasi.
Peningkatan inflasi pada triwulan I 2017 sejalan dengan
ekspektasi harga 3 dan 6 bulan ke depan oleh
masyarakat berdasarkan hasil Survei Konsumen. Pada
periode sebelumnya, konsumen memandang bahwa
harga secara keseluruhan akan meningkat pada
triwulan laporan.
50 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Tekanan inflasi dari faktor eksternal menurun
pada tr iwulan I 2017, meskipun ter jadi
peningkatan inflasi inti secara keseluruhan.
Menurunnya tekanan imported inflation tercermin dari
kelompok inti traded yang lebih rendah dibandingkan
dengan triwulan IV 2016. Inflasi inti traded turun dari
2,45% (yoy) menjadi 2,11% (yoy), sedangkan inflasi
inti non-traded relatif meningkat dari sebelumnya
Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti TradedGrafik 3.15
% QTQ% YOY
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
QTQ (SKALA KANAN) YOY
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV
I 201
7
I II III IV2012
INDEKS
130
140
150
160
170
180
190
200
Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 3.14
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
INDEKS
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan HargaGrafik 3.13
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti Triwulan IGrafik 3.11
%, QTQ
RATA-RATA2012-2016
TW I 2012 TW I 2013 TW I 2014 TW I 2015 TW I 2016 TW I 2017
0,850,66
0,95
1,26
0,74 0,63
1,82
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
2,00
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti
Grafik 3.12
INFLASI INTI NON TRADEDPERTUMBUHAN PDRB OUTPUT GAP-SKALA KANAN INFLASI TRADED
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0 %,YOY %,YOY
-4,0
-3,0
-2,0
-1,0
0,0
1,0
2,0
3,0
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 91011121 2 3
2015
4 5 6 7 8 91011121 2 3
2014
4 5 6 7 8 9101112 1 2 3
2017
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 91011121 2 3
2015
4 5 6 7 8 91011121 2 3
2014
4 5 6 7 8 9101112 1 2 3
2017
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia Sumber: Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia
Data nilai tukar Rupiah bersumber dari Kurs Tengah BI4.
2,17% (yoy) menjadi 3,83% (yoy). Peningkatan
tersebut terjadi di tengah adanya pelemahan kurs
Rupiah pada triwulan laporan. Pada triwulan I 2017,
rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS sebesar
Rp13.348 atau melemah 0,75% (qtq) dibandingkan 4triwulan lalu yang sebesar Rp13.249 .
3.3.3. Kelompok Volatile Food
Inflasi tahunan volatile food mengalami
penurunan pada periode triwulan I 2017. Inflasi
volatile food tercatat sebesar 1,99% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 5,35% (yoy)
dan rata-rata lima tahun terakhir yang sebesar 8,26%
(yoy). Penurunan inflasi ini terutama didorong oleh
penurunan harga komoditas bahan pangan, terutama
komoditas aneka cabai dan beras seiring memasuki
musim panen di awal triwulan, sesuai dengan pola
musiman tahunan. Selain itu, meningkatnya pasokan
daging ayam ras dan telur ayam ras di triwulan I 2017
mampu menekan terjadinya inflasi yang lebih tinggi.
51PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TEMBAKAU DAN MINUM BERALKOHOL TRANSPORBAHAN BAKAR,PENERANGAN DAN AIR
Grafik 3.10 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
5
10
15
20
25 %, YOY
Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Administered Prices
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
Secara triwulanan, terjadi peningkatan inflasi
pada kelompok administered prices. Pada
triwulan I 2017, kelompok ini mengalami inflasi
sebesar 3,26% (qtq), jauh lebih tinggi dibandingkan
triwulan I 2016 yang mencatatkan deflasi 1,37% (qtq).
Inflasi yang terjadi pada kelompok ini juga lebih tinggi
dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir yang
sebesar -0,26% (qtq). Kenaikan ini terjadi akibat
penyesuaian harga TTL nonsubsidi serta kenaikan harga
rokok kretek filter.
Selain itu, pada awal triwulan, terjadi kenaikan inflasi
yang bersumber dari kenaikan biaya perpanjangan
STNK dan harga bensin. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan
Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik
Indonesia, terdapat kenaikan biaya beberapa
penerbitan atau perpanjangan yang termasuk ke dalam
PNBP, termasuk Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat
Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Buku Pemilik
Kendaraan Bermotor (BPKB), dan beberapa surat atau
perizinan lainnya.
3.3.2. Kelompok Inti
Inflasi inti mengalami peningkatan menjadi
3,44% (yoy), dari 2,23% (yoy) pada triwulan IV 2016.
Berdasarkan historisnya, angka inflasi tahunan ini lebih
rendah dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir yang
sebesar 3,70% (yoy). Peningkatan ini terutama terjadi
pada subkelompok nontraded. Dit injau dari
komoditasnya, terjadi inflasi untuk komoditas batu
bata dan tukang bukan mandor seiring meningkatnya
kegiatan pembangunan infrastruktur serta kenaikan
Upah Menengah Kota (UMK) di awal tahun.
Inflasi triwulanan juga mencatatkan peningkatan
dibandingkan triwulan IV 2016 dan periode yang
sama tahun sebelumnya. Inflasi kelompok inti
meningkat menjadi 1,82% (qtq), lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 0,27%
(qtq) dan triwulan I 2016 yang sebesar 0,63% (qtq).
Inflasi inti triwulanan ini juga lebih tinggi dibandingkan
historis lima tahun terakhir yang sebesar 0,85% (qtq).
Meningkatnya tekanan inflasi di kelompok inti
terkonfirmasi oleh tren output gap yang positif.
Output gap positif biasanya ditandai dengan
permintaan yang berlebih (excess demand) sehingga
tingkat harga-harga cenderung mengalami kenaikan
yang signifikan. Pada triwulan I 2017, output gap
tercatat positif, sejalan dengan inflasi yang tinggi.
Output gap yang positif ini juga menjadi salah satu
indikator meningkatnya permintaan masyarakat,
sebagaimana yang terjadi pada konsumsi rumah
tangga dalam pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah.
Namun demikian, inflasi tercatat relatif terkendali di
tengah kegiatan pengendalian inflasi di Jawa Tengah
yang semakin baik sehingga mampu meredam potensi
kenaikan inflasi.
Peningkatan inflasi pada triwulan I 2017 sejalan dengan
ekspektasi harga 3 dan 6 bulan ke depan oleh
masyarakat berdasarkan hasil Survei Konsumen. Pada
periode sebelumnya, konsumen memandang bahwa
harga secara keseluruhan akan meningkat pada
triwulan laporan.
50 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL0
2
4
5
6
Inflasi Tahunan Enam KotaGrafik 3.22Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
1
3
%, YOY
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw I 2017Grafik 3.23Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
BAHANMAKANAN
MAKANANJADI,ROKOK
PERUMAHAN,AIR, LISTRIK
SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPOR
II - 2016 III - 2016 IV - 2016 I - 2017
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
Perkembangan Inflasi TahunanGrafik 3.21Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
INFLASI KOTA INFLASI JAWA TENGAH INFLASI NASIONAL
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
%,YOY
Inflasi Tahunan Triwulan I 2017Grafik 3.20Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2
3
4
5
3,303,61
4,21
3,22
3,86
2,933,27 3,17
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
0
2
4
6
8
10
12 %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
Secara umum, empat dari enam kota yang
disurvei oleh BPS di Jawa Tengah mencatatkan
peningkatan inflasi. Kenaikan inflasi tertinggi terjadi
di Kota Kudus, dari sebelumnya 2,32% (yoy) pada
triwulan IV 2016 menjadi 3,86% (yoy) pada triwulan I
2017. Kenaikan yang tinggi juga terjadi di Kota Cilacap,
meningkat dari sebelumnya 2,77% (yoy) menjadi
4,21% (yoy).
Disparitas inflasi antar kota di Jawa Tengah
meningkat pada triwulan laporan. Pada triwulan I
2017, selisih tingkat inflasi antara kota yang memiliki
inflasi tertinggi dan terendah sebesar 1,28%.
Sementara pada triwulan IV 2016, selisih tersebut
sebesar 0,62%. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Cilacap
yang kemudian diikuti oleh Kota Kudus dengan tingkat
inflasi masing-masing sebesar 4,21% (yoy) dan 3,86%
(yoy). Sementara itu, inflasi terendah berada di Kota
Surakarta dengan tingkat inflasi sebesar 2,93% (yoy).
Ditinjau dari kelompoknya, secara rata-rata enam
kota mengalami inflasi untuk kelompok transpor,
komunikasi, dan jasa keuangan. Inflasi kelompok
tersebut terpantau tinggi di Kota Tegal, diikuti oleh Kota
Semarang. Kenaikan ini terutama didorong oleh
peningkatan tarif pulsa ponsel serta kenaikan harga
bensin dan tarif angkuran udara. Selain itu, kelompok
yang menyumbangkan inflasi lainnya adalah kelompok
perumahan, air, dan listrik seiring dengan penyesuaian
TTL untuk pelanggan nonsubsidi.
Berdasarkan d isagregas inya, inf las i tahunan
administered prices yang lebih tinggi dibandingkan
inflasi Jawa Tengah berada di Kota Tegal, Cilacap, dan
Purwokerto. Adapun inflasi inti yang tinggi dan berada di
atas Jawa Tengah dialami oleh Kota Cilacap, Kudus, dan
Semarang. Sementara itu, inflasi tahunan kelompok
volatile food yang berada di atas inflasi Jawa Tengah
hanya dijumpai di Kota Kudus dan Purwokerto. Adapun
inflasi inti yang tinggi dan berada di atas Jawa Tengah
dialami oleh Kota Cilacap, Kudus, dan Semarang.
3.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
53PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
%, QTQ
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile Food 2012-Tw I 2017
Grafik 3.17
RATA-RATA2012-2016
TW I 2012 TW I 2013 TW I 2014 TW I 2015 TW I 2016 TW I 2017
2,481,39
8,82
2,41
-2,84
2,62
-0,66
-3,00
-1,00
1,00
3,00
5,00
7,00
9,00
11,00
-6,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00 %, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOV DES
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile Food 2012-Tw I 2017
Grafik 3.16
201320122017 20152014 2016
%, YOY
-5,00
0,.00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA DAGING-DAGINGNYA DAN HASIL-HASILNYAIKAN SEGAR TELUR,SUSU DAN HASIL-HASILNYA
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Food
Grafik 3.11
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV
I 201
7
I II III IV2012
%, YOY
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Food
Grafik 3.19
SAYUR-SAYURAN KACANG-KACANGANBUAH-BUAHAN BUMBU-BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV
I 201
7
I II III IV2012
Penurunan harga cabai rawit Jawa Tengah pada akhir
triwulan I 2017 disebabkan oleh peningkatan stok yang
berada di pasaran. Peningkatan tersebut terutama
didorong oleh meningkatnya produksi di sentra-sentra
cabai rawit utama, seperti Magelang, Temanggung,
Wonosobo, dan Rembang. Adapun total produksi cabai
rawit Jawa Tengah pada bulan Maret 2017 tercatat
sebesar 11.177 ton, meningkat sebesar 11,36%
dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 10.021
ton. Selain peningkatan produksi, penurunan curah
hujan Jawa Tengah di bulan ini menyebabkan tingkat
hasil panen yang hilang pada komoditas cabai rawit
semakin kecil, dengan demikian jumlah yang dapat
dijual oleh petani juga semakin banyak.
Penurunan harga beras sejalan dengan peningkatan
stok akibat panen yang terjadi pada bulan Februari dan
Maret di beberapa sentra penghasil, seperti Demak,
Sragen, dan Pemalang. Adapun total produksi beras
Jawa Tengah pada bulan Februari dan Maret 2017
tercatat sebesar 3.656.501 ton, meningkat signifikan
dibandingkan produksi bulan Desember 2016 dan
Januari 2017 yang sebesar 1.083.712 ton.
Inflasi triwulanan mencatatkan penurunan, dari
sebelumnya inflasi 2,62% (qtq) pada triwulan IV 2016
menjadi -0,66% (qtq) pada triwulan I 2017. Angka ini
lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata lima tahun
terakhir yang sebesar 2,48% (qtq). Penurunan inflasi ini
terjadi di hampir seluruh subkelompok, terutama untuk
subkelompok padi-padian, subkelompok daging, dan
subkelompok bumbu-bumbuan. Penurunan harga
komoditas-komoditas volatile food tersebut terutama
disebabkan oleh peningkatan stok sejalan dengan
mulai masuknya musim panen yang juga didukung oleh
penurunan curah hujan sehingga hasil panen
cenderung lebih awet dan tidak mudah rusak.
52 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL0
2
4
5
6
Inflasi Tahunan Enam KotaGrafik 3.22Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
1
3
%, YOY
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw I 2017Grafik 3.23Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
BAHANMAKANAN
MAKANANJADI,ROKOK
PERUMAHAN,AIR, LISTRIK
SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPOR
II - 2016 III - 2016 IV - 2016 I - 2017
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
Perkembangan Inflasi TahunanGrafik 3.21Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
INFLASI KOTA INFLASI JAWA TENGAH INFLASI NASIONAL
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
%,YOY
Inflasi Tahunan Triwulan I 2017Grafik 3.20Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2
3
4
5
3,303,61
4,21
3,22
3,86
2,933,27 3,17
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
0
2
4
6
8
10
12 %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
Secara umum, empat dari enam kota yang
disurvei oleh BPS di Jawa Tengah mencatatkan
peningkatan inflasi. Kenaikan inflasi tertinggi terjadi
di Kota Kudus, dari sebelumnya 2,32% (yoy) pada
triwulan IV 2016 menjadi 3,86% (yoy) pada triwulan I
2017. Kenaikan yang tinggi juga terjadi di Kota Cilacap,
meningkat dari sebelumnya 2,77% (yoy) menjadi
4,21% (yoy).
Disparitas inflasi antar kota di Jawa Tengah
meningkat pada triwulan laporan. Pada triwulan I
2017, selisih tingkat inflasi antara kota yang memiliki
inflasi tertinggi dan terendah sebesar 1,28%.
Sementara pada triwulan IV 2016, selisih tersebut
sebesar 0,62%. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Cilacap
yang kemudian diikuti oleh Kota Kudus dengan tingkat
inflasi masing-masing sebesar 4,21% (yoy) dan 3,86%
(yoy). Sementara itu, inflasi terendah berada di Kota
Surakarta dengan tingkat inflasi sebesar 2,93% (yoy).
Ditinjau dari kelompoknya, secara rata-rata enam
kota mengalami inflasi untuk kelompok transpor,
komunikasi, dan jasa keuangan. Inflasi kelompok
tersebut terpantau tinggi di Kota Tegal, diikuti oleh Kota
Semarang. Kenaikan ini terutama didorong oleh
peningkatan tarif pulsa ponsel serta kenaikan harga
bensin dan tarif angkuran udara. Selain itu, kelompok
yang menyumbangkan inflasi lainnya adalah kelompok
perumahan, air, dan listrik seiring dengan penyesuaian
TTL untuk pelanggan nonsubsidi.
Berdasarkan d isagregas inya, inf las i tahunan
administered prices yang lebih tinggi dibandingkan
inflasi Jawa Tengah berada di Kota Tegal, Cilacap, dan
Purwokerto. Adapun inflasi inti yang tinggi dan berada di
atas Jawa Tengah dialami oleh Kota Cilacap, Kudus, dan
Semarang. Sementara itu, inflasi tahunan kelompok
volatile food yang berada di atas inflasi Jawa Tengah
hanya dijumpai di Kota Kudus dan Purwokerto. Adapun
inflasi inti yang tinggi dan berada di atas Jawa Tengah
dialami oleh Kota Cilacap, Kudus, dan Semarang.
3.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
53PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
%, QTQ
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile Food 2012-Tw I 2017
Grafik 3.17
RATA-RATA2012-2016
TW I 2012 TW I 2013 TW I 2014 TW I 2015 TW I 2016 TW I 2017
2,481,39
8,82
2,41
-2,84
2,62
-0,66
-3,00
-1,00
1,00
3,00
5,00
7,00
9,00
11,00
-6,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00 %, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOV DES
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile Food 2012-Tw I 2017
Grafik 3.16
201320122017 20152014 2016
%, YOY
-5,00
0,.00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA DAGING-DAGINGNYA DAN HASIL-HASILNYAIKAN SEGAR TELUR,SUSU DAN HASIL-HASILNYA
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Food
Grafik 3.11
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV
I 201
7
I II III IV2012
%, YOY
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Food
Grafik 3.19
SAYUR-SAYURAN KACANG-KACANGANBUAH-BUAHAN BUMBU-BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV
I 201
7
I II III IV2012
Penurunan harga cabai rawit Jawa Tengah pada akhir
triwulan I 2017 disebabkan oleh peningkatan stok yang
berada di pasaran. Peningkatan tersebut terutama
didorong oleh meningkatnya produksi di sentra-sentra
cabai rawit utama, seperti Magelang, Temanggung,
Wonosobo, dan Rembang. Adapun total produksi cabai
rawit Jawa Tengah pada bulan Maret 2017 tercatat
sebesar 11.177 ton, meningkat sebesar 11,36%
dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 10.021
ton. Selain peningkatan produksi, penurunan curah
hujan Jawa Tengah di bulan ini menyebabkan tingkat
hasil panen yang hilang pada komoditas cabai rawit
semakin kecil, dengan demikian jumlah yang dapat
dijual oleh petani juga semakin banyak.
Penurunan harga beras sejalan dengan peningkatan
stok akibat panen yang terjadi pada bulan Februari dan
Maret di beberapa sentra penghasil, seperti Demak,
Sragen, dan Pemalang. Adapun total produksi beras
Jawa Tengah pada bulan Februari dan Maret 2017
tercatat sebesar 3.656.501 ton, meningkat signifikan
dibandingkan produksi bulan Desember 2016 dan
Januari 2017 yang sebesar 1.083.712 ton.
Inflasi triwulanan mencatatkan penurunan, dari
sebelumnya inflasi 2,62% (qtq) pada triwulan IV 2016
menjadi -0,66% (qtq) pada triwulan I 2017. Angka ini
lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata lima tahun
terakhir yang sebesar 2,48% (qtq). Penurunan inflasi ini
terjadi di hampir seluruh subkelompok, terutama untuk
subkelompok padi-padian, subkelompok daging, dan
subkelompok bumbu-bumbuan. Penurunan harga
komoditas-komoditas volatile food tersebut terutama
disebabkan oleh peningkatan stok sejalan dengan
mulai masuknya musim panen yang juga didukung oleh
penurunan curah hujan sehingga hasil panen
cenderung lebih awet dan tidak mudah rusak.
52 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Disagregasi Inflasi Tahunan KudusGrafik 3.30Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
Disagregasi Inflasi Triwulanan KudusGrafik 3.31Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-4,00
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00 %, QTQ
VF APCORE VF APCORE
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
Disagregasi Inflasi Tahunan PurwokertoGrafik 3.28Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
Disagregasi Inflasi Triwulanan PurwokertoGrafik 3.29Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%,QTQ
VF APCORE
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
VF APCORE
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
-5,00
-4,00
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
ini naik menjadi 2,60% (yoy) dari sebelumnya 1,42%
(yoy) pada triwulan IV 2016. Demikian pula halnya
dengan inflasi triwulanan yang mencatatkan kenaikan
menjadi 1,56% (qtq) dari sebelumnya 0,39% (qtq)
pada triwulan IV 2016. Kenaikan pada kelompok ini
terutama berasal dari meningkatnya harga bahan
bangunan yakni genteng.
Inflasi tahunan administered prices juga mengalami
peningkatan pada triwulan I 2017. Inflasi administered
prices tercatat sebesar 4,63% (yoy) atau 3,68% (qtq),
lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar
0,77% (yoy) atau 1,35% (qtq). Peningkatan inflasi
kelompok administered prices di Purwokerto ini
didorong oleh kenaikan harga TTL.
Sementara itu, secara tahunan kelompok volatile food
kota Purwokerto menunjukkan penurunan inflasi. Kota
Purwokerto mengalami inflasi sebesar 3,66% (yoy)
Kota Kudus mengalami peningkatan inflasi tahunan
untuk seluruh kelompok, dengan peningkatan
tertinggi pada kelompok administered prices. Secara
triwulanan, inflasi terjadi untuk komoditas inti dan
administered prices, sementara volati le food
mencatatkan deflasi.
Inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan I 2017 naik
menjadi 3,81% (yoy) lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya sebesar 2,92% (yoy). Inflasi triwulanan
kelompok inti juga meningkat pada triwulan I 2017
yang sebesar 1,71% (qtq), naik dari sebelumnya yang
3.4.3. Disagregasi Inflasi Kudus
atau 0,14% (qtq) pada triwulan I 2017, dari
sebelumnya 6,32% (yoy) atau 2,95% pada triwulan IV
2016. Penurunan ini disebabkan oleh meningkatnya
pasokan aneka cabai dan jeruk.
55PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
dan jeruk seiring dengan memasuki musim panen di
awal tahun.
Sementara itu, kelompok administered prices Kota
Cilacap mengalami kenaikan inflasi sebesar 5,51%
(yoy) atau 3,92% (qtq) pada triwulan I 2017, dari
sebelumnya sebesar 1,22% (yoy) atau 1,56% (qtq)
pada triwulan IV 2016. Peningkatan ini terjadi seiring
dengan kenaikan TTL dan tarif parkir di Kota Cilacap.
Disagregasi Inflasi Triwulanan CilacapGrafik 3.27Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%,QTQ
Disagregasi Inflasi Tahunan CilacapGrafik 3.26Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00 %, YOY
VF APCORE
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
VF APCORE
-5,00
-4,00
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
Disagregasi Inflasi Tahunan Enam Kota 2016Grafik 3.25Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CORE VF AP
%, YOY
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
VFJATENG1,99%
4,39%APJATENG
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
Disagregasi Inflasi Triwulanan Enam Kota 2016Grafik 3.24Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, QTQ
VF APCORE
0,0
9 0,3
9
0,2
3
0,0
8 0,3
1
0,3
1
1,58
2,95
3,52
2,62
1,97
0,4
8
1,56
1,35
0,9
4 1,37
1,12
0,9
9
0
1
2
3
4
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
3,44%CI JATENG
Berdasarkan disagregasinya, kelompok inti dan
administered prices mengalami peningkatan inflasi
dibandingkan triwulan IV 2016. Sementara itu,
kelompok volatile food mencatatkan penurunan inflasi.
Inflasi tahunan kelompok inti mengalami peningkatan.
Inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan ini naik
menjadi 4,75% (yoy) dari 2,67% (yoy) pada triwulan IV
2016. Kenaikan juga terjadi untuk inflasi triwulanan
yang meningkat menjad i 3 ,92% (qtq) dar i
sebelumnya1,56% (qtq). Komoditas yang mendorong
peningkatan inflasi kelompok ini adalah kenaikan tarif
tukang bukan mandor. Inflasi volatile food menurun pada triwulan I 2017.
Inflasi volatile food tercatat sebesar 1,35% (yoy) atau -
0,96%(qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan IV
2016 sebesar 4,51% (yoy) atau 1,58%(qtq). Inflasi ini
menurun di tengah meningkatnya pasokan aneka cabai
3.4.1. Disagregasi Inflasi Cilacap
Peningkatan inflasi Kota Purwokerto terutama
didorong oleh kelompok inti dan administered prices.
Sementara itu, kelompok volatile food mencatatkan
penurunan inflasi tahunan dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Inflasi tahunan kelompok inti di Purwokerto mengalami
kenaikan. Inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan
3.4.2. Disagregasi Inflasi Purwokerto
54 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Disagregasi Inflasi Tahunan KudusGrafik 3.30Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
Disagregasi Inflasi Triwulanan KudusGrafik 3.31Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-4,00
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00 %, QTQ
VF APCORE VF APCORE
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
Disagregasi Inflasi Tahunan PurwokertoGrafik 3.28Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
Disagregasi Inflasi Triwulanan PurwokertoGrafik 3.29Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%,QTQ
VF APCORE
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
VF APCORE
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
-5,00
-4,00
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
ini naik menjadi 2,60% (yoy) dari sebelumnya 1,42%
(yoy) pada triwulan IV 2016. Demikian pula halnya
dengan inflasi triwulanan yang mencatatkan kenaikan
menjadi 1,56% (qtq) dari sebelumnya 0,39% (qtq)
pada triwulan IV 2016. Kenaikan pada kelompok ini
terutama berasal dari meningkatnya harga bahan
bangunan yakni genteng.
Inflasi tahunan administered prices juga mengalami
peningkatan pada triwulan I 2017. Inflasi administered
prices tercatat sebesar 4,63% (yoy) atau 3,68% (qtq),
lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar
0,77% (yoy) atau 1,35% (qtq). Peningkatan inflasi
kelompok administered prices di Purwokerto ini
didorong oleh kenaikan harga TTL.
Sementara itu, secara tahunan kelompok volatile food
kota Purwokerto menunjukkan penurunan inflasi. Kota
Purwokerto mengalami inflasi sebesar 3,66% (yoy)
Kota Kudus mengalami peningkatan inflasi tahunan
untuk seluruh kelompok, dengan peningkatan
tertinggi pada kelompok administered prices. Secara
triwulanan, inflasi terjadi untuk komoditas inti dan
administered prices, sementara volati le food
mencatatkan deflasi.
Inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan I 2017 naik
menjadi 3,81% (yoy) lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya sebesar 2,92% (yoy). Inflasi triwulanan
kelompok inti juga meningkat pada triwulan I 2017
yang sebesar 1,71% (qtq), naik dari sebelumnya yang
3.4.3. Disagregasi Inflasi Kudus
atau 0,14% (qtq) pada triwulan I 2017, dari
sebelumnya 6,32% (yoy) atau 2,95% pada triwulan IV
2016. Penurunan ini disebabkan oleh meningkatnya
pasokan aneka cabai dan jeruk.
55PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
dan jeruk seiring dengan memasuki musim panen di
awal tahun.
Sementara itu, kelompok administered prices Kota
Cilacap mengalami kenaikan inflasi sebesar 5,51%
(yoy) atau 3,92% (qtq) pada triwulan I 2017, dari
sebelumnya sebesar 1,22% (yoy) atau 1,56% (qtq)
pada triwulan IV 2016. Peningkatan ini terjadi seiring
dengan kenaikan TTL dan tarif parkir di Kota Cilacap.
Disagregasi Inflasi Triwulanan CilacapGrafik 3.27Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%,QTQ
Disagregasi Inflasi Tahunan CilacapGrafik 3.26Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00 %, YOY
VF APCORE
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
VF APCORE
-5,00
-4,00
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
Disagregasi Inflasi Tahunan Enam Kota 2016Grafik 3.25Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CORE VF AP
%, YOY
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
VFJATENG1,99%
4,39%APJATENG
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
Disagregasi Inflasi Triwulanan Enam Kota 2016Grafik 3.24Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, QTQ
VF APCORE
0,0
9 0,3
9
0,2
3
0,0
8 0,3
1
0,3
1
1,58
2,95
3,52
2,62
1,97
0,4
8
1,56
1,35
0,9
4 1,37
1,12
0,9
9
0
1
2
3
4
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
3,44%CI JATENG
Berdasarkan disagregasinya, kelompok inti dan
administered prices mengalami peningkatan inflasi
dibandingkan triwulan IV 2016. Sementara itu,
kelompok volatile food mencatatkan penurunan inflasi.
Inflasi tahunan kelompok inti mengalami peningkatan.
Inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan ini naik
menjadi 4,75% (yoy) dari 2,67% (yoy) pada triwulan IV
2016. Kenaikan juga terjadi untuk inflasi triwulanan
yang meningkat menjad i 3 ,92% (qtq) dar i
sebelumnya1,56% (qtq). Komoditas yang mendorong
peningkatan inflasi kelompok ini adalah kenaikan tarif
tukang bukan mandor. Inflasi volatile food menurun pada triwulan I 2017.
Inflasi volatile food tercatat sebesar 1,35% (yoy) atau -
0,96%(qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan IV
2016 sebesar 4,51% (yoy) atau 1,58%(qtq). Inflasi ini
menurun di tengah meningkatnya pasokan aneka cabai
3.4.1. Disagregasi Inflasi Cilacap
Peningkatan inflasi Kota Purwokerto terutama
didorong oleh kelompok inti dan administered prices.
Sementara itu, kelompok volatile food mencatatkan
penurunan inflasi tahunan dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Inflasi tahunan kelompok inti di Purwokerto mengalami
kenaikan. Inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan
3.4.2. Disagregasi Inflasi Purwokerto
54 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Disagregasi Inflasi Tahunan TegalGrafik 3.36Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
Disagregasi Inflasi Triwulanan TegalGrafik 3.37Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, QTQ
VF APCORE VF APCORE
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
Disagregasi Inflasi Tahunan SemarangGrafik 3.34Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
Disagregasi Inflasi Triwulanan SemarangGrafik 3.35Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-4,00
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00 %, QTQ
Disagregasi Inflasi Tahunan SurakartaGrafik 3.32Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
Disagregasi Inflasi Triwulanan SurakartaGrafik 3.33Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, QTQ
VF APCORE VF APCORE
VF APCORE VF APCORE
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
-6,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
Sementara itu, inflasi tahunan volatile food pada
triwulan I 2017 tercatat sebesar 1,63% (yoy), lebih
rendah dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 6,13%
(yoy). Penurunan inflasi pada kelompok ini didorong
oleh masuknya musim panen raya untuk sejumlah
komoditas bumbu-bumbuan, yaitu aneka cabai,
bawang merah, bawang putih, serta komoditas beras.
Serupa dengan Surakarta dan Semarang, Kota Tegal
juga mengalami peningkatan inflasi pada triwulan I
2017. Peningkatan inflasi ini terjadi pada kelompok inti
dan administered prices.
3.4.6. Disagregasi Inflasi Tegal
57PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
sebesar 0,23% (qtq) pada triwulan IV 2016. Kenaikan
inflasi ini didorong oleh meningkatnya harga batu bata
di tengah musim penghujan dan meningkatnya
permintaan.
Inflasi tahunan kelompok administered prices
mencatatkan inflasi 3,31% (yoy) pada triwulan laporan,
lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 yang
sebesar -0,97% (yoy). Hal serupa terjadi pada inflasi
triwulanan yang mengalami peningkatan. Pada
triwulan laporan, kelompok ini mencatatkan inflasi
sebesar 3,29% (qtq), setelah sebelumnya inflasi sebesar
0,94% (qtq). Kenaikan ini terutama disebabkan oleh
kenaikan harga rokok kretek filter dan TTL.
Inflasi tahunan volatile food meningkat pada triwulan I
2017. Inflasi volatile food tercatat sebesar 4,49% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar
3,86% (yoy). Kenaikan inflasi pada kelompok ini
terutama disumbang oleh kenaikan harga sayur-
sayuran, meliputi kangkung dan bayam. Namun
demikian, inflasi triwulanan mengalami penurunan
menjadi 2,62% (qtq) dari 3,52% (qtq) pada triwulan
sebelumnya.
Kota Surakarta mengalami peningkatan inflasi pada
triwulan I 2017 jika dibandingkan dengan triwulan IV
2016. Kenaikan inflasi terjadi pada kelompok inti dan
administered prices, sementara kelompok volatile food
mencatatkan penurunan inflasi pada triwulan laporan.
Inflasi tahunan kelompok inti mengalami peningkatan
pada triwulan I 2017 menjadi 2,75% (yoy) dari 2,20%
(yoy) pada triwulan IV 2016. Sementara itu, inflasi
triwulanan juga memiliki pola yang sama yaitu
mengalami kenaikan menjadi 1,59% (qtq) dari 0,08%
(qtq) pada triwulan lalu. Kenaikan kelompok ini berasal
dari meningkatnya tarif upah tukang bukan mandor.
3.4.4. Disagregasi Inflasi Surakarta
Inflasi tahunan kelompok administered prices juga
meningkat menjadi 4,00% (yoy) pada triwulan laporan,
dari sebelumnya 0,02% (yoy) pada triwulan IV 2016.
Sementara itu, inflasi triwulanan menunjukkan
kenaikan inflasi menjadi 3,07% (qtq) dari sebelumnya
1,37% (qtq). Kenaikan harga tarif angkutan udara, TTL,
dan rokok kretek filter menjadi penyumbang utama
kenaikan inflasi pada kelompok ini.
Sementara itu, inflasi tahunan volatile food mengalami
penurunan pada triwulan laporan. Inflasi volatile food
tercatat sebesar 1,95% (yoy) atau -0,32% (qtq), lebih
rendah dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 4,20%
(yoy) atau 2,62% (qtq). Penurunan pada kelompok ini
terutama didorong oleh meningkatnya pasokan aneka
cabai dan bawang putih.
Serupa dengan Kota Surakarta, Kota Semarang juga
mengalami peningkatan inflasi pada triwulan I 2017.
Berdasarkan disagregasinya, peningkatan terjadi pada
kelompok inti dan administered prices.
Inflasi tahunan kelompok inti meningkat pada triwulan
I 2017 menjadi 3,52% (yoy) dari 2,15% (yoy) pada
triwulan IV 2016. Adapun inflasi triwulanan
mencatatkan peningkatan menjadi 1,88% (qtq) dari
0,31% (qtq) pada triwulan lalu. Peningkatan kelompok
ini didorong oleh kenaikan tarif upah tukang bukan
mandor dan harga batu bata.
Begitu pula dengan inflasi tahunan kelompok
administered prices yang mengalami peningkatan
menjadi inflasi 4,19% (yoy) pada triwulan I 2017 dari
sebelumnya deflasi 0,87% (yoy) pada triwulan IV. Inflasi
triwulanan juga mengalami peningkatan. Pada
triwulan laporan, kelompok ini mencatatkan inflasi
sebesar 2,95% (qtq), setelah sebelumnya mencatatkan
inflasi 1,12% (qtq). Peningkatan kelompok ini terutama
berasal dari kenaikan TTL dan harga rokok kretek filter.
3.4.5. Disagregasi Inflasi Semarang
56 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Disagregasi Inflasi Tahunan TegalGrafik 3.36Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
Disagregasi Inflasi Triwulanan TegalGrafik 3.37Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, QTQ
VF APCORE VF APCORE
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
Disagregasi Inflasi Tahunan SemarangGrafik 3.34Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
Disagregasi Inflasi Triwulanan SemarangGrafik 3.35Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-4,00
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00 %, QTQ
Disagregasi Inflasi Tahunan SurakartaGrafik 3.32Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
Disagregasi Inflasi Triwulanan SurakartaGrafik 3.33Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, QTQ
VF APCORE VF APCORE
VF APCORE VF APCORE
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
-6,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
Sementara itu, inflasi tahunan volatile food pada
triwulan I 2017 tercatat sebesar 1,63% (yoy), lebih
rendah dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 6,13%
(yoy). Penurunan inflasi pada kelompok ini didorong
oleh masuknya musim panen raya untuk sejumlah
komoditas bumbu-bumbuan, yaitu aneka cabai,
bawang merah, bawang putih, serta komoditas beras.
Serupa dengan Surakarta dan Semarang, Kota Tegal
juga mengalami peningkatan inflasi pada triwulan I
2017. Peningkatan inflasi ini terjadi pada kelompok inti
dan administered prices.
3.4.6. Disagregasi Inflasi Tegal
57PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
sebesar 0,23% (qtq) pada triwulan IV 2016. Kenaikan
inflasi ini didorong oleh meningkatnya harga batu bata
di tengah musim penghujan dan meningkatnya
permintaan.
Inflasi tahunan kelompok administered prices
mencatatkan inflasi 3,31% (yoy) pada triwulan laporan,
lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 yang
sebesar -0,97% (yoy). Hal serupa terjadi pada inflasi
triwulanan yang mengalami peningkatan. Pada
triwulan laporan, kelompok ini mencatatkan inflasi
sebesar 3,29% (qtq), setelah sebelumnya inflasi sebesar
0,94% (qtq). Kenaikan ini terutama disebabkan oleh
kenaikan harga rokok kretek filter dan TTL.
Inflasi tahunan volatile food meningkat pada triwulan I
2017. Inflasi volatile food tercatat sebesar 4,49% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar
3,86% (yoy). Kenaikan inflasi pada kelompok ini
terutama disumbang oleh kenaikan harga sayur-
sayuran, meliputi kangkung dan bayam. Namun
demikian, inflasi triwulanan mengalami penurunan
menjadi 2,62% (qtq) dari 3,52% (qtq) pada triwulan
sebelumnya.
Kota Surakarta mengalami peningkatan inflasi pada
triwulan I 2017 jika dibandingkan dengan triwulan IV
2016. Kenaikan inflasi terjadi pada kelompok inti dan
administered prices, sementara kelompok volatile food
mencatatkan penurunan inflasi pada triwulan laporan.
Inflasi tahunan kelompok inti mengalami peningkatan
pada triwulan I 2017 menjadi 2,75% (yoy) dari 2,20%
(yoy) pada triwulan IV 2016. Sementara itu, inflasi
triwulanan juga memiliki pola yang sama yaitu
mengalami kenaikan menjadi 1,59% (qtq) dari 0,08%
(qtq) pada triwulan lalu. Kenaikan kelompok ini berasal
dari meningkatnya tarif upah tukang bukan mandor.
3.4.4. Disagregasi Inflasi Surakarta
Inflasi tahunan kelompok administered prices juga
meningkat menjadi 4,00% (yoy) pada triwulan laporan,
dari sebelumnya 0,02% (yoy) pada triwulan IV 2016.
Sementara itu, inflasi triwulanan menunjukkan
kenaikan inflasi menjadi 3,07% (qtq) dari sebelumnya
1,37% (qtq). Kenaikan harga tarif angkutan udara, TTL,
dan rokok kretek filter menjadi penyumbang utama
kenaikan inflasi pada kelompok ini.
Sementara itu, inflasi tahunan volatile food mengalami
penurunan pada triwulan laporan. Inflasi volatile food
tercatat sebesar 1,95% (yoy) atau -0,32% (qtq), lebih
rendah dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 4,20%
(yoy) atau 2,62% (qtq). Penurunan pada kelompok ini
terutama didorong oleh meningkatnya pasokan aneka
cabai dan bawang putih.
Serupa dengan Kota Surakarta, Kota Semarang juga
mengalami peningkatan inflasi pada triwulan I 2017.
Berdasarkan disagregasinya, peningkatan terjadi pada
kelompok inti dan administered prices.
Inflasi tahunan kelompok inti meningkat pada triwulan
I 2017 menjadi 3,52% (yoy) dari 2,15% (yoy) pada
triwulan IV 2016. Adapun inflasi triwulanan
mencatatkan peningkatan menjadi 1,88% (qtq) dari
0,31% (qtq) pada triwulan lalu. Peningkatan kelompok
ini didorong oleh kenaikan tarif upah tukang bukan
mandor dan harga batu bata.
Begitu pula dengan inflasi tahunan kelompok
administered prices yang mengalami peningkatan
menjadi inflasi 4,19% (yoy) pada triwulan I 2017 dari
sebelumnya deflasi 0,87% (yoy) pada triwulan IV. Inflasi
triwulanan juga mengalami peningkatan. Pada
triwulan laporan, kelompok ini mencatatkan inflasi
sebesar 2,95% (qtq), setelah sebelumnya mencatatkan
inflasi 1,12% (qtq). Peningkatan kelompok ini terutama
berasal dari kenaikan TTL dan harga rokok kretek filter.
3.4.5. Disagregasi Inflasi Semarang
56 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Tekanan inflasi kelompok inti pada April 2017
tercatat 0,03% (mtm), lebih rendah dibandingkan
bulan sebelumnya (0,14%; mtm), maupun rata-rata
capaian April selama lima tahun terakhir (0,19%, mtm).
Penurunan inflasi terjadi pada kelompok inti non-
traded, sementara kelompok traded mengalami deflasi
pada April 2017.
Kelompok inti traded mengalami deflasi sebesar 0,11%
(mtm) pada bulan laporan, berbalik arah dari capaian
Februari 2017 yang mengalami inflasi sebesar 0,15%
(mtm) dan rata-rata historisnya yang sebesar 0,19%
(mtm). Penurunan harga pada kelompok tersebut
terutama didorong oleh komoditas gula pasir.
Penurunan harga komoditas gula tersebut sejalan
dengan penguatan Rupiah sebesar 0,30% (mtm) dan
penurunan harga komoditas gula dunia. Selain itu,
beberapa sentra gula utama Jawa Tengah seperti Blora
juga sudah mulai memasuki masa penggilingan.
Sejalan dengan kelompok traded, inflasi pada
kelompok inti non-traded pun tercatat relatif rendah
pada bulan laporan, yaitu sebesar 0,08% (mtm),
menurun dibandingkan inflasi bulan sebelumnya yang
sebesar 0,14% (mtm), maupun rata-rata historis yang
sebesar 0,09% (mtm). Semen menjadi penyumbang
utama penurunan inflasi pada kelompok ini. Sementara
itu, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) masih
mendorong inflasi upah tukang bukan mandor,
walaupun tidak setinggi kenaikan pada Januari
maupun Februari.
Inflasi kelompok volatile food pada April 2017
melanjutkan deflasi dari bulan sebelumnya.
Kelompok ini mencatatkan deflasi 1,09% (mtm) pada
bulan laporan, tidak sedalam dibandingkan Maret 2017
dengan deflasi 1,57% (mtm) dan rata-rata lima tahun
terakhir yang mencatatkan deflasi 1,25% (mtm).
Secara tahunan, inflasi tercatat relatif stabil, dari
sebelumnya 1,99% (yoy) pada Maret 2017 menjadi
1,96% (yoy) pada April 2017. Adapun komoditas yang
menjadi penyumbang deflasi pada kelompok ini adalah
bawang merah, cabai rawit, cabai merah, dan minyak
goreng.
Komoditas bawang merah memberikan sumbangan
deflasi sebesar 0,17%. Penurunan harga ini disebabkan
oleh meningkatnya pasokan bawang merah di tengah
keberhasilan oleh penanaman di luar musim tanam.
Selain itu, berdasarkan informasi dari Asosiasi Bawang
Merah Indonesia (ABMI), terdapat indikasi adanya
pasokan bawang merah yang masuk dari India dan
Tiongkok, sehingga meningkatkan pasokan komoditas
pada bulan April 2017.
Komoditas cabai rawit dan cabai merah juga
mencatatkan deflasi dengan sumbangan sebesar -
0,09% dan -0,05%. Menurunnya harga aneka cabai ini
didorong oleh meningkatnya pasokan di beberapa
sentra penghasil, meliputi Magelang, Wonosobo, dan
Temanggung. Komoditas lain yang mengalami deflasi
yaitu minyak goreng dengan sumbangan -0,01%
seiring dengan penurunan harga Crude Palm Oil
(CPO)di pasar global.
Sementara itu, komoditas bawang putih dan daging
ayam ras berperan dalam menahan laju deflasi menjadi
lebih dalam. Kenaikan harga bawang putih dan daging
ayam ras disebabkan peningkatan permintaan
menjelang bulan puasa di tengah terbatasnya pasokan.
3.5.2. Inflasi Triwulan II 2017
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan II 2017
diperkirakan lebih tinggi dibandingkan triwulan I
2016. Faktor yang mendorong peningkatan inflasi
adalah penyesuaian TTL 900 VA untuk golongan
mampu, serta berkurangnya pasokan dari komoditas
pangan di tengah memasuki musim tanam. Adapun
59PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Inflasi tahunan kelompok inti mengalami peningkatan
pada triwulan I 2017, yakni sebesar 3,39% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 yang 2,80%
(yoy). Inflasi triwulanan kelompok inti juga meningkat
menjadi 1,13% (qtq) pada triwulan laporan, lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
0,31% (qtq). Ditinjau berdasar komoditas, peningkatan
i n f l a s i t e r u t a m a d i p e n g a r u h i o l e h b i a y a
pemeliharaan/service, nasi dengan lauk, dan harga
komoditas pasir yang meningkat.
Sementara itu, inflasi tahunan kelompok administered
prices mengalami peningkatan menjadi 6,36% (yoy)
pada triwulan laporan dari sebelumnya 2,02% (yoy)
pada triwulan IV 2016. Inflasi triwulanan juga
mengalami peningkatan. Pada triwulan laporan,
kelompok ini mencatatkan inflasi sebesar 3,85% (qtq),
setelah sebelumnya inflasi sebesar 0,99% (qtq).
Meningkatnya inflasi ini terutama berasal dari kenaikan
TTL.
Sementara itu, inflasi volatile food menurun pada
triwulan I 2017, yang tercatat sebesar -0,98% (yoy)
atau -1,53% (qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 3,14% (yoy) atau 0,48%
(qtq). Penurunan inflasi ini didorong oleh penurunan
harga beras, aneka cabai, dan bawang merah.
Inflasi yang terjadi di bulan April 2017, terutama
disumbangkan oleh kelompok administered
prices. Sementara itu, kelompok inti mengalami inflasi,
namun lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya.
Sedangkan kelompok volatile food justru mengalami
deflasi.
Kelompok administered prices Jawa Tengah pada
April 2017 mencatatkan inflasi sebesar 1,48%
(mtm), meningkat dibandingkan inflasi bulan
sebelumnya yang sebesar 0,58% (mtm), dan
berlawanan arah dengan rata-rata historisnya yang
sebesar -0,16%. Kenaikan kelompok AP terutama
bersumber dari kenaikan tarif listrik, angkutan udara,
bensin, dan rokok.
Inflasi tarif listrik bulan laporan tercatat sebesar 7,40%
(mtm), mencatatkan rekor tertinggi dalam lima tahun
terakhir, dan menjadi penyumbang utama inflasi April
2017 dengan besar sumbangan 0,27%. Kenaikan ini
merupakan penyesuaian tarif listrik tahap dua untuk
pelanggan pascabayar daya 900 VA nonsubsidi sebesar
30%.
Selanjutnya, kenaikan tarif angkutan udara yang
disebabkan oleh meningkatnya permintaan akibat
banyaknya hari libur akhir pekan yang panjang (long
weekend) pada April 2017 juga menjadi salah satu dari
penyumbang utama inflasi periode April 2017.
Selain itu, harga bensin dan rokok juga mengalami
kenaikan, walaupun tidak sebesar dua komoditas
sebelumnya. Inflasi bensin pada bulan April didorong
oleh kenaikan harga bahan bakar khusus (BBK) seperti
Pertalite, Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite dan
Pertamina Dex masing-masing sebesar Rp100/liter.
Sementara kenaikan harga rokok disebabkan oleh
kenaikan cukai rokok sebesar 10,54% per tahun.
3.5. Perkembangan Inflasi Triwulan II 20173.5.1. Inflasi April 2017
Pada Apr i l 2017 Prov ins i Jawa Tengah
mencatatkan inflasi bulanan sebesar 0,15%
(mtm), berbalik arah setelah bulan sebelumnya
mengalami deflasi sebesar 0,12% (mtm), serta
rata-rata historisnya yang sebesar -0,10% (mtm).
Lebih lanjut, capaian ini juga lebih tinggi dibandingkan
inflasi nasional yang sebesar 0,09% (mtm). Dengan
perkembangan ini, inflasi Jawa Tengah sampai dengan
April 2017 tercatat 1,71% (ytd), dan secara tahunan
tercatat 3,93% (yoy).
58 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Tekanan inflasi kelompok inti pada April 2017
tercatat 0,03% (mtm), lebih rendah dibandingkan
bulan sebelumnya (0,14%; mtm), maupun rata-rata
capaian April selama lima tahun terakhir (0,19%, mtm).
Penurunan inflasi terjadi pada kelompok inti non-
traded, sementara kelompok traded mengalami deflasi
pada April 2017.
Kelompok inti traded mengalami deflasi sebesar 0,11%
(mtm) pada bulan laporan, berbalik arah dari capaian
Februari 2017 yang mengalami inflasi sebesar 0,15%
(mtm) dan rata-rata historisnya yang sebesar 0,19%
(mtm). Penurunan harga pada kelompok tersebut
terutama didorong oleh komoditas gula pasir.
Penurunan harga komoditas gula tersebut sejalan
dengan penguatan Rupiah sebesar 0,30% (mtm) dan
penurunan harga komoditas gula dunia. Selain itu,
beberapa sentra gula utama Jawa Tengah seperti Blora
juga sudah mulai memasuki masa penggilingan.
Sejalan dengan kelompok traded, inflasi pada
kelompok inti non-traded pun tercatat relatif rendah
pada bulan laporan, yaitu sebesar 0,08% (mtm),
menurun dibandingkan inflasi bulan sebelumnya yang
sebesar 0,14% (mtm), maupun rata-rata historis yang
sebesar 0,09% (mtm). Semen menjadi penyumbang
utama penurunan inflasi pada kelompok ini. Sementara
itu, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) masih
mendorong inflasi upah tukang bukan mandor,
walaupun tidak setinggi kenaikan pada Januari
maupun Februari.
Inflasi kelompok volatile food pada April 2017
melanjutkan deflasi dari bulan sebelumnya.
Kelompok ini mencatatkan deflasi 1,09% (mtm) pada
bulan laporan, tidak sedalam dibandingkan Maret 2017
dengan deflasi 1,57% (mtm) dan rata-rata lima tahun
terakhir yang mencatatkan deflasi 1,25% (mtm).
Secara tahunan, inflasi tercatat relatif stabil, dari
sebelumnya 1,99% (yoy) pada Maret 2017 menjadi
1,96% (yoy) pada April 2017. Adapun komoditas yang
menjadi penyumbang deflasi pada kelompok ini adalah
bawang merah, cabai rawit, cabai merah, dan minyak
goreng.
Komoditas bawang merah memberikan sumbangan
deflasi sebesar 0,17%. Penurunan harga ini disebabkan
oleh meningkatnya pasokan bawang merah di tengah
keberhasilan oleh penanaman di luar musim tanam.
Selain itu, berdasarkan informasi dari Asosiasi Bawang
Merah Indonesia (ABMI), terdapat indikasi adanya
pasokan bawang merah yang masuk dari India dan
Tiongkok, sehingga meningkatkan pasokan komoditas
pada bulan April 2017.
Komoditas cabai rawit dan cabai merah juga
mencatatkan deflasi dengan sumbangan sebesar -
0,09% dan -0,05%. Menurunnya harga aneka cabai ini
didorong oleh meningkatnya pasokan di beberapa
sentra penghasil, meliputi Magelang, Wonosobo, dan
Temanggung. Komoditas lain yang mengalami deflasi
yaitu minyak goreng dengan sumbangan -0,01%
seiring dengan penurunan harga Crude Palm Oil
(CPO)di pasar global.
Sementara itu, komoditas bawang putih dan daging
ayam ras berperan dalam menahan laju deflasi menjadi
lebih dalam. Kenaikan harga bawang putih dan daging
ayam ras disebabkan peningkatan permintaan
menjelang bulan puasa di tengah terbatasnya pasokan.
3.5.2. Inflasi Triwulan II 2017
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan II 2017
diperkirakan lebih tinggi dibandingkan triwulan I
2016. Faktor yang mendorong peningkatan inflasi
adalah penyesuaian TTL 900 VA untuk golongan
mampu, serta berkurangnya pasokan dari komoditas
pangan di tengah memasuki musim tanam. Adapun
59PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Inflasi tahunan kelompok inti mengalami peningkatan
pada triwulan I 2017, yakni sebesar 3,39% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 yang 2,80%
(yoy). Inflasi triwulanan kelompok inti juga meningkat
menjadi 1,13% (qtq) pada triwulan laporan, lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
0,31% (qtq). Ditinjau berdasar komoditas, peningkatan
i n f l a s i t e r u t a m a d i p e n g a r u h i o l e h b i a y a
pemeliharaan/service, nasi dengan lauk, dan harga
komoditas pasir yang meningkat.
Sementara itu, inflasi tahunan kelompok administered
prices mengalami peningkatan menjadi 6,36% (yoy)
pada triwulan laporan dari sebelumnya 2,02% (yoy)
pada triwulan IV 2016. Inflasi triwulanan juga
mengalami peningkatan. Pada triwulan laporan,
kelompok ini mencatatkan inflasi sebesar 3,85% (qtq),
setelah sebelumnya inflasi sebesar 0,99% (qtq).
Meningkatnya inflasi ini terutama berasal dari kenaikan
TTL.
Sementara itu, inflasi volatile food menurun pada
triwulan I 2017, yang tercatat sebesar -0,98% (yoy)
atau -1,53% (qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 3,14% (yoy) atau 0,48%
(qtq). Penurunan inflasi ini didorong oleh penurunan
harga beras, aneka cabai, dan bawang merah.
Inflasi yang terjadi di bulan April 2017, terutama
disumbangkan oleh kelompok administered
prices. Sementara itu, kelompok inti mengalami inflasi,
namun lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya.
Sedangkan kelompok volatile food justru mengalami
deflasi.
Kelompok administered prices Jawa Tengah pada
April 2017 mencatatkan inflasi sebesar 1,48%
(mtm), meningkat dibandingkan inflasi bulan
sebelumnya yang sebesar 0,58% (mtm), dan
berlawanan arah dengan rata-rata historisnya yang
sebesar -0,16%. Kenaikan kelompok AP terutama
bersumber dari kenaikan tarif listrik, angkutan udara,
bensin, dan rokok.
Inflasi tarif listrik bulan laporan tercatat sebesar 7,40%
(mtm), mencatatkan rekor tertinggi dalam lima tahun
terakhir, dan menjadi penyumbang utama inflasi April
2017 dengan besar sumbangan 0,27%. Kenaikan ini
merupakan penyesuaian tarif listrik tahap dua untuk
pelanggan pascabayar daya 900 VA nonsubsidi sebesar
30%.
Selanjutnya, kenaikan tarif angkutan udara yang
disebabkan oleh meningkatnya permintaan akibat
banyaknya hari libur akhir pekan yang panjang (long
weekend) pada April 2017 juga menjadi salah satu dari
penyumbang utama inflasi periode April 2017.
Selain itu, harga bensin dan rokok juga mengalami
kenaikan, walaupun tidak sebesar dua komoditas
sebelumnya. Inflasi bensin pada bulan April didorong
oleh kenaikan harga bahan bakar khusus (BBK) seperti
Pertalite, Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite dan
Pertamina Dex masing-masing sebesar Rp100/liter.
Sementara kenaikan harga rokok disebabkan oleh
kenaikan cukai rokok sebesar 10,54% per tahun.
3.5. Perkembangan Inflasi Triwulan II 20173.5.1. Inflasi April 2017
Pada Apr i l 2017 Prov ins i Jawa Tengah
mencatatkan inflasi bulanan sebesar 0,15%
(mtm), berbalik arah setelah bulan sebelumnya
mengalami deflasi sebesar 0,12% (mtm), serta
rata-rata historisnya yang sebesar -0,10% (mtm).
Lebih lanjut, capaian ini juga lebih tinggi dibandingkan
inflasi nasional yang sebesar 0,09% (mtm). Dengan
perkembangan ini, inflasi Jawa Tengah sampai dengan
April 2017 tercatat 1,71% (ytd), dan secara tahunan
tercatat 3,93% (yoy).
58 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
INDEKS
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 3.38
INDEKS
130
140
150
160
170
180
190
200
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang EceranGrafik 3.39
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 91011121 2 3
2015
4 5 6 7 8 91011121 2 3
2014
4 5 6 7 8 9101112 1 2 3
2017
1 2 3
2013
4 5 6 7 8 9101112 4 5 6 1 2 3
2016
4 5 6 7 8 91011121 2 3
2015
4 5 6 7 8 91011121 2 3
2014
4 5 6 7 8 9101112 1 2 3
2017
1 2 3
2013
4 5 6 7 8 9101112 4 5 6
3.6. Program Pengendalian Inflasi Daerah
Dalam rangka menjaga kestabilan harga dan
pasokan bahan pangan strategis, TPID Provinsi
Jawa Tengah telah menyelenggarakan berbagai
kegiatan sampai dengan April 2017, antara lain sbb:
Telah dilaksanakan Rakorwil TPID se-Jawa Tengah
pada tanggal 3 April 2017. Rakorwil dipimpin
langsung oleh Gubernur Jawa Tengah. Fokus tema
yang dibahas dalam acara tersebut adalah
Optimalisasi Peran BUMD dalam mendukung
ketahanan pangan dan stabilitas harga. BUMD
Jawa Tengah didorong untuk lebih berperan aktif
dalam mendukung ketahanan pangan Jawa
Tengah.
Melaksanakan Survey Evaluasi Pengendalian Inflasi.
Dalam rangka menilai efektifitas pengendalian
inflasi, TPID Prov. Jawa Tengah melaksanakan survey
kegiatan pengendalian inflasi kepada TPID di 35
Kab/Kota se-Jawa Tengah.
Koordinasi dalam rangka Pengembangan SiHaTi
Data Produksi dengan melaksanakan rapat
koordinasi bersama dengan Dinas/OPD terkait
(Dinas Pertanian dan Perkebunan serta Dinas
Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Jawa
Tengah). Selain dengan OPD, koordinasi juga
dilaksanakan dengan petani dan peternak dari
daerah sentra.
a.
b.
c.
Dalam rangka meningkatkan prosentase informasi
p a s o k a n m e l a l u i p e n a m b a h a n j u m l a h
petani/peternak penginput di SiHaTi Data Produksi,
TPID Jateng menyelenggarakan capacity building
cara input SiHaTi Data Produksi bagi 56 Gapoktan di
15 Kabupaten/Kota daerah sentra pada tanggal 20
April 2017. Sebagai pilot project, komoditas yang di
input ke dalam aplikasi SiHaTi Data Produksi adalah
aneka cabai, bawang merah, bawang putih, dan
daging sapi.
Evaluasi Input pada aplikasi SiHaTi data Produksi
yang dilaksanakan pada tanggal 25 April 2017.
Peserta dari kegiatan dimaksud adalah 56
petani/peternak yang berasal dari 15 Kab/Kota
sentra serta OPD terkai t . Eva luas i input
dilaksanakan sebagai tindak lanjut competency
building input data kepada para petani dan
peternak. Kegiatan ini bermanfaat bagi petani dan
peternak apabila mengalami kesulitan dalam
melakukan input sekaligus dalam rangka menjaga
kualitas input data.
Perbaikan Aplikasi SiHaTi Data Produksi. Walaupun
aplikasi dimaksud telah ada dan digunakan oleh
petani dan peternak, namun pengembangan dan
perbaikan aplikasi terus dilakukan dalam rangka
menyediakan aplikasi yang lebih berdayaguna dan
user friendly.
d.
e.
f.
61PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
tekanan dari sisi permintaan diperkirakan meningkat di
tengah Ramadhan dan Idul Fitri. Hal ini kemudian
mendorong terjadinya peningkatan inflasi baik dari sisi
penawaran maupun dari sisi permintaan. Namun
demik ian, pemer intah senant iasa berupaya
memperbaiki distribusi logistik dan menjaga
ketersediaan pasokan selama bulan Ramadhan
sehingga diperkirakan inflasi triwulan II 2017
diperkirakan masih berada pada rentang atas sasaran
inflasi nasional yang sebesar 4±1%.
Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan
kelompok administered prices diperkirakan
meningkat. Kenaikan ini diperkirakan didorong oleh
penyesuaian tarif listrik bagi pelanggan 900VA.
Penyesuaian TTL golongan tarif R-1/900 VA khusus
masyarakat mampu akan diberlakukan secara bertahap
setiap 2 bulan, yaitu 1 Januari 2017, 1 Maret 2017, dan
1 Mei 2017. Selain itu, tarif berbagai angkutan;
meliputi angkutan udara, antarkota, dan dalam kota,
serta tarif kereta api, diperkirakan meningkat seiring
tingginya permintaan untuk mudik Lebaran. Namun
demikian, kebijakan pemerintah untuk tidak
menaikkan harga BBM jenis Premium dan Solar hingga
Juni 2017 dan penundaan kebijakan distribusi tertutup
LPG 3 kg diperkirakan mampu menahan inflasi agar
tidak lebih tinggi.
Inflasi tahunan volatile food diperkirakan
meningkat. Secara pasokan, penurunan ini sejalan
dengan memasukinya masa tanam beras dan beberapa
komoditas hortikultura, seperti aneka cabai pada
triwulan kedua sesuai dengan pola historisnya. Lebih
jauh, dari sisi permintaan, kebutuhan akan komoditas
pangan diperkirakan akan meningkat, terutama untuk
komoditas hasil peternakan dan hortikultura. Namun
demikian, Perum Bulog Divisi Regional Jawa Tengah
memastikan kebutuhan beras untuk bulan puasa dan
Lebaran di wilayah Jateng aman. Pada akhir April 2017,
ketersediaan beras di gudang Bulog hingga saat ini
mencapai 269.593 ton. Stok ini mampu memenuhi
kebutuhan hingga tujuh bulan ke depan. Tekanan
inflasi pada triwulan II 2017 mendatang juga relatif
tertahan seiring dengan upaya pemerintah yang
menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk
komoditas untuk komoditas pangan, yakni gula pasir,
minyak goreng, dan daging sapi. Berdasarkan
kebijakan pemerintah tersebut HET gula pasir
ditetapkan sebesar Rp 12.500 per kilogram, minyak
goreng dalam kemasan sederhana Rp 11.000 per liter,
dan daging beku Rp 80.000 per kilogram.
Inf las i kelompok int i juga diperkirakan
mengalami peningkatan. Hal ini sejalan dengan
meningkatnya permintaan masyarakat, meliputi
komoditas sandang, kendaraan bermotor, dan
makanan/minuman jadi. Sementara itu, terdapat
dampak lanjut penyesuaian tarif listrik terhadap
kenaikan sewa dan kontrak rumah. Adapun percepatan
infrastruktur di berbagai bidang dan berbagai daerah
j e l ang Ramadhan d ipe rk i r akan be rpotens i
menyebabkan peningkatan permintaan untuk bahan
bangunan.
Lebih jauh, peningkatan inflasi inti tercermin dari
ekspektasi harga di tingkat pedagang. Hasil Survei
Konsumen menunjukkan adanya peningkatan
ekspektasi harga 6 bulan mendatang. Begitu pula
dengan Surve i Pedagang Eceran yang juga
menunjukkan adanya peningkatan ekspektasi harga
untuk 3 bulan yang akan datang. Meningkatnya
ekspektasi ini turut mengkonfirmasi pola historis
meningkatnya permintaan di bulan Ramadhan dan Idul
Fitri.
60 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
INDEKS
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 3.38
INDEKS
130
140
150
160
170
180
190
200
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang EceranGrafik 3.39
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 91011121 2 3
2015
4 5 6 7 8 91011121 2 3
2014
4 5 6 7 8 9101112 1 2 3
2017
1 2 3
2013
4 5 6 7 8 9101112 4 5 6 1 2 3
2016
4 5 6 7 8 91011121 2 3
2015
4 5 6 7 8 91011121 2 3
2014
4 5 6 7 8 9101112 1 2 3
2017
1 2 3
2013
4 5 6 7 8 9101112 4 5 6
3.6. Program Pengendalian Inflasi Daerah
Dalam rangka menjaga kestabilan harga dan
pasokan bahan pangan strategis, TPID Provinsi
Jawa Tengah telah menyelenggarakan berbagai
kegiatan sampai dengan April 2017, antara lain sbb:
Telah dilaksanakan Rakorwil TPID se-Jawa Tengah
pada tanggal 3 April 2017. Rakorwil dipimpin
langsung oleh Gubernur Jawa Tengah. Fokus tema
yang dibahas dalam acara tersebut adalah
Optimalisasi Peran BUMD dalam mendukung
ketahanan pangan dan stabilitas harga. BUMD
Jawa Tengah didorong untuk lebih berperan aktif
dalam mendukung ketahanan pangan Jawa
Tengah.
Melaksanakan Survey Evaluasi Pengendalian Inflasi.
Dalam rangka menilai efektifitas pengendalian
inflasi, TPID Prov. Jawa Tengah melaksanakan survey
kegiatan pengendalian inflasi kepada TPID di 35
Kab/Kota se-Jawa Tengah.
Koordinasi dalam rangka Pengembangan SiHaTi
Data Produksi dengan melaksanakan rapat
koordinasi bersama dengan Dinas/OPD terkait
(Dinas Pertanian dan Perkebunan serta Dinas
Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Jawa
Tengah). Selain dengan OPD, koordinasi juga
dilaksanakan dengan petani dan peternak dari
daerah sentra.
a.
b.
c.
Dalam rangka meningkatkan prosentase informasi
p a s o k a n m e l a l u i p e n a m b a h a n j u m l a h
petani/peternak penginput di SiHaTi Data Produksi,
TPID Jateng menyelenggarakan capacity building
cara input SiHaTi Data Produksi bagi 56 Gapoktan di
15 Kabupaten/Kota daerah sentra pada tanggal 20
April 2017. Sebagai pilot project, komoditas yang di
input ke dalam aplikasi SiHaTi Data Produksi adalah
aneka cabai, bawang merah, bawang putih, dan
daging sapi.
Evaluasi Input pada aplikasi SiHaTi data Produksi
yang dilaksanakan pada tanggal 25 April 2017.
Peserta dari kegiatan dimaksud adalah 56
petani/peternak yang berasal dari 15 Kab/Kota
sentra serta OPD terkai t . Eva luas i input
dilaksanakan sebagai tindak lanjut competency
building input data kepada para petani dan
peternak. Kegiatan ini bermanfaat bagi petani dan
peternak apabila mengalami kesulitan dalam
melakukan input sekaligus dalam rangka menjaga
kualitas input data.
Perbaikan Aplikasi SiHaTi Data Produksi. Walaupun
aplikasi dimaksud telah ada dan digunakan oleh
petani dan peternak, namun pengembangan dan
perbaikan aplikasi terus dilakukan dalam rangka
menyediakan aplikasi yang lebih berdayaguna dan
user friendly.
d.
e.
f.
61PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
tekanan dari sisi permintaan diperkirakan meningkat di
tengah Ramadhan dan Idul Fitri. Hal ini kemudian
mendorong terjadinya peningkatan inflasi baik dari sisi
penawaran maupun dari sisi permintaan. Namun
demik ian, pemer intah senant iasa berupaya
memperbaiki distribusi logistik dan menjaga
ketersediaan pasokan selama bulan Ramadhan
sehingga diperkirakan inflasi triwulan II 2017
diperkirakan masih berada pada rentang atas sasaran
inflasi nasional yang sebesar 4±1%.
Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan
kelompok administered prices diperkirakan
meningkat. Kenaikan ini diperkirakan didorong oleh
penyesuaian tarif listrik bagi pelanggan 900VA.
Penyesuaian TTL golongan tarif R-1/900 VA khusus
masyarakat mampu akan diberlakukan secara bertahap
setiap 2 bulan, yaitu 1 Januari 2017, 1 Maret 2017, dan
1 Mei 2017. Selain itu, tarif berbagai angkutan;
meliputi angkutan udara, antarkota, dan dalam kota,
serta tarif kereta api, diperkirakan meningkat seiring
tingginya permintaan untuk mudik Lebaran. Namun
demikian, kebijakan pemerintah untuk tidak
menaikkan harga BBM jenis Premium dan Solar hingga
Juni 2017 dan penundaan kebijakan distribusi tertutup
LPG 3 kg diperkirakan mampu menahan inflasi agar
tidak lebih tinggi.
Inflasi tahunan volatile food diperkirakan
meningkat. Secara pasokan, penurunan ini sejalan
dengan memasukinya masa tanam beras dan beberapa
komoditas hortikultura, seperti aneka cabai pada
triwulan kedua sesuai dengan pola historisnya. Lebih
jauh, dari sisi permintaan, kebutuhan akan komoditas
pangan diperkirakan akan meningkat, terutama untuk
komoditas hasil peternakan dan hortikultura. Namun
demikian, Perum Bulog Divisi Regional Jawa Tengah
memastikan kebutuhan beras untuk bulan puasa dan
Lebaran di wilayah Jateng aman. Pada akhir April 2017,
ketersediaan beras di gudang Bulog hingga saat ini
mencapai 269.593 ton. Stok ini mampu memenuhi
kebutuhan hingga tujuh bulan ke depan. Tekanan
inflasi pada triwulan II 2017 mendatang juga relatif
tertahan seiring dengan upaya pemerintah yang
menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk
komoditas untuk komoditas pangan, yakni gula pasir,
minyak goreng, dan daging sapi. Berdasarkan
kebijakan pemerintah tersebut HET gula pasir
ditetapkan sebesar Rp 12.500 per kilogram, minyak
goreng dalam kemasan sederhana Rp 11.000 per liter,
dan daging beku Rp 80.000 per kilogram.
Inf las i kelompok int i juga diperkirakan
mengalami peningkatan. Hal ini sejalan dengan
meningkatnya permintaan masyarakat, meliputi
komoditas sandang, kendaraan bermotor, dan
makanan/minuman jadi. Sementara itu, terdapat
dampak lanjut penyesuaian tarif listrik terhadap
kenaikan sewa dan kontrak rumah. Adapun percepatan
infrastruktur di berbagai bidang dan berbagai daerah
j e l ang Ramadhan d ipe rk i r akan be rpotens i
menyebabkan peningkatan permintaan untuk bahan
bangunan.
Lebih jauh, peningkatan inflasi inti tercermin dari
ekspektasi harga di tingkat pedagang. Hasil Survei
Konsumen menunjukkan adanya peningkatan
ekspektasi harga 6 bulan mendatang. Begitu pula
dengan Surve i Pedagang Eceran yang juga
menunjukkan adanya peningkatan ekspektasi harga
untuk 3 bulan yang akan datang. Meningkatnya
ekspektasi ini turut mengkonfirmasi pola historis
meningkatnya permintaan di bulan Ramadhan dan Idul
Fitri.
60 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Dalam rangka memantau pergerakan harga komoditas
strategis di Bulan Ramadhan, Senin 29 Mei 2017, Bank
Indonesia Purwokerto bersama Bupati Kab. Purbalingga
beserta SKPD terkait melakukan sidak di pasar Bobotsari
Kab. Purbalinggga. Pasar Bobotsari merupakan salah
satu pasar penyangga yang berada di wilayah Kab.
Purbalingga bagian utara. Berdasarkan pantauan harga
komoditas strategis, seperti bawang merah, bawang
putih, daging ayam dan daging sapi mengalami kenaikan
namun masih dalam batas terkendali.
Dalam upaya mengendalikan harga selama bulan
Ramadhan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri Pemerintah
Kab. Purbalingga dan Bank Indonesia Purwokerto yang
melalui Tim TPID melakukan langkah-langkah strategis
Pada tanggal 29 Mei 2017 Pemerintah Kab. Purbalingga
yang juga dihadiri Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Purwokerto melakukan panen perdana Bawang Merah
di lahan uji coba Kelompok Bangkit Lestari Desa
Pekuncen, Kec. Bobotsari Kab. Purbalingga. Berdasarkan
hasil perhitungan ubinan dalam satu hektar dapat
menghasilkan bawang 29,4 ton. Jika harga bawang
Rp17 ribu per kg, hasil kotor yang didapat mencapai
Rp499,8 juta dengan biaya produksi Rp110 juta/ha.
Keberhasilan pada lahan uji coba tersebut diperkirakan
karena tipologi iklim dan cuaca Desa Pekuncen sangat
cocok dengan varietas yang ditanam. Bahkan bawang
merah dengan jenis Bima tersebut hasil produksinya
melebihi yang ada di Kab. Brebes kemungkinan
dikarenakan struktur tanahnya masih subur dan belum
jenuh oleh bahan kimia pupuk atau pestisida.
Dengan hasil yang cukup memuaskan tersebut, ke depan
Pemkab Kab. Purbalingga berencana mengembangkan
luas lahan dengan meluncurkan program “Bamer
Bangga” (Bawang merah Purbalingga).
SUPLEMEN IIIKegiatan Pengendalian Inflasi di Wilayah Eks KaresidenanBanyumas tahun 2017 Panen Bawang di Kab. Purbalingga
Pantau harga Pasar Bobotsari dengan Bupati Purbalingga
Dalam rangka menyambut Ramadhan dan Idul Fitri
2017, telah dilakukan penyusunan materi Iklan
Layanan Masyarakat (ILM). Terdapat 2 jenis materi
ILM yaitu : ILM Bijak Berbelanja bagi konsumen dan
bijak dalam berdagang (tidak menimbun barang)
bagi pedagang. Rencananya ILM akan disampaikan
di 3 (tiga) radio mulai H-7 Ramadhan dan H+7 Idul
Fitri.
Apl ikas i S iHaT i Masyarakat te lah se lesa i
dikembangkan oleh KPw BI Prov. Jateng, dalam
rangka sosialisasi telah dilaksanakan penyusunan
materi sosialisasi aplikasi SiHaTi Masyarakat melalui
radio.
Grand Launching SiHaTi Generasi III
g.
h.
i.
a.
b.
Setelah sukses dengan Sistem Informasi Harga
dan Produksi Komoditi Generasi II (SiHaTi Gen.II)
y ang memungk inkan Pe j aba t Dae rah
memperoleh early warning kenaikan harga, serta
berkoordinas i secara v i r tual , sehingga
mempercepat dalam pengambilan keputusan,
TPID Provinsi Jawa Tengah kembali dengan
inovasi baru yaitu SiHaTi Gen.III. Inovasi ini di-
launching langsung oleh Gubernur Jawa Tengah
bersama dengan Sekretaris Daerah serta Kepala
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah
pada tanggal 28 April 2017.
SiHaTi Gen.III merupakan integrasi antara 3 (tiga)
aplikasi yaitu pertama, SiHaTi Data Produksi yang
merupakan aplikasi berbasis android yang
memungkinkan petani atau peternak di daerah
sentra untuk mencatatkan informasi terkait
produksi (meliputi: jumlah dan perkiraan panen,
harga jual, serta kendala yang dihadapi). Sebagai
tahap awal, pilot project SiHaTi Data Produksi
mencakup 56 Gapoktan yang tersebar di 15
Kabupaten/Kota sentra komoditas cabai,
bawang merah, bawang putih, dan daging sapi.
c.
Kedua, SiHaTi Mobile Application atau yang
sering disebut SiHaTi Gen.II Ketiga, aplikasi
SiHaTi Masyarakat yang memungkinkan
m a s y a r a k a t l u a s u n t u k m e m a n t a u
perkembangan harga di pasar-pasar utama di 35
Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah. Aplikasi ini
dapat diunduh di playstore android secara gratis.
Beberapa manfaat utama yang diperoleh dari
SiHaTi Gen.III yang merupakan penggabungan
dari ketiga aplikasi tersebut:
i .
ii.
iii
Bagi pemerintah
- Memantau perkembangan data produksi
(pasokan) riil dan perkiraan pasokan yang
dimiliki oleh petani/peternak di daerah
sentra secara real time.
- Mendukung pengambilan keputusan
terkait ketahanan pangan, misal: insiasi
kerjasama perdagangan antar daerah.
Bagi Produsen (Petani/Peternak)
Sebagai acuan dalam menentukan rencana
tanam. Pengaturan pola tanam akan
meminimalkan harga jatuh saat panen raya
dan meminimalkan lonjakan harga ketika
terjadi kelangkaan produksi.
Bagi Konsumen (Masyarakat).
Mengelola ekspektasi positif di masyarakat
karena adanya transparansi harga dan
pasokan.
62 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
63PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
Dalam rangka memantau pergerakan harga komoditas
strategis di Bulan Ramadhan, Senin 29 Mei 2017, Bank
Indonesia Purwokerto bersama Bupati Kab. Purbalingga
beserta SKPD terkait melakukan sidak di pasar Bobotsari
Kab. Purbalinggga. Pasar Bobotsari merupakan salah
satu pasar penyangga yang berada di wilayah Kab.
Purbalingga bagian utara. Berdasarkan pantauan harga
komoditas strategis, seperti bawang merah, bawang
putih, daging ayam dan daging sapi mengalami kenaikan
namun masih dalam batas terkendali.
Dalam upaya mengendalikan harga selama bulan
Ramadhan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri Pemerintah
Kab. Purbalingga dan Bank Indonesia Purwokerto yang
melalui Tim TPID melakukan langkah-langkah strategis
Pada tanggal 29 Mei 2017 Pemerintah Kab. Purbalingga
yang juga dihadiri Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Purwokerto melakukan panen perdana Bawang Merah
di lahan uji coba Kelompok Bangkit Lestari Desa
Pekuncen, Kec. Bobotsari Kab. Purbalingga. Berdasarkan
hasil perhitungan ubinan dalam satu hektar dapat
menghasilkan bawang 29,4 ton. Jika harga bawang
Rp17 ribu per kg, hasil kotor yang didapat mencapai
Rp499,8 juta dengan biaya produksi Rp110 juta/ha.
Keberhasilan pada lahan uji coba tersebut diperkirakan
karena tipologi iklim dan cuaca Desa Pekuncen sangat
cocok dengan varietas yang ditanam. Bahkan bawang
merah dengan jenis Bima tersebut hasil produksinya
melebihi yang ada di Kab. Brebes kemungkinan
dikarenakan struktur tanahnya masih subur dan belum
jenuh oleh bahan kimia pupuk atau pestisida.
Dengan hasil yang cukup memuaskan tersebut, ke depan
Pemkab Kab. Purbalingga berencana mengembangkan
luas lahan dengan meluncurkan program “Bamer
Bangga” (Bawang merah Purbalingga).
SUPLEMEN IIIKegiatan Pengendalian Inflasi di Wilayah Eks KaresidenanBanyumas tahun 2017 Panen Bawang di Kab. Purbalingga
Pantau harga Pasar Bobotsari dengan Bupati Purbalingga
Dalam rangka menyambut Ramadhan dan Idul Fitri
2017, telah dilakukan penyusunan materi Iklan
Layanan Masyarakat (ILM). Terdapat 2 jenis materi
ILM yaitu : ILM Bijak Berbelanja bagi konsumen dan
bijak dalam berdagang (tidak menimbun barang)
bagi pedagang. Rencananya ILM akan disampaikan
di 3 (tiga) radio mulai H-7 Ramadhan dan H+7 Idul
Fitri.
Apl ikas i S iHaT i Masyarakat te lah se lesa i
dikembangkan oleh KPw BI Prov. Jateng, dalam
rangka sosialisasi telah dilaksanakan penyusunan
materi sosialisasi aplikasi SiHaTi Masyarakat melalui
radio.
Grand Launching SiHaTi Generasi III
g.
h.
i.
a.
b.
Setelah sukses dengan Sistem Informasi Harga
dan Produksi Komoditi Generasi II (SiHaTi Gen.II)
y ang memungk inkan Pe j aba t Dae rah
memperoleh early warning kenaikan harga, serta
berkoordinas i secara v i r tual , sehingga
mempercepat dalam pengambilan keputusan,
TPID Provinsi Jawa Tengah kembali dengan
inovasi baru yaitu SiHaTi Gen.III. Inovasi ini di-
launching langsung oleh Gubernur Jawa Tengah
bersama dengan Sekretaris Daerah serta Kepala
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah
pada tanggal 28 April 2017.
SiHaTi Gen.III merupakan integrasi antara 3 (tiga)
aplikasi yaitu pertama, SiHaTi Data Produksi yang
merupakan aplikasi berbasis android yang
memungkinkan petani atau peternak di daerah
sentra untuk mencatatkan informasi terkait
produksi (meliputi: jumlah dan perkiraan panen,
harga jual, serta kendala yang dihadapi). Sebagai
tahap awal, pilot project SiHaTi Data Produksi
mencakup 56 Gapoktan yang tersebar di 15
Kabupaten/Kota sentra komoditas cabai,
bawang merah, bawang putih, dan daging sapi.
c.
Kedua, SiHaTi Mobile Application atau yang
sering disebut SiHaTi Gen.II Ketiga, aplikasi
SiHaTi Masyarakat yang memungkinkan
m a s y a r a k a t l u a s u n t u k m e m a n t a u
perkembangan harga di pasar-pasar utama di 35
Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah. Aplikasi ini
dapat diunduh di playstore android secara gratis.
Beberapa manfaat utama yang diperoleh dari
SiHaTi Gen.III yang merupakan penggabungan
dari ketiga aplikasi tersebut:
i .
ii.
iii
Bagi pemerintah
- Memantau perkembangan data produksi
(pasokan) riil dan perkiraan pasokan yang
dimiliki oleh petani/peternak di daerah
sentra secara real time.
- Mendukung pengambilan keputusan
terkait ketahanan pangan, misal: insiasi
kerjasama perdagangan antar daerah.
Bagi Produsen (Petani/Peternak)
Sebagai acuan dalam menentukan rencana
tanam. Pengaturan pola tanam akan
meminimalkan harga jatuh saat panen raya
dan meminimalkan lonjakan harga ketika
terjadi kelangkaan produksi.
Bagi Konsumen (Masyarakat).
Mengelola ekspektasi positif di masyarakat
karena adanya transparansi harga dan
pasokan.
62 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
63PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
Dalam rangka mengelola ekspetasi masyarakat terhadap
harga komoditas pangan strategis, Bank Indonesia
Purwokerto berpartisipasi pada kegiatan pasar Murah di
4 Kabupaten. Selama bulan Ramadhan tersebut, Bank
Indonesia berpartisipasi pada 7 Kegiatan pasar Murah
dengan menyediakan total 2.400 paket sembako yang
terdiri dari gula, minyak, terigu dan biskuit. Selain itu
KPw Bank Indonesia Purwokerto juga mengajak Sub
BMPD Jateng-Banyumas untuk ikut berpartisipasi dalam
kegiatan pasar murah tersebut dengan menyediakan
jumlah paket yang sama yaitu 2.400 paket.
Monitoring Program Swadaya Pangan Rumah Tangga
Pada tanggal 24 Mei 2017 dilakukan monitoring
terhadap kegiatan Lomba dan Gerakan Menanam Cabai
di Kab. Cilacap. Dari hasil monitoring tersebut umur
tanaman cabai tidak seragam. Di beberapa desa
tanaman cabai sudah mulai berbuah, namun sebagian
masih bunga. Hal tersebut dikarenakan pada saat
pembibitan banyak yang gagal dikarenakan dari hasil
pantauan tersebut telah diputuskan untuk jadwal
penjurian lomba akan diundur yang semula dimulai pada
tanggal 29 Mei 2017-3 Juni 2017, menjadi tanggal 8-15
Juni 2017.
Progres Kegiatan Lomba dan Gerakan Menanam Cabaidi Kab. Cilacap
SUPLEMEN IIISUPLEMEN III
yaitu dengan merencanakan sidak di beberapa pasar,
melakukan operasi pasar, koordinasi lintas organisasi
perangkat daerah, serta menginformasikan harga
barang strategis. Upaya yang telah dilakukan Pemda
Kab. Purbalingga telah mengantisipasi lonjakan harga
cabai melalui gerakan “Macan Manis” Gerakan Mama
Cantik Menanam Cengis yaitu gerakan menanam cabai
sebanyak 20.000 polibag oleh Ibu-ibu PKK. Selain itu,
selama bulan Ramadhan Pemda Kab. Purbalingga
merencanakan 3 kali pasar murah di tiga kecamatan
berbeda, yaitu pada tanggal 3,6 dan 8 Juni 2017.
Dalam rangka meningkatkan produktivitas pertanian
padi di Kab. Banyumas, pada Bulan Mei 2017 KPw Bank
Indonesia Purwokerto kembali merealisasikan anggaran
untuk demfarm penanaman padi Hazton. Anggaran
tersebut dialokasikan di Kelompok Tani Kalimanggis I
Desa Pekuncen, Kec. Pekuncen Kab. Banyumas untuk
areal seluas 5 Ha serta di Pondok Pesantren At-taujieh Al
Islamy Kec. Kebasen Kab. Banyumas untuk lahan seluas 6
Ha. Kegiatan sebar benih telah dilakukan pada
pertengahan bulan Mei dan diperkirakan dapat dipanen
pada bulan September 2017.
Tanam Metode Hazton
Bentuk kegiatan dalam program tersebut yaitu Pelatihan
Budidya cabai di media Polibag dilaksanakan pada
kegiatan Jambore IMP (Institusi Masyarakat Pedesaaan)
pada tanggal 29-30 Maret 2017, pengadaan bibit cabai
sebanyak 3000 polibag dan festival Si BaBe (Intensifikasi
Bawang dan Cabe). Peserta pelatihan diikuti oleh kader
desa (PKK) se wilayah Kab. Banyumas, apartur desa se-
Kecamatan Baturraden dan penyuluh KB se-Kab.
Banyumas.
Tujuan program ini antara lain mendukung upaya
pengendalian inflasi melalui peningkatan ketersediaan
pasokan dan mengurangi demand terhadap komoditas
tersebut di pasar; memberikan pemahaman mengenai
pemanfaatan cabai segar menjadi produk olahan yang
bernilai jual dan mampu meningkatkan kapasitas
ekonomi rumah tangga; meningkatkan pemberdayaan
perempuan, khususnya PKK, dalam upaya menjaga
kestabilan harga melalui konsumsi produk olahan dan
potensi peningkatan penghasilan rumah tangga melalui
pengembangan industri pengolahan skala rumah
tangga.
Pada tanggal 24 Mei 2017 dilakukan monitoring di
tempat pembenihan Desa Dawuhan Wetan Kec.
Kedungbanteng Kab. Banyumas. Dari hasil pemantauan
tanaman cabai sebagian besar telah berbuah pertama
dan siap didistribusikan kepada PKK di Kab. Banyumas.
Monitoring Program Swadaya Pangan Rumah Tangga
65PERKEMBANGANINFLASI DAERAH64 PERKEMBANGAN
INFLASI DAERAH
Dalam rangka mengelola ekspetasi masyarakat terhadap
harga komoditas pangan strategis, Bank Indonesia
Purwokerto berpartisipasi pada kegiatan pasar Murah di
4 Kabupaten. Selama bulan Ramadhan tersebut, Bank
Indonesia berpartisipasi pada 7 Kegiatan pasar Murah
dengan menyediakan total 2.400 paket sembako yang
terdiri dari gula, minyak, terigu dan biskuit. Selain itu
KPw Bank Indonesia Purwokerto juga mengajak Sub
BMPD Jateng-Banyumas untuk ikut berpartisipasi dalam
kegiatan pasar murah tersebut dengan menyediakan
jumlah paket yang sama yaitu 2.400 paket.
Monitoring Program Swadaya Pangan Rumah Tangga
Pada tanggal 24 Mei 2017 dilakukan monitoring
terhadap kegiatan Lomba dan Gerakan Menanam Cabai
di Kab. Cilacap. Dari hasil monitoring tersebut umur
tanaman cabai tidak seragam. Di beberapa desa
tanaman cabai sudah mulai berbuah, namun sebagian
masih bunga. Hal tersebut dikarenakan pada saat
pembibitan banyak yang gagal dikarenakan dari hasil
pantauan tersebut telah diputuskan untuk jadwal
penjurian lomba akan diundur yang semula dimulai pada
tanggal 29 Mei 2017-3 Juni 2017, menjadi tanggal 8-15
Juni 2017.
Progres Kegiatan Lomba dan Gerakan Menanam Cabaidi Kab. Cilacap
SUPLEMEN IIISUPLEMEN III
yaitu dengan merencanakan sidak di beberapa pasar,
melakukan operasi pasar, koordinasi lintas organisasi
perangkat daerah, serta menginformasikan harga
barang strategis. Upaya yang telah dilakukan Pemda
Kab. Purbalingga telah mengantisipasi lonjakan harga
cabai melalui gerakan “Macan Manis” Gerakan Mama
Cantik Menanam Cengis yaitu gerakan menanam cabai
sebanyak 20.000 polibag oleh Ibu-ibu PKK. Selain itu,
selama bulan Ramadhan Pemda Kab. Purbalingga
merencanakan 3 kali pasar murah di tiga kecamatan
berbeda, yaitu pada tanggal 3,6 dan 8 Juni 2017.
Dalam rangka meningkatkan produktivitas pertanian
padi di Kab. Banyumas, pada Bulan Mei 2017 KPw Bank
Indonesia Purwokerto kembali merealisasikan anggaran
untuk demfarm penanaman padi Hazton. Anggaran
tersebut dialokasikan di Kelompok Tani Kalimanggis I
Desa Pekuncen, Kec. Pekuncen Kab. Banyumas untuk
areal seluas 5 Ha serta di Pondok Pesantren At-taujieh Al
Islamy Kec. Kebasen Kab. Banyumas untuk lahan seluas 6
Ha. Kegiatan sebar benih telah dilakukan pada
pertengahan bulan Mei dan diperkirakan dapat dipanen
pada bulan September 2017.
Tanam Metode Hazton
Bentuk kegiatan dalam program tersebut yaitu Pelatihan
Budidya cabai di media Polibag dilaksanakan pada
kegiatan Jambore IMP (Institusi Masyarakat Pedesaaan)
pada tanggal 29-30 Maret 2017, pengadaan bibit cabai
sebanyak 3000 polibag dan festival Si BaBe (Intensifikasi
Bawang dan Cabe). Peserta pelatihan diikuti oleh kader
desa (PKK) se wilayah Kab. Banyumas, apartur desa se-
Kecamatan Baturraden dan penyuluh KB se-Kab.
Banyumas.
Tujuan program ini antara lain mendukung upaya
pengendalian inflasi melalui peningkatan ketersediaan
pasokan dan mengurangi demand terhadap komoditas
tersebut di pasar; memberikan pemahaman mengenai
pemanfaatan cabai segar menjadi produk olahan yang
bernilai jual dan mampu meningkatkan kapasitas
ekonomi rumah tangga; meningkatkan pemberdayaan
perempuan, khususnya PKK, dalam upaya menjaga
kestabilan harga melalui konsumsi produk olahan dan
potensi peningkatan penghasilan rumah tangga melalui
pengembangan industri pengolahan skala rumah
tangga.
Pada tanggal 24 Mei 2017 dilakukan monitoring di
tempat pembenihan Desa Dawuhan Wetan Kec.
Kedungbanteng Kab. Banyumas. Dari hasil pemantauan
tanaman cabai sebagian besar telah berbuah pertama
dan siap didistribusikan kepada PKK di Kab. Banyumas.
Monitoring Program Swadaya Pangan Rumah Tangga
65PERKEMBANGANINFLASI DAERAH64 PERKEMBANGAN
INFLASI DAERAH
Tekanan terhadap stabilitas keuangan daerah Jawa Tengah pada triwulan I 2017 menurun sejalan dengan peningkatan kinerja perekonomian.
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGANDAN UMKM
BABIV
Menurunnya kerentanan sektor korporasi Jawa Tengah pada triwulan I 2017 tercermin
dari membaiknya beberapa indikator kinerja utama korporasi.
Namun demikian pada triwulan I 2017, kinerja perbankan Jawa Tengah mengalami
perlambatan sejalan dengan siklus perlambatan perekonomian pada awal tahun.
SUPLEMEN III
Pemeliharaan cabai di media polibag di lingkungan lapas
telah memasuki usia panen, sebagian besar tanaman
telah berbuah. Selanjutnya, pada bulan Mei 2017 telah
direalisasikan anggaran penanaman cabe dengan media
mulsa (media tanah) untuk 3.500 batang diarea Lapas
Purwokerto.
Progres Budidaya Cabai Di Lapas Purwokerto
66 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
Tekanan terhadap stabilitas keuangan daerah Jawa Tengah pada triwulan I 2017 menurun sejalan dengan peningkatan kinerja perekonomian.
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGANDAN UMKM
BABIV
Menurunnya kerentanan sektor korporasi Jawa Tengah pada triwulan I 2017 tercermin
dari membaiknya beberapa indikator kinerja utama korporasi.
Namun demikian pada triwulan I 2017, kinerja perbankan Jawa Tengah mengalami
perlambatan sejalan dengan siklus perlambatan perekonomian pada awal tahun.
SUPLEMEN III
Pemeliharaan cabai di media polibag di lingkungan lapas
telah memasuki usia panen, sebagian besar tanaman
telah berbuah. Selanjutnya, pada bulan Mei 2017 telah
direalisasikan anggaran penanaman cabe dengan media
mulsa (media tanah) untuk 3.500 batang diarea Lapas
Purwokerto.
Progres Budidaya Cabai Di Lapas Purwokerto
66 PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
4.1. Perkembangan Stabilitas Sistem Keuangan Jawa Tengah
Tekanan stabilitas keuangan Jawa Tengah pada
tr iwulan IV 2016 mengalami penurunan
dibandingkan triwulan III 2016 sejalan dengan
perbaikan kinerja perekonomian daerah pada periode
tersebut. Indikator-indikator kinerja keuangan
korporasi Jawa Tengah mengkonfirmasi penurunan
tekanan tersebut yang tercermin pada peningkatan
kinerja korporasi.
Sementara itu, kinerja perbankan Jawa Tengah pada
triwulan I 2017 mengalami perlambatan setelah
mengalami peningkatan pada triwulan IV 2016. Sesuai
dengan pola musiman kinerja perekonomian daerah
kembali melambat pada awal tahun. Pada triwulan I
2017, salah satu indikator utama kinerja perbankan
yaitu aset tercatat tumbuh sebesar 13,04% (yoy);
melambat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat
sebesar 13,32% (yoy).
4.1.1. Ketahanan Sektor Korporasi Jawa Tengah Triwulan IV 2016
Ketidakpastian perekonomian global yang
didorong oleh kebijakan perekonomian pemerintahan
baru Amerika Serikat (AS) yang cenderung protektif
berpotensi memberikan dampak signifikan bagi kinerja
korporasi Jawa Tengah mengingat AS masih
merupakan negara tujuan ekspor utama Jawa Tengah
dengan pangsa sebesar 27,46% (keseluruhan tahun
4.1.1.1. Sumber-Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
2016). Selain itu, tren perlambatan pertumbuhan
ekonomi Tiongkok juga berpotensi memberikan
tekanan tambahan bagi korporasi Jawa Tengah.
Namun demikian, di tengah tekanan perekonomian
global yang meningkat, korporasi Jawa Tengah berhasil
mencatatkan kinerja yang meningkat di triwulan IV
2016. Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan
Eceran (SPE) Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang
menunjukkan rata-rata penjualan riil yang meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya.
4.1.1.2. Kinerja dan Penilaian Risiko Korporasi Jawa Tengah Triwulan IV 2016
Kinerja korporasi pada triwulan IV 2016 mengalami
peningkatan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
yang meningkat. Hal ini terkonfirmasi oleh hasil Survei
Penjualan Eceran (SPE) Kantor Perwakilan Bank
Indones ia P rov ins i Jawa Tengah yang juga
menun jukkan pen ingkatan keg ia tan usaha
dibandingkan triwulan III 2016. Berdasarkan hasil SPE
tersebut, pencapaian Indeks Penjualan Riil (IPR)
mengalami peningkatan menjadi 189,64 pada triwulan
IV 2016 dari 187,17 pada triwulan III 2016.
Meski kinerja korporasi meningkat di triwulan IV 2016,
penyerapan tenaga kerja korporasi pada pada triwulan
laporan cenderung menurun. Hal tersebut tercermin
dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) penggunaan tenaga
kerja pada Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Kantor
INDEKS PENJUALAN RIIL
Grafik 4.1 Hasil SPE Jawa Tengah Grafik 4.2 Perkembangan SBT Penggunaan Tenaga Kerja Jawa Tengah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IV
160
165
170
175
180
185
190
195
200
205
-8,0
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0 %SBT
*) Angka perkiraan
69STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
4.1. Perkembangan Stabilitas Sistem Keuangan Jawa Tengah
Tekanan stabilitas keuangan Jawa Tengah pada
tr iwulan IV 2016 mengalami penurunan
dibandingkan triwulan III 2016 sejalan dengan
perbaikan kinerja perekonomian daerah pada periode
tersebut. Indikator-indikator kinerja keuangan
korporasi Jawa Tengah mengkonfirmasi penurunan
tekanan tersebut yang tercermin pada peningkatan
kinerja korporasi.
Sementara itu, kinerja perbankan Jawa Tengah pada
triwulan I 2017 mengalami perlambatan setelah
mengalami peningkatan pada triwulan IV 2016. Sesuai
dengan pola musiman kinerja perekonomian daerah
kembali melambat pada awal tahun. Pada triwulan I
2017, salah satu indikator utama kinerja perbankan
yaitu aset tercatat tumbuh sebesar 13,04% (yoy);
melambat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat
sebesar 13,32% (yoy).
4.1.1. Ketahanan Sektor Korporasi Jawa Tengah Triwulan IV 2016
Ketidakpastian perekonomian global yang
didorong oleh kebijakan perekonomian pemerintahan
baru Amerika Serikat (AS) yang cenderung protektif
berpotensi memberikan dampak signifikan bagi kinerja
korporasi Jawa Tengah mengingat AS masih
merupakan negara tujuan ekspor utama Jawa Tengah
dengan pangsa sebesar 27,46% (keseluruhan tahun
4.1.1.1. Sumber-Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
2016). Selain itu, tren perlambatan pertumbuhan
ekonomi Tiongkok juga berpotensi memberikan
tekanan tambahan bagi korporasi Jawa Tengah.
Namun demikian, di tengah tekanan perekonomian
global yang meningkat, korporasi Jawa Tengah berhasil
mencatatkan kinerja yang meningkat di triwulan IV
2016. Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan
Eceran (SPE) Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang
menunjukkan rata-rata penjualan riil yang meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya.
4.1.1.2. Kinerja dan Penilaian Risiko Korporasi Jawa Tengah Triwulan IV 2016
Kinerja korporasi pada triwulan IV 2016 mengalami
peningkatan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
yang meningkat. Hal ini terkonfirmasi oleh hasil Survei
Penjualan Eceran (SPE) Kantor Perwakilan Bank
Indones ia P rov ins i Jawa Tengah yang juga
menun jukkan pen ingkatan keg ia tan usaha
dibandingkan triwulan III 2016. Berdasarkan hasil SPE
tersebut, pencapaian Indeks Penjualan Riil (IPR)
mengalami peningkatan menjadi 189,64 pada triwulan
IV 2016 dari 187,17 pada triwulan III 2016.
Meski kinerja korporasi meningkat di triwulan IV 2016,
penyerapan tenaga kerja korporasi pada pada triwulan
laporan cenderung menurun. Hal tersebut tercermin
dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) penggunaan tenaga
kerja pada Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Kantor
INDEKS PENJUALAN RIIL
Grafik 4.1 Hasil SPE Jawa Tengah Grafik 4.2 Perkembangan SBT Penggunaan Tenaga Kerja Jawa Tengah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IV
160
165
170
175
180
185
190
195
200
205
-8,0
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0 %SBT
*) Angka perkiraan
69STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.8 Perkembangan DSR dan ICR Korporasi Jawa Tengah
DSR
Grafik 4.9 Perkembangan Current Ratio Korporasi Jawa Tengah
CURRENT RATIO
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV0
1
2
3
4
5
ICR
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV0
1
2
3
4
5
dibandingkan triwulan III 2016 yang tercatat sebesar -90,44 . Sejalan dengan hal tersebut, kemampuan
korporasi Jawa Tengah dalam membayar bunga juga
cenderung menurun pada triwulan IV 2016. Rasio
Interest Coverage Ratio (ICR) menunjukkan penurunan
menjadi sebesar 1,60 pada triwulan IV 2016 dari 2,88 10pada triwulan III 2016.
lapangan usaha ini juga disertai dengan perbaikan
kualitas kreditnya. Non Performing Loan (NPL) sebagai
indikator kualitas kredit pada lapangan usaha pertanian
tercatat sebesar 9,93% pada triwulan I 2017 atau
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 11,26%.
Sebagaimana kondisi pada lapangan usaha pertanian,
peningkatan pertumbuhan lapangan usaha industri
pengolahan yang meningkat pada triwulan I 2017 juga
diiringi oleh peningkatan penyaluran kredit sektor
industri pengolahan. Pada triwulan laporan, lapangan
usaha industri pengolahan tumbuh meningkat menjadi
4,11% (yoy) dari 3,43% (yoy) di triwulan IV 2016.
Sejalan dengan hal tersebut, kredit sektor industri
pengolahan pada triwulan laporan juga mengalami
peningkatan menjadi 4,33% (yoy) dari 1,37% (yoy) di
triwulan sebelumnya. Sementara itu, kualitas kredit
sektor tersebut mengalami penurunan di triwulan I
2017. NPL sektor industri pengolahan pada triwulan
laporan tercatat sebesar 4,57% atau meningkat
dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 3,81%.
DSR: Cicilan pokok + bunga / EBITDAICR: EBIT / biaya bunga. Threshold ICR yang aman adalah di atas 1,5
9 .10.
4.1.1.3. Perkembangan Indikator Perbankan pada Lapangan Usaha Utama Jawa Tengah Triwulan I 2017
Tren pertumbuhan di awal tahun yang melambat
mampu ditahan oleh kinerja lapangan usaha
utama agar tidak melambat lebih dalam. Hal
tersebut juga didukung oleh fungsi intermediasi
perbankan pada lapangan-lapangan usaha utama Jawa
Tengah yang mengalami peningkatan pada triwulan I
2017. Sementara itu, kualitas kredit pada lapangan-
lapangan usaha utama Jawa Tengah pada triwulan
laporan menunjukkan perkembangan yang beragam.
Peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian pada
triwulan I 2017 disertai dengan peningkatan
pertumbuhan kredit sektor pertanian. Pada triwulan
laporan, lapangan usaha pertanian tumbuh sebesar
9,42% (yoy), atau meningkat dari triwulan sebelumnya
yang sebesar 8,75% (yoy). Pertumbuhan kredit sektor
pertanian pada triwulan laporan juga mengalami
peningkatan menjadi 23,75% (yoy) dari 12,99% (yoy)
di triwulan sebelumnya. Peningkatan kinerja pada PERTUMBUHAN EKONOMI KATEGORI PERTANIANPERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERTANIAN
NPL SEKTOR PERTANIAN - SKALA KANAN
Grafik 4.10 Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan RisikoSektor Pertanian
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
YOY
71STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.6 Perkembangan TA/TL Jawa Tengah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV
TA/TL
Grafik 4.7 Perkembangan DER Jawa Tengah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV
DER
1,5
1,6
1,7
1,8
1,9
2,0
2,1
2,2
2,3
2,4
0,6
0,7
0,8
0,9
1,0
1,1
1,2
1,3
Sumber: Situs IDX, diolah
Grafik 4.4 Perkembangan Asset Turnover Korporasi Jawa Tengah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV
ASSET TURNOVER
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
Grafik 4.5 Perkembangan Inventory Turnover Korporasi Jawa Tengah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV
INVENTORY TURNOVER
10%
12%
14%
16%
18%
20%
22%
Sumber: Situs IDX, diolah Sumber: Situs IDX, diolah
Grafik 4.3 Perkembangan ROA dan ROE Korporasi Jawa Tengah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
ROA ROE
Sumber: Situs IDX, diolah
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah
triwulan III 2016 yang sedikit menurun menjadi sebesar
0,26% dari 0,48% pada periode sebelumnya.
6Indikator kinerja keuangan korporasi yang tercermin
dari Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE)
yang juga turut mengalami peningkatan. ROA dan ROE
korporasi Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 masing-
masing tercatat sebesar 2,61% dan 5,68%, meningkat
dibandingkan triwulan III 2017 yang sebesar 1,55%
dan 3,33%. Hal tersebut juga sejalan dengan indikator 7asset turnover yang naik menjadi 0,20 di triwulan IV
2016 dari 0,16 di triwulan III 2016. Meskipun asset 8turnover mengalami peningkatan, inventory turnover
korporasi Jawa Tengah cenderung stabil sejak triwulan
II 2016, yakni sebesar 0,18.
Meskipun kinerja perekonomian Jawa Tengah pada
triwulan IV 2016 mengalami peningkatan, Debt Equity
Ratio (DER) sebagai salah satu indikator ketahanan
korporasi dalam jangka panjang (solvabilitas)
mengalami peningkatan menjadi 1,18 pada triwulan IV
2016 dari 1,15 pada triwulan sebelumnya. Sementara
itu, rasio Total Aset/Total Liabilitas (TA/TL) korporasi
Jawa Tengah cenderung stabil dibandingkan triwulan
sebelumnya yakni sebesar 1,85 pada triwulan IV 2016.
Meskipun mengalami peningkatan kinerja keuangan,
beban korporasi Jawa Tengah dalam membayar utang
pada triwulan IV 2016 mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan III 2016. Rasio beban utang
korporasi (debt service ratio) korporasi Jawa Tengah
pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 3,71; meningkat
Analisis kinerja korporasi Jawa Tengah menggunakan data 3 korporasi terbuka di Jawa Tengah.Indikator ini mencerminkan rasio penjualan terhadap total aset yang menunjukkan tingkat produktivitas dari sisi kemampuan korporasi dalam menggunakan asetnya untuk menghasilkan penjualan.Indikator ini mencerminkan rasio penjualan terhadap persediaan yang menunjukkan tingkat produktivitas dari sisi perputaran persediaan korporasi
6.7.
8.
70 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.8 Perkembangan DSR dan ICR Korporasi Jawa Tengah
DSR
Grafik 4.9 Perkembangan Current Ratio Korporasi Jawa Tengah
CURRENT RATIO
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV0
1
2
3
4
5
ICR
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV0
1
2
3
4
5
dibandingkan triwulan III 2016 yang tercatat sebesar -90,44 . Sejalan dengan hal tersebut, kemampuan
korporasi Jawa Tengah dalam membayar bunga juga
cenderung menurun pada triwulan IV 2016. Rasio
Interest Coverage Ratio (ICR) menunjukkan penurunan
menjadi sebesar 1,60 pada triwulan IV 2016 dari 2,88 10pada triwulan III 2016.
lapangan usaha ini juga disertai dengan perbaikan
kualitas kreditnya. Non Performing Loan (NPL) sebagai
indikator kualitas kredit pada lapangan usaha pertanian
tercatat sebesar 9,93% pada triwulan I 2017 atau
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 11,26%.
Sebagaimana kondisi pada lapangan usaha pertanian,
peningkatan pertumbuhan lapangan usaha industri
pengolahan yang meningkat pada triwulan I 2017 juga
diiringi oleh peningkatan penyaluran kredit sektor
industri pengolahan. Pada triwulan laporan, lapangan
usaha industri pengolahan tumbuh meningkat menjadi
4,11% (yoy) dari 3,43% (yoy) di triwulan IV 2016.
Sejalan dengan hal tersebut, kredit sektor industri
pengolahan pada triwulan laporan juga mengalami
peningkatan menjadi 4,33% (yoy) dari 1,37% (yoy) di
triwulan sebelumnya. Sementara itu, kualitas kredit
sektor tersebut mengalami penurunan di triwulan I
2017. NPL sektor industri pengolahan pada triwulan
laporan tercatat sebesar 4,57% atau meningkat
dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 3,81%.
DSR: Cicilan pokok + bunga / EBITDAICR: EBIT / biaya bunga. Threshold ICR yang aman adalah di atas 1,5
9 .10.
4.1.1.3. Perkembangan Indikator Perbankan pada Lapangan Usaha Utama Jawa Tengah Triwulan I 2017
Tren pertumbuhan di awal tahun yang melambat
mampu ditahan oleh kinerja lapangan usaha
utama agar tidak melambat lebih dalam. Hal
tersebut juga didukung oleh fungsi intermediasi
perbankan pada lapangan-lapangan usaha utama Jawa
Tengah yang mengalami peningkatan pada triwulan I
2017. Sementara itu, kualitas kredit pada lapangan-
lapangan usaha utama Jawa Tengah pada triwulan
laporan menunjukkan perkembangan yang beragam.
Peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian pada
triwulan I 2017 disertai dengan peningkatan
pertumbuhan kredit sektor pertanian. Pada triwulan
laporan, lapangan usaha pertanian tumbuh sebesar
9,42% (yoy), atau meningkat dari triwulan sebelumnya
yang sebesar 8,75% (yoy). Pertumbuhan kredit sektor
pertanian pada triwulan laporan juga mengalami
peningkatan menjadi 23,75% (yoy) dari 12,99% (yoy)
di triwulan sebelumnya. Peningkatan kinerja pada PERTUMBUHAN EKONOMI KATEGORI PERTANIANPERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERTANIAN
NPL SEKTOR PERTANIAN - SKALA KANAN
Grafik 4.10 Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan RisikoSektor Pertanian
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
YOY
71STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.6 Perkembangan TA/TL Jawa Tengah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV
TA/TL
Grafik 4.7 Perkembangan DER Jawa Tengah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV
DER
1,5
1,6
1,7
1,8
1,9
2,0
2,1
2,2
2,3
2,4
0,6
0,7
0,8
0,9
1,0
1,1
1,2
1,3
Sumber: Situs IDX, diolah
Grafik 4.4 Perkembangan Asset Turnover Korporasi Jawa Tengah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV
ASSET TURNOVER
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
Grafik 4.5 Perkembangan Inventory Turnover Korporasi Jawa Tengah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV
INVENTORY TURNOVER
10%
12%
14%
16%
18%
20%
22%
Sumber: Situs IDX, diolah Sumber: Situs IDX, diolah
Grafik 4.3 Perkembangan ROA dan ROE Korporasi Jawa Tengah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
ROA ROE
Sumber: Situs IDX, diolah
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah
triwulan III 2016 yang sedikit menurun menjadi sebesar
0,26% dari 0,48% pada periode sebelumnya.
6Indikator kinerja keuangan korporasi yang tercermin
dari Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE)
yang juga turut mengalami peningkatan. ROA dan ROE
korporasi Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 masing-
masing tercatat sebesar 2,61% dan 5,68%, meningkat
dibandingkan triwulan III 2017 yang sebesar 1,55%
dan 3,33%. Hal tersebut juga sejalan dengan indikator 7asset turnover yang naik menjadi 0,20 di triwulan IV
2016 dari 0,16 di triwulan III 2016. Meskipun asset 8turnover mengalami peningkatan, inventory turnover
korporasi Jawa Tengah cenderung stabil sejak triwulan
II 2016, yakni sebesar 0,18.
Meskipun kinerja perekonomian Jawa Tengah pada
triwulan IV 2016 mengalami peningkatan, Debt Equity
Ratio (DER) sebagai salah satu indikator ketahanan
korporasi dalam jangka panjang (solvabilitas)
mengalami peningkatan menjadi 1,18 pada triwulan IV
2016 dari 1,15 pada triwulan sebelumnya. Sementara
itu, rasio Total Aset/Total Liabilitas (TA/TL) korporasi
Jawa Tengah cenderung stabil dibandingkan triwulan
sebelumnya yakni sebesar 1,85 pada triwulan IV 2016.
Meskipun mengalami peningkatan kinerja keuangan,
beban korporasi Jawa Tengah dalam membayar utang
pada triwulan IV 2016 mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan III 2016. Rasio beban utang
korporasi (debt service ratio) korporasi Jawa Tengah
pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 3,71; meningkat
Analisis kinerja korporasi Jawa Tengah menggunakan data 3 korporasi terbuka di Jawa Tengah.Indikator ini mencerminkan rasio penjualan terhadap total aset yang menunjukkan tingkat produktivitas dari sisi kemampuan korporasi dalam menggunakan asetnya untuk menghasilkan penjualan.Indikator ini mencerminkan rasio penjualan terhadap persediaan yang menunjukkan tingkat produktivitas dari sisi perputaran persediaan korporasi
6.7.
8.
70 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
0 - 100
100 - 500
500 - 1 M
>1 M
PENGELOMPOKANNOMINAL TABUNGAN
Tabel 4.1. Pengelompokkan Tabungan Perseorangan Berdasarkan Nilainya
PANGSA NOMINAL PANGSA DEPOSAN
48,70%
27,08%
5,90%
18,33%
99,26%
0,67%
0,04%
0,03%
PERSEORANGAN NON PERSEORANGAN
Grafik 4.13 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangandan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
Grafik 4.14 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan danBukan Perseorangan Jawa Tengah
DPK PERSEORANGANTOTAL DPK NON PERSEORANGAN
0
5
10
15
20
25
30
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%%, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
13,21% (yoy). Sementara itu, giro RT masih mengalami
kontraks i meskipun t idak sedalam tr iwulan
sebelumnya. Pertumbuhan giro RT pada triwulan I 2017
tercatat sebesar -0,03% (yoy) atau membaik
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar -
1,52% (yoy). Sejalan dengan pola historisnya,
preferensi RT dalam menyimpan uangnya masih
didominasi oleh tabungan dan deposito dengan porsi
masing-masing sebesar 64,45% dan 32,36% pada
triwulan I 2017.
Sejalan dengan pola historisnya, ditinjau berdasarkan
kelompok nilainya, terlihat bahwa ketergantungan
perbankan Jawa Tengah terhadap deposan
perseorangan dengan nilai besar masih tinggi pada
triwulan I 2017. Hal tersebut tercermin dari 0,03%
deposan perseorangan dengan nilai tabungan di atas
Rp 1 Miliar menguasai hingga 18,33% tabungan
perseorangan di Jawa Tengah.
penyaluran kredit RT pada triwulan laporan
mengalami perlambatan dibandingkan triwulan
IV 2016. Pertumbuhan kredit RT pada triwulan I 2017
tercatat sebesar 8,76% (yoy) atau melambat
dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar
9,11% (yoy). Perlambatan tersebut tertutama didorong
oleh perlambatan penyaluran Kredit Pemilikan Rumah
(KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB). Pada
triwulan laporan, pertumbuhan KPR tercatat sebesar
4,27% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV 2016
yang tercatat sebesar 5,19% (yoy). Pertumbuhan KKB
tercatat sebesar 1,26% (yoy) pada triwulan I 2017 atau
melambat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat
sebesar 4,18% (yoy). Sesuai dengan pola historisnya,
pangsa kredit RT masih didominasi oleh Kredit
Multiguna yang kemudian diikuti oleh Kredit Pemilikan
Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB).
Pangsa Kredit Multiguna pada triwulan laporan tercatat
sebesar 26,42% sementara KPR dan KKB masing-
masing tercatat sebesar 24,04% dan 11,53%.
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi
Jawa Tengah di triwulan I 2017, kualitas kredit RT Jawa
Tengah di triwulan laporan juga cenderung memburuk
untuk sebagian besar kategori kredit RT. Pemburukan
kualitas kredit tersebut tercermin dari peningkatan
rasio NPL yang utamanya terjadi pada kelompok KPR
Tipe 21, KPA Tipe 21, dan KPR Tipe di atas 70.
4.1.2.3. Kredit Perseorangan di Perbankan
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah pada triwulan I 2017,
73STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
10%
20%
30%
40%
PERTUMBUHAN EKONOMI KATEGORI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN, REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTORPERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN NPL SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN - SKALA KANAN
Grafik 4.12 Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan RisikoSektor Perdagangan Besar dan Eceran
0% 0%
1%
2%
3%
4%
5%
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017PERTUMBUHAN EKONOMI KATEGORI INDUSTRI PENGOLAHAN PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHANNPL SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANAN
Grafik 4.11 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan RisikoSektor Industri Pengolahan
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
Sementara itu, kinerja lapangan usaha perdagangan
besar dan eceran cenderung stabil pada triwulan I
2017. Pertumbuhan ekonomi lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran pada triwulan laporan
tercatat sebesar 5,19% (yoy), cenderung stabil
dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 5,20%
(yoy). Kredit sektor perdagangan besar dan eceran pada
triwulan I 2017 tumbuh melambat menjadi sebesar
14,70% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang sebesar
20,60% (yoy). Sementara itu, meskipun masih dalam
batas toleransi yang diperkenankan, kualitas kredit di
sektor ini mengalami pemburukan dengan tingkat NPL
sebesar 3,80% atau lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 3,32%.
dari rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 125,70; lebih
rendah dibandingkan rata-rata IKK tr iwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 126,99. Hal ini juga 11sejalan dengan perlambatan kredit konsumsi Jawa
Tengah yang tercatat sebesar 8,76% (yoy) pada
triwulan I 2017, lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 9,11% (yoy).
4.1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga Pada Triwulan I 2017
4.1.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Kerentanan pada sektor rumah tangga di triwulan I
2017 cenderung meningkat seja lan dengan
perlambatan kinerja perekonomian. Perlambatan
tersebut sejalan dengan pola musiman pertumbuhan
ekonomi yang kembali ternormalisasi setelah
mengalami peningkatan di akhir tahun. Hasil Survei
Konsumen (SK) Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa optimisme
konsumen terhadap kondisi ekonomi Jawa Tengah
pada t r iwu lan I 2017 cenderung menurun
dibandingkan triwulan IV 2016. Hal tersebut tercermin
4.1.2.2. Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga/ Perseorangan (DPK RT) di Perbankan
Pertumbuhan DPK RT Jawa Tengah pada triwulan I
2017 meningkat dibandingkan triwulan IV 2016.
DPK RT pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar
11,98% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan
lalu yang tercatat sebesar 11,03% (yoy). Sejalan
dengan pola historisnya, sektor RT masih mendominasi
pangsa DPK perbankan. Meski demikian, pangsa DPK
RT pada triwulan I 2017 mengalami penurunan
dibandingkan triwulan IV 2016 menjadi 71,57% dari
sebesar 75,23%.
Peningkatan pertumbuhan DPK RT pada triwulan I
2017 didorong oleh peningkatan pertumbuhan
pada seluruh komponen. Pada triwulan laporan,
deposito RT pada triwulan laporan tercatat mengalami
pertumbuhan sebesar 9,17% (yoy) atau meningkat dari
triwulan IV 2016 yang sebesar 8,30% (yoy).
Pertumbuhan tabungan RT pada triwulan laporan
tercatat sebesar 14,14% (yoy) atau meningkat
Berdasarkan lokasi proyek11.
72 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
YOYYOY
0 - 100
100 - 500
500 - 1 M
>1 M
PENGELOMPOKANNOMINAL TABUNGAN
Tabel 4.1. Pengelompokkan Tabungan Perseorangan Berdasarkan Nilainya
PANGSA NOMINAL PANGSA DEPOSAN
48,70%
27,08%
5,90%
18,33%
99,26%
0,67%
0,04%
0,03%
PERSEORANGAN NON PERSEORANGAN
Grafik 4.13 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangandan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
Grafik 4.14 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan danBukan Perseorangan Jawa Tengah
DPK PERSEORANGANTOTAL DPK NON PERSEORANGAN
0
5
10
15
20
25
30
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%%, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
13,21% (yoy). Sementara itu, giro RT masih mengalami
kontraks i meskipun t idak sedalam tr iwulan
sebelumnya. Pertumbuhan giro RT pada triwulan I 2017
tercatat sebesar -0,03% (yoy) atau membaik
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar -
1,52% (yoy). Sejalan dengan pola historisnya,
preferensi RT dalam menyimpan uangnya masih
didominasi oleh tabungan dan deposito dengan porsi
masing-masing sebesar 64,45% dan 32,36% pada
triwulan I 2017.
Sejalan dengan pola historisnya, ditinjau berdasarkan
kelompok nilainya, terlihat bahwa ketergantungan
perbankan Jawa Tengah terhadap deposan
perseorangan dengan nilai besar masih tinggi pada
triwulan I 2017. Hal tersebut tercermin dari 0,03%
deposan perseorangan dengan nilai tabungan di atas
Rp 1 Miliar menguasai hingga 18,33% tabungan
perseorangan di Jawa Tengah.
penyaluran kredit RT pada triwulan laporan
mengalami perlambatan dibandingkan triwulan
IV 2016. Pertumbuhan kredit RT pada triwulan I 2017
tercatat sebesar 8,76% (yoy) atau melambat
dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar
9,11% (yoy). Perlambatan tersebut tertutama didorong
oleh perlambatan penyaluran Kredit Pemilikan Rumah
(KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB). Pada
triwulan laporan, pertumbuhan KPR tercatat sebesar
4,27% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV 2016
yang tercatat sebesar 5,19% (yoy). Pertumbuhan KKB
tercatat sebesar 1,26% (yoy) pada triwulan I 2017 atau
melambat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat
sebesar 4,18% (yoy). Sesuai dengan pola historisnya,
pangsa kredit RT masih didominasi oleh Kredit
Multiguna yang kemudian diikuti oleh Kredit Pemilikan
Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB).
Pangsa Kredit Multiguna pada triwulan laporan tercatat
sebesar 26,42% sementara KPR dan KKB masing-
masing tercatat sebesar 24,04% dan 11,53%.
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi
Jawa Tengah di triwulan I 2017, kualitas kredit RT Jawa
Tengah di triwulan laporan juga cenderung memburuk
untuk sebagian besar kategori kredit RT. Pemburukan
kualitas kredit tersebut tercermin dari peningkatan
rasio NPL yang utamanya terjadi pada kelompok KPR
Tipe 21, KPA Tipe 21, dan KPR Tipe di atas 70.
4.1.2.3. Kredit Perseorangan di Perbankan
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah pada triwulan I 2017,
73STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
10%
20%
30%
40%
PERTUMBUHAN EKONOMI KATEGORI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN, REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTORPERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN NPL SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN - SKALA KANAN
Grafik 4.12 Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan RisikoSektor Perdagangan Besar dan Eceran
0% 0%
1%
2%
3%
4%
5%
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017PERTUMBUHAN EKONOMI KATEGORI INDUSTRI PENGOLAHAN PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHANNPL SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANAN
Grafik 4.11 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan RisikoSektor Industri Pengolahan
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
Sementara itu, kinerja lapangan usaha perdagangan
besar dan eceran cenderung stabil pada triwulan I
2017. Pertumbuhan ekonomi lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran pada triwulan laporan
tercatat sebesar 5,19% (yoy), cenderung stabil
dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 5,20%
(yoy). Kredit sektor perdagangan besar dan eceran pada
triwulan I 2017 tumbuh melambat menjadi sebesar
14,70% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang sebesar
20,60% (yoy). Sementara itu, meskipun masih dalam
batas toleransi yang diperkenankan, kualitas kredit di
sektor ini mengalami pemburukan dengan tingkat NPL
sebesar 3,80% atau lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 3,32%.
dari rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 125,70; lebih
rendah dibandingkan rata-rata IKK tr iwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 126,99. Hal ini juga 11sejalan dengan perlambatan kredit konsumsi Jawa
Tengah yang tercatat sebesar 8,76% (yoy) pada
triwulan I 2017, lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 9,11% (yoy).
4.1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga Pada Triwulan I 2017
4.1.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Kerentanan pada sektor rumah tangga di triwulan I
2017 cenderung meningkat seja lan dengan
perlambatan kinerja perekonomian. Perlambatan
tersebut sejalan dengan pola musiman pertumbuhan
ekonomi yang kembali ternormalisasi setelah
mengalami peningkatan di akhir tahun. Hasil Survei
Konsumen (SK) Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa optimisme
konsumen terhadap kondisi ekonomi Jawa Tengah
pada t r iwu lan I 2017 cenderung menurun
dibandingkan triwulan IV 2016. Hal tersebut tercermin
4.1.2.2. Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga/ Perseorangan (DPK RT) di Perbankan
Pertumbuhan DPK RT Jawa Tengah pada triwulan I
2017 meningkat dibandingkan triwulan IV 2016.
DPK RT pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar
11,98% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan
lalu yang tercatat sebesar 11,03% (yoy). Sejalan
dengan pola historisnya, sektor RT masih mendominasi
pangsa DPK perbankan. Meski demikian, pangsa DPK
RT pada triwulan I 2017 mengalami penurunan
dibandingkan triwulan IV 2016 menjadi 71,57% dari
sebesar 75,23%.
Peningkatan pertumbuhan DPK RT pada triwulan I
2017 didorong oleh peningkatan pertumbuhan
pada seluruh komponen. Pada triwulan laporan,
deposito RT pada triwulan laporan tercatat mengalami
pertumbuhan sebesar 9,17% (yoy) atau meningkat dari
triwulan IV 2016 yang sebesar 8,30% (yoy).
Pertumbuhan tabungan RT pada triwulan laporan
tercatat sebesar 14,14% (yoy) atau meningkat
Berdasarkan lokasi proyek11.
72 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
YOYYOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
0
%, YOY
0
5
10
15
20
25
30
Grafik 4.17 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
Grafik 4.18 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa
%, YOY
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017
Secara tahunan, total aset perbankan Jawa
Tengah mengalami pertumbuhan melambat pada
triwulan I 2017. Total aset perbankan Jawa Tengah
tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 13,04%
(yoy) pada triwulan laporan, atau melambat
dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar
13,32% (yoy). Total aset bank umum di Jawa Tengah
pada triwulan I 2017 tercatat sebesar Rp331,54 triliun.
Meski melambat, laju pertumbuhan aset perbankan
Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat masih lebih
tinggi dibandingkan beberapa provinsi lainnya di Pulau
Jawa. Pencapaian pertumbuhan aset perbankan Jawa
Tengah tersebut juga lebih tinggi dibandingkan angka
pertumbuhan aset nasional yang tercatat sebesar
10,39% (yoy) pada triwulan laporan.
Sejalan dengan pertumbuhan aset yang
melambat, fungsi intermediasi perbankan Jawa
Tengah yang tercermin melalui penyaluran kredit
juga mengalami perlambatan dibandingkan
triwulan lalu. Pada triwulan I 2017, kredit perbankan
Jawa Tengah tumbuh 9,12% (yoy), melambat
dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar
9,25% (yoy). Total kredit perbankan Jawa Tengah pada
triwulan ini tercatat sebesar Rp237,77 triliun.
Pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah pada
triwulan laporan juga lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan kredit nasional yang tercatat sebesar
9,26% (yoy). Namun demikian, laju pertumbuhan
kredit perbankan Jawa Tengah masih tercatat cukup
tinggi bila dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa.
Berbeda dengan kondisi yang terjadi pada
indikator aset, pertumbuhan DPK perbankan
Jawa Tengah pada triwulan I 2017 mengalami
pertumbuhan yang meningkat. Pada triwulan I
2017, DPK tumbuh sebesar 12,78% (yoy) atau
meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 yang
tercatat sebesar 11,21% (yoy). Posisi DPK pada triwulan
laporan tercatat sebesar Rp245,78 triliun. Komposisi
DPK Jawa Tengah relatif sama dalam kurun waktu lima
tahun terakhir, dengan porsi utama berupa tabungan
(48,66%), diikuti oleh deposito (36,77%) dan giro
(14,57%). Dibandingkan nilai DPK nasional yang
sebesar Rp4.916,67 triliun atau tumbuh sebesar
10,02% (yoy) pada triwulan laporan, pertumbuhan
DPK di Jawa Tengah secara tahunan tumbuh lebih
tinggi. Dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa,
pertumbuhan DPK Jawa Tengah pada triwulan I 2017
juga cenderung masih lebih tinggi.
Loan to deposit ratio (LDR) perbankan Jawa
Tengah pada triwulan I 2017 mengalami
penurunan. LDR pada triwulan laporan tercatat
sebesar 96,74%, menurun dari triwulan IV 2016 yang
tercatat sebesar 98,48%. Meskipun mengalami
penurunan pada triwulan laporan, angka LDR
perbankan Jawa Tengah tersebut masih lebih tinggi
dibandingkan LDR nasional yang tercatat sebesar
89,55%. Tingkat LDR perbankan Jawa Tengah pada
triwulan I 2017 juga merupakan yang tertinggi di Pulau
Jawa.
75STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Tabel 4.2. Perkembangan NPL Kredit RT Jawa Tengah Per Kategori
KATEGORI
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TINGGAL S.D. TIPE 21
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE 22 S.D. 70
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE DIATAS 70
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN S.D. TIPE 21
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN TIPE 22 S.D. 70
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN TIPE DIATAS 70
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TOKO (RUKO) ATAU RUMAH KANTOR (RUKAN)
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN MOBIL RODA EMPAT
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN SEPEDA BERMOTOR
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN TRUK DAN KENDARAAN BERMOTOR RODA ENAM ATAU LEBIH
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR LAINNYA
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FURNITUR DAN PERALATAN RUMAH TANGGA
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN TELEVISI, RADIO, DAN ALAT ELEKTRONIK
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN KOMPUTER DAN ALAT KOMUNIKASI
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN PERALATAN LAINNYA
RUMAH TANGGA UNTUK KEPERLUAN MULTIGUNA
RUMAH TANGGA UNTUK KEPERLUAN YANG TIDAK DIKLASIFIKASIKAN DI TEMPAT LAIN
BUKAN LAPANGAN USAHA LAINNYA
I
2015
II III IV I
1,61%
2,32%
3,03%
0,63%
2,61%
5,84%
4,19%
0,67%
1,88%
1,52%
0,55%
1,54%
1,02%
8,06%
4,19%
1,05%
1,46%
0,44%
1,75%
2,43%
3,01%
0,51%
2,23%
12,91%
4,36%
0,77%
1,94%
1,13%
0,54%
1,47%
0,97%
11,63%
1,50%
1,16%
1,20%
0,48%
1,89%
2,41%
3,11%
0,56%
2,74%
12,99%
4,37%
0,83%
1,91%
0,61%
0,67%
1,98%
0,43%
9,08%
2,22%
1,15%
1,23%
0,47%
1,50%
1,85%
2,78%
0,11%
3,23%
10,80%
3,34%
0,75%
1,82%
0,95%
1,96%
2,31%
0,14%
7,45%
1,66%
0,99%
1,17%
0,47%
1,95%
1,91%
2,76%
0,29%
3,50%
6,73%
4,29%
0,73%
1,88%
1,16%
2,27%
6,75%
0,23%
5,52%
1,28%
1,04%
0,91%
0,53%
II
2016
2,08%
1,83%
2,83%
5,31%
2,27%
4,64%
3,77%
0,63%
2,38%
0,70%
2,10%
6,48%
0,27%
2,08%
1,10%
1,04%
0,85%
0,51%
III
2,56%
1,85%
2,98%
1,92%
2,04%
6,81%
3,95%
0,78%
2,17%
1,04%
2,23%
2,59%
0,90%
2,97%
1,05%
1,05%
0,75%
0,55%
IV
2,23%
1,52%
2,50%
0,04%
3,00%
3,94%
4,33%
0,77%
1,89%
1,80%
0,40%
1,76%
0,31%
3,09%
1,02%
1,02%
0,56%
0,47%
I
2,68%
1,70%
2,97%
1,63%
2,43%
3,37%
4,59%
0,75%
1,92%
1,30%
0,37%
1,09%
0,95%
4,29%
0,85%
0,85%
0,57%
0,51%
2017
Grafik 4.15 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan danBukan Perseorangan Jawa Tengah
Grafik 4.16 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan danBukan Perseorangan Jawa Tengah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%50
40
30
20
10
0
-10
%, YOY
-50
0
50
100
150
200
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
Sejalan dengan perlambatan perekonomian Jawa
Tengah di triwulan I 2017, indikator utama kinerja
perbankan di Jawa Tengah menunjukkan kinerja
yang melambat dibandingkan triwulan IV 2016.
Pertumbuhan aset perbankan Jawa Tengah pada
triwulan I 2017 melambat dibandingkan triwulan IV
2016. Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan aset,
pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah juga
melambat dibandingkan triwulan lalu. Sementara itu,
laju pertumbuhan DPK Jawa Tengah pada triwulan I
2017 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Secara tahunan, total aset perbankan Jawa Tengah
mengalami pertumbuhan melambat pada triwulan I
2017. Total aset perbankan Jawa Tengah tercatat
mengalami pertumbuhan sebesar 13,04% (yoy) pada
triwulan laporan, atau melambat dibandingkan
triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 13,32% (yoy).
Total aset bank umum di Jawa Tengah pada triwulan I
2017 tercatat sebesar Rp331,54 triliun. Meski
melambat, laju pertumbuhan aset perbankan Jawa
Tengah pada triwulan laporan tercatat masih lebih
tinggi dibandingkan beberapa provinsi lainnya di Pulau
Jawa. Pencapaian pertumbuhan aset perbankan Jawa
Tengah tersebut juga lebih tinggi dibandingkan angka
pertumbuhan aset nasional yang tercatat sebesar
10,39% (yoy) pada triwulan laporan.
124.2. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank12.
74 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KPR KKB PERLENGKAPAN RT - SKALA KANAN MULTIGUNA LAINNYAKPR KKB PERLENGKAPAN RT - SKALA KANAN MULTIGUNA LAINNYATOTAL
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
0
%, YOY
0
5
10
15
20
25
30
Grafik 4.17 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
Grafik 4.18 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa
%, YOY
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017
Secara tahunan, total aset perbankan Jawa
Tengah mengalami pertumbuhan melambat pada
triwulan I 2017. Total aset perbankan Jawa Tengah
tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 13,04%
(yoy) pada triwulan laporan, atau melambat
dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar
13,32% (yoy). Total aset bank umum di Jawa Tengah
pada triwulan I 2017 tercatat sebesar Rp331,54 triliun.
Meski melambat, laju pertumbuhan aset perbankan
Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat masih lebih
tinggi dibandingkan beberapa provinsi lainnya di Pulau
Jawa. Pencapaian pertumbuhan aset perbankan Jawa
Tengah tersebut juga lebih tinggi dibandingkan angka
pertumbuhan aset nasional yang tercatat sebesar
10,39% (yoy) pada triwulan laporan.
Sejalan dengan pertumbuhan aset yang
melambat, fungsi intermediasi perbankan Jawa
Tengah yang tercermin melalui penyaluran kredit
juga mengalami perlambatan dibandingkan
triwulan lalu. Pada triwulan I 2017, kredit perbankan
Jawa Tengah tumbuh 9,12% (yoy), melambat
dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar
9,25% (yoy). Total kredit perbankan Jawa Tengah pada
triwulan ini tercatat sebesar Rp237,77 triliun.
Pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah pada
triwulan laporan juga lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan kredit nasional yang tercatat sebesar
9,26% (yoy). Namun demikian, laju pertumbuhan
kredit perbankan Jawa Tengah masih tercatat cukup
tinggi bila dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa.
Berbeda dengan kondisi yang terjadi pada
indikator aset, pertumbuhan DPK perbankan
Jawa Tengah pada triwulan I 2017 mengalami
pertumbuhan yang meningkat. Pada triwulan I
2017, DPK tumbuh sebesar 12,78% (yoy) atau
meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 yang
tercatat sebesar 11,21% (yoy). Posisi DPK pada triwulan
laporan tercatat sebesar Rp245,78 triliun. Komposisi
DPK Jawa Tengah relatif sama dalam kurun waktu lima
tahun terakhir, dengan porsi utama berupa tabungan
(48,66%), diikuti oleh deposito (36,77%) dan giro
(14,57%). Dibandingkan nilai DPK nasional yang
sebesar Rp4.916,67 triliun atau tumbuh sebesar
10,02% (yoy) pada triwulan laporan, pertumbuhan
DPK di Jawa Tengah secara tahunan tumbuh lebih
tinggi. Dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa,
pertumbuhan DPK Jawa Tengah pada triwulan I 2017
juga cenderung masih lebih tinggi.
Loan to deposit ratio (LDR) perbankan Jawa
Tengah pada triwulan I 2017 mengalami
penurunan. LDR pada triwulan laporan tercatat
sebesar 96,74%, menurun dari triwulan IV 2016 yang
tercatat sebesar 98,48%. Meskipun mengalami
penurunan pada triwulan laporan, angka LDR
perbankan Jawa Tengah tersebut masih lebih tinggi
dibandingkan LDR nasional yang tercatat sebesar
89,55%. Tingkat LDR perbankan Jawa Tengah pada
triwulan I 2017 juga merupakan yang tertinggi di Pulau
Jawa.
75STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Tabel 4.2. Perkembangan NPL Kredit RT Jawa Tengah Per Kategori
KATEGORI
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TINGGAL S.D. TIPE 21
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE 22 S.D. 70
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE DIATAS 70
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN S.D. TIPE 21
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN TIPE 22 S.D. 70
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN TIPE DIATAS 70
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TOKO (RUKO) ATAU RUMAH KANTOR (RUKAN)
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN MOBIL RODA EMPAT
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN SEPEDA BERMOTOR
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN TRUK DAN KENDARAAN BERMOTOR RODA ENAM ATAU LEBIH
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR LAINNYA
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FURNITUR DAN PERALATAN RUMAH TANGGA
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN TELEVISI, RADIO, DAN ALAT ELEKTRONIK
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN KOMPUTER DAN ALAT KOMUNIKASI
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN PERALATAN LAINNYA
RUMAH TANGGA UNTUK KEPERLUAN MULTIGUNA
RUMAH TANGGA UNTUK KEPERLUAN YANG TIDAK DIKLASIFIKASIKAN DI TEMPAT LAIN
BUKAN LAPANGAN USAHA LAINNYA
I
2015
II III IV I
1,61%
2,32%
3,03%
0,63%
2,61%
5,84%
4,19%
0,67%
1,88%
1,52%
0,55%
1,54%
1,02%
8,06%
4,19%
1,05%
1,46%
0,44%
1,75%
2,43%
3,01%
0,51%
2,23%
12,91%
4,36%
0,77%
1,94%
1,13%
0,54%
1,47%
0,97%
11,63%
1,50%
1,16%
1,20%
0,48%
1,89%
2,41%
3,11%
0,56%
2,74%
12,99%
4,37%
0,83%
1,91%
0,61%
0,67%
1,98%
0,43%
9,08%
2,22%
1,15%
1,23%
0,47%
1,50%
1,85%
2,78%
0,11%
3,23%
10,80%
3,34%
0,75%
1,82%
0,95%
1,96%
2,31%
0,14%
7,45%
1,66%
0,99%
1,17%
0,47%
1,95%
1,91%
2,76%
0,29%
3,50%
6,73%
4,29%
0,73%
1,88%
1,16%
2,27%
6,75%
0,23%
5,52%
1,28%
1,04%
0,91%
0,53%
II
2016
2,08%
1,83%
2,83%
5,31%
2,27%
4,64%
3,77%
0,63%
2,38%
0,70%
2,10%
6,48%
0,27%
2,08%
1,10%
1,04%
0,85%
0,51%
III
2,56%
1,85%
2,98%
1,92%
2,04%
6,81%
3,95%
0,78%
2,17%
1,04%
2,23%
2,59%
0,90%
2,97%
1,05%
1,05%
0,75%
0,55%
IV
2,23%
1,52%
2,50%
0,04%
3,00%
3,94%
4,33%
0,77%
1,89%
1,80%
0,40%
1,76%
0,31%
3,09%
1,02%
1,02%
0,56%
0,47%
I
2,68%
1,70%
2,97%
1,63%
2,43%
3,37%
4,59%
0,75%
1,92%
1,30%
0,37%
1,09%
0,95%
4,29%
0,85%
0,85%
0,57%
0,51%
2017
Grafik 4.15 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan danBukan Perseorangan Jawa Tengah
Grafik 4.16 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan danBukan Perseorangan Jawa Tengah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%50
40
30
20
10
0
-10
%, YOY
-50
0
50
100
150
200
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
Sejalan dengan perlambatan perekonomian Jawa
Tengah di triwulan I 2017, indikator utama kinerja
perbankan di Jawa Tengah menunjukkan kinerja
yang melambat dibandingkan triwulan IV 2016.
Pertumbuhan aset perbankan Jawa Tengah pada
triwulan I 2017 melambat dibandingkan triwulan IV
2016. Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan aset,
pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah juga
melambat dibandingkan triwulan lalu. Sementara itu,
laju pertumbuhan DPK Jawa Tengah pada triwulan I
2017 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Secara tahunan, total aset perbankan Jawa Tengah
mengalami pertumbuhan melambat pada triwulan I
2017. Total aset perbankan Jawa Tengah tercatat
mengalami pertumbuhan sebesar 13,04% (yoy) pada
triwulan laporan, atau melambat dibandingkan
triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 13,32% (yoy).
Total aset bank umum di Jawa Tengah pada triwulan I
2017 tercatat sebesar Rp331,54 triliun. Meski
melambat, laju pertumbuhan aset perbankan Jawa
Tengah pada triwulan laporan tercatat masih lebih
tinggi dibandingkan beberapa provinsi lainnya di Pulau
Jawa. Pencapaian pertumbuhan aset perbankan Jawa
Tengah tersebut juga lebih tinggi dibandingkan angka
pertumbuhan aset nasional yang tercatat sebesar
10,39% (yoy) pada triwulan laporan.
124.2. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank12.
74 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KPR KKB PERLENGKAPAN RT - SKALA KANAN MULTIGUNA LAINNYAKPR KKB PERLENGKAPAN RT - SKALA KANAN MULTIGUNA LAINNYATOTAL
Tabel 4.3. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Jawa Tengah
1) Termasuk BRI UNIT
KETERANGANI
JUMLAH KANTOR BANK UMUM
BANK PEMERINTAH
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG1)KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK PEMERINTAH DAERAH
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK ASING DAN BANK CAMPURAN
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK SWASTA NASIONAL
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK KONVENSIONAL
JUMLAH BANK UMUM
JUMLAH BANK (KANTOR PUSAT)
II
2015
III IV I II
2016
54
1
3,357
1,938
-
80
1,619
239
306
1
44
117
145
1,092
-
195
813
84
21
-
14
6
1
54
1
3,342
1,916
-
80
1,629
207
312
1
45
119
147
1,093
-
194
812
87
21
-
14
6
1
54
1
3,342
1,940
-
80
1,652
208
311
1
45
119
146
1,070
-
194
790
86
21
-
14
7
-
54
1
3,333
1,941
-
80
1,652
209
313
1
45
120
147
1,058
-
193
774
91
21
-
14
7
-
54
1
3,341
1,944
-
80
1,654
210
322
1
45
122
154
1,054
-
197
765
92
21
-
14
7
-
54
1
3,340
1,944
-
80
1,654
210
324
1
45
122
156
1,051
-
197
756
98
21
-
14
7
-
III
54
1
3.346
1.946
-
80
1.654
212
324
1
45
122
156
1.055
-
198
765
92
21
-
14
7
-
IV
55
1
3.318
1.974
-
89
1.664
221
359
1
49
149
160
964
-
186
671
107
21
-
14
7
-
I
55
1
3.303
1.983
-
92
1.666
225
340
1
49
130
160
953
-
188
666
99
27
-
19
8
-
2017
Peningkatan pertumbuhan DPK pada triwulan I
2017 didorong oleh peningkatan pertumbuhan
seluruh komponennya. Peningkatan pertumbuhan
DPK tersebut didorong oleh seluruh komponennya,
yaitu tabungan, deposito, dan giro.
Komponen DPK yang berupa tabungan pada
triwulan I 2017 tumbuh sebesar 14,60% (yoy) dari
13,11% (yoy) pada triwulan IV 2016. Peningkatan
pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh
peningkatan pertumbuhan tabungan penduduk
perseorangan yang tumbuh sebesar 14,13% (yoy) dari
13,22% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Peningkatan
tabungan penduduk perseorangan tersebut
member ikan dorongan yang besar kepada
pertumbuhan tabungan secara keseluruhan sejalan
dengan dominasinya yang signifikan terhadap
keseluruhan tabungan perbankan Jawa Tengah, yakni
62,93% dari keseluruhan tabungan perbankan Jawa
Tengah.
4.2.1.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
Pertumbuhan deposito perbankan Jawa Tengah
pada triwulan laporan tercatat sebesar 13,23%
(yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2016
yang sebesar 12,09% (yoy). Peningkatan
pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh
peningkatan pertumbuhan deposito penduduk
perseorangan yang tumbuh sebesar 9,19% (yoy) dari
8,31% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Peningkatan
depos i to penduduk perseorangan tersebut
memberikan dorongan yang cukup besar kepada
pertumbuhan deposito secara keseluruhan sejalan
dengan pangsanya yang besar, yakni 62,93% dari
keseluruhan deposito perbankan Jawa Tengah.
Pertumbuhan giro perbankan Jawa Tengah pada
triwulan I 2017 tercatat sebesar 6,12% (yoy) atau
meningkat signifikan dibandingkan triwulan IV
2016 yang tercatat sebesar 1,92% (yoy).
Peningkatan pertumbuhan giro Jawa Tengah tersebut
terutama didorong oleh peningkatan pertumbuhan
77STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
0
5
10
15
20
25
30 %
0
20
40
60
80
100
120
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
Grafik 4.19 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
Grafik 4.20 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa Provinsidi Pulau Jawa
ASET DPK KREDIT
Grafik 4.21 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.22 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
%, YOY%, YOY
95
97
99
101
103
105
107
ASET DPK KREDIT LDR - SKALA KANAN
0
50
100
150
200
250
300
350 RP TRILIUN
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017
Sejalan dengan perlambatan kinerja perbankan
Jawa Tengah di triwulan I 2017, jumlah jaringan
kantor bank umum di Jawa Tengah pada periode
yang sama juga mengalami penurunan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan
laporan, jumlah kantor bank umum di Jawa Tengah
berjumlah 3.303 kantor atau menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 3.318
kantor. Penurunan tersebut terjadi pada kelompok
bank pemerintah daerah dan bank swasta nasional.
Pada kelompok bank pemerintah daerah, penurunan
jumlah terutama terjadi pada kantor cabang pembantu
yang turun menjadi 340 dari sebelumnya 359 kantor
pada triwulan IV 2016. Pada kelompok bank swasta
nasional, jumlah kantor cabang pembantu dan kantor
kas turun menjadi 666 dan 99 kantor, dari sebelumnya
671 dan 107 kantor di triwulan IV 2016. Sedangkan,
jumlah kantor cabang bank swasta nasional bertambah
sebanyak 2 kantor menjadi 188 kantor pada triwulan
laporan.
Berbeda dengan bank pemerintah daerah dan bank
swasta nasional, jumlah kantor kelompok bank
pemerintah serta bank asing dan campuran mengalami
peningkatan pada triwulan I 2017. Pada bank
pemerintah, peningkatan jumlah kantor terjadi pada 13kantor cabang, kantor cabang pembantu , dan kantor
kas. Pada bank asing dan campuran, peningkatan
jumlah kantor terjadi pada kantor cabang dan kantor
cabang pembantu.
4.2.1. Perkembangan Bank Umum
4.2.1.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
Termasuk BRI Unit13.
76 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
%, YOY
Tabel 4.3. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Jawa Tengah
1) Termasuk BRI UNIT
KETERANGANI
JUMLAH KANTOR BANK UMUM
BANK PEMERINTAH
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG1)KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK PEMERINTAH DAERAH
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK ASING DAN BANK CAMPURAN
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK SWASTA NASIONAL
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK KONVENSIONAL
JUMLAH BANK UMUM
JUMLAH BANK (KANTOR PUSAT)
II
2015
III IV I II
2016
54
1
3,357
1,938
-
80
1,619
239
306
1
44
117
145
1,092
-
195
813
84
21
-
14
6
1
54
1
3,342
1,916
-
80
1,629
207
312
1
45
119
147
1,093
-
194
812
87
21
-
14
6
1
54
1
3,342
1,940
-
80
1,652
208
311
1
45
119
146
1,070
-
194
790
86
21
-
14
7
-
54
1
3,333
1,941
-
80
1,652
209
313
1
45
120
147
1,058
-
193
774
91
21
-
14
7
-
54
1
3,341
1,944
-
80
1,654
210
322
1
45
122
154
1,054
-
197
765
92
21
-
14
7
-
54
1
3,340
1,944
-
80
1,654
210
324
1
45
122
156
1,051
-
197
756
98
21
-
14
7
-
III
54
1
3.346
1.946
-
80
1.654
212
324
1
45
122
156
1.055
-
198
765
92
21
-
14
7
-
IV
55
1
3.318
1.974
-
89
1.664
221
359
1
49
149
160
964
-
186
671
107
21
-
14
7
-
I
55
1
3.303
1.983
-
92
1.666
225
340
1
49
130
160
953
-
188
666
99
27
-
19
8
-
2017
Peningkatan pertumbuhan DPK pada triwulan I
2017 didorong oleh peningkatan pertumbuhan
seluruh komponennya. Peningkatan pertumbuhan
DPK tersebut didorong oleh seluruh komponennya,
yaitu tabungan, deposito, dan giro.
Komponen DPK yang berupa tabungan pada
triwulan I 2017 tumbuh sebesar 14,60% (yoy) dari
13,11% (yoy) pada triwulan IV 2016. Peningkatan
pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh
peningkatan pertumbuhan tabungan penduduk
perseorangan yang tumbuh sebesar 14,13% (yoy) dari
13,22% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Peningkatan
tabungan penduduk perseorangan tersebut
member ikan dorongan yang besar kepada
pertumbuhan tabungan secara keseluruhan sejalan
dengan dominasinya yang signifikan terhadap
keseluruhan tabungan perbankan Jawa Tengah, yakni
62,93% dari keseluruhan tabungan perbankan Jawa
Tengah.
4.2.1.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
Pertumbuhan deposito perbankan Jawa Tengah
pada triwulan laporan tercatat sebesar 13,23%
(yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2016
yang sebesar 12,09% (yoy). Peningkatan
pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh
peningkatan pertumbuhan deposito penduduk
perseorangan yang tumbuh sebesar 9,19% (yoy) dari
8,31% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Peningkatan
depos i to penduduk perseorangan tersebut
memberikan dorongan yang cukup besar kepada
pertumbuhan deposito secara keseluruhan sejalan
dengan pangsanya yang besar, yakni 62,93% dari
keseluruhan deposito perbankan Jawa Tengah.
Pertumbuhan giro perbankan Jawa Tengah pada
triwulan I 2017 tercatat sebesar 6,12% (yoy) atau
meningkat signifikan dibandingkan triwulan IV
2016 yang tercatat sebesar 1,92% (yoy).
Peningkatan pertumbuhan giro Jawa Tengah tersebut
terutama didorong oleh peningkatan pertumbuhan
77STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
0
5
10
15
20
25
30 %
0
20
40
60
80
100
120
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
Grafik 4.19 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
Grafik 4.20 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa Provinsidi Pulau Jawa
ASET DPK KREDIT
Grafik 4.21 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.22 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
%, YOY%, YOY
95
97
99
101
103
105
107
ASET DPK KREDIT LDR - SKALA KANAN
0
50
100
150
200
250
300
350 RP TRILIUN
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017
Sejalan dengan perlambatan kinerja perbankan
Jawa Tengah di triwulan I 2017, jumlah jaringan
kantor bank umum di Jawa Tengah pada periode
yang sama juga mengalami penurunan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan
laporan, jumlah kantor bank umum di Jawa Tengah
berjumlah 3.303 kantor atau menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 3.318
kantor. Penurunan tersebut terjadi pada kelompok
bank pemerintah daerah dan bank swasta nasional.
Pada kelompok bank pemerintah daerah, penurunan
jumlah terutama terjadi pada kantor cabang pembantu
yang turun menjadi 340 dari sebelumnya 359 kantor
pada triwulan IV 2016. Pada kelompok bank swasta
nasional, jumlah kantor cabang pembantu dan kantor
kas turun menjadi 666 dan 99 kantor, dari sebelumnya
671 dan 107 kantor di triwulan IV 2016. Sedangkan,
jumlah kantor cabang bank swasta nasional bertambah
sebanyak 2 kantor menjadi 188 kantor pada triwulan
laporan.
Berbeda dengan bank pemerintah daerah dan bank
swasta nasional, jumlah kantor kelompok bank
pemerintah serta bank asing dan campuran mengalami
peningkatan pada triwulan I 2017. Pada bank
pemerintah, peningkatan jumlah kantor terjadi pada 13kantor cabang, kantor cabang pembantu , dan kantor
kas. Pada bank asing dan campuran, peningkatan
jumlah kantor terjadi pada kantor cabang dan kantor
cabang pembantu.
4.2.1. Perkembangan Bank Umum
4.2.1.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
Termasuk BRI Unit13.
76 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
%, YOY
Grafik 4.25 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.26Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
RP TRILIUN %, YOY
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
-20
0
20
40
60
80
100
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017
Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran
kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan
l aporan mas ih d idominas i o leh sektor
Perdagangan Besar dan Eceran dengan pangsa
33,08% dari total kredit. Sektor utama daerah lainnya,
yaitu Industri Pengolahan, juga memiliki pangsa kredit
signifikan sebesar 19,30%. Sementara itu, sektor
pertanian hanya memiliki pangsa sebesar 2,91% dari
total kredit meskipun sektor tersebut merupakan
penyumbang terbesar ketiga bagi PDRB Jawa Tengah.
Apabila ditinjau berdasarkan penggunaan,
penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah pada
triwulan I 2017 masih didominasi oleh kredit
modal kerja dengan pangsa 52,77%. Sementara itu,
kredit konsumsi dan kredit investasi menempati urutan
kedua dan ketiga dengan pangsa masing-masing
sebesar 30,31% dan 16,92% dari total kredit.
Berdasarkan sektor ekonominya, perlambatan
kredit Jawa Tengah pada triwulan I 2017 terutama
didorong oleh sektor industri pengolahan. Laju
pertumbuhan kredit sektor industri pengolahan
melambat menjadi sebesar 6,42% (yoy) pada triwulan I
2017, setelah sebelumnya tumbuh 10,98% (yoy) pada
triwulan IV 2016. Perlambatan tersebut cukup
signifikan mendorong perlambatan penyaluran kredit
perbankan Jawa Tengah secara keseluruhan, sejalan
dengan pangsanya yang cukup besar yakni 19,30%.
Sektor pertanian juga mengalami perlambatan
pertumbuhan kredit pada triwulan laporan meskipun
tidak terlalu signifikan. Pertumbuhan kredit sektor
pertanian pada triwulan laporan tercatat sebesar
11,55% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV
2016 yang sebesar 11,58% (yoy). Sementara,
peningkatan laju pertumbuhan kredit Jawa Tengah
untuk sektor perdagangan besar dan eceran cukup
menahan tren perlambatan pertumbuhan kredit di
triwulan laporan. Laju pertumbuhan kredit sektor
perdagangan meningkat menjadi 8,29% (yoy) pada
triwulan laporan, dari 8,23% (yoy) pada triwulan
sebelumnya.
Ditinjau berdasarkan jenis penggunaan,
perlambatan kredit perbankan Jawa Tengah pada
triwulan I 2017 didorong oleh kredit investasi dan
kredit modal kerja. Kredit investasi pada triwulan
laporan tumbuh sebesar 13,34% (yoy), atau melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 16,07% (yoy). Kredit modal kerja juga
mengalami perlambatan menjadi sebesar 8,27% (yoy)
atau melambat dibandingkan triwulan IV 2016 yang
sebesar 8,49% (yoy). Sedangkan, kredit konsumsi pada
triwulan laporan tumbuh sebesar 8,36% (yoy),
meningkat dibandingkan triwulan lalu yang sebesar
7,07% (yoy).
79STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
0 - 100
100 - 500
500 - 1 M
>1 M
TOTAL
DPK
Tabel 4.4. Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya
Nominal DPK(Rp Miliar)
JumlahRekening
PersentaseNominal
PersentaseRekening
67,464
52,499
18,067
107,754
245,783
26,342,058
255,740
24,114
22,901
26,644,813
27.45%
21.36%
7.35%
43.84%
100.00%
98.86%
0.96%
0.09%
0.09%
100.00%
Grafik 4.23 Perkembangan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.24 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
RP TRILIUN
0
50
100
150
200
250
TABUNGAN GIRODPK DEPOSITO
%, YOY
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017
giro penduduk bukan lembaga keuangan yang tercatat
sebesar 18,10% (yoy) dari 5,79% (yoy) pada triwulan
lalu. Pangsa giro penduduk bukan lembaga keuangan
terhadap keseluruhan giro di Jawa Tengah tercatat
sebesar 36,51% pada triwulan laporan.
Sejalan dengan pola historisnya, sebagian besar
DPK dimiliki oleh kelompok penduduk dengan
porsi sebesar 99,45%. Nasabah sektor swasta tercatat
mendominasi kepemilikan DPK pada kelompok
penduduk yaitu dengan komposis i 88,74%.
Sementara, nasabah sektor pemerintah tercatat
sebesar 11,26% terhadap keseluruhan DPK kelompok
penduduk.
Berdasarkan kepemi l ikan , peningkatan
pertumbuhan DPK pada triwulan I 2017 terutama
didorong oleh golongan nasabah penduduk
sektor swasta. Pada triwulan laporan, DPK nasabah
penduduk sektor swasta tumbuh sebesar 14,79%
(yoy), atau meningkat dari triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 14,03% (yoy). Peningkatan ini
terutama didorong oleh DPK penduduk perseorangan,
yang memiliki pangsa terbesar sebesar 71,23% dari
keseluruhan DPK. Komponen tersebut tumbuh sebesar
11,98% (yoy), meningkat dari triwulan lalu yang
tumbuh sebesar 11,04% (yoy).
Sejalan dengan sektor swasta, pertumbuhan DPK
sektor pemerintah juga mengalami peningkatan
pada triwulan I 2017 meskipun masih berada
dalam tren kontraksi sebagaimana triwulan lalu.
DPK sektor pemerintah mengalami pertumbuhan
sebesar -3,89% (yoy) pada triwulan I 2017, atau
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar -18,75% (yoy). Peningkatan ini sejalan
dengan pola musiman realisasi belanja pemerintah
yang cenderung melambat di awal tahun.
Ketergantungan perbankan Jawa Tengah terhadap
deposan besar pada triwulan laporan tercatat masih
cukup tinggi. Dari hasil pengelompokkan DPK
berdasarkan nilainya, terlihat bahwa rekening dengan
nilai DPK di atas Rp 1 miliar hanya dimiliki oleh 0,09%
penduduk di Jawa Tengah, namun demikian porsi
kepemilikan tersebut memiliki pangsa sebesar 43,84%
dari total DPK perbankan di Jawa Tengah.
4.2.1.3. Penyaluran Kredit
Laju pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah
mengalami perlambatan pada triwulan I 2017. Kredit
perbankan pada triwulan laporan tercatat mengalami
pertumbuhan sebesar 9,12% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar
9,25% (yoy). Laju pertumbuhan kredit tersebut juga
lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan kredit
nasional yang tercatat sebesar 9,26% (yoy).
78 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.25 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.26Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
RP TRILIUN %, YOY
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
-20
0
20
40
60
80
100
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017
Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran
kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan
l aporan mas ih d idominas i o leh sektor
Perdagangan Besar dan Eceran dengan pangsa
33,08% dari total kredit. Sektor utama daerah lainnya,
yaitu Industri Pengolahan, juga memiliki pangsa kredit
signifikan sebesar 19,30%. Sementara itu, sektor
pertanian hanya memiliki pangsa sebesar 2,91% dari
total kredit meskipun sektor tersebut merupakan
penyumbang terbesar ketiga bagi PDRB Jawa Tengah.
Apabila ditinjau berdasarkan penggunaan,
penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah pada
triwulan I 2017 masih didominasi oleh kredit
modal kerja dengan pangsa 52,77%. Sementara itu,
kredit konsumsi dan kredit investasi menempati urutan
kedua dan ketiga dengan pangsa masing-masing
sebesar 30,31% dan 16,92% dari total kredit.
Berdasarkan sektor ekonominya, perlambatan
kredit Jawa Tengah pada triwulan I 2017 terutama
didorong oleh sektor industri pengolahan. Laju
pertumbuhan kredit sektor industri pengolahan
melambat menjadi sebesar 6,42% (yoy) pada triwulan I
2017, setelah sebelumnya tumbuh 10,98% (yoy) pada
triwulan IV 2016. Perlambatan tersebut cukup
signifikan mendorong perlambatan penyaluran kredit
perbankan Jawa Tengah secara keseluruhan, sejalan
dengan pangsanya yang cukup besar yakni 19,30%.
Sektor pertanian juga mengalami perlambatan
pertumbuhan kredit pada triwulan laporan meskipun
tidak terlalu signifikan. Pertumbuhan kredit sektor
pertanian pada triwulan laporan tercatat sebesar
11,55% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV
2016 yang sebesar 11,58% (yoy). Sementara,
peningkatan laju pertumbuhan kredit Jawa Tengah
untuk sektor perdagangan besar dan eceran cukup
menahan tren perlambatan pertumbuhan kredit di
triwulan laporan. Laju pertumbuhan kredit sektor
perdagangan meningkat menjadi 8,29% (yoy) pada
triwulan laporan, dari 8,23% (yoy) pada triwulan
sebelumnya.
Ditinjau berdasarkan jenis penggunaan,
perlambatan kredit perbankan Jawa Tengah pada
triwulan I 2017 didorong oleh kredit investasi dan
kredit modal kerja. Kredit investasi pada triwulan
laporan tumbuh sebesar 13,34% (yoy), atau melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 16,07% (yoy). Kredit modal kerja juga
mengalami perlambatan menjadi sebesar 8,27% (yoy)
atau melambat dibandingkan triwulan IV 2016 yang
sebesar 8,49% (yoy). Sedangkan, kredit konsumsi pada
triwulan laporan tumbuh sebesar 8,36% (yoy),
meningkat dibandingkan triwulan lalu yang sebesar
7,07% (yoy).
79STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
0 - 100
100 - 500
500 - 1 M
>1 M
TOTAL
DPK
Tabel 4.4. Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya
Nominal DPK(Rp Miliar)
JumlahRekening
PersentaseNominal
PersentaseRekening
67,464
52,499
18,067
107,754
245,783
26,342,058
255,740
24,114
22,901
26,644,813
27.45%
21.36%
7.35%
43.84%
100.00%
98.86%
0.96%
0.09%
0.09%
100.00%
Grafik 4.23 Perkembangan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.24 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
RP TRILIUN
0
50
100
150
200
250
TABUNGAN GIRODPK DEPOSITO
%, YOY
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017
giro penduduk bukan lembaga keuangan yang tercatat
sebesar 18,10% (yoy) dari 5,79% (yoy) pada triwulan
lalu. Pangsa giro penduduk bukan lembaga keuangan
terhadap keseluruhan giro di Jawa Tengah tercatat
sebesar 36,51% pada triwulan laporan.
Sejalan dengan pola historisnya, sebagian besar
DPK dimiliki oleh kelompok penduduk dengan
porsi sebesar 99,45%. Nasabah sektor swasta tercatat
mendominasi kepemilikan DPK pada kelompok
penduduk yaitu dengan komposis i 88,74%.
Sementara, nasabah sektor pemerintah tercatat
sebesar 11,26% terhadap keseluruhan DPK kelompok
penduduk.
Berdasarkan kepemi l ikan , peningkatan
pertumbuhan DPK pada triwulan I 2017 terutama
didorong oleh golongan nasabah penduduk
sektor swasta. Pada triwulan laporan, DPK nasabah
penduduk sektor swasta tumbuh sebesar 14,79%
(yoy), atau meningkat dari triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 14,03% (yoy). Peningkatan ini
terutama didorong oleh DPK penduduk perseorangan,
yang memiliki pangsa terbesar sebesar 71,23% dari
keseluruhan DPK. Komponen tersebut tumbuh sebesar
11,98% (yoy), meningkat dari triwulan lalu yang
tumbuh sebesar 11,04% (yoy).
Sejalan dengan sektor swasta, pertumbuhan DPK
sektor pemerintah juga mengalami peningkatan
pada triwulan I 2017 meskipun masih berada
dalam tren kontraksi sebagaimana triwulan lalu.
DPK sektor pemerintah mengalami pertumbuhan
sebesar -3,89% (yoy) pada triwulan I 2017, atau
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar -18,75% (yoy). Peningkatan ini sejalan
dengan pola musiman realisasi belanja pemerintah
yang cenderung melambat di awal tahun.
Ketergantungan perbankan Jawa Tengah terhadap
deposan besar pada triwulan laporan tercatat masih
cukup tinggi. Dari hasil pengelompokkan DPK
berdasarkan nilainya, terlihat bahwa rekening dengan
nilai DPK di atas Rp 1 miliar hanya dimiliki oleh 0,09%
penduduk di Jawa Tengah, namun demikian porsi
kepemilikan tersebut memiliki pangsa sebesar 43,84%
dari total DPK perbankan di Jawa Tengah.
4.2.1.3. Penyaluran Kredit
Laju pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah
mengalami perlambatan pada triwulan I 2017. Kredit
perbankan pada triwulan laporan tercatat mengalami
pertumbuhan sebesar 9,12% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar
9,25% (yoy). Laju pertumbuhan kredit tersebut juga
lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan kredit
nasional yang tercatat sebesar 9,26% (yoy).
78 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.32 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama Provinsi Jawa Tengah
9
10
11
12
13
14
15
16 %
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERTANIAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
Grafik 4.30 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.31 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
GITO TABUNGAN DEPOSITO - SKALA KANAN
%
5
6
7
8
9%
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
11
12
13
14 %
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017
yang tercatat sebesar 11,49%. Sejalan dengan kredit
modal kerja dan kredit investasi, suku bunga kredit
konsumsi pada triwulan laporan juga mengalami
penurunan menjadi 12,80% dari 12,92% pada
triwulan sebelumnya.
Secara umum, tren penurunan suku bunga ini
diperkirakan akan berlanjut sejalan dengan penguatan
kerangka kebijakan moneter oleh Bank Indonesia
dengan memperkenalkan suku bunga kebijakan baru,
yaitu BI 7-Day (Reverse) Repo Rate, yang akan
menggantikan BI Rate yang saat ini berlaku sebagai
suku bunga kebijakan. Kerangka kebijakan moneter
yang baru tersebut sudah sudah berlaku sejak tanggal
19 Agustus 2016.
Berdasarkan sektor ekonomi, penurunan suku
bunga kredit Jawa Tengah pada triwulan I 2017
terjadi pada hampir seluruh sektor. Suku bunga
kredit sektor perdagangan besar dan eceran pada
triwulan I 2017 mengalami penurunan dibandingkan
triwulan IV 2016, yakni menjadi sebesar 11,97% dari
12,12%. Suku bunga kredit sektor industri pengolahan
juga mengalami penurunan pada triwulan laporan
menjadi sebesar 10,44% dari 10,48% pada triwulan
lalu. Sedangkan suku bunga kredit sektor pertanian
pada triwulan laporan tercatat sebesar 10,81% atau
relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya.
4.2.1.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum
S e j a l a n d e n g a n p e r l a m b a t a n k i n e r j a
perekonomian, kualitas kredit Jawa Tengah pada
t r iwulan I 2017 menga lami penurunan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Non
Performing Loan (NPL) sebagai indikator kualitas kredit
yang disalurkan perbankan pada triwulan laporan
tercatat sebesar 3,06% atau meningkat dibandingkan
triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 2,84%. Angka
tersebut juga lebih tinggi dibandingkan NPL nasional
yang tercatat sebesar 3,02% pada triwulan laporan.
Penurunan kualitas kredit perbankan Jawa
Tengah pada triwulan I 2017 terjadi pada seluruh
jenis penggunaannya. Rasio NPL kredit modal kerja
pada triwulan I 2017 tercatat mengalami peningkatan
menjadi 3,98% dari 3,81% di triwulan IV 2016 . Rasio
NPL kredit investasi juga meningkat menjadi 3,58% dari
2,99% pada triwulan sebelumnya. Sejalan dengan
kredit modal kerja dan kredit investasi, rasio NPL kredit
konsumsi juga tercatat mengalami peningkatan
menjadi sebesar 1,16% dari 1,04% pada triwulan lalu.
81STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
0 - 100
100 - 500
500 - 1 M
>1 M
TOTAL
KREDIT
Tabel 4.5. Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya
60.084
56.690
11.722
109.275
237.771
3.076.146
341.891
19.863
22.745
3.460.645
25,27%
23,84%
4,93%
45,96%
100,00%
88,89%
9,88%
0,57%
0,66%
100,00%
Nominal Kredit(Miliar Rp)
JumlahRekening
PersentaseNominal
PersentaseRekening
MODAL KERJAINVESTASIKONSUMSI
Grafik 4.29 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaandi Provinsi Jawa Tengah
52,77%16,92%30,31%
Grafik 4.28 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan BerdasarkanPenggunaan di Provinsi Jawa Tengah
%, YOY
0
10
20
30
40
50
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
Grafik 4.27 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaandi Provinsi Jawa Tengah
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
RP TRILIUN
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017
Berdasarkan pengelompokkan nilai, dapat terlihat
bahwa persentase kredit di bawah Rp 500 juta memiliki
pangsa sebesar 49,11% dari total kredit yang
disalurkan di Jawa Tengah. Sementara kredit di atas Rp
1 Miliar memiliki pangsa sebesar 45,96% dari total
kredit yang disalurkan di Jawa Tengah. Hal Ini
menunjukkan bahwa nominal penyaluran kredit skala
kecil dan skala besar di Jawa Tengah relatif merata.
Namun ditinjau dari aspek sebaran jumlah debitur dan
nominal kreditnya, penyaluran kredit di Jawa Tengah
sebagian besar masih dikuasai oleh debitur dengan
nominal kredit di atas Rp 1 Miliar. Hal tersebut terlihat
dari 0,66% debitur di atas Rp 1 Miliar memiliki pangsa
nominal kredit hingga mencapai 45,96% dari
keseluruhan nominal kredit Jawa Tengah. Berdasarkan
data triwulan I 2017, mayoritas debitur kredit di atas Rp
1 Miliar merupakan golongan debitur sektor swasta
bukan lembaga keuangan.
4.2.1.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
Suku bunga simpanan perbankan secara umum
mengalami mengalami penurunan pada triwulan I
2017 kecuali untuk kategori giro. Suku bunga
simpanan dalam bentuk deposito mengalami
penurunan di triwulan laporan menjadi 6,02% dari
6,05% pada triwulan IV 2016. Sementara itu, suku
bunga tabungan relatif stabil dibandingkan triwulan
sebelumnya. Suku bunga tabungan pada triwulan
laporan tercatat sebesar 1,33%; menurun dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 1,34%. Sedangkan suku
bunga giro mengalami peningkatan menjadi 2,51%
pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan
triwulan lalu yang sebesar 2,09%.
Sejalan dengan penurunan suku bunga simpanan,
suku bunga pinjaman pada triwulan I 2017 juga
mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV
2016. Penurunan suku bunga pinjaman pada triwulan
laporan terjadi pada seluruh jenis penggunaan. Suku
bunga kredit modal kerja pada triwulan ini tercatat
sebesar 11,49%; atau menurun dibandingkan triwulan
IV 2016 yang tercatat sebesar 11,58%. Suku bunga
kredit investasi pada triwulan laporan tercatat sebesar
11,29%; atau menurun dibandingkan triwulan lalu
80 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.32 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama Provinsi Jawa Tengah
9
10
11
12
13
14
15
16 %
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERTANIAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
Grafik 4.30 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.31 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
GITO TABUNGAN DEPOSITO - SKALA KANAN
%
5
6
7
8
9%
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
11
12
13
14 %
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017
yang tercatat sebesar 11,49%. Sejalan dengan kredit
modal kerja dan kredit investasi, suku bunga kredit
konsumsi pada triwulan laporan juga mengalami
penurunan menjadi 12,80% dari 12,92% pada
triwulan sebelumnya.
Secara umum, tren penurunan suku bunga ini
diperkirakan akan berlanjut sejalan dengan penguatan
kerangka kebijakan moneter oleh Bank Indonesia
dengan memperkenalkan suku bunga kebijakan baru,
yaitu BI 7-Day (Reverse) Repo Rate, yang akan
menggantikan BI Rate yang saat ini berlaku sebagai
suku bunga kebijakan. Kerangka kebijakan moneter
yang baru tersebut sudah sudah berlaku sejak tanggal
19 Agustus 2016.
Berdasarkan sektor ekonomi, penurunan suku
bunga kredit Jawa Tengah pada triwulan I 2017
terjadi pada hampir seluruh sektor. Suku bunga
kredit sektor perdagangan besar dan eceran pada
triwulan I 2017 mengalami penurunan dibandingkan
triwulan IV 2016, yakni menjadi sebesar 11,97% dari
12,12%. Suku bunga kredit sektor industri pengolahan
juga mengalami penurunan pada triwulan laporan
menjadi sebesar 10,44% dari 10,48% pada triwulan
lalu. Sedangkan suku bunga kredit sektor pertanian
pada triwulan laporan tercatat sebesar 10,81% atau
relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya.
4.2.1.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum
S e j a l a n d e n g a n p e r l a m b a t a n k i n e r j a
perekonomian, kualitas kredit Jawa Tengah pada
t r iwulan I 2017 menga lami penurunan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Non
Performing Loan (NPL) sebagai indikator kualitas kredit
yang disalurkan perbankan pada triwulan laporan
tercatat sebesar 3,06% atau meningkat dibandingkan
triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 2,84%. Angka
tersebut juga lebih tinggi dibandingkan NPL nasional
yang tercatat sebesar 3,02% pada triwulan laporan.
Penurunan kualitas kredit perbankan Jawa
Tengah pada triwulan I 2017 terjadi pada seluruh
jenis penggunaannya. Rasio NPL kredit modal kerja
pada triwulan I 2017 tercatat mengalami peningkatan
menjadi 3,98% dari 3,81% di triwulan IV 2016 . Rasio
NPL kredit investasi juga meningkat menjadi 3,58% dari
2,99% pada triwulan sebelumnya. Sejalan dengan
kredit modal kerja dan kredit investasi, rasio NPL kredit
konsumsi juga tercatat mengalami peningkatan
menjadi sebesar 1,16% dari 1,04% pada triwulan lalu.
81STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
0 - 100
100 - 500
500 - 1 M
>1 M
TOTAL
KREDIT
Tabel 4.5. Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya
60.084
56.690
11.722
109.275
237.771
3.076.146
341.891
19.863
22.745
3.460.645
25,27%
23,84%
4,93%
45,96%
100,00%
88,89%
9,88%
0,57%
0,66%
100,00%
Nominal Kredit(Miliar Rp)
JumlahRekening
PersentaseNominal
PersentaseRekening
MODAL KERJAINVESTASIKONSUMSI
Grafik 4.29 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaandi Provinsi Jawa Tengah
52,77%16,92%30,31%
Grafik 4.28 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan BerdasarkanPenggunaan di Provinsi Jawa Tengah
%, YOY
0
10
20
30
40
50
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
Grafik 4.27 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaandi Provinsi Jawa Tengah
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
RP TRILIUN
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017
Berdasarkan pengelompokkan nilai, dapat terlihat
bahwa persentase kredit di bawah Rp 500 juta memiliki
pangsa sebesar 49,11% dari total kredit yang
disalurkan di Jawa Tengah. Sementara kredit di atas Rp
1 Miliar memiliki pangsa sebesar 45,96% dari total
kredit yang disalurkan di Jawa Tengah. Hal Ini
menunjukkan bahwa nominal penyaluran kredit skala
kecil dan skala besar di Jawa Tengah relatif merata.
Namun ditinjau dari aspek sebaran jumlah debitur dan
nominal kreditnya, penyaluran kredit di Jawa Tengah
sebagian besar masih dikuasai oleh debitur dengan
nominal kredit di atas Rp 1 Miliar. Hal tersebut terlihat
dari 0,66% debitur di atas Rp 1 Miliar memiliki pangsa
nominal kredit hingga mencapai 45,96% dari
keseluruhan nominal kredit Jawa Tengah. Berdasarkan
data triwulan I 2017, mayoritas debitur kredit di atas Rp
1 Miliar merupakan golongan debitur sektor swasta
bukan lembaga keuangan.
4.2.1.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
Suku bunga simpanan perbankan secara umum
mengalami mengalami penurunan pada triwulan I
2017 kecuali untuk kategori giro. Suku bunga
simpanan dalam bentuk deposito mengalami
penurunan di triwulan laporan menjadi 6,02% dari
6,05% pada triwulan IV 2016. Sementara itu, suku
bunga tabungan relatif stabil dibandingkan triwulan
sebelumnya. Suku bunga tabungan pada triwulan
laporan tercatat sebesar 1,33%; menurun dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 1,34%. Sedangkan suku
bunga giro mengalami peningkatan menjadi 2,51%
pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan
triwulan lalu yang sebesar 2,09%.
Sejalan dengan penurunan suku bunga simpanan,
suku bunga pinjaman pada triwulan I 2017 juga
mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV
2016. Penurunan suku bunga pinjaman pada triwulan
laporan terjadi pada seluruh jenis penggunaan. Suku
bunga kredit modal kerja pada triwulan ini tercatat
sebesar 11,49%; atau menurun dibandingkan triwulan
IV 2016 yang tercatat sebesar 11,58%. Suku bunga
kredit investasi pada triwulan laporan tercatat sebesar
11,29%; atau menurun dibandingkan triwulan lalu
80 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.37 Perbandingan Laju Pertumbuhan PembiayaanPerbankan Syariah di Pulau Jawa
Grafik 4.38 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau Jawa
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
%, YOY
0
10
20
30
40
50
60
70 %
0
20
40
60
80
100
120
140
160
-10I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017
Tabel 4.6. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah
KETERANGAN
I
2015
BANK SYARIAH
BANK UMUM
JUMLAH BANK
JUMLAH KANTOR
UNIT USAHA SYARIAH
JUMLAH KANTOR
BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) SYARIAH
JUMLAH BANK
JUMLAH KANTOR
II III IV
10
169
32
25
25
10
169
35
25
25
10
169
35
25
25
10
169
35
25
25
I
10
152
36
26
26
II
2016
10
152
36
26
26
III
10
153
36
26
26
IV
10
152
33
26
26
I
10
152
33
26
26
2017
rendah dibandingkan laju pertumbuhan pembiayaan
perbankan syariah nasional yang sebesar 17,31% (yoy).
Financing to Deposit Ratio (FDR) perbankan
syariah Jawa Tengah pada triwulan I 2017
mengalami peningkatan ke level 99,54% dari
97,93% di triwulan IV 2016. Apabila dibandingkan
provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa, FDR perbankan
syariah Jawa Tengah tersebut tergolong tinggi. FDR
Provinsi DI Yogyakarta tercatat sebesar 66,58%; DKI
Jakarta 72,27%; dan Banten 89,07%. FDR perbankan
syariah Jawa Tengah pada triwulan laporan juga lebih
tinggi dibandingkan nasional yang tercatat sebesar
87,92%.
Pada triwulan I 2017, jumlah jaringan kantor
perbankan syariah Jawa Tengah tidak mengalami
perubahan dibandingkan triwulan IV 2016. Pada
triwulan laporan, jumlah dan komposisi kantor
perbankan syariah yang ada di Provinsi Jawa Tengah
tidak mengalami perubahan dibandingkan triwulan
lalu.
Kualitas pembiayaan syariah Jawa Tengah pada
triwulan I 2017 menurun dibandingkan triwulan
IV 2016 sejalan dengan perlambatan kinerja
perekonomian Jawa Tengah. Non Performing
Financing (NPF) perbankan syariah pada triwulan
laporan tercatat sebesar 3,08% atau lebih tinggi
dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 2,21%.
Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan tersebut
terutama didorong oleh NPF pembiayaan modal kerja
sebesar 4,00% pada triwulan I 2017 atau meningkat
dari 2,46% pada triwulan IV 2016. Berdasarkan sektor
ekonomi, peningkatan NPF terutama didorong oleh
sektor perdagangan besar dan eceran dengan NPF
sebesar 8,23% pada triwulan I 2017 atau meningkat
dari 4,50% pada triwulan IV 2016.
Kinerja BPR Jawa Tengah mengalami perlambatan
p a d a t r i w u l a n I 2 0 1 7 s e j a l a n d e n g a n
pertumbuhan ekonomi yang juga melambat.
Pertumbuhan aset BPR Jawa Tengah pada triwulan
4.4. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Provinsi Jawa Tengah
83STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.35 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Syariahdi Pulau Jawa
Grafik 4.36 Perbandingan Pertumbuhan DPK Perbankan Syariahdi Pulau Jawa
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
%, YOY
-10
0
10
20
30
40
50 %, YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
-10
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
Grafik 4.33 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.34 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaandi Provinsi Jawa Tengah
1
2
3
4
5
%
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANNPL KREDIT TOTAL
6
NPL KREDIT MODAL KERJANPL KREDIT INVESTASI NPL KREDIT KONSUMSINPL TOTAL
%
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017
Berdasarkan sektor ekonominya, penurunan kualitas
kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan I 2017
terutama didorong oleh sektor industri pengolahan
serta perdagangan besar dan eceran. NPL sektor
perdagangan besar dan eceran pada triwulan laporan
tercatat sebesar 4,21%; atau meningkat dari triwulan
lalu yang sebesar 3,87%. NPL sektor industri
pengolahan juga mengalami kenaikan dari 3,64%
pada triwulan IV 2016 menjadi 3,87% pada triwulan I
2017.
Laju pertumbuhan DPK perbankan syariah Jawa
Tengah mengalami peningkatan pada triwulan I
2017. Pada triwulan laporan, DPK perbankan syariah
Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan sebesar
27,05% (yoy); atau meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 23,38% (yoy). Dibandingkan
provinsi lainnya di Pulau Jawa, laju pertumbuhan DPK
perbankan syariah Jawa Tengah pada triwulan I 2017
merupakan yang tertinggi.
Meski pertumbuhan DPK meningkat di triwulan I
2017, pertumbuhan pembiayaan perbankan
syariah Jawa Tengah pada triwulan laporan
melambat menjadi sebesar 12,81% (yoy) dari
16,01% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Angka
tersebut juga cenderung leb ih rendah b i la
dibandingkan beberapa provinsi lainnya di Pulau Jawa.
Dalam periode yang sama, laju pertumbuhan
pembiayaan syariah di Provinsi Banten tercatat sebesar
13,20% (yoy) sementara DKI Jakarta sebesar 14,65%
(yoy). Pertumbuhan DPK perbankan syariah Jawa
Tengah pada triwulan laporan juga tercatat lebih
82 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
4.3. Perkembangan Perbankan Syariah
Indikator kinerja industri perbankan syariah
P r o v i n s i J a w a Te n g a h m e n u n j u k k a n
perkembangan yang bervariasi pada triwulan I
2017. Pertumbuhan aset perbankan syariah di
triwulan I 2017 mencatatkan perlambatan menjadi
21,51% (yoy) dari sebesar 34,89% (yoy) pada
triwulan IV 2016. Meski melambat, angka tersebut
masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan aset
perbankan syariah nasional yang sebesar 20,81% (yoy).
Grafik 4.37 Perbandingan Laju Pertumbuhan PembiayaanPerbankan Syariah di Pulau Jawa
Grafik 4.38 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau Jawa
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
%, YOY
0
10
20
30
40
50
60
70 %
0
20
40
60
80
100
120
140
160
-10I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017
Tabel 4.6. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah
KETERANGAN
I
2015
BANK SYARIAH
BANK UMUM
JUMLAH BANK
JUMLAH KANTOR
UNIT USAHA SYARIAH
JUMLAH KANTOR
BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) SYARIAH
JUMLAH BANK
JUMLAH KANTOR
II III IV
10
169
32
25
25
10
169
35
25
25
10
169
35
25
25
10
169
35
25
25
I
10
152
36
26
26
II
2016
10
152
36
26
26
III
10
153
36
26
26
IV
10
152
33
26
26
I
10
152
33
26
26
2017
rendah dibandingkan laju pertumbuhan pembiayaan
perbankan syariah nasional yang sebesar 17,31% (yoy).
Financing to Deposit Ratio (FDR) perbankan
syariah Jawa Tengah pada triwulan I 2017
mengalami peningkatan ke level 99,54% dari
97,93% di triwulan IV 2016. Apabila dibandingkan
provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa, FDR perbankan
syariah Jawa Tengah tersebut tergolong tinggi. FDR
Provinsi DI Yogyakarta tercatat sebesar 66,58%; DKI
Jakarta 72,27%; dan Banten 89,07%. FDR perbankan
syariah Jawa Tengah pada triwulan laporan juga lebih
tinggi dibandingkan nasional yang tercatat sebesar
87,92%.
Pada triwulan I 2017, jumlah jaringan kantor
perbankan syariah Jawa Tengah tidak mengalami
perubahan dibandingkan triwulan IV 2016. Pada
triwulan laporan, jumlah dan komposisi kantor
perbankan syariah yang ada di Provinsi Jawa Tengah
tidak mengalami perubahan dibandingkan triwulan
lalu.
Kualitas pembiayaan syariah Jawa Tengah pada
triwulan I 2017 menurun dibandingkan triwulan
IV 2016 sejalan dengan perlambatan kinerja
perekonomian Jawa Tengah. Non Performing
Financing (NPF) perbankan syariah pada triwulan
laporan tercatat sebesar 3,08% atau lebih tinggi
dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 2,21%.
Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan tersebut
terutama didorong oleh NPF pembiayaan modal kerja
sebesar 4,00% pada triwulan I 2017 atau meningkat
dari 2,46% pada triwulan IV 2016. Berdasarkan sektor
ekonomi, peningkatan NPF terutama didorong oleh
sektor perdagangan besar dan eceran dengan NPF
sebesar 8,23% pada triwulan I 2017 atau meningkat
dari 4,50% pada triwulan IV 2016.
Kinerja BPR Jawa Tengah mengalami perlambatan
p a d a t r i w u l a n I 2 0 1 7 s e j a l a n d e n g a n
pertumbuhan ekonomi yang juga melambat.
Pertumbuhan aset BPR Jawa Tengah pada triwulan
4.4. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Provinsi Jawa Tengah
83STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.35 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Syariahdi Pulau Jawa
Grafik 4.36 Perbandingan Pertumbuhan DPK Perbankan Syariahdi Pulau Jawa
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
%, YOY
-10
0
10
20
30
40
50 %, YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA
-10
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
Grafik 4.33 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.34 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaandi Provinsi Jawa Tengah
1
2
3
4
5
%
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANNPL KREDIT TOTAL
6
NPL KREDIT MODAL KERJANPL KREDIT INVESTASI NPL KREDIT KONSUMSINPL TOTAL
%
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017
Berdasarkan sektor ekonominya, penurunan kualitas
kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan I 2017
terutama didorong oleh sektor industri pengolahan
serta perdagangan besar dan eceran. NPL sektor
perdagangan besar dan eceran pada triwulan laporan
tercatat sebesar 4,21%; atau meningkat dari triwulan
lalu yang sebesar 3,87%. NPL sektor industri
pengolahan juga mengalami kenaikan dari 3,64%
pada triwulan IV 2016 menjadi 3,87% pada triwulan I
2017.
Laju pertumbuhan DPK perbankan syariah Jawa
Tengah mengalami peningkatan pada triwulan I
2017. Pada triwulan laporan, DPK perbankan syariah
Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan sebesar
27,05% (yoy); atau meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 23,38% (yoy). Dibandingkan
provinsi lainnya di Pulau Jawa, laju pertumbuhan DPK
perbankan syariah Jawa Tengah pada triwulan I 2017
merupakan yang tertinggi.
Meski pertumbuhan DPK meningkat di triwulan I
2017, pertumbuhan pembiayaan perbankan
syariah Jawa Tengah pada triwulan laporan
melambat menjadi sebesar 12,81% (yoy) dari
16,01% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Angka
tersebut juga cenderung leb ih rendah b i la
dibandingkan beberapa provinsi lainnya di Pulau Jawa.
Dalam periode yang sama, laju pertumbuhan
pembiayaan syariah di Provinsi Banten tercatat sebesar
13,20% (yoy) sementara DKI Jakarta sebesar 14,65%
(yoy). Pertumbuhan DPK perbankan syariah Jawa
Tengah pada triwulan laporan juga tercatat lebih
82 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
4.3. Perkembangan Perbankan Syariah
Indikator kinerja industri perbankan syariah
P r o v i n s i J a w a Te n g a h m e n u n j u k k a n
perkembangan yang bervariasi pada triwulan I
2017. Pertumbuhan aset perbankan syariah di
triwulan I 2017 mencatatkan perlambatan menjadi
21,51% (yoy) dari sebesar 34,89% (yoy) pada
triwulan IV 2016. Meski melambat, angka tersebut
masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan aset
perbankan syariah nasional yang sebesar 20,81% (yoy).
Grafik 4.46Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa TengahBerdasarkan Jenis Penggunaan
NPL BPR JAWA TENGAH KESELURUHANNPL KREDIT KONSUMSI BPR JAWA TENGAH
NPL KREDIT INVESTASI BPR JAWA TENGAHNPL KREDIT MODAL KERJA BPR JAWA TENGAH
Grafik 4.47 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Ekonomi
NPL BPR JAWA TENGAH KESELURUHANNPL PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN
NPL INDUSTRI PENGOLAHANNPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017
Grafik 4.43 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Penggunaan
KREDIT MODAL KERJA BPR JAWA TENGAHKREDIT INVESTASI BPR JAWA TENGAHKREDIT KONSUMSI BPR JAWA TENGAH
56,80%5,42%
37,78%
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANANINDUSTRI PENGOLAHANPERDAGANGAN BESAR DAN ECERANRUMAH TANGGAJASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA,HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYALAINNYA
Grafik 4.45 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah BerdasarkanSektor Ekonomi
7,91%1,54%
33,72%3,41%2,22%51,21%
Grafik 4.42 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di Jawa Tengah
Grafik 4.44 Pertumbuhan Kredit BPR Jawa Tengah BerdasarkanSektor Ekonomi
%,YOY
0
10
20
30
PERTUMBUHAN KREDIT BPR JAWA TENGAHPERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA BPR JAWA TENGAH
PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI BPR JAWA TENGAHPERTUMBUHAN KREDIT KONSUMSI BPR JAWA TENGAH
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
%,YOY
-10
0
10
20
30
PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR PERTANIANPERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANPERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR RUMAH TANGGA (RHS)
PERTUMBUHAN KREDIT BPR KESELURUHAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
-40
-20
0
20
Hal tersebut tercermin dari tingkat NPL BPR Jawa
Tengah yang mengalami peningkatan pada
triwulan I 2017. NPL BPR Jawa Tengah tercatat sebesar
7,06% pada triwulan laporan atau meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
6,07%.
Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan NPL
BPR Jawa Tengah pada triwulan I 2017 terjadi
pada seluruh komponen. NPL kredit modal kerja BPR
Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat sebesar
9,45%; meningkat dari triwulan IV 2016 yang sebesar
8,12%. Sejalan dengan kredit modal kerja, NPL kredit
investasi juga tercatat mengalami peningkatan di
triwulan I 2017 menjadi sebesar 5,54% dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 5,26%. NPL kredit konsumsi
juga meningkat menjadi sebesar 3,67% dari triwulan
lalu yang sebesar 3,18%.
Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan NPL
BPR Jawa Tengah pada triwulan I 2017 terutama
didorong oleh peningkatan NPL sektor
perdagangan besar dan eceran dan pertanian. NPL
kredit sektor perdagangan besar dan eceran tercatat
sebesar 9,14% pada triwulan laporan atau meningkat
dari triwulan IV 2016 yang sebesar 8,36%. NPL kredit
85STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
42,16%57,84%
PANGSA TABUNGAN BPR JAWA TENGAH PANGSA DEPOSITO BPR JAWA TENGAH
Grafik 4.41 Pangsa DPK BPR di Jawa Tengah
Grafik 4.40 Perkembangan Pertumbuhan DPK BPR di Jawa Tengah
%,YOY
PERTUMBUHAN DEPOSITO BPR JAWA TENGAHPERTUMBUHAN DPK BPR JAWA TENGAH PERTUMBUHAN TABUNGAN BPR JAWA TENGAH
10
12
14
16
18
20
22
24
Grafik 4.39 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di Jawa Tengah
PERTUMBUHAN ASET BPR JAWA TENGAH
10
11
12
13
14
15
16
17
18 %,YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017
laporan tercatat sebesar 11,29% (yoy) atau melambat
dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar
12,93% (yoy).
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan aset
BPR Jawa Tengah, pertumbuhan DPK BPR Jawa
Tengah pada triwulan I 2017 juga mengalami
perlambatan. DPK BPR Jawa Tengah pada triwulan
laporan tercatat tumbuh sebesar 11,35% (yoy), lebih
rendah dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat
sebesar 13,85% (yoy). Perlambatan pertumbuhan
tersebut terutama didorong oleh komponen deposito
dan tabungan. Deposito BPR Jawa Tengah tumbuh
melambat menjadi sebesar 9,55% (yoy) pada triwulan
laporan atau melambat dari triwulan lalu yang sebesar
12,23% (yoy). Tabungan BPR Jawa Tengah juga
tumbuh melambat menjadi sebesar 13,91% (yoy) dari
16,05% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Berbeda dengan aset dan DPK BPR Jawa Tengah,
pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah pada
triwulan I 2017 tercatat mengalami peningkatan.
Pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah pada triwulan
laporan adalah sebesar 13,17% (yoy), meningkat
dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar
11,83% (yoy).
Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan
pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah pada triwulan I
2017 terutama didorong oleh kredit modal kerja dan
investasi. Kredit modal kerja BPR Jawa Tengah tumbuh
sebesar 16,26% (yoy) pada triwulan laporan atau
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 13,33% (yoy). Kredit investasi BPR Jawa Tengah
tumbuh sebesar 25,88% (yoy), meningkat dari 21,07%
(yoy) pada triwulan lalu. Sedangkan kredit konsumsi
BPR Jawa Tengah mengalami perlambatan menjadi
sebesar 7,32% (yoy) dan 8,64% (yoy) di triwulan lalu.
Apabila ditinjau berdasarkan sektor ekonomi,
peningkatan pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah
pada triwulan I 2017 terutama disumbang oleh kredit
sektor industri pengolahan serta perdagangan besar
dan eceran. Kredit sektor industri pengolahan tumbuh
meningkat menjadi sebesar 31,43% (yoy) di triwulan
laporan dari 12,41% (yoy) pada triwulan lalu. Kredit
sektor perdagangan besar dan eceran juga mengalami
peningkatan menjadi sebesar 15,66% (yoy) dari
12,73% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Sejalan dengan perlambatan ekonomi pada
triwulan I 2017, kualitas kredit BPR di Jawa Tengah
juga mengalami penurunan di triwulan laporan.
84 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.46Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa TengahBerdasarkan Jenis Penggunaan
NPL BPR JAWA TENGAH KESELURUHANNPL KREDIT KONSUMSI BPR JAWA TENGAH
NPL KREDIT INVESTASI BPR JAWA TENGAHNPL KREDIT MODAL KERJA BPR JAWA TENGAH
Grafik 4.47 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Ekonomi
NPL BPR JAWA TENGAH KESELURUHANNPL PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN
NPL INDUSTRI PENGOLAHANNPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017
Grafik 4.43 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Penggunaan
KREDIT MODAL KERJA BPR JAWA TENGAHKREDIT INVESTASI BPR JAWA TENGAHKREDIT KONSUMSI BPR JAWA TENGAH
56,80%5,42%
37,78%
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANANINDUSTRI PENGOLAHANPERDAGANGAN BESAR DAN ECERANRUMAH TANGGAJASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA,HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYALAINNYA
Grafik 4.45 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah BerdasarkanSektor Ekonomi
7,91%1,54%
33,72%3,41%2,22%51,21%
Grafik 4.42 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di Jawa Tengah
Grafik 4.44 Pertumbuhan Kredit BPR Jawa Tengah BerdasarkanSektor Ekonomi
%,YOY
0
10
20
30
PERTUMBUHAN KREDIT BPR JAWA TENGAHPERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA BPR JAWA TENGAH
PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI BPR JAWA TENGAHPERTUMBUHAN KREDIT KONSUMSI BPR JAWA TENGAH
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
%,YOY
-10
0
10
20
30
PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR PERTANIANPERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANPERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR RUMAH TANGGA (RHS)
PERTUMBUHAN KREDIT BPR KESELURUHAN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
-40
-20
0
20
Hal tersebut tercermin dari tingkat NPL BPR Jawa
Tengah yang mengalami peningkatan pada
triwulan I 2017. NPL BPR Jawa Tengah tercatat sebesar
7,06% pada triwulan laporan atau meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
6,07%.
Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan NPL
BPR Jawa Tengah pada triwulan I 2017 terjadi
pada seluruh komponen. NPL kredit modal kerja BPR
Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat sebesar
9,45%; meningkat dari triwulan IV 2016 yang sebesar
8,12%. Sejalan dengan kredit modal kerja, NPL kredit
investasi juga tercatat mengalami peningkatan di
triwulan I 2017 menjadi sebesar 5,54% dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 5,26%. NPL kredit konsumsi
juga meningkat menjadi sebesar 3,67% dari triwulan
lalu yang sebesar 3,18%.
Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan NPL
BPR Jawa Tengah pada triwulan I 2017 terutama
didorong oleh peningkatan NPL sektor
perdagangan besar dan eceran dan pertanian. NPL
kredit sektor perdagangan besar dan eceran tercatat
sebesar 9,14% pada triwulan laporan atau meningkat
dari triwulan IV 2016 yang sebesar 8,36%. NPL kredit
85STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
42,16%57,84%
PANGSA TABUNGAN BPR JAWA TENGAH PANGSA DEPOSITO BPR JAWA TENGAH
Grafik 4.41 Pangsa DPK BPR di Jawa Tengah
Grafik 4.40 Perkembangan Pertumbuhan DPK BPR di Jawa Tengah
%,YOY
PERTUMBUHAN DEPOSITO BPR JAWA TENGAHPERTUMBUHAN DPK BPR JAWA TENGAH PERTUMBUHAN TABUNGAN BPR JAWA TENGAH
10
12
14
16
18
20
22
24
Grafik 4.39 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di Jawa Tengah
PERTUMBUHAN ASET BPR JAWA TENGAH
10
11
12
13
14
15
16
17
18 %,YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017
laporan tercatat sebesar 11,29% (yoy) atau melambat
dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar
12,93% (yoy).
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan aset
BPR Jawa Tengah, pertumbuhan DPK BPR Jawa
Tengah pada triwulan I 2017 juga mengalami
perlambatan. DPK BPR Jawa Tengah pada triwulan
laporan tercatat tumbuh sebesar 11,35% (yoy), lebih
rendah dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat
sebesar 13,85% (yoy). Perlambatan pertumbuhan
tersebut terutama didorong oleh komponen deposito
dan tabungan. Deposito BPR Jawa Tengah tumbuh
melambat menjadi sebesar 9,55% (yoy) pada triwulan
laporan atau melambat dari triwulan lalu yang sebesar
12,23% (yoy). Tabungan BPR Jawa Tengah juga
tumbuh melambat menjadi sebesar 13,91% (yoy) dari
16,05% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Berbeda dengan aset dan DPK BPR Jawa Tengah,
pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah pada
triwulan I 2017 tercatat mengalami peningkatan.
Pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah pada triwulan
laporan adalah sebesar 13,17% (yoy), meningkat
dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar
11,83% (yoy).
Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan
pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah pada triwulan I
2017 terutama didorong oleh kredit modal kerja dan
investasi. Kredit modal kerja BPR Jawa Tengah tumbuh
sebesar 16,26% (yoy) pada triwulan laporan atau
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 13,33% (yoy). Kredit investasi BPR Jawa Tengah
tumbuh sebesar 25,88% (yoy), meningkat dari 21,07%
(yoy) pada triwulan lalu. Sedangkan kredit konsumsi
BPR Jawa Tengah mengalami perlambatan menjadi
sebesar 7,32% (yoy) dan 8,64% (yoy) di triwulan lalu.
Apabila ditinjau berdasarkan sektor ekonomi,
peningkatan pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah
pada triwulan I 2017 terutama disumbang oleh kredit
sektor industri pengolahan serta perdagangan besar
dan eceran. Kredit sektor industri pengolahan tumbuh
meningkat menjadi sebesar 31,43% (yoy) di triwulan
laporan dari 12,41% (yoy) pada triwulan lalu. Kredit
sektor perdagangan besar dan eceran juga mengalami
peningkatan menjadi sebesar 15,66% (yoy) dari
12,73% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Sejalan dengan perlambatan ekonomi pada
triwulan I 2017, kualitas kredit BPR di Jawa Tengah
juga mengalami penurunan di triwulan laporan.
84 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.51 Perkembangan Kredit kepada UMKM Grafik 4.52 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
%, YOYRP TRILIUN
KREDIT UMKM PERTUMBUHAN KREDIT UMKM - (RHS)
0
10
20
30
NOMINAL NPL KREDIT UMKM PERSENTASI NPL KREDIT UMKM (RHS)
RP TRILIUN
3,0
3,5
4,0
0
1
2
3
4 %
0102030405060708090
100
Grafik 4.53 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasar Sektor Grafik 4.54 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor
INDUSTRI PENGOLAHANPERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
%, YOY
-10
20
50
80
110
140
170
NPL KREDIT PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANANNPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN
NPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
1
2
3
4
5
6 %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV
2012I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017I II III IV
2012
Grafik 4.55 Perkembangan Kredit kepada UMKM BerdasarkanPenggunaan
%, YOYRP TRILIUN
KREDIT MODAL KERJA UMKMKREDIT INVESTASI UMKM
PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)
-10
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV
2012
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Grafik 4.56 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM BerdasarkanPenggunaan
RP TRILIUN
-1
1
2
3
NOMINAL NPL KREDIT MODAL KERJA UMKMNOMINAL NPL KREDIT INVESTASI UMKM
PERSENTASE NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM - RHSPERSENTASE KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)
3
4
5%,YOY
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015II III IVI I
2016II III IV
meningkat dibandingkan triwulan lalu sebesar 3,06%.
Sementara itu, NPL sektor pertanian dan sektor industri
tercatat sebesar 2,84%, meningkat dibandingkan
triwulan lalu yang tercatat sebesar 2,74%. Sedangkan
NPL sektor industri pengolahan pada triwulan laporan
tercatat sebesar 3,34%, menurun dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
3,51%.
Bila ditinjau berdasarkan pangsanya, porsi kredit
UMKM perbankan di Jawa Tengah terhadap total kredit
yang diberikan pada triwulan I 2017 meningkat
menjadi 40,43%, dari sebelumnya sebesar 39,46%.
Namun, pangsa kredit UMKM di Jawa Tengah tersebut
berada di atas pangsa nasional yang hanya tercatat
sebesar 18,77%. Penyaluran kredit UMKM di Jawa
Tengah mayor i tas d i tu jukan kepada sektor
perdagangan besar dan eceran (61,39%), diikuti sektor
industri pengolahan (13,17%), dan sektor pertanian
(6,74%).
Berdasarkan penggunaannya, kredit UMKM perbankan
di Jawa Tengah lebih banyak disalurkan ke dalam skim
kredit modal kerja dengan porsi 79,78% dari total
kredit yang diberikan kepada UMKM. Sementara itu,
kredit yang disalurkan ke dalam skim kredit investasi
sebesar 20,22%.
87STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.48 Perkembangan LDR BPR Jawa Tengah
LDR BPR JAWA TENGAH
90%
95%
100%
105%
110%
115%
120%
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
sektor pertanian tercatat sebesar 9,40% pada triwulan
laporan atau meningkat dari triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 7,70%.
Financing to Deposit Ratio (FDR) BPR Jawa Tengah
pada triwulan I 2017 mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan IV 2016. FDR BPR Jawa
Tengah tercatat sebesar 102,47 % pada triwulan
laporan atau meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 99,67%.
Berdasarkan lapangan usahanya, pertumbuhan
kredit UMKM Jawa Tengah pada triwulan I 2017
terutama didorong oleh kinerja sektor industri
pengolahan. Kredit UMKM sektor industr i
pengolahan tercatat tumbuh sebesar 34,70% (yoy)
pada triwulan laporan, atau meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 21,51%.
Sementara itu kredit UMKM sektor pertanian,
kehutanan dan perikanan serta perdagangan besar dan
eceran tercatat mengalami perlambatan pada triwulan
laporan menjadi sebesar 17,90% (yoy) dan 9,49% (yoy)
atau melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya sebesar 19,05% (yoy) dan 15,04% (yoy).
Risiko kredit UMKM pada triwulan I 2017
mengalami peningkatan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Non Performing Loan (NPL)
kredit UMKM di Jawa Tengah pada laporan
tercatat sebesar 3,35% atau lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya sebesar 3,01%. Angka ini
lebih kecil dibandingkan NPL kredit UMKM nasional
triwulan I 2017 yang sebesar 4,12%.
Peningkatan NPL kredit UMKM Jawa Tengah pada
triwulan I 2017 terutama didorong oleh peningkatan
NPL sektor pertanian dan perdagangan besar dan
eceran yang merupakan sektor ekonomi dengan
pangsa kredit UMKM terbesar di Jawa Tengah. NPL
kredit UMKM sektor perdagangan besar dan eceran
pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,48%,
Grafik 4.49 Pertumbuhan Kredit UMKM Jawa Tengah Grafik 4.50 Perbandingan NPL Kredit UMKM Jawa Tengah dan Nasional
0
5
10
15
20
25
30
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
NASIONAL JAWA TENGAH
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
JAWA TENGAH
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
4.5. Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM)
Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di
Jawa Tengah pada triwulan I 2017 tercatat sebesar
40,43%, mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan IV 2016 sebesar 39,46%. Sedangkan secara
tahunan, kredit UMKM Provinsi Jawa Tengah tercatat
sebesar 12,97% (yoy) di triwulan laporan, atau
melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan
sebelumnya sebesar 15,40% (yoy). Angka ini lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan kredit UMKM
nasional triwulan I 2017 yang sebesar 9,41% (yoy).
86 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.51 Perkembangan Kredit kepada UMKM Grafik 4.52 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
%, YOYRP TRILIUN
KREDIT UMKM PERTUMBUHAN KREDIT UMKM - (RHS)
0
10
20
30
NOMINAL NPL KREDIT UMKM PERSENTASI NPL KREDIT UMKM (RHS)
RP TRILIUN
3,0
3,5
4,0
0
1
2
3
4 %
0102030405060708090
100
Grafik 4.53 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasar Sektor Grafik 4.54 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor
INDUSTRI PENGOLAHANPERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
%, YOY
-10
20
50
80
110
140
170
NPL KREDIT PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANANNPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN
NPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
1
2
3
4
5
6 %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV
2012I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017I II III IV
2012
Grafik 4.55 Perkembangan Kredit kepada UMKM BerdasarkanPenggunaan
%, YOYRP TRILIUN
KREDIT MODAL KERJA UMKMKREDIT INVESTASI UMKM
PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)
-10
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017I II III IV
2012
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Grafik 4.56 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM BerdasarkanPenggunaan
RP TRILIUN
-1
1
2
3
NOMINAL NPL KREDIT MODAL KERJA UMKMNOMINAL NPL KREDIT INVESTASI UMKM
PERSENTASE NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM - RHSPERSENTASE KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)
3
4
5%,YOY
II III IV2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015II III IVI I
2016II III IV
meningkat dibandingkan triwulan lalu sebesar 3,06%.
Sementara itu, NPL sektor pertanian dan sektor industri
tercatat sebesar 2,84%, meningkat dibandingkan
triwulan lalu yang tercatat sebesar 2,74%. Sedangkan
NPL sektor industri pengolahan pada triwulan laporan
tercatat sebesar 3,34%, menurun dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
3,51%.
Bila ditinjau berdasarkan pangsanya, porsi kredit
UMKM perbankan di Jawa Tengah terhadap total kredit
yang diberikan pada triwulan I 2017 meningkat
menjadi 40,43%, dari sebelumnya sebesar 39,46%.
Namun, pangsa kredit UMKM di Jawa Tengah tersebut
berada di atas pangsa nasional yang hanya tercatat
sebesar 18,77%. Penyaluran kredit UMKM di Jawa
Tengah mayor i tas d i tu jukan kepada sektor
perdagangan besar dan eceran (61,39%), diikuti sektor
industri pengolahan (13,17%), dan sektor pertanian
(6,74%).
Berdasarkan penggunaannya, kredit UMKM perbankan
di Jawa Tengah lebih banyak disalurkan ke dalam skim
kredit modal kerja dengan porsi 79,78% dari total
kredit yang diberikan kepada UMKM. Sementara itu,
kredit yang disalurkan ke dalam skim kredit investasi
sebesar 20,22%.
87STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 4.48 Perkembangan LDR BPR Jawa Tengah
LDR BPR JAWA TENGAH
90%
95%
100%
105%
110%
115%
120%
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
sektor pertanian tercatat sebesar 9,40% pada triwulan
laporan atau meningkat dari triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 7,70%.
Financing to Deposit Ratio (FDR) BPR Jawa Tengah
pada triwulan I 2017 mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan IV 2016. FDR BPR Jawa
Tengah tercatat sebesar 102,47 % pada triwulan
laporan atau meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 99,67%.
Berdasarkan lapangan usahanya, pertumbuhan
kredit UMKM Jawa Tengah pada triwulan I 2017
terutama didorong oleh kinerja sektor industri
pengolahan. Kredit UMKM sektor industr i
pengolahan tercatat tumbuh sebesar 34,70% (yoy)
pada triwulan laporan, atau meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 21,51%.
Sementara itu kredit UMKM sektor pertanian,
kehutanan dan perikanan serta perdagangan besar dan
eceran tercatat mengalami perlambatan pada triwulan
laporan menjadi sebesar 17,90% (yoy) dan 9,49% (yoy)
atau melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya sebesar 19,05% (yoy) dan 15,04% (yoy).
Risiko kredit UMKM pada triwulan I 2017
mengalami peningkatan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Non Performing Loan (NPL)
kredit UMKM di Jawa Tengah pada laporan
tercatat sebesar 3,35% atau lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya sebesar 3,01%. Angka ini
lebih kecil dibandingkan NPL kredit UMKM nasional
triwulan I 2017 yang sebesar 4,12%.
Peningkatan NPL kredit UMKM Jawa Tengah pada
triwulan I 2017 terutama didorong oleh peningkatan
NPL sektor pertanian dan perdagangan besar dan
eceran yang merupakan sektor ekonomi dengan
pangsa kredit UMKM terbesar di Jawa Tengah. NPL
kredit UMKM sektor perdagangan besar dan eceran
pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,48%,
Grafik 4.49 Pertumbuhan Kredit UMKM Jawa Tengah Grafik 4.50 Perbandingan NPL Kredit UMKM Jawa Tengah dan Nasional
0
5
10
15
20
25
30
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
NASIONAL JAWA TENGAH
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
JAWA TENGAH
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
4.5. Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM)
Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di
Jawa Tengah pada triwulan I 2017 tercatat sebesar
40,43%, mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan IV 2016 sebesar 39,46%. Sedangkan secara
tahunan, kredit UMKM Provinsi Jawa Tengah tercatat
sebesar 12,97% (yoy) di triwulan laporan, atau
melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan
sebelumnya sebesar 15,40% (yoy). Angka ini lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan kredit UMKM
nasional triwulan I 2017 yang sebesar 9,41% (yoy).
86 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Aktivitas transaksi keuangan masyarakat di Jawa Tengah baik secara tunai maupun non tunai dapat terselenggara dengan baik, meskipun mengalami pertumbuhan yang melambat.
PENYELENGGARAANSISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH
BABV
Penyelesaian transaksi keuangan non tunai melalui SKNBI tertahan seiring dengan
perlambatan aktivitas ekonomi pada triwulan I 2017.
Pengelolaan uang Rupiah mencatatkan peningkatan net inflow dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit yang
disalurkan ke dalam skim kredit modal kerja pada
triwulan I 2017 turun menjadi sebesar 10,97%
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 11,84%.
Dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang
sebesar 9,32% (yoy), laju kredit modal kerja sektor
UMKM Jawa Tengah masih mencatatkan pertumbuhan
yang lebih tinggi pada triwulan ini. Sementara itu, laju
kredit investasi UMKM Jawa Tengah pada triwulan
laporan menunjukan kondisi yang melambat. Laju
kredit investasi UMKM triwulan I 2017 secara nominal
meningkat, namun secara pangsa tercatat sebesar
21,59% (yoy), atau turun cukup signifikan dari triwulan
IV 2016 yang tercatat sebesar 32,57% (yoy).
Kualitas kredit UMKM Jawa Tengah pada triwulan I
2017 mengalami penurunan untuk setiap jenis
penggunaannya. NPL kredit modal kerja UMKM pada
triwulan I 2017 tercatat sebesar 3,28%, meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 3,01%. Sementara itu, NPL kredit investasi
UMKM Jawa Tengah naik menjadi sebesar 3,63%, dari
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,00%.
88 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Aktivitas transaksi keuangan masyarakat di Jawa Tengah baik secara tunai maupun non tunai dapat terselenggara dengan baik, meskipun mengalami pertumbuhan yang melambat.
PENYELENGGARAANSISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH
BABV
Penyelesaian transaksi keuangan non tunai melalui SKNBI tertahan seiring dengan
perlambatan aktivitas ekonomi pada triwulan I 2017.
Pengelolaan uang Rupiah mencatatkan peningkatan net inflow dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit yang
disalurkan ke dalam skim kredit modal kerja pada
triwulan I 2017 turun menjadi sebesar 10,97%
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 11,84%.
Dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang
sebesar 9,32% (yoy), laju kredit modal kerja sektor
UMKM Jawa Tengah masih mencatatkan pertumbuhan
yang lebih tinggi pada triwulan ini. Sementara itu, laju
kredit investasi UMKM Jawa Tengah pada triwulan
laporan menunjukan kondisi yang melambat. Laju
kredit investasi UMKM triwulan I 2017 secara nominal
meningkat, namun secara pangsa tercatat sebesar
21,59% (yoy), atau turun cukup signifikan dari triwulan
IV 2016 yang tercatat sebesar 32,57% (yoy).
Kualitas kredit UMKM Jawa Tengah pada triwulan I
2017 mengalami penurunan untuk setiap jenis
penggunaannya. NPL kredit modal kerja UMKM pada
triwulan I 2017 tercatat sebesar 3,28%, meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 3,01%. Sementara itu, NPL kredit investasi
UMKM Jawa Tengah naik menjadi sebesar 3,63%, dari
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,00%.
88 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
5.1. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi
Jawa Tengah, laju pertumbuhan penyelesaian transaksi
melalui SKNBI tertahan pada triwulan I 2017. Volume
pembayaran non tunai selama triwulan pelaporan
tercatat sebesar 1.150.393 Data Keuangan Elektronik
(DKE) atau lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 1.202.339 DKE. Pertumbuhan
penyelesaian volume transaksi kliring mengalami
perlambatan sebesar 0,22% (yoy), melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 23,28% (yoy). Nilai nominal perputaran kliring
tumbuh negatif sebesar 8,26% (yoy), berbalik arah
setelah mencatat pertumbuhan sebesar 19,20% (yoy)
pada triwulan IV 2016.
Pertumbuhan triwulan perputaran kliring Jawa Tengah
mengalami kontraksi sebesar 4,32% (qtq) setelah
mengalami peningkatan 8,06% pada triwulan IV 2016
(qtq). Nilai transaksi kliring mengalami penurunan
sebesar 7,40% (qtq) seiring dengan tertahannya
pertumbuhan volume transaksi kliring. Jumlah nilai
transaksi pada triwulan I 2017 sebesar Rp47,76 triliun,
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar Rp51,57 triliun.
Aktivitas transaksi kliring mulai menunjukkan transaksi
yang mendekati pola historis setelah meningkat pasca
implementasi SKNBI Generasi II. Pada triwulan I 2017,
aktivitas kliring meningkat 17,70% (qtq) atau
memproses 1.147.860 DKE dengan nilai Rp52,05
triliun. Nominal transaksi kliring meningkat 20,32%
(qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan
aktivitas kliring yang signifikan pada triwulan I 2017
didorong oleh implementasi Surat Edaran Bank
Indonesia No. 17/35/DPSP tanggal 13 November 2015
perihal Batas Nilai Transfer Dana Melalui Sistem Bank
Indonesia - Real Time Gross Settlement dan Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia. Dengan adanya
peraturan tersebut, nilai nominal transfer dana melalui
SKNBI pada 16 November 2015 hingga 30 Juni 2016
tidak dibatasi nilai nominalnya. Sementara transfer
dana melalui RTGS pada periode yang sama memiliki
batas nilai nominal transfer dana di atas Rp500 juta per
transaksi.
Rata-rata harian jumlah transaksi yang dikliringkan
pada triwulan I 2017 sebanyak 18.555 transaksi per
hari, lebih rendah 2,78% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 19.085 transaksi per
hari. Sejalan dengan penurunan volume transaksi, nilai
transaksi yang diproses melalui SKNBI tumbuh negatif
sebesar 5,90% (qtq). Rata-rata nilai transaksi pada
periode pelaporan sebesar Rp770,25 miliar per hari
atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar Rp818,59 miliar per hari.
Pertumbuhan tahunan rata-rata harian perputaran
k l i r ing pada t r iwulan I 2017 menunjukkan
pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya, baik secara volume maupun nilai
transaksi. Pada triwulan laporan volume penyelesaian
transaksi tumbuh negatif sebesar 1,40% (yoy), lebih
rendah dibandingkan dengan triwulan IV 2016 yang
tumbuh sebesar 17,41% (yoy). Sedangkan dari sisi
nominal, pertumbuhan tahunan rata-rata harian
perputaran kliring tercatat tumbuh negatif 9,74%
(yoy), berbalik arah dibandingkan pertumbuhan pada
triwulan IV 2016 yang tumbuh sebesar 13,52% (yoy).
Perlambatan aktivitas penyelesaian transaksi melalui
sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank
Indonesia sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah pada triwulan laporan, yang salah satunya
ditunjukkan dengan menurunnya indikator rata-rata
91PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
5.1. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi
Jawa Tengah, laju pertumbuhan penyelesaian transaksi
melalui SKNBI tertahan pada triwulan I 2017. Volume
pembayaran non tunai selama triwulan pelaporan
tercatat sebesar 1.150.393 Data Keuangan Elektronik
(DKE) atau lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 1.202.339 DKE. Pertumbuhan
penyelesaian volume transaksi kliring mengalami
perlambatan sebesar 0,22% (yoy), melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 23,28% (yoy). Nilai nominal perputaran kliring
tumbuh negatif sebesar 8,26% (yoy), berbalik arah
setelah mencatat pertumbuhan sebesar 19,20% (yoy)
pada triwulan IV 2016.
Pertumbuhan triwulan perputaran kliring Jawa Tengah
mengalami kontraksi sebesar 4,32% (qtq) setelah
mengalami peningkatan 8,06% pada triwulan IV 2016
(qtq). Nilai transaksi kliring mengalami penurunan
sebesar 7,40% (qtq) seiring dengan tertahannya
pertumbuhan volume transaksi kliring. Jumlah nilai
transaksi pada triwulan I 2017 sebesar Rp47,76 triliun,
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar Rp51,57 triliun.
Aktivitas transaksi kliring mulai menunjukkan transaksi
yang mendekati pola historis setelah meningkat pasca
implementasi SKNBI Generasi II. Pada triwulan I 2017,
aktivitas kliring meningkat 17,70% (qtq) atau
memproses 1.147.860 DKE dengan nilai Rp52,05
triliun. Nominal transaksi kliring meningkat 20,32%
(qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan
aktivitas kliring yang signifikan pada triwulan I 2017
didorong oleh implementasi Surat Edaran Bank
Indonesia No. 17/35/DPSP tanggal 13 November 2015
perihal Batas Nilai Transfer Dana Melalui Sistem Bank
Indonesia - Real Time Gross Settlement dan Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia. Dengan adanya
peraturan tersebut, nilai nominal transfer dana melalui
SKNBI pada 16 November 2015 hingga 30 Juni 2016
tidak dibatasi nilai nominalnya. Sementara transfer
dana melalui RTGS pada periode yang sama memiliki
batas nilai nominal transfer dana di atas Rp500 juta per
transaksi.
Rata-rata harian jumlah transaksi yang dikliringkan
pada triwulan I 2017 sebanyak 18.555 transaksi per
hari, lebih rendah 2,78% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 19.085 transaksi per
hari. Sejalan dengan penurunan volume transaksi, nilai
transaksi yang diproses melalui SKNBI tumbuh negatif
sebesar 5,90% (qtq). Rata-rata nilai transaksi pada
periode pelaporan sebesar Rp770,25 miliar per hari
atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar Rp818,59 miliar per hari.
Pertumbuhan tahunan rata-rata harian perputaran
k l i r ing pada t r iwulan I 2017 menunjukkan
pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya, baik secara volume maupun nilai
transaksi. Pada triwulan laporan volume penyelesaian
transaksi tumbuh negatif sebesar 1,40% (yoy), lebih
rendah dibandingkan dengan triwulan IV 2016 yang
tumbuh sebesar 17,41% (yoy). Sedangkan dari sisi
nominal, pertumbuhan tahunan rata-rata harian
perputaran kliring tercatat tumbuh negatif 9,74%
(yoy), berbalik arah dibandingkan pertumbuhan pada
triwulan IV 2016 yang tumbuh sebesar 13,52% (yoy).
Perlambatan aktivitas penyelesaian transaksi melalui
sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank
Indonesia sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah pada triwulan laporan, yang salah satunya
ditunjukkan dengan menurunnya indikator rata-rata
91PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 5.5 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
LEMBARRP MILIAR
VOLUME - SKALA KANANNOMINAL
360
320
280
240
2005,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2012 I 201
7
RP TRILIUN
Grafik 5.7 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal Berdasarkan Wilayah
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL
Grafik 5.6 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah
(20)
(15)
(10)
(5)
-
5
10
15
20
25
30 RP TRILIUN
INFLOW OUTFLOW NET INFLOW/(OUTFLOW)
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2012 I 201
7
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2012 I 201
7
(5)
(3)
(1)
2
4
6
8
Aliran uang kartal melalui Bank Indonesia di Semarang,
Solo, Purwokerto dan Tegal menunjukkan adanya
peningkatan net inflow dibandingkan triwulan
sebelumnya. Posisi net inflow meningkat 213,36%
(qtq) menjadi Rp8,26 triliun pada triwulan laporan dari
tr iwulan sebelumnya sebesar Rp2,63 tr i l iun.
Pergerakan uang kartal ini sesuai dengan pola
historisnya yang mencatatkan aliran uang masuk yang
signifikan di awal tahun. Uang kartal masuk ke Bank
Indonesia (inflow) menunjukkan pertumbuhan sebesar
25,33% (qtq) dari Rp14,66 triliun menjadi Rp18,38
triliun. Sedangkan aliran uang kartal keluar dari Bank
Indonesia ke perbankan dan masyarakat (outflow)
mengalami penurunan 15,91% (qtq) dari Rp12,03
triliun menjadi Rp10,11 triliun.
Pertumbuhan tahunan net inf low mencatat
pertumbuhan negatif sebesar 29,61% (yoy) apabila
dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
tumbuh negatif sebesar 6,78% (yoy) dengan nilai
sebesar Rp11,74 triliun. Posisi inflow di Jawa Tengah
menunjukkan penurunan sebesar 1,95% (yoy) pada
triwulan laporan. Sementara perkembangan tahunan
posisi outflow tumbuh 44,55% (yoy).
Jika dilihat secara spasial, pola aliran uang kartal melalui
Bank Indonesia Semarang, Solo, dan Purwokerto
menunjukkan pola net inflow, sedangkan Tegal
mencatatkan net outflow pada triwulan I 2017. Net
inflow tertinggi terdapat di Semarang mengingat peran
kota tersebut sebagai kota pusat perekonomian di Jawa
Tengah dengan peran lapangan usaha industri dan
perdagangan yang dominan.
Bank Indonesia aktif melakukan layanan kas untuk
memenuhi kebutuhan uang Rupiah di masyarakat
dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang
sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar.
Layanan ini selain dilaksanakan di kantor Bank
Indonesia, namun juga dilaksanakan di luar kantor
sehingga dapat meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat. Layanan kas di luar kantor atau yang
disebut dengan kas keliling rutin dilakukan di dalam
kota lokasi Bank Indonesia hingga menjangkau daerah
terpencil. Pada triwulan I 2017, kegiatan kas keliling
dilaksanakan sebanyak 50 kali. Selama kegiatan kas
keliling di triwulan pelaporan, masyarakat menukarkan
uang Rupiah sebesar Rp62,65 miliar yang dilayani oleh
seluruh kantor Bank Indonesia di Jawa Tengah. Jumlah
5.2. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
93PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Indeks Penjualan Riil (IPR) hasil dari Survei Penjualan
Eceran (SPE). Pada triwulan I 2017, IPR tercatat sebesar
175,89 lebih rendah 13,71 poin dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 189,60 serta menurun 0,23 poin
dibandingkan triwulan I 2016. Pertumbuhan ini juga
dikonfirmasi oleh dunia usaha yang tercermin dari
Saldo Bersih Tertimbang (SBT) hasil dari Survei Kegiatan
Dunia Usaha (SKDU) yang berada pada level 14,24%
setelah pada triwulan sebelumnya SBT sebesar
19,46%.
Perputaran kliring terbesar masih didominasi kota
Semarang dan Solo sebagai pusat perekonomian di
Jawa Tengah. Pangsa transaksi kliring terbesar secara
volume dan nominal masih dicatat kota Semarang yaitu
masing-masing sebesar 43,46% dan 41,51%. Daerah
kedua di Jawa Tengah yang mencatatkan pangsa
transaksi kliring tertinggi adalah Solo dengan pangsa
volume sebesar 24,20% dan 27,68% dari sisi nominal.
Secara volume, kota-kota yang memiliki pangsa
perputaran kliring terbesar selanjutnya adalah
Purwokerto, Kudus, dan Tegal. Sementara kota-kota
yang memiliki pangsa perputaran nilai kliring terbesar
adalah Purwokerto, Kudus, dan Pekalongan.
Perputaran kliring di Jawa Tengah pada triwulan
laporan masih didominasi oleh transaksi kliring debit
penyerahan berupa penyerahan cek dan bilyet giro
(BG). Jumlah rata-rata harian penarikan cek dan BG
kosong pada triwulan laporan mengalami peningkatan
dari sisi volume dan nominal dibandingkan triwulan
sebelumnya. Rata-rata cek dan BG kosong yang
dikliringkan per hari pada triwulan laporan sebanyak
207 warkat per hari atau lebih tinggi 2,39% (qtq) dari
triwulan sebelumnya sebanyak 199 warkat per hari.
Sejalan dengan peningkatan volume penarikan cek dan
BG kosong, nilai penarikan cek dan BG kosong
meningkat 5,20% (qtq) menjadi Rp9,01 miliar per hari
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp8,43
miliar per hari.
Grafik 5.2 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring dan IPR SPE dan SBT SKDU
(50)
INDEKS%, YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUMEPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - NOMINALINDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANANSALDO BERSIH TERTIMBANG SKDU - SKALA KANAN
Grafik 5.1 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah
400
600
800
1,000 RP MILIAR RIBU TRANSAKSI
NOMINAL SKNBI VOLUME - SKALA KANAN
-
50
100
150
200
250
12
14
16
18
20
-15,0
,0
15,0
30,0
45,0
60,0
75,0
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2012 I 201
7
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2012 I 201
7
Grafik 5.3 Pangsa Volume Transaksi SKNBI BerdasarkanDaerah Pengiriman
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA
RIBU TRANSAKSI
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2012 I 201
7
Grafik 5.4 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI BerdasarkanDaerah Pengiriman
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA
RP MILIAR
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
-I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IVI II III IV
2012 I 201
7
92 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 5.5 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
LEMBARRP MILIAR
VOLUME - SKALA KANANNOMINAL
360
320
280
240
2005,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2012 I 201
7
RP TRILIUN
Grafik 5.7 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal Berdasarkan Wilayah
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL
Grafik 5.6 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah
(20)
(15)
(10)
(5)
-
5
10
15
20
25
30 RP TRILIUN
INFLOW OUTFLOW NET INFLOW/(OUTFLOW)
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2012 I 201
7
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2012 I 201
7
(5)
(3)
(1)
2
4
6
8
Aliran uang kartal melalui Bank Indonesia di Semarang,
Solo, Purwokerto dan Tegal menunjukkan adanya
peningkatan net inflow dibandingkan triwulan
sebelumnya. Posisi net inflow meningkat 213,36%
(qtq) menjadi Rp8,26 triliun pada triwulan laporan dari
tr iwulan sebelumnya sebesar Rp2,63 tr i l iun.
Pergerakan uang kartal ini sesuai dengan pola
historisnya yang mencatatkan aliran uang masuk yang
signifikan di awal tahun. Uang kartal masuk ke Bank
Indonesia (inflow) menunjukkan pertumbuhan sebesar
25,33% (qtq) dari Rp14,66 triliun menjadi Rp18,38
triliun. Sedangkan aliran uang kartal keluar dari Bank
Indonesia ke perbankan dan masyarakat (outflow)
mengalami penurunan 15,91% (qtq) dari Rp12,03
triliun menjadi Rp10,11 triliun.
Pertumbuhan tahunan net inf low mencatat
pertumbuhan negatif sebesar 29,61% (yoy) apabila
dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
tumbuh negatif sebesar 6,78% (yoy) dengan nilai
sebesar Rp11,74 triliun. Posisi inflow di Jawa Tengah
menunjukkan penurunan sebesar 1,95% (yoy) pada
triwulan laporan. Sementara perkembangan tahunan
posisi outflow tumbuh 44,55% (yoy).
Jika dilihat secara spasial, pola aliran uang kartal melalui
Bank Indonesia Semarang, Solo, dan Purwokerto
menunjukkan pola net inflow, sedangkan Tegal
mencatatkan net outflow pada triwulan I 2017. Net
inflow tertinggi terdapat di Semarang mengingat peran
kota tersebut sebagai kota pusat perekonomian di Jawa
Tengah dengan peran lapangan usaha industri dan
perdagangan yang dominan.
Bank Indonesia aktif melakukan layanan kas untuk
memenuhi kebutuhan uang Rupiah di masyarakat
dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang
sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar.
Layanan ini selain dilaksanakan di kantor Bank
Indonesia, namun juga dilaksanakan di luar kantor
sehingga dapat meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat. Layanan kas di luar kantor atau yang
disebut dengan kas keliling rutin dilakukan di dalam
kota lokasi Bank Indonesia hingga menjangkau daerah
terpencil. Pada triwulan I 2017, kegiatan kas keliling
dilaksanakan sebanyak 50 kali. Selama kegiatan kas
keliling di triwulan pelaporan, masyarakat menukarkan
uang Rupiah sebesar Rp62,65 miliar yang dilayani oleh
seluruh kantor Bank Indonesia di Jawa Tengah. Jumlah
5.2. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
93PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Indeks Penjualan Riil (IPR) hasil dari Survei Penjualan
Eceran (SPE). Pada triwulan I 2017, IPR tercatat sebesar
175,89 lebih rendah 13,71 poin dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 189,60 serta menurun 0,23 poin
dibandingkan triwulan I 2016. Pertumbuhan ini juga
dikonfirmasi oleh dunia usaha yang tercermin dari
Saldo Bersih Tertimbang (SBT) hasil dari Survei Kegiatan
Dunia Usaha (SKDU) yang berada pada level 14,24%
setelah pada triwulan sebelumnya SBT sebesar
19,46%.
Perputaran kliring terbesar masih didominasi kota
Semarang dan Solo sebagai pusat perekonomian di
Jawa Tengah. Pangsa transaksi kliring terbesar secara
volume dan nominal masih dicatat kota Semarang yaitu
masing-masing sebesar 43,46% dan 41,51%. Daerah
kedua di Jawa Tengah yang mencatatkan pangsa
transaksi kliring tertinggi adalah Solo dengan pangsa
volume sebesar 24,20% dan 27,68% dari sisi nominal.
Secara volume, kota-kota yang memiliki pangsa
perputaran kliring terbesar selanjutnya adalah
Purwokerto, Kudus, dan Tegal. Sementara kota-kota
yang memiliki pangsa perputaran nilai kliring terbesar
adalah Purwokerto, Kudus, dan Pekalongan.
Perputaran kliring di Jawa Tengah pada triwulan
laporan masih didominasi oleh transaksi kliring debit
penyerahan berupa penyerahan cek dan bilyet giro
(BG). Jumlah rata-rata harian penarikan cek dan BG
kosong pada triwulan laporan mengalami peningkatan
dari sisi volume dan nominal dibandingkan triwulan
sebelumnya. Rata-rata cek dan BG kosong yang
dikliringkan per hari pada triwulan laporan sebanyak
207 warkat per hari atau lebih tinggi 2,39% (qtq) dari
triwulan sebelumnya sebanyak 199 warkat per hari.
Sejalan dengan peningkatan volume penarikan cek dan
BG kosong, nilai penarikan cek dan BG kosong
meningkat 5,20% (qtq) menjadi Rp9,01 miliar per hari
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp8,43
miliar per hari.
Grafik 5.2 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring dan IPR SPE dan SBT SKDU
(50)
INDEKS%, YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUMEPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - NOMINALINDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANANSALDO BERSIH TERTIMBANG SKDU - SKALA KANAN
Grafik 5.1 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah
400
600
800
1,000 RP MILIAR RIBU TRANSAKSI
NOMINAL SKNBI VOLUME - SKALA KANAN
-
50
100
150
200
250
12
14
16
18
20
-15,0
,0
15,0
30,0
45,0
60,0
75,0
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2012 I 201
7
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2012 I 201
7
Grafik 5.3 Pangsa Volume Transaksi SKNBI BerdasarkanDaerah Pengiriman
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA
RIBU TRANSAKSI
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2012 I 201
7
Grafik 5.4 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI BerdasarkanDaerah Pengiriman
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA
RP MILIAR
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
-I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015III IV I
2016II III IVI II III IV
2012 I 201
7
92 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PEMBELIAN PENJUALAN PERTUMBUHAN TRANSAKSI - SKALA KANAN KUNJUNGAN WISMAN - SKALA KANAN
Grafik 5.13 Transaksi Penukaran Valuta Asing dan Kunjungan Wisatawan Asing di Jawa Tengah
Grafik 5.14 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkan melalui KUPVABukan Bank di Jawa Tengah
RP MILIARRP MILIAR %, YOY
-
150
300
450
600
750
-
150
300
450
600
750
USD SGD MYR EUR JPY LAINNYA
(80)
(40)
0
40
80
120
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2012 I 201
7
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2012 I 201
7
Bank mencapai Rp334,69 miliar atau meningkat
4,95% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar Rp318,89 miliar. Sementara transaksi
penjualan mengalami penurunan sebesar 2,67% (qtq)
menjadi Rp312,44 miliar dari Rp321,01 miliar pada
triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan tahunan transaksi pembelian dan
penjualan mencatat pertumbuhan positif masing-
masing sebesar 12,36% (yoy) dan 1,12% (yoy). Secara
keseluruhan transaksi penukaran valuta asing
mengalami peningkatan sebesar 6,64% (yoy) atau
mengalami perbaikan dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya yang tumbuh negatif sebesar
1,55% (yoy). Peningkatan transaksi ini sejalan dengan
meningkatnya kunjungan wisatawan asing ke Jawa
Tengah sebesar 40,85% (yoy). Wisatawan asing yang
berkunjung ke Jawa Tengah melalui Bandara Ahmad
Yani – Semarang maupun Bandara Adi Sumarmo – Solo
pada triwulan laporan tercatat sebesar 7.317
kunjungan, lebih tinggi dibandingkan periode yang
sama tahun lalu sebesar 5.195 kunjungan.
Berdasarkan mata uang yang diperdagangkan, Dolar
Amerika Serikat (USD) masih mendominasi transaksi
pada triwulan I 2017 (40,36%) yang diikuti oleh Dolar
Singapura (SGD, 19,57%), Euro (EUR, 7,09%), Ringgit
Malaysia (MYR, 6,49%), dan Yen Jepang (JPY, 5,17%).
Penggunaan USD masih mendominasi transaksi di Jawa
Tengah seiring dengan peran USD sebagai mata uang
internasional.
95PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan
nilai Rupiah serta menjaga kelangsungan ekonomi,
dibutuhkan dukungan pasar keuangan termasuk pasar
valuta asing domestik. Di Jawa Tengah terdapat 28
penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing
(KUPVA) Bukan Bank yang memiliki izin dari Bank
Indonesia. Dari jumlah tersebut, 53,58% (15 KUPVA)
terdapat di wilayah kerja KPwBI Provinsi Jawa Tengah,
masing-masing 5 KUPVA di wilayah KPwBI Solo dan
Purwokerto (17,85%) dan 3 KUPVA di wilayah KPwBI
Tegal (10,72%).
Nilai transaksi penukaran valuta asing melalui KUPVA
Bukan Bank tersebut pada triwulan pelaporan
mencapai Rp647,13 miliar atau mengalami perbaikan
sebesar 1,13% (qtq) dibandingkan tr iwulan
sebelumnya yang tumbuh negatif sebesar 2,20% (qtq).
Apabila dibedakan berdasarkan jenis transaksi,
transaksi pembelian valuta asing melalui KUPVA Bukan
5.3. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing
Grafik 5.11 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Sumber Temuan
93,35% 2,47% 2,29% 0,01%
SETORAN BANKKLARIFIKASI BANK KLARIFIKASI MASYARAKATMASYARAKAT
ini meningkat 8,19% (qtq) dibandingkan triwulan IV
2016 serta meningkat hingga 86,97% (yoy)
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kas keliling dapat melayani penukaran uang kepecahan
yang lebih kecil maupun menukarkan uang Rupiah
lusuh menjadi uang Rupiah Layak Edar.
Sebagai upaya mendorong clean money policy, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia di Semarang, Solo,
Purwokerto dan Tegal secara rutin melakukan kegiatan
penarikan uang yang lusuh, cacat, sudah dicabut, dan
ditarik dari peredaran, untuk selanjutnya disortir dan
diganti dengan uang rupiah layak edar. Hal tersebut
dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan
meningkatkan standar kualitas uang yang diedarkan ke
masyarakat. Pemusnahan uang Rupiah tidak layak edar
di Jawa Tengah pada triwulan laporan sebesar 41,39%
lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang
berada di level 39,74%. Peningkatan pemusnahan
uang Rupiah ini seiring dengan peningkatan inflow
pada triwulan I 2017.
Grafik 5.11 Persentase Temuan Uang Palsu Berdasarkan Pecahan
100.000 50.000 20.000 PECAHAN 10.000<
59,33% 38,04% 1,16% 1,48%
Grafik 5.10 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Wilayah
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL
LEMBAR
100,000 50,000 20,000 PECAHAN < 10.000
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
94 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 5.8 Nominal dan Frekuensi Kas Keliling
NOMINAL KAS KELILING FREKUENSI KAS KELILING - SKALA KANAN
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0
10
20
30
40
50
60
70 RP MILIAR KALI
Grafik 5.9 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar
PEMUSNAHAN % PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
RP TRILIUN RASIO (%)
-
10
20
30
40
50
60
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Sepanjang triwulan I 2017, jumlah uang palsu yang
ditemukan di Jawa Tengah sebanyak 5.626 lembar.
Jumlah in i menga lami penurunan 27 ,15%
dibandingkan periode yang sama tahun lalu dengan
temuan uang palsu sebanyak 7.723 lembar. Sebagai
pusat perekonomian Jawa Tengah, mayoritas uang
palsu ditemukan di Semarang (46,34%).Sementara
pangsa penemuan uang palsu di kota lain adalah Solo
(24,74%), Tegal (18,08%), dan Purwokerto (10,84%).
Secara nominal, uang palsu yang paling banyak
ditemukan dalam pecahan Rp100.000 sebanyak 3.338
lembar (59,33%), diikuti oleh pecahan Rp50.000
sebanyak 2.140 lembar (38,04%). Sedangkan uang
palsu dalam pecahan lainnya memiliki pangsa masing-
masing pecahan kurang dari 2%. Penemuan tersebut
antara lain berasal dari klarifikasi perbankan ke Bank
Indonesia (95,18%), hasil setoran bank (2,29%), serta
setoran masyarakat melalui loket penukaran (2,47%),
serta klarifikasi masyarakat ke Bank Indonesia (0,05%).
PEMBELIAN PENJUALAN PERTUMBUHAN TRANSAKSI - SKALA KANAN KUNJUNGAN WISMAN - SKALA KANAN
Grafik 5.13 Transaksi Penukaran Valuta Asing dan Kunjungan Wisatawan Asing di Jawa Tengah
Grafik 5.14 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkan melalui KUPVABukan Bank di Jawa Tengah
RP MILIARRP MILIAR %, YOY
-
150
300
450
600
750
-
150
300
450
600
750
USD SGD MYR EUR JPY LAINNYA
(80)
(40)
0
40
80
120
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2012 I 201
7
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2012 I 201
7
Bank mencapai Rp334,69 miliar atau meningkat
4,95% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar Rp318,89 miliar. Sementara transaksi
penjualan mengalami penurunan sebesar 2,67% (qtq)
menjadi Rp312,44 miliar dari Rp321,01 miliar pada
triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan tahunan transaksi pembelian dan
penjualan mencatat pertumbuhan positif masing-
masing sebesar 12,36% (yoy) dan 1,12% (yoy). Secara
keseluruhan transaksi penukaran valuta asing
mengalami peningkatan sebesar 6,64% (yoy) atau
mengalami perbaikan dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya yang tumbuh negatif sebesar
1,55% (yoy). Peningkatan transaksi ini sejalan dengan
meningkatnya kunjungan wisatawan asing ke Jawa
Tengah sebesar 40,85% (yoy). Wisatawan asing yang
berkunjung ke Jawa Tengah melalui Bandara Ahmad
Yani – Semarang maupun Bandara Adi Sumarmo – Solo
pada triwulan laporan tercatat sebesar 7.317
kunjungan, lebih tinggi dibandingkan periode yang
sama tahun lalu sebesar 5.195 kunjungan.
Berdasarkan mata uang yang diperdagangkan, Dolar
Amerika Serikat (USD) masih mendominasi transaksi
pada triwulan I 2017 (40,36%) yang diikuti oleh Dolar
Singapura (SGD, 19,57%), Euro (EUR, 7,09%), Ringgit
Malaysia (MYR, 6,49%), dan Yen Jepang (JPY, 5,17%).
Penggunaan USD masih mendominasi transaksi di Jawa
Tengah seiring dengan peran USD sebagai mata uang
internasional.
95PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan
nilai Rupiah serta menjaga kelangsungan ekonomi,
dibutuhkan dukungan pasar keuangan termasuk pasar
valuta asing domestik. Di Jawa Tengah terdapat 28
penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing
(KUPVA) Bukan Bank yang memiliki izin dari Bank
Indonesia. Dari jumlah tersebut, 53,58% (15 KUPVA)
terdapat di wilayah kerja KPwBI Provinsi Jawa Tengah,
masing-masing 5 KUPVA di wilayah KPwBI Solo dan
Purwokerto (17,85%) dan 3 KUPVA di wilayah KPwBI
Tegal (10,72%).
Nilai transaksi penukaran valuta asing melalui KUPVA
Bukan Bank tersebut pada triwulan pelaporan
mencapai Rp647,13 miliar atau mengalami perbaikan
sebesar 1,13% (qtq) dibandingkan tr iwulan
sebelumnya yang tumbuh negatif sebesar 2,20% (qtq).
Apabila dibedakan berdasarkan jenis transaksi,
transaksi pembelian valuta asing melalui KUPVA Bukan
5.3. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing
Grafik 5.11 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Sumber Temuan
93,35% 2,47% 2,29% 0,01%
SETORAN BANKKLARIFIKASI BANK KLARIFIKASI MASYARAKATMASYARAKAT
ini meningkat 8,19% (qtq) dibandingkan triwulan IV
2016 serta meningkat hingga 86,97% (yoy)
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kas keliling dapat melayani penukaran uang kepecahan
yang lebih kecil maupun menukarkan uang Rupiah
lusuh menjadi uang Rupiah Layak Edar.
Sebagai upaya mendorong clean money policy, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia di Semarang, Solo,
Purwokerto dan Tegal secara rutin melakukan kegiatan
penarikan uang yang lusuh, cacat, sudah dicabut, dan
ditarik dari peredaran, untuk selanjutnya disortir dan
diganti dengan uang rupiah layak edar. Hal tersebut
dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan
meningkatkan standar kualitas uang yang diedarkan ke
masyarakat. Pemusnahan uang Rupiah tidak layak edar
di Jawa Tengah pada triwulan laporan sebesar 41,39%
lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang
berada di level 39,74%. Peningkatan pemusnahan
uang Rupiah ini seiring dengan peningkatan inflow
pada triwulan I 2017.
Grafik 5.11 Persentase Temuan Uang Palsu Berdasarkan Pecahan
100.000 50.000 20.000 PECAHAN 10.000<
59,33% 38,04% 1,16% 1,48%
Grafik 5.10 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Wilayah
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL
LEMBAR
100,000 50,000 20,000 PECAHAN < 10.000
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
94 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 5.8 Nominal dan Frekuensi Kas Keliling
NOMINAL KAS KELILING FREKUENSI KAS KELILING - SKALA KANAN
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0
10
20
30
40
50
60
70 RP MILIAR KALI
Grafik 5.9 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar
PEMUSNAHAN % PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
RP TRILIUN RASIO (%)
-
10
20
30
40
50
60
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Sepanjang triwulan I 2017, jumlah uang palsu yang
ditemukan di Jawa Tengah sebanyak 5.626 lembar.
Jumlah in i menga lami penurunan 27 ,15%
dibandingkan periode yang sama tahun lalu dengan
temuan uang palsu sebanyak 7.723 lembar. Sebagai
pusat perekonomian Jawa Tengah, mayoritas uang
palsu ditemukan di Semarang (46,34%).Sementara
pangsa penemuan uang palsu di kota lain adalah Solo
(24,74%), Tegal (18,08%), dan Purwokerto (10,84%).
Secara nominal, uang palsu yang paling banyak
ditemukan dalam pecahan Rp100.000 sebanyak 3.338
lembar (59,33%), diikuti oleh pecahan Rp50.000
sebanyak 2.140 lembar (38,04%). Sedangkan uang
palsu dalam pecahan lainnya memiliki pangsa masing-
masing pecahan kurang dari 2%. Penemuan tersebut
antara lain berasal dari klarifikasi perbankan ke Bank
Indonesia (95,18%), hasil setoran bank (2,29%), serta
setoran masyarakat melalui loket penukaran (2,47%),
serta klarifikasi masyarakat ke Bank Indonesia (0,05%).
Kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah pada triwulan I 2017 relatif membaik, tercermin dari membaiknya indikator ketenagakerjaan dan berkurangnya kemiskinan. Namun demikian, Nilai Tukar Petani (NTP) mengalami perlambatan.
KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
BABVI
Kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah pada Februari 2017 mengalami perbaikan,
tercermin dari meningkatnya tingkat partisipasi angkatan kerja dan menurunnya
persentase pengangguran.
Angka kemiskinan Jawa Tengah pada September 2016 mengalami penurunan
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, NTP pada triwulan laporan tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Grafik 5.16 Realitas Jumlah Agen LKD
1 2 3 4 5 6 7 8 9
JUMLAH AGEN RP MILIAR
10 11 12
JUMLAH AGEN LKD JUMLAH TRANSAKSI AGEN LKD
Grafik 5.15 Sebaran Jaringan Kantor Bank di Jawa Tengah
KOTA SEMARANG
KOTA SOLO
KAB. BANYUMAS
KOTA TEGAL
KOTA MAGELANG
KAB. CILACAP
KOTA PEKALONGAN
KAB. KUDUS
LAINNYA
27%14%7%7%
4%4%
3%4%30%
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
0
5.000
10.000
15.000
20.000
masyarakat berpendapatan rendah dan masyarakat di
daerah terpencil yang belum dilayani jaringan kantor
perbankan melalui penyelenggaraan Layanan
Keuangan Digital (LKD).
Hingga periode pelaporan, terdapat 17.923 agen LKD
mitra perbankan di Jawa Tengah. Jumlah ini meningkat
91,00% (qtq) dibandingkan jumlah agen LKD pada
triwulan IV 2016 sebesar 9.384 agen LKD. Seiring
dengan peningkatan signifikan pada jumlah agen LKD,
nilai transaksi yang dilayani oleh agen LKD meningkat
6,57% (qtq) menjadi sebesar Rp3,21 triliun. Dari sisi
volume transaksi, jumlah transaksi yang dilakukan oleh
nasabah melalui agen LKD mencapai 2.966.151
transaksi, mengalami penurunan 16,67% (qtq)
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Peningkatan jumlah agen dan nilai transaksi pada
triwulan I 2017 merupakan bentuk komitmen
perbankan dalam mendukung penyaluran program-
program bantuan pemerintah. Transaksi melalui agen
LKD mitra perbankan dapat memberikan kesempatan
yang lebih besar kepada masyarakat dalam
mendapatkan layanan keuangan dengan aman dan
biaya ter jangkau. Saat ini masyarakat yang
mendapatkan bantuan sosial berupa Program Keluarga
Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)
dapat memanfaatkan bantuan tersebut di agen LKD.
96 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Bank Indonesia aktif melakukan pengawasan dan
memberikan pembinaan kepada KUPVA serta
melakukan upaya persuasif kepada KUPVA yang belum
berizin agar dapat memperoleh izin selambat-
lambatnya tanggal 7 April 2017. Hal tersebut dilakukan
agar dapat mendukung pembentukan iklim sistem
pembayaran yang aman, lancar, efisien, serta
melindungi konsumen. Penyempurnaan peraturan
mengenai penyelenggaraan KUPVA BB diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia No.18/20/PBI/2016 dan Surat
Edaran No.18/42/DKSP perihal Kegiatan Usaha
Penukaran Valuta Asing Bukan Bank.
Jaringan kantor bank umum masih terpusat di kota-
kota dengan aktivitas perekonomian yang tinggi di
Jawa Tengah. Kota Semarang menjadi kota yang paling
banyak dilayani perbankan dengan pangsa jaringan
kantor perbankan sebesar 26,70% terhadap total
jaringan kantor perbankan di Jawa Tengah, disusul Kota
Solo dengan pangsa 13,61%. Sementara pangsa
jaringan kantor bank di kota lainnya kurang dari 10%.
Seiring dengan terbentuknya Strategi Nasional
Keuangan Inklusif melalui Perpres No. 82 Tahun 2016
pada 1 September 2016, Bank Indonesia mendorong
perluasan jangkauan layanan keuangan pada
5.4. Perkembangan Akses Keuangan
Kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah pada triwulan I 2017 relatif membaik, tercermin dari membaiknya indikator ketenagakerjaan dan berkurangnya kemiskinan. Namun demikian, Nilai Tukar Petani (NTP) mengalami perlambatan.
KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
BABVI
Kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah pada Februari 2017 mengalami perbaikan,
tercermin dari meningkatnya tingkat partisipasi angkatan kerja dan menurunnya
persentase pengangguran.
Angka kemiskinan Jawa Tengah pada September 2016 mengalami penurunan
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, NTP pada triwulan laporan tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Grafik 5.16 Realitas Jumlah Agen LKD
1 2 3 4 5 6 7 8 9
JUMLAH AGEN RP MILIAR
10 11 12
JUMLAH AGEN LKD JUMLAH TRANSAKSI AGEN LKD
Grafik 5.15 Sebaran Jaringan Kantor Bank di Jawa Tengah
KOTA SEMARANG
KOTA SOLO
KAB. BANYUMAS
KOTA TEGAL
KOTA MAGELANG
KAB. CILACAP
KOTA PEKALONGAN
KAB. KUDUS
LAINNYA
27%14%7%7%
4%4%
3%4%30%
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
0
5.000
10.000
15.000
20.000
masyarakat berpendapatan rendah dan masyarakat di
daerah terpencil yang belum dilayani jaringan kantor
perbankan melalui penyelenggaraan Layanan
Keuangan Digital (LKD).
Hingga periode pelaporan, terdapat 17.923 agen LKD
mitra perbankan di Jawa Tengah. Jumlah ini meningkat
91,00% (qtq) dibandingkan jumlah agen LKD pada
triwulan IV 2016 sebesar 9.384 agen LKD. Seiring
dengan peningkatan signifikan pada jumlah agen LKD,
nilai transaksi yang dilayani oleh agen LKD meningkat
6,57% (qtq) menjadi sebesar Rp3,21 triliun. Dari sisi
volume transaksi, jumlah transaksi yang dilakukan oleh
nasabah melalui agen LKD mencapai 2.966.151
transaksi, mengalami penurunan 16,67% (qtq)
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Peningkatan jumlah agen dan nilai transaksi pada
triwulan I 2017 merupakan bentuk komitmen
perbankan dalam mendukung penyaluran program-
program bantuan pemerintah. Transaksi melalui agen
LKD mitra perbankan dapat memberikan kesempatan
yang lebih besar kepada masyarakat dalam
mendapatkan layanan keuangan dengan aman dan
biaya ter jangkau. Saat ini masyarakat yang
mendapatkan bantuan sosial berupa Program Keluarga
Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)
dapat memanfaatkan bantuan tersebut di agen LKD.
96 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Bank Indonesia aktif melakukan pengawasan dan
memberikan pembinaan kepada KUPVA serta
melakukan upaya persuasif kepada KUPVA yang belum
berizin agar dapat memperoleh izin selambat-
lambatnya tanggal 7 April 2017. Hal tersebut dilakukan
agar dapat mendukung pembentukan iklim sistem
pembayaran yang aman, lancar, efisien, serta
melindungi konsumen. Penyempurnaan peraturan
mengenai penyelenggaraan KUPVA BB diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia No.18/20/PBI/2016 dan Surat
Edaran No.18/42/DKSP perihal Kegiatan Usaha
Penukaran Valuta Asing Bukan Bank.
Jaringan kantor bank umum masih terpusat di kota-
kota dengan aktivitas perekonomian yang tinggi di
Jawa Tengah. Kota Semarang menjadi kota yang paling
banyak dilayani perbankan dengan pangsa jaringan
kantor perbankan sebesar 26,70% terhadap total
jaringan kantor perbankan di Jawa Tengah, disusul Kota
Solo dengan pangsa 13,61%. Sementara pangsa
jaringan kantor bank di kota lainnya kurang dari 10%.
Seiring dengan terbentuknya Strategi Nasional
Keuangan Inklusif melalui Perpres No. 82 Tahun 2016
pada 1 September 2016, Bank Indonesia mendorong
perluasan jangkauan layanan keuangan pada
5.4. Perkembangan Akses Keuangan
6.1. KetenagakerjaanJumlah penduduk usia produktif sebagai
angkatan kerja relatif stabil pada triwulan
laporan. Jumlah angkatan kerja meningkat
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya, yaitu dari 17,91 juta orang menjadi
sebanyak 18,20 juta orang atau tumbuh 1,62% (yoy).
Meningkatnya pertumbuhan angkatan kerja ini lebih
baik dibandingkan dengan Februari 2016 yang
menga lami pe r l ambatan , meng ind ikas i kan
berkurangnya penduduk angkatan kerja pada periode
tersebut.
Dari keseluruhan angkatan kerja tersebut, jumlah
penduduk yang bekerja pada Februari 2017
sebanyak 17,44 juta orang atau 96% dari total
angkatan kerja. Jumlah pekerja ini tumbuh 1,63%
dari periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak
17,16 juta orang. Sementara itu, sisanya sebesar 4%
atau 0,76 juta merupakan jumlah angkatan kerja yang
tergolong dalam pengangguran. Persentase ini tidak
berbeda jauh dengan nasional, di mana 95% angkatan
kerja tergolong bekerja sementara 5% merupakan
pengangguran.
Sejalan dengan meningkatnya jumlah pekerja,
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada
triwulan laporan juga mengalami peningkatan
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
lalu. TPAK yang mengindikasikan besarnya persentase
penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi,
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas di Jawa Tengah Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
Sumber : BPS Jawa Tengah
STATUS PEKERJAN UTAMA
ANGKATAN KERJA
BEKERJA
PENGANGGURAN
TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) %
TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT)%
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PARUH WAKTU
*Data diolah dari Sakernas 2013-2017
2014
Februari Agustus Februari
17,46
16,5
0,96
70,46
5,50
4,73
1,9
2,83
17,52
16,47
1,05
70,42
5,99
5,21
1,49
3,72
17,72
16,75
0,97
70,93
5,45
4,85
1,28
3,57
2013
Agustus
17,55
16,55
1
69,68
5,68
4,9
1,19
3,71
Februari
2015
18,29
17,32
0,97
72,19
5,31
4,91
1,18
3,73
Agustus
17,30
16,44
0,86
67,86
4,99
4,51
1,07
3,44
Februari
2016
17,91
17,16
0,75
69,89
4,20
4,97
1,23
3,74
Agustus
17,31
16,51
0,8
67,15
4,63
4,22
1,02
3,2
Februari
18,20
17,44
0,76
70,20
4,15
4,73
1,03
3,7
2017
mengalami peningkatan dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya. TPAK Jawa Tengah pada
Februari 2017 tercatat sebesar 70,20% meningkat
dibandingkan Februari 2016 yang tercatat sebesar
69,89%. TPAK Jawa Tengah ini juga tercatat masih
lebih baik dibandingkan dengan nasional yang tercatat
sebesar 69,02%.
Struktur lapangan pekerjaan relatif tidak banyak
mengalami perubahan. Sektor Pertanian masih
menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga
kerja di Jawa Tengah. Meskipun demikian, sektor ini
mengalami penurunan jumlah pekerja. Pada Februari
2017, lapangan usaha tersebut menyerap tenaga kerja
sebanyak 4,97 juta orang atau 28,50% dari total
penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Angka ini
menurun dibandingkan Februar i 2016 yang
mencatatkan tenaga kerja di sektor Pertanian sebanyak
5,16 juta orang atau 30,07% dari total penduduk
bekerja.
Jumlah penduduk yang bekerja di lapangan usaha
pertanian mengalami penurunan sebesar 0,19 juta
orang atau 3,68% (yoy). Penurunan ini sejalan dengan
menurunnya kesejahteraan petani yang tercermin dari
penurunan Nilai Tukar Petani (NTP), terutama untuk
subsektor tanaman pangan dan hortikultura. Imbal
hasil yang rendah di sektor pertanian menyebabkan
penduduk beralih ke lapangan usaha lainnya yang
memberikan pendapatan lebih baik.
99KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
6.1. KetenagakerjaanJumlah penduduk usia produktif sebagai
angkatan kerja relatif stabil pada triwulan
laporan. Jumlah angkatan kerja meningkat
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya, yaitu dari 17,91 juta orang menjadi
sebanyak 18,20 juta orang atau tumbuh 1,62% (yoy).
Meningkatnya pertumbuhan angkatan kerja ini lebih
baik dibandingkan dengan Februari 2016 yang
menga lami pe r l ambatan , meng ind ikas i kan
berkurangnya penduduk angkatan kerja pada periode
tersebut.
Dari keseluruhan angkatan kerja tersebut, jumlah
penduduk yang bekerja pada Februari 2017
sebanyak 17,44 juta orang atau 96% dari total
angkatan kerja. Jumlah pekerja ini tumbuh 1,63%
dari periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak
17,16 juta orang. Sementara itu, sisanya sebesar 4%
atau 0,76 juta merupakan jumlah angkatan kerja yang
tergolong dalam pengangguran. Persentase ini tidak
berbeda jauh dengan nasional, di mana 95% angkatan
kerja tergolong bekerja sementara 5% merupakan
pengangguran.
Sejalan dengan meningkatnya jumlah pekerja,
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada
triwulan laporan juga mengalami peningkatan
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
lalu. TPAK yang mengindikasikan besarnya persentase
penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi,
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas di Jawa Tengah Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
Sumber : BPS Jawa Tengah
STATUS PEKERJAN UTAMA
ANGKATAN KERJA
BEKERJA
PENGANGGURAN
TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) %
TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT)%
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PARUH WAKTU
*Data diolah dari Sakernas 2013-2017
2014
Februari Agustus Februari
17,46
16,5
0,96
70,46
5,50
4,73
1,9
2,83
17,52
16,47
1,05
70,42
5,99
5,21
1,49
3,72
17,72
16,75
0,97
70,93
5,45
4,85
1,28
3,57
2013
Agustus
17,55
16,55
1
69,68
5,68
4,9
1,19
3,71
Februari
2015
18,29
17,32
0,97
72,19
5,31
4,91
1,18
3,73
Agustus
17,30
16,44
0,86
67,86
4,99
4,51
1,07
3,44
Februari
2016
17,91
17,16
0,75
69,89
4,20
4,97
1,23
3,74
Agustus
17,31
16,51
0,8
67,15
4,63
4,22
1,02
3,2
Februari
18,20
17,44
0,76
70,20
4,15
4,73
1,03
3,7
2017
mengalami peningkatan dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya. TPAK Jawa Tengah pada
Februari 2017 tercatat sebesar 70,20% meningkat
dibandingkan Februari 2016 yang tercatat sebesar
69,89%. TPAK Jawa Tengah ini juga tercatat masih
lebih baik dibandingkan dengan nasional yang tercatat
sebesar 69,02%.
Struktur lapangan pekerjaan relatif tidak banyak
mengalami perubahan. Sektor Pertanian masih
menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga
kerja di Jawa Tengah. Meskipun demikian, sektor ini
mengalami penurunan jumlah pekerja. Pada Februari
2017, lapangan usaha tersebut menyerap tenaga kerja
sebanyak 4,97 juta orang atau 28,50% dari total
penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Angka ini
menurun dibandingkan Februar i 2016 yang
mencatatkan tenaga kerja di sektor Pertanian sebanyak
5,16 juta orang atau 30,07% dari total penduduk
bekerja.
Jumlah penduduk yang bekerja di lapangan usaha
pertanian mengalami penurunan sebesar 0,19 juta
orang atau 3,68% (yoy). Penurunan ini sejalan dengan
menurunnya kesejahteraan petani yang tercermin dari
penurunan Nilai Tukar Petani (NTP), terutama untuk
subsektor tanaman pangan dan hortikultura. Imbal
hasil yang rendah di sektor pertanian menyebabkan
penduduk beralih ke lapangan usaha lainnya yang
memberikan pendapatan lebih baik.
99KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PENDUDUK YANG BEKERJA
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PEKERJA PARUH WAKTU
PEKERJA PENUH
TOTAL
2013
Februari Agustus
4,91
1,18
3,73
12,41
17,32
4,51
1,07
3,44
11,92
16,43
5,21
1,49
3,72
11,26
16,47
2015
Februari
* Data diolah dari Sakernas 2013-2015
Februari Agustus
4,85
1,28
3,57
11,90
16,75
4,90
1,19
3,71
11,65
16,55
2014
Februari Agustus
4,97
1,23
3,74
12,19
17,16
4,22
1,02
3,2
12,29
16,51
2016
Tabel 6.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Februari
4,73
1,03
3,7
12,71
17,44
2017
STATUS PEKERJAN UTAMA
BERUSAHA SENDIRI
BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI
PEKERJA BEBAS DI PERTANIAN
BEKERJA BEBAS DI NON PERTANIAN
PEKERJA TAK DIBAYAR
TOTAL
2014
Februari Agustus Februari
2,81
2,93
0,57
5,43
2,48
2,29
16,51
2,66
3,34
0,54
5,15
2,02
2,76
16,47
2,82
2,93
0,62
5,74
2,29
2,36
16,76
2013*
Agustus
2,86
3,19
0,64
5,25
2,18
2,43
16,55
Februari
2015
3,03
3,02
0,57
6,09
0,92
1,34
2,37
17,34
Agustus
2,68
2,93
0,58
5,71
0,79
1,54
2,19
16,42
Tabel 6.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus 2017 (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
* Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014** Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
Februari
2016
2,86
3,35
0,54
5,89
0,85
1,34
2,32
17,15
Agustus
2,63
3,09
0,50
5,75
0,86
1,43
2,25
16,51
Februari
3,07
3,23
0,59
6,05
0,92
1,14
2,43
17,43
2017
Penyerapan tenaga kerja Jawa Tengah pada periode
laporan yang tercatat sebesar 72,88% merupakan
pekerja berwaktu penuh (full time worker), yaitu
penduduk yang bekerja pada kelompok 35 jam ke atas
per minggu. Sementara itu, jumlah pekerja berwaktu
tidak penuh mengalami penurunan, yaitu dari 4,97 juta
menjadi 4,73 juta orang pada periode yang sama.
Perbaikan kualitas pekerja tercermin dari latar
belakang pendidikan SMP ke atas yang
meningkat. Jumlah penduduk yang bekerja dengan
tingkat pendidikan SMP pada Februari 2017 tercatat
sebanyak 3,47 orang atau meningkat dibandingkan
Februari 2016 yang tercatat sebanyak 3,28 juta orang.
Begitu pula dengan pekerja dengan latar belakang
SMA Umum dan SMA Kejuruan yang masing-masing
meningkat menjadi 1,97 juta orang dan 1,85 juta
orang; lebih baik dibandingkan periode sama tahun
sebelumnya yang sebesar 1,90 juta orang dan 1,64 juta
orang. Peningkatan juga terjadi untuk pekerja dengan
latar belakang Universitas dengan jumlah 1,12 juta
orang. Perbaikan kualitas ini diharapkan dapat
memenuhi permintaan tenaga kerja pada industri
pengolahan mengingat sejak tahun 2015 terjadi tren
relokasi usaha dari Jawa Barat dan Banten menuju Jawa
Tengah.
Sementara itu, jumlah penduduk yang bekerja dengan
tingkat pendidikan SD ke bawah pada Februari 2017
tercatat sebanyak 8,69 juta orang atau menurun
dibandingkan Februari 2016 yang tercatat sebanyak
8,92 juta orang. Hal ini menandakan bahwa
ketersediaan jumlah tenaga kerja dengan keterampilan
rendah di Jawa Tengah pada tahun 2017 telah
mengalami penurunan.
Tabel 6.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PENDIDIKAN
SD KE BAWAH
SMP
SMA UMUM
SMA KEJURUAN
DI/II/III DAN UNIVERSITAS
UNIVERSITAS
TOTAL
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
2015
Februari
9,39
3,15
1,94
1,51
0,35
0,98
17,32
Agustus
8,61
3,16
1,91
1,49
0,36
0,91
16,44
2016
Februari
8,92
3,28
1,9
1,64
0,36
1,06
17,16
Agustus
8,44
3,29
1,78
1,71
0,35
0,93
16,5
Februari
8,69
3,47
1,97
1,85
0,35
1,12
17,45
2016
101KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Perkembangan NTP dalam 5 Tahun TerakhirGrafik 6.1
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV88
90
92
94
96
98
100
102
104
HORTIKULTURATOTAL TANAMAN PANGAN
I2017
STATUS PEKERJAN UTAMA
PERTANIAN
INDUSTRI
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN
TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI
KEUANGAN
JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL DAN PERORANGAN
LAINNYA**
TOTAL
Februari
2015
5,39
3,33
1,34
4,01
0,49
0,31
2,29
0,17
17,33
Agustus
4,71
3,27
1,53
3,8
0,55
0,34
2,07
0,16
16,43
Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)
Sumber : BPS Jawa Tengah
*Data diolah dari Sakernas 2013-2017** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan
Februari
2016
5,16
3,22
1,28
4,11
0,55
0,3
2,39
0,15
17,16
Agustus
5,07
3,25
1,43
3,71
0,55
0,3
2,04
2,44
16,51
Februari
4,97
3,6
1,25
4,12
0,55
0,39
2,4
0,16
17,44
2016
Lebih jauh, lapangan usaha perdagangan menempati
posisi kedua dengan menyerap 4,12 juta orang atau
23,62% penduduk yang bekerja di Jawa Tengah.
Lapangan usaha perdagangan mengalami peningkatan
pertumbuhan jumlah pekerja sebesar 0,24%. Adapun
lapangan usaha industri pengolahan menempati posisi
ketiga dengan menyerap 3,6 juta orang atau 20,64%
penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Jumlah pekerja
lapangan usaha industri pengolahan ini tumbuh
11,80% (yoy), berbanding terbalik dengan kondisi di
lapangan usaha pertanian yang mengalami penurunan
jumlah pekerja. Kondisi ini mengindikasikan adanya
fenomena migrasi tenaga kerja yang dahulu bekerja di
sektor pertanian, saat ini berpindah ke sektor industri
pengolahan. Terlebih, sifat dari tenaga kerja di sektor
pertanian yang berhubungan erat dengan faktor
musim.
Jenis pekerjaan yang dominan pada Februari 2017
adalah kelompok orang yang bekerja sebagai
buruh/karyawan/pegawai. Jumlah kelompok orang
yang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai
mencapai 6,05 juta orang, lebih tinggi dibandingkan
dengan Februari 2016 yang sebesar 5,89 juta orang.
Meningkatnya jumlah tenaga kerja ini sejalan dengan
fakta bahwa terjadi peningkatan migrasi pekerja ke
sektor industri pengolahan. Lebih jauh, peningkatan ini
juga mencerminkan banyaknya jumlah pekerja di
sektor formal. Pada Februari 2017, jumlah pekerja
sektor formal Jawa Tengah sebanyak 6,64 juta orang
atau 38,10% dari jumlah penduduk yang bekerja.
Jumlah pekerja sektor formal tersebut meningkat
dibandingkan dengan Februari 2016 yang tercatat
sebesar 6,43 juta orang. Hal serupa dijumpai pada
jumlah pekerja di sektor informal yang turut mengalami
peningkatan. Pada Februari 2017 pekerja informal
tercatat sebanyak 10,79 juta orang, atau meningkat
dibandingkan dengan Februari 2016 yang tercatat
sebanyak 10,72 juta orang.
Jumlah pekerja waktu penuh Jawa Tengah
mengalami peningkatan dibandingkan dengan
periode yang sama tahun lalu. Jumlah pekerja
berwaktu penuh Jawa Tengah per Februari 2017
tercatat sebanyak 12,71 juta orang atau meningkat
dibandingkan dengan Februari 2016 yang tercatat
sebanyak 12,19 juta orang. Kondisi ini sejalan dengan
kinerja ekonomi Jawa Tengah triwulan I 2017 yang
tumbuh 5,20% (yoy), lebih baik dibandingkan periode
yang sama pada tahun 2016 yang sebesar 5,08%.
100 KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PENDUDUK YANG BEKERJA
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PEKERJA PARUH WAKTU
PEKERJA PENUH
TOTAL
2013
Februari Agustus
4,91
1,18
3,73
12,41
17,32
4,51
1,07
3,44
11,92
16,43
5,21
1,49
3,72
11,26
16,47
2015
Februari
* Data diolah dari Sakernas 2013-2015
Februari Agustus
4,85
1,28
3,57
11,90
16,75
4,90
1,19
3,71
11,65
16,55
2014
Februari Agustus
4,97
1,23
3,74
12,19
17,16
4,22
1,02
3,2
12,29
16,51
2016
Tabel 6.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Februari
4,73
1,03
3,7
12,71
17,44
2017
STATUS PEKERJAN UTAMA
BERUSAHA SENDIRI
BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI
PEKERJA BEBAS DI PERTANIAN
BEKERJA BEBAS DI NON PERTANIAN
PEKERJA TAK DIBAYAR
TOTAL
2014
Februari Agustus Februari
2,81
2,93
0,57
5,43
2,48
2,29
16,51
2,66
3,34
0,54
5,15
2,02
2,76
16,47
2,82
2,93
0,62
5,74
2,29
2,36
16,76
2013*
Agustus
2,86
3,19
0,64
5,25
2,18
2,43
16,55
Februari
2015
3,03
3,02
0,57
6,09
0,92
1,34
2,37
17,34
Agustus
2,68
2,93
0,58
5,71
0,79
1,54
2,19
16,42
Tabel 6.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus 2017 (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
* Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014** Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
Februari
2016
2,86
3,35
0,54
5,89
0,85
1,34
2,32
17,15
Agustus
2,63
3,09
0,50
5,75
0,86
1,43
2,25
16,51
Februari
3,07
3,23
0,59
6,05
0,92
1,14
2,43
17,43
2017
Penyerapan tenaga kerja Jawa Tengah pada periode
laporan yang tercatat sebesar 72,88% merupakan
pekerja berwaktu penuh (full time worker), yaitu
penduduk yang bekerja pada kelompok 35 jam ke atas
per minggu. Sementara itu, jumlah pekerja berwaktu
tidak penuh mengalami penurunan, yaitu dari 4,97 juta
menjadi 4,73 juta orang pada periode yang sama.
Perbaikan kualitas pekerja tercermin dari latar
belakang pendidikan SMP ke atas yang
meningkat. Jumlah penduduk yang bekerja dengan
tingkat pendidikan SMP pada Februari 2017 tercatat
sebanyak 3,47 orang atau meningkat dibandingkan
Februari 2016 yang tercatat sebanyak 3,28 juta orang.
Begitu pula dengan pekerja dengan latar belakang
SMA Umum dan SMA Kejuruan yang masing-masing
meningkat menjadi 1,97 juta orang dan 1,85 juta
orang; lebih baik dibandingkan periode sama tahun
sebelumnya yang sebesar 1,90 juta orang dan 1,64 juta
orang. Peningkatan juga terjadi untuk pekerja dengan
latar belakang Universitas dengan jumlah 1,12 juta
orang. Perbaikan kualitas ini diharapkan dapat
memenuhi permintaan tenaga kerja pada industri
pengolahan mengingat sejak tahun 2015 terjadi tren
relokasi usaha dari Jawa Barat dan Banten menuju Jawa
Tengah.
Sementara itu, jumlah penduduk yang bekerja dengan
tingkat pendidikan SD ke bawah pada Februari 2017
tercatat sebanyak 8,69 juta orang atau menurun
dibandingkan Februari 2016 yang tercatat sebanyak
8,92 juta orang. Hal ini menandakan bahwa
ketersediaan jumlah tenaga kerja dengan keterampilan
rendah di Jawa Tengah pada tahun 2017 telah
mengalami penurunan.
Tabel 6.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PENDIDIKAN
SD KE BAWAH
SMP
SMA UMUM
SMA KEJURUAN
DI/II/III DAN UNIVERSITAS
UNIVERSITAS
TOTAL
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
2015
Februari
9,39
3,15
1,94
1,51
0,35
0,98
17,32
Agustus
8,61
3,16
1,91
1,49
0,36
0,91
16,44
2016
Februari
8,92
3,28
1,9
1,64
0,36
1,06
17,16
Agustus
8,44
3,29
1,78
1,71
0,35
0,93
16,5
Februari
8,69
3,47
1,97
1,85
0,35
1,12
17,45
2016
101KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Perkembangan NTP dalam 5 Tahun TerakhirGrafik 6.1
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV88
90
92
94
96
98
100
102
104
HORTIKULTURATOTAL TANAMAN PANGAN
I2017
STATUS PEKERJAN UTAMA
PERTANIAN
INDUSTRI
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN
TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI
KEUANGAN
JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL DAN PERORANGAN
LAINNYA**
TOTAL
Februari
2015
5,39
3,33
1,34
4,01
0,49
0,31
2,29
0,17
17,33
Agustus
4,71
3,27
1,53
3,8
0,55
0,34
2,07
0,16
16,43
Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)
Sumber : BPS Jawa Tengah
*Data diolah dari Sakernas 2013-2017** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan
Februari
2016
5,16
3,22
1,28
4,11
0,55
0,3
2,39
0,15
17,16
Agustus
5,07
3,25
1,43
3,71
0,55
0,3
2,04
2,44
16,51
Februari
4,97
3,6
1,25
4,12
0,55
0,39
2,4
0,16
17,44
2016
Lebih jauh, lapangan usaha perdagangan menempati
posisi kedua dengan menyerap 4,12 juta orang atau
23,62% penduduk yang bekerja di Jawa Tengah.
Lapangan usaha perdagangan mengalami peningkatan
pertumbuhan jumlah pekerja sebesar 0,24%. Adapun
lapangan usaha industri pengolahan menempati posisi
ketiga dengan menyerap 3,6 juta orang atau 20,64%
penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Jumlah pekerja
lapangan usaha industri pengolahan ini tumbuh
11,80% (yoy), berbanding terbalik dengan kondisi di
lapangan usaha pertanian yang mengalami penurunan
jumlah pekerja. Kondisi ini mengindikasikan adanya
fenomena migrasi tenaga kerja yang dahulu bekerja di
sektor pertanian, saat ini berpindah ke sektor industri
pengolahan. Terlebih, sifat dari tenaga kerja di sektor
pertanian yang berhubungan erat dengan faktor
musim.
Jenis pekerjaan yang dominan pada Februari 2017
adalah kelompok orang yang bekerja sebagai
buruh/karyawan/pegawai. Jumlah kelompok orang
yang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai
mencapai 6,05 juta orang, lebih tinggi dibandingkan
dengan Februari 2016 yang sebesar 5,89 juta orang.
Meningkatnya jumlah tenaga kerja ini sejalan dengan
fakta bahwa terjadi peningkatan migrasi pekerja ke
sektor industri pengolahan. Lebih jauh, peningkatan ini
juga mencerminkan banyaknya jumlah pekerja di
sektor formal. Pada Februari 2017, jumlah pekerja
sektor formal Jawa Tengah sebanyak 6,64 juta orang
atau 38,10% dari jumlah penduduk yang bekerja.
Jumlah pekerja sektor formal tersebut meningkat
dibandingkan dengan Februari 2016 yang tercatat
sebesar 6,43 juta orang. Hal serupa dijumpai pada
jumlah pekerja di sektor informal yang turut mengalami
peningkatan. Pada Februari 2017 pekerja informal
tercatat sebanyak 10,79 juta orang, atau meningkat
dibandingkan dengan Februari 2016 yang tercatat
sebanyak 10,72 juta orang.
Jumlah pekerja waktu penuh Jawa Tengah
mengalami peningkatan dibandingkan dengan
periode yang sama tahun lalu. Jumlah pekerja
berwaktu penuh Jawa Tengah per Februari 2017
tercatat sebanyak 12,71 juta orang atau meningkat
dibandingkan dengan Februari 2016 yang tercatat
sebanyak 12,19 juta orang. Kondisi ini sejalan dengan
kinerja ekonomi Jawa Tengah triwulan I 2017 yang
tumbuh 5,20% (yoy), lebih baik dibandingkan periode
yang sama pada tahun 2016 yang sebesar 5,08%.
100 KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Sumber: BPS Jawa Tengah
NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa TengahGrafik 6.6
HORTIKULTURATOTAL PETERNAKAN TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PERIKANAN
90
95
100
105
110
115 INDEKSINDEKS
NILAI TUKAR PETANIINDEKS YANG DITERIMA PETANI (It) INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (Ib)
95
100
105
110
115
120
125
130
Sumber: BPS Jawa Tengah
NTP Jawa Tengah dan Komponen PenyusunnyaGrafik 6.5
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II III IV
INDEKS
Sumber: BPS Jawa Tengah
Indeks yang Dibayar berdasarkan SubsektorGrafik 6.8
INDEKS
Sumber: BPS Jawa Tengah
Indeks yang Diterima berdasarkan Subsektor Grafik 6.7
TOTAL TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
HORTIKULTURAPERIKANAN
PETERNAKAN
I2017
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
90
100
110
120
130
140
150
90
100
110
120
130
140
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
TOTAL TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
HORTIKULTURAPERIKANAN
PETERNAKAN
NTP PDRB KATEGORI PERTANIAN
Sumber: BPS Jawa Tengah
NTP dengan PDRB Lapangan usaha PertanianGrafik 6.4
perbaikan pertumbuhan menjadi 9,42% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 yang tumbuh
8,75% (yoy).
Penurunan NTP Jawa Tengah pada triwulan I 2017
didorong oleh menurunnya penerimaan petani
yang diiringi dengan peningkatan pengeluaran.
Penerimaan yang menurun tercermin dari indeks yang
diterima petani menurun 0,94%; dari 125,45 menjadi
124,27 pada triwulan laporan. Penurunan ini salah
satunya disebabkan oleh musim panen yang
menurunkan harga komoditas pertanian. Penurunan
terutama terjadi pada subsektor tanaman pangan
sebesar 2,25%, dari 120,41 pada triwulan IV 2016
menjadi 117,70 pada triwulan laporan. Selain itu,
subsektor tanaman perkebunan rakyat, dan subsektor
peternakan juga mengalami penurunan penerimaan.
Adapun subsektor yang mengalami peningkatan
penerimaan adalah subsektor hortikultura dan
subsektor perikanan.
Sebaliknya, pengeluaran petani, yang digambarkan
oleh indeks yang dibayarkan petani meningkat 0,94%;
dari sebelumnya 126,27 menjadi 127,46 pada triwulan
I 2017. Data historis menunjukkan bahwa indeks yang
dibayar petani mengalami tren peningkatan secara
persisten. Peningkatan pengeluaran terjadi pada
seluruh subsektor. Lebih lanjut, kenaikan terjadi baik
PDRB (RP MILIAR) INDEKS
25000
30000
35000
40000
45000
50000 103
102
101
100
99
98
97
96
95I II III IV I II
2014 2015
III IV I
2016
II III IV I
2017
103KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Pada triwulan I 2017, petani di Jawa Tengah masih
mengalami def is i t , bahkan lebih dalam
dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini
tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa
Tengah yang berada di bawah batas 100, dan
mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV
2016. NTP pada triwulan laporan tercatat sebesar
97,50; lebih rendah dibanding triwulan lalu yang
mencapai 99,35. Penurunan NTP ini terjadi di tengah
pertumbuhan lapangan usaha pertanian, kehutanan,
dan perikanan pada triwulan laporan yang relatif
meningkat. Lapangan usaha ini mencatatkan
Angka pengangguran mengalami peningkatan
pada Februari 2017 dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya. Jumlah pengangguran
pada Februari 2017 tercatat sebanyak 0,76 juta orang,
lebih tinggi dibandingkan dengan Februari 2016 yang
berjumlah 0,75 juta orang. Berdasarkan data tersebut,
Provinsi Jawa Tengah menyumbang 10,84% dari total
angka pengangguran nasional.
Sementara itu, dilihat dari indikator Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT), Jawa Tengah
mengalami peningkatan, yaitu dari 4,20% pada
Februari 2016 menjadi 4,15% pada Februari 2017. TPT
Jawa Tengah ini masih lebih baik dibandingkan angka
TPT nasional yang sebesar 5,33%. Salah satu faktor
yang tu ru t mendorong penurunan jumlah
pengangguran di Jawa Tengah adalah meningkatnya
lapangan pekerjaan sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi Triwulan I 2017 yang lebih baik dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya.
Membaiknya indikator tenaga kerja ini sejalan
dengan hasil Survei Konsumen. Konsumen
memandang kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah
triwulan I 2017 lebih baik dibandingkan triwulan IV
2016, tercermin dari tingkat keyakinan terhadap
kondisi lapangan kerja saat ini.
Tingkat keyakinan yang meningkat tersebut
se ja lan dengan peningkatan keyakinan
konsumen terhadap kondisi penghasilan dan
lapangan kerja untuk periode 6 bulan yang akan
datang. Hal ini terlihat dari indeks ekspektasi
penghasilan yang meningkat menjadi 146,2 dari
sebelumnya 144,00 pada triwulan IV 2016. Begitu pula
dengan ekspektasi lapangan kerja yang meningkat
menjadi 133,2 dari sebelumnya 120,00. Hal ini
mengindikasikan bahwa kondisi ketenagakerjaan di
triwulan mendatang diperkirakan relatif membaik
dibandingkan triwulan laporan.
6.2. Pengangguran
LAPANGAN KERJAPENGHASILAN
Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grafik 6.3
INDEKS
KEGIATAN USAHA
PESIMIS
OPTIMIS
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
LAPANGAN KERJAPENGHASILAN
Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat IniGrafik 6.2
70
80
90
100
110
120
130
140 INDEKS
PESIMIS
OPTIMIS
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
56.3. Nilai Tukar Petani
Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.
5.
102 KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Sumber: BPS Jawa Tengah
NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa TengahGrafik 6.6
HORTIKULTURATOTAL PETERNAKAN TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PERIKANAN
90
95
100
105
110
115 INDEKSINDEKS
NILAI TUKAR PETANIINDEKS YANG DITERIMA PETANI (It) INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (Ib)
95
100
105
110
115
120
125
130
Sumber: BPS Jawa Tengah
NTP Jawa Tengah dan Komponen PenyusunnyaGrafik 6.5
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016
II III IV
INDEKS
Sumber: BPS Jawa Tengah
Indeks yang Dibayar berdasarkan SubsektorGrafik 6.8
INDEKS
Sumber: BPS Jawa Tengah
Indeks yang Diterima berdasarkan Subsektor Grafik 6.7
TOTAL TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
HORTIKULTURAPERIKANAN
PETERNAKAN
I2017
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
90
100
110
120
130
140
150
90
100
110
120
130
140
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
TOTAL TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
HORTIKULTURAPERIKANAN
PETERNAKAN
NTP PDRB KATEGORI PERTANIAN
Sumber: BPS Jawa Tengah
NTP dengan PDRB Lapangan usaha PertanianGrafik 6.4
perbaikan pertumbuhan menjadi 9,42% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 yang tumbuh
8,75% (yoy).
Penurunan NTP Jawa Tengah pada triwulan I 2017
didorong oleh menurunnya penerimaan petani
yang diiringi dengan peningkatan pengeluaran.
Penerimaan yang menurun tercermin dari indeks yang
diterima petani menurun 0,94%; dari 125,45 menjadi
124,27 pada triwulan laporan. Penurunan ini salah
satunya disebabkan oleh musim panen yang
menurunkan harga komoditas pertanian. Penurunan
terutama terjadi pada subsektor tanaman pangan
sebesar 2,25%, dari 120,41 pada triwulan IV 2016
menjadi 117,70 pada triwulan laporan. Selain itu,
subsektor tanaman perkebunan rakyat, dan subsektor
peternakan juga mengalami penurunan penerimaan.
Adapun subsektor yang mengalami peningkatan
penerimaan adalah subsektor hortikultura dan
subsektor perikanan.
Sebaliknya, pengeluaran petani, yang digambarkan
oleh indeks yang dibayarkan petani meningkat 0,94%;
dari sebelumnya 126,27 menjadi 127,46 pada triwulan
I 2017. Data historis menunjukkan bahwa indeks yang
dibayar petani mengalami tren peningkatan secara
persisten. Peningkatan pengeluaran terjadi pada
seluruh subsektor. Lebih lanjut, kenaikan terjadi baik
PDRB (RP MILIAR) INDEKS
25000
30000
35000
40000
45000
50000 103
102
101
100
99
98
97
96
95I II III IV I II
2014 2015
III IV I
2016
II III IV I
2017
103KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Pada triwulan I 2017, petani di Jawa Tengah masih
mengalami def is i t , bahkan lebih dalam
dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini
tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa
Tengah yang berada di bawah batas 100, dan
mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV
2016. NTP pada triwulan laporan tercatat sebesar
97,50; lebih rendah dibanding triwulan lalu yang
mencapai 99,35. Penurunan NTP ini terjadi di tengah
pertumbuhan lapangan usaha pertanian, kehutanan,
dan perikanan pada triwulan laporan yang relatif
meningkat. Lapangan usaha ini mencatatkan
Angka pengangguran mengalami peningkatan
pada Februari 2017 dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya. Jumlah pengangguran
pada Februari 2017 tercatat sebanyak 0,76 juta orang,
lebih tinggi dibandingkan dengan Februari 2016 yang
berjumlah 0,75 juta orang. Berdasarkan data tersebut,
Provinsi Jawa Tengah menyumbang 10,84% dari total
angka pengangguran nasional.
Sementara itu, dilihat dari indikator Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT), Jawa Tengah
mengalami peningkatan, yaitu dari 4,20% pada
Februari 2016 menjadi 4,15% pada Februari 2017. TPT
Jawa Tengah ini masih lebih baik dibandingkan angka
TPT nasional yang sebesar 5,33%. Salah satu faktor
yang tu ru t mendorong penurunan jumlah
pengangguran di Jawa Tengah adalah meningkatnya
lapangan pekerjaan sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi Triwulan I 2017 yang lebih baik dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya.
Membaiknya indikator tenaga kerja ini sejalan
dengan hasil Survei Konsumen. Konsumen
memandang kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah
triwulan I 2017 lebih baik dibandingkan triwulan IV
2016, tercermin dari tingkat keyakinan terhadap
kondisi lapangan kerja saat ini.
Tingkat keyakinan yang meningkat tersebut
se ja lan dengan peningkatan keyakinan
konsumen terhadap kondisi penghasilan dan
lapangan kerja untuk periode 6 bulan yang akan
datang. Hal ini terlihat dari indeks ekspektasi
penghasilan yang meningkat menjadi 146,2 dari
sebelumnya 144,00 pada triwulan IV 2016. Begitu pula
dengan ekspektasi lapangan kerja yang meningkat
menjadi 133,2 dari sebelumnya 120,00. Hal ini
mengindikasikan bahwa kondisi ketenagakerjaan di
triwulan mendatang diperkirakan relatif membaik
dibandingkan triwulan laporan.
6.2. Pengangguran
LAPANGAN KERJAPENGHASILAN
Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grafik 6.3
INDEKS
KEGIATAN USAHA
PESIMIS
OPTIMIS
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
LAPANGAN KERJAPENGHASILAN
Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat IniGrafik 6.2
70
80
90
100
110
120
130
140 INDEKS
PESIMIS
OPTIMIS
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016
II III IV I2017
56.3. Nilai Tukar Petani
Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.
5.
102 KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
jumlah penduduk miskin di pedesaan turun sebesar
3,76% atau setara dengan 102 ribu orang. Hal ini
sejalan dengan Pemprov Jateng yang diturunkan
melalui empat strategi, yakni i) mengurangi beban
pengeluaran masyarakat miskin; ii) meningkatkan
pendapatan melalui pemberdayaan ekonomi; iii)
mengembangkan UMKM, dan iv) sinergitas kebijakan
antar instansi dengan optimalisasi pragram atau
anggaran. Sementara di perkotaan, jumlah penduduk
miskin naik sebesar 5% atau setara dengan 89 ribu
orang. Jumlah penduduk miskin di pedesaan pada
September 2016 mencapai 2.614 ribu jiwa sedangkan
di perkotaan mencapai 1.879 ribu jiwa.
Sejalan dengan kondisi di Provinsi Jawa Tengah,
angka kemiskinan di tingkat nasional mengalami
penurunan dibandingkan dengan periode yang
sama tahun lalu. Tercatat, penduduk miskin nasional
pada September 2016 sebanyak 27,76 juta jiwa, lebih
rendah dibandingkan September 2015 yang sebesar
28,51 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin di tingkat
nasional ini mengalami penurunan sebesar 750 ribu
jiwa atau turun 2,63%. Secara keseluruhan, Provinsi
Jawa Tengah pada triwulan laporan berkontribusi pada
16,19% dari total penduduk miskin nasional,
meningkat dibandingkan kontribusi pada bulan
September 2015 yang sebesar 15,80%.
7Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan.
Peningkatan tersebut terutama didorong oleh
peningkatan garis kemiskinan perkotaan. Berdasarkan
pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan
dan pedesaan, garis kemiskinan di perkotaan dalam
periode yang sama tercatat mengalami peningkatan
tahunan sebesar 4,75% dari Rp308,163 per
kapita/bulan pada September 2015 menjadi
Rp322.799 per kapita/bulan pada September 2016.
Sementara itu, garis kemiskinan di daerah pedesaan
juga mengalami kenaikan sebesar 3,93%, dari
Rp310,295 per kapita/bulan pada September 2015
menjadi Rp322,489 per kapita/bulan pada September
2016. Secara keseluruhan, garis kemiskinan kota dan
desa meningkat 4,34% dari Rp309,314 per
kapita/bulan pada September 2015 menjadi
Rp322,748 per kapita/bulan pada September 2016.
Kenaikan garis kemiskinan dapat meningkatkan jumlah
penduduk misk in. Penduduk yang memi l ik i
pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis
kemiskinan akan digolongkan menjadi penduduk
miskin. Namun demikian kesejahteraan masyarakat
pada tr iwulan laporan meningkat, sehingga
pengeluaran per kapita masyarakat mampu tumbuh
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan garis
kemiskinan.
BPS mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh satu orang.
7.
86.5. Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa Tengah
mengalami tren peningkatan dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2016, IPM Jawa Tengah tercatat sebesar 69,98,
meningkat dibanding tahun sebelumnya yang sebesar
69,49. Dengan perkembangan tersebut, status
pembangunan manusia Provinsi Jawa Tengah masih
termasuk dalam kategori sedang (nilai IPM 60 – 70).
Data IPM menggunakan metode perhitungan IPM standar tahun 2010, dengan komponen sebagai berikut:a. Kesehatan: Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH)b. Pendidikan: i) Harapan Lama Sekolah (HLS); dan ii) Rata-rata Lama Sekolah (RLS)c. Standar Hidup: PNB per kapita
8.
105KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Tabel 6.7 Garis Kemiskinan Menurut Daerah. 2011 - September 2016 (Rupiah)
Sumber : BPS, diolah
GARIS KEMISKINAN
KOTA
DESA
KOTA & DESA
2011 Sept 2012Mar 2012
222.430
198.814
209.611
234.799
211.823
222.327
245.817
223.622
233.769
1.
2.
3.
Sept 2013Mar 2013
254.801
235.202
244.161
268.397
256.368
261.881
Mar 2014
279.036
267.991
273.056
Sep 2014
286.014
277.802
281.750
Mar 2015
299.011
296.864
297.851
2010
205.606
179.982
192.435
Sep 2015
308.163
310.295
309.314
Mar 2016
215.269
319.188
317.348
Sep 2015
322.799
322.489
322.748
Tabel 6.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)
SUBSEKTOR
TANAMAN PANGAN
HORTIKULTURA
TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
PETERNAKAN
PERIKANAN
TOTALSumber : BPS Jawa Tengah
I - 2015 II - 2015 III - 2015
106,68
102,91
103,71
109,24
103,92
104,99
97,5
102,83
105,4
109,08
106,17
103,09
103,73
104,49
106,87
113,60
109,31
107,00
IV - 2015
106,24
107,76
108,6
109,88
109,46
107,95
I - 2016
101,17
107,43
107,97
109,64
111,26
106,05
II - 2016
99.83
106.84
111.07
110.44
112.06
106.16
III - 2016
99,22
109,76
114,32
113,32
111,87
107,85
94,61
107,66
114,35
107,62
113,06
104,44
IV - 2016
98,17
107,99
119,03
109,00
112,7
106,78
I - 2017
pada pengeluaran petani untuk konsumsi, maupun
untuk Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal
(BPPM). Walaupun harga bahan makanan cenderung
menurun, pengeluaran konsumsi lainnya khususnya
untuk makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau;
serta untuk perumahan mengalami peningkatan.
Sementara itu, pengeluaran untuk BPPM meningkat
untuk seluruh jenis komponen biaya maupun barang
modal.
Kemampuan produksi petani pada periode
laporan tercatat mengalami penurunan.
Kemampuan produksi petani yang tercermin dari Nilai 6Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) pada
triwulan I 2017 menurun menjadi 104,44 dari 106,78
pada triwulan IV 2016. Perlambatan NTUP pada
triwulan laporan terutama didorong oleh subsektor
tanaman perkebunan rakyat dan subsektor tanaman
pangan yang turun masing-masing menjadi 114,35
dan 94,61 pada triwulan I 2017 dari 119,03 dan 98,17
pada triwulan IV 2016. Adapun subsektor yang
mengalami peningkatan kemampuan produksi adalah
subsektor perikanan.
4.506 ribu jiwa. Tingkat kemiskinan Jawa Tengah
mengalami penurunan secara persentase menjadi
13,19% dari total jumlah penduduk Jawa Tengah, atau
menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu
yaitu 13,32% dari jumlah penduduk. Penurunan persentase jumlah penduduk miskin
tersebut terutama didorong oleh penurunan jumlah
penduduk miskin yang berada di pedesaan, dari 2.716
ribu jiwa pada September 2015 menjadi 2.614 ribu jiwa
pada September 2016. Berlawanan dengan hal
tersebut, jumlah penduduk miskin yang ada di
perkotaan mengalami peningkatan bila dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu, dari 1.790 ribu
jiwa pada September 2015 menjadi 1.879 ribu pada
September 2016.
Penurunan angka kemiskinan pada September
2016 terutama didorong oleh penurunan jumlah
penduduk miskin di daerah pedesaan. Apabila
dibandingkan dengan periode September 2015,
Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.
6.
6.4. Tingkat Kemiskinan
Angka kemiskinan Jawa Tengah pada September
2016 mengalami penurunan dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu. Tingkat
kemiskinan Jawa Tengah per September 2016
sebanyak 4.493 ribu jiwa atau menurun bila
dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak
RIBU ORANG
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
2011 MAR-12 SEP-12 MAR-13 SEP-13 MAR-14 SEP-14 MAR-15 SEP-15
%
KOTA KOTA+DESADESADESA (%) - SKALA KANAN KOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN
Sumber : BPS, diolah
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2016 (ribuan orang)
Grafik 6.9.
MAR-16
19
17
15
13
11
9
7
5SEP-16
104 KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
jumlah penduduk miskin di pedesaan turun sebesar
3,76% atau setara dengan 102 ribu orang. Hal ini
sejalan dengan Pemprov Jateng yang diturunkan
melalui empat strategi, yakni i) mengurangi beban
pengeluaran masyarakat miskin; ii) meningkatkan
pendapatan melalui pemberdayaan ekonomi; iii)
mengembangkan UMKM, dan iv) sinergitas kebijakan
antar instansi dengan optimalisasi pragram atau
anggaran. Sementara di perkotaan, jumlah penduduk
miskin naik sebesar 5% atau setara dengan 89 ribu
orang. Jumlah penduduk miskin di pedesaan pada
September 2016 mencapai 2.614 ribu jiwa sedangkan
di perkotaan mencapai 1.879 ribu jiwa.
Sejalan dengan kondisi di Provinsi Jawa Tengah,
angka kemiskinan di tingkat nasional mengalami
penurunan dibandingkan dengan periode yang
sama tahun lalu. Tercatat, penduduk miskin nasional
pada September 2016 sebanyak 27,76 juta jiwa, lebih
rendah dibandingkan September 2015 yang sebesar
28,51 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin di tingkat
nasional ini mengalami penurunan sebesar 750 ribu
jiwa atau turun 2,63%. Secara keseluruhan, Provinsi
Jawa Tengah pada triwulan laporan berkontribusi pada
16,19% dari total penduduk miskin nasional,
meningkat dibandingkan kontribusi pada bulan
September 2015 yang sebesar 15,80%.
7Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan.
Peningkatan tersebut terutama didorong oleh
peningkatan garis kemiskinan perkotaan. Berdasarkan
pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan
dan pedesaan, garis kemiskinan di perkotaan dalam
periode yang sama tercatat mengalami peningkatan
tahunan sebesar 4,75% dari Rp308,163 per
kapita/bulan pada September 2015 menjadi
Rp322.799 per kapita/bulan pada September 2016.
Sementara itu, garis kemiskinan di daerah pedesaan
juga mengalami kenaikan sebesar 3,93%, dari
Rp310,295 per kapita/bulan pada September 2015
menjadi Rp322,489 per kapita/bulan pada September
2016. Secara keseluruhan, garis kemiskinan kota dan
desa meningkat 4,34% dari Rp309,314 per
kapita/bulan pada September 2015 menjadi
Rp322,748 per kapita/bulan pada September 2016.
Kenaikan garis kemiskinan dapat meningkatkan jumlah
penduduk misk in. Penduduk yang memi l ik i
pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis
kemiskinan akan digolongkan menjadi penduduk
miskin. Namun demikian kesejahteraan masyarakat
pada tr iwulan laporan meningkat, sehingga
pengeluaran per kapita masyarakat mampu tumbuh
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan garis
kemiskinan.
BPS mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh satu orang.
7.
86.5. Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa Tengah
mengalami tren peningkatan dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2016, IPM Jawa Tengah tercatat sebesar 69,98,
meningkat dibanding tahun sebelumnya yang sebesar
69,49. Dengan perkembangan tersebut, status
pembangunan manusia Provinsi Jawa Tengah masih
termasuk dalam kategori sedang (nilai IPM 60 – 70).
Data IPM menggunakan metode perhitungan IPM standar tahun 2010, dengan komponen sebagai berikut:a. Kesehatan: Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH)b. Pendidikan: i) Harapan Lama Sekolah (HLS); dan ii) Rata-rata Lama Sekolah (RLS)c. Standar Hidup: PNB per kapita
8.
105KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Tabel 6.7 Garis Kemiskinan Menurut Daerah. 2011 - September 2016 (Rupiah)
Sumber : BPS, diolah
GARIS KEMISKINAN
KOTA
DESA
KOTA & DESA
2011 Sept 2012Mar 2012
222.430
198.814
209.611
234.799
211.823
222.327
245.817
223.622
233.769
1.
2.
3.
Sept 2013Mar 2013
254.801
235.202
244.161
268.397
256.368
261.881
Mar 2014
279.036
267.991
273.056
Sep 2014
286.014
277.802
281.750
Mar 2015
299.011
296.864
297.851
2010
205.606
179.982
192.435
Sep 2015
308.163
310.295
309.314
Mar 2016
215.269
319.188
317.348
Sep 2015
322.799
322.489
322.748
Tabel 6.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)
SUBSEKTOR
TANAMAN PANGAN
HORTIKULTURA
TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
PETERNAKAN
PERIKANAN
TOTALSumber : BPS Jawa Tengah
I - 2015 II - 2015 III - 2015
106,68
102,91
103,71
109,24
103,92
104,99
97,5
102,83
105,4
109,08
106,17
103,09
103,73
104,49
106,87
113,60
109,31
107,00
IV - 2015
106,24
107,76
108,6
109,88
109,46
107,95
I - 2016
101,17
107,43
107,97
109,64
111,26
106,05
II - 2016
99.83
106.84
111.07
110.44
112.06
106.16
III - 2016
99,22
109,76
114,32
113,32
111,87
107,85
94,61
107,66
114,35
107,62
113,06
104,44
IV - 2016
98,17
107,99
119,03
109,00
112,7
106,78
I - 2017
pada pengeluaran petani untuk konsumsi, maupun
untuk Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal
(BPPM). Walaupun harga bahan makanan cenderung
menurun, pengeluaran konsumsi lainnya khususnya
untuk makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau;
serta untuk perumahan mengalami peningkatan.
Sementara itu, pengeluaran untuk BPPM meningkat
untuk seluruh jenis komponen biaya maupun barang
modal.
Kemampuan produksi petani pada periode
laporan tercatat mengalami penurunan.
Kemampuan produksi petani yang tercermin dari Nilai 6Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) pada
triwulan I 2017 menurun menjadi 104,44 dari 106,78
pada triwulan IV 2016. Perlambatan NTUP pada
triwulan laporan terutama didorong oleh subsektor
tanaman perkebunan rakyat dan subsektor tanaman
pangan yang turun masing-masing menjadi 114,35
dan 94,61 pada triwulan I 2017 dari 119,03 dan 98,17
pada triwulan IV 2016. Adapun subsektor yang
mengalami peningkatan kemampuan produksi adalah
subsektor perikanan.
4.506 ribu jiwa. Tingkat kemiskinan Jawa Tengah
mengalami penurunan secara persentase menjadi
13,19% dari total jumlah penduduk Jawa Tengah, atau
menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu
yaitu 13,32% dari jumlah penduduk. Penurunan persentase jumlah penduduk miskin
tersebut terutama didorong oleh penurunan jumlah
penduduk miskin yang berada di pedesaan, dari 2.716
ribu jiwa pada September 2015 menjadi 2.614 ribu jiwa
pada September 2016. Berlawanan dengan hal
tersebut, jumlah penduduk miskin yang ada di
perkotaan mengalami peningkatan bila dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu, dari 1.790 ribu
jiwa pada September 2015 menjadi 1.879 ribu pada
September 2016.
Penurunan angka kemiskinan pada September
2016 terutama didorong oleh penurunan jumlah
penduduk miskin di daerah pedesaan. Apabila
dibandingkan dengan periode September 2015,
Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.
6.
6.4. Tingkat Kemiskinan
Angka kemiskinan Jawa Tengah pada September
2016 mengalami penurunan dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu. Tingkat
kemiskinan Jawa Tengah per September 2016
sebanyak 4.493 ribu jiwa atau menurun bila
dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak
RIBU ORANG
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
2011 MAR-12 SEP-12 MAR-13 SEP-13 MAR-14 SEP-14 MAR-15 SEP-15
%
KOTA KOTA+DESADESADESA (%) - SKALA KANAN KOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN
Sumber : BPS, diolah
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2016 (ribuan orang)
Grafik 6.9.
MAR-16
19
17
15
13
11
9
7
5SEP-16
104 KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Gambar 6.1 IPM Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
Grafik 6.11. Perkembangan Koefisien Gini Jawa Tengah dan Nasional
INDEKS
Sumber : BPS, diolah
JAWA TENGAH NASIONAL
0,42
0,40
0,38
0,36
0,34
0,32
0,30
Grafik 6.12. Perkembangan Koefisien Gini Berdasarkan Wilayah
INDEKS
Sumber : BPS, diolah
0,44
0,42
0,40
0,38
0,36
0,34
0,32
0,30PERKOTAAN PERDESAAN PERKOTAAN PERDESAAN
JAWA TENGAH NASIONAL
SEPTEMBER2015MARET 2016
SEPTEMBER 2016
2011 2012 2013 2014 2015 20162010
0,40
0,34
0,42
0,33
0,38
0,32
0,41
0,33
0,38
0,31
0,41
0,32
Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk di
Jawa Tengah pada September 2016 mengalami
penurunan. Hal ini tercermin dari koefisien Gini yang
mengukur ketimpangan distribusi pendapatan melalui
pengukuran yang berkisar antara 0 sampai 1. Apabila
koefisien Gini bernilai 0 berarti terjadi pemerataan
sempurna di dalam suatu daerah, sedangkan apabila
bernilai 1 berarti ketimpangan sempurna.
Pada September 2016, Koefisien Gini Jawa Tengah
tercatat sebesar 0,36; lebih rendah dibandingkan
periode tahun sebelumnya yang sebesar 0,38. Hal
in i mengindikas ikan t idak ada peningkatan
ketimpangan di Jawa Tengah. Apabila dibandingkan
dengan nasional, koefisien Gini Jawa Tengah ini lebih
rendah dibandingkan koefisien Gini nasional yang
sebesar 0,39. Dengan kata lain, tingkat pemerataan
pendapatan di Jawa Tengah relatif lebih baik
dibandingkan dengan nasional.
Ditinjau dari wilayahnya, tingkat ketimpangan
yang lebih tinggi berada di kawasan perkotaan.
Pada September 2016, koefisien Gini perkotaaan Jawa
Tengah tercatat sebesar 0,38; lebih tinggi dibandingkan
perdesaan yang sebesar 0,31. Tingkat ketimpangan
yang lebih tinggi di daerah perkotaan juga ditemui di
tingkat nasional. Koefisien Gini perkotaan nasional
sebesar 0,41; lebih tinggi dibandingkan perdesaan
yang sebesar 0,32.
6.6. Pemerataan Penduduk
107KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Tabel 6.9. IPM Jawa Tengah Menurut Komponen
KOMPONEN
ANGKA HARAPAN HIDUP SAAT LAHIR (AHH)
HARAPAN LAMA SEKOLAH (HLS)
RATA-RATA LAMA SEKOLAH (RLS)
PENGELUARAN PERKAPITA DISESUAIKAN
IPM
PERTUMBUHAN IPM
SATUAN2010
TAHUN
TAHUN
TAHUN
0
%
72,73
11,09
6,71
Rp8.992
66,08
72,91
11,18
6,74
Rp9.296
66,64
0,84
73,09
11,39
6,77
Rp9.497
6721
0,86
73,28
11,89
6,8
Rp9.618
68,02
1,21
73,88
12,17
6,93
Rp9.640
68,78
1,12
73,96
12,38
7,03
Rp9.930
69,49
1,04
2011 2012 2013 2014 2015
TAHUN
74,02
12,45
7,15
10.153
69,86
0,71
2016
KESEHATAN
PENGETAHUAN
STANDAR HIDUP LAYAK
Tabel 6.8. Perbandingan IPM Provinsi Peers
PROVINSI
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
PERTUMBUHAN IPM (%, YOY)2015 2016
BANTEN
DKI JAKARTA
JAWA BARAT
JAWA TENGAH
DI YOGYAKARTA
JAWA TIMUR
NASIONAL
70,27
78,99
69,50
69,49
77,59
68,95
69,55
70,96
79,60
70,05
69,98
78,38
69,74
70,18
0,98
0,77
0,79
0,71
1,02
1,15
0,91
IPM
Grafik 6.10. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan NasionalSumber : BPS Nasional
JAWA TENGAH NASIONAL
2011 2012 2013 2014
INDEKS70
69
68
67
66
65
64
2015 2016
66,6
4
67,2
1
68,0
2
68,7
8
69,4
9
69,9
8
67,0
9
67,7
0
68,3
1
68,9
0
69,5
5
70,18
Capaian Jawa Tengah ini tercatat masih lebih rendah
d ibandingkan dengan nas ional yang sudah
mencatatkan status pembangunan manusia kategori
tinggi (nilai IPM 70 – 80), dengan nilai IPM 70,18;
meningkat dibandingkan IPM tahun 2015 yang sebesar
69,55.
Dibandingkan dengan provinsi se-Kawasan Jawa, IPM
Jawa Tengah menempati urutan kedua terendah
setelah Jawa Timur. Di Kawasan Jawa, status
pembangunan manusia Provinsi Banten, DKI Jakarta,
dan DI Yogyakarta berada pada kategori sedang (nilai
IPM 70-78). Sementara itu, status pembangunan
manusia Provinsi Jawa Tengah masih berada pada
kategori sedang, bersama dengan Jawa Barat, dan
Jawa Timur. Lebih lanjut, seluruh provinsi di Kawasan
Jawa mengalami peningkatan IPM pada tahun 2016.
Namun demikian, pertumbuhan IPM Jawa Tengah
merupakan yang terendah dibandingkan provinsi lain di
Kawasan Jawa.
Ditinjau dari komponennya, peningkatan terjadi di
seluruh dimensi, baik kesehatan, pendidikan, maupun
standar hidup.
Analisis secara spasial, 3 kota di Jawa Tengah sudah
memiliki status pembangunan manusia sangat tinggi
(nilai IPM > 80); 15 kabupaten/kota memiliki status
pembangunan manusia tinggi (nilai IPM 70 – 80); 17
kabupaten/kota memiliki status pembangunan
manusia sedang (nilai IPM 60 – 70); dan tidak ada yang
memiliki status pembangunan manusia rendah (nilai
IPM < 60).
Tiga kota dengan status pembangunan manusia sangat
tinggi yaitu Kota Semarang, Kota Salatiga, dan Kota
Surakarta. Sementara itu, tiga kabupaten dengan IPM
terendah yaitu Kabupaten Brebes, Kabupaten
Pemalang, dan Kabupaten Banjarnegara.
106 KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Gambar 6.1 IPM Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
Grafik 6.11. Perkembangan Koefisien Gini Jawa Tengah dan Nasional
INDEKS
Sumber : BPS, diolah
JAWA TENGAH NASIONAL
0,42
0,40
0,38
0,36
0,34
0,32
0,30
Grafik 6.12. Perkembangan Koefisien Gini Berdasarkan Wilayah
INDEKS
Sumber : BPS, diolah
0,44
0,42
0,40
0,38
0,36
0,34
0,32
0,30PERKOTAAN PERDESAAN PERKOTAAN PERDESAAN
JAWA TENGAH NASIONAL
SEPTEMBER2015MARET 2016
SEPTEMBER 2016
2011 2012 2013 2014 2015 20162010
0,40
0,34
0,42
0,33
0,38
0,32
0,41
0,33
0,38
0,31
0,41
0,32
Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk di
Jawa Tengah pada September 2016 mengalami
penurunan. Hal ini tercermin dari koefisien Gini yang
mengukur ketimpangan distribusi pendapatan melalui
pengukuran yang berkisar antara 0 sampai 1. Apabila
koefisien Gini bernilai 0 berarti terjadi pemerataan
sempurna di dalam suatu daerah, sedangkan apabila
bernilai 1 berarti ketimpangan sempurna.
Pada September 2016, Koefisien Gini Jawa Tengah
tercatat sebesar 0,36; lebih rendah dibandingkan
periode tahun sebelumnya yang sebesar 0,38. Hal
in i mengindikas ikan t idak ada peningkatan
ketimpangan di Jawa Tengah. Apabila dibandingkan
dengan nasional, koefisien Gini Jawa Tengah ini lebih
rendah dibandingkan koefisien Gini nasional yang
sebesar 0,39. Dengan kata lain, tingkat pemerataan
pendapatan di Jawa Tengah relatif lebih baik
dibandingkan dengan nasional.
Ditinjau dari wilayahnya, tingkat ketimpangan
yang lebih tinggi berada di kawasan perkotaan.
Pada September 2016, koefisien Gini perkotaaan Jawa
Tengah tercatat sebesar 0,38; lebih tinggi dibandingkan
perdesaan yang sebesar 0,31. Tingkat ketimpangan
yang lebih tinggi di daerah perkotaan juga ditemui di
tingkat nasional. Koefisien Gini perkotaan nasional
sebesar 0,41; lebih tinggi dibandingkan perdesaan
yang sebesar 0,32.
6.6. Pemerataan Penduduk
107KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Tabel 6.9. IPM Jawa Tengah Menurut Komponen
KOMPONEN
ANGKA HARAPAN HIDUP SAAT LAHIR (AHH)
HARAPAN LAMA SEKOLAH (HLS)
RATA-RATA LAMA SEKOLAH (RLS)
PENGELUARAN PERKAPITA DISESUAIKAN
IPM
PERTUMBUHAN IPM
SATUAN2010
TAHUN
TAHUN
TAHUN
0
%
72,73
11,09
6,71
Rp8.992
66,08
72,91
11,18
6,74
Rp9.296
66,64
0,84
73,09
11,39
6,77
Rp9.497
6721
0,86
73,28
11,89
6,8
Rp9.618
68,02
1,21
73,88
12,17
6,93
Rp9.640
68,78
1,12
73,96
12,38
7,03
Rp9.930
69,49
1,04
2011 2012 2013 2014 2015
TAHUN
74,02
12,45
7,15
10.153
69,86
0,71
2016
KESEHATAN
PENGETAHUAN
STANDAR HIDUP LAYAK
Tabel 6.8. Perbandingan IPM Provinsi Peers
PROVINSI
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
PERTUMBUHAN IPM (%, YOY)2015 2016
BANTEN
DKI JAKARTA
JAWA BARAT
JAWA TENGAH
DI YOGYAKARTA
JAWA TIMUR
NASIONAL
70,27
78,99
69,50
69,49
77,59
68,95
69,55
70,96
79,60
70,05
69,98
78,38
69,74
70,18
0,98
0,77
0,79
0,71
1,02
1,15
0,91
IPM
Grafik 6.10. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan NasionalSumber : BPS Nasional
JAWA TENGAH NASIONAL
2011 2012 2013 2014
INDEKS70
69
68
67
66
65
64
2015 2016
66,6
4
67,2
1
68,0
2
68,7
8
69,4
9
69,9
8
67,0
9
67,7
0
68,3
1
68,9
0
69,5
5
70,18
Capaian Jawa Tengah ini tercatat masih lebih rendah
d ibandingkan dengan nas ional yang sudah
mencatatkan status pembangunan manusia kategori
tinggi (nilai IPM 70 – 80), dengan nilai IPM 70,18;
meningkat dibandingkan IPM tahun 2015 yang sebesar
69,55.
Dibandingkan dengan provinsi se-Kawasan Jawa, IPM
Jawa Tengah menempati urutan kedua terendah
setelah Jawa Timur. Di Kawasan Jawa, status
pembangunan manusia Provinsi Banten, DKI Jakarta,
dan DI Yogyakarta berada pada kategori sedang (nilai
IPM 70-78). Sementara itu, status pembangunan
manusia Provinsi Jawa Tengah masih berada pada
kategori sedang, bersama dengan Jawa Barat, dan
Jawa Timur. Lebih lanjut, seluruh provinsi di Kawasan
Jawa mengalami peningkatan IPM pada tahun 2016.
Namun demikian, pertumbuhan IPM Jawa Tengah
merupakan yang terendah dibandingkan provinsi lain di
Kawasan Jawa.
Ditinjau dari komponennya, peningkatan terjadi di
seluruh dimensi, baik kesehatan, pendidikan, maupun
standar hidup.
Analisis secara spasial, 3 kota di Jawa Tengah sudah
memiliki status pembangunan manusia sangat tinggi
(nilai IPM > 80); 15 kabupaten/kota memiliki status
pembangunan manusia tinggi (nilai IPM 70 – 80); 17
kabupaten/kota memiliki status pembangunan
manusia sedang (nilai IPM 60 – 70); dan tidak ada yang
memiliki status pembangunan manusia rendah (nilai
IPM < 60).
Tiga kota dengan status pembangunan manusia sangat
tinggi yaitu Kota Semarang, Kota Salatiga, dan Kota
Surakarta. Sementara itu, tiga kabupaten dengan IPM
terendah yaitu Kabupaten Brebes, Kabupaten
Pemalang, dan Kabupaten Banjarnegara.
106 KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah pada triwulan III 2017 diperkirakan mengalami perlambatan diiringi inflasi yang meningkat.
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
BABVII
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah pada triwulan III 2017 diperkirakan mengalami perlambatan diiringi inflasi yang meningkat.
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
BABVII
7.1. Prospek Inflasi Triwulan III 2017 dan Tahun 2017
Pertumbuhan ekonomi d i Jawa Tengah
diperkirakan melambat pada triwulan III 2017.
Perlambatan ini merupakan normalisasi setelah
peningkatan tinggi pada triwulan II 2017, atau periode
Ramadhan dan Lebaran. Walaupun lebih lambat,
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah periode tersebut
diproyeksikan masih berada pada kisaran yang tinggi,
yaitu 5,2%-5,6% (yoy). Ditinjau dari sisi pengeluaran,
perlambatan terutama bersumber dari konsumsi rumah
tangga dan investasi. Sementara pada sisi lapangan
usaha, perlambatan diperkirakan terjadi pada lapangan
usaha industri pengolahan dan lapangan usaha
perdagangan.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi
Provinsi Jawa Tengah pada 2017 diperkirakan
meningkat dibandingkan 2016. Ekonomi Jawa
Tengah pada tahun 2017 diperkirakan tumbuh pada
rentang 5,3% - 5,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan tahun 2016 yang sebesar 5,28%.
Perbaikan ekonomi global, terutama mitra dagang
utama Jawa Tengah diperkirakan meningkatkan
kegiatan usaha, khususnya ekspor. Komitmen
pemerintah untuk meningkatkan kemudahan investasi
dan berusaha di Indonesia, serta komitmen dalam
pembangunan infrastruktur diperkirakan mendukung
percepatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017.
Lebih lanjut, kinerja konsumsi pemerintah diperkirakan
7.1.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran
Konsumsi diperkirakan masih menjadi sumber
utama pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah. Lebih
rinci, konsumsi tersebut terutama berasal dari konsumsi
rumah tangga dengan pangsa mencapai 60% dari total
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Sementara itu,
konsumsi pemerintah memberikan sumbangan sekitar
8%, sedangkan konsumsi lembaga non profit yang
melayani rumah tangga (LNPRT) hanya memiliki peran
di bawah 2%. Pada triwulan III 2017, konsumsi dari sisi
swasta, yaitu rumah tangga dan LNPRT mengalami
perlambatan, seiring dengan normalisasi pasca periode
Ramadhan dan Lebaran. Sebaliknya, konsumsi
pemerintah diperkirakan mengalami peningkatan
signifikan.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan
sedikit melambat pada triwulan III 2017. Ramadhan
dan Lebaran yang semakin bergeser menjadi salah satu
faktor utama perlambatan komponen ini. Pada tahun
2016, minggu terakhir Ramadhan dan Lebaran jatuh
pada triwulan III, sementara pada tahun laporan,
PENGELUARAN I II
2015*
Tabel 7.1 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
IVIIIKONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
PMTB
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTARDAERAH
P D R B
TOTAL I II
2016**
IVIII4,51
(9,66)
2,83
6,24
(3,05)
(12,04)
9,79
5,54
4,28
(12,33)
2,71
3,11
(1,56)
(7,53)
21,63
5,22
4,28
3,19
5,19
4,31
1,51
(18,48)
(3,58)
5,02
4,74
8,35
3,63
6,81
4,72
(25,77)
(74,45)
6,10
4,45
(3,04)
3,71
5,12
0,28
(16,03)
0,65
5,47
4,75
8,73
3,26
5,34
(0,28)
(26,76)
(34,48)
5,08
4,80
9,17
7,48
6,87
(1,59)
(12,77)
(7,31)
5,71
4,36
3,47
(12,53)
5,54
(10,48)
(18,81)
(0,26)
5,01
4,41
1,60
(1,45)
6,09
3,13
2,59
59,79
5,33
TOTAL4,57
5,61
(1,71)
5,96
(2,22)
(14,49)
(13,17)
5,28
I IIp IIIp
2017p
Ket : *) angka sementara, **) angka sangat sementara, p) proyeksi Bank IndonesiaSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah, proyeksi oleh Bank Indonesia
TOTALp4,59
3,24
2,57
5,50
8,32
27,27
39,77
5,20
membaik seir ing dengan mulai membaiknya
penerimaan pajak. Selain itu, terjaganya daya beli
masyarakat diperkirakan berdampak pada peningkatan
kinerja konsumsi.
111PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
7.1. Prospek Inflasi Triwulan III 2017 dan Tahun 2017
Pertumbuhan ekonomi d i Jawa Tengah
diperkirakan melambat pada triwulan III 2017.
Perlambatan ini merupakan normalisasi setelah
peningkatan tinggi pada triwulan II 2017, atau periode
Ramadhan dan Lebaran. Walaupun lebih lambat,
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah periode tersebut
diproyeksikan masih berada pada kisaran yang tinggi,
yaitu 5,2%-5,6% (yoy). Ditinjau dari sisi pengeluaran,
perlambatan terutama bersumber dari konsumsi rumah
tangga dan investasi. Sementara pada sisi lapangan
usaha, perlambatan diperkirakan terjadi pada lapangan
usaha industri pengolahan dan lapangan usaha
perdagangan.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi
Provinsi Jawa Tengah pada 2017 diperkirakan
meningkat dibandingkan 2016. Ekonomi Jawa
Tengah pada tahun 2017 diperkirakan tumbuh pada
rentang 5,3% - 5,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan tahun 2016 yang sebesar 5,28%.
Perbaikan ekonomi global, terutama mitra dagang
utama Jawa Tengah diperkirakan meningkatkan
kegiatan usaha, khususnya ekspor. Komitmen
pemerintah untuk meningkatkan kemudahan investasi
dan berusaha di Indonesia, serta komitmen dalam
pembangunan infrastruktur diperkirakan mendukung
percepatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017.
Lebih lanjut, kinerja konsumsi pemerintah diperkirakan
7.1.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran
Konsumsi diperkirakan masih menjadi sumber
utama pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah. Lebih
rinci, konsumsi tersebut terutama berasal dari konsumsi
rumah tangga dengan pangsa mencapai 60% dari total
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Sementara itu,
konsumsi pemerintah memberikan sumbangan sekitar
8%, sedangkan konsumsi lembaga non profit yang
melayani rumah tangga (LNPRT) hanya memiliki peran
di bawah 2%. Pada triwulan III 2017, konsumsi dari sisi
swasta, yaitu rumah tangga dan LNPRT mengalami
perlambatan, seiring dengan normalisasi pasca periode
Ramadhan dan Lebaran. Sebaliknya, konsumsi
pemerintah diperkirakan mengalami peningkatan
signifikan.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan
sedikit melambat pada triwulan III 2017. Ramadhan
dan Lebaran yang semakin bergeser menjadi salah satu
faktor utama perlambatan komponen ini. Pada tahun
2016, minggu terakhir Ramadhan dan Lebaran jatuh
pada triwulan III, sementara pada tahun laporan,
PENGELUARAN I II
2015*
Tabel 7.1 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
IVIIIKONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
PMTB
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTARDAERAH
P D R B
TOTAL I II
2016**
IVIII4,51
(9,66)
2,83
6,24
(3,05)
(12,04)
9,79
5,54
4,28
(12,33)
2,71
3,11
(1,56)
(7,53)
21,63
5,22
4,28
3,19
5,19
4,31
1,51
(18,48)
(3,58)
5,02
4,74
8,35
3,63
6,81
4,72
(25,77)
(74,45)
6,10
4,45
(3,04)
3,71
5,12
0,28
(16,03)
0,65
5,47
4,75
8,73
3,26
5,34
(0,28)
(26,76)
(34,48)
5,08
4,80
9,17
7,48
6,87
(1,59)
(12,77)
(7,31)
5,71
4,36
3,47
(12,53)
5,54
(10,48)
(18,81)
(0,26)
5,01
4,41
1,60
(1,45)
6,09
3,13
2,59
59,79
5,33
TOTAL4,57
5,61
(1,71)
5,96
(2,22)
(14,49)
(13,17)
5,28
I IIp IIIp
2017p
Ket : *) angka sementara, **) angka sangat sementara, p) proyeksi Bank IndonesiaSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah, proyeksi oleh Bank Indonesia
TOTALp4,59
3,24
2,57
5,50
8,32
27,27
39,77
5,20
membaik seir ing dengan mulai membaiknya
penerimaan pajak. Selain itu, terjaganya daya beli
masyarakat diperkirakan berdampak pada peningkatan
kinerja konsumsi.
111PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PENGELUARAN
Ket : *) angka sementara, **) angka sangat sementara, p) proyeksi Bank Indonesia
Tabel 7.2 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN,REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
P D R B
I II
2015*
IVIII TOTAL I II
2016**
IVIII4,05
5,56
2,91
5,54
7,48
4,25
2,98
5,22
4,26
4,71
2,01
5,02
6,98
4,73
8,06
6,10
5,60
4,81
3,97
5,47
(1,96)
3,99
7,76
5,08
(0,02)
4,80
5,68
5,71
3,02
4,19
1,98
5,01
8,75
3,43
5,20
5,33
TOTAL2,13
4,09
5,10
5,28
I II TOTAL
2017p
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah, proyeksi oleh Bank Indonesia
TOTAL9,42
4,11
5,19
5,20
Lebih lanjut, perlambatan permintaan domestik juga
diperkirakan berdampak pada pertumbuhan lapangan
usaha perdagangan besar dan eceran.
Sementara itu, lapangan usaha pertanian diprediksi
tumbuh melambat pada triwulan III 2017. Berdasarkan
hasil kegiatan Focus Group Discussion (FGD),
komoditas beras sebagai penyumbang utama lapangan
usaha pertanian sedang dalam masa tanam pada
periode tersebut. Selain itu, komoditas bawang merah
pun dalam masa tanam. Adapun komoditas yang
mengalami panen pada triwulan III yaitu aneka cabai.
Secara keseluruhan perekonomian Jawa Tengah
tahun 2017 diperkirakan tumbuh lebih tinggi
d iband ingkan tahun 2016 . P en ingka tan
pertumbuhan berasal dari ketiga lapangan usaha
utama Jawa Tengah, yaitu industri pengolahan,
pertanian, dan perdagangan. Sejalan dengan
perbaikan ekonomi global dan domestik, permintaan
terhadap hasil produksi Jawa Tengah diperkirakan
mengalami peningkatan yang mendorong perbaikan
kinerja lapangan usaha perdagangan, serta industri
pengolahan. Kondisi cuaca diperkirakan lebih baik
dibandingkan tahun 2015-2016 di mana terjadi El Nino
dan La Nina sehingga dapat lebih kondusif bagi
lapangan usaha pertanian.
Komitmen pemerintah untuk pembangunan
infrastruktur, baik dalam perbaikan logistik, maupun
infrastruktur pendukung pertanian akan mendorong
peningkatan kinerja investasi dan industri dan berujung
pada pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Pada sisi
swasta, komitmen pemerintah untuk meningkatkan
iklim investasi dan usaha, serta Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK) Provinsi Jawa Tengah yang
kompetitif juga menjadi faktor pendukung.
Selain itu, program tax amnesty yang dicanangkan
pemerintah juga diharapkan sudah mulai memberikan
dampak positif terhadap ekonomi Jawa Tengah.
Tambahan dana yang masuk ke Indonesia diharapkan
dapat menambah likuiditas dan mendorong kegiatan
ekonomi terutama investasi lebih tinggi. Selain itu,
tambahan pendapatan pemerintah juga diharapkan
dapat mendorong konsumsi maupun belanja modal
pemerintah lebih tinggi.
Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
rangka menjaga pertumbuhan ekonomi pada tahun
2017 antara lain tingkat inflasi yang dapat menahan
daya beli masyarakat. Inflasi pada tahun 2017
diperkirakan meningkat, terutama didorong oleh
kelompok administered prices, seiring dengan tren
kenaikan harga minyak dunia dan reformasi kebijakan
energi.
Hal lain yang juga menjadi tantangan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah
kesesuaian realisasi konsumsi pemerintah dan proyek
infrastruktur. Pada tahun 2016, realisasi proyek
pembangunan pemerintah relatif baik, terlihat dari
realisasi belanja modal pemerintah provinsi yang
sebesar 93,49%, lebih tinggi dari capaian tahun
sebelumnya yang sebesar 87,98%. Namun, adanya
pemotongan anggaran pemerintah menyebabkan
113PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
keseluruhan bulan Ramadhan dan Lebaran terdapat
pada triwulan II. Dengan demikian, konsumsi terutama
rumah tangga akan bergeser sehingga terjadi
perlambatan pada triwulan III 2017. Namun demikian,
konsumsi diproyeksikan masih dapat tumbuh pada
level yang cukup tinggi didukung oleh daya beli
masyarakat yang terjaga. Optimisme masyarakat akan
kondisi ekonomi ke depan terlihat dari hasil survei
konsumen yang dilakukan Bank Indonesia, di mana
indeks ekspektasi konsumen terus berada di atas level
100.
Serupa dengan konsumsi rumah tangga, konsumsi
LNPRT juga diperkirakan melambat pada triwulan III
2017 sehubungan dengan pergeseran masa Ramadhan
dan Lebaran. Kegiatan sosial yang tahun lalu lebih
banyak dilakukan pada triwulan III, akan bergeser ke
triwulan II pada tahun 2017. Namun, perlambatan
komponen ini tidak memberikan dampak signifikan
secara langsung mengingat pangsanya yang tidak
mencapai 2%.
Berlawanan dengan konsumsi swasta di atas,
pertumbuhan konsumsi pemerintah diperkirakan
melonjak tinggi pada triwulan III 2017. Hal ini berkaitan
dengan pendapatan pemerintah yang lebih baik
dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2016,
pendapatan pemerintah terutama yang berasal dari
pajak mengalami penurunan sehingga pemerintah
melakukan penghematan atau pemotongan anggaran
belanja. Konsumsi pemerintah pada triwulan III 2016
mengalami kontraksi dalam sebesar 12,53% (yoy).
Selanjutnya, kinerja investasi diperkirakan masih
meneruskan tren peningkatan pertumbuhan pada
triwulan III 2017. Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Jawa Tengah
menargetkan investasi baru yang masuk secara
keseluruhan tahun 2017 sebesar Rp41 triliun,
meningkat dibandingkan realisasi pada tahun 2016
yang mencapai Rp38 triliun. Selain itu, dari sisi
pemerintah, percepatan pembangunan infrastruktur
diperkirakan masih terus berlanjut. Beberapa proyek
infrastruktur tersebut diantaranya: (i) Jalan Tol Trans
Jawa, (ii) Double track rel kereta api, (iii) pengembangan
Pelabuhan Tanjung Emas, (iv) pengembangan Bandara
Ahmad Yani, (v) beberapa infrastruktur energi
penunjang industri.
Ekspor Jawa Tengah diperkirakan tumbuh lebih tinggi
pada triwulan III 2017. Seiring dengan membaiknya
perekonomian global, ekspor luar negeri diharapkan
mengalami pertumbuhan. Perekonomian Amerika
Serikat diperkirakan mengalami perbaikan, terutama
berasal dari konsumsi yang didukung oleh kondisi
ketenagakerjaan yang membaik. Selain itu, kondisi
ekonomi mitra dagang utama lainnya seperti Eropa
juga berpotensi membaik, terutama pada kinerja
konsumsi dan ekspor. Lebih lanjut, berdasarkan hasil
kegiatan liaison yang dilakukan Bank Indonesia,
permintaan akan produk furnitur cenderung lebih
tinggi pada semester II.
7.1.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
Pada sisi lapangan usaha, ekonomi Jawa Tengah
masih ditopang oleh lapangan usaha industri
pengolahan; pertanian, kehutanan, dan
perikanan; serta perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda motor. Pada triwulan III
2017, perlambatan pertumbuhan diperkirakan terjadi
pada seluruh lapangan usaha utama Jawa Tengah, yaitu
industri pengolahan; pertanian; serta perdagangan.
Lapangan usaha industri pengolahan diproyeksikan
mengalami pertumbuhan yang lebih rendah pada
triwulan III 2017 seiring dengan normalisasi permintaan
domestik pasca periode Ramadhan dan Lebaran.
112 PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PENGELUARAN
Ket : *) angka sementara, **) angka sangat sementara, p) proyeksi Bank Indonesia
Tabel 7.2 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN,REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
P D R B
I II
2015*
IVIII TOTAL I II
2016**
IVIII4,05
5,56
2,91
5,54
7,48
4,25
2,98
5,22
4,26
4,71
2,01
5,02
6,98
4,73
8,06
6,10
5,60
4,81
3,97
5,47
(1,96)
3,99
7,76
5,08
(0,02)
4,80
5,68
5,71
3,02
4,19
1,98
5,01
8,75
3,43
5,20
5,33
TOTAL2,13
4,09
5,10
5,28
I II TOTAL
2017p
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah, proyeksi oleh Bank Indonesia
TOTAL9,42
4,11
5,19
5,20
Lebih lanjut, perlambatan permintaan domestik juga
diperkirakan berdampak pada pertumbuhan lapangan
usaha perdagangan besar dan eceran.
Sementara itu, lapangan usaha pertanian diprediksi
tumbuh melambat pada triwulan III 2017. Berdasarkan
hasil kegiatan Focus Group Discussion (FGD),
komoditas beras sebagai penyumbang utama lapangan
usaha pertanian sedang dalam masa tanam pada
periode tersebut. Selain itu, komoditas bawang merah
pun dalam masa tanam. Adapun komoditas yang
mengalami panen pada triwulan III yaitu aneka cabai.
Secara keseluruhan perekonomian Jawa Tengah
tahun 2017 diperkirakan tumbuh lebih tinggi
d iband ingkan tahun 2016 . P en ingka tan
pertumbuhan berasal dari ketiga lapangan usaha
utama Jawa Tengah, yaitu industri pengolahan,
pertanian, dan perdagangan. Sejalan dengan
perbaikan ekonomi global dan domestik, permintaan
terhadap hasil produksi Jawa Tengah diperkirakan
mengalami peningkatan yang mendorong perbaikan
kinerja lapangan usaha perdagangan, serta industri
pengolahan. Kondisi cuaca diperkirakan lebih baik
dibandingkan tahun 2015-2016 di mana terjadi El Nino
dan La Nina sehingga dapat lebih kondusif bagi
lapangan usaha pertanian.
Komitmen pemerintah untuk pembangunan
infrastruktur, baik dalam perbaikan logistik, maupun
infrastruktur pendukung pertanian akan mendorong
peningkatan kinerja investasi dan industri dan berujung
pada pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Pada sisi
swasta, komitmen pemerintah untuk meningkatkan
iklim investasi dan usaha, serta Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK) Provinsi Jawa Tengah yang
kompetitif juga menjadi faktor pendukung.
Selain itu, program tax amnesty yang dicanangkan
pemerintah juga diharapkan sudah mulai memberikan
dampak positif terhadap ekonomi Jawa Tengah.
Tambahan dana yang masuk ke Indonesia diharapkan
dapat menambah likuiditas dan mendorong kegiatan
ekonomi terutama investasi lebih tinggi. Selain itu,
tambahan pendapatan pemerintah juga diharapkan
dapat mendorong konsumsi maupun belanja modal
pemerintah lebih tinggi.
Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
rangka menjaga pertumbuhan ekonomi pada tahun
2017 antara lain tingkat inflasi yang dapat menahan
daya beli masyarakat. Inflasi pada tahun 2017
diperkirakan meningkat, terutama didorong oleh
kelompok administered prices, seiring dengan tren
kenaikan harga minyak dunia dan reformasi kebijakan
energi.
Hal lain yang juga menjadi tantangan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah
kesesuaian realisasi konsumsi pemerintah dan proyek
infrastruktur. Pada tahun 2016, realisasi proyek
pembangunan pemerintah relatif baik, terlihat dari
realisasi belanja modal pemerintah provinsi yang
sebesar 93,49%, lebih tinggi dari capaian tahun
sebelumnya yang sebesar 87,98%. Namun, adanya
pemotongan anggaran pemerintah menyebabkan
113PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
keseluruhan bulan Ramadhan dan Lebaran terdapat
pada triwulan II. Dengan demikian, konsumsi terutama
rumah tangga akan bergeser sehingga terjadi
perlambatan pada triwulan III 2017. Namun demikian,
konsumsi diproyeksikan masih dapat tumbuh pada
level yang cukup tinggi didukung oleh daya beli
masyarakat yang terjaga. Optimisme masyarakat akan
kondisi ekonomi ke depan terlihat dari hasil survei
konsumen yang dilakukan Bank Indonesia, di mana
indeks ekspektasi konsumen terus berada di atas level
100.
Serupa dengan konsumsi rumah tangga, konsumsi
LNPRT juga diperkirakan melambat pada triwulan III
2017 sehubungan dengan pergeseran masa Ramadhan
dan Lebaran. Kegiatan sosial yang tahun lalu lebih
banyak dilakukan pada triwulan III, akan bergeser ke
triwulan II pada tahun 2017. Namun, perlambatan
komponen ini tidak memberikan dampak signifikan
secara langsung mengingat pangsanya yang tidak
mencapai 2%.
Berlawanan dengan konsumsi swasta di atas,
pertumbuhan konsumsi pemerintah diperkirakan
melonjak tinggi pada triwulan III 2017. Hal ini berkaitan
dengan pendapatan pemerintah yang lebih baik
dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2016,
pendapatan pemerintah terutama yang berasal dari
pajak mengalami penurunan sehingga pemerintah
melakukan penghematan atau pemotongan anggaran
belanja. Konsumsi pemerintah pada triwulan III 2016
mengalami kontraksi dalam sebesar 12,53% (yoy).
Selanjutnya, kinerja investasi diperkirakan masih
meneruskan tren peningkatan pertumbuhan pada
triwulan III 2017. Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Jawa Tengah
menargetkan investasi baru yang masuk secara
keseluruhan tahun 2017 sebesar Rp41 triliun,
meningkat dibandingkan realisasi pada tahun 2016
yang mencapai Rp38 triliun. Selain itu, dari sisi
pemerintah, percepatan pembangunan infrastruktur
diperkirakan masih terus berlanjut. Beberapa proyek
infrastruktur tersebut diantaranya: (i) Jalan Tol Trans
Jawa, (ii) Double track rel kereta api, (iii) pengembangan
Pelabuhan Tanjung Emas, (iv) pengembangan Bandara
Ahmad Yani, (v) beberapa infrastruktur energi
penunjang industri.
Ekspor Jawa Tengah diperkirakan tumbuh lebih tinggi
pada triwulan III 2017. Seiring dengan membaiknya
perekonomian global, ekspor luar negeri diharapkan
mengalami pertumbuhan. Perekonomian Amerika
Serikat diperkirakan mengalami perbaikan, terutama
berasal dari konsumsi yang didukung oleh kondisi
ketenagakerjaan yang membaik. Selain itu, kondisi
ekonomi mitra dagang utama lainnya seperti Eropa
juga berpotensi membaik, terutama pada kinerja
konsumsi dan ekspor. Lebih lanjut, berdasarkan hasil
kegiatan liaison yang dilakukan Bank Indonesia,
permintaan akan produk furnitur cenderung lebih
tinggi pada semester II.
7.1.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
Pada sisi lapangan usaha, ekonomi Jawa Tengah
masih ditopang oleh lapangan usaha industri
pengolahan; pertanian, kehutanan, dan
perikanan; serta perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda motor. Pada triwulan III
2017, perlambatan pertumbuhan diperkirakan terjadi
pada seluruh lapangan usaha utama Jawa Tengah, yaitu
industri pengolahan; pertanian; serta perdagangan.
Lapangan usaha industri pengolahan diproyeksikan
mengalami pertumbuhan yang lebih rendah pada
triwulan III 2017 seiring dengan normalisasi permintaan
domestik pasca periode Ramadhan dan Lebaran.
112 PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
jauh, meredanya tekanan ekonomi eksternal dan
prospek positif dari berlanjutnya perbaikan ekonomi
domestik, mengakibatkan ni lai tukar rupiah
diperkirakan cenderung stabil pada triwulan III 2017.
Potensi membaiknya nilai tukar ini selanjutnya
menurunkan tekanan inflasi untuk kelompok inflasi inti
traded.
Namun demikian, penurunan inflasi ini tertahan akibat
tekanan harga yang diperkirakan berasal dari kenaikan
biaya pendidikan sesuai dengan pola musimannya di
triwulan ketiga. Selain itu, tekanan inflasi diperkirakan
juga diprediksi berasal dari kenaikan harga bahan
bangunan, meliputi semen, batu bata, pasir, dan besi
beton. Hal ini sejalan dengan upaya akselerasi
p e m b a n g u n a n i n f r a s t r u k t u r , t e r u t a m a
pembangunan/perbaikan infrastruktur jalan.
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada tahun 2017
diperkirakan meningkat. Faktor utama yang
diperkirakan mendorong inflasi terutama berasal dari
kelompok administered prices, seiring dengan tren
kenaikan harga minyak dunia dan reformasi kebijakan
energi. Kenaikan juga diperkirakan terjadi untuk
kelompok core di tengah membaiknya daya beli
masyarakat. Sementara itu, inflasi volatile food
diperkirakan relatif terjaga seiring dengan produksi
panen padi dan hortikultura yang diproyeksikan lebih
baik dibandingkan tahun lalu.
Peningkatan inflasi di tahun 2017 berasal dari
penyesuaian harga komoditas barang yang diatur
pemerintah, terutama untuk kebijakan energi.
Sementara untuk kelompok volatile food, rendahnya
inflasi pada tahun 2016 lalu, diperkirakan akan terus
berlanjut seiring meningkatnya produksi dan
membaiknya upaya pengendalian inflasi. Ke depan,
inflasi akan tetap diarahkan berada pada sasaran inflasi
7.1.2. Perkiraan Inflasi Tahun 2017
2017, yaitu 4±1% (yoy). Koordinasi kebijakan
Pemerintah dan Bank Indonesia dalam pengendalian
inflasi perlu terus diperkuat terutama dalam
menghadapi sejumlah risiko terkait penyesuaian
administered prices sejalan dengan kebijakan lanjutan
reformasi subsidi energi oleh Pemerintah, dan risiko
moderat kenaikan harga volatile food.
Peningkatan inflasi komoditas administered
prices juga sejalan dengan kenaikan harga minyak
dunia. Pada akhir tahun 2017, U.S. Energy Information
Administration (EIA) memproyeksikan harga minyak
mentah West Texas Intermediate (WTI) sebesar USD
52,54 per barel, meingkat dibandingkan dengan rata-
rata harga pada tahun 2016 yang sebesar USD 43,33
per barel. Peningkatan harga minyak mentah ini
selanjutnya akan berimplikasi pada kenaikan harga
Bahan Bakar Minyak (BBM) serta kenaikan Tarif Tenaga
Listrik (TTL). Selain itu, kebijakan pemerintah untuk
memulai pencabutan subsidi listrik untuk 18,7 juta
pelanggan 900 VA sejak 1 Januari 2017 bertahap
selama tiga periode ini juga meningkatkan inflasi dari
kelompok administered prices. Pada kelompok inti, meningkatnya daya beli
masyarakat diperkirakan mendorong kenaikan inflasi.
Peningkatan ini terjadi seiring dengan meningkatnya
aktivitas ekonomi dan membaiknya daya beli
masyarakat. Dari sisi domestik, upaya pembangunan
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Proyeks Inflasi Tahun 2017 Grafik 7.1
IV
p) Angka perkiraan
I
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
%, YOY
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia
II2016
III IV I2017
IIp IIIp IVp
115PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Inflasi triwulan III 2017 diperkirakan menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan
ini terjadi di seluruh kelompok, terutama berasal
dari kelompok volatile food dan administered
prices. Inflasi volatile food diperkirakan menurun
seiring normalisasi permintaan pasca Lebaran serta
meningkatnya pasokan untuk komoditas bumbu-
bumbuan. Sementara itu, inflasi administered prices
diperkirakan menurun akibat tidak adanya lagi
penyesuaian tarif listrik 900 VA nonsubsidi selama tiga
kali periode yang telah dilaksanakan hingga
pertengahan tahun 2017.
Laju inflasi kelompok volatile food diperkirakan
lebih rendah dibandingkan triwulan II 2017
didorong oleh normalisasi harga usai perayaan
Lebaran serta meningkatnya pasokan bumbu-
bumbuan terutama komoditas bawang merah.
Berdasarkan informasi dari Asosiasi Bawang Merah
Indonesia (ABMI) Kabupaten Brebes, komoditas
bawang merah akan mengalami panen pada Agustus-
September 2017 sesuai dengan pola musimannya.
7.1.1. Perkiraan Inflasi Triwulan III 2017
belanja operasional menurun. kondisi ini menjadi faktor
risiko pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada tahun
2017.
Adapun risiko dari eksternal adalah berlanjutnya
perlambatan ekonomi Tiongkok, serta tingginya
persaingan di pasar global dengan negara yang
memiliki produk ekspor serupa. Selain itu, dengan
pergantian pemerintahan Amerika Serikat, kebijakan
ekonomi negara tersebut dapat mengalami perubahan
sehingga berdampak pada perekonomian Jawa
Tengah, baik terkait pasar keuangan, nilai tukar,
maupun perdagangan.
7.2. Prospek Inflasi Triwulan III 2017 dan Tahun 2017
Menurunnya inflasi pada triwulan III 2017 juga
didukung oleh pasokan beras yang diperkirakan masih
terjaga. Bulog Divre Jawa Tengah menyatakan optimis
penyerapan beras mampu mencapai 602 ribu ton
hingga akhir tahun 2017, mengingat serapan yang baik
pada tahun lalu. Sebelumnya, pada tahun 2016 lalu
realisasi serapan beras 597.738 ton atau tercapai
sekitar 117,38% dari target 505 ribu ton. Pencapaian
beras tersebut membuat Jawa Tengah menjadi satu dari
tujuh daerah yang surplus di Indonesia.
Sementara itu, inflasi kelompok administered
prices relatif menurun seiring dengan tidak
adanya lagi kenaikan tarif listrik untuk golongan
mampu yang menjadi salah satu bagian upaya
reformasi kebijakan energi Pemerintah di tahun
2017. Kenaikan TTL 900 VA nonsubsidi disesuaikan
sebanyak tiga periode, di mana kenaikan terakhir
berlangsung pada Mei 2017. Risiko peningkatan juga
tertahan akibat kebijakan energi pemerintah yang
menunda penyaluran subsidi elpiji 3 kg dengan
menggunakan uang elektronik pada tahun 2018
mendatang.
Meskipun demikian, masih terdapat potensi risiko
kenaikan dari komoditas energi lainnya pada triwulan III
2017, yakni rencana kebijakan penyesuaian BBM satu
harga. Adapun risiko yang menahan penurunan inflasi
lebih dalam lainnya berasal dari kenaikan tarif angkutan
udara dan kereta api seiring perayaan Idul Adha dan
Tahun Baru Islam pada September 2017.
Adapun inflasi kelompok inti diperkirakan
menurun pada level moderat di tengah
normalisasi permintaan pasca Lebaran. Hal ini
sejalan dengan ekspektasi harga konsumen dan
produsen pada 6 bulan mendatang yang menunjukkan
penurunan. Inflasi untuk komoditas makanan jadi dan
sandang diperkirakan menurun usai Lebaran. Lebih
114 PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
jauh, meredanya tekanan ekonomi eksternal dan
prospek positif dari berlanjutnya perbaikan ekonomi
domestik, mengakibatkan ni lai tukar rupiah
diperkirakan cenderung stabil pada triwulan III 2017.
Potensi membaiknya nilai tukar ini selanjutnya
menurunkan tekanan inflasi untuk kelompok inflasi inti
traded.
Namun demikian, penurunan inflasi ini tertahan akibat
tekanan harga yang diperkirakan berasal dari kenaikan
biaya pendidikan sesuai dengan pola musimannya di
triwulan ketiga. Selain itu, tekanan inflasi diperkirakan
juga diprediksi berasal dari kenaikan harga bahan
bangunan, meliputi semen, batu bata, pasir, dan besi
beton. Hal ini sejalan dengan upaya akselerasi
p e m b a n g u n a n i n f r a s t r u k t u r , t e r u t a m a
pembangunan/perbaikan infrastruktur jalan.
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada tahun 2017
diperkirakan meningkat. Faktor utama yang
diperkirakan mendorong inflasi terutama berasal dari
kelompok administered prices, seiring dengan tren
kenaikan harga minyak dunia dan reformasi kebijakan
energi. Kenaikan juga diperkirakan terjadi untuk
kelompok core di tengah membaiknya daya beli
masyarakat. Sementara itu, inflasi volatile food
diperkirakan relatif terjaga seiring dengan produksi
panen padi dan hortikultura yang diproyeksikan lebih
baik dibandingkan tahun lalu.
Peningkatan inflasi di tahun 2017 berasal dari
penyesuaian harga komoditas barang yang diatur
pemerintah, terutama untuk kebijakan energi.
Sementara untuk kelompok volatile food, rendahnya
inflasi pada tahun 2016 lalu, diperkirakan akan terus
berlanjut seiring meningkatnya produksi dan
membaiknya upaya pengendalian inflasi. Ke depan,
inflasi akan tetap diarahkan berada pada sasaran inflasi
7.1.2. Perkiraan Inflasi Tahun 2017
2017, yaitu 4±1% (yoy). Koordinasi kebijakan
Pemerintah dan Bank Indonesia dalam pengendalian
inflasi perlu terus diperkuat terutama dalam
menghadapi sejumlah risiko terkait penyesuaian
administered prices sejalan dengan kebijakan lanjutan
reformasi subsidi energi oleh Pemerintah, dan risiko
moderat kenaikan harga volatile food.
Peningkatan inflasi komoditas administered
prices juga sejalan dengan kenaikan harga minyak
dunia. Pada akhir tahun 2017, U.S. Energy Information
Administration (EIA) memproyeksikan harga minyak
mentah West Texas Intermediate (WTI) sebesar USD
52,54 per barel, meingkat dibandingkan dengan rata-
rata harga pada tahun 2016 yang sebesar USD 43,33
per barel. Peningkatan harga minyak mentah ini
selanjutnya akan berimplikasi pada kenaikan harga
Bahan Bakar Minyak (BBM) serta kenaikan Tarif Tenaga
Listrik (TTL). Selain itu, kebijakan pemerintah untuk
memulai pencabutan subsidi listrik untuk 18,7 juta
pelanggan 900 VA sejak 1 Januari 2017 bertahap
selama tiga periode ini juga meningkatkan inflasi dari
kelompok administered prices. Pada kelompok inti, meningkatnya daya beli
masyarakat diperkirakan mendorong kenaikan inflasi.
Peningkatan ini terjadi seiring dengan meningkatnya
aktivitas ekonomi dan membaiknya daya beli
masyarakat. Dari sisi domestik, upaya pembangunan
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III
Proyeks Inflasi Tahun 2017 Grafik 7.1
IV
p) Angka perkiraan
I
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
%, YOY
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia
II2016
III IV I2017
IIp IIIp IVp
115PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Inflasi triwulan III 2017 diperkirakan menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan
ini terjadi di seluruh kelompok, terutama berasal
dari kelompok volatile food dan administered
prices. Inflasi volatile food diperkirakan menurun
seiring normalisasi permintaan pasca Lebaran serta
meningkatnya pasokan untuk komoditas bumbu-
bumbuan. Sementara itu, inflasi administered prices
diperkirakan menurun akibat tidak adanya lagi
penyesuaian tarif listrik 900 VA nonsubsidi selama tiga
kali periode yang telah dilaksanakan hingga
pertengahan tahun 2017.
Laju inflasi kelompok volatile food diperkirakan
lebih rendah dibandingkan triwulan II 2017
didorong oleh normalisasi harga usai perayaan
Lebaran serta meningkatnya pasokan bumbu-
bumbuan terutama komoditas bawang merah.
Berdasarkan informasi dari Asosiasi Bawang Merah
Indonesia (ABMI) Kabupaten Brebes, komoditas
bawang merah akan mengalami panen pada Agustus-
September 2017 sesuai dengan pola musimannya.
7.1.1. Perkiraan Inflasi Triwulan III 2017
belanja operasional menurun. kondisi ini menjadi faktor
risiko pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada tahun
2017.
Adapun risiko dari eksternal adalah berlanjutnya
perlambatan ekonomi Tiongkok, serta tingginya
persaingan di pasar global dengan negara yang
memiliki produk ekspor serupa. Selain itu, dengan
pergantian pemerintahan Amerika Serikat, kebijakan
ekonomi negara tersebut dapat mengalami perubahan
sehingga berdampak pada perekonomian Jawa
Tengah, baik terkait pasar keuangan, nilai tukar,
maupun perdagangan.
7.2. Prospek Inflasi Triwulan III 2017 dan Tahun 2017
Menurunnya inflasi pada triwulan III 2017 juga
didukung oleh pasokan beras yang diperkirakan masih
terjaga. Bulog Divre Jawa Tengah menyatakan optimis
penyerapan beras mampu mencapai 602 ribu ton
hingga akhir tahun 2017, mengingat serapan yang baik
pada tahun lalu. Sebelumnya, pada tahun 2016 lalu
realisasi serapan beras 597.738 ton atau tercapai
sekitar 117,38% dari target 505 ribu ton. Pencapaian
beras tersebut membuat Jawa Tengah menjadi satu dari
tujuh daerah yang surplus di Indonesia.
Sementara itu, inflasi kelompok administered
prices relatif menurun seiring dengan tidak
adanya lagi kenaikan tarif listrik untuk golongan
mampu yang menjadi salah satu bagian upaya
reformasi kebijakan energi Pemerintah di tahun
2017. Kenaikan TTL 900 VA nonsubsidi disesuaikan
sebanyak tiga periode, di mana kenaikan terakhir
berlangsung pada Mei 2017. Risiko peningkatan juga
tertahan akibat kebijakan energi pemerintah yang
menunda penyaluran subsidi elpiji 3 kg dengan
menggunakan uang elektronik pada tahun 2018
mendatang.
Meskipun demikian, masih terdapat potensi risiko
kenaikan dari komoditas energi lainnya pada triwulan III
2017, yakni rencana kebijakan penyesuaian BBM satu
harga. Adapun risiko yang menahan penurunan inflasi
lebih dalam lainnya berasal dari kenaikan tarif angkutan
udara dan kereta api seiring perayaan Idul Adha dan
Tahun Baru Islam pada September 2017.
Adapun inflasi kelompok inti diperkirakan
menurun pada level moderat di tengah
normalisasi permintaan pasca Lebaran. Hal ini
sejalan dengan ekspektasi harga konsumen dan
produsen pada 6 bulan mendatang yang menunjukkan
penurunan. Inflasi untuk komoditas makanan jadi dan
sandang diperkirakan menurun usai Lebaran. Lebih
114 PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Beberapa hal yang dilakukan adalah penggunaan
SiHaTi mobile app Gen III yang mensinergikan informasi
pasokan pangan hulu-hilir, kebijakan pasar murah,
operasi pasar, dan sidak lapangan ketika terjadi gejolak
harga di masyarakat. Berbagai upaya tersebut
diharapkan dapat tetap menjaga inflasi Jawa Tengah
tahun 2017 di level yang terkendali.
117PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KELOMPOK
Intensitas hujan yang tinggi diperkirakan mendorong penurunan produksi hortikultura
Keberlanjutan dari program pembangunan infrastruktur pertanian, seperti program 1000 embung dan
bantuan alat mesin pertanian (alsintan)
Kondisi hasil pertanian yang surplus
Optimalisasi pembenahan distribusi logistik pertanian
FAKTOR RISIKO TAHUN 2017
Volatile Food
RISIKO
-
-
-
-
Kenaikan TTL di tengah penyesuaian tarif listrik 900 VA nonsubsidi
Potensi kenaikan harga TTL dan BBM seiring tren kenaikan harga minyak dunia
Meningkatnya dampak lanjutan dari kenaikan BBM pada tarif angkutan
Peningkatan harga rokok seiring kenaikan cukai.
Administered Price
-
-
-
-
Core Inflation
Meningkatnya daya beli masyarakat seiring kondisi ekonomi yang membaik.
Kenaikan harga semen di tengah meningkatnya pembangunan infrstruktur pemerintah dan swasta
Dampak lanjutan dari kenaikan TTL, seperti sewa rumah
Kenaikan harga emas internasional
-
-
-
-
Tabel 7.3. Risiko Inflasi Akhir Tahun 2017
TINGGI
MODERAT
RENDAH
infrastruktur dan konstruksi sektor swasta diperkirakan
akan mendorong kenaikan harga semen dan bahan
baku bangunan lainnya. Selanjutnya, kenaikan harga
yang membaik ini sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi global. Meskipun telah mengalami revisi
pertumbuhan, berdasarkan data IMF, pertumbuhan
ekonomi dunia diperkirakan masih akan tumbuh
membaik, terutama untuk negara AS, Eropa, dan
Jepang yang merupakan mitra dagang utama Provinsi
Jawa Tengah.
Pada kelompok volatile food, inflasi diperkirakan sedikit
meningkat pada level moderat dibandingkan tahun
2016. Meskipun demikian, inflasi kelompok ini relatif
terjaga dan tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya di
tengah terjaganya pasokan komoditas strategis yang
diriingi dengan upaya pengendalian inflasi. Pemerintah
memastikan pangan di Indonesia dalam kondisi aman
hingga 2017 yang akan datang. Selain itu, curah hujan
akhir 2016 hingga pertengahan 2017 relatif tinggi
sehingga menunjang produksi petani, di tengah
meningkatnya frekuensi masa panen.
Meskipun demikian, tekanan inflasi yang perlu
diwaspadai berasal dari komoditas hortikultura,
meliputi aneka cabai dan bawang merah. Intensitas
hujan yang lebih tinggi mampu menurunkan kualitas
cabai serta menyebabkan gagal panen. Untuk
mengatasinya, pemerintah senantiasa berupaya untuk
membenahi distibusi logistik pangan. Salah satu
program nasional yang bersinergi dengan TPID Provinsi
Jateng adalah program Aksi Sinergis di Brebes. Sebagai
penghasil bawang merah terbesar nasional, Brebes
akan dijadikan gudang produksi bawang merah
nasional.
Untuk komoditas lainnya, saat ini Bank Indonesia
sedang mengembangkan klaster bawang putih di
delapan kabupaten. Delapan klaster tersebut
diperkirakan mampu memproduksi sekitar 300 ton tiap
satu kali masa tanam. Jumlah tersebut diproyeksikan
dapat memenuhi kebutuhan bawang putih di Jawa
Tengah dan menambah pasokan nasional, sehingga
diharapkan mampu meredam inflasi komoditas
bawang putih, yang mayoritas masih impor dari
Tiongkok dan India.
Dalam rangka menjaga kestabilan harga dan pasokan
komoditas pangan strategis, Bank Indonesia bersama
TPID Provinsi Jawa Tengah sudah mempersiapkan
berbagai program pengendalian inflasi di tahun 2017.
116 PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Beberapa hal yang dilakukan adalah penggunaan
SiHaTi mobile app Gen III yang mensinergikan informasi
pasokan pangan hulu-hilir, kebijakan pasar murah,
operasi pasar, dan sidak lapangan ketika terjadi gejolak
harga di masyarakat. Berbagai upaya tersebut
diharapkan dapat tetap menjaga inflasi Jawa Tengah
tahun 2017 di level yang terkendali.
117PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KELOMPOK
Intensitas hujan yang tinggi diperkirakan mendorong penurunan produksi hortikultura
Keberlanjutan dari program pembangunan infrastruktur pertanian, seperti program 1000 embung dan
bantuan alat mesin pertanian (alsintan)
Kondisi hasil pertanian yang surplus
Optimalisasi pembenahan distribusi logistik pertanian
FAKTOR RISIKO TAHUN 2017
Volatile Food
RISIKO
-
-
-
-
Kenaikan TTL di tengah penyesuaian tarif listrik 900 VA nonsubsidi
Potensi kenaikan harga TTL dan BBM seiring tren kenaikan harga minyak dunia
Meningkatnya dampak lanjutan dari kenaikan BBM pada tarif angkutan
Peningkatan harga rokok seiring kenaikan cukai.
Administered Price
-
-
-
-
Core Inflation
Meningkatnya daya beli masyarakat seiring kondisi ekonomi yang membaik.
Kenaikan harga semen di tengah meningkatnya pembangunan infrstruktur pemerintah dan swasta
Dampak lanjutan dari kenaikan TTL, seperti sewa rumah
Kenaikan harga emas internasional
-
-
-
-
Tabel 7.3. Risiko Inflasi Akhir Tahun 2017
TINGGI
MODERAT
RENDAH
infrastruktur dan konstruksi sektor swasta diperkirakan
akan mendorong kenaikan harga semen dan bahan
baku bangunan lainnya. Selanjutnya, kenaikan harga
yang membaik ini sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi global. Meskipun telah mengalami revisi
pertumbuhan, berdasarkan data IMF, pertumbuhan
ekonomi dunia diperkirakan masih akan tumbuh
membaik, terutama untuk negara AS, Eropa, dan
Jepang yang merupakan mitra dagang utama Provinsi
Jawa Tengah.
Pada kelompok volatile food, inflasi diperkirakan sedikit
meningkat pada level moderat dibandingkan tahun
2016. Meskipun demikian, inflasi kelompok ini relatif
terjaga dan tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya di
tengah terjaganya pasokan komoditas strategis yang
diriingi dengan upaya pengendalian inflasi. Pemerintah
memastikan pangan di Indonesia dalam kondisi aman
hingga 2017 yang akan datang. Selain itu, curah hujan
akhir 2016 hingga pertengahan 2017 relatif tinggi
sehingga menunjang produksi petani, di tengah
meningkatnya frekuensi masa panen.
Meskipun demikian, tekanan inflasi yang perlu
diwaspadai berasal dari komoditas hortikultura,
meliputi aneka cabai dan bawang merah. Intensitas
hujan yang lebih tinggi mampu menurunkan kualitas
cabai serta menyebabkan gagal panen. Untuk
mengatasinya, pemerintah senantiasa berupaya untuk
membenahi distibusi logistik pangan. Salah satu
program nasional yang bersinergi dengan TPID Provinsi
Jateng adalah program Aksi Sinergis di Brebes. Sebagai
penghasil bawang merah terbesar nasional, Brebes
akan dijadikan gudang produksi bawang merah
nasional.
Untuk komoditas lainnya, saat ini Bank Indonesia
sedang mengembangkan klaster bawang putih di
delapan kabupaten. Delapan klaster tersebut
diperkirakan mampu memproduksi sekitar 300 ton tiap
satu kali masa tanam. Jumlah tersebut diproyeksikan
dapat memenuhi kebutuhan bawang putih di Jawa
Tengah dan menambah pasokan nasional, sehingga
diharapkan mampu meredam inflasi komoditas
bawang putih, yang mayoritas masih impor dari
Tiongkok dan India.
Dalam rangka menjaga kestabilan harga dan pasokan
komoditas pangan strategis, Bank Indonesia bersama
TPID Provinsi Jawa Tengah sudah mempersiapkan
berbagai program pengendalian inflasi di tahun 2017.
116 PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun
tertentu sebagai dasar perhitungannya.
Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu
terdiri dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI.
Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito .
Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang
dihimpun.
Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam
periode tertentu.
Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu.
Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari
netcash outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan netcash
inflows bila terjadi sebaliknya.
Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan
penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank,
penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.
Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing
aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang
diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit
yang diberikan kepada perorangan.
Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran
bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar Dalam Perhatian Khusus
(DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko
(ATMR).
Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep
ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).
Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama
peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu
tertentu.
PDRB Atas Dasar Harga
Konstan
Bank Pemerintah
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Loan to Deposits Ratio (LDR)
Cash Inflows
Cash Outflows
Net Cashflows
Aktiva Produktif
Aktiva Tertimbang Menurut
Resiko (ATMR)
Kualitas Kredit
Capital Adequacy Ratio
(CAR)
Financing to Deposit Ratio
(FDR)
Inflasi
Kliring
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Kontribusi suatu lapangan usaha terhadap total pertumbuhan PDRB.
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan
modal.
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan
pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.
Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan
ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100.
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang
dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi
ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap
ekspektasi kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah,
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan
pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas
hidup, yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang
dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah .
Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi
secara keseluruhan.
Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara
keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap
komoditas tersebut.
Keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun
bukan komersil.
Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan
komersil.
Mtm
Qtq
Yoy
Share of Growth
Investasi
Sektor Ekonomi Dominan
Migas
Omzet
Share Effect
Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK)
Indeks Harga Konsumen
(IHK)
Indeks Kondisi Ekonomi
Indeks Ekspektasi Konsumen
Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
Dana Perimbangan
Indeks Pembangunan
Manusia
APBD
Andil Inflasi
Bobot Inflasi
Impor
Daftar Istilah
Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu
gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor
perekonomian.
PDRB Atas Dasar Harga
Berlaku
119DAFTAR ISTILAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun
tertentu sebagai dasar perhitungannya.
Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu
terdiri dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI.
Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito .
Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang
dihimpun.
Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam
periode tertentu.
Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu.
Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari
netcash outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan netcash
inflows bila terjadi sebaliknya.
Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan
penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank,
penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.
Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing
aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang
diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit
yang diberikan kepada perorangan.
Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran
bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar Dalam Perhatian Khusus
(DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko
(ATMR).
Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep
ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).
Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama
peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu
tertentu.
PDRB Atas Dasar Harga
Konstan
Bank Pemerintah
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Loan to Deposits Ratio (LDR)
Cash Inflows
Cash Outflows
Net Cashflows
Aktiva Produktif
Aktiva Tertimbang Menurut
Resiko (ATMR)
Kualitas Kredit
Capital Adequacy Ratio
(CAR)
Financing to Deposit Ratio
(FDR)
Inflasi
Kliring
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Kontribusi suatu lapangan usaha terhadap total pertumbuhan PDRB.
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan
modal.
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan
pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.
Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan
ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100.
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang
dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi
ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap
ekspektasi kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah,
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan
pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas
hidup, yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang
dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah .
Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi
secara keseluruhan.
Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara
keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap
komoditas tersebut.
Keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun
bukan komersil.
Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan
komersil.
Mtm
Qtq
Yoy
Share of Growth
Investasi
Sektor Ekonomi Dominan
Migas
Omzet
Share Effect
Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK)
Indeks Harga Konsumen
(IHK)
Indeks Kondisi Ekonomi
Indeks Ekspektasi Konsumen
Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
Dana Perimbangan
Indeks Pembangunan
Manusia
APBD
Andil Inflasi
Bobot Inflasi
Impor
Daftar Istilah
Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu
gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor
perekonomian.
PDRB Atas Dasar Harga
Berlaku
119DAFTAR ISTILAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya
kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk
kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong
Kurang Lancar adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan),
sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari total kredit Macet
(setelah dikurangi agunan).
Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga
sering disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank
ybs.
Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif (PPAP), terhadap total kredit.
Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan
mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah
pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Penyisihan Penghapusan
Aktiva Produktif (PPAP)
Rasio Non Performing
Loans/Financing (NPLs/Fs)
Rasio Non Performing Loans
(NPLs) – NET
Sistem Bank Indonesia Real
Time Gross Settlement (BI
RTGS)
Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat
debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank
Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring
lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang
menagani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional.
Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
Kliring Debet
Non Performing
Loans/Financing (NPLs/Ls)
120 DAFTAR ISTILAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH