MEI 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARAT
NOVEMBER 2017
NOVEMBER 2017
KATA PENGANTAR
NOVEMBER 2017
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan
ridha- November 2017
dapat diterbitkan. Buku ini merupakan asesmen terhadap perkembangan ekonomi Jawa Barat
terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi, inflasi, perbankan dan sistem pembayaran,
keuangan daerah, ulasan perkembangan kesejahteraan masyarakat serta mencakup pula prospek
perekonomian ke depan.
Dalam penyusunan buku ini, data dan informasi selain dari internal Bank Indonesia, juga
bersumber dari berbagai instansi terkait, seperti Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan dinas-dinas
terkait, BPS Jawa Barat, BULOG Divre III, Kementerian Keuangan c.q. DJP Jawa Barat I, Kanwil
Ditjen Perbendaharaan Provinsi Jawa Barat, PLN, berbagai perusahaan, asosiasi dan akademisi.
Sehubungan dengan hal tersebut, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penyusunan buku ini.
Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga
Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-Nya dan menerangi setiap langkah kita.
Bandung, 31 November 2017
Kepala Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat
Ttd
Wiwiek Sisto Widayat
Direktur Eksekutif
ii
KATA PENGANTAR ............... i
ii
DAFTAR TABEL iii
iv
... vii
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA BARA ........... x
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Triwulan III 2017 ...... 2
1.1. Sisi Pengeluaran .. . .... 6
1.1.1. Konsumsi .... ...... 8
1.1.2. Investasi ... 14
1.2 1.1.3. Ekspor Impor ..... 18
1.2 Sisi Lapangan Usaha .... 24
1.2.1 Industri Pengolaha .... 26
1.2.2 Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil- .................. 30
1.2.3 Pertanian, Kehutanan dan ... 33
1.2.4 Konstruksi ... 34
Tracking Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan IV ....... 36
BOKS 1. Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Bank Indonesia......................... 40
BAB II KEUANGAN PEMERINTAH
2.1 2.1. .................................................... 52
2.2. APBD Provinsi 53
54
2.2.2 Realisasi Pendapatan Provinsi Jawa Barat Triwulan III 2017 .......................................................... 56
2.2.3 Anggaran Belanja Provinsi Jawa Barat ............................................................................................ 60
2.2.4 Realisasi Belanja Provinsi Jawa Barat Triwulan III 2017 .................................................................. 61
2.2 2.3. Belanja APBD Kabupaten/Ko ... 64
2.3 2.4. Belanja APBN di Jawa Barat . .. 65
BAB III PERKEMBANGAN INFLASI
Kondisi Umum
3.1 3.1. Perkembangan Inflasi Periode Triwulan III 2017 71
3.1.1 Inflasi Bulanan (mtm) ..... 71
iii
3.1.2 Inflasi Triwulanan (qtq) 74
3.1.3 Inflasi Tahunan (yoy) 76
3.2. Perkembangan Inflasi Menurut Kota 79
3.3. Perkembangan Inflasi Berdasarkan Disagregasi ............................. 81
3.4. Perkembangan Inflasi Triwulan IV 2017......................................................................................... 85
3.5. Program Pengendalian Inflasi Daerah 87
89
3.5.2 Tantangan Dalam Pelaksanaan Pengendalian Inflasi 91
BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
4.1 4.1. Perkembangan Kinerja Bank Umum 93
4.1.1 Aset dan Aktiva Produktif .. 93
4.1.2 Dana Pihak Ketiga
4.1.3 Kredit dan Risiko Kredit
4.1.3.2 Penyaluran Kredit Menurut
4.1.4.2 Penyaluran Kredit UMKM Menurut .
4.1.4.3 Program Pengembangan UMKM Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. JABAR
4.2.1 Sumber-
4.2.2 Ki
4.3.
4.3.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
4.3.2.
BOKS 2 Festival Ekonomi Daerah Regional Jawa Tahun 2017........................................................
94
95
96
97
98
98
99
99
102
102
103
105
105
105
107
109
BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
5.1 5.1 Sistem Pembayaran Non Tunai .. ... 118
5.2 5.1.1 Transaksi Pembayaran Non Tunai Melalui SKNBI dan RTGS...................................................
5.1.2 Upaya Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran
118
119
iv
5.1.3
5.1.4 Upaya Pengembangan Layanan Keuangan Non Tunai dan Elektronifikasi
5.2 Pengelolaan Uang Rupiah
5.2.1 Penarikan dan Penyetoran Perbankan
5.2.2 Upaya Penyediaan Uang Layak Edar
5.2.3 Temuan Uang yang Tidak Sesuai Dengan Ciri Keaslian Rupiah
5.2.4 Upaya Menekan Peredaran Uang Palsu ..
123
124
127
127
128
130
131
BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
6.1 6.1 .... 134
6.2 6.2 139
6.3 6.3 141
BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN
7.1. Prospek Perekonomian .......................... 144
144
7.1.2 147
7.2. Prospek Perekonomian Provinsi Jawa Barat ......................................................................................... 149
7.2.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi ............... ............................................ 149
7.2.2. Prospek Inflasi ............................................................................................................................. 157
160
TIM PENYUSUN ............................................................................................................................................................ 163
iii
Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku
(ADHB) ............. ................. ............
7
Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Pengeluaran (% yoy) ... ......... 7
Tabel 1.3 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran (%) . ....... 7
Tabel 1.4 Struktur Konsumsi Rumah Tangga Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) .......... 8
Tabel 1.5 Struktur Komponen Investasi Provinsi Jawa Barat (% yoy) ....... 14
Tabel 1.6 Struktur Ekspor-Impor Provinsi Jawa Barat (%) .............................................. 19
Tabel 1.7 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku
(ADHB) ...............................................................................................................................................
24
Tabel 1.8 ........... 25
Tabel 1.9 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha (%) .... ........ 26
Tabel 1.10
Tabel 1.11
Pertumbuhan Industri Besar Sedang (yoy) ...... ......
Pertumbuhan Industri Mikro dan .... ...
29
30
Tabel 2.1 Ringkasan Realisasi APDB Provinsi Jawa Barat Triwulan II 2017 .. ......... 53
Tabel 2.2 Anggaran Pendapatan Daerah Perubahan Provinsi Jawa Barat 2016 dan 2017 ....... 55
Tabel 2.3 Realisasi Pendapatan Provinsi Jawa Barat Triwulan III 2017 ......... 56
Tabel 2.4 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Perubahan Jawa Barat Tahun 2016 dan 2017 ....... 60
Tabel 2.5 Realisasi Belanja Provinsi Jawa Barat Hingga Triwulan III 2017 ....... 61
Tabel 2.6 Anggaran Belanja APBN di Provinsi Jawa Barat ....... 66
Tabel 2.7 Realisasi Belanja APBN di Provinsi Jawa Barat Triwulan III 2017 .......... 66
Tabel 2.8 Realisasi Komponen Belanja APBN Berdasarkan Fungsi di Provinsi Jawa Barat .......... 67
Tabel 3.1 Perbandingan Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang (%, mtm) .... 71
Tabel 3.2 Andil Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%, mtm) ... 72
Tabel 3.3 Perkembangan Inflasi Berdasarkan Disagregasi (%, mtm) ....... 73
Tabel 3.4 Sumbangan Inflasi dan Deflasi Komoditas Penyumbang Utama (%, mtm) ....... 74
Tabel 3.5 Perkembangan Inflasi Triwulanan Jawa Barat Serta Andilnya (%, qtq) ......................... 75
Tabel 3.6 Inflasi dan Andil Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy) .. ........ 77
Tabel 3.7 Sumbangan Inflasi dan Deflasi Komoditas Penyumbang Utama (%, yoy) ....... 79
Tabel 3.8 Perkembangan Inflasi dan Andil Inflasi Kota Terhadap IHK Jawa Barat ........ 80
Tabel 3.9 Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi Kelompok Adminstered Prices di Jawa Barat Triwulan III 2017
(%,yoy) .........
82
Tabel 3.10 Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi Kelompok Volatile Food di Jawa Barat Triwulan III 2017 (%,
.........
83
Tabel 3.11 Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi Kelompok Core Inflation di Jawa Barat Triwulan III 2017 (%,
yoy) . ............
84
Tabel 4.1 Pertumbuhan Kredit Untuk Lapangan Usaha Utama di Jawa Barat ............... 96
Tabel 4.2 Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat Pengeluaran
/Bulan ..........................
106
Tabel 5.1 Rasio Ketersediaan Layanan Bank Kabupaten/Kota di Jawa Barat ................................... 124
Tabel 6.1 Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (Juta Orang) ........ 135
Tabel 6.2 Jenjang Pendidikan TPT ................ 136
Tabel 6.3 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan (% ....... ...... 136
Tabel 6.4 .... 137
Tabel 6.5 Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha (Juta Orang) .. ......... 137
Tabel 6.6 ........... 138
Tabel 6.7 Penduduk Bekerja Menurut Status Kegiatan Pekerja (Juta Orang) ........ 138
Tabel 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia ..... 144
Tabel 7.2 Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBN ..... 148
Tabel 7.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat ....... 150
Tabel 7.4 . ....... 153
Tabel 7.5 Risiko Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat ... 155
Tabel 7.6 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat- Sisi ...... 156
Tabel 7.7 Upward dan Downward Risk Inflasi Jawa Barat Tahun 2018 ....... 158
iv
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi J .......... ..... 3
Grafik 1.2 Pangsa Perekonomian Provinsi di Jawa Terhadap Nasional (Triwulan II 2016 dan Triwulan II
2017.......................................................................................................................................
3
Grafik 1.3 Andil Pertumbuhan Komponen Utama PDRB Sisi Pengeluaran Triwulan II 2017 ....... 4
Grafik 1.4 Andil Pertumbuhan Komponen Utama PDRB Sisi Lapangan Usaha Triwulan II
.........................................................................................................................
4
Grafik 1.5 Pertumbuhan Ekonomi dan Penyaluran Kredit .... ........... 5
Grafik 1.6
Grafik 1.7
Grafik 1.8
Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan .......... ................ ....
Perkiraan Ke ..........
Indeks Ekspektasi Konsumen .......................... .........
5
6
6
Grafik 1.9 Pertumbuhan Komponen Konsumsi RT .......... ....... ... 9
Grafik 1.10 .......... . ... 9
Grafik 1.11 Indeks K ... .... 9
Grafik 1.12 Penggunaan Pendapatan Rumah Tangga . .... 10
Grafik 1.13 .................. ... ..... 10
Grafik 1.14 Perkembangan Harga Properti Residensial .... ..... 10
Grafik 1.15 Pertumbuhan Harga Properti Per Tipe ... ... 10
Grafik 1.16 Indeks Perkemba .................................................... ... 11
Grafik 1.17 Perkembangan Permintaan Domestik...................................................................................... 11
Grafik 1.18 Pertumbuhan Pajak dan PAD ............... ...... 11
Grafik 1.19 Perkembangan ................. .... 12
Grafik 1.20 Perkembangan KPR, ........... 12
Grafik 1.21 Perkembangan KPR Berdasarkan Kategori dan Timeline Penerapan LTV .... 12
Grafik 1.22 Perkembangan Suku Bunga Kredit Konsumsi dan Rumah Tangga.............................. ...... 12
Grafik 1.23 Realisasi Belanja Operasional-APBN di ......................................... 13
Grafik 1.24 Realisasi Belanja Operasional-APBD di Jawa Barat ................................................................... 13
Grafik 1.25 Simpanan Pemda di Perbankan .... ... 14
Grafik 1.26 .......................................................... 14
Grafik 1.27 Perkembangan Realisasi PMA dan PMDN di Jawa Barat Berdasarkan Laporan Wajib
LKPM......................................................................................................................................
15
Grafik 1.28 Perkembangan Andil Pertumbuhan PMA ke Sektor Utama di Jawa Barat ................................ 16
v
Grafik 1.29 Perkembangan Andil Pertumbuhan PMDN ke Sektor Utama di Jawa
Barat.......................................................................................................................................
16
Grafik 1.30 Impo ............ ... 16
Grafik 1.31 Perkembangan Proyek Infrastruktur Se Jawa............. .......... ......... 17
Grafik 1.32 Penjualan Semen Jawa Barat ................................................................................................. 17
Grafik 1.33 Perkembangan Investasi Pelaku Usaha Liaison ...................................................... 18
Grafik 1.34 Perkembangan Kredit Investasi Jawa Barat . .......... ..................... 18
Grafik 1.35 Perkembangan .... ...... ...... 18
Grafik 1.36 Perkembangan Neraca Perdagang ........ 19
Grafik 1.37 Perkembangan Neraca Perdagangan Antar Daerah Jawa Barat .............................................. 19
Grafik 1.38 Keyakinan Konsumen Provinsi Mitra Dagang Jawa Barat.... ....... 20
Grafik 1.39 Perkembangan Nilai & Vo ....... 21
Grafik 1.40 Struktur Komoditas Ekspor Jawa Barat ..................... ........... .. ... 21
Grafik 1.41 Pertumbuhan Ekspor Manufaktur Jawa Barat ...... ... 21
Grafik 1.42 Ekspor Jawa Barat ke Negara/Kawasan Tujuan Utama . ........ 22
Grafik 1.43 Perkembangan PMI Negara Mitra Dagang Utama .. ... .... 22
Grafik 1.44 Perkembangan Nilai Volume Impor Jawa Barat. ... 23
Grafik 1.45 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah (USD/IDR) ..... ...... 23
Grafik 1.46 Pangsa Komoditas Impor Berdasarkan Jenis Pen ........ 23
Grafik 1.47 Perkembangan Impor Jenis Penggunaan ............................. ... .... 23
Grafik 1.48 Likert Scale Penjualan - Laison ............... 27
Grafik 1.49 PMI Negara Mitra Dagang Utama............................................................................................ 27
Grafik 1.50 Pertumbuhan Ekspor Manufaktur Jawa .................................................................................. 27
Grafik 1.51 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Mitra Dagang Jawa Barat. ........ ........ .... 27
Grafik 1.52 Konsumsi Listrik Industri ........................................................... 27
Grafik 1.53 Kredit Untuk Industri Pengolahan Lokasi Proyek di Jawa Barat................................................. 28
Grafik 1.54 Rasio NPL Kredit Industri Pengolahan ............. .... 28
Grafik 1.55 Pertumbuhan Produksi Sub Industri Besar Sedang ............ ........ 28
Grafik 1.56 Indeks Keyakinan Konsumen................... ................................................... 31
Grafik 1.57 Impor Barang konsumsi........................................................................................................... 31
vi
Grafik 1.58 Alokasi Pendapatan Rumah Tangga......................... ......... 31
Grafik 1.59 Indeks Konsumsi Durable Goods ...... ....... 31
Grafik 1.60 Pertumbuhan Indeks Penjualan Eceran Rii ............ . .......... 31
Grafik 1.61 SKDU Perdagangan ............................ . .... 32
Grafik 1.62 Likert Scale Penjualan Domestik & Ekspor Perdagangan .. .............. 32
Grafik 1.63 Likert Scale Harga Jual dan Margin Perdagangan..................................................................... 32
Grafik 1.64 Likert Scale Penggunaan Tenaga Kerja dan Tingkat Upah Perdagangan................................... 32
Grafik 1.65 Perkembangan Kredit Perdagangan......................................................................................... 33
Grafik 1.66
Grafik 1.67
Grafik 1.68
Grafik 1.69
Grafik 1.70
Grafik 1.71
Grafik 1.72
Perkembangan Kredit Rumah Tangga......................................................................................
Perkembangan Produksi Padi di Jawa Barat.............................................................................
SKDU Pertanian.......................................................................................................................
Kapasitas Produksi Sub Kelompok Pertanian- SKDU.................................................................
Likert Scale Penjualan Domestik dan Ekspor Pertanian.............................................................
Perkembangan Kredit Pertanian .............................................................................................
Perkembangan NPL Kredit Pertanian........................................................................................
33
33
33
34
34
34
34
Grafik 1.73 Penjualan Semen Jawa Barat ............................................................................................ 35
Grafik 1.74 SKDU Konstruksi..................................................................................................................... 35
Grafik 1.75 Perkembangan Kredit Konstruksi............................................................................................. 35
Grafik 1.76 Perkembangan NPL Kredit Pertanian........................................................................................ 35
Grafik 1.77 Perkembangan Penyaluran KPR Per-tipe.................................................................................. 36
Grafik 1.78 Perkembangan NPL KPR.......................................................................................................... 36
Grafik 1.79 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Jawa Barat.......................................................................... 37
Grafik 1.80 Perkiraan Indeks Tendensi Konsumen Jawa Barat.................................................................... 37
Grafik 1.81 Perkiraan Investasi Dunia Usaha............................................................................................... 38
Grafik 2.1 Perkembangan APBD Provinsi Jawa Barat .............................................................................. 54
Grafik 2.2 Perkembangan Pendapatan dan Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat ............................... 54
Grafik 2.3 Pangsa Komponen Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa Barat ........................................... 56
Grafik 2.4 Pangsa Realisasi Pajak Daerah TW III 2017............................................................................... 57
Grafik 2.5 Proporsi Anggaran Belanja Provinsi Jawa Barat........................................................................ 61
Grafik 2.6 Persentase Realisasi Anggaran Belanja Per Triwulan (%).......................................................... 62
vii
Grafik 2.7 Perkembangan Belanja Operasi dan Modal.............................................................................. 62
Grafik 2.8 Pangsa Realisasi Belanja Operasi (%)....................................................................................... 63
Grafik 2.9 Pertumbuhan Komponen Belanja Operasi................................................................................ 63
Grafik 2.10 Pangsa Anggaran Belanja Kab/Kota 2017................................................................................ 64
Grafik 2.11 Struktur Belanja APBD Kab/Kota 2016 dan 2017..................................................................... 64
Grafik 2.12 Perkembangan Realisasi Belanja 24 Kab/kota di Jawa Barat Triwulan III ........................ 65
Grafik 2.13 Pangsa Realisasi Belanja APBN di Jawa Barat............................................................................ 66
Grafik 2.14 Perkembangan Belanja APBN di Jawa Barat....................................... ...... 66
Grafik 2.15 % Realisasi APBN di Jawa Barat Berdasarkan Jenis ........... 67
Grafik 3.1 Inflasi Jawa Barat dan Nasional .... .... 69
Grafik 3.2 Inflasi Tahunan Provinsi di Kawasan Jawa .......... ..... 69
Grafik 3.3 Ringkasan Perkembangan Inflasi Jawa Barat (yoy) ..... ...... 70
Grafik 3.4 Rata-Rata Inflasi Bu .. ...... 71
Grafik 3.5 .. .. ..... 71
Grafik 3.6 Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga ....... 72
Grafik 3.7 Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau .... ....... 72
Grafik 3.8 Perkembangan Disagregasi Inflasi Jawa Barat Bulanan (mtm) . ......... 73
Grafik 3.9 Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan ... ..... 75
Grafik 3.10 Inflasi Triwulanan Subkelompok Bumbu-Bumuan ...... .... 75
Grafik 3.11 Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau. ..... 76
Grafik 3.12 Inflasi Triwulanan Subkelompok Tembakau dan Minuman Beralkohol .... 76
Grafik 3.13 Perkembangan Disagregasi Inflasi Jawa Barat Triwulanan (qtq) .... ........ 76
Grafik 3.14 Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau .. 77
Grafik 3.15 Inflasi Tahunan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga................................................. 77
Grafik 3.16 Perkembangan Disagregasi Inflasi Jawa Barat Tahunan (yoy) ........ 78
Grafik 3.17 Inflasi Kota di Jawa Barat Triwulan III 2017 (yoy) ....... 79
Grafik 3.18 Historis Inflasi Tahunan Kota Perhitungan Inflasi di Jawa Barat .......... 79
Grafik 3.19 Inflasi ................ .. 80
Grafik 3.20 Inflasi Pangan Tahunan Kota Inflasi ...................... 80
Grafik 3.21 ................................ 81
viii
Grafik 3.22 ........ 81
Grafik 3.23 ................................ 81
Grafik 3.24 Inflasi Administered prices Kelompok Energi dan Non Energi (yoy) ............................. 81
Grafik 3.25 Perkembangan Inflasi Core Traded dan Non Traded (yoy) .................................................... 83
Grafik 3.26 Disagregasi Inflasi Core Traded .... ........... 83
Grafik 3.27 Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial ..... ...... 84
Grafik 3.28 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah ....... .... 84
Grafik 3.29 Harga Kom ........ ... 84
Grafik 3.30 Perkembangan Disagregasi Inflasi ...... ..... 85
Grafik 3.31 Indeks Ekspektasi Harga (IEH) 3 Bulan ...... ......... 87
Grafik 4.1
Grafik 4.2
Grafik 4.3
Grafik 4.4
Grafik 4.5
Grafik 4.6
Grafik 4.7
Grafik 4.8
Grafik 4.9
Grafik 4.10
Grafik 4.11
Grafik 4.12
Grafik 4.13
Grafik 4.14
Grafik 4.15
Grafik 4.16
Grafik 4.17
Grafik 4.18
Grafik 4.19
Grafik 4.20
Perkembangan Ekspor Jawa Barat .. .......
Pangsa Aset Perbankan Perkelompok Bank .. ............... .......
Pertumbuhan DPK Perbankan ..................... ....... ....
Proporsi DPK Jawa Barat ............................................................................ ...
Proporsi DPK Nasional ...................... .. ........................................... ...
Perbandingan Pangsa DPK Perbankan terhadap Nasional .... ..........
Perkembangan Suku Bunga Kredit Berdasarkan Lokasi proyek di Jawa Barat...........................
Perkembangan Kredit Perjenis Penggunaan .... .......
Proporsi Kredit Menurut Jenis Penggunaan .......... .....
Perkembangan Loan To Deposite Ratio (LDR)....... .................
Ratio Non Performing Loan (NPL) Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan ........................
Rasio Non Performing Loan (NPL) Kredit Berdasarkan Lapangan Usaha Utama.........................
Perkembangan Kredit Kota/kabupaten Tw III 2017..................................................................
Rasio NPL Kredit Kota/Kabupaten Tw III 2017...... ......
Perkembangan Kredit UMKM.............................................................................. ..
NPL Kredit UMKM Kota/Kabupaten Tw III 2017 . .....................
Proporsi Kredit UMKM Berdasarkan Lapangan Usaha .. ..........
Kredit UMKM Kota/Kabupaten Tw III 2017 ......
NPL Kredit UMKM Kota/Kabupaten Tw II 2017. ............................
Perkembangan Ekspor Jawa Barat ....................................
94
94
94
94
95
95
95
95
95
96
97
97
97
97
98
98
98
99
99
103
ix
Grafik 4.21
Grafik 4.22
Grafik 4.23
Grafik 4.24
Grafik 4.25
Grafik 4.26
Grafik 4.27
Grafik 4.28
Grafik 4.29
Grafik 4.30
Grafik 4.31
Grafik 4.32
Grafik 4.33
Grafik 4.34
Grafik 4.35
Grafik 4.36
Grafik 5.1
Grafik 5.2
Grafik 5.3
Grafik 5.4
Grafik 5.5
Grafik 5.6
Grafik 5.7
Grafik 5.8
PMI Negara Mitra Dagang Utama ................................
Realisasi Kegiatan Usaha - SKDU ........................................
Realisasi Kegiatan Usaha Industri Pengolahan -SKDU .........................................
Realisasi Kegiatan usaha Perdagangan-SKDU ......
Realisasi Kegiatan Usaha Konstruksi-SKDU .......
Likert Scale Permintaan Domestik ........................................................
Perkembangan Kredit Korporasi ............................
Kredit Korporasi Lapangan Usaha Utama .......................................
NPL Kredit Korporasi Berdasarkan Jenis Penggunaan ...............
NPL Kredit Korporasi Lapangan Usaha Utama ................
Tingkat Optimisme Konsumen Jawa Barat-Survei Konsumen .......
Presentase Penggunaan Penghasilan-Survei Konsumen............................................................
Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga ............................................................ ....................
Kredit Kendaraan Bermotor ...............
Perkembangan Kredit Pemilikan Rumah .......
Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga ........
Perkembangangan SKNBI Nominal................. ...........
Perkembangan SKNBI Nominal........................ ........
Perkembagan RTGS Jawa Barat ........
Total Transaksi Pembelian KUPVA BB Berizin...........................................................................
Total Transaksi Penjualan KUPVA BB Berizin .......
Sebaran KUPVA Berizin.................. ...
........ ...
Nominal Transfer Dana Outgoin ... .....
103
104
104
104
104
104
105
105
105
105
106
106
107
107
108
108
118
118
118
119
119
120
121
121
Grafik 5.9 Volume Transfer Dana Incoming ... .... 122
Grafik 5.10 ... 122
Grafik 5.11 Volume Transfer Dana Domestik ........ ... 122
Grafik 5.12 ....... .... 122
Grafik 5.13 Volume Transfer Dana PTD-BB ......... ..... 123
Grafik 5.14 Nominal Transfer Dana PTD-BB .... ..... 123
x
Grafik 5.15 Penetrasi Non Tunai di Ruas Tol Purbaleunyi .................. ..... 125
Grafik 5.16
Grafik 5.17
Grafik 5.18
Grafik 5.19
Grafik 5.20
Perkembangan Penyaluran Bansos di Jawa Barat (dalam Rp) .........
Perkembangan Jumlah Penerima Bansos di Jawa Barat (orang)................................................
Perkembangan Inflow, Outflow, dan Netflow Jawa Barat........................................................
Pemusnahan UTLE...................................................................................................................
Temuan Uang Palsu.................................................................................................................
126
126
127
127
131
Grafik 6.1 Indeks Penggunaan Tenaga Kerja- SKDU ................ 134
Grafik 6.2 Indeks Penggunaan Tenaga Kerja (Prakiraan)- SKDU .............. 134
Grafik 6.3 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Pe ...... 139
Grafik 6.4 Indeks Ekspektasi Ketenagakerjaan dan penghasilan Saat Ini ...... ...... 139
Grafik 6.5 NTP Jawa Barat dan Komponen .............................. 140
Grafik 6.6 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Barat .......... 140
Grafik 6.7 Indeks yang Diterima Petani Jawa Barat ...... 140
Grafik 6.8 Indeks yang Dibayar Petani Jawa Barat ...... 140
Grafik 6.9 Nilai Tukar Usaha p ..... 141
Grafik 6.10 Perkembangan Indikator Ke ...... 142
Grafik 6.11 Pertumbuhan Sektor Primer, Sek ... ..... 142
Grafik 6.12 Struktur Perekonomian Berda ..... 142
Grafik 7.1 .... 146
Grafik 7.2 Indeks Ekspektasi Ko ... ..... 150
Grafik 7.3 .. 150
Grafik 7.4 Perkembangan Impor Barang Konsumsi Jawa ..... ...... 151
Grafik 7.5 Plotting Pertumbuhan Ekspor LN Jawa Barat dan Harga Minyak Global .......... ...... 154
RINGKASAN EKSEKUTIF
vii
1 Pada triwulan III 2017, BPS Jawa Barat telah merevisi angka laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Jawa Barat triwulan II
2017 dari sebelumnya 5,28% menjadi 5,35%.
LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi Jawa
Barat pada triwulan III 2017
tercatat sebesar 5,19%
(yoy), melambat
dibandingkan triwulan II
2017 yang tumbuh sebesar
5,35% (yoy)
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan I II 2017 tumbuh melambat
dibanding triwulan II 2017. Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Jawa Barat
melambat dari 5,35%1 (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 5,19% (yoy)
pada triwulan III 2017. Namun demikian, realisasi ini lebih rendah dibanding
rata-rata LPE triwulan II pada kurun waktu 2014-2016 yang tercatat sebesar
5,37%. Perlambatan ini juga dipengaruhi base effect, dimana di triwulan III
2016 terdapat pelaksanakaan PON XIX di Jawa Barat.
Dari sisi pengeluaran, perlambatan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat
pada triwulan III 2017 disebabkan oleh menurunnya konsumsi rumah
tangga dan perubahan inventori. Konsumsi rumah tangga melambat dari
triwulan II 2017 sebesar 4,80% menjadi 3,79% pada triwulan III 2017.
Penurunan ini antara lain disebabkan oleh tidak adanya pengaruh momen hari
raya idul fitri seperti pada triwulan II 2017. Selain itu, dilihat dari Indeks Tendensi
Konsumen (ITK) yang dikeluarkan oleh BPS juga menyebutkan bahwa terdapat
penurunan optimisme terhadap konsumsi masyarakat, yaitu dari 118,59 pada
triwulan II menjadi 110,19 pada triwulan III. Selain konsumsi rumah tangga,
perlambatan juga terjadi pada perubahan inventori yang melambat dari -6,73%
pada triwulan II 2017 menjadi -11,74% pada triwulan III 2017. Namun
demikian, perlambatan tertahan oleh meningkatnya laju pertumbuhan
komponen konsumsi pemerintah, investasi dan ekspor luar negeri.
Dari sisi lapangan usaha (LU), laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat
triwulan III 2017 didorong oleh peningkatan pada LU utama seperti industri
pengolahan dan konstruksi serta beberapa jenis LU berbasis jasa, meskipun
tertahan dengan menurunnya kontribusi dari LU lainnya sehingga secara
keseluruhan mengalami perlambatan. Kontribusi industri pengolahan sebagai
LU utama Jawa Barat tercatat meningkat sejalan dengan peningkatan kinerjanya
yang didorong oleh ekspor baik luar negeri maupun antar provinsi. Percepatan
pembangunan infrastruktur strategis seperti Tol Cisumdawu, LRT Terintegrasi
Jabodebek, Bandara Internasional Kertajati, jalan Tol Jakarta-Cikampek II
(Elevated) sepanjang 36,8 km yang membentang mulai dari KM 9+500 sampai
dengan KM 47 (Karawang Barat mendorong peningkatan kinerja LU konstruksi.
Di sisi lain, terdapat beberapa LU utama yang mengalami perlambatan dan
menahan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Melambatnya
konsumsi rumah tangga Jawa Barat dan LU pertanian, kehutanan dan perikanan
pada triwulan III 2017 diperkirakan menjadi faktor yang mendorong
perlambatan kinerja LU perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan
sepeda motor yang merupakan LU kedua dengan pangsa terbesar. Sementara
itu, penurunan produksi padi, jagung dan kacang tanah kemudian mendorong
perlambatan pada lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan.
Perlambatan pada LU pertanian dan perdagangan tersebut kemudian
mendorong perlambatan pada LU transportasi dan pergudangan.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat diperkirakan akan meningkat pada
triwulan IV 2017. Ekspektasi pelaku usaha yang lebih baik terhadap kondisi
triwulan IV 2017 serta optimisme konsumen yang masih terjaga dan tercermin
dari Indeks Ekspektasi Konsumen yang tetap berada di atas level 100
memberikan sinyal peningkatan tersebut. Membaiknya perkiraan laju
pertumbuhan konsumsi rumah tangga, meningkatnya konsumsi pemerintah
dengan berkurangnya shortfall pajak serta meningkatnya ekspor antar provinsi
seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi nasional menjadi
faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan triwulan IV 2017.
RINGKASAN EKSEKUTIF
viii
Sementara itu dari lapangan usaha, proyeksi meningkatnya LPE Jawa Barat
pada triwulan IV 2017 diperkirakan didorong oleh meningkatnya kinerja
berbagai LU utama antara lain industri pengolahan, perdagangan,
konstruksi, dan transportasi. Meningkatnya kinerja LU industri pengolahan
diperkirakan didorong oleh meningkatnya perkiraan konsumsi rumah tangga
Jawa Barat maupun nasional. Peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional
tersebut kemudian akan mendorong peningkatan ekspor dari Jawa Barat ke luar
daerah termasuk produk manufaktur. Sementera itu, percepatan pembangunan
infrastruktur strategis seperti Bandara Kertajati yang akan diresmikan pada
triwulan I 2018, pembangunan jalan tol di berbagai tempat seperti Cisumdawu
dan tol Jakarta-Cikampek II (Elevated) maupun pembangunan properti untuk
komersial dan residensial diperkirakan dapat mendorong laju peningkatan
konstruksi triwulan IV 2017. Di sisi lain, kinerja LU pertanian diperkirakan
kembali melambat seiring dengan masuknya musim tanam padi pada awal atau
tengah triwulan IV 2017.
PERKEMBANGAN INFLASI
Inflasi Jawa Barat pada
triwulan III 2017
mencatatkan penurunan
dibandingkan triwulan
sebelumnya. Berdasarkan
disagregasi kelompok,
peningkatan inflasi tahunan
dibanding triwulan lalu
terjadi pada kelompok core
dan administered pricess,
sementara kelompok volatile
food mengalami penurunan
Inflasi Jawa Barat pada triwulan III 2017 mengalami penurunan
dibandingkan triwulan sebelumnya dan tercatat sebesar 3,87% (yoy),
mengalami penurunan dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 4,31% (yoy).
Pada triwulan III 2017, jika dilihat dari disagregasi kelompok, peningkatan
inflasi tahunan dibanding triwulan lalu terjadi pada kelompok core dan
administered pricess, sementara kelompok volatile food mengalami
penurunan. Jika dibandingkan dengan rata-rata historisnya, baik realisasi inflasi
IHK, core dan volatile food lebih rendah dibanding historis, sedangkan kelompok
administered pricess tercatat lebih tinggi dibanding historisnya.
Perkembangan tekanan inflasi kelompok administered pricess pada akhir
triwulan III 2017 tercatat mengalami peningkatan dibanding triwulan II
2017. Inflasi AP energi mengalami peningkatan dari -6,36% (yoy) pada triwulan
I 2017 menjadi 14,32% (yoy) pada triwulan II 2017. Tekanan inflasi volatile
food pada triwulan III 2017 tercatat relatif menurun dari triwulan
sebelumnya, yakni dari 7,72% (yoy) menjadi 0,17%. Realisasi ini juga masih
lebih rendah dibanding rata-rata historis 5 (lima) tahun terakhir sebesar 8,22%
(yoy). Inflasi core pada triwulan III 2017 meningkat, yakni dari 2,12% (yoy)
menjadi 3,05% (yoy).
Inflasi IHK tahunan Jawa Barat pada triwulan IV 2017 diperkirakan berada
pada rentang 3,6% - 4,2% (yoy), menurun dibanding realisasi inflasi
triwulan III 2017 sebesar 3,84% (yoy). Indeks Harga Konsumen (IHK) Jawa
Barat tercatat mengalami deflasi sebesar -0,01% (mtm) di bulan Oktober .
Realisasi inflasi tersebut mengalami penurunan dibanding bulan sebelumnya
sebesar 0,18% (mtm) serta lebih rendah dibanding rata-rata historis inflasi bulan
Oktober selama 5 tahun terakhir.
Survei Konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia memperkirakan
tekanan harga akan mengalami peningkatan pada triwulan III 2017. Hal ini
ditunjukkan melalui Indeks Ekspektasi Harga (IEH) rata-rata triwulan III 2017
sebesar 184,44 atau meningkat dibanding rata-rata triwulan II 2017 sebesar
178,83
RINGKASAN EKSEKUTIF
ix
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES
KEUANGAN DAN UMKM
Intermediasi perbankan
terpantau membaik di
mana terjadi peningkatan
pada penghimpunan dana
dan penyaluran kredit yang
diiringi dengan perbaikan
kualitas kredit.
Kondisi stabilitas keuangan Jawa Barat pada triwulan II I 2017 masih terjaga dengan meningkatnya pertumbuhan penghimpunan dana maupun
penyaluran kredit dengan kualitas kredit yang membaik. Namun demikian,
Loan to Deposit Ratio (LDR) bank umum yang berlokasi di Jawa Barat terpantau
sedikit menurun. Dari sisi korporasi, kinerja penyaluran kredit kepada korporasi
terpantau meningkat yang diikuti dengan perbaikan risiko repayment capacity
dengan kecenderungan NPL menurun. Sementara itu dari sisi rumah tangga,
penyaluran kredit juga cenderung meningkat di mana repayment capacity masih
terjaga dengan rasio NPL di bawah batas aman 5%.
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
RUPIAH
Jawa Barat mengalami
peningkatan transaksi non
tunai dan net inflow pada
triwulan III 2017, seiring
dengan berlalunya momen
hari raya pada triwulan II.
Sementara itu, pada sistem pembayaran tunai, perputaran uang di Jawa
Barat pada triwulan III 2017 terlihat mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari nilai transaksi SKNBI dan RTGS di
Jawa Barat. Sementara itu, pada triwulan III 2017 Jawa Barat mengalami net
inflow setelah berlalunya momen hari raya pada triwulan II 2017, sehingga
masyarakat cenderung menahan konsumsinya. Dalam rangka meningkatkan
kelancaran sistem pembayaran dan PUR, Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Jawa Barat melakukan berbagai upaya, seperti penindakan KUPVA BB
tidak berizin, hingga berbagai upaya yang bersifat preventif dan represif dalam
menangani permasalahan uang palsu.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Meskipun Kinerja
perekonomian Jawa Barat
pada triwulan III 2017
mengalami perlambatan.
namun tingkat kemiskinan
dan tingkat pengangguran
di Jawa Barat mengalami
penurunan dibandingkan
tahun sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan III 2017 mengalami
perlambatan dibandingkan triwulan II 2017, memberikan dampak pada
pada tingkat kesejahteraan masyarakat. Meskipun pertumbuhan
perekonomian Jawa Barat mengalami perlambatan, namun tingkat kemiskinan
dan tingkat pengangguran di Jawa Barat mengalami penurunan dibandingkan
tahun sebelumnya. Sampai dengan bulan Maret 2017, tingkat kemiskinan
mencapai 8,71% dari total penduduk yaitu sebanyak 4,16 juta jiwa. Sementara
itu, untuk wilayah Jawa Barat terdapat 22,39 juta angkatan kerja yang terdiri
dari 20,55 juta orang penduduk bekerja dan 1,84 juta orang penganggur.
Dibandingkan Agustus 2016, jumlah penduduk bekerja naik sebesar 1,35 juta
orang dan jumlah penganggur turun sebesar 34,43 ribu orang, sehingga jumlah
angkatan kerja naik sebanyak 1,32 juta orang selain itu tingkat pengangguran
mengalami penurunan menjadi 8,22%.
PRAKIRAAN PEREKONOMIAN KE DEPAN
Pada triwulan I 2018,
perekonomian Jawa Barat
diperkirakan melambat
dibanding triwulan IV 2017
seiring berlalunya
momentum libur akhir
tahun. Namun untuk
keseluruhan tahun 2018,
LPE Jawa Barat diperkirakan
meningkat dibanding tahun
2017 ditopang oleh
berlangsungnya sejumlah
event besar seperti Pilkada
Pada triwulan I 2018, perekonomian Jawa Barat diperkirakan tumbuh
melambat dibanding triwulan IV 2017 yakni pada kisaran 5,1% - 5,5%
(yoy). Dari sisi pengeluaran, perlambatan terutama terjadi pada kinerja investasi
dan ekspor luar negeri. Melambatnya investasi diperkirakan terutama karena
pihak swasta masih menahan kegiatan investasinya di awal tahun serta adanya
kecenderungan wait and see menjelang berlangsungnya Pilgub dan Pilkada di
triwulan II 2018. Perlambatan ekspor luar negeri diperkirakan sejalan dengan
proyeksi kenaikan harga komoditas global di tahun 2018 yang berlangsung lebih
perlahan dibandingkan awal tahun 2017. Selain itu, perkirakan stagnannya
pertumbuhan volume perdagangan luar negeri juga turut mempengaruhi
terbatasnya permintaan ekspor luar negeri di awal tahun.
Sementara itu, untuk keseluruhan tahun 2017 pertumbuhan ekonomi Jawa
RINGKASAN EKSEKUTIF
x
dan Asian Games. Barat diperkirakan meningkat dibanding tahun 2016 pada kisaran 5,2% -
5,6% (yoy). Meningkatnya LPE Jawa Barat di tahun 2018 terutama ditopang
oleh berlangsungnya sejumlah event yang dapat memberikan multiplier effect
baik pada kegiatan ekonomi maupun pendapatan masyarakat. Beberapa event
dimaksud meliputi : (1) Pemilihan Gubernur Jawa Barat dan Pilkada di 16
Kab/Kota di Jawa Barat pada Juni 2018 dan (2) Asian Games 2018 yang akan
dilaksanakan pada Agustus 2018 di mana Jawa Barat menjadi salah satu lokasi
venue pelaksanaan pertandingan 7 (tujuh) cabang olahraga. Selain itu, prospek
berlanjutnya perbaikan ekonomi global turut menopang prospek peningkatan
kinerja ekspor Jawa Barat.
Di sisi lain, tekanan inflasi tahun 2018 diperkirakan menurun dibanding
tahun 2017 dan berada dalam kisaran sasaran inflasi tahun 2018 sebesar
3,5%±1%. Perkiraan menurunnya tekanan inflasi ini terutama didorong oleh
minimnya rencana Pemerintah menaikkan tarif administered prices (BBM, listrik,
dan elpiji). Faktor iklim yang diperkirakan kembali normal setelah berlalunya
fenomena El Nino dan La Nina di tahun 2015-2017 juga turut mendorong
prospek terkendalinya inflasi komoditas pangan. Bank Indonesia bersama-sama
Pemerintah dalam forum TPI/TPID berkomitmen untuk menjaga inflasi berada
dalam kisaran sasaran inflasi tahun 2018 sebesar 3,5%±1%.
x
I. EKONOMI MAKRO REGIONAL
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat ( r) Angka Revisi)
Ket : Data IHK menggunakan Tahun Dasar 2012.
Ir ) IIr ) III IV I II III
Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy) 5.04 5.20 6.06 5.97 5.45 5.67 5.28 5.35 5.19
Berdasarkan Permintaan/Penggunaan Konsumsi Rumah Tangga 5.07 5.78 5.92 5.90 4.81 5.60 4.85 4.80 3.79
Konsumsi LNPRT -8.13 7.90 5.61 6.11 2.48 5.48 2.07 3.26 3.35
Konsumsi Pemerintah 8.10 2.81 10.57 -7.82 9.19 3.76 4.95 -6.42 1.60
PMTB 4.16 0.79 5.33 4.02 7.98 4.59 3.97 3.30 7.97
Perubahan Inventori -16.51 -8.98 -14.00 23.34 26.84 3.99 1.79 -6.73 -11.74
Ekspor 5.46 0.66 0.46 1.98 9.80 3.34 18.59 9.78 15.66
Impor 2.20 -4.11 -3.10 -0.95 12.92 1.66 18.04 3.76 13.85
Berdasarkan Penawaran/Lapangan Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0.16 -1.51 5.21 11.10 9.39 5.80 7.01 4.91 2.64
Pertambangan dan Penggalian 0.41 -0.39 -6.84 0.42 3.04 -0.97 0.95 0.58 -7.16
Industri Pengolahan 4.39 5.14 5.29 4.64 4.03 4.77 4.65 4.89 5.27
Pengadaan Listrik, Gas -6.80 4.86 -1.79 5.38 4.93 3.37 6.40 -18.53 -10.66
Pengadaan Air 5.88 2.46 5.62 9.43 7.65 6.33 7.84 8.48 6.15
Konstruksi 6.43 6.27 7.06 2.70 4.35 5.02 4.08 5.35 8.58
Perdagangan Besar dan Eceran, dan
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3.71 2.48 4.18 5.52 5.42 4.44 5.44 4.68 4.20
Transportasi dan Pergudangan 8.90 7.74 6.46 13.18 7.79 8.84 4.78 6.32 1.54
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8.10 9.39 6.59 9.66 11.56 9.31 9.42 8.84 9.00
Informasi dan Komunikasi 16.31 16.71 14.43 13.66 12.50 14.27 10.37 11.84 10.16
Jasa Keuangan 7.36 10.13 18.40 10.25 9.34 11.89 2.50 4.52 2.65
Real Estate 5.46 8.15 7.06 6.60 4.29 6.51 4.50 8.46 9.85
Jasa Perusahaan 8.15 7.71 6.61 9.67 8.58 8.16 7.80 7.70 7.10
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib 5.53 3.57 17.20 -7.68 0.51 2.98 0.84 0.73 8.53
Jasa Pendidikan 10.17 10.69 9.12 5.85 5.18 7.61 8.03 9.97 9.83
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 14.14 11.86 7.33 9.52 9.25 9.48 7.73 9.06 8.02
Jasa lainnya 8.96 10.88 7.81 9.75 6.67 8.73 8.96 9.92 10.43
Ekspor Nilai Ekspor Non Migas (USD juta) 24,791 5,891 6,500 5,992 6,545 24,927 6,866 6,538 7,748
Volume Ekspor Non Migas (ribu ton) 6,661 1,622 1,669 1,568 2,028 6,887 1,660 1,628 1,905
Impor Nilai Impor Non Migas (USD juta) 10,928 2,735 2,924 2,587 2,823 11,068 2,646 2,455 2,836
Volume Impor Non Migas (ribu ton) 1,961 521 591 499 525 2,136 568 534 588
Indeks Harga Konsumen (IHK)Jawa Barat 121.03 121.77 122.49 123.13 124.36 124.36 125.87 127.77 127.90
Kota Bandung 121.71 122.42 123.23 123.67 125.28 125.28 126.35 128.34 128.21
Kota Bekasi 121.20 120.68 121.13 121.86 123.07 123.07 124.55 126.11 126.13
Kota Depok 120.15 121.94 122.89 123.64 124.35 124.35 126.19 128.34 128.56
Kota Bogor 121.69 122.98 123.58 124.37 126.07 126.07 128.32 129.95 130.43
Kota Sukabumi 121.96 122.62 123.03 123.99 125.09 125.09 126.87 129.26 129.13
Kota Cirebon 118.94 119.28 120.10 120.61 121.16 121.16 122.55 124.79 125.44
Kota Tasikmalaya 121.10 122.01 123.07 123.44 124.43 124.43 125.73 127.89 128.54
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)Jawa Barat 2.73 3.78 3.22 2.54 2.75 2.73 3.37 4.31 3.87
Kota Bandung 3.93 4.34 3.54 2.54 2.93 3.93 3.21 4.15 3.67
Kota Bekasi 2.22 3.33 2.75 2.09 2.47 2.22 3.21 4.11 3.50
Kota Depok 1.87 3.51 3.49 2.90 2.60 1.87 3.49 4.43 3.98
Kota Bogor 2.70 4.14 3.02 2.53 3.60 2.70 4.34 5.15 4.87
Kota Sukabumi 2.20 2.96 2.70 2.52 2.57 2.20 3.47 5.06 4.15
Kota Cirebon 1.56 2.83 2.12 1.95 1.87 1.56 2.74 3.91 4.00
Kota Tasikmalaya 3.53 4.51 4.14 3.62 2.75 3.53 3.05 3.92 4.13
2016INDIKATOR 20152016 2017
xi
I II III IV I II III
Bank Umum KonvensionalTotal Aset 472.30 478.61 496.02 500.71 517.14 517.14 522.21 537.26 552.42
Dana Pihak Ketiga (DPK) - Lokasi Bank Pelapor* 343.94 346.71 358.29 360.02 370.65 370.65 373.56 385.12 391.95
Kredit - Lokasi Bank Pelapor 306.13 308.24 322.24 325.53 335.19 335.19 335.91 347.83 353.40
Kredit - Lokasi Proyek 489.93 486.83 506.80 510.52 521.54 521.54 522.92 537.46 548.85
Loan to Deposit Ratio (LDR) (%) 89.01 88.91 89.94 90.42 90.44 90.44 89.92 90.32 90.16
Bank Umum SyariahTotal Aset 36.78 36.90 38.32 39.27 41.84 41.84 42.11 43.46 44.31
Dana Pihak Ketiga (DPK) - Lokasi Bank Pelapor 26.40 26.14 27.37 28.32 29.56 29.56 29.86 31.23 32.75
Pembiayaan - Lokasi Bank Pelapor 28.40 28.38 28.76 29.53 30.30 30.30 30.76 31.80 32.18
Pembiayaan - Lokasi Proyek 36.38 36.17 39.39 40.49 42.09 42.09 44.03 45.66 47.56
Financing to Deposit Ratio (FDR) 107.60 108.57 105.08 104.27 102.48 102.48 103.00 101.81 98.26
Total Bank UmumTotal Aset 509.07 515.52 534.34 539.98 558.98 558.98 564.32 580.71 596.73
Dana Pihak Ketiga (DPK) - Lokasi Bank Pelapor 370.33 372.85 385.66 388.35 400.21 400.21 403.42 416.35 424.70
Giro 64.17 74.77 72.83 76.43 71.50 71.50 74.42 79.77 81.15
Tabungan 155.41 148.82 162.59 161.42 174.21 174.21 168.12 179.02 178.82
Deposito 150.75 149.26 150.24 150.50 154.50 154.50 160.88 157.55 164.72
Kredit/Pembiayaan - Lokasi Bank Pelapor 334.54 336.62 351.00 355.06 365.49 365.49 366.67 379.63 385.57
Kredit/Pembiayaan - Lokasi Proyek** 526.31 523.01 546.19 551.01 563.63 563.63 566.94 583.12 596.41
Modal Kerja 213.97 206.52 215.90 215.91 219.90 219.90 216.61 227.29 235.58
Investasi 107.18 106.56 111.69 110.22 110.67 110.67 111.79 108.18 109.10
Konsumsi 205.15 209.93 218.59 224.87 233.06 233.06 238.55 247.66 251.73
Kredit UMKM - Lokasi Proyek 100.54 100.50 107.86 109.88 113.12 113.12 123.93 116.92 119.46
Loan to Deposit Ratio (LDR) (%) 90.33 90.28 91.01 91.43 91.33 91.33 90.89 91.18 90.79
Rasio Non Performing Loan (NPL) Gross 2.45 2.81 3.51 3.57 3.24 3.24 3.26 3.61 3.38
INDIKATOR
(dalam Rp Triliun kecuali dinyatakan lain)2015 2016
2016 2017
I II III IV I II III
Transaksi TunaiInflow (Rp Triliun) 81.30 22.30 17.36 29.46 18.92 88.04 21.53 14.56 30.51
Outflow (Rp Triliun) 47.06 7.00 21.57 8.47 12.36 49.40 8.34 23.32 7.65
Netflow (Rp Triliun) 34.24 15.30 -4.22 20.99 6.56 38.63 13.19 -8.76 22.86
Transaksi Non Tunai (Kliring)Kliring Penyerahan (Rp Triliun) 207.01 89.51 97.22 76.36 78.11 341.19 71.68 61.73 65.31
Volume e Kliring (juta lembar) 5.77 2.15 2.30 2.01 2.18 8.64 2.02 1.80 1.83
INDIKATOR 2015 20162016 2017
II. PERBANKAN
Sumber: Bank Indonesia
* Lokasi bank pelapor : pencatatan berdasarkan transaksi perbankan (baik penghimpunan dana maupun penyaluran
kredit) yang dilakukan oleh bank-bank yang berkantor di Jawa Barat
* Lokasi proyek : pencatatan berdasarkan realisasi kredit yang disalurkan di wilayah Jawa Barat (tidak terbatas
kepada penyaluran oleh bank yang berkantor di Jawa Barat
III. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Sumber: Bank Indonesia
BAB I
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
NOVEMBER 2017
2
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Triwulan III 2017
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan III 2017 mengalami perlambatan dibanding triwulan
II 2017. Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Jawa Barat melambat dari 5,35%1 (yoy) pada triwulan II 2017
menjadi 5,19% (yoy) pada triwulan III 2017. Realisasi ini juga lebih rendah dibanding rata-rata LPE triwulan
III pada kurun waktu 2014-2016 yang tercatat sebesar 5,37%. Perlambatan ini juga dipengaruhi base
effect, dimana di triwulan III 2016 terdapat pelaksanakaan PON XIX di Jawa Barat.
Sementara itu, secara umum kawasan Jawa masih mengalami peningkatan pertumbuhan pada
triwulan III 2017 dari 5,41% (yoy) menjadi sebesar 5,51% (yoy). Selain dialami oleh Jawa Barat, tren
perlambatan pada triwulan III 2017 juga dialami oleh Provinsi Jawa Tengah (dari 5,15% pada triwulan II
2017 menjadi 5,13% dari triwulan III 2017), sedangkan provinsi lain mengalami peningkatan (Gambar 1.1).
Perlambatan LPE Pulau Jawa pada triwulan III 2017 disebabkan oleh melambatnya konsumsi rumah tangga.
Sumber : BPS Indonesia dan BPS Provinsi se-Jawa
Gambar 1.1 Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Pulau Jawa (%, yoy)
Meskipun melambat, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan III 2017 masih tetap lebih
tinggi dibandingkan perekonomian nasional yang tumbuh sebesar 5,06% (Grafik 1.1). Pada triwulan
III 2017, Jawa Barat masih menjadi salah satu penopang utama perekonomian nasional dengan pangsanya
yang mencapai 13,41%, tertinggi ketiga setelah DKI Jakarta (16,23%) dan Jawa Timur (14,91%) (Grafik
1.2). Adapun sumbangan PDRB Jawa Barat terhadap nasional ini stabil dibandingkan triwulan III 2016.
Secara umum, relatif besarnya kontribusi Jawa Barat terhadap perekonomian nasional disebabkan karena
1 Pada triwulan III 2017, BPS Jawa Barat merevisi angka laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Jawa Barat triwulan II 2017
dari sebelumnya 5,28% (yoy) menjadi 5,35% (yoy).
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
3
NOVEMBER 2017
Jawa Barat merupakan kontributor sektor industri pengolahan terbesar terhadap nasional dengan pangsa
mencapai 27,4%.
Sumber: BPS, Tahun Dasar 2010 (diolah)
Sumber: BPS, Tahun Dasar 2010 (diolah)
Dari sisi pengeluaran, perlambatan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan III 2017
disebabkan oleh menurunnya konsumsi rumah tangga dan perubahan inventori. Konsumsi rumah
tangga melambat dari triwulan II 2017 sebesar 4,80% menjadi 3,79% pada triwulan III 2017. Perlambatan
ini antara lain disebabkan oleh berakhirnya pengaruh momen hari raya Idul Fitri serta adanya
kecenderungan masyarakat menahan belanjanya untuk keperluan kesehatan dan pendidikan. Selain itu,
dilihat dari Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang dikeluarkan oleh BPS juga menyebutkan bahwa terdapat
penurunan optimisme terhadap konsumsi masyarakat, yaitu dari 118,59 pada triwulan II menjadi 110,19
pada triwulan III. Selain konsumsi rumah tangga, perlambatan juga terjadi pada perubahan inventori yang
menurun cukup dalam dari -6,73% pada triwulan II 2017 menjadi -11,74% pada triwulan III 2017.
Namun demikian, perlambatan tertahan oleh meningkatnya laju pertumbuhan komponen konsumsi
pemerintah, investasi dan ekspor luar negeri. Konsumsi pemerintah meningkat cukup besar dari -6,42%
pada triwulan II menjadi 1,60% pada triwulan III. Hal ini didorong oleh realisasi belanja bantuan sosial yang
mengalami peningkatan dibanding triwulan II. Investasi juga mengalami peningkatan, yaitu dari 3,30%
pada triwulan II menjadi 7,97% pada triwulan III. Peningkatan investasi terutama didorong oleh investasi
pemerintah khususnya percepatan penyelesaian proyek infrastruktur yang tercermin dari penjualan semen
dan beton yang masih cukup tinggi pada triwulan III. Peningkatan juga terjadi pada ekspor luar negeri yang
meningkat dari 9,78% pada triwulan II menjadi 15,66% pada triwulan III. Proporsi komponen bahan baku
dan barang modal pada impor yang tinggi kemudian mendorong peningkatan impor seiring dengan
peningkatan ekspor.
Dari sisi lapangan usaha (LU), laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat triwulan III 2017 didorong oleh
peningkatan pada LU utama seperti industri pengolahan dan konstruksi serta beberapa jenis LU
berbasis jasa, meskipun tertahan dengan menurunnya kontribusi dari LU lainnya sehingga secara
keseluruhan mengalami perlambatan. Kontribusi industri pengolahan sebagai LU utama Jawa Barat
tercatat meningkat sejalan dengan peningkatan kinerjanya yang didorong oleh ekspor baik luar negeri
maupun antar provinsi. Percepatan pembangunan infrastruktur strategis seperti Tol Cisumdawu, LRT
Terintegrasi Jabodebek, Bandara Internasional Kertajati, jalan Tol Jakarta-Cikampek II (Elevated) sepanjang
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jabar & Nasional
Grafik 1.2 Pangsa Perekonomian Provinsi di Jawa Terhadap
Nasional (Triwulan II 2016 & Triwulan II 2017)
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
NOVEMBER 2017
4
36,8 km yang membentang mulai dari KM 9+500 sampai dengan KM 47 (Karawang Barat) mendorong
peningkatan kinerja LU konstruksi. Di sisi lain, terdapat beberapa LU utama yang mengalami perlambatan
dan menahan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Melambatnya konsumsi rumah tangga Jawa
Barat dan LU pertanian, kehutanan dan perikanan pada triwulan III 2017 diperkirakan menjadi faktor yang
mendorong perlambatan kinerja LU perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor yang
merupakan LU kedua dengan pangsa terbesar. Sementara itu, penurunan produksi padi, jagung dan
kacang tanah kemudian mendorong perlambatan pada lapangan usaha pertanian, kehutanan dan
perikanan. Perlambatan pada LU pertanian dan perdagangan tersebut kemudian mendorong perlambatan
pada LU transportasi dan pergudangan.
Meskpun melambat, konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi
Jawa Barat pada triwulan III 2017 dengan andil sebesar 3,19% (Grafik 1.3). Seiring dengan
perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga andil komponen ini menurun dari triwulan sebelumnya
yang mencapai 3,31%. Selanjutnya, PMTB memberikan andil kedua terbesar yakni mencapai 1,28% seiring
dengan peningkatan pada investasi bangunan karena adanya pembangunan proyek infrastruktur
multiyears, antara lain Tol Soroja, Tol Cisumdawu, LRT Jabodebek, Pelabuhan Patimban dan Bandara
Internasional Kertajati, Kereta Cepat Jakarta Bandung. Net Ekspor Luar Negeri memberikan andil terbesar
ketiga (0,58%) dimana pangsanya pada triwulan III ini meningkat dibanding triwulan II sebesar 0,49%.
Peningkatan ini dipengaruhi oleh permintaan global terhadap ekspor Jawa Barat masih cukup kuat.
Sejalan dengan sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dari sisi lapangan usaha juga
masih ditopang lapangan usaha utama yakni industri pengolahan yang memberikan andil mencapai
2,20% (Grafik 1.4). Andil LU industri pengolahan ini menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
2,29%. Selanjutnya, lapangan usaha (LU) perdagangan yang merupakan LU terbesar kedua di Jawa Barat
juga memberikan andil pertumbuhan terbesar kedua (0,81%). Andil LU perdagangan tumbuh stabil
dibanding triwulan sebelumnya sebesar. Selanjutnya, LU konstruksi memberikan andil terbesar ketiga
(0,43%) dan LU pertanian memberikan andil terbesar keempat (0,43%).
Sumber: BPS (diolah)
Sumber: BPS (diolah)
Dari aspek intermediasi perbankan, meningkatnya laju pertumbuhan kredit terindikasi belum dapat
mendorong peningkatan laju perekonomian pada triwulan III 2017. Pertumbuhan kredit yang
disalurkan untuk lokasi proyek di Jawa Barat pada triwulan III 2017 sebesar 8,24% (yoy) yang meningkat
Grafik 1.3 Andil Pertumbuhan Komponen Utama PDRB Sisi
Pengeluaran Triwulan II 2017
Grafik 1.4 Andil Pertumbuhan Komponen Utama PDRB Sisi
Lapangan Usaha TriwulanII 2017
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
5
NOVEMBER 2017
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,76% (yoy) (Grafik 1.5). Meningkatnya laju pertumbuhan
kredit ini terutama terjadi pada kredit modal kerja dari sebesar 5,27% (yoy) menjadi 9,11% (yoy) (Grafik
1.6). Meningkatnya laju pertumbuhan kredit ini juga sejalan dengan kualitas kredit yang semakin membaik
dengan rasio Non Performing Loan (NPL) yang menurun menjadi 3,38% dari sebelumnya sebesar 3,61%.
Berdasarkan lapangan usaha (LU), peningkatan laju pertumbuhan kredit terpantau terjadi pada LU
pertanian, konstruksi, perdagangan besar dan eceran, jasa dunia usaha dan jasa sosial. Sementara itu, kredit
untuk industri pengolahan meskipun masih tumbuh negatif sebesar -0,86% (yoy) namun tetap membaik
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar -3,18% (yoy). Namun, meningkatnya
pertumbuhan penyaluran kredit tersebut, belum terlihat memberikan dorongan yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang secara keseluruhan melambat pada level 5,19% (yoy). (Grafik 1.6).
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat diperkirakan akan meningkat pada triwulan IV 2017. Ekspektasi
pelaku usaha yang lebih baik terhadap kondisi triwulan IV 2017 serta optimisme konsumen yang masih
terjaga (Grafik 1.7) dan tercermin dari Indeks Ekspektasi Konsumen (Grafik 1.8) yang tetap berada di atas
level 100 memberikan sinyal peningkatan tersebut. Membaiknya perkiraan laju pertumbuhan konsumsi
rumah tangga, meningkatnya konsumsi pemerintah dengan berkurangnya shortfall pajak serta
meningkatnya ekspor antar provinsi seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi nasional
menjadi faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan triwulan IV 2017. Sementara itu dari sisi sektoral,
meningkatnya perkiraan kinerja berbagai lapangan usaha utama antara lain industri pengolahan seiring
dengan meningkatnya konsumsi rumah tangga dan ekspor antar provinsi, LU perdagangan serta konstruksi
diperkirakan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang lebih tinggi.
Dari sisi pengeluaran, perkiraan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2017
terutama ditopang oleh peningkatan konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah.
Meningkatnya konsumsi rumah tangga didorong oleh peningkatan permintaan karena faktor seasonal
menjelang libur akhir tahun dan hari natal. Hal ini terlihat dari Likert Scale (LS) hasil liaison pada permintaan
domestik ke para pelaku usaha di Jawa Barat yang menunjukkan adanya peningkatan permintaan domestik
hingga pertengahan triwulan IV yaitu dari 0,59 menjadi 1,29. Adapun konsumsi pemerintah diperkirakan
akan mengalami peningkatan yang didorong oleh penyelesaian pembangunan sejumlah proyek
infrastruktur strategis di Jawa Barat, antara lain meliputi Tol Soreang Pasir Koja (Soroja), Tol Cileunyi
Sumedang Dawuan (Cisumdawu), Tol Cimanggis Cibitung, Bogor Outer Ring Road, Tol Bogor Ciawi
Sukabumi (Bocimi), Bandung Intra Urban Toll Road (BIUTR), Kereta Cepat Jakarta-Bandung, LRT Terintegrasi
9,11
-1,02
11,94
-10
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
% (yoy)Kredit Modal Kerja Kredit Investasi
Kredit Konsumsi
Grafik 1.5 Pertumbuhan Ekonomi dan Penyaluran Kredit
Grafik 1.6 Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
NOVEMBER 2017
6
Jabodebek, Tol Jakarta-Cikampek II (Elevated), serta Bandara Internasional Kertajati. Selain itu, pelaksanaan
Pilkada di Jawa Barat yang akan dilaksanakan pada bulan Juni 2018 juga menjadi salah satu pendorong
peningkatan konsumsi pemerintah, dimana tahapan persiapan Pilkada ini telah dilakukan sejak
pertengahan triwulan IV 2017.
Dari sisi lapangan usaha, proyeksi meningkatnya LPE Jawa Barat pada triwulan IV 2017 diperkirakan
didorong oleh meningkatnya kinerja berbagai LU utama antara lain industri pengolahan,
perdagangan, konstruksi, dan transportasi. Meningkatnya kinerja LU industri pengolahan diperkirakan
didorong oleh meningkatnya perkiraan konsumsi rumah tangga Jawa Barat maupun nasional. Peningkatan
pertumbuhan ekonomi nasional tersebut kemudian akan mendorong peningkatan ekspor dari Jawa Barat
ke luar daerah termasuk produk manufaktur. Sementara itu, percepatan pembangunan infrastruktur
strategis seperti Bandara Kertajati yang akan diresmikan pada triwulan I 2018, pembangunan jalan tol di
berbagai tempat seperti Cisumdawu dan tol Jakarta-Cikampek II (Elevated) maupun pembangunan properti
untuk komersial dan residensial diperkirakan dapat mendorong laju peningkatan konstruksi triwulan IV
2017. Di sisi lain, kinerja LU pertanian diperkirakan kembali melambat seiring dengan masuknya musim
tanam padi pada awal atau tengah triwulan IV 2017.
1.1. Sisi Pengeluaran
Dari sisi pengeluaran, perlambatan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan III 2017
dibanding triwulan sebelumnya disebabkan oleh perlambatan konsumsi rumah tangga dan
perubahan inventori. Melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga disebabkan oleh berakhirnya
momen bulan Ramadhan dan Idul Fitri pada triwulan II, sehingga pada triwulan III konsumsi masyarakat
cenderung kembali ke tingkat normal. Selain itu, masyarakat juga cenderung menahan konsumsinya karena
adanya kebutuhan untuk biaya sekolah pada tahun ajaran baru. Sama halya dengan konsumsi rumah
tangga yang melambat, inventori juga mengalami penurunan yang diperkirakan dipengaruhi oleh
meningkatnya kinerja industri pengolahan yang mengindikasikan peningkatan permintaan terhadap
produk manufaktur khususnya dari luar Jawa Barat seiring dengan peningkatan perekonomian nasional.
Grafik 1.7 Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha SKDU
Grafik 1.8 Indeks Ekspektasi Konsumen Survei Konsumen
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
7
NOVEMBER 2017
Tabel 1.1 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran Atas Dasar Harga
Berlaku (ADHB)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Perhitungan Staff BI
Ket: *Angka Sementara ; **Angka Sangat Sementara; r) Angka Revisi
Pada struktur perekonomian Jawa Barat, konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama
perekonomian Jawa Barat, dengan pangsa mencapai 64,71% terhadap PDRB Jawa Barat pada triwulan III
2017 (Tabel 1.1). Adapun pangsa konsumsi rumah tangga pada triwulan ini menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya akibat melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Pada posisi kedua, PMTB
atau investasi memberikan pangsa sebesar 24,96%, meningkat dibandingkan pangsa pada triwulan
sebelumnya yang didorong oleh terus meningkatnya investasi bangunan akibat pembangunan proyek
infrastruktur yang diinisiasi Pemerintah. Dilihat dari net ekspor, triwulan III ini menunjukkan adanya
penurunan dari 1,02% pada triwulan II menjadi 0,36% pada triwulan III. Hal ini terutama didorong oleh
menurunnya pangsa net ekspor antar daerah yakni dari -9,54% menjadi -12,19% sementara pangsa net
ekspor luar negeri mengalami peningkatan (dari 10,56 menjadi 12,56). Hal ini mencerminkan masih cukup
kuatnya permintaan global yang didorong adanya peningkatan harga komoditas.
Tabel 1.2. Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Pengeluaran (% yoy)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Perhitungan Staff BI
Ket: *Angka Sementara ; **Angka Sangat Sementara; r) Angka Revisi
Tabel 1.3. Sumber Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Pengeluaran (%)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Perhitungan Staff BI
Ket: *Angka Sementara ; **Angka Sangat Sementara; r) Angka Revisi
Ir)
IIr)
IIIr)
IVr)
Ir)
IIr)
IIIr)
Konsumsi Rumah Tangga 66,16 64,66 64,94 66,51 65,56 66,67 64,90 64,71
Konsumsi LNPRT 0,59 0,57 0,57 0,58 0,58 0,58 0,57 0,57
Konsumsi Pemerintah 4,81 6,21 5,96 8,52 6,40 4,84 5,48 5,71
PMTB 24,09 24,77 24,49 26,39 24,95 23,87 24,20 24,96
Perubahan Inventori 4,96 4,15 4,06 4,38 4,38 4,07 3,84 3,68
Ekspor 35,11 34,54 36,64 41,06 36,88 40,60 37,17 40,36
Impor 35,73 34,90 36,66 47,44 38,74 40,64 36,15 39,99
PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
2016Komponen Penggunaan
2016 2017
Ir)
IIr)
IIIr)
IVr)
Ir)
IIr)
IIIr)
Konsumsi Rumah Tangga 5,78 5,92 5,90 4,81 5,60 4,85 4,80 3,79
Konsumsi LNPRT 7,90 5,61 6,11 2,48 5,48 2,07 3,26 3,35
Konsumsi Pemerintah 2,81 10,57 -7,82 9,19 3,76 4,95 -6,42 1,60
PMTB 0,79 5,33 4,02 7,98 4,59 3,97 3,30 7,97
Perubahan Inventori -8,98 -14,00 23,34 26,84 3,99 1,79 -6,73 -11,74
Ekspor 0,66 0,46 1,98 9,80 3,34 18,59 9,78 15,66
Impor -4,11 -3,10 -0,95 12,92 1,66 18,04 3,76 13,85
PDRB 5,20 6,06 5,97 5,45 5,67 5,28 5,35 5,19
201720162016Komponen Penggunaan
Ir)
IIr)
IIIr)
IVr)
Ir)
IIr)
IIIr)
Konsumsi Rumah Tangga 3,66 3,69 3,68 3,07 3,52 3,09 2,99 2,36
Konsumsi LNPRT 0,05 0,03 0,04 0,01 0,03 0,01 0,02 0,02
Konsumsi Pemerintah 0,12 0,52 -0,45 0,63 0,21 0,21 -0,33 0,08
PMTB 0,20 1,31 0,99 2,02 1,14 0,94 0,81 1,92
Perubahan Inventori -0,35 -0,61 0,73 0,77 0,14 0,06 -0,24 -0,43
Ekspor 0,23 0,16 0,69 3,55 1,17 6,14 3,17 5,28
Dikurangi Impor -1,30 -0,96 -0,30 4,59 0,54 5,18 1,06 4,04
PDRB 5,20 6,06 5,97 5,45 5,67 5,28 5,35 5,19
201720162016Komponen Penggunaan
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
NOVEMBER 2017
8
Di tengah melambatnya laju pertumbuhan net ekspor antar daerah, konsumsi rumah tangga dan
perubahan inventori, pertumbuhan komponen pengeluaran lainnya yakni konsumsi LNPRT, konsumsi
pemerintah, serta PMTB tercatat mengalami peningkatan terbatas (Tabel 1.2). Di tengah melambatnya laju
pertumbuhan konsumsi rumah tangga, hampir seluruh sub komponen konsumsi mengalami peningkatan
dibanding triwulan sebelumnya, kecuali konsumsi perumahan dan perlengakapan perumahan.
Menurunnya konsumsi bersifat leisure yakni restoran & hotel sejalan dengan periode long weekend yang
tidak banyak berlangsung di triwulan III dibandingnkan dengan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, sub
komponen konsumsi untuk jenis barang yang bersifat primer seperti makanan & minuman serta pakaian &
alas kaki mengalami perlambatan, di mana masyarakat diperkirakan menahan ekspansi belanja primernya
karena adanya pengeluaran pendidikan pada tahun ajaran baru di triwulan III. Seiring dengan melambatnya
laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga, andil pertumbuhan tahunannya juga melambat dari 2,99%
menjadi 2,36% (Tabel 1.3). Selain dari konsumsi rumah tangga, perubahan inventori juga mengalam
penurunan dari -0,24% pada triwulan II menjadi -0,43% pada triwulan III.
1.1.1. Konsumsi
Konsumsi Rumah Tangga
Laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2017 tercatat sebesar 3,79% (yoy),
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,80% (yoy). Berdasarkan
struktur komponen penyusunnya, konsumsi rumah tangga di Jawa Barat didominasi oleh konsumsi
makanan dan minuman selain restoran dengan pangsa sebesar 41,55% dan diikuti oleh transportasi dan
komunikasi (25,82%) serta perumahan dan perlengkapan rumah tangga (11,89%) (Tabel 1.4). Khususnya
pangsa konsumsi makanan dan minuman kembali tercatat menurun dibanding triwulan sebelumnya (dari
41,78% menjadi 41,55%), diimbangi dengan meningkatnya pangsa konsumsi kelompok perumahan dan
perlengkapan rumah tangga (dari 11,72% menjadi 11,89%).
Tabel 1.4. Struktur Konsumsi Rumah Tangga Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Perhitungan Staff BI
Ket: *Angka Sementara; **Angka Sangat Sementara; r) Angka Revisi
Melambatnya laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga terutama disebabkan oleh melambatnya
pertumbuhan konsumsi makanan dan minuman (dari 6,18% menjadi 5,47%); pakaian dan alas kaki (dari
3,47% menjadi 2,71%); kesehatan dan pendidikan (dari 5,11% menjadi 4,15%); transportasi & komunikasi
(dari 4,26% menjadi 2,49%); serta restoran dan hotel (dari 5,80% menjadi 4,64%) (Grafik 1.9). Namun
Ir)
IIr)
IIIr)
IVr)
Ir)
IIr)
IIIr)
Makanan dan Minuman, Selain Restoran 40,51 41,24 41,52 42,01 41,33 41,81 41,78 41,55
Pakaian dan Alas Kaki 4,10 4,14 4,11 4,08 4,11 4,05 4,03 4,05
Perumahan dan Perlengkapan Rumah Tangga 12,11 11,77 11,61 11,49 11,74 11,56 11,72 11,89
Kesehatan dan Pendidikan 5,66 5,56 5,59 5,54 5,59 5,58 5,55 5,64
Transportasi dan Komunikasi 26,33 26,19 26,09 25,83 26,11 25,94 25,87 25,82
Restoran dan Hotel 5,86 5,73 5,72 5,67 5,74 5,70 5,67 5,70
Lainnya 5,43 5,36 5,35 5,38 5,38 5,38 5,38 5,34
Konsumsi Rumah Tangga 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
201720162016Komponen Konsumsi Rumah Tangga
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
9
NOVEMBER 2017
demikian, terjadi peningkatan pada pertumbuhan konsumsi perumahan dan perlengkapan rumah tangga
(dari 1,70% menjadi 1,71%).
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Menurunnya konsumsi hotel tercermin dari rata-rata tingkat okupansi hotel di Jawa Barat pada triwulan III
2017 sebesar 49,96%, lebih rendah dibanding triwulan II 2017 (50,39%) dan triwulan III 2016 (52,65%).
Namun demikian, di tengah melambatnya laju konsumsi rumah tangga, keyakinan konsumen pada triwulan
III 2017 masih bergerak dalam tren meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Berdasarkan Survei
Konsumen (SK) Bank Indonesia, meningkatnya optimisme konsumen tercermin dari peningkatan Indeks
Keyakinan Konsumen (127,0 pada triwulan II 2017 menjadi 128,6 pada triwulan III 2017) serta Indeks
Kondisi Ekonomi Saat Ini (dari 112,3 menjadi 112,9) (Grafik 1.10). Adapun peningkatan keyakinan
konsumen terhadap kondisi ekonomi saat terutama didorong oleh peningkatan indeks ketersediaan
lapangan kerja (Grafik 1.11). Meningkatnya indeks ketersediaan lapangan kerja sejalan dengan
berlangsungnya sejumlah kegiatan pembangunan infrastruktur di Jawa Barat termasuk proyek Jakarta-
Cikampek II (Elevated) yang dimulai pada triwulan II.
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Dengan demikian, hal ini menjadi indikasi bahwa optimisme konsumsi di Jawa Barat secara umum masih
terjaga. Namun melambatnya konsumsi lebih karena disebabkan oleh kembali normalnya permintaan
masyarakat setelah berakhirnya momen bulan Ramadhan dan Idul Fitri pada triwulan II.
Meskipun terdapat perlambatan pada konsumsi rumah tangga, optimisme konsumsi masih terjaga yang
terkonfirmasi dari Survei Konsumen yang menunjukkan adanya peningkatan pada pangsa pengeluaran
untuk konsumsi dari total pendapatan masyarakat (Marginal Propensity to Consume) dari 64,28% pada
triwulan II 2017 menjadi 67,35% pada triwulan III 2017 (Grafik 1.12). Peningkatan tendensi konsumsi ini
Grafik 1.10 Indeks Keyakinan Konsumen
Grafik 1.11 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Grafik Error! No text of specified style in document. 1.
Grafik 1.9 Pertumbuhan Komponen Konsumsi RT
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
NOVEMBER 2017
10
diiringi dengan menurunnya pangsa pendapatan yang dialokasikan untuk tabungan (Marginal Propensity
to Saving) yakni dari 18,14% menjadi 17,41%. Hal ini disebabkan oleh adanya kebutuhan masyarakat
dalam belanja untuk persiapan tahun ajaran baru. Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia pada
triwulan III 2017 juga menunjukkan adanya penurunan pada pertumbuhan Indeks Penjualan Riil (IPR)
gabungan yakni dari -1,89% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi -9,83% (yoy) pada triwulan III 2017 (Grafik
1.13). Penurunan penjualan eceran terutama terjadi pada kelompok makanan & minuman; peralatan dan
komunikasi; serta perlengkapan rumah tangga lainnya.
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia
Optimisme konsumsi rumah tangga terhadap barang tahan lama masih menunjukkan adanya peningkatan.
Hal ini tercermin dari pertumbuhan indeks harga properti yang bergerak dalam tren meingkat pada triwulan
III 2017. Baik secara triwulanan maupun tahunan, indeks harga properti residensial di Kota Bandung
tumbuh dalam tren meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.14). Secara tahunan, IHPR
tumbuh melambat yakni dari 3,77% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 5,20% (yoy) pada triwulan III
2017. Berdasarkan tipe rumahnya, peningkatan pertumbuhan IHPR secara tahunan terutama terjadi pada
rumah kecil (dari 4,41% menjadi 6,01%) dan rumah tipe besar (dari 2,24% menjadi 3,81%) (Grafik 1.15).
Sumber: Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia
Sumber: Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia
Penurunan konsumsi rumah tangga juga didukung oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
Bank Indonesia yang menunjukkan adanya penurunan pada indeks kegiatan dunia usaha. Indeks
kegiatan dunia usaha menurun dari 18,31% SBT menjadi 13,02% SBT pada triwulan III 2017 (Grafik 1.16).
Menurunnya kegiatan dunia usaha ini pada akhirnya berkorelasi dengan pendapatan masyarakat.
Grafik 1.14 Perkembangan Harga Properti Residensial Grafik 1.15 Pertumbuhan Harga Properti Per Tipe
Grafik 1.12 Penggunaan Pendapatan Rumah Tangga Grafik 1.13 Perkembangan Indeks Penjualan Eceran Riil
(IPR)
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
11
NOVEMBER 2017
Berdasarkan lapangan usaha, penurunan kegiatan usaha khususnya terjadi pada lapangan usaha
perdagangan (dari 5,12% SBT menjadi -1,54% SBT) dan industri pengolahan (dari 5,21% SBT menjadi
4,91% SBT). Sejalan dengan hal tersebut, wawancara liaison yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan BI
Provinsi Jawa Barat kepada 46 (empat puluh enam) perusahaan di Jawa Barat secara umum menyampaikan
bahwa penjualan domestik tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, tercermin dari likert
scale permintaan domestik yang menurun dari 0,71 pada triwulan II 2017 menjadi 0,59 pada triwulan III
2017 (Grafik 1.17). Sedangkan lapangan usaha pertanian menunjukkan adanya peningkatan kegiatan
usaha (LS meningkat dari 0,51% SBT menjadi 6,85% SBT). Peningkatan ini didorong oleh puncak panen
raya yang berlangsung pada triwulan III.
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia
Sumber: Liaison Bank Indonesia
Perlambatan juga terjadi pada pertumbuhan
penerimaan pajak serta penerimaan asli daerah
(PAD) Provinsi Jawa Barat dimana
pertumbuhannya menurun dari -0,93% menjadi -
41,59%. Sumber dari PAD ini adalah konsumsi
(pajak kendaraan bermotor, BBNKB I dan II, pajak
bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air
permukaan, dan pajak rokok). (Grafik 1.18).
Dari indikator perbankan, pertumbuhan kredit konsumsi secara umum mengalami perlambatan
namun pertumbuhan kredit dengan debitur rumah tangga masih tumbuh stabil dibandingkan
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit konsumsi melambat dari 13,3% (yoy) pada triwulan II 2017
menjadi 11,9% pada triwulan III 2017 (Grafik 1.19). Dari kelompok kredit rumah tangga, Kredit Pemilikan
Rumah (KPR) masih memegang pangsa terbesar yakni mencapai 55,85%, diikuti kredit multiguna (29,74%)
dan kredit kendaraan bermotor/KKB (14,41%). Dari segmen kredit rumah tangga, terjadi peningkatan pada
pertumbuhan terbatas kredit multiguna (dari 10,08% menjadi 10,09%) dan KPR (dari 13,12% menjadi
15,14%), sementara KKB tumbuh melambat (dari 8,86% menjadi 3,53%) (Grafik 1.20). Perlambatan kredit
Sumber: Badan Pendapatan Daerah Jawa Barat, diolah
Grafik 1.16 Indeks Perkembangan Dunia Usaha Grafik 1.17 Perkembangan Permintaan Domestik
Grafik 1.18 Pertumbuhan Pajak dan PAD Prov. Jawa Barat
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
NOVEMBER 2017
12
KKB ini sejalan dengan didorong oleh pola konsumsi kendaraan bermotor yang berkurang setelah perayaan
hari raya Idul Fitri di triwulan II.
Jika dianalisa secara lebih spesifik, pemberlakuan pengetatan LTV (LTV I) pada September 2013 telah
berhasil memperlambat pertumbuhan KPR (Grafik 1.21). Adapun pelonggaran KPR yang mulai diterapkan
pada akhir Agustus 2016 telah meningkatkan pertumbuhan penyaluran KPR secara terbatas dari 14,22%
(yoy) pada triwulan III menjadi 14,90% pada akhir triwulan I 2017, namun melambat cukup dalam pada
triwulan II menjadi 13,12% atau di bawah tingkat pertumbuhan sebelum pelonggaran.Namun, pada
triwulan III, pertumbuhan penyaluran KPR kembali meningkat menjadi 15,14%. Berdasarkan tipe
rumahnya, peningkatan pertumbuhan KPR khususnya terlihat pada rumah tipe besar (dari 4,84% menjadi
7,08%) dan tipe menengah (dari 17,514% menjadi 19,54%), sedangkan untuk tipe kecil mengalami
perlambatan (dari -7,22% menjadi -8,25%). Secara umum, penurunan suku bunga kebijakan oleh Bank
Indonesia sejak Januari 2016 hingga Maret 2017 sebesar 150 bps juga telah diikuti oleh penurunan suku
bunga kredit perbankan khususnya pada suku bunga kredit multiguna dan kendaraan bermotor (Grafik
1.22). Adapun suku bunga kredit konsumsi mengalami sedikit penurunan dari 13,00% pada triwulan II
2017 menjadi 12,78% pada triwulan III 2017.
Konsumsi Pemerintah
Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan III 2017 meningkat dibanding triwulan
sebelumnya, antara lain didorong oleh pencairan gaji ke-13 untuk PNS pada triwulan III 2017.
Konsumsi pemerintah pada triwulan III 2017 tercatat tumbuh sebesar 1,60% (yoy), meningkat dibanding
Grafik 1.22 Perkembangan Suku Bunga Kredit Konsumsi
dan Rumah Tangga
Grafik 1.21 Perkembangan KPR Berdasarkan Kategori
dan Timeline Penerapan LTV
Grafik 1.19 Perkembangan Kredit Konsumsi Grafik 1.20 Perkembangan KPR, KKB, dan Multiguna
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
13
NOVEMBER 2017
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar -6,42% (yoy). Selain karena peningkatan karena adanya
pencairan gaji ke-13, hal ini juga dipengaruhi mulainya persiapan PILKADA tahun 2018 yang persiapannya
telah dimulai sejak triwulan III 2017.
Pada triwulan III 2017 realisasi belanja operasional Pemerintah Pusat di Jawa Barat yang terdiri dari belanja
pegawai, belanja barang, dan belanja bantuan sosial melalui APBN tercatat sebesar Rp24,96 Triliun, lebih
tinggi dibanding realisasi pada triwulan III 2016 sebesar Rp24,06 Triliun. Dengan demikian, realisasi belanja
operasional Pemerintah Pusat di Jawa Barat pada triwulan III 2017 tumbuh 2,21% (yoy), melambat
dibanding triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar 39,97% (yoy) (Grafik 1.23). Perlambatan ini terjadi pada
seluruh pertumbuhan belanja APBN di Jawa Barat. Namun demikian, seluruh komponen belanja APBN di
Jawa Barat tetap tumbuh positif. Secara umum, persentase realisasi belanja operasional APBN di Jawa Barat
pada triwulan III 2017 sebesar 64,60%, menurun dibanding triwulan III 2016 sebesar 66,55% terhadap
pagu.
Sumber: Kanwil Dirjen Perbendaharaan Jawa Barat
Sumber: Biro Keuangan Pemprov Jawa Barat
Sejalan dengan perkembangan realisasi belanja APBN yang melambat namun tetap tumbuh positif, realisasi
belanja operasi pemerintah daerah melalui APBD Provinsi Jawa Barat pada triwulan III 2017 tercatat sebesar
Rp15,28 Triliun, meningkat dibanding triwulan II 2017 sebesar Rp10,07 Triliun. Dengan demikian,
pertumbuhan belanja operasi APBD Provinsi hingga triwulan III 2017 sebesar 23,94% (yoy), melambat
dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 34,31% (Grafik 1.24). Berdasarkan komponennya,
perlambatan belanja operasional didorong oleh perlambatan belanja hibah & bantuan yang tumbuh dari
11,04% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi -1,88% (yoy) pada triwulan III 2017. Di sisi lain, komponen
belanja operasional lain tercatat tumbuh meningkat, yakni belanja pegawai (dari 107,86% menjadi
155,26%). Meningkatnya pertumbuhan belanja pegawai APBD Provinsi antara lain disebabkan oleh
pencairan gaji ke-13 untuk PNS pada triwulan III 2017. Hal ini memberi pengaruh yang cukup besar sebagai
implikasi dari pengalihan wewenang dari Pemerintah Kab/Kota ke Provinsi yang mencapai 28.000 PNS.
Secara umum, persentase realisasi belanja operasi pada APBD Pemerintah Provinsi terhadap pagunya pada
triwulan III 2017 sebesar 64,55%, lebih rendah dibanding triwulan III 2016 sebesar 66,19%.
Grafik 1.23 Realisasi Belanja Operasional APBN di Jawa
Barat
Grafik 1.24 Realisasi Belanja Operasional APBD
Provinsi Jawa Barat
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
NOVEMBER 2017
14
Realisasi belanja pemerintah yang relatif menurun
pada triwulan III tercermin dari simpanan
pemerintah pada perbankan di daerah yang
terpantau meningkat, yakni dari Rp46,94 Triliun
pada triwulan II 2017 menjadi Rp52,88 Triliun pada
triwulan III 2017 (Grafik 1.25). Pertumbuhan
deposito Pemerintah terpantau meningkat yakni
dari -11,06% (yoy) menjadi 12,30% (yoy) pada
triwulan III 2017. Meningkatnya pertumbuhan
deposito diperkirakan terjadi akibat adanya switch dari simpanan yang berifat lebih likuid tercermin dari
pertumbuhan giro yang melambat dari -1,48% (yoy) menjadi -2,51% (yoy) pada triwulan III 2017. Adapun
simpanan berupa giro ini digunakan untuk pembayaran belanja-belanja rutin seperti belanja pegawai, THR,
belanja barang, dan lain-lain.
1.1.2. Investasi
Pertumbuhan investasi atau Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni dari 3,30% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 7,97%
(yoy) pada triwulan III 2017. Berdasarkan komponennya, peningkatan terjadi baik pada investasi non-
bangunan maupun investasi bangunan. Meningkatnya investasi non-bangunan yang mayoritas oleh pihak
swasta ini diperkirakan karena persiapan menjelang akhir tahun dimana permintaan akan meningkat.
Namun, Iinvestasi di Jawa Barat masih didominasi oleh investasi bangunan dengan pangsa sebesar 75,46%
(Tabel 1.5). Peningkatan laju pertumbuhan investasi pada triwulan III 2017 disebabkan oleh peningkatan
laju pertumbuhan investasi bangunan (dari 5,35% menjadi 8,58%) dan investasi non bangunan (dari -
3,00% menjadi 6,03%) (Grafik 1.26). .
Tabel 1.5. Struktur Komponen Investasi Provinsi Jawa Barat (% yoy)
Ir)
IIr)
IIIr)
IVr)
Ir)
IIr)
IIIr)
Investasi Bangunan 74,98 74,38 74,79 74,37 74,62 74,38 75,73 75,46
Investasi Non Bangunan 25,02 25,62 25,21 25,63 25,38 25,62 24,27 24,54
Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
20162016
Struktur
Komponen Investasi2017
Grafik 1.26 Pertumbuhan Komponen Investasi
Grafik 1.25 Simpanan Pemda di Perbankan
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
15
NOVEMBER 2017
Meningkatnya laju pertumbuhan investasi tersebut juga terkonfirmasi oleh data Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) RI yang menunjukkan bahwa pada triwulan III 2017 terjadi peningkatan baik
pada pertumbuhan realisasi PMA dan PMDN di Jawa Barat. Nilai realisasi PMA pada triwulan III 2017 sebesar
USD1.543,6 juta atau tumbuh sebesar -0,83% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang
tercatat tumbuh sebesar -19,38% (yoy) (Grafik 1.27).
Secara umum, Jawa Barat masih menjadi provinsi
tujuan PMA utama secara nasional, sejalan
dengan banyaknya industri dan kawasan industri
yang berkembang di Jawa Barat. Pada triwulan III
2017, Jawa Barat menempati posisi kedua sebagai
tujuan PMA (setelah DKI Jakarta) dengan pangsa
terhadap nasional mencapai 11,83%, diikuti
Sulawesi Tengah dengan pangsa sebesar 8,59%.
Dukungan implementasi Paket Kebijakan
Ekonomi khususnya dalam mempermudah
kegiatan investasi dan pengurusan perizinan juga menjadi salah satu faktor penarik PMA ke Jawa Barat.
Terkait kemudahan pengurusan perizinan 3 jam, beberapa jenis perizinan yang dapat diakomodasi oleh
Pemerintah Provinsi antara lain meliputi : (1) IMTA (Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing); (2) API (Angka
Pengenal Impor); (3) SIUP (Surat Izin Usaha Perikanan); (4) SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan); (5) Izin Kartu
Pengawasan untuk sektor perhubungan (perpanjangan izin trayek); (6) Izin prinsip penanaman modal; serta
(7) Perpanjangan IMTA. Terkait implementasi salah satu Paket Kebijakan yakni pendirian KLIK (Kemudahan
Investasi Langsung Konstruksi) di kawasan industri, dari semula terdapat 5 KLIK di Jawa Barat, kini telah
ditambah menjadi total berjumlah 11 KLIK yang tersebar di 11 kawasan industri di Jawa Barat. Dengan
demikian, Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah KLIK terbanyak secara nasional.
Sementara itu, realisasi PMDN di Jawa Barat pada triwulan III 2017 mencapai Rp8,11 Triliun atau tumbuh
sebesar 10,12% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 33,91% (yoy).
Meskipun melambat, secara nasional PMDN ke Jawa Barat masih menempati posisi tertinggi kedua (setelah
Jawa Timur) dengan pangsa sebesar 19,34% terhadap total PMDN nasional, diikuti oleh DKI Jakarta dan
Kalimantan Timur.
Sumber: BKPM RI, diolah Staff BI
Grafik 1.27 Perkembangan Realisasi PMA dan PMDN di
Jawa Barat Berdasarkan Laporan Wajib LKPM
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
NOVEMBER 2017
16
Sumber: BKPM RI, diolah Staff BI
Sumber: BKPM RI, diolah Staff BI
Secara sektoral, peningkatan PMA ke Jawa Barat disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan PMA ke
beberapa jenis utama lapangan usaha seperti real estate, industri elektronik dan industri makanan. Hal ini
tercermin dari peningkatan andil pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya, khususnya pada real
estate (dari -13,4% menjadi -2,2%), industri elektronik (dari 4,1% menjadi 7,82%) dan industri makanan
(dari -8,0% menjadi -5,4%) (Grafik 1.28). Sementara itu, pertumbuhan PMA ke sektor utama lainnya
seperti industri otomotif serta industri karet & plastik masih melambat. Meningkatnya pertumbuhan PMA
khususnya ke lapangan usaha real estate diperkirakan karena investor masih permintaan properti residensial
yang hingga triwulan III 2017 bergerak dalam tren meningkat baik dari segi penjualan maupun harganya.
Di sisi lain, meskipun terjadi peningkatan PMA pada lapangan usaha real estate dan industri makanan,
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ke lapangan-lapangan usaha tersebut terpantau melambat. Hal
ini tercermin dari penurunan andil pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya, khususnya pada
industri makanan (dari 4,2% menjadi 1,4%), real estate (dari 12,2% menjadi -6,0%), dan industri kertas
(dari 32,4% menjadi 9,6%) (Grafik 1.29). Namun demikian, perlambatan yang lebih dalam ditahan oleh
masih meningkatnya laju pertumbuhan PMDN ke sektor konstruksi, industri elektronik dan industri kimia.
Grafik 1. 30 Impor Barang Modal Jawa Barat
Grafik 1.28 Perkembangan Andil Pertumbuhan PMA ke
Sektor Utama di Jawa Barat
Grafik 1.29 Perkembangan Andil Pertumbuhan PMDN
ke Sektor Utama di Jawa Barat
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
17
NOVEMBER 2017
Sejalan dengan laju pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) di Jawa Barat pada triwulan III
2017 yang salah satunya disebabkan oleh peningkatan pada investasi non-bangunan, hal ini terkonfirmasi
oleh pertumbuhan impor barang modal di Jawa Barat. Pertumbuhan impor barang modal Jawa Barat
membaik dari -48,1% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi -9,9% (yoy) pada triwulan III 2017 (Grafik 1.30).
Secara spesifik, peningkatan terjadi pada impor barang modal untuk transport equipment yakni dari -
21,16% (yoy) menjadi 28,40% (yoy) pada triwulan III 2017. Sebelumnya, impor barang modal untuk
transport equipment industri telah tumbuh signifikan sejak triwulan II 2016 dan mulai mengalami
perlambatan pada triwulan II 2017. Meningkatnya laju pertumbuhan impor barang modal pada industri
alat angkutan ini didorong salah satunya didorong oleh telah beroperasinya pabrik otomotif baru di Jawa
Barat pada triwulan II 2017. Selain itu, pertumbuhan impor barang modal untuk non-transport equipment
juga meningkat dari -48,175% (yoy) menjadi -10,00% (yoy) pada triwulan III 2017.
Sementara itu, pertumbuhan investasi bangunan pada triwulan III 2017 mengalami peningkatan dari
5,35% (yoy) menjadi 8,58%. Peningkatan ini diperkirakan terutama didorong dari sisi pemerintah seiring
dengan cukup banyaknya proyek-proyek infrastruktur yang sedang berjalan. Hal ini terlihat dari proyek
infrastruktur strategis di Pulau Jawa yang nilai investasinya meningkat dari RP392,17 triliun menjadi
Rp399,09 triliun pada triwulan III 2017 (Grafik
1.31). Untuk Jawa Barat, hingga triwulan III 2017
terdapat 26 proyek infrastruktur strategi dari 57
proyek yang ada di Jawa dengan nilai investasi
Rp219,55 triliun. Adapun beberapa proyek
infrastruktur strategis bersifat multiyear yang
sedang berjalan di Jawa Barat antara lain meliputi
Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu), Tol
Soreang-Pasir Koja (Soroja), Tol Cimanggis
Cibitung, Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Bandara
Internasional Kertajati, Pelabuhan Patimban dan LRT Terintegrasi Jabodebek. Selain proyek-proyek
multiyear tersebut, sejak triwulan II 2017 Pemerintah juga telah memulai pembangunan proyek
infrastruktur baru yakni Jalan Tol Jakarta-Cikampek II (evelated).
Dari sisi swasta, salah satu proyek pembangunan
yang turut mendorong investasi bangunan di Jawa
Barat adalah pembangunan kawasan kota baru di
Cikarang yang dimulai sejak bulan Mei 2017.
Proyek pembangunan kota dengan konsep modern
ini mencakup pembangunan apartemen,
perumahan, serta sejumlah fasilitas seperti rumah
sakit, sekolah, perpustakaan, dan lain-lain.
Peningkatan investasi bangunan ini juga tercermin
Grafik 1. 32 Penjualan Semen Jawa Barat
Grafik 1.31 Perkembangan Proyek Infrastruktur Se-Jawa
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
NOVEMBER 2017
18
dari penjualan semen yang meningkat dari -4,9% pada trwilan II menjadi 32,5% pada triwulan III. 2017
(Grafik 1.32).
Di sisi lain, meningkatnya kegiatan investasi pada
triwulan III 2017 terkonfirmasi oleh hasil
wawancara liaison yang menunjukkan peningkatan
pada likert scale investasi pelaku usaha dari 0,58
pada triwulan II 2017 menjadi 0,84 pada triwulan III
2017 (Grafik 1.33). Secara sektoral, peningkatan
investasi didorong peningkatan investasi pada
lapangan usaha perdagangan, konstruksi dan
pertanian.
Pada sisi kredit, peningkatan pertumbuhan investasi juga diikuti dengan penyaluran kredit investasi
di Jawa Barat yang tumbuh meningkat pada triwulan III 2017. Kredit investasi untuk lokasi proyek di
Jawa Barat pada triwulan III 2017 tercatat sebesar Rp109,10 triliun atau tumbuh -1,02% (yoy), membaik
dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar -3,14% (Grafik 1.34). Peningkatan pertumbuhan
kredit investasi dipengaruhi oleh transmisi kebijakan suku bunga moneter yanga komodatif, suku bunga
kredit investasi kembali menurun dari 10,02% menjadi 9,82% pada triwulan III 2017. Suku bunga kredit
investasi tercatat masih lebih rendah dibanding suku bunga gabungan bank secara umum (Grafik 1.35).
1.1.3. Ekspor Impor
Neraca perdagangan Jawa Barat pada triwulan III 2017 masih mencatatkan surplus (ADHB) setelah
sebelumnya sejak triwulan IV 2014 hingga triwulan I 2017 konsisten mencatatkan defisit. Meskipun
demikian surplus neraca perdagangan gabungan (luar negeri dan antar daerah) Jawa Barat pada triwulan
III 2017 tercatat sebesar Rp1,68 Triliun, tercatat menurun dibandingkan triwulan II 2017 yang mengalami
surplus sebesar Rp4,56 triliun. Surplusnya neraca perdagangan Jawa Barat terutama disebabkan oleh
meningkatnya surplus pada transaksi perdagangan luar negeri. Hal ini didorong oleh harga komoditas
global yang membaik pada triwulan III 2017, sehingga ekspor luar negeri turut membaik.
Grafik 1. 34 Perkembangan Kredit Investasi Jawa Barat Grafik 1. 35 Perkembangan Suku Bunga Kredit Investasi
Grafik 1. 33 Perkembangan Investasi Pelaku Usaha -
Liaison
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
19
NOVEMBER 2017
Neraca perdagangan luar negeri Jawa Barat sesuai dengan karakteristiknya masih konsisten mencatatkan
surplus, di mana surplus neraca perdagangan luar negeri meningkat dari Rp47,24 Triliun pada triwulan II
2017 menjadi Rp57,66 Triliun pada triwulan III 2017. Adapun struktur neraca ekspor Jawa Barat pada
triwulan III 2017 didominasi oleh ekspor luar negeri (57,20%). Di sisi lain, neraca impor Jawa Barat
didominasi oleh impor antar provinsi (73,68%) (Tabel 1.6).
Tabel 1.6. Struktur Ekspor-Impor Provinsi Jawa Barat (%)
Pada triwulan III 2017, pertumbuhan net ekspor total meningkat dari 15,67% (yoy) menjadi 52,93%. Hal
ini didorong oleh meningkatnya pertumbuhan net ekspor luar negeri di tengah melambatnya pertumbuhan
net ekspor antar daerah. Melambatnya pertumbuhan net ekspor antar daerah disebabkan oleh
menurunnya kinerja ekspor antar daerah yang diiringi dengan meningkatnya impor antar daerah (Grafik
1.36). Menurunnya ekspor antar daerah ini diperkirakan sebagai respon dari berakhirnya bulan Ramadhan
dan Idul Fitri yang berlangsung pada triwulan II 2017.
Pertumbuhan net ekspor luar negeri Jawa Barat tercatat meningkat dari 2,92% (yoy) pada triwulan II 2017
menjadi 47,74% (yoy) pada triwulan III 2017. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan
baik ekspor luar negeri (dari -7,9% menjadi 22,4%) maupun impor luar negeri (dari -16,3% menjadi 3,9%)
(Grafik 1.37). Hal ini didorong oleh membaiknya pertumbuhan ekonomi mitra dagang utama khususnya
Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang pada triwulan III 2017.
Ekspor-Impor Antar Daerah
Ir)
IIr)
IIIr)
IVr)
Ir)
IIr)
IIIr)
Ekspor
Ekspor Luar Negeri 59,91 63,15 52,37 53,32 56,88 54,66 53,78 57,20
Ekspor Antar Provinsi 40,09 36,85 47,63 46,68 43,12 45,34 46,22 42,80
Impor
Impor Luar Negeri 31,98 33,19 28,39 23,62 28,78 27,64 26,08 26,32
Impor Antar Provinsi 68,02 66,81 71,61 76,38 71,22 72,36 73,92 73,68
201720162016Komponen
Grafik 1. 36 Perkembangan Neraca Perdagangan Luar
Negeri Jawa Barat
Grafik 1. 37 Perkembangan Neraca Perdagangan Antar
Daerah Jawa Barat
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
NOVEMBER 2017
20
Pertumbuhan ekspor antar daerah pada triwulan III
2017 sebesar 7,22% (yoy) melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
44,31%. Perlambatan ini diperkirakan terjadi
sebagai respon dari berakhirnya bulan Ramadhan
dan Idul Fitri. Berdasarkan Survei Konsumen Bank
Indonesia, perlambatan keyakinan konsumen
terjadi di sejumlah daerah yang menjadi mitra
dagang utama Jawa Barat, antara lain DKI Jakarta
(dari 131,46 menjadi 124,10); Sumatera Utara (dari
121,97 menjadi 120,90), serta Sumatera Selatan (dari 126,20 menjadi 123,10) (Grafik 1.38). Menurunnya
permintaan ekspor antar daerah ini diperkirakan khususnya ditujukan untuk produk-produk industri tesktil
dan produk tekstil (TPT) serta makanan dan minuman yang dipengaruhi oleh berakhirnya efek seasonal
Ramadhan dan Lebaran.
Ekspor-Impor Luar Negeri
Ekspor Luar Negeri
Pertumbuhan ekspor luar negeri Jawa Barat mengalami peningkatan setelah sebelumnya mengalami
perlambatan pada triwulan II. Total ekspor luar negeri (barang dan jasa) tumbuh meningkat yakni
dari -7,89% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 22,44% (yoy) pada triwulan III 2017. Peningkatan
terjadi baik pada ekspor luar negeri barang maupun jasa. Sejalan dengan hal tersebut, nilai ekspor barang
FOB (freight on board) pada triwulan ini juga tumbuh meningkat dari 0,6% (yoy) pada triwulan II 2017
menjadi 29,3 % (yoy) pada triwulan III 2017 (Grafik 1.39). Total nilai ekspor FOB Jawa Barat pada triwulan
III 2017 mencapai USD7.748 juta, meningkat dibanding triwulan II 2017 sebesar USD6.537 juta.
Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya (PMI) sejumlah negara mitra
dagang.
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia, diolah
Grafik 1. 38 Keyakinan Konsumen Provinsi Mitra Dagang
Jawa Barat
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
21
NOVEMBER 2017
Berdasarkan jenis barangnya, pangsa ekspor terbesar dari Jawa Barat pada triwulan III 2017 masih
disumbang oleh subkelompok Tekstil dan Produk Tekstil (19,6%), diikuti oleh Elektronik (18,7%),
Kendaraan (17,4%), dan Kimia serta Karte dan Plastik (6,7%) (Grafik 1.40). Walaupun memberikan pangsa
terbesar, namun pangsa ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) terus mengalami penurunan, di mana pada
tahun 2000 pangsa ekspor tekstil terhadap total ekspor Jawa Barat mencapai 25,44%. Menurunnya
kontribusi ekspor TPT ini diiringi dengan terus meningkatnya pangsa ekspor kendaraan yang pada tahun
2000 hanya sebesar 0,86%. Peralihan ini antara lain mengindikasikan berkembangnya basis manufaktur
Jawa Barat dari yang sangat bersifat labor intensive menjadi mulai bersifat capital intensive dan industri
yang bersifat medium to high technology.
Peningkatan laju pertumbuhan ekspor barang luar negeri Jawa Barat disebabkan oleh meningkatnya ekspor
sebagian besar komoditas utama di triwulan III 2017 (Grafik 1.41). Peningkatan terbesar terjadi pada ekspor
kendaraan dari tumbuh sebesar 106,51% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 149,77% (yoy) pada triwulan
III 2017. Berikutnya peningkatan juga terjadi pada ekspor elektronik yakni dari 10,03% (yoy) pada triwulan
II 2017 menjadi 45,51% (yoy) pada triwulan III 2017. Disusul ekspor TPT dengan pertumbuhan dari -
13,53% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 20,46% (yoy) pada triwulan III 2017.
Grafik 1. 40 Struktur Komoditas Ekspor Jawa Barat Grafik 1.41 Pertumbuhan Ekspor Manufaktur Jawa Barat
Grafik 1.39 Perkembangan Nilai & Volume Ekspor Jawa
Barat
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
NOVEMBER 2017
22
Sementara itu dari sisi negara tujuan, meningkatnya pertumbuhan ekspor luar negeri terjadi ke semua
negara mitra dagang utama dengan peningkatan terbesar pada ekspor ke Eropa (Grafik 1.42). Nilai
ekspor barang FOB dari Jawa Barat ke ASEAN, Amerika Serikat, dan Eropa tercatat masing-masing sebesar
USD1.956 juta, USD1.379 juta dan USD1.044 juta. Pertumbuhan ekspor ke Eropa meningkat dari -11,86%
(yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 20,99% (yoy) pada triwulan III 2017. Adapun pertumbuhan ekspor ke
Amerika Serikat juga meningkat dari -14,64% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 12,35% (yoy) pada
triwulan III 2017. Begitupun pertumbuhan ekspor ke ASEAN turut meningkat yaitu dari 27,44% (yoy) pada
triwulan II 2017 menjadi 50,07% (yoy) pada triwulan III 2017. Meningkatnya ekspor ke beberapa negara
mitra dagang tersebut, selain disebabkan oleh berakhirnya efek seasonal Hari Raya, juga adanya
peningkatan permintaan khususnya dari sisi manufaktur yang tercermin melalui penurunan Purchasing
Manager Index (PMI) (Grafik 1.43). Adapun PMI Amerika Serikat meningkat dari 52,50 pada triwulan II
2017 menjadi 53,07 pada triwulan III 2017, demikian juga halnya dengan China (dari 51,37 menjadi 51,83)
dan Eropa (dari 57,03 menjadi 57,37). Sementara itu, PMI Jepang terpantau menurun dari 52,73 menjadi
52,40.
Impor Luar Negeri
Pertumbuhan impor luar negeri Jawa Barat juga mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan
ekspor namun dengan selisih yang lebih kecil. Impor luar negeri Jawa Barat tumbuh meningkat dari -
16,32% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 3,95% (yoy) pada triwulan III 2017. Berdasarkan
komponennya, peningkatan terutama disumbang oleh impor barang luar negeri yang meningkat dari -
18,52% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 3,88% (yoy) pada triwulan III 2017.
Adapun pertumbuhan impor barang CIF (Cost, Insurance, and Freight) juga mengalami peningkatan yakni
dari -16,02% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 9,66% (yoy) pada triwulan III 2017 (Grafik 1.44). Di sisi
lain, pergerakan nilai tukar Rupiah relatif stabil sepanjang triwulan III 2017 dengan apresiasi sebesar 0,28%
pada Juni 2017 sebesar 25 bps (Grafik 1.45). Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan laju pertumbuhan
impor khususnya barang pada triwulan II 2017 disebabkan oleh faktor pergerakan nilai tukar Rupiah.
Grafik 1. 42 Ekspor Jawa Barat ke Negara/Kawasan Tujuan
Utama
Grafik 1. 43 Perkembangan PMI Negara Mitra Dagang
Utama
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
23
NOVEMBER 2017
Berdasarkan jenis penggunaannya, impor ke Jawa Barat didominasi oleh impor bahan baku (80,57%),
sedangkan impor barang modal dan barang konsumsi masing-masing memiliki pangsa 12,8% dan 6,7%
(Grafik 1.46). Dari ketiga komponen impor ini seluruh komponen mengalami peningkatan, dengan
peningkatan tertinggi yaitu komponen barang modal dari -48,12% menjadi -9,93% (Grafik 1.47).
Meningkatnya impor barang modal sejalan dengan peningkatan investasi non bangunan yang dilakukan
oleh pihak swasta, yaitu salah satunya adalah karena beroperasinya pabrik otomotif baru di Jawa Barat.
Seiring dengan beroperasinya pabrik otomotif tersebut, perusahaan diperkirakan melakukan ekspansi
untuk memenuhi kebutuhan menjelang akhir tahun. Selain itu, peningkatan juga terjadi pada pertumbuhan
impor barang konsumsi (dari -14,10% menjadi 11,87%) dan impor bahan baku (dari -10,60% menjadi
13,38%).
Grafik 1. 46 Pangsa Komoditas Impor Berdasarkan Jenis
Penggunaan
Grafik 1. 47 Perkembangan Impor Jenis Penggunaan
Grafik 1. 44 Perkembangan Nilai Volume Impor Jawa Barat Grafik 1. 45 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah (USD/IDR)
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
NOVEMBER 2017
24
1.2 Sisi Lapangan Usaha
Belum terdapat perubahan yang signifikan terhadap struktur perekonomian Jawa Barat, yang
sebagian besar masih ditopang oleh lima Lapangan Usaha (LU) utama. Perekonomian Jawa Barat sekitar
80% masih ditopang oleh beberapa LU utama seperti industri pengolahan (41,28%); perdagangan besar
dan eceran serta reparasi mobil dan sepeda motor (15,26%); pertanian, kehutanan dan perikanan (9,55%);
konstruksi (8,21%) dan LU transportasi dan pergudangan (6,04%). Perubahan kinerja pada LU tersebut
akan memberikan dampak yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi secara umum. Namun, terlihat
peningkatan secara gradual pada LU informasi dan komunikasi serta jasa-jasa sejak beberapa tahun
terakhir.
Tabel 1.7 Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha
Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) (%)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Ket: *Angka Sementara ; **Angka Sangat Sementara; r) Angka Revisi
Dari sisi lapangan usaha, perlambatan kinerja terpantau terjadi pada banyak jenis Lapangan Usaha
(LU), termasuk diantaranya LU utama seperti perdagangan dan pertanian. Perlambatan terpantau
terjadi pada delapan lapangan usaha di antaranya pertanian, kehutanan dan perikanan dan satu lapangan
usaha yaitu pertambangan dan penggalian menunjukkan penurunan dengan pertumbuhan negatif.
Melambatnya lapangan usaha pertanian dipengaruhi oleh menurunnya produksi padi, jagung dan kedelai
yang tidak setinggi tahun sebelumnya, serta menurunnya produksi teh dan karet. Sementara itu,
melambatnya konsumsi rumah tangga diperkirakan mendorong perlambatan lapangan usaha perdagangan
besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor. Berakhirnya momen Idul Fitri dan libur lebaran menjadi
faktor yang mempengaruhi perlambatan tersebut, begitu pula dengan adanya kecenderungan masyarakat
menahan belanja yang tercermin dari peningkatan DPK khususnya deposito. Perlambatan juga terlihat
terjadi pada LU transportasi dan pergudangan. Sebagai lapangan usaha pendukung kegiatan ekonomi
lainnya, melambatnya kinerja perdagangan besar dan eceran serta pertanian diperkirakan mempengaruhi
kinerja lapangan usaha ini, meskipun tertahan oleh peningkatan kinerja industri pengolahan yang
mendorong kebutuhan transportasi dan pergudangan.
I II III IV I IIr) III
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 8,69 9,26 9,95 9,64 6,78 8,90 9,14 9,88 9,55
Pertambangan dan Penggalian 1,71 1,43 1,47 1,60 1,62 1,53 1,54 1,40 1,32
Industri Pengolahan 43,03 43,03 42,39 41,65 42,91 42,49 42,61 41,84 41,28
Pengadaan Listrik, Gas 0,75 0,71 0,66 0,72 0,79 0,72 0,75 0,51 0,61
Pengadaan Air 0,08 0,08 0,08 0,08 0,09 0,08 0,09 0,09 0,09
Konstruksi 8,26 7,87 8,03 7,98 8,56 8,12 7,74 7,99 8,21
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor15,24 14,76 14,81 15,30 15,69 15,15 14,93 14,87 15,26
Transportasi dan Pergudangan 5,50 5,62 5,40 6,10 5,76 5,72 5,59 5,73 6,04
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,50 2,58 2,53 2,59 2,70 2,60 2,70 2,64 2,72
Informasi dan Komunikasi 2,60 2,81 2,70 2,68 2,82 2,75 2,94 2,85 2,78
Jasa Keuangan 2,61 2,78 2,74 2,77 2,88 2,79 2,78 2,78 2,75
Real Estate 1,02 1,06 1,01 1,00 1,00 1,02 1,04 1,03 1,03
Jasa Perusahaan 0,40 0,40 0,39 0,40 0,41 0,40 0,41 0,40 0,41
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib2,41 2,17 2,59 2,19 2,40 2,34 2,09 2,46 2,31
Jasa Pendidikan 2,66 2,71 2,65 2,65 2,81 2,70 2,81 2,81 2,85
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,70 0,75 0,69 0,72 0,77 0,73 0,77 0,72 0,74
Jasa lainnya 1,85 1,97 1,89 1,92 2,02 1,95 2,07 1,99 2,04
20172016**2016**Lapangan Usaha 2015*
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
25
NOVEMBER 2017
Di sisi lain, terdapat 9 lapangan usaha yang mengalami peningkatan pertumbuhan termasuk di
antaranya yaitu industri pengolahan dan konstruksi dan beberapa lapangan usaha berbasis jasa (Tabel
1.8). Peningkatan ekspor barang-barang manufaktur pada triwulan III 2017 menjadi salah satu pendorong
peningkatan kinerja industri pengolahan, begitu pula dengan ekspor ke luar Jawa Barat seiring dengan
peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional dan Jawa secara keseluruhan. Sementara itu, peningkatan LU
konstruksi terjadi seiring dengan tingginya kegiatan pembangunan proyek-proyek strategis pemerintah
baik jalan tol, bandara maupun bangunan lainnya, serta pembangunan oleh pihak swasta seiring dengan
meningkatnya kinerja real estate dan peningkatan kredit kepemilikan rumah/apartemen (KPR/KPA) pada
triwulan III 2017. Pada kegiatan usaha berbasis jasa, peningkatan terjadi pada administrasi pemerintahan,
pertahanan dan jaminan sosial wajib seiring dengan peningkatan konsumsi pemerintah serta jasa lainnya.
Tabel 1.8 Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha (% yoy)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Ket: *Angka Sementara ; **Angka Sangat Sementara; r) Angka Revisi
Berdasarkan sumber pertumbuhan, lapangan usaha industri pengolahan masih menjadi penyumbang
pertumbuhan terbesar yakni 2,23% dan meningkat dibanding triwulan sebelumnya (Tabel 1.9). Hal
ini sejalan dengan pertumbuhan laju pertumbuhan industri pengolahan yang juga meningkat dibanding
triwulan sebelumnya. Kontribusi terbesar berikutnya adalah dari LU konstruksi sebesar 0,69% yang
meningkat tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,43%. Di posisi ketiga, LU perdagangan
besar & eceran dan reparasi kendaraan memberikan andil pertumbuhan terbesar kedua yang mencapai
0,66%, menurun dibanding triwulan sebelumnya (0,72%) akibat melambatnya laju pertumbuhan LU ini
pada triwulan III 2017. Dengan demikian berdasarkan sumber pertumbuhannya, kontribusi dari LU
konstruksi menggeser LU perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor yang
berdasarkan struktur PDRB memberikan pangsa terbesar kedua. Secara umum, sebagian besar lapangan
usaha memberikan andil pertumbuhan positif, kecuali pertambangan dan penggalian serta pengadaan
listrik dan gas yang mengalami kontraksi.
I II III IV I IIr) III
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0,16 -1,51 5,21 11,10 9,39 5,80 7,01 4,91 2,64
Pertambangan dan Penggalian 0,41 -0,39 -6,84 0,42 3,04 -0,97 0,95 0,58 -7,16
Industri Pengolahan 4,39 5,14 5,29 4,64 4,03 4,77 4,65 4,89 5,27
Pengadaan Listrik, Gas -6,80 4,86 -1,79 5,38 4,93 3,37 6,40 -18,53 -10,66
Pengadaan Air 5,88 2,46 5,62 9,43 7,65 6,33 7,84 8,48 6,15
Konstruksi 6,43 6,27 7,06 2,70 4,35 5,02 4,08 5,35 8,58
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor3,71 2,48 4,18 5,52 5,42 4,44 5,44 4,68 4,20
Transportasi dan Pergudangan 8,90 7,74 6,46 13,18 7,79 8,84 4,78 6,32 1,54
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8,10 9,39 6,59 9,66 7,79 9,31 9,42 8,84 9,00
Informasi dan Komunikasi 16,31 16,71 14,43 13,66 7,79 14,27 10,37 11,84 10,16
Jasa Keuangan 7,36 10,13 18,40 10,25 7,79 11,89 2,50 4,52 2,65
Real Estate 5,46 8,15 7,06 6,60 7,79 6,51 4,50 8,46 9,85
Jasa Perusahaan 8,15 7,71 6,61 9,67 7,79 8,16 7,80 7,70 7,10
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib5,53 3,57 17,20 -7,68 7,79 2,98 0,84 0,73 8,53
Jasa Pendidikan 10,17 10,69 9,12 5,85 7,79 7,61 8,03 9,97 9,83
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 14,14 11,86 7,33 9,52 7,79 9,48 7,73 9,06 8,02
Jasa lainnya 8,96 10,88 7,81 9,75 7,79 8,73 8,96 9,92 10,43
PDRB 5,04 5,20 6,06 5,97 7,79 5,67 5,28 5,35 5,19
2017Lapangan Usaha 2015*
2016**2016**
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
NOVEMBER 2017
26
Tabel 1.9 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha (%)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Perhitungan Staff BI
Ket: *Angka Sementara ; **Angka Sangat Sementara; r) Angka Revisi
1.2.1. Industri Pengolahan
Industri pengolahan merupakan salah satu lapangan usaha yang mengalami peningkatan
pertumbuhan pada triwulan III 2017 sebesar 5,27% (yoy) dari sebelumnya sebesar 4,89% (yoy) dan
menjaga pertumbuhan ekonomi Jawa Barat (5,19%, yoy) tetap berada di atas level nasional (5,06%,
yoy). Kinerja industri pengolahan mengalami peningkatan dari triwulan sebelumnya 4,89% (yoy) menjadi
5,27% (yoy) pada triwulan III 2017. Laju pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi sejak triwulan III
2016. Peningkatan kinerja industri pengolahan ini terutama untuk mengakomodasi peningkatan
permintaan ekspor dan domestik yang didorong oleh peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional seiring
dengan peningkatan harga komoditas dan tercermin melalui peningkatan ekspor antar daerah maupun
luar negeri.
Kembali meningkatnya pertumbuhan LU industri pengolahan antara lain didorong oleh kembali normalnya
jumlah hari kerja efektif setelah pada triwulan II 2017 mengalami beberapa kali periode libur serta respon
terhadap potensi meningkatnya permintaan ekspor. Berdasarkan hasil liaison, penjualan domestik dan
ekspor mengalami peningkatan di triwulan III ini dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal
ini tergambar dari likert scale penjualan domestik yang meningkat dari sebesar 0,27 menjadi sebesar 0,40
(Grafik 1.48), begitu pula dengan penjualan ekspor yang juga meningkat dari 0,84 menjadi
Purchasing Manager Index (PMI) terhadap negara mitra dagang yang meningkat mencerminkan
peningkatan terhadap volume perdagangan ke negara-negara tersebut (Grafik 1.49). Ekspor komoditas
manufaktur utama di Jawa Barat, seperti TPT, elektronik, kendaraan, karet dan plastik, juga mengalami
peningkatan pertumbuhan (grafik 1.50). Sementara itu, meningkatnya pertumbuhan berbagai
daerah/provinsi mitra dagang Jawa Barat pada triwulan III 2017 seperti DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan mendorong peningkatan ekspor antar daerah termasuk dari
Ir)
IIr)
IIIr) IV I II II
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0,01 -0,13 0,45 0,89 0,54 0,45 0,55 0,42 0,22
Pertambangan dan Penggalian 0,01 -0,01 -0,16 0,01 0,07 -0,02 0,02 0,01 -0,16
Industri Pengolahan 1,92 2,24 2,29 1,99 1,78 2,07 2,02 2,10 2,23
Pengadaan Listrik, Gas -0,04 0,02 -0,01 0,03 0,03 0,02 0,03 -0,08 -0,05
Pengadaan Air 0,00 0,00 0,00 0,01 0,01 0,00 0,01 0,01 0,00
Konstruksi 0,52 0,49 0,56 0,22 0,38 0,41 0,32 0,43 0,69
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor0,59 0,39 0,65 0,87 0,87 0,70 0,83 0,72 0,66
Transportasi dan Pergudangan 0,40 0,36 0,30 0,62 0,36 0,41 0,23 0,29 0,08
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,19 0,23 0,16 0,24 0,29 0,23 0,24 0,22 0,23
Informasi dan Komunikasi 0,51 0,57 0,49 0,47 0,45 0,50 0,39 0,44 0,37
Jasa Keuangan 0,18 0,25 0,42 0,25 0,24 0,29 0,07 0,12 0,07
Real Estate 0,06 0,09 0,08 0,07 0,05 0,07 0,05 0,10 0,11
Jasa Perusahaan 0,03 0,03 0,03 0,04 0,04 0,03 0,03 0,03 0,03
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib0,11 0,07 0,34 -0,17 0,01 0,06 0,02 0,02 0,16
Jasa Pendidikan 0,26 0,28 0,24 0,16 0,15 0,20 0,22 0,27 0,26
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,10 0,09 0,05 0,07 0,07 0,07 0,06 0,07 0,06
Jasa lainnya 0,17 0,22 0,15 0,19 0,14 0,17 0,19 0,20 0,21
PDRB 5,04 5,20 6,06 5,97 5,45 5,67 5,28 5,35 5,19
2016**2016**
2017Lapangan Usaha 2015*
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
27
NOVEMBER 2017
hasil produksi manufaktur (Grafik 1.51). Salah satu indikator lain yang menunjukkan peningkatan kinerja
sektoral adalah konsumsi listrik, setelah mengalami penurunan yang cukup dalam pada triwulan II 2017,
konsumsi listrik industri meningkat pesat pada triwulan III 2017 yang juga didorong oleh peningkatan
jumlah pelanggan industri (Grafik 1.52). Hal ini menjadi indikasi yang baik bahwa kinerja sektor industri
Jawa Barat terus tumbuh, meskipun pangsanya semakin tergerus oleh sektor tersier seperti informasi dan
komunikasi serta jasa-jasa.
Sejalan dengan hal tersebut penyaluran kredit ke sektor industri pengolahan juga kembali meningkat
secara gradual hingga akhir triwulan III 2017. Setelah sebelumnya melambat cukup dalam sepanjang
tahun 2016, kredit untuk sektor industri pengolahan berangsur meningkat hingga triwulan III 2017
-20
0
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015 2016 2017
% (yoy) Manufaktur TPT Elektronik
Kimia Kendaraan
-5,11
10,73
4,10
4,47
2
4
6
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
2014 2015 2016 2017
% (YOY)% (YOY) Pemakaian Listrik Industri Jumlah Pelanggan-kanan
Grafik 1.48 Likert Scale Penjualan Liaison Grafik 1.49 PMI Negara Mitra Dagang Utama
Grafik 1.50 Pertumbuhan Ekspor Manufaktur Jawa
Barat
Grafik 1.51 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Mitra Dagang
Jawa Barat
Grafik 1.52 Konsumsi Listrik Industri
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
NOVEMBER 2017
28
meskipun masih menunjukkan pertumbuhan yang negatif sebesar -0,8% (yoy) (Grafik 1.53) dengan
kualitas kredit yang meningkat dicerminkan oleh penurunan NPL sebesar 5,14% pada triwulan III 2017
(Grafik 1.54). Kebutuhan pembiayaan ini terutama untuk memenuhi kewajiban modal kerja industri.
Di sisi lain, berdasarkan survei produksi yang dilakukan oleh BPS Jawa Barat, tercatat adanya sedikit
penurunan pertumbuhan produksi tahunan pada industri besar sedang (dari 1,40% menjadi 1,39%)
namun terjadi peningkatan pertumbuhan produksi tahunan untuk kategori mikro dan kecil. Namun jika
didalami berdasarkan sub industrinya, terdapat beberapa sub industri besar sedang yang tetap mencatatkan
pertumbuhan produksi tahunan pada triwulan II 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.55).
Sub industri yang mencatatkan peningkatan produksi tersebut adalah industri minuman, industri kertas dan
barang dari kertas, industri mesin dan perlengkapan, industri logam dasar dan industri furnitur.
Perkembangan selengkapnya dari industri besar dan sedang dapat dilihat pada Tabel 1.10.
Sumber: BPS, diolah oleh staf BI
Grafik 1.55 Pertumbuhan Produksi Sub Industri Besar
Sedang
Grafik 1.53 Kredit untuk Industri Pengolahan Lokasi
Proyek di Jawa Barat
Grafik 1.54 Rasio NPL Kredit Industri Pengolahan
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
29
NOVEMBER 2017
Tabel 1.10 Pertumbuhan Industri Besar Sedang (yoy)
Sumber: BPS Jawa Barat, diolah oleh Staf BI
Peningkatan kinerja industri pengolahan terilhat terjadi terutama pada kategori mikro dan kecil dengan
pertumbuhan meningkat menjadi sebesar 5,34% (yoy). Pada industri mikro dan kecil, beberapa sub industri
yang mengalami peningkatan produksi adalah industri alat angkutan lainnya, industri pengolahan
tembakau, industri karet, barang dari karet dan plastik, industri percetakan dan reproduksi media rekaman,
industri makanan dan industri tekstil. Peningkatan produksi Industri Mikro dan Kecil Alat Angkut ini
mengindikasikan bahwa linkage antara industri hilir otomotif mulai terbangun dengan industri hulu
berskala UMK (Usaha Mikro dan Kecil). Secara lengkap, ringkasan perkembangan pertumbuhan produksi
industri besar sedang dan mikro kecil Jawa Barat disajikan pada Tabel 1.11.
Jenis Industri Tw II'17 Tw III'17 ∆Industri Peralatan Listrik -4,49 -1,30 3,19
Industri Logam Dasar 3,23 5,92 2,69
Industri Furnitur -0,44 2,06 2,50
Industri Mesin dan Perlengkapan -4,38 -2,02 2,36
Industri Barang Galian Bukan Logam 0,31 2,35 2,04
Industri Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya 0,43 2,13 1,70
Industri Minuman 1,73 3,42 1,69
Industri Kertas dan Barang dari Kertas -2,24 -0,70 1,54
Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan
dan Sejenisnya-3,94 -2,43 1,51
Industri Bahan Kimia dan Barang dari Bahan Kimia 0,43 0,40 -0,03
Industri Alat Angkutan Lainnya 2,27 1,18 -1,09
Industri Tekstil 3,04 1,74 -1,30
Industri Makanan 5,36 3,69 -1,67
Industri Komputer, Barang Elektronik dan Optik 0,45 -1,83 -2,28
Industri Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman 0,76 -2,19 -2,95
Total 1,40 1,39 -0,01
Pertumbuhan Industri Manuf. Besar & Sedang (%, yoy)
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
NOVEMBER 2017
30
Tabel 1.11 Pertumbuhan Industri Mikro dan Kecil (yoy)
Sumber: BPS Jawa Barat, diolah oleh Staf BI
1.2.2. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Motor
Lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan reparasi dengan pangsa terbesar kedua (15,26%)
kembali tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya dari tumbuh sebesar 4,68% menjadi
4,20% (yoy). Di tengah melambatnya pertumbuhan lapangan usaha perdagangan, survei yang dilakukan
Bank Indonesia menunjukkan bahwa pada dasarnya keyakinan serta optimisme konsumen masih terjaga
dengan baik. Berdasarkan Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
meningkat dari 127,0 pada triwulan II 2017 menjadi 128,6 pada triwulan III 2017 yang menunjukkan
tingkat optimisme yang meningkat (Grafik 1.56). Impor barang konsumsi juga meningkat tajam pada
triwulan III 2017 dari sebelumnya -14,0% (yoy) menjadi 23,0% (yoy) (Grafik 1.57). Persentase penggunaan
pendapatan untuk konsumsi (Marginal Propensity to Consume) berdasarkan hasil Survei Konsumen juga
masih menunjukkan kondisi yang meningkat dari 64,28% menjadi 67,3% pada triwulan III 2017 (Grafik
1.57). Namun, melambatnya pertumbuhan lapangan usaha perdagangan diperkirakan karena masyarakat
menahan belanja untuk kebutuhan yang bersifat durable dan menyisihkan sebagian porsi konsumsinya
untuk belanja pendidikan (Grafik 1.58). Hal ini tercermin dari penurunan Indeks Penjualan Eceran Riil dari
Survei Penjualan Eceran. Pertumbuhan Indeks Penjualan Riil (IPR) gabungan terlihat menurun dari 8,06%
(yoy) pada triwulan II 2017 menjadi -1,89% (yoy) pada triwulan III 2017 (Graif 1.60). Penurunan penjualan
Komoditas (HS 2 Digit) Tw II'17 Tw III'17 ∆Industri Alat Angkutan Lainnya -31,90 8,08 39,98
Industri Pengolahan Tembakau -17,78 11,03 28,81
Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik -18,61 6,52 25,13
Industri Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman 4,02 26,23 22,21
Industri Makanan 13,51 16,90 3,39
Industri Tekstil -27,63 -26,38 1,25
Jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan -0,05 -1,06 -1,01
Industri Farmasi, Produk Obat Kimia dan Obat
Tradisional34,77 33,21 -1,56
Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki 4,64 1,46 -3,18
Industri Pengolahan Lainnya 8,81 2,45 -6,36
Industri Minuman 7,38 0,71 -6,67
Industri Furnitur 16,33 9,37 -6,96
Industri Peralatan Listrik 46,42 35,58 -10,84
Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang
Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya1,66 -10,57 -12,23
Industri Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya -0,10 -13,00 -12,90
Industri Pakaian Jadi 4,29 -8,66 -12,95
Industri Barang Galian Bukan Logam 9,34 -4,48 -13,82
Industri Kertas dan Barang dari Kertas 3,41 -10,96 -14,37
Industri Logam Dasar -1,34 -24,19 -22,85
Industri Bahan Kimia dan Barang dari Bahan Kimia 18,41 -24,33 -42,74
Total -3,38 5,34 8,72
Pertumbuhan Industri Manuf. Mikro & Kecil (%, yoy)
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
31
NOVEMBER 2017
eceran terjadi pada seluruh jenis kelompok barang. Berakhirnya momen hari raya Idul Fitri dan jumlah libur
panjang yang lebih sedikit pada triwulan III 2017 diperkirakan juga menjadi faktor lain yang mempengaruhi
laju konsumsi dan pada akhirnya berimbas kepada LU Perdagangan besar eceran, reparasi mobil dan motor.
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) oleh Bank Indonesia juga menunjukkan adanya penurunan kegiatan
usaha, penurunan harga jual dan tenaga kerja dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.61). Namun,
tercatat terdapat peningkatan investasi untuk lapangan usaha ini pada triwulan III 2017. Diharapkan hal ini
dapat mendorong peningkatan LU perdagangan pada triwulan berikutnya. Hasil wawancara liaison juga
mengkonfirmasi adanya penurunan likert scale penjualan domestik LU perdagangan, sejalan dengan
perlambatan pertumbuhan LU perdagangan (Grafik 1.62). Likert scale penjualan domestik perdagangan
Grafik 1.58 Alokasi Pendapatan Rumah Tangga Grafik 1.59 Indeks Konsumsi Durable Goods
Grafik 1.60 Pertumbuhan Indeks Penjualan Eceran Rii
Grafik 1.56 Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.57 Impor Barang Konsumsi
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
NOVEMBER 2017
32
menurun dari 0,13 pada triwulan II 2017 menjadi 0,09 pada triwulan III 2017, begitu pula dengan margin
per unit output yang menunjukkan penurunan (Grafik 1.63). Di sisi lain, terpantau adanya peningkatan
penggunaan tenaga kerja pada lapangan usaha ini (Grafik 1.64).
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha BI
Sumber: Wawancara Liaison Bank Indonesia
Sumber: Wawancara Liaison Bank Indonesia
Sumber: Wawancara Liaison Bank Indonesia
Dari sisi perbankan, pembiayaan perbankan pada lapangan usaha perdagangan melalui kredit mengalami
peningkatan dari 6,04% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 7,54% (yoy) pada triwulan III 2017 (Grafik
1.65). Di sisi lain terdapat peningkatan risiko kredit perdagangan yang tercermin dari peningkatan NPL yang
dari 4,21% menjadi 4,24% pada triwulan III 2017 meskipun masih di bawah batas aman 5%. Sementara
itu dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit rumah tangga tercatat meningkat khususnya pada jenis kredit
pemilikan rumah, apartemen dan multiguna. Di sisi lain, kredit kendaraan bermotor mengalami
perlambatan (Grafik 1.66).
Grafik 1.61 SKDU Perdagangan Grafik 1.62 Likert Scale Penjualan Domestik & Ekspor
Perdagangan
Grafik 1.63 Likert Scale Harga Jual dan Margin
Perdagangan
Grafik 1.64 Likert Scale Penggunaan Tenaga Kerja dan
Tingkat Upah Perdagangan
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
33
NOVEMBER 2017
1.2.3 Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar
2,64% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 4,91% (yoy). Pada
sub lapangan usaha pertanian khususnya padi, produksi padi pada triwulan III 2017 yang tidak setinggi
tahun sebelumnya menjadi salah satu faktor yang mendorong perlambatan (Grafik 1.67). Produksi padi
sepanjang Juli Agustus 2016 tercatat mencapai 2,47 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), sementara pada
Juli Agustus 2017 hanya sebesar 2,25 juta ton GKG. Selain itu, berdasarkan informasi terjadi pula
penurunan produksi teh dan karet pada triwulan III 2017. Melambatnya kinerja pertanian juga terpantau
dari Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia. Realisasi kegiatan usaha LU pertanian tercatat menurun
pada triwulan III 2017 (Grafik 1.68). Namun, meskipun tumbuh melambat kinerja pertanian berdasarkan
perspektif pelaku usaha masih terpantau relatif baik dibandingkan triwulan sebelumnya (qtq). Nilai Saldo
Bersih Tertimbang (SBT) realisasi LU pertanian Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia menunjukkan
peningkatan dari 0,51 menjadi 6,85 pada triwulan III 2017 (Grafik 1.68). Begitu pula dengan penggunaan
tenaga kerja dan perkembangan investasi menunjukkan adanya peningkatan. Kapasitas produksi pertanian
berdasarkan hasil SKDU pun menunjukkan kinerja yang meningkat dari 78,55 menjadi 79,56 pada triwulan
III 2017, dengan peningkatan terutama pada peternakan dan hasil-hasilnya serta perikanan (Grafik 1.69).
Meskipun demikian, terpantau adanya informasi penurunan ekspor produk pertanian berdasarkan hasil
liaison Bank Indonesia kepada pelaku usaha pertanian (Grafik 1.70).
Sumber: Dinas Tanaman Pangan & Hortikultura Jabar
*Data s.d. Agustus 2017
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha BI
Grafik 1.67 Perkembangan Produksi Padi di Jawa Barat Grafik 1.68 SKDU Pertanian
Grafik 1.65 Perkembangan Kredit Perdagangan Grafik 1.66 Perkembangan Kredit Rumah Tangga
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
NOVEMBER 2017
34
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha BI
Sumber: Wawancara Liaison BI
Pertumbuhan kredit atau pembiayaan dari perbankan pada lapangan usaha pertanian, kehutanan,
dan perikanan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Penyaluran kredit
perbankan pada lapangan usaha pertanian meningkat dari 0,10% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi
10,14% pada triwulan III 2017 (Grafik 1.71). Masuknya masa panen diperkirakan juga mendorong
penurunan risiko kredit lapangan usaha pertanian dengan NPL yang masih terjaga pada batas aman dan
menurun sebesar 3,19% (Grafik 1.72).
1.2.4. Konstruksi
Lapangan usaha konstruksi tumbuh sebesar 8,58% pada triwulan III 2017, meningkat dibandingkan
triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar 5,35%. Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan investasi di
Jawa Barat, pertumbuhan LU konstruksi juga meningkat. Beberapa proyek konstruksi yang sedang berjalan
di triwulan III 2017 antara lain meliputi proyek infrastruktur Pemerintah : Tol Soroja, Tol Cisumdawu, LRT
Jabodebek, Pelabuhan Patimban, Bandara Internasional Kertajati, Kereta Cepat Jakarta Bandung. Proyek
terbaru yang dimulai sejak triwulan II 2017 adalah tol Jakarta-Cikampek II (elevated). Selain itu salah satu
proyek hunian swasta terintegrasi di Cikarang juga telah dimulai sejak Mei 2017 dengan total nilai investasi
mencapai Rp278 triliun. Sejalan dengan masifnya pembangunan infrastruktur, pertumbuhan penjualan
semen di Jawa Barat triwulan III 2017 juga meningkat signifikan yang mengindikasikan tingginya kegiatan
Grafik 1.71 Perkembangan Kredit Pertanian Grafik 1.72 Perkembangan NPL Kredit Pertanian
Grafik 1.69 Kapasitas Produksi Sub Kelompok Pertanian -
SKDU
Grafik 1.70 Likert Scale Penjualan Domestik dan Ekspor
Pertanian
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
35
NOVEMBER 2017
konstruksi (Grafik 1.73). Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) juga menunjukkan adanya peningkatan
tenaga kerja dan investasi pada lapangan usaha konstruksi (Grafik 1.74).
Pertumbuhan pembiayaan perbankan untuk lapangan usaha konstruksi juga meningkat selaras dengan
pertumbuhan kinerja lapangan usaha tersebut. Kredit konstruksi yang disalurkan untuk lokasi proyek di
Jawa Barat tercatat tumbuh meningkat dari sebesar 23,85% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar
20,64% (yoy) (Grafik 1.75). Menurunnya tren tingkat suku bunga kredit terpantau mendorong
pertumbuhan kredit, termasuk kredit konstruksi. Meningkatnya kinerja lapangan usaha konstruksi
kemudian mempengaruhi peningkatan kualitas kredit yang ditunjukkan oleh menurunnya rasio NPL sebesar
3,70% yang merupakan level terendah sejak tahun 2014 (Grafik 1.76).
Sejalan dengan hal tersebut, pertumbuhan penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) juga meningkat dari
13,11% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 15,14% (yoy) pada triwulan III 2017 (Grafik 1.77). Berdasarkan
tipe rumah, peningkatan didorong oleh KPR tipe menengah (22 s.d. 70 m2) dari 17,51% (yoy) menjadi
19,54% (yoy) pada triwulan III 2017 serta tipe besar (di atas 70) dari 4,82% (yoy) menjadi 7,03% (yoy).
Peningkatan penyaluran KPR ini sejalan dengan NPL-nya yang juga menurun dari 2,85% menjadi 2,77%
(Grafik 1.78).
Grafik 1.73 Penjualan Semen Jawa Barat Grafik 1.74 SKDU Konstruksi
Grafik 1.75 Perkembangan Kredit Konstruksi Grafik 1.76 Perkembangan NPL Kredit Pertanian
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
NOVEMBER 2017
36
Tracking Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan IV 2017
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan IV 2017 diperkirakan meningkat dibandingkan
triwulan III 2017, dengan perkiraan pertumbuhan pada rentang 5,2% - 5,6% (yoy). Dari sisi
pengeluaran, peningkatan diperkirakan terjadi pada konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan
ekspor anatar daerah yang menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Jawa Barat triwulan IV 2017.
Sementara dari sisi lapangan usaha, peningkatan laju pertumbuhan diperkirakan terjadi pada lapangan
usaha utama Jawa Barat terutama industri pengolahan. Perkiraan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi
Jawa Barat pada triwulan IV 2017 didorong oleh beberapa faktor antara lain :
1. Konsumsi Pemerintah diperkirakan meningkat karena adanya persiapan pelaksanaan Pilgub Jawa Barat
dan Pilkada 16 kabupate/kota di Jawa Barat.
2. Konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat karena adanya peningkatan permintaan menjelang
akhir tahun
3. Lapangan usaha konstruksi diperkirakan akan meningkat karena masih terus berlangsungnya
pembangunan infrastruktur strategis Pemerintah, serta pembangunan swasta yang juga masih terus
berlangsung yaitu proyek swasta pembangunan Meikarta di Cikarang.
4. Terus membaiknya kinerja ekonomi negara mitra dagang utama, di mana pertumbuhan ekonomi Eropa
dan China diperkirakan meningkat hingga akhir tahun 2017.
5. Lapangan usaha perdagangan dan industri pengolahan diperkirakan meningkat yang didorong oleh
momentum libur hari raya natal dan libur akhir tahun.
Namun demikian, terdapat beberapa faktor yang berpotensi menahan peningkatan pertumbuhan ekonomi
Jawa Barat pada triwulan IV 2017, yakni :
1. Lapangan usaha pertanian diperkirakan melambat akibat kondisi curah hujan yang tinggi pada triwulan
IV 2017 diperkirakan akan berdampak pada banyaknya serangan hama penyakit, seperti penggerek
batang dan penyakit blast yang masing-masing menyebabkan gangguan panen pada beberapa daerah.
2. Diperkirakan terdapat satu kali lagi kenaikan Fed Fund Rate (FFR) pada akhir tahun 2017 yang akan
memicu capital outflow dan potensi depresiasi rupiah.
Grafik 1.77 Perkembangan Penyaluran KPR Per Tipe Grafik 1.78 Perkembangan NPL KPR
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
37
NOVEMBER 2017
Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III 2017 - Sisi Pengeluaran
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia
Sumber : BPS Jawa Barat, diolah
Perkiraan meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2017 diperkirakan
terjadi seiring momentum perayaan hari natal dan libur akhir tahun. Perkiraan ini juga sejalan dengan
optimisme ekspektasi konsumen berdasarkan Survei Konsumen yang dilakukan Bank Indonesia. Indeks
Ekspektasi Konsumen (IEK) Jawa Barat pada triwulan IV 2017 sebesar 142,1 menurun dibanding triwulan
sebelumnya sebesar 144,3 (Grafik 1.79). Namun demikian, Indeks tersebut masih menunjukkan angka di
atas 100, sehingga optimisme masyarakat untuk melakukan konsumsi masih ada, meskipun menurun dari
triwulan sebelumnya. Adapun komponen IEK yang mengalami penurunan terutama adalah Indeks
Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja dan Indeks Ekspektasi Kegiatan Usaha. Sejalan dengan hal ini,
survei BPS juga memperkirakan Indeks Tendensi Konsumen (ITK) pada triwulan IV 2017 sebesar 103,87
menurun dibanding realisasi ITK triwulan III 2017 sebesar 110,19 (Grafik 1.80).
Pertumbuhan konsumsi pemerintah diperkirakan meningkat pada triwulan IV 2017, sejalan dengan
pola spending pemerintah yang terus meningkat hingga akhir tahun. Terus berlangsungnya
penyelesaian proyek infrastruktur multiyears diperkirakan menjadi pendorong peningkatan konsumsi
pemerintah pada triwulan IV 2017. Selain itu, persiapan pelaksanaan Pilgub Jawa Barat dan Pilkada 16
kabupate/kota di Jawa Barat juga mendorong konsumsi pemerintah yang lebih tinggi. Hal ini antara lain
tercermin dari realisasi belanja Pemerintah baik Provinsi maupun kab/kota (sumber : situs TEPRA) yang pada
Oktober 2017 tumbuh meningkat dibanding triwulan III 2017 dengan rincian sebagai berikut:
1. Total serapan belanja APBD gabungan 26 kab/kota pada Oktober 2017 sebesar Rp45,63 Triliun atau
56,0%, membaik dibanding triwulan III 2017 total serapannya sebesar 49,6%.
2. Hingga Oktober 2017, pertumbuhan belanja APBD Provinsi Jawa Barat menurun dari 16,56% (yoy) pada
triwulan III 2017 menjadi 14,28% (yoy) di Oktober 2017. Namun dilihat dari serapannya, belanja APBD
provinsi masih mengalami kenaikan, dari 59,0% menjadi 65,4% di Oktober 2017. Hal ini didorong oleh
tahap pelaksaan Pilkada Jawa Barat yang sudah dimulai sejak akhir triwulan III 2017.
Pertumbuhan investasi diperkirakan mengalami perlambatan yang terbatas pada triwulan IV 2017
dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini didorong oleh adanya perkiraan peningkatan FFR pada bulan
Desember 2017 yang akan menyebabkan akan menyebabkan investasi di AS akan menarik, sehingga
investasi yang ditanamkan di negara emerging kemungkinan akan kembali ke AS. Namun demikian,
Grafik 1. 79 Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Jawa Barat Grafik 1. 80 Perkiraan Indeks Tendensi Konsumen Jawa
Barat
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
NOVEMBER 2017
38
akselerasi investasi masih berlangsung terutama oleh investasi bangunan, di mana dengan jumlah hari kerja
efektif lebih banyak dibanding triwulan II dapat mendorong progress pekerjaan lebih baik.Terdapat
beberapa proyek infrastruktur strategis pemerintah baik yang mengandalkan APBD maupun APBN dan
bersifat multiyears, a.l.: Tol Soroja, Tol Cisumdawu, LRT Jabodebek, Pelabuhan Patimban, Bandara
Internasional Kertajati, Kereta Cepat Jkt-Bandung, dll. Adapun proyek dengan deadline penyelesaian
terdekat adalah Bandara Internasional Kertajati yang ditargetkan beroperasi pada tahun 2018. Selain
proyek tersebut, sejak triwulan II 2017 lalu telah dimulai pembangunan proyek baru yakni tol Jakarta-
Cikampek II (elevated). Dari sisi swasta, proyek pembangunan yang vital adalah kawasan kota baru Meikarta
di Cikarang yang digarap oleh grup Lippo dengan total nilai investasi mencapai Rp278 triliun. Adapun
pembangunan telah dilakukan sejak Mei 2017, lebih cepat dibandingkan jadwal semula setelah Lebaran.
Hingga pertengahan triwulan IV 2017, hasil SKDU
Bank Indonesia menunjukkan adanya peningkatan
terbatas Saldo Bersih tertimbang (SBT) perkiraan
investasi pelaku usaha dari 7,20 menjadi 7,49.
Peningkatan kegiatan investasi ini terutama terjadi
pada contact liaison yang bergerak di sektor
perdagangan dan konstruksi. Sejalan dengan
masifnya pembangunan infrastruktur dan
peningkatan permintaan menjelang libur hari raya
natal dan akhir tahun.
Pertumbuhan ekspor luar negeri diperkirakan melambat pada triwulan IV 2017. Perkiraan perlambatan
ini seiring dengan menurunnya jumlah hari kerja efektif setelah pada triwulan IV diisi oleh beberapa kali
long weekend karena adanya libur akhir tahun dan hari natal. Selain dari sisi suplai, permintaan global
diperkirakan melambat terbatas tercermin dari pertumbuhan pada Amerika Serikat dan Jepang yang
cenderung melambat hingga akhir tahun 2017.
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekspor, pertumbuhan impor juga diperkirakan melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya. Perkiraan melambatnya kinerja ekspor luar negeri turut mendorong
perlambatan perkiraan impor luar negeri, mengingat sebagian besar bahan baku industri untuk menghasil
produk yang akan diekspor diperoleh melalui impor. Hingga pertengahan triwulan IV 2017, pertumbuhan
harga sejumlah komoditas global mengalami penurunan setelah pada triwulan III mengalami peningkatan.
Beberapa komoditas yang mulai mengalami penurunan harga adalah minyak, batu bara, dan tembaga.
Selain itu, nilai tukar rupiah hingga pertengahan triwulan IV 2017 masih relatif stabil dengan adanya sedikit
tekanan depresiasi. Rupiah terdepresiasi sebesar 1,49% (qtq) hingga pertengahan triwulan IV, sehingga
terdapat kecenderungan penurunan impor. Potensi kembali dinaikkannya FFR seiring dengan perbaikan
kondisi ekonomi US juga diperkirakan akan berdampak kepada pelemahan nilai tukar Rupiah yang
selanjutnya akan meningkatkan beban impor. Perlambatan impor juga didosorng oleh aktifnya pemerintah
mendorong pemanfaatan bahan baku dalam negeri melalui insentif TKDN. Pada industri otomotif,
diketahui bahwa kini kandungan bahan baku dalam negerinya sudah mencapai sekitar 80%
Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia
Grafik 1.81 Perkiraan Investasi Dunia Usaha
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
39
NOVEMBER 2017
Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV 2017 - Sisi Lapangan Usaha
Dari sisi lapangan usaha (LU), peningkatan perkiraan pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2017
diperkirakan didorong oleh peningkatan LU utama Jawa Barat salah satunya industri pengolahan.
Prospek perekonomian dunia yang meningkat tahun 2017 diperkirakan akan mendorong volume
perdagangan dunia serta permintaan terhadap produk manufaktur ekspor termasuk dari Jawa Barat. Selain
itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional triwulan IV 2017 yang lebih baik dibandingkan triwulan
sebelumnya juga diperkirakan akan mendorong komponen ekspor antar provinsi. Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU) Bank Indonesia, menunjukkan perkiraan kegiatan usaha industri pengolahan pada triwulan
IV 2017 sebesar 10,37 SBT atau meningkat dibanding realisasi triwulan III 2017 sebesar 4,91 SBT.
Setelah melambat pada triwulan III 2017, kinerja lapangan usaha perdagangan besar dan eceran;
reparasi mobil dan sepeda motor diperkirakan meningkat. Meningkatnya proyeksi pertumbuhan
tahunan konsumsi rumah tangga serta ekspor antar daerah diperkirakan akan mendorong kinerja sektor
perdagangan. Momentum libur hari raya natal dan tahun baru diperkirakan juga akan meningkatkan
permintaan masyarakat dan kinerja LU tersebut. SKDU menunjukkan perkiraan kegiatan usaha
perdagangan pada triwulan IV 2017 sebesar 8,33 SBT atau meningkat dibanding realisasi triwulan III 2017
sebesar -1,54 SBT.
Pertumbuhan lapangan usaha konstruksi juga diperkirakan meningkat seiring dengan percepatan
pembangunan infrastruktur yang masih berlanjut. SKDU menunjukkan perkiraan kegiatan usaha
konstruksi pada triwulan IV 2017 sebesar 0,35 SBT atau meningkat dibanding realisasi triwulan III 2017
sebesar 0,00 SBT. Percepatan penyelesaian proyek infrastruktur strategis yang akan diselesaikan antara lain
Bandara Internasional Kertajati (launch tahun 2018), Tol Cisumdawu, Tol BIUTR, LRT Terintegrasi
Jabodebek, Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Di sisi lain, pertumbuhan lapangan usaha pertanian diperkirakan melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Seiring dengan masuknya musim tanam pada awal atau pertengahan triwulan IV 2017dan
berakhirnya masa panen pada triwulan III 2017, pertumbuhan LU pertanian khususnya sub lapangan usaha
tanaman pangan akan melambat. Sementara itu pada sub LU hortikultura, kondisi curah hujan yang tinggi
pada triwulan IV 2017 diperkirakan akan berdampak pada banyaknya serangan hama penyakit, seperti
penggerek batang dan penyakit blast yang masing-masing menyebabkan gangguan panen pada beberapa
daerah. Selain itu, serangan hama tikus turut menjadi penyebab penurunan kinerja pada sektor pertanian.
Pada komoditas daging ayam, Sementara itu, untuk komoditas daging ayam, kapasitas produksi sejumlah
Poultry Shop besar di Priangan Timur pada awal triwulan IV 2017 cenderung stabil, namun, tingkat
kematian ayam mengalami peningkatan akibat curah hujan yang tinggi dan membuat serangan penyakit
pada ayam semakin besar, hingga mencapai 10% kematian ayam, lebih tinggi dibandingkan kondisi normal
yang hanya sebesar 3-5%. Hal tersebut membuat tingkat penjualan Poultry Shop relatif menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya.
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
NOVEMBER 2017
40
Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (Rakorpusda) dan Bank Indonesia yang diinisiasi
bersama oleh Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, telah
diselenggarakan di Bandung, Jawa Barat pada Rabu, 27 September 2017. Rakorpusda tersebut
Indonesia, Menteri Perindustrian, serta pejabat dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat; Kementerian Perhubungan; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi; Kementerian Pariwisata; dan Kementerian Pertanian. Rapat juga dihadiri oleh Gubernur
Jawa Barat, serta sejumlah Bupati dan Walikota di Jawa Barat.
BOKS 1
RAPAT KOORDINASI PEMERINTAH PUSAT, PEMERINTAH DAERAH
DAN BANK INDONESIA (RAKORPUSDA)
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
41
NOVEMBER 2017
Rakorpusda menghasilkan kesimpulan bahwa stabilitas makroekonomi perlu didukung oleh
pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkesinambungan. Untuk mewujudkan hal tersebut,
diperlukan dua kebijakan penting yakni, pertama, pemenuhan berbagai faktor pendukung (enablers) bagi
pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja khususnya percepatan pembangunan infrastruktur
baik fisik maupun lunak; dan kedua, pengembangan sektor-sektor ekonomi potensial yang berdaya saing
tinggi dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, informasi digital, dan e-commerce. Kombinasi
kebijakan tersebut disertai dukungan partisipasi swasta secara aktif diyakini dapat mengatasi berbagai
permasalahan dalam perekonomian Indonesia seperti kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan
sosial-ekonomi.
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
NOVEMBER 2017
42
Rapat Koordinasi juga mencermati bahwa kesenjangan ekonomi masih menjadi tantangan yang
perlu menjadi perhatian seluruh pemangku kebijakan. Dalam konteks perekonomian Jawa Barat,
terdapat tantangan berupa ketimpangan ekonomi secara spasial antara Jawa Barat bagian Utara dan
Selatan, dan kesenjangan ekonomi yang tinggi di daerah perkotaan. Upaya mengatasi kesenjangan dan
meningkatkan kesejahteraan memerlukan peran aktif seluruh unsur masyarakat, termasuk pesantren.
Berkaitan dengan hal tersebut, peserta Rapat Koordinasi juga melakukan diskusi dengan delapan
pimpinan pesantren terbesar di Jawa Barat. Pertemuan membahas mengenai upaya mewujudkan
pesantren sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif guna mengatasi ketimpangan di
Jawa Barat.
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
43
NOVEMBER 2017
Rapat Koordinasi menyepakati lima hal penting yang akan diwujudkan dalam bentuk kebijakan yang
konsisten dan bersinergi, sebagai berikut:
1. Mendorong percepatan pembangunan infrastruktur di Jawa Barat yang akan mendukung tumbuhnya
sektor-sektor ekonomi potensial. Proyek infrastruktur yang perlu menjadi prioritas antara lain:
a. Konektivitas jalan darat yang menghubungkan Utara-Selatan dan Timur-Barat wilayah Jawa Barat
antara lain Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu), Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi),
Jalan Tol Cileunyi-Garut-Tasikmalaya (Cigatas), dan Jalur Lintas Pantai Selatan (Pansela), akses
jalan kawasan-kawasan industri di Jawa Barat bagian Utara, jalan tol dari Cipali ke Patimban,
serta pembangunan Bandung Intra Urban Toll Road.
b. Jalur kereta api double track Bogor-Sukabumi.
c. Bandara Internasional Jawa Barat Kertajati sebagai pusat logistik.
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
NOVEMBER 2017
44
d. Pelabuhan Patimban.
e. Bandungan/Waduk: Jatigede, Leuwikeris, Kuningan, Karian, dan Sindangheula.
f. Ketersediaan air baku untuk air bersih dan air minum melalui optimalisasi pemanfaatan sungai
Citarum.
g. Listrik/Energi: PLTU Lontar, PLTU Suralaya, disertai dukungan pengembangan Transmisi High
Voltage Direct Current.
Upaya pembangunan infrastruktur dan pengembangan sektor ekonomi potensial juga memerlukan
adanya keselarasan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dan peningkatan peran proaktif dari
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk memperbaiki infrastruktur di daerah. Hal tersebut
dilakukan melalui: (i) peningkatan kualitas dan kuantitas jalan kabupaten/kota; (ii) optimalisasi
pemanfaatan dana desa untuk pembangunan infrastruktur dan sarana desa; (iii) pengembangan dan
pemberdayaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES); dan (iv) perbaikan infrastruktur kunci lain yang
menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
2. Mendorong berkembangnya sektor ekonomi potensial daerah sebagai sumber pertumbuhan baru
yang disesuaikan dengan karakteristik daerah. Khusus untuk Jawa Barat bagian Utara perlu difokuskan
pada sektor industri yang berdaya saing tinggi, padat karya, dan berorientasi ekspor (antara lain
industri otomotif dan alat transportasi, industri makanan-minuman, industri elektronik dan
telematika, serta industri tekstil dan produk tekstil). Sementara itu, pengembangan sektor ekonomi
potensial di Jawa Barat bagian Selatan difokuskan pada optimalisasi pengolahan hasil pertanian yang
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
45
NOVEMBER 2017
berdaya saing tinggi melalui industri berbasis pertanian, serta pengembangan sektor pariwisata,
termasuk sektor maritim, sebagai quick wins untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi Jawa Barat
bagian Selatan.
3. Untuk mendorong berkembangnya sektor industri berdaya saing tinggi, selain pengembangan
infrastruktur fisik juga akan dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:
a. Meningkatkan kapasitas SDM melalui pendidikan vokasi, antara lain melalui pembangunan dan
penyelenggaraan Politektik/Akademi di Kawasan Industri dan Wilayah Pusat Pertumbuhan
Industri (WPPI), dan kerjasama antar SMK dengan industri.
b. Meningkatkan skala ekonomi dan kapasitas Industri Kecil dan Menengah (IKM) di Jawa Barat dan
produknya melalui pendampingan yang memastikan adanya jaminan produk, keamanan, dan
standar. Selain itu, diperlukan optimalisasi penggunaan teknologi dan integrasi Industri Kecil dan
Menengah (IKM) ke perekonomian digital melalui pengembangan e-smart IKM dengan
sentra di seluruh Indonesia, termasuk di Jawa Barat, terutama untuk industri fashion, industri
kreatif, kerajinan, furniture, kosmetik, herbal, perhiasan, logam dan makanan-minuman. Lebih
lanjut, promosi IKM akan dioptimalkan melalui penggunaan e-commerce dan didukung pusat
logistik serta infrastruktur konektivitas.
4. Pengembangan sektor pertanian difokuskan pada upaya untuk meningkatkan nilai tambah hasil
produk pertanian yakni:
a. Memperkuat kelembagaan petani melalui pengembangan corporate/ cooperative farming sehingga
memacu berkembangnya agroindustri-agrobisnis, termasuk pertanian organik yang lebih bernilai
tambah.
b. Meningkatkan akses pembiayaan usaha pertanian antara lain melalui penyaluran KUR pada sektor
primer yang didukung oleh asuransi pertanian dan peternakan, serta mempercepat program
Sertifikasi Hak Atas Tanah (SHAT) bagi petani.
c. Melakukan intensifikasi pertanian, serta meningkatkan efisiensi distribusi logisitik, dan perbaikan
tata niaga pangan.
5. Pengembangan sektor pariwisata dengan strategi penguatan atraksi, akses, dan amenitas (3A)
sebagai quick wins melalui pengembangan destinasi unggulan pariwisata tematik yakni wisata bahari,
wisata sejarah, religi, dan tradisi-seni budaya, serta desa wisata. Prioritas destinasi wisata yang dapat
dikembangkan antara lain Pelabuhan Ratu dan Tanjung Lesung. Di samping itu akan dilakukan
penguatan branding dan promosi pariwisata yang terintegrasi dengan mengoptimalkan penggunaan
teknologi dan e-commerce. Pengembangan sektor pariwisata di selatan Jawa Barat dan Banten akan
disertai percepatan pembangunan infrastruktur konektivitas, yaitu Tol Ciawi-Sukabumi.
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
NOVEMBER 2017
46
Selanjutnya, berdasarkan kesepakatan instansi peserta Rakorpusda telah disusun sebuah longlist
tindak lanjut, sebagai berikut:
POIN TINDAK LANJUT LIST TINDAK LANJUT AREA WEWENANG
HARD INFRASTRUCTURE
1. Tol Cileunyi-Sumedang-
Dawuan (Cisumdawu)
1. Percepatan proses pembebasan lahan a.l
lahan seksi I & II, lahan milik pemerintah
yang terimbas pembangunan.
2. Proses perizinan terkait dengan
perubahan penetapan lokasi untuk seksi
III, IV, V dan IV karena hambatan
geografis.
3. Pelaksanaan konstruksi pada porsi
pemerintah (seksi I dan II)
Penetapan lokasi
perubahan lokasi oleh
Pemprov
2. Tol Bogor-Ciawi-
Sukabumi (Bocimi)
1. Percepatan proses pembebasan lahan a.l
lahan yang telah dikonsinyasi di
pengadilan, sejumlah tanah wakaf,
administrasi pembebasan tanah
tambahan.
2. Percepatan perizinan terkait relokasi
utilitas milik perusahaan daerah, izin
persinggungan dengan fasilitas milik
negara (jalan, rel) dan persilangan dengan
wilayah sungai.
1. Penetapan oleh PN,
rekomendasi tanah
wakaf oleh
Kemenag,
penyelesaian peta
bidang lahan
tambahan oleh
BPN.
2. Perizinan relokasi
pipa PDAM,
perizinan
perlintasan KAI, izin
perlintasan jalan
nasional oleh DItjen
Binamarga, wilayah
sungai oleh KLH (9
sungai & 27 anak
sungai).
Palabuhanratu-Cikidang-Cibadak-Jakarta
Bandung-Pangalengan-Rancabuaya
Pangandaran-Ciamis-Cikijing-Cirebon
i
LINTAS SELATAN JABAR
Bandung
Cirebon
Jakarta
Pangandaran
Rancabuaya
Palabuhanratu
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
47
NOVEMBER 2017
POIN TINDAK LANJUT LIST TINDAK LANJUT AREA WEWENANG
3. Jalur Lintas Pantai Selatan
(Pansela)
Peningkatan kualitas Jalur Lintas Selatan (JLS)
mencakup kondisi jalan dan fasilitas
pendukungnya a.l penerangan
Perbaikan kualitas jalan
yang tidak dalam
kondisi mantap serta
penambahan fasilitas
umum untuk
mendukung
operasional jalan (a.l
lampu jalan, petunjuk
arah & marka jalan)
4. Akses jalan kawasan-
kawasan industri di Jawa
Barat bagian Utara
Perbaikan akses jalan di kawasan industri Perbaikan jalan provinsi
maupun kabupaten
yang merupakan akses
dari/menuju kawasan
industri (Pemda).
5. Akses jalan dari Cipali-
Patimban
1. Percepatan pembebasan lahan akses jalan
akses tahap I (sepanjang 8,1 km).
2. Percepatan perencanaan pembanginan
jalan akses tahap II (Patimban-Cipali
sepanjang 40 km).
Proses pembebasan
lahan oleh BPN pasca
penyerahan dokumen
penetapan lokasi oleh
Kemenhub
6. Bandara Kertajati 1. Pembebasan lahan bagi konektivitas jalan
menuju/dari bandara baik jalan tol maupun
non tol
2. Kendala pembiayaan pembangunan akses
darat
3. Kebijakan terkait pengelolaan bandara
(kesiapan operator, aktivitas Bandara
Husein Sastranegara) untuk menimalisir
ketidakpastian investasi.
4. Rencana perpanjangan runway sepanjang
3.500 m untuk mendukung rencana
penerbangan haji di 2018
1. Penetapan izin
lokasi jalan tol
menuju bandara
oleh Pemprov Jabar.
2. Kebijakan
pengoperasian
Bandara Kertajati
oleh Kemenhub &
KemenBUMN.
3. Penetapan
dukungan APBD-P
2017 untuk
perpanjangan
runway oleh DPRD
Prov. Jabar
7. Pelabuhan Patimban 1. Percepatan proses perizinan AMDAL
2. Penetapan skema pembiayaan
1. Proses perizinan
telah diajukan
kepada KLH
2. Penetapan
pembiayaan oleh
Kementerian
8. Jalur kereta api double
track Bogor-Sukabumi
Meningkatkan efisiensi waktu tempuh melalui
perbaikan jalur existing (penuh tikungan)
9. Waduk Jatigede Optimalisasi fungsi waduk jatigede dalam hal
pengairan, pembangkitan listrik dan
dukungan bagi penyediaan air minum
10. Bendungan Leuwikeris Percepatan proses pembebasan lahan Penyelesaian sengketa
lahan HGU
11. Bendungan Kuningan 1. Percepatan proses pembebasan lahan
2. Percepatan amandemen kontrak multiyear
Penetapan kesepakatan
Harga ganti rugi
dengan masyarakat,
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
NOVEMBER 2017
48
POIN TINDAK LANJUT LIST TINDAK LANJUT AREA WEWENANG
persiapan ganti rugi
tegakan kawasan
hutan, penyelesaian
luasa kawasan hutan
yang dizinkan untuk
dibangun.
12. Bendungan Karian Percepatan relokasi aset perusahaan negara Relokasi SUTT yang
berada di wilayah
pembangunan
13. Bendungan
Sindangheula
1. Penyelesaian kajian desain sebagai dasar
pembebasan lahan.
2. Percepatan proses pembebasan lahan,
khususnya terkait pembayaran ganti rugi
lahan yang telah diverifikasi BPN
Pembebasan lahan
merupakan wewenang
Pemerintah Provinsi
14. Optimalisasi
pemanfaatan sungai
Citarum
Langkah konservasi daerah aliran sungai
citarum untuk mendukung kesinambungan
pasokan air bersih
15. Pembangunan PLTU
Lontar unit 4
Penyelesaian sesuai tenggat
16. Pembangunan PLTU
Suralaya
Penyelesaian sesuai tenggat
SOFT INFRASTRUCTURE
1. Peningkatan Kapasitas
SDM untuk mendukung
pengembangan industry
1. Penyelenggaraan pendidikan vokasi yang
terintegrasi dengan industri.
2. Peningkatan kerjasama antara SMK dan
industry.
2. Peningkatan skala
ekonomi & kapasitas IKM
a. Peningkatan
standarisasi &
keamanan produk.
b. Optimalisasi
penggunaan
teknologi dan
integrasi IKM dalam
perekonomian
digital a.l e-
smartIKM,
ecommerce
1. Penyelenggaran workshop terpadu bagi
IKM.
2. Pendampingan bagi IKM potensial.
3. Pengembangan sektor
pertanian :
a. Memperkuat
kelembagaan petani
melalui
pengembangan cor
porate/
cooperative farming.
b. Meningkatkan akses
pembiayaan usaha
pertanian antara lain
melalui penyaluran
1. Perumusan dan pengembangan format
corporate/ cooperative farming.
2. Upaya pendampingan kepada
petani/kelompok petani untuk mengakses
pembiayaan perbankan dan asuransi
pertanian/peternakan.
3. Implementasi inovasi dan teknologi untuk
meningkatkan produktivitas dan kualitas
produk pertanian.
4. Perbaikan efisiensi tata niaga produk
pertanian.
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
49
NOVEMBER 2017
POIN TINDAK LANJUT LIST TINDAK LANJUT AREA WEWENANG
KUR pada sektor
primer yang
didukung oleh
asuransi pertanian
dan peternakan
c. Melakukan
intensifikasi
pertanian, serta
meningkatkan
efisiensi distribusi
logisitik, dan
perbaikan tata niaga
pangan.
4. Pengembangan sektor
pariwisata : Tanjung
Lesung
a. Percepatan pembebasan lahan seluas 70
ha.
b. Percepatan penyelesaian pembangunan
infrastruktur pendukung : akses jalan,
listrik, air bersih.
5. Pengembangan sektor
pariwisata : Pelabuhan
Ratu
NOVEMBER 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
51
BAB II BAB II
NOVEMBER 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
52
2.1. Gambaran Umum
Total anggaran belanja fiskal Jawa Barat untuk tahun 2017 mencapai Rp156,83 Triliun, meliputi belanja
APBD Provinsi Jawa Barat sebesar Rp32,43 Triliun (pangsa 20,68%), belanja APBD kabupaten/kota di Jawa
Barat1 sebesar Rp83,92 Triliun (pangsa 53,51%) dan belanja APBN sebesar Rp40,48 Triliun (pangsa
25,81%). Dibandingkan tahun 2016, terjadi peningkatan belanja fiskal Jawa Barat sebesar 2,12% (yoy), di
mana peningkatan terbesar terjadi pada belanja Provinsi sebesar 9,95% (yoy) dan APBN sebesar 6,02%
(yoy). Di sisi lain, total belanja fiskal kabupaten/kota pada tahun 2017 mengalami penurunan dengan
tumbuh sebesar -2,31% (yoy). Hal ini terutama disebabkan oleh adanya perubahan nomenklatur pada
tahun anggaran 2017 sehingga beberapa urusan atau wewenang Pemerintah Kab/Kota dialihkan ke
Pemerintah Provinsi. Secara spasial, anggaran belanja APBD kabupaten/kota tertinggi dimiliki oleh Kota
Bandung yang mencapai Rp7,36 Triliun (pangsa 8,1%) dan terendah adalah Kota Banjar sebesar Rp711,16
Miliar (pangsa 0,85%).
Pada triwulan III 2017, realisasi belanja fiskal gabungan di Jawa Barat mencapai Rp86,58 Triliun yang terdiri
dari belanja Pemerintah 27 Kab/Kota (42,43%), belanja APBN di Jawa Barat (24,96%), dan belanja
Pemerintah Provinsi Jawa Barat (19,19%). Persentase realisasi belanja terhadap pagu pada triwulan III 2017
yang lebih tinggi dibanding triwulan III 2016 hanya terjadi pada belanja Pemerintah Provinsi, sementara
belanja APBN dan Pemerintah Kab/Kota tercatat lebih rendah. Persentase realisasi anggaran belanja APBD
Provinsi Jawa Barat pada triwulan III 2017 sebesar 59,19% (triwulan III 2016 sebesar 57,38%) (Tabel 2.1).
Di sisi lain, belanja APBN terealisasi sebesar 61,66% terhadap pagu (triwulan III 2016 sebesar 63,02%) dan
belanja Pemerintah Kab/Kota terealisasi sebesar 50,56% (triwulan III 2016 sebesar 52,65%). Dengan
demikian, gabungan belanja fiskal di Jawa Barat (APBN, Provinsi, dan Kab/Kota) terealisasi sebesar 55,21%
terhadap pagu pada triwulan III 2017, sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 55,80%
terhadap pagu.
Dari sisi pertumbuhan, total belanja fiskal di Jawa Barat pada triwulan III 2017 tumbuh 1,03% (yoy),
melambat dibanding triwulan II 2017 yang tumbuh 7,95% (yoy). Secara spesifik, perlambatan laju
pertumbuhan belanja dibanding triwulan sebelumnya terjadi pada belanja APBN (dari 41,01% menjadi
3,72%) dan belanja APBD Provinsi (dari 27,44% menjadi 16,94%). Di sisi lain, pertumbuhan belanja APBD
gabungan Kab/Kota membaik dari -11,56% pada triwulan II 2017 menjadi -6,18% pada triwulan III 2017.
Secara spasial, persentase realisasi belanja terhadap pagu tertinggi terjadi di Kab. Garut (66,4% dari pagu)
dan terendah di Kab. Majalengka (18,9% dari pagu). Sementara itu, pertumbuhan belanja tertinggi pada
triwulan III 2017 dialami oleh Kab. Pangandaran (29,11%, yoy) dan terendah di Kab. Majalengka (-
66,92%, yoy).
1 Data APBD Kab/Kota mencakup 27 kab/kota yang ada di Jawa Barat, diambil dari situs Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi
Anggaran (TEPRA) : monev.lkpp.go.id
NOVEMBER 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
53
Dari sisi pendapatan, realisasi penerimaan APBD Provinsi Jawa Barat pada triwulan III 2017 sebesar Rp24,06
Triliun atau 78,80% dari target. Persentase realisasi ini lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2016 sebesar
74,92% dari target. Tingginya realisasi pendapatan pada APBD Provinsi ini terutama didorong oleh realisasi
Pendapatan Asli Daerah mencapai 79,40% dari target (triwulan III 2016 sebesar 75,44% dari target) dan
Dana Perimbangan yang mencapai 78,06% (triwulan III 2016 sebesar 74,17%).
Tabel 2.1. Ringkasan Realisasi APDB Provinsi Jawa Barat Triwulan I II 2017
Sumber : Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jawa Barat, diolah
2.2. APBD Provinsi Jawa Barat
Dukungan fiskal Provinsi Jawa Barat untuk tahun 2017 (APBD) mencapai Rp30,54 Triliun untuk anggaran
pendapatan dan Rp32,43 Triliun untuk anggaran belanja dan transfer (Grafik 2.1). Anggaran pendapatan
meningkat 15,29% (yoy) dibanding tahun 2016 sebesar Rp26,81Triliun. Peningkatan target ini seiring
dengan berlanjutnya prospek perbaikan ekonomi di tahun 2017 serta kenaikan sejumlah tarif maupun
pajak yang menjadi sumber pendapatan daerah (contoh : biaya STNK, harga BBM, dll). Di sisi lain, anggaran
belanja tahun 2017 meningkat sebesar 9,95% (yoy) dibanding tahun 2016 sebesar Rp28,60 Triliun.
Peningkatan pada anggaran belanja ini terutama didorong oleh peningkatan yang signifikan pada pos
belanja pegawai (140,1%, yoy) sehubungan dengan mulai diterapkannya UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah yang berimplikasi pada beralihnya beberapa kewenangan kota-kabupaten ke provinsi,
provinsi ke nasional, maupun sebaliknya. Beberapa kewenangan yang beralih dari sebelumnya di
kota/kabupaten ke provinsi adalah pendidikan menengah, ketenagakerjaan, ESDM, perhubungan dan
kehutanan yang berdampak kepada dialihkannya PNS kota/kabupaten ke provinsi sebanyak 28 ribu orang,
dengan proporsi terbesar adalah tenaga guru termasuk honorer. Sebaliknya, PNS provinsi yang dialihkan
ke kabupaten/kota maupun nasional hanya sebesar 162 orang. Adapun pengalihan wewenang yang cukup
besar ke Pemerintah Provinsi tersebut tidak dibarengi dengan pengalihan/penambahan DAU/DAK. Hal ini
berdampak pada proporsi anggaran Pemerintah Provinsi di tahun 2017, di mana beberapa dinas/SKPD
mengalami pengurangan anggaran untuk mengkompensasi peningkatan biaya gaji pada tahun 2017.
Realisasi
(Rp Miliar)
% Realisasi
thd APBD P
Realisasi
(Rp Miliar)
% Realisasi
thd APBD P
I Pendapatan 26.807 20.083 74,92 30.541 24.065 78,80
1 Pendapatan Asli Daerah 16.180 12.206 75,44 16.524 13.120 79,40
2 Dana Perimbangan 10.595 7.858 74,17 13.987 10.919 78,06
3 Lain-lain Pendapatan 32 19 59,93 30 26 87,83
II Belanja 28.603 16.414 57,38 32.429 19.193 59,19
1 Belanja Operasi 18.623 12.327 66,19 23.668 15.278 64,55
2 Belanja Modal 3.546 979 27,61 2.292 789 34,42
3 Belanja Tidak terduga 50 - - 61 0,03 0,04
4 Belanja Transfer 6.385 3.107 48,67 6.409 3.126 48,79
Surplus/ (Defisit) (1.796) 3.670 (204,27) (1.888) 4.872 (258,03)
APBD 2017
(Rp Miliar)
S.d. Triwulan III 2017S.d. Triwulan III 2016APBD 2016 P
(Rp Miliar)No. Uraian
NOVEMBER 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
54
Secara ringkas, persentase realisasi baik pada anggaran belanja maupun pendapatan Pemerintah Provinsi
Jawa Barat pada triwulan III 2017 lebih tinggi dibanding triwulan III 2016. Persentase realisasi belanja pada
triwulan III 2017 mencapai 59,19% dari pagu, lebih tinggi dibanding triwulan III 2016 sebesar 57,38%.
Sejalan dengan hal tersebut, realisasi pendapatan juga menunjukkan pencapaian yang lebih baik, yakni
mencapai 78,80% dari target pada triwulan III 2017, lebih tinggi dibanding triwulan III 2016 sebesar
74,92%.
Namun demikian, pertumbuhan belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat melambat dari 27,44% (yoy) pada
triwulan II 2017 menjadi 16,94% (yoy) pada triwulan III 2017 (Grafik 2.2). Secara spesifik, perlambatan
pertumbuhan belanja ini disebabkan oleh melambatnya belanja modal (dari 5,64% menjadi -19,45%),
belanja barang (dari 79,89% menjadi 51,55%), dan belanja bantuan keuangan (dari 245,61% menjadi
8,64%). Hal ini diperkirakan terutama dipengaruhi oleh base effect di mana pada triwulan III 2016
berlangsung penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-19 di Jawa Barat dengan sebagian besar
dana penyelenggaraan bersumber dari APBD Provinsi Jawa Barat, khususnya dari pos belanja bantuan
keuangan.
Di sisi lain, pendapatan Pemerintah Provinsi pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 19,83% (yoy),
meningkat dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar 19,09% (yoy). Peningkatan pertumbuhan
pendapatan khususnya bersumber dari Pendapatan Asli Daerah yang tumbuh dari 0,60% (yoy) menjadi
7,49% (yoy) pada triwulan III 2017, ditopang peningkatan penerimaan Pajak Daerah.
Berdasarkan perkembangan-perkembangan di atas, pada triwulan III 2017 neraca APBD Provinsi Jawa Barat
meraih surplus anggaran sebesar Rp4,87 Triliun, lebih tinggi dibanding triwulan III 2016 yang mengalami
surplus anggaran sebesar Rp3,67 Triliun.
Sumber: BPKAD Pemprov Jabar (diolah staf BI)
Sumber: BPKAD Pemprov Jabar (diolah staf BI)
2.2.1. Anggaran Pendapatan Provinsi Jawa Barat
Pada tahun 2017, kenaikan anggaran pendapatan daerah Provinsi Jawa Barat terutama ditopang oleh
kenaikan pada anggaran transfer dana perimbangan yang naik cukup signifikan hingga 37,19% (yoy),
khususnya didorong oleh peningkatan pada pagu Dana Alokasi Umum (DAU) yang meningkat dari Rp1,02
Triliun pada tahun 2016 menjadi Rp2,99 Triliun pada tahun 2017 atau tumbuh 192,98% (yoy) (Tabel 2.2).
Peningkatan transfer DAU ke Pemerintah Provinsi antara lain merupakan implikasi dari pengalihan urusan
Grafik 2.1. Perkembangan APBD Provinsi Jawa Barat
Grafik 2.2. Perkembangan Pendapatan dan Belanja
Pemerintah Provinsi Jawa Barat
NOVEMBER 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
55
pendidikan SMA/SMK dan urusan lainnya dari Pemerintah Kab/Kota ke Provinsi. Sejalan dengan hal
tersebut, pagu Dana Alokasi Khusus (DAK) juga mengalami peningkatan sebesar 19,19% (yoy).
Peningkatan ini khususnya terjadi pada pagu DAK Non Fisik seiring dengan adanya penambahan jenis DAK
Non Fisik yakni : (1) dana pelayanan administrasi kependudukan dan (2) tunjangan khusus guru pegawai
negeri sipil daerah (PNSD) di desa sangat tertinggal. Anggaran pendapatan asli daerah (PAD) yang menjadi
penopang utama pendapatan daerah tumbuh terbatas, yakni sebesar 1,58% (yoy) pada tahun 2017,
terutama didorong oleh peningkatan target pendapatan pajak daerah tahun 2017 sebesar 1,50% (yoy).
Tabel 2.2. Anggaran Pendapatan Daerah Perubahan Provinsi Jawa Barat 2016 dan 2017
Sumber : BPKAD Provinsi Jawa Barat, diolah staf BI
Rasio derajat otonomi fiskal (DOF) Provinsi Jawa Barat masih dalam kategori baik, tercermin dari 54,10%
anggaran pendapatan pada tahun 2017 bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun demikian,
DOF ini mengalami sedikit penurunan dibanding tahun 2016 sebesar 61,40% seiring dengan meningkatnya
pangsa dana perimbangan. Pajak daerah masih menjadi komponen terbesar PAD dengan pangsa mencapai
92,2%, relatif tidak berubah dibanding tahun 2016 (Grafik 2.3). Pertumbuhan target penerimaan pajak
daerah tahun 2017 sebesar 1,50% (yoy) lebih rendah dibanding pertumbuhan target penerimaan pajak
tahun 2016 sebesar 5,16% (yoy). Secara spesifik, penurunan pada tahun 2017 terjadi pada target Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor/PBBKB yang terkontraksi sebesar -2,71% (yoy) serta target Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor/BBNKB yang terkontraksi sebesar -2,79% (yoy). Adanya penurunan pada target
BBNKB diperkirakan salah satunya sebagai dampak dari kenaikan biaya STNK. Sementara itu, penurunan
target PBBKB diperkirakan memperhitungkan kebijakan Pemerintah yang kembali tidak menaikkan harga
BBM subsidi khususnya sepanjang semester I 2017.
I PAD 16.267 16.524 1,58
a. Pajak Daerah 15.013 15.238 1,50
b. Retribusi Daerah 70 58 (16,73)
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 335 323 (3,35)
d. Lain-lain PAD 849 904 6,49
II Dana Perimbangan 10.196 13.987 37,19
a. Bagi Hasil Pajak 1.396 1.724 23,49
b. Dana Alokasi Umum 1.021 2.992 192,98
c. Dana Alokasi Khusus 7.779 9.271 19,19
III Lain-lain Pendapatan 29 30 3,57
a. Bantuan Keuangan (Hibah) 24 22 (6,24)
b. Lain-lain Penerimaan 0 0 0,00
c. Dana Penyesuaian dan Otsus 5 8 50,00
26.491 30.541 15,29Total Pendapatan
No. UraianAPBD 2017 (Rp
Miliar)
APBD 2016 P (Rp
Miliar)
% Perubahan
(yoy)
NOVEMBER 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
56
2.2.2. Realisasi Pendapatan Provinsi Jawa Barat Triwulan III 2017
Pada triwulan III 2017, realisasi pendapatan APBD Provinsi Jawa Barat sebesar Rp24,06 Triliun atau 78,80%
terhadap target, lebih tinggi dibanding triwulan III 2016 sebesar Rp20,08 Triliun atau 74,92% terhadap
target (Tabel 2.3). Adapun komponen pendapatan dengan persentase realisasi tertinggi pada triwulan III
2017 adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang mencapai 79,40%. Ditinjau dari sisi pertumbuhan
tahunan, maka komponen yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah Dana Perimbangan yang
mencapai 38,95% (yoy), walau masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan realisasinya pada triwulan
II 2017 (48,27%). Hal ini didorong oleh transfer Dana Alokasi Umum dari Pemerintah Pusat yang
berlangsung tepat waktu serta adanya pengalihan wewenang dari Pemerintah Kab/Kota ke Pemerintah
Provinsi yang turut mengalihkan sebagian alokasi DAK-nya ke Provinsi.
Tabel 2.3. Realisasi Pendapatan Provinsi Jawa Barat Triwulan III 2017
Sumber : BPKAD Provinsi Jawa Barat, diolah
Realisasi
(Rp Miliar)
% Realisasi
thd APBD
Realisasi
(Rp Miliar)
% Realisasi
thd APBD
I PAD 16.180 12.206 75,44 16.524 13.120 79,40
a. Pajak Daerah 14.931 11.263 75,44 15.238 11.769 77,23
b. Retribusi Daerah 66 55 83,64 58 46 78,28
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 310 320 103,20 323 338 104,43
d. Lain-lain PAD 873 568 65,02 904 968 107,04
II Dana Perimbangan 10.595 7.858 74,17 13.987 10.919 78,06
a. Bagi Hasil Pajak 1.600 1.284 80,25 1.724 1.590 92,23
b. Dana Alokasi Umum 1.247 927 74,37 2.992 2.443 81,66
c. Dana Alokasi Khusus 7.747 5.646 72,88 9.271 6.886 74,27
III Lain-lain Pendapatan 32 19 59,93 30 26,08 87,83
a. Bantuan Keuangan (Hibah) 27 14 52,44 22 15 65,99
b. Lain-lain Penerimaan 0 0 - 0 4 0,00
c. Dana Penyesuaian dan Otsus 5 5 100,00 8 8 100,00
26.807 20.083 74,92 30.541 24.065 78,80Total Pendapatan
S.d Tw III 2017S.d Tw III 2016APBD 2017
(Rp Miliar)
APBD 2016
(Rp Miliar)No. Uraian
Grafik 2.3. Pangsa Komponen Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa Barat
NOVEMBER 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
57
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pada triwulan III 2017, realisasi Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Provinsi Jawa Barat mencapai
Rp24,06 Triliun atau tumbuh sebesar 7,49% (yoy),
meningkat dibanding triwulan II 2017 yang tumbuh
sebesar 0,60% (yoy). Peningkatan laju
pertumbuhan PAD dibandingkan triwulan
sebelumnya terjadi pada mayoritas komponen PAD
(kecuali hasil pengelolaan kekayaan daerah).
Adapun komponen pajak daerah sebagai
komponen dengan pangsa terbesar (89,70%)
tercatat tumbuh sebesar 4,50% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar -
0,62% (yoy).
Penerimaan pajak daerah ini terutama bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor/PKB (40,5%), Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor/BBNKB (32,3%), dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor/ PBBKB (14,6%)
(Grafik 2.4). Tingginya pangsa penerimaan dari PKB sejalan dengan karakteristik Jawa Barat dengan jumlah
penduduk terbanyak serta menjadi penyangga ibukota di mana banyak masyarakat di wilayah suburban
yang bekerja di Jakarta dan memanfaatkan kendaraan bermotor. Selain itu, hal ini juga tidak terlepas dari
upaya pemerintah meningkatkan partisipasi wajib pajak melalui pembebasan BBNKB dan denda BBNKB
dari luar provinsi Jawa Barat yang melakukan mutasi masuk ke Provinsi Jawa Barat pada semester II 2016
lalu.
Berdasarkan laju pertumbuhan tahunannya, peningkatan terbesar terjadi pada pertumbuhan Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor/BBNKB yakni dari -5,16% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 1,57% (yoy) pada
triwulan III 2017, diikuti Pajak Kendaraan Bermotor/PKB (dari 1,19% menjadi 6,46%) dan Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor/ PBBKB (dari 1,93% menjadi 4,87%). Secara umum, meningkatnya penerimaan
daerah di triwulan III 2017 mayoritas ditopang oleh penjualan terkait kendaraan bermotor. Masyarakat
ditengarai mengalihkan pembelian kendaraan bermotornya ke triwulan III 2017, setelah pada triwulan II
2017 pembelian relatif ditahan karena terutama mengalokasikan dananya untuk biaya pendidikan
memasuki Tahun Ajaran baru.
Dana Perimbangan
Pada triwulan III 2017, realisasi transfer dana perimbangan mencapai Rp10,92 Triliun atau 78,06%
terhadap pagu anggaran, lebih tinggi dibanding triwulan III 2016 yang terealisasi sebesar Rp7,86 Triliun
atau 74,17% terhadap pagu anggaran. Peningkatan baik secara nominal maupun persentase realisasi
terhadap pagu ini terjadi pada ketiga komponen dana perimbangan. Adapun persentase realisasi tertinggi
adalah pada transfer dana bagi hasil yang mencapai 92,23% terhadap pagu, lebih tinggi dibanding triwulan
III 2016 sebesar 80,25% terhadap pagu.
Sumber: BPKAD Pemprov Jabar (diolah staf BI)
Grafik 2.4. Pangsa Realisasi Pajak Daerah Tw III 2017
NOVEMBER 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
58
Dana Alokasi Umum (DAU) ke Jawa Barat pada triwulan III 2017 terealisasi sebesar Rp2,44 Triliun atau
81,66% terhadap pagu anggaran, lebih tinggi dibanding triwulan III 2016 yang terealisasi sebesar Rp927
Miliar atau 74,37% terhadap pagu anggaran. Sejalan dengan hal tersebut, realisasi transfer Dana Alokasi
Khusus (DAK) ke Jawa Barat pada triwulan III 2017 sebesar Rp6,89 Triliun atau 74,27% terhadap pagu juga
lebih tinggi dibanding triwulan III 2016 sebesar Rp5,65 Triliun atau 72,88% terhadap pagu.
Dilihat dari sumbernya, komponen Dana Alokasi Khusus (DAK) memberikan kontribusi terbesar pada
triwulan III 2017 yakni mencapai 63,06%, disusul oleh Dana Alokasi Umum (22,38%) dan Dana Bagi Hasil
(14,56%). Sebagian dana dari DAK ini ditujukan bagi alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Dana Alokasi Umum (DAU) sangat penting bagi daerah karena dana yang bersumber dari APBN ini
merupakan bagian dari perwujudan desentralisasi dan dialokasikan untuk pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah (horizontal) dalam rangka mendanai kebutuhan daerah. Pengalokasian DAU
tersebut didasarkan atas fiscal gap2 dan alokasi dasar
3. Dana Bagi Hasil (DBH) ditujukan untuk mengatasi
ketimpangan fiskal vertical (antara pemerintah pusat dan daerah), dengan fokus alokasi kepada daerah
penghasil. Dana Alokasi Khusus (DAK) ditujukan untuk mengatasi ketimpangan penyediaan infrastruktur
layanan publik (DAK fisik) serta mendukung operasional penyelenggaraan layanan publik (DAK non fisik).
Berdasarkan data Dirjen Perbendaharaan Kanwil Jawa Barat, realisasi penyaluran DAK Fisik di Jawa Barat
hingga Oktober 2017 telah mencapai Rp2,36 Triliun atau 73,23% dari pagu tahun 2017. Sementara itu,
realisasi penyerapan baru mencapai Rp1,66 Triliun. Untuk penyaluran DAK Fisik Reguler telah tersalurkan
Rp1,21 riliun dengan penyerapan Rp887 miliar. Penyaluran terendah pada Kabupaten Subang (57,38%)
dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat (57,39%). Sementara itu, untuk DAK Fisik Penugasan telah tersalurkan
71,93% dari pagu yakni sebesar Rp1,59 triliun dan penyerapannya Rp773 miliar. Penyaluran terendah
terdapat pada kota Bandung (30%) dengan tingkat penyerapan 0%. Berdasarkan evaluasi Dirjen
Perbendaharaan Kanwil Jawa Barat, masih ada permasalahan bersifat substantif dan teknis yang dihadapi
pemerintah kabupaten/kota dalam merealisasikan DAK. Permasalahan yang dihadapi antara lain tidak
memenuhi daftar kontrak dan minimal penyerapan, sudah melakukan kontrak namun tidak di upload dan
gagal upload laporan sampai batas waktu yang ditetapkan. Sebagaimana diketahui, DAK dari pusat
ditujukan untuk membantu mendanai kegiatan khusus di daerah sesuai prioritas nasional dan berkaitan
dengan infrastruktur sehingga berhubungan dengan kontrak.
Khususnya terkait Dana Desa, terdapat 12 Kantor Pelayanan Perbendaharaan negara (KPPN) di Jawa Barat
selaku Bendahara Umum Negara (BUN) yang berperan dalam menyalurkan Dana Desa kepada 5009 desa
dari 5310 target desa penerima di Jawa Barat. Berdasarkan informasi dari Dirjen Perbendaharaan Kanwil
Jawa Barat, masih terdapat 301 desa yang belum tuntas memenuhi 4 persyaratan penyaluran yang
dikoordinasi oleh Pemerintah Kabupaten setempat, sehingga belum menerima dana desa pada Rekening
Kas Desa (RKD) masing-masing. KPPN sebagai Kuasa BUN yang menjalankan sebagian fungsi BUN,
2 Fiscal gap adalah kebutuhan fiskal (meliputi jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, PDRB
per kapita, dan indeks pembangunan manusia (IPM)) dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah (terdiri dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil (DBH).
3 Alokasi dasar dihitung berdasarkan atas jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah.
NOVEMBER 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
59
menyalurkan dana desa kepada Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) dengan mekanisme yang cepat,
sederhana dan tanpa biaya setelah menerima 4 (empat) dokumen persyaratan penyaluran berupa : Perda
APBD tahun berjalan, Peraturan Bupati/Walikota mengenai Tata Cara Pembagian dan Penetapan Rincian
Dana Desa setiap desa, Laporan Realisasi Penyaluran Dana Desa TA sebelumnya dan Laporan Konsolidasi
Realisasi Penyerapan dan Capaian Output Dana Desa TA sebelumnya. Sampai dengan tanggal 31 Juli 2017
penyaluran Dana Desa dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke RKUD telah mencapai angka sebesar
Rp. 2,727 miliar lebih, dan dari RKUD ke RKD telah tersalur sebesar Rp2,599 miliar lebih. Untuk 19
kabupaten/kota penerima Dana Desa di Provinsi Jawa Barat, beberapa telah berhasil menyalurkan kepada
seluruh desa di wilayahnya sedang selebihnya masih dibawah 100 %. Adapun 9 (Sembilan) kabupaten/kota
dengan penyaluran 100 % ke desa target terdiri dari Kab. Garut, Kab. Bandung Barat, Kab. Bekasi, Kota
Banjar, Kab. Pangandaran, Kab. Tasikmalaya, Kab. Purwakarta, Kab. Kuningan, dan Kab. Bandung.
Dalam rangka meningkatkan efisiensi penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa ke daerah, Pemerintah telah
mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mereformasi dan memperbaiki mekanisme TKDD.
Melalui PMK No. 50/PMK.07/2017 tentang pengelolaan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang
ditandatangani tanggal 4 April 2017 tersebut, Pemerintah mengakomodasi beberapa kebijakan strategis,
antara lain :
1. pengalokasian DAU bersifat dinamis atau tidak final, sehingga DAU per daerah dan realisasi
penyalurannya akan mengikuti dinamisasi perkembangan PDN net;
2. penyaluran TKDD didasarkan padan kinerja penyerapan dan capaian atas penggunaan TKDD yang
disalurkan pada tahun sebelumnya;
3. penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa, yang sebelumnya dilakukan oleh Ditjen Perimbangan Keuangan,
sekarang dilakukan oleh KPPN di seluruh Indonesia dengan tujuan untuk mendekatkan pelayanan
Kementerian Keuangan kepada pemerintah daerah;
4. penguatan peran Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dalam memberikan
rekomendasi atas usulan kegiatan DAK fisik dari kabupaten/kota, dan pelaksanaan sinkronisasi, serta
harmonisasi rencana kegiatan DAK fisik antar daerah, antar bidang, dan antar DAK dengan pendanaan
lainnya;
5. penyempurnaan kriteria dalam pengalokasian Dana Insentif Daerah (DID) berdasarkan beberapa
indikator tertentu; dan
6. peningkatan kualitas belanja infrastruktur daerah untuk meningkatkan pelayanan dasar publik, yaitu
dengan menganggarkan presentase tertentu dari dana transfer ke daerah yang bersifat umum.
Dengan adanya peraturan ini, Pemerintah Daerah didorong menjadi semakin tertib, tepat waktu, dan tepat
sasaran dalam penggunaan dana perimbangan dari Pemerintah Pusat. Namun sejalan dengan proses
implementasinya, mempertimbangkan masih adanya kendala khususnya terkait penyampaian dokumen
DAK Fisik, Pemerintah mengeluarkan PMK No. 112/PMK.07/2017 pada 3 Agustus 2017 yang pada intinya
memperpanjang batas waktu penyampaian dokumen DAK Fisik serta termin waktu penyalurannya. Selain
itu, penyaluran DAK Fisik triwulan II dan/atau triwulan III dapat disalurkan sekaligus pada triwulan IV.
NOVEMBER 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
60
Lain-lain Pendapatan
Pada komponen lain-lain pendapatan, realisasi pada triwulan III 2017 adalah sebesar Rp26 Miliar atau
87,83% terhadap pagu anggaran. Realisasi ini meningkat dibanding triwulan III 2016 sebesar Rp19 Miliar
atau 59,93% terhadap pagu anggaran. Berdasarkan komponennya, realisasi ini terdiri dari bantuan
keuangan (hibah) sebesar Rp15 Miliar atau 65,99% terhadap pagu dan Dana Penyesuaian & Otsus sebesar
Rp 8 Miliar atau 100% terhadap pagu.
2.2.3. Anggaran Belanja Provinsi Jawa Barat
Anggaran belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat terdiri dari anggaran belanja dan transfer pada APBD
2017 mencapai Rp32,43 Triliun atau meningkat sebesar 9,95% (yoy) dibanding tahun 2016 (Tabel 2.4).
Peningkatan terbesar terjadi pada anggaran belanja yang naik dari Rp22,92 Triliun pada tahun 2016
menjadi Rp26,02 Triliun pada tahun 2017 (13,52%, yoy). Di sisi lain, anggaran transfer menurun dari
Rp6,57 Triliun pada tahun 2016 menjadi Rp6,41 Triliun pada tahun 2017 (-2,49%, yoy). Penurunan
anggaran transfer yakni bagi hasil pajak salah satunya mempertimbangkan kenaikan beban belanja
Pemerintah Provinsi akibat pengalihan wewenang yang cukup besar dari Kab/Kota ke Provinsi.
Secara nominal, komponen belanja yang mengalami peningkatan terbesar adalah belanja operasi yakni dari
Rp19,57 Triliun pada 2016 menjadi Rp23,67 Triliun pada 2017 (20,97%, yoy). Secara spesifik, komponen
belanja operasi yang meningkat signifikan adalah belanja pegawai yakni dari Rp2,22 Triliun pada 2016
menjadi Rp5,34 Triliun pada 2017 (140,1%, yoy). Berdasarkan strukturnya, komponen belanja operasi
masih mendominasi alokasi belanja APDB Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan pangsa yang mencapai
91,0% (Grafik 2.5).
Tabel 2.4. Anggaran Belanja Daerah Provinsi Perubahan Jawa Barat Tahun 2016 dan 2017
Sumber : BPKAD Provinsi Jawa Barat, diolah staf BI
1 Belanja Operasi 19.566 23.668 20,97
a. Belanja Pegawai 2.225 5.342 140,10
b. Belanja Barang 3.097 3.641 17,55
c. Belanja Bunga 0 0 0,00
d. Belanja Subsidi 15 15 0,00
e. Belanja Hibah 10.181 10.382 1,98
f. Belanja Bantuan Sosial 18 38 109,35
g. Belanja Bantuan Keuangan 4.029 4.249 5,46
2 Belanja Modal 3.328 2.292 (31,14)
3 Belanja Tidak Terduga 27 61 125,14
4 Belanja Transfer 6.572 6.409 (2,49)
a. Bagi hasil pajak 6.572 6.409 (2,49)
b. Bagi hasil retribusi 0 0 0,00
29.493 32.429 9,95Total Belanja
No. UraianAPBD 2017
(Rp Miliar)
APBD 2016 P
(Rp Miliar)
% Perubahan
(yoy)
NOVEMBER 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
61
Sumber : BPKAD Provinsi Jawa Barat, diolah staf BI
Peningkatan belanja operasi ini diimbangi dengan penurunan pada anggaran belanja modal sebesar Rp1,04
Triliun (-31,14%, yoy). Sama halnya dengan belanja transfer, penurunan pada anggaran belanja modal
pada tahun 2017 merupakan bentuk kompensasi terhadap meningkatnya komponen belanja pegawai
pada belanja operasi seiring dengan pengalihan 28.000 PNS dari wewenang Kab/Kota ke Provinsi.
2.2.4. Realisasi Belanja Provinsi Jawa Barat Triwulan III 2017
Pada triwulan III 2017, realisasi belanja dan transfer APBD Provinsi Jawa Barat sebesar Rp19,19 Triliun atau
59,19% terhadap target, lebih tinggi dibanding triwulan III 2016 sebesar Rp16,41 Triliun atau 57,38%
terhadap target (Tabel 2.5). Adapun komponen belanja dengan persentase realisasi tertinggi pada triwulan
III 2017 adalah Belanja Operasi yang mencapai 64,55% terhadap pagu. Ditinjau dari sisi pertumbuhan
tahunan, maka komponen yang mengalami pertumbuhan tertinggi juga adalah Belanja Operasi yang
mencapai 23,94% (yoy), walau masih lebih rendah dibandingkan triwulan II 2017 (34,31%).
Tabel 2.5. Realisasi Belanja Provinsi Jawa Barat Hingga Triwulan III 2017
Sumber : BPKAD Provinsi Jawa Barat, diolah staf BI
Realisasi
(Rp Miliar)
% Realisasi
thd APBD
Realisasi
(Rp Miliar)
% Realisasi
thd APBD
1 Belanja Operasi 18.623 12.327 66,19 23.668 15.278 64,55
a. Belanja Pegawai 2.376 1.443 60,73 5.342 3.684 68,95
b. Belanja Barang 3.030 1.646 54,34 3.641 2.495 68,53
c. Belanja bunga 0 0 0 0 0 0
d. Belanja Subsidi 15 0 0,00 15 15 98
e. Belanja Hibah 9.659 7.327 75,86 10.382 6.990 67,33
f. Belanja Bantuan Sosial 19 10 50,34 38 30 77,96
g. Belanja Bantuan Keuangan 3.523 1.901 53,94 4.249 2.065 48,59
2 Belanja Modal 3.546 979 27,61 2.292 789 34,42
3 Belanja Tidak Terduga 50 0 0 61 0 0
4 Belanja Transfer 6.385 3.107 48,67 6.409 3.126 48,79
a. Bagi hasil pajak 6.385 3.107 48,67 6.409 3.126 48,79
b. Bagi hasil retribusi 0 0 0 0 0 0
28.603 16.414 57,38 32.429 19.193 59,19
No. Uraian
s.d Tw III 2017s.d Tw III 2016APBD 2017
(Rp Miliar)
APBD 2016
(Rp Miliar)
Total Belanja
Grafik 2.5. Proporsi Anggaran Belanja Provinsi Jawa Barat
NOVEMBER 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
62
Jika mengevaluasi pola realisasi anggaran
Pemerintah Provinsi yang memiliki
kecenderungan backloading, setelah
mengalami sedikit perbaikan pola pada triwulan
II 2017, pada triwulan III 2017 pola serapan
anggaran kembali terhambat sebagaimana
yang terjadi pada tahun 2014-2015 (Grafik 2.6).
Pada triwulan III 2017, realisasi belanja (tidak
kumulatif) terhadap pagu sebesar 22,15% atau
menurun dibanding triwulan III 2016 (24,43%)
dan juga lebih rendah dibanding rata-rata serapan triwulan III periode 2013-2015 sebesar 22,98%. Hal ini
antara lain diperkirakan karena Pemerintah mengantisipasi kemungkinan dilakukannya penghematan
anggaran oleh Pemerintah Pusat sehingga realisasi belanja sedikit ditahan sebagai bentuk tindakan berjaga-
jaga.
Peningkatan persentase serapan (kumulatif) belanja pada triwulan III 2017 dibanding triwulan III 2016
terutama disebabkan oleh belanja modal yang terealisasi sebesar 34,42% terhadap pagu, meningkat
dibanding triwulan III 2016 (27,61%). Di sisi lain, persentase serapan kumulatif belanja operasi pada
triwulan III 2017 sebesar 64,55% lebih rendah dibanding triwulan III 2016 (66,19%). Hal ini disebabkan
antara lain oleh base effect di mana pada triwulan III 2016 terdapat penyelenggaraan event Pekan Olahraga
Nasional (PON) yang mendorong realisasi belanja operasi APBD Provinsi.
Di tengah meningkatnya persentase realisasi
serapan terhadap pagu, pertumbuhan realisasi
belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat melambat
setelah sebelum sempat membaik di triwulan II
2017. Pertumbuhan belanja APBD Provinsi Jawa
Barat melambat dari 27,44% (yoy) pada triwulan
II 2017 menjadi 16,94% (yoy) pada triwulan III
2017. Hal ini didorong oleh melambatnya
pertumbuhan baik pada belanja operasi (dari
34,31% menjadi 23,94%) maupun belanja modal (dari 5,64% menjadi -19,45%) (Grafik 2.7).
Belanja Operasi
Realisasi belanja operasi pada triwulan III 2017 mencapai Rp15,28 Triliun atau sebesar 64,55% terhadap
pagu anggaran serta tumbuh sebesar 23,94% (yoy). Realisasi pertumbuhan belanja operasi ini kembali
melambat setelah sempat membaik pada triwulan II 2017 (34,31%). Kontributor utama dari realisasi
belanja operasi tersebut masih didominasi oleh komponen belanja hibah dengan pangsa mencapai 45,8%,
diikuti oleh belanja pegawai (24,1%) dan belanja barang (16,3%) (Grafik 2.8). Secara spesifik,
melambatnya laju pertumbuhan belanja operasi dibandingkan triwulan sebelumnya disebabkan oleh
Grafik 2.6. Persentase Realisasi Anggaran Belanja Per
Triwulan (%)
Grafik 2.7. Perkembangan Belanja Operasi dan Modal
NOVEMBER 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
63
belanja bantuan keuangan yang tumbuh dari 245,61% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 8,64% (yoy)
pada triwulan III 2017 dan belanja barang (dari 79,89% menjadi 51,55%) (Grafik 2.9). Hal ini terutama
disebabkan oleh base effect pelaksanaan PON ke-19 di Jawa Barat pada triwulan III 2016 di mana mayoritas
anggaran penyelenggaraannya bersumber dari APBD Provinsi Jawa Barat yakni dari pos belanja bantuan
keuangan. Selain itu, Pemerintah Daerah juga diduga menahan belanjanya sebagai bentuk antisipasi
terhadap kemungkinan dilakukan penundaan transfer dana perimbangan akibat penghematan anggaran
Pemerintah Pusat sebagaimana yang terjadi pada triwulan III 2016.
Sumber : BPKAD Provinsi Jawa Barat
Sumber : BPKAD Provinsi Jawa Barat
Di tengah melambatnya pertumbuhan belanja bantuan keuangan dan belanja barang, belanja pegawai
tercatat tumbuh meningkat dari 107,86% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 155,26% (yoy) pada triwulan
III 2017. Hal ini antara lain didorong oleh adanya penyaluran gaji ke-13 yang pencairannya digeser ke
triwulan III 2017 sementara pada tahun 2016 dicairkan pada triwulan II 2016. Selain itu, upaya mendorong
serapan anggaran juga ditempuh Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang pada Juli 2017 lalu mengirimkan
surat edaran ke masing-masing OPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan kepada seluruh
Kepala Daerah untuk mendorong percepatan penyerapan anggaran mengingat dana mengendap hingga
akhir triwulan II 2017 masih cukup besar.
Belanja Modal
Realisasi belanja modal Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada triwulan III 2017 sebesar Rp789 Miliar atau
34,42% terhadap pagu. Realisasi ini lebih rendah dibanding triwulan III 2016 sebesar Rp979 Miliar atau
tumbuh sebesar -19,45% (yoy). Pola backloading masih terlihat pada pos belanja modal, di mana puncak
serapan anggaran yang didorong oleh pembayaran proyek-proyek diperkirakan terakumulasi akhir tahun.
Terkait proyek pembangunan infrastruktur, proyek Tol Soroja sudah dituntaskan penyelesaiannya pada
triwulan III 2017 dan rencana akan dilakukan uji kelayakan pada triwulan IV 2017. Selain itu, Pemerintah
juga tengah mengerjakan proyek Jalan Tol Jakarta-Cikampek Elevated yang telah dimulai sejak triwulan II
2017. Pemerintah Provinsi juga tengah fokus melakukan penyelesaian proyek Bandara Internasional
Kertajati yang rencananya akan di-launching pada pertengahan tahun 2018. Selain ketiga proyek ini,
terdapat beberapa proyek infrastruktur strategis yang sedang berlangsung di Jawa Barat, antara lain
pembangunan Tol Cisumdawu, Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi, LRT terintegrasi Jabodebek, dan kereta cepat
Grafik 2.8. Pangsa Realisasi Belanja Operasi (%)
Grafik 2.9. Pertumbuhan Komponen Belanja Operasi
NOVEMBER 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
64
Jakarta-Bandung. Pembebasan lahan masih menjadi kendala yang kerap muncul dan juga berpotensi untuk
menghambat realisasi penyerapan belanja modal dari pembangunan fisiknya.
2.3. Belanja APBD Kabupaten/Kota di Jawa Barat
Anggaran belanja untuk 27 kabupaten/kota4 pada tahun 2017 tercatat sebesar Rp83,92 Trilun atau
menurun sebesar -2,31% (yoy) dibanding gabungan anggaran belanja tahun 2016 sebesar Rp85,90 Triliun.
Penurunan anggaran belanja ini salah satunya merupakan implikasi dari pengalihan sebagian wewenang
dari pemerintah kab/kota ke provinsi. Secara spasial, anggaran belanja untuk 5 kab/kota besar di Jawa Barat
memiliki pangsa mencapai 34,43% terhadap total anggaran belanja kab/kota di Jawa Barat. Adapun
anggaran belanja tertinggi dimiliki oleh Kota Bandung dengan pangsa mencapai 8,2%, diikuti oleh Kab.
Bogor (7,8%), Kota Bekasi (6,3%), Kab. Bekasi (6,2%), dan Kab. Bandung (5,9%) (Grafik 2.10). Di sisi lain,
kab/kota dengan pangsa belanja terendah adalah Kota Cirebon (1,62%), Kab. Pangandaran (1,59%), Kota
Sukabumi (1,37%), dan Kota Banjar (0,85%).
Sumber : TEPRA (monev.lkpp.go.id)
Berdasarkan strukturnya, anggaran belanja kab/kota masih didominasi oleh belanja pegawai (45,0%),
kemudian diikuti oleh belanja barang/jasa (22,2%), belanja modal (19,1%), dan belanja hibah & bantuan
(13,7%) (Grafik 2.11).
Sumber : TEPRA (monev.lkpp.go.id)
4 Data bersumber dari situs TEPRA, menggunakan Anggaran Perubahan
Grafik 2.11. Struktur Belanja APBD Kab/Kota 2016 dan 2017
Grafik 2.10. Pangsa Anggaran Belanja Kab/Kota 2017 (%)
NOVEMBER 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
65
Pada triwulan III 2017, realisasi belanja APBD gabungan dari 27 kab/kota yang ada di Jawa Barat mencapai
Rp42,43 Triliun atau 50,6% terhadap pagu anggaran. Persentase realisasi terendah terjadi di Kab.
Majalengka (18,87%) sementara realisasi tertinggi terjadi di Kabupaten Garut (66,40%). Rendahnya
serapan anggaran di Kab. Majalengka dan beberapa daerah serapan rendah lainnya terutama disebabkan
karena masih berjalannya pembangunan sejumlah proyek di mana pembayarannya mayoritas dilakukan
pada akhir tahun. Secara nominal, realisasi belanja terendah pada triwulan III 2017 terjadi di Kota Banjar
yakni sebesar Rp439 Miliar sementara nilai realisasi tertinggi dialami oleh Kab. Bogor sebesar Rp3,41 Triliun
(Grafik 2.12).
Sumber : Situs TEPRA (monev.lkpp.go.id)
Realisasi APBD gabungan 27 kab/kota ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan III 2016
yang mencapai Rp45,22 Triliun atau 52,6% terhadap pagu anggaran. Menurunnya kinerja realisasi belanja
belanja APBD Kab/Kota ini terutama disebabkan oleh berkurangnya beban anggaran khususnya untuk
belanja pegawai dari PNS yang kewenangannya dialihkan ke Provinsi (termasuk guru SMA dan SMK).
2.4. Belanja APBN di Jawa Barat
Dalam rangka membiayai belanja serta programnya di daerah, pemerintah pusat mengalokasikan sejumlah
anggaran APBD untuk direalisasikan di Jawa Barat. Anggaran penerimaan APBN tersebut hanya berasal dari
penerimaan dalam negeri yang bersumber dari pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), serta hibah.
Selain alokasi ini, belanja APBN juga disalurkan dalam bentuk Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke
Daerah melalui Dana Perimbangan dan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah. Belanja pemerintah pusat
melalui APBN tersebut antara lain digunakan untuk membiayai gaji pegawai Kementerian atau instansi
pemerintah pusat yang berada di Jawa Barat, seperti Kantor Wilayah Perbendaharaan Negara dan Kantor
Wilayah Pajak. Selain itu, anggaran ini juga digunakan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur
strategis yang dicanangkan oleh pemerintah pusat. Berdasarkan strukturnya, belanja APBN di Jawa Barat
terutama dialokasikan untuk belanja pegawai (45,54%) dan belanja barang (37,28%) (Tabel 2.6).
Grafik 2.12. Perkembangan Realisasi Belanja 24 Kab/Kota di Jawa Barat Triwulan II 7
NOVEMBER 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
66
Tabel 2.6. Anggaran Belanja APBN di Provinsi Jawa Barat
Sumber : Ditjen Perbendaharaan Kanwil Jawa Barat (diolah)
Pada triwulan III 2017, realisasi belanja APBN di Jawa Barat adalah sebesar Rp24,96 Triliun atau 61,66%
terhadap pagu anggaran. Berdasarkan nominalnya, realisasi ini meningkat dibanding triwulan III 2016 yang
terealisasi sebesar Rp24,06 Triliun atau tumbuh 3,72% (yoy) (Tabel 2.7). Namun demikian, persentase
serapannya masih lebih rendah dibanding triwulan III 2016 yang mencapai 63,02% terhadap pagu 2016.
Pertumbuhan belanja APBN pada triwulan ini tercatat melambat dibandingkan triwulan II 2017 yang
mampu tumbuh mencapai 41,01% (yoy). Adapun komponen belanja APBN dengan pangsa realisasi
terbesar pada triwulan III 2017 adalah belanja pegawai (50,7%), diikuti belanja barang (36,7%), dan
belanja modal (12,3%) (Grafik 2.13).
Tabel 2.7. Realisasi Belanja APBN di Provinsi Jawa Barat Triwulan III 2017
Sumber : Ditjen Perbendaharaan Kanwil Jawa Barat (diolah)
Perlambatan laju pertumbuhan belanja APBN di Jawa Barat pada triwulan III 2017 dibanding triwulan
sebelumnya terjadi pada seluruh komponen, yakni belanja pegawai (dari 47,34% ke 0,13%), belanja
barang (dari 30,15% ke 4,77%), dan belanja modal (dari 48,75% ke 16,02%) (Grafik 2.14).
Sumber : Ditjen Perbendaharaan Jawa Barat (diolah)
Sumber : Ditjen Perbendaharaan Jawa Barat (diolah)
Pagu
(Rp Miliar)
Pangsa
(%)
Pagu
(Rp Miliar)
Pangsa
(%)
1 Belanja Pegawai 16,980 44.47 17,464 45.54 2.85
2 Belanja Barang 14,986 39.25 14,295 37.28 -4.62
3 Belanja Modal 6,000 15.71 6,369 16.61 6.16
4 Belanja Bantuan Sosial 216 0.57 219 0.57 1.35
38,182 100.00 38,347 100.00 0.43
No. Jenis Belanja
Total Belanja
TA 2016 TA 2017% Perubahan
(yoy)
Realisasi
(Rp Miliar)% Realisasi
Realisasi
(Rp Miliar)% Realisasi
1 Belanja Pegawai 12.627 74,36 12.644 67,93 0,13
2 Belanja Barang 8.742 58,33 9.160 60,84 4,77
3 Belanja Modal 2.645 44,09 3.069 46,52 16,02
4 Belanja Bantuan Sosial 49 22,79 88 40,08 78,14
24.063 63,02 24.959 61,66 3,72Total Belanja
No. Jenis Belanja
%
Pertumbuhan
(yoy)
Tw III 2016 Tw III 2017
Grafik 2.13. Pangsa Realisasi Belanja APBN di Jawa Barat Grafik 2.14. Perkembangan Belanja APBN di Jawa Barat
NOVEMBER 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
67
Sumber : Ditjen Perbendaharaan Jawa Barat (diolah)
Alokasi belanja APBN di Jawa Barat pada triwulan III 2017 ini tertinggi ditujukan untuk merealisasikan fungsi
ekonomi (pangsa 78,73%), diikuti fungsi pendidikan (pangsa 8,97%) dan perumahan & fasilitas umum
(pangsa 3,46%) (Tabel 2.8). Persentase realisasi tertinggi terhadap pagu diraih oleh belanja untuk fungsi
perlindungan sosial (99,11%), diikuti oleh fungsi perumahan dan fasilitas umum (61,50%), dan fungsi
pendidikan (48,53%).
Tabel 2.8. Realisasi Komponen Belanja APBN Berdasarkan Fungsi di Provinsi Jawa Barat
Sumber : Ditjen Perbendaharaan Jawa Barat
Realisasi
(Rp Miliar)
% Realisasi
thdp pagu
Realisasi
(Rp Miliar)
% Realisasi
thdp pagu
1 Pelayanan Umum 158 62 39,44 193 58 28,12 -7,66
2 Pertahanan 53 11 20,83 73 18 25,53 64,99
3 Ketertiban dan Keamanan 276 41 14,90 83 54 40,42 30,19
4 Ekonomi 3973 1973 49,65 4860 2416 48,45 22,47
5 Lingkungan Hidup 91 29 31,95 57 28 47,87 -3,53
6
Perumahan dan Fasilitas
Umum 375 151 40,37 191 106 61,50 -29,77
7 Kesehatan 510 116 22,64 269 80 26,26 -31,02
8 Agama 79 13 15,92 71 28 30,63 125,81
9 Pendidikan 683 239 34,92 565 275 48,53 15,31
10 Perlindungan Sosial 17 11 62,46 5 6 99,11 -45,79
6216 2645 42,55 6369 3069 46,52 16,02TOTAL BELANJA MODAL
Pagu 2017
(Rp Miliar)
s.d. Tw III 2017
No FungsiPagu 2016
(Rp Miliar)
s.d. Tw III 2016% Grow th
Tw III (yoy)
Grafik 2.15. % Realisasi APBN di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Belanja Per Triwulan
BAB III
NOVEMBER 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
69
KONDISI UMUM
Inflasi Jawa Barat pada triwulan III 2017 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya
dan tercatat sebesar 3,87% (yoy), mengalami penurunan dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 4,31%
(yoy). Jika dilihat secara historis realisasi ini lebih rendah dibanding rata-rata historis inflasi selama 5 tahun
terakhir yaitu sebesar 4,34% (yoy).
Perkembangan inflasi Jawa Barat pada triwulan ini mencatatkan realisasi yang lebih tinggi dibanding inflasi
nasional sebesar 3,72% (yoy), hal yang sama pernah terjadi pada tahun 2012, 2013 dan 2014 (Grafik 3.1).
Realisasi inflasi pada triwulan III 2017, jika dilihat secara spasial di Kawasan Jawa, Jawa Barat menempati
posisi tertinggi kedua setelah Banten (4,17%, YoY). Peningkatan inflasi ini terutama disebabkan oleh andil
biaya pendidikan karena adanya tahun ajaran baru masih ada di bulan September. Realisasi inflasi triwulan
III tahun 2017 dari provinsi-provinsi di Kawasan Jawa tercatat tertinggi kedua setelah Banten. Namun jika
dibandingkan dengan tahun 2016 maka tekanan inflasi mengalami peningkatan(Grafik 3.2).
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Secara triwulanan, inflasi IHK Jawa Barat mengalami penurunan yakni dari 0,52% (qtq) pada triwulan II
2017 menjadi sebesar 1,51% (qtq) pada triwulan III 2016, namun lebih tinggi dibanding triwulan III 2016
yang tercatat sebesar 0,52% (qtq). Penurunan inflasi triwulanan ini khususnya terjadi pada kelompok
transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Secara historis, realisasi inflasi triwulanan Jawa Barat pada
triwulan III 2017 ini lebih tinggi dibanding rata-rata historis 5 tahun terakhir sebesar 0,83% (qtq).
Grafik 3. 1. Inflasi Jawa Barat dan Nasional Grafik 3. 2. Inflasi Tahunan Provinsi di Kawasan Jawa
NOVEMBER 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
70
Berdasarkan disagregasi kelompok, penurunan tekanan inflasi tahunan dibanding triwulan
sebelumnya ini disebabkan oleh kelompok volatile food dan administered price. Namun demikian,
kelompok core inflation menjadi faktor penahan inflasi. Berdasarkan besar andilnya, tekanan inflasi
pada triwulan III 2017 disumbang oleh kelompok volatile food dan administered price dengan andil masing-
masing sebesar 0,17% (yoy) dan 9,16% (yoy). Sementara itu, kelompok volatile food memberikan andil
inflasi yakni 3,22% (yoy).
Peningkatan inflasi core dari 2,92% (yoy) menjadi 3,22% (yoy) pada triwulan III 2017 disebabkan oleh
Kenaikan pada kelompok core terutam didorong oleh biaya pendidikan dan kenaikan harga pada
komoditas emas perhiasan. (Grafik 3.3). Dengan demikian, inflasi core tercatat meningkat lebih tinggi
dibanding triwulan II 2017. Sejalan dengan hal tersebut, inflasi kelompok administered pricess mengalami
penurunan dari 10,71% (yoy) menjadi 9,16% pada triwulan III 2017. Penurunan ini khususnya terjadi pada
subkelompok energi, penurunan inflasi terjadi karena dampak kenaikan tarip listrik telah berlalu, sehingga
andil inflasi pada komoditas tarip lisrik menjadi sangat kecil. Dari subkelompok non energi, penurunan
permintaan terhadap beberapa jenis angkutan menyebabkan deflasi pada kelompok AP.. Di sisi lain, inflasi
volatile food juga tercatat mengalami penurunan yakni dari 2,06% (yoy) menjadi 0,17% (yoy) pada triwulan
III 2017. Hal ini disebabkan oleh masa panen komoditas hortikultura yang terjadi mulai bulan Agustus
sampai September sehingga pasokannya tinggi.
Grafik 3.3. Ringkasan Perkembangan Inflasi Jawa Barat (yoy)
NOVEMBER 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
71
3.1. Perkembangan Inflasi Periode Triwulan III 2017
3.1.1. Inflasi Bulanan (mtm)
Pada triwulan III 2017, rata-rata inflasi bulanan Jawa Barat sebesar 0,18% (mtm), mengalami penurunan
dibandingkan rata-rata inflasi bulanan di triwulan II 2017 sebesar 0,22% (mtm). Realisasi ini juga
menunjukkan inflasi yang lebih rendah dibanding dengan rata-rata historis inflasi bulanan di triwulan II
(periode 2012-2016) sebesar 0,28%.
Selama triwulan III 2017, tekanan inflasi tertinggi terjadi pada bulan September 2017 terutama disebabkan
oleh andil biaya pendidikan karena adanya tahun ajaran baru masih ada di bulan September. Inflasi bulanan
pada September 2017 meskipun tercatat paling tinggi di triwulan III, namun dibanding rata-rata historis 5
(lima) tahun terakhir masih berada dibawah rata-ratanya (Grafik 3.4). Pada bulan Juli 2017 (0,01%) terjadi
inflasi sementara pada bulan agustus terjadi deflasi sebesar (-0,09%). Penurunan inflasi pada bulan Agustus
ini terutama disebabkan oleh berakhirnya bulan Ramadhan dan Idul Fitri yang menyebabkan permintaan
masyarakat kembali normal.
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di kawasan Jawa, rata-rata inflasi bulanan Jawa Barat pada
triwulan III 2017 merupakan yang terendah kedua setelah Jogja. Hal ini terutama didorong oleh realisasi
deflasi pada periode Agustus 2017. Secara historis, inflasi provinsi di kawasan Jawa pada triwulan III terus
mengalami penurunan, mulai dari triwulan III 2015 hingga triwulan III 2017 (Grafik 3.5).
Tabel 3.1 Perbandingan Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang (%, mtm)
Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI
Apr Mei Jun Apr Mei Jun Apr Mei Jun Jul Ags Sept
-0,06 0,20 0,69 0,28 0,78 0,36 0,08 0,40 0,17 0,45 0,88 0,50 0,01 -0,09 0,18 0,03
1 Bahan Makanan -1,09 0,10 1,84 0,28 0,07 -0,21 -0,14 -0,10 -0,80 1,24 0,83 0,42 -0,30 -1,06 -0,64 -0,66
2Makanan jadi, minuman,
rokok & tembakau 0,42 0,43 0,37 0,41 0,40 0,70 0,06 0,39 0,38 0,25 0,60 0,41 0,71 0,26 0,54 0,51
3Perumahan, air, listrik, dan
bahan bakar 0,25 0,26 0,21 0,24 1,12 0,68 0,30 0,70 0,73 0,36 0,63 0,57 0,10 0,07 0,04 0,07
4 Sandang -0,06 0,05 0,26 0,08 0,27 0,32 0,11 0,23 0,36 0,42 1,50 0,76 0,25 0,40 0,65 0,43
5 Kesehatan 0,23 0,17 0,13 0,18 0,16 0,47 0,13 0,25 0,27 0,09 0,82 0,40 0,06 0,32 0,22 0,20
6Pendidikan, rekreasi, dan
olahraga 0,03 0,13 -0,01 0,05 0,10 0,19 0,14 0,14 0,03 0,19 0,06 0,09 0,45 1,03 1,95 1,14
7Transportasi, komunikasi,
dan jasa keuangan 0,09 0,12 0,97 0,40 2,04 0,33 -0,01 0,79 0,27 0,16 1,80 0,74 -0,69 -0,19 0,08 -0,27
Rata-
rata
Umum
Rata-
rata
Tw II 2017 Rata-
rata
Tw III 2017No Kelompok
Tw II (2012-2016)Rata-rata
Tw I 2017
Grafik 3. 4. Rata-rata Inflasi Bulanan 5 Tahun Terakhir Grafik 3. 5. Inflasi Bulanan Provinsi di Kawasan Jawa
NOVEMBER 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
72
Tabel 3.2. Andil Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%, mtm)
Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI
Berdasarkan kelompok barangnya, tekanan inflasi rata-rata bulanan terutama disumbang oleh
kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau; perumahan, air,listrik dan bahan bakar;
sandang; kesehatan dan pendidikan, rekreasi dan olahraga serta Transportas i, komunikasi dan jasa
keuangan (Tabel 3.1). Rata-rata inflasi bulanan kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga tercatat
meningkat dari 0,01% (mtm) pada triwulan II 2017 menjadi 0,09%(mtm) pada triwulan III 2017. Dilihat
dari rata-rata andil inflasi bulanannya pada triwulan III 2017 sebesar -0,14% (mtm) mengalami penurunan
dari triwulan II 2017 sebesar 0,08% (mtm). Meskipun begitu, beberapa kelompok barang memberikan
kontribusi atas penekanan inflasi antara lain kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau serta
kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga.
Meskipun rata-rata inflasi bulanan semua kelompok memberikan andil untuk meningkatkan inflasi,
namun untuk kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan tercatat memberikan rata-rata
andil penurunan inflasi yaitu -0,05%(mtm). Jika dilihat dari rata-rata andil inflasi bulanannya pada
triwulan III 2017 sebesar -0,14% (mtm) memiliki arah yang sama dengan inflasi pada triwulan I 2017.
Secara spesifik, inflasi rata-rata bulanan terbesar selama triwulan II terjadi pada sub kelompok makanan
jadi, minuman, rokok dan tembakau, yaitu sub kelompok tembakau dan minuman beralkohol. Sementara
untuk kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga, kenaikan tertinggi berada pada subkelompok
pendidikan (2,26%), rekreasi (2,05%) dan kursus kursus pendidikan (1,36%).
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept
1 Bahan Makanan 0,01 -0,05 -0,02 -0,02 -0,18 0,26 0,18 0,08 -0,05 -0,22 -0,14 -0,14
2Makanan jadi, minuman,
rokok & tembakau0,06 0,12 0,01 0,06 0,07 0,04 0,11 0,07 0,12 0,04 0,10 0,09
3Perumahan, air, listrik, dan
bahan bakar0,29 0,18 0,08 0,19 0,19 0,10 0,17 0,15 0,02 0,02 0,01 0,02
4 Sandang 0,01 0,02 0,00 0,01 0,02 0,02 0,07 0,03 0,01 0,02 0,03 0,02
5 Kesehatan 0,01 0,02 0,00 0,01 0,01 0,00 0,03 0,01 0,00 0,01 0,01 0,01
6Pendidikan, rekreasi, dan
olahraga0,01 0,01 0,01 0,01 0,00 0,00 0,02 0,01 0,03 0,08 0,15 0,09
7Transportasi, komunikasi,
dan jasa keuangan0,37 0,06 0,00 0,14 0,05 0,03 0,34 0,14 -0,13 -0,03 0,01 -0,05
Rata-
rataNo Kelompok
Tw I 2017Rata-rata
Tw II 2017 Tw III 2017 Rata-
rata
Grafik 3. 6. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan,
Rekreasi dan Olah Raga
Grafik 3.7. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi,
Minuman, Rokok & Tembakau
NOVEMBER 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
73
Berdasarkan disagregasi kelompok, tekanan inflasi bulanan untuk seluruh kelompok mengalami
peningkatan. Untuk kelompok volatile food mengalami peningkatan dari -1,39% menjadi -0,90% (mtm),
sementara kelompok administered price mengalami peningkatan dari -0,08% menjadi 0,15%(mtm), untuk
kelompok core inflation juga mengalami peningkatan dari 0,29% menjadi 0,48%(mtm) (Grafik 3.8).
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Inflasi kelompok administered pricess mengalami penurunan dari rata-rata 2,51% (mtm) pada
triwulan II 2017 menjadi 0,15% (mtm) pada triwulan II 2017. Menurunnya inflasi pada kelompok AP
terjadi seiring telah berakhirnya momen mudik Lebaran sehingga permintaan terhadap beberapa jenis
angkutan telah kembali normal. Selain itu dampak dari kenaikan TTL tahap III pelanggan golongan 900 VA
untuk rumah tangga mampu non subsidi juga telah berakhir pada bulan Juni khususnya untuk pelanggan
pascabayar.
Di sisi lain, kelompok core tercatat mengalami peningkatan rata-rata inflasi bulanan dari 0,36%
(mtm) pada triwulan II 2017 menjadi 0,48% (mtm) pada triwulan III 2017. Kenaikan tekanan inflasi
terjadi baik pada sub kelompok core trade maupun non trade. Kenaikan pada kelompok core terutam
didorong oleh biaya pendidikan dan kenaikan harga pada komoditas emas perhiasan. Pada kelompok core
traded, terdapat tekanan inflasi terutama disebabkan oleh komoditas food related sebesar 0,52% (mtm),
antara lain komoditas bubur. Hal ini seiring dengan kenaikan harga beras akibat pasokan yang berkurang.
Peningkatan inflasi juga terjadi pada kelompok core non traded sebesar 0,63% (mtm). Peningkatan tekanan
inflasi pada kelompok tersebut tersebut didorong oleh pembayaran biaya sekolah SD, SMP dan SMA.
Sumbangan inflasi terutama komoditas bubur, biaya sekolah (SD, SMP, SMA) dan rekreasi, masing masing
sebesar 0,04%, 0,03% dan 0,03%.
Tabel 3.3. Perkembangan Inflasi Berdasarkan Disagregasi (%, mtm)
7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9Headline 0,47 -0,17 0,22 0,09 0,55 0,36 0,77 0,36 0,08 0,17 0,45 0,88 0,01 -0,09 0,18
Core 0,14 0,30 0,31 0,09 0,22 0,24 0,40 0,42 0,08 0,17 0,14 0,36 0,26 0,29 0,48
Core Traded 0,15 0,19 0,19 0,14 0,20 0,20 0,21 0,42 0,12 0,22 0,20 0,48 0,40 0,22 0,39
Core Non Traded 0,13 0,48 0,51 0,01 0,26 0,31 0,71 0,42 0,03 0,10 0,05 0,18 0,04 0,41 0,63
Administered Prices 1,43 -0,97 0,52 0,47 0,22 0,66 2,57 0,80 0,34 1,15 0,55 2,51 -0,52 -0,08 0,15
Energi 0,61 0,64 0,30 0,67 0,25 0,48 4,27 1,56 0,67 2,30 1,20 1,96 0,23 0,00 -0,05
Non Energi 2,01 -2,08 0,67 0,33 0,21 0,79 1,36 0,25 0,10 0,30 0,06 2,94 -1,08 -0,15 0,31
Volatile Food 0,57 -0,94 -0,36 -0,42 2,09 0,39 0,04 -0,33 -0,19 -1,04 1,36 0,91 -0,30 -1,39 -0,90
Inflasi (mtm)2016 2017
Grafik 3. 8. Perkembangan Disagregasi Inflasi Jawa Barat Bulanan (mtm)
NOVEMBER 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
74
Secara umum, komoditas yang menjadi penyumbang inflasi bulanan utama selama triwulan III 2017 adalah
kopi manis (0,05%), telur ayam ras (0,03%), beras (0,09%) dan bubur (0,04%) (Tabel 3.4). Di sisi lain,
komoditas yang menjadi penyumbang deflasi bulanan utama selama triwulan III 2017 meliputi bawang
merah (-0,10%), bawang putih (-0,05%), angkutan antar kota (-0,06%) dan bayam serta tarip kereta api
(-0,04%).
Tabel 3.4. Sumbangan Inflasi & Deflasi Komoditas Penyumbang Utama (%, mtm)
Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI
3.1.2. Inflasi Triwulanan (qtq)
Inflasi triwulan III 2017 sebesar 1,35% (qtq) tercatat lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya sebesar
1,51% (qtq) (Tabel 3.5). Realisasi ini tercatat lebih tinggi jika dibandingkan triwulan III 2016 (0,52%, qtq)
maupun historis 5 tahun terakhir sebesar 0,83% (qtq).
Komoditas Sumbangan (%) Komoditas Sumbangan Komoditas Sumbangan
Kopi Manis 0,05 Telur Ayam Ras 0,03 Beras 0,09Telur Ayam Ras 0,03 Rekreasi 0,03 Bubur 0,04Bahan Bakar Rumah Tangga 0,02 Garam 0,02 Sekolah Menengah Atas 0,03Minyak Goreng 0,02 Bayam 0,02 Sekolah Dasar 0,03
Gado-gado 0,02 Akademi/Perguruan Tinggi 0,02 Sekolah Menengah Pertama 0,03
Bayam 0,01 Gado-gado 0,02 Rekreasi 0,03Pepaya 0,01 Semangka 0,02 Pisang 0,02
Cumi-cumi 0,01 Bimbingan Belajar 0,01 Pepaya 0,02
Buku Pelajaran SD 0,01 Upah Pembantu RT 0,01 Emas Perhiasan 0,02
Air Kemasan 0,01 Beras 0,01 Rokok Kretek Filter 0,02
Komoditas Sumbangan Komoditas Sumbangan Komoditas Sumbangan
Bawang Putih -0,07 Bawang Merah -0,10 Bawang Putih -0,05
Angkutan Antar Kota -0,06 Bawang Putih -0,05 Bayam -0,04
Tarip Kereta Api -0,04 Cabai Merah -0,03 Daging Ayam Ras -0,04
Daging Ayam Ras -0,03 Tomat Sayur -0,03 Telur Ayam Ras -0,04
Jengkol -0,03 Cabai Rawit -0,03 Semangka -0,02
Bawang Merah -0,03 Jengkol -0,02 Cabai Rawit -0,02
Beras -0,03 Angkutan Antar Kota -0,02 Semen -0,02
Angkutan Udara -0,03 Minyak Goreng -0,02 Bawang Merah -0,01
Cabai Rawit -0,02 Ketimun -0,02 Cumi-cumi -0,01
Kentang -0,01 Angkutan Udara -0,01 Minyak Goreng -0,01
Komoditas Penyumbang Deflasi Bulanan Utama (%)
Juli 2017 Agustus 2017 September 2017
Komoditas Penyumbang Inflasi Bulanan Utama (%)
Juli 2017 Agustus 2017 September 2017
NOVEMBER 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
75
Tabel 3.5. Perkembangan Inflasi Triwulanan Jawa Barat Serta Andilnya (%, qtq)
Peningkatan inflasi triwulanan ini terutama terjadi pada kelompok bahan makanan (dari 0,26% menjadi
0,37%) dan makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau (dari 0,21% menjadi 0,37%). Hal ini juga selaras
dengan andil inflasi di triwulan III 2017 yang ikut mengalami penurunan dari triwulan II 2017.
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Mencermati perkembangan yang terjadi pada triwulan III 2017, berikut analisis lebih lanjut terhadap dua
kelompok yang memiliki peningkatan andil inflasi terbesar. Seluruh subkelompok di kelompok bahan
makanan mengalami peningkatan inflasi, kecuali subkelompok daging dan hasil-hasilnya serta lemak
dan minyak. Inflasi subkelompok bumbu-bumbuan merupakan sukelompok yang meningkat paling
besar dibanding sukelompok lainnya yaitu meningkat dari -3,45% (qtq) menjadi 3,71% (qtq) (Grafik
3.9). Pendorong inflasi pada subkelompok ini adalah komoditas bumbu masak jadi (Grafik 3.10).
Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III
0,52 1,00 1,21 1,51 1,35 0,52 1,00 1,21 1,51 1,35
1 Bahan Makanan -0,58 1,95 -0,29 1,26 1,78 -0,12 0,41 -0,06 0,26 0,37
2Makanan jadi, minuman,
rokok & tembakau1,13 0,94 1,17 1,23
1,570,19 0,16 0,20 0,21 0,27
3Perumahan, air, listrik, dan
bahan bakar0,68 0,67 2,12 1,73
1,090,18 0,18 0,58 0,47 0,30
4 Sandang 0,42 -0,54 0,70 2,29 2,18 0,02 -0,02 0,03 0,10 0,10
5 Kesehatan 1,51 1,59 0,76 1,19 0,97 0,06 0,06 0,03 0,05 0,04
6Pendidikan, rekreasi, dan
olahraga1,94 0,05 0,42 0,28
0,700,15 0,00 0,03 0,02 0,06
7Transportasi, komunikasi,
dan jasa keuangan0,10 1,13 2,37 2,24
1,250,02 0,20 0,43 0,41 0,23
Kelompok 2016
Inflasi Triwulanan (%)
2017
Andil Inflasi Triwulanan (%)
2016 2017No
Umum
Grafik 3. 9. Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan Grafik 3.10. Inflasi Triwulanan Subkelompok Bumbu -
Bumbuan
NOVEMBER 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
76
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, peningkatan inflasi triwulanan
terbesar adalah pada sub kelompok yakni tembakau dan minuman beralkohol (0,90% (qtq) menjadi
1,20% (qtq)) (Grafik 3.11). Berdasarkan disagregasi triwulanan (qtq), menurunnya tekanan inflasi
didorong oleh penurunan seluruh kelompok, untuk kelompok volatile food (dari 1,21% menjadi -0,90%),
kelompok administered pricess (dari 4,26% menjadi 0,15%) dan untuk kelompok core inflation dari 0,67%
menjadi 0,48% (Grafik 3.13). Penurunan kelompok administered prices ini seiring telah berakhirnya momen
mudik Lebaran sehingga permintaan terhadap beberapa jenis angkutan telah kembali normal. Selain itu
dampak dari kenaikan TTL tahap III pelanggan golongan 900 VA untuk rumah tangga mampu non subsidi
juga telah berakhir pada bulan Juni khususnya untuk pelanggan pascabayar. Sedangkan kelompok volatile
food lebih didorong oleh banyaknya pasokan bahan makanan terutama pasca panen raya.
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
3.1.3. Inflasi Tahunan (yoy)
Pada triwulan III 2017, Jawa Barat tercatat mengalami inflasi sebesar 3,84% (yoy) atau berada di atas
tingkat inflasi nasional (3,72%). Tingkat inflasi tahunan ini menurun dibanding triwulan II 2017 sebesar
4,31% (yoy). Berdasarkan andilnya, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau dan Transpor,
Komunikasi, dan Jasa Keuangan menjadi penyumbang terbesar untuk peningkatan inflasi. Untuk kelompok
Grafik 3. 13. Perkembangan Disagregasi Inflasi Jawa Barat Triwulanan (qtq)
Grafik 3. 11. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi,
Minuman, Rokok & Tembakau
Grafik 3.12. Inflasi Triwulanan Subkelompok Tembakau
dan Minuman Beralkohol
NOVEMBER 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
77
makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mencapai 0,85% (yoy). Selanjutnya, andil inflasi Pendidikan,
rekreasi dan olahraga memberikan sumbangan sebesar 0,32%(yoy) (Tabel 3.6).
Tabel 3.6. Inflasi & Andil Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok
Barang & Jasa (%, yoy)
Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI
Pada kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau, tekanan inflasi tahunan terjadi pada semua
sub kelompok yaitu, subkelompok makanan jadi, minuman tidak beralkohol dan tembakau dan minuman
beralkohol. (Grafik 3.14). Pada sub kelompok tembakau dan minuman beralkohol memberikan andil
terbesar yaitu 6,70% (yoy) meskipun mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya yang semula 7,31%
(yoy). Pada kelompok Pendidikan, rekreasi dan olahraga seluruh sub kelompok memberikan andil yang
tinggi bagi inflasi. Tertinggi pertama adalah kursus-kursus pelatihan sebesar 12,21%(yoy), selanjutnya
adalah perlengkapan/peralatan pendidikan sebesar 7,35%(yoy) dan rekreasi di angka 4,86%(yoy) (Grafik
3.15).
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Berdasarkan disagregasinya, peningkatan inflasi tahunan pada triwulan I II 2017 didorong oleh
kenaikan inflasi core dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 3.16). Sementara untuk kelompok
volatile food dan Administered prices yang memberikan andil penahan inflasi Jawa Barat. Pada triwulan III
Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III
2,54 2,75 3,37 4,31 3,87 2,54 2,75 3,37 4,31 3,84
1 Bahan Makanan 6,95 6,92 3,70 2,34 0,89 1,41 1,42 0,78 0,49 0,19
2Makanan jadi, minuman,
rokok & tembakau5,14 4,63 4,45 4,54 4,95 0,86 0,78 0,76 0,78 0,85
3Perumahan, air, listrik, dan
bahan bakar0,95 1,29 3,51 5,29 4,80 0,26 0,35 0,95 1,44 1,27
4 Sandang 1,99 1,74 1,85 2,89 3,80 0,09 0,08 0,08 0,13 0,17
5 Kesehatan 3,87 4,06 4,15 5,13 4,19 0,15 0,16 0,16 0,20 0,15
6Pendidikan, rekreasi, dan
olahraga1,98 1,96 2,22 2,72 4,25 0,16 0,16 0,18 0,21 0,32
7Transportasi, komunikasi,
dan jasa keuangan-2,28 -1,26 2,48 5,94 4,99 -0,43 -0,24 0,46 1,09 0,90
Inflasi Triwulanan (%)
2017
Andil Inflasi Triwulanan (%)
20172016
Umum
No Kelompok 2016
Grafik 3. 14. Inflasi Tahunan Makanan Jadi, Minuman,
Rokok & Tembakau
Grafik 3. 15. Inflasi Tahunan Kelompok Pendidikan,
rekreasi dan olahraga
NOVEMBER 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
78
2017, kelompok volatile food mengalami penurunan dari 2,06%(yoy) menjadi 0,17%(yoy), penurunan ini
terjadi secara konsisten sejak triwulan IV 2016 hingga triwulan III 2017. Untuk kelompok Administered
prices mengalami penurunan inflasi tahunan dari 10,71%(yoy) pada triwulan II menjadi 9,16%(yoy) pada
triwulan III. Dari subkelompok energi, penurunan inflasi terjadi karena dampak kenaikan tarip listrik telah
berlalu, sehingga andil inflasi pada komoditas tarip lisrik menjadi sangat kecil serta Penurunan permintaan
terhadap beberapa jenis angkutan menyebabkan deflasi pada kelompok AP.
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Berkebalikan dengan kedua kelompok tersebut, core inflation juga mengalami peningkatan dari
2,92%(yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 3,22%(yoy) pada triwulan III 2017. Peningkatan ini disebabkan
oleh peningkatan permintaan fundamental dari banyak munculnya hari libur selama triwulan II 2017.
Kenaikan pada kelompok core terutama didorong oleh biaya pendidikan dan kenaikan harga pada
komoditas emas perhiasan.
Berdasarkan komoditasnya, tekanan inflasi pada triwulan III 2017 terutama masih disumbang oleh
komoditas tarif listrik, tarif pulsa ponsel, angkutan antar kota dan bensin (Tabel 3.7). Tekanan inflasi
yang tinggi pada tarif listrik yang merupakan dampak dari kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif listrik
pelanggan golongan 900VA bertahap sebanyak tiga tahap, dimana masing-masing penigkatan adalah
sebesar 30% pada bulan Januari, Maret dan Mei 2017. Tarif pulsa ponsel dan bensin yang meningkat
adalah akibat dari beberapa long weekend yang terjadi pada triwulan III 2017, sehingga banyak masyarakat
yang melakukan liburan, sehingga permintaan kedua komoditas tersebut meningkat. Untuk komoditas
lainnya adalah beras dan bubur yang turut menyumbang inflasi masing-masing 0,09% dan 0,04%.
Sementara komoditas yang menahan inflasi antara lain adalah komoditas semen sebesar -0,10%, cabai
merah dan telur ayam ras (-0,06%), bawang putih dan bayam sebesar (-0,04%)
Volatile Food
Administered Prices
Core Inflation
Grafik 3. 16. Perkembangan Disagregasi Inflasi Jawa Barat Tahunan (yoy)
NOVEMBER 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
79
Tabel 3.7. Sumbangan Inflasi & Deflasi Komoditas Penyumbang Utama (%, yoy)
3.2. Perkembangan Inflasi Menurut Kota
Pada triwulan III 2017, lima kota mengalami mengalami inflasi tahunan di atas tingkat inflasi Jawa Barat
yaitu Bogor (4,87%), Sukabumi (4,15%) dan Depok (3,98%), Tasikmalaya (4,13%) dan Cirebon (4,00%)
(Grafik 3.17). Sementara itu, Bekasi menjadi kota dengan inflasi terendah di Jawa Barat pada triwulan III
2017 dengan realisasi inflasi sebesar 3,50% (yoy). Secara umum, tingkat inflasi tahunan dari seluruh kota
perhitungan pada triwulan III 2017 mengalami penurunan dibanding triwulan II 2017 (Grafik 3.18).
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI) Sumber : BPS , Perhitungan Staf BI
Komoditas Sumbangan (%) Komoditas Sumbangan (%) Komoditas Sumbangan (%)
Tarif Listrik 0,57 Tarip Listrik 1,04 Beras 0,09
Tarif Pulsa Ponsel 0,24 Tarip Pulsa Ponsel 0,25 Bubur 0,04
Cabai Rawit 0,19 Angkutan Antar Kota 0,23 Sekolah Menengah Atas 0,03
Biaya Perpanjangan STNK 0,17 Bensin 0,20 Sekolah Dasar 0,03
Rokok Kretek filter 0,15 Biaya Perpanjangan STNK 0,17 Sekolah Menengah Pertama 0,03
Kentang 0,10 Rokok Kretek Filter 0,14 Rekreasi 0,02
Rokok Kretek 0,08 Bawang Putih 0,09 Pisang 0,01
Bayam 0,08 Kentang 0,09 Pepaya 0,01
Minyak Goreng 0,07 Rokok Kretek 0,08 Emas Perhiasan 0,01
Nasi dengan Lauk 0,07 Tarip Kereta Api 0,08 Rokok Kretek Filter 0,01
Komoditas Sumbangan (%) Komoditas Sumbangan (%) Komoditas Sumbangan (%)
Semen -0,09 Semen -0,10 Bawang Putih -0,04
Cabai Merah -0,06 Telur Ayam Ras -0,06 Bayam -0,04
Tomat Sayur -0,05 Wortel -0,06 Daging Ayam Ras -0,04
Telur Ayam Ras -0,06 Tomat Sayur -0,04 Telur Ayam Ras -0,03
Daging Ayam Ras -0,02 Daun Bawang -0,04 Semangka -0,01
Bensin -0,07 Gula Pasir -0,03 Cabai Rawit -0,01
Solar -0,03 Anggur -0,02 Semen -0,01
Angkutan Dalam Kota -0,02 Bawang Merah -0,02 Bawang Merah -0,01
Laptop/Notebook -0,02 Jeruk -0,02 Cumi-cumi -0,01
Tarif Taksi -0,01 Tomat Buah -0,02 Minyak Goreng -0,01
Komoditas Penyumbang Inflasi Tahunan Utama (%)
Tw I 2017 Tw II 2017 Tw III 2017
Tw I 2017 Tw II 2017 Tw III 2017
Komoditas Penyumbang Deflasi Tahunan Utama (%)
Grafik 3.17. Inflasi Kota di Jawa Barat Triwulan III 2017
(yoy)
Grafik 3.18. Historis Inflasi Tahunan Kota Perhitungan
Inflasi di Jawa Barat
NOVEMBER 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
80
Terdapat risiko yang perlu diwaspadai khususnya pada kota-kota dengan bobot inflasi yang besar terhadap
Jawa Barat. Jika dilakukan pemetaan dengan menggunakan variabel bobot kota dan tingkat inflasi, dapat
dilihat bahwa kota dengan bobot inflasi tertinggi (Bandung, Bekasi, dan Depok) tidak selalu mengalami
inflasi yang tinggi (Grafik 3.19). Meskipun demikian, pada triwulan II 2017 ini menunjukkan pemetaan
dengan menggunakan data inflasi pangan memperlihatkan bahwa seluruh kota masih dibawah rata-rata
inflasinya (Grafik 3.20).
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI Sumber : BPS, : Perhitungan Staf BI
Jika dievaluasi berdasarkan capaian inflasi di kota-kota inflasi dibandingkan dengan inflasi Jawa Barat, kota
Bogor, Sukabumi dan Depok, Tasikmalaya dan Cirebon memiliki tingkat inflasi yang lebih tinggi dibanding
Jawa barat (Tabel 3.8). Sedangkan kota Tasikmalaya yang konsisten dari triwulan IV 2015 selalu mengalami
inflasi di atas Jawa Barat, pada triwulan I dan II 2017 inflasinya berada di bawah Jawa Barat. Sementara itu
berdasarkan andilnya, Kota Depok menjadi pemberi andil inflasi tahunan terbesar di Jawa Barat (0,76%)
dan disusul oleh Kota Bogor (0,66%) dan Kota Bandung (0,62%).
Tabel 3.8. Perkembangan Inflasi dan Andil Inflasi Kota Terhadap Inflasi IHK
Jawa Barat (%, yoy)
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Tw III Tw IV TW I TW II TWIII Tw III Tw IV TW I TW II TWIII
2,54 2,75 3,36 4,31 3,84 2,54 2,75 3,36 4,31 3,84
1 Kota Bandung 2,54 2,93 3,21 4,15 3,67 0,43 0,50 0,55 0,71 0,62
2 Kota Bekasi 2,09 2,47 3,21 4,11 3,50 0,36 0,43 0,55 0,70 0,60
3 Kota Depok 2,90 2,60 3,49 4,43 3,98 0,55 0,50 0,66 0,85 0,76
4 Kota Bogor 2,53 3,60 4,34 5,15 4,87 0,34 0,49 0,59 0,70 0,66
5 Kota Sukabumi 2,52 2,57 3,47 5,06 4,14 0,29 0,30 0,40 0,59 0,48
6 Kota Cirebon 1,95 1,87 2,74 3,91 4,01 0,21 0,20 0,29 0,42 0,43
7 Kota Tasikmalaya 3,62 2,75 3,05 3,92 4,13 0,39 0,30 0,33 0,43 0,45
2016 2017
Jawa Barat
Inflasi Tahunan (%)
No Kelompok 2016 2017
Andil Terhadap Inflasi Tahunan Jabar
Grafik 3.19. Inflasi Tahunan Kota Inflasi Grafik 3.20. Inflasi Pangan Tahunan Kota Inflasi
NOVEMBER 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
81
3.3. Perkembangan Inflasi Berdasarkan Disagregasi
Pada triwulan III 2017, jika dilihat dari disagregasi kelompok, peningkatan inflasi tahunan dibanding
triwulan lalu terjadi pada kelompok core dan administered pricess, sementara kelompok volatile food
mengalami penurunan (Grafik 3.21). Jika dibandingkan dengan rata-rata historisnya, baik realisasi inflasi
IHK, core dan volatile food lebih rendah dibanding historis, sedangkan kelompok administered pricess
tercatat lebih tinggi dibanding historisnya (Grafik 3.22). Tren inflasi yang rendah ini khususnya untuk
kelompok volatile food terutama disebabkan oleh masih tingginya pasokan beberapa komoditas terutama
hortikultura. Namun untuk kelompok AP dan CI, tekanan inflasi pada triwulan III 2017 masih cukup besar,
hal ini karena Pemerintah sudah menetapkan tidak ada kenaikan BBM maupun LPG. Kenaikan harga emas
dunia juga memberikan andil untuk meningkatkan inflasi serta adanya kebijakan transmisi kenaikan cukai
rokok.
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Administered pricess
Perkembangan tekanan inflasi kelompok administered pricess pada akhir triwulan III 2017 tercatat
mengalami peningkatan dibanding triwulan II 2017. Inflasi AP energi mengalami peningkatan dari -6,36%
(yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 14,32% (yoy) pada triwulan II 2017. Sepanjang triwulan III 2017,
pemerintah menetapkan tidak adanya kenaikan pada BBM dan gas Elpiji.
Sumber : PT. PLN , Perhitungan Staf BI Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Grafik 3.22. Perbandingan Inflasi Dengan Historisnya Grafik 3.21. Disagregrasi Inflasi Jawa Barat
Grafik 3.23. Perkembangan Tarif Listrik Berdasarkan
Kelompok Pelanggan
Grafik 3.24. Inflasi Administered Prices Kelompok Energi
dan Non Energi (yoy)
NOVEMBER 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
82
Sejalan dengan AP energi, tingkat inflasi tahunan dari kelompok administered pricess non energi juga
meningkat dari 3,85% (yoy) menjadi 5,51% (yoy) pada triwulan III 2017. Kenaikan tekanan inflasi berasal
dari subkelompok AP energi dan non energi. Andil inflasi tertinggi disumbangkan oleh komoditas Tarip
Listrik 0,92%, Bensin 0,20% dan Angkutan Antar Kota 0,18%, sementara dari kelompok AP non energi
yang menyumbang inflasi tertinggi adalah Biaya Perpanjangan STNK sebesar 0,17%.
Tabel 3.9. Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi Kelompok Adminstered Prices di Jawa Barat
Triwulan III 2017 (%, yoy)
Sumber: BPS , Perhitungan Staf BI
Volatile Food
Tekanan inflasi volatile food pada triwulan III 2017 tercatat relatif menurun dari triwulan sebelumnya, yakni
dari 7,72% (yoy) menjadi 0,17%. Realisasi ini juga masih lebih rendah dibanding rata-rata historis 5 (lima)
tahun terakhir sebesar 8,22% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi volatile food pada triwulan III 2017
dibanding triwulan sebelumnya disebabkan oleh Panen raya yang terjadi pada produk hortikultura
menyebabkan pasokan meningkat sehingga terjadi penurunan harga. Selain itu, pemerintah melakukan
berbagai upaya untuk menjaga stabilitas harga di pasar dengan memastikan kecukupan pasokan pangan
antara lain dengan melakukan impor dan menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beberapa
komoditas seperti beras.
Beberapa komoditas pangan utama yang tercatat menyumbang inflasi pada triwulan berjalan, yang paling
tinggi sumbangan inflasinya adalah komoditas beras sebesar 0,13%(yoy) diikuti oleh komoditas pepaya
sebesar 0,10%(yoy) dan telur ayam ras sebesar 0,04%(yoy). Di sisi lain, penurunan yang lebih dalam ditahan
oleh perkembangan beberapa komoditas seperti bawang merah, cabai merah dan daging ayam ras masing-
masing sebesar -0,22%, -0,10% dan -0,08%(yoy). Hal ini terjadi karena pasokan dari produk hortikultura
yang masih terjaga pasca panen raya.
Inflasi Andil Deflasi Andil
Tarip Listrik 29,72 0,92 Angkutan Udara -23,74 -0,01
Bensin 6,49 0,20
Angkutan Antar Kota 15,65 0,18
Biaya Perpanjangan STNK 107,44 0,17
Rokok Kretek Filter 6,37 0,12
Rokok Kretek 7,34 0,08
Bahan Bakar Rumah Tangga 2,37 0,03
Tarip Kereta Api 9,68 0,03
Rokok Putih 6,93 0,02
Tarip Jalan Tol 5,14 0,01
KomoditasInflasi (%, yoy)
KomoditasDeflasi (%, yoy)
NOVEMBER 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
83
Tabel 3.10. Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi Kelompok Volatile food
di Jawa Barat Triwulan III 2017 (%, yoy)
Sumber: BPS , Perhitungan Staf BI
Inflasi Core
Inflasi core pada triwulan III 2017 meningkat, yakni dari 2,12% (yoy) menjadi 3,05% (yoy). Tekanan inflasi
kelompok core terutama disumbang oleh beberapa komoditas seperti bubur, biaya sekolah dan rekreasi.
Jika dianalisis secara lebih dalam, peningkatan ini didorong oleh meningkatnya tekanan inflasi baik pada
kelompok core traded maupun kelompok non traded (Grafik 3.25). Adapun kelompok core traded yang
terpantau mengalami sedikit penurunan adalah construction (Grafik 3.26).
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Permintaan terhadap properti baik jual maupun sewa secara umum terpantau mengalami penurunan. Hal
ini tercermin dari inflasi tahunan dari jasa sewa properti khususnya sewa rumah yang mengalami penurunan
dimana pada triwulan II sebesar 3,77%(yoy) menjadi 3,23%(yoy) triwulan III 2017. Indeks Harga Properti
Residensial (IHPR) juga terpantau mengalami penurunan untuk tipe kecil dan tipe menengah, namun terjadi
peningkatan pada tipe rumah besar (Grafik 3.27). Hal ini mencerminkan permintaan masyarakat terhadap
properti baik jual maupun sewa untuk kalangan menengah kebawah mengalami penurunan.
Inflasi Andil Deflasi Andil
Beras 3,65 0,13 Bawang Merah -27,22% -0,22
Pepaya 45,38 0,10 Cabai Merah -23,79% -0,10
Telur Ayam Ras 6,34 0,04 Daging Ayam Ras -6,33% -0,08
Mie Kering Instant 10,08 0,03 Bawang Putih -19,00% -0,06
Cumi-cumi 24,53 0,03 Cabai Rawit -14,27% -0,02
Tahu Mentah 4,94 0,02 Petai -22,29% -0,02
Pisang 9,02 0,02 Jengkol -20,57% -0,02
Kelapa 18,44 0,02 Mas -3,96% -0,02
Jagung Manis 15,8 0,02 Daun Bawang -13,49% -0,01
Bayam 8,82 0,01 Daging Sapi -1,31% -0,01
KomoditasInflasi (%, yoy)
KomoditasDeflasi (%, yoy)
Grafik 3.26. Disagregasi Inflasi Core Traded (yoy) Grafik 3.25. Perkembangan Inflasi Core Traded dan Non
Traded (yoy)
NOVEMBER 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
84
Sumber : Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia
Terkait faktor eksternal, Rupiah menguat pada triwulan III 2017 (Grafik 3.28). Hal ini turut berkontribusi
kepada turunnya tekanan inflasi beberapa komoditas pada kelompok core traded. Di sisi lain, harga emas
global terpantau mengalami peningkatan pada triwulan III 2017 (Grafik 3.29). Inflasi pada komoditas emas
perhiasan domestik juga tercatat mengalami peningkatan yakni dari 1,91% (yoy) pada triwulan II 2017
menjadi 3,31% (yoy) pada triwulan III 2017.
Sumber : Bloomberg, Perhitungan Staf BI Sumber : Bloomberg, Perhitungan Staf BI
Dari sisi sumbangan inflasi core, sumbangan inflasi terbesar pada triwulan ini adalah tarif pulsa ponsel dan
kopi manis. Di sisi lain, beberapa komoditas yang terpantau mengalami deflasi yakni semen, gula pasir, dan
cat tembok.
Tabel 3.11. Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi Kelompok Core Inflation
di Jawa Barat Triwulan III 2017 (%, yoy)
Sumber: BPS , Perhitungan Staf BI
Inflasi Andil Deflasi Andil
Tarip Pulsa Ponsel 11,22 0,22 Semen -8,34% -0,11
Kopi Manis 20,33 0,09 Gula Pasir -10,82% -0,04
Rekreasi 18,49 0,07 Cat Tembok -1,80% -0,01
Upah Pembantu RT 4,52 0,06 Telepon Seluler -1,05% -0,01
Gado-gado 19,49 0,06
Sewa Rumah 1,34 0,06
Kue Kering Berminyak 9,53 0,05
Ketupat/Lontong Sayur 15,51 0,05
Nasi dengan Lauk 2,37 0,54
Kontrak Rumah 1,26 0,05
KomoditasInflasi (%, yoy)
KomoditasDeflasi (%, yoy)
Grafik 3.28. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Grafik 3.29. Harga Komoditas Emas Global
Grafik 3.27. Perkembangan Indeks Harga Properti
Residensial
NOVEMBER 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
85
3.4. Perkembangan Inflasi Triwulan IV 2017
Inflasi IHK tahunan Jawa Barat pada triwulan IV 2017 diperkirakan berada pada rentang 3,6% - 4,2% (yoy),
menurun dibanding realisasi inflasi triwulan III 2017 sebesar 3,84% (yoy). Selain karena pemerintah telah
menetapkan tidak ada kenaikan BBM dan listrik hingga akhir triwulan III 2017, kebijakan lainnya adalah
pembangunan infrastruktur dan peningkatan produktivitas ekonomi untuk mendorong peningkatan
kapasitas produksi, mendukung kelancaran arus penyaluran barang dan jasa dan menekan biaya logistik
dan distribusi sehingga mendukung tercapainya stabilitas harga serta komitmen melanjutkan program
alokasi subsidi pangan dan dana cadangan pemerintah untuk stabilisasi harga pangan dalam rangka
menjaga daya beli masyarakat, terutama pada Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN).
Indeks Harga Konsumen (IHK) Jawa Barat tercatat
mengalami deflasi sebesar -0,01% (mtm) di bulan
Oktober . Realisasi inflasi tersebut mengalami
penurunan dibanding bulan sebelumnya sebesar
0,18% (mtm) serta lebih rendah dibanding rata-rata
historis inflasi bulan Oktober selama 5 tahun
terakhir (periode 2012-2016 exc. 2013) sebesar
0,06%. Inflasi bulanan Jawa Barat juga tercatat
lebih rendah dibanding nasional sebesar 0,01%.
Terjadinya deflasi ini terutama disebabkan oleh andil
kelompok bahan makanan dan kelompok transpor di bulan Oktober. Berdasarkan disagregasinya, tekanan
inflasi bulanan disumbang oleh kelompok core yang memberi andil sebesar 0,08%, disusul oleh kelompok
administered prices dengan andil sebesar 0,00%, sementara kelompok volatile food memberi andil deflasi
bulanan sebesar -0,09%. Secara tahunan, inflasi bulan Oktober 2017 terutama disumbang oleh kelompok
core dengan andil sebesar 2,02%, disusul oleh kelompok administered prices dan volatile food yang
masing-masing memberi andil sebesar 1,72% dan 0,03%.
Kelompok core mengalami inflasi sebesar 0,12% (mtm), mengalami penurunan dibanding bulan
sebelumnya sebesar 0,48%. Realisasi ini juga lebih tinggi dibanding rata-rata historis selama 5 tahun
terakhir (201-2016 exc. 2013) sebesar 0,06% (mtm). Kenaikan tekanan inflasi terjadi baik pada sub
kelompok core trade maupun non trade. Kenaikan pada kelompok core terutama didorong oleh kenaikan
harga pada komoditas makanan jadi yaitu mie dan bakso. Secara tahunan, inflasi core pada September
2017 tercatat sebesar 2,77% (yoy), mengalami penurunan dibanding September 2017 (3,22%), namun
masih lebih tinggi dibanding rata-rata historisnya (2,68%). Pada kelompok core traded, terdapat penurunan
tekanan inflasi terutama disebabkan oleh komoditas food related sebesar 0,21% (mtm), antara lain
komoditas gula pasir. Penurunan tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok core non traded sebesar 0,05%
(mtm). Pada periode ini andil inflasi kelompok core berasal dari makanan jadi yaitu Mie, Bakso, Garam
dengan nilai andil yang sama sebesar 0,01%. Sumbangan deflasi terutama disebabkan oleh komoditas gula
pasir sebesar -0,01%.
Sumber : BPS, diolah
Grafik 3.30. Perkembangan Disagregasi Inflasi
NOVEMBER 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
86
Kelompok volatile food (VF) mengalami deflasi sebesar -0,51% (mtm), meningkat dibanding bulan
sebelumnya sebesar -0,90%. Secara tahunan, kelompok ini menurun dari 0,71% (yoy) pada bulan
September menjadi 0,08% (yoy) pada Oktober. Komoditas yang menjadi penyumbang deflasi adalah
daging ayam ras, bawang merah dan bawang putih. Hal ini disebabkan oleh pasokan komoditas
hortikultura yang masih tinggi semenjak bulan Agustus sampai Oktober. Namun, deflasi yang lebih dalam
tertahan oleh beberapa komoditas yang mengalami inflasi yaitu beras, melon dan cabai merah. Panen raya
yang terjadi pada produk hortikultura menyebabkan pasokan tetap terjaga sampai dengan bulan Oktober
sehingga terjadi penurunan harga. Hal ini tercermin dari sumbangan deflasi bulanan dari beberapa
komoditas seperti daging ayam ras (-0,06%), bawang merah (-0,03%), bawang putih (-0,03%), daging
sapi (-0,01%) dan telur ayam ras (-0,01%). Namun tekanan inflasi pada kelompok ini masih terjadi
khususnya pada beberapa komoditas seperti beras, melon, cabai merah, dan mas dengan andil inflasi
bulanan masing-masing sebesar 0,03%, 0,02%, 0,02% dan 0,01%. Hal ini didorong dengan kenaikan
harga gabah medium di tingkat petani meningkat.
Kelompok administered prices (AP) pada bulan Oktober tercatat mengalami inflasi sebesar 0,00% (mtm),
mengalami penurunan dibanding September sebesar 0,15% (mtm). Secara tahunan, inflasi kelompok AP
pada Oktober 2017 sebesar 8,65% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi kelompok AP disebabkan oleh
kelompok energi yaitu Tarif Air Pam pada Oktober 2017 sebesar 1,71%. Berdasarkan sub kelompoknya,
penurunan tekanan inflasi bulanan kelompok administered prices terjadi pada subkelompok AP non energi
(dari 0,31% menjadi -0,02%, mtm) sedangkan subkelompok AP energi mengalami peningkatan dari -
0,05% (mtm) menjadi 0,03% (mtm) pada Oktober 2017 (Tabel 7). Adapun secara tahunan, inflasi
kelompok AP mengalami penurunan dari 9,16% (yoy) pada September menjadi 8,65% (yoy) pada Oktober
2017. Penurunan tekanan inflasi pada bulan Oktober berasal dari subkelompok AP non energi. Andil paling
tinggi disumbangkan oleh komoditas Tiket Kereta Api sebesar -0,01%. Hal ini seiring dengan penurunan
permintaan akan tiket kereta api di bulan berjalan. Dari subkelompok energi, penurunan inflasi terjadi
karena komoditas tarip air pam dengan kontribusi sebesar 0,01%.
Survei Konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia memperkirakan tekanan harga akan mengalami
peningkatan pada triwulan III 2017. Hal ini ditunjukkan melalui Indeks Ekspektasi Harga (IEH) rata-rata
triwulan III 2017 sebesar 184,44 atau meningkat dibanding rata-rata triwulan II 2017 sebesar 178,83 (Grafik
3.31).
NOVEMBER 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
87
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia
Secara ringkas, beberapa upward risk yang berpotensi mendorong kenaikan inflasi pada triwulan IV 2017
meliputi :
Sebagian besar komoditas pada volatile food mengalami penurunan pasokan terutama untuk
komoditas hortikultura seperti bawang dan cabai sementara permintaan akan semakin meningkat
menjelang hari raya dan libur akhir tahun.
Kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) menyebabkan pasokan beras premium mengalami penurunan,
sedangkan permintaan meningkat sehingga harga cenderung terdorong keatas.
Transmisi kebijakan kenaikan cukai rokok masih berlangsung secara bertahap sehingga akan
memberikan pengaruh terhadap harga rokok.
Hari Raya Natal dan menjelang tahun baru dapat meningkatkan risiko inflasi terutama untuk angkutan
udara dan angkutan darat seperti kereta api serta peningkatan permintaan untuk komoditas bensin.
Meningkatnya permintaan akan makanan jadi pada akhir tahun akibat seasonal pada akhir tahun akan
menyebabkan kenaikan harga pada beberapa komoditas makanan jadi.
Permintaan akan rekreasi dan sejenisnya juga diperkirakan akan mengalami peningkatan.
Kebijakan untuk menyederhanakan golongan pelanggan dapat memberikan efek pada daya beli kelas
menengah. PLN tidak menetapkan abodemen dan tidak menaikkan tarif dasar listrik per kWh, tetapi
menerapkan pemakaian minimal
3.5. Program Pengendalian Inflasi Daerah
Sepanjang tahun 2009 s.d 2016, FKPI Jawa Barat telah melakukan banyak upaya baik dalam hal penguatan
kelembagaan maupun dalam upaya pengendalian inflasi di Jawa Barat. Secara ringkas identifikasi masalah
dan kebijakan yang diambil oleh FKPI Jawa Barat setiap tahunnya adalah sebagai berikut:
Grafik 3.31 Indeks Ekspektasi Harga (IEH) 3 Bulan
Mendatang
NOVEMBER 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
88
Pada tahun 2017, komoditas pangan masih merupakan penyumbang utama tingkat inflasi. Kondisi
ketersediaan pangan dan alur distribusinya masih menjadi faktor utama yang mempengaruhi fluktuasi
harga kelompok volatile foods. Melanjutkan fokus pengendalian inflasi tahun 2016, FKPI Provinsi Jawa
Barat pada tahun 2017 mencanangkan pendekatan upaya pengendalian inflasi yang dikemas dalam tajuk
.
1. Peningkatan produksi komoditas penyumbang inflasi;
2. Antisipasi lonjakan permintaan menjelang peak season;
3. Revitalisasi pasar;
4. Penyusunan kajian pendukung pengendalian inflasi dan peningkatan kompetensi sumber daya
pendukung;
5. Peningkatan kualitas infrastruktur pendukung (irigasi, perbaikan jalan, jembatan) serta penguatan
sistem logistik bahan pangan strategis;
6. Peningkatan jaringan konektivitas, koordinasi dan kerjasama; serta
7. Usaha Tani Mandiri, yaitu penguatan/pemberdayaan petani melalui sinergi dengan pihak terkait.
TAHUN IDENTIFIKASI MASALAH KEBIJAKAN
Kurangnya awareness anggota Edukasi peningkatan awareness pentingnya pengendalian inflasi
Kenaikan harga gula pasir
Jangka pendek: Pasar Murah dan Operasi Pasar;
Jangka panjang: Revitalisasi merin dan pabrik gula, Ekspansi lahan
tebu dan pabrik gula
2010 Potensi kenaikan harga beras
High Level Meeting, percepatan launching raskin, mendorong
pemkab/kota agar mempercepat penyaluran raskin dan pelaksanaan
OP, mengarahkan ekspektasi masyarakat yang diantaranya melalui
kunjungan ke gudang BULOG.
2011 Gangguan produksi bahan pangan
10 langkah strategis pengendalian inflasi.
Contoh: meningkatkan produktivitas padi, memberikan bantuan bibit
ikan dan kapal tangkap, mendorong pembentukan TPID Kota Bekasi,
Depok, Sukabumi serta meningkatkan awareness masyarakat terhadap
inflasi melalui media massa.
2012Kebijakan Pemerintah dan gangguan
produksi bahan pangan
5 Plus 1 Paket Kebijakan Inflasi,
diantaranya mengedukasi masyarakat melalui media massa secara
intensif.
2013Kebijakan Pemerintah Pusat terkait
harga/tarif
3 Plus 1,
Memperkuat upaya stabilisasi melalui peningkatan produksi dan stok,
akses informasi dan kelancaran distribusi serta mengoptimalkan
kerjasama perdagangan antar daerah.
2014 Penguatan infrastruktur 5 Plus 1,
Peningkatan kualitas infrastruktur pendukung
2015
Kebijakan pemerintah mengenai energi,
selain gangguan terhadap produksi
bahan pangan yang dilatari pengaruh
iklim atau cuaca
Paket 5 Plus 1,
Upaya peningkatan produksi komoditas penyumbang inflasi, upaya
menjaga kecukupan stok komoditas pangan strategis saat lonjakan
permintaan, revitalisasi pasar dan kajian yang berhubungan dengan
pengendalian tingkat inflasi serta usaha peningkatan infrastruktur dan
mekanisme kerja sama dan koordinasi antar instansi berwenang
2016 Ketersediaan dan distribusi pangan
PROPER KAHIJI UTAMA,
Upaya pengendalian inflasi dengan fokus pada peningkatan produksi,
antisipasi lonjakan permintaan, penyusunan kajian pendukung,
peningkatan kualitas infrastruktur serta peningkatan jaringan
konektivitas, koordinasi dan kerjasama dan mendorong
pemberdayaan petani
2009
NOVEMBER 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
89
3.5.1. Pelaksanaan Kegiatan FKPI Jawa Barat
Sepanjang triwulan III 2017, berbagai upaya pengendalian inflasi telah dilakukan oleh FKPI Jawa Barat, baik
dari sisi koordinasi, seperti penyelenggaraan pertemuan-pertemuan meliputi Rapat Teknis, High Level
Meeting, Rapat Koordinasi TPID 7 (Tujuh) Kota maupun dari sisi strategis melalui pengembangan Priangan
(Portal Informasi Harga Pangan Strategis) dan sosialisasi e-Priangan. Upaya pengendalian inflasi tersebut
dilakukan melalui Program Kerja FKPI baik Program Rutin dan Program Strategis.
A. Program Rutin FKPI
Program Rutin Tanggal Keterangan
Rapat Koordinasi 11 September 2017
KPw BI Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan rapat
koordinasi dengan dinas/instansi 7 kota sampel IHK di Jawa
Barat yang berwenang melakukan pengkinian data harga
harian di situs PRIANGAN. Rapat korodinasi ini dilaksanakan
dalam rangka menekankan kembali pentingnya pengkinian
data dilakukan secara rutin.
Rutin
Rapat Teknis
Rapat HLM
Rakor se-Jawa Barat
Rakor Antar Provinsi/Rakornas
Capacity Building
Kunjungan ke TPID Terbaik
Strategis
Revitalisasi Sistem Resi Gudang
Revitalisasi Priangan
Penyusunan Model Kerjasama
Antar Daerah
Gambar 2.1. Upaya Pengendalian Inflasi Jawa Barat Tahun 2017 (PROPER KAHIJI UTAMA JILID II)
Gambar 2.2. Program Kerja Rutin dan Strategis FKPI Provinsi Jawa Barat
NOVEMBER 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
90
8 September 2017 Pada tanggal 8 September 2017 telah diadakan Rakor TPID
Se-Provinsi Jawa Barat dan Sosialisasi KEPPRES RI
No.23/2017 Tentang Tim Pengendalian Inflasi Nasional.
Rakor dilaksanakan dengan tujuan agar TPID Provinsi
maupun Kabupaten/Kota dapat mensinergikan program-
program pengendalian inflasinya khususnya dalam
menghadapi triwulan IV-2017. Selain itu TPID juga
diharapkan segera melakukan perubahan struktur
kepengurusan sesuai dengan Keppres yang baru.
Sosialisasi
29-30 Agustus 2017
Dalam rangka mengoptimalkan market monitoring
komoditas pangan strategis sebagaimana diperhitungkan
oleh Badan Pusat Statisik di 7 (tujuh) kota IHK, terutama
terkait dengan pengkinian data harian pada Portal Informasi
Harga Pangan (PRIANGAN) yang diharapkan mampu
melibatkan kota penghitung inflasi IHK (Tasikmalaya,
Cirebon, Bekasi, Depok, Bogor, Sukabumi, dan Bandung).
KPwBI Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan kegiatan
KEAKURATAN DATA HARGA HARIAN SEBAGAI UPAYA
PENGENDALI .
Focus Group
Discussion
11 Agustus 2017
6-7 September
2017
FGD SRG di Kabupaten Bogor mengenai evaluasi dan
monitoring perkembangan SRG Cariu, Kab. Bogor. Dari FGD
sebelumnya teridentifikasi masalahnya diantaranya adalah
tidak adanya prasarana gudang (MRU, alat angkut), KA lebih
dari 14%, pemahaman poktan/gapoktan thd SRG, dan uji
mutu.
KPw BI Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu anggota FKPI
concern terhadap gejolak harga komoditas strategis, yang
salah satunya dapat dikendalikan melalui optimalisasi SRG.
Maka pada tanggal 6-7 September 2017 diadakan FGD dan
kunjungan lapangan ke SRG yang berlokasi di Indramayu
dan Cirebon.
High Level Meeting 7 Agustus 2017
18 September 2017
19 September 2017
HLM TPID Kota Sukabumi yang dilaksanakan sebagai salah
satu upaya pengendalian inflasi. Dalam HLM tersebut
dibahas mengenai perkembangan inflasi Kota Sukabumi
yang berdasarkan data historis bersumber dari kelompok
volatile food yang terindikasi disebabkan oleh adanya
gangguan dalam pemenuhan pasokan sehingga diperlukan
pendalaman informasi mengenai kendala yang dialamai
terkait pemenuhan pasokan dan solusi untuk mengatasi
kendala tersebut.
HLM TPID Kota Depok yang dipimpin oleh Walikota Depok
dimana KPwBI Provinsi Jawa Barat memberikan penjelasan
mengenai perkembangan inflasi Jawa Barat dan Kota
Depok, komoditas penyumbang inflasi, risiko inflasi ke
depan, serta menekankan pentingnya melakukan update
data harga harian Kota Depok pada website PRIANGAN.
HLM TPID Kota Bogor yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah
Kota Bogor dan KPw BI Provinsi Jawa Barat yang
memberikan penjelasan mengenai perkembangan inflasi
Jawa Barat dan Kota Bogor, komoditas penyumbang inflasi,
risiko inflasi ke depan, serta menekankan pentingnya
melakukan update data harga harian Kota Bogor pada
NOVEMBER 2017
PERKEMBANGAN INFLASI
91
website PRIANGAN. Rapat yang diikuti oleh anggota TPID
Kota Bogor tersebut juga membahas strategi pengendalian
inflasi Kota Bogor hingga akhir tahun 2017.
B. Program Strategis FKPI
Program Strategis Tanggal Keterangan
Optimalisasi Portal
Infomasi Harga Pangan
(Priangan)
15 September 2017 Optimalisasi PRIANGAN dilaksanakan melalui beberapa
langkah yaitu:
Updating data harga secara harian oleh 7 Kota
penghitungan inflasi di Jawa Barat.
Optimalisasi Early Warning System (EWS) jika terjadi
lonjakan harga.
Pengembangan e-PRIANGAN versi mobile apps.
Perluasan cakupan layanan e-commerce agar meliputi
wilayah Bandung Raya.
3.5.2. Tantangan Dalam Pelaksanaan Pengendalian Inflasi Daerah
Secara umum, tantangan atau kendala dalam rangka pengendalian inflasi di Jawa Barat masih
bersumber dari faktor cuaca, momen tahunan seperti hari besar keagamaan dan faktor kebijakan
pemerintah pusat terkait harga komponen administered prices. Namun demikian, selain tantangan atau
kendala sebagaimana dijelaskan sebelumnya yang cukup krusial dalam pengendalian inflasi yaitu mengenai
distribusi komoditas pangan strategis yang belum efisien. Selama ini, distribusi komoditas pangan
strategis, contohnya saja cabai merah dan beras, yang sebagian besar dipasok ke luar Jawa Barat.
Penguatan kerjasama antar daerah untuk menjaga kecukupan stok pangan di dalam Jawa Barat itu sendiri
menjadi tantangan yang terus diupayakan melalui sinergi dengan stakeholder.
IV
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
BAB IV
NOVEMBER 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
93
Stabilitas keuangan Jawa Barat yang tercermin salah satunya dengan kinerja perbankan semakin baik.
Kinerja perbankan pada triwulan III 2017 terlihat meningkat dengan meningkatnya pertumbuhan
penghimpunan dana maupun penyaluran kredit dengan kualitas kredit yang membaik (Gambar 4.1).
Pada triwulan III 2017, pertumbuhan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat menjadi 9,36%
(yoy), sementara pertumbuhan kredit meningkat sebesar 8,24% (yoy) semakin mendukung target kredit
perbankan pada kisaran 7% - 9% tahun 2017. Kredit yang disalurkan bank umum yang berlokasi di Jawa
Barat juga meningkat sebesar 8,59% (yoy), meskipun tidak sebesar pertumbuhan DPK, sehingga Loan to
Deposit Ratio (LDR) meskipun tetap tinggi sebesar 90,79%, namun sedikit menurun dibandingkan 91,18%
pada triwulan sebelumnya. Di sisi lain, kualitas kredit secara umum terlihat meningkat, dengan rasio Non
Performing Loan (NPL) lokasi proyek menurun menjadi sebesar 4,90%. Pada aspek risiko korporasi,
penyaluran kredit untuk korporasi yang berlokasi di Jawa Barat meningkat sebesar 2,26% (yoy). Di sisi lain,
penghimpunan DPK korporasi sedikit menurun sebesar 19,63% (yoy). Kualitas kredit korporasi juga membaik
dengan menurunnya rasio NPL di bawah 5% setelah pada triwulan sebelumnya berada pada level 5,44%.
Pada aspek risiko rumah tangga, baik kredit maupun DPK meningkat, masing-masing sebesar 12,63% (yoy)
dan 7,26% (yoy). Kualitas kredit juga stabil dengan rasio NPL sebesar 2,2%.
Gambar 4.1 Ringkasan Asesmen Kinerja Perbankan
4.1. Perkembangan Kinerja Bank Umum
4.1.1. Aset dan Aktiva Produktif
Total aset bank umum pada triwulan III 2017 tercatat tumbuh sebesar 10,51% (yoy) dengan nominal
sebesar Rp596,73 triliun meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dengan pertumbuhan sebesar
8,68% (yoy). Setelah mengalami tren perlambatan sejak tahun 2013 hingga triwulan III 2016, total aset
mulai menunjukkan peningkatan sejak triwulan IV 2016 hingga mencapai pertumbuhan sebesar 10,51%
(yoy) pada triwulan III 2017 yang merupakan pertumbuhan tertinggi sejak awal 2016 (Grafik 4.1).
Meningkatnya aset bank umum tersebut dipengaruhi oleh peningkatan penyaluran kredit maupun DPK pada
triwulan laporan. Sementara itu, belum terjadi perubahan struktural yang signifikan dari proporsi kepemilikan
aset. Proporsi aset bank umum di Jawa Barat masih didominasi terutama oleh bank pemerintah (42,09%)
dan bank swasta (39,53%) (Grafik 4.2).
NOVEMBER 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
94
Grafik 4.1 Pertumbuhan Aset Perbankan Grafik 4.2 Pangsa Aset Perbankan per Kelompok Bank
4.1.2. Dana Pihak Ketiga
Meskipun tren suku bunga menurun, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) masih tercatat
meningkat sebesar 9,36% (yoy) dengan nominal Rp424,7 triliun. Total DPK Jawa Barat pada triwulan III
2017 sebesar Rp424,7 triliun dengan pertumbuhan 9,36% (yoy) meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar
7,96% (yoy) (Grafik 4.3). Pertumbuhan DPK tercatat meningkat khususnya pada nasabah rumah tangga,
meskipun tren suku bunga mengalami penurunan. Akselerasi pertumbuhan terbesar terjadi khususnya pada
jenis deposito dari 4,87% (yoy) menjadi 9,45% (yoy). Pesatnya pertumbuhan deposito mendorong
peningkatan share deposito dari 37,84% menjadi 38,79% pada triwulan III 2017 (Grafik 4.4). Namun,
pertumbuhan tertinggi masih di jenis tabungan sebesar 10,78% (yoy). Sementara itu pada cakupan nasional,
deposito masih memegang peringkat terbesar dengan pangsa 46,06% pada triwulan laporan (Grafik 4.5).
Pertumbuhan DPK di Jawa Barat masih lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan nasional sebesar
11,69% (yoy) pada triwulan III 2017. Proporsi DPK Jawa Barat secara rata-rata sejak 2015 hingga triwulan III
2017 mencapai 8,61% atau tertinggi ketiga dibandingkan provinsi lainnya di Jawa setelah DKI Jakarta dan
Jawa Timur (Grafik 4.6).
Grafik 4.3 Pertumbuhan DPK Perbankan Grafik 4.4 Proporsi DPK Jawa Barat
NOVEMBER 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
95
Grafik 4.5 Proporsi DPK Nasional Grafik 4.6 Perbandingan Pangsa DPK Perbankan terhadap Nasional
4.1.3. Kredit dan Risiko Kredit
Indikator intermediasi perbankan lainnya yaitu kredit juga menunjukkan peningkatan 2017 menjadi
sebesar 8,24% (yoy) pada triwulan III 2017 dari sebesar 6,76% (yoy) pada triwulan II dengan
peningkatan pada jenis modal kerja dan investasi. Sejalan dengan tren penurunan suku bunga (Grafik
4.7), kredit yang disalurkan untuk lokasi proyek di Jawa Barat terpantau menunjukkan peningkatan, total
kredit Jawa Barat triwulan III 2017 adalah sebesar Rp596,41 triliun, tumbuh 8,24% (yoy) meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,76% (yoy) (Grafik 4.8). Peningkatan terjadi pada kredit modal
kerja dan investasi, sementara kredit konsumsi mengalami perlambatan. Dari sisi komposisi, pangsa terbesar
kredit adalah untuk kredit konsumsi sebesar 42,21% pada triwulan laporan (Grafik 4.9).
Grafik 4.7 Perkembangan Suku Bunga Kredit Berdasarkan
Lokasi Proyek di Jawa Barat
Grafik 4.8 Perkembangan Kredit per Jenis Penggunaan Grafik 4.9 Proporsi Kredit menurut Jenis Penggunaan
11,4211,19
10,6210,39
10,029,82
12,77
12,54
9,00
9,50
10,00
10,50
11,00
11,50
12,00
12,50
13,00
13,50
14,00
Tw I Tw II Tw III TwIV
Tw I Tw II Tw III TwIV
Tw I Tw II Tw III TwIV
Tw I Tw II Tw III TwIV
Tw I Tw II Tw III
2013 2014 2015 2016 2017
Total Kredit KMK KI KK%
NOVEMBER 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
96
4.1.3.1 Penyaluran Kredit Di Sektor Utama Penopang Perekonomian Jawa Barat
Pada sisi sektoral, kredit untuk lapangan usaha utama seperti industri pengolahan, perdagangan besar
dan eceran, konstruksi serta angkutan dan komunikasi menunjukkan tren yang meningkat .
Meningkatnya pertumbuhan kredit untuk lapangan usaha industri pengolahan serta konstruksi pada triwulan
laporan terlihat mampu mendorong pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) lapangan usaha
tersebut pada triwulan III 2017. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada kredit untuk lapangan usaha konstruksi
sebesar 23,85% (yoy) dibandingkan kredit untuk seluruh lapangan usaha lainnya (Tabel 4.1).
Tabel 4.1. Pertumbuhan Kredit untuk Lapangan Usaha Utama di Jawa Barat
Relatif terjaganya kinerja intermediasi perbankan tercermin dari rasio LDR bank umum di Jawa Barat
yang masih berada pada level 90,79%. Kinerja intermediasi bank umum yang berkantor di Jawa Barat
terpantau baik dengan Loan to Deposit Ratio sebesar 90,79% pada triwulan III 2017 (Grafik 4.10).
Pertumbuhan penghimpunan DPK yang lebih tinggi daripada penyaluran kredit mendorong rasio LDR sedikit
menurun pada triwulan laporan.
Grafik 4.10 Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR)
Risiko kredit juga menunjukkan penurunan yang ditunjukkan oleh menurunnya rasio Non Performing
Loan (NPL) baik berdasarkan lokasi bank sebesar 3,91% maupun lokasi proyek sebesar 3,38% pada
triwulan laporan. Risiko kredit yang disalurkan untuk lokasi proyek di Jawa Barat sedikit menurun yang
tercermin dari penurunan rasio NPL menjadi 3,38% dari sebelumnya pada triwulan II 2017 sebesar 3,61%
(Grafik 4.11). Penurunan risiko kredit juga terjadi untuk kredit yang disalurkan bank umum di Jawa Barat
menjadi sebesar 3,91% pada triwulan laporan dari sebesar 3,97% pada triwulan sebelumnya. Penurunan
NOVEMBER 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
97
NPL untuk kredit yang disalurkan berdasarkan lokasi proyek di Jawa Barat terutama terjadi pada jenis kredit
modal kerja dan investasi. Sementara itu meskipun sedikit meningkat, NPL terendah masih berada pada jenis
kredit konsumsi. Dari sisi lapangan usaha, terpantau penurunan NPL pada hampir seluruh jenis lapangan
usaha dengan NPL secara total rendah sebesar 3,38% (Grafik 4.12).
Grafik 4.11 Rasio Non Performing Loan (NPL) Kredit Berdasarkan
Jenis Penggunaan
Grafik 4.12 Rasio Non Performing Loan (NPL) Kredit Berdasarkan
Lapangan Usaha Utama
4.1.3.2 Penyaluran Kredit Menurut Kota/Kabupaten di Jawa Barat
Secara spasial penyaluran kredit bank umum masih terkonsentrasi di 5 (lima) kabupaten/kota di Jawa Barat
yang mencapai pangsa 60,20% dari total kredit yang disalurkan di Jawa Barat, yaitu meliputi Kabupaten
Bekasi (18,48%), Kota Bandung (17,07%), Kabupaten Bandung (9,10%), Kabupaten Bogor (9,09%), dan
Kabupaten Karawang (6,54%) (Gradik 4.13). Penyaluran kredit di Jawa Barat masih terkonsentrasi di
kota/kabupaten lokasi kantor atau pabrik industri pengolahan dan perdagangan. Dari sisi risiko kredit, kelima
daerah tersebut kecuali Kabupaten Bandung memiliki rasio NPL yang terjaga di bawah 5%, sementara NPL
Kabupaten Bandung pada triwulan III 2017 mencapai 6,26% (Grafik 4.14). Selain Kabupaten Bandung,
Kabupaten Garut memiliki rasio NPL di atas ambang yaitu mencapai 8,31% dengan kualitas kredit terendah
pada triwulan III 2017 di lapangan usaha real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan.
Grafik 4.13 Perkembangan Kredit Kota/Kabupaten Tw III 2017 Grafik 4.14 Rasio NPL Kredit Kota/Kabupaten Tw III 2017
101,8
54,3 54,2
39,0 37,929,0
18,712,8 12,6 12,3 12,3 11,6 10,5 10,1 9,0 8,8 7,8 7,3 7,1 6,7 5,8 5,7 4,9 4,1 1,9
0
20
40
60
80
100
120
Ko
ta B
and
un
g
Kab
. Ban
du
ng
Kab
. Bo
gor
Kab
. Kar
awan
g
Ko
ta B
ekas
i
Ko
ta D
epo
k
Ko
ta B
ogo
r
Kab
. Cir
ebo
n
Kab
. In
dra
may
u
Kab
. Su
ban
g
Kab
. Su
kab
um
i
Kab
. Pu
rwak
arta
Kab
. Gar
ut
Kab
. Cia
nju
r
Ko
ta C
ireb
on
Ko
ta T
asik
mal
aya
Kab
. Su
med
ang
Kab
. Cia
mis
Ko
ta C
imah
i
Kab
. Tas
ikm
alay
a
Kab
. Ku
nin
gan
Kab
. Maj
alen
gka
Kab
. Ban
du
ng
Bar
at
Ko
ta S
uka
bu
mi
Ko
ta B
anja
r
Rp Triliun
NOVEMBER 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
98
4.1.4. Perkembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
4.1.4.1. Penyaluran Kredit UMKM di Jawa Barat
Penyaluran kredit UMKM terpantau melambat pada triwulan III 2017 dengan pertumbuhan 8,72%
(yoy). Total kredit UMKM pada periode tersebut adalah sebesar Rp119,46 triliun dengan pertumbuhan
8,72% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 11,79% (yoy) (Gragik 4.15). Namun, rasio
kredit UMKM terhadap total kredit masih relatif stabil sebesar 20,03% dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 20,05%. Menurunnya rasio NPL kredit secara umum juga terjadi pada kredit UMKM yaitu sebesar
4,33% pada triwulan III 2017 (Grafik 4.16).
Grafik 4.15 Perkembangan Kredit UMKM
Grafik 4.16 NPL Kredit UMKM
Penyaluran kredit UMKM mayoritas ditujukan untuk tiga sektor utama yakni Sektor Perdagangan
(55,52%), lndustri Pengolahan (16,24%), dan Konstruksi (8,47%) (Grafik 4.17). Bank Indonesia terus
mendorong penyaluran kredit UMKM dengan menetapkan target proporsi kredit UMKM pada perbankan
berdasarkan milestone tertentu. Pada tahun 2015, target yang ditetapkan Bank Indonesia adalah 5%, tahun
2016 sebesar 10%, tahun 2017 sebesar 15% dan minimal 20% di tahun 2018 (Peraturan Bank lndonesia
No.14/12/PBl/2012). Selain itu, Bank Indonesia berupaya mendorong peningkatan kinerja kredit UMKM
melalui penerbitan kebijakan insentif memperlonggar batas LFR (Loan to Funding Ratio) menjadi 94% per 1
Agustus 2015 bagi bank yang sudah memenuhi pencapaian tertentu kredit UMKM dengan kualitas kredit
yang baik sesuai Peraturan Bank Indonesia No.17/11/PBl/2015.
Grafik 4.17 Proporsi Kredit UMKM Berdasarkan Lapangan Usaha
NOVEMBER 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
99
4.1.4.2. Penyaluran Kredit UMKM Menurut Kabupaten/Kota
Secara spasial 54,25% penyaluran kredit UMKM di Jawa Barat terkonsentrasi di 6 daerah, meliputi Kota
Bandung, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, Kota Bekasi dan Kabupaten Karawang
(Grafik 4.18). Dari sisi kualitas kredit, mayoritas daerah utama penyaluran kredit UMKM tersebut memiliki
rasio rasio NPL kredit UMKM di bawah 5% pada triwulan III 2017 (Grafik 4.19).
Grafik 4.18 Kredit UMKM Kota/Kabupaten Tw III 2017
Grafik 4.19 NPL Kredit UMKM Kota/Kabupaten Tw III 2017
4.1.4.3. Program Pengembangan UMKM Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI)
Provinsi Jawa Barat
UMKM memiliki peran strategis di Indonesia baik dari sisi jumlah unit usaha, sumbangan terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, ekspor dan investasi. Pada tahun 2013, jumlah
unit usaha UMKM mencapai 99,99% unit usaha di Indonesia yang menyerap 96,99% angkatan kerja,
menghasilkan nilai tambah sebesar 57,56% Produk Domestik Bruto (PDB) serta 15,68% ekspor non migas.
Mempertimbangkan peran strategis UMKM ini, upaya pengembangan UMKM berpotensi semakin
meningkatkan kontribusinya dalam pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan.
Mempertimbangkan peran penting UMKM dalam perekonomian Indonesia, Bank Indonesia (BI)
melaksanakan pengembangan UMKM untuk mendorong pencapaian tugas Bank Indonesia. Peran
pengembangan UMKM tersebut dilaksanakan dalam rangka mendukung perwujudan stabilitas moneter
melalui pengendalian inflasi dari sisi supply, stabilitas sistem keuangan melalui terlaksananya fungsi
intermediasi perbankan yang lebih seimbang serta kehandalan sistem pembayaran melalui dukungan
terhadap penggunaan rupiah dan pemanfaatan elektronifikasi pembayaran. Hal tersebut dilaksanakan
melalui peningkatan akses keuangan dan pengembangan UMKM khususnya dalam rangka meningkatkan
kredit UMKM, yang dilaksanakan dengan strategi sebagai berikut:
1. Perluasan dan pendalaman infrastruktur keuangan
2. Peningkatan kapasitas UMKM
3. Minimalisir kesenjangan informasi
4. Peningkatan koordinasi dan kerjasama dengan stakeholders
19,82
13,12
10,06
7,92 7,426,47
4,793,85 3,62 3,60 3,45 3,44 3,42 3,36 3,33 3,28
2,54 2,39 2,28 2,17 2,16 1,87 1,74 1,51 1,19 0,63
0
5
10
15
20
25
Ko
ta B
and
un
g
Kab
. Be
kasi
Kab
. Bo
gor
Kab
. Ban
du
ng
Ko
ta B
eka
si
Kab
. Kar
awan
g
Ko
ta D
ep
ok
Ko
ta B
ogo
r
Kab
. Cir
eb
on
Kab
. Su
kab
um
i
Kab
. Su
ban
g
Kab
. Gar
ut
Kab
. Cia
mis
Ko
ta T
asik
mal
aya
Kab
. In
dra
may
u
Kab
. Cia
nju
r
Kab
. Tas
ikm
alay
a
Kab
. Su
med
ang
Kab
. Pu
rwak
arta
Kab
. Ku
nin
gan
Kab
. Maj
ale
ngk
a
Ko
ta C
ireb
on
Kab
. Ban
du
ng
Bar
at
Ko
ta C
imah
i
Ko
ta S
uka
bu
mi
Ko
ta B
anja
r
Rp Triliun
2,212,64 2,78
3,12 3,24 3,44 3,57 3,67 3,69 3,87 3,98 4,01 4,034,34 4,36 4,53
4,88 4,98 4,99 5,15 5,16 5,17 5,3 5,32
6,18
7,94
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kab
. Ban
du
ng
Bar
at
Ko
ta C
imah
i
Kab
. Kar
awan
g
Ko
ta B
ogo
r
Kab
. Tas
ikm
alay
a
Kab
. Pu
rwak
arta
Ko
ta C
ireb
on
Kab
. Cia
mis
Ko
ta B
eka
si
Kab
. Be
kasi
Kab
. Ban
du
ng
Kab
. Ku
nin
gan
Ko
ta B
anja
r
Ko
ta B
and
un
g
Kab
. Su
med
ang
Kab
. Gar
ut
Kab
. Maj
ale
ngk
a
Ko
ta D
ep
ok
Kab
. Bo
gor
Ko
ta T
asik
mal
aya
Ko
ta S
uka
bu
mi
Kab
. Cir
eb
on
Kab
. Cia
nju
r
Kab
. In
dra
may
u
Kab
. Su
ban
g
Kab
. Su
kab
um
i
%
NOVEMBER 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
100
Perluasan dan pendalaman infrastruktur keuangan dilaksanakan antara lain melalui fasilitasi Perusahaan
Penjaminan Kredit Daerah (PPKD), sosialisasi program pencatatan transaksi keuangan, dsb. Sementara itu,
program yang dilakukan untuk strategi peningkatan kapasitas UMKM yang dilaksanakan BI antara lain
meliputi program pengembangan klaster ketahanan pangan untuk mendukung pengendalian inflasi melalui
pasokan volatile foods. BI juga melaksanakan program pengembangan wirausaha BI dalam rangka
mendukung ketahanan pangan dan struktur neraca perdagangan.
Upaya pengembangan UMKM yang dilakukan oleh KPwBI Provinsi Jawa Barat diantaranya melalui
perluasan akses pasar Produk UMKM Binaan Bank Indonesia. Salah satunya yaitu melalui E-Commerce.
Sebanyak ± 30 UMKM binaan KPwBI Provinsi Jawa Barat telah diikutsertakan dalam pelatihan e-commerce
dengan salah satu marketplace terbesar di Indonesia. Market place adalah salah satu media yang digunakan
untuk memasarkan sebuah produk. Media tersebut digunakan membangun sebuah toko online, sedangkan
electronic commerce (e-commerce) merupakan konsep yang bisa digambarkan sebagai proses jual beli
barang pada internet atau proses jual beli atau pertukaran produk, jasa, dan informasi melalui jaringan
informasi termasuk internet (Turban, Lee, King, Chung,200 dalam M. Suyanto 2003;11). Pengembangan
UMKM melalui pelatihan perluasan pasar melalui e-commerce yang dilakukan oleh KPwBI Provinsi Jawa Barat
ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi melalui perluasan akses pasar melalui media online,
mengingat peluang pasar saat ini cukup besar khususnya terkait pengguna media online, diantaranya adalah:
1. Jumlah penduduk yang Indonesia yang besar merupakan pangsa pasar yang cukup tinggi.
2. Kondisi geografis yang sangat mendukung berkembangnya e-commerce, dengan begitu banyaknya
pulau-pulau yang tersebar diseluruh nusantara, e-commerce merupakan salah satu jalan terbaik
untuk meningkatkan bisnis antar pulau.
3. Banyaknya bahan alam yang dapat diolah menjadi produk-produk bernilai tinggi.
4. Banyaknya adat-istiadat dan budaya yang ada, merupakan sumber inspirasi bagi perkembangan
usaha kerajinan yang dapat menjadi sumber perdagangan dan komoditi pariwisata jika dikelola
dengan baik.
Peluang di atas pun didukung pula melalui hasil riset yang dilakukan oleh We Are Social, yang menyebutkan
bahwa pengguna internet di Indonesia pada awal tahun 2017 sudah mencapai 132,7 juta orang atau naik
sebesar 51% dibandingkan dengan tahun 2016 yang hanya mencapai 88,1 juta orang. Pertumbuhan jumlah
pengguna internet ini turut diiringi dengan meningkatnya jumlah pengguna layanan media sosial. Dari
jumlah 79 juta orang pada tahun 2016, angka tersebut kini telah meningkat menjadi 106 juta pengguna.
Para pengguna yang secara aktif menggunakan media sosial di perangkat mobile pun naik dari 66 juta orang
pada tahun 2016 menjadi 92 juta orang pada tahun 2017.
NOVEMBER 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
101
Gambar 4.2 Tren Pengguna Internet di Indonesia Tahun 2017
Selain pengguna internet, berdasarkan hasil riset We Are Social pun mencantumkan data terkait
perkembangan e-commerce di Indonesia, diantaranya jumlah pengguna internet yang berbelanja secara
online di tanah air disebut-sebut telah mencapai 24,74 juta orang. Selama tahun 2016, para pengguna
tersebut menghabiskan uang sebesar Rp74,6 triliun untuk berbelanja di berbagai e-commerce. Dari data
tersebut, dapat disimpulkan bahwa rata-rata pengguna e-commerce di Indonesia membelanjakan sebesar
Rp3 juta per tahun.
Gambar 4.3 Pengguna E-commerce di Indonesia Tahun 2016
Namun demikian, dari peluang usaha yang cukup tinggi bagi para UMKM dalam bisnis e commerse
ini, masih memiliki beberapa permasalahan, diantaranya sebagai berikut.
1. Dukungan pemerintah yang masih belum jelas ditambah dengan belum adanya kebijakan-kebijakan
yang mendukung perkembangan dari e-commerce ini dikeluarkan, belum jelasnya deregulasi dari
sistem teknologi informasi khususnya internet yang merupakan salah satu dasar dari perkembangan
e-commerce, perbaikan sistem deregulasi dalam ekspor impor barang.
NOVEMBER 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
102
2. Perkembangan infrastruktur yang lambat. Salah satu hambatan utama adalah masih kurangnya
insfrastrukur yang ada dan belum merata ke pelosok Indonesia. Dibutuhkan keseriusan pemerintah
untuk secara bertahap membangun infrastrukur yang baik dan terprogram sehingga secara
bertahap, rakyat Indonesia mulai dapat dikenalkan dengan internet sebagai salah satu hasil dari
perkembangan teknologi informasi dengan biaya yang murah dan terjangkau.
3. Kurangnya sumber daya manusia. Kurangnya SDM Indonesia yang benar-benar menguasai sistem e-
commerce ini secara menyeluruh, yang tidak saja menguasai secara teknis juga non-teknis seperti
sistem perbankan, lalu lintas perdagangan hingga sistem hukum yang berlaku. Salah satu alasan
yang cukup utama yaitu masih kurangnya ketersediaan informasi, mulai dari buku-buku referensi,
jurnal, majalah/tabloid yang membahas tentang e-commerce juga sarana pendidikan, seminar,
workshop hingga pusat-pusat pengembangan yang dibangun antara pemerintah, pusat-pusat
pendidikan dan tenaga ahli di bidang e-commerce.
4. Perbaikan sistem perdagangan yang ada. Adanya keseriusan dari pemerintah dalam hal deregulasi
kepabeanan dan pajak yang mendukung sistem e-commerce ini.
Untuk itu Bank Indonesia dalam mendorong perluasan pasar melalui e-commerce bagi wirausaha binaannya
ini tidak sembarang melakukan kerjasama dengan market place melainkan memilih market place yang juga
memberikan kemudahan akses keuangan terhadap perbankan. Dengan market place yang memiliki fasilitas
lengkap bagi penjual tentunya membantu penjual untuk melakukan monitoring terhadap akses pasar
maupun akses keuangan.
4.2. Asesmen Sektor Korporasi
4.2.1 Sumber-Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
Perkembangan kinerja korporasi pada triwulan III 2017 terpantau membaik dibandingkan triwulan
sebelumnya seiring dengan membaiknya ekspor, meskipun terdapat tekanan dari perlambatan
konsumsi rumah tangga yang masih terus berlangsung. Ekspor Jawa Barat tercatat meningkat pada
triwulan III 2017 sebesar 15,66% (yoy) setelah pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 9,78% (yoy) (Grafik
4.20). Meningkatnya PMI negara mitra dagang utama seperti US dan Tiongkok mempengaruhi permintaan
terhadap produk ekspor dari berbagai negara termasuk Indonesia, yang juga ditunjukkan oleh meningkatnya
harga komoditas global (Grafik 4.21). Hingga Juli 2017, harga beberapa komoditas utama tercatat mulai
meningkat setelah pada triwulan II mengalami penurunan.
NOVEMBER 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
103
Grafik 4.20 Perkembangan Ekspor Jawa Barat
Grafik 4.21 PMI Negara Mitra Dagang Utama
Permintaan domestik yang meningkat yang ditunjukkan oleh meningkatnya pertumbuhan ekonomi nasional
juga menjadi pendorong kinerja korporasi di Jawa Barat, meskipun terdapat tekanan dari melambatnya
konsumsi rumah tangga di Jawa Barat. Di triwulan III 2017 ini, konsumsi rumah tangga tercatat melambat
yang diperkirakan dipengaruhi oleh adanya indikasi masyarakat menahan belanjanya untuk keperluan
pendidikan dan berakhirnya momen Idul Fitri. Terkait dengan permintaan domestik, meningkatnya
pertumbuhan ekspor antar daerah menjadi faktor yang menjaga kinerja korporasi Jawa Barat pada triwulan
laporan.
4.2.2 Kinerja Korporasi dan Penilaian Risiko
Risiko korporasi terpantau menurun dengan membaiknya kualitas kredit korporasi secara umum dan
meningkatnya pertumbuhan beberapa lapangan usaha utama Jawa Barat seperti indust ri pengolahan.
Di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, pertumbuhan Lapangan Usaha industri
pengolahan dan konstruksi pada triwulan III 2017 meningkat masing-masing sebesar 5,27% (yoy) dan
8,58% (yoy) (Grafik 4.22). Kredit perbankan untuk lapangan usaha ini adalah yang terbesar mencapai sekitar
22% dari total kredit yang disalurkan untuk lokasi proyek di Jawa Barat. Kinerja industri pengolahan
berdasarkan realisasi saldo bersih tertimbang (SBT) kegiatan usaha pada triwulan III 2017 menurun secara
triwulanan (qtq) sesuai pola historisnya, namun lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi SBT industri
pengolahan triwulan III 2016 sebesar 1,22 (Grafik 4.23). Meningkatnya ekspor luar negeri dengan
meningkatnya volume perdagangan dunia dan ekspor antar daerah yang didorong oleh peningkatan
perekonomian nasional mendorong kinerja industri pengolahan meningkat, di tengah melambatnya
konsumsi rumah tangga Jawa Barat.
NOVEMBER 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
104
Grafik 4.22 Realisasi Kegiatan Usaha - SKDU
Grafik 4.23 Realisasi Kegiatan Usaha Industri Pengolahan SKDU
Grafik 4.24 Realisasi Kegiatan Usaha Perdagangan SKDU
Grafik 4.25 Realisasi Kegiatan Usaha Konstruksi SKDU
Sementara itu, dari hasil liaison oleh Bank Indonesia kepada perusahaan-perusahaan di Jawa Barat secara
umum menyampaikan bahwa laju pertumbuhan penjualan domestik pada triwulan III 2017 cenderung
menurun dibanding triwulan sebelumnya. Likert scale permintaan domestik yang diperoleh melalui
wawancara liaison terpantau menurun dibanding triwulan II 2017 yakni dari 0,71 menjadi 0,59 pada triwulan
III 2017 (4.26).
Grafik 4.26 Likert scale Permintaan Domestik
NOVEMBER 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
105
4.2.3 Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi
Sejalan dengan meningkatnya kredit secara umum, kredit korporasi sedikit meningkat pada triwulan III
2017 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kredit korporasi tumbuh meningkat dari sebesar 1,71%
(yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 2,26% (yoy) pada triwulan III 2017 dengan nominal sebesar Rp210,34
triliun (Grafik 4.27). Peningkatan terjadi pada lapangan usaha pertanian, listrik, gas dan air serta angkutan
dan komunikasi (Grafik 4.28). Sementara dari jenisnya, peningkatan terjadi khususnya pada jenis kredit
modal kerja dari sebesar 2,43% (yoy) menjadi sebesar 4,26% (yoy) pada triwulan III 2017 (Grafik 4.29). Dari
sisi risiko kredit terlihat adanya penurunan dengan menurunnya rasio NPL dari 5,44% menjadi 4,90% pada
triwulan III 2017 (Grafik 4.30).
Grafik 4.27 Perkembangan Kredit Korporasi
Grafik 4.28 Kredit Koporasi Lapangan Usaha Utama
Grafik 4.29 NPL Kredit Korporasi Berdasarkan Jenis
Penggunaan
Grafik 4.30 NPL Kredit Koporasi Lapangan Usaha Utama
4.3. Asesmen Sektor Rumah Tangga
4.3.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Melambatnya kinerja perekonomian Jawa Barat pada triwulan III 2017 didorong oleh melambatnya
konsumsi rumah tangga pada level 3,79% (yoy). Berakhirnya momen Ramadhan dan hari raya Idul Fitri
serta periode libur panjang yang tidak sebanyak pada triwulan sebelumnya diperkirakan menjadi faktor yang
NOVEMBER 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
106
mempengaruhi perlambatan tersebut. Selain itu, terdapat indikasi bahwa masyarakat cenderung menahan
laju konsumsinya untuk kebutuhan pembayaran biaya-biaya pendidikan yang ditunjukkan oleh adanya
peningkatan laju kenaikan harga pada kelompok pendidikan triwulan III 2017. Di sisi lain, optimisme
konsumen yang dicerminkan oleh indeks keyakinan konsumen sejatinya masih cukup baik dan bahkan
meningkat dengan porsi penggunaan pendapatan untuk konsumsi yang meningkat (Grafik 4.31).
Grafik 4.31. Tingkat Optimisme Konsumen Jawa
Barat Survei Konsumen
Grafik 4.32. Persentase Penggunaan Penghasilan Survei Konsumen
Sementara itu jika dilihat dari perilaku berutang, terdapat penurunan risiko dari sisi kredit karena secara
agregat terjadi penurunan jumlah rumah tangga yang memiliki debt service ratio lebih dari 30%
pendapatannya (DSR>30%). Pada triwulan III 2017, jumlah rumah tangga dengan DSR>30% turun sebesar
3,77% dibanding triwulan sebelumnya atau sebesar -19,40%(qtq). Penurunan ini terutama disebabkan oleh
menurunnya rasio DSR pada kelompok rumah tangga pada hampir seluruh golongan pengeluaran kecuali
pengeluaran lebih dari Rp5juta per bulan. Institusi keuangan menilai bahwa rumah tangga dengan
DSR>30% memiliki risiko yang tinggi dan berpotensi menjadi penyebab NPL (non performing loan) (Tabel
4.2).
Tabel 4.2. Dana Rumah Tangga untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat
Pengeluaran per Bulan
>0-1
0%
>10%
-20%
>20%
-30%
>30%
Rp 1 - 2 jt 2,32% 2,90% 2,03% 3,48% 9,57%
Rp 2,1 - 3 jt 4,49% 3,91% 5,36% 3,62% 9,71%
Rp 3,1 - 4 jt 2,32% 3,04% 3,62% 3,77% 5,36%
Rp 4,1 - 5 jt 1,74% 2,75% 1,74% 3,33% 4,20%
> Rp 5 jt 2,90% 3,33% 3,91% 5,22% 5,36%
Total 13,77% 15,94% 16,67% 19,42% 34,20%
Pen
gelu
aran
/
bu
lan
Triwulan II 2017
Debt Service Ratio (DSR)
TMP
>0-1
0%
>10%
-20%
>20%
-30%
>30%
Rp 1 - 2 jt 2,90% 1,59% 1,59% 1,88% 13,62%
Rp 2,1 - 3 jt 5,22% 3,62% 2,61% 2,90% 12,90%
Rp 3,1 - 4 jt 2,90% 3,77% 2,90% 2,90% 6,38%
Rp 4,1 - 5 jt 2,03% 1,59% 2,17% 1,59% 3,19%
> Rp 5 jt 2,32% 2,32% 5,22% 6,38% 5,51%
Total 15,36% 12,90% 14,49% 15,65% 41,59%
Pen
gelu
aran
/
bu
lan
Triwulan III 2017
Debt Service Ratio (DSR)
TMP
NOVEMBER 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
107
Keterangan: TMP : Tidak memiliki pinjaman; *Perubahan triwulan III 2017 dibanding triwulan II 2017
Sumber : Survei Konsumen KPw BI Jawa Barat, diolah
4.3.2 Eksposur Perbankan pada Sektor Rumah Tangga
Kredit rumah tangga menunjukkan pertumbuhan yang sedikit meningkat pada level 12,63% (yoy) ,
didorong oleh peningkatan kredit untuk pemilikan rumah dan apartemen, meskipun tertahan dengan
perlambatan kredit kendaraan bermotor. Kredit rumah tangga pada triwulan III 2017 sebesar Rp200,18
triliun, tumbuh sebesar 12,63% (yoy) meningkat daripada triwulan sebelumnya sebesar 12,08% (yoy) (Grafik
4.33). Peningkatan kredit rumah tangga terjadi pada jenis kredit pemilikan rumah dan apartemen. Di sisi lain,
terjadi perlambatan kredit kendaraan bermotor, dari sebesar 8,87% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi
sebesar 3,51% (yoy) pada triwulan III 2017 (Grafik 4.34). Kualitas kredit rumah tangga juga menunjukkan
kondisi yang stabil dan terjaga dengan NPL sebesar 2,2%, meskipun terlihat ada peningkatan kredit
kendaraan bermotor, multiguna dan pemilikan peralatan rumah tangga (Grafik 4.35). Secara umum, kinerja
kredit rumah tangga masih menunjukkan keyakinan konsumen dan repayment capacity yang terjaga (Grafik
4.36).
Grafik 4.33 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga
Grafik 4.34 Kredit Kendaraan Bermotor
>0-1
0%
>10%
-20%
>20%
-30%
>30% TMP
Rp 1 - 2 jt 0,58% -1,30% -0,43% -1,59% 4,06%
Rp 2,1 - 3 jt 0,72% -0,29% -2,75% -0,72% 3,19%
Rp 3,1 - 4 jt 0,58% 0,72% -0,72% -0,87% 1,01%
Rp 4,1 - 5 jt 0,29% -1,16% 0,43% -1,74% -1,01%
> Rp 5 jt -0,58% -1,01% 1,30% 1,16% 0,14%
Total 1,59% -3,04% -2,17% -3,77% 7,39%
Pen
gelu
aran
/
bu
lan
Perubahan DSR*
>0-1
0%
>10%
-20%
>20%
-30%
>30% TMP
Rp 1 - 2 jt 25,00% -45,00% -21,43% -45,83% 42,42%
Rp 2,1 - 3 jt 16,13% -7,41% -51,35% -20,00% 32,84%
Rp 3,1 - 4 jt 25,00% 23,81% -20,00% -23,08% 18,92%
Rp 4,1 - 5 jt 16,67% -42,11% 25,00% -52,17% -24,14%
> Rp 5 jt -20,00% -30,43% 33,33% 22,22% 2,70%
Total 11,58% -19,09% -13,04% -19,40% 21,61%
Pen
gelu
aran
/
bu
lan
Perubahan DSR* (qtq)
NOVEMBER 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
108
Grafik 4.35 Perkembangan Kredit Pemilikan Rumah
Grafik 4.36 Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga
NOVEMBER 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
109
Perekonomian syariah memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional.
Konsep ekonomi dan keuangan yang berlandaskan pada nilai dan prinsip syariah merupakan konsep
yang inklusif dengan melibatkan seluruh lapisan mayarakat yang diharapkan dapat menggerakkan roda
perekonomian nasional. Melalui prinsip dasar keadilan, perekonomian syariah yang tumbuh dan
berkembang pesat diharapkan menjadi salah satu solusi bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat
Indonesia secara umum. Di tengah pertumbuhan kinerja ekonomi dan keuangan syariah dunia yang
pesat, Indonesia perlu meningkatkan perannya dalam ekonomi dan keuangan syariah dunia tidak hanya
sebagai pasar namun juga sebagai key player dalam berbagai sektor industri halal termasuk industri
keuangan syariah. Dalam upaya tersebut diperlukan sinergi dari berbagai institusi pusat maupun
daerah, termasuk Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral.
Dalam upaya mendorong ekonomi syariah, Bank Indonesia telah secara rutin menghelat Indonesia
Shari'a Economic Forum (ISEF) di Surabaya sejak tahun 2014. Dalam rangka Road to ISEF ke-4 pada
November 2017 di Surabaya, Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat bersama
dengan KPw Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan diberi kepercayaan untuk
menyelenggarakan kegiatan Festival Ekonomi Syariah (FESyar) di regional masing-masing dengan tema
Regional Jawa 2017 diselenggarakan di Gedung Pusat Dakwah Islam (PUSDAI) Provinsi Jawa Barat pada
13-15 September 2017 / 22-24 Dzulhijjah 1438 H.
BOKS 2
FESTIVAL EKONOMI SYARIAH REGIONAL JAWA TAHUN 2017
Bandung, 13-15 September 2017/ 22-24 Dzulhijjah 1438 H
NOVEMBER 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
110
Tujuan utama dari kegiatan FESyar adalah agar pengembangan ekonomi syariah dapat dilakukan secara
serentak di seluruh Indonesia yang dilakukan melalui edukasi dan sosialisasi produk-produk keuangan
syariah bagi masyarakat. Adapun tujuan lain dari kegiatan dimaksud adalah mempromosikan dan
mendekatkan produk dan jasa UMKM industri kreatif dan ketahanan pangan berbasis syariah kepada
masyarakat. Berbagai area yang berpotensi untuk dikembangkan meliputi penguatan halal supply chain
yang utamanya terkait sektor industri makanan halal, industri fashion Islami, industri pariwisata syariah
dan sektor energi terbarukan. Upaya pengembangan juga meliputi optimalisasi sektor keuangan sosial
yang mencakup dana zakat, infaq, sadaqah dan wakaf (ZISWAF) yang potensinya dalam mendukung
perekonomian yang inklusif; pemberdayaan ekonomi pesantren yang mendukung kewirausahaan dan
kemandirian; serta berbagai upaya penguatan edukasi dan sosialisasi untuk meningkatkan literasi
masyarakat di bidang ekonomi dan keuangan syariah.
Salah satu kegiatan dari rangkaian kegiatan FESyar dimaksud, dalam upaya mengenalkan dan
ar dan workshop), yaitu:
Seminar Model Pemberdayaan Pesantren, Seminar Industri Halal, Seminar Blueprint Pengembangan
Ekonomi dan Keuangan Syariah, Seminar Potensi Zakat dan Wakaf Regional melalui Integrasi Keuangan
Komersial & Sosial Islam, dan Workshop Kurikulum Modul Ekonomi Syariah. Selain seminar, FESyar
berupa Pameran Ekonomi & Keuangan Syariah, Talkshow serta lomba-lomba, seperti lomba Kaligrafi,
seminar selama tiga hari berturutan.
Dalam rangka pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, Bank Indonesia telah berkolaborasi
dengan Majelis Ulama Indonesia, dan Bappenas dalam Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) telah
bersama-sama merumuskan tiga pilar yang menjadi strategi utama pengembangan ekonomi dan
keuangan syariah. Ketiga pilar tersebut adalah: Pemberdayaan ekonomi syariah; Pendalaman pasar
keuangan syariah; dan Penguatan riset, asesmen, dan edukasi termasuk sosialisasi dan komunikasi.
NOVEMBER 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
111
Pertama, Pilar Pemberdayaan Ekonomi Syariah, pilar ini menitikberatkan pada pengembangan sektoral
usaha syariah, melalui penguatan seluruh kelompok pelaku usaha baik besar, menengah, kecil, mikro,
serta kalangan lembaga pendidikan Islam seperti pesantren dan lainnya. Program kerja utama pilar ini
mencakup pengembangan halal supply chain, serta kelembagaan dan infrastruktur pendukungnya.
Bank Indonesia dalam hal ini telah melakukan kerjasama Program Kemandirian Ekonomi Pesantren
terhadap 62 pesantren yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang meliputi pemetaan jenis usaha,
studi kelayakan dan program pembinaan dalam pengembangan berbagai model bisnis di pesantren.
Melalui program tersebut diharapkan dapat tercipta model-model bisnis berdasarkan kemitraan yang
sustainable dan berdaya saing sehingga dapat menjadi referensi bagi pondok pesantren lainnya. Untuk
itu, Festival Ekonomi Syariah kiranya dapat menjadi sarana untuk showcasing dan sebagai forum
knowledge sharing program kemandirian ekonomi antar pesantren. Untuk di pulau Jawa, kerjasama
dilakukan terhadap 26 pesantren untuk jenis usaha pertanian, pengolahan daur ulang sampah atau
biogas, manajemen koperasi dan pengolahan air minum.
Selain model bisnis pesantren, Bank Indonesia juga tengah melakukan pemetaan terhadap model bisnis
yang dikembangkan oleh UMKM binaan Bank Indonesia untuk dapat diintegrasikan dengan model
bisnis pengembangan ekonomi pesantren. Pada FESyar Regional Jawa kesatu juga dilakukan upaya
mendorong sertifikasi halal untuk memberikan nilai tambah dari produk dan jasa di dalam halal supply
chain melalui penyelenggaraan Seminar Halal Industri dan talkshow Gerakan Sertifikasi Halal.
Selain itu, pada Festival Ekonomi Syariah Regional Jawa telah terlaksana pula kegiatan business
matching untuk mendorong pengembangan UMKM & Klaster serta memperluas akses pasar sekaligus
untuk meningkatkan motivasi dari pelaku usaha. Adapun business matching tersebut, antara lain : (1)
penjajakan Kerjasama Pemda Kep. Seribu, DKI Jakarta terkait kegiatan promosi WUBI Jabar, (2)
penjajakan kerjasama PT. PPI dengan pihak klaster binaan KPw BI Jabar dalam melakukan ekspor produk
agribisnis ke Rusia, (3) penjajakan Bank Syariah untuk memberikan pendanaan untuk WUBI industri
kreatif di Kab. Indramayu dan Kab. Bandung, (4) penjajakan kerjasama antara WUBI KPw BI Tegal
dengan WUBI KPw BI Jabar dalam pembelian produk-produk hijab serta pelatihan kewirausahaan, (5)
penyelenggaraan foodstation untuk klaster beras, (6) penjajakan kerjasama hotel dengan klaster
hortikultura untuk memperoleh bahan-bahan berkualitas & (7) penjajakan program pemberdayaan
antara BAZNAS DIY dengan UMKM Binaan KPw BI DIY melalui program pengembangan zakat
produktif.
Kedua, Pilar Pendalaman Pasar Keuangan Syariah. Pilar ini merefleksikan upaya peningkatan manajemen
likuiditas serta pembiayaan syariah, guna mendukung pengembangan usaha syariah. Cakupan pilar ini
tidak terbatas pada keuangan komersial, namun juga pada sektor ZISWAF dan upaya integrasi
keduanya.
Pada festival ini, Bank Indonesia menekankan kembali pentingnya optimalisasi sektor ZISWAF sebagai
mesin penggerak baru bagi pembangunan bangsa ini. Potensi ZISWAF yang diperkirakan sangat besar
ini apabila dikelola dengan tepat dapat berperan aktif dalam mewujudkan distribusi pendapatan dan
NOVEMBER 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
112
kesempatan, serta pemberdayaan masyarakat secara inklusif. Upaya tersebut dilakukan oleh Bank
Indonesia antara lain melalui kerjasama dengan IDB, BAZNAS dan BWI dalam pengembangan kerangka
governance sektor keuangan sosial syariah melalui penyusunan Zakat Core Principles dan penyusunan
standar wakaf dunia untuk menjadi rujukan global, serta kerjasama dengan Kementerian Agama dalam
membangun sistem informasi zakat dan wakaf.
Ketiga, Pilar Penguatan Riset, Asesmen dan Edukasi termasuk sosialisasi dan komunikasi. Pilar ini
ditujukan sebagai landasan bagi tersedianya sumber daya insani yang handal, professional, dan berdaya
saing internasional. Berbagai bentuk program edukasi dan sosialisasi akan dilakukan untuk
meningkatkan pemahaman masyarakat agar dapat berpartisipasi aktif dan memperoleh manfaat dari
pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.
Festival Ekonomi Syariah Regional Jawa merupakan salah satu bentuk program edukasi dan sosialisasi
untuk meningkatkan pemahaman masyarakat agar dapat berpartisipasi aktif dan memperoleh manfaat
dari pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Di samping itu, Bank Indonesia juga bekerjasama
dengan pihak akademisi dan KemenRistek-Dikti telah melaksanakan program pengembangan kurikulum
ekonomi dan keuangan syariah. Adapun Workshop Kurikulum Modul Ekonomi Syariah yang
diselenggarakan pagi tadi merupakan salah satu upaya sosialisasi dan edukasi peningkatan kompetensi,
khususnya untuk setingkat pendidikan tinggi. Bank Indonesia juga pada Festival Ekonomi Syariah kali ini
berupaya untuk mencari bibit-bibit wirausaha muda berbasis syariah yang memiliki produk dan model
bisnis inspiratif yang nantinya diharapkan dapat difasilitasi oleh perbankan untuk akses pembiayaan,
serta praktisi dan akademisi untuk diberikan pelatihan.
Ketiga pilar strategi utama tadi secara terintegrasi akan didukung oleh kebijakan ekonomi dan
keuangan syariah internasional maupun daerah, ketersediaan dan kesiapan sumber daya insani, data
dan informasi (termasuk financial technology) serta koordinasi dan kerjasama untuk memastikan
implementasi yang berkelanjutan.
Jawa Barat memiliki peranan yang sangat penting dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia.
Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak secara nasional yakni 46,5 juta orang dan 98%
penduduknya beragama Islam, Jawa Barat memiliki jumlah faktor sumber daya manusia yang sangat
potensial untuk dikembangkan dan diarahkan menjadi sumber daya insani penggerak utama
pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Namun demikian, penetrasi pemanfaatan layanan jasa
keuangan syariah di Jawa Barat masih perlu ditingkatkan. Hal ini tercermin dari pangsa pemanfaatan
layanan jasa pembiayaan perbankan syariah di Jawa Barat terhadap total kredit perbankan di Jawa Barat
masih relatif kecil, yaitu 8,4%, meski sudah lebih baik dibandingkan dengan pangsa pemanfaatan
layanan jasa pembiayaan perbankan syariah nasional terhadap total kredit perbankan nasional yang
baru mencapai 5,9%.
Adapun kondisi perkembangan keuangan syariah di Jawa Barat pada triwulan III 2017 mengalami
perlambatan. Pertumbuhan pembiayaan syariah di Jabar sebesar 9,0% (yoy) melambat dari triwulan II
2017 sebesar 10,6% (yoy). Adapun pangsa Pembiayaan Syariah Jabar terhadap total Pembiayaan
NOVEMBER 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
113
Syariah Nasional sebesar 11,8%. Namun demikian, berdasarkan distribusi jenis kegiatannya, pembiayaan
syariah di Jabar masih didominasi untuk kegiatan konsumsi sebesar 48%. Sementara itu, pemanfaatan
pembiayaan syariah untuk pembentukan modal kerja usaha sebesar 32% dan untuk keperluan kegiatan
investasi baru 20%.
Sementara itu, DPK perbankan umum syariah di Jawa Barat pada Triwulan III 2017 tumbuh meningkat
sebesar 15,6% (yoy) dibanding triwulan II 2017 sebesar 14,2% (yoy). Adapun pangsa DPK Perbankan
Syariah Jabar terhadap Total DPK Perbankan Syariah Nasional sebesar 10,3%. Adapun untuk aset
perbankan umum syariah di Jawa Barat pada Triwulan III 2017 tumbuh 12,8% (yoy) melambat
dibanding triwulan II 2017 sebesar 13,5% (yoy). Adapun pangsa Aset Perbankan Syariah Jabar terhadap
Total Aset Perbankan Syariah Nasional sebesar 9,3%.
Dalam rangka mendorong peningkatan pangsa keuangan syariah di Jawa Barat, pada rangkaian
kegiatan FESyar Regional Jawa, Bank Indonesia juga bekerjasama dengan Kantor Regional 2 Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) Jawa Barat dan berbagai lembaga keuangan syariah bank dan non bank di Jawa
Barat. Misi Bank Indonesia dalam perkembangan ekonomi syariah yaitu :
a. Mendorong mengalirnya produksi (harta, tenaga kerja, inovasi, teknologi), untuk kegiatan
produktif/investasi bagi bertumbuhnya perekonomian Indonesia yang adil dan merata;
b. Mengintegrasikan sektor keuangan dan sektor riil secara langsung yang seimbang berdasarkan
kerjasama yang mengedepankan prinsip bagi hasil;
c. Memberdayakan dana sosial syariah (ZISWAF) untuk meningkatkan pemerataan dan keseimbangan
kesempatan usaha dan pendapatan; serta
d. Mengembangkan kebijakan untuk mendorong terkelolanya kesinambungan aktivitas ekonomi dan
keuangan sesuai nilai-nilai syariah.
32,2
10,6
9,0
-
20
40
60
80
100
120
-
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
% yoyRp TriliunPembiayaan - Lokasi Bank (Rp T)
Pembiayaan (% yoy)
MODAL KERJA 32%
INVESTASI 20%
KONSUMSI48%
32,7
14,2 15,6
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
-
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
% yoyRp TriliunDPK (Rp T) DPK (% yoy)
44,3
13,5
12,8
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
10
15
20
25
30
35
40
45
50
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
yoy (%)Triliun RpAset (Rp T)
Aset (% yoy)
NOVEMBER 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
114
Guna mewujudkan misi tersebut, Bank Indonesia menginisiasi program dan kegiatan yang dapat
meningkatkan nilai tambah dan kapasitas dari setiap pihak guna mendukung perkembangan ekonomi
syariah di Indonesia khususnya Provinsi Jawa Barat dan regional Jawa pada umumnya. Terkait dengan
Pilar Pertama Pemberdayaan Ekonomi Syariah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat
bersama-sama dengan para stakeholders telah rutin melaksanakan Program PUSPA (Pendampingan
UMKM Syariah oleh Praktisi dan Akademisi) sejak tahun 2015. Program PUSPA bertujuan untuk
melakukan pendampingan usaha mikro berlandaskan prinsip-prinsip syariah dengan pendamping para
mahasiswa yang sudah terlebih dahulu dibina oleh para akademisi dan praktisi ekonomi dan keuangan
syariah. Adapun sasaran utama dari program PUSPA, antara lain :
a. Menanamkan pemahaman kepada pelaku usaha mengenai karakteristik UMKM Syariah dan etika
bisnis dalam Islam menjadi core values dari usahanya.
b. Membimbing, mengarahkan dan memperbaiki teknik produksi, manajemen pemasaran,
penatausahaan bisnis UMKM dengan memperkenalkan pembukuan keuangan, SOP, business plan,
dan perancangan strategi bisnis yang sistematis.
c. Memperkenalkan dan memberikan pemahaman mengenai produk dan jasa pembiayaan syariah
untuk pengembangan usaha.
d. Mengadvokasi pengajuan pembiayaan syariah kepada Lembaga Keuangan Syariah.
e. Mengadvokasi pengurusan perizinan usaha seperti : Izin Sertifikasi P-IRT (Pangan-Industri Rumah
Tangga), Izin Sertifikasi Label Halal, Izin Pendaftaran Hak Merk Dagang, dll.
f. Memotivasi para pelaku usaha agar memiliki semangat dan visi dalam pengembangan usaha.
Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, maka pertumbuhan ekonomi yang baik
adalah yang dapat diimbangi dengan inflasi yang rendah, tingkat kemiskinan dan pengangguran yang
menurun dengan pemerataan ekonomi yang lebih baik. Oleh karena itu, program PUSPA diharapkan
dapat menjadi sarana sinergi untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas tersebut.
Terkait dengan Pilar Ketiga Penguatan Riset, Asesmen dan Edukasi termasuk sosialisasi dan komunikasi,
salah satu potensi yang dapat dikembangkan antara lain melalui saluran komunitas-komunitas yang ada
di masyarakat, salah satu yang potensial untuk dikembangkan adalah pesantren. Jawa Barat merupakan
provinsi dengan jumlah pesantren terbanyak di Indonesia. Dimana total jumlah pesantren di Indonesia
sebanyak 28.961 pesantren dan 32% atau 9.167 pesantren dari total tersebut berlokasi di Jawa Barat
(sumber: Kemenag RI, 2016).
Pesantren merupakan lembaga pendidikan keagamaan yang telah berdiri sejak lama. Namun, seiring
dengan perkembangan zaman, pesantren sekarang diharapkan tidak hanya menjalankan fungsi
-ilmu Islam, pemeliharaan tradisi Islam, re
tetapi juga menjadi pusat penyuluhan kesehatan, pusat pengembangan teknologi tepat guna bagi
masyarakat pedesaan, pusat usaha-usaha penyelamatan dan pelestarian lingkungan hidup, dan lebih
penting lagi menjadi pusat pemberdayaan ekonomi masyarakat dan sekitarnya (Azra, 1997).
Beberapa pesantren telah melakukan usaha pemberdayaan ekonomi dengan berbagai pola, diantaranya:
(i) usaha ekonomi yang berpusat pada kyai sebagai orang yang paling bertanggung jawab
NOVEMBER 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
115
mengembangkan pesantren, (ii) usaha ekonomi pesantren untuk memperkuat biaya operasional
pesantren, dan (iii) usaha ekonomi untuk santri dengan memberi ketrampilan dan kemampuan bagi
santri agar kelak ketrampilan itu dapat dimanfaatkan selepas keluar dari pesantren (Nadzir, 2015).
Hasil penelitian BI Jabar bersama Center for Islamic Economic Studies (CIES) terhadap 51 pesantren di
Jabar yang memiliki jumlah santri di atas 500 orang menunjukkan bahwa pesantren di Jabar memiliki
potensi yang dapat dijadikan sebagai lembaga ekonomi alternatif dalam pemberdayaan masyarakat
pesantren berbasis ekonomi syariah. Mempertimbangkan kedua potensi sebagai provinsi dengan jumlah
penduduk muslim dan jumlah pesantren terbanyak di Indonesia, BI Jabar memiliki concern untuk dapat
meningkatkan peran pondok pesantren sebagai mitra strategis dalam pengembangan ekonomi keuangan
syariah di Jabar.
Adapun temuan utama dari hasil penelitian tersebut adalah bahwa pesantren dapat mengoptimalkan
berbagai potensi yang dimiliki untuk menjadi lembaga alternatif pengembangan ekonomi masyarakat
berbasis syariah melalui (1) sinergi dan kolaborasi dengan para stakeholders (pemerintah, pelaku bisnis,
akademisi, komunitas, dll), (2) pengembangan manajemen pengelolaan pesantren secara lebih
profesional, transparan dan akuntabel dan (3) pembaruan sistem kurikulum pendidikan pesantren dalam
rangka penguatan bidang ilmu ekonomi keuangan syariah secara teoritis dan implementatif. Hasil
penelitian tersebut telah dipublikasikan dalam bentuk buku dan diharapkan dapat menjadi salah satu
referensi bagi kita kedepannya dalam membangun dan memperkuat sinergi serta kolaborasi bersama
dengan pondok pesantren dalam rangka memajukan ekonomi keuangan syariah di Jawa Barat.
Selain itu, Bank Indonesia telah bekerjasama dengan Kementerian Agama dalam Program
Pengembangan Kemandirian Ekonomi Pesantren yang mencakup 65 pesantren di 31 wilayah kerja,
termasuk 16 pesantren di wilayah Indonesia Timur. Dalam rangka pelaksanaan program pilar pertama di
Kawasan Timur Indonesia (KTI), kami telah melakukan mapping terhadap 50 pondok pesantren sebagai
sampling responden yang tersebar di 11 wilayah KTI. Dari hasil pemetaan tersebut, secara umum
operasional pesantren di KTI masih dibantu oleh pemerintah (19%), dana sosial ZISWAF (13%), dana
milik yayasan (12%) dan pendanaan yang berasal dari kyai/pemilik pesantren (7%). Berdasarkan sektor
usaha yang digeluti pesantren, mayoritas pesantren di KTI memiliki unit usaha yang bergerak pada unit
usaha perdagangan sebanyak 29 pesantren (20%), diikuti dengan unit usaha peternakan sebanyak 22
pesantren (15%), unit usaha perkebunan sebanyak 20 pesantren (14%), dan sisanya tersebar pada unit
usaha lainnya. Peta kondisi pesantren ini akan digunakan dalam penyusunan strategi pemberdayaan agar
dapat berjalan secara efektif dan memiliki dampak ekonomi yang luas.
BI Jabar juga telah bekerjasama dengan Pondok Pesantren Alquran Al Falah serta Hasbuna telah
menyelenggarakan rangkaian kegiatan, antara lain sosialisasi peran ekonomi syariah kepada ulama dan
masyarakat pesantren, Workshop Calon Penggerak Pengembangan Usaha pada 100 Pontren se-Kab.
Bandung, Seminar dan Kegiatan Usaha Ekonomi Pondok Pesantren di Kab. Bandung Edukasi Gerakan
Nasional Non Tunai & Uang Rupiah Tahun Emisi 2016. BI Jabar juga menginisiasi Program BI Corner di
Pondok Pesantren Al Falah, Cicalengka, Kab Bandung sebagai program BI Corner pertama di lingkungan
Pondok Pesantren. Untuk meningkatkan kemandirian Pesantren, telah dikembangkan antara lain
NOVEMBER 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN ASKES KEUANGAN DAN UMKM
116
budidaya pertanian dengan mekanisme hidpronik (urban farming) di Ponpes Al Falah. Program ini
berkolaborasi dengan program Kampung Peduli Inflasi yang dilanjutkan dengan proses pelatihan kepada
pihak pondok pesantren (pengurus dan santri) perihal budidaya pertanian dengan mekanisme
hidroponik. Selanjutnya diharapkan hasil produksi dari budidaya pertanian dapat secara rutin dijual
kepada masyarakat sehingga dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi pondok pesantren.
Melalui kegiatan Festival Ekonomi Syariah Pertama tahun 2017 diharapkan dapat menjadi fondasi yang
kokoh dalam mengembangkan ekonomi syariah di Jawa Barat dan Regional Jawa sehingga berkontribusi
dalam mewujudkan Jawa sebagai Poros Pemberdayaan Ekonomi Syariah Nasional.
V
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan
Uang Rupiah
BAB V
NOVEMBER 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
118
5.1. Sistem Pembayaran Non Tunai
5.1.1 Transaksi Pembayaran Non Tunai Melalui SKNBI dan RTGS
Pada triwulan III 2017, transaksi kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami
peningkatan, baik secara nominal maupun volume. Transaksi SKNBI di Jawa Barat yang secara total
mencapai Rp65,31 triliun tumbuh sebesar -11,28% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tumbuh -33,94% (yoy) (Grafik 5.1). Meskipun transaksi kliring SKNBI pada triwulan III
meningkat, namun pertumbuhannya masih negatif. Hal ini didorong oleh adanya pemberlakuan ketentuan
baru atas caping transaksi kliring menjadi Rp100 juta sejak 1 Juli 2016 di mana pada triwulan IV 2015 sempat
berlaku caping sebesar Rp500 juta atau lebih besar. Namun demikian, peningkatan pertumbuhan pada
triwulan III ini menunjukkan bahwa transaksi kliring SKNBI mulai membaik dengan kembali ke nilai normalnya.
Sama halnya dengan nominal, volume transaksi SKNBI tercatat meningkat dari 19,06% (yoy) menjadi -5,72%
(yoy) pada triwulan III 2017 atau dari 1,80 juta transaksi menjadi 1,83 juta transaksi (Grafik 5.2).
Sementara itu, transaksi menggunakan sistem Real Time Gross Settlement (RTGS) menunjukkan
peningkatan pada triwulan III 2017. Sejak implementasi BI-RTGS Generasi 2, transaksi mengalami
peningkatan, yaitu dari Rp31,5 triliun menjadi Rp32,5 triliun pada triwulan III 2017. Selain karena membaiknya
kualitas layanan, juga karena perubahan kebijakan terkait penetapan batas bawah sebesar Rp100 juta pada
Juli 2016.
Grafik 5.3 Perkembangan RTGS Jawa Barat
Grafik 5.1. Perkembangan SKNBI Nominal Grafik 5.2. Perkembangan SKNBI Nominal
NOVEMBER 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
119
5.1.2 Upaya Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran
a. RTGS & SKNBI
Dalam rangka menjaga kelancaran Penyelenggaraan Sistem Pembayaran di Jawa Barat, Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat senantiasa melakukan pemantauan kepada Bank Peserta Kliring guna
mengoptimalkan infrastruktur mesin pemrosesan warkat debet yang baru. Selain itu, memastikan bahwa
pelaksanaan pertukaran warkat debet telah sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Surat Edaran
(SE) Bank Indonesia No. 18/7/DPSP tanggal 2 Mei 2016 sebagaimana diubah oleh SE No.18/40/DPSP
tanggal 30 Desember 2017 Perihal Perubahan atas Surat Edaran (SE) Bank Indonesia No. 18/7/DPSP
tanggal 2 Mei 2016 Perihal Penyelenggaran Transfer Dana dan Kliring Berjadwal Oleh Bank Indonesia.
KPw BI Provinsi Jawa Barat juga melakukan update kepesertaan dalam hal terdapat perubahan data
kepesertaan maupun terjadi merger Bank Peserta.
Sementara itu, untuk menanggulangi terjadi keadaan darurat di Koordinator Pertukaran Warkat Debet
(KPWD) dilaksanakan kegiatan Business Continuity Plan (BCP) SKNBI di lokasi Back Up dan melakukan
pemantauan kegiatan BCP ke KPWD selain Bank Indonesia di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Jawa Barat.
Terkait dengan kelancaran transaksi RTGS Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat
berkoordinasi dengan Kantor Pusat Bank Indonesia dan Bank Peserta antara lain melakukan sosialisasi
penggunaan fasilitas Guestbank serta berkoordinasi dengan FLS TI dalam pemeliharaan infrastruktur. Hal-
hal lain yang dilakukan adalah memberi kesempatan kepada stakeholder intern maupun ekstern untuk
memahami proses pertukaran warkat debet dengan melakukan sharing serta menerima kunjungan ke
ruang mesin reader sorter.
b. Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) BB Berizin
Total transaksi pembelian dan penjualan Uang Kertas Asing (UKA) pada triwulan III 2017 pada KUPVA BB
berizin di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat adalah sebesar Rp2,06 triliun
dengan nominal pembelian sebesar Rp1,08 triliun dan penjualan sebesar Rp980,1 miliar. Transaksi
pembelian maupun penjualan menunjukkan tren perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya dengan
pertumbuhan secara total sebesar -0,22% (qtq). Perlambatan ini dikarenakan pembelian UKA yang
menurun tajam, yaitu dari Rp1,69 triliun menjadi Rp1,08 triliun pada triwulan III 2017.
Grafik 5.4 Total Transaksi Pembelian KUPVA BB Berizin Grafik 5.5 Total Transaksi Penjualan KUPVA BB Berizin
NOVEMBER 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
120
Bersama Dinas Perdagangan/Perindustrian serta Kepolisian Resort di kota/kabupaten, telah dilakukan
penanganan KUPVA BB tidak berizin. Kegiatan yang dilakukan dengan pelepasan atribut sebagai KUPVA BB
tidak berizin. Penanganan dan penertiban KUPVA BB tidak berizin akan terus berlanjut pada daerah di tingkat
kecamatan baik yang berasal dari daerah wisata, juga kantong-kantong Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Selain
itu dalam rangka melakukan market intelligence KUPVA BB juga dilakukan kerjasama yang baik dengan KUPVA
BB berizin yang tersebar hampir diseluruh kota/kabupaten di wilayah kerja pengawasan KPwBI Provinsi Jawa
Barat.
Grafik 5.6 Sebaran KUPVA Berizin
c. Penyelenggara Transfer Dana (PTD)
1. Jumlah PTD
Jumlah penyelenggara Transfer Dana Bukan Bank (PTD BB) berizin yang berkantor pusat di wilayah kerja KPw
BI Provinsi Jawa Barat adalah sebanyak 5 (lima) penyelenggara atau sebesar 4,5% dari total PTD BB nasional
yang berjumlah 111 (seratus sebelas) penyelenggara. Jumlah PTD BB di wilayah KPw BI Provinsi Jawa Barat
tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Gambar 5.1. Sebaran PTD Berizin
NOVEMBER 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
121
2. Perkembangan Transaksi PTD
Berdasarkan data transaksi dari 5 penyelenggara di wilayah kerja KPwBI Provinsi Jawa Barat pada triwulan II I
tahun 2017, total volume transaksi Transfer Dana (TD) sebesar 2.434.427 transaksi dengan nominal Rp5.692
triliun. Volume transfer dana PTD BB pada triwulan III tahun 2017 ini mengalami sedikit penurunan
dibandingkan pada triwulan sebelumnya yaitu sebesar 2.959.398 transaksi. Hal ini disebabkan oleh
meningkatnya pertumbuhan volume transaksi TD khususnya TD incoming yang memiliki share sebesar 33.9%
dari total keseluruhan volume transaksi TD.
Nominal transfer dana PTD BB pada triwulan III tahun 2017 tumbuh melambat sebesar 12% jika dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya nominal transaksi TD domestik sebesar
6.8% dari Rp. 3.262 Triliun pada triwulan II tahun 2017 menjadi Rp. 2.021 Triliun pada triwulan III tahun 2017
dimana transaksi domestik ini memiliki share sebesar 35.51% dari total keseluruhan nominal TD pada triwulan
III tahun 2017. Penurunan nominal TD domestik paling besar pada triwulan III tahun 2017 terjadi pada PT Pos
Indonesia dan PT Telkom Indonesia.
3. Kontribusi Transaksi Transfer Dana
Volume dan nominal transaksi outgoing (dari Indonesia ke LN) pada triwulan III tahun 2017 mengalami
peningkatan dibandingkan pada triwulan sebelumnya. Adapun volume transaksi outgoing meningkat sebesar
4,5% (qtq) dari 24.169 transaksi pada triwulan II 2017 menjadi 25.301 transaksi pada triwulan III tahun 2017.
Untuk nominal transaksi meningkat sebesar 7,3% (qtq) dari Rp223,6 miliar di triwulan II tahun 2017 menjadi
Rp241,2 miliar pada triwulan III tahun 2017.
Grafik 5.7 Volume Transfer Dana Outgoing Grafik 5.8 Nominal Transfer Dana Outgoing
Volume transaksi dan nominal TD incoming (dari LN ke Indonesia) tercatat menurun dari triwulan sebelumnya.
Volume transaksi menurun sebesar 23% (qtq) dari 1.032.879 transaksi menjadi 827.400 transaksi sedangkan
nominal TD incoming menurun sebesar 20% (qtq) dari Rp4,11 triliun menjadi Rp3,43 triliun. Namun, jika dilihat
secara tahunan baik volume maupun nominal TD incoming mengalami penurunan sebesar 14% (yoy).
Penurunan volume dan nominal dari transaksi Incoming pada triwulan III 2017 antara lain dipengaruhi adanya
kebijakan pemerintah yang memprioritaskan penempatan TKI formal dan didukung adanya faktor
pertumbuhan ekonomi regional dan global yang mengalami kelesuan atau stagnan sehingga permintaan
NOVEMBER 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
122
tenaga kerja asing formal sedikit menurun. Sejalan dengan data BNP2TKI1 yang menyebutkan adanya
penurunan jumlah penempatan TKI Provinsi Jawa Barat periode 2016 dan 2017 (s.d September 2017)
sebanyak 2.555 TKI. Hal tersebut tentunya memberikan dampak yang cukup besar terhadap aliran transfer
dana ke Jawa Barat.
Grafik 5.9 Volume Transfer Dana Incoming Grafik 5.10 Nominal Transfer Dana Incoming
Volume transaksi maupun nominal TD domestik (dalam wilayah Indonesia) mengalami penurunan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Tercatat volume domestik pada triwulan II 2017 sebanyak 1.902.350
transaksi menjadi 1.581.761 transaksi atau menurun sebesar 20% (qtq). Adapun total nominal TD pada
triwulan III tahun 2017 juga menurun dari Rp3,36 triliun di triwulan II 2017 menjadi 2,02 triliun atau menurun
sebesar 6,1% (qtq).
Grafik 5.11 Volume Transfer Dana Domestik Grafik 5.12 Nominal Transfer Dana Domestik
Secara umum, volume dan nominal transaksi TD domestik mengalami penurunan jika dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Penurunan tersebut sebagian besar disebabkan oleh penurunan transaksi TD PT Pos
Indonesia disebabkan karena kecenderungan para TKI masih menggunkan jasa bank untuk transfer dana
karena nominal transaksi yang besar, sehingga mereka memilih faktor keamanan. Sebaliknya kecenderungan
menggunakan jasa non bank karena transaksi yang relatif lebih kecil atau sedikit.
1 Data Penempatan TKI tahun 2017 (Periode bulan September 2017) - BNP2TKI
NOVEMBER 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
123
Dari 5 PTD di wilayah kerja KPw BI Provinsi Jawa Barat, pada triwulan III 2017 total volume transaksi TD adalah
sebesar 2.434.427 transaksi dengan nominal sebesar Rp5.692 Triliun. Volume transaski ini menurun sebesar
0,22% (qtq) dibandingkan triwulan II 2017 yang volumenya mencapai 2.959.398 transaksi. Sedangkan
nominal transaksi menurun sebesar 12% (qtq).
Grafik 5.13 Volume Transfer Dana PTD-BB Grafik 5.14 Nominal Transfer Dana PTD-BB
5.1.3 Perkembangan Inklusi Keuangan Jawa Barat
Sebagai otoritas sistem pembayaran di Indonesia, salah satu peran Bank Indonesia adalah sebagai fasilitator
pengembangan sistem pembayaran oleh industri. Pelaksanaan peran ini menjadi sangat strategis dalam rangka
mendukung upaya pemerintah, Bank Indonesia maupun otoritas terkait lainnya dalam rangka peningkatan
inklusi keuangan. Terkait inklusi keuangan, hal tersebut dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi ketika setiap
anggota masyarakat memiliki akses terhadap berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas secara tepat
waktu, lancar, aman dengan biaya terjangkau sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
NOVEMBER 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
124
Tabel 5.1. Rasio Ketersediaan Layanan Bank Kabupaten/Kota di Jawa Barat
Sumber: OJK KR 2 dan BPS Jawa Barat, diolah (Ket: *) mencakup ATM/ADM, Payment Point dan layanan kas keliling
Selanjutnya, dari Tabel 5.1, terlihat bahwa ketersediaan layanan bank di masing-masing kabupaten/kota di
Jawa Barat pun relatif masih beragam dan masih relatif terpusat di perkotaan. Dari keseluruhan
kabupaten/kota, rasio ketersediaan layanan perbankan di Kota Cirebon menempati peringkat paling tinggi
diikuti oleh Kota Bandung dan Kota Bogor. Di sisi lain, peningkatan aspek ini perlu mendapat perhatian
pemangku kebijakan dan pelaku industri keuangan terutama di Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bogor,
Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi. Dalam rangka meningkatkan jangkauan bank tersebut,
peningkatan program Layanan Keuangan Digital (LKD) dan Laku Pandai dapat menjadi alternatif solusi.
5.1.4 Upaya Pengembangan Layanan Keuangan Non Tunai dan Elektronifikasi
Berdasarkan data World Bank tahun 2013, hanya 36% penduduk dewasa di Indonesia yang memiliki
rekening di lembaga keuangan, untuk itu diperlukan inovasi dan teknologi yang akan berperan penting dalam
menjangkau penduduk yang tidak terakses kepada perbankan. Diperkuat oleh data yang dirilis Mc. Kinsey
2013, dimana penggunaan uang tunai dalam traksaksi retail masih cukup besar yaitu sebesar 99,4%. Untuk
itu, Bank Indonesia sejak tahun 2014 telah mencanangkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) guna
mendorong penetrasi transaksi sistem pembayaran non tunai di Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut,
berbagai upaya peningkatan penetrasi penggunaan non tunai terus dilakukan di berbagai bidang di provinsi
Jawa Barat, antara lain melalui program elektronifikasi jalan tol, penyaluran bantuan sosial non tunai,
pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) non tunai, implementasi transaksi pemasukan dan
Kab/Kota
Rasio Jml Kantor
Bank/100.000
Penduduk Dewasa
Rasio Jml Kegiatan
Layanan
Kas/100.000
Penduduk Dewasa*)
Kab. Bogor 8.52 34.86
Kab. Sukabumi 9.92 18.11
Kab. Cianjur 9.73 21.54
Kab. Bandung 15.21 26.93
Kab. Garut 11.16 16.73
Kab. Tasikmalaya 11.71 16.14
Kab. Ciamis 15.18 14.00
Kab. Kuningan 14.14 21.15
Kab. Cirebon 10.42 18.72
Kab. Majalengka 13.26 20.68
Kab. Sumedang 16.10 26.29
Kab. Indramayu 13.05 22.61
Kab. Subang 13.92 27.75
Kab. Purwakarta 15.38 49.46
Kab. Karawang 15.21 53.91
Kab. Bekasi 14.75 66.91
Kab. Bandung Barat 2.83 5.50
Kota Bogor 35.21 153.02
Kota Sukabumi 36.73 125.56
Kota Bandung 47.92 173.64
Kota Cirebon 59.61 208.41
Kota Bekasi 21.28 136.31
Kota Depok 17.99 94.57
Kota Cimahi 26.54 78.26
Kota Tasikmalaya 20.35 57.32
Kota Banjar 25.00 78.69
Jawa Barat 16.35 53.01
NOVEMBER 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
125
pengeluaran non tunai pemerintah daerah, perluasan model bisnis Bandung Smart Card, perluasan Layanan
Keuangan Digital (LKD) di pondok pensantren dan rencana integrasi sistem pembayaran elektronik bidang
transportasi di Jawa Barat.
Sebagai wujud program elektronifikasi jalan tol, per tanggal 30 Oktober 2017 seluruh gerbang tol
ruas tol Purbaleunyi (Purwakarta-Bandung-Cileunyi) yang dikelola oleh Jasa Marga telah menerapkan 100%
transaksi non tunai di 13 (tiga belas) gerbang tol yang dimilikinya. sebagai rangkaian kampanye nasional untuk
elektronifikasi jalan tol, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat telah melakukan berbagai upaya
edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat antara lain aktif melakukan talkshow radio dan televisi, pemsangan
spanduk di setiap gerbang tol, sosialisasi elektronifikasi jalan tol di Car Free Day Dago pada tanggal 24
September 2017 dan West Java GNNT Fun Rally
terlaksana dengan meriah dan semakin memantapkan implementasi transaksi non tunai pada pembayaran
jalan tol. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat menggandeng Jasa Marga Purbaleunyi dan
perbankan penerbit uang elektronik di provinsi Jawa Barat, yaitu Bank Mandiri, BRI, BNI, BTN, BCA dan BJB
untuk bekerjasama dan berpartisipasi dalam menyelenggarakan kegiatan ini. Tujuan kegiatan kampanye dan
sosialisasi elektronifikasi jalan tol ini yaitu untuk meningkatkan awareness masyarakat mengenai Gerakan
Nasional Non Tunai dan kesiapan masyarakat dalam menyongsong implementasi kebijakan 100% Transaksi
Non Tunai di seluruh gerbang tol.
Selain itu, dalam rangka mendukung kesuksesan uji coba implementasi penyaluran bansos non tunai,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat juga telah melakukan survei monitoring penyaluran
bantuan soisal non tunai untuk Program Keluarga Harapan (PKH) dan Program Bantuan Pangan Non Tunai
(BPNT) di 6 (enam) kota yang menjadi pilot project yaitu : Kota Bandung, Kota Cimahi, Kota Bogor, Kota Bekasi,
Kota Depok, dan Kota Sukabumi. Metode yang dilakukan adalah wawancara langsung dengan responden
survei yang meliputi : penerima bansos, pendamping, agen LKD, agen e-warong, bank penyelenggara, serta
Dinas Sosial setempat. Pergeseran kebudayaan masyarakat dari tunai menjadi non tunai merupakan suatu
tantangan yang besar, namun dengan kerjasama antar pihak, edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat,
pergeseran tersebut dapat dilakukan dengan baik tercermin dari perilaku masyarakat saat ini yang mulai
terbiasa dengan transaksi menggunakan kartu secara non tunai. Bahkan sebagian besar responden
menyatakan bahwa penyaluran secara non tunai dirasa lebih menguntungkan bagi Keluarga Penerima Manfaat
Grafik 5.15 Penetrasi Non Tunai di Ruas Tol Purbaleunyi
NOVEMBER 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
126
(KPM) karena penggunaan kartu yang mudah, agen bank yang terjangkau, serta waktu pencairan yang
fleksibel dan cepat sehingga tidak menghabiskan sumber daya dari para KPM tersebut.
Sumber : data bank penyalur, diolah
Sementara terkait dengan bantuan pemerintah secara non tunai pada sektor pendidikan melalui dana
BOS, telah dilakukan monitoring terhadap beberapa sekolah yang menjadi pilot project di Kota Bogor dan Kota
Bandung. Penerapan penggunaan aplikasi si-BOS untuk transaksi operasional sekolah cukup mendukung
efektifitas, efisiensi dan transparansi penggunaan dana bantuan pendidikan untuk sekolah. Pelaksanaan
kebijakan non tunai dalam operasional sekolah tetap mempertimbangkan kesiapan infrastruktur perbankan
dan satuan pendidikan, serta merujuk pada ketentuan pengadaan dan pertanggungjawaban yang ada.
Penerapan uji coba dilakukan secara bertahap, dan masih dimungkinkan sistem pembayaran tunai dalam batas
tertentu. Monitoring dilakukan menggunakan metode diskusi dan wawancara kepada responden yang menjadi
sampel, yaitu pihak sekolah, merchant dan bank penyalur. Untuk mendukung kelancaran proses penerapan
penggunaan BOS non tunai, pelaksanaan penerapan penggunaan dana BOS secara non tunai di sekolah-
sekolah yang menjadi pilot project mendapatkan pendampingan langsung dari bank penyalur, yaitu PT BPD
Jabar dan Banten, Tbk (BJB), sehingga apabila terjadi permasalahan atau kendala pada pelaksanaan uji coba
penggunaan dana BOS non tunai, pihak sekolah dapat berkoordinasi langsung dengan BJB.
Di sisi lain, terkait pengembangan dan perluasan elektronifikasi di KPwDN khususnya di KpwBI Jawa
Barat pada tahun 2017 antara lain mendorong perluasan elektronifikasi transaksi pemerintah, dalam hal ini
transaksi penerimaan pemerintah Kota Bandung melalui Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung.
Elektronifikasi pada transaksi penerimaan Dishub Kota Bandung yaitu melalui penerimaan pada Terminal Parkir
Elektronik (TPE).
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat juga berperan melakukan upaya mendukung
pengembangan Integrasi Sistem Pembayaran Elektronik Bidang Transportasi di Jawa Barat melalui pelaksanaan
Focus Group Discusion (FGD) bersama beberapa pihak terkait pada sektor transportasi, sejalan dengan telah
ditandatangani Kesepakatan Bersama antara Gubernur Bank Indonesia dengan Menteri Perhubungan sebagai
bentuk komitmen antara kedua belah pihak terkait elektronifikasi transportasi.
Untuk mendorong pelaksanaan integrasi oleh seluruh pihak terkait, KPw BI Prov. Jabar menjajaki
potensi implementasi hal tersebut dan rencana penyusunan MoU di tingkat Provinsi Jawa Barat. FGD tersebut
Grafik 5.16 Perkembangan Penyaluran Bansos di Jawa
Barat (dalam Rp)
Grafik 5.17 Perkembangan Jumlah Penerima Bansos di
Jawa Barat (orang)
NOVEMBER 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
127
dihadiri oleh Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat serta para pelaku usaha moda transportasi di Jawa Barat.
Hal-hal yang dibahas meliputi pemetaan potensi moda transportasi di Jawa Barat, rencana kebijakan moda
transportasi di Jawa Barat, potensi implementasi elektronifikasi dan pengembangan integrasi antar moda
transportasi di Jawa Barat, penjajagan rencana penandatanganan Kesepakatan Bersama dan atau Perjanjian
Kerja Sama integrasi antar moda transportasi di Provinsi Jawa Barat. Dari kegiatan tersebut diperoleh koordinasi
dan komitmen dari masing-masing pihak atas partisipasi untuk mendukung kelangsungan elektronifikasi pada
sektor transportasi. Sampai dengan saat ini sedang dilakukan proses penyusunan konsep kesepakatan bersama
dan atau perjanjian kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Kota Bandung dan Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat terkait Pengembangan Integrasi Sistem Pembayaran Elektronik
Bidang Transportasi di Jawa Barat.
Selain berbagai hal di atas, program Layanan Keuangan Digital di pondok pesantren sebagai bentuk sinergi
tiga yang dibungkus dalam satu program inovasi dengan nama Tata Surya (Integrasi terpadu upaya
pengendalian inflasi, inklusi keuangan, dan pemberdayaan ekonomi syariah). Selanjutnya, dalam mendorong
pengetahuan masyarakat terhadap manfaat penggunaan transaksi non tunai, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Jawa Barat juga aktif melakukan berbagai kegiatan edukasi. Pada triwulan laporan, telah
dilaksanakan edukasi non tunai kepada komunitas pesantren, komunitas pelaku usaha, pelajar dan mahasiswa.
5.2. Pengelolaan Uang Rupiah
5.2.1 Penarikan dan Penyetoran Perbankan Pada triwulan III 2017, Jawa Barat mengalami net-inflow sebesar Rp22,9 triliun seiring dengan menurunnya
konsumsi masyarakat, karena telah berlalunya momen bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri (Grafik 5.6).
Total inflow yang lebih tinggi daripada outflow setoran bank, kemudian mendorong pemusnahan Uang Tidak
Layak Edar (UTLE) pada triwulan III 2017 menjadi lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.
Grafik 5.18 Perkembangan Inflow, Outflow dan Netflow
Jawa Barat
Grafik 519. Pemusnahan UTLE
Kantor Perwakilan Bank Indonesia di wilayah Provinsi Jawa Barat (Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Jawa Barat, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tasikmalaya dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon)
senantiasa memastikan ketersediaan uang layak edar bagi masyarakat di wilayah kerja baik melalui kerjasama
NOVEMBER 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
128
dengan perbankan maupun penyelenggaraan layanan kas keliling. Pada triwulan III tahun 2017, jumlah
pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) mengalami peningkatan dari Rp 7,57 triliun, menjadi Rp 970 triliun.
Peningkatan pemusnahan UTLE sejalan dengan meningkatnya net inflow pada triwulan III 2017 serta komitmen
Bank Indonesia dalam menjaga kelayakan uang beredar.
5.2.2 Upaya Penyediaan Uang Layak Edar
Dalam upaya penyediaan uang layak edar terlebih dahulu perlu diketahui kualitas uang layak edar yang
berada di masyarakat di wilayah kerja KPw BI Provinsi Jawa Barat, sehingga beberapa upaya yang dilakukan
antara lain :
1. Melakukan survei dan analisa terhadap kualitas uang di ATM Perbankan
2. Melakukan survei dan analisa terhadap kualitas uang di Masyarakat
3. Melakukan analisa terhadap hasil sortasi uang setoran bank
Dari hasil analisa tersebut segera dapat diketahui kualitas uang yang beredar, sehingga beberapa
upaya yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Jawa Barat dalam rangka penyediaan uang layak edar di masyarakat,
adalah sebagai berikut:
1. Efektifitas Distribusi Uang
Melakukan monitoring kecukupan stock uang layak edar secara harian dan bulanan terhadap posisi
kas di masing-masing KPw BI di Depo Kas Bandung dengan mengacu pada posisi Kas Minimum yang
telah ditetapkan DPU.
Melakukan koordinasi dengan Kantor Pusat (DPU) dan KPw BI lainnya di wilayah koordinasi (Depo
Kas Bandung) dan di luar wilayah koordinasi dalam rangka pemenuhan stock uang layak edar.
Merealisasikan Estimasi Kecukupan Uang (EKU) sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh
Departemen Pengelolaan Uang (DPU) termasuk memantau realisasi EKU terhadap KPw BI dibawah
koordinasi.
2. Efektifitas Layanan Kas
Upaya yang telah dilakukan terkait efektifitas kegiatan layanan kas dalam rangka meningkatkan kualitas
uang beredar di masyarakat, antara lain :
a. Layanan Penarikan
Melakukan pembayaran uang ke perbankan dalam kondisi layak edar dengan cara
mengutamakan pembayaran uang HCS dan Uang Layak Edar (ULE) eks peredaran hasil sortasi
termasuk uang NKRI dan meminimalkan pembayaran menggunakan setoran bank ULE kecuali
dalam keadaan mendesak.
Menghimbau perbankan agar dalam melakukan pembayaran kepada nasabahnya dengan
menggunakan ULE, termasuk dalam pengisian uang pada mesin ATM.
b. Layanan Penyetoran
Mengoptimalkan layanan Transaksi Uang Kartal Antar Bank (TUKAB) sebelum melaksanakan
penyetoran uang ke Bank Indonesia dan kepada perbankan yang memiliki Uang Tidak Layak Edar
(UTLE) agar segera disetorkan ke Bank Indonesia.
NOVEMBER 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
129
Menghimbau perbankan agar menerima uang setoran maupun penukaran Uang Tidak Layak Edar
(UTLE), uang rusak, uang ditarik/dicabut dari peredaran baik uang kertas (UK) maupun uang
logam (UL) tidak hanya kepada nasabahnya namun kepada non nasabahnya juga wajib dilayani.
Melakukan edukasi ke nasabahnya terkait dengan kualitas uang antara ULE dan UTLE dan
bagaimana memperlakukan uang dengan baik sehingga uang yang didapat tetap terjaga
kualitasnya.
Memberikan panduan visual uang berupa album kualitas uang beredar (soil level) seluruh pecahan
kepada seluruh perbankan di wilayah Jawa Barat sebagai panduan dalam melakukan sortasi uang.
c. Layanan Penukaran
Melakukan perpanjangan kerjasama penukaran dengan seluruh Perbankan di wilayah kerja KPw.
BI Prov. Jabar (69 bank umum melalui jaringannya sebanyak 1.232 kantor cabang dan 99 kantor
BPR). Sehingga masyarakat memperoleh uang dengan mudah baik dalam jumlah yang cukup,
pecahan yang sesuai dan tentunya kondisi uang yang layak edar. Selain itu dengan adanya
perpanjangan kerjasama ini masyarakat yang ada di pelosok Jawa Barat juga mudah
mendapatkan ULE serta untuk UTLE lebih cepat terserap untuk segera dimusnahkan.
Melayani penukaran uang rusak, uang cacat, uang terbakar, dan uang yang telah ditarik di loket
Kantor KPw Bank Indonesia Jawa Barat baik kepada perbankan maupun masyarakat.
Melakukan kerjasama dengan perbankan yang mempunyai mobil layanan kas untuk
mendistribusikan uang Hasil Cetak Sempurna (HCS) kepada masyarakat.
Menghimbau kepada perbankan untuk menerima Uang Kertas (UK) dan Uang Logam (UL) tidak
layak edar dari masyarakat dan menghimbau masyarakat untuk menggunakan transaksi uang
elektronik.
d. Layanan Kas Keliling
Meningkatkan frekuensi dan jangkauan layanan kas keliling ke daerah-daerah yang masih banyak
beredar uang yang lusuh, terutama ke pasar-pasar tradisional baik di dalam kota, luar kota maupun
daerah remote area (daerah terpencil). Efektifitas pelaksanaan kegiatan kas keliling, diantaranya
dilakukan dengan dengan :
Membuat jadwal kegiatan kas keliling dan diinformasikan kepada media dan masyarakat,
Menarik uang tidak layak edar di perbankan dengan kas keliling wholesale,
Bekerjasama dengan PD. Pasar Bandung Bermartabat, Perbankan dan Mitra Kerja SP dalam
melakukan kas keliling di pasar-pasar.
Bekerjasama dengan Aprindo mengenai penukaran kepada minimarket diantaranya Alfamart,
Indomart, Circle K, Yomart dan minimarket lainnya.
e. Layanan Kas Titipan
Dalam rangka mengoptimalkan layanan kas dan clean money policy, maka pada November 2016
telah dilakukan pembukaan kas titipan di wilayah Sukabumi dan bulan Mei 2017 sudah terbentuk
lagi Kas Titipan di wilayah Subang. Upaya dalam menyediakan uang layak edar di wilayah tersebut
adalah dengan melakukan penarikan UTLE dan mendropping ULE pada Kas Titipan Sukabumi dan
NOVEMBER 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
130
Subang, sehingga perbankan dan masyarakat di wilayah tersebut kualitas uang beredarnya selalu
terjaga dengan baik.
f. Kegiatan Lainnya
Meningkatkan frekuensi edukasi dan sosialisasi kepada stakeholders TNI, Polri, Ponpes,
Akademisi, Civitas Akademika, Perbankan dan instansi lainnya) serta seluruh lapisan masyarakat
terkait ciri keaslian uang Rupiah dan cara memperlakukan uang serta kualitas uang beredar (soil
level).
Optimalisasi dalam penyebaran informasi Layanan Bank Indonesia melalui media cetak dan
elektronik serta iklan layanan masyarakat.
Membuat inovasi dalam bidang sistem informasi terkait identifikasi penggantian uang rusak,
lokasi penukaran uang terdekat dan ciri keaslian uang Rupiah melalui Mobile Application berbasis
android yang dinamakan BI-INFRARED sehingga masyarakat dengan mudah mengetahui apakah
uangnya bisa diganti dan memberikan informasi lokasi penukaran uang yang terdekat serta
menginformasikan ciri keaslian uang Rupiah.
Melakukan survei kebutuhan uang beredar di masyarakat secara berkala dan melakukan
pendampingan survei kualitas uang beredar (soil level).
3. Efektifitas Pengolahan Uang
a. Meningkatkan kualitas uang dengan tetap memperhatikan soil level yang telah ditetapkan oleh DPU.
b. Memantau jadwal service mesin secara berkala dan melaporkan segera kepada DPU jika mengalami
kerusakan mesin.
c. Melakukan pembinaan secara berkala kepada perbankan yang kualitas setorannya kurang baik.
d. Melakukan pemusnahan uang sesuai dengan plafon yang telah ditetapkan DPU dan apabila melebihi
dari plafon maka dilakukan koordinasi dengan DPU.
e. Melakukan kerja lembur pada hari kerja selama 3 hari dalam seminggu dalam upaya penurunan
backlog dan hasil sortasinya sebagai persediaan uang KPw BI di wilayah koordinasi , juga telah
berkoordinasi dengan KPBI Jakarta dan KPw. Lain diwilayah koordinasi (Tasimalaya & Cirebon) dan
melakukan pengolahan di KPw BI Banten
5.2.3 Temuan Uang yang Tidak Sesuai Dengan Ciri Keaslian Rupiah
Sejalan dengan intensifikasi edukasi CIKUR (Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah) dan koordinasi dengan pihak yang
berwenang, maka uang yang diragukan keasliannya masih banyak ditemukan di masyarakat baik oleh pihak
Kepolisian, perbankan maupun masyarakat. Jumlah uang yang diragukan keasliannya di Jawa Barat yang
dilaporkan kepada Bank Indonesia pada triwulan III 2017 sebesar 2.362 lembar (per September 2017),
penemuan ini lebih rendah dibandingkan triwulan II 2017 yang sebesar 3.704 lembar. Menurunnya temuan
uang yang diragukan keasliannya tidak terlepas dari edukasi masyarakat terkait ciri-ciri keaslian uang rupiah
dan juga didukung oleh penguatan koordinasi dengan perbankan dan pihak berwajib mengenai penanganan
laporan masyarakat terkait uang yang diragukan keasliannya. Sehingga, diharapkan tindak kriminal pembuatan
uang palsu dapat terus menurun.
NOVEMBER 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
131
5.2.4. Upaya Menekan peredaran uang palsu
Dalam rangka menekan dan menanggulangi peredaran uang rupiah Palsu di wilayah kerja KPw BI
Provinsi Jawa Barat telah dilakukan beberapa upaya, antara lain :
1. Upaya Preventif antara lain dilakukan dengan cara :
Meningkatkan frekuensi kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah dengan cara edukasi kepada
seluruh stakeholder baik kalangan profesional maupun masyarakat umum di seluruh wilayah kerja KPw
Bank Indonesia Jawa Barat.
Mengintensifka Dilihat, Diraba dan Diterawang) dan
dan Kusimpan) yang berguna mempermudah masyarakat dalam mengenali ciri keaslian uang Rupiah
dan memperlakukannya dengan baik.
Edukasi dimaksud dilakukan baik secara langsung yaitu bertatap muka) maupun melalui sarana media
misalnya talkshow di radio, televisi, pembagian brosur, leaflet dan pemasangan baligo serta iklan layanan
masyarakat.
Melaksanakan pelatihan secara berjenjang & berkelanjutan kepada seluruh petugas kasir perbankan
sampai ke level supervisor dan pimpinan bank serta meningkatkan kompetensi petugas kasir BI pasca
penemuan uang palsu dan berkoordinasi dengan DHk untuk melakukan pembekalan hukum, sehingga
petugas kasir mampu menjelaskan fungsinya sebagai fisrt line of defence.
2. Upaya Represif, antara lain :
Bekerjasama dengan Kepolisian dalam mempercepat proses klarifikasi uang palsu maupun penyerahan
bukti uang palsu sehingga dapat mempercepat proses sampai ke pengadilan.
Menyediakan Saksi Ahli Uang Rupiah untuk proses di Kepolisian dan Pengadilan.
Meningkatkan kerjasama dengan aparat Penegak Hukum (Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan) untuk
mendorong pengenaan sangkaan pasal dengan sanksi yang maksimal untuk memberikan efek jera bagi
pelaku pemalsu uang Rupiah.
3. Upaya lainnya
Melaporkan kasus pemalsuan uang kepada Anggota Dewan Gubernur yang membidangi.
Grafik 5.20. Temuan Uang Palsu
NOVEMBER 2017
SISTEM PEMBAYARAN &
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
132
KPw BI Prov. Jabar telah melakukan pemetaan terhadap kasus uang rupiah palsu yang dilaporkan pihak
kepolisian mulai dari bahan uang, tehnik cetak dan nomor seri dan data uang palsu tersebut telah kami
petakan berdasarkan Kota/Kabupaten di Jawa Barat.
Melakukan penginputan data ke dalam aplikasi BI-CAC (Bank Indonesia Counterfeit Analysis Center) yang
dapat membantu KPBI cq. Departemen Pengelolaan Uang (DPU) untuk melakukan analisis lebih lanjut.
Melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum yaitu kepolisian, kejaksaan dan pengadilan terhadap
data temuan uang palsu dan kasus-kasus yang terjadi di Jawa Barat mulai dari pelaku, kronologi kejadian,
persidangan sampai dengan putusan pengadilan.
Menyelenggarakan workshop kepada penyidik polri, jaksa dan hakim terkait tindak pidana pemalsuan uang
Rupiah.
Menyelenggarakan kegiatan Forum Koordinasi Tingkat Daerah (FKTD) di Bidang SP dan Pengelolaan Uang
Rupiah sebagai bentuk pelaksanaan Pokok-Pokok Kesepahaman antara KPw Bank Indonesia Provinsi Jawa
Barat dengan Kepolisian Daerah Jawa Barat.
. BAB VI BAB VI
NOVEMBER 2017
KETENAGAKERJAAN
DAN KESEJAHTERAAN
134
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan III 2017 yang melambat dibandingkan triwulan II 2017
terpantau belum memberikan dampak yang signifikan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Meskipun
pertumbuhan perekonomian Jawa Barat mengalami perlambatan, namun tingkat kemiskinan dan tingkat
pengangguran di Jawa Barat mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Sampai dengan bulan
Maret 2017, tingkat kemiskinan mencapai 8,71% dari total penduduk yaitu sebanyak 4,16 juta jiwa.
Sementara itu, untuk wilayah Jawa Barat terdapat 22,39 juta angkatan kerja yang terdiri dari 20,55 juta
orang penduduk bekerja dan 1,84 juta orang penganggur. Dibandingkan Agustus 2016, jumlah penduduk
bekerja naik sebesar 1,35 juta orang dan jumlah pengangguran turun sebesar 34,43 ribu orang, sehingga
jumlah angkatan kerja naik sebanyak 1,32 juta orang selain itu tingkat pengangguran mengalami penurunan
menjadi 8,22%.
6.1. KETENAGAKERJAAN
Pada triwulan III 2017, perkembangan ketenagakerjaan di Provinsi Jawa Barat menunjukkan kondisi
perbaikan dibanding triwulan sebelumnya. Jika dilihat dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha, pada indeks
perkembangan penggunaan tenaga kerja yang merepresentasikan kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat
menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun 2016. Pada triwulan III
2017, persentase Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sebesar 4,72 meningkat dari SBT pada triwulan III 2016 yang
sebesar -2,03 (Grafik 6.1). Indeks perkembangan penggunaan tenaga kerja pada triwulan III 2017
memperlihatkan penggunaan tenaga kerja di lapangan usaha industri pengolahan, konstruksi dan PHR
mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, sementara sektor pertanian mengalami
penurunan. Jika dilihat dari seasonal pada tahun 2017, sektor pertanian mengalami penurunan karena
musim tanam dan musim panen yang telah berakhir, sehingga hal ini memungkinkan beralihnya tenaga kerja
ke sektor lainnya. Untuk kondisi penggunaan tenaga kerja pada triwulan IV 2017 diperkirakan akan
mengalami peningkatan sesuai dengan indeks prakiraan perkembangan penggunaan tenaga kerja SKDU
(Grafik 6.2).
Grafik 6. 1. Indeks Penggunaan Tenaga Kerja - SKDU Grafik 6. 2. Indeks Penggunaan Tenaga Kerja (Prakiraan) -
SKDU
NOVEMBER 2017
135
Pada triwulan III 2017 total penduduk berumur 15 tahun ke atas mengalami peningkatan dibandingkan
tahun sebelumnya yaitu pada Agustus 2017 sejumlah 35,35 juta yang mengalami peningkatan sebesar
1,72% dibandingkan Agustus 2016 sejumlah 34,74 juta orang (Tabel 6.1). Hal tersebut mengakibatkan
jumlah penduduk usia produktif meningkat, sehingga jumlah angkatan kerja juga mengalami peningkatan
pada triwulan lII 2017 menjadi 22,39 juta orang, atau tumbuh 0,9% dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya sebanyak 22,18 juta orang.
Tabel 6.1 Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (Juta Orang)
Jumlah pengangguran Jawa Barat pada bulan Agustus 2017 menunjukkan penurunan dibandingkan
dengan periode yang sama pada tahun 2016. Pada Agustus 2017, dari 22,39 juta angkatan kerja, 1,84
juta diantaranya masih dalam posisi mencari pekerjaan atau menganggur yang masih belum dapat diserap
oleh pasar kerja. Angka pengangguran mengalami penurunan sebanyak 0,03% dibandingkan bulan
Agustus 2016 yang semula 1,9 juta orang menjadi 1,84 juta orang pada Agustus 2017. Jumlah angkatan
kerja bertambah sekitar 210 ribu orang, jumlah penduduk bekerja bertambah sekitar 270 ribu orang dan
jumlah penganggur mengalami penuruan sekitar 60 ribu orang.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Agustus 2017 mengalami peningkatan dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu. TPAK menunjukkan persentase penduduk usia kerja yang aktif
secara ekonomi, dimana pada periode ini mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Berdasarkan hasil Sakernas bulan Agustus 2017, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di
Provinsi Jawa Barat diperkirakan sebesar 63,34%. Jika dibandingkan dengan Agustus 2016 yang sebesar
60,65%, jika dilihat dari persentasenya TPAK pada periode berjalan mengalami peningkatan sebesar
2,69%. Jika dilihat semenjak tahun 2015 jumlah TPAK selalu mengalami peningkatan, sementara untuk
TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) memberikan persentase yang bervariasi. Namun pada bulan Agustus
2017 TPT mengalami penurunan sebesar 0,67% dari 8,89% menjadi 8,22%. TPT pada Agustus 2017
mengindikasikan bahwa dari 100 orang angkatan kerja, sekitar 8 orang diantaranya tidak bekerja atau
sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan usaha. Pada Agustus 2017 juga memberikan
informasi terkait jumlah TPAK berdasarkan jenis kelamin, yaitu TPAK laki laki sebesar 82,40% sementara
TPAK perempuan sebesar 43,89%. Angka TPAK tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun
sebelumnya, yaitu TPAK laki- laki sebesar 1,78% dan TPAK Perempuan sebesar 3,59%. Pada bulan
2015 2016 2017
Agustus Agustus Agustus
Bekerja 18.790.000 20.280.000 20.550.000
Pengangguran 1.800.000 1.900.000 1.840.000
Angkatan Kerja 20.590.000 22.180.000 22.390.000
Sekolah 3.088.337 2.926.237 3.020.000
Mengurus Rumah Tangga 7.078.136 7.876.529 8.530.000
Lainnya 1.299.813 1.442.569 1.410.000
Bukan Angkatan Kerja 13.530.000 12.240.000 12.960.000
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 8,72 8,89 8,22
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 60,34 60,65 63,34
Total Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas 34.120.000 34.740.000 35.350.000
Jenis Kegiatan
NOVEMBER 2017
KETENAGAKERJAAN
DAN KESEJAHTERAAN
136
Agustus 2017, pendidikan tertinggi yang ditamatkan adalah Sekolah Menengah Kejuruan sebesar 16,8%
yang merupakan TPT tertinggi. Sementara posisi selanjutnya adalah Sekolah Menengah Atas sebesar
10,03%. Jika dilihat dari keseluruhan pendidikan tertinggi yang ditamatkan TPT terendah merupakan
lulusan SD kebawah (Tabel 6.2).
Tabel 6.2 Jenjang Pendidikan TPT
Masih sama dengan kondisi pada bulan Februari 2017, pada hasil Sakernas bulan Agustus 2017 latar
belakang pendidikan penduduk yang bekerja di Jawa Barat masih didominasi oleh jenjang pendidikan rendah
(SMP kebawah). Namun pada bulan Agustus 2017, terdapat perbaikan kualitas pendidikan dimana terdapat
penurunan penduduk yang bekerja dengan pendidikan SMP kebawah. Sebaliknya, penduduk berpendidikan
menengah yaitu SMK dan SMA mengalami peningkatan. Jumlah penduduk bekerja pada bulan Agustus
2017 tercatat sebesar 2,72 juta orang memiliki tingkat pendidikan tinggi, untuk pendidikan menengah
sebanyak 6,43 juta orang, sementara untuk tingkat pendidikan yang rendah sebanyak 13,23 juta orang yang
bekerja (Gambar 6.1).
Tabel 6.3 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan (%)
Gambar 6.1 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan Agustus 2017
2015
Agustus Februari Agustus Februari Agustus
SD Kebawah 4,91 6,05 8,57 7,69 4,3
Sekolah Menengah Pertama 10,87 10,3 10,52 8,76 9,68
Sekolah Menengah Atas 12,21 8,91 11,4 8,48 10,03
Sekolah Menengah Kejuruan 16,80 14,3 16,51 13,57 16,8
Diploma I/II/III 7,59 8,33 8,26 5,28 9,51
Universitas 5,38 8,39 4,63 4,9 5,5
Total 8,72 8,57 8,89 8,49 8,22
20172016Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan
TPT (%)
Rendah Menengah Tinggi
Ags'2015 61,73 26,80 11,47
Feb'2016 61,18 28,15 10,67
Ags'2016 59,20 27,60 13,20
Feb'2017 57,84 29,16 13,00
Ags'2017 59,13 28,72 12,15
Tahun
Pendidikan (%)
NOVEMBER 2017
137
Jumlah pekerja penuh waktu Jawa Barat sedikit mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang
sama tahun lalu, yaitu dari 15,44 juta orang pada tahun 2016 menjadi 16,11 juta orang pada tahun 2017.
Hal ini menunjukkan kondisi yang sedikit berbeda dimana kinerja ekonomi Jawa Barat pada triwulan III 2017
mengalami perlambatan dibandingkan pertumbuhan ekonomi triwulan III 2016. Penyerapan tenaga kerja
Jawa Barat pada periode laporan sebesar 75,48% merupakan pekerja berwaktu penuh (full time worker),
yaitu penduduk yang bekerja pada kelompok 35 jam ke atas per minggu. Sementara untuk jumlah pekerja
berwaktu tidak penuh mengalami peningkatan dari 3,76 juta pada bulan Agustus 2016 menjadi 4,44 juta
orang pada bulan Agustus 2017 (Tabel 6.4).
Tabel 6.4 Klasifikasi Penduduk Bekerja (Juta Orang)
Selanjutnya jika dilihat dari struktur lapangan pekerjaan untuk sektor Perdagangan masih menjadi
penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat sementara yang terendah disumbang oleh
sektor Pertambangan dan Penggalian. Pada Agustus 2017, lapangan usaha sektor perdagangan menyerap
tenaga kerja sebesar 5,94 juta orang atau 28,9% dari total penduduk yang bekerja di Jawa Barat, lebih tinggi
dari tahun sebelumnya sebesar 5,34 juta orang (Tabel 6.5). Secara keseluruhan jumlah pekerja di setiap
sektor jika dibandingkan dengan periode sebelumnya mengalami peningkatan kecuali di sektor pertanian
yang turun sebanyak 80 ribu orang. Peningkatan tertinggi berada di sektor perdagangan yang mengalami
peningkatan sebanyak 600 ribu orang dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Tabel 6.5 Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha (Juta Orang)
Jika melihat dari aspek ketenagakerjaan, sebaran penyerapan tenaga kerja pada bulan Agustus 2017 sejalan
dengan distribusi pada PDRB berdasarkan lapangan usaha, pada bulan berjalan pangsa PDRB Jawa Barat
terpusat di lapangan usaha industri pengolahan sebesar 43,54%, diikuti oleh lapangan usaha perdagangan,
hotel dan restoran sebesar 16,10%, dan lapangan usaha pertanian 10,07%. Meskipun begitu, terdapat
ketidakmerataan distribusi penyerapan tenaga kerja dengan lapangan usahanya, salah satunya dapat terlihat
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Pekerja tidak penuh 4,35 23,15 4,80 23,68 3,76 19,58 5,08 24,52 4,44 21,61
Setengah penganggur 1,56 8,30 1,72 8,69 1,19 6,20 1,54 7,43 1,29 6,28
Pekerja paruh waktu 2,79 14,85 3,08 15,2 2,57 13,39 3,54 17,1 3,15 15,33
Pekerja penuh 14,44 76,85 15,48 76,32 15,44 80,42 15,64 75,48 16,11 78,39
Total 18,79 100,00 20,28 100,00 19,2 100,00 20,72 100,00 20,55 100,00
2017
Agustus Februari AgustusFebruariAgustusPenduduk yang Bekerja
2015 2016
2015 2016 2017
Agustus Agustus Agustus
Pertanian 3,10 3,16 3,08
Pertambangan dan Penggalian 0,14 0,11 0,14
Industri 3,94 3,89 4,19
Listrik, Gas dan Air Minum 0,07 0,06 0,08
Konstruksi 1,69 1,42 1,54
Perdagangan 5,10 5,34 5,94
Transportasi, Pergudangan dan
Komunikasi1,04 1,11 1,24
Keuangan 0,67 0,81 0,84
Jasa Kemasyarakatan 3,04 3,30 3,50
TOTAL 18,79 19,20 20,55
Lapangan Pekerjaan Utama
(dalam juta orang)
NOVEMBER 2017
KETENAGAKERJAAN
DAN KESEJAHTERAAN
138
pada sektor industri pengolahan dengan pangsa PDRB terbesar hanya menyerap 20,39% tenaga kerja, lebih
sedikit dibandingkan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dengan pangsa PDRB lebih rendah dapat
menyerap tenaga kerja sebesar 28,91%. Kemudian lapangan usaha pertanian yang merupakan pangsa PDRB
lapangan usaha terbesar ketiga hanya menyerap 14,99% tenaga kerja (Tabel 6.6).
Tabel 6.6 Perbandingan Kinerja lapangan Usaha dan Penyerapan Tenaga Kerjanya
Pada Agustus 2017 jenis pekerjaan yang dominan adalah kelompok orang yang bekerja sebagai
buruh/karyawan/pegawai sebesar 9,59 juta orang atau sebesar 46,47%. Selanjutnya yang berstatus usaha
sendiri sebanyak 4,05 juta orang atau sebesar 19,72%, sementara sisanya adalah pekerja bebas, buruh tidak
tetap, pekerja keluarga yang masing masing sebesar 2,69 juta orang, 2,02 juta orang dan 1,47 juta orang.
Secara agregat penduduk bekerja di Jawa Barat yang bekerja di sektor informal dan formal relatif berimbang.
Data pada bulan Agustus 2017 mencatat jumlah pekerja sektor formal Jawa Barat sebanyak 10,32 juta orang
atau 50,22% sedangkan pekerja di sektor informal sebesar 10,23 juta atau 49,78% (Tabel 6.7).
Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, jumlah pekerja baik di sektor formal maupun informal
mengalami penurunan, dengan penurunan yang lebih besar pada pekerja formal.
Tabel 6.7 Penduduk Bekerja Menurut Status Kegiatan Pekerja (Juta Orang)
Pada triwulan III 2017, hasil survei konsumen di Jawa Barat yang menunjukkan bahwa tingkat keyakinan
konsumen Jawa Barat terhadap kondisi ketersediaan lapangan pekerjaan saat ini meningkat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) terhadap ketersediaan lapangan kerja pada
triwulan III 2017 meningkat dari 101,91 menjadi 106,19. Peningkatan tersebut sejalan dengan perbaikan
yang dilaksanakan oleh pemerintah Jawa Barat untuk menurunkan jumlah pengangguran di Jawa Barat.
Jumlah Pangsa (%) Nominal (T) Pangsa (%)
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 3.080.000 14,99 43,84 10,07
Pertambagan dan Penggalian 140.000 0,68 6,06 1,39
Industri Pengolahan 4.190.000 20,39 189,51 43,54
Penyediaan Listrik, Gas dan Air 80.000 0,39 2,78 0,64
Konstruksi 1.540.000 7,49 37,70 8,66
Perdagangan, Hotel dan Restoran 5.940.000 28,91 70,07 16,10
Transportasi, Pergudangan dan Informasi 1.240.000 6,03 27,75 6,38
Keuangan, Real Estate, Usaha 840.000 4,09 19,25 4,42
Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Lainnya 3.500.000 17,03 38,32 8,80
TOTAL 20.550.000 100,00 435,28 100,00
Lapangan Perkerjaan UtamaPDRB ADHB Tw III 2017Tenaga Kerja
Jumlah % Jumlah %
Formal 11,76 51,36 10,32 50,22
Informal 11,13 48,64 10,23 49,78
Kegiatan Pekerjaan
Utama
Agu-16 Agu-17
NOVEMBER 2017
139
Pada triwulan III 2017, konsumen memandang bahwa akan terdapat peningkatan kondisi ketersediaan
lapangan pekerjaan dan kondisi ketenagakerjaan tersebut dinilai masih dalam level optimis. Berdasarkan hasil
survei konsumen di Jawa Barat, pandangan konsumen melihat kondisi lapangan kerja yang akan datang
meningkat yang terlihat dari indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja yang meningkat dari 120,47
menjadi 129,21. Hal tersebut sejalan dengan banyaknya proyek pemerintah di bidang infrastruktur untuk
wilayah Jawa Barat yang menyebabkan meningkatnya permintaan atas tenaga kerja.
6.2 NILAI TUKAR PETANI
Pada triwulan III 2017 Pertumbuhan tahunan Nilai Tukar Petani (NTP) mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan II 2017. NTP pada beberapa subsektor mengalami peningkatan antara lain subsektor tanaman
pangan, hortikultura, tanaman perkebunan rakyat, dan peternakan kecuali subsektor perikanan. Namun,
pertumbuhan lapangan usaha pada seluruh sektor tersebut masih meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya, sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Lapangan usaha yang
mengalami kenaikan NTP tertinggi adalah sektor tanaman perkebunan rakyat yang dengan peningkatan
sebesar 0,16% menjadi 5,80%. Sementara itu NTP gabungan pada triwulan III 2017 tercatat sebesar
105,37% atau meningkat 0,89% (yoy) dibandingkan NTP triwulan sebelumnya yang tumbuh 1,01% (yoy)
(Grafik 6.5). Peningkatan pertumbuhan NTP ini merupakan indikasi kesejahteraan petani mengalami
peningkatan akibat meningkatnya daya beli petani di pedesaan. Hal ini tercermin dari indeks yang diterima
petani meningkat tipis dibandingkan dengan indeks yang dibayar petani. Peningkatan NTP tersebut antara
lain dipengaruhi oleh masa panen beberapa produk pertanian dan hortikultura pada periode laporan
sehingga pasokan dari produk tersebut dapat memenuhi permintaan pasar.
Peningkatan NTP Jawa Barat pada triwulan III 2017 didorong oleh peningkatan NTP terutama pada sub
lapangan usaha tanaman pangan, tanaman perkebunan rakyat dan peternakan. Sedangkan NTP sub
lapangan usaha perikanan dan hortikultura melambat pada triwulan III 2017. Sub lapangan usaha yang
mengalami peningkatan NTP paling besar adalah sub lapangan usaha tanaman perkebunan rakyat yang
meningkat dari 5,60% menjadi 5,80%, sedangkan peningkatan NTP tanaman pangan meningkat dari -
3,01% menjadi -1,36% selanjutnya sub lapangan usaha peternakan meningkat dari 1,39% menjadi 1,55%.
Grafik 6. 3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan
Penghasilan Saat ini
Grafik 6. 4. Indeks Ekspektasi Ketenagakerjaan dan
Penghasilan Saat ini
NOVEMBER 2017
KETENAGAKERJAAN
DAN KESEJAHTERAAN
140
NTP sub lapangan usaha perikanan mengalami penurunan dari 3,22% menjadi 3,15% (yoy) dan hortikultura
mengalami penurunan dari 2,40% menjadi 1,88% (Grafik 6.6).
Indeks yang diterima petani (IT) pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 4,73%, meningkat dibandingkan
triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar 4,16% (yoy). Peningkatan tersebut terutama didorong oleh
peningkatan pertumbuhan indeks yang diterima untuk sub lapangan usaha tanaman perkebunan rakyat dan
perikanan. Indeks yang diterima untuk sub lapangan usaha tanaman perkebunan rakyat pada triwulan III
2017 tercatat sebesar 9,12%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
8,26%. Kemudian IT sub lapangan usaha perikanan juga meningkat dari 6,44% menjadi 6,49% (yoy), sub
lapangan usaha hortikultura juga mengalami peningkatan dari 5,44% menjadi 5,65%, selanjutnya sub
lapangan usaha peternakan mengalami peningkatan dari 2,42% menjadi 3,77%. Pada sub lapangan usaha
tanaman pangan meningkat 2,81% dari menjadi 3,37% (Grafik 6.7).
Sementara itu Indeks yang dibayar petani (IB) tercatat mengalami penurunan. Indeks yang dibayar petani
pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 3,52%, menurut dibanding triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar
3,63% (Grafik 6.8). Penurunan indeks ini terjadi pada seluruh sub lapangan usaha. Dengan kondisi indeks
yang diterima petani meningkat dan indeks yang dibayar petani menurun, maka Nilai Tukar Petani (NTP)
tercatat meningkat untuk seluruh sub lapangan usaha, kecuali sub lapangan usaha tanaman pangan. Hal ini
mengindikasikan kesejahteraan petani pada triwulan III 2017 secara umum mengalami peningkatan.
Grafik 6. 5. NTP Jawa Barat dan Komponen Penyusunnya Grafik 6. 6. NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Barat
Grafik 6. 7. Indeks yang Diterima Petani Jawa Barat Grafik 6. 8. Indeks yang Dibayar Petani Jawa Barat
NOVEMBER 2017
141
Kemampuan produksi petani pada periode laporan tercatat mengalami peningkatan. Kemampuan produksi
petani yang tercermin dari Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) pada triwulan III 2017 tumbuh
sebesar 2,33%. NTUP pada triwulan berjalan meningkat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II 2017
sebesar 1,66% (yoy) atau dengan nilai indeks sebesar 115,54% (Grafik 6.9). Peningkatan NTUP pada
triwulan laporan terjadi pada sub lapangan semua sub lapangan dengan peningkatan paling tinggi pada
NTUP peternakan.
6.3 KESEJAHTERAAN
Tingkat kemiskinan Jawa Barat per Maret 2017 tercatat sebanyak 4.168 ribu jiwa atau 8,71% dari jumlah
penduduk Jawa Barat, menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang berjumlah 4.224 ribu jiwa
atau 8,95% dari jumlah penduduk. Penurunan jumlah penduduk miskin tersebut terutama didorong oleh
penurunan jumlah penduduk miskin yang berada di pedesaan, dari 1.727 ribu jiwa pada Maret 2016 menjadi
1.580 ribu pada Maret 2017. Di sisi lain, jumlah penduduk miskin yang ada di perkotaan mengalami
peningkatan bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, dari 2.498 ribu jiwa pada Maret 2016
menjadi 2.589 ribu pada Maret 2017.
Tingkat kemiskinan Jawa Barat cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun, namun jumlah
penduduk miskin masih relatif besar. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Agustus 2017 mencapai
63,34%, meningkat 2,69% dibandingkan Agustus 2016. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Barat
juga mengalami penurunan, pada Agustus 2017 tercatat 8,22%, lebih rendah 0,67% dibandingkan TPT
Agustus 2016. Jumlah setengah penganggur (orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu) masih
relatif tinggi, Agustus 2017 mencapai 1,29 juta orang. Semakin turunnya tingkat pengangguran sejalan
dengan penurunan tingkat kemiskinan akan memberikan dampak pada menurunnya ketimpangan
pendapatan (Grafik 6.10).
Grafik 6. 9. Nilai Tukar Usaha Petani Jawa Barat
NOVEMBER 2017
KETENAGAKERJAAN
DAN KESEJAHTERAAN
142
Kinerja perekonomian Jawa Barat periode 2010 2015 menunjukkan tren perlambatan, namun pada tahun
2016 menunjukkan adanya perbaikan, sedangkan di 2017 menunjukkan perlambatan kembali. Pertumbuhan
ekonomi sektor perdagangan dan jasa selalu lebih tinggi dibandingkan sektor riil, kecuali tahun 2013 (Grafik
6.11), pertumbuhan ekonomi sektor perdagangan dan jasa pada triwulan III 2017 tercatat mengalami
peningkatan dari 7,25% menjadi 7,73% sementara pertumbuhan ekonomi pada sektor riil mengalami
penurunan dari 4,71% menjadi 4,23% pada triwulan berjalan. Komponen pengeluaran konsumsi rumah
tangga masih merupakan komponen utama yang mendorong struktur ekonomi Jawa Barat sebesar 70,08%
sedangkan komponen investasi (PMTB) memiliki share terhadap PDRB yang masih relatif rendah (Grafik
6.12).
Dalam satu tahun terakhir, garis kemiskinan kota dan desa meningkat 5,98% dari Rp324.992
perkapita/bulan pada Maret 2016 menjadi 344 ribu per kapita/bulan pada Maret 2017. Peningkatan tersebut
terutama didorong oleh peningkatan garis kemiskinan perkotaan. Berdasarkan pembagian kelompok
kemiskinan antara perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di perkotaan dalam periode yang sama tercatat
mengalami peningkatan tahunan sebesar 6,19% dari 325 ribu per kapita/bulan menjadi 345 ribu per
kapita/bulan. Sementara itu, garis kemiskinan di daerah pedesaan mengalami kenaikan sebesar 5,15%, dari
324 ribu per kapita/bulan menjadi 341 ribu per kapita/bulan.
Grafik 6. 10. Perkembangan Indikator Kesejahteraan Jawa Barat
Grafik 6. 11. Pertumbuhan Sektor Primer, Sekunder dan
Tersier
Grafik 6. 12. Struktur Perekonomian Berdasarkan
Penggunaan
BAB VII BAB VII
NOVEMBER 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
143
Setelah diperkirakan mengalami perlambatan di tahun 2017 (dibanding tahun 2016) dengan tumbuh
pada rentang 5,1% - 5,5% (yoy), laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Jawa Barat di tahun 2018 diperkirakan
meningkat dengan tumbuh pada rentang 5,2% - 5,6% (yoy). Meningkatnya LPE Jawa Barat di tahun
2018 terutama ditopang oleh berlangsungnya sejumlah event yang dapat memberikan multiplier effect
baik pada kegiatan ekonomi maupun pendapatan masyarakat. Beberapa event dimaksud meliputi : (1)
Pemilihan Gubernur Jawa Barat dan Pilkada di 16 Kab/Kota di Jawa Barat pada Juni 2018 dan (2) Asian
Games 2018 yang akan dilaksanakan pada Agustus 2018 di mana Jawa Barat menjadi salah satu lokasi
venue pelaksanaan pertandingan 7 (tujuh) cabang olahraga. Momentum Pilkada maupun Asian Games
secara langsung akan mendorong konsumsi Pemerintah sebagai sumber anggaran utamanya. Selain itu,
komponen konsumsi rumah tangga dan investasi diperkirakan juga ikut terdorong sebagai multiplier
effect dari kedua event besar ini.
Selain itu, berlanjutnya pembangunan sejumlah proyek infrastruktur strategis Pemerintah di tahun 2018
turut menjadi pendorong, antara lain proyek Jalan Tol Cisumdawu yang merupakan bagian dari proyek
Tol Trans Jawa, LRT Terintegrasi Jabodebek, Tol Bogor Ciawi Sukabumi (Bocimi), kereta cepat Jakarta-
Bandung, dan lain-lain. Bandara Internasional Kertajati ditargetkan launching pada Juni 2018 dan akan
digunakan untuk melayani pemberangkatan Haji Jawa Barat tahun 2018 sehingga diharapkan juga turut
menjadi pendorong kegiatan ekonomi pada 2018. Adapun proyek infrastruktur strategis yang akan mulai
dibangun tahun 2018 adalah Pelabuhan Patimban. Selain proyek pembangunan Pemerintah, sejumlah
pihak swasta juga diketahui memiliki rencana untuk melakukan investasi berupa pembangunan pabrik
pada tahun 2018. Berlanjutnya perbaikan ekonomi global serta harga komoditas global diperkirakan juga
mendorong kinerja ekspor luar negeri di tahun 2018.
Khususnya pada triwulan I 2018, LPE Jawa Barat diperkirakan melambat dibandingkan triwulan IV 2017
seiring dengan berlalunya momentum libur akhir tahun. Perekonomian Jawa Barat pada triwulan I 2018
diperkirakan tumbuh pada rentang 5,1% - 5,5% (yoy), sedikit melambat dibandingkan triwulan IV 2017
yang diperkirakan tumbuh pada rentang 5,2% - 5,6% (yoy). Dari sisi pengeluaran, perlambatan terutama
terjadi pada kinerja investasi dan ekspor luar negeri. Melambatnya investasi diperkirakan terutama karena
pihak swasta masih menahan kegiatan investasinya di awal tahun serta adanya kecenderungan wait and
see menjelang berlangsungnya Pilgub dan Pilkada di triwulan II 2018. Perlambatan ekspor luar negeri
diperkirakan sejalan dengan proyeksi kenaikan harga komoditas global di tahun 2018 yang berlangsung
lebih perlahan dibandingkan awal tahun 2017 di mana harga komoditas meningkat cukup signifikan.
Selain itu, perkiraan stagnannya pertumbuhan volume perdagangan luar negeri juga turut mempengaruhi
terbatasnya permintaan ekspor luar negeri di awal tahun. Dari sisi lapangan usaha, perlambatan
khususnya terjadi pada kinerja lapangan usaha industri pengolahan, real estate, penyediaan akomodasi
dan makan minum serta informasi dan komunikasi seiring dengan berlalunya momentum libur akhir
tahun yang mengembalikan permintaan domestik ke pola normalnya.
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi juga didukung oleh tekanan inflasi tahun 2018 yang diperkirakan
menurun dibanding tahun 2017. Perkiraan menurunnya tekanan inflasi ini terutama didorong oleh
NOVEMBER 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
144
minimnya rencana Pemerintah menaikkan tarif administered prices jika dibandingkan dengan tahun 2017
di mana terdapat penyesuaian pada tarif listrik serta kenaikan biaya STNK. Selain itu, mengacu kepada
pagu subsidi energi pada APBN 2018, telah diproyeksikan tidak adanya penyesuaian harga bahan bakar
minyak (BBM), tarif listrik, dan elpiji pada tahun 2018. Faktor iklim yang diperkirakan kembali normal juga
turut mendorong prospek terkendalinya inflasi komoditas pangan. Namun demikian, terdapat beberapa
risiko yang perlu diwaspadai khususnya tekanan inflasi pada kelompok core seiring dengan prospek
meningkatnya kegiatan ekonomi, daya beli dan permintaan domestik di tahun 2018. Bank Indonesia
bersama-sama Pemerintah dalam forum TPI/TPID berkomitmen untuk menjaga inflasi berada dalam
kisaran sasaran inflasi tahun 2018 sebesar 3,5%±1%.
7.1. PROSPEK PEREKONOMIAN GLOBAL DAN NASIONAL
7.1.1. Prospek Perekonomian Global
Pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2018 diperkirakan meningkat terbatas dibandingkan
tahun 2017. Proyeksi pertumbuhan yang dirilis oleh IMF melalui World Economic Outlook (WEO)
Oktober 2017 turut mendukung perkiraan meningkatnya pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2018
dibanding tahun 2017 (Tabel 7.1). IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun 2018 sebesar
3,7% atau sedikit meningkat dibanding tahun 2017 sebesar 3,6%. Berlanjutnya perbaikan ekonomi
global ini terutama ditopang oleh peningkatan kinerja ekonomi negara berkembang, sementara negara
maju diperkirakan relatif stagnan atau sedikit melambat dibandingkan tahun 2017.
Tabel 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia
Sumber : WEO IMF, Consesus Forecast, Bank Indonesia
Perekonomian negara berkembang diperkirakan tumbuh 4,6% pada 2017 dan 4,9% pada 2018
(WEO IMF Oktober 2017), membaik dibandingkan tahun 2016 sebesar 4,3%. Berbeda dengan
prospek negara maju, pertumbuhan negara berkembang di 2018 diperkirakan lebih tinggi dibanding
2017 atau dengan kata lain terus mengalami akselerasi. Peningkatan ini didorong oleh beberapa faktor
antara lain pemulihan kondisi ekonomi sejumlah negara eksportir komoditas (didorong perbaikan harga
komoditas global), pertumbuhan yang semakin kuat di India pasca reformasi struktural, serta perlambatan
ekonomi China selama rebalancing agenda yang berlangsung lebih gradual atau perlahan dibandingkan
2017 2018 2017 2018 2017 2018
Dunia 3,2 3,6 3,7 3,8 3,8 3,5 3,6
Negara Maju 1,7 2,2 2,0 2,1 2,0 1,9 1,9
Amerika Serikat 1,5 2,2 2,3 2,2 2,4 2,2 2,1
Kawasan Eropa 1,8 2,1 1,9 2,2 1,8 1,8 1,7
Jepang 1,0 1,5 0,7 1,5 1,2 1,2 0,6
Negara Berkembang 4,3 4,6 4,9 5,2 5,3 4,6 4,8
Negara Berkembang Asia 6,4 6,5 6,5
Tiongkok 6,7 6,8 6,5 6,8 6,3 6,7 6,5
India 7,1 6,7 7,4 6,5 7,6 6,9 7,2
Volume Perdagangan Dunia (barang & jasa) (%, yoy) 1,4 4,2 4,0 2,9 2,5
Minyak (Minas & ICP, Dolar AS per barel) 41,0 50,3 50,2 50,0 52,0
Bank Indonesia
(Okt'17)2016
WEO IMF
(Okt'17)
Consesus
Forecast (Sept'17)
NOVEMBER 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
145
sebelumnya. Namun demikian, masih terdapat beberapa tantangan pada outlook kinerja ekonomi negara
berkembang, antara lain tingkat utang yang tinggi di sejumlah negara, prospek pertumbuhan jangka
menengah yang terbatas di negara-negara maju, adanya perselisihan atau gejolak domestik & politik,
serta ketegangan geopolitik di sejumlah negara. Akselerasi pertumbuhan kelompok negara berkembang
masih disumbang oleh negara ekonomi utama yakni China dan India (dengan kontribusi mencapai 40%
terhadap total PDB negara berkembang), sementara negara-negara dengan skala ekonomi kecil (populasi
kurang dari 500.000 orang) dan eksportir minyak pertumbuhannya diperkirakan melemah.
Pada 2018, pertumbuhan ekonomi China diperkirakan masih solid sejalan dengan ekspektasi
bahwa Pemerintah China akan menjaga bauran kebijakan ekspansioner yang memadai (terutama
melalui investasi Pemerintah yang tinggi) untuk mencapai target Pemerintah melipatgandakan PDB riil
antara 2010 dan 2020. Adapun di India, setelah diperkirakan tumbuh melambat ke level 6,7% pada
tahun 2017, pertumbuhan ekonomi India pada tahun 2018 diproyeksikan meningkat ke level 7,4%.
Peningkatan ini diperkirakan terjadi seiring dengan berlalunya dampak negatif dari inisiatif currency
exchange yang diterapkan sejak November 2016, serta telah meredanya cost akibat transisi ke kebijakan
Goods & Services Tax nasional yang di-launching pada Juli 2017.
Perekonomian negara maju diperkirakan tumbuh sebesar 2,0% pada tahun 2018, sed ikit melambat
dibandingkan tahun 2017 yang diperkirakan tumbuh 2,2% (WEO IMF, Oktober 2017). Consensus
forecast pada September 2017 juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi negara maju pada tahun
2018 melambat dibanding tahun 2017, yakni dari 2,1% menjadi 2,0%. Secara spesifik, perlambatan laju
pertumbuhan diperkirakan terjadi pada kawasan Eropa dan Jepang, sementara pertumbuhan ekonomi
Amerika Serikat diperkirakan tetap meningkat pada 2018. Perlambatan ini diperkirakan terjadi seiring
dengan telah tercapainya pertumbuhan potensial dan mengecilnya output gap di kalangan negara maju.
Namun demikian, pertumbuhan potensial di negara maju akan sedikit ditahan oleh pertumbuhan yang
terbatas pada angkatan kerja akibat aging population dan meningkatnya persentase orang yang
memasuki masa pensiun.
Perekonomian Amerika Serikat pada tahun 2018 diperkirakan tumbuh 2,3%, meningkat
dibandingkan tahun 2017 yang diperkirakan tumbuh 2,2%. Prospek jangka pendek yang semakin
positif ini mencerminkan keberlanjutan momentum perbaikan yang telah berlangsung sejak paruh kedua
2016, didorong oleh pemulihan pada akumulasi inventori, pertumbuhan konsumsi yang solid, dan asumsi
kebijakan fiskal yang ekspansif. Di tengah antisipasi arah kebijakan Pemerintahan baru yang diselimuti
ketidakpastian, perbaikan masih ditopang oleh menguatnya keyakinan pada kondisi bisnis dan pasar
keuangan.
Setelah mengalami akselerasi di tahun 2017 dengan tumbuh sebesar 2,1%, pertumbuhan ekonomi
kawasan Eropa pada tahun 2018 diperkirakan sedikit melambat dengan tumbuh 1,9%. Perlambatan
ini diperkirakan terjadi di mayoritas negara kawasan Eropa, kecuali Perancis yang peningkatan laju
pertumbuhan tahun 2017 diperkirakan berlanjut ke 2018. Outlook jangka menengah kawasan Eropa
masih belum stabil karena pertumbuhan potensialnya ditahan oleh produktivitas yang lemah,
memburuknya kondisi demografis (aging populations) di beberapa negara, serta masih tingginya utang
NOVEMBER 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
146
Pemerintah dan swasta. Di antara sejumlah negara utama di Kawasan Eropa, peningkatan pertumbuhan
ekonomi Perancis diperkirakan lebih besar dibandingkan negara lainnya yang berlangsung lebih moderat
(Jerman, Italia, dan Spanyol).
Laju pertumbuhan ekonomi Inggris diperkirakan sebesar 1,5% pada tahun 2018, kembali melambat
dibandingkan tahun 2017 yang diperkirakan tumbuh sebesar 1,7%. Dengan demikian, pertumbuhan
ekonomi Inggris secara berturut-turut diperkirakan melambat sejak diputuskannya Brexit pada tahun
2016. Perlambatan ini didorong oleh pertumbuhan konsumsi swasta yang lebih rendah akibat depresiasi
poundsterling yang menurunkan pendapatan riil rumah tangga. Prospek pertumbuhan Inggris pada tahun
2018 masih diwarnai ketidakpastian dan bergantung kepada mekanisme hubungan ekonomi baru
dengan Uni Eropa termasuk potensi meningkatnya hambatan perdagangan, migrasi, dan aktivitas
keuangan cross-border.
Hal serupa juga terjadi dengan Jepang, di mana pertumbuhan tahun 2018 diperkirakan sebesar
0,7% atau melambat dibanding perkiraan pertumbuhan tahun 2017 sebesar 1,5%. Perlambatan ini
diperkirakan terjadi seiring dengan berakhirnya kebijakan fiskal ekspansif di tahun 2018 sebagaiman yang
telah dijadwalkan, konsumsi swasta tumbuh moderat, dorongan dari Tokyo Olympics tahun 2020
terhadap investasi swasta di-offset oleh impor yang lebih tinggi dan perkiraan melambatnya permintaan
luar negeri.
Volume perdagangan global pada tahun 2018 diperkirakan tumbuh 4,0% (yoy) atau melambat
dibandingkan tahun 2017 yang diperkirakan tumbuh 4,2%. Pertumbuhan yang cukup tinggi di tahun
2017 terutama dipengaruhi oleh momentum perbaikan ekonomi global yang cukup signifikan dibanding
tahun 2016 yang terlihat dari membaiknya produksi manufaktur global. Seiring dengan semakin stabilnya
perekonomian global, pertumbuhan volume perdagangan global juga diperkirakan lebih stabil. Selain itu,
momentum perbaikan harga komoditas global yang terjadi di tahun 2017 diperkirakan berlanjut ke tahun
2018 dengan perkiraan harga minyak global tahun 2018 sebesar USD 52/barrel atau lebih tinggi
dibandingkan tahun 2017 sebesar USD 50/barrel.
Di tengah berlanjutnya momentum perbaikan
ekonomi global secara terbatas tersebut,
terdapat beberapa risiko yang perlu
diwaspadai. Risiko pertama adalah kenaikan
suku bunga kebijakan Amerika Serikat atau
diperkirakan berlangsung
3-4 kali pada tahun 2018. Sebagaimana
diketahui, Federal Reserve telah menaikkan FFR
sebanyak dua kali yakni pada Maret dan Juni
2017 masing-masing sebesar 25 bps sejalan
dengan kondisi perekonomian AS yang membaik, serapan tenaga kerja yang solid, dan inflasi yang masih
terkendali. Federal Reserve diperkirakan masih akan menaikkan kembali FFR di akhir tahun 2017.
Kebijakan menaikkan FFR ini diperkirakan terus berlanjut ke tahun 2018 terutama dilatarbelakangi oleh
Source : Bloomberg
Grafik 7.1
NOVEMBER 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
147
prospek perbaikan ekonomi Amerika Serikat yang diperkirakan berlanjut ke tahun 2018. Di tahun 2018,
kenaikan FFR diperkirakan terjadi terutama di bulan Januari 2018 dengan probabilitas 75% dan
selanjutnya di bulan Maret atau Mei dengan probabilitas antara 50% - 52% (Grafik 7.1). Secara ringkas,
beberapa faktor risiko maupun potensi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global di tahun
2018 adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Potensi dan Risiko Perekonomian Global 2018
7.1.2. Prospek Perekonomian Nasional
Pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2018 diperkirakan meningkat dibandingkan tahun
2017. Dalam asumsi dasar makro APBN 2018, pertumbuhan ekonomi tahun 2018 diasumsikan sebesar
5,4% (yoy) (Tabel 7.2), meningkat dibandingkan asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun
2017 sebesar 5,1% (yoy). Sejalan dengan hal tersebut, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan
ekonomi tahun 2018 pada rentang 5,1% - 5,5% (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2017 yang
diperkirakan pada rentang 5,0% - 5,4% (yoy). Momentum pemulihan ekonomi diperkirakan terus
berlanjut, ditopang oleh konsumsi swasta yang diperkirakan masih tumbuh kuat; peningkatan konsumsi
pemerintah serta perbaikan investasi, baik swasta maupun pemerintah; serta peningkatan ekspor sejalan
dengan prospek perbaikan ekonomi global. Selain itu, pemanfaatan berbagai potensi seperti keyakinan
pelaku ekonomi terhadap pemerintah dan pemangku kebijakan lainnya, munculnya potensi sumber
pembiayaan ekonomi setelah berakhirnya program pengampunan pajak (tax amnesty) pada 2017 serta
berkembangnya sharing economy dan digital economy akan mempengaruhi keyakinan dan gairah swasta
untuk beraktivitas.
NOVEMBER 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
148
Tabel 7.2. Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBN
Sumber : Kementerian Keuangan RI
Belanja Pemerintah dalam APBN 2018 adalah sebesar Rp2.220,7 Triliun atau meningkat 0,74%
dibandingkan belanja APBN 2017 sebesar Rp2.204,4 Triliun. Beberapa highlight dari kebijakan fiskal
Pemerintah Pusat yang tercermin dari APBN 2018 ini antara lain meliputi :
a. Kenaikan anggaran untuk penanggulangan kemiskinan dan dukungan masyarakat berpendapatan
rendah (a.l: PKH, Program Indonesia Pintar, Jaminan Kesehatan Nasional, Bantuan Pangan, Bidik Misi,
dan Dana Desa) adalah sebesar 3,65% (yoy), lebih tinggi dibandingkan kenaikan anggaran untuk
infrastruktur yakni sebesar 2,39% (yoy). Peningkatan belanja bantuan sosial ini diharapkan dapat
mendorong peningkatan daya beli masyarakat serta pertumbuhan ekonomi pada tahun 2018.
b. Anggaran subsidi energi tahun 2018 mencapai Rp103,37 Triliun atau meningkat 15,03%
dibandingkan tahun 2017. Anggaran subsidi tersebut terdiri dari subsidi bahan bakar minyak (BBM)
dan elpiji 3 kilogram (kg) sebesar Rp 51,13 triliun serta subsidi listrik sebesar Rp 52,23 triliun untuk
pelanggan 450 VA dan 900 VA. Dengan demikian, Pemerintah diperkirakan tidak akan menaikkan
harga BBM, tarif listrik, maupun harga elpiji pada tahun 2018
Dari sisi kebijakan moneter, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga kebijakan sebanyak dua kali
sepanjang tahun 2017 yakni pada Agustus dan September 2017 masing-masing sebesar 25 bps.
Mempertimbangkan dampak kebijakan moneter yang membutuhkan waktu dalam proses transmisinya,
diharapkan pelonggaran suku bunga kebijakan ini akan berperan dalam mendorong meningkatnya
pembiayaan dan kegiatan ekonomi domestik pada tahun 2018.
Perkiraan peningkatan investasi salah satunya didorong oleh belanja modal Pemerintah dalam rangka
percepatan penyelesaian pembangunan proyek infrastruktur. Sebagaimana diketahui, terdapat banyak
proyek infrastruktur strategis bersifat multiyear yang akan berlanjut di tahun 2018. Adapun investasi
swasta yang bersifat non bangunan diperkirakan mulai meningkat pada semester kedua sejalan dengan
berakhirnya konsolidasi yang dilakukan oleh korporasi yang kemudian dilanjutkan ke fase ekspansi.
Pertumbuhan ekspor diperkirakan meningkat khususnya sejalan dengan prospek berlanjutnya perbaikan
ekonomi global serta harga komoditas global pada tahun 2018. Berdasarkan negara tujuannya,
peningkatan ekspor diperkirakan terutama terjadi ke Amerika Serikat seiring dengan proyeksi
meningkatnya pertumbuhan AS dibanding tahun 2017. Selain itu, ekspor ke negara berkembang Asia
Asumsi Makro APBN 2017 2018
Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,10 5,40
Inflasi (%, yoy) 4,00 3,50
Nilai Tukar (Rp/USD) 13.300 13.400
Tingkat Bunga SPN 3 bulan rata-rata (%) 5,30 5,20
Harga Minyak Mentah Indonesia (USD/barel) 45 48
Lifting Minyak Bumi (ribu/barel/hari) 815 800
Lifting Gas Bumi (ribu/barel/hari) 1.150 1.200
NOVEMBER 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
149
khususnya ASEAN juga diperkirakan menjadi salah satu faktor utama pendorong kinerja ekspor pada
tahun 2018 mempertimbangkan prospek ASEAN yang masih terus membaik.
Dari aspek intermediasi perbankan, mengingat konsolidasi perbankan telah berlangsung sejak tahun
2016 hingga pertengahan 2017, diharapkan perbankan siap untuk melakukan ekspansi pembiayaan pada
tahun 2018. Hal ini juga antara lain didukung oleh suku bunga kebijakan yang semakin akomodatif serta
terus didorongnya efisiensi perbankan.
Adapun inflasi nasional pada tahun 2018 diperkirakan berada pada kisaran sasaran sebesar 3,5%±1%,
lebih rendah dibanding tahun 2017 yang berada pada kisaran sasaran 4%±1%. Hal ini didukung oleh
semakin kuatnya koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengatasi sejumlah risiko.
Selain itu, rencana Pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM dan elpiji serta tarif listrik seiring
dengan meningkatnya belanja subsidi dalam APBN 2018 juga menjadi faktor yang menjaga tekanan
inflasi lebih rendah dibanding tahun 2017.
Di tengah berbagai faktor yang mendorong perbaikan kondisi ekonomi nasional di atas, Bank Indonesia
tetap mewaspadai sejumlah risiko pada tahun 2018, antara lain arah kebijakan perdagangan Amerika
Serikat, risiko pelemahan nilai tukar Rupiah antara lain akibat kenaikan FFR, serta masih terbukanya
peluang risiko shortfall pajak.
7.2. PROSPEK PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA BARAT
7.2.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan I 2018 diperkirakan berada pada kisaran
5,1% - 5,5% (yoy) atau sedikit melambat dibandingkan triwulan IV 2017. Dari sisi pengeluaran,
perlambatan diperkirakan terjadi pada komponen investasi dan ekspor luar negeri. Melambatnya investasi
diperkirakan terutama karena pihak swasta masih menahan kegiatan investasinya di awal tahun serta
adanya kecenderungan wait and see menjelang berlangsungnya Pilgub dan Pilkada di triwulan II 2018.
Perlambatan ekspor luar negeri diperkirakan sejalan dengan proyeksi kenaikan harga komoditas global di
tahun 2018 yang berlangsung lebih perlahan dibandingkan awal tahun 2017 di mana harga komoditas
meningkat cukup signifikan. Selain itu, perkiraan stagnannya pertumbuhan volume perdagangan luar
negeri juga turut mempengaruhi terbatasnya permintaan ekspor luar negeri di awal tahun. Dari sisi
lapangan usaha, perlambatan khususnya terjadi pada kinerja lapangan usaha industri pengolahan, real
estate, penyediaan akomodasi dan makan minum serta informasi dan komunikasi seiring dengan
berlalunya momentum libur akhir tahun yang mengembalikan permintaan domestik ke pola normalnya.
Sementara itu, untuk keseluruhan tahun 2018 pertumbuhan ekonomi Jawa Barat diperkirakan
berada pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy) atau meningkat dibanding tahun 2017. Meningkatnya LPE
Jawa Barat di tahun 2018 terutama ditopang oleh berlangsungnya sejumlah event yang dapat
memberikan multiplier effect baik pada kegiatan ekonomi maupun pendapatan masyarakat, yakni Pilgub
Jabar & Pilkada di 16 Kab/Kota di Jabar serta Asian Games 2018 yang akan dilaksanakan pada Agustus
NOVEMBER 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
150
2018 di mana Jawa Barat menjadi salah satu lokasi venue pelaksanaan pertandingan 7 (tujuh) cabang
olahraga.
Tabel 7.3. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Sisi Permintaan
[ALL1]
a. Konsumsi Rumah Tangga
Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2018 diperkirakan tumbuh pada
kiasaran 4,5% - 4,9% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan IV 2017. Perkiraan meningkatnya
konsumsi rumah tangga ini terutama dipengaruhi oleh base effect di mana pada triwulan I 2017
Pemerintah menaikkan sejumlah tarif di awal tahun seperti tarif listrik rumah tangga pelanggan 900 VA
dan biaya STNK. Kebijakan tersebut cukup berdampak kepada tertahannya ekspansi daya beli masyarakat
di awal tahun 2017. Dengan tidak adanya kebijakan demikian pada awal tahun 2018, diharapkan daya
beli masyarakat lebih baik dibandingkan awal tahun 2017. Hal ini juga dikonfirmasi oleh Survei
Konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia, di mana Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 6 bulan
mendatang di Jawa Barat meningkat dari rata-rata 141,63 pada triwulan IV 2017 menjadi 144,30 pada
triwulan I 2018. Peningkatan terjadi pada ketiga komponen pembentuk indeks, terutama komponen
indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja (dari 125,69 menjadi 129,21) dan indeks ekspektasi
kegiatan usaha (dari 145,48 menjadi 147,84) (Grafik 7.2). Selain itu, indeks pengeluaran 3 bulan
mendatang juga mencatatkan peningkatan dari 150,93 pada triwulan IV 2017 menjadi 154,51 pada
triwulan I 2018.
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
IP IIP IIIP IVP Total-p
PDRB (%, yoy) 5,67 5,1 - 5,5 5,1 - 5,5 5,4 - 5,8 5,3 - 5,7 5,2 - 5,6 5,2 - 5,6
Konsumsi Rumah Tangga 5,60 4,1 - 4,5 4,5 - 4,9 4,8 - 5,2 4,7 - 5,1 4,6 - 5,0 4,7 - 5,1
Konsumsi LNPRT 5,48 2,7 - 3,1 13,2 - 13,6 15,8 - 16,2 9,5 - 9,9 7,3 - 7,7 11,4 - 11,8
Konsumsi Pemerintah 3,76 0,2 - 0,6 7,1 - 7,5 14,0 - 14,4 9,8 - 10,2 6,6 - 7,0 9,1 - 9,5
Pembentukan Modal Tetap Bruto 4,59 5,6 - 6,0 5,6 - 6,0 6,2 - 6,6 7,5 - 7,9 7,0 - 7,4 6,6 - 7,0
Perubahan Inventori 3,99 (-6,8) - (-6,4) 3,2 - 3,6 (-3,0) - (-2,6) (-2,7) - (-2,3) (-3,5) - (-3,1) (-1,5) - (-1,1)
Ekspor LN -3,28 7,2 - 7,6 6,2 - 6,6 18,1 - 18,5 11,1 - 11,5 6,9 - 7,3 10,4 - 10,8
Impor LN 1,42 (-2,8) - (-2,4) 0,7 - 1,1 23,1 - 23,5 8,8 - 9,2 6,6 - 7,0 9,3 - 9,7
Net Ekspor Antar Daerah -19,69 7,5 - 7,9 15,3 - 15,7 29,2 - 29,6 24,5 - 24,9 7,0 - 7,4 15,8 - 16,2
2017P2018
2016
Grafik 7.2. Indeks Ekspektasi Konsumen Jawa Barat Grafik 7.3. Indeks Pengeluaran 3 Bulan Mendatang
NOVEMBER 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
151
Konsumsi rumah tangga pada tahun 2018 diperkirakan tumbuh pada rentang 5,2% - 5,6% (yoy),
meningkat dibandingkan tahun 2017. Kenaikan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada tahun
2018 dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain meliputi :
1. Meningkatnya daya beli masyarakat akibat peningkatan kegiatan ekonomi seiring dengan
berlangsungnya 2 (dua) event besar pada tahun 2018 yakni Pilgub & Pilkada Jawa Barat serta
beberapa cabang olahraga Asian Games di Jawa Barat. Event besar seperti ini umumnya
meningkatkan permintaan terhadap tenaga kerja informal pendukung acara serta meningkatkan
penjualan ritel baik dari kelompok makanan & minuman maupun pakaian
2. Kebijakan Pemerintah Pusat yang meningkatkan alokasi anggaran untuk program
penanggulangan kemiskinan dan dukungan masyarakat berpendapatan rendah (seperti PKH,
Program Indonesia Pintar, Jaminan Kesehatan Nasional, Bantuan Pangan, Bidik Misi, dan Dana
Desa) pada APBN 2018 diharapkan juga turut berkontribusi kepada peningkatan kesejahteraan
dan daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah
3. Percepatan pembangunan infrastruktur berlanjut ke tahun 2018 diperkirakan juga memberikan
multiplier effect kepada pendapatan masyarakat
4. Inflasi tahun 2018 diperkirakan dapat dikendalikan lebih rendah dibandingkan tahun 2017
sehingga dapat memberikan dampak positif terhadap terjaganya daya beli dan pada akhirnya
tingkat konsumsi masyarakat
5. Dari sisi moneter, pelonggaran suku bunga kebijakan yang dilakukan tahun 2017 (total sebesar
50 bps) diperkirakan akan terus ditransmisikan kepada penurunan suku bunga kredit di tahun
2018
Di sisi lain, perkiraan pelemahan (depresiasi)
terbatas nilai tukar Rupiah sebagaimana
dicantumkan dalam asumsi dasar ekonomi makro
yaitu dari Rp13.300/USD pada APBN-P 2017
menjadi Rp13.400/USD pada APBN 2018
diperkirakan berpotensi menahan kegiatan
konsumsi masyarakat karena meningkatkan beban
peroleh barang konsumsi yang diimpor. Pada Grafik
7.4 terlihat bahwa apresiasi nilai tukar rupiah
sepanjang tahun 2016 serta paruh kedua 2017 diikuti oleh peningkatan laju pertumbuhan impor barang
konsumsi. Sebaliknya, pelemahan nilai tukar pada awal tahun 2017 diikuti oleh penurunan pertumbuhan
impor barang konsumsi di Jawa Barat. Hal ini tidak terlepas dari posisi Jawa Barat sebagai provinsi dengan
jumlah penduduk terbanyak serta semakin meningkatnya porsi masyarakat kelas menengah di Jawa Barat
dengan kualitas jenis barang yang diminta juga turut meningkat dan umumnya berbasis impor.
Selain itu, kebijakan Pemerintah untuk kembali tidak menaikkan gaji pokok Aparatur Sipil Negara (ASN) di
tahun 2018 juga diperkirakan berdampak kepada menahan ekspansi daya beli masyarakat.
Grafik 7.4 Perkembangan Impor Barang Konsumsi Jawa
Barat dan Nilai Tukar
NOVEMBER 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
152
b. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) / Investasi
Investasi pada triwulan I 2018 diperkirakan tumbuh pada kisaran 5,6% - 6,0% (yoy) atau sedikit
melambat dibandingkan triwulan IV 2017. Perkiraan melambatnya kegiatan investasi tersebut terutama
disebabkan karena masih terbatasnya ekspansi belanja modal Pemerintah di awal tahun seiring dengan
masih berlangsungnya proses lelang proyek-proyek pengadaan. Adapun dari sisi swasta, kegiatan
investasi baik bangunan maupun non bangunan di awal tahun juga diperkirakan masih terbatas karena
ada kecenderungan wait and see menghadapi uncertainty menjelang Pilgub dan Pilkada serentak di 16
kab/kota di Jawa Barat. Selain itu, terdapat faktor base effect di mana pada triwulan I 2017 terjadi
peningkatan kinerja ekspor serta harga komoditas yang cukup tinggi yang kemudian direspon oleh
pelaku usaha dengan meningkatkan investasinya untuk mengantisipasi potensi peningkatan permintaan
luar negeri ke depan, sementara pada awal tahun 2018 peningkatan permintaan luar negeri maupun
harga komoditas diperkirakan lebih terbatas.
Sementara itu, untuk keseluruhan tahun 2018 investasi diperkirakan mampu tumbuh pada rentang
6,6% - 7,0% (yoy) atau meningkat dibandingkan tahun 2017. Berdasarkan komponen penyusunnya,
peningkatan investasi tahun 2018 diperkirakan terutama masih ditopang oleh investasi bangunan.
Investasi bangunan memberikan pangsa sekitar 70% terhadap total investasi di Jawa Barat sehingga
peningkatannya memberikan daya dorong yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada tahun
2018, diketahui beberapa perusahaan berencana melakukan investasi ekspansif berupa pembangunan
pabrik baru, khususnya pelaku usaha yang bergerak di industri tekstil & produk tekstil (TPT) dan industri
makanan & minuman.
Dorongan investasi bangunan terbesar bersumber dari penyelesaian berbagai proyek infrastruktur
strategis Pemerintah yang ada di Jawa Barat. Penyelesaian proyek infrastruktur strategis dilakukan
percepatan menjelang selesainya era kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Khususnya pada tahun 2018,
Bandara Internasional Kertajati ditargetkan rampung dan dapat di-launching pada Juni 2018 serta
digunakan untuk pemberangkatan rombongan haji Jawa Barat tahun 2018. Selain itu, terdapat beberapa
proyek strategis lainnya yang bersifat multiyear meliputi Tol Cisumdawu sebagai bagian dari Tol Trans
Jawa, Tol BIUTR, LRT Terintegrasi Jabodebek, Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Tol Bogor Ciawi Sukabumi
(Bocimi), LRT Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi, dan lain-lain (Tabel 7.4). Selain itu, terhitung sejak awal tahun
2018 Pemerintah diperkirakan akan memulai proses konstruksi Pelabuhan Patimban sebagai pelabuhan
internasional pertama di Jawa Barat. Namun demikian, perlu diwaspadai tantangan pada kapasitas fiskal
khususnya Pemerintah Pusat, mengingat mayoritas proyek strategis ini merupakan wewenang nasional
dan menggunakan anggaran K/L.
Selain proyek infrastruktur tersebut, investasi juga didorong dari revitalisasi venue dan infrastruktur
pendukung untuk pelaksanaan 7 (tujuh) cabang olahraga Asian Games di 13 venue yang tersebar di 10
kabupaten/kota di Jawa Barat.
NOVEMBER 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
153
Tabel 7.4. Daftar Proyek Infrastruktur Strategis di Jawa Barat
Sumber : Pemerintah Provinsi Jawa Barat & Informasi Anekdotal
c. Ekspor dan Impor Luar Negeri
Ekspor luar negeri pada triwulan I 2018 diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,2% - 6,6% (yoy),
melambat dibandingkan triwulan IV 2017. Sejalan dengan hal tersebut, impor luar negeri
diperkirakan tumbuh pada kisaran 0,7% - 1,1% (yoy), juga melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Penurunan ini antara lain disebabkan oleh base effect di mana permintaan ekspor luar
negeri pada triwulan I 2017 meningkat cukup signifikan seiring dengan meningkatnya harga komoditas
dan produksi manufaktur global. Adapun pada triwulan I 2018, peningkatan laju pertumbuhan ekonomi
global maupun harga komoditas diperkirakan tidak sebesar triwulan I 2017.
Sementara itu, ekspor luar negeri Jawa Barat pada tahun 2018 diperkirakan tumbuh pada kisaran
10,4% - 10,8% (yoy), sedangkan impor luar negeri diperkirakan tumbuh pada kisaran 9,3% - 9,7%
(yoy). Baik perkiraan pertumbuhan ekspor maupun impor luar negeri ini meningkat dibandingkan
tahun 2017. Dari sisi eksternal, diperkirakan perekonomian global akan mengalami peningkatan pada
tahun 2018. Hal ini ditopang oleh berlanjutnya pemulihan ekonomi AS serta solidnya pertumbuhan
ekonomi dari sejumlah negara berkembang utama di kawasan Asia. IMF memperkirakan pertumbuhan
ekonomi global tahun 2018 sebesar 3,7% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun 2017 yang
diperkirakan sebesar 3,6% (yoy).
Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor utama Jawa Barat dengan pangsa pada tahun 2017
(kumulatif sampai dengan triwulan III) mencapai 20,66%, sedikit meningkat dibanding tahun 2016
sebesar 20,07%. Di tengah prospek melambatnya pertumbuhan ekonomi negara maju pada tahun 2018
dibanding 2017, Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang masih mencatatkan akselerasi
pertumbuhan ekonomi (dari 2,2% menjadi 2,3% pada tahun 2018). Jenis barang ekspor utama Jawa
No RuasPanjang
(km)
Target
Penyelesaian
1 Soreang - Pasir Koja 10.57 2018
2 Bandung Intra Urban Toll Road 27.30 2010
3 Cisumdawu 60.10 2019
4 Bogor - Ciaw i - Sukabumi 54.00 2020
5 Cimanggis - Cibitung 25.90 2019
6 Cikarang (Cibitung) - Tj. Priok (Cilincing) 34.02 2018
7 Bogor Ring Road 8.44 2019
8 Depok - Antasari 19.93 2019
9 Sukabumi - Ciranjang 28.00 2021
10 Ciranjang - Padalarang 33.00 2023
11 Cileunyi - Nagreng - Tasikmalaya 70.00 2019
12 Tasikmalaya - Ciamis - Banjar 70.00 2022
13 Banjar - Pangandaran 80.00 2023
1 Bandara Internasional Kertajati - 2018
2 LRT Terintegrasi Jabodebek 181.00 2019
3 Kereta Cepat Jakarta - Bandung 142.00 2019
Keterangan :
: Sedang Dalam Pengerjaan
: Sedang Proses Feasibility Study (FS)
PROYEK JALAN TOL
PROYEK INFRASTRUKTUR LAINNYA
NOVEMBER 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
154
Barat ke Amerika Serikat adalah barang-barang rajutan dengan pangsa sekitar 4,14%, pakaian jadi
bukan rajutan (3,08%), mesin dan peralatan listrik (3,07%), dan alas kaki (1,64%).
Namun, mengacu kepada kondisi ekonomi AS yang semakin pulih ditandai kondisi ketenagakerjaan yang
terus membaik naik 3 kali sepanjang tahun 2018. Hal ini membawa
risiko pelemahan pada nilai tukar rupiah yang berpotensi menahan ekspansi kinerja ekspor dan impor
Jawa Barat di mana khususnya bahan baku ekspor manufaktur masih bergantung kepada pemenuhan
melalui impor.
Pertumbuhan negara berkembang Asia pada tahun 2018 diperkirakan masih tetap solid dan stabil di level
sebesar 6,5% (yoy). Secara gabungan, pangsa ASEAN sebagai negara tujuan ekspor Jawa Barat pada
tahun 2017 (kumulatif sampai dengan triwulan III) mencapai 28,43%, meningkat dibandingkan tahun
2016 dengan pangsa sebesar 21,69%. Seiring dengan masih lemahnya permintaan dari Eropa,
berdasarkan informasi yang diperoleh melalui wawancara liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Jawa Barat, diketahui bahwa kini sebagian pelaku usaha mulai mengalihkan fokus tujuan
ekspornya ke negara-negara berkembang di kawasan Asia. Sebagai contoh, perusahaan tekstil kini mulai
meningkatkan penetrasi pasarnya ke India, khususnya untuk produk kelas premium. Demikian juga
perusahaan-perusahaan otomotif semakin meningkatkan transaksi perdagangannya dengan negara-
negara di kawasan ASEAN seperti Thailand dan Filipina. Prospek yang positif pada pertumbuhan negara
berkembang Asia ini diperkirakan turut menjadi motor pendorong pertumbuhan Jawa Barat pada tahun
2017.
Berdasarkan asumsi makro APBN 2017 dan
2018, harga minyak dunia diasumsikan
meningkat yakni dari USD 45/barrel pada tahun
2017 menjadi USD 48/barrel pada tahun 2018.
Berdasarkan regresi sederhana, diketahui bahwa
pertumbuhan harga minyak dunia memiliki
korelasi positif yang signifikan dengan
pertumbuhan ekspor luar negeri Jawa Barat
(Grafik 7.5). Peningkatan harga minyak dunia
menjadi salah satu cerminan dari peningkatan
permintaan dan perdagangan global. Selain itu, harga minyak global yang diperkirakan kembali
meningkat pada tahun 2018 dapat menjadi motor pendorong kenaikan harga beberapa produk
manufaktur Jawa Barat, salah satunya produk industri TPT (khususnya polyester). Dengan demikian,
prospek meningkatnya harga minyak dunia diperkirakan juga turut menjadi salah faktor yang menjaga
stabilitas momentum perbaikan ekonomi global serta kinerja ekspor luar negeri Jawa Barat yang telah
membaik sejak tahun 2017.
Di tengah prospek peningkatan ekonomi global, masih terdapat beberapa risiko yang berpotensi
menahan perbaikan ekonomi global, yaitu :
a. Perkiraan melambatnya pertumbuhan volume perdagangan global dibandingkan tahun 2017
Grafik 7.5. Plotting Pertumbuhan Ekspor LN Jawa Barat
dan Harga Minyak Global
NOVEMBER 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
155
b. US policy mix, yakni adanya kebijakan stimulus fiskal (ekspansioner) yang dibarengi dengan
kebijakan moneter yang diperkirakan masih akan ketat (tight)
c. Berlangsungnya tahun politik seiring dengan akan dilangsungkannya Pilgub dan Pilkada serentak di
sejumlah kab/kota diperkirakan berpotensi menahan belanja Pemerintah di daerah terutama di
paruh pertama 2018 (sampai dengan diselenggarakannya Pilkada)
Secara ringkas, beberapa faktor yang berpotensi mendorong maupun menghambat pertumbuhan
ekonomi Jawa Barat tahun 2018 disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 7.5. Risiko Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat
Dari sisi lapangan usaha, peningkatan laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Jabar tahun 2018
diperkirakan masih ditopang lapangan usaha utama Jawa Barat khususnya Industri Pengolahan dan
Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Kendaraan. Dalam empat tahun terakhir, industri pengolahan
memberikan andil pertumbuhan rata-rata 2,34% sedangkan Perdagangan memberikan andil rata-rata
0,67%.
Lapangan Usaha Industri Pengolahan pada triwulan I 2018 diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,9%
- 5,3% (yoy), sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Menurunnya pertumbuhan
industri pengolahan terutama didorong oleh faktor seasonal yakni kembali normalnya permintaan
masyarakat setelah berlalunya momen libur akhir tahun. Selain itu, perkiraan kinerja ekspor luar negeri
yang melemah turut menjadi faktor yang menahan akselerasi industri pengolahan di awal tahun. Namun
demikian, penurunan yang lebih dalam ditahan oleh perkiraan meningkatnya permintaan menjelang
Pilkada serentak di triwulan II 2018 khususnya produk-produk pendukung kampanye seperti pakaian
maupun percetakan.
Variabel Arah Risiko
↑
↑
↓
↑
↑
↑
↑
↓
↑
↑
↑
↓
Berlanjutnya pemulihan ekonomi Amerika Serikat
Implementasi MEA yang dapat semakin mendorong transaksi perdagangan dengan kawasan ASEAN yang
merupakan tujuan ekspor terbesar Jawa Barat, khususnya untuk output sektor manufaktur
Kenaikan harga komoditas global serta volume perdagangan global yang tidak ekspansif jika
dibandingkan tahun 2017
Kecenderungan pelaku usaha melakukan wait and see dan menahan ekspansi investasinya menjelang
masa Pilkada serentak
Investasi
Faktor Risiko
Konsumsi
Ekspor
Percepatan penyelesaian proyek infrastruktur pemerintah (jalan tol, bandara, dan pelabuhan) yang
diharapkan memberikan trickle down effect kepada pendapatan masyarakat Jawa Barat
Rencana Pemerintah tidak menaikkan harga BBM dan elpiji serta tarif listrik pada tahun 2018
Kebijakan pemerintah kembali tidak menaikkan gaji pokok PNS pada tahun 2018
Implementasi seluruh Paket Kebijakan Ekonomi secara lebih komprehensif dan merata
Tambahan penerimaan pemerintah melalui Tax Amnesty yang dapat dialokasikan untuk kegiatan-
kegiatan pembangunan
Transmisi pelonggaran suku bunga kebijakan ke penurunan suku bunga kredit investasi
Percepatan penyelesaian proyek infrastruktur Pemerintah baik yang bersifat multiyear maupun proyek
yang baru akan mulai dibangun pada tahun 2018 seperti Pelabuhan Patimban
Implementasi Pusat Logistik Berikat khususnya melalui gudang kapas di Cikarang yang dapat memangkas
biaya logistik serta meningkatkan daya saing industri tekstil Jawa Barat
NOVEMBER 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
156
Tabel 7.6. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Sisi Pengeluaran
Untuk keseluruhan tahun 2018, LU Industri Pengolahan diprakirakan tumbuh pada kisaran 5,2% -
5,6% (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2017. Prospek pertumbuhan LU Industri Pengolahan
didukung oleh meningkatnya permintaan ekspor luar negeri seiring dengan kembali meningkatnya
pertumbuhan ekonomi global khususnya ekonomi negara mitra dagang utama (Amerika Serikat dan
ASEAN). Sejalan dengan kenaikan permintaan ekspor, permintaan domestik diperkirakan juga meningkat
seiring dengan berlangsungnya sejumlah event besar yang memberikan spillover effect kepada
pendapatan masyarakat, yakni Pilkada serentak dan Asian Games untuk sejumlah cabang olahraga di
Jawa Barat. Telah beroperasinya beberapa perusahaan baru berskala besar di Jawa Barat sejak paruh
kedua 2017 juga diperkirakan turut meningkatkan output industri pengolahan pada tahun 2018.
Lapangan Usaha Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Kendaraan pada triwulan I 2018
diperkirakan tumbuh pada rentang 4,0% - 4,4% (yoy), relatif stabil jika dibandingkan dengan
triwulan IV 2017. Di tengah kembali normalnya permintaan rumah tangga seiring berlalunya momen
libur akhir tahun, meningkatnya belanja LNPRT dalam rangka kampanye menjelang Pilgub dan Pilkada
diperkirakan menjadi faktor yang menahan perlambatan laju pertumbuhan perdagangan pada triwulan I
2018. Inflasi yang terjaga dengan tidak adanya rencana Pemerintah menaikkan tarif energi juga turut
menjadi faktor yang menjaga daya beli masyarakat dan permintaan ke lapangan usaha perdagangan.
Untuk keseluruhan tahun 2018, LU Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi diperkirakan tumbuh
pada kisaran 4,5% - 4,9% (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2017. Tingginya kegiatan ekspor-
impor baik luar negeri maupun antar provinsi seiring dengan membaiknya kinerja industri pengolahan
IP IIP IIIP IVP Total-p
PDRB (%, yoy) 5,67 5,1 - 5,5 5,1 - 5,5 5,4 - 5,8 5,3 - 5,7 5,2 - 5,6 5,2 - 5,6
Pertanian, Peternakan,
Kehutanan5,80 3,5 - 3,9 0,4 - 0,8 2,5 - 2,9 2,0 - 2,4 3,4 - 3,8 2,0 - 2,4
Pertambangan & penggalian -0,97 (-3,6) - (-3,2) (-5,3) - (-4,9) (-5,6) - (-5,2) 2,5 - 2,9 (-3,0) - (-2,6) (-2,8) - (-2,4)
Industri pengolahan 4,77 4,9 - 5,3 4,9 - 5,3 5,1 - 5,5 5,5 - 5,9 5,3 - 5,7 5,2 - 5,6
Pengadaan Listrik dan Gas 3,37 (-4,2) - (-3,8) 9,8 - 10,2 15,8 - 16,2 11,2 - 11,6 (-5,0) - (-4,6) 6,9 - 7,3
Pengadaan Air 6,33 7,6 - 8,0 8,1 - 8,5 6,8 - 7,2 8,0 - 8,4 8,8 - 9,2 8,0 - 8,4
Konstruksi 5,02 6,6 - 7,0 9,2 - 9,6 7,9 - 8,3 6,3 - 6,7 5,9 - 6,3 7,2 - 7,6
Perdagangan Besar & Eceran,
Rep. Kendaraan4,44 4,4 - 4,8 4,0 - 4,4 4,9 - 5,3 4,2 - 4,6 4,9 - 5,3 4,5 - 4,9
Transportasi dan Pergudangan 8,84 4,3 - 4,7 5,6 - 6,0 5,8 - 6,2 5,2 - 5,6 7,5 - 7,9 6,0 - 6,4
Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum9,31 9,0 - 9,4 8,9 - 9,3 7,3 - 7,7 4,7 - 5,1 3,4 - 3,8 6,0 - 6,4
Informasi dan Komunikasi 14,27 10,5 - 10,9 9,2 - 9,6 9,8 - 10,2 10,4 - 10,8 10,4 - 10,8 9,9 - 10,3
Jasa Keuangan 11,89 2,8 - 3,2 3,2 - 3,6 3,5 - 3,9 4,2 - 4,6 3,9 - 4,3 3,7 - 4,1
Real Estate 6,51 8,0 - 8,4 5,9 - 6,3 5,2 - 5,6 4,9 - 5,3 6,2 - 6,6 5,6 - 6,0
Jasa Perusahaan 8,16 7,5 - 7,9 7,4 - 7,8 7,5 - 7,9 6,2 - 6,6 7,5 - 7,9 7,1 - 7,5
Adm. Pemerintahan, Pertahanan
& Jam. Sosial2,98 3,7 - 4,1 7,4 - 7,8 7,9 - 8,3 2,6 - 3,0 (-3,9) - (-3,5) 3,4 - 3,8
Jasa Pendidikan 7,61 9,0 - 9,4 8,6 - 9,0 5,6 - 6,0 8,9 - 9,3 7,9 - 8,3 7,7 - 8,1
Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial9,48 8,5 - 8,9 9,6 - 10,0 9,7 - 10,1 7,0 - 7,4 3,6 - 4,0 7,4 - 7,8
Jasa lainnya 8,73 9,8 - 10,2 8,9 - 9,3 10,9 - 11,3 9,1 - 9,5 9,2 - 9,6 9,5 - 9,9
20182016 2017P
NOVEMBER 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
157
seta meningkatnya proyeksi perekonomian nasional tahun depan menjadi motor bagi aktivitas di sub-
Lapangan Usaha Perdagangan. Di sisi ritel, pelaksanaan PILKADA serentak pada Juni 2018 khususnya
kegiatan pemilihan Gubernur dan beberapa kepala daerah di Jabar menjadi faktor pendorong kenaikan
kinerja lapangan usaha ini. Semakin solidnya konsumsi masyarakat yang dipengaruhi menguatnya
proyeksi nilai tukar dan inflasi yang terjaga diperkirakan juga menjadi pendorong kinerja lapangan usaha
ini.
Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan pada triwulan I 2018 diperkirakan tumbuh
pada kisaran 0,4% - 0,8% (yoy), membaik dibanding triwulan IV 2017. Hal ini terutama didorong
karena memasuki masa panen tanaman pangan khususnya padi pada akhir triwulan I 2018 dengan
kondisi iklim yang lebih terkendali dan tidak adanya efek La Nina sebagaimana terjadi di awal tahun
2017. Namun demikian Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan pada keseluruhan
tahun 2018 diperkirakan tumbuh pada kisaran 2,0% - 2,4% (yoy) atau melambat dibandingkan
tahun 2017. Hal ini diperkirakan terjadi seiring dengan terus berlangsungnya alih fungsi lahan yang
menurunkan luas lahan tanam pertanian.
Lapangan Usaha Konstruksi pada triwulan I 2018 diperkirakan tumbuh pada kisaran 9,2% - 9,6%
(yoy), meningkat dibanding triwulan IV 2017. Peningkatan pertumbuhan konstruksi didorong oleh
penyelesaian proyek infrastruktur pemerintah yang bersifat multiyear serta dimulainya proses konstruksi
Pelabuhan Patimban pada Januari 2018. Selain itu, revitalisasi venue serta infrastruktur pendukung dari
sejumlah cabang olahraga yang akan dipertandingan di Jawa Barat turut mendorong akselerasi konstruksi
di awal tahun 2018. Untuk keseluruhan tahun 2018, Lapangan Usaha Konstruksi diperkirakan
tumbuh pada kisaran 7,2% - 7,6% (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2017. Perkembangan
lapangan usaha ini terutama didukung oleh berlanjutnya pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah
baik proyek satu tahun (tahun 2017) maupun proyek multiyears khususnya yang ditargetkan selesai pada
tahun 2018, seperti BIJB (Bandara Internasional Jawa Barat) serta konstruksi swasta seperti rencana
pembangunan pabrik baru di sejumlah industri.
7.2.2. Prospek Inflasi
Di sisi lain, tekanan inflasi tahun 2018 diperkirakan menurun dibandingkan tahun 2017 yakni
berada pada kisaran sasaran inflasi sebesar 3,5%±1%. Secara umum, penurunan tekanan inflasi ini
terutama disebabkan oleh meningkatnya anggaran subsidi Pemerintah Pusat pada APBN 2018 yang
menguatkan rencana Pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM dan elpiji serta tarif listrik pada
2018, sebagaimana yang terjadi di tahun 2017.
Faktor iklim yang diperkirakan kembali normal juga turut mendorong prospek terkendalinya inflasi
komoditas pangan. Namun demikian, terdapat beberapa risiko yang perlu diwaspadai khususnya tekanan
inflasi pada kelompok core seiring dengan prospek meningkatnya kegiatan ekonomi, daya beli dan
permintaan domestik di tahun 2018. Bank Indonesia bersama-sama Pemerintah dalam forum TPI/TPID
berkomitmen untuk menjaga inflasi berada dalam kisaran sasaran inflasi tahun 2018 sebesar 3,5%±1%.
NOVEMBER 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
158
Tabel 7.7. Upward dan Downward Risk Inflasi Jawa Barat Tahun 2018
Faktor Pendorong (Upside Risk)
Kenaikan cukai rokok tahunan
Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar seiring
rencana kenaikan FFR di 2018
Kenaikan tahunan pada harga/sewa rumah serta biaya
pendidikan
Meningkatnya kegiatan ekonomi domestik seiring event
Pilkada mendorong inflasi core
Rencana Pemerintah menyeragamkan golongan daya
listrik rumah tangga menjadi 5.500 VA
Kembali normalnya iklim setelah El Nino dan La Nina
yang berlangsung pada 2015-2017
Implementasi HET bahan pangan pokok (beras, gula
pasir, minyak goreng)
Upaya aktif Pemerintah mengendalikan harga pangan
khususnya menjelang Hari Raya
Tidak adanya kenaikan harga BBM dan elpiji maupun
tarif listrik pada tahun 2018
Faktor Penahan (Downside Risk )
NOVEMBER 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
161
Daftar Istilah
ADHB Atas Dasar Harga Berlaku, menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang
dihitung menggunakan harga pada setiap tahun pada suatu daerah.
ADHK Atas Dasar Harga Konstan, menggambarkan perkembangan produksi riil barang
dan jasa yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi suatu daerah.
Administered
price
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya
diatur oleh pemerintah.
Andil inflasi Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota
terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan
pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah
dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Bobot inflasi Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat inflasi
secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi
masyarakat terhadap komoditas tersebut.
Dana
Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung
pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian
otonomi daerah.
Faktor
Fundamental
Faktor fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang dapat dipengaruhi oleh
kebijakan moneter, yakni interaksi permintaan-penawaran atau output gap,
eksternal, serta ekspektasi inflasi masyarakat
Faktor Non
Fundamental
Faktor non fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang berada di luar
kewenangan otoritas moneter, yakni produksi maupun distribusi bahan pangan
(volatile foods), serta harga barang/jasa yang ditentukan oleh pemerintah
(administered price)
Imported inflation Salah satu disagregasi inflasi, yaitu inflasi yang berasal dari pengaruh
perkembangan harga di luar negeri (eksternal)
Indeks Ekspektasi
Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen
terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1 100.
Indeks Harga
Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa
yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu. Sejak Januari 2014
menggunakan Tahun Dasar 2012 = 100.
Indeks Kondisi
Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen
terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1 100.
Indeks Keyakinan
Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi
saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Indeks ini
memiliki skala 1 100.
Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui peningkatan
modal.
Inflasi inti Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental
Liaison Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat kualitatif dan
kuantitatif yang dilakukan secara periodik melalui wawancara langsung kepada
pelaku ekonomi mengenai perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan
cara yang sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan
AGUSTUS 2017
PROSPEK
PEREKONOMIAN
162
Migas Minyak dan gas. Merupakan kelompok lapangan usaha industri yang mencakup
industri minyak dan gas.
Mtm Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Omzet Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan
hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu dengan menetapkan
tahun 2010 sebagai Tahun Dasar.
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak
daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah.
Perceived risk Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi perekonomian sebuah
negara
Qtq Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan
sebelumnya.
Saldo Bersih Selisih antara persentase jumlah respondenyang memberikan jawaban
jumlah responden yang memberikan jawaban
SBT Saldo Bersih Tertimbang. Nilai yang diperoleh dari hasil perkalian saldo bersih
lapangan usaha/subkategori usaha yang bersangkutan dengan bobot lapangan
usaha/subkategori usaha yang bersangkutan sebagai penimbangnya.
Lapangan usaha
ekonomi dominan
Lapangan usaha ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga
mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Volatile food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya
sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
West Texas
Intermediate
Jenis minyak bumi yang menjadi acuan untuk transaksi perdagangan minyak
dunia.
Yoy Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
TIM PENYUSUN
PENANGGUNG JAWAB
Wiwiek Sisto Widayat, Ismet Isnono
KOORDINATOR PENYUSUN
Suarpika Bimantoro
EDITOR
Darjana, Amanda Lethizya Lestari S.
TIM PENULIS
Rahma Dewi P, Wahyu Putri Pamungkas, Ebrinda Daisy G.
KONTRIBUTOR
Fungsi Data Statistik Ekonomi dan Keuangan
Divisi Sistem Pembayaran, Komunikasi dan Layanan Publik
Divisi Pengembangan Ekonomi Daerah
PRODUKSI DAN DISTRIBUSI
Devy Anggraeni Mulyani
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA BARAT
Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan Daerah
Jl. Braga No. 108 Bandung, 40111
No. Telp. (022) 4230223 ext. 8290 No. Fax.(022) 4214326
Email : [email protected]
Softcopy dapat diunduh di http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Ekonomi_Regional/KER/Jabar/