KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI SELATAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Sulawesi Selatan
TRIWULAN IV 2014
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
Divisi Advisory dam Pengembangan Ekonomi Daerah
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Selatan
Jl. Jenderal Sudirman No. 3
Makassar 90113, Indonesia
Telepon: 0411 – 3615188/3615189
Faksimili: 0411 – 3615170
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi iii
KATA PENGANTAR
Kata Pengantar
Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap
triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi,
keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan
uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah di
samping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter
maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam
membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin
berperan sebagai strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya.
Perekonomian Sulawesi Selatan pada tahun 2014 tumbuh 7,57% (yoy) sedikit melambat dibandingkan tahun 2013
sebesar 7,63% (yoy). Pencapaian pertumbuhan yang masih diatas angka nasional (5,02%; yoy) tersebut terutama
bersumber dari ekspansi lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian (11,4%; yoy) serta tingginya pertumbuhan Ekspor
(11,85%; yoy). Sebaliknya, penurunan kinerja lapangan usaha Perdagangan Hotel dan Restoran, serta Bangunan
(konstruksi) menjadi sumber perlambatan. Dari sisi tekanan harga, kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM di
penghujung tahun menyebabkan inflasi 2014 mencapai 8,61% (yoy), diatas inflasi 2013 (6,22%; yoy).
Secara triwulanan, perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan IV 2014 berhasil tumbuh 7,71% (yoy), melambat dari
triwulan sebelumnya (8,23%; yoy). Perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan lembaga nirlaba, terkait
dengan kenaikan harga-harga setelah penyesuaian harga BBM, antara lain menjadi penyebab perlambatan ekonomi.
Namun demikian, kuatnya kinerja sektor tradeable yang tercermin pada ekspor 14,73% (yoy) berhasil menahan
perlambatan ekonomi. Dari sisi sektoral, pertumbuhan bersumber dari lapangan usaha Industri pengolahan (15,20%; yoy)
dan lapangan usaha Pertanian (10,40%; yoy). Sementara itu, inflasi di periode pelaporan tercatat sebesar 8,61% (yoy)
lebih tinggi dari triwulan III 2014 (3,72%; yoy) yang terpengaruh oleh peningkatan harga BBM serta efek rambatnya.
Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data serta informasi dari berbagai institusi baik secara
langsung yaitu melalui survei dan liaison maupun dari data yang sudah tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut, pada
kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik
berupa pemikiran maupun penyediaan data/informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan reliable. Saran serta masukan
dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan.
Makassar, Februari 2015
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Selatan
Mokhammad Dadi Aryadi Direktur Eksekutif
iv Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional
melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian
inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi
kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan
efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan
eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan
dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian
nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang
berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan
stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan
akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia
yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta
melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam
rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen,
dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri
atas:Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest –
Coordination and Teamwork.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi v
DAFTAR ISI
Daftar Isi
KATA PENGANTAR III
DAFTAR ISI V
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
TABEL INDIKATOR EKONOMI 5
1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 9
1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 10
1.2. SISI PENGELUARAN 10
1.3. SISI PENAWARAN 16
2. KEUANGAN PEMERINTAH 29
2.1. STRUKTUR ANGGARAN 30
2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 30
2.3. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA INSTANSI VERTIKAL DI SULSEL 33
2.4. PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB 34
3. INFLASI DAERAH 35
3.1. INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA 36
3.2. INFLASI MENURUT KOTA IHK 41
3.3. DISAGREGASI INFLASI 42
3.4. KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI 43
4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 47
4.1. KONDISI UMUM PERBANKAN 48
4.2. STABILITAS SISTEM KEUANGAN 51
4.3. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 53
DAFTAR ISI
vi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG 55
5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 56
5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI 57
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 59
6.1. TENAGA KERJA 60
6.2. PENDUDUK MISKIN 61
6.3. RASIO GINI 62
6.4. NILAI TUKAR PETANI 62
7. PROSPEK PEREKONOMIAN 67
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 68
7.2. PROSPEK INFLASI 71
LAMPIRAN 75
DAFTAR BOKS
BOKS 1.A. 24
PERUBAHAN TAHUN DASAR 2010 DAN SNA 2008 DALAM PELAPORAN PDRB TRIWULAN IV 2014
BOKS 1.B. 26
PRELIMINARY GROWTH DIAGNOSTIK SEKTOR PERIKANAN SULSEL
BOKS 3.A. 45
UPAYA PENGENDALIAN INFLASI MELALUI HIGH LEVEL MEETING TPID DI KABUPATEN/KOTA SULAWESI SELATAN
BOKS 4.A. 54
CASH FLOW BASED, PENERAPANNYA PADA KREDIT UMKM
BOKS 6.A. 64
TIPOLOGI WILAYAHPROVINSI SULAWESI SELATAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 1
RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan Eksekutif
Gambaran Umum
Perekonomian Sulawesi Selatan
triwulan IV 2014 tumbuh
melambat dibandingkan
triwulan III 2014, demikian pula
keseluruhan tahun 2014
terhadap tahun 2013.
Pada triwulan IV 2014, ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) tumbuh sebesar 7,71%
(yoy), lebih rendah terhadap triwulan III 2014 (8,23%; yoy). Melambatnya kinerja
perekonomian Sulsel bersumber dari penurunan produksi kategori Pertanian,
Konstruksi, Perdagangan, dan Penyediaan Akomodasi. Dengan perkembangan
tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulsel 2014 (7,57%; yoy) tetap lebih tinggi daripada
pertumbuhan ekonomi nasional 2014 (5,02%, yoy). Sementara itu, tekanan inflasi
tercatat meningkat di triwulan laporan, sebesar 8,61% (yoy), dibandingkan dengan
triwulan III 2014 (3,72%, yoy). Peningkatan tekanan inflasi terjadi pada beberapa
kelompok barang/jasa yang dikonsumsi masyarakat pasca kenaikan harga bahan bakar
minyak (BBM) yang disubsidi. Kondisi sistem keuangan menunjukkan indikator
perbankan masih dalam tendensi yang meningkat dan tetap dalam risiko yang terjaga.
Di sisi lain, transaksi non-tunai melalui sarana RTGS baik volume dan nilainya juga
menunjukkan peningkatan. Tantangan perekonomian ke depan, di samping
peningkatan produktivitas adalah mendorong investasi dan produksi industri berbasis
sektor primer (hilirisasi). Dari stabilitas harga dan ketahanan pangan, peningkatan
produksi tanaman pangan beserta infrastruktur pendukung (waduk, irigasi), serta
kerjasama antar TPID untuk mengatasi gejolak harga karena ketimpangan pasokan dan
permintaan kiranya perlu diperkuat. juga pola kebijakan seperti penentuan tarif batas
atas angkutan dan penetapan harga eceran tertinggi untuk LPG.
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Ekspor meningkat, terkait
membaiknya kinerja lapangan
usaha industri pengolahan.
Secara triwulanan, pada triwulan IV 2014 ekonomi Sulsel tumbuh sebesar 7,71%
(yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya (8,23%, yoy). Dari sisi permintaan,
perlambatan pertumbuhan didorong oleh konsumsi rumah tangga dan lembaga nirlaba
sebagai imbas kenaikan bahan bakar minyak. Di sisi lain, ekspor mencatat akselerasi
pertumbuhan sebesar 14,73% (yoy). Sementara itu, dari sisi sektoral, lapangan usaha
pertanian menjadi penyumbang perlambatan pertumbuhan (10,40%; yoy). Masih
tingginya pertumbuhan Sulsel, lebih disokong oleh lapangan usaha Industri pengolahan
(15,20%; yoy).
Perekonomian Sulawesi Selatan tahun 2014 tumbuh 7,57% (yoy) sedikit melambat
dibandingkan tahun 2013 sebesar 7,63% (yoy). Dari sisi produksi, turunnya tingkat
pertumbuhan berasal dari lapangan usaha sekunder seperti lapangan usaha
transportasi dan lapangan usaha bangunan (konstruksi). Adapun pertumbuhan yang
tinggi terjadi pada lapangan usaha pertambangan dan penggalian (11,4%; yoy), diikuti
dengan pengiriman ekspor yang cukup besar (11,85%; yoy).
RINGKASAN EKSEKUTIF
2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
Keuangan Pemerintah
Realisasi pendapatan dan
belanja keuangan pemerintah
hingga triwulan IV 2014
cenderung lebih baik
dibandingkan periode yang
sama tahun lalu.
Realisasi pendapatan dan belanja keuangan daerah cenderung lebih baik di tahun
2014, didorong oleh optimalisasi pemungutan pajak dan penyaluran belanja. Dari sisi
pendapatan, persentase realisasi pendapatan 2014 untuk APBD Provinsi setinggi tahun
2013, terutama karena optimalisasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah.
Demikian pula, secara nominal, capaiannya lebih tinggi dari periode yang sama tahun
2013.Sementara dari sisi belanja, realisasi belanja APBD Provinsi maupun instansi
vertikal di Sulsel juga menunjukkan peningkatan, terutama penyerapan belanja
infrastruktur (belanja modal). Realisasi belanja APBD Provinsi mencapai 92,04%,
sementara realisasi belanja instansi vertikal mencapai 91,14%.
Inflasi Daerah
Tekanan Inflasi Sulsel triwulan
IV 2014 meningkat, disebabkan
oleh kenaikan harga bahan
bakar minyak dan dampak
lanjutannya.
Terjadi peningkatan tekanan inflasi pada akhir tahun 2014, sebagai implikasi
kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Peningkatan laju inflasi Sulsel pada
akhir 2014 tercatat sebesar 8,61% (yoy), lebih tinggi dari triwulan III 2014 (3,72%, yoy)
yang disebabkan oleh peningkatan tekanan inflasi pada beberapa kelompok
barang/jasa yang dikonsumsi masyarakat pasca kenaikan harga bahan bakar minyak
(BBM) yang disubsidi. Peningkatan tekanan inflasi terjadi pada kelompok barang yang
terkait dengan volatile food (kelompok bahan pangan dan makanan jadi) dan
administered price (perumahan dan transportasi). Secara kelembagaan, seluruh TPID di
tingkat provinsi dan kabupaten/kota telah terbentuk, diiringi dengan peningkatan
kegiatan koordinasi, terutama untuk mengantisipasi implikasi kenaikan harga BBM
bersubsidi.
Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan
Intermediasi perbankan tetap
tinggi, diiringi dengan risiko
masih dalam batas aman.
Kinerja pembiayaan perbankan di Sulsel pada triwulan IV 2014 meningkat, diiringi
dengan risiko yang tetap terkendali. Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan IV 2014,
dari indikator utama yaitu aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang
disalurkan, memperlihatkan peningkatan yang lebih baik pada triwulan laporan.
Peningkatan pertumbuhan aset bank umum terjadi pada kelompok bank pemerintah
dan swasta nasional. Sementara itu, pertumbuhan DPK yang lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan kredit menyebabkan kegiatan intermediasi (LDR) sedikit
meningkat menjadi sebesar 126,39% dari 125,06%. Sementara itu, risiko kredit
perbankan masih terjaga dengan baik yang tercermin dari Rasio nonperforming loan
(NPL) yang masih berada pada level aman. Masih amannya rasio NPL juga mendukung
ketahanan sektor keuangan baik pada sektor korporasi, rumah tangga. Namun
demikian, perlu perhatian khusus pada kualitas kredit UMKM.
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
Pada akhir tahun terjadi net
inflow, kondisi yang berbeda
dari periode biasanya,
kemungkinan terkait tekanan
harga yang kuat di akhir tahun.
Perkembangan kinerja sistem pembayaran menunjukkan tendensi yang membaik
pada triwulan IV 2014. Transaksi keuangan non-tunai melalui Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS) menunjukkan tren pertumbuhan yang meningkat. Sejalan dengan
membaiknya tendensi transaksi keuangan melalui RTGS, transaksi keuangan melalui
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) juga mengalami peningkatan di triwulan
berjalan.
Faktor musiman tidak menunjukkan pengaruh terhadap pergerakan aliran uang
kartal pada triwulan IV 2014. Kondisi net inflow pada akhir tahun merupakan kondisi
yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang cenderung outflow di akhir tahun,
yang berarti terjadi kegiatan penarikan uang yang biasanya akan terus meningkat pada
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 3
triwulan berjalan. Salah satu faktor penyebab kemungkinan karena tekanan harga yang
tinggi terkait kenaikan harga BBM. Adapun pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia
dilakukan dengan melakukan layanan penukaran uang, kas keliling, remise,
pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang. Hal ini
dilakukan sebagai upaya untuk mewujudkan clean money policy.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat pengangguran dan
kesejahteraan relatif tidak
berubah signifikan.
Kondisi kesejahteraan belum menunjukkan perubahan signifikan. Penyerapan tenaga
kerja relatif baik, terpantau dari tingkat pengangguran terbuka (TPT) Sulawesi Selatan
yang mencapai 5,10% (Sakernas Agustus 2014) atau relatif tidak berubah dari tahun
sebelumnya (Agustus 2013). Sementara tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari
Nilai Tukar Petani (NTP) hingga akhir 2014 terpantau melemah dari triwulan III 2014.
Jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2014 menurun dibanding Maret
2014 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel 9,5% atau
relatif baik dibandingkan Sulampua maupun nasional.
Prospek Perekonomian
Pertumbuhan ekonomi Sulsel
pada triwulan I 2015
diperkirakan melemah dengan
tingkat inflasi yang terkendali.
Perekonomian Sulsel pada triwulan I 2015 dan untuk keseluruhan tahun 2015,
masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 6,9% - 7,9% (yoy) dan 7,5% -
8,5% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Sulsel 2015, jika dibandingkan dengan ekonomi
nasional, masih tetap lebih kuat. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi ditopang
oleh permintaan domestik (konsumsi dan investasi), walaupun sektor ekonomi yang
terkait ekonomi global masih melemah. Di sisi lapangan usaha, peningkatan terjadi
pada konstruksi, perdagangan, transportasi, informasi/komunikasi, real estate, dan
jasa-jasa. Perlambatan diperkirakan akan terjadi pada lapangan usaha penyediaan
akomodasi terkait kebijakan pemerintah untuk mengurangi kegiatan rapat di hotel.
Tekanan harga tahun 2015 diprakirakan akan tetap terkendali, dengan besaran
masuk dalam rentang target inflasi nasional. Faktor yang mendorong adalah
ketersediaan bahan makanan yang relatif mencukupi, ditambah dengan tren
penurunan harga minyak dunia. Namun demikian, ke depan Pemerintah Daerah perlu
merespon perubahan kebijakan pemerintah di bidang energi dengan menerapkan
kebijakan penentuan tarif batas atas angkutan dan penetapan harga eceran tertinggi.
Ke depan, untuk tetap
mencapai pertumbuhan yang
berkualitas, diperlukan
dukungan dan sinergi dari
berbagai pihak
Tantangan dan Rekomendasi Kebijakan
Untuk mendukung perkembangan ekonomi Sulsel yang membanggakan, beberapa
hal yang perlu menjadi perhatian antara lain (1) Konsistensi pembangunan
infrastruktur sesuai jadwal (seperti pembangunan Pelabuhan Makassar New Port, Jalur
Kereta Api Makassar-Parepare, Pembangkit Listrik, dan Waduk); (2) peningkatan
industri pengolahan (hilirisasi) melalui peningkatan iklim investasi agar pada akhirnya
tercipta perdagangan antar pulau yang mendorong program kemaritiman pemerintah;
(3) pengendalian inflasi daerah, ditingkatkan melalui kerjasama antar TPID, dengan
memperhatikan surplus dan defisit; (4) pemberdayaan Pelaku Usaha UMKM (termasuk
nelayan) melalui program pendampinan yang konsisten, menerapkan alternatif
pembiayaan UMKM berbasis cash flow, dan menerapkan skim asuransi usaha.
RINGKASAN EKSEKUTIF
4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 5
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Tabel Indikator Ekonomi
A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)
I II III IV I II III IV I II III IV
MAKRO
- Sulawesi Selatan 132.89 133.44 135.69 136.14 139.01 139.26 145.51 144.60 109.16 109.71 111.72 116.89
- Sulawesi Utara 128.11 129.75 131.57 133.73 136.86 136.16 141.73 144.59 109.39 110.28 110.90 118.61
- Gorontalo 134.65 136.07 137.85 139.32 141.62 140.95 142.53 147.46 108.24 109.32 109.62 115.26
- Papua 126.38 127.28 129.07 132.71 133.82 135.00 140.14 143.68 113.54 112.66 114.05 121.17
- Papua Barat 144.28 149.65 152.64 152.79 155.28 158.31 167.44 163.87 108.41 109.26 113.93 115.18
- Maluku 137.57 142.05 142.03 140.74 141.12 144.46 156.03 153.14 110.38 111.97 112.31 115.86
- Sulawesi Tengah 135.20 137.53 141.14 142.34 143.27 142.88 151.42 153.12 111.45 113.64 115.12 120.21
- Sulawesi Tenggara 137.27 138.93 141.02 141.15 141.41 144.15 151.32 149.50 108.00 109.77 111.72 117.67
- Sulawesi Barat 134.57 134.98 137.56 138.24 140.21 140.78 145.61 146.41 108.92 110.28 112.54 116.85
- Maluku Utara 133.20 134.73 135.68 136.87 138.49 138.68 148.77 150.25 112.16 114.28 117.01 122.30
- Sulawesi Selatan 4.06 3.84 4.48 4.41 4.61 4.36 7.24 6.21 5.88 5.92 3.72 8.61
- Sulawesi Utara 0.95 3.73 5.23 6.04 6.83 4.94 7.72 8.12 5.67 6.26 4.00 9.67
- Gorontalo 5.91 5.95 5.40 5.31 5.18 3.59 3.39 5.84 5.10 5.82 3.59 6.14
- Papua 1.94 1.80 2.94 4.52 5.89 6.07 8.58 8.27 9.57 7.40 4.51 9.11
- Papua Barat 2.07 4.11 5.52 5.07 7.62 5.79 9.70 7.25 5.77 5.27 5.32 6.56
- Maluku 8.65 6.25 7.07 6.73 2.58 1.70 9.86 8.81 8.95 8.85 2.79 7.19
- Sulawesi Tengah 2.50 4.99 6.78 5.87 5.97 3.89 7.28 7.57 8.42 10.37 5.46 8.84
- Sulawesi Tenggara 5.10 4.65 2.03 5.25 3.02 3.76 7.30 5.92 5.60 4.84 1.83 8.45
- Sulawesi Barat 3.81 3.24 3.71 3.28 4.19 4.30 5.85 5.91 6.24 6.65 4.46 7.89
- Maluku Utara 4.54 4.30 3.87 3.29 3.97 2.93 9.65 9.78 8.80 9.75 5.40 9.35
14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 6,936 -
1. Pertanian 3,787 4,095 4,321 3,329 3,831 4,059 4,491 3,765
2. Pertambangan dan Penggalian 875 1,116 1,091 1,209 1,123 1,181 1,230 1,153
3. Industri Pengolahan 1,948 1,990 2,033 2,079 2,108 2,187 2,210 2,199
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 157 159 164 168 169 173 178 181
5. Konstruksi/Bangunan 841 868 903 955 913 964 1,022 1,058
6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2,509 2,616 2,738 2,798 2,797 2,876 2,966 3,022
7. Angkutan dan Komunikasi 1,436 1,459 1,502 1,553 1,544 1,613 1,660 1,663
8. Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 1,129 1,240 1,272 1,338 1,323 1,414 1,468 1,480
9. Jasa-jasa 1,460 1,514 1,522 1,544 1,494 1,529 1,604 1,636
55,239 58,217 62,188 58,439
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 12,293 13,015 14,950 10,826
Pertambangan dan Penggalian 3,108 3,792 4,039 3,810
Industri Pengolahan 7,648 8,213 8,631 8,941
Pengadaan Listrik, Gas 51 55 56 59
Pengadaan Air 75 77 77 73
Konstruksi 6,494 6,789 7,044 7,301
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,775 8,088 8,620 7,881
Transportasi dan Pergudangan 2,072 2,105 2,193 2,272
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 765 797 806 815
Informasi dan Komunikasi 3,492 3,592 3,733 3,743
Jasa Keuangan 1,956 2,021 2,013 2,116
Real Estate 2,068 2,124 2,164 2,209
Jasa Perusahaan 245 249 252 254
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,510 2,550 2,653 2,686
Jasa Pendidikan 2,916 2,929 3,105 3,523
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,065 1,093 1,107 1,169
Jasa lainnya 707 728 747 761
14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 16,157
1. Konsumsi 9,586 9,767 9,984 10,142 10,136 10,336 10,675 10,852 35,255 37,975 38,926 41,954
2. Investasi 4,070 4,797 4,557 3,387 4,666 5,153 4,323 4,052 20,902 23,641 24,033 22,520
3. Ekspor 4,755 5,323 5,659 6,158 5,322 5,634 6,169 6,176 14,700 14,295 15,704 14,782
4. Impor 4,269 4,830 4,655 4,713 4,820 5,128 4,339 4,923 15,618 17,694 16,474 20,818
14,142 15,057 15,545 14,974 15,304 15,995 16,828 16,157 55,239 58,217 62,188 58,439
7.90 8.06 8.70 8.88 8.21 6.23 8.26 7.90
269.15 334.64 425.37 526.60 403.02 389.29 417.56 386.19 366.41 460.02 499.05 452.63
223.29 193.78 152.34 245.36 171.92 198.44 499.94 230.41 167.44 182.55 193.36 210.19
155.07 186.72 254.70 219.18 300.72 404.72 218.82 123.23 139.10 181.87 149.05 129.39
280.95 500.79 246.48 215.54 160.04 472.75 216.69 271.11 221.11 258.82 266.39 217.59
114.08 147.92 170.67 307.42 102.30 (15.43) 198.75 262.96 227.31 278.14 350.00 323.24
*) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007**) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012
***) Tahun 2014 menggunakan Tahun Dasar 2010
PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) ***
INDIKATOR
Indeks Harga Konsumen
2014**
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008
Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Ribu Ton)
Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta)
2012* 2013*
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2000 & SNA 1993
Catatan:
Total PDRB (Rp Miliar)
Pertumbuhan PDRB (%, yoy)
Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)
Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Ribu Ton)
Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)
Sumber : BPS & Dirjen Bea Cukai
TABEL INDIKATOR EKONOMI
6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR)
I II III IV I II III IV I II III IV
Total Aset (Rp Miliar) 67,573 72,554 74,754 79,307 80,876 86,366 90,288 90,932 90,909 97,572 99,571 101,351
45,734 48,024 49,917 53,717 52,302 53,457 57,359 60,444 58,162 61,402 64,339 66,112
Giro 7,471 7,282 7,257 7,345 7,770 8,092 9,221 7,845 7,990 9,730 9,693 7,995
Tabungan 25,004 27,206 28,545 31,466 29,321 30,068 32,076 35,007 32,446 33,168 34,828 37,428
Deposito 13,259 13,536 14,115 14,907 15,211 15,297 16,062 17,592 17,726 18,504 19,819 20,690
54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560
- Modal Kerja 20,516 22,850 22,385 25,506 25,980 26,659 26,160 27,231 27,257 29,062 29,847 31,442
- Investasi 10,025 10,588 10,997 11,380 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467 15,457 16,241
- Konsumsi 24,044 25,597 27,707 29,335 30,158 31,793 33,085 33,663 33,974 34,807 35,159 35,877
119.35% 122.93% 122.38% 123.28% 130.72% 136.44% 130.78% 124.72% 130.45% 129.21% 125.06% 126.39%
54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560
- Pertanian 906 1,128 1,171 1,215 1,403 1,396 1,385 1,400 1,405 1,499 1,435 1,506
- Pertambangan 312 363 375 399 447 449 444 397 377 560 537 509
- Industri pengolahan 3,468 3,904 4,008 5,250 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918 4,210 4,283 4,747
- Listrik, Gas, dan Air 137 124 135 141 133 116 121 191 218 245 232 350
- Konstruksi 2,065 2,448 2,582 2,674 2,565 2,780 2,966 3,034 3,043 3,666 4,173 4,366
- Perdagangan 15,459 17,631 17,741 19,027 19,933 22,957 23,360 24,132 24,334 25,587 25,748 27,033
- Pengangkutan 1,744 1,730 1,794 2,321 2,631 2,763 2,864 2,923 2,960 2,950 2,951 2,820
- Jasa Dunia Usaha 2,917 3,178 3,131 3,105 3,240 3,433 3,414 3,550 3,747 3,598 3,581 3,662
- Jasa Sosial Masyarakat 1,570 1,485 1,372 1,404 1,619 1,650 1,733 1,780 1,828 1,968 2,115 2,340
- Lain-lain 26,007 27,045 28,781 30,684 31,065 31,814 33,096 33,794 34,043 35,053 35,408 36,226
18,349 19,582 18,240 20,270 21,818 24,162 24,221 24,684 24,823 26,489 26,768 27,675
3,533 3,939 3,628 3,672 3,994 4,211 4,412 4,499 4,648 5,114 5,297 5,883
- Modal Kerja 3,151 3,489 3,159 3,206 3,484 3,558 3,648 3,768 3,827 4,088 4,249 4,479
- Investasi 382 449 469 467 510 653 764 731 821 1,027 1,048 1,404
- Konsumsi - - - - - - - - - - - -
8,932 8,933 8,433 8,938 9,290 9,819 9,877 10,037 10,123 10,329 10,885 11,035
- Modal Kerja 5,564 5,848 5,455 5,760 5,678 6,492 5,624 5,750 5,862 6,076 6,408 6,683
- Investasi 3,369 3,085 2,978 3,178 3,612 3,328 4,253 4,287 4,261 4,253 4,478 4,353
- Konsumsi - - - - - - - - - - - -
5,884 6,710 6,180 7,660 8,534 10,132 9,932 10,148 10,052 11,046 10,586 10,757
- Modal Kerja 4,759 5,478 4,833 5,644 6,186 7,205 6,872 7,278 7,079 7,822 7,680 7,802
- Investasi 1,125 1,232 1,347 2,016 2,349 2,927 3,060 2,870 2,972 3,224 2,906 2,954
- Konsumsi - - - - - - - - - - - -
3.05% 3.08% 2.87% 2.74% 2.94% 2.83% 2.91% 2.85% 3.14% 3.54% 3.57% 3.13%
4.12% 4.23% 4.18% 3.96% 4.25% 3.95% 4.57% 4.38% 4.87% 4.98% 5.42% 4.81%
BANK UMUM SYARIAH
3,377 3,689 3,977 4,524 4,802 5,085 5,420 5,576 5,586 5,580 5,619 5,906
1,578 1,635 1,817 2,063 2,138 2,138 2,594 2,884 2,742 2,795 2,878 2,991
Giro 196 199 200 296 253 232 243 338 221 262 346 380
Tabungan 756 803 844 984 969 974 1,162 1,307 1,261 1,261 1,337 1,479
Deposito 626 633 773 783 916 932 1,188 1,239 1,260 1,272 1,195 1,132
2,759 2,953 3,076 3,502 3,870 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869 4,926 5,141
- Modal Kerja 647 645 656 674 673 688 651 631 684 776 985 1,135
- Investasi 224 212 228 284 329 362 359 438 488 670 670 825
- Konsumsi 1,887 2,096 2,192 2,544 2,868 3,107 3,255 3,304 3,282 3,423 3,270 3,181
174.80% 180.63% 169.33% 169.77% 181.04% 194.41% 164.44% 151.65% 162.40% 174.20% 171.16% 171.91%
Catatan:* (<Rp50 juta)** (Rp50 < X < Rp500 juta)*** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)**** Angka sementara
2014****20132012
Kredit Menengah *** (Rp Miliar)
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)
INDIKATOR
BANK UMUM :
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)
LDR
NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%)
Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar)
FDR
Total Aset (Rp Miliar)
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)
Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar)
NPL Total gross - Lokasi Bank (%)
Kredit Mikro* (Rp Miliar)
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)
Kredit Kecil ** (Rp Miliar)
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 7
C. SISTEM PEMBAYARAN
I II III IV I II III IV I II III IV
KAS
Inflow (Rp Miliar) 3,872 2,754 3,925 3,200 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,562 4,304
Uang Kertas 3,871 2,754 3,925 3,200 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,561 4,304
Uang Logam 0.15 0.13 0.02 0.05 0.03 0.08 0.08 0.10 0.14 0.04 0.23 0.01
Outflow (Rp Miliar) 1,860 3,174 3,575 3,214 1,715 2,885 5,313 4,162 2,346 3,829 5,641 4,098
Uang Kertas 1,859 3,171 3,574 3,214 1,715 2,885 5,310 4,159 2,343 3,826 5,637 4,096
Uang Logam 1.80 2.53 0.86 0.34 0.28 0.78 2.51 2.63 2.20 3.22 3.93 2.07
Pemusnahan Uang (Rp Miliar) 893 158 51 272 350 502 989 708 748 620 269 403
TRANSAKSI RTGS
From / Outgoing (Rp Miliar) 11,504 15,473 15,421 19,880 14,448 17,402 18,770 20,540 15,660 21,374 22,719 25,647
To / Incoming (Rp Miliar) 29,147 37,788 34,631 40,648 32,767 36,120 37,614 41,480 27,887 33,669 38,096 41,348
From - To (Rp Miliar) 4,578 4,355 4,424 5,049 4,245 4,921 6,755 7,299 4,748 9,765 10,970 11,845
TRANSAKSI KLIRING
Nominal Kliring* (Rp Miliar) 9,296 9,439 9,466 10,139 9,737 9,976 10,239 10,670 9,483 9,616 9,716 11,198
Volume Kliring* (Lembar) 281,461 283,706 285,156 294,745 284,030 285,559 280,922 290,332 260,069 266,025 260,914 280,987
Kliring Kredit
Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 558 569 579 605 557 576 874 1,050 675 637 675 805
Volume Kliring Kredit (Lembar) 37,461 38,646 39,105 40,567 36,457 34,774 37,895 41,130 29,191 28,625 30,355 32,940
RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 9 9 9 10 9 10 15 17 11 11 11 13
RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) 595 613 621 644 608 580 632 663 487 477 490 515
Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 8,737 8,870 8,887 9,534 9,180 9,400 9,365 9,620 8,809 8,978 9,041 10,393
Volume Kliring Debet (Lembar) 244,000 245,060 246,051 254,178 247,573 250,785 243,027 249,202 230,878 237,400 230,559 248,047
RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 139 141 141 151 153 157 156 155 147 150 146 162
RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) 3,873 3,890 3,906 4,035 4,126 4,180 4,050 4,019 3,848 3,957 3,719 3,876
Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 294 305 296 292 322 352 402 325 317 387 287 343
Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 7,013 7,732 7,412 7,623 7,549 7,531 7,092 6,659 7,114 7,119 6,765 6,008
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 5 5 5 5 5 6 7 5 5 6 5 5
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) 111 123 118 121 126 126 118 107 119 119 109 94
Cek/BG Kosong
Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 208 234 208 206 221 259 307 251 230 328 231 270
Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 5,563 6,349 6,033 6,020 5,904 6,187 5,674 5,411 5,695 5,832 5,313 4,552
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 3 4 3 3 4 4 5 4 4 5 4 4
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 88 101 96 96 98 103 95 87 95 97 86 71
*) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan**) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari***) Angka sementara
2014***2012*** 2013***
Kliring Debet Penyerahan
Kliring Debet Pengembalian
INDIKATOR
TABEL INDIKATOR EKONOMI
8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
D. GRAFIK INDIKATOR
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 2010
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) menggunakan TD 2010
Pangsa Perekonomian (PDRB ADHB) Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumbangan Sektor Ekonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah
Inflasi dan BI Rate Perbankan Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pengangguran Terbuka Persentase Penduduk Miskin
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
7500
7600
7700
7800
7900
8000
8100
8200
8300
8400
8500
2009 2010 2011 2012 2013 2014
(Ribu Orang)
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan
JumlahPenduduk
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
700
750
800
850
900
950
1000
2009 2010 2011 2012 2013 2014
(Ribu Orang)
% Penduduk Miskin - Skala Kanan
Jumlah Penduduk Miskin
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 9
1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Pada triwulan IV 2014 ekonomi Sulsel tumbuh sebesar 7,71% (yoy), lebih
rendah dari triwulan sebelumnya (8,23%; yoy). Dari sisi permintaan,
perlambatan pertumbuhan didorong oleh konsumsi rumah tangga dan
lembaga nirlaba sebagai imbas kenaikan bahan bakar minyak. Di sisi lain,
ekspor mencatat akselerasi pertumbuhan sebesar 14,73% (yoy). Sementara
itu, dari sisi sektoral, lapangan usaha pertanian merupakan penyumbang
perlambatan pertumbuhan (10,40%; yoy). Masih tingginya pertumbuhan
Sulsel, disokong oleh lapangan usaha Industri pengolahan (15,20%; yoy).
Perekonomian Sulawesi Selatan tahun 2014 tumbuh 7,57% (yoy) sedikit
melambat dibandingkan tahun 2013 sebesar 7,63% (yoy). Perlambatan
ekonomi bersumber dari lapangan usaha sekunder seperti lapangan usaha
perdagangan hotel dan Restoran dan lapangan usaha bangunan
(konstruksi). Di sisi lain, penahan pertumbuhan yang masih relatif kuat
tersebut bersumber dari ekspansi lapangan usaha pertambangan dan
penggalian (11,4%; yoy) yang diikuti dengan tingginya pertumbuhan
ekspor (11,85%; yoy).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
10 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
1.1. Pertumbuhan Ekonomi
Sesuai pola historisnya, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan IV mengalami perlambatan bila
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan pelaporan, ekonomi sulsel tumbuh sebesar 7,71% (yoy)1 lebih rendah
dibandingkan triwulan III 2014 (8,23%; yoy)2. Pendorong menurunnya kinerja ekonomi di triwulan IV 2014, dari sisi
pengeluaran, bersumber dari penurunan konsumsi. Bahkan komponen konsumsi pemerintah mengalami kontraksi
sebesar -2,92% (yoy). Di sisi lain, peningkatan ekspor menjadi penahan ekonomi tidak terdeselerasi lebih lanjut.
Sementara itu, dari sisi lapangan usaha, kinerja ekonomi triwulan IV 2014 masih ditopang oleh lapangan usaha Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan; lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian; lapangan usaha Perdagangan Besar dan
Eceran.
Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) tahun 2014 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
atas dasar harga konstan (ADHK) sedikit melambat. Pada tahun 2014, PDRB Sulsel mencapai Rp 234 triliun atau tumbuh
sebesar 7,57% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahun 2013 yang mencapai 7,63% (yoy). Dengan
perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulsel di tahun 2014 tercatat masih lebih tinggi dari angka pertumbuhan
ekonomi nasional yang tercatat sebesar 5,02% (yoy).
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan
1.2. Sisi Pengeluaran
Perlambatan kinerja ekonomi Sulsel pada triwulan IV 2014 tercermin pada beberapa komponen sisi pengeluaran.
Pertumbuhan ekonomi di triwulan IV 2014 tercatat 7,71% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mencapai 8,23% (yoy). Komponen yang memperlihatkan perlambatan pertumbuhan adalah konsumsi rumah tangga dan
LNPRT. Sedangkan konsumsi Pemerintah mengalami kontraksi sebesar -2,92 (yoy). Peningkatan Investasi dan perbaikan
neraca perdagangan menjadi faktor penahan ekonomi Sulsel tidak terdeselerasi lebih lanjut.
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)*
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara
Untuk tahun 2014, perlambatan perekonomian Sulsel terutama didorong oleh melemahnya investasi. Investasi di tahun
2014 tercatat hanya tumbuh sebesar 1,24% (yoy) jauh lebih rendah dibandingkan 2013 yang mampu mencapai
pertumbuhan sebesar 12,32% (yoy). Motor pendorong pertumbuhan di tahun 2014, yang sekaligus menjadi faktor
1 Data pertumbuhan triwulan IV 2014 menggunakan tahun dasar 2010 dan SNA 2008 2 Data pertumbuhan triwulan III 2014 menggunakan tahun dasar 2000 dan SNA 1993
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 11
penahan ekonomi tidak terdeselerasi lebih lanjut adalah komponen konsumsi. Di tahun 2014, komponen konsumsi
tercatat mengalami pertumbuhan tertinggi dibandingkan komponen di sisi permintaan lainnya yaitu sebesar 5,38% (yoy).
Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 5,51% (yoy). Kinerja perdagangan (ekspor-impor) juga
mengalami peningkatan. Dari nilai neraca perdagangan bersih diketahui bahwa terjadi peningkatan sebesar 40,22% (yoy)
meskipun bila dilihat dari nominal masih mengalami defisit sebesar Rp11,12 triliun (Tabel 1.1).
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (agregat)
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara
1.2.1 Konsumsi
Secara umum, konsumsi di triwulan IV 2014 mengalami pelemahan dibandingkan triwulan III 2014. Penurunan terbesar
terjadi pada konsumsi pemerintah yang tercatat mengalami kontraksi sebesar -2,92% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya (3,89%, yoy). Konsumsi rumah tangga dan konsumsi LNPRT mengalami perlambatan di triwulan IV
2014, yang masing-masing tumbuh sebesar 5,49% (yoy) dan 4,93% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang masing-masing tercatat sebesar 6,20% (yoy) dan 15,41% (yoy).
Perlambatan konsumsi rumah tangga disebabkan penurunan daya beli masyarakat dipicu oleh kenaikan harga bahan
bakar minyak (BBM). Perlambatan yang terjadi lebih dipengaruhi oleh menurunnya aktivitas konsumsi masyarakat.
Kenaikan BBM jenis Premium dan Solar, secara langsung mengakibatkan penyesuaian tarif angkutan umum, dan secara
tidak langsung mendorong peningkatan harga di berbagai komoditas utama. Efek langsung dan tidak langsung tersebut,
mengakibatkan daya beli masyarakat semakin menurun.
Perlambatan konsumsi sejalan dengan penurunan indeks keyakinan konsumen dan indeks penjualan eceran. Hasil
Survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di Makassar pada
periode triwulan laporan mengalalami penurunan, namun masih berada pada level optimis (Grafik 1.2). Selanjutnya,
pergerakan Indeks Penjualan Eceran, hasil Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia, menunjukkan sedikit penurunan
karena terbatasnya konsumsi, terkait peningkatan harga bahan bakar kendaraan bermotor serta barang rumah tangga
lainnya (Grafik 1.3). Penurunan konsumsi juga dikonfirmasi dari perlambatan pertumbuhan penyaluran kredit konsumsi
(Grafik 1.4).
Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.3. Indeks Penjualan Eceran
Komponen Pengeluaran PDRB 2011 2012 2013* 2014**
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga + LNPRT 6.52 6.99 6.05 6.03
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (1.a. s/d 1.l.) 6.51 6.98 5.96 5.92
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 6.61 7.14 10.36 11.26
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (3.a. + 3.b.) 4.70 4.20 2.70 1.88
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto (4.a. + 4.b.) 12.73 15.67 13.19 9.40
5. Perubahan Inventori -10.55 111.85 0.39 -125.22
6. Ekspor -9.49 -2.04 3.06 11.85
7. Impor -7.08 6.11 5.36 -1.64
P D R B 8.13 8.87 7.63 7.57
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
Dari sisi komponen konsumsi pemerintah, terjadi kontraksi cukup dalam di triwulan IV 2014. Konsumsi pemerintah
mencatat kontraksi sebesar -2,92% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh 3,89% (yoy). Realisasi keuangan pemerintah (APBD
provinsi dan APBN) pada triwulan IV 2014 secara nominal relatif melemah dibandingkan triwulan III 2014, diperkirakan
menjadi faktor penyebab menurunnya konsumsi pemerintah di periode pelaporan. Persentase penyerapan belanja
pemerintah, sebenarnya cukup optimal, namun nominal realisasinya justru lebih rendah di tahun 2014, yaitu sebesar
Rp19,21 trilun sementara di tahun 2013 sebesar Rp19,37 triliun.
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.4. Penyaluran Kredit Konsumsi Grafik 1.5. Giro Pemerintah Daerah
1.2.2 Investasi
Investasi di triwulan IV 2014 mengalami peningkatan dibandingkan periode sebelumnya. Investasi yang tercermin dari
PMTB menunjukan peningkatan pertumbuhan, yaitu dari 5,32% (yoy) di triwulan III 2014 menjadi 9,03% (yoy). Di sisi lain,
perubahan inventori juga menunjukan perbaikan di triwulan pelaporan. Meski masih mengalami kontraksi -18,99% (yoy),
kondisi perubahan inventori menunjukan perbaikan dibandingkan triwulan III 2014 (-608,99%, yoy). Peningkatan kinerja
investasi bangunan di akhir tahun diperkirakan menjadi pendorong peningkatan PMTB di triwulan IV 2014. Hal ini
tercermin dari indikator nilai tambah sektor bangunan yang mengalami pertumbuhan meskipun masih dalam tren
melambat (Grafik 1.6). Kegiatan investasi juga didukung dengan kemudahan perizinan di kabupaten dan kota di Sulsel,
antara lain Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). PTSP sudah berdiri di seluruh Kabupaten/kota se Sulsel. Selain itu,
beberapa kabupaten dan kota juga pernah mendapatkan penghargaan sebagai Kabupaten/Kota penyelenggara PTSP
terbaik yaitu kabupaten Pinrang (tahun 2014) dan Kota Parepare (2013).
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.6. Nilai Tambah Sektor Bangunan Grafik 1.7. Penyaluran Kredit Investasi
Peningkatan PMTB pada triwulan IV 2014 sejalan dengan meningkatnya kinerja indikator pembiayaan. Penyaluran
kredit yang digunakan untuk keperluan investasi mengalami percepatan pada triwulan laporan. Tren percepatan
penyaluran kredit investasi memang telah terjadi sejak triwulan III 2013 (Grafik 1.7). Di sisi lain, terdapat indikasi
penurunan kinerja investasi non bangunan yang terlihat dari penurunan nilai impor barang modal pada triwulan
pelaporan (Grafik 1.8).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 13
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Produsen, diolah
Grafik 1.8. Impor Barang Modal Grafik 1.9. Perubahan Inventori Produsen Nikel
Kontraksi yang terjadi pada komponen perubahan inventory, salah satunya disebabkan oleh inventory nikel. Kontraksi
perubahan inventory di periode pelaporan sebesar -18,99% (yoy) lebih baik dibandingkan triwulan III 2014 (-608,99%,
yoy). Posis inventory nikel, yang merupakan parameter perubahan stok, diperkirakan akan mengalami pelemahan sebesar
-10,11% (yoy) lebih tinggi daripada penurunan di triwulan III 2014 (-1,11%, yoy) (Grafik 1.9).
1.2.3 Ekspor dan Impor
Ekspor Sulsel di triwulan IV 2014 mengalami percepatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekspor di
periode pelaporan tercatat sebesar 14,73% (yoy), lebih besar dibandingkan pertumbuhan triwulan III 2014 yang tercatat
sebesar 7,62%. Peningkatan ekspor ditopang oleh peningkatan ekspor non migas. Hal ini tercermin dari peningkatan
volume dan nilai ekspor nonmigas luar negeri di triwulan IV 2014 dibandingkan triwulan III 2014 (Grafik 1.10). Sementara
itu, kegiatan ekspor nonmigas antardaerah mengalami perlambatan yang tercermin dari pertumbuhan volume barang
yang dimuat di pelabuhan Makassar (Grafik 1.11).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan
Grafik 1.10. Volume Ekspor Nonmigas Grafik 1.11. Volume Barang yang Dimuat
Beberapa komoditas ekspor utama dengan orientasi penjualan luar negeri mencatat peningkatan pada triwulan IV
2014. Ekspor rumput laut, biji coklat (kakao) dan karet alam olahan tumbuh lebih tinggi dari triwulan III 2014 (Grafik
1.12). Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh kinerja industri manufaktur para negara mitra dagang Sulsel yang lebih baik
dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari Purchasing Manager Index (PMI), Negara Jepang, Korea Selatan, dan Zona Eropa
menunjukan peningkatan di triwulan IV 2014 (Grafik 1.13).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bloomberg
Grafik 1.12. Pertumbuhan Volume Ekspor Komoditas Grafik 1.13. Purchasing Managers Index
Impor Sulsel di triwulan IV 2014 tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Impor di periode pelaporan
tercatat tumbuh sebesar 9,35% (yoy) lebih besar dari triwulan III 2014 (6,73%, yoy). Peningkatan impor terkonfirmasi dari
peningkatan nilai impor non migas luar negeri di triwuan IV 2014 yang di rilis oleh Dirjen Bea Cukai (Grafik 1.15). Di sisi
lain impor antar pulau diperkirakan mengalami penurunan, terindikasi dari penurunan bongkar muat barang dalam negeri
di pelabuhan Makassar (Grafik 1.14).
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.14. Volume Barang yang Dibongkar Grafik 1.15. Volume Impor Nonmigas
Pada triwulan IV 2014, struktur ekspor maupun impor luar negeri Sulsel relatif tidak mengalami perubahan
dibandingkan periode sebelumnya. Produk industri masih menjadi komoditas yang dominan dalam komposisi barang
dari Sulsel yang dijual ke luar negeri yang diikuti komoditas pertanian (Grafik 1.16). Sementara itu, impor bahan baku
mencatat pangsa terbesar dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan yang kemudian diikuti oleh impor barang modal
dan barang konsumsi (Grafik 1.17).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.16. Pangsa Ekspor Menurut Komoditas Grafik 1.17. Pangsa Impor Menurut Kategori
20.45%
79.00%
0.55% Pangsa Triwulan IV 2014
Barang Modal:US$26.46 Juta
Bahan Baku:US$102.22 Juta
Barang Konsumsi:US$0.71 Juta
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 15
Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor,
sedangkan gandum kembali menjadi komoditas impor dengan pangsa terbesar. Pada triwulan IV 2014, komoditas nikel
matte mengambil pangsa sebesar 58,83% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel (Tabel 1.3). Selanjutnya, ganggang laut
(rumput laut) dan cokelat olahan dengan pangsa terbesar yaitu masing-masing sebesar 8,66% dan 8,22%. Untuk impor
luar negeri, gandum yang menjadi bahan baku terigu mengambil pangsa 23,41% pada triwulan IV 2014 dan berada pada
urutan teratas dalam struktur impor. Setelah gandum, makanan ternak dan industri lainnya pangsa impor terbesar yaitu
masing-masing 21,30% dan 20,31% (Tabel 1.4).
Tabel 1.3. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Tabel 1.4. Peringkat Impor Menurut Komoditas
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Neraca perdagangan Sulsel di tahun 2014 mengalami perbaikan dibandingkan tahun 2013. Membaiknya kinerja ekspor
menjadi pendorong perbaikan neraca perdagangan Sulsel di triwulan pelaporan. Ekspor Sulsel tumbuh 11,85% (yoy) lebih
besar dibandingkan tahun 2013 yang tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 3,06% (yoy). Dari sisi impor, terjadi
kontraksi di 2014 sebesar -1,64% (yoy) dibandingkan tahun 2013 (5,36%, yoy). Akselerasi kinerja ekspor pada tahun 2014
yang dibarengi dengan deselerasi impor membuat pertumbuhan surplus perdagangan atas dasar harga konstan (ADHK)
menjadi jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun 2013 (Grafik 1.18).
Sumber: BPS Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.18. Neraca Perdagangan Bersih PDRB Grafik 1.19. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri
KomoditasNilai Ekspor
Triwulan IV 2014
(US$ Juta)
Pangsa
NIKEL 266.27 58.83%
GANGGANG LAUT 39.18 8.66%
COKLAT OLAHAN 37.19 8.22%
BIJI COKLAT 20.08 4.44%
IKAN OLAHAN 15.59 3.44%
UDANG SEGAR/BEKU 12.77 2.82%
KAYU LAPIS 8.58 1.90%
BUAH/SAYURAN OLAHAN 5.54 1.22%
SAYUR-SAYURAN 5.24 1.16%
IKAN LAINNYA 4.92 1.09%
KomoditasNilai Impor
Triwulan IV 2014
(US$ Juta)
Pangsa
GANDUM 30.29 23.41%
MAKANAN TERNAK LAINNYA 27.56 21.30%
INDUSTRI LAINNYA 26.28 20.31%
BESI/BAJA 8.50 6.57%
KENDARAAN BERMOTOR RODA 4 DAN LEBIH 8.19 6.33%
MESIN LAINNYA UNTUK INDUSTRI TERTENTU 6.17 4.77%
PERALATAN SIPIL DAN KONSTRUKSI 5.18 4.01%
PUPUK 5.08 3.92%
BAHAN KIMIA AN ORGANIK 4.83 3.73%
PRODUK KERAMIK 3.52 2.72%
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
1.3. Sisi Lapangan Usaha
Pada triwulan IV 2014 mengalami pertumbuhan sebesar 7,71% (yoy), melambat dibandingkan triwulan III 2014.
Peningkatan pertumbuhan terjadi pada lapangan usaha Industri Pengolahan 15,20% (yoy) dengan pertumbuhan paling
tinggi, disusul oleh lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas (15,00%; yoy), dan lapangan usaha Jasa Keuangan (11,9%;
yoy). Mulai triwulan IV 2014, BPS menerapkan perubahan kategori sektor ekonomi dan tahun dasar. Semula 9 sektor
menjadi 17 kategori lapangan usaha, dan semula tahun dasar 2000 menjadi tahun dasar 2010 (Tabel 1.5 dan boks 1.A).
Tabel 1.5. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi (per triwulan )*
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara
Pada tahun 2014, kinerja ekonomi Sulsel (7,57% yoy) masih di topang oleh akselerasi kinerja sektor primer. Sektor
primer yang mengalami pertumbuhan paling tinggi adalah Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian, dimana pada
triwulan pelaporan sektor ini tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 11,43% (yoy) disusul oleh Lapangan Usaha
pengadaan listrik dan gas (10,56%, yoy) dan Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (10,23%, yoy).
Sementara itu, Lapangan Usaha Pertanian yang merupakan sektor penyumbang pertumbuhan terbesar di tahun 2014
tumbuh sebesar 9,98% (yoy) (Tabel 1.6).
Tabel 1.6. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara
I II III IV TOTAL
1 Pertanian A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 11.80 12.03 10.83 10.40 9.98
2 Pertambangan dan Penggalian B Pertambangan dan Penggalian 8.34 2.54 -0.10 9.60 11.43
3 Industri Pengolahan C Industri Pengolahan 3.51 8.03 10.27 15.20 9.45
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 8.87 11.75 10.73
D Pengadaan Listrik, Gas 15.00 10.56
E Pengadaan Air -1.20 2.13
5 Bangunan F Konstruksi 7.98 7.40 5.75 5.10 6.14
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8.28 9.15 11.41
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3.40 7.20
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 4.80 2.14
7 Pengangkutan dan Komunikasi 6.34 3.01 3.56
H Transportasi dan Pergudangan 5.60 7.77
J Informasi dan Komunikasi 6.60 5.75
8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 11.23 7.38 4.57
K Jasa Keuangan 11.90 5.91
L Real Estate 9.00 7.97
9 Jasa-jasa 6.72 6.10 6.97
M,N Jasa Perusahaan 7.40 6.76
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0.70 1.03
P Jasa Pendidikan 3.10 4.65
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.30 10.23
R,S,T,U Jasa lainnya 9.40 7.57
8.03 7.34 8.23 7.71 7.57
2014Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2000 Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010Tahun Dasar 2000 Tahun Dasar 2010
PDRB PRDB
Komponen Pengeluaran PDRB 2011 2012 2013 2014
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6.89 4.58 4.93 9.98
Pertambangan dan Penggalian 3.80- 5.32 5.63 11.43
Industri Pengolahan 9.03 8.66 9.22 9.45
Pengadaan Listrik, Gas 10.08 16.24 8.19 10.56
Pengadaan Air 12.63 3.54 5.50 2.13
Konstruksi 6.92 9.86 10.57 6.14
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 10.35 11.86 7.23 7.20
Transportasi dan Pergudangan 13.05 13.45 6.45 2.14
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8.70 11.40 6.76 7.77
Informasi dan Komunikasi 11.81 20.60 14.07 5.75
Jasa Keuangan 19.78 15.88 9.28 5.91
Real Estate 11.13 10.50 8.98 7.97
Jasa Perusahaan 9.00 8.02 6.97 6.76
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 6.52 2.23 3.07 1.03
Jasa Pendidikan 10.44 7.50 7.72 4.65
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 9.04 10.67 8.25 10.23
Jasa lainnya 6.69 8.11 7.14 7.57
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 8.13 8.87 7.63 7.57
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 17
Bila dilihat dari andil terhadap pertumbuhan ekonomi, Lapangan Usaha pertanian masih menjadi penyumbang
pertumbuhan terbesar di tahun 2014. Sektor pertanian memberikan andil pertumbuhan sebesar 2,18%, lebih tinggi
dibandingkan andil di tahun 2013 yang tercatat sebesar 1,08%. Sektor lain yang memberikan andil besar dalam
pertumbuhan ekonomi Sulsel tahun 2014 adalah sektor industri pengolahan (1,35%), sektor perdagangan (1,00%), sektor
pertambangan dan penggalian (0,71%), dan sektor konstruksi (0,72%) (Grafik 1.20).
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Grafik 1.20. Sumbangan Pertumbuhan Menurut Lapangan Usaha
1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian
Pada triwulan IV 2014, sektor pertanian mengalami penurunan pertumbuhan akibat ganguan produksi di subsektor
tanaman bahan makanan (tabama) dan subsektor perikanan. Sektor pertanian tumbuh sebesar 10,40% (yoy) lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 10,83% (yoy). Subsektor tabama, dalam hal ini komoditas padi
palawija, menjadi salah satu faktor penyebab menurunnya pertumbuhan. Baru masuknya musim tanam baru menjadi
pendorong turunnya produksi beras di triwulan pelaporan.
Perlambatan pertumbuhan juga dialami subsektor perikanan dampak dari peningkatan intensitas hujan sepanjang
periode pelaporan. Curah hujan yang terus meningkat selama periode Oktober sampai dengan Desember 2014 membuat
aktivitas penangkapan ikan terkendala gelombang yang tinggi. Di samping itu, peningkatan intensitas hujan juga
mengakibatkan terganggunya kegiatan budidaya ikan, terutama udang. Penurunan permintaan dari industri pengolahan
udang menurun seiring dengan menurunnya permintaan dari Negara tujuan ekspor. Hal ini terkonfirmasi dari kinerja
volume ekspor udang dan aneka ikan yang mengalami penurunan (Grafik 1.21 dan Grafik 1.22).
Perlambatan juga terjadi pada subsektor perkebunan. Penurunan pasokan setelah lewatnya masa panen ditambah
produktivitas pohon kakao yang terus menurun dan memasuki masa replacement pohon kakao mengakibatkan tambahan
tekanan di subsektor perkebunan. Selain itu, harga kakao di pasar global yang terus tumbuh melambat juga menambah
tekanan produksi kakao pada triwulan laporan sehingga subsektor perkebunan tidak dapat melaju lebih cepat (Grafik 1.23
dan Grafik 1.24). Penurunan produksi kakao pada akhirnya menurunkan pasokan ke Industri (saat ini daya serap Industri
sekitar 80% produksi) dan ekspor. Program Dinas Perkebunan Sulsel berupa rehabilitasi, ekstensifikasi dan pembagian 1,2
juta bibit sambung pucuk diharapkan dapat menjadi sumber penguatann kembali produksi kakao Sulsel. Di sisi lain,
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
subsektor peternakan diindikasikan memberi sumbangan yang positif bagi sektor pertanian. Hal ini didukung oleh upaya
revitalisasi dan pembenahan pabrik milik dari perusahaan peternak sapi untuk meningkatkan produksi4 .
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.21. Volume Ekspor Udang Grafik 1.22. Volume Ekspor Aneka Ikan
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank
Grafik 1.23. Volume Ekspor Biji Kakao Grafik 1.24. Harga Internasional Kakao
1.3.2 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian
Kembali berjalannya kegiatan ekspor hasil tambang di triwulan IV 2014 mampu mendorong pertumbuhan Lapangan
Usaha Pertambangan, setelah sempat mengalami kontraksi di periode sebelumnya. Pada triwulan laporan, kinerja
Lapangan Usaha ini masih tumbuh 9,60% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami
kontraksi sebesar -5,04% (yoy). Perbaikan sektor ini diindikasikan oleh perkembangan ekspor komoditas pertambangan
yang kinerjanya juga membaik pada triwulan laporan seiring harga internasional komoditas tambang yang sedikit
meningkat pada periode laporan (Grafik 1.25 dan Grafik 1.26). Di samping itu, selesainya renegosiasi kontrak yang
dilakukan oleh produsen nikel terbesar di Sulsel dengan pemerintah, diyakini membuat kegiatan produksi dapat
berlangsung dengan lebih baik tanpa kendala operasional yang berarti.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank
Grafik 1.25. Volume Ekspor Pertambangan Grafik 1.26. Harga Komoditas Tambang
4 Hasil liaison kepada perusahaan peternak sapi
(150)
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
10
20
30
40
50
60
70
80
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
%, yoyRibu Ton
Ekspor Pertambangan gEkspor - Skala Kanan
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
US$/metrik tonUS$/metrik ton
Nikel Timah Seng - Skala Kanan Timah Hitam - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 19
1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Lapangan Usaha Industri Pengolahan kembali tumbuh lebih cepat pada triwulan IV 2014 yang didukung oleh
perkembangan yang lebih baik pada industri mikro dan kecil maupun industri besar dan sedang. Sektor ini tercatat
tumbuh sebesar 15,20% (yoy) pada triwulan laporan setelah sebelumnya tumbuh 10,27% (yoy). Akselerasi pada Lapangan
Usaha Industri Pengolahan didorong oleh tetap membaiknya kinerja Industri Mikro dan Kecil (IMK) maupun Industri Besar
dan Sedang (IBS) pada triwulan laporan (Grafik 1.27). Hal ini dipengaruhi oleh momentum perayaan Natal dan tahun baru
di Sulsel yang mendorong kegiatan produksi para produsen barang industri. Namun demikian, subsektor industri
pengolahan semen menunjukkan pertumbuhan positif. Realisasi pengadaan semen tumbuh sebesar 5,45% (yoy), sedikit
lebih lambat dari pertumbuhan periode sebelumnya (6,77% yoy) (Grafik 1.28). Stok yang masih memadai diperkirakan
juga menjadi salah satu pendorong, melambatnya permintaan semen di akhir tahun.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah
Grafik 1.27. Pertumbuhan Industri Grafik 1.28. Realisasi Pengadaan Semen
Peningkatan sektor industri pengolahan juga tercermin dari peningkatan realisasi harga jual sektor industri di triwulan
IV 2014. Pada triwulan pelaporan, realisasi harga jual sektor industri pengolahan tumbuh jauh lebih tinggi dibandingkan
perkiraan. Realisasi harga jual sektor industri mencapai 6,67%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 2% (Grafik 1.30). Di sisi lain, subsektor industri kayu olahan serta makanan olahan menunjukkan
perlambatan. Hal ini dikonfirmasi oleh penurunan pertumbuhan volume ekspor komoditas kayu olahan dan makanan
olahan yang triwulan laporan (Grafik 1.29). Untuk industri makanan olahan, turunnya pasokan ikan dinilai menjadi faktor
penyebab turunnya ekspor ikan olahan.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.29. Volume Ekspor Hasil Industri Grafik 1.30. Harga Jual Sektor Industri Pengolahan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
20 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
1.3.4 Lapangan Usaha Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA)5
Pada lapangan usahaPengadaan Listrik danGas mengalami pertumbuhan sebesar 15,00% (yoy), sedangkan lapangan
usaha Pengadaan Air mengalami kontraksi sebesar -1,20% (yoy). Makin luasnya jangkauan listrik di pelosok seiring
perkembangan harga jual usaha sektor LGA dipercaya menjadi faktor pendorong peningkatan di sektor ini (Grafik 1.31).
Hal ini diperkuat dengan meningkatnya kapasitas produksi terpakai sektor LGA dibandingkan periode sebelumnya(Grafik
1.32).
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.31. Harga Jual Sektor Industri Pengolahan Grafik 1.32. Kapasitas Produksi Terpakai Sektor LGA
1.3.5 Lapangan Usaha Konstruksi
Pada triwulan IV 2014, Lapangan Usaha Konstruksi kembali tumbuh searah dengan perkembangan komponen
investasi. Di triwulan III 2014, sektor ini mampu bertumbuh hingga 5,75% (yoy), sementara pada triwulan laporan, sektor
ini mengalami sedikit perlambatan dan tumbuh sebesar 5,10% (yoy). Pertumbuhan di sektor ini sejalan dengan akselerasi
pada komponen investasi, khususnya yang dihitung dari PMTB yang percepatan pertumbuhan di triwulan laporan.
Percepatan dipengaruhi oleh realisasi investasi pemerintah di akhir tahun. Indikator penjualan eceran untuk
perlengkapan konstruksi serta kredit kepada sektor konstruksi juga mencatat pertumbuhan di triwulan IV 2014 (Grafik
1.33 dan Grafik 1.34).
Sumber: Survei Penjualan Eceran Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.33. Penjualan Eceran Perlengkapan Konstruksi Grafik 1.34. Kredit kepada Sektor Konstruksi
5 Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor LGA dapat di lihat dari lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas dan lapangan usahan Pengadaan Air (Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 21
1.3.6 Lapangan Usaha Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR)6
Kategori Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Kendaraan mengalami pertumbuhan sebesar 3,40% (yoy),
sedangkan kategori Penyediaan Komodasi Makan Minum tumbuh sebesar 4,80% (yoy). Secara agregat, bila
dibandingkan dengan pertumbuhan sektor PHR di triwulan III 2014 maka terjadi perlambatan. Salah satu faktor penyebab
turunnya sektor PHR adalah terbitnya Surat Edaran Mendagri dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi yang menginstruksikan kepada semua kepala daerah, mulai dari gubernur, wali kota, hingga bupati,
untuk menggelar rapat di kantor masing-masing. Hal ini mengakibatkan turunnya omset hotel dari penyelenggaraan
Meeting Incentive Converencing Exibition (MICE), khususnya yang diselenggarakan oleh instansi pemerintahan. Selain itu,
melambatnya kinerja sektor PHR salah satunya didorong oleh penurunan kegiatan perdagangan antar daerah (Grafik
1.35). Penjualan eceran secara umum menunjukkan kondisi yang stabil. Hal tersebut tercermin dari hasil survei penjualan
eceran riil untuk beberapa kelompok barang konsumsi yaitu kelompok makanan jadi, perlengkapan rumah tangga, serta
suku cadang (Grafik 1.36).
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan, diolah Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.35. Volume Bongkar dan Muat Barang Grafik 1.36. Penjualan Barang Eceran Riil
Kategori Penyediaan Komodasi Makan Minum mendukung arah penurunan Lapangan Usaha PHR pada triwulan
laporan seiring menurunnya penghunian kamar hotel masih cukup tinggi. Selain faktor pemberlakuan surat edaran
Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara, penurunan juga dirorong faktor musiman. Secara musiman, tingkat
penghunian kamar hotel bergerak turun sepanjang triwulan pelaporan (Grafik 1.37). Hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah
wisatawan mancanegara yang datang ke Makassar yang tercatat masih mengalami kontraksi di triwulan IV 2014 (Grafik
1.38).
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 1.37. Tingkat Penghunian Kamar Hotel Grafik 1.38. Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara
6Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor PHR dapat di lihat dari kategoriPerdagangan Besar dan
Eceran dan Reparasi Kendaraan serta kategoriPenyediaan Komodasi Makan Minum (Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
1.3.7 Lapangan Usaha Angkutan dan Komunikasi7
Di triwulan pelaporan, kelompok transportasi dan pergudangan tumbuh sebesar 5,6% (yoy). Sedangkan kelompok
informasi dan komunikasi tumbuh sebesar 6,6% (yoy). Secara agregat, sektor angkutan dan komunikasi mengalami
percepatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Percepatan yang terjadi terutama disebabkan oleh meningkatnya kinerja
moda transportasi udara sesuai indikator lalu lintas penumpang penerbangan domestik maupun internasional (Grafik
1.39). Meski meningkat secara triwulanan seiring kegiatan liburan Natal dan tahun baru, peningkatan yang terjadi tidak
signifikan yang dinilai dipengaruhi oleh naiknya harga tiket. Pada indikator yang lain, kredit ke sektor pengangkutan
menunjukkan perlambatan pada triwulan laporan (Grafik 1.40).
Sumber: Angkasa Pura Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.39. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara Grafik 1.40. Kredit Sektor Pengangkutan
1.3.8 Lapangan Usaha Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan8
Di triwulan pelaporan, kategori jasa keuangan tumbuh sebesar 11,90% (yoy). Sedangkan kategori real estate tumbuh
sebesar 9,0% (yoy). Secara agregat, bila dibandingkan dengan pertumbuhan sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan di triwulan III 2014 maka terjadi akselerasi pertumbuhan di periode pelaporan. Faktor penyebab percepatan
salah satunya datang dari peningkatan kinerja subsektor perbankan. Akselerasi penghimpunan DPK dan penyaluran kredit
mendorong peningkatan nilai tambah bruto perbankan di Sulsel pada triwulan IV 2014 (Grafik 1.41).
Peningkatan IHPR mengkonfirmasi peningkatan permintaan di kategori real estate. Hasil survey harga properti
residensial menunjukan kenaikan harga yang mengindikasikan peningkatan permintaan di kategori real estate (Grafik
1.42). Peningkatan permintaan properti yang meningkat mengindikasikan permintaan masyarakat yang tetap kuat
sehingga ke depan diperkirakan kegiatan pembangunan properti masih akan mengalami peningkatan pertumbuhan.
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Survey Harga Properti Residensial
Grafik 1.41. Nilai Tambah Bank Grafik 1.42. Indeks Harga Properti Residensial
7Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Angkutan dan Komunikasi dapat dilihat dari pendekatan
kategoriTransportasi dan Pergudangan dan kategoriInformasi Dan Komunikasi(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015). 8Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan dapat dilihat
dari pendekatan kategoriJasa Keuangan dan kategori Real Estate(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 23
1.3.9 Lapangan Usaha Jasa-jasa9
Di triwulan pelaporan, kategori jasa perusahaan; kategori administrasi pemerintah; kategori jasa pendidikan; kategori
jasa kesehatan & kegiatan social; dan kategori jasa lainnya, secara berturut-turut tumbuh sebesar 7,40% (yoy); 0,70%
(yoy); 3,10% (yoy); 3,30% (yoy); dan 9,40% (yoy). Secara agregat, bila dibandingkan dengan pertumbuhan sektor jasa-
jasa triwulan III 2014, maka terjadi akselerasi pertumbuhan di periode pelaporan. Faktor pendorong akselerasi tersebut
salah satunya dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi di periode pelaporan. Ditambah pula dengan banyaknya kegiatan
menjelang natal dan akhir tahun, beberapa subsektor jasa swasta mengalami peningkatan kegiatan usaha, yang
terkonfirmasi oleh indikator kredit ke sektor jasa sosial masyarakat, yang tercatat mengalami percepatan pada triwulan IV
2014 (Grafik 1.43).
Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.43. Kredit Sektor Jasa Sosial Masyarakat
9Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Jasa-Jasa Perusahaan dapat dilihat dari pendekatan
lapanganusaha yang baru antara lain kategoriJasa Perusahaan, kategoriAdministrasi Pemerintah, kategoriJasa Pendidikan, kategoriJasa Kesehatan & Kegiatan Sosial, dan kategoriJasa Lainnya(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
Boks 1.A. Perubahan Tahun Dasar 2010 dan SNA 2008 dalam Pelaporan PDRB
Triwulan IV 2014
Sejak terbitnya berita resmi statistik Produksi Domestik Regional Bruto (PDRB) triwulan IV 2014, Badan Pusat Statistik
(BPS) menerapkan perubahan tahun dasar dan metodologi dalam perhitungan PDRB. Perubahan yang dilakukan adalah
penggantian tahun dasar (dari tahun dasar 2000 ke 2010), serta metodologi System of National Accounts (SNA) 1993 ke
SNA 2008. SNA 2008 atau Sistem Neraca Nasional (SNN) adalah rekomendasi internasional tentang bagaimana menyusun
ukuran aktivitas ekonomi yang sesuai dengan standar neraca baku yang didasarkan pada prinsip-prinsip ekonomi.
Rekomendasi yang dimaksud dinyatakan dalam sekumpulan konsep, definisi, klasifikasi, dan aturan neraca yang
disepakati secara internasional dalam mengukur indikator tertentu seperti PDRB. Perubahan antara SNA 1993 ke SNA
2008 terlihat dari pendekatan konsep pada beberapa hal seperti perhitungan output pertanian, metode perhitungan bank
komersial, proses valuasi, dan pencatatan biaya eksplorasi mineral dan pembuatan produk (Tabel 1.A.1). Implementasi
SNA 2008 juga mengubah klasifikasi lapangan usaha yang sebelumnya terdiri dari 9 lapangan usaha menjadi 17 lapangan
usaha (Tabel1.A.2.).
Latar belakang perubahan metodologi adalah adanya pengaruh perekonomian global terhadap struktur perekonomian
nasional dalam sepuluh tahun terakhir; rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengimplementasikan
System of National Accounts 2008 (SNA 2008) dalam penyusunan PDB melalui kerangka Supply and Use Tables (SUT); dan
menjaga konsistensi antara tiga pendekatan PDB dan memperkecil perbedaan antara PDB nasional dan PDRB.
Tabel 1.A.1 Perbandingan Konsep dan Metode SNA
Tabel1.A.2. Perbandingan Klasifikasi PDB menurut Lapangan Usaha
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 25
Perubahan tahun dasar dari 2000 ke 2010 menimbulkan beberapa efek, diantaranya adalah perubahan nominal PDRB.
Sebagai contoh, total nominal PDRB ADHK Sulsel tahun 2014 berdasarkan tahun dasar 2000 mencapai Rp 212,84 triliun
sedangkan berdasarkan tahun dasar 2010 mencapai Rp 252,73 triliun atau naik 18,74%. Perubahan tahun dasar juga akan
mengakibatkan perubahan indicator makro seperti rasio pajak, rasio hutang, rasio investasi dan tabungan, nilai neraca
berjalan, struktur dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, perubahan tahun dasar juga akan menyebabkan perubahan
pada input data untuk modeling dan forecasting.
Tabel1.A.3. Perbandingan Klasifikasi PDB menurut Pengeluaran
Sumber : Sosialisasi Perubahan Tahun Dasar PDRB Berbasis SNA 2008 (BPS, 2014)
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
Boks 1.B. Preliminary Growth Diagnostics Sektor Perikanan Sulsel
Growth diagnostic merupakan suatu kerangka pemikiran untuk menganalisis dan merumuskan strategi pertumbuhan
secara operasional maupun teoritis10
. Dengan memahami hambatan dalam perekonomian, akhirnya Pemerintah bisa
mengarahkan kebijakan mana yang prioritas, efektif, dan penting. Pendekatan growth diagnostics didasari oleh tiga
pertimbangan yaitu (1) strategi reformasi seharusnya memiliki target pertumbuhan yang tinggi, sehingga bisa
meningkatkan standar hidup, (2) tidak ada strategi pertumbuhan yang identik untuk semua negara, (3) Pemerintah
memiliki keterbatasan administratif dan alasan politis, sehingga perlu prioritas.
Pada era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, sektor kemaritiman menjadi sektor yang diunggulkan. Pada “Kabinet
Kerja”, terdapat empat agenda kemaritiman untuk periode 2015-2019 yakni; (i) pembangunan kedaulatan maritim, (ii)
pengelolaan SDA & jasa, (iii) pembangunan infrastruktur, dan (iv) penguatan SDM, Iptek dan budaya maritim. Keempat
agenda kemaritiman tersebut sejalan dengan fakta bahwa Indonesia adalah negara kepulauan (13.466 pulau yang telah
terdaftar dan dengan luas laut 75%) yang memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia. Mengingat sektor maritim
cukup luas, maka cakupan kajian dibatasi kepada perikanan tangkap.
Peran sektor perikanan tangkap Kawasan Timur Indonesia (KTI) cukup besar, antara lain melalui jalur ekspor. Sektor
perikanan di KTI memberikan kontribusi ekspor nasional dengan rata-rata pangsa sebesar 17%. Sementara itu, sektor
perikanan Provinsi Sulsel menyumbangkan 23,54% terhadap ekspor perikanan KTI secara keseluruhan, sehingga peran
perikanan Sulsel terhadap nasional sekitar 4%. Di samping itu, pengembangan sektor perikanan juga menjadi sangat
relevan dikarenakan, untuk membagi kutub pertumbuhan dari dominasi sektor pertambangan dan penggalian.
Pengembangan industri perikanan tangkap masih menghadapi banyak tantangan. Walaupun memiliki potensi
menjanjikan untuk berkembang lebih besar, pengembangan industri perikanan tangkap nasional, ditengarai menghadapi
beberapa tantangan, antara lain: (i) overfishing, (ii) keterbatasan sarana infrastruktur – physical dan non-physical, (iii)
penguatan ketrampilan dan produktivitas tenaga kerja, (iv) pengelolaan sumber daya alam berkesinambungan, dan (v)
akses pembiayaan.
Identifikasi dan inventarisasi solusi perlu dilakukan untuk mengatasi tantangan di sektor perikanan tangkap.
Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu dianggap dilakukan identifikasi faktor-faktor pendukung (enablers) dan
kebijakan reformasi struktural terkait, yang penting, efektif dan perlu disegerakan untuk meningkatkan usaha dan
investasi di sektor perikanan laut dan industri pengolahan terkait yang berorientasi ekspor.
KPw BI Provinsi Sulawesi Selatan berperan serta dalam rangka mencari solusi tantangan kemaritiman di Sulsel. Salah
satu langkah KPw BI Sulsel adalah dengan melakukan kajian awal (preliminary study) Growth Diagnostik dengan cakupan
studi Sektor Perikanan tangkap. Metode identifikasi mencari solusi melalui Forum Group Discussion (FGD) dengan
stakeholders di bidang perikanan di Sulsel, untuk mengidentifikasi permasalahan dari masing-masing bidang
pemerintahan, pelaku usaha, maupun perbankan. Dari hasil FGD tersebut, didapatkan 10 permasalahan utama yang
dianggap penting, mendesak, dan efektif untuk atasi terlebih dahulu (Tabel 1.B.1)
Tabel 1.B.1 Masalah Utama di Sektor Kemaritiman
10 Hausmann, et al (2005)
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 27
Selain pemetaan masalah utama, dalam kajian awal ini dilakukan juga pemetaan wilayah (spatial) menggunakan data
sekunder. Dari hasil pemetaan tersebut, didapatkan beberapa hal terkait sektor perikanan di wilayah Sulsel antara lain:
Masih terjadi gap tingkat ekonomi yang cukup besar antar wilayah di Sulsel. Hal ini tercermin dari hasil pemetaan sumbangan PDRB per kabupaten se Sulsel (Gambar 1.B.1)
Kabupaten Barru, Pangkajene, Maros, dan Wajo memberikan sumbangan PDRB sektor perikanan lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya di Sulsel (Gambar 1.B.2).
Kabupaten Luwu Timur dan Bantaeng memiliki prosentase pekerja di sektor perikanan yang lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya di Sulsel (Gambar 1.B.3).
Kabupaten Barru dan Pinrang memiliki produktivitas (PDRB per Pekerja) yang tinggi dibandingkan kabupaten lainnya di Sulsel (Gambar 1.B.4).
Kabupaten Luwu Timur memiliki rata-rata upah tenaga kerja formal di sektor perikanan yang lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya di Sulsel (Gambar 1.B.5).
Kota Palopo dan Kabupaten Luwu memiliki tata-rata upah tenaga kerja nonformal di sektor perikanan yang lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya di Sulsel (Gambar 1.B.6).
Kabupaten Luwu Timur, Banteng dan Selayar memiliki jumlah pekerja nonformal di sektor perikanan yang lebih besar dibandingkan wilayah lainnya di Sulsel (Gambar 1.B.7).
Gambar 1.B.1. Pemetaan Spasial Sulsel Berdasarkan PDRB Gambar 1.B.2. Pemetaan Spasial Sulsel Berdasarkan PDRB Sektor
Perikanan
Gambar 1.B.3. Pemetaan Spasial Sulsel Berdasarkan Jumlah Perkerja di Sektor Perikanan
Gambar 1.B.4. Pemetaan Spasial Sulsel Berdasarkan Produktivitas Pekerja di Sektor Perikanan (PDRB per Pekerja Sektor Perikanan)
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
Gambar 1.B.5. Pemetaan Spasial Sulsel Berdasarkan Tingkat Upah Perkerja Formal di Sektor Perikanan.
Gambar 1.B.6. Pemetaan Spasial Sulsel Berdasarkan Tingkat Upah Perkerja Non Formal di Sektor Perikanan.
Hasil pemetaan tersebut dapat dijadikan referensi
penentuan strategi maupun kebijakan kebijakan
pengembangan sektor perikanan di Sulawesi Selatan.
Sebagai contoh, pemusatan perkampungan nelayan dapat
dikembangkan lebih lanjut di Kab. Luwu Timur dan Luwu
Utara, karena saat ini wilayah tersebut memiliki jumlah
pekerja di sektor perikanan yang lebih tinggi dibandingkan
wilayah lainnya. Selain itu diperlukan peninjauan tingkat
upah di dua wilayah tersebut, karena meskipun memiliki
jumlah pekerja yang tinggi di sektor namun tingkat
upahnya masih sangat rendah.
Gambar 1.B.7. Pemetaan Spasial Sulsel Berdasarkan Jumlah Pekerja Non Formal di Sektor Perikanan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 29
2. KEUANGAN PEMERINTAH
Bab 2 Keuangan Pemerintah
Persentase realisasi keuanganpemerintah relatif pada tahun 2014, lebih
baik dibandingkan periode yang sama pada tahun 2013, baik itu untuk
APBD Provinsi maupun belanja instansi vertikal.
Dari sisi pendapatan, persentase realisasi pendapatan 2014 untuk APBD
Provinsi setinggi tahun 2013, terutama karena optimalisasi pemungutan
pajak daerah dan retribusi daerah. Demikian pula, secara nominal,
capaiannya lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2013.
Sementara dari sisi belanja, realisasi belanja APBD Provinsi maupun instansi
vertikal di Sulsel juga menunjukkan peningkatan, terutama penyerapan
belanja infrastruktur (belanja modal). Realisasi belanja APBD Provinsi
mencapai92,04%, sementara realisasi belanja instansi vertikal mencapai
91,14%.
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
30 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
2.1. Struktur Anggaran
Keuangan Pemerintah di Sulsel terbagi atas keuangan pemerintah daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah/APBD) dengan keuangan pemerintah pusat di daerah, dengan porsi terbesar adalah APBD Kabupaten/Kota .
Keuangan pemerintah daerah terdiri atas APBD Provinsi Sulsel dengan seluruh APBD Kabupaten dan Kota. Sementara
keuangan pemerintah pusat di daerah, merupakan anggaran instansi vertikal yang berada di Sulsel. Pada tahun 2014,
jumlah anggaran belanja keuangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat di daerah, berjumlah sebesar Rp44,57
triliun (14,85% PDRB ADHB), dengan perincian APBD Provinsi sebesar Rp5,84 triliun (13,1%), APBD Kabupaten/Kota
sebesar Rp22,60 trilun (50,7%), dan instansi vertikal sebesar Rp16,14 triliun (36,2%). Sementara pada tahun 2015, jumlah
anggaran belanja keuangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat di daerah mencapai sekitar Rp48 triliun dengan
proporsi masing-masing yaitu APBD Provinsi 12,9%, APBD Kabupaten/Kota sekitar 52,9%, dan instansi vertikal senilai
34,3%.
Grafik 2.1. Struktur Keuangan Pemerintah di Sulsel Tahun 2014 Grafik 2.2. Struktur Keuangan Pemerintah di Sulsel Tahun 2015
Porsi anggaran APBD Kabupaten/Kota meningkat, sejalan dengan meningkatnya transfer pemerintah pusat untuk
Kabupaten/Kota di Sulsel. Pada tahun 2014, pagu anggaran transfer ke Kabupaten/Kota sebesar Rp18,51 triliun.
Sementara pagu anggaran transfer ke Kabupaten/Kota tahun 2015 senilai Rp20,72 triliun atau naik 11,98% dari 2014,
yang terdiri dari dana bagi hasil pajak (Rp683,5 miliar), dana bagi hasil sumber daya alam(Rp106,9 miliar), dana alokasi
umum (Rp14,64 triliun), dana alokasi khusus (Rp1,69 triliun), lainnya (Rp3,35 triliun), dan dana desa (Rp246,4 miliar).
2.2. Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi
2.2.1 Pendapatan 2.2.1.1. Struktur Realisasi Pendapatan
Porsi realisasi pendapatan asli daerah (PAD) menunjukkan peningkatan nilai dan persentase terhadap total
pendapatan APBD Provinsi Sulsel. Padatahun 2014, porsi dana perimbangan mengalami penurunan, sementara PAD
meningkat, yang menunjukkan tingkat ketergantungan Provinsi kepada anggaran pusat semakin menurun. Porsi realisasi
PAD 2014 lebih dari separuh, mencapai 55,0%. Di sisi lain juga menunjukkan, bahwa potensi pendapatan di Provinsi Sulsel
meningkat melebihi pertumbuhan ekonominya. PAD secara nominal naik 18,32% (yoy) mencapai Rp3.029 miliar dari
tahun 2013 (Rp2.560 miliar). Sebagai perbandingan, pertumbuhan ekonomi Sulsel tahun 2014 mencapai 7,57% (yoy).
Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD
APBD Provinsi
13,1%
APBD
Kabupaten/Kota50,7%
Anggaran
Instansi Vertikal36,2%
Rp5,84 triliun
Rp16,14 triliun
Rp22,60 triliun
APBD Provinsi
12,9%
APBD
Kabupaten/Kota52,9%
Anggaran
Instansi Vertikal34,3%
Rp6,17 triliun
Rp16,45 triliun
Rp1.547 Rp1.973 Rp2.199Rp2.560
Rp3.029
Rp946
Rp1.104
Rp2.234Rp2.298 Rp1.531
Rp884Rp875
Rp933
Rp72
Rp44
Rp2
Rp10Rp10
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
Tw IV-2010 Tw IV-2011 Tw IV-2012 Tw IV-2013 Tw IV-2014
Rp miliar
Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Transfer Pemerintah Pusat-LainnyaDana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah
(55,0%)(44,6%)(41,3%)
(63,2%)(60,3%)
(36,9%)
(35,4%)
(42,0%)(40,0%) (27,8%)
(16,6%)(15,2%)
(16,9%)
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 31
2.2.1.2. Perkembangan Realisasi Pendapatan
Nominal realisasi pendapatan meningkat, dengan persentase11
realisasi pendapatan daerah hingga triwulan IV 2014
sama dengan capaian triwulan IV 2013. Nilai realisasi anggaran pendapatan daerah hingga triwulan IV 2014 mencapai
Rp5,50 triliun atau 97,39% dari total target pendapatan sebesar Rp5,65 triliun. Peningkatan terutama didorong oleh
realisasi PAD, antara lain pendapatan pajak daerah sebesar Rp2,67 triliun (95,01% dari target), pendapatan retribusi
daerah Rp94,6miliar (112,22% dari target), hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Rp74,60 miliar (100,0%
dari target), dan lain-lain PAD yang sah Rp192,65 miliar (118,56% dari target). Peningkatan tersebut terutama didorong
oleh masih cukup kuatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga di Sulsel dan upaya Pemprov Sulsel untuk terus
mengoptimalkan pungutan pajak di daerah dalam rangka meningkatkan tax ratio, antara lain dengan kegiatan sosialisasi
dan penerapan pajak progresif untuk kendaraan kedua dan seterusnya. Demikian pula, pencapaian retribusi daerah
melebihi target yang diharapkan, antara lain realisasi penerimaan retribusi daerah atas pelayanan kesehatan (132,73%),
retribusi penjualan produksi usaha daerah (107,0%), retribusi tempat rekreasi dan olah raga (101,45%), retribusi tera/
tera ulang (92,27%), retribusi pelayanan pendidikan (86,12%), retribusi pelayanan kepelabuhanan (84,03%), dan retribusi
pemakaian kekayaan daerah (76,68%).
Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi (Rp Miliar)
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Realisasi persentase dana perimbangan (DAU dan DAK) relatif relatif lebih rendah dibanding persentase realisasi tahun
sebelumnya. Persentase realisasi subkomponen dana alokasi umum (DAU) yang sebesar Rp1,21 triliun (100,0%) dan dana
alokasi khusus (DAK) yang sebesar Rp72,98 miliar (100,0%), sesuai dengan anggaran yang disampaikan oleh pemerintah
pusat. Demikian pula transfer pemerintah pusat lainnya, juga relatif sama dengan pagu anggaran, yaitu mencapai
Rp932,76 miliar (100,02%). Namun demikian, untuk dana bagi hasil (DBH) pajak dan bukan pajak dalam tren menurun,
baik secara nominal maupun persentase. Persentase DBH pajak/bukan pajak tahun 2014 senilai 84,92% (Rp248,81miliar),
lebih rendah dari 2013 (86,29% atau Rp268,11 miliar).
2.2.2 Belanja
2.2.2.1. Struktur Realisasi Belanja
Porsi realisasi belanja modal menunjukkan peningkatan nilai dan persentase terhadap total belanja APBD Provinsi
Sulsel. Padatahun 2014, porsi belanja operasional mengalami penurunan, sementara belanja modal meningkat, yang
menunjukkan perhatian pemerintah Provinsi Sulsel yang terus menguat dalam pembangunan infrastruktur daerah. Porsi
realisasi belanja modal 2014 mencapai 15,0%, atau sebesar Rp676,24 miliar, lebih besar dari capaian realisasi 2013 yang
sebesar Rp490 miliar (12,0%). Secara tren, porsi belanja modal terus meningkat dalam 3 tahun terakhir. Di sisi lain porsi
belanja operasional sebesar 84,9% (Rp3.822 miliar). Porsi belanja operasional meningkat signifikan pada tahun 2012
terutama karena belanja hibah naik tinggi, dari semula berkisar Rp97,12 miliar (2011) menjadi Rp1.205,71 miliar (2012).
11Persentase realisasi menunjukkan kinerja (performance) realisasi dibandingkan dengan anggaran (perencanaan).
Nominal % REALISASI Nominal % REALISASI
1. PENDAPATAN
1.1. PENDAPATAN ASLI DAERAH 2.641,16 2.560,07 96,93% 3.128,86 3.029,11 96,81% 3.380,99
- Pendapatan Pajak Daerah 2.336,52 2.253,43 96,44% 2.807,47 2.667,27 95,01% 3.044,55
- Pendapatan Retribusi Daerah 69,78 60,53 86,74% 84,30 94,60 112,22% 89,85
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan 71,34 71,06 99,60% 74,60 74,60 100,00% 80,23
- Lain-lain PAD yang Sah 163,52 175,05 107,05% 162,50 192,65 118,56% 166,37
1.2. DANA PERIMBANGAN 2.346,01 2.297,56 97,93% 1.575,57 1.531,39 97,20% 1.530,72
- Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 310,71 268,11 86,29% 293,00 248,81 84,92% 272,35
- DAU 1.089,77 1.089,77 100,00% 1.209,60 1.209,60 100,00% 1.180,01
- DAK 64,26 64,26 100,00% 72,98 72,98 100,00% 78,36
Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 881,27 875,41 99,34% 932,62 932,76 100,02%
1.3. Lain-lain Pendapatan yang Sah 9,33 9,97 106,82% 13,52 9,89 73,17% 1.258,47
JUMLAH PENDAPATAN 4.996,50 4.867,59 97,42% 5.650,58 5.503,15 97,39% 6.170,18
ANGGARAN
2015
Realisasi s/d TRIWULAN IV-2013ANGGARAN
PERUBAHAN
2013
NO. U R A I A N
ANGGARAN
PERUBAHAN
2014
Realisasi s/d TRIWULAN IV 2014
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
Grafik 2.4. Proporsi Realisasi Belanja APBD
2.2.2.2. Perkembangan Realisasi Pendapatan
Persentase penyerapan belanja APBD pada triwulan IV 2014 relatif optimal, meski tidak setinggi triwulan IV 2013.
Persentase realisasi anggaran belanja daerah sampai dengan akhir triwulan IV 2014 sebesar 92,04%, atau sedikit lebih
rendah jika dibandingkan dengan capaian pada triwulan IV 2013 yang sebesar 92,39%. Secara nominal, realisasi anggaran
belanja APBD hingga akhir tahun 2014 sebesar Rp5,60 triliun lebih tinggi dibanding realisasi tahun 2013 sebesar Rp4,92
triliun atau naik Rp676,06 miliar.
Realisasi belanja operasional yang bersifat rutin, secara persentase tercatat sedikit lebih rendah dari periode yang
sama tahun sebelumnya. Total pos belanja operasional terealisasi Rp3,82 triliun (95,06%) dengan persentase penyerapan
terbesar pada belanja hibah yaitu sebesar 98,07% dan terkecil adalah belanja bunga (73,42%). Sementara untuk belanja
rutin yang terdiri dari belanja pegawai dan belanja barang, persentasenya cukup tinggi, yaitu masing-masing sebesar
96,64% atau lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2013 (95,92%), dan 94,86%.
Sementara itu, belanja modal yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur, penyerapannya relatif membaik
dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi pos belanja modal hingga triwulan IV 2014 mencapai Rp676,24 miliar
(70,80%), terutama untuk belanja peralatan dan mesin;belanja aset tetap lainnya; belanja aset lainnya; belanja jalan,
irigasi, dan jaringan; serta belanja gedung dan bangunan. Belanja jalan, irigasi, dan jaringan dengan porsi yang cukup
besar, tentunya memberikan dampak yang lebih baik, karena terkait pembangunan infrastruktur yang dapat berperan
sebagai multiplier effect dalam pertumbuhan investasi dan ekonomi Sulsel.
Pada triwulan IV 2014, transfer yang merupakan bentuk hubungan vertikal dengan kabupaten/kota, secara persentase
maupun nominal, terealisasi lebih rendah dibanding triwulan IV 2013.Persentase transfer pada periode laporan
terealisasi sebesar 99,78%, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya 94,54%. Demikian pula secara nominal pada
triwulan IV 2014 (Rp1,1 triliun) terealisasi lebih tinggi dari triwulan IV 2013 (Rp843,12 miliar). Berdasarkan perbandingan
antara realisasi belanja dan pendapatan daerah pada triwulan IV 2014, masih terjadi defisit (selisih kurang) anggaran
sebesar Rp97,19 miliar. Kemudian, pengeluaran pembiayaan daerah pada triwulan IV 2014, APBD Sulsel mencatatkan
jumlah pembiayaan sebesar Rp288,68 miliar.
Rp1.676Rp2.078
Rp3.549 Rp3.587 Rp3.822Rp304
Rp468
Rp377Rp490
Rp676
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
5.000
Tw IV-2010 Tw IV-2011 Tw IV-2012 Tw IV-2013 Tw IV-2014
Rp miliar
Belanja Tidak Terduga Belanja Modal Belanja Operasional
(55,0%)(44,6%)(41,3%)
(63,2%)
(84,6%)(81,6%)
(90,4%) (87,9%)(84,9%)
(15,3%)
(9,6%)
(18,4%)
(12,0%)
(15,0%)
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 33
Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi BelanjaAPBD Provinsi (Rp Miliar)
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
2.3. Perkembangan Realisasi Belanja Instansi Vertikal di Sulsel
2.3.1 Struktur Realisasi Belanja
Komponen belanja mengalami peningkatan terutama belanja barang dan belanja pegawai. Dari sisi belanja barang,
selama 5 tahun terakhir, porsi belanja barang instansi vertikal di Provinsi Sulsel selalu dalam tren meningkat. Pada tahun
2010 porsinya sebesar 22,14% (Rp2,28 triliun) menjadi 29,29% (Rp4,31 triliun). Demikian pula belanja pegawai, juga
dalam tren meningkat 5 tahun terakhir. Pada tahun 2010 porsinya sebesar 32,96% (Rp3,39 triliun) menjadi 36,35%
(Rp5,35 triliun). Di sisi lain, porsi belanja modal relatif stabil menjadi 25,66% pada tahun 2014 (Rp3,77 triliun).
Grafik 2.5. Proporsi Belanja Instansi Vertikal di Sulsel
Realisasibelanja 2014 untuk instansi vertikal di seluruh kabupaten/kota di Sulsel mencapai Rp14,71 triliun. Jumlah
tersebut lebih tinggi daripada realisasi belanja APBD untuk provinsi Sulsel yang sekitar Rp5,6 triliun. Namun demikian,
anggaran instansi vertikal di Sulsel tersebut lebih rendah dibandingkan realisasibelanjaAPBD 24 Kab./Kota di Sulsel. Data
realisasi anggaran APBD seluruh APBD Kab/Kota sampai dengan batas waktu penulisan laporan belum tersedia, maka
pendekatan realisasi anggaran instansi vertikal di seluruh Sulsel dan realisasi APBD Provinsi, diharapkan dapat mewakili
kondisi keuangan pemerintah di Sulsel.
Nominal % REALISASI Nominal % REALISASI
2. BELANJA
2.1. BELANJA OPERASI 3.700,39 3.587,25 96,94% 4.020,51 3.821,79 95,06% 3.690,31
- Belanja Pegawai 962,03 922,78 95,92% 1.055,92 1.020,47 96,64% 1.166
- Belanja Barang 1.098,01 1.054,54 96,04% 1.379,90 1.308,99 94,86% 1.221
- Belanja Bunga 12,50 8,72 69,72% 22,00 16,15 73,42% 40
- Belanja Hibah 1.039,28 1.028,77 98,99% 969,43 950,68 98,07% 1.265
- Belanja Bantuan Keuangan 588,57 572,44 97,26% 593,25 525,49 88,58%
2.2. BELANJA MODAL 724,70 490,21 67,64% 955,10 676,24 70,80% 658,60
- Belanja Tanah 0,01 - 0,00% 53,60 1,06 1,99%
- Belanja Peralatan & Mesin 67,91 16,29 23,99% 103,81 98,66 95,04%
- Belanja Gedung dan Bangunan 42,57 3,04 7,15% 105,07 71,65 68,19%
- Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 811,99 33,46 4,12% 690,57 502,93 72,83%
- Belanja Aset Tetap Lainnya 1,22 0,19 15,85% 1,31 1,22 92,78%
- Aset Lainnya 0,09 - 0,00% 0,74 0,72 96,80%
2.3. BELANJA TIDAK TERDUGA 13,14 3,70 28,19% 5,50 0,96 17,51% 20,00
JUMLAH BELANJA 4.438,23 4.081,17 91,95% 4.981,10 4.498,99 90,32% 4.368,91
TRANSFER 891,84 843,12 94,54% 1.103,82 1.101,35 99,78% 1.798,20
TOTAL BELANJA 5.330,07 4.924,28 92,39% 6.084,92 5.600,34 92,04% 6.167,11
SURPLUS / (DEFISIT) (333,57) (56,69) 16,99% (434,34) (97,19) 22,38% 3,07
3. PEMBIAYAAN
3.1. PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 335,20 149,80 44,69% 485,34 339,68 69,99% 132,93
3.2. PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 1,63 1,13 69,33% 51,00 51,00 100,00% 136,00
JUMLAH PEMBIAYAAN 333,57 148,67 44,57% 434,34 288,68 66,46% (3,07)
ANGGARAN
2015
Realisasi s/d TRIWULAN IV-2013ANGGARAN
PERUBAHAN
2013
NO. U R A I A N
ANGGARAN
PERUBAHAN
2014
Realisasi s/d TRIWULAN IV 2014
Rp3.390,96 Rp3.844,65 Rp4.307,82 Rp4.778,28 Rp5.346,13
Rp2.277,90Rp2.950,32
Rp3.246,50Rp4.037,12
Rp4.308,16Rp2.376,74
Rp3.961,94Rp4.466,89
Rp4.930,15 Rp3.773,88
Rp2.054,50
Rp1.718,06
Rp1.726,93
Rp1.425,12 Rp1.278,55
Rp189,25
Rp49,70
Rp191,86
Rp118,13
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
2010 2011 2012 2013 2014
Rp miliar
Belanja Lain Belanja Bantuan Sosial Belanja Modal
Belanja Barang Belanja Pegawai
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
2.3.2 Perkembangan Realisasi Belanja Hingga triwulan IV 2014, persentase realisasi anggaran belanja instansi vertikal Provinsi Sulsel dan Kabupaten/Kota
lebih tinggi dibanding triwulan IV 2013. Realisasi anggaran sampai dengan triwulan IV 2014 sebesar 91,14% atau lebih
tinggi jika dibandingkan dengan triwulan IV 2013 sebesar 89,41%. Namundemikian, secara nominal, realisasi anggaran per
jenis belanja instansi vertikal di pada periode berjalan sebesar Rp14,71 triliun, lebih rendah dari triwulan IV 2013 sebesar
Rp15,29 triliun.
Secara nominal, realisasi anggaran per jenis belanja instansi vertikal di kab/kota masih didorong oleh belanja pegawai.
Pada triwulan IV 2014, realisasi belanja pegawai instansi vertikal sebesar Rp5,35 triliun (Rp95,64%) atau lebih tinggi
dibanding triwulan IV 2013 sebesar Rp4,78 triliun (95,47%). Di sisi lain, persentase realisasi belanja modal dan belanja
bantuan sosial juga relatif tinggi, masing-masing 84,14% dan 98,98%.
Tabel 2.3.Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja Triwulan IVInstansi Vertikal se-Sulsel
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Selatan
2.4. Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB
Peran realisasi komponen pendapatan pendapatan terhadap ekonomi daerah12
pada tahun 2014 relatif menurun
dibandingkan tahun sebelumnya, terutama berasal dari peranan dana perimbangan. Dana perimbangan per PDRB
ADHB, rasio tahun 2014 sebesar 0,51%, lebih rendah daripada tahun 2013 sebesar 0,89%. Di sisi lain, rasio PAD terhadap
PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) memperlihatkan peranan yang sedikit meningkat pada tahun 2014. Rasio PAD per
PDRB ADHB pada tahun 2014 sebesar 1,01%, sedikit meningkat dibandingkan 2013 (Grafik 2.3). Pertumbuhan ekonomi
yang tetap tinggi di Sulsel, dapat menjadi ukuran potensi pendapatan daerah yang bisa dihasilkan. Meski mengalami
perlambatan dari 7,63% (yoy) pada 2013, menjadi 7,57% pada tahun 2014, ekonomi Sulawesi Selatan tersebut masih
tumbuh cukup tinggi diatas nasional yaitu sebesar 5,02%. Untuk meningkatkan nilai tambah bagi pendapatan APBD, dapat
dilakukan antara lain melalui perluasan basis penerimaan pajak, meningkatkan efisiensi dan penekanan biaya
pemungutan, ataupun pemberdayaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Pada tahun 2014, peran realisasi komponen belanja APBD dan instansi vertikal untuk stimulus ekonomi
daerah13
menurun. Rasio belanja modal terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB), terlihat menurun pada tahun
2014. Rasio belanja modal per PDRB ADHB tahun 2014 sebesar 1,48%, sementara tahun 2013 sebesar 2,10%. Rasio
belanja operasional triwulan IV 2014 hanya sebesar 4,49%, sedikit lebih rendah dari 2013 yang sebesar 4,79%.Peran
belanja operasionaldan belanja modal per PDRB ADHB ditengarai menurun sesuai dengan penurunan komponen
konsumsi pemerintah dalam PDRB.
Grafik 2.6. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Grafik 2.7. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB
12 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif 13 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif
Nominal % Realisasi Nominal % Realisasi
Belanja Pegawai 5.004,90 4.778,28 95,47% 5.589,88 5.346,13 95,64%
Belanja Barang 4.424,24 4.037,12 91,25% 4.769,18 4.308,16 90,33%
Belanja Modal 6.047,34 4.930,15 81,53% 4.485,40 3.773,88 84,14%
Belanja Bantuan Sosial 1.483,29 1.425,12 96,08% 1.291,77 1.278,55 98,98%
Belanja Lain 140,31 118,13 84,19%
JUMLAH BELANJA 17.100,08 15.288,80 89,41% 16.136,24 14.706,71 91,14%
U R A I A NRealisasi s/d Triwulan IV 2013
Anggaran 2013 Anggaran 2014Realisasi s/d Triwulan IV 2014
0,90
1,00
0,96 0,99
1,01
0,55 0,56
0,98
0,89
0,51
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
1,10
2010 2011 2012 2013 2014
%
Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan
4,28
4,47
4,86
4,79
4,49
1,56
2,23 2,12 2,10
1,48
0,50
0,70
0,90
1,10
1,30
1,50
1,70
1,90
2,10
2,30
2,50
3,90
4,10
4,30
4,50
4,70
4,90
5,10
2010 2011 2012 2013 2014
%%
Belanja Operasi Belanja Modal
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 35
3. INFLASI DAERAH
Bab 3 Inflasi Daerah
Laju inflasi Sulsel pada triwulan IV 2014 tercatat sebesar 8,61% (yoy) lebih
tinggi dari triwulan III 2014 (3,72%, yoy) yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa yang
dikonsumsi masyarakat pasca kenaikan harga bahan bakar minnyak (BBM)
yang disubsidi. Peningkatan tertinggi terjadi pada kelompok barang yang
terkait dengan volatile food (kelompok bahan pangan dan makanan jadi)
dan administered price (perumahan dan transportasi). Secara kelembagaan,
seluruh TPID di tingkat provinsi dan kabupaten/kota telah terbentuk, diiringi
dengan peningkatan kegiatan koordinasi, terutama untuk mengantisipasi
implikasi kenaikan harga BBM bersubsidi.
BAB 3 INFLASI DAERAH
36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa14
Laju inflasi Sulsel pada triwulan IV 2014 tercatat lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh kenaikan
harga BBM jenis premium dan solar yang diikuti oleh kenaikan tarif angkutan umum dan kebutuhan pokok lainnya.
Inflasi di akhir tahun2014 tercatat sebesar 8,61% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan III 2014 yang tercatat sebesar
3,72% (yoy). Faktor utama penyebab peningkatan inflasi adalah kenaikan harga BBM jenis premium dan solar sebesar Rp
2.000 per liter atau 30,77% untuk premium dan 36,36% untuk solar yang diikuti kenaikan tarif angkutan dan bahan
makanan. Bila dilihat per kelompok, diketahui bahwa seluruh kelompok barang dan jasa mengalami inflasi (Tabel 3.1)
dengan peningkatan terbesar ada pada kelompok bahan makanan sebesar 16,02% (yoy) dan terbesar kedua kelompok
transport sebesar 10,15% (yoy). Kelompok lain yang tercatat mengalami kenaikan tekanan inflasi adalah kelompok
makanan jadi dan kelompok perumahan yang masing-masing mengalami inflasi sebesar 6,21% (yoy) dan 6,87% (yoy).
Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang danJasa
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sementara itu, tiga kelompok barang lainnya yaitu kelompok sandang, kelompok kesehatan dan kelompok pendidikan
mengalami penurunan tekanan inflasi. Pada triwulan IV 2014, ketiga kelompok tersebut mengalami inflasi sebesar 3,24%
(yoy), 5,08% (yoy) dan 1,85% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan III 2014 yang tercatat sebesar 4,12% (yoy), 5,28%
(yoy) dan 1,97% (yoy).
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan
14 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi
Bahan
Makanan
Makanan
JadiPerumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM
1 2.68 6.22 3.48 2.16 2.98 7.08 1.18 3.45
2 7.64 5.23 4.11 7.56 2.73 7.08 1.06 5.00
3 13.43 6.21 4.13 7.65 2.92 4.07 1.76 6.58
4 14.27 5.90 4.14 7.35 3.06 1.80 1.75 6.56
I 13.96 4.47 4.16 8.30 3.08 1.48 1.84 6.32
I I 12.10 5.27 4.57 8.83 6.41 2.43 2.08 6.37
I I I 1.43 4.40 3.70 10.96 7.60 3.00 0.77 3.37
IV 0.24 4.40 3.67 8.69 7.67 2.90 0.73 2.88
I 4.04 4.49 4.18 9.57 7.53 2.94 0.57 4.06
I I 4.94 4.29 3.98 6.99 4.53 2.12 0.47 3.85
I I I 7.81 4.97 3.41 6.51 3.18 1.37 0.63 4.48
IV 6.56 5.03 3.35 7.08 2.83 3.41 1.16 4.40
I 8.01 4.57 3.43 6.03 2.28 3.54 0.89 4.61
I I 6.22 4.63 3.60 2.61 1.99 3.33 3.96 4.36
I I I 10.76 4.70 4.76 2.77 3.23 3.66 12.01 7.24
IV 6.97 4.47 6.06 2.36 3.71 1.39 11.58 6.22
I 4.76 5.39 6.25 3.73 3.79 1.33 10.31 5.88
I I 6.15 5.38 5.96 5.65 5.22 1.38 7.91 5.92
I I I 1.97 5.80 6.32 4.12 5.28 1.97 0.87 3.72
IV 16.02 6.21 6.87 3.24 5.08 1.85 10.15 8.61
TAHUN
2012
2013
2011
2010
2014
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 37
3.1.1 Kelompok Bahan Makanan
Pada triwulan IV 2014, inflasi di kelompok bahan
makanan mengalami peningkatan yang signifikan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan inflasi
terjadi dari 1,97% (yoy) pada triwulan III 2014 menjadi
16,02% (yoy) pada triwulan III 2014 (Grafik 3.2).
Peningkatan tingkat inflasi terutama didorong oleh
penyesuaian harga yang dilakukan para pedagang
terhadap kenaikan harga BBM. Selain itu, faktor musiman
dimana beberapa sentra bumbu-bumbuan baru memasuki
musim tanam baru juga menjadi salah satu penyebab
peningkatan inflasi di kelompok bahan makanan. Keadaan
stok yang terbatas ini, ditengarai dimanfaatkan untuk
mencari untung dengan meningkatkan harga.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Fakor cuaca menjadi salah satu faktor penyebab peningkatan tekanan inflasi. Intensitas hujan terus meningkat
sepanjang akhir tahun 2014 dan diperkirakan akan mencapai puncak pada bulan Januari-Februari 2015. Peningkatan
intensitas hujan ini mengakibatkan peningkatan gelombang laut yang berakibat pada terganggunya aktifitas melaut yang
dilakukan oleh para nelayan. Intensitas hujan yang tinggi juga bepengaruh pada produktifitas ikan budidaya.
Terganggunya pH air kolam budidaya mengakibatkan ikan yang di budidayakan tidak tumbuh secara optimal. Pengaruh
cuaca terhadap inflasi komoditas perikanan terkonfirmasi dari inflasi beberapa komoditas hasil laut sepanjang triwulan IV
2014 seperti ikan bandeng (bolu), ikan cakalang, ikan laying, ikan teri, ikan tongkol, dan udang basah. Selain itu, faktor
cuaca juga berpengaruh negatif terhadap harga sayur-sayuran. Beberapa jenis tanaman hortikultura tidak tumbuh secara
optimal ditingkat curah hujan yang tinggi. Hal ini terkonfirmasi dari SPH dimana terjadi peningkatan harga bayam, kacang
panjang, kangkung, dan sawi hijau di triwulan IV 2014.
Komoditas daging-dagingan menjadi menjadi salah satu penahan inflasi tidak terakselerasi lebih lanjut. Dari hasil SPH
diketahui bahwa daging ayam ras dan daging sapi mengalami deflasi di triwulan IV 2014. Daging ayam ras mengalami
deflasi sebesar -0,99% (yoy) melanjutkan tren penurunan sepanjang tahun 2014. Daging sapi juga kembali mengalami
deflasi sebesar -1,02% (yoy) setelah di triwulan III 2014 juga mengalami deflasi sebesar -2,48% (yoy).
3.1.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan
tembakau pada triwulan IV 2014 tercatat mengalami
dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok ini
mencatat laju inflasi tahunan sebesar 6,21% (yoy) pada
triwulan laporan (Grafik 3.3). Pada triwulan sebelumnya,
inflasi yang tercatat adalah 5,80% (yoy). Peningkatan
permintaan diakhir tahun seiring dengan tereselengaranya
beberapa kegiatan seperti Natal dan Tahun Baru menjadi
penyebab peningkatan tekanan inflasi di periode
perlaporan. Tingginya ekspektasi kenaikan harga dari
konsumen dan pedagang juga menjadi salah satu faktor
tingginya inflasi di triwulan IV 2014.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
Peningkatan laju inflasi terjadi di seluruh subkelompok, baik subkelompok makanan jadi, sub kelompok minuman yang
tidak beralkohol maupun subkelompok tembakau dan minuman beralkohol. Peningkatan laju inflasi terbesar terjadi
pada subkelompok makanan jadi yang pada periode ini mengalami inflasi sebesar 7,88% (yoy), sedangkan sub kelompok
minuman yang tidak beralkohol dan subkelompok tembakau dan minuman beralkohol mengalami inflasi sebesar 2,49%
(yoy) dan 5,28% (yoy). Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh tingginya permintaan di akhir tahun menjelang natal dan
BAB 3 INFLASI DAERAH
38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
tahun baru. Selain itu, inflasi yang terjadi hampir diseluruh komoditas bahan makanan makanan dinilai menjadi salah satu
pendorong inflasi tahunan di subkelompok makanan jadi.
3.1.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Pada triwulan IV 2014, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar meningkat dibandingkan
triwulan III 2014. Laju inflasi tercatat sebesar 6,87% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (6,32%, yoy) (Grafik 3.4).
Naiknya laju inflasi tahunan didiorong terutama oleh subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air yang meningkat dari
9,24% (yoy) di triwulan III 2014 menjadi 16,18% (yoy) di periode pelaporan seiring dengan kenaikan harga BBM jenis
Premium dan Solar pada bulan November 2014. Tiga subkelompok lainnya yaitu subkelompok biaya tempat tinggal,
subkelompok perlengkapan rumah tangga dan subkelompok penyelenggaraan rumah tangga mengalami penurunan
tekanan inflasi. Tercatat pada periode pelaporan ketiga subkelompok ini secara berturut-turut mengalami inflasi sebesar
3,71% (yoy), 5,12% (yoy), dan 6,56% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan III 2014 yang secara berturut-turut
ketiganya mengalami inflasi sebesar 4,48% (yoy), 6,95% (yoy), dan 7,00% (yoy). Peningkatan harga properti (Grafik 3.5)
menjadi salah satu faktor penyebab inflasi tahunan subkelompok biaya tempat tinggal.
Seperti yang telah disebutkan di atas, implementasi kebijakan oleh pemerintah yang menaikkan BBM jenis Premium
dan Solar akhir November 2014 menjadi penyebab utama kenaikan tingkat inflasi. Kedua jenis bahan bakar ini naik
sebesar Rp 2.000 per liter atau 30,77% untuk premium dan 36,36% untuk solar. Bila mengacu pada bobot per komoditas,
kenaikan harga premium sebesar Rp 2.000 per liter memberikan andil inflasi sebesar 1,15% sedangkan kenaikan harga
Solar memberikan andil inflasi sebesar 0,01%.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Survei Harga Properti Residensial
Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar Grafik 3.5. Indeks Harga Properti Residensial
Dari sisi harga aset, yang dicerminkan oleh harga properti, menunjukkan masih adanya kenaikan harga. Hasil Survei Harga
Properti Residensial (SHPR) menunjukkan kenaikan harga jual rumah tinggal di pasar perdana triwulan I 2015 meningkat
2,55% (qtq), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2014 (2,16%). Peningkatan tertinggi terjadi pada rumah tipe menengah
sebesar 6,33%. Faktor utama penyebab kenaikan harga berasal dari kenaikan harga bahan bangunan dan upah pekerja,
diikuti kenaikan suku bunga kredit dan pajak. Sejalan dengan perkembangan harga properti di pasar perdana, hasil
penilaian harga properti pasar sekunder juga meningkat, yang diindikasikan pada kenaikan harga tanah dan harga rumah
masing-masing 3,76% dan 3,48%. Peningkatan harga rumah pasar sekunder antara lain karena perkembangan
infrastruktur yang baik.
3.1.4 Kelompok Sandang
Inflasi kelompok sandang menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV2014, inflasi tercatat
sebesar 3,24% (yoy) menurun dibandingkan inflasi di triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,17% (yoy) (Grafik 3.6).
Penurunan laju inflasi terjadi diseluruh subkelompok. Penurunan terbesar terjadi pada subkelompok sandang laki-laki
sebesar -1,54% atau dari dari 6,47% (yoy) di triwulan III 2014 menjadi 4,93% (yoy) di periode pelaporan. Subkelompok lain
yang mengalami penurunan diatas 1% adalah subkelompok barang pribadi dan sandang yang mengalami penurunan
sebesar -1,03% atau dari 1,33% (yoy) di triwulan III 2014 menjadi 0,30% (yoy) di periode pelaporan. Sementara itu, inflasi
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 39
di dua subkelompok lainnya yaitu subkelompok sandang wanita dan subkelompok sandang anak-anak pada triwulan IV
2014 tercatat sebesar 3,05% (yoy) dan 5,48% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
3,67% (yoy) dan 5,52% (yoy).
Selain akibat penurunan permintaan, penurunan harga emas juga menjadi faktor penyebab menurunnya tekanan
inflasi di kelompok sandang. Pada triwulan IV 2015, harga emas dunia kembali menunjukan penurunan melanjutkan tren
sepanjang tahun 2014. Tercatat pada triwulan IV 2014 rata-rata harga emas dunia mencapai 1,199.48 USD/troy oz turun
sebesar 5,56% (qtq) dibandingkan periode sebelumnya. Penurunan harga emas dunia tersebut mengakibatkan penurunan
harga emas perhiasan yang merupakan salah satu komditas yang diperhitungkan pada inflasi kelompok sandang. Dari
hasil SPH, harga emas perhiasan di triwulan IV 2014 tercatat mengalami deflasi sebesar -3,08% (yoy).
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank
Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Grafik 3.7. Perubahan Harga Emas Internasional
3.1.5 Kelompok Kesehatan
Inflasi kelompok kesehatan kembali mengalami penurunan pada triwulan IV 2014. Pada triwulan laporan, kelompok ini
mencatat inflasi sebesar 5,08% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan III 2014 yang mencapai 5,28% (yoy). Sumber
utama penurunan tersebut berasal dari penurunan tekanan inflasi pada subkelompok jasa kesehatan, subkelompok jasa
perawatan jasmani dan subkelompok perawatan jasmani dan kosmetika. Pada triwulan laporan, ketiga kelompok
tersebut secara berturut-turut mengalami inflasi sebsar 2,07% (yoy), 5,59% (yoy) dan 7,60% (yoy) lebih rendah dari
triwulan sebelumnya yang secara berturut-turut mengalami inflasi sebsar 3,11% (yoy), 7,19% (yoy) dan 8,11% (yoy).
Penurunan tekanan inflasi pada subkelompok obat-obatan menjadi faktor penahan inflasi tidak deselerasi lebih lanjut.
Pada triwulan pelaporan, inflasi subkelompok obat-obatan tercatat sebesar 3,77% (yoy) lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya yang mencapai 3,25% (yoy).
Penurunan permintaan dan mulai stabilnya nilai tukar rupiah terhadap USD menjadi faktor utama penyebab
penurunan tekanan inflasi di kelompok kesehatan. Permintaan akan layanan kesehatan serta produk kosmetika
menurun pasca musim perayaan hari besar keagamaan di triwulan sebelumnya. Selain itu itu, dampak penyesuaian harga
produk impor seiring mulai stabilnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap uang dollar Amerika Serikat (US$). Hal ini
dinilai membuat harga komoditas berbagai jenis obat maupun produk perawatan jasmani yang lainnya ikut mengalami
penyesuaian (imported inflation).
3.1.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami penurunan tekanan inflasi pada triwulan IV 2014. Pada
triwulan laporan, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 1,85% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai
1,97%(yoy) (Grafik 3.9). Turunnya laju inflasi tersebut didorong oleh penurunan inflasi di subkelompok pendidikan
subkelompok rekreasi dan subkelompok olahraga. Di triwulan pelaporan, ketiga subkelompok tersebut tercatat
mengalami inflasi sebesar 2,53% (yoy), 0,43% (yoy) dan 1,67% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan III 2014 yang
tercatat mencapai 2,70% (yoy), 0,54% (yoy) dan 2,72% (yoy). Di sisi lain, inflasi subkelompok kursus/pelatihan mengalami
inflasi yang sama dengan triwulan sebelumnya. Subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan menjadi satu-satunya
BAB 3 INFLASI DAERAH
40 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
subkelompok yang mengalami peningkatan inflasi, dari 2,12% (yoy) di triwulan III 2014 menjadi 2,15% (yoy) di triwulan IV
2014. Faktor musiman ditengarai menjadi salah satu penyebab menurunnya permintaan di kelompok ini.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan
3.1.7 Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Pada triwulan IV 2014, tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami kenaikan
signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Laju inflasi tercatat sebesar 10,15% (yoy), naik tajam dari 0,87% (yoy)
pada triwulan III 2014 (Grafik 3.10). Subkelompok transport menjadi penyumbang peningkatan inflasi terbesar. Inflasi
pada subkelompok ini mengalami inflasi sebesar 14,61% (yoy) setelah di triwulan sebelumnya inflasi pada subkelompok
ini hanya tercatat sebesar 1,21% (yoy). Subkelompok lain yang mencatatkan peningkatan inflasi adalah subkelompok
sarana dan penunjang transport dan subkelompok jasa keuangan. Pada triwulan pelaporan masing-masing subkelompok
tercatat mengalami inflasi sebesar 0,81% (yoy) dan 8,92% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2014 yang tercatat
sebesar 2,15% (yoy) dan 0% (yoy). Sementara itu, subkelompok komunikasi danpengiriman mengalami penurunan inflasi
di triwulan pelaporan dari 0,09% (yoy) di triwulan III 2014 menjadi 0,04% (yoy).
Penyesuaian tarif angkutan umum menjadi faktor utama penyebab tingginya inflasi kelompok transpor, komunikasi
dan keuangan di triwulan IV 2014. Penyesuaian tarif angkutan umum dilakukan pemerintah daerah Sulawesi Selatan
pada bulan Desember 2014 menindaklanjuti kenaikan BBM jenis Premium dan Solar yang terjadi di bulan sebelumnya.
Tarif angkutan dalam kota mengalami kenaikan sebesar 25%, yaitu dari Rp. 4.000 menjadi Rp. 5.000. Sedangkan tarif
angkutan luar kota mengalami kenaikan sebesar 42,86% yaitu dari Rp. 49.000 menjadi Rp. 70.000. Inflasi pada kelompok
ini tertahan oleh penurunan harga komponen alat transportasi. Hal ini diindikasikan oleh perlambatan pertumbuhan
harga karet pada triwulan laporan (Grafik 3.11).
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank
Grafik 3.10. Inflasi Kelompok Transpor Grafik 3.11. Perubahan Harga Karet Internasional
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 41
3.2. Inflasi Menurut Kota IHK15
Pada triwulan IV 2014, peningkatan tekanan inflasi Sulsel didorong oleh peningkatan inflasi di seluruh kota IHK di
Sulawesi Selatan (Watampone, Makassar Palopo, Parepare, dan Bulukumba). InflasiWatampone, Makassar, Palopo,
Parepare, dan Bulukumba pada triwulan III 2014, secara berurutan tercatat sebesar 8,22% (yoy);8,51% (yoy);8,59%
(yoy);9,38% (yoy) dan 9,45% (yoy). Pada triwulan sebelumnya, laju inflasi di tiga kota IHK tersebut tercatat sebesar 4,55%
(yoy), 3,57% (yoy), 4,03% (yoy), 3,04% (yoy) dan 7,30% (yoy)(Tabel 3.2).
Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.12. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Kenaikan harga BBM jenis Premium dan Solar serta efek lanjutannya pada kenaikan harga komoditas lainnya menjadi
faktor utama penyebab tingginya inflasi di seluruh kota pada periode pelaporan. Selain itu, faktor musiman dimana
sebagian besar wilayah Indonesia memasuki musim hujan juga menjadi salah satu penyebab peningkatan tekanan inflasi.
Bila dilihat dari sumbangan inflasi, Kota Makassar menjadi penyumbang penurunan terbesar diantara kota IHK di Sulsel,
dimana pada periode pelaporan tercatat sebesar 6,57% meningkat dari periode sebelumnya yang tercatat sebesar 4,20%.
Empat kota penyumbang inflasi lainnya yaitu Watampone, Palopo, Parepare dan Bulukumba memberikan sumbangan
inflasi sebesar 0,47%, 0,57%, 0,66%, dan 0.26% lebih tinggi dari sumbangan inflasi di triwulan III 2014 yaitu sebesar 0,26%,
0,26%, 0,66% dan 0,26% (Tabel 3.2).
Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
15 Mulai Januari 2014, inflasi Sulawesi Selatan dihitung dari agregasi lima kabupaten/kota yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba
I II III IV I II III IV I II III IV
Watampone 5.69 4.42 3.94 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22
Makassar 4.10 3.91 4.61 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51
Palopo 4.27 3.99 4.15 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95
Parepare 2.00 2.54 3.78 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38
Bulukumba 13.94 14.10 7.30 9.45
Sulawasi Selatan 4.06 3.85 4.48 4.40 4.61 4.36 7.24 6.22 5.88 5.92 3.72 8.61
2014Kota
2012 2013
I II III IV I II III IV I II III IV
Watampone 0.20% 0.19% 0.22% 0.22% 0.23% 0.22% 0.36% 0.31% 0.45% 0.47% 0.26% 0.47%
Makassar 3.42% 3.24% 3.77% 3.71% 3.88% 3.68% 6.10% 5.25% 4.27% 4.20% 2.79% 6.65%
Palopo 0.22% 0.21% 0.25% 0.24% 0.25% 0.24% 0.40% 0.34% 0.40% 0.47% 0.26% 0.57%
Parepare 0.22% 0.21% 0.24% 0.24% 0.24% 0.23% 0.39% 0.33% 0.39% 0.39% 0.21% 0.66%
Bulukumba 0.38% 0.39% 0.20% 0.26%
Sulawasi Selatan 4.06% 3.85% 4.48% 4.40% 4.61% 4.36% 7.24% 6.22% 5.88% 5.92% 3.72% 8.61%
2014Kota
2012 2013
BAB 3 INFLASI DAERAH
42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
3.3. Disagregasi Inflasi16
Meningkatnya tekanan inflasi di Sulsel pada triwulan IV 2014 terutama didorong oleh komponen administered prices
danvolatile food. Komponen administered prices menjadi faktor terbesar yang mendorong peningkatan tingkat inflasi
pada periode laporan ini. Tercatat pada triwulan IV 2014 laju inflasi dari komponen administered pricessebesar 16,44%
(yoy), meningkat signifikan dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 4,39% (yoy). Meningkatnya inflasi
administreted pricesterkait dengan kenaikan harga BBM jenis Premium dan Solar di bulan November 2014.
Kenaikan harga BBM ini berimbas pada kenaikan harga kebutuhan pokok yang tercermin dari kenaikan inflasi
komponen Volatile Food. Inflasi komponen volatile food di triwulan IV 2014 mencapai 16,88% (yoy), meningkat signifikan
dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 1,72% (yoy). Selain efek rambat dari kenaikan BBM, kenaikan di
komponen volatile food juga di akibatkan oleh faktor cuaca. Meningkatnya intensitas hujan di penghujung tahun 2014
berakibat pada terganggunya pasokan sejumlah jenis ikan dan sayuran. Gelombang tinggi akibat curah hujan yang tinggi,
selain mengakibatkan nelayan enggan untuk melaut, juga mengakibatkan terganggunya distribusi barang melalui jalur
laut. Hal ini tercermin dari hasil SPH, yang menunjukan kenaikan harga dihampir seluruh komoditas yang menjadi objek
survei.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.13. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi
Pada inflasi inti (core inflation), peningkatan juga terjadi dalam level yang rendah. Tercatat pada triwulan IV 2014,
inflasi pada komponen intimengalami peningkatan dari 4,12% (yoy) menjadi 4,15% (yoy). Inflasi pada komponen core
inflation dipengaruhi oleh masih kuatnya permintaan pada beberapa subkelompok seperti subkelompok kesehatan,
pendidikan, dan makanan jadi. Turunnya harga emas perhiasan menjadi faktor penahan inflasi kelompok sandang yang
pada gilirannya meredam laju inflasi inti sehingga tidak terakselerasi lebih lanjut.
16 Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 43
3.4. Koordinasi Pengendalian Inflasi
Perkembangan koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel kembali menunjukkan perkembangan yang lebih baik lagi dari
sisi kelembagaan yang ditunjukkan oleh telah berdirinya TPID di seluruh kabupaten/kota. Dengan peresmian TPID
Kabupaten Gowa pada tanggal 21 Oktober 2014, maka saat ini TPID telah ada di 24 kabupaten/kota di seluruh Sulawesi
Selatan (Tabel 3.4). Dengan telah berdirinya TPID di seluruh kabupaten/kota maka diharapkan kedepannya koordinasi dan
proses pengendalian inflasi dapat berjalan lebih baik.
Tabel 3.4. TPID Setingkat Kabupaten/Kota
NO TPID SURAT KEPUTUSAN
KET NOMOR TANGGAL
1 Provinsi Sulawesi Selatan 3956 / XII / 2009 diperbaharui dengan
SK No. 238 / II / 2014
09-Des-09 -
03-Feb-14
2 Kota Palopo 457 / III / 2011 01-Mar-11 Sampel IHK
3 Kabupaten Bone 228 / 2011 06-Jul-11 Sampel IHK
4 Kota Pare-Pare 18 / 2012 17-Jan-12 Sampel IHK
5 Kota Makassar 510.05 / 356 / KEP / II / 2012 14-Feb-12 Sampel IHK
6 Kabupaten Pangkep 374 / VII / 2013 01-Jul-13 -
7 Kabupaten Tana Toraja 179 / VII / 2013 02-Jul-13 -
8 Kabupaten Soppeng 332 / IX / 2013 04-Sep-13 -
9 Kabupaten Maros 560 / KPTS / 500 / IX / 2013 09-Sep-13 -
10 Kabupaten Sinjai 627 / 2013 09-Sep-13 -
11 Kabupaten Bulukumba 1046 / X / 2013 07-Okt-13 Sampel IHK
12 Kabupaten Bantaeng 500 / 621 / XII / 2013 13-Des-13 -
13 Kabupaten Enrekang 673 / KEP / XII / 2013 31-Des-13 -
14 Kabupaten Luwu Timur 04 / I / 2014 02-Jan-14 -
15 Kabupaten Takalar 47 / 2014 15-Jan-14 -
16 Kabupaten Barru 171 / ADM.EKO / I / 2014 29-Jan-14 -
17 Kabupaten Toraja Utara 107 / II / 2014 08-Feb-14 -
18 Kabupaten Luwu No.191/III/2014 18-Mar-14 -
19 Kabupaten Wajo 279 / 2014 20-Mar-14 -
20 Kabupaten Luwu Utara 188.4.45/188/III/2014 20-Mar-14 -
21 Kabupaten Jeneponto 87 / 2014 28-Apr-14 -
22 Kabupaten Sidenreng Rappang 200/IV/2014 28-Apr-14 -
23 Kabupaten Kepulauan Selayar 198 / V / 2014 14-Mei-14 -
24 Kabupaten Pinrang 050/291/2014 23-Jun-14 -
25 Kabupaten Gowa 409/X/2014 21-Okt-14 -
Pada 20 Januari 2015,telah dilaksanakan High Level Meeting (HLM) TPID Provinsi Sulsel dan Kabupaten/Kota se Sulsel
di Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Selatan. Agenda HLM tersebut adalah Evaluasi Inflasi Sulsel 2014, Pengutan
Koordinasi dan Program 2015, Strategi dan Kebijakan Daerah dalam menyikapi pola kebijakan pemerintah di bidang
energi (BBM dan LPG), Prospek perkembangan produksi dan harga pangan dan Hal-hal lain yang dinggap perlu terkait
pengendalian inflasi di kawasan Sulawesi Selatan. HLM tersebut dipimpin langsung oleh Gubernur Sulawesi Selatan, Dr.H.
Syahrul Yasin Limpo, SH, MSi, MH dan dihadiri oleh seluruh anggota TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota se Sulsel
dengan total peserta mencapai 160 orang. Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain:
1. Inflasi pada tahun 2014 lebih banyak dipengaruhi oleh faktor psikologi publik atau ekspektasi terutama
disebabkan oleh kenaikan harga BBM sehingga mendorong inflasi yang cukup tinggi di bulan November dan
Desember 2014.
2. Kabupaten/Kota akan segera melakukan High Level Meeting (HLM) TPID di masing-masing daerahnya untuk
menentukan program dan menetapkan kebijakan dalam pengendalian harga.
3. FKPD/MUSPIDA akan membuat surat edaran kepada Polsek/Polres untuk turun membantu TPID.
BAB 3 INFLASI DAERAH
44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
4. FKPD/MUSPIDA akan diperbantukan sepenuhnya dalam menurunkan inflasi dan tarif angkutan serta membantu
transportasi dan infrastruktur yang menghambat distribusi.
5. Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pertanian dan Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan akan
membentuk desk bekerjasama dengan TPID dan melakukan pemantauan harga, pasokan dan distribusi serta
melaporkannnya secara mingguan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota.
6. Wakil Gubernur Sulawesi Selatan bersama dengan FKPD/Muspida akan turun langsung kedaerah dan
melaksanakan pemantauan serta rapat koordinasi High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah
(TPID). Kunjungan ke lapangan dan HLM TPID level Kabupaten/Kota akan diawali di Kabupaten Bulukumba
(Kabupaten penyumbang inflasi terbesar di Sulsel tahun 2014) yang direncanakan tanggal 27 Januari 2015.
7. Pemprov akan melakukan patokan harga terendah/tertinggi untuk LPG 3 kg maupun tarif angkutan kota dan
akan ditandatangai hari ini juga (20 Januari 2015).
8. Pedoman inflasi Sulsel adalah 4%, dimana sasaran inflasi akan diarahkan pada level tersebut, sehingga apabila
terjadi peningkatan maka akan dilakukan upaya untuk menurunkan pada level 4%. Kabupate/Kota diharapkan
untuk dapat melakukan penetapan sasaran inflasi masing-masing daerahnya sehingga inflasi dapat diarahkan
pada level yang ditetapkan.
9. Dinas Perindustrian dan instansi terkait akan menyusun standard operational procedure (SOP) pengendalian
harga sehingga kepolisian dapat dimungkinkan turun tangan melakukan tindakan tegas kepada pelaku usaha
yang nakal (seperti menimbun, memainkan harga, dll).
10. Pemerintah Daerah dan TPID agar siap melakukan operasi pasar sewaktu-waktu apabila dibutuhkan, terutama
terkait dengan harga dan ketersediaan LPG, BBM, dan komiditas lainnya.
11. BPS diharapkan untuk melakukan quick survey pada minggu depan untuk memantau pergerakan harga dan
melaporkannya kepada Gubernur Sulawesi Selatan.
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 45
Boks 3.A. Upaya Pengendalian Inflasi Melalui High Level Meeting (HLM) TPID di Kabupaten/Kota Sulawesi Selatan
Mengawali tahun 2015, upaya pengendalian inflasi dilakukan melalui peningkatan koordinasi antar TPID se-Sulsel.
Supaya lebih terarah, koordinasi dilakukan pada level pimpinan (high level) yang melibatkan Gubernur dan
Walikota/Bupati. High Level Meeting (HLM) TPID Provinsi Sulsel dilaksanakan pada awal tahun dalam mengendalikan
inflasi tahun 2015. Tepat pada pada hari Selasa, 20 Januari 2015 di Rumah Jabatan Gubernur Sulsel, seluruh pemangku
kebijakan hadir untuk membahas langkah-langkah antisipatif yang akan dilakukan untuk mengendalikan inflasi ke depan.
Dalam kesempatan HLM TPID se-Sulsel, Gubernur Sulsel mengarahkan agar TPID Kabupaten/Kota segera
mengintensifkan koordinasi dan terus memantau pergerakan harga. Dalam pertemuan ini, Bank Indonesia
menyampaikan rekomendasi dalam upaya mengawal inflasi antara lain (i) koordinasi dan kerjasama antar TPID di Sulsel
yang semakin ditingkatkan dalam menjaga kelancaran distribusi pangan, (ii) respon yang tepat terhadap kebijakan energi
pemerintah pusat, (iii) menjaga ketersediaan beras khususnya Raskin, dan (iv) melakukan program diversifikasi pangan.
Menanggapi masukan dari Bank Indonesia dan seluruh peserta HLM TPID, Gubernur Sulsel memberikan arahan antara
lain agar Bupati/Walikota turun langsung ke lapangan dalam upaya memantau harga dan pasokan komoditas strategis
setiap minggu, membentuk desk monitoring, dan setiap Kabupaten/Kota segera melakukan HLM TPID, dengan tujuan
untuk menentukan program dan menetapkan kebijakan dalam pengendalian harga.
Gambar 3.A.1. HLM TPID Provinsi Sulawesi Selatan
Dalam rentang waktu yang singkat, segera beberapa kabupaten/kota menindaklanjuti arahan Gubernunur Sulsel. TPID
Bulukumba merupakan kabupaten yang pertama kali mengawali HLM TPID di tingkat Kabupaten/Kota di Sulsel, pada
tanggal 27 Januari 2015, karena memiliki inflasi tertinggi di Sulsel pada tahun 2014. Wakil Gubernur Sulsel, H. Agus Arifin
Nu’mang, MS, menegaskan kembali mengenai peningkatan dan penguatan kerjasama antar TPID maupun antar daerah
(Kabupaten/Kota) di seluruh daerah se-Sulsel dalam menjaga kelancaran distribusi pangan dan diversifikasi pangan.
Sejalan dengan itu, pemerintah telah membuat kebijakan yaitu pembangunan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang didanai
dari APBN sebesar ± Rp60 miliar. Keberadaan TPI tersebut nantinya akan dilengkapi dengan stasiun pengisian BBM, cold
storage, dan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Adanya TPI ini diharapkan dapat mengurangi volatilitas harga
komoditas perikanan. Dukungan dari pemerintah daerah dalam stabilitas harga terlihat dari kebijakan Bupati dalam
membuat Gerakan Menanam Cabai di Bulukumba dengan slogan “tiada halaman rumah tanpa cabai”.
BAB 3 INFLASI DAERAH
46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
Gambar 3.A.2. HLM TPID Kabupaten Bulukumba
Lebih lanjut, TPID Kota Palopo merupakan TPID yang menyelenggarakan HLM. HLM TPID Palopo terselenggara pada
tanggal 30 Januari 2015. Kota Palopo juga termasuk salah satu kota yang inflasinya (8,95%) berada diatas inflasi Sulsel
(8,61%) dan inflasi nasional (8,36%). Oleh karena itu, kesadaran pemerintah daerah untuk menjaga stabilitas harga sangat
penting, terutama dalam hal sisi pasokan (supply side shocks). Ke depan, Pemerintah Kota Palopo menyiapkan langkah-
langkah strategis dalam rangka pengendalian harga, seperti pendataan ulang masyarakat miskin, penurunan ongkos
angkutan antar kota, memantau setiap hari tingkat harga barang di Pusat Niaga Palopo (PNP), pembagian Box atau kotak
penyimpan ikan yang mana akan menambah ketahanan kesegaran ikan, pengadaan 1.000 kandang ayam, dan pembagian
bibit cabai. Semangat stabilisasi harga ini menular ke pemerintah daerah lainnya, sehingga komitmen Gubernur Sulsel
inflasi yang rendah, dalam kisaran 4%, diharapkan akan tercapai di seluruh Kabupaten/Kota se-Sulsel.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 47
4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Bab 4 Sistem Keuangan dan
Pengembangan Akses Keuangan
Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan IV 2014 memperlihatkan
peningkatan, tercermin dari kinerja semua indikator utama (aset, dana pihak
ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan). Peningkatan asset
bank umum terjadi pada kelompok bank pemerintah dan swasta nasional.
Sementara itu, pertumbuhan DPK yang lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan kredit menyebabkan kegiatan intermediasi (LDR) sedikit
meningkat menjadi sebesar 126,39% dari 125,06%. Risiko kredit
perbankan masih terjaga dengan baik yang tercermin dari Rasio
nonperforming loan (NPL) yang masih berada pada level aman. Masih
amannya rasio NPL juga mendukung ketahanan sektor keuangan baik pada
sektor korporasi, rumah tangga. Namun demikian, perlu perhatian khusus
pada kualitas kredit UMKM.
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
4.1. Kondisi Umum Perbankan17
4.1.1 Perkembangan Kelembagaan
Dari sisi kelembagaan, pada triwulan IV 2014, jumlah bank umum di Sulsel bertambah satu bank dari triwulan
sebelumnya menjadi sebanyak 48 bank.Jumlah BPR tercatat masih tetap sama seperti periode sebelumnya yaitu
sebanyak 29 BPR. Untuk bank syariahterdapat penambahan jumlah kantor cabang (KC) sebanyak 1, sementara kantor
cabang pembantu (KCP), kantor kas (KK) maupun kantor fungsional (KF) tidak berubah (Tabel 4.1). Namun terdapat
penurunan yang signifikan pada jumlah kantor dari 980 menjadi 972 karena terdapat 8 kantor unit syariah yang tutup
sesuai kebijakan dari pihak bank.
Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR
Sumber : Laporan Bank Umum
4.1.2 Aset Perbankan
Total aset bank umum pada triwulan IV 2014 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset
perbankan tercatat tumbuh sebesar 11,46% (yoy) atau menjadi Rp101,35 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan III
2013 yang tumbuh sebesar 10,28% (yoy) (Tabel 4.2). Peningkatan aset perbankan pada periode laporan disebabkan oleh
meningkatnya aset pada semua kelompok bank terutama pada bank pemerintah dan swasta nasional disusul bank asing
dan campuran masing-masing dari 9,76% (yoy), 11,16% (yoy), 3,98% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar
10,72% (yoy), 12,68% (yoy) dan 0,77% (yoy) pada triwulan laporan.
Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank
Sumber : Laporan Bank Umum
4.1.3 Intermediasi Perbankan
Dana Pihak Ketiga (DPK) jenis deposito, giro dan tabungan yang dihimpun oleh bank umum pada triwulan IV 2014
melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dana yang dihimpun mencapai Rp66,11 triliun atau tumbuh
sebesar 9,38% (yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 12,17% (yoy)
(Tabel 4.3). Perlambatan pertumbuhan DPK disebabkan oleh menurunnya kinerja seluruh komponen simpanan yaitu
deposito, giro dan tabungan. Deposito tumbuh melambat dari 23,39% (yoy) pada triwulan III 2014 menjadi 17,61% (yoy),
giro tumbuh melambat dari 5,11% (yoy) menjadi hanya 1,89% (yoy) sedangkan tabungan tumbuh melambat dari 8,58%
(yoy) menjadi 6,92% (yoy) pada triwulan laporan. Perlambatan DPK dipengaruhi oleh realisasi penyerapan anggaran
pemerintah daerah pada akhir tahun dalam pembiayaan proyek dan pembangunan daerah. Selain itu, perlambatan DPK
17 Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 2014, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan data lokasi bank untuk kredit yang disalurkan serta menggunakan data lokasi bank pelapor untuk DPK yang dihimpun
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Bank Umum (Konv. + Syariah) 36 37 38 40 41 41 41 41 42 44 45 46 46 47 47 48
Konvensional 31 32 32 34 35 35 35 35 36 38 39 40 40 41 41 41
UUS 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 7 7 7
Syariah 5 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7
Jumlah Kantor* 689 724 812 844 848 895 925 936 940 950 959 971 974 979 980 972
BPR 27 27 27 27 27 27 28 28 28 29 29 29 29 29 29 29
2013 2014*
*) Termasuk Kanwil, KP, KC, KCP, BRI Unit, KK, KF (data sementara)
RINCIAN20122011
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Total Aset 19.69 19.04 20.78 14.66 12.41 12.97 10.28 11.46 80,876 86,366 90,288 90,932 90,909 97,572 99,571 101,350
Bank Pemerintah 17.84 17.14 19.37 11.54 8.97 11.72 9.76 10.72 48,337 51,537 53,300 52,533 52,670 57,579 58,500 58,165
Bank Swasta Nasional 22.81 22.38 23.30 19.18 17.82 14.87 11.16 12.68 31,919 34,293 36,341 37,682 37,606 39,391 40,398 42,462
Bank Asing dan Bank Campuran 9.85 (0.02) 2.89 21.38 2.01 12.12 3.98 0.77 621 537 647 717 633 602 673 723
Aset Menurut Kelompok Bank 2013 2013
Nominal (Rp Miliar)
20142014
Pertumbuhan (%, yoy)
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 49
sesuai dengan indeks penghasilan saat ini terjadi perlambatan dari 150,83 pada triwulan III 2014 menjadi 144,17 pada
triwulan IV 2014 meskipun berada pada kondisi optimis. Secara tahunan 2014, pertumbuhan DPK sebesar 9,38% adalah
jauh melambat dibandingkan pertumbuhan 2013 sebesar 12,52%. Kondisi ekonomi global yang masih belum cerah yang
berdampak kepada perekonomian domestik membuat pertumbuhan ekonomi nasional 2014 ikut melambat (5,02%) yang
tercermin juga pada pendapatan masyarakat
Kredit yang disalurkan perbankan pada triwulan IV mencatat peningkatan pertumbuhan dibandingkan triwulan
sebelumnya, dan akselerasi terjadi pada semua jenis kredit. Kredit tercatat tumbuh sebesar 10,84% (yoy) menjadi
Rp83,56 triliun setelah tumbuh 7,26% (yoy) pada triwulan III 2014. Peningkatan ini didorong oleh tingginya penyaluran
kredit untuk modal kerja dan investasi serta konsumsi (Tabel 4.3). Secara sektoral, penyaluran kredit juga tumbuh
meningkat pada sebagian besar sektor terutama pada sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan, konstruksi,
perdagangan, dan jasa sosial masyarakat yang tumbuh lebih cepat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara sektor
LGA dan jasa dunia usaha mengalami perlambatan dan sektor pengangkutan mengalami penurunan sebesar -3,52% (yoy)
(Tabel 4.4). Secara tahunan 2014, pertumbuhan kredit sebesar 10,84% adalah lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
2013 sebesar 13,84%. Searah dengan kebijakan moneter untuk pengetatan likuiditas, pertumbuhan kredit sektor
perbankan diarahkan pada kisaran 15-17% secara nasional.
Loan to Deposit Ratio (LDR), sebagai indikator intermediasi perbankan tercatat sedikit meningkat dari triwulan
sebelumnya. LDR menjadi 126,39% pada triwulan IV 2014, lebih tinggi dari triwulan III 2014 yang tercatat sebesar
125,06% (Tabel 4.3). Dengan pertumbuhan kredit yang meningkat lebih cepat dibandingkan pertumbuhan DPK maka
LDR Sulsel masih diatas 100. Penyaluran kredit sesuai sektornya, seperti periode sebelumnya masih didominasi oleh
sektor perdagangan, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi dan sektor jasa dunia usaha. Sebaran pangsa kredit
sektoral tersebut juga tercermin pada struktur sektor ekonomi dominan di PDRB
Meningkatnya kinerja penyaluran kredit diikuti dengan risiko kredit yang tetap terkendali. Ditinjau dari sisi manajemen
risiko, kondisi perbankan Sulsel pada triwulan IV 2014 masih menunjukkan kinerja yang baik. Hal ini tercermin dari rasio
nonperforming loan (NPL) bank umum yang masih terjaga pada level aman (di bawah 5%), yaitu sebesar 3,13%. Angka ini
tercatat mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,57% (Tabel
4.3). NPL yang sedikit membaik tersebut antara lain mencerminkan prinsip kehati-hatian yang dijalankan oleh Perbankan
mengingat kondisi perekonomian daerah yang justru melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum
Sumber : Laporan Bank Umum
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
DPK 14.36 11.31 14.91 12.52 11.20 14.86 12.17 9.38 52,302 53,457 57,359 60,444 58,162 61,402 64,339 66,112
a. Giro 4.00 11.13 27.07 6.82 2.83 20.24 5.11 1.89 7,770 8,092 9,221 7,845 7,990 9,730 9,693 7,994
b. Tabungan 17.27 10.52 12.37 11.25 10.66 10.31 8.58 6.92 29,321 30,068 32,076 35,007 32,446 33,168 34,828 37,428
c. Deposito 14.72 13.01 13.79 18.01 16.53 20.97 23.39 17.61 15,211 15,297 16,062 17,592 17,726 18,504 19,819 20,689
Kredit 25.25 23.55 22.79 13.84 10.97 8.77 7.26 10.84 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560
a. Modal Kerja 26.63 16.67 16.86 6.76 4.92 9.01 14.09 15.46 25,980 26,659 26,160 27,231 27,257 29,062 29,847 31,442
b. Investasi 22.01 36.81 43.39 27.36 19.70 6.77 (1.98) 12.04 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467 15,457 16,240
c. Konsumsi 25.43 24.21 19.41 14.76 12.65 9.48 6.27 6.58 30,158 31,793 33,085 33,663 33,974 34,807 35,159 35,877
LDR (%) 130.72 136.44 130.78 124.72 130.45 129.21 125.06 126.39
NPLs Gross (%) 2.94 2.83 2.91 2.85 3.14 3.54 3.57 3.13
Komponen 2013 2013
Pertumbuhan (%, yoy)
2014
Nominal (Rp Miliar)
2014
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
50 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi
Sumber : Laporan Bank Umum
4.1.4 Bank Syariah
Total aset perbankan syariah pada triwulan IV 2014 tumbuh lebih tinggi dari capaian di triwulan sebelumnya. Aset
perbankan syariah tercatat tumbuh sebesar 5,92% menjadi Rp5,90 triliun, lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan III
2014 yang tumbuh sebesar 3,68% (Tabel 4.5). Peningkatan pertumbuhan aset perbankan syariah pada periode triwulan
laporan terutama didorong oleh meningkatnya pertumbuhan aset dari bank pemerintah maupun bank swasta nasional
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pangsa aset bank syariah terhadap total aset menunjukkan peningkatan dari
triwulan sebelumnya sebesar 5,64% (triwulan III 2014) menjadi 5,83% pada triwulan IV 2014. Hal ini disebabkan oleh
kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah yang semakin meningkat.
Tabel 4.5. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah
Sumber : Laporan Bank Umum
Kinerja indikator perbankan syariah Sulsel pada triwulan IV 2014 menunjukkan sedikit peningkatan dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Hal ini terutama dilihat dari indikator pertumbuhan pembiayaan dan DPK yang positif.
Pertumbuhan pembiayaan tercatat meningkat sebesar 17,55% (yoy) dari triwulan sebelumnya bernilai 15,49% (yoy).
Penghimpunan dana tumbuh positif sebesar 3,7% (yoy) walaupun melambat dari triwulan sebelumnya yaitu 10,96% (yoy).
Financing to Deposit Ratio (FDR) tercatat masih tinggi sebesar 171,91% yang menunjukkan masih belum berimbangnya
penghimpunan DPK dibandingkan pembiayaan seiring minat masyarakat untuk mengambil pembiayaan dari perbankan
syariah yang lebih tinggi dibandingkan menyimpan dananya di perbankan syariah. Sementara itu, kualitas pembiayaan
tetap terjaga pada level aman, tercermin dari non performing financing (NPF) sebesar 2,74% pada triwulan laporan yang
membaik dibandingkan triwulan sebelumnya (3,27%).
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Kredit 25.25 23.55 22.79 13.84 10.97 8.77 7.26 10.84 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560
Pertanian 54.83 23.84 18.27 15.20 0.18 7.37 3.59 7.60 1,403 1,396 1,385 1,400 1,405 1,499 1,435 1,506
Pertambangan 43.43 23.79 18.29 (0.70) (15.62) 24.84 21.10 28.39 447 449 444 397 377 560 537 509
Industri Pengolahan 53.82 42.92 40.51 (20.26) (26.55) (24.54) (23.94) 13.41 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918 4,210 4,283 4,747
Listrik, Gas, Air (2.83) (6.75) (10.02) 35.05 63.77 111.80 91.49 83.27 133 116 121 191 218 245 232 350
Konstruksi 24.20 13.54 14.85 13.44 18.62 31.89 40.69 43.92 2,565 2,780 2,966 3,034 3,043 3,666 4,173 4,366
Perdagangan 28.94 30.21 31.67 26.83 22.08 11.45 10.23 12.02 19,933 22,957 23,360 24,132 24,334 25,587 25,748 27,033
Pengangkutan 50.88 59.70 59.68 25.96 12.48 6.76 3.02 (3.52) 2,631 2,763 2,864 2,923 2,960 2,950 2,951 2,820
Jasa Dunia Usaha 11.07 8.05 9.04 14.32 15.65 4.79 4.88 3.17 3,240 3,433 3,414 3,550 3,747 3,598 3,581 3,662
Jasa Sosial Masyarakat 3.11 11.08 26.31 26.84 12.94 19.27 22.03 31.42 1,619 1,650 1,733 1,780 1,828 1,968 2,115 2,340
Lain-lain 19.45 17.63 14.99 10.14 9.58 10.18 6.99 7.19 31,065 31,814 33,096 33,794 34,043 35,053 35,408 36,226
2014
Nominal (Rp Miliar)
2014
Pertumbuhan (%, yoy)
Komponen 2013 2013
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Aset 42.22 37.86 36.26 23.26 16.31 9.72 3.68 5.92 4,802 5,085 5,420 5,576 5,586 5,580 5,619 5,906
Bank Pemerintah 55.66 27.91 28.78 20.35 15.27 9.78 6.81 9.93 913 958 1,033 1,045 1,052 1,051 1,103 1,149
Bank Swasta Nasional 39.40 40.39 38.14 23.95 16.55 9.71 2.94 4.99 3,890 4,128 4,387 4,531 4,534 4,529 4,516 4,758
DPK 35.46 30.77 42.76 39.80 28.28 30.73 10.96 3.70 2,138 2,138 2,594 2,884 2,742 2,795 2,878 2,991
a. Giro 29.19 16.82 21.33 14.22 (12.64) 12.69 42.14 12.31 253 232 243 338 221 262 346 380
b. Tabungan 28.09 21.23 37.71 32.91 30.17 29.51 15.06 13.13 969 974 1,162 1,307 1,261 1,261 1,337 1,479
c. Deposito 46.32 47.26 53.83 58.10 37.60 36.51 0.56 (8.60) 916 932 1,188 1,239 1,260 1,272 1,195 1,132
Pembiayaan 40.30 40.75 38.64 24.87 15.07 17.14 15.49 17.55 3,870 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869 4,926 5,141
FDR (%) 181.04 194.41 164.44 151.65 162.40 174.20 171.16 171.91
NPF Gross (%) 1.73 1.81 1.56 1.42 1.65 2.97 3.27 2.74
Komponen 2013 20132014
Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)
2014
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 51
4.1.5 Bank Perkreditan Rakyat
Di triwulan IV 2014, kinerja BPR (termasuk BPR Syariah) tetap tumbuh dengan cukup baik meski terdapat indikator
yang menunjukkan perlambatan. Fungsi intermediasi BPR masih sangat tinggi namun sedikit menurun dibanding triwulan
sebelumnya, tercermin dari menurunnya rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) dari triwulan III 2014 sebesar163,12% menjadi
150,76% pada triwulan IV 2014. Menurunnya rasio LDR ditopang oleh peningkatan pertumbuhan DPK dari 34,69% (yoy)
pada triwulan III 2014 menjadi 35,81% (yoy). Sementara pada sisi penyaluran dana, kredit BPR mengalami kontraksi dari
16,31% (yoy) menjadi 6,08% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 4.1 dan Grafik 4.2). Adapun aset BPR mengalami
peningkatan sebesar 4.06% (yoy)menjadi 14,99% (yoy) pada triwulan IV 2014.
Sumber : Laporan Bank Umum
Sumber : Laporan Bank Umum Grafik 4.1. Perkembangan Aset BPR Grafik 4.2. Perkembangan Intermediasi BPR
4.2. Stabilitas Sistem Keuangan
4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi Daerah
Di triwulan IV 2014, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh sektor perdagangan. Sektor perdagangan
memiliki pangsa terbesar dalam struktur kredit kepada korporasi yang tercatat sebesar Rp19,81 triliun (kredit produktif
non-UMKM). Sementara, kredit korporasi pada sektor primer yaitu i sektor pertanian dan sektor pertambangan porsinya
masih rendah. (Grafik 4.3). Faktor risiko dari sektor primer sering disebut sebagai alasan sektor perbankan terkait
rendahnya alokasi kredit tersebut. Dari sisi pertumbuhan, penyaluran kredit kepada sektor korporasi mengalami
perlambatan di triwulan IV 2014. Melambatnya pertumbuhan kredit korporasi didorong oleh menurunnya kinerja sektor
pertanian dan pertambangan. Sementara kredit sektor perdagangan dan industri pengolahan tumbuh sedikit lebih baik
pada triwulan IV 2014 (Grafik 4.4).
Sumber : Laporan Bank Umum
Sumber : Laporan Bank Umum
Grafik 4.3. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi Grafik 4.4. Pertumbuhan Kredit Korporasi
Pertumbuhan total kredit korporasi tercatat sebesar 16,55% (yoy), lebih tinggi dari triwulan III 2014 (4,01%, yoy).
Faktor pendorong kredit terutama pada sektor industri yang mengalami akselerasi dari kontraksi sebesar -34,33% pada
triwulan III 2014 menjadi tumbuh sebesar 18,40% pada triwulan IV. Sedangkan kontraksi pada sektor pertanian sedikit
mengalami perbaikan yaitu dari -32,89% (yoy) pada triwulan III 2014 menjadi -32,44% (yoy). Kredit pada sektor
(10)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2010 2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Miliar Aset
gAset - Skala Kanan
0
50
100
150
200
250
0
200
400
600
800
1,000
1,200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2010 2011 2012 2013 2014
%Rp Miliar
DPK Kredit LDR - Skala Kanan
Pangsa Triwulan IV 2014
Pertanian (0.6%)
Pertambangan(1.4%)
Industri (15.9%)
Perdagangan (50.7%)
Lainnya (31.4%)
0
10
20
30
40
50
60
-100
-50
0
50
100
150
200
250
300
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
%, yoy%, yoyTotal - Skala Kanan Pertanian
Pertambangan Industri
Perdagangan
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
pertambangan dan perdagangan kembali mengalami perlambatan dari 25,04% (yoy) dan 9,08% (yoy) pada triwulan III
2014 menjadi 11,92% (yoy) dan 8,57% (yoy) pada triwulan IV 2014. Perlambatan juga terjadi pada sektor lainnya seperti
konstruksi, pengangkutan dan jasa sosial masyarakat. Sementara sektor LGA, industri pengolahan dan jasa dunia usaha
tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya.
4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah
Kredit mutiguna dan kredit pemilikan rumah (KPR) masih menjadi pangsa yang terbesar dalam struktur kredit rumah
tangga pada triwulan IV 2014. Dari total kedit yang disalurkan kepada rumah tangga sebesar Rp35,87 triliun, kredit
multiguna dan KPR memiliki pangsa mencapai lebih dari 30%, disusul kredit kendaraan bermotor (KKB) dan terakhir kredit
rumah tangga lainnya (termasuk di dalamnya adalah kredit untuk perlengkapan/peralatan rumah tangga maupun
kebutuhan rumah tangga lainnya) yang memiliki pangsa terkecil (Grafik 4.6). Adapun kredit lain-lain merupakan kredit
bukan lapangan usaha serta kredit yang belum diklasifikasikan secara jelas.
Sumber : Laporan Bank Umum
Sumber : Laporan Bank Umum
Grafik 4.5. NPL Kredit Korporasi Grafik 4.6. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga
Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mencatat perlambatan kinerja pada triwulan IV 2014. Total kredit yang
pada triwulan sebelumnya tumbuh 6,97% (yoy) sedikit turun menjadi 6,16% (yoy). Penurunan signifikan terjadi di kredit
rumah tangga lainnya dan kredit lain-lain dari 37,66% (yoy) dan -7,86% (yoy) menjadi -22,28% (yoy) dan -44,91% (yoy).
KPR, KKB, kredit multiguna mengalami peningkatan yaitu masing-masing 7,37% (yoy), 27,71% (yoy) dan 8,13% (yoy) pada
triwulan III 2014 menjadi 10,57% (yoy), 36,32% (yoy) dan 33,75% (yoy) pada triwulan IV 2014 (Grafik 4.7).
Sumber : Laporan Bank Umum
Sumber : Laporan Bank Umum
Grafik 4.7. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.8. NPL Kredit Rumah Tangga
Kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap terjaga pada tingkat yang aman. Seluruh jenis kredit rumah tangga
memiliki NPL di bawah batas aman 5%. Rasio NPL tercatat sedikit menurun dari 1,88% menjadi 1,72% pada triwulan
laporan. KPR yang mencatat angka NPL tertinggi tetap memiliki rasio yang masih aman sebesar 3,30%. Berdasarkan
kondisi ini, dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah tangga Sulsel masih cukup baik hingga triwulan III 2014
(Grafik 4.8).
-10
0
10
20
30
40
50
0
1
2
3
4
5
6
7
8
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
%%
Total Industri
Perdagangan Pertanian - Skala Kanan
Pertambangan - Skala Kanan
Pangsa Triwulan IV2014
Kredit PemilikanRumah, KPR (34.9%)
Kredit KendaraanBermotor, KKB (11.5%)
Kredit Multiguna(39.3%)
Kredit Rumah TanggaLainnya (2.0%)
Kredit Lain-lain (12.2%)
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
%
Total KPR KKB RT Lainnya Multiguna
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
%
Total KPR KKB RT Lainnya Multiguna
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 53
4.3. Pengembangan Akses Keuangan
Penyaluran kredit bagi UMKM pada triwulan IV 2014 tumbuh sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kredit UMKM tercatat tumbuh sebesar 12,11% (yoy) pada triwulan laporan setelah sebelumnya sebesar 10,52% (yoy).
Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah 33,12% atau sebesar Rp27,67 triliun. Dari nilai tersebut,
sekitar 69% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk investasi
(Grafik 4.10). Angka NPL kredit UMKM membaik pada triwulan IV 2014 sebesar 4,81% setelah pada triwulan sebelumnya
melewati batas aman (5%) yaitu sebesar 5,42% (Grafik 4.9). Peningkatan kualitas kredit UMKM didorong oleh penurunan
NPL pada hampir semua sektor terutama sektor pertambangan, pertanian, industri pengolahan, konstruksi, pertanian,
perdagangan dan pengangkutan. UMKM padar sektor konstruksi mencatat NPL tertinggi pada periode laporan.
Upaya pengembangan akses keuangan memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan
mendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, KPw BI Provinsi Sulsel terus mencoba melakukan
kegiatan edukasi keuangan yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai produk dan jasa keuangan yang
dimaksud serta untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat pada umumnya untuk mulai menabung. Pada Oktober 2014,
telah dilakukan kegiatan edukasi keuangan dan Gerakan Indonesia Menabung kepada petani di Kabupaten Pinrang. Selain
itu pada tanggal 17-19 November 2014 telah dilakukan pelatihan kewirausahaan di Kota Palopo yang diikuti oleh 60
UMKM terpilih. Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung perkembangan sektor perdagangan, mengembangkan
wirausaha mandiri di sektor riil dan UMKM melalui penguatan pembiayaan inklusif dan inovatif.
Sumber : Laporan Bank Umum
Sumber : Laporan Bank Umum
Grafik 4.9. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM Grafik 4.10. Pangsa Kredit UMKM
0
5
10
15
20
25
30
35
0
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
%, yoy%
NPLs UMKM Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan
Total Kredit Non-UMKM
67%
Total Kredit UMKM
Produktif + Konsumtif
33%69%
31%
Pangsa Kredit UMKM
Modal Kerja Investasi
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
Boks 4.A. Cash Flow Based, Penerapannya Pada Kredit UMKM
Keberhasilan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia tidak terlepas dari dukungan dan peran
pemerintah dalam mendorong penyaluran kredit kepada UMKM. Berbagai skim Kredit/pembiayaan UMKM diluncurkan
oleh pemerintah dikaitkan dengan tugas dan program pembangunan ekonomi pada sektor-sektor usaha tertentu,
misalnya ketahanan pangan, peternakan dan perkebunan. Peran pemerintah dalam skim-skim kredit UMKM ini adalah
pada sisi penyediaan dana APBN untuk subsidi bunga skim kredit dimaksud, sementara dana kredit/pembiayaan
seluruhnya (100%) berasal dari bank-bank yang ditunjuk pemerintah sebagai bank pelaksana. Selain itu pemerintah
berperan dalam penyiapan UMKM agar dapat dibiayai dengan skim dimaksud, menetapkan kebijakan dan prioritas usaha
yang akan menerima kredit, melakukan pembinaan dan pendampingan selama masa kredit, dan memfasilitasi hubungan
antara UMKM dengan pihak lain.
Pada saat ini, beberapa perbankan
menggunakan metode pembayaran angsuran
menggunakan basis cash flow dalam
membantu pelaku UMKM. Penerapan cash flow
diharapkan sesuai dengan arus penerimaan
UMKM (dalam hal ini sektor pertanian,
peternakan, dan perikanan) yang tidak rutin tiap
bulannya atau sesuai dengan musim panen.
Gambar 4.A.1 menunjukkan siklus penerapan
cash flow dari peminjam dan pemberi pinjaman.
Pada saat tidak dalam musim panen, peminjam
hanya membayar bunga pinjaman. Sementara
jika musim panen tiba, peminjam akan
membayar pengembalian dan bunga kepada
pemberi pinjaman.
Gambar 4.A.1 Cash Flow Based
Cash Flow Based merupakan aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas dalam sebuah perusahaan pada setiap periode.
Aliran kas memiliki fungsi sederhana yaitu (1) fungsi likuiditas dimana dana yang tersedia bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari dan dapat dicairkan dalam waktu singkat; (2) fungsi anti inflasi adalah dana yang disimpan
digunakan untuk menghindari resiko penurunan daya beli di masa datang dan dapat dicairkan dalam waktu singkat; (3)
pertumbuhan modal dimana dana diperuntukkan untuk meningkatkan/mengembangkan kekayaan dalam jangka waktu
panjang.
Kegunaan dan Keterbatasan Cash Flow Based. Kegunaan dalam menyusun cash flow yaitu: (1) dapat digunakan untuk
menaksir kebutuhan dana untuk masa yang akan datang dan memperkirakan jangka waktu pengembalian kredit baik
jumlah maupun bunga pinjaman; (2) untuk kreditur, dapat melihat kemampuan perusahaan dalam membayar kredit.
Sedangkan keterbatasan cash flow antara lain: (1) komposisi penerimaan dan pengeluaran yang dimasukkan bersifat
tunai; (2) hanya terfokus pada pembayaran pinjaman untuk kelancaran cash flow sementara melupakan komponen
lainnya seperti investasi dan simpanan; (3) kendala perbankan dalam penerapan case flow based rata-rata berupa
kesulitan memilih debitur yang layak yang sering kali terkait dengan keterbatasan pengetahuan account officer dalam
sektor pertanian dan perikanan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 55
5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Bab 5 Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang
Perkembangan kinerja sistem pembayaran menunjukkan tendensi yang
membaik pada triwulan IV 2014. Transaksi keuangan non-tunai melalui Real
Time Gross Settlement (BI-RTGS) menunjukkan tren pertumbuhan yang
meningkat. Sejalan dengan membaiknya tendensi transaksi keuangan
melalui RTGS, transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI) juga mengalami peningkatan di triwulan berjalan.
Faktor musiman tidak menunjukkan pengaruh terhadap pergerakan aliran
uang kartal pada triwulan IV 2014. Kondisi net inflow di Sulsel
mengindikasikan adanya penurunan konsumsi masyarakat, akibat kenaikan
harga BBM. Terjadi tren yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang
cenderung outflow di akhir tahun, yang berarti terjadi kegiatan penarikan
uang yang biasanya akan terus meningkat pada triwulan berjalan.
Adapun pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia dilakukan dengan
melakukan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang
tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang. Hal ini dilakukan
sebagai upaya untuk mewujudkan clean money policy.
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran
5.1.1 Perkembangan Transaksi RTGS
Pada triwulan IV 2014, transaksi non-tunai melalui sarana RTGS melanjutkan tren pertumbuhan yang meningkat.
Secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel di triwulan IV 2014 sebesar Rp78,90 triliun atau tumbuh hingga 13,83% (yoy),
sedikit lebih tinggi jika dibandingkan triwulan III 2014 sebesar Rp71,79 triliun yang mencatat pertumbuhan 13,69% (yoy).
Transaksi BI-RTGS pada periode laporan masih didominasi aliran transaksi yang masuk (to/incoming) ke perbankan Sulsel
dengan nilai Rp41,37 triliun, lebih tinggi dari aliran transaksi yang keluar (from/outgoing) dari perbankan Sulsel yang
tercatat sebesar Rp25,66 triliun maupun dari aliran transaksi antarbank yang ada di Sulsel (from-to) sebesar Rp11,87
triliun.
Pertumbuhan aliran transaksi RTGS baik yang masuk ke Sulsel, yang keluar dari Sulsel, serta antara bank-bank di Sulsel
menunjukkan perlambatan pada triwulan laporan. Transaksi RTGS dari perbankan di Sulsel kepada perbankan di luar
Sulsel mengalami ekspansi tipis pada triwulan IV 2014 yaitu dari 21,04% (yoy) menjadi 24,93% (yoy) (Grafik 5.1). Transaksi
RTGS yang masuk ke perbankan Sulsel dari perbankan di luar Sulsel mengalami kontraksi pada triwulan IV 2014 yaitu
sebesar -0,27% (yoy) setelah sebelumnya tercatat tumbuh sebesar 1,28% (yoy) (Grafik 5.2). Sementara itu, transaksi dari
perbankan di Sulsel kepada perbankan yang juga berada di Sulsel mengalami stagnasi dalam kisaran 62% (yoy) (Grafik
5.3).
Grafik 5.1. Transaksi RTGS From/Outgoing (dari Bank di Sulsel) Grafik 5.2. Transaksi RTGS To/Incoming (ke Bank di Sulsel)
Grafik 5.3. Transaksi RTGS From-To (antarbank di Sulsel) Grafik 5.4. Aliran Uang Kartal Inflow
5.1.2 Perkembangan Transaksi Kliring
Transaksi non-tunai melalui sarana kliring yaitu kliring debet penyerahan serta kliring kredit mengalami peningkatan
pada triwulan IV 2014. Pertumbuhan total nilai kliring pada triwulan laporan menunjukkan peningkatan. Nilai kliring pada
triwulan laporan mengalami peningkatan sebesar 5,0% (yoy) setelah triwulan sebelumnya mengalami penurunan sebesar
-5,11% (yoy). Peningkatan ini terindikasi dari meningkatnya rata-rata perputaran harian transaksi kliring pada triwulan IV
2014 dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan rata-rata perputaran harian tersebut
terjadi baik secara nominal maupun volume lembar transaksi (Tabel 5.1). Sementara itu, secara nominal, penolakan
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
30
0
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp TriliunRTGS From
gRTGS From - Skala Kanan
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp TriliunRTGS To gRTGS To - Skala Kanan
(40)
(20)
0
20
40
60
80
100
120
0
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun
RTGS From-To gRTGS From-To - Skala Kanan
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
300
0
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun Inflow gInflow - Skala Kanan
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 57
(4,0)
(3,0)
(2,0)
(1,0)
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014
Rp Triliun
warkat (Cek/Bilyet Giro atau BG) menunjukkan peningkatan pada triwulan IV 2014 yaitu dari 2,56% menjadi 2,60%. Hal ini
sejalan dengan peningkatan dari sisi rasio penolakan jumlah warkat yaitu dari 2,30% menjadi 1,84%. Hal ini menunjukkan
bahwa rata-rata nilai transaksi yang warkatnya ditolak pada triwulan IV 2014 lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya.
Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong
5.2. Pengelolaan Uang Tunai
5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal
Pada triwulan IV 2014, perkembangan aliran uang kartal di Sulsel menunjukkan net inflow sebesar Rp1,21 triliun. Aliran
uang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp5,08 triliun pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar Rp2,77 triliun (Grafik 5.4). Selanjutnya, aliran uang yang keluar (outflow) dari Bank Indonesia
mengalami penurunan dari Rp5,58 triliun pada triwulan III 2014 menjadi Rp3,87 triliun pada triwulan laporan (Grafik 5.5).
Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal Outflow Grafik 5.6. Selisih Inflow dan Outflow
5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar
Bank Indonesia secara kontinu terus berupaya untuk menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat.
Dalam rangka penerapan clean money policy, di samping membuka layanan penukaran uang terpusat di gedung Kantor
Perwakilan Bank Indonesia, telah dilakukan juga kas keliling yang menjangkau seluruh wilayah di Sulselbar, bahkan hingga
wilayah terpencil yang cukup sulit dijangkau. Berdasarkan administrasi kegiatan yang ada, pada pertengahan Oktober
2014, kegiatan kas keliling dilakukan di kabupaten Rantepo, Enrekang, Sidrap, dan kota Pare-Pare. Selanjutnya, pada akhir
Oktober 2014 kas keliling dibuka di kabupaten Sinjai, Bone, dan Soppeng.
Di samping itu, kegiatan remise ke luar dari Sulsel juga ditempuh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi
Selatan dalam melakukan distribusi uang ke daerah lain. Selama periode triwulan IV 2014, telah dilakukan sebanyak 6
(enam) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaitu, Ambon (6 November serta 12
Desember), Kendari (3 November serta 20 Desember), dan ke Kupang (22 Oktober serta 9 Desember). Bank Indonesia
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
- Nominal (tri l iun rupiah)8,17 8,04 8,60 9,32 9,30 9,44 9,47 10,14 9,74 9,98 10,24 10,67 9,48 9,62 9,72 11,20
- Lembar (ribuan) 265 271 276 283 281 284 285 295 284 286 281 290 260 266 261 281
- Nominal (tri l iun rupiah)0,13 0,13 0,14 0,15 0,15 0,15 0,15 0,16 0,16 0,17 0,17 0,17 0,16 0,16 0,16 0,18
- Lembar (ribuan) 4,27 4,37 4,45 4,57 4,47 4,50 4,53 4,68 4,73 4,76 4,68 4,68 4,33 4,43 4,21 4,53
- Nominal (%) 2,55 2,20 2,63 2,27 2,38 2,63 2,34 2,16 2,41 2,75 3,28 2,60 2,61 3,66 2,56 2,60
- Lembar (%) 2,38 2,66 2,80 2,52 2,28 2,59 2,45 2,37 2,38 2,47 2,33 2,17 2,47 2,46 2,30 1,84
Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring Kredit dan Debet Penyerahan
Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring Debet Penyerahan
Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan)
2013URAIAN
2011 2012 2014
Perputaran Kliring dan cek/BG Kosong
(50)
0
50
100
150
200
250
300
350
400
0
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014
%, yoyRp Triliun Outflow gOutflow - Skala Kanan
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan IV 2014
tercatat sebesar Rp0,40 triliun, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp0,27 triliun (Grafik 5.7).
5.2.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu
Pecahan besar masih mendominasi peredaran uang palsu yang ditemukan sebanyak 459 lembar pada triwulan IV 2014.
Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan laporan adalah pecahan Rp50.000 (71,46%), diikuti
Rp100.000 (27,67%), Rp20.000 (0,44%), Rp10.000 (0,22%) dan Rp5.000 (0,22%) (Grafik 5.8). Sebagai upaya untuk
mengantisipasi peredaran uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang
rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan juga telah melakukan kegiatan sosialisasi dengan
materi dimaksud hingga ke pelosok daerah.
Grafik 5.7. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Grafik 5.8. Temuan Uang Palsu
(500)
0
500
1.000
1.500
2.000
0,00,20,40,60,81,01,21,41,61,82,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014*
%, yoyRp Triliun Nominal UTLE gUTLE - Skala Kanan
28%
71%
1% Pecahan 100.000
Pecahan 50.000
Pecahan Lainnya
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 59
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Selatan mencapai 5,10%
(Sakernas Agustus 2014) atau relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya
(Agustus 2013). Kemudian, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari
Nilai Tukar Petani (NTP) hingga akhir 2014 terpantau melemah dari triwulan
III 2014. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September
2014 menurun dibanding Maret 2014 baik di kota maupun di desa.
Persentase penduduk miskin di Sulsel relatif lebih baik (9,5%), dibandingkan
Sulampua maupun nasional.
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
60 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
6.1. Tenaga Kerja
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) diSulsel mencapai 5,10% (Sakernas Agustus 2014) atau stabil dibandingkan tahun
sebelumnya sebesar 5,10% (Agustus 2013). Secara nominal jumlah pengangguran terbuka Sulsel naik dari 176,91 ribu
orang per Agustus 2013 menjadi 188,76 ribu orang per Agustus 2014 (Tabel 6.1). Namun demikian, karena jumlah
angkatan kerja juga meningkat pada Agustus 2014 yang mencapai 3.715,80 ribu orang dari 3.468,19 ribu orang pada
Agustus 2013 atau naik 247,60 ribu orang. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Sulsel yang tergolong tinggi telah
mengakibatkan terjadinya perubahan pola penyerapan tenaga kerja.
Sektor pertanian, industri, sektor perdagangan, dan sektor jasa berhasil menyerap tenaga kerja yang lebih besar.
Secara sektoral, penyerapan tenaga kerja pada sektor primer (sektor pertanian) lebih tinggi hampir 50 ribu pekerja
dibandingkan tahun 2013, yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas sektor pertanian. Secara pangsa, sektor
pertanian masih memegang peranan penting karena menyerap 41,80% dari tenaga kerja produktif di Sulsel pada Agustus
2014, meskipun secara persentase menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sektor industri mengalami
kenaikan penyerapan 6 (enam) ribu pekerja atau sebesar 2,89% (yoy) menjadi 202 ribu orang di bulan Agustus 2014.
Sementara itu, sektor perdagangan, hotel, dan restoran mengalami kenaikan sebesar 70 ribu pekerja atau sebesar 11,58%
(yoy) menjadi sekitar 673,73 ribu orang. Kenaikan tertinggi dicatat oleh sektor jasa yaitu sebesar 105 ribu pekerja atau
sebesar 19,90% (yoy) menjadi sekitar 703,90 ribu orang (Tabel 6.2).
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat meningkat karena kenaikan jumlah angkatan kerja yang
bekerja lebih tinggi dari kenaikan jumlah penduduk usia kerja. TPAK naik dari 60,50% pada Agustus 2013 menjadi
62,00% pada Agustus 2014. Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2014 mencapai 3,72 juta orang, lebih tinggi daripada
periode setahun sebelumnya sejumlah 3,47 juta orang (Tabel 6.1). Secara sektoral, ditengarai peningkatan TPAK terjadi
karena peningkatan angkatan kerja di sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan, jasa dan sektor lainnya. Hasil
Survei Konsumen Bank Indonesia untuk ketersediaan lapangan kerja, juga menunjukkan rata-rata pertumbuhan Indeks
Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK) meningkat sebesar 7,96%. Peningkatan tersebut sangat tinggi bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang turun sebesar -2,34% (yoy). Sementara itu, Indeks Penghasilan Saat Ini
Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga meningkat dibandingkan periode sebelumnya (Grafik 6.2). Pertumbuhan IPD6 naik
sebesar 6,85% (yoy) lebih besar dibandingkan penurunan triwulan sebelumnya (-2,13%, yoy).
Sumber: Survei Konsumen, diolah Sumber: Survei Konsumen, diolah
Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini
KEGIATAN UTAMA Agustus Agustus
2013 2014
Angkatan Kerja 3.468.192 3.715.801
a. Bekerja 3.291.280 3.527.036
b. Tidak Bekerja (Pengangguran Terbuka) 176.912 188.765
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 60,5% 62,0%
Tingkat Pengangguran Terbuka 5,1% 5,1%
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
0
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, yoyIndeks
IKLK gIndeks - Skala Kanan
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
%, yoyIndeks
IPD6 gIndeks - Skala Kanan
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 61
Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
6.2. Penduduk Miskin18
Jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2014 menurun dibanding Maret 2014, yang terjadi baik di kota
maupun di desa. Jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami penurunan menjadi 806,35 ribu pada September 2014,
dari 864,3ribu per Maret 2014, atau turun sebesar -7,56% (yoy). Persentase tersebut turun seiring dengan berkurangnya
jumlah penduduk miskin di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin kota mengalami penurunan sebesar -3,82%
(yoy) menjadi 154,4 ribu orang (Grafik 6.3). Hal yang sama juga dialami oleh penduduk pedesaan yang mengalami
penurunan sebesar -6,45% (yoy), menjadi 651,95 ribu orang (Grafik 6.3). Penduduk miskin di pedesaan menyumbang
80,85% dari total penduduk miskin yang ada, sedangkan sisanya sebesar 19,15% disumbang oleh penduduk kota.
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua Menurut Provinsi September 2014
Pertumbuhan garis kemiskinan pada September 2014 baik di kota maupun di desa mengalami perlambatan di
bandingkan dengan Maret 2014. Perlambatan tersebut sejalan dengan perlambatan inflasi pada September 2014
menjadi sebesar 3,72% (yoy) dari yang sebelumnya sebesar 5,88% (yoy) pada Maret 2014. Turunnya inflasi didorong oleh
pelemahan tekanan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok transpor, serta kelompok pendidikan. Pelemahan
tekanan inflasi kelompok bahan makanan terjadi pada komponen volatile food yang didukung membaiknya kondisi cuaca
hingga akhir triwulan III 2014 sehingga aktivitas penangkapan ikan juga ikut membaik. Namun demikian, kondisi
kemiskinan di atas belum mencerminkan dampak setelah kenaikan harga bahan bakar minyak pada November 2014,
sehingga mendorong inflasi pada akhir 2014 meningkat menjadi 8,61% (yoy).
18 BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan
Pertanian 1,428,151 43.40% 1.23% 1,474,491 41.80% 3.24%
Industri 196,332 6.00% -13.48% 202,003 5.70% 2.89%
Perdagangan 603,804 18.30% -12.07% 673,726 19.10% 11.58%
Jasa 598,976 18.20% -4.40% 703,903 19.90% 17.52%
Lainnya 463,998 14.10% 1.32% 472,913 13.40% 1.92%
Jumlah 3,291,261 100.00% -27.40% 3,527,036 99.90% 37.15%
Agustus 2013 Agustus 2014Kategori
152.8 150.8 129,2 133,6 148,0 160,5 162,49 154,40
930.3
880.9696,6
672,3639,7
696,9701,81
651,95
10,3%10,3%
10,1%
9,8%
9,5%
10,3% 10,3%
9,5%
9,0%
9,2%
9,4%
9,6%
9,8%
10,0%
10,2%
10,4%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
Mar-11 Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14
ribu orang
Desa Kota % Total Penduduk Miskin - kanan
7,48,3
9,5
12,1 12,813,6
17,418,4
26,327,8
0
5
10
15
20
25
30
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Malut Sulut Sulsel Sulbar Sultra Sulteng Gor Maluku Irjabar Papua
Desa Kota % Total Penddk Miskin - kanan
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Sulsel
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY
Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Sep-13 Mar-14 Sep-14
Sep-13 Mar-
14 Sep-14
Kota 215.790 221.892 235.488 240.276 246.416 9,13% 8,29% 4,64% 7,24% 5,88% 3,72%
Desa 183.959 192.161 207.023 211.271 219.109 12,54% 9,94% 5,84%
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Persentase jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain se-
Sulampua. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan ketiga terendah (9,5%) setelah Provinsi Maluku
Utara (7,4%) dan Sulawesi Utara (8,3%) (Grafik 6.4). Urutan Provinsi Maluku Utara dan Sulawesi Utara tersebut juga tidak
mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada Maret 2014. Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi
di Sulampua tercatat sebesar 27,8% dan masih terdapat di Provinsi Papua.
6.3. Rasio Gini19
Gini ratio Provinsi Sulawesi Selatan cenderung meningkat dan lebih tinggi dari provinsi lain di Sulampua. Nilai gini ratio
selama empat tahun terakhir (2010 sampai dengan 2013) cenderung terus membesar yang menunjukkan ketimpangan
pendapatan penduduk yang semakin besar (Tabel 6.4). Pada 2012, gini ratio Sulsel masih sama dengan nasional yakni
0,41. Namun demikian, pada 2013, gini ratio Sulsel justru meningkat menjadi 0,43 atau lebih tinggi daripada nasional
(0,41).Dibandingkan provinsi lain di Sulampua, nilai gini ratio Sulawesi Selatan termasuk tinggi. Angka gini ratio tertinggi
terjadi di Gorontalo (0,44) dan Papua (0,44) yang terjadi selama 2 (dua) tahun berturut-turut. Setelah dua provinsi
tersebut, berlanjut nilai gini ratio terbesar kedua (0,43) adalah Provinsi Sulawesi Selatan dan Papua Barat. Sementara itu,
nilai gini ratio terendah (0,32) terjadi di Provinsi Maluku Utara dan nilainya lebih baik daripada tahun 2012.
Tabel 6.4. Nilai Gini Ratio
Provinsi 2010 2011 2012 2013
Gorontalo 0,43 0,46 0,44 0,44
Papua 0,41 0,42 0,44 0,44
Sulawesi Selatan 0,40 0,41 0,41 0,43
Sulawesi Tenggara 0,42 0,41 0,40 0,43
Papua Barat 0,38 0,40 0,43 0,43
Sulawesi Utara 0,37 0,39 0,43 0,42
Sulawesi Tengah 0,37 0,38 0,40 0,41
Maluku 0,33 0,41 0,38 0,37
Sulawesi Barat 0,36 0,34 0,31 0,35
Maluku Utara 0,34 0,33 0,34 0,32
Indonesia 0,38 0,41 0,41 0,41
Sumber: Booklet Indikator Kersejahteraan Rakyat, BPS, Agustus 2013
6.4. Nilai Tukar Petani20
Indikator kesejahteraan sektor unggulan (pertanian) relatif melemah, tercermin dari turunnya pertumbuhan Nilai
Tukar Petani (NTP) pada triwulan IV 2014 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.NTP Sulsel pada triwulan IV 2014
menurun menjadi sebesar 104,17 lebih rendah dibandingkan NTP pada triwulan sebelumnya (105,16) (Grafik 6.5).
Penurunan NTP tersebut didorong oleh kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga
19 Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 20NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 63
maupun keperluan produksi pertanian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan indeks harga hasil produksi pertanian.
Meskipun Indeks yang Diterima Petani naik sebesar 6,91% (yoy) dari sebesar 118,22 pada triwulan III 2013 menjadi
sebesar 120,4 pada triwulan IV 2014 (Grafik 6.7), namun Indeks yang Dibayar Petani pada triwulan IV 2014 juga tumbuh
tinggi sebesar 6,54% dari 112,42 pada triwulan III 2013 menjadi 114,33 pada triwulan IV 2014 (Grafik 6.6).
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.5. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani
Peningkatan harga komoditas pangan(inflasi) tidak selalu diikuti perbaikan nilai tukar petani. Keterkaitan (korelasi)
antara inflasi dan nilai tukar petani justru negatif (bertolak belakang) (Grafik 6.8). Bahkan pada periode tahun 2012 hingga
2014, negatif dari korelasi tersebut semakin besar, mencapai -0,672 dibandingkan periode tahun 2009 - 2011. Gap antara
kenaikan inflasi dan perbaikan NTP semakin meningkat, pada saat terjadi peningkatan harga pangan seperti terjadi pada
Januari 2009 (kenaikan harga cabe merah, daging ayam ras, dan bawang merah) dan Juni 2010 (kenaikan harga beras dan
cabe merah). Demikian pula saat kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi di Juli 2013 dan November 2014, gap
antara inflasi dan perkembangan NTP semakin besar.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
90
95
100
105
110
115
120
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014
yoyNilai Tukar Petani
g.indeks - sisi kanan
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
90
95
100
105
110
115
120
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014
yoyIndeks yang Dibayar Petani
g.indeks - sisi kanan
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
90
95
100
105
110
115
120
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014
yoyIndeks yang Diterima Petani
g.indeks - sisi kanan
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
123456789101112123456789101112123456789101112123456789101112123456789101112123456789101112
2009 2010 2011 2012 2013 2014
yoy
Inflasi Nilai Tukar Petani
Korelasi 2009-2011 =-0,377
Korelasi 2012-2014 =-0,672
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
Boks 6.A. Tipologi WilayahProvinsi Sulawesi Selatan21
Seiring pemekaran wilayah, selama 10 tahun terakhir, jumlah desa semakin meningkat.Berdasarkan hasil pendataan
Potensi Desa(Podes) 2014, pada bulan April 2014 di Sulawesi Selatan tercatat 3.030 wilayah administrasi setingkat desa
yang terdiri dari 2.240desa, 783 kelurahan dan 7 UPT. Podes juga mencatat sebanyak 306 kecamatan dan 24
kabupaten/kota.Dari 3030 desa/kelurahan di Sulawesi selatan terdapat 531 desa/kelurahan (17,52%) yang berbatasan
dengan tepi laut dan yang berbatasan dengan bukan tepi laut sebanyak 2499 desa/kelurahan (82,48%).
Grafik 6.A.1 Perkembangan Jumlah Desa di Provinsi Sulawesi Selatan
Indeks Kesulitan Geografis (IKG) Desa untuk Sulsel masih relatif tinggi yang menunjukkan kesulitan geografis yang
masih besar. IKG terendah sebesar 14,44 yang terdapat di Desa Bawalipu (Kabupaten Luwu Timur) dan IKG tertinggi
sebesar 80,11 yang terdapat di Desa Lembang Bau Selatan (Kabupaten Tana Toraja). Nilai tengah IKG secara provinsi
sebesar 36,95, lebih rendah dari nilai tengah IKG secara nasional (40,91). Nilai IKG Provinsi terendah berada di Provinsi
D.I. Yogyakarta (27,73) dan tertinggi berada di Papua (76,33).
Tabel 6.A.1.IKG Desa Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan, 2014
Sumber : Podes 2014, BPS
21Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2014 (Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Sulsel No. 16/02/73/Th. I, 16 Februari
2015). Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali dalam 10 tahun, yaitu tahun 2008, 2011, dan 2014
Kabupaten/Kota dan Provinsi IKG Desa
Terendah Nilai Tengah Tertinggi
Kepulauan Selayar 20,10 39,48 62,34
Bulukumba 17,96 32,61 64,27
Bantaeng 27,56 32,31 47,42
Jeneponto 21,02 31,95 45,24
Takalar 21,56 33,32 51,76
Gowa 16,46 33,06 63,55
Sinjai 20,76 30,11 49,66
Maros 20,19 36,07 68,05
Pangkajene Kepulauan 24,26 39,71 79,88
Barru 19,66 30,26 52,12
Bone 20,36 40,77 70,11
Soppeng 21,77 30,29 42,51
Wajo 21,43 37,84 53,73
Sidenreng Rappang 16,83 31,60 58,65
Pinrang 19,58 34,66 67,15
Enrekang 22,05 37,52 60,28
Luwu 21,33 40,88 79,75
Tana Toraja 27,32 50,94 80,11
Luwu Utara 20,58 40,24 71,00
Luwu Timur 14,44 37,11 60,50
Toraja Utara 22,98 46,88 73,01
Makassar - - -
Parepare - - -
Palopo - - -
Sulawesi Selatan 14,44 36,95 80,11
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 65
Keberadaan infrastruktur di Sulsel relatif cukup baik, dari ketersediaan sekolah, sarana kesehatan, pasar, listrik, dan
jalan. Pembangunan wilayah desa bisa diarahkan ke desa yang relatif masih minim sarana infrastruktur. Dari hasil Podes
2014 tercatat sebagai berikut:
1. Dari sisi sarana pendidikan. Hanya 3,33 persen (101 desa/kelurahan) yang tidak ada SD/MI, semua kecamatan
telah mempunyai SMP/MTs, dan terdapat 282 kecamatan (92,16 persen) yang mempunyai SMU/SMK/MA, atau
ada 7,84 persen wilayah kecamatan di Sulawesi Selatan yang belum mempunyai SMU/SMK/MA.
2. Dari sisi sarana kesehatan. Semua wilayah kecamatan di Sulsel (100 persen) telah mempunyai
Puskesmas/Puskesmas Pembantu.
3. Dari sarana pasar. Terdapat sebanyak 922 desa/kelurahan (30,43 persen) sudah terdapat pasar, baik pasar
dengan bangunan maupun pasar tanpa bangunanataumasih terdapat 2108 desa/kelurahan (69,57 persen) yang
tidak mempunyai pasar, baik pasar dengan bangunan maupun pasar tanpa bangunan.
4. Dari sisi sarana listrik. Tercatat sebanyak 3028 desa/kelurahan (99,93 persen) telah terdapat keluarga pengguna
listrik (PLN dan non PLN) dan hanya 2 desa (0,07 persen) keberadaan keluarga tidak menggunakan listrik PLN dan
non PLN. Terkait keberadaan penerangan jalan utama di desa/kelurahan, sebanyak 865 desa/kelurahan (28,55
persen) masih belum tersedia penerangan jalan pada jalan utama desa/kelurahan.
5. Dari sisi sarana jalan. Terdapat sebanyak 2983 desa/kelurahan menggunakan sarana transportasi darat, dimana
2686 desa/kelurahan (90,04 persen) sudah tersedia jalan yang dapat dilalui kendaraan bermotor roda 4 atau
lebih sepanjang tahun. Artinya masih terdapat 297 desa/kelurahan (9,96 persen) yang lalulintasnya masih
bergantung pada kondisi jalan dan cuaca.
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 67
7. PROSPEK PEREKONOMIAN
Bab 7 Prospek Perekonomian
Perekonomian Sulsel pada triwulan I 2015 dan untuk keseluruhan tahun
2015, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 6,9% - 7,9%
(yoy) dan 7,5% - 8,5% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional,
pertumbuhan ekonomi Sulsel 2014 tetap lebih baik. Di sisi permintaan,
pertumbuhan ekonomi ditopang oleh permintaan domestik (konsumsi dan
investasi), sementara yang terkait ekonomi global masih melemah. Di sisi
lapangan usaha, peningkatan terjadi pada konstruksi, perdagangan,
transportasi, informasi/komunikasi, real estate, dan jasa-jasa. Sementara itu,
terjadi perlambatan pada lapangan usaha penyediaan akomodasi.
Tekanan harga akhir tahun 2015 diprakirakan akan tetap terkendali,
dengan besaran masuk dalam rentang target inflasi nasional. Faktor yang
mendorong adalah ketersediaan bahan makanan yang relatif mencukupi,
ditambah dengan tren penurunan harga minyak dunia. Namun demikian, ke
depan Pemerintah Daerah perlu mengatur kebijakan harga misalnya melalui
penetapan batas atas-bawah atau harga eceran tertinggi.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulsel di triwulan I 2015 diperkirakan akan didorong oleh aktivitas komponen konsumsi dan investasi.
Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan I 2015 diperkirakan dalam arah stabil hingga melambat dalam kisaran 6,9% -
7,9% (yoy). Dari sisi permintaan, permintaan konsumsi rumah tangga tetap baik, yang terpantau dari optimisme
ekspektasi konsumen dan pedagang (hasil survei penjualan eceran), serta peningkatan upah minimum regional (UMR).
Investasi meningkat, didorong oleh investasi yang dibiayai pemerintah yang diperkirakan meningkat. Dari sisi lapangan
usaha, peningkatan di tahun 2015 akan terjadi pada lapangan usaha konstruksi, perdagangan, transportasi,
informasi/komunikasi, real estate, dan jasa-jasa.
Dengan mempertimbangkan kondisi domestik dan global, ekonomi Sulsel keseluruhan tahun 2014 diperkirakan
cenderung stabil pada kisaran 7,5% - 8,5% (yoy), dibandingkan pertumbuhan tahun 2014 (7,57%, yoy). Pertumbuhan
ekonomi 2015, diperkirakan diwarnai dengan perlambatan negara permintaan mitra dagang Sulsel dan tren perlambatan
ekonomi dunia, yang menyebabkan pelemahan ekspor. Ekonomi global membaik, namun tidak secepat prakiraan
sebelumnya. Perbaikan berasal dari ekonomi negara maju (Amerika Serikan dan Kawasan Eropa), sementara ekonomi
negara berkembang (Asia dan ASEAN) melambat. Sementara, dari sisi lokal,kategori utama yang diperkirakan menopang
pertumbuhan antara lain pertambangan, konstruksi, perdagangan besar/eceran, transportasi, penyediaan akomodasi,
informasi/komunikasi, real estate, dan jasa-jasa. Peningkatan beberapa sektor tersebut terkait beroperasinya tambahan
smelter dan kegiatan pendukungnya, mulai beroperasinya hotel di Makassar, serta pembangunan infrastruktur
transportasi dan distribusi.
Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya
7.1.1 Prospek Sisi Pengeluaran
Komponen sisi konsumsi triwulan I 2015 cenderung tetap kuat dibandingkan triwulan IV 2014. Komponen permintaan
lokal yang berasal dari komponen konsumsi, baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah, cenderung
tetap kuat. Pendorong peningkatan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2015 adalah ekspektasi konsumen yang tetap
terjaga, seiring turunnya harga minyak dunia, yang berimplikasi pada penurunan harga bahan bakar minyak (BBM). Hasil
survei BPS menunjukkan ekspektasi masyarakat untuk melakukan pembelian barang tahan lama cenderung meningkat
(indeks masih lebih tinggi dari 100). Selain itu, indeks hasil penjualan Survei Penjualan Eceran yang dilakukan Bank
Indonesia Sulsel juga masih tetap tinggi (naik 5,22% (yoy)). Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan juga akan
cenderung meningkat, seiring optimalisasi penyerapan anggaran oleh Pemerintah daerah maupun instansi vertikal di
Sulsel. Dengan perkembangan tersebut, untuk keseluruhan tahun 2015, konsumsi tetap baik, terutama untuk konsumsi
rumah tangga dan pemerintah.
4
5
6
7
8
9
10
20
12
Q1
20
12
Q2
20
12
Q3
20
12
Q4
20
13
Q1
20
13
Q2
20
13
Q3
20
13
Q4
20
14
Q1
20
14
Q2
20
14
Q3
20
14
Q4
20
15
Q1
20
15
Q2
20
15
Q3
20
15
Q4
%, yoy
2014:7,57%
2015:7,5% - 8,5%
2012:7,61%
2013:8,37%
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 69
Sumber: Badan Pusat Statistik
p) Perkiraan BPS
Sumber: Survei Penjualan Eceran – BI
P) Ekspektasi Pedagang
Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen Grafik 7.3. Indeks Penjualan Eceran
Sumber: Kanwil Perbendaharaan Negara Sulsel dan
Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Sulsel (Realisasi s.d. Desember 2014)
Grafik 7.4. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah
Komponen investasi Sulsel diprakirakan masih akan meningkat pada triwulan I 2015 dan keseluruhan 2015.
Keberlanjutan proyek-proyek yang bersifat multiyears masih menjadi penopang pertumbuhan investasi Sulsel. Beberapa
proyek besar yang akan berlangsung antara lain pembangunan industri pengolahan/pemurnian (smelter)
tambang/mineral dan dukungan daya listriknya, proyek pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Jeneponto (PLTU,
2x100 MW), kelanjutan proyek pembangunan 31 hotel dengan tambahan kapasitas mencapai 5.125 kamar di Makassar,
Pembangunan Stadion Barombong dengan 40.000 tempat duduk, pembangunan pusat belanja terintegrasi, dan
pembangunan infrastruktur (kereta api dan pertanian). Selain itu, ada beberapa tambahan proyek infrastruktur, sebagai
kompensasi subsidi bahan bakar minyak, antara lain perluasan rencana pembangunan Pelabuhan oleh Pelindo IV
mendapat tambahan dana Rp2T (perluasan Makassar New Port dari rencana semula 250 Ha menjadi 500 Ha), yang masih
menunggu izin Kementerian perhubungan; pembangunan KA. Makassar - Parepare, dilanjutkan Parepare – Mamuju;
penambahan rencana pembangunan jalan tol.
Kinerja perdagangan eksternal (ekspor dan impor) diprakirakan melemah, seiring produksi yang terbatasdan
perlambatan ekonomi negara mitra dagang. Produksi kategori primer (pertanian dan pertambangan) diperkirakan akan
melemah, didorong insentif yang kurang karena tren pelemahan harga internasional komoditas mentah (ikan-ikanan,
kakao, dan nikel). Di sisi lain, negara-negara tujuan ekspor utama Sulsel antara lain adalah Jepang dan Tiongkok
menunjukkan pertumbuhan ekonomi tahun 2015 yang cenderung lebih rendah dibandingkan proyeksi semaula. Menurut
proyeksi World Economic Outlook (IMF) (Tabel 7.1), perkembangan perekonomian tahun 2015 untuk Jepang dan Tiongkok
masing-masing tumbuh 0,6% dan 6,8% (proyeksi Januari 2015), terkoreksi ke bawah dibandingkan proyeksi Oktober 2014
(masing-masing 0,8% dan 7,1%).
105,5 108,1 111,8 110,1 111,1 110,1 110,7 108,19 107,68100
102
104
106
108
110
112
114
116
118
120
I II III IV I II III IV Ip
2013 2014 2015
Indeks Tendensi Konsumen Perkiraan Pendapatan RT
Rencana pembelian barang durableSum
be
r :
BP
S
-20
-15
-10
-5
0
5
10
95
96
97
98
99
100
101
102
I II III IV I II III IV I II III IV IP
2012 2013 2014 2015
%, yoyindeks
Indeks Penjualan g.Indeks Penjualan - sisi kanan
10,8%
30,9%
52,1%
89,8%
10,0%
29,5%
49,6%
86,4%
11,7%
32,4%
52,8%
86,4%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
70 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
Tabel 7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara
Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy)
WEO (IMF) Oktober 2014
WEO (IMF) Januari 2015
2013 2014p 2015p 2013 2014p 2015p
Amerika Serikat 2,2 2,2 3,1 2,2→ 2,4↑ 3,6↑
Kawasan Eropa -0,4 0,8 1,3 -0,5↓ 0,8→ 1,5↑
Kawasan Asia 7.1.2 7.1.3 7.1.4 7.1.5 7.1.6 7.1.7 Tiongkok 7,7 7,4 7,1 7,8↑ 7,4→ 6,8↓ Jepang 1,5 0,9 0,8 1,6↑ 0,1↓ 0,6↓
Kawasan ASEAN* 5,2 4,7 5,4 5,2→ 4,5↓ 5,2↓
Output Dunia 3,3 3,3 3,8 3,3→ 3,3→ 3,5↓ *) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: ↑ Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya → Sama dengan perkiraan sebelumnya ↓ Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya
Pada tahun 2015, indeks harga internasional komoditas utama (nikel dan kakao) dalam tren melambat. Harga nikel dan
kakao yang trennya terus menurun, masing-masing tumbuh sebesar 11,8% (yoy) dan 4,4% (yoy), hingga Januari 2015.
Melemahnya harga nikel, karena berkurangnya permintaan dari Tiongkok yang merupakan konsumen separuh pasokan
logam seluruh dunia. Sementara penurunan harga kakao terkait pasokan yang relatif baik sepanjang 2015. Harga biji-
bijian sepanjang 2015 menurun sekitar 5%, lebih rendah dari tahun 2014 yang turun 4,5%.
Sumber: World Bank
Sumber: World Bank
Grafik 7.5. Perkembangan Harga Internasional Nikel Grafik 7.6. Perkembangan Harga Internasional Coklat
Sementara itu, perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan lebih tinggi seiring membaiknya fasilitas dan
pelayanan antar pulau. Infrastruktur yang semakin membaik akan mendukung perhubungan antar pulau22
dan
memudahkan lalu lintas pengiriman barang antarpulau yang saat ini menggunakan truk23
dan fasilitas kapal ro-ro. Namun
demikian faktor yang membatasi adalah, kategori di sektor tradable (pertanian, pertambangan, dan industri pengolahan),
diperkirakan akan melemah.
7.1.8 Prospek Sisi Lapangan usaha
Pada triwulan I 2015, kategori lapangan usaha primer dan tersier cenderung melambat, faktor pendorong peningkatan
hanya berasal dari kategori lapangan usaha sekunder. Lapangan usaha primer, yaitu sektor pertanian dan sektor
pertambangan cenderung melambat, sehingga mendorong penurunan ekspor. Demikian pula dengan perkembangan
lapangan usaha tersier, yang melemah karena berkurangnya aktivitas pengiriman sektor tradable. Dengan perkembangan
tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015 akan berkisar 6,9%-7,9% (yoy), sementara tahun 2015 (7,5% -
8,5%, yoy).
Lapangan usaha pertanian, terutama tanaman bahan makanan, diprakirakan akan melambat pada triwulan I 2014.
Curah hujan yang cenderung menengah hingga tinggi, diperkirakan memengaruhi produksi sektor pertanian. Dari sisi
22 Penambahan dermaga peti kemas, serta mulai beroperasinya lintas penyeberangan Pelabuhan Paciran, Jawa Timur dengan Pelabuhan Garongkong di Kabupaten Barru. 23Pengiriman barang untuk pengiriman dalam partai kecil,dengan metode tersebut mengurangi biaya bongkar muat barang.
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Jan
2011 2012 2013 2014 2015
yoy$/mtNickel g.Nikel - sisi kanan
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Jan
2011 2012 2013 2014 2015
yoyUSD/kg
Harga Internasional Coklat g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 71
subsektor perkebunan, luas area panen yang terbatas menjadi faktor kendala di saat tren harga kakao yang masih
cenderung menurun.
Lapangan usaha pertambangan diprakirakan akan tumbuh melambat, seiring tren penurunan harga nikel. Sektor
pertambangan di Sulsel terutama berupa produk nikel. Dari sisi harga internasional nikel, hingga Januari 2015, harga nikel
melambat 11,8% (yoy) hingga level harga USD 15.539,4 per metric ton.
Lapangan usaha industri pengolahan diprakirakan akan melambat pada triwulan I 2015. Selain dari faktor musiman
(awal tahun), industri pengolahan biji nikel di Sulsel24
diperkirakan masih memiliki stok, terlebih permintaan dari negara
mitra dagang melemah, seiring melambatnya pertumbuhan ekonomi Jepang dan Tiongkok. Sementara itu, dua industri
semen25
di Sulsel dan Asosiasi Semen Indonesia (ASI)26
memperkirakan peningkatan target produksi lebih rendah dari
taget tahun 2014.
Lapangan usaha perdagangan besar/eceran kategori diprakirakan masih akan tumbuh meningkat pada triwulan I 2015.
Kegiatan perdagangan diperkirakan relatif meningkat, sesuai dengan hasil survei penjualan eceran yang dilakukan Bank
Indonesia. Indeks penjualan eceran pada triwulan I 2015 meningkat 5,22% (yoy) menjadi 100,93 dari triwulan IV 2014
(100,74).
Lapangan usaha penyediaan akomodasi diperkirakan melambat seiring kebijakan untuk menahan kegiatan di hotel
bagi pegawai negeri sipil. Larangan27
untuk melakukan kegiatan dinas dan penyelenggaraan di hotel untuk pegawai
negeri sipil, yang diterapkan pada triwulan IV 2014, masih memengaruhi tingkat okupansi hotel, terutama dengan
kategori bintang dua ke bawah. Hasil liaison menyatakan bahwa permintaan ruang pertemuan dan kamar yang biasanya
mulai masuk pada awal tahun, pada awal tahun 2015 relatif masih sedikit dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara itu, lapangan usaha jasa keuangan diperkirakan sedikit melambat, sebagaimana ekspektasi pelaku
perbankan. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan IV 2014, memperkirakan perlambatan pertumbuhan kredit
triwulan I 2015, seiring masih rendahnya kebutuhan pembiayaan dari nasabah. Sementara keseluruhan tahun 2015,
kredit akan sebesar 15,7% (yoy) lebih tinggi dari realisasi tahun 2014 (November 2014 sebesar 11,9%)28
. Perlambatan
sektor keuangan tahun 2014 sesuai perkiraan Bank Indonesia, untuk mengantisipasi ketidakpastian ekonomi global dan
domestik, sehingga Bank Indonesia29
pun hanya memperkirakan pertumbuhan kredit/DPK nasional tahun 2015 berkisar
antara 15% - 17% (yoy) sebagaimana dari tahun 2014.
7.2. Prospek Inflasi
Laju inflasi triwulan I 2015 secara umum diperkirakan melambat dalam rentang 7,4% - 8,4% (yoy), dibandingkan
triwulan IV-2014 sebesar 8,61%; yoy dengan asumsi harga bakar minyak dalam tren stabil atau turun. Tekanan inflasi
yang relatif mereda berasal dari komponen volatile food dan administered prices, demikian pula inflasi inti cenderung
stabil. Relatif stabilnya inflasi karena pasokan bahan makanan cukup dan distribusi yang lancar. Bank Indonesia bersama
Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sulsel senantiasa akan mencermati risiko kenaikan inflasi terkait harga BBM,
elpiji, dan tarif listrik yang secara bertahap mulai dilepas menuju harga keekonomiannya. Berbagai langkah koordinasi
akan dilakukan untuk meminimalisasi dampak kenaikan harga BBM baik dampak langsung maupun dampak tidak
langsung (ekspektasi harga serta tarif angkutan). Kegiatan untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi
terus dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota. Pada
Januari 2015, Gubernur Sulsel telah memimpin high level meeting yang melibatkan kepala daerah kabupaten/kota
beserta TPID nya serta instansi terkait untuk melakukan evaluasi serta arahan program kerja tahun 2015 terkait
pengendalian harga di Sulsel. Pemerintah Provinsi Sulsel berkomitmen untuk mencapai tingkat inflasi 2015 sekitar 4%.
Seiring dengan upaya tersebut, realisasi bulan Januari 2015, terjadi deflasi sebesar -0,17% (mtm) atau inflasi 7,23% (yoy).
Penurunan tekan inflasi tersebut dipengaruhi oleh penurunan tingkat konsumsi, penurunan harga bahan bakar minyak
24 Produksi sudah mencapai 78% dalam bentuk nikel matte. Bahkan biji nikel (ore) dari provinsi lain masih potensial dapat menjadi tambahan produksi industri pengolahan biji nikel di Sulsel, karena industri pemurnian logam di Pulau Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua) masih memiliki potensi yang besar untuk ditingkatkan. Potensi biji nikel Sulampua yang masih dapat diolah sekitar 64 juta ton. 25 Dua industri tersebut meningkatkan kapasitas produksi tahun 2014, sehingga masing-masing akan meningkatkan penjualannya sebesar 33,30% (yoy) dan 42,60% (yoy). 26
Ketua Asosiasi Semen Indonesia (ASI) mengatakan pertumbuhan penjualan maupun permintaan di dalam negeri dipatok antara 5% - 6% sampai penghujung 2015.
27Surat Edaran Mendagri dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,menginstruksikan kepada semua kepala daerah, mulai dari gubernur, wali kota, hingga bupati, untuk menggelar rapat di kantor masing-masing. 28 Statistik Perbankan Indonesia Triwulan IV 2014 29 Sambutan akhir tahun Gubernur Bank Indonesia, Pertemuan Tahunan Perbankan, 14 November 2013
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
72 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
(BBM) jenis Premium dan Solar, pasokan bahan makanan cukup, dan distribusi yang lancar. Dari sisi disagregasi inflasi,
tekanan inflasi yang relatif mereda berasal dari komponen volatile food dan administered prices, sementara inflasi inti
cenderung stabil.
Grafik 7.7. Perkembangan Laju Inflasi Sulsel dan Proyeksinya
Tekanan inflasi volatile food diperkirakan cenderung turun didukung oleh pasokan yang mencukupi. Dari sisi stok,
kecukupan beras akan tersedia untuk 14 bulan ke depan. Selain itu, koordinasi antara pemda dengan angkatan darat
terkait penanaman sayur, diperkirakan akan meningkatkan pasokan sayur ke depan. Namun demikian, yang perlu
diperhatikan adalah faktor cuaca (curah hujan tinggi) khususnya pada Januari dan Februari, yang dikhawatirkan dapat
mengganggu produksi pangan yang sedang dalam masa musim tanam.
Januari 2015 Februari 2015 Maret 2015
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
Grafik 7.8. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan
Inflasi administered prices triwulan I tahun 2015 diperkirakan terkoreksi ke bawah. Tren harga minyak masih menurun,
dan berdasarkan informasi Pertamina dan PLN, komponen terbesar dalam penetapan premium, solar, dan elpiji adalah
harga minyak dunia. Namun demikian, apabila tidak diikuti kebijakan di daerah terkait penetapan harga angkutan dan
Harga Eceran Tertinggi (HET), dikhawatirkan meningkatkan tekanan inflasi (second round effect).
Inflasi komponen core inflation diperkirakan stabil, didorong oleh ekspektasi konsumen dan pedagang yang cenderung
moderat. Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang melambat, yang tercermin dari hasil Survei
Konsumen (SK) (Grafik 7.9), indeksnya relatif moderat menjadi 180,8 di triwulan I 2015 dan 178,0di triwulan II 2015, dari
triwulan IV 2014 sebelumnya (183,7). Demikian pula, indeks ekspektasi pedagang terhadap harga 3 (tiga) bulan yang akan
datang relatif stabil (Grafik 7.10), menjadi 100,15 di triwulan I 2015 dan 99,96 di triwulan II 2015, dibandingkan dari
triwulan IV 2014 (100,1). Selain itu, harga emas diperkirakan masih menurun seiring outlook perekonomian AS yang
semakin baik.
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 . 12
2011 2012 2013 2014 2015
Infl
asi T
ahu
nan
Nasional Sulsel
Sasaran Inflasi 2013: 4,5% + 1Sulsel 2013: 6,22%Nasional 2013: 8,38%
Sasaran Inflasi 2011: 5% + 1Sulsel 2011: 2,87%Nasional 2011: 3,79%
Sasaran Inflasi 2012: 4,5% + 1Sulsel 2012: 4,41%Nasional 2012: 4,30%
Sasaran Inflasi 2015:
4% + 1
Sasaran Inflasi 2014: 4,5% + 1Sulsel 2014: 8,61%Nasional 2014: 8,36%
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 73
Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 7.9. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Grafik 7.10. Indeks Ekspektasi Pedagang terhadap Harga
Sumber: World Bank
Grafik 7.11. Perkembangan Harga Internasional Emas
Tabel 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 2010)
160
165
170
175
180
185
190
195
200
I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2012 2013 2014 2015
Indeks perubahan harga umum 3 bulan yad
99,5
99,6
99,7
99,8
99,9
100,0
100,1
100,2
100,3
100,4
100,5
I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2012 2013 2014 2015
Ekspektasi Harga Umum 3 bln yad
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
1000
1100
1200
1300
1400
1500
1600
1700
1800
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Jan
2011 2012 2013 2014 2015
yoyUSD/troy onz
Emas g.Emas - sisi kanan
IV Total IP Total
Sisi Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga 6,5 7,0 6,0 5,5 5,9 6,5-7,5 6,5-7,5
Konsumsi LNPRT 6,6 7,1 10,4 4,9 11,3 4,1-5,1 5,2-6,2
Konsumsi Pemerintah 4,7 4,2 2,7 (2,9) 1,9 5,4-6,4 5,4-6,4
Pembentukan Modal Tetap Bruto 12,7 15,7 13,2 9,0 9,4 10,9-11,9 10,5-11,5
Ekspor (9,5) (2,0) 3,1 14,7 11,9 5,4-6,4 4,4-5,4
Impor (7,1) 6,1 5,4 9,4 (1,6) 6,1-7,1 6,1-7,1
Sisi Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6,9 4,6 4,9 10,4 10,0 6,4-7,4 5,4-6,4
Pertambangan dan Penggalian (3,8) 5,3 5,6 9,6 11,4 5,7-6,7 7,4-8,4
Industri Pengolahan 9,0 8,7 9,2 15,2 9,5 8,4-9,4 8,5-9,5
Pengadaan Listrik, Gas 10,1 16,2 8,2 15,0 10,6 7,0-8,0 7,0-8,0
Pengadaan Air 12,6 3,5 5,5 (1,2) 2,1 4,7-5,7 5,0-6,0,
Konstruksi 6,9 9,9 10,6 5,1 6,1 6,3-7,3 6,6-7,6
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 10,3 11,9 7,2 3,4 7,1 8,7-9,7 9,3-10,3
Transportasi dan Pergudangan 13,0 13,4 6,4 4,8 2,1 4,0-5,0 6,0-7,0
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8,7 11,4 6,8 5,6 7,8 5,4-6,4 6,0-7,0
Informasi dan Komunikasi 11,8 20,6 14,1 6,6 5,8 8,0-9,0 8,7-9,7
Jasa Keuangan 19,8 15,9 9,3 11,9 5,9 5,0-6,0 5,4-6,4
Real Estate 11,1 10,5 9,0 9,0 8,0 7,4-8,4 9,6-10,6
Jasa Perusahaan 9,0 8,0 7,0 7,4 6,8 7,1-8,1 8,3-9,3
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 6,5 2,2 3,1 0,7 1,0 4,4-5,4 5,0-6,0
Jasa Pendidikan 10,4 7,5 7,7 3,1 4,7 6,8-7,8 6,8-7,8
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 9,0 10,7 8,2 3,3 10,2 7,8-8,8 8,8-9,8
Jasa lainnya 6,7 8,1 7,1 9,4 7,6 7,1-8,1 6,9-7,9
PDRB 8,13 8,9 7,6 7,7 7,6 6,9-7,9 7,5-8,5
Inflasi 2,9 4,4 6,2 8,6 8,6 7,4-8,4 3,4-4,4
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolahp proyeksi Bank Indonesia
Pertumbuhan Ekonomi dan
Inflasi Provinsi Sulsel201320122011
2014 2015P
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
74 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 75
LAMPIRAN
Lampiran
A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Tabel A.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Miliar)
Tabel A.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar HargaBerlaku TD 2010(Rp Miliar)
Tabel A.3. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Miliar)
I II III IV Total
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 39,599 42,326 44,263 46,447 12,293 13,015 14,950 10,826 51,084
Pertambangan dan Penggalian 12,366 11,897 12,530 13,236 3,108 3,792 4,039 3,810 14,748
Industri Pengolahan 23,604 25,737 27,966 30,545 7,648 8,213 8,631 8,941 33,433
Pengadaan Listrik, Gas 145 159 185 200 51 55 56 59 221
Pengadaan Air 240 271 280 296 75 77 77 73 302
Konstruksi 20,042 21,430 23,542 26,030 6,494 6,789 7,044 7,301 27,628
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 22,809 25,170 28,155 30,190 7,775 8,088 8,620 7,881 32,363
Transportasi dan Pergudangan 6,197 7,006 7,948 8,461 2,072 2,105 2,193 2,272 8,641
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,285 2,484 2,767 2,954 765 797 806 815 3,183
Informasi dan Komunikasi 8,951 10,008 12,070 13,768 3,492 3,592 3,733 3,743 14,560
Jasa Keuangan 5,046 6,044 7,004 7,654 1,956 2,021 2,013 2,116 8,106
Real Estate 5,927 6,587 7,279 7,933 2,068 2,124 2,164 2,209 8,565
Jasa Perusahaan 744 811 876 937 245 249 252 254 1,001
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 9,172 9,769 9,987 10,293 2,510 2,550 2,653 2,686 10,399
Jasa Pendidikan 9,320 10,293 11,064 11,919 2,916 2,929 3,105 3,523 12,473
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,078 3,357 3,715 4,021 1,065 1,093 1,107 1,169 4,433
Jasa lainnya 2,214 2,362 2,554 2,736 707 728 747 761 2,943
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 171,741 185,708 202,185 217,618 55,239 58,217 62,188 58,439 234,084
Sumber : Badan Pusat Statistik
*) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara
Kategori 2010 2011 2012 2013*2014**
I II III IV Total
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 39,599 44,974 51,415 57,367 15,942 17,186 20,210 15,099 68,437
Pertambangan dan Penggalian 12,366 14,647 16,178 17,837 4,580 5,915 5,940 6,073 22,508
Industri Pengolahan 23,604 26,936 30,799 35,371 9,295 10,015 10,696 11,273 41,279
Pengadaan Listrik, Gas 145 158 177 178 48 52 51 42 193
Pengadaan Air 240 286 306 355 87 90 90 87 355
Konstruksi 20,042 22,888 26,581 31,516 8,226 8,676 9,246 9,816 35,963
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 22,809 26,493 30,654 33,633 8,893 9,292 9,984 9,455 37,624
Transportasi dan Pergudangan 6,197 7,318 8,961 10,473 2,904 3,150 3,402 3,888 13,345
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,285 2,647 3,145 3,564 963 1,013 1,048 1,081 4,106
Informasi dan Komunikasi 8,951 10,048 12,129 13,785 3,550 3,605 3,750 3,689 14,594
Jasa Keuangan 5,046 6,423 8,241 9,597 2,571 2,676 2,697 2,933 10,877
Real Estate 5,927 7,020 8,322 9,904 2,720 2,769 2,833 3,201 11,523
Jasa Perusahaan 744 863 999 1,148 312 319 328 337 1,297
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 9,172 10,698 11,451 12,203 2,936 3,171 3,466 3,720 13,294
Jasa Pendidikan 9,320 10,893 12,096 13,886 3,381 3,570 4,129 4,418 15,498
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,078 3,549 4,079 4,682 1,236 1,304 1,448 1,521 5,509
Jasa lainnya 2,214 2,447 2,752 3,184 858 906 949 1,009 3,722
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 171,741 198,289 228,285 258,683 68,504 73,709 80,270 77,642 300,124
Sumber : Badan Pusat Statistik
*) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara
Kategori 2010 2011 2012 2013*2014**
2010 2011 2012
2012 2012 2012 I II III IV TOTAL
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga + LNPRT 101,927.18 108,568.99 116,155.25 123,183.67 31,891.74 32,274.76 33,079.16 33,371.96 130,618
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (1.a. s/d 1.l.) 99,846.77 106,351.16 113,778.97 120,561.21 31,163.62 31,537.58 32,357.78 32,641.00 127,700
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2,080.41 2,217.83 2,376.28 2,622.46 728.12 737.18 721.38 730.96 2,918
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (3.a. + 3.b.) 20,578.07 21,545.39 22,451.03 23,057.70 3,362.85 5,700.12 5,846.48 8,582.26 23,492
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto (4.a. + 4.b.) 57,270.00 64,561.92 74,678.05 84,528.48 21,563.87 22,582.36 23,516.46 24,809.10 92,472
5. Perubahan Inventori 2,866.14 2,563.70 5,431.19 5,452.37 (661.48) 1,058.59 516.62 (2,288.88) 1,375-
6. Ekspor 58,195.30 52,673.83 51,598.32 53,178.72 14,700.31 14,295.27 15,703.63 14,781.99 59,481
7. Impor 69,095.94 64,205.35 68,129.25 71,782.50 15,617.86 17,693.84 16,473.94 20,817.58 70,603
P D R B 171,740.75 185,708.48 202,184.59 217,618.44 55,239.43 58,217.26 62,188.41 58,438.85 234,083.95
Sumber : Badan Pusat Statistik
*) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara
Komponen Pengeluaran PDRB 20132014
LAMPIRAN
76 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
Tabel A.4. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Miliar)
Tabel A.5. Pendapatan Per Kapita Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Juta)
Sumber : Badan Pusat Statistik
Q1 Q2 Q3 Q4 TOTAL
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga + LNPRT 101,927.18 115,861.06 132,289.02 152,204.89 42,424.93 43,501.13 45,518.05 47,158.91 178,603.02
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (1.a. s/d 1.l.) 99,846.77 113,547.23 129,687.95 149,121.47 41,513.30 42,546.72 44,532.77 46,146.39 174,739
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2,080.41 2,313.83 2,601.07 3,083.42 911.63 954.41 985.28 1,012.52 3,864
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (3.a. + 3.b.) 20,578.07 23,491.34 26,124.21 28,718.94 4,245.08 7,455.54 8,354.40 11,640.11 31,695
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto (4.a. + 4.b.) 57,270.00 66,698.23 82,677.07 96,583.67 26,603.00 28,540.76 30,176.59 32,737.14 118,057
5. Perubahan Inventori 2,866.14 2,498.38 5,661.43 6,394.99 (1,015.55) 1,999.17 853.67 (3,387.95) 1,551-
6. Ekspor 58,195.30 57,273.33 58,287.95 58,243.31 17,005.08 17,412.11 19,349.62 19,410.97 73,178
7. Impor 69,095.94 67,533.24 76,754.21 83,462.83 20,758.87 25,199.76 23,982.82 29,917.07 99,859
P D R B 171,740.74 198,289.08 228,285.47 258,682.96 68,503.67 73,708.95 80,269.50 77,642.10 300,124.22
Sumber : Badan Pusat Statistik
*) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara
Komponen Pengeluaran PDRB 2010 2011 2012 20132014
Penduduk (jiwa) 8,060,401 8,156,129 8,250,018 8,342,047 8,432,163
PDRB per kapita (Juta Rp.) 21.31 24.31 27.67 31.01 35.59
2014*Kategori 2010 2011 2012 2013*
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 77
B. Indeks Harga Konsumen (IHK)
Tabel B.1. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran
Tabel B.2. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK
Tabel B.3. Angka Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK
Bahan
Makanan
Makanan
Jadi,
Minuman,
Rokok, dan
Tembakau
Perumahan,
Air, Listrik,
Gas, dan
Bahan Bakar
Sandang Kesehatan
Pendidikan,
Rekreasi, dan
Olahraga
Transpor dan
KomunikasiUmum
148.73 131.96 122.00 135.79 119.24 116.86 104.73 126.75
149.06 137.77 126.48 147.55 128.36 120.24 105.50 130.39
Triwulan I 156.33 139.19 128.22 149.63 129.86 120.33 105.61 132.89
Triwulan II 156.50 140.33 129.03 150.10 130.61 120.60 105.92 133.44
Triwulan III 161.48 143.21 129.73 154.94 130.98 121.38 106.22 135.69
Triwulan IV 158.86 144.70 130.72 158.05 132.02 124.35 106.72 136.14
Triwulan I 168.84 145.55 132.61 158.64 132.82 124.59 106.55 139.01
Triwulan II 166.24 146.83 133.67 154.02 133.21 124.61 110.11 139.26
Triwulan III 178.85 149.93 135.89 159.22 135.20 125.82 118.97 145.51
Triwulan IV 169.92 151.18 138.64 161.74 136.89 126.08 119.08 144.60
Triwulan I 111.25 108.80 109.10 108.00 105.49 103.66 110.65 109.16
Triwulan II 111.33 109.77 109.58 108.46 107.25 103.72 111.33 109.71
Triwulan III 114.94 112.34 111.74 110.06 108.51 105.35 111.29 111.72
Triwulan IV 125.03 114.11 114.88 110.82 109.25 105.45 121.49 116.89
2014*
IHK
(Akhir Periode)
2010
2011
2012
2013
I II III IV I II III IV
Makassar 129.02 134.91 137.86 138.15 144.29 143.33 143.33 108.94 109.26 111.45 116.50
Pa lopo 136.61 142.22 144.84 144.26 150.25 149.68 149.68 108.84 110.28 111.34 116.54
Parepare 130.22 134.76 137.33 137.57 144.44 143.26 143.26 108.29 109.33 110.89 117.71
Bone (Watampone) 143.59 148.83 151.29 151.92 159.23 159.04 159.04 109.81 111.58 112.81 117.35
Bulukumba** 117.21 118.31 119.99 125.61
2014*Kota Inflasi 20132011 2012
2013
I II III IV I II III IV
Makassar 2.87 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51
Pa lopo 3.35 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95
Parepare 1.60 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38
Bone (Watampone) 3.94 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22
Bulukumba** 13.94 14.10 7.30 9.45
Sumber: Badan Pusat Statis tik
*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflas i sejak tahun 2014
2014*20132011 2012
2013Kota Inflasi
LAMPIRAN
78 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
C. Perbankan
Tabel C.1. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Bank Pelapor) dan Kredit (Lokasi Bank) Bank Umum (Rp Miliar)
Tabel C.2. Penyaluran Kredit (Lokasi Bank) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)
Tabel C.3. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank
Giro Tabungan Deposito Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi Jumlah
6,275 26,446 13,085 45,807 20,074 9,626 23,198 52,898 115.48%
Triwulan I 7,471 25,004 13,259 45,734 20,516 10,025 24,044 54,585 119.35%
Triwulan II 7,282 27,206 13,536 48,024 22,850 10,588 25,597 59,035 122.93%
Triwulan III 7,257 28,545 14,115 49,917 22,385 10,997 27,707 61,090 122.38%
Triwulan IV 7,345 31,466 14,907 53,717 25,506 11,380 29,335 66,221 123.28%
Triwulan I 7,770 29,321 15,211 52,302 25,980 12,232 30,158 68,371 130.72%
Triwulan II 8,092 30,068 15,297 53,457 26,659 14,486 31,793 72,937 136.44%
Triwulan III 9,221 32,076 16,062 57,359 26,160 15,769 33,085 75,014 130.78%
Triwulan IV 7,845 35,007 17,592 60,444 27,231 14,494 33,663 75,388 124.72%
Triwulan I 7,990 32,446 17,726 58,162 27,257 14,642 33,974 75,874 130.45%
Triwulan II 9,730 33,168 18,504 61,402 29,062 15,467 34,807 79,336 129.21%
Triwulan III 9,693 34,828 19,819 64,339 29,847 15,457 35,159 80,463 125.06%
Triwulan IV 7,995 37,428 20,690 66,112 31,442 16,241 35,877 83,560 126.39%
LDRDPK KREDIT
Periode
2014
2013
2011
2012
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
13.55 11.83 12.83 13.34 13.61 14.09 10.62 6.81 28.61 13.45 12.84 13.32
Triwulan I 13.49 11.69 12.79 13.16 13.60 14.56 8.50 7.29 27.35 13.30 12.77 13.46
Triwulan II 13.24 11.34 12.70 12.74 13.62 14.36 9.32 7.91 27.67 13.00 12.60 13.35
Triwulan III 13.21 11.11 12.54 12.55 13.36 14.31 9.53 8.36 26.16 12.90 12.39 13.19
Triwulan IV 12.63 10.92 12.23 12.28 13.09 14.01 8.85 8.07 23.83 12.47 12.19 12.88
Triwulan I 12.56 10.74 12.20 12.31 12.89 14.04 7.21 8.21 23.67 12.40 12.05 12.85
Triwulan II 12.77 10.57 12.12 12.01 12.71 13.89 8.12 8.37 20.92 12.38 11.65 12.74
Triwulan III 12.94 10.79 12.11 12.72 12.99 13.83 9.14 9.16 21.14 12.80 12.02 12.72
Triwulan IV 13.00 11.08 12.18 13.04 13.53 13.91 10.20 10.06 20.92 12.99 12.57 12.78
Triwulan I 13.10 11.15 12.24 13.23 13.67 14.06 10.49 10.68 22.14 13.13 12.71 12.86
Triwulan II 13.26 11.44 12.41 13.51 13.53 14.05 10.08 10.72 22.94 13.33 12.75 12.97
Triwulan III 13.48 11.61 12.44 13.62 13.53 14.10 10.26 10.81 23.49 13.50 12.81 13.00
Triwulan IV 13.46 11.57 12.61 13.48 13.78 14.17 10.77 11.14 23.13 13.44 12.93 13.13
Bank Umum
Periode
2011
2012
2013
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran
2014
Pertanian TambangIndustri
Pengolahan
Listrik, Gas,
dan AirKonstruksi Perdagangan Angkutan
Jasa Dunia
Usaha
Jasa Sosial
MasyarakatLain-lain
869 309 3,460 144 2,155 15,072 1,629 2,770 1,555 24,935 52,898
Triwulan I 906 312 3,468 137 2,065 15,459 1,744 2,917 1,570 26,007 54,585
Triwulan II 1,128 363 3,904 124 2,448 17,631 1,730 3,178 1,485 27,045 59,035
Triwulan III 1,171 375 4,008 135 2,582 17,741 1,794 3,131 1,372 28,781 61,090
Triwulan IV 1,215 399 5,250 141 2,674 19,027 2,321 3,105 1,404 30,684 66,221
Triwulan I 1,403 447 5,335 133 2,565 19,933 2,631 3,240 1,619 31,065 68,371
Triwulan II 1,396 449 5,579 116 2,780 22,957 2,763 3,433 1,650 31,814 72,937
Triwulan III 1,385 444 5,631 121 2,966 23,360 2,864 3,414 1,733 33,096 75,014
Triwulan IV 1,400 397 4,186 191 3,034 24,132 2,923 3,550 1,780 33,794 75,388
Triwulan I 1,405 377 3,918 218 3,043 24,334 2,960 3,747 1,828 34,043 75,874
Triwulan II 1,499 560 4,210 245 3,666 25,587 2,950 3,598 1,968 35,053 79,336
Triwulan III 1,435 537 4,283 232 4,173 25,748 2,951 3,581 2,115 35,408 80,463
Triwulan IV 1,506 509 4,747 350 4,366 27,033 2,820 3,662 2,340 36,226 83,560
2014
Kredit (Lokasi Bank)
Periode Total
2011
2012
2013
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 79
D. Sistem Pembayaran
Tabel D.1. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Triliun)
Tabel D.2. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
Tabel D.3. Perkembangan Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun)
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow
I 3.87 1.86 2.01 66.24% 48.52% 86.83%
II 2.75 3.17 (0.42) 31.17% 66.32% 316.30%
III 3.93 3.57 0.35 5.71% 9.93% -23.94%
IV 3.20 3.21 (0.01) 30.62% 25.87% 87.00%
13.75 11.82 1.93 29.83% 31.86% 18.68%
I 4.41 1.71 2.69 13.90% -7.74% 33.88%
II 3.24 2.88 0.35 17.51% -9.03% 184.18%
III 4.87 5.31 (0.44) 24.12% 48.58% 224.77%
IV 4.07 4.16 (0.08) 27.33% 29.43% -531.87%
16.59 14.07 2.52 20.66% 19.06% 30.49%
I 5.30 2.34 2.96 20.17% 36.67% 9.67%
II 4.07 3.83 0.24 25.76% 32.62% -30.61%
III 5.56 5.64 (0.08) 14.15% 6.16% 82.72%
IV 4.30 4.10 0.20 5.53% -1.43% 336.39%
19.23 15.91 3.32 15.90% 13.06% 31.72%
PeriodeJumlah yoy
2013
2012
2012
2013
2014
2014
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow
I 0.15 1.80 (1.65) -69.71% 714.38% 720.99%
II 0.13 2.53 (2.40) 0.09% 60.57% -65.80%
III 0.02 0.86 (0.84) 200.52% -75.69% 76.17%
IV 0.05 0.34 (0.29) -72.94% -86.00% 87.11%
0.34 5.53 (5.19) -57.62% -28.79% 25.43%
I 0.03 0.28 (0.25) -80.04% -84.46% 84.86%
II 0.08 0.78 (0.70) -39.81% -69.23% 70.77%
III 0.08 2.51 (2.43) 335.68% 192.39% -189.28%
IV 0.10 2.63 (2.53) 95.78% 670.88% -772.95%
0.29 6.20 (5.91) -16.80% 12.07% -13.98%
I 0.14 2.20 (2.05) 388.70% 685.69% -720.65%
II 0.04 3.22 (3.18) -47.69% 314.31% -353.25%
III 0.23 3.93 (3.70) 186.11% 56.42% -52.18%
IV 0.13 2.07 (1.94) 29.30% -21.19% 23.20%
0.54 11.42 (10.88) 89.84% 84.31% -84.05%
2013
2012
2012
2014
2013
PeriodeJumlah yoy
2014
From To From-To From To From-To
52.23 117.78 21.45 5.19% 26.86% 13.94%
I 11.50 29.15 4.58 3.26% 24.82% -1.96%
II 15.47 37.79 4.35 27.09% 45.01% -18.06%
III 15.42 34.63 4.42 17.91% 1.86% -17.49%
IV 19.88 40.65 5.05 25.54% 18.28% -17.24%
62.28 142.21 18.41 19.24% 20.75% -14.18%
I 14.45 32.77 4.25 25.59% 12.42% -7.28%
II 17.40 36.12 4.92 12.46% -4.41% 13.00%
III 18.77 37.61 6.75 21.72% 8.61% 52.66%
IV 20.54 41.48 7.30 3.32% 2.05% 44.57%
71.16 147.98 23.22 14.26% 4.06% 26.15%
I 15.66 27.89 4.75 8.39% -14.89% 11.85%
II 21.37 33.67 9.76 22.83% -6.79% 98.44%
III 22.72 38.10 10.97 21.04% 1.28% 62.41%
III 25.65 41.35 11.85 24.87% -0.32% 62.29%
85.40 141.00 37.33 20.01% -4.72% 60.76%2014
2013
2012
2013
2011
2012
PeriodeJumlah yoy
2014
LAMPIRAN
80 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
E. Ekspor dan Impor
Tabel E.1. Perkembangan Ekspor dan Impor Antar daerah Provinsi Sulawesi Selatan (Rp Miliar)
Tabel E.2. Perkembangan Komoditas Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Juta)
Tabel E.3. Perkembangan Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Tujuan (US$ Juta)
Indikator Ekspor-Impor
Sulawesi Selatan I II III IV I II III IV
Ekspor Antar Provinsi (Rp miliar) 12,879 15,383 4,289 4,787 5,029 5,504 19,608 9,497 9,235 10,145 9,550
Kontribusi Thd Seluruh Ekspor 42.65% 48.36% 52.10% 53.08% 50.76% 52.91% 52.21%
Impor Antar Provinsi (Rp miliar) 22,348 32,625 8,724 9,834 9,681 12,020 40,259 13,487 15,279 14,226 17,977
Kontribusi Thd Seluruh Impor 63.20% 70.17% 63.53% 62.62% 69.90% 74.39% 67.73%
*) Estimasi
Sumber: Badan Pusat Statistik
20132013
2011 20122014*
I II III IV I II III IV
1 Nikel 1,271.61 967.33 258.41 247.29 215.37 200.77 921.84 213.11 269.36 289.82 266.27
2 Biji Coklat 186.73 132.48 50.60 28.35 59.06 39.02 177.03 19.95 35.04 27.08 20.08
3 Rumput Laut 78.71 69.87 15.88 21.04 27.43 26.94 91.29 33.32 35.92 38.83 39.18
4 Coklat Olahan 71.62 39.02 4.70 14.72 17.22 28.38 65.02 29.33 34.26 47.81 37.19
5 Udang Segar/Beku 52.89 43.07 11.81 13.91 16.46 19.58 61.76 14.59 18.01 23.09 12.77
6 Ikan Olahan 31.61 65.68 11.11 10.33 15.23 14.38 51.05 8.80 12.16 17.76 15.59
7 Kayu Lapis 41.84 35.63 9.27 8.84 7.77 9.93 35.81 10.53 9.18 8.25 8.58
8 Biji Mete 17.46 17.71 6.75 6.10 6.66 5.54 25.06 5.91 7.81 6.22 5.42
9 Semen 11.81 8.37 2.53 2.44 13.55 3.28 21.80 1.71 0.92 3.35 1.49
10 Makanan Ternak 17.26 26.84 5.97 4.84 4.62 3.93 19.38 4.60 5.23 4.32 3.87
1980.92 1555.76 403.02 389.29 417.56 386.34 1596.21 366.41 460.02 499.05 452.63
Sumber: Bea Cukai
2013*2013*
KOMODITAS EKSPOR UTAMA
NILAI EKSPOR SULSEL
2011 20122014*
I II III IV I II III IV
1 Jepang 1,350.43 1,047.31 222.27 236.10 265.50 276.92 1,000.78 229.81 285.80 311.42 282.42
2 Malaysia 146.55 94.45 46.97 49.65 20.35 37.19 154.15 31.36 43.73 37.87 22.78
3 Tiongkok 96.75 76.40 35.10 30.38 21.97 15.54 102.99 28.28 38.25 40.90 44.01
4 Amerika Serikat 95.47 97.70 24.96 26.97 23.79 15.90 91.62 26.41 32.15 39.09 35.25
5 Singapura 33.51 37.50 4.89 13.67 6.51 10.75 35.82 5.23 8.68 12.43 5.54
6 Korea Selatan 28.33 25.90 5.03 5.96 4.22 2.71 17.93 5.46 5.99 10.53 7.10
7 Vietnam 22.30 24.20 5.51 3.65 5.41 7.42 21.99 6.54 3.61 2.05 4.48
8 Taiwan 10.51 7.91 2.56 2.90 2.55 1.20 9.21 1.14 1.43 2.57 1.26
9 Jerman 36.04 17.60 5.85 3.09 4.27 3.06 16.27 6.49 9.62 7.58 6.19
10 Belanda 11.52 9.08 2.98 3.25 2.73 2.04 11.00 3.12 4.08 3.27 5.64
1980.92 1555.76 386.34 417.56 389.29 403.02 1596.21 366.41 460.02 499.05 452.63
Sumber: Bea Cukai
* Angka sementara
2013*
NILAI EKSPOR SULSEL
NEGARA TUJUAN EKSPOR 2011 20122013* 2014*
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 81
Tabel E.4. Perkembangan Komoditas Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Juta)
Tabel E.5. Perkembangan Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Asal (US$ Juta)
F. Inklusi Keuangan
Tabel F. Perkembangan Rasio Jumlah Rekening terhadap Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan
I II III IV I II III IV
1 Gandum 242.32 251.76 37.23 56.62 29.66 62.32 185.84 55.11 48.14 59.15 30.29 192.68
2 Industri Lainnya 218.66 240.30 59.67 47.12 15.64 19.08 141.52 33.72 51.99 29.27 26.28 141.26
3 Makanan Ternak Lainnya 39.33 65.17 14.07 16.68 19.66 20.16 70.56 11.10 40.81 16.35 27.56 95.82
4 Besi/Baja 36.19 24.82 6.27 4.35 2.91 4.61 18.14 7.88 10.18 10.44 8.50 37.00
5 Pupuk 6.17 38.35 0.10 0.00 7.18 6.25 13.53 1.66 2.51 7.45 5.08 16.69
6 Alat Listrik 59.61 34.13 13.72 5.28 0.96 2.60 22.57 4.33 3.27 4.75 1.92 14.27
7 Produk Keramik 8.67 5.45 1.93 2.43 0.36 1.63 6.34 2.29 5.37 1.15 3.52 12.33
8 Kendaraan Bermotor Roda 4 Dan Lebih 0.30 5.79 0.99 0.03 4.87 0.00 5.89 2.59 0.60 0.00 8.19 11.38
9 Suku Cadang Mesin 9.14 4.38 1.47 1.33 0.94 1.02 4.77 1.52 1.76 4.91 2.97 11.16
10 Kertas Dan Barang Dari Kertas 6.93 8.64 0.77 1.37 2.52 0.68 5.34 2.98 2.38 1.57 2.46 9.40
702.15 815.69 300.72 404.72 218.82 126.06 1050.31 139.10 181.88 149.05 129.39 599.42
2013*2013
2014*
NILAI IMPOR SULSEL
2014*KOMODITAS IMPOR UTAMA 2011 2012
I II III IV I II III IV
1 Australia 145.69 183.47 31.07 42.16 30.08 29.35 132.66 40.26 37.22 41.23 19.41
2 Tiongkok 188.78 126.69 28.37 2.95 11.29 15.46 58.07 24.59 36.51 29.47 20.99
3 Thailand 18.10 54.29 11.31 5.84 3.31 3.16 23.62 9.38 3.38 2.54 7.11
4 Malaysia 3.42 3.54 1.47 3.14 2.01 4.15 10.77 5.03 10.68 3.83 1.81
5 Argentina 35.90 56.43 12.57 15.63 13.19 17.78 59.17 10.14 34.03 13.58 19.52
6 Amerika Serikat 71.98 48.03 9.77 2.43 7.88 12.16 32.24 25.35 13.44 6.13 8.70
7 Jerman 49.19 36.51 14.31 9.19 0.39 0.75 24.64 0.42 10.07 10.24 2.47
8 Singapura 37.86 32.42 13.59 11.96 9.63 3.09 38.26 7.90 4.38 8.40 10.86
9 Rusia 18.50 8.80 151.25 248.15 121.33 11.98 532.71 0.59 0.56 6.33 2.07
10 Kanada 26.48 157.33 12.05 25.18 3.91 12.16 53.29 2.80 15.38 10.27 15.52
702.15 815.69 300.72 404.72 218.82 126.06 1050.31 139.10 181.88 149.05 129.39
Sumber: Bea Cukai
* Angka sementara
2014*2013*
NILAI IMPOR SULSEL
NEGARA ASAL IMPOR 2011 20122013*
2012 2013 2014** 2012 2013 2014** 2012 2013 2014**
4,070 4,794 4,959 8,207 8,309 8,408 49.59 57.70 58.98
2012 2013 2014** 2012 2013 2014** 2012 2013 2014**
934 986 1,030 8,207 8,309 8,408 11.38 11.86 12.25
*) Jumlah penduduk merupakan proyeksi dari proporsi jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
**) Data terkini perbankan dan jumlah penduduk miskin
Rasio Jumlah Rekening Kredit
terhadap Jumlah Penduduk (%)Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*
Jumlah Rekening Kredit Lokasi
Proyek (Ribu Rekening)
Jumlah Rekening DPK Lokasi
KC/KCP (Ribu Rekening)Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*
Rasio Jumlah Rekening DPK
terhadap Jumlah Penduduk (%)
LAMPIRAN
82 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
G. Daftar Istilah
Istilah Keterangan
Administered prices Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari
resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk
meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor
Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah
Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas
Balance sheet Neraca
Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan
Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan
risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 2013-
2018
BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat
Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat
menggunakan metodologi yang berbeda
Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa,
maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit Batas kredit
Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis management
protocol
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung
jawab anggota tim itu
Debt ceiling Pagu hutang
Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu negara
Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi
Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan
Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan
nasabah
Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan,
atau non-penting, atau diselamatkan
Double-dip recession Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek
Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 83
Istilah Keterangan
Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda,
dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah
Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar
keuangan dan industrialisasi
E-money Uang elektronik
Exchange rate pass
through
Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negara-
negara pengekspor dan pengimpor
External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan
Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Financial sophistication Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau
untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat
Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiskal
Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap
sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman
Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa
risiko gagal bayar
Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah
pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate
governance
Tata kelola yang baik
Growth-supporting
funding facility
Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan
Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan
Idle money Uang yang tidak terpakai
Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Indeks kedalaman
kemiskinan
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
Indeks keparahan
kemiskinan
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Industrial upgrading Peningkatan industri produk nonkomoditas
Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan
dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional,
inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi
Intra-regional trade Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan
Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan
Investment grade Peringkat layak investasi
Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama
Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran non-tunai
Long-term financing Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas
LAMPIRAN
84 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi
Istilah Keterangan
operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun
M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Margin Selisih
Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan
usahanya
Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan
Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang
Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau
bulan) terhadap satu bulan sebelumnya
Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet
Operation twist Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara
simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang
Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka
pengendalian moneter
Pagu hutang / debt
ceiling
Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu
Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi
Pendapatan disposibel Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan
Price taker Pengambil harga
Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)
Push factor Faktor pendorong
Quantitative easing Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan
pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau
Qtq Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu,
bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya
Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Second round effect Dampak lanjutan
Short-term liquidity Likuiditas jangka pendek
Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya
Sovereign debt crisis Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan
pokoknya)
Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang
selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek
Sukuk Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi
syariah
Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya
Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank
ritel
Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan IV 2014
Sektor Tradeable Menahan Perlambatan Ekonomi 85
Istilah Keterangan
Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam,
atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan
internasional
Yield Imbal hasil
Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur
pertumbuhan secara akumulatif.
Yuan Mata uang Tiongkok