PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
1
KAPASITAS DINAS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN
DESA DALAM MENINGKATKAN PROGRAM SISTEM
KEUANGAN DESA BERBASIS APLIKASI
Sohibul Fauzan1 Itok Wicaksonono2
Universitas Muhammadiyah Jember
[email protected], [email protected]
ABSTRAK
Sistem Keuangan Desa merupakan aplikasi sederhana yang dikembangkan Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bersama Ditjen Bina Pemerintahan Desa Kementrian Dalam
Negeri dan Sistem Keuangan Desa adalah sebuah aplikasi untuk pembuatan anggaran, pembukuan,
dan pelaporan keuangan desa, tujuan dalam Program tersebut yaitu untuk meningkatkan kualitas
tata kelola keuangan desa yang di kembangkan BPKP, metode yang digunakan adalah deskriptif
kualitatif, hasil dari pembahasan adalah dalam penerapan SISKEUDES di Kabupaten Jember
sangatlah lambat, maka dapat di simpulkan bahwa kapasitas Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan
Desa sangatlah penting untuk meningkatkan Program Sistem Keuangan Desa di Kabupaten Jember.
Kata Kunci: Kapasitas, Siskeudes, Berbasis Aplikasi, Sumber Daya Manusia (SDM)
ABSTRACT
The Village Finance System is a simple application developed by the Financial and Development
Supervisory Agency (BPKP) together with the Directorate General of Village Government
Development of the Ministry of Domestic Affairs and the Village Finance System is an application
for budgeting, accounting and village financial reporting, the purpose of the Program is to improve
the quality of village financial management based on information from BPKP, the method used is
descriptive qualitative, the result of the discussion is the application of SISKEUDES in Jember
District is very slow, it can be concluded that the capacity of the Office of Community and Village
Empowerment is very important to improve the Village Financial System Program in Jember
Regency.
Keywords: Capacity, Siskeudes, Application Based, Human Resources (HR)
PENDAHULUAN
Pertumbuhan dan perkembangan suatu Negara dipengaruhi oleh adanya
teknologi yang semakin modern, dan memobilisasi semua aspek kehidupan baik
aspek sosial, ekonomi dan budaya. Sistem pemerintahan merupakan suatu cara
pemerintah dalam mengatur segala yang berhubungan dengan pemerintah. Yaitu
pemerintah pusat dan daerah, pemerintah daerah dalam menjalankan tugasnya
untuk menerapkan sampai ke desa, karena desa memiliki kultur dan kebudayaan
yang berbeda pada saat menjalankan kegiatan pemerintahannya, saat ini
pemerintahan desa diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang desa serta diatur juga dalam peraturan pemerintah No.8 tahun 2016 tentang
dana desa yang bersumber dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 1 ayat 1,
menegaskan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
2
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI.
kemudian untuk membentuk suatu pemerintahan desa baru diatur dalam pasal 8,
tujuannya untuk memperkuat posisi desa dalam kerangka NKRI serta untuk
memperjelas tugas, peran dan fungsi desa, khususnya dalam mengelola desa,
menjalankan pemerintahan desa dan memberikan pelayanan bagi masyarakatnya
semua tujuan tersebut diperlukan untuk memperkuat status desa serta mendorong
desa pada posisi yang dapat meningkatkan pembangunan serta memajukan dan
mewujudkan kesejahtraan masyarakat sesuai dengan asas-asas pengaturan desa
dalam Undang-undang desa No.6 Tahun 2014.
Sebelum diterbikannya undang-undang desa tersebut pemerintah desa di
atur dalam undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
UndangUndang desa tersebut juga didukung dengan peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 47 tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan undang-undang
nomor 6 tahun 2014 tentang desa, dan Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2014
Sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No.22 Tahun 2015 dan
Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 2016 tentang Dana Desa yang bersumber dari
Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara.
Sumber-sumber pendapatan desa berdasarkan Undang-undang No.6 Tahun
2014 tentang desa, pendapatan asli desa berdasarkan pasal 72 ayat 1 terdiri atas
hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong dan lain-lain, Dalam
undangundang tersebut dijelaskan juga bahwa Desa akan mendapatkan 10%
kucuran dana dari APBN yang diterima kabupaten/kota setelah dikurangi Dana
Alokasi Khusus (DAK) yang selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa. Pendapatan
Asli Desa (PADesa) yang diperoleh dari hasil usaha seperti BUMDes (Badan Usaha
Milik Desa) atau unit usaha lainnya. Serta hasil asset seperti penyewaan asset desa,
swadaya masyarakat, gotong royong dan pendapatan asli daerah. Pendapatan yang
di peroleh dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) yaitu dana transfer
atau Dana Desa.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
3
Pendapatan dari pajak retribusi yang diperoleh yang diterima kabupaten
atau kota. Pendapatan yang diperoleh dari Hibah dan sumbangan yang diterima dari
pihak ketiga. Serta pendapatan lain yang diterima pemerintah desa yang sah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang
bersumber dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara serta juga mengatur
sumber pendanaan dari pemerintahan pusat dan suntikan dana dari pemerintahan
daerah, dengan adanya peraturan pemerintah dan undang-undang desa tersebut di
harapkan setiap desa mampu membawa dirinya menjadi lebih mandiri, professional
efektif dan efisien dalam bekerja serta bertanggung jawab dalam upaya
meningkatkan pelayanan publik dan mengatasi masalah-masalah yang terjadi
dalam meningkatkan pembanguanan desa agar mempercepat perwujudan
kesejahteraan umum untuk masyarakatnya.
Tujuan diberikannya dana desa yaitu untuk meningkatkan pelayanan publik
dalam pemerintahan desa, mengentaskan kemiskinan serta memajukan
perekonomian desa dan memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari
pembangunan. Dana Desa sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah NO.60 Tahun 2014 pasal 11 ayat 3 dihitung berdasarkan jumlah Desa
dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk (30% untuk jumlah
penduduk Kabupaten/kota), angka kemiskinan (50% untuk angka kemiskinan
kabupaten/ kota), luas wilayah (20% untuk luas wilayah kabupaten/ kota) dan
tingkat kesulitan geografis sebagaimana dalam pasal 2 sebagai indeks kemahalan
konstruksi, berdasarkan kriteria tersebut pemberian dana desa oleh pemerintahan
pusat kepada pemerintah desa berbeda-beda dan langsung masuk pada Rekening
Kas Desa (RKD) dan Pemerintahan daerah hanya sebagai perantara.
Dalam Permendagri No 20 Th 2018, Tentang Pengelolaan Keuangan Desa
pasal 30 ayat 3 menyebutkan bahwa Pengelolaan keuangan Desa dapat dilakukan
dengan menggunakan sistem informasi yang dikelola Kementerian Dalam Negeri.
Maka dari itu untuk menciptakan tatakelola desa yang baik di harapkan pula sesuai
dengan undang-undang nomor 6 tahun 2014 dibuatlah suatu sistem informasi yang
terkomputerisasi yang mampu mengatasi kendala dan masalah yang ada dalam
suatu desa tersebut, sehingga diperlukanlah suatu sistem yang dapat mengelola
pengalokasian dana desa, namun untuk mendukung pengelolaan dan pengalokasian
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
4
anggaran dana desa tersebut dan dibutuhkan juga Sumber Daya Manusia (SDM)
yang optimal dan terampil dalam mengelola sistem melalui penggunaan media
Komputer sehingga akan tercipta suatu Sistem Keuangan Desa atau (Siskeudes),
siskeudes yang sebelumnya dikenal dengan nama SIMDA Desa merupakan aplikasi
sederhana yang dikembangkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) bersama Ditjen Bina Pemerintahan Desa Kementrian Dalam Negeri,
Siskeudes atau Sistem Keuangan Desa adalah sebuah aplikasi untuk pembuatan
anggaran, pembukuan, dan pelaporan keuangan desa yang disediakan oleh
Pemerintah secara gratis.
Pemerintah kabupaten/kota juga dapat menggunakan Siskeudes untuk
mengompilasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dan Laporan
Realisasi APBDes semua desa. Aplikasi ini dikembangkan dalam rangka
meningkatkan kualitas tata kelola keuangan desa berdasarkan informasi dari BPKP.
Dasar yang mendorong dalam pengembangan sistem keuangan desa yaitu Undang-
undang desa No.6 tahun 2014, Permendagri No.113 tahun 2014 yang dapat
mengelola dan mengalokasikan anggaran dana desa yang lebih praktis, transparan
akuntabel dan mempermudah bagi pengguna yang membutuhkannya. Tujuan dari
pengembangan siskeudes adalah memudahkan pemerintah desa membuat
anggaran, pembukuan, dan pelaporan keuangan.
Aplikasi ini juga membantu pemerintah kabupaten/kota untuk melakukan
kompilasi, pengawasan, dan evaluasi RAPBDes. Begitu data dimasukkan,
Siskeudes secara otomatis menghasilkan berbagai laporan yang diperlukan,
sehingga menghemat waktu dan biaya, mengurangi potensi kecurangan dan
kesalahan manusia, dan membantu agregasi data. Selain itu, perubahan aktivitas
atau anggaran secara ilegal dapat dilacak dan dicegah oleh Siskeudes. Namun
masalah yang muncul adalah penggunaan sistem keuangan desa belum sepenuhnya
optimal karena masih banyak desa-desa yang belum menggunakan sistem tersebut.
Dalam pelaksanaan Sistem pemerintahan desa, pemerintahan desa dituntut oleh
adanya suatu aspek tata kelola pemerintahan yang baik atau good governance,
dimana unsur-unsur dalam menjalankan Good Governence terdiri dari
akuntabilitas, transparansi, partisipasi dan aturan hukum.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
5
Tata kelola pemerintahan yang baik merupakan Salah satu tuntutan
masyarakat yang harus dipenuhi. Salah satu pilar dari prinsip tersebut adalah
akuntabilitas, akuntabilitas berarti pertanggug jawaban pemerintah desa dalam
mengelola keuangan desa sesuai dengan “amanah” dengan kepercayaan yang
diberikan kepadanya, pertanggung jawaban tersebut berarti pengelolaan keuangan
harus berjalan dengan baik, jujur dan tidak melakukan penyelewengan dana desa
atau tindakan korupsi. Sehingga dapat penulis simpulkan prinsip-prinsip dari good
governance adalah menciptakan pemerintahan yang baik sesuai dengan undang-
undang No 6 tahun 2014 yang transparan dan akuntabel, serta memberikan
dorongan kepada pihak-pihak untuk mempertanggungjawabkan semua tindakan
atau keputusan yang di ambil dalam pengelolaan atau pengalokasian dana desa.
Berdasarkan fenomena yang terjadi pada saat ini, pengelolaan dana desa belum
sepenuhnya berjalan baik, karena masih adanya penyelewengan dana desa yang
dilakukan berbagai daerah.
Dengan memastikan adanya payung hukum dalam penggunaan
siskeudes. Surat edaran kemendagri diperlukan untuk menginstruksikan semua
provinsi dan kabupaten menerapkan siskeudes. Kabupaten harus membentuk
satuan tugas untuk mengimplementasikan siskeudes dan menampung
keluhan. Adanya alokasi dana untuk pelatihan. Pemerintah pusat dan daerah harus
menyediakan pelatihan tambahan untuk pegawai-pegawai kunci untuk
meningkatkan kemampuan pengelolaan keuangan mereka.
Dari pengembangan sistem keuangan desa yang di kembangkan oleh BPKP
sudah di terapkan di berbagai daerah seluruh Indonesia salah satunya yaitu di
Kabupaten jember, Wakil Bupati Jember Drs. KH. A. Muqit Arief menegaskan tata
kelola yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat tersebut harus menjadi
perhatian semua pihak, khusunya pemangku kepentingan. “Tentunya harus menjadi
perhatian khusus bagi segenap pemangku kepentingan, khususnya pemerintah
daerah dalam melakukan pembinaan tata kelola keuangan desa secara etis,” kata
Wabup dalam Workshop Hasil Evaluasi Implementasi Sistem Tata Kelola
Keuangan Desa Dengan Aplikasi Siskeudes.
Workshop digelar di Aula PB Soedirman Pemkab Jember, Selasa
(08/5/2018), diikuti oleh kepala desa dan anggota badan permusyawaratan desa
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
6
(BPD) se Kabupaten Jember. Pembicaranya diantaranya Anggota Komisi IX DPR
RI M. Nur Purnamasidi, unsur BPKP, unsure BPK, dan Polda Jatim. Kepala desa
dan anggota BPD, sebagai sumber daya manusia pengelola keuangan desa,
memerlukan peningkatan kapasitas, kapabilitas, pengetahuan, dan wawasan secara
berkelanjutan. Tata kelola keuangan diantaranya untuk penyusunan APB Desa serta
laporan pertanggungjawaban yang dibuat oleh perangkat desa. Ini harus memenuhi
standar, bila tidak tentu saja menjadi lahan yang rawan tejadinya manipulasi.
Ketidak sesuaian dengan standar tata kelola keuangan juga akan menjadi
salah satu ukuran rendahnya perwujudan transparansi serta akuntabilitas rencana
penggunaan dan pertanggungjawaban APB Desa. “Untuk itu, aparatur desa sesuai
per bidangannya nanti akan dibantu oleh tenaga pendamping profesional dalam
melakukan penyusunan berbagai laporan pertanggungjawaban APB Desa,” ungkap
Wakil Bupati. Menurut Wakil Bupati, tenaga pendamping dan kepala desa harus
membina hubungan yang harmonis, agar kehadiran tenaga pendamiping betul-betul
memberikan dampak yang maksimal dalam rangka tata kelola keuangan desa. Di
era saat ini, semua para aparatur negara harus bisa bekerja dan berpikir secara
efisien dan efektif dengan memanfaatkan teknologi yang berbasis komputerisasi.
Aplikasi Siskeudes ini merupakan sistem aplikasi yang dikembangkan oleh Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan dalam rangka meningkatkan tata kelola
keuangan. Bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan aparatur
desa tentang pengelolaan keuangan desa sesuai dengan undang-undang desa.
Sehingga, nanti pengelolaan dana desa bisa efektif dan efisien, juga terselamatkan
dari hal-hal yang tidak kita inginkan.
Aplikasi sistem keuangan desa di Kabupaten Jember sudah di
implementasikan di beberapa daerah contohnya di Kecamatan Rambipuji. Dalam
pelaksanaan program pengembangan aplikasi SISKEUDES BPKP menegaskan
bahwa yang punya wewenang dalam program pengembangan aplikasi
SISKEUDES adalah Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, karena untuk
mensukseskan program tersebut dari anggaran desa dan pengelolaan dana desa,
Dinas Pembersayaan Masyarakat dan Desa di tugaskan untuk melaksanakan
program pembinaan dan bimbingan teknis, dalam program BIMBEK tersebut yang
mengikuti diantaranya Desa Rambipuji, Desa Rowotamtu, Desa Curah Malang
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
7
pada tahun 2018. Dalam program pengembangan aplikasi Sistem Keuangan Desa
di Kab. Jember, peran dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa sangatlah
penting bagi aparatur desa terutama untuk pengelolaan keuangan desa. Karena
sudah di tegaskan di PERBUP NO. 44 TAHUN 2016 dimana di susunan organisasi
pasal 3 di sebutkan bahwa di bidang Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan ada seksi
bagian Pengelolaan Keuangan.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pembahasan latar belakang diatas untuk pengembangan
aplikasi Sistem Keuangan Desa, berikut ini merupakan rumusan masalah mengenai
bagaimana kapasitas Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa dalam
meningkatkan program Sistem Keuangan Desa berbasis aplikasi di Kabupaten
Jember?
TUJUAN MASALAH
Untuk mengetahui kapasitas pemberdayaan masyarakat dan desa dalam
meningkatkan program sistem keuangan desa berbasis aplikasi di Kabupaten
Jember.
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian deskriptif-kualitatif, Metode
deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu
objek, kondisi, sistem pemikiran ataupun peristiwa pada masa sekarang.
Menurut Lexy J. Moleong (2010:6) mendefinisikan penelitian kualitatif
sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,
secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
Dalam penelitian ini bertujuan ingin menggambarkan fenomena sosial
tertentu. Hal ini fenomena yang ingin digambarkan adalah hal yang terkait
Kapasitas Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Dalam Meningkatkan
Program Sistem Keuangan Desa Berbasis Aplikasi di kabupaten jember.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
8
Pendekatan yang digunakan dalam menggambarkan fenomena tersebut
adalah studi di dinas terkait yang hanya berlaku untuk program tersebut, tidak
berlaku untuk program lainnya.
2. Lokasi Penelitian
Menurut Moeleong (2000:86) menyatakan bahwa dalam penentuan lokasi
penelitian cara terbaik yang ditempuh dengan jalan mempertimbangkan teori
substantive dan menjajaki lapangan untuk mencari kesesuaian dengan kenyataan
yang ada di lapangan, sementara itu keterbatasan geografis dan praktis seperti
waktu, biaya dan tenaga perlu juga dijadikan pertimbangan dalam penentuan lokasi
penelitian.
Dalam penelitian ini yang menjadi lokasi penelitian adalah Dinas
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Jember, dimana program tersebut
sudah berjalan pada tahun 2018 di Kecamatan Rambipuji.
3. Sumber Data
Menurut Arikunto (1998:144), sumber data adalah subjek dari mana suatu
data dapat diperoleh. Untuk mendapatkan informasi dari berbagai sumber maka
ditetapkan data primer dan data sekunder.
A. Data ini bersumber dari responden secara langsung. Dalam prakteknya
diperoleh dari wawancara. Selain itu dari pengamatan langsung terhadap situasi
lokasi penelitian.
Data primer diperoleh langsung dari 2 informan yang terdiri dari:
1. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa 1 orang
2. Pemerintah Desa 1 orang
B. Data sekunder diperoleh dari sumber-sumber pendukung lokasi penelitian yaitu
dokumen-dokumen data statistik, buku-buku, majalah, koran dan keterangan
lainnya. Data sekunder diperoleh dari sumber: dokumen dan arsip-arsip yang
berhubungan erat dengan permasalahan yang diteliti.
4. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yaitu:
1. Wawancara
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
9
Dalam penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data berupa
wawancara. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi dengan
bertanya langsung kepada informan terhadap permasalahan yang ingin
diteliti. Didalam wawancara terdapat suatu proses interaksi dan komunikasi.
Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara terbuka (tidak
terstruktur). Dalam wawancara terbuka informan bisa secara bebas
menyampaikan pendapatnya tentang suatu gejala sosial tertentu. Teknik ini
bertujuan untuk memperoleh informasi yang mendalam mengenai persepsi,
pendapat, kepercayaan, dan sikap dari para informan. Adapun yang menjadi
informan dalam penelitian ini merupakan petugas dari bidang Pengelolaan
Keuangan dan Kekayaan ada seksi bagian Pengelolaan Keuangan terkait
dengan Program Sistem Keuangan Desa Berbasis aplikasi di Kabupaten
Jember.
2. Observasi
Menurut Nawawi dan Martini (1992:74), “Observsi adalah pengamatan dan
pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu
gejala atau gejala-gejala pada obyek penelitian”. Dengan kata lain
merupakan kegiatan pengamatan dan pencatatan yang dilakukan oleh
peneliti guna menyempurnakan penelitian agar mencapai hasil yang
maksimal. Jenis observasi yang digunakan adalah observasi partisipan,
yaitu pengamatan yang dilakukan dengan melibatkan diri secara langsung
dalam proses kegiatan yang dilakukan oleh informan. Dalam hal ini
pengamatan terhadap perilaku penerbitan perijinan serta perilaku Dinas dan
Pemerintah Desa yang sedang mengurusi izin lokasi.
3. Dokumentasi
Menurut Hamidi (2004:72), Metode dokumentasi adalah informasi yang
berasal dari catatan penting baik dari lembaga atau organisasi maupun dari
perorangan. Dokumentasi penelitian ini merupakan pengambilan gambar
oleh peneliti untuk memperkuat hasil penelitian. Menurut Sugiyono
(2013:240), dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya
monumentel dari seseorang.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
10
5. Metode Penentuan Informan
Penelitian ini untuk menentukan informan menggunakan teknik purposive
sampling yang dilakukan dengan pertimbangan tertentu, misalnya dengan
pertimbangan memilih orang yang dianggap paling tahu (representatif) tentang apa
yang kita harapkan atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan
peneliti dalam menjelajahi obyek sosial yang diteliti.
6. Metode Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
interaktif. Model ini ada 4 komponen analisis yaitu: pengumpulan data, reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Menurut Moleong (2004:280-281),
“Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam
pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan tempat
dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data”. Langkah-langkah
analisis data menurut Miles dan Huberman (1992:15-19), adalah sebagai berikut:
Siklus analisis interaktif ditunjukkan dalam bentuk skema berikut ini.
Gambar. 1 Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif
1. Pengumpulan data, yaitu mengumpulkan data di lokasi penelitian dengan
melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan menentukan
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
11
strategi pengumpulan data yang dipandang tepat dan untuk menentukan
fokus serta pendalaman data pada proses pengumpulan data berikutnya.
2. Reduksi data, yaitu sebagai proses seleksi, pemfokusan, pengabstrakan,
transformasi data kasar yang ada di lapangan langsung, dan diteruskan pada
waktu pengumpulan data, dengan demikian reduksi data dimulai sejak
peneliti memfokuskan wilayah penelitian.
3. Penyajian data, yaitu rangkaian organisasi informasi yang memungkinkan
penelitian dilakukan. Penyajian data diperoleh berbagai jenis, jaringan
kerja, keterkaitan kegiatan atau tabel.
4. Penarikan kesimpulan, yaitu dalam pengumpulan data, peneliti harus
mengerti dan tanggap terhadap sesuatu yang diteliti langsung di lapangan
dengan menyusun pola-pola pengarahan dan sebab akibat.
7. Keabsahan Data
Uji keabsahan data dalam penelitian sering hanya ditekankan pada uji
validitas dan reliabilitas. Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat
dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti
dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Trianggulasi
adalah cara yang paling umum digunakan dalam penjaminan validitas data dalam
penelitian kualitatif. Trianggulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data
dengan memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan
data atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Menurut Sugiyono (2006:267), Validitas merupakan “derajat ketetapan antara data
yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh
peneliti”. Menurut Hamidi (2004:82-83), Ada beberapa teknik yang dapat
digunakan untuk mengetahui validitas data, yaitu:
1. Teknik trianggulasi antar sumber data, teknik pengumpulan data, dan
pengumpulan data yang dalam hal terakhir ini peneliti akan berupaya
mendapatkan rekan atau pembantu dalam penggalian data dari warga di
lokasi-lokasi yang mampu membantu setelah diberi penjelasan.
2. Pengecekan kebenaran informasi kepada para informan yang telah ditulis
oleh peneliti dalam laporan penelitian (member check).
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
12
3. Akan mendiskusikan dan menyeminarkan dengan tema sejawat di jurusan
tempat penelitian belajar (peer debricfing), termasuk koreksi di bawah para
pembimbing.
4. Perpanjangan waktu penelitian. Cara ini akan ditempuh selain untuk
memperoleh bukti yang lebih lengkap juga untuk memeriksa konsistensi
tindakan para informan.
Adapun macam dari trianggulasi memiliki tiga macam yang pertama,
trianggulasi sumber data yang berupa informasi dari tempat, peristiwa dan dokumen
serta arsip yang memuat catatan berkaitan dengan data yang dimaksud. Kedua,
trianggulasi teknik atau metode pengumpulan data yang berasal dari wawancara,
observasi, dan dokumen. Ketiga, trianggulasi waktu pengumpulan data merupakan
kapan dilaksanakannya trianggulasi atau metode pengumpulan data.
Berdasarkan pemaparan di atas penelitian ini menggunakan dua macam
trianggulasi, pertama trianggulasi sumber data yang berupa observasi serta
wawancara dengan narasumber secara langsung dan dokumen yang berisi catatan
terkait dengan data yang ingin diperoleh peneliti.
TINJAUAN PUSTAKA
Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian Jehan M. Malahikah
Jehan melakukan penelitian tentang Penerapan Sistem Keuangan Desa
(SISKEUDES) pada Organisasi Pemerintahan Desa (Studi Kasus di Desa
Suwaan Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara). Metode penelitian
menggunakan deskriptif kualitatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa
penerapan Aplikasi Sistem Keuangan Desa di Desa Suwaan Kecamatan Kalawat
Kabupaten Minahasa Utara sejauh ini sudah berjalan dengan baik. Prosedur-
prosedur penggunaan SISKEUDES pun sudah dilakukan sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Menu-menu di Aplikasi Sistem Keuangan Desa pun dibuat dengan
sedemikian rupa sesuai dengan prosedur Pengelolaan Keuangan Desa. Dimulai dari
tahap Perencanaan, Pelaksanaan, Penatausahaan, dan Pelaporan. Laporan-laporan
atas pelaksanaan 4 tahap tersebut selanjutnya akan dibuat oleh pegawai yang
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
13
bertugas. Dampak positif dari adanya Sistem Keuangan Desa menjadikan
Pemerintah Desa lebih meningkatkan kinerja agar dapat menghasilkan laporan
keuangan yang efektif dan efisien. Hal ini menunjukkan bahwa SISKEUDES juga
berpengaruh terhadap kinerja Pemerintah Desa, hasil ini sesuai dengan tujuan dari
diterapkannya SISKEUDES yaitu untuk membantu kerja Pemerintah Desa.
Kesiapan dari Pemerintah Desa pun dapat dikatakan siap, karena terlihat dari segi
SDM yang terpenuhi. Penggunaan Sistem Keuangan Desa tentunya tidak luput dari
beberapa kendala seperti yang di katakan Kepala Desa bahwa masih ada beberapa
laporan yang belum input ke sistem, hal ini mungkin terjadi karena SISKEUDES
sering mengalami error , ada baiknya para pegawai berusaha untuk melakukan
koordinasi antar pegawai dan pendamping desa untuk dapat memaksimalkan
pekerjaan sehingga mampu mengatasi masalah yang terjadi.
Penelitian Gayatri
Gayatri melakukan penelitian tentang Efektivitas Penerapan Siskeudes
Dan Kualitas Laporan Keuangan Dana Desa. Dalam penelitian tersebut
menggunakan deskriptif Kuantitatif. Berdasarkan Penerapan sistem informasi
keuangan dana desa (SISKEUDES) efektif terhadap kualitas laporan keuangan
dana desa. Kabupaten Badung yang telah menerapkan sistem informasi keuangan
desa (SISKEUDES) memberikan pengaruh yang positif dalam meningkatkan
kualitas laporan keuangan dana desa. Pengaruh positif dari penerapan SISKEUDES
sebaiknya juga diterapkan di desa-desa lain yang menerima dana desa dari
pemerintah. Penggunaan teknologi informasi dalam suatu organisasi desa akan
membantu desa dalam melaksanakan tata kelola keuangan desa secara efektif dan
efisien. Indikator suatu sistem informasi dikatakan efektif yaitu pertama, keamanan
data. Data perlu mendapatkan keamanan dari bencana alam, tindakan yang
disengaja ataupun kesalahan manusia dan tingkat kemampuan sistem informasi
berbasis teknologi dalam mengantisipasi illegal access dan kerusakan sistem,
kedua, kecepatan dan ketepatan waktu. Tingkat kemampuan sistem informasi
berbasis teknologi dalam memproses data menjadi laporan baik secara periodik
maupun non periodik dalam rentang waktu yang sudah ditentukan, ketiga,
ketelitian. Ketelitian berhubungan dengan kebebasan dalam kesalahan keluaran
informasi. Kesalahan ada dua yaitu: kesalahan pencatatan dan kesalahan
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
14
perhitungan, keempat, variasi laporan atau output. Berhubungan dengan
kelengkapan isi informasi tidak saja mengenai volume tetapi juga informasinya.
Tingkat kemampuan sistem informasi berbasis teknologi untuk membuat suatu
laporan dengan pengembangan dan perhitungan sesuai dengan kebutuhan yang
berguna bagi pengguna informasi; dan kelima, relevansi sistem menunjukkan
manfaat yang dihasilkan dari produk atau keluaran informasi baik dalam analisis
data, pelayanan, maupun penyajian data. Indikator ini menunjukkan kesesuaian dan
manfaat laporan yang dihasilkan.
Penelitian Eko Febri Lusiono
Eko Febri Lusiono melakan penelitian tentang Analisis Penerimaan
Aplikasi Siskeudes Di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Sambas.
Dalam penelitian tersebut munggunakan deskriptif Kuantitatif. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut, Minat perilaku (behavioral intention) tidak berpengaruh positif
dan signifikan terhadap penggunaan teknologi sesungguhnya (actual technology
use), karena nilai signifikansinya >0,05 yaitu sebesar 0, 865. Artinya minat
seseorang tidak mempengaruhi seberapa sering atau seberapa berat pengguna dalam
menggunakan aplikasi SISKEUDES. Kegunaan persepsian (perceived usefulness)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat menggunakan teknologi
(behavioral intention), karena nilai signifikansinya. Kegunaan persepsian
(perceived usefulness) tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap
penggunaan teknologi sesungguhnya baik secara langsung, tidak langsung/melalui
kolerasi dengan variabel BI, dan secara total terhadap penggunaan teknologi
sesungguhnya (actual technology use), karena nilai signifikansinya >0,05 yaitu
sebesar 0, 700. Artinya penggunaan aplikasi SISKEUDES sesungguhnya tidak
dipengaruhi oleh kegunaan persepsinya.
Penelitian Oktaviani Rita Puspasari
Oktiviani melakukan penelitian tentang Implementasi Sistem Keuangan
Desa Dan Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Desa Di Kabupaten
Kuningan. Penelitian tersebut menggunakan deskriptif kuantitatif. Berdasarkan
hasil penelitian tersebut, yang dapat diambil dari penelitian ini sebagai berikut: (1)
Kompetensi sumber daya manusia (SDM) berpengaruh signifikan dalam
memoderasi hubungan implementasi sistem keuangan desa terhadap kualitas
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
15
laporan keuangan. Artinya kompetensi SDM dapat memperkuat pengaruh
implementasi sistem keuangan desa terhadap kualitas laporan keuangan. (2)
Kualitas data tidak berpengaruh signifikan dalam memoderasi hubungan
implementasi sistem keuangan desa terhadap kualitas laporan keuangan. Yang
artinya kualitas data tidak dapat memperkuat pengaruh implementasi siskeudes
terhadap kualitas laporan keuangan (3) Dukungan manajemen puncak tidak
berpengaruh signifikan dalam memoderasi hubungan implementasi sistem
keuangan desa terhadap kualitas laporan keuangan. Yang artinya dukungan
manajemen puncak tidak dapat memperkuat pengaruh implementasi Siskeudes
terhadap kualitas laporan keuangan. (4) Kualitas sistem tidak berpengaruh
signifikan dalam memoderasi hubungan implementasi sistem keuangan desa
terhadap kualitas laporan keuangan. Artinya kualitas sistem tidak memperkuat
pengaruh implementasi Siskeudes terhadap kualitas laporan keuangan (5)
Pemanfaatan teknologi berpengaruh signifikan dalam memoderasi hubungan
implementasi sistem keuangan desa terhadap kualitas laporan keuangan. Artinya
pemanfaatan teknologi dapat memperkuat pengaruh implementasi sistem keuangan
desa terhadap kualitas laporan keuangan.
Penelitian Fajar Eko Agung Prakoso
Fajar melalukan penelitian tentang Implementasi Program Sistem
Keuangan Desa (SISKEUDES) dalam Pengelolaan Keuangan Desa di Desa
Slawi Kulon Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal Tahun 2017. Penelitian
tersebut menggunakan deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian tersebut,
Implementasi program siskeudes (Sistem Keuangan Desa) dalam pengelolaan
keuangan desa di Desa Slawi Kulon Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal telah
dilakukan dengan baik, hal itu di buktikan dari beberapa tahapan dalam
pelaksanaanya. a. Tahapan yang pertama yaitu pra perencanaan, bentuk dari pra
perencanaan itu sendiri adalah sosialisasi program. Sosialisasi SISKEUDES
dilakukan dengan baik oleh tim koordinasi Kabupaten yaitu BAPERMASDES, tim
koordinasi Kecamatan, dan Kepala Desa, kemudian mensosialisasikan
SISKEUDES kepada aparatur desa agar program tersebut tepat sasaran, tepat mutu,
tepat kualitas dan prosesnya itu partisipatif. b. Tahap kedua yaitu Proses
perencanaan yang berkaitan dengan program SISKEUDES yaitu sudah dilakukan
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
16
dengan perencanan yang baik, dengan diadakannya sosialisasi yang berkelanjutan
diharapkan pelaksanan program SISKEUDES tersebut menjadi semakin lebih baik.
Pemerintah juga bekerjasama dengan bpkp dan kemendagri, serta pihak lain yang
berkaitan dengan masalah tersebut dan bentuk perencanaan program yang disusun
oleh pemerintah sudah baik dan terkonsep hal ini ditunjukan dengan adanya
modulmodul dan materi-materi lengkap yang telah dipersiapkan oleh pemerintah
untuk menunjang proses penerapan aplikasi SISKEUDES kedalam kegiatan
pengelolaan keuangan. Dengan hal ini proses pelaksanaan siskeudes dapat berjalan
dengan baik karena proses perencanaannya sudah sesuai dan terkonsep dengan
baik. c. Selanjutnya tahap ke tiga yaitu pelaksanaan yang terbilang sangat bagus
bisa dilihat bahwa Pada tahun 2017 SISKEUDES baru dimulai, setelah sebelumnya
mendapatkan bimtek di tahun 2016, desa Slawi kulon dalam menyusun pengelolaan
keuangan desa sudah menggunakan sistem SISKEUDES. d. Selanjutnya tahap yang
ke empat yaitu MONEV dan pertanggungjawaban, hal tersebut pasti ada disetiap
kegiatan ataupun program yang berhubungan dengan dana, pembangunan dan
pemerintah, tak terkecuali di program SISKEUDES yang dilakukan di Desa Slawi
Kulon Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal.
Kerangka/Landasan Teori
Capacity Building Kelembagaan
Pengembangan kapasitas kelembagaan Menurut (Milen,2004,h.21)
mengungkapkan bahwa merupakan Pengembangan kapasitas tradisional dan
penguatan organisasi memfokuskan pada sumber daya pengembangan hampir
seluruhnya mengenai permasalahan sumber daya manusia, proses dan struktur
organisasi. Pendekatan modern menguji semua dimensi kapasitas di semua tingkat
(misi strategi, kebudayaan, gaya manajemen, struktur, sumber daya manusia,
keuangan, asset informasi, infrastruktur) termasuk interaksi dalam sistem yang
lebih luas terutama dengan kesatuan lain yang ada, pemegang saham dan para
pelanggan. Adanya banyak pendapat dalam pengembangan kapasitas kelembagaan
dilihat dari teori di atas bahwa dimensi yang menyangkut penguatan organisasi
yaitu strategi, kebudayaan, gaya manajemen, struktur, sumber daya manusia,
keuangan, asset informasi dan infrastruktur. UNDP (United Nations Development
Program) dan CIDA (Canadian International Development Agency) dalam Milen
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
17
memberikan pengertian peningkatan kapasitas sebagai: proses dimana individu,
kelompok, organisasi, institusi, dan masyarakat meningkatkan kemampuan mereka
untuk :
(a) menghasilkan kinerja pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (core functions),
memecahkan permasalahan, merumuskan dan mewujudkan pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan, dan (b) memahami dan memenuhi kebutuhan pembangunan dalam
konteks yang lebih luas dalam cara yang berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan
konsep pengembangan kapasitas menurut Grindle (1997) yang menyatakan bahwa
pengembangan kapasitas sebagai ability to perform appropriate task effectvely,
efficiently and sustainable. Bahkan Grindle menyebutkan bahwa pengembangan
kapasitas mengacu kepada improvement in the ability of public sector
organizations. Keseluruhan definisi di atas, pada dasarnya mengandung kesamaan
dalam tiga aspek sebagai berikut:
1) bahwa pengembangan kapasitas merupakan suatu proses,
2) bahwa proses tersebut harus dilaksanakan pada tiga level/tingkatan, yaitu
individu, kelompok dan institusi atau organisasi, dan
3) bahwa proses tersebut dimaksudkan untuk menjamin kesinambungan
organisasi melalui pencapaian tujuan dan sasaran organisasi yang
bersangkutan.
Sesungguhnya pada beberapa literatur pembangunan, konsep capacity
building sampai saat ini masih menyisakan perdebatan-perdebatan dalam
pendefinisian. Sebagian pakar memaknai capacity building sebagai capacity
development atau capacity strengthening, mengisyaratkan suatu prakarsa pada
pengembangan kemampuan yang sudah ada (existing capacity). Sementara pakar
yang lain lebih merujuk kepada constructing capacity sebagai proses kreatif
membangun kapasitas yang belum nampak (not yet exist). Namun Soeprato tidak
condong pada salah satu sisi karena menurutnya keduanya memiliki karakteristik
diskusi yang sama yakni analisa kapasitas sebagai inisiatif lain untuk meningkatkan
kinerja pemerintahan (government performance). Dalam hal ini searah dengan
pendapat Grindle pengembangan kapasitas (capacity building) merupakan upaya
yang dimaksudkan untuk mengembangkan suatu ragam strategi meningkatkan
efisiensi, efektivitas dan responsivitas kinerja pemerintah. Yakni efisiensi, dalam
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
18
hal waktu (time) dan sumber daya (resources) yang dibutuhkan guna mencapai
suatu outcomes; efekfivitas berupa kepantasan usaha yang dilakukan demi hasil
yang diinginkan; dan responsivitas merujuk kepada bagaimana mensikronkan
antara kebutuhan dan kemampuan untuk maksud tersebut. Dalam pengembangan
kapasitas memiliki dimensi, fokus dan tipe kegiatan. Dimensi, fokus dan tipe
kegiatan tersebut menurut Grindle adalah:
1) dimensi pengembangan SDM, dengan fokus: personil yang profesional dan
kemampuan teknis serta tipe kegiatan seperti: training, praktek langsung,
kondisi iklim kerja, pembinaan dan bimbingan teknis, rekruitmen,
2) dimensi penguatan organisasi, dengan fokus: tata manajemen untuk
meningkatkan keberhasilan peran dan fungsi, serta tipe kegiatan seperti:
sistem insentif, perlengkapan personil, kepemimpinan, budaya organisasi,
komunikasi, struktur manajerial, dan
3) reformasi kelembagaan, dengan fokus: kelembagaan dan sistem serta makro
struktur, dengan tipe kegiatan: aturan main ekonomi dan politik, perubahan
kebijakan dan regulasi, dan reformasi konstitusi.
Sejalan dengan itu, Grindle menyatakan bahwa apabila capacity building
menjadi serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi,
efektivitas dan responsivitas, maka capacity building tersebut harus memusatkan
perhatian kepada dimensi: pengembangan sumber daya manusia, penguatan
organisasi, dan reformasi kelembagaan. Dalam konteks pengembangan sumber
daya manusia, perhatian diberikan kepada pengadaan atau penyediaan personel
yang profesional dan teknis. Kegiatan yang dilakukan antara lain pendidikan dan
latihan (training), pemberian gaji/upah, pengaturan kondisi dan lingkungan kerja
dan sistim rekruitmen yang tepat. Dalam kaitannya dengan penguatan organisasi,
pusat perhatian ditujukan kepada sistim manajemen untuk memperbaiki kinerja dari
fungsi-fungsi dan tugas-tugas yang ada dan pengaturan struktur mikro. Aktivitas
yang harus dilakukan adalah menata sistim insentif, pemanfaatan personel yang
ada, kepemimpinan, komunikasi dan struktur manajerial. Dan berkenaan dengan
reformasi kelembagaan, perlu diberi perhatian terhadap perubahan sistim dan
institusi-institusi yang ada, serta pengaruh struktur makro. Dalam konteks ini
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
19
aktivitas yang perlu dilakukan adalah melakukan perubahan aturan main dari sistim
ekonomi dan politik yang ada, perubahan kebijakan dan aturan hukum, serta
reformasi sistim kelembagaan yang dapat mendorong pasar dan berkembangnya
masyarakat madani.
Menurut Morrison bahwa Capacity Building (Pengembangan Kapasitas)
adalah serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi,
efektifitas, dan responsifitas dari kinerja. Lebih lanjut Morrison mengatakan bahwa
: Capacity Building adalah pembelajaran, berawal dari mengalirnya kebutuhan
untuk mengalami suatu hal, mengurangi ketidaktahuan dan ketidakpastian dalam
hidup, dan mengembangkan kemampuan yang dibutuhkan untuk beradaptasi
menghadapi perubahan. Berdasarkan pendapat ahli di atas, penjelasan tersebut
menunjukkan bahwa adapun tujuan dari Capacity Building (pengembangan
kapasitas) dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
a. Secara umum diidentikkan pada perwujudan sustainabilitas (keberlanjutan)
suatu sistem.
b. Secara khusus ditujukan untuk mewujudkan kinerja yang lebih baik dilihat
dari aspek :
1) Efisiensi dalam hal waktu (time) dan sumber daya (resources) yang
dibutuhkan guna mencapai suatu outcome
2) Efektifitas berupa kepantasan usaha yang dilakukan demi hasil yang
diinginkan
3) Responsifitas yakni bagaimana mensinkronkan antara kebutuhan dan
kemampuan untuk maksud tersebut.
4) Pembelajaran yang terindikasi pada kinerja individu, grup, organisasi
dan sistem.
Capacity Building (Pengembangan kapasitas) dicirikan dengan hal-hal
sebagai berikut :
a. Merupakan sebuah proses yang berkelanjutan.
b. Memiliki esesensi sebagai sebuah proses internal.
c. Dibangun dari potensi yang telah ada.
d. Memiliki nilai intrinsik tersendiri.
e. Mengurus masalah perubahan.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
20
f. Menggunakan pendekatan terintegrasi dan holistik.
Milen mendefenisikan kapasitas sebagai kemampuan individu, organisasi
atau sistem untuk menjalankan fungsi sebagaimana mestinya secara efektif, efisien
dan terus-menerus. Dalam kamus Echols & Shadaly (1975), individu adalah kata
benda dari individual yang berarti orang, perseorangan, dan oknum. Setiap individu
memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang
memperoleh dari pengaruh lingkungan. Karakteristik bawaan merupakan
karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang menyangkut faktor
biologis maupun faktor sosial psikologis. Selain teori individual milen juga
menyebutkan bahwa pengembangan kapasitas juga harus ada kemampuan
Organisasi.
Menurut Lubis dah Husein (1987) bahwa teori organisasi itu adalah
sekumpulan ilmu pengetahuan yang membecarakan mekanisme kerjasama dua
orang atau lebih secara sistematis untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Teori organisasi merupakan sebuah teori untuk mempelajari kerjasama pada setiap
individu
Kerangka Konseptual/Definisi Operasional
PENGEMBANGAN
(PROGRAM SISKEUDES)
(Ruang Terbuka Hijau Capacity Building (Pengembangan
Kapasitas)
Model Pengembangan
Kapasitas Menurut Milen 2004 Individual Organisasi
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Program Sistem Keuangan Desa
Program pengembangan Aplikasi Sistem Desa telah dipersiapkan sejak
awal dalam rangka mengantisipasi penerapan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa. Persiapan ini selaras dengan adanya perhatian yang lebih dari Komisi XI
Dewan Perwakilan Rakyat RI maupun Komisi Pemberantasan Korupsi. Launching
aplikasi yang telah dilaksanakan pada tanggal 13 Juli 2015 merupakan jawaban atas
pertanyaan pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI tanggal 30 Maret 2015,
yang menanyakan kepastian waktu penyelesaian aplikasi yang dibangun oleh
BPKP, serta memenuhi rekomendasi KPK-RI untuk menyusun sistem keuangan
desa bersama dengan Kementerian Dalam Negeri.
Pelatihan dan
Pengarahan
Bimbingan
Teknis
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
22
Aplikasi tata kelola keuangan desa ini pada awalnya
dikembangkan Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Barat sebagai proyek
percontohan di lingkungan BPKP pada bulan Mei 2015. Keberhasilan atas
pengembangan aplikasi ini selanjutnya diserahkan kepada Deputi Kepala BPKP
Bidang Pengawasan Penyelenggaran Keuangan Daerah setelah melewati
tahapan Quality Assurance (QA) oleh Tim yang telah ditunjuk. Aplikasi Sistem
Keuangan Desa (SISKEUDES) merupakan aplikasi yang dikembangkan Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam rangka meningkatkan
kualitas tata kelola keuangan desa.
Fitur-fitur yang ada dalam Aplikasi Pengelolaan Keuangan Desa dibuat
sederhana dan user friendly sehingga memudahkan pengguna dalam
mengoperasikan aplikasi SISKEUDES. Dengan proses penginputan sekali sesuai
dengan transaksi yang ada, dapat menghasilkan output berupa dokumen
penatausahaan dan laporan-laporan yang sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan, antara lain:
1. Dokumen Penatausahaan:
2. Bukti Penerimaan;
3. Surat Permintaan Pembayaran (SPP);
4. Surat Setoran Pajak (SSP);
5. Dan dokumen-dokumen lainnya
6. Laporan-laporan:
7. Laporan Penganggaran (Perdes APB Desa, RAB, APB Desa per sumber dana);
8. Laporan Penatausahaan (Buku Kas Umum, Buku Bank, Buku Pajak, Buku
Pembantu, dan Register
Kelebihan Aplikasi Siskeudes
1. Sesuai Peraturan
2. Memudahkan Tatakelola Keuangan Desa
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
23
3. Kemudahan Penggunaan Aplikasi
4. Dilengkapi dengan Sistem Pengendalian Intern (Built-in Internal Control)
5. Didukung dengan Petunjuk Pelaksanaan Implementasi dan Manual Aplikasi
Rencana Pengembangan
Kompilasi Laporan Keuangan Desa sebagai lampiran Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah
1. Cash Management System
2. Fasilitasi Pengadaan Barang dan Jasa
3. Fasilitasi Perhitungan Pajak
4. Penambahan Fitur Standar Harga
Program Sistem Keuangan Desa di Kabupaten Jember
Aplikasi Sistem Keuangan Desa (SISKEUDES) merupakan aplikasi yang
dikembangkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam
rangka meningkatkan kualitas tata kelola keuangan desa. Program Sistem
Keuangan Desa (SISKEUDES) berbasis aplikasi melalui Dinas Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa (DPMD), di tahun 2017 desa diharapkan segala administrasi
menggunakan aplikasi yang berbasis Online, sehingga kedepan segala administrasi
lebih tertata dengan baik. Hal tersebut berdasarkan dari surat dari KPK pada
beberapa bulan yang lalu yang mana desa di Kabupaten jember wajib menggunakan
Aplikasi Siskeudes dalam perencanaan, realisasi hingga pertanggung jawaban.
Pengelolaan Keuangan Desa. Pengelolaan keuangan desa adalah suatu
bentuk tahap atau proses dalam mengelola keuangan desa yang terdiri dari 4 tahap
yaitu
1. perencanaan,
2. pelaksanaan,
3. penatausahaan dan pelaporan keuangan desa.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
24
Perencanaan. Perencanaan merupakan tahap perumusan program/kegiatan
yang akan dilaksanakan pada desa yang bersangkutan. Pemerintah Desa harus
menetapkan RAB (Rancangan Anggaran Biaya) , RAB adalah mengalokasikan
biaya yang diperlukan untuk pembangunan desa, serta biaya lain yang berhubungan
dengan proses keuangan. RAB dibuat oleh Kepala Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa.
“ Dalam perencanan Program Sistem Keuangan Desa, Pemerintah desa
melakukan perencanaan dalam rangka pembangunan desa yang sesuai
dengan kewenangannya. Dimana perencanaan desa terdiri dari :
1. RPJMDesa. Yang di lakukan 6 tahunan untuk 1 kali jabatan Kepala
Desa.
2. RKPDesa. Yang di lakukan 1 tahuan dari penjabaran RPJMDesa.”
(wawancara dengan bapak agung di bagian Pengelolaan Keungan
Desa, 02 Desember 2019, di Dipemasdes)
Pelaksanaan. Pelaksanaan keuangan desa merupakan kegiatan dari proses
perencanaan yang sudah ada dan kemudian pertahap-pertahap dilaksanakan dalam
proses pembangunan desa. Untuk mencapai target pelaksanaan harus dilaksanakan
dengan baik. Tahap implementasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
meliputi seluruh rangkaian kegiatan pelaksanaan. Dalam tahap ini semua yang
menjadi dasar terjadinya proses pengadaan barang dan jasa, penyusunan buku kas
dan lain-lain.
“ Pelaksanaan keuangan desa adalah kegiatan dari proses perencaan,
tahapan – tahan untuk mencapai target pelaksanaan dengan tepat waktu
“(wawancara dengan bapak agung di bagian Pengelolaan Keungan Desa, 02
Desember 2019, di Dipemasdes)
Penatausahaan. Penatausahaan keuangan desa merupakan suatu kegiatan
pada tahap ini proses penataushaan dalam proses pembangunan desa dan laporan
harus di lakukan dengan baik. Proses pencatatan transaksi yang terjadi dalam satu
tahun anggaran, kegiatan penatausahaan mempunyai fungsi untuk
menatausahaakan proses yang telah terjadi dari tahap pelaksanaan dan perencanaan
APBDes.
“ Dalam tahap ini seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan di kelompokan
dan disusun dengan baik untuk di laporkan. Penatausahaan sendiri terdiri
dari :
1. Kas Harian
2. Jurnal
(wawancara dengan bapak agung di bagian Pengelolaan Keungan Desa, 02
Desember 2019, di Dipemasdes)
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
25
Pelaporan. Pelaporan keuangan desa yang dimaksud adalah tahap terakhir
dari bentuk pengelolaan keuangan desa.
“ Setelah semua proses telah selesai akan disusun dalam bentuk laporan
keuangan dan kemudian akan di laporkan kepada pihak yang bersangkutan.
Pelaporan sendiri terdiri dari :
1. Laporan Keuangan, yang di laporkan dari Bendahara Desa
2. Laporan pertanggung jawaban APBDesa ( tahunan )
3. Laporan pelaksanaan APBDesa
4. Laporan realisasi kegiatan. ( kasi/kaur ) setiap kali selesai kegiatan
“
(wawancara dengan bapak agung di bagian Pengelolaan Keungan Desa, 02
Desember 2019, di Dipemasdes)
Kapasitas Dinas Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa Dalam Meningkatkan
Program Sistem Keuangan Desa Berbasis Aplikasi.
Capacity Building Kelembagaan
Pengembangan kapasitas kelembagaan Menurut (Milen,2004,h.21)
mengungkapkan bahwa merupakan Pengembangan kapasitas tradisional dan
penguatan organisasi memfokuskan pada sumber daya pengembangan hampir
seluruhnya mengenai permasalahan sumber daya manusia, proses dan struktur
organisasi. Pendekatan modern menguji semua dimensi kapasitas di semua tingkat
(misi strategi, kebudayaan, gaya manajemen, struktur, sumber daya manusia,
keuangan, asset informasi, infrastruktur) termasuk interaksi dalam sistem yang
lebih luas terutama dengan kesatuan lain yang ada, pemegang saham dan para
pelanggan. Adanya banyak pendapat dalam pengembangan kapasitas kelembagaan
dilihat dari teori di atas bahwa dimensi yang menyangkut penguatan organisasi
yaitu strategi, kebudayaan, gaya manajemen, struktur, sumber daya manusia,
keuangan, asset informasi dan infrastruktur. UNDP (United Nations Development
Program) dan CIDA (Canadian International Development Agency) dalam Milen
memberikan pengertian peningkatan kapasitas sebagai: proses dimana individu,
kelompok, organisasi, institusi, dan masyarakat meningkatkan kemampuan mereka
untuk :
a) menghasilkan kinerja pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (core functions),
memecahkan permasalahan, merumuskan dan mewujudkan pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan, dan
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
26
b) memahami dan memenuhi kebutuhan pembangunan dalam konteks yang lebih
luas dalam cara yang berkelanjutan.
Hal ini sejalan dengan konsep pengembangan kapasitas menurut Grindle
(1997) yang menyatakan bahwa pengembangan kapasitas sebagai ability to
perform appropriate task effectvely, efficiently and sustainable. Bahkan Grindle
menyebutkan bahwa pengembangan kapasitas mengacu kepada improvement in
the ability of public sector organizations. Keseluruhan definisi di atas, pada
dasarnya mengandung kesamaan dalam tiga aspek sebagai berikut:
1) bahwa pengembangan kapasitas merupakan suatu proses,
2) bahwa proses tersebut harus dilaksanakan pada tiga level/tingkatan, yaitu
individu, kelompok dan institusi atau organisasi, dan
3) bahwa proses tersebut dimaksudkan untuk menjamin kesinambungan
organisasi melalui pencapaian tujuan dan sasaran organisasi yang
bersangkutan.
Sesungguhnya pada beberapa literatur pembangunan, konsep capacity
building sampai saat ini masih menyisakan perdebatan-perdebatan dalam
pendefinisian. Sebagian pakar memaknai capacity building sebagai capacity
development atau capacity strengthening, mengisyaratkan suatu prakarsa pada
pengembangan kemampuan yang sudah ada (existing capacity). Sementara pakar
yang lain lebih merujuk kepada constructing capacity sebagai proses kreatif
membangun kapasitas yang belum nampak (not yet exist). Dalam hal ini searah
dengan pendapat Grindle pengembangan kapasitas (capacity building) merupakan
upaya yang dimaksudkan untuk mengembangkan suatu ragam strategi
meningkatkan efisiensi, efektivitas dan responsivitas kinerja pemerintah. Yakni
efisiensi, dalam hal waktu (time) dan sumber daya (resources) yang dibutuhkan
guna mencapai suatu outcomes; efekfivitas berupa kepantasan usaha yang
dilakukan demi hasil yang diinginkan; dan responsivitas merujuk kepada
bagaimana mensikronkan antara kebutuhan dan kemampuan untuk maksud
tersebut. Dalam pengembangan kapasitas memiliki dimensi, fokus dan tipe
kegiatan. Dimensi, fokus dan tipe kegiatan tersebut menurut Grindle adalah:
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
27
1) dimensi pengembangan SDM, dengan fokus: personil yang profesional dan
kemampuan teknis serta tipe kegiatan seperti: training, praktek langsung,
kondisi iklim kerja, pembinaan dan bimbingan teknis, rekruitmen,
2) dimensi penguatan organisasi, dengan fokus: tata manajemen untuk
meningkatkan keberhasilan peran dan fungsi, serta tipe kegiatan seperti: sistem
insentif, perlengkapan personil, kepemimpinan, budaya organisasi,
komunikasi, struktur manajerial, dan
3) reformasi kelembagaan, dengan fokus: kelembagaan dan sistem serta makro
struktur, dengan tipe kegiatan: aturan main ekonomi dan politik, perubahan
kebijakan dan regulasi, dan reformasi konstitusi. Sejalan dengan itu, Grindle
menyatakan bahwa apabila capacity building menjadi sebuah rangkaian
strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan
responsivitas.
Pengembangan untuk meningkatkan program sistem keuangan desa
berbasis aplikasi di kabupaten jember, dinas pemberdayaan masyarakat dan desa
sangatlah penting untuk melakukan program siskeudes dalam pembinaan dan
bimbingan teknis (BIMTEK). Maka dari itu sangatlah penting untuk mengukur
kapasitas dinas pemberdayaan masyarakat dan desa untuk mengembangkan
program sistem keuangan desa berbasis aplikasi. Untuk mengetahui kapasitas dinas
tersebut, maka di butuhkan teori pengembangan kapasitas kelembagaan di suatu
instansi. Dalam buku Milen 2004, pengembangan kapasitas menyebutkan bahwa
sebagai kemampuan individu, organisasi atau sistem untuk menjalankan fungsi
sebagaimana mestinya secara efektif, efisien dan terus-menerus. Dalam
pengembangan kapasitas terdiri dari proses, sdm, strategi, struktur organisasi.
Proses
Pengertian proses sendiri adalah serangkaian langkah sistematis atau tahapan yang
jelas dan dapat di tempuh berulang kali, untuk mengcapai hasil yang di inginkan.
Jika di tempuh setiap tahapan itu secara konsisten mengarah pada hasil yang di
inginkan.
Program Sistem Keuangan Desa di Kabupaten Jember di terapkan pada akhir tahun
2017. Maka dari itu proses dalam penerapan program Sistem Keuangan Desa di
Kabupaten Jember bisa di pandang dari segi :
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
28
1. Perencanaan
2. Pelaksanaan
3. Pembinaan dan pelatihan
4. Bimbingan teknis
5. Pengawasan
Perencanaan yaitu pemilihan atau penetapan tujuan organisasi dan penentuan
strategi, kebijakan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan
standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Maka dinas pemberdayaan
masyarakat dan desa dalam melaksanakan program sistem keuangan desa
dibutuhkan untuk merencanakan pembinaan dan bimtek di setiap desa.
Pelaksanaan yaitu sebagai usaha-usaha yang dilakukan untukmelaksanakan
semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirumuskan dan ditetapkan
denganmelengkapi segala kebutuhan alat-alat yang diperlukan, siapa yang akan
melaksanakan, dimanatempat pelaksanaannya dan kapan waktu dimulainya.
Dinas pemberdayaan masyarakat dan desa juga dalam pelaksanaan program
siskeudes harus mempersiapkan dalam semua rencana dan kebijakan yang di
terapkan untuk program tersebut.
Pembinaan dan pelatihan, dalam pembinaan program sistem keuangan desa itu
harus mendatangkan dari pihak desa diantaranya bendahara desa, BPD, dan
kaur lainnya, agara dalam penerapan program siskeudes teresebut bisa berjalan
dengan baik sesuai dengan tujuan dinas pembardayaan masyarakat dan desa di
kabupaten jember.
Bimbingan teknis, selain dari pembinaan juga dinas pemberdayaan dan desa
harus menetapkan dan membuat kebijakan untuk melaksanakan bimbingan
teknis, bimtek tersebut harus di laksanakan di setiap desa di kab jember.
Pengawasan, dalam menerapkan dan melaksanakan program sistem keuangan
desa, pengawasan terhadapan pelaksanaan tersebut, harus di awasi, agar dalam
pengeloalaan keuangan bisa transparan, efektif dan efisien. Dalam pengawasan
sendiri, melibatkan dari KPK.
Sumber Daya Manusia
Salah satu sumber daya yang mempengaruhi keberhasilan terhadap
kapasitas suatu lembaga yakni sumber daya manusia. SDM ini dituntut untuk
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
29
memiliki keahlian dan kemampuan dalam melaksanakan tugasnya sehingga tujuan
yang diharapkan bisa tercapai. Dalam penerapan sistem keuangan desa, SDM
sangatlah penting dalam melakukan kebijakan dari program tersebut. Sumber daya
manusia tersebut mengetahui tentang tugas dan fungsinya sehingga bisa melakukan
sebagaimana mestinya. Dalam rangka meningkatkan kapasitas Dinas
Pemberdayaan Masyarakat dan desa untuk penerapan Sistem Keuangan Desa,
Dispemasdes melaksanakan seperti :
1. Pelatihan Bimtek (bimbingan teknis). Dinas melakukan Bimtek bersama
dengan desa yang dibawahi oleh BPKP
2. Dari dinas untuk melakukan Bimtek yaitu bagian pengelolaan keuangan
desa 2 orang, lalu dari desa itu adalah pendamping desa, yaitu kementrian
PDTT ( pembangunan desa tertinggal dan transmigrasi )
Selain Sumber Daya Manusia yang menjadi faktor penentu dalam
keberhasilan atau kegagalan dalam sebuah pelaksanaan kebijakan, sumber daya
anggaran juga menjadi faktor penentunya. Apabila sumber daya anggaran terbatas
maka kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat juga menjadi
terhambat. Selain dilihat dari sumber daya manusia dan sumber daya anggaran,
faktor selanjutnya yakni sumber daya peralatan. Sumber daya peralatan ini juga
menunjang terhadap pelaksanaan dari suatu kebijakan.
Strategi
Dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, memiliki tema, dari
tema tersebut adalam program sistem keuangan desa dan mengidentifikasi faktor
pendukung yang sesuai dengan prinsip-prinsip pelaksanaan gagasan secara
rasional, efisien dalam pendanaan, dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan
secara efektif. Strategi dibedakan dengan taktik yang memiliki ruang lingkup yang
lebih sempit dan waktu yang lebih singkat, walaupun pada umumnya orang sering
kali mencampuradukan ke dua kata tersebut. Setrategi Dinas Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa dalam penerapan Sistem Keuangan Desa antara lain :
1. Bimbingan teknis ( BIMTEK ). Dispemasdes mendatangkan dari
Pemerintah Desa yaitu Operator Desa dan Bendahara Desa
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
30
2. Mewajibkan APBDes menggunakan Sistem Keuangan Desa berbasis
aplikasi
3. Kebijakan penganggaran untuk pelatihan Pengelolaan Keuangan Desa
melalui Anggaran Desa
Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa dalam
penerapan Sistem Keuangan Desa adalah di bidang Pengelolaan Keuangan dan
Kekayaan. Bidang Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan mempunyai tugas
merencanakan, melaksanakan dan mengkoordinasikan kegiatan Pembinaan
pengelolaan Keuangan dan Kekayaan desa, menghimpun, mengolah dan
merumuskan pedoman/petunjuk teknis tentang pengelolaan Keuangan dan
Kekayaan desa serta Bantuan keuangan kepada Pemerintahan Desa,
menginventarisasi aset dan kekayaan desa, memfasilitasi pencairan bantuan
keuangan kepada pemerintahan desa,. melaksanakan pembinaan dan pelatihan
pengelolaan keuangan desa bagi pemerintah desa, melaksanakan pengembangan
BUMDesa ; dan melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas. Seksi
pada bidang sebagaimana dimaksud, masing-masing dipimpin oleh Kepala Seksi
yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Pengelolaan
Keuangan dan Kekayaan.
a. Seksi Pengelolaan Pendapatan dan Kekayaan Desa.
Seksi Pengelolaan Pendapatan dan Kekayaan Desa, mempunyai tugas meliputi:
1. Menyiapkan bahan koordinasi penyusunan pedoman pengelolaan,
pemanfaatan dan penatausahaan pendapatan dan kekayaan desa;
2. Menyiapkan bahan penyusunan konsep rencana pembinaan dan pengendalian
Inventarisasi aset dan kekayaan desa;
3. Melaksanakan pemantauan dan mengevaluasi pengelolaan Pendapatan dan
kekayaan desa;
4. Memfasilitasi penyelesaian sengketa pengelolaan aset dan Kekayaan desa;
5. Melaksanakan pembentukan dan pembinaan BUMDesa ; dan
6. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala Bidang.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
31
b. Seksi Pengelolaan Keuangan Desa.
Seksi Pengelolaan Keuangan Desa, mempunyai tugas meliputi :
a. Menyiapkan bahan koordinasi penyusunan pedoman pengelolaan,
pemanfaatan dan penatausahaan keuangan desa dan bantuan keuangan
kepada pemerintahan desa;
b. Menyiapkan bahan penyusunan konsep rencana pembinaan dan
pelatihan Pengelolaan Keuangan Desa dan Bantuan keuangan kepada
Pemerintahan Desa;
c. Melaksanakan pemantauan dan mengevaluasi Pengelolaan Keuangan Desa
dan Bantuan keuangan kepada Pemerintahan Desa;
d. Memfasilitasi dan memverifikasi penyusunan APBDes dan Laporan
Keuangan Desa;
e. Memfasilitasi realisasi dan penyelesaian Permasalahan Pengelolaan
Keuangan Desa dan Bantuan keuangan kepada Pemerintahan Desa; dan
f. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala Bidang.
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan pada pembahasan tersebut yang didapatkan sesuai
dari hasil penelitian mengenai Kapasitas Dinas Pemberdayaan Masyarerakat dan
Desa Dalam Meningkatkan Program Sistem Keuangan Desa Berbasis aplikasi di
Kabupaten Jember adalah sebagai berikut ini :
a. Proses, bahwa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa di bilang telat
dalam penerapan program Sistem Keuangan Desa di Kabupaten Jember,
Karena program tersebut sudah di terapkan sejak tahun 2015 oleh BPKP.
b. Sumber daya, dari SDM dan Sumber daya Anggaran sudah memadahi.
c. Setrategi, setrateginya untuk penerapan Program Sikeudes sudah bisa
dikatakan baik.
Maka dapat di simpulkan bahwa kapasitas Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan
Desa sangatlah penting untuk meningkatkan Program Sistem Keuangan Desa
Berbasis Aplikasi di Kabupaten Jember.
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2
32
DAFTAR PUSTAKA
Gayatri, (2018) Efektivitas Penerapan Siskeudes Dan Kualitas Laporan Keuangan
Dana Desa, Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis, 13(2).
Eko Febri Lusiono Melakan, (2017), Analisis Penerimaan Aplikasi Siskeudes Di
Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Sambas, Jurnal Akuntansi,
Ekonomi Dan Manajemen Bisnis Vol. 5, No. 2, 163-172.
Fajar, (2018), Implementasi Program Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) Dalam
Pengelolaan Keuangan Desa Di Desa Slawi Kulon Kecamatan Slawi
Kabupaten Tegal Tahun 2017, Indonesian Governance Journal Journal, 1(1)
Fikri, Faisal Amrillah, Mulianto. (2020). Critical Discourse Analysis of
Technology-Based Village Government System in Bengkalis Riau, Journal
of Local Government Issues, 3(1), 64-74,
DOI: https://doi.org/10.22219/logos.v3i1.10929
Jehan M. Malahika, (2018). Penerapan Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) Pada
Organisasi Pemerintahan Desa (Studi Kasus Di Desa Suwaan Kecamatan
Kalawat Kabupaten Minahasa Utara). Jurnal Riset Akuntansi Going
Concern 13(4), 578-583.
Lexy J. Moleong (2010), Metode Penelitian Sosial. Bandung: Alfabeta.
Oktiviani, (2018), Implementasi Sistem Keuangan Desa Dan Kualitas Laporan
Keuangan Pemerintah Desa Di Kabupaten Kuningan, Jurnal Kajian
Akuntansi, Vol 2, (2), 145-159.