KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA KITOSAN
CANGKANG UDANG HASIL IRADIASI SINAR GAMMA
SKRIPSI
ANNISA MARDHATILLAH
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M / 1438 H
KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA KITOSAN
CANGKANG UDANG HASIL IRADIASI SINAR GAMMA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menempuh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
ANNISA MARDHATILLAH
1112096000024
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M / 1438 H
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Januari 2017
Annisa Mardhatillah
1112096000024
ABSTRAK
Annisa Mardhatillah. Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Kitosan Cangkang
Udang Hasil Iradiasi Sinar Gamma. Dibimbing oleh Darmawan Darwis dan
Sandra Hermanto.
Kitosan merupakan biopolimer yang dihasilkan dari deasetilasi kitin. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh bagian cangkang udang dan iradiasi
gamma terhadap sifat fisik dan kimia kitosan. Bagian cangkang udang yang
digunakan yaitu seluruh bagian cangkang udang (kitosan A) dan cangkang udang
bagian badan saja (kitosan B). Tahapan sintesis kitosan melalui 3 proses, yaitu
demineralisasi, deproteinasi, dan deasetilasi, kemudian diiradiasi dengan sinar
gamma Co-60 dengan dosis 25, 50, 75, 100, dan 150 kGy, lalu dikarakterisasi
berat molekul, derajat deasetilasi, dan kelarutan dalam asam. Hasil karakterisasi
kitosan A memiliki berat molekul: 3,2 × 105 Da, derajat deasetilasi 81,55%, dan
kelarutan 81,60%. Iradiasi sampai 150 kGy, kitosan A mengalami penurunan
berat molekul menjadi 3,5 × 104 Da, kenaikan derajat deasetilasi mencapai
84,52%, kenaikan kelarutan mencapai 85,63% seiring dengan bertambahnya dosis
iradiasi. Hasil karakterisasi kitosan B memiliki berat molekul: 2,3 × 105 Da,
derajat deasetilasi 82,36%, dan kelarutan 87,64%. Iradiasi sampai 150 kGy,
kitosan B mengalami penurunan berat molekul menjadi 3,1 × 104 Da, kenaikan
derajat deasetilasi mencapai 87,33%, kenaikan kelarutan mencapai 92,97% seiring
dengan bertambahnya dosis iradiasi. Hasil derajat deasetilasi untuk kedua jenis
kitosan sesuai dengan SNI dan standar mutu dari China untuk kitosan industri
maupun kitosan medis, namun untuk berat molekul dan kelarutan belum
memenuhi standar.
Kata kunci : cangkang udang, kitosan, iradiasi gamma, sifat fisik, sifat kimia
ABSTRACT
Annisa Mardhatillah. The Characteristics of Physical and Chemical Properties
Chitosan Shrimp Shells Irradiated by Gamma Rays. Supervised by Darmawan
Darwis dan Sandra Hermanto.
Chitosan is a biopolymer derived from deacetylation of chitin. This study was
conducted to determine the effect of part of shrimp shell and gamma irradiation on
the physical and chemical properties of chitosan. The part of shrimp shells used
are all parts of the shrimp shells (chitosan A) and only body parts of shrimp shells
(chitosan B). Stages of synthesis chitosan through three process, that is
demineralization, deproteination, and deacetylation, then irradiated with Co-60
gamma rays at doses of 0, 25, 50, 75, 100, and 150 kGy, and characterized the
molecular weight, degree of deacetylation, and solubility in acid. Characterization
of chitosan A has molecular weight 3,2 × 105 Da, degree of deacetylation 81,55%,
and solubility 81,60%. Irradiation up to 150 kGy, chitosan A has decreased
molecular weight to 3,5 × 104 Da, increased degree of deacetylation to 84,52%,
increased solubility to 85,63% with increasing dosage of γ-ray. Characterization
of chitosan B has molecular weight 2,3 × 105 Da, degree of deacetylation 82,36%,
and solubility 87,64%. Irradiation up to 150 kGy, chitosan B has decreased
molecular weight to 3,1 × 104 Da, increased degree of deacetylation to 87,33%,
increased solubility of to 92,97% with increasing dosage of γ-ray. The results of
deacetylation degree for both types of chitosan in accordance with the SNI and the
quality standards from China for chitosan industrial and chitosan medical grade,
but the molecular weight and solubility not meet those standards.
Keywords : shrimp shells, chitosan, gamma irradiation, physical properties,
chemical properties
vii
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Alhamdulillahirrabil’alamiin, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia
Kitosan Cangkang Udang Hasil Iradiasi Sinar Gamma” dengan baik. Skripsi
ini disusun untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar sarjana sains. Skripsi
ini tidak akan selesai tanpa pihak-pihak yang telah memberikan bimbingan, saran,
dan dukungannya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terimakasih
kepada:
1. Dr. Darmawan Darwis, Apt selaku Pembimbing I yang telah memberikan
ilmu pengetahuan, bimbingan, serta nasihat kepada penulis.
2. Dr. Sandra Hermanto, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan kepada penulis.
3. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dr. Sri Yadial Chalid, M.Si dan Anna Muawanah, M.Si selaku penguji I
dan II yang telah memberikan kritik dan saran sehingga penulisan skripsi
ini bisa lebih baik.
viii
6. Tita Puspitasari, M.Si, ibu Dewi Sekar Pangerteni, B.Sc, ibu Susilawati,
dan bapak Mamat yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan,
arahan, serta nasihat kepada penulis.
7. Seluruh dosen Program Studi Kimia atas ilmu dan nasihat yang telah
diberikan kepada penulis selama perkuliahan ini.
8. Kedua orang tua tercinta yang telah memberikan motivasi, dukungan, dan
selalu mendoakan untuk kesuksesan penulis.
9. Siska Seftiani dan Meilia Puspita Sari, teman satu tempat penelitian yang
telah memberikan semangat serta membantu penulis selama penelitian.
10. Teman-teman Kimia 2012 yang selalu memberikan semangat dan motivasi
serta menorehkan banyak kenangan suka maupun duka di masa-masa
perkuliahan ini.
Semoga semua bimbingan, arahan, dukungan, motivasi yang telah
diberikan menjadi amal ibadah bagi bapak, ibu, maupun rekan-rekan. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan
bagi semua yang membacanya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, Januari 2017
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 4
1.3. Hipotesis ..................................................................................................... 4
1.4. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4
1.5. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 6
2.1. Kitosan ........................................................................................................ 6
2.2. Radiasi . ....................................................................................................... 9
2.3. Karakterisasi Berat Molekul Kitosan dengan Viskometer Ostwald ............ 16
2.4. Karakterisasi Derajat Deasetilasi (DD) Kitosan dengan FTIR ................... 19
BAB III. METODE PENELITIAN .................................................................. 21
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 21
3.2. Alat dan Bahan ........................................................................................... 21
3.3. Prosedur Kerja ............................................................................................ 22
3.3.1. Isolasi Kitin dari Cangkang Udang ................................................... 22
3.3.2. Deasetilasi Kitin ............................................................................... 23
3.3.3. Preparasi Sampel Untuk Iradiasi ....................................................... 23
3.3.4. Pengukuran Berat Molekul Viskositas Intrinsik (Mv) Kitosan
dengan Viskometer Ostwald ............................................................. 24
x
3.3.5. Pengukuran Derajat Deasetilasi (DD) Kitosan dengan FTIR ........... 26
3.3.6. Pengukuran Kelarutan Kitosan ........................................................ 27
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 28
4.1. Kitosan dari Limbah Cangkang Udang ...................................................... 28
4.2. Karakteristik Berat Molekul Viskositas Intrinsik (Mv) Kitosan ................. 33
4.3. Karakteristik Derajat Deasetilasi (DD) Kitosan ......................................... 38
4.4. Karakteristik Kelarutan Kitosan ................................................................. 42
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 45
5.1. Kesimpulan ................................................................................................. 45
5.2. Saran ........................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 47
LAMPIRAN ........................................................................................................ 51
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur molekul (a) kitin dan (b) kitosan ............................................ 6
Gambar 2. Proses deasetilasi kitin menjadi kitosan ............................................... 8
Gambar 3. Efek fotolistrik ................................................................................... 11
Gambar 4. Efek hamburan compton .................................................................... 12
Gambar 5. Produksi pasangan ion ........................................................................ 12
Gambar 6. Skema alat iradiator gamma ............................................................... 15
Gambar 7. Alat viskometer ostwald ..................................................................... 18
Gambar 8. Garis dasar untuk baseline a dan baseline b ...................................... 20
Gambar 9. Plot konsentrasi versus viskositas reduksi untuk menentukan
viskositas intrinsik ........................................................................... 25
Gambar 10. Metode perhitungan derajat deasetilasi berdasarkan dua baseline
(a) dan (b) ......................................................................................... 27
Gambar 11. Mekanisme reaksi antara protein dengan NaOH ............................. 30
Gambar 12. Mekanisme reaksi deasetilasi kitin dengan NaOH ........................... 31
Gambar 13. Serbuk kitosan A dosis 0, 25, 50, 75, 100, 150 kGy ........................ 33
Gambar 14. Serbuk kitosan B dosis 0, 25, 50, 75, 100, 150 kGy ........................ 33
Gambar 15. Mekanisme pemutusan ikatan polimer kitosan ............................... 37
Gambar 16. Spektrum FTIR kitosan A ................................................................ 39
Gambar 17. Spektrum FTIR kitosan B ................................................................ 39
Gambar 18. Grafik hubungan antara kelarutan kitosan terhadap dosis iradiasi ... 43
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Data hasil rendemen kitin dan kitosan dari limbah cangkang udang .... 28
Tabel 2. Nilai viskositas spesifik kitosan pada masing-masing konsentrasi ........ 34
Tabel 3. Nilai viskositas intrinsik [ ] dan berat molekul rata-rata viskositas
(Mv) kitosan ......................................................................................... 35
Tabel 4. Nilai derajat deasetilasi kitosan pada masing-masing dosis iradiasi ..... 40
Tabel 5. Waktu alir rata-rata kitosan A 0 kGy .................................................... 51
Tabel 6. Waktu alir rata-rata kitosan A 25 kGy .................................................. 51
Tabel 7. Waktu alir rata-rata kitosan A 50 kGy .................................................. 52
Tabel 8. Waktu alir rata-rata kitosan A 75 kGy .................................................. 52
Tabel 9. Waktu alir rata-rata kitosan A 100 kGy ................................................ 52
Tabel 10. Waktu alir rata-rata kitosan A 150 kGy .............................................. 52
Tabel 11. Waktu alir rata-rata kitosan B 0 kGy .................................................. 53
Tabel 12. Waktu alir rata-rata kitosan B 25 kGy ................................................ 53
Tabel 13. Waktu alir rata-rata kitosan B 50 kGy ................................................ 53
Tabel 14. Waktu alir rata-rata kitosan B 75 kGy ................................................ 53
Tabel 15. Waktu alir rata-rata kitosan B 100 kGy .............................................. 54
Tabel 16. Waktu alir rata-rata kitosan B 150 kGy .............................................. 54
Tabel 17. Data waktu alir kitosan A dan waktu alir pelarut ................................ 54
Tabel 18. Data waktu alir kitosan B dan waktu alir pelarut ................................ 55
Tabel 19. Nilai berat molekul kitosan A 0 kGy .................................................. 56
Tabel 20. Nilai berat molekul kitosan B 0 kGy .................................................. 58
xiii
Tabel 21. Nilai berat molekul rata-rata kitosan pada masing-masing dosis
iradiasi ............................................................................................... 59
Tabel 22. Nilai derajat deasetilasi kitosan pada masing-masing dosis iradiasi ... 66
Tabel 23. Nilai persen kelarutan kitosan A pada masing-masing dosis iradiasi . 67
Tabel 24. Nilai persen kelarutan kitosan B pada masing-masing dosis iradiasi . 67
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil rendemen kitin dan kitosan dari cangkang udang .................. 51
Lampiran 2. Hasil pengukuran waktu alir rata-rata kitosan pada masing-
masing konsentrasi .......................................................................... 51
Lampiran 3. Hasil perhitungan viskositas spesifik ( kitosan pada masing-
masing konsentrasi .......................................................................... 54
Lampiran 4. Perhitungan berat molekul rata-rata viskositas intrinsik (Mv)
kitosan .............................................................................................. 56
Lampiran 5. Perhitungan nilai derajat deasetilasi kitosan dengan FTIR .............. 59
Lampiran 6. Perhitungan kelarutan kitosan ......................................................... 67
Lampiran 7. Spesifikasi standar mutu kitosan menurut SNI 7949:2013 ............. 68
Lampiran 8. Spesifikasi standar mutu oligokitosan menurut Qingdao Yunzhou
Biochemistry Co., Ltd ..................................................................... 69
Lampiran 9. Dokumentasi penelitian ................................................................... 70
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki perairan yang luas
sehingga mempunyai potensi hasil laut seperti udang, kepiting dan hewan
crustaceae lainnya yang cukup besar. Semua hasil laut tersebut diciptakan Allah
ada manfaatnya. Hukum Islam memandang bahwa semua ciptaan Allah tidak ada
yang sia-sia seperti yang dituangkan dalam QS. Ali „Imran ayat 190 – 191 yang
berbunyi:
Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-
sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.
Surat Ali ‟Imran ayat 190 – 191 tersebut menjelaskan bahwa tidaklah Allah SWT
menciptakan langit dan bumi dengan sia-sia. Hal itu menunjukkan bahwa semua
2
ciptaan Allah itu bermanfaat. Contohnya yaitu udang, tidak hanya dagingnya saja
yang bermanfaat, namun cangkang udang memiliki manfaat tersendiri jika kita
mau mengolahnya.
Bagian udang yang diekspor umumnya hanya bagian daging dalam bentuk
beku tanpa kepala dan cangkang. Proses pengupasan udang menghasilkan
cangkang dan kepala udang mencapai 40-60% dari bobot utuh (Peranginangin,
2004), yang dianggap sebagai limbah dan merupakan bahan pencemar lingkungan
apabila tidak dilakukan pengolahan secara baik (Anjayani, 2009). Limbah kulit
udang terdiri dari tiga komponen utama yaitu protein (25–44%), kalsium karbonat
(45–50%), dan kitin (15–20%) yang merupakan sumber dari kitosan (Marganof,
2003).
Kitin dapat diisolasi dari limbah udang dengan cara demineralisasi
(penghilangan mineral) kemudian deproteinasi (penghilangan protein). Kitin yang
diperoleh diubah menjadi kitosan dengan cara deasetilasi yaitu merubah gugus
asetamida (–NHCOCH3) pada kitin menjadi gugus amina (–NH2). Ukuran
besarnya penghilangan gugus asetil pada gugus asetamida dikenal dengan istilah
derajat deasetilasi (DD) (Terbojevich et al., 2000).
Kitosan memiliki berat molekul yang sangat besar dan sukar larut dalam
air sehingga pemanfaatannya di bidang kesehatan masih terbatas (Rao et al.,
2006), oleh karena itu dibutuhkan turunan kitosan yang lebih mudah larut air dan
berat molekul yang rendah. Iradiasi gamma diketahui dapat menyebabkan
pemotongan rantai utama dalam polisakarida dan menurunkan berat molekul dari
polimer (Rao et al., 2006).
3
Zainol et al (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh iradiasi sinar
gamma pada dosis radiasi 10, 25, 50, dan 100 kGy dengan laju dosis 4 kGy/jam
terhadap warna, berat molekul viskositas intrinsik (Mv), derajat deasetilasi (DD),
serta sifat mekanik kitosan komersial. Semakin bertambahnya dosis radiasi
menyebabkan peningkatan intensitas warna coklat pada larutan kitosan,
penurunan berat molekul viskositas intrinsik dari 4,6 x 105 Da sampai 1,1 x 10
5
Da, serta menghasilkan nilai derajat deasetilasi yang fluktuatif yaitu 94,90; 95,37;
88,77; 93,03; dan 93,30 %. Ocloo et al (2011) telah melakukan sintesis kitosan
dari cangkang udang melalui proses demineralisasi, deproteinasi, dekolorisasi, dan
deasetilasi. Kitosan yang dihasilkan diiradiasi gamma pada dosis 25 kGy. Kitosan
iradiasi menghasilkan derajat deasetilasi 80 %, nilai tersebut lebih besar dari
kitosan tanpa iradiasi yaitu 76 %, berat molekul 5,78 x 104 Da dan viskositas 26,2
cPs yang lebih kecil dibandingkan dengan kitosan tanpa iradiasi yaitu 1,28 x 105
Da dan 105,8 cPs.
Penelitian ini akan digunakan variasi dosis iradiasi gamma yaitu 25, 50,
75, 100, dan 150 kGy. Pemilihan bagian cangkang udang yaitu semua bagian
cangkang udang (kitosan A) dan cangkang udang bagian badan saja (kitosan B),
serta dilakukan variasi konsentrasi NaOH (50 dan 60%). Kitosan yang disintesis
dari cangkang udang bagian badannya saja diharapkan dapat menghasilkan
kualitas kitosan yang lebih baik serta pemberian NaOH 60% akan meningkatkan
nilai derajat deasetilasi. Selanjutnya, dilakukan karakterisasi sifat fisika dan kimia
kitosan iradiasi yang meliputi derajat deasetilasi, berat molekul, dan kelarutan.
4
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut :
1. Bagaimana pengaruh dosis iradiasi gamma terhadap karakteristik sifat fisik
dan kimia kitosan?
2. Apakah terdapat pengaruh pada perbedaan bagian cangkang udang serta
perbedaan konsentrasi NaOH pada proses deasetilasi terhadap sifat fisik
dan kimia kitosan?
3. Apakah kitosan iradiasi memiliki karakteristik yang sesuai dengan kitosan
standar menurut SNI 7949:2013?
1.3. Hipotesis
1. Dosis radiasi sangat berpengaruh terhadap perubahan sifat fisik dan kimia
kitosan.
2. Kitosan dari cangkang udang bagian badan saja dan pemberian NaOH
60% memiliki derajat deasetilasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kitosan dari seluruh bagian cangkang udang.
3. Kitosan iradiasi memiliki karakteristik yang sesuai dengan SNI 7949:2013.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh iradiasi gamma terhadap sifat fisik dan kimia
kitosan dengan berbagai dosis radiasi.
5
2. Mengetahui pengaruh perbedaan bahan baku cangkang udang terhadap
sifat fisik dan kimia kitosan.
3. Membandingkan kualitas kitosan yang dihasilkan dalam penelitian dengan
SNI 7949:2013.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi pemanfaatan limbah
cangkang udang melalui penggunaan iradiasi gamma.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kitosan
Kitin merupakan biopolimer alami kedua yang paling berlimpah setelah
selulosa. Kitin adalah polisakarida amino kationik yang terdiri dari N-asetil-D-
glukosamin dengan ikatan glikosidik pada posisi β(1,4) antara masing-masing
monomer. Kitosan merupakan biopolimer yang memiliki unit D-glukosamin dan
diperoleh melalui deasetilasi dari kitin. Kitosan tersusun oleh monomer
glukosamin dengan ikatan glikosida pada posisi β(1,4). Kulit udang mengandung
protein (25-40%), kalsium karbonat (45-50%), dan kitin (15-20%), tetapi besarnya
kandungan komponen tersebut tergantung pada jenis udangnya (Kim, 2011).
Perbedaan struktur kitin dengan kitosan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur molekul (a) kitin dan (b) kitosan (Kim, 2011) 1
Kitin dan kitosan memiliki struktur yang mirip dengan selulosa.
Perbedaannya terletak pada posisi C2 dimana pada kitin posisi C2 adalah gugus
asetamida, sedangkan pada kitosan posisi C2 adalah gugus amina (Kim, 2011).
7
Sifat Fisik dan Kimia Kitosan
Kitosan adalah salah satu polimer yang bersifat nontoksik, biocompatible,
biodegradable dan bersifat polikationik dalam suasana asam. Sifat dan
penampilan produk kitosan ini dipengaruhi oleh perbedaan kondisi, seperti jenis
pelarut, konsentrasi, waktu dan suhu proses ekstraksi. Kitosan dapat diperoleh
dengan berbagai macam bentuk morfologi diantaranya struktur yang tidak teratur.
Selain itu dapat juga berbentuk padatan amorf berwarna putih dengan struktur
kristal tetap dari kitin murni (Sugita, 2009). Kitosan hasil deasetilasi kitin
memiliki sifat larut dalam medium asam. Kelarutan kitosan terjadi melalui
protonasi gugus NH2 pada posisi C2 dari unit D-glukosamin berulang (Sarmento
et al., 2012).
Derajat deasetilasi dapat secara signifikan mempengaruhi sifat fisikokimia
dan biologi kitosan. Turunan kitin dengan derajat deasetilasi di atas 50% dikenal
sebagai kitosan dan larut dalam larutan asam. Berat molekul adalah parameter
penting lainnya untuk menentukan sifat fisikokimia dan biologi kitosan. Berat
molekul kitosan dipengaruhi oleh sumber kitin dan kitosan yang diperoleh serta
menurun dengan meningkatnya derajat deasetilasi (Dutta, 2016).
Proses Pembuatan Kitosan
Kitosan disintesis melalui proses demineralisasi, deproteinasi, dan
deasetilasi. Demineralisasi dilakukan dengan menggunakan larutan asam encer
yang bertujuan untuk menghilangkan mineral yang terkandung dalam bahan baku.
Deproteinasi dilakukan dengan menggunakan larutan basa encer untuk
8
menghilangkan sisa-sisa protein yang masih terdapat dalam bahan baku.
Deasetilasi dilakukan untuk menghilangkan gugus asetil (Kim, 2011).
Gambar 2. Proses deasetilasi kitin menjadi kitosan (Yao et al., 2012) 1
Proses deasetilasi (penghilangan gugus asetil) kitin menjadi kitosan dapat
dilakukan secara kimiawi maupun enzimatis. Secara kimiawi, deasetilasi kitin
dilakukan dengan penambahan NaOH, sedangkan secara enzimatis digunakan
enzim kitin deasetilasi (Kim, 2011). Kitosan terbentuk ketika beberapa gugus
asetil dilepaskan dari kitin. Biasanya, produk dengan derajat deasetilasi > 60%
atau jika dapat dilarutkan dalam asam encer maka disebut kitosan (Yao et al.,
2012).
Aplikasi Kitosan
Kitosan telah digunakan secara luas dalam bidang medis terutama
sebagai biopolimer yang biasanya digabungkan dengan material pengganti tulang
dan gigi karena bersifat biokompatibel, biodegradable, dan nontoksik (Nather,
2005). Kitosan juga banyak digunakan dalam berbagai industri lain, seperti
pengolahan limbah terutama untuk meminimalisasi kandungan logam – logam
berat (karena sifatnya yang polielektrolit), kosmetik, agroindustri, industri tekstil,
9
industri perkayuan, dan industri kertas. Untuk industri pangan, kitosan dapat
mengkoagulasi minyak/lemak, mengurangi kekeruhan, penstabil minyak, rasa dan
lemak dalam produk pangan (Kaban, 2009).
2.2. Radiasi
Menurut Badan Teknologi Nuklir Nasional (BATAN, 2008), radiasi
adalah energi yang dipancarkan dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau
partikel. Keberadaan radiasi tidak dapat dilihat, tidak dapat tercium karena tidak
berbau, tidak dapat didengar dan tidak dapat dirasa tetapi hanya dapat dideteksi
dengan alat detektor radiasi. Radiasi dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :
1. Berdasarkan tingkat energi yang dimiliki, radiasi dapat dibedakan atas
radiasi non pengion dan pengion. Radiasi non pengion yang berupa
gelombang elektromagnetik adalah radiasi dengan energi yang tidak cukup
untuk menyebabkan terjadinya ionisasi pada materi yang melintasinya,
seperti radiasi termal, cahaya tampak, infra merah, dan gelombang mikro.
Radiasi pengion merupakan radiasi dengan energi besar sehingga mampu
melakukan ionisasi atau eksitasi pada materi yang dilintasinya. Contohnya
adalah sinar gamma, alfa dan beta.
2. Berdasarkan sumbernya, radiasi dapat dibedakan atas radiasi alam atau
latar yang telah ada di alam sejak pembentukannya, contoh radiasi kosmik
yang berasal dari benda langit di dalam dan luar tata surya, radiasi
terrestrial yang berasal dari kerak bumi dan radiasi internal yang berasal
dari sejumlah radionuklida yang ada di dalam tubuh manusia serta sinar
10
gamma hasil peluruhan atau ledakan supernova. Sedangkan macam radiasi
yang lainnya adalah radiasi buatan yang sumbernya dibuat oleh manusia
dengan sengaja. Seperti pembuatan sinar X oleh Wilhelm Conrad
Roentgen pada tahun 1895 (Zubaidah et al., 2012).
Iradiasi Sinar Gamma (γ)
Iradiasi adalah proses di mana suatu materi terkena radiasi. Radiasi adalah
energi yang dipancarkan dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau partikel
subatom. Radiasi gamma adalah radiasi foton yang termasuk dalam bagian
gamma dari medan elektromagnetik. Sinar gamma adalah energi elektromagnetik
yang mampu merambat melalui ruang dan berinteraksi dengan materi. Radiasi ini
diproduksi oleh radioisotop, umumnya Cobalt-60 (Fairand, 2002).
Sinar gamma memiliki panjang gelombang terkecil dan energi terbesar
dibandingkan spektrum gelombang elektromagnetik yang lain. Daya mengionisasi
sinar gamma lebih kecil daripada sinar alfa atau beta. Akan tetapi, karena daya
tembusnya yang besar, maka dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan yang
mirip dengan kerusakan yang disebabkan oleh sinar-X, seperti terbakar, kanker,
dan mutasi genetika (Khopkar, 2003).
Interaksi Sinar Gamma dengan Materi
Terdapat tiga kemungkinan proses interaksi sinar γ dan sinar-X dengan
materi yaitu efek fotolistrik, efek Compton dan produksi pasangan ion (Zubaidah
et al., 2012).
11
a. Efek Fotolistrik
Radiasi gelombang elektromagnetik yang datang mengenai atom seolah-olah
“menumbuk” salah satu elektron dan memberikan seluruh energinya sehingga
elektron tersebut lepas dari lintasannya. Elektron yang dilepaskan dalam proses ini
disebut fotoelektron, mempunyai energi sebesar energi radiasi yang mengenainya.
Efek fotolistrik sangat dominan terjadi bila foton mempunyai energi rendah,
kurang dari 0,5 MeV dan lebih banyak terjadi pada material dengan nomor massa
besar. Sebagai contoh efek fotolistrik lebih banyak terjadi pada timah hitam (Z =
82) daripada tembaga (Z = 29).
Gambar 3. Efek fotolistrik (Zubaidah et al., 2012) 1
b. Efek Hamburan Compton
Proses hamburan Compton sebenarnya menyerupai efek fotolistrik, perbedaannya
hanya sebagian saja energi radiasi yang diberikan ke elektron (fotoelektron),
sedangkan sisanya masih berupa gelombang elektromagnetik yang dihamburkan.
Pada hamburan Compton, foton dengan energi hλi berinteraksi dengan elektron
terluar dari atom, selanjutnya foton dengan energi hλo dihamburkan dan sebuah
fotoelektron lepas dari ikatannya. Energi kinetik elektron (Ee) sebesar selisih
energi foton masuk dan foton keluar.
12
Ee = hλi – hλo ....................................................... (1)
Hamburan Compton sangat dominan terjadi bila foton mempunyai energi sedang
(di atas 0,5 MeV) dan lebih banyak terjadi pada material dengan nomor massa (Z)
yang rendah.
Gambar 4. Efek hamburan compton (Zubaidah et al., 2012) 1
c. Produksi Pasangan Ion
Proses produksi pasangan ion hanya terjadi bila energi foton lebih besar dari 1,02
MeV dan foton tersebut berhasil mendekati inti atom. Radiasi foton ketika berada
di daerah medan inti akan lenyap dan berubah menjadi sepasang elektron –
positron. Positron adalah partikel yang identik dengan elektron tetapi bermuatan
positif. Energi kinetik total dari dua partikel tersebut sama dengan energi foton
yang datang dikurangi 1,02 MeV.
Gambar 5. Produksi pasangan ion (Zubaidah et al., 2012) 1
13
Dosis Radiasi
Dosis radiasi adalah banyaknya energi radiasi yang diserap oleh materi
yang dilaluinya. Ada tiga macam besaran dosis radiasi (Zubaidah et al., 2012),
yaitu:
a. Dosis paparan (exposure dose), yakni kemampuan radiasi tertentu untuk
menimbulkan ionisasi pada medium yang tertentu pula. Satuan besaran dosis
ini adalah Roentgen (R).
1 R = 1 sme/gram
Atau dalam SI:
1 R = 2,58 x 10-4
Coulomb
b. Dosis serap (absorbed dose), yaitu jumlah energi radiasi (semua jenis radiasi
pengion) yang diserap oleh satu satuan massa/berat dari bahan atau medium
yang dilaluinya. Satuan dari dosis serap adalah rad (radiation absorbed dose).
1 rad = 100 erg/gram
Atau dalam SI, satuan dosis serap adalah Gray (Gy),
1 Gray = 1 joule/kg = 104 erg/gram = 100 rad
c. Dosis setara atau dosis ekivalen (eqivalent dose), yaitu menyatakan jumlah
energi radiasi yang diserap oleh satuan massa/berat bahan atau medium yang
dilaluinya dan sekaligus dikaitkan dengan efek biologisnya. Satuan yang lazim
dipakai adalah rem (rontgen equivalent man), atau dalam SI digunakan satuan
Sievert (Sv). 1 Sv = 1 joule/kg = 100 rem
14
Iradiator Karet Alam (IRKA)
Iradiator Karet Alam (IRKA) merupakan salah satu fasilitas iradiasi
gamma di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi
Badan Tenaga Nuklir Nasional, Pasar Jumat, Jakarta. Iradiator Karet Alam
(IRKA) merupakan iradiator gamma kategori IV yang dirancang untuk kapasitas
400.000 Ci.
Tipe iradiator ini adalah tipe penyimpanan basah dalam kolam air yang
terbuat dari bahan stainless steel SUS-304 dengan ukuran panjang 5m, lebar 2m,
dan dalam 7m. Air untuk kolam diolah pada Unit Pemprosesan Air (UPA) yang
menggunakan sistem deonizer yang mampu menghasilkan air demineral 1 m3/jam.
Di dasar kolam terdapat sebuah wadah penyimpanan sumber iradiasi (Source
Storage) yang mampu menampung sampai dengan aktivitas 400.000 Ci, dibuat
dari bahan timah hitam yang dibungkus dengan stainless steel SUS-304.
Iradiator ini dilengkapi dengan sistem lifter yang berfungsi untuk
menaikkan dan menurunkan sumber radiasi. Dengan besarnya aktivitas yang
dimiliki dan modifikasi pada ruang iradiasi, memungkinkan pemanfaatan IRKA
untuk iradiasi selain karet alam, yaitu untuk pengawetan dan sterilisasi produk
industri. Sumber iradiasi yang digunakan adalah Co-60 memancarkan foton
dengan energi sekitar 1,17 dan 1,33 MeV dan memiliki waktu paruh 5,2708 tahun.
Penurunan aktivitas terjadi terus menerus akibat peluruhan radioaktif, maka perlu
dilakukan penambahan, pemindahan, dan redistribusi sumber radiasi (Handayani
et al., 2012). Skema alat iradiator gamma dapat dilihat seperti pada Gambar 6.
15
Gambar 6. Skema alat iradiator gamma (Budihardjo et al., 2010) 1
Berdasarkan Gambar 6 dapat dijelaskan sebagai berikut (Budihardjo et al., 2010) :
1. Proses iradiasi suatu produk dimulai dari bagian loading – unloading yang
merupakan bagian tempat pertama kali barang produk dimasukan ke dalam
carrier (IN) yang siap dimasukan ke ruang iradiasi.
2. Barang produk tadi dibawa ke ruang iradiasi dengan menggunakan conveyor
(sistim penggerak target).
3. Jalur conveyor di dalam ruang iradiasi dibuat sedemikian sehingga setiap sisi
barang produk terkena paparan yang sama.
4. Barang produk yang telah diiradiasi akan keluar ke bagian unloading (OUT)
sebagai barang produk yang telah diiradiasi.
5. Pergerakan barang produk dari bagian loading (IN), masuk ke ruang iradiasi
sampai ke bagian unloading (OUT), pengaturan lama barang produk berada
di dalam ruang iradiasi dikendalikan oleh sistim instrumentasi dan kendali
(SIK).
16
6. Sumber radiasi dimasukan ke dalam rak sumber (ada 2 buah) dipasang
sejajar, diangkat dari kolam penyimpan sumber saat operasional dan
dimasukan ke kolam penyimpan sumber saat tidak dimanfaatkan / tidak
operasional.
Efek Iradiasi Sinar Gamma Terhadap Polimer
Iradiasi gamma dapat dimanfaatkan untuk proses polimerisasi dengan
mekanisme pengikatan silang (crosslinking) rantai polimer. Iradiasi gamma juga
dimanfaatkan untuk proses pencangkokan (grafting) yaitu proses penambahan
gugus fungsi aktif pada rantai polimer. Selain proses crosslinking dan grafting,
iradiasi gamma juga dapat menyebabkan degradasi yaitu proses pemutusan rantai
polimer sehingga diperoleh rantai polimer yang lebih pendek (Bhattacharya et al.,
2009).
Teknologi radiasi memiliki beberapa keunggulan dibanding teknologi
konvensional, yaitu hemat energi dan bahan, mudah dikontrol, dapat diproses
dalam kemasan yang tidak tahan panas, tidak meninggalkan residu, dan ramah
lingkungan. Iradiasi juga dapat berguna sebagai proses sterilisasi, tidak
menyebabkan bahan yang diiradiasi tersebut menjadi radioaktif dan juga tidak
menyebabkan toksik (Pusat Diseminasi Iptek Nuklir, 2007).
2.2. Karakterisasi Berat Molekul Kitosan Dengan Viskometer Ostwald
Berat molekul kitin dan kitosan dapat diukur dengan kromatografi
permeasi gel (GPC), osmometri, viskometri, hamburan cahaya, dan
17
ultrasentrifugasi (Yao et al., 2012). Salah satu pengukuran berat molekul kitosan
yaitu berdasarkan viskositas intrinsik. Pengukuran-pengukuran viskositas larutan
encer memberikan teknik yang paling sederhana dan paling banyak dipakai untuk
penetapan berat molekul polimer (Stevens, 2007).
Berat molekul kitosan dapat diukur berdasarkan viskositas intrinsik ( ).
Viskositas intrinsik yang dikemukakan oleh Mark-Houwink-Sakurada adalah:
[ ] .................................................... (2)
[ ] adalah viskositas intrinsik, k dan a adalah ketetapan untuk jenis polimer
tertentu, dan Mv adalah berat molekul rata-rata viskositas. Viskositas spesifik
( ) dapat dihitung dari data waktu alir beberapa konsentrasi larutan kitosan dan
pelarutnya dengan menggunakan persamaan (3):
.................................................... (3)
t1 adalah waktu alir rata-rata larutan kitosan dan adalah waktu alir rata-rata
pelarut. Viskositas spesifik ( ) dan konsentrasi (C) telah diketahui, selanjutnya
dapat menentukan nilai viskositas reduksi dengan persamaan (4):
...................................................... (4)
Nilai viskositas reduksi yang diperoleh diplotkan ke dalam grafik linier sehingga
diperoleh persamaan y = a + bx, dimana x adalah konsentrasi (C) dan y adalah
viskositas reduksi ( /C). Dari plot data tersebut diekstrapolasi ke konsentrasi
nol sehingga menghasilkan nilai viskositas intrinsik [ ] dari suatu larutan. Dari
nilai viskositas intrinsik [ ] dapat ditentukan berat molekul viskositas dengan
persamaan Mark-Houwink-Sakurada seperti pada persamaan (2).
18
Viskositas diukur pada konsentrasi sekitar 0,5 g/100 ml pelarut dengan
cara menetapkan lamanya aliran sejumlah volume larutan melalui kapiler yang
panjangnya tetap. Lamanya aliran dalam detik dicatat sebagai waktu untuk
meniskus lewat antara dua tanda batas pada viskometer (Stevens, 2007).
Gambar 7. Alat viskometer ostwald (Yazid, 2005) 1
Keterangan: x = batas atas (batas awal pengukuran waktu alir sampel)
y = batas bawah (batas akhir pengukuran waktu alir sampel)
A = tempat cairan sampel mengalir pada saat pengukuran
B = tabung kapiler
C = tempat cairan sampel
Metode ini ditentukan berdasarkan hukum Poiseuille menggunakan alat
viskometer Ostwald. Penetapannya dilakukan dengan mengukur waktu yang
diperlukan untuk mengalirnya cairan dalam pipa kapiler dari x ke y. Cairan yang
akan diukur viskositasnya dimasukkan ke dalam viskometer yang diletakkan pada
termostat. Viskometer Ostwald terdiri dari bola dengan nilai batas x dan y, yang
terkait dengan tabung kapiler B dan bola tempat cuplikan C. Cairan kemudian
dihisap dengan pompa dari dalam bola C ke dalam bola A sampai di atas tanda x.
19
Cairan dibiarkan mengalir ke bawah dan dicatat waktu yang diperlukan dari x ke y
(Yazid, 2005).
2.4. Karakterisasi Derajat Deasetilasi (DD) Kitosan Dengan FTIR
Derajat deasetilasi dapat didefinisikan sebagai rasio gugus asetil dan gugus
amino dari kitosan. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur
derajat deasetilasi, seperti alkalimetri (titrasi asam basa), titrasi elektrolit,
spektroskopi infra merah, analisis termal, kromatografi gas, dan spektroskopi
ultraviolet. Metode yang paling umum digunakan adalah titrasi asam basa, diikuti
oleh spektroskopi infra merah dan titrasi elektrolit (Yao et al., 2012).
Spektroskopi inframerah memberikan informasi tentang vibrasi molekul
atau lebih tepatnya pada transisi antara tingkat energi vibrasi dan rotasi dalam
molekul (Mohan, 2004). Penentuan DD dengan spektroskopi IR dilakukan dengan
metode baseline. Ada dua baseline yang biasa digunakan dalam penentuan DD,
yaitu baseline a yang diusulkan oleh Domszy et al (1985) dan baseline b seperti
yang diusulkan oleh Baxter et al (1992). Rumus untuk perhitungan baseline a
adalah:
DD = 100 – *(
)
+ .................................. (5)
Perhitungan dengan baseline b yang merupakan modifikasi dari metode yang
diusulkan oleh Domszy & Robert (1985) didasarkan pada rumus sebagai berikut:
DD = 100 – *(
) + .................................. (6)
20
Keterangan:
DD = derajat deasetilasi
A1655 = absorbansi pada bilangan gelombang 1655 cm-1
yang menunjukkan
serapan karbonil dari amida
A3450 = absorbansi pada bilangan gelombang 3450 cm-1
yang menunjukkan
serapan hidroksil dan digunakan sebagai standar internal
Metode pemilihan garis dasar untuk baseline a dan baseline b dapat dilihat pada
Gambar 8.
Gambar 8. Garis dasar untuk baseline a dan baseline b (Khan et al., 2002) 1
21
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama enam bulan, dimulai dari bulan November
2015 sampai bulan Mei 2016 di Laboratorium Bidang Proses Radiasi Bagian
Bahan Industri, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR) Badan Tenaga Nuklir
Nasional (BATAN), Jalan Lebak Bulus No. 49 Pasar Jumat, Jakarta Selatan
12440.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah iradiator sinar gamma
IRKA, timbangan analitik (AND GR-200), pH meter (Jenway 3505), oven
(Toyoseiki), hot plate, viscometer Ostwald, FTIR (Fourier Transform Infra Red)
(IRPrestige Shimadzu), termometer, blender, spatula, stopwatch, dan peralatan
gelas seperti erlenmeyer, corong, labu ukur, gelas ukur, batang pengaduk, gelas
beaker, dan pipet ukur.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah cangkang udang yang
diperoleh dari pengumpul limbah udang di Tangerang, natrium hidroksida
(Merck), asam klorida (Merck), asam asetat glasial (Merck), natrium asetat
(Merck), kalium bromida (Merck), dan aquades.
22
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Isolasi kitin dari cangkang udang (Paten Batan, 2009)
Kitin diisolasi dari limbah cangkang udang kering sebanyak 100 gram
melalui 2 proses yaitu demineralisasi dan deproteinasi.
Demineralisasi
Limbah cangkang udang direndam dalam 1000 ml HCl 1 N selama 24 jam
pada suhu kamar yang bertujuan untuk menghilangkan mineral-mineral pada
cangkang udang. Cangkang udang dicuci dengan aquades berkali-kali sampai air
cucian yang terakhir mempunyai pH 7.
Deproteinasi
Cangkang udang yang sudah bersih kemudian direndam dengan 1000 ml
NaOH 1 N selama 24 jam pada suhu kamar yang bertujuan untuk menghilangkan
protein-protein yang terdapat pada cangkang udang. Cangkang udang dicuci
dengan aquades berkali-kali sampai air cucian yang terakhir mempunyai pH 7.
Pengeringan
Sampel kitin dijemur di ruang terbuka yang langsung terkena sinar
matahari selama 1-3 hari tergantung keadaan cuaca, diusahakan setiap permukaan
kitin harus mendapat aliran udara bebas secukupnya. Tujuan pengeringan awal ini
adalah menurunkan kadar air menjadi di bawah 10%, agar kitin yang diperoleh
bisa aman disimpan sebelum diproses menjadi kitosan. Sampel dikeringkan dalam
oven dengan suhu di atas 40 - 80°C selama 2 hari agar kadar air kitin menjadi
kurang dari 5%.
23
Pemisahan kitin
Kitin dipisahkan menjadi 2 bagian, yaitu kitin dari seluruh cangkang
udang termasuk kepala dan ekor yang digunakan untuk menghasilkan kitosan
industri setelah dideasetilasi (kitosan A) dan kitin yang berasal dari cangkang
udang bagian badannya saja tanpa kepala dan ekor yang digunakan untuk
menghasilkan kitosan medis (kitosan B). Kitin diblender sehingga ukurannya
menjadi lebih kecil dan luas permukaan serpihannya menjadi lebih besar. Hal ini
memudahkan pada saat reaksi deasetilasi yang merubah kitin menjadi kitosan.
3.3.2. Deasetilasi kitin (Paten Batan, 2009)
Proses deasetilasi kitin menjadi kitosan dilakukan dengan cara merendam
kitin dalam larutan NaOH:air (50:50%) untuk kitosan A dan (60:40%) untuk
kitosan B, kemudian dipanaskan pada suhu 90°C selama 7 jam. Kitosan ditiriskan
dan kemudian dilakukan pencucian sampai pH netral. Proses deasetilasi
dimaksudkan untuk merubah kitin menjadi kitosan. Kitosan dicuci dengan
aquades berkali-kali sampai air cucian yang terakhir mempunyai pH 7. Kitosan
dikering anginkan pada udara terbuka selama 3 hari, kemudian dikeringkan dalam
oven pada suhu 50°C selama 3 hari untuk menghilangkan sisa-sisa air yang masih
ada pada kitosan agar diperoleh kitosan yang benar-benar kering.
3.3.3. Preparasi sampel untuk iradiasi (Paten Batan, 2009)
Serbuk kitosan dikemas dalam plastik, kemudian dimasukkan ke ruang
iradiasi lalu diiradiasi dengan sinar γ Co-60 pada dosis 25, 50, 75, 100, dan 150
kGy pada waktu paparan 3,6; 7,1; 10,7; 14,3; dan 21,4 jam dengan laju dosis 7
24
kGy/jam. Proses iradiasi dimaksudkan untuk merubah kitosan menjadi
oligokitosan.
3.3.4. Pengukuran berat molekul viskositas intrinsik (Mv) kitosan dengan
viskometer ostwald (Chattopadhyay et al., 2010)
Berat molekul viskositas intrinsik larutan kitosan diukur menggunakan
viscometer Ostwald. Kitosan 0,025; 0,05; 0,075; 0,1; 0,125 g dilarutkan dengan
25 ml buffer asetat (asam asetat 0,25 M + natrium asetat 0,25 M) pada pH 4,7
menjadi larutan kitosan 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; dan 0,5 % (b/v). Penentuan berat
molekul rata–rata dilakukan dengan pengukuran waktu alir dari larutan kitosan
serta waktu alir dari pelarut. Pengukuran waktu alir dilakukan pada suhu konstan
25 °C. Kemudian dihitung viskositas spesifik ( ) dari data waktu alir beberapa
konsentrasi larutan kitosan dan pelarutnya, dan viskositas reduksi ( dari nilai
dan konsentrasi dengan menggunakan persamaan :
......................................................... (7)
........................................................... (8)
Nilai viskositas reduksi yang diperoleh diplotkan ke dalam grafik linier sehingga
diperoleh persamaan y = a + bx, dimana x adalah konsentrasi (C) dan y adalah
viskositas reduksi ( /C). Dari plot data tersebut diekstrapolasi ke konsentrasi
nol sehingga menghasilkan nilai viskositas intrinsik [ ] dari suatu larutan.
25
Gambar 9. Plot konsentrasi versus viskositas reduksi untuk menentukan viskositas
intrinsik 1
Berat molekul rata–rata dihitung dengan persamaan Mark-Houwink-Sakurada
dengan harga k dan a yang sesuai.
[ ] .......................................................... (9)
Dimana untuk kitosan:
Keterangan: = waktu alir rata-rata pelarut
= waktu alir rata-rata larutan kitosan
= viskositas spesifik
= viskositas reduksi
= konsentrasi
[ ] = viskositas intrinsik
= konstanta pelarut
= konstanta
= berat molekul viskositas intrinsik
y = 32.44x + 5.186 R² = 0.9933
0
5
10
15
20
25
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
𝜂𝑠𝑝
/C
C (%)
26
3.3.5. Pengukuran derajat deasetilasi (DD) kitosan dengan FTIR (Zainol et
al., 2009)
Pengukuran derajat deasetilasi kitosan menggunakan Spektrofotometer
FTIR dengan rentang bilangan gelombang 4000 - 400 cm-1
. Sampel kitosan diukur
spektranya dengan cara dibuat dalam bentuk pellet KBr. Perubahan struktural
yang terjadi setelah radiasi diamati melalui perubahan spektrum. Derajat
deasetilasi (DD) untuk setiap sampel kitosan dihitung menurut baseline b dengan
persamaan sebagai berikut:
DD = 100 - [(A1655/A3450) x 115] ....................... (10)
Dimana: A1655 = Log (DF2/DE) ............................................................ (11)
A3450 = Log (AC/AB) .............................................................. (12)
Keterangan:
A1655 = absorbansi puncak absolut gugus amida pada bilangan gelombang
1655 cm-1
A3450 = absorbansi puncak absolut gugus hidroksil pada bilangan
gelombang 3450 cm-1
DF2 = % transmitans pada garis dasar
DE = % transmitans pada puncak minimum gugus amida
AC = % transmitans pada garis dasar
AB = % transmitans pada puncak minimum gugus hidroksil
27
Gambar 10. Metode perhitungan derajat deasetilasi berdasarkan dua
baseline (a) dan (b) (Zainol et al., 2009) 1
3.3.6. Pengukuran kelarutan kitosan (No et al., 2000)
Kitosan 0,5 % (b/v) dilarutkan dalam asam asetat 1 % (v/v), lalu
difiltrasi. Endapan dikeringkan dalam oven pada suhu 50 °C, kemudian
ditimbang. Persentase kelarutan kitosan ditunjukkan dengan berat kitosan yang
tersisa dibandingkan dengan berat kitosan awal.
Berat kitosan akhir = berat kitosan awal – berat endapan .............. (13)
% kelarutan kitosan =
x 100 % ......................... (14)
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kitosan dari Limbah Cangkang Udang
Cangkang udang mengandung tiga komponen utama yaitu protein (25-
40%), kalsium karbonat (45-50%), dan kitin (15-20%) (Kim, 2011). Kitin
diisolasi dari cangkang udang melalui proses demineralisasi, deproteinasi, dan
deasetilasi yang kemudian menghasilkan kitosan. Hasil rendemen kitin dan
kitosan yang dihasilkan dari limbah cangkang udang adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Data hasil rendemen kitin dan kitosan dari limbah cangkang udang 1
Material Berat (g) Rendemen (%) Pengamatan Visual
Cangkang udang 100 - warna kecoklatan
Kitin 30,84 30,84 warna putih kekuningan
Kitosan 24,36 78,99 warna putih
Limbah cangkang udang sebanyak 100 gram menghasilkan kitin dengan
rendemen 30,84% dan rendemen kitosan sebesar 78,99% seperti yang ditunjukkan
pada Tabel 1, dan hasil perhitungan rendemen kitin dan kitosan dapat dilihat pada
Lampiran 1. Nilai rendemen kitin dan kitosan ini lebih besar dibandingkan
rendemen yang diperoleh pada penelitian Hossain (2014) yaitu rendemen kitin
sebesar 13 – 17 % dengan perbedaan konsentrasi HCl yang digunakan, serta
rendemen kitosan sebesar 45,00 %, dan juga lebih besar jika dibandingkan dengan
29
penelitian Agustina (2015) yaitu sebesar 67,08 % dengan bahan baku cangkang
udang dan dengan proses pembuatan kitosan yang didahului dari demineralisasi.
Kandungan mineral utama cangkang udang yaitu CaCO3 dan Ca3(PO4)2
dalam jumlah kecil. Asam klorida dalam proses demineralisasi akan melarutkan
mineral-mineral tersebut. Reaksi pelarutan mineral yang terjadi dituliskan pada
persamaan reaksi (1) dan (2) (Kurniasih et al., 2011).
CaCO3 (s) + 2 HCl (aq) CaCl2 (aq) + CO2 (g) + H2O (l) ................... (15)
Ca3(PO4)2 (s) + 6 HCl (aq) 3 CaCl2 (aq) + 2 H3PO4 (aq) ................... (16)
Proses yang terjadi pada tahap demineralisasi adalah mineral yang terkandung
dalam cangkang udang bereaksi dengan HCl menghasilkan CaCl2 yang mudah
larut dalam air. Proses pemisahan mineral ditunjukkan dengan terbentuknya gas
CO2 berupa gelembung udara pada saat larutan HCl ditambahkan dalam sampel
(Hendry, 2008).
Pada prinsipnya proses deproteinasi adalah memisahkan atau melepaskan
ikatan-ikatan antara protein dan kitin. Protein yang terkandung dalam cangkang
udang akan larut dalam basa sehingga protein yang terikat secara kovalen pada
gugus fungsi kitin akan terpisah (Agustina et al., 2013). Mekanisme reaksi antara
protein dengan NaOH disajikan pada Gambar 11.
30
Gambar 11. Mekanisme reaksi antara protein dengan NaOH (Agustina et
al., 2013) 2
Prosesnya yaitu ion Na+ dari hasil disosiasi NaOH akan berikatan dengan
protein dan membentuk Na-proteinat yang larut dalam air (Kurniasih et al., 2011).
Kedua proses ini akan menghasilkan kitin yang selanjutnya akan diubah menjadi
kitosan dengan proses deasetilasi.
Deasetilasi bertujuan untuk menghilangkan gugus asetil pada kitin menjadi
gugus amina sehingga diperoleh kitosan. Hilangnya gugus asetil pada kitin
mengikuti mekanisme reaksi yang tersaji pada Gambar 12.
31
Gambar 12. Mekanisme reaksi deasetilasi kitin dengan NaOH
(Juniarso, 2008) 1
Reaksi tersebut memperlihatkan bahwa terdapatnya basa atau gugus
hidroksil -OH akan menyerang posisi karbonil dari asetil dan berikatan untuk
membentuk intermediet. Atom hidrogen H akan diikat oleh NH+ yang
mengakibatkan lepasnya ikatan karbonil dari asetil oleh NH+, yang menghasilkan
produk samping berupa garam asetat (CH3COONa) (Juniarso, 2008).
Proses deasetilasi menggunakan larutan NaOH konsentrasi tinggi, dalam
larutannya NaOH akan terurai menjadi ion Na+ dan OH
-. Setelah itu terjadi reaksi
adisi, gugus OH- masuk ke dalam gugus NHCOCH3 yang lebih elektropositif dan
terjadi eliminasi gugus CH3COO-
sehingga dihasilkan suatu amida yaitu kitosan
serta garam natrium asetat (CH3COONa) sebagai hasil samping (Arifin, 2012).
32
Deasetilasi kitin akan menghilangkan gugus asetil dan menyisakan gugus amino
yang bermuatan positif, sehingga kitosan bersifat polikationik.
Kitosan yang diperoleh kemudian diiradiasi sehingga diperoleh kitosan
iradiasi. Proses iradiasi ini bertujuan untuk mendapatkan kitosan dengan rantai
molekul yang lebih pendek (oligokitosan). Kitosan oligomer merupakan kitosan
yang telah mengalami depolimerisasi sehingga memiliki ukuran molekul yang
lebih kecil. Proses depolimerisasi terjadi melalui pemutusan ikatan β-glikosidik,
sehingga akan mempunyai bobot molekul yang lebih kecil daripada kitosan
sebelum terdepolimerisasi. Berkurangnya bobot molekul dari kitosan tersebut
akan menyebabkan sifat kelarutan yang semakin besar (Srijanto et al., 2006).
Iradiasi sinar gamma tersebut menyebabkan perubahan warna pada kitosan
menjadi kecoklatan. Terjadinya perubahan warna pada kitosan kemungkinan
disebabkan oleh adanya proses degradasi. Semakin tinggi dosis iradiasi maka
semakin pekat warna coklat yang dihasilkan seperti yang terlihat pada Gambar 13
(kitosan A) dan Gambar 14 (kitosan B). Perubahan warna yang relatif tajam
(browning) dengan meningkatnya dosis iradiasi menunjukkan bahwa efek
browning terjadi karena paparan iradiasi gamma yang meningkatkan konsentrasi
gugus C=O akibat pemutusan rantai molekul kitosan (Zainol et al., 2009).
33
Gambar 13. Serbuk kitosan A dosis 0, 25, 50, 75, 100, 150 kGy 1
Gambar 14. Serbuk kitosan B dosis 0, 25, 50, 75, 100, 150 kGy 1
Iradiasi sinar gamma mengubah sifat-sifat fisik permukaan polimer secara
signifikan baik warna maupun struktur permukaannya. Iradiasi ini menyebabkan
molekul yang tereksitasi akan terdisosiasi menjadi radikal bebas, yaitu spesi
reaktif yang berperan pada terjadinya degradasi dan ikatan silang ketika polimer
dipapari dengan radiasi gamma. Pembentukan radikal bebas menjadi sumber
terjadinya perubahan struktur kimia dan perubahan sifat-sifat polimer (Sulistioso
et al., 2013).
4.2. Karakteristik Berat Molekul Rata-Rata Viskositas Intrinsik (Mv)
Kitosan
Berat molekul kitosan dapat ditentukan dengan metode viskositas intrinsik
menggunakan alat viskometer Ostwald. Pelarut yang digunakan dalam penelitian
ini adalah buffer asetat yaitu campuran asam asetat 0,25 M dengan natrium asetat
0,25 M. Hasil pengukuran nilai viskositas spesifik kitosan yang diperoleh
34
dari selisih waktu alir tiap larutan kitosan dengan pelarutnya dibagi waktu alir
pelarut tersebut disajikan pada Tabel 2. Perhitungan nilai berat molekul viskositas
intrinsik dapat dilihat pada Lampiran 4.
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan
kitosan maka nilai viskositas spesifiknya semakin besar karena semakin lama
waktu yang dibutuhkan untuk mengalir pada pipa kapiler dengan jarak tertentu.
Namun sebaliknya, semakin tinggi dosis iradiasi maka nilai viskositas spesifiknya
semakin kecil karena waktu alirnya semakin cepat. Hal ini dikarenakan semakin
tinggi konsentrasi maka larutannya semakin kental, sedangkan semakin tinggi
dosis iradiasi maka larutannya semakin encer.
Tabel 2. Nilai viskositas spesifik kitosan pada masing-masing konsentrasi 1
Viskositas Spesifik Larutan Kitosan A
Dosis Iradiasi
(kGy)
Konsentrasi (%)
0,1 0,2 0,3 0,4 0,5
0 0,87 2,35 4,34 7,10 10,96
25 0,32 0,81 1,29 1,90 2,61
50 0,20 0,44 0,76 1,11 1,42
75 0,09 0,22 0,34 0,47 0,61
100 0,09 0,21 0,32 0,46 0,59
150 0,09 0,18 0,31 0,44 0,55
Viskositas Spesifik Larutan Kitosan B
Dosis Iradiasi
(kGy)
Konsentrasi (%)
0,1 0,2 0,3 0,4 0,5
0 0,83 2,02 3,87 7,20 10,59
25 0,29 0,65 1,05 1,53 2,18
50 0,18 0,40 0,67 0,92 1,19
75 0,09 0,19 0,31 0,43 0,57
100 0,08 0,18 0,29 0,41 0,53
150 0,08 0,18 0,29 0,41 0,53
Keterangan: Kitosan A = cangkang udang semua bagian + NaOH (50:50%)
Kitosan B = cangkang udang bagian badan + NaOH (60:40%)
35
Nilai viskositas spesifik yang diperoleh tersebut kemudian dimasukkan
dalam grafik terhadap C, sehingga diperoleh nilai viskositas intrinsik [ ]
dari persamaan regresi linier yang menunjukkan konsentrasinya sama dengan nol,
kemudian dari nilai viskositas intrinsik dapat ditentukan berat molekulnya dengan
persamaan Mark-Houwink-Sakurada. Nilai viskositas intrinsik dan berat molekul
kitosan yang diperoleh terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai viskositas intrinsik [ ] dan berat molekul rata-rata viskositas (Mv)
kitosan 1
Dosis Iradiasi
(kGy)
Kitosan A Kitosan B
[ ] Mv (Da) [ ] Mv (Da)
0 5,186 3,2 x 105
3,998 2,3 x 105
25 2,882 1,6 x 105 2,518 1,3 x 10
5
50 1,792 8,9 x 104 1,704 8,4 x 10
4
75 0,890 3,8 x 104 0,837 3,5 x 10
4
100 0,872 3,7 x 104 0,755 3,1 x 10
4
150 0,826 3,5 x 104 0,755 3,1 x 10
4
Keterangan: Kitosan A = cangkang udang semua bagian + NaOH (50:50%)
Kitosan B = cangkang udang bagian badan + NaOH (60:40%)
Berdasarkan tabel di atas diperoleh berat molekul kitosan sebelum
diiradiasi sebesar 3,2 x 105 Da untuk kitosan A dan 2,3 x 10
5 Da untuk kitosan B.
Iradiasi sampai dosis 150 kGy, terjadi penurunan berat molekul menjadi 3,5 x 104
Da untuk kitosan A dan 3,1 x 104 Da untuk kitosan B. Berat molekul tersebut
lebih rendah dibandingkan berat molekul yang diperoleh pada penelitian Zainol et
al (2009) yang menghasilkan berat molekul sebesar 5,7 x 105 Da untuk kitosan
tanpa iradiasi, 2,4 x 105 Da untuk dosis 25 kGy, 1,6 x 10
5 Da untuk dosis 50 kGy,
dan 1,1 x 105 Da untuk dosis 100 kGy.
36
Nilai berat molekul kedua jenis kitosan yang dihasilkan pada penelitian ini
masih lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Yacob et al (2010) yaitu 2,2 x
105 Da untuk kitosan tanpa iradiasi. Tetapi pada kitosan medis 100 kGy
menghasilkan berat molekul yang lebih kecil dibandingkan penelitian Yacob et al
(2010) yaitu 3,2 x 104 Da untuk kitosan 100 kGy.
Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi dosis iradiasi maka
semakin rendah nilai viskositas intrinsiknya sehingga berat molekulnya semakin
kecil. Hal ini disebabkan oleh perlakuan iradiasi pada kitosan yang menyebabkan
pemutusan rantai molekul kitosan pada ikatan 1,4-β-glikosida sehingga
menghasilkan kitosan dengan rantai molekul yang lebih pendek. Semakin pendek
rantai molekul kitosan maka berat molekulnya juga akan semakin kecil, karena
berat molekul viskositas (Mv) dipengaruhi oleh panjang rantai dan banyaknya
gugus percabangan, sehingga kelarutan kitosan akan semakin besar.
Mekanisme reaksi pemutusan rantai polimer kitosan dapat dilihat pada
Gambar 15. Paparan radiasi sinar gamma dapat menyebabkan terbentuknya
radikal pada posisi C1, C4, dan C5 yang diikuti proses penataan ulang atau
fragmentasi (Yoksan et al., 2004). Radikal pada masing-masing posisi tersebut
akan memotong rantai polimer kitosan maupun menghasilkan pembukaan cincin
kitosan yang diikuti dengan terbentuknya senyawa karbonil. Bertambahnya gugus
C=O merupakan produk dari proses fragmentasi kitosan. Radikal pada posisi C1
dan C4 akan menginisiasi pemotongan rantai pada ikatan (1,4)-β-glikosidik,
sedangkan adanya radikal pada posisi C5 akan menginisasi pembukaan cincin
37
piranosa kitosan. Pemotongan rantai pada ikatan (1,4)-β-glikosidik kitosan inilah
yang menghasilkan berat molekul kitosan yang rendah.
Gambar 15. Mekanisme pemutusan ikatan polimer kitosan (Yoksan et al.,
2004) 1
Perbedaan nilai berat molekul pada kedua jenis kitosan yang digunakan
pada penelitian ini. Kitosan B memiliki berat molekul yang lebih rendah dari
kitosan A seperti yang terlihat pada Tabel 3, hal ini karena kitosan B yang
disintesis dari kitin bagian badan saja memiliki tekstur yang lebih tipis dan
38
seragam sehingga lebih mudah larut. Kelarutan yang lebih tinggi menunjukkan
berat molekul yang lebih rendah sehingga akan menghasilkan berat molekul
kitosan yang rendah juga.
SNI 7949:2013 tidak menampilkan nilai berat molekul kitosan, oleh
karena itu digunakan standar spesifikasi kitosan lainnya sebagai pembanding.
Nilai berat molekul yang dihasilkan pada penelitian ini masih lebih tinggi
dibandingkan nilai berat molekul menurut standar mutu oligokitosan dari Qingdao
Yunzhou Biochemistry Co., Ltd yaitu sebesar < 8000 Da untuk kitosan industri
dan < 2000 Da untuk kitosan medis. Hal ini berarti kitosan yang dihasilkan pada
penelitian ini belum menjadi oligokitosan karena berat molekul yang diperoleh
masih di atas standar tersebut.
4.3. Karakteristik Derajat Deasetilasi (DD) Kitosan
Derajat deasetilasi menunjukkan banyaknya gugus amino bebas dalam
polisakarida kitosan. Salah satu cara untuk menentukan derajat deasetilasi kitosan
yaitu dengan menggunakan spektrofotometer FTIR (Fourier Transform Infra
Red). Spektrum FTIR kitosan dapat dilihat pada Gambar 16 dan Gambar 17.
Gambar spektrum FTIR kitosan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat
pita serapan pada bilangan gelombang 3480 cm-1
yang menunjukkan vibrasi ulur
gugus -OH. Selain itu, bilangan gelombang 2890 cm-1
menunjukkan vibrasi ulur
C-H alifatik (-CH2 dan CH3). Pita serapan pada bilangan gelombang 1660 cm-1
menunjukkan vibrasi tekuk C=O pada gugus amida, bilangan gelombang 1580
cm-1
menunjukkan vibrasi tekuk N-H dari NH2, bilangan gelombang 1355 cm-1
39
menunjukkan vibrasi C-H (CH3 dalam gugus amida), dan bilangan gelombang
1140 cm-1
dan 1050 cm-1
menunjukkan gugus C-O-C dalam rantai glikosida
(Erizal et al., 2012).
Gambar 16. Spektrum FTIR kitosan A 1
Gambar 17. Spektrum FTIR kitosan B 1
40
Nilai derajat deasetilasi kitosan dapat diukur dari spektrum FTIR dengan
metode baseline dengan menghitung serapan pada bilangan gelombang sekitar
1655 dan 3450 cm-1
. Pada penelitian ini menggunakan metode baseline Baxter et
al (baseline b). Berdasarkan spektrum FTIR yang dihasilkan dapat diketahui nilai
derajat deasetilasi kitosan pada masing-masing dosis iradiasi seperti yang terlihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai derajat deasetilasi kitosan pada masing-masing dosis iradiasi 1
Dosis Iradiasi
(kGy)
Kitosan A (%) Kitosan B (%)
Derajat Deasetilasi Derajat Deasetilasi
0 81,55 82,36
25 82,09 83,32
50 84,48 86,73
75 84,52 87,33
100 81,89 83,15
150 82,31 84,37
Keterangan: Kitosan A = cangkang udang semua bagian + NaOH (50:50%)
Kitosan B = cangkang udang bagian badan + NaOH (60:40%)
Tabel di atas menyimpulkan bahwa derajat deasetilasi kitosan sebelum
diiradiasi sebesar 81,55 % untuk kitosan A dan 82,36 % untuk kitosan B. Iradiasi
dengan dosis 25 sampai 75 kGy terjadi kenaikan derajat deasetilasi, namun pada
dosis 100 dan 150 kGy mengalami penurunan nilai derajat deasetilasi. Nilai
derajat deasetilasi tertinggi berada pada dosis 75 kGy dengan nilai derajat
deasetilasi kitosan A sebesar 84,52 % dan kitosan B sebesar 87,33 %. Perhitungan
nilai derajat deasetilasi dapat dilihat pada Lampiran 5.
41
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan adanya
iradiasi cenderung dapat meningkatkan nilai derajat deasetilasi namun nilai yang
dihasilkan tidak linier dengan semakin meningkatnya dosis iradiasi. Hal ini
dikarenakan radiasi sinar gamma tidak hanya memutus ikatan (1,4)-β-glikosidik
pada rantai polimer kitosan namun radiasi gamma dapat memutus rantai kitosan
secara acak (random) atau radiasi gamma dapat memutus semua jenis ikatan pada
rantai kitosan sehingga jumlah gugus asetil yang hilang tidak selalu meningkat
dengan kenaikan dosis iradiasi.
Nilai derajat deasetilasi yang dihasilkan pada penelitian ini lebih besar
dibandingkan penelitian Hossain et al (2014) yang menghasilkan derajat
deasetilasi sebesar 79,57 % untuk penggunaan NaOH 50 % dan 81,24 % untuk
penggunaan NaOH 60 %, dengan bahan baku dan proses pembuatan yang sama.
Namun nilai derajat deasetilasi pada penelitian ini lebih kecil dibandingkan nilai
derajat deasetilasi penelitian Zainol et al (2009) yaitu 94,90 % untuk kitosan tanpa
radiasi dan 88,77 – 93,30 % untuk kitosan 25 – 100 kGy. Hal ini karena kitosan
yang digunakan pada penelitian Zainol et al (2009) merupakan kitosan komersial
dengan derajat deasetilasi 92,4 %.
Nilai derajat deasetilasi kitosan A yang dihasilkan berkisar antara 81,55 –
84,53 %, nilai ini memenuhi standar mutu kitosan industri menurut Qingdao
Yunzhou Biochemistry Co., Ltd yaitu sebesar > 80 %, sedangkan nilai derajat
deasetilasi kitosan B yang dihasilkan berkisar antara 82,36 – 87,33 %, nilai
tersebut belum memenuhi standar mutu kitosan medis menurut Qingdao Yunzhou
Biochemistry Co., Ltd sebesar > 90 %. Selain itu, nilai derajat deasetilasi yang
42
dihasilkan pada penelitian ini sesuai dengan nilai derajat deasetilasi kitosan
menurut SNI 7949:2013 yaitu > 75 %.
Nilai derajat deasetilasi kitosan B lebih tinggi dari kitosan A. Hal ini
dikarenakan kitosan B yang disintesis dari kitin bagian badannya saja memiliki
tekstur yang lebih tipis dan seragam sehingga kelarutannya lebih tinggi.
Peningkatan kelarutan berbanding lurus dengan peningkatan derajat deasetilasi,
maka kelarutan kitosan yang lebih tinggi akan menghasilkan derajat deasetilasi
yang tinggi juga.
Proses deasetilasi kitosan B menggunakan NaOH dengan konsentrasi yang
lebih tinggi (60 %) dibandingkan kitosan A (50 %). Menurut Rokhati (2006)
semakin tinggi konsentrasi NaOH maka derajat deasetilasinya juga semakin
tinggi. Konsentrasi NaOH yang semakin tinggi, menyumbangkan gugus –OH
yang semakin banyak, sehingga gugus CH3COO- yang tereliminasi juga semakin
banyak dan menghasilkan gugus amina yang semakin banyak. Hal ini
diindikasikan dengan kenaikan derajat deasetilasi.
4.4. Karakteristik Kelarutan Kitosan
Kitosan larut dalam asam encer seperti asam asetat, asam format, dan asam
glutamat. Ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi kelarutan kitosan
diantaranya: suhu dan waktu deasetilasi, konsentrasi alkali, proses isolasi kitin,
rasio kitin dan alkali saat deasetilasi, dan ukuran partikel (Hossain et al., 2014).
Hasil kelarutan untuk kedua sampel kitosan ditunjukkan pada Gambar 18.
43
Gambar 18. Grafik hubungan antara kelarutan kitosan terhadap dosis iradiasi (A =
cangkang udang semua bagian + NaOH 50%, B = cangkang udang
bagian badan + NaOH 60%) 1
Berdasarkan grafik di atas diperoleh kelarutan kitosan sebelum diiradiasi
sebesar 81,60 % untuk kitosan A dan 87,64 % untuk kitosan B. Iradiasi kitosan
sampai 150 kGy, terjadi kenaikan kelarutan menjadi 85,63 % untuk kitosan A dan
92,97 % untuk kitosan B. Perhitungan kelarutan kitosan dapat dilihat pada
Lampiran 6. Hasil kelarutan ini lebih besar dibandingkan hasil kelarutan pada
penelitian Rochima (2007) yaitu sebesar 79,39 %, dengan metode uji yang sama.
Hasil kelarutan ini lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil penelitian
Hossain (2014) yaitu sebesar 97,02 – 97,65 % untuk kitosan tanpa iradiasi. Hasil
kelarutan kitosan pada penelitian ini tidak sesuai dengan SNI. Menurut SNI
7949:2013, kelarutan kitosan dalam asam sebesar > 99 %.
Persen kelarutan kitosan B lebih tinggi dari persen kelarutan kitosan A,
persen kelarutan tertinggi dihasilkan pada dosis 150 kGy, hal ini disebabkan
karena berat molekul kitosan B lebih kecil daripada kitosan A. Kelarutan kitosan
80
82
84
86
88
90
92
94
0 50 100 150 200
Ke
laru
tan
(%
)
Dosis Iradiasi (kGy)
kitosan A
kitosan B
44
dalam asam asetat berhubungan erat dengan berat molekul dan derajat deasetilasi
kitosan yang dihasilkan.
Peningkatan kelarutan berbanding lurus dengan penurunan berat molekul
kitosan. Semakin rendah berat molekul kitosan maka kelarutannya akan semakin
besar. Peningkatan kelarutan berbanding lurus pula dengan peningkatan derajat
deasetilasi, hal ini disebabkan gugus asetil pada kitin yang dipotong oleh proses
deasetilasi akan menyisakan gugus amina. Ion H pada gugus amina menjadikan
kitosan mudah berinteraksi dengan air melalui ikatan hidrogen (Rochima, 2007).
Sifat kitosan hanya dapat larut dalam asam encer, seperti asam asetat,
asam format, asam sitrat kecuali kitosan yang telah disubstitusi dapat larut air.
Asam asetat tergolong asam lemah golongan asam karboksilat yang mengandung
gugus karboksil (-COOH). Gugus karboksil mengandung sebuah gugus karbonil
dan sebuah gugus hidroksil. Gugus karboksil dalam asam asetat akan
memudahkan pelarutan kitosan karena terjadinya interaksi hidrogen antara gugus
karboksil dengan gugus amina dari kitosan (Rochima, 2007).
Dosis iradiasi sangat mempengaruhi kelarutan kitosan, semakin tinggi
dosis iradiasi maka semakin besar kelarutan kitosan. Hal ini karena semakin tinggi
dosis iradiasi yang diberikan pada kitosan maka menghasilkan kitosan dengan
berat molekul yang semakin kecil.
45
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Iradiasi gamma berpengaruh terhadap karakteristik kitosan yang
dihasilkan. Iradiasi sampai 150 kGy menyebabkan kitosan mengalami
penurunan berat molekul, kenaikan derajat deasetilasi dan kelarutan
seiring dengan bertambahnya dosis iradiasi.
2. Bahan baku cangkang udang dan konsentrasi NaOH mempengaruhi
karakteristik kitosan yang dihasilkan. Karakteristik kitosan yang disintesis
dari cangkang udang bagian badannya saja dengan pemberian NaOH 60 %
memiliki berat molekul yang lebih kecil, serta derajat deasetilasi dan
kelarutan yang lebih besar jika dibandingkan dengan kitosan yang
disintesis dari seluruh bagian cangkang udang dengan pemberian NaOH
50 %.
3. Karakteristik kitosan yang dihasilkan pada penelitian ini sesuai dengan
SNI 7949:2013 yaitu berwarna coklat muda sampai putih, dan derajat
deasetilasi > 75 %, serta sesuai dengan standar mutu kitosan yaitu
berwarna kuning muda sampai putih dan derajat deasetilasi > 80 % untuk
kitosan industri serta > 90 % untuk kitosan medis. Namun untuk berat
molekul dan kelarutan dalam asam tidak memenuhi SNI dan standar
tersebut.
46
5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian pada penambahan dosis iradiasi ( > 150 kGy) atau
penggunaan enzim pada proses degradasi kitosan sehingga diperoleh oligokitosan
dengan berat molekul yang lebih kecil, kelarutan lebih besar, dan derajat
deasetilasi yang lebih besar supaya memenuhi standar spesifikasi oligokitosan
serta dapat diaplikasikan di bidang medis.
47
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, S. dan Kurniasih, Y. 2013. Pembuatan Kitosan Dari Cangkang Udang
dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Untuk Menurunkan Kadar Logam Cu.
Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA III Tahun 2013.
Agustina, S., Swantara, I.M.D., dan Suartha, I.N. 2015. Isolasi Kitin,
Karakterisasi, dan Sintesis Kitosan Dari Kulit Udang. Jurnal Kimia. 9(2):
271-278.
Anjayani, M. 2009. Karakteristik Benang Kitosan Yang Terbuat Dari Kitin
Iradiasi dan Tanpa Radiasi. [Skripsi]. Jakarta: Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Arifin, Z. 2012. Pemanfaatan Teknologi Sonikasi Tak langsung Dalam Rangka
Produksi Kitosan. Jurnal Konversi. 1(1): 1-6.
Badan Standardisasi Nasional. 2013. Kitosan - Syarat Mutu dan Pengolahan. SNI
7949:2013.
Bastaman. 1989. Studies On Degradation and Extraction Of Chitin and Chitosan
From Prawn Shells. England: The Queen University of Belfast.
BATAN. 2008. Radiasi. http://www.batan.go.id/organisasi/kerjasama.php.
Baxter, A., Dillon, M., Taylor, K.D.A., dan Roberts, G.A.F. 1992. Improved
Method for i.r. Determination of The Degree of N-acetylation of
Chitosan. Journal Biol Macromol. 14: 166-169.
Bhattacharya, A., Rawlins, J.W., dan Ray, P. 2009. Polymer Grafting and
Crosslinking. Ebook. Canada: Wiley.
Budihardjo, S., Atmoko, D. F., Ramja, S., Sutomo, Suntoro, A., Pudjijanto, MS.,
dan Marnada, N. 2010. Disain Konsep Rancang Bangun Iradiator
Gamma (ISG-500) Untuk Pengawetan Hasil Pertanian. Proseding
Pertemuan Ilmiah Rekayasa Perangkat Nuklir PRPN-BATAN, 30
November 2010.
Chattopadhyay, D.P., dan Inamdar, M.S. 2010. Aqueous Behaviour of Chitosan.
International Journal of Polymer Science. 2010 (939536): 1-7.
Domszy, J.G. dan Roberts, G.A.F. 1985. Evaluation of Infrared Spectroscopic
Techniques for Analyzing Chitosan. Journal Makromol Chem. 186:
1671-1677.
48
Dutta, P.K. 2016. Chitin and Chitosan for Regenerative Medicine. Ebook. India:
Springer.
Erizal, Abbas, B., Sudirman, Deswita, dan Budianto, E. 2012. Pengaruh Iradiasi
Gamma Pada Sifat Fisik dan Mekanik Film Kitosan. Jurnal Kimia dan
Kemasan. 34(1): 192-198.
Fairand, B.P. 2002. Radiation Sterilization for Health Care Products (X-Rays,
Gamma, and Electron Beam). Ebook. USA: CRC Press.
Gryczka, U., Dondi, D., Chmielewski, A.G., Migdal, W., Buttafava, A., dan
Faucitano, A. 2009. The Mechanism of Chitosan Degradation By Gamma
And E-Beam Irradiation. Radiation Physics and Chemistry. 78(2009): 543-
548.
Handayani, Dadang, P., Yessy, W., Tjahyono, dan Winda P. 2012. Kumpulan
Makalah: Patir (Pusat Aplikasi Teknologi dan Radiasi).
Hendry, J. 2008. Teknik Deproteinasi Kulit Rajungan (Portonus pelagious) secara
Enzimatik dengan Menggunakan Bakteri Pseudomonas aeruginosa untuk
Pembuatan Polimer Kitin dan Deasetilasinya. Prosiding FMIPA Unila.
Hossain, M. S., dan Iqbal, J. A. 2014. Production and Characterization of
Chitosan from Shrimp Waste. Journal of the Bangladesh Agricultural
University. 12(1): 153–160.
Juniarso, E.T. 2008. Pemanfaatan Ekstrak Kasar Protease Dari Isi Perut Ikan
Lemuru (Sardinella Sp.) Untuk Deproteinisasi Limbah Udang Secara
Enzimatik Dalam Proses Produksi Kitosan. [Skripsi]. Universitas Jember.
Kaban, J. 2009. Modifikasi Kimia dari Kitosan dan Aplikasi Produk yang
Dihasilkan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang
Kimia Organik Pada Fakultas MIPA. Universitas Sumatera Utara, 24
Januari 2009.
Khan, T.A., Peh, K.K., dan Chang, H.S. 2002. Reporting Degree of Deacetylation
Values of Chitosan; The Influence of Analytical Methods. Journal Pharm.
Sci. 5(3): 205-212.
Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Kim, S.K. 2011. Chitin, Chitosan, Oligosaccharides and Their Derivatives:
Biological Activities and Applications. Ebook. USA: CRC Press.
Kim, S.K. 2014. Seafood Processing by Products. Ebook. USA: Springer.
Kurniasih, M dan Kartika, D. 2011. Sintesis dan Karakterisasi Fisika-Kimia
Kitosan. Jurnal Inovasi. 5(1): 42-48.
49
Marganof. 2003. Potensi Limbah Udang sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal,
Kadmium, dan Tembaga) di Perairan. Dissertation. IPB. Bogor
Mohan, J. 2004. Organic Spectroscopy: Principles and Applications. Ebook. UK:
Alpha Science International Ltd.
Nather, A. 2005. Bone Grafts and Bone Substitutes: Basic Science and Clinical
Applications. Ebook. Singapura: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.
No, H.K., Cho, I.Y., Kim, H.R., dan Meyers, S.P. 2000. Effective Deacetylation
of Chitin under Conditions of 15 psi/121 °C. Journal Agric Food Chem.
48(2000): 2625-2627.
No, H.K., Meyers, S.P., Prinyawiwatkul, W., dan Xu, Z. 2007. Applications of
Chitosan for Improvement of Quality and Shelf Life of Foods. Journal
Food Sci. 72: 87-100.
Ocloo, F.C.K., Quayson, E.T., Adu-Gyamfi, A., Quarcoo, E.A., Asare, D., Serfor-
Armah, Y., dan Woode, B.K. 2011. Physicochemical and Functional
Characteristics of Radiation-Processed Shrimp Chitosan. Journal
Radiation Physics and Chemistry. 80(2011): 837–841.
Paten Batan. 2009. Pembuatan Kitosan. No Paten ID P000034713.
Peranginangin, R. 2004. Prospek Pengembangan Produk Baru Dari Limbah Hasil
Perikanan Sebagai Bahan Baku Sekunder. Badan Riset Kelautan dan
Perikanan, 2004, hal 25.
Pusat Diseminasi Iptek Nuklir. 2007. Aplikasi Teknik Nuklir Dalam Pengawetan
Bahan Pangan. Jakarta: ATOMOS.
Qingdao Yunzhou Biochemistry Co., Ltd. 1999-2016. Chitosan
(Food/Industrial/Medical/Agricultural) Grade. Alibaba Group. China
Rao, M.S., Chander, R., dan Sharma, A. 2006. Radiation Processed Chitosan a
Potent Antioxidant. BARC Newsletter Issue No 273.
Rochima, E. 2007. Karakterisasi Kitin dan Kitosan Asal Limbah Rajungan
Cirebon Jawa Barat. Buletin Teknologi Hasil Pertanian. X(1): 9-22.
Rokhati, N. 2006. Pengaruh Derajat Deasetilasi Khitosan Dari Kulit Udang
Terhadap Aplikasinya Sebagai Pengawet Makanan. Jurnal Reaktor. 10(2):
54-58.
Sarmento, B., dan Neves, J.D. 2012. Chitosan-Based Systems for
Biopharmaceuticals. Ebook. UK: Wiley.
50
Srijanto, B., Paryanto, I., Masduki, dan Purwantiningsih. 2006. Pengaruh Derajat
Deasetilasi Bahan Baku Pada Depolimerisasi Kitosan. Jurnal Akta
Kimindo. 1(2): 67-72.
Stevens, M.P. 2007. Kimia Polimer. Diterjemahkan oleh: Sopyan, I. Jakarta:
Pradnya Paramita.
Sugita, P., Sjahriza, A., Wukirsari, T., dan Wahyono, D. 2009. Kitosan: Sumber
Biomaterial Masa Depan. Bogor: IPB Press.
Sulistioso, G.S., Wulanawati, A, Deswita, dan Sudirman. 2013. Sintesis Bahan
Dasar Tibial Tray Berbasis HDPE yang Diperkuat Dengan Iradiasi
Gamma. Jurnal Kimia Kemasan. 36(1): 197-206.
Terbojevich, M. dan Muzzarelli, R.A.A. 2000. Chitosan. University of Ancona.
Wiyarsi, A., dan Priyambodo, E. 2009. Pengaruh Konsentrasi Kitosan Dari
Cangkang Udang Terhadap Efisiensi Penjerapan Logam Berat. Jurnal
FMIPA UNY.
Yacob, N., Mahmod, M., Talip, N., Bahari, K., Hashim, K., dan Dahlan, K.Z.
2010. Radiation Degradation of Chitosan. Research and Development
Seminar. Bangi (Malaysia). 12-15 Oct 2010.
Yao, K., Li, J., Yao, F., dan Yin, Y. 2012. Chitosan-Based Hidrogels: Functions
and Applications. Ebook. USA: CRC Press.
Yazid, E. 2005. Kimia Fisika Untuk Paramedis. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Yoksan, R., Akashi, M., Miyata, M., dan Chirachanchai, S. 2004. Optimal γ-Ray
Dose and Irradiation Conditions for Producing Low-Molecular-Weight
Chitosan that Retains its Chemical Structure. Journal Radiation Research
Society. 161(2004): 471-480.
Young, R.J., dan Lovell, P.A. 2011. Introduction to Polymers: Third Edition.
Ebook. USA: CRC Press.
Zainol, I., Akil, H.Md., dan Mastor, A. 2009. Effect Of γ-Irradiation On The
Physical And Mechanical Properties Of Chitosan Powder. Journal
Material Science and Engineering. 29(2009): 292-297.
Zubaidah, A., Hidayati, S., Akhadi, M., Purba, M., Purwadi, D., Ariyanto, S.,
Winarno, H., Rismiyanto., Sofyatiningrum, E., Hendriyanto, H.,
Widyastono, H., Parmanto, E. M., dan Syahril. 2012. Buku Pintar Nuklir.
Pusat Diseminasi Iptek Nuklir, Pasar Jumat: Badan Tenaga Nuklir
Nasional.
51
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil rendemen kitin dan kitosan dari cangkang udang 1
Berat cangkang udang = 100 g
Berat kitin = 30,84 g
Berat kitosan = 24,36 g
Rendemen kitin =
x 100 % =
x 100 % = 30,84 %
Rendemen kitosan =
x 100 % =
x 100 % = 78,99 %
Lampiran 2. Hasil pengukuran waktu alir rata-rata kitosan pada masing-
masing konsentrasi 1
Tabel 5. Waktu alir rata-rata kitosan A 0 kGy 1
Konsentrasi
larutan, C (%)
Waktu alir, t (detik) Waktu alir rata-rata
(detik) t1 t2 t3
0,1 58,87 58,64 58,78 58,76
0,2 105,34 105,08 105,61 105,34
0,3 168,08 167,95 168,43 168,15
0,4 254,92 255,44 254,93 255,10
0,5 375,57 376,94 376,94 376,48
Tabel 6. Waktu alir rata-rata kitosan A 25 kGy 1
Konsentrasi
larutan, C (%)
Waktu alir, t (detik) Waktu alir rata-rata
(detik) t1 t2 t3
0,1 41,67 41,58 41,7 41,65
0,2 57,81 56,74 57,33 57,29
0,3 72,23 72,51 72,59 72,44
0,4 91,22 91,77 91,72 91,57
0,5 114,11 114,07 114,48 114,22
52
Tabel 7. Waktu alir rata-rata kitosan A 50 kGy 1
Konsentrasi
larutan, C (%)
Waktu alir, t (detik) Waktu alir rata-rata
(detik) t1 t2 t3
0,1 37,6 37,87 37,95 37,81
0,2 45,06 45,63 45,68 45,46
0,3 55,23 55,39 55,38 55,33
0,4 66,59 66,49 66,61 66,56
0,5 76,37 76,19 76,12 76,23
Tabel 8. Waktu alir rata-rata kitosan A 75 kGy 1
Konsentrasi
larutan, C (%)
Waktu alir, t (detik) Waktu alir rata-rata
(detik) t1 t2 t3
0,1 33,87 33,91 33,93 33,90
0,2 37,85 37,81 37,66 37,77
0,3 41,28 41,49 41,46 41,41
0,4 45,69 45,53 45,52 45,58
0,5 49,61 49,82 49,8 49,74
Tabel 9. Waktu alir rata-rata kitosan A 100 kGy 1
Konsentrasi
larutan, C (%)
Waktu alir, t (detik) Waktu alir rata-rata
(detik) t1 t2 t3
0,1 33,92 33,9 33,81 33,88
0,2 37,74 37,55 37,75 37,68
0,3 40,93 40,95 40,85 40,91
0,4 45,43 45,19 45,22 45,28
0,5 49,37 49,48 49,44 49,43
Tabel 10. Waktu alir rata-rata kitosan A 150 kGy 1
Konsentrasi
larutan, C (%)
Waktu alir, t (detik) Waktu alir rata-rata
(detik) t1 t2 t3
0,1 33,84 33,89 33,88 33,87
0,2 36,75 36,87 36,88 36,83
0,3 40,86 40,78 40,82 40,82
0,4 44,63 44,77 44,77 44,72
0,5 48,06 48,2 48,14 48,13
53
Tabel 11. Waktu alir rata-rata kitosan B 0 kGy 1
Konsentrasi
larutan, C (%)
Waktu alir, t (detik) Waktu alir rata-rata
(detik) t1 t2 t3
0,1 57,07 57,08 57,44 57,20
0,2 94,48 94,52 94,41 94,47
0,3 152,45 152,66 152,41 152,51
0,4 256,72 256,8 256,38 256,63
0,5 362,89 362,11 362,57 362,52
Tabel 12. Waktu alir rata-rata kitosan B 25 kGy 1
Tabel 13. Waktu alir rata-rata kitosan B 50 kGy 1
Konsentrasi
larutan, C (%)
Waktu alir, t (detik) Waktu alir rata-rata
(detik) t1 t2 t3
0,1 37,01 37,07 37,04 37,04
0,2 43,74 43,83 43,55 43,71
0,3 52 52,78 52,14 52,31
0,4 60,25 60,21 60,29 60,25
0,5 68,8 68,61 68,66 68,69
Tabel 14. Waktu alir rata-rata kitosan B 75 kGy 1
Konsentrasi
larutan, C (%)
Waktu alir, t (detik) Waktu alir rata-rata
(detik) t1 t2 t3
0,1 34,29 34,37 34,21 34,29
0,2 37,54 37,6 37,65 37,60
0,3 41,38 41,33 41,28 41,33
0,4 45,1 45,06 45,1 45,09
0,5 49,31 49,59 49,42 49,44
Konsentrasi
larutan, C (%)
Waktu alir, t (detik) Waktu alir rata-rata
(detik) t1 t2 t3
0,1 40,73 40,87 40,67 40,76
0,2 52,12 52,04 52,01 52,06
0,3 64,86 64,73 64,73 64,77
0,4 79,81 79,82 79,96 79,86
0,5 100,67 100,43 100,48 100,53
54
Tabel 15. Waktu alir rata-rata kitosan B 100 kGy 1
Konsentrasi
larutan, C (%)
Waktu alir, t (detik) Waktu alir rata-rata
(detik) t1 t2 t3
0,1 33,85 33,95 33,93 33,91
0,2 37,07 37,16 37,09 37,11
0,3 40,3 40,69 40,69 40,56
0,4 44,39 44,37 44,34 44,37
0,5 48,41 48,42 48,39 48,41
Tabel 16. Waktu alir rata-rata kitosan B 150 kGy 1
Konsentrasi
larutan, C (%)
Waktu alir, t (detik) Waktu alir rata-rata
(detik) t1 t2 t3
0,1 33,7 33,72 33,76 33,73
0,2 36,61 36,71 36,8 36,71
0,3 40,08 40,21 40,31 40,20
0,4 43,91 43,9 43,87 43,89
0,5 47,8 47,84 47,76 47,80
Lampiran 3. Hasil perhitungan viskositas spesifik ( kitosan pada masing-
masing konsentrasi 1
Tabel 17. Data waktu alir kitosan A dan waktu alir pelarut 1
Dosis iradiasi
(kGy)
Waktu alir rata-rata larutan kitosan A (detik) Waktu alir
pelarut (detik) 0,1 % 0,2 % 0,3 % 0,4 % 0,5 %
0 58,76 105,34 168,15 255,10 376,48 31,48
25 41,65 57,29 72,44 91,57 114,22 31,62
50 37,81 45,46 55,33 66,56 76,23 31,49
75 33,90 37,77 41,41 45,58 49,74 30,97
100 33,88 37,68 40,91 45,28 49,43 31,06
150 33,87 36,83 40,82 44,72 48,13 31,10
55
Rumus Perhitungan Viskositas Spesifik ( :
Kitosan A 0 kGy
a. 0,1 %
= 0,87
b. 0,2 %
= 2,35
c. 0,3 %
= 4,34
d. 0,4 %
= 7,10
e. 0,5 %
= 10,96
Tabel 18. Data waktu alir kitosan B dan waktu alir pelarut 1
Dosis iradiasi
(kGy)
Waktu alir rata-rata larutan kitosan B (detik) Waktu alir
pelarut (detik) 0,1 % 0,2 % 0,3 % 0,4 % 0,5 %
0 57,20 94,47 152,51 256,63 362,52 31,29
25 40,76 52,06 64,77 79,86 100,53 31,60
50 37,04 43,71 52,31 60,25 68,69 31,33
75 34,29 37,60 41,33 45,09 49,44 31,53
100 33,91 37,11 40,56 44,37 48,41 31,54
150 33,73 36,71 40,20 43,89 47,80 31,16
56
Rumus Perhitungan Viskositas Spesifik ( :
Kitosan B 0 kGy
a. 0,1 %
= 0,83
b. 0,2 %
= 2,02
c. 0,3 %
= 3,87
d. 0,4 %
= 7,2
e. 0,5 %
= 10,59
Lampiran 4. Perhitungan berat molekul rata-rata viskositas intrinsik (Mv)
kitosan 1
Tabel 19. Nilai berat molekul kitosan A 0 kGy 1
Konsentrasi (C) Viskositas
spesifik ( )
Viskositas
intrinsik [ ]
Berat
molekul
0,1 % 0,87 8,70
5,186 319494,41
Da
0,2 % 2,35 11,75
0,3 % 4,34 14,47
0,4 % 7,10 17,75
0,5 % 10,96 21,92
57
Dari grafik diperoleh nilai [ ] sebesar 5,186 sehingga berat molekul kitosan
dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:
[ ]
Dimana:
[ ] = Viskositas intrinsik
k dan α = Tetapan khas untuk polimer dan pelarutnya
(k = 1,4 x 10-4
dan α = 0,83 pada suhu 25°C)
M = Berat molekul kitosan (Da)
Maka:
[ ]
5,186 = 1,4 x 10-4
. M0,83
M0,83
=
M0,83
= 37042,86
M = √
= 319494,41 Da
= 3,2 x 105 Da
y = 32.44x + 5.186 R² = 0.9933
0
5
10
15
20
25
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
𝜂re
du
ksi
Konsentrasi (%)
Grafik Hubungan Antara Viskositas Reduksi Dengan Konsentrasi
58
Tabel 20. Nilai berat molekul kitosan B 0 kGy 1
Konsentrasi
(C)
Viskositas
spesifik ( )
Viskositas
intrinsik [ ]
Berat
molekul
0,1 % 0,83 8,30
3,998 233523,71
Da
0,2 % 2,02 10,10
0,3 % 3,87 12,90
0,4 % 7,20 18,00
0,5 % 10,59 21,18
[ ]
3,998 = 1,4 x 10-4
. M0,83
M0,83
=
M0,83
= 28557,14
M = √
= 233523,71 Da
= 2,3 x 105 Da
y = 33.66x + 3.998 R² = 0.9732
0
5
10
15
20
25
0 0.2 0.4 0.6
𝜂re
du
ksi
Konsentrasi (%)
Grafik Hubungan Antara Viskositas Reduksi Dengan Konsentrasi
59
Tabel 21. Nilai berat molekul kitosan pada masing-masing dosis iradiasi 1
Dosis Iradiasi
(kGy)
Kitosan A Kitosan B
Berat molekul viskositas intrinsik (Da)
0 3,2 x 105
2,3 x 105
25 1,6 x 105 1,3 x 10
5
50 8,9 x 104 8,4 x 10
4
75 3,8 x 104 3,5 x 10
4
100 3,7 x 104 3,1 x 10
4
150 3,5 x 104 3,1 x 10
4
Lampiran 5. Perhitungan nilai derajat deasetilasi kitosan dengan FTIR 1
1. Kitosan A 0 kGy
DF1 = 86 ; DF2 = 75 ; DE = 70 ; AC = 93,3 ; AB = 60,6
500750100012501500175020002500300035004000
1/cm
60
65
70
75
80
85
90
95
%T
industri 0 kGy
60
A1655 = log
= log
= 0,03
A3450 = log
= log
= 0,187
% DD = 100 - *
+
= 100 - *
+
= 100 – 18,45
= 81,55%
2. Kitosan A 25 kGy
500750100012501500175020002500300035004000
1/cm
60
67.5
75
82.5
90
97.5
%T
industri 25 kGy
61
3. Kitosan A 50 kGy
4. Kitosan A 75 kGy
500750100012501500175020002500300035004000
1/cm
65
70
75
80
85
90
%T
industri 50 kGy
500750100012501500175020002500300035004000
1/cm
75
80
85
90
95
100
105
110
%T
industri 75 kGy 2
62
5. Kitosan A 100 kGy
6. Kitosan A 150 kGy
500750100012501500175020002500300035004000
1/cm
52.5
60
67.5
75
82.5
90
97.5
%T
industri 100 kGy 3
500750100012501500175020002500300035004000
1/cm
60
67.5
75
82.5
90
97.5
105
%T
industri 150 kGy
63
7. Kitosan B 0 kGy
DF1 = 86,25 ; DF2 = 75 ; DE = 70,5 ; AC = 102 ; AB = 68
A1655 = log
= log
= 0,027
A3450 = log
= log
= 0,176
% DD = 100 - *
+
= 100 - *
+
= 100 – 17,64
= 82,36 %
500750100012501500175020002500300035004000
1/cm
67.5
75
82.5
90
97.5
105
%T
medical 0 kGy
64
8. Kitosan B 25 kGy
9. Kitosan B 50 kGy
500750100012501500175020002500300035004000
1/cm
75
80
85
90
95
100
%T
medical 25 kGy
500750100012501500175020002500300035004000
1/cm
85
90
95
100
105
%T
medical 50 kGy 4
65
10. Kitosan B 75 kGy
11. Kitosan B 100 kGy
500750100012501500175020002500300035004000
1/cm
75
80
85
90
95
100
%T
medical 75 kGy 4
500750100012501500175020002500300035004000
1/cm
60
67.5
75
82.5
90
%T
medical 100 kGy
66
12. Kitosan B 150 kGy
Tabel 22. Nilai derajat deasetilasi kitosan pada masing-masing dosis iradiasi 1
Dosis Iradiasi
(kGy)
Kitosan A Kitosan B
Derajat Deasetilasi (%) Derajat Deasetilasi (%)
0 81,55 82,36
25 82,09 83,32
50 84,48 86,73
75 84,52 87,33
100 81,89 83,15
150 82,31 84,37
500750100012501500175020002500300035004000
1/cm
72.5
75
77.5
80
82.5
85
87.5
90
92.5
%T
medical 150 kGy 2
67
Lampiran 6. Perhitungan kelarutan kitosan 1
Tabel 23. Nilai persen kelarutan kitosan A pada masing-masing dosis iradiasi 1
Dosis
iradiasi
(kGy)
Berat
kitosan
awal (g)
Berat
kertas
saring (g)
Berat kertas
saring +
endapan (g)
Berat
endapan
(g)
Berat
kitosan
akhir (g)
Persen
kelarutan
kitosan (%)
0 0,1250 0,8042 0,8272 0,0230 0,1020 81,60
25 0,1250 0,7362 0,7578 0,0216 0,1034 82,72
50 0,1253 0,7067 0,7276 0,0209 0,1044 83,32
75 0,1253 0,6576 0,6758 0,0182 0,1071 85,47
100 0,1252 0,6487 0,6669 0,0182 0,1070 85,46
150 0,1253 0,7155 0,7335 0,0180 0,1073 85,63
0 kGy
Berat endapan = (berat kertas saring + endapan) – (berat kertas saring)
= 0,8272 – 0,8042 = 0,023 g
Berat kitosan akhir = berat kitosan awal – berat endapan
= 0,1250 – 0,023 = 0,102 g
Persen kelarutan =
x 100 %
=
x 100% = 81,60 %
Tabel 24. Nilai persen kelarutan kitosan B pada masing-masing dosis iradiasi 1
Dosis
iradiasi
(kGy)
Berat
kitosan
awal (g)
Berat
kertas
saring (g)
Berat kertas
saring +
endapan (g)
Berat
endapan
(g)
Berat
kitosan
akhir (g)
Persen
kelarutan
kitosan (%)
0 0,1254 0,8689 0,8844 0,0155 0,1099 87,64
25 0,1250 0,9032 0,9174 0,0142 0,1108 88,64
50 0,1253 0,7043 0,7174 0,0131 0,1122 89,54
75 0,1254 0,6917 0,7048 0,0131 0,1123 89,55
100 0,1254 0,6886 0,6976 0,0090 0,1164 92,82
150 0,1252 0,7308 0,7396 0,0088 0,1164 92,97
68
0 kGy
Berat endapan = (berat kertas saring + endapan) – (berat kertas saring)
= 0,8844 – 0,8689 = 0,0155 g
Berat kitosan akhir = berat kitosan awal – berat endapan
= 0,1254 – 0,0155 = 0,1099 g
Persen kelarutan =
x 100 %
=
x 100% = 87,64 %
Lampiran 7. Spesifikasi standar mutu kitosan menurut SNI 7949:2013 1
Jenis uji Satuan Persyaratan
1. Warna - Coklat muda sampai putih
2. Fisika
Kelarutan dalam asam % Min 99
Viskositas cps Min 5
Benda asing - Negatif
3. Kimia
Kadar air % Maks 12
Kadar abu % Maks 5
Derajat deasetilasi % Min 75
Nitrogen* % Maks 5
Logam berat*
a. Arsen mg/kg Maks 5
b. Pb mg/kg Maks 5
pH 7-8
4. Mikrobiologi*
Escherechia coli APM/gram < 3
Salmonella per 25 gram Negatif
ALT koloni/g Maks 1×103
*Jika diperlukan
69
Lampiran 8. Spesifikasi standar mutu oligokitosan menurut Qingdao
Yunzhou Biochemistry Co., Ltd 1
Item Medical grade Food grade Feed grade
Appearance Light yellow powder Light yellow powder Light yellow powder
Average
Molecular Weight ≤ 2000, 1000 ≤ 3000, 2000 ≤ 8000, 5000, 3000
Degree
of deacetylation > 90%, 95% > 85%, 90%, 95% > 80%, 85%, 90%
pH 5.5 - 7.0 5.5 - 7.0 5.5 - 7.0
Loss on drying < 8.0% < 10.0% < 12.0%
Residue on ignition < 1.0% < 1.5% < 2.0%
Insoluble < 1.0% < 1.0% < 2.0%
Heavy metal (measured
by Pb) ≤ 10 ppm ≤ 10 ppm
Total bacterial count ≤ 1000 cfu/g ≤ 1000 cfu/g
Granularity 100 mesh
70
Lampiran 9. Dokumentasi penelitian 1
Cangkang udang Proses demineralisasi Proses pencucian
Proses deproteinasi Proses pencucian Kitin yang dihasilkan
Proses deasetilasi Pemanasan dalam waterbath Kitosan yang dihasilkan
Proses iradiasi kitosan dengan IRKA (Irradiator Karet Alam)
71
Karakterisasi berat molekul kitosan dengan viskometer ostwald
Karakterisasi derajat deasetilasi kitosan dengan FTIR
Karakterisasi kelarutan kitosan dengan metode gravimetri
72
BIODATA MAHASISWA
IDENTITAS PRIBADI
Nama Lengkap : Annisa Mardhatillah
Tempat Tanggal Lahir : Magetan, 17 April 1994
NIM : 1112096000024
Anak ke : 2 dari 2 bersaudara
Alamat Rumah : Komplek Dit Bekang AD RT 06/05 No 14 Kel.
Cibinong Kec. Cibinong Kab. Bogor Jawa Barat
16911
Telp/HP. : 087873592688
Email : [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
Sekolah Dasar : SDN Cibinong 3 Lulus tahun 2006
Sekolah Menengah Pertama : SMPN 2 Cibinong Lulus tahun 2009
SLTA/SMK : SMAN 1 Cibinong Lulus tahun 2012
Perguruan Tinggi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Masuk tahun 2012
PENDIDIKAN NON FORMAL
Kursus/Pelatihan
1. Keselamatan Kerja di Lab
(ISO/IEC 17025 : 2005)
: No. Sertifikat 08TA17025/UINSH/MK/11-16
73
PENGALAMAN ORGANISASI
1. Himpunan Mahasiswa Kimia
(HIMKA)
: Jabatan Staf Ahli Departemen Riset dan Teknologi
Tahun 2013 sd 2014
Jabatan Staf Ahli Departemen Kurikulum Tahun
2014 sd 2015
PENGALAMAN KERJA
1. Praktek Kerja Lapangan (PKL) : Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Tahun
2015
Judul PKL: Pengaruh Waktu Kontak Zeolit Alam
Terhadap Penyerapan Ion Logam (Pb2+
)
SEMINAR/LOKAKARYA
1. Seminar Nasional Biokimia
2014
: Mei/2014
2. Seminar Safety and Security
Laboratory
: September/2012