Download - Kasus Anemia
SKENARIO 1
Setelah Demam si Ali menjadi Muka Pucat
Ali (anak laki laki, usia 6 tahun) adalah anak yang cukup aktif disekolahnya. 5 hari ini , Ali tidak
dapat mengikuti kegiatan disekolah karena sedang mengalami demam yang tinggi, mialgia serta
terdapat anorexia. Akhirnya Ali pergi ke dokter tempat keluarga Ali biasa berobat, dan Ali diberi
obat Chloramfenicol, antipiretik, dan anti emetik. Setelah mengkonsumsi obat itu demam Ali hilang,
tetapi setelah itu muka Ali lama lama menjadi pucat, dadanya sering berdebar, malaise, nafsu
makan menurun, terdapat perdarahan disekitar gusinya dan petechie, ekimosis dipermukaannya.
Karena keadaan Ali memburuk Ali pergi berobat ke dokter spesialis Anak. Sang dokter
menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan sum-sum tulang.
Kira kira apakah yang terjadi pada Ali dan bagaimana penatalaksanaan serta pengobatan yang
terbaik buat Ali ?
Pemeriksaan penunjang :
Hb : 6 mg/dl
Leukosit : 8000/ µ L
Trombosit : 15.000/ µ L
Retikulosit: 50.000 / µ L
Neutrofil : 400 / µ L
Darah tepi : Makrositosis dan Poikilositosis
Seven Jump 2 Penetapan Masalah
1. Os mengalami demam yang tinggi, disertai dengan mialgia dan anorexia.
2. Setelah mengkonsumsi obat ( Kloramfenicol, antipiretik, antiemetik) demam Ali hilang, tetapi
setelah itu muka Ali lama lama menjadi pucat, dadanya sering berdebar, malaise, nafsu
makan menurun, terdapat perdarahan disekitar gusinya dan petechie, ekimosis dipermukaannya.
3. Efek samping dari Kloramfenikol, antipiretik, antiemetik
4. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 6 mg/dl
Leukosit : 8000/ µ L
Trombosit : 15.000/ µ L
Retikulosit: 50.000 / µ L
Neutrofil : 400 / µ L
Darah tepi : Makrositosis dan Poikilositosis
TINJAUAN TEORITIS
A. Fisiologi dan Morfologi Darah
a. Darah
Merupakan jaringan tubuh dan volume darah adalah 8 % dari berat badan, 55% adalah plasma dan
temperaturnya :38oc, ph 7,35 – 7, 45
Terdiri dari :
1. Eritrosit2. Leukosit3. Trombosit4. Plasma darah
b. Fungsi darah :
1. Sebagai alat transport :
a. O2 dari paru-paru diangkut keseluruh tubuhb. Co2 diangkut dari seluruh tubuh ke paru-paruc. Sari makanan diangkut dari jonjot usus ke seluruh jaringan yang membutuhkan.d. Zat sampah hasil metabolisme dari seluruh tubuh ke alat pengleluaran.e. Mengedarkan hormon dari kelenjar endokrin (kelenjar buntu) ke bagian tubuh tertentu.2. Mengatur keseimbangan asam dan basa
3. Sebagai pertahanan tubuh dari infeksi kuman
4. Untuk mengatur stabilitas suhu tubuh
c. Plasma darah
Plasma darah terdiri dari : 90 % air, 7 % protein : albumin, fibrinogen, globulin.protombin 3 % bahan
organic : lipid, garam, nutrient dan waste product
1. Sel-sel darah (bagian padat)
a. Eritrosit (sel darah merah)
Tidak berinti, mengandung hb (protein yang mengandung senyawa hemin dan fe yang
mempunyai daya ikat terhadap o2 dan co2), bentuk bikonkav, dibuat dalam sumsum merah tulang
pipih sedang pada bayi dibentuk dalam hati. Dalam 1 mm3 terkandung ± 5 juta eritrosit (laki-laki) dan
± 4 juta eritrosit (wanita). Setelah tua sel darah merah akan dirombak oleh hati dan dijadikan zat
warna empedu (bilirubin). Eritrosit berusia sekitar 120 hari. Sel yang telah tua dihancurkan di limpa
(Junquera, 1997)
b. LeukositLeukosit adalah sel darah yang mengendung inti, disebut juga sel darahputih. Didalam darah
manusia, normal didapati jumlah leukosit rata-rata 5000-9000sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari
12000, keadaan ini disebut leukositosis,bilakurang dari 5000 disebut leukopenia. Dilihat dalam
mikroskop cahaya maka seldarah putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam
keadaan hidupberupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti
yangbervariasi, yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan intibentuk bulat
atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler : linfosit selkecil, sitoplasma sedikit;
monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebihbanyak. Terdapat tiga jenis leukosir granuler:
neutrofil, basofil, dan asidofil (ataueosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap
zat warna netral basa dan asam. Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdapat dalam jenis
leukosit tertentu dan pada sebagian besar precursor (pra zatnya) (Leeson, 1990).
Granulosit
1. NeutrofilNeutrofil berkembang dalam sum-sum tulang dikeluarkan dalam sirkulasi, sel sel ini merupakan 60 -
70 % dari leukosit yang beredar. Garis tengah sekitar 12 um,satu inti dan 2-5 lobus. Sitoplasma
yang banyak diisi oleh granula-granula spesifik (0;3-0,8um) mendekati batas resolusi optik,
berwarna salmon pinkoleh campuran jenis romanovky.
Granul pada neutrofil ada dua :
A. Azurofilik yang mengandung enzym lisozom dan peroksidase.B. Granul spesifik lebih kecil mengandung fosfatase alkali dan zat-zat bakterisidal (protein
kationik) yang dinamakan fagositinNeutrofil jarang mengandung retikulum endoplasma granuler, sedikit mitokonria,apparatus golgi
rudimenter dan sedikit granula glikogen. Neutrofil merupakan garis depan pertahanan seluler
terhadap invasi jasad renik, menfagosit partikel kecil dengan aktif. Adanya asam amino d oksidase
dalam granula azurofilik penting dalam penceran dinding sel bakteri yang mengandung asam amino
d. Selama proses fagositosis dibentuk peroksidase. Mielo peroksidase yang terdapat dalam neutrofil
berikatan dengan peroksida dan halida bekerja pada molekultirosin dinding sel bakteri dan
menghancurkannya.
Dibawah pengaruh zat toksik tertentu seperti streptolisin toksin streptokokus membran granula-
granula neutrofil pecah, mengakibatkan proses pembengkakan diikuti oleh aglutulasiorganel-
organel dan destruksi neutrofil. Neotrofil mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan mampu
melakukan glikolisis baik secara arrob maupun anaerob. Kemampuan nautropil untuk hidup dalam
lingkungan anaerob sangat menguntungkan, karena mereka dapat membunuh bakteri dan
membantu membersihkan debris pada jaringan nekrotik. Fagositosis oleh neutrfil merangsang
aktivitas heksosa monofosfat shunt, meningkatkan glicogenolisis (Leeson, 1990).
2. EosinofilJumlah eosinofil hanya 1-4 % leukosit darah, mempunyai garis tengah 9um (sedikit lebih kecil dari
neutrofil). Inti biasanya berlobus dua, retikulum endoplasma mitokonria dan apparatus golgi kurang
berkembang. Mempunyai granula ovoid yang dengan eosin asidofkik, granula adalah lisosom yang
mengandung fosfatae asam, katepsin, ribonuklase, tapi tidak mengandung lisosim. Eosinofil
mempunyai pergerakan amuboid, dan mampu melakukan fagositosis, lebih lambat tapi lebih selektif
dibanding neutrifil. Eosinofil memfagositosis komplek antigen dan anti bodi, ini merupakan fungsi
eosinofil untuk melakukan fagositosis selektif terhadap komplek antigen dan antibody. Eosinofil
mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan darah dari pembekuan, khususnya
bila keadaan cairnya diubah oleh proses-proses patologi. Kortikosteroid akan menimbulkan
penurunan jumlah eosinofil darah dengan cepat (Leeson, 1990).
3. Basofil
Basofil jumlahnya 0-% dari leukosit darah, ukuran garis tengah 12um, inti satu, besar bentukilihan
ireguler, umumnya bentuk huruf s, sitoplasma basofil terisi granul yang lebih besar, dan seringkali
granul menutupi inti, granul bentuknya leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan
humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan
melalui proses diapedesis lekosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel
endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung.jumlah leukosit per mikroliter darah, pada
orang dewasa normal adalah4000-11000, waktu lahir 15000-25000, dan menjelang hari ke empat
turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. Variasi kuantitatif dalam sel-sel
ireguler berwarna metakromatik, dengan campuran jenis romanvaki tampak lembayung. Granula
basofil metakromatik dan mensekresi histamin dan heparin, dan keadaan tertentu, basofil
merupakan sel utama pada tempat peradangan inidinamakan hypersesitivitas kulit basofil. Hal ini
menunjukkan basofil mempunyaihubungan kekebalan (Leeson, 1990).
Granulosit
1. LimfositLimfosit merupakan sel yang sferis, garis tengah 6-8um, 20-30% leukosit darah.normal, inti
relatifbesar, bulat sedikit cekungan pada satu sisi, kromatin inti padat, anak inti baru terlihat dengan
electron mikroskop. Sitoplasma sedikit sekali, sedikit basofilik, mengandung granula-granula
azurofilik. Yang berwarna ungu dengan romonovsky mengandung ribosom bebas dan poliribisom.
Klasifikasi lainnya dari limfosit terlihat dengan ditemuinya tanda-tanda molekuler khusus pada
permukaan membran sel-sel tersebut. Beberapa diantaranya membawa reseptos seperti
imunoglobulin yang mengikat antigen spesifik pada membrannya. Lirnfosit dalam sirkulasi darah
normal dapat berukuran 10-12um ukuran yang lebih besar disebabkan sitoplasmanya yang lebih
banyak. Kadang-kadang disebut dengan limfosit sedang. Sel limfosit besar yang berada dalam
kelenjar getah bening dan akan tampak dalam darah dalam keadaan patologis, pada sel limfosit
besar ini inti vasikuler dengan anak inti yang jelas. Limfosit-limfosit dapat digolongkan berdasarkan
asal, struktur halus, surface markers yang berkaitan dengan sifat
Imunologisnya, siklus hidup dan fungsi (Leeson, 1990).
2. MonositMerupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari jumlah leukosit normal, diameter 9-10 um tapi pada
sediaan darah kering diameter mencapai 20um, atau lebih. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan
yang dalam berbentuk tapal kuda.kromatin kurang padat, susunan lebih fibriler, ini merupakan sifat
tetap momosit sitoplasma relatif banyak dengan pulasan wrigh berupa bim abu-abu pada sajian
kering. Granula azurofil, merupakan lisosom primer, lebih banyak tapi lebih kecil. Ditemui retikulim
endoplasma sedikit. Juga ribosom, pliribosom sedikit, banyak mitokondria. Apa ratus golgi
berkembang dengan baik, ditemukan mikrofilamen dan mikrotubulus pada daerah identasi
inti.monosit ditemui dalam darah, jaingan penyambung, dan rongga-rongga tubuh. Monosit
tergolong fagositik mononuclear (system retikuloendotel) dan mempunyai tempat-tempat reseptor
pada permukaan membrannya. Untuk imunoglobulin dan komplemen.monosit beredar melalui aliran
darah, menembus dinding kapiler masuk kedalam jaringan penyambung. Daiam darah beberapa
hari. Dalam jaringan bereaksi dengan limfosit dan memegang peranan penting dalam pengenalan
dan interaksi sel-sel immunocmpetent dengan antigen (Leeson, 1990).
c. Trombosit
Keping darah, lempeng darah, trombosit atau platelet, adalah fragmen sel yang
tersirkulasi dalam darah yang terlibat dalam mekanisme hemostatis tingkat sel yang menimbulkan
pembekuan darah (trombus).
Jumlah trombosit adalah 150.000 – 450. 000 keping/mm³ darah. Diameter 2- 4 mikrometer, umur
nya 7 -10 hari, Disfungsi atau jumlah keping darah yang sedikit dapat menyebabkan pendarahan,
sedangkan jumlah yang tinggi dapat meningkatkan risiko trombosis. Trombosit memiliki bentuk yang
tidak teratur, tidak berwarna, tidak berinti, berukuran lebih kesil dari eritrosit dan leukosit, dan mudah
pecah bila tersentuh benda kasar (Leeson, 1990).
B. Faktor –Faktor Pembekuan Darah
a. Faktor faktor pembekuan darah
1. F.I : Fibrinogen, Merupakan Precursor Fibrin ( Protein Terpolimerasi )
2. F. II : Protrombin, Merupakan Precursor Enzim Proteolitik Thrombin Dan Mungkin
Akselerator Lain Pada Konversi Protrombin.
3. F. III : Tromboplastin, Aktifator Lipoprotein Jaringan Pada Protrombin
4. F. IV : Ion Ca, Diperlukan Untuk Aktivasi Protrombin Dan Pembentukan Fibrin
5. F. V : Proakselerin, Merupakan Akselerator Plasma Globin : Suatu Faktor Plasma Yang
Mempercepat Konversi Protrombin Menjadi Thrombin
6. F. VI : Bentuk Aktif F.V
7. F. VII : Prokonvertin, Akselator Konversi Protrombin Serum : Suatu Serum Yang
Mempercepat Konversi Protrombin.
8. F. VIII : Anti Hemofilik Faktor (Ahg), Suatu Faktor Plasma Yang Berkaitan Dengan Faktor III
Trombosit Dan Faktor Christmas (Ix), Mengaktivasi Protrombin
9. F. IX : Christmas Faktor, Faktor Serum Yang Berkaitan Dengan Faktor-Faktor Trombosit Iii
Dan Viiiahg, Mengaktivasi Protrombin.
10. F. X : Stuart Prower Faktor, Suatu Faktor Plasma Dan Serum, Akselerator Konversi
Protrombin.
11. F. Xi : Plasma Tromboplastin Antecedent, Akselator Pembentukan Thrombin.
12. F. Xii : Hagemen Faktor, Suatu Faktor Plasma, Mengaktivasi Faktor Xi
13. F. Xiii : Fibrinase Faktor, Mengaktivasi Bekuan Fibrin Yang Lebih Kuat.
(FK UI, 2005).
b. Sumber-Sumber Faktor Pembekuan
1.Hati
Hal Ini Dikarenakan Hati Mensintesis Sebagian Besar Faktor Pembekuan, Sehingga Berperan
Penting Dalam Pembekuan Darah
2.Vitamin K
Vitamin K Sangat Penting Dalam Sintesis Protrombin Dan Faktor Pembekuan Lainnya Dalam
Hati. Absorbsi Vitamin K Dalam Usus Tergantung Pada Garam Empedu Yang Diproduksi Oleh
Hati (FK UI, 2005).
c. Pembentukan Sel Darah
Sel Sistim Hemopotetik Pluripoten Penginduksi Diferensiasi Sel Sistim Hemopoietik Pluripoten
Merupakan Asal Dari Seluruh Sel-Sel Dalam Darah Sirkulasi
1. Sel Darah Muncul Dari Mesoderm
2. Beberapa Saat Kemudian, Hati & Limpa Berfungsi Sebagai Jaringan Hematopoietik Sementara,
Namun Menjelang Bulan Kedua, Membentuk Sumsum Tulang Di Pusatnya.
3. Sewaktu Kecepatan Penulangan Pralahir Dari Sisa Kerangka Meningkat, Sumsum Tulang Menjadi
Jaringan Hematopoietik Utama
4. Sesudah Lahir & Semasa Kanak-Kanak, Eritrosit, Leukosit Granular, Monosit & Trombosit
Berkembang Dari Sel Induk Yang Terdapat Di Sumsum Tulang. Asal Dan Pematangan Sel-Sel Ini
Berturut-Turut Disebut Eritropoiesis, Monositopoiesis, Dan Megakariositopoeisis
5. Sumsum Tulang Juga Menghasilkan Sel-Sel Yang Bermigrasi Ke Organ Limfoid Yang
Menghasilkan Berbagai Tipe Limfosit (Ganong, 2005)
d. Produksi Sel-Sel Darah Merah
1. Minggu Petama Kehidupan Embrio, Sel Darah Primitive Yang Berinti Diproduksi Dalam Yolk Saw
2. Selama Pertengahan Trimester Masa Gestasimasi, Walaupun Cukup Banyak Diproduksi Juga
Dalam Limpa Dan Limfonodus
3. Pada Dasarnya Sumsum Tulang Dari Semua Tulang Memproduksi Sel Darah Merah Sampai
Seseorang Berusia 5 Tahun, Tetapi Sumsum Dari Tulang Panjang, Kecepatan Proksimal Humerus
& Tibia, Menjadi Sangat Berlemak Dan Tidak Memproduksi Lagi Setelah Kurang Lebih Berusia 20
Tahun
4. Di Atas 20 Tahun, Kebanyakan Sel Darah Merah Diproduksi Dalam Sumsum Tulang Membranosa,
Seperti Vertebrata, Sternum, Iga & Ileum. Sehingga Bertambahnya Usia Tulang-Tulang Ini Sumsum
Menjadi Kurang Produktif
e. Tahap-Tahap Diferensiasi Sel Darah Merah
Proeritroblas : Sel Petama Yang Dapat Dikenali Sebagai Bagian Dari Rangkaian Sel
Darah
Merah
Basofil Eritroblas : Sel-Sel Generasi Pertama Yang Terbentuk Banyak Sel Darah Merah
Yang
Matur Dari Pembelahan Beberapa Kali Sebab Dapat Dipulas Dengan
Zat
Warna Biasa
Retikolosit : Reticulum Endoplasma Direabsorbsi Karena Masih Mengandung
Sedikit
Bahan Basofilik Dari Golgi, Mitokondria & Sedikit Organel Sitoplamik
Eritrosit : Bahan Basofilik Yang Tersisa Sedikit Demi Sedikit
Akan Menghilang Dalam 1-2 Hari Dalam Retikulosit Normalnya (FK UI, 2005).
f. Pengaturan Produksi Sel Darah Merah Peran Eritropoietin
Oksigenasi Jaringan Sebagai Pengatur Dasar Dari Produksi Sel Darah Merah
Eritropoietin Berfungsi Untuk Merangsang Produksi Sel Darah Merah & Bentuknya Sebagai Respon
Terhadap Hipoksia
Peran Ginjal Dalam Pembentukan Eritropoietin
Pengaruh Eritropoietin Terhadap Pembentukan Sel-Sel Darah Merah
g. Pematangan Sel Darah Merah
2 Vitamin Yang Penting
B 12
Asam Folat
Keduanya Bersifat Penting Untuk Sintesis Dna Karena Masing-Masing Dalam Cara Yang Bebeda
Dibutuhkan Untuk Pembentukan Timidin Trifosfat, Yaitu Salah Satu Blok Pembangun Penting Dna
h. Kegagalan Pematangan Sel Darah Merah, Akmibat:
Kegagalan Pematangan Sel Akibat Buruknya Absorbs Vitamin B12-Anemia Pernisiosa
Kegagalan Pematangan Yang Disebabkan Oleh Defisiensi Asam Folat (Asam Pteroilglutamat)
i. Pembentukan Hb
Dimulai Dalam Proeritroblas Dan Kemudian Dilanjutkan Sedikit Dalam Stadium Retikulosit, Karena
Ketika Retikulosit Meninggalkan Sumsum Tulang & Masuk Ke Dalam Aliran Darah, Maka Retikulosit
Tetap Membentuk Sedikit Hemoglobin Selama Beberapa Hari Berikutnya
j. Penguraian Sel Darah Merah
Nadph Melayani Sel Darah Merah Dalam Beberapa Hal Penting:
Mempertahankan Kelenturan Membrane Sel
Mempertahankan Pengangkutan Ion-Ion Melalui Membran
Mempertahankan Besi Hb Sel Agar Tetap Dalam Bentuknya
Mencegah Oksidasi Protein Dalam Sel Darah Merah
(FK UI, 2005).
C. ANEMIA APLASTIK
a. DEFENISI
Anemia aplastik didefenisikan sebagai pansitopenia yang disebabkan oleh aplasia sum-sum tulang.
b. EPIDEMIOLOGI
Insidensi anemia aplastik bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta
penduduk per tahun. Penelitian The International Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study di
awal tahun 1980-an menemukan frekuensi di Eropa dan Israel 2 kasus persejuta penduduk. Di
Thailand dan Cina, angka kejadiannya yaitu lima hingga tujuh orang per satu juta populasi. Pada
umumnya, pria dan wanita memiliki frekuensi yang sama (Av.Hoffbrand, 2005).
c. KLASIFIKASI
Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut :
A. Klasifikasi menurut kausa:
1. Primer : kongenital dan idiopatik didapatKongenitalJenis fanconi memiliki suatu pola pewarisan resesif autosomal dan sering disertai dengan retardasi pertumbuhan dan cacat congenital di rangka (misalnya mikrosefalus, tidak adanya tulang radius atau ibu jari), kelainan saluran ginjal (misal ginjal tapal kuda), atau kulit (daerah-daerah hiperpigmentasi atau hipopigmentasi); kadang-kadang terdapat retardasi mental. Syndrome ini bersifat heterogen secara genetik dengan 7 gugus tambahan berbeda yang disebut FAA sampai FAG. Persoalan yang mendasari tampaknya adalah perbaikan (reapair) DNA yang mengalami gangguan. Sel dari penderita anemi fanconi memperlihatkan frekuensi pecahnya kromosom spontan yang sangat tinggi dan uji diagnostik adalah peningkatan pemecahan setelah inkubasi limfosit darah perifer dengan dengan diepoksibutana (tes DEB).Idiopatik didapatPenyakit ini merupakan jenis anemia aplastik yang paling sering ditemukan. Walaupun mekanismenya belum diketahui, respons yang baik terhadap globulin anti-limfosit (GAL) dan siklosporin menunjukkan bahwa kerusakan autoimun yang diperantarai sel T, kemungkinan terhadap sel induk yang berubah secara struktural dan fungsional, berperan penting.
2. Skunder : radiasi pengion, zat kimia, obat, infeksi.Seringkali disebabkan oleh kerusakan langsung di sumsum hemopoietik akibat radiasi atau obat-obat sitotoksik. Obat anti-metabolit (mis; metotreksat) dan inhibitor mitosis (mis; daunoribisin) menyebabkan aplasia sementara saja, tetapi agen pengalkil, khususnya busulfan, dapat terjadinya aplasia kronik. Beberapa individu menderita anemia akibat efek samping obat (misal; idiosinkrasi) yang jarang terjadi. Seperti kloramfenikol atau emas yang tidak diketahui bersifat sitotoksik, mereka juga dapat menderita penyakit ini dalam beberapa bulan setalah hepatitis virus (NON- A, NON- B, NON- C). Kloramfenikol memiliki insidensi toksikosis sumsum tulang sangat tinggi, sehingga obat ini harus digunakan untuk pengoabtan yang mengancam jiwa atau untuk penyakit yang membutuhkan obat ini sebagai pengobatan optimum (misal. tifoid). Zat kimia seperti benzena mungkin terlibat sebagai penyebab terlibat sebagai penyebab penyakit ini (Av.Hoffbrand, 2005).
B. Klasifikasi menurut prognosis1. Anemia aplastik berat, Neutrofil : <500/mm3
Trombosit : <20.0000/mm3
Retikulosit : <1%2. Anemia aplastik sangat berat, defenisinya sama seperti anemia aplastik berat kecuali neutrofil
<200/mm3
3. Anemia aplastik tidak berat, kesempatan sembuh mencapai 50% ( Harisson, 2008).d. PATOGENESIS
Anemia aplastik dapat disebabkan oleh:
1. Defisiensi absolut stem cell sumsum tulang2. Hambatan pada diferensiasi3. Supresi imun
4. Kelainan stroma( Harisson, 2008).e. ETIOLOGI
A. Faktor Genetik : Anemia Fanconi (kongenital)B. Obat-obatan dan Bahan Kimia
Banyak obat kemoterapi yang mengsupresi sum-sum sebagai toksisitas utamanya; efeknya tergantung dengan dosis dan dapat terjadi pada semua pengguna. Pada konteks penggunaan obat secara total, reaksi idiosinkronasi jarang terjadi walaupun pada beberapa orang terjadi dengan sangat buruk. Chloramphenicol, merupakan penyebab utama, namun dilaporkan hanya menyebabkan anemia aplasia pada sekitar 1/60.000 pengobatan dan kemungkinan angka kejadiannya sebenarnya lebih sedikit dari itu (resiko selalu lebih besar ketika berdasar kepada kumpulan kasus kejadiannya; walaupun pengenalan chloramphenicol dicurigai menyebabkan epidemic anemia aplasia, penghentian pemakaiannya tidak diikuti dengan peningkatan frekuensi kegagalan sum-sum tulang).Benzena merupakan penyebab yang diketahui dari kegagalan sum-sum tulang. Banyak data laboratorium, klinis, dan epidemiologi yang menghubungkan antara paparan benzene dengan anemia aplastik, leukemia akut, serta abnormalitas darah dan sum-sum tulang.
C. InfeksiHepatitis merupakan infeksi yang paling sering terjadi sebelum terjadinya anemia aplasia, dan kegagalan sum-sum paska hepatitis terhitung 5% dari etiologi pada kebanyakan kejadian. Pasien biasanya pria muda yang sembuh dari serangan peradangan hati 1 hingga 2 bulan sebelumnya; pansitopenia biasanya sangat berat. Hepatitis biasanya seronegatif (non-A, non-B, non-C, non-G) dan kemungkinan disebabkan oleh virus baru yang tidak terdeteksi. Kegagalan hepar fulminan pada anak biasanya terjadi setelah hepatitis seronegatif dan kegagalan sum-sum terjadi pada lebih sering pada pasien ini. Anemia aplastik terkadang terjadi setelah infeksi mononucleosis, dan virus Eipsten-Barr telah ditemukan pada sum-sum pada sebagian pasien, beberapanya tanpa disertai riwayat penyakit sebelumnya. Parvovirus B19, penyebab krisis aplastik transient pada anemia hemolitik dan beberapa PRCA (Pure Red Cell Anemia), tidak biasanya menyebabkan kegagalan sum-sum tulang yang luas. Penurunan hitung darah yang ringan sering terjadi pada perjalanan penyakit beberapa infeksi bakteri dan virus namun sembuh kembali setelah infeksi berakhir.
D. IradiasiAplasia sum-sum merupakan sekuele akut utama dari radiasi. Radiasi merusak DNA; jaringan bergantung pada mitosis aktif yang biasanya terganggu. Kecelakaan nuklir tidak hanya melibatkan pekerja namun juga pegawai rumah sakit, laboratorium dan industri (sterilisasi makanan, radiography metal,dll), begitupula dengan orang lain yang terpapar secara tidak sengaja. Sementara dosis radiasi dapat diperkirakan melalui angka dan derajat penurunan hitung darah, dosimetri dengan rekonstruksi paparan dapat membantu memperkirakan prognosis pasien dan dapat pula melindungi tenaga medis dari kontak dengan jaringan radioaktif dan sekret.
E. Kelainan Imunologis
Aplasia merupakan konsekuensi utama dan penyebab kematian yang tak terhindarkan pada keadaan transfusion-associated graft-versus-host disease (GVDH), yang dapat terjadi setelah infuse produk darah kepada pasien immunodefisiensi. Anemia aplastik sangat terkait dengan sindroma kolagen vaskuler yang jarang terjadi yang disebut fasciitis eosinophilic, yang ditandai dengan adanya indurasi yang sakit pada jaringan subcutaneous. Pansitopenia dengan hipoplasia sum-sum dapat pula terjadi pada systemic lupus erythematosus.
F. Kelompok idiopatik (Av.Hoffbrand, 2005).
e. MANIFESTASI KLINIS
Anemia aplastik dapat berupa asimptomatik, juga terdapat pucat, perdarahan (kulit, gusi, hidung,
saluran cerna, dll), demam, petekie, ekimosis dan sebagian kecil hepatomegali.
f. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Anemia bersifat normokrom normositik, atau makrositik, jumlah retikulosit biasanya sangat rendah jika dikaitkan dengan derajat anemia. Kadang-kadang ditemukan pula makrositosis dan poikilositosis.
2. Leucopenia. Terdapat penurunan selektif granulosit, tetapi tidak sampai 1,5 x109 /l.3. Sumsum tulang memperlihatkan adanya hipoplasia dengan hilangnya jaringan hemopoietik dan
penggantian oleh lemak yang meliputi lebih dari 75% sumsum tulang.4. Adanya defisiensi imun diketahui melalui penentuan titer immunoglobulin dan pemeriksaan
imunitas sel T.g. DIAGNOSIS
Kriteria minimal diagnosis anemia aplastik adalah:
1. Pansitopenia berupa kadar hemoglobin < 13% (pria) dan <12% (wanita), jumlah neutrofil <1500/mm3 , leukosit <4000/mm3 dan trombosit <150.000/mm3 .
2. Aplasia atau hipoplasia sumsum tulang. Sediaan hapus aspirat sumsum tulang memperlihatkan peningkatan sel-sel lemak, hipoplasia eritroid, myeloid limfosit tampak meningkat. Walaupun hasil aspirasi sumsum tulang mengesankan suatu diagnosis anemia aplastik, harus tetap dilaksanakan biopsi tulang (Av.Hoffbrand, 2005).
h. PENATALAKSANAAN
Umum
Penyebabnya (jika diketahui) harus disingkirkan, misalnya menghentikan radiasi atau terapi
obat. Penatalaksanaan awal meliputi perawatan suportif dengantransfusi darah, konsentrat
trombosit dan pengobatan serta pencegahan infeksi.
Penanganan anemia aplastik meliputi :
- Tindakan suportif
untuk mencegah perdarahan dan infeksi
- Transfusi darah
- Bone Marrow stimulants dengan immunosupresif
dan hematopoietic growth factors
- Transplantasi sumsum tulang
Spesifik
I. Menghentikan atau menghindari zat toksik yang
II. tersangka sebagai penyebab anemia aplastik
III. Menjaga hygiene penderita untuk mencegah infeksi atau perdarahan
Perlukaan dihindari
Sikat gigi harus dengan sikat gigi yang lunak
Bila haid berlebihan, diberi kontraseptif
Jangan mempergunakan aspirin
IV. Transfusi darah
Diberi transfusi packed red cells ( PRC ) sampai kadar hemoglobin 7 – 8 g %
Transfusi dalam bentuk washed atau frozen red blood cells untuk menghindari reaksi imun.
V. Transfusi trombosit dilakukan bila :
Trombositopenia berat, disertai perdarahan dibawah kulit
Perdarahan masif saluran pencernaan
Perdarahan otak, perdarahan retina
Purpura yang cepat meluas
VI. Diberi transfusi trombosit konsentrat sampai hitung trombosit > 20.000 / mm3
VII Transfusi buffy coat granulocytes consentrate diberi bila
Hitung neutrofil < 200 / mm3 disertai sepsis gram negatif
Neutropenia berat disertai penyakit infeksi yg tidak terkendalikan dgn pemberian antibiotik
adekuat
VIII. Pemberian Bone Marrow stimulants seperti :
immunosupresif
- Champlin dkk ( 1983 ) menyarankan
penggunaan imunosupresif pada penderita
berumur > 40 tahun yg tidak dapat menjalani
transplantasi sst dan pada penderita yg telah
mendapat transfusi berulang
- Anti Timosit Globulin ( ATG )
- Cyclosporine A
- Anti-T cell agent
IX. Hematopoietic growth factors
G-CSF ( Granulocyte colony stimulating factors )
GM-CSF ( Granulocyte monocyte colony stimulating factors )
Kortikosteroid
Androgen
X.Transplantasi sumsum tulang
Pada severe aplastic anemia, transplantasi sst merupakan pengobatan pilihan.
Keberhasilan transplantasi sst tergantung pada :
- masalah penolakan graft
- penyakit graft lawan resipien
- infeksi dan Umur
XI. Penderita mild atau moderate aplastic anemia umumnya tidak memerlukan penanganan segera
dan dapat hidup bertahun-tahun.
XI. Penderita anemia aplastik berat ( severe ) memiliki resiko besar untuk terkena infeksi
Bila demam, dilakukan pemeriksaan kultur darah
Pemberian antibiotik yg sensitif terhadap bakteri
gram positif dan gram negatif selama minimal 48
jam demam berhenti dan hasil kultur darah negatif
Jika penderita tetap demam dan tidak ada perubahan
klinis obat anti jamur dan obat anti virus sebaiknya
diberikan ( FK UI, 2005).
D. ANEMIA MEGALOBLASTIK
a. Defenisi
Anemia megaloblastik merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis DNA dan
ditandai oleh sel megaloblastik.
b. Etiologi
1. Defisiensi vitamin B122. Defisiensi asam folat3. Gangguan metabolism vitamin B12 dan asam folat4. Gangguan sintesis DNA akibat dari defisiensi enzim congenital, didapat setelah pemberian obat
atau sitostatik tertentu (FK UI, 2005)
c. Patofisiologi
Timbulnya megaloblast adalah akibat gangguan maturasi inti sel karena gangguan sintesis DNA
sel-sel eritroblas.
d. Klasifikasi etiologi anemia megaloblastik
1. Defisiensi vitamin B12a. Pasien tidak makan daging hewan atau ikan, telur, susu (yang mengandung vitamin
B12 ).b. Adanyan malabsorbsi akibat:
i. Kelainan lambung: anemia pernisiosa, gastrektomi total atau parsial.
ii. Kelainan usus: pasien reseksi ileum , intestinal loop syndrome.2. Defisiensi Asam Folata. Makanan kurang gizi asam folat terutama pada usia tua , penghuni panti, kemiskinan,
dan diet khusus.b. Ekskresi asam folat yang berlebihan melalui urin ini terjadi pada penyakit hati yang aktif
atau kegagalan faal jantung. Obat-obat anti konvulsan Malabsorbsi asam folat misalnya karena tropical sprue, penyakit celiac. Kebutuhan yang meningkat akibat: Keadaan fisiologis misalnya hamil, menyusui, dan prematurasi. Keadaan patologis misalnya anemia hemolitik,penyakit keganasan.
Tabel. Perbedaan Vitamin B12 dan Asam Folat Berdasarkan Aspek Nutrisi
Vitamin B12 Asam Folat
Asupan harian normal dari
makanan
7-30ug 200-250ug
Asal makanan Hati, daging, ikan, susu Sebagian besar khususnya
hati, sayuran hijau, ragi.
Kebutuhan harian minimal
untuk dewasa
1-2ug 100-150ug
Cadangan dalam tubuh 2-3mg ( cukup 2-4 tahun ) 10-12mg ( cukup untuk 4 bulan)
Absorbsi
Letak Mekanisme Batas
Ileum Faktor intrinsic 5-10ug/ hari
Duodenum dan yeyenum Konversi menjadi metal
tetrahidrofolat 50-80% kandungan
makanan.
Sirkulasi Enterohepatik 5-10ug/hari 90ug/hari
Transpor dalam plasma Sebagian besar terikat pada TC
I, TC II
(Transkobalamin),esensial
untuk ambialn sel
Terikat lemah pada albumin
( FKUI, 2005)
e. Gejala Klinis
1. Defisiensi Vitamin B12 : lemah, letih, lemah, sakit kepala, palpitasi, pucat, keluhan nyeri lidah, anoreksia, berat badab turun, diare.
2. Defisiensi Asam folat : pucat, letih, lemah, pusing, sukar tidur, pada auskultasi terdengar bising sistolik.
f. Diagnosis
1. Gejala klinis2. Menentukan kadar vitamin B12 dan asam folat dalam darah.Kadar normal vitamin B12
serum antara 160-925 ug/L, sedangkan asam folat dalam serum 3,0-15,0 ug/L3. Menentukan penyebab kekurangan vitamin B12 dan asam folat.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan defisiensi B12 dan asam folat
Untuk kekurangan Vitamin B12
I. Anamnesis makanan II. Tes absorbs vitamin B12 dengan atau tanpa faktor intrinsic III. Penentuan faktor intrinsic dan antibody terhadap sel parietal lambung IV. Endoskopi,foto saluran makanan bagian atas V. Analisis cairan lambung
Untuk kekurangan Asam Folat
I. Anamnesis makanan II. Uji untuk malasorbsi intestinal III. Penyakit yang mendasari
g. Pengobatan
1. Untuk Defisiensi Vitamin B12a) Diberikan vitamin B12 100-1000 ug intramuscular sehari selama 2 minggu,selanjutnya
100-1000 ug intramuscular setiap bulan. Bila ada kelainan neurologis terlebih dahuly diberikan tiap 2 minggu selama 6 bulan baru kemudian diberikan sebulan sekali. Bila pasien sensitive terhadap suntikan dapat diberikan secara oral 1000ug sekali sehari asal jika tidak terdapat gangguan absorbsi.
b) Transfusi darah diberikan bila kadar Hb < 5 gr% disertai keadaan umum jelek misal gagal jantung, infeksi berat. Transfusi darah sebaiknya diberikan packed red cells2.Untuk Defisiensi Asam FolatDiberikan asam folat 1-5 mg/hari per oral selama 4-5 minggu, asal tidak dapat terdapat gangguan absorbsi. Asam folat tersedia dalam kemasan tablet @ 1 mg dan suntikan @ 5mg/mL atau dalam bentuk multivitamin dengan dosis 0,1 - 1,0 mg tiap tablet.( FKUI, 2005)
E. ANEMIA HEMOLITIKa. Defenisi Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh peningkatan kecepatan destruksi eritrosit. Hiperplasia eritropoiesis dan pelebaran sum sum tulang menyebabkan meningkatnya destruksi eritrosit beberapa kalib. Klasifikasi1. Anemia hemolitik herediter2. Anemia hemolitik didapatc. Gambaran Klinis
Pasien memprlihatkan kepucatan membran mukosa, ikterus ringan, spelomegali, tidak terdapat bilirubin dalam urin
F. PENYEBAB PANSITOPENIA
a. Definisi
Suatu keadaan dimana kadar hemoglobin kurang dari 13 g% (pada pria) atau kurang dari 12 g%
(pada wanita), jumlah neutrofil absolut kurang dari 1500/mm3 (biasanya jumlah leukosit kurang dari
4000/mm),dan jumlah trombosit kurang dari 150.000/mm3
b. Penyebab pansitopenia
1. Defisiensi B12 : anemia megaloblastik.
1. Pasien yang tidak makan daging hewan atau ikan,telur,susu (yang mengandung vitamin B12 )
2. Adanya malabsorpsi akibat:
a. Kelainan lambung:
- anemia pernisiosa
- kelainan kongenital faktor intrinsik
- gastrektomi total atau parsial
b. Kelainan usus:
- intestinal loop syndrome
- tropical sprue
- pasien reseksi ileum
2. Defisiensi asam folat
1. Karena makanan yang kurang gizi asam folat terutama pada orang tua,gastrektomi parsial dan
akibat hanya minum susu kambing.
2. Malabsorpsi asam folat misalnya karena tropical sprue,penyakit coeliac.
3. Kebutuhan yang meningkat akibat :
a. keadaan fisiologis, misalnya hamil,laktasi dan prematuritas.
b. keadaan patologis misalnya anemia hemolitik,penyakit keganasan serta penyakit kolagen.
4. Ekskresi asam folat yang berlebihan melalui urin terjadi pada penyakit hati
yang aktif atau kegagalan faal jantung.
5. Obat-obat anti konvulsan dan sitostatik tertentu.
2. Kegagalan stem cell : anemia aplastik
a. faktor genetik
b. obat-obatan dan bahan kimia
c. infeksi
d. iradiasi
e. kelainan imunologis
3.Infiltrasi sumsum tulang:leukimia,limfoma,mieloma,karsinoma,mielofibrosis
4. Destruksi primer : hipersplenisme,infeksi berat
5. Autoimun : lupus eritematosus sistemik (LES)
( FKUI, 2005)
G. PEMERIKSAAN UNTUK DIAGNOSIS ANEMIA
a.PEMERIKSAAN LABORATORIUMPemeriksaan Laboratorium merupakan penunjang diagnostik pokok dalam diagnosis anemia.
Pemeriksaan ini terdiri dari :
1. Pemeriksaan PenyaringPemeriksaan penyaring untuk kasus anemia terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan hapusan darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia serta jenis morfologik anemia tersebut yang sangat berguna untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut.
2. Pemeriksaan Darah Seri AnemiaPemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit dan laju endap darah. Sekarang sudah banyak dipakai automatic hematology analyzer yang dapat memberikan presisi hasil yang lebih baik.
3. Pemeriksaan Sumsum TulangPemeriksaan sumsum tulang memberikan informasi yang sangat berharga mengenai keadaan sistem hematopoesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis definitif pada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tulang mutlak diperlukan untuk diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta pada kelainan hematologik yang dapat mensupresi eritroid.
4. Pemeriksaan KhususPemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada :
1) Anemia defisiensi besi : serum iron. TIBC (total iron binding capacity), saturasi transferin, protoporfirin eritrosit, feritin serum, reseptor transferin dan pengecatan besi pada sumsum tulang ( Pearl’s stain).
2) Anemia megaloblastik : folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi deoksiuridin dan tes Schiling.
3) Anemia hemolitik : bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis hemoglobin dan lain-lain.4) Anemia aplastik : biopsi sumsum tulang.
Juga diperlukan pemeriksaan non- hematologik tertentu seperti misalnya pemeriksaan faal hati, faal ginjal dan faal tiroid (FKUI, 2006)
H. FARMAKOLOGI KLORAMFENIKOL, ANTIPIRETIK, ANTIEMETIKa. KLORAMFENIKOL
1. Asal dan kimia
Kloramfenikol diisolasi pertama kali pada tahun 1947 dari streptonyces venezuelae. Karena
ternyata mempunyai daya antimikroba ayang kuat, maka penggunaan obat ini meluas dengan
cepat sampai pada tahun 1950. Kloramfenikol merupakan kristal putih, yang sukar larut dalam air
dan rasanya pahit ( Farmakologi UI, 1995)
2. Efek samping
Diskrasia darah terutama aplastik anemia yang dapat menjadi serius dan fatal, reaksi hipersensitif
lainnya seperti anafilaktik dan urtikaria, sindroma gray pada bayi prematur atau bayi yang baru lahir
dan gangguan gastrointestinal seperti misalnya mual, muntah dan diare ( Farmakologi UI, 1995)
3.Indikasi:
1.Kloramfenikol merupakan obat pilihan untuk penyakit tifus, paratifus dan salmonelosis lainnya.
2.Untuk infeksi berat yang disebabkan oleh H. influenzae (terutama infeksi meningual), rickettsia,
lymphogranuloma-psittacosis dan beberapa bakteri gram-negatif yang menyebabkan bakteremia
meningitis, dan infeksi berat yang lainnya.
4. Kontra Indikasi
Penderita yang hipersensitif atau mengalami reaksi toksik dengan kloramfenikol.
Jangan digunakan untuk mengobati influenza, batuk-pilek, infeksi tenggorokan, atau untuk
mencegah infeksi ringan.(ISOIndonesia,2010)
5. Cara kerja
Kloramfenikol adalah antibiotik yang mempunyai aktifitas bakteriostatik, dan pada dosis tinggi
bersifat bakterisid. Aktivitas antibakterinya dengan menghambat sintesa protein dengan jalan
mengikat ribosom subunit 50S, yang merupakan langkah penting dalam pembentukan ikatan
peptida. Kloramfenikol efektif terhadap bakteri aerob gram-positif, termasuk Streptococcus
pneumoniae, dan beberapa bakteri aerob gram-negatif, termasuk Haemophilus influenzae,
Neisseria meningitidis, Salmonella, Proteus mirabilis, Pseudomonas mallei, Ps. cepacia, Vibrio
cholerae, Francisella tularensis, Yersinia pestis,
Brucela ( Depkes RI, 1995)
b. Paracetamol
Derivat para amino fenol yaitu fenasetin dan asetaminofen. Asetaminofen (Paracetamol)
merupakan metabolit fenasetinn dengan efek antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak
tahun 1893. Efek anti piretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Asetaminofen di Indonesia lebih
dikenal dengan nama Paracetamol. (Farmakologi UI, 1995).
Farmakokinetik
Paracetamol dan fenasetin diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Selain itu kedua
obat ini juga mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan
Methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Fenasetin dapat menyebabkan Anemia
Hemolitik (Depkes RI, 1995)
c. Metoclopramid
Metoclopramid merupakan senyawa golongan benzamid, gugus kimianya mirip prokainamid ,
tetapi metoclopramid memiliki efek anaestesi lokal yang sangat lemah.
Ada 3 hipotesis yang diajukan tentang mekanisme kerja metoclopramid
1. Potensiasi efek kolinergik
2. Efek langsung pada otot polos
3. Penghambatan dopaminergik sentral
(Depkes RI, 1995)
Seven Jump 4 : Kesimpulan Sementara
1. Anemia Aplastik
2. Anemia Megaloblatik
3. Anemia Hemolitik
Seven Jump 5. : Menentukan Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa dapat menjelaskan dan memahami tentang :
1. Fisiologi dan Morfologi Darah
2. Faktor faktor Pembentukan sel darah
3. Anemia Aplastik
4. Anemia Megaloblasitk
5. Anemia Hemolitik
6. Penyebab Pansitopenia
7. Pemeriksaan Penunjang Anemia
8. Farmakologi Kloramfenikol, antipiretik, antiemetik
Seven Jump 6 : Belajar Mandiri
1. Texk book
2. Penelusuran Internet
3. Diskusi kelompok melalui kegiatan Belajar Mandiri
Seven Jump 7 : Kesimpulan Akhir
1. Os mengalami Anemia Aplastik
2. Penyebab Anemia Aplastik kemungkinan disebabkan oleh penggunaan Kloramfenikol yang tidak
sesuai dengan indikasi medis
3. Upaya pencegahan terhadap kejadian Anemia Aplastik sangat diperlukan, yang melibatkan peran
serta masyarakat dan petugas kesehatan.
4. Apabila sudah mengalami Anemia Aplastik, pengobatan yang tepat dan benar sangat dianjurkan
untuk mengurangi resiko komplikasi dan prognosa yang buruk.
Daftar Pustaka1. Departemen Kesehatan RI, 1995, Farmakope Indonesia edisi IV, Jakarta2. Farmakologi UI, 1995, Farmakologi dan Cairan, edisi 4, Jakarta3. Fakultas Kedokteran UI, 2005, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta4. Harper, 2002 , Biokimia ,edisi 2. EGC, Jakarta5. Harisson, 2008, Principle of Medicine, NCBB, Jakarta 6. ISO Indonesia, 2010, Informasi Spesialite Obat Indonesia, PT ISFI, Jakarta7. Kapita Selekta Hematologi, Av.Hoffbrand.J.E Pettit.P.A.H. Moss Edisi 4,Egc,Jakarta 2005
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakangh
Hemostasis ialah proses pembentukan bekuan pada dinding pembuluh darah yang rusak,
untuk mencegah kehilangan darah, sementara tetap mempertahankan datah dalam keadaan cair di
dalam system pembuluh darah. Sekumpulan mekanisme sistemik kompleks yang saling berkaitan
akan bekerja untuk mempertahankan imbangan antara koagulasi dengan antikoagulasi. Sebagai
tambahan, imbangan tersebut dipengaruhi oleh factor lokal pada berbagai organ yang berbeda.
Respons terhadap cedera
Kalau suatu pembuluh terpotong atau rusak, cedera tersebut memulai suatu rangkaian peristiwa
( seperti pada gambar) yang menghasilkan terbentuknya bekuan (hemostasis). Bekuan ini
menyumbat daerah yang rusak dan mencegah terjadinya kehilangan darah lebih lanjut. Peristiwa
yang mula-mula terjadi adlaah konstriksi pembuluh darah dan pembentukan sumbat hemostatik
sementara dari trombosit yang akan tercetus bila trombosit mengikat kolagen dan beragregasi.
Peristiwa ini diikuti dengan konversi sumbat tersebut menjadi bekuan definitif.
Mekanisme pembekuan
Agregasi trombosit yang longgar pada sumbat sementara diikat dan dikonversi menjadi
sumbat definitive oleh fibrin. Mekanisme pembekuan yang berperan dalam pembentukan fibrin
melibatkan kaskade reaksi enzim yang tidak aktif di ubah menjadi aktif, dan enzim tersebut
selanjutnya mengaktifkan enzim lain yang belum aktif. Kompleksnya, system tersebut pada masa
lalu dipersulit oleh berbagai penamaan, tetapi diterimanya system pemberian nomor untuk berbagai
factor pembekuan lebih mempermudah keadaan
Reaksi mendasar dalam pembekuan darah adlah konversi protein olasma yang larut, yaitu
fibrinogen menjadi fibrin yang tidak Larut. Proses ini mencakup pembebasan dua pasang polipeptida
dari setiap molekul fibrinogen. Bagian yang tersisa, monomer fibrin, kemudian mengalamai
polimerisasi dengan molekul-molekul monomer lain sehinga membentuk fibrin. Fibrin mula-mula
berupa gumpalan longgar benang-benang yang saling menjalin. Selanjutnya, pembentukan ikatan-
ikatan silang kovalen akan mengubah gumpalan longgar menjadi agregat yang padat dan ketat.
Reaksi yang terakhir ini dikatalisis oleh faktor XIII yang telah diaktifkan dan memerlukan Ca2+.
Perubahan fibrinogen menjadi dikatalisis oleh trombin. Trombin adalh suatu serin protease
yang terbentuk dari prekursornya di sirkulasi, protrombin, oleh kerja faktor X yang telah diaktifkan.
Kerja tambahan trombin adalah pengaktifan trombosit, sel endotel, serta leukosi melalui sedikitnya
satu reseptor gabungan protein G.
Faktor X dapat daktifkan melalui reaksi pada salah satu dari 2 sistem, sistem intrinsik dan
sistem ektrinsik. Reaksi awal pada sistem intrinsik adalah konversi faktor XII inaktif menjadi faktor
XII aktif (XIIa). Aktivasi ini yang dikatalisis oleh kininogen berberat molekul tinggi dan kalikrein dapat
dilakasanakan in vitro dengan pemajanan darah terhadap permukaan bermuatan elektronegatif
yang mudah dibasahi, seperti gelas dan serat kolagen. Aktivasi in vivo terjadi kalau darah terpajan
terhadap serat-serat kolagen yang berada dibawah lapisan endotel pada pembuluh darah. Faktor XII
aktif kemudian mengaktifkan faktor XI, dan faktor XI aktif mengaktifkan faktor IX. Faktor IX yang
telah diaktikan membentuk suatu kompleks dengan faktor VIII aktif, yang menjadi aktif kalau terpisah
dari faktor von Willebrand. Kompleks Ixa dan VIIIa mengaktifkan faktor X. Fosfolipid dari trombosit
yang beragregasi (PL) dan Ca2+ diperlukan untuk pengaktifan sempurna faktor X. Sistem
ekstrinsik dipicu oleh pelepasan tromboplastin jaringan, suatu campuran protein-fosfolipid yang
mengaktifkan faktor VII. Tromboplastin jaringan dan faktor VII mengaktifkan faktor IX dan X. Dengan
adanya PL, Ca2+, dan faktor V, faktor X yang telah diaktifkan mengatalisis konversi protrombin
menjadi trombin. Jalur ekstrinsik dihambat oleh suatu penghambat jalur faktor jaringan yang
membentuk struktur kuartener dengan TPL, faktor VIIa dan faktor Xa.
Contoh-contoh penyakit yang disebabkan oleh defisiensi faktor pembekuan
Defisiensi faktor : Sindroma klinis Penyebab
I Afibrinogemia Pengurasan selama
kehamilan disertai pelepasan
plasenta prematur; juga
kongenital (jarang)
II Hipoprotrombinemia
(kecenderungan perdarahan
pada penyakit hati)
Penurunan sintesis oleh hati,
biasanya sekunder akibat
defisiensi vitamin K
V Parahemofilia kongenital
VII Hipokonvertinemia kongenital
VIII Hemofilia A (hemofilia klasik) Cacat kongenital yang
disebabkan oleh aneka
macam kelainan gen pada
kromosom X yang mengode
faktor VIII; karena itu
penyakit ini diturunkan
seagai ciri-ciri yang terkait
seks.
IX Hemofilia B (penyakit
Christmas)
kongenital
X Defisiensi faktor Stuart-
prower
kongenital
XI Defisiensi PTA kongenital
XII Ciri Hageman kongenital
Gangguan pembekuan dapat terjadi oleh karena gangguan pada tahap pertama, kedua atau
ketiga ataupun karena adanya antikoagulansia yang beredar di dalam darah atau karena proses
pembekuan dalam pembuluh darah.
GANGGUAN TAHAP PERTAMA
Gangguan ini dapat disebabkan kekurangan faktor pembekuan yang bekerja pada tahap
tersebut. Kekurangan faktor pembekuan pada tahap pertama dapat diketahui dari pemeriksaan SPT
(serum prothrombin time) atau prothrombin consumption time). PTT (Partial thromboplastin
time), pemeriksaan TGT (thromboplastin generation test). Bila terdapat kekurangan faktor
pembekuan dalam tahap pertama maka SPT kurang dari 40 detik (normal lebih dari 40 detik), PTT
dan TGT memanjang atau abnormal.
Gangguan mekanisme pembekuan pada tahap pertama terdapat pada penyakit :
a. Hemofilia A (kekurangan faktor VIII)
b. Hemofilia B (kekurangan faktor IX)
c. Penyakit von Willebrand ( pseudohemofilia, hemofilia vaskular)
GANGGUAN TAHAP KEDUA
Gangguan ini ditetapkan dengan pemeri8ksaan T (plasma prothrombin time) dengan lebih
dahulu dibuktikan bahwa mekanisme pembekuan tahap pertama normal atau dengan perkataan lain
tromboplastin yang dibentuk cukup. Bila PTT lebih dari 20 detik (normal 20 detik), berarti bahwa
faktor pembekuan tahap kedua ( II, V, VII, X) kurang.
Untuk penentuan faktor mana yang kurang, maka masing-0masing faktor harus diselidiki lebih lanjut.
ETIOLOGI
1. Faktor kongenital
Bersifat resesif autosomal herediter. Kelainan timbul akibat sintesis faktor pembekuan tersebut
menurun.
2. Faktor didapat
Biasanya disebabkan defisiensi faktor II (prothrombin), yang terdapat pada keadaan sebagai berikut:
a. Neonatus, terutama yang kurang bulan yaitu karena fungsi hati yang belum sempurna sehingga
pembentukan faktor pembekuan II mengalami gangguan.
b. Defisiensi vitamin K. Hal ini dapat terjadi pada penderita ikterus obstruktif, fistula biliaris, absorbsi
vitamin K dari usus yang tidak sempurna atau karena gangguan pertumbuhan bakteri usus.
c. Beberapa penyakit seperti sirosis hati, uremia, sindrom nefrotik dan lain-lain.
d. Terdapatnya zat antikoagulansia (dikumarol, heparin) yang bersifat antagonistik terhadap
prothrombin.
e. Disseminated intravaskular coagulation (DIC)
GANGGUAN TAHAP TIGA
Untuk menentukan adanya kelainan pembekuan pada tahap tiga harus dibuktikan dahulu
bahwa mekanisme pembekuan tahap pertama dan kedua berjalan normal.
Gangguan pada tahap tiga ini biasanya ialah kekurangan fibrinogen. Pemeriksaan kadar
fibrinogen dapat dilakukan kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif ialah dengan menentukan
thrombin time. Bila thrombin time memanjang (normal kurang dari 15-20 detik) berarti terdapat
hipofibrinogenemia. Secara kuantitatif ialah dengan mengukur kadar fibrinogen dalam plasma
(normal 250-350 mg%)
Kekurangan fibrinogen ini dapat kongenital dan bersifat resesif autosomal atau didapat
misalnya setelah mengalami operasi berat, solusio plasenta, DIC
B. Tujuan
1. Memahami mekanisme hemostasis dalam tubuh manusia
2. Dapat menjelaskan patogenesis dan patofisiologi penyakit pasien
3. Mengetahui dan memahami apa dilakukan untuk menegakkan diagnosis
4. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan penyakit pasien
C. Data pelaksana tutorial
1. Judul blok : Blok Hematologi
2. Nama Tutor : dr. Tina S.
3. Data Diskusi
a. SGD I
Hari/tanggal : Jumat, 14 Mei 2010
Waktu : 10.30-12.00 WIB
Tempat : Ruang Diskusi
b. SGD II
Hari/tanggal : Senin, 17 Mei 2010
Waktu : 07.50-09.30 WIB
Tempat : Ruang Diskusi
c. Pleno
Hari/tanggal : Kamis, 20 Mei 2010
Waktu : 07.50-09.30 WIB
Tempat : Ruang Diskusi
D. Pemicu / Skenario
SKENARIO 3
SI AMAT YANG DEMAM
Amat (laki-laki 15 tahun) adalah remaja yang memiliki segudang aktivitas. Akhir-akhir ini Amat
mengalami demam tinggi, menggigil, nausea, vomitus serta pada permukaan tubuhnya dijumpai
petechiae, ekimosis dan terjadi perdarahan yang sulit berhenti dibekas suntikan. Amat pun pergi ke
dokter untuk mendapatkan pengobatan dan sekaligus melakukan pemeriksaan darah. Pada
pemeriksaan darah dijumpai trombosit 100.000/ mm3, leukosit 14.000 mm/ mm3, PT 18 detik,
aPTT 45 detik. Kira-kira apakah yang terjadi pada Amat dan bagaimana pengobatan yang
seharusnya diterima Amat.E. Tujuan Pembelajaran
1. Mengetahui hemostasis
2. Mengetahui Hemofilia
3. Mengetahui Defisiensi Vitamin K
4. Mengetahui Thalassemia
5. Mengetahui DIC
6. Mengetahui ITP
7. Mengetahui von Willebrand
F. Pertanyaan yang muncul dalam curah pendapat
1. Apa maksud dari pemeriksaan penunjang pada DIC menurut Sistem Skor DIC (ISTH 2001) ?
2. Bagaimana penatalaksanaan penyakit yang diderita sesuai skenario ?
G. Jawaban atas pertanyaan
1. Penilaian dibaca sesuai skor yang dibuat sistem skor DIC (ISTH 2001) .
2. Yang pertama dilakukan adalah pemberian vitamin K untuk penanganan perdarahan pertama
kemudian dilanjutkan dengan pemberian heparin dengan dosis 300-500 U/ jam, plasma trombosit,
dan penghambat pembekuan III.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. KLARIFIKASI
ISTILAH
1. Petechiae : bintik merah kecil akibat keluarnya sejumlah kecil darah
2. Ekimosis : bercak perdarahan yang kecil pada kulit atau membran mukosa, lebih besar dari
petekie, yang membentuk bercak biru atau ungu yang bundar atau tidak teratur serta tanpa elevasi.
3. Vomitus : muntah; bahan yang dimuntahkan
4. Nausea : sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mrngacu pada epigastrium
dan dan abdomen.
5. PT : prothrombin time. ukuran dari jalur ekstrinsik koagulasi
6. aPTT : activated partial thromboplastin time. waktu yang diperlukan untuk
membentuk bekuan yang stabil dalam plasma darah setelah terpapar dengan komponen dari
platelet.
B. MENETAPKAN PERMASALAHAN
1. OS mengalami demam tinggi, menggigil, nausea, vomitus dan dijumpai petechiae dan ekimosis
2. Terjadi perdarahan yang sulit berhenti di bekas suntikan.
3. Hasil pemeriksaan darah
- Trombosit : 100.000/ mm3
- Leukosit : 14.000/ mm3
- PT : 18 detik
- aPTT : 45 detik
C. ANALISIS MASALAH
Demam tinggi menggigilFaktor mikroorganisme/ nonmikroorganisme
Gangguan hemostasisMempengaruhi thrombositDemam tinggi, menggigil
Nausea, vomitusStimulus berupa gangguan hemostasis
(menyebabkan gangguan keseimbangan elektrolit)Nausea, vomitus
Petechiae/ ekimosisKapiler/ pembuluh darah intra dermal pecah
Gangguan hemostasisPetechiae/ ekimosis
Perdarahan yang tidak berhentiGangguan hemostasisGangguan faktor koagulasiperdarahan
Hasil Lab :
Thrombosit : 100.000/ mm3
Leukosit : 14.000/ mm3 Tanda-tanda gangguan koagulasi
PT : 18 Detik
aPTT : 45 detik
Remaja memiliki segenap aktivitas risiko terhadap intake
Istirahat tidak adekuat
Daya tahan tubuh menurun
HEMOSTASISDEFENISI
Hemostasis adalah penghentian perdarahan oleh sifat fisiologis vasokontriksi dan koagulasi
(Dorland, 2006). Hemostasis dan koagulasi juga dapat didefinisikan sebagai serangkaian kompleks
reaksi yang menyebabkan pengendalian perdarahan melalui pembentukan trombosit dan bekuan
fibrin pada tempat cedera
KOMPONEN HEMOSTASIS
• Pembuluh
• Trombosit
• Kaskade faktor koagulasi
• Inhibitor koagulasi
• Fibrinolisis
SUMBAT HEMOSTASIS PRIMER : Pembentukan agregasi trombosit
SUMBAT HEMOSTASIS SEKUNDER : Pembentukan fibrin
URUTAN MEKANISME HEMOSTASIS DAN KOAGULASI
Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang rusak
itu menyebabkan dinding pembuluh berkontraksi sehingga dengan segera aliran darah dari
pembuluh darah yang pecah akan berkurang (terjadi vasokonstriksi). Setelah itu, akan diikuti oleh
adhesi trombosit, yaitu penempelan trombosit pada kolagen. ADP (adenosin difosfat) kemudian
dilepaskan oleh trombosit kemudian ditambah dengan tromboksan A2 menyebabkan terjadinya
agregasi (penempelan trombosit satu sama lain). Proses aktivasi trombosit ini terus terjadi sampai
terbentuk sumbat trombosit, disebut juga hemostasis primer. Setelah itu dimulailah kaskade
koagulasi yaitu hemostasis sekunder, diakhiri dengan pembentukan fibrin. Produksi fibrin dimulai
dengan perubahan faktor X menjadi faktor Xa. Faktor X diaktifkan melalui dua jalur, yaitu jalur
ekstrinsik dan jalur intrinsik. Jalur ekstrinsik dipicu oleh tissue factor/tromboplastin. Kompleks
lipoprotein tromboplastin selanjutnya bergabung dengan faktor VII bersamaan dengan hadirnya ion
kalsium yang nantinya akan mengaktifkan faktor X. Jalur intrinsik diawali oleh keluarnya plasma atau
kolagen melalui pembuluh darah yang rusak dan mengenai kulit. Paparan kolagen yang rusak akan
mengubah faktor XII menjadi faktor XII yang teraktivasi. Selanjutnya faktor XIIa akan bekerja secara
enzimatik dan mengaktifkan faktor XI. Faktor XIa akan mengubah faktor IX menjadi faktor IXa.
Setelah itu, faktor IXa akan bekerja sama dengan lipoprotein trombosit, faktor VIII, serta ion kalsium
untuk mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa. Setelah itu, faktor Xa yang dihasilkan dua jalur
berbeda itu akan memasuki jalur bersama. Faktor Xa akan berikatan dengan fosfolipid trombosit, ion
kalsium, dan juga faktor V sehingga membentuk aktivator protrombin. Selanjutnya senyawa itu akan
mengubah protrombin menjadi trombin. Trombin selanjutnya akan mengubah fibrinogen menjadi
fibrin (longgar), dan akhirnya dengan bantuan fakor VIIa dan ion kalsium, fibrin tersebut menjadi
kuat. Fibrin inilah yang akan menjerat sumbat trombosit sehingga menjadi kuat. Selanjutnya apabila
sudah tidak dibutuhkan lagi, bekuan darah akan dilisiskan melalui proses fibrinolitik. Proses ini
dimulai dengan adanya proaktivator plasminogen yang kemudian dikatalis menjadi aktivator
plasminogen dengan adanya enzim streptokinase, kinase jaringan, serta faktor XIIa. Selanjutnya
plasminogen akan diubah menjadi plasmin dengan bantuan enzim seperti urokinase. Plasmin inilah
yang akan mendegradasi fibrinogen/fibrin menjadi fibrin degradation product
SISTEM HEMOSTASIS
I. Sistem Pembuluh Darah
Fungsinya :
1. Kontraksi pembuluh darah.
2. Aktivasi pembekuan darah dengan memproduksi tromboplastin.
3. Aktivasi trombosit dengan memproduksi faktor von Willebrand.
4. Trombotik : melepaskan aktivator plasminogen.
II. Sistem Trombosit
Fungsinya :
1. Memelihara supaya pembuluh darah tetap utuh setelah trauma pada endotel.
2. Mengawali penyumbatan pembuluh darah dengan membentuk sumbat primer.
3. Stabilisasi sumbat trombosit (fibrin), melalui beberapa tahap:
Adhesi trombosit.
Agregasi trombosit.
Reaksi pelepasan (release).
III. Sistem Pembekuan Darah
Pembekuan terjadi oleh karena interaksi antara pro-koagulan (faktor pembeku), fosfolipid dan ion
Pro koagulan antara lain :
Substrat : fibrinogen (F I).
Kofaktor : FIII, FV, FVIII, HMWK.
Enzim : faktor koagulasi yang lain.
IV. Sistem Fibrinolisis
1. Proaktivator plasminogen diubah menjadi aktivator plasminogen.
2. Aktivator plasminogen akan mengubah plasminogen menjadi plasmin.
3. Plasmin menghidrolisis fibrinogen dan fibrin menjadi fibrin degradation product (FDP).
HOMEOSTATIC HEMOSTASIS adalah mekanisme fisiologis yang mempertahankan darah dalam
bentuk cairan di dalam sirkulasi, yang menggambarkan suatu kesetimbangan yang baik antara
perdarahan dan pembekuan
HEMOSTASIS, (Virchow’s Triad)
Kerjasama 3 komponen : pembuluh darah, aliran darah dan darah
MEKANISME HEMOSTASIS
Istilah hemostasis berarti pencegahan hilangnya darah. Bila pembuluh darah mengalami cidera atau
pecah, hemostasis akan terjadi. Peristiwa ini terjadi melalui beberapa cara yaitu : vasokonstriksi
pembuluh darah yang cidera, pembentukan sumbat trombosit, pembekuan darah, dan pertumbuhan
jaringan ikat kedalam bekuan darah untuk menutup pembuluh yang luka secara permanen. Kerja
mekanisme pembekuan in vivo ini diimbangi oleh reaksi-reaksi pembatas yang normalnya
mencegah mencegah terjadinya pembekuan di pembuluh yang tidak mengalami cidera dan
mempertahankan darah berada dalam keadaan selalu cair.
Vasokonstriksi pembuluh darah
Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang rusak
menyebabkan dinding pembuluh berkontraksi sehingga aliran darah dari pembuluh darah yang
pecah barkurang. Kontraksi terjadi akibat refleks syaraf dan spasme miogenik setempat. Refleks
saraf dicetuskan oleh rasa nyeri atau lewat impuls lain dari pembuluh darah yang rusak. Kontraksi
miogenik yang sebagian besar menyebabkan refleks saraf ini, terjadi karena kerusakan pada
dinding pembuluh darah yang menimbulkan transmisi potensial aksi sepanjang pembuluh darah.
Konstriksi suatu arterioul menyebabkan tertutupnya lumen arteri.
Pembentukan sumbat trombosit
Perbaikan oleh trombosit terhadap pembuluh darah yang rusak didasarkan pada fungsi penting dari
trombosit itu sendiri. Pada saat trombosit bersinggungan dengan pembuluh darah yang rusak
misalnya dengan serabut kolagen atau dengan sel endotel yang rusak, trombosit akan berubah sifat
secara drastis. Trombosit mulai membengkak, bentuknya irreguler dengan tonjolan yang mencuat
ke permukaan. Trombosit menjadi lengket dan melekat pada serabut kolagen dan mensekresi ADP.
Enzimnya membentuk tromboksan A, sejenis prostaglandin yang disekresikan kedalam darah oleh
trombosit. ADP dan tromboksan A kemudian mengaktifkan trombosit yang berdekatan sehingga
dapat melekat pada trombosit yang semula aktif. Dengan demikian pada setiap lubang luka akan
terbentuksiklus aktivasi trombosit yang akan menjadi sumbat trombosit pada dinding pembuluh.
Pembentukan bekuan darah
Bekuan mulai terbentuk dalam 15-20 detik bila trauma pembuluh sangat hebat dan dalam 1-2 menit
bila trauma pembuluh kecil. Banyak sekali zat yang mempengaruhi proses pembekuan darah salah
satunya disebut dengan zat prokoagulan yang mempermudah terjadinya pembekuan dan sebaliknya
zat yang menghambat proses pembekuan disebut dengan zet antikoagulan. Dalam keadaan normal
zat antikoagulan lebih dominan sehingga darah tidak membeku. Tetapi bila pembuluh darah rusak
aktivitas prokoagulan didaerah yang rusak meningkat dan bekuan akan terbentuk. Pada dasarnya
secara umum proses pembekuan darah melalui tiga langkah utama yaitu pembentukan aktivator
protombin sebagai reaksi terhadap pecahnya pembuluh darah, perubahan protombin menjadi
trombin yang dikatalisa oleh aktivator protombin, dan perubahan fibrinogen menjadi benang fibrin
oleh trombin yang akan menyaring trombosit, sel darah, dan plasma sehingga terjadi bekuan darah.
a. Pembentukan aktivator protombin
Aktivator protombin dapat dibentuk melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik. Pada
jalur ekstrinsik pembentukan dimulai dengan adanya peristiwa trauma pada dinding pembuluh darah
sedangkan pada jalur intrinsik, pembentukan aktivator protombin berawal pada darah itu sendiri.
Langkah-langkah mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembekuan
1. Pelepasan tromboplastin jaringan yang dilepaskan oleh jaringan yang luka. Yaitu fosfolipid dan satu
glikoprotein yang berfungsi sebagai enzim proteolitik.
2. Pengaktifan faktor X yang dimulai dengan adanya penggabungan glikoprotein jaringan dengan
faktor VII dan bersama fosfolipid bekerja sebagai enzim membentuk faktor X yang teraktivasi.
3. Terjadinya ikatan dengan fosfolipid sebagai efek dari faktor X yang teraktivasi yang dilepaskan dari
tromboplastin jaringan . Kemudian berikatan dengan faktor V untuk membentuk suatu senyawa yang
disebut aktivator protombin.
Mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembekuan
Langkah-langkah mekanisme intrinsik sebagai awal pembekuan
1. Pengaktifan faktor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah yang terkena trauma. Bila
faktor XII terganggu misalnya karena berkontak dengan kolagen, maka ia akan berubah menjadi
bentuk baru sebagai enzim proteolitik yang disebut dengan faktor XII yang teraktivasi.
2. Pengaktifan faktor XI yang disebabkan oleh karena faktor XII yang teraktivasi bekerja secara
enzimatik terhadap faktor XI. Pada reaksi ini diperlukan HMW kinogen dan dipercepat oleh
prekalikrein.
3. Pengaktifan faktor IX oleh faktor XI yang teraktivasi. Faktor XI yang teraktivasi bekerja secara
enzimatik terhadap faktor IX dan mengaktifkannya.
4. Pengaktifan faktor X oleh faktor IX yang teraktivasi yang bekerja sama dengan faktor VIII dan
fosfolipid trombosit dari trombosit yang rusak untuk mengaktifkan faktor X.
5. Kerja dari faktor X yang teraktivasi dalam pembentikan aktivator protombin. Langkah dalam jalur
intrinsic ini pada prinsipnya sama dengan langkah terakhir dalam jalur ekstrinsik. Faktor X yang
teraktivasi bergabung dengan faktor V dan fosfolipid trombosit untuk membentuk suatu kompleks
yang disebut dengan activator protombin. Perbedaannya hanya terletak pada fosfolipid yang dalam
hal ini berasal dari trombosit yang rusak dan bukan dari jaringan yang rusak. Aktivator protombin
dalam beberapa detik mengawali pemecahan protombin menjadi trombin dan dilanjutkan dengan
proses pembekuan selanjutnya.
b. Perubahan protombin menjadi trombin yang dikatalisis oleh activator protombin.
Setelah activator protombin terbentuk sebagai akibat pecahnya pembuluh darah, activator protombin
akan menyebabkan perubahan protombin menjadi trombin yang selanjutnya akan menyebabkan
polimerisasi molekul-molekul fibrinogen menjadi benang-benang fibrin dalam 10-15 detik berikutnya.
Pembentukan activator protombin adalah faktor yang membatasi kecepatan pembekuan darah.
Protombin adalah protein plasma, suatu alfa 2 globulin yang dibentuk terus menerus di hati dan
selalu dipakai untuk pembekuan darah. Vitamin K diperlukan oleh hati untuk pembekuan protombin.
Aktivator protombin sangat berpengaruh terhadap pembentukan trombin dari protombin. Yang
kecepatannya berbanding lurus dangan jumlahnya. Kecepatan pembekuan sebanding dengan
trombin yang terbentuk.
c. Perubahan fibrinogen menjadi fibrin.
Trombin merupakan enzim protein yang mempunyai kemampuan proteolitik dan bekerja terhadap
fibrinogen dengan cara melepaskan 4 peptida yang berberat molekul kecil dari setiap molekul
fibrinogen sehingga terbentuk molekul fibrin monomer yang mempunyai kemampuan otomatis
berpolimerisasi dengan molekul fibrin monomer lain sehingga terbentuk retikulum dari bekuan. Pada
tingkat awal dari polimerisasi, molekul-molekul fibrin monomer saling berikatan melalui ikatan non
kovalen yang lemah sehingga bekuan yang dihasilkan tidaklah kuat daan mudah diceraiberaikan.
Oleh karena itu untuk memperkuat jalinan fibrin tersebut terdapaat faktor pemantap fibrin dalaam
bentuk globulin plasma. Globulin plasma dilepaskan oleh trombosit yang terperangkap dalam
bekuan. Sebelum faktor pemantap fibrin dapat bekerja terhadap benang fibrin harus diaktifkan lebih
dahulu. Kemudian zat yang telah aktif ini bekerja sebagai enzim untuk menimbulkan ikatan kovalen
diantara molekul fibrin monomer dan menimbulkan jembatan silang multiple diantara benang-
benang fibrin yang berdekatan sehingga menambah kekuatan jaringan fibrin secara tiga dimensi.
Gangguan pembekuan dapat terjadi oleh karena gangguan pada tahap pertama, kedua atau
ketiga ataupun karena adanya antikoagulansia yang beredar di dalam darah atau karena proses
pembekuan dalam pembuluh darah.
GANGGUAN TAHAP PERTAMA
Gangguan ini dapat disebabkan kekurangan faktor pembekuan yang bekerja pada tahap
tersebut. Kekurangan faktor pembekuan pada tahap pertama dapat diketahui dari pemeriksaan SPT
(serum prothrombin time) atau prothrombin consumption time). PTT (Partial thromboplastin
time), pemeriksaan TGT (thromboplastin generation test). Bila terdapat kekurangan faktor
pembekuan dalam tahap pertama maka SPT kurang dari 40 detik (normal lebih dari 40 detik), PTT
dan TGT memanjang atau abnormal.
Gangguan mekanisme pembekuan pada tahap pertama terdapat pada penyakit :
d. Hemofilia A (kekurangan faktor VIII)
e. Hemofilia B (kekurangan faktor IX)
f. Penyakit von Willebrand ( pseudohemofilia, hemofilia vaskular)
GANGGUAN TAHAP KEDUA
Gangguan ini ditetapkan dengan pemeri8ksaan T (plasma prothrombin time) dengan lebih
dahulu dibuktikan bahwa mekanisme pembekuan tahap pertama normal atau dengan perkataan lain
tromboplastin yang dibentuk cukup. Bila PTT lebih dari 20 detik (normal 20 detik), berarti bahwa
faktor pembekuan tahap kedua ( II, V, VII, X) kurang.
Untuk penentuan faktor mana yang kurang, maka masing-0masing faktor harus diselidiki lebih lanjut.
ETIOLOGI
3. Faktor kongenital
Bersifat resesif autosomal herediter. Kelainan timbul akibat sintesis faktor pembekuan tersebut
menurun.
4. Faktor didapat
Biasanya disebabkan defisiensi faktor II (prothrombin), yang terdapat pada keadaan sebagai berikut:
f. Neonatus, terutama yang kurang bulan yaitu karena fungsi hati yang belum sempurna sehingga
pembentukan faktor pembekuan II mengalami gangguan.
g. Defisiensi vitamin K. Hal ini dapat terjadi pada penderita ikterus obstruktif, fistula biliaris, absorbsi
vitamin K dari usus yang tidak sempurna atau karena gangguan pertumbuhan bakteri usus.
h. Beberapa penyakit seperti sirosis hati, uremia, sindrom nefrotik dan lain-lain.
i. Terdapatnya zat antikoagulansia (dikumarol, heparin) yang bersifat antagonistik terhadap
prothrombin.
j. Disseminated intravaskular coagulation (DIC)
GANGGUAN TAHAP TIGA
Untuk menentukan adanya kelainan pembekuan pada tahap tiga harus dibuktikan dahulu
bahwa mekanisme pembekuan tahap pertama dan kedua berjalan normal.
Gangguan pada tahap tiga ini biasanya ialah kekurangan fibrinogen. Pemeriksaan kadar
fibrinogen dapat dilakukan kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif ialah dengan menentukan
thrombin time. Bila thrombin time memanjang (normal kurang dari 15-20 detik) berarti terdapat
hipofibrinogenemia. Secara kuantitatif ialah dengan mengukur kadar fibrinogen dalam plasma
(normal 250-350 mg%)
Kekurangan fibrinogen ini dapat kongenital dan bersifat resesif autosomal atau didapat
misalnya setelah mengalami operasi berat, solusio plasenta, DIC
Gejalanya sama seperti kekurangan faktor pembekuan yang lain.
FAKTOR – FAKTOR PEMBEKUAN
I : Fibrinogen
II : Protrombin
III : Tromboplastin
IV : Ion Ca
V : Proekselerin, Faktor labil, Globulin akseletor
VII : Prokonvertin, SPCA, Faktor stabil
VIII : Faktor anti hemofilia (AHF), Faktor antihemofilia A, Globulin antihemofilia (AHG)
IX : Faktor Christmas, Faktor antihemofilia B
X : Faktor Stuart-Power
XI : Turunan tromboplasti plasma (PTA), Faktor antihemofilia C
XII : Faktor Hageman, Faktor gelas
XIII : Faktor penstabil fibrin, Faktor Laki-Lorand
PEMERIKSAAN PENUNJANG HEMOSTASIS
1. Pemeriksaan untuk hemostasis primer
a. Tes Rumpel Leede (Torniquet test) :Tes ini untuk mengevaluasi integritas pembuluh darah.
b. Hitung jumlah trombosit dan evaluasi hapusan darah tepi.Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan
laboratorium pertama yang terpenting,karena dengan cara ini dapat ditentukan dengan cepat
adanya trombositopenia dan kadang-kadang dapat ditentukan penyebab trombositopenia itu.
c. Masa perdarahan (bleeding time = BT) memanjang pada pasien dengan trombositopenia,gangguan
faal trombosit dan pada pasien dengan vaskulopati.
d. Faal trombosit : dikerjakan bila ada dugaan gangguan faal trombosit,misalnya pada pasien dengan
gangguan hemostasis primer tetapi jmlah trombositnya normal.Tes faal trombosit ini untuk melihat
kemampuan adhesi sel trombosit dan kemampuan agregasi sel trombosit.
2. Pemeriksaan untuk hemostasis sekunder (fase koagulasi)
a. Masa pembekuan (clotting time = CT) dan masa rekalsifikasi plasma (plasma recalcification time =
PRT) memanjang bila ada defisiensi faktor; pada defisiensi ringan ,CT masih normal.
b. Perlu diperhatikan retraksi bekuan (clot retraction = CR) setelah 1-2 jam.Bila tidak ada
retraksi maka hal ini menunjukkan adanya gangguan faal trombosit yaitu kurangnya enzim
retraktrozim.
c. APTT (activated partial thromboplastin time) memanjang pada pasien dengan defisiensi faktor
intrinsik atau adanya antikoagulan terhadap faktor tersebut.Nilai normalnya 30-40 detik.
d. PPT (plasma prothrombine time) memanjang pada pasien dengan defisiensi faktor-faktor ekstrinsik
atau adanya antikoagulan terhadap faktor tersebut.
3. Pemeriksaan untuk integritas pembentukan fibrin
a. Masa thrombin (thrombin time = TT) dapat memanjang pada keadaan berikut:
- Defisiensi faktor-faktor pada common pathway atau adanya antikoagulan terhadap faktor tersebut.
- Kadar fibrinogen sangat rendah (< 80 mg/dL)
Nilai normal antara 14-16 detik.
4. Pemeriksaan untuk stabilitas fibrin.Defisiensi faktor XIIIa menghasilkan bekuan yang larut dalam
urea 5M atau 1% asam monoklorosetat.
5. Pemeriksaan untuk integritas fibrinolisis
a. Waktu trombin (TT) dapat memanjang akibat terdapatnya fibrinogen degradation product (FDP).
b. Euglobulin clot lysis time dan whole blood atau dilute whole blood clot lysis time biasanya normal
pada fibrinolisis lokal.Masa ini memendek bila ada peningkatan kadar aktivator plasminogen dalam
darah.
c. Kadar FDP meningkat bila terjadi proses fibrinolisis yang berlebihan baik primer maupun sekunder.
DEFISIENSI VITAMIN K
DEFINISI
Vitamin K adalah nama generik untuk beberapa bahan yang diperlukan dalam pembekuan darah
yang normal. Bentuk dasarnya adalah vitamin K1 (filokuinon), yang terdapat dalam tumbuh-
tumbuhan, terutama sayuran berdaun hijau. Bakteri dalam usus kecil sebelah bawah dan bakteri
dalam usus besar menghasilkan vitamin K2 (menakuinon), yang dapat diserap dalam jumlah yang
terbatas.
Kecenderungan terjadinya perdarahan akibat gangguan proses koagulasi yang disebabkan oleh
kekurangan vitamin K atau dikenal dengan Vitamin K Deficiency Bleeding (VKDB).
PATOFISIOLOGI
Vitamin K diperlukan untuk sintesis prokoagulan faktor II, VII, IX dan X (kompleks protrombin) serta
protein C dan S yang berperan sebagai antikoagulan (menghambat proses pembekuan). Selain itu
Vitamin K diperlukan untuk konversi faktor pembekuan tidak aktif menjadi aktif.Ada 3 Kelompok :
VKDB dini VKDB klasik VKDB lambat atau acquired prothrombin complex deficiency (APCD) Secondary prothrombin complex (PC) deficiency
DIAGNOSIS
Anamnesis1. onset perdarahan
2. lokasi perdarahan
3. pola pemberian makanan
4. riwayat pemberian obat-obatan pada ibu selama kehamilan
Pemeriksaan fisikAdanya perdarahan di saluran cerna, umbilikus, hidung, bekas sirkumsisi dan lain sebagainya
Pemeriksaan penunjang Waktu pembekuan memanjang
PPT (Plasma Prothrombin Time) memanjang
Partial Thromboplastin Time (PTT) memanjang
Thrombin Time normal
USG, CT Scan atau MRI untuk melihat lokasi perdarahan
Tabel : Perdarahan akibat defisiensi vitamin K pada anak
VKDB dini VKDB klasik VKDB lambat(APCD)
Secondary PC deficiency
Umur < 24 jam 1-7 hari (terbanyak 3-5 hari)
2 minggu-6 bulan (terutama 2-8 minggu)
Segala usia
Penyebab &Faktor resiko
Obat yang diminum selama kehamilan
- Pemberian makanan terlambat- Intake Vit K inadekuat- Kadar vit K rendah pada ASI- Tidak dapatprofilaksis vit K
- Intake Vit K inadekuat- Kadar vit K rendah pada ASI- Tidak dapat profilaksis vit K
- obstruksi bilier-penyakit hati-malabsorbsi-intake kurang (nutrisi parenteral)
Frekuensi < 5% pada kelompok resiko tinggi
0,01-1%(tergantung pola makan bayi)
4-10 per 100.000 kelahiran (terutama di Asia Tenggara)
Lokasi perdarahan
Sefalhematom, umbilikus, intrakranial, intraabdominal, GIT, intratorakal
GIT, umbilikus, hidung, tempat suntikan, beka sirkumsisi, intrakranial
Intrakranial (30-60%), kulit, hidung, GIT, tempat suntikan, umbilikus, UGT, intratorakal
Pencegahan -penghentian / penggantian obat penyebab
-Vit K profilaksis (oral / im)- asupan vit K yang
Vit K profilaksis (im)- asupan vit K yang adekuat
adekuat
PENATALAKSANAANPencegahan VKDBDapat dilakukan dengan pemberian vitamin K Profilaksis� Vitamin K1 pada bayi baru lahir 1 mg im (dosis tunggal) atau per oral 3 kali @ 2 mg pada waktu bayi baru lahir, umur 3-7 hari dan umur 1-2 tahun� Ibu hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan mendapat profilaksis vitamin K1 5 mg/hari selama trimester ketiga atau 10 mg im pada 24 jam sebelum melahirkan. Selanjutnya bayinya diberi vitamin K1 1 mg im dan diulang 24 jam kemudian Pengobatan VKDB� Vitamin K1 dosis 1-2 mg/hari selama 1-3 hari� Fresh frozen plasma (FFP) dosis 10-15 ml/kg
HEMOPHILIA AAdalah defisiensi factor pembekuan herediter yang paling banyak ditemukan. Prevalensinya adalah
sekitar 30-100 tiap sejuta populasi. Pewarisannya berkaitan dengan jenis kelamin, tetapi hingga
33% pasien tidak mempunyai riwayat dalam keluarga dan terjadi akibat mutasi spontan. Gen factor
VIII terletak di dekat ujung lengan panjang kromosom X. Gen ini sangat besar dan terdiri dari 26
ekson. Protein factor VIII meliputi meliputi region rangkap tiga A1, A2, A3 dengan homologi sebesar
30% antar mereka, suatu region rangkap dua C1 , C2 dan suatu domain B yang sangat terglikosilasi,
yang dibuang pada waktu factor VIII diaktifkan oleh thrombin.
Defeknya adalah tidak ada atau rendahnya kadar factor VIII plasma. Sekitar separuh dari pasien-
pasien tersebut mengalami mutasi missensei atau frameshift atau delesi dalam gen factor VIII.
Gambaran klinis
Bayi dapat menderita perdarahan pascasirkumsisi atau mengalami perdarahan sendi dan jaringan
lunak serta memar yang berlebihan pada saat mereka mulai aktif. Hemartrosis berulang yang terasa
nyeri dan hematom otot mendominasi perjalanan penyakit pada pasien yang sakit berat dan jika
tidak diobati dengan baik, dapat menyebabkan deformitas sendi yang progresif dan kecacatan.
Perdarahan yang berkepanjangan terjadi setelah ekstrasi gigi. Hematuria dan perdarahan saluran
cerna yang spontan juga dapat terjadi. Keparahan klinis penyakit berkolerasi dengan beratnya
defisiensi factor VIII. Perdarahan operatif dan pasca trauma dapat mengancam jiwa baik pada
pasien yang sakit berat maupun ringan. Walaupun tidak sering, perdarahan intrasebral spontan lebih
sering terjadi daripada populasi umum dan merupakan penyebab kematian yang penting pada
pasien dengan penyakit berat.
Hasil pemerikasaan laboratorium
Pemeriksaan berikut ini hasilnya abnormal
1. Masa tromboplastin parsial teraktivasi, APTT
2. Pemeriksaan factor pembekuan VIII
Masa perdarahan dan masa protrombin normal
Deteksi pembawa sifat dan diagnosis antenatal
Sekarang deteksi pembawa sifat dapat lebih baik dilakukan dengan pelacak DNA. Suatu mutasi
spesifik yang diketahui dapat diidentifikasi atau polimorfisme panjang fragmen restriksi didalam atau
dekat gen factor VIII memungkinkan alel mutan diacak.
Pengobatan
Sebagian besar pasien dating ke pusat khusus hemophilia dengan tim multidisipliner yang
berdedikasi pada perawatan mereka. Episode perdarahan diobati dengan terapi penggantian factor
VIII dan perdarahan spontan biasanya terkendali bila kadar factor VIII pasien meningkat diatasi 20%
dari normal.
Factor VIII rekombinan dan preparat factor VIII yang dimurnikan dengan imunoafinitas saat ini
tersedia untuk penggunaan klinis dan mengeliminasi risiko penularan virus.
DDAVP (desmopresia) member cara alternative untuk meningkatkan kadar factor VIII plasma pada
penderita hemophilia yang lebih ringan. DDAVP juga dapat diberikan per-nasal-cara ini telah
digunaka sebagai pengobatan segera untuk henofilia ringan setelah trauma kecelakaan atau
perdarhan.
Tindakan suportif local yang digunakan untuk hemartrosis dan hematoma meliputi pengistirahatan
bagian yang sakit dan ppencegahan trauma lebih lanjut.
Terapi penderita hemofilia dengan konsentrat faktor VIII; ini cukup memudahkan perkiraan dosis
yang diperlukan untuk mencapai tinhkat hemostasis. Menurut definisi, 1ml plasma normal
mengandung 1 unit faktor VIII. Karena volume plasma kira-kira 45 ml/kg, maka diperlukan infus
faktor VIII 45 unit/kg untuk menaikkan kadarnya pada resipien yang hemofilia dari 0-100% (0-100
unit/dl). Dosis faktor VIII sebesar 25-50 unit/kg biasanya diberikan untuk menIKKn kadar pada
resipien menjadi 50-100% (50-100 unit/dl) normal. Karena waktu paro faktor VIII kir-kira 8-12 jam,
infus berulang dapat diberikan, menurut kebutuhan, untuk mempertahankan tingkat aktivitas yang
diinginkan.
Bila anak hemofilia mengalami perdarahan nyata, terapi penggantian harus segera dilaksanakan.
Tindakan pertolongan pertama harus mencakup aplikasi suhu dingin dan tekanan, tetapi ini tidak
boleh sebagai ganti dari terapi penggantian adekuat. Untuk hemartrosis biasa , diperlukan
menaikkan kadar faktor VIII sampai sekitar 50% (50 unit/dl) dan mempertahankannya paling tidak
diatas 5% (5 unit/dl) selama 48-72 jam. Infus tunggal konsentrat faktor VIII 20-30 unit/kg cukup,
memungkinkan terapi satu langkah episode perdarahan biasa. Imobilisasi pada awalnya terindikasi ,
tetapi latihan pasif harus dimulai dalam 48 jam untuk mencegah kekakuan dan fibrosis sendi.
Apabila perdarahan terjadi di daerah vital seperti otak atau leher, atau bila pembedahan diperlukan,
terapi intensif dengan menggunakan konsentrat faktor VIII selama 2 minggu terindikasi untuk
mempertahankan kadar plasma diatas 50% (50 unit/dl). Asam ε-aminokaproat, 50-100 mg/kg tiap 6
jam, mungkin terindikasi berbarengan dengan terapi penggantian untuk perdarahan mukosa dan
ekstraksi gigi.
Faktor Pabrik Proses
Produk-produk faktor VIII
A. Murni imunoafinitas
Monoklat P
Hemofili M
Metode
Armour
Baxter –Hyland
Bexter –Hyland untuk palang
amerika
Pasteurisasi
Pelarut –deterjen
Pelarut –deterjen
B. Kemurnian sedang dan
kemurnian tinggi
Kaotat-HP
Humat –P
Melat SD
Alfanat
Bank darah N.Y
Cutter
Behringwerke
Bank darah N.Y
Alfa
Bank darah N.Y, -Melville
biologik
Pelarut- deterjen
Pasteurasi
Pelarut-deterjen
Pelarut –deterjen
Pelarut –deterjen
C. Babi (porcine)
Hyate : C Proton /speywood Polielektronik kromatografi
D. Rekayasa genetik
AHF rekombinan
AHF KoGeNate
Baxter
Cutter
Rekayasa genetik
Rekayasa genetik
Pengobatan profilaksis
Meningkatnya ketersedian konsetrat factor VIII yang dapat disimpan di kulkas rumah
telah mengubah pengobatan hemophilia secara dramatis. Seoarang anak yang menderita
hemophilia dapat diobati di rumah begitu terdapat kecurigaan tanda-tanda awal perdarahan.
Kemajuan ini telah mengurangi angka kejadian hemartrosis yang menyebabkan cacat dan perlunya
penanganan rawat inap. Pasien sakit berat sekarang dapat mencapai usia dewasa dangan arthritis
ringan atau tanpa arthritis.
Penderita hemophilia dianjurkan untuk menjalani perawatan gigi yang teratur. Anak-anak penderita
hemophilia dan orang tua mereka sering kali memerlukan bantuan ekstensif dalam masalah social
dan psikologis.
Terapi gen
Untuk mencegah sebagian besar mortalitas mortalitas dan morbiditas akibat defisiensi factor VIII
atau factor IX hanya perlu mempertahankan kadar factor >1%, sehingga terdapat ketertarikan pada
terapi berdasar gen dan saat ini sedang dilakukan uji klinis.
Inhibitor
Salah satu komplikasi hemophilia yang paling serius adalah terbentuknya antibody (inhibitor)
terhadap factor VIII yang diinfuskan, yang terjadi pada 5-10% pasien. Imunosupresi telah
digunakan dalam usaha mengurangi pembentukan antibody. Konsentrat factor VIII babi, factor VIIa
rekombinan dan konsentrat kompleks protrombin aktif (juga dikenal sebagai FEIBA –factor eight
inhibitor bypassing activity (aktivitas pintas inhibitor factor VIII ) dapat berguna dalam pengobatan
episode perdarahan.
HEMOPHILIA B
Pewarisan dan gambaran klinis defisiensi factor IX (penyakit Christmas) identik dengan yang
terdapat pada hemophilia A. Bahkan kedua kelainan tersebut hanya dapat dibedakan dengan
pemeriksaan factor pembekuan spesifik. Insidensi –nya seperlima dari insidensi hemophilia A. factor
IX dikode oleh gen yang terletak dekat dengan gen untuk factor VIII dekat ujung lengan panjang
kromosom X. Deteksi pembawa sifat dan diagnosis antenatal dilakukan sama seperti untuk
hemophilia A. Prinsip terapi penggantian sama dengan hemophilia A. Episode perdarahan diatasi
dengan konsentrat factor IX. Factor IX rekombinan saat ini telah tersedia. Pemberian dosis yang
lebih tinggi diperlukan dibandingkan dengan factor IX yang berasal dari plasma.
Hasil pemeriksaan laboratorium
Uji-uji berikut ini memberinya hasil yang abnormal.
1. aPTT
2. Pemeriksaan Faktor pembekuan IX
Seperti pada hemophilia A, masa perdarahan dan PT member hasil yang abnormal.
Pengobatan
Penggantian faktor IX dilakukan dengan infus plasma beku segar atau konsentrat faktor IX. Karena
waktu paro faktor IX lebih lama dari pada faktor VIII (kira-kira 24 jam), faktor IX dapat diberikan
kurang sering. Satu unit faktor IX /kg menaikkan faktor IX plasma dari 1-1,2% normal (1 unit/kg
faktor VIII dapat menaikkan faktor VIII plasma resipien dengan 2%. Jadi untuk mencapai aktivitas
100% ( 100 unit/dl) pada penderita dengan hemofilia B berat diperlukan infus 100 unit faktor IX /kg.
KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATAKoagulasi Intravaskular Diseminata (KID) ditandai dengan proses aktivasi dari sistem koagulasi
yang menyeluruh yang menyebabkan pembentukan fibrin di dalam pembuluh darah sehingga terjadi
oklusi trombotik di dalam pembuluh darah berukuran sedang dan kecil. Proses tersebut menjadikan
aliran darah terganggu sehingga terjadi kerusakan pada banyak organ tubuh. Pada saat yang
bersamaan, terjadi pemakaian trombosit dan protein dari faktor-faktor pembekuan sehingga terjadi
perdarahan. Sebelum dikenal istilah KID, dahulu dikenal istilah-istilah lain yang diberikan sesuai
dengan patofisiologinya:
1. Coagulation consumption
2. Hyperfibrinosis
3. Defibrinasi
4. Thrombohaemoraghic Syndrome
KID merupakan keadaan yang termasuk dalam kategori kedaruratan medik, sehingga memerlukan
tindakan medis dan penanganan segera. Tindakan dan penanganan yang diberikan tergantung dari
patofisiologi penyakit
yang mendasarinya, apakah terjadi secara akut atau memang sudah ada penyakit yang sudah lama
diderita. Namun yang utama dalam memberikan penanganan tersebut adalah mengetahui proses
patologi KID itu sendiri, sepeti telah disebutkan sebelumnya, yakni terjadinya proses trombosis
mikrovaskular dan kemungkinan terjadi perdarahan (diatesa hemoragik) secara bersamaan.
Gambar 1. Mekanisme KIDTrombosis pada pembuluh darah dan kegagalan multi organAktivasi Sistem KoagulasiKonsumsi trombosit dan faktor koagulasiPembentukan Fibrin intravaskularPerdarahan
Tanda-tanda yang dapat dilihat pada penderita KID yang disertai dengan perdarahan misalnya:
petekie, ekimosis, hematuria, melena, epistaksis, hemoptisis, perdarahan gusi, penurunan
kesadaran hingga terjadi koma yang disebabkan oleh perdarahan otak.
Sementara tanda-tanda yang dapat dilihat pada trombosis mikrovaskular adalah gangguan aliran
darah yang mengakibatkan terjadi iskemia pada organ dan berakibat pada kegagalan fungsi organ
tersebut, seperti: gagal ginjal akut, gagal nafas akut, iskemia fokal, gangren pada kulit.Berikut ini
adalah kondisi klinik yang dapat menyebabkan terjadinya KID:
⇒ Sepsis
⇒ Trauma
o Cidera jaringan berat
o Cidera kepala
o Emboli lemak
⇒ Kanker
o Myeloproliferative disorder
o Tumor padat
⇒ Komplikasi Obstetrik
o Emboli cairan amnion
o Abruptio Placentae
⇒ Kelainan pembuluh darah
o Giant hemangioma
o Aneurysma Aorta
⇒ Reaksi terhadap toksin
⇒ Kelainan Imunologik
o Reaksi alergi yang berat
o Reaksi hemolitik pada transfusi
o Rejeksi pada transplant
PATOGENESIS
Pada pasien dengan KID, terjadi pembentukan fibrin oleh trombin yang diaktivasi oleh faktor
jaringan. Faktor jaringan, berupa sel mononuklir dan sel endotel yang teraktivasi, mengaktivasi
faktor VII. Kompleks antara faktor jaringan dan faktor VII yang teraktivasi tersebut akan
mengaktivasi faktor X baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara mengaktivasi
faktor IX dan VIII. Faktor X yang teraktivasi bersama dengan faktor V akan mengubah protrombin
menjadi trombin. Di saat yang bersamaan terjadi konsumsi faktor antikoagulan seperti antitrombin
III, protein C dan jalur penghambat-faktor jaringan, mengakibatkan kurangnya faktor-faktor tersebut.
Pembentukan fibrin yang terjadi tidak diimbangi dengan penghancuran fibrin yang adekuat, karena
sistem fibrinolisis endogen (plasmin) tertekan oleh penghambat-aktivasi plasminogen tipe 1 yang
kadarnya tinggi di dalam plasma menghambat pembentukan plasmin dari plasminogen. Kombinasi
antara meningkatnya pembentukan fibrin dan tidak adekuatnya penghancuran fibrin menyebabkan
terjadinya trombosis intravaskular yang menyeluruh.
DIAGNOSIS
Diagnosis KID tidak dapat ditegakan hanya berdasarkan satu tes laboratorium, karena itu biasanya
digunakan beberapa hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berdasarkan kondisi klinik
pasien.Dalam praktik klinik diagnosis KID dapat ditentukan atas dasar temuan sebagai berikut:
1.adanya penyakit yang mendasari terjadinya KID.
2.Pemeriksaan trombosit kurang dari 100.000/mm³.
3.Pemanjangan waktu pembekuan (PT, aPTT).
4.Adanya hasil degradasi fibrin di dalam plasma (ditandai dengan peningkatan D-dimer).
5.Rendahnya kadar penghambat koagulasi (Antitrombin III)Rendahnya trombosit pada KID
menandakan adanya aktivasi trombin yang terinduksi dan penggunaan trombosit. Memanjangnya
waktu pembekuan menandakan menurunnya jumlah faktor pembekuan yang tersedia seperti vitamin
K.Pemeriksaan kadar penghambat pembekuan (AT III atau protein C) berguna untuk memberikan
informasi prognostik. Pemeriksaan hasil degradasi fibrin seperti D-dimer, akan membantu untuk
membedakan KID dengan kondisi lain yang memiliki gejala serupa, pemanjangan waktu pembekuan
dan turunnya trombosit, seperti pada penyakit hati kronik.
Rekomendasi KonNas Tatalaksana DIC pada Sepsis tahun 2001
Kriteria minimal untuk diagnosis DIC adalah didapatkan keadaan atau gambaran klinik yang dapat
menyebabkan DIC dengan manifestasi perdarahan, tromboemboli atau keduanya, disertai dengan
pemeriksaan laboratorium trombositopenia dan gambaran eritrosit sel Burr atau D-dimer
positif.Bilamana fasilitas laboratorium memungkinkan dapat digunakan kriteria menurut Bick atau
berdasarkan skor DIC dari ISTH 2001.
Kriteria Laboratorium DIC menurut KonNas Tata laksana DIC pada sepsis 2001
1.Hitung trombosit: trombositopeni pada 98% DIC
2.PT: memanjang pada 50-70% DIC
3.aPTT: memanjang pada 50-60% DIC
4.Masa Trombin : memanjang
5.Fibrinogen
6.sFM (soluble fibrin monomer)
7.D-dimer: meningkat
8.FDP: meningkat
9.Antitrombin: menurun
Kriteria Laboratorium DIC menurut Bick
1.Aktivasi prokoagualan: PF1+2, TAT, D-dimer, fibrinopeptide
2.Aktivasi fibrinolitik: D-dimer, FDP, plasmin, PAP
3.Konsumsi inhibitor: AT III, TAT, PAP, Protein C & S
4.Kerusakan/kegagalan organ: LDH, kreatinin, pH, pO2
Sistem Skor DIC (ISTH 2001)
1.Penilaian risiko: apakah terdapat penyebab DICjika tidak ada, penilaian tidak dilanjutkan
2.Uji Koagulasi (trombosit, PT, D-dimer, fibrinogen)
3.Skor:
a. Trombosit: > 100000 = 0
50000-100000 = 1
<50000 = 2
b. D-dimer: < 500 = 0
500-1000 = 1
>10000=2
c. PT memanjang: <3 detik = 0
4-6 detik = 1
>6 detik = 2
d. Fibrinogen: <100mg/dl = 1
>100 mg/dl = 0
4.Jumlah skor:≥ 5 : sesuai DIC: skor diulang setiap hari
< 5 : sugestif DIC: skor diulang dalam 1-2 hari
PENATALAKSAAAN
Penatalakasanaan KID yang utama adalah mengobati penyakit yang mendasari terjadinya KID. Jika
hal ini tidak dilakukan , pengobatan terhadap KID tidak akan berhasil. Kemudian pengobatan lainnya
yang bersifat suportive dapat diberikan.
1.Antikogulan
Secara teoritis pemberian antikoagulan heparin akan menghentikan proses pembekuan, baik yang
disebabkan oleh infeksi maupun oleh penyebab lain. Meski pemberian heparin juga banyak
diperdebatkan akan menimbulkan perdarahan, namun dalam penelitian klinik pada pasien KID,
heparin tidak menunjukkan komplikas perdarahan yang signifikan.
Dosis heparin yang diberikan adalah 300 – 500 u/jam dalam infus kontinu.Indikasi: 1.Penyakit dasar
tak dapat diatasi dalam waktu singkat2.Terjadi perdarahan meski penyakit dasar sudah
diatasi3.Terdapat tanda-tanda trombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal hati, sindroma
gagal nafasDosis:100iu/kgBB bolus dilanjutkan 15-25 iu/kgBB/jam (750-1250 iu/jam) kontinu, dosis
selanjutnya disesuaikan untuk mencapai aPTT 1,5-2 kali kontrol Low molecular weight
heparin dapat menggantikan unfractionated heparin
2.Plasma dan trombosit
Pemberian baik plasma maupun trombosit harus bersifat selektif. Trombosit diberikan hanya kepada
pasien KID dengan perdarahan atau pada prosedur invasive dengan kecenderungan perdarahan.
Pemberian plasma juga patut dipertimbangkan, karena di dalam palasma hanya berisi faktor-faktor
pembekuan tertentu saja, sementara pada pasien KID terjadi gangguan seluruh faktor pembekuan.
3.Penghambat pembekuan (AT III)
Pemberian AT III dapat bermanfaat bagi pasien KID, meski biaya pengobatan ini cukup
mahal.Direkomendasikan sebagai terapi substitusi bila AT III<70%Dosis:
a. Dosis awal 3000 iu (50 iu/kgBB) diikuti 1500 iu setiap 8 jam dengan infus kontinu selama 3 – 5
hari.
b. rumus: 1.1 iu x BB (kg) x ∆ AT III, dengan target AT III > 120%2.∆ AT III x 0,6 x BB (kg), dengan
target AT III > 125%
4.Obat-obat antifibrinolitik
Antifibrinolitik sangat efektif pada pasien dengan perdarahan, tetapi pada pasien KID pemberian
antifibrinolitik tidak dianjurkan. Karena obat ini akan menghambat proses fibrinolisis sehingga fibrin
yang terbentuk akan semakin bertambah, akibatnya KID yang terjadi akan semakin berat.
ITP ( Idiopathic Trombocytopenic Purpura )
DEFENISI
Suatu kelaianan didapat yang berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia
oleh karena adanya penghancuran trombosit secara dini didalam sistem retikuloendotel akibat
adanya auto antibodi terhadap trombosit yang berasal dari Ig G.
KLASIFIKASI
ITP akut : Pada anak –anak, paling sering usia 2-4 tahun
ITP kronis : Pada orang dewasa.
ETIOLOGI
Penyakit yang pasti belum diketahui, tetapi dikemukakan berbagai kemungkinan diantaranya ialah
hipersplenisme, infeksi virus ( demam berdarah, morbili, varisela, dan sebagainya), intoksikasi
makanan atau obat.
GEJALA KLINIK
1. ITP akut :
Di jumpai pada anak jarang pada umur dewasa
Awitan penyakit biasanya mendadak
Riwayat infeksi sering mengawali terjadinya perdarahan berulang
Manifestasi perdarahan ITP akut pada anak biasanya ringan
ITP akut pada anak biasanya self limiting
2. ITP kronis :
Awitan seringkali terjadi perlahan dengan perdarahan berupa petekie,mudah memar, menoragia
(pada wanita), perdarahan mukosa (misalnya epitaksis atau perdarahan gusi)
Riwayat perdarahan sering dari yang ringan sampai sedang.
ITP kronis cenderung mengalami relaps dan menyembuh secara spontan sehingga perjalanan
klinisnya sulit diprediksi.
PENGOBATAN
1. ITP AKUT
Tanpa pengobatan, karena dapat sembuh secara spontan
Pada keadaan yang berat dapat diberikan kortikosteroid ( prednison) peroral dengan atau tanpa
transfusi.
Pada trombositopenia yang disebabkan DIC, dapat diberikan heparin intravena. Pada pemberian
heparin ini sebaiknya selalu disiapkan antidotumnya yaitu protamin sulfat
Bila keadaan sangat gawat ( perdarahan otak ) hendaknya diberikan transfusi trombosit.
2. ITP KRONIS
Kortikosteroid, diberikan selama 6 bulan
Splenektomi dianjurkan bila tidak diperoleh hasil dengan penambahan obat imunosupresif selama 2-3
bulan.
Terapi Ig intravena dosis tinggi
Obat-obatan imunosupresif : vinkristin, siklofosfamid, azitiopurin)
Danazol dan Ig anti O untuk tindakan emergenci transfusi trombosit.
Indikasi Transfusi Trombosit
a. Trombositopenia / fungsi trombosit abnormal. Pada saat terjadi perdarahan atau sebelum dilakukan
tindakan infasif dan tidak tersedia terapi alternatif ( misal steroid, atau Ig dosis tinggi). Hitung
trombosit harus > 50000/mm3 sebelum biopsi hati.
b. Secara profilaksis pada pasien dengan hitung trombosit < 5000 – 10000/mm3. Jika terdapat infeksi
tempat perdarahan yang potensial atau koagulopati. Jumlah tersebut harus dipertahankan >
20000/mm3.
PENYAKIT VON WILLEBRANDPenyakit ini adalah kelainan perdarahan herediter disebabkan oleh defisiensi factor von Willebrand
(FVW).
FVW membantu trombosit melekat pada dinding pembuluh darah dan antara sesamanya, yang
diperlukan untuk pembekuan darah.
Faktor von Willebrand
FVW adalah suatu glokoprotein multimer heterogen dalam plasma dengan dua fungsi utama:
1. Memudahkan adhesi trombosit pada kondisi stress berat dengan menghubungkan reseptor
membrane trombosit ke subendotel pembuluh darah.
2. Bekerja sebagai pembawa plasma bagi factor VIII, suatu protein koagulasi darah yang penting.
Penyakit Von Willebrand (PVW)
Kelainan perdarahan kronis ditandai baik agregasi trombosit maupun pembentukan bekuan tidak
terjadi secara memadai. Kelainan adhesi trombosit mungkin akibat kelainan reseptor trombosit
intriksik atau karena kelainan atau defisiensi molekul pelekat seperti FVW. Penyakit ini disebut juga
sebagai pseudohemofilia atau hemophilia vascular.
Klasifikasi dan Patologi
PVW disebabkan oleh kelainan kuantitatifdan/atau kualitatif FVW, suatu protein factor pembekuan
yang diperlukan untuk interaksi antara trombosit-dinding pembuluh darah dan untuk pembawa factor
VIII. Pada banyak kasus juga terdapat defisiensi factor VIII. Kelainan yang nyata pada FVW
bertanggung jawab terhadap 3 tipe utama PVW.
Kelainan Kuantitatif FVW
Tipe 1 dan 3 ditandai dengan kelainan kuantitatif FVW. Identifikasi kelainan gen adalah sulit pada
tipe 1 dan 3 PVW. Tipe 1 merupakan kelainan ringan, dan menjadi kasus terbanyak. Tipe 3
merupakan bentuk terberat tetapi jarang terjadi.
Kelainan Kualitatif FVW
Tipe 2 yang terdiri dari subtype 2A, 2B, 2M, dan 2N, meliputi pasien dengan kelainan kualitatif
FVW. Tipe 2 meliputi kalainan yang ringan sampai sedang, ditandai dengan gejala –gejala yang
sifatnya khas. Tipe 2A ditandai dengan penurunan fungsi FVW yang terkait trombosit dan termasuk
subtype II A dan II C. Tipe 2B ditetapkan dengan meningkatnyaafinitas FVW terhadap GP 1 b
trombosit. Tipe 2N, ditandai oleh kelainan ikatan FVW pada factor VIII.
Gambaran Klinik
Gejala paling sering terjadi meliputi: perdarahan gusi, hematuria, epistaksis, perdarahan saluran
kemih, darah dalam feses, mudah memar, menoragi.
Pada PVW simtomatik, seperti pada gangguan fungsi trombosit lainnya, biasanya tampil dengan
perdarahan mukokutan, terutama epistaksis, muah memar, menoragi, dan perdarahan gusi dan
gastrointestinal. Pasien dengan kadar VIII yang sangat rendah bahkan dapat menunjukkan
hemartrosis dan perdarahan jaringan dalam tubuh. Seringkali gambaran kelaianan ini tidak nyata
sampai terdapat pemberat seperti trauma atau perdarahan. Seringkali terdapat riwayat yang jelas
dalam keluarga dengan perdarahan abnormal dan berat, namun daya tembus dan ekspresi gen
yang mengalami mutasi sangat bervariasi/. Pasien dengan gen resesif tunggal khas asimptomatik
tetapi menunjukkan kadar aktivitas antigen FVW abnormal. Keturunan dengan heterozigot ganda,
ang diturunkan dari orangtua yang keduanya membawa gen cacat, menghasilkan penyakit berat tipe
3.
Diagnosis
Diagnosis PVW memerlukan:
1. Kecurigaan terhadap gambaran klinis tingkat tinggi dan
2. Kecakapan pemamfaatan laboratorium.
Bila pasien dalam keadaan kritis, sulit menetapkan diagnosis yang tepat. Bila PVW dianggap
merupakan factor penunjang pada perdarahan pasien, lebih dahulu harus diobati secara empiris dan
penelusuran laboratories yang rumit ditunda sampai pasien secara klinis stabil dan tidak mendapat
prosuk darah dan obat selama beberapa minggu.
PVW selain congenital juga ada yang didapat. PVW yang didapat berbeda dari PVW congenital,
jarang terjadi, tampil lambat, dan tanpa riwayat perdarahan dalam keluarga. PVW yang didapat
berkaitan dengan sejumlah penyakit kronis termasuk kelainan berikut:
1. Autoimun
2. Gamopati monoclonal
3. Limfoproliferatif
4. Keganasan epidemic
5. Hipotiroidisme
6. Tumor Wilm
7. Mieloproliferatif
8. Sebab pemakaian obat, termasuk siproloksasin
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemanjangan BT
2. Penurunan kadar FVW plasma
3. Penurunan secara parallel kadar aktivitas biologi diperiksa dengan penentukan kofaktor ristosetin
4. Penurunan aktivitas factor VIII
Evaluasi Penapisan
Untuk PVW harus mencakup pemeriksaan BT, hitung trombosit, PT, dan APTT.
1. PVW ringan tipe 1 biasanya hasil pemeriksaan normal. Bila penyakit lebih berat BT memanjang
antara 15-30 menit sedangkan hitung trombosit normal.
2. Pasien dengan defisiensi berat FVW atau kelainan factor VIII mengikat FVW berakibat
pemanjangan APTT, sekunder akibat menurunnya kadar kofaktor VIII dalam plasma.
3. Untuk menetapkan diagnosis diperlukan pemeriksaan khusus kadar FVW dan fungsinya.
D. KESIMPULAN SEMENTARA
1. Adanya gangguan hemostasis
a. DIC
b. Hemofilia
c. Thalassemia
d. ITP
2. Defisiensi vitamin K
ANAMNESIS
Nama : Amat
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : -
Umur : 15 tahun
Keluhan utama : perdarahan yang sulit berhenti pada bekas suntikan.
Keluhan tambahan : demam tinggi, menggigil, nausea, vomitus, petechiae dan ekimosis
Riwayat penyakit terdahulu : -
Riwayat sosial : memiliki segudang aktivitas
Pemeriksaan fisik
Inspeksi : petechiae, ekimosis
Palpasi : demam tinggi
Perkusi : -
Auskultasi : -
Pemeriksaan Laboratorium
Thrombosit : 100.000/ mm3
Leukosit : 14.000/ mm3
PT : 18 Detik
aPTT : 45 detik
DIAGNOSA AWAL
DIC
DIAGNOSA BANDING
DIC, defisiensi vitamin K, ITP, Hemofilia
DIAGNOSA AKHIR
DIC
E. KESIMPULAN AKHIR
OS mengalami gangguan hemostasis sehingga menyebabkan perdarahan pada
bekas suntikan yang sulit berhenti.
BAB IIIPENUTUP
Diagnosis anemia DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) ditegakkan berdasarkan hasil
temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan
dengan gejala klinis yang sering tidak khas.
Prinsip penatalaksanaan DIC adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta
memberikan terapi sesuai dengan faktor penyebabnya. Mencari faktor penyebab DIC pada pasien
merupakan suatu hal yang sulit dilakukan. Jika penatalaksanaannya tidak dilakukan sesuai dengan