Download - Kasus Sulit
KASUS SULIT
“Iris Prolaps et causa Ulkus Kornea Perforata”
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
RUMAH SAKIT MATA DR. YAP
D.I. YOGYAKARTA
PERIODE 29 JUNI 2015 - 25 JULI 2015
Pembimbing: dr. Rinanto Prabowo, Sp.M, M.Sc
Tanda tangan
......................................
Nama : Raymond Efraim Ngkale
Nim : 41 09 0014 ......................................
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 60 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Perangkat Desa
Tanggal pemeriksaan : 8 Mei 2015
Pemeriksa : Nur Afiqah Binti Jasmi
II. PEMERIKSAAN SUBJEKTIF
Auto anamnesis tanggal : 8 Mei 2015, jam 10.30 WIB
Keluhan utama
Mata kiri kabur sejak 5 bulan yang lalu
Keluhan tambahan
Pusing, tidak bisa tidur, mata sebelah kiri merah dan terasa nyut-nyut.
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan pasien pandangan kabur 5 bulan SMRS. Pandangan
kabur secara perlahan-lahan.Selain pandangan kaburpasien mengatakan bahwa ia
kadang tidak bisa tidur, pusing, mata kiri merah dan terasa nyut-nyut.Pasein juga
merasakan nyeri kepala saat melihat cahaya terang dan air mata sering mengalir tanpa
disadari.Pasien mengatakan ada mual. Pasien mengaku sering berkendara naik
motor.Pasien menyangkal mata nyeri saat digerak dan adanya riwayat trauma.Pasien
juga menyangkal adanya belekan atau rasa mengganjal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Umum
Hipertensi (+) sejak 10 tahun lalu dengan pengobatan amlodipin 10mg, Asma (-),
Diabetes Melitus (-)
Mata
Riwayat pemakaian kacamata (+), Riwayat Operasi (-), rabun jauh/dekat (+).
Riwayat Penyakit Keluarga
Umum
Diabetes Melitus (-), Hipertensi (+), Asma (-)
Mata
Riwayat pemakaian kacamata (+), Riwayat operasi (-), rabun jauh/dekat (+).
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Tanda Vital
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 84x/menit
Respiration rate : 24x/menit
Suhu : 36,5oC
Kepala : Normocepali, rambut hitam, distribusi merata
Telinga : Normotia, serumen (-), secret (-)
Hidung : Deviasi septum (-), secret (-)
Tenggorokkan : Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)
Thoraks
Jantung : BJ I-II regular, murni, gallop (-), murmur (-)
Paru : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
Abdomen : Nyeri tekan (-), bising usus (+) normal, supel.
Ekstremitas : Akral hangat, udem -/-, CRT<2s
STATUS OPHTHALMOLOGIS
KETERANGAN (OD) (OS)
1. VISUS
Tajam Penglihatan 6/18 6/60
Axis Visus 80 Tidak ada
Koreksi Tidak ada Tidak ada
Addisi Tidak ada Tidak ada
Distansia Pupil Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Kacamata lama Tidak ada Tidak ada
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
Enoftalmus Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan Bola Mata Baik ke semua arah Baik ke semua arah
3. SUPERSILIA
Warna Hitam, sikatrik (-) Hitam, sikatrik (-)
Simetris Simetris, Distribusi normal Simetris, Distribusi normal
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Punctum Lakrimal Normal Normal
Fisura palpebra Normal Normal
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada
5. KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis Tidak ada Ada
Kista Tidak ada Tidak ada
Folikel/Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Anemis Tidak ada Tidak ada
Kemosis Tidak ada Tidak ada
6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret Tidak ada Tidak ada
Injeksi konjungtiva Tidak ada Tidak ada
Injeksi siliar Tidak ada Ada
Injeksi subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Tidak ada
Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada
Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada
7. SISTEM LAKRIMALIS
Punctum lakrimalis Normal Normal
Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
8. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
9. KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Tidak Licin
Ukuran 12 mm 12 mm
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arkus senilis Tidak ada Tidak Ada
Edema Tidak ada Ada
Tes Placido Normal, Kontinu Normal, Kontinu
10. BILIK MATA DEPAN
Kedalaman Dangkal VH 2 Dangkal VH 2
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
Efek Tyndall Tidak dilakukan Tidak dilakukan
11. IRIS
Warna Coklat kehitaman Coklat Kehitaman
Kripte Baik Baik
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Atropi - +
Neovaskularisasi - +
12. PUPIL
Letak Di tengah Di tengah
Bentuk Bulat, regular Bulat, regular
Ukuran 2,5mm 3mm
Reflek cahaya langsung Positif Negatif
Reflek cahaya tak langsung Positif Negatif
13. LENSA
Kejernihan Jernih Keruh
Letak Di tengah Di tengah
Shadow test Negatif Negatif
14. BADAN KACA
Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
15. FUNDUS OKULI
Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ekskavasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rasio arteri : vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan
C/D ratio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Makula lutea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ablasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
16. PALPASI
Nyeri tekan Tidak ada Ada
Massa tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi okuli N N-
Tonometri non kontak 12mmHg 9mmHg
17. KAMPUS VISI
Tes konfrontasi Normal Menyempit
IV. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Gonioskopi: untuk melihat terbuka atau tertutupnya sudut iridokorneal
2. Tonometri: untuk follow up besarnya tekanan bola mata tiap harinya
3. USG biometrik untuk melihat segmen posterior.
4. Perimeter Goldmann atau Friedmann field analyze: Pemeriksaan lapang pandang
V. RESUME
Pasien laki-laki berusia 60 tahundatang dengan keluhan pasien pandangan kabur 5 bulan
SMRS. Pandangan kabur secara perlahan-lahan.Selain pandangan kabur pasien
mengatakan bahwa ia kadang tidak bisa tidur, pusing, mata kiri merah dan terasa nyut-
nyut.Pasein juga merasakan nyeri kepala saat melihat cahaya terang dan air mata sering
mengalir tanpa disadari.Pasien mengatakan ada mual. Pasien mengaku sering berkendara
naik motor.Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak lebih 10 tahun lalu dengan
pengoabtan amlodipin 10mg 1 kali sehari.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status generalis: tensi 160/100mmHg. Dari
pemeriksaan ophtalmologikus didapatkan:
OD OS
6/18 Visus 6/60
Hiperemis (-), Sekret (-) Konjungtiva bulbi Hiperemis (+),
Sekret (-), Injeksi siliar
(+)
Jernih, Edema (-) Kornea Jernih, Permukaan tidak
licin, Edema (+)
Dangkal VH II COA Dangkal VH II,
Coklat kehitaman Iris Atropi iris (+),
neovaskularisasi (+)
Sentral, Refleks cahaya
(+), ukuran 2mm
Pupil Sentral, Refleks cahaya
(+), ukuran 3mm
Jernih Lensa Keruh
N, NCT: 12 mmHg Palpasi N-, NCT: 9mmHg
Normal Tes Konfrontasi Menyempit
VI. DIAGNOSIS KERJA
OS glaukoma neovaskular+ rubeosis iridis
VII. DIAGNOSIS BANDING
1. Glaukoma sudut tertutup primer akut
VIII. PENATALAKSANAAN
Infus Manitol20 %, 1-1,5 mg/kgBB, dalam 45 menit.
Cendo Timol 0.5% 2 kali sehari OS
Cendo Xitrol6 kali sehari OS
Aspar K300mg tablet 1 kali sehari
Glaukon125mg tablet 3 kali sehari
Operasi Filtrasi Trabekulektomi
Rujuk Spesialis Penyakit Dalam untuk penanganan faktor predisposisinya
IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad Functionam Dubia Ad Bonam Dubia Ad Malam
Ad Sanationam Dubia Ad Bonam Dubia Ad Malam
Ad Vitam Bonam Bonam
ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal sebuah jam
tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar pada persambungan
ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar
0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima
lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris),
lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan
kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi
sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai
prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.1
Gambar 1. Anatomi Kornea
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:
1. Lapisan epitel
Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui
desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan
glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi
gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu dengan yang
lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat
kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama
yang kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma.
4. Membran Descement
Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40
µm.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m. Endotel
melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula okluden.4
Gambar 2. Corneal Cross Section
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf
nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea,
menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi
dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan.4
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquous, dan air
mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir. Transparansi
kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya.1
III. DEFINISI 2,4
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan
kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, dan
diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.
IV. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi ulkus kornea
tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya
ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak
di ketahui penyebabnya. Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879
tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan. Banyak laporan menyebutkan
peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal,
penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak. Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari
112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur. Mortalitas atau morbiditas tergantung dari
komplikasi dari ulkus kornea seperti parut kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan
kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu
sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki-
laki. Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga
meningkatkan resiko terjadinya trauma termasuk trauma kornea.3
V. PATOFISIOLOGI
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam perjalanan
pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak
ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea.
Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan
yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan
gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 5
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera datang,
seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan kornea,
wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai
makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan
tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear,
sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang
tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak
licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.6
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik
superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga
diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan
menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. 1
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel
leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu
melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat
sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran
Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan
terjadinya sikatrik.5
VI. ETIOLOGI 1,4,5,6
a. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella
merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral. Gejala klinis
yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat
khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.
Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas
dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah
akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila
mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster,
variola, vacinia (jarang).
Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air yang
tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa
kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga
biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau
tanah yang tercemar.
b. Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan
organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan
protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat
destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali
antara lain amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium
hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen kornea.
Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan
merusak epitel kornea.
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang
merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film
air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan
epitel yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada
keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea
terpulas dengan flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A
dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan
oleh tubuh.
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid, IDU
(Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.
Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
Pajanan (exposure)
Neurotropik
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Granulomatosa wagener
Rheumathoid arthritis
VII. KLASIFIKASI 1,6
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)
Ulkus Kornea Sentral
a. Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea
(serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang
menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena
eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.
Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik kekuningan
disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak diobati secara adekuat,
akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun
terdapat hipopion ulkus seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.
Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea. ulkus
sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyerbukan ke dalam dapat
mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna
abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini
seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.
Gambar 3.a Ulkus Kornea Bakterialis Gambar 3.b Ulkus Kornea Pseudomonas
Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi
ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan gambaran karakteristik
yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna
kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung
dan di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak
selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan
dakriosistitis.
b.. Ulkus Kornea Fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa minggu
sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak kering. Tepi
lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada bagian epitel yang baik.
Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit
disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi
kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat
rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.
Gambar 4. Ulkus Kornea Fungi
c. Ulkus Kornea Virus
Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan
lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata ditemukan vesikel
kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat
subepitel dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit
herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah.
Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai
dengan infeksi sekunder.
Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes
simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda injeksi siliar
yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea disusul dengan
bentuk dendrit atau bintang infiltrasi. terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian
menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil,
ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya
Gambar 5.a Ulkus Kornea Dendritik Gambar 5.b Ulkus Kornea Herpetik
d. Ulkus Kornea Acanthamoeba
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya, kemerahan dan
fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural.
Gambar 6. Ulkus Kornea Acanthamoeba
Ulkus Kornea Perifer
a. Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk ulkus
superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus, toksit atau alergi dan
gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang
berbentuk cincin atau multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada penderita leukemia akut,
sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.
Gambar 7. Ulkus Marginal
b. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral. ulkus mooren
terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori
yang diajukan dan salah satu adalah teori hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan
autoimun. Biasanya menyerang satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh
permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang sentral.
Gambar 8. Mooren's Ulcer
c. Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang berbentuk
melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam, kadang-kadang timbul
perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer.
Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya tak ada hubungan dengan konjungtivitis kataral.
Perjalanan penyakitnya menahun.
VIII. MANIFESTASI KLINIS 4
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :
Gejala Subjektif
Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
Sekret mukopurulen
Merasa ada benda asing di mata
Pandangan kabur
Mata berair
Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
Silau
Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer
kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.
Gejala Objektif
Injeksi siliar
Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
Hipopion
IX. DIAGNOSIS 1,3,5
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien penting
pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi,
adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes
simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh
pasien seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus
terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik
seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar, kornea
edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang
disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
Ketajaman penglihatan
Tes refraksi
Tes air mata
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
Gambar 12. Kornea ulcer dengan fluoresensi
Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari
dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau
Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic
acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak
maltosa.
Gambar 9. Pewarnaan gram ulkus kornea fungi
Gambar 10 a.Pewarnaan gram ulkus kornea Gambar 10 b.Pewarnaan gram ulkus
Herpes Simpleks kornea
Herpes Zoster
Gambar 11. a Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri Gambar 11. b Pewarnaan
akantamoeba
X. PENATALAKSANAAN 4,6,7
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis mata agar
tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus kornea tergantung
penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur,
sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid.
Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak
terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan
mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum yang kurang
dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan makanan yang bergizi,
udara yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian roboransia yang mengandung
vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman
yang virulen, yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid
0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik. Dengan
penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan sampai melebihi 39,5°C. Akibat
kenaikan suhu tubuh ini diharapkan bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi
lekas sembuh.
2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi kornea
sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya. Konjungtuvitis,
dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok,
gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi sehingga
mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi
midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah
pembentukan sinekia posterior yang baru
Skopolamin sebagai midriatika.
Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau tetrakain
tetapi jangan sering-sering.
Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum luas
diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus
sebaiknya tidak diberikan salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan
juga dapat menimbulkan erosi kornea kembali.
Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat
komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal amphotericin B 1,
2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis anti biotic
Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal untuk
mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk infeksi sekunder
analgetik bila terdapat indikasi.
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA, interferon
inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat
menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik
terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan pada ulkus
yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni
trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau termophore.
Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang mengandung panas disentuhkan pada
pinggir ulkus sampai berwarna keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak menunjukkan
perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan yang baru yang
banyak mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh. Penutupan ulkus
dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang
kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada
ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat
dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan sulfas
atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan melakukan gerakan-
gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka dapat
dilakukan :
Iridektomi dari iris yang prolaps
Iris reposisi
Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita obati
seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh menjadi
leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.
Gambar 7. Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat pada
kornea ditepi perforasi.
3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak
berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan,
kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi
beberapa kriteria yaitu :
a. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
b. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
c. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.
Gambar 14. Keratoplasti
XI. PENCEGAHAN 7
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada ahli
mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada kornea dapat
mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.
- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup sempurna,
gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan merawat lensa
tersebut.
XII. KOMPLIKASI 7
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
Prolaps iris
Sikatrik kornea
Katarak
Glaukoma sekunder
XIII. PROGNOSIS 3,8
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi yang
timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan
kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat
pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan
yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada
ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan
resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan pemberian
terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode; migrasi sekeliling sel epitel
yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus
superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada
ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk
jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.