i
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
sangat mengutamakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan
pembangunan, tegaknya suprimasi hukum, transparansi,dan berorientasi pada hasil, serta bebas dari
korupsi, kolusi dan nepotisme. Upaya untuk menyelenggarakan pemerintahan yang demikian diatur dalam
Peraturan Pemerintah No.8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah
serta Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014, tentang Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) , didalam Peraturan Presiden tersebut mewajibkan setiap Instansi
Pemerintah pusat dan daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Negara untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan /kegagalan pelaksanaan program dan kegiatan yang telah
diamanatkan para pemangku kepentingan dalam rangka mencapai misi organisasi secara terukur dengan
sasaran/target kinerja yang telah ditetapkan melalui laporan kinerja instansi pemerintah yang disusun
secara periodik.
Mengacu pada keempat aturan tersebut, Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Provinsi
Jawa Timur Tahun 2017 disusun sebagai media untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau
kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam
dokumen Perjanjian Kinerja Provinsi Jawa Timur tahun 2017.
Penyajian Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Provinsi Jawa Timur Tahun 2017 ini
didasarkan padaPeraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53
Tahun 2014 tentang Petunjuk Tehnis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas
Dengan memanjatkan Puji Syukur Kehadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya, sehingga
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Provinsi Jawa Timur
Tahun 2017 dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa dengan
bergulirnya era reformasi membawa reformasi membawa konsekuensi
bagi penyelenggaraan seluruh fungsi pemerintahan di segala lini untuk
berubah menjadi lebih baik dengan mengakomodasi praktek-praktek
kepemerintahan yang baik atau lazim disebut “good governance” dan
mewadahi aspirasi dan partisipasi masyarakat di segala bidang
pemerintahan. Dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip yang
ii
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah yang di dalamnya memuat pernyataan visi, misi, tujuan, sasaran,
kebijakan serta program kegiatan. Selanjutnya dilakukan analisis akuntabilitas kinerja yang
menggambarkan pencapaian kinerja indikator sasaran dan tujuan dalam mendukung tercapainya Visi dan
Misi Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Provinsi Jawa Timur Tahun 2017 ini diharapkan
dapat menjadi panduan bagi Perangkat Daerah dilingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, untuk
meningkatkan kinerja organisasinya sesuai dengan visi, misi, tujuan, sasaran, progam dan kebijakan yang
telah ditetapkan didalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur No. 1 tahun 2017 tentang Perubahan atas
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur No. 3 tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-2019.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada semua pihak yang turut
berperan serta secara aktif memberikan masukan kontruktif terhadap kesempurnaan Penyusunan Laporan
Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Provinsi Jawa Timur Tahun 2017, antara lain kepada narasumber dari
Kementerian Pendadayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (Deputi
Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Kinerja Aparatur dan Pengawasan), seluruh Perangkat Daerah
dilingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan tim penyusun Laporan Kinerja Instansi Pemerintah
Provinsi Jawa Timur serta pihak-pihak lainnya yang terkait.
Semoga Allah SWT tetap melimpahkan kurnia-Nya kepada kita semua, Amin.
Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Surabaya, 28 Maret 2018
GUBERNUR JAWA TIMUR
Dr. H. SOEKARWO
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
IKHTISAR EKSEKUTIF v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN 1
1.3 GAMBARAN UMUM PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR 2
1.3.1 Kondisi Geografis 2
1.3.2 Kondisi Demografis 10
1.3.3 Kondisi Kesejahteraan Masyarakat 11
1.3.4 Kondisi Pemerintahan 17
1.3.5 Kondisi Sosial Politik 18
1.4 KEDUDUKAN,TUGAS POKOK, FUNGSI DAN KEWENANGAN 18
1.5 ISU-ISU STRATEGIS 19
1.5.1 Isu Internasional 19
1.5.2 Isu Nasional 22
1.5.4 Isu Strategis Pembangunan Jawa Timur 2014-2019 26
BAB II PERENCANAAN KINERJA
2.1 RPJMD TAHUN 2014-2019 28
2.1.1 Visi 28
2.1.2 Misi 29
2.1.3 Tujuan 29
2.1.4 Sasaran 30
2.1.5 Strategi dan Arah Kebijakan 34
2.2 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) 34
2.3 PERJANJIAN KINERJA 35
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
3.1 PENGUKURAN CAPAIAN KINERJA TAHUN 2017 36
3.2 EVALUASI DAN ANALISIS CAPAIAN KINERJA 48
3.2.1 Analisis Penyebab Keberhasilan/Kegagalan Dan Rencana Tindak Lanjut 48
3.2.1.1 Indikator Kinerja Utama 48
3.2.1.2 Sasaran Strategis dan Indikator Sasaran Strategis 54
iv
3.3 ANALISIS PENGGUNAAN SUMBER DAYA ANGGARAN 68
3.3.1 Sumber Pendanaan APBD 68
3.3.2 Sumber Pendanaan Non- APBD 85
3.4 PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 86
3.4.1 Kinerja Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
TA 2017
87
3.4.2 Kinerja Pendapatan Daerah 89
3.4.3 Kinerja Belanja Daerah 92
3.4.4 Analisis Rasio Keuangan Kaitannya dengan Pencapaian Kinerja 98
BAB IV PENUTUP
4.1 KESIMPULAN 105
4.2 RENCANA TINDAK LANJUT 105
LAMPIRAN I
PERNYATAAN REVIU LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PROVINSI
JAWA TIMUR TAHUN 2017.
LAMPIRAN II PERJANJIAN KINERJA PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017
LAMPIRAN III PENGHARGAAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017
v
IKHTISAR EKSEKUTIF
Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai penyelenggara Pemerintahan ditingkat Provinsi menyusun
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Tahun 2017 sebagai bentuk pertanggungjawaban atas
keberhasilan atau kegagalan dalam menjalankan fungsi dan urusan yang menjadi kewenangannya.
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah ini memiliki 2 (dua) fungsi yaitu :
1. Informasi kinerja ini disampaikan kepada publik sebagai bagian dari pertanggungjawaban penerima
amanat, dan ;
2. Informasi kinerja yang dihasilkan dapat digunakan oleh publik untuk memberikan saran/masukan guna
memicu perbaikan kinerja pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah ini disusun sesuai Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk
Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja.Tahun 2017
merupakan pelaksanaan tahun ke-1 (satu) dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-2019 berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur
No.1 tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur No. 3 tahun 2014 yang
menjabarkan visi dan misi Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih kedalam bentuk tujuan dan sasaran
pembangunan, program dan kegiatan pembangunan.Oleh karenanya seberapa jauh keberhasilan yang
telah dicapai pada tahun 2017 perlu evaluasi guna mengetahui dan menilai capaian yang telah dihasilkan.
Evaluasi berguna untuk menyusun perencanaan pada tahun-tahun berikutnya sebagai bahan
pertimbangan dan bahan masukan.
Untuk mewujudkan visi “Jawa Timur Lebih Sejahtera, Berkeadilan, Mandiri, Berdaya Saing, dan
Berakhlak”, melalui 5 (lima) misi dalam bingkai “Makin Mandiri dan Sejahtera Bersama Wong Cilik”,
dilakukan berlandaskan 3 (tiga) strategi umum, sebagai berikut :
1. Pembangunan berkelanjutan berpusat pada rakyat (people centered development) yang inklusif, dan
mengedepankan partisipasi rakyat (participatory based development).
2. Pertumbuhan ekonomi yang berpihak kepada masyarakat miskin (pro-poor growth), yang didalamnya
secara inplisit termasuk strategi pro-poor, pro-job, pro-growth, dan pro-environment.
3. Pengarusutamaan gender (pro-gender).
Ketiga strategi umum tersebut merupakan landasan pembangunan Jawa Timur 2014-2019,
sebagai kelanjutan dari pembangunan periode 2009-2014, dengan penegasan mengenai inklusivitas
pembangunan yang berpusat pada rakyat (people centered development), bahwa pembangunan Jawa
Timur adalah pembangunan untuk semua tanpa kecuali, yang secara implisit di dalamnya mengandung
makna pembangunan yang berkeadilan, dan merata.
Strategi umum pembangunan Jawa Timur 2014-2019 juga secara lebih tegas menyatakan
keberpihakannya (affirmative) kepada rakyat miskin melalui strategi pertumbuhan ekonomi yang berpihak
kepada rakyat miskin, atau disebut pro-poor growth (Dollar and Kraay, 2000), yang dilandasi pemikiran
bahwa pertumbuhan dan pemerataan harus berjalan serempak, dan bukan pilihan prioritas (trade-off) satu
terhadap lainnya. Penegasan keberpihakan ini sejalan dengan label misi “Makin Mandiri dan Sejahtera
vi
bersama Wong Cilik” dimana wong cilik atau rakyat miskin tidak boleh tertinggal atau ditinggalkan dalam
memperoleh manfaat dari pertumbuhan ekonomi.
Dalam pelaksanaan pembangunan harus dapat diukur realisasinya, oleh karenanya Pemerintah Jawa
Timur telah menetapkan Indikator Kinerja dalam setiap Sasaran sebagai alat ukur atas keberhasilan atau
kegagalan untuk merepresentasikan dari integritas pembangunan di Jawa Timur selama 5 (lima) tahun
kedepan (2014-2019). Secara umum, capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) Pemerintah Provinsi Jawa
Timur Tahun 2017, masih terdapat beberapa IKU yang belum bisa memenuhi target, antara lain:
1. Indeks Gini
2. Indeks Pemerataan Pendapatan versi Bank Dunia
3. Indeks Pembangunan Gender (berdasarkan angka sementara)
4. Pertumbuhan PDRB / Laju Pertumbuhan Ekonomi
5. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup.
Selebihnya, IKU Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah melampaui target pembangunan Tahun 2017.
Adapun IKU tersebut sebagai berikut:
1. Tingkat Pengangguran Terbuka
2. Indeks Pembangunan Manusia
3. Persentase Penduduk Miskin
4. Indeks Kepuasan Masyarakat
5. Indeks Kesalehan Sosial.
Secara umum, Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah berhasil mengatasi permasalahan
pengangguran terbuka dan penduduk miskin, akan tetapi perbedaan (gap) antara masyarakat kelas atas
dan bawah masih cukup besar.
1
1.1. LATAR BELAKANG Terselenggaranya Kepemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa (Good Governance and
Clean Government) merupakan prasyarat bagi setiap Pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi
masyarakat dalam mencapai tujuan serta cita-cita berbangsa dan bernegara sehingga diperlukan
pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan legitimasi agar
penyelenggaraan Pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil
guna, bersih dan bertanggung jawab, serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Tersusunnya Laporan Kinerja Provinsi Jawa Timur Tahun 2017 dilaksanakan berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja
dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Hal ini merupakan bagian dari
Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instasi Pemerintah guna mendorong terwujudnya sebuah
Kepemerintahan yang baik bersih dan berwibawa (Good Governance and Clean Government) di
Indonesia. Tersusunnya Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Timur tentu saja bukan hanya
pemenuhan terhadap Peraturan tersebut, melainkan sebai upaya pertanggungjawaban atas segala kinerja
Pemerintah, baik kinerja yang melebihi target, sesuai dengan target maupun kegagalan memenuhi target
yang telah ditentukan. Hal tersebut sebagai upaya Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam rangka
transparansi kepada masyarakat atas penggunaan APBD yang merupakan uang rakyat.
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN Penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Provinsi Jawa Timur tahun 2017
dimaksudkan untuk mengkomunikasikan capaian kinerja organisasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam
satu tahun anggaran yang dikaitkan dengan proses pencapaian indikator sasaran yang telah ditetapkan.
Tujuan penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Provinsi Jawa Timur adalah
sebagai sarana bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam menyampaikan pertanggungjawaban kinerja
kepada seluruh stakeholder (Presiden, DPRD dan Masyarakat) atas pelaksanaan tugas, fungsi dan
kewenangan pengelolaan sumber daya yang telah dipercayakan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Selain sebagai bahan evaluasi akuntabilitas kinerja, Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP)
diharapkan dapat bermanfaat dalam rangka:
1. Mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk dapat melaksanakan tugas umum pemerintahan
dan pembangunan secara baik dan benar yang berdasar pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku, kebijakan yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat Jawa
Timur;
2. Menjadikan Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang akuntabel, sehingga dapat berperan secara
efektif, efisien dan ekonomis serta responsif terhadap aspirasi masyarakat dan lingkungan yang
tentram, tertib, dan kondusif;
3. Menjadikan masukan dan umpan balik dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka
meningkatkan kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Timur guna membantu pelayanan kepada
masyarakat yang lebih baik;
2
4. Terpeliharanya kepercayaan masyarakat di Jawa Timur terhadap penyelenggara Pemerintah Provinsi
Jawa Timur.
1.3. GAMBARAN UMUM PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR 1.3.1. Kondisi Geografis 1.3.1.1. Luas dan Batas Wilayah Administrasi
Provinsi Jawa Timur mempunyai luas wilayah 47.995 km², merupakan Provinsi yang memiliki
wilayah terluas di pulau Jawa. Batas wilayah Provinsi Jawa Timur meliputi :
Sebelah Utara berbatasan dengan Pulau Kalimantan atau tepatnya dengan Provinsi Kalimantan Selatan;
Sebelah Timur berbatasan dengan Pulau Bali;
Sebelah Selatan berbatasan dengan perairan terbuka, yaitu Samudra Hindia; dan
Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah. Provinsi Jawa Timur terbagi menjadi 2 (dua) bagian utama, yaitu Jawa Timur daratan dan
Kepulauan Madura. Luas wilayah Jawa Timur daratan sebesar 90 persen, sementara luas Kepulauan
Madura sekitar 10 persen. Secara Administratif berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56
Tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, Jwa Timur teridiri atas 38
Kabupaten/Kota ( 29 Kabupaten dan 9 Kota) yang mempunyai 664 Kecamatan dengan 777 Kelurahan dan
7.724 Desa.
1.3.1.2. Letak dan Kondisi Geografis 1.3.1.2.1. Posisi Astronomi Jawa Timur merupakan salah satu Provinsi yang terletak di Pualau Jawa (selain DKI Jakarta,
Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta). Provinsi Jawa Timur secara
astromoni terletak antara 111º0’ - 114º4’ Bujur Timur dan 7º12’ - 8º48’ Lintang Selatan.
Panjang bentangan barat-timur sekitar 400 kilometer. Lebar bentangan utara-selatan di bagian
barat sekitar 200 kilometer, sedangkan di bagian timur lebih sempit, hanya sekitar 60 kilometer. Madura
adalah pulau terbesar di Jawa Timur, dipisahkan dengan daratan Jawa oleh Selat Madura. Pulau Bawean
berada sekitar 150 kilometer sebelah utara Jawa. Di sebelah timur Madura terdapat gugusan pulau, paling
timur adalah Kepulauan Kangean, dan paling utara adalah Kepulauan Masalembu. Di bagian selatan
terdapat dua pulau kecil, Nusa Barung dan Pulau Sempu. (Sumber : Departemen Dalam Negeri Republik
Indonesia 2004). Pulau Madura adalah pulau terbesar di Jawa Timur, disebelah timur Pulau Madura
terdapat gugusan pulau, paling timur adalah kepulauan Kangean, dan paling utara adalah Kepulauan
Masalembu. Pulau Bawean berada sekitar 150 kilometer sebelah utara pulau Jawa, sedangkan bagian
selatan meliputi pulau Nusa Barung, Sempu, Sekel dan Panehan.
1.3.1.2.2. Kondisi Kawasan 1.3.1.2.2.1. Kondisi Daerah Tertinggal
Daerah Tertinggal adalah Daerah Kabupaten yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang
berkembang dibanding daerah lain dalam skala nasional. Penentuan daerah tertinggal menggunakan 6
(enam) kriteria dasar, yaitu: perekonomian masyarakat, sumberdaya manusia, infrastruktur, kemampuan
keuangan lokal, aksesibilitas, dan karakteristik daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2014
tentang Percepatan Pembangunan Daerah tertinggal mengamanatkan bahwa daerah tertinggal ditetapkan
setiap lima tahun secara nasional dengan Peraturan Presiden berdasarkan usulan Menteri dengan
3
melibatkan Kementerian/Lembaga terkait dan Pemerintah Daerah. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor
131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019, terdapat Empat Kabupaten di
Provinsi Jawa Timur yaitu : Kabupaten Sampang, Bangkalan, Situbondo dan Bondowoso merupakan
bagian dari 122 Kabupaten diindentifikasi mengalami ketertinggalan dibanding dengan wilayah lainnya
secara nasional. Daerah Tertinggal rata-rata mempunyai keterbatasan infrastruktur & komunikasi,
rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan, serta banyaknya sumberdaya yang belum dikelola secara
optimal.
1.3.1.2.2.2. Kondisi Kawasan Pesisir Berdasarkan kondisi geografis, wilayah pesisir dan laut Jawa Timur ke arah daratan sebagian besar
merupakan pegunungan dan perbukitan sehingga kemiringan wilayah pesisirnya relatif tinggi.Kemiringan
rendah dijumpai pada sebagian kecil wilayah teluk dan lembah.Ke arah laut wilayah pesisir tersusun oleh
pasir, tanah padas, batu dan karang dengan kemiringan yang relatif tajam.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2012 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jawa Timur Tahun 2012-2032 dimanatkan untuk wilayah pesisir bagian laut
menjadi Kawasan Pemanfaatan Umum (KPU), Kawasan Konservasi, dan Kawasan Strategis Nasional
Tertentu (KSNT). Sedangkan untuk wilayah pesisir bagian darat arahan pemanfaatan ruang disesuaikan
dengan RTRW Kab/Kota yang berlaku.
1.3.1.2.2.3. Kondisi Kawasan Pegunungan Secara umum wilayah Provinsi Jawa Timur merupakan kawasan subur dengan berbagai jenis
tanah seperti Halosen, Pleistosen, Pliosen, Miosen, dan Kwarter yang dipengaruhi adanya gunung berapi
dan salah satunya adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa yaitu Gunung Semeru. Jajaran pegunungan di
Provinsi Jawa Timur tersebar mulai dari perbatasan di timur dengan adanya Gunung Lawu, Gunung Kelud,
Gunung Welirang, Gunung Arjuno, Gunung Semeru, Gunung Lamongan, Gunung Bromo, Gunung
Argopuro, Gunung Pendil, Gunung Suket, Gunung Ijen, Gunung Merapi, Gunung Raung.
1.3.1.2.2.4. Kondisi Kawasan Kepulauan Pulau-pulau kecil di Jawa Timur sebanyak 445 buah pulau berada dalam wilayah administrative,
dan tersebar di Kabupaten Pacitan (31 pulau), Kabupaten Tulungagung (19 pulau), Kabupaten Blitar (28
pulau), Kabupaten Malang (100 pulau), Kabupaten Situbondo (5 pulau), Kabupaten Sumenep (121 pulau),
Kabupaten Gresik (13 pulau), Kabupaten Sampang (1 pulau), Kabupaten Trenggalek (57 pulau),
Kabupaten Sidoarjo (4 pulau), Kabupaten Banyuwangi (15 pulau), Kabupaten Jember (50 pulau), dan
Kabupaten Probolinggo (1 pulau). Dari beberapa wilayah tersebut kawasan yang memiliki pulau terbanyak
adalah Kabupaten Sumenep.
1.3.1.2.3. Topografi Sebagian besar wilayah Jawa Timur mempunyai karakteristik topografi daratan relatif datar
dengan kemiringan lereng 0-15 % yang berada hampir di seluruh wilayah Provinsi Jawa Timur khususnya
di bagian Utara, sedangkan untuk kemiringan lereng 15-40% berada pada daerah perbukitan dan
pegunungan, kemiringan lereng >40% berada pada daerah pegunungan yang sebagian besar berada pada
kawasan Jawa Timur Bagian Selatan.
Secara topografi wilayah daratan Jawa Timur dibedakan menjadi beberapa wilayah ketinggian,
yaitu:
4
- Ketinggian 0 – 100 meter dari permukaan laut : meliputi 41,39 % dari seluruh luas wilayah dengan
topografi relatif datar dan bergelombang.
- Ketinggian 100 – 500 meter dari permukaan laut : meliputi 36,58 % dari luas wilayah dengan
topografi bergelombang dan bergunung.
- Ketinggian 500 - 1000 meter dari permukaan laut : meliputi 9,49 % dari luas wilayah dengan
kondisi berbukit.
- Ketinggian lebih dari 1.000 meter dari permukaan laut : meliputi 12,55 % dari seluruh luas wilayah
dengan topografi bergunung dan terjal.
1.3.1.2.4. Geologi Kondisi geologi Jawa Timur yang cukup kaya potensi sumberdaya mineral, memiliki sekitar 20
jenis bahan galian yang mendukung sektor industri maupun konstruksi, yang secara umum dapat
dikelompokkan menjadi empat lajur, yaitu :
- Lajur Rembang terbentuk oleh batu lempung napalan dan batu gamping merupakan cekungan tempat
terakumulasinya minyak dan gas bumi;
- Lajur Kendeng terbentuk batu lempung dan batupasir, potensi lempung, bentonit, gamping;
- Lajur Gunung Api Tengah terbentuk oleh endapan material gunung api kuarter, potensi bahan galian
konstruksi berupa batu pecah, krakal, krikil, pasir, tuf; dan
- Lajur Pegunungan Selatan terbentuk oleh batu gamping dengan intrusi batuan beku dan aliran lava
yang mengalami tekanan, potensi mineral logam, marmer, onyx, batu gamping, bentonit, pospat.
1.3.1.2.5. Hidrologi Provinsi Jawa Timur dialiri oleh dua daerah aliran sungai terpenting yaitu Daerah Aliran Sungai
(DAS) Brantas dan DAS Bengawan Solo. DAS Brantas merupakan sebuah sungai terbesar di Jawa Timur
dengan panjang ± 320 km yang mengalir secara melingkar dan di tengah-tengahnya terdapat gunung
berapi yang masih aktif yaitu Gunung Kelud. Sungai Brantas yang bersumber pada lereng Gunung Arjuno,
mula-mula mengalir ke arah timur melalui kota Malang, lalu membelok ke arah selatan. Di kota Kepanjen
Kali Brantas membelok ke arah barat dan di sini Kali Lesti yang bersumber dari Gunung Semeru bersatu
dengan Kali Brantas. Setelah itu bersatu dengan Kali Ngrowo di Tulungagung, Kali Brantas berbelok ke
utara melalui kota Kediri. Di kota Kertosono, Kali Brantas bertemu dengan Kali Widas, kemudian ke Timur
mengalir ke kota Mojokerto. Di kota ini Kali Brantas bercabang dua, ke arah Surabaya dan ke Porong yang
selanjutnya bermuara di Selat Madura. Secara hidrologi wilayah Provinsi Jawa Timur terdiri dari air
permukaan dan air tanah. Air permukaan meliputi Wilayah Sungai (WS), dan Waduk, sedangkan air tanah
berupa mata air. Pembagian WS di Jawa Timur meliputi tujuh WS yaitu WS Bengawan Solo, WS Brantas,
WS Welang – Rejoso, WS Pekalen – Sampean, WS Baru – Bajulmati, WS Bondoyudo – Bedadung, dan
WS Madura.
1.3.1.2.6. Klimatologi Rata-rata kecepatan angin di Jawa Timur berkisar 6,6–9 knot dan bulan Juli–Maret kecepatan
angin di atas 7 knot. Sedangkan di bulan April–Juni di bawah 7 knot. Kecepatan angin tertinggi terjadi
bulan Oktober.Rata–rata lama penyinaran matahari terendah di bulan Desember–Maret di bawah 70
persen. Sedangkan bulan lainnya di atas 85 persen. Penyinaran matahari terbanyak bulan September dan
Oktober atau sebesar 99 persen. Sedangkan terendah di bulan Januari hanya sebesar 54 persen.Rata–
5
rata curah hujan tertinggi selama tahun 2015 terjadi di bulan Januari–Mei. Tertinggi di Maret atau sebesar
479,8 mm, Terendah di bulan Juni–September.
Rata–rata jumlah hari hujan di bulan Januari–April lebih dari 20 hari. Terbanyak di bulan Pebruari 25
hari. Curah hujan pada bulan Mei sebesar 181,6 mm, tetapi jumlah hari hujan hanya 12 hari. Kondisi ini
juga terjadi di bulan Desember, curah hujan 129,9 mm, tetapi hari hujan hanya 17 hari. Kemarau terasa di
bulan Juni hingga Nopemver 2015. Selama periode itu curah hujan sangat mudah di bawah 20 mm, dan
jumlah hari hujan sangat sedikit di bawah 5 hari per bulannya.
1.3.1.2.7. Penggunaan Lahan 1.3.1.2.7.1. Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas
dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
penggunaan lahan budidaya adalah seluas kurang lebih 4.201.403,70 Ha atau 87,90% dari luas wilayah
provinsi Jawa Timur. Gambaran perubahan proporsi penggunaan lahan di Jawa Timur menunjukkan
kecenderungan menurunnya luas wilayah pertanian. Pertanian lahan basah memiliki luas kurang lebih
911.863 Ha atau 19,08% dari luas wilayah Provinsi Jawa Timur. Penggunaan lahan kawasan terbangun
dikendalikan agar tidak mengkonversi luas pertanian lahan basah, terutama sawah irigasi teknis.
Tabel 1.1
Penggunaan Lahan Eksisting Provinsi Jawa Timur
No Pengunaan Lahan Eksisting (Ha) Prosentase
A Kawasan Lindung 578.571,30 12,11
1 Hutan Lindung 344.742,00 7,21
2 Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam 233.829,30 4,9
a. Suaka Margasatwa 18.009,00 0,38
b. Cagar Alam 10.958,00 0,23
c. Taman Nasional 176.696,00 3,7
d. Taman Hutan Raya 27.868,30 0,58
e. Taman Wisata Alam 298 0,01
B Kawasan Budidaya 4.201.403,70 87,89
1 Kawasan Hutan Produksi 782.772,00 16,38
2 Kawasan Hutan Rakyat 361.570,30 7,56
3 Kawasan Pertanian 2.020.490,71 42,27
a. Pertanian Lahan Basah 911.863,00 19,08
b. Pertanian Lahan Kering/Tegalan/ Kebun canpu 1.108.627,71 23,19
4 Kawasan Perkebunan 359.481,00 7,52
5 Kawasan Industri 7.403,80 0,15
6 Kawasan Pemukiman 595.255,00 12,45
7 Lainnya 74.430,89 1,56
Total 4.779.975,00 100
Sumber : RTRW Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2031
1.3.1.2.7.2. Kawasan Lindung Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan lindung memiliki
6
luas kurang lebih 578.374 Ha atau sekitar 12,10% dari luas wilayah Provinsi Jawa Timur, termasuk di
dalamnya kawasan lindung mutlak di mana terdapat cagar alam seluas kurang lebih 10.958 Ha, suaka
margasatwa seluas kurang lebih 18.009 Ha, taman nasional seluas kurang lebih 176.696 Ha, taman hutan
raya seluas kurang lebih 27.868,3 Ha serta taman wisata alam seluas ± 298 Ha (SK Menteri Kehutanan
Nomor 395/Menhut-II/2011).
1.3.1.3. Potensi Pengembangan Wilayah 1.3.1.3.1. Potensi Pertanian
Potensi Pertanian Berdasarkan Perda Jawa Timur No 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi, Luas eksisting kawasan pertanian sebesar 2.020.491,71 ha dengan rincian pertanian
lahan basah sebesar 911.863 ha dan pertanian lahan kering/tegalan/kebun campur sebesar 1.108.627,71
ha. Berdasarkan hasil identifikasi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dan Peraturan Daerah
Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun 2011-
2031, luasan lahan pertanian di Jawa Timur sebesar 1.438.588,11 ha.
Rencana penggunaan lahan untuk pertanian lahan basah berupa sawah beririgasi teknis dengan
luas sekurang-kurangnya 957.239 Ha atau 20,03% dari luas Jawa Timur dengan peningkatan jaringan
irigasi semi teknis dan sederhana menjadi irigasi teknis tersebar di masing-masing wilayah sungai.
Rencana pengembangan pertanian lahan kering di wilayah Provinsi Jawa Timur ditetapkan dengan
luas sekurang-kurangnya 849.033 Ha atau 17,76% dari luas Jawa Timur yang diarahkan pada daerah-
daerah yang belum terlayani oleh jaringan irigasi.Untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional dan
kebutuhan pangan Jawa Timur, perlu dilakukan perlindungan terhadap lahan pertanian pangan sehingga
dapat menjamin ketersediaan pangan. Berdasarkan hal tersebut Provinsi Jawa Timur menetapkan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) seluas kurang lebih 1.017.549,72 Ha dengan rincian lahan basah
seluas 802.357,9 Ha dan lahan kering seluas 215,191.83 Ha.
1.3.1.3.2. Potensi Perkebunan Kawasan perkebunan di Jawa Timur dikembangkan berdasarkan fungsi kawasan dan potensi yang
ada pada daerah masing-masing berdasarkan prospek ekonomi yang dimiliki. Pengembangan kawasan
perkebunan diarahkan untuk meningkatkan peran serta, efisiensi, produktivitas dan keberlanjutan.
Berdasarkan komoditasnya, pengembangan perkebunan dapat dibagi dalam 2 (dua) kelompok yakni
perkebunan tanaman tahunan seperti: tebu, tembakau, kapas, serat karung dan wijen dan perkebunan
tanaman semusim antara lain berupa: kelapa, kopi, kakao, cengkeh, jambu mete, cabe jamu, kapok randu,
teh, kenanga, panili, lada, kemiri, jarak kepyar, jarak pagar, siwalan, serat nanas, pinang, kayu manis,
asam jawa, aren, mendong, janggelan, nilam, pandan, nipah, pala, melinjo, karet, dsb.
1.3.1.3.3. Potensi Kehutanan Kawasan hutan budidaya dibedakan menjadi hutan produksi dan hutan rakyat. Hutan produksi
dimaksudkan untuk menyediakan komoditas hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan untuk keperluan
industri, sekaligus untuk melindungi kawasan hutan yang ditetapkan sebagai hutan lindung dan hutan
konservasi dari kerusakan akibat pengambilan hasil hutan yang tidak terkendali. Hutan produksi
merupakan kawasan hutan yang secara ruang digunakan untuk budi daya hutan alam dan hutan tanaman.
Sedangkan hutan rakyat dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan iklim makro, memenuhi kebutuhan
akan hasil hutan dan berada pada lahan-lahan masyarakat dan dikelola oleh masyarakat.
7
1.3.1.3.4. Potensi Perikanan Potensi Perikanan di Jawa Timur pada dasarnya adalah pengembangan perikanan tangkap,
perikanan budidaya, dan pengelolaan serta pemasaran hasil perikanan yang dikemas dalam sebuah
sistem minapolitan.Pengembangan kawasan perikanan tangkap memiliki prospek yang bagus, didukung
oleh pengembangan pelabuhan perikanan Brondong yang terletak di Pantai Utara, pengembangan
pelabuhan perikanan Muncar di Kabupaten Banyuwangi, dan Prigi di Kabupaten Trenggalek.
Pengembangan kawasan peruntukan perikanan budidaya terdiri dari perikanan budidaya air
payau, perikanan budidaya air tawar, dan perikanan budidaya air laut.Sektor perikanan budidaya air payau
berada pada kawasan Ujung Pangkah dan Panceng di Kabupaten Gresik, serta Sedati di Kabupaten
Sidoarjo dengan komoditas ikan bandeng dan garam. Sedangkan potensi garam yang merupakan salah
satu potensi budidaya air payau berada pada Kabupaten Bangkalan, Gresik, Lamongan, Pamekasan,
Pasuruan, Probolinggo, Sampang, Sumenep, Tuban, serta Kota Pasuruan, dan Surabaya.
Perikanan budidaya air tawar berada pada Kabupaten Bojonegoro, Lamongan, Magetan, Malang,
Blitar, Trenggalek, Tulungagung, Jember, dan Banyuwangi.Perikanan budidaya air laut tersebar pada
wilayah pesisir seperti adanya sentra pengembangan ikan laut di bagian pantai utara Jawa Timur.
1.3.1.3.5. Potensi Pertambangan Kawasan peruntukan pertambangan di wilayah Provinsi Jawa Timur dibagi menjadi kawasan
pertambangan mineral, pertambangan minyak dan gas bumi dan kawasan potensi daerah panas bumi.
Pertambangan mineral di Provinsi Jawa Timur dibagi menjadi kawasan pertambangan mineral logam,
mineral non logam dan batuan, diantaranya :
- Kawasan pertambangan mineral logam berada di wilayah Kabupaten Banyuwangi, Blitar, Jember,
Lumajang, Malang, Pacitan, Trenggalek, Tulungagung. Adapun potensi pertambangan mineral logam
yang ada di Jawa Timur, diantaranya adalah Pasir Besi, Emas dan Mineral Pengikutnya, dan Mangan.
Beberapa di antaranya sudah teridentifikasi, seperti di Kabupaten Pacitan diketahui terdapat potensi
Pasir Besi sebesar kurang lebih 24.948.189 ton yang berada di Kecamatan Ngadirejo
- Kawasan pertambangan mineral bukan logam tersebar di seluruh wilayah kabupaten di Jawa Timur.
Potensi pertambangan mineral bukan logam yang sejauh ini dianggap potensial meliputi: Bentonite,
Phiropilit, Feldspar, Zeolit, Feldspar, Kaolin, Phiropilit, Toseki, Pasir/Sirtu, dan Pasir Kwarsa yang
tersebar di berbagai kabupaten di Jawa Timur.
- Kawasan pertambangan batuan tersebar di seluruh wilayah kabupaten di Jawa Timur, terutama pada
wilayah sekitar gunung api. yaitu batuan gamping, andesit, trass, marmer, tanah liat, tanah urug, opal,
kalsedon, diorit, pasir, sirtu, onyx, toseki, breksi, jasper dan tuff. Sedangkan untuk potensi Potensi
batubara tersebar di tiga kabupaten yaitu Trenggalek, Pacitan dan Tulungagung.
Sumber energi yang relatif ramah lingkungan karena berasal dari panas dalam bumi. Pemanfaatan
energi panas bumi diyakini menjadi salah satu sumber energi alternatif.. Potensi panas bumi di Wilayah
Provinsi Jawa Timur berada pada lokasi yang berdekatan dengan gunung api aktif.
1.3.1.3.6. Potensi Industri Pengembangan kawasan industri didasarkan pada kecenderungan perkembangan lokasi
kawasan industri di Jawa Timur saat ini dan potensi kawasan. Pengembangan kawasan industri skala
besar yang berdampak penting terhadap perkembangan wilayah dalam arti berhubungan dengan pangsa
pasar eksport saat ini dikonsentrasikan di sekitar pantai utara Jawa, mulai dari Surabaya, Mojokerto,
8
Gresik, Sidoarjo pada kawasan Gerbangkertosusila. Industri kimia dasar berdampak penting terhadap
pembangunan dan perkembangan wilayah, seperti industri semen, farmasi, bahan makanan, serta petro
kimia dapat dikonsentrasikan di Surabaya, Gresik, Mojokerto, Pasuruan, Tuban, dan Lamongan.
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun 2011-2031, kawasan Industri direncanakan seluas 12.448,026 Ha.
Kawasan industri besar diarahkan di sepanjang jalan arteri primer dan kolektor primer di Provinsi Jawa
Timur. Sampai dengan saat ini, Kawasan Industri yang sudah terbangun dan beroperasi berada di
Kabupaten Gresik (PT. Maspion Industrial Estate, PT. Kawasan Industri Gresik, PT. Java Integrated
Industrial Ports Estate/JIIPE), Kota Surabaya (PT. Surabaya Industrial Estate Rungkut), Kabupaten
Sidoarjo (PT. Sidoarjo Industrial Estate Berbek), Kabupaten Mojokerto (PT. Ngoro Industrial Park) dan
Kabupaten Pasuruan (PT. Pasuruan Industrial Estate Rembang).
Pembangunan Kawasan Industri masih akan terus berkembang, hal ini ditandai dengan adanya
usulan pembanguan Kawasan Industri di beberapa Kabupaten/Kota ke Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Provinsi Jawa Timur diantaranya Kawasan Industri Agroindustri Gresik Utara dan Kawasan
Industri Salt Lake di Kabupaten Gresik, Kawasan Industrial Ploso di Kabupaten jombang, Pengembangan
PT. Kawasan Industri Gresik di Kabupaten Tuban, Kawasan Industri Malang di Kota Malang, Kawasan
Industri Maritim di Kabupaten Lamongan, Kawasan Industri Wongsorejo, Kampe Industrial Estate,
Kawasan Industri Sidomulyo, Kawasan Industri Wangkal, dan Kawasan Industri Secang di Kabupaten
Banyuwangi, Kawasan Industri Mojokerto di Kabupaten Mojokerto, Madura Industrial Seaport City di
Kabupaten Bangkalan, serta Kawasan Industri Mejayan di Kabupaten Madiun.
Potensi pengembangan kawasan industri baru di Jawa Timur sangat besar terutama di wilayah
pantura serta sekitar Surabaya. Meskipun demikian beberapa wilayah lain juga potensial untuk
mengembangkan kawasan industri terutama wilayah yang memiliki aksesibilitas laut dan udara besar.
Berbagai industri pengolah hasil alam lebih cenderung kewilayah utara Jawa Timur, diantaranya
pengembangan kawasan industri Tuban, diarahkan pengembangan di wilayah utara dan selatan sebagai
pengembangan industri semen, dan petrochemical dengan ditunjang oleh adanya pelabuhan,
pengembangan kawasan industri Lamongan, diarahkan pengembangan di wilayah utara sebagai
pengembangan industri manufaktur, pengalengan ikan, kawasan penunjang kegiatan dilepas pantai
(Shorebase), pengembangan kawasan industri Banyuwangi, diarahkan pengembangan diwilayahtimur
selatan, sebagai pengembangan industri perikanan, pengembangan kawasan industri wilayah selatan,
diarahkan di wilayah Kabupaten Jember tepatnya di Puger dan diwilayah Kabupaten Trenggalek tepatnya
di Prigi sebagai pengembangan kawasan industri perikanan, pengembangan kawasan industri Madiun,
diarahkan sebagai pengembangan industri perkeretaapian dengan melibatkan masyarakat pengrajin,
pergudangan, pengembangan kawasan industri Bangkalan, diarahkan sebagai kawasan industri
pengolahan, pergudangan.
1.3.1.3.7. Potensi Pariwisata Potensi Pariwisata berdasarkan Perda Jawa Timur No 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi, kawasan peruntukan pariwisata di Provinsi Jawa Timur meliputi daya tarik wisata
alam, daya tarik wisata budaya, dan daya tarik wisata hasil buatan manusia. Daya Tarik Wisata Alam,
meliputi :
1. Air Terjun Dlundung di Kabupaten Mojokerto;
2. Air Terjun Sedudo dan Pemandian Sumber Karya di Kabupaten Nganjuk;
9
3. Air Terjun Madakaripura, Bromo-Ngadisari, dan Pantai Bentar di Kabupaten Probolinggo;
4. Air Terjun Watu Ondo di perbatasan Kabupaten Mojokerto, Kota Batu;
5. Api Abadi di Kabupaten Pamekasan;
6. Arak-Arak di Kabupaten Bondowoso;
7. Banyuanget, Gua Gong, Gua Tabuhan, Pantai Teleng Ria di Kabupaten Pacitan;
8. Bukit Bededung dan Pantai Pasir Putih di Kabupaten Situbondo;
9. Coban Glotak, Pantai Balekambang, Pantai Ngliyep di Kabupaten Malang;
10. Danau Kastoba dan Pantai Labuhan di Pulau Bawean Kabupaten Gresik;
11. Grajagan, Pantai Plengkung, Pantai Sukamade, Kawah Ijen di Kab. Banyuwangi;
12. Gua Lowo, Pantai Karanggongso, Pantai Prigi, dan Tirta Jualita di Kab.Trenggalek;
13. Gua Maharani dan Pantai Tanjung Kodok di Kabupaten Lamongan;
14. Gunung Kelud di Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri;
15. Gunung Wilis di Kabupaten Kediri, Kabupaten Madiun, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Ponorogo,
Kabupaten Trenggalek, dan Kabupaten Tulungagung;
16. Hutan Bambu, Pantai Watu Godeg, Ranu Bedali, Ranu Klakah, dan Ranu Pane di Kabupaten Lumajang;
17. Hutan Surya, Pemandian Talun, dan Waduk Pondok di Kab Ngawi;
18. Kakek Bodo di Kabupaten Pasuruan;
19. Kayangan di Kabupaten Bojonegoro;
20. Kawah Ijen di Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso;
21. Pantai Lombang dan Pantai Slopeng di Kabupaten Sumenep;
22. Pantai Popoh di Kabupaten Tulungagung;
23. Pantai Rongkang di Kabupaten Bangkalan;
24. Pantai Watu Ulo di Kabupaten Jember;
25. Pemandian Air Panas Cangar Tahura R. Soerjo di Kota Batu;
26. Tahura R. Soeryo di Kabupaten Jombang, Kabupaten Malang;
27. Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Pasuruan, dan Kota Batu;
28. Taman Nasional Bromo – Tengger – Semeru (BTS) di Kabupaten Lumajang, Malang, Pasuruan, dan
Probolinggo;
29. Telaga Ngebel dan Tirto Manggolo di Kabupaten Ponorogo; dan Telaga Sarangan di Kabupaten Magetan.
Daya Tarik Wisata Budaya, meliputi:
1. Asta Yusuf, Asta Tinggi, Keraton, Masjid Agung, dan Museum di Kabupaten Sumenep;
2. Candi Jabung di Kabupaten Malang;
3. Candi Jabung Tirto di Kabupaten Probolinggo;
4. Candi Penampihan di Kabupaten Tulungagung;
5. Candi Penataran di Kabupaten Blitar;
6. Gereja Poh Sarang dan Petilasan Jayabaya di Kabupaten Kediri;
7. Gua Akbar, Makam Bekti Harjo, Makam Ibrahim Asmorokondi, dan Makam Sunan Bonang di
Kabupaten Tuban;
8. Kompleks Makam K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Wachid Hasyim, Gus Dur, dan Sayid Sulaiman di
Kabupaten Jombang;
9. Makam Aer Mata Ebu di Kabupaten Bangkalan;
10. Makam Batoro Katong di Kabupaten Ponorogo;
11. Makam Proklamator Bung Karno di Kota Blitar;
10
12. Makam Ratu Ebu di Kabupaten Sampang;
13. Makam Sunan Ampel dan Mbah Bungkul di Kota Surabaya;
14. Makam Sunan Drajat di Kabupaten Lamongan;
15. Makam Sunan Giri, Makam Maulana Malik Ibrahim, dan Fatimah Binti Maemun di Kabupaten
Gresik;
16. Makam Troloyo di Kabupaten Mojokerto;
17. Pura Mandara Giri Semeru Agung di Kabupaten Lumajang; dan Situs Peninggalan Budaya Majapahit
di Kabupaten Mojokerto.
18. Daya Tarik Wisata Hasil Buatan Manusia
19. Daya tarik wisata hasil buatan manusia di wilayah Jawa Timur meliputi:
20. Bendungan Widas dan Taman Umbul Kab Madiun;
21. Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS) di Kabupaten Bangkalan dan Kota Surabaya;
22. Kebun Binatang Surabaya di Kota Surabaya;
23. Kebun Raya Purwodadi dan Pemandian Banyubiru di Kab Pasuruan;
24. Kolam Renang Ubalan di Kabupaten Mojokerto;
25. Pemandian Blambangan, Pemandian Kebon Agung, dan Pemandian Petemon di Kabupaten Jember;
26. Pemandian Talun & Waduk Pondok Kabupaten Ngawi;
27. Sumber Boto dan Tirta Wisata di Kabupaten Jombang;
28. Taman Kosala Tirta, Taman Manunggal,& Tirtosari di Kab Magetan;
29. Taman Safari di Kabupaten Pasuruan;
30. Taman Sengkaling dan Waduk Selorejo Kab Malang;
31. Taman Suruh di Kabupaten Banyuwangi;
32. Ubalan Kalasan di Kabupaten Kediri;
33. Waduk Gondang dan Wisata Bahari Lamongan Kabupaten Lamongan; dan
34. Waduk Wonorejo di Kabupaten Tulungagung.
1.3.2. Kondisi Demografi 1.3.2.1.1. Jumlah Penduduk
Jawa Timur mengalami kenaikan jumlah penduduk setiap tahun, pada tahun 2011 penduduk
Jawa Timur berjumlah 37,8 juta jiwa dan terus meningkat menjadi 38,8 juta jiwa tahun 2015. Di tahun 2015
pertumbuhan penduduk melandai hanya sebesar 0,612 persen terendah dalam empat tahun terakhir.
Sedangkan untuk rata-rata kepadatan penduduk Jawa Timur pada tahun 2015 mencapai 810 jiwa per km²,
lebih tinggi dibanding tahun 2011 yaitu sebesar 789 jiwa per km².Umumnya daerah perkotaan mempunyai
kepadatan yang tinggi sedangkan di daerah perdesaan mempunyai kepadatan yang rendah.
Pada tahun 2011 hingga tahun 2015 angka ketergantungan penduduk menunjukkan terus
menurun. Pada tahun 2012 angka ketergantungan tercatat 45,69 dan menurun menjadi 44,22 di tahun
2015. Capaian tahun 2015 menunjukkan bahwa setiap 100 orang berusia produktif menanggung sebanyak
44,22 orang usia tidak produktif. Keberhasilan program keluarga berencana di Jawa Timur merupakan
salah satu penyebab menurunnya angka ketergantungan penduduk.
11
Tabel 1.2 Indikator Kependudukan di Provinsi Jawa Timur
No
Uraian
Tahun
2011 2012 2013 2014 2015
1 Jumlah Penduduk (000 Jiwa) 37.840 38.106 38.363 38.610 38.847
2 Pertumbuhan Penduduk (%) 0,73 0,70 0,67 0,64 0,61
3 Kepadatan Penduduk
(Jiwa/Km²)
789
794
800
805
810
4 Sex Ratio (L/P) (%) 97,49 97,46 97,43 97,4 97,44
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
1.3.2.1.2. Ketenagakerjaan Tenaga kerja merupakan modal bagi geraknya roda pembangunan. kondisi jumlah dan komposisi
tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi. Karena
itu data perkembangan ketenagakerjaan sangatlah penting bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan
yang tepat sasaran. Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2015, jumlah
angkatan kerja di Jawa Timur pada Agustus 2014 sempat mengalami penurunan di banding periode
sebelumnya hingga hanya 20,15 juta orang, tetapi pada Agustus 2015 kembali meningkat menjadi 20,27
juta orang. Hal ini menunjukkan bahwa dari sisi angkatan kerja, telah terjadi peningkatan sekitar 125 juta
orang. Dari sisi penyerapan angkatan kerja pun, pada Agustus 2015 tercatat adanya tambahan
penyerapan tenaga kerja hingga mencapai 19,37 juta orang atau tenaga kerja yang terserap di berbagai
sektor/lapangan pekerjaan bertambah sebanyak 61 ribu orang jika dibandingkan dengan kodisi pada
Agustus 2014. Sementara itu Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Timur pada Agustus 2015
mencapai 4,47 persen ataulebih tinggi dibanding Agustus 2014 yang hanya mencapai 4,19 persen. Hal ini
memberikan gambaran yang positif tentang adanya geliat investasi di Jawa Timurdengan adanya lahan
pekerjaan baru yang tersedia.
Walaupun terdapat penambahan jumlah angkatan kerja, pada Agustus 2015 tercatat Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) terjadi sedikit penurunan. Pada Agustus 2014, TPAK Jawa Timur
tercatat mencapai angka 68,12 persen. Sedangkan pada Agustus 2015 turun menjadi 67,84 persen.
Secara umum, angka ini menunjukkan bahwa 67,84 persen penduduk Jawa Timur yang berusia 15tahun
keatas memutuskan untuk ikut aktif di pasar kerja. Sedangkan 32,16 persen sisanya memutuskan untuk
fokus sekolah, mengurus rumah tangga, maupun memiliki kegiatan di luar kegiatan ekonomi seperti kaum
lanjut usia (lansia). Penurunan angka TPAK jika diiringi dengan kegiatan atau program yangdapat
meningkatkan kualitas calon angkatan kerja tentunya dapat meningkatkan daya saing tenaga kerjadi Jawa
Timur pada masa yang akan datang terutama dalam rangka menghadapi pasar bebasAsia Tenggara atau
yang dikenal dengan sebutan Mayarakat Ekonomi Asean (MEA).
1.3.3. Kondisi Kesejahteraan Masyarakat 1.3.3.1.1. Pertumbuhan PDRB
Pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama masyarakat,
utamanya bidang ekonomi semakin meningkat seiring dengan dinamika pembangunan itu sendiri. Hal ini
dapat dilihat dari meningkatnya besaran angka Produk Domistik Bruto (PDRB), baik atas dasar harga
berlaku maupun atas dasar harga konstan. Apabila dihitung atas dasar harga berlaku, total nilai PDRB
Jawa Timur tahun 2011 sebesar Rp. 1.120,58 triliun, meningkat menjadi 1.248,77 triliun pada tahun 2012,
12
Rp. 1.382,50 triliun pada tahun 2013, Rp. 1.539,79 triliun pada tahun 2014, Rp. 1.689,88 triliun pada tahun
2015, dan Rp. 1.855,02 triliun pada tahun 2016. Apabila dihitung atas dasar harga konstan tahun 2010,
total nilai PDRB Jawa Timur tahun 2011 sebesar Rp. 1.054,40 triliun meningkat menjadi 1.124,40 triliun
pada tahun 2012, Rp. 1.192,84 triliun pada tahun 2013, Rp. 1.262,70 triliun pada tahun 2014, Rp. 1.331,42
triliun pada tahun 2015 dan Rp. 1,405,23 triliun pada tahun 2016.
Untuk melihat pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dapat dilihat dari besaran nilai PDRB atas
dasar harga konstan, karena pertumbuhan ekonomi ini benar-benar diakibatkan oleh perubahan jumlah
barang dan jasa yang sudah bebas dari pengaruh harga (pertumbuhan riil). Pada tahun 2011
perekonomian Jawa Timur tumbuh 6,44 persen, berikutnya tahun 2012 tumbuh lebih cepat menjadi 6,64
persen. Namun tiga tahun berikutnya terus melambat, masing-masing tumbuh 6,08 persen (Thn. 2013),
5,86 persen (Thn. 2014), 5,44 persen (Thn. 2015), dan pada tahun 2016 mengalami sedikit peningkatan
menjadi 5,02 persen. Ekonomi Jawa Timur Tahun 2015 bila dibanding Tahun 2014 tumbuh sebesar 5,44
persen, sedikit melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,86 persen.
Perlambatan ini lebih dikarenakan faktor esternal (ekonomi global) seperti menguatnya dolar,
ketidakstabilan harga minyak mentah dunia,naiknya harga pangan dunia, dan krisis utang Yunani yang
berimbas pada Uni Eropa hingga Amerika dan akhirnya berdampak pada seluruh dunia, termasuk
Indonesia. Disamping itu adanya perubahan asumsi makro ekonomi dan sosial berdampak pula terhadap
perekonomian nasional dan Jawa Timur sehingga berpengaruh terhadap capaian target kinerja
pembangunan daerah. Terjadinya perubahan metodologi penghitungan PDRB menggunakan tahun dasar
2010 yang memakai SNA (System National Account) 2008, maka cakupan sektor/katagori semakin luas,
terbagi menjadi 19 sektor lapangan usaha, dan dampak dari perubahan ini capaian angka petumbuhan
ekonomi menjadi lebih rendah. Peningkatan pada besaran angka PDRB Jawa Timur tahun 2016 sebesar
5,55 persen mencerminkan bahwa perekonomian daerah Jawa Timur tumbuh positif walaupun ditengah
lesunya perekonomian global dan nasional sekaligus menunjukkan bahwa struktur ekonomi daerah Jawa
Timur memiliki kekuatan dan semakin kokoh. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tahun 2016 termasuk
cukuptinggi melampaui pertumbuhan nasional yang hanya mencapai 5,02 persen.
1.3.3.1.2. Indeks Gini Salah satu ukuran dalam melihat peningkatan kesejahteraan penduduk dalam konteks ekonomi
adalah manakala pendapatan penduduk suatu wilayah meningkat. Peningkatan ini juga akan sejalan
dengan semaikin meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Namun demikian pendapatan penduduk ini
pendapatan penduduk ini meningkatnya pendapatan penduduk ini seharusnya merata dan dirasakan
semua tingkat sosial masyarakat. Hal ini berarti bahwa aspek pemerataan pendapatan merupakan hal
yang penting untuk dipantau, karena pemerataan pendapatan merupakan ukuran keberhasilan hasil
pembangunan Indonesia. Ketimpangan dalam menikmati hasil pembangunan di antara kelompok-
kelompok penduduk dikhawatirkan akan menimbulkan masalah-masalah sosial. Dalam mengukur tingkat
pemerataan pendapatan salah satunya dapat menggunakan Indeks Gini Rasio. Koefisien gini merupakan
suatu ukuran kemerataan yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu
(ketimpangan sempurna). Karena sulitnya mendapatkan informasi terkait jumlah pendapatan penduduk,
maka BPS menggunakan dengan pendekatan pengeluaran, dengan asumsi pengeluaran yang besar
tentunya pendapatannya besar pula.
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa angka gini rasio di Jawa Timur selama beberapa tahun
terakhir masih masuk dalam kategori sedang (antara 0,3- 0,5). Selama tahun 2011-2015 nilai gini rasio di
13
Jawa Timur menunjukkan tren kearah peningkatan, pada tahun 2011 sebesar 0,37 dan tahun 2016
meningkat menjadi 0,40. Peningkatan ini kalau terus dibiarkan tentunya bisa berdampak kurang baik.
Ketimpangan pendapatan baik antar kelompok pendapatan maupun antar wilayah semakin tinggi. Patut
menjadi perhatian, walau indek gini rasio masih dalam katagori sedang, tetapi ada kecenderungan
meningkat. Sebenarnya dengan meningkatnya gini ratio ini tidak berarti kelompok ekonomi rendah tidak
mengalami peningkatan pendapatan, sebenarnya mereka juga mengalami peningkatan pendapatan,
namun peningkatnnya masih terlalu jauh jika dibandingkan dengan peningkatan pendapatan dari kelompok
ekonomi menengah ke atas. Angka gini rasio daerah perkotaan selama kurun waktu lima tahun terakhir,
yaitu tahun 2011-2015 selalu lebih tinggi dibanding daerah perdesaan. Kondisi ini memberikan gambaran
bahwa di daerah perkotaan ketimpangan kesejahteraan antar penduduk lebih terasa dibanding daerah
perdesaan.
1.3.3.1.3. Pemerataan Pendapatan Versi Bank Dunia Seperti halnya gini ratio, pemerataan pendapat versi bank dunia juga dapat digunakan untuk
mengukur tingkat pemerataan masyarakat guna mengetahui ketimpangan pendapatn yang terjadi
dimasyarakat. Bank Dunia mengukur pendistribusian kue ekonomi atau mengukur pemerataan endapatan
dalam masyarakat dengan pendekatan besar persentase distribusi pengeluaran penduduk suatu wilayah
berdasarkan kategori pendapatan 40 persen terbawah, 40 persen menengah dan 20 persen teratas.
Meskipun suatu wilayah mempunyai pertumbuhan ekonomi yang baik, masih ada yang perlu diketahui
yaitu seberapa besar kue ekonomi yang terbentuk bisa dinikmati oleh masyarakat. Bisa jadi kue ekonomi
tersebut hanya dinikmati oleh beberapa kelompok masyarakat saja. Kategori ketimpangan menurut Bank
Dunia diukur dengan menghitung persentase jumlah pendapatan penduduk dari kelompok yang
berpendapatan 40% terendah dibandingkan total pendapatan seluruh penduduk.
1.3.3.1.4. Persentase Penduduk Miskin Pembangunan adalah proses mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan merata. Tingkat
kesejahteraan secara ekonomi ditunjukkan dengan meningkatnya kemakmuran masyarakat yang akan
berkorelasi dengan tingkat konsumsi sebagai akibat meningkatnya pendapatan masyarakat. Berbagai
upaya telah ditempuh pemerintah untuk meningkatkan taraf kesejahteraan penduduknya baik dari segi
kinerja perekonomiannya maupun penciptaan pemerataan kue pembangunan.
Upaya tersebut diantaranya mengurangi penduduk miskin dengan meningkatkan tingkat
kesejahteraannya. Angka kemiskinan di Jawa Timur selama lima tahun terakhir secara gradual (2011-
2016) menunjukkan trend penurunan. Pada tahun 2011 angka kemiskinan sebesar 13,85 persen atau
dengan jumlah penduduk miskin sebesar 5.251,45 ribu jiwa, selanjutanya mengalami penurunan pada
tahun 2016 menjadi 11,85 persen atau jumlah penduduk miskin sebesar 4.638,53 ribu jiwa. Persentase
penduduk miskin di Jawa Timur tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kemiskinan
nasional yaitu sebesar 10,70 persen. Provinsi Jawa Timur merupakan penyumbang terbesar penduduk
miskin di Indonesia dimana sekitar 17 persen dari penduduk miskin di Indonesia berada di Jawa Timur. Per
September 2015 telah terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 0,27 persen atau sekitar 13 ribu
orang dibandingkan dengan posisi Maret 2015.
Sementara itu, garis kemiskinan di Jawa Timur mencapai Rp. 316.464 perkapita per bulan pada
September 2015 atau meningkat 3,7 persen dibandingkan dengan Maret 2015 yang mencapai Rp.
305.171. Peningkatan tersebut terjadi secara simetris pada garis kemiskinan makanan dan non makanan.
14
Sama dengan kondisi pada periode data sebelumnya, penyebab peningkatan garis kemiskinan pada
periode ini terutama adalah beras dan rokok kretek filter.
Penduduk miskin di Jawa Timur terutama di wilayah pedesaan, yakni sekitar 67 persen dari total
penduduk miskin di Jawa Timur. Penurunan tingkat kemiskinan di pedesaan akan terkendala jika garis
kemiskinan di pedesaan terus meningkat. Pada tahun 2011, garis kemiskinan di wilayah perkotaan masih
lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah pedesaan. Walaupun demikian, sejak tahun 2011 garis
kemiskinan makanan di pedesaan meningkat cukup pesat sehingga pada akhirnya pada tahun 2013 lebih
tinggi dari garis kemiskinan makanan di perkotaan. Hal initerus mendorong peningkatan garis kemiskinan
wilayah pedesaan, sehingga padaperiode September 2015 garis kemiskinan pedesaan mencapai Rp.
318.433,sementara perkotaan hanya Rp. 314.320. Garis kemiskinan sendiri merupakancerminan dari
jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhanpokok minimum, baik untuk makanan
maupun non makanan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa biaya hidup minimum di pedesaan
Jawa Timur lebih tinggi daripada wilayah perkotaan.Kabupaten di wilayah Madura memiliki persentase
penduduk miskin lebihbesar dibanding daerah lain. Pada tahun 2015, persentase penduduk miskin
diKabupaten Sampang mencapai 25,69 persen, merupakan terbesar di Jawa Timur,diikuti Kabupaten
Bangkalan 22,57 persen, Kabupaten Sumenep 20,20 persen, danKabupaten Pamekasan 17,41
persen.Pemerintah Jawa Timur dan kabupaten/Kota telah mengambil berbagaikebijakan dalam rangka
mengentas kemiskinan, di antaranya adalah melalui programpemberdayan potensi Desa/Kelurahan,
pemberian fasilitas dan kemudahan untukUMKM, fasilitas Koperasi, serta pendirian Pusat Pelayanan
Perizinan Terpadu (P2T)dengan tujuan menarik investor untuk menanamkan modalnya di Jawa
Timur.Semakin tingginya investasi diharapkan dapat membuka lapangan kerja baru yangdapat menyerap
angkatan kerja sehingga dapat menurunkan kemiskinan.
1.3.3.1.5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Pada hakekatnya pembangunan ditujukan untuk mensejahterakan masyarakat. Pembangunan
yang hakiki tidak hanya dinikmati oleh segelintirkelompok tetapi secara holistik dapat dinikmati seluruh
lapisan masyarakat. Pembangunan dimaksud tidak hanya terfokus pada pembangunan gedung saranadan
prasarana, tetapi berimplikasi pada perubahan kualitas manusia. Bisadianalogkan, pembangunan yang pro
kepada kualitas manusia itu bercirikan darirakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam mewujudkan
pembangunan yang hakiki,baik Pemerintah Pusat maupun Daerah telah melakukan berbagai kebijakan
danprogram untuk meningkatkan kualitas manusia. Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga melakukan
upaya serius dengan program peningkatan kualitas manusia baik dari sisi kesehatan, pendidikan dan
kesejahteraan ekonomi. Masyarakat merasa sejahtera, jika pembangunan memberikan implikasi
tercapainya umur panjang dan sehat,masyarakat semakin berpengetahuan dan dapat hidup layak secara
ekonomi. Potretimplikasi pembangunan terhadap kualitas manusia dapat dilihat dari hasil capaian Indeks
Pembangunan Manusia (IPM).
Berdasarkan ketentuan United Nation Development Programe (UNDP), penghitungan IPM untuk
seluruh negara menggunakan metode baru. Hal ini dikarenakan IPM metode lama mempunyai kelemahan
dan perlu diperbaharui. Pada metode baru ini, angka melek huruf sudah tidak dipakai lagi digantikan angka
harapan sekolah dan penghitungan kompositnya menggunakan geometric mean. Dampak dari perubahan
penghitungan ini, menyebabkan terjadi perubahaan angka IPM menjadi lebih rendah dibanding metode
lama. Tetapi perlu diingat bahwa hasilpenghitungan metode baru tidak bisa dibandingkan lagi dengan
metode lama, karena sudah berbeda metodologi.
15
Secara umum, pembangunan manusia Jawa Timur terus mengalami kemajuan selama periode
2010 hingga 2016. IPM Jawa Timur meningkat dari 65,36 pada tahun 2010 menjadi 69,74 pada tahun
2016 atau naik 6,71 persen. Selama periode tersebut, IPM Jawa Timur rata-rata tumbuh sebesar 1,09
persen per tahun.
Pada periode 2015-2016, IPM Jawa Timur tumbuh 1,15 persen. Pertumbuhan pada periode 2015-2016
sedikit melambat dibandingkan dengan kenaikan pada periode 2014-2015 yang mampu tumbuh sebesar
1,19 persen.
Meskipun demikian, pertumbuhan IPM pada periode 2015-2016 merupakan tercepat ketiga di
antara provinsi-provinsi se Indonesia. Selama periode 2010 hingga 2016 IPM Jawa Timur menunjukkan
kemajuan yang besar, konsisten meningkat dengan kategori IPM “sedang”. Diperkirakan membutuhkan
satu tahun lagi IPM Jawa Timur menjadi kategori “tinggi” atau di atas 70. IPM tertinggi tercatat di Kota
Malang (80,46), diikuti Surabaya (80,38), dan Kota Madiun (80,01), sedangkan IPM terendahtercatat di
Sampang (59,09). Sebelumnya Kota Malang satu-satunya wilayah yangmempunyai IPM berkategori
“sangat tinggi”, tetapi pada tahun 2016 yangberkategori “sangat tinggi” bertambah yaitu Surabaya dan Kota
Madiun. Nganjuk,Lamongan dan Jombang juga berubah dari daerah dengan IPM berkategori “sedang”
menjadi “tinggi”. Hanya Sampang yang masih berkategori “rendah”. Diperkirakan 1atau 2 tahun
mendatang, IPM Sampang berubah menjadi kategori “sedang”.
1.3.3.1.6. Indeks Pembangunan Gender (IPG) Salah satu pengembangan dari penghitungan IPM adalah Indeks Pembangunan Gender. Baik
metodologi maupun konsep definisi yang dipakai dalam penghitungan Indeks Pembangunan Gender sama
dengan penghitungan IPM. Perbedaannya, penghitungan ini dibedakan menurut gender. Tujuan
penghitungan IPG adalah untuk mengetahui seberapa jauh pembangunan yang telah dilaksanakan oleh
Pemerintah, berimplikasi kepada pembangunan perempuan. Peran perempuan dalam perekonomian suatu
daerah dari waktu ke waktu semakin tinggi. Sayangnya, masih dirasakan adanya diskriminasi perlakuan
terhadap perempuan dalam kancah sosial ekonomi. Upah kerja perempuan masih lebih rendah dibanding
laki- laki. Selain itu, masih berlaku budaya menempatkan perempuan pada urusan dapur rumah tangga.
Sehingga kesempatan pendidikan perempuan relatif rendah dan berpengaruh pada rendahnya daya saing
di masyarakat. Dengan melihat angka IPG, diharapkan ada perhatian dari berbagai pihak khususnya
Pemerintah Daerah, untuk memajukan perempuan di masa mendatang. Evaluasi untuk meningkatkan
pembangunan perempuan diperlukan agar posisi perempuan semakin sejajar setara dengan laki-laki.
Sehingga peran perempuan dalam memberikan nilai tambah di masyarakat akan semakin nyata.
Penghitungan IPG ini juga memakai metodologi yang dipakai pada penghitungan IPM metode
baru. Sehingga angka yang sekarang digunakan menggantikan angka IPG yang pernah dipublish. Dengan
berlakunya IPG menggunakan metode baru, maka angka yang disajikan tidak bisa dibandingkan dengan
angka-angka sebelumnya. Membandingkannya harus sesuai metode yang digunakan atau apple to apple.
Hasil penghitungan IPG metode baru, tercatat bahwa IPG Jawa Timur mengikuti tren naik.
1.3.3.1.7. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Salah satu ukuran keberhasilan kinerja suatu daerah dalam hal penanganan pengangguran bila
diamati dari sisi ketenagakerjaan adalah dengan melihat tinggi rendahnya Tingkat Pengangguran Terbuka
( TPT ). Pengangguran terbuka adalah mereka yang tidak mau bekerja karena mengharapkan pekerjaan
16
yang lebih baik (penganggur sukarela) maupun secara terpaksa mereka yang mau bekerja tetapi tidak
memperoleh pekerjaan.
Dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang diakukan oleh BPS Provinsi Jawa
Timur, Tingkat Pengangguran Terbuka pada tahun 2011 sebesar 4,16 persen dan tahun 2012 sebesar
4,12 persen, kemudian meningkat pada tahun 2013menjadi 4,33 persen. Selanjutnya pada tahun 2014
mengalami penurunan menjadi 4,19 persen dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 4,47 persen. Pada
tahun 2016, TPT di Jawa Timur kembali menurun menjadi 4,21 persen.
Pada 2015, tercatat bahwa terjadi penambahan jumlah penganggur di Jawa Timur sebanyak 63
ribu orang dibanding periode yang sama pada tahun 2014 menjadi 906 ribu orang. Selain hal di atas,
permasalahan lain bertambahnya tingkat pengangguran di Jawa Timur yaitu :
1. Masih adanya kesenjangan antara supply tenaga kerja yang tersedia dengan demand atau
kebutuhan perusahaan/usaha;
2. Minimnya informasi tentang tenaga kerja yang tersedia maupun kebutuhan dunia usaha dari sisi
kualitas tenaga kerja termasuk di dalamnya tentang kondisi tenaga kerja di Jawa Timur yang dapat
dikatakan relatif masih rendah yangtercermin dari kualitas pendidikan yang dimiliki oleh tenaga
kerja;
3. Rendahnya kualitas tenaga kerja dan rendahnya permintaan (pasar) tenaga kerja;
4. Tingginya konflik ketenagakerjaan dalam penentuan UMK dan masih rendahnyaperlindungan bagi
tenaga kerja;
5. Ketersediaan Informasi pasar kerja belum optimal; dan
6. Kurang optimalnya pengawasan terhadap ketenagakerjaan (lembaga/perusahaan, dan pekerja)
serta lemahnya pengendalian terhadap masuknya tenaga kerja asing.
1.3.3.1.8. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLHD) Sebagai indikator kinerja pembangunan, kualitas air sungai yang diukurberdasarkan konsentrasi
BOD dan COD telah cukup menggambarkan kinerjapembangunan lingkungan hidup. Namun demikian,
perlu dipertimbangkanpengukuran kinerja pembangunan lingkungan hidup dengan indikator lainnya
sepertikualitas udara dan tutupan lahan. Sehubungan dengan hal tersebut perludipertimbangankan Indeks
Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Daerah sebagaiindikator baru dalam penyelenggaraan pembangunan
daerah Jawa Timur. IKLH merupakan informasi kondisi lingkungan hidup dengan menggunakan kualitas
air, udara dan lahan sebagai indikator.
1.3.3.1.9. Indeks Kepuasan Masyarakat Perkembangan indeks kepuasan masyarakat di Jawa Timur pada tahun 2014-2016 terus
menunjukkan peningkatan, yaitu sebesar 79 (Thn. 2014); 80 (Thn.2015); dan 81 (Thn. 2016). Kondisi ini
mencerminkan kepuasan terhadap pelayanan masyarakat di Jawa Timur lebih baik, lebih efisien, dan lebih
efektif berbasis dari kebutuhan masyarakat. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut
dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pengguna layanan. Kepuasan masyarakat dapat juga dijadikan
acuan bagi berhasil atau tidaknya pelaksanaan program yang dilaksanakan pada suatu lembaga layanan
publik.
17
1.3.3.1.10. Indeks Reformasi Birokrasi Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai good governance
dan melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan
terutama menyangkut aspek – aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dan sumber daya
manusia aparatur.Melalui reformasi birokrasi, dilakukan penataan terhadap sistem penyelangggaraan
pemerintah dimana uang tidak hanya efektif dan efisien, tetapi juga reformasi birokrasi menjadi tulang
punggung dalam perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara.
1.3.4. Kondisi Pemerintahan Untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, serta
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, berdasarkan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah; Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Organisasi
Perangkat Daerah, maka telah dilakukan penataan kembali organisasi perangkat daerah Provinsi Jawa
Timur sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan
Perangkat Daerah.
Jumlah Dinas di Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebanyak 24 (Dua Puluh Empat), terdiri dari :
1. Dinas Kesehatan; 2. Dinas Sosial; 3. Dinas Pendidikan; 4. Dinas Perhubungan; 5. Dinas Komunikasi
dan Informatika; 6. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi; 7. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata; 8. Dinas
Koperasi dan Usaha Kecil, Menengah (UKM); 9. Dinas Kepemudaan dan Olahraga; 10. Dinas Pekerjaan
Umum Bina Marga; 11. Dinas Pekerjaan Umum Sumber daya Air; 12. Dinas Pekerjaan Perumahan
Rakyat, 13. Kawasan Pemukiman dan Cipta Karya; 14. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan; 15. Dinas
Perkebunan; 16.Dinas Peternakan; 17. Dinas Kelautan dan Perikanan; 18. Dinas Kehutanan; Dinas
Perindustrian dan Perdagangan; 19. Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral; 20. Dinas Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa ; 21. Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan; 22.
Dinas Lingkungan Hidup; 23. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan; dan 24. Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Sedangkan Jumlah Badan yang ada di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebanyak 22
(Dua Puluh Dua), terdiri dari : 1. Inspektorat: 2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda); 3.
Badan Pendapatan Daerah (BAPENDA); 4. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol); 5.
Badan Penelitan dan Pengembangan (Balitbang); 6. Badan Pendidikan dan Pelatihan; 7. Badan
Kepegawaian Daerah; 8. Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah; 9. Badan Pendidikan dan
Pelatihan; 10. Badan Penghubung Daerah Provinsi; 11. Badan Penanggulangan Bencana Daerah; 12.
RSUD. Dr Soetomo Surabaya; 13. RS Jiwa Menur Surabaya; 14. RSUD. Haji Surabaya; 15. RSUD. Dr
Saiful Anwar Malang; 16. RSUD Dr. Soedono Madiun; 17.Badan Perwakilian Wilayah Bojonegoro; 18.
Badan Perwakilan Wilayah Madiun; 19. Badan Perwaklian Wilayah Malang; 20. Badan Perwakilan Wilayah
Jember; 21. Badan Perwakilan Wilayah Pamekasan dan; 22. Satuan Polisi Pamong Praja.
Sementara itu, Sekretariat Daerah terdiri 3 (tiga) Asisten ( Asisten Bidang Pemerintahan dan
Kesra ; Asisnten Bidang Ekonomi dan Pembangunan serta Asisten Administrasi Umum ) dengan 9 (
sembilan) Biro, terdiri dari : 1.Biro Administrasi Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah; 2. Biro
Administrasi Kesejahteraan Sosial; 3. Biro Hukum; 4.Biro Administrasi Perekonomian; 5. Biro Administrasi
Pembangunan; 6. Biro Administrasi Sumber Daya Alam; 7. Biro Organisasi; 8. Biro Humas Protokol dan; 9.
Biro Umum.
18
1.3.5. Kondisi Sosial Politik Pemilihan Umum 2014 menghasilkan komposisi perolehan kursi partai politik di DPRD Provinsi
Jawa Timur 2015-2019 sebagai berikut: Partai Kebangkitan Bangsa (20 kursi); Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (19 kursi); Fraksi Gerindra (13 kursi); Fraksi Demokrat (13 kursi); Partai Golkar (11 kursi);
Partai Amanat Nasional (7 kursi); Partai Keadilan Sejahtera (6 kursi); Partai Persatuan Pembangunan (5
kursi); dan Fraksi Nasdem Hanura (6 kursi). (Sumber : KPU Jatim Tahun 2014).
Kehidupan sosial politik masyarakat Provinsi Jawa Timur sangat dinamis, namun relatif terkendali
dan aman. Hal ini terbukti dari pelaksanaan Pemilihan Gubernur Jawa Timur pada 2014 yang berlangsung
sampai dua kali putaran, kemudian melahirkan sengketa Pilkada ke Mahkamah Konstitusi. Meski suhu
politik Jawa Timur selama berlangsungnya Pemilihan Gubernur sempat memanas, namun tidak sampai
menimbulkan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat secara keseluruhan.Jumlah
organisasi masyarakat yang tercatat pada Badan Kesatuan Bangsa sampai 2013 sebanyak 873 buah.
1.4. KEDUDUKAN, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN KEWENANGAN Pemerintah Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950
tentang Pembentukan Propinsi Jawa Timur Juncto Nomor 18 Tahun l950 Peraturan tentang Mengadakan
Perubahan dalam Undang-Undang Tahun 1950 Nomor 2 dari hal Pembentukan Propinsi Jawa Timur
(Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 32 ). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, bahwa Pemerintah Provinsi berdasarkan kewenangan yang dimiliki merupakan
Daerah Otonom yang seluas-luasnya. Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom yang luas
menjalankan kewenangan wajib dan kewenangan pilihan.
Kewenangan wajib yang dijalankan oleh Pemerintah Provinsi meliputi : perencanaan dan
pengendalian pembangunan, perencanaan pemanfatan dan pengawasan tata ruang, penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, penyediaan sarana prasarana umum, penanganan bidang
kesehatan, penyelenggaraan pendidikan, penanggulangan masalah sosial, pelayanan bidang
ketenagakerjaan, fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah, pengendalian lingkungan
hidup pelayanan pertanahan, pelayanan administrasi umum pemerintahan, pelayanan perizinan
administrasi penanaman modal, penyelenggaraan pelayanan dasar dan lainnya, serta urusan wajib yang
diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Sedangkan kewenangan yang bersifat pilihan meliputi
urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan Daerah dan potensi yang menjadi unggulan di Provinsi Jawa
Timur.
Penyelenggara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dipimpin oleh seorang Gubernur yang dibantu
oleh seorang Wakil Gubernur. Dalam menyelenggarakan pemerintahan berpedoman pada azas umum
penyelenggaraan Negara yang terdiri atas : azas kepastian hukum, azas tertib penyelenggaraan negara,
azas kepentingan umum, azas keterbukaan, azas proporsionalitas, azas profesionalitas, azas
akuntabilitas, azas kompetensi, azas efisiensi dan azas efektifitas.
Tugas Gubernur sebagai wakil Pemerintah adalah sebagai berikut :
1. Gubernur yang dikarenakan Jabatannya berkedudukan juga sebagaiWakil Pemerintah di Wilayah
Provinsi Jawa Timur;
2. Dalam kedudukannya sebagai wakil Pemerintah, Gubernur Bertanggungjawab kepada Presiden
Republik Indonesia.
19
Dalam kedudukannya sebagai wakil Pemerintah, Gubernur mempunyai tugas dan wewenang:
1. Pembinaan & pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota se-Jawa Timur;
2. Koordinasi penyelenggaraan urusan Pemerintahan di Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Jawa
Timur;
3. Koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaran tugas pembantuan di Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota se Jawa Timur.
Tugas dan Wewenang Gubernur sebagai Kepala Daerah :
1. Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;
2. Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah;
3. Menetapkan Peraturan Daerah yang telah mendapatkan persetujuan bersama DPRD;
4. Menyusun dan mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama;
5. Mengupayakan terlaksananya kewajiban Daerah;
6. Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
7. Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kewajiban Gubernur sebagai Kepala Daerah adalah:
1. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia;
2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
3. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;
4. Melaksanakan kehidupan demokrasi;
5. Mentaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan;
6. Menjaga etika dan norma dalam penyelenggaran pemerintahan daerah;
7. Memajukan dan mengembangkan daya saing Daerah;
8. Melaksanakan prinsip tata kepemerintahan yang bersih dan baik;
9. Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan penge-lolaan keuangan Daerah;
10. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di Daerah dan semua perangkat Daerah;
11. Menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan daerah di hadapan Rapat Paripurna DPRD.
1.5. ISU-ISU STRATEGIS 1.5.1. Isu Internasional 1.5.1.1. Gejolak Perekonomian Global
Kondisi perekonomian global hingga permulaanTahun 2014 masih diwarnai dengan ekses gejolak
krisis global yang diawali dari Krisis Utang Yunani yang mengimbas pada Uni Eropa hingga Amerika dan
akhirnya berdampak pada seluruh dunia. Krisis ekonomi global tersebut memunculkan isu strategis
internasional yang antara lain meliputi :
● Pertama adalah ketidakpastian mengenai kecepatan pemulihan global. Perkembangan hingga akhir
tahun 2013 menunjukkan pemulihan ekonomi global yang tidak sesuai harapan, bahkan melambat.
Situasi menjadi tidak pasti karena bergesernya lanskap ekonomi global.
20
● Isu kedua, terkait ketidakpastian yang meluas seiring ketidaktegasan kebijakan di Amerika Serikat, baik
terkait penarikan stimulus kebijakan moneter maupun penyelesaian batas anggaran dan penghentian
belanja pemerintah. Situasi yang berlarut ini memicu penilaian ulang risiko oleh investor dan
menimbulkan reaksi berlebih, akhirnya menimbulkan gejolak di pasar keuangan global, termasuk
Republik IndonesiaI.
● Ketiga adalah berkaitan dengan ketidakpastian perkembangan harga komoditas. Sejalan dengan
ekonomi global yang lambat dan pasar keuangan global yang bergejolak, harga komoditas masih
melanjutkan tren penurunannya sehingga mempertegas era siklus panjang harga komoditas.
1.5.1.2. Lingkungan Hidup Isu Internasional lingkungan hidup adalah perubahan iklim dan pemanasan global sebagai akibat
dari peningkatan emisi gas rumah kaca yang berdampak pada keanekaragaman hayati, desertifikasi
(degradasi lahan, lahan kering semakin gersang, kehilangan badan air, vegetasi, dan kehidupan liar),
kenaikan temperatur serta terjadi pergesaran musim. Untuk membatasi peningkatan suhu global perlu
dilakukan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) oleh semua pihak, dengan catatan pelaksanaan di
negara berkembang harus sesuai dengan usaha pembangunan ekonomi, sosial dan pengentasan
kemiskinan.
1.5.1.3. Millenium Development Goals (MDG's) Isu global dari lahirnya deklarasi millenium atau Millenium Development Goal’s (MDG’s) yang
diungkapkan dalam KTT Millenium di New York bulan September 2000 adalah masih tingginya angka
kemiskinan di dunia dimana hampir separuh penduduk dunia hidup dengan pendapatan kurang dari 2
dolar, sekitar 800 juta orang dalam kondisi kelaparan, derajat kesehatan yang masih rendah dimana setiap
tahun hampir 11 juta anak meninggal sebelum mencapai usia balita, setiap tahun lebih dari 18 juta orang
meninggal akibat hal-hal yang berhubungan dengan kemiskinan, umumnya mereka adalah perempuan dan
anak-anak. Adanya kesenjangan akses pada pendidikan antara anak lelaki maupun perempuan, ketidak
pedulian manusia akan lingkungan dan solidaritas internasional juga menjadi latar belakang dicetuskannya
MDG’s. Sampai pada tahun 2015 diyakini bahwa MDG’s belum tercapai secara tuntas, oleh karena itu
perlu rencana pembangunan pasca MDG’s 2015 atau yang dikenal dengan Sustainable Development
Goals (SDGs). SDGs memiliki 5 pondasi yaitu manusia, planet, kesejahteraan, perdamaian, dan kemitraan
yang ingin mencapai tiga tujuan mulia di tahun 2030 berupa mengakhiri kemiskinan, mencapai kesetaraan,
dan mengatasi perubahan iklim. Untuk mencapai tiga tujuan mulia tersebut, disusun 17 Tujuan Global
berikut : 1) Tanpa Kemiskinan; 2)Tanpa Kelaparan; 3) Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan; 4)
Pendidikan Berkualitas; 5) Kesetaraan Gender; 6) Air Bersih dan Sanitasi; 7) Energi Bersih dan
Terjangkau; 8) Pertumbuhan Ekonomi dan Pekerjaan yang Layak; 9) Industri, Inovasi dan Infrastruktur; 10)
Mengurangi Kesenjangan; 11) Keberlanjutan Kota dan Komunitas; 12) Konsumsi dan Produksi
Bertanggung Jawab; 13) Aksi Terhadap Iklim; 14) Kehidupan Bawah Laut; 15) Kehidupan di Darat; 16)
Institusi Peradilan yang Kuat dan Kedamaian; 17) Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. Dari 17 Tujuan tersebut
terdiri dari 169 target dan 241 indikator yang pelaksanaannya dikelompokkan menjadi 4 pilar yaitu Pilar
Pembangunan Sosial, Ekonomi, Lingkungan, serta Pembangunan Inklusif dan Cara Pelaksanaan. Dalam
rangka mencapai keberhasilan SDGS yang ditargetkan sampai tahun 2030, ada tiga prinsip pelaksanaan SDGs
yaitu :
a) Universality, yaitu SDGs dilaksanakan oleh negara maju maupun negara berkembang;
21
b) Integration, yaitu SDGs dilaksanakan secara terintegrasi dan saling terkait pada semua dimensi sosial,
ekonomi, dan lingkungan;
c) No one Left Behind, yaitu harus memberi manfaat bagi semua terutama yang rentan, dan pelaksanaan
melibatkan semua pemangku kepentingan.
1.5.1.4. Ancaman Global Terhadap Krisis Pangan Pertumbuhan penduduk dunia yang semakin pesat yang diikuti oleh semakin besarnya alih fungsi
lahan pertanian ke non pertanian telah berdampak pada semakin terbatasnya ketersediaan pangan dunia,
sehingga perlu upaya-upaya yang berkekanjutan untuk memperbaiki struktur produksi pangan yang diikuti
dengan menekan laju pertumbuhan penduduk Situasi produksi pangan di dunia diperkirakan relatif membaik
tahun 2014. Total produksi cerealia di dunia akan meningkat 8,4% di periode 2013/2014 dibanding 2012/2013.
Peningkatan terjadi 2, 6% di negara berkembang dan 17,4% di negara maju (FAO Crop Prospects and Food
Situation, Desember 2013). Stok cerealia di dunia pada akhir musim 2014 diperkirakan meningkat 13,4%
lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan demikian, harga cerealia dunia terutama gandum,
beras dan jagung akan menurun di tahun 2014. Harga kedelai internasional serta minyak nabati akan
menurun juga (FAO Food Price Index, 9/1/2014).
1.5.1.5. Energi Isu internasional energy dan sumberdaya mineral adalah keterbatasan energy dan pengembangan
energy baru terbarukan, pertambangan illegal dan pertambangan berkelanjutan. Minyak merupakan salah
satu energi yang masih tetap dipertahankan dan dibutuhkan, namun saat ini dunia dihadapkan pada
produksi minyak yang terus menurun dan sebaliknya kebutuhan akan konsumsi minyak terus meningkat
sebanding dengan jumlah populasi penduduk. Berangkat dari peningkatan tajam harga minyak dunia yang
pernah terjadi waktu lalu, telah memunculkan adanya isu keamanan energi kini telah menjadi salah satu
isu terhangat dalam agenda keamanan global dan hubungan internasional.
Salah satu upaya untuk mengatasi isu dimaksud tahun 2012 ditetapkan sebagai tahun energi
terbarukan internasional oleh PBB dalam rangka meraih tiga target besar yaitu: menjamin akses yang
setara atas energi modern, melipatgandakan efisiensi energi dan melipatgandakan kontribusi energi
terbarukan dalam struktur energi global sebelum 2030. Di level regional (APEC) juga mengagendakan isu
energi dan ketahanan pangan disamping isu-isu perekonomian.
1.5.1.6. Air Isu internasional terkait dengan Air diantaranya adalah: a) Pencapaian target MDG’s 2015untuk
sektor Air Minum dan Sanitasi di perkotaan dan pedesaan. Sesuai dengan tujuan pembangunan millenium
(MDG’s) bahwa Program Pengelolaan Sumber Daya Air harus mendukung untuk memberantas kemiskinan
dan kelaparan ekstrem serta untuk memastikan kelestarian lingkungan Penetapan agenda baru dalam
pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang merupakan akselerasi setelah tahun 2015 (MDGs) dengan isu
yang terkait air diantaranya adalah :
a) Meningkatnya polusi, maraknya dumping dan pelepasan bahan kimia berbahaya serta material
lainnya yang mengakibatkan penurunan kualitas air. Dimana kualitas air akan berpengaruh pada
masalah kesehatan, ketahanan pangan, kemiskinan, dan tantangan lingkungan. Sehingga diperlukan
adanya upaya untuk mengurangi polusi terhadap air tawar melalui penampungan dan pengolahan air
limbah.
22
b) Efisiensi penggunaan air di semua sektor dan menjamin pemanfaatan serta pasokan air tawar
untuk mengatasi kelangkaan air yang berkelanjutan. Pengambilan air yang berlebihan menyebabkan
permasalahan terhadap sumber daya air terhadap manusia dan ekosistem,yang mengakibatkan biaya
lingkungan yang tinggi. Oleh karena itu, dalam rangka mengurangi pengambilan air secara berlebihan
guna menjamin keberlanjutan sumber daya air, perlu untuk mengadopsi beberapa teknik penghematan
pemanfaatan air di semua sektor, seperti: pertanian (misalnya irigasi tetes/dripirrigation) dan industri
(misalnya teknik penggunaan kembali air limbah).
c) Perlindungan dan pemulihan terhadap ekosistem yang berhubungan dengan sumber daya air.
Ekosistem seperti lahan basah, hutan, sungai dan danau merupakan ekosistem yang sangat penting
dalam kaitannya dengan menjaga kualitas dan kuantitas air. Apabila ekosistem tersebut menjadi rusak,
maka akan kehilangan ketahanan yang dapat berakibat pada penurunan kualitas dan ketersediaan air.
Perlu adanya perlindungan dan pemulihan terhadap ekosistem akibat adanya aktivitas manusia,
misalnya urbanisasi, praktek-praktek pertanian yang tidak tepat serta polusi).
1.5.1.7. Transportasi Tantangan global transportasi adalah keterkaitan antara pembangunan infrastrukur transportasi
dengan lingkungan. Di berbagai negara menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur transportasi yang
dibutuhkan tidak selalu menjadi solusi yang terbaik. Sedangkan tantangan lainnya meliputi :
a) Pembangunan infrastruktur transportasi menimbulkan dampak lingkungan akibat keberadaan dan
pengoperasian infrastruktur transportasi, sementara wilayah memiliki batas kapasitas lingkungan
tertentu untuk menerima dampak yang muncul.
b) Faktor–faktor yang terkait dengan pengoperasian moda-moda transportasi bersifat sangat dinamis
karena tingkat gangguannya tergantung dari volume penggunaan, jenis moda, dan teknologi yang
digunakan. Dampak lingkungan yang dirasakan akibat pengoperasian transportasi ini yang umumnya
menjadi isu-isu yang berkepanjangan karena terus berkembang seiring dengan perkembangan aktivitas
manusia.
1.5.2. ISU NASIONAL 1.5.2.1. Semakin Besarnya Subsidi dan Instabilitas Harga Komoditi
Tiga isu strategis yang mewarnai perekonomian nasional Indonesia terakhir ini antara lain :
● Pertama terkait beban subsidi yang mempengaruhi ketahanan fiskal pemerintah. Jumlah subsidi akan
terus membesar jika tidak ada upaya untuk menguranginya. Beban subsidi ini akan berdampak negatif
terhadap ekonomi ke depan.
● Kontraksi perekonomian global yang berakibat pada defisit neraca transaksi berjalan ( current account).
● Kontraksi terhadap Nilai Tukar Rupiah terhadap dollar AS yang mengakibatkan kemungkikan berbagai
dampak diantaranya cadangan devisa.
Prediksi Dana Moneter Internasional (IMF) tentang bakal ambrolnya harga minyak mentah
sebesar $ 5-15 per barel di tahun 2016, mengagetkan banyak kalangan. Dan ternyata prediksi tersebut
menjadi kenyataan, terutama pada Semester I – 2016 harga minyak mentah dunia memang merosot
hingga mencapai titik terendah (limit) pada tingkat keekonomian produksinya.
Sebelum Presiden Joko Widodo mereformasi anggaran subsidi BBM, merosotnya harga minyak
memang membawa berkah bagi Indonesia. Karena, sepanjang tahun 2012-2014 pemerintah harus
menanggung beban subsidi hingga Rp 300 triliun per tahun, karena harga minyak rata-rata berada di atas
23
level $ 100 per barel. Namun, dalam APBN 2016 anggaran untuk subsidi BBM tinggal "hanya" Rp 63,7
triliun yang terdiri dari dana subsidi LPG tabung 3 kg, minyak tanah, dan solar. Hal ini mengindikasikan
bahwa dengan ambrolnya harga minyak dunia ternyata tidak terlalu berpengaruh di sisi pengeluaran.
Sebaliknya, dampaknya justru terasa di sisi pendapatan. Target APBN 2016 untuk perolehan penerimaan
dari sektor minyak dan gas dipatok sebesar Rp 120 triliun, terdiri dari Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) migas Rp 78,6 triliun dan PPh Migas Rp 41,4 triliun. APBN 2016 tersebut ditetapkan di atas asumsi
harga minyak US$ 50 per barel sedangkan target produksi atau lifting minyak adalah sebesar 830 ribu
barel per hari. Alhasil, apabila harga minyak anjlok hingga US $ 20 per barel, maka potensi hilangnya
penerimaan negara dapat mencapai Rp 42,8 triliun.
Berkurangnya penerimaan negara dari PNBP migas sendiri terhitung bisa mencapai nilai yang
rata-rata menyumbang 73 persen terhadap total PNBP migas. Target PNBP migas ditetapkan Rp 78,6
triliun. Dengan demikian PNBP minyak bumi yang diterima adalah sekitar Rp 57 triliun. Jika harga minyak
merosot hingga 60 persen menjadi $20 per barel, maka dapat menyusutkan PNBP minyak bumi menjadi
Rp 23 triliun. Dengan kata lain, pendapatan dari pos ini akan berkurang sekitar Rp 34 triliun. Kondisi ini
belum ditambah potensi tergerusnya penerimaan negara yang berasal dari PPh Migas. Pendapatan PPh
dari minyak bumi rata-rata menyumbang 35 persen dari total pendapatan PPh migas atau sebesar Rp 14,7
triliun dari target APBN 2016. Anjloknya harga minyak mentah itu, dapat mengikis penerimaan negara
hingga Rp 8,8 triliun.
Artinya, dari kedua analisa tersebut, Pemerintah pada tahun 2016 bisa kehilangan potensi
penerimaan negara dengan total senilai Rp 42,8 triliun atau 2 persen dari target penerimaan negara dalam
APBN 2016. Hal inilah yang menyebabkan pada tahun anggaran 2016 Pemerintah perlu melakukan
kebijakan pengurangan/efisiensi anggaran baik APBN maupun APBD hingga mencapai 3 kali, dan hal ini
tentu akan berpengaruh signifikan terkait kinerja pembangunannya.
1.5.2.2. Situasi Pangan Nasional Dalam perkembangannya, pada tahun 2016 kinerja industri pangan indonesia terlihat sudah semakin
produktif dan mengalami pertumbuhan. Baru baru ini The Economist Intelligence Unit merilis data ketahanan
pangan internasional yang di beri nama Global Food Security Index (GFSI), dari hasik tersebut, tercatat posisi
ketahanan pangan indonesia saat ini berada pada posisi ke 71 dari total 113 negara yang telah di obesrvasi
sepanjang tahun 2016 ini. hasil tersebut terlihat ketahanan pangan nasional mengalami pertumbuhan walaupun
masih di peringkat terendah.
Peringkat tersebut bisa di bilang masih rendah, namun jika di bandingkan tahun sebelumnya indonesia
masih berada di peringkat 76-80. Secara keseluruhan, ketahanan pangan nasional mengalami kenaikan poin
sekitar 50.6. tahun 2015 lalu hanya 47.9 poin. meningkatnya nilai ketahanan pangan nasional di lihat
berdasarkan 3 jangkauan utama seperti, Ketersediaan, Keterjangkauan serta kualitas dan keamanan. Dari segi
keterjangkauan, indonesia mendapatkan nilai 50.3 poin dari tahun sebelumnya yang hanya mendapat 46.8
poin. Untuk ketersediaan indonesia mendapat sekitar 54.1 poin dari sebelumnya sekitar 51.2 poin dan kualitas
dan keamanan naik tipis ke 42 dari sebelumnya 41,9.
1.5.2.3. Infrastruktur Untuk mengatasi permasalahan infrastruktur serta dalam rangka mendukung pencapaian target
infrastruktur Middle Income Country maka, percepatan pembangunan bidang infrastruktur menekankan
lima prioritas Utama yaitu :
a) Percepatan Pembangunan Perumahan;
24
b) Pembangunan Infrastruktur/Prasarana Dasar Kawasan Permukiman serta Energi dan
Ketenagalistrikan ;
c) Menjamin ketahanan air untuk mendukung ketahanan nasional;
d) PenguatanKonektivitas Nasional untuk Mencapai Keseimbangan Pembangunan;
e) Pembangunan Transportasi Massal Perkotaan;
f) Peningkatan Efektifitas dan Efisiensi dalam Pembiayaan
g) Infrastruktur.
1.5.2.4. Penerapan SPM Target pencapaian SPM tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) Tahun 2010 – 2014, yang merupakan salah satu bagian dari prioritas pertama dari 11 prioritas
nasional, yaitu reformasi birokrasi dan tata kelola. Prioritas reformasi birokrasi dan tata kelola
menginginkan terjadinya pemantapan tata kelola pemerintahan yang lebih baik melalui terobosan kinerja
secara terpadu, penuh integritas, akuntabel, taat kepada hukum yang berwibawa, dan transparan. Hal itu
kemudian didukung dengan peningkatan kualitas pelayanan publik yang ditopang oleh efisiensi struktur
pemerintah di pusat dan di daerah, kapasitas pegawai pemerintah yang memadai dan data kependudukan
yang baik.
Kebijakan terkait dengan pelaksanaan SPM di daerah tertuang dalam Pasal 10 ayat (1) UU Nomor
32/2004 tentang pemerintah. Dalam pasal ini disebutkan bahwa Pemerintahan Daerah menyelenggarakan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya. Kemudian Pasal 11 ayat (3) menyebutkan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Luasnya cakupan pelayanan dasar,
sebagaimana urusan wajib yang menjadi kewenangan daerah. Sehingga perlu adanya pengaturan standar
pelayanan, paling tidak dalam kategori minimal dengan berpedoman pada standar yang ditetapkan.
Tujuannya adalah untuk mengukur tingkat kualitas pelayanan jasa, pelayanan barang dan/atau pelayanan
usaha yang diberikan pemerintah dan/atau pemerintah daerah dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. SPM merupakan tolok ukur untuk menilai kinerja penyelenggaraan pelayanan dasar kepada
masyarakat di bidang pemerintahan umum, pendidikan, kesehatan, fasilitas umum dan layanan publik
lainnya.
Penerapan SPM di Provinsi dan Kabupaten / Kota di Jawa Timur, belum semua dituangkan dalam
bentuk aturan (Peraturan Daerah / Peraturan Kepala Daerah / Instruksi) kebanyakan masih dalam bentuk
surat Kepala Daerah tentang pelaksanaan dan pelaporan SPM di Daerah. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penetapan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal, memang tidak dinyatakan bahwa penetapan dan pelaksanaan SPM harus ditetapkan dalam
Peraturan Kepala Daerah. Untuk SPM Provinsi secara prinsip telah masuk dalam RPJMD Provinsi Jawa
Timur Tahun 2009-2014 sebagaimana termuat dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 38 Tahun
2009, tetapi tidak secara eksplisit memuat masing-masing indikator sebagaimana SPM yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah / Kementerian yang bersangkutan.SPM Provinsi secara koordinatif telah
dilakukan pembahasan dalam rapat koordinasi yang memuat 9 bidang tetapi dalam perkembangannya 1
(satu) bidang SPM telah ditetapkan tersendiri dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 44 Tahun
2013 tentang Penerapan dan Rencana Program Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Sosial,
sedangka 8 bidang lainnya masih dalam proses.
25
1.5.2.5. Gender Isu gender dan anak merupakan masalah utama dalam pembangunan, khususnya pembangunan
sumberdaya manusia. Walaupun sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan
kualitas hidup perempuan dan anak serta penguatan kapasitas kelembagaan pengarusutamaan gender
dan anak, namun realita menunjukkan masih adanya kesenjangan dalam hal akses, partisipasi, manfaat
serta penguasaan terhadap sumberdaya seperti pada bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan bidang
strategis lainnya. Perlindungan bagi perempuan dan anak dari berbagai tindakan eksploitasi, diskriminasi
dan kekerasan juga masih belum optimal, sehingga pelayanan dan penanganan kepada perempuan dan
anak sebagai kelompok rentan dan “korban terbesar” akibat kekerasan juga masih relatif rendah. Dampak
dari pelaksanaan pembangunan yang belum mempertimbangkan kesetaraan, pemberdayaan perempuan
dan perlindungan anak, akan memperlambat proses pembangunan suatu bangsa. Diperlukan suatu sistem
yang terpadu dan komitmen yang kuat dari semua pemangku kepentingan untuk dapat mengatasi isu
gender dan anak salah satunya adalah terkait dengan Integrasi Pengarusutamaan Gender. Integrasi
Pengarusutamaan Gender kedalam siklus perencanaan dan penganggaran baik di Tingkat Pusat maupun
Daerah diharapkan dapat mendorong pengalokasian sumber daya pembangunan menjadi lebih efektif,
dapat dipertanggungjawabkan dan adil dalam memberikan manfaat pembangunan bagi seluruh penduduk
Indonesia baik laki-laki maupun perempuan, anak laki-laki maupun anak perempuan. Isu Strategis Gender
ini nantinya akan berdampak pada peningkatan kapasitas SDM penggerak PPRG di daerah. Dengan
meningkatnya kapasitas SDM penggerak PPRG daerah diharapkan dapat mengawal pelaksanaan PPRG
di masing-masing SKPD sehingga program dan kegiatan yang dilakukan SKPD benar-benar dapat
mengintegrasikan isu kesenjangan gender sehingga dapat menjawab permasalahan pembangunan
dimasing-masing sektor.
1.5.2.6. Lingkungan Hidup Isu lingkungan hidup secara nasional meliputi perusakan/kebakaran hutan, banjir/longsor, kemarau
panjang, perburuan/perdagangan hewan dilindungi; penghancuran terumbu karang, polusi air dari limbah
industry, polusi udara, limbah B3, pembuangan sampah tanpa pengolahan, serta Rencana Aksi Nasional
penurunan emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK) sebagai upaya adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan
iklim.
RAN GRK merupakan komitmen Indonesia dalam menghadapi permasalahan perubahan iklim,
untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan usaha sendiri dan mencapai 41% jika
mendapat dukungan internasional pada tahun 2020.
1.5.2.7. Energi Isu energi dan sumber daya mineral nasional adalah ketahanan energy, diversifikasi energy,
konservasi energy, dukungan terhadap MP3EI, subsidi energy, energy untuk daerah perbatasan dan
tertinggal, pengelolaan sumber daya mineral dan pertambangan, peningkatan nilai tambah mineral, dan isu
terkait lingkungan hidup. Adapun rasio elektrifikasi nasional tahun 2012 adalah sebesar 76,56%, yang
berarti bahwa masih terdapat sekitar 23,44% belum terpenuhi. Jika dilihat rasio elektrifikasi di ASEAN,
Indonesia relatif tertinggal apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Vietnam,
Malaysia, dan Thailand. Sedangkan Indonesia, lebih tinggi dibanding dengan Filipina. Jika estimasi satu
keluarga terdiri dari empat orang, maka +28 juta penduduk Indonesia belum bisa menikmati listrik, karena
hingga pertengahan 2016 rasio elektrifikasi Indonesia baru mencapai 89,5%.
26
1.5.2.8. Isu Wilayah Perbatasan Perbedaan karakteristik dan potensi wilayah diantara dua wilayah yang saling berbataasan,
hingga saat ini masih berpotensi memicu gejolak antar masyarakat. Di sisi lain perbedaan dalam aturan
dan penerapannya juga memungkinkan munculnya permasalahan yang memungkinkan terjadinya gejolak
antar wilayah. Isu strategis dari permasalahan yang terjadi di wilayah perbatasan antar Provinsi (Provinsi
Jawa Timur dengan Jawa Tengah, maupun Provinsi Jawa Timur dengan Provinsi Bali) maupun
Kabupaten/Kota di Jawa Timur antara lain :
- Disharmoni aturan, kebijakan serta penerapannya; Fenomena ini muncul seperti adanya perbedaan penerapan aturan pada sektor Pendidikan (misalnya perbedaan aturan Sekolah di dua wilayah perbatasan), Kesehatan (misalnya dalam kebersamaan Pemberantasan Wabah Penyakit), Sosial (misalnya dalam kebersamaan penanganan PMKS), Perikanan & Kelautan (misalnya kesamaan dalam penerapan aturan pemakaian Jaring di Laut);
- Kesenjangan Sosial/ekonomi; Kesenjangan karakteristik Sosial Ekonomi kemasyarakatan seperti pada dua wilayah yang berbeda akan semakin memperlebar disparitas antar wilayah;
- Disorientasi Prioritas Pembangunan; Perbedaan orirntasi pembangunan yang akan diprioritaskan berpotensi memunculkan masalah di wilayah perbatasan seperti perbedaaan waktu penanganan Infrastruktur jalan yang saling berhubungan pada dua wilayah yang saling berbatasan;
- Eksploitasi Pemanfaatan Sumber Daya Alam Kerjasama pengelolaan pemanfaatan sumber daya alam perlu dipertimbangkan dampaknya pada wilayah lain di luar wilayah administrasinya sendiri. Fenomena pemakaian Air Bersih dari Provinsi lain dengan perlunya juga mempertimbangkan konservasi hutan serta daya dukung lingkungan.
1.5.3. ISU STRATEGIS PEMBANGUNAN JAWA TIMUR 2014-2019 Isu strategis pembangunan Jawa Timur pada periode 2014-2019 dirumuskan dari (1)
permasalahan-permasalahan pembangunan per urusan dalam pemerintahan Jawa Timur periode
sebelumnya (2009-2014); dan (2) isu-isu strategis internasional, regional (Asia), nasional, maupun
kebijakan pembangunan yang tertuang dalam dokumen perencanaan Jawa Timur yang menjadi acuan
penyusunan RPJMD Provinsi Jawa Timur 2014-2019.Berdasarkan informs yang dijelaskan pada sub-sub
bab sebelumnya, maka isu strategis pembangunan Jawa Timur pada periode 2014-2019 dapat dirangkum
sebagai berikut :
1. Isu strategis yang terkait dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang merata di seluruh
wilayah Jawa Timur. Sejumlah permasalahan/isu strategis dimaksud antara lain :
a) Disparitas wilayah di Jawa Timur yang masih relative tinggi;
b) Permasalahan pengangguran, kondisi ketenagakerjaan serta hubungan industrial yang rentan
(terbatasnya perlindungan tenaga kerja);
c) Terbatasnya kualitas sumberdaya manusia, baik dari sisi tingkat pendidikan, derajat kesehatan
maupun daya belinya. Masyarakat rentan terhadap instabilitas harga komoditas serta
ketergantungan tinggi terhadap subsidi pemerintah;
d) Disparitas gender yang masih jelas terlihat ;
e) Relatif tingginya angka kemiskinan; dan
f) Kejadian bencana alam yang tidak terduga yang sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan
masyarakat.
2. Isu strategis terkait upaya peningkatan perekonomian wilayah berbasis potensi ekonomi lokal
Jawa Timur (agrobisnis, agroindustry dan industrialisasi) sehingga diharapkan dapat bersaing dalam
27
perekonomian global, namun tetap memperhatikan kesejahteraan masyarakat banyak, khususnya
“wong cilik”. Beberapa isu strategis yang dimaksud antara lain :
a) Isu pertumbuhan ekonomi yang inklusif ;
b) Isu ketahanan pangan & ancaman global terhadap krisis pangan;
c) Keterbatasan infrastruktur dan pemerataannya;
d) Peningkatan produkstifitas sektor-sektor unggulan Jawa Timur;
f) Gejolak perekonomian global dan globalisasi ekonomi Asia dan dunia.
3. Isu srategis terkait upaya penciptaan pembangunan berkelanjutan, di mana ada keseimbangan antara
tujuan pembangunan ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan. Beberapa isu strategis yang dimaksud
adalah :
a) Berbagai permasalahan lingkungan hidup;
b) Kecukupan dan keberlanjutan daya dukung air, energi maupun sumberdaya alam lainnya;
c) Isu perencanaan dan pemanfaatan tata ruang ;
d) Permasalahan kuantitas dan kualitas sarana-parasarana transportasi.
4. Isu strategis terkait tata kelola pemeritahan daerah, antara lain :
a) Implementasi Undang-Undang Desa;
b) Perubahan kewenangan pemerintah pusat-propinsi-kabupaten /kota;
c) Isu kerjasama daerah
d) Keterbatasan kualitas pelayanan publik, termasuk terbatasnya pemanfaatn teknologi dan informasi
dalam pelayanan public yang dapat menjamin tata kelola yang baik;
e) Keterbatasan kualtas sumberdaya aparatur negara.
5. Isu strategis terkait kehidupan beragama dan bermasyarakat serta berpolitik masyarakat Jawa Timur,
meliputi:
a) Isu konflik berbasis agama ataupun konflik sosial lainnya, khususnya saat menjalankan
demokrasi;
b) Isu konflik terkait wilayah perbatasan.
28
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan suatu proses
perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu berisi visi, misi,
tujuan, sasaran, dan strategi yang dilaksanakan melalui kebijakan dan program Kepala Daerah.
Penyusunan RPJMD Pemerintah Provinsi Jawa Timur tahun 2014-2019 berdasarkan Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4421) dan ketentuan Pasal 15 Ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pemerintah Provinsi Jawa Timur merupakan
perencanaan jangka menengah dan bersifat global yang perlu dijabarkan dalam perencanaan yang lebih
mikro, operasional, dan berjangka pendek dalam satu tahunan berupa Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) Provinsi Jawa Timur.
2.1. RPJMD TAHUN 2014 - 2019
RPJMD Pemerintah Provinsi Jawa Timur ditetapkan melalui Peraturan Daerah Provinsi Timur
nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur nomor 3 Tahun 2014
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2014–
2019. Salah satu alas an diubahnya RPJMD Provinsi Jawa Timur adalah terbitnya Undang-Undang Nomor
23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah dan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 11 tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah. Selain itu Perubahan RPJMD dilakukan karena adanya
perubahan mendasar terhadap pola perencanaan Pemerintah Provinsi Jawa Timur terutama pada
perubahan-perubahan Ukuran Kinerja Kepala Daerah yang kemudian akan dilaksanakan pada Tahun 2018
dan 2019.
2.1.1. V i s i
Visi Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2014–2019 adalah sebagai berikut:“Jawa Timur
Lebih Sejahtera, Berkeadilan, Mandiri, Berdaya Saing dan Berakhlak”,bahwa pembangunan Jawa
Timur adalah pembangunan untuk semua tanpa terkecuali, yang secara implisit didalamnya mengandung
makna pembangunan yang berkeadilan dan merata. Strategi umum pembangunan Jawa Timur 2014-2019
juga secara lebih tegas menyatakan keberpihakannya (affirmative) kepada rakyat miskin melalui strategi
pertumbuhan ekonomi yang berpihak kepada rakyat miskin, atau disebut pro-poor growth, yang dilandasi
pemikiran bahwa pertumbuhan dan pemerataan harus berjalan serempak, dan bukan pilihan prioritas
(trade-off) satu terhadap lainnya.
29
2.1.2. M i s i
Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan yang merupakan penjabaran dari
Visi yang telah ditetapkan. Misi Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2014–2019 sebagai berikut :
“Makin Mandiri dan Sejahtera bersama Wong Cilik“,maka dirumuskan fokus-fokus program
pembangunan yang dikelompokkan kedalam 5 (lima) Misi Utama, yaitu :
1. Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan;
2. Meningkatkan Pembangunan Ekonomi yang Inklusif, Mandiri, dan Berdaya Saing, Berbasis
Agrobisnis / Agroindustri, dan Industrialisasi;
3. Meningkatkan Pembangunan yang Berkelanjutan dan Penataan Ruang;
4. Meningkatkan Reformasi Birokrasi, dan Pelayanan Publik;
5. Meningkatkan Kualitas Kesalehan Sosial dan Harmoni Sosial.
2.1.3. Tujuan
Tujuan adalah sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 1 (satu) sampai
dengan 5 (lima) tahun. Tujuan ditetapkan dengan mengacu kepada pernyataan visi dan misi serta
didasarkan pada isu-isu dan analisis strategis. Tujuan Pembangunan terdapat dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-2019, adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Jawa Timur, bukan untuk segelintir orang tertentu.
Kemakmuran Jawa Timur yang ingin diwujudkan adalah kemakmuran bersama, terutama wong cilik. Wong
cilik atau rakyat kecil merupakan subjek pembangunan, dan tidak boleh tertinggal, apalagi ditinggalkan,
dari proses dan hasil pembangunan, dapat dilihat pada tebel berikut :
Tabel : 2.1 Matriks Hubungan antara Misi dan Tujuan
MISI TUJUAN INDIKATOR
1
Meningkatkan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan.
1 Meningkatkan pemerataan dan perluasan akses pendidikan, kesehatan dan perluasan lapangan kerja serta mempercepat dan perluasan penanggulangan kemiskinan.
1
2
3 4 5
Penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Persentase Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Persentase penduduk miskin . Indeks Gini. Indeks Pembangunan Gender (IPG).
2 Meningkatkan Pembangunan ekonomi yang inklusif, mandiri, dan berdaya saing, berbasis agroindustri dan industrialisasi.
2 Meningkatkan kemandirian dan daya saing ekonomi dengan mengembangkan sektor-sektor unggulan.
6
7
Pertumbuhan PDRB (Laju Pertumbuhan Ekonomi). Indeks Pemerataan Pendapatan versi Bank Dunia.
3
Meningkatkan
pembangunan
yang
berkelanjutan dan
penataan ruang.
3
Meningkatkan kualitas dan
pelestarian lingkungan hidup serta
penataan ruang wilayah provinsi
yang berkelanjutan.
8
Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH).
30
MISI TUJUAN INDIKATOR
4
Meningkatkan
reformasi
birokrasi dan
pelayanan publik
4
Meningkatkan tata kelola
pemerintahan yang baik (good
governance) dan bersih (clean
government) serta menjunjung
tinggi profesionalisme dalam
melaksanakan pelayanan publik
9
10
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM).
Indeks Reformasi Birokrasi.
5
Meningkatkan
kualitas
kesalehan sosial
dan harmoni
sosial
5
Menjamin terciptanya iklim
demokrasi yang kondusif
11
Indeks Kesalehan Sosial.
2.1.4. S a s a r a n
Sasaran yang hendak dicapai atau dihasilkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam kurun
waktu 1 (satu) tahun yaitu tahun 2017 , dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel : 2.2 Matriks Hubungan antara Tujuan, dan Sasaran
TUJUAN
SASARAN
URAIAN INDIKATOR URAIAN INDIKATOR
1
Meningkatkan
pemerataan dan
perluasan akses
pendidikan,
kesehatan dan
perluasan lapangan
kerja serta
mempercepat dan
perluasan
penanggulangan
kemiskinan.
1. Penurunan
Tingkat
PengangguraTer
buka (TPT).
2. Persentase
Indeks
Pembangunan
Manusia (IPM).
3. Persentase
penduduk
miskin.
4. Indeks Gini.
5. Indeks
Pembangunan
Gender (IPG).
1
Meningkatnya partisipasi
angkatan kerja dan
penyerapan tenaga kerja
1. Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK).
2. Persentase Pencari Kerja yang
ditempatkan.
2 Meningkatnya hubungan
industrial yang harmonis
1. Persentase peningkatan
pendapatan pekerja di Jatim.
3 Meningkatnya akses
pendidikan menengah yang
berkualitas
1. Indeks Pendidikan.
4 Meningkatnya gemar dan
budaya baca masyarakat
jatim
1. Indeks Minat Baca.
5 Meningkatnya mutu pendidik
dan tenaga kependidikan
1. Persentase Guru jenjang SMA, SKM
& PKLK berkualifikasi minimal
S1/D4.
6 Menurunnya angka kematian
bayi dan angka kematian ibu
melahirkan
1. Angka Kematian Ibu (AKI).
2. Angka Kematian Bayi (AKB).
3. Persentase Stunting
31
TUJUAN
SASARAN
URAIAN INDIKATOR URAIAN INDIKATOR
7 Meningkatnya pelayanan kesehatan sesuai dengan standart pelayanan minimal
1. Angka Harapan Hidup. 2. Persentase Rumah sakit
Terakreditasi. 3. Persentase penderita HIV yang
mendapatkan ARV 4. Persentase keberhasilan
pengobatan TB.
8 Meningkatnya Infrastruktur dasar perumahan dan permukiman
1. Persentase capaian Infrastruktur dasar perumahan dan permukiman
9 Meningkatnya peran pemuda dan prestasi olah raga
1. Persentase pemuda yang
berprestasi dan berperan aktif
dalam pembangunan.
2. Jumlah atlet yang berprestasi.
10 Menurunnya Penduduk Miskin
1. Persentase lembaga
kemasyarakatan desa/ kelurahan
yang aktif.
2. Persentase pertumbuhan usaha
ekonomi masyarakat desa/
kelurahan.
3. Persentase transmigran yang
berhasil meningkatkan taraf
ekonomi dan sosialnya (KK).
11 Meningkatnya Kesejahteraan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).
1. Persentase penurunan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)
12 Meningkatnya pengarusutamaan gender dalam pembangunan
1. Indeks Pemberdayaan Gender (IDG).
2. Persentase penurunan kasus tindak kekerasan dan trafficking. 3. Persentase laju pertumbuhan Penduduk. 4. Persentase Cakupan KB aktif
2 Meningkatkan
kemandirian dan
daya saing ekonomi
dengan
mengembangkan
sektor-sektor
unggulan.
6. Pertumbuhan
PDRB (Laju
Pertumbuhan
Ekonomi)
7. Indeks
Pemerataan
Pendapatan
versi Bank
Dunia
1 Meningkatnya Katahanan pangan
1. Skor pola pangan harapan (PPH). 2. Ketersediaan pangan (ton) - Beras - Jagung - Kedelai
2
Meningkatnya kontribusi sektor-sektor unggulan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi
1. Nilai Ijin Prinsip Investasi (PMA dan PMDN).
2. Persentase pertumbuhan Omzet Koperasi dan UKM.
3. Nilai Realisasi Investasi (PMA dan PMDN). 4. Persentase Pertumbuhan sub kategori Perikanan terhadap PDRB. 5. Persentase Pertumbuhan sub kategori Tanaman Pangan terhadap PDRB. 6. Persentase Pertumbuhan sub kategori Perkebunan terhadap
PDRB.
32
TUJUAN
SASARAN
URAIAN INDIKATOR URAIAN INDIKATOR
7. Persentase Pertumbuhan sub kategori Peternakan terhadap PDRB.
8. Persentase Pertumbuhan sub kategori Kehutanan dan
penebangan Kayu terhadap PDRB. 9. Persentase Share Net Ekspor pada PDRB menurut penggunaan. 10.Persentase pertumbuhan Industri Pengolahan. 11.Persentase pertumbuhan sektor Pariwisata terhadap PDRB.
3 Meningkatnya Ketersediaan dan Kualitas Layanan Infrastruktur Strategis
1. Persentase jalan Provinsi dalam kondisi mantap.
2. Rasio Elektrifikasi. 3. Persentase Pelayanan Air untuk Irigasi. 4. IKM pelayanan perhubungan. 5. Persentase pertumbuhan Sektor
Transportasi terhadap PDRB.
3
Meningkatkan
kualitas dan
pelestarian
lingkungan hidup
serta penataan
ruang wilayah
provinsi yang
berkelanjutan.
8. Indeks Kualitas
Lingkungan
Hidup (IKLH)
1
Meningkatnya Kualitas Lingkungan Hidup, serta Melestarikan Ketersediaan Sumber Daya Alam dan Fungsi Lingkungan Hidup
1. Indeks Kualitas Air. 2. Indeks Kualitas Udara. 3. Indeks Tutupan Lahan.
2 Terwujudnya Kepastian Penyelenggaraan Penataan Ruang
Persentase luas kawasan yang peruntukannya sesuai dengan RTRW.
4 Meningkatkan tata
kelola
pemerintahan yang
baik (good
governance) dan
bersih (clean
government) serta
menjunjung tinggi
profesionalisme
dalam
melaksanakan
pelayanan publik
9. Indeks Kepuasan
Masyarakat
(IKM).
1 Meningkatnya Pemanfaatan TIK dan Layanan Informasi Publik
Nilai Hasil evaluasi terhadap implementasi keterbukaan informasi publik.
2 Meningkatnya Ketersediaan Dokumen Statistik Yang terpecaya dan Berkualitas
Persentase release data statistik akurat yang tepat waktu.
3 Meningkatnya Pemanfaatan TIK Dalam Pengamanan Informasi
Persentase informasi persandian yang diamankan.
4 Meningkatnya Pengelolaan Arsip Pemerintah Daerah Yang Tertib, Rapi dan Handal
Persentase Organisasi perangkat daerah yang melaksanakan tertib arsip.
10.Indeks
Reformasi Birokrasi.
5
Meingkatnya Kualitas perencanaan, penganggaran dan pengendalian program serta kegiatan pembangunan
1. Persentase program di RKPD yang sesuai dengan RPJMD. 2. Persentase usulan Musrembang yang diakomodasi dalam dokumen perencanaan. 3. Persentase hasil penelitian
33
TUJUAN
SASARAN
URAIAN INDIKATOR URAIAN INDIKATOR
dan pengembangan yang dimanfaatkan. 4. Persentase OPD Provinsi dan Kab/Kota yang mendukung Sistem Inovasi Daerah
6 Meningkatnya Transparansi, Akuntabilitas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Kualitas Pengelolaan Keuangan Pemerintah Provinsi dan Kab/Kota di Jatim
1. Jumlah pendapatan Asli Daerah. 2. Nilai Opini BPK. 3. Persentase OPD Prov dan Kab/Kota di Jatim yang taat terhadap perundang-udangan Daerah. 4. Nilai SAKIP. 5. Predikat hasil evaluasi LPPD. 6. Persentase produk hukum yang tidak bertentangan dengan peraturan, undang- undang yang lebih tinggi, kesusilaan dan kepentingan umum. 7. Persentase rekomendasi hasil koordinasi penyelenggaraan pemerrintahan dan pembangunan yang ditindaklanjuti. 8. Persentase penduduk ber KTP.
7 Meningkatnya Kompetensi dan Kualitas SDM Aparatur Pemerintah
1. Persentase penataan pegawai ASN sesuai dengan formasi kebutuhan dan kompetensi. 2. Indeks Profesionalitas Pegawai (IPP). 3. Persentase peserta diklat yang memperoleh sertifikat kompetensi dengan kualifikasi kelulusan minimal memuaskan (skor 80,1 – 90).
8 Mewujudkan sistem penanggulangan bencana untuk meningkatkan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana
1. Persentase korban terdampak bencana yang ditangani. 2. Jumlah Desa tangguh bencana.
5 Menjamin
terciptanya iklim
demokrasi yang
kondusif
1. Indeks
Kesalehan Sosial
1 Meningkatnya pertisipasi masyarakat dalam menyalurkan hak politik dan penanganan konflik sosial
1. Persentase kejadian terkait poleksosbud di Jatim yang diselesaikan. 2. Indeks Domokrasi Indonesia.
2 Meningkatnya kehidupan bermasyarakat yang taat hukum
1. Persentase penanganan kasus pelanggaran Ketertiban Umum dan Ketentraman yang diselesaikan. 2. Persentase penegakan supremasi
Hukum dan HAM di Jawa Timur.
34
TUJUAN
SASARAN
URAIAN INDIKATOR URAIAN INDIKATOR
3 Meningkatnya pelestarian seni budaya
1. Jumlah karya Seni Budaya yang mendapatkan penghargaan Nasional.
2. Persentase Cagar Budaya (benda, struktur, situs,kawasan) yang dipelihara/ dilestarikan.
2.1.5. Strategi dan Arah Kebijakan
Untuk mewujudkan visi dan menjalankan misi pembangunan daerah Jawa Timur 2014 -2019
tersebut dilakukan melalui tiga strategi pokok pembangunan :
a. Pembangunan berkelanjutan berpusat pada rakyat (people centered development), yang inklusif dan
mengedepankan partisipasi rakyat (participatory based development).
b. Pertumbuhan ekonomi yang berpihak kepada masyarakat miskin (pro-poor growth ), yang
didalamnya secara implisit termasuk strategi pro-poor, pro-job, pro-growth dan pro-environment.
c. Pengarusutamaan gender ( pro-gender ).
Ketiga strategi umum tersebut merupakan landasan Pembangunan Jawa Timur 2014-2019,
sebagai kelanjutan dari pembangunan periode 2009-2014, dengan penegasan mengenai inklusivitas
pembangunan yang berpusat pada rakyat(people centered development), bahwa pembangunan Jawa
Timur adalah pembangunn untuk semua, tanpa kecuali yang secara implisit didalamnya mengandung
makna pembangunan yang berkeadilan dan merata.
Strategi pembangunan Jawa Timur 2014-2019 juga secara lebih tegas menyatakan
keberpihakannya (affirmative) kepada rakyat miskin melalui strategi pertumbuhan ekonomi yang berpihak
kepada rakyat miskin, atau disebut pro-poor growth (Dollar and Kraay, 2000) yang dilandasi pemikiran
bahwa pertumbuhan dan pemerataan harus berjalan serempak, dan bukan pilihan prioritas (trade-off) satu
terhadap lainnya. Penegasan keberpihakan ini sejalan dengan label misi ”Makin Mandiri dan Sejahtera
bersama Wong Cilik”, dimana wong cilik atau rakyat miskin tidak boleh tertinggal atau ditinggalkan dalam
memperoleh manfaat dari pertumbuhan ekonomi.
2.2. RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) berisikan perencanaan yang global dengan
penjabaran hanya sampai kepada Program hingga perlu dioperasionalisasikan dengan perencanaan yang
lebih mikro sampai penjabaran terakhir pada kegiatan-kegiatan namun masih dalam satu rangkuman dari
seluruh perencanaan pembangunan baik untuk Kementrian / Lembaga di Pusat dan Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) di Daerah, perencanaan yang lebih mikro tadi disebut dengan Rencana Kerja
Perangkat (RKP) di Pusat dan RKPD di Daerah.
Sehingga pada akhirnya RKPD yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang sistem perencanaan pembangunan Nasional, Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, Peraturan Presiden nomor 45 tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah tahun
2017, Peraturan Menteri dalam negeri nomor 18 tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan,
Pengendalian, dan Evaluasi Rencana Kerja Pembangunan Daerah tahun 2017, maka di Jawa Timur telah
ditetapkan dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 119 tahun 2016 tentang Perubahan atas
35
Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 31 tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pembangunan Daerah
(RKPD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2017.
Penyusunan RKT berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014
tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Adapun Rencana Kinerja Tahun 2017 Pemerintah Provinsi Jawa Timur Sebagaimana dapat
dilihat pada lampiran III ( Matriks RKPD Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2017).
2.3. PERJANJIAN KINERJA
Rencana Kinerja Tahunan Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2017 yang telah dibuat untuk
melaksanakan kegiatan, program dan sasaran di Tahun 2017 menjadi tumpuan bagi Pemerintah Provinsi
Jawa Timur untuk mewujudkan kinerja output ataupun outcome yang ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja
Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2017 berdasarkan pada Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004
tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi yang ditindaklanjuti dengan surat edaran Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor SE/31/M.PAN/12/2004 tentang
Penetapan Kinerja.
Pada Tanggal 21 April 2014 terbit Peraturan Presiden No. 29 Tahun 2014 Tentang Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sebagai gantinya Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 serta
ditindaklanjuti oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negera dan Reformasi Birokrasi dengan menerbitkan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014
tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja,Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja
Instansi Pemerintah pada tanggal 20 Nopember 2014, yang menjadikan Perjanjian Kinerja sebagai
Komitmen Kinerja Gubernur Jawa Timur sebagaimana dapat dilihat pada lampiran IV ( Perjanjian Kinerja
Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2017).
Perjanjian Kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2017 dijadikan acuan untuk mengukur
Kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2017 dan melaporkannnya dalam Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah (LKj IP).
36
3.1. PENGUKURAN CAPAIAN KINERJA
Adapun pengukuran Kinerja dilakukan dengan cara membandingkan target setiap IndIkator Kinerja
Sasaran dengan realisasinya. Setelah dilakukan penghitungan akan diketahui selisih atau celah kinerja
(peformance gap). Selanjutnya berdasarkan selisih kinerja tersebut dilakukan evaluasi guna mendapatkan
strategi yang tepat untuk peningkatan kinerja di masa yang akan datang (performance improvement).
Adapun dalam memberikan penilaian tingkat Realisasi kinerja setiap sasaran, menggunakan rumus
sebagai berikut:
a. Tingkat Capaian Positif
b. Tingkat Capain Negatif
Berdasarkan pencapaian kinerja sasaran tersebut bisa diketahui ada beberapa Indikator Kinerja yang
tercapai maupun yang tidak tercapai, selanjutnya disajikan pula data peningkatan atau penurunan realisasi
kinerja Tahun 2017 dibanding dengan Tahun 2016 dengan rumusan sebagai berikut:
a. Indikator Positif
b. Indikator Negatif
Realisasi Capaian = x 100%
Target
Target – (Realisasi-Target) Capaian = x 100%
Target
Realisasi Th. n – (n-1) X = x 100%
Realisasi Th. (n-1)
Realisasi Th. (n-1) – n X = x 100%
Realisasi Th. (n-1)
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
37
Tabel 3.1
Pengukuran Realisasi IKU s.d Tahun 2017
NO KINERJA UTAMA INDIKATOR
KINERJA UTAMA
TARGET REALISASI NAIK/ TURUN
(%)
CAPAIAN 2017
TINGKAT KEMAJUAN
(RPJMD)
REALISASI NASIONAL RPJMD 2017 2015 2016 2017
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
1. Meningkatkan pemerataan dan perluasan akses pendidikan, kesehatan, dan perluasan lapangan kerja serta mempercepat dan memperluas penang-gulangan kemiskinan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
3,99 – 3,90 4,17-4,08 4,47 4,21 4,00 4,98 101,96 97,50 5.50
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
70 – 70,25 69,50-69,75 68,98 69,76 69,75 -1,43 100 99,28
Persentase Penduduk Miskin
11,20-10,90 11,80-11,50 12,28 11,85 11,20 5,4 102,6 97,32 10,12
Indeks Gini 0,380-0,400 0,390-0,400 0,40 0,39 0,41 5,12 97,50 97,50
Indeks Pemerataan Pendapatan Versi Bank Dunia
18,40-18,60 18,00-18,20 16,61 17,03 16,49 -3,1 91,61 91,61
Indeks Pembangunan Gender (IPG)
93,51-94,01 92,39-92,90 91,07 90,72 90,72*
2016
n/a 97,65 96,50 90.82
2. Meningkatkan kemandirian dan daya saing ekonomi dengan mengembangkan sektor-sektor unggulan
Pertumbuhan PDRB/LPE
5,66-6,06 5,56-5,86 5,44 5,57 5,54 -0,54 99,64 97,87
3. Meningkatkan kualitas dan kelestarian lingkungan hidup serta penataan ruang wilayah provinsi yang
Indikator Kualitas Lingkungan Hidup (IKLHD)
67,00-68,52 63,98-65,49 68,69 66,81 65,54 -1,90 97.82 97.82
38
NO KINERJA UTAMA INDIKATOR
KINERJA UTAMA
TARGET REALISASI NAIK/ TURUN
(%)
CAPAIAN 2017
TINGKAT KEMAJUAN
(RPJMD)
REALISASI NASIONAL RPJMD 2017 2015 2016 2017
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
berkelanjutan
4. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan bersih (clean government) serta menjunjung tinggi profesionalisme dalam pelaksanaan pelayanan publik
Indeks Kepuasan Masyarakat
83,00-84,00
81,00-82,00
80 81 81,33 0,4 100,40 97,98
Indeks Reformasi Birokrasi
69,00-71,00
65,00-67,00
61,28 69,54 - - - - -
5. Menjamin terciptanya iklim demokrasi yang kondusif
Indeks Kesalehan Sosial
>60 >60 - - 62,34ASS 103,9 103,9 -
39
Tabel 3.2 Pengukuran Realisasi Kinerja Sasaran s.d Tahun 2017
No. Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Target Realisasi Naik /
Turun (%)
Capaian 2017
Tingkat Kemajuan
(RPJMD)
Realisasi Nasional RPJMD 2017 2015 2016 2017
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
1 Meningkatnya partisipasi angkatan kerja dan penyerapan tenaga kerja
1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
66.68 66.31 67.84 66.14 68.78 3.7 103.72 103.14 66.67
2 Persentase pencari kerja yang ditempatkan
67.00 65.50 62.50 67.23 68.56 4.67 104.67 102.32 -
2 Meningkatnya hubungan industrial yang harmonis
3 Persentase peningkatan pendapatan pekerja di Jawa Timur
9.5 8.25 17.69 12.00 8.00 -33 96.97 84.21 -
3 Meningkatnya akses pendidikan menengah yang berkualitas
4 Indeks Pendidikan 0.63 0.61 0.59 0.60 0.60* 0 98,36 95,23
4 Meningkatnya gemar dan budaya baca masyarakat
5 Indeks Minat Baca 74.00 70.00 62.25 69.75 72.00 3.2 103 97 -
5 Meningkatnya mutu pendidikan dan tenaga kependidikan
6 Persentase guru jenjang SMA, SMK dan PKLK berkualifikasi min. S1/D4
99.00 98.80 96.55 98.78 98.80 +0.02 100 99,79
6 Menurunnya angka kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan
7 Angka Kematian Ibu 86.00 90.00 89.60 91.00 92.24 -1.36 97,5 92,74
8 Angka Kematian Bayi 22.00 23.00 24.00 23.60 23.60*
2016
0 97,39 92,72
9 Persentase stunting 23.00 25.00 27.10 26.00 26.70 -2.69 93,2 83,91
40
No. Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Target Realisasi Naik /
Turun (%)
Capaian 2017
Tingkat Kemajuan
(RPJMD)
Realisasi Nasional RPJMD 2017 2015 2016 2017
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
7 Meningkatnya pelayanan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan minimal
10 Angka Harapan Hidup (AHH) 72.70 72.08 70.68 70.83 70.83*
2016
0 98.27 97,42
11 Persentase Rumah Sakit terakreditasi
80.00 70.00 9.30 24.90 74.50 +199.19
106.43 93,12
12 Persentase RFT Rate Kusta 95.00 >91 91 90 90 0 98.90 94,73
13 Persentase penderita HIV yang mendapat ARV
83.00 >80 77 78 81 +3.84 101.25 97,59
14 Persentase keberhasilan pengobatan TB
93.00 91 91 90 90 0 98.90 96,77
8 Meningkatnya capaian infrastruktur dasar perumahan dan permukiman
15 Persentase capaian infrastruktur dasar perumahan dan permukiman
78.14 68.75 49.18 58.35 65.70 +12.59 95.56 84.08 *
9 Meningkatnya kualitas peran pemuda dan prestasi olahraga
16 Persentase pemuda yang berpartisipasi dan berperan aktif dalam pembangunan
18.19 15.03 29.52 20.73 14.43 -30 96.03 79.32
17 Jumlat atlet yang berprestasi 1288 1261 - 1121 1088 -2.9 86.28 84.47
10 Menurunnya persentase penduduk miskin
18 Persentase lembaga kemasyarakatan desa/kel yang aktif
85 75 88 71.55 75.20 +5.10 100.27 88.47
19 Persentase tumbuhnya usaha ekonomi masyarakat desa/kelurahan
0.40 56.00 56 n/a 100 140
20 Persentase transmigran yang berhasil meningkatkan taraf ekonomi dan sosialnya
83.00 82.50 82.00 81.65 72.00 -11.81 87.27 86.74
41
No. Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Target Realisasi Naik /
Turun (%)
Capaian 2017
Tingkat Kemajuan
(RPJMD)
Realisasi Nasional RPJMD 2017 2015 2016 2017
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
11 Meningkatnya kesejahteraan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)
22 Persentase penurunan PMKS 7.2 1.45 1.35 1.38 1.25 -9.4 86.20 55.28*
akumulasi
12 Meningkatnya pengarusutamaan gender dalam pembangunan
23 Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)
72.89 71.62 68.41 68.78 68.78*
2016
0.54*
2015
96.03 94.36
24 Persentase penurunan kasus tindak kekerasan dan trafficking di Jatim
25.00 15.00 -6.88 26.08 30.51 16.98 203.4 122.04
25 Persentase laju pertumbuhan penduduk
0.64 0.66 0.61 0.58 0.56 3.4 115,15 112,5
26 Cakupan KB aktif/ CPR 71.00 66.00 75.70 76.83 76.21 -0.80 115.53 107,33
13 Meningkatnya ketahanan pangan
27
Skor Pola Pangan Harapan (PPH)
87,70 85.50 82.7 83.36 84,8 1,44 99,18 96,69 -
28 Ketersediaan pangan (ton) - Beras - Jagung - Kedelai
9.035.000 6.500.000 360.000
8.905.000 6.300.000
340.000
- - -
8.495.592 5.749.634 298.121
8.234.885 5.667.615 226.418
-3,09 -1,43
-24,05
92,47 89,96 66,59
91,14 87.19 62,89
- - -
14 Meningkatnya kontribusi sector-sektor unggulan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi
29 Nilai ijin prinsip investasi (PMA dan PMDN)
125 T 100 T 172,57 61,43 328,15 81,27 328,15 262,52 -
30 Persentase pertumbuhan omzet koperasi dan UKM
9,70 8.20 7,00 7,60 8,97 18,03 109,39 92,47 28,35
31 Nilai realisasi investasi (PMA dan PMDN)
100 T 80 T 67,91 72,90 66,53 -9,57 83,16 66,53 -
42
No. Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Target Realisasi Naik /
Turun (%)
Capaian 2017
Tingkat Kemajuan
(RPJMD)
Realisasi Nasional RPJMD 2017 2015 2016 2017
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
32 Pertumbuhan sub-kategori perikanan terhadap PDRB (%)
5,3 5.0 5.71 5.06 4.82 - 4.74 94,80 90,94 -
33 Pertumbuhan sub kategori tanaman pangan terhadap PDRB (%)
2,931 2,755 3,39 2.82 3.44 21.99 124,86 117,40 3,81
34 Pertumbuhan sub kategori perkebunan terhadap PDRB (%)
3,08 2.17-3.01
4,97 -0,74 1,36 45,58 62,67 44,15
-
35 Persentase Pertumbuhan sub kategori peternakan terhadap PDRB
2,94 2.87 2.87 2,01 3,48*
(angka
diperbaiki)
3,89**
(asem) 117,8 132,31 3,83**
(asem)
36 Persentase kontribusi sub kategori kehutanan dan penebangan kayu terhadap PDRB
0,4 0.4 0,54 0,48 0,49 2,04 122 122 -
37 Share net ekspor pada PDRB menurut penggunaan
1.90 1.70 2,2 4,2 4,67 10.06 274,7 245,7 1,2 (tidak bisa
dibandingkan nasional, krn tidak ada ekspor antar
daerah) 38 Persentase Pertumbuhan
Industri Pengolahan 5.85 5.50 5,3 4,51 5,69 20.73 103,4 97,2 4,27
39 Persentase kontribusi pertumbuhan sector pariwisata terhadap PDRB
5,94 5.80 5,48 5,73 5,82 1,54 100,34 97,98 -
15 Meningkatnya ketersediaan dan kualitas layanan
40 Persentase jalan provinsi dalam kondisi mantap
97,54 90.70 89.43 88.87 90.31 1,59 92,58 92,58 -
41 Rasio elektrifikasi 0,90 0.88 0,87 0,89 0,9158 2,817 104,06 101,75 -
43
No. Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Target Realisasi Naik /
Turun (%)
Capaian 2017
Tingkat Kemajuan
(RPJMD)
Realisasi Nasional RPJMD 2017 2015 2016 2017
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
infrastruktur strategis
42 Persentase Pelayanan Air untuk Irigasi
83,80 82.75 - - 82,82 - 100,09 98,83 -
43 Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap Pelayanan Perhubungan
80 80.00 67,98 75,22 71,53 -5,15 89,41 89,41 -
44 Persentase Sub Sektor Transportasi terhadap PDRB
2.00 2.00 6,31 6,06 6,24 2,88 312 312 -
16 Meningkatnya kualitas lingkungan hidup, serta melestarikan ketersediaan sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup
45 Indeks Kualitas Udara 89,40 89.30 91,09 90,09 85,49 -5,11
95,73 95,63
46 Indeks Kualitas Air 55,00 53.00 52,51 50,75 50,29 -0.90 94,89 91,44
47 Indeks Tutupan Lahan 55,89 57.00 64,01 62,81 62,01 -1,27 108,79 98,43
48 Indeks Tutupan Hutan
56,36 54,84-55,34
- 54,83 55,15 0,58 100,56 98,73
17 Terwujudnya kepastian penyelenggaraan penataan ruang
49 Persentase luas kawasan yang peruntukannya sesuai dengan RT RW
73,07 56.06 41,71 47,90 48,00 0,20 85,62 65,69
18 Meningkatnya pemanfaatan TIK dan layanan informasi public
50 Hasil evaluasi terhadap mplementasi keterbukaan informasi public
96,00 94.50 93.60 96 - - - - -
19 Meningkatnya ketersediaan dokumen statistic
51 Persentase release data statistik akurat yang tepat waktu
60 40 - - 67.5 - 168,75 60 -
44
No. Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Target Realisasi Naik /
Turun (%)
Capaian 2017
Tingkat Kemajuan
(RPJMD)
Realisasi Nasional RPJMD 2017 2015 2016 2017
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
yang terpercaya dan berkualitas
20 Meningkatnya pemanfaatan TIK dalam pengamanan informasi
52 Persentase informasi persandian yang diamankan
30 20 - - 75 - 375 250 -
21 Meningkatnya pengelolaan arsip pemerintah daerah yang tertib, rapi dan handal
53 Persentase organisasi perangkat daerah yang melaksanakan tertib arsip
100 42 20,40 20,40 21,27 4,09 50,64 21 -
22 Meningkatnya kualitas perencanaan, penganggaran, dan pengendalian program serta kegiatan pembangunan
54 Persentase jumlah program di RKPD yang sesuai dengan RPJMD
100 100 100 100 100 0 100 100 -
55 Persentase usulan musrenbang yang diakomodasi dalam dokumen perencanaan
34 30 42 140 30 42 140 88,23 -
56 Prosentase Hasil Penelitian dan Pengembangan Hasil Penelitian yang dimanfaatkan
35 25 - 76,39 75 -1,8 300 214,28 -
45
No. Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Target Realisasi Naik /
Turun (%)
Capaian 2017
Tingkat Kemajuan
(RPJMD)
Realisasi Nasional RPJMD 2017 2015 2016 2017
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
57 Persentase OPD Provinsi dan Kab/kota yang memiliki Kegiatan Mendukung Sistem Inovasi Daerah Jawa Timur
13 7 24 18,42 36,84 100 526 283,33 -
23 Meningkatnya transparansi, akuntabililitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, kualitas pengelolaan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten/Kota di Jawa Timur
58 Jumlah Pendapatan Asli Daerah
13.709.614,39
13.001.272,7
12.563.985,1
12.846.972,1
14.412.274,2
110.85 110.85 105,12 -
59 Nilai opini BPK WTP WTP WTP WDP WTP - Tercapai Tercapai -
60 Persentase Ketaatan terhadap perundang-Undangan daerah oleh OPD Provinsi Jawa Timur dan Kab/Kota di Jawa Timur
75 70 60 65 75 13,3 107,14 100 -
61 Nilai SAKIP A A A A A - Tercapai A
62 Predikat hasil evaluasi LPPD Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat
Tinggi
Sangat
Tinggi
Sangat
Tinggi
- Tercapai Sangat Tinggi
63 Persentase produk hukum yang tidak bertentangan dengan peraturan undang- undang yang lebih tinggi, kesusilaan dan kepentingan umum
85.00 85.00 99,62 99,49 98,99 -0,50 116,45 116,45 -
64 Persentase Rekomendasi Hasil Koordinasi Penyelenggaraan Pemerintahan dan
95 85 61.76 83.33 79.17 -5,25 93.14 83,33 -
46
No. Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Target Realisasi Naik /
Turun (%)
Capaian 2017
Tingkat Kemajuan
(RPJMD)
Realisasi Nasional RPJMD 2017 2015 2016 2017
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
Pembangunan yang ditindaklanjuti
65 Persentase penduduk ber KTP
95 93.50 92,09 92,82 98.36 94,36 105,20 105,20 -
24 Meningkatnya kompetensi dan kualitas SDM aparatur pemerintah
66 Persentase penataan pegawai ASN sesuai formasi kebutuhan dan kompetensi
99 97.00 96,20 96,80 84,22 14,93 86,82 85,07 -
67 Indeks Profesionalitas Pegawai (IPP)
90,00 80.00 75,00 75,73 81,11 5.38 101,38 90,12 82,77
68 Persentase peserta diklat yang memperoleh sertifikat kompetensi (certificate of competence) dengan kualifikasi kelulusan minimal memuaskan (skor 80,1-90)
95,00 93.00 91 92,50 93,07 0,57 100,07 103,18
25 Mewujudkan sistem penanggulangan bencana untuk meningkatkan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana
67 Persentase Korban Terdampak Bencana yang Ditangani
100 100 100 100 100 100 100 - -
47
No. Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Target Realisasi Naik /
Turun (%)
Capaian 2017
Tingkat Kemajuan
(RPJMD)
Realisasi Nasional RPJMD 2017 2015 2016 2017
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
26 Meningkatnya peran DPRD sesuai fungsinya
68 Indeks kepuasan masyarakat (IKM) DPRD terhadap pelayanan Sekretariat DPRD
78,50 76.50 76.50 71,23 75,89 76,95 109,93 100,59
27 Meningkatnya tingkat partisipasi masyarakat dalam menyalurkan hak politik dan penanganan konflik sosial.
69 Persentase kejadian terkait poleksosbud di Jawa Timur yang diselesaikan
90 90.00 - - 100 - 111 111 -
70 Indeks Demokrasi Indonesia 82,50 79.50 76,9 72,24 - - - - -
28 Meningkatnya kehidupan bermasyarakat yang taat hukum
71 Persentase penanganan kasus pelanggaran ketertiban umum & ketentraman yang diselesaikan
100 100 - 80,59 88,49 2,58 88,49 88,49 -
72 Persentase penegakan supremasi hukum dan HAM di Jawa Timur
85,00 85.00 74 100 26 117,64 117,64 -
29 Meningkatnya pelestarian seni budaya
73 Jumlah Karya Seni Budaya yang mendapat penghargaan nasional
20 20 16 22 26 15,38 130 130 -
74 Persentase Cagar Budaya (benda, Struktur, Situs, Kawasan) yang dipelihara/ dilestarikan
100 96.30 100,00 100,00 100,00 - 103.84 100 -
48
3.2. EVALUASI DAN ANALISIS CAPAIAN KINERJA
3.2.1. ANALISIS PENYEBAB KEBERHASILAN/KEGAGALAN DAN RENCANA TINDAK LANJUT
3.2.1.1. INDIKATOR KINERJA UTAMA
3.2.1.1.1. Tingkat Pengangguran Terbuka
Salah satu ukuran keberhasilan kinerja suatu daerah dalam hal penanganan pengangguran bila
diamati dari sisi ketenagakerjaan adalah dengan melihat tinggi rendahnya Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT). Pengangguran terbuka adalah mereka yang tidak mau bekerja karena mengharapkan pekerjaan
yang lebih baik (penganggur sukarela) maupun secara terpaksa mereka yang mau bekerja tetapi tidak
memperoleh pekerjaan. Kondisi ketenagakerjaan di Jawa Timur pada Agustus 2017 menunjukkan keadaan
yang terus lebih baik dibandingkan Pebruari 2017. Hal ini ditunjukkan adanya peningkatan jumlah
angkatan kerja dan penurunan jumlah pengangguran. Adapun beberapa hal yang berpengaruh terhadap
capaian tersebut adalah:
1. Pelaksanaan bursa kerja bulanan dan pekan pasar kerja pada setiap bulan September (2 bulan pasca
kelulusan);
2. Melaksanakan Job-Canvasing dan penyebarluasan infrmasi pasar kerja melalui website
www.infokerja-jatim.com dan media social lainnya serta optimalisasi SIMONIK;
3. Optimalisasi fungsi UPT Pelatihan Kerja dalam rangka peningkatan skill dan kompetensi;
4. Penerapan program TKS (Tenaga Kerja Sarjana) dengan tugas pokok mendampingi kelompok usaha
masyarakat dalam kegiatan padat karya, terapan TTG, atau kegiatan produktif lainnya. TKS tersebut
diarahkan tidak hanya sekedar sebagai motivator tetapi juga job creator.
Capaian kinerja dari indikator ketenagakerjaan telah menunjukkan hasil dengan tren yang positif,
khususnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang merupakan indikator utama masalah
ketenagakerjaan (pengangguran) telah mengalami penurunan, namun penurunan tersebut masih belum
sebanding dengan bertambahnya pencari kerja. Sehingga masih perlu terus dilakukan rencana tindak
lanjut sebagai berikut UPT Pelatihan Kerja sekaligus menjadi Tempat Uji Kompetensi (TUK) dan
menjalankan fungsi penempatan kerja. Dalam upaya mengatasi ketenagakerjaan, Pemerintah Provinsi
Jawa Timur menetapkan landasan kebijakan pembangunan ketenagakerjaan melalui 4 kebijakan program
yaitu Pengembangan Hubungan Industrial dan Syarat Kerja, Peningkatan Kualitas dan Produktivitas
Tenaga Kerja, Pengawasan Ketenagakerjaan dan Perlindungan Tenaga Kerja serta Perluasan dan
Penempatan Kerja.
3.2.1.1.2. Indeks Pembangunan Manusia
Berdasarkan ketentuan United Nation Development Programe (UNDP), penghitungan IPM untuk
seluruh negara menggunakan metode baru. Hal ini dikarenakan IPM metode lama mempunyai kelemahan
dan perlu diperbaharui. Pada metode baru ini, angka melek huruf sudah tidak dipakai lagi digantikan angka
harapan sekolah dan penghitungan kompositnya menggunakan geometric mean. Dampak dari perubahan
penghitungan ini, menyebabkan terjadi perubahaan angka IPM menjadi lebih rendah dibanding metode
lama. Tetapi perlu diingat bahwa hasil penghitungan metode baru tidak bisa dibandingkan lagi dengan
metode lama, karena sudah berbeda metodologi.
Selama lima tahun terakhir, pembangunan manusia di Jawa Timur yang ditunjukkan melalui Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) selalu mengalami peningkatan. Kondisi itu ditunjukkan oleh angka IPM pada
tahun 2012 sebesar 66,74; kemudian terus meningkat pada tahun 2013-2016 yaitu masing-masing
49
sebesar 67,55 (2013); 68,14 (2014); 68,95 (2015); dan 69,74 (2016). Meningkatnya IPM ini
mengindikasikan pembangunan sosial ekonomi berimplikasi pada peningkatan kualitas masyarakat di
Jawa Timur.
Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur,
dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2016, IPM berkategori “sangat tinggi” ada 3 daerah, yaitu Kota Malang,
Kota Surabaya, dan Kota Madiun, masing-masing sebesar 80,46, 80,38, dan 80,01. Sementara itu IPM
berkategori “tinggi” ada beberapa daerah, diantaranya Kabupaten Sidoarjo, Kota Blitar, Kota Kediri, dll.
Hanya satu daerah saja yang IPM berkategori “rendah”, yaitu Kabupaten Sampang sebesar 59,09.
3.2.1.1.3. Persentase Penduduk Miskin
Jumlah penduduk miskin Provinsi Jawa Timur terus menurun, walaupun masih dibawah angka
nasional, tetapi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memberikan kontribusi penurunan
penduduk miskin terbesar ketiga sebesar 211.740 atau sebesar 16,85 % dari penurunan jumlah penduduk
miskin secara nasional. Meskipun laju penurunan jumlah penduduk miskin Jawa Timur cenderung
melambat, penurunan jumlah penduduk miskin sulit dihindari pada saat persentase penduduk miskin mulai
mendekati angka 10%. Kondisi permasalahan dan kemiskinan yang dihadapi tidak hanya di sektor
ekonomi, tetapi juga problematika psikologis, sosial, dan budaya. kebutuhan untuk mendapatkan jalan
keluar dari perangkap kemiskinan tidak cukup melalui fasilitasi akses ekonomi tetapi memerlukan
dukungan interaksi secara intensif dari “figur” yang secara keseharian sudah dikenal, dinilai mampu
memberikan perlindungan, berkelanjutan, serta memiliki legitimasi social, sehingga akan memupuk
harapan serta semangat untuk berjuang bersama-sama dalam upaya keluar dari kemiskinan sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki. Dalam rangka penurunan penduduk miskin di Jawa Timur, sebagai
langkah peningkatan capaian kinerja pada tahun yang akan datang, Pemerintah Provinsi telah melakukan
berbagai upaya program/kegiatan yang diarahkan pada kelompok tersebut dan memastikan bahwa mereka
inklusif dalam setiap proses pembangunan yang dilakukan, menjamin bahwa rumah tangga miskin menjadi
bagian dari pelaksana pembangunan.
Rencana Tindak Lanjut, rancangan Program Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2018 dilakukan
secara integral dengan melibatkan OPD terkait, Program Jalin Matra tidak hanya memberikan bantuan
uang untuk modal usaha kepada rumah tangga miskin tetapi juga memberikan pelatihan-pelatihan pasca
program agar rumah tangga miskin dapat mengembangkan usaha. Hal ini dilakukan melalui kerjasama
dengan beberapa OPD seperti Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta
beberapa Perguruan Tinggi seperti Universitas Brawijaya, Universitas Airlangga dan Universitas Negeri
Malang.
3.2.1.1.4. Indeks Gini
Salah satu ukuran dalam melihat peningkatan kesejahteraan penduduk dalam konteks ekonomi
adalah manakala pendapatan penduduk suatu wilayah meningkat. Peningkatan ini juga akan sejalan
dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Namun tentunya meningkatnya pendapatan
penduduk ini seharusnya merata dan dirasakan semua tingkat sosial mayarakat. Ini menandakan bahwa
aspek pemerataan pendapatan merupakan hal yang penting untuk menjadi perhatian, karena pemerataan
pendapatan merupakan ukuran keberhasilan hasil pembangunan Indonesia. Ketimpangan dalam
menikmati hasil pembangunan di antara kelompok-kelompok penduduk dikhawatirkan akan menimbulkan
masalah sosial.
50
Dalam mengukur tingkat pemerataan pendapatan salah satunya dapat menggunakan Indeks Gini
Rasio. Koefisien gini merupakan suatu ukuran kemerataan yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan
sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna). Karena sulitnya mendapatkan informasi terkait jumlah
pendapatan penduduk, maka BPS menggunakan dengan pendekatan pengeluaran, dengan asumsi
pengeluaran yang besar tentunya pendapatannya besar pula.
Bila mengacu pada nilai gini rasio, tingkat ketimpangan rata-rata konsumsi per kapita di Jawa
Timur 2012-2017 masih masuk dalam kategori sedang (antara 0,3 – 0,5). Pada tahun 2012 gini rasio Jawa
Timur mencapai 0,36 dan pada tahun 2013 tidak mengalami perubahan yaitu sebesar 0,36. Selanjutnya
pada tahun 2014-2016 gini rasio Jawa Timur menunjukkan peningkatan, yaitu masing-masing 0,37 (2014);
0,40 (2015); dan 0,40 (2016). Pada tahun 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Jawa Timur
yang diukur oleh Gini Ratio tercatat sebesar 0,41. Angka ini meningkat sebesar 0,01 poin jika dibandingkan
dengan tahun 2016 yaitu sebesar 0,40. Sebenarnya dengan meningkatnya gini ratio ini tidak berarti
kelompok ekonomi rendah tidak mengalami peningkatan pendapatan, sebenarnya mereka juga mengalami
peningkatan pendapatan, namun peningkatannya masih terlalu jauh jika dibandingkan dengan peningkatan
pendapatan dari kelompok ekonomi menengah ke atas.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, dapat dijelaskan bahwa Angka gini rasio daerah perkotaan
selalu menunjukkan lebih tinggi dibanding daerah perdesaan. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa di
daerah perkotaan ketimpangan kesejahteraan antar penduduk lebih terasa dibanding daerah perdesaan.
Perkembangan Indeks Gini menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur, Pada tahun 2015, gini rasio tertinggi
adalah Kota Surabaya sebesar 0,42 dan yang terendah adalah Kabupaten Sumenep sebesar 0,26.
3.2.1.1.5. Indeks Pemerataan Pendapatan versi Bank Dunia
Seperti halnya gini ratio, pemerataan pendapat versi bank dunia juga dapat digunakan untuk
mengukur tingkat pemerataan masyarakat guna mengetahui ketimpangan pendapatan yang terjadi di
masyarakat. Bank Dunia mengukur pendistribusian kue ekonomi atau mengukur pemerataan pendapatan
dalam masyarakat dengan pendekatan persentase distribusi pengeluaran penduduk suatu wilayah
berdasarkan kategori pendapatan 40 persen terbawah, 40 persen menengah dan 20 persen teratas.
Ketimpangan menurut Bank Dunia diukur dengan menghitung persentase jumlah pendapatan
penduduk dari kelompok yang berpendapatan 40% terendah dibandingkan total pendapatan seluruh
penduduk. Pengelompokkannya adalah sebagai berikut :
1. Jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap
total pendapatan seluruh penduduk kurang dari 12 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan
tinggi.
2. Jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap
total pendapatan seluruh penduduk antara 12-17 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan
sedang/ menengah.
3. Jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap
total pendapatan seluruh penduduk lebih dari 17 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan
rendah.
Selama tahun 2012-2016 penduduk yang masuk dalam kelompok 40 persen bawah persentase
menunjukkan penurunan, yaitu 20,15 persen (2012); 19,82 persen (2013); 18,63 persen (2014); dan 16,61
persen (2015). Sedangkan pada tahun 2016 mengalami sedikit kenaikan menjadi 17,03 persen dan pada
tahun 2017 turun kembali menjadi 16,49 persen. Berdasarkan pengelompokkan distribusi bank dunia, pada
51
tahun 2016 Jawa Timur masuk dalam kategori ketimpangan sedang karena jumlah pendapatan dari
penduduk pada kategori 40 persen terbawah terhadap total pendapatan seluruh penduduk di antara 12-17
persen.
3.2.1.1.6. Indeks Pembangunan Gender
Capaian Indikator Indeks Pembangunan Gender (IPG) pada tahun 2017 ditargetkan sebesar 92,39
dan realisasi tahun 2017 sebesar 90,72*, tingkat capaian sebesar 98,19%. Data realisasi tahun 2017
masih menggunakan data IPG tahun 2016 yang bersumber dari BPS, dikarenakan data tahun 2017 dari
BPS masih dalam tahap pengumpulan data akan dipublikasikan pada akhir tahun 2018. IPG merupakan
indeks komposit yang dibangun dari beberapa variable untuk mengukur pencapaian pembangunan
manusia dengan memperhatikan disparitas gender, pada dasarnya hampir sama dengan IPM tetapi
disesuaikan dengan memasukkan disparitas tingkat pencapaian antara perempuan dan laki-laki. Angka
IPG dengan metode yang baru merupakan rasio dari angka IPM perempuan terhadap angka IPM laki-laki.
Komponen pendukung IPG sama dengan komponen pendukung IPM, yaitu dimensi kesehatan yang
didambarkan melalui Angka Harapan Hidup, pengetahuan yang digambarkan dari harapan lama sekolah
dan rata-rata lama sekolah, serta dimensi ekonomi yang digambarkan oleh pengeluaran perkapita. IPG
tahun 2016 sebesar 90,72 lebih rendah 0,35 poin dari tahun 2015 sebesar 91,07. Penurunan capaian
tersebut dipengaruhi oleh peningkatan jarak antara IPM laki-laki sebesar 74,23 dan IPM perempuan
sebesar 67,34 pada tahun 2016. Selisih angka IPM pada tahun 2016 sebesar 6,89, dan selisih angka IPM
pada tahun 2015 sebesar 6,54. Dari ketiga penyusun indicator peranan perempuan dalam perekonomian
masih tertinggal jauh disbanding laki-laki, sehingga masih diperlukan usaha yang lebih keras dalam
meningkatkan rata-rata penghasilan perempuan.
3.2.1.1.7. Pertumbuhan PDRB/ Laju Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama masyarakat,
utamanya bidang ekonomi semakin meningkat seiring dengan dinamika pembangunan itu sendiri. Hal ini
dapat dilihat dari meningkatnya besaran angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar
harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Apabila dihitung Atas Dasar Harga Berlaku, total nilai
PDRB Jawa Timur tahun 2012 sebesar Rp. 1.248,77 triliun, kemudian terus meningkat hingga tahun 2016
menjadi Rp. 1.855,04 triliun. Pada tahun 2017 (Triwulan III) PDRB ADHB sebesar Rp. 520,64 triliun.
Apabila dihitung atas dasar harga konstan tahun 2010, total nilai PDRB Jawa Timur tahun 2012 Rp.
1.124,46 triliun, selanjutnya terus meningkat pada tahun 2013-2015 yaitu masing-masing Rp. 1.192,79
triliun (2013), Rp. 1.262,70 triliun (2014), Rp. 1.331,39 triliun (2015), Rp. 1.405,23 triliun, dan pada tahun
2017 (sampai dengan Triwulan III) menjadi Rp. 381,22 triliun.
Untuk melihat pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dapat dilihat dari besaran nilai PDRB atas dasar
harga konstan, karena pertumbuhan ekonomi ini benar-benar diakibatkan oleh perubahan jumlah barang
dan jasa yang sudah bebas dari pengaruh harga (pertumbuhan riil).
Ekonomi Jawa Timur Tahun 2015 bila dibanding Tahun 2014 tumbuh sebesar 5,44 persen, sedikit
melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,86 persen. Perlambatan ini lebih
dikarenakan faktor esternal (ekonomi global) seperti menguatnya dolar, ketidakstabilan harga minyak
mentah dunia, naiknya harga pangan dunia, dan krisis utang Yunani yang berimbas pada Uni Eropa
hingga Amerika dan akhirnya berdampak pada seluruh dunia, termasuk Indonesia. Di samping itu adanya
perubahan asumsi makro ekonomi dan sosial berdampak pula terhadap perekonomian nasional dan Jawa
Timur sehingga berpengaruh terhadap capaian target kinerja pembangunan daerah. Terjadinya perubahan
52
metodologi penghitungan PDRB menggunakan tahun dasar 2010 yang memakai SNA (System National
Account) 2008, maka cakupan sektor/katagori semakin luas, terbagi menjadi 19 sektor lapangan usaha,
dan dampak dari perubahan ini capaian angka petumbuhan ekonomi menjadi lebih rendah.
Peningkatan pada besaran angka PDRB Jawa Timur tahun 2016 sebesar 5,55 persen mencerminkan
bahwa perekonomian daerah Jawa Timur tumbuh positif walaupun ditengah lesunya perekonomian global
dan nasional sekaligus menunjukkan bahwa struktur ekonomi daerah Jawa Timur memiliki kekuatan dan
semakin kokoh.
Sementara itu, perekonomian Jawa Timur sampai dengan triwulan III-2017 (c-to-c) tumbuh 5,21
persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan didorong oleh semua lapangan usaha, dengan pertumbuhan
tertinggi terjadi pada Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian yang tumbuh sebesar 8,43 persen.
Sementara dari sisi pengeluaran terutama didorong oleh Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto yang
tumbuh sebesar 5,66 persen.
3.2.1.1.8. Indikator Kualitas Lingkungan Hidup
Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Daerah (IKLHD) merupakan suatu bentuk penilaian yang
mencerminkan kondisi kualitas air, udara dan lahan. Penetapan IKLHD sebagai Indikator Kinerja Utama
(IKU) Pemerintah Provinsi Jawa Timur berfungsi untuk memberikan informasi kepada para pengambil
keputusan Provinsi Jawa Timur tentang kondisi lingkungan di Jawa Timur sebagai bahan untuk evaluasi
terhadap kebijakan pembangunan berkelanjutan dan bentuk pertanggungjawaban tentang pencapaian
target program-program Pemerintah Provinsi Jawa Timur di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Perhitungan IKLH meliputi Indeks Kualitas Air (IKA) dengan bobot 30%, Indeks Kualitas
Udara (IKU) dengan bobot 30% dan Indeks Tutupan Lahan (ITL) dengan bobot sebesar 40%. Klasifikasi
IKLH adalah sebagai berikut:
1. Unggul : >90
2. Sangat baik : 82 - 90
3. Baik : 74 - 82
4. Cukup : 66 - 74
5. Kurang : 58 - 66
6. Sangat Kurang : 50 – 58
7. Waspada : <50
Perkembangan IKLHD Provinsi Jawa Timur dari tahun 2015 hingga tahun 2017 semakin
meningkat namun masih termasuk dalam kategori kurang, yaitu 65,54. Pada Tahun 2019, Pemerintah
Provinsi Jawa Timur harus terus meningkatan pencapaian target program-program di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka memperbaiki kualitas lingkungan hidup di Jawa Timur dan
mencapai target IKLHD Provinsi Tahun 2019 sebesar 67,00-68,52 atau dengan kategori cukup.
3.2.1.1.9. Indeks Kepuasan Masyarakat
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan
masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat
masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik dengan
membandingkan antara harapan dan kebutuhannya. Sehubungan dengan hal tersebut maka Indeks
Kepuasan Masyarakat (IKM) dimasukkan sebagai indikator baru dalam penyelenggaraan pembangunan
daerah Jawa Timur.
53
Kondisi ini mencerminkan kepuasan terhadap pelayanan masyarakat di Jawa Timur lebih baik,
efisien, dan efektif berbasis dari kebutuhan masyarakat. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila
pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pengguna layanan. Kepuasan masyarakat
dapat juga dijadikan acuan bagi berhasil atau tidaknya pelaksanaan program yang dilaksanakan pada
suatu lembaga layanan publik.
3.2.1.1.10. Indeks Reformasi Birokrasi
Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai good governance
dan melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan
terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dan sumber daya manusia
aparatur. Melalui reformasi birokrasi, dilakukan penataan terhadap sistem penyelangggaraan pemerintah
dimana uang tidak hanya efektif & efisien, tetapi juga reformasi birokrasi menjadi tulang punggung dalam
perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehubungan dengan hal tersebut maka Indeks
Reformasi Birokrasi dimasukkan sebagai indikator baru dalam penyelenggaraan pembangunan daerah
Jawa Timur. Indeks reformasi birokrasi di Jawa Timur pada tahun 2015 sebesar 63,00, kemudian
meningkat pada tahun 2016 menjadi 65,00 dan tahun 2017 meningkat kembali menjadi 69,54. Peningkatan
ini mencerminkan birokrasi pemerintah Jawa Timur semakin profesional dengan berkarakter, berintegrasi,
berkinerja tinggi, bebas dan bersih KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan
memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara.
3.2.1.1.11. Indeks Kesalehan Sosial
Secara konseptual, Kesalehan sosial adalah sikap seseorang yang memiliki unsur kebaikan (salih) atau
manfaat dalam kerangka hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sikap kesalehan sosial tersebut
meliputi:
1. Solidaritas social (al-takaful alijtima’ï);
2. Toleransi (al-tasamuh);
3. Mutualitas/Kerjasama (al-ta’awun);
4. Tengah-tengah (al-I’tidal); dan
5. Stabilitas (al-stabat);
Sedangkan secara operasional, Kesalehan sosial adalah skor yang diperoleh dari sikap
seseorang/responden yang memiliki unsur kebaikan (salih) atau manfaat dalam kerangka hidup
bermasyarakat yang diukur dengan :
1. Solidaritas sosial;
2. Kerjasama/mutualitas;
3. Toleransi;
4. Adil; dan
5. Menjaga ketertiban umum.
Indeks Kesalehan Sosial merupakan indikator baru dalam penyelenggaraan pembangunan daerah
Jawa Timur, pada tahun 2017 (angka sangat sementara) capaiannya 62,34. Kedepannya Pemerintah
Provinsi Jawa Timur berupaya agar Indeks Kesalehan Sosial terus meningkat tiap tahunnya. Pemerintah
perlu bersinergi dengan stakeholder lain untuk melakukan berbagai langkah strategis dalam peningkatan
kesalehan sosial, agar nilai-nilai agama dapat memberi kontribusi positif bagi pembangunan sesuai yang
diharapkan.
54
3.2.1.2. SASARAN STRATEGIS DAN INDIKATOR SASARAN STRATEGIS
3.2.1.2.1. (MISI I) Meningkatnya Partisipasi Angkatan Kerja dan Penyerapan Tenaga Kerja
Upaya perluasan kesempatan kerja juga dilakukan melalui Program Tenaga Kerja Sarjana (TKS).
Tugas pokoknya sebagai pendamping kelompok usaha masyarakat dalam kegiatan padat karya, terapan
teknologi tepat guna, kegiatan kewirausahaan atau kegiatan produktif lainnya. Program TKS
memberdayakan sarjana yang memiliki potensi/kemampuan untuk membantu pendampingan dibidang
perluasan kerja dan penempatan tenaga kerja. Melalui program TKS, angkatan kerja muda terutama
lulusan sarjana diarahkan tidak hanya sebagai motivator, tetapi dalam jangka panjang sebagai tenaga
pencipta perluasan kerja (job creator) terutama untuk membantu mengoptimalkan potensi SDA/SDM guna
menciptakan lapangan kerja dan kesempatan kerja seluas-luasnya.
3.2.1.2.2. Meningkatnya Hubungan Industrial yang Harmonis
Kesejahteraan merupakan suatu bentuk usaha yang digunakan oleh perusahaan dalam rangka
meningkatkan semangat pada pekerja. Pelayanan kesejahteraan merupakan rangkaian pemberian
tunjangan dan fasilitas-fasilitas dalam bentuk tertentu kepada karyawan diluar gaji, biasanya berupa
transportasi, uang lembur, cuti, kantin, asuransi, jamsostek dan sebagainya. Persentase Peningkatan
Kesejahteraan Pekerja Di Jawa Timur pada tahun 2016 sebesar 11,75 persen, selanjutnya menurun pada
tahun 2017 menjadi 8,25 persen. Dengan semakin tingginya kesejahteraan pekerja maka menggambarkan
kondisi ketenagakerjaan yang bagus di Jawa Timur karena akan menciptakan ketenangan, semangat
kerja, dedikasi, disiplin, dan sikap loyal pekerja terhadap perusahaan.
3.2.1.2.3. Meningkatnya akses pendidikan menengah yang berkualitas
Salah satu penyebab utama meningkatnya Indeks Pendidikan adalah adanya peningkatan dan
pengembangan penyediaan tambahan fasilitas dan program antara (bridging program) bagi lulusan
sekolah kejuruan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, Peningkatan pendidikan non-formal
berbasis komunitas dan peningkatan pemberian BKSM (Bantuan Khusus Siswa Miskin) karena program
inilah yang berhasil mengurangi Angka Putus Sekolah secara signifikan serta meningkatkan Angka
Partisipasi Kasar/Murni di setiap jenjang pendidikan. Rencana tindak lanjut untuk Tahun 2018 adalah
dengan optimalisasi pelaksanaan SMK Mini di Pondok Pesantren dan SMA double track karena selain bisa
meningkatkan Indeks Pendidikan, juga sebagai bentuk persiapan menjadi tenaga kerja siap pakai. Selain
itu juga tetap meningkatkan persebaran guru dan tenaga kependidikan secara merata.
3.2.1.2.4. Meningkatnya gemar dan budaya baca masyarakat
Upaya yang paling berpengaruh terhadap pencapaian Indeks Minat Baca adalah dengan semakin
banyaknya bahan pustaka dalam bentuk e-book, promosi perpustakaan dan pelayanan perpustakaan
keliling dan mobil dongeng keliling ke ±60 titik lokasi di seluruh Jawa Timur.
3.2.1.2.5. Meningkatnya mutu pendidikan dan tenaga kependidikan
Pada sasaran tersebut ukuran yang digunakan adalah Persentase guru jenjang SMA, SMK dan
PKLK berkualifikasi min. S1/D4, dimana hal tersebut merupakan salah satu parameter yang paling
mendekati dengan kualitas yang diharapkan. Upaya pemerataan dan peningkatan mutu tenaga
kependidikan dilakukan secara terus menerus, salah satunya dengan pemberian beasiswa bagi Guru, baik
yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Timur maupun dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
3.2.1.2.6. Menurunnya angka kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan
Penurunan Angka Kematian Ibu paling signifikan selama tiga tahun terakhir terjadi pada tahun
2015. Pada tahun tersebut terdapat capaian Angka Kematian Ibu sebesar 89,6 dari target yang ditentukan
55
sebesar 97,3. Sedangkan pada tahun 2016 Angka Kematian Ibu mengalami peningkatan sebesar 1,4.
Namun capaian Angka Kematian Ibu pada tahun 2016 masih di atas target yaitu sebesar 91 dari target
yang telah ditentukan sebesar 97,25. Angka ini juga mengalami kenaikan pada tahun 2017 sebesar 92,24.
Berdasarkan angka absolut jumlah kematian ibu pada dasarnya mengalami penurunan, namun jumlah
kelahiran hidup mengalami penurunan sebagai pembanding mengalami penurunan.
Terjadinya penurunan AKB merupakan dampak positif dari naiknya angka persalinan dengan
bantuan tenaga medis dan meningkatnya proporsi tingkat pendidikan perempuan secara umum,
khususnya para ibu dengan pendidikan yang lebih tinggi. Selain itu juga peningkatan pelayanan dan
penyediaan fasilitas kesehatan yang telah dilakukan oleh pemerintah, keberhasilan program KB, serta
semakin baiknya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan. Secara perlahan namun pasti AKB
mengalami penurunan, artinya kesehatan bayi menjadi prioritas dalam pembangunan bidang kesehatan.
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam
waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi
mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada
usia dini meningkatkan angka kematian bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit dan
memiliki postur tubuh tak maksimal saat dewasa. Kemampuan kognitif para penderita juga berkurang,
sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi jangka panjang bagi Indonesia. Prevalensi balita stunting
mengalami penurunan tiap tahun, yaitu dari 29,2 persen pada tahun 2013 menjadi 26,0 persen di tahun
2016. Pada tahun 2017 terdapat kenaikan menjadi sebesar 26,9. Data prevalensi stunting secara nasional
tahun 2016 sebesar 27,5%, hal ini menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Provinsi Jawa Timur masih
lebih rendah dibandingkan nasional. Sebagai bentuk rencana tindak lanjut yang akan dilakukan adalah
dengan upaya mengintensifkan pemberdayaan masyarakat dengan pendampingan ibu hamil dan taman
posyandu serta optimalisasi pelayanan 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).
3.2.1.2.7. Meningkatnya pelayanan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan minimal
Akreditasi rumah sakit merupakan salah satu persyaratan supaya rumah sakit bisa bekerjasama
dengan BPJS. Rumah Sakit yang telah terakreditasi akan mendapatkan pengakuan dari Pemerintah
karena telah memenuhi standar pelayanan dan manajemen yang ditetapkan. Peningkatan ini merupakan
keseriusan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terhadap
masyarakat.
Indikator Kinerja RFT Rate Kusta dicapai menggunakan Multi Drug Therapy (MDT) sudah
digunakan secara global sejak tahun 1985 sampai sekarang dan telah menyembuhkan > 140.000
penderita kusta yang ada di Jawa Timur. Faktor yang memegang peranan dalam keberhasilan pengobatan
adalah stigma yang ada dimasyarakat dan motivasi yang kuat dari penderita untuk menyelesaikan
pengobatan kusta karena MDT harus diminum setiap hari selama 6 atau 12 bulan tergantung dari tipe
kustanya. Selain itu MDT juga mempunyai efek samping kulit jadi hitam. Hal tersebut diatas yang
menyebabkan keberhasilan pengobatan MDT tidak bisa maksimal atau terjadinya putus pengobatan.
Sedangkan Indikator Kinerja Penderita HIV yang mendapatkan ARV mengalami peningkatan
kinerja dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Adapun ARV sendiri berguna untuk mengurangi risiko
penularan HIV, menghambat perburukan infeksi oportunistik, meningkatkan kualitas hidup penderita HIV,
dan menurunkan jumlah virus (viral load) dalam darah sampai tidak terdeteksi. Persentase penderita HIV
yang mendapatkan ARV di Jawa Timur pada tahun 2013 sebesar 72 persen dan meningkat pada tahun
2017 menjadi 81 persen. Meskipun belum mampu menyembuhkan HIV secara menyeluruh, tapi sejauh ini
terapi ARV dipercaya bisa menurunkan angka kematian dan rasa sakit serta meningkatkan kualitas hidup
ODHA dan meningkatkan harapan masyarakat.
56
Indikator kinerja selanjutnya adalah Persentase Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis (TB).
Program Penanggulangan TBC selain melakukan kegiatan promosi aktif dan pencegahan, juga melakukan
kegiatan deteksi dini dimana dilakukan penemuan penderita TBC secara intensif, aktif dan masif berbasis
keluarga dan masyarakat serta pemberian pengobatan sampai sembuh. Gerakan 115 merupakan inovasi
dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam menemukan penderita TBC sedini mungkin dan mendapatkan
pengobatan secepat mungkin, dimana 1 (satu) penderita TBC akan dicatat dan dicari 15 (lima belas)
kontak erat penderita TBC tersebut baik oleh petugas, kader maupun tokoh masyarakat serta dipastikan
status TBC nya. Program penanggulangan TBC juga harus mendapat dukungan komitmen dari Para
Stakeholder.
3.2.1.2.8. Meningkatnya capaian infrastruktur dasar perumahan dan permukiman
Beberapa kegiatan pembangunan belum dapat terlaksana di tahun 2017 karena kendala teknis,
serta faktor pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat pesat yang membutuhkan infrastruktur dasar
perumahan dan permukiman belum sebanding dengan besarnya pembangunan infrastruktur yang
dilakukan menjadi faktor belum tercapainya target kinerja. Rencana Tindak Lanjut, meningkatkan iklim
yang kondusif bagi dunia usaha (swasta) untuk berperan serta dalam meningkatkan pelayanan
Infrastruktur Dasar Perumahan dan Permukiman untuk masyarakat dan mendorong terbentuknya
regionalisasi pengelolaan infrastruktur serta merealisasikan Gerakan Nasional Pembangunan Sejuta
Rumah (GNPSR).
3.2.1.2.9. Meningkatnya kualitas peran pemuda dan prestasi olahraga
Pencapaian kinerja kepemudaan dan keolahragaan menurun dibandingkan Tahun 2016,
dikarenakan terbatasnya pemuda yg bergerak di bidang kewirausahaan, Partisipasi Pemuda dalam
Organisasi Kepemudaan masih rendah, banyak OKP belum patuh terhadap Undang-Undang
Kepemudaan, ilmu pengetahuan dan tekhnologi olahraga belum sepenuhnya diimplementasikan dalam
bina prestasi olahraga serta belum optimalnya peran sentra keolahragaan (PPLPD) dalam pembinaan dan
pengembangan olahraga prestasi. Rencana tindak lanjut untuk Tahun 2018 melaksanakan
pengembangan kebijakan dan manajemen olahraga dalam upaya mewujudkan penataan sistem
pembinaan dan pengembangan olahraga secara terpadu dan berkelanjutan, peningkatan upaya
pembibitan dan pengembangan prestasi olahraga secara sistematik, berjenjang, dan berkelanjutan serta
pengembangan sentra keolahragaan untuk pembibitan olahragawan.
3.2.1.2.10. Menurunnya persentase penduduk miskin
Pemerintah Provinsi Jawa Timur tetap memprioritaskan Program Pemberdayaan Masyarakat di
Perdesaan seperti Program Jalin Matra dimana selama Tahun 2014 s/d 2017 mampu menumbuhkan
usaha baru bagi 53.585 Kepala Rumah Tangga Perempuan (KRTP), 31.843 Rumah Tangga Sangat Miskin
(RTSM) yang bergerak dibidang peternakan, perikanan, perdagangan, pertanian, ketrampilan dan jasa.
3.2.1.2.11. Meningkatnya kesejahteraan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)
Penurunan jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial tahun 2017 sebesar 1,25 % yaitu
dari 650.245 orang pada tahun 2016 turun menjadi sebanyak 650.873 orang pada tahun 2017. Hal ini
terjadi karena berbagai factor yang mempengaruhi antara lain Kebijakan Gubernur Jawa Timur dengan
program ad hoc dalam rangka penurunan angka kemiskinan di Jawa Timur melalui Penyaluran Bantuan
Beras Bersubsidi (TUAN RASIDI) yang dialokasikan pada 38 Kabupaten/Kota se Jawa Timur disertai
dukungan Pemerintah Kabupaten/Kota kususnya dalam penguatan pendampingan pelaksanaan kegiatan
di lapangan dan peran serta pilar-pilar partisipasi sosial dalam melakukan pendampingan di daerah.
57
3.2.1.2.12. Meningkatnya pengarusutamaan gender dalam pembangunan
Terdapat tiga komponen yang digunakan dalam penghitungan Indeks Pemberdayaan Gender,
yaitu kesamaan peranan antara perempuan dan laki-laki dalam proses pengambilan keputusan politik
(sebagai anggota parlemen) di suatu wilayah, kesamaan kontribusi secara ekonomi (pendapatan), dan
kesamaan peranan dalam kehidupan sosial (peran sebagai manajer, tenaga profesional, administrasi dan
teknisi). Jumlah perempuan sebagai anggota legislative atau eksekutif sangat mempengaruhi Status IDG.
Pengurangan jumlah perempuan dalam fungsi tersebut akan menurunkan indikator IDG. Karena semua
wanita juga mempunyak hak AKSES (ikut) , PARTISIPASI (mempunyai suara), KONTROL (ikut mengambil
keputusan) dan MANFAAT ( menerima manfaatnya) atau disingkat APKM di semua bentuk
pembangunan. Apabila jumlahnya perempuan sedikit maka APKM dianggap tidak terpenuhi. Peningkatan
capaian IDG dipengaruhi oleh meningkatnya kontribusi ekonomi atau pendapatan bagi perempuan.
Capaian Indikator Persentase penurunan kasus tindak kekerasan dan trafiking di Jawa Timur tahun 2017
disebabkan karena jumlah kasus kekerasan dan trafiking di Jawa Timur tahun 2017 sebanyak 321 kasus
mengalami penurunan sebanyak 141 kasus dari tahun 2016 sebanyak 462 kasus. Penurunan kasus
kekerasan dan trafiking di Jawa Timur disebabkan karena Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah berhasil
dalam upaya Pencegahan dan Perlindungan Perempuan dan Anak dari berbagai tindak kekerasan dan
Trafficking melalui Sosialisasi tentang Undang undang atau peraturan tentang perlindungan terhadap
perempuan dan anak dari kekerasan. Capaian Indikator Laju Pertumbuhan Penduduk di Jawa Timur
tahun 2017 disebabkan karena jumlah penduduk tahun 2017 sebanyak 39.293.000 jiwa mengalami
penurunan sebesar 218.000 jiwa jika dibandingkan jumlah penduduk tahun 2016 sebesar 39.075.000 jiwa.
Cakupan KB Aktif/CPR mencapai target melalui Program Pengembangan Pusat Pelayanan Informasi dan
Konseling KRR, Sosialisasi Program KB oleh Kader di Posyandu, pembinaan pada petugas tentang
Program KB dan Ketahanan Keluarga.
3.2.1.2.13. (MISI II) - Meningkatnya Ketahanan Pangan
Terdapat beberapa Indikator Kinerja yang mengalami keberhasilan ataupun kegagalan. Adapun
hal-hal utama yang menjadi penyebab permasalahan di sektor ketahanan pangan antara lain:
a. Permasalahan pangan berkembang sangat cepat dan komplek saat ini, diantaranya perkembangan
lingkungan yang global, seperti global climate change, meningkatnya harga minyak dunia, telah
mendorong kompetisi penggunaan hasil pertanian untuk pangan (food), bahan energy (fuel) dan
pakan ternak (feed) yang semakin tajam, disamping itu terjadi pengabaian terhadap good agricultural
practices dan sumber pangan lokal (biodiversitif) dikhawatirkan akan mengancam ketahanan pangan
regional maupun nasional. Sehingga salah satu mengurangi ketergantungan terhadap pangan impor
dapat dilakukan dengan pengembangan sumber karbohidrat non beras dan non terigu yaitu dengan
memanfaatkan umbi-umbian
b. Tingkat konsumsi dan kualitas pangan ditunjukkan oleh keragaman konsumsi pangan penduduk yang
dianalisis melalui pendekatan perhitungan Pola Pangan Harapan (Beragam Bergizi Seimbang dan
Aman) yang dicerminkan dengan nilai skor mPPH ideal 100 yang diproyeksikan akan tercapai pada
tahun 2025. Skor PPH Jawa Timur mencapai 84,8 atau 99,18 persen dari target 2017 sebesar 85,5
meskipun demikian telah melampaui skor PPH tahun 2016 sebesar 83,4 yang berasal dari kelompok
pangan padi-padian, umbi-umbian, minyak dan lemak, kacang-kacangan, buah dan biji berminyak,
gula sayur dan buah-buahan serta hewani. Dengan pencapaian skor PPH ini menunjukkan bahwa
masyarakat semakin memahami dan mempunyai kesadaran akan pentingnya kualitas konsumsi
pangan untuk hidup sehat, namun demikian perlu untuk lebih mengoptimalkan gerakan percepatan
58
penganekaragaman konsumsi pangan melalui upaya meningkatkan pola konsumsi pangan yang
Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA), sehingga perlu didorong melalui sosialisasi, promosi
dan kegiatan yang dapat memberi wawasan dan pengetahuan untuk percepatan pencapaian PPH
c. Kebutuhan pangan di Jawa Timur memang hampir dapat dipenuhi semua dari potensi domestik,
kecuali untuk komoditas kedelai yang masih mengalami defisit. Sedangkan untuk beras, jagung,
kacang, maupun ubi mengalami surplus.
d. Surplus pangan di Jawa Timur selain didukung sumberdaya alam yang sesuai, juga potensi
sumberdaya manusia dan adanya dukungan infrastruktur ekonomi yang lebih baik.
e. Selain itu tantangan utama dalam masalah ketersediaan pangan yang memerlukan perhatian yang
serius antara lain Meningkatkan akses ekonomi atau akses keuangan untuk mendapatkan pangan,
termasuk investasi pada infrastruktur yang berkelanjutan; Akselerasi intervensi untuk pencegahan dAn
penurunan angka kekurangan gizi; dan Mengatasi kerentanan terhadap resiko perubahan iklim yang
semakin meningkat.
f. Berdasarkan Angka Sementara (ASEM), realisasi Ketersediaan bahan pangan Jawa Timur Tahun
2017, untuk realisasi Ketersediaan bahan pangan Jawa Timur Tahun 2017, untuk beras tercapai
8.234.885 ton dari sasaran 8.905.000 ton atau 92,47 persen. Ketersediaan Jagung mencapai
5.667.615 ton dari sasaran 6.300.000 atau 89,96 persen. Untuk kedelai ketersediaan mencapai
226.418 ton dari sasaran 340.000 ton atau 66,59 persen.
3.2.1.2.14. Meningkatnya kontribusi sector-sektor unggulan dalam mendukung pertumbuhan
ekonomi
Terdapat beberapa Indikator Kinerja yang mengalami keberhasilan ataupun kegagalan. Adapun
hal-hal utama yang menjadi penyebab permasalahan antara lain
1. Pertumbuhan omzet koperasi dan UKM berhasil karena pembinaan dan pemberdayaan bagi
koperasi aktif bentuk pembinaannya adalah melalui Peningkatan kompetensi pengelola koperasi dan
kualitas Kelembagaan; Penguatan usaha koperasi sektor riil; Peningkatan akses permodalan melalui
pemupukan modal sendiri, dana perbankan dan nonperbankan; serta Perluasan akses produk dan
akses pemasaran. Sedangkan bagi koperasi tidak aktif namun masih dalam proses aktif kembali
dibina melalui kegiatan Restrukturisasi kelembagaan dan usaha serta Pengawasan koperasi melalui
bedah koperasi. Pemerintah Provinsi Jawa Timur berkomitmen dalam mengembangkan koperasi dan
UKM di berbagai sektor usaha melalui tiga strategi utama, yaitu aspek produksi, aspek pembiayaan,
dan aspek pasar. Dari aspek produksi, strategi yang ditempuh adalah pengembangan Business
Development Centre (BDC), Penguatan manajemen produk melalui penguatan bahan baku lokal &
kualitas kemasan produk dan standarisasi produk. Dari aspek pembiayaan, strategi yang ditempuh
adalah dengan skema pembiayaan linkage program model “loan agreement” dan Kemitraan dengan
nonperbankan (BUMN, BUMD, swasta, Koperasi). Kemudian dari aspek pasar, strategi yang
ditempuh antara lain melalui fasilitasi pemasaran melalui Cooperative Trading House (CTH) yang
bertujuan meningkatkan akses pasar baik dalam negeri maupun pasar ekspor dan meningkatkan
jaringan usaha produk koperasi dan UMKM anggotanya yang berbasis agro industri serta penguatan
akses pasar melalui Gedung Galeri Batik dan Galeri Cinderamata; Paviliun Jawa Timur di Gedung
SME Tower; kegiatan misi dagang; pameran dalam dan luar negeri; kemitraan (business to business);
serta optimalisasi peran Asosiasi Koperasi Ritel Indonesia (Akrindo) dan Kantor Perwakilan Dagang
(KPD) di 26 (dua puluh enam) provinsi. Rencana Tindak Lanjut Bidang Koperasi, melakukan
identifikasi terhadap koperasi – koperasi yang kurang aktif, untuk kemudian dilakukan kegiatan
59
Restrukturisasi kelembagaan dan usaha serta Pengawasan koperasi melalui bedah koperasi dan
penataan organisasi, badan hukum, tata laksana koperasi agar koperasi – koperasi tersebut dapat
aktif kembali, mengoptimalkan peran Business Development Centre (BDC) dan Cooperative Trading
House (CTH) dalam meningkatkan aspek produksi dan pemasaran produk KUKM baik offline maupun
online, mengembangkan permodalan bagi koperasi syariah dan fungsional. Serta meningkatkan
pembiayaan bagi KUKM melalui Corporate Social Responsibilities (CSR) BUMN, BUMD, dan swasta;
a. Nilai realisasi investasi (PMA dan PMDN) belum tercapai karena masih banyaknya izin-izin lanjutan
yang harus dipenuhi oleh penanam modal, belum optimalnya pelayanan perijinan dan prosedur
perijinan sesuai SOP di Kabupaten/Kota (Izin Lokasi, Izin Mendirikan Bangunan, HO, Izin
Pemanfaatan Ruang), masih banyaknya peraturan daerah yang tidak pro Bisnis dalam pelaksanaan
penanaman modal, terbatasnya lahan sehingga belum seluruhnya di Kabupaten/Kota mempersiapkan
kawasan industri dalam mengantisipasi masuknya perusahaan PMA/PMDN diluar kawasan dan
perusahaan baru, Masih adanya disparitas terhadap penyebaran pelaksanaan penanaman modal di
Daerah (Kabupaten/Kota), kurang memadainya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang tersedia
dan banyaknya tuntutan yang kurang normatif, banyak perusahaan yang melakukan relokasi untuk
menghindari UMK/UMSK yang tinggi, masih banyaknya dokumen/lampiran berupa hardcopy yang
diperlukan untuk persyaratan mengurus izin lanjutan. Bidang Penanaman Modal rencana tindak
lanjutnya memacu para penanam modal yang telah memiliki Izin Prinsip untuk segera merealisasikan
investasinya melalui pemberian fasilitasi kemudahan perizinan, pengadaan lahan usaha dan lainnya
serta mediasi penyelesaian masalah yang mungkin timbul, menambah SDM yang kompeten di bidang
penanaman modal dan mengikut sertakan SDM yang ada untuk mengikuti Diklat dan Workshop yang
terkait dengan penanaman modal untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan SDM yang ada di
bidang penanaman modal dan Memperbaiki iklim investasi yang berdaya saing melalui peningkatan
pelayanan dan mempromosikan peluang investasi unggulan
b. Melambatnya pertumbuhan PDRB Sub Kategori Perikanan tersebut diantaranya disebabkan oleh
perlambatan peningkatan produksi kelautan dan perikanan tahun 2017 yakni sebesar 1.581.798.953
ton, Beberapa upaya yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan PDRB sub
kategori perikanan Jawa Timur antara lain meningkatkan kapasitas SDM pelaku usaha kelautan dan
perikanan melalui pelatihan/bimtek, pemberian bantuan sarana alat penangkapan ikan (API) dan Alat
bantu penangkapan ikan (ABPI) yang ramah lingkungan dan sesuai peraturan perundangan yang
berlaku kepada nelayan, pemulihan sumber daya ikan di laut dengan underwater restocking dan
penebaran benih ikan di perairan umum daratan (PUD), perbaikan sumberdaya habitat ikan di laut
melalui pembangunan rumah ikan (Fish apartement) guna mendukung reproduksi ikan sehingga
dapat meningkatkan potensi sumber daya ikan di laut serta memberikan bantuan pelayanan
pengurusan dokumen kapal penangkapan ikan agar nelayan dapat beroperasional secara maksimal
terkait sarana yang digunakan layak secara teknis dan lengkap administrasinya sehingga dapat
mengurangi tindak illegal fishing. Meningkatkan produksi perikanan budidaya melalui intensifikasi
produksi perikanan budidaya melalui kegiatan pengembangan kawasan budidaya dengan melalui
pemberian paket-paket budidaya (benih, pakan, peralatan, obat-obatan), pengembangan klaster
komoditas perikanan unggulan berpotensi ekspor, fasilitasi program anti kemiskinan dengan
pemberian paket-paket bantuan berupa sarana budidaya perikanan, pengembangan induk dan benih
unggul, fasilitasi program pakan mandiri, monitoring HPI, Pemberdayaan masyarakat pesisir,
peningkatan usaha kelautan dan perikanan; meningkatkan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya
60
kelautan dan perikanan melalui rehabilitasi ekosistem mangrove, rehabilitasi ekosistem terubu karang,
dan penetapan kawasan zonasi pengelolaan ruang laut dan pesisir, meningkatkan penanganan
kegiatan IUU Fishing, destruktif dan pelanggaran usaha perikanan melalui sosialisasi / penyuluhan /
pembinaan bersama dengan instansi terkait serta melakukan patroli/pengawasan dan penindakan
terhadap pelaku tindak pidana perikanan. Kendala yang menjadi faktor penghambat dalam upaya
meningkatkan pertumbuhan PDRB Sub Kategori Perikanan yaitu :
Ketersediaan stok sumber daya ikan (SDI) yang terbatas;
Terbatasnya sarana usaha penangkapan serta modal usaha yang cukup khususnya bagi nelayan
tradisional sehingga kegiatan penangkapan ikan kurang optimal;
Biaya pakan yang tinggi masih menjadi kendala bagi pembudidaya, pemberian paket hibah
berupa mesin pelet masih belum menjangkau ke semua pembudidaya ikan air tawar;
Alih fungsi lahan perikanan budidaya untuk kegiatan non – perikanan;
Sebagian besar pembudidaya masih menerapkan teknologi konvensional dan belum
menerapkan inovasi teknologi pada unit usaha budidayanya;
Kompetensi pelaku usaha perikanan belum memadai untuk menghadapi persaingan di pasar
global;
Rehabilitasi mangrove dan terumbu karang yang dilakukan masih belum berimbang dengan
tingkat kerusakan yang ada di Jawa Timur karena dana yang dibutuhkan untuk merehabilitasi
relatif besar;
Masih adanya pelanggaran beberapa armada penangkapan ikan terhadap jalur penangkapan
dan terjadinya perebutan fishing ground yang memicu terjadinya konflik nelayan di
kabupaten/kota, antar kabupaten/kota maupun antar provinsi. Demikian juga pelanggaran
penggunaan alat tangkap yang dilarang dan bahan peledak yang merusak lingkungan serta
nelayan belum seluruhnya memahami dan melaksanakan kegiatan penangkapan ikan sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
Permasalahan utama pada sektor pertanian adalah Tingginya alih fungsi lahan pertanian menjadi
lahan non pertanian serta terjadinya degradasi sumber daya alam, Kelembagaan petani yang
masih lemah, yang disebabkan masih rendahnya kualitas sumber daya manusia petani,
Lemahnya akses petani terhadap permodalan, dan terbatasnya ketersediaan sarana dan
prasarana produksi pertanian (benih, pupuk, pestisida, alsintan) pendukung pengembangan
sistem agribisnis, Belum optimalnya infrastruktur pertanian (jaringan irigasi dan pengairan yang
masih terbatas).
Rencana Tindak Lanjut yang akan dilakukan ke depan adalah sebagai berikut : (1) Melakukan
perbaikan sumberdaya habitat dan stok sumberdaya ikan melalui pembangunan rumah ikan serta
pengkayaan ikan di laut dan perairan umum darat (PUD) yang telah padat tangkap. Kinerja perikanan
tangkap masih sangat mungkin untuk ditingkatkan dengan memaksimalkan potensi Pantai Selatan
Jawa Timur yang masih relatif rendah tingkat eksploitasinya; (2) Pemberian bantuan/hibah sarana
penangkapan ikan berupa alat tangkap jaring dan pancing serta alat bantu penangkapan ikan berupa
GPS untuk mempermudah mencari lokasi penangkapan (fishing ground), penyediaan modal usaha
melalui pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan; (3) Intensifikasi produksi perikanan budidaya
melalui kegiatan pemberian paket hibah perikanan budidaya, pakan mandiri dan obat ikan; pelatihan
teknis perbenihan dan budidaya ikan; apresiasi kepada kelompok pembudidaya ikan (pokdakan);
perbaikan mutu induk dan benih, alih teknologi (adopsi teknologi hasil penelitian); Intensifikasi,
pemanfaatan lahan terbatas budidaya ikan dengan memanfaatkan lahan di pekarangan, sekolah
61
pondok pesantren/panti asuhan, Lembaga Pemasyarakatan, Sistem Bioflok, pemanfaatan tambak
porous dengan pemlastikan HDPE; (4) Sosialisasi dan alih teknologi baru kepada pembudidaya ikan
yang dilakukan oleh UPT maupun instalasi budidaya lingkup Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi
Jawa Timur dan juga dengan pemberian paket hibah untuk teknologi baru yang akan diterapkan
sebagai contoh budidaya lele sistem bioflok; (5) Mendorong peningkatan usaha kelautan dan
perikanan kecil dan menengah (6) Selain melaksanakan kegiatan rehabilitasi juga dilakukan upaya
konservasi dengan melibatkan masyarakat melalui kegiatan bimtek dan sosialisasi konservasi
mangrove dan terumbu karang berkelanjutan; (7) Secara berkelanjutan melaksanakan sosialisasi dan
konsultasi public mengenai dokumen RZWP3K Provinsi Jawa Timur, melaksanakan integrase lintas
sector dalam pengelolaan potensi desa pesisir sebagai sarana pengelolaan sumberdaya pesisir dan
laut yang berkelanjutan serta berkoordinasi dengan organisasi pemerintahan di lingkup Provinsi Jawa
Timur perihal SOP perizinan dalam pengelolaan ruang laut khususnya UPT P2T , BPM dan Bappeda;
(8) Meningkatkan kerjasama antara pengawas perikanan dan kelautan provinsi, kabupaten/kota
dengan aparat penegak hukum dalam penanganan pelanggaran/tindak pidana perikanan serta
mediasi penyelesaian konflik nelayan ; serta (9) Melaksanakan sosialisasi/penyuluhan/pembinaan
bersama dengan instansi terkait serta melakukan patrol/pengawasan dan penindakan terhadap pelaku
tindak pidana perikanan.
c. Sektor Pertanian masih tingginya tingkat kehilangan hasil pertanian karena keterbatasan sarana
prasarana, daya saing produk pertanian relatif masih rendah karena kualitas sumber daya manusia
yang juga relatif masih rendah dan teknologi pertanian yang masih terbatas, Harga beberapa
komoditas pertanian yang berfluktuatif yang relatif tidak stabil yang salah satunya disebabkan oleh
kebijakan import oleh Pemerintah.
d. Permasalahan pada bidang perdagangan dan industri, Biaya logistik antar daerah lebih mahal
dibandingkan biaya logistik ke Luar Negeri khususnya ke Singapura, ada permasalahan di
konektivitas antar daerah, Masih tingginya ketergantungan impor bahan baku penolong, Belum
akuratnya data ketersedian Bahan Pokok dan Penting (Bapokting), tidak diketahuinya pola distribusi
dan belum terintegrasinya pengelolaan data bongkar muat bapok secara real time, serta tidak
diketahuinya neraca Bapok secara lengkap dan periodic (harian/mingguan/bulanan) sehingga
berakibat pada belum optimalnya pengendalian inflasi pada komponen Bapok serta dalam
pengambilan kebijakan terkait perdagangan bapok, Masih rendahnya daya saing, produktifitas,
efisiensi, kualitas dan jaringan pemasaran industri di Jawa Timur. Barikut adalah beberapa rencana
tindak lanjutnya:
1. Untuk meningkatkan Neraca Perdagangan Jawa Timur khususnya perdagangan antar
provinsi/daerah upaya yang dilakukan antara lain penguatan Kantor Perwakilan Dagang (KPD),
optimalisasi misi dagang, temu bisnis dan promosi antar provinsi;
2. Untuk mengatasi permasalahan tingginya ketergantungan impor bahan baku penolong, upaya
yang dilakukan adalah dengan menerapkan system online dashboard PEPI (Peningkatan Ekspor
Pengendalian Impor), diharapkan mampu mengeliminasi asimetri informasi ketersediaan bahan
baku dalam negeri (e-raw material).
3. Upaya yang dilakukan untuk mengoptimalkan pengendalian inflasi serta dalam pengambilan
kebijakan terkait perdagangan Bapokting antara lain menerapkan aplikasi SIPAP (Sistem
Informasi Perdagangan Antar Provinsi), SISKAPERBAPO (Sistem Informasi Ketersediaan dan
Perkembangan Harga Bahan Pokok).
62
4. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan daya saing industri, produktifitas, efisiensi, kualitas
dan jaringan pemasaran industri di Jawa Timur, Disperindag telah melakukan berbagai fasilitasi
standardisasi dan Kekayaan Intelektual, antara lain SNI, Merk, Barcode, uji nutrisi, uji produk,
fasilitasi desain produk dan kemasan, pengembangan & penataan sentra IKM unggulan,
peningkatan kualitas SDM IKM melalui berbagai pembinaan pelatihan, mendorong tumbuhnya
wirausaha IKM baru, penguatan kelembagaan IKM dalam menghadapi persaingan global,
peningkatan skala IKM, penjaminan pembiayaan usaha yang kompetitif, Pengembangan
kemitraan dengan industry menengah dan besar, peningkatan pemaran dengan tekhnologi
informasi.
e. Sektor Pariwisata, Tingkat Kunjungan wisman dan wisnus ke Jawa Timur perlu dipertahankan bila
perlu ditingkatkan dan pasar wisman wisnus perlu dijaga. Kualitas layanan usaha dan pelaku
pariwisata perlu ditingkatkan, dan Jumlah tenaga kerja usaha pariwisata yang bersertifikasi profesi
masih kurang. Bidang Pariwisata meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi sebagai sarana
promosi dan pengembangan destinasi pariwisata sangat penting mengingat strategi tersebut mampu
secara efektif menjangkau pasar yang jauh lebih luas dan tanpa batas, meningkatkan advokasi
terhadap pelaku usaha pariwisata menuju standarisasi usaha, meningkatkan fasilitasi uji kompetensi
melalui sertifikasi profesi bidang pariwisata bekerjasama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP)
dan mendorong pelaku usaha pariwisata menuju sertifikasi profesi.
3.2.1.2.15. Meningkatnya ketersediaan dan kualitas layanan infrastruktur strategis
Hal-hal utama yang menjadi penyebab permasalahan antara lain :
a. Terhadap kinerja Infrastruktur Jalan upaya yang telah dilakukan adalah pemeliharaan rutin jalan
dengan menambal setiap ada lubang dengan segera agar tidak memperparah kerusakan.
Pemeliharaan berkala jalan diseluruh ruas jalan provinsi terutama jalan strategis untuk kepentingan
mobilitas barang dan jasa serta masyarakat. Rencana tindak lanjut dengan meningkatkan peran
Satuan Tugas (Satgas) UPT Bina Marga sebagai ujung tombak penanganan pemeliharaan jalan,
meningkatkan ketersediaan jumlah dan kualitas peralatan kontruksi dan penunjang serta peningkatan
kualitas SDM tenaga yang berkompeten melalui penidikan dan pelatihan pembekalan pengamat jalan
dan juru jalan, pembakalan pengawas jalan dan jembatan.
b. Layanan air untuk irigasi, upaya yang dilakukan adalah melaksanakan operasi dan pemeliharaan
jaringan irigasi, rehabilitasi jaringan irigasi, desain peningkatan areal irigasi teknis, pembangunan
embung – embung kecil, desain pemanfaatan exsungai (kali mati) sebagai tampungan, normalisasi
rutin waduk, normalisasi sungai dengan alat berat, LSRIP (Lower Solo River Improvment Project) di
bengawan solo berupa pembangunan tanggul, sudetan dan bangunan air lainnya. Rencana tindak
lanjut layanan air untuk irigasi, pembangunan areal sawah tadah hujan menjadi irigasi teknis,
pembangunan dan perbaikan air irigasi air tanah, pembangunan embung – embung kapasitas sedang,
pengerukan waduk pacal bojonegoro, gondang dan prijetan lamongan dan penyelesaian lokasi
pembangunan sedimen, normalisasi sungai dan perbaikan tangkis sungai.
c. Layanan Perhubungan, terhadap rencana tindak lanjut untuk meningkatkan layanan perhubungan
strategi yang akan dilakukan adalah :
mengoptimalkan kinerja Terminal Tipe B dengan melengkapi prasarana dan fasilitas terminal
penumpang angkutan jalan,
melakukan pemeliharaan prasarana dan fasilitas terminal sehingga dapat berfungsi optimal,
63
membangun manajemen sistem informasi terminal penumpang angkutan jalan
melakukan standarisasi ISO 9001 terhadap pelayanan terminal
pembinaan teknis petugas terminal
melakukan survey load factor dan melakukan evaluasi kebutuhan pelayanan armada AKDP di
Jawa timur.
3.2.1.2.16. (MISI III) Meningkatnya kualitas lingkungan hidup, serta melestarikan ketersediaan
sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup
Upaya yang dilakukan adalah merehabilitasi atau mengelola lahan – lahan kritis dengan
penanaman tanaman penghijauan dengan menanam tanman tahunan, pembinaan menuju provinsi hijau
dan pelaksanaan demplot rehabilitasi lahan, sumber mata air yang dikonservasi, Ketaatan Pelaku Usaha
dalam peraturan perundangan lingkungan hidup semakin baik dan peran serta masyarakat dalam
pengelolaan lingkungan hidup semakin baik dengan adanya program sekolah adiwiyata dan desa
kelurahan berseri. Rencana tindak lanjut meningkatkan sumber daya manusia (SDM) dalam pengelolaan
lingkungan hidup melalui petaihan, bimbingan teknis dan pembinaan, meningkatkan koordinasi dan
kerjasama antar bidang, instansi dan lintas daerah.
3.2.1.2.17. Terwujudnya kepastian penyelenggaraan penataan ruang
Indikator Kinerja luas kawasan yang peruntukannya sesuai dengan RTRW belum tercapai
disebabkan faktor pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat pesat, serta pertumbuhan pembangunan
kawasan pemukiman dan kawasan industri yang sangat pesat, sehingga kontrol terhadap ketaatan
pemanfaatan ruang semakin sulit dilakukan. Rencana tindak lanjut fasilitasi kerjasama tata ruang lintas
kabupaten/kota, dilakukannya pelatihan dan bimbingan teknis terhadap aparat kabupaten/kota,
dilakukannya pemantauan dan evaluasi pemanfaatan ruang, mengoptimalkan fungsi RTRW sebagai acuan
pembangunan di daerah, percepatan penyusunan rencana rinci tata ruang [kawasan Strategis dan
Rencana Detail Tata Ruang].
3.2.1.2.18. (MISI IV) Meningkatnya pemanfaatan TIK dan layanan informasi public
Pemeringkatan tingkat nasional keterbukaan informasi tahun 2017 belum tercapai penyebab
kegagalan dikarenakan banyaknya sengketa informasi yang ada dijajaran PPID pembantu/OPD
dilingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, hal ini membuktikan bahwa PPID pembantu belum berjalan
optimal sesuai Undang – Undang Keterbukaan Informasi Publik, sehingga berpengaruh pada penilaian
kinerja PPID Provinsi Jawa Timur. Rencana tindak lanjut kedepannya PPID Provinsi Jawa Timur
berupaya memfokuskan pada kepatuhan yang lebih baik dengan meningktkan kualitas dan keterbukaan
informasi publik, meningkatkan kualitas dan kecepatan pelayanan informasi publik.
3.2.1.2.19. Meningkatnya ketersediaan dokumen statistik yang terpercaya dan berkualitas
Dokumen statistik berusaha diterbitkan secara akurat dan tepat. Salah satunya adalah dengan
pengukuran data kinerja pada beberapa sector, misalnya bidang perekonomian yang secara rutin
dilakukan oleh Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur.
3.2.1.2.20. Meningkatnya pemanfaatan TIK dalam pengamanan informasi
Sebagai usaha dalam hal pengamanan informasi Pemerintah Provinsi melakukan pengamanan
berkelanjutan atas segala informasi baik yang keluar maupun yang masuk. Hal ini dilakukan sebagai
bentuk tindak lanjut menjaga kerahasiaan informasi yang ada.
64
3.2.1.2.21. Meningkatnya pengelolaan arsip pemerintah daerah yang tertib, rapi dan handal
Metode yang digunakan dalam mencapai kinerja ini adalah dengan dilakukannya pengawasan
internal pada OPD dilingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur meliputi pengisian formulir, wawancara
dan pengamatan langsung terhadap pengelolaan arsip dinamis, aspek SDM Kearsipan, aspek prasarana
dan sarana kearsipan. Hasil yang didapat memang belum sesuai dengan yang diharapkan dari 47 OPD
yang dinyatakan baik atau yang telah melaksanakan tertib arsip baru 10 OPD. Rencana tindak lanjut
memacu penyelenggaraan tertib arsip disetiap OPD dan leih jauh tertib arsip sampai desa/kelurahan
sebagai penyelenggara Pemerintah terkecil, meningkatkan sarana dan prasarana kearsipan dihampir
semua OPD sehingga mampu sesuai standart minimal yang ditentukan Arsip Nasional RI, meningkatkan
jumlah SDM Kearsipan.
3.2.1.2.22. Meningkatnya kualitas perencanaan, penganggaran, dan pengendalian program serta
kegiatan pembangunan
Hal yang menjadi penyebab keberhasilan kinerja ini adalah adanya kebijakan top down yang
mengatur nomenklatur program maupun menambah atau menghapus program karena terkait dengan
alokasi dana dari pemerintah pusat, tetapi masih ada kendala yaitu pada RPJMD tersebut belum
mewadahi program-program yang belum ada alokasi anggarannya dan kesalahan sistem informasi
perencanaan yang memungkinkan program terhapus atau tidak muncul dan salah entry. Rencana tindak
lanjut antara lain perbaikan sistem informasi perencanaan dengan sistem e-planningyang bersifat single
sign on sehingga memudahkan Perangkat Daerah serta Kabupaten/Kota dalam mengentry usulan dalam
satu kali entry untuk meminimalisir kesalahan entry data baik jangka menengah maupun tahunan sehingga
dapat terjaga konsistensi antara dokumen perencanaan daerah dengan dokumen perencanaan perangkat
daerah.
3.2.1.2.23. Meningkatnya transparansi, akuntabililitas penyelenggaraan pemerintahan daerah,
kualitas pengelolaan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten/Kota di
Jawa Timur
Penyebab kondisi keberhasilan dan kegagalan dijelaskan sebagai berikut:
1. Kinerja Jumlah Pendapatan Asli Daerah. Meningkatnya posisi PAD Provinsi Jawa Timur tentunya
tidak lepas dari berbagai usaha yang dilakukan oleh Pemprov Jatim. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilahnya sendiri
yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pada tahun 2011, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Jawa Timur sebesar Rp. 8,89
trilyun, dan meningkat pada tahun 2016 menjadi Rp. 15,90 trilyun. Sementara itu pada tahun 2017,
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Jawa Timur sebesar Rp. 17,32 trilyun. Semakin
meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencerminkan kemampuan suatu daerah dalam
membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunan daerah.
2. Kinerja Nilai Opini BPK kendala yang dihadapi Adanya kelemahan sistem pengendalian intern dan
ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan keuangan
daerah antara lain, serah terima personil, sarana dan prasarana serta dokumen antara Pemerintah
Provinsi Jawa Timur dengan Pemerintah Kota/Kabupaten di Jawa Timur belum sepenuhnya
terlaksana, pengelolaan aset tetap belum sepenuhnya dilaksanakan secara tertib termasuk
pencatatan dan penilaian aset tetap lainnya berupa hewan ternak dan tumbuhan serta terdapat
rekening giro yang belum ditetapkan dengan Surat Keputusan Gubernur. Rencana tindak lanjut
melaksanakan implementasi System Development Life Cycle (Pengembangan Sistem Aplikasi
65
Berkelanjutan) dalam pengelolaan teknologi informasi, antara lain sosialisasi Peraturan Gubernur
Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur dan
Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2017 tentang Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah
Provinsi Jawa Timur.
3. Kinerja Persentase Ketaatan terhadap perundangan.
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam penetapan peraturan perundangan adalah sebagai
berikut:
a. Dianggap dapat menghambat investasi di daerah;
b. Tidak merupakan kewenangan Kabupaten/ Kota;
c. Merupakan kewenangan absolut dari Pemerintah Pusat;
d. Perintah aturan yang lebih tinggi cukup dengan Perkada tetapi diatur dengan Perda;
e. Materinya merupakan copy paste dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
4. Kinerja terhadap Nilai SAKIP dalam penerapan SAKIP di Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui
beberapa langkah guna mewujudkan Akuntabilitas Kinerja Intansi Pemerintah adalah melakukan
diseminasi SAKIP, yaitu menyebarluaskan segala informasi tentang SAKIP kepada seluruh (PD)
Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, help desk bagi setiap PD (Perangkat
Daerah) penyusunan Indikator Kinerja Individu serta Perjanjian Kinerja sampai dengan staf (jabatan
pelaksana), melakukan pendampingan penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) kepada PD
(Perangkat Daerah) dari Pejabat yang tertinggi (Eselon II sampai dengan Jabatan Pelaksana/Staf) secara
intensif, melaksanakan pra evaluasi dan evaluasi SAKIP rutin setiap tahun kepada seluruh PD (Perangkat
Daerah) di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur oleh Tim Evaluasi yang terdiri dari Inspektorat,
Bappeda dan Biro Organisasi yang dibentuk dengan Keputusan Gubernur, memberikan Reward and
Punishment berdasarkan hasil evaluasi SAKIP untuk ASN. Rencana tindak lanjut akan mengkaitkan
tunjangan prestasi kerja berdasarkan kepada kinerja yang dicapai, pengintegrasian dari sisi kelembagaan,
perencanaan dan SDM Aparatur yang ditempatkan sesuai kompetensinya, pengintegrasian antara
perencanaan dan penganggaran serta monitoring dan pemantauan kinerja yang harus ditingkatkan melalui
online, kualitas pelaporan kinerja dan keandalan data serta validitas data kinerja.
5. Predikat hasil evaluasi LPPD
LPPD adalah laporan atas penyelenggaraan pemerintah daerah selama 1 (satu) tahun anggaran
berdasarkan Rencana Kerja Pembangunan Daerah yang disampaikan oleh Kepala Daerah kepada
Pemerintah Pusat. Laporan ini mengambarkan kinerja urusan yang ditangani oleh Pemerintah
Daerah, untuk itu Depdagri menetapkan Indikator Kinerja Kunci ( IKK ) untuk masing-masing urusan.
Pemerintah Daerah harus mengisi realisasi capaian masing-masing indikator yang telah ditetapkan
tersebut. Kinerja yang terbaik bukan ditetapkan berdasarkan standard, melainkan melalui proses
perbandingan antara Pemerintah Daerah, jadi bisa saja terjadi yang terbaik diantara yang terjelek
dalam pengisian realisasi capaian masing-masing. Selama empat tahun terakhir (2013-2016), nilai
LPPD Provinsi Jawa Timur adalah sangat tinggi artinya pembangunan di Jawa Timur benar-benar
dirasakan oleh masyarakat. Sedangkan untuk capaian tahun 2017 masih menunggu rilis dari
pemerintah pusat pada April 2018.
3.2.1.2.24. Meningkatnya kompetensi dan kualitas SDM aparatur pemerintah
Indikator kinerja penataan pegawai ASN sesuai formasi kebutuhan dan kompetensi di Jawa Timur
Tahun 2017 menargetkan sebanyak 51,038 pegawai atau 97 % dari total seluruh pegawai di lingkungan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur yaitu berjumlah 52.617 pegawai, dan realisasinya sebesar 84,22 % atau
berjumlah 44.319 pegawai terdiri dari Jabatan Struktural (Jabatan Tinggi, Administrator dan Pengawas)
66
sebanyak 2.840 pegawai dan Jabatan fungsional (Medis, Paramedis, Non Medis) sebanyak 21.220
pegawai dan fungsional guru sebanyak 14.639 pegawai dan jabatan pelaksana sebanyak 5.620 pegawai
hal ini disebabkan diberlakukannya UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana turunan Perda Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat
Daerah. Rencana tindak lanjut melakukan revisi Pergub Nomor 76 Tahun 2015 menjadi Pergub 82
Tahun 2017 tentang Jabatan Pelaksana dan Fungsional, melakukan pengembangan kompetensi melalui
diklat teknis, Ujian Dinas, dan Penyesuaian Ijazah (PI) serta pendistribusian pegawai sesuai syarat jabatan
sehingga menciptakan sumber daya manusia (SDM) Aparatur Sipil Negeri (ASN) yang profesional dan
berkualitas. Indeks Pengukuran Profesionalitas (IPP) ASN antara lain kompetensi (Diklatpim, Teknis dan
Fungsional) kompensasi (Gaji dan Tunjangan), disiplin dan kinerja (Nilai SKP). indikator profesionalitas
ASN adalah (individu) pegawai akan semakin profesional apabila kompetensinya semakin tinggi,
kinerjanya semakin baik, organisasinya semakin modern dan pegawai yang semakin bersih. Pada Tahun
2018 Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Timur menargetkan IPP sebesar 80,00 dan terealisasi
sebesar 81,11. Perhitungan IPP Tahun 2017 dilaksanakan untuk Pejabat Struktural (Jabatan Tinggi,
Administrator dan Pengawas) dengan didukung data dari masing-masing komponen IPP ASN
(Kompetensi, Kinerja, Disiplin dan Kompensasi). Rencana tindak lanjut melaksanakan IPP untuk Jabatan
Pelaksana, Peningkatan ini mencerminkan indikator kualitas ASN di Jawa Timur lebih terukur, memiliki
kredibilitas dan reliabilitas sehingga potensi tiap-tiap ASN disesuaikan dengan rencana pengembangan
SDM yang jelas.
3.2.1.2.25. Mewujudkan sistem penanggulangan bencana untuk meningkatkan ketangguhan
masyarakat dalam menghadapi bencana
Penyebab utama keberhasilan adalah meningkatnya koordinasi antar stakeholder (Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Lembaga Terkait, Dunia Usaha dan Masyarakat) dalam kegiatan
penanggulangan bencana di Jawa Timur, meningkatnya kesadaran, pemberdayaan dan dukungan
masyarakat dalam proses pengurangan risiko bencana (PRB) dan meningkatnya kapasitas tenaga
kebencanaan yang handal sebagai pendukung sumber daya manusia bagi pelaksanaan penanggulangan
bencana di Jawa Timur. Rencana tindaklanjut diadakan desiminasi atau sosialisasi pembentukan /
pengembangan desa tangguh bencana dalam rangka Pengurangan Risiko Bencana (PRB), Koordinasi
lintas sektoral di intensifkan antara BPBD, SAR, TNI / POLRI dan lembaga teknis lain untuk penanganan
bencana, meningkatkan kompetensi dan responsibilitas aparatur, relawan melalui pendidikan dan pelatihan
Penanggulangan Bencana, sehingga diharapkan segala permasalahan kebencanaan yang timbul dapat
direspon secara cepat dan akurat.
3.2.1.2.26. Meningkatnya peran Sekretariat DPRD sesuai fungsinya
Indikator kinerja IKM DPRD terhadap pelayanan Sekretariat DPRD, metode pengambilan data
dilakukan dengan survey dan wawancara terhadap 100 anggota dewan terhadap layanan umum, layanan
persidangan, layananan keuangan, layanan bagian perundang – undangan. Angka indeks 76,95
mengandung interpretasi bahwa pelayanan Sekretariat DPRD Provinsi Jawa Timur kepada anggota DPRD
sudah baik tetapi masih perlu ditingkatkan kualitas pelayanannya tetapi masih ada rekomendasi dari
anggota DPRD terkait layanan keamanan di gedung DPRD dianggap belum maksimal oleh anggota DPRD
di sebabkan Kurangnya jumlah anggota/personil keamanan yang ditugaskan, Unsur playanan
pengumpulan bahan dan dokumentasi kegiatan DPRD untuk media cetak dan elektronik dipengaruhi oleh
pembatasan tenaga peliput di setiap kegiatan DPRD sehingga dokumentasi data dan informasi kepada
para wartawan media massa baik cetak dan elektronik kurang dapat dilaksanakan secara maksimal,
67
pelayanan koleksi buku perpustakaan, tempat perpustakaan yang kurang memadai dan Kurangnya
informasi terkait koleksi buku perpustakaan. Rencana tindak lanjut pada layanan keamanan Akan
dilakukan kegiatan kesamaptaan oleh TNI dan POLRI secara terus menerus guna meningkatkan kualitas
kinerja keamanan di lingkungan gedung DPRD dan menambah sarana prasarana keamanan di lingkungan
gedung DPRD, layanan pengumpulan bahan dan dokumentasi kegiatan DPRD melibatkan staf
dokumentasi, informasi dan publikasi dalam setiap kegiatan DPRD agar dapat mengakomodir data secara
maksimal sebagai bahan kegiatan publikasi, layanan perpustakaan menyediakan E-Library dan melakukan
scanning terhadap koleksi buku-buku perpustakaan sehingga anggota DPRD dapat langsung mengakses
koleksi buku-buku perpustakaan secara elektronik, melakukan peningkatan SDM pengelola perpustakaan
melalui pembinaan dan diklat pengelolaan perpustakaan.
3.2.1.2.27. (MISI V) Meningkatnya tingkat partisipasi masyarakat dalam menyalurkan hak politik
dan penanganan konflik sosial.
Indikator kinerja persentase kejadian terkait poleksosbud di Jawa Timur yang diselesaikan berhasil
karena adanya upaya peningkatan sinergitas aparat Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan
Kabupaten/Kota serta jajaran instansi terkait yang secara intensif dalam melakukan pemantauan
perkembangan situasi dan kondisi kamtibmas di wilayah Jawa Timursebagai upaya kewaspadaan dari
ancaman dan upaya pencegahan konflik sosial di daerah, kesiap siagaan aparat pemerintah dan seluruh
elemen masyarakat di Jawa Timur dalam menjaga dan memelihara keamanan, ketentraman dan ketertiban
masyarakat. Rencana Tindak lanjut adalah dengan sosialisasi kepada masyarakat didaerah rawan
konflik, pembinaan kepada lembaga masyarakat.
3.2.1.2.28. Meningkatnya kehidupan bermasyarakat yang taat hukum
Indikator Kinerja pada sasaran tersebut mengalami keberhasilan karena adanya komunikasi yang baik diantara masyarakat dengan Satuan Polisi Pamong Praja serta instansi terkait yang memdukung pelaksanaan penyelesaian pelanggaran perda. Kwalitas dan kuantitas SDM Satpol PP kurang optimal, Ruang lingkup operasional yang begitu luas sehingga kurangnya sarana prasarana transportasi dalam melakukan kegiatan patroli. Rencana tindak lanjut Meningkatnya kehidupan bermasyarakat yang taat hukum rencana tindaklanjut, memantau hasil pengaduan masyarakat terhadap pelanggaran Perda serta menindaklanjuti hasil penyidikan dan penyelidikan yang telah dilakukan sebelumnya, meningkatkan koordinasi, intregrasi, sinkronisasi, simplikasi dengan aparat penegak hukum lainnya
3.2.1.2.29. Meningkatnya pelestarian seni budaya
Masih belum optimalnya kegiatan dokumentasi dan inventarisasi data kesenian tradisional dan
adat budaya lokal sebagai bahan pengembangan nilai-nilai kearifan local, Belum optimalnya aktualisasi
kesenian tradisional dan adat budaya local dan Apresiasi dan kesadaran masyarakat terhadap warisan
budaya masih belum berkembang. Rencana tindak lanjut Meningkatkan koordinasi dengan dewan
kesenian Kab/Kota dan Instansi terkait dalam pendokumentasian dan pedataan seni tradisi dan budaya
local, meningkatkan fasilitasi terhadap aktualisasi kesenian tradisional dan budaya lokal dengan menjalin
kerja sama dengan pelaku/usaha pariwisata, peningkatan upaya perlindungan dan pelestarian warisan
budaya yang melibat masyarakat sekitar dan generasi muda secara berkesinambungan.
68
3.3. ANALISIS PENGGUNAAN SUMBER DAYA ANGGARAN
3.3.1. SUMBER PENDANAAN APBD
Dalam rangka mewujudkan akuntabilitas keuangan, maka diperlukan juga perbandingan antara capaian kinerja dengan penganggarannya. Pada dasarnya
pembagian alokasi anggaran pada suatu Pemerintah Daerah disesuaikan dengan prioritas pembangunan. Akan tetapi belum bisa diambil kesimpulan secara
langsung, karena masing-masing kinerja utama dan indikator kinerja utama merupakan hasil dari multiplier effect yang diakibatkan oleh penganggaran untuk kinerja
lainnya. Pada penganggaran Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2017 menyesuaikan dengan Tematik Pembangunan Tahun 2017, yaitu memacu
pembangunan infrastruktur dalam rangka meningkatkan industri, perdagangan, efektifitas dan efisiensi pembiayaan pembangunan di Jawa Timur, dengan 9
(sembilan) program icon yang terfokus dan didesain dengan pendekatan holistik, tematik dan terintegrasi antar PD serta keselarasannya antar tingkatan
pemerintahan, antara lain:
1. Pendidikan;
2. Kesehatan;
3. Perumahan dan permukiman;
4. Pengembangan dunia usaha dan pariwisata;
5. Ketahanan pangan;
6. Penanggulangan kemiskinan;
7. Infrastruktur, konektivitas, dan kemaritiman;
8. Pembangunan wilayah;
9. Politik dan kebangsaan.
69
Tabel 3.3
Perbandingan Pencapaian Kinerja dan Anggaran
No SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA
KINERJA ANGGARAN
Target Realisasi Capaian
(%) Anggaran
(dalam Juta Rp) % Alokasi
Realisasi (Rp)
Capaian (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 Meningkatnya partisipasi angkatan kerja dan penyerapan tenaga kerja
1 Persentase penduduk yang bekerja
4.611.172.000 4.549.916.929 98.67
2 Tingkat Pengangguran Terbuka 4,17-4,08 4,00 101,96
2
Meningkatnya hubungan industrial yang harmonis
3 Persentase penurunan kasus perselisihan hubungan industrial yang masuk ke pengadilan hubungan industrial
53,00 50,90 96,04
3
Meningkatnya akses pendidikan dasar dan menengah yang berkualitas
4 Angka rata-rata lama sekolah 8,9 7,232016 81,24 1.703.849,22 16,58 1.636.503,77 96,05
5 Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI/Paket A
97,99 98,72 100,74
6 Angka Partisipasi Murni (APM) SMP/MTs/Paket B
86,82 88,65 102,11
7 Angka Partisipasi Murni (APM) SMA/SMK/MA/Paket C
62,94 68,65 109,07
8 Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI/Paket A
112,93 112,93 100,00
9 Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs/Paket B
102,52 103,95 101,39
10 Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/ SMK/ MA/ Paket C
81,17 82,80 102,01
70
No SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA
KINERJA ANGGARAN
Target Realisasi Capaian
(%) Anggaran
(dalam Juta Rp) % Alokasi
Realisasi (Rp)
Capaian (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
4
Meningkatnya kuantitas dan kualitas pendidikan anak usia dini (PAUD)
11 Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUD
86,74 98,48 113,53
5 Meningkatnya mutu pendidikan dan tenaga kependidikan
12 Persentase kualifikasi guru menurut ijazah ≥ Sarjana/ Pasca Sarjana
71.34 89.25 125,11 59.938
6 Meningkatnya kualitas peran pemuda dan prestasi olahraga
13
Persentase pemuda berprestasi yang dibina
15,03% 14,43% 96,03 6.393,8 6.021,5 94.18
14 Persentase atlet berprestasi yang dibina
24,63% 23,73% 96.54 18.090,5 17.523,08 96.86
7 Meningkatnya ketersediaan tenaga medis secara merata
15 Rasio tenaga medis per 100.000 satuan penduduk
19,00 18,00 94,74 1.447,9 0.01 1.301,2 89,87
8 Menurunnya angka kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan
16 Angka Kematian Ibu per 100.000 Kelahiran Hidup
97.19 91.00 106.37 2.370,4 0.02
17 Angka Kematian Bayi per 1.000 Kelahiran Hidup
25.61 25,82*
2015
99,18
9 Meningkatnya pelayanan kesehatan sesuai dengan SPM
18 Angka Harapan Hidup (AHH) 70,82 70,68*
2015
99,80 6.983,2 0.067
10 Meningkatnya keikutsertaan masyarakat dalam jaminan kesehatan
19 Persentase masyarakat miskin peserta Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) terintegrasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
15,00 15,00 100 31.025,1 0.30 30.778,2 99,20
71
No SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA
KINERJA ANGGARAN
Target Realisasi Capaian
(%) Anggaran
(dalam Juta Rp) % Alokasi
Realisasi (Rp)
Capaian (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
11 Meningkatnya akseptor Keluarga Berencana (KB)
20 Persentase cakupan peserta KB aktif
66,00 76,21 115,53 982 960,24 97,78
12 Menurunnya persentase penduduk miskin
21 Persentase penduduk miskin 11,80-11,50 11,20 102,6 43.027,16 71.493,66 96,44
13 Menurunnya jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial
22 Persentase penurunan PMKS 1.35 1.25 95.29 101.757,51 0,99 94.817,07 93.18
14 Meningkatnya pengarusutamaan gender dalam pembangunan
23
Persentase partisipasi perempuan di lembaga pemerintah
1.700,3 0,02 1.603,55 94,03
24
Indeks Pembangunan Gender (IPG)
92,39-92,90 90,72 97,65
25 Indeks Pemberdayaan Gender 71,62 68,78 96,03
15 Meningkatnya volume usaha UMKM dan kualitas kelembagaan koperasi
26 Rasio PDRB UKM terhadap total PDRB (%)
27 Persentase koperasi aktif
16 Meningkatnya jumlah wirausaha baru
28 Pertumbuhan Wirausaha Baru (%)
17 Meningkatnya volume usaha ekonomi kaum perempuan
29 Rasio perputaran modal Kopwan
18 Meningkatnya nilai tambah hasil dan daya saing produk pertanian (tanaman
30 Pertumbuhan sub-sektor tanaman bahan makanan terhadap PDRB (%)
2,755 3,44 124,86 120.434,6 1.17 107.359.916.024 89,14
72
No SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA
KINERJA ANGGARAN
Target Realisasi Capaian
(%) Anggaran
(dalam Juta Rp) % Alokasi
Realisasi (Rp)
Capaian (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
pangan, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan)
31 Pertumbuhan sub-sektor tanaman perkebunan terhadap PDRB (%)
2,17-3,01 1,36 62,67 83.539,5 0.81 70.464.895.964,00
84,35
32 Pertumbuhan sub-sektor peternakan terhadap PDRB (%)
2,87 3,89** 135,54 97.213.137.620 0.94 87.357.522.654 89,86
33 Pertumbuhan sub-sektor kehutanan terhadap PDRB (%)
0,4 0,49 122 8.380,29 0.081 8.141.228.654 97,15
34 Pertumbuhan sub-sektor perikanan terhadap PDRB (%)
4,8
5,06 105,42 471.584,9 4.58 454.983.881.309 96,48
19 Meningkatnya ketersediaan pangan masyarakat (food avaibility)
35 Ketersediaan pangan - Beras - Jagung - Kedelai
8.905.000 6.300.000
340.000
8.234.885 5.667.615
226.418
92,47 89,96 66,59
22.700 0.22 19.443.655.549 85,65
20 Meningkatnya penyerapan pangan (food utilization)
36 Skor Pola Pangan Harapan (PPH)
85,50 84,80 99,18
37 Tingkat konsumsi beras penduduk Jawa Timur (kg/Kap/Th)
38 Tingkat keamanan pangan (%) 81,0 85,0 104,94
21 Meningkatnya akses pangan (food access)
39 Stabilisasi harga beras di tingkat konsumen (coefisien variasi/CV) (%)
8,00 1,73 21,63
73
No SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA
KINERJA ANGGARAN
Target Realisasi Capaian
(%) Anggaran
(dalam Juta Rp) % Alokasi
Realisasi (Rp)
Capaian (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
22 Meningkatnya volume ekspor dalam dan luar negeri
40 Pertumbuhan sub sektor perdagangan terhadap PDRB (%)
10,08 6,26 62 19.819,5 0.134 17.044.511.923 86
23 Meningkatnya kontribusi sektor industri
41 Pertumbuhan sub-sektor industri pengolahan terhadap PDRB (%)
5,50 5,69 103,4 81,8
75.336.558 92
24 Meningkatnya kunjungan wisata
42 Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara
624.721 625.729 100.16 11.949,09 11.912,93 99,70
43 Jumlah kunjungan wisatawan nusantara
53.571.220 58.649.178 109.48
25 Meningkatnya kuantitas dan kualitas seni budaya lokal
44
Jumlah fasilitasi pergelaran, festival, lomba karya seni budaya, pameran dan perfilman
45 Indeks Kepuasan terhadap penyelenggaraan gelar seni budaya di Jawa Timur
80 80,10 100,13
26 Meningkatnya jumlah izin prinsip dan realisasi PMA, PMDN dan investasi daerah
46
Jumlah minat investasi PMA berdasarkan ijin prinsip (trilyun rupiah)
68.22 269,87 395,59 9.754,58 0.094 7.131.106.404 73,11
47
Jumlah minat investasi PMDN berdasarkan ijin prinsip (trilyun rupiah)
52.84 58,28 110,30 9.754,58 0.094 7.131.106.404 73,11
48 Jumlah nilai realisasi investasi PMA berdasarkan LKPM
45.33 21,49 47,41 2.308,45 0.022 2.502.948.130 91,94
74
No SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA
KINERJA ANGGARAN
Target Realisasi Capaian
(%) Anggaran
(dalam Juta Rp) % Alokasi
Realisasi (Rp)
Capaian (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
49 Jumlah nilai realisasi investasi PMDN berdasarkan LKPM
46.33 45,04 95,85 2.308,45 0.022 2.502.948.130 91.94
50 Jumlah nilai realisasi PMDN non fasilitas
103.24 85.86 83,17 2.308,45
0.022 537.911.404.838 89,43
27 Meningkatnya kinerja pelayanan, dan pembangunan prasarana transportasi jalan serta terwujudnya keselamatan, efisiensi dan efektivitas pelayanan angkutan darat, laut dan udara
51 Persentase jalan provinsi dalam kondisi mantap fungsional (%)
95,15 90,31 94,91 601.474.779.000 537.911.404.838 89,43
52 Persentase jalan provinsi yang memenuhi persyaratan teknis jalan
61,86 59,16 95,63 394.964.934.000 332.193.581.229 84,11
53 Persentase penyelesaian pembangunan jalan menuju kawasan potensial dan jalan lintas selatan
- - -
54 Persentase penyelesaian pembangunan jembatan menuju kawasan potensial dan jalan lintas selatan
- - -
55 Persentase kabupaten/ kota berpredikat Wahana Tata Nugraha
56 IKM terhadap pelayanan Penimbangan Kendaraan Angkutan Barang
80 71,53 89,41
28 Meningkatnya akses 57 Persentase KK yang 83,63 73,44 87,81 22.031,57 17.052,07 77,40
75
No SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA
KINERJA ANGGARAN
Target Realisasi Capaian
(%) Anggaran
(dalam Juta Rp) % Alokasi
Realisasi (Rp)
Capaian (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
masyarakat terhadap perumahan layak, pelayanan air minum dan sanitasi
mendapatkan pelayanan air bersih
58 PersentaseKK yang mendapatkan Pelayanan Air Limbah
77,87 65,95 84,69 3.152,97 2.528,80 80,20
59 Persentase pelayanan drainase perkotaan
60 Persentase Realisasi layanan persampahan perkotaan
61 Persentase rusun terbangun 42,38 41,76 98,53 42.369,25 37.614,88 88,75
29 Meningkatnya pengelolaan sumber daya air untuk memenuhi pelayanan kebutuhan air baku melalui konservasi dan pendayagunaan sumber daya air serta pengendalian daya rusak air
62 Persentase Luas areal layanan irigasi
82,75 82,82 100,08 26.915,8 0.261 23.742.483.084 88,21
63 Rasio/ kinerja jaringan irigasi 68,60 69,32 101,05 66.439,2 0.646 62.593.521.647 101,05
64 Rasio ketersediaan dan kebutuhan air baku
87,90 87,84 99,93 18.873,6 0.183 17.464.301.234 92,72
65 Persentase Penurunan luas genangan banjir
61,66 67,62 109,67 72.619,3 0.706 70.238.419.146 90,88
30 Meningkatnya infrastruktur dan ketersediaan energi
66 Rasio ketersediaan listrik 0,88 0,9158 104,07 3.619.731.00 3.289.656.228 90,88
67 Persentase rumah tangga pengguna listrik
31 Meningkatnya kawasan hutan yang dikonservasi
68 Luas konservasi kawasan hutan (ha)
32 Meningkatnya sumber 69 Cakupan penghijauan
76
No SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA
KINERJA ANGGARAN
Target Realisasi Capaian
(%) Anggaran
(dalam Juta Rp) % Alokasi
Realisasi (Rp)
Capaian (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
mata air terkonservasi (konservasi) sumber mata air
33 Meningkatnya kualitas lingkungan hidup melalui upaya pengendalian sumber-sumber pencemaran terutama sumber daya air, DAS dan wilayah pesisir serta laut
70 Persentase titik pantau dengan peningkatan kualitas air
34 Menurunnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
71 Penurunan emisi Gas Rumah Kaca (juta ton eq CO2)
4 4,29 107,25 1.116.537.000 1.083.440.504 97,04
35 Terwujudnya perumusan dan pelaksanaan kebijakan bidang penataan ruang
72 Persentase RTR Kawasan Strategis Provinsi yang tersusun
73 Jumlah rencana rinci tata ruang Kab/ Kota
74 Persentase ketersediaan petunjuk pelaksanaan pemanfaatan tata ruang
75 Persentase kasus mediasi pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTR
77
No SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA
KINERJA ANGGARAN
Target Realisasi Capaian
(%) Anggaran
(dalam Juta Rp) % Alokasi
Realisasi (Rp)
Capaian (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
36 Meningkatnya kualitas kelembagaan dan kapabilitas penyelenggaraan pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan pelayanan publik
76 Jumlah SKPD provinsi yang melaksanakan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP)
37 Meningkatnya transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintah daerah
77 Hasil EKPPD Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Tercapai
38 Meningkatnya kualitas perencanaan, penganggaran, dan pengendalian program serta kegiatan pembangunan
78 Penilaian SAKIP A A 100
39 Meningkatnya peran DPRD sd fungsinya
79 Jumlah raperda inisiatif dewan
40 Meningkatnya kualitas pengelolaan keuangan dan aset daerah
80 Opini BPK
WTP WTP 100
41 Meningkatnya pengelolaan arsip pemerintah daerah yang tertib, rapi dan handal serta ketersediaan dokumen statistik yang terpercaya dan berkualitas
81 Persentase SKPD yang menerapkan standarisasi pengelolaan arsip sesuai ketentuan
42 21,17 50,64
78
No SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA
KINERJA ANGGARAN
Target Realisasi Capaian
(%) Anggaran
(dalam Juta Rp) % Alokasi
Realisasi (Rp)
Capaian (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
42 Mewujudkan sistem penanggulangan bencana untuk meningkatkan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana
82 Tertangani korban bencana secara cepat dan tepat sasaran (%)
100 100 100
43 Meningkatnya fasilitas layanan keagamaan
83 Rasio tempat ibadah per satuan penduduk
5,46 4,11 75,27 33.983,7 0.330 31.958.489.951 94,04
44 Meningkatnya komunikasi antar-umat beragama
84 Persentase kerusuhan bermotif SARA yang ditangani
100 100 100 82,3 81.612.665 99
45 Terciptanya situasi kondisi masyarakat yang aman, tenteram, nyaman dan tertib
85 Persentase Penanganan Gangguan Ketertiban Umum Dan Ketentraman Masyarakat
100 100 100 25.548,4 0.248 23.927.298.101 93,65
46 Menguatnya budaya dan tradisi lokal sebagai bagian dari upaya mewujudkan harmoni sosial
86 Persentase benda situs dan kawasan cagar budaya yang dilestarikan
94,50 100 105,82 9.135,6 0.088 9.057.284.442 99,14
47 Meningkatnya pemahaman masyarakat tentang hukum dan HAM
87 Persentase kejadian terkait HAM yang ditindaklanjuti
85 100 117,64 2.289,68 0.022 2.038.122.814 89,01
48 Meningkatnya partisipasi aktif masyarakat menjunjung supremasi hukum
88 Jumlah ormas/ LSM yang terdaftar
910 901 99,01 250 0.002 242.210.435 96,88
79
Tabel 3.4
Cost Per Outcome Indikator Sasaran
NO. SASARAN
STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA
Anggaran (dlm Juta Rp.) %
Capaian Kinerja
(%) Pagu Realisasi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Meningkatnya partisipasi angkatan kerja dan penyerapan tenaga kerja
1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
80.965,19 79.762,88 98,52
2 Persentase pencari kerja yang ditempatkan
7.500,00 7.024,17 93,66
2 Meningkatnya hubungan industrial yang harmonis
3 Persentase peningkatan pendapatan pekerja di Jawa Timur
3.915,28 3.890,19 99,36
3 Meningkatnya akses pendidikan menengah yang berkualitas
4 Indeks Pendidikan
4 Meningkatnya gemar dan budaya baca masyarakat
5 Indeks Minat Baca 14.025 13.637 97,23
103
5 Meningkatnya mutu pendidikan dan tenaga kependidikan
6 Persentase guru jenjang SMA, SMK dan PKLK berkualifikasi min. S1/D4
6 Menurunnya angka kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan
7 Angka Kematian Ibu 908,4 813,5 90
8 Angka Kematian Bayi
9 Persentase bayi stunting 1.462 1.350 92
7 Meningkatnya pelayanan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan minimal
10 Angka Harapan Hidup (AHH)
3.058 2.937 96
11 Persentase Rumah Sakit terakreditasi
1.173 1.070 91
12 Persentase RFT Rate Kusta
782 737 94
13 Persentase penderita HIV yang mendapat ARV
988 906 92
14 Persentase keberhasilan pengobatan TB
980 923 94
8 Meningkatnya capaian infrastruktur dasar perumahan dan
15 Persentase capaian infrastruktur dasar perumahan dan permukiman
80
NO. SASARAN
STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA
Anggaran (dlm Juta Rp.) %
Capaian Kinerja
(%) Pagu Realisasi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
permukiman
9 Meningkatnya kualitas peran pemuda dan prestasi olahraga
16 Persentase pemuda yang berpartisipasi dan berperan aktif dalam pembangunan
6.393,83 6.021,54 94,18
96.03
17 Jumlat atlet yang berprestasi
18.090,53 17.523,08 96,86
86.28
10 Menurunnya persentase penduduk miskin
18 Persentase lembaga kemasyarakatan desa/kel yang aktif
8.266.903 7.979.181 96,52
100.27
19 Persentase tumbuhnya usaha ekonomi masyarak desa/kelurahan
18.608.300 17.979.158 96,62
100
20 Persentase transmigran yang berhasil meningkatkan taraf ekonomi dan sosialnya
11 Meninkatnya kesejahteraan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)
22 Persentase penurunan PMKS
101.757,50 94.817,07 93.18
92,59
12 Meningkatnya pengarusutamaan gender dalam pembangunan
23 Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)
1.700,30 1.603,50 94,3 96,03
24 Persentase penurunan kasus tindak kekerasan dan trafficking di Jatim
2.865,00 2.808,90 98,4 203,4
25 Persentase laju pertumbuhan penduduk
982,00 960,24 97,78
26 Cakupan KB aktif/ CPR 115,53
13 Meningkatnya ketahanan pangan
27
Skor Pola Pangan Harapan (PPH)
28 Ketersediaan pangan (ton) - Beras - Jagung - Kedelai
14 Meningkatnya kontribusi sector-sektor unggulan dalam mendukung pertumbuhan
29 Nilai ijin prinsip investasi (PMA dan PMDN)
30 Persentase pertumbuhan omzet koperasi dan UKM
31 Nilai realisasi investasi (PMA dan PMDN)
81
NO. SASARAN
STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA
Anggaran (dlm Juta Rp.) %
Capaian Kinerja
(%) Pagu Realisasi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
ekonomi 32 Pertumbuhan sub-kategori perikanan terhadap PDRB
33 Pertumbuhan sub kategori tanaman pangan terhadap PDRB (%)
34 Pertumbuhan sub kategori perkebunan terhadap PDRB (%)
35 Persentase Pertumbuhan sub kategori peternakan terhadap PDRB
36 Persentase kontribusi sub kategori kehutanan dan penebangan kayu terhadap PDRB
37 Share net ekspor pada PDRB menurut penggunaan
38 Persentase Pertumbuhan Industri Pengolahan
39 Persentase kontribusi pertumbuhan sector pariwisata terhadap PDRB
15 Meningkatnya ketersediaan dan kualitas layanan infrastruktur strategis
40 Persentase jalan provinsi dalam kondisi mantap (%)
41 Rasio elektrifikasi
42 Persentase Pelayanan Air untuk Irigasi
43 Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap Pelayanan Perhubungan
44 Persentase Sub Sektor Transportasi terhadap PDRB
16 Meningkatnya kualitas lingkungan hidup, serta melestarikan ketersediaan sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup
45 Indeks Kualitas Udara
46 Indeks Kualitas Air
47 Indeks Tutupan Lahan
48 Indeks Tutupan Hutan
17 Terwujudnya 49 Persentase luas kawasan
82
NO. SASARAN
STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA
Anggaran (dlm Juta Rp.) %
Capaian Kinerja
(%) Pagu Realisasi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
kepastian penyelenggaraan penataan ruang
yang peruntukannya sesuai dengan RT RW
18 Meningkatnya pemanfaatan TIK dan layanan informasi public
50 Hasil evaluasi terhadap mplementasi keterbukaan informasi public
19 Meningkatnya ketersediaan dokumen statistic yang terpercaya dan berkualitas
51 Persentase release data statistic akurat yang tepat waktu
20 Meningkatnya pemanfaatan TIK dalam pengamanan informasi
52 Persentase informasi persandian yang diamankan
21 Meningkatnya pengelolaan arsip pemerintah daerah yang tertib, rapi dan handal
53 Persentase organisasi perangkat daerah yang melaksanakan tertib arsip
22 Meningkatnya kualitas perencanaan, penganggaran, dan pengendalian program serta kegiatan pembangunan
54 Persentase jumlah program di RKPD yang sesuai dengan RPJMD
55 Persentase usulan musrenbang yang diakomodasi dalam dokumen perencanaan
56 Prosentase Hasil Penelitian dan Pengembangan Hasil Penelitian yang dimanfaatkan
57 Persentase OPD Provinsi dan Kab/kota yang memiliki Kegiatan Mendukung Sistem Inovasi Daerah Jawa Timur
83
NO. SASARAN
STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA
Anggaran (dlm Juta Rp.) %
Capaian Kinerja
(%) Pagu Realisasi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
23 Meningkatnya transparansi, akuntabililitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, kualitas pengelolaan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten/Kota di Jawa Timur
58 Jumlah Pendapatan Asli Daerah
59 Nilai opini BPK
60 Persentase Ketaatan terhadap perundang- Undangan daerah oleh OPD Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kab/Kota di Jawa Timur
61 Nilai SAKIP
62 Predikat hasil evaluasi LPPD
63 Persentase produk hukum yang tidak bertentangan dengan peraturan undang- undang yang lebih tinggi, kesusilaan dan kepentingan umum
64 Persentase Rekomendasi Hasil Koordinasi Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan yang ditindaklanjuti
65 Persentase penduduk ber KTP
24 Meningkatnya kompetensi dan kualitas SDM aparatur pemerintah
66 Persentase penataan pegawai ASN sesuai formasi kebutuhan dan kompetensi
67 Indeks Profesionalitas Pegawai (IPP)
68 Persentase peserta diklat yang memperoleh sertifikat kompetensi (certificate of competence) dengan kualifikasi kelulusan minimal memuaskan (skor 80,1-90)
84
NO. SASARAN
STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA
Anggaran (dlm Juta Rp.) %
Capaian Kinerja
(%) Pagu Realisasi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
25 Mewujudkan sistem penanggulangan bencana untuk meningkatkan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana
67 Persentase Korban Terdampak Bencana yang Ditangani
26 Meningkatnya peran DPRD sesuai fungsinya
68 Indeks kepuasan masyarakat (IKM) DPRD terhadap pelayanan Sekretariat DPRD
27 Meningkatnya tingkat partisipasi masyarakat dalam menyalurkan hak politik dan penanganan konflik sosial.
69 Persentase kejadian terkait poleksosbud di Jawa Timur yang diselesaikan
70 Indeks Demokrasi Indonesia
28 Meningkatnya kehidupan bermasyarakat yang taat hukum
71 Persentase penanganan kasus pelanggaran ketertiban umum & ketentraman yang diselesaikan
72 Persentase penegakan supremasi hukum dan HAM di Jawa Timur
29 Meningkatnya pelestarian seni budaya
73 Jumlah Karya Seni Budaya yang mendapat penghargaan nasional
74 Persentase Cagar Budaya (benda, Struktur, Situs, Kawasan) yang dipelihara/ dilestarikan
85
3.3.2. SUMBER PENDANAAN NON-APBD
Hasil kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Timur selain menggunakan sumber pendanaan APBD,
tentunya juga menggunakan sumber pendanaan lainnya termasuk bantuan yang diberikan oleh BUMD,
BUMN dan Swasta berupa Corporate Social Responsibility (CSR) serta sumber pendanaan APBN. CSR
merupakan kinerja sinergi antara perusahaan dan pemerintahan untuk mencapai kinerja keseluruhan
Pemerintahan. Pemerintah Provinsi Jawa Timur memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
perusahaan apabila akan memberikan CSR. Dukungan yang diberikan antara lain terkait penerima CSR
dan kebutuhan masyarakat pada wilayah tertentu.
Selain sumber pendanaan dari APBD, pembangunan Provinsi Jawa Timur tentunya juga tidak lepas
dari peran Pemerintah Pusat melalui Kementerian masing-masing, adapun rinciannya sebagai berikut:
Tabel 3.5 Dana Dekonsentrasi Provinsi Jawa Timur Tahun 2017
PERANGKAT DAERAH PAGU REALISASI
Rp %
Dinas kebudayaan dan pariwisata 2,099,200,000 2,081,759,900 99.17
Dinas kehutanan 2,574,400,000 2,472,614,457 96.05
Dinas kelautan dan perikanan 7,630,759,000 5,419,802,549 71.03
Dinas kesehatan 57,029,708,000 47,598,231,485 83.46
Badan perencanaan pembangunan daerah
656,941,000 196,536,600 29.92
Dinas koperasi dan ukm 6,487,170,000 6,272,594,040 96.69
Dinas pemberdayaan masyarakat dan desa
165,268,309,000 130,282,924,358 78.83
Dinas pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, dan kependudukan
2,880,000,000 2,774,557,682 96.34
Dinas pemuda dan olah raga 5,664,390,000 5,416,460,735 95.62
Dinas penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu
400,000,000 390,585,063 97.65
Dinas pendidikan 33,767,634,000 32,754,564,101 97.00
Dinas perindustrian dan perdagangan 8,966,442,000 7,611,786,960 84.89
Dinas perkebunan 819,110,000 777,513,200 94.92
Dinas perpustakaan dan kearsipan 2,223,769,000 2,174,231,300 97.77
Dinas pertanian dan ketahanan pangan 150,217,421,000 142,787,517,381 95.05
Dinas perumahan rakyat, kawasan pemukiman dan cipta karya
1,155,559,000 919,972,000 79.61
Dinas sosial 34,921,582,000 33,505,997,605 95.95
Dinas tenaga kerja dan transmigrasi 13,891,770,000 13,195,349,250 94.99
Sekretariat daerah provinsi jawa timur 815,723,000 542,308,650 66.48
Dinas lingkungan hidup 550,000,000 517,693,920 94.13
TOTAL 498,019,887,000 437,693,001,236 87.89
86
3.4. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana amanah Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah, berdampak positif terhadap hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang
sehingga perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah
dimaksud merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen
penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Selain kedua UU tersebut, juga terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar dan acuan dalam melakukan pengelolaan keuangan daerah yang diterbitkan lebih dahulu, yaitu :
a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara ;
b. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ;
c. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara ;
d. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
Dalam paket peraturan perundang-undangan keuangan negara nampak bahwa terdapat perubahan
fundamental dengan memasukkan kerangka ilmu manajemen kinerja dan ilmu akuntansi keuangan.
Dengan perubahan tersebut maka entitas pemerintahan melakukan pengelolaan keuangannya harus
berdasarkan pada perencanaan kinerja (performance planning) yang sudah disusun dengan sebaik-
baiknya, anggaran kinerja (performance budget) yang merupakan penjabaran dari perencanaan kinerja
dan disetiap periode entitas pemerintahan harus menyajikan laporan kinerja (performance report) dan
laporan keuangan (financial statement). Anggaran kinerja sangat memperhatian time value of money, yang
mengandung arti bahwa sumberdaya keuangan harus dikelola secara ekonomis, efisien dan efektif. Dalam
penyusunan anggaran berbasis kinerja penetapan target kinerja dari setiap aktifitas pengelolaan sumber
daya keuangan merupakan suatu keharusan, yang terdiri dari input, output dan out comes.
Untuk mendukung pelaksanaan desentralisasi dan otonomi tersebut, sesuai Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah sebagai pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan daerah diberikan wewenang untuk mengelola keuangan daerah dan
mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Berdasarkan ketentuan
tersebut, untuk menunjang penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada
masyarakat, diperlukan adanya sumber daya dan dana yang cukup berasal dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) yang dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur secara transparan dan akuntabel, maka
87
pengelolaan keuangan daerah mulai perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan dan laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD harus mengacu dan memperhatikan beberapa undang-undang
dan peraturan pelaksanaan yang komprehensif dan terpadu (omnibus regulation) dari berbagai Undang-
undang tersebut, dalam bentuk Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah yang memiliki tujuan mempermudah dalam pelaksanaan dan tidak menimbulkan multi
tafsir dalam implementasinya.
Berdasarkan Pasal 155 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, untuk menjelaskan teknis dan guide line pengelolaan keuangan daerah Pemerintah
melalui Kementerian Dalam Negeri menerbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah kedua kalinya dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011. Untuk mensinkronkan dengan kebijakan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan karakter dan kebutuhan daerah Pemerintah
Provinsi Jawa Timur menerbitkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur (Lembaran Daerah Tahun 2007 Nomor 1 Seri E)
serta Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 139 Tahun 2016 tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan
Keuangan Daerah Tahun Anggaran 2017 yang mengatur, antara lain Sistem dan Prosedur Penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Kode Rekening Aset, Kewajiban, Ekuitas Dana, Pendapatan,
Belanja dan Pembiayaan, Sistem dan Prosedur Penyusunan Perubahan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, Sistem dan Prosedur Pelaksanaan dan Penatausahaan APBD, Sistem dan Prosedur
Akuntansi dan Pelaporan Pemerintah Daerah.
3.4.1. Kinerja Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) TA 2017.
Gambaran umum Tren realisasi APBD Provinsi Jawa Timur dari tahun ke tahun seperti yang terlihat
pada grafik di bawah yang menunjukkan tren realisasi APBD. Tren realisasi pendapatan daerah selalu
berada di atas 100% artinya secara keseluruhan selama 5 (lima) tahun terakhir realisasi pendapatan selalu
melebihi anggaran pendapatan itu sendiri. Bahkan terdapat tren fluktuatif jumlah nominal pelampauan
realisasi pendapatan dari tahun ke tahun, yaitu penurunan pada tahun 2015 sehingga realisasinyanya
dibawah target namun pada tahun 2016 dan 2017 mengalami kenaikan. Sedangkan tren realisasi belanja
daerah berkebalikan dari realisasi pendapatan daerah. Belanja APBD Provinsi Jawa Timur terhadap
anggarannya cenderung pada level yang sama selama selama 5 (lima) tahun berjalan dan pada tahun
2017 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2016. Demikian juga dengan realisasi pembiayaan, dari
tahun ke tahun realisasi pembiayaan Provinsi Jawa Timur mengalami hampir sama, namun terjadi
penurunan yang relatif sedikit dari tahun sebelumnya untuk tahun 2015 dari yang dianggarkan.
88
Grafik 3.1 Tren Capaian Realisasi APBD Provinsi Jawa Timur
Sumber: Data diolah dari Perda ttg Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA. 2013-2016 dan Laporan Realisasi Anggaran
TA. 2017 Un-Audited (*) tgl 23 Januari 2018
Sedangkan pada Tahun Anggaran 2017, berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor
7 Tahun 2017 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun
Anggaran 2017, struktur dan komposisi APBD Provinsi Jawa Timur Tahun, dapat dirinci sebagai berikut
(*data un-audited) :
a. Pendapatan Daerah, sebesar 29 trilyun 348 milyar 605 juta 270 ribu 584 rupiah 20 sen, terdiri dari :
1. Pendapatan Asli Daerah, sebesar 15 trilyun 850 milyar 715 juta 963 ribu 543 20 sen rupiah ;
2. Dana Perimbangan, sebesar 13 trilyun 490 milyar 264 juta 307 ribu 41 rupiah ;
3. Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah, sebesar 7 milyar 625 juta rupiah ;
Dari target yang telah ditetapkan sebesar 29 trilyun 348 milyar 605 juta 270 ribu 584 rupiah 20 sen,
dalam pelaksanaannya terealisasi sebesar 29 trilyun 879 milyar 164 juta 203 ribu 941 rupiah 90 sen
atau 101,81 persen, diatas dari target sebesar 530 milyar 558 juta 933 ribu 357 rupiah 68 sen atau
lebih 1,81 persen berasal dari :
a) Pendapatan Asli Daerah, terealisasi sebesar 17 trilyun 326 milyar 483 juta 824 ribu 756 rupiah
20 sen atau 109,31 persen dari target sebesar 15 trilyun 850 milyar 715 juta 963 ribu 543
rupiah 19 sen, atau secara kumulatif terdapat pelampauan sebesar 1 trilyun 475 milyar 767
juta 861 ribu 212 rupiah 99 sen, berasal dari :
- Pajak Daerah, sebesar 14 trilyun 350 milyar 601 juta 626 ribu 318 rupiah 70 sen;
- Retribusi Daerah, sebesar 131 milyar 444 juta 291 ribu 907 rupiah 25 sen;
- Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, sebesar 374 milyar 274 juta 618 ribu
110 rupiah 19 sen;
- Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah, sebesar 2 trilyun 470 milyar 163 juta 288 ribu
420 rupiah 4 sen;
b) Dana Perimbangan, terealisasi sebesar 12 trilyun 494 milyar 48 juta 645 ribu 633 rupiah atau
92,62 persen dari target sebesar 13 trilyun 490 milyar 264 juta 307 ribu 41 rupiah atau secara
kumulatif kurang dari target sebesar 996 milyar 215 juta 661 ribu 408 rupiah, berasal dari :
80
90
100
110
120
2013 20142015
20162017*
Prosentase
2013 2014 2015 2016 2017*
Pendapatan Daerah 105,94 106,07 99,92 104,32 101,81
Belanja Daerah 95,04 93,44 94,19 96,93 93,39
Pembiayaan Daerah 100 100 104,73 109,89 112
89
- Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak, sebesar 1 trilyun 634 milyar 524 juta 587
ribu 316 rupiah ;
- Dana Alokasi Umum, sebesar 3 trilyun 803 milyar 428 juta 371 ribu rupiah ;
- Dana Alokasi Khusus, sebesar 7 trilyun 56 milyar 95 juta 687 ribu 317 rupiah
c) Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah sebesar 58 milyar 631 juta 733 ribu 552 rupiah 69
sen atau 768,94 persen dari target sebesar 7 milyar 625 juta rupiah atau secara kumulatif
melebihi target sebesar 51 milyar 6 juta 733 ribu 552 rupiah 69 sen, berasal dari :
- Pendapatan hibah, sebesar 38 milyar 179 juta 701 ribu 449 rupiah;
- Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus, sebesar 20 milyar 452 juta 32 ribu 103 rupiah 69
sen;
b. Belanja Daerah, sebesar 30 trilyun 937 milyar 109 juta 134 ribu 349 rupiah 56 sen, terdiri dari :
a) Belanja Tidak Langsung, sebesar 20 trilyun 660 milyar 977 juta 620 ribu 56 rupiah 48 sen ;
b) Belanja Langsung, sebesar 10 trilyun 276 milyar 131 juta 514 ribu 293 rupiah 8 sen, APBD
Provinsi Jawa Timur tersebut bersumber dari Pendapatan Daerah.
Dari target yang telah ditetapkan sebesar 30 trilyun 937 milyar 109 juta 134 ribu 349 rupiah 56
sen, terealiasi sebesar 28 trilyun 893 milyar 257 juta 369 ribu 703 rupiah 30 sen atau 93,39
persen,dengan rincian :
1) Belanja Tidak Langsung, sebesar 19 trilyun 418 milyar 898 juta 256 ribu 701 rupiah atau
93,99 persen dari alokasi belanja sebesar 20 trilyun 660 milyar 977 juta 620 ribu 56 rupiah
48 sen;
2) Belanja Langsung, sebesar 9 trilyun 474 milyar 359 juta 113 ribu 2 rupiah 35 sen atau
92,20 persen dari alokasi sebesar 10 trilyun 276 milyar 131 juta 514 ribu 293 rupiah 8 sen.
3.4.2. Kinerja Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah, meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang
menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar
kembali oleh daerah. Pendapatan Daerah, adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih. Pendapatan daerah tersebut merupakan perkiraan yang terukur secara rasional
yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan.
Aspek kinerja pendapatan daerah Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2017 yang bersumber dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Lain-Lain Pendapatan Yang Sah, mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar Rp 3,93 triliun, dan Pendapatan daerah pada tahun 2017 ini
mengalami pelampauan dibandingkan pendapatan pada tahun 2016, sehingga secara kumulatif
realisasinya lebih dari target yang telah ditetapkan atau terdapat pelampauan sebesar 530 milyar 558 juta
933 ribu 357 rupiah 68 sen atau 1,81, secara rinci dapat dilihat pada tabel 3.65 :
90
Tabel : 3.6 Realisasi Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2017*
Nomor Urut
Jumlah (Rp) Bertambah /(Berkurang)
Uraian Anggaran Setelah Perubahan
Realisasi ( Rp ) %
1 2 3 4 5(=4-3) 6
1 PENDAPATAN DAERAH 29.348.605.270.584,19 29.879.164.203.941,90 530.558.933.357,68 1,81
1.1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 15.850.715.963.543,19 17.326.483.824.756,20 1.475.767.861.212,99 9,31
1.1.1 PAJAK DAERAH 12.979.000.000.000,00 14.350.601.626.318,70 1.371.601.626.318,70 10,57
1.1.2 RETRIBUSI DAERAH 128.992.184.000,00 131.444.291.907,25 2.452.107.907,25 1,90
1.1.3 HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN
374.274.618.110,19 374.274.618.110,19 0 0,00
1.1.4 LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH
2.368.449.161.433,00 2.470.163.288.420,04 101.714.126.987,04 4,29
1.2 DANA PERIMBANGAN 13.490.264.307.041,00 12.494.048.645.633,00 (996.215.661.408,00) (7,38)
1.2.1 DANA BAGI HASIL PAJAK/BAGI HASIL BUKAN PAJAK
2.281.079.498.041,00 1.634.524.587.316,00 (646.554.910.725,00) (28,34)
1.2.2 DANA ALOKASI UMUM 3.803.428.371.000,00 3.803.428.371.000,00 0,00 0,00
1.2.3 DANA ALOKASI KHUSUS 7.405.756.438.000,00 7.056.095.687.317,00 (349.660.750.683,00) (4,72)
1.3 LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH
7.625.000.000,00 58.631.733.552,69 51.006.733.552,69 668,94
1.3.1 PENDAPATAN HIBAH 125.000.000,00 38.179.701.449,00 38.054.701.449,00 30.443
1.3.4 DANA PENYESUAIAN DAN OTONOMI KHUSUS
7.500.000.000,00 20.452.032.103,69 12.952.032.103,69 172,69
JUMLAH PENDAPATAN DAERAH 29.348.605.270.584,19 29.879.164.203.941,90 530.558.933.357,68 1,81
Sumber: Data diolah dari Laporan Realisasi Anggaran TA. 2017 Un-Audited (*)
Komposisi realisasi pendapatan daerah Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2013-2017 seperti
tampak dalam grafik di bawah, menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah masih merupakan
pendapatan yang berkontribusi paling besar rata-rata 57,99%. Kondisi ini menunjukkan bahwa Provinsi
Jawa Timur tidak tergantung pada transfer dari Pemerintah Pusat. Di urutan kedua adalah Dana
Perimbangan rata-rata 41,81% dan yang ketiga Lain-Lain Pen dapatan Yang Sah 0,20%.
Berdasarkan data perkembangan beberapa tahun terakhir proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terhadap APBD Provinsi Jawa Timur masih memberikan kontribusi dan memiliki peran besar untuk
menunjang kemampuan belanja daerah dalam rangka mendukung tercapainya penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang diwujudkan dalam program
kegiatan SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
91
Grafik 3.2 Komposisi Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur
66,65 69,53 69,29 63,37
57,99
17,80 16,78 14,02
36,21 41,82
15,54 13,70 16,69
0,42 0,20 0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
2013 2014 2015 2016 2017*
Prosentase
PAD Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah
Sumber: Data diolah dari Perda ttg Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA. 2013-2016 dan Laporan Realisasi Anggaran
TA. 2017 Un-Audited (*)
Berikut ini disampaikan rekapitulasi proporsi dan kontribusi PAD terhadap kekuatan APBD
sebagaimana tabel berikut.
Tabel : 3.7 Proporsi PAD Terhadap Total Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur
Tahun 2013- 2017
NO TAHUN PAD
Pendapatan Daerah
Proporsi PAD thd Pendapatan Daerah (%)
1 2 3 4 5
1 2013 11.579.340.719.022,00 17.372.768.543.850,90 66,65
2 2014 14.442.216.534.958,94 20.772.483.892.730,94 69,53
3 2015 15.402.647.674.502,60 22.228.450.227.974,40 69,29
4 2016 15.817.795.024.797,00 24.962.122.477.069,50 63,37
5 2017* 17.326.483.824.756,20 29.879.164.203.941,90 57,99
Sumber: Data diolah dari Perda ttg Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA. 2013-2016 dan Laporan Realisasi Anggaran TA. 2017 Un-Audited (*)
Khusus terkait dengan target dan realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi
Jawa Timur dalam kurun waktu 2013-2016 diprediksi mengalami peningkatan rata-rata sebesar 2 % per
tahun dan tahun 2017 mengalami penurunan. Sedangkan, untuk pajak daerah mengalami kenaikan secara
bertahap rata-rata sebesar 1% per tahun dengan asumsi bahwa kondisi sosial, politik dan perekonomian
baik internasional, nasional maupun regional stabil dan tidak adanya perubahan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi yang mengatur tentang pengelolaan pendapatan pajak dan retribusi daerah
yang sebagian diserahkan kepada Kabupaten/Kota, antara lain Pajak Air Bawah Tanah, Retribusi Tempat
92
Pelelangan Ikan (TPI) dan Retribusi Ijin Pengambilan Air bawah Tanah. Kontribusi Pajak Daerah terhadap
Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2013-2017, dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel : 3.8 Realisasi/Prediksi PAD dan Pajak Daerah Provinsi Jawa Timur
Tahun 2013-2017
NO TAHUN PAD
PAJAK DAERAH
Kontribusi Pajak Daerah
Terhadap PAD (%)
1 2 3 4 5
1 2013 11.579.340.719.022,00 9.404.933.622.356,69 81,22
2 2014 14.442.216.534.958,94 11.517.684.926.168,60 79,75
3 2015 15.402.647.674.502,60 12.497.148.704.551,00 81,14
4 2016 15.817.795.024.797,00 12.772.227.117.584,90 80,75
5 2017* 17.326.483.824.756,20 14.350.601.626.318,70 82,82
Sumber: Data diolah dari Perda ttg Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA. 2013-2016 dan Laporan Realisasi Anggaran TA. 2017 Un-Audited (*)
3.4.3. Kinerja Belanja Daerah
Selanjutnya, dari sisi Belanja Daerah, yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung sebesar 20 trilyun
660 milyar 977 juta 620 ribu 56 rupiah 48 sen terealisasi sebesar 19 trilyun 418 milyar 898 juta 256 ribu
701 rupiah atau 93,99 persen dan Belanja Langsung dari alokasi sebesar 10 trilyun 276 milyar 131 juta 514
ribu 293 rupiah 8 sen terealisasi sebesar 9 trilyun 474 milyar 359 juta 113 ribu 2 rupiah 35 sen atau 92,20
persen.
Grafik 3.3 Struktur Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur
-
5.000.000.000.000,00
10.000.000.000.000,00
15.000.000.000.000,00
20.000.000.000.000,00
25.000.000.000.000,00
30.000.000.000.000,00
35.000.000.000.000,00
2013 2014 2015 2016 2017*BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
Sumber: Data diolah dari Perda ttg Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA. 2013-2016 dan Laporan Realisasi Anggaran TA. 2017 Un-Audited (*)
Grafik di atas menggambarkan bahwa struktur belanja daerah Provinsi Jawa Timur sebagian besar
realisasinya adalah belanja tidak langsung jika dibandingkan dengan belanja langsungnya. Adapun
93
komposisi belanja daerah Provinsi Jawa Timur didominasi oleh Belanja Lain-lain yaitu rata-rata selama
tahun 2013-2017 sebesar 53,69%. Selanjutnya diikuti oleh Belanja Barang dan Jasa rata-rata sebesar
21,89% lalu Belanja Pegawai yaitu rata-rata sebesar 15,44% dan ditutup oleh Belanja Modal yaitu rata-rata
sebesar 8,97%, sebagaimana terlihat dalam grafik berikut:
Grafik 3.4 Komposisi Realisasi Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
2013 2014 2015 2016 2017*
Prosentase
Belanja Pegawai Belanja Barang&Jasa Belanja Modal Belanja Lain-lain
Sumber: Data diolah dari Perda ttg Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA. 2013-2016 dan Laporan Realisasi Anggaran TA. 2017 Un-Audited (*)
Persentase realisasi belanja provinsi yang terbesar adalah untuk Belanja Lainnya, yaitu berupa
transfer Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan Kepada Kabupaten dan Kota. Hal ini wajar mengingat
pelampauan pendapatan yang tertinggi untuk provinsi Jawa Timur adalah dari pajak daerah, sehingga
memang harus dibagihasilkan. Selain itu pada Belanja Lainnya di APBD provinsi juga terdapat pos Belanja
Hibah dan Belanja Bantuan Sosial. Persentase realisasi Belanja Barang dan Jasa serta Belanja Modal
memiliki tren meningkat sedangkan realisasi Belanja Pegawai memiliki tren menurun.
Realisasi belanja daerah merupakan realisasi penyerapan belanja daerah yang dilakukan oleh
pemerintah daerah untuk mendanai seluruh program/ kegiatan yang berdampak langsung maupun tidak
langsung terhadap pelayanan publik. Pengelolaan belanja daerah untuk mendukung capaian target kinerja
utama sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 – 2014 dengan menganut sistem primsip akuntabilitas, efektif dan efisien
dalam rangka mendukung penerapan anggaran berbasis kinerja.
Belanja daerah diprioritaskan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan Provinsi Jawa Timur
yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan perundang-
undangan, anggaran dan realisasi belanja daerah seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut :
94
Tabel 3.9 Realisasi Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2017
Kode
Urusan Pemerintahan Daerah
Belanja
Anggaran Setelah Perubahan
Realisasi ( Rp ) Sisa Realisasi
Rp %
1 2 3 4 5 6
101 Pendidikan 5.336.765.185.400,00 5.013.022.647.520,56 323.742.537.879,44 6,07
0100 Dinas Pendidikan Prov. Jatim 5.336.765.185.400,00 5.013.022.647.520,56 323.742.537.879,44 6,07
102 Kesehatan 4.008.712.909.388,08 3.680.461.734.984,27 328.251.174.403,81 8,19
0101 Dinas Kesehatan Prov. Jatim 119.361.868.430,00 110.096.306.877,00 9.265.561.553,00 7,76
0102 Rumah Sakit Umum Karsa Husada Batu Prov. Jatim
237.108.200.126,54 218.877.798.205,00 18.230.401.921,54 7,69
0103 Rumah Sakit Paru Jember Prov. Jatim 84.369.357.039,9 66.831.433.400,00 17.537.923.639,90 20,79
0104 Rumah Sakit Paru Dungus Madiun Prov. Jatim
24.133.488.191,51 22.242.969.301,00 1.890.518.890,51 7,83
0105 Rumah Sakit Kusta Kediri Prov. Jatim 20.391.904.448,75 17.979.818.191,00 2.412.086.257,75 11,83
0106 Rumah Sakit Kusta Sumberglagah Mojokerto Prov. Jatim
45.863.713.051,13 42.086.673.211,00 3.777.039.840,13 8,24
0107 Rumah Sakit Mata Masyarakat Jawa Timur
70.806.453.165,32 62.266.828.151,40 8.539.625.013,92 12,06
0108 Rumah Sakit Paru Surabaya Prov. Jatim 35.654.611.013,04 33.824.208.296,00 1.830.402.717,04 5,13
0109 Rumah Sakit Umum Mohammad Noer Pamekasan Prov. Jatim
37.728.982.047,48 37.631.428.715,00 97.553.332,48 0,26
0110 Rumah Sakit Paru Manguharjo Madiun Prov. Jatim
21.577.337.824,51 20.784.906.078,00 792.431.746,51 3,67
0111 Akademi Keperawatan Madiun 9.338.783.358,30 8.083.309.073,00 1.255.474.285,30 13,44
0112 Akademi Gizi Surabaya 9.546.958.663,84 8.878.648.699,00 668.309.964,84 7,00
0113 UPT- Pelatihan Kesehatan Masyarakat Murnajati Lawang
18.455.680.871,44 18.791.160.651,00 (335.479.779,56) (1,82)
0200 Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya Prov. Jatim
1.701.424.762.504,13 1.570.117.125.249,02 131.307.637.255,11 7,72
0300 Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang Prov. Jatim
843.754.802.257,79 788.843.378.527,85 54.911.423.729,94 6,51
0400 Rumah Sakit Umum Dr. Soedono Madiun Prov. Jatim
372.993.453.618,01 327.176.018.168,00 45.817.435.450,01 12,28
0500 Rumah Sakit Haji Surabaya Prov. Jatim 275.902.257.961,57 248.015.404.662,00 27.886.853.299,57 10,11
0600 Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya Prov. Jatim
80.300.294.814,82 77.934.319.529,00 2.365.975.285,82 2,95
103 Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
1.542.991.055.921,00 1.365.354.737.015,92 177.636.318.905,08 11,51
0100 Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Prov. Jatim
1.171.018.958.000,00 1.022.391.707.813,92 148.627.250.186,08 12,69
0200 Dinas Pekerjaan Umum Sumberdaya Air Prov. Jatim
266.365.274.421,00 250.068.454.559,00 16.296.819.862,00 6,12
0300 Dinas Perumahan Rakyat, kawasan permukiman dan Cipta Karya Prov. Jatim
105.606.823.500,00 92.894.574.643,00 12.712.248.857,00 12,04
95
Kode
Urusan Pemerintahan Daerah
Belanja
Anggaran Setelah Perubahan
Realisasi ( Rp ) Sisa Realisasi
Rp %
1 2 3 4 5 6
105 Ketenteraman dan Ketertiban Umum serta Perlindungan Masyarakat
31.827.282.000,00 29.536.798.670,00 2.290.483.330,00 7,20
0100 Satuan Polisi Pamong Praja 31.827.282.000,00 29.536.798.670,00 2.290.483.330,00 7,20
106 Sosial 214.862.076.900,00 202.638.004.165,00 12.224.072.735,00 5,69
0100 Satuan Polisi Pamong Praja 214.862.076.900,00 202.638.004.165,00 12.224.072.735,00 5,69
107 Tenaga Kerja 253.383.179.939,00 241.483.834.868,67 11.899.345.070,33 4,70
0100 Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi 253.383.179.939,00 241.483.834.868,67 11.899.345.070,33 4,70
108 Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
24.968.551.000,00 23.445.450.355,00 1.523.100.645,00 6,10
0100 Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan Prov. Jatim
24.968.551.000,00 23.445.450.355,00 1.523.100.645,00 6,10
109 Pangan 304.612.765.343,00 270.244.655.525,00 34.368.109.818,00 11,28
0100 Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Prov. Jatim
304.612.765.343,00 270.244.655.525,00 34.368.109.818,00 11,28
111 Lingkungan Hidup 46.934.772.800,00 36.459.821.622,00 10.474.951.178,00 22,32
0100 Dinas Lingkungan Hidup Prov. Jatim 46.934.772.800,00 36.459.821.622,00 10.474.951.178,00 22,32
113 Pemberdayaan Masyarakat dan Desa 54.158.184.400,00 51.737.259.568,00 2.420.924.832,00 4,47
0100 Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Prov. Jatim
54.158.184.400,00 51.737.259.568,00 2.420.924.832,00 4,47
115 Perhubungan 971.640.546.487,00 930.764.712.117,00 40.875.834.370,00 4,21
0100 Dinas Perhubungan Prov. Jatim 971.640.546.487,00 930.7647.12.117,00 40.875.83.4370,00 4,21
116 Komunikasi dan Informatika 51.541.106.800,00 49.235.020.413,00 2.306.086.387,00 4,47
0100 Dinas Komunikasi dan Informatika Prov. Jatim
51.541.106.800,00 49.2350.20.413,00 2.306.086.387,00 4,47
117 Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah 102.870.783.179,00 98.876.703.730,00 3.994.079.449,00 3,88
0100 Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Prov. Jatim
102.870.783.179,00 98.876.703.730,00 3.994.079.449,00 3,88
118 Penanaman Modal 55.164.695.000,00 48.875.823.121,00 6.288.871.879,00 11,40
0100 Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Prov. Jatim
55.164.695.000,00 48.875.823.121,00 6.288.871.879,00 11,40
119 Kepemudaan dan Olah Raga 51.469.243.950,00 48.420.105.898,00 3.049.138.052,00 5,92
0100 Dinas Kepemudaan dan Olahraga Prov. Jatim
51.469.243.950,00 48.420.105.898,00 30.49.138.052,00 5,92
122 Kebudayaan 155.526.082.400,00 151.7094.18.957,00 3.816.663.443,00 2,45
0100 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Prov. Jatim
155.526.082.400,00 151.709.418.957,00 3.816.663.443,00 2,45
123 Perpustakaan 52.406.485.000,00 49.959.885.592,00 2.446.599.408,00 4,67
0100 Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Prov. Jatim
52.406.485.000,00 49.959.885.592,00 2.446.599.408,00 4,67
96
Kode
Urusan Pemerintahan Daerah
Belanja
Anggaran Setelah Perubahan
Realisasi ( Rp ) Sisa Realisasi
Rp %
1 2 3 4 5 6
201 Kelautan dan Perikanan 786.092.569.000,00 742.279.374.837,00 43.813.194.163,00 5,57
0100 Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Jatim
786.092.569.000,00 742.279.374.837,00 43.813.194.163,00 5,57
203 Pertanian 180.752.640.376,00 157.822.418.617,50 22.930.221.758,50 12,69
0100 Dinas Perkebunan Prov. Jatim 83.539.502.756,00 70.464.895.964,00 13.074.606.792,00 15,65
0200 Dinas Perkebunan Prov. Jatim 97.213.137.620,00 87.357.522.653,50 9.855.614.966,50 10,14
204 Kehutanan 117.136.544.000,00 113.290.687.662,00 3.845.856.338,00 3,28
0100 Dinas Kehutanan Prov. Jatim 117.136.544.000,00 113.290.687.662,00 3.845.856.338,00 3,28
205 Energi dan Sumber Daya Mineral 30.381.910.500,00 28.129.549.180,00 2.252.361.320,00 7,41
0100 Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Prov. Jatim
30.381.910.500,00 28.129.549.180,00 2.252.361.320,00 7,41
207 Perindustrian 205.002.073.116,00 184.330.230.993,00 20.671.842.123,00 10,08
0100 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov. Jatim
205.002.073.116,00 184.330.230.993,00 20.671.842.123,00 10,08
301 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
24.012.272.000,00 23.988.104.650,00 24.167.350,00 0,10
0100 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Prov. Jatim
24.012.272.000,00 23.988.104.650,00 24.167.350,00 0,10
302 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 66.557.450.000,00 61.692.175.130,00 4.865.274.870,00 7,31
0100 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Prov. Jatim
66.557.450.000,00 61.692.175.130,00 4.865.274.870,00 7,31
303 Kesekretariatan Daerah 350.094.990.596,00 317.319.164.043,07 32.775.826.552,93 9,36
0101 Biro Administrasi Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Prov. Jatim
20.351.416.500,00 18.207.988.913,00 2.143.427.587,00 10,53
0102 Biro Administrasi Kesejahteraan Sosial Setda Prov. Jatim
44.553.653.000,00 41.516.666.205,00 3.036.986.795,00 6,82
0103 Biro Hukum Setda Prov. Jatim 12.315.779.000,00 11.643.689.566,00 672.089.434,00 5,46
0104 Biro Administrasi Perekonomian Setda Prov. Jatim
44.120.517.436,00 39.256.455.289,00 4.864.062.147,00 11,02
0105 Biro Administrasi Sumber Daya Alam Setda Prov. Jatim
6.316.828.000,00 5.853.875.518,00 462.952.482,00 7,33
0106 Biro Administrasi Pembangunan Setda Prov. Jatim
25.096.697.000,00 21.779.408.474,00 3.317.288.526,00 13,22
0107 Biro Organisasi Setda Prov. Jatim 13.223.681.540,00 11.938.218.788,00 1.285.462.752,00 9,72
0108 Biro Umum Setda Prov. Jatim 155.410.263.500,00 140.663.617.270,07 14.746.646.229,93 9,49
0109 Biro Hubungan Masyarakat dan Protokol Setda Prov. Jatim
28.706.154.620,00 26.459.244.020,00 2.246.910.600,00 7,83
304 Kesekretariatan DPRD 178.831.845.140,00 144.598.088.630,00 34.233.756.510,00 19,14
0100 Sekretariat DPRD Prov. Jatim 178.831.845.140,00 144.598.088.630,00 34.233.756.510,00 19,14
305 Pengawasan 47.265.306.000,00 45.158.550.401,00 2.106.755.599,00 4,46
0100 Inspektorat Prov. Jatim 47.265.306.000,00 45.158.550.401,00 2.106.755.599,00 4,46
97
Kode
Urusan Pemerintahan Daerah
Belanja
Anggaran Setelah Perubahan
Realisasi ( Rp ) Sisa Realisasi
Rp %
1 2 3 4 5 6
306 Perencanaan 92.329.575.000,00 85.193.798.811,00 7.135.776.189,00 7,73
0100 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Prov. Jatim
92.329.575.000,00 85.193.798.811,00 7.135.776.189,00 7,73
307 Keuangan 15.254.702.976.864,50 14.391.156.577.216,60 8.63.546.399.647,87 5,66
0100 Badan Pendapatan Daerah Prov. Jatim 549.633.298.830,00 478.309.310.819,00 71.323.988.011,00 12,98
0200 Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (SKPD) Prov. Jatim
188.384.923.600,00 172.347.121.912,00 16.037.801.688,00 8 ,51
0300 Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (PPKD) Prov. Jatim
14.516.684.754.434,50 13.740.500.144.485,60 776.184.609.948,87 5,35
308 Kepegawaian 44.108.429.000,00 41.336.027.861,00 2.772.401.139,00 6,29
0100 Badan Kepegawaian Daerah Prov. Jatim 44.108.429.000,00 41.336.027.861,00 2.772.401.139,00 6,29
309 Pendidikan dan Pelatihan 148.060.678.300,00 122.925.197.884,00 25.135.480.416,00 16,98
0100 Badan Pendidikan dan Pelatihan Prov. Jatim
148.060.678.300,00 122.925.197.884,00 25.135.480.416,00 16,98
310 Penelitian dan Pengembangan 22.790.317.000,00 21.619.165.580,00 1.171.151.420,00 5,14
0100 Badan Penelitian dan Pengembangan Prov. Jatim
22.790.317.000,00 21.619.165.580,00 1.171.151.420,00 5,14
311 Koordinasi Pelaksanaan Urusan 36.247.263.000,00 35.204.406.011,00 1.042.856.989,00 2,88
0100 Badan Penghubung Daerah Provinsi Prov. Jatim
36.247.263.000,00 35.204.406.011,00 1.042.856.989,00 2,88
312 Wawasan Bangsa 20.527.316.000,00 19.068.694.337,00 1.458.621.663,00 7,11
0100 Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Prov. Jatim
20.527.316.000,00 19.068.694.337,00 1.458.621.663,00 7,11
313 Penanggulangan Bencana 18.386.851.300,00 17.403.498.023,00 983.353.277,00 5,35
0100 Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Prov. Jatim
18.386.851.300,00 17.403.498.023,00 983.353.277,00 5,35
314 Koordinasi Wilayah 53.993.221.250,00 4.851.545.713,74 5.478.175.536,26 10,15
0100 Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan Provinsi Jatim I Madiun
11.810.233.000,00 11.174.477.507,00 635.755.493,00 5,38
0200 Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan Provinsi Jatim II Bojonegoro
9.715.376.500,00 9.179.014.691,58 536.361.808,42 5,25
0300 Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan Provinsi Jatim III Malang
11.686.499.500,00 10.155.222.623,00 1.531.276.877,00 13,10
0400 Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan Provinsi Jatim IV Pamekasan
10.496.482.250,00 9.998.054.474,16 498.427.775,84 4,75
0500 Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan Provinsi Jatim V Jember
10.284.630.000,00 8.008.276.418,00 2.276.353.582,00 22,13
TOTAL 30.937.109.134.349,60 28.893.257.369.703,30 2.043.851.764.646,22 6,61
Sumber: Data diolah dari Laporan Realisasi Anggaran TA. 2017 Un-Audited (*)
98
3.4.4. Analisis Rasio Keuangan Kaitannya dengan Pencapaian Kinerja
Dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah di era otonomi daerah yaitu terkait dengan
pengelolaan APBD perlu ditetapkan standar atau acuan kapan suatu daerah dikatakan mandiri,
efektif dan efisien serta akuntabel. Untuk itu diperlukan suatu pengukuran kinerja keuangan
pemerintah daerah sebagai tolak ukur dalam penetapan kebijakan keuangan pada tahun anggaran
selanjutnya. Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas pemerintah daerah dalam
melakukan pengelolaan keuangan daerah. Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan menunjukan
bagaimana uang publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi kemampuan yang menunjukan bahwa uang
publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efektif dan efisien.
Pengukuran kinerja keuangan daerah secara umum mencakup 3 (tiga) bidang yang saling terkait
antara satu dengan yang lainnya, meliputi :
1) Analisis penerimaan, yaitu analisis mengenai kemampuan pemerintah daerah dalam menggali potensi
sumber-sumber pendapatan ;
2) Analisis pengeluaran, yaitu analisis mengenai seberapa besar biaya-biaya dari suatu pelayanan
kepada masyarakat dan faktor-faktor yang menyebabkan biaya-biaya tersebut meningkat ;
3) Analisis anggaran, yaitu analisis mengenai hubungan antara pendapatan, belanja dan proyeksi tahun
mendatang.
Salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan
daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio terhadap APBD yang telah dilaksanakan.
Analisis rasio terhadap APBD dilakukan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah
de.gan membandingkan hasil yang dicapai suatu periode dibandingkan periode sebelumnya sehingga
dapat diketahui kecenderungannya. Beberapa analisis rasio yang digunakan dalam laporan ini adalah
sebagai berikut:
1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) mengindikasikan kemampuan Pemerintah
Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat
yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan daerah. Kemandirian daerah
ditunjukkan oleh besar kecilnya Rasio Kemandirian yang menggambarkan ketergantungan daerah
terhadap sumber dana eksternal. Rasio ini ditunjukan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah
(PAD) dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lainnya misalnya bantuan
pemerintah pusat (transfer pusat) maupun dari pinjaman. Semakin tinggi rasio kemandirian daerah,
tingkat ketergantungan terhadap bantuan pihak eksternal semakin rendah, dan sebaliknya.
Rasio Kemandirian Daerah = Pendapatan Asli Daerah
x 100
(Dana Perimbangan + Pinjaman Daerah)
99
Untuk menilai tinggi rendahnya rasio kemandirian pemerintah daerah, bisa mengacu pada
Kepmendagri No.690.900.327 tahun 1996, sebagai berikut :
Tabel 3.10
Kriteria Tingkat Kemandirian dan Kemampuan Keuangan Daerah
Kemampuan Keuangan Kemandirian (%) Pola Hubungan
Rendah Sekali
Rendah Sedang Tinggi
0 – 25
> 25 – 50 > 50 – 75 > 75
Instruktif
Konsultatif Partisipatif Delegatif
Sumber : Kepmendagri No. 690.900.327 /1996
Tabel 3.11
Perhitungan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2013-2017
Tahun PAD Dana Perimbangan Pinjaman Ratio
Kemandirian (%)
2013 11.579.340.719.021,90 3.092.884.299.095,00 0.00 374,39
2014 14.442.216.534.958,90 3.485.336.767.166,00 0.00 414,37
2015 15.402.647.674.502,60 3.115.619.118.152,00 0.00 494,37
2016 15.817.795.024.797,00 9.039.003.358.881,00 0.00 174,99
2017* 17.326.483.824.756,20 12.494.048.645.633,00 0.00 138,68
Jumlah 74.568.483.778.036,60 31.226.892.188.927,00 0,00 238,80
Rata-Rata 14.913.696.755.607,30 6.245.378.437.785,40 0,00 238,80
Sumber: Data diolah dari Perda ttg Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA. 2013-2016 dan Laporan Realisasi Anggaran TA. 2017 Un-Audited (*)
Berdasarkan tabel diatas, nampak bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Timur tingkat
kemandiriannya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yang menggambarkan tingkat kemandirian
keuangan Provinsi Jawa Timur tinggi sekali terhadap bantuan transfer dana perimbangan dan pinjaman
atau dengan kata lain ketergantungan terhadap pihak eksternal rendah. Hal ini bisa di lihat dari rasio
yang melebihi 100 % tiap tahunnya. Hasil rasio kemandirian dibandingkan dengan pedoman tingkat
kemandirian dan kemampuan keuangan dari Kepmendagri tahun 1996, maka Pemerintah Provinsi Jawa
Timur untuk tahun 2013 sampai 2017 tingkat kemampuan keuangannya tinggi sekali dengan pola
hubungan delegatif yaitu peranan kemampuan keuangan asli daerah lebih dominan daripada peran
pemerintah pusat. Pola ini dari sisi finansial menunjukkan tidak adanya ketergantungan dari dana
perimbangan sehingga peran pemerintah Provinsi Jawa Timur hanya delegasi dari pemerintah pusat.
2. Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah
Rasio ini menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan
asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil
daerah. Pemerintah daerah dikatakan mampu menjalankan tugasnya bila rasio yang dicapai minimal
sebesar 1 atau 100 persen. tetapi semakin tinggi rasio efektivitas berarti kemampuan daerah
100
semakin baik. Pemerintah telah menyusun pedoman penilaian tingkat efektivitas keuangan daerah,
melalui Kepmendagri No.690.900.327 tahun 1996 berikut ini.
Tabel 3.12 Kriteria Efektivitas Keuangan Daerah
Kriteria Efektivitas Persentase Efektifitas (%)
Sangat Efektif
Efektif Cukup Efektif Kurang Efektif Tidak Efektif
>100
>90 – 100 >80 – 90 >60 – 80
≤60
Sumber :Kepmendagri No.690.900.327 tahun 1996
Rasio Efektivitas = Realisasi Penerimaan PAD
X 100
Target Penerimaan PAD yang ditetapkan berdasarkan potensi Riil
Daerah
Tabel 3.13 Perhitungan Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah Prov Jatim
Tahun Anggaran 2013 – 2017
Tahun Target PAD PAD
Rasio
Efektifitas
(%)
2013 10.382.698.220.551,00 11.579.340.719.021,90 111.53
2014 13.091.500.947.341,00 14.442.216.534.958,90 110.32
2015 14.900.073.456.574,00 15.402.647.674.502,60 103,37
2016 14.624.118.008.516,00 15.817.795.024.797,00 108,16
2017* 15.850.715.963.543,19 17.326.483.824.756,20 109,31
Rata-Rata
68.849.106.596.525,10 74.568.483.778.036,60 108,31
Sumber: Data diolah dari Perda ttg Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA. 2013-2016 dan Laporan Realisasi Anggaran TA. 2017 Un-Audited (*)
Berdasarkan tabel nampak bahwa rasio efektifitas Pemerintah Provinsi Jawa Timur cukup
fluktuatif selama 5 tahun kebelakang dengan puncak kenaikan tertinggi pada tahun 2013, namun kondisi
tahun 2015 telah terjadi penurunan yang cukup signifikan dikarenakan terjadinya pelampauan yang relative
kecil dari pajak daerah. Meskipun demikian berdasarkan kriteria efektifitas Pemerintah Provinsi Jawa Timur
masih selalu diatas 100% tiap tahunnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Provinsi
Jawa Timur pada tahun 2013-2017 telah sangat efektif dalam mengelola Pendapatan Asli Daerahnya.
3. Rasio Aktivitas (Keserasian)
Rasio keserasian merupakan rasio yang mendeskripsikan aktivitas Pemerintah Daerah dalam
memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal.
101
Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti persentase belanja
investasi yang dipakai untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat semakin kecil (Abdul
Halim, 2012). Sampai saat ini belum ada pedoman yang ideal tentang besarnya rasio belanja rutin
maupun rasio belanja modal, karena sangat dipengaruhi dinamika pembangunan dan kebutuhan
investasi yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan.
Nama akun belanja rutin adalah sama dengan belanja operasi sedangkan belanja pembangunan
sendiri adalah belanja modal. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor
71 Tahun 2010.
Selanjutnya rasio keserasian dapat di formulasikan sebagai berikut :
a. Rasio aktivitas belanja rutin/operasi = Belanja rutin/operasi X 100
Total APBD
b. Rasio aktivitas belanja modal = Belanja Pembangunan/ Modal X 100
Total APBD
Tabel 3.14 Perhitungan Rasio Aktifitas (Keserasian) Belanja Operasi dan Belanja Modal Pemerintah Provinsi Jawa Timur
Tahun Anggaran 2013-2017
Tahun Belanja
Total Pendapatan
Rasio Aktivitas Belanja (%)
Operasi Modal Operasi Modal
2013 11.434.703.038.403,80 1.175.751.046.134,00 17.372.768.543.850,90 65,82 6,77
2014 11.408.153.823.454,10 1.207.456.633.373,80 20.772.483.892.730,90 54,92 5,81
2015 12.842.601.930.376,80 2.258.320.071.661,60 22.228.450.227.974,40 57,78 10,16
2016 14.886.622.532.946,01 2.150.594.111.043,00 24.962.122.477.069,52 59,64 8,62
2017* 18.522.328.807.093,40 3.090.055.683.753,90 29.879.164.203.941,90 61,99 10,34
Rata-rata 60,03 8,34
Sumber: Data diolah dari Perda ttg Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA. 2013-2016 dan Laporan Realisasi Anggaran TA. 2017 Un-Audited (*)
Dari perhitungan rasio keserasian di atas nampak bahwa sebagian besar dana yang dimiliki
Pemerintah Provinsi Jawa Timur masih digunakan untuk kebutuhan belanja operasi walaupun terjadi
penurunan rasio aktivitas belanja Provinsi Jawa Timur, rata-rata rasio aktivitas belanja operasi (belanja
rutin) sebesar 60,03% sedangkan rasio aktivitas belanja modal (belanja pembangunan) sebesar 8,34%.
Namun pada tahun 2017 terjadi peningkatan rasio cukup signifikan atau hampir dua kali lipat dari tahun
sebelumnya dikarenakan adanya penambahan realisasi belanja pembangunan atau modal. Rasio aktivitas
belanja operasi Provinsi Jawa Timur sangat tinggi dibandingkan dengan rasio aktivitas belanja modal.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa pemerintah Provinsi Jawa Timur lebih
memperioritaskan belanjanya pada belanja operasi daripada belanja modal (pembangunan). Semakin
tinggi presentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti presentase belanja investasi
(belanja pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat
102
cenderung semakin kecil. Pemerintah daerah Provinsi Jawa Timur perlu menekan belanja operasi
seperti belanja pegawai dan belanja barang yang terlalu besar guna dialokasikan untuk belanja
modal. Hal ini dianggap perlu untuk diperhatikan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur walaupun
patokan untuk besarnya belanja operasi dan belanja modal terhadap APBD belum ada. Namun
sebagai daerah yang berada di negara berkembang pemerintah daerah seharusnya meningakatkan
belanja modal (pembangunan) dalam menyediakan sarana prasarana yang mendukung untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan publik. Hal ini telah dilaksanakan dengan
meningkatkan proporsi belanja pembangunan atau modal sehinggal diharapkan dapat memberikan efek
multiplier yang berkepanjangan.
4. Rasio Pengelolaan Belanja
Rasio ini menggambarkan kegiatan belanja yang dilakukan oleh pemerintah daerah memiliki ekuitas
antara periode yang positif, yaitu belanja daerah yang direncanakan idealnya tidak lebih besar dari
pendapatan daerah yang diterima pemerintah daerah. Rasio ini menunjukan adanya surplus atau defisit
anggaran, yaitu selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode laporan.
Penghitungan secara pasti besaran surplus atau defisit anggaran pada suatu pemerintah daerah sulit
untuk ditentukan karena sangat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain :
a. Keterlambatan penetapan besaran alokasi anggaran Dana Perimbangan;
b. Adanya program kegiatan yang dibiayai dari APBN pada SKPD yang memerlukan dana pendamping
dari APBD dan penyusunannya tidak melibatkan pemerintah daerah;
c. Penerimaan pendapatan daerah tidak sebanding dengan belanja daerah.
Rasio pengelolaan belanja = Total Pendapatan Daerah X 100
Total Belanja Daerah
Tabel : 3.15 Surplus/Defisit Anggaran dan Perhitungan Rasio Pengelolaan Belanja Provinsi Jawa Timur
Tahun Anggaran 2013-2017
Tahun Pendapatan Daerah Belanja Daerah Surplus/Defisit Rasio
Pengelolaan Belanja (%)
2013 17.372.768.543.850,90 16.738.657.227.158,80 634.111.316.692,10 103,79
2014 20.772.483.892.730,90 20.006.881.302.740,90 765.602.589.990,00 103,83
2015 22.228.450.227.974,40 22.946.307.569.745,80 (717.857.341.771,40) 96,87
2016 24.962.122.477.069,50 23.859.953.926.118,10 1.102.168.550.951,44 104,62
2017* 29.879.164.203.941,90 28.893.257.369.703,30 985.906.834.238,53 103,41
Rata-Rata 102,50 Sumber: Data diolah dari Perda ttg Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA. 2013-2016 dan Laporan Realisasi Anggaran
TA. 2017 Un-Audited (*)
Rasio pengelolaan belanja Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada tabel diatas dapat dilihat bahwa
rata-rata rasio pengelolaan belanja sebesar 102,50%. Pada tahun 2015 sebesar 96,87 % mengalami
defisit anggaran. Hal ini disebabkan karena penurunan realisasi pendapatan Provinsi Jawa Timur pada
tahun tersebut. Penurunan pendapatan ini disertai dengan kemampuan pemerintah Provinsi Jawa Timur
103
dalam menekan realisasi atas belanja. Sehingga total belanja pemerintah Provinsi Jawa Timur masih lebih
rendah bila dibandingkan dengan total pendapatan Provinsi Jawa Timur. Dapat dilihat pula bahwa kinerja
pengelolaan belanja yang paling baik terjadi pada tahun 2016 yang menunjukkan adanya surplus sebesar
Rp.1.102.168.550.951,44 dimana Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengalami peningkatan rasio
pengelolaan belanja melebihi 100% yaitu 104,62%. Dengan demikian kinerja pengelolaan keuangan
daerah Provinsi Jawa Timur baik jika dilihat berdasarkan rasio pengelolaan belanja.
5. Rasio Pertumbuhan
Rasio Pertumbuhan mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam
mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode
berikutnya. Pertumbuhan untuk masing-masing komponen sumber pendapatan dan pengeluaran, dapat
dijadikan dasar untuk melakukan evaluasi terhadap potensi-potensi penerimaan dan prioritas belanja pada
tahun-tahun mendatang, dalam arti lain mengukur kemampuan Pemerintah Daerah dalam
mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai selama beberapa periode. Jika
pertumbuhan untuk masing-masing komponen sumber pendapatan dan pengeluaran sudah diketahui,
maka dapat digunakan untuk menilai potensi mana yang perlu mendapat perhatian.
Rasio Pertumbuhan :
a. Realisasi Penerimaan PAD =
b. Rasio Pertumbuhan Σ Pendapatan =
c. Rasio Pertumbuhan Belanja Operasi =
Realisasi Pengeluaran ∑ Belanja Operasi Xn − Xn-1 X 100
Pengeluaran ∑ Belanja Operasi Xn-1
d. Rasio Pertumbuhan Belanja Modal
Realisasi Pengeluaran ∑ Belanja Modal Xn − Xn-1 X 100
Pengeluaran ∑ Belanja Modal Xn-1
104
Tabel: 3.16 Perhitungan Rasio Pertumbuhan Provinsi Jawa Timur
Tahun Anggaran 2013-2017
Keterangan 2013 2014 2015 2016 2017* Rata-rata
PAD 11.579.340.719.021,90 14.442.216.534.958,90 15.402.647.674.502,60 15.817.795.024.797,00 17.326.483.824.756,20 14.913.696.755.607,30
Rasio Pertumbuhan PAD
20,82% 24,72% 6,65% 2,70% 9,54% 12,89%
Total Pendapatan 17.372.768.543.850,90 20.772.483.892.730,90 22.228.450.227.974,40 24.962.122.477.069,50 29.879.164.203.941,90 23.042.997.869.113,50
Rasio Pertumbuhan Pendapatan
12,80% 19,57% 7,01% 12,30% 19,70% 14,28%
Belanja Operasi 11.434.703.038.403,80 11.408.153.823.454,10 12.842.601.930.376,80 14.886.622.532.946,01 18.522.328.807.093,40 13.818.882.026.454,80
Rasio Pertumbuhan Belanja Operasi
15,81% -0,23% 12,57% 15,92% 24,42% 13,70%
Belanja Modal 1.175.751.046.134,00 1.207.456.633.373,80 2.258.320.071.661,60 2.150.594.111.043,00 3.090.055.683.753,90 1.976.435.509.193,26
Rasio Pertumbuhan Belanja Modal
11,20% 2,70% 87,03% -4,78% 43,68% 27,97%
Sumber: Data diolah dari Perda ttg Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA. 2013-2016 dan Laporan Realisasi Anggaran TA. 2017 Un-Audited (*)
Rasio pertumbuhan PAD dan pertumbuhan pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dari
tahun 2013-2017 menunjukkan pertumbuhan yang positif. Rata-rata rasio pertumbuhan PAD dan
pendapatan selama 5 tahun sebesar 12,89% dan 14,28% menunjukkan pertumbuhan yang sangat
tinggi yang menunjukkan kinerja pengelolaan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur baik karena
setidaknya pemerintah Provinsi Jawa Timur mampu mempertahankan penerimaan PAD dan pendapatan
tetap mengalami pertumbuhan setiap tahunnya. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa
pada tahun 2017 PAD Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengalami kenaikan pertumbuhan cukup tinggi
yakni sebesar 9,54 % jika dibanding dengan pertumbuhan tahun sebelumnya .
Pertumbuhan belanja Pemerintah Provinsi Jawa Timur yaitu belanja operasi mengalami
pertumbuhan yang positif dengan rata-rata selama 5 tahun sebesar 13,70% dan pertumbuhan belanja
operasi pada tahun 2017 telah bergerak positif yang berarti terjadi kenaikan yang menandakan adanya
pertumbuhan positif yang disebabkan adanya terealisasinya beberapa belanja terutama belanja jasa
dikaitkan dengan naiknya inflasi daerah, sedangkan rasio pertumbuhan belanja modal positif dengan rata-
rata 5 tahun sebesar 27,97%. Pada tahun 2017 mengalami kenaikan pertumbuhan yang signifikan jika
dibanding dengan tahun 2016. Hal ini diakibatkan karena belanja modal pada tahun 2017 lebih besar
dibandingkan dengan belanja modal tahun 2016 disebabkan adanya kenaikan realisasi pembangunan fisik.
Berdasarkan rata-rata rasio pertumbuhan belanja operasi sebesar 13,70% dan belanja modal sebesar
27,97%, terlihat bahwa pertumbuhan rata-rata rasio belanja operasi lebih kecil dibandingkan dengan
belanja modal berkebalikan dengan tahun sebelumnya sehingga menunjukkan pengelolaan keuangan
yang lebih berorientasi pada belanja yang manfaatnya jangka panjang dalam rangka pengeluaran investasi
yang manfaatnya dapat dirasakan untuk beberapa tahun sepanjang masa manfaat atas belanja modal
tetap terjaga dan memberikan multiplier effect yang dapat mendukung perekonomian.
105
V
4.1. KESIMPULAN
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban Pemerintah
Provinsi Jawa Timur berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan pada tahun 2017 sebagai bahan
pengambilan keputusan dalam perencanaan tahun berikutnya. Secara umum, capaian Indikator Kinerja
Utama (IKU) Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2017, masih terdapat beberapa IKU yang belum bisa
memenuhi target, antara lain:
1. Indeks Gini
6. Indeks Pemerataan Pendapatan versi Bank Dunia
7. Indeks Pembangunan Gender (berdasarkan angka sementara)
8. Pertumbuhan PDRB / Laju Pertumbuhan Ekonomi
9. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup.
Selebihnya, IKU Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah melampaui target pembangunan Tahun 2017.
Adapun IKU tersebut sebagai berikut:
6. Tingkat Pengangguran Terbuka
7. Indeks Pembangunan Manusia
8. Persentase Penduduk Miskin
9. Indeks Kepuasan Masyarakat
10. Indeks Kesalehan Sosial.
Secara umum, Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah berhasil mengatasi permasalahan
pengangguran terbuka dan penduduk miskin, akan tetapi perbedaan (gap) antara masyarakat kelas atas
dan bawah masih cukup besar.
4.2. RENCANA TINDAK LANJUT
4.2.1. Tingkat Pengangguran Terbuka
Sebagai bentuk rencana tindak lanjut, berikut adalah upaya penurunan TPT, yaitu:
1. Melanjutkan pelaksanaan bursa kerja bulanan dan pekan pasar kerja pada setiap bulan September (2
bulan pasca kelulusan);
2. Meningkatkan Job-Canvasing dan penyebarluasan infrmasi pasar kerja melalui website
www.infokerja-jatim.com dan media social lainnya serta optimalisasi SIMONIK;
3. Optimalisasi fungsi UPT Pelatihan Kerja dalam rangka peningkatan skill dan kompetensi, Tempat Uji
Kompetensi (TUK) dan menjalankan fungsi penempatan kerja;
4. Peningkatan penerapan program TKS (Tenaga Kerja Sarjana) dengan tugas pokok mendampingi
kelompok usaha masyarakat dalam kegiatan padat karya, terapan TTG, atau kegiatan produktif
lainnya. TKS tersebut diarahkan tidak hanya sekedar sebagai motivator tetapi juga job creator.
106
4.2.2. Indeks Pembangunan Manusia
Selama lima tahun terakhir, pembangunan manusia di Jawa Timur yang ditunjukkan melalui Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) selalu mengalami peningkatan. Kondisi itu ditunjukkan oleh angka IPM pada
tahun 2012 sebesar 66,74; kemudian terus meningkat pada tahun 2013-2016 yaitu masing-masing
sebesar 67,55 (2013); 68,14 (2014); 68,95 (2015); dan 69,74 (2016). Meningkatnya IPM ini
mengindikasikan pembangunan sosial ekonomi berimplikasi pada peningkatan kualitas masyarakat di
Jawa Timur.
Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur, dapat
dijelaskan bahwa pada tahun 2016, IPM berkategori “sangat tinggi” ada 3 daerah, yaitu Kota Malang, Kota
Surabaya, dan Kota Madiun, masing-masing sebesar 80,46, 80,38, dan 80,01. Sementara itu IPM
berkategori “tinggi” ada beberapa daerah, diantaranya Kabupaten Sidoarjo, Kota Blitar, Kota Kediri, dll.
Hanya satu daerah saja yang IPM berkategori “rendah”, yaitu Kabupaten Sampang sebesar 59,09.
4.2.3. Persentase Penduduk Miskin
Jumlah penduduk miskin Provinsi Jawa Timur terus menurun, walaupun masih di bawah angka
nasional, tetapi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memberikan kontribusi penurunan
penduduk miskin terbesar ketiga sebesar 211.740 atau sebesar 16,85 % dari penurunan jumlah penduduk
miskin secara nasional.
Rencana Tindak Lanjut, rancangan Program Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2018 dilakukan
secara integral dengan melibatkan OPD terkait, Program Jalin Matra tidak hanya memberikan bantuan
uang untuk modal usaha kepada rumah tangga miskin tetapi juga memberikan pelatihan-pelatihan pasca
program agar rumah tangga miskin dapat mengembangkan usaha. Hal ini dilakukan melalui kerjasama
dengan beberapa OPD seperti Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta
beberapa Perguruan Tinggi seperti Universitas Brawijaya, Universitas Airlangga dan Universitas Negeri
Malang.
4.2.4. Indeks Gini
Pada tahun 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Jawa Timur yang diukur oleh Gini
Ratio tercatat sebesar 0,41. Sebenarnya dengan meningkatnya gini ratio ini kelompok ekonomi rendah
juga mengalami peningkatan pendapatan, namun peningkatannya masih terlalu jauh jika dibandingkan
dengan peningkatan pendapatan dari kelompok ekonomi menengah ke atas. Berdasarkan daerah tempat
tinggal, dapat dijelaskan bahwa Angka gini rasio daerah perkotaan selalu menunjukkan lebih tinggi
dibanding daerah perdesaan. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa di daerah perkotaan ketimpangan
kesejahteraan antar penduduk lebih terasa dibanding daerah perdesaan. Perkembangan Indeks Gini
menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur, Pada tahun 2015, gini rasio tertinggi adalah Kota Surabaya
sebesar 0,42 dan yang terendah adalah Kabupaten Sumenep sebesar 0,26. Sebagai bentuk rencana
tindak lanjut permasalahan tersebut Pemerintah berusaha meningkatkan ketersediaan infrastruktur.
4.2.5. Indeks Pemerataan Pendapatan versi Bank Dunia
Seperti halnya gini ratio, pemerataan pendapat versi bank dunia juga dapat digunakan untuk
mengukur tingkat pemerataan masyarakat guna mengetahui ketimpangan pendapatan yang terjadi di
masyarakat. Pada tahun 2017 Indeks Pemerataan berada pada posisi 16,49 persen. Berdasarkan
pengelompokkan distribusi bank dunia, pada tahun 2017 Jawa Timur masuk dalam kategori ketimpangan
sedang karena jumlah pendapatan dari penduduk pada kategori 40 persen terbawah terhadap total
pendapatan seluruh penduduk di antara 12-17 persen.
107
4.2.6. Indeks Pembangunan Gender
Realisasi Indikator Indeks Pembangunan Gender (IPG) sebesar 90,72*. Data realisasi tahun 2017
masih menggunakan data IPG tahun 2016 yang bersumber dari BPS, dikarenakan data tahun 2017 dari
BPS masih dalam tahap pengumpulan data akan dipublikasikan pada akhir tahun 2018. IPG tahun 2016
sebesar 90,72 lebih rendah 0,35 poin dari tahun 2015 sebesar 91,07. Penurunan capaian tersebut
dipengaruhi oleh peningkatan jarak antara IPM laki-laki sebesar 74,23 dan IPM perempuan sebesar 67,34
pada tahun 2016. Selisih angka IPM pada tahun 2016 sebesar 6,89, dan selisih angka IPM pada tahun
2015 sebesar 6,54. Dari ketiga penyusun indicator peranan perempuan dalam perekonomian masih
tertinggal jauh dibanding laki-laki, sehingga masih diperlukan usaha yang lebih keras dalam meningkatkan
rata-rata penghasilan perempuan.
4.2.7. Pertumbuhan PDRB/ Laju Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Jawa Timur sampai dengan triwulan III-2017 (c-to-c) tumbuh 5,21 persen. Dari sisi
produksi, pertumbuhan didorong oleh semua lapangan usaha, dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada
Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian yang tumbuh sebesar 8,43 persen. Sementara dari sisi
pengeluaran terutama didorong oleh Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto yang tumbuh sebesar
5,66 persen.
4.2.8. Indikator Kualitas Lingkungan Hidup
Perkembangan IKLHD Provinsi Jawa Timur dari tahun 2015 hingga tahun 2017 semakin meningkat
namun masih termasuk dalam kategori kurang, yaitu 65,54. Pada Tahun 2019, Pemerintah Provinsi Jawa
Timur harus terus meningkatan pencapaian target program-program di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka memperbaiki kualitas lingkungan hidup di Jawa Timur dan
mencapai target IKLHD Provinsi Tahun 2019 sebesar 67,00-68,52 atau dengan kategori cukup.
4.2.9. Indeks Kepuasan Masyarakat
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dimasukkan sebagai indikator baru dalam penyelenggaraan
pembangunan daerah Jawa Timur. Kondisi ini mencerminkan kepuasan terhadap pelayanan masyarakat di
Jawa Timur lebih baik, efisien, dan efektif berbasis dari kebutuhan masyarakat. Suatu pelayanan dinilai
memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pengguna layanan.
Kepuasan masyarakat dapat juga dijadikan acuan bagi berhasil atau tidaknya pelaksanaan program yang
dilaksanakan pada suatu lembaga layanan publik.
4.2.10. Indeks Reformasi Birokrasi
Reformasi birokrasi tahun 2017 meningkat menjadi 69,54. Peningkatan ini mencerminkan birokrasi
pemerintah Jawa Timur semakin profesional dengan berkarakter, berintegrasi, berkinerja tinggi, bebas dan
bersih KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar
dan kode etik aparatur negara.
4.2.11. Indeks Kesalehan Sosial
Indeks Kesalehan Sosial merupakan indikator baru dalam penyelenggaraan pembangunan daerah
Jawa Timur, pada tahun 2017 (angka sangat sementara) capaiannya 62,34. Kedepannya Pemerintah
Provinsi Jawa Timur berupaya agar Indeks Kesalehan Sosial terus meningkat tiap tahunnya. Pemerintah
perlu bersinergi dengan stakeholder lain untuk melakukan berbagai langkah strategis dalam peningkatan
kesalehan sosial, agar nilai-nilai agama dapat memberi kontribusi positif bagi pembangunan sesuai yang
diharapkan.
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
INSPEKTORAT Jl. Raya Juanda No. 8 Telp. (031) 8540616 Ps. 106, 107, 201 Fax. (031) 8548153
S I D O A R J O
PERNYATAAN TELAH DIREVIU
LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH
PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2017
Kami telah mereviu Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Provinsi Jawa Timur
untuk tahun anggaran 2017 sesuai Pedoman Reviu atas Laporan Kinerja.
Substansi informasi yang dimuat dalam Laporan Kinerja menjadi tanggung jawab
manajemen Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Reviu bertujuan untuk memberikan keyakinan terbatas laporan kinerja telah
disajikan secara akurat, andal, dan valid.
Berdasarkan reviu kami, tidak terdapat kondisi atau hal-hal yang menimbulkan
perbedaan dalam meyakini keandalan informasi yang disajikan di dalam laporan
kinerja ini.
Sidoarjo, 26 Maret 2018
INSPEKTUR PROVINSI JAWA TIMUR
GUBERNUR JAWA TIMUR
PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017
PROVINSI JAWA TIMUR
Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan,
akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Dr. H. SOEKARWO
Jabatan : GUBERNUR JAWA TIMUR
Berjanji akan mewujudkan target kinerja yang seharusnya sesuai lampiran perjanjian
ini, dalam rangka mencapai target kinerja jangka menengah seperti yang telah
ditetapkan dalam dokumen perencanaan.
Keberhasilan dan kegagalan pencapaian target kinerja tersebut menjadi tanggung
jawab kami.
Surabaya, 2 Oktober 2017
GUBERNUR JAWA TIMUR
Dr. H. SOEKARWO
PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017
PROVINSI JAWA TIMUR
NO.
SASARAN STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA TARGET
(1) (2) (3) (4)
1 Meningkatnya partisipasi angkatan kerja dan penyerapan tenaga kerja
1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
66,31
2 Persentase pencari keja yang ditempatkan
65,50
2 Meningkatnya hubungan industrial yang harmonis
3 Persentase peningkatan pendapatan pekerja di jawa timur
8,25
3 Meningkatnya akses pendidikan menengah yang berkualitas
4 Indeks Pendidikan 0,61
4 Meningkatnya Gemar dan Budaya Baca Masyarakat Jatim
5 Indeks Minat Baca 70,00
5 Meningkatnya mutu pendidikan dan tenaga kependidikan
6 Persentase Guru jenjang SMA, SMK dan PKLK berkualifikasi minimal S1/D4
98,80
6 Menurunnya Kematian Ibu saat melahirkan dan Kematian Bayi
7
Angka Kematian Ibu (AKI) per seribu penduduk
90,00
8 Angka Kematian Bayi per seribu penduduk
66,31
9 Persentase Stunting
65,50
7 Meningkatnya pelayanan kesehatan seusai dengan standart pelayanan minimal
10 Angka Harapan Hidup (AHH)
72,08
11 Persentase Rumah Sakit Terakreditasi
75,00
12
Persentase RFT Rate Kusta
> 91,00
13
Persentase Penderita HIV yang mendapatkan ARV
>80,00
14
Persentase keberhasilan pengbatan TB
>90,00
8
Menurunnya Infrastruktur Dasar Perumahan dan Permukiman
15
Persentase pencapaian Insfrastruktur dasar perumahan dan permukiman
68,75
NO.
SASARAN STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA TARGET
(1) (2) (3) (4)
9 Meningkatnya Kualitas Peran Pemuda dan Prestasi Olahraga
16 Persentase Pemuda yang berprestasi dan berperan dalam pembangunan
70,82
17 Jumlah Atlit yang berprestasi 1.261
10 Menurunya Penduduk Miskin
18 Persentase Persentase Lembaga Kemasyarakatan Desa/Kel yang aktif
75,00
19 Persentase pertumbuhan Usaha Ekonomi Masyarakat Desa/Kelurahan
56,00
20 Persentase Transmigrasi yang berhasil meningkatkan taraf ekonomi dan sosialnya
82,50
11 Menurunnya Kesejahteraan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
21 Persentase Penurunan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
1,45
12 Meningkatnya pengarusutamaan gender dalam pembangunan
22
Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)
20,00
23
Persentase penurunan kasus tindak kekerasan dan trafficking di Jatim
69,00
24 Persentase laju pertumbuhan penduduk
0,66
25 Cakupan KB Aktif (CPR)
66,00
13 Meningkatnya Ketahahan Pangan
26 Skor Pola Pangan Harapan
85,50
27 Ketersediaan Pangan - Beras (ton)
8.905.000,00
- Jagung (ton) 6.300.000,00
- Kedelai (ton) 340.000,00
14 Meningkatnya Kontribusi Sektor-Sektor Unggulan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi
28 Nilai Ijin Prinsip Investasi PMA dan PMDN (Trilyun Rupiah)
100,00
29 Persentase Pertumbuhan Omzet Koperasi dan UKM
8,20
30 Nilai Relaisasi Investasi PMA dan PMDN (Trilyun Rupiah)
80,00
NO.
SASARAN STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA TARGET
(1) (2) (3) (4)
31 Persentase Pertumbuhan Sub Kategori Perikanan terhadap PDRB
5,00
32 Persentase Pertumbuhan sub Kategori tanaman pangan terhadap PDRB
2,755
33 Persentase Pertumbuhan sub Kategori perkebunan terhadap PDRB
2,17
34 Persentase Pertumbuhan sub Kategori peternakan terhadap PDRB
2,87
35 Persentase Pertumbuhan sub Kategori kehutanan dan Penebangan Kayu terhadap PDRB
0,40
36 Persentase Pertumbuhan subShare Net Ekspor pada PDRB menurut pnggunaan
1,70
37 Persentase Pertumbuhan Industri Pengolahan
5,50
38
Persentase Pertumbuhan Sektor Pariwisata terhadap PDRB
5,80
15 Meningkatnya Ketersedian dan Kualitas Layanan Infrastruktur Strategis
39 Persentase Jalan Provinsi dalam kondisi mantap
90,70
40 Rasio Elektrifiasi
0,88
41 Persentase yalanan Air untuk Irigasi
82,75
42 IKM terhadap pelayanan perhubungan
80,00
43 Persentase pertumbuhan sektor transportasi terhadap PDRB
2,00
16 Meningkatnya Kualitas Lingkungan Hidup serta Melestarikan
44 Indeks Kualitas Udara
89,30
45 Indeks Kualitas Air
53,00
NO.
SASARAN STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA TARGET
(1) (2) (3) (4)
Ketersediaan Sumber Daya Alam dan Fungsi Lingkungan Hidup
46 Indeks Tutupan Lahan/Hutan 57,00
17 Meningkatnya Kepastian Penyelenggaraan Penataan Ruang
47 Persentase Luas Kawasan yang peruntukannya sesuai dengan RTRW
56,06
18 Meningkatnya Pemanfaatan TIK dan Layanan Informasi
48 Hasil evaluasi terhadap inplementasi keterbukaan informasi publik
94,50
19 Meningkatnya Ketersediaan Dokumen Statistik yang terpercaya dan berkualitas
49 Persentase Release data statistic yang akurat dan tepat waktu
40,00
20 Meningkatnya Pemanfaatan TIK dalam pengamanan informasi
50 Persentase informasi persandian yang diamankan
20,00
21
Meningkatnya Kualitas Perencanaan, Penganggaran, serta Pengendalian Program dan Kegiatan Pembangunan
51
Persentase Program di RKPD yang sesuai dengan Program di RPJMD
100,00
52 Persentase usulan musrembang yang diakomodasi dalam dokumen perencanaan
30,00
53 Persentase hasil penelitian dan pengembangan yang dimanfaatkan
25,00
22 Meningkatnya Transparansi dan Akuntabilitas Penyelenggaraan Pemerintah dan Pengelolaan Keuangan Daerah
54 Jumlah Pendapata Asl Daerah ( Juta Rupiah)
13.217.393,37.
55 Nilai Opini BPK WTP
56 Persentase OPD Pemerintah Provinsi dan Kabupaten /Kota yang taat terhadap perundang- undangan (penyelenggaaan keuangan dan pemerintahn) Daerah
75,00
57 Predikat Hasil Evaluasi SAKIP
A
58 Predikat Hasil Evaluasi LPPD
Sangat Tinggi
NO.
SASARAN STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA TARGET
(1) (2) (3) (4)
59
Persentase produk hukum daerah yang tidak bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi (kesusilaan dan kepentingan umum )
85,00
60 Persentase Rekomendasi hasil koordinasi penyelenggaraan pemerintahan yang ditindaklanjuti
85,00
61 Persentase penduduk ber KTP
93,50
23 Meningkatnya Kompetensi dan Kualitas SDM Aparatur Pemerintah
62
63
Persentase hasi penataan pegawai ASN sesuai formasi kebutuhan dan kompetensinya Indeks Profesionalitas Pegawai (IPP)
97,00
80,00
64 Persentase peserta Diklat yang memperoleh sertifikat kompetensi dengan kualifikasi kelulusan minimal memuaskan (skor 80,1 – 90)
93,00
24 Mewujudkan Sistem Penanggulangan Bencana untuk Meningkatkan Ketangguhan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana
65 Persentase korban bencana yang tertangani secara cepat dan tepat sasaran
100,00
25 Meningkatnya Partisipasi Aktif Masyarakat Dalam Menyalurkan Hak Politik dan Penanganan Konflik Sosial
66 Persentase Potensi Kejadian terkait poleksusbud di Jatim yang dapat dicegah
90,00
67 Indeks Demokrasi Indonesia 79,50
26 Meningkatnya Kehidupan Bermasyarakat Yang Taat Hukum
68 Persease Kasus Pelanggaran K3 (Ketertiban, Ketentraman dan Keamanan) yang dapat diselesaikan
5,00
69 Persentase penegakan supremasi Hukum dan HAM di Jatim
85,00
NO.
SASARAN STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA TARGET
(1) (2) (3) (4)
27 Meningkatnya Pelestarian Seni Budaya
70 Jumlah Karya Seni Budaya yang mendapatkan penghargaan tingkat Nasional
20,00
71 Persentase Cagar Budaya (benda, Situs, Kawasan) yang dilestarikan
96,30
Program Anggaran
(Rupiah)
1 Program Pendidikan 1.703.849.223.400,00
2 Program Kesehatan 3.432.969.134.958,08
3 Program Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang 1.299.104.460.421,00
4 Program Ketemtraman dan Ketertiban Umum serta
Perlindungan Masyarakat
12.447.006.000,00
5 Program Sosial 101.757.506.900,00
6 Program Tenaga Kerja 132.726.735.859,00
7 Program Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak
13.916.331.000,00
8 Program Pangan 167.310.832.343,00
9 Program Lingkungan Hidup 33.361.820.800,00
10 Program Pemberdayaan Masyarakat dan Desa 43.027.167.400,00
11 Program Perhubungan 871.303.551.000,00
12 Program Komunikasi dan Informatika 33.111.918.800,00
13 Program Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah 87.048.335.179,00
14 Program Penanaman Modal 41.802.567.000,00
15 Program Kepemudaan dan Olahraga 33.223.342.950,00
16 Program Kebudayaan dan Pariwisata 124.797.513.000,00
17 Program Perpustakaan 30.597.991.000,00
18 Program Kelautan dan Perikanan 735.398.178.000,00
19 Program Pertanian 136.055.124.776,00
20 Program Kehutanan 32.098.224.000,00
21 Program Energi dan Sumber Daya Mineral 12.402.366.630,00
22 Program Perindustrian 157.806.727.841,00
23 Program Kesekretariatan Daerah 269.176.623.096,00
24 Program Kesekretariatan DPRD 160.521.055.140,00
25 Program Inspektorat 29.879.383.000,00
26 Program Perencanaan Pembangunan Daerah 45.872.256.250,00
27 Program Keuangan Daerah 275.481.899.830,00
28 Program Kepegawaian Daerah 26.181.845.000,00
29 Program Pendidikan dan Kepelatihan 109.260.841.800,00
30 Program Penelitian dan Pengembangan 10.514.435.000,00
31 Program Koordinasi Pelaksanaan Urusan 29.860.205.000,00
32 Program Wawasan Kebangsaan 8.889.296.000,00
33 Program Penanggulangan Bencana Daerah 10.972.075.300,00
34 Program Koordinasi Wilayah 24.267.784.000,00
Surabaya, 2 Oktober 2017
GUBERNUR JAWA TIMUR
Dr. H. SOEKARWO
PE