Download - kb hormonal fix.docx
Lab/SMF Farmakologi P-Treatment
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
KONTRASEPSI HORMONAL
Disusun Oleh
Dhyani Chitta Mayasari 1410029016
Siti Munawaroh 1410029014
Pembimbing
dr. Ika Fikriah, M.Kes
Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada
Lab/SMF Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti ‘melawan’ atau
‘mencegah’ dan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan
sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah
menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel
telur yang matang dengan sel sperma. Untuk itu, maka yang membutuhkan
kontrasepsi adalah pasangan yang aktif melakukan hubungan intim/seks dan
kedua-duanya memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan.
Keluarga Berencana (KB) adalah suatu usaha menjarangkan jumlah dan jarak
kehamilan dengan memakai kontrasepsi (Suratun, 2008).
Prinsip kerja kontrasepsi adalah meniadakan pertemuan sel telur dan sel
sperma. Ada tiga cara untuk mencapai tujuan ini, baik yang bekerja sendiri
maupun bersamaan. Pertama adalah menekan keluarnya sel telur (ovulasi), kedua
menahan masuknya sperma kedalam saluran kelamin wanita sampai mencapai
ovum dan ketiga adalah menghalangi nidasi. Contoh pertama adalah kontrasepsi
hormonal steroid, baik pil, suntikan maupun implan. Contoh kedua terdiri atas
kondom, mangkok vagina, spermisida, dan ligasi tuba dan vas deferens. Khusus
diterapkan pada laki-laki adalah sanggama terputus dan vasektomi, dimana pada
kedua cara tersebut, sperma tersebut tidak pernah mencapai saluran kelamin
wanita. Contoh ketiga adalah IUD atau AKDR (Siswosudarmo, 2001).
2. Tujuan
- Mengenal jenis-jenis kontrasepsi
- Mengetahui efficacy, safety, suitability dan cost dari masing-masing
kontrasepsi
3. Manfaat
- Memberikan informasi tentang pemilihan kontrasepsi
- Memberikan konseling KB untuk membantu pasien memilih kontrasepsi
yang sesuai dengan keadaan pasien
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1) Kondom
Kondom merupakan selubung/sarung karet tipis yang dipasang pada penis
sebagai tempat penampungan sperma yang dikeluarkan pria pada saat senggama
sehingga tidak tercurah pada vagina. Cara kerja kondom yaitu mencegah
pertemuan ovum dan sperma atau mencegah spermatozoa mencapai saluran
genital wanita. Sekarang sudah ada jenis kondom untuk wanita, angka kegagalan
dari penggunaan kondom ini 5-21%.
Kondom berguna untuk mengumpulkan semen sebelum, selama dan sesudah
ejakulasi dan menghalangi sperma memasuki vagina. Penggunaan kondom yang
benar dapat mengurangi resiko terjadinya penularan penyakit sexual dan dapat
juga digunakan sebagai alat kontrasepsi. Kondom yang terbuat dari latex, efektif
memberikan perlindungan terhadap virus termasuk HIV dan banyak tersedia di
pasaran.
Kondom latex dibuat oleh pabrik mempunyai bentuk, tekstur, warna,
ketebalan, lebar dan panjang yang berbeda. Beberapa kondom mempunyai
permukaan yang lembut dan ada juga yang mempunyai tekstur. Kebanyakan dari
kondom berwarna pudar yang buram tetapi ada juga yang berwarna dan beberapa
kondom dibuat mempunyai bau wangi-wangian, rasa (strawberry, mint). Pada
umumnya ada 2 bentuk kondom yang sering dijumpai yaitu mempunyai pinggang
yang lurus (straight-sided), mempunyai diameter yang sama pada kedua ujung
dan bentuk yang mengepas (contoured), mempunyai bentuk yang hampir sama
dengan straight-sided tetapi lebar untuk kepala dari penis lebih kecil. Bentuk yang
ketiga yaitu meruncing dari ujung yang tertutup dengan diameter yang lebih kecil
dari bagian yang terbuka. Bentuk yang keempat yaitu adanya bulatan pada ujung
dari bagian yang tertutup.
Kebanyakan kondom latex mempunyai ketebalan antara 0,01 mm – 0,09
mm. Buatan Amerika Serikat pada umumnya 0,03 mm – 0,07 mm, sedangkan
buatan Jepang ketebalannya 0,01 mm – 0,03 mm. Lebar dari kondom jika
dikembangkan (berhubungan diameter), mempunyai range antara 47 mm – 55
mm dan ukuran yang sering digunakan yaitu 52 mm. Kondom latex mempunyai
panjang dengan range 160 mm – 210 mm dan ukuran yang sering digunakan
antara 170 mm – 190 mm.
Kondom ada yang mempunyai lubrikasi tetapi ada juga beberapa kondom
tidak mengandung lubrikasi sama sekali. Kebanyakan lubrikasi pada kondom
berupa bahan silikon ataupun lubrikasi dengan dasar air. Lubrikasi pada kondom
berfungsi untuk memudahkan ketika memasangnya dan lebih nyaman ketia
digunakan. Beberapa lubrikasi pada kondom mempunyai tambahan yang
mengandung spermacide dan banyak digunakan adalah Nonoxynol.
Nonoxynol 9 dapat membunuh sperma, bakteri dan beberapa virus, sehingga
dapat menambahkan level perlindungan jika semen keluar dari kondom dan dapat
mengurangi kemungkinan terjadi kehamilan.
Kondom yang terbuat dari latex dapat menimbulkan alergik pada sebagian
pemakai, hal ini disebabkan adanya beberapa protein alami yang dapat dijumpai
pada latex.
Lubrikasi yang mengandung Nonoxynol 9 dapat juga menyebabkan reaksi
alergik pada sebagian pemakai, hal ini disebabkan penambahan Nonoxynol 9
menyebabkan meningkatnya jumlah protein yang dilepaskan dari latex. Dari hasil
penelitian, level protein yang dijumpai pada kondom dengan lubrikasi Nonoxynol
9 ternyata 5 kali lebih tinggi dibandingkan kondom tanpa lubrikasi Nonoxynol.
Kondom latex dirancang mempunyai permeabilitas membran yang dapat
menghambat lewatnya organisme dalam berbagai ukuran seperti spermatozoa
dengan diameter 0,003 mm (3000 nm) dan juga patogen penyebab penyakit sexual
seperti N.gonorrhoeae (800 nm), C.trachomatis (200 nm), HIV (125 nm) dan
Hepatitis B (40 nm).
Cara penggunaan :
1. Selalu menggunakan kondom latex yang baru dan gunakan sebelum
tanggal kadaluarsa.
2. Buka kemasan kondom dengan hati-hati dan jangan menggunakan gigi.
3. Pasang kondom setelah penis ereksi.
4. Pegang ujung kondom diantara 2 jari (menjepit ujungnya) agar ada
tempat untuk mengumpulkan sperma dan hilangkan udara dari ujung
kondom untuk menghindari kondom robek ketuka digunakan.
5. Pasang kondom dari ujung penis, kemudian ditarik hingga ke pangkal
penis dan ujungnya tetap dijepit.
6. Setelah ejakulasi dan sebelum penis menjadi lembek, tarik keluar penis
dengan hati-hati dan pegang bibir kondom agar sperma tidak tumpah.
7. Setelah pemakaian, kondom dibungkus dan tidak boleh dibuang ke dalam
toilet.
Keuntungan pemakaian kondom latex :
1. Dapat mencegah kehamilan dan penularan penyakit sexual.
2. Harganya tidak mahal dan mudah didapat.
3. Kemasannya ringan dan hanya untuk satu kali pemakaian.
4. Tidak membutuhkan resep untuk membelinya (dijual bebas).
5. Dapat memperpanjang ereksi pada laki-laki.
6. Dapat mengurangi ejakulasi dini.
Keadaan yang kurang menguntungkan dari pemakaian kondom latex :
1. Dapat timbul alergi terhadap latex.
2. Hilangnya sensasi ketuka berhubungan sexual.
3. Kondom dapat rusak / bocor.
2) Coitus Interuptus
Coitus interuptus atau senggama terputus adalah menghentikan senggama
dengan mencabut penis dari vagina pada saat suami menjelang ejakulasi.
Kelebihan dari cara ini adalah tidak memerlukan alat/obat sehingga relatif sehat
untuk digunakan wanita dibandingkan dengan metode kontrasepsi lain, risiko
kegagalan dari metode ini cukup tinggi.
3) KB Alami
KB alami berdasarkan pada siklus masa subur dan tidak masa subur, dasar
utamanya yaitu saat terjadinya ovulasi. Untuk menentukan saat ovulasi ada 3 cara,
yaitu : metode kalender, suhu basal, dan metode lendir serviks.
4) Diafragma
Diafragma merupakan suatu alat yang berfungsi untuk mencegah sperma
mencapai serviks sehingga sperma tidak memperoleh akses ke saluran alat
reproduksi bagian atas (uterus dan tuba fallopi). Angka kegagalan diafragma 4-
8% kehamilan.
5) Spermicida
Spermicida adalah suatu zat atau bahan kimia yang dapat mematikan dan
menghentikan gerak atau melumpuhkan spermatozoa di dalam vagina, sehingga
tidak dapat membuahi sel telur. Spermicida dapat berbentuk tablet vagina, krim
dan jelly, aerosol (busa/foam), atau tisu KB. Cukup efektif apabila dipakai dengan
kontrasepsi lain seperti kondom dan diafragma.
6) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) / IUD
a. Pengertian Intra Uterin Devices (IUD) /AKDR
AKDR adalah suatu alat atau benda yang dimasukkan kedalam rahim yang
sangat efektif, reversibel dan berjangka panjang, dapat dipakai oleh semua
perempuan usia reproduktif (Handayani, 2010).
b. Jenis-jenis Intra Uterin Devices (IUD) /AKDR
Macam IUD menurut Handayani (2010) dikategorikan menjadi 2 yaitu :
1) AKDR non hormonal
Pada saat ini AKDR telah memasuki generasi ke-4 karena berpuluh-
puluh macam AKDR telah dikembangkan. Mulai dari generasi pertama yang
terbuat dari benang sutera dan logam sampai generasi plastik (polietilen), baik
yang ditambah obat ataupun tidak.
a) Menurut bentuknya AKDR di bagi menjadi 2 :
(1) Bentuk terbuka (oven device)
Misalnya : Lippes Loop, CUT, Cu-7. Marguiles, Spring Coil,
Multiload, Nova-T.
(2) Bentuk tertutup (closed device)
Misalnya : Ota-Ring, Atigon, dan Graten Berg Ring.
b) Menurut Tambahan atau Metal
(1) Medicatet IUD
Misalnya : Cu T 200 (daya kerja 3 tahun), Cu T 220 (daya kerja 3 tahun),
Cu T 300 (daya kerja 3 tahun), Cu T 380 A (daya kerja 8 tahun), Cu- 7,
Nova T (daya kerja 5 tahun), ML-Cu 375 (daya kerja 3 tahun).
(2) Un Medicated IUD
Misalnya : Lippes Loop, Marguiles, Saf-T Coil, Antigon. Cara insersi lippes
loop : Push Out
2) IUD yang mengandung hormonal
a) Progestasert-T = Alza T
(1) Panjang 36 mm,lebar 32 mm,dengan 2 lembar benang ekor warna
hitam
(2) Mengandung 38 mg progesterone dan barium sulfat, melepaskan 65
mcg progesterone per hari
(3) Tabung insersinya terbentuk lengkung
(4) Teknik insersi : plunging (Modified Withdrawal)
b) LNG-20
1) Mengandung 46-60 mg Levonorgestrel, dengan pelepasan 20
mcg per hari
2) Sedang di teliti di Finlandia
3) Angka kegagalan/kehamilan agak terendah : <0,5 per 100
wanita per tahun
4) Penghentian pemakaian oleh karena persoalan-persoalan
perdarahan ternyata lebih tinggi dibandingkan IUD lainya,
karena 25% mengalami amenore atau perdarahan haid yang
sangat sedikit.
c. Mekanisme Kerja (Hartanto, 2004)
AKDR akan berada dalam uterus, bekerja terutama mencegah terjadinya
pembuahan (fertilisasi) dengan mengahalangi bersatunya ovum dengan sperma,
mengurangi jumlah sperma yang mencapai tuba falopi dan menginaktifasikan
sperma. Ada beberapa mekanisme cara kerja AKDR sebagai berikut :
1) Timbulnya reaksi radang radang lokal di dalam cavum uteri sehingga
implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu.
2) Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan
terhambatnya implantasi.
3) Gangguan/terlepasnya blastocyst yang telah berimplantasi didalam
endometrium.
4) Pergerakan ovum yang bertambah cepat didalam tuba fallopi.
5) Immobilissi spermatozoa saat melewati cavum uteri.
d. Efektivitas (Hartanto, 2004)
1) Efektifitas dari IUD dinyatakan pada angka kontinuitas (continuation rate)
yaitu berapa lama IUD tetap tinggal in-uterio tanpa : Ekspulsi spontan,
terjadinya kehamilan dan pengangkatan/pengeluarankarena alasan-alasan
medis atau pribadi.
2) Efektifitas dari bermacam-macam IUD tergantung pada :
a) IUD-nya : Ukuran, Bentuk dan mengandung Cu atau Progesteron.
b) Akseptor : Umur, paritas, frekuensi senggama.
3) Dari faktor yang berhubungan dengan akseptor yaitu umur dan paritas,
diketahui :
a) Makin tua usia, makin rendah angka kehamilan, ekspulsi dan
pengangkatan/pengeluaran IUD.
b) Makin muda usia, terutama pada nulligravid, maka tinggi angka ekspulsi
dan pengangkatan/pengeluaran IUD.
4) Use-effectiveness dari IUD tergantung pada variabel administrative, pasien
dan medis, termasuk kemudahan insersi, pengalaman pemasang, kemungkinan
ekspulsi dari pihak akseptor, kemampuan akseptor untuk mengetahui
terjadinya ekspulsi dan kemudahan akseptor untuk mendapatkan pertolongan
medis.
e. Keuntungan
1) AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan.
2) Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380 A dan tidak perlu
diganti).
3) Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat.
4) Tidak mempengaruhi hubungan seksual.
5) Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil.
6) Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380 A)
7) Tidak mempengaruhi kualitas ASI.
8) Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila
tidak terjadi infeksi).
9) Dapat digunakan sampai menoupose (1 tahun atau lebih setelah haid
terakhir)
10) Tidak ada interaksi dengan obat-obatan.
11) Membantu mencegah terjadinya kehamilan ektopik.
f. Kerugian (Handayani, 2010)
Efek samping yang akan terjadi :
1) Perubahan siklus haid (umumnya pada 8 bulan pertama dan akan berkurang
setelah 3 bulan).
2) Haid lebih lama dan banyak.
3) Perdarahan atau (spotting) antar menstruasi
4) Saat haid lebih sakit
5) Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS.
6) Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang
sering ganti-ganti pasangan.
7) Penyakit radang panggul terjadi. Seorang perempuan dengan IMS memakai
AKDR, PRP dapat memicu infertilitas.
8) Prosedur medis,termasuk pemeriksaan pelvic diperlukan dalam pemasangan
AKDR. Seringkali perempuan takut selama pemasangan.
9) Sedikit nyeri perdarahan (spotting) terjadi segera setelah pemasangan
AKDR. Biasanya menghilang dalam 1-2 hari.
10) Klien tidak dapat melepas AKDR oleh dirinya sendiri. Petugas kesehatan
terlatih yang harus melakukanya.
11) Mungkin AKDR keluar lagi dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi
apabila AKDR di pasang setelah melahirkan).
12) Perempuan harus memeriksakan posisi benang dari waktu kewaktu,untuk
melakukan ini perempuan harus bisa memasukkan jarinya kedalam vagina.
Sebagian perempuan ini tidak mau melakukannya.
g. Indikasi (Saifudin, 2006)
1) Usia reproduktif.
2) Keadaan nulipara.
3) Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang.
4) Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi.
5) Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya.
6) Setelah mengalami abortus dantidak terlihat adanya adanya infeksi.
7) Resiko rendah IMS.
8) Tidak menghendaki metode hormonal.
9) Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari.
10) Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama.
h. Kontraindikasi (Saifudin, 2006)
1) Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil).
2) Perdarahan vagina yang tidak diketahui.
3) Sedang menderita infeksi alat genital.
4) Tiga bulan terakhir sedang mengalami abortus.
5) Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat
mempengaruhi kavum uteri.
6) Penyakit trofoblas yang ganas.
7) Diketahui menderiata TBC pelvik.
8) Kanker alat genital.
9) Ukuran rahim yang kurang 5 cm.
i. Hal yang harus diketahui oleh akseptor IUD
1) Cara memeriksa sendiri benang ekor IUD.
2) Efek samping yang sering timbul misalnya perdarahan haid yang bertambah
banyak/lama, rasa sakit/kram.
3) Segera mencari pertolongan medis bila timbul gejala-gejala infeksi.
4) Macam IUD yang dipakinya.
5) Saat untuk mengganti IUDnya.
6) Bila mengalami keterlambatan haid, segera periksakan diri Ke petugas
medis.
7) Sebaiknya tunggu tiga bulan untuk hamil kembali setelah IUD dikeluarkan
dan gunakan metode kontrasepsi lain selama waktu tersebut.
8) Bila berobat karena alasan apapun, selalu beritahu dokter bahwa akseptor
menggunakan IUD.
9) IUD tidak memberi perlindungan terhadap transmisi virus penyebab AIDS.
j. Prosedur pemasangan (Varney’s, 2007)
1) Informed Consent.
2) Pastikan bahwa wanita yang menginginkan pemasangan AKDR tidak
sedang hamil.
3) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
4) Lakukan pemeriksaan bimanual.
5) Pasang spekulum dan sesuaikan untuk mendapatkan ruang pandang terluas
sehingga memudahkan pemasangan AKDR.
6) Membersihkan Serviks secara menyeluruh dengan antiseptik.
7) Memasukkan tenakulum dan jepit porsio kearah jam 11.00 atau 13.00.
8) Mengukur kedalaman uterus dengan menggunakan sonde uterus.
9) Memasukkan IUD sesuai dengan macam alatnya. Lepaskan IUD dalam
bidang transverse dari kavum uteri pada posisi setinggi mungkin difundus
uteri.
10) Keluarkan tabung inserternya.
11) Periksa dan gunting benang ekor IUD sampai 2-3 cm dari ostium uteri
eksternum.
12) Lepaskan tenakulum dan spekulum.
k. Waktu pemasangan (Everett, 2008)
AKDR biasanya dipasang pada akhir menstruasi karena serviks terbuka
pada waktu ini, yang membuat pemasangan menjadi lebih mudah. AKDR dapat
dipasang sampai 5 hari setelah hari ovulasi paling awal yang diperhitungkan,
sebagai kontrasepsi pasca koitus. Setelah kelahiran bayi, wanita dapat dipasang
AKDR 6 minggu postnatal. Setelah keguguran atau terminasi kehamilan.
7) Metode Kontrasepsi Mantap (Kontap)
1. Tubektomi
Kontrasepsi mantap pada wanita adalah setiap tindakan pada kedua saluran
telur yang mengakibatkan orang atau pasangan yang bersangkutan tidak akan
mendapat keturunan lagi. Kontrasepsi ini untuk jangka panjang dan sering disebut
tubektomi atau sterilisasi (Handayani, 2010).
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas
(kesuburan) seorang perempuan yang dilakukan dengan cara eksisi atau
menghambat tuba fallopi yang membawa ovum dari ovarium ke uterus. Tindakan
ini mencegah ovum dibuahi oleh sperma di tuba falopii (Everett,2008).
1. Jenis-jenis Tubektomi
a. Minilaporatomi adalah sterilisasi tuba yang dilakukan melalui suatu insisi
suprapubik kecil dengan panjang biasanya 3-5 cm. Minilaparotomi merupakan
metode sterilisasi wanita yang paling sering dilakukan di seluruh dunia karena
keamananya, kesederhanaannya, dan kemudahan adaptasinya terhadap lingkungan
bedah (Speroff, Darney, 2003).
Keuntungan minilaparotomi dapat dikerjakan oleh setiap tenaga medis yang
memiliki dasar-dasar ilmu bedah dan keterampilan bedah, hanya memerlukan
alat-alat yang sederhana dan tidak mahal terutama alat-alat bedah standar,
komplikasi umumnya hanya komplikasi minor dan dapat dilakukan segera setelah
melahirkan (Hartanto, 2004).
Kerugian minilaparotomi yaitu waktu operasi sedikit lebih lama
dibandingkan dengan laparoskopi yang rata-rata memerlukan 10-20 menit, sukar
pada wanita yang sangat gemuk bila ada perlekatan-perlekatan pelvis atau pernah
mengalami operasi pelvis, operasi ini meninggalkan bekas luka parut kecil yang
masih dapat terlihat, rasa sakit abdomen yang singkat karena luka insisi terjadi
pada 50% wanita, angka kejadian infeksi luka operasi lebih tinggi dibandingkan
dengan laparoskopi.
b. Laparoskopi adalah suatu pemeriksaan endoskopik dari bagian dalam rongga
peritoneum dengan alat laparoskop yang dimasukkan melalui dinding anterior
abdomen (Hartanto, 2004).
Keuntungan laparoskopi yaitu komplikasi rendah dan pelaksanaannya cepat
(rata-rata 5-15 menit), insisi kecil sehingga luka parut sedikit sekali, dapat dipakai
juga untuk diagnostik maupun terapi, kurang menyebabkan rasa sakit bila
dibandingkan dengan mini laparotomi, sangat berguna bila jumlah calon akseptor
banyak.
Kerugian laparoskopi resiko komplikasi dapat serius (bila terjadi), lebih
sukar dipelajari, memerlukan keahlian dan keterampilan dalam bedah abdomen,
harga peralatanya mahal dan memerlukan perawatan yang teliti, tidak dianjurkan
untuk digunakan segera post-partum (Hartanto, 2004).
2. Indikasi dan Kontra indikasi Tubektomi
a. Indikasi (Siswosudarmo, 2007)
Dengan sifatnya yang permanen, sterilisasi hanya cocok untuk pasangan
yang tidak menginginkan anak lagi. Secara lebih luas, indikasi sterilisasi dapat
dibagi lima macam yaitu :
1) Indikasi Medis
Yang termasuk indikasi medis adalah penyakit yang berat kronik seperti
jantung, ginjal, paru-paru, dan penyakit kronik lainnya. Tetapi tidak semua
penyakit tersebut merupakan indikasi, hanya yang membahayakan keselamatan
ibu kalau ia mengandung merupakan indikasi untuk sterilisasi.
2) Indikasi Obstetris
Indikasi obstetris adalah keadaan di mana resiko kehamilan berikutnya
meningkat meskipun secara medis tidak menunjukkan kelainan apa-apa,
termasuk kedalam indikasi obstetris adalah multiparitas (banyak anak), apalagi
dengan usia yang relatif lanjut (misal grandemultigravida, yakni paritas lima
atau lebih dengan umur 35 tahun atau lebih), seksio sesarea dua kali atau lebih
dan lain-lain.
3) Indikasi Genetik
Indikasi genetik adalah penyakit herediter yang membahayakan
kesehatan dan keselamatan anak, seperti hemophilia.
4) Indikasi Kontrasepsi
Indikasi kontrasepsi adalah indikasi yang murni ingin menghentikan
(mengakhiri) kesuburan, artinya pasangan tersebut tidak menginginkan anak
lagi meskipun tidak terdapat keadaan lain yng membahayakan keselamatan ibu
seandainya ia hamil.
5) Indikasi Ekonomis
Indikasi ekonomis artinya pasangan suami istri menginginkan sterilisasi
karena merasa beban ekonomi keluarga menjadi terlalu berat dengan
bertambahnya anak dalam keluarga tersebut.
b. Kontraindikasi (Everett, 2008)
Kontraindikasi kontrasepsi mantap pada wanita adalah masalah
hubungan, ketidaksetujuan terhadap operasi dari salah satu pasangan, dan
keadaan sakit atau disabilitas yang dapat meningkatkan resiko pada operasi
3. Keuntungan Tubektomi (Siswosudarmo, Anwar, 2007)
Sterilisasi wanita adalah bentuk kontrasepsi yang sangat efektif dengan
angka kegagalan 1-5 per 1000 kasus yang berarti efektifitasnya 99,4-99,8% per
100 wanita pertahun, keefektifannya tercapai begitu operasi selesai dikerjakan.
Tubektomi merupakan cara KB jangka panjang yang tidak memerlukan tindakan
ulang artinya cukup sekali dikerjakan, meskipun kontap harus ditempuh melalui
sebuah operasi metode ini merupakan cara yang paling aman, bebas dari efek
samping asal semua prosedur dan persyaratan operasi terpenuhi. Sebagaimana
cara KB lainnya kontap bersifat praktis artinya tidak membutuhkan kunjungan
ulang yang terjadwal, dan tidak mengganggu hubungan seksual. Metode ini bebas
dari efek samping hormonal sebagaimana pil, KB suntik maupun susuk. Kontap
tidak mengganggu hubungan seksual, tidak pula menurunkan libido. Sekarang
sterilisasi merupakan tindakan operasi kecil di mana klien hanya memerlukan
istirahat beberapa jam sebelum ia bisa meninggalkan tempat pelayanan dan dapat
dikerjakan di lapangan dengan memanfaatkan kamar operasi di puskesmas.
4. Keterbatasan Tubektomi (Sujiyatini, Arum, 2009)
a. Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini (tidak dapat
dipulihkan kembali), kecuali dengan operasi rekanalisasi, maka sebelum
tindakan perlu pertimbangan matang dari pasangan sehingga klien (akseptor)
tidak menyesal dikemudian hari.
b. Resiko komplikasi kecil (meningkat apabila digunakan anestesi umum).
c. Adanya rasa sakit atau ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah
tindakan.
d. Dilakukan oleh dokter yang terlatih (dIbutuhkan dokter spesialis bedah
untuk proses laparoskopi).
e. Tidak melindungi diri dari IMS, termasuk HIV atau AIDS.
5. Yang dapat menjalani tubektomi (Saifuddin, 2006)
a. Usia Ibu > 26 sampai 46 tahun, memiliki paritas >2.
b. Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan kehendaknya
sehingga klien tidak menyesal di kemudian hari.
c. Pada kehamilanya akan menimbulkan resiko kesehatan yang serius.
d. Pada saat pascapersalinan dan pascakeguguran.
e. Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini
6. Yang tidak dapat menjalani tubektomi (Pinem, 2009)
a. Hamil atau dicurigai hamil.
b. Perdarahan melalui vagina yang belum terjelaskan penyebabnya.
c. Infeksi sistematik atau pelvik akut yang belum sembuh atau masih dikontrol.
d. Tidak boleh menjalani proses pembedahan.
e. Belum mantap/kurang pasti dengan keinginanya untuk fertilitas dimasa
mendatang.
f. Belum memberikan persetujuan tertulis
7. Waktu pelaksanaan
a. Dapat dilakukan setiap saat selama klien tidak hamil, apabila ingin
melakukan prosedur ini klien disarankan memakai kondom pada siklus
menstruasi sebelum dilakukan prosedur untuk memastikan tidak ada sperma
didalam tuba fallopii yang dapat membuahi sebuah ovum yang dilepaskan
sesaat setelah pembedahan yang kemudian mengakibatkan kehamilan
ektopik.
b. Hari ke 6 sampai ke 13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi).
c. Pascapersalinan (48 jam pertama atau setelah 6 minggu, jika ingin dilakukan
diluar waktu tersebut, klien sudah di imunisasi (Tetanus Toxoid), dan
mendapat lindungan antibiotik maka tubektomi dapat dilaksanakan oleh
operator yang berpengalaman.
d. Pasca keguguran segera atau dalam 7 hari pertama, selama tidak ditemukan
komplikasi infeksi pelvis.
8. Persiapan pre-operatif tubektomi (Pinem, 2009)
a. Konseling perihal kontrasepsi dan jelaskan kepada klien bahwa ia
mempunyai hak untuk berubah pikiran setiap waktu sebelum prosedur
dilakukan.
b. Menanyakan riwayat medis yang mempengaruhi keputusan pelaksanaan
operasi atau anestesi antara lain meliputi penyakit-penyakit pelvis, pernah
mengalami operasi abdominal atau pelvis, riwayat diabetes mellitus, riwayat
penyakit paru-paru seperti asthma, bronchitis, pernah mengalami problem
dengan anestesi, penyakit-penyakit perdarahan, alergi dan pengobatan yang
dijalani saat ini.
c. Pemeriksaan fisik : meliputi kondisi-kondisi yang mungkin mempengaruhi
keputusan pelaksanaan operasi atau anestesi.
d. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemerisaan darah lengkap, pemeriksaan
urin dan pap smear.
e. Informed consent harus diperoleh. Standard consent form harus
ditandatangani oleh suami atau istri yang dari calon akseptor kontrasepsi
mantap sebelum dilakukan. Umumnya penandatanganan dokumen Informed
consent dilakukan setelah calon akseptor dan pasangannya mendapatkan
konseling.
9. Komplikasi yang mungkin terjadi dan penanganannya (Saifuddin, 2006)
a. Infeksi luka, apabila terlihat infeksi luka obati dengan antibiotik.
b. Demam pasca operasi (> 380C), obati infeksi berdasarkan apa yang
ditemukan.
c. Luka pada kandung kemih, intestinal (jarang terjadi). Apabila kandung
kemih atau usus luka dan diketahui sewaktu operasi, lakukan reparasi primer,
apabila ditemukan pascaoperasi,dirujuk kerumah sakit yang tepat bila perlu.
d. Hematoma subkutan, gunakan packs yang hangat dan lembab ditempat
tersebut. Amati hal ini biasannya akan berhenti dengan berjalannya waktu
tetapi dapat membutuhkan drainase bila ekstensif.
e. Emboli gas yang diakibatkan laparoskopi (sangat jarang terjadi).
f. Rasa sakit pada lokasi pembedahan, pastikan adanya infeksi, atau abses dan
obati berdasarkan apa yang ditemukan.
g. Perdarahan superficial (tepi-tepi kulit atau subkutan), mengontrol perdarahan
dan obati berdasarkan apa yang ditemukan.
10. Perawatan dan informasi postoperatif
Jagalah luka operasi tetap kering hingga pembalut dilepaskan. Mulai lagi
aktivitas normal secara bertahap (sebaiknya dapat kembali ke aktivitas normal
dalam waktu 7 hari setelah pembedahan), hindarilah hubungan intim hingga
merasa cukup nyaman, hindari mengangkat benda-benda berat dan apabila merasa
sakit minumlah 1 atau 2 analgesik (penghilang rasa sakit) setiap 4 hingga 6 jam.
11. Persyaratan peserta kontrasepsi (Handayani, 2010)
a. Syarat Sukarela
Calon peserta secara sukarela, tetap memilih kontrasepsi mantap setelah
diberi konseling mengenai jenis-jenis kontrasepsi, efek samping, keefektifan,
serta telah diberikan waktu untuk berfikir lagi.
b. Syarat Bahagia
Setelah syarat sukarela terpenuhi, maka perlu dinilai pula syarat
kebahagian keluarga. Yang meliputi terikat dalam perkawinan yang sah dan
harmonis, memiliki sekurang- kurangnya dua anak yang hidup dan sehat baik
fisik maupun mental, dan umur istri sekitar 25 tahun.
c. Syarat Sehat
Setelah syarat bahagia dipenuhi, maka syarat kesehatan perlu dilakukan
pemeriksaan.
2.Vasektomi
Vasektomi merupakan operasi kecil yang dilakukan untuk menghalangi
keluarnya sperma dengan cara mengikat dan memotong saluran mani (vas
defferent) sehingga sel sperma tidak keluar pada saat senggama,
efektifitasnya 99% (Suratun, 2008).
8) Kontrasepsi Hormonal
Di bawah pengaruh hipotalamus, hipofisis mengeluarkan Follicle Stimulang
Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Hormon-hormon ini dapat
merangsang ovarium untuk menghasilkan estrogen dan progesteron. Estrogen dan
progesteron berperan dalam proliferasi endometrium pada waktu daur haid, dalam
keseimbangan tertentu menyebabkan ovulasi dan penurunan kadarnya
mengakibatkan luruhnya endometrium dan haid. Kontrasepsi hormonal berperan
dalam menghambat proses proses tersebut di atas (Prawirohardjo, 2009).
Progestin Oral (Minipil)
Mini pil (kadang-kadang disebut juga pil masa menyusui) mengandung agen
progestasional dalam dosis yang kecil, dan harus dikonsumsi setiap hari secara
berkesinambungan. Minipil tersedia dalam dua kemasan yaitu isi 35 pil
(mengandung 300 µg levonorgestrel atau 350 µg noretindron) dan isi 28 pil
(mengandung 75 µg desogestrel).
Di seluruh dunia, Mini Pil tidak mendapatkan penerimaan yang luas, baik
dari pihak wanita maupun dari petugas medis KB. Mini Pil bukan menjadi
pengganti dari Pil Oral Kombinasi, tetapi hanya sebagai suplemen/tambahan yang
digunakan wanita yang ingin menggunakan kontrasepsi oral tetapi sedang
menyusui atau untuk wanita yang harus menghindari estrogen oleh sebab apapun.
1. Keuntungan Pil Mini (Hartanto, 2004)
Adapun keuntungan kontrasepsi pil mini dibagi atas 2 yaitu :
Keuntungan Kontrasepsi : Sangat efektif bila digunakan secara benar; tidak
mengganggu hubungan seksual; tidak mempengaruhi asi; kesuburan cepat
kembali; nyaman dan mudah digunakan; sedikit efek samping; dapat dihentikan
setiap saat; tidak mengandung estrogen.
Keuntungan Pil Mini tidak hanya digunakan untuk kontrasepsi saja, tetapi
dapat juga digunakan untuk wanita usia subur dengan keuntungan : Mengurangi
nyeri haid; mengurangi jumlah darah haid; menurunkan tingkat anemia; mencegah
kanker endometrium; melindungi dari penyakit radang panggul; tidak
meningkatkan pembekuan darah; dapat diberikan pada penderita endometriosis;
kurang menyebabkan peningkatan tekanan darah, nyeri kepala, dan depresi; dapat
mengurangi keluhan premenstrual sindrom (sakit kepala, perut kembung, nyeri
payudara, nyeri pada betis, lekas marah); sedikit sekali mengganggu metabolisme
karbohidrat sehingga relatif aman diberikan kepada perempuan pengidap kencing
manis yang belum mengalami komplikasi.
2. Kerugian Pil Mini (Saifuddin, 1996)
i. Hampir 30 – 60 % mengalami gangguan haid (perdarahan sela, spotting,
amenore)
ii. Peningkatan berat badan
iii. Harus digunakan setiap hari dan pada waktu yang sama
iv. Bila lupa satu pil saja, kegagalan menjadi lebih besar
v. Payudara menjadi tegang, mual, pusing, dermatis atau jerawat
vi. Risiko kehamilan ektopik cukup tinggi (4 dari 100 kehamilan), tetapi risiko
ini lebih rendah jika dibandingkan dengan perempuan yang tidak menggunakan
mini pil.
3. Efek Samping Kontrasepsi Pil Mini (Siswosudarmo, 2001; Saifuddin, 2003)Efek sampingan utama dari kontrasepsi progestin adalah gangguan siklus
haid berupa perdarahan tidak teratur, perdarahan bercak, dan amenorea.
Perdarahan banyak dan lama jarang sekali terjadi. Sebagaian besar penghentian
pemakaian kontrasepsi progestin disebabkan gangguan pola perdarahan.
Dalam menghadapi keluhan perdarahan pada pemakai kontrasepsi progestin
pertama-tama harus disingkirkan perdarahan yang berhubungan dengan infeksi,
kelainan faktor pembekuan, dan keganasan. Sampai saat ini patofisiologi
terjadinya perdarahan pada akseptor kontrasepsi progestin masih belum banyak
diketahui. Oleh karena itu pengobatannya masih bermacam-macam. Terdapat
beberapa cara pengobatan yang dipakai menghentikan perdarahan pada akseptor
kontrasepsi progestin, antara lain : Konseling; pemeriksaan fisik, ginekologik, dan
laboratorium;
pemberian progestin; pemberian estrogen; pemberian vitamin, ferum, atau
placebo; kuratase.
4. Efektivitas Kontrasepsi Pil Mini (Arum, 2008)
Sangat efektif pada penggunaan mini pil bila tidak terlupa atau jangan
sampai terjadi gangguan gastrointestinal (muntah, diare), karena akibatnya
kemungkinan terjadi kehamilan sangat besar. Penggunaan obat-obat mukolitik
asetilsistein bersamaan dengan mini pil perlu dihindari karena mukolitik jenis ini
dapat meningkatkan penetrasi sperma sehingga kemampuan kontraseptif dari mini
pil dapat terganggu.
5. Yang Boleh Menggunakan Kontrasepsi Pil Mini (Dinas Kesehatan Kabupaten
Dairi, 2009; Saifuddin, 1996)
Usia reproduksi; telah memiliki anak, atau yang belum memiliki anak;
menginginkan suatu metode kontrasepsi yang sangat efektif selama periode
menyusui; pasca persalinan dan tidak menyusui; pasca keguguran; perokok segala
usia; mempunyai tekanan darah tinggi (selama < 180/110 mmhg) atau dengan
masalah pembekuan darah.
6. Yang Tidak Boleh Menggunakan Kontrasepsi Pil Mini (Dinas Kesehatan
Kabupaten Dairi, 2009; Saifuddin, 1996)
Hamil atau diduga hamil; perdarahan pervaginaan yang belum jelas
penyebabnya; tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid; menggunakan obat
tuberkulosis (rifampisin), atau obat untuk epilepsi (fenitoin dan barbiturat); kanker
payudara atau riwayat kanker payudara; sering lupa menggunakan pil; miom
uterus. progestin memicu pertumbuhan miom uterus; riwayat stroke. progestin
menyebabkan spasme pembuluh darah.
7. Waktu Mulai Menggunakam Kontrasepsi Pil Mini (Dinas Kesehatan Kabupaten
Dairi, 2009; Saifuddin, 1996)
i. Mulai hari pertama sampai hari ke 5 sampai hari ke 5 siklus haid. Tidak
diperlukan pencegahan dengan kontrasepsi lain.
ii. Dapat digunakan setiap saat, asal saja tidak terjadi kehamilan. Bila
menggunakannya setelah hari ke 5 siklus haid, jangan melakukan hubungan
seksual selama 2 hari atau menggunakan metode kontrasepsi lain untuk 2 hari
saja.
iii. Bila klien tidak haid (amenorea), mini pil dapat digunakan setiap saat, asal
saja diyakini tidak hamil.
iv. Bila menyusui antara 6 minggu dan 6 bulan pasca persalinan dan tidak haid,
mini pil dapat dimulai setiap saat. Bila menyusui penuh, tidak memerlukan
metode kontrasepsi tambahan.
v. Bila lebih dari 6 minggu pasca persalinan dan klien telah mendapat haid,
mini pil dapat dimulai pada hari 1-5 siklus haid.
vi. Mini pil dapat diberikan segera pasca keguguran.
vii. Bila klien sebelumnya menggunakan kontrasepsi hormonal lain dan ingin
menggantinya dengan mini pil, mini pil dapat segera diberikan, bila saja
kontrasepsi sebelumnya digunakan dengan benar atau Ibu tersebut sedang tidak
hamil. Tidak perlu menunggu sampai datangnya haid berikutnya.
viii. Bila kontrasepsi yang sebelumnya adalah kontrasepsi suntikan, mini pil
diberikan pada jadwal suntikan berikutnya. Tidak diperlukan penggunaan
metode kontrasepsi yang lain.
Pil Oral Kombinasi
a. Definisi
Pil oral kombinasi (POK) merupakan pil kontrasepsi yang berisi hormon
sintesis estrogen dan progesteron (Handayani, 2010). Estrogen bekerja primer
untuk membantu pengaturan hormon releasing factors di hipotalamus, membantu
pertumbuhan dan pematangan dari ovum di dalam ovarium dan merangsang
perkembangan endometrium. Progesteron bekerja primer menekan dan melawan
isyarat-isyarat dari hipotalamus dan mencegah pelepasan ovum yang terlalu
dini/prematur dari ovarium, serta juga merangsang perkembangan dari
endometrium (Hartanto, 2004).
Dasar dari pil kombinasi adalah meniru proses-proses alamiah. Pil akan
menggantikan produksi normal estrogen dan progesteron oleh ovarium. Pil akan
menekan hormon ovarium selama siklus haid yang normal, sehingga juga
menekan releasing factors di otak dan akhirnya mencegah ovulasi (Hartanto,
2004).
b. Jenis
Terdapat 3 jenis pil kombinasi, yaitu:
1) Monofasik
Pil jenis ini adalah jenis pil yang paling banyak digunakan (Everett, 2008,
p.121). Pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif
estrogen/progestin (E/P) dalam dosis yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormon
aktif (Prawirohardjo, 2006).
2) Bifasik
Pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif
estrogen/progestin (E/P) dengan 2 dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa
hormon aktif (Prawirohardjo, 2006). Biasanya pil ini diberi kode dengan warna
yang berbeda, misalnya BiNovum (Everett, 2008).
3) Trifasik
Pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif
estrogen/progestin (E/P) dengan tiga dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa
hormon aktif (Prawirohardjo, 2006).
c. Cara kerja
Cara kerja POK antara lain adalah sebagai berikut:
1) Menekan ovulasi (Arum & Sujiyatini, 2009)
POK dapat menekan ovulasi, oleh sebab itu POK harus diminum setiap hari
agar efektif karena dimetabolisir dalam 24 jam. Bila akseptor lupa minum 1 atau 2
tablet, maka terjadi peninggian hormon-hormon alamiah, yang selanjutnya
mengakibatkan ovum menjadi matang lalu dilepaskan (Hartanto, 2004).
2) Mencegah Implantasi (Arum & Sujiyatini, 2009)
Kadar estrogen dan progesteron yang berlebihan atau kurang/inadekuat atau
keseimbangan estrogen-progesteron yang tidak tepat, menyebabkan pola
endometrium yang tidak normal sehingga menjadi tidak baik untuk implantasi
(Hartanto, 2004).
3) Lendir serviks mengental (Arum & Sujiyatini, 2009)
Preparat hormon steroid menyediakan mekanisme kontraseptif sekunder
yang dapat melindungi terhadap kehamilan meskipun terjadi ovulasi, misalnya
lendir serviks menjadi lebih kental dan seluler, sehingga merupakan barier fisik
terhadap penetrasi spermatozoa. Pada saat yang bersamaan, perubahan-perubahan
kelenjar dalam endometrium timbul lebih awal dan dengan intensitas lebih besar,
sehingga endometrium tidak berada dalam fase yang sesuai dengan ovulasi dan
kurang dapat mendukung ovum yang mungkin dilepaskan dan mengalami
fertilisasi (Hartanto, 2004).
4) Pergerakan tuba terganggu (Arum & Sujiyatini, 2009)
Kombinasi antara hormon estrogen dan progesteron dapat menjadikan
pergerakan tuba terganggu, sehingga transportasi telur dengan sendirinya akan
terganggu pula (Prawirohardjo, 2006).
d. Efektivitas
Efektivitas tinggi, hampir menyerupai efektivitas tubektomi (Arum &
Sujiyatini, 2009). Bila digunakan setiap hari, efektivitasnya 1 kehamilan/1000
perempuan dalam tahun pertama penggunaan (Handayani, 2010). Pada pemakaian
yang saksama, POK mencegah kehamilan sebesar 99%. Namun, pada pemakaian
kurang saksama, efektivitasnya masih mencapai 93% (Everett, 2008). Menurut
Hartanto (2004), angka kegagalan teoritis sebesar 0,1% dan angka kegagalan pada
prakteknya sebesar 0,7-7%.
e. Keuntungan
1) Keuntungan kontrasepsi (Arum & Sujiyatini, 2009)
a) Tidak mengganggu hubungan seksual.
b) Mudah dihentikan setiap saat.
c) Jangka panjang.
d) Kesuburan segera kembali setelah penggunaan pil dihentikan.
e) Dapat digunakan sebagai kontrasepsi darurat
2) Keuntungan nonkontrasepsi
a) Masalah yang berhubungan dengan haid, dimana POK (Hartanto, 2004):
(1) Mengurangi jumlah perdarahan.
(2) Mengurangi lama/hari perdarahan haid.
(3) Mengurangi rasa nyeri selama haid (dismenore). Sebab POK diduga
menghambat produksi prostaglandin.
(4) Menyebabkan siklus haid lebih teratur.
(5) Meniadakan mittelschmerz (sakit yang timbul saat ovulasi).
(6) Mengurangi anemia (fe defisiensi).
(7) Kadang-kadang mengurangi ketegangan pra haid (gelisah, mudah
tersinggung, emosi yang tidak stabil dan depresi) yang terjadi 7-10 hari
sebelum haid yang akan datang.
b) Perlindungan terhadap PID (Pelvic Inflamatory Disease) akut (Hartanto,
2004).
c) Perlindungan terhadap karsinoma ovarium dan karsinoma endometrium
d) Keuntungan non kontrasepsi lain (Hartanto, 2004)
(1) Mengurangi insiden dari kista ovarium fungsional Paling sedikit terdapat
3 penelitian epidemis menunjukkan bahwa kontrasepsi oral mengurangi
risiko timbulnya kista ovarium fungsional, termasuk kista folikuler,
granulosa lutein dan theca lutein.
(2) Mengurangi kejadian penyakit payudara jinak
POK menyababkan berkurangnya risiko sebesar 30% terhadap
penyakit payudara fibrokistik, 60% terhadap fibroadenoma mammae, 40%
terhadap massa/benjolan payudara yang tidak dibiopsi. Pengurangan risiko
hanya terjadi pada wanita yang minimal memakai POK selama 2 tahun, dan
risiko yang berkurang terhadap penyakit payudara jinak tidak akan menetap
pada akseptor POK yang telah menghentikan pemakaian POK lebih dari 1
tahun.
(3) Mengurangi risiko timbulnya kehamilan ektopik
Karena POK sangat efektif dalam mencegah kehamilan primer karena
mencegah ovulasi, maka pil oral juga sangat mengurangi risiko timbulnya
kehamilan ektopik.
(4) Karena POK mencegah ovulasi, maka POK juga melindungi terhadap
penyakit trofoblastik, termasuk mola hidatidosa dan chorio-karsinoma.
(5) Mengurangi jerawat
(6) Pertambahan berat badan pada beberapa wanita
(7) Payudara membesar
(8) Periode haid dapat ditangguhkan/dimundurkan, dengan cara minum
POK tambahan.
(9) POK dipakai untuk mengobati endometriosis dan Idiopathic
Thrombocytopenic Purpura (ITP).
(10) Mengobati perdarahan uterus disfungsional
Bila POK dipakai untuk mengobati perdarahan uterus disfungsional,
maka diperlukan dosis lebih tinggi dari progestin yang kuat dalam POK
untuk menimbulkan hemostasis yang cepat dan atropi dari endometrium.
Misalnya Dl-norgestrel 0,5 mg + EE 0,05 mg atau Norethindrone asetat 2,5
mg + EE 0.05 mg dengan dosis 1 tablet 2 kali per hari selama 10 hari.
(11) Kejadian Rheumatoid arthritis mungkin berkurang
(12) Myoma uteri
e) Keterbatasan/kekurangan
Menurut Prawirohardjo (2009), kekurangan POK antara lain:
1) Mahal dan membosankan karena digunakan setiap hari.
2) Mual, terutama pada 3 bulan pertama.
3) Perdarahan atau perdarahan bercak, pada 3 bulan pertama.
4) Pusing.
5) Nyeri payudara.
6) Kenaikan berat badan.
7) Tidak boleh diberikan pada wanita menyusui, karena dapat mengurangi
ASI.
8) Pada sebagian kecil perempuan dapat menimbulkan depresi dan
perubahan suasana hati, sehingga keinginan untuk melakukan hubungan
seks berkurang.
9) Dapat meningkatkan tekanan darah dan retensi cairan, sehingga risiko
stroke dan gangguan pembekuan darah pada vena dalam sedikit menigkat.
Pada perempuan usia >35 tahun dan merokok perlu hati-hati.
10) Tidak mencegah PMS (penyakit menular seksual).
f) Indikasi/yang boleh menggunakan
Pada prinsipnya semua ibu boleh menggunakan pil kombinasi, seperti
Prawirohardjo, 2009):
1) Usia reproduksi
2) Telah memiliki anak ataupun yang belum memiliki anak
3) Gemuk atau kurus
4) Menginginkan metode kontrasepsi dengan efektifitas tinggi
5) Setelah melahirkan dan tidak menyusui
6) Setelah melahirkan 6 bulan yang tidak memberikan ASI eksklusif,
sedangkan semua cara kontrasepsi yang dianjurkan tidak cocok bagi ibu
tersebut
7) Pasca keguguran
8) Anemia karena haid berlebihan
9) Nyeri haid hebat
10) Siklus haid tidak teratur
11) Riwayat kehamilan ektopik
12)Kelainan payudara jinak
13)Kencing manis tanpa komplikasi pada ginjal, pembuluh darah, mata dan
saraf
14) Penyakit tiroid, penyakit radang panggul, endometriosis, atau tumor
ovarium jinak.
15) Menderita tuberkulosis, kecuali yang sedang menggunakan rifampisin
16)Varises vena
h. Kontra indikasi/yang tidak boleh menggunakan (Hartanto, 2004)
1) Kontra indikasi absolut
a) Trombophlebitis, penyakit-penyakit tromboembolik, penyakit
serebrovaskuler (pernah/sedang), oklusi koroner atau riwayat pernah
menderita penyakit-penyakit tertentu.
b) Gangguan fungsi hepar
c) Jantung iskemik/arteri koroner
d) Karsinoma payudara atau diduga menderita karsinoma payudara
e) Neoplasma yang estrogen-dependen atau diduga menderita neoplasma
yang estrogen-dependen.
f) Perdarahan genitalia abnormal yang tidak diketahui penyebabnya
g) Kehamilan atau diduga hamil
h) Ikterus obstruktif dalam kehamilan
i) Hiperlipidema kongenital/familial
2) Kontra indikasi relatif kuat
a) Sakit kepala hebat, terutama yang vaskuler atau migrain
b) Hipertensi, bila pada 3 kunjungan atau lebih ditemukan diastolik
(istirahat) ≥90 mmHg, sistolik (istirahat) ≥140 mmHg atau diastolik ≥110
mmHg pada kunjungan pertama.
c) Diabetes mellitus
d) Penyakit kandung empedu yang aktif
e) Fase akut mononucleosis
f) Penyakit sickle cell atau penyakit sickle C
g) Rencana operasi besar elektif dalam 4 minggu mendatang atau operasi
besar yang memerlukan immobilisasi.
h) Tungkai bawah yang di-gips untuk waktu lama atau ruda paksa pada
tungkai bawah
i) Umur .40 tahun, diiringi dengan faktor risiko lain untuk terkena penyakit
kardiovaskuler
j) Umur .35 tahun dan perokok berat (.15 batang rokok per hari).
3) Kontra indikasi relatif lain
a) Dapat menjadi kontra-indikasi untuk:
(1) Pre-diabetes atau riwayat keluarga dengan diabetes yang kuat.
(2) Cholestasis selama kehamilan, hiper-bilirubinemia kongenital (Gilbert’s
disease).
(3) Saat ini memperlihatkan fungsi hepar yang terganggu.
(4) Umur .45 tahun.
(5) Post partum (aterm) 10-14 hari.
(6) Bertambah berat badan 5 kg atau lebih selama minum pil oral.
(7) Kegagalan mendapat siklus haid yang teratur.
(8) Penyakit jantung atau penyakit ginjal.
(9) Keadaan dimana akseptor tidak dapat dipercaya untuk menuruti aturan
pemakaian POK, misalnya mental retardasi, kelainan psikiatrik berat,
alkoholisme dan lain-lain.
(10)Laktasi
(11)Pengobatan dengan Rifampisin.
b) Dapat diberikan POK pada wanita dengan persoalan di bawah ini, asal
diawasi dengan ketat. Adakah bertambah buruk atau baik persoalan tersebut
(1) Riwayat keluarga (orang tua, saudara) yang meninggal karena miokard-
infarksebelum usia 50 tahun. Miokardinfark pada ibu atau saudara sangat
berarti/bermakna dan menunjukkan perlunya evaluasi kadar lemak darah
(kolesterol sebagai risiko koroner).
(2) Riwayat keluarga dengan hiperlipidemia.
(3) Depresi
(4) Chloasma atau rambut yang rontok, yang berhubungan dengan
kehamilan.
(5) Asma bronkial.
(6) Epilepsi
Sebabnya retensi air (karena pil oral) dapat memicu aktivitas serangan
pada penderita epilepsi.
(7) Varises
Sebabnya pil oral diperkirakan mengurangi kecepatan aliran darah dan
menambah koagulabilitas, sehingga risiko mendapatkan trombophlebitis
pada
wanita dengan varises.
h) Cara mengkonsumsi (Prawirohardjo, 2006)
Pil sebaiknya dikonsumsi setiapp hari, lebih baik pada saat yang sama
setiap hari. Pil yang pertama dimulai pada hari yang pertama sampai hari ke-7
siklus haid. Sangat dianjurkan penggunaannya pada hari pertama haid.
Pada paket 28 pil, dianjurkan mulai minum pil plasebo sesuai dengan
hari yang ada pada paket. Beberapa paket pil mempunyai 28 pil, yang lain 21
pil. Bila paket 28 pil habis, sebaiknya mulai minum pil dari paket yang baru.
Bila paket 21 habis, sebaiknya tunggu 1 minggu baru kemudian mulai pil dari
paket yang baru.
Bila muntah dalam waktu 2 jam setelah menggunakan pil, ambil pil yang
lain. Bila terjadi muntah hebat, atau diare lebih dari 24 jam, maka bila keadaan
memungkinkan dan tidak memperburuk keadaan, pil dapat diteruskan. Bila
muntah dan diare berlangsung sampai 2 hari atau lebih, cara penggunaan pil
mengikuti cara penggunaan pil lupa.
Bila lupa minum 1 pil (hari 1-21), segera minum pil setelah ingat. Boleh
minum 2 pil pada hari yang sama. Tidak perlu menggunakan metode
kontrasepsi yang lain. Bila lupa 2 pil atau lebih (hari 1-21), sebaiknya minum 2
pil setiap hari sampai sesuai jadwal yang ditetapkan. Juga sebaiknya
menggunakan metode kontrasepsi lain atau tidak melakukan hubungan seksual
sampai telah menghabiskan paket pil tersebut. Bila tidak haid, perlu segera ke
klinik untuk tes kehamilan.
i) Waktu mulai menggunakan pil kombinasi (Prawirohardjo, 2006)
Pil kombinasi dapat digunakan setiap saat selagi haid, untuk meyakinkan
perempuan itu tidak hamil. Pil diminum pada hari pertama sampai hari ke-7
siklus haid. Boleh menggunakan pada hari ke-8, tetapi perlu menggunakan
metode kontrasepsi yang lain (kondom) mulai hari ke-8 sampai hari ke-14 atau
tidak melakukan hubungan seksual sampai telah menghabiskan paket pil
tersebut.
Pil kombinasi dapat digunakan setelah melahirkan, yaitu setelah 6 bulan
pemberian ASI (Air Susu Ibu) eksklusif, setelah 3 bulan dan tidak menyusui,
dan setelah keguguran (segera atau dalam waktu 7 hari).
j) Efek samping
Menurut Hartanto (2004), efek samping POK dapat dibagi dalam 2
kelompok:
1) Gejala-gejala “pseudo-pregnancy”:
a) Disebabkan oleh estrogen yang berlebihan
(1) Muntah
(2) Pusing/sakit kepala
(3) Payudara membesar dan terasa lebih nyeri
(4) Oedema atau retensi cairen tubuh
b) Disebabkan progestin yang berlebihan
(1) Nafsu makan yang bertambah besar
(2) Rasa lelah
(3) Depresi
(4) Penambahan berat badan
2) Gejala-gejala yang berhubungan langsung dengan siklus haid
Umunya pil oaral mempunyai efek menguntungkan pada aspek haid seperti:
a) Siklus haid menjadi lebih teratur
b) Lamanya haid menjadi lebih singkat
c) Jumlah darah haid berkurang
d) Berkurangnya gejala sakit perut
e) Hilangnya atau kurangnya ketegangan pra haid
k) Komplikasi (Hartanto, 2004)
1) Acne/kulit berminyak
2) Amenore
3) Perdarahan bercak dan perdarahan menyerupai haid
4) Payudara terasa nyeri
5) Depresi
6) Gangguan penglihatan (Buram/hilangnya penglihatan subjektif)
7) Sakit kepala
8) Hipertensi
9) Mual
10) Berat badan bertambah
KB Suntik 3 Bulan
1. Definisi
Kontrasepsi suntik KB 3 bulan adalah Depo Medroksiprogesteron Asetat
(Depoprovera), mengandung 150 mg DMPA. Diberikan setiap 3 bulan dengan
cara disuntikkan intramuskuler (IM) di daerah bokong. (Saifuddin, 2006)
Depo provera ialah 6-alfa-medroksiprogesteron yang digunakan untuk
tujuan kontrasepsi perenteral, mempunyai efek progestagen yang kuat dan sangat
efektif. Noresterat juga termasuk dalam golongan ini. (Sarwono, 2006)
2. Jenis KB Suntik
Jenis-jenis KB suntik yang sering digunakan di Indonesia antara lain:
a. Suntikan / 1 bulan, contoh : cyclofem
b. Suntikan / 3 bulan, contoh :
- Depo Medroksiprogesteron Asetat (DMPA)
- Depo Noretisteron Enantat (Depo Noristerat)
3. Mekanisme Kerja
a. Mencegah ovulasi
b. Mengentalkan lendir serviks dan menjadi sedikit sehingga menurunkan
kemampuan penetrasi sperma
c. Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atropi
d. Menghambat transportasi gamet dan tuba
e. Mengubah endometrium menjadi tidak sempurna untuk implantasi hasil
konsepsi.
4. Keuntungan atau Kelebihan
Keuntungan atau kelebihan dari metode kontrasepsi suntik ini antara lain :
a. Sangat efektif
b. Pencegahan kehamilan jangka panjang
c. Tidak memiliki pengaruh pada ASI
d. Klien tidak perlu menyimpan obat suntik
e. Dapat digunakan oleh perempuan usia > 35 tahun sampai perimenopause
f. Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik
g. Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara
h. Menurunkan krisis anemia bulan sabit (sickle cell)
i. Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul.
5. Kerugian atau Efek Samping
a. Gangguan haid seperti siklus haid memendek atau memanjang, perdarahan
yang banyak atau sedikit, spotting, tidak haid sama sekali
b. Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu
c. Permasalahan berat badan merupakan efek samping tersering
d. Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian
e. Terjadi perubahan pada lipid serum pada penggunaan jangka panjang
f. Pada penggunaan jangka panjang dapat menurunkan kepadatan tulang
(densitas)
g. Pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan pada
vagina, menurunkan libido, gangguan emosi (jarang), sakit kepala,
nervositas, dan jerawat.
Implan
1. Pengertian Kontrasepsi Implan
a. Kontrasepsi Implan adalah metode kontrasepsi yang diinsersikan pada
bagian subdermal, yang hanya mengandung progestin dengan masa kerja
panjang, dosis rendah, dan reversibel untuk wanita.
b. Kontrasepsi Implan adalah sistem norplant dari implan subdermal
levonorgestrel yang terdiri dari enam skala kapsul dimethylsiloxane yang
dibuat dari bahan sylastic, masing-masing kapsul berisi 36 mg
levonorgestrel dalam format kristal dengan masa kerja lima tahun.
2. Cara Kerja Kontrasepsi Implan
a. Lendir serviks menjadi kental
Kadar levonorgestrel yang konstan mempunyai efek nyata terhadap
terhadap mucus serviks. Mukus tersebut menebal dan jumlahnya menurun,
yang membentuk sawar untuk penetrasi sperma.
b. Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi
implantasi.
Levonorgestrel menyebabkan supresi terhadap maturasi siklik endometrium
yang diinduksi estradiol, dan akhirnya menyebabkan atrofi. Perubahan ini
dapat mencegah implantasi sekalipun terjadi fertilisasi; meskipun demikian,
tidak ada bukti mengenai fertilisasi yang dapat dideteksi pada pengguna
implan.
c. Mengurangi transportasi sperma
Perubahan lendir serviks menjadi lebih kental dan sedikit, sehingga
menghambat pergerakan sperma.
d. Menekan ovulasi
Levonorgestrel menyebabkan supresi terhadap lonjakan luteinizing
hormone (LH), baik pada hipotalamus maupun hipofisis, yang penting
untuk ovulasi.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa :
Kontrasepsi Implan
Mengandung progestin dosis rendahInsersi subdermalMasa kerja panjang
Cara Kerja
3. Jenis – jenis Kontrasepsi Implan
a. Norplant
Dipakai sejak tahun 1987. Terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga
dengan panjang 3,4 cm , dengan diameter 2,4 mm, yang diisi dengan 36 mg
levonorgestrel dan lama kerjanya 5 tahun. Pelepasan hormon setiap harinya
berkisar antara 50 – 85 mcg pada tahun pertama penggunaan, kemudian
menurun sampai 30 – 35 mcg per hari untuk lima tahun berikunya. Saat ini
norplant yang paling banyak dipakai.
b. Implanon
Terdiri dari satu batang putih lentur yang berisi progestin generasi ketiga,
yang dimasukkan kedalam inserter steril dan sekali pakai/disposable,
dengan panjang kira-kira 40 mm, dan diameter 2 mm, terdiri dari suatu inti
EVA (Ethylene Vinyl Acetate) yang berisi 68 mg 3-keto-desogestrel dan
lama kerjanya 3 tahun. Pada permulaannya kecepatan pelepasan hormonnya
Lendir serviks menjadi kentalMengganggu proses pembentukan
endometrium sehingga sulit terjadi
implantasi.
Mengurangi transportasi sperma
Menekan ovulasi
adalah 60 mcg per hari, yang perlahan-lahan turun menjadi 30 mcg per hari
selama masa kerjanya.
c. Jadena dan Indoplant
Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg levonorgestrel dengan lama
kerja 3 tahun.
d. Uniplant
Terdiri dari 1 batang putih silastic dengan panjang 4 cm, yang mengandung
38 mg nomegestrol asetat dengan kecepatan pelepasan sebesar 100 μg per
hari dan lama kerja 1 tahun.
e. Capronor
Terdiri dari 1 kapsul biodegradable. Biodegradable implan melepaskan
progestin dari bahan pembawa/pengangkut yang secara perlahan-lahan larut
dalam jaringan tubuh. Bahan pembawanya sama sekali tidak perlu
dikeluarkan lagi misal pada norplant. Tetapi sekali bahan pembawa tersebut
mulai larut, ia tidak mungkin dikeluarkan lagi. Tingkat penggunaan
kontrasepsi implan dapat diperbaiki dengan menghilangkan kebutuhan
terhadap pengangkatan secara bedah. Kapsul ini mengandung
levonorgestrel dan terdiri dari polimer E-kaprolakton. Mempunyai diameter
0,24 cm, terdiri dari dua ukuran dengan panjang 2,5 cm mengandung 16 mg
levonorgestrel, dan kapsul dengan panjang 4 cm yang mengandung 26 mg
levonorgestrel. Lama kerja 12 – 18 bulan. Kecepatan pelepasan
levonorgestrel dari kaprolakton adalah 10 kali lebih cepat dibandingkan
silastic.
Jenis – jenis implan mempengaruhi lama kerja alat kontrasepsi tersebut. Lama kerja ini dipengaruhi oleh jenis hormon yang digunakan serta dosis hormon yang terkandung dalam kapsul implan.
Implan yang dapat mengalami biodegradasi menghantar progestin dalam kadar konstan untuk suatu periode waktu yang bervariasi dari sebuah wahana yang larut dalam jaringan tubuh. Tingkat penggunaan kontrasepsi implan dapat diperbaiki dengan menghilangkan kebutuhan terhadap pengangkatan secara bedah.
4. Keuntungan dan Kerugian Kontrasepsi Implan
1) Keuntungan Kontrasepsi Implan, meliputi :
a. Daya guna tinggi
Kontrasepsi implan merupakan metode kontrasepsi berkesinambungan
yang aman dan sangat efektif. Efektivitas penggunaan implan sangat
mendekati efektivitas teoretis. Efektivitas 0,2 – 1 kehamilan per 100
perempuan.
b. Perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun)
Kontrasepsi implan memberikan perlindungan jangka panjang. Masa
kerja paling pendek yaitu satu tahun pada jenis implan tertentu (contoh :
uniplant) dan masa kerja paling panjang pada jenis norplant.
c. Pengembalian kesuburan yang cepat
Kadar levonorgestrel yang bersirkulasi menjadi terlalu rendah untuk
dapat diukur dalam 48 jam setelah pengangkatan implan. Sebagian
besar wanita memperoleh kembali siklus ovulatorik normalnya dalam
bulan pertama setelah pengangkatan. Angka kehamilan pada tahun
pertama setelah pengangkatan sama dengan angka kehamilan pada
wanita yang tidak menggunakan metode kontrasepsi dan berusaha untuk
hamil. Tidak ada efek pada jangka panjang kesuburan di masa
depan.Kembalinya kesuburan setelah pengangkatan implan terjadi tanpa
penundaan dan kehamilan berada dalam batas-batas normal. Implan
memungkinkan penentuan waktu kehamilan yang tepat karena
kembalinya ovulasi setelah pengangkatan implan demikian cepat.
d. Tidak memerlukan pemeriksaan dalam
Implan diinsersikan pada bagian subdermal di bagian dalam lengan atas.
e. Bebas dari pengaruh estrogen
Tidak mengandung hormon estrogen. Kontrasepsi implan mengandung
hormon progestin dosis rendah. Wanita dengan kontraindikasi hormon
estrogen, sangat tepat dalam penggunaan kontrasepsi implan.
f. Tidak mengganggu kegiatan sanggama
Kontrasepsi implan tidak mengganggu kegiatan sanggama, karena
diinsersikan pada bagian subdermal di bagian dalam lengan atas.
g. Tidak mengganggu ASI
Implan merupakan metode yang paling baik untuk wanita menyusui.
Tidak ada efek terhadap kualitas dan kuantitas air susu ibu, dan bayi
tumbuh secara normal. Jika ibu yang baru menyusui tidak sempat
nantinya (dalam tiga bulan), implan dapat diisersikan segera
Postpartum.
h. Klien hanya kembali ke klinik bila ada keluhan
i. Dapat dicabut setiap saat
j. Mengurangi jumlah darah haid
Terjadi penurunan dalam jumlah rata-rata darah haid yang hilang.
k. Mengurangi / memperbaiki anemia
Meskipun terjadi peningkatan dalam jumlah spotting dan hari
perdarahan di atas pola haid pra-pemasangan, konsentrasi hemoglobin
para pengguna implan meningkat karena terjadi penurunan dalam
jumlah rata-rata darah haid yang hilang.
2) Kerugian Kontrasepsi Implan, meliputi :
Pada kebanyakan klien dapat menyebabkan perubahan pola haid berupa
perdarahan bercak (spotting), hipermenorea, atau meningkatkan jumlah
darah haid, serta amenorea.
Sejumlah perubahan pola haid akan terjadi pada tahun pertama penggunaan,
kira-kira 80% pengguna. Perubahan tersebut meliputi perubahan pada
interval antar perdarahan, durasi dan volume aliran darah, serta spotting
(bercak-bercak perdarahan). Oligomenore dan amenore juga terjadi, tetapi
tidak sering, kurang dari 10% setelah tahun pertama. Perdarahan yang tidak
teratur dan memanjang biasanya terjadi pada tahun pertama. Walaupun
terjadi jauh lebih jarang setelah tahun kedua, masalah perdarahan dapat
terjadi pada waktu kapan pun.
Timbulnya keluhan-keluhan, seperti :
a. Nyeri kepala
Sebagian besar efek samping yang dialami oleh pengguna adalah nyeri
kepala; kira-kira 20% wanita menghentikan penggunaan karena nyeri
kepala.
b. Peningkatan berat badan
Wanita yang meggunakan implan lebih sering mengeluhkan
peningkatan berat badan dibandingkan penurunan berat badan. Penilaian
perubahan berat badan pada pengguna implan dikacaukanoleh
perubahan olahraga, diet, dan penuaan. Walaupun peningkatan nafsu
makan dapat dihubungkan dengan aktivitas androgenik levonorgestrel,
kadar rendah implan agaknya tidakmempunyai dampak klinis apapun.
Yang jelas, pemantauan lanjutan lima tahun pada 75 wanita yang
menggunakan implan Norplant dapat menunjukkan tidak adanya
peningkatan dalam indeks masa tubuh (juga tidak ada hubungan antara
perdarahan yang tidak teratur dengan berat badan).
c. Jerawat
Jerawat, dengan atau tanpa peningkatan produksi minyak, merupakan
keluhan kulit yang paling umum di antara pengguna implan. Jerawat
disebabkan oleh aktivitas androgenik levonorgestrel yang menghasilkan
suatu dampak langsung dan juga menyebabkan penurunan dalam kadar
globulin pengikat hormon seks (SHBG, sex hormonne binding
globulin), menyebabkan peningkatan kadar steroid bebas (baik
levonorgestrel maupun testosteron). Hal ini berbeda dengan kontrasepsi
oral kombinasi yang mengandung levonorgestrel, yang efek estrogen
pada kadar SHBG-nya (suatu peningkatan) menghasilkan penurunan
dalam androgen bebas yang tidak berikatan. Tetapi umum untuk
keluhan jerawat mencakup pengubahan makanan, praktik higiene kulit
yang baik dengan menggunakan sabun atau pembersih kulit, dan
pemberian antibiotik topikal (misalnya larutan atau gel klindamisin 1%,
atau reitromisin topikal). Penggunaan antibiotik lokal membantu
sebagian besar pengguna untuk terus menggunakan implan.
d. Perubahan perasaan (mood) atau kegelisahan (nervousness)
Pemasangan dan pengangkatan implan menjadi pengalaman baru bagi
sebagian besar wanita. Sebagaimana dengan pengalaman baru manapun,
wanita akan menghadapinya dengan berbagai derajat keprihatinan serta
kecemasan. Walaupun ketakutan akan rasa nyeri saat pemasangan
implan merupakan sumber kecemasan utama banyak wanita, nyeri yang
sebenarnya dialami tidak separah yang dibayangkan. Pada
kenyataannya, sebagian besar pasien mampu menyaksikan dengan
santai proses pemasangan atau pengangkatan implannya. Wanita harus
diberitahu bahwa insisi yang dibuat untuk prosedur tersebut kecil dan
mudah sembuh, meninggalkan jaringan parut kecil yang biasanya sukar
dilihat karena lokasi dan ukurannya.
e. Membutuhkan tindak pembedahan minor untuk insersi dan pencabutan.
Implan harus dipasang (diinsersikan) dan diangkat melalui prosedur
pembedahan yang dilakukan oleh personel terlatih. Wanita tidak dapat
memulai atau menghentikan metode tersebut tanpa bantuan klinisi.
Insiden pengangkatan yang mengalami komplikasi adalah kira-kira 5%,
suatu insiden yang dapat dikurangi paling baik dengan cara pelatihan
yang baik dan pengalaman dalam melakukan pemasangan serta
pencabutan implan.
f. Tidak memberikan efek protektif terhadap infeksi menular seksual
termasuk AIDS.
Implan tidak diketahui memberikan perlindungan terhadap penyakit
menular seksual seperti herpes, human papiloma virus, HIV AIDS,
gonore atau clamydia. Pengguna yang berisiko menderita penyakit
menular seksual harus mempertimbangkan untuk menambahkan metode
perintang (kondom) guna mencegah infeksi.
g. Klien tidak dapat menghentikan sendiri pemakaian kontrasepsi.
Dibutuhkan klinisi terlatih dalam melakukan pengangkatan implan.
h. Efektivitas menurun bila menggunakan obat-obat tuberculosis
(rifampisin) atau obat epilepsy (fenitoin dan barbiturat).
Obat-obat ini sifanya menginduksi enzim mikrosom hati. Pada kasus
ini, penggunaan implan tidak dianjurkan karena cenderung menigkatkan
risiko kehamilan akibat kadar levonorgestrel yang rendah di dalam
darah.
i. Insiden kehamilan ektopik sedikit lebih tinggi.
Angka kehamilan ektopik selama menggunakan kontrasepsi implan
adalah 0,28 per 1000 wanita per tahun penggunaan. Walaupun risiko
terjadinya kehamilan ektopik selama menggunakan implan rendah, jika
kehamilan memang terjadi, kehamilan ektopik harus dicurigai karena
kira-kira 30% kehamilan pada saat menggunakan implan merupakan
kehamilan ektopik.
Angka Kehamilan Ektopik per 1000 Wanita per Tahun Penggunaan *
Pengguna bukan kontrasepsi, semua usia 3,0 – 4,5
Copper T-380 IUD 0,20
Implan 0,28
* Centers for Disease Control and Prevention, Ectopic Pregnancy in the United
States
Hubungan Efek
Samping dengan
Kandungan Hormon
Sistem Reproduksi Sistem
Pramenstruasi
Umum Sistem
Kardiovaskular
Kelebihan Estrogen
Defisiensi Estrogen
- Kista payudara
- Ekstrofi serviks
- Dismenorea
- Hipermenorea,
menoragia, dan
penggumpalan darah
menstruasi
- Pembesaran
payudara
- Mukorea
- Pembesaran uterus
- Berkembangnya
fibroid uterus
- Tidak ada perdarahan
- Kembung
- Limbung, sinkope
- Edema
- Sakit kepala (siklis)
- Iritabilitas
- Kram tungkai
- Mual, muntah
- Gangguan
penglihatan (siklis)
- Kenaikan berat badan
(siklis)
-
- Kloasma
-Faringitis nasal kronis
- Influenza lambung dan
varisela
-Hay fever dan rhinitis
alergika
- Infeksi saluran kemih
-
- Gelisah
- Kerapuhan kapiler
- Stroke
- Trombosis vena
- Profunda
- Hemiparesis
(kelemahan dan baal
unilateral)
\ - Telangiektasis
- Penyakit
tromboembolik
-
Kelebihan Progestin
lepas-obat perdarahan
dan perdarahan bercak
selama penggunaan pil
hari ke-1 hingga ke-9
- Perdarahan bercak
terus-menerus
- Perdarahan menstruasi
berkurang,
hipomenorea
- Gejala relaksasi
panggul
- Vaginitis atrofik
- Servisitis
- Lama perdarahan
menstruasi berkurang
- Moniliasis
-
- Gejala vasamotor
- Peningkatan nafsu
makan
- Depresi
- Keletihan
- Gejala hipoglikemia
- Penurunan Libido
- Hipertensi dan
dilatasi vena tungkai
Defisiensi Progestin
Kelebihan Androgen
- Perdarahan
menyerupai
menstruasi dan
perdarahan bercak
pada penggunaan pil
hari ke 10 – 21
- Hipermenorea
- Menoragia
-
-
-
- Neurodermatitis
- Kenaikan berat
badan
-
- Berjerawat
- Ikterus Kolestasis
- Hirsutisme
-
-
BAB 3
PRESENTASI KASUS
SKENARIO
KASUS
Seorang ibu muda, Ny. A, usia 25 tahun pasca melahirkan anak pertama
ingin ikut program KB. Ibu tersebut memiliki bayi usia 3 bulan yang masih
menyusui. Sebelumnya ibu tersebut belum pernah mengikuti program KB. Dari
hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah dalam batas normal.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar gula darah dalam batas normal.
Pertanyaan:
Tentukan langkah-langkah P-treatment dalam pemilihan kontrasepsi pada kasus
diatas.
1) Problem pasien
- Ingin mengatur jarak kehamilan berikutnya
- Ingin menggunakan kontrasepsi yang aman selama menyusui
2) Tujuan Terapi
- Untuk mencegah kehamilan dan mengatur jarak kehamilan
- Memilihkan kontrasepsi yang tidak mempengaruhi ASI dan kesehatan
bayi
3) Pemilihan terapi
- Pemilihan kontrasepsi harus disesuaikan dengan keadaan ekonomi dan
psikologis dari pasien, serta memperhatikan keadaan pasien yang
sedang menyusui.
Kontrasepsi Efficacy Safety Suitability Cost
Hormonal +++
Menghambat
ovulasi dengan
++
ES: perubahan
pola haid,
++
KI: kehamilan,
wanita usia > 40
+++
Microlut tab
35
cara menekan
sekresi hormon
FSH dan LH.
Menambah
kekentalan
mukus serviks,
menghambat
nidasi dan
gangguan
pergerakan
tuba
mual, pusing,
nyeri
payudara,
peningkatan
berat badan,
jerawat,
gangguan
toleransi
glukosa pada
diabetes.
tahun, trombosis
atau emboli,
hipertensi,
penyakit jantung
koroner,
gangguan fungsi
hepar, hiperplasi
endometrium
(Rp.19.600),
Microdiol tab
28
(Rp.5.200),
Planak tab 28
(Rp.5.000),
Planibu
(MPA) vial
(Rp.8.000)
IUD ++
Menghambat
sperma masuk
ke tuba falopii
Mempengaruhi
fertilisasi
sebelum ovum
mencapai
kavum uteri
Mencegah
sperma dan
ovum bertemu
Mencegah
implantasi
dalam uterus
++
ES: perubahan
siklus haid
Haid lebih
lama dan lebih
banyak
Perdarahan di
antara siklus
menstruasi
Saat haid
terasa lebih
nyeri
++
KI: Hamil/diduga
hamil, infeksi
panggul, IMS,
lecet/erosi mulut
rahim, kelainan
bawaan uterus
abnormal, kanker
genital, TBC
pelvik,
perdarahan
pervaginam yang
belum diketahui
sebabnya, PTG,
ukuran uterus < 5
cm
+
Nova T Cu
200 AG
(Rp.170.000)
Tubektomi +++
Mengikat dan
memotong
saluran tuba
falopii
+++
ES: Nyeri post
operasi, pasien
dapat menyesal
di kemudian
++
KI: Kehamilan,
infeksi panggul,
Peradangan
panggul,
+
Prosedural
operasi
(Rp.750.000)
sehingga
sperma tidak
dapat bertemu
dengan ovum
hari Perdarahan uterus
abnormal, Ca
panggul,Malform
asi rahim, Myoma
uteri,
Dismenorrea
berat, Stenosis
kanalis servikalis,
Anemia berat
Kondom +
pemblokir /
barrier sperma
Kekurangan
metode ini:
Mudah
robek bila
tergores
kuku atau
benda
tajam lain
Membutuh
kan waktu
untuk
pemasanga
n
Mengurang
i sensasi
seksual
Efektif 75-
++
ES : reaksi
alergi,
kesulitan
mempertahank
an ereksi
+
KI : Alergi
trhadap bahan
lateks
+++
Rp. 5000
80%
Kontrasepsi yang dipilih adalah kontrasepsi hormonal. Selain memiliki
efekasi yang tinggi dan relatif aman juga harganya terjangkau.
Kontrasepsi
Hormonal
Efficacy Safety Suitability Cost
Progesteron ++
Merubah lendir
serviks jadi kental
sehingga
menghambat
penetrasi sperma,
dan sebagai
spermasid, supresi
menstruasi
++
ES:
Berat badan
bertambah,
gangguan
siklus haid,
mual, muntah,
tromboemboli
+++
Dapat
digunakan pada
usia > 35 tahun,
perokok, pasca
keguguran,
menyusui
KI: hamil,
tromboembolik,
riwayat
penyakit hepar,
tumor yang
tergantung
progestin
++
Cerazette
tab 75 mcg
x 28
(Rp.79.695)
Estrogen
Progesteron
+++
Menyebabkan
hambatan pada
GnRH
(Gonadotropin
releasing
hormone) sehingga
tidak terjadi
ovulasi dan
kemudian
menstruasi tidak
terjadi, Merubah
+
ES: gangguan
siklus haid,
mual, muntah ,
tromboemboli,
gangguan
fungsi ginjal.
Gangguan
serebrovaskuler
+
Dapat
digunakan
pasca
keguguran
KI: wanita
hamil atau
menyusui,
wanita usia >
35 tahun yang
perokok,
gangguan
++
Mercilon
28 Tab 28
(Rp.
75.394)
lendir servik jadi
kental sehingga
menghambat
penetrasi sperma,
Perubahan
endometrium
menghalangi
nidasi, Merubah
kecepatan
transportasi ovum
melalui tuba
hepar, riwayat
trombosis atau
emboli,
hipertensi,
penyakit
jantung
Pilihan kontrasepsi yang baik untuk pasien ini adalah Progesteron karena
progesteron tidak menyebabkan gangguan pada sekresi prolaktin sehingga
kualitas dan volume ASI tidak terganggu dan ibu masih bisa menyusui.
Bentuk kontrasepsi hormonal dapat berupa oral (pil), suntikan dan
intradermal sehingga pemilihan pemberian kontrasepsi sangat tergantung daripada
pasien.
Cara
pemberian
Efficacy Safety Suitability Cost
Oral +++
Menekan ovulasi,
mempengaruhi siklus
haid, dan
meningkatkan
viskositas mucus
serviks
++
Gangguan
siklus haid,
peningkatan
berat badan,
pusing,
mual dan
anoreksia
++
I: wanita post
partum dan
menyusui
+++
Injeksi +++
Menghambat ovulasi
dengan menekan
sekresi hormone FSH
++
Gangguan
siklus haid,
peningkatan
+++
I: wanita post
partum dan
menyusui
++
dan LH berat badan,
pusing,
mual dan
anoreksia
Intradermal ++
Menekan lonjakan LH
dan ovulasi.
Perlindungan
kontrasepsi mulai 24
jam setelah insersi
dimana obat
dilepaskan kedalam
darah secara difusi
melalui dinding kapsul
+
Gangguan
siklus haid,
peningkatan
berat badan,
pusing,
mual dan
anoreksia
++
I: wanita post
partum dan
menyusui
+
Cara pemberian kontrasepsi yang dipilih adalah suntikan karena pasien
tidak perlu setiap hari mengingat-ingat karena penyuntikan dilakukan setiap 3
bulan sekali, tidak mengganggu hubungan seksual serta cocok untuk masa laktasi
karena tidak menekan produksi ASI. Sedangkan kontrasepsi hormonal oral
memiliki kemungkinan besar untuk lupa karena harus diminum tiap hari dan akan
efektif bila dilakukan secara benar (waktu yang tepat/jam yang sama setiap
harinya dan tidak oleh ada tablet yang lupa diminum setiap hari). Koitus
hendaknya dilakukan 3-20 jam setelah penggunaan minipil. Sedangkan untuk
pemberian intradermal, selain harga yang lebih tinggi dibandingkan oral dan
suntikan, juga mempertimbangkan keadaan psikologis pasien dengan tindakan
bedah minor dan kesukaran dalam pengangkatan implan.
4) Pemberian terapi
a. Terapi non farmakologis
- Memberikan edukasi tentang kontrasepsi pilihan yang aman dan sesuai
untuk pasien
- Menghindari stress agar tidak takut dalam memilih kontrasepsi yang
sesuai dan aman
- Mengatur pola makan dan menu makanan yang sehat dan bergizi
b. Terapi farmakologis
Penulisan Resep
Apabila setelah diberi penjelasan dan saran ternyata ibu memilih
bentuk konrasepsi suntik, maka obat yang diberikan :
dr. Dhyani Chitta
Jl. Pramuka RT.1 No.4
SIP : DU/Kodya/IX/2015
Samarinda, 17 Februari 2015
R/ Depo Provera fl. No.I
S i. m. m
€
R/ Spuit 3 cc No.I
S i. m. m
€
Pro : Ny. A
Usia : 25 tahun
Alamat : Jl. Pemuda No. 3
5) Komunikasi terapi
Informasi obat
- Bentuk sediaan adalah suntik
- Cara pemakaian: suntikan secara intramuskular, diberikan setiap 12
minggu sekali
Informasi terapi
- Bagi ibu yang mungkin ingin mempunyai anak lagi dan kondisi ibu
masih menyusui maka pilihan kontrasepsi dilakukan dengan
mempertimbangkan kontrasepsi yang tidak mempengaruhi laktasi.
- Dengan memakai kontrasepsi ini dapat timbul efek samping berupa
terjadinya perubahan pola haid. Efek samping lainnya, mual, muntah
dan sakit kepala.
- Memberi informasi pada pasien mengenai adanya kemungkinan
untuk terjadinya kehamilan, walaupun telah menggunakan
kontrasepsi.
6) Monitoring dan evaluasi
- Jika efek samping yang terjadi sangat menganggu, segera kembali ke
dokter
- Pasien dapat kembali ke dokter kapan saja untuk konsultasi masalah
kontrasepsi atau memliki keinginan untuk mengganti kontrasepsi ke
bentuk yang lain.
BAB 4
PENUTUP
1. Kesimpulan
Keluarga Berencana (KB) adalah suatu usaha menjarangkan jumlah dan
jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi terdapat dalam
berbagai macam bentuk, dan terbagi atas kontrasepsi non hormonal dan
kontrasepsi hormonal. Kontrasepsi hormonal terbagi atas kontrasepsi yang
mengandung progesteron saja atau kombinasi dari estrogen dan progesteron.
Bentuk kontrasepsi hormonal terdiri atas sediaan oral, injeksi dan implan.
Pemilihan KB pada pasien harus berdasar efikasi, keamanan, kecocokan dan
ekonomi serta keadaan kesehatan pasien.
2. Saran
Sebagai calon dokter perlu menguasai jenis dan seluk-beluk tentang KB
sehingga dapat melakukan konseling KB membantu pasien dalam memilih KB
sesuai dengan keadaan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Arum, D. N. S., dan Sujiyatini. (2009). Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini,
Jogjakarta : Mitra Cendikia Press
Arum, S., dkk., (2008). Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini. Penerbit Buku
Mitra Cendikia Press. Yogyakarta.
Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi, (2009). Laporan Bulanan Klinik KB
Puskesmas Kentara.
Everett, Suzanne. (2008). Kontrasepsi dan Kesehatan Seksual Reproduksi.
Jakarta: ECG.
Handayani, S. (2010). Pelayanan Keluarga Berencana, Yogyakarta : Pustaka
Rihama
Hartanto, Hanafi, (2004). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan
http://arini.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/16464/MATERI+implant.doc
Pinem, S. (2010). Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi, Jakarta : Trans Info
Media
Prawirohardjo, S. (2006). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Prawirohardjo, Sarwono. (2009). Ilmu Kandungan (Edisi 2). Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawiohardjo
Saifuddin A. B, Affandi. B, M. B, S. S, (2006). Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kontrasepsi. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Saifuddin, AB., dkk., (1996). Buku Acuan Nasional Pelayanan Keluarga
Berencana. NRC – POGI bekerjasama dengan Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Saifuddin, AB., dkk., (2003). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo bekerjasama dengan
JNPKKR/POGI, BKKBN, DEPKES,dan JHPIEGO/STARH PROGRAM.
Jakarta.
Saifudin. (2006). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:YBP-SP.
Sarwono, R. Prawiro. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Siswosudarmo, dkk., (2001). Teknologi Kontrasepsi. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Speroff, L., Darney, P. (2003). Pedoman Klinis Kontrasepsi , Edisi 2, Jakarta :
EGC
Suratun, Sri. M, T. H, Rusmiati, S. P, (2008). Pelayanan Keluarga Berencana &
Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : Trans Info Media
Suyanto. Salamah, U. (2009). Riset Kebidanan, Jogjakarta : Mitra Cendikia Press
Tim Penyusun Program D-IV USU. (2010). Panduan Penulisan Karya Tulis
Ilmiah, Medan : tidak dipublikasikan
Varney’s. 2007. Asuhan Kebidanan. Jakarta: ECG.