Keanekaragaman Jenis Echinodermata Di Perairan Tanjung Kelit
Senayang Lingga Kepulauan Riau
Yanto Yudi1, Ita Karlina, S.Pi, M.Si2, Risandi Dwirama Putra, ST, M.Eng2. Mahasiswa1, Dosen Pembimbing2
Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji
e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini Mengetahui Keanekaragaman Jenis Echinodermata di Perairan
Tanjung Kelit Kecamatan Senayang Kabupaten Lingga. Penelitian dilakukan pada bulan
Desember 2016 sampai bulan Maret 2017, dengan pengambilan sampel pada 31 titik
stasiun pengamatan. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode survey yaitu pengamatan langsung di lapangan. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini dilakukan secara acak simple random sampling (SRS) acak sederhana.
Metode pengamatan Echinodermata dilakukan dengan menggunakan metode quadrat
sampling menggunakan plot berukuran 5 x 5 (5m2). Pengukuran parameter kualitas
perairan secara in situ dan eks situ, sampel sedimen diolah menggunakan metode
ayakan kering di laboratorium FIKP-UMRAH. Hasil pengamatan ditemukan 5 jenis
spesies yang telah teridentifikasi yaitu jenis Holothuria atra, Deadema setosum, dan
Culcita novaguineae, Ophiarthrum elegans, Comaster gracilis. Kelimpahan tertinggi
pada jenis Deadema setosum, sedangkan terendah terdapat pada jenis Ophiarthrum
elegans, Sebaran spesies echinodermata terkategorikan Acak, mengelompok, dan
seragam, namun yang paling dominan pada pola sebaran acak.
Kata kunci : Keanekaragaman Jenis Echinodermata Di Perairan Senayang
Diversity of Echinodermata In The Waters of Tanjung Kelit Senayang
Lingga Riau Islands
Yanto Yudi1, Ita Karlina, S.Pi, M.Si2, Risandi Dwirama Putra, ST, M.Eng2.
Mahasiswa1, Lecturer Pembimbing2
Department of Marine Sciences
Faculty of Marine Science and Fisheries, Maritime University of Raja Ali Haji e-mail : [email protected]
ABSTRACT
This Research Knowing Diversity of Echinodermata Type in Tanjung Kelit Waters of
Senayang Sub-district of Lingga Regency. The study was conducted in December 2016
until March 2017, with sampling at 31 points of observation stations. Type of research
used in this research is survey method that is direct observation in field. The method
used in this research is simple random sampling (SRS) simple. Echinodermata
observation method is done by using quadrat sampling method using plot size 5 x 5
(5m2). Measurement of water quality parameters in situ and ex situ, sediment samples
were processed using dry sieve method in FIKP-UMRAH laboratory. Observations
found 5 types of species that have been identified that is the type of Holothuria atra,
Deadema setosum, Culcita novaguineae, Ophiarthrum elegans, and Comaster gracilis.
The highest abundance in the type of Deadema setosum, while the lowest is in the type
of Ophiarthrum elegans, Randomly distributed species, echinoderms, and uniform
echinoderms, but the most dominant in the pattern of random distribution.
Keywords : Diversity of Echinodermata Type in Waters Senayang
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Wilayah Kabupaten Lingga, Kecamatan
Senayang merupakan kawasan pesisir yang
terdiri dari pulau-pulau kecil di
sekelilingnya, yang penduduknya mayoritas
berprofesi sebagai nelayan, rata-rata luas
lautannya lebih besar dari luas daratan,
sehingga potensi perikanan sangat prospektif
diutamakan daerah ini, berbagai ekosistem
kompleks di daerah ini seperti ekosistem
hutan mangrove, ekosistem padang lamun
maupun ekosistem terumbu karang, dan juga
organisme mikro maupun makro banyak
ditemukan, seperti halnya Echinodermata,
daripada itu dengan belum adanya penelitian
baik itu dari dinas terkait maupun dari
instansi perguruan tinggi secara langsung di
daerah ini mengenai keanekaragaman jenis
Echinodermata yang dapat diketahui
keanekaragaman jenis apa saja yang mampu
hidup dan berkembang biak di kawasan
pesisir terkhususnya Desa Tanjung Kelit.
penurunan hasil tangkapan ikan di
perairan Desa Tanjung Kelit semakin
menurun setiap tahunya, adapun biota yang
ditangkap selama ini hanya berfokus pada
ikan sedangkan untuk jenis biota yang
lainya kurang dimaksimalkan dengan baik
seperti halnya hewan echinodermata. Adanya
pergeseran hasil tanngkapan tersebut perlu
adanya pemanfaatan sumberdaya hayati
lainya. Echinodermata merupakan hewan
penghuni karang, padang lamun, dan
kawasan hutan mangrove. Mereka
menduduki berbagai mikrohabitat sesuai
dengan cara hidup masing-masing (Afiati et
al., 2007) in (Supriadi. 2015).
Menurut Suparna. (1993) in Rumahlatu et
al., (2008), echinodermata juga
dimanfaatkan sebagai hiasan dinding ataupun
hiasan meja. Echinodermata merupakan
sumber daya hayati yang bernilai ekonomis
baik itu dari pemanfaatan seabagai obat-
obatan maupun perhiasan akuarium. Selain
itu, Denggan banyaknya manfaat dari jenis
filum echinodermata dari segi produksi.
Perlu pencegahan agar tidak punah terhadap
sumber daya hayati Echinodermata yang
bernilai ekonomis agar selalu dieksploitasi
dan diperdagangkan secara besar-besaran
(Jumanto. 2013).
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Desember 2016 sampai dengan Maret 2017
yang berlokasi di Perairan Desa Tanjung
Kelit, Kecamatan Senayang, Kabupaten
Lingga, Provinsi Kepulauan Riau.
Identifikasi dilakukan di Laboratorium
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Maritim Raja Ali Haji,
Tanjungpinang, Kepulauan Riau.
Peta RBI 2015
3.2. Metode Pengumpulan Data
3.2.1. Jenis Data
3.2.1.1. Data Primer
Metode yang digunakan dalam
pengumpulan data adalah metode survey
observasi yaitu pengamatan langsung di
lapangan. Salah satu sumber data yang
dipakai dalam penelitian adalah data primer
yaitu data yang diperoleh secara langsung
pada lokasi penelitian, terdiri dari sampel
penelitian dan hasil pengukuran parameter
fisika kimia perairan di lapangan serta data
hasil olahan berupa, indeks keanekaragaman,
keseragaman, dominansi, dan kelimpahan
individu,pengambilan sampel echinodermata
pada saat surut sedangkan pengkuran
parameter fisika-kimia perairan pada saat
pasang pada lokasi yang sama.
3.2.1.2. Data Sekunder
Metode yang digunakan dalam
pengumpulan data berupa gambaran atau
kondisi umum lokasi penelitian yang
didapatkan dari instansi- instansi terkait yang
ada pada lokasi penelitian, biasanya
diperoleh melalui kantor Desa setempat.
Prosedur Pengambilan Data
3.3.2.1. Penetuan Titik Sampling
Penelitian
Pengambilan data dilakukan dengan
metode simple random sampling (SRS) atau
dikenal dengan acak sederhana. Titik sample
dibagi atas 31 titik sampling yang dianggap
dapat mewakili daerah penelitian tersebut,
jarak titik dianatara titik lainya tersebar
secara acak, simple random sampling adalah
pengambilan anggota sampel dari populasi
yang dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam
populasi itu (Sugiyono, 2012).
3.3.2.2. Pengambilan dan Penanganan
Sampel Echinodermata
Pengambilan sampel echinodermata
diambil dengan menggunakan Quadrat
Sampling yang berupa plot berukuran 5 m2
(5 x 5 m) yang tersebar disetiap titik
sampling, dan sampel di angkat
kepermukaan untuk difoto dan di identifikasi
secara visual untuk mengetahui jenis. Plot
pengambilan sampel pengambilan
Echinodermata dapat dilihat pada gambar 2
dibawah ini
Gambar 2 Kuadrat/Plot Pengambilan
Echinodermata Modifikasi (Fachrul, 2007)
Penanganan sample Echinodermata,
dilakukan pengamatan dan pencatatan jenis
dan jumlah echinodermata target yang terdapat
di dalam plot yang berukuran 5 x 5 m yang
terpasang disetiap titik sampling, yang
selanjutnya pindahkan data hasil pengamatan
dalam bentuk spreadsheet dengan
mengunakan program microsoft Exel. Sample
yang difoto di teliti untuk dokumentasi
selanjutnya sampel diamati secara langsung
dilapangan mengenai ciri-ciri berupa bentuk
morfologi serta warna tubuh dengan
mengunakan Buku referensi COREMAP
tentang Echinodermata. sampel sedimen
dianalisis ke Laboratorium – Biologi, Fakultas
Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas
Maritim Raja Ali Haji untuk diteliti.
3.3.3. Faktor Fisika – Kimia Periaran
3.3.3.1. Suhu
Aziz. (1991), mengungkapkan bahwa
secara umum, suhu normal yang menunjang
keberadaan jenis Echinodermata yaitu
berkisar antara 28 - 30 oC. Setiap organisme
akuatik terkhususnya Echinodermata sangat
berpengaruh terhadap perubahan suhu
perairan.
3.3.3.2. Kekeruhan
Menurut Effendi. (2003), kekeruhan dapat
disebabkan oleh adanya bahan organik dan
anorganik yang tersuspensi dan terlarut
seperti lumpur dan pasir maupun bahan
anorganik dan organik yang berupa plankton
dan mikroorganisme lain.
3.3.3.3. Kecepatan Arus
Pada daerah sangat tertutup dimana
kecepatan arusnya sangat lemah, yaitu
kurang dari 10 cm/dtk, organisme benthos
dapat menetap, tumbuh dan bergerak bebas
tanpa terganggu sedangkan pada perairan
terbuka dengan kecepatan arus sedang yaitu
10-100 cm/dtk menguntungkan bagi
organisme dasar karena terjadi pembaruan
antara bahan organik dan anorganik dan
tidak terjadi akumulasi Kecepatan arus ini
sangat penting bagi kehidupan hewan
aquatic, baik itu biologic ataupun non
biologic (Wood, 1987).
3.3.3.4. Salinitas
Aziz. (1991), mengungkapkan bahwa
secara umum salinitas normal yang
menunjang keberadaan jenis Echinodermata
berkisar antara 31,00-33,00%. Kadar garam
atau salinitas didalam perairan sanggat
berpengaruh penting yang dimana setiap
organisme perairan ada yang tidak bisa hidup
dan tumbuh pada salinitas yang rendah
maupun tinggi setiap organisme memiliki
batas toleransi terhadap salinitas.
3.3.3.5. pH
Aziz. (1991), mengungkapkan bahwa
secara umum, pH normal yang menunjang
keberadaan jenis Echinodermata pH dalam
rentangan 7,10-7,50. Derajat keasaman (pH)
merupakan gambaran kosentrasi ion
hidrogen.
3.3.3.6. Oksigen Terlarut
Menurut Effendi. (2003), sumber utama
oksigen dalam suatu perairan berasal dari
suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil
fotosintesis organisme yang hidup dalam
perairan tersebut.
3.3.4. Penentuan Tipe Substrat Dasar
Penentuan tipe substrat dapat dilakukan
dengan cara substrat yang diambil
dikeringkan lalu digonseng sehingga subtrat
sudah betul-betul kering yang mana
memudahkan memisahkan ukuran partikel
krikil, pasir dan lumpur, Butir substrat yang
diameter < 0,063 dikatakan sebagai lumpur,
0,063 – 2 mm dikatakan pasir dan > 2 mm
itu dikatakan kerikil (APHA, 1992) in (pardi,
2016).
3.4. Analisis Data
3.4.1. Struktur Komunitas Echinodermata
3.4.1.1. Kelimpahan Individu
Kelimpahan individu echinodermata
dihitung dengan menggunakan rumus
Shannon-Wiener, in (Modifikasi Agustinus,
2013). :
D = 𝑁𝑖
𝐴
Dimana :
D = Kelimpahan/Kepadatan (ind/m2)
Ni = Jumlah Individu (ind)
A = Luas wilayah pengambilan data (m²)
Indeks Keanekaragaman (H’)
Untuk menghitung nilai keanekaragaman
jenis digunakan Indeks Shannon-Wiener, in
(Modifikasi Pardi, 2016). sebagai berikut :
H’ = 𝑝𝑖 𝑙𝑜𝑔2 𝑝𝑖𝑛𝑖=1,2,3,…
H’= Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
Pi = ni/N
ni = Jumlah individu ke- i
N = Jumlah total individu
Log2 pi = 3,321928 x log pi
Kategori penilaian tingkat keanekaragaman
jenis berdasarkan Indeks Shannon-Wiener, in
(soegianto, 1994) in (Pardi. 2016). adalah
sebagai berikut:
H’ ≤ 1 = Keanekaragaman Sangat
Rendah
1 ≤ H’ ≤ 1,59 = Keanekaragaman Rendah
1,6 ≤ H’ ≤ 2 = Keanekaragaman Sedang
H’ > 2 = Keanekaragaman Tinggi
3.4.1.3. Indeks Keseragaman atau
Equitabilitas (E)
Bila nilai indeks keseragaman tinggi,
menandakan kandungan setiap taxon (jenis)
tidak mengalami perbedaan. Nilai indeks
keseragaman berkisar 0 s.d 1. Indeks
keseragaman ini dihitung berdasarkan rumus
Shannon-Wiener, in (Pardi, 2016). :
E = 𝐻
𝐻𝑚𝑎𝑥 =
𝐻′
𝑙𝑜𝑔 2 (𝑆)
Dimana :
H = Indeks diversitas Shannon-Wiener
Hmax = Keanekaragaman spesies maksimum
Hmax = log2 S (3,321928 log S)
S = Banyaknya spesies
Krebs (1985) dalam pardi (2016)
menyatakan bahwa kategori penilaian tingkat
keseragaman, berdasarkan Indeks
Keseragaman (E = Equitabilitas) adalah
sebagai berikut :
0 < E ≤ 0,5 = Komunitas Tertekan
0,5< E ≤ 0,75 = Komunitas Labil
0,75< E ≤ 1 = Komunitas Stabil
3.4.1.4. Indeks Dominansi (C)
Untuk menghitung indeks dominasi
digunakan rumus Simpson, in (Odum, 1993).
sebagai berikut:
C = 𝑛𝑖
𝑁 𝑆
𝑖=1,2,3,.. ²
Dimana :
C = Indeks dominasi jenis
ni = Jumlah individu ke- i
N = Jumlah total individu
Dengan kriteria :
Apabila nilai C mendekati 0 (nol) = Tidak
ada jenis yang mendominasi
Apabila nilai C mendekati 1 (nol) = Ada
jenis yang mendominasi.
BAB IV HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1. Identifikasi Jenis Echinodermata
Dari hasil hasil identifikasi jenis
Echinodermata desa Tanjung kelit kecamatan
senayang ialah sebagai berikut yang terdiri
dari 5 kelas yang setiap masing-masing kelas
terdapat 1 jenis spesies, ordo, family yang
ditemukan dari kelas Holothuroidea didapati
spesies Holothuria atra, ordo
Aspidochirotida, family Holothuriidae, kelas
Echinoidea didapati spesies Deadema
setosum, ordo Diadematoida, family
Diadematidae, kelas Asteoidea didapati
spesies Culcita novaguineae, ordo Valvatida,
family Oreasteridae, kelas Ophiuroidea
didapati spesies Ophiarthrum elegans, ordo
Ophiurida, family Ophiocomidae, sedangkan
dari kelas Crinoidea didapati spsies Comaster
gracillis, ordo Comatulida, family
Comatulidae.
4.2. Kelimpahan dan Komposisi Jenis
Echinodermata
4.2.1. Kelimpahan Jenis
Hasil kelimpahan jenis Echinodermata
Desa Tanjung Kelit Kecamatan Senayang
Kabupaten Lingga untuk jenis H. atra 0.05
Ind/m2 , jenis D. setosum 0.09 Ind/m2 , jenis
C. novaguineae 0.05 Ind/m2 , jenis O.
elegans 0.02 Ind/m2 , dan jenis C. gracillis
0.03 Ind/m2. untuk kelimpahan jenis individu
tertinggi terdapat pada jenis D. setosum,
sedangkan kelimpahan idividu terendah
terdapat pada jenis O. elegans.
Tinggi rendahnya kelimpahan individu
jenis D. setosum karna kelas echinonodermata
bulu babi D. setosum, mampu betahan hidup
disetiap ekosisistem dan mudah dijumpai
kawasan ekosistem terumbu karang maupun
padang lamun. Di ekosistem terumbu karang,
bulu babi marga Diadema dapat menempati
zona rataan pasir, zona pertumbuhan algae,
zona lamun dan daerah tubir (Birkeland,
1989).
Bulu babi Spesies dari D. setosum,
diemukan pada ekosistem terumbu karang
maupun padang lamun, namun yang paling
sering ditemukan pada ekosistim terumbu
karang pada setaiap plot pengamatan dengan
hidup mengelompok.
Gambar 3 Diagram Batang Kelimpahan
jenis Echinodermata
(Sumber : data primer 2017)
Rendahnya kelimpahan jenis bintang ular O.
elegans, dikarnakan jenis Echinodermata ini
yang aktiv pada malam hari atau bersipat
nokturnal, yang berdiam diri dibawah batu
karang ataupun pasir berlumpur dan juga
sedikitnya kehadiran suatu spesies yang hadir
pada saat peneitian diduga hewan ini
bersembunyi dibalik celahan batu karang
maupun membenamkan diri pada substrat pasir
ataupun lumpur sehingga keberadaanya sulit
ditemui pada saat pengambilan sample. Hewan
ini bersifat Noktural atau bergerak aktif pada
malam hari (Brotowijoyo, 1994), in (Jumanto,
2013).
4.1.1. Komposisi Jenis
Komposisi Jenis echinodermata diperairan
Desa Tanjung Kelit Kecamatan Senayang
ialah jenis H. atra 21.5 %, jenis D. setosum
40.3%, Jenis C. novaguineae 19.9 %, jenis O.
elegans 6.6 %, dan jenis C. gracillis 11.6 %.
Gambar 4 Diagram lingkaranKomposisijenis
Echinodermata
(Sumber : data primer 2017)
Dari diagram lingkaran diatas menujukan
komposisi jenis filum echinodermata kelas
bulu babi dari spesies D. setosum lebih tinggi
dari spesies jenis echinodermata lainya yang
0.000.010.020.030.040.050.060.070.080.090.10
0.05
0.09
0.05
0.020.03
Kelimpahan (Ind/m2)21%
40%
20%
7% 12%
Komposisi Jenis Echinodermata
Holothuria atra
Deadema setosum
Culcita novaguineae
Ophiarthrum elegans
mana jenis dari speises tersebut hampir semua
dijumpai pada setiap plot pengambilan sampel
terutama pada ekosistem terumbu karang.
Bulu babi banyak ditemukan pada ekosistem
terumbu karang terutama jenis D. setosum,
karna kelimpahan dari populasi spesies
tersebut penting bagi terumbu karang sebagai
penyeimbang (Suryanti dan A’in, 2013).
4.1. Indeks Ekologi Echinodermata
Indeks keanekaragaman H’, keseragaman E,
dan dominansi C, merupakan indeks yang
sering dipakai untuk menduga kondisi suatu
perairan berdasarkan komponen biologis,
suatu kondisi lingkungan suatu perairan
umumnya dapat dikatakan baik dan stabil bila
memiliki indeks keanekaragaman dan
keseragaman yang tinggi serta dominansi yang
rendah.
Table 6 Indeks Ekologi Echinodermata
4.1.1. Indeks Keanekaragaman
Echinodermata
Indeks Keanekaragaman H’ yang diperoleh
adalah 2,09. Berdasarkan Indeks Shannon-
Wiener in (soegianto, 1994) in (Pardi. 2016),
adalah H’ ≤ 1 Keanekaragaman Sangat
Rendah, 1 ≤ H’ ≤ 1,59 Keanekaragaman
Rendah, 1,6 ≤ H’ ≤ 2 Keanekaragaman
Sedang, H’ > 2 Keanekaragaman Tinggi.
Dengan kategori demikian bahwa nilai
keanekaragaman jenis spesies di perairan Desa
Tanjung Kelit tergolong sedang.
Dari hasil penelitian mengenai
keanekaragaman jenis echinodermata
tergolong sedang hingga tinggi, yang mana di
setaiap stasiun pengambilan yang terdiri dari
31 titik stasiun yang tersebar secara acak
didapati jumlah jenis yang dijumpai tidak
terlalu banyak pada lokasi penelitian. Jumlah
jenis yang didapati merata terutama pada
ekosistem terumbu karang dan padang lamun
dari setiap titik pengambilan sampel dengan
jumlah individu masing-masing jenis yang
diwakili satu jenis spesies. Selain pada
ekosistem terumbu karang, hewan ini juga
dapat ditemukan pada zona pertumbuhan alga,
padang lamun dan zona tubir (Aziz, 1996).
4.1.1. Indeks Keseragama Echinodermata
Nilai Indeks Keseragaman (E) yang
diperoleh adalah 0,90. Menurut (Krebs.,
1985), in (Pardi., 2016), nilai Indeks
Keseragaman E berkisar antara 0 – 1. Nilai
indeks ini menunjukkan penyebaran individu,
apabila nilai indeks keseragaman mendekati 0
berarti keseragamannya rendah karena ada
jenis yang mendominasi. Bila nilai mendekati
1, maka keseragaman tinggi yang berati
kondisi ekosistem relatif bagus dikarenakan
pembagian jumlah individu pada masing-
masing jenis relatif sama atau seragam dan
tidak ada jenis yang mendominasi.
4.1.1. Indeks Dominasi Echinodermata
Nilai Indeks Dominansi C adalah 0,27.
Berdasarkan nilai tersebut Indeks Dominansi
C termasuk kategori rendah dan umumnya
mendekati 0 yang berarti tidak ada jenis yang
mendominasi (Odum., 1993). Jadi dapat di
kategorikan perairan desa tanjung kelit
memiliki dominasi spesies yang rendah. Dari
hasil yang diperoleh dapat di simpulkan
bahwa kelas dari Echinodermata memiliki
tingkat keseragaman jenis tinggi yang mana
keseragaman jenis tinggi dengan rendahnya
nilai dominasi jenis spesies atau tidak adanya
jenis yang terlalu dominan dalam suatu
perairan, walaupun komposisi jenis
menujukan D. setosum tinggi tetapi jumlah
spesiesnya tidak terlalu bloming.
Gambar 5 Diagram Batang Indeks Ekologi
Echinodermata
(Sumber : data primer 2017)
4.1.Kondisi Umum Perairan
Kondisi umum peraiaran dilakukan
Pengukuran parameter fisika-kimia perairan
dilokasi penelitian sebelum pengambilan
sampel Echinodermata, pada waktu pagi, siang
dan sore hari serta pasang dan surut, sesuai
dengan parameter yang diukur. Pengukuran
dilakukan pada pagi hari, Siang dan sore hari,
sedangkan pengukuran ketika pasang dan
surut disesuaikan dengan waktu pasang dan
surut air laut. Pengkuran parameter fisika-
kimia perairan dilakukan pada daerah titik
sampling yang mana dapat mewakili setiap
2.09
0.900.27
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50Nilai
titik sampling lokasi penelitian dengan tiga
kali pengulangan di setiap pengukuran.
Table 7 Hasil Parameter Peraiairan
Gambar 6 Diagram Batang Hasil Pengukuran
Suhu, pH, D0 (Sumber : data primer 2017)
4.1.1. Suhu
Suhu air mempunyai peranan dalam
mengatur kehidupan biota perairan, terutama
dalam proses metabolisme. Kenaikan suhu
menyebabkan terjadinya peningkatan
konsumsi oksigen, namun di lain pihak
mengakibatkan turunnya kelarutan oksigen
dalam air (Effendi, 2003).
Desa Tanjung kelit saat pengukuran
berkisar antara 28,22-30,33 oC. Jika mengacu
pada baku mutu Kep Men LH No. 51 (2004),
maka kondisi suhu perairan yang baik bagi
kehidupan biota perairan adalah 28 – 30 oC .
4.1.1. Drajat keasaman (pH)
Aziz. (1991), mengungkapkan bahwa
secara umum, pH normal yang menunjang
keberadaan jenis Echinodermata pH dalam
rentangan 7,10-7,50. Derajat keasaman (pH)
merupakan salah satu indikator baik buruknya
suatu perairan.
Berdasarkan hasil pengukuran, nilai pH
perairan Desa Tanjung kelit adalah 6.5-6.8.
Jika mengacu pada baku mutu Kep Men LH
No. 51 (2004), maka kondisi keasaman
perairan perairan yang baik bagi kehidupan
biota perairan adalah berkisar 7-8,5.
4.1.1. Oksigen terlarut (DO)
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO)
dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk
pernapasan, proses metabolisme atau
pertukaran zat yang kemudian menghasilkan
energi untuk pertumbuhan dan pembiakan.
Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) di
perairan Desa Tanjung kelit berkisaran antara
6,46-6,64 mg/l,
28.22
6.8 6.64
30.33
6.5 6.46
29.57
6.7 6.55
0
5
10
15
20
25
30
35
Suhu (0C) pH (ppm) DO (mg/L)
Pagi Siang Sore
Jika mengacu pada baku mutu Kep Men
LH No. 51 (2004), maka kondisi oksigen
terlarut perairan yang baik bagi kehidupan
biota perairan adalah > 5 mg/L. Dengan
demikain nilai oksigen terlarut masih layak
bagi kehidupan biota Echinodermata. Dimana
nilai DO tertinggi terdapat pada saat pagi
sebesar 6,64 mg/l dan terendah pada saat siang
sebesar 6,46 mg/l.
Gambar 7 Diagram Batang Hasil
PengukuranKekeruhan, Kecepatan Arus
dan Salinitas (Sumber : data primer 2017)
4.1.1. Kekeruhan
Faktor yang meneybabkan kekeruhan oleh
adanya bahan organik dan anorganik yang
tersuspensi dan terlarut di air seperti lumpur,
pasir halus, maupun bahan organik dan
anorganik berupa plankton dan
mikroorganisme lain. Hasil nilai kekeruhan
yang diperoleh dari perairan Desa Tanjung
kelit berkisar antara 3,11-4,15 NTU, dengan
nilai tertinggi terdapat pada saat surut yaitu
4,15 NTU dan terendah pada saat pasang yaitu
3,11 NTU.
4.1.1. Kecepatan arus
Hasil kecepatan arus perairan Desa
Tanjung kelit berkisar antara 0,069-0,099 m/s,
dimana kecepatan arus tertinggi terdapat pada
saat surut yaitu 0,099 m/s dan terendah pada
saat pasang yaitu 0,069 m/s. Kecepatan arus
dapat mempengaruhi kelimpahan dan
keanekaragaman echinodermata karena
pengendapan sedimen atau komposisi substrat
dasar yang menjadi salah satu suplai makanan
untuk hewan echinodermata tergantung pada
kecepatan arus. Selain itu, kecepatan arus juga
mempengaruhi bentuk adaptasi dari
echinodermata terhadap perubahan kondisi
lingkungan.
4.1.1. Salinitas
Aziz. (1991), mengungkapkan bahwa
secara umum, salinitas normal yang
menunjang keberadaan jenis Echinodermata
berkisar antara 31,00-33,00 ‰. Salinitas
merupakan konsentrasi seluruh larutan
kandungan kadar garam yang diperoleh dalam
air laut. Hasil nilai salinitas yang diperoleh
pada perairan Desa Tanjung kelit relatif sama
yakni berkisar antara 30 - 32 ‰.
3.11 0.069
30
4.15 0.099
32
Kekeruhan (NTU)
Kecepatan Arus(m/s)
Salinitas (‰)
Hasil Pengukuran
Pasang Surut
Jika mengacu pada baku mutu Kep Men
LH No. 51 (2004), maka kondisi salinitas
perairan yang baik bagi kehidupan biota
perairan adalah 33-34 ‰. Organisme yang
paling banyak ditemukan adalah Deadema
setosum atau bulu babi berduri panjang
dikarenakan organisme yang mampu bertahan
dengan baik terhadap perubahan salinitas,
sehingga dapat dikatakan bahwa salinitas yang
diperoleh masih mendukung kehidupan
echinodermata karena masih berada di bawah
nilai optimum toleransi terhadap salinitas air
laut.
4.1. Tipe Substrat Dasar
Penentuan tipe substrat dasar perairan Desa
Tanjung kelit dilakukan dengan pengambilan
sampel sebanyak 31 titik sampling.
Berdasarkan hasil pengamatan, tipe substrat
dasar perairan Desa Tanjung kelit hampir
sama ketiga puluh satu titik sampling, maka
diambil satu area sampel substratnya.
Table 8 Komposisi kerikil, pasir, dan lumpur
Berdasarkan hasil ayakan substrat
menunjukkan tipe substrat pada perairan
Tanjung Kelit, Lingga ialah, fraksi krikil
23,08%, pasir 45,04% dan fraksi lumpur
31,88% jadi kesimpulanya yang di analisis
berupa pasir hingga pasir berlumpur.
umumnya substrat pasir dan pasir campuran
lumpur mangandung banyak bahan organik
yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan
makanan. Substrat adalah tempat suatu
organisme hidup menempel ataupun bergerak
dan mencari makan.
Menurut Kuwati. (2014), Echinodermata
mencerna sejumlah besar sedimen, terjadilah
pengadukan lapisan atas sedimen di goba,
terumbu maupun habitat lain yang
memungkinkan terjadi oksigenisasi lapisan
sedimen, mirip seperti yang dilakukan cacing
tanah di darat. habitat Echinodermata hidup
pada substrat yang berkarang, ada juga yang
menguburkan diri dalam pasir (Romimohtarto,
2007).
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah
dilakukan untuk mengetahui kelimpahan,
keanekaragaman, keseragaman, dan dominasi,
hasil jenis Echinodermata desa tanjung kelit
kecamatan senayang kabupaten lingga ialah
Keanekaragaman 2.09 (H’) Echinodermata
dapat dikategorikan sedang hingga tinggi,
dengan nilai Indeks Keseragaman 0.90 (E)
tinggi menggambarkan penyebaran individu
tiap jenisnya cenderung bersifat seragam atau
relatif sama yang dimana setiap spesies dapat
ditemukan walaupun dengan nilai kehadiran
jumlah jenis spesies berbeda-beda, dan nilai
Indeks Dominansi 0.27 (C) rendah
menunjukkan tidak aja jenis yang terlalu
mendominansi di perairan Tanjung Kelit.
Kondisi perairan Desa Tanjung kelit
Kecamatan Senayang Kabupaten Lingga
secara umum, dikategorikan belum tercemar
karena tidak memiliki perbedaan yang
signifikan dengan kondisi perairan yang baik
menurut acuan baku mutu Kep. Men LH No
51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut
Untuk Biota Laut maupun keterkaitan kondisi
umum perairan teori peneliti sebelumya
tentang kelayakan hidup filum echinodermata
pada suatu perairan.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, maka saran yang diberikan yakni
sebagai berikut, Perlu adanya penelitian
berlanjut dalam jangka waktu tertentu untuk
melihat pengaruh biota echinodermata lainya
terhadap perubahan lingkunggan seperti
hubunganya dengan faktor fisika – kimia
perairan.
Diharapkan juga peneliti selanjutnya
meneliti secara spesifik mengenai kelas –
kelas echinodermata yang memiliki harga
ekonomis jadi kiranya dapat member efek
positif bagi masarakat setempat terkhusus desa
tanjung kelit kecamatan senayang kabupaten
lingga.
DAFTAR PUSTAKA
Agustinus, Y., 2013. Struktur Komunitas
Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Di Pulau Lengkang
Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas
Maritim RajaAli Haji: Tanjungpinang.
Arianti, D,N., Efrizal, T., dan Fajri, E,N., 2013. Abundance Of Dog Conch (Strombus turturella) in Coastal Area
Tanjungpinang Kota Subdistrict, Tanjungpinang City. Kepulauan Riau
Province. Jurnal Faculty of Fisheries and Marine Science, University of Riau.
Aziz, A., 1987. Makanan dan Cara Makan Berbagai Jenis Bulu Babi. Jurnal Osean. 12
(4) : 91-100. Aziz, A., 1991. Beberapa Catatan Mengenai
Kehidupan Lilia Laut. Jurnal Oseana, l16 (3) : 17-24.
Aziz, A., 1994. Tingkah Laku Bulu Babi Di Padang Lamun. Jurnal Oseana, 21 (4) : 34-
43.
Aziz, A., 1996. Habitat dan zonasi fauna Ekhinodermata di ekosistem terumbu karang. Jurnal Oseana 21 (2) : 33-43.
Aziz, A., 1998. Pengaruh tekanan panas
terhadap fauna Echinodermata. Jurnal Oseana, 13 (3) : 125-132.
Bakus, G. J., 1973. The biology and ecology of tropical holothurian. In: Jones, O. A. &
Endean, R. (editor.) Biology and geology of coral reef. 2. (New York, Academic Press) : 325 -357.
Budiman, C.C., Maabuata, P.V., Langoy,
M.L.D., dan Katili, Y., 2004. Keanekaragaman Echinodermata di Pantai Basaan Satu Kecamatan Ratatotok
Sulawesi Utara. Jurnal Mipa Unsrat. 4 (2) : 97-101.
Birkeland, C., 1989. The influence of echinoderm oncoral reef communities .In:
Echinoderms, S.M.J. & Lawrence, J.M. (Eds.). 3. A.A. Balkema, Rotterdam, Netherland: 79 pp.
Coleman, N., 1994. Sea stars of Australia and
their relatives. Australia, Neville Colemans Underwater Geographic Pty Ltd, 64 hal.
Coremap., 2007. Echinodermata, http//www.coremap.or.id/datin/echino/,
Diakses pada rabu 15 maret 2017. Pukul 10:55 wib.
Darsono, P., 2005. Teripang (Holothurians) Perlu Dilindungi. Makalah. Bidang
Sumberdaya Laut. Puslit Oseanografi- LIPI Jakarta. 24 hal.
Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan
Perairan. Kanisus.Yagyakarta. 258 hal.
Elfidasari, D., Nita, N., dan Ninditasya W., Analekta T., 2012. Identifikasi Jenis Teripang Genus Holothuria Asal Perairan
Sekitar Kepulauan Seribu Berdasarkan Perbedaan Morfologi. Jurnal Al-Azhar
Indonesia Seri Sainsn Dan Teknologi, 1 (3) : 140-146.
Fachrul, M. F., 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta. 198 hal.
Hendler G. J., Miller E., Pawson D. L., and
MK Porter., 1995. Sea stars, sea urchins,
and allies: Echinoderms of Florida and the Caribbean. Smithsonian Institution Press,
Washington DC. 390p. Jumanto., 2013. Struktur Komunitas
Echinodermata di Padang Lamun Perairan Desa Pengudang Kecamatan Teluk Sebong
Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau, Jurnal. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali
Haji, Tanjungpinang.
Kambey, A.G., 2015. Komunitas
Echinodermata Di Daerah Intertidal Perairan Pantai Mokupa Kecamatan
Tombariri Kabupaten Minahasa, Jurnal. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UNSRAT Manado. 3 ( 1) : 10-15.
Katili, A.S., 2011. Struktur komunitas
Echinodermata pada zona intertidal di Gorontalo. Jurnal Penelitian dan Pendidikan, 8 (1) : 51-61.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 51 Tahun 2004. Tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota laut, http://www.ppk-kp3k.kkp.go.id/ver2/media/
download/RE.keputusan-menteri-negara-lingkungan-hidup-nomor-51-tahun
2004_201410008143942.pdf, 15 maret 2017. Pukul 11:30.
Kuwati, Martanto. M, Jubhar, C., 2014. Peran
Sasi Dalam Melindungi Sumberdaya Teripang Di Kampung Folley, Kabupaten Raja Ampat. Prosiding Seminar Nasional
Raja Ampat. Program Studi Magister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana
: Raja Ampat. Monografi Desa Tanjung Kelit Bulan Januari
s/d Bulan Maret Tahun 2016. 2016. Laporan Pemerintah Desa Tentang
Monografi. Lingga.
Moningkey, D,R., 2010. Pertumbuhan
Populasi Bulu Babi (Echinometra Mathaei) Di Perairan Pesisir Kima Bajo Kabupaten
Minahasa Utara. Jurnal Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. UNSRAT. Manado 95115. 6 (2) : 73-77.
Nontji, A., 1993. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan. 209 hal.
Odum., 1993. Dasar-dasar Ekologi.
Diterjemahkan oleh T. Samingan. Gajha Mada Universty press. Yogyakarta. 572 hal.
Pardi, S., 2016. Keanekaragaman Jenis
Makrozoobenthos Diperairan Desa Sekanah Dusun Dua Lundang Kecamatan Lingga Utara Kabupaten Lingga Provinsi
Kepulauan Riau, Jurnal. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas
Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang. Pratama, R.R., 2013. Analisis Tingkat
Kepadatan dan Pola Persebaran Populasi Siput Laut Gonggong (Strombus canarium)
di Perairan Pesisir Pulau Dompak, Jurnal, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang.
Rumahlatu, D., Gofur, A., dan Sutomo, H., 2008. Hubungan Faktor Fisik-Kimia
Lingkungan Dengan Keanekaragaman Echinodermata Pada Daerah Pasang Surut
Pantai Kairatu. Jurnal MIPA, 37 (1) : 77-85.
Sugiarto, H., 2007. Warta Oseanografi. Jakarta: Pusat Penelitian
Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 81 hal.
Sugiarto dan Supardi. 1995. Beberapa Catatan Tentang Bulu Babi Marga Diadema.
Oseana. 20 (4) : 34-41. Sugiyono., 2012. Metode Penelitan
Administrasi. Cetakan Ke-20. Penerbit Alfabeta. Bandung. 144 hal.
Suryaningrum, T.D., 2008. Teripang : Potensinya Sebagai Bahan Nutraceutical
dan Teknologi Pengolahannya. Jurnal Peneliti pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan. 3 (2) : 63-69.
Suryanti, S., and Ruswahyuni, R., 2014. The Difference in Abudance of Echinoideas on Coral Ecosystem and
seagras beds in Pancuran Belakang, Karimun, Jepara. Jurnal Saintek Perikanan,
10 (1) : 62-67. Supriadi, H., 2015. Struktur Komunitas
Echinodermata Di Terumbu Karang Perairan Laut Teluk Pering Kecamatan
Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas, Jurnal. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali
Haji, Tanjungpinang.
Thamrin, Setiawan, Y.J., Siregar, S.H., 2011. Analisis Kepadatan Bulu Babi Deadema Setosum Pada Kondisi Terumbu Karang
Berbeda Di Desa Mapur Kepulauan Riau,
Jurnal. Program Studi Ilmu Lingkungan, Universitas Riau. 5 (1) : 45-53.
Wood., 1987. Subtidal Ecology. Edward
Arnold pty. Limited. Australia. 125p. Yusron, E., 1992. Beberapa Catatan tentang
Teripang di Perairan Maluku. Ambon: Balitbang Sumber Daya Laut Puslitbang
Oseanologi LIPI Ambon. Lonawarta 15 (2) : 12-17.
Yusron, E., 2004. Teknologi Pemijahan
Teripang Pasir dengan Cara Manipulasi
Lingkungan. Oseana 29 (4) : 17-23.