Kebijakan Fiskal untuk Mendukung Akselerasi Sektor Industri yang Berdaya Saing
KEMENTERIAN KEUANGANREPUBLIK INDONESIA
Andin HadiyantoKementerian Keuangan RI
2
Melemahnya pertumbuhan permintaan produk industri dan ketidakpastian keuangan global Melambatnya pertumbuhan permintaan global Ketidakpastian kondisi keuangan global
Perbaikan iklim usaha Fiscal issues Non-fiscal issues
Penguatan struktur industri Keterkaitan antarsektor industri Keterkaitan sektor industri dengan sektor lain (pertanian, pertambangan) Keterkaitan sektor industri dalam konteks global value chain
Peningkatan total faktor productivity (produktivitas) Kapasitas dan kualitas sumbar daya manusia Dukungan infrastruktur
Dukungan pendanaan Swasta BUMN
Tantangan Utama Sektor Industri Indonesia
3
Meningkatkan permintaan dan mengatasi dampak ketidakpastian keuangan global
Meningkatkan daya beli masyarakat domestik
Kenaikan PTKP dari Rp24 juta menjadi Rp.36 juta
Penghapusan PPnBM yang sudah tidak relevan
Memperbaiki mismatch asset-liability karena depresiasi nilai tukar, terutama perusahaan yang mempunyai eksposur valuta asing
Insentif tarif pajak revaluasi aktiva tetap di tahun 2015 sebesar 5 persen dari semula 10 persen
Respon Kebijakan Fiskal-Counter Cyclical Policy
4
Insentif Fiskal
Tax holiday dan Tax Allowance
Proses penyelesaiannya dipercepat dari 125 hari menjadi 45 hari untuk tax holiday, dan dari 28 hari menjadi 20 hari untuk Tax Allowance
PPN tidak dipungut atas alat angkut tertentu (kereta api, alat angkutan sungai, pesawat terbang, jasa galangan kapal)
PPN tidak dipungut atas jasa kepelabuanan
Pembebasan bea masuk untuk impor barang modal untuk investasi baru
Insentif fiskal Kawasan Industri dan Kawasan Ekonomi Khusus
Respon Kebijakan Fiskal-Perbaikan Iklim Usaha
5
Kebijakan Bea Keluar ”progresif” untuk mendukung hilirisasi sektor industri berbasis sumber daya (Kakao, CPO, Mineral). Semakin tinggi nilai tambah maka semakin rendah tarif bea
keluarnya Kebijakan larangan ekspor bahan mentah mineral dan kewajiban
pemrosesan lebih lanjut untuk meningkatkan nilai tambah Kebijakan harmonisasi tarif bea masuk untuk memperkuat struktur
industri Tarif bea masuk barang intermediate lebih rendah dari barang
akhir Partisipasi dalam FTA (bilateral dan regional FTA) terutama untuk
meningkatkan daya saing dalam konteks regional dan global value chain.
Kebijakan cukai yang dinamis, terutama cukai produk tembakau, untuk membatasi konsumsi namun tetap melindungi usaha padat karya dan UKM.
Respon Kebijakan Fiskal-Penguatan Struktur Industri
6
Penyediaan Anggaran Infrastruktur yang lebih tinggi untuk mendukung infrastruktur transportasi, meningkatkan ketahanan energi, ketahanan pangan, pengelolaan sumber daya air
Penyediaan Anggaran Pendidikan 20 persen, anggaran kesehatan 5 persen dari anggaran belanja, dan jaring pengaman sosial (BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan) untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia
Meningkatkan alokasi anggaran untuk daerah untuk menggrakkan ekonomi daerah secara lebih merata dan produktif
Realokasi subsidi yang lebih tepat sasaran, subsidi energi dan non-energi.
Respon Kebijakan Fiskal-Peningkatan Produktivitas
7
Penguatan Pembiayaan Ekspor melalui pelaksanaan National Interest Account dalam Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)
Tingkat bunga dan penjaminan yang lebih murah terutama untuk perusahaan padat karya yang terancam melakukan PHK
Subsidi Bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) 8,5 persen per tahun sehingga tingkat suku bunga KUR ke end user sebesar 9 persen per tahun dengan coverage KUR Rp100-Rp123 triliun.
Penguatan Modal BUMN melalui penanaman modal negara yang signifikan (Rp70 triliun tahun 2015) untuk mendorong industri yang menopang infrastruktur
Kebijakan Pembiayaan Direct Lending dari Lembaga Multilateral dan Bilateral kepada BUMN dengan jaminan pemerintah
Penyempurnaan Skema Kerjasama Publik Swasta untuk mendorong partisipasi pembiayaan swasta dalam proyek-proyek infrastruktur
Respon Kebijakan Fiskal-Dukungan Pendanaan
KEMENTERIAN KEUANGANREPUBLIK INDONESIA
KEMENTERIAN KEUANGANREPUBLIK INDONESIA
TERIMA KASIHKementerian Keuangan Republik Indonesia
8