KEGAGALAN PENGEPUNGAN WINA HABSBURG 1683 M
DAN DAMPAKNYA BAGI TURKI USMANI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Humaniora (S.Hum)
Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Didin Saepudin, M.A
Oleh:
HUSEN
1111022000045
KONSENTRASI TIMUR TENGAH
PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
i
ABSTRAK
Setelah penulis analisa mengenai sejarah Turki Usmani dari awal
kebangkitan sampai keruntuhannya. Ada hal yang menarik bagi penulis, dimana
Turki Usmani mendapatkan pukulan yang hebat pada tahun 1683 M ketika
jenderal Kara Mustafa memimpin pasukannya untuk mengepung kerajaan
Habsburg. Di dalam kerajaan Habsburg ada dua orang yang mampu
mempengaruhi pasukan Kristen yakni John III Sobieski dan Paus Innocent IX.
Sehingga terbentuklah Aliansi Romawi Suci yang bertujuan untuk mengusir Turki
Usmani dari tanah Eropa. Seperti yang sudah ditulis oleh salah satu sejarawan
Andrew Wheatcroft bahwa pada tahun 1683 M merupakan panaklukan terakhir
bagi Turki Usmani di dataran Eropa. karena kebangkitan Eropa timur sudah
dimulai sejak itu.
Maka dari itu, penulis merasa tergelitik untuk mengkaji lebih dalam
mengenai kegagalan pengepungan tersebut. Apa saja penyebab dari kegagalan
pengepungan tersebut hingga Turki Usmani tidak mampu lagi untuk melawan
balik Eropa? Dengan demikian penulis berusaha menjelaskan penelitan ini dengan
menggunakan teori sejarawan Stanford Shaw dan Andrew Wheatcroft. Karena
mereka berdua sepakat bahwa awal mula kejatuhan yang paling mengerikan bagi
Turki Usmani adalah pada pengepungan Habsburg 12 September 1683 M. Setelah
itu tidak ada lagi umat Muslim yang mampu menjejakkan kakinya di dataran
Eropa.
Keyword : Turki Usmani, Wina 1683, Kara Mustafa, John III Sobieski
ii
Kata Pengantar
Segala Puji bagi Allah SWT yang telah melimphakn nikmat kepada penulis
terutama nikmat Iman, Islam, dan sehat, sehingga penulis skripsi ini yang berjudul
“Kegagalan Pengepungan Wina Habsburg Tahun 1683 M dan Dampaknya bagi
Turki Usmani” dapat terselesaikan sesuai harapan. Sholawat serta salam
tercurahkan kepada Sayyidina Muhammad SAW. Dalam penulisan skripsi ini
tentu banyak pihak yang sudah berpartisipasi dalam membantu menyelesaikan
penulisan skripsi ini baik yang bersifat moril maupun materil. Maka dengan ini,
sudah sepantasnya penulis banyak menyampaikan banyak terimkasih atas
kerjasama, dorongan, serta bimbingan Bapak Ibu dosen. Akhirnya penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan semangat dan doa
yang tak pernah putus
2. Prof. Dr. Didin Saepudin, M.A yang telah bersedia meluangkan waktu
untuk membimbing skripsi penulis. Sehingga penulisan skripsi dapat
terselesaikan
3. H. Nurhasan Kamal, M.A, selaku ketua prodi Jurusan Sejarah Peradaban
Islam yang telah bersedia membantu dan memudahkan jalannya skripsi ini
4. Sholikhatus Sa’diyah, M. Pd selaku Sekertaris Jurusan Sejarah Peradaban
Islam yang banyak sekali membantu semua kebutuhan penulis dengan
sabar
5. Dr. Awalia Rahma, M.A selaku dosen penguji I yang berusaha sabar
dalam menguji dan revisi kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan
dengan baik
6. Dr. Usep Abdul Matin, M.A selaku dosen penguji II yang telah
memberikan kritik membangun kepada penulis agar penulisan skripsi ini
semakin baik dan mudah untuk dipahami
iii
7. Drs. H. Bakhron Fathin, M.A selaku pengurus Yayasan Mushalla Ar-
Ridha yang telah secara terus menerus membimbing dalam hal apapun.
Terima kasih yang sebesar-besarnya yang telah bersedia mendoakan dalam
skripsi ini
8. Tak lupa kepada teman-teman SKI Konsentrasi Timur Tengah angkatan
2011 Sufyan, Wilda, Alan, Mulki, Maya, Isma, Nabilah, Ulfa, Indi, Silvia,
Yeni, Wia, dan Dzikrul dan teman-teman dari SKI Konsentrasi Asia
Tenggara angkatan 2011 Budi Permana dan Siti Rahmawati yang telah
memberikan semangat dari awal bimbingan sampai sekarang
9. Terkhusus kepada saudara-saudariku Jamalulel, Nazmudin, Badriyah,
Nursyamsiah, Hasan, Yayah Rodiyah, Syamsul Ma’arif yang telah
memberikan dukungan moril dan materil sehingga penulisan skripsi bisa
sampai kepada Sidang skripsi
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
banyak membantu mendukung, membimbing dan mengarahkan penulis hingga
terselesaikannya skripsi ini dengan baik. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih
jauh dari sempurna, semoga hasil dari skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak
yang membacanya. Wallahu a’lam Bissowab
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK……………………………………………………………….... i
KATA PENGANTAR…………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………….... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
B. Batasan Dan Rumusan Masalah.........................................................3
C. Tujuan Penelitian............................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian............................................................................. 4
E. Tinjauan Pustaka................................................................................ 4
F. Kerangka Teori.................................................................................. 6
G. Metode Penelitian.............................................................................. 6
H. Sistematika Penulisan........................................................................ 8
BAB II TURKI USMANI DAN HABSBURG PADA PERTENGAHAN
KEDUA ABAD KE -17
A. Kondisi Politik Turki Usmani............................................................ 9
B. Kondisi Politik Habsburg................................................................... 25
BAB III PENGEPUNGAN WINA OLEH TURKI USMANI 1683 M
A. Persiapan Pengepungan..................................................................... 29
B. Awal Pengepungan............................................................................ 31
C. Gagalnya Pengepungan...................................................................... 38
BAB IV KEGAGALAN PENGEPUNGAN TURKI USMANI
A. Faktor-Faktor Kekalahan Turki Secara Umum.................................. 42
v
B. Beberapa Faktor Tidak Langsung Pada Kegagalan Pengepungan Turki
Usmani............................................................................................... 43
C. Beberapa Faktor—Langsung—Kegagalan Pengepungan Habsburg
pada 1683 M....................................................................................... 48
D. Turki Usmani Pasca Pengepungan Habsburg 1683 M...................... 49
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN.................................................................................. 52
B. SARAN.............................................................................................. 56
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 58
LAMPIRAN…………..................................................................................62
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Turki Usmani merupakan Dinasti Islam terbesar ketiga setelah Umayyah
dan Abbasiyah. Awal kemunculannya pada abad ke-13 ketika bangsa Romawi
menguasai Anatolia atau Asia kecil. Banyak kajian ilmiah yang membahas Turki
baik oleh orientalis maupun Muslim sendiri. Pembahasannya memang tak pernah
habis. Untuk selanjutnya penyebutan Turki Usmani akan disingkat dengan Turki.
Abad ke-17 sampai 19 adalah awal kehancuran Turki. Dunia Muslim
secara umum sedang berada di bawah penjajahan Barat, yang mengakibatkan
dunia Muslim menjadi hancur dan merosot sedikit demi sedikit. Kemerosotan
bukan hanya dari faktor eksternal namun juga dari internal. Dunia Muslim telah
kehilangan tenaga untuk berkembang kembali. Pada abad 17-19 Masehi secara
bertahap adalah awal dari kebangkitan Eropa atau Barat1 sementara dunia Muslim
dalam keadaan stagnan tak ada perkembangan berarti. Satu-satunya Dinasti Islam
yang dianggap masih berdiri adalah Turki. Memang sampai abad ke-15 Turki
masih memilki kewibawaan untuk menakuti lawannya. Bertambahnya usia bukan
malah menjadi kuat justru menjadi terpuruk dan terus merosot. Tak ada lagi ide
yang cemerlang. Tak ada lagi sosok pemimpin yang kuat dan tangguh. Tepat
setelah meninggalnya Sultan Sulaiman I (1520-1566 M)2 Turki tampak kehilangan
kekuatannya. Walaupun masih ada beberapa penaklukan, itu tidak berlangsung
lama. Penaklukan terakhir adalah perang di perbatasan Styria (1664 M)3 yang
1Syamsul Bakri, Peta Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Fajar Media Press, 2011)
hlm, 142 2Stanford Shaw, History of the Ottoman Empire and the Modern Turkey,Vol I: Empire of
Gazis : The Rise and Decline of the Ottoman Empire, 1280-1808, (New York: Cambridge
University Press,1976).hlm, 87 3Stanford Shaw, History of the Ottoman Empire and the Modern Turkey...,hlm, xv
2
kemudian dilanjutkan dengan pengepungan Habsburg pada 1683 M4 yang
sebenarnya belum sepenuhnya takluk karena masih ada perlawanan. Wina
merupakan gerbang terakhir bagi Turki menuju penaklukan Eropa. Bagi Eropa
Timur, Wina adalah pertahanan terakhir Eropa. Kemudian Wina atau disebut
kerajaan Habsburg Hungaria beraliansi dengan beberapa kerajaan di Eropa Timur
yakni, Kerajaan Polandia-John III Sobieski, Venesia di Adriatik, Mediterania dan
Yunani lalu mereka sebut Aliansi Romawi Suci (Holy League Roman Empire).5
Mereka sengaja membentuk aliansi untuk menghentikan laju gerakan Islam ke
Eropa.6
Sultan Muhammad IV (1648-1687 M) diangkat sebagai khalifah pada umur
7 tahun.7 Sementara pihak musuh sedang membangun kekuatannya di Wina. Ini
merupakan kondisi yang sangat kritis bagi Turki. Pada pengepungan 12 September
1683 yang dipimpin oleh Merzifonlu Kara Musthafa Pasha gagal total bahkan
lebih dari 10.000 pasukan Turki terbunuh pada pengepungan Habsburg.8 Dengan
segera pasukan Turki menarik diri. Di sinilah mereka Aliansi Romawi Suci yang
pimpin oleh John III Sobieski segera meyakinkan kepada Eropa Timur bahwa
mereka akan mengusir Turki dari bumi Eropa. Turki kemudian secara terus-
menerus mengalami kekalahan dalam perang sehingga daerah kekuasaannya
merdeka satu persatu melalui perjanjian-perjanjian yang terus merugikan Turki.
Bila dianalisis, Turki memang dalam keadaan kacau ketika Eropa sedang
membangun kekuatan. Dari sini penulis berhipotesa bahwa Turki memang sedang
dalam kondisi kritis. Khalifah-khalifah yang lemah yang dipaksa diangkat
sementara para jenderal yang ada di balik para khalifah yang lemah.
Perkembangan bidang militer juga menurun akibat para elit tentara Jenissari
4Suraiya Faroqhi, The Ottoman Empire and The World Around it (London: IB Tauris,
2004) hlm, 57. Lihat juga A Member of Taylor and Francis Group, A Political Chronology of The
Middle East (London: Taylor &Francis e-Library, 2005) hlm, 227 5Andrew Wheatcroft, The Enemy at The Gate: Habsburgs, Ottoman and The Battle For
Europe, (United States of America: Basic Books, 2009) hlm, 228 6Ibid,.hlm, 166
7Masudul Hasan, History of Islam, Revised Edition, Vol II, (India: Adam Publisher, 1995)
hlm, 401 8Mehrdad Kia, The Ottoman Empire, (United States of America: Greenwood Press, 2008)
hlm, 79
3
berontak karena gajinya yang kecil dan tidak puas dengan pelayanan khalifah.
Faktor internal yang kacau akan segera meledak akibat serangan dari eksternal.
Saat itu Turki sedang menuju titik balik yang terus merosot dan merdeka satu
persatu. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas penaklukan terakhir di
Habsburg yang dilakukan oleh Turki pada 1683 M yang berakhir dengan
kekalahan yang berlanjut. Maka dari itu penulis membuat tema skripsi yang
berjudul Kegagalan Pengepungan Wina Habsburg Tahun 1683 M dan
Dampaknya bagi Turki Usmani.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
a. Perumusan Masalah
Seperti yang sudah dibahas di atas bahwa penulis akan membahas
tentang, “Apa saja yang membuat Turki kalah pada pengepungan
Habsburg 1683 sehingga menjadi sebab kemunduran?". Kemudian
timbullah beberapa sub-sub masalah pokoknya guna memperuncing
pembahasan yakni diantaranya adalah :
1. Apa saja faktor kekalahan dari Turki pada pengepungan Habsburg
1683?
2. Apa saja dampak kekalahan dari pengepungan Turki?
3. Bagaimana kondisi militer dan politik Turki pada 1683?
b. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan tetap fokus maka penulis akan membatasi kajiannya
hanya pada bidang politik dan militer pada tahun 1683 M yang masing-
masing akan dijelaskan baik dari kondisi di Habsburg maupun Turki.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini antara lain:
Menggali lebih dalam mengenai faktor kekalahan Turki pada
pengepungan Wina Habsburg tahun 1683 M.
Mengetahui lebih banyak dari dampak kekalahan Turki.
4
Menggali informasi lebih jelas tentang dunia politik dan militer
Turki pada 1683 M.
D. Manfaat Penelitian
Peneliti membagi manfaat penelitian menjadi 3 bagian, yakni sebagai
berikut :
1. Bagi Peneliti
a. Menambah khazanah keilmuwan Peradaban Islam dan Turki
b. Memberi gambaran langsung mengenai Sejarah Turki pada
tahun 1683
2. Bagi Lembaga
a. Sebagai tambahan koleksi karya Sejarah Peradaban Islam
b. Sebagai bahan atau sumber skripsi untuk kajian yang terkait
c. Sebagai informasi yang berguna bagi Mahasiswa, umat Muslim
dan pada umumnya terkait Turki
3. Bagi Ilmu Pengetahuan
a. Sebagai kontribusi karya sejarah peradaban Islam khususnya
pada bidang Turki
b. Sebagai contoh sederhana yang ingin mendalami kajian tentang
Turki pada tahun 1683
E. Tinjauan Pustaka
Tema dan judul penelitian yang penulis pilih ini adalah “Kegagalan
Pengepungan Wina Habsburg Tahun 1683 M dan Dampaknya Bagi Turki
Usmani”. Adapun beberapa sumber yang memiliki keterkaitan dengan
Skripsi ini adalah sebagai berikut:
Surat Sobieski untuk istrinya pada tahun 1683 M, berisi tentang
kemenangan perang atas Turki. Di dalamnya yang menggambarkan
5
bagaimana pasukan Turki melarikan diri dengan meninggalkan
kuda yang bagus, domba, sapi, dan bagal. Mereka pasukan Turki
lari terbirit-birit meninggalkan segudang harta rampasan. Ini
merupakan sumber primer yang telah ditemukan penulis.9
Andrew Wheatcroft, The Enemy at The Gates : Habsburgs,
Ottomans and The Battle for Europe. Buku karya Andrew ini sangat
detail membahas mengenai pengepungan oleh Turki. Dimulai dari
beberapa bulan sebelum pengepungan sudah dibahas di buku ini.
Namun Andrew lebih cenderung fokus pada kekuatan militer antara
Turki dan Habsburg serta kemajuan di antara keduanya. Mungkin
jika dianalisis buku ini membahas tentang perbandingan kekuatan
militer antara Turki dengan Habsburg.
Stanford Shaw, History of The Ottoman Empire and Modern
Turkey: Vol 1: Empire of The Gazis: The Rise and Decline of The
Ottoman Empire, 1280-1808. Buku ini cukup lengkap membahas
Turki dari awal sampai jatuhnya Turki. Mengenai kajian di
dalamnya juga cukup bagus bahkan Stanford mampu
menggambarkan dengan peta kekuasan Turki. Namun buku ini
sedikit sekali membahas Turki pada 1683 M. Hanya beberapa
paragraf saja yang dibahas di dalamnya, itupun tanpa ada sub judul
yang khusus mengenai Perang Turki dan Habsburg
Uyar and Erickson, A Militery History of The Ottomans. Buku ini
membahas khusus tentang dunia militer Turki dari awal berdiri
sampai kejatuhannya Dinasti. Memang buku ini tidak khusus
menjelaskan peran militer pada pengepungan Habsburg tahun 1683
M namun setidaknya penulis mendapatkan sumber yang terkait
tentang dunia militer Turki.
9 (http://literat.ug.edu.pl/listys/095.htm) Diakses pada sabtu, 26 November 2016 pukul
12.00
6
F. Kerangka Teori
Dalam pembahasan ini penulis akan menggunakan kerangka teori
para sejarawan seperti Shaw. Ia berpendapat bahwa awal kemunduran
Turki adalah ketika perang dengan Habsburg pada tahun 1683 M.
Mengenai faktor kemunduran Turki pada 1683 M, Andrew Wheatcroft
berpendapat bahwa kekalahan Turki pada perang di Habsburg 1683 M
adalah karena tidak adanya perkembangan militer, politik dan aliansinya
yang kurang kooperatif. Turki tidak berpikir bahwa lawannya terus
mengembangkan militernya. Sedangkan dari faktor internal menurut
Andrew Wheatcroft adalah karena lemahnya para pemimpin Turki dan
sering terjadinya pemberontakan oleh Jennisary yang ingin dinaikan
gajinya. Oleh karena itu penulis berhipotesis bahwa awal kemuduran Turki
tentu pada 1683 M yakni ketika Turki gagal mengepung Habsburg. Namun
perlu diteliti lebih dalam mengenai faktor-faktor kekalahan pada
pengepungan yang dipimpin oleh panglima Kara Mustafa Pasha. Karena
tentunya penulis ingin mengetahui lebih jauh dan jelas perkara Turki vs
Habsburg pada 1683 M.
G. Metode Penelitian
Tahapan penulisan yang digunakan oleh penulis untuk
mengungkapkan fakta sejarah adalah metode historis. Metode historis
merupakan proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan
peninggalan yang telah lalu.10
Poin-poin penting akan dipaparkan sesuai
dengan bentuk, kejadian, suasana dan masanya.
Penulis menggunakan metode deskriptif, yaitu menjelaskan
kejadian berdasarkan fakta yang telah terjadi dan mencari hubungan yang
mendukung data tentang peristiwa yang terjadi.11
Dengan metode in penulis
berharap akan mampu menjelaskan peristiwa ketika masalah pengepungan,
10
Louis Gotschalk, Mengerti Sejarah, Terj: Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI Press, 1983)
hlm, 32 11
Soejono dan Abdurrahman, Metode Penelitian, Suatu Pemikiran dan Penerapan
(Jakarta: Rineka Cipta dan Biana Adikarsa, 2005) hlm, 20
7
kondisi politik dan militer saat itu, hubungan kedua kerajaan yakni
Habsburg dan Turki, dan dampak dari kekalahan Turki.
Adapun tahap-tahap penulisan ini memiliki empat tahap, yaitu :
1. Heuristic, yaitu mengumpulkan data terkait Turki dan dampak
kekalahan dalam pengepungan Habsburg. Dalam proses pengumpulan
data, penulis melakukan penelitian terhadap sumber-sumber
kepustkaan. Penulis mencari sumber-sumber dari beberapa
perpustakaan, seperti Perpustakaan Utama UIN Jakarta, Perpustakaan
Fakutas Adab dan Humaniora, Perpustakaan Pasca UIN Jakarta,
Perpustakaan Utama UI, Perpustakaan Nasional, dan beberapa
database online seperti Jstor dan website lainnya yang dianggap
penulis mampu memberikan data primer
2. Critic, yakni tahap dimana semua sumber harus dikaji ulang. Dalam
hal ini penulis membagi dua. Pertama kritik eksternal, yaitu kondisi
bahan yang baik dan bagus serta masih layak dijadikan sumber skripsi,
hal ini untuk menentukan keotentikan data tersebut. Maka dari itu
penulis telah berupaya memperhatikan segala bentuk sumber agar tidak
rusak dan mudah dibaca. Kedua kritik internal yakni, untuk
mengetahui kadar kesahihan dan keaslian dari isi data tersebut,12
seperti buku terjemahan atau kata/kalimat yang sulit dicerna. Penulis
juga telah menelusuri siapa pengarang suatu sumber agar tidak ada
unsur plagiarisme
3. Interpretation, setelah semua data berhasil melalui tahap heuristik dan
kritik. Maka selanjutnya data harus diinterpretasikan sesuai dengan
tema atau judul yang terkait dengan penelitian. Penulis akan berusaha
menguraikan sebab-akibat dari peristiwa yang terjadi, kemudian
menafsirkan dan menjelaskannya
12
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Notosusanto, (Jakarta: UI-Press,
1985) hlm, 95 dan 112
8
4. Historiography, terakhir adalah penulisan sejarah sesuai data yang
sudah dikumpulkan. Terutama sejarah tentang politik dan militer
dengan menggunakan deskriptif analisis. Dalam tahap ini, penulis
memaparkan peristiwa yang terjadi dan memberikan penilaian atas
peristiswa-peristiwa tersebut menurut sudut pandang sejarah, politik
dan militer secara sistematis
H. Sistematika Penulisan
Untuk menyajikan tulisan yang rapih dan jelas maka perlu ada sistematika
penulisan yang diurutkan melalui lima bab. Masing-masing akan dibahas
tiap bab. Berikut sistematika penulisannya :
BAB I : Berisi Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah,
Perumusan dan Pembatasan Masalah, Tujuan Penelitian,
Manfaat Peneltian, Tinjauan Pustaka, Kerangka Teori, Metode
Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II : Berisi pembahasan singkat tentang sejarah Turki dan Habsburg
sebelum pengepungan serta kondisi politik antara keduanya.
BAB III : Berisi tentang latar belakang pengepungan yang dilakukan oleh
Turki pada 1683 M. Poin selanjutnya persiapan pengepungan
Habsburg.
BAB IV : Berisi tentang beberapa faktor yang mengakibatkan Turki gagal
dalam mengepung Habsburg pada 1683 M. Dan sedikit dibahas
tentang kondisi Habsburg tepat pada 12 September 1683 M.
Karena saat itu kondisi Habsburg mendapatkan bantuan militer.
BAB V : Kesimpulan yakni berisi tentang pelajaran yang penulis
dapatkan serta pengetahuan mengenai Pengepungan Habsburg
1683 M.
9
BAB II
TURKI DAN WINA PADA PERTENGAHAN KEDUA ABAD KE -17
A. Kondisi Politik Turki
Ekspansi ke Eropa Timur sudah dilakukan sejak masa Bayazid I (1389-1402
M) dari Macedonia 1361 M dan 1364 M sampai Wallachia (Rumania sekarang)
1393.1 Pada masa Murad II (1421-1452) M
2 Salonika direbut dan dilanjutkan
dengan Albania pada tahun 1431 M.3 Pada tahun 1439 M Murad II menyerbu
Belgrade, namun usaha itu gagal.4 Ekspansi terus berlanjut seiring
berkembangnya dan meluasnya wilayah teritori Turki.
Awal dari ekspansi yang berkesan adalah ketika Turki dapat menaklukan
kerajaan Bizantium yang selama berabad-abad mampu bertahan. Di tangan Sultan
Muhammad II, Bizantium berhasil ditaklukkan pada 1453 M.5 Sultan Muhammad
II naik tahta setelah ayahnya wafat pada tahun 1451 M, saat itu umur Sultan baru
menjelang 22 tahun. Upaya penaklukan Konstanstinopel sebelumnya sudah
dilakukan oleh ayahnya Sultan Murad II, namun usahanya gagal. Kemudian
Sultan berusaha mewujudkan harapan ayahnya dan juga umat Islam. Dengan
segera Sultan memutuskan dan menyiapkan segalanya untuk menaklukkan
Konstantinopel (Kerajaan Byzantium).
1Stanford Shaw,History of The Ottoman Empire and Modern Turkey, Vol I: Empire of
The Gazis: The Rise and Decline of The Ottoman Empire, 1280-1808, (New York: Cambridge
University Press,1976).. hlm, xiv dan 29 2Ali Muhammad Ash-Shalabi, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Terj.
Samson Rahman (Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2004) hlm. 92 3Ibid. hlm, 93
4Hamka, Sejarah Umat Islam (Edisi Baru), (Singapore: Pustaka Nasional Pte Ltd
Singapore, 2001) hlm, 566 5Mehrdad Kia, The Ottoman Empire, hlm. 40 lihat juga History of Ottoman Empire and
Modern Turkey, Stanford Shaw, hlm, 57
10
A. Penaklukan Konstantinopel sebagai awal kebangkitan Turki
Sultan Al-Fatih menggunakan berbagai cara dan strategi untuk menaklukkan kota
Konstantinopel. Diantaranya sebagai berikut :
1. Memperkuat kekuatan militer Turki dari segi personil hingga jumlahnya
mencapai 250.000 tentara.6 Jumlah ini merupakan jumlah yang sangat
besar, jika dibandingkan jumlah tentara Byzantium yang hanya 7000
orang, 2000 di antaranya orang asing.7
2. Memperkuat pelatihan pasukan dengan berbagai seni tempur dan
ketangkasan bersenjata, sehingga mereka memilki keahlian tempur kelas
tinggi.
3. Menanamkan semangat jihad di dalam diri pasukan. Sultan juga selalu
mengingatkan pasukannya tentang pujian Rasulullah kepada pasukan yang
akan mampu membuka kota Konstantinopel.
4. Memantapkan pasukan dengan dukungan banyak ulama di tengah-tengah
pasukan kaum Muslimin. Hal itu bermanfaat menguatkan tekad pasukan
dan semangat jihad mereka sesuai perintah Allah.
5. Memperkuat kekuatan dari sisi infrastruktur angkatan perang dan
persenjataan mutakhir dan strategi canggih.
6. Membangun benteng Rumelia Hishar di wilayah selatan Eropa di selat
Bosporus pada sebuah titik paling strategis yang berhadapan dengan
benteng yang pernah dibangun di masa pemerintahan Bayazid di daratan
Asia.8
6Muhammad Farid Beik, Tarikh al-Daulah al-Aliyah al-Utsmaniyah, ditahqiq oleh Hasan
Haqqi (Darun Nafais, cetakan VI, 1407 H/1988 M) hlm, 161 7Steven Runciman, The Fall of Constantinople 1453 (Cambridge: Cambridge University
Press) hlm, 57 8Ali Muhammad Ash-Shalabi, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, terj.
Samson Rahman (Jakarta : Pustka al-Kautsar, 2004) hlm, 102
11
B. Pasukan, Senjata dan Armada Laut
Konstantinopel merupakan kerajaan yang memiliki pertahanan yang
sangat kuat. Konstantinopel dilindungi benteng laut berupa laut Marmara, selain
selat sempit Golden Horn yang dipasang rantai besar untuk mencegah atau
membuka kapal yang hendak masuk. Kota ini juga dikelilingi oleh benteng yang
kokoh dan tinggi dari segala arah. Di darat, ada banyak benteng besar yang sulit
ditembus. Kemudian benteng yang berada di selat Golden Horn untuk menghalau
musuh.9 Dengan hasil analisis ini, Sultan mengundang seorang insinyur yang
pandai membuat senjata yang bernama Orban. Kedatangannya disambut hangat
dan Sultan memberikan semua fasilitas yang dibutuhkan Orban. Insiyur ini
mampu merakit meriam raksasa yang beratnya mencapai berton-ton sehingga
dibutuhkan ratusan lembu untuk menariknya. Senjata meriam ini merupakan salah
satu kunci keberhasilan dalam menggempur Konstantinopel. Bahkan meriam ini
mampu menghancurkan benteng yang sangat tebal yang dimiliki oleh kerajaan
Byzantium.
Konstantinopel adalah kota yang dikelilingi oleh lautan, sehingga Sultan
berencana membangun Armada yang besar untuk menembus ke perairan
Konstantinopel. Disebutkan bahwa Sultan telah mempersiapkan 400 buah Kapal
perang10
dan 160.000 pasukan, menurut pedagang asal Venesia Nicollo Barbaro
yang hadir pada saat pengepungan.11
Sebelum melakukan serangan ke Konstantinopel, Sultan mengadakan
perjanjian dengan beberapa negara rival. Tujuannya agar Sultan bisa fokus pada
satu musuh. Namun tetap saja ada negara yang tidak memperdulikan perjanjian
dan berusaha membantu mempertahankan Konstantinopel, yaitu negara Iran dan
9Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Shaleh, Buku Pintar Sejarah Islam, Jejak
Langkah Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, terj. Zainal Arifin, (Jakarta :
Penerbit Zaman, 2014) hlm, 841. 10
Salim al-Rasyidi, Muhammad al-Fatih, (Jeddah: Al-Irsyad, cetakan III, 1410 H/1989
M) hlm, 90 11
Caroline Finkel, Osman’s Dream, (New York: Basic Book Published, 2006) hlm, 57
12
Venesia.12
Meskipun Sultan sudah mempersiapkan diri dalam penaklukan, Kaisar
Byzantium berusaha mengalihkan perhatian Sultan dengan cara memberi Sultan
harta dan hadiah yang bermacam-macam. Bahkan menurut sumber lain, Kaisar
Byzantium juga berusaha menyuap para Penasehat Sultan, agar mengurungkan
niatnya.13
Sultan tetap pada pendiriannya. Ia akan terus melanjutkan serangannya
ke Konstantinopel. Melihat hal ini terjadi, Kaisar segera meminta bantuan ke
negara-negara Eropa, khususnya Paus, pemimpin tertinggi Katholik. Genoa (salah
satu kerajaan Kristen Eropa) menanggapi permintaan sang Kaisar dengan
mengirim 30 kapal perang. Namun, ke-30 kapal ini datang ketika Konstantinopel
sudah dikepung dari segala arah oleh pasukan Turki.14
Padahal saat itu sedang
terjadi permusuhan yang sangat sengit. Karena Gereja-gereja Byzantium
menganut mazhab Kristen Ortodoks sementara Katholik tidak menganut mazhab
Kristen Ortodoks. Kaisar berjanji akan menyatukan gereja Ortodoks di Timur
(Byzantium) agar tunduk pada kekuasaan Paus di Eropa Barat. Padahal Kaisar
hanya bermuka manis di hadapan mereka. Kaisar tidak akan pernah membiarkan
hal itu terjadi.
Pada 29 Mei 1453 M,15
kota Konstantinopel dapat diterobos pasukan
Muslim dan Kaisar terbunuh di pertempuran. Seluruh penjuru kota dapat
ditaklukkan. Sultan langsung memerintahkan pengumandangan Adzan di gereja
Hagia Sophia (Aya Sofia) yang menandai perubahan fungsi gereja menjadi
Masjid.16
Istanbul lalu dijadikan ibu kota pemerintahan Turki sampai
keruntuhannya.
Penaklukan Konstantinopel merupakan tanda keruntuhan Kerajaan
Byzantium, musuh utama kaum Muslim selama lebih dari delapan abad. Sultan
12
Yusuf Ashaaf, Tarikh Salathin Ali Utsman, ditahkiq oleh Bassam al-Jabi, (Daarul
Bashair, Cetakan II : 1405 H/1985 M) hlm, 58 13
Salim al-Rasyidi, Muhammad al-Fatih, (Jeddah: Al-Irsyad, cetakan III, 1410 H/1989
M) hlm, 69 14
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Shaleh, Buku Pintar Sejarah Islam, Jejak
Langkah Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, terj. Zainal Arifin, (Jakarta :
Penerbit Zaman, 2014) hlm,841 15
Mehrdad Kia, The Ottoman Empire, (London : Greenwood press, 2008) hlm, 40 16
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Shaleh, Buku Pintar,.. hlm, 843
13
menjamin penuh keamanan penduduk Kristen dan memberikan mereka kebebasan
menjalankan peribadatannya. Sultan juga membeli separuh Gereja di kota dan
mengubahnya menjadi Masjid, sementara gereja lainnya tetap dibiarkan sebagai
tempat pelaksanaan ibadah kaum Kristen.
C. Penaklukan di Eropa
Setelah Konstantinopel ditaklukkan, Sultan melanjutkan ke
penanklukkannya ke Serbia. Sultan berencana menetapakan Serbia sebagai
otoritas Turki. Pada 1437 M, sultan bergerak menuju Serbia dan memasukinya,
namun gagal menduduki ibukotanya, Belgrade, karena dihadang oleh Raja
Hungaria, Hunyand Istmat. Namun, penaklukan Serbia tanpa Belgrade sudah
cukup membuat Serbia berada di bawah otoritas penuh Turki. Saat peperangan,
pasukan Muslim berhasil melukai Raja Hungaria yang kemudian meninggal
selang 20 hari setelah mereka meninggalkan Belgrade. Pada tahun 1442 M, Sultan
berhasil menaklukkan Morea dan sebagaian besar pulau di perairan Laut Aegean.
Setelah Muhammad mangkat maka tampuk kekuasaan beralih kepada Sultan
Bayazid II. Ketika ia berkuasa hal yang terberat yang dihadapinya adalah
banyaknya surat dari Andalusia yang meminta bantuan kepada Sultan Bayazid II.
Karena Andalusia sedang dalam kehancuran dan kemunduran umat Islam.
Banyak sekali surat yang diterima oleh sultan Bayazid II.17
Akhirnya sultan
Bayazid II dan Sultan Mamluk Mesir melakukan kesepakatan upaya
menyelamatkan Granada.18
Sultan Bayazid II dengan segera mengirimkan armada
lautnya ke pantai Sicilia, karena dianggap negara yang masih berada di bawah
kekuasaan Spanyol. Sedangkan Sultan Mamluk mengirimkan pasukan dari
Afrika.19
Pada tanggal 25 April 1512 M Sultan Bayazid menyerahkan tahtanya
17
Lihat Lampiran hlm, 62 18
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Shaleh, Buku Pintar Sejarah Islam, Jejak
Langkah Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, terj. Zainal Arifin, (Jakarta :
Penerbit Zaman, 2014) hlm, 226 19
Abdul Qadir Ahmad Al-Yusuf, „Alaqaat Baina Al-Syarq wa Al-Gharib Baina Al-
Qaramain Al-Hadi Al-Asyar wa Al-Khamis ‘Asyar, (Lebanon : Al-Maktabah Al-„Ashriyyah, 1969)
hlm, 256
14
kepada anaknya Salim I (1512-1519 M) yang didukung oleh militer karena
dianggap ideal untuk membangkitkan gairah militer Turki.20
Namun beberapa
sumber mengatakan bahwa Sultan Salim I memaksa ayahnya Bayazid II turun
dari tahtanya dengan menghimpun tentara elit Jenisari menuju Istanbul.21
Pada masanya, Sultan Salim I memfokuskan penaklukannya ke bagian
Timur. Pertama ia ingin menggempur Dinasti Safawi yang mulai menyebarkan
paham Syiah di daerah kekuasaan Sunni. Pasukan Turki sudah menyiapkan
pasukan untuk menuju Tabriz ibukota Safawi. Sekitar tahun 1514 M perang
pecah22
dan Safawi kalah telak. 10 hari kemudian Sultan bisa memasuki kota
Tabriz dan menguasai Istana.23
Safawi belum sepenuhnya takluk karena masih
ada benteng di Azerbaijan. Pada musim dingin kali kedua pasukan Turki
menggempur kembali Safawi dengan mudah dan langsung dikuasainya.24
Setelah
Safawi berhasil dikuasai, maka selanjutnya adalah giliran Dinasti Mamluk. Pada
saat itu Mamluk yang berada di tangan Qanshawh al-Ghawri yang sudah berumur
60 tahun25
sudah dianggap lemah. Pada Agustus 1516 M di Marja Dabiq kedua
pasukan berhadapan dan akhirnya perang dimenangkaan oleh Turki dan Sultan
Qanshawh al-Ghawri mati terbunuh26
namun Philip K Hitti mengatakan dalam
bukunya History of The Arabs, Sultan Qanshawh mati terjatuh dari kudanya
karena menderita Epilepsy (ayan). Sepeninggalnya sultan Qanshawh, Mamluk
digantikan oleh Sultan Thumbanay. Sultan Salim I menawarkan perdamaian
kepadanya, asalkan ia mau mengakui otoritas pemerintahan Turki dan bersedia
20
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Bangkit dan Runtuhnya.., hlm, 229 21
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Shaleh, Buku Pintar Sejarah Islam, Jejak
Langkah Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, terj. Zainal Arifin, (Jakarta :
Penerbit Zaman, 2014) hlm, 850 22
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, terj.
Samson Rahman (Jakarta : Pustka al-Kautsar, 2004) hlm, 219 23
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Shaleh, Buku Pintar Sejarah Islam, Jejak
Langkah Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, terj. Zainal Arifin, (Jakarta :
Penerbit Zaman, 2014),. hlm, 851 24
Ibid,. hlm, 851 25
Ibid,. hlm, 657 26
Philip K hitti, History of The Arabs, terj. oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet
Riyadi, (Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta, 2010) hlm, 900
15
membayar upeti tahunan.27
Namun Sultan Thumbanay menolak dengan segera
kedua pasukan bertemu pada 22 Januari 1517 M di luar kota Kairo.28
Thumbanay akhirnya takluk dan kabur namun terus dikejar oleh Salim I
sampai ke kota Kairo dan terbunuh. Dengan demikian tampuk kekhalifahan secara
penuh menjadi hak Sultan Salim I. Al-Mutawakkil (Khalifah terakhir Abbasiyah)
menyerahkan tongkat Khilafah ke tangan Sultan Salim I. Dua kota suci Mekkah
dan Madinah jatuh ke dalam kekuasaan Turki. Sultan Salim I meninggal pada
1520 M dan digantikan oleh Sultan Sulaiman Yang Agung (1520-1566) M.
Berbagai ekspansi dan pengaruh sudah banyak terjadi di Eropa Timur. Pada
pertengahan tahun 1522 M, rezimnya mengalami peperangan melawan Rhodes
dan berhasil menaklukkannya.29
Pada tahun 1529 dan 1532 M Sulaiman I
berusaha merebut Habsburg, namun gagal.30
Beliau juga berhasil mendapat
kemenangan pada perang Mohacs pada 29 Agustus 1526 M di selatan Hungaria.31
Pada masa awal pemerintahannya banyak pemberontakan di bagian timur
Turki, yakni pemberontakan di Syam dan peperangan di Dinasti Safawi pada 1520
M/941 H.32
Namun segera ditumpas oleh Sultan Sulaiman I. Selama
pemerintahannya beliau juga membentuk aliansi dengan Perancis untuk
menghancurkan Raja Charles V penguasa Habsburg. Latar belakang atas aliansi
ini adalah tidak lain hanya untuk kepentingan pihak Perancis. Charles V,
penguasa Habsburg yang menjadi penguasa Imperium Romawi bersaing dengan
Francis I, raja Perancis untuk menduduki singgasana kekaisaran Romawi,
sedangkan Paus Leo X bersaing dengan Martin Luther tokoh Prostestan yang
berasal dari Jerman.33
Perancis berpendapat bahwa lebih baik baginya untuk menggunakan posisi
dan kekuatan pemerintahan Turki dan menjadikannya sebagai partner. Pada tahun
27
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Shaleh, Buku Pintar.., hlm, 852 28
Philip K hitti, History of The Arabs, hlm, 901 29
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Bangkit dan Runtuhnya Kekhilafahan Utsmaniyah, terj.
Samson Rahman (Jakarta : Pustka al-Kautsar, 2004)..hlm, 263 30
Gabor Agoston and Bruce Masters, Encylopedia of the Ottoman Empire, (New York :
Facts On File, An Inprint of Infobase Publishing, 2009) hlm, 542 31
Ibid,. hlm, 542 32
Qasim A. Ibrahim,. Bulu Pintar Sejarah Islam, Jejak Langkah Peradaban Islam dari
Masa Nabi Hingga Masa Kini, terj. Zainal Arifin, (Jakarta : Penerbit Zaman, 2014) hlm, 858 33
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Bangkit dan,.. hlm, 265
16
1521 M Perancis mengkhianati Turki dengan melakukan gencatan senjata dengan
Habsburg. Akhirnya situasi ini dimanfaatkan oleh pihak Habsburg dengan
memerangi Turki. Namun, Habsburg kalah telak pada tahun yang sama.
Pada tahun 1526 M, Sultan Sulaiman I memasuki Budapest. Pasukan
Turki mendapatkan perlawanan yang sangit dari lawannya. Sultan melakukan
tekanan terhadap pasukannya agar merangsek masuk sampai ke gerbang pintu
pertahanan Habsburg pada tahun 1529 M. Namun karena kebijakan politik
berubah, akhirnya Perancis berhenti dari memerangi Habsburg Charles V dan
justru beraliansi dan bersama-sama melawan Turki dan menyelamatkan ibukota
Habsburg. Sultan mengundurkan diri dari penaklukkan kota Wina. Namun
pertempuran antara kekuatan Eropa dan Turki tetap berlangsung sampai wafatnya
Sultan Sulaiman I pada tahun 1566 M.34
Setelah masa Sulaiman al-Qanuni praktis Turki mengalami masa vakum
yang cukup lama. Walaupun masih ada beberapa penaklukan, namun seperti
hanya kulitnya saja.
Sultan Salim II berkuasa pada tahun 1566 M. Sebenarnya dia tidak
memiliki kemampuan memadai untuk melakukan penaklukan-penaklukan yang
pernah dilakukan ayahnya sultan Sulaiman I. Dia termasuk khalifah yang lemah
namun dia dibantu oleh seorang menterinya yang sangat mumpuni, seorang
mujahid agung, politikus ulung yang bernama Muhammad Pasya Ash-Shuqali.35
Menurut Qasim, Khalifah Salim II naik tahta setelah terjadi intrik pembunuhan
anak-anak Sulaiman I hasil rakayasa Roxelene dan Salim terlibat dalam beberapa
pembunuhan tersebut.36
Dua tahun setelah naik tahta, Salim II berhasil mengadakan perjanjian
dengan kaisar Romawi Suci Habsburg Maximilian II (1564-1576 M) di Istanbul,
dimana sang kaisar bersedia membayar “hadiah” tahunan 30.000 ducat dan yang
34
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Shaleh, Buku Pintar Sejarah Islam, (Jakarta :
Zaman, 2014) hlm, 853 35
Ali Ash-Shalabi, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah,. h. 365 lihat juga karya
Ali Hasun, Tarikh Al-Daulat Al-Utsmaniyyah, (Al-Maktab Al-Islami, cet III 1415 H/1994 M) hlm,
123 36
Qasim A. Ibrahim, Buku Pintar,.. hlm, 865
17
terpenting menganugerahkan otoritas Khalifah Turki atas Moldovia Wallachia,37
dan Transilvania.38
Pada masanya juga berhasil merebut kembali Yaman dari
sekte Syiah Zaidiyah tahun 1568 M dan menyatukan dua provinsi Yaman di
bawah Gubernur Aleppo, Ozdemir Oglu Osman Pasha.39
Pada tahun 1571 M
pecah perang di Lepanto, Turki yang dipimpin oleh Komandan Ali Pasya dan
pihak Kristen yang dibantu oleh Habsburg dan Perancis berusaha agar merebut
kembali Tunisia, Aljaizair, dan Tripoli yang dipimpin oleh komandan dari
Austria, Don John. Pasukan Turki kalah dan kehilangan 30.000 tentara ada juga
yang menyatakan 20.000 dan menderita kerugian sebanyak 200 kapal perang.40
Peristiwa ini menjadi kegagalan bagi Turki yang sangat pahit. Bukan hanya itu,
namun juga perang ini mengakibatkan pasukan Kristen menjadi tahu akan
kekuatan Kerajaan Turki. Turki menjadi goyah dan mereka tidak segera
membangun kembali armadanya dan tentaranya. Sementara pihak musuh terus
membangun pasukannya. Ini merupakan awal bagi kegagalan Turki yang berturut-
turut.
Pada tahun 1573 M pasukan Turki berhasil mengatasi pemberontakan di
Moldova. Khalifah Salim II wafat pada setahun setelah berhasil mengatasi
Moldova pada tahun 1574 M.41
Selanjutnya tampuk kekuasaan berganti kepada
anaknya Sultan Murad III. Sultan Murad III lahir pada 4 Juli 1546 M yang
merupakan anak pertama dari Putra Sultan Salim II dan Sultanah Nur Banu.42
Konon setelah naik tahta dia langsung membunuh kelima saudaranya agar tidak
ada yang mengusik kekuasaannya pada tahun 1575 M.
37
Hepi Andi Bastoni, Sejarah para Khalifah, (Jakarta : Al-Kautsar, 2008) hlm. 251 38
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad Shaleh, Buku Pintar Sejarah Islam, (Jakarta :
Zaman, 2014) hlm, 866 39
Stanford Shaw, History of The Ottoman Empire and Modern Turkey, Vol I: Empire of
The Gazis: The Rise and Decline of The Ottoman Empire, 1280-1808, (New York: Cambridge
University Press,1976) hlm, 176 40
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Bangkit & Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, (Jakarta :
Pustaka Al-Kautsar, 2002) h. 372 41
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Shaleh, Buku Pintar Sejarah Islam, Jejak
Langkah Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, terj. Zainal Arifin, (Jakarta :
Penerbit Zaman, 2014) hlm, 868 42
Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifah,(Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2008) hlm,
262
18
Pada masa awal dia melarang minuman keras karena sebelumnya praktek
minuman keras sudah berkembang di kalangan masyarakat, tentara, dan pasukan
elit Turki terkena dampak minuman keras. Namun larangan ini justru membuat
pasukan terusik dan meminta agar larangan tersebut dicabut. Ini merupakan awal
dari kehancuran internal dari Turki. Akhirnya larangan tersebut dicabut sendiri
oleh Sultan.43
Dan satu hal lagi yang sangat melemahkan Turki, yakni kematian
perdana menteri Muhammad Pasha Al-Shuqali. Ia dianggap perdana menteri yang
sangat membantu dalam pemerintahan pada masa Sultan Salim III. Namun karena
kecerobohan Sultan Murad III yang mudah terpengaruh oleh rumor-rumor yang
dihembuskan oleh diplomat-diplomat asing karena merasa tidak nyaman atas
Perdana Menteri Pasha Ash-Shuqali maka ia pun ditikam dan dibunuh oleh agen
Sultan ketika ia sedang berjalan di Istana menuju ke ruang pertemuan44
pada 12
Oktober 1579 M.45
Pada saat pemerintahan Turki sedang mengalami konflik internal, orang-
orang Yahudi dengan segera mereka mewujudkan mimpi-mimpi mereka yang
telah lama mereka pendam untuk berhijrah menuju Sinai. Mereka terlebih dahulu
menuju pesisir timur Teluk Swiss yang terdapat pelabuhan di sana. Agar akses
mereka lebih cepat menuju Sinai. Karena Swiss menjadi kota dagang dengan
kapal-kapal yang sering bolak-balik ke Jeddah, Yanbu, dan lain-lain. Gerakan ini
dipimpin oleh seorang Yahudi yang bernama Abraham. Namun ada laporan dari
orang-orang Kristen di Thur bahwa orang-orang Yahudi bertindak kasar kepada
pendeta “Dirsant Caterin”. Pemerintah Turki sesuai syariat Islam yang
melindungi warga non-muslim. Maka dikeluarkan 3 kebijakan, pertama agar
Abraham beserta keluarganya dikeluarkan dari pemerintahan, melarang orang-
orang Yahudi yang dari Sinai untuk kembali, mereka dilarang menetap di Thur.46
43
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, (Jakarta :
Pustaka Al-Kautsar, 2002) hlm, 356 44
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Bangkit dan,.. hlm, 358 45
Stanford Shaw, History of The Ottoman Empire and Modern Turkey, Vol I: Empire of
The Gazis: The Rise and Decline of The Ottoman Empire, 1280-1808, (New York: Cambridge
University Press,1976), hlm,182 46
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Bangkit dan,..hlm, 359-360
19
Tahun 1576 M,47
penguasa Dinasti Safawi Tahmasp meninggal, keadaan
internal Safawi kacau. Dengan sigap Turki memanfaatkan konflik tersebut dengan
menganeksasi Georgia. Kemudian Azerbaijan utara pada tahun 1578 M, lalu
tahun 1583 Dagestan. Pada tahun tersebut juga Jenderal Usman Pasha bergerak
menuju Crimea sebuah pelajaran karena Crimea tidak membantu dalam
peperangan melawan Dinasti Safawi. Usman berhasil membunuh penguasa
Crimea lalu menunjuk saudara penguasa (khan) sebagai khan baru Crimea.
Usman Pasha adalah pengganti dari perdana menteri Muhammad al-Shuqali. Ia
mampu menjaga status Dinasti Turki sebagai negara adikuasa.48
Sultan Murad III wafat pada tahun 1595 M pada usai mendekati 49
tahun. Dimakamkan di halaman depan Masjid Aya Sofia. Setelah dua belas hari
wafatnya Sultan Murad III, tahta beralih ke tangan putranya Sultan Muhammad
Khan III. Ketika wafat ayahnya, Sultan sedang berada di Magnesia.49
Ibunya
bernama Sophia berdarah Italia.50
Sultan Muhammad Khan III lahir pada 26 Mei
1566 M.51
Meskipun pemerintahan Turki sedang dilanda kelemahan, namun panji-
panji jihad melawan kaum Salibis masih tinggi terpancang. Salah satu yang sangat
patut disebutkan mengenai Sultan Muhammad Khan III adalah, ketika ia
menyadari bahwa salah satu pangkal kelemahan pemerintahan Turki dalam
berbagai peperangan lebih dikarenakan tidak ikut terjunnya langsung Sultan ke
medan perang. Dengan demikian, dia pun terjun sendiri ke medan peperangan dan
mengambil posisi yang sebelumnya ditinggalkan Sultan Salim II dan Sultan
Murad III, yakni komandan perang.52
Sultan berangkat menuju Belgrade dan dari sana dia berangkat ke medan-
medan jihad. Dengan terjunnya Sultan ke medan perang. Bangkitlah spirit perang
47
Stanford Shaw, History of The Ottoman Empire and,.. hlm, 180 48
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad Shaleh, Buku Pintar Sejarah Islam, (Jakarta :
Zaman, 2014) hlm, 869 49
Yususf Ashraaf, Tarikh Salathin Ali Utsman, ditahkiq oleh Bassam al-Jabi, (Daarul
Bashair, Cetakan II : 1405 H/1985 M) hlm, 86 50
Jamal Abdul Hadi, Wafa Muhammad Raf‟at Jumat, dan Ali Ahmad Lin, Al-Daulat Al-
Utsmaniyyah (Darul Wafa : Cet I 1414 H/1994 M) hlm, 70 51
Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifah, (Jakarta : Pustka Al-Kautsar, 2008) hlm.266 52
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Bangkit dan Runtuhnya khilafah Utsmaniyah, (Jakarta :
Pustaka Al-Kautsar, 2002) hlm, 361
20
di tengah-tengah pasukan Turki. Pada 26 Oktober 1596 M Sultan mampu
menghancurkan pasukan Hungaria dan Habssburg di lembah Karzat. Setelah itu
berlangsung peperangan yang terus-menerus, namun tidak ada perang yang sangat
penting dan menegangkan.
Dalam sebuah pertempuran, hampir saja Sultan Muhammad Khan III
tertawan sedangkan para pembantunya melarikan diri. Syaikh Sa‟duddin Affandi-
yang merupakan guru Sultan berkata, “Tegarlah wahai Raja. Engkau akan
ditolong oleh pelindungmu yang telah memberikan karunia padamu dan dengan
nikmat-nikmat yang telah dilimpahkan padamu.”53
Pada masa kekuasaannya, pemerintahan Turki menghadapi
pemberontakan dalam negeri yang dipimpin oleh Qarah Yaziji dan
pemberontakan oleh Khayaliyah. Namun Sultan mampu meredam semua
pemberontakan tersebut. Dari beberapa kejadian tersebut, nampak pada semua
sejarawan yang jeli, bahwa telah terjadi kelemahan organisasi militer serta
ketidakmampuan menjaga nama baik pemerintahan dan kehormatannya di mata
musuh-musuhnya. Sultan meninggal saat usia 38 tahun pada 22 Desember
1603M setelah berhasil memadamkan semua gerakan pembangkangan dan
pemberontakan yang demikian sengit dan setelah ia memimpin sendiri
pasukannya. Kemudian digantikan oleh anaknya Sultan Ahmad I yang belum
genap 14 tahun usianya.54
Sultan Ahmad I memiliki saudara bernama Mustafa.
Namun ia dipenjarakan bersama sejumlah budak perempuan dan pelayan istana.
Pada masa kekuasaannya Turki sedang dilanda krisis di Eropa ditambah
berperang dengan pemerintahan Habsburg dan pemberontakan dalam negeri di
Asia. Di antara pemberontakannya adalah gerakan Bulad al-Kurdi, gerakan
Qalandar Ughli (Gubernur Ankara), dan gerakan Fakhruddin al-Ma‟ni.
Fakhruddin merupakan penganut Druze yang memperoleh banyak pengikut dari
kalangan Kristen, Nashiriyah, dan Druze. Di awal, ia menampakkan kesetiaannya
kepada Sultan hingga diberi kekuasaan atas banyak wilayah di Syam, seperti Jabal
Lebanon, Suriah dan sebagainya. Setelah ia membuat kesepakatan dengan Italia
53
Hepi Andi Bastoni, Sejarah,..hlm, 267 54
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad Shaleh, Buku Pintar Sejarah Islam, (Jakarta :
Zaman, 2014) hlm, 872
21
dan diberi bantuan untuk membangun dan menyiapkan pasukan sebesar 40.000
orang. Pada 1614 M, Fakhruddin menyerukan perlawanan. Namun, Turki mampu
menumpas kelompoknya, sementara ia melarikan diri ke Italia.55
Fakhruddin
kembali ke Lebanon pada tahun 1618 M, setelah Sultan memberikan ampunan
atasnya. Dia tergerak melakukan westernisasi negerinya. Kemudian ia
menyatakan pembangkangannya lagi dan menggunakan kesempatannya saat
Turki dan Safawi berperang. Namun ia gagal dan ditawan ke Istanbul untuk
dihukum mati.56
Pada tahun 1607 M, hak-hak istimewa Eropa diperbaharui. Pada perjanjian
Zsitvatorok telah disepakati dengan Habsburg bahwa Habsburg wajib membayar
uang sebesar 200.000 ducat secara kontan dan sekaligus. Sebagai gantinya, Turki
menghapus pembayaran upeti tahunan bagi Austria.57
Kesepakatan juga dibuat
dengan Polandia. Isinya, Dinasti Turki bersedia melindungi Polandia dari
serangan Suku Etnis Tartar di Crimea, sebaliknya Polandia harus mencegah
pasukan Kazakhstan menyerang Turki.58
Hak Istimewa juga didapatkan Belanda
dan menjual rokok di dunia Islam yang kemudian menyebar di kalangan tentara.
Melihat gejala ini, maka mufti kesultanan mengeluarkan fatwa untuk melarang
rokok. Akibat fatwa larangan ini, timbul gejolak di kalangan tentara yang
didukung para pejabat pemerintah. Penolakan ini memaksa ulama untuk diam.59
Ketika Turki sedang dalam kekacauan internal ditambah kematian Perdana
Menteri Murad Pasha. Kesempatan ini segera diambil oleh Shah Abbas, penguasa
Shafawi untuk merebut kembali Tabriz dan melepaskan semua wilayah Shafawi
yang telah direbut sejak masa Sulaiman I. Sultan wafat pada 1618 M pada usia 28
tahun. Karena anak Sultan Ahmad masih kecil, maka tahta kerajaan diserahkan ke
tangan saudara Sultan, Musthafa yang dipenjarakan oleh Sultan Ahmad I selama
rezimnya. Namun, ia memerintah tidak lama karena dianggap tidak mengetahui
55
Ibid., hlm, 873 56
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Bangkit dan Runtuhnya khilafah Utsmaniyah, (Jakarta :
Pustaka Al-Kautsar, 2002) hlm, 402 57
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad Shaleh, Buku Pintar Sejarah Islam, (Jakarta :
Zaman, 2014) hlm, 875 58
Ali Muhammd Ash-Shalabi, Bangkit dan Runtuhnya,.. hlm, 402 59
Jamal Abdul Hadi, Wafa Muhammad Raf‟at Jumat, dan Ali Ahmad Lin, Al-Daulat Al-
Utsmaniyyah (Darul Wafa : Cet I 1414 H/1994 M) hlm, 72
22
seluk beluk pemerintahan. Akhirnya Sultan Musthafa dilengserkan paksa dan
digantikan oleh anak saudaranya, Sultan Usman II pada 1619 M.60
Sultan Usman berkuasa pada tahun 1618-1622 M. Ia merupakan putra
Sultan Ahmad I dan permaisurinya Sultan Mahfiruze yang berdarah Yunani.61
Sultan Usman II merupakan sosok yang alim karena ibunya sangat peduli
pendidikannya. Ia menguasa ilmu syair dan banyak bahasa, termasuk bahasa
Arab, Persia, Yunani, Latin, dan Italia.
Rezimnya dimulai pada usia yang sangat muda yaitu umur 14 tahun.
Namun ia mencoba beradaptasi dan bersikap selayaknya ayahnya. Namun
pasukan Jenisari mulai gerah dengan sikap Sultan yang memiliki kemauan yang
keras. Mereka berontak dan melakukan pembangkangan serta sepakat mengkudeta
Sultan Usman II pada 20 Mei 1622 M. Pasukan Jenissaris akhirnya mengangkat
Sultan Musthafa I dan menghukum mati Sultan Usman II. Kekacauan internal
yang akan terus berlangsung terus menerus dan kelak akan menjadi penyebab
jatuhnya Turki. Sekarang pasukan Jenissari mampu mengendalikan penguasa dan
para menterinya sesuka hati. Bahkan mereka sudah mengganti para menterinya
sebanyak sembilan kali. Tidak puas dengan rezim Musthafa yang dianggap lemah
dalam mengendalikan negara, akhirnya, Jenissari menurunkan Sultan Musthafa I
dan diangkatlah Sultan Murad IV sebagai Rajanya pada tahun 1611 M.
Sultan Murad IV merupakan anak Sultan Ahmad I sekaligus saudara
Usman II. Ia naik tahta pada usia 14 tahun. Dalam riwayat lain Sultan berada di
kendali kerabat-kerabatnya dan selama tahun pertama pemerintahannya sebagai
Sultan, ibundanya (Valide Sultane) Kosem, memegang kekuasaan.62
Awal
pemerintahannya juga diawali dengan konflik dan pemberontakan. Salah satunya
adalah pemberontakan Abaza Pasha, Gubernur Erzurum yang menduduki Ankara
dan Sivas. Karena Sultan masih sangat belia, Jenissari memiliki kekuasaan sangat
besar. Meski demikian, seluruh tanggung jawab berada di pundak Perdana
60
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad Shaleh, Buku Pintar,.. hlm, 875 61
Stanford Shaw, History of The Ottoman Empire and Modern Turkey, Vol I: Empire of
The Gazis: The Rise and Decline of The Ottoman Empire, 1280-1808, (New York: Cambridge
University Press,1976) hlm, 191 62
Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifah, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2008) hlm,
276
23
Menteri Hafizh Ahmad Pasha. Dialah yang berhasil memadamkan gerakan Abaza
Pasha setelah melumpuhkannya di perang Qayshariyah pada tahun 1612 M.
Abaza Pasha kembali berontak setelah pengangkatan Khasru Pasha sebagai
perdana menteri baru. Namun, Khasru Pasha dapat menundukkannya, lalu
menunjuknya sebagai penguasa di Bosnia pada tahun 1616 M.
Pemberontakan oleh Fakhruddin al-Ma‟ni kembali terjadi. Dengan segera
gerakannya dapat ditumpas Gubernur Damaskus. Ia dan anak-anaknya ditangkap,
lalu dikirimkan ke hadapan Sultan. Meski beberapa kali memberontak, ia tetap
mendapat ampunan Sultan. Ini membuat cucu Fakhruddin, Qurqumaz, berani
mengikuti langkah kakeknya. Kesabaran Sultan pun habis. Fakhruddin akhirnya
dibunuh, juga anak sulungnya.63
Sultan menderita sakit pada tahun 1640 M. Sakitnya yang sangat parah ini
telah sangat mengkhawatirkan, bahkan dikhawatirkan akan menyebabkan
kematian. Akhirnya Sultan menghembuskan nafas terakhir. Namun sebelum
mangkat, ia memerintahkan hukuman mati terhadap adiknya, Ibrahim, yang
berarti akan memangkas garis keturunan Turki (Ibrahim sendiri adalah satu-
satunya laki-laki di keluarga Kesultanan bila Murad IV meninggal), namun
perintah itu tidak dilakukan.64
Akhirnya Sultan Ibrahim I naik tahta setelah
saudaranya, Murad IV, yang tidak meninggalkan seorang anak laki-laki pun
ketika Sultan wafat. Kecuali saudaranya sendiri Sultan Ibrahim I.
Selama pemerintahan Murad IV, Sultan Ibrahim mendekam di penjara.
Setelah ada kabar kematian Sultan Murad IV, para Pembesar Kesultanan
mendatanginya untuk memberitahukan padanya perihal kematian saudaranya,
Murad IV. Namun Sultan Ibrahim I menolak tawaran menjadi Khalifah, ia lebih
senang hidup sendirian dimana ia saat ini berada daripada menerima tawaran
kerajaan dunia. Kemudian Ibunya datang dan meyakinkannya dengan membawa
jenazah saudaranya yang menjadi petunjuk atas kematian saudaranya. Akhirnya
Sultan Ibrahim I menerima kursi Kerajaannya dan memerintahkan penguburan
63
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad Shaleh, Buku Pintar Sejarah Islam, (Jakarta :
Zaman, 2014) hlm, 877 64
Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifah, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2008) hlm,
278
24
jenazahnya dengan prosesi yang megah. Di depan jenazah Sultan, ada tiga kuda
yang paling baik yang pernah dinaikinya saat ia melakukan perang di Baghdad.
Setelah itu, ia berangkat ke Masjid Jami‟ Abu Ayyub Al-Ansari dan di sanalah ia
disandangi pedang, dan yang hadir menyebutnya sebagai Khalifah.65
Pada masanya, Sultan memperbaiki yang sudah dibangun oleh Sultan
Murad IV. Maka dari itu Sultan memfokuskan diri pada pembangunan ekonomi
dalam hal angggaran tentara dan armada laut serta perbaikan mata uang dan
menegakkan undang-undang pajak dengan asas-asas yang baru. Perdana menteri
Mustafa Pasha berhasil menghentikan campur tangan kalangan perempuan dalam
masalah-masalah Kesultanan dan mampu menumpas usaha-usaha pembesar
kesultanan yang berusaha untuk melakukan perusakan di dalam pemerintahan
Turki. Dia mampu menumpas orang-orang yang jahat, perusak dan perampok
jalanan di berbagai tempat.
Pada masanya, Republik Venezia menguasai Kepulauan Creta dan
menguasai arus perdagangan dengan mengambil kesempatan dari adanya
persahabatan damai dengan pemerintahan Turki. Sultan ingin menghancurkan
dominasi orang-orang Venezia di wilayah Timur. Maka dia segera menyiapkan
pasukan dan armada dan menyatakan perang terhadap Venezia. Sultan
memenjarakan semua orang Venezia yang terdapat di setiap negeri yang dilewati
dan memerintahkan agar kekayaan mereka diambil. Lalu, Sultan melanjutkan
ekspedisinya ke Kepulauan Creta pada tahun 1645 M dan berhasil menguasai
sebagiannya.66
Namun sayang, tentara melakukan pembangkangan di Istanbul dan
mereka memberontak serta memutuskan untuk menurunkan Sultan Ibrahim I dan
menggantinya dengan anaknya yang bernama Muhammad IV yang saat itu belum
berumur tujuh tahun. Sultan Ibrahim dibunuh oleh pasukan Jenissari untuk
menggantikan kepemimpinannya.67
65
Yusuf Ashaaf, Tarikh Salathin Ali Utsman, ditahkiq oleh Bassam al-Jabi, (Daarul
Bashair, Cetakan II : 1405 H/1985 M) hlm, 63 66
Ismail Siyaghi, Al-Daulat Al-Utsmaniyyah Fi Tarikh Al-Islami Al-Hadits, (Maktabah
Al-Abaikan, 1416 H/1996 M) hlm, 108 67
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad Shaleh, Buku Pintar Sejarah Islam, (Jakarta :
Zaman, 2014) hlm, 879
25
Menjelang kepemimpinan Sultan Muhammad IV pada 1637 M
kekhalifahan sungguh berada di ujung tanduk dikarenakan usia Sultan yang sangat
belia. Kekacauan semakin meluas dan semakin bertambah. Pemerintahan
sekarang berada dipundak perdana menteri. Selanjutnya akan dibahas lebih dalam
pada bab berikutnya.
B. Kondisi Politik Habsburg Sebelum Tahun 1683 M
Habsburg dikelilingi dengan dataran tinggi pegunungan Alpen dan deretan
lembah yang terletak diantara keduanya dan telah melewati beradab-abad sebagai
tempat bertemu dan bertempur bagi bangsa Timur dan Barat. Dongeng penjelajah
kuno yang diceritakan oleh para saudagar dan para petualang yang mengikuti
sungai Danube dan prasejarah “jalan amber,” dua jalur perdagangan pada masa
awal, telah membawa orang-orang untuk menduduki tanah ini. Habsburg yang
terletak di pusat jantung Eropa, keajaiban Danube, di utara, adalah Jerman dan
Cekoslovakia. Keduanya merupakan batas-batas yang bersentuhan dengan Swiss
dan kerajaan kecil Liechtenstein. Di selatan terbentang Italia dan Yugoslavia,
sebelah timur ada Hungaria.68
Pada masa-masa awal sekali sejarawan memaparkan bahwa Austria dijajah
dari waktu ke waktu oleh beberapa suku dari Eropa dan Asia. Kerajaan Habsburg
memerintah wilayah Austria dari abad 13 M sampai 20 M, menyatukan banyak
bangsa di bawah pemerintahannya ke dalam kerajaannya dalam jumlah yang
banyak dan kuat. Di bawah Habsburg, kerajaan membentang luas sampai ke
Spanyol, Belanda dan New World.69
Selama abad 16 sampai 17 M, Habsburg
merupakan sebuah benteng untuk melawan pasukan Turki yang telah menyapu
dataran Eropa timur.70
Sejak zaman keemasan Habsburg, peperangan yang
68
Raymond A. Wohlrabe and Werner Krusch, The Land and People of Austria, Portratits
of Nations Series, (Philadelpia & New York: J.B Lippincot Company, 1956) hlm, 3 69
Nama lain dari Dataran Amerika yang digunakan oleh orang Eropa/Barat pada awal
abad ke 16 M 70
Raymond A. Wohlrabe and Werner Krusch, The Land and,..hlm, 4
26
berulang telah berkurang maka dari itu hari ini adalah perbatasan yang
meliputinya namun bagian kecil dari Austria merupakan masa lalunya.
Sebelum pengepungan Habsburg memang Turki sudah sejak dahulu menteror
Habsburg. Namun tak sampai di situ saja ternyata usaha Turki. Habsburg yang
saat itu sedang dalam masa perdamaian tentu merasa terganggu dengan adanya
Turki. Karena tetangga kerajaan bagian timur Eropa hampir seluruhnya sudah
berada digenggaman Turki seperti Wallachia, Macedonia, Rumania. Dan kini
giliran Habsburg gerbang terakhir menuju jantung Eropa. Jauh sebelumnya, Turki
sudah merencanakan pengepungan terhadap Wina yang disebut oleh para
sejarawan Eropa The Golden Apple. Karena belum berhasil juga pasukan Turki
dalam menaklukkan Wina ibukota kerajaan Habsburg.
Habsburg Pada Akhir Abad Pertengahan
Setelah perang 30 tahun para Politisi Habsburg enggan untuk masuk bersama
konflik militer. Pada tahun 1654 M Ferdinand IV, yang telah ditakdirkan atas
karir gereja, mempertimbangkan warisan singgasana dan dikenal sebagai orang
Austria, Bohemia, dan Hungaria. Di Jerman, meskipun, beberapa kesulitan
meningkat ketika akhirnya terpilih (1658 M), setelah menyerahkan keterbatasan
konstitusi yang membatasi kebebasannya dalam bertindak dalam dunia politik
yang asing. Pangeran Jerman barat di bawah Johann Philipp von Schönborn,
Uskup besar Mainz, membentuk Persatuan Perancis Timur Rhine.71
Pada waktu
yang sama, Habsburg mengambil bagian di timur laut, ketika intervensi pada
perang antara Swedia dan Polandia (1658 M) agar mencegah keruntuhan
Polandia. Ada beberapa kesuksesan militer, namun kesepakatan Oliva (1660 M)
tidak mendapatkan bagian untuk Habsburg, meskipun demikian kemajuannya
terhenti dari orang-orang Swedia di Jerman.72
71
Rhine merupakan sungai di Eropa yang dimulai dari tenggara Swiss pegunungan
Alpen, membentuk beberapa bagian Swiss-Liechtenstein, Swiss-Austria lalu perbatasan Perancis-
Jerman, kemudian mengalir di sepanjang Rhineland Jerman dan Belanda dan akhirnya bermuara di
laut utara 72
Jacob E. Safra dan Ilan Yeshua, The New Encylopædia Britannica, Vol 14 (Chicago,
USA 2002) hlm, 513
27
Selama perang 30 tahun Turki masih diam, namun pada tahun 1660an sebuah
perang baru pecah dengan Turki (1663-64 M) karena sebuah konflik di bagian
atas Transylvania, dimana seorang pengganti telah mengangkat Gyorgy II
Rakoczi, yang telah membunuh orang-orang Turki. Pasukan Turki menaklukkan
hutan Neuhausel di Slovakia, namun pasukan kerajaan berhasil melempar mereka
ke belakang. Keberhasilan militer Austria meskipun tidak merefleksikan pada
kesepakatan Vasvar : Transylvania diberikan kepada Mihaly Appafi, seorang
pemimpin simpatisan yang pro Turki. Sebuah kelonggaran wilayah dibuat juga
untuk Turki. Setahun setelah Turki damai, Tirol dan Vorlande kembali pada
Leopold I (1665 M), dan periode kedua partisi Habsburg (1564-1665 M)
berakhir.73
Di Hungaria, ketidakpuasan dengan hasil dari Turki menyebar. Bukan hanya
Kristen Protestan, yang diancam oleh Counter-Reformation tapi juga banyak
bangsawan katolik diingatkan oleh absolutisme Habsburg. Sebuah kelompok
bangsawan Hungaria dan Pangeran Styria Hans Erasmus of Tattenbach masuk
bersama sebuah konspirasi. Pemerintahan Habsburg, menginformasikan kegiatan-
kegiatan mereka, memilki empat geng kriminal yang telah dieksekusi—sebuah
tindakan yang mempengaruhi peningkatan pemberontakan yang disebut Kuruzen
(Crusaders).74
Pada waktu yang sama, posisi Habsburg di barat telah memburuk lagi.
Negarawan pertama Leopold I, Johann Weikhard, Pangeran Auerberg (tidak hadir
pada 1669 M), dan dewan pemimipin pengadilan perang, Wenzel Eusebius,
Pangeran von Lobkowitz tetap cukup pasif dalam pandangan kebijakan-kebijakan
perluasannya Louis XIV dari Perancis. Mereka juga tetap di luar Triple Aliansi
Belanda, Inggris, Swedia yang disimpulkan agar mencegah serangan dari Louis
melawan Spanyol-Belanda. Ketika Louis menginvasi Belanda, Kaisar akhirnya
masuk perang, namun pada kesepakatan Nijmegen berikutnya (1679 M) dia harus
menyerahkan Freiburg im Breisgau kepada Perancis.75
73
Ibid. hlm, 514 74
Jacob E. Safra dan Ilan Yeshua, The New Encylopædia Britannica, Vol 14 (Chicago,
USA 2002) hlm, 514 75
Ibid
28
Yang berbeda dan masih banyak ancaman yang berbahaya muncul di bagian
tenggara. Setelah beberapa pertimbangan, pemimpin pemberontak Hungaria, Imre
Thokoli, telah meminta Turki untuk membantu, lalu Wazir Agung Kara Mustafa
mengatur sebuah Pasukan besar dan berjalan menuju Habsburg. Beberapa
diplomat Habsburg berhasil memutuskan sebuah aliansi antara Polandia dan
Habsburg. Sementara itu, pasukan kerajaan di bawah Charles of Lorraine
berusaha menahan musuh namun harus mundur. Dari 17 Juli sampai 12
September 1683 M, Habsburg dikepung oleh Turki.76
76
Ibid
29
BAB III
PENGEPUNGAN WINA OLEH TURKI 1683 M
A. Persiapan Pengepungan
Pada masa Sultan Mehmet IV (1648-1687 M), yang bertahta pada umur
yang sangat muda yaitu 6 tahun.1 banyak sekali kekacauan dalam negeri ditambah
dengan peperangan Eropa. Turki sedang berada ke arah titik balik. Tidak ada
perkembangan yang sangat penting pada masa Sultan Mehmet IV. Hanya ada
kekacauan dalam negeri yang terus menerus muncul meskipun sudah
dihancurkan. Namun pemberontakan terus bermunculan. Ini mengakibatkan
kekacauan ekonomi dan sosial. Sehingga Turki tidak mampu lagi
mengembangkan teknologi senjata dan juga kesetiaan para pasukan Jenissari
makin berkurang.
Sebelum pengepungan atas Habsburg, Turki yang berada di bawah
pimpinan Sultan Mehmet IV (1648-1687 M)2 telah menumpas beberapa
pemberontakan di dalam negeri. Seperti yang dilakukan oleh Qathruji Ughli pada
tahun 1638 M yang memberontak di Anatolia namun akhirnya berhasil
ditumpaskan.3 Lalu pembangkangan yang dilakukan oleh penguasa Transylvania,
Wallachia, dan Moldova yang bekerja sama dengan Swedia untuk menghancurkan
Polandia. Sebelumnya Swedia meminta bantuan kepada Turki namun ditolak oleh
Muhammad Kuberyali, Perdana Menteri Turki. Penguasa Transylvania lalu
1Stanford Shaw, History of The Ottoman Empire and Modern Turkey, Vol I: Empire of
The Gazis: The Rise and Decline of The Ottoman Empire, 1280-1808, (New York: Cambridge
University Press,1976) hlm, 203 2Ali Muhammad Ash-Shalabi, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, terj.
Samson Rahman (Jakarta : Pustka al-Kautsar, 2004). hlm, 408 3Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Shaleh, Buku Pintar Sejarah Islam, Jejak
Langkah Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, terj. Zainal Arifin, (Jakarta :
Penerbit Zaman, 2014) hlm, 880
30
mencoba memerangi Turki. Dengan cepat, Kuberyali menumpasnya dan bergerak
menuju penguasa Wallachia yang juga mencoba membangkang.4
Kemudian hubungan Turki dan Perancis sempat mengalami ketegangan.
Karena Perancis telah mendukung Venesia di Crete. Perang melawan Habsburg
menambah ketegangan hubungan mereka. Setelah menerima kekalahan beruntun
dari pihak Turki, Habsburg meminta bantuan Paus dan dikabulkan. Atas seruan
Paus, Perancis membantu Habsburg dan mengirim bantuan sebesar 6000 personel.
Perangpun berkobar beberapa kali dan berlangsung seimbang hingga kesepakatan
damai dibuat di antara kedua pihak, Turki dan Habsburg, yang berisi pembagian
kekuasan atas Hungaria. Meski demikian, Perancis tetap meneruskan
perompakannya atas pelabuhan-pelabuhan Turki di Afrika Utara dan Kapal-kapal
Islam.
Perjanjian damai atau disebut Perjanjian Puzacs antara Turki dan Polandia
dilakukan pada tahun 1662 M. Isinya adalah Turki mengambil alih provinsi
Podolia di Ukraina, dan Polandia harus membayar upeti tahunan sebesar 220.000
keping emas. Polandia menolak dan mengadakan perlawanan sengit yang
dipimpin oleh John Sobieski hingga perjanjian damai lainnya diteken pada 1666
M yang berisi Turki tetap memiliki kekuasaan atas wilayah yang tercantum dalam
Perjanjian Puzacs, kecuali beberapa kota.5
Pada tahun 1666 M, Perdana Menteri Ahmad Kuberyali meninggal dan
digantikan Kara Musthafa. Sayangnya ia dianggap tidak memilki kemampuan dan
kecakapan seperti pendahulunya. Hal buruk segera terjadi setelah Kara Musthafa
diangkat menjadi Perdana Menteri. Hal yang akan merubah sejarah Turki yang
agung dan besar.
4Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Shaleh, Buku Pintar Sejarah Islam, Jejak
Langkah Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, terj. Zainal Arifin, (Jakarta :
Penerbit Zaman, 2014) hlm, 881 5Ibid, hlm, 883
31
B. Awal Pengepungan
Turki telah memberikan bantuan militer kepada pasukan Hungaria dan
minoritas non-Katolik di bagian Hungaria yang dikuasai Habsburg. Di sana, pada
tahun-tahun sebelum pengepungan, kerusuhan meluas telah berkembang menjadi
pemberontakan terbuka terhadap pengejaran Leopold I atas prinsip-prinsip
Kontra-Reformasi dan keinginannya untuk menghancurkan Protestanisme. Pada
1681 M, Protestan dan pasukan anti-Habsburg Kuruc lainnya, yang dipimpin oleh
Imre Thököly, diperkuat dengan kekuatan yang signifikan dari Turki,6 yang
mengakui Thököly sebagai Raja "bagian Utara Hungaria" (bagian timur Slovakia
dan bagian-bagian saat ini dari Hungaria timur laut, yang sebelumnya diambilnya
secara paksa dari Habsburg). Dukungan ini termasuk secara eksplisit menjanjikan
"Kerajaan Habsburg" bagi orang-orang Hungaria jika jatuh ke tangan Turki.
Namun sebelum pengepungan, keadaan damai telah ada selama 20 tahun antara
Kekaisaran Romawi Suci dan Kekaisaran Turki sebagai hasil dari Perdamaian
Vasvár.7
Pada 1681 dan 1682 M bentrokan antara kekuatan Imre Thököly dan
Kekaisaran Romawi Suci (perbatasan yang sekarang Hungaria bagian utara)
dilakukan dengan intensif, dan serbuan pasukan Habsburg ke pusat Hungaria
menyediakan argumen krusial Grand Wazir Kara Mustafa Pasha dalam
meyakinkan Sultan. Kara Mustafa sangat berambisi untuk menaklukkan Negeri
Apel Emas tersebut. Mehmet IV dan Dewannya mengizinkan pergerakan pasukan
Turki. Mehmet IV memberi kewenangan Mustafa Pasha untuk beroperasi sampai
Győr (kemudian dikenal sebagai Yanıkkale, dan di Jerman sebagai Raab) dan
Komárom (di Komaron Turki, Komorn di Jerman) Istana, baik di Hungaria barat
laut, dan untuk mengepung mereka. Tentara Turki dimobilisasi pada 21 Januari
1682 M dan perang dideklarasikan pada 6 Agustus 1682 M.
6 SC Tucker, A Global Chronology of Conflict, Vol Two, (Santa Barbara: ABC-CLIO,
LLC 2010) hlm, 657 7 Stanford Shaw, History of The Ottoman Empire and Modern Turkey, Vol I: Empire of
The Gazis: The Rise and Decline of The Ottoman Empire, 1280-1808, (New York: Cambridge
University Press,1976) hlm, 212
32
Persediaan waktu yang ada akan berisiko atau bahkan mustahil untuk
melancarkan invasi pada bulan Agustus atau September 1682 M, karena
kampanye tiga bulan akan membawa Turki ke Habsburg sama seperti musim
dingin. Namun, kesenjangan 15 bulan antara mobilisasi dan peluncuran invasi
skala penuh memberikan waktu yang cukup bagi Habsburg untuk mempersiapkan
pembelaannya dan bagi Leopold I untuk mengumpulkan pasukan dari Kekaisaran
Romawi Suci dan membentuk aliansi dengan Polandia, Venesia, dan Paus
Innocent XI. Tidak diragukan lagi, ini berkontribusi pada kegagalan kampanye
Turki. Aliansi yang menentukan dari Kekaisaran Romawi Suci dengan Polandia
disimpulkan dalam Perjanjian 1683 M Warsawa, di mana Leopold I menjanjikan
dukungan kepada Sobieski jika Turki menyerang Kraków, dan sebagai
imbalannya tentara Polandia akan datang untuk membantu Habsburg jika
diserang.8
Pada akhir musim panas tahun 1682 M, perang besar sedang direncanakan.
Rapat penentuan yang berada di ruangan kedua dewan istana berakhir selama
seharian penuh. Sampai di akhir acara tidak ada yang ingkar: ketua perdana
menteri Kara Mustafa telah membungkam semua yang melawannya. Dewan
setuju bahwa tidak hanya pasukan Turki yang berjalan ke barat melawan
Habsburg, dengan ibukotanya Wina namun secara signifikan akan dipimpin
langsung oleh Sultan sendiri. Kehadiran sultan melangsungkan semua pasukan
kerajaan melawan musuhnya. Sebelumnya Sultan Mehmet IV telah membawa
pasukan ke utara dan kerajaannya dan memperoleh wilayahnya;
kepemimpinannya mungkin agak lebih bersifat sementara dibanding kenyataanya
namun secara simbolis berpotensi. Ketika bendera sudah ditanam di tanah maka
sebuah upacara perang yang panjang dimulai.9
Sultan Mehmet IV dan pasukannya meninggalkan Edirne—bentukan ibukota
Turki—pada 1 April 1683 M dan tiba di Belgrade pada awal Mei dimana pasukan
8 SC Tucker, A Global Chronology of Conflict, Vol. Two, (Santa Barbara: ABC-CLIO,
LLC 2010) hlm, 656 dan 659 9Andrew Wheatcroft, The Enemy at The Gate: Habsburgs, Ottoman and The Battle For
Europe, (United States of America: Basic Books, 2009) hlm, 14
33
jenisari, artileri dan bagian terpenting kavaleri provinsi dari Asia kecil dan
provinsi Arab ikut dalam pasukan.10
Sultan Mehmet IV memutuskan berhenti
sejenak di Belgrade dan mengangkat Kara Mustafa Pasha sebagai Panglima
Besar, yang mencapai ibukota Habsburg, Wina pada 14 Juli dengan sepasukan
90.000 orang. Sedangkan dari para budak Turki hanya dari Pasukan Tartar yang
sebenarnya berperang.
Kaisar Leopold dan istananya meninggalkan Habsburg pada 7 Juli dari Linz
(sekarang Austria di sungai Danube) ke Passau (sekarang Jerman) dan tiba pada
18 Juli dengan membawa hartanya. Di jalan Kaisar Leopold diikuti oleh kavaleri
Tartar yang pada 16 Juli menyerang area sekitar 100 km barat dari Habsburg.11
Pasukan Habsburg berada di bawah perintah Ernest Rudiger von Starhemberg
yang berjumlah 16.000 orang : 10.000 infanteri dan 6.000 pasukan lapis baja.
Mereka diperkuat oleh 8.000 rakyat jelata dan 700 murid di perguruan tinggi
untuk pelayanan militer. Pertahanan kota telah diubah secara modern pada tahun
1670-an dan telah diperkuat sebelum pengepungan.12
Karena manuver diplomatik
yang tidak kenal lelah dari seorang Paus Inncocent XI 1676-89 M (Marco de
Aviano), asisten militer juga hadir dari Polandia, Bavaria, dan Saxon.
Setelah gagal mencegah pengepungan melawan Ersekujvar, pasukan
Habsburg yang dipimpin oleh Charles Lorraine yang berbakat (1643-1690 M),
berusaha melindungi bagian kiri sungai Danube sambil menunggu pasukan aliansi
Polandia. Terakhir bergabung dengan tentara pembebasan berdasarkan pada
―Aliansi abadi menyerang dan bertahan‖ disepakati di Krakow yang diwakilkan
oleh Kaisar Leopold dan John III Sobieski, Raja Polandia (1674-1696 M) 31
Maret, sehari sebelum Sultan meninggalkan Edirne. Habsburg dan diplomasi Paus
juga melindungi partisipasi sekitar 10.000 pasukan Bavaria dan sejumlah yang
10
Gabor Agoston dan Bruce Master, Encyclopedia of The Ottoman Empire, (New York:
Facts on File, 2009) hlm, 583 11
Caroline Finkel, Osman’s Dreams, The Story of The Ottoman Empire 1300-1923, (New
York: Basic Book, 2006) hlm, 216 12
Gabor Agoston dan Bruce Master., Encyclopedia of The Ottoman Empire, (New York:
Facts on File, 2009) hlm, 584
34
sama Prajurit Saxon, yang dipimpin oleh Maximilian II Emanuel dari Bavaria
(1679-1626 M) dan Johann George III dari Saxon (1680-1691 M).13
Pasukan yang sudah disiapkan pada 28 Juni 1683 M mulai menyebar, seorang
Barat mengatakan bahwa (dengan sedikit membesarkan-besarkan) ‗dari ufuk ke
ufuk, barisan sejauh 6 mil, dimana mata tidak bisa melihat karena
keterbatasannya,‘ ini merupakan kebenaran dari pasukan baru Xerxes.14
Namun
skalanya kecil dari tuan rumah dengan beratnya bagasi yang sempit yang bisa
menuju ke Wina. Szekesfehervar barat laut, di barisan yang lurus menuju ke
ibukota Habsburg, menghampar kota dan hutan Gyor, yang orang Austria sebut
Raab. Kota dibangun di titik yang strategis dimana dua sungai mengalir dari
selatan—Raab dan Rebca—mempertemukan cabang Danube. Satu-satunya jalan
besar yang bagus untuk ke Wina harus melewati Gyor dan benteng besar yang
dibangun pada abad 16 dan diperbaiki pada abad 17, yang didominasi titik dimana
beberapa sungai menyatu. Benteng pertahanan yang kompleks dan parit-parit
dengan benteng pulau Komarno, 25 mil ke hilir dari tenggara. Di selatan dan barat
laut terdapat tanah yang padat yang mana Gyor dan tetangga kota dibuat
memberikan jalan ke sebuah pemandangan tanah yang berlumpur dan padang
rumput, didominasi oleh sungai-sungai besar. Tanah yang berada di antara sungai-
sungai dijalin dengan sebuah tukal dari sungai-sungai kecil yang dibentuk suatu
permukaan yang besar dengan tanah yang berpaya-paya.15
Pada 15 Juli, ibukota Habsburg, Wina telah dikelilingi dan diputuskan semua
jalur. Pada hari itu pengepungan yang sesungguhnya sudah dimulai dengan
pengeboman yang berat yang berakhir selama dua bulan berikutnya. Tiga minggu
setelah dimulainya serangan pertama, Pasukan Turki masih dengan putus asa
mencari dan menghangcurkan semua garis luar. Pada 5 Agustus mereka
membangun gundukan tanah agar mereka memiliki tempat yang lebih tinggi dari
13
Gabor Agoston dan Bruce Master., Encyclopedia of The Ottoman Empire, (New York:
Facts on File, 2009) hlm, 584 14
Andrew Wheatcroft, The Enemy at The Gate: Habsburgs, Ottoman and The Battle For
Europe, (United States of America: Basic Books, 2009) hlm, 111 15
Ibid.
35
pagar Habsburg. Dari posisi yang telah ditinggikan mereka bisa menembak para
Musketeer16
, lalu Pasukan Turki menggerakan artileri mereka ke depan dengan
menkonsentrasikan tembakan ke pagar dan pertama kalinya gelombang pasukan
jenisari yang juga dilapisi baju baja lengkap dengan granat membentang dan
membuka celah pada benteng kayu ke ujung parit yang dalamnya 6 kaki.17
Meriam Turki, berkumpul pada tiga kelompok besar dalam sebuah kumpulan
senjata yang besar dan banyak berhadapan dengan benteng, ditembakan dengan
irama yang tetap ke dalam kota, dan pasukan pembela yang sejenis. Tidak ada
target yang terlalu berarti. Seperti salah satu rekam diari pada 20 Agustus : ―Hari
ini para penembak dari Revelin di antara gerbang Carinthia dan Benteng
Waterwork/bangunan air (di sisi selatan kota), mengamati seorang Turki yang
memberi air dua kuda di Sungai Habsburg dan ditembakkan ke arahnya dan
menghancurkan lengannya dengan satu tembakan, membunuhnya dengan cepat‖18
Pertama-tama, penyerangan ini telah sangat sukses. Sebuah serangan balasan
yang kuat yang dipimpin oleh Count Sereni (Serenyi) dan Count Scherffenberg
telah membunuh semua tentara Sappers19
Turki menekan dengan keras di benteng
Lobl, pemasangan senjata api yang menyebar dengan cepat. Mereka berhasil
masuk menghancurkan toko kapas yang terisi gabion20
dan kayu-kayu yang
digunakan untuk mendirikan serangan parit, memundurkan kemajuan Turki pada
sektor itu sekitar 11 hari. Namun, biaya manusia sangat mahal. Seratus orang
meninggal dalam serangan mendadak ini. Dan serangan ini memanggil yang
terbaik dan anggota garnison yang paling bersemangat. Tekanan tanpa ampun atas
pemboman pasukan Turki dan terowongan tanpa henti menambah ketakutan yang
liar. Rumor telah beredar.
16
Musketeer merupakan seorang tentara yang dilengkapi dengan Musket. Musket sendiri
disebut senapan moncong panjang yang muncul di Eropa pada abad ke-16 yang mampu menembus
baju besi 17
Andrew Wheatcroft, The Enemy at The Gate: Habsburgs, Ottoman and The Battle For
Europe, (United States of America: Basic Books, 2009) hlm, 143 18
Ibid, hlm, 146 19
Tentara yang bertugas untuk membangun bangunan 20
Gabion (Bronjong) adalah anyaman kawat berlapis baja/galvanis yang di dalamnya
kemudian diisi dengan batu yang berfungsi sebagai penahan dari longsor
36
Pada tanggal 1 Agustus, tembakkan meriam menembus jendela-jendela
Katedral St Stephen yang tinggi dan jatuh ke tiang, menghirup udara Jamaah
dengan serpihan batu dan pecahan logam. Namun sepertinya warga negara dan
garnisun segera belajar, melalui rahmat Tuhan, hanya satu korban yang
mengalami luka serius. Kakinya hancur menjadi bubur kertas. Di keesokan
harinya Pasukan Turki menyerang di sisi selatan-barat mengambil alih
pengeboman.21
Setiap secercah harapan diperbesar. Pada hari yang sama dengan
keajaiban Di gereja kapusin (Capuchin), 'sekitar pukul delapan sore, kita
membuka/melepaskan tambang yang dibawa dari benteng Lebel [Löbl] ke tempat
kerja musuh , dengan begitu sukses sehingga banyak dari mereka [orang Turki]
yang ditiup dan dirobek dalam potongan, kita melihat dari dinding beberapa
lengan dan Kaki di udara, bercampur dengan asap dan sampah.22
Tentara Sobieski meninggalkan Krakow pada 15 Agustus, dan pada akhir
bulan ia berada di Hollabrun, sebelah timur laut Wina, bersama Charles Lorraine,
saudara ipar Kaisar dan komandan tentara Habsburg kecil yang telah mengganggu
jalur perbekalan. Paukan Bavaria menuju ke barat daya dan Saxon Protestan ke
Barat laut Habsburg juga mengirim pasukan, namun tidak ada kesepakatan yang
bisa dicapai dengan sekutu potensial lainnya seperti Brandenburg.23
Pengepungan tersebut berlanjut selama hampir dua bulan tanpa kedua sisi
memperoleh keputusan yang menguntungkan, meskipun Posisi pasukan pembela
sangat putus asa. Tentara bantuan bergerak perlahan untuk menyeberangi sungai
Danube di Tulln dan Massa/rombongan di tepi selatan berbaris melalui
Wienerwald lalu mendekati kota dari barat. Turki, dengan asumsi bahwa medan
pegunungan dan hutan lebat akan menantang bahkan sangat bertekad/ditentukan
dengan kekuatan bantuan, telah mengabaikan untuk mempertahankan pendekatan
ini - tetapi jika mereka tidak dapat mengabaikan 6000 Angkatan bersenjata. Tidak
21
Andrew Wheatcroft, The Enemy at The Gate: Habsburgs, Ottoman and The Battle For
Europe, (United States of America: Basic Books, 2009) hlm. 147 22
Ibid, hlm 147 23
John Stoye, The Siege of Vienna, London (1964) hlm 200-227 lihat juga Caroline
Finkel, Osman’s Dream, (United States of America: Basic Books, 2005) hlm 217
37
ada lagi yang bisa mengangkat/meningkatkan pengepungan, setelah berhari-hari
berupaya dan dengan aroma kemenangan di udara. Sobieski menghabiskan tiga
hari untuk menarik pasukannya: orang-orang Habsburg berada di kiri, mendekati
sungai, pasukan Jerman di tengah dan pasukan Persemakmuran — yang lebih
lambat menempati tempat mereka – yang berada di tanah yang naik dari sayap
kanan. Merzifonlu Kara Mustafa jumlahnya jauh lebih banyak, dengan sekitar
30.000 pria, ditambah jumlah Moldavia, Wallachia dan Tartar yang tidak
diketahui jumlahnya.24
Selama pengepungan, Pasukan Turki mengkonsentrasikan serangannya
melawan tembok di antara benteng Burg dan benteng Lobl. Meskipun, seperti
pada tahun 1529 M, Turki kekurangan senjata berat artileri pengepungan, selain
itu 130 senapan dan 19 meriam ukuran medium mereka tidak cukup melawan 260
meriam dan mortar pertahanan. Pasukan pembela, meskipun, kekurangan amunisi,
sudah jelas kenapa hanya satu sampai dua tembakan per senjata yang ditembakan
seharian selama pengepungan. Penyerangan Parit dan tambang Turki—yang mana
pasukan sultan yang berbakat—membuktikan lebih baik dari pada pasukan
Pengebom Turki. Namun, pasukan pembela tetap berdiri tegar, membuat serangan
mendadak, lalu dengan segera memperbaiki tembok dan menghentikan para
pengepung dengan cepat menegakkan benteng pertahanan di belakang pecahan.
Tidak sampai 2 September, pasukan pengepung mampu mengambil Burg Ravelin,
sebuah pertahanan dengan sekuat tenaga di parit. Pada 6 September, tambang
yang lain meledak di bawah Benteng Burg dan pasukan pembela, yang saat ini
kehilangan sekitar setengah kekuatan mereka dan dilemahkan oleh disentri dan
kekurangan makanan, diharapkan menjadi sebuah penentuan serangan final.
Sebaliknya, Kara Mustafa memamerkan pasukannya di depan tembok untuk
memaksa menyerahkan kota. Wazir Agung telah melancarkan serangan akhir
meskipun mungkin dia telah mampu mendapatkan Habsburg sebelum tibanya
pasukan bantuan di awal September. Penentuan peperangan terjadi pada 12
September dekat Kahlenberg, di ujung hutan kayu Wina. Bantuan pasukan
24
Caroline Finkel, Osman’s Dream, (United States of America: Basic Books, 2005) hlm,
217
38
75.000-80.000 orang dan 160 meriam telah dikumpulkan di bagian utara Wina.
Pasukan dari Bavaria, Saxon, Franconia, Swabia berjumlah 35.000-40.000 dan
bergabung dengan pasukan kaisar 20.000 orang di bawah Lorraine. Tiba terakhir,
pasukan polandia Jan Sobieski berjumlah kurang lebih 20.000 orang.25
Sebelumnya pada 7 september, Sobieski telah melakukan kontak dengan
Jerman di bawah Charles, Count lorraine, dan pasukan bantuan 80.000 tentara
terkonsentrasi di sepanjang puncak utara Wienerwald. Pada malam selasa itu,
kebakaran di gunung di ketinggian Kahlenberg memungkinkan Count
Starhemberg, komandan garnisun Wina, mengetahui ada bantuan berada di
tangan. Kara mustafa, juga melihat api dan, dari tahanan yang diinterogasi, sangat
menyadari kekuatan pasukan Turki (sappers) untuk menggali parit paralel dan
terowongan untuk melemahkan pertahanan luar Habsburg.26
C. Gagalnya Pengepungan
Meremehkan kekuatan pasukan bantuan, Kara Mustafa Pasha meninggalkan
terlalu banyak Jenisarinya di parit dan berencana menghancurkan pasukan aliansi
kristen dengan sebuah serangan penentuan kavaleri. Meskipun para penulis
kronik—rentetan kejadian—Turki meletakan sejumlah pasukan Turki di
Kahlenberg 28.400 orang, mereka pasti telah mencapai sekitar 50.000 orang
dengan Tartar dan pasukan pembantu. Bagaimanapun, mereka hanya membawa
60 senapan. Karena kecacatan Intelejen, Kara Mustafa berharap Kristen
menyerang pada 11 September dan memerintahkan pasukannya untuk tetap siaga
semalaman, sebuah kesalahan yang fatal. Sebaliknya, perang dimulai pada pagi
hari 12 September sementara mempercepat angkatan Turki dan Kristen sayap kiri
di bawah Lorraine dekat Nussberg. Pasukan Lorraine diperkuat oleh Saxon,
dengan segera mencapai sayap kanan Turki. Pasukan Bavaria dan Franconia juga
turun dari lereng lebih jauh ke pedalaman dan bergabung melawan sayap kanan
25
Gabor Agoston dan Bruce Master, Encyclopedia of The Ottoman Empire, (New York:
Facts on File, 2009) hlm, 584 26
Alan Palmer, The Decline and Fall of The Ottoman Empire, (United States of America:
Barnes & Noble Books, 1994) hlm, 12
39
dan tengah bagian Turki. Pasukan Sobieski berada di sayap kanan, pasukan
Kristen maju dengan pelan karena kesulitan tanah yang lapang, namun di awal
siang, barisan depan pasukan Polandia ikut berperang. Meskipun Turki bertarung
denngan berani, secara keseluruhan sekitar jam 3 merupakan serangan penentuan
bagi Kristen. Pasukan sayap kiri Turki dan pasukan Tartar tidak mampu bertahan
dengan bantuan pasukan kavaleri Polish dan memaksa yang pertama-tama menuju
perkemahan Turki dari barat. Pada jam 6 sore, Turki dikalahkan. Lebih dari
10.000 Pasukan Turki terbunuh.27
Mereka yang tidak terbunuh melarikan diri dari
medan perang, meninggalkan rampasan perang yang banyak untuk Kristen.28
Pasukan Kara Mustafa terpaksa mundur, komandan tersebut kabur dari
lapangan. Tidak ada yang bisa memilih tanggal yang tepat dan mengatakan 'pada
hari ini kerajaan Turki mulai mengalami kemunduran. Tetapi tidak ada keraguan
bahwa serentetan kamp Turki di luar Habsburg pada malam september itu
merupakan salah satu titik balik terbesar sejarah. Tidak ada tentara Turki yang
telah diarahkan secara dramatis dalam pertemuan sebelumnya. Namun, anehnya,
pertempuran sengit di sepanjang lereng Kahlenberg tidak pernah ada dalam daftar
pertempuran sejarah yang menentukan. Tidak diragukan lagi kejadian hari
Minggu itu sepertinya tidak terlalu penting, kecuali pada kaisar Leopold; Secara
militer mereka tidak memiliki kepentingan tertentu, dan tidak mengarah pada
kesimpulan yang dekat dari sebuah penyelesaian perdamaian. Hanya dengan
berlalunya waktu memiliki arti sebenarnya yang jelas. Karena meskipun lebih
banyak pertempuran di dataran rendah Danube, tidak akan pernah lagi rombongan
Islam bawah tanah yang mungkin melawan terhadap dinding-dinding Umat
katolik.29
Kerajaan Habsburg diselamatkan oleh koalisi negara-negara Eropa tengah
yang—tentara buktikan—memliki taktik terhebat dan untuk pertama kalinya
27
Mehrdad Kia, The Ottoman Empire,(London: Green Woods Press, 2008) hlm 79 28
Gabor Agoston and Bruce Master, Encyclopedia of The Ottoman Empire, (New York:
Facts on File, 2009) hlm, 584 29
Alan Palmer, The Decline and Fall of The Ottoman Empire, (United States of America:
Barnes & Noble Books, 1994) hlm, 13
40
dalam sejarah konfrontasi Turki dan Eropa, menandingi Turki pada masa
penyebaran pasukan dan persenjataan, sebaik-baiknya dalam dukungan logistik.
Kekalahan Kara Mustafa mempengaruhi kehancurannya dan dieksekusi,
selanjutnya dengan cepat penurunan tahta Sultan Muhammad IV. Lebih
pentingnya lagi, kampanye 1683 M dan pengepungan Wina memancing
penciptaan aliansi anti Turki, Persatuan Kudus (Holy League) dibangun pada
musim panas 1684 M oleh Paus/Pendeta Innocent XI (1876-89 M) dan membuat
kepausan, Polandia, Habsburg, Venesia, dan (dari 1686 M) Rusia. Pada perang
berikut yang panjang tahun 1684-1689 M antara Utsmani dan Pasukan Holy
League, Turki kehilangan Hungaria, penaklukan Sultan Sulaiman yang bergengsi.
Walaupun Turki jauh dari kekalahan, dan pada awal abad 18 terlihat kebangkitan
militer Turki dan sukses sebaik baik batas kemampuan militer Habsburg,
kesepakatan Karlowitz yang mengakhiri perang panjang pada 1699 M, menandai
sebuah era baru dalam sejarah hubungan Turki dan Eropa.30
Tidak ada usaha yang dilakukan oleh Sobieski atau duke Charles untuk
mengejar musuh yang demoralisasi (kehilangan semangat) dengan segera setelah
pembebasan Habsburg. Mereka berlama-lama di pinggiran kota sampai kaisar
Leopold kembali, pada hari selasa berikutnya. Pada saat itu, Kara Musthafa telah
menempatkan sungai Leitha dan Raab di antara tentaranya dan kristen yang
menang. Ketika dia mencapai Alfold, dia mampu mengumpulkan kembali
kavaleri yang hancur dan jatuh/kalah kembali ke benteng Buda. Pada saat yang
sama dia mencari kambing hitam untuk meyakinkan Sultan bahwa dia sendiri
tidak bersalah. Dia tidak bisa membalas dendam atas pemberontakan orang-orang
Hungaria, karena pemimpin mereka yang cerdik menyelinap pergi ke timur laut
dan menggunakan Sobieski sebagai perantara untuk menyelamatkannya dari
murka Kaisar, dengan beberapa keberhasilan. Tapi komandan resimen Turki itu
tetap berada dalam kekuasaan wazir agung. Mereka menderita karena kegagalan
30
Gabor Agoston dan Bruce Master, Encyclopedia of The Ottoman Empire, (New York:
Facts on File, 2009) hlm, 584-585
41
di depan Habsburg. Lebih dari lima puluh pasha dicekik oleh pengawal pribadi
Kara Mustafa dalam seminggu yang mengikuti pertempuran di Kahlenberg.31
31
Alan Palmer, The Decline and Fall of The Ottoman Empire, (United States of America:
Barnes & Noble Books, 1994) hlm, 13
42
BAB IV
KEGAGALAN PENGEPUNGAN DAN DAMPAKNYA
A. Faktor-Faktor Kekalahan Turki Secara Umum
Pengepungan pada tahun 1683 M atas Habsburg merupakan usaha terakhir—
dengan terpaksa karena pengepungan yang gagal—Turki menuju ke jantung
Eropa. setelah ini tidak ada lagi pasukan Turki yang menduduki pos perbatasan
Eropa Turki. kekalahan yang beruntun menjadikan militer dan politik Turki
mundur dan sama sekali tidak ada perkembangan. Perlu diketahui juga bahwa
sebelum pengepungan Habsburg sudah banyak bukti kacaunya politik dan militer
Turki. Demikian dikarenakan merasa telah berada di atas angin. Turki tidak
mengetahui bahwa musuh terus melakukan perkembangan militer. Semakin
mengancam, kekuatan Eropa kemudian disatukan oleh Paus Innocent IX dan
menjadikan Eropa Timur semakin kuat. Seperti yang sudah dibahas di atas bahwa
Polandia, Habsburg, Hungaria Barat, Romania/Transylvania, dll bergabung dalam
Aliansi, kemudian memiliki misi untuk menghapus pasukan Muslim di dataran
Eropa.
Para Sejawaran seperti Stanford Shaw, terkait Sejarah Turki berpendapat
bahwa kesepakatan Karlowitz menandakan sebuah batas hubungan Turki dengan
Eropa namun ini juga menandakan puncak dari masa disintegrasi internal dan
awal keruntuhan yang cepat.1 Peperangan selama bertahun-tahun menghabiskan
banyak sekali kekuatan dan semangat dari awal abad kegemilangan Turki.2
Proses kemunduran berlangsung cukup lama, yaitu selama 2 abad, mulai
berakhirnya masa-masa Salim II 1566-1574 M hingga pengepungan Habsburg
1683 M.
1Stanford Shaw, History of The Ottoman Empire and Modern Turkey, Vol I: Empire of
The Gazis: The Rise and Decline of The Ottoman Empire, 1280-1808, (New York: Cambridge
University Press,1976) hlm, 225 2Ibid
43
B. Beberapa Faktor Tidak Langsung Pada Kegagalan Pengepungan Turki
Usmani
1. Melemahnya semangat prajurit Turki hingga menyebabkan berbagai
serangan yang dilancarkan untuk mempertahankan wilayah tidak dapat
dipatahkan oleh lawan. Misalnya, pasukan sultan Salim II menderita
kekalahan dari serangan pasukan gabungan armada Spanyol, Bandulia,
dan Armada Sri Paus pada tahun 1663 M. Pasukan Turki menderita
kekalahan dalam penyerbuan ke Hungaria pada tahun 1676 M pada
pertempuran Mohacs. Dan pada pengepungan Habsburg yang gagal pada
tahun 1683 M oleh Jenderal Kara Musthafa Pasha. Dengan semua
kekalahan itu Turki dipaksa untuk menandatangani perjanjian Karlowitz
pada tahun 1699 M yang isinya Turki harus menyerahkan seluruh wilayah
Hungaria. Dan pada tahun 1770 M, pasukan Rusia mengalahkan pasukan
Turki di sepanjang pantai Asia Kecil.3
2. Setelah menyadari akan beberapa kelemahan Turki, mulailah sebagian
wilayah timur melakukan pemberontakan untuk melepaskan diri dari
Kekhilafahan Turki. Di Mesir, pasukan Jenisari bersekutu dengan Dinasti
Mamluk melancarkan pemberontakan sejak tahun 1772 M. Dinasti
Mamluk berhasil menguasai Mesir hingga datangnya Napoleon pada 1789
M. Di Syiria pemberontakan yang dipimpin oleh Druz, Fakhruddin, namun
mengalami kegagalan. Di Saudi Arabia muncul gerakan yang dipimpin
oleh Muhammad bin Abdul Wahab (Wahabi) yang berkolaborasi dengan
Raja Saud yang akhirnya berhasil menguasai wilayah di sekitar Jazirah
Arab. Adapun kemunduran Turki tersebut di atas disebabkan beberapa
faktor sebagai berikut.
Pertama, luasnya wilayah kekuasaan Turki yang akhirnya tidak
mampu dikendalikan dari Pusat, karena sistem pemerintahan tidak lagi
3Moh. Nurhakim, Jatuhnya Sebuah Tamaddun: Menyingkap Sejarah Kegemilangan dan
Kehancuran Imperium Khalifah Islam, (Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia, 2012)
hlm, 151-152
44
efektif seperti masa sebelumnya. Hal ini menjadikan beberapa wilayah
yang jauh dari pusat direbut oleh pihak musuh atau melepaskan diri.
Kemudian administrasi pemerintahan bagi suatu negara yang luas
wilayahnya seluas Turki sangat rumit dan kompleks. Di samping itu tidak
terciptanya keadilan, adminitrasi pemerintahan yang kacau, tumbuhnya
budaya pungli suap dan merajalelanya perampokan telah ikut andil
mengantarkan Dinasti Turki menuju kehancuran.4
Kedua, pemberontakan yang dilakukan berkali-kali dilakukan oleh
pasukan Jenisari. Pada masa belakangan, profesionalisme Jenisari
meluntur karena digantikan oleh munculnya semangat golongan atau
keturunan. Dengan demikian mereka pulalah yang telah memperkokoh dan
mengantarkan Turki jaya di medan perang.
Ketiga, penguasa yang tidak cakap setelah Sulaiman I (1520-1566)
M. Kelemahan ini disebabkan masuknya sikap hedonisme di kalangan
istana, seperti suka berfoya-foya, minum-minuman keras, dan bermain
dengan perempuan penghibur. Hal ini menimbulkan perselisihan dan
pembunuhan di lingkungan istana. Dalam sebuah buku yang ditulis oleh
Muhammad Kurd Ali menjelaskan,5 Sultan Murad III adalah contoh
kongkrit Khalifah yag suka berberlebih-lebihan dalam segala hal terutama
dalam melaksanakan dan melakukan tindak kejahatan. Ibu dan
permaisurinya dalam hal ini telah turut andil, ikut meratakan jalan, demi
pelampiasan nafsu birahi sang Khalifah. Sehingga Sultan Murad III
menjadi ayah dari 188 anaknya. Begitu juga Ibrahim I, dia adalah sosok
Khalifah yang sangat buruk perilakunya. Dikabarkan bahwa Khalifah
Ibrahim telah membunuh seratus ribu orang, di antaranya dua puluh lima
orang terbunuh di depan matanya sendiri. Sama halnya Bayazid II dia juga
seorang Khalifah yang begitu rusak moralnya. Sebagai konsekuensinya
keonaran dan kemungkaran merupakan ciri khas masa pemerintahan
4Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam: Imperium Turki Utsmani, (Jakarta:
Kalam Mulia, 1988) hlm, 49 5Muhammad Kurd Ali, Al-Islam wa Al-Hadlarah Al-Arabiyyah, Jilid II, (Daarul Fakir,
2011) hlm, 500-501
45
Bayazid II, baik di kalangan khusus maupun kalangan umum. Istana selalu
hiruk pikuk dengan aneka pesta, bau minuman keras yang begitu
menyengat, alunan merdu para penyanyi dan iringan musik para musisi
senantiasa mengalun.
Keempat, akibat sejumlah peperangan yang membawa Turki pada
kekalahan, menyebabkan perekonomian Turki semakin terpuruk dari
waktu ke waktu. Banyaknya wilayah yang melepaskan diri menyebabkan
pemasukan untuk pemerintahan berkurang. Sementara biaya militer—
karena sering mengerahkan pasukan—menguras persediaan uang kas
negara yang semakin menipis. Perang yang terus berkesinambungan yang
tidak sedikit terutama ketika berperang dengan negeri-negeri yang jauh
dari pusat bantuan dan persediaan logistik. Berperang dengan Hungaria
dan Pengepungan ibukota Wina, berbagai pertempuran di Al Jazair,
ekspedisi ke Yaman dan berjibaku dengan Persia, semua itu sangat
membutuhkan tenaga yang banyak dan biaya yang tak sedikit. Faktor
utama yang melemahkan Turki pada sisi Perang adalah pertempuran
dengan tiga negara besar yaitu, Rusia, Eropa Timur, dan Shafawi.
Kelima, ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya berkaitan
dengan kebutuhan militer akan keduanya, tidak terlalu berkembang. Hal
ini menyebabkan teknik dan peralatan perang sangatlah terbatas dan terlalu
kuno untuk zamannya. Sementara militer Eropa semakin kuat dengan ilmu
serta peralatannya yang semakin lebih canggih. Maka, wajar jika
peperangan demi peperangan yang dilancarkan ke Eropa belakangan
mengalami kegagalan.
Keenam, tumbuhnya gerakan nasionalisme. Wilayah-wilayah yang
selama ini dikuasai oleh Turki merupakan hasil penaklukan serta
penyerbuan. Meskipun pihak Turki telah banyak berbuat baik kepada
masyarakat yang ditaklukkan. Namun Turki tetap dianggap sebagai pihak
asing dan penakluk. Pandangan seperti ini akhirnya membentuk gerakan-
gerakan yang kemudian melakukan pemberontakan-pemberontakan untuk
46
meminta kemerdekaan atau melepaskan diri. Gerakan nasionalisme ini
tumbuh di wilayah-wilayah barat maupun timur.
Ketujuh, Sesungguhnya suatu negara bersifat ekspansif tanpa
memperhatikan kemaslahatan bagi bangsanya sehingga wilayahnya
terbentang begitu luas disertai program pembauran di antara sesama warga
negaranya yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang berlainan,
kelompok dan agama yang berbeda. Maka negara semacam ini hanya
menanggung dan menyemai bibit kemunduran dan kehancuran.6
Kedelapan, para Sultan Turki pada umumnya memiliki istri/selir
putri-putri Raja Eropa yang terkalahkan dalam perang. Maka pernikahan
ini telah membuka peluang bagi raja-raja Eropa untuk mengutus mata-
mata mereka masuk ke istana Khalifah dan seringkali secara langsung para
istri Sultan juga memberi informasi dan membocorkan rahasia negara
kepada musuh, hingga Turki kalah berperang dengan pasukan musuh dan
mengakibatkan rencana-rencana negara terbongkar sebagaimana peraturan
para dayang-dayang yang berlaku dalam istana juga telah menyebabkan
timbulnya fitnah, pembunuhan dan rencana-rencana jahat lainnya,
sehingga akhirnya negara dibikin kacau balau oleh ulah mereka.7
Meski akhirnya jatuh, jelas Turki telah banyak memberi
sumbangan kepada dunia termasuk perjuangan Islam. Turki merupakan
kekhalifahan Islam yang paling berhasil menjaga politik Islam, dan paling
akhir bertahan dari serangan peradaban Barat ke dunia Islam. Di kalangan
negara-negara Eropa kekuatan Islam pernah dikenal dan disegani karena
andil Turki di masa kejayaannya.8
6Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam: Imperium Turki Utsmani, (Jakarta:
Kalam Mulia, 1988) hlm, 49-50 7Ibid, hlm, 50
8Moh. Nurhakim, Jatuhnya Sebuah Tamaddun: Menyingkap Sejarah Kegemilangan dan
Kehancuran Imperium Khalifah Islam, (Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia,
2012) hlm, 152-154
47
3. Menurut buku Ira M. Lapidus,9 yang mendukung kehancuran Turki tidak
lepas dari faktor ekonomi dan Politik. Perubahan ini bermula dari
kemerosotan kapasitas pejabat-pejabat negara pusat. Penurunan sejumlah
Sultan secara langsung dari beberapa urusan kenegaraan, kebiasaan para
pangeran muda yang terbelenggu kepada harem dan yang menghalangi
mereka dari keterlibatan secara aktif dalam jabatan kemiliteran dan
administratif, menghilangkan serangkaian generasi pengeran dari kegiatan
pendidikan dan pengalaman keduniaan dan memadai. Para Sultan abad
ketujuh belas tidak memiliki ketajaman penglihatan terhadap realitas dunia
politik di balik intrik harem. Akibatnya, berkuasalah para Sultan yang
tidak cakap dan terbentuknya sebuah otoritas yang menurun secara drastis.
4. Hilangnya kedisiplinan dan loyalitas pasukan Jenisari. Demoralisasi
Jenisari sebgaian disebabkan oleh monopoli kekuasaan negara yang
tercapai melalui pengukuhan kaum budak pada abad enambelas dan
sebagian disebabkan karena merosotnya penghasilan. Semenjak Turki
menghentikan kegiatan ekspansi, maka imperium tersebut juga tidak lagi
menghasilkan harta rampasan. Setelah 1580 M, inflasi, yang disebabkan
karena mengalirnya perabotan perak Amerika, juga mengurangi nilai
pendapatan Turki di dalam sebuah masyarakat yang tidak terdapat
penggantinya. Lantaran gaji militer dan pegawai tidak memadai memaksa
mereka mengambil beberapa tanah proporsial dan menyelewengkan
penghasilan negara untuk kepentingan pribadi mereka.10
5. Faktor yang sama pentingnya adalah penghapusan sistem timar11
secara
bertahap. Sebagaimana pasukan infantri yang diorganisir dan bersenjata
api yang menjadi pasukan andalan, pasukan kavaleri (Sipahi) pun tidak
lagi mampu membendung barisan penembak Jerman. Demikian pula,
sebagaimana mendesaknya kebutuhan negara terhadap uang tunai untuk
9Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, bagian kesatu & Dua, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1999) hlm, 515 10
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, bagian kesatu & Dua, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1999) hlm, 516 11
Istilah Turki untuk menyebut pajak jaminan sebagai jalan untuk mendukung militer
Sultan
48
memenuhi anggaran Jenisari dan untuk memenuhi berbagai kebutuhan
lainnya maka negara mengubah sistem timar menjadi pajak pertanian. Hal
ini memangkas wilayah pedalaman milik pasukan yang setia dan
menimbulakn kekosongan administratif dan otoritas kebijakan di wilayah
pedesaan.12
C. Beberapa Faktor—Langsung—Kegagalan Pengepungan Habsburg
pada 1683 M
1. Pasukan Turki sangat kalah jumlah dengan tentara Habsburg. Davis
memperkirakan bahwa tentara Turki memiliki kekuatan antara 140.000
dan 240.000 orang melawan sebuah garnisun yang tampak kecil dari
11.000 tentara Habsburg dan 5.000 sukarelawan sipil.13
Meskipun
pasukan bantuan yang terdiri dari orang-orang Polandia, Jerman, dan
orang-orang Habsburg berjumlah, menurut Davis, 75.000-80.000
orang kuat, tentara Turki masih menghitung pasukan musuh dengan
faktor antara 1,46: 1 dan 2,64: 114
2. Terlepas dari keunggulan jumlah Turki, mereka memiliki kerugian
taktik yang parah. Tantangan paling mendasar yang melekat dalam
kampanye militer adalah mengamankan berbagai ketentuan. Memang,
tentara mencari makanannya kesana-kemari tapi persediaan amunisi
membutuhkan jalur pasokan dari Ibukota. Istanbul, pusat pasokan,
berjarak sekitar 740 mil dari kota Wina dan terletak di daerah
pegunungan. Lebih jauh lagi, Barker menunjukkan bahwa ―sebagian
besar pria yang berperang adalah tuan tanah feodal dan pelayan yang
terpecah dari pengejaran pertanian normal mereka dan dipaksa untuk
12
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial,.. hlm, 516-517 13
Paul K. Davis Besieged: An Encyclopedia of Great Sieges from Ancient Times to the
Present (Santa Barbara : ABC-CLIO, Inc., 2001) hlm, 139 14
Ibid, hlm, 139
49
mempertahankan diri dengan biaya sendiri‖.15
Dengan demikian,
setiap orang dibatasi oleh situasi ekonomi pribadinya.
3. Gelombang pasang Turki mencapai gerbang kota Habsburg pada tahun
1683 M, gagal karena keputusan perintah yang salah dan kekurangan
internal. Hal ini memungkinkan kebangkitan Habsburg dan sekutu
Polandia mereka untuk merebut kembali provinsi-provinsi di
Hungaria, Podolia, Transylvania, dan sampai batas tertentu, Wallachia,
yang telah lama hilang dari kekuasaan Turki, sementara orang-orang
Rusia dan Venesia juga akan mengukir beberapa kekaisaran. Seperti
halnya orang Turki memasuki tahun 1700-an, jelas bagi kaum Turki
bahwa banyak dari masalah mereka dikaitkan dengan menurunnya
efektivitas kekuatan militer mereka, keduanya berdiri dan provinsi.16
D. Turki Pasca Pengepungan Habsburg 1683 M
Sejarawan Turki, Sillahdar Findiklili Mehmed Agha (1658-1723 M),
menggambarkan pertempuran sebagai kekalahan dan kegagalan yang sangat besar
bagi Kekhalifahan, yang paling membawa malapetaka terjadi sejak pendirian
negara bagian Turki (pada 1299). Turki akhirnya kehilangan 20.000 orang selama
pengepungan, sementara kerugian mereka selama perang dengan pasukan Turki
jumlahnya sekitar 15.000 meninggal (menurut Podhorodecki)17
atau 8000-15.000
meninggal dan 5000 direbut (menurut Tucker). Penyebab dari pasukan bala
bantuan di bawah komando Sobieski adalah lebih kecil, berjumlah sekitar 3500
meninggal dan terluka, termasuk 1300 pasukan Polandia. Perhitungan Tucker
agak lebih besar 4500. Garnisun Habsburg dan rakyat sipil hilang, meski semua
menyebabkan sekitar setengah dari jumlah mereka selama pengepungan.
15
Thomas M.Barker, Double Eagle and Crescent: Vienna’s Second Turkish Siege and Its
Historical Setting. Albany (New York: State University of New York Press, 1967) hlm, 195 16
Mesut Uyar and Edward J. Erickson, A Militery History of Ottoman Empire (England:
ABC-CLIO, 2009) hlm, 81
17
Leszek Podhorodecki, Wiedeń 1683, (Bellona, 2012) hlm, 140–141.
50
Pasukan Liga Suci dan Habsburg mengambil banyak uang jarahan dari
tentara Turki, yang mana Raja Sobieski dengan jelas menggambarkan dalam
sebuah surat kepada istrinya beberapa hari setelah pertempuran:
Milik kita adalah harta yang belum dikenal... tenda, kambing, ketel, dan
tidak ada jumlah yang kecil dari unta... ini merupakan kemenangan yang tidak
pernah ada orang yang tahu sebelumnya... sekarang musuh benar-benar
merusak, segalanya hilang atas ulah mereka. Mereka pasti kabur untuk
keselamatan hidup mereka... jenderal Starhemberg peluk dan cium aku dan
menyebutku penyelamatnya...18
Starhemberg segera memerintahkan perbaikan benteng-benteng yang
rusak parah di Habsburg untuk mencegah kemungkinan adanya serangan balasan.
Namun, ini terbukti tidak perlu. Segera orang-orang Turki melepaskan komandan
mereka yang kalah. Pada tanggal 25 Desember 1683 M, Kara Mustafa Pasha
dieksekusi di Belgrad yang telah disepakati, dengan cara mencekik dengan tali
sutra yang ditarik beberapa orang di setiap ujungnya, atas perintah komandan
Jenisari.
Terlepas dari kemenangan sekutu Kristen, masih ada ketegangan di antara
berbagai komandan dan tentara mereka. Misalnya, Sobieski menuntut agar tentara
Polandia diizinkan untuk memiliki pilihan pertama dari rampasan kamp Turki.
Pasukan Jerman dan Habsburg dibiarkan dengan porsi jarahan yang lebih kecil.19
Juga, orang Saxon Protestan, yang telah tiba untuk membebaskan kota, rupanya
mengalami pelecehan verbal oleh penduduk Katolik di pedesaan Habsburg.
Bangsa Saxon segera meninggalkan pertempuran, tanpa mengambil bagian dalam
pembagian rampasan, dan menolak untuk terus mengejar.20
Sobieski melanjutkan untuk membebaskan Grau dan Hungaria barat laut
setelah Pertempuran Parkany, namun disentri menghentikan usahanya untuk
18
(http://literat.ug.edu.pl/listys/095.htm) Diakses pada sabtu, 26 November 2016 pukul 12.00
19John Stoye, The Siege of Vienna, London (1964) hlm, 175
20Ibid, hlm, 175
51
mengalahkan Turki.21
Charles V membawa Belgrad dan sebagian besar Serbia
pada tahun 1686 M dan membangun kontrol Habsburg atas Hungaria selatan dan
sebagian besar Transylvania Pada tahun 1687 M.
21
S.C. Tucker, A Global Chronology of Conflict, Vol. Two, (Santa Barbara: ABC-CLIO,
LLC, 2010 ISBN 9781851096671) hlm, 663-664
52
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari berbagai pembahasan dan kajian yang sudah dilakukan, maka penulis
berkesimpulan bahwa Turki mengalami kegagalan dalam pengepungan Habsburg
tahun 1683 M.
1. Faktor-Faktor Gagalnya Pengepungan
Gagalnya Turki disebabkan karena tidak berpengalamannya Jenderal Kara
Musthafa Pasha dalam strategi militernya. Selain itu juga ada beberapa hal yang
sangat inti, yakni lemahnya Khalifah Muhmmad IV saat itu. Ia tidak bisa
memerintahkan pasukannya dengan total karena ia sendiri hanya memiliki
kekuasaan yang terbatas. Pada saat yang sama juga, Jenderal Kara Musthafa
terlihat berpikir bahwa Habsburg tidak akan mendapat bantuan dari Polandia
karena mereka sendiri saling bergesekan. Namun nyatanya mereka bergabung dan
membentuk Liga Suci Romawi. Berikut adalah beberapa aspek kegagalan Turki
dalam mengepung Habsburg pada tahun 1683 M :
a) Sultan Muhammad IV yang saat itu memimpin pemerintahan dianggap
tidak tegas dalam memutuskan sebuah permasalahan. Sehingga bawahan
bersikap semena-mena tanpa konfirmasi kepada atasan. Ini meerupakan
buruknya birokrasi saat itu yang memunculkan masalah yang serius.
b) Faktor yang paling menentukan adalah kekacauan yang selalu terjadi di
antara para elit Turki. Sehingga masalah semakin meluas sampai ke
pasukan Jenisari yang meminta untuk dinaikan upahnya. Kebanyakan dari
para prajurit Jenisari adalah pasukan yang memiliki tanah di Istanbul dan
disewakan pada warga setempat.
c) Pada umumnya pemerintahan Turki akan selalu membuat kemajuan dalam
bidang militer. Namun karena kacaunya suasana pemerintahan saat itu
tidak ada perkembangan yang signifikan.
53
d) Beberapa khalifah yang lemah menambah kemunduran dalam bidang
militer Turki.
e) Menurut penulis sendiri menyatakan bahwa kemajuan dan perluasan Turki
di Eropa khususnya karena tidak menyadari musuh terus mengembangkan
dan memajukan bidang militernya.
f) Buruknya hubungan dengan pasukan Tartar yang dipimpin oleh Sultan
Giray. Dalam rapat yang diadakan tenda Turki, Sultan Giray berpendapat
tentang strategi perang, namun sayangnya pendapatnya ditolak oleh
Jenderal Kara Musthafa. Kenyataannya apa yang dikatakan oleh Sultan
Giray terjadi. Pasukan Sobieski menyerang tenda-tenda Turki dari Bukit
Kahlenberg. Kemudian pasukan Sobieski Husar turun dan membantai
semua pasukan Turki.
g) Strategi pengepungan yang buruk. Kara Mushtafa sendiri tidak pernah
menyadari bahwa pasukan John III Sobieski menaiki Bukit Kahlenberg
dan menembakkan meriam ke arah mereka.
Dari beberapa aspek di atas sudah terlihat bahwa kondisi yang saat itu terjadi
tidak hanya dikarenakan masalah praktis. Namun sebelum itu memang sudah
banyak kekacauan yang melanda Turki. Akhir pemerintahan Turki setelah
meninggalnya Sultan Sulaiman I adalah masa stagnan. Meskipun banyak beberapa
penaklukan. Namun pemberontakan makin banyak sehingga khalifah-khalifah
yang lemah tidak akan mampu menangani permasalahannya kecuali sedikit.
Dalam pemerintahan tentu sudah ditegaskan bahwa pemimpin yang cakap, adil,
dan tegas akan membawa kesejahteraan bagi rakyatnya.
Dalam hal ini penulis sudah memahami sepenuhnya bahwa hal yang paling
penting adalah Kegagalan pengepungan ibukota Habsburg, Wina pada 1683 M
yang dampaknya begitu besar bagi kemuduran Turki. Dan kemuduran terus
berlanjut hingga Khalifah Turki hilang dari muka bumi.
2. Dampak Kegagalan Pengepungan
54
Kemudian setelah Turki gagal maka tentu ada akibatnya. Dampaknya begitu
hebat dan sedikit demi sedikit mengembalikan kekuasaan Turki pada awal
pemerintahan Turki. Sebenarnya jumlah korban di pihak Turki tidak terlalu besar
dibandingkan dengan jumlah korban di pihak musuh. Namun yang perlu
diperhatikkan adalah ketika pengepungan Habsburg gagal pada tahun 1683 M
maka dengan segera bangsa Eropa bagian Timur membentuk Liga Suci Romawi
yang dibentuk oleh Paus Innocent IX. Tujuannya adalah membersihkan dataran
Eropa dari pasukan Muslim. Maka dari awal tahun itulah menjadi bencana besar
bagi Turki.
Habsburg bergerak menuju Hungaria dan berhasil menaklukkan kota Buda
dan Utara Hungaria pada tahun 1684 dan 1685 M dengan pertahanan yang rapuh.
Berikutnya Buda ditakukkan pada tahun 1686 M. Setelah semua kekalahan yang
dialami Turki tersebut, para Ulama dan Perdana Menteri baru sepakat untuk
menurunkan Khalifah Muhammad IV dan mengangkat saudaranya, Sulaiman II,
sebagai Khalifah pengganti. Ada beberapa dampak yang besar dan
berkepanjangan setelah kekalahan Turki pada tahun 1683 M.
Tahun 1699 M, perjanjian Carlowitz disepakati di Serbia. Turki dipaksa untuk
menyapakati perjanjian tersebut. Berikut isi perjanjiannya :
Kota Azov ke tangan Rusia
Hungaria ke tangan Habsburg, lalu terjadi kesepakatan damai bersama
Kerajaan Habsburg selama 25 tahun
Ukraina dan Podolia ke tangan Polandia
Dalmatia dan beberapa pulau di laut Aegean ke tangan Venice
Perjanjian ini merupakan perajanjian yang sangat menyedihkan bagi Turki
setelah sebelumnya perjanjian selalu menguntungkan pihak Turki. Berangsur-
angsur Kekhalifahan Turki kehilangan semua pendudukan di Eropa Timur hingga
menyisakan Istanbul pada tahun 1922 M.
55
3. Kondisi Militer dan Politik Turki
Pada masa Sultan Muhammad IV, praktis kepemimpinan berada di bawah
perdana menterinya. Sultan hanya menjadi bayangan saja tak lebih dari wayang
yang dikendalikan oleh dalang. Awal kemunduran militer dipicu oleh kekacauan
politik di dalam tubuh Kerajaan Turki kemudian permasalahan semakin melebar
dan merembet ke militer, sosial, dan ekonomi. Kacaunya dunia politik saat itu
ditandai dengan Khalifah yang diangkat oleh pasukan Jenisari. Mereka mampu
meminta apapun kepada Sang Sultan. Khalifah hanya sebagai simbol kerajaan tak
lebih. Perubahan ini bermula dari kemerosotan kapasitas-kapasitas pejabat negara
pusat. Penurunan sejumlah Sultan secara langsung dari beberapa urusan
kenegaraan dan kebiasaan para pangeran muda yang terbelenggu dengan harem
dan yang menghalangi mereka dari keterlibatan secara aktif dalam jabatan
kemiliteran dan administratif, menghilangkan serangkaian generasi dari kegiatan
pendidikan dan pengalaman keduniaan. Para Sultan abad ketujuh belas tidak
memilki ketajaman penglihatan terhadap realitas dunia politik di balik intrik
harem. Akibatnya berkuasalah para Sultan yang tidak cakap dan terbentuknya
sebuah otoritas yang menurun secara drastis.
Dalam dunia militer sendiri tidak beda jauh dengan keadaan Politik Internal
Turki saat itu. Pasukan Jenisari bertindak semaunya. Bahkan ketika pasukan Turki
tidak melakukan tugasnya atau dalam masa bebas. Maka mereka sibuk mabuk-
mabukan, bermain dengan harem, mencuri, dan melakukan pungli terhadap para
pedagang di pasar. Pasukan elit Turki dalam masa demoralisasi secara besar-
besaran.
Sudah kita ketahui sebelumnya, bahwa kemajuan bidang militer Turki
mengalami kemandekan karena faktor politik dan ekonomi saat itu. Turki
mengalami masa stagnan dengan dimulainya kekacauan di bidang militer. Tidak
ada perkembangan militer yang berarti. Masalah paling penting dari awal
kegagalan pengepungan adalah Turki sedang menuju kehancuran dan kekacauan
56
dan sebaliknya pihak musuh sedang merencanakan hal yang sangat besar untuk
menhancurkan Turki. Pasukan kristen bersatu dengan semangat yang merasa terus
didzolimi oleh Turki. Satu demi satu Polandia, Habsburg, Hungaria, Venesia,
bergabung dan menamakan diri mereka pasukan Liga Suci. Mereka disatukan
oleh Paus Innocent IX yang sudah mengetahui rencana Turki selanjutnya. Bisa
kita lihat di sini yakni yang paling menyebabkan gagalnya pengepungan Turki
terhadap Habsburg pada tahun 1683 M adalah ketidaksadaran akan ancaman
musuh di seberang sana. Mereka sedang membangun militer yang sangat besar
diitambah semangat yang sangat bersemangat mengusir pasukan Muslim di bumi
Eropa. Tidak sepenuhnya kegagalan Turki disebabkan oleh Turki sendiri. Ada
faktor lawan yang sedang mengalami awal masa keemasan dan kegemilangan.
B. Saran
Penulis dengan bangga mampu menulis Skrips tentang kajian Turki.
khususnya untuk wilayah Eropa Timur. Untuk referensi mungkin agak sedikit
sulit menemukan sumber primernya. Karena sumbernya bisa sekitar abad 12
sampai 17 Masehi. Penulis menyarankan bagi para pegiat Skripsi yang akan
mengkaji Sejarah Islam di Eropa agar mencari referensi terkait Turki dalam
penaklukkan Eropa Timur dan diperbanyak sumbernya di Fakultas ataupun di
Perpustakaan Utama. Karena sangat sedikit sumber Turki yang membahas
penaklukkan di Eropa Timur. Padahal kita tahu bahwa pasukan Islam mampu
memperluas wilayahnya sampai ke Habsburg (Gerbang terkahir Eropa Timur).
Agar mudah dipahami maka penulis akan memaparkan poin-poin saran yang perlu
diperhatikan :
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini jauh dari sempurna dan dengan
begitu penulis menyarankan kepada para peneliti selanjutnya agar
mampu menulisnya dengan gamblang dan memudahkan para pembaca
dalam memahaminya.
Penulis menyarankan agar sumber-sumber terkait Turki dan Islam di
Eropa diperbanyak.
57
Penulis menyarankan bagi para peneliti selanjutnya, buatlah Skripsi
dengan referensi yang mumpuni. Bila perlu perbanyaklah referensi
sumber primernya. Karena itu akan membuat penulisan skripsi
menjadi semakin bernilai tinggi.
Turki merupakan lambang kejayaan Islam di Barat yang sukses.
Dengan berbagai penaklukan sampai sekarang. Serbia, Ceko, Belgia,
Bulgaria, Rumania dll merupakan kajian yang sangat jarang dilakukan
oleh Mahasiswa atau peneliti. Penulis menyarankan bagi para peneliti
selanjutnya agar membahas Islam di Eropa Timur. Penulis berpendapat
bahwa kajian Islam di Eropa Timur sangat menarik karena masih
jarang umat muslim yang mengkajinya.
58
Daftar Pustaka
A. Sumber Primer
http://literat.ug.edu.pl/listys/095.htm
B. Sumber Sekunder
A Member of Taylor and Francis Group, A Political Chronology of The Middle
East (London: Taylor & Francis e-Library, 2005)
Abdul Hadi, Jamal, Wafa Muhammad Raf’at Jumat, dan Ali Ahmad Lin, Al-
Daulat Al-Utsmaniyyah (Darul Wafa : Cet I 1414 H/1994 M)
Aizid, Rizem, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, (Yogyakarta : Diva Press,
2015)
A. Wohlrabe and Werner Krusch, Raymond, The Land and People of Austria,
Portratits of Nations Series, (Philadelpia & New York: J.B Lippincot
Company, 1956)
Agoston, Gabor dan Bruce Master, Encyclopedia of The Ottoman Empire, (New
York: Facts on File, 2009)
Andi Bastoni, Hepi, Sejarah Para Khalifah, (Jakarta : Al-Kautsar, 2008)
Ash-Shalabi, Ali Muhammad, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah,
diterjemahkan oleh Samson Rahman (Jakarta : Pustka al-Kautsar, 2004)
Ashraaf, Yusuf, Tarikh Salathin Ali Utsman, ditahkiq oleh Bassam al-Jabi,
(Daarul Bashair, Cetakan II : 1405 H/1985 M)
Bakri, Syamsul, Peta Sesjarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Fajar Media
Press, 2011)
59
Barker, Thomas M, Double Eagle and Crescent: Vienna’s Second Turkish Siege
and Its Historical Setting. Albany (State University of New York Press,
1967)
Brook-Sheperd, Gordon, The Austrians: A Thousand-Year Odyseey (New York:
Carroll & Graf Publisher 1998)
Davis, Paul K, Besieged: An Encyclopedia of Great Sieges from Ancient Times to
the Present (Santa Barbara : ABC-CLIO, Inc., 2001)
Farid Beik, Muhammad, Tarikh al-Daulah al-Aliyah al-Utsmaniyah, ditahkiq oleh
Dr.Hasan Haqqi (Darun Nafais, cetakan VI, 1407 H/1988 M)
Faroqhi, Suraiya, The Ottoman Empire and The World Around it (London: IB
Tauris, 2004)
Finkel, Caroline, Osman’s Dream, (New York: Basic Book Published, 2006)
Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah, diterjemahkan oleh Nugroho Notosusanto,
(Jakarta: UI-Press, 1985)
Hamka, Sejarah Umat Islam (Edisi Baru), (Singapore: Pustaka Nasional Pte Ltd
Singapore, 2001)
Hitti, Philip K, History of The Arabs, diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman
Yasin
dan Dedi Slamet Riyadi, (Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta, 2010)
Hasan, Masudul, History of Islam,Revised Edition, Vol II, (India: Adam
Publisher, 1995)
Hasun, Ali, Tarikh Al-Daulat Al-Utsmaniyyah, (Al-Maktab Al-Islami, cet III 1415
H/1994 M)
60
Ibrahim, Qasim A. dan Muhammad A. Shaleh, Buku Pintar Sejarah Islam, Jejak
Langkah Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini,
diterjemahkan oleh Zainal Arifin, (Jakarta : Penerbit Zaman, 2014)
Johnson, Lonnie, Introducing Austria: A Short History (Riverside, California,
USA: Ariadne Press 1989)
Kia, Mehrdad, The Ottoman Empire, (United States of America: Greenwood
Press, 2008)
Lapidus, Ira M, Sejarah Sosial Umat Islam, bagian kesatu & Dua, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 1999)
Nurhakim, Moh, Jatuhnya Sebuah Tamaddun: Menyingkap Sejarah
Kegemilangan dan Kehancuran Imperium Khalifah Islam, (Jakarta:
Kementrian Agama Republik Indonesia, 2012)
Palmer, Alan, The Decline and Fall of The Ottoman Empire, (United States of
America: Barnes & Noble Books, 1994)
Podhorodecki, Leszek, Wiedeń 1683, (Bellona, 2012)
al-Rasyidi, Salim, Muhammad al-Fatih, (Jeddah: Al-Irsyad, cetakan III, 1410
H/1989 M)
Runciman, Steven, The Fall of Constantinople 1453 (Cambridge: Cambridge
University Press)
Safra, Jacob E & Ilan Yeshua, The New Encylopaedia Britanica, Vol 14 (Chicago,
USA 2002)
Shaw, Stanford, History of The Ottoman Empire and Modern Turkey, Vol I:
Empire of The Gazis: The Rise and Decline of The Ottoman Empire, 1280-
1808, (New York: Cambridge University Press,1976)
Siyaghi, Ismail, Al-Daulat Al-Utsmaniyyah Fi Tarikh Al-Islami Al-Hadits,
(Maktabah Al-Abaikan, 1416 H/1996 M)
61
Soejono dan Abdurrahman, Metode Penelitian, Suatu Pemikiran dan Penerapan
(Jakarta: Rineka Cipta dan Biana Adikarsa, 2005)
Stoye, John, The Siege of Vienna, (London: Collins, 1964)
Syalabi, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam: Imperium Turki Utsmani,
(Jakarta: Kalam Mulia, 1988)
Tim Penyusun Panduan Akademik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politiik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Panduan
Penyusunan Proposal & Penulisan Skripsi, (Jakarta, 2012)
Tucker, S.C, A Global Chronology of Conflict, Vol. Two, (Santa Barbara: ABC-
CLIO, LLC, 2010 ISBN 9781851096671)
Uyar, Mesut and Edward J. Erickson, A Militery History of Ottoman Empire
(England: ABC-CLIO, 2009)
Wheatcroft, Andrew, The Enemy at The Gate: Habsburgs, Ottomans and The
Battle For Europe, (United States of America: Basic Books, 2009)
al-Yusuf, Abdul Qadir Ahmad, ‘Alaqaat Baina Al-Syarq wa Al-Gharib Baina Al-
Qaramain Al-Hadi Al-Asyar wa Al-Khamis ‘Asyar, (Lebanon : Al-
Maktabah Al-‘Ashriyyah, 1969)
62
LAMPIRAN
Contoh surat dari Muslim Andalusia kepada Sultan Bayazid.
“Andaikata mata tuan melihat bagaimana kondisi kami
Pastilah mata tuan akan berlinang dengan curahan air mata
Wahai alangkah sengsaranya kami yang sedang ditimpa
Bencana, cobaan, dan pakaian kehina-dinaan dimana-mana
Kami meminta kepadamu wahai tuan, dengan nama Allah Tuhan kita
Dan dengnan nama Rasulullah Rasul pilihan dan makhluk terbaik
Kami harap tuan melihat pada kami dan yang menimpa kami
Semoga Tuhan Arasy mendatangkan karunia rahmat-Nya
Ucapanmu didengarkan, dan perintahmu akan dilaksanakana
Dan apa yang kau ucapkan akan cepat menjadi kenyataan
Agama kristen awalnya berada di bawah kekuasaanmu
Oleh sebab itulah dia datang ke segenap penjuru
Dengan nama Allah, wahai tuan, curahkan pada kami keutamaan
Atas kami, dengan pandangan, atau ucapan yang mengalahkan
Tuan adalah pemilik keutamaan, kebaikan dan ketinggian
Pembantu hamba-hamba Allah yang menderita cobaan.”1
1Ali Muhammad Ash-Shalabi, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah,. hlm. 233
63
GENEALOGY KERAJAAN TURKI UTSMANI
NO NAMA RAJA TAHUN PENGANGKATAN
1 UTSMAN I 1281 M2/1299 M3
2 ORHAN (URKHAN) 1326 M
3 MURAD I 1359 M
4 BAYAZID I 1389-1401 M
PERALIHAN KEKUASAAN 1402 M
5 MUHAMMAD I 1403 M/1413 (penguasa tunggal)
6 MURAD II 1421 M
7 MUHAMMAD II 1444 M
8 MURAD II (menjabat kedua kalinya) 1446 M
9 MUHAMMAD II(menjabat kedua kalinya)
1451 M
10 BAYAZID II 1481 M
11 SALIM I 1512 M
12 SULAYMAN AGUNG I 1520 M
13 SALIM II 1566 M
14 MURAD III 1574 M
15 MUHAMMAD KHAN III 1595 M
16 AHMAD I 1603 M
17 MUSTHAFA I 1617 M
18 UTSMAN II 1618 M
19 MUSTHAFA I (menjabat kedua kalinya)
1622 M
20 MURAD IV 1623 M
21 IBRAHIM 1640 M
22 MUHAMMAD IV 1648 M
23 SULAYMAN II 1687 M
24 AHMAD II 1691 M
25 MUSTHAFA II 1695 M
26 AHMAD III 1703 M
27 MAHMUD I 1730 M
28 UTSMAN III 1754 M
29 MUSTHAFA III 1757 M
30 ABD HAMID I 1774 M
2Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, (Yogyakarta : Diva Press, 2015) hlm,
339 3Philip K. Hitti, History of The Arabs, (Jakarta : Serambi, 2002) hlm, 905
64
31 SALIM III 1789 M
32 MUSTHAFA IV 1807 M
33 MAHMUD II 1808 M
34 ABD AL-MAJID I 1839 M
35 ABD AL-AZIZ 1861 M
36 MURAD V 1876 M
37 ABD AL-HAMID II 1876 M
38 MUHAMMAD V RASHAD 1909 M
39 MUHAMMAD VI WAHID AL-DIN 1918 M
40 ABDUL MAJID II 1914-1922 M4
Sumber : Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, (Yogyakarta : Diva
Press, 2015)
4Tahun 1914 M sampai runtuhnya Khilafah Turki pada tahun 1922 M dan menjadi Republik
Turki secara resmi pada tahun 1923 M
65
Benteng Kerajaan Wina Habsburg5
Sumber : Andrew Wheatcroft, The Enemy at The Gate: Habsburgs, Ottoman and The
Battle For Europe, (United States of America: Basic Books, 2009)
5Andrew Wheatcroft, The Enemy at The Gate: Habsburgs, Ottoman and The Battle For
Europe, (United States of America: Basic Books, 2009) hlm PS9 (Photo Section)