Download - Kegiatan Pelaksanaan Proyek
STANDARD OPERATING PROCEDURE PENGAWASAN PELAKSAAN PEKERJAAN
DIBUAT OLEH :
1. FRENGKI RONSUMBRE NIM. 21010113420056
2. MUJI SISWATI NIM. 21010113420058
3. RAYMOND BENARDUS MUNTHE NIM. 21010113420049
4. WAHYUDIN NIM. 21010113420054
TUGAS
MANAJEMEN OPERASI DAN PEMELIHARAAN
Ir. Irawan Wisnu W., MS
PROGRAM PASCA SARJANA
MAGISTER MANAJEMEN REKAYASA INFRASTRUKTUR
TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 1
1. ACUAN
a) Undang Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan;
b) Undang Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi;
c) Undang Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;
d) Undang Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
e) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
f) Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1985 tentang Jalan;
g) Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran
Masyarakat Jasa Konstruksi;
h) Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi;
i) Peraturan Pemerintah No 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan
Jasa Konstruksi;
j) Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah;
k) Keputusan Menteri Kimpraswil No. 369/KPTS/M/2001 Pedoman Pemberian
Izin Usaha Jasa Konstruksi Nasional; l) Keputusan Menteri Kimpraswil No.
339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi
oleh Instansi Pemerintah;
m) Keputusan Menteri Kimpraswil No. 257/KPTS/M/2004 tentang Standar Dan
Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi;
n) Keputusan Menteri Kimpraswil No. 362/KPTS/M/2004 tentang Sistem
Manajemen Mutu Konstruksi Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah;
o) Surat Edaran Menteri Kimpraswil No. 02/SE/M/2001 tentang Tata Cara
Penilaian Hasil Evaluasi serta Sanggahan dalam Pengadaan Barang dan Jasa
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 2
diatas Lima Puluh Milyar rupiah;
p) Surat Edaran Menteri Kimpraswil No.IK0106-Mn/66 Sertifikasi Badan Usaha
Jasa Konstruksi Dalam Rangka Pengadaan yang dilaksanakan Instansi
Pemerintah Tahun Anggaran 2002.
2. DEFINISI PROYEK
Proyek adalah suatu kegiatan investasi yang menggunakan faktor-faktor
produksi untuk menghasilkan barang dan jasa yang diharapkan dapat memperoleh
keuntungan dalam suatu periode tertentu (Bappenas TA-SRRP, 2003).
Sedangkan arti kata manjemen yaitu pengelolaan, hal ini menunjukkan bahwa
manajemen proyek adalah merupakan tata cara/dan atau pengelolaan proyek yang
terdiri dari kegiatan investasi yang menggunakan faktor-faktor produksi atausumber
daya (manusia, material, peralatan, keuangan, metode/teknologi) untukmenghasilkan
barang/jasa yaitu berupa konstruksi jalan dan jembatan, yangdiharapkan ada
keuntungan yang didapat dari pemanfaataan jalan dan jembatan sebagai sarana
perhubungan darat atau transportasi yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat
tinggi dalam periode tertentu yaitu selama umur rencana / efektif konstruksi jalan dan
jembatan.
Maka dalam pelaksanaan proyek, bagi para penyelenggara proyek terutama
pelaksana/pemborong hendaknya dapat melaksanakan tugas secara professional
dalam menyediakan seluruh faktor-faktor produksi atau sumber daya yang diperlukan
oleh suatu proyek, untuk memenuhi maksud dan tujuan proyek secara sukses yaitu
dicapainya standar mutu yang disyaratkan, biaya dan waktu yang telah ditetapkan.
Proyek dalam pelaksanaannya sering terjadi masalah baik teknis maupun administrasi
yang pada akhirnya proyek tidak dapat selesai sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan dalam kontrak. Salah satu penyebab umum dari kesulitan dalam
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 3
melaksanakan proyek adalah kurang dipahaminya proyek itu sendiri secara benar
sehingga tidak dapat memperhitungkan secara teliti dan tepat semua faktor-faktor
produksi/sumber daya proyek yang diperlukan untuk menentukan secara pasti waktu
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek, dalam hal ini proyek adalah
pelaksanaan konstruksi jalan dan jembatan.
Di Indonesia yang mempunyai dua musim yaitu musim kemarau dan musim
penghujan akan sangat mempengaruhi waktu pelaksanaan konstruksi yang harus
diperhitungkan, terutama pekerjaan jalan dan jembatan yang sangat rawan
dilaksanakan pada musim hujan. Hal ini akan menuntun kearah situasi yang tidak
menguntungkan apabila ternyata musim hujan tidak sesuai yang diperkirakan maka
waktu penyelesaian proyek dapat terganggu. Apapun alasannya perpanjangan waktu
pelaksanaan konstruksi harus dihindarkan, kecuali memenuhi alasan yang dapat
diterima sesuai dengan kontrak (pekerjaan tambah, perubahan desain, keadaan diluar
kehendak seperti bencana alam, dan sebagainya).
Pada suatu penyelenggaraan proyek, untuk mencapai tujuan proyek dilakukan
pendekatan yang disebut manajemen proyek, yaitu penentuan cakupan dan tahapan-
tahapan kegiatan proyek serta peranan/tugas penyelenggara proyek menyangkut hak
dan kewajiban antara pengguna jasa dan penyedia jasa.
Penerima hak kontrak jasa pelaksanaan konstruksi sebagai penyedia jasa akan
melakukan koordinasi menyiapkan kebutuhan sumber daya konstruksi meliputi
keuangan/dana, manusia/tenaga kerja/ahli, material, peralatan dan menyusun metoda
kerja.
Umumnya pimpinan pelaksana yang ditugaskan dilapangan telah
berpengalaman melaksanakan pekerjaan konstruksi, tetapi tidak berarti bahwa sudah
menguasai manajemen proyek secara menyeluruh dan mendetail, menganalisa secara
teliti setiap kegiatan dan kesulitan pelaksanaan konstruksi jalan dan jembatan.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 4
Adapun hubungan antara masing-masing kegiatan dan fungsi dapat
digambarkan merupakan suatu hubungan siklus manajemen proyek sebagai berikut:
Gambar 1.0 Hubungan siklus manajemen proyek/konstruksi
Keterangan gambar:
P = planning; perencanaan/rencana kerja
O = organizing; organisasi kerja
A = actuating; pelaksanaan pekerjaan
C = controlling; kontrol/pengendalian kerja
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 5
3. URUTAN PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN
a) biasanya dalam kontrak mensyaratkan bahwa kegiatan pelaksanaan proyek harus
diselesaikan secara berurutan sesuai dengan tahapan kegiatan dalam mencapai
sasaran proyeK seperti contoh spesifikasi dibawah ini:
b) lingkup dan urutan kegiatan pekerjaan dapat dijelaskan secara diagram seperti
gambar di bawah ini:
survei lapangan termasuk peralatan pengujian yang diperlukan dan penyerahan laporan oleh kontraktor.
30 hari setelah pengambilalihan lapangan oleh kontraktor
peninjauan kembali rancangan oleh Direksi Pekerjaan selesai
60 hari setelah pengambilalihan lapangan oleh kontraktor, walau keluarnya detail pelaksanaan dapat bertahap setelah tanggal ini.
pekerjaan pengembalian kondisi perkerasan dan bahu jalan selesai.
60 hari setelah pengambilalihan lapangan oleh kontraktor
pekerjaan minor pada selokan, saluran air, galian dan timbunan, pemasangan perlengkapan jalan dan pekerjaan pengembalian kondisi jembatan.
90 hari setelah pengambilalihan lapangan oleh kontraktor
Pekerjaan drainase selesai.
Sebelum dilaksanakan kegiatan overlay
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 6
Gambar 1.1 Lingkup dan urutan pekerjaan konstruksi jalan dan jembatan
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 7
Gambar 1.2 Bagan Alir Pelaksanaan Konstruksi Jalan
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 8
Gambar 1.3 Bagan Alir Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 9
4. SUMBER DAYA MANUSIA KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN
Sumber daya manusia untuk pekerjaan konstruksi dibutuhkan kemampuan
profesi keterampilan dan keahlian kerja seseorang di bidang jasa konstruksi, menurut
disiplin keilmuan dan atau keterampilan (untuk tenaga terampil) dan atau kefungsian
dan atau keahlian (untuk tenaga ahli) tertentu. Oleh karena itu tenaga kerja untuk
pelaksanaan konstruksi jalan dan jembatan perlu dilakukan sertifikasi keterampilan
kerja dan sertifikasi keahlian kerja, seperti ahli pengawas dan ahli pelaksana konstruksi
jalan dan jembatan.
Tenaga kerja yang dianggap mampu bekerja setelah dilakukan klasifikasi dan
kualifikasi bidang konstruksi jalan dan jembatan akan diberikan tanda bukti pengakuan
berupa sertifikat atas kompetensi dan kemampuan profesi keterampilan kerja dan
keahlian kerja orang perseorangan di bidang jasa konstruksi menurut disiplin keilmuan
dan atau keterampilan dibidang pelaksanaan konstruksi jalan dan jembatan. Sertifikat
klasifikasi dan sertifikat kualifikasi akan secara berkala diteliti/dinilai kembali oleh
lembaga yang deserahi wewenang melakukan sertifikasi.
Tenaga teknik dan atau tenaga ahli yang berstatus tenaga tetap pada suatu badan
usaha, dilarang merangkap sebagai tenaga tetap pada usaha orang perseorangan atau
badan usaha lainnya di bidang jasa konstruksi yang sama (PP No. 28/2000 pasal 11
ayat 2). Selengkapnya ketentuan Sertifikasi Keterampilan Kerja dan Sertifikasi
Keahlian Kerja tenaga kerja konstruksi sesuai dengan PP No. 28/2000 pasal 15 sebagai
berikut:
a) tenaga kerja konstruksi harus mengikuti sertifikasi keterampilan kerja atau
sertifikasi keahlian kerja yang dilakukan oleh lembaga, yang dinyatakan
dengan sertifikat;
b) sertifikat keterampilan kerja diberikan kepada tenaga kerja terampil yang telah
memenuhi persyaratan berdasarkan disiplin keilmuan dan atau keterampilan
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 10
tertentu;
c) sertifikat keahlian kerja diberikan kepada tenaga kerja ahli yang telah
memenuhi persyaratan berdasarkan disiplin keilmuan dan atau kefungsian
dan atau keahlian tertentu;
d) sertifikat keterampilan kerja dan sertifikat keahlian kerja secara berkala
diteliti/dinilai kembali oleh lembaga;
e) pelaksanaan sertifikasi dapat dilakukan oleh asosiasi profesi atau institusi
pendidikan dan pelatihan yang telah mendapat akreditasi dari lembaga.
Tenaga terampil/ahli yang perlu dilengkapi dengan sertifikat
keterampilan/keahlian dan disyaratkan pada kontrak konstruksi jalan dan jembatan,
antara lain:
a) Jabatan personil pekerjaan jalan:
1. General Superintendent
2. Highway Engineer
3. Material Engineer
Pekerjaan jembatan :
1) General Superintendent
2) Bridge Engineer
b) Persyaratan pendidikan personil:
Persyaratan minimum pendidikan dapat disesuaikan dengan kebutuhan pada
beberapa kontrak diberlakukan syarat minimum pendidikan sarjana muda atau
yang sederajat didang teknik sipil.
c) Persyaratan pengalaman kerja personil:
1) pekerjaan konstruksi jalan :
persyaratan minimum pengalaman kerja pada jabatan yang sama
(similar position) dapat disesuaikan dengan kebutuhan, pada
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 11
beberapa kontrak diberlakukan syarat minimum, sebagai berikut:
1) 3 tahun untuk General Superintendent
2) 2 tahun untuk Highway Engineer
3) 2 tahun untuk Material Engineer
persyaratan minimum pengalaman kerja pada pekerjaan yang
sama(similar work) dapat disesuaikan dengan kebutuhan, pada
beberapa kontrak diberlakukan syarat minimum, sebagai berikut:
1) 6 tahun untuk General Superintendent
2) 5 tahun Highway Engineer
3) 5 tahun Material Engineer
2) Pekerjaan konstruksi jembatan
persyaratan minimum pengalaman kerja pada jabatan yang sama
(similar position) dapat disesuaikan dengan kebutuhan, pada
beberapa kontrak diberlakukan syarat minimum, sebagai berikut:
1) 3 tahun untuk General Superintendent
2) 2 tahun untuk Bridge Engineer
persyaratan minimum pengalaman kerja pada pekerjaan yang sama
(similar work) dapat disesuaikan dengan kebutuhan, pada beberapa
kontrak diberlakukan syarat minimum, sebagai berikut:
1) 6 tahun untuk General Superintendent
2) 5 tahun Bridge Engineer
Adapun secara umum tenaga kerja terampil untuk pekerjaan Jalan dan
Jembatan dapat dikelompokan biasanya antara lain :
a) tenaga yang langsung bekerja dalam konstruksi
1) kepala pelaksanan;
2) pelaksana dan pekerja pekerjaan jalan;
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 12
3) pelaksana dan pekerja pekerjaan jembatan;
4) pelaksana dan pekerja pekerjaan tanah;
5) pelaksana dan pekerja pekerjaan struktur beton dan jembatan;
6) pelaksana dan pekerja base camp;
7) kepala mekanik dan pekerja operator alat-alat berat dan sopir, dll.
b) tenaga yang membantu pada kegiatan pengujian kualitas pekerjaan:
1) kepala dan pekerja survey/pengukuran;
2) kepala dan pekerja pengujian/laboratorium;
3) bagian supervisi/inspeksi intern manajemen.
c) tenaga yang membantu pada kegiatan umum dan administrasi, pengadaan dan
keuangan proyek :
1) kepala dan staf administrasi personalia;
2) kepala bagian keuangan/akuntan dan staf administrasi keuangan;
3) kepala bagian dan staf hukum/hubungan masyarakat;
4) kepala bagian dan staf logistik;
5) kepala bagian dan personil pengamanan;
6) kepala bagian dan staf kesehatan/keselamatan kerja.
d) Sedangkan tenaga kerja konstruksi yang dimasukan dalam diperhitungan harga
satuan pekerjaan konstruksi jalan dan jembatan, biasanya antara lain:
1) pekerja;
2) tukang;
3) mandor;
4) operator;
5) pembantu operator;
6) sopir;
7) pembantu sopir;
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 13
8) mekanik;
9) pembantu mekanik;
10) kepala tukang.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 14
5. TAHAP AWAL PELAKSANAAN KEGIATAN FISIK
5.1. MOBILISASI DAN DEMOBILISASI
1. Ruang Lingkup
Pekerjaan ini meliputi pekerjaan pengiriman dan penarikan kembali semua
sumber daya, tenaga kerja, bahan, peralatan, perlengkapan dan lain-lain untuk
mendukung kegiatan pelaksanaan pekerjaan.
2. Mobilisasi
2.1 Mobilisasi terdiri dari pekerjaan persiapan dan pelaksanaan, termasuk
tapi tidak terbatas pada kebutuhan-kebutuhan untuk mobilisasi personil,
peralatan, pemasokan dan suplemen lainnya yang diperlukan ke lokasi
proyek, untuk pembangunan kantor, gudang dan fasilitas lainnya yang
diperlukan untuk bekerjaa di proyek, dan untuk seluruh pekerjaan dan
operasi lainnya yang harus dilakukan atau biaya yang diperlukan sebelum
mulai berbagai item pekerjaan kontrak di lokasi proyek.
2.2 Mobilisasi adalah pengiriman ke lokasi pekerjaan sumber daya yang
dibutuhkan untuk pelaksanaan pekerjaan.
2.3 Mobilisasi selesai bila kontraktor dapat melaksanakan dan diterima oleh
Konsultan mengenai kebutuhan masing-masing persyaratan yang terkait
yang disebutkan dalam kontrak.
3. Demobilisasi
3.1 Demobilisasi mencakup penyiapan pengajuan yang diperlukan sebelum
pengakhiran pekerjaan. Demobilisasi adalah penarikan kembali dari
lokasi pekerjaan sumberdaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan
pekerjaan.
3.2 Demobilisasi akan dianggap selesai jika seluruh peralatan, bahan,
personil, atau lainnya milik kontraktor telah dikeluarkan dari lokasi
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 15
proyek, dan persyaratan-persyaratan pekerjaan sebagaimana diatur dalam
kontrak telah dipenuhi.
5.2. SURVEI
1. Ruang Lingkup
Pekerjaan ini meliputi survei penelitian hasil desain konstruksi, survei
topografi, survei utilitas, penyelidikan tanah, survei hidrologi dan hidrolika dan
lain-lain yang dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan pekerjaan.
2. Survei Penelitian Hasil Desain Konstruksi
2.1 Sebelum pekerjaan dimulai, kontraktor wajib melakukan penelitian
terhadap desain konstruksi yang terdapat dalam kontrak.
2.2 Bila terdapat hal-hal yang meragukan dalam desain konstruksi,
Kontraktor harus berkoordinasi dengan Konsultan Perencana, Konsultan
dan PPK.
2.3 Perbaikan terhadap desain (review desain) diusulkan oleh Kontraktor
oleh PPK untuk mendapat persetujuan.
3. Survei Topografi
3.1 Kontraktor harus mengadakan pengukuran-pengukuran serta pemasangan
patok-patok yang diperlukan untuk pekerjaan pembangunan dan
bertanggung jawab penuh atas kebenaran dan ketepatan pengukuran
tersebut sehingga dapat dijadikan benchmark sebagai titik acuan elevasi
dan posisi bangunan. Patok-patok serta tanda harus dijaga sedemikian
rupa sehingga kedudukannya tetap serta tidak terganggu selama
pekerjaan berlangsung.
3.2 Kesalahan-kesalahan terjadi sebagai akibat kelalaian didalam
menentukan ukuran selama pelaksanaan menjadi tanggung jawab
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 16
Kontraktor sepenuhnya. Oleh karena itu sebelum pelaksanaan dimulai
kontraktor diwajibkan mengadakan pemeriksaan menyeluruh terhadap
gambar-gambar dan ketentuan yang ada.
4. Survei Utilitas
4.1 Kontraktor sebelum melaksanakan pekerjaan harus melakukan survei
utilitas yang berada dilokasi pekerjaan.
4.2 Kontraktor sebelum mengadakan pekerjaan harus berkoordinasi dengan
tim direksi/PPK untuk mengetahui kondisi utilitas yang ada dilokasi
pekerjaan.
4.3 Hasil survey harus dibuat dokumentasi yang baik sebagai alat kerja.
5. Penyelidikan Tanah
5.1 Kontraktor sebelum melaksanakan pekerjaan harus melakukan penelitian
terhadap hasil penyelidikan tanah yang digunakan dalam proses desain.
5.2 Jika terdapat hal – hal yang belum diperhitungkan atau meragukan,
Kontraktor dapat melakukan penyelidikan tanah tambahan.
5.3 Dalam melakukan penyelidikan tanah, Kontraktor harus mendapat
persetujuan dari Konsultan dan PPK.
6. Survei Hidrologi dan Hidrolika
Kontraktor harus melakukan survei hidrologi dan Hidrolika untuk memastikan
bahwa akibat yang timbul selama pelaksanaan pekerjaan tidak menimbulkan
dampak negative seperti banjir, penyumbatan dan lain-lain.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 17
5.3 RUANG KERJA
1. Ruang Kerja (Right Of Way)
1.1 Ruang kerja akan menjadi lahan sementara atau permanen untuk
melaksanakan pekerjaan. Konsultan harus menentukan lebar efektif dan
batas-batas ruang kerja.
1.2 Kontraktor harus memperhatikan ruang kerja sebagaimana ditetapkan
oleh Konsultan.
1.3 Kontraktor bertanggung jawab untuk menyediakan ruang kerja tambahan
yang diperlukan untuk penyimpanan material, peralatan dan lain – lain
atas biaya sendiri.
2. Perijinan
2.1 Setiap perijinan yang dibutuhkan untuk memindahkan material dan
peralatan menjadi tanggung jawab Kontraktor.
2.2 Kontraktor akan melakukan survey untuk mengetahui kondisi – kondisi
dan kesulitan yang mungkin ditemui dalam pengangkutan material,
pengangkutan peralatan, dan lain – lain.
3. Pembersihan Lokasi Kerja
3.1 Wilayah kerja harus dipelihara secara tertib dan bebas dari hambatan
untuk memberikan kondisi terbaik yang mungkin untuk berbagi operasi
dan instansi yang diperlukan.
3.2 Limbah dan puing – puing harus dihilangkan dari lokasi kerja.
5.4 DIREKSI KEET DAN GUDANG
1. Ruang Lingkup
Pekerjaan ini meliputi pembuatan direksi keet dan gudang yang digunakan
untuk tempat pertemuan dan penyimpanan barang sementara di lapangan.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 18
2. Persyaratan Teknis
2.1 Material
1) Direksi keet dibuat dengan rangka kayu kelas III, dengan triplek
tebal lebih besar/sama dengan 4 mm, atap seng gelombang BJLS
25, lantai plesteran dengan campuran 1 PC : 5 PC, tebal = 10 cm,
kaca nako, daun pintu dari triplek, dicat.
2) Di direksikeet harus dilengkapi dengan :
No Item Volume
1 Papan Nama 1 bh
2 Meja 1 bh
3 Kursi 4 bh
4 Kalender 1 bh
5 Kotak Obat 1 set
6 Papan Tulis/ White board 1 bh
7 Papan Informasi 1 bh
8 Papan untuk menempel Gambar kerja 1 bh
3) Setelah pekerjaan selesai, lokasi yang digunakan sebagai
direksikeet dan gudang harus dibongkar dan dibersihkan.
5.5 FASILITAS OPERASIONAL
1. Ruang Lingkup
Fasilitas operasional kerja perlu dilengkapi oleh Kontraktor antara lain seperti
alat komunikasi, operasional kantor kontraktor, listrik/penerangan, dan lain –
lain sesuai kebutuhan di lapangan.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 19
2. Alat Komunikasi
2.1 Kontraktor harus menyediakan peralatan komunikasi berupa HT
dilengkapi dengan RIG (bila perlu) yang diperlukan untuk komunikasi.
2.2 Jika penguat/booster diperlukan, antenna booster harus disediakan untuk
menjamin komunikasi yang baik/lancer antara alat komunikasi didalam
seluruh area pekerjaan, termasuk ke stasiun terdekat.
3. Listrik dan Penerangan
3.1 Menyediakan dan memelihara semua penerangan sementara dan tenaga
listrik sementara yang diperlukan untuk konstruksi.
3.2 Menyediakan koneksi ke semua peralatan konstruksi yang memerlukan
tenaga listrik.
3.3 Menyediakan dan memelihara tenaga listrik sementara untuk peralatan
mekanik permanen memerlukan layanan tenaga listrik sampai tenaga
listrik tetap dapat digunakan.
3.4 Menyediakan penerangan lapangan sementara untuk keamanan sesuai
dengan arahan PPK/Konsultan.
3.5 Menyediakan grounding untuk semua perangkat sesuai standar yang
berlaku.
3.6 Menyediakan semua item yang diperlukan untuk penerangan.
3.7 Menyediakan dan menjaga semua peralatan layanan sementara sampai
kerja permanen terinstal dan diaktifkan.
3.8 Kesalahan-kesalahan yang terjadi sebagai akibat kelalaian di dalam
penyediaan, penggunaan dan perawatan peralatan akibat dari tenaga
listrik selama proses pelaksanaan pekerjaan menjadi tanggung jawab
kontraktor sepenuhnya. Oleh karena itu sebelum pelaksanaan dimulai
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 20
kontraktor diwajibkan mengadakan pemeriksaan menyeluruh terhadap
syarat dan ketentuan yang ada.
6 Telepon Sementara
Kontraktor akan menyediakan layanan telepon sementara selama konstruksi
untuk kelancaran komunikasi.
7 Petunjuk Panggilan Darurat
Kontraktor harus menyediakan daftar lokasi terdekat dan bekerja sama dengan
instansi terkait seperti polisi, rumah sakit atau pelayanan kesehatan di Direksi
keet, untuk mengantisipasi apabila terjadi keadaan darurat.
5.6 PEMBERSIHAN LOKASI PEKERJAAN
1. Selama proyek berlangsung, Kontraktor harus menjaga kebersihan dan
mengatur lokasi bahan bangunan dan alat kerja serta daerah kerja sehingga
kelancaran pelaksanaan pekerjaan tidak terhambat karenanya.
2. Pembersihan tumbuh-tumbuhan yang ada pada lokasi peruntukan kerja sesuai
petunjuk Gambar Kerja dan Pengawas Lapangan.
3. Sesudah proyek selesai dan sebelum melakukan penyerahan pekerjaan kepada
pemilik proyek, kontraktor harus membersihkan seluruh daerah kerja dari
segala macam peralatan tersebut, sisa-sisa bahan bangunan, bekas bongkaran
dan bangunan – bangunan sementara, termasuk pengangkutnya tanpa tambahan
biaya.
5.7 KESELAMATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)
1. Ruang Lingkup
Bagian ini mengatur mengenai pelaksanaan program Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) dalam pelaksanaan pekerjaan.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 21
2. Pedoman dan Standar
2.1 Undang – undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2.2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I No. Kep. 1135/MEN/1987 tentang
bendera Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
2.3 Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I No. Kep 245?MEN/1990 tentang
Hari Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Nasional.
2.4 Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I No. Per.05/MEN/1996 tentang
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
3. Keselamatan Kerja
3.1 Dari permulaan hingga penyelesaian pekerjaan dan selama masa
pemeliharaan, Kontraktor bertanggung jawab atas keselamatan dan
keamanan pekerja, material dan peralatan teknis serta konstruksi.
3.2 Kontraktor wajib menjaga Keselamatan kerja di ruang kerja dengan
melengkapi dengan perlengkapan keselamatan kerja seperti safety line,
rambu-rambu, papan promosi keselamatan, dan lain-lain.
3.3 Kontraktor wajib menjamin keselamatan tenaga kerja yang terlibat dalam
pelaksanaan pekerjaan dari segala kemungkinan yang terjadi dengan
memenuhi aturan dan ketentuan kesehatan dan keselamatan kerja yang
berlaku (Jamsostek).
3.4 Kontraktor diwajibkan menyediakan obat-obatan, menurut syarat-syarat
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (PPPK) yang selalu dalam
keadaan siap digunakan dilapangan, untuk mengatasi segala
kemungkinan musibah bagi semua petugas dari pekerja lapangan.
3.5 Setiap pekerja diwajibkan menggunakan sepatu pada waktu bekerja dan
di lokasi harus disediakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa safety belt,
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 22
safety helmet, masker/kedok las terutama untuk dipakai pada pekerjaan
pemasangan kuda-kuda baja dan pekerjaan yang beresiko tertimpa benda
keras.
3.6 Kontraktor wajib menyediakan air bersih, kamar mandi dan WC yang
layak dan bersih bagi semua petugas dan pekerja. Membuat tempat
penginapan di lapangan pekerjaan untuk para pekerja tidak
diperkenankan, kecuali atas ijin PPK.
3.7 Apabila terjadi kecelakaan, Kontraktor segera mungkin memberitahu
kepada Konsultan dan mengambil tindakan yang baru untuk keselamatan
korban-korban kecelakaan itu.
4. Prosedur Operasi Standar (SOP) Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
4.1 Kontraktor harus membuat SOP Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
4.2 SOP diajukan kepada Konsultan untuk dievaluasi.
4.3 Kontraktor harus menyampaikan laporan pelaksanaan SOP kepada PPK,
Tim Direksi, dan Konsultan.
5.8 DAMPAK LINGKUNGAN
1. Pertimbangan Lingkungan
1.1 Kontraktor akan membangun fasilitas, sehingga tidak satupun pekerjaan
mempunyai dampak merugikan pada lingkungan, komunitas serta
fasilitas lalu lintas lainnya.
1.2 Pertimbangan harus dilakukan sebagai berikut, tetapi tidak terbatas pada :
1). Penggunaan bahan bakar ramah lingkungan untuk meminimalkan
emisi polusi udara
2). Pengendalian sulfur dioksida dan polutan udara lainnya
3). Pemisahan air limbah industri dan kota
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 23
4). Reklamasi air limbah
5). Pemulihan dan daur ulang bahan – bahan yang sesuai
6) Pengendalian kebisingan kendaraan
7) pengendalian kebisingan dari industry dan fasilitas komersial
8) Batasan getaran
9) Pelestarian tanah alam sedapat mungkin
10) Pelestarian situs arkeologi
2. Perlindungan Lingkungan
2.1 Kontraktor harus menyadari dan mengikuti praktek-praktek perlindungan
lingkungan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh otoritas dan
instansi terkait yang relevan.
2.2 Lanau dan lumpur yang diklarifikasikan sebagai limbah bahan tidak
boleh dibuang langsung ke perairan dekat pantai. Bahan ini akan dibuang
di TPA yang disetujui.
2.3 Limbah / sisa material dengan klasifikasi bahan kimia berbahaya atau
tidak berbahaya akan dibuang dan/atau disimpan di TPA yang disetujui.
2.4 Tidak ada pembayaran terpisah akan dibuat untuk perlindungan
lingkungan hidup tetapi semua biaya yang daripadanya akan dimasukan
dalam harga kontrak dibayarkan item.
3. Pengendalian Dampak Lingkungan
3.1 Kontraktor wajib mengikuti ketentuan yang ada dalam usaha pelaksanaan
pengendalian lingkungan.
3.2 Dampak lingkungan yang perlu diperhatikan antara lain :
Banjir
Longsor
Debu
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 24
Suara
5.9 JAMINAN DAN PENGENDALIAN MUTU
1. Ruang Lingkup
Bagian ini mencakup persyaratan untuk jaminan dan pengendalian mutu
produk, hasil kerja dan penyiapan sertifikat pemenuhan persyaratan.
2. Persyaratan Umum
2.1 Material dan peralatan yang digunakan dalam pekerjaan harus memenuhi
persyaratan yang berlaku dalam hal ukuran, pembuatan, jenis dan kualitas
yang ditentukan, kecuali secara spesifik ditentukan bebas dari
persyaratan.
2.2 Konsultan dan PPK mempunyai hak untuk menolak material atau cara
dan hasil kerja yang tidah sesuai dengan persyaratan, pada setiap saat.
2.3 Kontraktor harus membongkar pekerjaan yang tidak diterima atau ditolak
oleh Konsultan dan PPK dan mengerjakan kembali sesuai persyaratan
kontrak dan/atau petunjuk dari konsultan tanpa tambahan biaya.
2.4 Jika kontraktor menolak atau membongkar atau mengganti, PPK akan
melakukan pembongkaran atas biaya dari kontraktor.
2.5 Pekerjaan yang dihasilkan harus sesuai dengan sasaran dan gambar
desain yang telah ditetapkan.
5.10 SUBMITTAL
1. Ruang Lingkup
Bagian ini mencakup persyaratan dan prosedur pengajuan dokumen yang
diperlukan selama pelaksanaan pekerjaan berupa jadwal pelaksanaan pekerjaan,
ijin pelaksanaan pekerjaan, material, sub kontraktor, gambar kerja (Shop
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 25
Drawing), metode pelaksanaan pekerjaan, usulan review desain, perubahan
pelaksanaan pekerjaan (variation order) dan gambar pelaksanaan hasil
pekerjaan (as built drawing).
2. Persyaratan Umum
2.1 Pengajuan submittal harus disertai surat penyampaian, yang berisi :
1) Nomor dan tanggal penyampaian / revisi penyampaian
2) Nama proyek, paket dan bagian pekerjaan
3) Nama kontraktor, sub kontraktor dan pemasok / supplier
4) Indentifikasi dan spesifikasi produk dan material
5) Hal – hal yang diperlukan untuk indentifikasi dan konfirmasi yang
terkait pengajuan.
2.2 Dalam setiap pengajuan submittal, Kontraktor dianggap sudah
mempelajari, mengetahui dan memeriksa dokumen kontrak.
2.3 Pengajuan yang tidak disetujui akan diberikan catatan dan dikembalikan
kepada Kontraktor, Kontraktor harus melakukan perbaikan dan diajukan
kembali.
3. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan.
3.1 Kontraktor harus menyampaikan jadwal pelaksanaan Pekerjaan yang
berisi antara lain uraian item pekerjaan, urutan dan keterkaitan antar
bagian pekerjaan, bobot pekerjaan, bobot rencana mingguan dan bulanan
serta mencantumkan grafik kurva-S.
3.2 Jadwal pelaksanaan yang telah disetujui akan dijadikan paduan dalam
melakukan evaluasi secara periodik.
4. Ijin Pelaksanaan Pekerjaan
4.1 Kontraktor harus mengajukan ijin pelaksanaan pekerjaan kepada
Konsultan sesui format yang disediakan Konsultan.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 26
4.2 Konsultan akan melakukan pengecekan di lapangan sesuai ijin
pelaksanaan yang diajukan.
4.3 Pada pekerjaan yang bersifat khusus, Kontraktor harus mengajukan
metode kerja dan mempresentasikan kepada PPK dan Konsultan.
5. Material
5.1 Kontraktor harus menyampaikan contoh material/peralatan atau brosur
material yang akan digunakan untuk pekerjaan sesuai dengan gambar dan
spesifikasi teknis dan mendapat persetujuan dari PPK.
5.2 Contoh material harus dalam ukuran dan kuantitas yang cukup untuk
dilihat secara visual, termasuk data lokasi dan teknis produksi dari
pemasok.
5.3 PPK dapat meminta pengujian tambahan dan/atau pemeriksaan
laboratorium atas bahan, material dan/atau produk oleh pihak
independen, bila diperlukan.
5.4 Kontraktor tidak boleh memesan bahan atau memulai pembuatan suatu
produk sebelum pengajuan disetujui dan ditanda tangani oleh PPK
dengan rekomendasi Konsultan.
6. Sub Kontraktor
6.1 Perusahaan Sub Kontraktor harus disetujui oleh PPK
6.2 Kontraktor harus mengajukan usulan Sub Kontraktor kepada PPK.
6.3 PPK dibantu Konsultan mengadakan pemeriksaan terhadap kemampuan
yang dimiliki Sub Kontraktor sesuai ketentuan dalam peraturan yang
berlaku.
6.4 Pengajuan usulan harus dilengkapi dengan dokumen yang berisi
cpmpany profil, daftar pengalaman, jenis pekerjaan dan hal-hal lain yang
dianggap perlu untuk penilaian.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 27
7. Gambar Kerja (Shop Drawing)
7.1 Sebelum melaksanakan pekerjaan, kontraktor harus mengajukan Gambar
Kerja (Shop Drawing).
7.2 Gambar Kerja (Shop Drawing) harus disetujui oleh Kontraktor,
Konsultan dan PPK.
7.3 Pengajuan Gambar Kerja Harus mengacu kepada gambar rancangan
(desain) dan spesifikasi teknis yang sudah disetujui oleh Kementerian
Pekerjaan Umum.
7.4 Dalam melakukan pembuatan gambar kerja, Kontraktor harus melakukan
penelitian terhadap gambar rancangan (desain) yang sudah ditetapkan.
Apabila terjadi perbedaan antara kondisi lapangan dan gambar rancangan
(desain) maka kontraktor dapat mengajukan usulan perubahan / review
desain.
7.5 Kontraktor dalam melakukan penelitian desain (spesifikasi teknis dan
gambar rancangan) harus berkoordinasi dengan Konsultan Perencana.
7.6 Untuk mendapatkan hasil kerja yang Optimal, Kontraktor diminta selalu
berkoordinasi dengan Konsultan dan pihak terkait.
7.7 Perhitungan volume untuk semua item pekerjaan mengacu kepada shop
drawing yang telah disetujui.
7.8 Gambar Kerja dibuat dalam bentuk Hard Copy dan Soft Copy (dalam
bentuk CAD dan PDF File).
8. Metoda Pelaksanaan Pekerjaan
Kontraktor harus mengajukan metode kerja dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
8.1 Lokasi dan aksesibilitas tempat berlangsungnya pekerjaan.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 28
8.2 Gambar kerja dan persyaratan teknis serta alokasi waktu untuk pekerjaan
yang bersangkutan.
8.3 Jumlah dan kapasitas sumberdaya yang diperlukan untuk pekerjaan yang
bersangkutan.
8.4 Uraian detail aktifitas pekerjaan dengan mempertimbangkan kepada
kondisi yang ada selama pelaksanaan pekerjaan dalam bentuk gambar
skematik, bagan alir bagian pekerjaan lain dengan menggunakan software
seperti Microsoft project, Primavera dan lain – lain.
8.5 Uraian dan perhitungan struktur pengaman sementara yang diperlukan.
8.6 Aspek lingkungan dan social disekitar lokasi kerja.
8.7 Pengamanan utilitas dan/atau infrastruktur yang ada disekitar, baik
dibawah atau diatas lokasi kerja.
8.8 Pengamanan/Rambu-rambu lalu lintas.
9. Usulan Perubahan Desain (Review Desain)
Perubahan gambar rancangan (desain) dan spesifikasi teknis harus mendapat
persetujuan Konsultan dan PPK untuk perubahan kecil (minor), Jika perubahan
yang harus dilakukan besar (major) maka harus mendapat persetujuan
Kementerian Pekerjaan Umum.
10. Perubahan Pekerjaan (Variation Order)
10.1 Jika ada perubahan Pekerjaan Kontraktor harus mengajukan secara
tertulis.
10.2 Pengajuan dilengkapi dengan gambar awal dan gambar perubahan secara
detail.
10.3 Jika ada perubahan biaya dan waktu pelaksanaan yang ditimbulkan akibat
perubahan tersebut, maka perlu dibahas lebih lanjut dengan PPK untuk
memperoleh persetujuan dengan rekomendasi Konsultan.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 29
11. Gambar Hasil Pelaksanaan Pekerjaan (As Built Drawing)
11.1 Kontraktor harus menyampaikan gambar “as-built” pada akhir
pelaksanaan konstruksi untuk mendapat persetujuan dari konsultan dan
PPK.
11.2 As Built Drawing di sampaikan paling lambat 14 (empat belas) hari
setelah serah terima akhir.
11.3 Kontraktor harus menyampaikan gambar “as built drawing” yang telah
disetujui sebanyak :
1) 1 (satu) set asli
2) 5 (lima) set copy dijilid
3) Rekaman soft copy dalam CD atau jenis lainnya dalam bentuk
CAD dan PDF file.
5.11 PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN
1. Ketentuan Umum
1.1 Pengujian sample di laboratorium harus dilakukan di laboratorium
independent yang telah disetujui oleh PPK/Konsultan.
1.2 Kontraktor harus melakukan pengujian yang diperlukan untuk menjamin
kualitas yang ditetapkan sesuai arahan Konsultan / PPK.
1.3 Segala biaya yang timbul akibat pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian
ditanggung oleh Kontraktor.
2. Pelaksanaan Pemeriksaan dan Pengujian
2.1 Kontraktor wajib memfasilitasi Konsultan dan PPK dalam pelaksanaan
pengujian.
2.2 Konsultan dan PPK dapat meminta tambahan pengujian jika perlu
2.3 Hasil pemeriksaan dan pengujian harus didokumentasi
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 30
2.4 Kontraktor harus menyiapkan personil untuk menyaksikan proses
pemeriksaan dan pengujian
2.5 Kontraktor harus menyiapkan alat uji yang diperlukan.
5.12 RAPAT PROYEK
1. Ruang Lingkup
Bagian ini mencakup persyaratan untuk pertemuan pra-konstruksi, koordinasi
rutin pertemuan dan kemajuan dan distribusi menit dan informasi terkait.
2. Persyaratan Umum
2.1 Konsultan harus mengadakan rapat Pra-Konstruksi, Rapat Berkala, dan
Rapat khusus selama pelaksanaan pekerjaan.
2.2 Perwakilan kontraktor, subkontraktor dan pemasok harus menghadiri
rapat yang diselenggarakan oleh Konsultan dan PPK.
2.3 Konsultan adalah pemimpin rapat dan membuat risalah rapat untuk
semua proses yang dijalankan.
2.4 Hasil rapat harus didistribusikan kepada seluruh stakeholder.
3. Rapat Pra-Konstruksi Dengan Agenda
Dalam rapat pra-konstruksi dibahas hal-hal sekurang – kurangnya :
3.1 Organisasi Kerja
3.2 Program Kerja
3.3 Jadwal Pelaksanaan
3.4 Program Mutu
3.5 Prosedur pelaksanaan pekerjaan seperti pengajuan submittal, rencana
perubahan ruang lingkup, dan lain-lain.
3.6 Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja (K3)
3.7 Pelaksanaan Program pengendalian Dampak Lingkungan
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 31
3.8 Rencana pelaksanaan pemeriksaan lapangan bersama.
4. Rapat Kemajuan Pekerjaan
4.1 Jadwal rutin, dan pertemuan untuk kemajuan pekerjaan.
4.2 Agenda rapat :
1) Review dan persetujuan risalah rapat sebelumnya.
2) Observasi lapangan, kendala selama pekerjaan.
3) Masalah yang menghambat kemajuan pekerjaan
4) Pninjauan ke pabrik dan jadwal pengiriman.
5) Tindakan korektif dan prosedur yang diperlukan untuk
mempertahankan target yang ditetapkan.
6) Jadwal pekerjaan yang akan dating
7) Jadwal shop drawing dan tanggal persetujuan
8) Proposal perubahan untuk penyelesaian pekerjaan
9) Dan lain – lain yang diperlukan.
5.13 PELAPORAN
1. Laporan Harian
Kontraktor harus membuat laporan Harian yang menggambarkan peristiwa –
peristiwa penting yang berkaitan dengan pekerjaan, jam kerja, jumlah buruh
yang diperkerjakan, waktu operasi peralatan, jam lembur, keterlambatan beserta
penyebabnya, kondisi mateorologi, bahan atau peralatan, kemajuan yang dibuat
dan petunjuk, pemberitahuan dan rekomendasi yang dibuat oleh Konsultan
Pengawas. Laporan Harian harus diajukan dan distujui oleh Konsultan
Pengawas.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 32
2. Laporan Mingguan
Kontraktor harus menyampaikan laporan Mingguan kepada Konsultan pada
hari Selasa setiap minggu. Laporan Mingguan ini menggambarkan peristiwa –
peristiwa berkaitan dengan keterlambatan beserta penyebabnya, kemajuan kerja
yang dibuat, jadwal/target satu minggu ke depan beserta perencanaan sumber
daya yang akan digunakan (tenaga, material dan peralatan ).
3. Laporan Bulanan
3.1 Kontraktor harus memberikan Laporan Kemajuan Bulanan kepada
Konsultan paling lambat tanggal 2 setiap bulannya. Laporan bulanan ini
menggambarkan peristiwa-peristiwa berkaitan dengan keterlambatan
beserta penyebabnya, kemajuan kerja yang dibuat, kondisi mateorologi,
jadwal/target satu bulan ke depan beserta perencanaan sumber daya yang
akan digunakan (tenaga, material dan peralatan).
3.2 Kontraktor harus menyampaikan Laporan Kemajuan Bulanan yang sudah
disetujui oleh Konsultan paling lambat tanggal 5 setiap bulannya kepada
PPK.
5.14 SERAH TERIMA HASIL PEKERJAAN
1. Persiapan Serah Terima hasil Pekerjaan
Kontraktor harus melakukan persiapan pelaksanaan serah terima hasil
pekerjaan, antara lain :
1.1 Melakukan pembersihan lapangan.
1.2 Melakukan pemeriksaan akhir kondisi hasil pelaksanaan pekerjaan.
1.3 Menyiapkan personil untuk pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian.
1.4 Menyiapkan peralatan yang diperlukan untuk pemeriksaan dan
pengujian.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 33
1.5 Menyiapkan alat uji yang diperlukan untuk pemeriksaan dan pengujian.
1.6 Menyiapkan dokumen – dokumen untuk proses serah terima hasil
pekerjaan.
2 Ketentuan Pelaksanaan serah Terima Hasil Pekerjaan
Ketentuan pelaksanaan serah terima hasil pekerjaan adalah sebagai berikut :
2.1 Menyampaikan surat permohonan kepada PPK untuk pelaksanaan serah
terima hasil pekerjaan.
2.2 Melaksanakan pemeriksaan dan pengujian hasil pelaksanaan pekerjaan
dengan konsultan dan tim PPK.
2.3 Menyampaikan pedoman pemeliharaan (maintenance manual)
2.4 Menyerahkan pekerjaan terakhir hanya dapat dilaksanakan apabila
seluruh pekerjaan telah dapat berfungsi secara baik dan dapat diterima
oleh PPK.
5.15 MASA PEMELIHARAAN
1. Ruang Lingkup
Masa pemeliharaan adalah masa tanggung jawab perbaikan atas cacat atau
rusak hasil pekerjaan yang telah dilaksanakan dalam periode pemeliharaan
yang telah ditetapkan.
2. Masa Pemeliharaan
2.1 Masa pemeliharaan adalah sesuai yang tercantum dalam dokumen
kontrak mulai dari tanggal Sertifikat Penyelesaian Pekerjaan (ST 1)/
PHO.
2.2 Sebelum akhir masa pemeliharaan berakhir Kontraktor harus mengajukan
surat permohonan pemeriksaan lapangan kepada PPK (Pejabat Pembuat
Komitmen).
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 34
2.3 Setelah dilakukan evaluasi dan disimpulkan bahwa hasil pekerjaan dalam
kondisi baik maka PPK akan mengeluarkan Sertifikat Serah Terima
Kedua (ST 2)/ FHO.
3. Ketentuan Pelaksanaan Pemeliharaan
3.1 Kontraktor harus melakukan pemeriksaan secara ruin untuk menjaga
kondisi hasil pekerjaan tetap baik selama masa pemeliharaan.
3.2 Kontraktor harus membuat laporan bulanan hasil pemeriksaan rutin
selama masa pemeliharaan.
3.3 Setiap pelaksanaan pekerjaan di lapangan dalam rangka perbaikan hasil
pekerjaan harus diinformasikan kepada PPK.
3.4 Kontraktor harus memperbaiki hasil pekerjaan yang mengalami cacat
atau rusak selama masa pemeliharaan.
3.5 Biaya timbul akibat pelaksanaan perbaikan menjadi tanggung jawab
kontraktor.
6. PEKERJAAN FISIK BANGUNAN PELENGKAP
6.1 PEKERJAAN PEMBONGKARAN
1. Ruang Lingkup
Pekerjaan ini meliputi pembuangan material yang tidak diperkenankan di lokasi
seperti pasangan batu dari bangunan, pagar, struktur atau bangunan lainnya.
Pekerjaan ini juga mencakup pemindahan material tertentu karena masih
digunakan atau memerlukan proses untuk penghapusan.
2. Pedoman Standar
Spesifikasi Teknis Tahun 2010 Revisi II Bidang Bina Marga
3. Jaminan dan Pengendalian Mutu
Sesuai dengan ketentuan dalam “Jaminan dan Pengendalian Mutu”
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 35
4. Submital
Sesuai dalam ketentuan dalam “Submital”
5. Persyaratan Teknis
5.1 Material
Tidak ada
5.2 Peralatan
Peralatan yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan disesuaikan
dengan kebutuhan lapangan minimal :
1) Jack Hammer atau palu mekanis
2) Excavator
5.3 Pelaksanaan
1) Seluruh jenis material yang masih dapat dipergunakan harus
dicatat, disimpan dan dijaga di tempat yang telah ditentukan oleh
konsultan. Sedangkan material yang tidak dapat digunakan harus
dibuang keluar lokasi pekerjaan.
2) Sebelum memulai setiap penggalian atau pembongkaran pekerjaan,
Kontraktor harus melakukan survey pekerjaan yang ada dan
memeriksa gambar Spesifikasi untuk menentukan sejauhmana
pekerjaan tersebut dilakukan.
3) Kontraktor harus melaksanakan pekerjaan pembongkaran sesuai
ruang yang ditentukan sebagai lokasi kerja, seperti terlihat dalam
gambar atau arahan Konsultan.
4) Struktur drainase yang digunakan tidak boleh dipindahkan sebelum
mendapat ijin dari konsultan.
5) Kontraktor harus melakukan koordinasi dengan instansi terkait
sebelum dan selama melaksanakan pembongkaran.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 36
6) Semua material yang dapat dipakai lagi harus dipindahkan tanpa
kerusakan, dalam bentuk potongan-potongan atau serpihan yang
diangkut dan harus disimpan oleh Kontraktor pada tempat yang
ditentukan. Tempat penyimpanan harus aman dan tidak boleh
mengganggu pelaksanaan konstruksi pengaspalan dan bangunan
pelengkap lainnya.
7). Kontraktor harus mengamankan dan merapihkan lokasi bekas
bongkaran struktur agar tidak membahayakan lingkungan sesuai
arahan Konsultan.
8) Setiap kerusakan yang timbul akibat pelaksanaan pekerjaan
pembongkaran harus diperbaiki atau diganti tanpa biaya tambahan
kepada PPK.
9) Debu/Kotoran/polusi akibat pembongkaran dan atau pemberihan
tidak boleh mengganggu lingkungan sekitar.
10) Kontraktor harus melakukan antisipasi terkait proses pelaksanaan
pekerjaan yang dapat menghasilkan kerusakan/gangguan
lingkungan.
6.2 PEMBERSIHAN LAHAN
1. Ruang Lingkup
Pembersihan lahan adalah pekerjaan pembersihan lahan dari semua pohon-
pohon, sisa-sisa bangunan, vegetasi, sampah, material-material yang tidak
diinginkan termasuk pembuangan tunggul, akar-akaran dan material-material
buangan yang dihasilkan dari pengupasan baik di daerah timbunan maupun
galian termasuk pengupasan humus, Semua material hasil pembersihan lahan
haurs dibuang ke lokasi yang ditunjuk oleh Konsultan.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 37
2. Pedoman Standar
Spesifikasi Teknis Tahun 2010 Revisi II Bidang Bina Marga
3. Jaminan dan Pengendalian Mutu
Sesuai dengan ketentuan dalam “Jaminan dan Pengendalian Mutu”
4. Submital
Sesuai dalam ketentuan dalam “Submital”
5. Persyaratan Teknis
5.1 Material
Tidak ada
5.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk pekerjaan ini minimal :
1). Buldozer/Motor Grader/Ecavator
Peralatan selain diatas dapat digunakan namun sebelumnya harus
diajukan dan mendapat persetujuan dari konsultan.
5.3 Pelaksanaan
1) Melakukan survey batas wilayah yang akan dikerjakan dan benda
yang akan dibersihkan seperti pohon, semak, tanaman dan lain-
lain.
2) Menjaga benda-benda yang menghalangi konstruksi harus
dibersihkan/dibuang.
3) Semua benda-benda yang menghalangi konstruksi harus
dibersihkan/dibuang.
4) Pengupasan tanah dilakukan dengan kedalaman maksimum 50 cm
dari permukaan tanah asli.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 38
5) Hasil survey rencana kegiatan yang akan dilaksanakan dan
pengukuran setelah kegiatan dilaksanakan harus disetujui oleh
Konsultan.
6.3 GALIAN UNTUK BANGUNAN STRUKTUR
1. Ruang Lingkup
Pekerjaan ini meliputi pekerjaan penggalian sesuai dengan gambar kerja,
pengangkutan material dari lokasi galian ke lokasi pembuangan yang ditunjuk,
pembuatan konstruksi pengaman jika diperlukan, dan pembuatan fasilitas lain
yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pekerjaan ini.
2. Pedoman Standar
1) Peraturan yang berlaku di Indonesia
Spesifikasi Teknis Tahun 2010 Revisi II Bidang Bina Marga
3. Jaminan Dan Pengendalian Mutu
Sesuai dengan ketentuan dalam “Jaminan dan Pengendalian Mutu” dan yang
diatur di bagian ini.
4. Submittal
Sesuai dalam ketentuan dalam “Submital”
5. Persyaratan Teknis
5.1 Material
Dalam pekerjaan ini tidak diperlukan material kecuali jika terjadi
kelebihan penggalian, maka material yang digunakan harus sesuai dengan
persyaratan yang tercantum dalam pekerjaan timbunan atau disetujui oleh
Konsultan.
5.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk pelaksanaan pekerjaan ini minimal :
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 39
1) Excavator/Backhoe
2) Alat pemecah batu (jack hammer, palu dan lain-lain)
Peralatan lain diatas dapat digunakan namun sebelumnya harus diajukan
dan mendapat persetujuan dari Konsultan.
5.3 Pelaksanaan
1) Survei Lapangan
Kontraktor melakukan survey sesuai gambar yang telah disetujui.
Apabila terjadi perbedaan gambar dengan lapangan atau
diindentifikasi perlu adanya perubahan, maka kontraktor harus
mengajukan perubahannya kepada Konsultan.
2) Stabilitas Lereng
a. Kontraktor harus menjamin kestabilan lereng batuan, selama
periode pelaksanaan. Jika diperlukan Kontraktor harus
membuat pengamanan sementara.
b. Konstruksi pengamanan sementara dan metode kerja harus
diajukan kepada Konsultan untuk mendapat persetujuan.
3) Kelebihan Penggalian
Kelebihan penggalian harus ditimbun kembali oleh Kontraktor
dengan material yang disetujui oleh Konsultan. Biaya yang terjadi
akibat pelaksanaan pekerjaan penimbunan kembali akibat
kelebihan penggalian menjadi tanggung jawab kontraktor.
4). Pembersihan Lokasi
Semua material seperti batu bata, batu, sisa beton atau pasangan
batu, barang yang dapat merusak struktur, sampah, barang-barang
buangan, atau pecahan bekas jalan aspal yang menjadi penghalang
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 40
pelaksanaan pekerjaan harus dibuang ke tempat yang disetujui oleh
Konsultan.
5) Aliran Air
a. Kontraktor harus membuang drainase atau memindahkan
aliran air yang mengganggu pelaksanaan pekerjaan termasuk
pekerjaan pemompaan air dari lokasi galian.
b. Kontraktor harus memperhitungkan kondisi volume aliran air
yang akan terjadi seperti pada saat hujan.
c. Kontraktor harus mengantisipasi banjir ke wilayah sekitar
akibat dari pelaksanaan pekerjaan.
d. Kontraktor harus menjamin kelancaran aliran air dengan
melakukan pemeliharaan dan pembersihan saluran air yang
melewati lokasi pekerjaan sehingga tidak mengganggu
pelaksanaan pekerjaan.
6) Material Hasil Galian
a. Semua material galian prinsipnya harus dibuang.
b. Jika material galian dinilai dapat digunakan, maka material
tersebut harus diuji terlebih dahulu.
c. Penggunaan kembali material galian harus mendapat
persetujuan Konsultan.
7) Lokasi Pembuangan
a. Kontraktor mengajukan usulan lokasi pembuangan kepada
Konsultan untuk mendapat persetujuan yang dilengkapi ijin
pembuangan dari pemilik.
b. Lokasi pembuangan mengacu kepada ketentuan mengenai
lingkungan.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 41
6.4 TIMBUNAN DENGAN MATERIAL TANAH PILIHAN
1. Ruang Lingkup
Pekerjaan ini meliputi pekerjaan material tanah pilihan, angkutan tanah ke
lokasi, penghamparan dan pemadatan tanah untuk pembuatan timbunan tanah
atau penimbunan kembali kelebihan galian sesuai gambar yang telah disetujui.
2. Pedoman dan Standar
2.1 Peraturan di Indonesia
Spesifikasi Teknis Tahun 2010 Revisi II Bidang Bina Marga
2.2 ASTM Standar
ASTM C 136 Standard Test Method for Sieve Analysis of Fine
and Coarse Agregates
ASTM C 142 Standard Test Method for Clay Lumps and
Friable Particles in Agregates
ASTM C 235 Method of Test for Scratch Hardness of Coarse
Agregate Particles
ASTM D 421 Standard Particles for Dry Preparation of Soil
Samples for Particle-Size Analysis and
Determination of Soil Constants
ASTM D 422 Standard Test Method for Particle-Size Analysis
of Soils
ASTM D 698 Test Method for Laboratory Compaction
Characteristics of Soil Using Standard Effort (
12 400 ft-lb/lt3 (600 kN-m/m3))
ASTM D 854 Standard Test Methods for Spesific Gravity of
Soil Solids by Water Pycnometer
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 42
ASTM D 1196 Standard Test Method fo Nonrepetitive, Static
Plate Load Tests of Soils and Flexible Pavement
Components, for use in Evaluation and Design
of Airport and Higway Pavements
ASTM D 1556 Standard Test Method for Density and unit
Weight of Soil in Place by the Sand-Cone
Method
ASTM D 1883 Standard Test Method for CBR (California
Bearing Ratio) of Water (Moisture) of
laboratory-Compected Soils
ASTM D 2216 Standard Test Method for laboratory
Determination of Water (Moisture) Content of
Soil and Rock by Mass
ASTM D 2937 Density of Soil in Place by the Drive Cylinder
Method
ASTM D 4318 Standard Test Method for Liquid Limit, Plastic
Limit, and Plasticity Index of Soils
ASTM D 4429 Standard Test method for CBR (California
Bearing Ratio) of Soils in Place.
ASTM D 7380 Standard Test Method for Soil Compaction
Determination at Shallow Depths Using 5-lb (2,3
kg) Dynamic Cone Penetrometer.
3. Jaminan Dan Pengendalian Mutu
Sesuai ketentuan dalam “Jaminan dan Pengendalian Mutu” dan yang diatur di
bagian ini.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 43
4. Submittal
Sesuai dengan ketentuan dalan “Submittal” dan yang diminta di bagian ini.
5. Persyaratan Teknis
5.1 Material
1). Karakteristik Material Tanah
a. Material tanah pilihan tidak boleh mengandung bahan –
bahan berbahaya, sampah, kotoran – kotoran dan material
asing.
b. Material yang diklasifikasikan oleh Unifield Classification
System sebagai OL, OH, atau Pt tidak boleh digunakan
sebagai material pilihan.
c. Material pilihan harus memiliki batas cair maksimal 80% dan
batas plastis maksimum 50% dengan indeks plastisitas
(plasticity index) tidak lebih dari 30% sesuai ASTM D 4318.
d. Nilai CBR laboratorium material timbunan (ASTM D 1883)
tidak kurang dari 6% pada contoh tanah terendam (soaked)
yang dipadatkan hingga 95% dari kepadatan kering
maksimum sesuai ASTM D 698.
e. Material tanah pilihan (borrow material) untuk timbunan
tidak boleh mengandung Montmorillonite, Konsultan berhak
untuk melakukan uji analisis mineral.
f. Pengambilan contoh material tanah pilihan (borrow material)
dilakukan oleh Konsultan dan unsure-unsur Ditjen
Perkeretaapian untuk diuji dilaboratorium dalam rangka
persetujuan untuk dapat digunakan sebagai material
timbunan.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 44
Biaya yang timbul akibat pelaksanaan pengambilan contoh
material menjadi tanggung jawab kontraktor.
Kontraktor juga menyiapkan tenaga kerja dan alat yang
diperlukan dalam rangka melakukan penyelidikan dan
pengambilan contoh.
Rencana waktu pelaksanaan pengambilan contoh dan
pengujian harus diajukan sebelumnya kepada Konsultan.
g. Hanya material yang disetujui oleh Konsultan yang dapat
digunakan sebagai material timbunan. Jika material yang
dikirim ke lokasi pekerjaan tidak sesuai dengan yang telah
disetujui, Konsultan dapat menolak material tersebut dan
Kontraktor wajib membuangnya/membersihkan dari lokasi
pekerjaan atas biaya sendiri.
h. Pengambilan contoh material tanah pilihan (borrow pit) tidak
boleh digali sebelum disetujui oleh Konsultan.
i. Borrow pit harus dalam kondisi kering pada saat dilakukan
pengambilan material. Pada saat pengambilan harus selalu
memperhatikan stabilitas tanah untuk mencegah longsor
akibat penggalian dan ketentuan mengenai lingkungan serta
keselamatan kerja.
5.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan ini adalah :
1). Vibro roller/sheep foot roller
2). Buldozer/Motor Grader
3). Excavator
4). Truck tangki air
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 45
5.3 Pelaksanaan
1) Survei Lapangan
Kontraktor melakukan survey sesuai gambar yang telah disetujui.
Apabila terjadi perbedaan gambar dengan lapangan atau
diindentifikasi perlu adanya perubahan, maka Kontraktor harus
mengajukan perubahannya kepada Konsultan.
2) Pelaksanaan Penimbunan
a. Tanah dasar / asli harus mempunyai daya dukung yang
cukup untuk memikul beban dan tidak akan menyebabkan
timbulnya penurunan yang berlebihan.
Sesudah dilakukan pengupasan tanah asli, sebelum dilakukan
penghamparan tanah timbunan, Kontraktor harus
memastikan tanah dasar timbunan memiliki nilai kepadatan
setara dengan CBR 6 % menggunakan uji DCP (Dynamic
Cone Penetrometer) ASTM D 6951 atau alat lain yang setara.
b. Jika tanah dasar / asli memiliki nilai kepadatan setara dengan
CBR kurang dari 6 % menggunakan uji DCP atau alat lain
yang setara, maka harus dilaksanakan pekerjaan perbaikan
tanah dasar ASTM D 6951.
c. Metode perbaikan tanah dasar harus diusulkan dan disetujui
oleh Konsultan dan PPK.
d. Setelah dipastikan kondisi tanah dasar baik sesuai kaidah –
kaidah rekayasa teknik sipil, pekerjaan timbunan dapat
dilaksanakan.
e. Pemadatan harus dilakukan secara merata diseluruh lebar
timbunan untuk mendapatkan hasil pemadatan yang merata.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 46
f. Bongkahan tanah yang berukuran lebih dari 20 cm harus
dihancurkan terlebih dahulu sebelum pemadatan.
g. Pada lokasi timbunan dilereng, permukaan lereng dibuat
bertangga dengan tinggi maksimum 30 cm.
h. Pemadatan dilakukan lapis demi lapis dengan ketebalan
hamparan masing-masing lapisan tidak boleh lebih dari 30
cm sebelum pemadatan dan setiap lapis dilakukan
pengukuran elevasi.
i. Uji coba pemadatan (trial embankment) terhadap material
timbunan harus dilakukan pada saat awal untuk mengetahui
ketebalan lapisan dan jumlah minimum lintasan yang
diperlukan untuk mencapai hasil yang disyaratkan dengan
panjang lintasan 50 m. Sekurang-kurangnya 3 (tiga) test
kepadatan (density test) harus dilakukan untuk meyakinkan
hasil test ini.
j. Uji coba pemadatan (trial embankment) harus dilakukan
kembali jika terjadi perubahan terhadap material timbunan
dan alat yang digunakan.
k. Pemadatan harus dilakukan untuk mendapatkan kepadatan
kering (dry density) minimal 95% dari maksimum Kepadatan
Kering yang didapat dari hasil pengujian ASTM D 698.
l. Material yang disetujui sebagai material timbunan harus
memiliki kadar air mendekati kadar air optimum pemdatan.
Kontraktor harus menambahkan air kepada material
timbunan untuk mendapatkan kadar air material timbunan
yang cukup untuk pemadatan. Jika kadar air material
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 47
timbunan dirasa melebihi kadar air optimum, maka
kontraktor harus menunggu hingga kadar air mendekati
optimum.
m. Material timbunan harus dilindungi untuk menjaga kadar air.
3). Pengujian Hasil Pemadatan
a. Pengujian terhadap hasil pemadatan per lapis dapat
menggunakan metode sesuai ASTM D 1556 Standard Test
method for Density and Unit Weight of Soil in Place by the
Sand-Cone Method atau ASTM D 7380 Standard Test
Method for Soil Compectioan Determination at Shallow
Depth Using 5-lb (2,3 kg) Dynamic Cone Penetrometer atau
ASTM D 4429 Standard Test Method for CBR (California
Bearing Ratio) of Soils in Place kecuali lapis terakhir.
b. Hasil pengujian di atas harus dipadatkan minimum hingga
95% dari kepadatan kering maksimum sesuai ASMT D 698
atau minimum setara nilai CBR sebesar 6% dari contoh
material terendam kecuali lapis terakhir.
c. Pengujian hasil pemadatan lapis terakhir dengan ketebalan
30 cm (subgrade) dilakukan sesuai dengan ASTM D 1196
Standard Test Method for Nonrepetitive Static Plate Load
Tests of Soils and Flexible Pavement Components, for use in
Evaluation and Design of Airport and Highway Pevement
dengan nilai minimum yang harus dipenuhi sebesar 110
MN/m3 (11 kg/cm3).
d. Pengujian hasil pemadatan harus dilakukan setiap 500 m2
untuk setiap lapisan tanah yang dipadatkan.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 48
6.5 TIMBUNAN AGREGAT SEBAGAI PONDASI JALAN
1. Ruang Lingkup
Pekerjaan ini meliputi pekerjaan penghamparan dan pemadatan material pilihan
pada bangunan struktur
2. Pedoman dan Standar
2.1 Peraturan Indonesia
Spesifikasi Teknis Tahun 2010 Revisi II Bidang Bina Marga
2.2 ASTM Standard
ASTM D 136 Standard Test Method for Sieve Analysis of Fine
and Coarse Aggregates
ASTM D 142 Standard Test Method for Clay Lumps and
Friable Particles in Aggregates
ASTM D 235 Method of test for Scratch Hardness of Coarse
Aggregate Particles
ASTM D 698 Test Method for Laboratory Compaction
Characteristics of Soil Using Standard Effort (
12 400 ft-lb/lt3 (600 kN-m/m3))
ASTM D 1196 Standard Test Method fo Nonrepetitive, Static
Plate Load Tests of Soils and Flexible Pavement
Components, for use in Evaluation and Design
of Airport and Higway Pavements
ASTM D 4318 Standard Test Method for Liquid Limit, Plastic
Limit, and Plasticity Index of Soils
3. Jaminan Dan Pengendalian Mutu
Sesuai ketentuan dalam “Jaminan dan Pengendalian Mutu” dan yang diatur di
bagian ini.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 49
4. Submittal
Sesuai dengan ketentuan dalan “Submittal” dan yang diminta di bagian ini.
5. Persyaratan Teknis
5.1 Material
1). Karakteristik Material Berbutir
a. Batu kali atau batu gunung berkualitas baik, kers, tidak poros
dan tidak boleh berukuran lebih dari 25 cm.
b. Berbentuk pecah/bulat, pasir, atau kombinasinya.
c. Material berbutir tidak boleh mengandung lumpur dan bahan
organic sebagai berikut :
Lumpur (ASTM C 235) > 5 %
Bahan Organik (ASTM C 142) > 5 %
d. Gradasi material berbutir (ASTM C 136)
Ukuran maksimum 40 mm
Material lolos saringan 4,75 mm 25% - 90%
Material lolos saringan 0,075 mm 0% - 10%
2) Karakteristik Material Tanah
Pekerjaan Timbunan yang diperlukan dengan menggunakan
material tanah pilihan dilaksanakan sesuai dengan spesifikasi yang
tercantum dalam pekerjaan “Timbunan Dengan Material Tanah
Pilihan”
5.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah :
1) Vibro roller
2) Stamper
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 50
Peralatan selain di atas dapat digunakan namun sebelumnya harus
diajukan dan mendapat persetujuan dari Konsultan.
5.3 Pelaksanaan
1) Survei Lapangan
Kontraktor melakukan survey sesuai gambar yang telah disetujui.
Apabila terjadi perbedaan gambar dengan lapangan atau
diindentifikasi perlu adanya perubahan, maka Kontraktor harus
mengajukan perubahannya kepada Konsultan.
2) Pelaksanaan Penimbunan
a. Pekerjaan Timbunan yang diperlukan dengan menggunakan
material tanah pilihan dilaksanakan sesuai dengan spesifikasi
yang tercantum dalam pekerjaan “Timbunan Dengan
Material Tanah Pilihan”
b. Pekerjaan timbunan yang menggunakan tanah berbutir
dilakukan sesuai dengan ketentuan dibawah ini :
Pemadatan harus dilakukan secara merata diseluruh
lebar timbunan dengan ketebalan tidak lebih dari 15
cm setiap lapisan.
Pada lokasi timbunan di lereng, permukaan lereng
dibuat bertangga dengan tinggi maksimum 15 cm.
Pemadatan harus dilakukan untuk mendapatkan
Kepadatan kering (Dry Density) 100 % dari kepadatan
kering maksimum yang didapat dari hasil pengujian
ASTM D 698.
Peraltan pemadatan yang digunakan tidak boleh
menyebabkan kerusakan atau pergeseran struktur.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 51
Pekerjaan timbunan di belakang/di atas struktur beton
tidak boleh dilaksanakan sebelum usia beton mencapai
kekuatan tekannya (compressive strength) atau
sebelum 28 hari, kondisi mana yang tercapai terlebih
dahulu.
3) Pengujian Hasil Pemadatan
Pengujian hasil pemadatan pekerjaan timbunan dengan
menggunakan material berbutir adalah sebagai berikut :
a. Sebelum pelaksanaan pekerjaan, material yang akan
digunakan sebagai material timbunan harus diuji terlebih
dahulu dengan menggunakan metoda uji sesuai dengan
ASTM D 698 dengan kepadatan kering maksimum
(Maximum Dry Density) sebesar 100%.
b. Pengujian hasil pemadatan lapisan terakhir dengan ketebalan
30 cm (subgrade) dilakukan sesuai dengan ASTM D 1196
Standard Test Method for nenrepetitive Static Plate Load
Tests of Soils and Flexible Pavement Components, for Use in
Evaluation and Design of Airport and Highway Pevement
dengan nilai minimum yang harus dipenuhi sebesar 110
MN/m3.
6.6 DINDING PENAHAN TANAH DENGAN PASANGAN BATU KALI
1. Ruang Lingkup
1) Bagian ini mencakup penyediaan bahan dan pelaksanaan konstruksi
perlindungan talud tubuh jalan pada pangkal / abutment jembatan pada
lokasi, batas dan ukuran seperti ditunjuk dalam gambar.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 52
2) Kontraktor harus menyediakan tenaga kerja, bahan dan peralatan untuk
menyelesaikan pekerjaan ini.
2. Pedoman dan Standar
1) Standar Industri Indonesia (SII)
2) Persyaratan Umum Bahan Bangunan Indonesia (PUBI – 1982)
3) American Association of State Highway and Transportation Officials
(AASHTO).
4) American Society for Testing and Materials (ASTM)
5) Spesifikasi Teknis Tahun 2010 Revisi II Bidang Bina Marga
3. Jaminan Dan Pengendalian Mutu
Sesuai ketentuan dalam “Jaminan dan Pengendalian Mutu” dan yang diatur di
bagian ini.
4. Submittal
Sesuai dengan ketentuan dalan “Submittal” dan yang diminta di bagian ini.
5. Persyaratan Teknis
5.1 Material
1). Batu belah
Batu harus menyerupai kubus, keras dan kuat dengan ukuran antara
15 sampai 30 cm, atau ukuran lain yang disetujui oleh Konsultan.
Batu harus relative rata dan bersudut. Permukaan dasar tidak
kurang dari 1/16 dari permukaan depan dan lebar terkecil dari
permukaan dasar harus lebih dari 1/10 dari panjang terbesar.
2). Pipa Drainase
Pipa untuk drainase adalah pipa PVC kelas D dengan diameter 2”.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 53
3). Mortar / Adukan
Campuran mortar : 1 semen : 4 pasir, Persyaratan material semen
dan pasir sesuai pada “Bagian Beton”.
5.2 Pelaksanaan
1) Survei lapangan
Kontraktor melakukan survey sesuai gambar yang telah disetujui.
Apabila terjadi perbedaan gambar dengan lapangan atau
diindentifikasi perlu adanya perubahan, maka Kontraktor harus
mengajukan perubahannya kepada Konsultan.
2) Pembuatan Dinding Penahan tanah Dari Pasangan batu
a. Setelah elevasi dasar tercapai, dilakukan penghamparan pasir
urug dan dipadatkan untuk mendapatkan daya dukung yang
seragam.
b. Batu harus dalam kondisi bersih sebelum dipasang. Alas
mortar harus dihampar disisi batu yang berdekatan sebelum
pemasangan batu berikutnya.
c. Ketebalan mortar minimum harus mencukupi sehingga tidak
terjadi kontak langsung antara batuan. Batu harus ditekan
pada tempatnya dan batu yang mempunyai muka berbeda
lebih dari 20 mm dari muka pasangan atau lebih dari 30 mm
dari muka batu yang berdekatan harus segera diperbaiki
dengan menggeser dan memasang kembali.
d. pada dinding pasangan batu harus dibuat saluran
pembuangan air (weepholes) pada setiap 1 m persegi dan
terbuat dari pipa PVC dengan diameter minimal 2 “. Pada
sisi dalam weepholes dibungkus dengan potongan geotekstile
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 54
atau injuk untuk menghindari masuknya tanah/pasir kedalam
pipa yang mengakibatkan penyumbatan.
e. Dinding bagian atas dibuat kepalaan dan diratakan halus
dengan mortar.
f. Pasangan batu harus terlindungi dari matahari dan harus
dipertahankan basah selama minimal 3 hari setelah selesai
dibuat.
3) Pembuatan Siaran Pasangan Batu
a. Siar pada permukaan dinding harus dibuat timbul.
b. Siar dibuat mengikuti alur nut antara batu yang dipasang.
c. Lebar siar minimum 20 mm
d. Tebal siar antara 15-20 mm dibentuk seragam prismatic.
e. Siar dibuat dengan campuran 1 : 4 (semen : pasir).
6.7 DINDING PENAHAN TANAH DENGAN BETON BERTULANG
1. Ruang Lingkup
1) Bagian ini mencakup penyediaan bahan dan pelaksanaan konstruksi
perlindungan talud tubuh jalan pada pangkal / abutment jembatan pada
lokasi, batas dan ukuran seperti ditunjuk dalam gambar.
2) Kontraktor harus menyediakan tenaga kerja, bahan dan peralatan untuk
menyelesaikan pekerjaan ini.
2. Pedoman dan Standar
1) Standar Industri Indonesia (SII)
2) Persyaratan Umum Bahan Bangunan Indonesia (PUBI – 1982)
3) American Association of State Highway and Transportation Officials
(AASHTO).
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 55
4) American Society for Testing and Materials (ASTM)
5) Spesifikasi Teknis Tahun 2010 Revisi II Bidang Bina Marga
3. Jaminan Dan Pengendalian Mutu
Sesuai ketentuan dalam “Jaminan dan Pengendalian Mutu” dan yang diatur di
bagian ini.
4. Submittal
Sesuai dengan ketentuan dalan “Submittal” dan yang diminta di bagian ini.
5. Persyaratan Teknis
5.1 Material
1). Beton
Sebelum penempatan beton, pasir urug hrus dipasang dan
dipadatkan dengan peralatan untuk mendapatkan daya dukung
yang seragam pada pondasi beton.
Pondasi beton harus dibuat dalam bentuk dan ukuran seperti
tercantum dalam gambar, Pekerjaan beon harus sesui pesyaratan
pada “bagian beton”.
2). Pipa Drainase
Pipa untuk drainase adalah pipa PVC kelas D dengan diameter 2”.
3) Baja Tulangan
Baja penahan untuk dinding penahan tanah menggunakan D ≥ 13
baja U-39 dan D ≤ 13 baja U-24. Persyaratan baja tulangan sesuai
pada “Bagian Beton”.
5.2 Pelaksanaan
1) Survei lapangan
Kontraktor melakukan survey sesuai gambar yang telah disetujui.
Apabila terjadi perbedaan gambar dengan lapangan atau
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 56
diindentifikasi perlu adanya perubahan, maka Kontraktor harus
mengajukan perubahannya kepada Konsultan.
2) Pembuatan Dinding Penahan Tanah Dari Beton Bertulang
a. Dinding penahan pasangan beton bertulang harus dipasang
pada permukaan yang telah disiapkan sebelum pada batas
dan dengan kemiringan yang sesuai gambar.
b. Penggalian tanah dasar yang akan digunakan untuk pondasi
beton untuk dinding penahan tanah harus dilakukan sesuai
dengan potongan melintang, kemiringan dan batas yang
tercantum dalam gambar.
c. Pada dinding beton bertulang harus dibuat saluran
pembuangan air (weephole), pada setiap 1 m2 dan terbuat
dari pipa PVC dengan diameter 2”. Pada sisi dalam weephole
dibungkus dengan potongan geotekstile/injuk untuk
menghindari masuknya tanah/pasir kedalam pipa yang
mengakibatkan penyumbatan.
3) Pemasangan Lubang Sulingan dan Dilatasi
a. Dinding dari pasangan batu harus dilengkapi dengan lubang
sulingan. Lubang sulingan harus ditempatkan dengan jarak
antara tidak lebih dari 2 m dari sumbu ke sumbu lainnya dan
harus berdiameter minimal 50 mm.
b. Pada struktur panjang yang menerus seperti dinding penahan
tanah, maka dilatasi harus dibentuk untuk panjang struktur
tidak lebih dari 20 m, Dilatasi harus 30 mm lebarnya dan
harus diteruskan sampai keseluruhan tinggi dinding. Batu
yang digunakan untuk pembentukan sambungan harus dipilih
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 57
sedemikian rupa sehingga membentuk sambungan tegak
yang bersih dengan dimensi yang disyaratkan di atas.
c. Timbunan dibelakang dilatasi haruslah dari bahan Drainase
Porous berbutir kasar dengan gradasi menerus yang dipilih
sedemikian hingga tanah yang ditahan tidak dapat hanyut
jika melewatinya, juga bahan drainase porous tidak hanyut
melewati sambungan.
6.8 PASANGAN BATU
1. Ruang Lingkup
Pekerjaan ini meliputi pekerjaan pasangan batu kali untuk saluran.
2. Pedoman dan Standar
1) Standar Industri Indonesia (SII)
2) Persyaratan Umum Bahan Bangunan Indonesia (PUBI – 1982)
3) American Association of State Highway and Transportation Officials
(AASHTO).
4) American Society for Testing and Materials (ASTM)
5) Spesifikasi Teknis Tahun 2010 Revisi II Bidang Bina Marga
3. Jaminan Dan Pengendalian Mutu
Sesuai ketentuan dalam “Jaminan dan Pengendalian Mutu” dan yang diatur di
bagian ini.
4. Submittal
Sesuai dengan ketentuan dalan “Submittal” dan yang diminta di bagian ini.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 58
5. Persyaratan Teknis
5.1 Material
1). Material Batu
a. Batu harus bersih, keras, tanpa bagian yang tipis atau retak
dan harus dari jenis yang diketahui awet. Bila perlu, batu
harus dibentuk untuk menghilangkan bagian yang tipis atau
lemah.
b. Batu harus rata, lancip atau lonjong bentuknya dan dapat
ditempatkan saling mengisi bila dipasang bersama-sama.
c. Batu berpori digunakan untuk bagian dilatasi.
2). Adukan
a. Mortar atau adukan untuk pasangan batu kali harus terdiri
dari campuran 1 bagian Portland cement dan 4 bagian pasir
berdasarkan perbandingan berat.
b. Bahan untuk membentuk landasan, lubang sulingan atau
kantung penyaring untuk pekerjaan pasangan batu harus
memenuhi kebutuhan.
5.2 Pelaksanaan
1) Survei lapangan
Kontraktor melakukan survey sesuai gambar yang telah disetujui.
Apabila terjadi perbedaan gambar dengan lapangan atau
diindentifikasi perlu adanya perubahan, maka Kontraktor harus
mengajukan perubahannya kepada Konsultan.
2) Pekerjaan Galian
a. galian harus dibuat lurus, sesuai dengan potongan melintang
yang terdapat pada gambar kerja.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 59
b. Setelah galian tanah sudah mencapai level yang disetujui,
kemudian dipadatkan dengan alat pemadat stamper.
3) Pemasangan Batu
a. Pada lapisan pertama agar digunakan batu besar, pemilihan
sudut batu agar dilakukan untuk membentuk penguncian
antar batu.
b. Btu harus dipasang dengan muka terpanjang mendatar.
c. peralatan yang cocok harus disediakan untuk memasang batu
yang lebih besar dari ukuran yang dapat ditangani oleh dua
orang.
d. Sebelum pemasangan, batu harus dibersihkan dan dibasahi
sampai merata dan dalam waktu yang cukup sehingga untuk
memungkinkan penyerapan air mendekati titik jenuh.
Landasan yang akan menerima setiap batu juga harus
dibasahi dan selanjutnya landasan dari adukan harus disebar
pada sisi batu yang bersebelahan dengan batu yang akan
dipasang.
e. Tebal dari landasan adukan harus pada rentang antara 3 cm
sampai 5 cm dan merupakan kebutuhan minimum untuk
menjamin bahwa seluruh rongga antar batu yang dipasang
terisi penuh.
f. Banyaknya adukan untuk landasan yang ditempatkan pada
suatu waktu haruslah dibatasi sehingga batu hanya dipasang
pada adukan baru yang belum mengeras. Bilamana batu
menjadi longgar atau lepas setelah adukan mencapai
pengerasan awal, maka batu tersebut harus dibongkar dan
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 60
adukannya dibersihkan dan batu tersebut dipasang lagi
dengan adukan yang baru.
g. Sambungan antar batu pada permukaan harus dikerjakan
hamper rata dengan permukaan pekerjaan, tetapi tidak
sampai menutup batu, sebagai mana pekerjaan dilaksanakan.
h. Terkecuali disyaratkan lain, permukaan horizontal dari
seluruh pasangan batu harus dikerjakan dengan tambahan
adukan tahan cuaca setebal 3 – 5 cm, dan dikerjakan sampai
permukaan tersebut rata, mempunyai lereng melintang yang
dapat menjamin pengaliran air hujan, dan sudut yang
dibulatkan. Lapisan tahan cuaca tersebut harus dimasukan
kedalam dimensi struktur yang disyaratkan.
i. Segera setelah batu ditempatkan, dan sewaktu adukan masih
baru, seluruh permukaan batu harus dibersihkan dari bekas
adukan.
j. Permukaan yang telah selesai harus dirawat.
k. Bilamana pekerjaan pasangan batu yang dihasilkan cukup
kuat, dan dalam waktu yang tidak lebih dini dari 7 hari,
setelah pekerjaan pasangan selesai dikerjakan, penimbunan
kembali dapat dilaksanakan sesuai petunjuk konsultan.
4). Pemasangan Lubang Sulingan dan Dilatasi
a. Dinding dari pasangan batu harus dilengkapi dengan lubang
sulingan. Lubang sulingan harus ditempatkan dengan jarak
antara tidak lebih dari 2 m dari sumbu ke sumbu lainnya dan
harus berdiameter minimal 50 mm.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 61
b. Pada struktur panjang yang menerus seperti dinding penahan
tanah, maka dilatasi harus dibentuk untuk panjang struktur
tidak lebih dari 20 m, Dilatasi harus 30 mm lebarnya dan
harus diteruskan sampai keseluruhan tinggi dinding. Batu
yang digunakan untuk pembentukan sambungan harus dipilih
sedemikian rupa sehingga membentuk sambungan tegak
yang bersih dengan dimensi yang disyaratkan di atas.
c. Timbunan dibelakang dilatasi haruslah dari bahan Drainase
Porous berbutir kasar dengan gradasi menerus yang dipilih
sedemikian hingga tanah yang ditahan tidak dapat hanyut
jika melewatinya, juga bahan drainase porous tidak hanyut
melewati sambungan.
6.9 PASANGAN BATU KOSONG DAN BRONJONG
1. Ruang Lingkup
1). Pekerjaan ini harus mencakup penyediaan baik batu yang diisikan
kedalam bronjong kawat (gabion) maupun pasangan batu kosong pada
landasan yang disetujui sesuai dengan detail yang ditunjuk dalam pada
gambar dan memenuhi spesifikasi ini.
2) Pemasangan harus dilakukan pada tebing sungai, lereng timbunan, lereng
galian dan permukaan lain yang terdiri dari bahan yang mudah tererosi
dimana perlindungan terhadap erosi dikehendaki.
2. Pedoman Dan Standar
1) Standar Nasional Indonesia (SNI)
SNI 03-2417-1991 Metode Pengujian Keausan Agregat Dengan
Mesin Abrasi Los Angeles.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 62
2) AASHTO Standard
AASHTO M279 – 89 Zinc Coated Wire Fencing
3) ASTM Standard
ASTM A 239 Uniformity of Coating, Dreece Test
ASTM B 117 Salt Spray Exposure Test
4) Spesifikasi Teknis Tahun 2010 Revisi II Bidang Bina Marga
3. Jaminan Dan Pengendalian Mutu
Sesuai ketentuan dalam “Jaminan dan Pengendalian Mutu” dan yang diatur di
bagian ini.
4. Submittal
Sesuai dengan ketentuan dalan “Submittal” dan yang diminta di bagian ini.
5. Persyaratan Teknis
5.1 Material
1). Kawat Bronjong
Spesifikasi kawat bronjong ssuai dengan SNI 03-0090-1999.
Ukuran anyamannnya 80 mm x 100 mm dengan dia kawat
anyaman 3,00 mm, kawat sisi dia 4,00 mm, kawat pengikat dia 2
mm. Toleransi ukuran kotak (panjang, lebar, tinggi) sebesar 5%.
2. Batu.
a. Batu untuk pasangan batu kosong dan bronjong harus terdiri
dari batu yang keras dan awet.
b. Batu untuk pasangan batu kosong haruslah bersudut tajam,
memiliki dimensi 15 – 30 cm. Konsultan dapat
memerintahkan batu yang ukurannya lebih besar jika aliran
sungai cukup tinggi.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 63
5.2 Pelaksanaan
1). Survei Lapangan
Kontraktor harus melakukan survey lapangan sesuai gambar yang
telah disetujui. Apabila terjadi perbedaan gambar dengan lapangan
atau diindentifikasi perlu adanya perubahan, maka Kontraktor
harus mengajukan perubahannya kepada konsultan.
2). Pemasangan Konstruksi Bronjong.
a. Keranjang bronjong harus dibentangkan dengan kuat untuk
memperoleh bentuk serta posisi yang benar dengan
menggunakan batang penarik atau ulir penak kecil sebelum
pengisian batu kedalam kawat bronjong. Sambungan antara
kawat bronjong haruslah sekuat seperti anyaman itu sendiri.
Setiap segi enam harus menerima paling sedikit dua lilitan
kawat pengikat dan kerangka bronjong antara segi enam tepi
paling sedikit satu lilitan. Paling sedikit 15 cm kawat
pengikat harus ditinggalkan sesudah pengikat terakhir dan
dibengkokkan kedalam keranjang.
b. Batu harus dimasukan satu demi satu sehingga diperoleh
kepadatan maksimum dan rongga seminimal mungkin.
Bilamana tiap bronjong telah diisi setengah dari tingginya,
dua kawat pengaku horizontal dari muka kebelakang harus
dipasang. Keranjang selanjutnya diisi sedikit berlebihan agar
terjadi penurunan (settlement). Sisi luar batu yang
berhadapan dengan kawat haruslah mempunyai permukaan
yang rata dan bertumpu pada anyaman.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 64
c. Setelah pengisian, tepi dari penutup haruslah dibentangkan
dengan batang penarik atau ulir penarik pada permukaan
atasnya dan diikat.
d. Bilamana keranjang dipasang satu diatas yang lainya,
sambungan vertical harus dibuat berselang seling.
e. Terkecuali diletakan untuk membentuk lantai (apron)
mendatar, pasangan batu kosong harus dimulai dengan
penempatan lapis pertama dari batu yang paling besar dalam
galian parit ditumit lerang. Batu harus ditempatkan dengan
mobil Derek (crane) atau dengan tangan sesuai dengan
panjang, tebal dan kedalaman yang diperlukan. Selanjutnya
batu harus ditempatkan pada lereng sedemikian hingga
dimensi yang paling besar tegak lurus terhadap permukaan
lereng, jika tidak maka dimensi yang demikian akan lebih
besar dari dinding yang disyaratkan. Pembentukan batu tidak
diperlukan bilamana batu-batu tersebut telah bersudut, tetapi
pemasangan harus menjamin bahwa struktur dibuat sepadat
mungkin dan batu terbesar berada dibawah permukaan air
tertinggi. Batu yang lebih besar harus juga ditempatkan pada
bagian luar dari permukaan pasangan batu kosong yang telah
selesai.
3). Pemasangan Batu Kosong
a. Seluruh permukaan batu kosong harus dibersihkan dan
dibasahi sampai jenuh sebelum ditempatkan. Beton harus
diletakan di atas batu yang telah dipasang sebelumnya
selanjutnya batu yang baru akan diletakkan diatasnya. Batu
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 65
harus ditanam secara kokoh pada lereng dan dipadatkan
sehingga bersinggungan dengan batu-batu yang berdekatan
sampai membentuk ketebalan pasangan batu kosong.
b. Celah-celah antar batu dapat diisi sebagian dengan batu baji
atau batu-batu kecil, sedemikian sehingga sisa dari rongga-
rongga tersebut harus diisi dengan beton sampai padat dan
rapi dengan ketebalan tidak lebih dari 10 mm dari permukaan
batu-batu tersebut.
c. Pekerjaan ini harus dilengkapi peneduh dan dilembabi
selama tidak kurang dari 3 hari setelah selesai dikerjakan.
7. PEKERJAAN JEMBATAN
7.1 BETON STRUKTUR
1. Ruang Lingkup
1.1 Uraian
Pekerjaan yang disyaratkan dalam bagian ini mencakup seluruh
pelaksanaan struktur beton, termasuk penulangan beton, material beton,
pekerja terampil dalam pelaksanaan pengecoran beton untuk pekerjaan
yang berhubungan dengan pekerjaan Civil, jembatan, bangunan gedung
lainnya yang terkait sebagaimana ditunjukan dalam gambar.
Pekerjaan ini harus meliputi pula penyiapan tempat kerja untuk
pengecoran beton, pemompaan air (kecuali pondasi tiang bor),
pembuatan lantai kerja, pembesian, pemasangan bekisting, pembesian
bagian yang akan di cor beton, pengecoran, pemadatan beton, sampling
untuk uji beton, finishing permukaan dan pemeliharaan beton.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 66
Mutu beton yang digunakan harus sesuai dengan kontrak kerja
sebagaimana ditunjukan dalam gambar atau bagian lain yang
berhubungan dengan spesifikasi ini, atau sebagaimana diperintahkan oleh
Konsultan.
1.2. Persyaratan beton dari SNI 03-2847-2002 dan PBI 1971 harus diterapkan
sepenuhnya pada semua pekerjaan beton yang dilaksanakan dalam
kontrak ini, bila terdapat pertentangan dalam Spesifikasi ini, maka yang
harus digunakan adalah ketentuan spesifikasi ini.
1.3. Penerbitan Detail Pelaksanaan
Detail pelaksanaan untuk pekerjaan beton yang tidak disertakan dalam
Dokumen Kontrak pada saat lelang akan diterbitkan oleh Konsultan
setelah peninjauan rancangan awal telah selesai dilaksanakan sesuai
dengan Bagian dari Spesifikasi ini.
2. Pedoman Dan Standar
2.1 Standar Nasional Indonesia (SNI) :
SNI 15-2049-2004 Semen Portland
PBI 1971 Peraturan Beton Bertulang Indonesia NI-2
SNI 03-2847-2002 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton
Untuk Bangunan Gedung.
SNI 03-4142-1996 Metode Pengujian Jumlah bahan Dalam
(AASHTO T11 – 90) Agregat yang lolos Saringan No.200
(0,075mm).
SNI 03-2816-1992 Metode Pengujian kandungan Organik
(AASHTO T12 – 87) Dalam Pasir untuk Campuran Mortar dan
Beton.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 67
SNI 03-1974-1990 Metode Pengujian Kuat Tekan Beton.
(AASHTO T22 – 90)
Pd M-16-1996-03 Metode Pembuatan dan Perawatan Benda
(AASHTO T23 – 90) Uji Beton di Lapangan.
SNI 03-1968-1990 Metode Pengujian tentang Analisa
(AASHTO T27 – 88) Saringan Agregat Halus dan Kasar.
SNI 2417 – 2008 Metode Pengujian Keausan Agregat
(AASHTO T96 – 87) dengan Mesin Los Angeles.
SNI 3407 – 2008 Metode Pengujian Sifat Kekekalan Bentuk
(AASHTO T104 – 86) Agregat Terhadap Larutan Natrium Sulfat
dan magnesium Sulfat.
SK SNI M-01-1994-03 Metode Pengujian Gumpalan Lempung
(AASHTO T112 – 87) dan Butir-butir Mudah Pecah Dalam
Agregat.
SNI 2493-2011 Metode Pembuatan dan Perawatan Benda
(AASHTO T126 – 90) uji Beton di Laboratorium.
SNI 2458-2008 Metode Pengambilan contoh untuk
(AASHTO T141 – 84) campuran beton segar.
2.2 AASHTO :
AASHTO T26 – 79 Quality Of Water to be used in Concrete.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 68
3. Jaminan Dan Pengendalian Mutu
Mutu bahan dari campuran yang dihasilkan dan cara kerja serta hasil akhir
harus dipantau dan dikendalikan seperti yang disyaratkan dalam bagian
“jaminan Dan Pengendalian Mutu”.
4. Toleransi
4.1. Toleransi Dimensi :
1) Panjang keseluruhan sampai dengan 6 m : + 5 mm
2) Panjang keseluruhan lebih dari 6 m : + 15 mm
3) panjang balok, pelat dek, kolom dinding, atau : -0 &+10 mm
antara kepala jembatan.
4.2 Toleransi Bentuk :
1) Persegi (selisih dalam panjang diagonal) : 10 mm
2) Kelurusan atau lengkungan (penyimpangan dari : 12 mm
Garis yg dimaksud) untuk panjang s/d 3 m.
3) Kelurusan atau lengkungan untuk panjang 3m-6m: 15 mm
4) Kelurusan atau lengkungan untuk panjang > 6 m : 20 mm
4.3. Toleransi Kedudukan (dari titik patokan) :
1) Kedudukan kolom pracetak dari rencana : ± 10 mm
2) Kedudukan permukaan horizontal dari rencana : ± 10 mm
3) Kedudukan permukaan vertical dari rencana : ± 20 mm
4.4. Toleransi Alinyemen Vertikal :
Penyimpangan ketegakan kolom dan dinding : ± 10 mm
4.5. Toleransi Ketinggian (elevasi) :
1) Puncak lantai kerja dibawah pondasi : ± 10 mm
2) Puncak lantai kerja dibawah plat injak : ± 10 mm
3) Puncak kolom, tembok kepala, balok melintang : ± 10 mm
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 69
4.6. Toleransi Alinyemen Horisontal : 10 mm dalam 4 m pj mendatar.
4.7. Toleransi untuk Penutup / Selimut Beton bertulang :
1) Selimut beton sampai 3 cm : 0 & + 5mm
2) Selimut beton 3 cm – 5 cm : 0 & +10mm
3) Selimut beton 5 cm – 10 cm : ± 10 mm.
5. Submittal.
5.1 Pengajuan Kesiapan Kerja
1) Kontraktor harus mengirimkan contoh seluruh bahan yang hendak
digunakan lengkap dengan data pengujian yang memenuhi seluruh
sifat bahan yang disyaratkan dari spefikasi ini, untuk diperiksa,
diinpeksi ke lokasi, di uji dilaboratorium independen dan di setujui
Konsultan.
2) Kontraktor harus mengirimkan rancangan campuran masing-
masing mutu beton (trial mix) yang diusulkan untuk digunakan.
Pengiriman rancangan campuran tersebut paling lambat 30 hari
sebelum pekerjaan pengecoran beton dimulai. Kontraktor harus
mengadakan trial mix untuk setiap mutu beton yang digunakan dan
diuji betonnya, untuk mendapat persetujuan Konsultan.
3) Kontraktor harus segera menyerahkan secara tertulis hasil seluruh
pengujian pengendalian mutu yang disyaratkan, sehingga data
tersebut selalu tersedia bila diperlukan oleh Konsultan.
4) Pengujian kuat tekan beton yang harus dilaksanakan minimum
meliputi pengujian kuat tekan beton yang berumur 3 hari, 7 hari, 14
hari dan 28 hari setelah tanggal pencampuran.
5) Kontraktor harus mengirim program kerja (workplan) termasuk
metoda kerja, schedule, peralatan, personil kerja dan gambar kerja
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 70
yang akan digunakan, untuk memperoleh persetujuan dari
konsultan sebelum pekerjaan beton dimulai.
6) Konsultan harus memberitahu Konsultan secara tertulis paling
sedikit 24 jam sebelum tanggal dilakukannya pengecoran beton.
6. Persyaratan Teknis
6.1. Material
1). Semen
a. Semen yang digunakan untuk pekerjaan beton haruslah jenis
semen Portland yang memenuhi AASHTO M85-45 kecuali
jenis IA, IIA, IIIA dan IV. Terkecuali diperkenankan oleh
Konsultan, bahan tambahan (additive) yang dapat
menghasilkan gelembung udara dalam campuran tidak boleh
digunakan.
b. Semen yang digunakan hanya satu merk dari jenis semen
Portland, terkecuali dipekenankan oleh Konsultan.
c. Penyimpanan dan Perlindungan Bahan
Bahan semen harus disimpan untuk mencegah
kerusakan, atau intrusi bahan yang mengganggu.
Untuk menyimpan semen, Kontraktor harus
menyediakan tempat yang tahan cuaca, kedap udara
dan mempunyai lantai kayu.
Lantai tempat penyimpanan harus lebih tinggi dari
tanah disekitarnya dan ditutup dengan lembar
polyethylene (plastic). Tumpukan karung semen harus
selalu ditutup dengan lembar plastik.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 71
Setiap bahan yang telah terganggu atau terkontaminasi
tidak boleh digunakan untuk pembuatan beton.
2). Air
Air yang digunakan dalam campuran, dalam perawatan atau
pemakaian lainnya harus lah bersih, dan bebas dari bahan yang
merugikan seperti : minyak, garam, asam, basa, gula atau material
organik.
Air yang diuji harus memenuhi ketentuan dalam AASHTO T26,
Air yang diketahui dapat diminum dapat digunakan tanpa
pengujian. Apabila terjadi keragu-raguan atas mutu air yang
diusulkan dapat pengujian air seperti di atas tidak dapat dilakukan,
maka harus dilakukan perbandingan pengujian kuat tekan mortar
semen + pasir dengan menggunakan air yang diusulkan dan
memakai air suling atau minum.
Air yang diusulkan dapat digunakan bilamana kuat tekan mortar
dengan air tersebut pada umur 7 hari dan 28 hari minimum 90%
kuat tekan mortar dengan air suling atau minum pada periode
perawatan yang sama.
3) Agregat
a. Gradasi agregat kasar dan halus harus memenuhi ketentuan
yang diberikan dalam Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Gradasi Agregat
Ukuran Ayakan Persen Berat Yang lolos untuk agregat ASTM (mm) Halus Kasar
2” 50,8 - 100 - - - 1 ½” 38,1 - 95-100 100 - -
1” 25,4 - - 95-100 100 - ¾” 19 - 35-70 - 90-100 100
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 72
½” 12,7 - - 25-60 - 90-100 3/8” 9,5 100 10-30 - 20-55 40-70 No.4 4,75 95-100 0-5 0-10 0-10 0-15 No.8 2,36 - - 0-5 0-5 0-5 No.16 1,18 45-80 - - - - No.50 0,300 10-30 - - - -
No.100 0,150 2-10 - - - - b. Agregat kasar harus dipilih hingga ukuran partikel terbesar
tidak lebih dari 0,75 (nol koma tujuh lima) dari jarak minimum antara baja tulangan atau antara baja tulangan dengan acuan, atau celah-celah lainnya di mana beton harus di cor.
c. Agregat untuk pekerjaan beton harus terdiri dari partikel
yang bersih, keras, kuat yang diperoleh dengan pemecahan batu (rock) dan pasir sungai.
d. Agregat harus bebas dari bahan organic seperti yang
ditunjukan oleh pengujian SNI 03-2816-1992 dan harus memenuhi sifat-sifat lainnya yang diberikan dalam Tabel 1.2.
Tabel. 1.2 Sifat Agregat
Sifat-Sifat Metode Pengujian
Batas maksimum yang diijinkan untuk agregat
Halus Kasar
Keausan Agregat dengan Mesin Los Angeles
SNI 2417:2008 - 40 %
Kekekalan Bentuk Batu terhadap larutan Natrium Sulfat atau Magne-sium Sulfat
SNI 3407:2008 10% - natium
15% - magnesium
12%-natrium 18%-
magnesium
Gumpalan Lempung dan Partikel yang Mudah Pecah
SNI 03-4141-1996
3 % 2 %
Bahan yang Lolos Ayakan No.200 SNI 03-4142-
1996
5% untuk kondisi umum,
3% untuk kondisi
permukaan terabrasi
1 %
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 73
4) Batu Untuk beton Siklop
Batu untuk beton siklop harus terdiri dari batu andesit, keras, awet,
bebas dari retak dan rongga, tidak rusak oleh pengaruh cuaca,
bersudut runcing, bebas dari kotoran, minyak dan bahan-bahan lain
yang mempengaruhi ikatannya dengan beton.
6.2. Pencampuran dan Penakaran
1) Rancangan Campuran
Proporsi bahan dan berat penakaran harus ditentukan dengan
menggunakan metode yang disyaratkan dalam SNI 03-2834-2000
dan sesuai dengan batas-batas yang diberikan dalam Table 1.3.
Tabel 1.3 Batas Proporsi Takaran Campuran
Mutu Beton
Ukuran Agregat Maks.(mm)
Rasio Air/Semen Maks. (terhadap berat)
Kadar Semen Min (kg/m3)
K 600 - - - K 500 - 0,375 450
K 400 37 25 19
0,45 0,45 0,45
356 370 400
K 350 37 25 19
0,45 0,45 0,45
315 335 365
K 300 37 25 19
0,45 0,45 0,45
300 320 350
K 250 37 25 19
0,50 0,50 0,50
290 310 340
K 225 37 25 19
0,55 0,55 0,55
390 310 340
K 175 - 0,57 300
2) Campuran Percobaan
Kontraktor harus menentukan proporsi campuran serta bahan yang
diusulkan dengan membuat dan menguji campuran (trial mix).
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 74
Pengujian disaksikan oleh Konsultan dengan menggunakan jenis
fasilitas dan peralatan yang sama seperti digunakan untuk
pekerjaan beton dikemudian hari.
Campuran percobaan tersebut dapat diterima bila memenuhi
ketentuan sifat-sifat campuran yang disyaratkan dalam Table 1.3.
Dalam kondisi beton segar, adukan beton harus memenuhi syarat
kelecakan (nilai slump) yang telah ditentukan.
3) Ketentuan Sifat-sifat Campuran
a. Seluruh beton yang digunakan dalam pekerjaan harus
memenuhi kuat tekan dan “slump” yang dibutuhkan seperti
yang disyaratkan dalam Tabel 1.4. atau yang disetujui oleh
Konsultan, bila pengambilan contoh, perawatan dan
pengujian sesuai dengan SNI 03-1974-1990 (AASHTO T22),
Pd M-16 1996-03 (AASHTO T23), SNI 03-2493-1991
(AASHTO T126), SNI 03-2458-1991 (AASHTO T141).
Penggunaan mutu beton harus disesuaikan dengan gambar
kerja.
Tabel 1.4 Sifat Mutu Beton
No Elemen Struktur
Tegangan Karakteristik Uji Silinder (fc) (Mpa)
Tegangan Karakteristik
Uji Kubus (ϭk ) (kg/cm2)
Slump (cm)
1 Beton Prategang (I-Girder, U-Grider, Tiang pancang)
45 500 8 ± 2
2 Bor/Bore pile 30 350 18 ± 2
3 Kepala Tiang/Pile cap, Pilar/Pier, Balok melintang/
25 300 10 ± 2
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 75
Cross Beam, Kepala Pilar/Pier Head, Pelat beton bertulang/RC plate, Pelat Lantai, Diafragma, Box culvert
4 Abutmen, pelat Injak, Parapet, Dinding Penahan tanah
21 250 10 ± 2
5 Saluran pra-cetak 18 225 10 ± 2
6 Lantai kerja 15 175 10 ± 2 Catatan : kecuali ditentukan lain dalam gambar
b. Beton yang tidak memenuhi ketentuan “slump” tidak boleh
digunakan pada pekerjaan, terkecuali bila konsultan
menyetujuinya dalam kuantitas kecil untuk bagian tertentu
khususnya konstruksi ringan/sekunder. Kelecakan dan
tekstur campuran harus dibuat sedemikian rupa sehingga
beton dapat dicor pda pekerjaan tanpa membentuk rongga,
celah, dan gelembng udara. Saat pembongkaran acuan
diperoleh beton dengan permukaan yang rata, halus dan
padat.
c. Bilamana pengujin beton berumur 7 hari menghasilkan kuat
beton dibawah kwkuatan yang disyaratkan dalam table 1.4.
maka kontraktor tidak diperkenankan mengecor beton lebih
lanjut sampai penyebab dari hasil yang rendah tersebut dapat
diketahui dengan pasti dan sampai telah diambil tindakan
yang menjamim bahwa produksi beton memenuhi ketentuan
yang disyaratkan dalam spesifikasi. Kuat tekan beton
berumur 28 hari yang tidk memenuhi ketentuan yang
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 76
disyaratkan, harus dilakukan perbaikan (pembongkaran dan
penggantian). Kekuatan beton dianggap lebih kecil dari yang
disyaratkan bilamana hasil pengujian serangkaian benda uji
pada suatu bagian pekerjaan yang dipertanyakan lebih kecil
dari kuat tekan karakteristik yang diperoleh dari rumus yang
diuraikan dalam rumus kuat tekan karakteristik.
d. Konsultan dapat pula menghentikan pekerjaan dan/atau
memerinyahkan kontraktor mengambil tindakan perbaikan
untuk meningkatkan mutu campuran atas dasar hasil
pengujian kuat tekan beton berumur 3 hari. Dalam keadaan
demikian, kontraktor harus segera menghentikan pengecoran
beton yang dipertanyu sampai hasil pengujian kuat tekan
beton berumur 7 hari diperoleh, sebelum menerapkan
tindakan perbaikan, pada waktu tersebut Konsultan akan
menelaah kedua hasil pengujian yang berumur 3 hari dan 7
hari , dan dapat segera memerintahkan tindakan perbaikan
yang dipandang perlu.
e. Perbaikan pekerjaan beton yang tidak memenuhi persyaratan
dapat mencakup pembongkaran dan penggantian seluruh
beton. Pembongkaran dan penggantian tersebut tidak boleh
didasarkan pada hasil pengujian kuat tekan beton berumur 3
hari saja, terkecuali bila kontraktor dan konsultan keduanya
sepakat dengan perbaikan tersebut.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 77
4) Penyesuaian Campuran
a. Penyesuaian Sifat Kelecakan (Workability)
Bilamana sulit untuk memperoleh sifat kelecakan beton
dengan proporsi yang semula dirancang oleh Konsultan,
maka Kontraktor akan melakukan perubahan pada berat
agregat sesuai keperluan. Perubahan tersebut dapat dilakukan
dengan tidak merubah kadar semen rancangan dan rasio air
semen yang telah ditentukan berdasarkan pengujian kuat
tekan yang disyaratkan.
Pengadukan kembali beton yang telah dicampur dengan cara
menambah air atau oleh cara lain tidak diperkenankan.
Penambahan (aditif) untuk meningkatkan sifat kelecakan
hanya diijinkan bila secara khusus telah disetujui oleh
Konsultan dan berdasarkan pengalamam tidak berdampak
pada penurunan kuat tekan beton.
b. Penyesuaian Kekuatan
Bilamana beton tidak mencapai kekuatan yang disyaratkan,
kadar semen harus ditingkatkan sebagaimana diperintahkan
oleh Konsultan.
c. Penyesuaian untuk bahan-bahan baru
Perubahan sumber bahan atau karakteristik bahan tidak boleh
dilakukan tanpa pemberitahuan tertulis kepada Konsultan.
Bahan baru tersebut tidak boleh digunakan sebelum
Konsultan menyetujui secara tertulis dan menetapkan
proporsi baru berdasarkan atas hasil pengujian campuran
percobaan baru yang dilakukan oleh Kontraktor.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 78
5) Penakaran Agregat
a. Seluruh komponen beton harus ditakar menurut beratnya.
Bila digunakan semen kemasan dalam zak, kuantitas
penakaran harus sedemikian sehingga kuantitas semen yang
digunakan adalah setara dengan satu satuan dari jumlah zak
semen. Agregat harus diukur beratnya secara terpisah.
Ukuran setiap penakaran tidak boleh melebihi kapasitas alat
pencampur.
b. Sebelum dilakukan penakaran, agregat harus dibasahi dengan
penyemprotan sampai kondisi jenuh dan dipertahankan tetap
lembab pada kadar yang mendekati keadaan jenuh kering
permukaan. Pada saat penakaran, agregat telah dibasahi
paling sedikit 12 jam sebelumnya untuk menjamin
pengaliran yang merata dari tumpukan agregat.
6) Pencampuran
a. Beton harus dicampur dalam mesin yang dijalankan secara
mekanis dari jenis dan ukuran yang disetujui sehingga dapat
menjamin distribusi yang merata dari seluruh bahan.
b. Pencampuran harus dilengkapi dengan tangki air yang
memadai dan alat ukur yang akurat untuk mengukur dan
mengendalikan jumlah air yang digunakan dalam setiap
penakaran.
c. Pertama-tama alat pencampur harus diisi dengan agregat dan
semen yang telah ditakar, dan selanjutnya alat pencampur
dijalankan sebelum air ditambahkan.
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 79
d. Waktu pencampuran harus diukur pada saat air mulai
dimasukan kedalam campuran bahan kering. Seluruh air
yang diperlukan harus dimasukan sebelum waktu
pencampuran telah berlangsung seperempat bagian. Waktu
pencampuran untuk mesin berkapasitas ¾ m3 atau kurang
haruslah 1,5 menit untuk mesin yang lebih besar waktu harus
ditingkatkan 15 detik untuk tiap penambahan 0,5 m3.
e. Bila tidak memungkinkan penggunaan mesin pencampur,
Konsultan dapat menyetujui pencampuran beton dengan cara
manual, sedekat mungkin dengan tempat pengecoran.
Penggunaan pencampuran beton dengan cara manual harus
dibatasi pada beton non-struktural.
6.3 Pelaksanaan Pencampuran
1) Penyiapan Tempat Kerja
a. Kontraktor harus membongkar struktur lama yang akan
diganti dengan beton baru sampai kondisi yang dapat
memungkinkan pelaksanaan pekerjaan beton yang baru.
b. Kontraktor harus menggali/menimbun kembali pondasi atau
formasi untuk pekejaan beton sesuai dengan garis yang
ditujukkan dalam gambar atau sebagaimana yang
diperintahkan oleh Konsultan.
c. Seluruh lokasi telapak pondasi, pondasi dan galian untuk
pekerjaan beton harus dijaga agar senantiasa kering serta
beton tidak boleh dicor diatas tanah yang berlumpur,
bersampah dan tergenang air. Atas persetujuan Konsultan
beton dapat dicor didalam air dengan metode kerja dan
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 80
peralatan khusus untuk menutup kebocoran seperti pada
dasar sumuran atau cofferdam. Kontraktor wajib mengajukan
metode kerja pengecoran di dalam air kepada konsultan.
d. Sebelum pengecoran beton dimulai, seluruh acuan, tuangan
dan benda lain yang harus dimasukkan ke dalam beton
(seperti pipa atau selongsong, acuan untuk membuat
lubang/coakan pada bagian beton/blockout untuk
stopper/jangkar, dudukan andas dan lain lain) harus sudah
dipasang dan diikat kuat sehingga tidak bergeser pada saat
pengecoran.
e. Bila disyaratkan atau diperlukan oleh Konsultan, bahan
landasan untuk pekerjaan beton harus dihampar sesuai
dengan ketentuan.
f. Konsultan harus memeriksa seluruh galian yang disiapkan
untuk pondasi sebelum menyetujui pemasangan acuan, baja
tulangan atau pengecoran beton. Konsultan dapat meminta
kontraktor untuk melaksanakan pengujian penetrasi kedalam
tanah keras, pengujian kepadatan atau penyelidikan lainnya
untuk memastikan cukup tidaknya daya dukung dari tanah di
bawah pondasi.
Bilamana dijumpai kondisi tanah dasar pondasi yang tidak
memenuhi ketentuan, Kontraktor dapat diperintahkan untuk
mengubah dimensi atau kedalam dari pondasi dan/ atau
menggali dan mengganti bahan ditempat yang lunak,
memadatkan tanah pondasi atau melakukan tindakan
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 81
stabilitas lainnya sebagaimana yang diperintahkan oleh
Konsultan.
2) Bekisting / Acuan
a. Bekisting/Acuan dan perancah (penompang bekisting/acuan)
beton harus mampu/cukup kuat, tidak melendut/bergerak saat
menahan beban cairan beton selama pelaksanaan pekerjaan
dan menjamin ukuran yang dicapai sesuai ketentuan
sebagaimana tercantum dalam spesifikasi ini. Kontraktor
harus membuat perhitungan dan gambar kerja untuk
mendapat persetujuan dahulu dari Konsultan, sebelum
dikonstruksi dilapangan.
b. Acuan dari tanah, bilamana disetujui oleh Konsultan, harus
dibentuk dari galian, dan sisi-sisi samping serta dasarnya
harus dipotong secara manual sesuai dimensi yang
diperlukan. Seluruh kotoran tanah harus dibuang dan seluruh
bidang/sisi acuan tanah yang akan kontak dengan coran
beton harus diberi adukkan beton K-175 (beton tumbuk)
setebal 10 cm agar kedap air sehingga cairan dalam beton
tidak meresap kedalam tanah.
c. Acuat dari kayu atau baja dengan sambungan yang kedap
dan kaku untuk mempertahankan posisi yang diperlukan
selama pengecoran, pemadatan dan perawatan.
d. Jenis bekisting kayu yang digunakan :
Untuk memperoleh finishing yang sangat bagus,
seperti bagian sudut, beton ekspose dan tidak
memerlukan perbaikan. Pekerjaan ini diantaranya :
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 82
pengecoran pilar, abutmen, parapet dan lain-lain.
Cetakan yang digunakan tipe multiplek polyfilm tebal
18 mm.
Untuk beton yang masih perlu finishing cat, cetakan
yang digunakan adalah multiplek tebal 12 mm.
Untuk beton yang masih perlu finishing plesteran dan
acian. Cetakan yang digunakan adalah multiplek tebal
9 mm.
Untuk beton yang tidak perlu finising seperti pondasi,
sloof. Cetakan yang digunakan adalah multiplek tebal
9 mm.
e. Perancah untuk menyokong bekisting/acuan harus digunakan
jenis macaferri dan tidak diperkenankan menggunakan jenis
kayu glugu kelapa dan bamboo. Perancah harus kuat, kaku,
tidak bergerak saat menahan tekanan cairan beton.
f. Bekisting/Acuan harus dibuat sedemikian rupa sehingga
dapat dibongkar tanpa merusak beton.
3) Pengecoran
a. Kontraktor harus memberitahukan Konsultan secara tertulis
paling sedikit 24 jam sebelum memulai pengecoran beton,
atau meneruskan pengecoran beton bilamana pengecoran
beton telah ditunda lebih dari 24 jam. Pemberitahuan harus
meliputi lokasi, kondisi pekerjaan, mutu beton dan tanggal
seta waktu pencampuran beton.
b. Konsultan akan member tanda terima atas pemberitahuan
tersebut. Konsultan akan memeriksa acuan dan posisi
Standard Operating Procedure Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan Dosen : Ir. Irawan Wisnu W., MS
MMRI 2014 UNDIP 83
tulangan serta dapat mengeluarkan persetujuan atau
penolakan tertulis untuk memulai pelaksanaan pekerjaan.
Kontraktor tidak boleh melaksanakan pengecoran beton
tanpa persetujuan tertulis dari Konsultan.
c. Pengecoran beton tidak boleh dilaksanakan bilamana
Konsultan tidak hadir untuk menyaksikan operasi
pencampuran dan pengecoran beton secara keseluruhan.
d. Penggunaan minyak / oli pada sisi dalam acuan tidak
diperkenankan.
e. Campuran beton tidak boleh digunakan apabila beton tidak
dicor sampai posisi akhir dalam cetakan waktu 1 (satu) jam
setelah pencampuarn atau dalam waktu pendek sebagaimana
yang diinstruksikan oleh konsultan.