1
KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN
NOMOR 1856/KPTS/KR.120/K/08/2018
TENTANG
PEDOMAN PENILAIAN LAYANAN PRIORITAS KARANTINA HEWAN DAN
TUMBUHAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN,
Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 1949/Kpts/KR.120/K/II/2017 telah ditetapkan Pedoman Penilaian Layanan Prioritas Karantina
Hewan;
b. bahwa dengan perubahan kriteria penilaian, pembobotan
penilaian dan efisiensi layanan prioritas, serta efektifitas pengawasan perkarantinaan pertanian dalam membangun keterpaduan manajemen risiko antar Kementerian/
Lembaga, Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 1949/Kpts/KR.120/K/II/2017, sudah tidak sesuai lagi;
c. bahwa untuk memberikan kepastian dan kelancaran dalam penilaian layanan prioritas karantina hewan dan
tumbuhan, diperlukan pedoman penilaian layanan karantina hewan dan tumbuhan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian tentang
Pedoman Penilaian Layanan Karantina Hewan dan Tumbuhan;
Mengingat Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun
1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);
2. Undang – undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 112,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5038);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4002);
2
4. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 2002
Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4196);
5. Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
6. Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2015 Tentang
Kementerian Pertanian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 85);
7. Keputusan Presiden Nomor 75/M Tahun 2015 tentang
Pemberhentian dan Pengangkatan Dari Dan Dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Kementerian
Pertanian;
8. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 22/Permentan/ OT.140/4/ 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis Karantina Pertanian;
9. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pelayanan
Dokumen Karantina Pertanian Dalam Sistem Elektronik Indonesia National Single Window (INSW);
10 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/ OT.110/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian;
11 Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 1831/KPTS/KR.020/08/2018 tentang Layanan Prioritas Karantina Pertanian Dalam Kerangka Indonesia National
Single Window.
MEMUTUSKAN: Menetapkan :
KESATU : PEDOMAN PENILAIAN LAYANAN PRIORITAS KARANTINA
HEWAN DAN TUMBUHAN
KEDUA : Pedoman Penilaian Layanan Prioritas Karantina Hewan sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU tercantum
pada Lampiran I merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini.
KETIGA Pedoman Penilaian Layanan Prioritas Karantina Tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU tercantum pada Lampiran II merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Keputusan ini.
KEEMPAT : Pedoman Penilaian Layanan Prioritas Karantina Hewan dan
Tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU sebagai acuan bagi petugas Karantina dalam melakukan penilaian dalam rangka penetatapan Layanan Prioritas
Karantina Hewan dan Tumbuhan.
3
KELIMA Pada saat Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian ini berlaku, Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian nomor
1949/Kpts/KR.120/K/II/2017 tentang Pedoman Penilaian Layanan Prioritas Karantina Hewan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
KEENAM : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan,
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Agustus 2018
KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN,
TTD
BANUN HARPINI
Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth. :
1. Para Pejabat Eselon II Lingkup Badan Karantina Pertanian; dan 2. Para Kepala Balai Besar/Balai/Stasiun Karantina Pertanian di Seluruh
Indonesia.
4
LAMPIRAN I KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN
NOMOR : 1856/KPTS/KR.120/K/08/2018
TANGGAL : 28 Agustus 2018
PEDOMAN
PENILAIAN LAYANAN PRIORITAS KARANTINA HEWAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi transportasi berpengaruh dalam meningkatkan
arus perdagangan internasional, termasuk lalu lintas media pembawa
Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK). Hal ini akan meningkatkan
risiko masuk dan tersebarnya HPHK yang dibawa melalui media pembawa
HPHK. Badan Karantina Pertanian sebagai institusi yang berwenang di
tempat pemasukan (bandar udara, pelabuhan/ penyeberangan, pos lintas
batas negara) mempunyai tugas untuk mencegah masuk dan tersebarnya
HPHK, sehingga setiap pemasukan media pembawa karantina perlu
diawasi untuk dilakukan tindakan karantina.
Disisi lain Pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi XI
dimana pada butir 3 disebutkan tentang pengendalian risiko terpadu
untuk memperlancar arus barang di tempat pemasukan (pelabuhan) yang
dikenal dengan sebutan Indonesia Single Risk Manajemen atau ISRM.
Dalam paket kebijakan ini, instansi pemerintah yang bertugas di tempat
pemasukan dituntut mempercepat pelayanan kegiatan impor, efisiensi
waktu dan biaya perizinan serta menurunkan dwelling time melalui
peningkatan efektifitas pengawasan melalui integrasi pengelolaan risiko
diantara kementerian/lembaga terkait.
Menyikapi hal tersebut perlu dilakukan suatu perubahan pola
tindakan karantina hewan terhadap media pembawa tertentu yang
semula dilakukan di tempat pemasukan (gate keeper) menjadi tindakan
karantina dengan menerapkan manajemen risiko (risk management),
dalam hal ini tindakan karantina dilakukan dengan memilih dan memilah
risiko berdasarkan kriteria atau parameter tertentu, seperti jenis media
pembawa, negara asal (country of origin) dan tingkat kepatuhan pengguna
jasa melalui implementasi Layanan Prioritas Karantina Hewan (LPKH).
5
Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut di atas, perlu
disusun Pedoman Penilaian Layanan Prioritas Karantina Hewan untuk
memberikan kepastian dan mendukung kelancaran dalam pelaksanaan
penilaian layanan prioritas Karantina Hewan oleh petugas karantina
hewan di UPT Karantina Pertanian.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi petugas karantina
hewan dalam melakukan penilaian dan penetapan layanan
prioritas karantina hewan.
1.2.2 Pedoman ini bertujuan agar pelaksanaan penilaian layanan
prioritas karantina hewan sesuai dengan kaidah ilmiah dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
1.3 Ruang Lingkup
1.3.1 Persyaratan Mendapat Layanan Prioritas Karantina Hewan:
1.3.1.1 Persyaratan Teknis.
1.3.2 Prosedur Penetapan Layanan Prioritas Karantina Hewan
1.3.2.1 Prosedur penetapan fasilitas LPKH melalui mekanisme
permohonan;
1.3.2.2 Tim Penilai KH;
1.3.2.3 Tim Analisis KH; dan
1.3.2.4 Sekretariat Pusat LPKH.
1.3.3 Penilaian Persyaratan Layanan Prioritas Karantina Hewan
1.3.3.1 Aspek Penilaian;
1.3.3.2 Kriteria;
1.3.3.3 Parameter; dan
1.3.3.4 Bobot Penilaian.
1.3.4 Prosedur Penilaian
1.3.4.1 Penilaian Registrasi Awal; dan
1.3.4.2 Pemuhtakhiran Data Transaksional.
1.3.5 Monitoring dan Evaluasi
1.3.6 Aplikasi ISRM Karantina Hewan (APIS KH)
6
1.4 Pengertian
Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan:
1.4.1 Layanan Prioritas Karantina Hewan yang selanjutnya disingkat
LPKH adalah fasilitas layanan di bidang Karantina Hewan yang
diberikan oleh Badan Karantina Pertanian kepada pengguna jasa
karantina dalam rangka percepatan arus barang di pelabuhan.
1.4.2 Sekretariat Pusat Layanan Prioritas Karantina Hewan yang
selanjutnya disingkat Sekretariat Pusat LPKH adalah
penyelenggara proses administrasi penetapan LPKH di Kantor
Pusat Badan Karantina Pertanian.
1.4.3 Kepala Badan Karantina Pertanian yang selanjutnya disebut
Kepala Badan adalah pimpinan tertinggi di Badan Karantina
Pertanian.
1.4.4 Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian yang selanjutnya
disingkat UPT adalah Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan
Badan Karantina Pertanian, yang berada dibawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Badan Karantina Pertanian.
1.4.5 Kepala Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian yang
selanjutnya disebut Kepala UPT adalah pimpinan tertinggi di UPT
Karantina Pertanian.
1.4.6 Tim Penilai Karantina Hewan yang selanjutnya disingkat Tim
Penilai KH adalah tim yang terdiri dari pejabat fungsional dan
jajaran manajemen Karantina Hewan di UPT Karantina Pertanian
yang bertugas menilai kecukupan dan kesesuaian terhadap
pemenuhan persyaratan, menganalisa berkas permohonan dan
laporan hasil penilaian persyaratan teknis, serta mengambil
keputusan rekomendasi penetapannya.
1.4.7 Tim Analisis Karantina Hewan yang selanjutnya disingkat Tim
Analisis adalah tim yang terdiri dari pejabat fungsional dan
jajaran manajemen di Kantor Pusat Karantina Hewan dan
Keamanan Hayati Hewani, serta Kepala Sub Bidang Kepatuhan
Karantina Hewan yang bertugas melakukan analisa terhadap
laporan hasil dan rekomendasi Tim Penilai KH, mengambil
keputusan penetapannya, serta melakukan evaluasi dan
monitoring terhadap implementasi LPKH di lapangan.
7
1.4.8 Pengguna Jasa Karantina adalah orang perseorangan atau badan
hukum yang bertanggung jawab atau kuasanya terhadap
pemasukan dan/atau pengeluaran media pembawa Hama dan
Penyakit Hewan Karantina (HPHK).
1.4.9 Pemohon adalah Pengguna Jasa Karantina yang mengajukan
permohonan untuk memperoleh penetapan mendapatkan
fasilitas LPKH.
1.4.10 Penerima atau pemegang fasilitas LPKH adalah Pengguna Jasa
Karantina yang menerima atau memperoleh penetapan
mendapatkan fasilitas LPKH.
1.4.11 Pejabat Fungsional adalah Dokter Hewan Karantina dan
Paramedik Karantina yang diberi tugas untuk melakukan
tindakan karantina berdasarkan undang-undang.
1.4.12 Badan Karantina Pertanian yang selanjutnya disingkat Barantan
adalah badan yang berada di bawah Kementerian Pertanian
Republik Indonesia yang bertugas menyelenggarakan fungsi
perkarantinaan hewan, tumbuhan, dan pengawasan keamanan
hayati.
1.4.13 Petugas Karantina adalah pegawai negeri tertentu yang diberi
tugas untuk melakukan tindakan karantina berdasarkan
undang-undang.
8
BAB II
PERSYARATAN LAYANAN PRIORITAS KARANTINA HEWAN
2.1. Persyaratan Teknis
2.1.1. Persyaratan Teknis yang menjadi penilaian adalah:
2.2.1.1. Media Pembawa;
2.2.1.2. Negara Asal; dan
2.2.1.3. Pemohon (Pengguna Jasa Karantina).
2.2.2. Media pembawa sebagaimana dimaksud pada Point 2.2.1.1
berupa:
2.2.2.1. media pembawa yang akan dimasukkan termasuk
kategori risiko rendah; dan
2.2.2.2 media pembawa yang yang akan dimasukkan tergolong
dalam Hasil Bahan Asal Hewan (HBAH) atau Benda Lain.
2.2.3. Penilaian Media Pembawa sebagaimana dimaksud pada Point
2.2.1.1 dilakukan terhadap potensi media pembawa tersebut
membawa HPHK.
2.2.4. Penilaian Negara Asal sebagaimana dimaksud dalam Point 2.2.1.2
berupa penilaian status situasi penyakit hewan di negara asal.
2.2.5. Penilaian Pemohon (Pengguna Jasa Karantina) sebagaimana
dimaksud pada Point 2.2.1.3, dilakukan terhadap tingkat
kepatuhan dari Pengguna Jasa Karantina (selaku importir) dalam
mengikuti ketentuan, persyaratan dan prosedur Karantina, antara
lain meliputi:
2.2.5.1. Eksistensi
Penilaian dilakukan untuk menunjukkan keberadaan
perusahaan/pemohon berdasarkan legalitasnya, kondisi
di lapangan, status sertifikasi yang dimiliki, dan informasi
relevan lainnya.
2.2.5.2. Catatan histori
Penilaian dilakukan untuk menganalisa catatan kegiatan
karantina yang dilakukan dalam 1 (Satu) tahun terakhir
antara lain rata-rata frekuensi dan volume pemasukan,
tempat pemasukan, cara pengangkutan dan status
penggunaan PPK on line.
9
2.2.5.3. Sarana Prasarana
Penilaian dilakukan untuk menganalisa terkait
ketersediaan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan
tindakan karantina.
Diutamakan Pemohon yang memiliki sendiri dan tidak
sewa sarana-prasarana untuk tindakan karantina (kantor,
gudang, tempat pemeriksaan, dll), serta tidak
memanfaatkan fasilitas PLB.
2.2.5.4. Aspek Kewasdakan
Penilaian dilakukan untuk menganalisa catatan atau
informasi terkait:
2.3.6.1.1 pelanggaran karantina, khususnya 3P
(Penahanan, Penolakan, dan Pemusnahan);
2.3.6.1.2 Tingkat Kepatuhan Pengguna Jasa Karantina
(Pemohon) mentaati peraturan perkarantinaan,
termasuk patuh dan tidak pernah melakukan
pelanggaran atau ketidaksesuaian pelaporan,
selalu melapor sebelum kedatangan atau pada
saat kedatangan alat angkut (kapal sandar),
berperilaku baik dan sopan, dll.;
2.3.6.1.3 Informasi intelijen atau NHI (Nota Hasil
Intelijen) dari berbagai sumber seperti dari Bea
Cukai, kepolisian, dll
10
BAB III
TIM PENILAI DAN TIM ANALISIS LPKH
3.1. Penilaian persyaratan teknis pada point 2.3.1.1., 2.3.1.2. dan 2.3.1.3.
dilakukan oleh Tim Penilai di UPT, dan dianalisa oleh Tim Analisis di
Kantor Pusat.
3.2. Tim Penilai
3.2.1. Tim Penilai terdiri dari pejabat fungsional dan jajaran manajemen
Karantina Hewan di UPT Karantina Pertanian yang ditetapkan
oleh Kepala UPT setempat.
3.2.2. Tim Penilai memiliki tugas antara lain:
3.2.2.1. Melakukan penilaian on desk dan on site terhadap:
3.2.2.1.1. pemenuhan persyaratan administrasi dan
teknis sebagaimana dimaksud dalam Point
2.2 dan Point 2.3;
3.2.2.1.2. kesesuaian dan kelayakan dari lokasi,
bangunan gudang beserta peralatan dan
sarana pendukung, serta kapasitas Tempat
Tindakan Karantina.
3.1.1.1. Melakukan verifikasi lapangan terhadap data dan
informasi terkait Pemohon. Persyaratan administrasi
dan atau teknis, serta keberadaan prasarana-sarana
tindakan karantina.
3.1.1.2. Dengan segera membuat laporan tertulis, dan
rekomendasi LAYAK / TIDAK LAYAK berdasarkan hasil
penilaian lapangan terhadap berkas permohonan beserta
lokasi Tempat Tindakan Karantina calon penerima
fasilitas LPKH. Laporan dan rekomendasi ditujukan
kepada Kepala Badan Karantina Pertanian cq. Kepala
Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani
melalui Kepala UPT.
3.1.1.3. Berkomunikasi dengan Pemohon demi kelancaran
pelaksanaan penilaian ke lapangan.
3.1.2. Selama penilaian ke lapangan, Tim Penilai Persyaratan wajib:
3.1.2.1. menjaga nama baik organisasi;
3.1.2.2. beretika yang baik, sopan, obyektif selama penilaian.
11
3.3. Tim Analisis
3.3.1 Tim Analisis terdiri dari pejabat fungsional dan jajaran
manajemen Karantina Hewan di Kantor Pusat Karantina
Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, serta Kepala Sub
Bidang Kepatuhan Karantina Hewan.
3.3.2 Tim Analisis memiliki tugas antara lain
3.3.2.1 Terhadap berkas permohonan yang masuk:
3.3.2.1.1 melakukan verifikasi awal terhadap
pemenuhan persyaratan administrasi dan
teknis sebagaimana dimaksud dalam Point
2.2 dan Point 2.3.;
3.3.2.1.2 memberi masukan kepada Tim Penilai terkait
hal-hal yang harus dicermati pada saat
penilaian ke lapangan;
3.3.2.1.3 menyampaikan hasil verifikasi sebagaimana
dimaksud pada Point 3.4.2.1.1 kepada
Sekretariat Pusat LPKH, khususnya terkait
persyaratan administrasi dan atau teknis
yang belum terpenuhi.
3.3.2.2 Terhadap berkas Laporan Hasil Penilaian Lapangan:
3.3.2.2.1 mempelajari dan melakukan analisa terhadap
laporan hasil dan rekomendasi Tim Penilai
KH;
3.3.2.2.2 mengambil rekomendasi keputusan
penetapannya; dan
3.3.2.2.3 melakukan evaluasi dan monitoring terhadap
implementasi LPKH di lapangan.
3.3.3 Tim Analisis, wajib:
3.3.3.1 menghadiri rapat atau pertemuan terkait LPKH;
3.3.3.2 menjaga nama baik organisasi;
3.3.3.3 menjaga rahasia seluruh proses penetapan; dan
3.3.3.4 beretika yang baik, sopan, obyektif selama proses
penetapan.
12
3.4 Sekretariat Pusat LPKH
Dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugas Tim Analisis, perlu adanya
Sekretariat Pusat LPKH di kantor pusat.
Sekretariat Pusat LPKH memiliki tugas antara lain:
3.4.1 Penyelenggaraan proses administrasi penetapan LPKH di Kantor
Pusat Badan Karantina Pertanian:
3.4.1.1 mengagendakan berkas permohonan;
3.4.1.2 memproses surat Kepala Badan Karantina Pertanian
kepada Kepala UPT terkait menunjuk Tim Penilai;
3.4.1.3 menyelenggarakan rapat atau pertemuan terkait LPKH;
3.4.1.4 memproses SK Penetapan LPKH;
3.4.1.5 memproses Surat Pemberitahuan Penolakan permohonan
LPKH;
3.4.1.6 mengarsipkan dokumen dan surat terkait LPKH;
3.4.1.7 menyusun program monitoring dan evaluasi implementasi
LPKH; dan
3.4.1.8 menyusun program dan rencana anggaran biaya terkait
implementasi LPKH.
3.4.2 Anggota Sekretariat Pusat LPKH, wajib:
3.4.2.1 menjaga nama baik organisasi;
3.4.2.2 menjaga rahasia seluruh proses penetapan; dan
3.4.2.3 beretika yang baik, sopan, obyektif selama proses
penetapan.
13
BAB IV
PENILAIAN PERSYARATAN
LAYANAN PRIORITAS KARANTINA HEWAN (LPKH)
Dalam melakukan penilaian persyaratan layanan prioritas karantina
terdapat 3 aspek penilaian, yaitu komoditi, negara asal dan kepatuhan
pengguna jasa, atau disingkat menjadi 3C (Comodity, Country, Company).
Masing-masing aspek tersebut diatas dijabarkan berdasarkan kriteria
tertentu, dimana setiap kriteria memiliki parameter tersendiri. Masing-masing
parameter dijabarkan dan memiliki nilai tersendiri.
Dengan adanya aspek, kriteria, dan parameter ini diharapkan penilaian
terhadap layanan prioritas karantina hewan dapat lebih objektif dan
komprehensif. Dalam melakukan penilaian ini dibutuhkan data, informasi
maupun referensi lain. Hal ini berpegang pada prinsip bahwa dalam penilaian
harus berdasarkan landasan ilmiah yang jelas, obyektif dan transparan.
4.1. ASPEK PENILAIAN
Penilaian layanan prioritas karantina hewan terdiri dari 3 aspek, yaitu:
4.1.1. Komoditas
Komoditas atau dalam istilah karantina disebut media pembawa
merupakan aspek penting yang berpengaruh terhadap masuk
dan tersebarnya HPHK. Media pembawa terdiri dari hewan,
bahan asal hewan (BAH), hasil bahan asal hewan (HBAH), dan
benda lain. Dari segi risiko masuknya HPHK melalui media
pembawa, hewan merupakan media pembawa yang berisiko
paling tinggi karena agen penyakit hidup dan berkembang pada
mahluk hidup. BAH memiliki risiko sedang karena belum melalui
proses lebih lanjut. HBAH dan benda lain memiliki risiko rendah
karena sudah melalui tahap pemrosesan menjadi produk jadi.
Namun demikian, terhadap aspek komoditi ini perlu ditinjau juga
dari sisi lain seperti cara pemrosesan, cara pengemasan dan lain-
lain. Sisi inilah yang disebut sebagai kriteria penilaian. Kriteria
dari aspek penilaian komoditas akan diuraikan pada butir 4.2.1.
Terkait penilaian prioritas karantina hewan khususnya yang
akan dimasukkan dalam paket ISRM, saat ini diprioritaskan
untuk media pembawa yang tergolong media pembawa risiko
rendah, yaitu hasil bahan asal hewan dan benda lain. Aspek
komoditi memiliki bobot 20%.
14
4.1.2. Negara Asal
Selain komoditi, negara asal merupakan aspek penilaian yang
penting, karena ada jenis HPHK yang merupakan airborne
disease (penyakit yang ditularkan melalui udara), sehingga
apabila suatu negara sedang terkena wabah, jenis HPHK tersebut
bisa terbawa melalui media pembawanya. Selain itu terdapat
kemungkinan negara wabah akan mempengaruhi rantai
distribusi dari media pembawa.
Penilaian terhadap aspek negara asal terutama terkait status
situasi negara tersebut berdasarkan data dan informasi di
website OIE atau informasi resmi lain. Kriteria lainnya terkait
negara asal yang menjadi penilaian layanan prioritas diuraikan
pada butir 4.2.2. Mengingat pentingnya aspek status negara
maka dalam penilaian layanan prioritas ini memiliki bobot
tertinggi yaitu 40%.
4.1.3. Kepatuhan perusahaan/importir
Kepatuhan perusahaan atau importir merupakan aspek yang
menjadi perhatian dalam penilaian, dalam hal ini rekam jejak
(track record) importir selama melakukan transaksi di karantina.
Tingkat kepatuhan ini dilihat dari sisi eksistensi perusahaan,
catatan histori, sarana prasarana fasilitas tempat pemeriksaan
karantina, dan informasi lainnya misalnya Nota Hasil Intelejen
(NHI) dan catatan pelanggaran karantina. Tingkat kepatuhan
merupakan aspek yang penting, dalam hal ini diprioritaskan
merupakan produsen yang tidak memiliki catatan pelanggaran
karantina. Tingkat kepatuhan memiliki bobot 40%.
4.2. KRITERIA
Kriteria adalah faktor-faktor yang mempengaruhi aspek penilaian. Dari
tiga aspek penilaian tersebut diatas berikut kriterianya:
4.2.1. Kriteria Komoditas
4.2.1.1. Efektifitas prosesing dalam membunuh agen penyakit
Adalah proses yang telah dilalui suatu media pembawa
atau komoditi dan seberapa efektif proses tersebut
mampu membunuh agen HPHK (tingkat efektifitas
membunuh agen HPHK). Bobot 65%.
15
4.2.1.2. Tingkat Prosesing
Adalah tingkat prosesing MP yang diimpor menuju produk
akhir, jika masih membutuhkan beberapa tahapan maka
risiko menjadi lebih besar. Bobot 5%.
4.2.1.3. Cara pengemasan
Adalah cara komoditi dikemas (dikemas/tidak dan jumlah
lapisan kemasan). Bobot 10%.
4.2.1.4. Kondisi kemasan
Adalah keadaan kondisi kemasan yang dapat mencegah
kontaminasi terhadap komoditi (vakum, kedap atau tidak
kedap). Bobot 5%.
4.2.1.5. Cara handling
Cara handling yang dimaksud disini adalah tingkat
kehomogenan isi kontainer yang memuat komoditi,
semakin beragam jenis komoditi dalam satu kontainer
maka risiko akan semakin besar. Bobot 5%.
4.2.1.6. Pemanfaatan (bahan baku industri atau tidak)
Adalah tujuan importasi suatu komoditi tersebut, apakah
diimpor sebagai bahan baku atau untuk langsung dijual.
Bobot 4%.
4.2.1.7. Peruntukan (pangan atau non pangan)
Adalah peruntukan komoditi yang diimpor, merupakan
bahan pangan atau non pangan. Bobot 4%.
4.2.1.8. Penilaian unit usaha/tempat produksi/PSI
Adalah bukti bahwa produsen di negara asal telah
dilakukan penilaian unit usaha. Komoditi yang telah
dilakukan penilaian unit usaha di negara asal maka
risikonya semakin rendah dalam membawa agen HPHK.
Bobot 2%.
4.2.2. Kriteria Negara Asal
4.2.2.1. Status - situasi penyakit hewan (HPHK) di negara asal
Merupakan status situasi penyakit HPHK berdasarkan
data dari OIE. Bobot 65%.
16
4.2.2.2. Memiliki program nasional pengendalian HPHK
Adalah data keberadaan program pengendalian penyakit
HPHK yang dilakukan oleh otoritas veteriner minimal 2
tahun terakhir. Bobot 20%.
4.2.2.3. Anggota OIE
Adalah Status keanggotaan negara asal di OIE. Bobot 4%.
4.2.2.4. Protokol karantina
Adalah kesepakatan MoU dengan negara asal tentang tata
cara pelaksanaan tindakan karantina baik di negara asal
maupun di tempat pemasukan. Bobot 2%.
4.2.2.5. Kerjasama fasilitas e-Cert
Adalah kerjasama terhadap fasilitas pertukaran data
elektronik dalam hal ini sertifikat elektronik. Apakah ada
fasilitas pertukaran data atau tidak. Bobot 2%.
4.2.2.6. Profil negara sebagai eksportir ke Indonesia
Adalah profil negara asal sebagai eksportir, apakah
merupakan negara yang baru melakukan ekspor atau
negara tersebut sudah lama melakukan ekspor ke
Indonesia. Bobot 4%.
4.2.2.7. Terjadi keadaan kahar/bencana*)
Merupakan kondisi darurat atau bencana alam yang
berpengaruh terhadap risiko masuknya HPHK melalui
komoditas/ media pembawa HPHK, kriteria ini bersifat
kondisional. Dalam keadaan normal bobotnya 0%.
4.2.3. Kriteria kepatuhan perusahaan/importir
4.2.3.1. Eksistensi
merupakan kriteria yang berisi bukti keberadaan suatu
perusahaan, memiliki bobot 5%. Adapun kriteria yang
dinilai dalam eksistensi perusahaan yaitu:
4.2.3.1.1. Aspek legalitas dengan bobot 40%, berisi beberapa dokumen yang
menyatakan keberadaan suatu perusahaan. Dokumen yang dinilai
yaitu: SIUP, SITU, AKTA PERUSAHAAN, HO, IMB, TDP, dan NPWP;
17
4.2.3.1.2. Status Importir dengan bobot 30%,
merupakan informasi tentang status kegiatan
usaha inportir, apakah merupakan Produsen
atau hanya sebagai trader murni;
4.2.3.1.3. Penggunaan PPJK dan track record-nya
dengan bobot 10%, terkait penggunaan pihak
ketiga dalam pengurusan dokumen karantina.
Apakah importir tersebut mengggunakan
PPJK atau mengurus sendiri. Apabila
menggunakan PPJK maka dilihat rekap jejak
PPJK tersebut dalam mematuhi ketentuan
karantina. Apakah PPJK memiliki rekam jejak
baik atau tidak.
4.2.3.1.4. Kedudukan Perusahaan dengan bobot 5%
yaitu kedudukan perusahaan yang
melakukan kegiatan karantina di tempat
pemasukan, apakah merupakan induk
perusahaan atau cabang perusahaan.
4.2.3.1.5. ISO/Sertifikasi yang setara dengan bobot 5%
yaitu status perusahaan dalam upaya
menjamin mutu produk atau pelayanannya,
hal ini dapat dilihat dari sertifikat ISO
(Internasional Standar Organization) maupun
sertifikat lain yang setara.
4.2.3.1.6. Struktur Organisasi dengan bobot 5%, untuk
mengetahui apakah perusahaan memiliki
struktur organisasi yang kuat dan jelas,
dibuktikan dengan melampirkan struktur
organisasi.
4.2.3.1.7. Bentuk Badan Usaha dengan bobot 5%, yaitu
bentuk badan usaha perusahaan importir,
apakah merupakan perusahaan milik negara,
perusahaan terbuka, atau perusahaan
tertutup.
18
4.2.3.2. Catatan History
Yaitu sejumlah informasi dasar atau catatan tentang
perusahaan dalam melakukan kegiatan perkarantinaan
selama 3 tahun terakhir. Catatan history memiliki bobot
10%. Adapun kriteria yang dinilai yaitu:
4.2.3.2.1. Frekuensi kegiatan, dengan bobot 15%
merupakan frekuensi pemasukan media
pembawa yang dilakukan oleh perusahaan
tersebut.
4.2.3.2.2. Rata-rata Volume per bulan dengan bobot
10% merupakan rata-rata volume pemasukan
komoditi yang dilakukan perusahaan
tersebut.
4.2.3.2.3. Entry Point dengan bobot 20% merupakan
tempat pemasukan dimana perusahaan
tersebut melakukan kegiatan perkrantinaan,
apakah hanya melalui satu tempat
pemasukan atau beberapa tempat
pemasukan.
4.2.3.2.4. Cara pengangkutan MP dengan bobot 10%
yaitu cara penganggkutan komoditi dari
negara asal ke Indonesia, apakah dilakukan
secara langsung atau transit di negara lain.
4.2.3.2.5. Penggunaan PPK On line dengan bobot 45%
yaitu penggunaan aplikasi PPK on line dalam
melakukan kegiatan perkarantinaan. Apakah
perusahaan tersebut memiliki dan
menggunakan PPK on-line sendiri atau
menggunakan pihak ketiga.
4.2.3.3. Sarana-Prasarana
Yaitu keberadaan tempat maupun fasilitas yang dimiliki
perusahaan untuk melakukan tindakan karantina,
memiliki bobot 25%. Adapun kriteria yang dinilai yaitu:
19
4.2.3.3.1. Memiliki tempat tindakan karantina hewan
dengan bobot 65%. Perusahaan memiliki
tempat untuk melakukan tindakan karantina
atau TPK yang telah ditetapkan oleh UPT
4.2.3.3.2. Status kepemilikan sarana tindakan
karantina hewan dengan bobot 10%,
merupakan status kepemilikan TPK yang
digunakan, apakah merupakan milik sendiri
atau sewa.
4.2.3.3.3. Pemanfaatan Fasilitas PLB dengan bobot 25%,
yaitu pemanfaatan Pusat Logistik Berikat oleh
perusahaan. Apakah perusahaan dalam
melakukan kegiatan karantina menggunakan
fasilitas PLB atau tidak.Hal ini terkait dengan
mekanisme tindakan karantina di PLB.
4.2.3.4. Aspek Kewasdakan
Yaitu aspek pengawasan dan penindakan terkait catatan
pelanggaran karantina atau aspek lain yang
menunjukkan kepatuhan perusahaan terhadap
pemenuhan persyaratan karantina. memiliki bobot 60%.
Adapun kriteria yang dinilai yaitu:
4.2.3.4.1. Catatan pelanggaran karantina (3P) dengan
bobot 25% yaitu catatan pelanggaran
meliputi penahanan, penolakan dan
pemusnahan yang terjadi dalam setahun
terakhir
4.2.3.4.2. Catatan/informasi kewasdakan dengan
bobot 70% yaitu catatan berdasarkan tingkat
kepatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan karantina dan catatan
pernah atau tidak terkena wajib lapor.
4.2.3.4.3. Informasi Intelijen (NHI) dengan bobot 5%
sesuai tingkat keparahan pelanggaran
berdasarkan informasi dari berbagai sumber
atau institusi lain
20
4.3. PARAMETER DAN PENILAIAN
Terhadap masing-masing kriteria diatas berikut parameter dan
penilaiannya.
4.3.1. Parameter dan Penilaian Komoditi
Komoditas atau Media Pembawa dinilai berdasarkan
keamanannya terhadap kemungkinan
membawa/menyebarkan/terkontaminasi HPHK. Jika komoditas
tersebut berdasarkan kriteria dan parameter penilaian di bawah
ini aman dari kemungkinan
membawa/menyebarkan/terkontaminasi HPHK maka diberikan
nilai maksimal yaitu 10. Semakin besar nilai yang diberikan maka
akan semakin aman komoditas tersebut dari kemungkinan
membawa HPHK.
4.3.1.1. Efektifitas prosesing dalam membunuh agen penyakit
Kriteria ini menilai komoditas berdasarkan efektifitas
prosesing atau tingkat olahan suatu komoditas dalam
mematikan HPHK atau agen penyakit lainnya. Semakin
aman suatu komoditas maka akan semakin besar nilai
yang diberikan.
4.3.1.1.1. Proses produksi efektif mematikan agen 100%,
diberi nilai 10;
4.3.1.1.2. Proses produksi efektif mematikan agen 90%
diberi nilai 9;
4.3.1.1.3. Proses produksi efektif mematikan agen 80%
diberi nilai 8;
4.3.1.1.4. Proses produksi efektif mematikan agen 70%
diberi nilai 7;
4.3.1.1.5. Proses produksi efektif mematikan agen 60%
diberi nilai 6;
4.3.1.1.6. Proses produksi efektif mematikan agen 50%
diberi nilai 5;
4.3.1.1.7. Proses produksi efektif mematikan agen 40%
diberi nilai 4;
4.3.1.1.8. Proses produksi efektif mematikan agen 30%
diberi nilai 3;
4.3.1.1.9. Proses produksi efektif mematikan agen 20%
diberi nilai 2;
21
4.3.1.1.10. Proses produksi efektif mematikan agen 10%
diberi nilai 1.
4.3.1.1.11. Proses produksi tidak mematikan agen sama
sekali diberi nilai 0.
4.3.1.2. Tingkat Prosessing komoditas yang dimasukkan
Kriteria ini menilai komoditas berdasarkan tingkat
prosesing. Media pembawa yang di masukan ke Indonesia
dalam keadaan dapat langsung dipakai atau sudah di
proses sepenuhnya (full process) lebih aman terhadap
kemungkinan terbawanya HPHK dibandingkan Media
Pembawa yang akan diproses lagi di Indonesia.
4.3.1.2.1. Media pembawa sudah proses full diberi nilai
10;
4.3.1.2.2. Media pembawa perlu satu tahap menuju full
process diberi nilai 8;
4.3.1.2.3. Media pembawa perlu dua tahap menuju full
process diberi nilai 6;
4.3.1.2.4. Media pembawa perlu tiga tahap menuju full
process diberi nilai 4;
4.3.1.2.5. Media pembawa perlu empat tahap menuju full
process diberi nilai 2;
4.3.1.2.6. Media pembawa diimpor merupakan Bahan
mentah/bahan dasar diberi nilai 0.
4.3.1.3. Cara pengemasan media pembawa
Kriteria ini menilai komoditas berdasarkan cara
pengemasan media pembawa. Media pembawa yang
dikemas beberapa lapisan lebih aman dari kemungkinan
membawa/menyebarkan/kontaminasi HPHK,
dibandingkan media pembawa yang tidak dikemas.
4.3.1.3.1. Terkemas berlapis > 2, aman mencegah
kerusakan dan kontaminasi diberi nilai 10;
4.3.1.3.2. Terkemas berlapis 2, aman mencegah
kerusakan dan kontaminasi diberi nilai 9;
4.3.1.3.3. Terkemas berlapis 1, aman mencegah
kerusakan dan kontaminasi diberi nilai 8;
22
4.3.1.3.4. Terkemas berlapis >2, tapi kurang aman
mencegah kerusakan dan kontaminasi diberi
nilai 7;
4.3.1.3.5. Terkemas berlapis 2, tapi kurang aman
mencegah kerusakan dan kontaminasi diberi
nilai 6;
4.3.1.3.6. Terkemas berlapis 1, tapi kurang aman
mencegah kerusakan dan kontaminasi diberi
nilai 5;
4.3.1.3.7. Tidak dikemas diberi nilai 0.
4.3.1.4. Jenis Kemasan media pembawa
Kriteria ini menilai komoditas berdasarkan jenis kemasan
media pembawa. Jenis kemasan yang aman dari
kontaminasi diberikan nilai maksimal (nilai 10),
dibandingkan jenis kemasan yang rentan kontaminasi.
4.3.1.4.1. Kemasan vakum dan kedap udara diberi nilai
10;
4.3.1.4.2. Kemasan kedap udara diberi nilai 8;
4.3.1.4.3. Tanpa kemasan atau curah diberi nilai 0.
4.3.1.5. Cara penangkutan dan penanganan (handling)
Kriteria ini menilai komoditas berdasarkan cara
pengangkutan dan penanganan media pembawa dalam
kontainer. Suatu media pembawa dikatakan aman dari
kemungkinan membawa/menyebarkan/terkontaminasi
HPHK jika diangkut dengan kontainer yang berisi satu
jenis barang (full container loading) dan memenuhi
persyaratan selama pengangkutan.
4.3.1.5.1. Keadaan FCL dan persyaratan selama
pengangkutan terpenuhi diberi nilai 10;
4.3.1.5.2. Keadaan FCL dan persyaratan selama
pengangkutan kurang terpenuhi diberi nilai 6;
4.3.1.5.3. Keadaan LCL dan persyaratan selama
pengangkutan kurang terpenuhi diberi nilai 4;
4.3.1.5.4. Keadaan FCL dan persyaratan selama
pengangkutan tidak terpenuhi diberi nilai 2;
4.3.1.5.5. Keadaan LCL dan persyaratan selama
pengangkutan tidak terpenuhi diberi nilai 0.
23
4.3.1.6. Pemanfaatan media pembawa
Kriteria ini menilai komoditas berdasarkan
pemanfaatannya. Suatu Media Pembawa dikatakan lebih
aman dari kemungkinan membawa/ terkontaminasi
HPHK jika langsung dikonsumsi/dipasarkan
dibandingkan digunakan untuk bahan baku industri.
4.3.1.6.1. Merupakan produk akhir untuk langsung
dipasarkan diberi nilai 10;
4.3.1.6.2. Merupakan bahan baku industri hilir diberi
nilai 8;
4.3.1.6.3. Merupakan bahan baku industri hulu diberi
nilai 6;
4.3.1.6.4. Merupakan bahan baku industri untuk dijual
kembali diberi nilai 4;
4.3.1.6.5. Tidak jelas pemanfaatannya diberi nilai 0.
4.3.1.7. Peruntukkan (pangan atau non pangan)
Kriteria ini menilai komoditas atau MP berdasarkan
peruntukannya. Media Pembawa yang diperuntukan
sebagai bahan pangan lebih aman dari kemungkinan
membawa HPHK dibandingkan bahan non pangan.
4.3.1.7.1. Merupakan bahan pangan diberi nilai 10;
4.3.1.7.2. Merupakan bahan non pangan diberi nilai 9;
4.3.1.7.3. Merupakan bahan pangan sekaligus non
pangan diberi nilai 8;
4.3.1.7.4. Tidak jelas peruntukkannya diberi nilai 0.
4.3.1.8. Penilaian unit usaha/tempat produksi/PSI
Kriteria ini menilai komoditas berdasarkan penilaian unit
usaha di negara asal. Unit usaha yang telah dinilai oleh
pemerintah Indonesia lebih aman dibandingkan yang
belum dinilai.
4.3.1.8.1. Media pembawa telah dilakukan PSI dan
memiliki Est. Number diberi nilai 10;
4.3.1.8.2. Media pembawa telah dilakukan PSI tapi belum
memiliki Est. Number diberi nilai 8;
4.3.1.8.3. Media pembawa belum dilakukan PSI diberi
nilai 4;
24
4.3.1.8.4. Media pembawa tidak ada informasi atau tidak
jelas informasinya diberi nilai 0.
4.3.2. Parameter dan Penilaian Negara Asal
Negara asal Media Pembawa dinilai berdasarkan situasi penyakit
hewan dan program pengendalian penyakit hewan di negara asal
yang berhubungan dengan Media pembawa yang diimpor ke
Indonesia. Jika negara asal tersebut berdasarkan kriteria dan
parameter penilaian dibawah ini, aman dari kemungkinan
membawa HPHK maka diberikan nilai maksimal yaitu 10.
Semakin besar nilai yang diberikan maka akan negara asal
tersebut dinilai aman dari kemungkinan membawa HPHK.
4.3.2.1. Status - situasi penyakit hewan (HPHK) di negara asal
Kriteria ini menilai negara asal berdasarkan status dan
situasi penyakit hewan. Negara yang sedang tidak wabah
lebih aman dibandingkan negara yang sedang wabah atau
endemis HPHK tertentu.
4.3.2.1.1. Bebas, sedang tidak terjadi wabah, dan bukan
daerah endemis, diberi nilai 10;
4.3.2.1.2. Bebas, sedang tidak terjadi wabah tapi daerah
endemis, diberi nilai 9;
4.3.2.1.3. Bebas, tapi sedang terjadi wabah diberi nilai 6;
4.3.2.1.4. Status negara di OIE tidak diketahui
(undetermined), berbatasan dengan negara
bebas, diberi nilai 5;
4.3.2.1.5. Status negara di OIE tidak diketahui
(undetermined), berbatasan dengan negara
tertular, diberi nilai 4;
4.3.2.1.6. Tidak bebas, merupakan negara wabah diberi
nilai 0.
4.3.2.2. Memiliki program nasional pengendalian HPHK
Kriteria ini menilai negara asal berdasarkan program
pengendalian penyakit hewan yang dimiliki. Negara asal
Media Pembawa yang memiliki program nasional
pengendalian penyakit hewan lebih aman dibandingkan
negara asal yang tidak memiliki program pengendalian.
25
4.3.2.2.1. Negara asal memiliki program pengendalian
nasional HPHK dan sudah berjalan dengan
baik, diberi nilai 10;
4.3.2.2.2. Negara asal memiliki program pengendalian
HPHK tapi belum berjalan dengan baik, diberi
nilai 8;
4.3.2.2.3. Negara asal memiliki program pengendalian
HPHK tapi tidak berjalan dengan baik atau
tidak jelas, diberi nilai 6;
4.3.2.2.4. Negara asal tidak memiliki program nasional
pengendalian HPHK, diberi nilai 0.
4.3.2.3. Anggota OIE
Kriteria ini menilai negara asal berdasarkan keanggotaan
OIE. Jika negara asal terdaftar sebagai anggota OIE maka
negara asal lebih aman dibandingkan negara yang tidak
terdaftar OIE.
4.3.2.3.1. Negara asal merupakan anggota OIE, diberi
nilai 10;
4.3.2.3.2. Negara asal bukan merupakan anggota OIE,
namun terdapat perjanjian bilateral, diberi
nilai 5;
4.3.2.3.3. Negara asal bukan merupakan negara anggota
OIE, dan tidak terdapat perjanjian bilateral,
diberi nilai 0.
4.3.2.4. Protokol karantina
Kriteria ini menilai negara asal berdasarkan perjanjian
atau protokol karantina. Jika suatu negara telah
membuat protokol karantina dengan Indonesia dalam hal
pemasukan Media Pembawa yang dimaksud maka negara
asal tersebut dinilai lebih aman dibanding yang tidak
memiliki protokol karantina.
4.3.2.4.1. Negara asal dengan badan karantina pertanian
telah memiliki protokol karantina, diberi nilai
10;
4.3.2.4.2. Protokol karantina dengan negara asal sedang
dalam proses penyusunan atau pembahasan,
diberi nilai 5;
26
4.3.2.4.3. Tidak terdapat protokol karantina dengan
negara asal, diberi nilai 0.
4.3.2.5. Kerjasama fasilitas e-Cert
Kriteria ini menilai negara asal berdasarkan fasilitas e-
Cert. Jika suatu negara telah membuat perjanjian e-Cert
dengan karantina dalam pemasukan Media Pembawa
yang dimaksud maka negara asal tersebut dinilai lebih
aman dibanding yang belum memiliki fasilitas e-Cert.
4.3.2.5.1. Negara asal dengan Badan Karantina Pertanian
telah memiliki kerjasama fasilitas e-cert, diberi
nilai 10;
4.3.2.5.2. Kerjasama fasilitas e-cert dengan negara asal
sedang dalam proses penyusunan atau
pembahasan, diberi nilai 5;
4.3.2.5.3. Tidak terdapat kerjasama fasilitas e-cert
dengan negara asal, diberi nilai 0.
4.3.2.6. Profil negara sebagai eksportir ke Indonesia
Kriteria ini menilai negara asal berdasarkan profil negara
sebagai eksportir ke Indonesia. Jika suatu negara telah
lama sebagai eksportir ke Indonesia maka negara asal
tersebut dinilai lebih aman dibanding yang baru ekspor
ke Indonesia.
4.3.2.6.1. Negara asal telah melakukan kegiatan ekspor
ke Indonesia LEBIH dari 3 tahun dan memiliki
catatan BAIK, diberi nilai 10
4.3.2.6.2. Negara asal melakukan kegiatan ekspor ke
Indonesia KURANG dari 3 tahun dan memiliki
catatan BAIK, diberi nilai 9
4.3.2.6.3. Negara asal melakukan kegiatan ekspor ke
Indonesia LEBIH dari 3 tahun tetapi memiliki
catatan KURANG baik, diberi nilai 8
4.3.2.6.4. Negara asal melakukan kegiatan ekspor ke
Indonesia KURANG dari 3 tahun tetapi
memiliki catatan KURANG baik, diberi nilai 7
27
4.3.2.6.5. Negara asal merupakan negara BARU
melakukan kegiatan eskpor ke Indonesia, dan
berdasarkan informasi terhadap ekspor produk
lain memiliki catatan yang BAIK, diberi nilai 6
4.3.2.6.6. Negara asal melakukan kegiatan ekspor ke
Indonesia LEBIH dari 3 tahun tetapi memiliki
catatan TIDAK baik, diberi nilai 5
4.3.2.6.7. Negara asal melakukan kegiatan ekspor ke
Indonesia KURANG dari 3 tahun tetapi
memiliki catatan TIDAK baik, diberi nilai 4
4.3.2.6.8. Negara asal merupakan negara baru
melakukan kegiatan eskpor ke Indonesia, dan
berdasarkan informasi terhadap ekspor produk
lain memiliki catatan yang KURANG baik,
diberi nilai 2
4.3.2.6.9. Negara asal merupakan negara baru
melakukan kegiatan eskpor ke Indonesia, dan
berdasarkan informasi terhadap ekspor produk
lain memiliki catatan yang TIDAK baik, diberi
nilai 0
4.3.2.7. Terjadi keadaan kahar/bencana*) 0%
Kriteria ini menilai negara asal berdasarkan kondisi
darurat atau bencana alam yang berpengaruh terhadap
risiko masuknya HPHK melalui komoditas/ media
pembawa HPHK, kriteria ini bersifat kondisional.
4.3.2.7.1. Negara asal dalam kondisi darurat dinyatakan
aman terhadap risiko masuknya HPHK, diberi
nilai 10
4.3.2.7.2. Negara asal dalam kondisi darurat dinyatakan
tidak aman terhadap risiko masuknya HPHK,
diberi nilai 0
28
4.3.3. Parameter dan Penilaian Kepatuhan Perusahaan/Importir
Kepatuhan Perusahaan/importir dinilai berdasarkan eksistensi
keberadaan perusahaan, data pemasukan, penggunaan PPJK, dan
lain sebagainya. Jika kepatuhan perusahaan/importir tersebut
berdasarkan kriteria dan parameter penilaian dibawah ini, aman
terhadap kemungkinan terjadi pelanggaran maka diberikan nilai
maksimal yaitu 10. Semakin besar nilai yang diberikan maka
perusahaan tersebut dinilai aman dari kemungkinan membawa
HPHK
4.3.3.1. Eksistensi
Kriteria ini menilai perusahaan berdasarkan eksistensi
perusahaan. Jika suatu suatu perusahaan memiliki
kelengkapan administrasi yang baik maka perusahaan ini
dinilai aman.
4.3.3.1.1. Aspek legalitas
4.3.3.1.1.1. Semua dokumen persyaratan ada
lengkap benar dan sah, diberi nilai
10;
4.3.3.1.1.2. Tidak semua dokumen
persyaratan ada, tapi NPWP, IMB,
HO, akta pendirian perusahaan
ada lengkap benar dan sah, diberi
nilai 8;
4.3.3.1.1.3. Dokumen persyaratan tidak ada,
diberi nilai 0.
4.3.3.1.2. Status importir
4.3.3.1.2.1. Status importir produsen diberi
nilai 10;
4.3.3.1.2.2. Status importir sebagai peodusen
sekaligus sebagai trader diiberi
nilai 6;
4.3.3.1.2.3. Status importir merupakan trader
murni diberi nilai 0.
29
4.3.3.1.3. Penggunaan PPJK dan track record -nya
4.3.3.1.3.1. Perusahaan mengurus sendiri, dan
track recordnya baik diberi nilai
10;
4.3.3.1.3.2. Perusahaan mengurus sendiri tapi
track recordnya kurang baik diberi
nilai 8;
4.3.3.1.3.3. Perusahaan mengurus sendiri dan
track recordnya tidak baik diberi
nilai 6;
4.3.3.1.3.4. Perusahaan menggunakan PPJK,
tapi track recordnya nya baik
diberi nilai 4;
4.3.3.1.3.5. Perusahaan menggunakan PPJK
tapi track recordnya kurang baik
diberi nilai 2;
4.3.3.1.3.6. Perusahaan menggunakan PPJK
dan track recordnya tidak baik
diberi nilai 0.
4.3.3.1.4. Kedudukan perusahaan
4.3.3.1.4.1. Kedudukan perusahaan
merupakan kantor induk diberi
nilai 10;
4.3.3.1.4.2. Kedudukan perusahaan
merupakan kantor cabang diberi
nilai 8;
4.3.3.1.4.3. Kedidukan perusahaan
merupakan kantor perwakilan
diberi nilai 6;
4.3.3.1.4.4. Kedudukan kantor perusahaan
tidak jelas diberi nilai 0.
4.3.3.1.5. ISO/sertifikasi yang setara
4.3.3.1.5.1. Memiliki ISO atau sertifikasi setara
diberi nilai 10;
4.3.3.1.5.2. Tidak memiliki ISO atau sertifikasi
setara diberi nilai 0.
30
4.3.3.1.6. Stuktur organisasi
4.3.3.1.6.1. Memiliki struktur organisasi yang
jelas diberi nilai 10;
4.3.3.1.6.2. Tidak memiliki stuktur organisasi
yang jelas diberi nilai 0.
4.3.3.1.7. Bentuk badan usaha
4.3.3.1.7.1. Merupakan badan usaha yang
jelas, BUMN, PT, CV diberi nilai 10;
4.3.3.1.7.2. Tidak berupa badan usaha atau
perseorangan diberi nilai 5;
4.3.3.1.7.3. Tidak jelas diberi nilai 0.
4.3.3.2. Catatan History
Kriteria ini menilai perusahaan berdasarkan data
frekuensi, volume pemasukan media pembawa, jumlah
tempat pemasukan dan cara pengangkutan. Jika suatu
perusahaan memiliki catatan pemasukan yang baik maka
perusahaan ini dinilai aman
4.3.3.2.1. Frekuensi kegiatan
4.3.3.2.1.1. Rutin dilakukan pemasukan
minimal sebulan sekali diberi nilai
10;
4.3.3.2.1.2. Rutin dilakukan kegiatan
pemasukan minimal dua bulan
sekali diberi nilai 8;
4.3.3.2.1.3. Rutin dilakukan kegiatan
pemasukan minimal tiga bulan
sekali diberi nilai 7;
4.3.3.2.1.4. Rutin dilakukan kegiatan
pemasukan minimal empat bulan
sekali diberi nilai 6;
4.3.3.2.1.5. Rutin dilakukan kegiatan
pemasukan minimal enam bulan
sekali diberi nilai 5;
4.3.3.2.1.6. Rutin dilakukan kegiatan
pemasukan minimal tujuh bulan
sekali diberi nilai 0;
31
4.3.3.2.1.7. Tidak rutin atau transaksional
diberi nilai 0.
4.3.3.2.2. Rata-rata volume per bulan
4.3.3.2.2.1. Rata-rata lebih dari 20 kontainer
per bulan diberi nilai 10;
4.3.3.2.2.2. Rata-rata 10-19 kontainer per
bulan diberi nilai 9;
4.3.3.2.2.3. Rata-rata 5-9 kontainer per bulan
diberi nilai 8;
4.3.3.2.2.4. Rata-rata kurang dari 4 kontainer
per bulan diberi nilai 7;
4.3.3.2.2.5. Rata-rata 0 kontainer per bulan
diberi nilai 0.
4.3.3.2.3. Entry point
4.3.3.2.3.1. Hanya melalui satu tempat
pemasukan diberi nilai 10;
4.3.3.2.3.2. Terdapat dua tempat pemasukan
diberi nilai 8;
4.3.3.2.3.3. Terdapat tiga tempat pemasukan
diberi nilai 6;
4.3.3.2.3.4. Terdapat lebih dari 3 tempat
pemasukan diberi nilai 4;
4.3.3.2.3.5. Tempat pemasukannya tidak jelas
diberi nilai 0.
4.3.3.2.4. Cara pengangkutan MP
4.3.3.2.4.1. Pengangkutan langsung dari
negara asal ke Indonesia diberi
nilai 10;
4.3.3.2.4.2. Pengangkutan melalui transit di
satu negara diberi nilai 7;
4.3.3.2.4.3. Pengangkutan melalui transit di
dua negara diberi nilai 4;
4.3.3.2.4.4. Pengangkutan melalui transit lebih
dari tiga negara diberi nilai 0.
32
4.3.3.2.5. Penggunaan PPK on-line
4.3.3.2.5.1. Menggunakan PPK on-line sendiri
diberi nilai 10;
4.3.3.2.5.2. Penggunaan PPK on-line melalui
pihak ketiga diberi nilai 0.
4.3.3.3. Sarana Prasarana
Kriteria ini menilai perusahaan berdasarkan sarana
prasarana yang dimiliki perusahaan. Jika suatu suatu
perusahaan memiliki kelengkapan sarana prasarana yang
baik maka perusahaan ini dinilai aman.
4.3.3.3.1. Memiliki tempat tindakan karantina
4.3.3.3.1.1. Memiliki tempat tindakan
karantina sendiri, sarana
prasarananya lengkap dan dapat
digunakan diberi nilai 10;
4.3.3.3.1.2. Memiliki tempat tindakan
karantina sendiri tapi sarana
prasarananya kurang lengkap tapi
dapat digunakan diberi nilai 8;
4.3.3.3.1.3. Memiliki tempat tindakan
karantina sendri tapi sarana
prasarananya kurang lengkap dan
ada yang tidak dapat digunakan
diberi nilai 6;
4.3.3.3.1.4. Tidak memiliki tindakan karantina
sendiri (sewa), tapi sarana
prasarananya lengkap dan dapat
digunakan diberi nilai 4;
4.3.3.3.1.5. Tidak memiliki tempat tindakan
karantina sendiri (sewa) dan
sarana prasarananya tidak
lengkap dan ada yang tidak dapat
digunakan diberi nilai 2;
33
4.3.3.3.1.6. Tidak memiliki tempat tindakan
karantina sendiri (sewa), dan tidak
ada sarana prasarananya diberi
nilai 0.
4.3.3.3.2. Status kepemilikan sarana tindakan karantina
4.3.3.3.2.1. Sarana tindakan karantina milik
sendiri diberi nilai 10;
4.3.3.3.2.2. Sarana tindakan karantina
merupakan sewa diberi nilai 5;
4.3.3.3.2.3. Tidak memiliki sarana tindakan
karantina diberi nilai 0.
4.3.3.3.3. Pemanfaatan fasilitas Pusat Logistik Berikat
(PLB)
4.3.3.3.3.1. Tidak mengggunakan fasilitas PLB
diberi nilai 10;
4.3.3.3.3.2. Menggunakan fasilitas PLB diberi
nilai 0.
4.3.3.4. Aspek Kewasdakan
Kriteria ini menilai perusahaan berdasarkan aspek
kewasdakan perusahaan. Jika suatu suatu perusahaan
memiliki kepatuhan terhadap peraturan perkarantinaan
yang baik serta tidak memiliki catatan pelanggaan maka
perusahaan ini dinilai aman.
4.3.3.4.1. Catatan pelanggaran karantina 3P
4.3.3.4.1.1. Tidak terdapat catatan
pelanggaran karantina dalam
setahun terakhir diberi nilai 10;
4.3.3.4.1.2. Dalam setahun terakhir terdapat
catatan pelanggaran karantina 3P
sebanyak 1 sampai 2 kali;
4.3.3.4.1.3. Dalam setahun terakhir terdapat
catatan pelanggaran karantina 3P
sebanyak 3 sampai 4 kali;
4.3.3.4.1.4. Dalam setahun terakhir terdapat
catatan pelanggaran karantina 3P
sebanyak 5 sampai 6 kali;
34
4.3.3.4.1.5. Dalam setahun terakhir terdapat
catatan pelanggaran karantina 3P
sebanyak 7 sampai 8 kali;
4.3.3.4.1.6. Dalam setahun terakhir terdapat
catatan pelanggaran karantina 3P
lebih dari 9 kali.
4.3.3.4.2. Catatan/ informasi kewasdakan
Skala penilaian 0-10 diberikan berdasarkan
tingkat kepatuhan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan dan catatan
pernah/ tidak terkena wajib lapor.
4.3.3.4.3. Informasi intelejen (NHI)
Skala penilaian 0-10 diberikan sesuai tingkat
keparahan berdasarkan informasi dari berbagai
sumber atau instansi lain.
35
BAB V
PROSEDUR PENILAIAN
5.1 Penilaian Registrasi Awal
5.1.1 Penilaian Registrasi Awal merupakan penilaian on desk dan atau
on site awal yang dilakukan terhadap berkas permohonan LPKH.
5.1.2 Penilaian Registrasi Awal sebagaimana dimaksud pada Point 5.1.1
dilakukan oleh Tim Penilai, dan hasilnya dianalisa oleh Tim
Analisis.
5.1.3 Prosedur Penilaian Registrasi Awal dilaksanakan sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Point 3.1 dan Point 3.2.
5.2 Pemutakhiran Data Transaksional
5.2.1 Pemutakhiran Data Transaksional merupakan evaluasi terhadap
implementasi LPKH melalui performa data transaksional tindakan
karantina, khususnya aspek kepatuhan dari Pengguna Jasa
Karantina sebagai penerima fasilitas LPKH, profil perusahaan,
profil komoditas (media pembawa), profil Perusahaan Pengurus
Jasa Kepabenanan (PPJK) dan staff PPJK, dan profil lainnya.
5.2.2 Pemutakhiran Data Transaksional sebagaimana dimaksud pada
Point 5.2.1 dilakukan oleh Tim Penilai di setiap UPT dan atau Tim
Analisis di kantor pusat.
5.2.3 Rekapitulasi dan catatan hasil Pemutakhiran Data Transaksional
selanjutnya secara kesisteman dikirim ke Barantan untuk diolah
dan dianalisa oleh Tim Analisis.
5.2.4 Mekanisme Pemutakhiran Data Transaksional:
5.2.4.1 Data atau informasi setiap transaksional tindakan
karantina Pengguna Jasa Karantina pemegang
(penerima) fasilitas LPKH dikumpulkan dan dianalisa.
5.2.4.2 Data atau informasi sebagaimana dimaksud pada Point
5.2.4.1 bersumber dari:
5.2.4.2.1 internal Barantan berupa data atau informasi
yang diperoleh melalui kegiatan surveillance,
monitoring, atau penerimaan informasi dari
UPT; dan atau
36
5.2.4.2.2 eksternal Barantan berupa data atau informasi
yang diperoleh dari laporan masyarakat/
institusi/lembaga, atau sumber eksternal
lainnya.
5.2.4.3 Surveillans sebagaimana dimaksud pada Point 5.2.4.2.1
dilaksanakan dengan kegiatan pengamatan terhadap
orang (pengguna jasa, importir, staff PPJK, dll), tempat
(IKH, tempat pelaksanaan tindakan karantina, dll),
media pembawa, sarana pengangkut, dan atau obyek
lainnya secara berkesinambungan pada periode tertentu
yang dilakukan secara tertutup dan atau terbuka dalam
rangka pengumpulan atau pendalaman data atau
informasi yang dapat menunjukkan adanya indikasi
pelanggaran perkarantinaan.
5.2.4.4 Monitoring sebagaimana dimaksud pada Point 5.2.4.2.1
dilaksanakan dengan kegiatan pengamatan dan
penilaian terhadap data atau catatan transaksi
pelayanan dan pengawasan pelaksanaan tindakan
karantina.
5.2.5 Bagian Informasi Badan Karantina Pertanian wajib membangun
aplikasi elektronik (Aplikasi ISRM Karantina Hewan atau disingkat
APIS-KH) untuk kelancaran proses penetapan, pertukaran data
hasil pemutakhiran data transaksional, dan implementasi LPKH di
lapangan.
5.2.6 Seluruh UPT bertanggung jawab dalam Pemutakhiran Data
Transaksional.
37
BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI
6.1 Pengawasan terhadap terhadap penerima fasilitas LPKH yang telah
ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Point 3.1.8.1 dan Point 3.2.6.1
oleh Tim Penilai dan atau Tim Analisis dilakukan secara:
6.1.1 langsung; dan
6.1.2 tidak langsung.
6.2 Pengawasan sebagaimana dimaksud pada Point 6.1 dilakukan terhadap
penerima fasilitas LPKH dan setiap transaksional tindakan karantina
pemegang (penerima) fasilitas LPKH untuk menjamin agar pemberian
fasilitas LPKH implementasinya dapat berjalan seperti yang diharapkan
sesuai ketentuan.
6.3 Pengawasan sebagaimana dimaksud pada Point 6.1 dilakukan:
6.3.1 terhadap penerima fasilitas LPKH;
6.3.2 setiap transaksional tindakan karantina pemegang (penerima)
fasilitas LPKH;
6.3.3 dengan metode on desk review dan atau on site review;
6.3.4 oleh Tim Penilai dan atau Tim Analisis;
6.3.5 untuk mengetahui apakah pemegang (penerima) fasilitas LPKH
melaksanakan kewajiban yang telah ditetapkan; dan
6.3.6 sebagai bahan masukan dalam pemberian fasilitas LPKH dan
kebijakan implementasinya.
6.4 Pengawasan secara langsung sebagaimana dimaksud pada Point 6.1.1
dilakukan dengan cara monitoring dan evaluasi minimal setiap 6 (enam)
bulan sekali.
6.5 Pengawasan secara langsung sebagaimana dimaksud pada Point 6.4
dapat dilakukan sewaktu-waktu, apabila:
6.5.1 ada indikasi atau informasi pelanggaran peraturan
perkarantinaan; atau
6.5.2 terjadi keadaan kahar (force majeure).
6.6 Waktu pelaksanaan pengawasan terhadap setiap transaksional tindakan
karantina pemegang (penerima) fasilitas LPKH sebagaimana dimaksud
dalam Point 6.3.2 dilakukan setiap saat ada transaksional tindakan
karantina dalam bentuk Pemutakhiran Data Transaksional.
38
6.7 Pengawasan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada Point
6.1.1 dilakukan melalui pelaporan pemasukan media pembawa sesuai
Surat Keputusan Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Point 3.1.8.1
dan Point 3.2.6.1.
6.8 Pelaporan sebagaimana dimaksud pada Point 6.7 wajib disampaikan
oleh Pemilik dan/atau penanggung jawab Penerima Fasilitas LPKH
kepada Kepala UPT Setempat setiap 6 (enam) bulan sekali.
6.9 Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada Point 6.1 dilaporkan
oleh Kepala UPT Setempat kepada Kepala Badan Karantina Pertanian
melalui Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani.
6.10 Berdasarkan hasil Pengawasan sebagaimana dimaksud pada Point 6.1,
serta hasil Pemutakhiran Data Transaksional, setiap 6 (enam) bulan
sekali Tim Analisis melakukan review status kelayakan pemegang
(penerima) fasilitas LPKH.
39
BAB VIII
PENUTUP
Pedoman ini dibuat untuk dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN,
TTD
BANUN HARPINI
40
LAMPIRAN II KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN
NOMOR : 1856/KPTS/KR.120/K/08/2018
TANGGAL : 28 Agustus 2018
PEDOMAN
PENILAIAN LAYANAN PRIORITAS KARANTINA TUMBUHAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi transportasi berpengaruh dalam meningkatkan
arus perdagangan internasional, termasuk lalu lintas media pembawa
Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) dan Pangan Segar
Asal Tumbuhan (PSAT). Hal ini akan meningkatkan risiko masuk dan
tersebarnya OPTK dan/atau Cemaran PSAT melalui lalu lintas media
pembawa tersebut. Badan Karantina Pertanian sebagai institusi yang
berwenang di tempat pemasukan (bandar udara, pelabuhan/
penyeberangan, pos lintas batas negara) mempunyai tugas untuk
mencegah masuk dan tersebarnya OPTK dan Cemaran PSAT, sehingga
setiap pemasukan media pembawa perlu dilakukan tindakan karantina
dan pengawasan keamanan pangan.
Pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi XI, pada butir
3 disebutkan tentang pengendalian risiko terpadu untuk memperlancar
arus barang di tempat pemasukan (pelabuhan) yang dikenal dengan
Indonesia Single Risk Management atau ISRM. Dalam paket ini,
instansi pemerintah yang bertugas di tempat pemasukan dituntut
mempercepat pelayanan kegiatan impor, efisiensi waktu dan biaya
perizinan serta menurunkan dwelling time melalui peningkatan
efektifitas pengawasan melalui integrasi pengelolaan risiko diantara
kementerian/lembaga terkait.
41
Menyikapi hal tersebut perlu dilakukan suatu perubahan pola tindakan
karantina tumbuhan dan pengawasan keamanan pangan terhadap
media pembawa OPTK dan/atau PSAT yang semula dilakukan di tempat
pemasukan (entry point) menjadi tindakan karantina dan pengawasan
keamanan pangan dengan menerapkan manajemen risiko (risk
management).
Dalam hal ini tindakan karantina dan pengawasan keamanan pangan
dengan melakukan kategorisasi risiko berdasarkan kriteria atau
parameter tertentu, seperti jenis media pembawa (commodity), negara
asal (country of origin) dan tingkat kepatuhan perusahaan (compliance)
melalui implementasi Layanan Prioritas Karantina Tumbuhan (LPKT).
Atas dasar beberapa pertimbangan tersebut di atas, perlu disusun
Pedoman Penilaian LPKT untuk memberikan kepastian dan mendukung
kelancaran dalam pelaksanaan penilaian penetapan LPKT oleh Tim
Penilai di Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian (UPT KP) dan Pusat
Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati (Pusat KT dan
Kehati).
B. Maksud dan Tujuan
Pedoman ini:
1. dimaksudkan sebagai acuan bagi Tim Penilai dalam melakukan
penilaian dan penetapan LPKT.
2. bertujuan agar pelaksanaan penilaian penetapan LPKT efektif, efisien
dan dapat dipertanggungjawabkan.
C. Ruang Lingkup
1. Persyaratan Mendapatkan LPKT.
2. Tata Cara Penilaian Persyaratan LPKT.
3. Tata Cara Penetapan LPKT.
4. Monitoring, Evaluasi dan Pengawasan.
42
D. Pengertian
1. Badan Karantina Pertanian yang selanjutnya disebut Barantan
adalah lembaga yang berada di bawah Kementerian Pertanian
Republik Indonesia yang bertugas menyelenggarakan fungsi
perkarantinaan hewan, tumbuhan, dan pengawasan keamanan
hayati.
2. Cemaran PSAT adalah cemaran kimia dan cemaran biologi pada
Pangan Segar Asal Tumbuhan.
3. Instalasi Karantina Tumbuhan yang selanjutnya disebut IKT adalah
tempat beserta segala sarana yang ada padanya yang digunakan
untuk melaksanakan tindakan karantina tumbuhan.
4. Layanan Prioritas Karantina Tumbuhan yang selanjutnya disebut
LPKT adalah pengelolaan risiko terpadu terhadap pemasukan media
pembawa yang memiliki risiko rendah untuk memperlancar arus
barang di tempat pemasukan.
5. Organisme Pengganggu Tumbuhan yang selanjutnya disebut OPT
adalah semua organisme yang dapat merusak, menggangu
kehidupan dan/atau menyebabkan kematian tumbuhan.
6. Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina yang selanjutnya
disebut OPTK adalah semua organisme pengganggu tumbuhan yang
ditetapkan oleh Menteri untuk dicegah masuknya ke dalam dan
tersebarnya di dalam wilayah negara Republik Indonesia
7. Pangan Segar Asal Tumbuhan yang selanjutnya disebut PSAT adalah
pangan asal tumbuhan belum mengalami pengolahan dapat
dikonsumsi secara langsung dan/atau dapat menjadi bahan baku
pengolahan pangan
8. Pemohon adalah Perusahaan yang mengajukan permohonan untuk
mendapatkan fasilitas LPKT.
9. Pengawasan keamanan pangan adalah serangkaian tindakan untuk
memastikan PSAT yang dimasukkan ke wilayah Negara Republik
Indonesia memenuhi persyaratan keamanan pangan.
10. Perusahaan adalah badan hukum yang memiliki media pembawa
dan/atau bertanggung jawab atas pemasukan, pengeluaran atau
transit Media Pembawa.
43
11. Petugas Karantina Tumbuhan adalah Pegawai Negeri Sipil tertentu
yang diberi tugas untuk melakukan tindakan karantina tumbuhan
dan pengawasan keamanan pangan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
12. Tempat lain adalah suatu tempat di luar instalasi karantina
tumbuhan yang dipergunakan sebagai tempat pelaksanaan tindakan
karantina tumbuhan.
13. Tim Penilai LPKT UPT yang selanjutnya disebut Tim Penilai UPT
adalah tim yang terdiri dari petugas karantina tumbuhan dan
pejabat struktural di UPT karantina pertanian yang ditetapkan oleh
Kepala UPT.
14. Tim Penilai LPKT Pusat yang selanjutnya disebut Tim Penilai Pusat
adalah tim yang terdiri dari petugas karantina tumbuhan dan
pejabat struktural di Kantor Pusat Badan Karantina Pertanian yang
ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian.
15. Tindakan Karantina Tumbuhan yang selanjutnya disebut tindakan
karantina adalah tindakan yang dilakukan Petugas Karantina
Tumbuhan berupa tindakan pemeriksaan, pengasingan,
pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan
dan/atau pembebasan terhadap media pembawa.
16. Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian yang selanjutnya disebut
UPT-KP adalah unit pelaksana kegiatan teknis yang berada di bawah
Badan Karantina Pertanian yang bertugas melaksanakan kegiatan
teknis perkarantinaan hewan, tumbuhan, dan pengawasan
keamanan hayati.
44
BAB II
PERSYARATAN MENDAPATKAN FASILITAS LPKT
Persyaratan untuk memperoleh fasilitas LPKT yang harus dipenuhi oleh
pemohon meliputi persyaratan adminstrasi dan persyaratan teknis.
A. Persyaratan Teknis
Persyaratan teknis meliputi aspek:
1. Media Pembawa
Media pembawa yang mendapatkan fasilitas LPKT merupakan:
a. kategori risiko rendah;
b. tergolong dalam hasil tumbuhan yang sudah diolah.
2. Negara Asal
Negara Asal bukan dalam status wabah (out break).
3. Kepatuhan Perusahaan
Fasilitas LPKT diberikan kepada perusahaan dengan profil sebagai
berikut:
a. memiliki tingkat kepatuhan yang baik terhadap ketentuan atau
persyaratan karantina tumbuhan dan keamanan pangan;
b. tidak memiliki catatan pelanggaran karantina dan keamanan
pangan;
c. ketersedian sarana dan prasarana yang layak sebagai LPKT;
d. sudah ditetapkan sebagai Instalasi Karantina Tumbuhan
(IKT)/tempat lain;
e. memiliki tenaga teknis yang memiliki pengetahuan dan
memahami perkarantinaan tumbuhan;
f. perusahaan yang mendapat layanan LPKT memiliki rekam jejak
baik selama minimal 2 tahun berturut-turut dengan frekuensi
paling kurang 10 kali pemasukan.
45
BAB III
TATA CARA PENILAIAN
A. Tim Penilai UPT
Tim Penilai UPT memiliki tugas antara lain:
1. Melakukan penilaian dokumen persyaratan:
a. kelengkapan dokumen;
b. kebenaran dan keabsahan dokumen.
2. Melakukan penilaian persyaratan teknis ke lapangan:
a. kesesuaian terhadap aspek persyaratan teknis yang meliputi
media pembawa, negara asal, profiling perusahaan dan fasilitas;
b. ketersediaan dan kelayakan dari fasilitas yang dimiliki;
c. membuat laporan hasil penilaian secara tertulis yang ditujukan
kepada Kepala Badan Karantina Pertanian cq. Kepala Pusat
Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati melalui
Kepala UPT;
d. melakukan monitoring dan evaluasi secara mandiri dan/atau
bersama Tim Penilai Pusat.
B. Tim Penilai Pusat
Tim Penilai Pusat memiliki tugas antara lain:
1. melakukan penilaian dan analisis terhadap laporan hasil penilaian
Tim Penilai UPT;
2. melakukan verifikasi lapangan jika diperlukan;
3. menyampaikan rekomendasi kepada Kepala Badan Karantina
Pertanian;
4. melakukan monitoring dan evaluasi terhadap implementasi LPKT di
lapangan bersama Tim Penilai UPT.
46
C. Tata Cara Penilaian Dalam melakukan penilaian ini dibutuhkan data,
informasi maupun referensi lain. Hal ini berpegang pada prinsip bahwa
dalam penilaian harus berdasarkan landasan ilmiah yang jelas, obyektif
dan transparan. Penilaian meliputi aspek sebagai berikut:
1. Penilaian Media Pembawa
Media pembawa yang mendapatkan fasilitas LPKT berupa hasil
tumbuhan sudah diolah yang memiliki risiko rendah karena telah
melalui tahap pengolahan. Hal yang perlu diperhatikan dalam
menentukan penilaian terhadap aspek media pembawa yaitu cara
pengolahan dan pengemasan. Penilaian aspek media pembawa ini
memiliki bobot 30%.
2. Penilaian Negara Asal
Penilaian terhadap negara asal antara lain:
a. Status OPTK di negara asal termasuk mencermati bioekologi
OPTK;
b. Informasi terjadinya wabah (outbreak) di negara asal
berdasarkan data dan informasi pada website International Plant
Protection Convention (IPPC), European Plant Protection
Organization (EPPO), North American Plant Protection
Organization (NAPPO) dan informasi lainnya yang disampaikan
oleh National Plant Protection Organization (NPPO) negara asal;
c. Status keamanan pangan di negara asal berdasarkan informasi
dari CODEX Alimentarius Commission (CAC).
Penilaian aspek negara asal memiliki bobot 30%.
3. Penilaian Kepatuhan Perusahaan
Penilaian profil Perusahaan dilakukan terhadap tingkat kepatuhan
dan rekam jejak selama mendapatkan layanan karantina, meliputi:
eksistensi perusahaan pemohon, status kepemilikan sarana
prasarana, ketersediaan sumber daya manusia (SDM), fasilitas
tempat pemeriksaan karantina, catatan pelanggaran karantina, dan
informasi intelejen. Penilaian aspek Kepatuhan Perusahaan memiliki
bobot 40%.
47
D. Kriteria Penilaian
1. Media Pembawa
a. Proses pengolahan Media Pembawa
Proses pengolahan media pembawa secara efektif dapat
membebaskan OPTK dan/atau mengurangi Cemaran PSAT dari
media pembawa tersebut. Bobot 65%.
b. Pengemasan Media Pembawa.
Media pembawa dikemas memiliki tingkat risiko lebih rendah
membawa OPTK dan/atau Cemaran PSAT dibandingkan
komoditas tanpa dikemas. Bobot 15%.
c. Jenis Kemasan Media Pembawa.
Kemasan merupakan bukan media pembawa memiliki tingkat
risiko lebih rendah membawa OPTK dan/atau Cemaran PSAT
dibandingkan kemasan merupakan media pembawa. Bobot 10%.
d. Peruntukan Media Pembawa.
Media pembawa sebagai bahan baku industri memiliki tingkat
risiko lebih rendah membawa OPTK dan/atau Cemaran PSAT
dibandingkan media pembawa bahan baku non industri. Bobot
10%.
2. Negara Asal
a. Status OPTK dan Keamanan Pangan di Negara Asal.
Negara bebas OPTK dan diakui sistem pengawasan keamanan
pangan memiliki tingkat risiko lebih rendah dibandingkan negara
endemis OPTK dan sistem pengawasan keamanan pangan belum
diakui. Bobot 60%.
b. Terjadinya Wabah (outbreak), Kahar (force majeure)
Negara tidak terjadi wabah dan/atau keadaan kahar memiliki
tingkat risiko lebih rendah dibandingkan negara terjadi wabah
dan/atau kahar. Bobot 30%.
c. Anggota IPPC dan/atau CAC
Negara anggota IPPC dan/atau CAC dan memiliki tingkat risiko
lebih rendah dibandingkan negara bukan anggota IPPC. Bobot 5%.
48
d. Memiliki Protokol Impor
Negara yang memiliki kesepakatan dengan Indonesia di bidang
karantina tumbuhan dan keamanan pangan memiliki tingkat
risiko lebih rendah dibandingkan negara tanpa kesepakatan
meliputi: pertukaran data elektronik; dan/atau sertifikat
elektronik. Bobot 3%.
e. Hubungan Diplomatik
Negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia
memiliki tingkat risiko lebih rendah dibandingkan negara tanpa
hubungan diplomatik. Bobot 2%.
3. Kepatuhan Perusahaan
a. Eksistensi
Perusahaan memiliki legalitas dan fasilitas tindakan karantina
jelas, benar dan sah memiliki tingkat risiko lebih rendah
dibandingkan yang tidak jelas, tidak benar dan/atau tidak sah.
Bobot 5%.
b. Status
Perusahaan yang mengimpor media pembawa OPTK dan/atau
Cemaran PSAT untuk kebutuhan sendiri memiliki tingkat risiko
lebih rendah dibandingkan dengan importir untuk pihak lain.
Bobot 10%.
c. Pengurusan Dokumen Persyaratan
Perusahaan yang mengurus sendiri dokumen persyaratan
karantina memiliki tingkat risiko lebih rendah dibandingkan yang
menggunakan jasa pengurusan. Bobot 10%.
d. Penerapan ISO/Sistem Sertifikasi Setara ISO
Perusahaan bersertifikat ISO atau Sistem Sertifikasi Setara ISO
memiliki tingkat risiko lebih rendah dibandingkan perusahaan
tidak bersertifikat. Bobot 5%.
e. Struktur Organisasi
Perusahaan dengan strukur organisasi jelas memiliki tingkat
risiko lebih rendah dibandingan dengan Perusahaan tanpa
struktur organisas. Bobot 5%.
49
f. Rekam Jejak
Perusahaan dengan rekam jejak baik selama 2 tahun berturut-
turut memiliki tingkat risiko lebih rendah dibandingkan
Perusahaan dengan rekam jejak tidak baik. Bobot 15%.
g. Rekam Jejak Pelanggaran
Perusahaan yang tidak pernah melakukan pelanggaran peraturan
perundangan karantina tumbuhan memiliki tingkat risiko lebih
rendah dibandingkan dengan Perusahaan yang pernah
melanggar. Bobot 50%.
E. Parameter Penilaian
Terhadap masing-masing kriteria tersebut di atas, berikut parameter
penilaiannya.
1. Media Pembawa
Media pembawa dinilai berdasarkan besar tidaknya kemungkinan
membawa/menyebarkan/terkontaminasi OPTK dan/atau Cemaran
PSAT. Jika media pembawa tersebut berdasarkan kriteria dan
parameter penilaian di bawah ini tidak ada kemungkinan
membawa/menyebarkan/terkontaminasi OPTK dan/atau Cemaran
PSAT maka diberikan nilai maksimal yaitu 10. Semakin besar nilai
yang diberikan maka semakin kecil kemungkinan membawa OPTK
dan/atau Cemaran PSAT. Parameter penilaian media pembawa
meliputi:
a. Proses pengolahan media pembawa dalam membebaskan OPTK
dan/atau Cemaran PSAT
Tingkat efektifitas pengolahan media pembawa dalam
membebaskan OPTK dan/atau Cemaran PSAT dinilai sebagai
berikut:
1) Metode proses pengolahan efektif dapat membebaskan
OPTK dan/atau Cemaran PSAT 100% seperti karbonisasi,
pemasakan (perebusan, pemanasan, mocrowave),
pewarnaan, ekstraksi, fermentasi, malting, pemrosesan
dengan banyak metoda, pasteurisasi, pengawetan dengan
50
cairan (berdasarkan Annex 1, International Standard for
Phytosanitary Measures (ISPM) No. 32), diberi nilai 10;
2) Metode proses pengolahan tidak efektif membebaskan OPTK
dan/atau Cemaran PSAT 100% seperti pemotongan menjadi
ukuran lebih kecil, penghancuran secara fisik, pengeringan,
pelapisan dengan lak, pernis, pelepasan lapisan luar epidermis
dan pensosohan/penggosakan permukaan biji-bijian
(berdasarkan Annex 2, ISPM No. 32), diberi nilai 0.
b. Pengemasan Media Pembawa
1) Media pembawa dikemas diberi nilai 10;
2) Tidak dikemas/curah (bulk) diberi nilai 0.
c. Jenis Kemasan Media Pembawa
1) Kemasan merupakan bukan media pembawa OPTK, diberi
nilai 10;
2) Kemasan merupakan media pembawa OPTK, diberi nilai 0.
d. Peruntukan Media Pembawa
1) Media pembawa sebagai bahan baku industri, diberi nilai
10;
2) Media pembawa sebagai bahan baku non industri, diberi
nilai 0.
2. Negara Asal
a. Status OPTK dan Keamanan Pangan di Negara Asal.
1) Negara bebas OPTK dan sistem pengawasan keamanan
pangan diakui, diberi nilai 10;
2) Negara bebas OPTK dan sistem pengawasan keamanan
pangan belum diakui, diberi nilai 5;
3) Negara tidak bebas OPTK dan sistem pengawasan keamanan
pangan diakui, diberi nilai 5;
4) Negara tidak bebas OPTK dan sistem pengawasan pangan
belum diakui, diberi nilai 0.
51
b. Terjadinya wabah (outbreak), keadaan kahar (force majeure)
1) Negara tidak terjadi wabah (outbreak) dan/atau keadaan
kahar (force majeure), diberi nilai 10;
2) Negara terjadi wabah (outbreak) dan/atau keadaan kahar
(force majeure), diberi nilai 0.
c. Anggota IPPC dan/atau CAC
1) Negara anggota IPPC dan/atau CAC, diberi nilai 10;
2) Negara bukan anggota IPPC dan/atau CAC, diberi nilai 0.
d. Protokol Impor
1) Negara memiliki Protokol Impor, diberi nilai 10;
2) Negara belum memiliki Impor, diberi nilai 0.
e. Hubungan Diplomatik
1) Negara memiliki hubungan diplomatik, diberi nilai 10;
2) Negara tidak memiliki hubungan diplomatik, diberi nilai 0.
3. Kepatuhan Perusahaan
a. Eksistensi
1) Perusahaan memiliki legalitas jelas, benar dan sah, serta
fasilitas tindakan karantina milik sendiri, diberi nilai 10;
2) Perusahaan memiliki legalitas jelas, benar dan sah, dan
fasilitas tindakan karantina dengan sewa, diberi nilai 8;
3) Perusahaan memiliki legalitas jelas, benar dan sah, serta
tidak memiliki fasilitas tindakan karantina, diberi nilai 6;
4) Perusahaan tidak memiliki legalitas, diberi nilai 0.
b. Status
1) Perusahaan untuk kebutuhan sendiri, diberi nilai 10;
2) Perusahaan untuk kebutuhan sendiri dan pihak lain, diberi
nilai 8;
3) Perusahaan untuk kebutuhan pihak lain, diberi nilai 2.
52
c. Pengurusan Dokumen Persyaratan
1) Perusahaan mengurus sendiri dokumen, diberi nilai 10;
2) Perusahaan menggunakan jasa pengurusan yang patuh,
diberi nilai 5;
3) Perusahaan menggunakan jasa pengurusan yang tidak
patuh, diberi nilai 0.
d. Penerapan ISO/Sistem Sertifikasi Setara ISO
1) Perusahaan bersertifikat ISO, diberi nilai 10;
2) Perusahaan bersertifikat setara ISO, diberi nilai 8;
3) Perusahaan menerapkan sistem manejemen mutu tetapi
belum bersertifikat, diberi nilai 5;
4) Perusahaan belum menerapkan sistem manajemen mutu,
diberi nilai 0.
e. Struktur Organisasi
1) Perusahaan memiliki struktur organisasi jelas, diberi nilai
10;
2) Perusahaan tidak memiliki struktur organisasi jelas, diberi
nilai 0.
f. Rekam Jejak
1) Perusahaan memiliki rekam jejak baik selama 2 tahun
berturut-turut dengan frekuensi pemasukan paling kurang
10 kali, diberi nilai 10;
2) Perusahaan memiliki rekam jejak baik selama 2 tahun
berturut-turut dengan frekuensi pemasukan kurang dari 10
kali, diberi nilai 0.
g. Rekam Jejak Pelanggaran
1) Perusahaan tidak pernah melakukan pelanggaran peraturan
perundangan karantina tumbuhan dan/atau keamanan
pangan, diberi nilai 10;
2) Perusahaan melakukan pelanggaran peraturan
perundangan karantina tumbuhan dan/atau keamanan
pangan satu kali, diberi nilai 5;
53
3) Perusahaan melakukan pelanggaran peraturan
perundangan karantina tumbuhan dan/atau keamanan
pangan dua kali, diberi nilai 3;
4) Perusahaan melakukan pelanggaran peraturan
perundangan karantina tumbuhan dan/atau keamanan
pangan lebih dari dua kali, diberi nilai 0.
BAB IV
MONITORING, EVALUASI DAN PENGAWASAN
Monitori, evaluasi dan pengawasan terhadap perusahaan penerima fasilitas
LPKT dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
A. Monitoring
1. Untuk mengetahui konsistensi pemenuhan persyaratan LPKT oleh
perusahaan penerima LPKT.
2. Dilakukan secara berkala paling kurang 1 (satu) kali setahun di tempat
perusahaan penerima LPKT.
3. Dilakukan paling kurang 2 (dua) orang Tim Penilai Pusat dan/atau Tim
Penilai UPT berdasarkan surat tugas.
4. Tim Penilai sebagaimana dimaksud dalam angka 3, menyampaikan
laporan tertulis hasil monitoring kepada Kepala Badan Karantina
Pertanian paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah selesai melakukan
monitoring dengan tembusan kepada Ka. UPT KP setempat.
5. Monitoring dapat dilakukan sewaktu-waktu apabila ada informasi
ketidaksesuaian dengan penetapan LPKT.
B. Evaluasi
1. Berdasarkan hasil monitoring sebagaimana huruf A kepala Badan
Karantina Pertanian menugaskan Tim Penilai Pusat melakukan
evaluasi terhadap perusahaan penerima layanan fasilitas LPKT.
2. Tim Penilai Pusat menyampaikan laporan tertulis hasil evaluasi
beserta rekomendasi kepada Kepala Badan Karantina Pertanian.
3. Berdasarkan rekomendasi Tim Penilai Pusat, Kepala Badan Karantina
Pertanian dapat:
a) meneruskan fasilitas LPKT sesuai dengan penetapannya; atau
b) mencabut fasilitas LPKT dan mengembalikan layanan secara
reguler.
C. Pengawasan
Pengawasan terhadap perusahaan penerima LPKT dilakukan sesuai
dengan ketentuan dan tugas bidang kewasdakan.