Kerangka Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan
Laut Menggunakan Pendekatan Resiliensi Sosial-
Ekologi dan Spatial System Dynamics: Studi Kasus
KKPD Pulo Pasi Gusung, Kabupaten Kepulauan Selayar,
Sulawesi Selatan
Oleh:
Suryo Kusumo
Luky Adrianto
Mennofatria Boer
Suharsono
Pendahuluan
• P. Pasi Gusung merupakan Kawasan
Konservasi Perairan Daerah sesuai
dengan SK Bupati No. 466/IX/Tahun
2011 menjadi Taman Wisata Perairan.
• Tujuan KKPD ini adalah melindungi,
melestarikan dan memanfaatkan wilayah
pesisir serta ekosistem yang terdapat
didalamnya untuk menjamin keberadaan,
ketersediaan, dan kesinambungan
sumber daya pesisir dan pulau-pulau
kecil dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai dan
keanekaragamannya.
• Luas kawasan KKPD Pulo Pasing
Gusung adalah 5.018 hektar.
Pendahuluan
Ada 10 isu dan permasalahan utama yang berkaitan
dengan pengelolaan KKPD Pulo Pasi Gusung, antara lain:
1. Tekanan populasi penduduk;
2. Penangkapan ikan yang merusak terumbu karang;
3. Pengambilan biota perairan yang berlebihan;
4. Spesies eksotik dan sumberdaya yang dilindungi;
5. Pencemaran;
6. Potensi dan obyek wisata belum termanfaatkan secara optimal;
7. Kerusakan terumbu karang;
8. Abrasi pantai;
9. Penambangan pasir dan
10.Lemahnya kelembagaan.
Sumber: COREMAP-CTI Kabupaten Kepulauan Selayar (2016)
Pendahuluan
Sumber: COREMAP-CTI Kabupaten Kepulauan Selayar (2016)
Pendahuluan
Penurunan hasil tangkapan ikan karang sejak tahun 2010-2015 di Desa Kahu-
kahu, P. Pasi Gusung
Sumber: Hanaruddin et al. 2016
Pendahuluan
• Studi awal dengan pendekatan
Community-Based System
Dynamics (CBSD) untuk
mengkaji jasa ekosistem
terumbu karang di P. Pasi
Gusung (Setianto et al. 2016)
• Sistem dinamik yang
dikembangkan berdasarkan
partisipisasi masyarakat
menggunakan metode FGD
(Focus Group Discussion)
• Identifikasi: sumberdaya
(resources), aktifitas yang
terkait dengan sumberdaya
(activities) dan tekanan
(pressures) baik yang terkait
dengan activities dan resources
Resources
Activities
Pressures
Pendahuluan
Aplikasi SESAMME (Socio-Ecological Systems App for Mental Model Elicitation)
dalam CBSD
Tampak muka Interaksi resources-resources Interaksi activities-activities Interaksi presseures-pressures
Interaksi resources-activities Interaksi resources-pressures Interaksi activities-pressures Final map (rich pictures)
Pendahuluan
Aktifitas FGD didalam Community-Based System Dynamics (CBSD)
Pendahuluan
Berdasarkan hasil Scoping
dan Focus Group Discussion
(FGD) yang dilakukan pada
5 kelompok masyarakat dari
3 desa di P. Pasi Gusung,
yaitu Desa Bontoborusu,
Desa Kahu-kahu dan Desa
Bontolebang, maka diperoleh
permasalahan utama yang
terjadi di masyarakat yaitu
terjadinya penurunan hasil
tangkapan ikan karang
Causal Loop Diagram
Pendahuluan
• Tujuan penelitian:
1. Mengembangkan indeks resiliensi terumbu karang menggunakan
pendekatan Social-Ecological System (SES);
2. Mengembangkan model dinamik resiliensi terumbu karang dan
penggunaan lahan pulau secara spasial dan temporal menggunakan
pemodelan Spatial System Dynamics (SSD);
3. Mengusulkan zonasi kawasan konservasi perairan menggunakan
model resiliensi terumbu karang dan penggunaan lahan pulau
secara spasial dan temporal berdasarkan pendekatan SES;
4. Mengusulkan rancangan pengelolaan kawasan konservasi perairan
berdasarkan desain kawasan konservasi perairan berbasis SES di P.
Pasi Gusung, Kabupaten Kepulauan Selayar.
• Ruang lingkup penelitian:
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan perairan dan daratan P. Pasi
Gusung, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan.
• Menurut Carpenter et al. (2001), terdapat 3 pengertian resiliensi, antara lain: 1) jumlah gangguan yang dapat diserap oleh suatu sistem dimana kondisi sistem tidak mengalami
perubahan/tetap;
2) suatu kondisi dimana sistem mampu untuk mengelola dirinya sendiri ketika terjadi gangguan dari
luar; dan
3) suatu kondisi dimana sistem dapat membangun dan meningkatkan kemampuannya untuk belajar
dan beradaptasi.
• Tingkat resiliensi terumbu karang hendaknya merupakan salah satu komponen
yang penting didalam pemilihan kawasan konservasi terumbu karang.
• Terumbu karang yang memiliki tingkat resiliensi lebih tinggi lebih berharga untuk
dikonservasi daripada yang resiliensinya rendah.
• Pemilihan kawasan konservasi terumbu karang sebagian besar masih dilakukan
secara konvensional didasarkan pada kelimpahan dan keanekaragaman
komunitas karang dan komunitas ikan.
• Terumbu karang yang tutupannya baik dan jumlah spesies karang tinggi belum
tentu mencerminkan resiliensi yang tinggi.
• Terumbu karang yang mempunyai nilai resiliensi tinggi dan resiko tinggi
mendapatkan prioritas yang tinggi didalam pengelolaan (Bachtiar 2011).
Pendahuluan
• Pemodelan resiliensi sosial-ekologi terumbu karang secara spasial dan temporal diharapkan dapat memberikan gambaran perilaku (behavior) sumberdaya terumbu karang dan manusia yang mempengaruhi resiliensi terumbu karang.
• Selain itu juga diharapkan memberikan gambaran resiliensi terumbu karang secara spasial berdasarkan indeks resiliensi yang akan dibangun, sehingga diharapkan akan diperoleh lokasi mana yang memiliki resiliensi yang tinggi hingga rendah serta resiko yang tinggi hingga rendah.
• Pendekatan spasial-temporal resiliensi sosial-ekologi terumbu karang diharapkan dapat dijadikan pertimbangan didalam mendesain suatu kawasan konservasi perairan laut didalam kerangka pengelolaan ekosistem terumbu karang dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di P. Pasi Gusung, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan.
Pendahuluan
• Lokasi penelitian: perairan laut dan daratan P. Pasi Gusung
• Waktu penelitian: Maret 2017 – Mei 2018, meliputi pengambilan data lapangan, baik data ekologi dan sosial-ekonomi, serta analisis dan pengolahan data, pemodelan dan verifikasi model, simulasi model dan penulisan disertasi
• Data ekologi diambil pada 3 stasiun, yang mewakili zonasi KKPD
• Data sosial-ekonomi dilakukan dengan melakukan wawancara dan kuesioner dengan 60 responden nelayan pada 3 desa di P. Pasi Gusung
Metodologi – Lokasi Penelitian
Metodologi – Tahapan Penelitian
Indeks Resiliensi Terumbu Karang berbasis Social-Ecological System
Model dinamika karang, alga dan herbivori
Data spasial terumbu karang dan lahan
Model dinamik perikanan karang berbasis Social-
Ecological System
Desain kawasan konservasi perairan terumbu karang secara
spasial dan temporal berbasis Social-Ecological System
Skenario pengelolaan kawasan konservasi
perairan
Analisis Kriteria Ganda (Multi-Criteria Analysis)
Rancangan Pengelolaan kawasan konservasi perairan di P. Pasi Gusung
Model dinamika spasial perikanan karang berbasis Social-Ecological System
Model dinamik resiliensi terumbu karang berbasis Social-Ecological System
Tahap ke-1 Tahap ke-2 Tahap ke-3 Tahap ke-4
Tahap ke-5
Tahap ke-6
Tahap-1: Studi resiliensi terumbu karang
Warisan ekologi
(Biodiversity)
Warisan stuktural
(Habitat
complexity and
substrate)
Rekrutmen
(Recruitment)
Produktivitas
(Regimes)
Herbivori
(Herbivory)
Kualitas perairan
(Water quality)Tekanan (Stress)
Pengaruh insani
(Anthropogenic)
Pendapatan
nelayan (Income)
Kekayaan genus
karang (CGR)
Kekayaan genus
ikan terumbu
(FGR)
Jumlah individu
ikan terumbu
(CFN)
Kekayaan
kelompok
fungsional karang
(CFG)
Kekayaan
kelompok
fungsional ikan
terumbu (FFG)
Jumlah individu
megabenthos
(predator & non-
predator) (MBN)
Densitas
megabenhos
(predator & non-
predator)(MBD)
Karang masif dan
submasif (CMC
dan CSC)
Substrat yang
tidak dapat dihuni
(USS)
Jumlah kelas
ukuran koloni
(CSC)
Jumlah karang
ukuran kecil
(CSN)
Tutupan karang
keras hidup
(HCC)
Tutupan alga
(ALC)
Tutupan karang
lunak (SOC)
Tutupan fauna
lain (OTF)
Makro alga (MAC)
Kelimpahan
kelompok ikan
herbivori (HFD)
Karang Acropora
(CAC)
Suhu perairan
(WAT)
Pemutihan
karang (COB)
Penyakit karang
(CDS)
Penangkapan
ikan dengan bom
dan sianida (DSF)
Pendapatan
nelayan dengan
alat tang
tradisional (INC)
Penggerak (driver) resiliensi terumbu karang
1. Reduksi peubah indikator dengan analisis korelasi dan
Analisis statistik BEST (Biological-Environmental Step-wise)2. Pembobotan peubah indikator dengan analisis PCA
Indeks Resiliensi Terumbu Karang
(IRTK)Kategori resiliensi terumbu karang:
A. Tinggi; B. Sedang dan C. Rendah
Komponen Peubah indikator Unit (penjelasan) Dampak
indikator Pustaka
A. Warisan ekologi
(Biodiversity)
1) Kekayaan genus karang (CGR: coral genera
richness)
Jumlah genus karang positif (+) Bachtiar (2011), Obura
dan Grimsditch (2009)
2) Kekayaan genus ikan terumbu (FGR: fish
genera richness)
Jumlah genus ikan terumbu positif (+) Obura dan Grimsditch
(2009)
3) Jumlah individu ikan terumbu (CFN: coral
fish number)
Jumlah individu ikan terumbu positif (+) Obura dan Grimsditch
(2009)
4) Kekayaan kelompok fungsional karang
(CFG: coral functional group)
Jumlah bentuk pertumbuhan (life
form)
positif (+) Bachtiar (2011)
5) Kekayaan kelompok fungsional ikan terumbu
(FFG: fish functional group)
Jumlah kelompok fungsional ikan
karang
positif (+) Obura dan Grimsditch
(2009)
6) Jumlah individu megabenthos non-predator
karang (PMBN: positive megabenthos number)
Jumlah individu megabenthos non-
predator karang
positif (+) Obura dan Grimsditch
(2009)
7) Jumlah individu megabenthos predator
karang (NMBN: negative megabenthos
number)
Jumlah individu megabenthos
predator karang
negatif (-) Obura dan Grimsditch
(2009)
8) Densitas megabenthos non-predator karang
(PMBD: positive megabenthos density)
Kepadatan (densitas) megabenthos
non-predator karang
positif (+) Obura dan Grimsditch
(2009)
9) Densitas megabenthos predator karang
(NMBD: negative megabenthos density)
Kepadatan (densitas) megabenthos
predator karang
negatif (-) Obura dan Grimsditch
(2009)
B. Warisan
stuktural (Habitat
complexity and
substrate)
10) Karang masif dan sub-masif (CMC dan
CSMC: coral massive and sub-massive covers)
% tutupan CMC + CSMC positif (+) Bachtiar (2011), Obura
dan Grimsditch (2009)
11) Substrat yang tidak dapat dihuni (USS:
unsuitable settlement substrate)
% tutupan pasir (S) dan lumpur (SI) negatif (-) Bachtiar (2011)
Indikator resiliensi terumbu karang dengan pendekatan SES (modifikasi dari Bachtiar (2011) dan Obura dan Grimsditch (2009)).
Metodologi – Tahap ke-1
Indikator resiliensi terumbu karang dengan pendekatan SES (modifikasi dari Bachtiar (2011) dan Obura dan Grimsditch (2009)).
Komponen Peubah indikator Unit (penjelasan) Dampak
indikator Pustaka
C. Rekrutmen
(recruitment)
12) Jumlah kelas ukuran koloni (CSC: coral size
classes)
Jumlah kelas dengan interval 10 cm positif (+) Bachtiar (2011), Obura
dan Grimsditch (2009)
13) Jumlah karang ukuran kecil (CSN: coral
small-size number)
Jumlah koloni kecil positif (+) Bachtiar (2011), Obura
dan Grimsditch (2009)
D. Produktivitas
(Regimes)
14) Tutupan karang keras hidup (HCC: coral
cover)
% tutupan karang keras hidup
positif (+) Bachtiar (2011), Obura
dan Grimsditch (2009)
15) Tutupan alga (ALC: algae cover) % tutupan alga
negatif (-) Bachtiar (2011), Obura
dan Grimsditch (2009)
16) Tutupan karang lunak (SOC: soft coral) % tutupan karang lunak negatif (-) Obura dan Grimsditch
(2009)
17) Tutupan biota lain (OTB: other biota) % tutupan biota lain negatif (-) Bachtiar (2011), Obura
dan Grimsditch (2009)
E. Herbivori
(Herbivory)
18) Makro-alga (MAC: macroalgal cover) % tutupan makro-alga negatif (-) Bachtiar (2011), Obura
dan Grimsditch (2009)
19) Kelimpahan kelompok ikan herbivori (HFD:
herbivore fish density)
Kelimpahan ikan karang herbivora positif (+) Obura dan Grimsditch
(2009)
F. Kualitas
perairan (Water
quality)
20) Karang Acropora (CAC: coral Acropora
cover)
% tutupan karang Acropora positif (+) Bachtiar (2011), Obura
dan Grimsditch (2009)
21) Suhu perairan (WAT: water temperature) oC suhu tertinggi negatif (-) Obura dan Grimsditch
(2009)
Metodologi – Tahap ke-1
Indikator resiliensi terumbu karang dengan pendekatan SES (modifikasi dari Bachtiar (2011) dan Obura dan Grimsditch (2009)).
Komponen Peubah indikator Unit (penjelasan) Dampak
indikator Pustaka
G. Tekanan
(stress)
22) Pemutihan karang (COB: coral bleaching) Jumlah koloni karang yang
mengalami pemutihan
negatif (-) Obura dan Grimsditch
(2009)
23) Penyakit karang (CDS: coral disease) Jumlah koloni karang yang terkena
penyakit
negatif (-) Obura dan Grimsditch
(2009)
H. Pengaruh
insani
(anthropogenic)
24) Praktek penangkapan ikan karang yang
merusak, penggunaan bom ikan dan sianida
(DSF: destructive fishing)
Frekuensi praktek penangkapan
ikan karang menggunakan bom
dan sianida
negatif (-) Obura dan Grimsditch
(2009)
I. Pendapatan
nelayan
(Income)
25) Pendapatan nelayan menggunakan alat
tangkap bubu, pancing dan jaring (INC:
fishermen income)
Rerata pendapatan nelayan positif (+)
Metodologi – Tahap ke-1
Pengamatan data ekologi terumbu karang:
• Transek kuadrat 1 m x 1 m
• Transek garis 100 m dengan interval 10 m dan kedalaman 5
– 7 m
• Pengamatan megabenthos dengan ukuran 2 m x 100 m
pada setiap stasiun pengamatan
Metodologi – Tahap ke-1
Analisis data ekologi terumbu karang menggunakan perangkat lunak PhotoQuad v1.3
Metodologi – Tahap ke-1
• Pencatatan data ikan terumbu dilakukan dengan metode
Visual Census (VC) menggunakan transek sepanjang 100 m
dan lebar 5 m (English et al., 1994).
• Pencatatan data ikan terumbu hanya difokuskan pada
genus/spesies dari 7 (tujuh) suku ikan terumbu, yaitu
Chaetodontidae (kepe-kepe), Serranidae (kerapu), Lutjanidae
(kakap), Lethrinidae (lencam), Haemulidae (bibir tebal),
Scaridae (kakatua) dan Siganidae (beronang) (Suharti et al.,
2014).
• Pencatatan data meliputi genus/spesies dan jumlah ikan
setiap genus/spesies. Data hasil pengamatan dan analisis
yang dilakukan selama 1 tahun digunakan untuk memperoleh
data:
1) jumlah genus ikan terumbu untuk peubah indikator
kekayaan genus ikan terumbu (FGR: fish genera
richness);
2) jumlah individu ikan terumbu untuk peubah indikator
jumlah individu ikan terumbu (CFN: coral fish number)
dan
3) jumlah kelompok fungsional ikan karang untuk peubah
indikator kekayaan kelompok fungsional ikan terumbu
(FFG: fish functional group).
100 m
Sumber: English et al., 1994
Metodologi – Tahap ke-1
• Untuk memperoleh data suhu perairan yang akurat (WAT), maka dipasang data logger yang
mencatat secara otomatis data suhu perairan secara kontinyu.
• Data yang kontinyu tersebut diunduh setiap 2 bulan dan selanjutnya dikoreksi dan dianalisis.
• Data yang digunakan adalah data suhu perairan maksimum yang dicatat oleh data logger.
• Data logger telah ditempatkan pada stasiun 1 (PG1) pada bulan September 2016 dan
stasiun 2 (PG2) pada bulan Desember 2016.
• Loger ketiga akan ditempatkan pada stasiun 3 (PG3) pada bulan Mei 2017.
• Logger ditempatkan pada kedalaman 5 – 7 m dan pengambilan data suhu perairan dilakukan
setiap 1 jam.
• Daya tahan baterai logger dengan pengambilan data setiap 1 jam adalah ± 5 tahun.
Logger 1 Logger 2
Metodologi – Tahap ke-1
• Indeks Resiliensi terumbu karang dikembangkan dari Indeks yang telah
disusun oleh Bachtiar (2011) seperti pada persamaan berikut:
𝑅𝐼𝑗 = 2 𝑥𝑖𝑚𝑎𝑥 − 𝑥𝑖𝑚𝑖𝑛
𝑥𝑖𝑚𝑎𝑥 − 𝑥𝑖𝑚𝑖𝑛 + 𝑥𝑖𝑚𝑎𝑥 − 𝑥𝑖𝑗− 1
6
𝑖=1
dimana:
Rij = Indeks Resiliensi pada transek j,
ximax = nilai maksimum untuk peubah xi
ximin = nilai minimum untuk peubah xi
xij = nilai peubah indikator xi dari transek j.
• Untuk memperoleh kisaran (Ri) dari indeks resiliensi terumbu karang, maka
nilai maksimal indeks (RImax) diperoleh dari kondisi terumbu karang ideal
(super), sedangkan nilai minimum indeks adalah 0, yaitu terumbu karang
dengan tutupan persentase rendah, tutupan alga dan fauna lainnya tinggi,
serta tutupan lumpur dan pasir tinggi.
(1)
Metodologi – Tahap ke-1
Tahap ke-2 bertujuan untuk melakukan studi dinamika karang, alga dan herbivori serta hubungannya dengan organisme bentik lainnya.
Tahap-2: Model dinamika karang, alga dan herbivori
Tutupan karang
keras hidup
(HCC)
Tutupan alga
(ALC)
Tutupan karang
lunak (SOC)
Tutupan biota lain
(OTB)
Analisis kompetisi ruang antara HCC, ALC, SOC dan OTF
serta herbivori
Model dinamika karang, alga dan
herbivori
Herbivori
(grazing)
• Model dinamika karang, alga dan herbivori (Mumby et al., 2016)
• Percobaan herbivori dan coral recruitment dilakukan 3 kali ulangan pada setiap stasiun
pengamatan, yaitu pada 0 m, 40 m dan 90 m, sehingga diperoleh 9 kali ulangan pada
semua stasiun pengamatan
• Kelompok fungsional ikan terumbu diamati menggunakan video yang direkam selama 30
menit (Mumby et al., 2016)
Model percobaan herbivori Model percobaan coral recruitment
Metodologi – Tahap ke-2
• Berdasarkan mekanisme feedback terumbu karang, maka van de
Leemput et al. (2016) mengembangkan model feedback untuk
menggambarkan bagaimana feedback tersebut berinteraksi,
yang dapat mempengaruhi dinamika terumbu karang.
Feedback negatif Feedback positif
Metodologi – Tahap ke-2
• Tutupan karang (C) dan makro-alga (M) sebagai proporsi dari penguasaan ruang, sedangkan
kelimpahan herbivor (H) menyatakan proporsi kapasitas daya dukung herbivor.
• Karang dan makro-alga berkompetisi terhadap ruang terbuka (S), dimana jumlah dari karang
(C), makro-alga (M) dan ruang terbuka (S) adalah 1.
• Persamaan (3) menyatakan positif feedback karena dampak negatif langsung makro-alga
terhadap rekrutmen dan pertumbuhan karang.
• Positif feedback antara tutupan makro-alga dengan laju herbivori dinyatakan dalam pers. (4).
• Grazing herbivor terhadap makro-alga akan mengurangi dampak negatif makro-alga terhadap
karang, dimana positif feedback terjadi ketika karang mendukung herbivor dengan
menyediakan habitat dan naungan (pers. 5).
𝑆 = 1 − 𝐶 −𝑀 (2) 𝑑𝐶
𝑑𝑡= 𝑖𝐶 + 𝑏𝐶𝐶 𝑆(1 − 𝛼𝑀) − 𝑑𝐶𝐶 (3)
𝑑𝑀
𝑑𝑡= 𝑖𝑀 + 𝑏𝑀𝑀 𝑆 −
𝑔𝐻𝑀
𝑔𝜂𝑀 + 1 (4)
𝑑𝐻
𝑑𝑡= 𝑟𝐻 1 −
𝐻
1 − 𝜎 + 𝜎𝐶− 𝑓𝐻 (5)
Metodologi – Tahap ke-2
Tahap-3 bertujuan untuk memperoleh data spasial, baik data spasial penggunaan lahan pulau maupun data spasial komuntas bentik terumbu karang.
Tahap-3: Studi spasial terumbu karang dan lahan P. Pasi Gusung
UAV – Photogrammetry – Ground check control
Terumbu karang
dan lamunLahan pulau
Analisis spasial
terumbu karang
dengan GIS
Data spasial terumbu
karang (karang keras
hidup, alga, karang
lunak, fauna lainnya,
karang mati, rubble,
pasir dan lumpur)
Analisis spasial
lahan pulau
dengan GIS
Data spasial
penggunaan lahan
(pemukiman, jalan,
fasilitas umum,
darmaga/pelabuhan,
mangrove,
perkebunan, wisata,
hutan dan lahan
kosong)
Data spasial terumbu karang dan lahan pulau
Data Spasial Terumbu Karang
• Metode pemetaan substrat dasar
perairan menggunakan metode
photogrammetry telah diuji coba
dan dievaluasi pada bulan Maret
2016 di area perlindungan laut
gosong Pramuka, Kep. Seribu.
• Diperoleh orthomisaic foto
dengan resolusi tinggi sepanjang
transek 50 m (inset gambar) dan
diperbesar sepanjang 5 m
Tahap ke-4 bertujuan untuk memperoleh model dinamik penurunan hasil tangkapan ikan karang dan ambang batas resiliensi sosial-ekonomi (social-economic resilience threshold) nelayan didalam pemanfaatan ikan karang di P. Pasi Gusung.
Tahap-4: Studi pemodelan Community-Based System Dynamics (CBSD)
Scooping: inventarisasi sumberdaya alam dan isu/permasalahan pemanfaatan
Focus Group Discussion (FGD) tentang Causal Loops Diagram (CLD) penurunan perikanan karang
Stock and flow model penurunan perikanan karang
Analisis sensitivitas dan validasi model
Model System Dynamics (SD) penurunan perikanan karang
• Berdasarkan studi awal yang sudah
dilakukan, maka pendapatan nelayan
merupakan salah satu faktor utama yang
mempengaruhi bagaimana cara nelayan
memperoleh hasil tangkapan ikan.
• Ketika pendapatan berada di atas
ambang batas tertentu, maka nelayan
akan tetap menggunakan cara tradisional
didalam menangkap ikan, bila berada di
bawah ambang batas maka mereka akan
mencari alternatif pekerjaan lainnya.
Tetapi apabila pendapatan tidak
membaik maka akan menggunakan
sianida didalam menangkap ikan.
• Penggunaan sianida biasanya dilakukan
pada musim barat
• Blythe (2014) menyatakan bahwa laju
penurunan hasil tangkapan ikan
merupakan faktor utama yang
menyebabkan perubahan ambang batas
sosial masyarakat nelayan di
Mozambique, Afrika.
Resiliensi Sosial-Ekonomi
Metodologi – Tahap ke-4
Household Income Conceptual Model
Sumber: hasil FGD dan wawancara dengan nelayan
Metodologi – Tahap ke-4
Moonson Effect on Coral Reef and Cyanide Fishing
Sumber: hasil FGD dan wawancara dengan nelayan
Causal Loop Diagram
Metodologi – Tahap ke-4
Tahap ke-5 bertujuan untuk memperoleh desain kawasan konservasi perairan berdasarkan resiliensi terumbu karang secara spasial dan temporal.
Tahap-5: Studi desain kawasan konservasi spasial secara spasial dan temporal
Indeks Resiliensi
Terumbu Karang
(IRTK)
Model phase-shift
karang dan alga
Data spasial terumbu karang dan lahan pulau
Model System Dynamics (SD) penurunan perikanan karang
Data spasial resiliensi terumbu karang
Struktur pemodelan Spatial System Dynamics (SSD) resiliensi terumbu karang
Model resiliensi spasial terumbu karang secara spasial dan temporal
Kategori zonasi kawasan konservasi perairan
Kategori resiliensi terumbu karang:A. Tinggi; B. Sedang dan C. Rendah
Desain kawasan konservasi perairan berdasarkan resiliensi terumbu karang secara
spasial dan temporal
• System Dynamics (SD) merupakan
kombinasi matematika dan simulasi
komputer untuk memahami sistem
didalam dunia nyata.
• Pendekatan SD memudahkan kita
didalam menggambarkan struktur suatu
sistem, memberikan pemahaman
terhadap apa yang menggerakan sistem
dan mengkaji dinamika di masa depan
berdasarkan asumsi-asumsi.
• Struktur model dapat digambarkan
sebagai suatu diagram hubungan sebab
akibat (causal loop diagram).
PopulationBirths Deaths
S
S S
O
Birth Rate Death Rate
S SR B
Causal loop diagram
Metodologi – Tahap ke-4
stock and flow model
{ INITIALIZATION EQUATIONS } : s Population = 100 : c Birth_rate = 0.25 : f Births = Population*Birth_rate : c Death_rate = 0.05 : f Deaths = Population*Death_rate
{ RUNTIME EQUATIONS } : s Population(t) = Population(t - dt) + (Births - Deaths) * dt : f Births = Population*Birth_rate : f Deaths = Population*Death_rate
{ TIME SPECS } STARTTIME=0 STOPTIME=12 DT=0.25 INTEGRATION=EULER RUNMODE=NORMAL PAUSEINTERVAL=0 { The model has 5 (5) variables (array expansion in parens). In root model and 0 additional modules with 0 sectors. Stocks: 1 (1) Flows: 2 (2) Converters: 2 (2) Constants: 2 (2) Equations: 2 (2) Graphicals: 0 (0) }
• Pemodelan SD telah berkembang dalam dua dekade ini menjadi pemodelan spasial.
• Pemodelan spasial SD dapat menggunakan data yang terpisah-pisah dan hubungannya
untuk dapat memahami proses dan bentuk spasial.
• Mengembangkan SD menjadi bentuk pemodelan spasial maka pelaku pemodelan dapat
melakukan simulasi stuktur suatu sistem di sepanjang ruang dan dapat mengkaji
bagaimana interaksi spasial dapat mempengaruhi sistem itu sendiri (BenDor & Kaza, 2012).
• Tipologi dalam Spatial System Dynamics (Neuwirth et al., 2015), antara lain:
1) Tipe proses evolusi lokal 2) Tipe proses difusi 3) Tipe proses perubahan struktural
Metodologi – Tahap ke-4
Tahap ke-6 bertujuan untuk menyusun rancangan pengelolaan kawasan konservasi perairan P.
Pasi Gusung.
Tahap-6: Pemilihan skenario pengelolaan kawasan konservasi perairan laut daerah berdasarkan desain kawasan konservasi berbasis resiliensi sosial- ekologi di P. Pasi Gusung
Desain kawasan konservasi perairan laut daerah berdasarkan resiliensi sosial-ekologi
secara spasial dan temporal
Skenario pengelolaan:1. Skenario-1, tidak ada upaya perlindungan
kawasan konservasi kawasan perairan, tidak
ada upaya penegakan hukum dan tidak ada
upaya peningkatan ekonomi masyarakat
berupa tersedianya mata pencaharian alternatif;
2. Skenario-2, upaya konservasi kawasan tetapi
tidak diikuti dengan penegakan hukum dan tidak
tersedianya mata pencaharian alternatif;
3. Skenario-3, upaya konservasi kawasan perairan
yang disertai dengan penegakan hukum tetapi
tidak tersedianya mata pencaharian alternatif;
4. Skenario-4, upaya konservasi kawasan perairan
yang disertai dengan penegakan hukum dan
tersedianya mata pencaharian alternatif.
Analisis trade-off
skenario pengelolaan
Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Laut Daerah Pulo Pasi Gusung
B
Terima Kasih