-
i
KESANTUNAN BERBAHASA
DALAM DIALOG INTERAKTIF KICK ANDY METRO TV
PERIODE JANUARI–DESEMBER 2018
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memeroleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Oleh:
Yohanes Demi Setiawan
131224089
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
SKRIPSI
KESANTTINAN BERBAIIASADALAM DIALOG INTERAKTW KICK ANDY METRO TV
PERIOI}E JAhTARI-DESEMBER 2OI8
Oleh:
Yohanes Ilemi Setiawan
,29 Aprit 2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
SKRIPSI
KESAI\ITUNAN BERBAHASADALAM DIALOG INTERAKTIF KICKANDY METRO TV
PERIODE JANUARI-DESEMBER 2018
Dipersiapkan dan ditulis oleh:
Yohanes Demi Setiawan
NIM: 131224089
Telah dipertahankan di depan Panitia pengujipada tanggal 14 Mei 2019
dan dinyatakan telah memenulXi syarat
Ketua
Sekretaris
Anggota I
Anggota 2
Anggota 3
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap
Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.ffum.
Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum.
Prof. f)r. Pranowo, M.Pd.
f)r. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd.
Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum.
Yogyakart\|4 Mei 2019Fakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanlJniversitas Sanata Dharma
lil
r. Yohanes Harsoyor S.Pd,, M.Si.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini aku persembahkan kepada keluarga yang sangat berarti dalam
hidupku.
Maria Magdalena Supartini, Ibu tercinta yang melahirkanku dan selalu merawatku.
Robertus Rantaya, Bapak terkasih yang mengajariku kehidupan dan membangun karakterku.
Matheus Guspan Setiawan, kakak yang sangat menyayangiku, teman berbagi disegala
situasi.
Dira dan Daffa, keponakan tercinta yang menggemaskan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
v
MOTO
Hidup untuk makan.
(Robertus Rantaya)
It always seems impossible until it’s done.
(Nelson Mandela)
Semua akan sia-sia jika kita berhenti
berusaha.
(Yohanes Demi Setiawan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya yang saya tulis tidak
memuat karya'atat bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutip an daft ar pustaka, s ebagaiman a karya i lmiah.
Yogyakarta, 14 Mei 2019
Peneliti,, -f-
Yohanes Demi Setiawan
V
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Yohanes Demi SetiawanNIM :131224089
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
KESANTUNAN BERBAHASA DALAM DIALOG INTERAKTIF KICK
ANDY METRO TVPERIODE JANUARI_DESEMBER 2018
Dengan derrikian saya memberikan kepada Perpustakaan Sanata Dharma hak
untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalarn bentuk
pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di
internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari
saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai peneliti.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pad a tanggal: 14 Mei 2019
Yang menyatakan
Yohanes Demi Setiawan
vll
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
viii
ABSTRAK
Setiawan, Yohanes Demi. 2019. Kesantunan Berbahasa dalam Dialog Interaktif
Kick Andy Metro TV Periode Januari–Desember 2018. Skripsi. Yogyakarta:
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini mengkaji mengenai wujud dan maksud kesantunan berbahasa
dalam dialog interaktif Kick Andy Metro TV periode Januari-Desember 2018.
Penelitian ini memiliki dua tujuan. Pertama, mendeskripsikan wujud kesantunan
berbahasa Andy F. Noya selaku pemandu dalam dialog interaktif Kick Andy
Metro TV periode Januari–Desember 2018. Kedua, mendeskripsikan makna
pragmatik tuturan Andy F. Noya selaku pemandu dalam dialog interaktif Kick
Andy Metro TV periode Januari–Desember 2018.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data
penelitian ini adalah video dialog interaktif Kick Andy Metro TV periode Januari-
Desember 2018, sedangkan data dalam penelitian ini berupa tuturan-tuturan yang
mengandung makna kesantunan dalam dialog interaktif Kick Andy Metro TV
periode Januari-Desember 2018. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan
metode simak dengan teknik catat. Instrumen dalam penelitian ini yaitu peneliti
itu sendiri yang merupakan alat pengumpul data utama. Analisis data dilakukan
dalam tahapan: (1) mengidentifikasikan data hasil temuan, (2) mengklasifikasikan
atau mengelompokkan data penelitian berdasarkan wujud dan maksud tuturan, (3)
menginterpretasikan atau menafsirkan data berdasarkan wujud dan maksud
tuturan yang sudah diklasifikasikan, (4) Mendeskripsikan hasil analisis data.
Sesuai dengan rumusan masalah yang sudah ditentukan, hasil penelitian ini
adalah (1) peneliti menemukan tiga wujud tuturan dan sepuluh maksud dari tiga
puluh tiga data yang diperoleh. Peneliti menemukan kalimat deklaratif sebanyak
tujuh belas tuturan. Kemudian kalimat interogatif sebanyak lima belas tuturan.
Berikutnya ditemukan satu tuturan imperatif. (2) Peneliti menemukan sepuluh
macam maksud yaitu maksud mengingatkan, maksud memuji, maksud menyuruh,
maksud menyindir, maksud permohonan maaf, maksud memastikan, maksud
kagum, maksud meminta, maksud heran, dan maksud bergurau.
Berdasarkan hasil analisis data tuturan, dapat disimpulkan bahwa kalimat
deklaratif menjadi wujud yang paling sering dituturkan oleh Andy F. Noya, selaku
pemandu dalam dialog interaktif Kick Andy Metro TV. Kemudian kalimat
imperatif menjadi yang sangat jarang dituturkan oleh pemandu. Tuturan dengan
maksud meminta menjadi maksud yang paling banyak muncul dalam tuturan
Andy F. Noya. Tuturan-tuturan yang dilakukan oleh pemandu dapat dikatakan
santun karena menggunakan nada rendah.
Kata kunci: kesantunan, dialog interaktif, konteks, wujud, maksud.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
ix
ABSTRACT
Setiawan, Yohanes Demi. 2019. Politeness in Language in Interactive Dialogue
Kick Andy Metro TV January-December 2018 Period. Thesis. Yogyakarta:
Indonesian Literature Language Education Study Program, Faculty of
Teacher Training and Education, Sanata Dharma University.
This study examines the form and purpose of language politeness in the
interactive dialogue of Kick Andy Metro TV from January to December 2018
period. This research has two objectives. First, describes the form of Andy F.
Noya’s politeness as a guide in the interactive dialogue Kick Andy Metro TV
January-December 2018 period. Second, describes the pragmatic meaning of
Andy F. Noya’s speech as a guide in the interactive dialogue Kick Andy Metro TV
January-December 2018 period.
This study included a type of qualitative descriptive research. The data
source of this study is the interactive dialogue video of Kick Andy Metro TV for
the January-December 2018 period, while the data in this study are utterances that
contain politeness in the interactive dialogue of Kick Andy Metro TV for the
January-December 2018 period. Data collection of this study using refer method
and note taking technique. The instrument in this study is the researcher himself
who is the main data collection tool. Data analysis is carried out in stages: (1)
identifying findings data, (2) classifying or groups the research data based on
form and intended purpose, (3) interpreting or interpreting data based on the form
and purpose of speech that have been classified, (4) describing the results of data
analysis.
In accordance with the formulation of the problem that has been determined,
the results of this study are (1) the researcher found three forms of speech and ten
meanings of thirty-three data obtained. The researcher found seventeen utterances
in declarative sentences. Then there are fifteen interrogative sentences. Next is
found an imperative speech. (2) The researcher found ten kinds of purposes,
namely the purpose of reminding, the purpose of praise, the intention of telling,
the intention of insinuating, the purpose of the apology, the intention of making
sure, the intention to be amazed, the intention to ask, the purpose of wonder, and
the intention of joking.
Based on the results of the speech data analysis, it can be concluded that the
declarative sentence is the form most often spoken by Andy F. Noya, as a guide in
the interactive dialogue of Kick Andy Metro TV. Then the imperative sentence
becomes very rarely told by the guide. Speeches with the intention of asking to
become the most common intention emerged of Andy F. Noya’s speech. The
utterances made by the guide can be said to be polite because they use low notes.
Keywords: politeness, interactive dialogue, context, form, intent.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dan terima kasih peneliti sembahkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa karena atas berkat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul Kesantunan Berbahasa dalam Dialog
Interaktif Kick Andy Metro TV Periode Januari–Desember 2018. Penyusunan
skripsi ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana di Program
Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Peneliti menyadari bahwa terselesainya skripsi ini karena adanya
bimbingan, perhatian, arahan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu peneliti menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu memberikan rahmat, kesehatan dan
kelancaran selama kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
3. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum. selaku Kepala Program Studi PBSI
Universitas Sanata Dharma.
4. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. selaku dosen pembimbing tunggal yang
dengan penuh ketelitian telah mendampingi, memotivasi, dan memberikan
berbagai masukan yang sangat berharga bagi peneliti. Mulai dari proses awal
hingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
5. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. yang bersedia meluangkan waktu untuk menjadi
triangulator.
6. Segenap dosen Prodi PBSI, dosen MKU, dosen MKK, yang telah mendidik
dan membimbing peneliti selama mengikuti perkuliahan.
7. Theresia Rusmiyati sebagai karyawan sekretariat PBSI memberikan
pelayanan kepada peneliti dalam menyelesaikan kuliah di PBSI sampai
penyusunan skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
8, Maria Magdalena Supartini yang selalu mendukung dan mendoakan peneliti.9. Robertus Rantaya yang selalu mengarahkan dan membimbing peneliti.10. Matheus Guspan Setiawan yang selalu mendukung dan memberi semangat.
I 1. Keluarga besar Pudjo Sukismo yang senantiasa mendoakan peneliti.
12. Keluarga besar Mangun Suwito yang selalu mendoakan peneliti.
13. Sahabat dan teman peneliti, Paskalis Tribowo Kriswinarso, Cahyo Budi
Pamungkas, Stefanus Budi Ardhana, Wishnu Herbowo Murty, dan Francisca
Ferry Hernawatie yang selalu memberi semangat dan membantu peneliti.
14. Rekan-rekan mahasiswa PBSI2013 A dan B, terima kasih atas dukungan dan
semangat kepada peneliti.
15. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah
mernberikan doa, semangat, dukungan, dan bantuan kepada peneliti.
;
Kesalahan datangnya dari diri peneliti, rsedangkan kebaikan datang dari
Tulran Yang Maha Esa. Begitu pula dengan kesempurn aan yang hanya milik
Tuhan. Peneliti sangat merasa jauh dari kata sempurna, begitu pula dengan
penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik peneliti terima sebagai
masukan dalam perbaikan dalam penelitian ini. Semoga skripsi ini dapatbermanfaat bagi semua pihak. Terima kasih.
Yogyakarta, 14 Mei 2019
eneliti,
Yohanes Demi Setiawan
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN....................................................................... iv
HALAMAN MOTO.......................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI......................... vii
ABSTRAK......................................................................................................... viii
ABSTRACT........................................................................................................ ix
KATA PENGANTAR....................................................................................... x
DAFTAR ISI...................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................ 5
1.5 Batasan Istilah............................................................................................... 5
1.6 Sistematika Penelitian................................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 9 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan.............................................................. 9
2.2 Landasan Teori.............................................................................................. 11
2.2.1 Pragmatik................................................................................................... 12
2.2.2 Fenomena Pragmatik dan Lingkup Pragmatik........................................... 13
2.2.2.1 Deiksis..................................................................................................... 14
2.2.2.2 Implikatur................................................................................................ 15
2.2.2.3 Kefatisan................................................................................................. 15
2.2.2.4 Kesantunan.............................................................................................. 16
2.2.3 Kesantunan sebagai Fenomena Pragmatik................................................. 17
2.2.3.1 Teori Kesantunan Berbahasa Leech........................................................ 17
2.2.3.2 Teori Kesantunan Berbahasa Fraser........................................................ 22
2.2.3.3 Teori Kesantunan Berbahasa Lakoff....................................................... 24
2.2.3.4 Teori Kesantunan Berbahasa Pranowo................................................... 25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiii
2.2.3.5 Teori Kesantunan Berbahasa Rahardi..................................................... 29
2.2.4 Konteks...................................................................................................... 32
2.2.4.1 Konteks Situasi....................................................................................... 33
2.2.5 Dialog Interaktif......................................................................................... 36
2.2.6 Makna dan Maksud/Makna Pragmatik...................................................... 36
2.2.6.1 Makna...................................................................................................... 36
2.2.6.2 Maksud.................................................................................................... 37
2.2.7 Wujud Tuturan........................................................................................... 38
2.2.7.1 Kalimat Berita (Kalimat Deklaratif)....................................................... 38
2.2.7.2 Kalimat Tanya (Kalimat Interogatif)...................................................... 39
2.2.7.3 Kalimat Perintah (Kalimat Imperatif)..................................................... 40
2.2.8 Kerangka Berpikir...................................................................................... 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN....................................................... 43
3.1 Jenis Penelitian.............................................................................................. 43
3.2 Sumber Data dan Data.................................................................................. 43
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data........................................................ 44
3.3.1 Metode Simak............................................................................................ 44
3.4 Instrumen Penelitian..................................................................................... 45
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data................................................................ 45
3.5.1 Identifikasi................................................................................................. 46
3.5.2 Klasifikasi.................................................................................................. 46
3.5.3 Interpretasi/Pemaknaan.............................................................................. 47
3.6 Triangulasi.................................................................................................... 47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................. 50 4.1 Deskripsi Data............................................................................................... 50
4.2 Hasil Penelitian............................................................................................. 51
4.2.1 Wujud Tuturan dalam Dialog Interaktif Kick Andy Metro TV................... 52
4.2.1.1 Kalimat Deklaratif................................................................................... 52
4.2.1.2 Kalimat Interogatif.................................................................................. 54
4.2.1.3 Kalimat Imperatif................................................................................... 55
4.2.2 Maksud Tuturan dalam Dialog Interaktif Kick Andy Metro TV................. 56
4.2.2.1 Maksud Mengingatkan............................................................................ 57
4.2.2.2 Maksud Memuji...................................................................................... 58
4.2.2.3 Maksud Menyuruh.................................................................................. 60
4.2.2.4 Maksud Menyindir.................................................................................. 62
4.2.2.5 Maksud Permohonan Maaf..................................................................... 64
4.2.2.6 Maksud Memastikan............................................................................... 65
4.2.2.7 Maksud Kagum....................................................................................... 68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiv
4.2.2.8 Maksud Meminta.................................................................................... 69
4.2.2.9 Maksud Heran......................................................................................... 71
4.2.2.10 Maksud Bergurau.................................................................................. 72
4.3 Pembahasan................................................................................................... 73
BAB V PENUTUP............................................................................................. 82 5.1 Simpulan....................................................................................................... 82
5.2 Saran.............................................................................................................. 83
DAFTAR RUJUKAN....................................................................................... 85
LAMPIRAN....................................................................................................... 88
BIOGRAFI PENELITI.................................................................................... 134
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mampu bertutur kata secara halus dan isi tutur katanya memiliki maksud
yang jelas dapat menyejukkan hati dan membuat orang lain berkenan. Hal
demikian merupakan dambaan setiap orang. Seandainya perilaku bahasa setiap
orang seperti itu, rasa kebencian, rasa curiga, sikap berprasangka buruk terhadap
orang lain tidak perlu ada. Dengan kebahagiaan, hidup manusia akan penuh
dengan kesejahteraan. Namun, harapan seperti itu tampaknya masih “jauh
panggang dari api”. Kesediaan menerima orang lain seperti adanya (empati),
menghargai keberhasilan orang lain dengan ikhlas, menaruh rasa simpati terhadap
penderitaan orang lain masih merupakan “perang besar” melawan sifat buruk
dalam diri setiap orang.
Seseorang dapat saja bertutur santun, bersikap halus, selalu bersemuka
dengan penuh senyuman. Namun, apakah suara hatinya juga mengatakan seperti
itu, hanyalah dirinya yang mengetahui. Jika penampilan itu selaras dengan suara
hatinya (bertutur santun karena rasa hormat pada mitra tutur, bersikap halus
karena memang merasakan kebahagiaan) berarti seseorang telah mampu
memenangkan pertempuran seperti itu? Mereka adalah orang-orang suci yang
telah mampu menjauhkan diri dari sifat keduniawian. Mereka hanya berpikir dan
berbuat untuk kemaslahatan orang banyak tanpa pamrih untuk kepentingan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
2
dirinya. Jika ada satu atau dua orang yang perilakunya mendekati sifat seperti itu,
mereka adalah orang-orang yang beruntung dalam hidupnya (Pranowo, 2009:1).
Dalam kehidupan nyata, masih banyak orang yang kalah dalam pertempuran
seperti itu. Bahkan, banyak orang yang “babak belur” dalam pertarungan melawan
sifat buruknya. Dengan sifat buruknya, seseorang menyimpan dendam pada orang
lain, menaruh rasa tidak senang atas keberhasilan orang lain, berprasangka buruk
pada orang lain, selalu memuji dirinya sebagai orang yang baik, paling benar, dan
santun adalah orang yang kalah dalam peperangan. Kita sering dihadapkan pada
suatu realita pahit dalam kehidupan. Manakala berhadapan dengan seseorang,
tutur katanya sangat halus. Namun, kita harus optimis dan menyadari bahwa
kebanyakan orang terus berusaha memenangkan pertarungan seperti itu.
Setidaknya, sebagian besar orang memiliki keinginan untuk berusaha bersikap dan
perilaku yang baik untuk menjaga harkat dan martabat dirinya serta menghormati
dan menghargai orang lain. Semua itu akan terlihat melalui aktualisasi diri lewat
tindak bahasa.
Salah satu kajian bahasa yang mampu mengakomodasikan aspek-aspek di
luar bahasa adalah ilmu bahasa kajian pragmatik. Yule (2006:3) menyatakan
bahwa pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur
(penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Pengkajian bahasa
menggunakan pragmatik tentu melibatkan aspek-aspek di luar bahasa yang turut
memberi makna dalam suatu komunikasi. Penutur dan pendengar dalam
percakapan umumnya bekerja sama, kerja sama yang dimaksud berupa kesamaan
latar belakang pengetahuan. Wijana (1996:86) menyatakan bahwa setiap peserta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
3
pertuturan sama-sama menyadari bahwa ada kaidah-kaidah yang mengatur
tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap
tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Percakapan yang terjadi antar pelibat sering
kali mengandung maksud-maksud yang lebih banyak daripada sekadar kata-kata
itu sendiri. Kondisi seperti itu menyebabkan implikatur percakapan menjadi peran
yang tepat untuk mengkaji aspek-aspek luar penggunaan bahasa. Brown dan Yule
(1996:31) menyatakan bahwa implikatur adalah apa yang mungkin diartikan,
disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dengan apa yang
sebenarnya dikatakan oleh penutur. Implikatur dianggap penting untuk diteliti
lebih jauh terutama implikatur percakapan. Percakapan yang sesungguhnya, antara
penutur dan mitra tutur dapat secara lancar berkomunikasi karena mereka berdua
memiliki semacam kesamaan latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang
dituturkan. Grice (dalam Rahardi, 2005:43) menyatakan sebuah tuturan dapat
mengimplikasikan preposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut.
Preposisi yang diimplikasikan itu dapat disebut dengan implikatur percakapan.
Tuturan yang berbunyi “Cuacanya panas ya”, penutur tidak semata-mata
bermaksud untuk memberitahukan lawan tuturnya bahwa cuacanya sedang panas.
Penutur bermaksud menyuruh mitra tuturnya untuk menyalakan kipas angin.
Penutur dan pendengar biasanya terbantu oleh keadaan sekitar tuturan itu.
Kick Andy menjadi salah satu program televisi swasta yang dinikmati oleh
jutaan penduduk Indonesia. Kick Andy adalah program dialog interaktif yang
dikemas menarik, serta mengangkat fenomena-fenomena sosial yang terkadang
tidak terjamah oleh media. Kick Andy menjadi wadah bagi orang-orang yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
4
mampu berprestasi serta berbuat lebih ditengah masyakarat dengan menghadirkan
narasumbernya secara langsung. Fokus penelitian ini ialah kesantunan Andy F.
Noya selaku pemandu dalam dialog interaktif Kick Andy Metro TV. Pemilihan
talkshow didasarkan pada banyaknya bahasa santun yang digunakan oleh Andy F.
Noya selaku pemandu tersebut. Dalam hal ini, tuturan pemandu acara merupakan
subjek yang diteliti karena pemandu acara memiliki peran penting dalam
keberhasilan dialog interaktif yang dipandunya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
a. Apa sajakah wujud kesantunan berbahasa Andy F. Noya selaku pemandu
dalam dialog interaktif Kick Andy Metro TV periode Januari–Desember 2018?
b. Apa sajakah makna pragmatik tuturan Andy F. Noya selaku pemandu dalam
dialog interaktif Kick Andy Metro TV periode Januari–Desember 2018?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas,
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Mendeskripsikan wujud kesantunan berbahasa Andy F. Noya selaku
pemandu dalam dialog interaktif Kick Andy Metro TV periode Januari–
Desember 2018.
b. Mendeskripsikan makna pragmatik tuturan Andy F. Noya selaku pemandu
dalam dialog interaktif Kick Andy Metro TV periode Januari–Desember 2018.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
5
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian mengenai kesantunan berbahasa antara pemandu dengan
narasumber dalam dialog interaktif Kick Andy Metro TV bermanfaat secara
teoretis dan praktis dalam beberapa hal di bawah ini:
1. Manfaat Teoretis
a. Penelitian ini dapat memberian acuan untuk referensi penelitian selanjutnya
yang berhubungan dengan hal yang sama.
b. Penelitian ini diharapkan mampu untuk menambah wawasan dalam kajian
pragmatik terkhusus pada kesantunan berbahasa dalam keseharian bertutur.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat memberi acuan kepada pembaca, khususnya para
pemandu acara mengenai wujud dan maksud kesantunan tuturan.
b. Penelitian ini dapat berguna bagi mahasiswa, guru, maupun calon guru
sebagai bahan refleksi untuk berinteraksi dengan santun. Selain itu penelitian
ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca untuk dapat menambah
pengetahuan tentang fenomena bahasa yang terjadi di dalam masyarakat
khususnya dalam ranah pendidikan.
1.5 Batasan Istilah
Istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pragmatik,
kesantunan, dan komunikasi.
a. Pragmatik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
6
Pragmatik dalam skripsi yang berjudul “Kesantunan Berbahasa dalam Dialog
Interaktif Kick Andy Metro TV Periode Januari-Desember 2018” merupakan studi
mengenai makna yang disampaikan oleh penutur (penulis) dan ditafsirkan oleh
pendengar (pembaca) (Yule, 2006:3).
b. Kesantunan
Kesantunan merupakan ekspresi penutur untuk mengurangi ancaman muka pada
mitra tutur Brown dan Levinson (dalam Nadar, 2009).
c. Komunikasi
Dalam artikel jurnal dengan judul “Hakikat Komunikasi Organisasi” menjelaskan
secara sederhana bahwa komunikasi merupakan kegiatan penyampaian pesan
dengan tujuan menyamakan makna dari seseorang/lembaga (komunikator)
kepada orang lain/audiens (komunikan).
d. Konteks Situasi
Leech (dalam Rahardi, 2003:18) memaparkan bahwa konteks situasi tuturan
adalah aneka macam kemungkinan latar belakang pengetahuan (background
knowledge) yang muncul dan dimiliki bersama-sama baik oleh penutur maupun
oleh mitra tutur, serta aspek-aspek non-kebahasaan lainnya yang menyertai,
mewadahi, serta melatarbelakangi hadirnya sebuah pertuturan tertentu. Latar
belakang pengetahuan yang dimaksudkan adalah segala aspek yang melingkup
baik itu aspek sosial, budaya, ekonomi maupun politik yang dimiliki oleh
partisipan (pembicara dan pendengar) dalam bertutur demi tercapainya makna
dalam pertuturan. Sejalan dengan hal itu, Tarigan (1989:35) menyatakan bahwa
konteks situasi adalah latar belakang pengetahuan yang diperkirakan dimiliki dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
7
disetujui bersama oleh pembicara atau penulis dan penyimak atau pembaca, serta
yang menunjang intepretasi penyimak atau pembaca terhadap sesuatu yang
dimaksud pembicara atau penulis dengan suatu ucapan tertentu.
Akan tetapi dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan satu konteks
sebagai acuan dalam mengidentifikasi tuturan dalam penelitian, yakni konteks
situasi.
e. Makna dan Makna Pragmatik
1. Makna
Pateda (2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata
dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan
kata maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam Pateda, 2001:82)
mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan
pengertian.
2. Makna Pragmatik/Maksud
Wijana dan Rohmadi (2009:215) menjelaskan bahwa pada hakikatnya setiap
tuturan yang disampaikan penutur kepada lawan tuturnya mempunyai maksud
dan tujuan tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang penutur tidak
selamanya diutarakan secara langsung atau tersurat, akan tetapi ada kalanya
diutarakan secara tidak langsung atau tersirat. Putrayasa (2014:24)
menjelaskan bahwa untuk memahami maksud pemakaian bahasa seseorang
dituntut harus memahami pula konteks yang mewadahi pemakaian bahasa
tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
8
f. Dialog Interaktif
Dialog interaktif adalah kegiatan bertanya jawab yang dilakukan oleh dua orang
atau lebih yang bertujuan untuk mendapatkan suatu informasi (Wirajaya dan
Sudarmawarti, 2008:77).
1.6 Sistematika Penelitian
Penelitian ini akan dijabarkan dalam lima bab yang diuraikan secara
sistematis sebagai berikut: Bab I berisi tentang (1) latar belakang masalah, (2)
rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) batasan istilah,
dan (6) sistematika penelitian.
Bab II ialah bab mengenai landasan teori yang akan digunakan untuk
menganalisis masalah-masalah yang diteliti. Bab II berisi (1) penelitian yang
relevan, (2) pragmatik, (3) fenomena dan lingkup pragmatik, (4) pragmatik
sebagai fenomena kesantunan, (5) konteks situasi, dan (6) makna dan maksud
pragmatik, (7) wujud, (8) Kerangka berpikir. Bab III mengenai metode penelitian
yang memuat tentang cara dan prosedur yang akan digunakan oleh peneliti untuk
memperoleh data. Dalam bab III akan diuraikan (1) jenis penelitian, (2) sumber
dan data penelitian, (3) metode dan teknik pengumpulan data, (4) jenis data (5)
instrumen penelitian, dan (6) teknik analisis data. Bab IV berisi pembahasan yang
berkaitan dengan data, terdiri atas (1) deskripsi data, (2) hasil analisis data
penelitian dan (3) pembahasannya. Bab V adalah bab terakhir dalam penelitian ini
yang berisi simpulan terkait data yang sudah diolah disertai dengan implikasi dan
saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan menguraikan penelitian yang relevan, landasan teori, dan
kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang tinjauan terhadap topik-
topik sejenis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti yang lain. Landasan teori berisi
tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis dari penelitian ini
yang terdiri atas teori pragmatik, fenomena pragmatik, kesantunan sebagai
fenomena pragmatik, faktor penentu kesantunan, konteks dan makna, maksud, dan
narasumber.
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian pertama dilakukan oleh Qonita Fitra Yuni (dalam Jurnal NOSI.
Vol. 1. No. 7. Berjudul “Kesantunan Berbahasa dalam Mata Najwa (Tinjauan
Pragmatik)”). Penelitian ini menghasilkan lima kelompok tuturan yang dikatakan
santun, yaitu tuturan yang (1) menunjukkan sikap menghormati mitra tutur, (2)
menunjukkan sikap peduli terhadap mitra tutur, (3) menunjukkan sikap
menghargai orang ketiga, (4) menunjukkan sikap rendah hati, dan (5)
menunjukkan sikap percaya terhadap mitra tutur. Kesantunan berbahasa bentuk
deklaratif mempunyai berbagai fungsi. Pada tuturan yang menunjukkan sikap
menghormati mitra tutur deklaratif berfungsi sebagai pernyataan rasa hormat dan
sapaan penutur terhadap mitra tutur, menghargai orang ketiga, memberi dukungan
dengan penanda gaya bahasa, menghormati orang ketiga dengan penanda inisial
dan nomina pengacu sikap rendah hati dan memuji mitra tutur terdapat pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
10
tuturan yang menunjukkan sikap rendah hati. Bentuk interogatif mempunyai
beberapa fungsi, fungsi penyelamatan muka mitra tutur, permintaan pengakuan,
permintaan keterangan, permintaan pendapat atau meminta pendapat, dan
menunjukkan kepercayaan terhadap mitra tutur. Bentuk imperatif pada data di
penelitian ini mempunyai tiga fungsi. Fungsi pertama sebagai pemberian ucapan
selamat pada tuturan yang menunjukkan sikap menghormati mitra tutur. Fungsi
kedua memohon atau meminta dengan penanda bahasa jenis kalimat pada tuturan
yang menunjukkan sikap menghargai orang ketiga. Fungsi ketiga adalah meminta
maaf dengan penanda diksi mohon pada tuturan yang menunjukkan sikap rendah
hati.
Penelitian kedua dilakukan oleh Mei Anjar Kumalasari, Rustono, dan B.
Wahyudi Joko Santoso (dalam Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume 3 Nomor 1 Maret 2018. Page 34-43. Berjudul “Strategi Kesantunan
Pemandu Acara Talkshow Kick Andy dan Mata Najwa di Metro Tv”) Hasil dari
penelitian ini mengemukakan strategi-strategi dalam bertutur kata secara santun.
Strategi kesantunan yang digunakan pemandu acara talkshow Kick Andy dan Mata
Najwa di Metro TV meliputi (1) strategi langsung, (2) strategi kesantunan positif,
(3) strategi kesantunan negatif, dan (4) strategi tidak langsung. Strategi
kesantunan yang paling banyak digunakan pemandu acara Kick Andy ialah strategi
kesantunan positif. Hal ini demikian karena sebagai pemandu acara, Andy
berupaya memuaskan muka positif mitra tutur sehingga komunikasi di antara
mereka menjadi lebih santun dan komunikatif. Pada setiap kesempatan Andy juga
sering memberikan penghargaan baik berupa benda maupun pujian kepada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
11
narasumbernya. Selain itu, Andy juga pandai melakukan olah strategi kesantunan
positif agar pertanyaan yang diberikan tidak membebani atau menyinggung
perasaan narasumber. Sementara itu, strategi kesantunan yang banyak digunakan
pemandu acara talkshow Mata Najwa ialah strategi langsung dan strategi
kesantunan positif. Banyaknya tuturan Najwa yang menunjukkan penggunaan
strategi langsung itu tidak terlepas dari ciri khas Najwa sebagai seorang wartawan
yang tegas dan berani dalam berbicara. Adapun penggunaan strategi kesantunan
positif sering dilakukan Najwa agar dalam menggali informasi yang sedalam-
dalamnya dari narasumber ia tetap santun.
Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas, dapat terlihat bahwa adanya
kesamaan maupun perbedaan yang terdapat pada kedua penelitian terdahulu
dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti saat ini. Persamaan antara
penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini adalah sama-sama membahas
kesantunan yang terdapat dalam dialog interaktif. Perbedaannya adalah pada
penelitian terdahulu menghasilkan pengelompokkan tuturan santun dan strategi
berbahasa secara santun, tetapi pada penelitian saat ini peneliti akan melengkapi
penelitian terdahulu dengan menyajikan wujud dan maksud kesantunan berbahasa
dalam dialog interaktif Kick Andy Metro TV periode Januari-November 2018.
2.2 Landasan Teori
Untuk mendukung pembuatan skripsi ini, maka perlu dikemukakan hal-hal
atau teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan dan ruang lingkup
pembahasan sebagai landasan dalam penyusunan skripsi. Pada Bab ini akan
dijelaskan beberapa pengertian mengenai teori pragmatik dan teori pendukung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
12
lainnya menurut para pakar dari berbagai sumber.
2.2.1 Pragmatik
Istilah pragmatik sebagaimana kita kenal saat ini diperkenalkan oleh
seorang filosof yang bernama Charless Morris tahun 1938, ketika ia
membicarakan bentuk umum ilmu tanda (semiotic). Morris (dalam Nadar, 2009:2)
menjelaskan bahwa semiotik memiliki tiga bidang kajian, yaitu sintaksis (syintax),
semantik (semantics), dan pragmatik (pragmatics).
Yule (2006:3) menyatakan bahwa pragmatik adalah ilmu yang mempelajari
tentang makna atau maksud yang disampaikan penutur (atau penulis) dan
ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Pragmatik melibatkan penafsiran
tentang apa yang dimaksud orang dalam suatu konteks khusus dan bagaimana
konteks itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan, dengan demikian dalam
memaknai maksud penutur mitra tutur harus memperhatikan konteks pembicaraan
bagaimana penutur mengatur apa yang ingin dikatakan, dimana, kapan, dan dalam
keadaan apa. Kasher (dalam Putrayasa, 2014) mendefinisikan pragmatik sebagai
ilmu yang mempelajari bagaimana bahasa digunakan dan bagaimana bahasa
tersebut diintegrasikan ke dalam konteks.
Pragmatik sebagai telaah mengenai kegiatan ujaran langsung dan tak
langsung, presuposisi, implikatur konvensional, konversasional, dan sejenisnya
(Keenam, Dowty, dalam Rahardi, 2016). Levinson (dalam Rahardi, 2003)
mengatakan bahwa pragmatik adalah penelitian tentang perhubungan antara
bahasa dan konteks yang ditatabahasakan, atau yang dikodekan di struktur bahasa.
Pragmatik adalah telaah segala aspek makna yang tidak tercakup dalam semantik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
13
(Levinson dalam Rahardi, 2016). Lebih lanjut, Rahardi (2003) mengatakan bahwa
pragmatik merupakan ilmu yang mengkaji maksud penutur di dalam konteks
situasi dan lingkungan sosial-budaya. Makna yang dikaji dalam pragmatik terkait
konteks. Parker (dalam Rahardi, 2009) mendefinisikan pragmatik sebagai sebagai
cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal. Levinson
(dalam Rahardi, 2003:13) mendefinisikan sosok pragmatik sebagai studi perihal
ilmu bahasa yang mempelajari relasi-relasi antara bahasa dengan konteks
tuturannya.
Para pakar lain juga berpendapat, pragmatik adalah kajian antara lain
mengenai deiksis, implikatur, presuposisi, tindak tutur, dan aspek-aspek struktur
wacana (Stalker dalam Nadar, 2009). Ilmu yang mempelajari penggunaan bahasa
disebut pragmatik (Chaer, 2010:26). Telaah umum mengenai bagaimana konteks
memengaruhi cara kita menafsirkan kalimat disebut pragmatik (Tarigan,
1990:34). Nadar (2009:2) menyampaikan bahwa pragmatik merupakan cabang
linguistik yang mempelajari bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dalam
situasi tertentu.
2.2.2 Fenomena Pragmatik dan Lingkup Pragmatik
Rahardi (2017:84) mengatakan fenomena pragmatik terdiri atas: implikatur,
deiksis, praanggapan, entailment, kesantunan berbahasa, ketidaksantunan
berbahasa, dan kefatisan. Praanggapan, tindak tutur, dan entailment merupakan
fenomena linguistik. Deiksis, implikatur, kesantunan, ketidaksantunan, dan
kefatisan merupakan fenomena pragmatik. Dari fenomena pragmatik di atas,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
14
fenomena ketidaksantunan berbahasa dan kefatisan merupakan fenomena baru
yang masih diteliti. Berikut penjelasan mengenai fenomena pragmatik.
2.2.2.1 Deiksis
Deiksis adalah istilah teknis (dari bahasa Yunani) untuk salah satu hal
mendasar yang kita lakukan dengan tuturan. Deiksis berarti „penunjukkan‟
melalui bahasa (Yule, 2006:13). Deiksis merupakan kata atau sekumpulan kata
yang rujukkannya tidak tetap dan dapat berpindah dari satu maujud ke maujud
lain. Kata-kata yang dimaksud deiksis ini adalah kata-kata yang menyatakan
waktu, menyatakan tempat, dan yang berupa kata ganti (Chaer, 2010:31). Jadi
dapat disimpulkan bahwa deiksis merupakan kata-kata yang referensinya belum
jelas karena bisa berpindah-pindah wujud sesuai dengan konteks.
Nababan (1984:41-42) menyatakan bahwa deiksis terbagi lima macam yakni
deiksis persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial.
Hal tersebutakan dipaparkan sebagai berikut.
1. Deiksis Persona, yakni menentukan suatu ujaran yang dipengaruhi oleh
peran peserta dalam peristiwa berbahasa.
2. Deiksis Tempat ialah pemberian bentuk pada lokasi menurut peserta
dalam peristiwa bahasa.
3. Deiksis Waktu ialah pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang
dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa.
4. Deiksis Wacana ialah rujukan pada bagian-bagian tertentu dalam wacana
yang telah diberikan atau sedang dikembangkan
5. Deiksis Sosial ialah rujukan yang dinyatakan berdasarkan perbedaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
15
kemasyarakatan yang mempengaruhi peran pembicara dan pendengar.
2.2.2.2 Implikatur
Yule (2006:62) menyatakan bahwa implikatur adalah contoh utama dari
banyaknya informasi yang disampaikan dari pada yang dikatakan. Rahardi
(2003:85) menjelaskan di dalam pertuturan yang sesungguhnya, penutur dan mitra
tutur dapat secara lancar berkomunikasi karena mereka berdua memiliki semacam
kesamaan latar belakang pengetahuan mengenai sesuatu yang dipertuturkan itu.
Penutur dan mitra tutur memiliki kontrak percakapan yang tidak tertulis, sebagai
penanda bahwa yang sedang dipertuturkan itu dapat dimengerti dan dipahami.
Grice (dalam Rahardi, 2003) menyatakan bahwa dalam artikelnya yang
berjudul “Logic and Conversation” menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat
mengimplikasikan proposisi yang bukan bagian dari tuturan tersebut. Proposisi
yang diimplikasikan semacam itu disebut implikatur percakapan. Bertolak dari
penjelasan di atas implikatur dijelaskan sebagai bentuk keterkaitan informasi
antara penutur dengan mitra tutur.
2.2.2.3 Kefatisan
Salah satu nilai kebijaksanaan sebagai wujud dari kearifan lokal dalam
masyarakat Indonesia dengan berbagai latar belakang kulturnya adalah fenomena
basa-basi berbahasa. Dari studi yang dilakukan, basa-basi dalam berbahasa adalah
salah satu manifestasi kefatisan yang dalam referensi terdahulu disebut sebagai
komunikasi fatis (bdk. Rahardi, 2015a dalam Rahardi, dkk., 2016: 2). Untuk
maksud menjalin kerja sama dan menjamin kelangsungan berkomunikasi
antarmanusia sangat diperlukan kefatisan. Kefatisan dapat diklaim sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
16
fenomena kebahasaan universal. Dikatakan universal karena sebenarnya
fenomena ini muncul dalam setiap bahasa kendatipun dalam wujud, jenis, dan
gradasi berbeda-beda.
Kridalaksana (1986:111) mengartikan fatis sebagai kategori yang bertugas
memulai, mempertahankan, atau mengkukuhkan pembicaraan antara pembicara
dan lawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan.
Ragam lisan pada umumnya merupakan ragam non-standar, maka kebanyakan
kategori fatis terdapat dalam kalimat-kalimat non-standar yang banyak
mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional.
2.2.2.4 Kesantunan
Kesantunan dalam suatu interaksi dapat didefinisikan sebagai alat yang
digunakan untuk menunjukkan kesadaran tentang wajah orang lain (Yule,
2006:104). Lakoff (dalam Gunarwan, 1994:87) berpendapat bahwa ada tiga
kaidah yang perlu dipatuhi agar ujaran kita terdengar santun oleh pendengar yaitu
formalitas (formality), ketidaktegasan (hesitancy) dan persamaan atau
kesekawanan (equality or camaraderie). Ketiga kaidah di atas bila dijabarkan,
maka formalitas berarti jangan memaksa atau angkuh, ketidaktegasan berarti
buatlah sedemikian rupa sehingga lawan tutur dapat menentukan pilihan, dan
ketiga persamaan atau kesekawanan berarti seolah-olah penutur dan lawan tutur
menjadi sama. Contoh:
(1) Kami mohon bantuan Anda untuk turut membiayai anak-anak yatim itu.
(2) Mari kita sama-sama membantu membiayai anak-anak yatim itu.
Menurut Lakoff, sebuah tuturan dikatakan santun apabila ia tidak terdengar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
17
memaksa, memberikan pilihan kepada lawan tutur, dan lawan tutur merasa
tenang. Kesimpulan dari penjelasan di atas adalah kesantunan digunakan dalam
pertuturan agar pertuturan itu berjalan dengan baik.
2.2.3 Kesantunan sebagai Fenomena Pragmatik
Pranowo (2009:4−5) menyatakan bahwa bahasa yang santun adalah struktur
bahasa yang disusun sedemikian rupa oleh penutur/penulis agar apa yang
disampaikan/tuliskan tidak menyinggung perasaan pendengar atau pembaca.
Ketika menggunakan bahasa dalam bersosialisasi, penutur harus memperhatikan
kaidah berbicara dengan baik dan benar. Bahasa yang benar adalah bahasa yang
dipakai sesuai dengan kaidah yang berlaku. Begitu juga ketika seseorang sedang
menulis cerpen, mereka menggunakan kaidah bahasa sesuai dengan peran tokoh
yang sedang diperankan. Namun, kedua hal tersebut tidaklah cukup. Masih ada
satu kaidah lagi yang perlu diperhatikan, yaitu kesantunan. Berikut adalah teori-
teori kesantunan berbahasa menurut para ahli.
2.2.3.1 Teori Kesantunan Berbahasa Leech
Leech (1993:126-127) menjelaskan bahwa dalam bertutur hendaknya
memperhatikan kesantunan karena kesantunan tidak bisa dianggap remeh. Untuk
itu, Leech mengemukakan prinsip kesantunan sebagai pengendali atau pengontrol
tuturan untuk mengurangi akibat yang kurang menyenangkan yang dapat
mengakibatkan konflik karena kesalahpahaman antara penutur dan mitra tutur.
Leech mengusulkan untuk melengkapi prinsip koperasi Grice dengan prinsip
kesantunan. Prinsip kesantunan lebih menekankan pada aspek sosial psikologis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
18
antara penutur dan mitra tutur.
Untuk menjaga kesantunan tersebut Leech mengemukakan enam maksim
dalam prinsip kesantunan yaitu maksim kebijaksanaan, maksim kemurahan hati,
maksim penerimaan, maksim kerendahan hati, maksim kecocokan, dan maksim
simpati. Maksim ini berfungsi untuk menjaga kesantunan sebuah tuturan.
1. Maksim Kebijaksanaan
Rahardi (2005:60) menyatakan gagasan dasar dalam maksim kebijaksanaan
dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para peserta pertuturan hendaknya
berpegang pada prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan
memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur.
Orang bertutur yang berpegang dan melaksanakan maksim kebijaksanaan akan
dapat dikatakan sebagai orang santun. Wijana (1996:56) menambahkan bahwa
semakin panjang tuturan seseorang semakin besar pula keinginan orang itu untuk
bersikap sopan kepada lawan bicaranya. Demikian pula tuturan yang diutarakan
secara tidak langsung lazimnya lebih sopan dibandingkan dengan tuturan yang
diutarakan secara langsung. Dalam maksim kebijaksanaan ini, Leech (1993:206)
menggunakan istilah maksim kearifan. Silahkan bandingkan pertuturan (3) yang
mematuhi maksim kebijaksanaan dan pertuturan (4) yang melanggarnya.
(3) A: “Mari saya bawakan tas Bapak!”
B: “Jangan, tidak usah!”
(4) A: “Mari saya bawakan tas Bapak!”
B: “Ini, begitu dong jadi mahasiswa!”
2. Maksim Kedermawanan
Leech (1993:209) menyatakan bahwa maksud dari maksim kedermawanan
ini adalah buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin; buatlah kerugian diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
19
sendiri sebesar mungkin. Rahardi (2005:61) mengatakan bahwa dengan maksim
kedermawanan atau maksim kemurahan hati, para peserta pertuturan diharapkan
dapat menghormati orang lain. Penghormatan terhadap orang lain akan terjadi
apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan
memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain. Chaer (2010:60) menggunakan
istilah maksim penerimaan untuk maksim kedermawanan Leech. Sebagai contoh
lihat tuturan (5) yang dipandang kurang santun bila dibandingkan tuturan (6).
(5) “Pinjami saya uang seratus ribu rupiah!”
(6) “Saya akan meminjami Anda uang seratus ribu rupiah.”
Tuturan (5) serasa kurang santun karena penutur berusaha memaksimalkan
keuntungan untuk dirinya sendiri, sedangkan tuturan (6) sebaliknya yang lebih
santun karena berusaha memaksimalkan kerugian diri sendiri.
3. Maksim Penghargaan
Wijana (1996:57) menjelaskan maksim penghargaan ini diutarakan dengan
kalimat ekspresif dan kalimat asertif. Nadar (2009:30) memberikan contoh tuturan
ekspresif yakni mengucapkan selamat, mengucapkan terima kasih, memuji, dan
mengungkapkan bela sungkawa. Dalam maksim ini menuntut setiap peserta
pertuturan untuk memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain, dan
meminimalkan rasa tidak hormat kepada orang lain. Rahardi (2005:63)
menambahkan, dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat
dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan
kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan
tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain.
Dalam maksim ini Chaer menggunakan istilah lain, yakni maksim kemurahan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
20
Simak pertuturan (7) dan (8) berikut.
(7) A: “Sepatumu bagus sekali!”
B: “Wah, ini sepatu bekas; belinya juga di pasar loak.”
(8) A: “Sepatumu bagus sekali!”
B: “Tentu dong, ini sepatu mahal; belinya juga di Singapura!”
Penutur A pada (7) dan (8) bersikap santun karena berusaha
memaksimalkan keuntungan pada B lawan tuturnya. Lalu, lawan tutur pada (7)
juga berupaya santun dengan meminimalkan penghargaan diri sendiri, tetapi B
Pada (8) melanggar kesantunan dengan berusaha memaksimalkan keuntungan diri
sendiri.
4. Maksim Kesederhanaan
Rahardi (2005:63) mengatakan bahwa di dalam maksim kesederhanaan atau
maksim kerendahan hati, peserta tutur diharapkan dapat bersikap rendah hati
dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri. Dalam masyarakat
bahasa dan budaya Indonesia, kesederhanaan dan kerendahan hati banyak
digunakan sebagai parameter penilaian kesantunan seseorang. Wijana (1996:58)
mengatakan maksim kerendahan hati ini diungkapkan dengan kalimat ekspresif
dan asertif. Bila maksim kemurahan atau penghargaan berpusat pada orang lain,
maksim kerendahan hati berpusat pada diri sendiri. Maksim ini menuntut setiap
peserta pertuturan untuk memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri, dan
meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Simak contoh (9) dan (10) berikut.
(9) A: “Mereka sangat baik kepada kita.”
B: “Ya, memang sangat baik bukan?”
(10) A: “Kamu sangat baik pada kami.”
B: “Ya, memang sangat baik, bukan?”
Pertuturan (9) mematuhi prinsip kesantunan karena penutur A memuji
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
21
kebaikan pihak lain dan respons yang diberikan lawan tutur B juga memuji orang
yang dibicarakan. Berbeda dengan pertuturan (10) yang di dalamnya ada bagian
yang melanggar kesantunan. Pada tuturan (10) itu, lawan tutur B tidak mematuhi
maksim kesederhanaan karena memaksimalkan rasa hormat pada diri sendiri.
5. Maksim Permufakatan
Rahardi (2005:64) menyatakan bahwa dalam maksim ini ditekankan agar
para peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam
kegiatan bertutur. Apabila terdapat kemufakatan atau kecocokan antara diri
penutur dan mitra tutur dalam kegiatan bertutur, masing-masing dari mereka akan
dapat dikatakan bersikap santun. Wijana (1996:59) menggunakan istilah maksim
kecocokan dalam maksim permufakatan ini. Maksim kecocokan ini diungkapkan
dengan kalimat ekspresif dan asertif. Maksim kecocokan menggariskan setiap
penutur dan lawan tutur untuk memaksimalkan kecocokan di antara mereka, dan
meminimalkan ketidakcocokan di antara mereka. Simak pertuturan (11) dan (12).
(11) A: “Kericuhan dalam Sidang Umum DPR itu sangat memalukan.”
B: “Ya, memang!”
(12) A: “Kericuhan dalam Sidang Umum DPR itu sangat memalukan.”
B: “Ah, tidak apa-apa. Itulah dinamikanya demokrasi.”
Tuturan B pada (11) lebih santun dibandingkan dengan tuturan B pada (12),
mengapa? Karena pada (12), B memaksimalkan ketidaksetujuan dengan
pernyataan A. Namun, bukan berarti orang harus senantiasa setuju dengan
pendapat atau pernyataan lawan tuturnya. Dalam hal ia tidak setuju dengan
pernyataan lawan tuturnya, dia dapat membuat pernyataan mengandung
ketidaksetujuan parsial (tidak terkesan sombong).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
22
6. Maksim Kesimpatian
Leech (1993:207) mengatakan di dalam maksim ini diharapkan agar para
peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan
pihak lainnya. Sikap antipati terhadap salah seorang peserta tutur akan dianggap
sebagai tindakan tidak santun. Orang yang bersikap antipati terhadap orang lain,
apalagi sampai bersikap sinis terhadap pihak lain, akan dianggap sebagai orang
yang tidak tahu sopan santun di dalam masyarakat (Rahardi, 2005:5). Wijana
(1996:60) menyatakan bahwa jika lawan tutur mendapatkan kesuksesan atau
kebahagiaan, penutur wajib memberikan ucapan selamat. Bila lawan tutur
mendapatkan kesusahan, atau musibah, penutur layak turut berduka, atau
mengutarakan ucapan bela sungkawa sebagai tanda kesimpatian. Simak pertuturan
(13) dan (14) yang cukup santun karena si penutur mematuhi maksim
kesimpatian, yakni memaksimalkan rasa simpati kepada lawan tuturnya yang
mendapatkan kebahagiaan pada (13) dan kedukaan pada (14).
(13) A: “Bukuku yang kedua puluh sudah terbit.”
B: “Selamat ya, Anda memang orang hebat.”
(14) A: “Aku tidak terpilih jadi anggota legislatif; padahal uangku sudah
banyak keluar.”
B: “Oh, aku ikut prihatin, tetapi bisa dicoba lagi dalam pemilu
mendatang.”
2.2.3.2 Teori Kesantunan Berbahasa Fraser
Fraser (dalam Chaer, 2010:47) menjelaskan kesantunan adalah “property
associated with neither exceeded any right nor failed to fullfill any obligation”.
Dengan kata lain kesantunan adalah properti yang diasosiasikan dengan tuturan
dan didalam hal ini menurut pendapat si pendengar, si penutur tidak melampaui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
23
hak-haknya atau tidak mengingkari memenuhi kewajibannya. Kesantunan adalah
bagian dari aktivitas yang berfungsi sebagai sarana simbolis untuk menyatakan
penghargaan secara reguler. Fraser (dalam Gunarwan, 1994) menjelaskan
kesantunan yaitu menunjukkan rasa hormat kepada mitra tutur, misalnya di dalam
masyarakat tutur Jawa jika seseorang menggunakan bahasa Jawa Krama Inggil
kepada lawan bicaranya.
Fraser menambahkan bahwa berperilaku hormat belum tentu berperilaku
santun karena kesantunan adalah masalah lain. Dari penjelasan Fraser mengenai
definisi kesantunan tersebut, disimpulkan yaitu pertama, kesantunan itu adalah
properti atau bagian dari ujaran; jadi bukan ujaran itu sendiri. Kedua, pendapat
pendengarlah yang menentukan apakah kesantunan itu ada pada suatu ujaran.
Mungkin saja sebuah ujaran dimaksudkan sebagai ujaran yang santun oleh si
penutur, tetapi di telinga si pendengar ujaran itu ternyata tidak terdengar santun,
dan demikian pula sebaliknya. Ketiga, kesantunan itu dikaitkan dengan hak dan
kewajiban penyerta interaksi.
Fraser (dalam Rahardi, 2003:76) menunjukkan bahwa sedikitnya terdapat
empat macam pandangan yang dapat digunakan untuk mengkaji masalah
kesantunan secara pragmatik di dalam aktivitas bertutur yang sesungguhnya di
dalam sebuah masyarakat bahasa. Keempat pandangan kesantunan tersebut satu
demi satu dapat diuraikan sebagai berikut.
Pertama, pandangan kesantunan yang berkaitan dengan norma-norma sosial
(the social-norma view). Di dalam pandangan norma-norma sosial ini, kesantunan
di dalam bertutur akan banyak ditentukan berdasarkan norma-norma sosial dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
24
aturan kultural yang ada dan benar-benar berlaku di dalam masyarakat bahasa
tertentu. Apa yang dimaksud dengan santun di dalam aktivitas bertutur, menurut
pandangan norma-norma sosial ini, dapat disejajarkan dengan etiket di dalam
aktivitas berbahasa (language etiquette).
Kedua, pandangan yang melihat kesantunan sebagai sebuah maksim
percakapan (conversational maxim), dan sebagai sebuah penyelamatan muka
(face-saving). Di samping itu, dalam pandangan maksim percakapan ini
kesantunan di dalam bertutur juga dapat dianggap sebagai kontrak percakapan
(conversational contract). Pandangan kesantunan sebagai maksim percakapan ini
menganggap prinsip kesantunan (politeness principle) hanyalah sebagai
pelengkap dari prinsip kerja sama Grice (cooprative principle) saja.
Ketiga, melihat kesantunan berbahasa sebagai tindakan untuk memenuhi
persyaratan agar terpenuhinya sebuah fakta kontrak percakapan. Keempat,
sangat erat kaitannya dengan penelitian sosiolinguistik.
2.2.3.3 Teori Kesantunan Berbahasa Lakoff
Lakoff (dalam Rahardi, 2005) menyatakan bahwa kesantunan
dikembangkan oleh masyarakat guna mengurangi friksi (perbedaan
pendapat/perpecahan) dalam interasi pribadi. Menurutnya, ada tiga buah kaidah
yang harus dipatuhi untuk menerapkan kesantunan, yaitu formalitas (formality),
ketidaktegasan (hesitancy), dan kesamaan atau kesekawanan (equality atau
cameraderie).
a) Skala formalitas (formality scale) menyatakan bahwa agar penutur dan mitra
tutur merasa nyaman dalam kegiatan bertutur, maka tuturan yang digunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
25
tidak boleh bernada memaksa dan tidak boleh terkesan angkuh. Di dalam
pertuturan, penutur dan mitra tutur harus saling menjaga keformalitasan dan
menjaga jarak yang sewajarnya dan sealamiah mungkin antara yang satu
dengan yang lain.
b) Skala ketidaktegasan disebut juga skala pilihan (optionality scale)
menunjukkan agar penutur dan mitra tutur dapat saling merasa nyaman
dalam bertutur, maka pilihan-pilihan dalam bertutur harus diberikan oleh
kedua belah pihak. Kita tidak boleh bersikap terlalu tegang atau terlalu kaku
dalam kegiatan bertutur karena akan dianggap tidak santun.
c) Skala kesekawanan menunjukkan bahwa agar dapat bersifat santun, maka
harus bersikap ramah dan mempertahankan persahabatan antara penutur dan
mitra tutur. Rasa persahabatan itu merupakan salah satu syarat agar
kesantunan tercapai.
2.2.3.4 Teori Kesantunan Berbahasa Pranowo
Pranowo (2009:14−15) menyatakan bahwa ada tiga alasan berbahasa secara
santun dalam interaksi penutur dan mitra tutur. Pertama, mitra tutur diharapkan
dapat memahami maksud yang disampaikan oleh penutur. Kedua, setelah mitra
tutur memahami maksud penutur, mitra tutur akan mencari aspek tuturan yang
lain. Ketiga, tuturan penutur kadang-kadang juga disimak oleh orang lain (orang
ketiga) yang sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan komunikasi antara
penutur dan mitra tutur. Lebih lanjut, Pranowo menjelaskan bahwa perilaku
seseorang akan baik, benar, dan santun sehingga kepribadiannya halus,
memperhatikan beberapa hal ketika berkomunikasi, seperti (a) penutur berbahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
26
secara wajar dengan menggunakan akal sehat, (b) penutur selalu mengedepankan
pokok masalah yang diungkapkan, (c) penutur selalu berprasangka baik kepada
mitra tutur, (d) penutur jujur, bersikap terbuka dan tidak pernah menyakiti hati
mitra tutur dalam setiap tuturannya. Sebaliknya, penutur akan menjadi kasar dan
tidak santun sehingga memiliki kepribadian yang buruk, seperti (a) selalu
didorong rasa emosi ketika bertutur, (b) selalu ingin memojokkan mitra tutur
dalam setiap tuturannya, (c) selalu berprasangka buruk kepada mitra tutur, (d)
selalu bersikap protektif terhadap pendapatnya, dan sebagainya.
Terlepas dari tuturan santun atau tidak santun, keduanya adalah tindak
komunikasi, dan tindak komunikasi menggunakan bahasa sebagai sarananya.
Bahasa yang digunakan oleh seseorang merupakan cerminan dari dirinya sendiri.
Bahasa dapat menilai harkat dan martabat seseorang dimata orang lain.
Kemampuan berbahasa secara santun menunjukkan kepribadian yang santun pula.
Inilah salah satu alasan memperhatikan kesantunan dalam berbahasa
menjadi suatu hal terpenting dalam berkomunikasi dengan lingkungan sosial.
Ada beberapa hal dapat dijadikan acuan dalam tuturan seseorang sehingga
mampu dikategorikan santun atau tidak santun.
a. Santun tidaknya pemakaian bahasa dapat dilihat setidaknya dari dua hal,
yaitu pilihan kata (diksi) dan gaya bahasa.
1. Pilihan kata yang dimaksud adalah ketepatan pemakaian kata untuk
mengungkapkan makna dan maksud dalam konteks tertentu sehingga
menimbulkan efek tertentu pada mitra tutur. Setiap kata, di samping
memiliki makna tertentu juga memiliki daya (kekuatan) tertentu. Jika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
27
pilihan kata yang digunakan menimbulkan daya bahasa tertentu dan daya
bahasa yang timbul menjadikan mitra tutur tidak berkenan, penutur akan
dipersepsi sebagai orang yang tidak santun. Sebaliknya, jika pilihan kata
menimbulkan daya bahasa yang menjadikan mitra tutur berkenan, penutur
akan dipersepsi sebagai orang yang santun.
2. Gaya bahasa bukan sekadar mengefektifkan maksud pemakaian bahasa,
tetapi juga memperlihatkan keindahan tuturan dan kehalusan budi bahasa
penutur. Beberapa gaya bahasa untuk melihat santun tidaknya pemakaian
bahasa dalam bertutur yakni: majas hiperbola, majas perumpamaan, majas
metafora, dan majas eufemisme.
3. Untuk menanamkan perilaku berbahasa secara santun, dapat menggunakan
teori-teori yang bisa dijadikan acuan. Pertama, prinsip kerja sama Grice
(dalam Rahardi, 2005) yang mengemukakan empat prinsip kerja sama, yaitu
prinsip kualitas, prinsip kuantitas, prinsip relevansi, dan prinsip cara.
Kedua, maksim dari Leech (1983) yang terdiri atas tujuh maksim, yaitu (a)
maksim kebijaksanaan, (b) maksim kedermawanan, (c) maksim pujian, (d)
maksim kerendahan hati, (e) maksim kesetujuan, (f) maksim simpati, dan
(g) maksim pertimbangan. Ketiga, tindak tutur menurut Austin (1978)
terbagi atas tiga macam tindak tutur, yaitu (a) tindak lokusi berupa ujaran
yang dihasilkan oleh seorang penutur, (b) tindak ilokusi berupa maksud
yang terkandung dalam ujaran, dan (c) tindak perlokusi berupa efek yang
ditimbulkan oleh ujaran.
4. Penutur perlu memperhatikan strategi berkomunikasi. Strategi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
28
berkomunikasi yang baik, antara lain (a) harus ada pokok masalah yang
dibicarakan, (b) harus memilih cara penyampaian dengan mengenali level
sosial mitra tutur, dan (c) mengapa pokok masalah tertentu harus
disampaikan.
5. Jika dirasa teori di atas belum mencukupi, penutur jangan segan membawa
nilai-nilai etnis tertentu yang dinilai positif. Misalnya, ketika berkomunikasi
harus mahir angon rasa, angon wayah, adu rasa, empan papan, tepa selira,
andhap asor, selalu hormat pada mitra tutur.
6. Gejala penutur dikatakan santun, yakni (a) bicara secara wajar dengan
menggunakan akal sehat, (b) mengedepankan pokok masalah yang
diungkapkan, (c) selalu berprasangka baik kepada mitra tutur, (d) penutur
bersikap terbuka dan menyampaikan kritik secara umum, (e) menggunakan
bentuk lugas, atau bentuk pembelaan diri secara lugas sambil menyindir,
dan (f) mampu membedakan situasi bercanda dengan situasi serius.
Sebaliknya, gejala penutur yang bertutur secara tidak santun, yakni (a)
menyampaikan kritik secara langsung (menohok mitra tutur) dengan kata
atau frasa kasar, (b) di dorong rasa emosi ketika bertutur, (c) protektif
terhadap pendapatnya, (d) sengaja ingin memojokkan mitra tutur dalam
bertutur, (e) menyampaikan tuduhan atas dasar kecurigaan terhadap mitra
tutur.
b. Faktor penentu kesantunan adalah segala hal yang dapat memengaruhi
pemakaian bahasa menjadi santun atau tidak santun. Faktor penentu
kesantunan dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
29
1. Aspek kebahasaan seperti, intonasi, nada, pilihan kata, gerak gerik anggota
tubuh, kerlingan mata, gelengan kepala, acungan tangan, kepalan tangan,
tangan berkacak pinggang, dan sebagainya,; panjang pendeknya struktur
kalimat, ungkapan, dan gaya bahasa.
2. Aspek non-kebahasaan berupa pranata sosial budaya masyarakat dan
pranata adat.
c. Indikator adalah penanda yang dapat dijadikan penentu apakah pemakaian
bahasa Indonesia si penutur itu santun atau tidak. Indikator kesantunan yang
dimaksud terdiri atas: indikator kesantunan menurut Dell Hymes, indikator
kesantunan menurut Grice, indikator kesantunan menurut Leech, dan
indikator kesantunan menurut Pranowo.
2.2.3.5 Teori Kesantunan Berbahasa Rahardi
Rahardi (2005:118) menyatakan bahwa ciri kesantunan berbahasa meliputi
wujud kesantunan yang menyangkut ciri linguistik yang selanjutnya mewujudkan
kesantunan linguistik dan wujud kesantunan yang menyangkut ciri nonlinguistik
yang selanjutnya mewujudkan kesantunan pragmatik. Kesantunan linguistik
mencakup (1) panjang-pendek tuturan, (2) urutan tutur, (3) intonasi tuturan dan
isyarat- isyarat kinesik, dan (4) pemakaian ungkapan penanda kesantunan.
Rahardi (2005:119) menjelaskan panjang-pendek tuturan yang dimaksudkan
bahwa di dalam kegiatan bertutur, seseorang tidak diperbolehkan secara langsung
mengungkapkan maksud tuturannya. Secara umum dapat dikatakan bahwa
semakin panjang tuturan yang digunakan, akan semakin santunlah tuturan itu.
Dikatakan demikian karena panjang pendeknya tuturan berhubungan sangat erat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
30
dengan masalah kelangsungan dan ketidaklangsungan dalam bertutur.
Rahardi (2005:121) menyatakan bahwa urutan tuturan juga menjadi sebagai
ciri kesantunan linguistik tuturan. Urutan tutur pada sebuah tuturan sangat
berpengaruh besar terhadap tinggi-rendahnya peringkat kesantunan tuturan yang
digunakan pada saat bertutur. Sebagai ilustrasi, dapat disampaikan bahwa dalam
masyarakat tutur Jawa, seseorang akan mengetuk pintu dan mengatakan
kulonuwun atau permisi terlebih dahulu pada saat bertamu, baru kemudian orang
itu masuk rumah dan duduk di kursi setelah dipersilakan oleh si tuan rumah.
Urutan yang demikian sangat menentukan penilaian seseorang terhadap perilaku
kesantunan orang tersebut.
Intonasi dan isyarat-isyarat kinesik menjadi salah satu ciri kesantunan
linguistik tuturan (Rahardi, 2005:122). Intonasi memiliki peranan besar dalam
menentukan tinggi-rendahnya peringkat kesantunan sebuah tuturan. Sebagai
contoh, ketika kita berkata dengan orang tua dengan intonasi yang tinggi untuk
meminta uang, maka dapat dikatakan bahwa seseorang tersebut tidak santun
dalam berbahasa. Di samping intonasi, kesantunan dipengaruhi juga oleh isyarat-
isyarat kinesik yang dimunculkan lewat bagian-bagian tubuh penutur. Rahardi
(2005:123) memaparkan bahwa sistem paralinguistik yang bersifat kinesik itu
dapat disebutkan di antaranya sebagai berikut: (1) ekspresi wajah, (2) sikap tubuh,
(3) gerakan jari-jemari, (4) gerakan tangan, (5) ayunan lengan, (6) gerakan
pundak, (7) goyangan pinggul, dan (8) gelengan kepala. Ungkapan-ungkapan
penanda kesantunan menjadi sebagai ciri-ciri kesantunan (Rahardi, 2005:125).
Kesantunan berbahasa dalam pemakaian tuturan imperatif misalnya, ditentukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
31
oleh muncul atau tidak munculnya ungkapan-ungkapan penanda kesantunan
seperti; tolong, mohon, silakan, mari, ayo, biar, coba, harap, hendaknya, sudi
kiranya dan sudi apalah kiranya. Penanda–penanda kesantunan ini menentukan
tinggi-rendahnya peringkat kesantunan berbahasa seseorang ketika
berkomunikasi.
Berdasarkan penjelasan para ahli di atas tentang kesantunan sebagai
fenomena pragmatik, maka simpulannya adalah (1) Leech mengemukakan bahwa
kesantunan digunakan sebagai pengendali atau pengontrol dalam berkomunikasi,
dan lebih menekankan pada aspek sosial psikologis antara penutur dan mitra tutur.
Leech menggunakan enam maksim dalam prinsip kesantunan dalam menjaga
kesantunan itu. (2) Fraser membahas kesantunan bukan atas kaidah melainkan
atas dasar strategi, tetapi kesantunan itu tidak disebutkan oleh Fraser. Fraser
hanya membedakan kesantunan (politeness) dari penghormatan. Fraser
menjelaskan kesantunan yaitu menunjukkan rasa hormat kepada mitra tutur dan
sedikitnya terdapat empat macam pandangan yang dapat digunakan untuk
mengkaji masalah kesantunan secara pragmatik di dalam aktivitas bertutur yang
sesungguhnya di dalam sebuah masyarakat bahasa. (3) Lakoff menyebutkan ada
tiga buah kaidah yang harus dipatuhi untuk menerapkan kesantunan, yaitu
formalitas (formality), ketidaktegasan (hesitancy), dan kesamaan atau
kesekawanan (equality atau cameraderie). (4) Pranowo tidak memberikan teori
mengenai kesantunan berbahasa, melainkan memberi pedoman bagaimana
berbicara secara santun. Terakhir, (5) Rahardi memberikan ciri kesantunan
berbahasa meliputi wujud kesantunan yang menyangkut ciri linguistik yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
32
selanjutnya mewujudkan kesantunan linguistik dan wujud kesantunan yang
menyangkut ciri nonlinguistik yang selanjutnya mewujudkan kesantunan
pragmatik.
Bertolak dari penjelasan di atas, peneliti memilih teori kesantunan Rahardi
yang digunakan untuk landasan analisis data penelitian. Alasan dipilihnya teori
kesantunan Rahardi karena peneliti menggunakan penanda kesantunan Rahardi
sebagai penjelas dalam menentukan tuturan kesantunan.
2.2.4 Konteks
Ahli bahasa yang berbeda berusaha untuk mendefinisikan konteks dari sudut
pandang yang berbeda untuk menjawab pertanyaan yang dihadapi di bidang
mereka sendiri, dan untuk mendukung gagasan dan teori mereka sendiri. Dalam
jurnal Licho Song berjudul The Role of Context in Discourse Analysis
menyebutkan pengertian konteks menurut beberapa ahli. Konteks diperlukan oleh
pragmatik. Tanpa konteks, analisis pragmatik tidak bisa berlangsung (Putrayasa,
2014:1). Ketika mempelajari referensi dan simpulan, Yule juga
mempertimbangkan konteks. Konteks adalah lingkungan fisik di mana sebuah
kata digunakan (Yule, 2000:128). Meskipun mereka dilihat dari sudut pandang
yang berbeda untuk tujuan yang berbeda, definisi ini memiliki satu kesamaan
yang penting: satu titik utama dari konteksnya adalah lingkungan (keadaan atau
faktor oleh beberapa ilmuwan lainnya) di mana wacana terjadi. Pendapat tentang
bagaimana mengklasifikasikan konteks bervariasi dari satu ke yang lain. Beberapa
ahli bahasa membagi konteks menjadi dua kelompok, sementara beberapa orang
bersikeras mendiskusikan konteks dari tiga, empat, atau bahkan enam dimensi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
33
Leech (dalam Putrayasa, 2014) menjelaskan konteks sebagai aspek-aspek
yang berkaitan dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan dan
pengetahuan latar belakang yang secara bersama dimiliki oleh penutur dan mitra
tutur. Menurut keadaan yang berbeda yang disebutkan dalam definisi di atas, Song
dalam artikel miliknya dengan judul The Role of Context in Discourse Analysis
ingin membagi konteks ke dalam konteks linguistik, konteks situasional dan
konteks budaya.
Pakar lain, Wijana (1996) mendefinisikan pragmatik sebagai studi
kebahasaan yang terikat konteks. Artinya, pragmatik sebagai studi bahasa
mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia yang ditentukan oleh konteks
yang mewadahi dan melatarbelakangi bahasa itu. Konteks tersebut meliputi
konteks yang bersifat sosial dan sosietal. Kedua pakar di atas mengklasifikasikan
konteks berbeda-beda.
2.2.4.1 Konteks Situasi
Pranowo (2014:144) menyatakan bahwa konteks adalah segala situasi yang
melingkupi suatu ujaran dan dapat menentukan maksud. Ahli ini ingin
menunjukkan bahwa suatu ujaran akan menimbulkan intepretasi yang berbeda
bergantung pada situasi pada saat ujaran tersebut dituturkan.
Leech (1993, dalam Rahardi, 2003:18) memaparkan konteks situasi tuturan
adalah aneka macam kemungkinan latar belakang pengetahuan (background
knowledge) yang muncul dan dimiliki bersama-sama baik oleh penutur maupun
oleh mitra tutur, serta aspek-aspek non-kebahasaan lainnya yang menyertai,
mewadahi, serta melatarbelakangi hadirnya sebuah pertuturan tertentu. Latar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
34
belakang pengetahuan yang dimaksudkan adalah segala aspek yang melingkupi
baik itu aspek sosial, budaya, ekonomi maupun politik yang dimiliki oleh
partisipan (pembicara dan pendengar) dalam bertutur demi tercapainya makna
dalam pertuturan. Sejalan dengan hal itu, Tarigan (1989:35) menyatakan bahwa
konteks situasi adalah latar belakang pengetahuan yang diperkirakan dimiliki dan
disetujui bersama oleh pembicara atau penulis dan penyimak atau pembaca, serta
yang menunjang intepretasi penyimak atau pembaca terhadap sesuatu yang
dimaksud pembicara atau penulis dengan suatu ucapan tertentu, akan tetapi dalam
penelitian ini, peneliti hanya menggunakan satu konteks sebagai acuan dalam
mengidentifikasi tuturan dalam penelitian, yakni konteks situasi. Leech (dalam
Zamzani, 2007:26-28) merumuskan komponen-komponen penentu dalam konteks
situasi berbahasa yang dijadikan penentu dalam berbahasa. Berikut akan
dijelaskan secara ringkas komponen-komponen penentu dalam konteks situasi.
a. Penyapa dan Pesapa
Penyapa adalah salah satu komponen penentu dalam konteks situasi.
Penyapa dan pesapa merupakan orang yang terlibat dalam komunikasi, yang dapat
berpasangan dan bersifat diadik atau dapat pula tidak. Penyapa sering dikenal
sebagai penutur menjadi sasaran penuturan dari mitra tutur. Penyapa dapat
mengacu pada pengertian pembicara atau penulis.
Pesapa termasuk salah satu partisipan komunikasi yang menjadi komponen
penentu dalam konteks situasi. Pesapa dapat mengacu pada pengertian pendengar
atau pembaca. Pesapa yang sering dikenal sebagai pendengar atau pembaca ini,
menjadi sasaran penuturan dari penutur.
b. Konteks Sebuah Tuturan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
35
Konteks tuturan mencakup berbagai aspek lingkungan fisik dan sosial yang
terkait dengan sebuah tuturan, serta latar belakang pengetahuan yang sama- sama
dimiliki oleh pembicara dan lawan bicara yang membantu lawan bicara untuk
menafsirkan pembicaraan.
c. Tujuan Tuturan
Tujuan tuturan antara lain bertanya, meminta, menyuruh, menghimbau,
memberitahu, dan meminta maaf. Tujuan tuturan dalam hal ini disamakan dengan
fungsi tuturan.
d. Tuturan sebagai Aktivitas Ujar atau Bentuk Tindakan
Tuturan dapat dipandang sebagai aktivitas ujar dalam artian bahwa
pragmatik memang menangani sesuatu yang bersifat konkret, yaitu bersifat
performansi verbal yang terjadi dalam situasi yang terjadi dalam situasi dan waktu
tertentu. Selain tuturan dipandang sebagai aktivitas, dalam pragmatik tuturan
dipandang sebagai hasil tindak verbal, yaitu sebagai hasil perilaku kegiatan
berbahasa, yang secara empiris dapat diamati. Secara gramatikal hasil itu dapat
berupa kalimat, tetapi secara pragmatik dapat berupa tuturan yang sama-sama
dimiliki oleh pembicara dan lawan bicara yang membantu lawan bicara untuk
menafsirkan maksud pembicaraan.
e. Tuturan sebagai bentuk Tindak Verbal
Tuturan dapat dipandang sebagai hasil suatu tindak verbal, yaitu sebagai
hasil perilaku kegiatan berbahasa yang secara empirik dapat diamati. Secara
gramatikal hasil itu dapat berupa kalimat, tetapi secara pragmatik berupa tuturan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
36
2.2.5 Dialog Interaktif
Sriwidianingsih (2015:52) menyatakan bahwa dialog interaktif adalah
kegiatan bertanya jawab yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang bertujuan
untuk mendapatkan suatu informasi. Berdialog dengan narasumber dapat disebut
juga sebagai kegiatan wawancara (Wirajaya dan Sudarmawarti, 2008:77). Jadi
pengertian dialog interaktif adalah dialog yang dilakukan antara narasumber di
televisi atau radio dengan pemirsa atau pendengar tentang suatu hal yang sedang
diperbincangkan.
2.2.6 Makna dan Maksud/Makna Pragmatik
Setiap tuturan yang diutarakan oleh penutur pasti mengandung makna dan
maksud. Makna dan maksud dalam tiap-tiap tuturan itu berbeda-beda. Dalam
memahami makna dan maksud disetiap tuturan, ada baiknya jika memahami
definisi makna dan maksud. Berikut akan dipaparkan terkait makna dan maksud.
2.2.6.1 Makna
Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu
melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri sangatlah
beragam. Pateda (2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-
kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada
tuturan kata maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam Pateda, 2001:82)
mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian.
Ferdinand de Saussure (dalam Chaer, 1994:286) mengungkapkan pengertian
makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
37
tanda linguistik. Jadi makna bersifat linear atau semantis yang berkaitan langsung
dengan kata, frasa, klausa, atau kalimat itu sendiri.
2.2.6.2 Maksud
Yule (2006:3) menjelaskan bahwa pragmatik adalah studi tentang maksud
penutur. Maksud sama halnya dengan makna pragmatis. Pragmatik melibatkan
penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus
dan bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Leech
(2003:34) menyatakan bahwa maksud yaitu makna yang dimaksudkan pesannya.
Senada dengan hal itu, Wijana dan Rohmadi (2009:215) menjelaskan bahwa pada
hakikatnya setiap tuturan yang disampaikan penutur kepada lawan tuturnya
mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang
penutur tidak selamanya diutarakan secara langsung atau tersurat, akan tetapi ada
kalanya diutarakan secara tidak langsung atau tersirat. Putrayasa (2014:24)
menjelaskan bahwa untuk memahami maksud pemakaian bahasa seseorang
dituntut harus memahami pula konteks yang mewadahi pemakaian bahasa
tersebut. Wijana dan Rohmadi (2011:10) menjelaskan bahwa maksud adalah
elemen luar bahasa yang bersumber dari pembicara. Maksud bersifat subyektif.
Sejalan dengan hal itu, Chaer (2009:35) menjelaskan maksud dapat dilihat
dari segi si pengujar, orang yang berbicara, atau pihak subjeknya. Di sini orang
yang berbicara itu mengujarkan sesuatu ujaran entah berupa kalimat maupun
frase, tetapi yang dimaksudkannya tidak sama dengan makna lahiriah ujaran itu
sendiri. Contohnya ada beberapa mahasiswa sedang mengerjakan tugas bersama
di dalam rumah saat itu hari mulai petang, kemudian ada seorang mahasiswa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
38
berkata “Wah kita mengerjakan tugas ditemani cahaya rembulan”. Maksud dari
tuturan mahasiswa tersebut adalah memerintahkan salah satu temannya untuk
menghidupkan lampu.
Tuturan di atas menjelaskan bahwa maksud banyak digunakan dalam
bentuk-bentuk ujaran yang disebut metafora, ironi, litotes, dan bentuk bentuk gaya
bahasa lain. Selama masih menyangkut isi bahasa maka maksud itu masih dapat
disebut sebagai persoalan bahasa. Hal tersebut jika dirasa sudah terlalu jauh dan
tidak berkaitan lagi dengan bahasa maka sudah tidak dapat lagi disebut sebagai
persoalan bahasa. Mungkin termasuk persoalan bidang studi lain, entah filsafat,
antropologi, atau psikologi.
2.2.7 Wujud Tuturan
Wujud tuturan yaitu bentuk tuturan yang digunakan penutur untuk
menyampaikan pesan kepada lawan tutur. Putrayasa (2009:19) menyatakan bahwa
wujud tuturan berdasarkan modus (isi atau amanat) yang ingin disampaikan
dibedakan menjadi tiga, yaitu kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah.
2.2.7.1 Kalimat Berita (Kalimat Deklaratif)
Kalimat berita dikenal dengan kalimat deklaratif. Kalimat berita yaitu
kalimat yang isinya menyatakan berita atau pernyataan untuk diketahui oleh orang
lain (pendengar atau pembaca). Kalimat deklaratif adalah kalimat yang isinya
menyampaikan pernyataan yang ditujukan kepada orang lain (Chaer, 2009:46).
Kalimat berita berfungsi member