Download - Ketidakseimbangan Elektrolit - Fe Dan Isti
Kata Pengantar
Puji syukur, kami panjatkan kepada Tuhan YME, karena atas ridho-Nya
lah kami dapat merampungkan referat kami yang berjudul “Ketidakseimbangan
Elektrolit”.
Kami juga ucapkan terima kasih kepada pembimbing dan korektor referat
kami, dr. Loli J. Simanjuntak, SpPD, serta kepada semua pihak yang terlibat
dalam terbentuknya referat ini.
Kami menyadari bahwa yang kami tulisini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik serta saran yang membangun sangat kami harapkan, demi
kesempurnaan referat kami.
Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih. Semoga referat ini dapat
bermanfaat.
September 2012
Penyusun
Pendahuluan
Elektrolit memainkan peran penting dalam mempertahankan homeostasis
dalam tubuh. Elektrolit tersebut membantu mengatur fungsi miokard dan
neurologis, membantu menjaga keseimbangan cairan, serta asam-basa, peredaran
oksigen, dan banyak lagi. Ketidakseimbangan elektrolit dapat berkembang dengan
berbagai mekanisme, seperti misalnya ketidakseimbangan dari asupan dan
penggunaan elektrolit.
Gangguan elektrolit yang paling serius melibatkan kelainan pada tingkat
natrium, kalium, dan / atau kalsium. Ketidakseimbangan elektrolit lainnya kurang
umum, dan sering terjadi bersamaan dengan perubahan elektrolit besar.
Penyalahgunaan pencahar atau diare atau muntah yang kronis (Gastroenteritis)
dapat menyebabkan gangguan elektrolit bersama dengan dehidrasi. Orang yang
menderita bulimia atau anoreksia nervosa beresiko tinggi terutama untuk
ketidakseimbangan elektrolit.
Elektrolit penting karena mereka adalah apa yang ada di sel (terutama
saraf, jantung, otot) digunakan untuk menjaga tegangan melintasi membran sel
dan membawa impuls listrik (impuls saraf, kontraksi otot) dari sel ke sel lain.
Ginjal bekerja untuk menjaga konsentrasi elektrolit dalam darah yang konstan
meskipun perubahan dalam tubuh. Misalnya, selama latihan berat, elektrolit yang
hilang dalam keringat, terutama natrium dan kalium. Elektrolit ini harus diganti
untuk menjaga konsentrasi elektrolit cairan tubuh konstan.
Tinjauan Pustaka
CAIRAN TUBUH TOTAL
Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Pada bayi prematur
jumlahnya sebesar 80% dari berat badan; bayi normal sebesar 70-75% dari berat
badan, sebelum pubertas sebesar 65-70% dari berat badan; orang dewasa sebesar
50-60% dari berat badan. Kandungan air di dalam sel lemak lebih rendah daripada
kandungan air di dalam sel otot, sehingga cairan tubuh total pada orang yang
gemuk (obes) lebih rendah daripada mereka yang tidak gemuk.
Cairan dalam tubuh dibagi kedalam dua kompartemen utama yaitu cairan
ekstrasel dan cairan intrasel. Volume cairan intrasel sebesar 60% dari cairan tubuh
total atau sebesar 36% dari berat badan orang dewasa. Volume cairan ekstrasel
sebesar 40% dari cairan tubuh total atau sebesar 24% dari berat badan orang
dewasa. Cairan ekstrasel dibagi dalam dua subkompartemen yaitu cairan
interstisium sebesar 30% dari cairan tubuh total atau 18% dari berat badan orang
dewasa dan cairan intravaskular (plasma) sebesar 10% dari cairan tubuh total atau
6% dari berat badan pada orang dewasa.
Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini terdapat beberapa kation dan
anion (elektrolit) yang penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan fungsi
sel. Ada dua kation penting, yaitu natrium dan kalium. Keduanya mempengaruhi
tekanan osmotik cairan ekstrasel dan intrasel serta langsung berhubungan dengan
fungsi sel. Kation dalam cairan ekstrasel adalah natrium (kation utama) dan
kalium, kalsium dan magnesium. Untuk menjaga netralitas (elektronetral), di
dalam cairan ekstrasel terdapat anion-anion seperti klorida, bikarbonat, dan
albumin. Kation utama dalam cairan intrasel adalah kalium dan sebagai anion
utama adalah fosfat.
GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN
Gangguan keseimbangan air dalam topik ini adalah ketidakseimbangan
antara air yang masuk ke dalam dan air yang keluar dari tubuh,
ketidakseimbangan antara cairan intra dan ekstrasel serta ketidakseimbangan
antara cairan intra dan ekstrasel serta ketidakseimbangan antara cairan
interstisium dan intervaskular. Ketidakseimbangan ini khususnya antara intra dan
ekstrasel atau antara interstisium dan intravaskular, sangat dipengaruhi oleh
osmolalitas atau oleh tekanan osmotik. Osmolalitas adalah perbandingan antara
jumlah solut dan air. Solut-solut yang mempengaruhi osmolalitas dalam tubuh
adalah natrium, kalium, glukosa dan urea. Makin tinggi osmolalitas maka
makin tinggi tekanan osmotik. Urea mempengaruhi osmolalitas tetapi tidak
berpengaruh terhadap tekanan osmotik oleh karena urea memiliki kemampuan
untuk menembus membran sel (lipid-soluble) berpindah bebas dari inta ke
ekstrasel atau sebaliknya, sehingga urea disebut sebagai osmol yang tidak efektif.
Berpindahnya cairan dari intrasel ke ekstrasel atau sebaliknya dipengaruhi oelh
perbedaan osmolalitas. Cairan akan berpindah dari osmolalitas yang rendah ke
osmolalitas yang tinggi. Dalam keadan yang normal maka osmolalitas cairan
intrasel adalah sama dengan osmolalitas cairan ekstrasel. Kandungan air di
intrasel lebih banyak oleh karena jumlah kalium total dalam tubuh lebih besar dari
jumlah natrium total dalam tubuh. Natrium, kalium, glukosa bebas berpindah
antar interstisium ke dalam plasma atau sebaliknya. Protein dalam plasma yaitu
albumin tidak mudah berpindah dari intravaskular ke dalam cairan interstisium
sehingga albumin adalah osmol utama yang mempengaruhi tekanan osmotik di
intravaskular. Tekanan osmotik dalam plasma ini disebut juga sebagai tekanan
onkotik atau sebaliknya sangat dipengaruhi oleh kadar albumin dalam plasma.
Ada beberapa keadaan yang dapat kita temukan dalam hal gangguan
keseimbangan air.
Hipovolemia. Adalah suatu keadaan dimana berkurangnya volume cairan
tubuh yang akhirnya menimbulkan hipoperfusi jaringan. Hipovolemia adalah
berkurangnya cairan ekstrasel dimana air dn natrium berkurang dalam jumlah
yang sebanding. Hipovolemia dapat terjadi karena muntah, diare, perdarahan.
Dapat juga melalui ginjal seperti penggunaan diuretik, diuresis osmotik, self-
wasting, nephropathy, hipoaldosteronisme. Melalui kulit dan saluran napas seperti
IWL, keringat, luka bakar. Maupun melalui sekuestrasi cairan seperti ileus
obstruksi, tauma, fraktur dan pankreatitis akut. Pada hipovolemia cairan yang
berkurang adalah cairan ekstrasel.
Dehidrasi. Adalah keadaan dimana berkurangnya volume air tanpa
elektrolit (natrium) atau berkurangnya air jauh melebihi berkurangnya natrium
dari cairan ekstrasel. Akibatnya terjadi peningkatan natrium dalam
ekstrselsehingga cairan intrasel akan masuk ke ekstrasel (volume cairan intrasel
berkurang). Dengan kata lain, dehidrasi melibatkan penggunaan cairan intrasel
dan ekstrasel secara bersamaan dimana 40% dari cairan yang hilang berasal dari
ekstrasel dan 60% berasal dari intrasel. Pada keadaan dehidrasi akan terjadi
hipernatremia karena cairan yang keluar atau hilang adalah cairan hipotonik.
Dehidrasi dapat terjadi pada keadaan keluarnya air melalui keringat, penguapan
melalui kulit, saluran intestinal, diabetes insipidus, diuresis osmotik yang
kesemuanya disertai rasa haus dengan gangguan akses cairan.
Hipervolemia. Adalah suatu keadaan dimana terjadinya peningkatan
volume cairan ekstrasel khususnya intravaskular melebihi kemampuan tubuh
mengeluarkan air melalui ginjal, saluran intestinal, kulit. Keadaan ini lebih
dipermudah dengan adanya gangguan jantung atau pada gangguan fungsi ginjal
yang berat.
Edema. Adalah suatu pembengkakkan yang dapat diraba akibat
penambahan volume cairan interstisium. Ada dua faktor penentu terjadinya
edema: (1) perubahan hemodinamik dalam kapiler yang memungkinkan keluarnya
cairan intravaskular ke dalam jaringan interstisium (2) retensi natrium di ginjal.
Hemodinamik kapiler dipengaruhi oleh permeabilitas kapiler, selisih tekanan
hidrolik dalam kapiler dengan interstisium, serta selisih tekanan onkotik antara
plasma dengan interstisium. Sedangkan retensi natrium dipengaruhi oleh aktivitas
renin-angiotensin-aldosteron, aktivitas ANP, aktivitas saraf simpatis dan
osmoreseptor di hipotalamus. Pada keadaam voluem sirkulai yang efektif
misalnya pada gagal jantung kongesti, sirosis hati, sindroma nefrotik, gagal ginjal,
jumlah Natrium tubuh akan meningkat oleh karena adanya retensi natrium ginjal
akibat peningkatan sistem renin-angiotensin-aldosteron. Akibatnya terjadi
penimbunan air di interstisium yang akan menimbulkan edema umum.
PENANGGULANGAN GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN
Hipovolemi. Ada dua tindakan yang dilakukan dalam mengatasi keadaan
ini yaitu menanggulangi penyakit yang mendasari dan penggantian cairan yang
hilang. Untuk mengetahui jumlah cairan yang akan diberikanperlu diprediksi
cairan yang hilang dari tubuh. Disebut hipovolemi ringan bila kehilangan ≤ 20%
volume plasma, gejala klinik berupa takikardi. Disebut hipovolemi sedang bila
kehilangan 20-40% volume plasma, gejala klini berupa takikardi dan hipotensi
ortostatik. Disebut hipovolemia berat bila kehilangan ≥ 40% volume plasma,
dengan gejala klinik hipotensi, takikardi, oliguria, agitasi, pikiran kacau. Perlu
diingat, volume plasma asalah sebesar 6% dari berat badan orang dewasa. Cairan
yang digunakan sesuai dengan cairan yang keluar.
Dehidrasi. Defisit cairan tubuh total ini dapat dihitung dengan rumus:
0,4 x BB (Na Plasma/140 – l)
Volume cairan yang dibutuhkan sesuai rumus diatas ditambah dengan IWL +
urine 24 jam + cairan yang keluar melalui saluran cerna. IW sebanyak ±
400mL/jam. Tindakan lainnya adalah menanggulangi penyebab dari dehidrasi.
Hipervolemia. Penanggulangan yang dilakukan dalam hal ini adalah
pemberian diuretik kuat (furosemid) serta restriksi asupan cairan. Asupan cairan
yang dianjurkan hanya sebanyak IWL yaitu ± 40mL/jam.
Edema. Penanggulangannya meliputi: memperbaiki penyakit dasar bila
mungkin, restriksi asupan natrium untuk meminimalisir retensi, pemberian
diuretik.
GANGGUAN KESEIMBANGAN NATRIUM
Natrium berperan dalam menentukan status volume air dalam tubuh.
Keseimbangan natrium yang terjadi dalam tubuh diatur oleh dua mekanisme
pengatur: (1) Kadar natrium yang sudah tetap pada batas tertentu, (2)
Keseimbangan antara natrium yang masuk dan yang keluar.
Perubahan kadar natrium dalam cairan ekstrasel akan mempengaruhi kadar
hormon terkait seperti hormon anti-diuretik (ADH), sistem Renin Angiotensin
Aldosteron (RAA), Atrial Natriuretic Peptide (ANP), Brain Natriuretic Peptide
(BNP). Hormon-hormon ini akan mempengaruhi ekskresi natrium di dalam urine.
Naik turunnya ekskresi natrium dalam urin diatur oleh filtrasi glomerulus dan
reabsorbsi oleh tubulus ginjal. Peningkatan volume cairan (hipervolemia) dan
peningkatan asupan natrium akan meningkatkan laju filtrasi glomerulus dan pada
deplesi volume (hipovolemia) serta asupan natrium rendah akan terjadi oenurunan
laju filtrasi glomerulus. Perubahan-perubahan yang terjadi pada laju filtrasi
glomerulus akan mempengaruhi reabsorbsi natrium di tubulus.
Enam puluh persen sampai dengan enam puluh lima persen natrium yang
di filtrasi direabsorbsi di tubulus proksimal, 25-30% di loop Henle, 5% di tubulus
distal dan 4% di duktus koligentes.
Reabsorbsi di tubulus proksimal dan duktus koligentes tergantung pada
kebutuhan tubuh yang diatur oleh faktor neurohormonal. Reabsorbsi di lengkung-
Henle dan tubulus distal tergantung dari jumlah natrium yang ada dalam filtrat di
tubulus atau disebut juga tergantung banyaknya filtrat. Reabsorbsi natrium di
tingkat sel tubulus proksimal dimulai dari aktivitas pompa Na-K-ATPase di
membran basolateral sel tubulus sehingga menimbulkan gradien elektrokimia
sehingga memudahkan masuknya natrium secara pasif dalam bentuk solut
kontrasport dengan glukosa, asam-amino, fosfat yang dihantarkan oleh protein
pembawa masuk menembus membran sel dan juga melalui Na-H.
Reabsorbsi natrium di lengkung-Henle asendens, dilakukan oleh proses
elektronetral melalui kotranspor NaK2Cl. Bila Na direabsorbsi, maka absorbsi Cl
akan terhalang dan bila K direabsorbsi maka reabsorbsi Na dan Cl terhalang.
Kalium yang direabsorbsi akan kembali masuk ke dalam lumen melalui saluran-K
yang ada di membran sel bagian lumen, sehingga membuat menjadi elektropositif
dan mendorong Na masuk dari lumen ke dalam sel. Natrium yang masuk ke
dalam sel akan dikeluarkan dari sel masuk ke dalam sirkulasi dengan bantuan
pompa Na-K-ATPase di membran basolateral dimana akan keluar 3 Na dan
masuk 2 K. Kalium yang masuk kemudian dikeluarkan ke dalam lumen melalui
saluran-K di membran sel. Cl yang direabsorbsi, kemudian keluar dan masuk
kedalam sirkulasi melalui saluran Cl di membran basolateral. Keluarnya Kalium
ke dalam lumek dan keluarnya natrium ke dalam sirkulasi membuat sel menjadi
elektronegatif dan lumen menjadi elektropositif sehingga emudahkan natrium
masuk ke dalam sel dari lumen lengkung Henle assending.
Reabsorbsi Na di duktus koligentes, terjadi di bagian kortek duktus
koligentes dan di medula dalam. Pada bagian kortek dilakukan melalui sel-
Prinsipal. Reabsorbsi natrium di sel-Prinsipal bagian kortek duktus koligentes
bersifat eletrogenik yang memungkinkan kadar natrium dalam lumen turun
sampai kurang dari 5meq/L pada keadaan hipovolemia. Sifat elektrogenik ini
menyebabkan muatan dalam lumen menjadi negatif sehingga memungkinkan
terjadinya reabsorbsi pasif Cl melalui jalur paraselular dan juga memungkinkan
terjadinya sekresi K ke dalam lumen. Aldosteron sangat berperan dalam proses
transpor natrium dengan meningkatkan jumlah saluran natrium di bagian apikal
membran sel prinsipal duktus koligentes. Lumen yang bermuatan negatif ini
dimungkinkan oleh pompa Na-K-ATPase di bagian basolateral sel prinsipal, 3 Na
keluar dari sel masuk dalam sirkulasi dan 2 K masuk dalam sel dan kemudian 1 K
keluar kembali dari sel yang menciptakan muatan negatif dalam sel. Muatan
negatif dalam sel, mendorong Na masuk ke dalam sel melalui natrium. Disamping
itu, ion-K yang keluar ke dalam lumen melalui saluran kalium peka aldosteron,
akan mendorong Na dalam lumen masuk ke dalam sel melalui saluran natrium
tersebut.
Prostaglandin E2 dapat menghambat reabsorbsi natrium di sel Prinsipal
sebaliknya ADH meningkatkan reabsorbsi natrium di sel Prinsipal dengan
meningkatkan jumlah saluran natrium.
Hiponatremi
Respon fisiologik dari hiponatremi adalah tertekannya pengeluaran ADH
dari hipotalamus sehingga ekskresi urin meningkat oleh karena saluran air di
bagian apkal duktus koligentes berkurang. Hiponatremi terjadi bila: (a) jumlah
asupan cairan melebihi kemampuan ekskresi; (b) Ketidakmampuan menekan
sekresi ADH misalnya pada kehilangan cairan melalui saluran cerna atau gagal
jantung atau sirosis hati atu pada SIADH. Berdasarkan hal tersebut, maka
hiponatremi dapat dikelompokkan atas: Hiponatremi dengan ADH meningkat,
Hiponatremi dengan ADH tertekan fisiologis, Hiponatremi dengan osmolalitas
plasma normal atau tinggi, SIADH.
Penatalaksanaan Hiponatremia
Langkah pertama yang dilakukan adalah mencari sebab terjadinya hiponatremi.
Anamnesi yang teliti (muntah, penggunaan diuretik, manitol)
Pemeriksaan fisik (tanda hipovolemia)
Pemeriksaan gula darah, lipid
Pemeriksaan osmolalitas darah
Pemeriksaan osmolalitas urin atau dengan BJ urin
Pemeriksaan natrium, kalium, dan klorida dalam urin
Langkah selanjutnya adalah melakukan pengobatan yang tepat sasaran.
Perlu dibedakan apakah kondisi tersebut akut atau kronik
Tanda atau penyakit lain yang menyertai hiponatremi perlu dikenali
(dehidrasi, gagal jantung, gagal ginjal)
Akut Koreksi Na dilakukan secara cepat dengan pemberian larutan
natrium hipertonik intra vena. Kadar Na dinaikkan sebanyak 5 meq/L dari
kadar natrium awal dalam 1 jam, stetlah itu 1 meq/L setiap jam sampai
mencapai 130 meq/L. Rumus yang dipakai: 0,5 x BB (kg) x ∆ Na.
Kronik koreksi dilakukan secara perlahan yaitu 0,5 meq/L setiap 1 jam,
maksimal 10 meq/L dalam 24 jam.
Hipernatremia
Respon fisiologik hipernatremi adalah meningkatnya pengeluaran ADH
dari hipotalamus sehingga ekskresi urin berkuran oleh karena saluran air di bagian
apikal duktus koligentes bertambah.
Hipernatremi terjadi bila: (a) adanya defisit cairan tubuh akibat ekskresi
netrium atau asupan air yang kurang, (b) penambahan natrium yang melebihi
jumlah cairan tubuh misalnya koreksi bikarbonat berlebihan pada metabolik
asidosis, (c) masuknya air tanpa elektrolit ke dalam sel.
Dalam keadaan normal manusia tidak akan mengalami hipernatremi,
karena respon haus yang timbul akan di jawab dengan asupan air yang meningkat
sehingga tidak terjadi hipernatremia.
Gejala hipernatremi timbul pada keadaan peningkatan natrium secara akut
hingga diatas 158 meq/L. Gejala yang ditimbulkan akibat mengecilnya volume
otak oleh karena air keluar dari plasma sel. Pengecian ini mnimbulkan robekan
ada vena sehingga menyebabkan perdarahan lokal di otak dan subarachnoid.
Gejala dimulai dari letargi, lemas, twitching, kejang dan akhirnya koma.
Kenaikkan akut diatas 180 meq/L menimbulkan kematian.
Penatalaksanaan Hipernatremia
Langkah pertam adalah menetapkan etiologi. Sebagian besar penyebab
hipernatremi adalah defisit cairantanpa elektrolit akibat koreksi cairan yang tidak
cukupakan kehilangan cairan tanpa elektrolit melalui saluran cerna, urin, atau
saluran napas. Setelah mengetahui etiologi, selanjutnya menurunkan kadar
natrium dalam plasma ke arah normal. Bila penyebabnya asupan natrium
berlebihan, maka supan natrium dihentikan.
GANGGUAN KESEIMBANGAN KALIUM
Kalium merupakan kation yang memiliki jumlah yang sangat besar dalam
tubuh dan terbanyak berada di intrasel. Kalium berfungsi dalam sintesis protein,
konduksi syaraf, pengeluaran hormon, transpor cairan, perkembangan janin.
Untuk menjaga kestabilan kalium di intrasel diperlukan keseimbangan
elektrokimia yaitu keseimbangan antara kemampuan negatif dalam sel untuk
mengikat kalium dan kemampuan kekuatan kimiwai yang mendorong kalium
keluar dari sel. Keseimbangan ini menghasilkan suatu kadar kalium yang kaku ke
dalam plasma antara 3.5-5 meq/L. Kadar kalium plasma < 3,5 meq/L disebut
hipokalemia dan kadar > 5 meq/Ldisebut juga hiperkalemia. Keduanya dapat
mnyebabkan kelainan fatal listrik jantung yaitu aritmia.
Hipokalemia
Penyebab hipokalemia dapat sebagai berikut (1) asupan kalium yang kuran
(2) pengeluaran kalium yang berlebihan melalui saluran cerna, ginjal atau keringat
(3) kalium masuk ke dalam sel.
Pengeluaran kalium secara berlebihan dari saluran cerna antara lain
muntah, NGT, pengeluaran kalium bukan melalui saluran cerna atas karena kadar
kalium dalam ciaran gastrik hanya sedikit, kan tetapi kalium banyak keluar
melalui ginjal. Kesemuanya akan menimbulkan ekskresi kalium melalui urin dan
terjadi hipokalemia. Pada saluran cerna bawah, kalium keluabersama bicarbonat.
Kalium di saluran cerna bawah jumlahnya lebih banyak (20-50 meq/L).
Pengeluaran berlebihan melalui ginjal dapat terjadi akibat pengunaan
diuretik, kelebihan hormon mineralokortikoid primer, hiperaldosteron primer,
anion yang tidak dapat direabsorbsi, hipomagnesemi, poliuri.
Pengeluaran kalium berlebihan melalui keringat dapat terjadi bila
dilakukan latihan berat pada lingkungan yang panas.
Kalium masuk ke dalam sel dapat terjadi pada alkalosis ekstrasel,
pemberian insulin, paralisis, hipotermia.
Gejala Klinis
Kelemahan otot, perasaan lelah, nyeri otot, restless legs syndrome
merupakan gejala pada otot yang timbul pada kadar kalium < 3 meq/L. Penurunan
yang lebih berat dapat menimbulkan kelumpuhan.
Aritmia berupa timbulnya fibrilasi atrium, VT merupakan efek
hipokalemia pada jantung. Hal ini terjadi akibat perlambatan repolarisasi ventrikel
oada keadaan hipokalemian yang menimbulkan arus rientri.
Tekanan darah dapat meningkat pada hipokalemi dengan mekanisme yang
tak jelas.
Hipokalemi dapat menimbulkan gangguan toleransi glukosa dan gangguan
metabolisme protein
Hipokalemia pada ginjal berupa timbulnya vauolisasi pada tubulus
proksimal dan distal.
Diagnostik pada Hipokalemia
Pada keadaan normal, hipokalemi akan menyebabkan ekskresi kalium
melalui ginjal turun hingga kurang dari 25 meq per hari sedang kalium dalam urin
lebih dari 40 meq per hari menandakan adanya pembuangan kalium berlebihan
melalui ginjal.
Ekskresi kalium rendah melalui ginjal dengan disertai asidosis metabolik
merupakan petanda adanya pembuangan kalium berlebihan melalui saluran cerna
seperti diare akibat infeksi atau penggunaan pencahar.
Ekskresi kalium yang berlebihan melalui ginjal dengan disertai asidosis
metabolik merupakan petanda adanya ketoasidosis diabetik atau adanya RTA
(renal tubular acidosis) baik yang distal atau proksimal.
Ekskresi kalium dalam urin rendah disertai alkalosis metabolik, petanda
dari muntah kronik atau pemberian diuretik lama.
Ekskresi kalium dalam urin tinggi disertai alkalosis metabolik dan tekanan
darah yang rendah, petanda dari Sindrom Barter.
Ekskresi kalium dalam urin tinggi disertai alkalosis metabolik dan tekanan
darah tinggi, petanda dari hiperaldosteronidisme primer.
Pengobatan
Indikasi koreksi kalium dapat dibagi dalam:
I. Indikasi mutlak, pemberian kalium mutlak segera diberikan yaitu pada
keadaan; 1.) Pasien sedang dalam pengobatan Digitalis, 2.) Pasien
dengan ketoasidosis diabetik 3.) Pasien dengan kelemahan otot
pernapasan 4.) Pasien dengan hipokalemia berat (K < 2 meq/L)
II. Indikasi kuat, kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu lama
yaitu pada keadaan; 1.) Insufisiensi koroner/iskemi otot jantung, 2.)
Ensefalopati Hepatikum, 3.) Pasien memakai obat yang dapat
menyebabkan perpindahan kalium dari ekstra ke intra.
III. Indikasi sedang, pemberian kalium tidak perlu segera seperti pada; 1.)
Hipokalemia ringan ( K antara 3-3,5 meq/L)
Pemberian kalium lebih disenangi dalam bentuk oral oleh karena lebih
mudah. Pemberian 40-60meq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5 meq/L,
sedang pemberian 135-160 meq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 2,5-3,5
meq/L.
Pemberian kalium intravenadalam bentuk larutan KCl disarankan melalui
vena yang benar dengan kecepatan 10-20 meq/jam. Pada keadaan aritmia yang
berbahaya atau kelumpuhan otot pernapasan, dapat diberikan dengan kecepatan
40-100 meq/jam. KCl dilarutkan sebanyak 20 meq dalam 100 mL NaCl isotonik
1000 mL, sebab bila melebihi ini dapat menimbulkan rasa nyeri dan dapat
menyebaabkan sklerosis vena.
Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia bila kadar kalium dalam plasma lebih dari 5 meq/L.
Dalam keadaan normal jarang terjadi hiperkalemia oleh karena adanya mekanisme
adaptasi oleh tubuh.
Penyebab hipekalemia dapat disebabkan oleh: 1.) Keluarnya kalium dari
intrasel ke ekstrasel; 2.) Berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal.
Kalium keluar dari sel dapat terjadi pada keadaan asidosis metabolik
bukan oleh asidosis organik (ketoasidosis, asidosis laktat), defisiensi insulin,
katabolisme jaringan meningkat, pemakaian obat penghambat-β adrenergik,
pseudo hiperkalemia akibat pengambilan contoh darah di laboratorium yang
mengakibatkan sel darah merah lisis dan pada latihan olahraga.
Berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal terjadi pada keadaan
hipoaldosteronisisme, gagal; ginjal, deplesi volume sirkulasi efektif, pemakaian
siklosporin.
Gejala Klinik
Hiperkalemia dapat meningkatkan kepekaan membran sel sehingga
dengan sedikit perubahan depolarisasi, potensial aksi lebih mudah terjadi. Dalam
klinik ditemukan gejala akibat gangguan konduksi listrik jantung, kelemahan otot
sampai dengan paralisis sehingga pasien merasa sesak napas. Gejala ini timbul
padakadar K < 7 meq/L atau kenaikan yang terjadi dalam waktu cepat. Dalam
keadaan asidosis metabolik dan hipokalsemi, mempermudah timbulnya gejala
klinik hiperkalemia.
Pengobatan
Prinsip pengobatan hiperkalemia adalah: 1.) Mengatasi pengaruh
hiperkalemia pada membran sel, dengan cara memberikan kalsium intra vena.
Dalam eberapa menit Kalsium langsung melindungi membran akibat hiperkalemia
ini. Pada keadaan hiperkalemia berat sambil menunggu efek insulin atau
bikarbonat yang diberikan ( baru bekerja setelah 30-60 menit), kalsium dapat
diberikan melalui tetesan infus kalsium intravena. 10 mL Calcium Gluconat
diberikan intravena dalam waktu 2-3 menit dengan monitor EKG. Bila perubahan
EKG akibat hiperkalemia masih ada, kalsium glukonat dapat diulang setelah 5
menit.; 2.) Memacu masuknya kembali kalium ekstra sel ke intra sel, dengan cara:
a.) pemberian insulin 10 unti dalam glukosa 40%, 50 mL bolus intravena, lalu
diikuti dengan infus Dekstrosa 5% untuk mencegah terjadinya hipoglikemik.
Insulin akan memicu pompa Na-K-ATPase memasukkan kalium ke dalam sel,
sedangkan glukosa/dekstrosa akan memicu pengeluaran endogen, b.) pemberian
natrium bikarbonat yang akan meningkatkan pH sistemik. Peningkatan pH akan
merangsang ion-H keluar dari dalam sel yang kemudian menyebabakan ion K
masuk ke dalam sel. Dalam keadaan tanpa sidosis metabolik, Natrium bikarbonat
diberikan 50 meq i.v selama 10 menit. Bila asiodsis metabolik yang ada, c.)
pemberian β2-agonisbaik secara inhalasi maupun tetesan intra vena. Β2-agonis
akan merangsang pompa Na-K-ATPase, kalium masuk ke dalam sel. Albuterol
dberikan 10-20mg; 3.) Mengeluarkan kelebihan kalium dari tubuh: a.) pemberian
diuretik-loop, sifatnya hanya sementara; b.) Pemeriksaan Resin-Penukar. Dapat
diberikan per orala maupun suposutoria; c.) Hemodialisis.
Gangguan Keseimbangan Kalsium
Empat puluh persen kalsium dalam plasma terikat dengan protein, 15%
membentuk kompleks sitrat, sulfat dan fosfat sebagai kalsium ion-ion bebas.
Kalsium yang terikat dengan protein atau disebut juga sebagai kalsium
nondiffusible, 80-90% terikat dengan albumin. Perubahan kadar protein dalam
plasma juga akan mempengaruhi kadar kalsium yang terikat dengan protein.
Peningkatan albumin 1 gram/dL akan meningkatkan kalsium terikat protein 0,16
mg/dL. Kalsium yang tidak terikat protein termasuk di dalamnya kalsium-
kompleks dan kalsium-ion bebas. Kalsium-ion bebas merupakan kalsium yang
aktif secara biologis; kadarnya dalam plasma sebesar 4mg/dL-4,9mg/dL atau
45%dari kadar kalsium total dalam plasma. Pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan kalsium-ion bebas membutuhkan darah segar, diambil secara
anaerob, tanpa heparin dan terbebas dari fibrin.
Keseimbangan kalsium merupakan timbal balik antara absorbsi usus,
ekskresi dalam urin dan faktor hormonal. Absorbsi kalsium terjadi di usus halus
terutama di duodenum dan jejenum proksimal, dan prosesnya berlangusng secara
tidak lengkap. Hal ini terjadi karena absorbsi kalsium membutuhakan vitamind D
dan juga terbentuknya ikatan kalsium yang sukar larut seperti Kalsium-Fosfat,
Kalsium-Oksalat. Absorbsi dalam usus lebih efisien pada asupan diet rendah
kalsium dan juga meningkat bila kebutuhan tubuh akan kalsium bertambah
misalnya kehamilan atau adanya deplesi kalsium tubuh total. Beberapa obat
menghambat absorbsi kalsium antara lain kolhisin, fluor, teofilin dan
glukokortikoid. Motilitas usus yang tinggi juga menghambat absorbsi kalsium.
Pada keadaan malnutrisi protein, absorbsi kalsium juga terganggu oelh karena
katan kalsium-protein di sel mukosa usus mengalami deifisiensi.
Ekskresi kalsium dalam urin diatur oleh kalsium yang di filtrasi oleh
glomerulus dan kalsium yang direabsorbsi oleh tubulus. Asupan dan ekskresi
natrium dalam urin akan mempengaruhi ekskresi kalsium urin. Ekskresi natrium
yang meningkat pada keadaan peningkatan volume cairan ekstrasel akan
meningkatkan ekskresi kalsium urin. 97-99% dari total kalsium yang difiltrasi
oleh glomerulus akan direabsorbsi oleh tubulus. 50-70% dari total kalsium yang di
filtrasi direabsorbsi di tubulus proksimal, 30-40% antara akhir tubulus proksimal
dan tubulus distal dan 10% di duktus koligentes. Faktor hormonal yang
mempengaruhi keseimbangan kalsium diperankan oleh vitamin-D dengan
metabolit aktifnya 1,25-dihidroksikolekalsiferol (1,25[OH]2D3) yang disebut juga
kolekalsiferol, dibentuk secara termal isomerasi dari previtamin-D3 Previtamin-
D3berasal dari provitamin-D3 yang disebut juga 7-dehidrokolesterol.
Kolekalsiferol dimetabolisme dalam hati menjadi 25-hidroksivitamin-D3 atau
25(OH)D3 dimetabolisme menjadi 1,25[OH]2D3atau kalsitriol. Kalsitriol yang
bersirkulasi dalam darah merupakan pengatur utama absorbsi kalsium di usus.
Efek vitamin-D pada tulang ada 2, yaitu: 1) membantu mineralisasi matriks tulang
organik dan 2) membantu mobilisasi kalsium tulang untuk meningkatkan kadar
kalsium plasma yang tidak berhubungan dengan kemampuan absorbsi kalsium di
usus. Vitamin-D juga meningkatkan reabsorbsi kalsium ginjal.
Hormon paratiroid berperan utama dalam mengatur kadar kalsium dalam
darah. Melalui efek umpan balik perubahan kadar kalsium-ion, akan
mempengaruhisekresi hormon paratiroid yang kemudian mengembalikan kadar
kalsium-ion dalam batas normal. Permukaan sel kelenjar paratiroid memiliki
sensor yang disebut sebagai calsium-sensing receptor yang merupakan anggota
dari G protein-couple receptor. Bila kalsium dalam darah tinggi, melalui jalur
fosfolipase-C, kalsium dalam sel kelenjar paratiroid meningkat yang kemudian
menghambat sekresi hormon paratiroid oleh sel kelenjar paratiroid. Calsium-
sensing Receptor juga terdapat di kelnjar tiroid dan ginjal. Kalsitriol dan hormon
paratiroid saling mempengaruhi satu sama lain. Hormon paratiroid merangsang
pembentukan kalsitriol di ginjal, akan tetapi kalsitriol dapat menurunkan sekresi
hormon paratiroid dalam waktu 12-24 jam. Hiperkalsemia atau hipokalsemia akan
menghambat dan merangsang terbentuknya kalsitriol melalui perubahan sekresi
hormon paratiroid. Hormon paratiroid berpengaruh dalam perubahan
pembentukkan tulang. Hormon paratiroid akan meningkatkan aktivitas osteoblas
melalui reseptor hormon paratiroid pada sel osteoklas. Hormon paratiroid
menghambat reabsorbsi kalsium di tubulus proksimal akan tetapi meningkatkan
reabsorbsi kalsium di tubulus distal sehingga hasil akshir adalah menurunkan
ekskresi kalsium dalam urin. Sehingga efek akhir kerja hormon paratiroid pada
tulang dan ginjal adalah meningkatkan kadar kalsium dalam darah.
Hipokalsemia
Etiologi
Defisiensi vitamin-D. Keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan defisiensi
vitamin-D adalah:
- Asupan makanan yang tidak mengandung lemak
- Malabsorbsi yang terjadi pada gastrektomi sebagian, pankreatitis kronik,
pemberian laksan terlalu lama, bedah-pintas usus dengan tujuan
mengurangi obesitas.
- Metabolisme vitamin-D yang terganggu pada penyakit rickets, pemberian
obat anti kejang, gangguan fungsi ginjal, dan gangguan fungsi hati kronik.
Hipoparatiroidisme. Dapat terjadi pada saat pasca bedah kelenjar tiroid, secara
tidak sengaja kelenjar paratiroid ikut terangkat. Dapat juga terjadi secara idiopatik
sejak anak-anak. Pengobatan eklamsia dengan memakai magnesium-sulfat, dapat
menekan sekresi hormon paratiroid. Efek toksik langsung obat golongan
aminoglikosida dan obat sitotooksik.
Pseudohipoparatiroidisme. Bersifat diturunkan. Organ sasaran tidak memberi
respon yang baik terhadap hormon paratiroid.
Proses keganasan. Karsinoma medular pada kelenjar tiroid, menyebabkan
kalsitonin meningkat sehingga ekskresi kalsium urin meningkat. Hipoparatiroid
akibat karsinoma buah dada dan karsinoma prostat dengan anak sebar yang
bersifat osteoblastik.
Hiperfosfatemi. Terjadi pada pemberian fosfat berlebihan, penyakit ginjal kronik
atau gagal ginjal akut, pemberian sitotoksik pada limfoma atau leukemia.
Pengobatan
Kadar kalsium-ion normal adalah 4-5,2 mg/dL atau 1-1,3 mmol/L. Gejala
hipokalsemia belum timbul bila kadar kalsium ion lebih dari 3,2 mg/dL atau lebih
dari 0,8 mmol/L atau kalsium total sebesar len=bih dari 8-8,5 mg/dL. Pada
keadaan asimtomatik, dianjurkan meningkatkan asupan kalsium dalam makanan
sebesar 1000 gm/hari. Gejala hipokalsemia baru timbul bila kadar kalsium ino
kurang dari 2,8 mg/dL atau kurang dari 0,7 mmol/L atau kalsium total ≤ 7 mg/dL.
Gejala hipokalsemia berupa parestesi, tetani, hipotensi dan kejang. Dapat
ditemukan tanda Cvostek atau tanda Trousseau, bradikardi dan interval QT yang
memanjang. Pengobatan yang diberikan bila timbul gejala adalah pemberian
kalsium intravena sebesar 100-200mg kalsium-elemental atau 1 gram-2 gram
kalsium glukonas dalam larutan dexteosa atau NaCl isotonis dengan dosis 0,5-1,5
mg kalsium-elemental/KgBB dalam 1 jam. Kalsium infus kemudian dapat ditukar
dengan kalsium oral atau Calcitriol 0,25-0,5 mg/hari.
Hiperkalsemia
Hiperkalsemia sering menyertai penyakit seperti ini:
Hiperparatiroidisme. Hiperparatiroidisme primer terjadi pada adenoma,
karsinoma dan hiperplasia kelenjar paratiroid.
Hiperparatiroid sekunder dapat disebabkan oleh malabsorbsi vitamin D,
penyakit ginjal kronik berat.
Hiperparatiroid tersier ditandai dengan sekresi berlebihan yang sangat
bermakan hormon paratiroid dan hiperkalsemia disertai dengan hiperplasi
paratiroid akibat respon berlebihan terhadap hipokalsemia. Keadaan ini disebut
juga sebagai hiperparatiroidisme refrakter. Tidak memberi respon terhadap
pemberian kalsium dan calcitriol dan terjadi pada oenyakit ginjal kronik terminal.
Tumor Ganas. Sering terjadi pada karsinoma paru, buah dada, ginjal, ovarium
dan keganasan hematologi. Faktor penyebab hiperkalsemia disebabkan oleh: 1)
faktor lokal pada tulang akibat metastasis yang bersifat osteoklastik dan 2) Faktor
humoral. Faktor humoral disebabkan oleh substansi yang beredar dalam darah
dihasilkan oelh sel tumor dan bersifat osteoklastik. Substansi ini disebut juga
sebagai osteoclast-activating cytokines.
Intoksikasi vitamin-D. Batas antara normokalsemi dan hiperkalsemia oemberian
vitamin-D sempit, sehingga kadang-kadang tidak disadari sudah terjadi
hiperkalsemia. Hiperkalsemiadipermudah dengan oemberian vitamin-D bersama
dengan diuretik tiasid.
Intoksikasi vitamin-A. Pemberian vitamin A berlebihan dapat menyebabkan
hiperkalsemia. Pada percobaan binatang, pemberian vitamin-A berlebihan
menyebabkan fraktur tulang dan peningkatan jumlah osteoklast serta ditemukan
kalsifikasi metastatik.
Sarkoidosis. Dapat terjadi hiperkalsemia karena adanya peningkatan absorbsi
kalsium melalui usus dan pelepasan kalsium dari tulang. Pada sarkoidosis dapat
terjadi peningkatan produksi vitamin-D.
Hipertiroidisme. Terjadi akibat meningkatnya reabsorbsi tulang. Hormon tiroid
dapat memperkuat kerja hormon paratiroid atau secara langsung hormon tiroid
dapat mereabsorbsi kalsium tulang.
Insufisiensi Adrenal. Deplesi volume yang terjadi meningkatkan reabsorbsi
kalsium pada tubulus ginjal. Absorbsi kalsium di usus juga meningkat akibat
kyrangnya hormon glukokortikoid.
Sindorm ‘Milk-Alkali’. Pemberian antasid yang mengandung kalsium karbonat
dengan disertai pemberian susu yang berlebihan pada pengobatan tukak lambung
dapat menyebabkan hiperkalsemia.
Pengobatan
Meningkatkan ekskresi kalsium melalui hinjal. Dilakukan dengan pemberian
larutan NaCl isotonis. Pemberian cairan ini akan meningkatkan volume cairan
ekstraseluler yang umumnya rendah akibat pengeluaran urin berlebihan
disebabkan induksi oleh hiperkalsemia, muntah akibat hiperkalsemia.
Mengahambat resorbsi tulang:
- Kalsitonin; menghambat resorbsi tulang dengan cara menghambat
maturasi osteoklas. Diberikan intramuskular atau sub-kutan setiap 12 jam
dengan dosis 4 IU/KgBB.
- Bifosfonat; menghambat aktivitas metabolik osteoklas dan juga berdifat
sitotoksik terhadap osteoklas.
- Galium Nitrat; menghambat resorbsi tulang oleh osteoklas dengan
menghambat pompa proton ATPase dependent pada membran osteoklas.
Mengurangi absorbsi kalsium dari usus. Glukokortikoid (prednison 20-40
mg/hari) mengurangi produksi calcitriol oleh paru dan kelenjar lemfe yang
diaktifasi oleh mononuklear. Kalsium serum dapat turun dalam 2-5 hari.
Kelasi kalsium-ion. Kalsium-ion dapat dikelasi dengan mempergunakan Na-
EDTA atau fosfat secara intra-vena. Penggunaan terbatas oleh karena efek toksik
bahan kelasi ini.
Hemodialisa. Dialisis efektifmenurunkan kadar kalsium dengan memakai dialisat
bebas kalsium. Merupakan pilihan terkahir terutama untuk hiperkalsemia berat
khususnya disertai insufisiensi ginjal atau pada gagal jantung dimana pemberian
cairan dibatasi.
GANGGUAN KESEIMBANGAN FOSFOR
Terdapat dua bentuk fosfor di dalam badan kita yaitu fosfor organik dan
fosfor inorganik. Semua fosfor organik terdapat dalam fosfolipid yang terikat
dengan protein. Fosfor inorganik, 90% dapat difiltrasi oleh glomerulus
(ultrafiltrabel) dan sisanya terikat dengan protein. 53% dari fosfor ultrafiltrabel
berdisosiasi dalatm bentuk H2PO4- dan HPO4
2- dengan perbandingan 1 : 4 dan
sisanya dalam bentuk garam natrium, kalsium dan magnesium. Jumlah fosfor
tubuh total adalah 0,5-0,8 mg/kgBB. 85% disimpan dalam tulang; 1 % dalam
cairan ekstraselular serta sisanya berada dalam sel (intraselular). Kadar fosfor
dalam darah orang dewasa adalah 2,5-4 mg/dl dan pada anak 2.5-6 mg/dl.
Terdapat hubungan yang terbalik antara kadar kalsium dan fosfor dalam darah.
Hasil perkalian kedua kadar ini adalah tetap. Dalam keadaan akut. peningkatan
kadar fosfor darah akan diikuti dengan penurunan kadar kalsium darah.
Peningkatan akut kadar kalsium darah tidak segera diikuti penurunan fosfor darah
sebelum ada perubahan fosfor dalam urin. Dalam keadaan alkalosis dan
hiperventilasi terjadi penurunan kadar fosfor dan meningknt pada keadaan
asidosis. Pemberian insulin dan epinefrin akan menurunkan kadar foslor darah.
Pemberian glukosa akan menurunkan kadar fosfor darah oleh karena masuknya
fosfor kadalam sel bersamaan dengan teriadinya fosforilasi glukosa.
Absorbsi Fosfor di Usus
Sekilar 50%-65% fosfor dalam usus diabsorbsi secara aktif bergabung
dengan natrium terutama di daerah yeyunum melalui kotransporter Na-P (NaPi2b)
yang identik dengan NaPi2a di tubulus ginjal. Absorbsi bergantung pada gradien
natrium antara mukosa usus dan bagian basolateral sel usus oleh pompa
NaKATPase. Adanya fosfor dalam usus akan membantu absorbsi kalsium, akau
tetapi absorbsi fosfor dihambat oleh asupan kalsium yang tinggi. Absorbsi fosfor
juga dihambat oleh antasid aluminium hidroksida. Vitamin-D3 menstimulasi
absorbsi fosfor dalam usus.
Ekskresi Fosfor Melalui Urin
Ekskresi fosfor dipengaruhi oleh kadar fosfor inorganik dalam plasma.
Laju liltrasi glomerulus (LFG) dan kemampuan absorbsi maksimal dalam tubulus
(Tm). Tm berbanding lurus dengan LFG. Makin tinggi kadar fosfor inorganik
dalam darah, makin tinggi ekskresi melalui urin. Fosfor yang difiltrasi, 60% di
reabsorbsi di tubulus proksimal. 10-25% di tubuIus distal sedang sisanya 5-20%
terdapat dalam urin. Reabsorbsi fosfor di tubulus proksimal melalui kotranspor
Na-P dengan bantuan energi dari pompa NaKATPase di basolateral. Fosfor keluar
dari sel bcrsama natrium sebesar 70% dan tidak tergantung natrium sebesar 30%.
Ada tiga jenis kotranspor Na-P yaitu tipe I, II dan III. Kotranspor Na-P yang
dominan dalam tubulus manusia adalah tipe II (Na-Pi2a). Hanya reabsorbsi di
bagian Iuminal tubulus yang dipengaruhi oleh hormon paratiroid dun oleh
regulator lain.
Keadaan yang Mempengaruhi Ekskresi Fosfor
Hormon paratiroid, menghambat reabsorbsi fosfor di tubulin proksimal
sehingga ekskresi dalam urin meningkat. Hambatan ini melibatkan reseptor
hormon paratiroid yung memediasi pembentukan cAMP intrasel, inositol trifosfa,
diasilgliserol, kalsium-bebas sitosol dan aktifasi protein kinase A dan C.
Vitamin·D3 Merangsang Reabsorbsi Fosfor Inorganik di Tubulus Ginjal
Meningkatnya asupan fosfor melalui makanan akan meningkatkan
ekskresi fosfor sebaliknya diet rendah fosfor akan mengurangi ekskresi fosfor
urin.
Growth hormone, hormon tiroid, insulin dan insulin-like growth factor
meningkatkan reabsorbsi fosfor (ekspresi NaPi-2a meningkat di tubulus).
Peningkatam volume cairan ekstraselular yang akut dengan pemberi
laratan NaCl isotonik meningkatkan ekskresi fosfor. Sebaliknya hipovplemia akut
akun mengurangi ekskresi fosfor. Diuretik yang menghambat reabsorbsi Na, Cl,
HCO3 di tubulus proksimal memiliki sifat fosfaturik, akan tetapi sifat fosfaturik
ini hilang sejalan dengun terjadinya hipovolemia. Diuretik yang bersifat
rnenghambat enzim karbonik anhidrase di tubulus proksimal, bersifat paling
fosfaturik.
Asidosis akan meningkatkan eksresi fosfor urin dan sebaliknya pada
alkalosis.
HIPOFOSFATEMIA
Ada tiga hal yang dapat nienyebabkan berkurangnya kadar fosfor dalam
clarah antara lain:
a. Redistribusi fosfor dari ekstrasel ke dalam sel.
- Meningkamya sekresi insulin khususnya pada realimentasi. Pcmberian
insulin atau glukosa pada orang dengan keadaan kekurangan fosfor misalnya
diabetik ketoasidosis, hiperglikemi non-ketotik, pada keadaan malnutrisi,
pasien dengun realimentasi.
- Respiratori alkalosis akut. Pada keadaan ini, CO2 dari dalam sel akan kelaur
dari sel sehingga menstimulasi aktivitus fosforfruktokinase yang kemudian
meningkatkan glikolisis. Aktivitas ini banyak menggunakan fosfor.
- Hungry Bone Syndrome. Terjadi setelah dilakukan paratiroidektomi atau
tiroidektomi pada pasien dengan osteopeni. Pada keadaan ini akan terjadi
deposisi Kalsium dan fosfor pada tulung sehingga menimbulkan hipokalsemi.
b. Absorbsi melalui usus berkurang
- asupan fosfor rendah
- Menggunakan antasid yang mengandung aluminium atau magnesium
- Diare kronik, steatorhea
c. Ekskresi melalui urin meningkat
- Hiperparatiroidisme primer atau sekunder
- Defisiensi vitamin-D atau resisten terhadap vitamin-D
- Primary renal phosphate syndrome
- Sindrom Fanconi
Tanda dan Gejala yang Ditemukan pada Hipofosfatemia
Gejala yang ditimbulkan akibat hipofosfatemia batu timbul pada saat
kadar fosfor darah kurang dari 2 mg/dl dan gejala berat seperti rabdomiolisis baru
timbul bila kadar fosfor kurang dari l mg/dl.
Hiperkalsiuria. Hiperfosfatemia yang lama akan menyebabkan reabsorbsi
kalsium dan magnesium dalam tubulus terhambat. Di samping itu terjadi resorbsi
kalsium tulang yang dimediasi oleh peningkatan kalsitriol akibat induksi oleh
hipofosfatemia.
Ensefalopati metabolik. Timbul gejala parestesi, berlanjut ke arah gejala delirium,
kejang, dan koma. Gejala ini timbul akibat iskemi jaringan.
Gejala gangguan otot skeletal dan otot polos. Hipofosfatemia dapat
menimbulkan gejala miopati-proksimal, disfagia dan ileus. Pada keadaan akut
dapat terjadi pelepasan fosfor dari otot dan menimbulkan rahdomiolisis.
Kerusakan fungsi sel darah merah. Pada keadaan hipofosfatemia terjadi
pengurangan kadar ATP sehingga terjadi perubahan rigiditas dan menimbul
hemolisis. Hemolisis terjadi bila kadar fosfor kurang dari 0.5 mg/dl. Kadar 2,3
difosfogliserat mengakibatkan kemampuan melepaskan oksigen ke jaringan
berkurang dan menimbulkan iskemi jaringan.
Gangguan fungsi sel darah putih. Gangguan fungsi leukosit yaitu berkurangnya
fagositosis dan kemotaksis granulosit akibat ATP intrasel berkurang.
Gangguan fungsi trombosit. Timbul gangguan retraksi bekuan dan
trombositopeni sehingga menimbulkan perdarahan mukosa.
Pendekatan diagnostik hipofosfatemia. Dapat dilakukan dengan mengukur
ekskresi fosfor dalam urin 24 jam atau menghitung Ekskresi Fraksional Fosfor
(EFF) dalam urin sewaktu.
EFF : [Ufo x Pcr x l00] : [Pfo x Ucr)
Keterangan:
1. Ekskresi fosfor rendah: Fosfor dalam urin 24 jam kurang dari 100 mg atau FFE
kurang dari 5% (normal FFE 5-20%). Keadaan ini dapat disebabkan oleh:
Redistribusi fosfor dari westrasel ke dalam sel.
Absorbsi melalui usus berkurang
2. Ekskresi fosfor tinggi:
Hiperparatiroidisme primer atau sekunder
Defisiensi vitamin-D atau resisten terhadap vitamin-D
Primary renal phosphate wasting (defek pada tubulus)
Sindrom Fanconi
Pengobatan
Pengobatan terhadap hipokalsemi tidak diberikan bila tidak ada indikasi
yang kuat. Umumnya pengobatan ditujukan kepada faktor etiologi timbulnya
hipofosfatemia. Bila terdapat kekurangan vitamin—D, dapat diberikan vitamin-D
sebanyak 400-800 IU per hari. Pemberian fosfor baru diberikan bila sudah timbul
gejala atau pada keadaan gangguan tubulus sehingga teriadi pengeluaran fosfor
berlebihan melalui urin secara kronik. Lebih disukai memberikan fosfor per oral
karena pemberian secara intravena banyak menimbulkan efek samping seperti
aritmi. Dosis peroral sebesar 2,5 gram-3,5 gram per hari. Bila terpaksa diberikan
intravena, tidak lebih dari 2,5 mg/kgBB selama 6 jam.
Penelitian baru yang masih dalam evaluasi adalah pemberian dipiridamol
75 mg satu kali sehari dapat meningkatkan kadar Fosfor darah.
HIPERFOSFATEMIA
Ekskresi fosfor melalui urin sangat efisien, dengan sedikit saja kenaikan
fosfor darah, ekskresi melalui urin akan meningkat.
Hiperfosfatemia disebabkan terutama oleh ketidakmampuan ginjal dalam
ekskresi fosfor.
1. Jumlah fosfor yang meningkat tinggi dalam darah pada sindrom Iisis
tumor. rabdomiolisis, asidosis laktat, ketoasidosis, pemberian fosfor
berlebihan.
2. Gangguan fungsi ginjal, akut, atau kronik.
3. Reabsorbsi fosfor yang meningkat melalui tubulus pada hipoparatiroid,
akromegali, pemberian bifosfonat, Familial Tumor Calcinosis.
4. Pseudohiperfosfatemia pada hiperglobulinemi (mieloma multipel),
hiperlipidemi, hemolisis, hiperbilirubinemi.
Pengobatan
Pada keadaan akut dengan disertai gejala hipokalsemi, dapat diberikan
infus NaCl isotonis secara cepat yang akan meningkatkan ekskresi fosfor urin.
Dapat juga dilakukan dengan memberikan asetazolamid (inhibitor karbonik
anhidrase) 15 mg/kgBB setiap 4 jam atau dapat juga dilakukan hemodialisis
khususnya hiperfosfatemia pada gangguan fungsi ginjal.
Pada hiperfosfatemia yang kronik, yang biasanya terjadi pada gagal ginjal
kronik atau pada familial tumoral calcinosis pengobatan ditujukan untuk menekan
absorbsi melalui usus dengan memberikan pengikat fosfat seperti Kalsium
Karbonat, Kalsium Asetat, Sevelamer, Lantanum Karbonat.
GANGGUAN KESEIMBANGAN MAGNESIUM
Hipomagnesemi merupakan kelainan yang ditemukan sebesar 12 % pada
pasien rawat inap dari 60%-65% dari jumlah tersebut terdapat di ruang rawat inap
Intensif (lCU). Ekskresi magnesium satu satunya terjadi sangat efisien melalui
ginjal. Hipermagnesemi dapat terjadi apabila ada gangguan ekskresi atau
pemberian yang berlebihan. Berbeda dengan solut yang lain, magnesium yang
difiltrasi oleh glomerulus sebagian besar di reabsorbsi sebesar 60% - 70% di Thick
Ascending Limb of Henle (TAL) bukan di tubulus proksimal, 15% - 25%
magnesium yang difiltrasi di reabsorbsi secara pasif di tubulus proksimal dan
5%- 10% reabsorbsi di tubulus distal. 3% dari magnesium yang difiltrasi akan
dibuang dalam urin.
Sepertiga dari magnesium dalam makanan akan diabsorbsi oleh usus halus
secara pasif dan dalam bentuk sistem transpor.
Di dalam tubuh kita magnesium berpengaruh pada reaksi enzim
diantaranya transfosforilasi, sintesis protein, metabolisme hidrat-arang, sintesis
dan degradasi DNA, aktivasi ATP. Hanya sebagian kecil magnesium berada
dalam cairan ekstrasel. 60% berada di dalam tulang, 20% berada di dalam otot.
Kadar magnesium dalam serum berkisar antara 1,4 - 1,75 meq/L, 20% terikat
dengan protein.
Peningkatan atau penurunan kadar magnesium dalam darah berturutan
akan meningkatkan atau menurunkan ekskresi magnesium melalui ginjal.
Penambahan volume cairan ekstrasel yang akut dan kronik akan meningkatkan
ekskresi magnesium melalui ginjal. Pemberian diuretik sepcrti manitol,
asetazolamid. tiazid, furnsemid dan asam etakrinik akan meningkatkan ekskresi
magnesium dengan menghambat reabsorbsi di tubulus. Tidak ada hormon yang
diketahui dapat mempengaruhi keseimbangan magnesium dalam tubuh kita.
Hiperkalsemia akan meningkatkan ekskresi magnesium dalam urin. Ekskresi
magnesium mempunyai bentuk diurnal. Ekskresi paling rendah terjadi pada waktu
sore dan paling tinggi pada waktu subuh.
HIPOMAGNESEMI
Hipomagnesemi dapat terjadi oleh karena: 1 ). Gangguan absorbsi di
dalam usus misalnya pada diare kronik maupun akut, malabsorbsi, steatorea,
operasi pintas usus halus. Kelainan genetik seperti hipomagnesemi intestinal
primer yang terjadi pada saat periode neonatal menyebabkan gangguan absorbsi
magnesium. Pankreatitis akut juga dapat menyebabkan hipomagnesemi melalui
saponifkasi lemak yang nekrotik. 2). Terbuang melalui ginjal antara lain pada
penggunaan diuretik loop dan tiazid, ekspansi volume cairan ekstrasel, alkoholik,
hiperkalsemia, nefrotoksin seperti aminoglikosida; sisplatin; siklosporin dll,
disfungsi loop dari Henle atau tubulus distal seperti pasca nekrosis tubuler akut;
pasca cangkok ginjal: sindrom barer, sindrom Gitelman, ekskresi berlebihan ginjal
primer seperti pada Gitelman; mutasi Paracellin-l: mutasi NaKATPase.3). Terlihat
juga pada pasca operasi, pasca pemberian Foscarnet, pada hungry bone syndrome
Gejala Klinik
Gangguan neuromuscular seperti otot terasa lemas, fasikulasi otot, tremor,
tetani, tanda Chvostek dan Trousseau positif. Tetani dapat timbul tanpa
disertai hipokalsemia.
Hipokalemia terjadi karena pada hipomagnesemi, jumlah dan aktivitas
ATP akan berkurang sehingga terjadi peningkatan saluran-kalium (K-
channel) di loop dari Henle dan di duktus koligentes. Akibatnya ekskresi
kalium meningkat.
Hipokalsemia terjadi karena resisten terhadap hormon paratiroid akibat
penurunan pembentukan siklik-AMR
Terjadi defisiensi vitamin-D yang sebabnya belum dapat dijelaskan
Gangguan pada aktivitas listrik jantung berupa pelebaran komplek-QRS;
perpanjangan interval-PR; menghilangnya gelombang-T, sehingga
menimbulkan aritmi ventrikel.
Diagnosis
Untuk membedakan apakah hipomagnesemi diakibatkan oleh gangguan
renal atau non-renal dapat dilakukan dengan pengukuran kadar Mg urin 24 jam
atau pengukuran ekskresi fraksional magnesium dalam urin. Bila magnesium urin
24 jam lebih dari 10-30 mg atau ekskresi fraksional Iebih dari 2%, hal ini
disebabkan oleh penggunaan diuretik, sisplatin atau aminoglikosida. Pada
gangguan non-renal, ekskresi fraksional antara 0,5% -2,7% atau reratanya 1.4%.
Pada pengeluaran renal berlebihan (renal wasting), ekskresi fraksional 15%
(antara 4% - 48%).
Ekskresi fraksional = [UMg x Pcr x l00]: [(0,7 x PMg) x Ucr]
Mg bebas dalam plasma adalah 0,7 x kadar Mg plasma.
Pengobatan
Bila fungsi ginjal baik, kita tidak perlu takut memberikan magnesium agak
berlebihan. Bila ada gangguan fungsi ginjal, pemberian harus berhati-hati.
Pemberian dapat dilakukan secara intravena atau intramuskular MgSO4. Pada
pasien tetani atau aritmi ventrikel dapat diberikan 50 meq (600 mg) MgSO4
daiam 8 - 24 jam. Pemberian secara infus intravena dilukukan pengenceran
dengan larutan glukosa. Pemberian per oral pada hipomagnesemi kronik dengan
MgO 250-500 mg empat kali sehari.
HIPERMAGNESEMI
Hipermagnesemi dapat terjadi pada keadaan gangguan fungsi ginjal. Pada
pasien gagal ginjal terminal, kadar magnesium serum adalah 2 — 3 meq/L (2.4 -
3,6 mg/dl). Pemberian antasid yang mengandung magnesium pada pasien
gangguan fungsl ginjal dapat menimbulkan gejala hipemiagnesemi. Pemberian
magnesium berlebihan melebihi kemampuan ekskresi ginjal atau pemberian
MgSO4 scbagai laksan clengan cara melalui oral maupun suppositoria dapat
menimbulkan hipermagnesemi. Pemberian laksan ini pada pasien gagal ginjal
dapal bersifat fatal.
Gejala
Kadar magnesium plasma sebesar 4.8 -7,2 mg/dl, menimbulkan gejala
nausea, flushing, sakit kepala, letargi, ngantuk dan penurunan reflek
tendon
Kadar magnesium plasma sebesar 7.2 - I2 mg/dl, menimbulkan gejala
somnolen, hipokalsemia, rellek tendon hilang, hipotensi, bradikardi,
perubahan EKG
Kadar magnesium plasma sebesar lebih dari l2 mg/dl, menimbulkan gejala
kelumpuhan otot. kelumpuhan pernapasan, blok jantung komplit, henti
jantung.
Seluruh gejala ini ditimbulkan oleh karena gangguan neuromuskular,
kardiovaskular dan efek magnesium sebagai penghambat saluran kalsium
(calcium-channel blocker) dan menurunkan sekresi hormon paratiroid yang
berakibat hipokalsemia.
Pengobatan
Langkah pertama adalah antisipasi akan terjadinya hipermagnesemi.
Misalnya kehati-hatian pemberian magnesium pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal. Bila timbul gejala yang berat dapat diberikan I00 mg — 200 mg
elemental kalsium secara intravena selama 5 - l0 menit.
Kesimpulan
Elektrolit adalah mineral dalam tubuh yang memiliki muatan listrik.
Elektrolit berada di dalam cairan tubuh, seperti darah, urin dan sel tubuh.
Keseimbangan yang tepat dari elektrolit dapat membantu proses kimiawi dalam
darah termasuk dalam pergerakkan tubuh proses lainnya. Natrium, kalsium,
kalium, klorida, fosfat dan magnesium serta elektrolit lainnya, dapat diperoleh
melalui makanan dan minuman.
Tingkat elektrolit dalam tubuh bisa menjadi terlalu rendah (hipo) atau
terlalu tinggi (hiper). Itu bisa terjadi ketika jumlah air dalam tubuh berubah.
Penyebabnya termasuk beberapa obat-obatan, muntah, diare, keringat atau
masalah ginjal hingga keganasan. Masalah yang paling sering terjadi dengan
tingkat natrium, kalium atau kalsium. Penatalaksanaan dari masing-masing
gangguan elektrolit selalu berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisisk yang
cermat, karena baik kondisi berlebih atau kekurangan memeiliki gejala dan tanda
nya masing-masing, serta ditunjang oleh pemeriksaan penunjang. Berdasarkan hal
tersebut, barulah kemudian diketahui etiologi dari kondisi ketidakseimbangan
elektrolit tersebut dan sebelum dilakukan koreksi, penatalaksanaan dari
ketidakseimbangan elektrolit juga didasarkan pada underlying disease pasien,
baru kemudian koreksi elektrolit
Daftar Pustaka