KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PELERETAN
(Studi Living Qur’an di Desa Bedanten Kecamatan Bungah
Kabupaten Gresik, Jawa Timur)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Himmatul Mufidah
NIM 11150340000210
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/2019 M
i
ABSTRAK
Himmatul Mufidah, Khotmul Qur’an dalam Tradisi Pleretan (Studi Living
Qur’an di Desa Bedanten Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik, Jawa
Timur), 2019.
Skripsi ini membahas fenomena living Qur’an dalam tradisi Pleretan di
Desa Bedanten kecamatan Bungah kabupaten Gresik, Jawa Timur. Pokok
permasalahan dalam tulisan ini yaitu: apakah al-Qur’an yang dibaca dalam tradisi
Pleretan memiliki esensi?.
Dalam pembahasan skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian
deskriptif kualitatif, dengan cara pendekatan model etnografi untuk
mendeskripsikan pelaksanaan tradisi Pleretan dengan melakukan pengamatan dan
berperan serta (parisipant observation), wawancara informan, dan dokumentasi,
kemudian menganalisis dan mereduksi data yang telah didapatkan. Penulisan ini
menemukan adanya fenomena Living Qur’an dalam tradisi Pleretan berupa
khotmul Qur’an, istighasah, dan tahlil. Sejak zaman nenek moyang, tradisi ini
sudah diadakan oleh warga ketika terjadi kesurupan, sakit atau musibah. Namun,
sempat hilang dan mulai tahun 2003 tradisi Pleretan diadakan lagi setiap tahun
pada hari Jum’at pertama di bulan Sya’ban.
Dalam skripsi ini dapat diambil kesimpulan bahwa adanya khotmul Qur’an
dalam tradisi Pleretan memiliki esensi. Ada dua kelompok yang merasakan esensi
dari khotmul Qur’an, pertama esensi yang dimiliki pembaca dan pendengar secara
khusus, berupa keberkahan, kesejukan hati, bertambahnya pahala, kejernian
pikiran. Kedua, esensi yang dimiliki warga secara menyeluruh berupa pengaruh
baik terhadap lingkungan, bertambah rasa syukur, lebih sering terdengar ayat al-
Qur’an, lebih tentram, aman, nyaman, dan terjaga dari kemungkaran.
Kata kunci: Living Qur’an, tradisi Pleretan, esensi, khotmul Qur’an
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT., atas segala nikmat iman,
jasmani dan rohani. Tiada henti kepada-Nya penulis meminta agar selalu diberi
kesehatan, kemudahan, kesabaran dan kekuatan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Berkat kasih sayang, petujuk dan rahmat-Nya penulis dapat mengolah data dan
menjadi kata, menjadi kalimat dan menjadi paragraf-paragraf yang berisi ide,
kemudian dari kumpulan paragraf menjadi bab-bab dan akhirnya jadilah skripsi
ini.
Shalawat dan salam seiring kecintaan, akan senantiasa tercurah limpahkan
pada baginda Rasulullah, yakni Nabi Muhammad SAW., beserta keluarga dan
para sahabatnya. Sesungguhnya Ia dan merekalah yang sangat berjasa dalam
menyampaikan pesan-pesan Allah SWT., sampai akhirnya pesan itu sampai
kepada kita semua saat ini.
Dalam perjalanan penelitian ini, penulis menyadari bahwa skripsi yang
berjudul Khotmul Qur’an dalam Tradisi Pleretan (Studi Living Qur’an di
Desa Bedanten Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik, Jawa Timur) ini
tidak akan selesai dengan daya dan upaya penulis sendiri, melainkan ada banyak
sosok kerabat, dan orang-orang spesial dari berbagai pihak yang secara langsung
maupun tidak langsung telah banyak membantu penulis, sehingga akhirnya tulisan
ini selesai. Maka, pada kesempatan ini, penulis ingin mengungkapkan rasa terima
kasih yang sebesar-besarnya, yaitu kepada:
1. Kepada Yth. Segenap civitas Akademia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
Prof. Dr. Amany Burhanudin Lubis, Lc., MA., selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Yusuf Rahman, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Eva Nugraha, MA., selaku ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
dan Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH., selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Al-
Qur’an dan Tafsir, serta Civitas Akademik Fakultas Ushuluddin.
4. Dosen Penasihat Akademik, Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, MA., yang
banyak memberi masukan kepada penulis selama studi di kampus UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
5. Bapak Moh. Anwar Syarifuddin, MA., selaku pembimbing skripsi yang
dengan ikhlas dan sabar dalam membimbing dan mengarahkan penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin khususnya Dosen Jurusan Ilmu Al-
Quran dan Tafsir yang dengan sabar dan ikhlas telah mengajarkan dan
memberikan berbagai wawasan, ilmu serta pegalaman kepada penulis
selama studi di kampus tercinta ini.
7. Segenap Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah,
Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, Perpustakaan Pusat Studi al-Qur’an
(PSQ) Ciputat dan Perpustakaan Nasional RI yang telah memberikan
fasilitas serta rujukan-rujukan sebagai sumber referensi.
8. Teruntuk Kedua Orangtuaku yang terkasih dan tersayang. Terimakasih
Ayahanda Sebo Warno dan Ibunda Maimunah yang tidak pernah lelah
memberikan cinta dan kasih sayangnya kepada penulis juga tiada henti-
hentinya selalu memberikan do’a, dukungan dan semangat penuh untuk
keberhasilan penulis, untuk Abang tersayang Muhammad Baihaqi, S.Pd.I,
Kaka Ipar tersayang ku Zahratun Nisak, S.Pd.I, Kaka Tersayang ku
Cholishotun Nafsiyah, S.sos, Abang Ipar tersabar Muhammad
Qomaruddin, S.sos, serta Adik-adiku yang terkasih Maulana Akbar dan
Muhammad Muwafiqur Rohman, mereka semua yang selalu
menginspirasi dan mendoakan serta membuat penulis merasa terhibur
disaat penulis mulai merasa sepi dan rindu akan tanah kelahiran.
9. Semua tokoh Agama, perangkat desa, panitia tradisi pleretan, dan semua
masyarakat Desa Bedanten Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik, Jawa
Timur yang telah menerima penulis untuk melakukan penelitian dan
meluangkan banyak waktu untuk memberikan banyak informasi kepada
penulis.
10. Keluarga Besar TPQ Al-Ittihad, Ka Waro, Bu Fitri, Ka Azizah, Ka Via,
Ka Syifa dan kepala lembaga Bu Elia, serta para santri TPQ al-Ittihad
yang telah memberikan banyak motivasi, doa, inspirasi, kenyamanan,
kepada penulis.
iv
11. Keluarga Al-Faruq, Chomsiatun, Rizka, Aul, Puton, Hasbi, Hendra,
Badran, Malik, Ferdi, dan lainnya yang telah menemani penulis dalam
berlatih, berjuang dan bergurau bersama.
12. Kepada sahabat-sahabat tercinta, Terimakasih telah banyak memberikan
cinta, cerita, motivasi, dorongan, dan do’anya untuk penulis. Terkhusus
Diyah dan Zad, serta semuanya terimakasih sudah menemani penulis
dalam melangsungkan penelitian.
13. Segenap rekan KKN 046 GEMADIKSI keluarga besar Desa Laksana,
Bapak Lurah dan anak-anak SD Buaran Bambu kalian keluarga yang telah
berbagi pengalaman mengisi hari-hari kkn. Terimakasih atas doa dan
motivasi dari rekan-rekan semua.
14. Kepada keluarga WASIAT dan IMAGE JABODETABEK terimakasih
sudah menjadi bagian dari keluargaku, menjadi penyemangat saat-saat
lelah dan gundah. Semoga Wasiat dan Image makin jaya dan sukses.
15. Kepada Resimen Mahasiswa WiraDharma UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, dan Himpunan Mahasiswa Islam Ushuluddin, terimakasih telah
memberikan kesempatan penulis untuk menimba ilmu dan menggali
pengalaman serta menjadi bagian dari perjalanan penulis saat kuliah di
UIN JKT.
16. Teman-teman seperjuangan, angkatan 2015 Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
yang selama kurang lebih 4 tahun ini sudah menjadi teman yang sangat
baik. Dan teman-teman BIDIKMISI yang selalu menjadi penyemangat.
Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, semoga Allah
membalas kebaikan kalian semua, amiin. Penulis hanya dapat memohon
kepada Allah SWT, semoga berkenan menerima segala kebaikan dan
ketulusan kalian semua serta memberikan sebaik-baiknya balasan atas
amal baik kalian. Terakhir, semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat
menambah khazanah keilmuan bagi siapapun yang membacanya.
Jakarta, 30 Agustus 2019
Himmatul Mufidah
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Nomor: 507 Tahun 2017.
Huruf
Arab
Huruf
Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
b Be ب
t Te ت
ts Te dan es ث
j Je ج
h h dengan garis bawah ح
kh ka dan ha خ
d De د
dz de dan zet ذ
r Er ر
z Zet ز
s Es س
sy es dan ya ش
s es dengan garis di bawah ص
ḏ de dengan garis di bawah ض
ṯ te dengan garis di bawah ط
ẕ zet dengan garis di bawah ظ
koma terbalik di atas hadap kanan ع
gh ge dan ha غ
f Ef ف
q Ki ق
k Ka ك
l El ل
m Em م
n En ن
w We و
h Ha ه
Apostrof ˋ ء
y Ye ي
2. Vokal
Vokal adalah bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal
tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
vi
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
a Fathah
i Kasrah
u Ḏammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya ada sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ai a dan i ا ي
au a dan u ا و
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa dilambangkan
dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ا â a dengan topi di atas
î i dengan topi di atas ا ي
û u dengan topi di atas ا و
4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiah maupun
huruf kamariah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad- dâwân.
5. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda tasydîd ) ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata (الضرورة) tidak
ditulis ad-ḏarûrah melainkan al-ḏarûrah, demikian seterusnya.
6. Ta Marbûṯah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûṯah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûah tersebut diikuti
vii
oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûṯah tersebut
diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/
(lihat contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara
Ṯarîqah طريقة 1
al-Jâmi‘ah al-Islâmiyyah اجلامعة اإلسالمية 2
Wahdat al-wujûd وحدة الوجود 3
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf tidak dikenal, dalam alih aksara ini
huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku
dalam Ejan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan permulaan
kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama
diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap
huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh:
Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan dalam
alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak
tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka
demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari
dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya
berasal dari bahasa Arab. Mislanya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd
al-Samad al-Palimbani: Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................... 4
C. Tujuan dan Manfaat ......................................................................... 4
D. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan ......................................... 5
E. Metodologi Penelitian ...................................................................... 9
F. Sistematika Penulisan ...................................................................... 13
BAB II TINJAUAN UMUM SEPUTAR LIVING QUR’AN DAN
TRADISI KEAGAMAAN .............................................................. 15
A. Kajian Living Qur’an ....................................................................... 15
1. Pengertian Living Qur’an ........................................................... 15
2. Fenomena Living Qur’an di Masyarakat ................................... 17
B. Tradisi Keagamaan di Masyarakat .................................................... 18
1. Pengertian Tradisi Keagamaan ................................................... 18
2. Macam-macam Tradisi Keagamaan............................................ 19
3. Tradisi Lain di Masyarakat Jawa ................................................ 23
BAB III DESKRIPSI WILAYAH DESA BEDANTEN KECAMATAN
BUNGAH KABUPATEN GRESIK ................................................ 25
A. Profil Desa ........................................................................................ 25
1. Sejarah Desa ............................................................................... 25
2. Gambaran Geografis .................................................................. 26
B. Kondisi Sosial Kebudayaan dan Keagamaan ................................... 30
1. Penduduk .................................................................................... 30
2. Agama ........................................................................................ 31
ix
3. Budaya ....................................................................................... 31
4. Tradisi Masyarakat ..................................................................... 32
5. Kesehatan .................................................................................... 35
6. Kedaulatan Politik Masyarakat ................................................... 35
7. Lembaga Kemasyarakatan ......................................................... 35
C. Sejarah Tradisi Pleretan .................................................................... 36
BAB IV PEMBACAAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN DALAM
TRADISI PLERETAN DI DESA BEDANTEN
KECAMATAN BUNGAH KABUPATEN GRESIK ................... 41
A. Tradisi Pleretan ................................................................................. 41
1. Waktu Pelaksanaan ..................................................................... 41
2. Rangkaian Acara ......................................................................... 42
a. Sarasehan Kesejarahan dan Pameran Benda Sejarah
Sekaligus Hari Jadi Desa ke 661 ........................................... 43
b. Khotmul Qur’an dan Lailatul Istighasah ............................... 52
c. Haul dan Sedekah Bumi Desa Bedanten............................... 59
B. Respon Masyarakat Terhadap Pembacaan Ayat-ayat Al-Qur’an ..... 67
C. Dampak Pembacaan Khotmul Qur’an dalam Tradisi Plereten ......... 72
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 76
A. Kesimpulan ........................................................................................ 76
B. Saran .................................................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 78
LAMPIRAN –LAMPIRAN .............................................................................. 82
x
DAFTAR TABEL
1. Tabel 2.1 Tradisi Masyarakat yang Disebut Sebagai Selamatan ........................... 24
2. Tabel 3.2 Pembagian Wilayah Administrasi................................................. 26
3. Tabel 3.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia ....................................... 30
4. Tabel 3.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan ............................ 30
5. Tabel 3.5 Rangkaian Kegiatan di Padepokan Makam Mbah Sayyid
Husaini .......................................................................................................... 38
6. Tabel 4.6 Rangkaian Acara Haul dan Sedekah Bumi ................................... 42
7. Tabel 4.7 Dampak Adanya Khotmul Qur’an Dibacakan pada Tradisi
Pleretan ........................................................................................................ 73
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Panduan Wawancara .............................................................................. 82
Lampiran 2
Daftar Informan....................................................................................... 84
Lampiran 3
Hasil Wawancara tentang Dampak adanya Khotmul Qur’an ................. 87
Lampiran 4
Dokumentasi Tradisi Pleretan ................................................................. 111
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur‟an sebagai petunjuk bagi manusia yang di dalamnya mengandung
berbagai ilmu yang sangat luas dan dalam, bagaikan lautan yang menyimpan
mutiara yang paling berharga di kedalaman air yang paling dalam.1 Al-Qur‟an
sebagai sesuatu yang bernilai tinggi. Tidak heran apabila sebagian masyarakat
muslim menjalankan ritual keagamaan dan senantiasa menghadirkan al-Qur‟an di
dalamnya, bahkan kehadiran al-Qur‟an juga ada di dalam melestarikan budaya
dan tradisi nenek moyang yang telah berlaku di masyarakat hingga saat ini,
sebagaimana terjadi pada tradisi Pleretan2 di wilayah Desa Bedanten Kecamatan
Bungah Kabupaten Gresik.
Tradisi Pleretan merupakan sebuah tradisi nenek moyang berupa selametan
sekaligus merawat arwah para leluhur desa yang diwariskan secara turun-temurun
dari nenek moyang. Selain Pleretan, warga Desa Bedanten juga ada yang memberi
nama Bari‟an.3 Masyarakat meyakini bahwa dengan diadakannya Bari‟an atau
Pleretan, warga akan terbebas dari bala’(bahaya) dan sehat seperti semula.
Di dalam tradisi Pleretan terdapat beberapa acara yang menghadirkan bacaan
ayat-ayat al-Qur‟an yang secara rutin dilaksanakan setiap tahun sekali. Ayat-ayat
al-Qur‟an tersebut dirangkai dalam acara khotmul Qur‟an, dan ritual keagamaan
lainnya seperti: pembacaan istighasah, yasin, tahlil, tilawah, dan pembacaan
sholawat mahalul qiyam.
Tradisi dalam suatu peradaban, terbagi menjadi dua yaitu: tradisi besar dan
tradisi kecil. Tradisi besar diolah dan dikembangkan di sekolah-sekolah atau kuil-
kuil (candi), tradisi kecil berjalan dan bertahan dalam kehidupan kalangan tak
berpendidikan dalam masyarakat-masyarakat desa.4 Seperti di Desa Bedanten,
desa ini cukup tua. Desa Bedanten ini berdiri sejak tahun 1358 M lebih tepatnya
1 Said agil Husin al-Munawir, Aktualisasi Nilai-nilai Qur’ani dalam Sistem Pendidikan Islam
(Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005), h. 5. 2 Pleretan adalah sebuah symbol doa dari kata Pleret yang merupakan sajian makanan yang
disajikan dalam tradisi Pleretan. 3 Barian, dalam bahasa Arab berasal dari kata baroah yang artinya suci dari dosa
4 Bambang Pranowo, Memahami Islam Jawa (Ciputat: Pustaka alvabet dan Indonesia institute
for society empowerment/ INSEP, 2019), h. 13.
2
berusia 661 tahun. Sejak berdirinya Desa Bedanten, tradisi Pleretan sudah ada.
Namun, selama kurun waktu tersebut tradisi Pleretan tidak memiliki ketentuan
waktu. Pleretan akan diadakan ketika ada orang kesurupan, ada musibah, atau ada
seseorang yang sakit dan tak kunjung sembuh, warga tersebut melaporkannya
kepada Pak Mudin selaku Kepala Desa waktu itu (tokoh masyarakat yang
dipercaya dalam urusan agama).
Cukup lama wabah penyakit, orang kesurupan, atau musibah lainnya tidak
menimpa Desa Bedanten, pun tradisi tersebut juga cukup lama tidak diadakan.
Hingga pada tahun 2003 M tradisi ini digagas kembali dan dimusyawarahkan
serta dibentuklah suatu organisasi bernama Pelestari Makam Penggede Desa
Bedanten yang diketuai oleh Miftah Sya‟roni. Tradisi ini diadakan pada setiap
hari Jum‟at awal bulan Sya‟ban setiap tahunnya dan diberi nama Haul Penggede
dan Sedekah Bumi Desa Bedanten.
Tradisi Pleretan ini dilaksanakan setiap tahunnya pada hari Jum‟at awal bulan
Sya‟ban di halaman makam Mbah Sayyid Husaini. Bagi masyarakat Desa
Bedanten, bulan Sya‟ban atau bulan Ruwa mempunyai makna ngeruwat
(merawat) arwah para leluhur. Ritual tradisi Pleretan dimulai pada hari Rabu,
Kamis, dan puncak tradisi Pleretan yaitu pada hari Jum‟at. Dengan rangkaian
acara sebagaimana berikut: pada hari Rabu malam, diadakan sarasehan
kesejarahan, kemudian pada hari Kamis pagi diadakan pembacaan Khotmul
Qur‟an Jam‟iyah Putri, sore harinya diadakan Khotmul Qur‟an Jam‟iyah Putra,
dan pada malam harinya Lailatul Istighasah, kemudian pada hari Jum‟at pukul
13.00 wib dilaksanakanlah acara inti dari tradisi Pleretan yaitu Haul Penggede dan
Sedekah Bumi, yang dihadiri seluruh masyarakat Desa Bedanten.
Seperti dalam pengalaman beragama (living religion), pengalaman dengan
sumber agama dalam hal ini adalah al-Qur‟an sebagai objek kajian memperluas
ruang kajian al-Qur‟an. Living Qur’an adalah suatu kajian ilmiah dalam ranah
studi al-Qur‟an yang meneliti dialektika antara al-Qur‟an dengan kondisi realitas
sosial di masyarakat.5 Menurut Kusmana Ph.D., dalam seminarnya yang berjudul
Metode Penelitian Living Qur‟an (Jakarta, 2018): “Living Qur’an adalah area lain dari
5 Didi Junaedi, Living Qur’an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian al-Qur’an (Studi
Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon),
Jurnal of qur‟an and Hadith studies- vol. 4. No. 2. (2015), h. 173.
3
studi al-Qur‟an, dimana nilai, sistem dan ajaran al-Qur‟an dihayati dan diamalkan
atau diabaikan, dan al-Qur‟an itu sendiri diterima atau ditolak.” Dapat diartikan
kajian living Qur’an sebagai suatu upaya untuk memperoleh pengetahuan yang
kokoh dan meyakinkan dari suatu budaya, praktik, tradisi, ritual, pemikiran, atau
prilaku hidup di masyarakat yang terinspirasi dari ayat-ayat al-Qur‟an. 6
Salah satu wujud kebudayaan adalah sebagai suatu kompleks aktivitas serta
tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat yang disebut dengan sistem
sosial (social system) atau sistem budaya (cultural system).7 Dari wujud
kebudayaan dapat diterapkan kajian living Qur‟an sebagai ilmu untuk meng-
ilmiahkan fenomena-fenomena atau gejala-gejala al-Qur‟an di tengah kehidupan
manusia. Sebagaimana ayat al-Qur‟an surah al-Nahl: 89
يانا لكل شيء وهدى ورحة وبشر ى للمسلمي ون زلنا عليك الكتاب تب “Kami turunkan kepadamu Al-kitab (Al-Qur‟an) untuk menjelaskan segala
sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang
berserah diri.” (Q.s. al-Nahl [16]: 89)
Ayat di atas menegaskan bahwa al-Qur‟an diturunkan sebagai pedoman yang
sangat komprehensif. Secara implisit, ayat tersebut juga mengisyaratkan sebuah
perintah agar kita selalu menghidupkan ayat-ayat al-Qur‟an dalam setiap aspek
kehidupan.8 Termasuk di antaranya adalah para pembaca dan pengamalnya.
Latar belakang di atas, berawal dari adanya persoalan bahwa dalam tradisi
nenek moyang terdapat praktik ritual yang mengamalkan bacaan ayat-ayat al-
Qur‟an. Apakah al-Qur‟an hidup dalam tradisi ini? Dari persoalan tersebut penulis
berusaha menggali, mengeksplorasi dan mempublikasikan dengan menggunakan
kajian living Qur’an. Dengan dasar tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji
esensi yang terdapat pada fenomena living Qur’an dalam tradisi Pleretan dengan
judul KHOTMUL QUR’AN DALAM TRADISI PLERETAN (Studi Living
Qur’an di Desa Bedanten Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik, Jawa
Timur).
6 Ahmad „Ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Qur’an-Hadis, Ontologi, Epistemologi, dan
Aksiologi (Ciputat: Yayasan Waqaf Darus-Sunnah, 2019), h. 22. 7 Rohiman Notowidagdo, Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan al-Qur’an dan Hadis (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 1996), h. 33. 8 Ahmad „Ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Qur’an-Hadis, Ontologi, Epistemologi, dan
Aksiologi (Ciputat: Yayasan Waqaf Darus-Sunnah, 2019), h. 43.
4
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
a. Bagaimana interaksi masyarakat Desa Bedanten terhadap al-Qur‟an?
b. Ayat al-Qur‟an apa saja yang dibacakan dalam tradisi Pleretan?
c. Mengapa dalam tradisi Pleretan dibacakan ayat-ayat al-Qur‟an?
d. Bagaimana esensi dari adanya khotmul Qur‟an dalam tradisi Pleretan?
2. Pembatasan Masalah
Karena keterbatasan waktu dan pengalaman menulis sehingga penulis
merasa perlu membatasi dalam penulisan skripsi ini. Batasan masalah ini
fokus pada pembacaan khotmul Qur‟an dalam Tradisi Pleretan di Desa
Bedanten, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
3. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam skripsi ini, Penulis akan mengkaji satu
poin yang sangat signifikan, yaitu: Bagaimana esensi pembacaan khotmul
Qur’an dalam tradisi Pleretan di Desa Bedanten?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
a. Untuk mengungkap esensi dari khotmul Qur‟an yang dibaca dalam
tradisi Pleretan.
b. Tujuan yang lain yang hendak penulis capai adalah agar penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir, guna memperoleh gelar sarjana strata satu
(S1) dalam bidang Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Manfaat
a. Memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi peneliti,
mahasiswa, dan bagi pembaca skripsi ini di bidang living Qur’an.
b. Dapat dijadikan bahan rujukan penelitian selanjutnya. Terutama
berkaitan dengan kajian living Qur’an.
5
D. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan
Berkaitan dengan al-Qur‟an, banyak peneliti terdahulu yang
membahasnya. Penulis telah menelusuri kajian-kajian yang pernah diteliti oleh
peneliti terdahulu, baik secara langsung ataupun hanya sekedar opini. Agar
tidak terjadi kesamaan pembahasan dengan skripsi ini dengan skripsi lain,
maka penulis menelusuri kajian-kajian yang pernah dilakukan atau memiliki
kesamaan, selanjutnya hasil penelusuran ini akan menjadi acuan untuk tidak
mengangkat metodologi yang sama, sehingga diharapkan kajian ini tidak
berkesan plagiat dari kajian yang telah ada.
Dari beberapa karya yang penulis telusuri tentang studi living Qur’an dan
tradisi sedekah bumi, dalam hal ini dapat didukung oleh beberapa literatur
yang menyinggung sedikit tentang permasalahan ini, di antaranya adalah:
1. M. Assyafi‟ Syaikhu Z, dalam skripsinya yang berjudul Karomahan Studi
Tentang Pengamalan Ayat-ayat Al-Qur’an dalam Praktek Karomahan Di
Padepokan Macan Putih Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk.9 Dalam
skripsi ini praktek pembacaan dan pengamalan ayat yang dapat direspon
oleh santri-santri untuk dijadikan karomahan dengan menggunakan media
lantunan bacaan ayat al-Qur‟an dan menggunakan bahan-bahan alami
seperti suara, air, garam, pasir, gelang, dan kayu menjalin, cara praktiknya
dapat dengan menulis ayat tersebut di kain putih. Pembacaan ayat ini
bertujuan sebagai perantara, agar rahmat Allah swt. turun sebagai kekuatan
dan solusi dari segala masalah yang dihadapi manusia. Berbeda dengan
skripsi penulis, karena dalam tradis Pleretan terdapat pembacaan khotmul
Qur‟an yang bertujuan untuk dihadiahkan kepada para leluhur dengan
mengharapkan ridho Allah swt, dan Allah akan memberikan ketentraman
kepada masyarakat Desa Bedanten.
2. Andi Firman, skripsinya yang berjudul Pemahaman Umat Islam Terhadap
Surah Yasin Studi Living Qur’an di Desa Nyiur Permai Kab. Tembilahan,
9 M. Assyafi‟ Syaikhu Z, Karomahan Studi Tentang Pengamalan Ayat-ayat al-Qur’an dalam
Praktek Karomahan di Padepokan Macan Putih Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk (Skripsi
S1, Jurusan IAT, Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, IAIN SURAKARTA, 2017).
6
Riau.10
Dalam skripsi ini menjelaskan bahwa masyarakat Desa Nyiur
Permai mempraktekkan pembacaan Sūrah Yāsin dalam berbagai aktivitas
kehidupan mereka baik secara penuh maupun dalam berbagai bentuk
potongan-potongan tertentu. Seperti pada ayat tertentu dari Sūrah Yāsin
yang digunakan masyarakat Nyiur Permai dalam kehidupan sehari-hari,
yaitu Sūrah Yāsīn ayat 9 dibaca ketika menginginkan keselamatan dan
penjagaan rumah tempat tinggal, menjaga diri dari kejahatan orang lain
disaat terdesak, ayat ini dibaca ketika hendak keluar rumah demi
keselamatan diperjalanan, serta perjalan orang-orang yang menjalankan
ibadah haji. Sedangkan pada skripsi ini, penulis menjelaskan adanya
pembacaan khotmul Qur‟an dalam rangkaian tradisi Pleretan yang
diadakan setiap tahun sekali. Dengan adanya pembacaan kotmul Qur‟an
yang dibaca dalam tradisi Pleretan, masyarakat dapat merasakan adanya
ketenangan dalam beraktifitas keseharian hingga diadakan kembali tradisi
Pleretan.
3. Moh. Muhtador, Pemaknaan Ayat al-Qur’an dalam Mujahadah: Studi
Living Qur’an di PP Al- Munawwir Krapyak Komplek al-Kandiyas.11
Dalam artikel jurnal ini menjelaskan Kajian Living Qur’an yang terfokus
pada respons, persepsi, dan keyakinan masyarakat dan diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari dengan tujuan menjadikan al-Qur‟an sebagai sumber
kehidupan. Seperti contoh dalam kehidupan santri pengamal mujahadah di
PP Al-Munawwir Krapyak Komplek Al-Kandiyas. Santri pengamal
mujahadah tersebut menggunakan media untuk mendekatkan diri kepada
Tuhan dengan cara berzikir yang diambil dari potongan ayat-ayat al-
Qur‟an. Salah satu keyakinan santri pengamal mujahadah adalah potongan
ayat al-Qur‟an tersebut telah memberikan ketenangan dalam menjalani
hidup, serta dapat mengabulkan keinginan yang diharapkan. Sedangkan
dalam skripsi ini, penulis menjelaskan sebuah tradisi nenek moyang yang
10
Andi Firman, Pemahaman Umat Islam Terhadap Surah Yasin Studi Living Qur’an di Desa
Nyiur Permai Kab. Tembilahan, Riau (Program studi Tafsir Hadis, Universitas Islam Negeri syarif
Hidayatullah Jakarta, 2016). 11
Moh Muhtador, Pemaknaan Ayat Al-Qur‟an dalam Mujahadah Studi Living Qur‟an di PP
Al-Munawwir Krapyak Komplek Al-Kandiyas (UIN SUKA Yogyakarta, Indonesia: Junal
Penelitian, Vol. 8, No. 1, 2014).
7
menghadirkan pembacaan al-Qur‟an dalam proses ritual mendoakan para
leluhur dan sedekah bumi yang biasa disebut tradisi Pleretan. Tradisi ini
dilaksanakan dengan keyakinan agar seluruh masyarakat Desa Bedanten
dijauhkan dari bala’ (bahaya) dan diberikan kesehatan lahir batin oleh
Allah swt.
4. Puniatun, Pelaksanaan Tradisi Sedekah Bumi sebagai Upaya Untuk
Memelihara Kebudayaan Nasional.12
Sikripsi ini menjelaskan fokus pada
pelaksanaan tradisi sedekah bumi dalam perkembangannya. Sedangkan
pada skripsi penulis menjelaskan tentang kegiatan haul dan sedekah bumi
yang masih terlaksana dan menghadirkan pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an
di dalamnya.
5. Isce Veralidiana, Implementasi Tradisi “Sedekah Bumi” studi
Fenomenologi di Kelurahan Banharejo, Kecamatan Bojonegoro,
Kabupaten Bojonegoro.13
Skripsi ini mencoba mengungkap tentang proses
pelaksanaan sedekah bumi, pandangan tokoh mayarakat terhadap sedekah
bumi, dan faktor-faktor yang menyebabkan mayarakat melakukan ritual
sedekah bumi. Berbeda dengan skripsi penulis, yang menjelaskan tentang
sedekah bumi yang diadakan di Desa Bedanten yang dilaksanakan dalam
tradisi Pleretan dengan menghadirkan pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an.
6. Umi Nuriyatur Rahmah, Penggunaan Ayat-ayat al-Qur’an dalam Ritual
Rebo Wekasan Studi Living Qur’an di Desa Sukareno Kec. Kalisat Kab.
Jember.14
Dalam skripsi ini menjelaskan praktik ritual Rebo Wekasan
merupakan praktek yang berasal dari sesepuh masyarakat Desa Sukoreno
(Ju’Uwi) yaitu dengan membuat air Jimat dan dibagikan kepada
masyarakat untuk diminum. Persamaannya dengan skripsi yang penulis
tulis ialah sama-sama membahas mengenai ritual masyarakat yang
menghadirkan bacaan al-Qur‟an. Akan tetapi dalam skripsi Umi Nuriyatur
12
Puniatun, Pelaksanaan Tradisi Sedekah Bumi Sebagai Upaya untuk Memelihara
Kebudayaan Nasional (Jurnal Ilmiah PPKN IKIP Veteran Semarang: Mahasiswa PPKN IKIP
Veteran Semarang, 2014). 13
Isce Veralidina, Implementasi Tradisi “Sedekah Bumi” Studi Fenomenologi di Kelurahan
Banjarejo, Kecamatan Bojonegoro, Kabupaten Bojonegoro (Skripsi S1, Jurusan al-Ahwal al-
Syahshiyyah, Fakultas Syari‟ah, UIN Malang, 2010). 14
Umi Nuriyatur Rahmah, Penggunaan Ayat-ayat al-Qur’an dalam Ritual Rebo Wekasan:
Studi Living Qur’an di Desa Sukareno Kec. Kalisat Kab. Jember (Skripsi Fakultas Ushuluddin dan
Pemikiran Islam, UIN SUKA Yogyakarta, 2014).
8
Rahmah menggunakan air sebagai jimat sedangan dalam skripsi penulis,
ritual tradisi Pleretan murni mengharap keberkahan ayat-ayat al-Qur‟an
yang dibaca menggunakan alat pengeras suara tanpa adanya jimat.
7. Idimi Yani Arinda R, Sedekah Bumi Nyadran Sebagai Konvensi Tradisi
Jawa dan Islam Masyarakat Straturejo Bojonegoro.15
Dalam artikel jurnal
ini dijelaskan bahwa sedekah bumi (Nyadran) merupakan sebuah tradisi
yang dilestarikan oleh masyarakat Sraturejo, Bojonegoro. Sama-sama
membahas sedekah bumi, namun pembahasan dalam skripsi penulis lebih
pada pengkajian fenomena living Qur’an yang hadir dalam acara sedekah
bumi (tradisi Pleretan).
8. Furqon Syarief Hidayatullah, Sedekah Bumi Dusun Cisampih Cilacap.16
Dalam artikel jurnal ini mengungkap dan mengkaji perspektif Islam
terhadap pelaksanaan sedekah bumi di Dusun Cisampih Desa Kutabima
Kecamatan Cimanggu, Cilacap, Jawa Tengah. Sama-sama membahas
dalam ruang lingkup sedekah bumi, namun dalam skripsi penulis
menjelaskan lebih focus pada pelaksanaan sedekah bumi yang bersamaan
dengan pelaksanaan haul penggede dalam agenda tahunan tradisi Pleretan.
Dari penelitian Living Qur’an dan tradisi Sedekah Bumi yang telah dilakukan
di atas, ada persamaan dan ada perbedaan yang telah dijelaskan dalam setiap
poinnya. Namun secara global dalam penelitian yang akan penulis teliti.
Persamaannya, kasus yang diteliti berkaitan dengan tradisi nenek moyang dan
pengamalan ayat-ayat di dalamnya. Perbedaannya dalam penelitian ini terletak
pada pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an dalam tradisi dan tempat yang berbeda dari
peneliti sebelumnya, karena penulis akan membahas living Qur’an yang
difokuskan pada tradisi Pleretan di Desa Bedanten Kecamatan Bungah Kabupaten
Gresik, Jawa Timur.
15
Idimi Yani Arinda R, Sedekah Bumi Nyadran Sebagai Konvensi Tradisi Jawa dan Islam
Masyarakat Straturejo Bojonegoro (UIN Maulana Malik Ibrahim Malang: Jurnal el Harakah vol.
16 No.1, 2014). 16
Furqon Syarief Hidayatullah, Sedekah Bumi dusun Cisampih cilacap (Institute Pertanian
Bogor: jurnal el Harakah Vol.15 No.1, 2013).
9
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis penelitian
Agar mendapatkan hasil penelitian yang diharapkan. Penelitian ini
menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu dengan cara pendekatan
model etnografi.17
Model etnografi adalah penelitian untuk mendeskripsikan
kebudayaan sebagaimana adanya. Model etnografi ini berupaya mempelajari
peristiwa kultural, yang menyajikan pandangan hidup subjek sebagai objek
studi. Studi ini akan berkaitan dengan bagaimana subjek berpikir, hidup, dan
berprilaku.18
Pendekatan model etnografi ini lebih memanfaatkan teknik
pengumpulan data pengamatan berperan serta (paricipant observation). Hal
ini sejalan dengan pengertian istilah etnografi yang berasal dari kata ethno
(bangsa) dan graphy (menguraikan atau menggambarkan). Etnografi
merupakan ragam pemaparan penelitian budaya untuk memahami cara orang-
orang berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena yang teramati dalam
kehidupan sehari-hari.19
Penggunaan studi kasus ini dipilih agar peneliti dapat fokus dalam meneliti
masyarakat Desa Bedanten yang menjalankan ritual tahunan berupa tradisi
Pleretan atau Haul Penggede dan Sedekah Bumi Desa. Dari penelitian ini,
peneliti justru lebih banyak belajar dari warga Desa Bedanten sebagai pemilik
budaya, dan sangat respek pada cara mereka belajar tentang budaya.
Penelitian ini juga menggunakan penelitian pustaka (library research)
terutama di dalam menyoroti fenomena objek formalnya. Studi kasus ini juga
mampu memberikan nilai tambahan pengetahuan secara unik dan menarik
tentang fenomena tradisi Pleretan (Haul Penggede dan Sedekah Bumi) di Desa
Bedanten terhadap esensi pembacaan khotmul Qur‟an.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
17
Etnografi diartikan sebagai suatu studi atau penelitian yang difokuskan pada penjelasan
deskriptif dan interpretasi terhadap budaya dan sistem sosial suatu kelompok atau suatu
masyarakat tertentu melalui pengamatan dan penghayatan langsung terhadap kelompok atau suatu
masyarakat yang diteliti. Liat buku, Haris Herdiansyah, M. Si., Metode Kualitatif untuk Ilmu-ilmu
Sosial (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), h. 74. 18
Suwardi Endraswara, Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan Ideologi, Epistemologi,
dan Aplikasi (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2006), h. 207. 19
Suwardi Endraswara, Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan Ideologi, Epistemologi,
dan Aplikasi, h. 208.
10
Lokasi penelitian ini berada di Desa Bedanten Kecamatan Bungah
Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Penulis memilih lokasi ini dikarenakan tradisi
Pleretan dilaksanakan oleh masyarakat Desa Bedanten, dengan jarak yang
cukup jauh untuk di jangkau. Dari Universitas Islam Negeri Jakarta
membutuhkan waktu perjalanan kurang lebih 15 Jam untuk sampai di lokasi
dengan mengendarai Bus atau Kereta Api, dan 7 Jam dengan mengendarai
Pesawat.
Penelitian ini membutuhkan waktu cukup lama untuk menggali informasi
dan mengumpulkan data mulai dari observasi awal yang dilakukan penulis
pada bulan Januari 2018 sampai pelaksanaan tradisi Pleretan pada bulan Juli
tahun 2019.
3. Sumber Data
Ada beberapa sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
sebagai berikut:
a. Informan
Informan adalah orang yang memberikan informasi utama yang
dibutuhkan selama penelitian. Yang akan diminta informasinya tentang
objek yang akan diteliti, di antaranya:
1) Ketua adat tradisi Sedekah Bumi dan Pleretan di Desa Bedanten.
2) Tokoh masyarakat atau sesepuh yang menjadi panutan di Desa
Bedanten.
3) Juru Kuci makam para leluhur Desa Bedanten.
Subjek penelitian di atas yaitu orang-orang yang diwawancarai
langsung untuk memperoleh data dan informasi. Adapun informant
tersebut bisa saja masih bertambah sesuai dengan apa yang diterima dan
dialami peneliti selama proses pengumpulan data.
b. Dokumentasi Terkait
Data diambil dari beberapa kitab dan buku pustaka, yang menyajikan
dan menuliskan tentang tradisi sedekah bumi dan studi living Qur’an, baik
teori maupun praktik, selain itu juga ada beberapa dokumen berupa foto-
foto dokumentasi tradisi Pleretan sebelumnya, selain foto juga ada video
yang dipublikasikan di sosial media (Youtube).
11
4. Teknik pengumpulan data
a. Observasi
Observasi merupakan suatu proses melihat, mengamati, dan
mencermati serta “merekam” prilaku secara sistematis untuk suatu tujuan
tertentu.20
Observasi ini penulis pergunakan untuk memperoleh data
tentang gambaran secara umum wilayah Desa Bedanten dan gambaran
khusus mengenai Tradisi Pleretan. Observasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah berbentuk observasi participant, karena penulis turut
hadir dalam pelaksanaan yang menjadi objek peneliti.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewed) yang memberikan
jawaban atas pertanyaan tersebut.
Pada umumnya, wawancara dalam penelitian kualitatif ataupun
wawancara lainnya terdiri atas tiga bentuk, yaitu wawancara terstruktur,
wawancara semi-terstruktur, dan wawancara tidak terstruktur.
a) Wawancara terstruktur sering digunakan dalam penelitian survei,
bentuk ini sangat terkesan seperti introgasi karena sangat kaku.
Wawancara ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Daftar pertanyaan
dan kategori jawaban telah disiapkan, kecepatan wawancara terkendali,
tidak ada fleksibilitas, mengikuti pedoman.
b) Wawancara semi-terstruktur memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
pertanyaan terbuka namun ada batasan tema dan alur pembicaraan,
kecepatan wawancara dapat diprediksi, fleksibel tetapi terkontrol, ada
pedoman wawancara yang dijadikan patokan alur, urutan dan
penggunaan kata.
c) Wawancara tidak terstruktur, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
pertanyaannya sangat terbuka, jawabannya lebih luas dan bervariasi,
kecepatan wawancara sulit diprediksi, sangat fleksibel, pedoman
20
Haris Herdiansyah, M. Si., Metode Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial (Jakarta: Salemba
Humanika, 2010), h. 131-135.
12
wawancara sangat longgar urutan pertanyaan, penggunaan kata, alur
pembicaraan.21
Dalam penelitian ini penulis menggunakan wawancara semi-terstruktur
hingga tidak terstruktur yang dilakukan secara perorangan. Metode
wawancara ini penulis gunakan untuk memperoleh informasi tentang
sejarah, deskripsi tradisi Pleretan dan gambaran umum Desa Bedanten.
Dalam hal ini sebagai ketua adat, beberapa tokoh masyarakat dan
masyarakat yang turut serta dalam pelaksanaan tradisi Pleretan sebagai
informan.
c. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data
kualitatif dengan cara melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang
dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek.22
Studi
dokumentasi ini dipergunakan penulis untuk memperoleh data tentang
gambaran demografi Desa Bedanten, untuk mengetahui arsip dalam
pelaksanaan tradisi Pleretan misal yang penulis temui dalam pencarian
arsip adalah berupa foto pertama dimulainya tradisi Pleretan pada tahun
2003. Juga buku-buku yang menunjang pokok pembahasan.
d. Analisis data
Analisis data dari hasil wawancara, observasi, studi dokumentasi,
harus melalui proses analisis data terlebih dahulu agar dapat
dipertanggungjawabkan keabsahannya:
1) Pengumpulan data
Setalah penulis menganalisis tema dan melakukan pemilahan tema
(kategorisasi) selanjutnya penulis melakukan wawancara, observasi,
dan lain sebagainya dan hasil dari aktivitas tersebut adalah data.
Setelah penulis mendapatkan data yang cukup untuk diproses dan
dianalisis tahap selanjutnya adalah melakukan reduksi data.23
21
Haris Herdiansyah, Metode Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial (Jakarta: Salemba Humanika,
2010), h. 177-120. 22
Haris Herdiansyah, Metode Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial (Jakarta: Salemba Humanika,
2010), h. 143-145. 23
Haris Herdiansyah, Metode Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial (Jakarta: Salemba Humanika,
2010), h. 164.
13
2) Reduksi data
Reduksi data adalah penggabungan dan penyeragaman segala
bentuk data yang diperoleh menjadi satu bentuk tulisan (script) yang
akan dianalisis. Hasil dari wawancara, hasil observasi, dan hasil studi
dokumentasi diubah menjadi bentuk tulisan (script) sesuai dengan
formatnya masing-masing.24
F. Sistematika Penulisan
Secara garis besar, skripsi ini disusun dalam sistematika pembahasan yang
terdiri dari:
Bab I Pendahuluan, berisi: alasan mengapa penelitian ini penting untuk
dilakukan, identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah yang menjadi
perhatian utama peneliti untuk dijawab di kesimpulan, tujuan dan manfaat
penelitian, hasil penelitian terdahulu yang relavan tentang living Qur‟an dan
Sedekah Bumi, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II, Tinjauan Umum Seputar Living Qur’an dan Tradisi Keagamaan. Bab
ini bertujuan untuk melihat 1) apa teori yang digunakan untu kajian living Qur’an,
2) bagaimana dan ada berapa macam tradisi keagamaan di masyarakat.
Bab III, Deskripsi Wilayah Desa Bedanten Kecamatan Bungah Kabupaten
Gresik. Bab ini ingin menjelaskan data hasil observasi yang telah dilakukan
peneliti terhadap wilayah Desa Bedanten, meliputi 1) profil desa yang
menjelaskan mengenai sejarah desa, gambaran geografis, 2) kondisi sosial
kebudayaan dan keagamaan.
Bab IV, Pembacaan Ayat-ayat al-Qur‟an dalam Tradisi Pleretan di Desa
Bedanten Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik. Bab ini akan memaparkan
bagaiaman pelaksanaan tradisi Pleretan yang diadakan di Desa Bedanten mulai
waktu pelaksanaan, hingga prosesi pelaksanaan yang meliputi 1) sarasehan
kesejarahan dan pameran budaya sekaligus hari jadi ke 661 tahun, 2) pembacaan
khotmul Qur‟an dan lailatul istighasah, 3) haul penggede dan sedekah bumi Desa
Bedanten. Serta dampak pembacaan khomul Qur‟an yang di bacakan dalam tradisi
Pleretan sesuai dengan hasil wawancara penulis terhadap beberapa warga.
24 Haris Herdiansyah, Metode Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial (Jakarta: Salemba Humanika,
2010), h. 172.
14
Bab V Berisi kesimpulan dari pokok permasalahan dalam kajian skripsi ini,
dan saran-saran dari penulis yang sifatnya membangun serta diakhiri dengan
harapan terhadap pendapat dan kritik dari pembaca sehingga dapat mendorong
penulis untuk bisa meningkatkan kulitas yang lebih baik.
15
BAB II
TINJAUAN UMUM SEPUTAR
LIVING QUR’AN DAN TRADISI KEAGAMAAN
A. Kajian Living Qur’an
1. Pengertian Living Qur’an
Secara etimologi, kata Living merupakan terma yang berasal dari bahasa
inggris “live” yang dapat berarti hidup, aktif, dan yang hidup. Kata kerja yang
berarti hidup tersebut mendapatkan bubuhan –ing di ujungnya dengan present
participle atau dapat juga dikategorikan sebagai gerund maka dapat diartikan
“menghidupkan al-Qur‟an”. Apabila terjadi nominalisasi verba “live” menjadi
“living”, kata living Qur’an bermakna al-Qur‟an yang hidup.1
Secara terminologi, ilmu living Qur’an menurut Muhammad Yusuf
merupakan respons sosial mengenai studi al-Quran yang tidak hanya
bertumpu pada eksistensi tekstualnya, melainkan tentang fenomena sosial
yang lahir terkait dengan kehadiran al-Quran dalam wilayah geografi tertentu
dan mungkin masa tertentu pula.2 Secara sederhana ilmu ini juga dapat
didefinisikan sebagai ilmu untuk mengilmiahkan fenomena-fenomena atau
gejala-gejala al-Qur‟an yang ada di tengah kehidupan manusia. Sebagai
sebuah ilmu yang mengkaji tentang praktek al-Qur‟an dari sebuah realita
bukan dari idea yang muncul dari penafsiran teks al-Qur‟an.
Kajian living Qur’an bersifat dari praktek ke teks, bukan sebaliknya dari
teks ke praktek, dengan demikian objek yang dikaji adalah gejala-gejala al-
Qur‟an yang berupa benda, prilaku, nilai, budaya, tradisi, dan rasa.3 M.
Mansur, berpendapat bahwa pengertian The Living Qur’an sebenarnya
bermula dari fenomena Qur’an in Everyday life, yang tidak lain adalah
“makna dan fungsi al-Qur‟an yang riil dipahami dan dialami masyarakat
Muslim. Selain itu, the living Qur’an juga dapat berarti bahwa “Teks al-
1 Ahmaad „Ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Qur’an-Hadis Ontologi, epistemology dan
Aksiologi (Ciputat: Yayasan Wakaf Darus-Sunnah, 2019), h. 21-22. 2 Muhammad Yusuf, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis (Yogyakarta: TH
Press, 2007), h. 36-37. 3 Ahmad „Ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Qur’an-Hadis Ontologi, epistemology dan Aksiologi
(Ciputat: Yayasan Wakaf Darus-Sunnah, 2019), h. 7.
16
Qur‟an yang „hidup‟ dalam masyarakat, yakni respon masyarakat terhadap
teks al-Qur‟an dan hasil penafsiran seseorang. Seperti: pentradisian bacaan
surat atau ayat tertentu pada acara dan seremoni sosial keagamaan tertentu.4
Abdul Mustaqim dalam tulisannya menyatakan bahwa kajian living Qur’an
mempunyai beberapa arti penting. Menurutnya, terdapat tiga arti penting yang
diutarakannya. Pertama, memberikan kontribusi yang signifikan bagi
pengembangan wilayah objek kajian al-Quran, dimana tafsir bisa bermakna
sebagai respons masyarakat yang diinspirasi oleh kehadiran al-Quran. Kedua,
kepentingan dakwah dan pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat
lebih maksimal dan tepat dalam mengapresiasi al-Quran. Ketiga, memberi
paradigma baru bagi pengembangan kajian al-Quran kontemporer, sehingga
studi al-Quran tidak hanya terkutat pada wilayah kajian teks. 5
Secara sederhana, “living Qur’an” dapat dimaknai sebagai fenomena yang
nampak dan terjadi di masyarakat berupa al-Qur‟an, pola-pola prilaku maupun
respons sebagai pemaknaan terhadap nilai-nilai al-Quran.6 Pada masa sahabat,
menghidupkan al-Qur‟an (living the Qur‟an adalah menghidupkan sunnah
Nabi (living the sunnah), yaitu menghidupkan tradisi kenabian, mengikuti
jejak Nabi dalam menghidupkan al-Qur‟an.7 Bangunan ilmu living Qur‟an
menuntut penggalian pengetahuan tentang al-Qur‟an bukan pada bidang dasar
teks, melainkan langsung di masyarakat. Galian pondasinya tidak pada teks
melainkan pada lingkungan, benda, masyarakat, atau non-teks, apapun itu.
Bisa berupa benda, fenomena, budaya, tradisi, angan-angan, imajinasi,
visualisasi, dan selainnya. Sedangkan alat dalam melakukan kajian living
Qur‟an adalah fenomenologi, empirisme, dan sejeninsnya.8 Kajian living
Quran semakin menarik seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat
4Heddy Shri Ahimsa-Putra, The Living al-Qur’an: Beberapa Perspektif Antropologi,
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, h. 239. 5 Abdul Mustaqim, Living Qur‟an dalam Litasan Sejarah Studi Al-Qur‟an, dalam
Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, h. 68-70. 6 M. Alfatih Suryadilaga, Living Hadis dalam Kerangka Dasar Keilmuan UIN Sunan
Kalijaga, Http://ejournal.unp.ac.id. 7Ahmad „Ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Qur’an-Hadis Ontologi, Epistemology dan Aksiologi
(Ciputat: Yayasan Wakaf Darus-Sunnah, 2019), h. 4. 8Ahmad „Ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Qur’an-Hadis Ontologi, epistemology dan Aksiologi
(Ciputat: Yayasan Wakaf Darus-Sunnah, 2019), h. 15.
17
Masyarakat,
Lingkungan,
Benda, Non-teks
Pondasi
Fenomena,
Budaya,
Tradisi,
Angan-angan,
Imajinasi,
Visualisasi
Islam terhadap ajaran agamanya. Dengan menggunakan alat; Fenomenologi,
Empirisme, dan sejenisnya.
Bagan 2.1: Pola Hubungan dalam Kajian Living Qur‟an
2. Fenomena Living Qur’an di Masyarakat
Model studi ini berupa fenomena yang hidup di tengah masyarakat
Muslim dan berhubungan langsung dengan al-Qur‟an. Misalnya:
a. Fenomena sosial terkait dengan pelajaran membaca Qur‟an di lokasi
tertentu. Misalnya: Belajar membaca al-Qur‟an (Alif, ba’, ta’) di tempat-
tempat tertentu (di Langgar/ Musholah, di Masjid, di Rumah, atau di
Taman), hal ini tidak mempengaruhi usia. Dapat juga belajar al-Qur‟an
dengan mengkaji maknanya atau penafsirannya yang dipimpin oleh ustadz
atau ustadzah. Biasanya ustadz atau ustadzah membacakan penafsiran dari
kitab tafsir tertentu dan yang lainnya mendengarkan atau mencatat hal-hal
yang dirasa penting. Belajar model ini biasanya diadakan di Pesantren, di
Masjid atau di tempat khusus.
b. Fenomena penulisan bagian-bagian tertentu dari al-Qur‟an di tempat-
tempat tertentu. Misalnya: ukiran ayat-ayat al-Qur‟an (kaligrafi) yang
tertulis di dinding Masjid, di Mushalah, di Rumah, dan lain sebagainya.
c. Pemenggalan unit-unit al-Qur‟an yang kemudian menjadi formula
pengobatan, do‟a-do‟a, ruqyah dan sebagainya yang ada dalam masyarakat
Muslim tertentu tapi tidak di masyarakat lainnya.
d. Kegiatan yang menghadirkan bacaan-bacaan ayat suci al-Qur‟an.
Misalnya: pembacaan khotmul Qur‟an yang dibaca dari surat al-Fatihah
Al-Qur’an
Berupa
18
sampai an-Nās dalam memperingati tujuh harian, pembacaan surah
Maryam dan surah Yusuf dalam acara walimatul haml, pembacaan surah
al-Muawwidzat (surah al-Ikhlās, al-Falāq, an-Nās), Yāsin, al-Fātihah, ayat
Qursi, dan lainnya di dalam kegiatan tahlīl, dan lain sebagainya. 9
B. Tradisi Keagamaan di Masyarakat
1. Pengertian Tradisi Keagamaan
Banyak kepercaayaan, sikap dan tindakan dalam beragama yang didasari
atas tradisi. Tradisi merupakan warisan nenek moyang secara turun-temurun
melalui lisan dan perilaku. Tradisi-tradisi ini terus berlangsung di masyarakat.
melalui proses berkomunikasi. Tradisi berarti penyerahan, penerusan,
komunikasi terus-menerus. Tradisi bukan suatu yang “kolot” atau dari zaman
dahulu, melainkan sesuatu yang masih terjadi hingga sekarang ini.10
Dalam
sebuah tradisi terdapat elemen-elemen, dengan dihadapkan pada realitas
keragaman masyarakat itu sendiri. Keragaman tersebut meliputi, sekte,
interpretasi atau madzhab pemikiran yang terdapat dalam sebuah tradisi, dan
lain sebagainya.11
Dapat diklasifikasikan tradisi terbagi menjadi tradisi besar dan tradisi
kecil. Tradisi besar adalah kebiasaan-kebiasaan yang bersifat kompleks dan
merefleksikan keterpelajaran (representasi dari kebudayaan tinggi), sedangkan
tradisi kecil adalah kebiasaan-kebiasaan yang bersifat sederhana dan
merefleksikan keawaman (representasi dari kebudayaan rendah).12
Penggunaan istilah tradisi biasanya berupa praktik-praktik yang „diciptakan‟
dengan merujuk pada praktik-praktik yang biasa dilaksanakan oleh
masyarakat baik secara terang-terangan atau tertutup berdasarkat aturan-aturan
sifat dasar yang bersifat ritual; atau simbolik yang tujuannya adalah
menanamkan nilai dan norma prilaku lewat pengulangan (repitisi), sehingga
9 Ahmad „Ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Qur’an-Hadis Ontologi, Epistemology dan Aksiologi
(Ciputat: Yayasan Wakaf Darus-Sunnah, 2019), h. 30-31. 10
Yosef Lalu, makna hidup dalam terang iman katolik 2: Agama-agama membantu manusia
menggumuli makna hidupnya (Yogyakarta: Kanisius, 2010), h. 43. 11
Bambang Pranowo, Memahami Islam Jawa (Tangerang: Pustaka Alvabet dan Indonesian
Institute For Society Empowerment (INSEP)), h. 12. 12
Heru saputra, Memuja Mantra sabuk Mangir dan Jaran Goyang Masyarakat Suku Using
Banyuwangi (Yogyakarta, LKiS Yogyakarta, 2007), h. 4.
19
secara otomatis sinambung dengan masa lalu. Dengan mengartikan tradisi
sebagai „sesuatu yang diciptakan‟ sekaligus „sesuatu yang diwariskan dari
masa lalu‟, sehingga keduanya bisa dilihat sebagai fenomena-fenomena yang
berada dalam satu tatanan yang sama.13
2. Macam-macam Tradisi Keagamaan
Pada dasarnya tradisi keagamaan yang senantiasa menjadi rutinitas
masyarakat adalah memiliki banyak macam, beberapa di antaranya adalah
seperti penjelasan berikut ini:
a. Tradisi Haul Leluhur
Haul secara bahasa berasal dari bahasa Arab, ẖāla-yaẖūlu-ẖaulan yang
artinya setahun atau masa yang sudah mencapai satu tahun.14
Haul
merupakan momentum untuk mengenang seorang tokoh. Haul ialah
peringatan hari kematian seorang tokoh masyarakat, seperti Syaikh, Wali,
Sunan, Kiyai, Habib dan lain-lain yang diadakan setahun sekali bertepatan
dengan tanggal wafatnya. Tujuannya untuk mengenang jasa-jasa,
karomah, akhlaq, dan keuutamaan lainnya.15
Definisi lain haul adalah peringatan kematian nenek atau kakek dan
kerabat yang telah lebih dahulu meninggal, dalam acara Haul tersebut
tidak lain tidak bukan berisikan acara doa-doa, yakni mendoakan kepada
keluarga, teman, ataupun kepada kerabat yang sudah meninggal dunia.
Disinilah letak perbedaan manusia biasa dengan Nabi Muhammad saw.,
untuk manusia biasa selalu diadakan peringatan setelah hari meninggal si
manusia tersebut yang dinamakan dengan haul. Kenapa diadakan haul?
karena manusia memiliki banyak salah, maka Allah memerintahkan agar
mendoakan manusia sesama muslim baik yang masih hidup maupun yang
telah meninggal. Doa-doa yang dibacakan dalam acara haul adalah
terangkum dalam bacaan tahlil. Sedangkan Nabi Muhammad saw. tidak
boleh diperingati hari wafatnya, karena Rasulullah saw. adalah manusia
13
Bambang Pranowo, Memahami Islam Jawa, h. 23. 14
Zikri Darussamin dan Rahman, Merasayakan Khilafah Menuai Rahmat Ilahiah
(Yogyakarta: LKiS, 2017), h. 165. 15
Zikri Darussamin dan Rahman, Merayakan Khilafiah Menunai Rahmat Ilahiah Jawaban-
jawaban atas Persoalan Seputar Penyelenggara Upacara Kematian Berdasarkan al-Qur’an dan
Hadis (Yogyakarta: Ikis, 2017), h. 165-166.
20
yang maksum, terjaga dari perbuatan dosa. Rasulullah saw. hanya
diperingati saat hari kelahirannya, yang biasa kita kenal dengan hari
maulid Nabi Muhammad SAW., sebagai rasa syukur dan rasa senang atas
kelahiran Nabi Muhammad saw.16
Adapun rangkaian kegiatan yang biasanya dilaksanakan dalam acara
haul adalah sebagai berikut: pertama, ziarah ke makam sang tokoh dan
membaca Dzikir, tahlil, kalimat Thayyibah serta membaca al-Qur‟an
(Yasin) secara berjamaah dan doa bersama di makam; kedua, diadakan
masjlis ta‟lim; ketiga, mau‟idzoh hasanah dan baca biografi sang tokoh
atau manaqib seorang wali atau ulama‟ atau haba‟ib; keempat,
dihidangkan hanya sekedar makanan dan minuman dengan niat selametan
atau shodaqoh.17
b. Tradisi Sedekah Bumi
Kata “sedekah” dalam bahasa Indonesia sebenarnya berasal dari
bahasa Arab, al-Sadaqah. Asal kata ini adalah al-Sidq yang berarti
“benar”, karena sedekah menunjukkan kebanaran iman kepada Allah swt.
dinamakan sedekah karena ia menunjukkan pembenaran orang yang
bersedekah dan menunjukkan kebenaran imannya secara lahir dan batin.18
Sedekah adalah pemberian yang diberikan untuk mengharapkan pahala
Allah swt.19
Sedangkan bumi merupakan tempat dimana manusia hidup,
berkembang dan tumbuh, selain itu merupakan tempat dimana manusia
beristirahat dalam waktu yang lama (bumi adalah tanah yang menjadi
tempat pemakaman manusia), maka dari itu sedekah bumi selain bertujuan
untuk mengungkapkan rasa syukur juga bertujuan untuk mendoakan para
ahli kubur yang sudah dimakamkan dibumi.20
Sedekah bumi adalah sedekah kepada ubi, abi, dan umi, kirim doa
kubur kepada pejuang-pejuang sesepuh yang telah mendahuui kita yang
16
Wawancara pribadi dengan Khoirul Abidin, Bedanten, 05 Januari 2019. 17
Zikri Darussamin dan Rahman, M. Ag, Merayakan Khilafiah Menunai Rahmat Ilahiah
Jawaban-jawaban atas Persoalan Seputar Penyelenggara Upacara Kematian Berdasarkan al-
Qur’an dan Hadis, h. 20. 18
Amrulloh Syarbini, Supersedekah (Jakarta: QultumMedia, 2012), h. 13. 19
Candra Himawan dan Neti Suriana, Sedekah: Hidup Berkah Rezeki Melimpah (Yogyakarta:
Pustaka Albana, 2013), h. 15. 20
Wawancara pribadi dengan Khoirul Abidin, Bedanten, 05 Januari 2019.
21
sudah punya sejarah perjuangan yang tinggi. kita-kita ini sebagai orang
yang andaikata tanpa mereka desa kita ini tidak akan seperti sekarang.21
Sedekah bumi, hampir mirip dengan bersih desa. namun biasanya untuk
tujuan menghilangkan serangan hama atau merayakan panen padi sama
seperti upacara bersih desa, sedekah bumi juga diselenggarakan setahun
sekali.22
Sedekah bumi merupakan salah satu bentuk ritual tradisional
masyarakat di Pulau Jawa yang sudah berlangsung turun-temurun dari
nenek moyang terdahulu sebagai wujud rasa terimakasih kepada Tuhan
yang maha Esa atas alam dan hasil pertanian. Serta menghormat sesepuh
desa. Dalam KBBI 2008, sedekah mengandung beberapa arti, di
antaranya: pertama, pemberian sesuatu kepada fakir miskin atau yang
berhak menerimanya di luar kewajiban zakat fitrah sesuai dengan
kemampuan yang memberi. Kedua, selamatan. Ketiga, makanan (bunga-
bunga dsb.) yang disajikan kepada orang ghaib (roh, penunggu, dsb.)
arwah. Sedekah yang diadakan untuk menghormati dan mendoakan orang
yang meninggal, bumi. Selamatan yang diadakan sesudah panen
(memotong padi) sebagai rasa syukur.
Upacara sedekah bumi ini berlangsung secara turun-temurun sejak
jaman dahulu. Tidak hanya menjadi ritual saja, tetapi sudah menjadi
bagian dari kehidupan masyarakat Jawa. Ritual sedekah bumi juga
merupakan salah satu cara dan sebagai simbol penghormatan manusia
terhadap tanah yang menjadi sumber kehidupan dan tempat dimana
manusia itu melangsungkan kehidupan.
Upacara sedekah bumi biasanya dilaksanakan pada waktu dan tempat
yang telah disepakati bersama oleh masyarakat tertentu, sesuai daerahnya
masing-masing. Saat kegiatan, masyarakat berkumpul dan melaksanakan
beberapa ritual dengan membawa sajian makanan yang telah disepakati,
dalam pelaksanaan ritual tersebut ada pembacaan doa-doa dengan
21
Wawancara pribadi dengan Miftah Sya‟roni, Bedanten, 05 Januari 2019. 22
Sigit Artono, Margono, Sumardi, Sri Murtono, Apresiasi Seni, Seni Tari, Seni Musik 1 SMA
Kelas KALI (Jakarta: Ghalia Indonesia Printis, 2007), h. 17.
22
dipimpin oleh sesepuh adat. Adapun beberapa contoh pelaksanaan sedekah
bumi di beberapa daerah:
1) Sedekah Bumi (Nyadran) di masyarakat Sraturejo, Bojonegoro.
Nyadran dilaksanakan setelah masyarakat Sraturejo panen hasil
bumi secara serentak, dengan tujuan pertama, untuk mengungkap rasa
syukur kepada Allah swt., atas nikmat yang diberikan kepada
masyarakat dengan adanya hasil panen yang melimpah. Kedua, untuk
menghormati para leluhur yang telah berjasa dalam membuka lahan
(babat alas) sebagai tempat huni masyarakat sekaligus tempat untuk
mencari kehidupan. Ketiga, adanya pelaksanaan Nyadran dapat
memperkuat solidaritas antara masyarakat satu dengan lainnya.
Keempat, dilestarikannya budaya-budaya asli daerah. 23
2) Tradisi sedekah bumi masyarakat dusun Kalitanjung
Rutin diadakan pada bulan Sura, hari Kamis Wage dan Jum‟at
Keliwon yang berisi bersih-bersih desa, pagelaran wayang kulit
tentang ruat bumi dan acara puncak yaitu tradisi Sedekah Bumi, tradisi
ini rutin dilaksanakan sebagai ungkapan syukur masyarakat
Kalitanjung atas nikmat sehat, keberkahan, dan panen hasil bumi
(pertanian dan perkebunan) sebagai simbol sedekah kepada ibu pertiwi
(bumi) dan berbagai sedekahan kepada sesama warga masyarakat.
Sejarah pelaksanaan kegiatan tradisi Sedekah Bumi di Dusun
Kalitanjung dimulai tahum 1500 an Masehi.24
3) Sedekah bumi masyarakat Dusun Cisampih Desa Kutabumi Kabupaten
Cilacap
Perayaan adat sebagai wujud rasa syukur kepada Pencipta bumi
karena mereka tinggal di bumi dengan anugerahNya. Mereka sangat
bergantung kepada bumi untuk bercocok tanam, mendapatkan
makanan dan minuman serta melakukan aktivitas lainnya.25
23
Ichmi Yani Arinda R, Sedekah Bumi (Nyadran) sebagai konvensi tradisi Jawa dan Islam
masyarakat Sraturejo Bojonegoro, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2014. 24
Azka Miftahuddin. Skripsi. Penanaman nilai syukur dalam tradisi sedekah bumi di Dusun
Kalitanjung desa Tambak Negara Rawalo Banyumas, IAIN Purwakerto, 2016. 25
Furqon Syarif Hidayatullah, Sedekah Bumi Dusun Cisampih Cilacap, Jawa Tengah, Institut
Pertanian Bogor (IPB), 2013.
23
Pelaksanaan tradisi Sedekah Bumi sangat berperan dalam
perwujudan melestarikan dan memelihara kebudayaan nasional, karena
di dalamnya terdapat pementasan wayang kulit agar tetap ada
walaupun harus bersaing dengan kebudayaan yang serba modern.26
Dari beberapa contoh upacara Sedekah Bumi, setiap Desa memiliki
keunikan dalam praktek Sedekah Bumi sesuai dengan tradisi yang
berlangsung di daerah masing-masing, termasuk di dalamnya
mengenai waktu, tempat, sajian, ritual kegiatan, dan sebagainya,
berbeda antara daerah satu dengan lainnya.
3. Tradisi Lain Masyarakat di Jawa
Tradisi yang turun temurun dilakukan masyarakat secara continue,
meskipun zaman terus berubah, masyarakat tetap tidak meninggalkan tradisi.
Memang segala sesuatu di dunia ini selalu berubah. Tak ada yang tetap dan
kekal. Akan tetapi, tradisi mengajarkan bahwa hal-hal yang baik akan selalu
kekal.27
Karena tradisi mengajarkan kepada sesama manusia untuk hidup
rukun, damai, gotong royong dan menyatukan kebersamaan di setiap
keberagaman.
Sebagaimana Indonesia yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 pada
masa pemerintahan Presiden Soekarno, melahirkan nilai-nilai dasar Negara
Kerakyatan Republik Indonesia yang terangkum dalam pancasila sebagai
bukti nyata dan tertulis sebagai ideologi dasar Negara Indonesia yang
menyatukan seluruh elemen masyarakat, dari berbagai macam agama.
Begitupun tradisi nenek moyang di Jawa, yang hidup di tengah-tengah
masyarakat Islam di Jawa senantiasa menyatukan masyarakat dari berbagai
macam elemen. Beberapa macam tradisi masyarakat yang terkait dengan apa
yang disebut sebagai selamatan, kenduri, atau shodaqohan (sedekahan).28
26
Puniatun, pelaksanaan tradisi sedekah bumi sebagai upaya untuk memelihara kebudayaan
nasional, Mahasiswa PPKN IKIP Veteran Semarang, 2010. 27
Korre Layun Rampan, Api Awan Asap AdakahMmuslim yang Kini sebagai Isyarat Kiamat?
(Jakarta: Grasindo, 2015), h. 26. 28
Muhammad Sholikhin, Ritual dan Tradisi Islam Jawa (Yogyakarta: PT Suka Buku, 2010),
h. 27-29.
24
Tabel 2.1
Tradisi Masyarakat yang Disebut sebagai Selamatan
No. Siklus Jenis Ritual Waktu Pelaksanaan
1. Kelahiran Ngupati atau
Ngapati
Kehamilan mencapai usia 120 hari (4
bulan)
2. Nglimani Kehamilan (pertama) mencapai usia 5
bulan
3. Mitoni atau
tingkeban
Kehamilan (pertama) mencapai usia 9
bulan
4. Brokohan Selamatan kelahiran bayi, pada hari bayi
lahir
5. Sepasaran Selamatan hari ke-5 kelahiran bayi,
pemberian nama dan aqiqahan. Biasanya
disertai dengan kenduri dan banca‟an
6. Tedhak Siti Selamatan anak usia 7 lapan (245 hari/
7kali35 hari).
7. Setahunan Selamatan ketika usia anak sudah 1 tahun
8. Perkawinan Kumbakarnan Selamatan setelah memusyawarahkan
segala hal yang akan dilaksanakan terkait
dengan upacara penikahan.
9. Pasang tarub Selamatan diadakan saat setelah masang
tarub pernikahan
10. Midadareni
dan
Majemukan
Selamatan malam upacara, sekaligus
pelaksanaan tebusan kembang mayang.
11. Walimaham Selamatan yang dilaksanakan saat
sesudah ijab qabul atau acara perkawinan
12. Sepasaran
Manten
Selamatan yang dilaksanakan pada hari
ke-5 dari ijab dan qabul
13. Kematian Sultanah Selamatan setelah mayat dikebumikan
14. Telung dina Selamatan hari ketiga setelah wafat
15. Pitung dina Selamatan hari ketujuh setelah wafat
16. Petangpuluh
dina
Selamatan hari ke- 40 setelah wafat
17. Satus dina Selamatan yang diadakan pada hari ke-
100 setelah wafat
18. Pendhak pisan Peringatan satu tahun pertama setelah
wafat
19. Pendhak
pindo
Peringatan dua tahun setelah wafat
20. Nyewoni Peringatan 1000 hari orang yang telah
wafat
21 Haul Selamatan peringatan tahunan bagi orang
yang telah wafat
25
BAB III
DESKRIPSI WILAYAH DESA BEDANTEN KECAMATAN BUNGAH
KABUPATEN GRESIK
A. Profil Desa
Desa Bedanten adalah salah satu dari 22 yang terdapat di Kecamatan Bungah,
Kabupaten Gresik. Desa Bedanten memiliki beberapa produk unggulan yaitu:
kerupuk Mandala, kerupuk Ikan Payus, kerupuk Puli dan Kerudung. Desa
Bedanten hampir 90% masyarakatnya bekerja sebagai karyawan atau buruh
bangunan, sisanya sebagai petani sawah dan petani tambak(empang).
1. Sejarah Desa
Awal jejak Desa Bedanten ditemukan di Prasasti Canggu di Trowulan
yang ditulis pada tahun 1358. Desa Bedanten adalah desa yang cukup tua
karena disebutkan di Prasasti Canggu bahwa Desa Bedanten yang pada
mulanya bernama Madanten. Pada akhir masa jabatan Patih Gajah Mada
menerbitkan satu prasasti dari tembaga, untuk memberikan ketetapan
bahwasannya „Desa Bedanten pada waktu itu dibebaskan dari membayar pajak
termasuk wilayah merdikan‟, karena Desa Bedanten adalah wilayah pesisir
laut yang menghasilkan garam, garam ini sangat dibutuhkan pemerintahan
Majapahit dikala itu, karena warga Desa Bedanten banyak membantu
penyeberangan dari Utara ke Selatan secara cuma-cuma. Kerajaan Majapahit
pada waktu itu tidak menarik pajak tapi hanya dimintai sumbangan pada saat
Majapahit merayakan acara tahunan, masa ini masih era Hindhu Budha.1
Di perpustakaan Belanda tidak kurang dari 93 buku yang menyebutkan
nama Desa Bedanten. sehingga Desa Bedanten bisa dikatakan terkenal sejak
zaman Belanda. Desa Bedanten merupakan wilayah yang menjadi pelabuhan
kayu, wilayah perniagaan yang meninggalkan jejak sejarah berupa nama-nama
kampung yang ada di Desa Bedanten, kampung-kampung tersebut di
antaranya: kampung Pasar Pon pada zamannya merupakan wilayah
perdagangan yang amat besar, kampung Balo‟an adalah kampung khusus
tempat menampung balok kayu, kampung Bandaran yang memiliki arti
1 Wawancara pribadi dengan Pak Ghaffar, Bedanten 10 Januari 2019.
26
pelabuhan di masa itu kampung ini merupakan tempat berlabuhnya kapal-
kapal penyebrangan, dan ada juga tempat-tempat lainnya yang menyebutkan
pada zaman Belanda, terdapat sebuah desa yang bernama Desa Bedanten.
Desa Bedanten merupakan tempat mengekspor kayu jati untuk di ekspor ke
luar negeri, dan desa ini juga memiliki banyak hewan buas semacam kera.2
Selain itu, ada beberapa peninggalan yang ditemukan warga Bedanten berupa
pecahan keramik yang telah diteliti, bahwa keramik tersebut bermasa sesuai
dengan kurun masanya dinasti Ming yang ada di Cina. Dan juga ditemukan
juga koin-koin tahun 1600an - 1800 an.3
2. Gambaran Geografis
a. Letak Wilayah
Desa Bedanten terletak di Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik. Desa
Bedanten ini berbatasan langsung dengan beberapa desa di sekitarnya. Batas
wilayah sebelah Utara adalah Desa Sungon Legowo, Sebelah Selatan adalah
sungai Bengawan Solo, Sebelah Timur adalah Sungai Bengawan Solo dan
sebelah Barat adalah Desa Sukorejo. Jarak antara pemerintahan Desa
Bedanten ke Kecamatan 1 m, dari pemerintahan Desa ke Kabupaten 18 km,
dan jarak dari pemerintahan Desa ke Provinsi 38 km.
b. Luas Wilayah
Luas wilayah desa Bedanten 1719.28 ha. Desa Bedanten terdiri dari 13
Rukun Tetangga (RT) dan 4 Rukun Warga (RW). Hal ini merupakan upaya
pemerintahan desa untuk mengenalkan masyarakat dan mengembangkan
sistem pemerintahan dan kesadaran akan pentingnya lembaga-lembaga kecil
yang hadir di tengah-tengah masyarakat.
Table 3.2
Pembagian Wilayah Administrasi
RW. I RW. II RW. III RW. IV
RT. 01 RT. 04 RT. 07 RT. 011
RT. 02 RT. 05 RT. 08 RT. 012
RT. 03 RT. 06 RT. 09 RT. 013
RT. 10
2 Wawancara pribadi dengan Abdul Majid S. pd.I, Bedanten 09 Januari 2019.
3 Wawancara pribadi dengan Khoirul Abidin, Bedanten 05 Januari 2019
27
c. Topografi, Klimatologi, Geohidrologi, dan Tata guna Tanah
1) Topografi dan Klimatologi
Wilayah Desa Bedanten terletak pada ketiggian ±5 meter di atas
permukaan laut (DPL) dan wilayahnya terbagi menjadi dua bagian, sebelah
timur dataran rendah dan sebelah barat dataran tinggi.
2) Geohidrologi
Sumber mata air di Desa Bedanten berasal dari sumur galian dan
sumur pompa. Ada sekitar 229 Keluarga yang menggunakan sumur gali,
dan 500 Keluarga yang menggunakan sumur pompa. Sedangkan untuk
irigasi pertanian sebagian besar memanfaatkan air sungai yang mengalir di
kali sawah dan memanfaatkan air hujan. Hanya sedikit petani yang
menggunakan sumur pompa untuk pengairan irigasi pertaniannya.
3) Tata Guna Tanah
Penggunaan lahan tanah Desa Bedanten meliputi untuk pemukiman
atau rumah seluas 298.14 ha, selebihnya digunakan untuk bangunan
umum. Adapun bangunan umum tersebut ialah:
a) Lapangan sepak bola
b) Empat gedung sekolahan Lembaga Pendidikan Ma‟arif NU
Mamba‟ul Ulum.4 Saat ini Desa Bedanten memiliki empat
bangunan sekolahan mulai dari bangunan sekolahan KOBER, TK,
MI, MTS, dan MA. Kecuali bangunan perguruan tinggi, di Desa
Bedanten masih belum ada. Adapun keterangan sederhana dari
empat bangunan sekolahan yang ada di Desa Bedanten di
antaranya:
4 Pada tahun 1956 madrasah di Desa Bedanten mulai dibangun di depan Masjid Baitul
Muttaqin. Pada mulanya tempat yang didirikan sekolahan TK dan Madrasah merupakan tempat
dimana selalu diadakan pementasan Wayang, Jaran Kepang, Pencak Silat, dll. Pada tahun 1960,
sekolahan mulai tertata kelas per kelas. Sistem sekolah saat itu murid duduk lesehan
mendengarkan guru sedang menerangkan seperti ngaji, baju pun masih bebas, dan memakai alas
kaki sandal, serba seadanya. Pada tahun 1961 sekolahan mulai mempunyai aturan. Karena
sekolahan dasar (SD) dan Madrasah sudah didirikan, maka pada tahun 1961 semua orang
diwajibkan untuk bersekolah. Tahun 1966 warga mulai mengikuti aturan yang telah ada, hampir
semua warga bersekolah di TK dan Madrasah yang dirintis oleh Kyai H. Fatah Abdul Aziz. Kyai
Haji Fatah Abdul Aziz adalah salah satu kyai sepuh dan juga pengasuh langgar (tempat para santri
untsuk menimba ilmu) di JL. Maskumambang. Wawancara Pribadi dengan K.H. Fatah, Bedanten,
06 Juni 2018.
28
Sekolah kelompok bermain (KOBER) dan TK Muslimat NU 125
yang berada di jalan Arjuno RT 09 RW 03, TK ini dibangun sejak
tahun 1960 an, terbukti dari nama TK tersebut “TK Muslimat NU”,
dikepalai oleh Ibu Wiwin Astutik, dan memiliki lima Guru, enam
ruang kelas, satu ruang guru, satu ruang kepala sekolah, satu ruang
koperasi, dua kamar mandi/ wc guru dan siswa, dan taman bermain
anak-anak.
Madrasah Ibtida‟iyah yang berada berdekatan langsung dengan
bangunan sekolah KOBER dan TK Muslimat NU 12, luas
bangunan TK dan KOBER ini sekitar 456 meter2, dan memiliki
kurang lebih 206 siswa/ siswi, dengan Sembilan ruang kelas, satu
laboratorium, satu perpustakaan, dua kamar mandi/ wc guru, enam
kamar mandi/ wc siswa, satu ruangan guru, satu ruangan kepala
sekolah, dan satu ruang tamu. Madrasah Ibtida‟iyah memiliki enam
belas guru tetap, satu guru PNS diperbantukan dan dua staf tata
Usaha.
Madrasah Tsanawiyah Mamba‟ul Ulum, sekolahan yang
berhadapan langsung dengan masjid Baitul Muttaqin, tepatnya di
Jl. Raya Masjid No. 26. MTS Mamba‟ul Ulum Bedanten berdiri
tahun 1972 dengan menempati fasilitas/ sarana gedung sendiri.
Lembaga Pendidikan Ma‟arif NU Madrasah Aliyah Mamba‟ul
Ulum. Berada di samping lapangan sepak bola dan berdekatan
dengan Pesantren Mamba‟ul Ulum tepatnya berada di alamat
Gedung Pemuda (makam) RT. 10 RW. 03.
3) Satu Masjid Jami‟ yang bernama “Masjid Jami‟ Baitul Muttaqin”.
Masjid ini berada di JL. H. Thohir RT. 04 RW 02. Bangunan Majid
Baitul Muttaqin memiliki luas tanah sekitar 1.100 m2 tanah tersebut
adalah tanah wakaf dari warga.
4) Delapan Mushollah di antaranya:
a) Mushollah Al-Khusaini yang sering disebut masyarakat dengan
Mushollah Mbah Uri, Mushollah ini berada di JL. Al-Khusaini.
5 TK 12 Muslimat yang dibangun oleh Kyai Haji Fatah, perjuangan untuk mendirikan
sekolahan di Desa Bedanten dengan menjual salah satu perhiasan istri beliau.
29
b) Mushollah Al-Faruq Mushollah yang baru dibangun, lokasi
Mushollah al-Faruq berada dekat dengan makam Mbah Sayyid
Husaini.
c) Mushollah Roudlotul Muta‟allimin, selain digunakan untuk Shalat,
Mushollah Roudlotul Muta‟alimin adalah tempat untuk para santri
menimba ilmu, karena TPQ, Madrasah Diniyah dan Pondok
Pesantren disediakan di Mushollah Roudhotul Muta‟alimin, atau
biasa masyarakat menyebut dengan nama Langgar pak Kyai Haji
Said.6
d) Mushollah Roudlotul Hidayah berlokasi di Jl. Arjuna.
e) Mushollah kyai Haji Fatah, berada di Jl. Maskumambang, RT 011
RW 04, Mushollah ini berada dekat dengan langgar (tempat para
santri untuk menimba ilmu) di langgar ini juga mempunyai TPQ
dan Madrasah Diniyah.
f) Mushollah Nurul Falah berada di Kampung bagian Utara dari desa
Bedanten, Mushollah Waqof An-Nur yang berada di JL. Pasar Pon
di bagian Selatan dari Desa Bedanten.
g) Mushollah Nurul Huda berada di JL. Balo‟an paling ujung dari
Desa Bedanten dan berdekatan dengan desa Sukorejo”.
h) Dua pesantren, yaitu sebelah Utara sebagai pengasuh K.H. Abdul
Hakim dan HJ. Mutmainnah, putra dari Kyai Haji Fatah Abdul
Aziz. Pesantren tersbut bernama Pondok Pesantren Mamba‟ul
Ulum, dan di sebelah Selatan sebagai pengasuh adalah K.H.
Rofiqul Amin putra dari Kyai Sa‟id
i) Satu Poli klinik
j) Lahan untuk pemakaman memanjang di sebelah barat Desa.
k) Lahan persawahan mempunyai luas sekitar 15 ha.
d. Sarana dan Prasarana
Sarana transportasi umum yang melintas di Desa Bedanten ini jarang
sekali ada, kalau pun ada itu dari kecamatan atau memanggil ke rumah
pemilik transportasi. Adapun transportasi umum yang tersedia di Desa
6 Kyai Haji Sa‟id adalah salah satu kyai di desa Bedanten, kyai sepuh dan juga pengasuh
langgar (tempat para santri untuk menimba ilmu), yang bernama langgar Roudhotul Muta‟alimin.
30
Bedanten yaitu becak, dan ojek. Kesehariannya warga menggunakan
kendaraan pribadi untuk menjalankan rutinitas sehari-hari. Kondisi jalan di
Desa Bedanten seluruhnya sudah beraspal. Kondisi jaringan listrik penduduk
Desa Bedanten seluruhnya sudah ada jaringan. Jaringan telekomunikasi di
Desa Bedanten juga cukup maju, meskipun di bagian Utara Desa Bedanten
jaringan telekomunikasi sedikit susah. Namun hampir setiap penduduk sudah
memiliki jaringan telekomunikasi. Dan alat elektronik di Desa Bedanten sudah
tidak asing lagi, hampir semua penduduk memiliki alat elektronik, seperti: tv,
leptop, netbook, handphon dan lain sebagainya.
B. Kondisi Sosial Kebudayaan dan Keagamaan
1. Penduduk
Jumlah penduduk Desa Bedanten sebanyak 3.166 Jiwa, terdiri dari
1.587 Laki-laki dan 1.579 Perempuan. 969 kepala keluarga 874 kk laki-
laki dan 95 kk perempuan.
Tabel 3.3
Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia
Usia Laki-laki Perempuan Jumlah
0-10 270 266 536
11-20 300 312 612
21-30 239 225 464
31-40 195 174 369
41-50 179 184 363
51-60 223 215 438
61-ke Atas 186 198 384
Jumlah 1.592 1.574 3.166
Tabel 3.4
Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Tingkatan Laki-laki Perempuan Jumlah
TK/ Kober 39 47 86
MI 157 151 308
MTS 111 110 221
MA 79 74 153
AKADEMI 3 12 15
SARJANA 50 70 120
Putus Sekolah 12 24 36
31
Di wilayah Desa Bedanten terdapat lembaga pendidikan formal
diantaranya: 1 Kelompok Bermain (KOBER), 1 TK, 1 MI, 1 MTS, 1 MA,
2 TPQ, 2 Madrasah Diniyah, dan 2 Pondok Pesantren. Belum ada
perguruan tinggi di Desa Bedanten.
Mata pencaharian penduduk Desa Bedanten sebagian besar, bahkan
hampir 90% adalah pekerja pabrik, karyawan, buruh, tukang bangun
rumah, Guru, PNS, kerajinan, wirausaha, dan pengusaha. Sebagian kecil,
sekitar 10 % dari penduduk Desa Bedanten bekerja sebagai Petani Sawah
dan tambak (empang).7
2. Agama
Penduduk Desa Bedanten mayoritas memeluk agama Islam, dan 3
orang yang memeluk agama Kristen. Sebagian besar penduduk Desa
Bedanten yang beragama Islam berafiliasi ormas Nahdhatul Ulama. Selain
itu, ada juga penduduk yang berafiliasi ormas Muhammadiyah, karena
dominan ber-ormas NU, untuk menjalin rasa saling menghormati warga
yang ber-ormas Muhammadiyah ikut serta dalam setiap kegiatan ke-NU-
an.
3. Budaya
Desa Bedanten masih memiliki budaya dan adat istiadat di antaranya:8
a. Adat istiadat dalam perkawinan
b. Adat istiadat dalam kelahiran anak
c. Adat istiadat dalam upacara kematian
d. Adat istiadat dalam tanah pertanian
e. Adat istiadat dalam memecahkan konflik warga
f. Adat istiadat dalam menjauhkan bala‟ penyakit dan bencana alam
g. Budaya halal bi halal
h. Budaya tahlilan setiap malam Jum‟at di setiap RT
i. Budaya tahlilan untuk orang meninggal
j. Budaya saling mendoakan
7 Wawancara Pribadi dengan Pak Masbukhin, 10 Januari 2019
8 Adat istiadat adalah “cara-cara bertindak sesuai kebiasaan kelompok atau individu” dan
budaya adalah “kebiasaan dan ritual yang mengatur dan menentukan hubungan sosial kita
berdasarkan kehidupan sehari-hari.”
32
k. Budaya sholawatan,
l. Budaya pelestarian seni hadrah
m. Budaya pembacaan al-Qur‟an secara bersama-sama
n. Budaya majlis ilmu (kajian seputar sejarah dan ngaji kitab)
o. Budaya mendoakan orang yang telah meninggal.
4. Tradisi Masyarakat
Tradisi yang secara konsisten dilaksanakan di Desa Bedanten di antaranya:
a. Tasyakuran walimatul Arusy, sehari sebelum acara akad nikah,
tasyakuran diadakan dengan membaca Sholawat. Setelah dilangsungkan
akad nikah, kemudian diadakan resepsi dengan rangkaian acara serah
terima mempelai, pembacaan ayat suci al-Qur‟an, mahallul qiyam, dan
ceramah agama (موئضة حسنة ).
b. Pendak pasar, setelah acara pernikahan lima hari dilakukan acara pendak
pasar, karena hari di bulan jawa ada lima yaitu: pahing, pon, wage,
kliwon, legi.
c. Tingkepan/ merocoti/ ngeruja‟i, atau 7 bulan saat seorang ibu
mengandung janin di dalam perutnya. Masyarakat melaksanakan acara
tersebut dengan rangkaian acara: membaca surah Maryam jika bayi
terlahir perempuan bayi tersebut akan cantik dan membaca surah Yusuf
jika bayi lahir laki-laki bayi tersebut akan tampan, kemudian doa dan
pembagian berkat. Di dalam berkat disediakan jajanan perocot (makanan
yang terbuat dari ketan dibungkus daun pisang memanjang, bungkusan
daun pisang tersebut dibuka sebelah sebagai doa isyarah agar kelak saat
bayi dilahirkan dengan lancar), rujak yang salah satu isi rujak tersebut
adalah timun, warga meyakini timun ini sebagai doa isyarat agar kelak
anak terlahir di dunia memiliki gigi yang putih dan bagus seperti buah
mentimun. Dalam proses acara tingkeban juga disediakan dan diletakkan
di depan penduduk yang hadir dalam acara tingkeban berupa minyak
goreng dan kelapa muda yang digambar dan diberi nama si bayi yang
akan lagi.
d. Selametan atau walimatul tasmiyah, pemberian nama, acara ini
dilaksanakan pada hari ke tujuh atau hari ke empat belas, atau hari ke
33
duapuluh satu setelah kelahiran si bayi ke dunia ini. Rangkaian
selametan ini meliputi, pembacaan mahalul qiyam kemudian si bayi
digendong dan dikelilingkan kepada warga yang hadir di acara tersebut,
warga meniup ubun-ubun si bayi dan mengusapnya dengan membaca
bismillah dan shalwat, disediakan gunting agar warga yang hadir
melakukan pemotongan rambut bayi yang nantinya rambut tersebut akan
ditimbang dan dihargai sebagaimana harga emas, kemudian
disumbangkan kepada anak Yatim. Bagi orang tua yang mampu
sekaligus melakukan aqiqahan saat pemberian nama, dengan memotong
dua Kambing untuk bayi laki-laki dan satu Kambing untuk bayi
perempuan.
e. Tasyakuran (Pindah Rumah) dengan rangkaian acara membaca Sholawat
dan doa.
f. Dul Kadiran9 (selametan akan berangkat Haji), dengan membaca
istighasah bersama.
g. Walimatul safar Tasyakuran Haji setelah pulang haji (njamu) dengan
membaca sholawat Haji.
h. Kalau ada orang yang meninggal dunia, hari pertama langsung
dilaksanakan selametan sultanah (geblake mayit) rangkaian acaranya
adalah membaca tahlil. Dan juga setiap hari selama 7 hari diadakan ngaji
(membaca tahlil) untuk bapak-bapak diadakan setelah maghrib dan
untuk ibu-ibu diadakan siang harinya. Selametan tiga harian, tujuh
harian, empat puluh harian , selametan genap seratus hari, seribu hari,
ẖaul yang diadakan genap setiap setahun sekali.
i. Selametan sawah, saat panen pemilik sawah membawa tumpeng ke
sawah dan mengundang petani yang saat itu ada di sawah agar mendekat
untuk membacakan doa-doa, kemudian memakan tumpeng yang telah
dibawa si pemilik sawah.
j. Halal bi ẖalal, pada tanggal ke 3 bulan syawal, diadakan di Balai Desa,
dengan acara kegiatan pencak silat yang dihadiri seluruh warga desa.
9 Dul Kadiran adalah selamatan yang diadakan ketika seseorang akan berangkat haji sebagai
bentuk syukur sekaligus doa agar selama perjalanan haji selamat sampai kembali ke rumah.
34
k. Halal bi ẖalal setelah shalat hari raya Idul Fitri, diadakan di masing-
masing Mushollah dengan rangkaian acara, istighasah, tahlil, doa,
sambutan, berjabat tangan.
l. Haul Akbar Jama‟ah al-khidmah, diadakan pada setiap bulan Idul Adha,
dihadiri warga se-Jawa Timur.
m. Maulid Nabi setiap bulan Maulid, diadakan di masing-masing
Mushollah, dan diadakan di Masjid yang dihadiri seluruh warga desa,
dengan menghadirkan penceramah Agama.
n. Lailatul Ijtima‟, diadakan setiap bulan di Masjid, dengan rangkaian acara
istighasah, shalat ghaib, mahalul qiyam, sambutan-sambutan.
o. Pada bulan Nisfu Sya‟ban tanggal 15 atau dengan nama lain selametan
kupat lepet, dengan acara membaca yasin 3kali di masing-masing
Mushollah dan masjid.
p. Rebo Wekasan, diadakan di hari Rabu terakhir bulan Safar, biasanya
diadakan di Mushollah-mushollah dengan rangkaian acara membaca al-
Qur‟an hinggah khatam.
q. Tahlil mingguan setiap RT, baik bapak-bapak maupun ibu-ibu, diadakan
bergilir di rumah warga, pada hari Kamis malam Jum‟at bagi bapak-
bapak, hari bebas (Selasa malam rabu atau Jum‟at malam Sabtu, atau
hari lainnya) untuk pengajian ibu-ibu
r. Pembacaan sholawat Diba‟10
setiap hari Jum‟at sore bergilir di
Mushollah-mushollah
s. Setiap hari Jum‟at pagi juga diadakan tadarus al-Qur‟an di masing-
masing Mushollah dan di Masjid.
Bentuk budaya gotong royong pada masyarakat Desa Bedanten:
a. Gotong royong dalam pembangunan rumah
b. Gotong royong dalam pengolahan tanah
c. Gotong royong dalam pembiayaan pendidikan anak
sekolah/kuliah/kursus
d. Gotong royong dalam pemeliharaan fasilitas umum dan fasilitas
sosial/prasarana dan sarana
10
Shalawat dhiba‟ adalah pembacaan shalawat Nabi Muhammad saw. dan rawinya
35
e. Gotong royong pemberian modal usaha
f. Gotong royong dalam pengerjaan sawah dan kebun
g. Gotong royong dalam penangkapan ikan dan usaha peternakan
h. Gotong royong dalam menjaga ketertiban, ketentraman dan keamanan
i. Gotong royong dalam peristiwa kematian
j. Gotong royong menjaga kebersihan Desa/Kelurahan
k. Gotong royong membangun jalan/jembatan/saluran air/irigasi
l. Gotong royong dalam pemberantasan sarang nyamuk
m. Gotong royong dalam kesehatan lingkungan. Dan sebagainya.
5. Kesehatan
Sarana dan Prasarana Kesehatan Masyarakat Desa Bedanten memliki
tiga unit Posyandu, dengan lima belas kader aktif Posyandu, satu Pembina
posyandu. Memiliki tiga belas Dasawisma, dengan pengurus Dasa Wisma
aktif tiga puluh sembilan orang. Selain itu tiga belas kader aktif bina
keluarga balita. Tiga puluh sembilan petugas lapangan aktif keluarga
berencana.
6. Kedaulatan Politik Masyarakat
Atas dasar kesadaran berpemerintahan, berbangsa dan bernegara,
pemerintahan Desa Bedanten melaksanakan kegiatan-kegiatan
sebagaimana berikut: Kegiatan pemantapan nilai Ideologi Pancasila
sebagai Dasar Negara, kegiatan pemantapan nilai Bhinneka Tunggal Ika,
kegiatan pemantapan kesatuan bangsa lainnya.
7. Lembaga Kemasyarakatan
Adapun termasuk dalam organisasi anggota lembaga kemasyarakatan
desa/ kelurahan diantaranya: RT, RW, PKK, LKMD/K, LPM, Karang
Taruna, Bumdes, Lembaga Adat, Kelompok Tani dan lembaga lainnya.
Organisasi anggota LKD/LKK termasuk PKK, PM/LKMD/K, Karang
Taruna, RT, RW, kelompok tani dan organisasi lainnya. Memperoleh
alokasi anggaran, kantor dan ruangan kerja, dan dukungan pembiayaan,
personil dan ATK untuk Sekretariat LKD/LKK dari APB-Desa dan
Anggaran Kelurahan/APBD.
36
C. Sejarah Tradisi Pleretan
Kembali kepada masa penyebaran Islam di Desa Bedanten. Dahulu para
leluhur menyebarkan Islam melalui tradisi. Salah satu tradisi tersebut ialah
haul dan sedekah bumi, ketika itu masyarakat Desa Bedanten menyebut
dengan nama Pleretan11
, dan sebagian masyarakat menyebut dengan nama
Bari‟an12
. Tradisi ini akan diadakan jika terjadi penyakit ataupun kesurupan
terhadap masyarakat, kemudian warga melaporkan kejadian tersebut kepada
pak Mudin.13
Pak Mudin langsung mengumumkan atau woro-woro kepada
warga agar esok hari diadakan Pleretan/ Bari‟an. Waktu itu dalam pelaksanaan
Pleretan dibacakan surah Yāsīn, tahlil, dan doa. Warga membawa makanan
pleret dalam wadah nampan yang nantinya setelah selesai acara pleret tersebut
dibagi-bagikan dan dimakan bersama-sama.14
Sementara itu tradisi ini sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu, sebelum
tahun 1947 M, dan sebelum para PKI membunuh orang-orang di Madiun,
warga masih sering mengalami kesurupan, ada juga warga yang sakit dan
tidak kunjung sembuh, yang kemudian warga tersebut meminta agar dibikinin
pleret.15
Pada waktu itu Pleretan diadakan di lokasi makam Mbah
Maskumambang16
, setelah terjadi pergeseran zaman, Pleretan tidak diadakan lagi di
makam Mbah Maskumambang, karena warga sekitar sudah tidak mengalami sakit
ataupun kesurupan lagi. Dan Bari‟an diadakan di lokasi makam Mbah Sayyid
Husaini17
. Selain itu, penyebaran Islam di Desa Bedanten juga melalui tradisi
11
Pleretan merupakan sebuah tradisi ritual berupa selametan sekaligus merawat arwah para
leluhur yang diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang. 12
Bari‟an berasal dari bahasa Arab, yaitu Bara’ah yang artinya suci dari dosa, bebas atau
membebaskan diri dari dosa-dosa dengan cara berdoa bersama. Masyarakat meyakini dengan
diadakannya Bari‟an atau Pleretan, warga akan terbebas dari bala‟(bahaya). 13
Mudin adalah kepala desa waktu itu atau tokoh masyarakat yang dipercaya dalam urusan
keagamaan. 14
Wawancara pribadi dengan Abdul Majid S.Pd.I, Bedanten 09 Januari 2019. 15
Pleret merupakan makanan yang menjadi simbol dari tradisi Pleretan, Wawancara pribadi
dengan KH. Fatah Abdul Aziz, Bedanten, 06 Juni 2018. 16
Lokasi makam berada di sekitar Pemakaman Umum, tidak jauh dari perkampungan warga
yang berada di JL. Maskumambang Rt. 12 Rw. 04. Tidak ada bangunan sekitar makam. Tidak ada
yang mengetahui siapa sebenarnya Mbah Maskumambang, dan warga hanya mengetahui bahwa
Mbah Mambang adalah Sesepuh Desa yang sakti. Wawancara pribadi dengan HJ. Fatah Abdul
Aziz, Bedanten 2019. 17
Makam Mbah Sayyid Husaini berada di Komplek Makam belakang bangunan Balai Desa,
di samping makam Mbah Sayyid Husaini disediakan bangunan Pendopo untuk para penziarah,
37
pementasan Wayang dan Pencak Silat. Pementasan Wayang dan Pencak Silat
ini diadakan di lokasi makam Mbah Kemedum18
, konon jika tidak diadakan
pementasan Wayang, maka buaya yang berada di sungai Bengawan Solo akan
muncul ke daratan.19
Dan pada bulan September 2019 lokasi sekitar makam
Mbah Kemedum dibangun sebuah Pendopo. Pendopo ini diresmikan dengan
dibuka pembacaan khotmul Qur‟an, dan diadakan juga kegiatan-kegiatan
lainnya untuk memperkokoh tradisi yang hampir punah.20
Setelah adanya G30S/PKI pada tahun 1965 M tradisi Pleretan tidak lagi
sering diadakan, karena tidak ada lagi warga yang terserang penyakit. Sampai
pada tahun 2003 ada sekelompok pemuda, sekelompok anak muda tersebut
berinisiatif membersihkan rumput-rumput yang ada di sekitar makam Mbah
Sayyid Husaini, dan membangun jalanan dengan menggunakan bahan-bahan
bangunan seadanya, kemudian pak Lurah mengetahui hal tersebut, lalu
sekelompok anak muda tersebut mendapat dukungan dari pak Lurah,
kemudian pak Lurah menambahkan dana untuk tambahan semen. Sejak saat
itu, pak Lurah menyarankan sekelompok anak mudah tadi untuk sowan atau
mengunjungi sesepuh Desa Bedanten salah satunya yaitu H. Sofwan, alm.
Sekelompok anak mudah tersebut mendapatkan persetujuan untuk merawat
dan melestarikan makam Mbah Sayyid Husaini. Dari sini mulai digagas
kembali dan dimusyawarahkan serta dibentuklah suatu organisasi bernama
Pelestari Makam Penggede Desa Bedanten yang diketuai oleh Miftah
Sya‟roni. Sesepuh Desa dan Pemerintahan Desa memusyawarahkan tentang
hal ini. Dapat diputuskan pada masa kelurahan H. Sayuti, bahwa Pleretan atau
Bari‟an diadakan dan bercampur di satu lokasi yaitu di makam Mbah Sayyid
Husaini, dan Pleretan/ Bari‟an diberi nama baru yaitu Haul Penggede dan
Sedekah Bumi Desa Bedanten.21
selain untuk para penziarah Pendopo tersebut biasanya digunakan warga untuk beberapa kegiatan
rutin. 18
Mbah Kemedum atau Mahdum adalah seseorang yang dikenal dengan kewaliannya di Desa
Bedanten. Makamnya terletak di pinggiran sungai Bengawan Solo, berlokasikan di belakang
bangunan sekolahan Madrasah Tsanawiyah Mambaul Ulum. Namun, saat ini makamnya berada di
kedalaman sungai Bengawan Solo (makam Mbah Mahdum kecemplung ke sungai akibat adanya
erosi yang menyebabkan tanah di tepi sungai longsor). 19
Wawancara pribadi dengan Miftah Sya‟roni, Bedanten 07 Juni 2018. 20
Wawancara pribadi dengan Miftah Sya‟roni, Bedanten, 13 April 2019. 21
Wawancara Pribadi dengan Khoirul Abidin, Bedanten, 05 Januari 2019.
38
Dalam pandangan tokoh masyarakat Desa Bedanten termasuk lapangan
Wali, artinya banyak para Wali yang diutus Allah untuk menyebarkan agama
Islam di Desa Bedanten. Salah satunya yaitu Mbah Sayyid Husaini yang
merupakan orang berilmu dan ditakuti masyarakat. Di Desa Bedanten inilah
Mbah Sayyid Husaini mengadakan dan mengembangkan kegiatan-kegiatan
keagamaan.22
Tabel 3.5
Rangkaian Kegiatan di Pendopo Makam Mbah Sayyid Husaini
No Waktu Kegiatan
1. Malam Jum‟at Legi Lailatul Istighasah (Istghasah, Khotmul
Qur‟an, Yasin, Talil, Doa) untuk umum
1. Malam Rabu Waqiahan untuk laki-laki
2. Ahad Pagi Tadarus al-Qur‟an yang dipimpin H.
Zakariyah untuk laki-laki
4. Malam Ahad, ba‟da
Maghrib
Ngaji Kitab yang diajar oleh K.H. Rofiqul
Amin untuk umum
5. Rabu Pahing Manaqib al-Hidmah
6. Tiga bulan sekali Terbangan
7. Kamis Keliwon pagi Khotmul Qur‟an Ibu-ibu
Dari beberapa kegiatan di atas, masih ada beberapa waktu kosong untuk
mengadakan kegiatan lainnya di Pendopo makam Mbah Sayyid Husaini, Ketua
Pelestari Makam Penggede Desa menawarkan kepada masyarakat, untuk
mengadakan kegiatan tambahan di area Pendopo. 23
Selain Pendopo, juga didirikan Mushollah yang berada di sebelah Barat
Pendopo. Mushollah tersebut bernama Mushollah Al-Faruq, biasanya digunakan
warga setempat dan para penziarah untuk shalat. Baik secara berjamaah maupun
tidak.
22
Wawancara pribadi dengan KH. Fatah Abdul Aziz, Bedanten, 06 Juni 2018. 23
Tawaran tersebut memiliki dua syarat, yaitu berupa kegiatan yang mengamalkan amalan
Nahdhiyyin dan waktu pelaksanaan yang tidak berbenturan dengan kegiatan lainnya.Wawancara
pribadi dengan Miftah Sya‟roni, Bedanten, 13 April 2019.
39
Selain makam Mbah Sayyid Husaini, Mbah Maskumambang, Mbah
Kemedum atau Mahdum24
, masyarakat juga mempercayai beberapa makam
sesepuh atau leluhur yang dikenal dengan kesaktian (karomah) dan keilmuannya
(sebagai seorang wali), di antaranya:
Mbah Ngabar dengan nama lain yaitu Maulana Kholiq Akbar sesepuh yang
dikenal karomahnya oleh masyarakat. Makamnya berada di sebelah Barat
dari Komplek Makam. Masyarakat setempat meyakini bahwa ada dua
Makam Mbah Ngabar. Pertama ada di bawah pohon Mangga tepat di
sebelah Barat komplek Makam, di sini disediakan Pendopo dan satu kendi
air untuk para penziarah, tidak ada kegiatan apapun di makam ini selain
orang yang hadir untuk ziarah. Kedua berada di pertengahan tanah antara
Desa Sukorejo, Bedanten, Ngindro Delik, dan Lebak Sari. Makam ini biasa
disebut masyarakat dengan sebutan buyut cukul (tumbuh) karena dengan
tiba-tiba muncul sepasang batu nisan dari tanah, maka disebutlah buyut
cukul (tumbuh).25
Di makam yang kedua ini juga didirikan Pendopo untuk
para penziarah biasanya yang ziarah di makam Mbah Ngabar kebanyakan
adalah Kyai-kyai besar yang mengetahui kewalian Mbah Ngabar, Haul dan
Sedekah Bumi juga diadakan di lokasi ini pada setiap hari Jum‟at Pahing di
bulan Sya‟ban, biasanya yang hadir adalah warga masyarakat desa yang
berada disekitar lokasi pemakaman..
Mbah Umar Khottob,26
Sebelumnya warga setempat belum mengetahui
dimana lokasi sebenarnya makam Mbah Umar Khottob dan Mbah Zainab.
24
Seseorang telah menceritakan kepada penulis, bahwa dahulunya sebelum tanah di pinggiran
sungai longsor akibat erosi, makam Mbah Kemedum pernah hampir dipindahkan ke dataran yang
tinggi. Namun setiap akan dipindahkan selalu gagal sampai makam Mbah Kemedum terjatuh ke
sungai. Menurut warga setempat menyampaikan bahwa ada sebuah ramalan yang menjelaskan,
sungai Bengawan Solo akan terus terjadi erosi hingga makam yang berada di pinggiran sungai
longsor (kecemplung masuk di kedalaman sungai), jika kejadian tersebut terjadi sungai Bengawan
Solo berhenti bererosi. Dan kenyataannya seperti itu, kini sungai Bengawan Solo di sekitar Desa
Bedanten tidak bererosi seperti zaman dahulu yang hampir setiap hari terjadi erosi. Wawancara
pribadi dengan Sebowarno, pada tanggal 17 Juli 2019. 25
Wawancara Pribadi dengan Cak Mad, Pendopo Ngabar, 12 April 2019. 26
Berdasarkan penemuan penulis setelah berdiaolog dengan warga, bahwasannya dijelaskan
di dalam buku pak Hayyan terdapat dua makam suami istri, tertulis di batu nisannya bernama
Katab dan Zainab. Ke dua makam tersebut adalah keturunan dari Nabi Muhammad saw. yang ke
25. Makamnya berada di pojok Barat sebelah Selatan dengan ditandai dua pohon besar. Logat
bahasa yang berbeda dari generasi ke generasi, gaya bahasa lisan yang sesuai dengan daerah.
Makam yang bernama Kattab yang sebenarnya memiliki nama asli Umar Khottob. Wawancara
pribadi dengan Bapak Karso, Pendopo Ngabar, 12 April 2019.
40
Ketika itu masyarakat bisa tahu keberadaan makam dzuriyah Nabi saat
musim panas melanda Desa Bedanten dan terjadi kebakaran di Komplek
Makam bagian Selatan. Anehnya hanya ada dua makam yang tidak memiliki
bekas kebakaran (kedua makam tersebut tidak dilewati api yang membakar
makam-makam disekitarnya), beberapa warga mengecek dan melihat batu
nisan dari kedua makam tersebut. Benar kedua makam tersebut adalah
makam Mbah Umar Khottob dan Mbah Zainab. Di makam ini tidak ada
kegiatan apapun selain orang-orang yang datang untuk berziarah, karena
makam Mbah Umar Khottob dan istri baru ditemukan sekitar tahun 1990 an.
41
BAB IV
PEMBACAAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN
DALAM TRADISI PLERETAN DI DESA BEDANTEN KECAMATAN
BUNGAH KABUPATEN GRESIK
A. Tradisi Pleretan
1. Waktu Pelaksanaan
Ada alasan dalam setiap penentuan waktu. Khususnya dalam menentukan
waktu, orang Jawa selalu memiliki patokan hari pasaran, atau lainnya sebagai
doa isyarat. Seperti dalam menentukan hari perayaan pernikahan yang
berpedoman pada pasaran hari Jawa yang biasa disebut Weton. Pada tradisi
leluhur yang telah lama tidak diadakan, kemudian diadakan kembali, sehingga
butuh cara dalam menentukan waktu secara bijaksana. Sejak tahun 2003 M
diadakan pada hari Jum‟at pertama pada bulan Sya‟ban (Ruwah). Kenapa hari
Jum‟at pertama bulan Sya‟ban?, karena Jum‟at merupakan hari baik untuk
datang ke Makam. Jum‟at pertama merupakan bulan muda dan penuh
semangat sehingga warga bisa lebih berbondong-bondong untuk datang ke
tradisi Pleretan. Sedangkan diadakan pada bulan Sya‟ban dikarenakan bulan
selanjutnya adalah bulan Romadhan, saat memasuki bulan Romadhan pada
umumnya orang Jawa melakukan besik nyambang kuburan (ziarah ke makam
keluarga dan mendoakan mereka yang sudah meninggal). Dari keumuman
yang dilakukakn masyarakat sehingga ditetapkan waktu Pleretan secara resmi
yaitu pada bulan Sya‟ban. Islam membenarkan jika kalau akan memasuki
bulan Ramadhan, sebaiknya mulai untuk mempersiapkan diri, memperbanyak
istighfar dan termasuk juga mendoakan orang yang telah meninggal.1
Tradisi ini dimulai kembali setelah sekian tahun tidak diadakan. Guna
menyatukan seluruh elemen masyarakat Desa Bedanten dan menjaga serta
melestarikan tradisi, tradisi Pleretan diadakan di kompleks makam Mbah
Sayyid Husaini, lokasi ini merupakan tempat yang cukup strategis dan luas,
untuk menampung keseluruhan masyarakat Desa Bedanten yang hadir dalam
tradisi Pleretan. Dari kegiatan ini masyarakat yang tidak mempunyai
1 Wawancara pribadi dengan Bapak Khoirul, Bedanten: 05 Januari 2019
42
kesempatan untuk berziarah kubur ke makam Mbah Sayyid Husaini
khususnya dapat juga memanfaatkan moment penting ini sebagai ungkapan
rasa syukur dan bagian dari ngalap berkah kepada wali Allah. Meski sebagian
besar warga Desa Bedanten berdomisili di luar kota, beberapa dari mereka
tetap meluangkan waktu untuk menghadiri tradisi ini.
2. Rangkaian Acara
Tradisi Pleretan saat ini lebih terorganisir memiliki struktur kepanitiaan
yang jelas dan lebih baik dari sebelumnya. Tradisi ini dipanitiai oleh beberapa
Organisasi Masyarakat desa Bedanten, diantaranya: Pemerintahan Desa, Ibu-
ibu PKK, Tim Pegiat Sosial Budaya Pesisir Utara Gresik, Cagar Budaya Desa
Bedanten, Pelestari Makam Penggede Desa Bedanten, Karang Taruna, dan
DKM Masjid, dan lainnya.
Tradisi Pleretan ini digagas kembali dan diberi nama Haul Penggede dan
Sedekah Bumi sekaligus Memperingati Hari Jadi ke 661 Desa Bedanten.
Untuk mengetahui rangkaian acara apa saja di dalamnya, perhatikanlah table
berikut ini;
Tabel 4.6
Rangkaian Acara Kegiatan Haul dan Sedekah Bumi
No Hari/ Tgl/ Bln/ Th Waktu Acara
1 Rabu, 10 April
2019 (04 Sya‟ban
1440)
20.00 wib. – selesai Sarasehan Kesejarahan oleh:
Prof. K. Ng. Agus Sunyoto
2 Kamis, 11 April
2019 (05 Sya‟ban
1440)
06.30 wib. – selesai Khatmul Qur‟ān Jam‟iyah
Putri
17.30 wib. – selesai Lailatul Istighotsah
3 Jum‟at, 12 April
2019 (06 Sya‟ban
1440)
05.00 wib. – selesai Khatmul Qur‟ān Jam‟iyah
Putra
13.00 wib. – selesai Haul, Sedekah Bumi dan hari
jadi Desa Bedanten ke 661
tahun, Penceramah: K.H. M.
Najib Muhammad, Jombang
Rangkaian acara di atas adalah sesuai dengan rangkaian acara yang dibagikan
kepada masyarakat melalui surat undangan tertulis. Akan tetapi, beberapa
rangkaian acara mengalami perubahan jadwal. Seperti pada acara Khatmul Qur‟ān
dan Lailatul Istighasah. Agar lebih jelanya penulis mengemukakan rangkaian
acara dalam tradisi Pleretan sesuai dengan perubahan di lapangan.
43
1. Hari Rabu, 10 April 2019 (04 Sya‟ban 1440)
Kegiatan : Sarasehan Kesejarah dan Pameran Benda Sejarah
sekaligus Hari jadi Desa bedanten ke 661 Tahun
Pukul : 20.00 wib – selesai
2. Hari Kamis, 11 April 2019 (05 Sya‟ban 1440)
a. Kegiatan : Khatmul Qur‟ān Jam‟iyah Putri
Pukul : 06.30 wib – selesai
b. Kegiatan : Khatmul Qur‟ān Jam‟iyah Putra
Pukul : 15.00 wib – selesai
c. Kegiatan : Lailatul Istighasah
Pukul : 20.00 wib – selesai
3. Jum‟at, 12 April 2019 (06 Sya‟ban 1440)
Kegiatan : Haul dan Sedekah Bumi
Pukul : 13.00 wib - selesai
a. Sarasehan Kesejarahan dan Pameran Benda Sejarah Sekaligus Hari Jadi
desa ke 661
Pada hari Rabu, 10 April 2019 (04 Sya‟ban 1440 H) merupakan hari
terlaksananya acara sarasehan kesejarahan dan pameran benda sejarah
sekaligus hari jadi Desa Bedanten ke 661. Memang tidak setiap tahun
rangkaian acara pada hari pertama selalu sama, seperti pada tahun
sebelumnya panitia mengadakan pementasan Seni Kentrung.2 Dan setelah
diadakan Seni Kentrung, masyarakat merasa kurang puas terhadap paparan
sejarah yang dibacakan pada pementasan Seni Kentrung tersebut,
selanjutnya panita membentuk Tim Pegiat Sosial Budaya. Tim ini
melakukan kajian dan menggali sejarah Desa Bedanten setiap minggunya.3
Kajian tersebut bertujuan untuk mengungkap sejarah Desa Bedanten dan
silsilah para leluhur khususnya leluhur Mbah Sayyid Husaini.4
2 Seni kentrung merupakan seni sastra lisan atau seni bertutur yang diiringi tabuhan
terbangan dan kendang, yang membahas tentang babad tanah jawa serta sejarah masa lalu pada
masa kerajaan dan terutama kerajaan Islam di tanah Jawa juga menerangkan kisah Nabi. Lihat di
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id. 3 Wawancara dengan Miftah Sya‟roni, Bedanten, 11 April 2019.
4 Wawancara dengan Miftah Sya‟roni dan juga mengungkapkan “pada setiap acara-acara
khaul selanjutnya sangat berharap agar bisa membacakan profil leluhur Desa Bedanten”.
44
Kemudian pada tahun ini diadakanlah acara Sarasehan Kesejarahan
yang dihadiri oleh Prof. K. Ng. Agus Sunyoto, beliau merupakan ketua
Lesbumi PBNU. Sarasehan ini bertemakan “Meneladani Kearifan
Kesejarahan Tempo Doloe Wilayah Pesisir Utara Gresik, Sebagai Pondasi
di Era Industrialisasi”. Acara ini berlangsung pada pukul 20.00 wib sampai
pukul 22.30 wib. Sesuai tempat yang telah diputuskan oleh tokoh
masyarakat bahwa kegiatan ini di laksanakan di kompleks makam Mbah
Sayyid Husaini.
Di Pendopo samping Utara makam Mbah Sayyid Husaini sudah
tersedia pameran benda-benda sejarah. Benda-benda tersebut yaitu berupa
pecahan-pecahan kramik, keris, pedang, mushaf kuno, tombak nenggolo
(tombak untuk berburu), wayang, foto-foto Kepala Desa yang pernah
menjabat di Desa Bedanten dari masa kuno sampai sekarang, bebatuan
(batu bata) yang ditemukan warga dan batu tersebut memiliki ukiran kuno,
beberapa peta kuno, uang kuno, berupa uang koin pada tahun 1800 an, dan
lain sebagainya.
Saat dimulainya sarasehan kesejarahan; music adibaya,5 lagu budaya
turi puti dan sholawat badar dilantunkan oleh grup hadroh untuk
menyambut masyarakat yang hadir ke acara Sarasehan. Beberapa warga
ada yang menuju lokasi pameran budaya untuk melihat-lihat pameran, dan
ada juga yang langsung duduk di tempat yang disediakan panitia untuk
acara sarasehan. Panitia juga menyediakan makanan berupa polo pendem,6
kopi, teh, air putih untuk dimakan pada saat acara berlangsung.
Berdasarkan observasi yang penulis temui di lapangan, berikut ini
adalah prosesi acara sarasehan pada hari Rabu, 10 April 2019 (04 Sya‟ban
1440 H):
1) Pembukaan
Setelah Sholawat Badar dan music Adibaya selesai dilantunkan
beberapa menit kemudian MC berdiri di atas bagian tengah panggung
5 Music adibaya adalah kolaborasi music antara kendang jidor, gamelan, rebbana dan alat
music petrok semacam piano. 6 Makanan ubi-ubian yang direbus
45
dengan membacakan serangkaian acara.7 Adapun rangkaian acara
tersebut adalah: Pembukaan, pembacaan ayat Suci Al-Qur‟an,
menyanyikan lagu Indonesia raya dan yalal wathon, sambutan-
sambutan, launching hari jadi Desa Bedanten, penyerahan
cinderamata, sarasehan kesejarahan, penutup doa. Kemudian MC
membuka acara dengan bacaan surah al-Fātihah dengan harapan agar
acara dapat berjalan dengan baik sesuai dengan Ridho dari Allah swt
dari awal hingga akhir acara.8
2) Pembacaan Ayat Suci Al-Qur‟an
Sebelum ayat suci Al-Qur‟an dibacakan, seperti biasanya MC
langsung mengambil alih untuk menyampaikan acara yang
selanjutnya. Kemudian pembaca ayat suci al-Qur‟an segera maju ke
atas panggung dan melantunkan ayat-ayat suci al-Qur‟an secara tartil
dan menggunakan nada. Saat pembacaan ayat-ayat suci al-Qur‟an
disampaikan, warga yang hadir mendengarkan ayat yang sedang
dibacakan.9 Ayat al-Qur‟an yang dilantunkan adalah dengan
menggunakan nada tilawah (Qira‟ah), seperti nada bayati, hijaz,
nahawan, dan sebagainya. Sehingga yang mendengar dapat tersentuh
hatinya karena begitu indahnya bacaan ayat suci tersebut dilantunkan.
3) Menyanyikan Lagu Indonesia Raya dan Yalal Waton
Kemudian menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Yalal Waton.
Petugas acara segera maju ke atas panggung, mengambil posisi sebagai
Dirijen, dan memimpin masyarakat dalam menyanyikan lagu
Indonesia Raya dan Yalal Waton. Serentak masyarakat berdiri dan
lagu dinyanyikan secara bersama-sama.
4) Sambutan-sambutan
Seperti biasa, setiap acara selalu ada kata sambutan dari pihak
panitia dan pihak yang bersangkutan. Dalam acara sarasehan sambutan
pertama disampaikan dari pihak panitia. Seperti yang lainnya, isi dari
7 Pak Masbukhin merupakan salah satu dari aparat pemerintahan Desa Bedanten
8 Sebagai MC adalah Pak Masbukhin
9 Sebagai pembacaan ayat suci al-Qur‟an adalah Fatihatul Cholishoh,
46
kata sambutan berupa ungkapan syukur, terimakasih dan maaf. Selain
itu juga menyampaikan maksud adanya kegiatan.10
Setelah sambutan dari pihak panitia, kemudian dari pihak LES
BUMI (Lembaga Seniman Budayawan Muslim Indonesia).11
Sambutan
tersebut berupa ucapan hormat dan meminta maaf dari pengurus
Lesbumi PCNU Gresik.
5) Launching Hari Jadi Desa Bedanten yang ke 661 Disertai dengan
Pemotongan Tumpeng.
Segera tumpeng dibawa oleh dua petugas laki-laki ke atas
panggung dengan memakai pakaian adat Jawa (Batik dan blankon).
Tumpeng dipotong oleh kepala Desa Bedanten, saat pemotongan
tumpeng sedang berlangsung, mc mengucapkan: “Ini adalah simbol
menyatakan hari jadi Desa Bedanten yang ke 661.” Tumpeng dipotong
saat itu juga, masyarakat yang hadir bertepuk tangan riyah, baru
pertama kalinya Desa Bedanten merayakan hari jadi, dengan suara
tabuhan gong dan gamelan “gooong, gooong, goooong,…” bersamaan
dengan pemotongan tumpeng. Tumpeng merupakan simbol dari hablu
mina al-Nās dan ẖablu mina Allah. Bentuk tumpeng yang meruncing
ke atas adalah simbol adanya hubungan manusia dengan Tuhannya,
bentuk tumpeng yang melebar besar melingkar dibagian bawah
merupakan simbol hubungan manusia sesama manusia, dan lauk-pauk
serta sayuran merupakan simbol manusia dengan sesama makhluk.12
Masyarakat terus bertepuk tangan dan bersorak ria. Pak lurah
menghadap ke warga dengan menunjukkan potongan tumpeng yang
telah dipotong.
6) Pemberian Cinderamata
Agar membekas dan dapat menjadi kenang-kenangan, panitia Desa
memberikan cinderamata kepada Prof. Agus Sunyoto, berupa foto
10
Sambutan dari panitia bapak Abdul Majid 11
Lesbumi merupakan organisasi kebudayaan Nahdhatul Ulama. Lesbumi NU didirikan
pada 28 Maret 1962 sebagai wadah perjuangan para seniman dan budayawan NU. Liat Artikel
Jurnal: Moh Anwar, Peran Lesbumi dalam Merespon Gerakan Lekra pada Tahun 1950-1965, UIN
Sunan Ampel Surabaya, 2013. 12
Wawancara dengan Miftah Sya‟roni, Bedanten, 07Juni 2018.
47
Prof. Agus Sunyoto yang dibingkai. Warga yang hadir saat itu sangat
antusias bertepuktangan dan bahagia. Cinderamata tersebut di berikan
oleh ketua Pelestari Makam Penggede Desa Bedanten dengan diiringi
musik Adibaya.
7) Sarasehan13
Sarasehan dimoderatori oleh Gus Didin.14
Moderator berharap
dapat menambah pencerahan dan menemukan informasi baru dari Prof.
Agus Sunyoto. Selain itu moderator mengajak terlebih dahulu untuk
membacakan al-Fatihah kepada leluhur agar lebih sopan dan beradab.
“Sebelum kita menuturkan sejarah para leluhur, alangkah
baiknya kita menyapa beliau-beliau dengan cara mendoakan
dengan cara memberikan al-Fatihah, memberikan kiriman doa
mudah-mudahan jasa-jasa beliau dan semangat perjuangan beliau
dalam menyampaikan dakwah Islam bisa kita teladani pada hari
ini.”
Kirim doa dipimpin oleh Pak Ghafar selaku ketua penggagas
sejarah Desa Bedanten. Sebelum kirim doa dimulai Pak Ghafar
memberikan penjelasan tentang:
a) Awal mula adanya gagasan untuk mengkaji sejarah Desa Bedanten.
Berawal dari cerita warga masyarakat yang tidak dapat diakui
kebenarannya.15
b) Pelaku pengkajian sejarah Desa Bedanten adalah dari anggota
organisasi pelestarian makam penggede Desa Bedanten, dan
segenap masyarakat yang terlibat.
c) Pada tahun 2018 terbentuk Tim Pegiat Sosial Budaya (Cagar
Budaya), guna untuk menggali sejarah Desa Bedanten. Setelah
melakukan kajian lebih lanjut, ditemukanlah data yang
menjelaskan adanya sebuah nama Madanten yang tertulis pada
prasasti di Desa Canggu Trowulan. Prasasti tersebut dibuat pada
13
Saresehan merupakan bentuk pertemuan yang dihadiri oleh sekelompok undangan
tertentu untuk membicarakan suatu permasalahan dengan cara yang tidak resmi dan suasana yang
rileks. Liat Artikel Jurnal: A Safril Mubah, Strategi meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal
dalam Menghadapi Arus Globalisasi,Jurnal Unair, 2011. 14
Gus Didin, dalam acara sarasehan kesejarahan dan pameran benda sejarah sekaligus hari
jadi desa ke 661, 10 Mei 2019. 15
Cerita warga tersebut adalah “Hiduplah seorang tokoh yang memiliki 5 keturunan dan
dari ke lima keturunan tersebut memilih jalan hidupnya masing-masing ada yang memilih hidup di
daerah gunung ada juga yang memilih ke tempat pesisir atau tepi laut.”
48
tahun 1358 M. dapat diakumulasikan, sehingga pada tahun 2019
M. Desa Bedanten berusia 661 tahun. Di makam Mbah Sayyid
Husaini juga pernah diteliti oleh pihak arkeolog Jakarta
menyatakan kalau makan ini sudah ada sejak 13 abad yang lalu.16
Setelah Pak Ghafar mengutarakan beberapa penjelasan, beliau
langsung memimpin untuk kirim doa kepada leluhur Desa Bedanten
khususnya kepada Mbah Sayyid Husaini. Dengan membacakan surah
al-Fatihah yang ditujukan kepada Nabi Muhammad saw., kemudian
kepada tokoh-tokoh masyarakat Desa Bedanten yang telah dahulu
meninggal dan terutama kepada tokoh pendiri Desa Bedanten; Mbah
Sayyid Husaini, Mbah Mambang, Mbah Ngabar, Mbah Umar Khattab,
Mbah Kemedum.
Namun sebelum sarasehan dimulai ada tampilan teater oleh
anggota lesbumi, kemudian MC menutup acara dan menyampaikan
banyak maaf dan terimakasih.
I. Tampilan Teater17
oleh Anggota Lesbumi,
Pada teater yang bertemakan alif ini, ditampilkan oleh lima
anggota Lesbumi Gresik dengan satu tokoh utama, dengan
menggunakan pakaian sarung, tanpa baju ataupun kaos, dan
memakai topi sawah. Mereka ber-ekspresi dengan diiringi musik
gamelan. Saat teater mulai tampil, masyarakat sangat antusias
untuk melihatnya. Penampilan teater begitu meriah dan menghibur
masyarakat yang hadir, selain menghibur ada beberapa point
penting yang dapat diserap oleh penonton. Para hadirin
menyaksikannya dengan fokus. Adapun penampilannya
menceritakan tentang seseorang yang mencari cinta sejatinya.
Hingga ada diaolog dalam teater sebagaimana berikut:
Si dalang berkata dan bertanya; “kisanak.., apa yang sedang kau
lakukan ..?, apa yang sedang kau cari..?, apa..?”
16
Pak Ghafar, dalam acara sarasehan, 10 Mei 2019. 17
Seni teater merupakan drama atau kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di
atas pentas, disaksikan orang banyak dan didasarkan pada naskah yang tertulis. Teater dalam arti
sempit, adalah segala tontonan yang dipertontonkan di depan orang banyak seperti; ludruk,
wayang orang, ketoprak, dll. Lihat buku Apresiasi Seni Seni Rupa dan Seni Teater 3, karya
Margono, dkk, 2006.
49
Kisanak berkata dan menjawab; “apa yang sedang aku cari??, apa yang
sedang aku cari??,”
Dalang; “Apa kau sedang mencari cinta kisanak..?”
Kisanak; “Iya, aku mencari cintaaaaa,”
Penonton tertawa riang gembira, chie chie, haha
Dalang; “Apa kau mencari cinta yang bersumpah kepada bumi…?”
Kisanak; “Tidak suatu saat bumi akan bertebaran bagai kapas.
Dalang; “Apa kamu mencari cinta yang bersumpah kepada langit…?”
Kisanak; “Tentu tidak karena suatu saat langit akan runtuh”
Dalang; “Hahaha kalau begitu adakah yang lebih berat dari bumi…?”
Kisanak; “Beban seorang Ibu ketika mengandung anak-anaknya.”
Dalang; “Lalu Adakah yang lebih tinggi dari langit…?”
Kisanak; “Ada beban seorang Ayah ketika membesarkan dan mendidik
anak-anaknya”
Dalang; “Kisanak, keagungan cinta Siapa yang sedang kau
bicarakan…?”
Kisanak; “Hahaha…., keagungan cinta hanya milik Maryam kepada
Isa,”
Dalang; “Kalau begitu perjalanan Apa yang kau lakukan sehingga kau
bisa sampai di desa ini..?”
Kisanak; “Perjalanan panjang ketika Musa membelah laut merah.”
Dalang; “Kalau begitu tunggulah pertanda yang akan memberikan
Engkau kejelasan tentang apa yang kau lakukan di sini, di bumi
ini…!”
Kisanak; “Cinta, karena cinta adalah hembusan angin, cinta adalah
hembusan angin,,,”
Dalang; “Kisanak, pergilah kau ke hutan,, !, bukalah kebun dan
ladang,,,! pergilah kau ke laut, bedah lautan dan jadikan tambak
dan sawah,,,! itu yang harus kau lakukan.”
Kisanak; “Luka di hatiku bagaikan linggis alif mu hingga menjadi
Mataair, menjadi Sumur, menjadi Sungai, menjadi Lautan,
menjadi Samudera, dengan sejuta gelombang mengarang
memanggil alif mu. Alif, alif mu yang satu tegak di atas tanah,
alifmu yang satu tegak di mana-mana. Alif”
II. Sarasehan oleh Prof K. Ng. Agus sunyoto.
Pada pukul 09.30 wib tibalah saatnya acara sarasehan. Terlihat
dari wajah-wajah masyarakat yang hadir begitu antusias dan fokus
untuk mendengarkan. Prof. Agus yang duduk berdampingan
dengan tokoh-tokoh masyarakat Desa Bedanten di atas panggung,
dengan duduk bersila di samping moderator segera memulai
sarasehan dengan salam dan beberapa kata muqoddimahnya,
selanjutnya beliau menerangkan beberapa materi berdasarkan tema.
Tema tersebut adalah “Meneladani Kearifan Kesejarahan Tempo
Doloe Wilayah Pesisir Utara Gresik, Sebagai Pondasi di Era
50
Industrialisasi”. Terlihat Ibu-ibu sambil makan, dan sebagian anak-
anak sedang bermain, beberapa panitia melintas lewat belakang
para hadirin yang hadir.
Prof. Agus terus menjelaskan sejarah tempo doloe di wilayah
Gresik. Mulai dari menjelaskan penyebaran agama-agama yang
menjadi panutan masyarakat Jawa, kemudian agama paling kuno
hingga masuknya Islam di Jawa, khususnya di wilayah Gresik.
III. Kesimpulan dari Moderator
Setelah Prof. Agus Sunyoto memaparkan materinya, kemudian
moderator memaparkan ulang secara singkat. Adapun kesimpulan
dari sarasehan adalah:
1) Berkaitan dengan Desa Bedanten, pada masa kuno pemberian
nama sebuah wilayah selalu ada kaitannya dengan agama dan
peristiwa. Misalnya: di Desa Bedanten konon nama aslinya adalah
Madanten, jika dikaitkan dengan peristiwa maupun agama, akan
dapat saling berhubungan. Sebagaimana Desa Bedanten dekat
dengan wilayah Sorowiti, Sorowiti adalah nama Gajahnya Batara
Indra. Sedangkan Madanten adalah keringatnya Gajah Batara
Indra. Maka, dapat di temukan keterkaitan Desa Bedanten dengan
peristiwa Jaman Kuno.
2) Tentang Mbah Sayyid Husaini, berkaitan dengan datangnya orang
Arab ke Indonesia secara bergelombang. Gelombang pertama
terjadi pada tahun 1792, kelompok Sayyidīn dari daerah Hijaz,
Makkah dan Madinah. Kelompok Sayyidīn ini diserang dan
dijadikan buronan. Orang-orang Wahabi menyerang dan memburu
Sayyid keturunan Nabi Muhammad saw. Ketika itu para Sayyidīn
yang masih hidup melarikan diri ke Indonesia, masuklah ke pulau
Jawa tepatnya di Hamengkubuwono, para Sayyid diselamatkan
oleh Hamengkubuwono. Dari pihak Pegiat Pelestari Makam
Penggede Desa Bedanten pernah didatangi oleh orang Surakarta,
dan bilang supaya merawat makam Mbah Sayyid Husaini.
51
3) Kemungkinan pertama Mbah Sayyid Husaini datang ke Indonesia
pada gelombang pertama. Kemungkinan yang kedua Mbah Sayyid
Husaini adalah pasukan perang Diponegoro, yaitu pasca Perang
Diponegoro pada tahun 1830 ketika Pangeran Diponegoro
diasingkan ke Manado, dan dimakamkan di Makassar. Pasukan
Diponegoro ini di antaranya adalah para Sayyidīn yang ada di Desa
Sayidan Jawa Tengah. Mereka tidak menyerah dengan Belanda
tetapi mereka menyebar di seluruh wilayah pelosok yang ada di
Jawa. Para Sayyidīn yang berada di wilayah Selatan pasukan
Diponegoro ini membangun pesantren-pesantren, dengan ciri dari
Pesantren tersebut adalah adanya pohon Sawo di halaman
Pesantren. Dan dari golongan para Sayyidīn ini menyebar untuk
mendirikan pesantren juga untuk bertapa.
8) Penutup
Acara Sarasehan selesai tepat pada pukul 22.30 wib, ditutup oleh
Bapak Abdul Majid selaku Pak Lurah dan kepanitiaan peringatan ẖaul
dan sedekah bumi,
“Terima kasih saya sampaikan, kepada Romo Kyai Haji Agus
Sunyoto yang telah memaparkan dalam acara sarasehan
kesejarahan. Perlu di Garis bawahi, bahwa sedekah bumi itu
identitas kita jangan sampai dihilangkan. Istilahnya buat orang
yang meninggal ada Sultanah, 3 harian, 7 harian, 40 hari, 100 hari,
1000 hari, haul, termasuk sedekah bumi ini yang merupakan
identitas kita sebagai umat nadliyyin.
Selanjutnya adalah doa
kepada Bapak Abdul Ghafur dipersilahkan.”18
Setelah selesainya acara sarasehan, masyarakat yang hadir tetap
duduk dan menyantap makanan yang telah disediakan oleh panitia.
Panitia membagikan Soto Ayam yang disumbang dari seorang Hamba
Allah untuk konsumsi sarasehan.
18
Sambutan Bapak Abdul Majid, dalam acara sarasehan kesejarahan dan pameran benda
sejarah sekaligus hari jadi desa ke 661, 10 Mei 2019.
52
b. Khatmul Qur‟an 19
dan Lailatul Istighasah
Kemudian pada hari kedua dalam rangkaian tradisi Pleretan, lebih
tepatnya di hari Kamis, 11 April 2019 M (05, Sya‟ban 1440 H). Pada hari
ini diadakan beberapa kegiatan yang berisi pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an
(khotmul Qur‟an). Sejak pukul 06.30 wib pembacaan khotmul Qur‟an
Jam‟iyah Putri di mulai sampai pukul 13.00 wib, kemudian dilanjutkan
khotmul Qur‟an Jam‟iyah Putra pada pukul 15.00 hingga selesai, namun
pembacaan khotmul Qur‟an di berhentikan untuk acara lailatul Istighasah
yang di dalam acara tersebut berisi pembacaan ayat-ayat Al-Qur‟an (surah
Yāsīn, khatmul Qur‟an, bacaan yang terkandung dalam pembacaan Tahlīl).
Setelah selesainya acara, kemudian pembacaan khotmul Qur‟an Jam‟iyah
Putra dilanjutkan kembali hingga selesai. Acara-acara tersebut
dilaksanakan di Pendopo makam Mbah Sayyid Husaini. Praktik-praktik
pembacaan ayat dalam kegiatan tersebut adalah sebagaimana yang akan
penulis deskripsikan.
1) Pelaksanaan Khotmul Qur‟an Jam‟iyah Putri
Dengan dipesertai oleh
jam‟iyah Ibu-ibu. Sebelum acara
khotmul Qur‟an Jam‟iyah Putri
dimulai, biasanya pimpinan
jam‟iyah akan membacakan surah
al-Fatihah untuk dikirimkan
kepada orang-orang yang dituju.
Langsung saja Ibu Rodiah yang memimpin pembacaan surah al-
Fātiẖah yang ditujukan kepada Nabi Muhammad saw., para sahabat,
tabi‟in, dan seterunya kemudian kepada leluhur Desa Bedanten (Mbah
Sayyid Husaini, Mbah Ngabar, Mbah Maskumambang, Mbah Mahdum,
Mbah Umar khattab, Mbah Ibnu Sukarso)20
, selanjutnya kepada ahli kubur
muslimin dan muslimat terkhusus ahli kubur Desa Bedanten.
19
Khotmul Qur‟an adalah sebutan masyarakat Jawa, berasal dari bahasa Arab, jika
ditransliterasikan ke dalam bahasa Indonesia “Khatmul Qur‟ān”. 20
Mbah ibnu sukarso adalah seorang keturunan dari Mbah Ngabar.
53
Setelah kirim do‟a, Ibu Rodia langsung melanjutkan untuk membaca
ayat al-Qur‟an pada juz pertama dengan menggunakan microffon (alat
pengeras suara) sampai enam lembar, untuk selebihnya Bu Rodia
membaca sendiri sampai akhir juz satu tanpa menggunakan microffon.
Saat Bu Rodia membaca juz satu, datang lah seorang ibu tepat pada pukul
07.00 wib, seorang ibu tersebut bernama Bu Kumala, beliau setiba di
Pendopo, mampir terlebih dahulu ke Makam Mbah Sayyid Husaini, tepat
berdiri di depan pintu gerbang dari makam Mbah Sayyid Husaini, terlihat
Bu Kumala membaca doa dengan mengangkat tangan sekitara 2 menit,
kemudian memasukkan beberapa lembar uang ke dalam kotak yang
memang disediakan di depan pintu makam.
Kami duduk menghadap ke arah Barat yang kebetulan Pendopo berada
di sebelah Timur makam. Setelah juz pertama dibacakan Ibu Rodia
kemudian diteruskan oleh Bu Niami21
yang membaca tiga lembar (enam
halaman) pada juz ke dua. Adapun praktik selanjutnya sama seperti pada
praktik pembacaan ayat al-Qur‟an pada juz satu. Namun pada praktik
pembacaan ayat al-Qur‟an di juz ke tiga, yang dibaca menggunakan alat
pengeras suara hanya dua lembar dan pada lembar selanjutnya dibaca
secara pribadi tanpa alat pengeras suara. Hal ini dilakukan untuk
menyingkat waktu dan pembacaan khotmul Qur‟an agar terselesaikan saat
tengah hari (pukul 13.00 wib).
Tibalah saatnya penulis membaca dan mendapat bagian membaca ayat
al-Qur‟an pada juz ke empat, kemudian setelah penulis membaca dua
lembar (empat halaman) dengan menggunakan alat pengeras suara yang
selebihnya penulis baca pribadi dengan tanpa pengeras suara, lanjut ke
pembacaan ayat pada juz ke lima hingga berlanjut pada pembacaan ayat
al-Qur‟an pada juz-juz berikutnya.
Beberapa dari ibu-ibu yang hadir dalam khotmul Qur‟an ada yang
membawa makanan atau minuman untuk disuguhkan pada saat khotmul
21
Ibu Niami selain anggota khotmul Qur‟an Jam‟iyah putri, beliau juga bagian dari
kepanitiaan khaul dan sedekah bumi di bidang logistic, pada tahun ini dan sebelumnya rumah
beliau menjadi salah satu tempat masak untuk menyiapkan konsumsi disetiap acara pada rangkaian
kegiatan khaul dan sedekah bumi.
54
Qur‟an berlangsung. Makanan ini bisa dimakan di sela-sela waktu
membaca dan menyimak ayat-ayat al-Qur‟an yang dibacakan, terlihat
serasi pada khotmul Qur‟an Jam‟iyah Putri menggunakan baju
berseragam, berwarna hijau batik.
Sampailah pada juz 15 di jam 08.50 wib, setiap pembacaan ayat al-
Qur‟an yang dibacakan secara tartil menggunakan alat pengeras suara
sebanyak empat halaman yang membutuhkan waktu sekitar 10-13 menit.
Khotmul Qur‟an ini dihadiri 22 orang, yang memang sudah terkoordinir
(menjadi rutinitas mereka setiap tahunnya sejak duabelas tahun terakhir).22
Pada pukul 09.12 wib. sampai pada juz 18 yang berdengung secara
tartil dengan alat pengeras suara. Tiba-tiba ada salah satu ibu membuka
botol minumnya dan menaruhnya di area depan dari kami yang sedang
membaca al-Qur‟an, kemudian menyusul ibu-ibu yang lainnya untuk
menaruh air minum dengan tutup botol yang terbuka di area depan, kami
duduk menghadap ke Barat di tengah pesarean berjarak setengah meter
dari batas pendopo, jadi ada ruang kosong di bagian depan. Penulis
menanyakan mengenai air botol yang dibuka tutupnya itu digunakan untuk
apa? Kepada Ibu Niami, katanya: “botol air ini dibuka tutupnya agar
keberkahan dari bacaan al-Qur‟an dapat menyatu dengan air yang ada di
dalam botol aqua ini, sehingga air ini dapat berfungsi menjadi air obat,
obat apa aja.”23
Pembacaan al-Qur‟an terus berlanjut hingga sampailah pada juz 28,
karena Jam‟iyah Putri berjumlah 22 orang, maka setelah juz ke 22, kami
membaca al-Qur‟an secara bergilir kembali dari urutan pertama yaitu Bu
Rodia yang membacakan juz 23, lanjut ke bu Niami juz 24, dan bu
Kumala juz 25, kemudian penulis juz 26, sampai pada juz 29 al-Qur‟an
dibaca per dua lembar menggunakan alat pengeras suara secara bergantian
hingga selesai juz 30.
Tepat pukul 12.10 wib adzan Dhuhur berkumandang, dan pembacaan
al-Qur‟an sampai pada surah al-Nashr, maka berhenti sejenak untuk
mendengarkan adzan Dhuhur. Setelah adzan Dhuhur dikumandangkan,
22 Wawancara pribadi dengan Bapak Abdul Majid spd, Bedanten: 09 Januari 2019.
23 Wawancara dengan Ibu Ni‟ami, tanggal 11 April 2019.
55
kemudian dilanjutkan kembali membaca surah al-Ikhlas 3kali yang dibaca
oleh Ibu Rodiyah menggunakan alat pengeras suara, dan yang lainnya
mengikuti tanpa microffon, kemudian surah al-Falaq dan surah an-Nās
dibaca sekali. Dari surah at-Takātsur (pembatas antara akhir surah dengan
surah yang akan dibaca) ditambahkan bacaan tahlīl dan takbir
“AllahuAkbar, Lailaahaillallahu Allahu Akbar”.
Selanjutnya dipimpin oleh seseorang yang beranama Bu Urfa, untuk
pembacaan surah Al-Fātiẖah kepada leluhur Desa Bedanten, seperti
biasanya kirim doa pertama kepada Rasulullah saw., sahabat, tabi‟in, dan
seterusnya, kemudian kepada para leluhur Desa Bedanten dan segenap
tokoh masyarakat Desa Bedanten. Setelah kirim doa, selanjutnya membaca
tahlīl, yang dipimpin kembali oleh Ibu Rodiah. Dan dilanjutkan dengan
doa khotmul Qur‟an sekaligus doa tahlīl oleh Bu Kumala, setelah doa
kemudian pembacaan sholawat Nabi. Tepat pukul 13.10 wib khotmul
Qur‟an Jam‟iyah Putri selesai, sebelum beranjak pulang seluruh Ibu-ibu
Jam‟iyah diharapkan untuk makan siang bersama karena ada sumbangan
dari hamba Allah untuk konsumsi khotmul Qur‟an.
2) Pelaksanaan Khotmul Qur‟an Jam‟iyah Putra
Selain Jam‟iyah Putri, juga ada khotmul Qur‟an Jam‟iyah Putra yang
dilaksanakan pada hari yang sama. Namun Jam‟iyah Putra dimulai pukul
15.00 wib ba‟da sholat Ashar, yang dihadiri oleh Bapak-bapak yang
kemudian membaca al-Qur‟an secara keseluruhan dari juz satu sampai juz
30 dan selesai pada hari Jum‟at pukul 10.20 wib.
Adapun praktik khotmul Jam‟iyah Putra adalah setiap orang membaca
satu juz dengan menggunakan alat pengeras suara secara tartil, istirahat
saat sholat maghrib dan mulai lagi pada pukul 18.30 wib. Secara
bergantian setiap orang satu juz menggunakan microffon dan yang lainnya
menyimak. Saat adzan Isyak berkumandang, khotmul Qur‟an berhenti
sejenak dan ditutup dengan sadaqallāhul „Ādzim, Bapak-bapak langsung
bergegas ke Mushāllah Al-Faruq yang berada di samping makam Mbah
Sayyid Husaini. Setelah Sholat Isyak berjama‟ah Jam‟iyah bapak-bapak
langsung berkumpul di Pendopo sebelah utara makam, tempat khotmul
56
Qur‟an Putra sebelumnya. Tidak lama kemudian pukul 20.00 wib khotmul
Qur‟an berhenti untuk acara lailatul istighasah sampai pukul 20.15 wib.
Setelah lailatul istighasah selesai, pembacaan khotmul Qur‟an berlanjut
lagi sampai pukul 04.00 wib (Subuh), kemudian melakukan ISHOMA.
Setelah ISHOMA kemudian lanjut lagi dari pukul 05.00 wib. Sampai
pukul 11.00 wib. khotmul Qur‟an Jam‟iyah Putra selesai.
3) Pelaksanaan Lailatul Istighasah
Masih ada di hari Kamis, kegiatan yang telah menjadi rutinitas dari
tradisi Pleretan setiap tahunnya adalah Lailatul Istighasah yang
dilaksanakan pada pukul 20.15 wib. Lailatul Istighasah dilaksanakan oleh
Bapak-bapak yang dihadiri sekitar 60 orang. Lokasi lailatul istighasah
berada di Pendopo makam Mbah Sayyid Husaini, dengan pola duduk
bersila di karpet yang telah terbentang di Pendopo dan pola duduk
melingkar yang hampir bersandar ke dinding, di bagian tengah Pendopo
kosong. Bapak-bapak yang tidak mendapatkan duduk di pendopo, mereka
duduk di area Mushallah al-Faruq. Adapun praktik lailatul Istighasah ini
memiliki beberapa runtutan acara, di antaranya: Pembukaan Ummul Kitab,
Istighasah yang dipimpin oleh Ustadz Haji Nur Halim, khotmul Qur‟an
yang dipandu oleh Bapak Sarbini, Tahlīl yang dipimpin oleh Bapak Mudin
Nur Qomari, selanjutnya Doa khotmul Qur‟an dan Doa Tahlīl yang
dipimpin oleh K.H. Rofiqul
Amin, kemudian pembacaan
Maẖallul Qiyām yang dipimpin
oleh bapak Syukri Ghazali
beserta Doa Maẖallul Qiyām.
Acara dibuka oleh MC24
dengan membaca surah al-Fātihah dan dilanjutkan langsung ke acara
selanjutnya yaitu: Istighāsah
a) Istighāsah dipimpin Ust. H. Nur Halim
24
Khoirul Abidin sebagai MC juga Mudin, yang dipercaya masyarakat untuk memimpin
tahlil atau selametan di Desa Bedanten
57
Tak perlu panjang lebar, Ust. H. Nur Halim langsung memimpin
hingga selesai. Kemudian langsung kepada acara selanjutnya yaitu
khotmul Qur‟an yang dipimpin Bapak Sarbini.
b) Khotmul Qur‟an dipandu Bapak Sarbini
Pada praktik khotmul Qur‟an kali ini berbeda dengan praktik
khotmul Qur‟an Jam‟iyah Putri maupun Putra. Praktik kali ini, setiap
orang yang hadir memegang al-Qur‟an per Juz, panitia menyediakan
dua al-Qur‟an per Juz untuk dibagikan kepada warga yang hadir dalam
acara Lailatul Istighasah.
Setiap orang yang hadir memegang satu mushaf yang per juz.
Kemudian mushaf per juz dibaca sesuai juz yang diterima tanpa alat
pengeras suara, secara langsung dan berbarengan (serentak –
bersamaan) dengan Bapak Sarbini yang membaca juz 30 dengan alat
pengeras suara. Bapak Sarbini membaca juz 30 hanya sampai pada
surah an-Nashr karena surah selanjutnya adalah surah al-Iẖlās, al-
Falaq, dan an-Nās akan dibaca pada pembacaan tahlīl.
c) Tahlīl dipimpin oleh Bapak Mudin Nur Qomari
Setelah khotmul Qur‟an yang dibaca secara bersama per juznya,
Pak Qomari langsung memimpin acara tahlīl dengan menggunakan
microffon, melanjutkan setelah surah al-Nashr yang dibacakan Pak
Sarbini yaitu surah Al-Iẖlas 3kali, Al-Falaq, dan surah an-Nās25
,
kemudian surah Al-Fatihah, surah Al-Baqarah ayat 1-5, surah al-
Baqārah ayat 163, surah al-Baqārah ayat 255 (ayat Kursi) kemudian
dilanjutkan dzikir tahlīl (Lāilāha Illa Allāh), dan seterusnya.
Sebagaimana bacaan tahlīl lainnya, setelah membaca bacaan tahlīl
sebanyak 33kali secara patah-patah dan cepat, bergeleng ke kanan dan
ke kiri mengikuti nada patah-patah, setelah itu pemimpin membacakan
Lāilāha Illa Allāh 3kali dengan nada pelan diikuti para Jama‟ah, pada
lafadz Lāilāha Illa Allāh yang ketiga ditutup dengan sayyidunā
Muhammad Rasulullah, sholawat 3kali, subhāna Allāh wa bihamdīhi
25
Seperrti biasa antara surat sebelum dan sesudah dijeddah dengan bacaan Takbir, tahlil dan
takbi lagi.
58
Subhāna Allāhi al-„Azīm 7kali, subẖāna Allāh „Adadamā khālaqa
Allāh 7kali, sholawat 3kali.
Sebelum pemimpin tahlīl menutup ritual pembacaan tahlīl, beliau
melanjutkan dengan sedikit membaca tawasul (hadiah al-Fātihah) yang
ditujukan kepada Nabi Muẖammad, Sahabat, tabi‟in, para auliya‟,
ulama‟, ahli kubur muslimīn dan muslimāt, hususnya ahli Kubur Desa
Bedanten, para leluhur mereka dan para keturunan mereka.
d) Do‟a Al-Qur‟an dan Doa Tahlīl yang dipimpin K.H. Rofiqul Amin
Saat K.H. Rofiqul Amin sedang membacakan doa khotmul Qur‟an
dan Tahlīl, terlihat warga yang hadir mengamini dengan khusyuk dan
terlihat penuh harap atas ridho Allah swt. (aamiin, aamiin, aamiin)
doa dibacakan sekitar 10 menit.
Di bagian dapur yang lokasinya tidak jauh dari Pendopo para Ibu-
ibu menyiapkan sajian penutup berupa soto ayam, Ibu-ibu tersebut ikut
berhenti sejenak untuk ikut serta mengamini doa yang dibacakan K.H.
Rofiqul Amin.
e) Maẖallul Qiyām dipimpin oleh Bapak Syukri Ghazali
Seperti biasanya pembacaan maẖallul qiyām Bapak Syukri Ghazali
memulai:
Fahtazzal „arsyu taraban wasy tibsyārā, Wazdādal kursiyyu
haibatan wa waqārā, Wam tala'atis samāwātu anwārā, wa dajjatil
malā'ikatu tahlīlan wa tanjīdan was tighfārā,. serentak membaca
“subẖanallāh wa al-ẖamdulillah wa lāilāhaillāh wa Allahuakbar
4kali”
Wa lam tazal ummuhū tarā anwā'an min fakhrihī wa fadhlih, ilā
nihāyati tamāmi ẖamlih. Falammasy tadda bihath_thalqu bi 'idzni
rabbil khalq, wadha'atil ẖabiba shallallāhu alaihi wa sallama sājidan
syākiran ẖāmidan ka annahul badru fī tamamih..
Maẖallul qiyām, membaca sholawat Nabi dan berlanjut
Asyroqolan dengan diiringi tabuhan rebbana dan seluruh yang hadir
turut serta berdiri, dan seseorang mengoleskan minyak wangi kepada
setiap orang yang hadir di majelis lailatul istighasah.
Saat sholawat Nabi dibacakan Nabi Muhammad turut hadir di
majelis tersebut. Maka dari itu seluruh yang hadir di majelis turut
menyambut kedatangan Rasul dengan berdiri, merapat ke tengah dan
59
seseorang mengoleskan minyak wangi kepada orang-orang yang hadir,
karena Rasul menyukai wangi-wangian.26
f) Doa Maulid
Doa dibacakan oleh Bapak Khoirul Abidin, seluruh masyarakat
turut mengaminin dengan khusyuk. Baik bapak-bapak yang ada di
Pendopo, maupun Ibu-ibu panitia yang menyiapkan makan untuk para
hadirin. Lailatul istighasah selesai pada pukul 22.40 wib, kemudian
beberapa orang berdiri mengambil makanan yang telah disiapkan,
untuk dibagikan kepada para hadirin.
c. Haul dan Sedekah Bumi Desa Bedanten
Tibalah pada rangkaian acara inti tradisi Pleretan yang dilaksanakan
pada hari Jum‟at, 12 April 2019 (Jum‟at,
06 Sya‟ban 1440 H) yang dimulai pukul
13.00 wib. bertempat di Kompleks
Makam Mbah Sayyid Husaini. Pada
pukul 12.30 wib. warga Desa Bedanten
mulai berdatangan ke lokasi acara ẖaul
penggede dan sedekah bumi. Mereka
duduk di tikar yang telah dibentangkan
luas sebagai alas duduk. Seluruh
masyarakat duduk di bawah tanpa
menggunakan kursi, dengan duduk
bersilah atau duduk tahiyat akhir, dan ada juga yang kakinya di
selonjorkan (diluruskan). Tidak dibedakan tempat duduk menjadi
pergolongan, hanya dipisahkan antara Jama‟ah Putra dan Putri dengan
menggunakan pembatas atau hijab. Semua sama baik yang kaya, miskin,
tua, muda, atau yang masih anak-anak, mereka semua duduk di tikar yang
telah disediakan panitia. Terkhusus buat para pengisi acara dan beberapa
tokoh masyarakat, mereka duduk di atas panggung yang beralaskan tikar
juga.
26
Wawancara pribadi dengan Sebowarno, Bedanten, 10 April 2019.
60
Berdasarkan surat undangan yang diberikan panitia kepada
masyarakat, setiap kepala keluarga diharapkan berpartisipasi untuk
membuat jajan pleret27
sebanyak lima bungkus, dengan wadah plastik
yang telah disediakan dari pihak panitia. Pada pukul 09.00 wib. hingga
pukul 11.00 wib. warga berdatangan untuk menghantarkan plastik yang
berisi pleret kepada pihak Panitia. Dengan ramah dan sopan, panitia
menyambut warga dengan penuh antusias. Terlihat juga anak-anak yang
bisa naik motor untuk menyerahkan jajan pleret kepada panitia, ada juga
ibu-ibu, bahkan nenek-nenek juga ada yang menghantarkan jajan pleret
tersebut dan bahkan bapak-bapak juga ada yang menghantarkan jajan
pleret ke panitia.
Setelah jajan pleret diterima panitia, selanjutnya jajanan pleret
dikumpulkan di halaman rumah ibu Niami, beserta tetangga sekitar.
Berhubung setiap warga membawa satu kantong kresek yang di dalamnya
berisi lima jajanan pleret yang dibungkus plastik. Sehingga panitia
membuka dan memisahkan setiap bungkus plastik ke dalam kresek kecil
dengan ditambahkan air gelas mineral yang telah disediakan panitia.
Selain membawa jajanan pleret, masyarakat juga ada yang berinisiatif
membawa bunga tujuh rupa yang diserahkan kepada panitia yang bertugas.
Agar panitia yang bertugas menaruh bunga-bunga tersebut di atas makam.
Selain bunga tujuh rupa, warga juga membawa uang atau selawat
seikhlasnya untuk dimasukkan di kotak yang telah disediakan. Selawat
merupakan sedekah yang mempunyai nominal kecil.
Tibalah waktunya sholat Jum‟at seluruh panitia putra bergegas ke
Masjid Jami‟ Baitul Muttaqin untuk melaksanakan sholat Jum‟at. Setelah
sholat Jumat selesai, Pak Lurah mungumumkan sekaligus mengingatkan
dengan menggunakan pengeras suara Masjid;
27
Pleret terbuat dari adonan tepung beras, kemudian dibentuk menggunakan jari jempol dan
pelepah pisang dari atas ke bawah atau menurun (dalam bahasa Jawanya; di pleret) sampai
beberapa kali, sehingga berbentuk seperti belimbing. Biasanya berwarna merah, putih, hijau,
kuning, sesuai selera si Pembuat. Setiap warna memiliki rasa yang berbeda-beda antara rasa manis
dan gurih. Begitupun dengan ulat-ulatan (dalam bahasa Jawa; uler-uleran) yang terbuat dari satu
adonan sama seperti pleret, namun bentuknya seperti ulat. Ulat-ulatan merupakan simbol dari
segala macam bala‟ atau ujian (penyakit). Dengan adanya pleret masyarakat percaya bahwa segala
bala‟ atau ujian akan nyeleret (turun dan menghilang). Wawancara pribadi dengan H. Wahab,
Bedanten: 05 Januari 2019
61
“Asslamualaikum wr wb. Kepada seluruh masyarakat Desa
Bedanten agar tidak lupa pada pukul 13.00 wib. Acara ẖaul penggede
dan sedekah bumi sekaligus memperingati hari jadi Desa Bedanten ke
661, kami mengharapkan kehadiran seluruh warga hadir pada acara
ẖaul penggede dan sedekah bumi. Sekali lagi kami
mengingatkan……”
Pada pukul 12.30 wib penulis sudah tiba di lokasi acara, terlihat
seluruh panitia siap menerima dan melayani masyarakat Desa Bedanten
dan tamu undangan dari luar Desa Bedanten. Para tokoh masyarakat juga
sudah berada di lokasi, mereka duduk berjejer di atas panggung. Terlihat
warga sudah mulai berduyun-duyun hadir ke lokasi haul dan sedekah
bumi. Untuk menuju lokasi ini bisa melalui tiga pintu masuk, ketiga pintu
masuk tersebut di antaranya:
Pintu pertama, jalur masuk samping Balai Desa, pintu ini khusus bagi
warga asli Desa Bedanten yang berdomisili di luar Desa Bedanten,
termasuk juga undangan spesial; Penceramah, Tokoh Masyarakat, atau
tamu, dan sebagainya. Di pintu ini disiapkan kotak yang khusus untuk
partisipasi dana dari warga undangan spesial, dan di sediakan pula buku
tamu. Dengan ramah petugas panitia menyambut para tamu yang masuk
melalui jalur masuk samping Balai Desa.
Pintu kedua ada di sebelah kiri panggung, di dekat area para pedagang
kaget, pedangan kaget akan ada di lokasi haul dan sedekah bumi ketika
acara sedang berlangsung. Adapun macam-macam dari pedagang kaget ini
adalah; pedagang kerupuk, bakso, mainan anak-anak, pemancingan anak,
pedagang sosi, roti bakar, es, dan lain sebaginya. Dari pintu ini
kebanyakan masyarakat dari desa Bedanten bagian Selatan dan Barat,
panitia yang bertugas menyambutnya dengan ramah dan memberikan satu
kantong keresek yang berisi jajanan pleret satu mika plastik dan satu air
gelas mineral.
Pintu ketiga ada di sebelah kanan panggung, dari pintu ini juga telah
disediakan meja dan di atasnya ada banyak jajanan pleret dan air gelas
mineral yang sudah dibungkus plastik kresek dengan rapi oleh panitia
yang bertugas, bagian pintu ini cukup ramai, karena sebagian besar warga
masuk melalui jalur pintu ini, panitia berjejer memberikan jajanan yang
62
sudah dibungkus rapi kepada para warga yang sedang melintas jalur
masuk ini untuk menghadiri acara haul penggede dan sedekah bumi.
Pak Lurah mengumumkan kembali kepada masyarakat saat sebelum
acara ẖaul dan sedekah bumi, dengan menggunakan pengeras suara.
Pengumuman tersebut diumumkan di lokasi acara pada pukul 12.55 wib,
“Assalamualaikum wr wb. Kepada seluruh masyarakat desa
Bedanten agar turut serta hadir di acara ẖaul sedekah bumi sekaligus
peringatan hari jadi desa Bedanten ke 661, karena Istighāsah akan
segera dimulai, sekali lagi kepada seluruh masyarakat Desa Bedanten,
terutama yang sedang dalam perjalanan ke lokasi ẖaul dan sedekah
bumi, kami memohon agar segera masuk ke area ẖaul dan duduk di
tempat yang telah disediakan, karena acara akan segera dimulai.”
Kemudian Pak Lurah menyampaikan rangkaian acara inti yang
menjadi pembukaan acara ẖaul dan sedekah bumi. Adapun acara inti
tersebut ialah: Istighāsah yang dipimpin oleh Romo K.H. Fatah Abdul
Aziz dan pembacaan surah Yāsīn yang dipimpin oleh Ust. H. Nur Halim.
Setelah rangkaian acara
pembukaan disampaikan, kemudian
Istighāsah dimulai dan dipimpin oleh
Romo K.H. Fatah Abdul Aziz sampai
pada pembacaan surah Yāsīn, dan
sebelum surah Yāsīn dimulai, terlebih
dahulu diawali dengan membaca Taqabbalallāhu minnā waminkum
taqabbal Yā Kārīm, barulah surah Yāsīn dibaca bersama-sama. Istighāsah
yang dibacakan oleh seluruh masyarakat Desa Bedanten terkesan penuh
hidmat.
Setelah Istighāsah dibacakan, selanjutnya Pak Kyai memimpin dengan
membaca ta‟awudh dan bismillah kemudian membaca surah Yāsīn. Surah
Yāsīn yang diawali oleh Pak Kyai tadi, kemudian di lanjutkan secara
bersama-sama dengan dipimpin oleh Bapak H. Nur Halim hingga bacaan
surah Yāsīn sampai pada ayat terakhir dan membaca tasdīq (Sadaqa
Allāhu al-„Azīm).
Setelah selesai membaca surah Yāsīn, Pak Kyai langsung mengakhiri
dengan mengucap “Al-Fātiẖaẖ”. Setiap ucapan Pak Kyai saat Istighāsah
berlangsung memiliki makna perintah, agar masyarakat berbarengan
63
dalam membacakan Istighāsah. Seperti saat pak kyai membacakan bacaan
kalimat thoyyibah seperti Istighfar, dan lainnya, pak kyai membaca dengan
menggunakan alat pengeras suara di awal bacaannya, selanjutnya disusul
oleh masyarakat dengan dipimpin oleh salah seorang tokoh masyarakat
desa yang kebetulan beliau adalah pak lurah yang bernama Bapak Abdul
Majid.
Selanjutnya adalah bacaan tahlīl, seperti biasanya dan seperti tahlīl
yang dibaca saat Lailatul Istighāsah, Khatmul Qur‟ān Putra maupun putri.
1) Pembacaan Tahlīl
Tahlīl dibacakan dengan hidmat hingga selesai kemudian dipimpin
dengan Bapak Mudin untuk membaca Sholawat Nabi, dengan
menggunakan nada atau irama secara bergantian dengan masyarakat,
antara sholawat yang pertama (reff) dibaca bersama dengan sholawat
yang dibaca khusus oleh mudin.
Yā rabbi salli ‘ala Muhammad Yā rabbi salli ‘alayhi wasallīm
Yā rabbi balllighul wasīlah Yā rabbi khussoh bilfadlīlah Yā rabbi salli „ala Muhammad Yā rabbi salli „alayhi wasallīm
Yā rabbi waghfir likulli mudznib Yā rabbi lā taqto‟ rajānā
Yā rabbi salli „ala Muhammad Yā rabbi salli „alayhi wasallīm
Yā rabbi yā sāmi‟ du‟ānā Yā rabbi ballighnā nazūruh
Yā rabbi salli „ala Muhammad Yā rabbi salli „alayhi wasallīm
Yā rabbi taghsyānā binūrih Yā rabbi ẖifdānak wa amānak
Yā rabbi salli „ala Muhammad Yā rabbi salli „alayhi wasallīm
Yā rabbi warzuqnāsysyahādah Yā rabbi hitnā bissa‟ādah
Yā rabbi salli „ala Muhammad Yā rabbi salli „alayhi wasallīm
Yā rabbi waslih kulla muslih Yā rabbi wakfī kulla mu‟dzī
Yā rabbi salli „ala Muhammad Yā rabbi salli „alayhi wasallīm
Yā rabbi nakhtim bilmusyaffa‟ Yā rabbi shalli „alaihi wa sallim
Yā rabbi salli „ala Muhammad Yā rabbi salli „alayhi wasallīm
Setelah pembacaan sholawat Nabi, Pak Mudin langsung
melanjutkan bacaan dzikir, sebagaimana tertulis di bawah ini:
a) Subẖāna Allāh wa biẖamdihi subẖāna Allāh al-„Adzīm 3kali
b) Subẖāna Allāh „Adadamā khālaqa Allāh 3kali
c) Yā Allāh yā raẖman yā Allāh yā raẖīm 3kali
d) Yā salām sallimna wal muslimīn 3kali
e) Allāhumma salli „Alā ẖabībika sayyidinā muẖammad wa „alā ālihi wa
saẖbihi wa sallim 2kali
f) Allāhumma salli „Alā ẖabībika sayyidinā muẖammad wa „alā ālihi wa
saẖbihi wa bārik wa sallim ajma‟īn 1kali
g) Wa usūlihim wa furū‟ihim, lanā wa lahum al-Fātiẖah.
64
Kemudian melanjutkan dengan membacakan hadiah al-Fātihah
yang ditujukan kepada Rasul, Sahabat, Tabi‟in, para Auliya‟, Ulama‟, ahli
kubur muslimin dan muslimat, khususnya ahli Kubur Desa Bedanten.
Selanjutnya Doa Tahlīl yang juga dipimpin oleh Pak Mudin, beliau
membacakan doa dan seluruh masyarakat meng-Amini doa yang dibaca
kan oleh Pak Mudin.
2) Pembukaan Acara Formal
a) Secara formal mc membuka acara dan menyampaikan beberapa
rangkaian acara, di antaranya: Pembukaan dengan membaca surah al-
Fātihah, pembacaan ayat-ayat suci al-Qur‟an, mahallul Qiyām,
sambutan panitia, ceramah agama sekaligus doa.
Seperti biasa sebelum berlanjut ke acara selanjutnya, acara dibuka
dengan membaca surah al-Fātihah dengan harapan semoga acara dapat
berjalan dengan lancar dan mendapatkan ridho dari Allah swt.
b) Pembacaan ayat-ayat Suci Al-Qur‟an
MC langsung memanggil saudari Lubabatul Muta‟addibah sebagai
pembaca ayat-ayat suci al-Qur‟an, dengan segera ayat al-Qur‟an
tersebut di lantunkan dengan nada dan irama, sehingga membuat
masyarakat dapat mendengar dengan penuh hidmat dan menyentuh
hati.
c) Mahallul Qiyām
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada rangkaian kegiatan
lailatul istighāsah yang di dalamnya terdapat runtutan acara mahallul
qiyām, dalam acara inti juga terdapat runtutan acara mahallul qiyām.
Adapun praktik dan bacaan yang dibaca saat mahallul qiyām tetap
sama. Untuk seluruh hadirin berdiri, ikut serta membaca asyroqolan
(Sholawat Nabi) hanya saja pada rangkaian acara inti yang dihadiri
seluruh kalangan masyarakat tidak menggunakan tabuhan rebana
sebagaiamana pada rangkaian acara lailatul istighāsah yang diiringi
dengan tabuhan rebbana, hal ini dikarenakan saat lailatul istighasah
dilaksanakan pada malam hari agar masyarakat yang tidak ikut serta
mengetaui bahwa acara lailatul istighasah sedang berlangsung.
65
Sedangkan pada acara inti yang dilaksanakan pada siang hari sudah
dihadiri seluruh masyarakat Desa Bedanten dan seluruh masyarakat
dapat mengetahui bahwa acara haul sedang berlangsung.
d) Sambutan Panitia
Seperti pada rangkaian acara sebelumnya, sambutan panitia
diwakili oleh Bapak Abdul Majid S.Pd.I, adapun isi dari sambutan
tersebut hampir sama dengan isi sambutan panitia pada rangkaian
acara sebelumnya, yaitu memberikan rasa terimakasih dan hormat atas
kehadiran para Undangan dan para Dewan yang hadir dalam acara ẖaul
dan sedekah bumi. Selain itu juga menjelaskan sekilas mengenai acara,
bahwa acara haul dan sedekah bumi ini merupakan acara kirim doa
kepada almarhumin, sekaligus memberitahukan informasi bahwa pada
tahun 2019 Bedanten sudah diperingati hari jadinya 661 tahun.
“Bedanten lebih tua dari Gresik, dan diperingati pertamakali
pada kemaren malam waktu acara sarasehan dengan motong
tumpeng. Serta mohon maaf dan berterimakasih atas nama panitia
karena sudah mengganggu panjengan (masyarakat desa Bedanten)
untuk dimintai sumbangan, dan jika ada kekurangan ataupun salah
atas nama panitia dan pribadi sangat memohon maaf yang sebesar-
besarnya.”28
e) Ceramah sekaligus Doa
Mc langsung membacakan acara selanjutnya yaitu maudah al-
Hasah kemudian mempersilahkan romo K.H. Najib Muhammad dari
Jombang untuk segera menyampaikan mauidah-nya dan sekaligus
menutup acara dengan doa.
K.H. Najib Muhammad segera menyampaikan ceramah kepada
masyarakat, seperti biasanya Pak Kyai memulai dengan muqaddimah,
ucapan hormat, dan terimakasih kepada seluruh pihak yang hadir
dalam acara ẖaul dan sedekah bumi, mulai dari Seluruh Organisasi,
Pejabat Pemerintah Desa dan Perangkat, serta tamu kehormatan Mas
Jazilul Fawaid, dan Panitia Penyelenggara, juga tak lupa kepada para
Leluhur Desa Bedanten juga para hadirin.
28
Sambutan Bapak Abdul Majid dalam acara Haul dan Sedekah Bumi Desa Bedanten, 12
April 2019.
66
Selanjutnya, Kyai Najib langsung menyampaikan isi ceramahnya,
adapun isi dari ceramah beliau adalah menjelaskan tentang thabaqah
al-Awliya‟ dan menceritakan tentang Gus Dur dengan kewaliyannya.
“Dalam rangka ẖaul pada kalangan ulama‟ yang memiliki dua
thabaqah, yaitu thabaqah al-Awliya‟ dan thabaqah al-Ulama‟.
Thabaqah al-Awliya‟ adalah tahapan-tahapan untuk para wali, para
wali memiliki derajat yang berbeda dengan para ulama‟, seperti
DPR tingkat Provinsi, dan DPD tingkat Daerah. Al-Awliya‟
memiliki beberapa tahapan, yaitu: Pertama, waliy al-aktub, yaitu
dalam satu zaman memiliki satu waliy, seperti Syeh Abdul Qodir
al-Jailani, Sayyid Muhammad al-Baqir, Imam Zainuddin dan
sebagainya. Yang kedua adalah waliy al-Autad, yaitu satu zaman
ada dua waliy. Ketiga waliy al-Aimmah. Keempat waliy al-
Nuqabah satu zaman ada tujuh wali. Kelima, waliy al-Nujabah satu
zaman ada lima belas waliy. Waliy Allah itu terbatas berbeda
dengan waliy al-Murid yang tidak terbatas. Para waliy ditandai
dengan thabaqah, eskalasinya dari wirainya, zuhudnya, dan
kedekatan nya kepada Allah. Allah merahasiakan sebagian
waliynya dikalangan manusia, makanya orang jawa bilang “ojo
ngomong ngunu mundak onok waliy lewat” artinya; jangan bicara
seperti itu nanti ada waliy liwat. Kadang-kadang tidak terlihat
seperti waliy namun dia-lah waliy Allah.”
Setelah pak Kyai menyampaikan mauidah al-Hasanah, beliau
langsung melanjutkan untuk memimpin doa, dan masyarakat meng-
aminin. Setelah doa selesai dibacakan, acara selesai dan grup sholawat
melantunkan sholawatan dengan merdu dan diiringi tabuhan rebana.
Di aula Balai Desa sudah tersaji beberapa menu sajian untuk
makan prasmanan para tokoh masyarakat, pak kyai, dan segenap
panitia inti. Sajian makanan ini disajikan oleh ibu-ibu PKK. Dan untuk
panitia, telah tersedia menu makanan di rumah Ibu Niami, agar saat
acara selesai panitia langsung bergegas menyantap menu makanan
yang telah disediakan oleh panitia logistik.
Tradisi Pleretan yang terangkum dalam kegiatan haul penggede
dan sedekah bumi Desa Bedanten merupakan kegiatan tahunan. Tradisi
ini dilaksanakan setahun sekali, dan diadakan pada setiap hari Jum‟at
pertama di bulan Sya‟ban atau Ruwah. Berdasarkan rapat panitia pada
tanggal 28 Februari 2019, dalam pelaksanaan kegiatan ẖaul dan
sedekah bumi ini menghabiskan anggaran pengeluaran sebesar Rp.
29.220.000-, (dua puluh Sembilan juta duaratus duapuluh ribu rupiah),
67
dan pihak panitia memperoleh anggaran sebesar itu dari partisipasi
warga dan tokoh masyarakat yang memberikan sumbangan.
Sejak zaman nenek-moyang terdahulu, budaya ziarah ke makam
memiliki nama nyadran. Nyadran adalah istilah agama kuno sebelum
Islam. Setelah adanya Islamisasi (masuknya Islam atau para wali di
tanah Jawa), kegiatan ziarah ini memiliki kecocokan dengan kegiatan
Islam dan kegiatan nyadran terus dilaksanakan dengan istilah baru
yang bernama Bari‟an (berasal dari baro‟atun yang artinya bebas dari
marabahaya).29
B. Respon Masyarakat Terhadap Pembacaan Ayat-ayat al-Qur’an
Masyarakat memiliki keyakinan tersendiri terhadap pembacaan ayat-ayat
al-Qur‟an dalam tradisi Pleretan. Berikut ini adalah respon sebagian masyarakat
terhadap pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an dalam tradisi Pleretan:
1. Khotmul Qur‟an
Kegiatan khotmul Qur‟an ini menjadi rutinitas tahunan dalam
memperingati ẖaul Penggede dan Sedekah Bumi yang biasanya masyarakat
menyebut dengan nama Bari‟an atau Pleretan. Dalam tradisi ini al-Qur‟an
dibaca secara keseluruhan sebanyak tiga waktu dengan pembaca yang
berbeda. Mulai pada hari Kamis pagi al-Qur‟an dibaca oleh Jam‟iyah Putri,
sore hari dan malam hingga esok harinya di hari Jum‟at al-Qur‟an dibaca oleh
Jam‟iyah Putra.30
Bacaan ayat-ayat al-Qur‟an dibaca menggunakan alat
pengeras suara untuk memperingati Haul Penggede dan Sedekah Bumi.
Sebagaimana hasil Wawancara bersama Pak Lurah, pembacaan ayat-ayat
al-Qur‟an dibacakan dalam tradisi Pleretan khusus ditujukan kepada para
penggede Desa Bedanten yang di antaranya: Mbah Sayyid Husaini, Mbah
Maskumambang, Mbah Ngabar, Mbah Kemedum (Mahdum), Mbah Umar
Khattab, Mbah Ibnu Sukarso dan para sesepuh-sesepuh Desa Bedanten
29
Wawancara pribadi dengan Miftah Sya‟roni, Bedanten: 12 April 2019. 30
Aggota dari jam‟iyah putri dan putra terdiri dari guru-guru ngaji dan masyarakat biasa
yang rutin dalam membacakan khotmul Qur‟an setiap tahunnya dalam acara tradisi Pleretan.
Sebagian dari mereka juga ada yang aktif mengikuti ngkotmul Qur‟an di Mushollah-mushollah
dan di rumah warga yang memiliki hajat untuk mendoakan ahli kuburnya.
68
lainnya, termasuk juga tokoh-tokoh masyarakat yang sudah meninggal, serta
ahli kubur masyarakat Desa Bedanten.31
Sebelum pembacaan khotmul Qur‟an dimulai, Pimpinan Jam‟iyah selalu
memulai dengan di awali pembacaan hadiah surah al-Fātiẖah. Pembacaan
hadiah surah al-Fātiẖah ini ditujukan kepada leluhur yang telah disebutkan
sebelumnya. Karena al-Fātiẖah ini akan menjadi jalan terkirimnya bacaan
khotmul Qur‟an yang dibacakan. Dan agar tersampainya bacaan khotmul
Qur‟an kepada alamat yang dituju.32
2. Istighasah
Istighasah dibacakan saat acara ẖaul penggede dan sedekah bumi desa
yang merupakan acara inti dari tradisi Pleretan. Selain dibacakan pada acara
inti, istighasah juga dibacakan di acara lailatul istighāsah. Istighasah adalah
meminta pertolongan. Semakin banyak orang yang membaca istighasah maka
semakin baik. Istighasah memiliki banyak macam model bacaan, hal ini
dikarenakan pada setiap orang memiliki guru masing-masing yang berbeda-
beda, sebagaimana empat madzhab yang terkenal (Madzhab Syafi‟iy,
Hambaliy, Hanafiy, dan Malikiy), tidak ada salah di antara perbedaan-
perbedaan yang ada. Begitupun istighasah yang dibacakan dalam tradisi
Pleretan, tidak sama dengan yang dibacakan di tempat lainnya. Istighasah
merupakan satu di antara banyaknya cara untuk meminta pertolongan kepada
Allah swt. dan mendekatkan diri kepada Allah swt. dengan membaca
istighasah warga berharap dapat meningkatkan rohani masyarakat dan warga
meyakini bahwa membaca istighasah adalah cara untuk mengikat diri agar
senantiasa dekat kepada Allah swt.
Istighasah ini dibacakan secara berjamaah agar masyarakat bisa lebih
mudah untuk meminta pertolongan kepada Allah swt. Berdoa secara
berjama‟ah lebih banyak peluang dikabulkannya doa oleh Allah swt., karena
jika seorang diri berdoa belum tentu dalam keadaan khusyuk dan doanya
terkabulkan namun jika berjama‟ah di antara sepuluh orang pastilah ada tiga
hingga lima orang yang khusyuk dalam doa, sehingga yang tidak khusyuk
dalam berdoa mendapatkan cipratan doa dari orang yang khusyuk.
31 wawancara pribadi dengan Abdul Majid S.Pd.I, pada tanggal 09 Januari 2019.
32 Wawancara pribadi dengan bapak Sebowarno, Bedanten 13 April 2019.
69
Hasil observasi penulis memperoleh penjelasan bahwa istighasah yang
dibacakan di Desa Bedanten adalah istighasah yang biasa dibaca oleh
penganut dari tarekat Qodriyah wa Nahsabandiyah, tarekat ini adalah satu di
antara banyaknya macam cara untuk meningkatkan spiritualitas masyarakat
Desa Bedanten agar senantiasa dekat kepada Allah swt.33
Pembacaan
istighasah ini bisa dipimpin oleh siapapun, yang memang biasa mengikuti
tarekat tersebut dan telah mendapatkan amanah untuk boleh mempimpin atau
membacakan istighasah. Dalam istighasah dibacakan ayat-ayat al-Qur‟an
berupa surat Yāsīn dan al-Fātiẖah, serta bacaan kalimat-kalimat tayyibah.
3. Tahlīlan
Menurut masyarakat setempat, tahlīl adalah kirim doa untuk orang yang
sudah meninggal, bisa dikatakan bersedakah untuk orang yang sudah wafat
melalui bacaan tahlīl. Di dalam tahlīl termuat beberapa ayat-ayat khusus,
seperti; surah al-Iẖlas yang dibaca 3kali, al-Falaq, al-Nas.34
Surah al-Iẖlas dibaca hingga 3kali, ada juga yang sampai 11kali, bahkan
200kali, bisa juga lebih dari 200kali sesuai kebutuhan dari sang punya hajat.
Dalam tradisi Pleretan surah al-Iẖlas dibaca sebanyak 3kali, hal ini karena
pembacaan tahlīl dibaca secara berjamaah (setiap orang yang hadir dapat
dikalikan dengan bacaan surah al-Iẖlas yang dibaca maka jumlahnya cukup
untuk memberikan hadiah bagi ahli kubur),35
dan surah al-Iẖlas yang dibaca
sebanyak 3kali sama dengan khatam al-Qur‟an satu kali.
Seperti halnya saat berdzikir dengan menggunakan tasbih, untuk
bantuan menghitung bacaan dzikir, tasbih diputar dengan cepat tidak
harus disesuaikan dengan bacaan dzikir yang sedang dibaca. Jika
membaca lafadz Allah sebanyak 100 kali sesuai lingkar tasbih, tasbih
bisa diputar dengan cepat dan lafadz Allah tetap dibaca tanpa harus
sama antara lafadz dzikir dan putaran tasbih, ketika tasbih sudah
mencapai hitungan ke seratus maka cukuplah dzikir Allah tanpa harus
menghitung satu persatu hingga seratus.”36
Selain surah-surah di atas, tahlīl juga berisi ayat-ayat al-Qur‟an sebagai
yang terkandung dalam al-Qur‟an surah al-Baqarah ayat 1-5, 163, 255, 285-
286, surah Hud ayat 73, surah al-Ahzab ayat 33, 56, surah alī-„Imrān ayat 173.
33
Wawancara pribadi dengan Sebowarno, pada tanggal 17 Juli 2019. 34
Wawancara pribadi dengan ibu Maimunah, pada tanggal 13 April 2019. 35
Wawancara pribadi dengan Sebowarno, pada tanggal 17 Juli 2019. 36
Wawancara pribadi dengan bapak Sebowarno, Bedanten, 17 Juli 2019.
70
Selain itu juga berisi kalimat-kalimat tayyibah seperti kalimat tahlīl, ẖauqalah,
taẖmid, dan lain sebagainya.
4. Pembacaan ayat suci al-Qur‟an
Ayat suci al-Qur‟an dibaca dengan suara yang merdu dan tartil, dengan
begitu menyentuh hati pendengarnya. Selain itu juga dapat mempengaruhi
orang lain untuk terus mempelajari al-Qur‟an. Dengan suara yang merdu akan
dapat menambah semangat untuk belajar al-Qur‟an dan dapat menggugah Jiwa
untuk lebih dekat kepada Allah swt. Sebagaimana Q.S Muzzammil [73]:
Atau lebih dari seperdua itu dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-
lahan dan tartil.
Mengenai ayat yang dibaca dalam setiap acara, biasanya para Qori‟
(pembaca al-Qur‟an) menyesuaikan terhadap acara yang sedang berlangsung.
Seperti dalam acara resepsi pernikahan biasanya dibacakan bacaan ayat al-
Qur‟an di Surah An-Nisa‟, ketika bulan maulid juga memiliki ayat khusus
untuk dibaca saat pembacaan ayat suci al-Qur‟an.37
Biasanya Qori‟ sudah
menyiapkan ayat apa yang pantas dan cocok untuk dibacakan ketika acara
berlangsung, seperti dalam acara sarasehan kemaren, pembaca memilih
firman Allah, Q.S. Al-A‟raf [8]; 1-5
“1. Alif laam mim shad. 2. Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan
kepadamu, Maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya,
supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang kafir), dan
menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman. 3. Ikutilah apa yang
diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti
pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran
(daripadanya). 4. Betapa banyaknya negeri yang telah Kami binasakan, Maka
datanglah siksaan Kami (menimpa penduduk)nya di waktu mereka berada di
malam hari, atau di waktu mereka beristirahat di tengah hari. 5. Maka tidak
37
Wawancara pribadi dengan Ibu Maimunah, Bedanten, 13 April 2019.
71
adalah keluhan mereka di waktu datang kepada mereka siksaan Kami, kecuali
mengatakan: "Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang zalim".”
Berbeda dengan bacaan ayat suci al-Qur‟an yang dibacakan dalam acara
inti ẖaul penggede dan sedekah bumi, ayat tersebut adalah Q.S. Az-Zumar
[39]: 71-75
71. orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam berombong-rombongan.
sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya
dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: "Apakah belum pernah
datang kepadamu Rasul-Rasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-
ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan Pertemuan dengan hari
ini?" mereka menjawab: "Benar (telah datang)". tetapi telah pasti Berlaku
ketetapan azab terhadap orang-orang yang kafir.
72. dikatakan (kepada mereka): "Masukilah pintu-pintu neraka Jahannam
itu, sedang kamu kekal di dalamnya" Maka neraka Jahannam Itulah seburuk-
buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri.
73. dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam syurga
berombong-rombongan (pula). sehingga apabila mereka sampai ke syurga itu
sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-
penjaganya: "Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu!
Maka masukilah syurga ini, sedang kamu kekal di dalamnya".
74. dan mereka mengucapkan: "Segala puji bagi Allah yang telah
memenuhi janji-Nya kepada Kami dan telah (memberi) kepada Kami tempat
ini sedang Kami (diperkenankan) menempati tempat dalam syurga di mana
saja yang Kami kehendaki; Maka syurga Itulah Sebaik-baik Balasan bagi orang-orang yang beramal".
75. dan kamu (Muhammad) akan melihat malaikat-mmlaikat berlingkar di
sekeliling 'Arsy bertasbih sambil memuji Tuhannya; dan diberi putusan di
antara hamba-hamba Allah dengan adil dan diucapkan: "Segala puji bagi
Allah, Tuhan semesta alam".
72
Perbedaan tersebut tidak menjadi masalah, karena pembaca dirasa sudah
tau dan memahami maknanya sebelum membacakan ayat-ayat suci al-Qur‟an
dihadapan orang banyak.
Living Qur‟an dalam tradisi Pleretan berada di dalam bacaan tahlīl, istighasah,
khotmul Qur‟an, dan bacaan ayat-ayat suci al-Qur‟an. Selain itu juga dibacakan
kalimat-kalimat thoyyibah, dan sholawat Nabi (asyraqalan, ya rabbi shalli, dan
sholawat al-Qur‟an). Bacaan-bacaan tersebut tidak bisa terpisahkan satu sama
lainnya. Sebagaimana terangkum di dalam dua kalimat syahadat akan kesaksian
diri bahwa Allah adalah Tuhan Esa dan Nabi Muhammad adalah sebagai utusan
Allah swt. Karena ketika berdoa kepada Allah swt. harus menyertakan Nabi
Muhammad saw (Sholawat Nabi), maka dari itu selain ayat-ayat al-Qur‟an yang
dibacakan juga ada sholawat Nabi (asyraqalan, ya rabbi shalli, dan sholawat al-
Qur‟an) yang dibacakan dalam tradisi ini.38
C. Dampak Pembacaan Khotmul Qur’an dalam Tradisi Pleretan
Pada pembahasan sebelumnya, penulis sudah memparkan panjang lebar
seputar tradisi Pleretan dan beberapa respon masyarakat terhadap pembacaan
ayat-ayat al-Qur‟an dalam tradisi Pleretan. Namun yang ingin penulis garis
bawahi disini ialah adanya esensi yang terkandung dalam pembacaan khotmul
Qur‟an yang dibacakan pada tradisi Pleretan, untuk memperoleh jelas sebuah
esensi yang terkandung dalam pembacaan khotmul Qur‟an dalam tradisi yang
diadakan setiap setahun sekali, penuli menggali informasi terkait dampak
pembacaan khotmul Qur‟an dalam tradisi Pleretan yang diperoleh masyarakat
Desa Bedanten.
Beberapa informan telah berhasil penulis wawancarai, informan tersebut
terbagi menjadi tiga tipe, tipe pertama ialah masyarakatsebagai pendengar, kedua
sebagai pembaca, dan tipe ketiga sebagai masyarakat yang tidak mendengar dan
tidak membaca. Bagi masyarakat tipe pendengar ialah mereka yang posisi rumah
tidak jauh dari lokasi pleretan sehingga dapat mendengarkan al-Qur‟an yang
dibaca menggunakan alat pengeras suara. Sedangkan tipe pembaca adalah
masyarakat yang ikut serta hadir dan menjadi anggota dari Jam‟iyah khotmul
38
Wawancara Pribadi dengan Sebo Warno, Bedanten 17 Juli 2019.
73
Qur‟an. Dan tipe yang terakhir adalah masyarakat yang tidak ikut serta membaca
juga tidak dapat mendengarkan bacaan khotmul Qur‟an karena lokasi rumah yang
jauh dari lokasi khotmul Qur‟an.
Setelah penulis mewawancarai beberapa informan dari masing-masing tipe,
terjawablah dampak bagi pendengar di antaranya: bertambahnya pahala,
ketenangan jiwa, bacaan khotmul dapat mempengaruhi diri pendengar untuk
melakukan kebaikan juga mencegah diri pendengar dalam melakukan
kemaksiatan. Informan selanjutnya adalah mereka yang membacakan khatmul
Qur‟an dalam tradisi Pleretan. Pembaca memperoleh dampak di antaranya:
bertambahnya rizki, bertambanya ketenangan, bertambahnya pahala, kesejukan
hati, kejernian pikiran, bertambahnya kebaikan. Sedangkan informan selanjutnya
adalah mereka yang tidak dapat mendengar bacaan khatmul Qur‟an dikarenakan
jauhnya rumah warga dari lokasi khotmul Qur‟an dan tidak ikut serta membaca
dikarenakan sebagian warga tidak bisa membaca, ada juga yang sibuk, ada juga
yang sedang bekerja, sehingga orang-orang ini tidak dapat mendengarkan dan
membacakan khatmul Qur‟an dalam tradisi Pleretan. Dalam hal ini akan lebih
jelasnya penulis membuat table guna mempermudah dalam mengambil
kesimpulan.
Tabel 4.7
Dampak Adanya Khatmul Qur‟ān Dibacakan pada Tradisi Pleretan
Type Interaksi
(membaca)
dengan tindakan
Dampak
Hasil Langsung External Internal
Pendengar - Di Rumah
- Bersantai
- Beraktivitas
- Bikin Jajan
Pleret
- Merasakan
hawa
Ramadhan
- Ketenangan
- Bertambah
pahala
- Lebih dekat
dengan al-
Qur‟an
- Ketenangan
- Tidak terjadi
musibah
- Hati menjadi
sejuk
- Lebih terarah
kepada
kebaikan
Pembaca - Membaca - Berkumpul - Menambah - Hidup
74
tawassul
kepada
leluhur
- Niat
mengharapka
n ridho Allah
- Mendoakan
leluhur
- Mendoakan
orang tua
- Melakukan
amal
kebaikan
- Membawa
jajanan39
- Bersih tempat
dan rapi
dengan orang
sholeh
- Waktu lebih
berharga
- Lancar bacaan
- Hafal
- Selalu dekat
dengan al-
Qur‟an
- Merasakan
ketenangan
- Kejernian
pikiran
- Kesejukan hati
- Bertambah
pahala
- Senang
- Mendoakan
leluhur dan
orang tua
kebaguan
- Menambah
doa untuk
leluhur
- Memberikan
pengaruh
baik
menjadi
tentram
- Bertambah
rizki
- Keberkahan
leluhur
- Terarah
kepada
kebaikan
- Terbiasa
membaca al-
Qur‟an
- Sering ikut
khatmul
Qur‟an di
tempat lain
- Selalu
mendapat
petunjuk
Allah
Tidak
pendengar
dan tidak
pembaca
- Bekerja
- Tidur
- Bikin jajan
pleret
- Ke Sawah
- Menyiapkan
diri mengikuti
tradisi Pleretan
- Senang
Tidak
merasakan
Tidak
melakukan
kemaksiatan
Dampak langsung Dampak tidak langsung
Apabila menelaah jawaban pembaca , pendengar dan yang tidak membaca
maupun mendengar, yang mereka dapatkan dari dampak adanya khotmul Qur‟an
dalam tradisi Pleretan, maka masing-masing individu mendapatkan dampak sesuai
dengan kontibusi terhadap al-Qur‟an. Dapat terbagi dua, yaitu pendengar dan
39
Bekal yang akan dimakan saat pergantian membaca al-Qur‟an
75
pembaca merasakan dampak yang hampir sama, adapun yang pembaca dan
pendengar rasakan dari dampak membaca khatmul Qur‟an ialah ketenangan jiwa,
waktu yang lebih berharga dan bertambahnya rizki. Sedangkan bagi yang tidak
mendengar dan tidak pula baca, hampir tidak merasakan dampak diadakan
khatmul Qur‟an, namun selama diadakannya khotmul Qur‟an dalam tradisi
Pleretan, mereka merasa terhindar dari perbuatan yang dilarang Allah swt., seperti
minum-minuman keras, mencuri, membunuh, dan lain sebagainya. Dapat
dikatakan, bahwa dibacakannya khotmul Qur‟an dalam acara tradisi Pleretan telah
diakui oleh masyarakat Desa Bedanten memiliki dampak positif, seperti:
keberkahan, ketenangan jiwa, kesejukan hati, kejernian pikiran, bertambahnya
rizki, bertambahnya pahala, pengaruh baik terhadap lingkungan, mencegah hal-hal
yang dilarang Allah swt. Dapat dikatakan pula sebagai esensi khotmul Qur‟an
dalam tradisi Pleretan, hal inilah yang disebut sebagai living Qur‟an pada
pembacaan khotmul Qur‟an dalam tradisi Pleretan yakni masyarakat merasakan
pengaruh positif terhadap prilaku sehari-hari masyarakat.
Selain wawancara beberapa informan, penulis juga mewawancarai khusus
kepada Bapak Kepala Desa tentang dampak adanya khotmul Qur‟an dalam tradisi
Pleretan. Pemaparan Kepala Desa tentang dampak diadakannya khatmul Qur‟an
dalam tradisi Pleretan terhadap Desa Bedanten sendiri, penulis memaparkannya
dengan bentuk poin-perpoin di antaranya40
:
1. Bertambahnya rasa syukur terhadap para leluhur.
2. Lebih dekatnya persaudaraan, dapat bersilaturrahmi dalam acara.
3. Bagi orang yang jauh dari al-Qur‟an kini mempunyai daya tari dan mau
mempelajari al-Qur‟an.
4. Desa Bedanten menjadi lebih tentram, aman, dan nyaman.
5. Tidak ada lagi pertikaian, pembunuhan.
Dari poin-poin di atas, dapat diartikan bahwa khotmul Qur‟an memiliki
dampak secara menyeluruh bagi pihak pemerintahan desa, yaitu: bertambahnya
ketentraman penduduk desa, kenyamanan, lebih kuatnya tali persaudaraan,
terhindarnya bahaya dan mencegah dari perbuatan yang mungkar.
40
Wawancara pribadi dengan Bapak Abdul Majid, Bedanten: 09 Januari 2019.
76
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, Dapat diambil kesimpulan bahwa adanya khotmul
Qur’an dalam tradisi pleretan memiliki esensi. Esensi ini dimiliki 3 tipe, tipe
pertama adalah pembaca, kedua pendengar, dan ketiga yang tidak membaca
ataupun mendengar. Bagi pembaca merasakan esensi dari khotmul Qur’an berupa:
keberkahan, ketenangan jiwa, kesejukan hati, kejernian pikiran, bertambahnya
rizki, bertambahnya pahala. Tipe pendengar merasakan adanya esensi dalam
khotmul Qur’an berupa: ketenangan jiwa, juga pengaruh menjadi lebih baik
(mendapatkan hidayah), merasakan hawa sekitar seperti hawa bulan Ramadhan.
Tipe ketiga adalah mereka yang tidak membaca maupun yang tidak
mendengarkan bacaan khotmul Qur’an dalam tradisi Pleretan, beberapa dari
mereka merasakan adanya esensi dari khotmul Qur’an yaitu: tercegah dari hal-hal
yang dilarang Allah swt. Esensi secara menyeluruh bagi masyarakat Desa
Bedanten berupa tambahnya rasa syukur, lebih dekatnya persaudaraan,
masyarakat lebih dekat dengan al-Qur’an, merasakan ketentraman, aman, dan
nyaman, mencegah dari hal kemungkaran.
Begitulah esensi yang diperoleh dari adanya khotmul Qur’an dalam tradisi
Pleretan. Meskipun sebagian masyarakat tidak memahami makna dari ayat-ayat
al-Qur’an yang dibaca atau didengarnya, masyarakat Desa Bedanten mendapatkan
esensi dari adanya pembacaan khotmul Qur’an.
B. Saran
Setelah penulis melakukan penelitian tentang studi living Qur’an terhadap
pembacaan khotmul Qur’an dalam tradisi Pleretan di Desa Bedanten Kecamatan
Bungah Kabupaten Gresik, maka penulis akan memberikan beberapa masukan:
1. Kepada masyarakat Desa Bedanten agar senantisa melestarikan budaya
nenek moyang terkhusus tradisi Pleretan. Selain itu hendaknya untuk
melakukan pengkajian Islami lainnya terhadap adanya fenomena-
fenomena yang ada di tengah masyarakat, seperti studi living Qur’an
77
terhadap tradisi Pleretan, karena masih banyak lagi tradisi-tradisi yang
belum dikaji secara khusus. Agar tradisi-tradisi leluhur tidak hilang ditelan
zaman.
2. Kepada para peneliti selanjutnya, di dalam skripsi ini masih banyak
kekurangan, oleh karenanya saran dan kritik dari peneliti berikutnya
sangat diperlukan.
78
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Moh. Peran Lesbumi dalam Merespon Gerakan Lekra pada Tahun 1950-
1965, Surabaya: UINSA, 2013.
Arinda R, Ichmi Yani. Sedekah Bumi (Nyadran) sebagai konvensi tradisi Jawa
dan Islam masyarakat Sraturejo Bojonegoro, UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang.
Artono, Sigit, Margono, Sumardi, Sri Murtono. Apresiasi Seni, Seni Tari, Seni
Musik 1 SMA Kelas KALI, Jakarta: Ghalia Indonesia Printis, 2007.
Darussamin, Zikri dan Rahman. Merayakan Khilafiah Menunai Rahmat Ilahiah
Jawaban-jawaban atas Persoalan Seputar Penyelenggara Upacara
Kematian Berdasarkan al-Qur’an dan Hadis, Yogyakarta, Ikis, 2017.
Endraswara, Suwardi. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan Ideologi,
Epistemologi, dan Aplikasi, Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2006.
Firman, Andi. Pemahaman Umat Islam Terhadap Surah Yasin (Studi Living
Qur’an di Desa Nyiur Permai Kab. Tembilahan, Riau), Program studi
Tafsir Hadis, Universitas Islam Negeri syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.
Hasbillah, Ahmad ‘Ubaydi. Ilmu Living Qur’an-Hadis, Ontologi, Epistemologi,
dan Aksiologi, Ciputat: Yayasan Waqaf Darus-Sunnah, 2019.
Herdiansyah, Haris. Metode Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta: Salemba
Humanika, 2010.
Hidayatullah, Furqon Syarief. Sedekah Bumi dusun Cisampih cilacap, Institute
Pertanian Bogor, 2013.
Himawan, Candra, dan Suriana, Neti. Sedekah: Hidup Berkah Rezeki Melimpah,
Yogyakarta: Pustaka Albana, 2013.
Junaedi, Didi. Living Qur’an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian al-Qur’an
(Studi Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec.
Pabedilan Kab. Cirebon, Jurnal of qur’an and Hadith studies- vol. 4. No.
2. 2015.
Lalu, Yosef. makna hidup dalam terang iman katolik 2: Agama-agama membantu
manusia menggumuli makna hidupnya, Yogyakarta: Kanisius, 2010.
Margono. Apresiasi Seni Rupa dan Seni Teater 3, Jakarta: Pustaka, 2006
79
Miftahuddin, Azka. Skripsi. Penanaman nilai syukur dalam tradisi sedekah bumi
di Dusun Kalitanjung desa Tambak Negara Rawalo Banyumas, IAIN
Purwakerto, 2016.
Mubah, Safril M. Strategi meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal dalam
Menghadapi Arus Globalisasi, Jurnal Unair, 2011.
Al-Munawir, Said Agil Husin. Aktualisasi Nilai-nilai Qur’ani dalam Sistem
Pendidikan Islam, Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005.
Muhtador, Moh. Pemaknaan Ayat Al-Qur’an dalam Mujahadah Studi Living
Qur’an di PP Al-Munawwir Krapyak Komplek Al-Kandiyas, UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2014.
Mustaqim, Abdul. Living Qur’an dalam Litasan Sejarah Studi Al-Qur’an,
dalam Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis.
Notowidagdo, Rohiman. Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan al-Qur’an dan Hadis,
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996.
Pranowo, Bambang. Memahami Islam Jawa, Ciputat: Pustaka alvabet dan
Indonesia institute for society empowerment/ INSEP, 2019.
Puniatun. Pelaksanaan Tradisi Sedekah Bumi Sebagai Upaya untuk Memelihara
Kebudayaan Nasional, Jurnal Ilmiah PPKN IKIP Veteran Semarang:
Mahasiswa PPKN IKIP Veteran Semarang, 2014.
Putra, Ahimsa, Heddy Shri. The Living al-Qur’an: Beberapa Perspektif
Antropologi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Rahmah, Umi Nuriyatur. Penggunaan Ayat-ayat al-Qur’an dalam Ritual Rebo
Wekasan: Studi Living Qur’an di Desa Sukareno Kec. Kalisat Kab.
Jember, Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN SUKA
Yogyakarta, 2014.
Rahmah,Umi Nuriyatur. Penggunaan Ayat-ayat al-Qur’an dalam Ritual Rebo
Wekasan: Studi Living Qur’an di Desa Sukareno Kec. Kalisat Kab.
Jember, Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN SUKA
Yogyakarta, 2014.
Rampan, Korre Layun. Api Awan Asap Adakah muslim yang kini sebagai isyarat
kiamat?, Jakarta: Grasindo, 2015.
Saputra, Heru. Memuja Mantra sabuk Mangir dan Jaran Goyang Masyarakat
Suku Using Banyuwangi, Yogyakarta, LKiS Yogyakarta, 2007.
80
Sholikhin, Muhammad. Ritual dan Tradisi Islam Jawa, Yogyakarta: PT Suka
Buku, 2010.
Suryadilaga, M. Alfatih. Living Hadis dalam Kerangka Dasar Keilmuan UIN
Sunan Kalijaga, 2014.
Syaikhu Z, M. Assyafi’. Karomahan (Studi Tentang Pengamalan Ayat-ayat al-
Qur’an dalam Praktek Karomahan di Padepokan Macan Putih
Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk), Skripsi S1, Jurusan IAT, Fakultas
Ushuluddin dan Dakwah, IAIN SURAKARTA, 2017.
Syarbini, Amrulloh. Supersedekah, Jakarta: QultumMedia, 2012.
Tim penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya. Ilmu Alamiah Dasar Ilmu
Sosial Dasar Ilmu Budaya Dasar (IAD-ISD-IBD), Surabaya: UINSA
Press, Nopember 2013.
Veralidina, Isce. Implementasi Tradisi “Sedekah Bumi” (Studi Fenomenologi di
Kelurahan Banjarejo, Kecamatan Bojonegoro, Kabupaten Bojonegoro,
Skripsi S1, Jurusan al-Ahwal al-Syahshiyyah, Fakultas Syari’ah, UIN
Malang, 2010.
Wulandari, Lisa Dwi. dan Maulidi, Chairul. Tipologi lanskap pesisir
nusantara:pesisir jawa, Malang: UB Press, 2017.
Yusuf, Muhammad. Pedekatan Sosiologi dalam Penelitian Living Qur’an, dalam
Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, Syahiron Syamsuddin.
Wawancara:
Wawancara pribadi dengan KH. Fatah Abdul Aziz, Bedanten, 06 Juni 2018.
Wawancara dengan Miftah Sya’roni, Bedanten, 07Juni 2018.
Wawancara pribadi dengan Miftah Sya’roni, Bedanten 07 Juni 2018.
Wawancara pribadi dengan Khoirul Abidin, Bedanten 05 Januari 2019.
Wawancara pribadi dengan H. Wahab, Bedanten, 05 Januari 2019.
Wawancara pribadi dengan Miftah Sya’roni, Bedanten, 05 Januari dan 13 April
2019.
Wawancara pribadi dengan Pak Ghaffar, Bedanten 10 Januari 2019.
Wawancara Pribadi dengan Pak Masbukhin, 10 Januari 2019.
81
Wawancara pribadi dengan Abdul Majid S. pd.I, Bedanten 09 Januari 2019.
Wawancara pribadi dengan Sebowarno, Bedanten, 10 April, 13 April, dan 17 Juli
2019.
Wawancara dengan Miftah Sya’roni, Bedanten, 11 April 2019.
Wawancara pribadi dengan Bapak Karso, Pendopo Ngabar, 12 April 2019.
Wawancara Pribadi dengan Cak Mad, Pendopo Ngabar, 12 April 2019.
Wawancara pribadi dengan Ibu Maimunah, Bedanten, 13 April 2019.
Wawancara pribadi dengan Ibu Nur Hafidzoh, Bedanten, 23 Oktober 2019.
Wawancara pribadi dengan Bapak Baihaki, Bedanten, 23 Oktober 2019.
Wawancara Pribadi dengan Ibu Maimunah, Bedanten: 22 Oktober 2019.
Wawancara Pribadi dengan Ibu Farikhah, Bedanten: 25 Oktober 2019.
Wawancara Pribadi dengan Ibu Diyah, Bedanten: 22 Oktober 2019.
Wawancara Pribadi dengan Bapak Mansur, Bedanten: 25 Oktober 2019.
Wawancara Pribadi dengan Cak Mif, Bedanten: 22 Oktober 2019.
82
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Panduan Wawancara
A. Daftar Pertanyaan Terkait Deskripsi Tradisi Pleretan dan Alasan-
alasannya
1. Bagaimana Sejarah desa Bedanten dan Letak Geografinya?
2. Bagaimana kondisi sosio geografis, mengenai keadaan penduduk,
gambaran infrastruktur, keadaan ekonomi dan pendidikan masyarakat desa
Bedanten, dan adakah hal lainnya?
3. Bagaimana keadaan demografis desa, jumlah penduduk, jenis kelamin,
kepercayaan masyarakat, mata pencaharian, lingkup keagamaan?
4. Bagaimana asal-usul penduduk desa dan sistem masyarakatnya?
5. Dimana batas wilayah, dan apakah ada peta khusus untuk desa Bedanten?
6. Bagaiamana sejarah pembentukan dan perkembangan sosio geografis
masyarakat desa Bedanten?, apakah ada kesulitan-kesulitan dari masa
pembentukan dan perkembangan masayrakat desa Bedanten?
7. Apa saja tradisi-tradisi yang masih berjalan atau yang sudah tidak
terlaksana lagi di desa Bedanten?
B. Daftar Pertanyaan Terkait Gambaran Umum Desa Bedanten Bungah
Gresik
1. Bagaimana prosesi upacara pleretan dari pra sampai selesai?
2. Apa saja bacaan yang dilantunkan dalam setiap acaranya, kalau boleh tau
mengapa?
3. Kapan dilaksanakan, berapa lama, dan dilakukan berulang setelah berapa
lama? Tahunan, bulanan, atau lainnya?
4. Siapa saja yang ikut?
5. Apa saja yang disajikan?
6. Adakah pendapat yang tidak setuju dengan tradisi tersebut?, apa alasan
ketidaksetujuannya?
83
7. Apakah ada perubahan dalam pelaksanaannya, misal ayatnya ditambah,
dikurangi atau bagaiamana dalam sejara pelaksanaannya?
8. Bagaimana respon masyarakat, apa senang dengan tradisi itu, atau apakah
memberatkan karena harus menyumbangkan banyak barang atau uang?
9. Berapa biasaya yang dihabiskan dalam upacara pleretan ini?
84
Lampiran 2
Daftar Informan
1. Nama : KH. Fatah Abdul Aziz
Umur : 83 tahun
Pekerjaan : -
Sebagai : Kyai sekaligus Pimpinan jamaah al-khidmah di wilayah Gresik
(tokoh adat)
2. Nama : H. Wahab
Umur : 72 tahun
Pekerjaan : Guru
Sebagai : Masyarakat Sepuh
3. Nama : Abdul Majid, S.pd.I
Umur : 49 TAHUN
Pekerjaan : Kepala Desa
Sebagai : Tokoh Masyarakat
4. Nama : Miftah Sya’roni
Umur : 55 tahun
Pekerjaan : wiraswasta
Sebagai : Ketua Pelestari Makam Penggede Desa Bedanten (juru kunci)
5. Nama : Abd. Ghafar
Umur : 50 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Sebagai : Ketua Penggagas Kajian Sejarah Desa Bedanten
6. Nama : Khoirul Abidin
Umur : 49 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Sebagai : Mudin
7. Nama : Sebowarno
Umur : 49 tahun
Pekerjaan : Petani
Sebagai : Masyarakat sekaligus anggota jamaah al-Khidmah
85
8. Nama : Masbukhin
Umur : 45 tahun
Pekerjaan : Staf Desa
Sebagai : Masyarakat
9. Nama : Maimunah
Umur : 56 tahun
Pekerjaan : Guru
Sebagai : Pembaca Khotmul Qur’an
10. Nama : Mad
Umur : 54 tahun
Pekerjaan : Guru
Sebagai : Masyarakat (Juru Kunci Mbah Ngabar)
11. Nama : Karso
Umur : 48 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Sebagai : Masyarakat (Juru Kunci Mbah Ngabar)
12. Nama : Nur Hafidzoh
Umur : 28 tahun
Pekerjaan :
Sebagai : Masyarakat
13. Nama : Moh. Baihaki
Umur : 26 tahun
Pekerjaan : Wirausaha
Sebagai : Masyarakat
14. Nama : Mansur
Umur : 48 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Sebagai : Pembaca Khotmul Qur’an
15. Nama : Farikhah
Umur : 32 tahun
Pekerjaan : Guru
Sebagai : Pembaca Khotmul Qur’an
86
16. Nama : Zuhdiyah
Umur : 22 tahun
Pekerjaan : Mahasiswi
Sebagai : Masyarakat
87
Lampiran 3
Hasil Wawancara tentang Dampak adanya Khotmul Qur’an
IBU MAIMUNAH1: apa yang ibu peroleh saat mengikuti khataman?, tujuan
mengikuti khataman saat pleretan?
Khotmul Qur’an ,menambah kebagusan, menambah doa untuk para auliya’ dan
syuhada’, mengikuti amal kebaikan, serta berdoa. Sekarang di mbah makhdum
diadakan setiap hari Jum’at Wage, saya sendiri jika tidak sibuk saya akan ikut
serta rutin membaca, tapi saya pribadi selalu mendoakan para sesepuh setiap
sholat dan disertai membaca surah al-Ihlas karena al-Ihlas 3 kali bisa dihitung
membaca satu kali khataman Qur’an. Saya merasakan bisa berpikir lebih jerni,
karena mendoakan waliyullah dan orang yang meninggal butuh di doakan sebagai
sesepuh Desa Bedanten. Desa Bedanten awalnya banyak penyakit, banyak terjadi
pencurian, pertikaian, namun saat ini barokah ngaji dan para wali bida
memberkahi orang yang membaca dan orang yang meninggal yang dibacakan,
orang yang meninggal tidak cukup hanya kiriman satu tahun sekali, setiap hari
setiap selesai sholat selalu kirim al-Fatihah. Sopo wong seng ngilingi wong tuane
seng wes mati, uripe ayem, kenyataannya sekarang ibuk warek, malahan setiap
hari jumat ke kuburan membersihkan makam dan setiap hari membacakan al-
Fatihah kepada ahli kubur. Tidak kelihatan tapi serba berkecukupan,
BU FARIKHAH2: berapa kali ikut khataman dalam acara pleretan?, apa yang
dirasakan saat sebelum ikut khataman di acara pleretan dan setelah ikut?
Sejak tahun 2006, dan Alhamdulillah setelah ikut khataman hati terasa sejuk,
dapat barakah dari mbah sayyid khusaini.
BU KHAFIDZOH3: di dalam tradisi Pleretan terdapat acara khotmul Qur’an,
apakah ibu tahu?, ya tahu, tapi aku ga pernah ikut khotmul Qur’an, cuman acara
Pleretan saja waktu itu pernah ikut. Apakah ibu merasakan pengaruh adanya
khotmul Qur,an yang dibacakan dalam tradisi pleretan? pengaruh apa ya, perasaan
ya ga pengaruh sih, keberkahan barangkali? Ya lek keberkahan beda lagi, lek aku
kan gak elu khotmul quran, berkah apa ? berkahe lek elu khotmul qur’an kan
nambah berkah karo pahala, bagi yang ga ikut ya ga dapat apa-apa, apalagi cuman
dirumah saja, pahala dan berkah ga bertambah. Biasanya yang ikut itu guru-guru
ngaji, apakah ibu ga berminat ikut khataman? Yo pengen cuman dinoe pas kerjo
dadi pas pleretane yo sek iki jarang elu nek gak pas cuti., waktu masih nganggur
dirumah dulu ikut pleretane.
1 Wawancara Pribadi dengan Ibu Maimunah, Bedanten: 22 Oktober 2019.
2 Wawancara Pribadi dengan Ibu Farikhah, Bedanten: 25 Oktober 2019.
3 Wawancara Pribadi dengan Ibu Khafidzoh, Bedanten: 23 Oktober 2019.
88
BU DIYAH4: apa yang Bu Diyah rasakan saat Bu Diyah mengetahui dibacakan
khotmul Qur’an dalam tradisi Pleretan?, saya merasakan, jika al-Qur’an dibacakan
maka saya merasa menjadi tenang, dingin, dan tentram, ya khotmul Qur’an
memang sudah biasa dibacakan di Desa Bedanten bukan hanya di tradisi Pleretan
saja, jd ya selalu tenang. Berbeda dengan orang yang baru hadir di khotmul
Qur’an yang ada di tradisi Pleretan pasti merasakan pengaruhnya sangat.
PAK MANSUR5: bapak biasa ikut khataman? Iya, sejak kapan pak? Perkiraan
sejak tahun 2013 baru sekedar hadir, apa yang bapak rasakan sebelum mengikuti
khataman dan setelahnya pak? Terus terang kalau rasanya niku kulo dereng saget
merasakan sebab kulo dere’ khataman boten mulai awal ngaji, dados boten saget
ngeraske, tujuan bapak ikut khataman apa pak?, wong ngaji iku tujuane golek
ridhoe pengeran.
PAK BAIHAKI6: mendoakan yai yang babat alas, meski yai tidak butuh
didoakan. Ibarat gelas di isi terus meluber. Luberan ini akan meluberi masyarakat.
yang tidak bagus kan sebelum Pleretan omben-omben, bertambahnya kebaikan.
Pleretan kan sedekah bumi, bersyukur makanya dirayakan dengan doa-doa.
Mendapatkan barokah, solidaritas, gotong royong, bersih-bersih. Apa yang pak
baihaki rasakan?, saya merasakan ketentraman, Desa Bedanten tidak ada bahaya
maling seperti di Desa-desa lainnya, tidak ada pertikaian, dan pembunuhan.
Mendoakan penggede, masyarakat desa, salah satunya saya merasa tidak minum-
minuman keras, bisa wisudah, minta kepada Allah melalui wasilah masyayikh dan
para alim ulama’.
BU KUMALA7: apakah Ibu sering mengikuti khotmul Qur’an?, iya kemaren saya
membacakan Khatmul di Mushollah an-Nur Pasar Pon, kemudian hari
selanjutnya lagi bu Kumala membacakan Khatmul Qur’ān juga di Langgar
Roudhotul Muta’alimin. Apa yang ibu rasakan saat membaca khotmul Qur’an?
Saya begitu bersyukur dengan mengucap Alhamdulillah karena setiap hari bisa
membaca al-Qur’an dan menghatamkan secara berjama’ah, karena mengingat
pepatah jaman dahulu waktu adalah uang, dan sekarang waktu adalah nafas, di
setiap detik dan nafas kita harus selalu disertai kebaikan, apalagi untuk
melantunkan bacaan ayat suci al-Qur’an, semoga selalu bisa mendapatkan
keberkahan sampai di akhirat kelak.’
4 Wawancara Pribadi dengan Ibu Diyah, Bedanten: 22 Oktober 2019.
5 Wawancara Pribadi dengan Bapak Mansur, Bedanten: 25 Oktober 2019.
6 Wawancara Pribadi dengan Bapak Baihaki, Bedanten: 23 Oktober 2019.
7 Wawancara Pribadi dengan Bu Kumala, Bedanten: 11 April 2019.
89
PAK MIF8: menurut bapak selaku juru kunci adanya pembacaan khotmul Qur’an
dalam tradisi Pleretan memiliki dampak dan pengaruh apa terhadap diri bapak dan
masyarakat Desa Bedanten?, saya pribadi merasakan merem ayem (ketenangan),
untuk masyarakat jd banyak yang meniru dimana-mana dibaca Al-Qur’an dan
dikhatamkan. Jika saya saja merasakan merem ayem, otomatis masyarakat juga
mereasakan terbukti banyak diadakan khotmul Qur’an di musholah-musholah dan
selain pada acara khotmul di tradisi Pleretan.
8 Wawancara Pribadi dengan Cak Mif, Bedanten: 22 Oktober 2019.
90
Lampiran 4
Dokumentasi Tradisi Pleretan
Wawancara dengan staf Desa Wawancara dengan Kepala Desa
Wawancara dengan Anggota Plesetari Makam Gapura Desa Bedanten
Peta Desa Bedanten Sarasehan kesejarahan
Jajanan Uler-uleran Jajanan Pleret
Pedagang saat acara Pleretan
91
Masyarakat datang ke lokasi Mahalul Qiyam
Acara inti yaitu haul dan sedekah bumi (pembacaan istighasah)
Mendengarkan Ceramah Agama
Makam keturunan Sunan Drajat dan Menabur Bunga TujuhRupa dari Masyarakat
Mengantarkan Pleret dan Bungah TujuhRupa Acara Lailatul Istighasah
92
Makam Mbah Sayyid Husaiani
Khotmul Qur’an Jam’iyah Putri
Pameran Benda Sejarah dan Pengunjung pameran benda sejarah dan acara
sarasehan