KOMODIFIKASI WISATA RELIGI BATU QUR’AN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh :
ACHMAD FAUZY
NIM : 1113032100006
PRODI STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
iv
ABSTRAK
Achmad Fauzy
Komodifikasi Wisata Religi Batu Qur’an
Dalam penelitian ini, peneliti mengangkat komodifikasi wisata religi
ini sebagai bahan penelitian. Komodifikasi wisata religi yang akan
dianalisis adalah wisata religi Batu Qur’an yang terletak di Desa
Kadubumbang Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang. Penelitian ini
dilatarbelakangi oleh sebuah tempat petilasan Syekh Maulana
Mansyuruddin yang sering dikunjungi oleh para penziarah tempat wisata
religi ini mengambil atribut nilai agama sebagai daya tarik pengunjung, dan
nilai agama dalam wisata religi ini menjadi sebuah komoditas, disinilah
yang terjadi mengalih fungsikan nilai agama menjadi nilai tukar. Wisata
religi ini sangat sesuai dengan tema yang peneliti ambil. Tema tersebut
menjadikan agama sebagai pemanfaatan dari kegunaannya yang kemudian
dijadikan sebagai komoditas dan kepentingan tertentu. Hal ini yang disebut
dengan komodifikasi nilai agama dalam wisata religi di Batu Qur’an.
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui dan memahami
komodifikasi di wisata religi Batu Qur’an. Penelitian ini menggunakan studi
kasus yang pengumpulan datanya dihasilkan dari wawancara kepada
masyarakat, pengunjung, serta pengelola Batu Qur’an.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif yang bersifat
deskriptif. Pengambilan data dilakukan dengan teknik studi research yang
akan mengambil data dari hasil wawancara serta dokumentasi selain dari itu
mengambil sebagian data dari buku-buku yang bersangkutan dengan tema
komodifikasi. Hal ini dilakukan sebagai rujukan yang nanti akan peneliti
gunakan sebagai pembangding dari hasil yang peneliti temukan.
Setelah penulis melakukan penelitian bahwa komodifikasi yang dilakukan
di wisata religi Batu Qur’an ini memiliki unsur positif dan negatif. Unsur
positifnya yaitu dengan adanya batu qur’an ini menumbuhkan minat warga
untuk berdagang sebagai pemasukan tambahan perekonomian warga di
Desa Kadubumbang, serta menjadikan lapangan pekerjaan untuk warga
seperti pengelolaan batu qur’an, sedangkan unsur negatif yang peneliti lihat
yaitu adanya komoditas yang berupa fetis seperti wapak, serta air yang
mereka yakini sebagai air zamzam, namun tidak sedikit pula orang datang
untuk mendapatkan perlindungan, kekebalan dari wapak tersebut, serta
mencari keberkahan dengan air yang terdapat di wisata religi Batu Qur’an.
Keyword : Komodifikasi Agama, Wisata Religi Batu Qur’an
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat serta hidayahnya penulis dapat merampungkan skripi ini dengan
judul : Komodifikasi Wisata Religi Batu Qur’an. Shalawat serta salam
semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan kita yakni kanjeng
Nabi Muhammad SAW, begitu juga kepada keluarganya dan para
sahabatnya, hingga pada umatnya kelak, amiin.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh
gelar Sarjana Agama pada Jurusan Studi Agama-Agama Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam proses penyelesaian
skripsi ini tentunya tidak lepas dari peran berbagai pihak. Untuk itu, tak
dapat dipungkiri rasa bahagia ini sepenuhnya bukan karena jerih payah
penulis sendiri melainkan ada dukungan semangat dari banyak pihak.
Sudah sepatutnya penulis ingin menyampaikan rasa “terima kasih”
dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu
kelancaran skripsi ini. Bantuan dan dukungan mereka, sedikit banyak telah
meringankan beban penulis selama menyusun skripsi ini. Meskipun tidak
semua pihak dapat disebutkan satu persatu, setidaknya penulis merasa perlu
menyebutkan sejumlah nama yang membekas di hati penulis, yaitu:
1. Kedua orang tua penulis yang tidak henti-hentinya memberikan
semangat luar biasa serta doa yang selalu dipanjatkan dalam salatnya.
Membesarkan dan mendidik di lingkungan pesantren, terima kasih.
vi
2. Ibu Dr. Marzuqah, MA selaku pembimbing Skripsi saya yang sejak
semula dengan ketulusan hati dan tidak bosan-bosan memberikan
perhatian dan dorongan yang luas untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
3. Bapak Dr. Hamid Nasuhi, M.Ag selaku penasihat akademik yang telah
mengesahkan judul penelitian sebagai bahan penulisan skripsi sehingga
penulisan skripsi berjalan dengan lancar.
4. Bapak Prof. Dr. Dadi Darmadi, MA yang menguji proposal skripsi saya
sehingga penulisan skripsi berjalan dengan lancar.
5. Bapak Syaiful Azmi, MA, dan Ibu Lisfa SentosaAisyah, MA, selaku
ketua dan sekretaris jurusan Studi Agama-Agama, yang telah
memberikan beberapa masukan yang sangat bermakna.
6. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan Ibu Prof. Dr. Amany
Burhanuddin Lubis, MA, selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Segenap jajaran dosen dan guru besar Studi Agama-Agama, Bapak
Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer, Bapak Dr. Amin Nurdin, MA, dan Ibu
Hj. Siti Nadroh, MA, Bapak Syaiful Azmi, MA, yang senantiasa
memberikan ilmu serta wejangan yang tiada tara manfaatnya.
8. Staf dan karyawan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, dan
Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang banyak
membantu dalam menyediakan referensi yang dibutuhkan penulis.
9. Teruntuk Muhammad Sairi, Muhammad Rahmat Ramadhan dan Danu
Fauzan Hilmi terimakasih atas bantuan buku refrensinya, serta ilmu
vii
yang telah diajarkan kepada saya pribadi semoga menjadi ilmu yang
barokah,amiin.
10. Teman-teman seperjuangan, Daenuri (ustad), Riki (Kijo), Fadil, Danu,
Mulyadi, Basir, Rahmat, Sairi, yang penyabar yang selalu berbagi
kegalauan dalam menyelesaikan skripsi termasuk teman-teman yang
lain angkatan 2013.
11. Teman-teman KKN “Mahameru” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang banyak memberikan pelajaran berharga tentang makna hidup dan
menjalankan arti kehidupan, terima kasih.
Akhirnya, tidak ada manusia sempurna siapapun orangnya pastilah
ia memiliki sifat salah dan lupa. Namun begitu, semua tulisan yang ada di
hadapan pembaca ini adalah tanggung jawab penulis. Untuk semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini penulis ucapkan
terima kasih.
Ciputat, 22 September 2019
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ........................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN ............................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii
ABSTRAK ....................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 6
E. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 6
F. Metodologi Peneltian .................................................................... 9
G. Sistematika Penulisan .................................................................... 13
BAB II MEMAHAMI KOMODIFIKASI
A. Pengertin Komodifikasi ................................................................ 15
B. Latar Belakang Komodifikasi ....................................................... 20
C. Tujuan Komodifikasi .................................................................... 25
D. Bentuk Komodifikasi .................................................................... 27
E. Faktor Terjadinya Komodifikasi ....................................................30
BAB III SEJARAH BATU QUR’AN DAN KEHIDUPAN DESA
KADUBUMBANG
A. Sejarah Desa Kadubumbang ......................................................... 34
1. Kondisi Geografis Desa Kadubumbang .................................. 34
2. Kondisi Demografi Desa Kadubumbang ................................ 36
3. Tingkat Pendidikan Desa Kadubumbang ................................ 38
4. Perekonomian Desa Kadubumbang ........................................ 40
5. Permasalahan Desa Kadubumbang ......................................... 42
B. Riwayat Hidup Syeikh Maulana Mansyuruddin ............................ 45
C. Sejarah Batu Qur’an ...................................................................... 49
ix
D. Praktik Ritual Wisata Religi Batu Qur’an ..................................... 52
E. Benda – benda Sakral di Wisata Religi Batu Qur’an .................... 53
BAB IV PRAKTIK KOMODIFIKASI WISATA RELIGI BATU QUR’AN
A. Peran Batu Qur’an Terhadap Masyarakat Desa Kadubumbang ... 53
B. Praktik Komodifikasi Batu Qur’an .............................................. 58
C. Respon Masyarakat Terhadap Batu Qur’an ................................. 63
D. Peran Pemerintah Terhadap Batu Qur’an ..................................... 65
E. Dampak Komodifikasi Wisata Religi Batu Qur’an .......................67
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 75
B. Saran .............................................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 78
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...................................................................................... 81
x
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 .................................................................................... 81
Surat Izin Penelitian .................................................... 81
Lampiran 2 .................................................................................... 83
Bukti Wawancara ......................................................... 83
Lampiran 3 ..................................................................................... 89
Pertanyaan Wawancara ................................................ 89
Hasil Wawancara Bapak Tubagus Fatoroni ................ 90
Hasil Wawancara Bapak Nurdin ................................. 91
Hasil Wawancara Bapak Dedi Supriadi ...................... 92
Hasil Wawancara Ibu Heni .......................................... 93
Hasil Wawancara Ibu Nur ........................................... 94
Hasil Wawancara Bapak Karna ................................... 95
Lampiran 4 ..................................................................................... 96
Foto Kegiatan Lampiran ............................................... 96
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki keberagaman suku,
budaya, dan agama. Kebudayaan-kebudayaan yang berkembang di
Indonesia menjadi sesuatu daya tarik tersendiri yang dimiliki oleh negara
kita ini. Agama dan budaya memang sulit untuk kita pisahkan, karena
agama memiliki nilai universal yang dapat masuk ke beberapa aspek
kehidupan manusia seperti halnya di kalangan umat Islam itu sendiri yang
terdapat sebuah tradisi kebudayaan yaitu ziarah. Konsep ziarah ini sudah
tidak asing lagi di masyarakat kita khususnya dikalangan umat Islam, hal
ini dijadikan sebuah wisata religi selain memiliki unsur keagamaan
mereka menikmati perjalanan selayaknya wisata.
Wisata religi ini bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT, dengan cara mencari berkah kepada makam-makam para wali yang
mereka yakini memiliki karomah, selain itu juga kunjungan kita ke
makam-makam para wali sebagai mengingatkan kita akan kematian.
Dalam hal ini secara tidak langsung dikalangan umat Islam telah terbentuk
sebuah kebudayaan yang telah melekat sehingga di bulan-bulan tertentu
orang-orang berkunjung ke makam-makam keluarga, maupun para wali
dengan memanjatkan do’a sebagai bentuk penghormatan mereka kepada
keluarga yang sangat berjasa semasa hidupnya, maupun para wali yang
telah menyebarkan Islam di Nusantara ini. Konsep wisata religi di masa
2
kini telah menjadi sebuah budaya populer di kalangan umat Islam, sebuah
budaya yang terbentuk dari tradisi-tradisi keagamaan seperti ziarah.
Konteks ziarah ini dimodifikasi oleh sebagian orang menjadi sebuah
tempat wisata, hal ini sebagai daya tarik masyarakat agar dapat berkunjung
ke lokasi tersebut.
Budaya populer dalam pengertian ini yaitu merupakan proses
memasok komoditas satu arah dari atas ke bawah untuk masyarakat
sebagai konsumen, dan juga mengakui adanya berbagai bentuk praktik
komunikasi lain yang bukan hasil indrustrialisasi, relatif independen, dan
beredar dengan memanfaatkan berbagai forum dan peristiwa seperti acara
keramaian publik, parade, dan tempat-tempat wisata. Kedua bentuk ini
kerap kali, bertentangan meskipun tidak selalu bertentangan atau menjadi
pilihan alternatif bagi bentuk budaya populer.1
Konteks ziarah pada saat ini telah jauh berbeda dari apa yang
pernah Nabi lakukan, dikarenakan memang saat ini kita telah masuk di
zaman yang modern. Banyaknya teknologi yang dapat memudahkan kita
di setiap aktifitas kehidupan kita sehari-hari, seperti ziarah ini, perjalanan
kita akan terasa nyaman dan mudah dengan adanya para jasa travel,
transportasi yang memungkinkan perjalanan kita terasa nyaman
selayaknya wisata. Di dalam perkembangan zaman ini budaya massa2
1 Ariel Heryanto, Identitas dan Kenikmatan : Politik Budaya Layar Indonesia (Jakarta :
Kepustakaan Populer Gramedia, 2015), h. 21-22. 2 Budaya massa adalah budaya populer yang dihasilkan melalui teknik-teknik industrial
produksi massa dan dipasarkan untuk mendapatkan keuntungan kepada khalayak konsumen
massa. Budaya Massa adalah budaya populer, yang diperoduksi untuk pasar massal. Pertumbuhan
budaya ini memberikan ruang yang makin sempit bagi segala jenis kebudayaan yang tidak dapat
3
telah banyak memberi kemudahan kepada masyarakat, akan tetapi hal ini
akan menjadi komoditas yang memanfaatkan kebutuhan masyarakat untuk
mengambil keuntungan yang sebanyak-banyaknya melalui media3.
Agama adalah salah satu objek komoditas oleh para kapitalis,
dikarenakan di dalam pasar dan agama tidak ada saling tolak menolak
melainkan semuanya saling menerima, yang mana agama mengadopsi
logika pasar. Dalam hal ini ada sebagian masyarakat yang menganggap
bahwa agama hanya membangun spiritualitas dan moralitas kepada para
penganutnya, tanpa kita sadari hal tersebut yang diajarkan agama
didasarkan pada model pasar. Komodifikasi agama adalah sebuah
fenomena di dalam masyarakat yang menjadikan institusi dan simbol
keagamaan menjadi sebuah komoditas yang bisa dipasarkan, hal ini
merubah keyakinan suatu agama dan tradisi-tradisi keagamaan menjadi
suatu barang yang layak dikonsumsi oleh masyarakat luas. 4
Penulis melihat adanya permasalahan, seperti suatu tradisi
keagamaan dimodifikasi dan dijadikan sebuah wisata religi, sebagai daya
tarik agar banyak masyarakat yang mendatanginya, sehingga
perekonomian masyarakat akan meningkat dengan membuka usaha.
Situasi ini yang dimanfaatkan sebagai peluang usaha bagi masyarakat
sekitar. Selain itu penulis melihat adanya komodifikasi di wisata religi
menghasilkan uang, yang tidak dapat diperoduksi secara massal bagi massa seperti halnya
kesenian dan budaya rakyat. (Dominic Strinati, 2006). 3 Media adalah perantara, penghubung yang terletak di antara dua pihak orang atau
kelompok. (KBBI, 2008), h. 257. 4 Afe Adogame, Sosiologi Agama (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013), h. 986.
4
Batu Qur’an, seperti adanya transaksi memperjualbelikan air keramat,
yang dianggap oleh mereka sebagai air zam-zam yang dapat
menyembuhkan segala macam penyakit, selain itu penulis melihat adanya
transaksi jual beli jimat, yang mereka meyakini sebagai pelindung diri atau
sebagai pegangan agar terhindar dari bahaya. Penulis melihat fenomena ini
menjadi sebuah permasalahan, karena di dalam komodifikasi ini
kepercayaan seseorang tentang agama yang menjadi objek komoditas.
Selain itu pula penulis melihat permasalahan yang lain yaitu, tradisi ziarah
yang pada dasarnya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT kini
dipadukan dengan unsur-unsur wisata, hal ini juga menurut penulis dapat
merusak esensi dari ziarah itu sendiri.
Meskipun adanya permasalahan yang terlihat negatif, tetapi
penulis juga melihat adanya beberapa dampak positif dengan adanya
wisata religi tersebut. Penulis mengamati sekilas adanya peningkatan
perekonomian di masyarakat sekitar wisata religi tersebut, serta membuka
peluang usaha, seperti membuka warung, serta memjaga parkiran dan
toilet.
Penulis mengambil tema tentang “Komodifikasi Wisata Religi
Batu Qur’an” sebagai penulisan skripsi, yang penulis rasa hal ini cukup
menarik untuk dikaji secara mendalam. Objek kajian skripsi ini yaitu
sebuah tempat wisata religi yang mungkin sering kita dengar dengan nama
“Batu Qur’an”. Wisata religi Batu Qur’an ini terletak di Kampung
Cibulakan, Desa Kadubumbang, Kecamatan Cimanuk, Pandeglang
5
Banten, penulis mengetahui dan sering menjumpai ketika masih berada di
Pondok Pesantren yang tak begitu jauh letaknya dari lokasi Batu Qur’an
tersebut. Dari hal tersebut penulis mengetahui bagaimana sakralitas di
Batu Qur’an, dan setelahnya penulis menduduki bangku perkuliahan
sebagaimana seorang akademisi penulis melihat suatu fenomena yang
menarik di Batu Qur’an. Penulis tertarik untuk mengambil lokasi tersebut,
dikarenakan penulis melihat adanya permasalahan dan keunikan di lokasi
tersebut. Pilihan penulis terhadap tempat ini dikarenakan sejauh
penelusuran belum ada seseorang yang mengkaji wisata religi Batu Qur’an
ini secara teoritis dan kebanyakan hanya meliput saja.
B. Rumusan Masalah
Untuk membahas latar belakang permasalahan yang telah
dipaparkan di atas, maka penulis perlu membahasnya melalui beberapa hal
yang menjadi obyek kajian permasalahan dalam penelitian ini dan
mengangkat sebuah pokok permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah praktik komodifikasi yang dilakukan di Batu Qur’an
dan bagaimanakah dampaknya bagi masyarakat sekitar?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memenuhi persyaratan akhir memperoleh Gelar Sarjana
Agama (S.Ag).
6
2. Untuk mengetahui komodifikasi di wisata religi batu qur’an serta
bagaimana masyarakat sekitar menanggapi hal tersebut dan
menjelaskan dampak bagi masyarakat terhadap wisata religi batu
qur’an.
3. Menambahkan khazanah perpustakaan.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Untuk menjadi sumbangan pemikiran terhadap masyarakat agar
meluruskan niatnya dalam melaksanakan ziarah atau kunjungan ke
tempat – tempat religious,
2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang akan
meneliti persoalan dengan fokus yang sama.
3. Sebagai sumbangsih hasil karya penelitian bagi pustaka pada UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
E. Tinjuan Pustaka
Sejauh penulis melakukan penelusuran belum menemukan
seseorang yang meneliti tentang wisata religi Batu Qur’an. Meskipun
demikian penulis menemukan beberapa judul skripsi yang menyerupai
tema tentang penelitian ini di antaranya adalah:
Pertama, skripsi yang dituliskan oleh Afif Fusalhan dari UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul “Kapitalisme Media dan
Komodifikasi Agama : Pesan Dibalik Cerita Sinetron Religi Pesantren
7
dan Rock and Roll Season 3”,5 pada penelitian ini diungkapkan bahwa
adanya suatau praktik komodifikasi agama pada sebuah sinetron religi.
Dalam penelitiannya ini bahwa pesantren yang menjadi sebuah objek
komoditas media massa yang di kemas dalam bentuk sebuah film religi.
Penelitian sangat berbeda dengan yang peneliti lakukan yang mana ini
lebih melihat kepada sebuah komodifikasi agama dengan kemasan budaya
massa yaitu film sedangkan skripsi yang peneliti lakukan adalah
komodifikasi dalam sebuah wisata religi.
Kedua, penelitian yang ditulis oleh Gusti Vita Riana dari UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta yang bertemakan “Komodifikasi Nilai Agama
Dalam Iklan Televisi : Studi Analisis Semiotik Komodifikasi Nilai Agama
terhadap Iklan Cap Kaki Tiga”.6 penelitian ini juga lebih terfokuskan
kepada komodifikasi agama dengan melalui media sebagai alat bantu
untuk promosi. Dan dalam hal ini yang menjadi sorotan yaitu tokoh agama
yang sering disebut “Mama Dedeh”. Pada iklan ini secara tidak langsung
adanya suatu identitas agama yang di bawa oleh Mama Dedeh ketika
mempromosikan sebuah produk cap kaki tiga agar memiliki nilai jual.
Penelitian sangat berbeda dengan yang peneliti lakukan yang mana ini
lebih melihat kepada sebuah komodifikasi agama dengan kemasan budaya
5 Afif Fusalhan, Skripsi Kapitalisme Media dan Komodifikasi Agama : Pesan Dibalik
Cerita Sinetron Religi Pesantren dan Rock and Roll Season 3 (Yogyakarta : Fakultas Ushuluddin
dan Pemikiran Islam 2014). 6 Gusti Vita Riana, Skripsi Komodifikasi Nilai Agama Dalam Iklan Televisi : Studi
Analisis Semiotik Komodifikasi Nilai Agama terhadap Iklan Cap Kaki Tiga (Yogyakarta :
Fakultas Dakwah dan Komunikasi 2014).
8
massa yaitu film sedangkan skripsi yang peneliti lakukan adalah
komodifikasi dalam sebuah wisata religi.
Ketiga, penelitian tentang “Komodifikasi Ritual Sedekah Laut
Komunitas Nelayan Pantai Gesing Paduhuan Bolang, Girikarto,
Panggang, Gunung Kidul”7 yang di tulis oleh Eni Setiawati dari UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta. Judulnya tersebut menjelaskan tentang suatu
ritual sedekah laut yang dijadikan sebuah komoditas di masyarakat sekitar.
Banyaknya masyarakat yang melakukan ritual tersebut, dijadikanlah
peluang untuk dapat dilihat. Acara ini yang memungkinkan orang-orang
memanfaatkan situasi tersebut sebagai bisnis, selain itu pada waktu acara
sedekah laut kebutuhan-kebutuhan untuk mengikuti acara tersebut
disediakan dan diperdagangkan sebagai bahan-bahan yang memiliki harga
jual. Penelitian ini juga sangat berbeda dengan yang peneliti lakukan yang
mana ini lebih melihat kepada sebuah komodifikasi dalam budaya sedekah
laut sedangkan skripsi yang peneliti lakukan adalah komodifikasi dalam
sebuah wisata religi.
Dari judul-judul tersebut belum ada yang meneliti tentang
“Komodifikasi Agama di Wisata Religi Batu Qur’an”, hanya inilah yang
penulis temukan, dari skripsi-skripsi yang telah di tulis di atas yang terlalu
banyak dari mereka menulis tentang komodifikasi agama dengan sebuah
media, dan ritual-ritual keagamaan. Akan tetapi skripsi yang akan penulis
buat ini akan berbeda dari tema-tema tersebut, dikarenakan metode yang
7 Eni Setiawati, Skripsi Komodifikasi Ritual Sedekah Laut Komunitas Nelayan Pantai
Gesing Paduhuan Bolang, Girikarto, Panggang, Gunung Kidul (Yogyakarta : Fakultas
Ushuluddin dan Pemikiran Islam 2013).
9
akan peenulis gunakan yaitu metode kualitatif. Penulis juga akan membuat
perbandingan dengan adanya wisata religi tersebut apakah akan
memberikan dampak yang positif atau negative bagi masyarakat di sana.
Dengan metodologi tersebut saya akan mendeskripsikan fenomena-
fenomena komodifikasi Agama di wisata religi Batu Qur’an yang terjadi di
sana.
F. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang akan peneliti gunakan ialah metode
kualitatif. Metode kualitatif ialah sebuah penelitian yang berusaha
mengungkapkan keadaan yang bersifat alamiah atau faktual apa yang ada
di lokasi tersebut. Penelitian kualitatif tidak hanya menggabungkan
variabel-variabel tunggal melainkan dapat menghubungkan antara variabel
ke variabel lainnya.8 Paradigma dalam memandang suatu realitas,
fenomena dan gejala alamiah yang terjadi, itulah yang disebut dengan
penelitian kualitatif,9 yang mana karena penelitian semacam ini
menggunakan teknik kualitatif, yang mana peneliti mencoba
menggambarkan fenomena sosial secara holistik tanpa perlakuan
manipulatif. Sumber data yang nantinya akan dikumpulkan berupa hasil
observasi, wawancara dari informan, serta buku-buku yang mengkisahkan
tentang batu quran tersebut.
8 M. Sayuthi Ali, Metodologi Penelitian Agama (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,
2002), h. 58. 9 Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian (Bandung : CV Pustaka Setia, 2008), h. 122.
10
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian kualitatif ini bersifat deskriptif. Penelitian
deskriptif ialah sebuah penelitian yang menjelaskan dalam arti yang
sebenarnya dengan berupa gambar-gambar atau foto-foto yang di dapat
dari data lapangan atau penelitian yang menjelaskan dengan gambar-
gambar dan yang dapat pula berarti menjelaskan dengan kata-kata.10
Penelitian kualitatif atau bisa juga disebut dengan studi kasus dengan
tema komodifikasi wisata religi batu qur’an.
2. Jenis Data
Untuk melakukan penelitian tersebut maka penulis mengumpulkan
data primer dan sekunder yang sesuai dengan tema penelitian.
Berdasarkan jenis data yang ditentukan sebelumnya maka dalam
penelitian ini memiliki sumber primer dan sumber sekunder. Sumber
primer artinya data yang didapat dari sumber pertama, seperti
wawancara kepada seseorang atau pengamat peneliti langsung pada
obyek penelitian. Sumber sekunder artinya data-data yang diperoleh
dari hasil penelitian orang lain yang sudah diolah menjadi data-data,
Buku, Koran, Majalah dan lain-lain. Atau juga pandangan, komentar
orang di luar lokasi penelitian tentang kondisi masyarakat di Wisata
Religi Batu Qur’an.
10
Husaini Usman, Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta : PT
Bumi Aksara, 2008), h. 129.
11
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini ada beberapa teknik yang digunakan untuk
mengumpulkan data, diantaranya yaitu:
a. Studi kepustakaan (Library research)
Studi kepustakaan ialah suatu teknik untuk mengumpulkan data
dengan cara membedah buku-buku yang berkaitan dengan tema
yang penulis buat sebagai dasar untuk memperoleh data, baik
sebuah data primer maupun data sekunder, yang bersumber dari
buku, majalah, artikel, jurnal, koran dan lain-lain.
b. Penelitian Lapangan (Field research)
Penelitian lapangan atau yang disebut observasi merupakan salah
satu teknik pengumpulan data yang digunakan untuk penelitian
kualitatif.11
Dalam hal ini penulis akan mengumpulkan data
lapangan, kegiatan pengumpulan data di lapangan dilakukan
dengan :
1. Studi dokumentasi dan analisis data, yaitu penulis
mengumpulkan dokumentasi-dokumentasi dari hasil penelitian
lapangan, dan kemudian penulis menganalisis dari data-data
yang telah ada.
2. Wawancara (interview), dalam suatu penelitian yang bertujuan
untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia
dalam seuatu masyarakat serta pendirian-pendirian mereka itu,
11
Seebani, Metode Penelitian, h. 186.
12
merupakan pembantu utama dalam metode observasi.12
Dalam
hal ini penulis akan melakukan dialog kepada para masyarakat
setempat sebagai sampel data. Narasumber yang akan
diwawancarai adalah penjaga Batu Qur’an yaitu Bapak Bayu,
tokoh masyarakat setempat, dan para pengunjung.
4. Langkah-langkah pengumpulan data
Untuk mendapatkan data yang di perlukan, penulis mengambil
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Tempat penelitian
Lokasi penelitian ini di Desa Kadubumbang adalah sebuah
Kampung kecil yang teletak di Kecamatan Cimanuk,
Kabupaten Pandeglang, Jawa Barat, yang dimana tempat ini
sebagai tempat penelitian wisata religi Batu Qur’an.
5. Pendekatan Penelitian
Ada beberapa pendekatan yang di pakai dalam penelitian ini,
pendekatan-pendekatan tersebut antara lain :
a. Pendekatan fenomenologis digunakan untuk mengetahui
fenomena-fenomena komodifikasi di wisata religi Batu Qur’an
serta realitas-realitas yang terjadi di masyarakat.
b. Pendeketan sosiologis digunakan untuk mengetahui hubungan
sosial kemasyarakatan antar masyarakat sekitar. Bagaimana
mereka saling mempengaruhi dalam kehidupan bermasyarakat.
12
Koentjaningrat, Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta : Gramedia, 1986), h. 129.
13
c. Pendekatan historis digunakan untuk menelusuri asal usul
sejarah dan pertumbuhan wisata religi Batu Qur’an.
d. Pendekatan antropologis digunakan untuk mengetahui
bagaimana budaya wisata religi ini dapat berkembang dengan
pesat seperti sekarang ini.
6. Teknik Analisis Data
Berdasarkan jenis data yang dikumpulkan maka teknik analisis
data yang digunakan oleh penulis adalah analisis kualitatif. Penulis
berusaha menggabungkan data-data serta menafsirkan data untuk
menjelaskan pola komodifikasi yang dilakukan di lokasi penelitian.
G. Sistematika Penulisan
Secara garis besar penulisan pembahasan dalam skripsi ini terdiri
dari lima bab, dengan rincian sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, Bab ini merupakan pendahuluan yang meliputi
latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan penelitian,
signifikasi penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan diakhiri
dengan sistematika penulisan.
Bab II Memahami Komodifikasi, Bab ini merupakan penjelasan
umum tentang Komodifikasi mulai dari Latar Belakang Komodifikasi,
Pengertian Komodifikasi, Bentuk Komodifikasi, Tujuan Komodifikasi.
14
Bab III Kehidupan Desa Kadubumbang dan Sejarah Batu Qur’an,
Bab ini adalah penelitian lapangan yang terdiri dari uraian Asal Usul Desa
Kadubumbang, Geografis Desa Kadubumbang, Demografi Desa
Kadubumbang, Tingkat Pendidikan, Perekonomian, dan Pencaharian Desa
Kadubumbang, Permasalahan Kehidupan Desa Kadubumbang, serta
sejarah Batu Qur’an dan riwayat hidup Syeik Maulana Masyuruddin.
Bab IV Praktik Komodifikasi di Wisata Religi Batu Qur’an, Bab ini
berisi tentang, analisa komodifikasi batu qur’an di Desa Kadubumbang.
Analisa ini terdiri dari bagian seperti berikut: Peran Batu Qur’an Terhadap
Masyarakat Desa Kadubumbang, Praktik Ritual dan Komodifikasi Batu
Qur’an, Apa Respon Masyarakat Terhadap Batu Qur’an, Peran Pemerintah
Terhadap Batu Qur’an.
Bab V Penutup, Bab ini adalah penutup yang berisi kesimpulan,
saran-saran dan kata penutup.
15
BAB II
MEMAHAMI KOMODIFIKASI
A. Pengertin Komodifikasi
Komodifikasi berasal dari kata komoditi dan modifikasi. Komoditi
yang berarti barang dagangan ; benda niaga, 1
sedangkan modifikasi
adalah pengubahan atau perubahan, 2 jadi dapat kita pahami bahwa
komodifikasi adalah sesuatu perubahan yang pada awalnya tidak
diperdagangkan dan kemudian dirubah menjadi sesuatu yang dijadikan
barang dagangan atau komoditas. Komodifikasi menurut Yasraf yaitu
segala bentuk barang ataupun sesuatu yang memiliki nilai jual di dalam
masyarakat sebagai bentuk memenuhi kebutuhan masyarakat.3
Komoditas pada saat ini sudah berbaur dengan unsur-unsur nilai
politik, sehingga banyak dari masyarakat muncul semangat untuk
memiliki komoditas tersebut. Sebagaimana yang berada di dalam buku
Yasraf Amir Piliang bahwa komodifikasi itu terjadi dikarenakan
masyarakat memiliki hasrat untuk memiliki. Budaya konsumerisme adalah
memuati budaya konsumsi dengan makna-makna simbolik tersendiri
seperti prestise, status, dan kelas. Budaya konsumerisme adalah budaya
konsumsi yang ditopang oleh proses penciptaan diferensi secara terus
1 Sugiono, dan Yeyen Maryani, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta : Tim Penyusun
Kamus Bahasa Pusat, 2008), h. 795. 2 Sugiono, dan Yeyen Maryani, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 795.
3 Yasraf Amir Piliang, Bayang-bayang Tuhan Agama dan Imajinasi (Jakarta : PT Mizan
Publika, 2011), h.71.
16
menerus lewat penggunaan objek-objek komoditas, sebuah budaya belanja
yang diperoses perubahan dan perkembang biakannya didorong oleh
logika hasrat dan keinginan ketimbang logika kebutuhan.4
Budaya konsumerisme adalah sistem yang memproduksi hasrat
tanpa henti, pemenuhannya selalu melalui dunia komoditas. Ketidak
puasan terhadap penampilan fungsi, dan penampakan citra objek-objek
komoditas. Hal itu dilakukan dengan menciptakan kebutuhan yang bukan
esensial, melainkan artifisial. Budaya konsumerisme mengontruksi
perasaan kurang atau perasaan tidak sempurna pada diri setiap orang
dalam hal kepemilikan objek dan mengdorong mereka untuk terus
mengonsumsi.
Sedangkan agama menurut Clifort Geertz adalah sebuah sistem
simbol-simbol yang berlaku untuk menetapkan suasana hati dan motivasi-
motivasi yang kuat, yang meresapi dan yang tahan lama pada diri
manusiadengan merumuskan tatanan umum eksistensi dan membungkus
konsep-konsep dengan pancaran faktual, sehingga suasana hati dan
motivasi tersebut terlihat nyata.5
Komodifikasi agama lintas tradisi-tradisi keagamaan secara diam-
diam namun konsisten telah banyak menarik perhatian ilmiah, beberapa
prinsip penting komodifikasi agama yang menyatakan bahwa pasar dan
4 Yasraf Amir Piliang, Bayang-bayang Tuhan Agama dan Imajinasi, h. 70.
5 Cliffort Geertz, Kebudayaan dan Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1992), h. 5
17
agama tidaklah berbenturan satu sama lain. Justru sebaliknya, agama
mengadopsi logika pasar sehingga tradisi-tradisi keagamaan atau atribut
keagamaan menjadi kebutuhan yang dapat dipenuhi di pasar. Agama
membangun kerajaan moral dan spiritual yang didasarkan prinsip dan
model pasar. Sebagain agama dakwah modern selalu mengatakan bahwa
diri mereka sendiri adalah sebagai paket konsumsi dengan tujuan untuk
menaklukan dunia pasar agama. Dengan kata lain, sebagian besar agama
bertujuan untuk menjelajah dan menaklukan dunia. Agama-agama
memandang dunia sebagai ladang kompetisi karena semakin banyak
pengikut mereka maka semakin banyak pula ladang pasar agama.6
Komodifikasi agama adalah fenomena historis dan religio-kultural
yang cukup luas, inklusif, dan kompleks. Komodifikasi agama itu sendiri
menyiratkan sederetan tindakan sadar untuk merubah simbol dan institusi
agama menjadi komoditas yang bisa dipasarkan dan layak di komsumsi
oleh masyarakat, dengan hal tersebut muncul fakta bahwa keuntungan dan
bentuk-bentuk perolehan material sering kali dikemas dengan hati-hati dan
diletakan secara halus di belakang layar. Yang dimaksud komodifikasi
agama adalah sebuah proses multi aspek dan multi dimensi yang baru
merubah keyakinan agama atau tradisi agama menjadi barang-barang yang
layak di konsumsi dan bisa dipasarkan. Komodifikasi agama merupakan
sebuah hubungan interaktif dan berulang antara agama dan pasar, yang
6 Afe Adogame, Sosiologi Agama (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2013), h. 987.
18
secara serentak melibatkan kekuatan pasar yang mengomodifikasi agama
sekaligus institusi agama yang ikut terlibat di pasar dan budaya konsumsi.
Sebagai contoh komodifikasi agama dalam konteks Protestan di Amerika
Serikat yang melekat erat dengan cara-cara gereja dapat tumbuh
berkembang melalui partisipasinya di pasar, atau lebih spesifik lagi bahwa
bagaimana pengaruh-pengaruh agama tumbuh dengan sendirinya dalam
budaya komersil. Karena tumbuh dari persambungan historis antara
ekonomi pasar dan ambisi abadi perluasan jemaat dikalangan pemuka
agama dan komunitas pengabdian dan kesalehan yang tersalur melalui
pasar dan media. Komodifikasi agama melibatkan proses bagaimana
sebuah agama menyandang bentuk komoditas dan menandai pergeseran
kesalehan di tingkat individual dan kolektif dari kewajiban menjadi
konsumsi.7
Komodifikasi merupakan proses mentransformasi barang dan jasa
nilai guna (nilai yang didasarkan pada kemampuan memenuhi kebutuhan)
menjadi nilai tukar (nilai yang didasarkan pada pasar). Komodifikasi
merupakan salah satu cara yang bisa melakukan pendekatan media massa
dalam pendekatan ekonomi politik. Mosco (2009:132), mendefinisikan
komodifikasi sebagai proses mengubah nilai pada pada suatu produk yang
tadinya hanya memiliki nilai guna kemudian menjadi nilai tukar (nilai
jual) yang mana nilai kebutuhan atas produk ini ditentukan lewat harga
7 Afe Adogame, Sosiologi Agama, h. 986.
19
yang sudah dirancang oleh produsen. Semakin mahal harga suatu produk
menunjukan bahwa kebutuhan individu dan sosial atas produk ini semakin
tinggi.8
Marx melihat komoditas memiliki nilai guna dan nilai tukar, nilai
guna suatu objek tidak lain merupakan kegunaannya yang terkait dengan
pengertian Marx tentang pemenuhan kebutuhan tertentu, di sisi lain, nilai
tukar akan terkait dengan nilai produk itu di pasar, atau harga objek yang
bersangkutan. Objek nilai tukar inilah yang disebut Marx sebagai bentuk
komoditas dari objek tersebut.9
Komodifikasi agama merupakan sebuah orientasi konseptual dan
metodologis yang baru muncul dengan potensi kuat untuk membantu
mengurangi apa yang disebut dengan ketegangan antara realita global
dengan pemahaman sosiologis. Konvergensi agama yang sangat dinamis
tercipta melalui mekanisme pasar, kemajuan teknologi, dan arus global
manusia, dan informasi, termasuk simbol dan institusi keagamaan. Di sisi
persediaan, agama-agama menemukan dirinya kembali agar bisa
berkompetisi demi merebut perhatian dari para konsumen di pasar
spiritual. Selain itu komodifikasi agama menyiratkan proses-proses multi
8 Musthofa, As’ad, “Komodifikasi Kemiskinan Oleh Media Televisi”, Jurnal Komunikasi
Makna, vol. 3, no.1 (juli 2012), h. 5-6. 9 Musthofa, As’ad, “Komodifikasi Kemiskinan Oleh Media Televisi”, Jurnal Komunikasi
Makna, vol. 3, no.1 (juli 2012), h. 6.
20
aspek yang melibatkan perluasan keyakinan agama yang dipasarkan yang
akan terus meningkat.
Komodifikasi agama pada saat meluncurkan produksi dan
konsumsi produk-produk keagamaan yang dipasarkan, telah memberikan
tren yang luas dalam pembentukan ulang kesalehan dan pengilhaman
kemakmuran. Komodifikasi agama menegaskan kembali signifigansi
abadi agama di dalam masyarakat modern akhir. Komodifikasi agama
menuntut perhatian kita dan sosiologi agama untuk merespon secara
signifikan. Dalam pembahasannya tentang konsumsi Amerika atas
produk-produk material keagamaan dan spiritual.10
Menurut penulis menanggapi pengertian komodifikasi agama
bahwa agama di zaman modern ini sudah menjadi sebuah konsumsi oleh
para penganutnya, maka dari itu produk-produk agama akan terus
diproduksi untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kepercayaan terhadap
simbol-simbol keagamaan itu salah satu dari bentuk ketertarikan mereka
untuk terus mengkonsumsi produk-produk agama.
B. Latar Belakang Komodifikasi
Kebudayaan sebagai identitas komunitas bukan hanya dipahami
sebagai pembeda dengan komunitas lainnya, melainkan sebagai sesuatu
yang dapat digunakan untuk mengenal kehidupan komunitas, cara-cara
10
Adogame, Afe, Sosiologi Agama, h. 984-985.
21
bagaimana komunitas agama tertentu penyusun pengetahuan,
menampilkan perasaan spiritualnya, dan cara bagaimana agama mengatur
mereka untuk bertindak. Kebudayaan menjadi sangat besar dalam
ekosistem pribadatan, karena karakteristik kebudayaan dengan komunitas
dapat membedakan kebudayaan tersebut. Aspek-aspek budaya yang masih
bertahan dan hidup di dalam komunitas beragama yang ditampilkan
melalui kegiatan upacara keagamaan yang masih banyak dilaksanakan
oleh komunitas agama. Upacara atau ritual keagamaan tersebut berfungsi
sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, selain itu upacara
keagamaan juga berfungsi sebagai pengokoh norma-norma dan nilai-nilai
keagamaan yang telah berlaku secara turun-temurun.11
Komodifikasi adalah istilah baru yang mulai muncul dan dikenal
oleh para ilmuan social. Komodifikasi ini mulai di banyak di bicarakan
pada abad ke 19. Komodifikasi menjelaskan tentang cara kapitalisme
melancarkan tujuannya dengan mengakumulasi kapital, atau mereka
menyadari transformasi nilai guna menjadi nilai tukar. Komoditas dan
komodifikasi adalah dua hal yang mempunyai hubungan antara obyek dan
proses, dan menjadi salah satu indicator kapitalisme global yang saat ini
telah terjadi. Komodifikasi adalah sebuah bentuk dari transformasi
11
Prasetyo Untung,“Komodifikasi Upacara Tradisional Seren Taun Dalam Pembentukan
Identitas Komunitas”, Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia, vol. 2, no. 2
(agustus 2011), h. 173.
22
hubungan, yang pada awalnya terbebas dari hal-hal yang sifatnya
diperdagangkan, menjadi hubungan yang sifatnya komersil.12
Komodifikasi terjadi karena hasil dari perkembangan suatu
industri budaya. Dimana produksi benda budaya seperti musik dan film
terjadi pada zaman pra-industri yang diproduksi secara murni, tidak
adanya campur tangan dengan segala sistem pasar dalam proses
produksinya. Namun dalam era globalisasi dengan sistem kapitalisme
memunculkan ledakan kebudayaan disegala aspek kehidupan, sehingga
memunculkan kebutuhan massa. Dalam hal ini, sebuah industri telah
memproduksi berbagai artefak kebudayaan yang seolah telah menjadi
kebutuhan massa dan menjadi faktor penentu dalam proses produksinya,
sehingga benda budaya yang sebelumnya dipenuhi dengan nilai-nilai
tinggi, otentik, dan kebenaran, oleh industri budaya diproduksi secara
massal menjadi komoditas yang penuh dengan perhitungan laba.13
Globalisasi sesungguhnya telah melahirkan sejenis ideologi yang
menjadi dasar dari pembentukan, pelestarian dan perubahan masyarakat
yang bertumpu pada proses identifikasi diri dan pembentukan perbedaan
diantara orang-orang. Sebab, perbedaan menjadi tanda yang paling
penting dalam kehidupan masyarakat modern. Inilah yang dimaksudkan
12
Afif Fusalhan, Skripsi Kapitalisme Media dan Komodifikasi Agama : Pesan Dibalik Cerita
Sinetron Religi Pesantren dan Rock and Roll Season 3 (Yogyakarta : Fakultas Ushuluddin dan
Pemikiran Islam 2014), h. 2. 13
Widyastuti, Ayu Retno, “Komodifikasi Wisata Religi Dalam Pemasaran Pariwisata”,
Jurnal Komunikasi, vol. 1, no.2 (januari 2011), h. 200-202.
23
oleh Heller yang dikutip oleh Andy Bennet bahwa sesungguhnya
modernitas membuat kehidupan kita sehari-hari menjauh dari bentuk
eksistensinya, karena pemikiran dan tindakan instrumental mendominasi
kehidupan kita. Dengan kata lain, kehidupan kita dikendalikan dan
didominasi oleh sebuah sistem sehingga mengalami alienasi dari
kehidupan yang sesungguhnya.14
Manurut Arjun Appadurai ada empat komponen yang dapat
disebut sebagai komoditas15
:
1. Nilai
Segala sesuatu yang memiliki nilai, baik nilai tukar ataupun
nilai guna merupakan suatu komoditas.
2. Penilaian
Segala sesuatu yang dapat penilaian dari masyarakat, kemudian
penilaian itu disepakati oleh sebagian besar masyarakat, maka
segala sesuatu itu dapat dikatakan sebagai komoditas.
3. Hasrat
Hasrat meliputi rasa untuk selalu ingin memiliki terhadap
segala sesuatu tersebut. Sehingga banyak dari masyarakat yang
akan berjuang untuk mendapatkannya.
14
Fakhruroji, “Komodifikasi Agama Sebagai Masalah Dakwah”, Jurnal Ilmu Dakwah, vol.
5, no. 16 (juli-desember 2010), h. 7. 15
Ika Rusydina Putri, M. Jacky, “Komodifikasi Tanah Makan Keningratan”, Jurnal
Paradigma, vol. 4, no. 1 (2016), h. 2-3.
24
4. Permintaan
Segala sesuatu yang mengandung unsur sakralitas sehingga
banyak orang yang menginginkan atau meminta dari segala
sesuatu tersebut untuk kepentingannya. Hal tersebut dapat
dikatakan komoditas. Durkheim menjelaskan bahwa segala
sesuatu yang dianggap sakral maka menjadi sebuah fetis16
.
Komodifikasi agama tidak sepenuhnya kita salahkan, karena
agama mengajarkan bahwa mencari rezeki adalah mencari karunia Tuhan
atau melaksanakan perintahnya. Umat beragama diperintahkan untuk
melakukan usaha produktif, seperti bekerja, melakukan berbagai kegiatan
yang menghasilkan jasa bagi orang lain, seperti berdagang, mengajar, dan
lainnya. Dalam melakukan uasaha tersebut di dalam agama diperlihatkan
norma halal dan haram. Mengaitkan usaha mencari rezeki dengan Tuhan
diharapkan memberikan tambahan harapan dan optimisme karena dia
adalah yang maha kaya dan maha pengasih kepada hamba-hambanya.
Selain itu, mengaitkan kerja mencari rezeki dengan Tuhan juga supaya
tidak melakukan penipuan, pemerasan, dan perampasan terhadap hak
orang lain, supaya menjaga diri agar terus mencari rezeki yang halal.17
16
Istilah fetis digunakan untuk menjelaskan karakter kekuatan atau daya pesona supranatural-
magis yang dipercaya berada di dalam sebuah objek, kemudian disembah sebagai sesuatu
yang dianggap mempunyai kekuatan. Baca Yasraf Amir Piliang, Bayang-banyang Tuhan :
Agama dan Imajinasi (Jakarta : Mizan, 2011), h. 30. 17
Bustanudin Agus, Agama Sebagai Kehidupan Manusia, h. 236.
25
Namun, dalam fenomena sosial umat beragama juga ditemukan
penipuan, pencurian, dan pemerasan. Hal ini tentu karena mereka hanya
beragama dengan simbol adakalanya untuk untuk kepentingan politik dan
kekuasaan, dan sebagian ada juga untuk kepentingan materi dan ekonomi.
Selain iman yang lemah untuk memegang perinsip, berbagai pelanggaran
memperebutkan harta yang disebabkan faktor sosial, seperti adanya jurang
pemisah antara yang kaya dan miskin, kecemburuan sosial, dan lain
sebagainya. Ajaran agama juga sangat diperlukan untuk memacu
semangat kewirausahaan, dan kemandirian.18
C. Tujuan Komodifikasi
Komodifikasi agama merupakan salah satu isu kontemporer yang
berkembang seiring dengan pemikiran globalisasi di era pascamodernitas
ini. Komodifikasi merupakan gambaran tentang proses barang dan jasa
diproduksi dengan cepat sebagai komoditas untuk kebutuhan pasar. Di era
ekonomi global ini, menuntut semua unsur budaya dan agama yang dapat
dijadikan komoditas, dari hal tersebut maka lahirlah istilah komodifikasi
agama. Dengan kata lain, bahwa komodifikasi agama merupakan proses
produksi benda keagamaan sebagai komoditas yang diperjualbelikan
memalui industri agama dengan mengikuti aturan pasar.
Komodifikasi agama kian marak berkembang di Indonesia, ditandai
dengan munculnya industri agama yang memproduksi benda agama atau
18
Agus, Bustanudin, Agama Sebagai Kehidupan Manusia, h. 237.
26
kepercayaan terhadap simbol-simbol agama yang diperjualbelikan demi
keuntungan secara finansial.19
Di dalam komodifikasi konten para elit ekonomi menginginkan
membuat komoditas dalam bentuk komunikasi, komodifikasi dalam
komunikasi yang merubah bentuk pesan, mulai dari kode biner hingga
sistem pemaknaan menjadi produk dagangan. pemaknaan menjadi produk
dagang. Proses menciptakan nilai tukar dalam konten komunikasi adalah
keseluruhan aspek hubungan social dari komodifikasi termasuk dalam
pekerja, ini adalah hubungan sosial yang terjadi antara pekerja, konsumen
dan pemilik modal. Dalam masyarakat kapitalis media massa
mengalihkan proses komoditi produksi seperti isi produk yang dikemas
untuk mencerminkan kepentingan pemilik modal. Media juga sebagai
entitas ekonomi memiliki peran langsung sebagai pencipta nilai surplus
salah satunya melalui iklan dalam sektor produksi. Maka isi media yang
disampaikan ke publik merupakan hasil kemampuan professional untuk
memproduksi sebuah cerita dalan suatu sistem yang sarat makna dan
menjadi layak untuk dilempar ke pasaran.20
Komodifikasi khalayak, dalam hal ini audiens dijadikan komoditas
untuk dijual kepada para pengiklan, agar tayangan mereka penuh dengan
19
Agus Maladi Irianto, “Komodifikasi Budaya Di Era Ekonomi Global Terhadap Kearifan
Lokal”, Jurnal Theologia, vol. 27,. no. 1 (juni 2016), h. 232. 20
Kheyene Molekandella Boer, “Ambiguitas Pemaknaan Pesan Sebagai Komodifikasi dalam
Personality Peformance Multikultural Pada Sosok Soimah”, Jurnal Komunikasi, vol. 8, no. 1 (oktober
2013), h. 47.
27
para pihak yang ingin mengiklankan produk mereka. Pihak televisi
berlomba mengumpulkan rating yang tinggi lewat kemasan acara yang
menarik, agar nantinya rating tersebut dapat dijual kepada advertiser.
Walaupun program yang dibuat mengesampingkan unsur moralitas dan
edukasi sebagai mana fungsi media sesungguhnya. Audiens termasuk
dalam audiens yang secara tak langsung atau tanpa disadari bekerja untuk
meningkatkan keuntungan kapitalisme. Pemirsa bekerja dirumah dengan
tetap menjalankan mereka sebagai sebuah keluarga kecil yang tak luput
dari segala bentuk informasi dan hiburan media. Ketika pemirsa banyak
yang menyukai acara tertentu baik karena sosok atau figur yang ada
didalamnya, maka akan semakin banyak yang menonton, hal itu
berdampak pada rating acara yang semakin tinggi sehingga permintaan
iklan yang masuk semakin besar pula.21
Pada dasarnya tujuan dari komodifikasi adalah memanfaatkan
masyarakat yang memiliki hasrat kepada benda-benda komoditas untuk
mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya. Mereka memanfaatkan
masyarakat konsumsi agar terus mengkonsumsi produk-produk yang
mereka ciptakan, semakin banyak permintaan dari konsumen, maka
semakin banyak produk yang dihasilkan, maka semakin banyak pula
keuntungan yang mereka dapatkan.
21
Kheyene Molekandella Boer, “Ambiguitas Pemaknaan Pesan Sebagai Komodifikasi dalam
Personality Peformance Multikultural Pada Sosok Soimah”, Jurnal Komunikasi, vol. 8, no. 1 (oktober
2013), h. 48.
28
D. Bentuk Komodifikasi
Dari definisi komodifikasi yang telah dipaparkan di atas bahwa
banyak sekali benda – benda yang dapat dijadikan komoditas seperti
kesenian tradisional yang semula sebagai subjek pengetahuan, kebijakan,
dan kearifan lokal masyarakat pendukungnya, berkat adanya industri
pariwisata kemudian berubah menjadi objek benda yang harus
diperjualbelikan melalui proses produksi budaya. Melalui produksi itulah,
eksistensi kesenian tradisional dikemas menjadi benda budaya yang harus
mengikuti aturan pasar.22
Komodifikasi agama erat berkaitan dengan biografi suci para
pendiri keyakinan, pristiwa-pristiwa historis yang besar, atau petilasan
yang sangat menonjol. Dalam kasus ini, tempat-tempat bersejarah,
bangunan, dan pristiwa yang tercatat dalam kitab suci merupakan daya
tarik besar bagi para pemeluknya, seperti pergi haji yang sangat
dianjurkan bagi umat islam untuk pergi bagi yang mampu, perjalanan ini
tidak pernah berubah sejak zaman nabi.23
Selain itu komodifikasi agama
erat kaitannya dengan petilasan-petilasan yang bisa dengan mudah diubah
menjadi tujuan ziarah dan daya tarik wisatawan, dalam hal ini seperti tema
yang peneliti ambil di wisata religi batu qur’an, yang pada dasarnya batu
22
Agus Maladi Irianto, “Komodifikasi Budaya Di Era Ekonomi Global Terhadap Kearifan
Lokal”, Jurnal Theologia, vol. 27, no. 1 (juni 2016), h. 233. 23
Suraiya Faroqhi, Pilgrims and Sultans, (London : St Martin’s Press 1994), h. 17.
29
qur’an ini bukan makam akan tetapi petilasan yang ditinggalkan oleh
tokoh keagamaan pada waktu itu.24
Komodifikasi agama sarat dengan makna-makna simbolik, kualitas
sakral, dan reputasi karismatik. Sakral berarti suci, manusia dan
masyarakat itu sajalah yang menjadikannya suci.25
Sakral dapat diartikan
sebagai sebuah ciri khas kekuatan yang misterius yang bersemayam di
dalam objek-objek pengalaman tertentu. Ciri khas sakral ini yang
menjadikan sebuah komoditas agama. Simbolisme mengandung pesan-
pesan keagamaan yang kuat dan melahirkan rasa ingin memiliki.
Komodifikasi agama juga secara khusus dipromosikan melalui
peristiwa-peristiwa public seperti ritual, perayaan, festival, dan wisata
rohani. Produksi, pemasaran, dan konsumsi barang-barang agama
merupakan aspek fundamental dari agama rakyat. Peristiwa-peristiwa
keagamaan yang bisa diakses secara publik sungguh penting untuk
memperlihatkan penggunaan efektif barang-barang keagamaan. Peristiwa-
peristiwa seperti itu telah menjadi pasar, tempat berlangsungnya
pembelian, penjualan, dan pertukaran barang-barang keagamaan secara
aktual.26
24
Abdel Rahman Muhammad Amin, Rites of Pilgrimage, (Kairo : The Supreme Council For
Islamic Affairs, 1967), h.34-35. 25
Bustanudin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia, h. 80-8. 26
Afe Adogame, Sosiologi Agama, h. 996-997.
30
Menurut penulis menanggapi bentuk-bentuk komodifikasi bahwa
apa saja bisa dijadikan komoditas seperti ondel-ondel yang merupakan
bentuk kesenian budaya betawi yang sering kali kita jumpai, kini di
exploitasi untuk mencari keuntungan finansial. Pada dasarnya ondel-ondel
diadakan pada saat perta pernikahan, akan tetapi kini menjadi tontonan
untuk menghasilkan uang.
Selain itu ada pula komodifikasi agama yang memanfaatkan
produk-produk atau keyakinan agama seperti ziarah yang memainkan
peran penting pada dua tataran yaitu kunjungan ke makam-makam di satu
pihak, dan peran ziarah itu dalam kehidupan spiritual di lain pihak27
,
karena banyaknya peminat para ziarah maka para industri pariwisata
seperti jasa travel memanfaatkan momen tersebut untuk mengambil
keuntungan. Jasa travel ini sangat laris ketika bulan-bulan tertentu seperti
bulan mauled yang banyak sekali orang ingin pergi berziarah, selain itu
masyarakat di sekitar tempat ziarah memanfaatkan juga keramaian para
pengunjung dengan berjualan makanan, barang-barang kerajinan, dan
terkadang ada pula yang menjual benda-benda jimat (Fetis), selain itu ada
juga yang membuka jasa toilet dirumahnya, semua ini mereka lakukan
untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.
E. Faktor Terjadinya Komodifikasi
27
Henri Chambert Loir, Ziarah Dan Wali Di Dunia Islam (Jakarta : Forum Jakarta Paris
2007), h. 335.
31
Komodifikasi agama terjadi karena pasar cenderung
memperlakukan agama sebagai barang dagangan ketimbang
memperlakukan agama sebagai sebuah kepercayaan. Ada beberapa yang
menyebabkan terjadinya komodifikasi antara lain :
1. Arus Globalisasi Yang Semakin Meningkat
Arus globalisasi yang di tandai dengan terjadinya peningkatan
arus mobilitas dan revolusi teknologi informasi dan transformasi
yang menyebabkan orang dapat dengan mudah memperoleh
informasi dan dapat berpindah dari suatu negara ke negara
lainnya. Kemudian arus perpindahan manusia itu yang di
manfaatkan oleh pelaku komodifikasi agama agar pendapatan
dari sektor industri pariwisata meningkat. Dengan banyaknya
usaha pariwisata yang ada hal ini menimbulkan persaingan
diantara para pengusaha dalam bidang pariwisata yang
menuntut mereka untuk berinovasi dalam kemasan wisata religi
yang mereka sediakan.
2. Promosi Pariwisata
Pengaruh dan persaingan pariwisata global membuat
pemerintah provinsi pariwisata, baik pariwisata alam maupun
pariwisata religi, bagi turis domestik maupun mancanegara
semakin gencar. Promosi pariwisata religi tersebut
mengharuskan budaya lokal masyarakat indonesia
32
dikembangkan dan di kemas secara apik dan lebih komersial
agar menarik minat para wisatawan. Praktik komersialisasi
agama yang merupakan bagian dari praktik-praktik budaya
kapitalisme dan konsumerisme berakibat pada terjadinya
komodifikasi agama di Indonesia.28
3. Terbukanya Lapangan Kerja di Bidang Pariwisata
Hasil pertanian yang kian hasilnya tidak memuaskan
menyebabkan banyaknya lahan pertanian di Desa
Kadubumbang yang beralih fungsi menjadi infrastruktur
pariwisat Banyaknya masyarakat yang mengalihfingsikan lahan
dan beralih profesi menjadi pelaku pariwisata atau berjualan di
sekitar kawasan pariwisata.
4. Keragaman Agama dan Budaya di Indonesia
Indonesia negara yang memiliki kekayaan beragama yang
membuat masyarakatnya kental dengan budaya mistisisme. Hal
ini membuat banyaknya orang yang pergi berziarah ke makam-
makam para tokoh agama. Dalam hal ini yang menjadikan
28
Sariyanta, Pengaruh Komodifikasi Budaya Terhadap Tingkah Laku Masyarakat Bali, 29
Desember 2012.
33
komodifikasi wisata ziarah atau wisata religi, karena banyaknya
peminat di masyarakat akan ziarah tersebut.29
Menurut penulis bahwa faktor faktor yang menyebabkan terjadinya
komodifikasi yaitu perubahan arus globalisasi dan teknologi informasi
semakin meningkat yang mempermudah kita mendapatkan informasi apa
saja dan dari mana saja. Promosi pariwisata menjadi hal yang paling
utama di setiap provinsi karena pemasukan daerah terbanyak mayoritas
dari pendapatan pariwisata, maka dari itu pemerintah mempromosikan
wisata-wisata di daerah tersebut melalui media elektronik, maupun cetak
dengan sangat menarik agar wisatawan-wisatawan dari luar kota maupun
mancanegara tertarik untuk berkunjung. Adanya lapangan kerja di bagian
pariwisata dikarenakan adanya wisatawan yang hadir, mereka
memerlukan pelayanan dan pengelola wisata agar tempat wisata tersebut
terawat. Indonesia memiliki keunikan-keunikan tersendiri seperti
beragamnya agama dan budaya di Indonesia menjadikan hal tersebut
sebagai komoditas yang dipertontonkan kepada para wisatawan. itulah
yang menyebabkan terjadinya komodifikasi khususnya di Indonesia ini.
29
Sariyanta, Pengaruh Komodifikasi Budaya Terhadap Tingkah Laku Masyarakat Bali, 29
Desember 2012.
34
BAB III
KEHIDUPAN DESA KADUBUMBANG DAN SEJARAH BATU QUR’AN
A. Sejarah Desa Kadubumbang
Desa Kadubungbang pada mulanya adalah kawasan hutan pada
tahun 1937 datanglah penduduk kolonisasi sejumlah 45 kepala keluarga
dan sebanyak 135 jiwa, dan pada tahun 1939 datang lagi sejumlah 100
kepala keluarga yang sama dengan 325 jiwa, selama dua tahun tersebut
maka jumlah penduduk secara keseluruhan yaitu 145 kepala keluarga atau
460 jiwa. Mereka tinggal di Desa Kadubumbang sebagai para petani yang
menggarap tanah yang telah diberikan oleh pemerintah seluas 409 Ha.
Pada tahun 1964-1969 Kepala Desa dijabat oleh Jaya dan Jaya
Rahmat sebagai Carik. Tahun 1969-1975 Kepada Desa dijabat oleh Abdul
Gafur dan Jaya Rahmat sebagai Carik, pada tahun 1975-1977 Jaya Rahmat
sebagai Pjs. Tahun 1977 Pjs Kepala Desa ditentukan dari Unsur TNI
(Serma Ismail) yang administrasinya mengikuti Desa Kupa Handap. Pada
tahun 1979 diadakan pemekaran Desa dan pemilihan Kepala Desa Baru
yaitu Desa Kadubumbang dan hasil pemilihan langsung terpilih Suhanda
menjabat sebagai Kepala Desa Kadubumbang. 1
1. Kondisi Geografis
Wilayah Kecamatan Cimanuk secara geografis terletak pada
06⁰28‟16,5” Lintang Selatan dan 106⁰00‟00,0” Bujur Timur (diukur
berdasarkan alat GPS dikantor Kecamatan Cimanuk). Dengan luas
1 Nurdin, Laporan data Profil Desa Kadubumbang (Pandeglang : Desa Kadubumbang
2016), h. 1.
35
wilayah 23.64 km2 atau sebesar 8,7 % dari luas Kabupaten
Pandeglang. Registrasi penduduk di kecamatan Cimanuk dilaksanakan
oleh kantor desa yang dikumpulkan setiap bulan berdasarkan KEPRES
No. 52/1997. Dengan drmikian data registrasi penduduk ini memiliki
keterkaitan dengan administrasi di kantor desa. Desa Kadubumbang ini
sangat mudah untuk di akses dikarenakan banyaknya angkutan-
angkutan umum yang melintas di depan jalan, Desa ini sangat strategis
karena tidak jauh dari keramaian.
Letak geografis Desa Kadubungbang, terletak diantara2 :
No Lokasi Desa
1 Sebelah Utara Desa Bayumunuk
2 Sebelah Selatan Desa Cimanuk
3 Sebelah Barat Desa Nembol
4 Sebelah Timur Desa Kupahandap
Bentuk Topografi wilayah bagian Kecamatan Cimanuk pada
umumnya merupakan dataran dengan ketinggian rata-rata dibawah 500
m dari permukaan laut (dpl) dengan rincian sebagai berikut ; Desa
Kadulolo ± 169 dpl, Gunung Datar ± 212 dpl, Gunung Cupu ± 216 dpl,
Sekong ± 200 dpl, Cimanuk ± 217 dpl, Batubantar ± 217 dpl, Rocek ±
164 dpl, Kadumadang ± 281 dpl, Dalambalar ± 294 dpl, Kupahandap ±
2 Nurdin, Laporan data Profil Desa Kadubumbang (Pandeglang : Desa Kadubumbang
2016), h. 2.
36
294 dpl, dan Kadubungbang ± 301 dpl. Sedangkan dari segi
geomorfologi, wilayah Kecamatan Cimanuk termasuk kedalam Zona
kaki Gunung Pulosari dan kaki Gunung Karang dan banyak terdapat
sumber mata air seghingga merupakan sentral pertanian utama di
Kabupaten Pandeglang.3
2. Kondisi Demografi
Berdasarkan dari data profil Desa bahwa luas wilayah Desa
Kadubumbang yaitu4 :
No Spesifikasi Luas
1 Pemukiman 70 ha
2 Pertanian Sawah 120 ha
3 Ladang/Tegalan - ha
4 Hutan - ha
5 Rawa-rawa - ha
6 Perkantoran - ha
7 Sekolah - ha
8 Jalan 40 ha
9 Lapangan Sepak Bola 1,5 ha
3 Dikutip dari elib.unikom.ac.id/download.php?id=224184, diakses pada tanggal 2 Maret
2018 Pukul 13:22. 4 Nurdin, Laporan data Profil Desa Kadubumbang (Pandeglang : Desa Kadubumbang
2016), h. 2.
37
Berdasarkan dari table di atas bahwa Desa Kadubumbang
memiliki lahan pertanian yang sangat luas yang dikarenakan
mayoritas pekerjaan mereka yaitu sebagai petani serta tak sedikit pula
sebagai peternak seperti kambing, kerbau, ayam dan perikanan. Desa
Kadubumbang memiliki tanah yang sucup luas meskipun demikian
Desa baru sedikit memberdayakannya, seperti ladang, hutan, dan rawa
yang masih belum di kelola oleh desa secara maksimal.
Berdasarkan dari data profil Desa bahwa jumlah penduduk
Desa Kadubumbang sebagai berikut5 :
1 Kepala Keluarga 1306 KK
2 Laki-laki 2871 Orang
3 Perempuan 2627 Orang
4 Jumlah Laki-laki dan Perempuan 5498 Orang
Dari data profil desa sensus pada tahun 2016 tersebut padatnya
penduduk Desa Kadubumbang +/- 5.498 Jiwa yang secara
keseluruhan mereka beragama Islam yang terdiri dari +/- 97% etnis
Sunda dan 3% etnis Jawa Serang.6 Begitu pula luas wilayah kampung
Pulo Geulis saat ini +/- 409 hektar dengan berbagai penggunaanya
terutama sebagai lahan pemukiman penduduk dan sebagainya, untuk
mata pencaharian penduduk kampung tersebut yang mayoritas sebagai
5 Nurdin, Laporan data Profil Desa Kadubumbang (Pandeglang : Desa Kadubumbang
2016), h. 2. 6 Nurdin, Laporan data Profil Desa Kadubumbang (Pandeglang : Desa Kadubumbang
2016), h. 2.
38
petani dan peternak yang dikarenakan luasnya wilayah Desa
Kadubumbang ialah lahan pertanian serta hutan-hutan yang masih
belum di kelola dengan baik.
Menurut pak Nurdin selaku ketua Kelurahan di wilayah Desa
Kadubumbang persentasi umat beragama disini mayoritas beragama
Islam yang dikarenakan memang Kabupaten Pandeglang ini dapat
dikatakan sebagai kota santri, karena banyaknya pondok pesantren
yang tersebar.7
3. Tingkat Pendidikan Desa Kadubumbang
Desa Kadubumbang adalah Desa yang mayoritas masyarakat
beragama Islam, keagamaan di Desa Kadubumbang ini masih sangat
kental dikarenakan banyaknya pondok pesantren di sekitar Desa
Kadubumbang. Pesantren yang tersedia di sini bukan pesantren-
pesantren besar yang tersetruktur dalam sebuah lembaga tetapi
pesantren di sini yaitu pesantren salafi. Berdasar dari data desa bahwa
keadaan pendidikan di Desa Kadubumbang masih sangat
memperihatinkan dikarenakan masih banyaknya anak yang putus
sekolah.
1 SD/MI 1699 Orang
2 SLTP/MTs 2267 Orang
3 SLTA/MA 676 Orang
7 Wawancara dengan Bapak Nurdin, di Kantor Kelurahan, Desa Kadubumbang, tanggal
13 Juni 2018.
39
4 S1/Diploma 297 Orang
5 Putus Sekolah 437 Orang
6 Buta Huruf 122 Orang
Dari data di atas bahwa semakin tinggi tingkat pendidikannya
maka semakin sedikit yang terus melanjutkan sekolahnya. “Ada
beberapa faktor yang menyebabkan orang tua tidak mengikut sertakan
anaknya ke sekolah yang lebih tinggi diantaranya yaitu faktor
ekonomi, dan keterbatasan sekolah” ujar pak Nurdin.8
Dari data desa yang peneliti dapat bahwa ada beberapa sekolah
yang terdapat di Desa Kadubumbang yaitu :9
1 Gedung PAUD 3 Buah
2 Gedung TK 3 Buah
3 SD/MI 6 Buah
4 SLTP/MTs 2 Buah
5 SLTA/MA 1 Buah
6 Pesantren 4 Buah
Manurut Pak Nurdin selaku kepada Desa Kadubumbang
bahwa sedikitnya anak yang meneruskan SLTA karena ada sebagian
8 Wawancara dengan Bapak Nurdin, di Kantor Kelurahan, Desa Kadubumbang, tanggal
13 Juni 2018. 9 Nurdin, Laporan data Profil Desa Kadubumbang (Pandeglang : Desa Kadubumbang
2016), h. 3.
40
warga yang perekonomiannya rendah sehingga untuk melanjutkan
sedikit rumit, hal tersebut dikarenakan SLTA di Desa Kadubumbang
hanya ada satu sekolah selain dari itu mereka sekolah di luar dari desa
yang akses untuk menuju ke sana akan menghabiskan banyak uang.
Orang tua yang tidak memasukan anaknya ke dalam SLTA/MA
mereka biasanya memiliki jalan alternatif lain yaitu di pondok
pesantren meskipun demikian mereka orang tua masih peduli terhadap
pendidikan khususnya dalam bidang keagamaan. Di desa masih
banyak anak yang sekolah hingga lulus SLTA meskipun setelah itu
mayoritas dari mereka yang mencari pekerjaan dibandingkan dengan
meneruskan ke perguruan tinggi, hanya sedikit orang tua yang
membiayai anaknya untuk sekolah hingga perguruan tinggi selebihnya
dari mereka bekerja langsung mencari pekerjaan.10
4. Perekonomian Desa Kadubumbang
Perekonomian Desa Kadubumbang sangat berfariasi sekali
mulai dari petani, pedagang, pegawai negri, pegawai swasta, buruh,
dll. Kita bisa lihat data pekerjaan masyarakat Desa Kadubumbang
sebegai berikut11
:
10
Wawancara dengan Bapak Nurdin, di Kantor Kelurahan, Desa Kadubumbang, tanggal
13 Juni 2018. 11
Nurdin, Laporan data Profil Desa Kadubumbang (Pandeglang : Desa Kadubumbang
2016), h. 4.
41
No Jenis Pekerjaan Jumlah
1 Petani 854 Orang
2 Pedagang 167 Orang
3 PNS 36 Orang
4 Tukang 29 Orang
5 Guru 20 Orang
6 Bidan/ Perawat 3 Orang
7 TNI/Polri 2 Orang
8 Pensiunan 24 Orang
9 Sopir/ Angkutan 24 Orang
10 Buruh 129 Orang
11 Jasa Persewaan 96 Orang
12 Pegawai Swasta 32 Orang
Dari data Desa yang peneliti dapatkan bahwa mayoritas
pekerjaan masyarakat adalah sebagai petani, dalam bidang pertanian
terbagi menjadi beberapa jenis tanaman yaitu padi yang luasnya -+ 76
ha, sedangkan jagung seluas 8 ha, palawija seluas 16 ha, kelapa 8 ha,
pisang 12 ha, singkong 15 ha. Dari semua jenis tanaman yang
dihasilkan oleh masyarakat Desa Kadubumbang mayoritas mereka
sebagai petani padi. Selain bidang pertanian masyarakat Desa
Kadubumbang sebagian dari mereka yang mengelola peternakan
adapun jenis ternak yang mereka miliki yaitu kambing, kerbau, ayam,
42
itik, burung, dan ikan. Dari semua hewan tersebut hamper setiap
masyarakat di depan rumahnya memiliki tambak ikan.12
Kita bisa lihat table di atas bahwa mayoritas masyarakat Desa
Kadubumbang yaitu sebagai petani dan peternak, selain dari itu yang
berada di peringkat tertinggi ke dua yaitu pedagang, pada awalnya
hanya beberapa orang saja yang menjadi pedagang, karena sebelum
adanya tempat wisata pemandian cikoromoy dan wisata religi batu
qur’an banyak dari mereka berdagang di pasar yang cukup jauh untuk
mereka tempuh, akan tetapi sejak adanya tempat-tempat wisata di
Desa, maka banyak dari masyarakat khususnya Ibu rumah tangga
yang memanfaatkan keramaian tersebut mereka membuka warung-
warung di depan rumah mereka, ada yang hanya sekedar membuka
warung kopi, ada juga warung nasi, dan tak sedikit pula yang menjual
untuk oleh-oleh para pengunjung wisata. Selain dari bertani dan
berdagang sebagain kecil masyarakat bekerja sebagai buruh pabrik,
pegawai swasta, guru, TNI, PNS, dll.13
5. Permasalahan Desa Kadubumbang
Permasalahan yang terjadi di Desa Kadubumbang dalam
bidang ekonomi yaitu belum adanya pengembangan terhadap ekonomi
desa seperti kurangnya pengelolaan lahan-lahan kosong seperti hutan
12
Nurdin, Laporan data Profil Desa Kadubumbang (Pandeglang : Desa Kadubumbang,
2016), h. 4. 13
Nurdin, Laporan data Profil Desa Kadubumbang (Pandeglang : Desa Kadubumbang,
2016), h. 4.
43
yang belum dimanfaatkan oleh Desa, kemudian belum adanya
pemasukan dana secara maksimal dikarenakan kurangnya kesadaran
pengelola lahan atau tempat wisata yang tidak menyisihkan dana untuk
Desa, dan terbatasnya dana untuk modal karena minimnya pemasukan
dana Desa
Dalam bidang pemerintahan permasalahan yang terjadi yaitu
terbatasnya sumber daya manusia dalam pelaksanaan pemerintahan
karena dapat kita ketahui sebelumnya masyarakat Desa Kadubumbang
ini mayoritas sebagai petani, pedagang, dan pegawai swasta, hanya
sedikit dari mereka yang dapat mengurus dalam pemerintahan
dikarenakan minimnya pendidikan yang mereka tempuh, selain itu
para petugas pemerintah belum secara jelas mengetahui tugas pokok
dan fungsi mereka, selain itu system pemerintahan ditingkat yang
paling bawah (RT) belum dapat berjalan secara optimal.14
Permasalahan yang lainnya yaitu dari bidang kesehatan yang
belum mempunyai tempat pelayanan kesehatan yang memadai untuk
saat ini pelayanan kesehatan masih bersifat sentralistik yaitu di kantor
Desa. Kemudian kurangnya kader posyandu yang sampai saat ini
masih bersifat perjuangan dan masih tergantung pada petugas
kesehatan, hal tersebut dikarenakan minimnya para sarjana kesehatan
di Desa Kadubumbang ini sehingga tidak adanya tenaga ahli milik
14
Nurdin, Laporan data Profil Desa Kadubumbang (Pandeglang : Desa Kadubumbang,
2016), h. 7.
44
Desa, meskipun demikian kita masih terus berusaha untuk memberikan
pendidikan kesehatan untuk para kader-kader Desa.
Permasalahan di bidang lingkungan hidup menjadi masalah
yang cukup serius karena masih kurangnya kesadaran masyarakat
dalam pemeliharaan lingkungan, selain itu pun Desa belum
memfasilitasi tempat pembuangan sampah yang memadai sehingga
sampah masyarakat dan pengelolaan sampah masih belum bisa
dilakukan secara maksimal. Selain itu masih kurangnya kesadaran
masyarakat dalam pelestarian lingkungan hidup seperti banyaknya
penebangan pohon yang tidak di tanam lagi sehingga menimbulkan
hutan gundul, dan yang terakhir yaitu masih kurangnya pemanfaatan
air bersih oleh masyarakat.
Dari bidang hukum kususnya masyarakat masih kurang
kesadaran terhadap pentingnya membuat hak milik / sertifikat tanah
sehingga sering sekali permasalahan-permasalahan datang ketika
sedang melakukan transaksi jual beli atau ketika ada pemeriksaan
kepemilikan tanah sehingga tidak jelasnya batasan-batasan tanah
mereka, hal tersebut dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat
dengan hukum sehingga penegakan hukum di Desa Kadubumbang
masih kurang maksimal.
45
B. Riwayat Hidup Syekh Maulana Mansyuruddin
Syekh Maulana Mansyuruddin di kenal dengan sebutan Sultan haji,
yaitu putra dari Sultan Agung Abdul Fatah Tirtayasa. Sekitar tahun 1651
M, Sultan Agung Abdul Fatah berhenti dari kesutanan Banten, dan
pemerintahan diserahkan kepada putranya yaitu Sultan Maulana
Mansyurudin dan beliau diangkat menjadi Sultan ke 7 Banten, kira-kira
selama 2 tahun menjabat menjadi Sultan Banten kemudian pergi ke
Bagdad Iraq untuk mendirikan Negara Banten di tanah Iraq, sehingga
kesultanan untuk sementara diserahkan kepada putranya Pangeran Adipati
Ishaq atau Sultan Abdul Fadhli. Pada saat berangkat ke Bagdad Iraq,
Sultan Maulana Mansyuruddin diberi wasiat oleh Ayahnya, ”Apabila
engkau mau berangkat mendirikan Negara di Bagdad janganlah
menggunakan/ memakai seragam kerajaan nanti engkau akan mendapat
malu, dan kalau mau berangkat ke Bagdad untuk tidak mampir ke mana-
mana harus langsung ke Bagdad, terkecuali engkau mampir ke Mekkah
dan sesudah itu langsung kembali ke Banten” ujar pak Tubagus Fatoroni.15
Setelah sampai di Bagdad, ternyata Sultan Maulana Mansyuruddin
tidak sanggup untuk mendirikan Negara Banten di Bagdad sehingga beliau
mendapat malu. Didalam perjalanan pulang kembali ke tanah Banten,
Sultan Maulana Mansyuruddin lupa pada wasiat Ayahnya, sehingga beliau
mampir di pulau Menjeli di kawasan wilayah China, dan menetap kurang
15
Wawancara dengan Bapak Tubagus Fatoroni, di lokasi Wisata Religi Batu Qur’an,
Desa Kadubumbang, tanggal 13 Juni 2018.
46
lebih 2 tahun di sana, lalu beliau menikah dengan Ratu Jin dan mempunyai
putra satu.
Selama Sultan Maulana Mansyuruddin berada di pulau Menjeli
China, Sultan Adipati Ishaq di Banten terbujuk oleh Belanda sehingga
diangkat menjadi Sultan resmi Banten, tetapi Sultan Agung Abdul Fatah
tidak menyetujuinya dikarenakan Sultan Maulana Mansyuruddin masih
hidup dan harus menunggu kepulangannya dari Negeri Bagdad, karena
adanya perbedaan pendapat tersebut sehingga terjadi kekacauan di
Kesultanan Banten. Pada suatu ketika ada seseorang yang baru turun dari
kapal mengaku-ngaku sebagai Sultan Maulana Mansyurudin dengan
membawa oleh-oleh dari Mekkah.
Akhirnya orang-orang di Kesultanan Banten pun percaya bahwa
Sultan Maulana Mansyurudin telah pulang termasuk Sultan Adipati Ishaq.
Orang yang mengaku sebagai Sultan Maulana Mansyuruddin ternyata
adalah raja pendeta keturunan dari Raja Jin yang menguasai Pulau Menjeli
China. Selama menjabat sebagai Sultan palsu dan membawa kekacauan di
Banten, akhirnya rakyat Banten membenci Sultan dan keluarganya
termasuk ayahanda Sultan yaitu Sultan Agung Abdul Fatah.16
Kekacauan masih terus melanda untuk menghentikannya seluruh
rakyat Banten Sultan Agung Abdul Fatah dan dibantu oleh seorang tokoh
atau Auliya Allah yang bernama Pangeran Bu`ang (Tubagus Bu`ang),
16
Wawancara dengan Bapak Tubagus Fatoroni, di lokasi Wisata Religi Batu Qur’an,
Desa Kadubumbang, tanggal 13 Juni 2018.
47
beliau adalah keturunan dari Sultan Maulana Yusuf (Sultan Banten ke 2)
dari Keraton Pekalangan Gede Banten. Sehingga kekacauan dapat
diredakan dan rakyat pun membantu Sultan Agung Abdul Fatah dan
Pangeran Bu`ang sehingga terjadi pertempuran antara Sultan Maulana
Mansyuruddin palsu dengan Sultan Abdul Fatah dan Pangeran Bu`ang
yang dibantu oleh rakyat Banten, tetapi dalam pertempuran itu Sultan
Agung Abdul Fatah dan Pangeran Bu`ang kalah sehingga dibuang ke
daerah Tirtayasa, dari kejadian itu maka rakyat Banten memberi gelar
kepada Sultan Agung Abdul Fatah dengan sebutan Sultan Agung
Tirtayasa.17
Dalam perjalanan menyiarkan Islam beliau sampai ke daerah
Cikoromoy lalu menikah dengan Nyai Sarinten (Nyi Mas Ratu Sarinten)
dalam pernikahannya tersebut beliau mempunyai putra yang bernama
Muhammad Sholih yang memiliki julukan Kyai Abu Sholih. Setelah
sekian lama tinggal di daerah Cikoromoy terjadi suatu peristiwa dimana
Nyi Mas Ratu Sarinten meninggal terbentur batu kali pada saat mandi,
beliau terpeleset menginjak rambutnya sendiri, konon Nyi Mas Ratu
Sarinten mempunyai rambut yang panjangnya melebihi tinggi tubuhnya,
akibat peristiwa tersebut maka Syekh Maulana Mansyuru melarang semua
keturunannya yaitu para wanita untuk mempunyai rambut yang
panjangnya seperti Nyi mas Ratu Sarinten.
17
Wawancara dengan Bapak Tubagus Fatoroni, di lokasi Wisata Religi Batu Qur’an,
Desa Kadubumbang, tanggal 13 Juni 2018.
48
Nyi Mas Ratu Sarinten kemudian dimakamkan di Pasarean
Cikarayu Cimanuk. Sepeninggal Nyi Mas Ratu Sarinten lalu Syekh
Maulana Mansyur pindah ke daerah Cikaduen Pandeglang dengan
membawa Khodam Ki Jemah lalu beliau menikah kembali dengan Nyai
Mas Ratu Jamilah yang berasal dari Caringin Labuan. Pada suatu hari
Syekh Maulana Mansyur menyebarkan syariah agama islam di daerah
selatan ke pesisir laut, di dalam perjalanannya di tengah hutan Pakuwon
Mantiung Sultan Maulana Mansyuruddin beristirahat di bawah pohon
waru sambil bersandar bersama khodamnya Ki Jemah, tiba-tiba pohon
tersebut menjongkok seperti seorang manusia yang menghormati, maka
sampai saat ini pohon waru itu tidak ada yang lurus.
Menurut Bapak Tubagus Fatoroni sebagai kuncen Batu Qur’an
bahawa pada zaman dulu, ketika Syekh Mansyuruddin berjalan ke sebuah
hutan, kemudian tiba-tiba dia mendengar suara harimau yang merintih
kesakitan, sehingga menghampiri harimau tersebut. Ketika dihampiri oleh
Syekh Mansyuruddin, harimau tersebut tengah terjepit sebuah pohon
besar. Lalu Syekh Mansyuruddin menolong harimau tersebut sehingga
terlepas dari himpitan kayu, setelah dibebaskan harimau tersebut
mengaum dan menunduk dihadapan Syekh Mansyurudin. Dengan
kemuliaan yang dimiliki Syekh Mansyurudin, dia dapat bercakap-cakap
dengan harimau tersebut. “Engkau, atas izin Allah telah aku selamatkan,
maka aku minta pada engkau dan anak turunanmu untuk tidak
mengganggu keluarga dan anak keturunanku,” kata Syekh Mansyurudin
49
kepada harimau tersebut. Sang harimau pun menyanggupinya, hingga saat
ini berkembang cerita bahwa anak keturunan Syekh Mansyuruddin dapat
menaklukan harimau.18
Syekh Maulana Mansyuruddin meninggal dunia
pada tahun 1672 M dan dimakamkan di Cikaduen Pandeglang, Banten.
Hingga kini makam beliau sering diziarahi oleh masyarakat luas, tidak
hanya masyarakat dari Banten tetapi juga dari luar Banten, makam Syekh
Maulana Mansyuruddin biasanya ramai dikunjungi pada hari-hari tertentu
saja seperti bulan maulid.
C. Sejarah Batu Qur’an
Di dalam kisah sejarah adanya batu Qur’an ini ialah berasal dari
Syekh Mansyuruddin yaitu seorang ulama Auliya. Batu Qur’an adalah
sebuah tempat wisata religi yang terdapat di kaki Gunung Karang,
tepatnya di Desa Kadubumbang, Kecamatan Cimanuk, Kabupaten
Pandeglang yang berkaitan erat dengan Syekh Maulana Mansyuruddin
sebagai ulama Banten yang terkenal di abad ke 15.
Di dalam cerita masyarakat lokasi di mana Batu Quran ini dahulu
diyakini adalah pijakan kaki Syekh Maulana Mansyur ketika hendak pergi
berhaji ke tanah suci Mekkah. Dengan membaca basmalah sampailah dia
ke Mekkah. Ketika Syekh Maulana Mansyuruddin selesai melaksanakan
ibadah haji di tanah suci, dia mendapatkan oleh-oleh dari raja arab berupa
Al-qur’an kemudian dia pulang dari Mekkah dengan menyelam melalui
18
Wawancara dengan Bapak Tubagus Fatoroni, di lokasi Wisata Religi Batu Qur’an,
Desa Kadubumbang, tanggal 13 Juni 2018.
50
sumur zam zam dan dia muncul bersama dengan air dari tanah yang tidak
berhenti mengucur.19
Banyak orang menyakini bahwa air yang mengucur tersebut
adalah air zam zam. Syekh Maulana Mansyuruddin kemudian bermunajat
kepada Allah dengan salat dua rakaat di dekat keluarnya air tersebut
setelah selesai salat Syekh Maulana Mansyuruddin kemudian mendapat
petunjuk untuk menutup air tersebut dengan Al-qu’ran yang dia dapatkan
dari Mekkah, atas izin Allah air tersebut berhenti mengucur dan Alquran
tersebut berubah menjadi batu sehingga dinamakan Batu Quran.
Masyarakat Desa Kadubumbang meyakini bila Syekh Maulana
Mansyuruddin tidak menutupnya dengan Al-Qur’an maka seluruh
Pandeglang ini akan menjadi lautan.20
Syekh Maulana Mansyuruddin bagi sebagian warga Banten
memang dikenal sebagai salah seorang ulama pemberani, cerdas, piawai
dalam memainkan alat-alat kesenian bernafaskan Islam. Secara kasat mata
batu tersebut akan terlihat seperti batu pada umumnya, dengan cara
apapun dan dengan alat apapun tidak akan bisa terlihat tulisan Al-Qur’an
di batu tersebut. Namun menurut kepercayaan tulisan Al-Qur’an dapat
dilihat dan dibaca dengan mata batin yang mana harus melakukan
beberapa tahap ritual untuk dapat melihatnya.
19
Wawancara dengan Bapak Tubagus Fatoroni, di lokasi Wisata Religi Batu Qur’an,
Desa Kadubumbang, tanggal 13 Juni 2018. 20
Wawancara dengan Bapak Tubagus Fatoroni, di lokasi Wisata Religi Batu Qur’an,
Desa Kadubumbang, tanggal 13 Juni 2018.
51
Batu tersebut dapat terlihat tulisan Al-Qur’an hanya kepada orang
dengan hati dan jiwa yang bersih bisa melihat tulisan Al-Qur’an pada
batunya, untuk dapat melihatnya terlebih dahulu harus melakukan
beberapa proses ritual dengan izin Tuhan seperti berpuasa, salat, dzikir dan
melakukan doa kepada Tuhan yang maha esa. Meskipun daerah tersebut di
landa musim kemarau yang begitu panjang, namun air yang berada di
dalam kolam pemandian tersebut terlihat bersih dan kolam tersebut selama
ini tidak pernah mengering, meskipun musim panas bahkan air terus ada.21
Sampai saat ini Batu Qur’an sangat banyak didatangi oleh para
pengunjung lokal maupun dari luar daerah, mereka mempercayai bahwa
air kolam di lokasi pemandian Batu Quran tersebut banyak dipercaya
dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, yang mana dengan cara
melakukan ritual mandi di Batu Quran seseorang diyakini akan tetap awet
muda dan memiliki pancaran aura yang mempesona. Selain itu juga, bagi
yang bisa menyelam dan berenang sambil mengitari Batu Quran sebanyak
tujuh kali, diyakini permintaannya akan terkabul oleh Tuhan baik dalam
hal jodoh, rezeki, pekerjaan, dan lain sebagainya.22
Menurut Bapak Tugabus Fatoroni sebagai penjaga Batu Qur’an
generasi ke tujuh bahwa Batu Qur’an mulai di buka sejak tahun 1964,
akan tetapi sebelum itu sudah banyak juga para penziarah yang datang.
Batu Qur’an ini ramai pada hari libur dan hari-hari besar Islam, setiap
21
Wawancara dengan Bapak Tubagus Fatoroni, di lokasi Wisata Religi Batu Qur’an,
Desa Kadubumbang, tanggal 13 Juni 2018. 22
Wawancara dengan Bapak Tubagus Fatoroni, di lokasi Wisata Religi Batu Qur’an,
Desa Kadubumbang, tanggal 13 Juni 2018.
52
malam jumat tak sedikit pula yang datang sekedar untuk berziarah dan
banyak juga yang ingin mandi di kolam Batu Qur’an untuk mendapatkan
Berkah.23
D. Praktik Ritual Wisata Religi Batu Qur’an
Di dalam wisata religi Batu Qur’an ini tidak ada paksaan untuk
melakukan ritual-ritual yang ada. Pertama kali masuk kita akan dijumpai
oleh seorang penjaga di pintu masuk yang mana bertugas untuk loket
pembayaran masuk yang seharga lima ribu rupiah setiap orangnya, setelah
itu kita akan dijumpai oleh pengelola yang bertugas menggiring kita untuk
berziarah, doa yang biasa dilakukan yaitu zikir, tahlil, tahmid, dan ditutup
dengan doa yang dipimpim oleh penjaga Batu Qur’an yaitu Bapak
Tubagus Fatoroni.
Setelah selesai itu akan datang petugas yang membawa kotak
untuk meminta sumbangan, setelah itu penjaga Batu Qur’an akan sedikit
bercerita tentang sejarah Batu Qur’an ini sambil kita disajikan segelas air
yang diyakini air zamzam sebagai contoh jika memang nanti ada yang
mau membeli. Satu galon kecil air tersebut dihargai tiga puluh ribu rupiah.
Setelah selesai semua maka kita bebas ingin melakukan apa saja seperti
makan, istirahat, atau terkadang ada yang menawarkan untuk mandi di
kolam Batu Qur’an, jika kita tertarik ingin mandi, kita diharuskan
membayar lima ribu rupiah untuk dapat masuk ke lokasi kolam tersebut
23
Wawancara dengan Bapak Tubagus Fatoroni, di lokasi Wisata Religi Batu Qur’an,
Desa Kadubumbang, tanggal 13 Juni 2018.
53
dan jangan kawatir jika kita tidak membawa pakaian maka ada jasa sewa
celana pendek atau kita bisa membeli pakaian di sekitar area perdagangan.
E. Benda – benda Sakral di Wisata Religi Batu Qur’an
Di dalam ilmu antropologi agama sesuatu benda tertentu yang
disakralkan dapat disebut sebagai fetisisme yaitu istilah dari kata fetish
yang berarti sifat memuja. Ada tiga konteks penggunaan kata fetisisme
yaitu fetisisme antropologi, fetisisme seksual, dan fetisisme komoditi.
Fetisisme antropologi memiliki makna setiap kepercayaan masyarakat
Indonesia terdapat kekuatan yang terdapat pada suatu benda, tumbuhan,
hewan, atau pada tubuhnya yang dalam penelitian ini berupa air, jimat, dan
Batu Qur’an itu sendiri, di dalam ilmu filsafat akan disebut sebagai
dinamisme yaitu sebuah pemikiran tentang adanya kekuatan atau energi
pada suatu benda. Menurut Haviland, kepercayaan yang dipraktikan
melalui pola perilaku dapat dimaknai sebagai agama, yang diusahakan
oleh manusia untuk mengatasi masalah-masalah yang tidak dapat
ditangani oleh teknologi. Berdasarkan uraian tersebut fetisisme
antropologi yang berarti pemujaan pada sebuah benda yang memiliki
kekuatan magis merupakan praktik kepercayaan yang merupakan bagian
dari kebudayaan.24
Wisata religi Batu Qur’an memiliki benda – benda fetish, yaitu
Batu Qur’an yang terdapat di dalam kolam di wisata religi Batu Qur’an,
seperti namanya dalam kepercayaan di masyarakat setempat bahwa Batu
24
Yunita Fitra Andriana, “Kajian Fetisisme Pada Keris Jawa”, Jurnal Rupa, vol. 01, no.
01 (2016), h. 46.
54
tersebut pada awalnya adalah sebuah Al-Qur’an yang di bawa oleh Syekh
Maulana Mansyuruddin ketika pulang dari haji. Singkat cerita Al-Qur’an
yang dibawanya itu sebagai penutup aliran air, ketika ditutupnya lubang
tersebut Al-Qur’an itu berubah menjadi batu yang sekarang ini disebut
sebagai Batu Qur’an. Menurut penjaga di Batu Qur’an barang siapa yang
dapat menutari Batu Qur’an sebanyak tujuh kali tanpa bernafas, maka
semua yang kita inginkan akan dikabulkan.25
Wisata religi Batu Qur’an terkenal dengan air yang berasal dari
sumur di Batu Qur’an yang di dalam kepercayaan masyarakat setempat
sumur tersebut terjadi karena Syekh Maulana Mansyuruddin pulang dari
haji melalui sumur zamzam, yang kemudian muncul di Desa
Kadubumbang ini, yang meninggalkan sebuah lubang yang terus mengalir
alir di dalamnya. Mereka mempercayai bahwa air tersebut adalah air
zamzam yang terdapat di Makkah. Masyarakat mempercayai bahwa air
tersebut dapat menyembuhkan segala macam penyakit.26
Wisata religi Batu Qur’an sering kali didatngi oleh orang-orang
yang menginginkan sebuah kekuatan atau perlindungan dari bahaya.
Peneliti melihat bahwa ada seseorang yang datang untuk meminta sebuah
pelindung diri, maka diberikanlah orang tersebut oleh penjaga Batu Qur’an
sebuah kertas kecil berupa tulisan-tulisan berbahasa arab yang dapat kita
sebut sebagai wafak. Wafak adalah berbentuk kertas bertulisan huruf yang
25
Wawancara dengan Bapak Tubagus Fatoroni, di lokasi Wisata Religi Batu Qur’an,
Desa Kadubumbang, tanggal 13 Juni 2018. 26
Wawancara dengan Bapak Tubagus Fatoroni, di lokasi Wisata Religi Batu Qur’an,
Desa Kadubumbang, tanggal 13 Juni 2018.
55
memiliki makna yang berbeda atau lambang ayat dari Al-Qur’an, dalam
rencana untuk memperoleh faedah dari ayat tersebut atas izin Allah.
Penulis menyimpulkan bahwasanya di wisata religi Batu Qur’an
terdapat tiga benda yang disakralkan yaitu Batu Qur’an, Air, dan juga
Jimat, semua benda tersebut adalah benda-benda yang menurut mereka
dapat membantu mereka untuk mencapai sesuatu. Menurut penulis jimat,
air, dan batu tersebut adalah simbol sebagai perantara untuk kesembuhan
dari penyakitnya, atau menghilangkan ketakutan pada diri seseorang.
Adanya benda-benda tersebut bagaimana individu orang tersebut
menyakini. Penulis melihat hal tersebut secara positif karena dengan
adanya benda-benda tersebut seseorang menjadi tenang di dalam
kehidupannya. Adanya usaha yang dilakukan untuk menyembuhkan atau
mendapatkan keberanian.27
Fetisisme komoditas pada akhirnya memberikan dampak pada
penurunan kualitas penyikapan keagamaan dan juga dapat memperluas
khazanah kebudayaan yakni adanya pengejaran pada situs – situs dan
atribut – atribut yang memiliki kesakralan. Wisata religi Batu Qur’an
menjadi objek hasrat keagamaan yang mereka anggap masih kurang. Hal
tersebut terjadi apabila individu masih tidak nyaman dengan gaya hidup
yang mereka jalani, individu akan selalu merasa ada hasrat yang kurang
27 Fakhriyatul Ainiyah, “Fetisisme Komoditas : Pemujaan Status Simbol Dalam Gaya
Hidup Mahasiswa”, Jurnal Komunitas, vol. 2, No. 1 (2013), h. 12.
56
dan berusaha untuk mengejarnya. Pada akhirnya pengejaran secara terus
menerus tersebut akan menyebabkan konsumtivisme pada status simbol.28
Dengan pola konsumsi dengan terus menerus tanpa di barengi
adanya kesadaran akan segala sesuatu, maka dari sanalah yang
menumbuhkan terjadinya fetisisme, dan status kapitalisme dipertahankan
oleh perilaku individu yang di dalamnya melalui cara konsumsi dalam
kehidupan sehari-hari. Sehingga dapat dikatan keterkaitan antara fetisisme
dengan kapitalisme menjadi salah satu pondasi kuat yang menyebabkan
kapitalisme tetap bertahan.29
28
Fakhriyatul Ainiyah, “Fetisisme Komoditas : Pemujaan Status Simbol Dalam Gaya
Hidup Mahasiswa”, Jurnal Komunitas, vol. 2, No. 1 (2013), h. 12. 29 Fakhriyatul Ainiyah, “Fetisisme Komoditas : Pemujaan Status Simbol Dalam Gaya
Hidup Mahasiswa”, Jurnal Komunitas, vol. 2, No. 1 (2013), h. 18.
57
BAB IV
PRAKTIK KOMODIFIKASI WISATA RELIGI BATU QUR’AN
A. Peran Batu Qur’an Terhadap Masyarakat Desa Kadubumbang
Setiap daerah pasti memiliki suatu tempat yang unik dapat dikunjungi,
begitu juga dengan Desa Kadubumbang yang memiliki tempat wisata religi
Batu Qur’an. Sebagai Desa wisata masyarakat harus siap dengan banyaknya
pengunjung yang hadir, biasanya wisata religi Batu Qur’an ini akan ramai
pada hari libur dan juga hari-hari besar Islam, menurut pak Tubagus Fatoroni
sebagai penjaga Batu Qur’an bahwa setiap malem jumat banyak wisatawan
datang dari berbagai macam daerah, seperti Tangerang, Jakarta, bahkan ada
juga yang dari Jawa ataupun dari luar pulau Jawa.1
Wisatawan yang datang memberikan pengaruh terhadap tingkat
kehidupan masyarakat sekitar kawasan wisata. Hal ini dikarenakan
pengunjung yang datang di kawasan wisata religi Batu Qur’an akan
membelanjakan sebagian uangnya dikawasan wisata tersebut, seperti
membelikan makanan dan minuman atau sekedar membeli sovenir untuk
oleh-oleh. Selain itu perbaikan fasilitas di lokasi wisata juga mempengaruhi
jumlah wisatawan yang datang ke tempat wisata, semakin baik dan nyaman
1 Wawancara dengan Bapak Tubagus Fatoroni, di lokasi Wisata Religi Batu Qur’an, Desa
Kadubumbang, tanggal 13 Juni 2018.
58
fasilitas yang tersedia pada lokasi wisata maka akan mendorong wisatawan
ketempat lokasi karena nyaman, begitu pula dengan sebaliknya.2
Departemen Budaya dan Pariwisata (2004) menjelaskan bahwa, tolak
ukur keberhasilan pembangunan suatu pariwisata untuk memperoleh
pemasukan adalah jumlah junjungan, pengeluaran, dan kunjungan wisatawan.
Peningkat jumlah kunjungan wisatawan maupun menggerakan dari satu kota
ke kota lain maupun dari dari perkotaan ke pedesaan, yaitu dapat berdampak
pada peningkatan ekonomi dan pendapatan daerah tujuan wisata yang
bersangkutan.3
Desa Kadubumbang adalah sebuah Desa yang mayoritas
masyarakatnya bertani sebagai pekerjaan utama. Wisata religi Batu Qur’an ini
membuat mereka mendapatkan banyak tamu dari luar daerah, maka dari itu
masyarakat memanfaatkan keramaian wisata religi Batu Qur’an dengan
membuka usaha – usaha kecil di depan rumah mereka masing-masing, ada
yang berjualan makanan, minuman, dan ada juga yang berjualan kerajinan
tangan seperti gelang, kalung. Menurut Ibu Heni sebagai salah satu pedagang
di kawasan wisata religi Batu Qur’an bahwa dengan adanya Batu Qu’an ini
2 Riayanto Sofyan, Kriteria dan Panduan Umum Wisata Syariah ( Jakarta : Republika, 2012),
h. 56. 3 Riyanto Sofyan, Prospek Bisnis Pariwisata Syariah ( Jakarta : Republika, 2012), h. 76.
59
dapat membantu keuangan keluarga dari pada diam di rumah lebih baik
berdagang untuk tambahan pemasukan.4
Batu Qur’an sebagai objek wisata dapat memberikan dampak positif
bagi sedikit masyarakat yang ada, karena dengan adanya Batu Qur’an
Masyarakat dapat menghasilkan uang dari berdagang, menjaga parkiran,
membuka toilet umum, akan tetapi itu tidak dilakukan oleh semua masyarakat
Desa Kadubumbang, karena tidak semua masyarakat membuka usaha di
depan rumahnya, karena yang berjualan hanya kebanyakan dari orang-orang
yang tinggal di sekitar kawasan wisata religi Batu Qur’an saja, hal tersebut
karena akses pengunjung yang ramai hanya melewati kawasan Batu Qur’an,
maka dari itu tidak semua masyarakat yang dapat berjualan khususnya di area
yang jauh dari Batu Qur’an atau yang tidak pernah dilewati para pengunjung.
Penulis melakukan penelitian dan mendapatkan hasil dari wawancara
bahwa peran Batu Qur’an terhadap masyarakat tidak begitu besar dikarenakan
wisata religi Batu Qur’an ini dikelola individu oleh keluarga yang secara turun
menurun menjaga Batu Qur’an, yang konon dahulu Syekh Maulana
Mansyuruddin mewasiatkan kepada leluhur mereka untuk menjaga tempat
tersebut.
Menurut penulis dari pengamatan yang ada bahwa wisata religi Batu
Qur’an ini telah dikomodifikasi oleh salah satu keluarga yang mengaku
4 Wawancara dengan Ibu Heni, di lokasi Wisata Religi Batu Qur’an, Desa Kadubumbang,
tanggal 15 April 2018.
60
sebagai keturunan dari yang diberikan wasiat untuk menjaga Batu Qur’an oleh
Syekh Maulana Mansyuruddin, Batu Qur’an ini telah menjadi objek
komoditas yang sangat menguntungkan bagi pengelola, tanpa ada bagi hasil
untuk dana Desa meskipun demikian ramainya wisatawan yang hadir
memberikan penghasilan kepada masyarakat sekitar untuk membuka usaha.
Menurut Dristato dan Anggraeni (2013), dampak ekonomi langsung
merupakan dampak yang timbul akibat dari fasilitas ekonomi yang terjadi
antara wisatawan dangan masyarakat lokal yang berdagang di lokasi tersebut.
Dampak ekonomi tidak langsung adalah manfaat yang diterima dari dampak
langsung yang mengakibatkan kenaikan pada input dari suatu unit usaha,
sedangkan dampak dari ekonomi lanjutan merupakan dampak dari ekonomi
yang diperoleh berdasarkan pengeluaran yang dikeluarkan oleh tenaga kerja
lokal yang berada di lokasi wisata.5
Informasi yang didapatkan dari informan (pengunjung, pedagang di
kawasan wisata dan tenaga kerja) akan memperoleh informasi mengenai
pengeluaran pengunjung serta aliran uang sejumlah dana tersebut memberikan
dampak langsung, tidak langsung, dan terusan bagi perekonomian masyarakat
lokal.6
5 Madyan, Himmatul Khalidah, “Dampak Ekonomi Wisata Religi, Studi Kasus Kawasan
Sunan Ampel Surabaya”, Jurnal Bisnis dan Manajemen, vol 7, no. 2 (februari 2015), h. 103. 6 Madyan, Himmatul Khalidah, “Dampak Ekonomi Wisata Religi, Studi Kasus Kawasan
Sunan Ampel Surabaya”, Jurnal Bisnis dan Manajemen, vol 7, no. 2 (februari 2015), h. 103.
61
Batu Qur’an padamulanya adalah sebuah tempat mandi untuk
masyarakat Desa Kadubumbang, karena masyarakat belum memiliki kamar
mandi di rumahnya, maka dari itu kolam Batu Qur’an adalah salah satu akses
masyarakat untuk mandi. Setelah Batu Qur’an mulai banyak dijumpai para
pengunjung dari luar Desa, maka kuncen Batu Qur’an saat itu berinisiatif
untuk mengelola Batu Qur’an tersebut sebagai tempat wisata religi yang di
mulai pada tahun 1964. Menurut Ibu Nur sebagai masyarakat Desa
Kadubumbang bahwa Batu Qur’an saat ini di pimpin oleh kuncen Tubagus
Fatoroni yang menyetarakan antara pengunjung dari dalam Desa dan luar
Desa, maka dari itu sekarang ini masyarakat tidak pernah datang ke Batu
Qur’an lagi yang dikarenakan sekarang dikenakan tarif untuk masuk ke sana.7
Dalam hal ini masyarakat dirugikan karena mereka sudah tidak bisa keluar
masuk kolam Batu Qur’an secara bebas seperti dahulu kala.
Menurut penulis peran Batu Qur’an untuk masyarakat Desa
Kadubumbang salah satunya yaitu adanya peluang wirausaha, dengan adanya
Batu Qur’an menimbulkan spirit usaha di sebagian diri masyarakat Batu
Qur’an, karena mereka melihat peluang-peluang yang bisa dihasilkan dari
keramaian wisata religi Batu Qur’an dan Cikoromoy. Meskipun dampak ini
tidak secara menyeluruh akan tetapi sedikit memberikan dampak positif untuk
beberapa masyarakat Desa Kadubumbang. Meskipun masyarakat diuntungkan
7 Wawancara dengan Ibu Heni, di lokasi Wisata Religi Batu Qur’an, Desa Kadubumbang,
tanggal 15 April 2018.
62
akan tetapi mereka juga dirugikan, karena mereka sudah tidak bebas lagi
untuk masuk ke Batu Qur’an yang dahulunya adalah tempat masyarakat
mandi.
B. Praktik Komodifikasi Batu Qur’an
Ziarah sudah bukan merupakan hal yang asing lagi di tengah
masyarakat, khususnya masyarakat muslim. Tradisi ini bertujuan untuk
mendekatkan diri kepada Allah dengan cara mencari berkah pada makam-
makam para tokoh agama yang telah diyakini koromahnya. Budaya yang
merupakan milik kalangan santri sampai saat ini masih tetap berlangsung.
Seiring berjalannya waktu, tempat-tempat ini juga telah mendapatkan
sentuhan dari tangan kapitalis, yang mana lebel “wisata religi” diberikan oleh
pemerintah untuk makam-makam ini dengan tujuan untuk memikat peziarah
untuk datang. Salah satu implikasinya adalah munculnya unsur-unsur
industrialisasi dan kapitalisasi di sekitar area wisata religi tersbut. Mulai dari
pasar, pertokoan, perhotelan, hingga bisnis-bisnis dan jasa lainnya. Hingga
akhirnya makam sudah bukan lagi menjadi situs keramat dan terkesan magis,
melainkan menjadi sebuah situs baru yang menjelma layaknya sebuah tempat
wisata hiburan.8
Batu Qur’an adalah sejarah peninggalan Syekh Maulana
Mansyuruddin yang terkenal dengan Batu Qur’an dan air yang dianggap air
8 Ika Rusydina Putri, M. Jacky, “Komodifikasi Tanah Makan Keningratan”, Jurnal
Paradigma, vol. 4, no. 1 (2016), h. 2-3.
63
zam zam, meskipun bukan makam Syekh Maulana Mansyuruddin. Batu
Qur’an banyak dikunjungi oleh berbagai masyarakat, mereka berkunjung
dengan niat dan tujuan yang berbeda, seperti ada yang hanya sekedar
berziarah, ada pula yang hanya sekedar ingin tahu, serta ada juga yang ingin
berobat. Mereka mempercayai bahwa air dari batu Qur’an tersebut adalah air
zam zam yang ada di Mekkah, serta mereka mempercayai bahwa mandi di
kolam tersebut akan menghilangkan segala macam penyakit, dan barangsiapa
yang bisa memutarkan Batu Qur’an sebanyak tujuh kali dengan menyelam
tanpa bernafas, maka segala keinginannya akan terkabulkan. Dengan kisah
dan keunikan inilah yang membuat orang-orang penasaran untuk mengetahui
Batu Qur’an tersebut. Kemudian dengan bantuan media cetak maupun
elektronik yang membuat orang-orang mengetahui tentang Batu Qur’an ini.
Orang yang pergi ke makam sama halnya dengan orang yang
berkunjung ke rumah orang lain. Apa yang pantas dibawanya sebagai oleh-
oleh, tak lain adalah membawa pahala yang pantas untuk disampaikan kepada
penghuni kubur. Dia tak membutuhkan sesuatu selain pahala yang bisa kita
persembahkan untuknya. Untuk mendapatkan pahala, sudah pasti kita harus
membaca ayat suci Al-Qur’an, membaca tahlil, dan beramal saleh, lalu
pahalanya kita persembahkan kepada roh tersebut, insyaallah akan sampai,
bagi orang-orang NU, ziarah kubur sudah pasti “tahlil” yang menjadi oleh-
64
oleh yang dipersembahkan untuknya. Sebab membaca tahlil pada hakikatnya
membaca Al-Qur’an.9
Batu Qur’an terletak di kolam laki-laki yang tampak dilihat seperti
sebuah batu besar yang biasa, akan tetapi menurut Bapak Tubagus Fatoroni
selaku penjaga Batu Qur’an bahwa yang dapat melihat tulisan Al-Qur’an itu
hanyalah orang yang berhati bersih dan harus menjalani ritual-ritual khusus
seperti puasa, dan zikir.
Menurut Bapak Karna selaku pengunjung dari daerah Balaraja,
Tangerang bahwa saya mengunjungi Batu Qur’an seminggu sekali, setiap
saya datang ke sini pastinya saya mandi di kolam tersebut, karena saya
percaya bahwa air tersebut dapat menyembuhkan segala macam penyakit, dan
sepulangnya dari sana saya membeli air, karena setelah saya meminumnya
saya lebih merasa segar, selebihnya saya hanya ingin mendapatkan berkah,
maka dari itu saya rutin datang setiap minggu.10
Batu Qur;an juga menjadi tempat renungan bagi orang-orang yang
memiliki ketakutan jiwa, karena di Batu Qur’an juga adanya transaksi jual
beli jimat (wapak)11
, atau dapat juga kita sebut sebagai fetisisme12
, bagi
9 Munawir Abdul Fattah, Tradisi Orang-orang NU, ( Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2006),
h. 219 10
Wawancara dengan Bapak Karna, di lokasi Wisata Religi Batu Qur’an, Desa
Kadubumbang, tanggal 15 April 2018. 11
Wapak sebuah benda yang bertuliskan huruf yang memiliki makna atau simbol ayat
tertentu dari Al-Qur’an, dalam rangka untuk mendapatkan manfaat dari ayat dengan izin tersebut
dengan izin Allah. 12
Fetisisme yaitu kepercayaan akan adanya kekuatan pada suatu benda tertentu dan segala
macam aktifitas untuk mempergunakan benda-benda tersebut dalam ilmu gaib.
65
mereka yang percaya bahwa benda tersebut memiliki kekuatan yang dapat
melindungi dari segala macam bahaya. Menurut Bapak Fatoroni benda
tersebut harus kita bawa kemana saja atau diletakan di dalam dompet, dengan
pantangan tidak boleh di bawa masuk ke dalam kamar mandi. Kita harus
menyakini benda tersebut dan baca bismillah, insyaallah akan aman dan
terlindung dari bahaya atau jika ada orang jahat baca bismillah, insyaallah
orang tersebut akan nurut.13
Penulis melakukan penelitian dan mendapatkan hasil dari pengamatan
serta wawancara bahwa Batu Qur’an ini adalah sebagai objek dan proses
komodifikasi yang memanfaatkan sejarah dan cerita dari Batu Qur’an ini.
Batu Qur’an telah menjadi lahan bisnis bagi para pengelola, yang mana
mereka memanfaatkan pengunjung-pengunjung yang datang dengan cara
memberikan tarif masuk, tidak haya itu saja mereka juga memanfaatkan air di
Batu Qur’an tersebut yang konon dalam cerita adalah air zamzam, mereka
memproduksi air tersebut dan menjajahkan kepada para pengunjung. Selain
itu mereka juga menjual wapak, sebagai jimat pelindung. Hal ini sudah
berlebihan dan sudah merusak esensi dari ziarah itu sendiri, dan juga merusak
iman seseorang dengan percaya kepada sebuah benda.
Wisata Religi Batu Qur’an sudah bukan seperti tempat yang sakral lagi
melainkan seperti tempat wisata pada umumnya, selain di dalam mereka
13
Wawancara dengan Bapak Tubagus Fatoroni, di lokasi Wisata Religi Batu Qur’an, Desa
Kadubumbang, tanggal 13 Juni 2018.
66
berjualan barang – barang yang berkaitan dengan Agama atau yang memiliki
unsur – unsur keagamaan, di sekitar area Batu Qur’an pun sudah seperti pasar
yang di ramaikan oleh pedagang, dan jasa-jasa parkir serta toilet yang
dimanfaatkan oleh masyarakat atas keramaian para pengunjung. Banyak juga
pengunjung yang menjadikan tempat Batu Qur’an ini sebagai mencari
kekuatan seperti wapak yang diperjualkan oleh kuncen di wisata religi Batu
Qur’an, hal inilah yang dapat merusak keimanan seseorang.
Menurut penulis bahwa wisata religi Batu Qur’an ini sudah mengalami
perubahan yang mana Batu Qur’an pada saat ini telah menjadi sebuah industri
wisata untuk masyarakat dalam maupun luar daerah. Dalam wisata religi Batu
Qur’an memiliki sebuah kisah yang di percaya bahwa air yang berada di Batu
Qur’an tersebut sama persis dengan air zam zam. Hal ini adalah salah satu
barang komoditas yang di produksi untuk masyarakat luas, karena wisatawan
yang hadir mempercayai bahwa air tersebut adalah air zam zam. Dengan label
air zam zam tersebut mereka mendapatkan keuntungan untuk
mengembangkan wisata religi Batu Qur’an. Selain itu di wisata religi tersebut
juga memiliki ritual yang dapat dilakukan oleh para wisatawan yaitu dengan
mengelilingi Batu Qur’an tanpa bernafas sebanyak tujuh kali, jika para
wisatawan dapat melakukan hal tersebut, maka segala keinginannya dapat
terkabulkan, akan tetapi ada beberapa proses yang harus dilakukan, seperti
puasa, zikir, dan lain sebagainya.
67
C. Respon Masyarakat Terhadap Wisata Religi Batu Qur’an
Agama merupakan pedoman bagi manusia dalam berperilaku dan
beretika. Orang-orang yang beragama dianggap sebagai orang yang
setidaknya memiliki akhlak perilaku yang baik meski memang hal ini tidak
bisa digeneralisasikan. Agama memiliki fungsi sebagai kontrol sosial bagi
kehidupan manusia. Namun pada saat ini, agama mengalami pergeseran
fungsi. Nilai fungsi agama menjadi sebuah komoditas dan agama itu sendiri
mengalami proses komodifikasi. Jika ditilik akar sejarahnya, kemunculan
agama didahului oleh proses komodifikasi. Menurut Habermas sebagai
seorang sosiolog dari Jerman, agama ini memiliki fungsi utama sebagai
kontrol individu. Agama memiliki kontrol pada norma dan etika
manusia. Implikasinya adalah agama membuat manusia menghasilkan sebuah
delusi, kepercayaan terhadap sebuah makhluk atau roh. Roh tersebut dianggap
sebagai “makhluk solutif” yang bisa menyelesaikan semua permasalahan yang
ada di kehidupan manusia dan menimbulkan segregasi. Agama juga
merupakan sebuah ritus bagi manusia.
Komodifikasi merupakan proses pertukaran nilai sosial. Komodifikasi
juga merupakan proses menjual apa yang sekiranya bisa dijual bukan menjual
apa yang seharusnya dijual. Menurut pemikiran Karl Marx, semua hal yang
ada bisa menjadi sebuah komoditas. Komoditas merupakan nilai tukar dengan
objek lain. Corak komoditas sama dengan corak sosial karena agama disini
sebagai objek sosial. Nilai-nilai agama yang ada ditukar menjadi komoditas
68
yang bisa dipertukar atau diperjualbelikan. Proses komodifikasi sendiri itu
memiliki lima tahapan yaitu reproduksi, produksi, pertukaran, distribusi dan
konsumsi. Kapitalisme secara masif melihat sesuatu hal yang bisa
dipertukarkan. Pertukaran tidak selalu identik dengan uang. Uang hanya
sebuah perantara dalam proses pertukaran. Salah satu contoh bentuk
komodifikasi agama adalah pariwisata. Dalam pandangan Islam,
diperbolehkan berziarah kemakam keluarga atau makam para wali sebagai
mendoakan mereka yang telah lebih dahulu pergi serta untuk mengingatkan
kita bahwa cepat atau lambat kita pun akan dimakamkan juga.. Nilai atau ide
mengenai ziarah akhirnya direproduksi dan ditukar oleh kapitalisme dengan
industri pariwisata. Kemudian terjadi produksi barang tersebut yang akhirnya
sampai pada konsumsi. Bentuk-bentuk komodifikasi agama yang lain adalah
sertifikasi halal, industri jilbab, peci, tasbih, komersialisasi dakwah. Proses
komodifikasi harus diartikan secara luas dan terjadi pada hampir semua
agama. Proses ini yang akhirnya memiliki dampak bahwa manusia butuh akan
sebuah eksistensi.14
Batu Qur’an sekarang ini telah menjadi objek komoditas yang
memanfaatkan para pengunjung untuk mendapatkan keuntungan,
sebagaimana yang dikatakan Ibu Nur bahwa Batu Qur’an dahulu kala sebagai
tempat mandi masyarakat Desa Kadubumbang yang kini sudah tidak dapat
dinikmati oleh masyarakat secara gratis, jika mereka ingin masuk, mereka
14
Alois A. Nugroho, Dari Etika Bisnis ke Etika Ekobisnis ( Jakarta : Gramedia, 2001), 59.
69
diperlakukan seperti para pengunjung lainnya yang harus membayar kepada
pengelola Batu Qur’an saat ini. Menurut Ibu Nur “masyarakat Desa
Kadubumbang banyak dari mereka yang tidak berkunjung ke Batu Qur’an,
karena sekarang ini sedikit-sedikit bayar, mau masuk saja harus bayar
padahal waktu saya kecil Batu Qur’an itu adalah kolam yang digunakan
secara umum untuk mandi, karena masyarakat Desa dahulu belum memiliki
kamar mandi, maka dari itu mayoritas masyarakat Desa pergi ke sana jika
mereka ingin mandi”, jadi salah satu hal yang membuat masyarakat Desa
tidak lagi datang ke Batu Qur’an, bukan saya tidak percaya dengan kisah Batu
Qur’an, tapi karena Batu Qur’an saat ini telah di komersialisasikan.15
D. Peran Pemerintah Terhadap Batu Qur’an
Pemerintahan sudah memfasilitasi wisata religi Batu Qur’an, seperti
adanya bantuan cagar budaya, yang mana mereka mengakui bahwa Batu
Qur’an tersebut sebagai industri wisata di Desa Kadubumbang. Meskipun
demikian pemerintah tidak memberikan dana bantuan kepada wisata religi
Batu Qur’an, bahkan ahli waris tersebut mengesahkan dirinya sendiri sebagai
pemilik Batu Qur’an.16
Peran pemerintah terhadap wisata religi Batu Qur’an terlihat jelas
terutama dalam hal informasi, yang mana masyarakat mengunggulkan Desa
15
Wawancara dengan Ibu Nur, di Sekitar lokasi Wisata Religi Batu Qur’an, Desa
Kadubumbang, tanggal 13 Juni 2018. 16
Wawancara dengan Bapak Nurdin, di Kantor Kelurahan, Desa Kadubumbang, tanggal 13
Juni 2018.
70
tersebut karena di dalam Desa tersebut adanya nilai yang sangat kuat untuk di
jadikan daya tarik wisata, maka dari itu pemerintah menyebarkan wisata religi
Batu Qur’an ini agar bisa di kenal oleh banyak orang luar, baik dari pulau
Jawa maupun luar pulau Jawa dengan memberitakan wisata religi Batu
Qur’an ini kepada media cetak, dan sekarang ini telah banyak tersebar di
media sosial. Dari hal itu pemerintah terus mempromosikan wisata religi Batu
Qur’an. Hasil dari kerja keras pemerintah sekarang ini sangat terlihat karena
informasi – informasi yang sebarkan terdengar oleh orang banyak, maka dari
itu pengunjung wisata religi Batu Qur’an kini mulai ramai berdatangan baik
dari pulau Jawa maupun di luar pulau Jawa.
Peran pemerintah dalam mempromosikan wisata religi Batu Qur’an
cukup berhasil, karena banyaknya para pengunjung yang datang memberikan
peluang untuk masyarakat sekitar wisata religi Batu Qur’an membuka uasaha
yang secara tidak langsung memberikan dampak positif terhadap
perekonomian masyarakat Desa, akan tetapi pemerintah masih kurang
berkontribusi terutama dari infrastruktur, karena akses jalan menuju ke sana
sangatlah buruk, jalan sempit dan rusak yang membuat para wisatawan yang
datang dengan bus besar tidak dapat masuk ke dalam wisata religi tersebut,
maka dari itu pemerintah sebaiknya lebih memperhatikan kenyamanan para
pengunjung. Menurut Bapak Nurdin selaku kepala Desa Kadubumbang
“pemerintah pernah mempermasalahkan hak kepemilikan tanah Batu Qur’an
tersebut akan tetapi ahli waris Batu Qur’an tersebut menjawab bahwa dia
71
mendapatkan amanah dari leluhurnya untuk menjaga Batu Qur’an tersebut,
permasalahan tersebut akhirnya selesai dengan disuratkannya tanah tersebut
oleh ahli waris Batu Qur’an saat ini, hal ini bisa terjadi karena mereka telah
merawat tanah tersebut sejak lama dari leluhurnya, hingga sampai saat ini
Batu Qur’an masih di kelola oleh ahli waris Tubagus Fatoroni serta para
saudara – saudaranya. Batu Qur’an itu seperti kerajaan yang turun menurun di
kelola hanya sebagian dari keluarga mereka, dari penjaga karcis, penjaga
toilet, dan petugas kebersihan. Berbeda halnya dengan wisata kolam air
Cikoromoy yang di kelola oleh Desa untuk masyarakat Desa Kadubumbang
bukan untuk kepentingan individu. Pengelolaan Cikoromoy melibatkan
masyarakat Desa Kadubumbang serta adanya pembagian hasil untuk Desa.
Sedangkan Batu Qur’an tidak memberikan pemasukan untuk Desa, meskipun
memberikan sedikit dampak positif dari para pengunjung yang hadir bagi
masyarakat asli yang berdagang area kawasan wisata religi Batu Qur’an.
Pemasukan Batu Qur’an cukup lumayan besar sehingga mereka bisa
merenovasi serta memperluas wilayah mereka dengan membeli tanah yang
ada di sekitarnya.17
E. Dampak Komodifikasi Wisata Religi Batu Qur’an
Dalam fenomena komodifikasi agama memberikan beberapa dampak
untuk masyarakat, dari hasil penelitian serta didukung dengan referensi-
17
Wawancara dengan Bapak Nurdin, di Kantor Kelurahan, Desa Kadubumbang, tanggal 13
Juni 2018.
72
referensi yang ada bahwa komodifikasi agama memberikan dampak positif
dan dampak negatif untuk masyarakat.18
1. Dampak Positif
a. Meningkatnya lapangan kerja, hal ini dikerenakan banyaknya
indutri-industri pariwisata yang ada di sekitar pandeglang
membutuhkan tenaga-tenaga pekerja sebagai karyawan atau
pengelola tempat wisata tersebut. Hal ini yang terjadi di wisata
religi Batu Qur’an.
b. Meningkatnya lapangan usaha. Akibat terbentuknya wisata
religi Batu Qur’an yang diramaikan oleh para pengunjung,
membuat masyarakat sekitar membuka usaha pribadi seperti
rumah makan, asesoris, dan pedangang-pedagang lainnya.
Sebagai tambahan pemasukan ekonomi.
c. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Terjadinya tempat-
tempat wisata religi Batu Qur’an ini memberikan sedikit
peningkatan pendapatan masyarakat yang menjadikan
masyarakat di sekitar pariwisata sejahtera.
d. Mendorong pertumbuhan sektor perdagangan di masyarakat.
Masyarakat Desa Kadubumbang yang pada awalnya sekedar
bertani dan berternak kini mereka mulai membuka usaha
18
Sariyanta, Pengaruh Komodifikasi Budaya Terhadap Tingkah Laku Masyarakat Bali, 29
Desember 2012.
73
perdagangan di sekitar kawasan wisata religi Batu Qur’an. Hal
ini dikarenakan banyaknya pengunjung yang datang dari dalam
kota maupun luar kota, sehingga mendorong masyarakat untuk
berdagang.19
e. Pendapatan daerah meningkat, dalam hal ini tempat-tempat
wisata yang di kelola oleh pemerintah menjadikan tambahan
untuk pendapatan daerah, akan tetapi tempat wisata religi batu
Qur’an ini di kelola secara individu bukan di ambil alih oleh
pemerintah, maka dari itu tidak ada pendapatan untuk
pemerintah daerah dari wisata religi batu Qur’an, tetapi dengan
adanya wisata religi Batu Qur’an sedikit mendorang
masyarakat sekitar untuk berdagang.
f. Diterimanya pengembangan objek wisata religi Batu Qur’an
dan kedatangan wisatawan oleh masyarakat lokal.
g. Wawasan dan cara pandang masyarakat Desa Kadubumbang
lebih terbuka, karena banyaknya pengunjung dari berbagai
macam kota dan latarbelakang budaya, bahasa yang berbeda.
2. Dampak negatif
a. Terjadi komersialisasi tempat ziarah atau petilasan di wisata
religi Batu Qur’an.
19
Sariyanta, Pengaruh Komodifikasi Budaya Terhadap Tingkah Laku Masyarakat Bali, 29
Desember 2012.
74
Terjadinya pergeseran nilai-nilai dan pencemaran dalam
berziarah di wisata religi Batu Qur’an, pudarnya identitas dan
nilai masyarakat menjadi konsumerisme dan materialistis
sehingga nilai-nilai keakraban dan kekeluargaan menjadi
hilang dan terkorbankan.
b. Menghilangnya makna dari nilai ziarah
Ziarah yang pada umumnya untuk berkunjung dan berdo’a kini
bisa menjadi suatu tempat wisata, karena tidak sedikit para
pengunjung yang datang untuk sekedar jalan-jalan, ada pula
yang mencari berkah, dan juga kekuatan agar terhindar dari
bahaya. Hilangnya nilai-nilai ibadah dalam konteks ziarah ini
yang menjadi sama halnya dengan tempat-tempat wisata yang
non-religi.
c. Dampak sosial budaya muncul apabila terjadi interaksi antara
wisatawan dan masyarakat Desa Kadubumbang ketika
wisatawan membutuhkan produk dan membelinya dari
masyarakat. Pariwisata membawa hubungan yang informal dan
pengusaha pariwisata mengubah sikap spontanitas masyarakat
menjadi transaksi komersial.20
20
Sariyanta, Pengaruh Komodifikasi Budaya Terhadap Tingkah Laku Masyarakat Bali, 29
Desember 2012.
75
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah
dideskripsikan, maka peneliti dapat menarik beberapa kesimpulan antara lain
sebagai berikut :
1. Komodifikasi wisata religi Batu Qur’an terjadi di Desa
Kadubumbang Pandeglang. Bentuk-bentuk komodifikasi antara
lain : adanya pedagang seperti oleh-oleh khas, souvenir dan
pakaian. Selain itu juga terdapat penyediaan tempat jasa seperti
kamar mandi, kolam, parkir dan jasa memimpin do’a.
2. Faktor-faktor yang melatar belakangi komodifikasi wisata religi
Batu Qur’an terbagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal komodifikasi wisata religi Batu Qur’an
diakibatkan oleh faktor ekonomi. Sedangkan faktor eksternal
antara lain perubahan potensi daerah, lokasi usaha strategis, jam
kerja fleksibel, serta pemberian pelayanan kepada para
pengunjung.
3. Melihat penyedia jasa dan pedagang mayoritas berasal dari Desa
Kadubumbang sehingga peran masyarakat dalam mendukung
terjadinya komodifikasi cukup nyata.
76
4. Komodifikasi wisata religi Batu Qur’an membawa dampak, seperti
dampak sosial ekonomi yang membantu masyarakat sekitar untuk
mendapatkan penghasilan tambahan dengan berjualan di depan
halaman rumah mereka, serta menambahkan lapangan pekerjaan
untuk masyarakat sekitar, selain itu pemilik usaha memiliki
kesempatan mengenali ragam, ciri dan bahasa para pengunjung
sehingga sehingga unsur-unsur kebudayaan masyarakat sekitar
berkembang.
B. Saran
Penelitian ini tentu saja masih jauh dari sempurna, lebih-lebih sudah
mampu menjelaskan tentang Komodifikasi yang ada di Wisata Religi Batu
Qur’an. Namun demikian, penulisan dan penyusunan penelitian ini telah
dilalui dengan proses yang serius dan maksimal, tentu saja dalam ukuran
pribadi penulis. Untuk memberikan yang terbaik terhadap khazanah kajian
studi agama-agama secara umum dan secara khusus. Berkaitan dengan
Penelitian tersebut ada beberapa saran yang ingin penulis kemukakan kepada
pembaca maupun peneliti yang memiliki minat dalam penelitian terhadap
tokoh dalam kajian Culture Studies selanjutnya, yaitu:
1. Bagi pengelola wisata religi Batu Qur’an hendaknya lebih diperbaiki
lagi pelayanannya kepada para pengunjung agar merasa nyaman,
khususnya ketika situasi ramai pengunjung, dan juga untuk
77
menyediakan tempat ibadah bagi para pengunjung seperti musholla,
agar para pengunjung tidak keluar untuk beribadah.
2. Bagi pengelola wisata religi Batu Qur’an hendaknya tidak
mengkomersilkan Batu Qur’an dengan merubahnya menjadi salah satu
tempat pariwisata agar aspek spiritualitas tetap terjaga. Meskipun
pariwisata tersebut adalah pariwisata religi.
3. Bagi masyarakat sekitar hendaknya selalu mentaati peraturan yang
telah ditetapkan seperti penataan barang dengan baik sehingga tercipta
suasana sekitar wisata religi Batu Qur’an yang rapih dan harmonis.
78
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Buku:
Adogame, Afe, Sosiologi Agama, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013.
Agus, Bustanuddin, Agama Dalam Kehidupan Manusia, Jakarta: Rajawali Pers,
2007
Ali, M. Sayuthi, Metodologi Penelitian Agama, Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada, 2002.
Amin, Abdel Rahman Muhammad, Rites of Pilgrimage, Kairo : The Supreme
Council For Islamic Affairs, 1967.
Geertz, Cliffort. Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta : Kanisius, 1992.
Fattah, Munawir Abdul, Tradisi Orang-orang NU, Yogyakarta : Pustaka
Pesantren, 2006.
Fusalhan, Afif, Skripsi Kapitalisme Media dan Komodifikasi Agama : Pesan
Dibalik Cerita Sinetron Religi Pesantren dan Rock and Roll Season 3,
Yogyakarta : Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, 2014.
Geertz, Cliffort. Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta : Kanisius, 1992.
Henri Chambert Loir, Ziarah Dan Wali Di Dunia Islam, Jakarta : Forum Jakarta
Paris, 2007.
Heryanto, Ariel, Identitas dan Kenikmatan : Politik Budaya Layar Indonesia,
Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia, 2015.
Koentjaningrat, Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta : Gramedia, 1986.
Nurdin, Laporan data Profil Desa Kadubumbang, Pandeglang : Desa
Kadubumbang, 2016.
Pals, Daniel L., Seven Theories of Religion, Yogyakarta : IRCiSod, 2012.
Riana, Gusti Vita, Skripsi Komodifikasi Nilai Agama Dalam Iklan Televisi : Studi
Analisis Semiotik Komodifikasi Nilai Agama terhadap Iklan Cap Kaki Tiga,
Yogyakarta : Fakultas Dakwah dan Komunikasi, 2014.
Saebani, Beni Ahmad, Metode Penelitian, Bandung : CV Pustaka Setia, 2008.
79
Sariyanta, Pengaruh Komodifikasi Budaya Terhadap Tingkah Laku Masyarakat
Bali, 29 Desember 2012.
Setiawati, Eni, Skripsi Komodifikasi Ritual Sedekah Laut Komunitas Nelayan
Pantai Gesing Paduhuan Bolang, Girikarto, Panggang, Gunung Kidul,
Yogyakarta : Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, 2013.
Sofyan, Riyanto, Prospek Bisnis Pariwisata Syariah, Jakarta : Republika, 2012.
--------------------, Kriteria dan Panduan Umum Wisata Syariah, Jakarta :
Republika, 2012.
Strinati, Dominic, Populer Culture : Pengantar Menuju Budaya Populer, Jakarta :
Narasi, 2016.
Suraiya Faroqhi, Pilgrims and Sultans, London : St Martin’s Press, 1994.
Usman, Husaini dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial,
Jakarta : PT Bumi Aksara, 2008.
Yasraf Amir Piliang, Bayang-bayang Tuhan Agama dan Imajinasi, Jakarta : PT
Mizan Publika, 2011.
Refrensi Kamus:
Sugiono, dan Yeyen Maryani, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Tim
Penyusun Kamus Bahasa Pusat, 2008.
Wawancara:
Heni, Wawancara Pribadi , Wisata Religi Batu Qur’an, Desa Kadubumbang,
tanggal 15 April 2018
Karna, Wawancara Pribadi , Wisata Religi Batu Qur’an, Desa Kadubumbang,
tanggal 15 April 2018
Nur, Wawancara Pribadi , Wisata Religi Batu Qur’an, Desa Kadubumbang,
tanggal 13 Juni 2018
Nurdin, Wawancara Pribadi, Kantor Kelurahan, Desa Kadubumbang, tanggal 13
Juni 2018
Supriadi, Wawancara Pribadi , Wisata Religi Batu Qur’an, Desa Kadubumbang,
tanggal 13 Juni 2018
Tubagus Fatoroni, Wawancara Pribadi , Wisata Religi Batu Qur’an, Desa
Kadubumbang, tanggal 13 Juni 2018
80
Refrensi Jurnal:
Agus Maladi Irianto, Komodifikasi Budaya Di Era Ekonomi Global Terhadap
Kearifan Lokal, dalam Jurnal yang berjudul, Theologia. Vol. 27. No. 1
tahun 2016.
Fakhruroji, Komodifikasi Agama Sebagai Masalah Dakwah, dalam Jurnal yang
berjudul, Ilmu Dakwah. Vol. 5 No. 16 tahun 2010.
Fakhriyatul Ainiyah, Fetisisme Komoditas : Pemujaan Status Simbol Dalam Gaya
Hidup Mahasiswa, Jurnal Komunitas. Vol. 2 No. 1 2013.
Ika Rusydina Putri, M Jacky, Komodifikasi Tanah Makan Keningratan, dalam
Jurnal yang berjudul, Paradigma. Vol. 4 No. 1 tahun 2016.
Kheyene Molekandella Boer, Ambiguitas Pemaknaan Pesan Sebagai
Komodifikasi dalam Personality Peformance Multikultural Pada Sosok
Soimah, dalam Jurnal yang berjudul, Komunikasi. Vol. 8 No. 1 tahun 2013.
Madyan, Himmatul Khalidah, Dampak Ekonomi Wisata Religi, Studi Kasus
Kawasan Sunan Ampel Surabaya, dalam Jurnal yang berjudul, Bisnis dan
Manajemen. Vol 7 No. 2 2015.
Musthofa, As’ad, Komodifikasi Kemiskinan Oleh Media Televisi, dalam Jurnal
yang berjudul, Komunikasi Makna. Vol. 3 No.1 tahun 2012.
Prasetyo Untung, , Komodifikasi Upacara Tradisional Seren Taun Dalam
Pembentukan Identitas Komunitas, dalam Jurnal yang berjudul, Transdisiplin
Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. Vol. 2 No. 2 tahun 2011.
Widyastuti, Ayu Retno, Komodifikasi Wisata Religi Dalam Pemasaran
Pariwisata, dalam Jurnal yang berjudul, Komunikasi. Vol. 1 No.2 tahun 2011.
Yunita Fitra Andriana, Kajian Fetisisme Pada Keris Jawa, Jurnal Rupa. Vol. 01
No. 01 2016.
86
87
88
89
LAMPIRAN 3
PERTANYAAN WAWANCARA
Pedoman wawancara untukk warga Muslim
A. Latar Belakang Informan
Nama :
Alamat :
Jabatan :
B. Berita Wawancara
1. Selama Bapak tinggal disini, apa yang Bapak ketahui tentang Wisata Religi Batu
Qur’an ?
2. Jika tempat itu awalnya tempat mandi bersama, lantas kapan tempat ini dijadikan
tempat wisata?
3. Apa dampak positif dari adanya Wisata Religi Batu Qur’an terhadap warga di sini ?
4. Ritual apa saja yang dilakukan para pengunjung terutama warga Desa Kadubumbang
sendiri?
5. Kapan banyaknya pengunjung yang datang ke Wisata Religi Batu Qur’an ?
6. Dari mana anda berasal?
7. Apakah anda pernah datang ke sini sebelumnya?
8. Seberapa sering anda datang ke Batu Qur’an?
9. Apa tujuan anda datang ke Batu Qur’an?
10. Apakah air di Batu Qur’an sama rasanya dengan air zam zam?
11. Apakah anda tidak keberatan jika masuk batu Qur’an dan fasilitas lainnya ditarifkan?
12. Apa yang biasa anda lakukan di Wisata Religi Batu Qur’an?
13. Apakah yang anda rasakan setelah berenang di Batu Qur’an?
90
Hasil wawancara di Wisata Religi Batu Qur’an
A. Latar Belakang Informan
Nama : Tubagus Fatoroni
Alamat : Desa Kadubumbang
Jabatan : Juru Kunci Wisata Religi Batu Qur’an
B. Berita Wawancara
1. Selama Bapak tinggal disini, apa yang Bapak ketahui tentang Wisata Religi Batu
Qur’an ?
Karena saya lahir di Desa ini maka saya tahu sejarahnya secara turun temurun, tadinya
tempat ini hanya tempat mandi para warga Desa Kadubumbang, dikarenakan
masyarakat belum banyak yang memiliki kamar mandi di dalam rumahnya. Maka
tempat ini satu-satunya lahan sehari-hari warga untuk mandi.
2. Jika tempat itu awalnya tempat mandi bersama, lantas kapan tempat ini dijadikan
tempat wisata?
Batu Qur’an ini sudah ada sejak Abad 16, sebagai petilasan dari Syekh Maulana
Mansyuruddin yang pada saat itu pulang dari Haji Melalui sumur zam zam dan
muncul di Desa Kadubumbang, yang sekarang ini menjadi Batu Qur’an. Wisata
Religi Batu Qur’an ini mulai di buka sejak tahun 1964 sebagai tempat wisata religi
walaupun sebelumnya sudah banyak juga para penziarah yang berdatangan.
3. Apa dampak positif dari adanya Wisata Religi Batu Qur’an terhadap warga di sini ?
Dengan adanya Wisata Religi Batu Qur’an kesejahteraan perekonemian masyarakat
menjadi meningkat, karena banyaknya masyarakat yang membuka usaha di depan
rumahnya, seperti warung kopi, warung makanan dan minuman, serta adanya penjaga
parkiran, dll.
5. Ritual apa saja yang dilakukan para pengunjung terutama warga Desa Kadubumbang
sendiri?
Pertamakali pengunjung masuk di gerbang kemudian baca doa, kemudian dikasik air
(zam zam) yang dari sumur, kemudian berendam di kolam untuk menghilangkan
segala macam penyakit.
6. Kapan banyaknya pengunjung yang datang ke Wisata Religi Batu Qur’an ?
Biasanya malam Jumat di setiap harinya, dan di hari Minggu sama hari-hari tertentu
seperti Maulid.
91
Hasil wawancara di Wisata Religi Batu Qur’an
A. Latar Belakang Informan
Nama : Nurdin
Alamat : Desa Kadubumbang
Jabatan : Kepala Desa Kadubumbang
B. Berita Wawancara
1. Selama Bapak tinggal disini, apa yang Bapak ketahui tentang Wisata Religi Batu
Qur’an ?
Sebetulnya yang mengurus Tempat Wisata ini karena dari keluarga yang pertama
secara turun temurun, jadinya saya tahunya tempat ini sudah di ziarahi orang. Memang
tempat ini tempat ziarah.
2. Jika tempat itu awalnya tempat mandi bersama, lantas kapan tempat ini dijadikan
tempat wisata?
Kabar dari pendahulu yang mengurus itu tempat memang begitu. Wisata Religi Batu
Qur’an ini mulai di buka sejak tahun 1964 sebagai tempat wisata religi walaupun
sebelumnya sudah banyak juga para penziarah yang berdatangan.
3. Apa dampak positif dari adanya Wisata Religi Batu Qur’an terhadap warga di sini ?
Alhamdulillah tempat itu membawa berkah pada masyarakat desa karena
perekonemian masyarakat menjadi meningkat, karena banyaknya masyarakat yang
membuka usaha di depan rumahnya, seperti warung kopi, warung makanan dan
minuman, serta adanya penjaga parkiran.
4. Ritual apa saja yang dilakukan para pengunjung terutama warga Desa Kadubumbang
sendiri?
Setahu saya berdasarkan cerita masyarakat yang sudah ziarah, berendam di kolam
untuk menghilangkan segala macam penyakit.
5. Kapan banyaknya pengunjung yang datang ke Wisata Religi Batu Qur’an ?
Setiap harinya ramai cuma lebih banyak pada malam Jumat
92
Hasil wawancara di Wisata Religi Batu Qur’an
A. Latar Belakang Informan
Nama : Dedi Supriadi
Alamat : Desa Kadubumbang
Jabatan : Ketua RW 02
B. Berita Wawancara
1. Selama Bapak tinggal disini, apa yang Bapak ketahui tentang Wisata Religi Batu
Qur’an ?
Berdasarkan informasi tetangga, tempat ini dijadikan sebagai mediasi untuk
memperoleh kesembuhan atau sebagai alat untuk meminta pertolongan kepada Allah
melalui tempat ini. Karena orang bisa mandi disitu, di kolamnya yang di percaya dapat
meenyembuhkan segala penyakit.
2. Jika tempat itu awalnya tempat mandi bersama, lantas kapan tempat ini dijadikan
tempat wisata?
Untuk tanggal dan tahunnya saya tidak tahu, cuma dengar-dengar katanya di era orde
baru awal sudah ada.
3. Apa dampak positif dari adanya Wisata Religi Batu Qur’an terhadap warga di sini ?
Alhamdulillah tempat itu membawa berkah pada masyarakat desa karena khususnya
perekonemian masyarakat menjadi meningkat.
4. Ritual apa saja yang dilakukan para pengunjung terutama warga Desa Kadubumbang
sendiri?
Setahu saya berdasarkan cerita masyarakat yang sudah ziarah, berendam di kolam
untuk menghilangkan segala macam penyakit itu yang populer.
5. Kapan banyaknya pengunjung yang datang ke Wisata Religi Batu Qur’an ?
Setiap harinya ramai cuma lebih banyak pada malam Jumat yang saya tahu.
93
Hasil wawancara di Wisata Religi Batu Qur’an
A. Latar Belakang Informan
Nama : Ibu Heni
Alamat : Desa Kadubumbang
Jabatan : Pedagang di Desa Kadubumbang
B. Berita Wawancara
1. Selama Ibu tinggal disini, apa yang Ibu tahu tentang Wisata Religi Batu Qur’an ?
Yang mengurus ini kan dari keluarga mereka secara turun temurun, kita Cuma tahu
ceritanya saja, saya tahunya tempat ini sudah di ziarahi orang. Memang tempat ini
tempat ziarah dan tempat wisata
2. Jika tempat itu awalnya tempat mandi bersama, lantas kapan tempat ini dijadikan
tempat wisata?
Katanya sejak tahun enampuluhan sudah mulai diziarahi tempat ini. Tahun
pertamakali dibuka saya tidak tahu.
3. Apa dampak positif dari adanya Wisata Religi Batu Qur’an terhadap warga di sini ?
Sangat membantu sekali karena masyarakat desa ada penghasilan tambahan dari
masyarakat yang berziarah, seperti membeli makanan di warung-warung yang dibuka
oleh warga di sini.
4. Ritual apa saja yang dilakukan para pengunjung terutama warga Desa Kadubumbang
sendiri?
Setahu saya karena saya tidak jauh dari tempat itu yang namanya peziarah itu
berendam di kolam untuk menghilangkan segala macam penyakit. Katanya segala
penyakit akan sembuh jika sudah berendam air itu.
5. Kapan banyaknya pengunjung yang datang ke Wisata Religi Batu Qur’an ?
Setiap harinya ramai apalagi malam Jumat pasti banyak yang ziarah.
94
Hasil wawancara di Wisata Religi Batu Qur’an
A. Latar Belakang Informan
Nama : Ibu Nur
Alamat : Depok
Jabatan : Pengunjung
B. Berita Wawancara
1. Dari mana anda berasal?
Saya dari rombongan ziarah Depok.
2. Apakah anda pernah datang ke sini sebelumnya?
Ya, saya baru tiga kali datang ke Batu Qur’an.
3. Seberapa sering anda datang ke Batu Qur’an?
Saya datang bisa setahun sekali, tapi kadang juga bisa dua kali selama setahun.
4. Apa tujuan anda datang ke Batu Qur’an?
Saya datang ke sini ingin berziarah serta membeli air zam zam sambil jalan – jalan
saja.
5. Apakah air di Batu Qur’an sama rasanya dengan air zam zam?
Ya, saya merasakan rasa yang sama dengan air zam zam yang dibawakan dari
Makkah.
6. Apakah anda tidak keberatan jika masuk batu Qur’an dan fasilitas lainnya ditarifkan?
Ya, tidak masalah, karena segala perawatan pastinya membutuhkan uang, akan tetapi
jangan terlalu banyak dipintakan uangnya juga lebih baik langsung saja satu kali di
pintu masuk saja
7. Apa yang biasa anda lakukan di Wisata Religi Batu Qur’an?
Biasanya ketika masuk saya langsung mendoakan dengan membacakan tahlil, tahmid,
serta doa yang dibawakan oleh penjaga Wisata Religi Batu Qur’an ini, dan setelahnya
mandi di kolam Batu Qur’an.
8. Apakah yang anda rasakan setelah berenang di Batu Qur’an?
Saya merasakan badan saya lebih segar dan juga dikatakan bahwa air di kolam
tersebut dapat menghilangkan berbagai macam penyakit.
95
Hasil wawancara di Wisata Religi Batu Qur’an
A. Latar Belakang Informan
Nama : Pak Karna
Alamat : Tangerang, Balaraja
Jabatan : Pengunjung
B. Berita Wawancara
1. Dari mana anda berasal?
Saya berasal dari Balaraja.
2. Apakah anda pernah datang ke sini sebelumnya?
Ya, saya sering datang ke Batu Qur’an.
3. Seberapa sering anda datang ke Batu Qur’an?
Saya datang bisa setiap minggu atau terkadang sebulan bisa dua kali.
4. Apa tujuan anda datang ke Batu Qur’an?
Saya datang ke sini ingin berziarah agar bisa lebih tenang dalam hidup, dan mendapat
keberkahan.
5. Apakah air di Batu Qur’an sama rasanya dengan air zam zam?
Ya, saya merasakan rasa yang sama dengan air zam zam yang dibawakan dari
Makkah, maka dari itu setiap datang saya pasti selalu membeli air tersebut.
6. Apakah anda tidak keberatan jika masuk batu Qur’an dan fasilitas lainnya ditarifkan?
Ya, tidak masalah, hitung-hitung sodakoh, karena apa yang kita keluarkan akan ada
balasannya dari Allah.
7. Apa yang biasa anda lakukan di Wisata Religi Batu Qur’an?
Biasanya ketika masuk saya langsung berziarah mendoakan setelah itu mandi di
kolam. Pada dasarnya saya datang ingin mendapatkan berkah.
8. Apakah yang anda rasakan setelah berenang di Batu Qur’an?
Saya merasakan enak, segar dan juga jika kita bisa mengelilingi Batu Quran sebanyak
tujuh kali, maka kenginannya akan terkabul.
97
Foto 7: Kolam Laki-laki di Batu Qur’an Foto 8: Kondisi di dalam Batu Qur’an
Foto 9: Menara Batu Qur’an Foto 10: Pintu masuk ke sumur Batu Qur’an
Foto11: Perluasan kolam baru di Batu Qur’an Foto 12: Air Zamzam Batu Qur’an