111. KOMPATIBILETAS EKSTRAK RANTING Aglaia odorata LOUR
(MELIACEAE) DENGAN PARASITOW Eriborus argenteopilosus
(CAMERON) (HYMENOPTERA: ICHNEUMONIDAE) PADA
INANG Helicoveva armigera (H~BNER) (LEPWOPTERA:
NOCTUIDAE)
3.1 Abstrak
Pengujian toksisitas ekstrak metanol ranting Agiaia odorata dan senyawa aktifnya (rokaglamida) terhadap larva Helicoverpa armigera dilakukan dengan metode residu pada dam dan metode kontak. Toksisitas kontak ekstrak terhadap imago betina E. argenfeopiZosus diuji dengan metode lapisan tipis pada permukaan tabung gelas. Pengujian pengaruh ekstrak terhadap parasitisasi, enkapsulasi parasitoid pradewasa, dan jumlah sel darah larva H. armigera dilakukan dengan metode residu pada dam pada LC25, LC50, dan LC7o.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak A. odorata dan rokaglamida memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva H. armigera. LCso ekstrak A. odorata dan rokaglamida terhadap lava H. armigera instar 2 melalui makanan masing-masing 84,9 ppm dan 2,11 ppm. Mortalitas larva uji meningkat nyata 2 hari setelah perlakuan (HSP), kemudian meningkat lebih lambat dan mendekati konstan pada 4 HSP. Perlakuan ekstrak pada konsentrasi 80 - 450 ppm memperpanjang lama perkembangan larva armigera yang bertahan hidup dan instar 2 ke instar 5 selama 1,65 - 3,59 hari dibandingkan kontrol. Ekstrak A. odorata dan rokaglamida pada konsentrasi yang diuji tidak memiliki efek kontak terhadap larva H. armigera.
Perlakuan ekstrak pada 10.000 ppm relatif tidak toksik secara kontak terhadap imago betina E. argenfeopilosus. Sampai hari ke-3 setelah perlakuan, mortalitas imago parasitoid tersebut hanya 6%, tidak berbeda nyata dengan kontrol. Perlakuan ekstrak pada LC25, LC50, dan LC70 tidak mempengaruhi tingkat parasitisasi larva H. armigera oleh E. argenteopilosus. Selain itu, perlakuan ekstrak pada LC50 dapat menurunkan enkapsulasi telur dan larva parasitoid dalam tubuh inangnya empat kali lebih rendah dibandingkan kontrol, bahkan perlakuan ekstrak pada LC70 mampu meniadakan enkapsulasi tersebut. Perlakuan ekstrak juga dapat menurunkan jumlah total sel darah larva H. armigera. Perlakuan pada LC25 - LC~O, baik terhadap larva terparasit maupun yang tidak terparasit, mampu menekan jumlah total sel darah sekitar 33% dibandingkan larva kontrol yang tidak terparasit dan 54% dibandingkan larva kontrol yang terparasit. Oleh karena itu, ekstrak ranting A. odorata secara relatif kompatibel dengan parasitoid E. argenteopilosus.
3.2 Pendahuluan
Keberhasilan penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) di Iapangan
sering kali tergantung pada keserasian antara pengendalian kimiawi d m
pengendalian hayati. Untuk beberapa jenis hama, pengendalian populasi hama
masih berturnpu pa& pemitkaian insektisida sintetik, seperti tetjadi pada
komoditas sayur-sayuran (Sastrosiswoyo 1996). Hal ini diakibatkan antara lain
oleh belum tersedianya m u s h alami yang efektif (Prijono 1998). Akan tetapi,
penggunaan insekhsida yang h a n g bijaksana dapat menimbdkan dampak
negatif terhadap lingkungan, resistensi dan resujensi hama, serta terbunuhnya
organisme bukan sasaran termasuk m u s h alami (Untung 1993; Schmutterer
1995).
Untuk mengatasi pengaruh negatif yang ditimbulkan oleh penggunaan
insektisida sintetik, diperlukan upaya pengembangan insektisida yang memiliki
selektivitas fisiologi, yaitu insektisida yang efektif terhadap hama sasaran
sekaligus aman terhadap musuh alami (Sastrosiswoyo 1996). Insektisida yang
berasal dari bahan tanaman (insektisida botani) telah diketahui memiliki peluang
untuk dikembangkan untuk memenuhi harapan tersebut (Schmutterer 1997; Danar
Dono et al. 1998; Buchori et al. 1999; Sudarmo 2001).
AgIaia odorara Lour. (Meliaceae) merupakan salah satu jenis tanaman
yang sifat insektisidanya diteliti secara intensif dalam dua dasawarsa terakhir
(Chiu 1985; Satasook et ul. 1994; Koul et al. 1997; Sudarmo 2001). A. odorata
mengandung senyawa rokaglamida dan senyawa-senyawa turunannya yang
berperan sebagai senyawa aktif insektisida. Perlakuan rokaglamida dengan
rnetode residu pada makanan buatan menunjukkan bahwa h v i t a s insektisidanya
30
setara dengan ndirakhtin (Nugroho et al. 1999; Nugroho & Proksch 1999a,
1999b). Dari hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa di samping aktif
sebagai insektisida, rokaglamida dan beberapa senyawa turunannya berperan
sebagai ant~yeedant dan penghambat perkembangan (Satasook et al. 1992;
Ishibashi et ai. 1993; Janprasert et al. 1993; Isman ef al. 1997).
Selain mempelajari aktivitas insektisida senyawa murni dari A. odorata
(rokaglamida), beberapa penelitian &lam tahun-tahun terakhir juga menguji
aktivitas insektisida ekstrak dari berbagai bagian tanaman tersebut (Satasook et al.
1994; Sudarrno et al. 1999; Sudarrno 2001). Hasil penelitian mereka
menunjukkan bahwa secara urnum ekstrak A. odorata memiliki aktivitas
insektisida yang kuat terhadap berbagai jenis serangga hama.
Walaupun telah cukup banyak penelitian tentang aktivitas insektisida
ekstrak A. odorata, pengujian insektisida tersebut terhadap m u s h alami,
khususnya pada Eriborus argenteopilosus yang memarasit larva N armzgera,
sejauh ini belum pernah dilaporkan. Tidak semua senyawa sekunder yang berasal
dari tanaman aman terhadap musuh alami, contohnya a-tomatin dan nikotin
berpengaruh buruk terhadap perkembangan parasitoid Hyposoter exigua (Viereck)
(Hymenoptera: Ichneumonidae) (Campbell & Duffey 1979) dan Cotesia
congregata (Barbosa et al. 1991). Untuk itu diperlukan pengujian keamman dan
kompatibilitas insektisida yang berasal dari tanaman tersebut terhadap rnusuh
alami, terrnasuk parasitoid, sebagai pertimbangan dalam penerapan insektisida
botani dalam PHT (Dhalimi et al. 1999; Manuwoto 1999).
E. argenteopilosus rnerupakan salah satu endoparasitoid yang paling
dominan ditemukan pada larva H. armigera (La Daha ef al. 1998). Memang larva
3 1
H. armigera merupakan salah satu inang asli parasitoid E. argenteopilosus, yang
selama ini dikenal di Indonesia dengan narna Inareolafa sp. (Othrnan 1982; Hadi
1985). Tingkat parasitisasi parasitoid ini pada pertanaman tomat milik pet&
sangat rendah yaitu hanya 5,4%. Hal ini disebabkan oleh aplikasi insektisida
dengan intensitas yang sangat tinggi. Sementara itu, pada petakan pertanaman
yang tidak disemprot insektisida, tingkat parasitisasinya dapat mencapai 55% (La
Daha et al. 1998). Oleh karena itu, pengembangan insektisida yang kompatibel
dengan parasitoid tersebut diharapkan dapat mendorong pelestarian clan
pendayagunaan musuh alami, yang merupakan salah satu penekanan dalam
penerapan PHT.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji: 1) pengaruh ekstrak A. odorata
dan fiaksi aktifnya terhadap mortalitas larva H. armigera, 2) toksisitas kontak
ekstrak A. odorata terhadap imago betina E. argenteopilosus, 3) pengaruh ekstrak
A. odorata terhadap parasitisasi larva H. armigera oleh E. argenteopilosus, 4)
pengaruh ekstrak A. odorata terhadap enkapsulasi telur dan larva E:
argenteopilosus dalam tubuh larva H. armigera, dan 5 ) pengaruh ekstrak A.
odorata terhadap jurnlah total sel darah larva H. armigera.
3.3 Bahan dan Metode
Penelitian ini dilaksanakan mulai Juni 2000 sampai Juli 2001. Ekstraksi
dan fraksinasi ranting A. odorata dan uji hayati dilakukan di Laboratorium
Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Jurusan HPT, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
3.3.1 Perbanyakan Tanaman Brokoli
Tanaman brokoli yang digunakan sebagai makanan larva H. armigera
adalah varietas hibrida F1 Ultra Green (Mikado, Jepang). Benih brokoli disemai
pada nampan berukuran 30 c m x 40 cm dengan medium tanam tanah clan pupuk
kandang steril (3:l). Setelah berumur 2 minggu, bibit dipindahkan ke dalam
kantung plastik hitarn yang berisi tanah clan pupuk kandang steril (3:l) sebanyak
2,s kg. Pemupukan dilakukan pada saat bibit di pesemaian, seminggu setelah
bibit dipindahkan ke kantung plastik hitam dan pada saat tanaman berurnur 1 clan
2 bulan, masing-masing sebanyak 5 g per tanaman. Tanaman brokoli tersebut
bebas dari aplikasi pestisida. Untuk keperluan uji hayati digunakan daun bagian
tengah yang telah cukup keras dan tebal.
3.3.2 Pemeliharan Serangga Uji
Serangga H. armigera yang digunakan merupakan hasil perbanyakan di
Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Jurusan HPT-IPB. Imago H.
armigera dipelihara dalam kurungan plastik-kasa (diameter 18 cm, tinggi 30 cm)
dan diberi makan cairan madu 10%. Untuk tempat peletakan telur diletakkan
sehelai kain perca dalam kurungan. Lembaran kain yang telah diletaki telur
diambil dan ditempatkan &lam kotak plastik (panjang 30 cm, lebar 20 cm, tinggi
5 cm) yang dialasi kertas isap. Larva perbanyakan diberi rnakanan jagung semi
dan larva perlakuan diberi makanan daun brokoli. Pemeliharaan larva dilakukan
dalam cangkir plastik (diameterr 6,5 cm, tinggi 4,5 cm) secara terpisah masing-
masing satu larva per wadah. Ketika akan menjadi kepompong, ke dalam wadah
tersebut dimasukkan serbuk gergaji steril setebal 2 cm, kemudian kepompong
33
dipindahkan ke dalam cangkir plastik (diameter 10 cm, tinggi 9 cm) yang berisi
serbuk gergaji steril dan ditempatkan dalam tempat pemeliharaan imago.
Imago parasitoid E. argenteopilosus diperoleh dari lahan pertanaman
brokoli dan kubis di Cibodas, Bogor. Perbanyakan parasitoid dilakukan
mengikuti prosedur yang diuraikan oleh Danar Dono et al. (1998). Imago
ditempatkan dalam kurungan plastik-kasa (diameter 18 cm, tinggi 30 cm). Untuk
pembiakan selanjutnya dilakukan pemarasitan larva C. pnvonana instar 1 yang
akan segera berganti kulit menjadi instar 2 sebagai inangnya. Larva C. pavonana
yang telah terparasit selanjutnya ditempatkan dalam kotak piastik (panjang 36 cm,
lebar 28 cm, tinggi 7 cm) dan diberi makanan dam brokoli. Menjelang
terbentuknya kepompong parasitoid, ke dalam kotak tersebut dimasukkan tanah
steril setebal 1 cm. Ketika imago parasitoid akan keluar, kepompong dipindahkan
ke dalam kurungan pemeliharaan imago parasitoid dan diberi makan larutan madu
20% yang diserapkan pada segumpal kapas. Untuk perlakuan pemarasitan
digunakan parasitoid betina yang berumur 2 - 5 hari.
3.3.3 Ekstraksi Ranting A. odorata
Ranting A. odorata diperoleh dari Desa Parung Banteng, Bogor. Ranting
digiling hingga menjadi serbuk dan direndam dalam metanol dengan
perbandingan 1 : 10 (w/v) selama 24 jam. Ekstrak metanol selanjutnya disaring
dengan kertas saring secara berulang-ulang sarnpai jernih, lalu pelarutnya
diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 45-50 "C dan tekanan rendah (500
- 700 mrn Hg vakum). Ekstrak yang diperoleh dipisahkan dengan heksana dan
metanol 95%, kemudian diuapkan. Fraksi metanol lalu dipartisi dengan etil asetat
34
dan air. Selanjutnya, fraksi etil asetat dimasukkan dalam corong Buchner (yang
dilapisi silika gel) dan dielusi secara berturut-turut dengan heksana, diklorometana
clan etil asetat. Fraksi etil asetat dari pemisahan terakhir disaring dengan kertas
saring Whatman no. 41 dan diuapkan. Secara skematis prosedur ekstraksi dan
fraksinasi ranting A. odorata ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Rokaglamida yang digunakan sebagai standar diperoleh dari Laboratorium
Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Jurusan HPT, IPB, yang merupakan hasil
isolasi dari ranting dan daun A. odorata (Nugroho & Proksch 1999a).
3.3.4 Metode Uji Hayati
Percobaan 1. Pengarub Ekstrak Ranting A. odorata dan Rokaglamida terhadap Mortalitas Lama ff. a-gera
Metode pengujian yang digunakan adalah rnetode residu pada daun dan
metode kontak sebagaimana duraikan Prijono (1999a). Fraksi etil asetat A.
odorata dan rokaglamida diuji pada tujuh taraf konsentrasi dan kontrol, yang
diharapkan dapat menyebabkan mortalitas Iarva H. armigera antara 0 dan 100%.
Taraf konsentrasi tersebut ditentukan berdasarkan hasil uji pendahuluan. Untuk
setiap taraf perlakuan dgunakan 60 larva instar 2 H. urmigera.
Ekstrak diencerkan dengan aseton sesuai konsentrasi larutan uji. Larutan
uji tersebut selanjutnya disebarkan secara merata menggunakan microsyringe
sebanyak 25 p1 pada kedua sisi bundaran dam brokoli (diameter 2 cm). Sebagai
kontrol, daun diberi perlakuan aseton dengan volume yang sama. Perlakuan
dengan rokaglamida dilakukan dengan cam yang sama.
Satu potong dam perlakuan ditempatkan dalam tabung plastik (dameter
2,2 cm, tingg 5 cm) kemudian seekor larva instar 2 H. armigera (sekitar 2 jam
Ranting A. & r e - I ~ i ~ o t o n ~ , digiling, diayak
Serbu k (5 cm) a I ~kstraksi dengan rnetanol (1:10, wlv), 24 jam, disaring
Zat terlarmt Bahan tidak larut
Diuapkan I
Ekstrak metaaol
Partisi (metanol 95% + heksana, 1 : 1 )
I
Pase non polar (heksana) Fase polar (metaool95%)
Diuapkan
Partisi (etil asetat + alr, 1 : 1 )
Fase eti1 a s a t Fase air
Diuapkan
Fraksi etil asetat
I
I Elusi (heksana, diklorometana, etil asetat) dalarn corong buchner
Fraksi etrl asetat heksana dikterometana 'kasar'
I Disaring (Whatman no. 4 1 ), diuapkan
Fraksi etil asetat cxzl Gambar 3.1 Skema prosedur ekstraksi ranting A. odorutu dan fraksinasi ekstrak
36
setelah ganti kulit) dimasukkan ke dalam tabung tersebut. Larva tersebut diberi
makan daun perlakuan selama 72 jam, selanjutnya diberi makan daun brokoli
segar tanpa perlakuan sarnpai semua larva yang bertahan hidup mencapai instar 5.
Uji toksisitas kontak rokaglamida dilakukan dengan metode kontak lokal.
Larutan rokaglamida 100 ppm diteteskan pada bagian dorsum toraks larva instar 3
H. armigera sebanyak 1 p1 dengan microdispenser. Uji toksisitas kontak ekstrak
dilakukan dengan metode lapisan tipis pada dinding tabung gelas (diameter 2,2
cm, tinggi 5,s cm). Konsentrasi larutan yang digunakan 5.000 ppm dan 10.000
ppm. Perlakuan ekstrak dilakukan terhadap larva instar 2 H. armigera, yang
dibiarkan kontak selama 2 jam. Selanjutnya larva dipindahkan ke dalam tabung
plastik seperti di atas. Perlakuan clan kontrol diulang empat kali yang masing-
masing terdiri dari 25 larva.
Jumlah larva yang mati dicatat setiap hari hingga semua Iarva yang
bertahan hidup mencapai instar 5. Data mortalitas larva diolah dengan analisis
probit untuk menentukan hubungan regresi antara konsentrasi ekstrak dan
rokaglamida dengan tingkat mortalitas serangga uji (Finney 1971).
Selain mortalitas larva, pengamatan juga dilakukan terhadap lama
perkembangan larva uji yang bertahan hidup dari instar 2 hingga larva mencapai
instar 5.
Percobaan 2. Toksisitas Ekstrak Ranting A. odorata terhadap Imago Betina E. argenteopibsus
Toksisitas ekstrak terhadap imago betina parasitoid diuji dengan metode
kontak pada permukaan tabung gelas. Ekstrak A. odorata dilarutkan dalam aseton
dengan konsentrasi 5.000 ppm dan 10.000 ppm, kemudian larutan ekstrak tersebut
37
disebarkan secara merata pada permukaan dalam tabung gelas (diameter 2,7 cm,
tinggi 19 cm) masing-masing sebanyak 0,915 ml. Ke &lam setiap tabung gelas
dimasukkan 10 ekor imago betina E. argenteopilosus dan dibiarkan kontak selama
2 jam. Selanjutnya imago dipindahkan ke dalam kurungan plastik-kasa sebanyak
10 ekor per lcurungan dan diberi makan cairan madu 20%. Setiap perlakuan dan
kontrol diulang lima kali. Mortalitas imago parasitoid diamati hingga 3 hari
setelah perlakuan (HSP). Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap
(RAL) dan data mortalitas diolah dengan sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji
selang ganda Duncan (Steel & Torrie 1995).
Percobaan 3. P e n g a ~ h Ekstrak Ranting A. odorata terhadap Parasitisasi Lama H. armigera oleh E. argenteopilosus
Ekstrak A. odorata diuji pada konsentrasi subletal (LC25, LC50 dan LC7o).
Perlakuan ekstrak menggunakan metode residu pada daun sebagaimana diuraikan
pa& Percobaan 1. Larva H. armigera diberi makan daun perlakuan selama 72
jam. Larva yang bertahan hidup dipindahkan ke daun brokoli segi empat
berukuran 3 cm x 5 cm yang pangkalnya dicelupkan dalam tabung film berisi air,
kemudian ditempatkan dalam lcurungan plastik-kasa (diameter 10 cm, tinggi 25
cm). Dalam setiap kurungan ditempatkan 10 ekor larva, lalu dimasukkan
sepasang imago E. argenteopilosus yang dibiarkan memarasit larva inang selama
20 jam. Setiap perlakuan diulang enam kali dan percobaan disusun dalam RAL.
Pengamatan persentase parasitisasi dilakukan dengan membedah larva H.
armigera di bawah mikroskop binokuler. Kemudian persentase parasitisasi (P)
dihitung dengan menggunakan nunus: P = (ZaEb) x 100%; Ca = jumlah larva H.
armigera yang terparasit; Xb = jumlah total larva H. armigera. Data persentase
3 8
parasitisasi dianalisis dengan sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji selang
ganda Duncan.
Percobaan 4. Pengaruh Ektrak Ranting A. odorata terhadap Enkapsulasi Telur dan Larva E. argenteopilosus
Konsentrasi larutan ekstrak yang diuji sama dengan Percobaan 3, tetapi
metode pengujiannya sedilut berbeda. Pemarasitan terhadap larva H. armigera
yang telah diberi makan daun perlakuan selama 72 jam dilakukan satu per satu
sehingga diyakini setiap larva hanya diletaki satu telur parasitoid. Selanjutnya
larva yang teiah terparasit dipelihara dalam tabung plastik dan diberi makan dam
brokoli tanpa perlakuan.
Pengamatan tingkat enkapsulasi telur dan larva dilakukan 2 hari setelah
pemarasitan dengan membedah larva H. armigera di bawah mikroskop binokuler.
Persentase enkapsulasi (E) teludlarva parasitoid di dalam tubuh larva H. armzgera
dihitung dengan rnenggunakan rumus: E = ( W b ) x 100%; Za = jumlah
teludlarva E. agenteopiiosus yang terenkapsulasi; Zb = jumlah total telurllarva E.
argenteopilosus. Rancangan percobaan dan analisis data sama seperti pada
Percobaan 3.
Percobaan 5. Pengaruh Ekstrak Ranting A. odorata terhadap Jumlah Total Sel Darah Larva W. armigera
Pengujian ekstrak A. odorata dilakukan pada konsentrasi subletal (LC25,
LCso, dan LC701 yang masing-masing dkombinasikan dengan dan tanpa
pemarasitan E. argenteopilosus.
Perlakuan ekstrak A. odorafa menggunakan metode residu pa& daun
seperti pa& Percobaan 1. Larva armigera diberi makan daun perlakuan
39
selama 72 jam, kemudian larva yang bertahan hidup diparasitkan satu per satu.
Selanjutnya larva yang telah terparasit dipelihara dalam tabung plastik dan diberi
makan daun tanpa perlakuan hingga mencapai instar 4.
Pengambilan darah dilakukan dari larva yang telah mencapai instar 4 (12 -
18 jam setelah ganti kulit) masing-masing 10 p1. Darah larva diambil dengan
menggunting tungkai palsu yang telah dijepit bagian anterior dan posteriornya
dengan pinset. Darah yang keluar diisap dengan tabung kapiler dan ditarnpung
dalam tabung reaksi. Contoh darah tersebut diencerkan dengan larutan garam
Pringle dengan perbandingan 1:10. Larutan garam Pringle tersebut dibuat dari
campuran 0,9 g NaCI, 0,02 g KCl, 0,02 g CaCl, 0,4 g dekstrosa, kemudian
ditambah air suling sampai volumenya mencapai 100 ml (Pringle 1938).
Sel darah dihitung menggunakan Neubauer improved huemocytometer di
bawah mikroskop fase kontras dengan perbesaran 400 kali. Percobaan disusun
&lam rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima ulangan dan data jurnlah total
sel darah dianalisis dengan sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji selang ganda
Duncan (Steel & Tome 1995).
3.4 Hasil dan Pembahasan
3.4.1 Pengaruh Ekstrak Ranting A. odorata dan Rokaglamida terhadap Mortalitas Larva W. a d g e r a
Mortalitas larva H. armigera yang diberi makanan berperlakuan fraksi etil
asetat A. odorata meningkat nyata dalam 2 HSP dan mendekati konstan pada 4
HSP. Perlakuan ekstrak pada konsentrasi 320 ppm dan 450 ppm, hingga 3 hari
setelah perlakuan, menyebabkan mortalitas Iarva uji masing-masing sebesar 90%
40
clan 96%, sedangkan pada perlakuan konsentrasi 50 - 160 ppm, mortalitas larva
uji kurang dari 65% (Gambar 3.2). Kematian larva hampir seluruhnya terjadi
pada instar 2, namun pengaruhnya terhadap proses pergantian kulit larva tidak
teramati. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak A. odorata lebih bersifat insektisida
ketimbang menghambat perkembangan.
Peningkatan mortalitas larva uji pada perlakuan rokaglamida
memperlihatkan pola yang sama seperti pada perlakuan dengan fraksi etil asetat.
Pada hari ke-3 setelah perlakuan, rokaglamida pa& kisaran konsentrasi 4 - 6 ppm
mengakibatkan mortalitas larva uji sebanyak 83%, sedangkan pada kisaran
konsentrasi 1 - 3 ppm, mortalitas larva uji sebesar 13 - 41% (Gambar 3.3).
Hubungan regresi antara konsentrasi fraksi etil asetat A. odorata d m rokaglamida
dengan mortalitas larva uji ditunjukkan pada Tabel 3.1.
Ekstrak ranting A. odorafa fraksi etil asetat memiliki sifat insektisida yang
kuat terhadap larva H. armigera. Hasil ini konsisten dengan penelitian terdahulu
yang menunjukkan bahwa ekstrak ranting merupakan yang paling aktif
dibandingkan bagian lainnya, seperti dam, bunga dan akar (Prijono ef aC. 1999;
Prijono et al. 2001). Sifat insektisida yang kuat terutama terlihat pada pengujian
ekstrak dengan metode residu pada makanan, tetapi sangat lemah pada perlakuan
secara kontak, sebagaimana dilaporkan sebelumnya (Sudarmo 2001). Lemahnya
sifat insektisida pada metode kontak diduga disebabkan oleh rendahnya penetrasi
melalui kutikula sehingga senyawa aktif yang mencapai organ sasaran sangat
terbatas. Keadaan ini menunjukkan bahwa insektisida dari ekstrak ranting A.
odorata lebih bersifat sebagai racun perut. Memang sebagian besar insektisida
botani baru yang ditemukan lebih bersifat sebagai racun perut (Prijono 1999b).
100
80
60
40
20
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 1
Hari setelah perlakuan
450 pprn + 320 ppm --t 230 pprn -o- 160 pprn + 110 pprn + 80 pprn -A- 50 pprn * Kontrol
Gambar 3.2 Mortalitas kumulatif larva H. armigera yang diberi makan dam berperlakuan ekstrak ranting A. odorata selama 72 jam
- 6 P P ~ + 5 P P ~ - 4 P P ~ - 3 PPm - 2 P P ~ - 1 PPm
Kontrol
1 2 3 4 5 6 7
Hari setelah perlakuan
Gambar 3.3 Mortalitas kumulatif larva H. armigera yang diberi makan dam berperlakuan rokaglamida selama 72 jam
Tabel 3.1 Parameter regresi probit hubungan konsentrasi ekstrak ranting A. odorata dengan tingkat mortalitas larva H. armigera
Bahan uji a * GB b * GB LC50 (SK 95%) LC95 (SK 95%) (PP) ( P P ~ )
Ekstrak 6,13 * 1,16 2,96 0,60 84,9 (46,O - 117,s) 305,4 (200,O - 922,2)
Rokaglamida-0,98 k 0,26 3,02 * 0,48 2,l (1,3 - 2,7) 7,3 (5,2 - 16,9)
a: intersep, b: kemiringan garis regresi probit, GB: galat baky SK: selang kepercayaan.
Pada pengujian dengan metode kontak residu pada pennukaan gelas,
perlakuan ekstrak ranting A. odorata pada konsentrasi 10.000 ppm menyebabkan
mortalitas larva uji kurang dari 5% (data tidak ditampilkan). Konsentrasi tersebut
lebih tinggi dari 30 kali LC95 terhadap larva H. armigera dengan perlakuan
melalui makanan. Hasil yang sama juga diperoleh dari pengujian rokaglamida
dengan metode kontak lokal. Perlakuan pada konsentrasi 100 ppm hanya
menyebabkan kematian larva uji tidak melebihi 5%.
Rokaglamida juga menunjukkan sifat insektisida yang kuat terhadap larva
H. armigera. Rokaglamida beserta turunannya adalah senyawa aktif dalam A.
odorata yang berperan sebagai insektisida. Rokaglamida beserta tiga jenis
senyawa turunannya pertama kali berhasil diisolasi pada tahun 1993 dan diketahui
bahwa keempat senyawa tersebut memiliki sifat insektisida terhadap larva P.
saucia (Ishibashi et al. 1993). Dalam beberapa tahun terakhir juga telah berhasil
diisolasi lima jenis senyawa turunan rokaglamida yang memiliki sifat insektisida
terhadap larva S. littoralis (Nugroho & Proksch 1999a, 1999b).
Selain mematikan larva H. armigera, perlakuan ekstrak clan rokaglamida
melalui makanan juga memperpanjang lama perkembangan larva yang bertahan
hidup. Perlakuan ekstrak A. odorara pada konsentrasi 80 - 450 ppm
memperpanjang lama perkembangan larva uji dari instar 2 ke instar 5 selama 1,33
- 1,73 hari dibandingkan kontrol (Tabel 3.2). Perlakuan rokaglamida pada
konsentrasi 1 - 6 ppm memperpanjang lama perkembangan larva uji dari instar 2
ke instar 5 selama 1,65 - 3,59 hari dibandingkan kontrol (Tabel 3.3).
Adanya sifat penghambat makan yang dimiliki ekstrak A. odorata dan
rokaglamida diduga merupakan penyebab utama lambannya perkembangan larva,
sebagaimana dilaporkan bahwa di samping bersifat sebagai insektisida, ekstrak A.
odorata dan rokaglamida juga memiliki sifat penghambat makan serta
mempengaruhi proses fisiologi serangga (Chiu 1985; Satasook et al. 1994;
Nugroho & Proksch 1999a, 1999b). Sayangnya dalam penelitian ini tidak
dilakukan pengukuran terhadap besarnya penghambatan makan tersebut, tetapi
dar~ hasil pengamatan secara v i s d terlihat bahwa banyaknya makanan yang
Tabel 3.2 Pengaruh ekstrak ranting A. odorata terhadap lama perkembangan larva H. armigera dari instar 2 hingga instar 5
Konsentrasi (ppm) Rata-rata lama perkembangan * SB (hari) (n)"
Kontrol
50
80
110
160
230
320
450
" SB: simpangan baku, n: jumlah larva yang mencapai instar 5.
Tabel 3.3 Pengaruh rokaglamida terhadap lama perkembangan larva H. armigera dari instar 2 hingga instar 5
Konsentrasi (ppm) Rata-rata lama perkembangan * SB (han) (n)"
Kontrol
1
2
3
4
5
6
" SB: simpangan baku, n: jumlah larva yang mencapai instar 5.
dikonsumsi jauh lebih sedikit dbandingkan kontrol sehingga nutrisi yang
memadai untuk mendukung perkembangan larva tersebut tidak terpenuhi. Selain
itu, larva yang bertahan hidup memiliki tubuh kerdil clan lemah sebagai &bat
terganggunya proses fisiologi larva tersebut. Dengan demikian, walaupun te jadi
perpanjangan fase larva H. annigera akibat perlakuan ekstrak A. odorata,
kemampuan merusak hama tersebut tidak akan meningkat.
Hasil pengujian ekstrak A. odorata dan rokaglamida dengan metode
kontak tidak mernperlihatkan efek memperpanjang lama perkembangan larva H.
armigera. Ha1 ini berkaitan dengan efek kontaknya yang rendah terhadap larva
uji sebagaimana terlihat pada mortalitas yang juga rendah.
3.4.2 Toksisitas Ekstrak Ranting A. odorata terhadap Imago Betina E. argenteopilosus
Ekstrak ranting A. odorata hingga konsentrasi 10.000 ppm dengan metode
kontak tidak toksik terhadap imago betina E. argenteopilosus. Mortalitas
parasitoid sampai hari ke-3 setelah perlakuan sangat rendah dan tidak berbeda
nyata dengan kontrol (Tabel 3.4). Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya
penetrasi bakm aktif ekstrak karena secara morfologi imago parasitoid memiliki
kutikula yang cukup keras, disarnping sifat bahan tersebut sebagai racun pemt
sehingga peluangnya membunuh musuh alami secara kontak cukup kecil (Prijono
1999b). Hasil penelitian ini mendukung penelitian-penelitian terdahulu yang
menunjukkan bahwa senyawa sekunder yang berasal dari tanaman relatif aman
terhadap musuh alami (Schmutterer 1997, Danar Dono et al. 1998; Buchori et al.
1999; Hafez 1999). Baru-baru ini, hasil penelitian Sudarmo (2001) menunjukkan
bahwa ekstrak ranting A. odorata relatif tidak toksik secara kontak terhadap
imago betina E. argenteopilosus.
Dengan selektivitas yang dimiliki ekstrak A. odorata diharapkan
pemakaian bahan insektisida botani tersebut sebagai sarana pengendalian harna H.
armigera di lapangan tidak akan menekan populasi parasitoid E. argenteop~losus
atau parasitoid laimya. Sifat selektivitas tersebut mengindikasikan bahwa bahan
insektisida ekstrak A. odorata kompatibel dengan pemakaian parasitoid sehingga
Tabel 3.4 Pengaruh ekstrak ranting A. odorata terhadap mortalitas imago betina E. argenteopilosus
Konsentrasi Mortalitas k SB (%) pada hari ke-n setelah perlakuan (n)" ekstrak ( P P ~ ) 1 2 3 Total
Kontrol 6 * 8,O (50) 0 * 0 (50) 0 * 0,O (50) 6 8,O (50)
5.000 O k O (50) 0 k 0 (50) 8* 9,8 (50) 8 * 9,8 (50)
10.000 0 * 0 (50) 0 * 0 (50) 6 * 12,O (50) 6 * 12,O (50)
" SB: simpangan baku, n: jumlah imago E. argenteopilosus yang digunakan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa mortalitas imago tidak berbeda nyata, analisis ragam dilakukan setelah data ditransformasi arcsin 4%.
46
berpotensi untuk dikembangkan dalam sistem PHT (Dhalimi et al. 1999;
Manuwoto 1999). Hal ini sejalan dengan konsep pembangunan pertanian
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
3.4.3 Pengaruh Ekstrak Ranting A. odorata terhadap Parasitisasi Larva H. arrnigera olefi E. argenteopilosus
Selain tidak toksik terhadap imago parasitoid, ekstrak A. odorata tidak
memiliki efek negatif terhadap parasitisasi. Perlakuan ekstrak hingga LC70 (127,7
ppm) tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat parasitisasi larva inang oleh
parasitoid tersebut (Tabel 3.5). Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan
parasitoid ialah proses penemuan inang. Penemuan inang parasitoid seringkali
dibantu oleh adanya senyawa volatil yang berasal dari gigtan rnaupun kotoran
inang (Vinson 1984; Alphen & Vet 1986). Parasitoid akan menghindari larva
inang apabila larva tersebut terkontaminasi oleh senyawa yang memiliki sifat
repelen sehingga proses penemuan i m g dan pemarasitan akan gagal. Perlakuan
ekstrak A. odorata yang tidak menyebabkan p e n m a n tingkat parasitisasi
Tabel 3.5 Pengaruh eksfmk A. odorata terhadap parasitisasi larva H. armzgera oleh E. argenteopilosus
Konsentrasi ekstrak (ppm) Jumlah larva inang Parasitisasi * SB (%)"
Kontrol
50,2 (LC251
84,9 (Lc50)
127,7 (LC701
" SB: simpangan baku. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa parasitisasi tidak berbeda nyata; analisis ragam dilakukan setelah data ditransformasi arcsin 4%.
mengindikasikan bahwa senyawa tersebut tidak menimbulkan sifat repelen bagi
parasitoid E. argenteopilosus untuk memarasit larva H. armigera. Hal ini
memberikan peluang bagi parasitoid mtuk mempertahankan populasinya di
lapangan, sebab dengan tinggmya tingkat parasitisasi akan meningkatkan
pemunculan imago parasitoid tersebut.
3.4.4 Pengaruh Ekstrak Ranting A. odorata terhadap Enkspsulasi TeIur dan Larva E. argenteopilosus dalam Tubuh Tarva W. armigera
Disamping tidak menimbulkan sifat repelen terhadap parasitoid untuk
memarasit inangnya, ekstrak A. odorata juga dapat menekan proses enkapsulasi.
Perlakuan ekstrak A. odorata pada LC50 dapat menekan enkapsulasi telur dan
larva E. argenteopilosus dalam tubuh inangnya (Tabel 3.6), bahkan perlakuan
ekstrak pada LC70 &pat meniadakan proses enkapsulasi tersebut. Hasil penelitian
ini konsisten dengan hasil penelitian sebeiumnya yang menunjukkan bahwa
perlakuan ekstrak A. harmsiana dan A. odorata pada larva C. binotalis dapat
Tabel 3.6 Pengaruh ekstrak A. odorata terhadap enkapsulasi telur dan larva E. argenteopilosus dalam tubuh H. armigera
-
Konsentrasi Enkapsulasi telur * Enkapsulasi larva Enkapsulasi telur + ekstrak (ppm) S53 (%) (n)a * SB (%) (n)' larva * SB (%) (n)a
Kontrol 4,4 * 3,6 (68) a 4,3 * 3,5 (68) a 8,7 * 2,3 (68) a
" SB: simpangan baku; n: jumlah larva inang yang diamati. Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata; analisis ragam dilakukan setelah data ditransformasi ke arcsin 4%.
48
menekan enkapsulasi pradewasa parasitoid E. argenteopilosus dalam tubuh larva
inang tersebut (Danar Dono et al. 1998; Sudarmo 2001). Penekanan enkapsulasi
terjadi akibat terganggunya proses fisiologi serangga, misalnya kemampuan
serangga membentuk sel darah menurun, sebagaimana terlihat pa& hasil
pengujian pengaruh ekstrak terhadap jumlah sel darah larva H. armigera.
Penekanan enkapsulasi oleh ekstrak A. odorata secara tidak langsung akan
memberikan peluang pada parasitoid untuk berkembang dengan baik dalam tubuh
inangnya. Hal ini memberikan gambaran bahwa insektisida botani dari ekstrak
ranting A. odorata memiliki potensi untuk dipadukan dengan pemberdayaan
parasitoid dalam pengendalian hama H. armigera.
3.4.5 Pengaruh Ekstrak Ranting A. odorata terhadap Jumlsh Total Sel Darah Larva H. arrnigera
Perlakuan ekstrak ranting A. odorata juga dapat menekan jumlah total sel
darah larva H. armigera. Perlakuan ekstrak pada LCls - LC70, baik terhadap larva
terparasit maupun yang tidak terparasit, marnpu menekan jumlah total sel darah
sekitar 33% dibandingkan larva kontrol yang ti* terparasit dan 54%
dibandingkan larva kontrol yang terparasit (Tabel 3.7). Tanpa perlakuan ekstrak
A. odorata, jumlah total sel darah Iarva H. armigera yang terparasit lebih tinggi
daripada larva yang tidak terparasit.
Penurunan jumlah total sel darah ini mungkin disebabkan oleh adanya
gangguan fisiologi larva yang terkontaminasi ekstrak. Kondisi fisiologi serangga
merupakan salah satu faktor yang mempengaruh volume darah serangga
(Chapman 1982). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perlakuan
Tabel 3.7 Pengaruh ekstrak ranting A. odorara terhadap jumlah total sel darah larva H. armigera
Perlakuan Jumlah sel darah * SB (103/mm3)"
Kontrol, tidak terparasit 19,0* 4,1 b
LCz5, tidak terparasit 12,l * 3,Oc
LCso, tidak terparasit 10,l + 2,8 c
LC7,,, tidak terparasit 12,9 * 4,O cb
Kontrol, terparasit 27,9 + 10,4 a
LC25, terparasit 14,3 + 3,1 cb
LC5o, terparasit 14,5 * 4,5 cb
LC70, terparasit 12,4+ 5,4cb
" SB: simpangan baku. - - Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji Duncan, a = 0,05).
fraksi aktif A. harmszana pada LCz5 menunmkan jumlah total sel darah larva C.
binotaiis @anar Dono et al. 1998). Salah satu senyawa W a n rokaglamida,
yaitu rokaglaol yang diisolasi dari daun A. odorara, rnarnpu menghambat sintesis
protein yang berperan dalam pembentukan dan perkembangan sel (Ohse et al.
1996).
Salah satu fimgsi sel darah serangga ialah sebagai sarana pertahanan
seluler terhadap bench-benda asing yang memasuki tubuh serangga tersebut,
misalnya telur atau larva parasitoid. P e n m a n jwnlah sel darah akan
menumnkan kemampuan larva inang mengembangkan sistem pertahanan
selulernya.
Sebenarnya dari berbagai tipe sel darah larva, yang paling berperan dalam
proses enkapsulasi adalah plasmatosit (Pech L Strand 1995). Dalam penelitian ini
50
tidak diketahui dengan pasti a m a h tipe sel darah tersebut secara nayata menurun
akibat perlakuan ekstrak A. odorata, sebab pengamatan sel darah hanya dilakukan
secara total, tanpa membedakan proporsi masing-masing tip sel darah. Hal ini
terjadi karena bentuk sel darah tersebut sangat tidak stabil dan metode serta
fasilitas yang tersedia belum memungkinkan untuk melakukan pengamatan secara
teliti beberapa tipe sel darah tersebut. Namun demikian, dengan asumsi
penurunan plasmatosit memiliki proporsi yang seimbang dengan penurunan
jumlah total sel darah larva, dapat dinyatakan bahwa perlakuan ekstrak akan
menurunkan kemarnpuan larva inang untuk mengenkapsulasi telur clan larva
parasitoid. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam tentang
pengaruh ekstrak tersebut terhadap komposisi sel darah pada masa mendatang.
Ekstrak ranting A. odorata dan rokaglamida memiliki aktivitas insektisida
yang kuat terhadap larva N. armigera pada perlakuan melalui makanan, tetapi
relatif tidak toksik secara kontak, baik terhadap Larva N. armigera maupun imago
E. argenteopilosus. Perlakuan ekstrak pada LC25 - LC70 tidak berpengaruh negatif
terhadap tingkat parasitisasi, sebaliknya mampu menekan enkapsulasi parasitoid
pradewasa dalam tubuh inangnya. Penekanan enkapsulasi ini terjadi akibat
penurunan jumlah sel darah larva inang (H. armigera). Dengan demikian, ekstrak
A. odorata kompatibel dengan E- argenteopilosus sehingga memiliki potensi yang
baik untuk dikembangkan dan dipadukan dengan parasitoid tersebut dalam
pengendalian hama H. amigera di lapangan.
3.6 Daftar Pustaka
Alphen JJM van, Vet LEM. 1986. An evolutionary approach to host finding and selestion. Di dalam: Waage J, Greathead D, editor. Insect parasitoids. London: Academic Press. hlm 23-6 1.
Barbosa P, Gross P, Kemper .T. 1991. Influence of plant allelochemicals on the tobacco hornworm and its parasitoid, Cotesia congregata. Ecology 72: 1567-1575.
Buchori D, Prijono D, Krisnawati R, fstiaji 3, Fahrizal A. 1999. Pengaruh ekstrak srikaya (Anona squumosa) pada dosis subletal terhadap kesesuaian Pletella xylosfella (L) bagi perkembangan Diadegma semiclausum Hellen. Panduan Seminar d m Kumpulan Abstrak Seminar Nasional Peranan Entomologi dalam Pengendalian Hama yang Ramah Lingkungan dan Ekonomis. Bogor 16 Februari 1999.
Campbell BC, Duffey SS. 1979. Tomatine and parasitic wasps: potential incompatibility of plant antibiosis with biolopcal control. Science 205: 700-702.
Chapman RF 1982. The insects: Structure anf function, 3* ed. Cambridge: Harvard University Press.
Chiu S. 1985. Recent research findings on Meliaceae and other promising botanical insecticides in China. Z Pflkrankh Pflsch 92: 3 10-3 19.
Dhalimi A, Sitepu J, Soetopo D. 1999. Status dan perkembangan penelitian pestisida nabati. Di dalam: Soetopo, D. et al., editor. Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Pemanfatan Pestisida Nabati; Bogor, 9 - 10 Nop 1999. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan. hlm 33-46.
Danar Dono D, Prijono D, Manuwoto S, Buchori D. 1998. Pengaruh ekstrak biji Aglaia harmsiana Perkins (Meliaceae) terhadap interaksi antara Crocidolomia binofalis Zeller (Lepidoptera: Pyralidae) dan parasitoidnya, Eriborus argenteopilosus (Cameron) (Hymenoptera: Ichneumonidae). Bul HPT 1:38-46.
Finney DJ. 1971. Probit analysis. 3*ed. Cambridge: Cambridge University Press.
Hadi S. 1985. Biologi clan perilaku Inareolata sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae) parasitoid larva pa& hama kubis Crocidolomia binoralis Zeller (Lepidoptera: Pyralidae) (tesis). Bogor: Fakultas Pascasarjana IPB.
Hafez MB, Schnitt A, Hassan SA. 1999. The side-effects of plant extracts and metabolites of Reynoutria sachafinensis (F. Shmidt) Nakai and conventional fungisides on the beneficial organism Trichogramma
cacoeciae Marchal (Hymenoptera: Trichogrammatidae). J Appl Entomol 123: 363-368.
Ishibashi F, Satasook C, Isman MB, Towers GHN. 1993. Insecticidal 1 H- cyclopentatetrahydro[b]be~l~~furans from Aglaia odorata. Phytochemistry 32:307-3 10.
Isman MB, Gunning PJ, Spollen KM. 1997. Tropical timber species as sources of botanical insecticides. Di dalam: Hedin PA, Hollingworth RM, Pvlasler EP, Miyamoto J, Thomson DG, editor. Phytochemicals for pest control. Washington DC: ACS. hlm 27-37.
Janprasert J, Satasook C, Sukumalanand P, Champagne DE, Isman MB, Wiriyachitra P, Towers GHN. 1993. Rocaglamide, a natural benzofuran insecticide from Aglaia odorata. Phytochemistry 32: 67-69.
Koul 0 , Shankar JS, Mehta N, Taneja SC, Tripathi AK, Dhar KL. 1997. Bioeff~cacy of crude extract of Aglaia species (Meliaceae) and some active fractions against lepidopteran larvae. J Appl Ent 12 1 : 245-248.
La Daha, Rauf A, Sosromarsono S, Kartosuwondo U, Manuwoto S. 1998. Ekolos Nelicoverpa armigera (Hubner) (Lepidoptera: Noctuidae) di pertanaman tomat. Bul HPT lO(2): 10-16.
Manuwoto S. 1999. Pengendalian hama ramah lingkungan dan ekonomis. Di dalam: Prasaia I et at., editor. Prosiding Seminar Nasional Peranan Entomologi &lam ~engendalian Hama y&g Ramah Lingkungan dan Ekonomis. Bogor: PEI Cabang Bogor. hlm 13-22.
Nugroho BW, Edrada RA, Wray V, Witte L, Gehling M, Proksch P. 1999. New insecticidal rocaglamide derivatives and related compounds from Aglaia odorata (Meliaceae). Phytochemistry 5 1 : 367-371.
Nugroho BW, Peoksch P. 1999a. Insektisida botani dari tanaman AgIaia odorata (Meliaceae). Di dalam: Soetopo D. et al., editor. Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Pemanfkatan Pestisida Nabati; Bogor, 9 - 10 Nop 1999. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan. hlm 96-1 02.
Nugroho BW, Proksch P. 1999b. Isolasi senyawa aktif insektisida botani d m tumbuhan Aglaia spp (Meliaceae). Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Kimia Bahan Alam, Depok 16-17 November 1999. Depok: UI. hlm 63-69.
Ohse T, Ohba S, Yamarnoto T, Koyano T, Umezawa K. 1996. Cyclopentabenzofiuan lignan protein synthesis inhibitors from Aglaia odorata. J Nat Prod 59: 650-652.
Othman N 1982. Biology of Crocidolomia binotalis Zell. (Lepidoptera: Pyralidae) and its parasites from Cipanas area, West Java (a report of a
training course research). Bogor: SEAMEO Regional Centre for Tropical Biology.
Pech LL, Strand MR. 1995. Encapsulation of foreign targets by hemocytes of the moth Pseudoplusia includens (Lepidoptera: Noctuidae) involves an RGD- dependent cell adhesion mechanism. J Insect Physiol4 1 (6):48 1-488.
Prijono D. 1998. Insecticidal activity of meliaceous seed extracts against Crocidolomia binotalis Zeller (Lepidoptera: Pyralidae). Bul HPT 10: 1-6.
Prijono D. 1999a. Prinsip-prinsip uji hayati. Di dalam: Nugroho BW, Dadang & Prijono D, editor. Bahan Pelatihan Pengembangan dan Pemanfaatan Insektisida Alami, Bogor 9-13 Agustus 1999. Bogor: Pusat Kajian PHT IPB. hlm 45-62.
Prijono D. 1999b. Prospek clan strategi pemanfaatan insektisida alami dalam PHT. Di dalam: Nugroho BW, Dadang, Pnjono D, editor. Bahan Pelatihan Pengembangan clan Pemanfaatan Insektisida Alami, Bogor 9-13 Agustus 1999. Bogor: Pusat Kajian PHT IPB. hlm 1-7.
Prijono D, Puspitasari S, Nugroho BW. 1999. Aktivitas insektisida ekstrak beberapa bagian tanaman Aglaia odorata Lour. (Meliaceae) terhadap ulat krop kubis, Crocidolomia binotalis Zeller. Di dalam: Soetopo, D. et ab., editor. Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Pemanfaatan Pestisida Nabati; Bogor, 9 - 10 Nop 1999. Bogor: Pusat Penelitian dm Pengembangan Tanaman Perkebunan. hlm 1 12- 12 1.
Prijono D, Simanjuntak P, Nugroho BW, Sudarmo, Puspitasari S. 2001. Insecticidal activity of extracts of Aglaia spp. (Meliaceae) against the cabbage cluster caterpillar, Crocidolomia binotalis (Lepidoptera: Pyralidae). J Perlind Tan Ind 7(2):70-78.
Pringle JWS. 1938. Proprioception in insects. I. A new type of mechanical receptor from the palps of the cockroach. J Exp Biol 15: 10 1 - 1 13.
Sastrosiswoyo S. 1996. Sistem pengendalian hama terpadu dalam menunjang agribisnis sayuran. Di dalam: Duriat AS et al., editor. Prosichng Seminar Ilmiah Nasional Komoditas Sayuran, Lembang, 24 Oktober 1995. Lembang: Balai Penelitian Tanaman Sayuran. hlm 69-8 1.
Satasook C, Isman ME, Wiriyachitra. 1992. Activity of rocaglamide, an insecticidal natural product, against the variegated cutworm, Peridroma saucia (Lepidoptera: Noctuidae). Pestic Sci 36: 53-58.
Satasook C, Isman MB, Ishibashi F, Medbury S, Wiriyachitra P, Towers GHN 1994. Insecticidal bioactivity of crude extracts of Aglaia species (Meliaceae). Biochem System Ecol22: 12 1- 127.
Schmutterer H, editor. 1995. The neem tree Azadirachta indica A. Juss. and other meliaceous plants: sources of unique natural products for integrated pest management, medicine, industry and other purposes. Weinheim: VCH.
Schmutterer H. 1997. Side-effects of neem (Azadirachta indica) products on insect pathogens and natural enemies of spider mites and insects. J Appl Entomol 121: 121-128.
Steel RGD & Tome JH. 1995. Prinsip dan prosedur statistik, suatu pendekatan biometrik. Edisi kedua. Alih bahasa Bambang Sumantri. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Tqemdmn dari: Principles and procedures of statistics.
Sudarmo. 2001. Pengaruh ekstrak AgZaia odorata Lour. (Meliaceae) dan senyawa aktifnva terhadap Crocidolomia binotalis Zeller (Lepidoptera: Noctuidae) dan parasitoidnya, Eriborus argenteopilosus (d-ero;) ( ~ ~ m e n o ~ t e r a : Ichneurnonidae) (tesis). Bogor: Program Pascasarjana IPB.
Sudarmo, Hamdani, Prijono D. 1999. Keefektifan ekstrak sederhana Aglaia odorata Lour. (Meliaceae) terhadap ulat krop kubis, Crocidolomia binoiaZzs Zeller. Di dalam: Soetopo D. er al., editor. Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Pemanfaatan Pestisida Nabati; Bogor, 9 - 10 Nop 1999. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan. hlm 122-132.
Untung K. 1993. Konsep pengendalian hama terpadu. Yogyakarta: Andi Offset.
Vinson SB. 1984. Parasitoid-host relationship. Di dalam: Bell WJ, Carde RT, editor. Chemical ecology of insects. Sunderland (Massachusetts): Sinauer Associates. hlm 205-233.