Download - Komunikasi Pada Pasien Penyakit Kronis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara
sadar, bertujuan dan dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi
terapeutik mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal.Suatu bentuk
pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang
didasarkan pada pencapaian kebutuhan dasar manusia. Dalam hal ini asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien bersifat komprehensif, ditujukan
pada individu, keluarga dan masyarakat, baik dalam kondisi sehat dan sakit
yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Sedangkan asuhan yang
diberikan berupa bantuian-bantuan kepada pasien karena adanya kelemahan
fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan dan
atau kemauan dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara
mandiri. Maka kebutuhan pasien yang memiliki penyakit kronis tidak hanya
pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan
terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan
pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif atau
palliative care.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan penyakit kronis?
2. Apa penyebab dari penyakit kronis?
3. Bagaimana cara menyampaikan berita buruk pada pasien kronis?
4. Bagaimana cara berkomunikasi dengan pasien kronis?
C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang pengertian penyakit kronis
2. Menjelaskan penyebab dari timbulnya penyakit kronis
3. Memberikan pemaparan secara jelas mengenai penyampaian berita buruk
terhadap pasien kronis.
4. Menjelaskan bagaimana berkomunikasi dengan penderita penyakit kronis
dengan benar.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit
berlangsung lama sampai bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan
sering kambuh. (Purwaningsih dan Karbina, 2009)
Ketidakmampuan/ketidakberdayaan merupakan persepsi individu
bahwa segala tindakannya tidak akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan
dimana individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatAn
yang baru dirasakan. (Purwaningsih dan Karbina, 2009).
Berdasarkan pengertian diatas kelompok menyimpulkan bahwa
penyakit kronik yang dialami oleh seorang pasien dengan jangka waktu yang
lama dapat menyebabkan seorang klien mengalami ketidakmampuan
contohnya saja kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan
yang baru dirasakan. Contoh : penyakit diabetes militus, penyakit cord
pulmonal deases, penyakit arthritis.
1. Sifat penyakit kronik
Menurut Wristht Le (1987) mengatakan bahwa penyakit kronik
mempunyai beberapa sifat diantaranya adalah :
a. Progresif
Penyakit kronik yang semakin lama semakin bertambah parah. Contoh
penyakit jantung.
b. Menetap
3
Setelah seseorang terserang penyakit, maka penyakit tersebut akan
menetap pada individu. Contoh penyakit diabetes mellitus.
c. Kambuh
Penyakit kronik yang dapat hilang timbul sewaktu-waktu dengan
kondisi yang sama atau berbeda. Contoh penyakit arthritis
2. Dampak penyakit kronis terhadap klien
Dampak yang dapat ditimbulkan dari penyakit kronik terhadap klien
diantaranya (Purwaningsih dan kartina, 2009) adalah :
a. Dampak psikologis
Dampak ini dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, yaitu :
1. Klien menjadi pasif
2. Tergantung
3. Kekanak-kanakan
4. Merasa tidak nyaman
5. Bingung
6. Merasa menderita
b. Dampak somatic
Dampak somatic adalah dampak yang ditimbulkan oleh tubuh karena
keadaan penyakitnya. Keluhan somatic sesuai dengan keadaan
penyakitnya. Contoh : DM adanya Trias P
4
3. Dampak terhadap gangguan seksual
Merupakan akibat dari perubahan fungsi secara fisik (kerusakan
organ) dan perubahan secara psikologis (persepsi klien terhadap fungsi
seksual).
4. Dampak gangguan aktivitas
Dampak ini akan mempengaruhi hubungan sosial sehingga hubungan
social dapat terganggu baik secara total maupun sebagian.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit kronik
1. Persepsi klien terhadap situasi
2. Beratnya penyakit
3. Tersedianya support social
4. Temperamen dan kepribadian
5. Sikap dan tindakan lingkungan
6. Tersedianya fasilitas kesehatan
7. Respon Klien Terhadap Penyakit Kronik
Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon
Bio-Psiko-Sosial-Spritual ini akan meliputi respon kehilangan.
(Purwaningsih dan kartina, 2009).
a. Fase kehilangan pada penyakit kronis dan tekhnik komunikasi
Tiap fase yang di alami oleh pasien kritis mempunyai
karakteristik yang berbeda. Sehingga perawat juga memberikan respon
yang berbeda pul. Dalam berkomonikasi perwat juga harus
5
memperhatikan pasien tersebut berada di fase mana, sehingga mudah
bagi perawat dalam menyesuaikan fase kehilangAn yang di alami
pasien.
b. Fase Denial ( pengikraran )
Reaksi pertama individu ketika mengalami kehilangan adalah
syok. Tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehlangn itu
terjadi dengan mengatakan “ Tidak, saya tidak percaya bahwa itu
terjadi “. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit kronis,
akan terus menerus mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang
terjadi pada fase pengikraran adalah letih,lemah, pucat, mual, diare,
gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah dan tidak
tau harus berbuat apa. Reaksi tersebut di atas cepat berakhir dlam
waktu beberapa menit sampai beberapa tahun. Teknik komunikasi
yang di gunakan :
Memberikan kesempatan untuk menggunakan koping yang
kontruktif dalam menghadapi kehilangan dan kematian
Selalu berada di dekat klien
Pertahankan kontak mata
c. Fase anger ( marah )
Fase ini di mulai dari timbulnya kesadaran akan kenyataan yang
terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang
meningkat yang sering di proyeksikan kepada orang yang ada di
sekitarnya, orang –orang tertentu atau di tunjukkan pada dirinya
6
sendiri. Tidak jarang dia menunjukkan prilaku agresif, bicara kasar,
menolak pengobatan, dan menuduh perawat ataupun dokter tidak
becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka
merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan menggepai.
Teknik komunikasi yang di gunakan adalah memberikan
kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaannya, hearing..
hearing.. dan hearing..dan menggunakan teknik respek
d. Fase bargening ( tawar menawar )
Apabila individu sudah mampu mengungkapkan rasa marahnya
secara intensif, maka ia akan maju pada fase tawar menawar dengan
memohon kemurahan tuhan. Respon ini sering di nyataka dengan kata
kata “ kalau saja kejadian ini bisa di tunda, maka saya akan selalu
berdoa “. apabila proses berduka ini di alami keluarga, maka
pernyataan seperti ini sering di jumpai “ kalau saja yang sakit bukan
anak saya Teknik komunikasi yang di gunakan adalah memberi
kesempatan kepada pasien untuk menawar dan menanyakan kepada
pasien apa yang di ingnkan
e. Fase depression
Individu fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik
diri, tidak mau berbicara, kadang kadang bersikap sebagai pasien yang
sangat baik dan menurut atau dengan ungkapAn yang menyatakan
keputus asaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang sering di
perlihatkan adalah menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libugo
7
menurun. Teknik komunikasi yang di gunakan adalah jangan mencoba
menenangkan klien dan biarkan klien dan keluarga mengekspresikan
kesedihannya.
f. Fase acceptance ( penerimaan )
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan.
Fase menerima ini biasanya di nyatakan dengan kata kata ini “ apa
yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh?” Apabila individu
dapat memulai fase fase tersebut dan masuk pada fase damai atau
penerimaan, maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka dan
mengatasi perasaan kehilnagannya secara tuntas. Tapi apabila individu
tetep berada pada salah satu fase dan tidak sampai pada fase
penerimaan. Jika mengalami kehilangan lagi sulit baginya masuk pada
fase penerimaan. Teknik komunikasi yang di gunakan perawat adalah
meluangkan waktu untuk klien dan sediakan waktu untuk
mendiskusikan perasaan keluarga terhadap kematian pasien.
g. Menyampaikan berita buruk
langkah – langkahnya adalah :
1. Persiapan
Pahami anda sendiri sebagai perawat dan siapkan diri anda dengan
berbagai macam informasi. Yang paling baik dalam
menyampaikan berita buruk adalah dengan bertemu langsung
dengan orang yang kita tuju. Menyampaikan denagn tidak jelas
dan menakutkan hendaknya di hindari seperti : “ ibu sri, datanglah
8
segera, saya mempunyai sesuatu yang harus saya katakan kepada
anda “ Selain itu alangkah lebih baiknya jika perawat
menyediakan tempat duduk bagi perawat, dokter dan orang yang
akan di ajak bicara, duduk dan tampakkan bahwa anda
memberikan perhatian dan tidak dalam keadaan tergesa gesa.
Cegah berbicara sambil berlari atau di tempat yang tidak
semestinya misal : koridor rumah sakit yang banyak ornag.
Beritahukan rekan anda bahwa anda tidak bisa di ganggu selagi
anda menyampaikan berita kepada pasien. Atur suara agar anda
terlihat normal, tidak erogi atau bergetar
2. Membuat hubungan
Buatlah percakapan awal, walaupun anda mengira bahwa orang
yang akan anda ajak bicara sudah memiliki firasat apa yang akan
anda sampaikan. Beberapa tugas penting di awal ;
a. Percakapan awal
Perkenalkan diri anda dan orang ornag bersama anda,
jika di sana terdapat orang yang elum di ketahui oleh perawat
maka cari tahu siapa dia. Kaji status resipien ( orang yang anda
tuju untuk di kabrkan dengan kabr buruk) Tanyakan kabar atau
kenyamanan dan kebutuhannya. Anda harus mengkaji tentang
pemahaman resipien terhadap situasi.Hal ini akan membantu
perawat dalam membuat transisi dalam menyampaikan kabar
buruk dan akan membantu perawat dalam mengkaji persepsi
9
pasien terhadap keadaan. Perawat dapat mengutarakan
pertanyaan seperti “ mengapa tes itu di lakukan?”
b. Berbagi cerita
Ada kiasan bahwa kabar buruk adalah seperti bom. Yang
radiasinya akan mengenai semua yang ada lingkungannya.
Bicara pelan
Berikan peringatan awal “ saya takut saya mempunyai
kabar yang kurang baik untuk anda....
Kalimat hendaknya singkat dan beberapa kalimat pendek
saja.
Akibat dari berita
Tunggu reaksi dan tenang
Misal : menangis, pingsan dll
Lihat dan berikan respon sebagai tanda empati
Dan perawat bisa menyampaikan “ saya paham, hal ini sulit
bagi anda. Apa yang ada dalam pikiran anda saat ini?
c. Ikuti dan perhatikan resipien selanjutnya
Anda dapat membantu resipien agar dapat menguasai kontrol
dengan menanyakan “ apakah anda membutuhkan informasi
baru atau kita bisa bicara di kemudian? “Berikan perhatian dan
hormati perasaan dan kebutuhan diri perawat.Sering kali
perawat merasa berat hati dan merasa stres ketika
menyampikan brita buruk. Oleh karna itu berbagi pengalaman
10
dan perasaan terhadap teman sejawat sangat di perlukan dan
bisa sebagai support system bagi diri anda sendiri.
C. Klien Terhadap Penyakit Kronik
Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon Bio-Psiko-
Sosial-Spritual ini akan meliputi respon kehilangan.
1. Kehilangan kesehatan
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat berupa klien
merasa takut , cemas dan pandangan tidak realistic, aktivitas terbatas.
2. Kehilangan kemandirian
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat ditunjukan
melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan, ketergantungan
3. Kehilangan situasi
Klien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari bersama
keluarga kelompoknya
4. Kehilangan rasa nyaman
Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh
seperti panas, nyeri, dll
5. Kehilangan fungsi fisik
Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti klien dengan gagal
ginjal harus dibantu melalui hemodialisa
11
6. Kehilangan fungsi mental
Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi mental seperti
klien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat berkonsentrasi dan
berpikir efisien sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional
7. Kehilangan konsep diri
Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah mencakup bentuk
dan fungsi sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional (bodi image)
peran serta identitasnya. Hal ini dapat akan mempengaruhi idealism diri
dan harga diri rendah
8. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hubungan perawat – klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar
bersama dan pengalaman perbaikan emosi klien. Dalam hal ini perawat
memakai dirinya secara terapeutik dengan menggunakan berbagai teknik
komunikasi agar perilaku klien berubah kea rah yang positif secara optimal.
Agar perawat dapat berperan efektif dan terapeutik, ia harus menganalisa
dirinya dari kesadaran diri, klarifikasi nilai, perasaan dan mampu menjadi
model yang bertanggungjawab. Seluruh perilaku dan pesan yang disampaikan
perawat (verbal atau non verbal) hendaknya bertujuan terapeutik untuk
klien.Analisa hubungan intim yang terapeutik perlu dilakukan untuk evaluasi
perkembangan hubungan dan menentukan teknik dan keterampilan yang tepat
dalam setiap tahap untuk mengatasi masalah klien dengan prinsip di sini dan
saat ini (here and now).Rasa aman merupakan hal utama yang harus diberikan
pada anak agar anak bebas mengemukakan perasaannya tanpa kritik dan
hukuman.
B. Saran
Seorang perawat haruslah bisa mengekspresikan perasaan yang
sebenarnya secara spontan. Di samping itu perawat juga harus mampu
menghargai klien dengan menerima klien apa adanya. Menghargai dapat
13
dikomunikasikan melalui duduk bersama klien yang menangis,minta maaf
atas hal yang tidak disukai klien,dan menerima permintaan klien untuk tidak
menanyakan pengalaman tertentu . Memberi alternatif ide untuk pemecahan
masalah. Tepat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal
hubungan dengan klien,terutama pada pasien kronis yang klien itu sendiri
sudah tidak merasa hidupnya berguna lagi.
Perawat perlu menganalisa teknik komunikasi yang tepat setiapkali ia
berhubungan dengan klien. Melalui komunikasi verbal dapat diungkapkan
informasi yang akurat tetapi aspek emosi dan perasaan tidak dapat
diungkapkan seluruhnya secara verbal. Dengan mengerti proses komunikasi
dan menguasai berbagai keterampilan berkomunikasi, diharapkan perawat
dapat memakai dirinya secara utuh (verbal dan non verbal) untuk memberi
efek terapeutik kepada klien.
14
DAFTAR PUSTAKA
Purwanto, Hery. 1994. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta: EGC
Hubungan Terapeutik Perawat - Klien , Budiana Keliat ,S.Kep.
Potter & Perry (2005). Fundamental keperawatan, Edisi 5 . Jakarta : EGC
http://catatancalonperawat.blogspot.com/2011/02/sikap-perawat-dalam-komunikasi.html
15