KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK
DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN KARAKTER NASIONAL
(STUDI PEMIKIRAN UMAR IBNU AHMAD BARAJA’ DALAM KITAB
AL-AKHLAQ LI AL-BANIN JUZ 1)
SKRIPSI
Oleh:
MA’RIFATUN NA’IMAH
210317404
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PONOROGO
2021
ii
ABSTRAK
Na’imah, Ma’rifatun. 2021. Konsep Pendidikan Akhlak dan Relevansinya dengan
Pendidikan Karakter (Studi Pemikiran Umar Ibnu Ahmad Baraja’ dalam
Kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1)”. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri
Ponorogo. Pembimbing: Wahid Hariyanto, M.Pd.
Kata Kunci: Pendidikan Akhlak, Pendidikan Karakter, Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1
Belakangan, marak kasus dekadensi moral berupa kriminalitas yang dilakukan
oleh anak didik terkait disiplin yang mengarah pada kekerasan yang dialami oleh
guru-guru di sekolah seperti perilaku tidak hormat, bullying, gesture dan ancaman
verbal, bahkan yang paling ekstrem adalah serangan fisik, kasus bullying, pergaulan
bebas, pornografi, anarkis, tawuran dan tindakan destruktif lainnya yang ingin
ditanggulangi dengan pendidikan karakter. Pendidikan karakter sudah menjadi
perhatian ulama terdahulu seperti Umar Ibnu Ahmad Baraja’ dengan kitabnya Al-
Akhlāq Li Al-Banin.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk menggali konsep
pendidikan akhlak dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 karya Umar Ibnu Ahmad
Baraja’ dan mencari relevansi konsep pendidikan akhlak dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-
Banin Juz 1 karya Umar Ibnu Ahmad Baraja’ dengan pendidikan karakter.
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif deskriptif dengan
metode penelitian kepustakaan yang sumber utamanya berasal dari kitab Al-Akhlāq Li
Al-Banin Juz 1. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik studi dokumenter yakni pengumpulan data dari peninggalan tertulis
berupa arsip-arsip dan buku-buku tentang teori, pendapat, maupun hukum-hukum.
Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah analisis isi (content analysis).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Konsep pendidikan akhlak
yang terkandung dalam kitab Al-Akhlaq Li Al-Banin Juz 1 yaitu mencakup sifat-sifat
akhlak dan ruang lingkupnya. Adapun sifat akhlak dibagi menjadi dua, yakni akhlak
terpuji dan akhlak tercela. Sedangkan akhlak berdasarkan ruang lingkupnya dibagi
menjadi dua, yakni akhlak terhadap Allah dan akhlak terhadap makhluk yakni akhlak
terhadap sesama manusia yang meliputi akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap
orang lain (keluarga dan masyarakat), serta akhlak terhadap makhluk selain manusia
yakni akhlak terhadap lingkungan. (2) Pendidikan akhlak dalam kitab Al-Akhlaq Li
Al-Banin Juz 1 yang memiliki relevansi dengan pendidikan karakter meliputi nilai
karakter religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas.
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi atas nama saudara:
Nama : Ma’rifatun Na’imah
Nim : 210317404
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Judul : “Konsep Pendidikan Akhlak dan Relevansinya dengan Pendidikan
Karakter Nasional (Studi Pemikiran Umar Ibnu Ahmad Baraja’ dalam
Kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1)”
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji dalam ujian munaqosah.
Ponorogo, 26 April 2021
Pembimbing
Mengetahui,
Ketua
Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Institut Agama Islam Negeri Ponorogo
Dr. Kharisul Wathoni, M.Pd.I,
NIP 197306252003121002
SURAT PERSETUJUAN PUBLIKASI
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ma’rifatun Na’imah
NIM : 210317404
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi : Konsep Pendidikan Akhlak dan Relevansinya dengan
Pendidikan Karakter Nasional (Studi Pemikiran Umar Ibnu
Ahmad Baraja’ dalam Kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1)
Menyatakan bahwa naskah skripsi telah diperiksa dan disahkan oleh dosen
pembimbing. Selanjutnya saya bersedia naskah tersebut dipublikasikan oleh
perpustakaan IAIN Ponorogo yang dapat diakses di etheses.iainponorogo.ac.id.
Adapun isi dari keseluruhan tulisan tersebut, sepenuhnya menjadi tanggung jawab
Penulis.
Demikian pernyataan saya untuk dapat dipergunakan semestinya.
Ponorogo, 31 Mei 2021
210317404
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Al-Ghazali, pendidikan akhlak merupakan dasar dari
pendidikan, ia merumuskan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk
menanamkan akhlak yang baik dan menghilangkan akhlak yang buruk.1
Pendidikan sebagai tuntunan tidak hanya menjadikan siswa memiliki
pengetahuan yang lebih tinggi dan luas, tetapi juga menjauhkan dirinya dari
perbuatan jahat.2 Tujuan pendidikan tidak boleh hanya berpusat pada kognitif
siswa, akan tetapi pengembangan keseluruhan potensi yang dimiliki siswa,
yakni afektif, kognitif, maupun psikomotorik. Oleh karena itu, pendidikan
mengemban tanggungjawab besar dalam mewujudkan perilaku masyarakat
yang menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan akhlak.
Dalam kebijakan nasional, antara lain ditegaskan bahwa pembangunan
karakter bangsa merupakan kebutuhan asasi dalam berbangsa dan bernegara.
Pendidikan karakter mulai ditetapkan sebagai basis dalam pelaksanaan
pendidikan di Indonesia sejak diberlakukannya kurikulum 2013. Hal ini
dilatarbelakangi oleh maraknya perubahan perilaku masyarakat, di mana
anak-anak yang biasanya menjadi korban kejahatan justru menjadi pelaku
1 Nur Hamim, “Pendidikan Akhlak: Komparasi Konsep Pendidikan Ibnu Miskawaih Dan
Al-Ghazali”, Jurnal Studi Keislaman, Vol. 18 No. 1, 2014, 32-33. 2 Eka Yanuarti, “Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara dan Relevansinya dengan
Kurikulum 13”, Jurnal Penelitian, Vol. 11, No. 2, 2017, 247
2
kejahatan itu sendiri.3 Perubahan sikap ini juga terkait dengan disiplin yang
mengarah pada kekerasan yang dialami oleh guru-guru di sekolah seperti
perilaku tidak hormat, bullying, gesture dan ancaman verbal, bahkan yang
paling ekstrem adalah serangan fisik.4 Marak pula kasus bullying, pergaulan
bebas, pornografi, anarkis, tawuran, serta tindakan destruktif lainnya yang
mencoreng wajah pendidikan dalam perannya sebagai pembentuk karakter
masyarakat.
Pendidikan karakter dalam pembelajaran kemudian menjadi salah satu
topik yang hangat diperbincangkan sebagai solusi bagi realita dekadensi
moral generasi muda. Banyak sistem pendidikan moral, akhlak, atau etika
yang ditawarkan oleh negara barat, namun banyak juga kelemahan dan
kekurangan yang disebabkan oleh perbedaan ideologi yang menjadi landasan
dalam merumuskan pendidikan. Dalam Islam, pembangunan karakter
merupakan masalah fundamental untuk membentuk umat yang berkarakter.
Kemajuan umat dalam mengukir peradaban ditandai dengan unggulnya
kualitas sumber daya manusia (SDM) yang menjadi salah satu komponennya.
Kualitas SDM yang unggul tidak hanya dinilai dari tingkat kecerdasan
intelektual yang tinggi, akan tetapi juga kualitas karakter yang dimiliki dalam
mengaktualisasikan nilai kemanusian dan memaknai kehidupan secara
mendalam agar tidak hanya menjadikan materi duniawi sebagai tolok ukur
3 Cella Cinantia, dkk, “The Strategy of Religious-Based Character Education in Early
Childhood Education”. International Jurnal of Inovation, Creavity and Change. Vol. 5. No. 5,
2019, 176. 4 Lola Utama Sitompul, “Respek Siswa Terhadap Guru”. Jurnal Hermeneutika, Vol. 3. No.
2. 2017, 48.
3
kesuksesan, akan tetapi juga mempertimbangkan perolehan kebahagiaan baik
di dunia maupun di akhirat.
Pembinaan karakter merupakan tanggung jawab setiap individu
terhadap dirinya dan keluarganya. Pendidikan karakter dalam keluarga
menjadi tanggung jawab seorang ayah sebagai pemimpin rumah tangga dan
juga tanggung jawab seorang ibu yang dinobatkan sebagai madrasah pertama
bagi anak. Internalisasi akhlak dan pembentukan karakter anak perlu
ditanamkan sejak dini. Orang tua harus mengontrol pendidikan anaknya sejak
anak mulai mengenal lingkungan, belajar bicara, bisa dididik dan diajarkan
ilmu pengetahuan, orang tua harus menyediakan segalanya dengan baik dan
memadai sehingga ketika anak mulai memasuki usia baligh ia siap
melaksanakan seluruh kewajiban agama yang dibebankan kepadanya.5
Sunguh memprihatinkan jika orang tua tidak mampu menanamkan akhlak
kepada anaknya sejak dini, karena pada masa inilah fitrah seorang anak yang
suci bisa merekam segala kejadian, ucapan dan tindakan yang dilihat dan
didengar. Oleh karena itu, anak merupakan sebuah amanah yang besar bagi
setiap orang tua untuk mendidiknya.
Umar Ibnu Ahmad Baraja’ dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1
menganalogikan akhlak seperti sebuah pohon. Dalam pasal keempat beliau
berkisah tentang sebuah pohon besar yang indah namun memiliki dahan yang
bengkok karena sang pemiliki tidak memperhatikan lurusnya dahan pohon
sejak kecil, adapun meluruskan dahan yang bengkok dari pohon yang telah
5 Marzuki, Pendidikan Karakter Islam (Jakarta: Amzah, 2015), 6.
4
besar adalah hal yang tidak mungkin, karena pohon itu telah besar sehingga
dahannya kuat. begitulah perumpamaan pembentukan akhlak yang harus
dilakukan sejak kecil, apabila akhlak tidak dibentuk sejak kecil maka
membentuk akhlak ketika sudah dewasa merupakan hal yang sulit.6
Diskursus mengenai pendidikan tingkah laku ini bukan hal yang baru
dalam sistem pendidikan Islam. Konsepnya telah menjadi sorotan
cendekiawan muslim sejak berabad-abad lalu ditandai dengan banyaknya
peninggalan kitab-kitab yang masih bisa dipelajari hingga saat ini. Banyak
kitab yang mengkaji terkait dengan konsep pendidikan akhlak, seperti kitab
Ta’lim Al-Muta’allim yang membahas akhlak seorang siswa, Washaya Al-
Aba’ Li Al-Abna’ yang berisi nasihat-nasihat orang tua kepada anak, Adab Al-
’Alim Wa Al-Muta’allim yang membahas tentang hakikat guru dan siswa, dan
di antaranya juga adalah kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin. Kitab Al-Akhlāq Li Al-
Banin adalah kitab yang disusun oleh Umar Ibnu Ahmad Baraja’ secara
khusus ditujukan kepada anak laki-laki dan memiliki 4 juz atau bagian, kitab
ini telah digunakan sebagai kurikulum di seluruh pondok pesantren di
Indonesia sejak tahun 1950. Konstruk kitab ini memiliki 33 bab, yang
menjelaskan akhlak yang lebih kompleks yakni akhlak terpuji, akhlak tercela,
akhlak dalam hubungannya terhadap Allah, Rasulullah, diri sendiri, orang tua,
guru, saudara, kerabat, pembantu, tetangga, teman sekolah, akhlak ketika di
rumah, akhlak ketika berjalan, menjaga peralatan sekolah, menjaga inventaris
dan lingkungan sekolah.
6 Umar Ibnu Ahmad Baraja’, Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 (Surabaya: Pustaka Muhammad
Ibnu Ahmad Nubhan Wa Auladuhu), 5.
5
Diskusi mengenai pendidikan akhlak dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-
Banin sudah pernah beberapa kali dilakukan, misalnya penelitian yang
dilakukan oleh Muhammad Arif tahun 2018 yang dimuat dalam jurnal Tajdid
Vol. 2 No. 2 mengupas konsep pendidikan akhlak menurut Umar Ibnu
Ahmad Baraja’ dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin.7 Akan tetapi belum ada
penelitian yang membahas relevansi konsep pendidikan akhlak dalam kitab
tersebut dengan pendidikan karakter, sehingga hal ini menarik untuk
dilakukan penelitian bagaimana konsep pendidikan akhlak dalam kitab Al-
Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 dan relevansinya dengan pendidikan karakter
nasional.
Untuk menjabarkan konsep pendidikan akhlak dalam kitab Al-Akhlāq Li
Al-Banin Juz 1 dan bagaimana relevansinya terhadap pendidikan karakter
nasional, maka dirasa penting untuk menggali lebih jauh dalam
mengungkapkan pemikiran Umar Ibnu Ahmad Baraja’ melalui kitabnya Al-
Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 yang membahas persoalan pendidikan akhlak. Oleh
karena itu, Peneliti tertarik untuk meneliti ”Konsep Pendidikan Akhlak dan
Relevansinya dengan Pendidikan Karakter Nasional Studi Pemikiran Syeikh
Ahmad Ibnu Umar Al-Baraja’ dalam Kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1”.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang dikemukakan maka pokok permasalahan yang
akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
7 Muhamad Arif, “Konsep Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Kitab Ahlakul Lil Banin Karya
Umar Ibnu Ahmad Baraja”, Tajdid: Jurnal Pemikiran Keislaman dan Kemanusiaan, Vol. 2 No. 2,
Oktober 2018.
6
1. Bagaimana konsep pendidikan akhlak menurut Umar Ibnu Ahmad Baraja’
dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1?
2. Bagaimana relevansi konsep pendidikan akhlak menurut Umar Ibnu
Ahmad Baraja’ dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 dengan
pendidikan karakter nasional?
C. Tujuan Penelitian
Dari pokok permasalahan yang dibahas maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan konsep pendidikan menurut Umar Ibnu Ahmad
Baraja’ dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1.
2. Untuk mendeskripsikan relevansi konsep pendidikan akhlak menurut
Umar Ibnu Ahmad Baraja’ dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1
dengan pendidikan karakter nasional.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat hasil kajian ini yaitu ditinjau secara teoretis dan
praktis. Dengan demikian, kajian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
berikut ini:
1. Manfaat Teoretis
a. Kajian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi khazanah
keilmuan khususnya terkait dengan konsep pendidikan akhlak yang ada
7
pada kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 dan memberikan teladan bagi
siswa agar sesuai dengan ajaran agama Islam.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan penelitian
selanjutnya, khususnya tentang pendidikan akhlak dari kitab Al-Akhlāq
Li Al-Banin Juz 1.
2. Manfaat Praktis
a. Praktisi pendidikan, sebagai bahan pertimbangan untuk membuat
sebuah kebijakan dalam membudayakan pendidikan karakter dan
bahan acuan untuk mendidik akhlak di lingkungan pendidikan yang
berbasis pada kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 .
b. Orang tua, sebagai bahan acuan untuk mendidik akhlak di keluarga.
c. Siswa, sebagai suatu nilai yang harus dicapai dalam kehidupan, sesuai
yang telah ditulis oleh Umar Ibnu Ahmad Baraja’ dalam Kitab Al-
Akhlāq Li Al-Banin Juz 1.
E. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu
Hasil penelusuran dan telaah hasil penelitian terdahulu yang ada
relevansinya dengan rumusan masalah penelitian antara lain:
1. Hermawati Rosidi dalam skripsinya tahun 2019 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan judul ”Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Al-
Akhlāq Li Al-Banin Jilid I”:
a. Penelitian ini membahas latar belakang Umar Ibnu Ahmad Baraja’
dalam menulis kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Jilid I dan pendidikan
8
akhlak yang terdapat di dalamnya. Hasil dari penelitian ini adalah
konsep pendidikan akhlak dalam kitab Al-Akhlak Lil Banin Jilid I
diantaranya sumber pendidikan Akhlak adalah Al-Quran dan Al-Hadits
sebagai pedoman dalam mendidik anak, tujuan pendidikan Akhlak
adalah membina anak menjadi insan kamil guna meningkatkan iman
dan takwa kepada Allah SWT.
b. Persamaan, penelitian tersebut membahas berkaitan dengan sumber
pijakan pendidikan akhlak dan kajian konsep pendidikan akhlak dalam
kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin karya Umar Ibnu Ahmad Baraja’. Adapun
perbedaannya adalah skripsi tersebut berkaitan dengan sumber yang
digunakan dalam pendidikan akhlak dan tujuan pendidikan akhlak
sedangkan penelitian ini lebih membahas tentang konsep pendidikan
akhlak dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 dan relevansinya
dengan pendidikan karakter.
2. Nurul Izzah dalam skripsinya tahun 2013 di UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta dengan judul “Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam kitab
Al-Akhlāq Li Al-Banin Jilid 1 Karya Umar Bin Ahmad Baraja’
Relevansinya Bagi Siswa MI”:
a. Penelitian ini membahas nilai pendidikan karakter yang terkandung
dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Jilid 1 karya Umar Ibnu Ahmad
Baraja’. Hasil dari penelitian ini adalah nilai-nilai pendidikan karakter
yang terkandung dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Jilid 1 adalah nilai
religius (Akhlak kepada Allah, akhlak kepada Rasullulah, Amanah),
9
disiplin, menepati janji, peduli lingkungan, cinta kebersihan, peduli
sosial, dan toleransi. Nilai-nilai pendidikan karakter dalam kitab Al-
Akhlāq Li Al-Banin Jilid 1 sudah relevan dengan kondisi karakter anak
usia MI saat ini. Kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Jilid 1 ini sangat bagus
jika digunakan sebagai rujukan dalam pendidikan karakter di sekolah-
sekolah atau Madrasah Ibtidaiyah.
b. Persamaan dengan penelitian tersebut adalah kitab yang digunakan
dalam membahas konsep pendidikan akhlak yakni Al-Akhlāq Li Al-
Banin Jilid 1 karya Syekh Umar Ibnu Ahmad Baraja’. Adapun
perbedaannya adalah penelitian tersebut mencari relevansi pendidikan
akhlak dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Jilid 1 dengan kondisi
karakter siswa MI, sedangkan penelitian ini mencari relevansi
pendidikan akhlak dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Jilid 1 dengan
pendidikan karakter.
3. Roykhan Abid dalam skripsinya tahun 2016 dengan judul “Pembelajaran
Akhlak dengan Menggunakan Kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Di Pondok
Pesantren Darut Tauchid Al-Alawiyah Al Awwaliyah Kabupaten
Magelang”. Hasil dari penelitian tersebut adalah:
a. Skripsi tersebut berisi tentang penerapan metode pembelajaran akhlak
yang terkandung dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin yang harus
diterapkan oleh para santri di pondok pesantren Darut Tauchid Al-
Alawiyah Al Awwaliyah Kabupaten Magelang.
10
b. Persamaan dengan penelitian tersebut adalah membahas pendidikan
akhlak yang ada dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin karya Syekh Umar
Ibnu Ahmad Baraja’. Perbedaannya, penelitian tersebut menggunakan
metode penelitian tindakan (action research) sedangkan penelitian ini
menggunakan penelitian pustaka (library research).
Dari beberapa penelitian sebelumnya diketahui kecenderungan
penelitian pada kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin lebih kepada konsep akhlak yang
ada di dalamnya, dan secara khusus masih belum terdapat penelitisn yang
mengaitkan pada konsep pendidikan karakter yang dicanangkan oleh
pemerintah. Sehingga pada penelitian ini akan berusaha mengupas konsep
pendidikan akhlak yang ada pada kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 dan
mencari titik relevansi dengan pendidikan karakter yang dirancang oleh
pemerintah.
i
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan untuk mengungkap situasi
sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk
secara kata-kata berdasarkan teknik pengumpulan data dan analisis data
yang relevan yang diperoleh dari situasi yang alami.8 Peneliti berusaha
mengkaji konsep pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab Al-Akhlāq
8 M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almansur, Metode Penelitian Kualitatif (Yogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2012), 26.
11
Li Al-Banin Juz 1 dan kemudian merelevansikannya dengan pendidikan
karakter nasional.
Adapun jenis penelitian ini adalah kajian kepustakaan (library
research). Kajian kepustakaan yaitu telaah yang digunakan untuk
memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya bertumpu pada
penelaah kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang
relevan.9 Library research juga menjadi langkah awal untuk menyiapkan
kerangka penelitian guna memperoleh penelitian sejenis, memperdalam
kajian teori atau mempertajam metodologi. Tahap operasional penelitian
pustaka ini adalah Peneliti mengambil bahan informasi yang berkaitan
dengan konsep pendidikan akhlak studi pemikiran Umar Ibnu Ahmad
Baraja’ dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 dan pendidikan karakter
nasional.
2. Data dan Sumber Data
a. Data Penelitian
Data dalam penelitian ini adalah:
1) Konsep pendidikan akhlak menurut Ahmad Ibnu Umar Al-Baraja’
dalam Kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1.
2) Pendidikan karakter nasional.
b. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah:
9 Tim Penyusun, Buku Pedoman Penulisan Skripsi (Ponorogo: Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan IAIN Ponorogo, 2018), 53.
12
1) Sumber data primer
Sumber primer atau data tangan pertama adalah suber data
pokok yang langsung dikumpulkan peneliti dari objek penelitian.
Dalam subtansi pemikiran tokoh, sumber primer yang digunakan
adalah sejumlah karya tulis yang ditulis langsung oleh objek yang
diteliti.10
Sumber data primer dalam penelitian ini merupakan
bahan utama atau rujukan utama dalam mengadakan suatu
penelitian untuk mengungkapkan dan menganalisis penelitian
tersebut.11
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini bersumber
dari karya yang ditulis langsung oleh: Umar Ibnu Ahmad Baraja’
dalam Kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1.
2) Sumber data sekunder
Sumber data sekunder atau data tangan kedua adalah sumber
yang bukan asli yang memuat informasi atau data tersebut. Sumber
data sekunder diperoleh melalui pihak lain, tidak langsung
diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya untuk melengkapi
data primer yang memiliki hubungan dengan materi pokok yang
dikaji. Jadi, sumber data sekunder merupakan buku-buku yang
berkaitan dengan penelitian.
10 Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 152. 11 Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan (Yogyakarta:
Ar Ruzz Media, 2012), 64.
13
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan teknik yang paling strategis
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Adapun teknik yang digunakan Peneliti dalam
penelitian ini adalah dokumentasi, yaitu pengumpulan data melalui
catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan,
arsip-arsip atau karya-karya monumental dari seseorang.12
Dalam
penelitian ini Peneliti menggali data dari sumber primer dan sekunder
dan mengumpulkan data-data yang sesuai dengan konsep pendidikan
akhlak dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 karangan Umar Ibnu
Ahmad Baraja’ dan relevansinya dengan pendidikan karakter nasional.
4. Teknik Analisis Data
Data yang telah terkumpul, baik yang diambil dari kitab, buku,
majalah, jurnal, skripsi dan sebagainya kemudian dianalisis. Teknik
analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi
(content analysis). Content analysis adalah sebuah teknik yang digunakan
untuk mengalisis dan memahamai teks, atau bisa juga diartikan sebagai
teknik penyelidikan yang berusaha menguraikan secara objektif,
sistematik dan kuantitatif.13
Di samping itu, cara ini dapat digunakan
untuk membandingkan antara satu buku dengan buku yang lain dalam
bidang yang sama, baik berdasarkan perbedaan waktu penulisannya
12 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: ALFABETA,
2017), 224. 13 Umar Sidiq, Metode Penelitian Kualitatif di Bidang Pendidikan (Ponorogo: Nata Karya,
2019), 104.
14
maupun mengenai kemampuan buku-buku tersebut dalam mencapai
sasarannya sebagai bahan yang disajikan kepada masyarakat atau
sekelompok masyarakat tertentu.14
Selanjutnya, teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan
sebuah pendekatan yang lebih fokus pada deskripsi daripada
pengembangan konseptual yang terdiri dari reduksi data, coding,
inductive and deductive approaches to coding in qualitative content
analysis:
a. Reduksi data, dalam tahap ini Peneliti menyeleksi data yang telah
dihimpun baik dari sumber primer sumber-sumber buku agar sesuai
dengan keperluan penelitian.
b. Coding, dalam tahap ini Peneliti membagi bab-bab dan sub bab
sesuai dengan keperluan pembahasan yang akan dilakukan.
c. Inductive and Deductive Approaches to Coding in Qualitative
Content Analysis, pada tahap ini Peneliti melakukan analisis dengan
menggunakan teori yang ada untuk menjawab rumusan
permasalahan dalam penelitian ini.15
Melalui metode content analysis ini, Peneliti melakukan penafsiran
teks atau bacaan dari kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 karya Umar Ibnu
Ahmad Baraja’ yang mengandung pendidikan akhlak. Adapun langkah-
langkah yang ditempuh yakni menentukan arti langsung yang primer,
menjelaskan arti-arti yang implisit, serta menentukan tema.
14 Ibid., 72-73. 15 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2008), 21.
15
G. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah penulisan hasil penelitian dan agar dapat dicerna
secara runtut, diperlukan sebuah sistematika pembahasan yang mencakup
bab-bab yang membahas masalah-masalah yang telah tertuang dalam
rumusan masalah. Lebih lengkapnya sistematika pembahasan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I, Pendahuluan. Bab ini terdiri dari tujuh sub bab, yakni latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah hasil
penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II, Kajian Teori. Pada bab ini dipaparkan teori yang akan
dijadikan landasan dalam menganalisis data yang berasal dari lapangan. Teori
yang dimaksud terdiri dari pendidikan akhlak dan pendidikan karakter.
Pendidikan akhlak meliputi pengertian pendidikan akhlak, landasan
pendidikan akhlak, macam-macam akhlak. Pendidikan Karakter Nasional
meliputi pengertian pendidikan karakter, landasan pendidikan karakter, pilar-
pilar pendidikan karakter, nilai-nilai pendidikan karakter nasional.
BAB III, Paparan Data yang berisi biografi Umar Ibnu Ahmad Al-
Baraja’ dan pemikirannya. Bab ini akan membahas mengenai biografi Syeikh
Umar Ibnu Ahmad Al-Baraja’ dan pemikirannya terlebih pada pendidikan
akhlak.
BAB IV, Temuan Penelitian, yaitu pemaparan hasil analisis pemikiran
Syeikh Umar Ibnu Ahmad Al-Baraja’ mengenai konsep pendidikan akhlak
16
dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 dan relevansinya dengan pendidikan
karakter nasional.
BAB V, Penutup dari pembahasan–pembahasan yang terdiri dari inti
keseluruhan penelitian dalam simpulan dan saran.
17
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Konsep Pendidikan Akhlak
1. Pengertian Pendidikan Akhlak
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pendidikan berasal dari kata
didik, yang berarti latihan. Pendidikan merupakan proses perubahan
perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.1 Pendidikan merupakan
usaha pembinaan dan pengembangan pribadi manusia, baik aspek jasmani
maupun aspek rohani.2 Sebagai lembaga yang diharapkan untuk
membentuk peradaban suatu bangsa, pendidikan memiliki tanggung jawab
jangka panjang dalam mempersiapkan generasi mendatang agar matang
secara intelektual maupun emosional sehingga membawa masyarakat pada
kemajuan dan keunggulan peradaban.
Pendidikan menurut John Dewey berarti proses pembentukan potensi
dasar secara kecerdasan dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.3
Pendidikan dinilai sebagai proses internalisasi dan pewarisan budaya ke
dalam individu dan masyarakat sehingga membentuk pribadi dan
masyarakat yang beradab. Pendidikan bukan hanya sarana transfer ilmu
1 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama,
2008), 326. 2 Muhammad Takdir Ilahi, Revitalisasi Pendidikan Berbasis Moral (Yogyakarta: Ar Rruz
Media, 2012), 25. 3 Mansur Muslih, Pendidikan Karakter, Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), 67.
18
pengetahuan saja, tetapi juga sarana pembudayaan dan penyaluran nilai.
Seorang individu harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi
fitrah kemanusiaan. Dimensi tersebut mencakup tiga hal, yakni:4
a. Afektif, yakni tercermin dalam kualitas keimanan, takwa, akhlak
mulia, budi pekerti yang luhur, pribadi yang unggul, dan kompetensi
estetis.
b. Kognitif, yakni tercermin pada kapasitas pemikiran dan kecerdasan
untuk menggali, menguasai, serta mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
c. Psikomotorik, yakni tercermin pada kemampuan pengembangan
keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestesis.
Dari segi kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab, yakni bentuk
jama’ dari khuluq, yang berarti ath-thab’u (karakter) dan as-sajiyyah
(perangai).5 Sedangkan Akhlak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
berarti budi pekerti atau kelakuan.6 Akhlak merupakan tolok ukur
penilaian baik dan buruk, benar dan salah yang ditinjau dari sudut pandang
hukum dalam ajaran agama.
Secara istilah, akhlak merupakan tatanan dalam jiwa yang menjadi
tempat munculnya berbagai perbuatan tanpa pemikiran dan pertimbangan
(spontanitas).7 Akhlak dibentuk melalui pembiasaan yang berlangsung
terus-menerus dalam memberikan sebuah respon atas sebuah kejadian atau
4 Ibid., 69. 5 Ibrahim Bafadhol, “Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Islam”, Jurnal Edukasi Islami,
Vol. 6, No. 12, 2017, 46. 6 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 28. 7 Badrudin, Akhlak Tasawuf (Serang: IAIB Press, 2015), 7.
19
stimulus sehingga membuat individu merespon sesuatu yang
dilatarbelakangi oleh sikap spontan sebagai akibat dari latihan dan konsep
yang tertanam kuat dalam jiwa individu. Sedangkan Ibn Miskawaih dalam
kitabnya Tahdzib Al-Akhlāq Wa Tathir al-A’raq yang dikutip oleh Abid
Rohmanu menjelaskan “Khuluq” adalah kondisi kejiwaan seseorang yang
bisa mendorong munculnya perilaku tanpa memerlukan pemikiran dan
refleksi yang mendalam sebelumnya. Jadi, akhlak merupakan buah dari
pembiasaan, latihan, refleksi dan penalaran yang telah tertanam dalam diri
seseorang, sehingga menimbulkan perbuatan yang mudah tanpa
pertimbangan mendalam.8
Adapun pengertian dari pendidikan akhlak adalah upaya
mempersiapkan seseorang untuk mengenal, memahami, menghayati, dan
meyakini Allah kemudian mengimplementasikannya dalam perilaku yang
dibingkai akhlak mulia serta tercermin dalam kehidupan sehari-hari
melalui rangkaian pengajaran, bimbingan, keteladanan, latihan, dan
pembiasaan. Pendidikan akhlak juga berarti latihan yang bersifat fisik dan
mental untuk mewujudkan manusia yang memiliki kebudayaan yang tinggi
dalam melaksanakan tugas sebagai hamba Allah SWT maupun anggota
masyarakat. Pendidikan akhlak menekankan internalisasi nilai keutamaan
untuk membersihkan jiwa dan membiasakan perbuatan baik sehingga
8 Abid Rohmanu, Reinterpretasi Jihad: Relasi Fikih dan Akhlak (Ponorogo: STAIN Press
Ponorogo, 2012), 38.
20
perilaku yang timbul merupakan cerminan wujud kepribadian tanpa
sebuah paksaan.9
Ibn Miskawaih merumuskan pendidikan akhlak yang dikutip oleh
Abudin Nata sebagai upaya untuk mewujudkan sikap batin yang mampu
mendorong seseorang untuk melahirkan perbuatan-perbuatan secara
sepontan yang bernilai baik.10
Pendidikan akhlak merupakan bimbingan
yang dilakukan untuk membawa anak pada tingkat kedewasaan yang
mampu membiasakan diri dengan sifat yang terpuji dan menghindari sifat
tercela. Kedewasaan ini meliputi aspek jasmani dan rohani sehingga anak
dapat mengidentifikasi perkara yang harus dilakukan dan perkara yang
harus ditinggalkan.11
Sedangkan Peneliti mendefinisikan pendidikan akhlak sebagai
pembinaan terhadap anak yang bersifat batiniyah yang dilakukan secara
intensif dan sedini mungkin dalam menginternalisasikan konsep perilaku
baik yang akan muncul secara spontan dalam merespon sesuatu. Konsep
perilaku baik yang ini harus berlandaskan pada norma agama dan norma
yang dianut oleh masyarakat sehingga kebaikan yang dimaksud bersifat
obyektif.
2. Landasan Pendidikan Akhlak
Landasan yang digunakan dalam menilai baik buruk akhlak adalah
al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber tertinggi dalam ajaran agama Islam.
9 Yatimin Abdullah, Pengantar Studi Etika (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 58. 10 Ahmad Tafsir, Pendidikan Karakter Persepektif Islam (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2003), 11-14. 11 Nino Indriyanto, Pendidikan Agama Islam Interdisipliner Untuk Perguruan Tinggi
(Sleman: Deepublish, 2020), 91.
21
al-Qur’an telah sedemikian rupa dibuat oleh Allah Swt. untuk dijadikan
pedoman dalam menjalani kehidupan agar dapat mencapai kebahagiaan
yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Sedangkan Hadits merupakan sari
tuntunan al-Qur’an yang diaplikasikan oleh Rasulullah agar dijadikan
contoh dan pedoman oleh umatnya agar tidak tersesat dalam mengarungi
kehidupan yang penuh dengan tipuan.
Allah Swt. telah berfirman dalam al-Qur’an bahwasannya kita
diperintahkan untuk meneladani akhlak Rasulullah Saw. dan
menjadikannya sebagai suri tauladan yang baik dalam bertingkah laku.12
Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Ahzab: 21.
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah tu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut
Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21. )
Pada ayat ini, Allah memperingatkan orang-orang munafik bahwa
sebenarnya mereka dapat memperoleh teladan yang baik dari Rasulullah.
Rasulullah adalah seorang yang kuat imannya, berani, sabar, dan tabah
menghadapi segala macam cobaan, percaya sepenuhnya kepada segala
ketentuan Allah, dan mempunyai akhlak yang mulia. Jika bercita-cita ingin
menjadi manusia yang baik, berbahagia hidup di dunia dan di akhirat,
12 Asy’ari Muhammad Yusuf, “Konsep Pendidikan Akhlak Yang Terkandung Dalam Kitab
Bidāyat Alhidāyah Karya Al Imam Hujjatul Islam Abu Hamid Al-Ghazali Dan Relevansinya
Dengan Materi Akhlak Kelas X Madrasah Aliyah” (Skripsi, IAIN Ponorogo, Ponorogo, 2019),
24-25
22
tentulah mereka akan mencontoh dan mengikutinya. Akan tetapi perbuatan
dan tingkah laku mereka menunjukkan bahwa mereka tidak mengharapkan
keridlaan Allah dan segala macam bentuk kebahagiaan hakiki itu.13
Ayat yang mulia ini adalah pokok yang agung tentang meneladani
Rasulullah Saw. dalam berbagai perkataan, perbuatan, dan perilakunya.
Untuk itu Allah memerintahkan manusia untuk meneladani Rasulullah
SAW pada hari Ahzab dalam kesabaran, keteguhan, kepahlawanan,
perjuangan dan kesabarannya dalam menaati perintah Allah.14
Maka,
sebagai umat Nabi Muhammad, hendaknya kita berpegang teguh pada al-
Qur’an dan meneladani akhlak Rasulullah sebagai makhluk yang paling
sempurna akhlaknya, baik akhlak terhadap diri sendiri, orang lain,
makhluk lain, serta akhlak terhadap Allah.
3. Macam-macam Akhlak
Pembagian akhlak berdasarkan sifatnya dibagi menjadi dua bagian,
yaitu akhlak terpuji dan akhlak tercela.15
a) Akhlak terpuji atau akhlak mulia
Akhlak terpuji adalah perilaku terpuji sebagai tanda
kesempurnaan keimanan seseorang. Akhlak ini lahir dari sifat-sifat
terpuji yang merupakan buah dari ketakwaan dan latihan yang panjang
13 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid VII (Jakarta: Penerbit Lentera
Abadi, 2010), 639-640. 14 Abdullah Bin Muhammad Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir, terj. M. Abdul Ghoffar
(Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2008), 328-329. 15 Afidiah Nur Ainun, dkk, Mengenal Aqidah dan Akhlak Islami (Metro: CV. Iqro, 2018),
414-415.
23
dan terus-menerus. Akhlak inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah
Saw. sebagai tauladan yang sempurna.
b) Akhlak tercela
Akhlak tercela adalah segala tingkah laku manusia yang dapat
membawa kepada kebinasaan diri, yang bertentangan dengan fitrahnya
yang menipu kebaikan. Akhlak tercala dapat juga diartikan sebagai
perbuatan yang melanggar norma agama dan adat istiadat yang berlaku
dalam masyarakat.
Adapun dilihat dari ruang lingkupnya, akhlak dalam Islam dibagi
menjadi dua, yakni:16
a. Akhlak terhadap Allah Swt.
Akhlak ini merupakan sikap yang ditunjukkan manusia kepada
Allah. Sikap ini dimanifestasikan dalam bentuk kepatuhan dalam
menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Selain itu,
manifestasi akhlak terhadap Allah juga ditunjukkan dengan komitmen
yang kuat untuk meningkatkan kualitas dan ketakwaan. Hal ini dapat
ditarik kesimpulan bahwa akhlak terhadap Allah harus tercermin dalam
perilaku yang sesuai dengan syariat Allah.
Selain itu, manusia juga harus memperhatikan akhlak terhadap
Rasulullah sebagai utusan Allah dengan mencintai, mengikuti
sunnahnya, meneladani, dan menjalankan perintah dan menjauhi
16
Ibid., 98.
24
larangannya. 17
Kecintaan terhadap rasul dalam tindakan nyata ini pada
hakikatnya ditujukan untuk mendapat kecintaan dari Allah sebagai
penguasa seluruh semesta.
b. Akhlak terhadap makhluk.
Akhlak terhadap makhluk dibagi menjadi beberapa macam,
yakni:
1) Akhlak terhadap sesama manusia.
Akhlak terhadap manusia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu
akhlak terhadap diri pribadi sendiri, akhlak terhadap keluarga,
akhlak terhadap orang lain atau masyarakat:
a) Akhlak terhadap diri sendiri
Akhlak terhadap diri sendiri diwujudkan dalam perilaku
seseorang dalam menjaga diri dari maksiat, jujur, ikhlas, rendah
hati, menjauhi hal-hal buruk dan sia-sia, berlaku tenang, sopan,
sabar, disiplin, menambah pengetahuan, bertanggung jawab atas
hal-hal di bawah kekuasaannya, menghormati dan berlaku adil
terhadap diri sediri maupun orang lain. Jadi, akhlak terhadap
sendiri memuat bagaimana seseorang memelihara nikmat
jasmani serta memelihara nikmat rohani.18
b) Akhlak terhadap keluarga
Akhlak terhadap keluarga ditujukan untuk menjaga
hubungan harmonis antar anggota keluarga yang melahirkan
17 Jamil, Akhlak Tasawuf (Ciputat: Referensi, 2013), 4. 18
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak (Jakarta: Rajawali, 2000), 169.
25
susana sakinah sebagai manifestasi dari mawaddah, dan
rahmah dengan menunaikan kewajiban terhadap masing-masing
anggota keluarga dengan sebaik-baiknya. Akhlak terhadap
keluarga meliputi akhlak terhadap kedua orang tua, akhlak
terhadap saudara, akhlak terhadap kerabat.
(1) Akhlak terhadap kedua orang tua
Ajaran Islam sangat menghormati dan memuliakan
kedudukan orang tua, bahkan ketaatan terhadapnya
menduduki peringkat kedua setelah taat kepada Allah,
karena orang tua menjadi sebab lahirnya seorang anak.
Akhlak terhadap orang tua ketika masih hidup adalah
dengan menyayangi, mencintai, bertutur kata sopan,
meringankan beban, menaati perintah, menyantuni. Adapun
akhlak terhadap orang tua ketika telah meninggal adalah
dengan mendo’akan, meminta ampunan, memenuhi janji
yang belum dipenuhi, menjaga tali silaturrahmi dengan
saudara dan sahabat mereka di saat hidup.19
(2) Akhlak terhadap saudara dan kerabat
Akhlak terhadap saudara dan kerabat meliputi sopan
dalam berinteraksi, bergaul dengan baik, saling membantu,
mengembangkan rasa kasih sayang antar anggota keluarga
yang diungkapkan dalam bentuk komunikasi, baik
19
Imam Pamungkas, Akhlak Muslim Modern (Bandung: Marja, 2012), 54.
26
komunikasi dalam bentuk perhatian melalui kata-kata,
isyarat-isyarat ataupun perilaku, serta memelihara tali
silaturrahmi dan kerukunan.20
c) Akhlak terhadap masyarakat
Maksud dari masyarakat di sini ialah sekumpulan keluarga
yang hidup bersama dalam satu tempat tertentu. Dalam
masyarakat itu kita hidup berdampingan serta saling
membutuhkan satu sama lain. Oleh karena itu berakhlak yang
baik terhadap orang lain adalah menjadi keharusan. Akhlak
terhadap masyarakat tercermin dari sikap saling menghormati,
tolong menolong dalam kebaikan, berbuat baik, dan santun
dalam berinteraksi.21
2) Akhlak terhadap lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkungan di sini adalah segala sesuatu
yang di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun
benda-benda tak bernyawa. Dalam pandangan Islam, seseorang tidak
boleh mengambil buah sebelum matang atau memetik bunga
sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan
kepada makhluk umtuk mencapai tujuan penciptaannya. Artinya,
manusia dituntut untuk menghormati proses-proses yang sedang
berjalan. Hal tersebut mengantarkan manusia untuk bertanggung
jawab, agar tidak melakukan kerusakan, bahkan dengan kata lain,
20 Anwar Yusuf, Studi Agama Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), 187. 21
Asmaran, Pengantar Studi, 129.
27
setiap tindakan merusak lingkungan harus dinilai sebagai tindakan
yang merusak diri manusia sendiri. Allah telah menundukkan alam
dan segala isinnya untuk manusia sehingga dapat memanfaatkannya.
Jika demikian, manusia tidak mencari kemenangan, tetapi
keselarasan dengan alam. Keduanya tunduk kepada Allah, sehingga
mereka harus dapat bersahabat.22
B. Pendidikan Karakter Nasional
Dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Tujuan ini sejalan dengan tujuan pendidikan Islam, yakni
tidak hanya bertujuan untuk memperoleh kecerdasan, kepuasan materi, atau
prestasi duniawi, tetapi juga membentuk manusia yang rasional dan memiliki
pemahaman sebagai makhluk yang mengakui Allah Yang Maha Kuasa
sebagai pencipta manusia dan alam semesta.23
22 Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2004), 208. 23 Nining Purwati, dkk, “Increasing Islamic Junior High School Students Learning
Outcomes through Integration of Science Learning and Islamic Value”, International Journal of
Instruction, Vo. 11, No. 4, 2018, 842.
28
Dalam kurikulum 2013 pelaksanaan pendidikan harus berbasis
pendidikan karakter.24
Dengan demikian, maka pemerintah telah berupaya
menjadikan pendidikan karakter sebagai dasar dalam mewujudkan visi
pembangunan nasional, yakni menciptakan individu yang berakhlak mulia,
bermoral, beretika, berbudaya serta berdasarkan falsafah pancasila.25
Jadi
dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk
mewujudkan individu yang cerdas secara intelektual, emosional dan spiritual
sekaligus. Karena seseorang yang memiliki karakter unggul ialah seseorang
yang memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan, diri sendiri, sesama
manusia, lingkungan, bangsa dan negara, serta masyarakat pada umumnya
untuk mengembangkan potensi diri disertai dengan kesadaran emosional.26
1. Pengertian Pendidikan Karakter
Karakter menurut bahasa (etimologis) berasal dari bahasa Latin
“kharakter”, “kharax”, kharassein”, dalam bahasa Inggris disebut dengan
“character” dan Indonesia “karakter”, dalam bahasa Yunani disebut
dengan “character”, dari “charassein” yang berarti membuat tajam,
membuat dalam. 27
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah karakter
berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dari yang lain.28
24 Atik Wartini, “Education Character In View Of Al-Ghazali And Its Relevance With The
Education Character In Indonesia”, Jurnal of Islamic Education: Ta’dib, Vol 20, No. 2, 303. 25 Cella Cinantia, dkk, “The Strategy of Religious-Based Character Education in Early
Childhood Education”, 176. 26 Ismail Sukardi, “Character Education Based on Religious Values: an Islamic
Perspective”, Jurnal of Islamic Education: Ta’dib, Vol 21, No. 1, 2016, 43-44. 27 Abdul Majid, Pendidikan Karakter Perspektif Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2013), 11. 28
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 623.
29
Pendidikan karakter merupakan sistem penamaan nilai-nilai karakter
yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran, serta tindakan untuk
mengimplementasikan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan, diri
sendiri, orang lain, lingkungan, maupun masyarakat dalam berbangsa dan
bernegara.29
Fakri Gaffar mendefinisikan pendidikan karakter sebagai
transformasi nilai kehidupan yang ditumbuhkembangkan dalam
kepribadian seseorang sehingga menjadi satuan utuh dalam perilaku
kehidupan.30
Pendidikan karakter sering kali disebut dengan pendidikan
budi pekerti, karena di dalamnya tertanam nilai-nilai moralitas manusia.
Dalam pendidikan karakter terdapat unsur proses pembentukan nilai dan
sikap yang didasari pengetahuan mengapa nilai-nilai tersebut dilakukan.31
Hermawan Kartajaya mendefinisikan karakter sebagai ciri khas asli
dan mengakar yang dimiliki oleh suatu benda atau individu (manusia)
yang mendorong seseorang untuk bertindak, bersikap, berujar, serta
merespon sesuatu.32
Adapun prinsip dari pendidikan karakter adalah upaya
untuk menumbuhkan kepekaan dan tanggung jawab sosial, membangun
kecerdasan emosional, serta mewujudkan individu yang memiliki etika
tinggi.33
29 Nopan Omeri, “Pentingnya Pendidikan Karakter Dalam Dunia Pendidikan”, Jurnal
Manajer Pendidikan, Vol. 9, No. 3, 2015, 465. 30Dharma Kesuma, dkk, Pendidikan Karakter (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), 5. 31 Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional,
68. 32 Widya Yuniar Anggraini, “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Pada Serial Kartun Upin Dan
Ipin Serta Relevansinya Dengan Pendidikan Karakter” (Skripsi IAIN Ponorogo, Ponorogo,
2017), 22. 33 Eka Sapti Cahyaningrum, et, al., “Pengembangan Nilai-Nilai Karakter Anak Usia Dini
Melalui Pembiasaan Dan Keteladanan”, Jurnal Ar-Raniry, Volume 6, Edisi 2, 2017, 206.
30
2. Landasan Pendidikan Karakter
Dalam pelaksanaan pendidikan karakter di Indonesia, ada landasan-
landasan yang dijadikan rujukan. Landasan-landasan ini dimaksudkan
supaya pendidikan karakter yang diajarkan tidak menyimpang dari jati diri
masyarakat dan bangsa Indonesia.
Berikut merupakan landasan-landasan dalam melaksanakan dan
mengembangkan pendidikan karakter di Indonesia:
a. Agama
Agama merupakan sumber kebaikan. Oleh karenanya pendidikan
karakter harus dilandaskan berdasarkan nilai-nilai ajaran agama, dan
tidak boleh bertentangan dengan agama. Indonesia merupakan negara
yang mayoritas masyarakat beragama, yang mengakui bahwa kebajikan
dan kebaikan bersumber dari agama. Dengan demikian, agama
merupakan landasan yang pertama dan paling utama dalam
mengembangkan pendidikan karakter di Indonesia.
b. Pancasila
Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang menjadi acuan
dalam pandangan hidup seluruh bangsa Indonesia. Maka nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya menjadi nilai yang mengatur seluruh
aspek kehidupan bangsa Indonesia, baik kehidupan politik, ekonomi,
hukum, kebudayaan, maupun pendidikan. Pendidikan karakter memiliki
tujuan untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang lebih
31
baik, yakni warga negara yang menerapkan nilai pancasila dalam
kehidupan sehari-hari.
c. Budaya
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman
budaya. Maka pendidikan karakter juga harus berlandaskan pada
budaya dan menjadi dasar serta sumber nilai dalam pendidikan karakter
tersebut agar pendidikan tidak tercabut dari akar budaya bangsa
Indonesia.
d. Tujuan pendidikan nasional
Seperti yang telah dijelaskan dalam Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(UU Sisdiknas), bahwa fungsi Pendidikan nasional adalah untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.34
3. Pilar-pilar Pendidikan Karakter
Terdapat tiga pilar pendidikan karakter yang didefinisikan oleh
Thomas Lickona, yakni pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan
moral.
34 Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, Konsep dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2011), 72
32
a. Pengetahuan moral (moral knowing)
Moral knowing berkenaan dengan pengetahuan, kesadaran, serta
pemahaman nilai-nilai moral. Unsur yang terkandung dalam pilar
pertama ini adalah:
1) Kesadaran moral (moral awarness)
2) Pengetahuan tentag nilai moral (knowing moral values)
3) Penentuan sudut pandang (perspective taking)
4) Logika moral (moral reasoning)
5) Keberanian dalam mengambil dan menentukan sikap (decision
making)
6) Pengenalan diri (self knowladge)
b. Perasaan moral (moral feeling atau moral loving)
Moral feeling adalah penguatan aspek dan emosi siswa untuk
menjadi manusia yang berkarakter. Unsur yang terkandung dalam aspek
ini adalah:
1) Percaya diri
2) Empati atau peka terhadap kesusahan orang lain
3) Cinta kebenaran
4) Kontrol diri
5) Rendah hati
c. Tindakan moral (moral doing)
Tindakan moral merupakan keluaran dari pengetahuan moral dan
perasaan moral yang diimplementasikan dalam bentuk tindakan.
33
Seseorang yang memiliki kualitas moral dan kecerdasan emosional,
maka akan mampu melakukan tindakan dalam bentuk perilaku yang
sesuai dengan pengetahuan dan perasaan akan kebenaran. Aspek
tindakan moral meliputi kompetensi, keinginan, dan kebiasaan. 35
4. Nilai-nilai Pendidikan Karakter Nasional
Berdasarkan Konsep dan Pedoman Penguatan Pendidikan
Karakter oleh Kemendikbud menyebutkan bahwa ada lima nilai utama
karakter yang perlu dikembangkan sebagai prioritas dalam pendidikan,
antara lain:36
a. Religius
Nilai karakter religius mencerminkan keimanan terhadap Tuhan
yang Maha Esa yang diimplementasikan dalam perilaku patuh
menjalankan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai
perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan
damai dengan pemeluk agama lain. Nilai karakter religius ini
ditunjukkan dalam perilaku mencintai dan menjaga keutuhan ciptaan.
Nilai karakter religius meliputi tiga dimensi relasi sekaligus, yaitu
hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan sesama, dan
individu dengan alam semesta (lingkungan).
Subnilai religius antara lain cinta damai, toleransi, menghargai
perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, kepercaya diri,
35 Ibid., 77. 36 Tim PPK, Konsep dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter Tingkat Sekolah
Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, 7-9.
34
kerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaan, persahabatan,
ketulusan, anti-bully dan kekerasan, tidak memaksakan kehendak,
mencintai lingkungan, melindungi yang kecil dan tersisih.
b. Nasionalis
Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan
berbuat yang mencerminkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan
yang tinggi terhadap bahasa, sosial, budaya, ekonomi, politik bangsa,
lingkungan fisik, dan memprioritaskan kepentingan bangsa dan negara
di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
Subnilai nasionalis antara lain cinta tanah air, apresiasi budaya
bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban,
unggul, dan berprestasi, menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin,
serta menghormati keragaman budaya, suku, dan agama.
c. Mandiri
Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak
bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga,
pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita.
Subnilai mandiri antara lain etos kerja (kerja keras), tangguh tahan
banting, daya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan menjadi
pembelajar sepanjang hayat.
d. Gotong royong
Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan
menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan
35
persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi
bantuan/pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan. Subnilai
gotong royong antara lain menghargai, kerja sama, inklusif,
komitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong
menolong, solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan
sikap kerelawanan.
e. Integritas
Nilai karakter integritas merupakan nilai yang melandasi
perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam ucapan, tindakan, dan
pekerjaan, memiliki kesetiaan dan komitmen terhadap nilai-nilai
kemanusiaan dan moral (integritas moral). Karakter integritas meliputi
sikap tanggung jawab sebagai warga negara, melalui konsistensi
tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran, aktif terlibat
dalam kehidupan sosial. Subnilai integritas antara lain kejujuran, cinta
pada kebenaran, setia, keadilan, tanggung jawab, keteladanan,
komitmen moral, anti korupsi, dan menghargai martabat individu
(terutama penyandang disabilitas).
Kemudian lima nilai utama karakter tersebut diturunkan menjadi 18
karakter unggul yang terdapat dalam Puskur Depdiknas, yakni:37
a. Religius, yaitu perilaku patuh terhadap ajaran agama yang dianut,
toleransi dan hidup rukun dengan penganut agama lain.
37 Muhammad Yaumi, Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar, dan Implementasi (Jakarta:
Kencana, 2014), 83.
36
b. Jujur, yaitu perilaku yang sesuai antara perkataan, tindakan, dan
pekerjaan.
c. Toleransi, yaitu sikap menghargai perbedaan di luar diri, baik berupa
agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain.
d. Disiplin, yaitu perilaku tertib dan patuh terhadap aturan.
e. Kerja keras, yaitu upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi hambatan
belajar dan tugas.
f. Kreatif, yaitu melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara baru dari
sesuatu yang telah dimiliki.
g. Mandiri, yaitu tidak bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan
tugas.
h. Demokratis, yaitu menilai sama terhadap hak dan kewajiban diri sendiri
serta orang lain dalam berpikir dan bersikap.
i. Rasa ingin tahu, yaitu beruapaya mengetahui lebih dalam dan luas.
j. Semangat kebangsaan, yaitu memprioritaskan kepentingan bangsa di
atas kepentingan diri dan kelompok.
k. Cinta tanah air, yaitu setia, peduli, dan penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, sosial, budaya, ekonomi, politik bangsa, serta
lingkungan fisik.
l. Menghargai prestasi, yaitu partisipasi aktif dalam mengahsilkan sesuatu
yang bermanfaat bagi masyarakat, serta menghargai kesuksesan orang
lain.
37
m. Bersahabat atau komunikatif, yaitu senang bergaul, berbicara, dan
bekerjasama dengan orang lain.
n. Cinta damai, yaitu sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan
orang lain merasa aman atas kehadiran dirinya.
o. Gemar membaca, yaitu gemar belajar yang menambah kebijakan diri.
p. Peduli lingkungan, yaitu partisipasi aktif dalam pencegahan kerusakan
lingkungan alam sekitar.
q. Peduli sosial, yaitu partisipasi aktif dalam membantu masyarakat yang
membutuhkan bantuan.
r. Tanggung jawab, yaitu melakukan hak dan kewajiban terhadap diri
sendiri, masyarakat, lingkungan, negara, serta Tuhan Yang Maha Esa.
38
BAB I
PAPARAN DATA
A. Riwayat Umar bnu Ahmad Baraja’1
Umar bnu Ahmad Baraja’ lahir di daerah Ampel Surabaya pada hari
Sabtu, 10 Jumada Ats-Tsani 1331 H atau 17 Mei 1913 M dan wafat di
Surabaya pada Sabtu 16 Rabi’ Al-Tsani 1427 atau 13 November 1990 M.
Beliau berasal dari keturunan Syaikh suku Al-Baraja’ dari Sayun Hadramaut,
Yaman. Kakek ke-18 bernama Syaikh Abi Raja’a Sa’ad bin Abadullah bin
Ali bin Abdullah Al-Dhafari, Al-Zuhri Al-Qurashi, garis keturunannya
bertemu dengan kakek Nabi yakni Kalab bin Marra.
Umar bnu Ahmad Baraja’ menimba lmu Umar bnu Ahmad Baraja’
menimba lmu agama dan bahasa arab di madrasah Al-Khairiyah Surabaya,
beliau mengawali belajar agama dari ulama’ ndonesia kemudian mengembara
lmu dari ulama’ di seluruh dunia. Yakni:
1. Ulama’ ndonesia, di antaranya adalah Al-Ustadz Muhammad bin Husein
Ba’bud (Lawang), Habib Abdul Qodir bin Hadi Assegaf, Al-Ustadz Abdul
Qodir bin Ahmad bil Faqih (Malang), Al- Al-Habib Muhammad bin
Ahmad Assegaf (Surabaya), Al-Habib Alwi bin Abdullah Assegaf (Solo),
Al-Habib Ahmad bin Alwi Al-Jufri (Pekalongan), Al-Habib Ali bin
Husein Bin Syihab, Al-Habib Zein bin Abdullah Alkaf (Gresik), Al-Habib
1 Muhammad Achmad Asseggaf, Sekelumit riwayat hidup Al-Ustadz Umar bin Achmad
Baradja (Surabaya: Panitia Haul ke-V, 1995). Dapat diakses di
http://www.mahadbaradja.com/2016/02/blog-post_36.html?m=1
39
Ahmad bin Ghalib Al-Hamid (Surabaya), Al-Habib Alwi bin
Muhammad Al-Muhdhar (Bondowoso), Al-Habib Abdullah bin Hasa
Maulachela, Al-Habib Hamid bin Muhammad As-Sery (Malang), Syaikh
Robaah Hassunah Al-Kholili (Palestina), Syaikh Muhammad
Mursyid (Mesir) yang mendapat tugas mengajar di ndonesia.
2. Ulama’ Makkah, di antaranya adalah Al-Habib Alwi bin Abbas Al-
Maliki, As-Sayyid Muhammad bin Amin Al- Quthbi, As-Syaikh
Muhmmad Seif Nur, As-Syaikh Hasan Muhammad Al-Masysyath, Al-
Habib Alwi bin Salim Alkaff, As- Syaikh Muhammad Said Al-Hadrawi
Al-Makky.
3. Ulama’ Yaman, di antaranya adalah Al-Habib Muhammad bin Hady
Assegaf, Al-Habib Abdullah bin Ahmad Al-Haddar, Al-Habib Hadi bin
Ahmad Al-Haddar, Alhabib Abdullah bin Thahir Al-Haddad, Al-Habib
Abdullah bin Umar Asy-Syatiri, Al-Habib Hasan bin smail Bin
Syeikh Abu Bakar, Al-Habib Ali bin Zein Al-Hadi, Al-Habib Alwi bin
Abdullah Bin Syahab, Al-Habib Abdullah bin Hamid Assegaf, Al-Habib
Muhammad bin Abdullah Al-Haddar.
4. Ulama’ Timur Tengah lain di antaranta adalah Al-Habib Ali bin Zein
Bilfagih (Abu Dhabi, Uni Emirat Arab), Al-Habib Abdul Qodir bin
Achmad Assegaf (Jeddah, Arab Saudi), As-Syaikh Muhammad Bakhit Al-
Muthii’i (Mesir), Sayyidi Muhammad Al-Fatih Al-Kattani (Faaz, Maroko).
Sayyidi Muhammad Al-Munthashir Al-Kattani (Marakisy, Maroko),
Hasanain Muhammad Makhluf (Mesir).
40
5. Ulama’ lain, seperti Al-Habib Alwi bin Thohir Al-Haddad (Johor,
Malaysia), Syaikh Syeikh Abdul ‘Aliim As-Shiddiqi (India).
Umar bnu Ahmad Baraja’ menguasai bahasa Arab, lmu tafsir, lmu
hadits, lmu fikih, lmu tasawuf, lmu sirah, lmu sejarah. Selain tu beliau juga
menguasai bahasa nggris dan bahasa Belanda. Pada tahun 1935 M beliau
dipercayai untuk mengajar di Madrasah Al-Khairiyah Surabaya, Al-Khairiyah
Bondowoso, dan Sekolah Husainiyyah Gresik, kemudian beliau melanjutkan
pengabdiaannya dalam menyebarkan lmu di Rabithah Al-Alawiyyah Solo,
Al-Arabiyah Al-Islamiyah Gresik. Kemudian pada tahun 1951, beliau
membangun dan merintis Yayasan Perguruan slam Malik brahim yang
dibantu oleh Al-habib Zein bin Abdullah Al-kaff. Selain mengajar di
lembaga pendidikan, beliau juga mengajar di rumah pribadi pada pagi dan
sore hari, serta majelis ta’lim pada malam hari. Ketika siswa mulai bertambah
dan tempat belajar semakin tidak memadai, beliau mengembangkan
pendidikan tu dan mendirikan yayasan perguruan slam atas namanya
sebagai perwujudan hasil pendidikan dan pengalamannya selama 50 tahun,
yakni Yayasan Al-Ustadz Ahmad Umar Baradja yang masih berdiri hingga
kini di Surabaya.
B. Karya-karya Umar bnu Ahmad Baraja’2
Salah satu unsur penting yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan
dalam menilai kualitas keilmuan seseorang alah karya tulis lmiah yang telah
2 bid.,
41
dihasilkan. Adapun Umar bnu Ahmad Baraja’ telah menulis beberapa kitab,
di antaranya adalah:
1. Kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin 4 juz
2. Kitab Al-Akhlāq Li Al-Banat 3 juz
3. Kitab Sullam Fiqih
4. Kitab 17 Jauharah (permata do’a)
5. Do’a-do’a Ramadhan
C. Materi Akhlak dalam Kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1
Kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 berisi kajian tentang akhlak anak laki-
laki yang sesuai dengan ajaran agama slam. Kitab ni sengaja disusun untuk
anak laki-laki tingkat pemula (ibtida’) yang berisi pedoman untuk mendidik
akhlak dan didesain dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami serta
dilengkapi dengan cerita-cerita fiktif yang menjelaskan atau menuturkan
secara kronologis suatu kejadian, serta memperlihatkan dampak baik atau
buruk suatu perilaku kepada anak. Dengan demikian, anak mudah mencontoh
dan mengimplementasikan nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam pengantar kitab ni Umar bnu Ahmad Baraja’
menyampaikan pentingnya mendidik akhlak anak sejak dini yang
dianalogikan dengan sebatang pohon yang dahannya bengkok akan sulit
diluruskan karena sudah terlalu kuat, begitulah keadaan anak yang sudah
dewasa akan susah untuk membentuk akhlak.
42
Kitab ni dilengkapi dengan syakal agar memudahkan anak berlatih
membaca bahasa arab dan menangkap nti pelajaran tanpa memikirkan kaidah
tulisan karena kitab ni berfokus pada penyampaian nilai-nilai akhlak pada
anak. Dalam kitab ni, terdapat 33 pasal dengan 21 pasal pembahasan konsep
akhlak untuk anak laki-laki, 2 pasal berisi penjelasan sosok dan peran orang
tua, dan 10 pasal berisi cerita. Adapun materi akhlak dalam kitab Al-Akhlāq
Li Al-Banin Juz 1 adalah sebagai berikut:
Dalam pasal pertama diketahui bahwasanya dasar anak berakhlak adalah
dengan melakukan akhlak baik dan menjauhi akhlak buruk. Ketika anak
melakukan akhlak yang baik maka akan membuahkan dampak positif, yakni
dicintai dan mendapat ridla Allah, dicintai keluarga, dan dicintai semua
orang. Adapun ketika anak melakukan akhlak buruk maka dampak negatifnya
adalah dibenci dan tidak mendapat ridla Allah, dibenci keluarga, serta dibenci
semua orang.3
Kemudian pasal kedua, kitab ni membahas kriteria anak yang berakhlak
baik. Pada pasal ni dijelaskan karakteristik anak dikatakan berakhlak tu
dengan menghormati orang tua dan guru, menghormati saudara dan orang
lain, baik yang lebih tua maupun yang lebih muda darinya, jujur, rendah hati,
dan sabar, tidak meninggikan suara ketika bicara dan tertawa, tidak suka
menyakiti dan bertengkar dengan orang lain.4
Selanjutnya, pada pasal ketiga, kitab ni membahas kriteria anak yang
tidak berakhlak baik. Pada pasal ni dijelaskan karakteristik anak dikatakan
3 Umar bnu Ahmad Baraja’, Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1, 4. 4 bid., 4.
43
tidak berakhlak adalah anak yang tidak sopan terhadap orang tua dan guru,
tidak menghormati saudara dan orang lain, baik yang lebih tua maupun yang
lebih muda darinya, berbohong, tinggi hati, berbicara kotor, tidak malu saat
berlaku buruk, enggan menerima nasihat, meninggikan suara saat bicara dan
tertawa, suka menyakiti, bertengkar, dan meremehkan orang lain.5
Pada pasal keempat, Umar bnu Ahmad Baraja’ menyajikan kisah analogi
tentang sebuah pohon besar yang ndah namun memiliki dahan yang bengkok
sebagai perumpamaan pembentukan akhlak, yakni bahwa ketika pemilik tidak
memperhatikan lurusnya dahan pohon sejak kecil, adapun meluruskan dahan
yang bengkok dari pohon yang telah besar adalah tidak mungkin, karena
pohon tu telah besar dan memiliki dahan yang kuat. begitulah perumpamaan
pembentukan akhlak yang harus dilakukan sejak kecil, apabila akhlak anak
tidak dibentuk sejak kecil maka menanamkan akhlak ketika sudah dewasa
adalah hal yang tidak mungkin.6
Pada pasal kelima, kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 membahas
kewajiban anak terhadap Allah Saw. Pasal ni diawali dengan menunjukkan
kepada anak eksistensi Allah sebagai Tuhan yang menciptakan dan memberi
nikmat telinga untuk mendengar, mata untuk melihat, kaki untuk berjalan,
akal untuk berpikir dan mengetahui baik buruk, nikmat selamat serta nikmat
cinta dari orang tua dan keluarga. Adapun kewajiban anak terhadap Allah
adalah dengan mengagungkan dan mencintai-Nya, mensyukuri nikmat yang
5 bid., 4-5. 6 bid., 5.
44
diberikan, menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, mengagungkan
malaikat, rasul, nabi, orang-orang sholih, serta mencintai karena Allah.7
Kemudian pada pasal keenam dan pasal ketujuh, Umar bnu Ahmad
Baraja’ menyajikan kisah nspiratif tentang anak yang dapat dipercaya dan
anak yang taat. Kisah anak yang dapat dipercaya memberikan pesan yang
jelas bahwa seorang anak harus senantiasa merasa bahwa Allah selalu melihat
perbuatan kita walaupun tidak ada satu manusia pun yang melihatnya.
Adapun kisah anak yang taat menyajikan dampak positif dari perbuatan,
kebiasaan dan akhlak baik yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
adalah mendapatkan cinta dan ridla dari Tuhan dan mendapat balasan surga.8
Kemudian pasal kedelapan dalam kitab ni menyajikan kewajiban anak
terhadap Nabi Muhammad Saw. Pasal ni menjelaskan kepada anak untuk
mencintai Rasulullah melebihi cinta kepada orang tua dan keluarga karena
Rasulullah merupakan makhluk yang paling dicintai oleh Allah dan sebaik-
baik utusan dan panutan sehingga kita dapat mengenal Allah, mengetahui
baik buruk menurut pandangan Allah, serta membedakan halal dan haram.
Oleh karenanya, anak harus mengikuti perilaku, sifat, serta menjalankan
nasihat Rasulullah agar mendapatkan cinta Allah.9
Selanjutya pada Pasal Sembilan, kitab ni menyajikan adab ketika di
rumah. Seorang anak harus menjaga sopan santun di lingkungan keluarga
dengan memuliakan dan menghormati orang tua dan saudara, menghormati
tamu, menjaga perilaku agar tidak memancing kemarahan orang lain, rukun
7 bid., 5-6. 8 bid., 6-8. 9 bid., 8.
45
dengan kakak dan adik, tidak melawan dan bertengkar dengan anggota
keluarga, tidak menyakiti pembantu, bermain dengan aturan, tidak gaduh agar
tidak mengganggu kenyamanan anggota keluarga lain, tidak bermain di pintu
rumah atau kamar, tidak merusak perabotan rumah, tanaman, dan tidak
menyakiti hewan peliharaan.10
Pada pasal kesepuluh, Umar bnu Ahmad Baraja’ kembali memberikan
kisah penuh hikmah tentang bagaimana kebiasaan deal dan akhlak baik yang
diterapkan di rumah oleh anak akan memberikan dampak positif yaitu
mendapatkan ridla dari orang tua dan keluarga, serta terciptanya suasana
harmonis di lingkungan keluarga. Adapun kebiasaan deal yang dapat
dicontoh anak dalam kisah ni adalah senantiasa menjaga kebersihan diri,
lingkungan pribadi dan kebersihan lingkungan rumah, disiplin terhadap waktu
belajar, bermain, stirahat, menjaga salat, serta bersikap baik terhadap seluruh
anggota keluarga dan menghindari perbuatan merusak dan menyebarkan aib
orang lain.11
Kemudian Pasal Sebelas dan Dua Belas menjelaskan peran bu dan
kewajiban anak terhadap bu. bu memiliki peran yang sangat besar bagi anak
sejak mengandung, membesarkan, mendidik, menjaga ketika sakit,
memprioritaskan anak atas dirinya sendiri. Oleh karenanya, anak memiliki
kewajiban terhadap bu yakni mematuhi perintah dengan cinta dan
penghormatan, berusaha membuat bu bangga dan bahagia, menunjukkan raut
wajah bahagia dan senyuman di depan bu, mencium tangan setiap bertemu,
10 bid., 9. 11
bid., 9-10.
46
mendo’akan panjang umur, keselamatan, dan kesehatan, tidak marah,
berbohong, berbicara kotor, tidak melotot, tidak mengeraskan suara di depan
bu, serta menjaga kehormatan bu.12
Kemudian pada Pasal Tiga Belas, kitab ni
menyajikan kisah anak bernama Sholih yang merawat bunya ketika sakit.
Pasal ni memberikan pelajaran kepada anak bagaimana menjaga bu ketika
sakit, mendoakan, menghibur hati, membelikan obat, dan menyediakan
kebutuhan bu.13
Setelah tiga pasal tentang bu, pasal selanjutnya diikuti dengan peran dan
kewajiban anak terhadap ayah. Pada pasal empat belas, kitab ni menjelaskan
kasih sayang, cinta, dan pengorbanan ayah untuk mencari nafkah,
membelikan pakaian, makanan, memenuhi kebutuhan dan keinginan
keluarga, mengusahakan pengobatan saat anak sakit, menyekolahkan anak,
memenuhi kebutuhan sekolah agar anak menjadi pribadi yang sempurna
secara lmu dan akhlak, serta bermanfaat untuk diri sendiri dan masyarakat.
Adapun pasal selanjutnya menjelaskan tentang kewajiban anak terhadap ayah
sebagaimana kewajiban anak terhadap bu yakni menjaga hal-hal yang telah
diberikan oleh ayah, tidak menyia-nyiakan ayah, bersungguh-sungguh dalam
belajar, mengusahakan kebahagiaan ayah dan menjaga nama baik ayah baik
di dalam rumah maupun di luar rumah, tidak memaksa ketika meminta, serta
tidak menyakiti saudara.14
Kemudian pasal tentang ayah ditutup dengan pasal
12 bid., 10-12. 13 bid., 12. 14
bid., 12-14.
47
yang menyajikan kisah kesabaran ayah terhadap anak yang suka
membangkang hingga sang anak menjadi lebih baik.15
Setelah menjelaskan beberapa pasal tentang akhlak terhadap orang tua,
Pasal Lima Belas berisi akhlak terhadap saudara sebagai orang yang paling
dekat dengan anak setelah orang tua. Akhlak anak terhadap saudara yaitu
dengan menghormati, mencintai, mengikuti nasihat yang diberikan oleh
saudara, menyayangi saudara yang lebih kecil, tidak bermusuhan, menyakiti,
bertengkar, berbuat jail, berbicara kotor, dan sabar atas mereka, serta
memaafkan kesalahan saudara dan mengingatkan dengan cara yang lembut
dan halus, tidak terlalu banyak bercanda karena rentan menjadikan dengki
dan bermusuhan. Akhlak tersebut merupakan salah satu upaya
membahagiakan dan mengundang ridla orang tua.16
Pasal tentang akhlak
terhadap saudara ni diikuti dengan pasal yang berisi kisah antara dua saudara
yang saling mencintai, saling membantu, serta saling berbagi.17
Kemudian pada Pasal Sembilan Belas, kitab ni menjelaskan tentang
akhlak terhadap kerabat. Kerabat yang dimaksud oleh penulis adalah kakek
dan nenek dan saudara-saudara dari ayah maupun bu (om, tante, paman, bibi).
Akhlak terhadap kerabat adalah dengan cara mencintai dan menjalankan
perintah yang baik, sering berkunjung untuk mempererat tali silaturrahmi,
menjenguk ketika sakit, bersimpati, tidak berlaku buruk, senantiasa
menampakkan wajah ceria, senyum, dan bersahabat, serta berlaku baik
terhadap sepupu-sepupunya dengan bermain bersama, menanyakan kabar,
15 bid., 14. 16 bid., 15. 17
bid., 15-16.
48
saling membantu, berbagi, tidak menyakiti, menampakkan wajah senyum dan
gembira setiap kali bertemu, dan berbicara dengan kata-kata yang baik.18
Pasal tentang kerabat diikuti dengan satu pasal berisi kisah antara seorang
anak bernama Musthafa dengan sepupunya. Musthafa digambarkan sebagai
anak orang kaya yang rendah hati, tidak sombong, dan suka membantu
terutama kepada kerabatnya.19
Setelah pasal-pasal yang berisi akhlak anak terhadap keluarga, pasal
selanjutnya membahas tentang akhlak terhadap orang lain di luar lingkungan
keluarga yang diawali dengan akhlak anak terhadap pembantu. Pada Pasal
Dua Puluh Satu, kitab ni membahas tentang akhlak anak terhadap pembantu
di rumahnya. Pasal ni menjelaskan peran pembantu sebagai orang yang
mengerjakan tugas-tugas rumah. Penjelasan selanjutnya menjelaskan akhlak
anak terhadap pembantu adalah dengan memberi perintah dengan tutur kata
yang halus, tidak menyakiti, sombong, dan marah terhadap pembantu,
memanggil dengan panggilan yang baik dan sopan, tidak mengumbar aib
keluarga dengan pembantu.20
Pasal ni diikuti dengan pasal yang berisi kisah
anak yang berlaku buruk dan sombong terutama terhadap pembantu.
Selanjutnya anak mendapatkan pemahaman dari ayah bahwa perilaku yang
buruk merupakan cerminan dari pribadi dan pendidikan yang buruk,
kemudian anak diajak untuk berlaku baik terhadap semua orang karena semua
manusia tu setara dan memiliki perasaan sebagaimana kita.21
18 bid., 17. 19 bid., 18. 20 bid., 18-19. 21
bid., 19-20.
49
Pasal Dua Puluh Tiga membahas tentang akhlak terhadap tetangga. Pasal
ni menjelaskan kepada anak untuk berlaku baik terhadap tetangga karena
merupakan orang yang paling dekat dengan rumah yang sering membantu di
rumah ketika ada hajat, meminjami perabotan dapur. Akhlak terhadap
tetangga juga merupakan anjuran agama untuk memuliakan tetangga dan
memenuhi hak-haknya. Adapun akhlak terhadap tetangga adalah dengan
menyayangi dan berbagi dengan anak tetangga, menampakkan wajah ceria,
senyum, dan bersahabat ketika bertemu, tidak sombong, ri, dan dengki,
mengunjungi ketika sakit, tidak menyebarkan aib, menyakiti, dan
mengganggu keanyamanan dan keamanan tetangga.22
Pasal selajutnya berisi
kisah tentang anak yang memiliki perilaku baik terhadap anak-anak tetangga,
saling membantu, dan peduli sehingga menjadi anak yang disenangi semua
orang di lingkungannya.23
Kemudian Pasal Dua Puluh Lima membahas tentang kedisiplinan anak
sebelum berangkat sekolah. Pasal ni memberikan jadwal kegiatan sebelum
berangkat sekolah yang diharapkan menjadi kebiasaan bagi anak, yakni
bangun pagi setiap hari, mandi menggunakan sabun, wudu kemudian salat
berjamaah di masjid atau dengan orang tua, bersalaman dengan kedua orang
tua setelah salat, memakai seragam sekolah yang bersih dan rapi, mengecek
pelajaran yang sudah dipelajari di malam hari, merapikan perangkat sekolah
di tas, sarapan, zin kepada orangtua untuk berangkat sekolah.24
22 bid., 20-21. 23 bid., 21. 24
bid., 22.
50
Pasal Dua Puluh Enam membahas tentang akhlak berjalan di muka
umum. Dalam pasal ni diketahui bahwa anak harus menjaga muru’ah ketika
berjalan, yakni dengan berjalan lurus, tidak tengok kanan kiri, tidak bergerak
yang aneh-aneh, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lamban, tidak berjalan
sambil makan, minum, atau membaca buku, tidak merusak dan mengotori
jalan, tidak berhenti di tengah jalan, tidak gaduh, mengganggu kenyamanan
orang lain, apabila berjalan bersama teman agar tidak mengejek orang yang
ditemui, bercanda, berbicara, atau tertawa keras karena tidak mencerminkan
pribadi anak yang terdidik, serta senantiasa mengucapkan salam ketika
bertemu orang lain.25
Pasal Dua Puluh Tujuh membahas tentang akhlak anak sebagai siswa di
kelas. Akhlak di kelas adalah mengusap sepatu dengan serbet sebelum masuk
kelas, membuka pintu yang tertutup dengan halus, masuk kelas dengan sopan,
memberi salam dan bersalaman kepada teman-teman sambil tersenyum,
meletakkan tas di laci meja, menyambut kadatangan guru dan menyalami
dengan sopan, tidak berbicara dan bermain, masuk kembali ke kelas setelah
bel stirahat dengan penuh ketenangan, tidak berdesakan dengan teman
sebangku, berjalan ke tempat duduk dan duduk dengan baik, lurus,
menghindari posisi duduk membungkukkan pungung, mempermainkan kaki,
menyilangkan kaki ketika duduk, meletakkan tangan di pipi, tidak
mengabaikan pelajaran, fokus dan lurus menghadap guru dan tidak tolah-
toleh, tidak bergurau dengan teman karena dapat mengganggu dalam
25
bid., 22-23.
51
memahami pelajaran dan konsentrasi teman sehinga mengundang kemarahan
guru.26
Kemudian pada Pasal Dua Puluh Delapan, menjelaskan tentang
bagaimana merawat peralatan sekolah dan peralatan belajar dengan cara
meletakkan alat tulis dan belajar pada tempatnya agar tidak hilang atau kotor
sehingga mudah menemukan ketika dibutuhkan, menyampuli buku agar
rapih, tidak sobek dan kotor, tidak menggunakan air liur untuk membalik
halaman dan menghapus tulisan agar tidak membahayakan kesehatan. tidak
meruncingkan pensil menggunakan lantai, meja, atau sampul buku, tidak
memasukkan pulpen ke mulut, membersihkan tumpahan tinta dengan sapu
tangan atau kain lap, bukan dengan baju.27
Selain membahas tentang akhlak
siswa di kelas dan menjaga peralatan belajar, kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz
1 juga menjelaskan bahwa anak juga harus menjaga nventaris sekolah pada
pasal dua puluh sembilan dengan cara tidak mengotori atau merusak meja,
kursi, tembok, pintu, dan lantai dengan membuang ludah, ngus, kotoran bekas
pensil dan sobekan kertas di sembarang tempat, memainkan bel, mencoret-
coret papan tulis, serta menyembunyikan penghapus.28
Pasal Tiga Puluh membahas tentang peran guru dan kewajiban siswa
terhadap guru. Guru memiliki peran yang sangat besar dalam mendidik
akhlak siswa, mengajarkan lmu, memberikan nasihat, dan memperlakukan
siswa sebagaimana yang dilakukan oleh orang tua. Oleh karena tu, siswa
wajib menghormati guru sebagaimana anak menghormati orang tuanya. Di
26 bid, 23-24. 27 bid., 24-25. 28
bid., 25.
52
antara cara menghormati guru adalah duduk dan berbicara dengan sopan
ketika di depan guru, tidak memotong ketika guru berbicara atau
menerangkan materi pelajaran, senantiasa mendengarkan dan memperhatikan
materi yang disampaikan, sopan ketika bertanya dengan cara mengangkat
tangan untuk meminta zin bertanya jika tidak memahami materi pelajaran,
menjawab pertanyaan guru dengan jawaban dan gestur tubuh yang sopan,
tidak menjawab pertanyaan yang tidak diajukan kepadanya, serta disiplin dan
bersungguh-sungguh dalam belajar. Pasal ni ditutup dengan peringatan bahwa
siswa yang marah ketika dinasihati dan ditegur bahkan mengadukan kepada
orang tua adalah siswa yang memiliki akhlak yang buruk.29
Selanjutnya pada Pasal Tiga Puluh Satu membahas tentang akhlak
terhadap menjelaskan bagaimana siswa harus berakhlak baik kepada teman di
sekolah sebagaimana anak berakhlak baik kepada saudaranya di rumah,
saling menghormati, mengasihi, membantu, dan peduli, tidak saling
menyakiti, bertengkar, mengganggu, dan bermain permainan yang tidak
pantas, tidak pelit, sombong, saling mengingatkan, dan menampakkan wajah
ceria, senyum dan bersahabat, berbicara dengan halus dan senyum, menepati
janji, menghindari marah, hasud, bicara kotor, bohong, adu domba antar
teman, berbuat seng dengan mengagetkan, mempermainkan, mengotori
tempat belajar, mengotori, dan menyembunyikan peralatan sekolah yang
dimiliki oleh teman.30
29 bid., 25-27. 30
bid., 27-28.
53
Pendidikan akhlak dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 ditutup
dengan dua pasal berisi nasihat umum. Nasihat umum pertama menjelaskan
kepada anak agar ketika meminta tolong menggunakan bahasa baik dan kata
tolong, tidak memberikan kesan memerintah dan mengucapkan terima kasih
setelahnya dan mendo’akan kebaikan kepadanya. Kemudian apabila ada
orang yang mengajak berbicara hendaknya memperhatikan dan menunggu
hingga selesai dan tidak memotong ucapannya serta menghargai cerita yang
disampaikan walaupun kamu sudah pernah mendengarnya. Pasal ni juga
mengingatkan anak untu selalu menjaga kebersihan gigi, tidak menghisap
jari, memotong kuku dengan gigi, mengupil dan mengorek telinga di muka
umum. Adapun kegiatan buruk yang harus dihindari oleh anak adalah
membuka rahasia orang lain, membaca surat yang bukan haknya,
mencampuri urusan orang lain serta menguping.31
Adapun nasihat umum yang kedua mengingatkan anak untuk
menghindari kebiasaan-kebiasaan buruk lain seperti menggunakan barang
orang lain tanpa zin, mengambil barang yang ditemukan di jalan, merusak
atau tidak mengembalikan barang yang dipinjam, menjawab pertanyaan
dengan jawaban yang kasar dan gestur tidak sopan, serta menjawab
pertanyaan yang ditujukan pada orang lain. Pasal ni juga menjelaskan bahwa
anak harus menjaga kebersihan dan kerapihan badan dengan memotong
rambut dengan rapi, memotong kuku, mengganti pakaian, serta berhati-hati
dalam bermain dengan sesuatu yang membahayakan seperti debu, api,
31
bid., 28-29.
54
kotoran, bergelantungan di tangga, pohon agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan. Pasal ni juga mengingatkan anak untuk menjaga kesehatan
dengan cara berolahraga, bernafas dengan hidung bukan dengan mulut,
menjauhi udara kotor, tidak memakan makan basi, tidak memakan buah yang
belum matang atau busuk, tidak meminum air kotor dan makan jajan yang di
jual di pinggir jalan karena rawan terkena debu, menghindari gigitan nyamuk,
lalat, tidak rakus dan menjaga kebersihan makanan, tidak berlebih-lebihan
dan mubazir, serta membiasakan diri untuk tidak membelanjakan uangnya
dengan membeli barang yang tidak bermanfaat agar terbiasa memanfaatkan
uang untuk menabung.32
32
bid., 29-31.
55
BAB IV
ANALISIS DATA
A. Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1
Akhlak membutuhkan pembiasaan yang berlangsung secara terus-
menerus sehingga membentuk sebuah respon yang bersifat spontan sebagai
cerminan dari latihan dan konsep yang tertanam kuat dalam jiwa individu.1
Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa pendidikan akhlak
membutuhkan latihan yang panjang sehingga mengakar kuat dalam diri
individu. Umar Ibnu Ahmad Baraja’ dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1
memberikan pendidikan akhlak sejak dini agar anak memiliki akhlak yang
baik sebagai bekal masa depan. Adapun konsep pendidikan akhlak yang dapat
dikaji dalam kitab ini adalah berdasarkan sifat dan ruang lingkupnya.
Akhlak berdasarkan sifatnya dibagi menjadi dua, yakni akhlak terpuji
dan akhlak tercela. Akhlak terpuji merupakan akhlak yang dicontohkan oleh
Rasulullah Saw. sebagai tauladan yang sempurna yang perilaku terpuji yang
menjadi tanda kesempurnaan keimanan seseorang. Akhlak ini lahir dari sifat-
sifat terpuji yang merupakan buah dari ketakwaan dan latihan yang panjang
dan terus-menerus.2 Pembahasan tentang kriteria akhlak yang baik dapat
ditemukan dalam pasal dua. Pada pasal ini karakteristik anak berakhlak baik
adalah perilaku anak yang menghormati orang tua dan guru, menghormati
saudara dan orang lain, baik yang lebih tua maupun yang lebih muda darinya,
1 Abid Rohmanu, Reinterpretasi Jihad: Relasi Fikih dan Akhlak, 38. 2 Afidiah Nur Ainun, dkk, Mengenal Aqidah dan Akhlak Islami, 414.
56
jujur, rendah hati, dan sabar, tidak meninggikan suara ketika bicara dan
tertawa, tidak suka menyakiti dan bertengkar dengan orang lain.3
Adapun akhlak tercela tercela adalah segala perilaku yang dapat
membawa kepada kebinasaan diri, bertentangan dengan fitrah, dan menipu
kebaikan. Akhlak tercala dapat juga diartikan sebagai perbuatan yang
melanggar norma agama dan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat.4
Pemabahasan tentang kriteria akhlak yang buruk dapat ditemukan dalam
pasal ketiga. Karakteristik anak berakhlak buruk adalah perilaku anak yang
tidak sopan terhadap orang tua dan guru, tidak menghormati saudara dan
orang lain, baik yang lebih tua maupun yang lebih muda darinya, berbohong,
tinggi hati, berbicara kotor, tidak malu saat berlaku buruk, enggan menerima
nasihat, meninggikan suara saat bicara dan tertawa, suka menyakiti,
bertengkar, dan meremehkan orang lain.5
Dari penjelasan tersebut, Peneliti menyimpulkan bahwa Umar Ibnu
Ahmad Baraja’ memberikan batasan yang sederhana namun jelas dan mudah
dipahami oleh anak tentang karakteristik akhlak baik dan buruk. Karakteristik
akhlak yang diusung lebih banyak bersifat lahiriyah yang mana sesuai dengan
tingkat pemahaman anak yang hanya mempelajari hal-hal yang nampak.
Sedangkan konsep pendidikan akhlak dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin
Juz 1 berdasarkan ruang lingkupnya dibagi menjadi dua, yakni vertikal dan
horizontal yang mencakup akhlak dalam hubungannya dengan Tuhan dan
3 Umar Ibnu Ahmad Baraja’, Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1, 4. 4 Afidiah Nur Ainun, dkk, Mengenal Aqidah dan Akhlak Islami, 415. 5 Umar Ibnu Ahmad Baraja’, Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1, 4-5.
57
akhlak dalam hubungannya dengan makhluk mencakup diri sendiri, orang
lain, dan lingkungan. Yakni:
1. Akhlak terhadap Allah
Akhlak terhadap Allah merupakan sikap yang ditunjukkan manusia
kepada Allah. Sikap ini dimanifestasikan dalam bentuk kepatuhan dalam
menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.6 Umar Ibnu
Ahmad Baraja’ menjabarkan konsep akhlak kepada Allah dalam pasal
kelima dengan mengagungkan dan mencintai-Nya, mensyukuri nikmat
yang diberikan, menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya,
mengagungkan malaikat, rasul, nabi, orang-orang sholih, dan mencintai
karena Allah serta memaparkan nikmat-nikmat jasmaniyah yang mudah
ditangkap dan dipahami oleh anak.7
Menurut Peneliti, akhlak terhadap Allah yang diusung oleh Umar
Ibnu Ahmad Baraja’ dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 berupa
internalisasi pemahaman tentang iman kepada Allah yang perlu
diwujudkan dalam tindakan dan diajarkan sejak usia dini akan
menimbulkan kebiasaan yang mengakar kuat dalam diri individu sehingga
dapat membentuk keseluruhan karakter baik yang didasari oleh aturan
yang dikehendaki oleh agama dan menjadi pegangan dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari.
Selain akhlak kepada Allah, manusia juga harus memperhatikan
akhlak terhadap Rasulullah sebagai utusan Allah dengan mencintai,
6 Afidiah Nur Ainun, dkk, Mengenal Aqidah dan Akhlak Islami, 98. 7 Umar Ibnu Ahmad Baraja’, Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1, 5-6.
58
mengikuti sunnahnya, meneladani, dan menjalankan perintah dan
menjauhi larangannya.8
Umar Ibnu Ahmad Baraja’ dalam kitab Al-Akhlāq
Li Al-Banin Juz 1 juga menyajikan peran Rasulullah Muhammad yang
terdapat pada pasal sembilan sebagai utusan yang ditugaskan untuk
membawa risalah ketuhanan dan sebagai mediator antara manusia dengan
kehendak Tuhan yang termaktub dalam nas-nas agama. Umar Ibnu Ahmad
Baraja’ menyatakan bahwa anak memiliki kewajiban akhlak kepada
Rasululllah dengan mencintai dan meneladani perilaku dan sifat beliau.9
Rasulullah memiliki tanggung jawab besar sebagai pembawa risalah Islam
dan tauladan sempurna yang harus tetap eksis sampai hari kiamat. Peran
rasul inilah yang wajib diyakini oleh anak agar meyakini, membenarkan
dan mengikuti ajaran yang dibawa sebagai bentuk manifestasi dari
keyakinan itu sendiri.
2. Akhlak terhadap makhluk
a. Akhlak terhadap sesama manusia
1) Akhlak terhadap diri sendiri
Akhlak terhadap diri memuat bagaimana seseorang
memelihara nikmat jasmani serta nikmat rohani.10
Dalam kitab Al-
Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 Umar Ibnu Ahmad Baraja’ menjelaskan
di antara akhlak terhadap diri sendiri adalah jujur, rendah hati,
sabar, santun dalam berbicara, tertawa, dan berjalan di muka
umum, menjaga kebersihan diri, menjaga sikap di manapun berada,
8 Jamil, Akhlak Tasawuf, 4. 9 Umar Ibnu Ahmad Baraja’, Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1, 8. 10
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, 169.
59
menghindari kebiasaan buruk seperti berkata kotor, marah ketika
dinasihati, membuka rahasia dan mencampuri urusan orang lain,
menggunakan barang orang lain tanpa izin, dan mengambil dan
memiliki barang yang ditemukan di jalan.
Kajian di atas terdapat dalam pasal kriteria anak yang
berakhlak baik,11
sopan santun terhadap saudara,12
akhlak kepada
kerabat,13
akhlak kepada pembantu,14
akhlak kepada tetangga,15
akhlak terhadap teman sekolah,16
akhlak ketika berjalan di muka
umum,17
dan nasihat umum.18
Menurut hemat Peneliti, akhlak terhadap diri sendiri yang
diusung oleh Umar Ibnu Ahmad Baraja’ adalah akhlak dasar yang
harus dimiliki setiap individu baik dalam hubungannya dengan diri
sendiri maupun dalam hubungannya dengan orang lain, karena
akhlak yang dimiliki memang diperuntukkan sebagai bekal dalam
berhubungan sosial. Akhlak yang harus dimiliki dan ditanamkan
kepada diri sendiri sangat luas dan banyak sehingga membutuhkan
dasar yang kuat seperti jujur, rendah hati, dan sabar sehingga dapat
menjadi pijakan dalam menjalani kehidupan sehari-hari baik
hubungannya dengan Tuhan, diri sendiri maupun orang lain.
11 Umar Ibnu Ahmad Baraja’, Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1, 4. 12 Ibid., 15. 13 Ibid., 18. 14 Ibid., 18-19. 15 Ibid., 20-21. 16 Ibid., 27-28. 17 Ibid., 22-23. 18
Ibid., 28-31.
60
2) Akhlak terhadap keluarga
Akhlak terhadap keluarga ditujukan untuk menjaga hubungan
harmonis antar anggota keluarga yang melahirkan susana sakinah
sebagai manifestasi dari mawaddah, dan rahmah dengan
menunaikan kewajiban terhadap masing-masing anggota keluarga
dengan sebaik-baiknya.19
Akhlak terhadap keluarga meliputi
Dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 meliputi . Akhlak
terhadap anak adalah dengan saling menghormati, mengasihi,
membantu, menjaga sikap dan perilaku dalam interaksi sehari-hari,
serta menghindari hal-hal yang dapat merusak keharmonisan.
Kajian ini terdapat dalam pasal akhlak di rumah,20
akhlak terhadap
kedua orang tua,21
akhlak terhadap saudara,22
akhlak terhadap
kerabat.23
Menurut hemat Peneliti, akhlak terhadap keluarga yang
ditujukan untuk menjaga hubungan harmonis di lingkungan
keluarga dapat menjadi modal dalam mewujudkan lingkungan
keluarga yang dapat membentuk kepribadian baik anak sejak dini
sehingga dapat melekat kuat dalam diri anak hingga dewasa dan
kemudian melanjutkan rantai dalam membentuk keluarga dengan
modal akhlak baik yang dimiliki.
19 Imam Pamungkas, Akhlak Muslim Modern, 54. 20 Umar Ibnu Ahmad Baraja’, Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1, 9. 21 Ibid., 10-15. 22 Ibid., 15. 23
Ibid., 17.
61
3) Akhlak terhadap masyarakat
Masyarakat adalah sekumpulan keluarga yang hidup bersama
dalam satu tempat tertentu. Akhlak terhadap masyarakat tercermin
dari sikap saling menghormati, tolong menolong dalam kebaikan,
berbuat baik, anti deskriminasi, dan santun dalam berinteraksi.24
Akhlak terhadap masyarakat meliputi saling membantu
menghormati, menjaga kenyamanan satu sama lain, komunikatif
dan bersahabat, anti deskriminasi dan toleran, serta menjaga sikap
dan perilaku dalam interaksi sehari-hari. Kajian tersebut terdapat
pada pasal akhlak terhadap pembantu,25
akhlak terhadap tetangga,26
akhlak terhadap guru,27
dan akhlak terhadap teman sekolah.28
Dari penjelasan di atas, Peneliti menyimpulkan bahwa akhlak
terhadap masyarakat yang diusung oleh Umar Ibnu Ahmad Baraja’
merupakan modal dalam mewujudkan lingkungan sosial yang
harmonis dan positif. Akhlak terhadap masyarakat ini dapat
menjadi titik tolak terwujudnya lingkungan sosial yang baik
sehingga dapat membantu membentuk kepribadian anak yang
kemudian membentuk mata rantai anggota masyarakat berkualitas
b. Akhlak terhadap lingkungan
Lingkungan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang di sekitar
manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak
24 Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, 129. 25 Umar Ibnu Ahmad Baraja’, Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1, 18-19. 26 Ibid., 20-21. 27 Ibid., 25-27. 28
Ibid., 27-28
62
bernyawa yang telah ditundukkan oleh Allah sehingga manusia harus
menjaga keseimbangan dan bersahabat dengan alam.29
Umar Ibnu
Ahmad Baraja’ mengajarkan dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1
mengenai akhlak terhadap lingkungan sekolah dengan menghimbau
anak untuk tidak merusak tanaman dan tidak menyakiti hewan
peliharaan,30
menjaga kebersihan lingkungan kelas, dan turut menjaga
inventaris yang dimiliki oleh sekolah dalam perannya sebagai bagian
dari warga sekolah.31
Jadi dapat disimpulkan bahwa konsep pendidikan akhlak yang diusung
oleh Umar Ibnu Ahmad Baraja’ dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1
sangat kompleks yang mencakup sifat-sifat akhlak dan ruang lingkupnya.
Adapun sifat akhlak dibagi menjadi dua, yakni akhlak terpuji dan akhlak
tercela. Sedangkan akhlak berdasarkan ruang lingkupnya dibagi menjadi dua,
yakni akhlak terhadap Allah dan akhlak terhadap makhluk yakni akhlak
terhadap sesama manusia yang meliputi akhlak terhadap diri sendiri, akhlak
terhadap orang lain (keluarga dan masyarakat), serta akhlak terhadap
makhluk selain manusia yakni akhlak terhadap lingkungan.
Secara mudah konsep pendidikan akhlak dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-
Banin Juz 1 terdapat pada gambar berikut:
29 Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, 208. 30 Umar Ibnu Ahmad Baraja’, Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1, 9. 31
Ibid., 25.
63
Gambar 4.1
Konsep pendidikan akhlak dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1
berdasarkan sifatnya.
Gambar 4.2.
Konsep pendidikan akhlak dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 berdasarkan
ruang lingkupnya.
Konsep akhlak dalam kitab Al-
Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 berdasarkan sifatnya
Akhlak terpuji Akhlak tercela
Konsep akhlak dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-
Banin Juz 1
berdasarkan ruang lingkupnya
Akhlak terhadap Allah Akhlak terhadap makhluk
Sesama manusia Lingkungan
Diri sendiri
Masyarakat
Keluarga
64
B. Analisis Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Umar Ibnu
Ahmad Baraja’ dalam Kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 dengan
Pendidikan Karakter Nasional
Dari data yang ada, Peneliti akan merelevansikan pendidikan akhlak
yang terkandung dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 dengan pendidikan
karakter anak, adapun pilar-pilar pendidikan karakter perspektif Thomas
Lickona yang terdapat dalam kitab ini adalah:
1. Pengetahuan moral (moral knowing)
Moral knowing berkenaan dengan pengetahuan, kesadaran, serta
pemahaman nilai-nilai moral.32
Dimensi ini mencakup olah pikiran dalam
mengetahui hal yang baik. Dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 kajian
tentang pengetahuan moral terdapat dalam Pasal Dua dan Pasal Tiga
tentang indikator anak yang berakhlak baik dan anak yang berakhlak
buruk33
, Pasal Lima tentang kewajiban terhadap Allah,34
Pasal Enam yang
berisi kisah tentang anak yang dapat dipercaya yang memiliki kesadaran
bahwa setiap perbuatan akan selalu dilihat oleh Allah walaupun tidak ada
satu pun manusia yang melihatnya35
, Pasal Delapan tentang kewajiban
terhadap Rasulullah,36
Pasal Sembilan tentang akhlak di rumah,37
Pasal
Dua Belas tentang akhlak terhadap ibu,38
Pasal Lima Belas tentang akhlak
32 Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, Konsep dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan , 77. 33 Umar Ibnu Ahmad Baraja’, Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1, 4. 34 Ibid., 5-6. 35 Ibid., 6-7. 36 Ibid., 8. 37 Ibid., 9. 38
Ibid., 11-12.
65
terhadap ayah, 39
Pasal Tujuh Belas tentang sopan santun terhadap
saudara,40
Pasal Sembilan Belas tentang akhlak kepada kerabat,41
Pasal
Dua Puluh Satu tentang akhlak kepada pembantu,42
Pasal Dua Puluh Enam
tentang akhlak ketika berjalan di muka umum,43
Pasal Dua Puluh Tiga
tentang akhlak kepada tetangga,44
Pasal Tiga Puluh tentang akhlak
terhadap guru,45
Pasal Tiga Puluh Satu tentang akhlak terhadap teman
sekolah,46
Pasal Tiga Puluh Dua dan Tiga Puluh Tiga tentang nasihat
umum.47
2. Perasaan moral (moral feeling atau moral loving)
Dimensi ini mencakup olah rasa dalam menginginkan hal yang baik.
Kajian perasaan moral disajikan oleh Umar Ibnu Ahmad Baraja’ dalam
pasal-pasal yang berisi kisah-kisah inspiratif yakni Pasal Tujuh yang
mengisahkan bagaimana kebiasaan baik yang dimiliki oleh anak yang
taat,48
Pasal Sepuluh yang mengisahkan tentang Abdullah yang disiplin
dan cinta kebersihan,49
Pasal Tiga Belas yang mengisahkan tentang anak
bernama Shalih yang merawat, membantu, dan mendoakan ibunya ketika
sakit,50
Pasal Delapan Belas yang mengisahkan tentang dua saudara yang
39 Ibid., 13-14. 40 Ibid., 15. 41 Ibid., 18. 42 Ibid., 18-19. 43 Ibid., 22-23. 44 Ibid., 20-21. 45 Ibid., 25-27. 46 Ibid., 27-28. 47 Ibid., 28-31. 48 Umar Ibnu Ahmad Baraja’, Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1, 7-8. 49 Ibid., 9-10. 50
Ibid., 12.
66
saling mencintai dan berbagi,51
Pasal Dua Puluh yang mengisahkan
tentang anak dari keluarga kaya yang suka membantu dan berbagi dengan
saudaranya yang kekurangan.52
3. Tindakan moral (moral doing)
Tindakan moral merupakan turunan dari pengetahuan dan perasaan
moral yang diwujudkan dalam bentuk tindakan.53
Dimensi ini mencakup
pengolahan raga dalam melakukan hal yang baik. Kajian tindakan moral
disajikan oleh Umar Ibnu Ahmad Baraja’ dalam pasal-pasal yang berisi
kisah-kisah inspiratif yakni Pasal Tujuh yang mengisahkan bagaimana
kebiasaan baik yang dimiliki oleh anak yang taat,54
Pasal Sepuluh yang
mengisahkan tentang Abdullah yang disiplin dan cinta kebersihan,55
Pasal
Tiga Belas yang mengisahkan tentang Shalih yang merawat, membantu,
dan mendoakan ibunya ketika sakit,56
Pasal Delapan Belas yang
mengisahkan tentang dua saudara yang saling mencintai dan berbagi,57
Pasal Dua Puluh yang mengisahkan tentang anak dari keluarga kaya yang
suka membantu dan berbagi dengan saudaranya yang kekurangan.58
Jadi dapat disimpulkan bahwa kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1
memiliki relevansi dengan pilar pendidikan karakter yang diusung oleh
51 Ibid., 15-16. 52 Ibid., 18. 53 Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, Konsep dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan , 77 54 Umar Ibnu Ahmad Baraja’, Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1, 7-8. 55 Ibid., 9-10. 56 Ibid., 12. 57 Ibid., 15-16. 58
Ibid., 18.
67
Thomas Lickona yakni pengetahuan moral, perasaan moral dan tindakan
moral.
Sedangkan nilai-nilai karakter utama yang muncul dalam kitab ini adalah
sebagai berikut:
1. Religius
Iman terhadap Allah dan Rasulullah termasuk dalam karakter
religius. Hal ini karena Peneliti berpendapat bahwa karakter religius
berhubungan dengan keyakinan terhadap Tuhan yang didasarkan pada
pendapat Tim PPK (Penguatan Pendidikan Karakter) Kemendikbud
bahwa religius merupakan nilai karakter yang tercermin dalam keimanan
kepada Allah yang termanifestasi dalam perilaku melaksanakan ajaran
agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama,
menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan
kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain.
Nilai karakter religius ini meliputi tiga dimensi relasi sekaligus, yaitu
hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan sesama, dan individu
dengan alam semesta (lingkungan).59
Dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin
Juz 1 subnilai religius yang muncul adalah akhlak terhadap Allah dan
Rasulullah, bersahabat atau komunikatif, dan cinta damai. Akhlak
terhadap Allah dan Rasulullah yang tercermin dalam kewajiban anak
terhadap Allah dan Rasulullah terdapat dalam pasal dengan judul
59 Hendarman, dkk, Konsep dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter Tingkat
Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, 7.
68
kewajiban terhadap Allah Swt.60
dan kewajiban terhadap Nabi
Muhammad Saw.61
Nilai karakter bersahabat dan komunikatif tercermin dalam akhlak
bergaul terhadap orang lain untuk selalu menyambung tali silaturrahmi,
menampilkan senyum dan wajah bersahabat dalam bersosial. Karakter ini
memungkinkan anak untuk berpartisipasi aktif secara positif dalam
mewujudkan lingkungan harmonis dalam masyarakat. Kajian tentang ini
terdapat pada pasal akhlak terhadap orang tua,62
akhlak terhadap
saudara,63
akhlak terhadap kerabat,64
akhlak terhadap tetangga,65
dan
akhlak terhadap teman sekolah.66
Adapun karakter cinta damai tercermin
dalam akhlak bergaul terhadap orang lain untuk menghindari
permusuhan, saling menyakiti, dan mengganggu kenyamanan. Kajian
tentang ini terdapat pada pasal adab di rumah,67
akhlak terhadap
saudara,68
akhlak terhadap tetangga,69
dan akhlak terhadap teman
sekolah.70
2. Nasionalis
Peduli lingkungan sekolah termasuk dalam karakter nasionalis. Hal
ini karena Peneliti berpendapat bahwa karakter nasionalis berhubungan
60 Umar Ibnu Ahmad Baraja’, Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1, 5-6. 61 Ibid., 8. 62 Ibid., 10-14. 63 Ibid., 15. 64 Ibid, 17. 65 Ibid., 20-21. 66 Ibid., 27-28. 67 Ibid., 9. 68 Ibid., 15. 69 Ibid., 27-28. 70
Ibid., 27-29.
69
dengan menghargai dan melestarikan lingkungan fisik yang didasarkan
pada pendapat Tim PPK Kemendikbud bahwa nilai karakter nasionalis
merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa,
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri
dan kelompoknya.71
Dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 subnilai
nasionalis yang muncul adalah peduli lingkungan. Karakter peduli
lingkungan tercermin dari kebiasaan menjaga kebersihan lingkungan
sekolah dan menjaga inventaris sekolah sehingga menimbulkan
kenyamanan dalam belajar dan ikut serta dalam menjaga alat-alat belajar
yang dimiliki oleh sekolah agar tetap bisa digunakan oleh anak lain lain
dalam jangka panjang dan bukti kepedulian anak terhadap lingkungan
sekolah. Kajian ini terdapat pada pasal bagaimana menjaga inventaris
sekolah.72
3. Mandiri
mempersiapkan peralatan belajar dan mengatur waktu dengan
sebaik-baiknya sebelum berangkat sekolah termasuk dalam karakter
mandiri. Hal ini karena Peneliti berpendapat bahwa karakter mandiri
berhubungan dengan salah satu upaya mewujudkan cita-cita yang
didasarkan pada pendapat Tim PPK Kemendikbud bahwa nilai karakter
mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain
71 Tim PPK, Konsep dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter Tingkat Sekolah
Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, 8. 72
Umar Ibnu Ahmad Baraja’, Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1, 25.
70
dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan
harapan, mimpi dan cita-cita.73
Dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1
subnilai mandiri yang muncul adalah profesional yakni kesiapan anak
ketika memulai sekolah, dengan jadwal teratur untuk belajar dan menata
jadwal pelajaran di malam hari, bangun pagi untuk sholat shubuh dan
mempersiapkan diri sebelum pergi sekolah, memasuki kelas sebelum jam
pelajaran dimulai, dan lain-lain. Kajian ini terdapat pada pasal sebelum
berangkat sekolah74
dan akhlak di dalam kelas.75
4. Gotong royong
Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai
semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan
bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi
bantuan/pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan.76
Dalam
kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 subnilai gotong royong yang muncul
adalah peduli sosial dan anti diskriminasi. Karakter peduli sosial
tercermin dari sikap anak untuk saling mengingatkan, saling berbagi,
ringan tangan membantu orang lain dalam kesusahan, serta menghindari
permusuhan, adu domba, mencari dan menyebarkan aib orang lain.
Kajian ini termuat dalam pasal akhlak terhadap saudara,77
akhlak
73 Tim PPK, Konsep dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter Tingkat Sekolah
Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, 9. 74 Umar Ibnu Ahmad Baraja’, Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1, 22. 75 Ibid, 23-24. 76 Tim PPK, Konsep dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter Tingkat Sekolah
Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, 9. 77
Umar Ibnu Ahmad Baraja’, Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1, 15.
71
terhadap kerabat,78
akhlak terhadap tetangga,79
dan akhlak terhadap
teman sekolah.80
Sedangkan karakter toleransi tercermin dalam interaksi anak
dengan pembantu. Karakter ini akan menjauhkan anak dari sikap anti
perbedaan dan rasis dalam bergaul dengan masyarakat yang lebih luas
untuk tetap bersikap sopan tanpa memandang latar belakang sosial.
Kajian ini terdapat dalam pasal akhlak terhadap pembantu.81
5. Integritas
jujur dan tanggung jawab termasuk dalam karakter integritas. Hal
ini karena Peneliti berpendapat bahwa karakter integritas berhubungan
dengan loyalitas yang dimiliki yang didasarkan pada pendapat Tim PPK
Kemendikbud bahwa nilai karakter integritas merupakan nilai yang
mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan,
dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai
kemanusiaan dan moral (integritas moral).82
Dalam kitab Al-Akhlāq Li
Al-Banin Juz 1 subnilai integritas yang muncul adalah jujur dan
bertanggungjawab. Nilai karakter jujur disebut dengan gamblang sebagai
salah salah satu tolok ukur akhlak baik yang terdapat dalam diri
seseorang. Karakter jujur ditegaskan tidak hanya terhadap diri sendiri,
78 Ibid, 17. 79 Ibid., 20-21. 80 Ibid., 27-28. 81 Ibid., 18-19. 82 Tim PPK, Konsep dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter Tingkat Sekolah
Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, 9.
72
namun juga orang lain sebagai upaya menambah kualitas diri sebagai
orang yang dapat dipercaya dalam ucapan, tindakan, serta perbuatan.
Kajian ini terdapat pada pasal kriteria anak yang berakhlak baik.83
Sedangkan karakter tanggung jawab tercermin dari tanggung jawab
individual dalam menjaga peralatan sekolah yang dimiliki maupun
tanggung jawab sosial yakni melakukan pergaulan dengan orang lain
sehingga anak ikut berpartisipasi dalam menjalankan perannya sebagai
bagian dari masyarakat. Kajian ini terdapat pada pasal menjaga peralatan
sekolah,84
akhlak terhadap tetangga85
dan akhlak terhadap teman
sekolah.86
Jadi dapat disimpulkan bahwa kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1
memiliki relevansi dengan pendidikan karakter. Karena di dalamnya terdapat
nilai karakter religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas.
Subnilai karakter religius yang muncul adalah akhlak terhadap Allah dan
Rasulullah, bersahabat atau komunikatif, dan cinta damai. Subnilai karakter
nasionalis yang muncul adalah peduli lingkungan. Subnilai karakter mandiri
yang muncul adalah profesional. Subnilai karakter gotong royong yang
muncul adalah peduli sosial dan anti deskriminasi. Sedangkan subnilai
karakter integritas yang muncul adalah jujur dan tanggung jawab.
83 Umar Ibnu Ahmad Baraja’, Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1, 4. 84 Ibid., 24-25. 85 Ibid., 20-21. 86
Ibid., 27-28.
73
Secara mudah relevansi pendidikan akhlak dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-
Banin Juz 1 dengan pendidikan karakter terdapat pada gambar berikut:
74
Gambar 4.3.
Relevansi pendidikan akhlak dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1
dengan pendidikan karakter
Pendidikan karakter dalam
kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin
Juz 1
Religius Nasionalis Mandiri Integritas Gotong
royong
Akhlak
terhadap
Allah dan
Rasulullah
Cinta damai
Bersahabat
atau
komunikatif
Peduli
lingkungan
Profesional Peduli
sosial
Anti
deskriminasi
Jujur
Tanggung
jawab
75
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan objek penelitian yaitu konsep
pendidikan akhlak dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 dan relevansinya
dengan pendidikan karakter nasional yang telah diuraikan sebelumnya dan
sekaligus sebagai jawaban dari rumusan masalah pada penelitian ini, maka
Peneliti dapat menyimpulkan poin sebagai berikut:
1. Konsep pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-
Banin Juz 1 yaitu mencakup sifat-sifat akhlak dan ruang lingkupnya.
Adapun sifat akhlak dibagi menjadi dua, yakni akhlak terpuji dan akhlak
tercela. Sedangkan akhlak berdasarkan ruang lingkupnya dibagi menjadi
dua, yakni akhlak terhadap Allah dan akhlak terhadap makhluk yakni akhlak
terhadap sesama manusia yang meliputi akhlak terhadap diri sendiri, akhlak
terhadap orang lain (keluarga dan masyarakat), serta akhlak terhadap
makhluk selain manusia yakni akhlak terhadap lingkungan.
2. Pendidikan akhlak dalam kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 yang memiliki
relevansi dengan pilar pendidikan karakter yang diusung oleh Thomas
Lickona yakni pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral.
Adapun Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 memiliki relevansi dengan nilai
76
pendidikan karakter nasional yang diusung oleh Tim PPK Kemendikbud
meliputi nilai karakter religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan
integritas. Subnilai karakter religius yang muncul adalah akhlak terhadap
Allah dan Rasulullah, bersahabat atau komunikatif, dan cinta damai.
Subnilai karakter nasionalis yang muncul adalah peduli lingkungan. Subnilai
karakter mandiri yang muncul adalah profesional. Subnilai karakter gotong
royong yang muncul adalah peduli sosial dan anti deskriminasi. Sedangkan
subnilai karakter integritas yang muncul adalah jujur dan tanggung jawab.
B. SARAN
Berdasarkan simpulan di atas, maka saran yang dapat Peneliti sampaikan
adalah:
1. Bagi praktisi pendidikan agar selalu memperhatikan pendidikan akhlak dan
karakter serta mejadikan kitab Al-Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 karya Umar Ibnu
Ahmad Baraja’ sebagai referensi dalam mendidik siswa.
2. Bagi orang tua agar selalu memberikan contoh dan mengajarkan pendidikan
akhlak sejak dini karena karakter anak pertama kali dibentuk di lingkungan
keluarga.
3. Bagi siswa, hendaknya mau mempelajari dan mengamalkan isi kitab Al-
Akhlāq Li Al-Banin Juz 1 dalam kehidupan sehari-hari karena memiliki isi
kandungan yang sangat cocok untuk pendidikan akhlak karena memiliki
77
kesesuaian dengan pendidikan karakter nasional yang diusung oleh Tim PPK
Kemendikbud.
4. Bagi peneliti lain, penelitian ini masih membahas relevansi dengan
pendidikan karakter di tingkat sekolah dasar, dan perlu ditindak lanjuti
dengan penelitian bagaimana mengimplementasikan konsep pendidikan
akhlak menurut Umar Ibnu Ahmad Baraja’ ke dalam sebuah program
karakter di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Yatimin. Pengantar Studi Etika. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.
Ahmadi, Abu. dan Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta:
PT Bumi Aksara, 2004.
Ainun, Afidiah Nur. dkk. Mengenal Aqidah dan Akhlak Islami. Metro: CV. Iqro,
2018. Alu Syaikh, Abdullah Bin Muhammad. Tafsir Ibnu Katsir, terj. M.
Abdul Ghoffar. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2008.
Anggraini, Widya Yuniar. “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Pada Serial Kartun
Upin Dan Ipin Serta Relevansinya Dengan Pendidikan Karakter”. Skripsi
IAIN Ponorogo. Ponorogo, 2017.
Arif, Muhamad. “Konsep Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Kitab Ahlakul Lil
Banin Karya Umar Ibnu Ahmad Baraja”, Tajdid: Jurnal Pemikiran
Keislaman dan Kemanusiaan, Vol. 2 No. 2, Oktober 2018.
Asmaran. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Rajawali, 2000.
Badrudin. Akhlak Tasawuf. Serang: IAIB Press, 2015.
Bafadhol, Ibrahim. “Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Islam”. Jurnal Edukasi
Islami. Vol. 6. No. 12, 2017.
Cahyaningrum, Eka Sapti. Dkk. “Pengembangan Nilai-Nilai Karakter Anak Usia
Dini Melalui Pembiasaan Dan Keteladanan”. Jurnal Ar-Raniry. Vol. 6.
Edisi 2, 2017.
Cinantia, Cella. Dkk. “The Strategy of Religious-Based Character Education in
Early Childhood Education”. International Jurnal of Inovation, Creavity
and Change. Vol. 5. No. 5, 2019.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid VII. Jakarta: Penerbit
Lentera Abadi, 2010.
Ghony, M. Djunaidi dan Fauzan Almansur. Metode Penelitian Kualitatif.
Yogjakarta: Ar- Ruzz Media, 2012.
Hendarman, dkk, Konsep dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter Tingkat
Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama.
Ilahi, Muhammad Takdir. Revitalisasi Pendidikan Berbasis Moral. Yogyakarta:
Ar Ruz Media, 2012.
Indriyanto, Nino. Pendidikan Agama Islam Interdisipliner Untuk Perguruan
Tinggi. Sleman: Deepublish, 2020.
Ismail Sukardi, “Character Education Based on Religious Values: an Islamic
Perspective”, Jurnal of Islamic Education: Ta’dib, Vol 21, No. 1, 2016.
Jamil, Akhlak Tasawuf. Ciputat: Referensi, 2013.
Kesuma, Dharma. Dkk. Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2013.
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementrian
Agama RI. al-Qur’an dan Terjemahannya Edisi Penyempurnaan 2019.
Mahmud. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia, 2011.
Majid, Abdul. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2013.
Marzuki. Pendidikan Karakter Islam. Jakarta: Amzah, 2015.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2017.
Muchtar, Heri Jauhari. Fikih Pendidikan. Bandung: Rosdakarya, 2005.
Muslich, Mansur. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011.
Omeri, Nopan. “Pentingnya Pendidikan Karakter Dalam Dunia Pendidikan”,
Jurnal Manajer Pendidikan, Vol. 9. No. 3, 2015.
Pamungkas, Imam. Akhlak Muslim Modern. Bandung: Marja, 2012.
Penyusun, Tim. Buku Pedoman Penulisan Skripsi. Ponorogo: Fakultas Tarbiyah
dan Ilmu Keguruan IAIN Ponorogo, 2020.
Penyusun, Tim. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2008.
Prastowo, Andi. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan.
Jakarta: Ar Ruzz Media, 2012.
Purwati, Nining. dkk. “Increasing Islamic Junior High School Students Learning
Outcomes through Integration of Science Learning and Islamic Value”,
International Journal of Instruction. Vol. 11. No. 4, 2018.
Rohmanu, Abid. Reinterpretasi Jihad: Relasi Fikih dan Akhlak. Ponorogo:
STAIN Press Ponorogo, 2012.
Sidiq, Umar. Metode Penelitian Kualitatif di Bidang Pendidikan. Ponorogo: Nata
Karya, 2019.
Sitompul, Lola Utama. “Respek Siswa Terhadap Guru”. Jurnal Hermeneutika,
Vol. 3. No. 2, 2017.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
ALFABETA, 2017.
Sumedi. “Tahap-tahap Pendidikan Karakter dalam Pemikiran Ki Ageng
Suryomentaram dan Relevansinya dengan Pendidikan Akhlak Islam”.
Jurnal Pendidikan Islam. Vol 1, No. 2, 2012.
Wartini, Atik. “Education Character In View Of Al-Ghazali And Its Relevance
With The Education Character In Indonesia”. Jurnal of Islamic Education:
Ta’dib, Vol 20. No. 2, 2015.
Yanuarti, Eka. “Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara dan Relevansinya
dengan Kurikulum 13”. Jurnal Penelitian. Vol. 11. No. 2, 2017.
Yaumi, Muhammad. Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar, dan Implementasi.
Jakarta: Kencana, 2014.
Yusuf, Anwar. Studi Agama Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 2010.
Yusuf, Asy’ari Muhammad. “Konsep Pendidikan Akhlak Yang Terkandung
Dalam Kitab Bidāyat Alhidāyah Karya Al Imam Hujjatul Islam Abu Hamid
Al-Ghazali Dan Relevansinya Dengan Materi Akhlak Kelas X Madrasah
Aliyah” Skripsi. IAIN Ponorogo, 2019.
Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2008.
Zubaedi. Desain Pendidikan Karakter, Konsep dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2011.
RIWAYAT HIDUP
Ma’rifatun Na’imah dilahirkan di Dusun Menco Desa Berahan Wetan
Kecamatan Wedung Kabupaten Demak Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 14
Desember 1998. Putri bungsu dari Bapak H. Muhtadi dan Ibu Hj. Sunamah.
Pendidikan kanak-kanak ditempuh di TK Raudlatul Athfal Menco, menamatkan
sekolah dasar ditempuh di MI Matholi’ul Ulum 2 Menco pada tahun 2010, dan
menyelesaikan pendidikan menengah pertama dan atas ditempuh di Perguruan
Islam Mathali’ul Falah Kajen Margoyoso Pati pada tahun 2016 dan bertempat
tinggal di Pondok pesantren Al-Kautsar Putri, Pondok Pesantren AlMustaniriyyah
Putri, Pondok Pesantren API Kajen Putri, Pondok Pesantren Faidlul Qur’an Putri
Kajen Margoyoso Pati.
Kemudian ia melanjutkan pendidikannya ke Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Ponorogo pada tahun 2017 dengan mengambil Jurusan Pendidikan Agama
Islam sampai sekarang serta bertempat di PPPTQ Al-Hasan Babadan dan PPPTQ
Al-Muqorrobin Ronowijayan Siman Ponorogo.