Download - KPD Lapsus - Andreas & Devi
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut definisi, Ketuban Pecah Dini (KPD) ialah pecahnya selaput ketuban
secara spontan pada saat belum inpartu, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul
tanda-tanda awal persalinan.1 Apabila KPD terjadi sebelum usia kehamilan 37
minggu, maka keadaan ini disebut sebagai Ketuban Pecah Dini pada kehamilan
prematur atau preterm premature rupture of the membrane (PPROM). Sedangkan
apabila pecahnya ketuban terjadi pada pasien dengan usia kehamilan diatas 37
minggu atau aterm yang tidak diikuti dengan tanda-tanda awal persalinan setelah satu
jam, maka keadaan ini disebut sebagai premature rupture of the membrane
(PROM).2,3
Dari seluruh kehamilan prevalensi KPD berkisar antara 3-18%. Saat aterm, 8-
10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan
kehamilan preterm atau hanya sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan.2,3
Pecahnya ketuban terlalu dini dapat berpengaruh terhadap kehamilan dan
persalinan. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode
laten (lag period = LP). Bila periode laten terlalu panjang dan ketuban sudah pecah,
maka dapat terjadi infeksi (korioamnionitis) yang dapat meningkatkan angka
kematian ibu dan anak.5
Komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat ketuban pecah dini seperti
misalnya ascending infeksi, prolaps tali pusat, gawat janin intrapartum dan solusio
plasenta. Beberapa penelitian menyebutkan morbiditas neonatal berkurang setelah
usia kehamilan 34 minggu dibandingkan dengan usia kehamilan kurang dari 34
minggu. Insiden distres pernafasan, lamanya perawatan bayi, dan hiperbilirubinemia
berkurang secara signifikan pada bayi yang lahir setelah usia kehamilan 34 minggu.
Penanganan KPD memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi atau
komplikasi pada ibu dan janin serta adanya tanda-tanda persalinan.3
Berdasarkan relatif tingginya angka kejadian KPD serta komplikasi yang
dapat muncul akibat KPD, maka dinilai penting untuk melakukan telaah pustaka dan
pembahasan kasus KPD sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas
ibu dan anak.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) atau spontaneus/early/premature rupture of
membrans (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum
menunjukkan tanda-tanda persalinan/inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai
kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya
efficement atau dilatasi serviks), atau bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-
tanda awal persalinan, atau secara klinis bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm
pada primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida.
Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan
aterm maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture of
membrans atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37
minggu disebut ketuban pecah dini preterm / preterm prematur rupture of membran
(PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam maka disebut prolonged PROM. 1,4,5
2.2 Etiologi
Membran fetus yang normal adalah sangat kuat pada awal kehamilan. Kombinasi
akibat peregangan membran dengan pertumbuhan uterus, seringnya kontraksi uterus
dan gerakan janin memegang peranan dalam melemahnya membran amnion. KPD
pada kehamilan aterm merupakan variasi fisiologis, namun pada kehamilan preterm
melemahnya membran merupakan proses yang patologis. KPD sebelum kehamilan
preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan substrat seperti protease yang
menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa
matriks metaloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya
ketuban oleh karena infeksi2,4,5.
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan
beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini antara
lain adalah1,3,5:
1. Infeksi
2
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup untuk
melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen di
dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan
meningkat 10 kali.
Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya
infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada
membran melepaskan substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya
membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase
merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena
infeksi2,4,5.
2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen.
Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas
yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.
3. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan atau
terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di samping
juga ada kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma
Ehlers-Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada
sintesa dan struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan
sendi, termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen.
72 % penderita dengan sindroma Ehlers-Danlos ini akan mengalami persalinan
preterm setelah sebelumnya mengalami ketuban pecah dini preterm.
4. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion akibat
rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.
5. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan insiden
KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta jarak
kelahiran yang dekat.
6. Faktor-faktor lain
3
- Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan
pecahnya selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang
langsung dari kavum uteri.
- Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan
risiko terjadinya ketuban pecah dini.
- Pada perokok secara tidak langsung dapat menyebabkan ketuban pecah
dini terutama pada kehamilan prematur.
- Kelainan letak dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan KPD
namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti.
- Faktor-faktor lain seperti hidramnion, gemeli, koitus, perdarahan
antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4,5; stres psikologis, serta flora
vagina abnormal akan mempermudah terjadinya ketuban pecah dini.
2.3 Mekanisme KPD.
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya
selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang
ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks
ekstraseluler pada selaput ketuban3.
Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan
jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan
aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks
metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah
komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput
ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen
fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga
memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat
metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat
aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2.
TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-13.
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi.
Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan
kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan
4
menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban.
Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis
pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar
protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah3.
Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran
uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm
merupakan hal fisiologis. Sedangkan KPD pada kehamilan prematur disebabkan oleh
adanya faktor-faktor eksternal, seperti infeksi yang menjalar dari vagina (ascending
infection), polihidramnion, inkompetensi serviks, dan solusio plasenta.
2.4 Gejala Klinis dan Diagnosis KPD.
Pasien dengan ketuban pecah dini umumnya datang dengan keluhan
keluarnya cairan dalam jumlah cukup banyak secara mendadak dari vagina. Mungkin
juga merasakan ‘kebocoran’ cairan yang terus menerus atau kesan ‘basah’ di vagina
atau perineum. Pemeriksaan yang terbaik untuk diagnosis pasti adalah melalui
observasi langsung keluarnya cairan amnion dari lubang vagina.
Gejala klinis dan diagnosis dapat juga ditegakkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik antara lain1,7,8:
1. Anamnesis:
a. Kapan keluarnya cairan, warna dan baunya.
b. Adakah partikel-partikel dalam cairan (lanugo dan verniks).
2. Inspeksi: keluar cairan pervaginam.
3. Inspekulo: bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar
cairan dari osteum uteri internum (OUI).
4. Pemeriksaan dalam:
a. Ada cairan dalam vagina.
b. Selaput ketuban sudah pecah.
5. Pemeriksaan laboratorium: dengan lakmus, menunjukkan reaksi basa (perubahan
menjadi warna biru).
Catatan:
5
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada ketuban pecah dini adalah:
1. Saat ketuban pecah ditentukan berdasarkan anamnesis diketahui pasti
kapan ketuban pecah.
2. Bila anamnesis tidak dapat memastikan kapan ketuban pecah, maka saat
ketuban pecah adalah saat penderita masuk rumah sakit.
3. Bila berdasarkan anamnesis pasti bahwa ketuban sudah pecah > 12 jam,
maka di kamar bersalin dilakukan observasi selama dua jam. Bila setelah
dua jam tidak ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi kehamilan.
2.5 Penatalaksanaan KPD.
Penatalaksanaan KPD dengan kehamilan aterm berdasarkan prosedur tetap
RSUP Sanglah.1 Prinsip penanganan KPD adalah memperpanjang kehamilan sampai
paru-paru janin matang atau dicurigai adanya atau terdiagnosis korioamnionitis.
Tatalaksana KPD dibagi dua sesuai dengan usia kehamilan sebagai berikut:
1. KPD pada kehamilan aterm:
Diberikan antibiotik profilaksis, ampisilin 4x500 mg selama 7 hari
Dilakukan pemeriksaan admission test, bila hasilnya patologis dilakukan
terminasi kehamilan.
Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat
atau sama dengan 37,6 °C dilakukan terminasi segera.
Bila temperatur rektal tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12 jam.
setelah 12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi.
Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan berdasarkan indikasi obstetrik.
Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi pelvic score (PS):
1. Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan oksitosin
drip.
2. Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan serviks dengan
Misoprostol 50 μg setiap 6 jam oral, maksimal 4 kali pemberian.
2. KPD pada kehamilan preterm:
Penanganan dirawat di RS.
Diberikan antibiotika: ampicillin 4 x 500 mg selama 7 hari.
Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid (untuk usia
kehamilan kurang dari 35 minggu): deksametason 5 mg setiap 6 jam.
6
Observasi di kamar bersalin:
o Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang obstetri.
o Dilakukan observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada
kecenderungan terjadi peningkatan temperatur rektal ≥ 37,6°C, segera
dilakukan terminasi.
Di ruang obstetri:
o Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam.
o Dikerjakan pemeriksaan laboratorium: leukosit dan laju endap darah
(LED) setiap 3 hari.
Tata cara perawatan konservatif:
a. Dilakukan sampai janin viable.
b. Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan
dalam.
c. Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan USG untuk
menilai air ketuban:
Bila airketuban cukup, kehamilan diteruskan.
Bila air ketuban kurang (oligohidramnion), dipertimbangkan untuk
terminasi kehamilan.
d. Pada perawatan konservatif, pasien dipulangkan pada hari ke-7 dengan
saran sebagai berikut:
Tidak boleh koitus.
Tidak boleh melakukan manipulasi vagina.
Segera kembali ke RS bila terjadi pengeluaran cairan lagi.
e. Bila masih keluar air, perawatan konservatif dipertimbangkan dengan
melihan pemeriksaan lab. Bila terdapat leukositosis atau peningkatan LED,
dilakukan terminasi.
Hal yang dimaksud dengan terminasi kehamilan meliputi:
1. Induksi persalinan dengan drip oksitosin.
2. Seksio sesarea bila prasyarat drip oksitosin tidak terpenuhi atau bila drip
oksitosin gagal.
3. Bila skor pelvik jelek, dilakukan pematangan dan induksi persalinan dengan
misoprostol 50 μg PO @ 6 jam, maksimal 4 kali pemberian.
7
2.6 Komplikasi KPD.
KPD berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. jarak antara pecahnya ketuban
dan permulaan persalinan disebut periode laten (lag period = LP). Makin muda umur
kehamilan makin memanjang LP-nya.
KPD dapat menimbulkan komplikasi yang bervariasi sesuai dengan usia
kehamilan, baik terhadap janin maupun terhadap ibu. Kurangnya pemahaman
terhadap kontribusi dari komplikasi yang mungkin timbul dengan peningkatan
morbiditas dan mortalitas perinatal bertanggung jawab terhadap kontroversi dalam
penatalaksanaannya. 6:
1. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi, tetapi janin
sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi
(amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. jadi akan
meninggikan morbiditas dan mortalitas perinatal. Beberapa komplikasi
yang berhubungan dengan KPD antara lain:
- Infeksi intrauterin
- Tali pusat menumbung
- Kelahiran prematur
- Amniotic Band Syndrome
2. Terhadap ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi
bila terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi
puerpuralis (nifas), peritonitis, septikemia, dan dry-labor. Ibu akan
merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama,
maka suhu badan naik, nadi cepat dan nampaklah gejala-gejala infeksi.
Hal-hal tersebut dapat meninggikan angka kematian dan morbiditas pada
ibu.
8
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS
Nama : KAR
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 21 tahun
Status : Menikah
Agama : Hindu
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Ibu RT
Alamat : Desa Batuan, Sukawati
Nama Suami : WAR
Pekerjaan Suami : Pegawai Swasta
Tanggal MRS : 18 Agustus 2012 pkl. 08.50 WITA
Tanggal pemeriksaan : 18 Agustus 2012
3.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keluar air dari kemaluan
Anamnesis Umum
Pasien dirujuk oleh bidan ke kamar bersalin RS Sanjiwani pada hari jumat tanggal 17
Agustus 2012 jam 08.55 wita dengan keluhan ketuban pecah dini. Ketuban pecah
pada tanggal 17 Agustus jam 21.00 wita, warna tidak diketahui dengan jelas, dengan
volume ± 200 ml, saat tiba di RS Gianyar, dikatakan masih keluar merembes. Sakit
perut hilang timbul pada bagian perut bawah tidak ada dirasakan oleh pasien.
Keluhan keluar lendir bercampur darah dari kemaluan disangkal pasien. Gerakan
bayi dirasakan baik oleh pasien.
Anamnesis Khusus
1. Riwayat Menstruasi
9
Menarche 15 tahun, siklus teratur setiap 28-30 hari, lamanya 4-5 hari
tiap kali mentruasi.
Hari pertama haid terakhir : 29 Oktober 2011
Taksiran persalinan : 05 Agustus 2012
2. Riwayat Pernikahan
Penderita menikah satu kali dan sudah menjalani pernikahan dengan
suaminya selama 8 bulan.
3. Riwayat Kehamilan
1. Hamil ini
4. Riwayat Antenatal Care (ANC)
Dari anamnesis :
o Di bidan ~ teratur > 5x
o Tablet besi diminum teratur
o Sudah mendapat KIE dari bidan
Dari catatan bidan (Buku ANC) :
o Terjadi penambahan berat badan selama masa kehamilan
o Tinggi badan 158 cm
o Tekanan darahnya selama ANC normal
o Denyut jantung janin normal
o Imunisasi TT 2x, tinggi fundus uteri sesuai umur kehamilan,
o Di SpOG – USG 2X Normal (Letak Kepala), Air Ketuban
cukup, perkiraan jenis kelamin bayi : perempuan
5. Riwayat Pemakaian KB
Penderita belum pernah memakai metode KB.
6. Riwayat Penyakit Terdahulu
Penderita menyangkal memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan
kehamilan saat ini sebelumnya seperti penyakit asma, penyakit jantung,
kencing manis dan tekanan darah tinggi.
7. Riwayat Penyakit Di Keluarga
Penyakit tekanan darah tinggi, penyakit jantung, asma dan kencing manis
dalam keluarga disangkal.
10
8. Riwayat Sosial
Penderita tidak memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol.
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Present:
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : Tekanan darah 120/80 mmHg
Nadi 84x / menit
Napas 20x / menit
Suhu aksila 36,2ºC
Suhu rectal 37,4oC
Berat badan : 72 kg
Tinggi badan : 158 cm
Status General
Mata : Anemis -/-, Ikt -/-, Refleks pupil +/+
THT : Kesan tenang
Thoraks Cor : S1S2 tunggal reguler murmur (-)
Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : Sesuai status obstetri
Extremitas : Hangat dan tidak ada edema di keempat ekstremitas.
Status Obstetri
Mammae
Inspeksi
Tampak hiperpigmentasi pada areola mamae
Penonjolan glandula Montgomery (+).
Abdomen
Inspeksi
Tampak perut membesar ke depan dengan striae gravidarum (striae
livide)
11
Palpasi
Pemeriksaan Leopold
I. Tinggi fundus uteri 3 jari di bawah prossesus xiphoideus
Teraba bagian bulat dan lunak (kesan bokong)
II. Teraba tahanan keras di kiri (kesan punggung) dan bagian kecil di
kanan
III. Teraba bagian bulat, keras dan mudah digerakkan (kesan kepala)
IV. Bagian bawah belum masuk pintu atas panggul (4/5)
Tinggi fundus uteri 33 cm
His (-)
Gerak janin (+)
Auskultasi
Denyut jantung janin terdengar paling keras di sebelah kiri bawah
umbilicus dengan frekuensi 12.12.11
Vagina
Inspeksi : cairan jernih keluar merembes dari liang vagina, darah
bercampur lendir (-)
VT (09.00 WITA) : Porsio lunak, PØ 1cm, eff 25 %, ketuban (-), teraba
kepala, denominator belum jelas, ↓HI, tidak teraba
bagian kecil/tali pusat, cairan ketuban dalam vagina
(+).
Pemeriksaan tes Lakmus terhadap cairan pervaginam reaksi basa (+).
3.4 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah lengkap (17/08/12)
WBC : 15,2 x 103/μL
HGB : 11,3 g/dL
PLT : 276 x 103/μL
BT : 1’55”
CT : 8’10”
12
3.5 DIAGNOSA KERJA
G1P0000, 41-42 mg Tunggal/Hidup + Ketuban Pecah Dini.
PBB: 3565 gram
Pelvic score : Dilatasi : 1 cm → skor: 1Effacement : 25% → skor: 1 Konsistensi : lunak → skor: 2Arah : posterior → skor: 0Penurunan : -2 → skor: 1 Total skor : 5
3.6 PENATALAKSANAAN
Tx : Pasien dikelola sesuai dengan KPD aterm, sebagai berikut:
Diberikan antibiotik profilaksis: injeksi cefotaxime 1 gram lanjut
dengan cefadroxil 2 x 500 mg.
Dilakukan pemeriksaan admission test: NST.
Observasi temperatur rektal setiap 3 jam.
Lahirkan pervaginam dengan induksi oxytosin
IVFD RL + Oxytosin 5 IU drip sesuai protap
Mx : Keluhan, vital sign, tanda in partu
KIE : Pasien dan keluarga tentang keadaan janin dan rencana perawatan
3.7 RESUME
Pasien perempuan 21 tahun, G1P0000, 41-42 mg T/H, datang dengan
keluhan keluar air pervaginam sejak 4,5 jam SMRS. His tidak ada. Gerakan janin
dirasakan baik. Riwayat demam disangkal. Riwayat penyakit sistemik tidak ada.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi
84x/menit, pernafasan 20x/menit, temperatur rektal 37,4 °C. Status general dalam
batas normal. Dari pemeriksaan obstetri didapatkan tinggi fundus uteri 3 jari di
bawah prossesus xiphoideus (33cm), his (-), DJJ 12-12-11. Cairan positif keluar dari
liang vagina pada pemeriksaan inspeksi. Dari VT didapatkan tidak ada pembukaan
serviks. Tes lakmus cairan pervaginam (+).
3.8 PERJALANAN PENYAKIT
Tgl 18 Agustus 2012
09.00 Pasien mengeluh masih keluar air dari kemaluan seperti kencing
13
Temperatur rectal 37,4o C
DJJ (+) 12.11.12
His (-)
Tx : IVFD Oxytosin 5 UI dalam 500 ml RL dimulai dengan 8
tts/mnt dan @ 15 mnt ditingkatkan 4 tts hingga diperoleh his
adekuat.
Injeksi Cefotaxim 1 gr IV (Skin test dulu)
KIE pasien untuk makan dan minum minuman manis, dan
disampaikan untuk tidak mengedan saat his muncul.
14.30 Evaluasi 2 jam, His adekuat
Abdomen : his (+) 3-4 kali/10” ~ 35-40 dtk
DJJ (+) 12. 12.11
VT : PØ 4 cm, eff 50%, ketuban (-),teraba kepala,UUK kiri atas,↓ H II,
Tidak teraba bagian kecil/tali pusat.
18.40 Pasien ingin mengedan,
Evaluasi : His 4-5 kali/10” ~ 40-45 dtk, DJJ (+) 12.12.11
VT : PØ lengkap, ketuban (-), teraba kepala, UUK depan, ↓ H II,
Tidak teraba bagian kecil/tali pusat.
Ass : G1P0000 41-42 mgg, T/H, PK II
Tx : Pimpin persalinan
19.10 Setelah dipimpin selama 30 menit, pasien tidak efektif mengedan
Evaluasi : His (+) 4-5 kali/10” ~ 40-45 dtk, DJJ (+) 12.12.12
VT :PØ lengkap, ketuban (-) jernih, teraba kepala, UUK
posterior/belakang, ↓ H III, tidak teraba bagian kecil/tali pusat.
Tx : Vakum Ekstraksi
19.30 Setelah dilakukan 2 kali tarikan vakum ekstraksi diperoleh DJJ
bradikardi
Evaluasi : His (+) 4-5 kali/10” ~ 40-45 dtk, DJJ (+) 6.5.6
VT :PØ lengkap, ketuban (-), teraba kepala, UUK posterior/belakang,
↓ H III, tidak teraba bagian kecil/tali pusat.
Tx : Forcep Ekstraksi
14
19.35 Telah dilakukan Forcep Ekstraksi
Lahir bayi perempuan, 3550 gr, FE, AS: 4-7, Anus (+), kel kongenital
(-). Injeksi Oxytosin 1 ampul
Dilakukan manajemen aktif kala III
19.40 Lahir plasenta kesan lengkap, kalsifikasi (-), pendarahan ± 300cc.
Evaluasi : kontraksi uterus (+) baik, perdarahan aktif (-), robekan
jalan lahir hecting
Injeksi Methyl Ergometrin 1 amp (IM)
Ass : P1001 FE PP hari-0
Mx : Observasi 2 jam post partum
Tx : IVFD Oxytosin 20 UI dlm 500 ml Dextrose 5% pertahankan 12 jam
Metoclopramide 3x500 mg (IV)
Asam Mefenamat 3x500 mg
Methyl Ergometrin 3x1 tab
Sulfas Ferosus 2x1 tab
Pasang DC 1x24 jam
KIE : Mobilisasi dini
ASI eksklusif
KB post partum
Tabel evaluasi 2 jam PP
Pukul Tekanan Darah
(mmHg)
Nadi (kali/mnt)
Suhu(0C)
Tinggi Fundus Uteri
Kontraksi Uterus
Kandung Kemih Pendarahan
19.55 100/60 88 36,8 1 jr bwh pst (+) baik Kosong (-)20.10 100/60 88 36,7 1 jr bwh pst (+) baik Kosong (-)20.25 100/70 84 36,7 1 jr bwh pst (+) baik Kosong (-)20.40 110/70 84 36,8 1 jr bwh pst (+) baik Kosong (-)20.55 110/70 84 36,8 2 jr bwh pst (+) baik Kosong (-)21.10 110/70 80 36,7 2 jr bwh pst (+) baik Kosong (-)
21. 25 Pasien dipindahkan ke ruang Nifas
15
Follow Up Ruangan
Tgl 18 Agustus 2012
S : keluar darah pervaginam (+) sedikit, keluhan nyeri luka jahit (+), ASI belum
keluar, BAK (+), BAB (-), makan (+), minum (+), mobilisasi ringan di
tempat tidur miring kanan-kiri (+).
O : Status Present: TD : 120/80 mmHg RR : 16 x/menit
Nadi : 78 x/menit Temperatur : 36,9 0 C
Status general:
Mata : an-/-, ict -/-
THT : kesan tenang
Thorax: Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler (+)/(+), Rhonki (-)/(-), Wheezing (-)/(-)
Abdomen : Tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat, kontraksi uterus (+) baik.
Vagina : lochia rubra (+), perdarahan aktif (-), luka robekan jalan lahir terawat
baik
Ass : P0101 Post FE PP hr 1
Terapi : - Cefadroxil 2x500 mg
- Asam Mefenamat 3x500mg
- Methyl Ergometrin 3x0,125mg
- Sulfas Ferosus 2 x 1 tab
Mx : keluhan, vital sign, perdarahan, tinggi fundus uteri, kontraksi uterus
KIE : Vulva Higiene, Mobilisasi dini
ASI Eksklusif
KB Post partum
Tgl 19 Agustus 2012
S : keluar darah pervaginam (+) sedikit, keluhan nyeri luka jahit (+), ASI belum
keluar, BAK (+), BAB (-), makan (+), minum (+), mobilisasi (+) jalan ke
toilet sendiri.
O : Status Present: TD : 120/80 mmHg RR : 14 x/menit
Nadi : 76 x/menit Temperatur : 36,8 0 C
16
Status general:
Mata : an-/-, ict -/-
THT : kesan tenang
Thorax: Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler (+)/(+), Rhonki (-)/(-), Wheezing (-)/(-)
Abdomen : Tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat, kontraksi uterus (+) baik.
Vagina : lochia rubra (+), perdarahan aktif (-), luka robekan jalan lahir terawat
baik
Ass : P0101 Post FE PP hr 1
Terapi : - Cefadroxil 2x500 mg
- Asam Mefenamat 3x500mg
- Methyl Ergometrin 3x0,125mg
- Sulfas Ferosus 2 x 1 tab
Mx : keluhan, vital sign, perdarahan, tinggi fundus uteri, kontraksi uterus
KIE : Vulva Higiene, Mobilisasi dini
ASI Eksklusif
KB Post partum
17
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien didapatkan:
- Pasien wanita, umur 21 tahun, G1P0000, 41-42 minggu, datang ke RSUD Sanjiwani
Gianyar dengan keluhan keluar air pervaginam sejak ± 4 jam sebelum masuk rumah
sakit (SMRS). Volume cairan yang keluar adalah sekitar 200 ml. Keluhan nyeri perut
dan bloody show disangkal.
- Diagnosis KPD aterm ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
A. Pada anamnesa didapatkan : Keluar cairan pervaginam, jernih, tidak berbau sejak
4 jam SMRS. Volume cairan yang keluar adalah sekitar 200 ml. Umur kehamilan
didapatkan 41-42 minggu dari HPHT. Keluhan nyeri perut dan bloody show
disangkal.
B. Pada inspeksi didapatkan cairan jernih keluar merembes dari liang vagina tanpa
disertai darah bercampur lendir.
C. Pada inspekulo, bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah digoyangkan,
keluar cairan dari ostium uteri internum (OUI).
D. Pada pemeriksaan dalam:
- ada cairan dalam vagina
- selaput ketuban sudah pecah
Pada pasien ini faktor predisposisi terjadinya KPD dilakukan dengan metode
eksklusi dimana faktor infeksi dan umur dapat disingkirkan. Pada pasien tidak
ditemukan tanda-tanda infeksi, usia pasien juga masih muda (21 tahun), tidak
terdapat faktor risiko paritas karena ini merupakan kehamilan pertama. Faktor-faktor
lain seperti faktor selaput ketuban, gizi, status sosio ekonomi rendah, hormonal, stres
psikologis tidak dapat disingkirkan sebagai faktor resiko sebab tidak dilakukan
penelusuran lebih lanjut.
Penatalaksanaan
Pasien datang dengan keluhan keluar air pervaginam sejak 4 jam SMRS
dengan umur kehamilan 41-42 minggu.
18
Saat masuk pada pasien tidak ditemukan infeksi, tanda-tanda inpartu dan
gawat janin sehingga dikelola dengan perawatan konservatif sesuai protap untuk
KPD dengan kehamilan preterm, dan dengan pemberian Cefotaxim 1 gram IV dan
pemberian oksitosin 5 UI dalam 500 ml RL dimulai dengan 8 tetes/menit dan setelah
15 menit ditingkatkan 4 tetes hingga diperoleh his adekuat. Terdapat perbedaan
penatalaksanaan KPD khususnya dalam pemberian antibiotika profilaksis. Di RS
Sanglah Denpasar antibiotika profilaksis diberikan pada semua kasus KPD,
sedangkan di negara lain seperti di Amerika sesuai dengan rekomendasi ACOG
(American College of Obstetrics and Gynaecologist) dan AAP (American Academy
of Pediatrics) antibiotika profilaksis hanya diberikan pada kasus persalinan dengan
faktor risiko infeksi seperti kasus KPD dengan lama ketuban pecah melewati 18 jam,
febris, adanya koloni kuman Streptokokus Grup Beta dan persalinan kurang 37
minggu. Pembatasan penggunaan antibiotika profilaksis ini dimaksudkan untuk
mengurangi efek samping antibiotika, mencegah resistensi kuman dan mengurangi
biaya. 1
Setelah di monitoring selama 5,5 jam, didapatkan tanda-tanda inpartu pada
pasien sehingga monitoring terus dilakukan hingga pembukaan serviks lengkap
(pukul 18.40 WITA). Saat proses persalinan memasuki 30 menit, pasien tidak efektif
mengedan (DJJ 144x/menit). Sehingga diputuskan melakukan persalinan dengan
bantuan vakum ekstraksi. Namun setelah dilakukan 2 kali tarikan vakum ekstraksi
diperoleh DJJ bradikardi (68x/menit). Kemudian dilakukan forseps ekstraksi dan
lahir bayi perempuan, 3550 gram, dengan skor apgar 4-7.
Postnatal
Dengan mempertimbangkan wanita yang melahirkan dengan ketuban pecah
dini, perlu diwaspadai risiko terjadinya sepsis postpartum, perdarahan postpartum
dan trombosis vena yang memerlukan penanganan yang efektif. Promosi aktif ikatan
ibu-anak dengan rawat gabung perlu mendapat pertimbangan khusus pada kasus
ketuban pecah dini. Semua bayi yang lahir dengan riwayat ketuban pecah dini harus
melalui skrining untuk sepsis, efek dari antibiotika yang digunakan sebelum dan
selama persalinan ibu. Skrining biasanya meliputi kultur darah janin, kultur aspirasi
endotrakeal, tes aglutinasi lateks urine, dan pemeriksaan darah lengkap. Lumbal
19
pungsi dan pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan pada neonatus dengan klinis
sepsis dan hasil pemeriksaan positif pada kultur darah. Pemberian antibiotika awal
dengan kombinasi penicillin dan gentamicin dapat dilakukan sambil menunggu hasil
skrining.
Pada kasus ini tidak terjadi komplikasi pada ibu dan bayi. Hal ini dinilai dari
kondisi ibu yang tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi. Setelah ibu melahirkan ibu
diberikan penjelasan untuk kontrol ke poliklinik kebidanan. Jika ada tanda-tanda
infeksi seperti panas, cairan vagina berbau atau terjadi pendarahan maka ibu
diharuskan datang ke poliklinik secepatnya.
20
BAB V
RINGKASAN
Telah dilaporkan suatu kasus dengan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm pada
wanita umur 21 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Prinsip utama penatalaksanaan dengan induksi
persalinan menggunakan oksitosin sambil mencegah komplikasi yang dapat timbul
pada ibu dan bayi terutama adanya infeksi. Dengan adanya tanda-tanda inpartu dan
umur kehamilan menurut tinggi fundus uteri adalah 41-42 minggu, maka
dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan dengan manajemen ekspektatif
pervaginam. Walaupun dalam proses persalinan, ibu tidak efektif mengedan dan
perlu dilakukan bantuan menggunakan vakum dan forceps ekstraksi, namun akhirnya
bayi dapat dilahirkan dengan selamat. Ibu dan bayi tidak menderita tanda-tanda
komplikasi KPD.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Surya IGP. Prosedur Tetap Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RS Sanglah Denpasar. 2004. Denpasar: RSUP Sanglah.
2. Soewarto S. Ketuban pecah dini. Pada: Prawirohardjo S, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, editor. Ilmu kebidanan. Edisi keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2004. Hal. 677-82.
3. Garite TJ, PrematurE Rupture of the Membrane. In: Maternal-Fetal Medicine Principle and Practice. Fifth edition. Editors: Creasy RK, Resnik R, Iams JD; W.B. Saunders Company Ltd. USA. 2004. p: 723-37.
4. Goepfert AR, Preterm Delivery. In: Obstetrics and Gynecology Principle for Practice. Editors: Ling FW, Duff P; McGraw Hill Medical Publishing Division, USA. 2001. p: 357-67.
5. Svigos JM, Robinson JS, Vigneswaran R; Prematur Rupture of the Membrane. In: High Risk Pregnancy Management Options. Editors: James DK, Steer PJ, Weiner CP, Gonik B; W.B. Saunders Company Ltd. London. 1994. p: 163-70.
6. Kovavisarach E, Sermsak P; Risk factors related to prematur rupture of the membrans in term pregnant women: a case-control study. The Australian and New Zealand Journal of Obstetrics and Gynecology. Vol 40, no 1, February 2000. Editor: Brennecke S. The Royal Australian and New Zealand College of Obstetricians and Gynecologist. 2000. p: 30-32.
7. Steer P, Flint C. ABC of labour care Preterm labour and prematur rupture of membrane. BMJ volume 318, April 1999. http://www.bmj.com. Akses 21 Agustus 2012.
8. Parry S, F.Strauss III J. Review Article Mechanism of Disease: Prematur rupture of the fetal membrans. Editor: Epstein FH. The England Journal of Medicine. Massachusetts Medical Society. March 5 1998. p:1-20. http://www.nejm.org. Akses 21 Agustus 2012.
22