PEMBERIAN WATER TEPIDSPONGETERHADAP PENURUNAN
SUHU TUBUHPADA ASUHAN KEPERAWATAN An. Y DENGAN
HIPERTERMIA DI RUANG ANGGREK RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH KOTA SALATIGA
DISUSUN OLEH :
ESTI RITA DIAN ARIESWATI
NIM.P.13023
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
i
PEMBERIAN WATER TEPIDSPONGETERHADAP PENURUNAN
SUHU TUBUHPADA ASUHAN KEPERAWATAN An. Y DENGAN
HIPERTERMIA DI RUANG ANGGREK RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH KOTA SALATIGA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
ESTI RITA DIAN ARIESWATI
NIM.P.13023
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Esti Rita Dian Arieswati
NIM : P. 13023
Program Studi : Diploma III Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : Pemberian Water Tepid Sponge terhadap
Penurunan Suhu Tubuh pada Asuhan
Keperawatan An. Y dengan Hipertermia di
Ruang Anggrek Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Salatiga.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, 11 Mei 2016
Yang Membuat Pernyataan
Esti Rita Dian Arieswati
P.13023
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh:
Nama : Esti Rita Dian Arieswati
NIM : P. 13023
Program Studi : Diploma III Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : Pemberian Water Tepid Sponge terhadap
Penurunan Suhu Tubuh pada Asuhan
Keperawatan An. Y dengan Hipertermia
di Ruang Anggrek Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Salatiga.
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan : STIKes Kusuma Husada Surakarta
Hari / Tanggal : Jumat, 27 Mei 2016
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Ns. Amalia Senja, M.Kep ( )
NIK. 201189090
Penguji I : Ns. Siti Mardiyah, S.Kep ( )
NIK: 201183063
Penguji II : Ns. Amalia Senja, M.Kep ( )
NIK. 201189090
Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII keperawatan
STIKES Kusuma Husada Surakarta
Ns. Meri Oktariani, M.Kep
NIK. 200981037
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Water Tepid Sponge Terhadap Penurunan
Suhu Tubuh pada Asuhan Keperawatan An. Y dengan Hipertermia di Ruang
Anggrek Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Ns. Wahyu Rima Agustin, M. Kep selaku ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di
STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Ns. Meri Oktariani, M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. Alfyana Nadya R, M. Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII
Keperawatan yag telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
4. Ns. Amalia Senja, M. Kep selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai
penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-
masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
demi sempurnanya studi kasus ini.
5. Ns. Siti Mardiyah, S.Kep selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
v
7. Pihak RSUD Kota Salatiga beserta staff keperawatan yang telah memberikan
ijin dan kesempatan bagi penulis untuk mengambil data guna menyelesaikan
Karya Tulis ini.
8. Ns. Intan Maharani Batu Bara, S. Kep selaku pembimbing akademik yang
telah memberikan masukan- masukan, semangat dan inspirasi selama saya
menjadi mahasiswa di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
9. Kasmirah S. Kep selaku pembimbing klinik dalam pengambilan kasus Karya
Tulis Ilmiah yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-
masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
demi sempurnanya studi kasus ini
10. Kedua orang tuaku (Bapak Muhadi dan Ibu Suwarni)yang selalu menjadi
inspirasi dan memberikan semangat serta dukungan untuk menyelesaikan
pendidikan.
11. Kakak- kakak saya Ririn Handayani, Doni Duwi Cahyono, Elsa Nela Sari dan
adik-adik saya Deby Yanuar, Fadillah Dini Wijayanti yang selalu memberikan
dukungan dan semangat.
12. Sahabat- sahabat saya Frizka Surya Pratama, Rovi Fibhyanisfha, Yunita Diyan
Ningrum, Yesi Nugrahani PP yang selalu memberikan semangatdan
dukungan.
13. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril
dan spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin
Surakarta, 11 Mei 2016
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ..................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Tujuan ........................................................................................ 4
C. Manfaat ...................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori ............................................................................. 6
1. Konsep Hipertermia ............................................................ 6
2. Konsep Suhu ........................................................................ 15
3. Water Tepid Sponge ............................................................ 17
4. Asuhan Keperawatan Hipertermia ...................................... 19
B. Kerangka Teori .......................................................................... 22
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subyek Aplikasi Riset ............................................................... 23
B. Tempat dan Waktu Penelltian ................................................... 23
C. Media dan Alat yang digunakan ................................................ 23
D. Prosedur Pelaksanaan Berdasarkan Aplikasi Riset ................... 24
E. Alat Ukut Evaluasi .................................................................... 25
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien ........................................................................... 26
B. Pengkajian ................................................................................. 26
C. Perumusan masalah keperawatan .............................................. 35
D. Perencanaan ............................................................................... 35
vii
E. Implementasi ............................................................................. 37
F. Evaluasi ..................................................................................... 42
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian ................................................................................. 45
B. Diagnosa Keperawatan .............................................................. 47
C. Rencana Keperawatan ............................................................... 49
D. Implementasi ............................................................................. 52
E. Evaluasi ..................................................................................... 57
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................ 59
B. Saran .......................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 USULAN JUDUL
LAMPIRAN 2 LEMBAR KONSULTASI
LAMPIRAN 3 SURAT PERNYATAAN
LAMPIRAN 4 JURNAL
LAMPIRAN 5 ASUHAN KEPERAWATAN
LAMPIRAN 6 LOG BOOK
LAMPIRAN 7 PENDELEGASIAN
LAMPIRAN 8 LEMBAR OBSERVASI
LAMPIRAN 9 SOP WATER TEPID SPONGE
LAMPIRAN 10 DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang dihasilkan
tubuh dengan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar.Panas yang
dihasilkan dikurangi panas yang hilang merupakan apa yang disebut dengan
suhu tubuh (Potter & Perry, 2010). Suhu tubuh merupakan tanda atau suatu
ukuran penting yang dapat memberi petunjuk mengenai keadaan tubuh
seseorang. Suhu normal tubuh adalah 36,5-37,5 0C (Huda, 2013). Pada
keadaan tertentu suhu tubuh dapat meningkat yang disebut dengan
hipertermia.
Hipertermia adalah keadaan dimana terjadi kenaikan suhu tubuh diatas
kisaran normal (Herdman,2012).Hipertermia dapat disebabkan oleh virus dan
mikroba. Mikroba serta produknya berasal dari luar tubuh adalah bersifat
pirogen eksogen yang merangsang sel makrofag, lekosit dan sel lain untuk
membentuk pirogen endogen. Pirogen seperti bakteri dan virus menyebabkan
peningkatan suhu tubuh (Widagdo, 2012).
Jumlah penderita hipertermi di Indonesia dilaporkan lebih tinggi
angka kejadiannya dibandingkan dengan negara-negara lain yaitu sekitar
80%-90%, dari seluruh hipertemia yang dilaporkan adalah hipertermia atau
demam sederhana. Angka kejadian tahun 2010 di wilayah Jawa Tengah
2
sekitar 2%-5% terjadi pada anak (Dinkes Jawa Tengah, 2009 dalam
Widyastuti, 2013).
Penatalaksanaan yang digunakan untuk menurunkan suhu tubuh yang
mengalami hipertermi diantaranya adalah dengan tindakan farmakologis
maupun non farmakologis. Tindakan farmakologis untuk menurunkan suhu
tubuh adalah dengan cara pemberian antipiretik. Pemberian antipiretik ini
berfungsi menghambat produksi prostaglandin, menyebabkan anak
berkeringat dan vasodilatasi (Totapally, 2005).Selain pemberian antipiretik,
dapat juga dilakukan tindakan non farmakologis yaitu seperti memberikan
baju yang tipis pada anak, menyuruh anak untuk banyak minum air putih,
istirahat, dan memberikan water tepid sponge (Budi, 2006 dalam Hartini,
2012).
Hipertermia sering menjadi alasan mengapa orang tua membawa anak
mereka mengujungi pemberi layanan kesehatan.Umumnya keluhan
hipertermia pada anak membingungkan dan menimbulkan satu kecemasan
orang tua.Kecemasan orang tua tersebut diakibatkan oleh kurangnya
pengetahuan tentang hipertermia dan akhirnya memicu mereka untuk
melakukan tindakan yang cenderung berlebihan dalam mengatasi hipertermia
pada anak, salah satunya berupa pemberian obat penurun panas (antipiretik)
dengan tidak memperhatikan indikasi pemberian obat yang seharusnya
(Sodikin, 2012).Banyak Ditemukan di lapangan pelaksanaan water tepid
sponge jarang dilakukan oleh perawat.Perawat cenderung lebih sering
3
langsung memberikan antipiretik ketika anak mengalami hipertermi
(Hartini, 2012).
Water tepid sponge adalah sebuah teknik kompres blok pada
pembuluh darah supervisial dengan teknik seka (Setiawati, 2009). Water tepid
sponge merupakan alternatif teknik kompres hangat yang marak diteliti di
negara maju maupun berkembang lainnya (Alves, 2008). Teknik ini
menggunakan kompres blok tidak hanya di satu tempat saja, melainkan
langsung di beberapa tempat yang memiliki pembuluh darah besar
(Hartini, 2010). Menurut Suprapti (2008), water tepid sponge efektif dalam
mengurangi suhu tubuh pada anak dengan hipertermia dan juga membantu
dalam mengurangi rasa sakit dan ketidaknyamanan. Hal ini juga diungkapkan
Bartlomeus (2012), bahwa ada pengaruh penurunan suhu tubuh anak yang
mengalami hipertermia yang setelah dilakukan water tepid sponge.
Dampak yang ditimbulkan apabila hipertermia tidak segera ditangani
adalah dehidrasi, terjadi karena peningkatan pengeluaran cairan tubuh
sehingga dapat menyebabkan tubuh kekurangan cairan.Hipertemia juga dapat
menyebabkan peningkatan frekuensi denyut jantung (1-12 menit/10 C) dan
metabolisme energi.Hal ini menimbulkan rasa lemah, nyeri sendi dan sakit
kepala, gelombang tidur yang lambat (berperan dalam perbaikan fungsi otak),
dan pada keadaan tertentu dapat menimbulkan gangguan kesadaran dan
persepsi (delirium karena demam) serta kejang. Keadaan yang lebih berbahaya
lagi ketika suhu inti tubuh mencapai 400 C, pusat pengatur suhu otak tengah
4
akan gagal dan pengeluaran keringat akan berhenti. Akibatnya akan terjadi
disorientasi, sikap apatis dan kehilangan kesadaran (Hartini, 2012).
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk menyusun
Karya Tulis Ilmiah berupa aplikasi riset yang berjudul pemberianwater tepid
sponge terhadap penurunan suhu tubuh anak dengan hipertermi.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan pemberian water tepid sponge terhadap penurunan suhu
tubuh pada An. Y dengan hipertermia di Ruang Anggrek Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Salatiga.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan anak dengan
hipertermia.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan anak dengan
hipertermia.
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan anak dengan
hipertermia.
d. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan anak dengan
hipertermia.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan anak dengan
hipertermia.
5
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian teknik water tepid
sponge terhadap penurunan suhu tubuh pada An. Y dengan
hipertermia.
C. Manfaat
1. Bagi Penulis
Menambah wawasan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien anak dengan hipertermia.
2. Bagi Pendidikan
Manfaat penulisan ini dimaksudkan memberikan kontribusi laporan kasus
bagi pengembangan praktik keperawatan dan pemecahan masalah dalam
bidang atau profesi keperawatan.
3. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan pertimbangan oleh pihak rumah sakit untuk membuat
kebijakan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan asuhan
keperawatan pada pasien anak dengan hipertermia.
4. Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai bahan masukan khususnya untuk perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien anak dengan
hipertermi dan sebagai pertimbangan perawat dalam penatalaksanaan
kasus sehingga perawat mampu memberikan tindakan yang tepat kepada
pasien.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Konsep Hipertermi
a. Definisi Hipertermia
Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh diatas rentang
normal yang tidak teratur, disebabkan ketidakseimbangan antara
produksi dan pembatasan panas (Sodikin, 2012).
Hipertermia adalah kondisi kegagalan pengaturan suhu
tubuh (termoregulasi) akibat ketidakmampuan tubuh melepaskan
atau mengeluarkan panas atau produksi panas yang berlebihan oleh
tubuh dengan pelepasan panas dalam laju yang normal
(El Radhi, 2009).
b. Etiologi Hipertermia
Hipertermia dapat disebabkan oleh virus dan mikroba.
Mikroba serta produknya berasal dari luar tubuh adalah bersifat
pirogen eksogen yang merangsang sel makrofag, lekosit dan sel lain
untuk membentuk pirogen endogen. Pirogen seperti bakteri dan virus
menyebabkan peningkatan suhu tubuh (Widagdo, 2012).
Menurut El-Radhi, (2009), Penyebab hipertermia dapat
dibagi menjadi 2:
7
1) Hipertermia yang disebabkan karena produksi panas
a) Hipertermia maligna
Hipertermia maligna biasanya dipicu oleh obat-obatan
anesthesia. Hipertermia ini merupakan miopati akibat mutasi
gen yang diturunkan secara autosomal dominan (Nybo, 2008).
Pada episode akut terjadi peningkatan kalsium intraselular
dalam otot rangka sehingga terjadi kekakuan otot dan
hipertermia (Curran, 2005).
b) Exercise-Induced hyperthermia (Exertional heat stroke)
Hipertermia jenis ini dapat terjadi pada anak
besar/remaja yang melakukan aktivitas fisik intensif dan lama
pada suhu cuaca yang panas (Dalal, 2006).
c) Endocrine Hyperthermia (EH)
Kondisi metabolic atau endokrin yang menyebabkan
hipertermia lebih jarang dijumpai pada anak dibandingkan
dengan pada dewasa. Kelainan endokrin yang sering
dihubungkan dengan hipertermia antara lain hipertiroidisme,
diabetes mellitus, phaeochromocytoma, insufisiensi adrenal
dan ethiocolanolone suatu steroid yang diketahui sering
berhubungan dengan demam (merangsang pembentukan
pirogen leukosit).
8
2) Hipertermia yang disebabkan oleh penurunan pelepasanpanas
a) Hipertermia neonatal
Peningkatan suhu tubuh secara cepat pada hari kedua
dan ketiga kehidupan bisa disebabkan oleh:
(1) Dehidrasi
Dehidrasi pada masa ini sering disebabkan oleh
kehilangan cairan atau paparan oleh suhu kamar yang
tinggi.Hipertermia jenis ini merupakan penyebab kenaikan
suhu ketiga setelah infeksi dan trauma lahir.Sebaiknya
dibedakan antara kenaikan suhu karena hipertermia dengan
infeksi. Pada demam karena infeksi biasanya didapatkan
tanda lain dari infeksi seperti leukositosis atau leucopenia,
CRP yang tinggi, tidak berespon baik dengan pemberian
cairan, dan riwayat persalinan premature atau resiko
infeksi.
(2) Overheating
Overheating adalah pemakaian alat-alat
penghangat yang terlalu panas, atau bayi atau anak
terpapar sinar matahari langsung dalam waktu yang lama
(Curran, 2005).
9
c. Manifestasi Klinis Hipertermia
Beberapa tanda dan gejala pada hipertermi menurut Huda (2013)
1) Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
2) Konvulsi (kejang)
3) Kulit kemerahan
4) Pertambahan RR
5) Takikardi
6) Saat disentuh tangan terasa hangat
7) Fase – fase terjadinya hipertermia
a) Fase I : awal
(1) Peningkatan denyut jantung.
(2) Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan.
(3) Menggigil akibat tegangan dan kontraksi obat.
(4) Kulit pucat dan dingin karena vasokonstriksi.
(5) Merasakan sensasi dingin.
(6) Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokonstriksi.
(7) Rambut kulit berdiri.
(8) Pengeluaran keringat berlebih.
(9) Peningkatan suhu tubuh.
b) Fase II : proses demam
(1) Proses menggigil lenyap.
(2) Kulit terasa hangat / panas.
(3) Merasa tidak panas / dingin.
10
(4) Peningkatan nadi & laju pernapasan.
(5) Peningkatan rasa haus.
(6) Dehidrasi ringan sampai berat.
(7) Mengantuk , delirium / kejang akibat iritasi sel saraf.
(8) Lesi mulut herpetik.
(9) Kehilangan nafsu makan.
(10) Kelemahan, keletihan dan nyeri ringan pada otot
akibat katabolisme protein.
c) Fase III : pemulihan
(1) Kulit tampak merah dan hangat.
(2) Berkeringat.
(3) Menggigil ringan.
(4) Kemungkinan mengalami dehidrasi.
d. Patofisiologi Hipertermia
Perubahan pengaturan homeostatis suhu normal oleh
hipotalamus dapat diakibatkan dari infeksi bakteri, virus, tumor,
trauma, dan sindrom malignan dan lain-lain bersifat pirogen
eksogen yang merangsang sel makrofag, lekosit dan sel lain untuk
membentuk pirogen endogen. Pirogen seperti bakteri dan virus
menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Saat bakteri dan virus
tersebut masuk ke dalam tubuh, pirogen bekerja sebagai antigen
akan mempengaruhi sistem imun (Widagdo, 2012).
11
Saat substansi ini masuk ke sirkulasi dan mengadakan
interaksi dengan reseptor dari neuron preoptik di hipotalamus
anterior, dan menyebabkan terbentuknya prostaglandin E2. IL-2
yang bertindak sebagai mediator dari respon demam, dan berefek
pada neuron di hipotalamus dalam pengaturan kembali
(penyesuaian) dari thermostatic set point. Akibat demam oleh
sebab apapun maka tubuh membentuk respon berupa pirogen
endogen termasuk IL- 1, IL-6, tumor necrotizing factor (TNF)
(Widagdo, 2012).
Oleh karena itu, sel darah putih diproduksi lebih banyak
lagi untuk meningkatkan pertahanan tubuh melawan infeksi.Selain
itu, substansi sejenis hormon dilepaskan untuk selanjutnya
mempertahankan melawan infeksi. Substansi ini juga mencetuskan
hipotalamus untuk mencapai set point. Untuk mencapai set point
baru yang lebih tinggi tubuh memproduksi dan menghemat panas.
Dibutuhkan beberapa jam untuk mencapai set point baru dari suhu
tubuh. Selama periode ini, orang tersebut menggigil, gemetar dan
merasa kedinginan, meskipun suhu tubuh meningkat
(Potter & Perry, 2010).
Fase menggigil berakhir ketika set point baru yaitu suhu
yang lebih tinggi tercapai. Selama fase berikutnya, masa stabil,
menggigil hilang dan pasien merasa hangat dan kering. Jika set
point baru telah “melampaui batas”, atau pirogen telah
12
dihilangkan, terjadi fase ketiga episode febris. Set point
hipotalamus turun, menimbulkan respons pengeluaran panas. Kulit
menjadi hangat dan kemerahan karena vasodilatasi.Diaforesis
membantu evaporasi pengeluaran panas (Potter & Perry, 2010).
e. Komplikasi Hipertermia
Kerugian yang bisa terjadi pada bayi yang mengalami
demam dan hipertermia adalah dehidrasi, karena pada keadaan
demam terjadi pula peningkatan pengeluaran cairan tubuh
sehingga dapat menyebabkan tubuh kekurangan cairan. Pada
kejang demam, juga bisa terjadi tetapi kemungkinannya sangat
kecil (Hartini, 2012)
Silbernagl, (2007) dalam patofisiologinya menjelaskan
akibat yang ditimbulkan oleh demam adalah peningkatan
frekuensi denyut jantung (1-12 menit/1oC) dan metabolisme
energi.Hal ini menimbulkan rasa lemah, nyeri sendi dan sakit
kepala, gelombang tidur yang lambat (berperan dalam perbaikan
fungsi otak), dan pada keadaan tertentu dapat menimbulkan
gangguan kesadaran dan persepsi (delirium karena demam) serta
kejang.
Keadaan yang lebih berbahaya lagi ketika suhu inti tubuh
mencapai 40oC karena pada suhu tersebut otak sudah tidak dapat
lagi mentoleransi. Bila mengalami peningkatan suhu inti dalam
waktu yang lama antara 40oC-43
oC, pusat pengatur suhu otak
13
tengah akan gagal dan pengeluaran keringat akan berhenti.
Akibatnya akan terjadi disorientasi, sikap apatis dan kehilangan
kesadaran (Hartini, 2012).
f. Diagnosis Hipertermia
Setelah melakukan pengumpulan data secara lengkap dan
terarah berupa masalah-masalah yang terungkap dari anamnesis
serta temuan-temuan yang didapatkan dari pemeriksaan fisik dan
laboratorium atau penunjang, misalnya leukosit, CRP,
prokalsitonin dan pemeriksaan penunjang yang lain. Tahap
berikutnya adalah menetapkan diagnosis (Hartini, 2012).
Salah satu tindakan yang perawat atau dokter lakukan
adalah pengukuran suhu tubuh yang benar pada area yang tepat
dan menggunakan termometer yang akurat.Untuk menentukan
apakah klien terjadi hipertermia atau tidak, perawat harus
mengetahui terlebih dahulu standart normal suhu tubuh baik
melalui aksila, rektal, oral dan telinga.Selain itu perawat juga
harus mengetahui penyebab dari hipertermia klien, apakah karena
terpapar oleh kuman dan virus penyebab infeksi sebelumnya,
apakah klien selesai melakukan aktivitas olah raga jantung atau
mengalami kekurangan cairan atau bahkan karena cuaca bahkan
penyakit yang menyertainya (Hartini, 2012).
14
g. Penatalaksanaan Hipertermia
1) Tindakan farmakologis
Tindakan menurunkan suhu mencakup intervensi
farmakologik yaitu dengan pemberian antipiretik.Obat yang
umum digunakan untuk menurunkan demam dengan berbagai
penyebab (infeksi, inflamasi dan neoplasama) adalah obat
antipiretik.Antipiretik ini bekerja dengan mempengaruhi
termoregulator pada sistem saraf pusat (SSP) dan dengan
menghambat kerja prostaglandin secara perifer (Hartini, 2012).
Obat antipiretik antara lain asetaminofen, aspirin, kolin
dan magnesium salisilat, kolin salisilat, ibuprofen, salsalat dan
obat-obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID). Asetaminofen
merupakan obat pilihan, aspirin dan salisilat lain tidak boleh
diberikan pada anak-anak dan remaja. Ibuprofen,
penggunaannya disetujui untuk menurunkan demam pada
anak-anak yang berusia minimal 6 bulan.Hindari pemakaian
aspirin atau ibuprofen pada pasien-pasien dengan gangguan
perdarahan (Hartini, 2012).
Beberapa ibuprofen yang tidak disetujui
penggunaannya untuk anak-anak adalah nuprin, motrin IB,
medipren.Pemberian antipiretik yang berlebihan perlu
diperhatikan, karena dapat menyebabkan keracunan
(Totapally, 2005).
15
2) Tindakan non farmakologis
Tindakan non farmakologis tersebut seperti menyuruh
anak untuk banyak minum air putih, istirahat, serta pemberian
water tepid sponge. Penatalaksanaan lainnya anak dengan
demam adalah dengan menempatkan anak dalam ruangan
bersuhu normal dan mengusahakan agar pakaian anak tidak
tebal (Budi (2006)dalam Setiawati (2009).
2. Konsep Suhu
a. Pengertian
Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang
dihasilkan tubuh dengan jumlah panas yang hilang ke lingkungan
luar.Panas yang dihasilkan dikurangi panas yang hilang adalah suhu
tubuh (Potter & Perry, 2010). Suhu normal tubuh adalah 36,5-37,50C
(Huda, 2013).
b. Pengaturan suhu
Suhu tubuh manusia diatur oleh suatu mekanisme umpan
balik yang berada dipusat pengaturan suhu yaitu hipotalamus.
Pengaturan suhu suatu mekanisme, pada saat pusat temperatur di
hipotalamus mendeteksi adanya suhu adanya suhu tubuh yang terlalu
panas, maka tubuh akan melakukan umpan balik. Mekanisme umpan
balik ini akan terjadi bila suhu inti tubuh sudah melewati ambang
16
batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, atau yang disebut
titik tetap (Sodikin, 2012).
Set point (titik tetap) tubuh aan dipertahankan supaya suhu
inti tubuh tetap konstan pada kisaran 37oC. Pada saat suhu meningkat
melebihi titik tetap, maka keadaan ini akan merangsang hipotalamus
untuk melakukan berbagai mekanisme agar suhu mampu
dipertahankan dengan cara menurunkan produksi panas dan
meningkatkan pengeluaran panas sehingga suhu kembali pada titik
tetap. Sedangkan bila suhu inti dibawah titik tetap, tubuh akan
menjalankan suatu mekanisme untuk meningkatkan produksi panas
dan menurunkan laju penurunan panas tubuh dari lingkungan
(Sodikin, 2012).
c. Produksi panas
Aliran darah yang diatur oleh susunan saraf memiliki peran
penting dalam mendistribusikan panas dalam tubuh. Suhu lingkungan
yang panas atau adanya peningkatan suhu tubuh, pusat pengaturan
suhu di hipotalamus akan mempengaruhi serabut eferen pada sistem
saraf autonom untuk melebarkan pembuluh darah. Peningkatan aliran
darah dikulit menyebabkan pelepasan panas dari pusat tubuh melalui
permukaan tubuh melalui permukaan kulit ke sekitarnya dalam bentuk
keringat (Sodikin, 2012).
Pengeluaran keringat melalui kulit terjadi sebagai efek
peningkatan suhu tubuh yang melewati batas kritis.Pengeluaran
17
keringat menyebabkan peningkatan pengeluaran panas melalui
evaporasi. Peningkatan suhu tubuh sebesar 10 C akan menyebabkan
pengeluaran keringat yang cukup banyak sehingga mampu membuang
panas tubuh yang dihasilkan dari metabolisme basal 10 kali lebih
besar (Sodikin, 2012).
d. Kehilangan panas
Menurut Sodikin (2012), proses kehilangan panas melalui 4 cara
yaitu:
1) Radiasi adalah perpindahan panas dari permukaan suatu objek ke
permukaan objek lain tanpa keduanya bersentuhan.
2) Konveksi adalah perpindahan panas karena gerakan udara atau
cairan yang melindungi permukaan kulit.
3) Konduksi adalah perpindahan panas antara 2 objek secara
langsung pada suhu yang berbeda.
4) Evaporasi atau penguapan adalah penguapan air dari kulit yang
dapat memfasilitasi perpindahan panas tubuh, misalnya
berkeringat.
3. Water Tepid Sponge
a. Pengertian
Water tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat
yang menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah
besar superfisial dengan teknik seka (Alves, 2008).
18
b. Tujuan Water Tepid Sponge
Water Tepid Sponge bertujuan untuk membuat pembuluh
darah tepi melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori-pori
akan membuka dan mempermudah pengeluaran panas (Hartini,
2012).
c. Manfaat Water Tepid Sponge
Menurunkan suhu tubuh, memberikan rasa nyaman,
mengurangi nyeri dan ansietas (Sodikin, 2012).
d. Teknik Water Tepid Sponge
Tahap-tahap pelaksanaan tepid water sponge (Rosdahl & Kowalski,
2008)
1) Tahap persiapan
a) Jelaskan prosedur dan demonstrasikan kepada keluarga
caratepid water sponge.
b) Persiapan alat meliputi ember atau baskom untuk tempat air
hangat (35°C), lap mandi/ wash lap 6 buah, selimut mandi
1buah, handuk mandi 1 buah, perlak besar 1 buah,
termometer, selimut hipotermi.
2) Pelaksanaan
a) Beri kesempatan klien untuk buang air sebelum dilakukan
water tepid sponge.
19
b) Ukur suhu tubuh klien dan catat. Catat jenis dan waktu
pemberian antipiretik pada klien.
c) Buka seluruh pakaian klien dan alas klien dengan perlak.
d) Tutup tubuh klien dengan handuk mandi. Kemudian
basahkan wash lap atau lap mandi letakkan lap mandi di dahi,
aksila, dan pangkal paha. Lap ekstermitas selama 5 menit,
punggung dan bokong selama 10-15 menit. Lakukam melap
tubuh klien selama 20 menit.
e) Pertahankan suhu air (35°C).
f) Apabila wash lap mulai mengering maka rendam kembali
dengan air hangat lalu ulangi tindakan seperti diatas.
g) Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau menggigil atau
segera setelah suhu tubuh klien mendekati normal. Selimuti
klien dengan selimut mandi dan keringkan. Pakaikan klien
baju yang tipis dan mudah menyerap keringat.
h) Catat suhu tubuh klien sebelum dan sesudah tindakan
4. Asuhan Keperawatan Hipertermia
a. Pengkajian
Observasi manisfestasi klinis dari hipertermia
1) Peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal
2) Kulit kemerahan
3) Kulit hangat bila disentuh
20
4) Tampak mengkilat
5) Peningkatan frekuensi pernafasan
6) Takikardi
7) Kejang
b. Diagnosa Keperawatan
Hipertermia berhubungan dengan peningkatan produksi panas
c. Intervensi
Kriteria hasil: mempertahankan suhu dalam batas normal, suhu tubuh
dapat dikurangi sampai batas yang dapat diterima.
Intervensi
1) Observasi tanda-tanda vital secara berkala
Rasional : memantau tanda-tanda vital
2) Observasi warna kulit
Rasional: mengamati tanda-tanda hipertermi
3) Berikan water tepid sponge
Rasional: pembuluh darah akan terbuka dan mengeluarkan panas.
4) Berikan air minum yang banyak
Rasional: mempertahankan cairan tubuh.
5) Kolaborasi dengan dokter pemberian antipiretik
Rasional : mengatasi hipertermi dengan cara farmakologis,
menghindari pasien mengigil.
d. Implementasi
1) Mengobservasi tanda-tanda vital secara berkala
21
2) Mengobservasi warna kulit
3) Memberikan water tepid sponge
4) Memberikan air minum yang banyak
5) Mengkolaborasi dengan dokter pemberian antipiretik
e. Evaluasi
Evaluasi menggunakan SOAP
Sumber: Potter & Perry, 2006
22
B. Kerangka Teori
(Alves, 2008; El Radhi, 2009; Hartini, 2012; Sodikin, 2012; Widagdo, 2012).
Etiologi :
- Virus, bakteri, trauma
- Obat-obatan anesthesia
- Aktifitas fisik intensif pada cuaca panas
- Metabolik
- Dehidrasi
- Overheating
Hipertermia
Farmakologi
Pemberian antipiretik
Non farmakologi
Water Tepid Sponge
Penurunan suhu
tubuh
23
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset
Subjek dalam aplikasi riset ini adalah pasien An. Y umur 10 tahun yang
mengalami hipertermia.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Pelaksanaan aplikasi riset ini dilakukan di Ruang Anggrek Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Salatiga pada tanggal 5-7 Januari 2016.
C. Media dan Alat yang Digunakan
1. Media
Air hangat (35°C),
2. Alat
a. Baskom untuk tempat air hangat (35°C),
b. Lap mandi/ wash lap 6 buah
c. Selimut mandi 1buah
d. Handuk mandi 1 buah
e. Perlak besar 1 buah
f. Termometer
g. Selimut hipotermi.
24
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset
Tahap-tahap pelaksanaan tepid water sponge (Rosdahl & Kowalski, 2008)
1. Tahap persiapan
a. Jelaskan prosedur dan demonstrasikan kepada keluarga caratepid
water sponge.
b. Persiapan alat meliputi ember atau baskom untuk tempat air hangat
(35°C), lap mandi/ wash lap 6 buah, selimut mandi 1buah, handuk
mandi 1 buah, perlak besar 1 buah, termometer, selimut hipotermi.
2. Pelaksanaan
a. Beri kesempatan klien untuk buang air sebelum dilakukan water
tepid sponge.
b. Ukur suhu tubuh klien dan catat. Catat jenis dan waktu pemberian
antipiretik pada klien.
c. Buka seluruh pakaian klien dan alas klien dengan perlak.
d. Tutup tubuh klien dengan handuk mandi. Kemudian basahkan
wash lap atau lap mandi letakkan lap mandi di dahi, aksila, dan
pangkal paha. Lap ekstermitas selama 5 menit, punggung dan
bokong selama 10-15 menit. Lakukam melap tubuh klien selama
20 menit.
e. Pertahankan suhu air (35°C).
f. Apabila wash lap mulai mengering maka rendam kembali dengan
air hangat lalu ulangi tindakan seperti diatas.
25
g. Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau menggigil atau segera
setelah suhu tubuh klien mendekati normal. Selimuti klien dengan
selimut mandi dan keringkan. Pakaikan klien baju yang tipis dan
mudah menyerap keringat.
h. Catat suhu tubuh klien sebelum dan sesudah tindakan.
E. Alat Ukur Evaluasi
Alat ukur evaluasi dilakukan dengan cara mengukur suhu dengan
menggunakan thermometer digital.
26
BAB IV
LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien
Pengkajian dilakukan pada tanggal 5 Januari 2016 jam 09.00 WIB,
klien masuk rumah sakit pada tanggal 5 Januari 2016 jam 05.00 WIB. Pada
kasus ini pengkajian diperoleh dengan caraautoanamnesa dan alloanamnesa,
pengamatan dan observasi secara langsung, pemeriksaan fisik, menelaah
catatan medis, catatan perawat. Dari data pengkajian tersebut didapat hasil
identitas klien, bahwa inisial klien An. Y, umur klien 10 tahun, klien
beragama kristen, alamat Jl. Patimura No. 70 Salatiga, klien duduk di bangku
sekolah dasar, nomor register 16117, di rawat di bangsal Anggrek RSUD
Kota Salatiga, diagnosa medis obs. febris. Penanggung jawab klien adalah
Ny. W, umur 53 tahun, pekerjaan swasta, alamat Jl. Patimura No. 70 Salatiga,
hubungan dengan klien adalah ibu angkat.
B. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan klien
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa riwayat
kesehatan sekarang klien, keluhan utama yang dirasakan klien adalah
badan panas.Pasien datang ke IGD RSUD Kota Salatiga pada tanggal 5
Januari 2016 pukul 05.00 WIB. Pasien datang dengan keluhan badan
panas sejak 3 hari yang lalu, pasien mengeluh pilek, tidak enak badan
27
buang air besar cair sudah 2 kali, muntah sudah 2 kali. Ibu pasien
mengatakan pasien sudah diberi parasetamol sirup, namun demam pasien
tidak turun. Saat di IGD suhu tubuh pasien 380 C, nadi 100 kali per
menit, berat badan 34 kilogram. Saat di IGD pasien mendapat terapi
cairan infus ringer laktat dengan neurosanbe 20 tetes per menit,
ondansentron 2 ml, tremensa 1 tablet (650 mg), parasetamol 1 tablet (250
mg).
Pasien dipindah ke ruang rawat inap anak yaitu ruang anggrek
pada pukul 05.30 WIB. Saat di ruang anggrek suhu tubuh klien 380 C,
nadi 140 kali per menit, pernafasan 24 kali per menit, terapi cairan masih
dilanjutkan. Pengkajian yang dilakukan pada pukul 09.30 WIB, pasien
masih mengeluh badan terasa panas, muntah sudah 2 kali, dan buang air
besar cair sudah 2 kali, pasien tampak gelisah, pasien terlihat menangis,
kulit kemerahan, konjungtiva berwarna merah muda, kulit teraba hangat,
suhu tubuh 39,50 C, nadi 100 kali per menit, pernafasan 24 kali per menit,
terpasang infus ringer laktat dengan neurosanbe 20 tetes per menit, pasien
mengkonsumsi parasetamol dan tremensa sudah 4 jam yang lalu.
2. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kehamilan tidak terkaji. Riwayat kelahiran klien adalah
pasien lahir pada tanggal 2 September 2006 dengan cara spontan, berat
badan lahir 2600 gram, lahir di Kota Salatiga. Ibu pasien mengatakan
pasien belum pernah sakit parah sehingga harus di rawat di rumah
sakit.Ibu pasien mengatakan pasien tidak mempunyai riwayat penyakit
28
menular seperti hepatitis maupun HIV. Pasien tidak pernah mengalami
cidera dan operasi. Pasien terlihat menangis saat di bawa ke rumah sakit
dan di ruang anggrek.Pasien tidak mempunyai alergi terhadap obat
maupun makanan dan minuman. Pasien terpasang infus ringer laktat +
Neurosanbe 20 tetes per menit, parasetamol 3 x 250 mg, tremensa 3 x 650
mg. Ibu pasien mengatakan pasien sudah mendapatkan imunisasi
sebanyak 3 kali namun ibu pasien lupa jenis dan waktu pemberiannya.
3. Pertumbuhan dan Perkembangan
Berat badan lahir 2600 gram, berat badan saat ini adalah 34
kilogram.Pasien tidak mempunyai masalah pertumbuhan gigi dan gigi
pasien sudah lengkap.Pasien dapat berjalan dan duduk dengan
normal.Pasien sekarang berumur 10 tahun dan duduk di kelas empat
sekolah dasar.Pasien termasuk anak yang supel dan sering berinteraksi
ataupun bermain dengan teman sebaya. Saat di sekolah pasien mengikuti
kegiatan pramuka setiap hari kamis sore. Interaksi pasien dengan
lingkungan sekitar baik dan pasien berbicara sopan dengan orang yang
lebih tua. Pasien menggunakan bahasa indonesia dengan lancar saat
berkomunikasi sehari- harinya. Penggunaan kosa kata dalam bahasa
indonesia sudah baik dan lancar.
4. Kebiasaan dan Pola Aktivitas
a. Pola Tingkah Laku
Pasien tidak mempunyai pola tingkah laku yang tidak biasa.Pasien
adalah anak yang baik dan selalu menurut dengan orang tua.
29
b. Aktivitas Istirahat
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien dapat tidur nyenyak
kurang lebih 8 jam saat malam hari, dan kurang lebih 2 jam saat siang
hari. Selama sakit pasien dapat tidur nyenyak kurang lebih 8 jam saat
malam hari, dan kurang lebih 2 jam saat siang hari dan tidak ada
keluhan. Pola eliminasi, sebelum sakit pasien mengatakan dapat
buang air besar 2 kali sehari karakteristik lembek kuning, jumlah
kurang lebih 200 gram, tidak ada keluhan.Selama sakit pasien buang
air besar cair 2 kali, jumlah kurang lebih 600 cc, karakteristik cair
kuning, keluhan buang air besar cair. Pasien mengatakan sebelum
sakit pasien dapat buang air kecil kurang lebih 7 kali sehari, jumlah
kurang lebih 700 cc, karakteristik kuning jernih, tidak ada keluhan.
Selama sakit pasien dapat buang air kecil kurang lebih 7 kali sehari,
jumlah kurang lebih 700 cc, karakteristik kuning jernih, tidak ada
keluhan.
c. Pola Aktivitas Klien
Pasien dapat melakukan aktivitas makan, minum, toileting,
mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi ROM secara
mandiri, sedangkan untuk aktivitas mandi dan berpakaian dibantu
orang lain.
5. Riwayat Nutrisi dan Cairan
Sejak bayi pasien tidak mendapat pemberian ASI. Pasien
diberikan susu formula sejak masih bayi umur 3 hari namun ibu pasien
30
lupa nama produk yang di gunakan. Pasien saat ini diberi cairan ekstra
yaitu jus.Pasien tidak mempunyai riwayat pemberian makanan sereal
maupun vitamin.
Nafsu makan sebelum sakit pasien makan tiga kali sehari satu
porsi penuh dengan nasi, lauk, sayur, buah, dan susu, jus, minum air putih
kurang lebih delapan gelas sehari, dan tidak ada keluhan. Selama sakit
pasien makan tiga kali sehari satu porsi penuh dengan nasi, lauk, sayur,
buah, dan susu, jus, minum air putih kurang lebih delapan gelas sehari,
dan keluhan muntah sudah 2 kali. Makanan favorit pasien adalah ayam
goreng. Pasien tidak mempunyai kebiasaan makan makanan manis.
Balance cairan pada tanggal 5 Januari 2016 dari masuk rumah sakit pukul
05.00 WIB sampai pukul 09.00 WIB adalah + 41 . Input makanan 400 cc,
minuman 500 cc, cairan intravena 500 cc. Output urine 150 cc, feses 400
cc, muntah 300 cc, insessible water loss 511 cc.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Genogram
(An. Y, 10 tahun)
31
Keterangan :
: sudah meninggal
: sudah meninggal
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Garis pernikahan
: Garis Keturunan
: Tinggal Satu Rumah
Pasien dan ibu pasien mengatakan dalam keluarga pasien tidak
ada riwayat penyakit keturunan seperti diabetes melitus maupun
hipertensi.Ibu pasien mengatakan dalam lingkungan tempat tinggal pasien
tidak ada yang melakukan kebiasaan yang menyimpang seperti merokok,
minum minuman beralkohol maupun obat- obatan terlarang.
7. Riwayat sosial
Struktur keluarga, ayah dan ibu kandung pasien sudah
meninggal.Pasien mempunyai kakak laki-laki berusia 28 tahun dan sudah
berkeluarga.Saat ini pasien tinggal di panti asuhan bersama dengan ibu
angkatnya yang sebagai pengurus panti asuhan tersebut.Lingkungan
32
tempat tinggal pasien bersih, sanitasi baik, ventilasi baik. Pasien
beragama kristen dan pasien selalu diajarkan untuk beribadah rutin.
8. Fungsi Keluarga
Interaksi antar anggota linkungan panti asuhan baik. Saat
membuat keputusan dan saat ada masalah maka akan dimusyawarahkan.
Komunikasi antar anggota lingkungan panti asuhan baik.Antar penghuni
panti asuhan tidak segan dalam mengutarakan perasaan yang dirasakan.
9. Riwayat seksual
Pasien berjenis kelamin laki-laki dan masih berumur 10 tahun
10. Pengukuran dan pertumbuhan
Panjang badan 132 cm, lingkar dada 62 cm, berat badan 34 kilogram,
lingkar lengan 19 cm, lingkar kepala 52 cm.
11. Pemeriksaan tanda- tanda Vital
Suhu tubuh 39,50 C, pernafasan 24 kali per menit, denyut nadi 100 kali
per menit, tekanan darah tidak terkaji.
12. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum lemah, keadaan nutrisi baik.Perkembangan
normal tidak ada gangguan. Kulit berwarna kemerahan dan teraba hangat,
turgor elastis. Warna rambut hitam, bersih, tidak ada ketombe.Kuku
berwarna merah muda, bersih dan tidak dicat.Tidak ada pembesaran
kelenjar limfe.Bentuk kepala mesochepal simetris.Warna sklera tidak
ikterik, warna konjungtiva merah muda, reaksi cahaya positif, posisi mata
simetris, gerakan mata normal.Telinga bersih tidak ada serumen.Hidung
33
simetris tidak ada polip.Bentuk mulut simetris, warna bibir merah muda,
membran mukosa lembab.Pada leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
dan distensi vena leher.
Pemeriksaan dada paru-paru, saat inspeksi tidak ada retraksi,
palpasi pengembangan paru kanan dan kiri sama, bunyi perkusi paru
sonor, auskultasi suara paru vesikuler tidak ada suara tambahan.
Pemeriksaan jantung, saat inspeksi ictus cordis tidak tampak, saat palpasi
ictus cordis teraba di SIC IV, bunyi pekak saat diperkusi, pada saat
diauskultasi bunyi jantung I dan II murni tidak ada bising. Pemeriksaan
abdomen, inspeksi perut simetris tidak ada jejas, herniasi maupun
pembesaran umbilikus, auskultasi bising usus 30 kali per menit, saat di
palpasi tidak ada nyeri tekan, perkusi kuadran I pekak, kuadran II, III, IV
tympani.Pemeriksaan anus dan genetalia bersih dan tidak ada kelainan.
Pemeriksaan ekstermitas atas ROM kanan terbatas skala 4 dapat
bergerak melawan hambatan ringan terpasang infus, ROM kiri normal,
kekuatan otot kanan kiri normal skala 5 bebas bergerak melawan
hambatan, perabaan akral hangat, tidak ada piting edema. Ekstermitas
bawah ROM kanan dan kiri normal skala 5 bebas bergerak melawan
hambatan, kekuatan otot kanan kiri nomal skala 5 bebas bergerak
melawan hambatan, perabaan akral hangat, tidak ada piting edema.
13. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada tanggal 5 Januari 2016 pukul
18.00 WIB yaitu hematologi, leukosit 7,73 ribu/ uL( Normal 4,5 – 11
34
ribu/ uL), eritrosit 4,79 juta/ uL ( Normal 4 – 5 juta/ uL), hemoglobin 12,3
gr/dL (Normal 14 – 18 gr/dL),hematokrit 36,1 % ( Normal 38 – 47 %),
MCV 75,3 fl ( Normal 86 – 108 fl), MCH 25,7 pg ( Normal 28 – 31 pg),
MCHC 34,1 gr/dL ( Normal 30 – 35 gr/dL). Trombosit 535 ribu/ uL(
Normal 150 – 450 ribu/ uL). Laju endap darah I 7 ( Normal 3 – 8 ), laju
endap darah II 25 ( Normal 5 – 8), Golongan darah O, Hitung jenis,
eosinofil 0,9 ( Normal 1 – 5), basofil 0,2 ( Normal 0 – 1), limfosit 6,9 (
Normal 22 – 40), monosit 3,2 ( Normal 4 – 8), Netrofil 88,8.
Imunoserologi, Salmonella typhi O negative, salmonella paratyphi AO
negative, salmonella paratyphi BO negative, salmonella paratyphi CO 1/
320, salmonella typhi H negative, salmonella paratyphi AH negative,
salmonella paratyphi BH negative, salmonella paratypphi CH 1/ 80.
14. Terapi
Terapi pada tanggal 5 Januari 2016 yaitu per oral tremensa 3 x
650 mg, parasetamol 3 x 250 mg (jika demam), L-Bio 1 x 1 sachet.
Parenteral ondansentron 2 mg, infus RL + neurosanbe 20 tetes per
menit.Tanggal 6 Januari 2016 terapi per oral tremensa 3 x 650 mg tablet,
parasetamol 3 x 250 mg (jika demam).Parenteral ondansentron 3 x 2 mg,
cefotaxim 2 x 750 mg, infus ringer laktat 18 tetes per menit.Tanggal 7
Januari 2016 terapi per oral tremensa 3 x 1 tablet, parasetamol 3 x 250 mg
(jika demam). Parenteral ondansentron 3 x 2 mg, cefotaxim 2 x 750 mg,
infus RL 18 tetes per menit.
35
C. Perumusan Masalah
Diagnosa yang pertama adalah hipertermi berhubungan dengan
proses penyakit (Thypoid). Data yang menunjang dengan diagnosa tersebut
adalah data subyektif pasien mengeluh badan terasa panas.Ibu pasien
mengatakan pasien mengalami demam sejak 3 hari yang lalu sebelum di bawa
ke rumah sakit. Data obyektif kulit pasien teraba hangat, kulit tampak
kemerahan, suhu tubuh 39,5 0C, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan
bakteri salminella paratyphi CH positive 1/ 80, bakteri salmonella typhi H
positif 1/ 320.
Diagnosa yang ke dua adalah resiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.Data yang menunjang dari
diagnosa yang ke tiga adalah data subyektif pasien mengatakan mengalami
muntah 2 kali, dan buang air besar cair 2 kali. Data obyektifnya adalah suhu
tubuh 39,50C, pasien pagi ini baru minum air putih 2 gelas.
D. Perencanaan
Intervensi atau rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan
berdasarkan ONEK ( Observasi, Nursing, Edukasi, Kolaborasi). Rencana
tindakan keperawatan pada diagnosa yang pertama hipertermi berhubungan
dengan proses penyakit (Thypoid), penulis mempunyai tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam masalah keperawtan
hipertermi dapat teratasi dengan criteria hasil suhu tubuh dalam
rentangnormal (36,50 C- 37,5
0 C), nadi dalam rentang normal, pernafasan
36
normal, kulit tidak kemerahan, kulit tidak teraba hangat. Rencana tindakan
dalam mengatasi masalah keperatawan hipertermia adalah observasi suhu
tubuh klien, rasional mengukur suhu tubuh pasien merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan pasien. Monitor tanda- tanda vital klien, rasional
merupakan acuan untuk mengetahui keadaan pasien. Monitor warna kulit,
rasional warna kulit dapat menjadi tanda dari ganguan suhu tubuh. Berikan
water tepid sponge, rasional water tepid sponge menyebabkan pembuluh
darah tepi melebar dan mengalami vasodilatai sehingga pori-pori akan
membuka dan mempermudah pengeluaran panas. Anjurkan pada pasien untuk
minum air putih cukup, rasional peningkatan suhu tubuh menyebabkan
peningkatan penguapan pada tubuh sehingga perlu diimbangi dengan asupan
cairan yang cukup.Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian yang
tipis dan menyerap keringat, rasional menjaga kenyamanan pasien dan
mengurangi penguapan tubuh.Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga
tentang peningkatan suhu tubuh, rasional pasien dan keluarga perlu
mengetahui tentang peningkatan suhu tubuh dan membantu mengurangi rasa
cemas.Berikan terapi sesuai advice(kolaborasi pemberian antipiretik),
rasional meneruskan pengobatan yang sudah diberikan, antipiretik sebagai
tindakan farmakologi untuk menurunkan suhu tubuh.
Intervensi atau rencana tindakan keperawatan untuk diagnosa yang
ke tiga resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif, penulis mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam masalah keperawatan resiko kekurangan
37
volume cairan dapat teratasi dengan kriteria hasil membrane mukosa lembab,
turgor kulit elastis, suhu tubuh normal, intake minum tercukupi, pasien tidak
mengalami muntah dan buang air besar cair. Rencana tindakan keperawatan
untuk mengatasi masalah keperawatan resiko kekurangan volume cairan
antara lain yaitu monitor status hidrasi, rasional memantau status hidrasi
klien. Monitor tanda- tanda vital, rasional tanda- tanda vital sebagai tolak
ukur untuk mengetahui keadaan klien. Anjurkan pada klien untuk makan dan
minum sedikit tapi sering, rasional memenuhi kebutuhan nutrisi klien dengan
baik.Berikan terapi sesuai advice(Pemberian terapi cairan intravena), rasional
meneruskan pengobatan yang sudah diberikan dan mencegah kehilangan
cairan.
E. Implementasi
Implementasi keperawatan atau tindakan keperawatan dilakukan
selama tiga hari. Tanggal 5 Januari 2016 pada pukul 09.15 WIB
mengobservasi suhu tubuh klien, respon subyektif pasien mengatakan badan
terasa panas, respon obyektif suhu tubuh 39,50 C. Perawat memonitor tanda-
tanda vital pasien pada pukul 09.30 WIB, respon subyektif pasien
mengatakan bersedia untuk diperiksa tanda- tanda vitalnya, respon obyektif
suhu 39,50 C nadi 100 kali per menit, pernafasan 24 kali per menit.
Selanjutnya perawat memonitor warna kulit pada pukul 09.35 WIB, respon
subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di periksa, respon obyektif
warna kulit tampak kemerahan. Perawat memonitor status hidrasi pada pukul
38
09.40 WIB, respon subyektif pasien mengatakan mengalami muntah 2 kali
dan BAB cair 2 kali, respon obyektif membran mukosa lembab, suhu 39,50 C,
turgor kulit elastis. Selanjutnya perawat memberikan water tepid sponge pada
pukul 09.55 WIB, respon subyektif An. Y mengatakan bersedia untuk
diberikan water tepid sponge, respon obyektif pasien tampak tenang, pasien
berkeringat, suhu tubuh turun dari 39, 50 C menjadi 37, 6
0 C. Perawat
menganjurkan klien untuk minum air putih yang cukup pada pukul 10.30
WIB, respon subyektif pasien mengatakan akan minum air putih yang cukup,
respon obyektif pasien tampak minum air putih 200 cc setiap 2 jam.
Perawat mengobservasi suhu tubuh klien pada pukul 10.50 WIB,
respon subyektif pasien mengatakan badan terasa panas, respon obyektif suhu
tubuh pasien 38,50 C. Perawat memberikan water tepid sponge pada pukul
10.55 WIB, respon subyetif pasien mengatakan bersedia untuk diberikan
water tepid sponge, respon obyektif saat di berikan water tepid sponge pasien
tampak tenang, pasien berkeringat, suhu tubuh turun dari 380 C menjadi 37,4
0
C. Selanjutnya perawat memonitor tanda- tanda vital pada pukul 11.15 WIB,
respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk diperiksa tanda- tanda
vitalnya, respon obyektif suhu 37,4 0 C, nadi 140 kali per menit, pernafasan
24 kali per menit. Perawat menganjurkan pada klien untuk memakai pakaian
yang tipis dan menyerap keringat pada pukul 11.20 WIB, respon subyektif
pasien mengatakan akan memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat,
respon obyektif pasien tampak mengganti pakaiannya dengan pakaian
yangtipis dan menyerap keringat. Perawat memberikan penjelasan pada
39
pasien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh pada pukul 11.30 WIB,
respon subyektif pasien dan keluarga mengatakan mengerti dengan apa yang
telah dijelaskan, respon obyektif pasien dan keluarga tampak mengerti
dengan apa yang telah dijelaskan.
Selanjutnya pada pukul 13.30 WIB perawat memonitor suhu tubuh
pasien, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untukk diperiksa suhu
tubuhnya, respon obyektif suhu tubuh pasien 370 C. Perawat mengobservasi
suhu tubuh pasien pada pukul 15.30 WIB, respon subyektif pasien
mengatakan bersedia untuk di ukur suhu tubuhnya, respon obyektif suhu
tubuh 37,40 C. Selanjutnya perawat memonitor tanda-tanda vital pada pukul
16.30 WIB, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di periksa
tanda- tanda vitalnya, respon obyektif suhu tubuh 36,70 C, nadi 120 kali per
menit, pernafasan 24 kali per menit. Perawat mengobservasi suhu tubuh
pasien kembali pada pukul 18.30 WIB, respon subyektif pasien mengatakan
bersedia untuk di ukur suhu tubuhnya, respon obyektif suhu tubuh 36,60 C.
Pukul 21.00 WIB mengobservasi suhu tubuh pasien, respon subyektif pasien
mengatakan bersedia untuk di ukur suhu tubuhnya, respon obyektif suhu
tubuh 36,70 C. Perawat mengobservasi suhu tubuh pasien lagi pukul 23.00
WIB, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di ukur suhu
tubuhnya, respon obyektif suhu tubuh 36,50 C.
Implementasi hari ke dua tanggal 6 Januari 2016 pukul 01.00 WIB
mengobservasi suhu tubuh pasien, respon subyektif pasien mengatakan
bersedia untuk di ukur suhu tubuhnya, respon obyektif suhu tubuh 36,40 C.
40
Selanjutnya perawat mengobservasi suhu tubuh pasien pada pukul 03.00
WIB, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di ukur suhu
tubuhnya, respon obyektif suhu tubuh 360 C. Perawat memonitor tanda-tanda
vital pukul 05.00 WIB, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di
periksa tanda- tanda vitalnya, respon obyektif suhu tubuh 360 C, nadi 100 kali
per menit, pernafasan 24 kali per menit. Perawat memonitor status hidrasi
pada pukul 07.00 WIB, respon subyektif pasien mengatakan sudah tidak
mengalami buang air besar cair dan muntah lagi, respon obyektif membran
mukosa lembab, suhu 360 C, akral hangat, turgor kulit elastis. Perawat
mengobservasi suhu tubuh pasien pada pukul 07.30 WIB, respon subyektif
pasien mengatakan bersedia untuk di ukur suhu tubuhnya, respon obyektif
suhu tubuh 36,2 0 C. Perawat menganjurkan klien minum air putih yang
cukup pada pukul 08.30 WIB, respon subyektif pasien mengatakan sudah
minum 4 gelas pagi ini, respon obyektif pasien minum 4 gelas air putih pagi
ini.
Perawat memonitor tanda- tanda vital klien pada pukul 11.00 WIB,
respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di periksa tanda- tanda
vitalnya, respon obyektif suhu tubuh 36,5 0 C, nadi 110 kali per menit,
pernafasan 24 kali per menit. Selanjutnya perawat mengobsevasi suhu tubuh
pada pukul 13.00 WIB, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk
diukur suhu tubuhnya, respon obyektif suhu tubuh 360 C. Perawat
menganjurkan pasien untuk istirahat 13.10 WIB, respon subyektif pasien
mengatakan akan mengikuti yang telah disarankan, respon obyektif pasien
41
tampak berbaring untuk istirahat. Perawat mengobservasi suhu tubuh pasien
pukul 15.00 WIB, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di ukur
suhu tubuhnya, respon obyektif suhu tubuh 360 C. Pearawat mengobservasi
suhu tubuh pasien kembali pada pukul 17.00 WIB, respon subyektif pasien
mengatakan bersedia untuk di ukur suhu tubuhnya, respon obyektif suhu
tubuh 36,10 C. Perawat mengobservasi suhu tubuh pasien lagi pada pukul
19.00 WIB, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di ukur suhu
tubuhnya, respon obyektif suhu tubuh 36,40 C.
Perawat mengobservasi suhu tubuh pasien ada pukul 20.00 WIB,
respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di ukur suhu tubuhnya,
respon obyektif suhu tubuh 360 C. Perawat mengobservasi suhu tubuh pasien,
pada pukul 22.00 WIB, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di
ukur suhu tubuhnya, respon obyektif suhu tubuh 36,60 C. Perawat
mengobservasi suhu tubuh pasien pada pukul 24.00 WIB, respon subyektif
pasien mengatakan bersedia untuk di ukur suhu tubuhnya, respon obyektif
suhu tubuh 36,30 C.
Implementasi pada tanggal 7 Januari 2016 pukul 02.00 WIB
perawat mengobservasi suhu tubuh pasien, mengobservasi suhu tubuh pasien,
respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di ukur suhu tubuhnya,
respon obyektif suhu tubuh 360 C. Perawat memonitor tanda- tanda vital
klien pada pukul 05.00 WIB, respon subyektif pasien mengatakan bersedia
untuk di periksa tanda- tanda vitalnya, respon obyektif suhu tubuh 36,5 0 C,
nadi 100 kali per menit, pernafasan 24 kali per menit. Sealanjutnya perawat
42
memonitor status hidrasi pada pukul 07.00 WIB, respon subyektif pasien
mengatakan sudah tidak mengalami buang air beasar cair dan muntah lagi,
respon obyektif membran mukosa lembab, suhu 36 0 C, akral hangat, turgor
kulit elastis. Perawat mengobservasi suhu tubuh pasien pada pukul 07.10
WIB, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di ukur suhu
tubuhnya, respon obyektif suhu tubuh 360 C. Perawat menganjurkan klien
minum air putih yang cukup pada pukul 08.30 WIB, respon subyektif pasien
mengatakan sudah minum 4 gelas pagi ini, respon obyektif pasien minum 4
gelas air putih pagi ini.Perawat mengobsevasi suhu tubuh pada pukul 09.00
WIB, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk diukur suhu
tubuhnya, respon obyektif suhu tubuh 360 C.
Implementasi pada pukul 11.00 WIB memonitor tanda- tanda vital
klien, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk di periksa tanda-
tanda vitalnya, respon obyektif suhu tubuh 360 C, nadi 100 kali per menit,
pernafasan 24 kali per menit. Perawat mengobservasi tanda- tanda vital pada
pukul 13.00 WIB, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk diukur
tanda- tanda vitalnya, respon obyektif suhu tubuh 36,50 C.
F. Evaluasi
Evaluasi diagnosa pertama hipertermi berhubungan dengan proses
penyakit (thypoid) pada tanggal 5 Januari 2016 jam 21.00 WIB, subyektif
pasien mengatakan badan sudah tidak terasa panas lagi. Obyektif turgor kulit
elastis, kulit teraba hangat, kulit tidak kemerahan lagi, nadi 120 kali per
43
menit, suhu 360 C. Analisa masalah teratasi sebagian.Planning intervensi
dipertahankan, observasi suhu tubuh klien, monitor tanda- tanda vital,
monitor warna kulit, berikan water tepid sponge jika suhu tubuh diatas
normal, anjurkan pada klien untuk minum air putih yang cukup, anjurkan
pada klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap jika suhu
tubuh diatas normal. berikan terapi sesuai advice.
Evaluasi untuk diagnosa keperawatan yang ke dua resiko
kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif pada
tanggal 5 Januari 2016 jam 21.20 WIB yaitu subyektif pasien mengatakan
sudah tidak mengalami muntah dan buang air besar cair. Obyektif turgor kulit
elastis, membran mukosa lembab, suhu tubuh 360 C. Analisa masalah
teratasi.Planning pertahankan intervensi, monitor status hidrasi, monitor
tanda- tanda vital, anjurkan pasien untuk makan dan minum sedikit tapi
sering, berikan terapi sesuai advice.
Evaluasi diagnosa pertama hipertermi berhubungan dengan proses
penyakit (thypoid) pada tanggal 6 Januari 2016 jam 21.00 WIB, subyektif
pasien mengatakan badan sudah tidak terasa panas lagi. Obyektif turgor kulit
elastis, kulit teraba hangat, kulit tidak kemerahan lagi, nadi 100 kali per
menit, suhu 370 C. Analisa masalah teratasi sebagian.Planning intervensi
dipertahnkan, observasi suhu tubuh klien, monitor tanda- tanda vital, monitor
warna kulit, berikan water tepid sponge jika suhu tubuh diatas normal,
anjurkan pada klien untuk minum air putih yang cukup, anjurkan pada klien
44
untuk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerapa keringat jika suhu
tubuh diatas normal, berikan terapi sesuai advice.
Evaluasi untuk diagnosa keperawatan yang kedua resiko
kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif pada
tanggal 6 Januari 2016 jam 21.20 WIB yaitu subyektif pasien mengatakan
sudah tidak mengalami muntah dan buang air besar cair. Obyektif turgor kulit
elastis, membran mukosa lembab, suhu tubuh 36 0 C. Analisa masalah
teratasi.Planning pertahankan intervensi, monitor status hidrasi, monitor
tanda- tanda vital, anjurkan pasien untuk makan dan minum sedikit tapi
sering, berikan terapi sesuai advice.
Evaluasi diagnosa pertama hipertermi berhubungan dengan proses
penyakit (thypoid) pada tanggal 7 Januari 2016 jam 21.00 WIB, subyektif
pasien mengatakan badan sudah tidak terasa panas lagi. Obyektif turgor kulit
elastis, kulit teraba normal/ lembab, kulit tidak kemerahan lagi, nadi 100 kali
per menit, suhu 36 0 C.Analisa masalah teratasi.Planning intervensi
dihentikan.
Evaluasi untuk diagnosa keperawatan yang kedua resiko
kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif pada
tanggal 7 Januari 2016 jam 21.20 WIB yaitu subyektif pasien mengatakan
sudah tidak mengalami muntah dan buang air besar cair. Obyektif turgor kulit
elastis, membran mukosa lembab, suhu tubuh 36 0 C. Analisa masalah
teratasi.Planning hentikan intervensi.
45
BAB V
PEMBAHASAN
Pada Bab ini penulis akan membahas tentang studi kasus asuhan
keperawatan anak dengan hipertermia di ruang Anggrek RSUD Kota Salatiga.
Ruang lingkup pembahasan ini meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan,
rencana keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian
Tahap pertama yang dilakukan penulis adalah pengkajian kepada
pasien.Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Lyer et al.,
1996 dalam Setiadi 2012). Pada kasus ini data diperoleh dengan
caraautoanamnesa dan alloanamnesa, pengamatan dan observasi secara
langsung, pemeriksaan fisik, menelaah catatan medis, catatan perawat.
Pengkajian yang dilakukan penulis pada An. Y yang mengalami
hipertermia didapatkan keluhan utama mengeluh badan terasa panas. Ibu
pasien mengatakan pasien mengalami demam sudah 3 hari yang lalu, pasien
mengeluh pilek, tidak enak badan, BAB cair sudah 2 kali, muntah sudah 2
kali. Pasien menunjukan keadaan umum lemah, pasien tampak gelisah, kulit
teraba hangat, kulit tampak kemerahan. Dari hasil pengkajian diatas, dapat
dilihat bahwa tanda dan gejala pada pasien sesuai dengan referensi yang
menyebutkan manisfestasi yang terjadi pada pasien dengan hipertermia
46
adalah kenaikan suhu diatas rentang normal, kulit kemerahan, saat disentuh
kulit terasa hangat, pertambahan respiratory rate, takikardi, konvulsi (Huda,
2013).
Pemeriksaan fisik adalah mengukur tanda- tanda vital dan head to
toe. Pemeriksaan fisik head to toe yaitu menggunakan teknik (Inspeksi)
menggunakan indra penglihatan, memerlukan bantuan pencahayaan yang
baik dan pengamatan yang teliti, (Palpasi) menggunakan serabut, saraf
sensoris di permukaan tangan untuk mengetahui kelembaban, suhu, tekstur,
adanya massa, penonjolan, lokasi dan ukuran organ, serta pembengkakan,
(Perkusi) pemeriksaan ini menggunakan prinsip vibrasi dan getaran udara di
lakukan dengan mengetuk permukaan tubuh dengan tangan pemeriksa, dan
(Auskultasi) menggunakan indera pendengaran bisa menggunakan stetoskop
ataupun tidak (Dermawan, 2012).
Dari hasil pemeriksaan fisik keadaan umum An. Y tampak lemah,
pada pemeriksaan kulit teraba hangat, kulit tampak kemerahan. Pada
pengukuran tanda- tanda vital suhu 39,50 C, respiratory rate 24 kali per
menit, nadi 100 kali per menit.
Secara teoritis hipertermia adalah keadaan dimana terjadi kenaikan
suhu tubuh diatas kisaran normal yaitu 36,5 – 37,5 0 C (Huda, 2013).
Hipertermia akan menimbulkan respon pengeluaran panas sehingga akan
menyebabkan kulit teraba hangat dan terlihat kemerahan (Potter Perry, 2010).
Pemeriksaan penunjang pada An. Y pada tanggal 5 Januari 2016
didapatkan Salmonella typhi O negative, salmonella paratyphi AO negative,
47
salmonella paratyphi BO negative, salmonella paratyphi CO 1/ 320,
salmonella typhi H negative, salmonella paratyphi AH negative, salmonella
paratyphi BH negative, salmonella paratypphi CH 1/ 80.
Hipertermia dapat disebabkan oleh virus dan mikroba. Mikroba serta
produknya berasal dari luar tubuh adalah bersifat pirogen eksogen yang
merangsang sel makrofag, lekosit dan sel lain untuk membentuk pirogen
endogen. Pirogen seperti bakteri dan virus menyebabkan peningkatan suhu
tubuh (Widagdo, 2012).
B. Diagnosa Keprawatan
Diangnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga daan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai dasar
seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan
sesuai dengan kewenangan perawat Setiadi (2012).Dalam merumuskan
diagnosa keperawatan terdiri dari 3 komponen yaitu respon manusia
(problem), faktor yang berhubungan (etiologi), tanda dan gejala (simpton)
(Setiadi, 2012).
Pada An. Y penulis menegakkan 2 diagnosa yaitu hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit (thypoid) dan resiko kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif. Diagnosa
keperawatan utama yang diangkat oleh penulis dalam pengelolaan kasus An.
Y adalah diagnosa keperawatan hipertermia berhubungan dengan proses
48
penyakit (thypoid). Hipertermia adalah keadaan dimana terjadi kenaikan suhu
tubuh diatas kisaran normal (Herdman, 2012).
Batasan karakteristik yang muncul pada pasien dengan hipertermia
adalah kulit kemerahan, suhu tubuh diatas rentang normal 36,50 C – 37,5
0 C,
kulit teraba hangat, pernafasan meningkat, nadi meningkat (Herdman, 2014).
Data pengkajian yang mendukung diagnosa hipertermi mencakup
data subyektif dan data obyektif.Data subyektif pasien mengeluh badan terasa
panas.Ibu pasien mengatakan pasien mengalami demam sejak 3 hari yang lalu
sebelum di bawa ke rumah sakit. Data obyektif kulit pasien teraba hangat,
kulit tampak kemerahan, suhu tubuh 39,5 0C, hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukan bakteri salmonella paratyphi CH positive 1/ 80, bakteri
salmonella typhi H positif 1/ 320.
Penulis memprioritaskan diagnosa keperawatan hipertermia karena
merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi, hal ini didasarkan
pada teori kebutuhan dasar manusia Hierarki Maslow yaitu masuk dalam
kebutuhan tingkat yang kedua mencakup kebutuhan keamanan dan
keselamatan (fisik dan psikologis) yang merupakan kebutuhan paling dasar
kedua yang harus diprioritaskan (Potter dan Perry, 2005).
Dampak demam jika tidak segera mendapatkan penanganan antara
lain dehidrasi sedang hingga berat, kerusakan neurologis hingga kejang
demam (El- Radhi, 2009). Oleh karena itu penanganan hipertermia harus
segera dilaksanakan dan menjadi prioritas yang pertama.
49
Diagnosa keperawatan yang kedua yang diangkat perawat yaitu
resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif.Resiko kekurangan cairan adalah keadaan beresiko mengalami dehidrasi
vaskuler, selular, atau intraselular.Batasan karakteristik resiko kekurangan
volume cairan yaitu kehilangan berlebih melalui rute normal, kurang
pengetahuan, kehilangan volume cairan aktif (Herdman, 2012).
Diagnosa ini muncul karena pada saat dilakukan pengkajian pada
An. Y ditemukan data- data yang menunjang seperti data subyektif dan data
obyektif.Data subyektif pasien mengatakan mengalami muntah 2 kali, dan
BAB cair 2 kali.Data obyektifnya adalah suhu tubuh 39,50C, pasien pagi ini
baru minum air putih 2 gelas.
Menurut teori kebutuhan dasar Hierarki Maslow resiko kekurangan
volume cairan masuk dalam prioritas yang pertama namun belum
aktual.Penulis memprioritaskan diagnosa keperawatan resiko kekurangan
volume cairan sebagai diagnosa yang kedua karena diagnosa resiko belum
aktual.
C. Rencana Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian
dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan
keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah
atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Perencanaan yang tertulis dengan baik
akan memberi petunjuk dan arti pada asuhan keperawatan, karena
50
perencanaan adalah sumber informasi bagi semua yang terlibat dalam asuhan
keperawatan klien. Rencana ini merupakan sarana komunikasi yang utama,
dan memelihara continuitas asuhan keperawatan klien bagi seluruh anggota
tim (Setiadi, 2012).
Proses perencanaan keperawatan meliputi penetapan tujuan
perawatan, penetapan kriteria hasil, pemilihan intervensi yang tepat, dan
rasionalisasi dari intervensi dan mendokumentasikan rencana perawatan
(Setiadi, 2012).
Suatu hasil merupakan perubahan status klien yang dapat diukur
dalam berespon terhadap asuhan keperawatan, hasil adalah respon yang
diinginkan dari respon kondisi klien dalam dimensi fisiologis, sosial,
emosional, perkembangan atau spiritual.Pedoman penulisan kriteria hasil
berdasarkan SMART (Spesific, Meassurable, Aciveble, Reasonable, dan
Time).Spesfic adalah berfokus pada klien, meassurable adalah dapat diukur,
dilihat, diraba, dirasakan, dan dibau.Achiveble adalah tujuan yang harus
dicapai, sedangkan Reasonable meupakan tujuan yang harus dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.Time adalah batasan pencapaian dalam
rentang waktu tertentu, harus jelas batasan waktunya (Dermawan, 2012).
Pembahasan dari intervensi yang meliputi tujuan, kriteria hasil dan
tindakan yaitu pada diagnosa keperawatan hipertermia berhubungan dengan
proses penyakit, gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit
terkait, dan resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif.
51
Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (thypoid). Pada
kasus An. Y penulis melakukan tindakan keperawatan selama 1 kali 24 jam
diharapkan masalah hipertermia dapat teratasi dengan kriteria hasil suhu
dalam rentang normal 36,50 C- 37,5
0 C, nadi dalam rentang normal, kulit
tidak kemerahan, kulit tidak teraba hangat, konjungtiva normal atau tidak
kemerahan (Sodikin, 2012). Rencana keperawatan dalam mengatasi masalah
keperawatan hipertermia yaitu observasi suhu tubuh klien, rasional mengukur
suhu tubuh pasien merupakan acuan untuk mengetahui keadaan pasien.
Monitor tanda- tanda vital klien, rasional merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan pasien. Monitor warna kulit, rasional warna kulit dapat menjadi
tanda dari gangguan suhu tubuh.
Berikan water tepid sponge, rasional water tepid sponge
menyebabkan pembuluh darah tepi melebar dan mengalami vasodilatasi
sehingga pori-pori akan membuka dan mempermudah pengeluaran panas.
Anjurkan pada pasien untuk minum air putih cukup, rasional peningkatan
suhu tubuh menyebabkan peningkatan penguapan pada tubuh sehingga perlu
diimbangi dengan asupan cairan yang cukup.Anjurkan pada klien untuk
menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat, rasional menjaga
kenyamanan pasien dan mengurangi penguapan tubuh.Berikan penjelasan
pada pasien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh, rasional pasien dan
keluarga perlu mengetahui tentang peningkatan suhu tubuh dan membantu
mengurangi rasa cemas. Berikan terapi sesuai advice(kolaborasi pemberian
antipiretik), rasional meneruskan pengobatan yang sudah diberikan dan
52
antipiretik sebagai tindakan farmakologi untuk menurunkan suhu tubuh
( Sodikin, 2012).
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif. Pada diagnosa kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif perawat melakukan tindakan keperawatan selama 3
kali 24 jam diharapkan masalah resiko kekurangan volume cairan dapat
teratasi dengan kriteria hasil membran mukosa lembab, suhu tubuh dalam
rentang normal, intake minum tercukupi dengan baik (Moorhead, 2013).
Rencana keperawatan pada diagnosa keperawatan resiko kekurangan volume
cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif antara lain yaitu monitor
status hidrasi, rasional memantau status hidrasi klien. Monitor tanda- tanda
vital, rasional tanda- tanda vital sebagai tolak ukur untuk mengetahui keadaan
klien. Anjurkan pada klien untuk makan dan minum sedikit tapi sering,
rasional memenuhi kebutuhan nutrisi klien dengan baik.Berikan terapi sesuai
advice(Pemberian terapi cairan intravena), rasional meneruskan pengobatan
yang sudah diberikan dan mencegah kehilangan cairan (Bulechek, 2013).
D. Implementasi
Implementasi adalah serangkaian pelaksanaan rencana tindakan
keperawatan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi status kesehatan yang lebih baik
yang menggambarkan kriteria hasil dalam rentang yang diharapkan
(Dermawan, 2012).
53
Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan
hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (thypoid) yaitu
mengobservasi suhu tubuh klien. Memonitor tanda- tanda vital
klien.Memonitor warna kulit.Memberikan water tepid sponge.Menganjurkan
pada pasien untuk minum air putih cukup.Menganjurkan pada klien untuk
menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat.Memberikan
penjelasan pada pasien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh.
Memberikan terapi sesuai advice( kolaborasi tentang pemberian antipiretik).
Tindakan keperawatan mengobservasi suhu tubuh dan memonitor
tanda- tanda vital dengan tujuan mengetahui keadaan pasien, sedangkan
memonitor warna kulit bertujuan untuk mengetahui gangguan suhu tubuh
karena kulit dapat dijadikan sebagai tanda dari adanya gangguan suhu tubuh
(Sodikin, 2012). Tindakan keperawatan memberikan water tepid sponge
bertujuan untuk menyebabkan pembuluh darah tepi melebar dan mengalami
vasodilatasi sehingga pori-pori akan membuka dan mempermudah
pengeluaran panas. Water tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat
yang menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah besar
superfisial dengan teknik seka (Alves, 2008). Water tepid sponge dapat
menurunkan suhu tubuh, memberikan rasa nyaman, mengurangi nyeri dan
ansietas (Sodikin, 2012).
Berikut ini adalah tahap-tahap pelaksanaan water tepid sponge
(Rosdahl & Kowalski(2008), dalam Setiawati(2009).Tahap persiapan,
jelaskan prosedur dan demonstrasikan kepada keluarga caratepid water
54
sponge.Persiapan alat meliputi ember atau baskom untuk tempat air hangat
(35°C), lap mandi/ wash lap 6 buah, selimut mandi 1buah, handuk mandi 1
buah, perlak besar 1 buah, termometer, selimut hipotermi. Pelaksanaan, beri
kesempatan klien untuk buang air sebelum dilakukan water tepid
sponge.Ukur suhu tubuh klien dan catat.Catat jenis dan waktu pemberian
antipiretik pada klien.Buka seluruh pakaian klien dan alas klien dengan
perlak.Tutup tubuh klien dengan handuk mandi.Kemudian basahkan wash lap
atau lap mandi letakkan lap mandi di dahi, aksila, dan pangkal paha.Lap
ekstermitas selama 5 menit, punggung dan bokong selama 10-15
menit.Lakukam melap tubuh klien selama 20 menit. Pertahankan suhu air
(35°C).Apabila wash lap mulai mengering maka rendam kembali dengan air
hangat lalu ulangi tindakan seperti diatas.Hentikan prosedur jika klien
kedinginan atau menggigil atau segera setelah suhu tubuh klien mendekati
normal.Selimuti klien dengan selimut mandi dan keringkan.Pakaikan klien
baju yang tipis dan mudah menyerap keringat.Catat suhu tubuh klien sebelum
dan sesudah tindakan.
Dalam pemberian water tepid sponge perlu dicatat obat apa saja yang
telah di berikan. Pada An.Y telah diberikan pamol 1 tablet (250 mg) dan
terpasang infuse ringer laktat dengan neurosanbe dari IGD 4 jam yang lalu.
Setelah di obsevasi sampai jam 09.35 WIB suhu tubuh pasien belum turun
dan pasien mengeluh merasa panas.
Pasien diukur suhu tubuhnya pada pukul 09.35 WIB dengan hasil
suhu tubuh 39,50C. Tindakan water tepid sponge dilakukan pada pukul 09.55
55
WIB memberikan water tepid sponge dengan respon subyektif An. Y
mengatakan bersedia untuk diberikan water tepid sponge, respon obyektif
pasien tampak tenang, suhu tubuh turun dari 39, 50 C menjadi 37, 6
0 C.
Perawat melakukan tindakan memonitor suhu tubuh 2 jam sekali selama 24
jam. Selang 2 jam setelah pemberian water tepid sponge suhu tubuh pasien
diukur kembali dan hasilnya suhu tubuh 380 C. Perawat memberikan tindakan
water tepid sponge kembali selama 20 menit dengan respon subyektif An. Y
mengatakan bersedia untuk diberikan water tepid sponge, respon obyektif
pasien tampak tenang, suhu tubuh turun dari 380 C menjadi 37,4
0 C.
Dalam pemberian water tepid sponge merupakan upaya memberikan
rangsangan pada hipotalamus agar menurunkan suhu tubuh. Sinyal hangat
yang dibawa oleh darah ini menuju hipotalamus akan merangsang
hipotalamus mengakibatkan pengeluaran sinyal oleh system efektor. Sinyal
ini akan menyebabkan terjadinya pengeluaran panas tubuh yang lebih banyak
melalui dua mekanisme yaitu dilatasi pembuluh darah perifer dan berkeringat
(Potter dan Perry, 2006).
Pemberian water tepid spongedilakukan mengelap tubuh selama 20
menit lalu diukur suhu tubuhnya, prosedur water tepid sponge dilakukan
hingga suhu tubuh mendekati normal. Hal ini telah sesuai dengan prosedur
pelaksanaan water tepid sponge oleh Rosdahl & Kowalski (2008), dalam
Setiawati (2009) dan membuktikan bahwa pemberian water tepid sponge
pada An. Y yang mengalami hipertermia efektif sebagai alternative untuk
menurunkan suhu tubuh pasien karena setelah diberikan water tepid sponge
56
suhu tubuh An. Y turun dari 39,50 C menjadi 37,6
0 C dan dari 38
0 C menjadi
37,40 C.
Tindakan keperawatan yang selanjutnya adalah menganjurkan pada
pasien untuk minum air putih cukup dengan tujuan mencukupi asupan cairan
yang cukup sehingga tidak terjadi kekurangan volume cairan dengan alasan
karena minum air cukup dapat mencegah terjadinya dehidrasi akibat
berkeringat (Carpenito Lynda Juall, 2010).Tindakan keperawatan yang
selanjutnya adalah menganjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian
yang tipis dan menyerap keringat dengan tujuan menjaga kenyamanan pasien
dan mengurangi penguapan tubuh (Carpenito Lynda Juall, 2010).Tindakan
keperawatan memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang
peningkatan suhu tubuh dengan tujuan agar pasien dan keluarga mengetahui
tentang peningkatan suhu tubuh dan membantu mengurangi rasa cemas
(Carpenito Lynda Juall, 2010).Tindakan keperawatan memberikan terapi
sesuai advice dengan tujuan melanjutkan terapi yang memang sudah
diberikan.
Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan resiko
kekurangan volume cairan berhubungan denga kehilangan cairan aktif adalah
memonitor status hidrasi.Memonitor tanda- tanda vital.Menganjurkan pada
klien untuk makan dan minum sedikit tapi sering.Memberikan terapi sesuai
advice(Pemberian terapi cairan intravena)(Carpenito Lynda Juall, 2010).
Tindakan keperawatan dilakukan pada tanggal 5 – 7 Januari
2016.Tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu memonitor status hidrasi
57
dengan tujuan mengetahui status hidrasi klien.Selanjutnya adalah memonitor
tanda- tanda vital klien dengan tujuan untuk mengetahui keadaan
klien.Tindakan keperawatan yang selanjutnya adalah mengajurkan klien
untuk minum dan makan sedikit tapi sering dengan tujuan untuk mencukupi
kebutuhan nutrisi dengan baik (Carpenito Lynda Juall, 2010).
E. Evaluasi
Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga
kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien
dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan (Setiadi, 2012).
Evaluasi yang digunakan sesuai teori yaitu SOAP (Subyektif,
Obyektif, Assessment, Planning) yang mana terdiri dari Subyektif adalah
pernyataan dari pasien atau keluarga pasien tentang perkembangan kesehatan
pasien, Obyektif adalah data yang didapat atau hasil dari pemberian tindakan
keperawatan kepada masalah kesehatan pasien, Assessment merupakan
kesimpulan dari tindakan keperawatan yang dilakukan, Planning adalah
rencana selanjutnya untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien.
Hasil perkembangan dari diagnosa keperawatan hipertermia
berhubungan dengan proses penyakit (thypoid) didapatkan data subyektif
pasien mengatakan badan sudah tidak terasa panas lagi. Data obyektif turgor
58
kulit elastis, kulit teraba hangat, kulit tidak kemerahan lagi, nadi 100 kali per
menit, suhu 36 0 C.Analisa masalah teratasi.Planning intervensi dihentikan.
Hasil perkembangan dari diagnosa keperawatan resiko kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif didapatkan data
subyektif subyektif pasien mengatakan sudah tidak mengalami muntah dan
buang air besar cair. Data obyektif turgor kulit elastis, membran mukosa
lembab, suhu tubuh 360 C. Analisa masalah teratasi.Planning hentikan
intervensi.
59
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan pengkajian, analisa data, penentuan diagnosa,
implementasi dan evaluasi tentang pemberian water tepid sponge terhadap
penurunan suhu tubuh pada An. Y dengan hipertermia di Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Salatiga pada tanggal 5 Januari 2016 sampai 7 Januari 2016
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian
Hasil pengkajian di dapatkan keluhan utama mengeluh badan terasa
panas. Ibu pasien mengatakan pasien mengalami demam sudah 3 hari yang
lalu, pasien mengeluh pilek, tidak enak badan, BAB cair sudah 2 kali,
muntah sudah 2 kali. Pada pemeriksaan fisiknya pasien menunjukan
keadaan umum lemah, kulit teraba hangat, kulit tampak kemerahan,
mukosa bibir An. Y tampak lembab. Pada pengukuran tanda- tanda vital
suhu 39,50 C, respiratory rate 24 kali per menit, nadi 142 kali per menit.
Pemeriksaan penunjang pada An. Y pada tanggal 5 Januari 2016
didapatkan Salmonella typhi O negative, salmonella paratyphi AO
negative, salmonella paratyphi BO negative, salmonella paratyphi CO 1/
60
320, salmonella typhi H negative, salmonella paratyphi AH negative,
salmonella paratyphi BH negative, salmonella paratypphi CH 1/ 80.
2. Diagnosa Keperawatan
Pada An. Y penulis menegakkan 2 diagnosa yaitu hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit (Thypoid) dan resiko kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
3. Rencana Keperawatan
Intervensi keperawatan yang diambil untuk menyelesaikan masalah
keperawatan hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (thypoid)
yaitu observasi suhu tubuh klien. Monitor tanda- tanda vital klien. Monitor
warna kulit. Berikan water tepid sponge.Anjurkan pada pasien untuk
minum air putih cukup.Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian
yang tipis dan menyerap keringat.Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga tentang peningkatan suhu tubuh.Berikan terapi sesuai advice
(kolaborasi pemberian antipiretik).
Intervensi keperanwatan yang diambil untuk menyelesaikan
masalah keperawatan resiko kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan cairan aktif yaitu monitor status hidrasi. Monitor tanda-
tanda vital. Anjurkan pada klien untuk makan dan minum sedikit tapi
sering.Berikan terapi sesuai advice(Pemberian terapi cairan intravena).
4. Implementasi Keperawatan
Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan
hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (thypoid) yaitu
61
mengobservasi suhu tubuh klien. Memonitor tanda- tanda vital
klien.Memonitor warna kulit.Memberikan water tepid
sponge.Menganjurkan pada pasien untuk minum air putih
cukup.Menganjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian yang tipis
dan menyerap keringat.Memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga
tentang peningkatan suhu tubuh.Memberikan terapi sesuai advice.
Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan
resiko kekurangan volume cairan berhubungan denga kehilangan cairan
aktif adalah memonitor status hidrasi.Memonitor tanda- tanda
vital.Menganjurkan pada klien untuk makan dan minum sedikit tapi
sering.Memberikan terapi sesuai advice.
5. Evaluasi
Evaluasi dari diagnosa keperawatan hipertermia berhubungan
dengan proses penyakit (thypoid) didapatkan data subyektif pasien
mengatakan badan sudah tidak terasa panas lagi. Data obyektif turgor kulit
elastis, kulit teraba lembab atau normal, kulit tidak kemerahan lagi, nadi
100 kali per menit, suhu 360 C.Analisa masalah teratasi.Planning
intervensi dihentikan.
Evaluasi dari diagnosa keperawatan resiko kekurangan volume
cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif didapatkan data
subyektif subyektif pasien mengatakan sudah tidak mengalami muntah
dan buang air besar cair. Data obyektif turgor kulit elastis, membran
62
mukosa lembab, suhu tubuh 360 C. Analisa masalah teratasi.Planning
hentikan intervensi.
6. Analisa Kasus
Pemberian water tepid sponge pada An. Y yang mengalami hipertermia
efektif sebagai alternative untuk menurunkan suhu tubuh pasien karena
setelah diberikan water tepid sponge suhu tubuh turun dari 39,50 C
menjadi 37,60 C dan dari 38
0 C menjadi 39
0 C.
B. Saran
Setelah penulis melakukan keperawatan pada pasien dengan hipertermia
maka penulis akan memberikan usulan dan masukan yang positif khususnya
dibidang kesehatan antra lain:
1. Bagi Institusi Pendidikan
Agar dapat memotivasi mahasiswa untuk lebih membangun ilmu
pengetahuan melalui aplikasi jurnal yang lebih inovasif dan dapat
melakukan asuhan keperawatan yang komperhensif.
2. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat
Hendaknya perawat memiliki tanggung jawab dan ketrampilan yang baik
dan selalu berkoordinator dengan tim kesehatan lain dalam memberikan
asuhan keperawatan khususnya pada asuhan keperawatan anak.
3. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit)
Rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan
hubungan kerja sama baik antara tim kesehatan maupun dengan pasien,
63
sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang
optimal.
64
DAFTAR PUSTAKA
Alves, J. G. B., & Almeida, C. D. C. M. 2008.Tepid Sponge Plus Dipyrone versus dipyrone
alone for reducing body temperature in febrile children. Sao Paulo: Medical Journal.
Http://www.scieolo.br diunduh tanggal 17 November 2015
Bartolomeus, dkk.2012. Pengaruh Kompres Tepid Sponge Hangat Terhadap Penurunan
Suhu Tubuh Pada Anak Umur 1-10 Tahun Yang Mengalami
Hipertermi.Http://portalgaruda.ac.id/ diunduh tanggal 17 November 2015
Bulechek et.al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition. Elsevier: The
United State of America
Carpenito, Lynda Juall. 2010. Nursing Diagnosis Aplication to Clinical Practice. J.B.
Lippicott Company: Philadelpia
Curran AK, Xia L, Leiter CJ, Bartlett D Jr. 2005. Elevated body temperature enhances the
laryngeal chemoreflex in decerebrate piglets. J Appl Physiol.
Http://m.jap.phisiology.orgdiunduh tanggal 17 November 2015
Dalal, S., Zhukovsky, D.S. 2006.Pathophysiology and Management of Fever.JSupport
Oncol.Http://d.yimg.com diunduh tanggal 17 November 2015
Dermawan, Deden. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka Kerja.
Gosyen Publising: Yogyakarta
El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. 2009. Clinical manual of fever in children.Edition
9. Berlin: Springer-Verlag; 1-24.Http://www.spinger.com diunduh tanggal 17
November 2015
Hartini. 2012. Aplikasi Model Konservasi Myra E. Levine Dalam Asuhan Keperawata n Pada
Anak Dengan Demam Di Ruang Rawat Infeksi Anak RSUP Dr. Cipto
Mangunkusuma. Skripsi.Http://lib.ui.ac.id diunduh tanggal 17 November 2015
Herdman, T. H. 2012. NANDA Internasional: Diagnosis keperawatan: Definisi dan
klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC
Huda Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA. Yogyakarta: Mediaction Publishing
Moorhead et.al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Sixth Edition. Elsevier: The
United State of America
Nybo, L. 2008. Hyperthermia and fatigue.J Appl Physiol, 104, 871–878.
Http://m.jap.phisiology.orgdiunduh tanggal 17 November 2015
Potter, P. A. & Perry, A. G. (2005).Buku Ajar Fundamental Keperawatan vol.1.Jakarta :
EGC
65
Potter, P. A. & Perry, A. G. (2006).Buku Ajar Fundamental Keperawatan vol.2.Jakarta :
EGC
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010).Fundamentals of nursing: fundamental keperawatan;
buku 2 edisi 7. Jakarta: Salemba Medika.
Rosdahl, C b., & Kowalski, M.T. 2008.Texbook Of Basic Nursing Edisi 9. Philadelphia:
Wolters Kluwer Health- Lippincoth William & Wilkins
Setiadi. 2012. Konsep dan Penulisan DokumentasiAsuhan Keperawatan Teoridan Praktik.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Setiawati, T. (2009).Pengaruh tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh dan
kenyamanan pada anak usia pra sekolah dan sekolah yang mengalai demam di
ruang perawatan anak Rumah Sakit Muhammadiyah. Bandung: Universitas
Indonesia Fakultas Ilmu Keperawatan. . Http://lib.ui.ac.id diunduh tanggal 17
November 2015
Silbernagl, S., & Lang, F. 2007.Teks dan atlas berwarna patofisiologi. Jakarta:EGC.
Sodikin. 2012. Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Suprapti.2008. Perbedaan Pengaruh Kompres hangat dengan Kompres Dingin terhadap
penurunan suhu tubuh pada pasien anak karena infeksi di BP RSUD Djojonegoro
Temanggung.http://diligib.unimus.ac.id/diunduhtanggal 17 desember 2015
Widyastuti.2013. Asuhan Kebidanan pada balita dengan febris di BPM Siti Nuraini Ngunut
Tohkuning KarangPandan Karanganyar.Http://diligib.stikeskusumahusada.ac.id
diunduh tanggal 17 november 2015