KULTUR SAINTIFIK TEKNOLOGI DALAM
PANDANGAN BASSAM TIBI
Skripsi
Disusun oleh:
Ahmad Astari
NIM: 1113033100006
PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
KULTUR SAINTIFIK TEKNOLOGI DALAM PANDANGAN
BASSAM TIBI
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Disusun oleh:
Ahmad Astari
NIM: 1113033100006
PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul ”KULTUR SAINTIFIK TEKNOLOGI DALAM
PANDANGAN BASSAM TIBI” ini telah diujikan dalam sidang munaqasyah di
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Agama
(S.Ag) pada Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam.
Ciputat, 14 Maret 2019
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Dra. Tien Rohmatin, MA. Dr. Abdul Hakim Wahid, MA.
NIP. 19680803 199403 02 002 NIP. 19780424 201503 1 001
Anggota,
Penguji I, Penguji II,
Drs. Nanang Tahqiq, M.A. Hanafi, S.Ag., M.A.
NIP.19660201 1991 03 1 001 NIP. 19691216 199603 1 002
Pembimbing,
Iqbal Hasanuddin, M. Hum.
NIP.
KULTUR SAINTIFIK TEKNOLOGI DALAM PANDANGAN BASSAM TIBI
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Disusun oleh:
Ahmad Astari
NIM: 1113033100006
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Iqbal Hasanuddin, M.Hum.
NIP.
PROGRAM STUDI AQIDAH-FALSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
v
ii
ABSTRAK
Tulisan ini memfokuskan pada Kultur Saintifik Teknologi dalam
Pandangan Bassam Tibi dalam buku Krisi Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi. Di dalam buku
ini, Bassam Tibi menuliskan Kultur Saintifik Teknologi dan transformasi Eropa
pada zaman modern yang berakibat menghalangkan hubungan yang kuat antara
yang suci dan politik, merupakan ciri khusus kultur praindustri.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini didasarkan pada riset
pustaka (library reasearch) yakni prosesn pengidentifikasian secara sitematis
penemuan-penemuan dan analisa dokumen-dokumen yang memuat informasi
berkaitan dengan masalah penelitian. Analisis yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan analisis deskriptif yaitu sebuah analisis dengan menceritakan
secara mendalam tentang Kultur Saintifik Teknologi dalam Pandangan Bassam
Tibi.
Hasil penelitian ini berupa tulisan yang menjelaskan bahwa buku Krisis
Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Era Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi. Konsep ini berdasarkan hasil pemikiran Bassam Tibi yang
menekankan bahwa industrilisasi bukan merupakan suatu nilai dalam dirinya
sendiri. Dengan mengkritik kaum Marxis yang mereduksi sejarah pembangunan
industrilisasi yang harus dipurjuangkan demi kesamaan derajat manusia, dan
sebagai alat untuk membebaskan umat Islam dari tirani alam. Dengan ide-ide
emansipasi dalam masyarakat borjuis yang terjadi pada paralel dengan Revolusi
Industri, maka pembangunan sosial tidak lagi dianalisa dengan teori sosial yang
diikat dengan elaborasi sosial emansipatif, sebagai problem teknologi sosial dan
pembangunan sosial yang direduksi dari perkembangan zaman dan ekonominya.
Kata Kunci : Kultur Saintifik Tekologi Menurut Pandangan Bassam Tibi
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahNya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Jurusan Pemikiran Politik Islam,
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatulllah Jakarta.
Dalam upaya memenuhi persyaratan tersebut, maka skripsi ini ditulis
dengan judul “Kultur Saintifik Teknologi Dalam Pandangan Bassam Tibi “.
Selanjutnya penulis menyadari bahwa skripsi ini terdapat banyak
kesealahan, kekurangan dan kekhilafan didalam penulisan skripsi ini. Penulis
menyadari bahwa tanpa kontribusi pemikiran, gagasan serta dorongan dari
berbagai pihak, sulit dibayangkan skripsi ini akan terselesaikan. Berkat dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak, maka sebagai ungkapan rasa terima kasih dan
rasa hormat yang dalam, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Iqbal Hasanuddin, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing yang telah
membimbing dan menasehati dengan setulus hati dan kesabarannya dalam
memberikan masukan serta arahan yang sangat baik kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Dra. Tien Rohmatin, M.A., selaku Ketua Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam,
iv
Dr. Abdul Hakim Wahid, M.A., selaku Sekertaris Jurusan Aqidah dan
Filsafat Islam dan juga jajarannya yang telah membantu penulis dalam
mengurus segala keperluan untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Nanang Tahqiq, M.A., selaku Penguji I, dan bapak Hanafi,
M.A., selaku penguji II.
4. Ayahanda dan Ibunda Suhaeri dan Asmah, selaku membimbing dan
memotivasi yang tak kenal henti dari beliau berdua. Penulis persembahkan
skripsi ini untuk Ayahanda dan Ibunda. Do’ā mereka senantiasa penulis
harapkan dalam mengarungi bahtera kehidupan ini.
5. Calon Istri, Sarah Amelia yang senantiasa memberika semangat dan serta
menjadikan motivasi penulis untuk cepet lulus.
6. Teman-teman Aqidah dan Filsafat Islam angkatan 2013 yang tidak bisa
disebutkan namanya satu persatu. Terima kasih atas do’anya agar penulis
cepat menyelesaikan skripsinya.
Kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat penulis harapkan.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi mahasiswa
lain pada umumnya. Akhirnya do’ā jualah yang penulis mohonkan kepada
Allah SWT.
Jakarta, 31 Januari 2019
AHMAD ASTARI
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
Arab Indonesia Arab Indonesia
ا a ط ṭ
ب b ظ ẓ
ت t ع ‘
ث ts غ gh
ج j ف f
ح ḥ ق q
خ kh ك k
د d ل l
ذ dz م m
ر r ن n
ز z و w
س s ه h
ش sy ء ’
ص ṣ ي y
ض ḍ ة h
VOKAL PANJANG
Arab Indonesia
ٱ Ā
اى Ī
او Ū
vi
Daftar Isi
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
LEMBAR PERNYATAAN.................................................................................. i
ABSTRAK………………..................................................................................... ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................... iii
PEDOMAN TRANSLITERASI......................................................................... v
DAFTAR ISI......................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah........................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 6
D. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 7
E. Metodelogi Penelitian .................................................................................. 8
F. Sistematika Penulisan ................................................................................ 10
BAB II Biografi BASSAM TIBI ....................................................................... 11
A. Riwayat Hidup ........................................................................................... 11
vii
B. Karya-karya Bassam Tibi ........................................................................... 14
C. Pokok-Pokok Pikiran Bassam Tibi ............................................................ 22
BAB III Islam Dalam Pandangan Bassam Tibi ............................................... 29
A. Islam Politik Sebagai Restopeksi Kultural .................................................. 29
B. Islam Modern ............................................................................................. 37
C. Sekularisasi Islam....................................................................................... 43
BAB IV Islam dan Tantangan Kultur Saintifik Teknologis ........................... 46
A. Kemunculan Islam Sebagai Kultur Arab ................................................... 46
B. Islam Sebagai Agama Arab ........................................................................ 52
C. Proses Sivilisasi Dan Kultur Dunia Santifik-Teknologi ............................ 57
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 63
A. Kesimpulan ................................................................................................ 63
B. Saran-saran ................................................................................................. 64
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 66
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Globalisasi zaman modern dalam wujud interaksi sosial antara kebudayaan
bangsa-bangsa semakin mempercepat laju perubahan sosial. Perubahan-
perubahan sosial ini selain menciptakan kesenjangan antara nilai-nilai lama
dengan nilai-nilai baru, juga menciptakan kesenjangan antara hukum Islam
yang telah mapan dengan kenyataan sosial yang terus mengalami perubahan.
1
Pada dasarnya tidak ada masyarakat yang tidak ingin berubah, baik dalam
masyarakat yang masih terbelakang maupun yang modern ingin selalu
mengalami perubahan-perubahan, hanya saja perubahan-perubahan yang
dialami oleh masing-masing masyarakat itu tidak sama, ada yang cepat dan
menyolok dan ada pula yang lambat dan tersendat-sendat. 2
Masyarakat yang dalam proses pembangunan atau modernisasi, akan
banyak mengalami perubahan, pembaharuan, bahkan adakalanya mengalami
pergeseran-pergeseran, perubahan-perubahan tersebut ada yang menyangkut
1Ghufron A. Mas’adi, Metodelogi Pembaharuan Hokum Islam, (Jakarta: PT. Rajagrafindo, 1997), h. 57-58 2 Afis Nadjih Anies, Islam Dalam Pandangan Presfektif Sosio Kultur, (Jakarta: Lantabor
Press, 2005), h. 12
2
struktur dan organisasi masyarakat berikut dengan lembaga-lembaganya, dan
adakalanya perubahan-perubahan itu menyangkut norma, nilai dan pandangan
serta prilakunya. Perubahan pertama disebut dengan Transformasi Struktural,
sedangkan perubahan jenis kedua disebut dengan Transformasi Kultural. 3
Perubahan kebudayaan (Culture Transformation) menyangkut semua
bagian kebudayaan, termasuk didalamnya kesenian, ilmu pengetahuan,
teknologi, filsafat dan lain-lain. Sedangkan perubahan sosial (Social
Transformation), mengenai perubahan norma-norma sosial, sistem nilai
sosial, pola-pola prilaku, stratifikasi sosial, lembaga sosial dan lain-lain.
Dengan demikian perubahan sosial merupakan bagian penting dalam
perubahan kebudayaan, meskipun demikian dapat difahami, bahwa perubahan
kebudayaan lebih luas cakupan dan lingkupnya dari pada perubahan sosial,
sebab masih banyak unsur-unsur kebudayaan yang dapat dipisahkan dari
masyarakat..4
Transformasi sosial atau perubahan sosial pada lazimnya terjadi karena
adanya perubahan-perubahan kondisi sosial primer yang menjadi unsur yang
mempertahankan keseimbangan masyarakat, seperti unsur geografis, unsur
biologis, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, agama dan politik.
Terjadi pada masyarakat adalah kebutuhan sosial yang berubah sebagai akibat
pergeseran-pergeseran tersebut, mendorongadanya perubahan-perubahan
pada unsur-unsur yang lain, termasuk sistem kerja, hukum dan lain-lainnya.5
3 Afis Nadjih Anies, Islam dalam Perspektif sosio kultur, h. 12
4 Afis Nadjih Anies, Islam dalam Perspektif sosio kultur, h. 14 5 Afis Nadjih Anies, Islam dalam Perspektif sosio kultur, h.15
3
Kata Bassam Tibi, para pemimpin negara-negara berkembang tentu saja
ingin mengambil alih mesin-mesin dan keterampilan teknis yang
menyertainya, tetapi karena alasan-alasan yang bisa dipahami maka mereka
menganggap bahwa setiap westernisasi sosiokultural yang melampaui
pengembalian teknis sebagai ancaman terhadap identitas nasional mereka.
Dalam kasus mereka menginginkan pembangunan ekonomi dan teknologi
tanpa perubahan sosial.6
Kata yang lebih dikenal dan lebih populer untuk pembaharuan ialah
modernisasi. Dalam masyarakat Barat kata modernisasi mengandung arti
pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat-
istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya agar semuanya itu dapat
disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadaan-keadaan baru yang
ditimbulkan ilmu pengetahuan.7
Menurut Ris’an Rusli dalam buku Pembaharuan Pemikiran Modern
dalam Islam, dunia Islam memang unggul dalam ilmu syari’at dan akal, tetapi
sudah melupakan ilmu-ilmu alam, metafisika, matematika dan falsafah.
Sedangkan Barat sudah mencapai tingkat kemajuan yang tinggi dalam ilmu-
ilmu yang tergolong sains dan teknologi. Untuk mengatasi kemunduran itu
umat Islam harus menguasai ilmu sains dan teknologi. Jalan lain melalui
6 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindus tri dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana
Yogya, 1994), cet. I, h. 185. 7 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press), 1985), jilid II, h. 91.
4
pendidikan dan pengajaran, membina generasi yang dinamis dan berpikir
maju.8
Menurut Nurcholis Madjid, Dalam sejarah peradaban Islam, abad ke-18
menempati posisi tersendiri. Umat Islam pada waktu itu, dipandang sebagai
awal dari satu peradaban. Kemudian era tersebut dikenal dengan masa
modern. Di bawah dominasi budaya Barat, masa ini ditandai dengan adanya
kemajuan pesat dalam bidang sains dan teknologi, yang dipandang mampu
mengubah hal-hal fundamental dalam kehidupan manusia.9
Pengetahuan dan semangat rasional serta ilmiah Islam, ketika di Barat,
telah dibentuk dan dipolakan sesuai dengan pola kebudayaan Barat. Ia dilebur
dan dipadukan dengan semua unsur yang membentuk watak serta
kepribadiannya. Peleburan ini pada akhirnya melahirkan dua karakter yang
dualistik dan antara kebudayaan dan peradaban yang selaras dan harmonis,
karena terbentuk dari ide-ide, nilai-nilai, doktrin-doktrin dan teolog-teolog di
mana semuanya merefleksikan visi yang dualistik mengenai realitas dan
kebenaran. Dualisme ini meliputi aspek kehidupan spekulatif, sosial, dan
kultural.10
8 Ris’an Rusli, Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam, (Depok: PT. Rajagrafindo
persada, 2013), Cet. 1, h. 67. 9 Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 1992), h. 452-
453. 10 A. Khudori Soleh, Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer, (Jogjakarta, Ar-Ruzz
Media, 2013), h.309-310.
5
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Bertitik tolak dari pandangan di atas, maka penulis berusaha membatasi
penulisan skripsi ini tentang kultur saintifik teknologi dalam pandangan
Bassam Tibi. Untuk tidak terlalu menyimpang dari tujuan pokok pembahasan
dalam penulisan skripsi ini, masalah yang hendak difokuskan hanyalah dalam
pemikiran Bassam Tibi mengenai kultur saintifik teknologi.
Adapun perumusan masalah yang akan dikaji dalam penulisan skripsi ini
adalah bagaimana kultur saintifik teknologi dalam pandangan Bassam Tibi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dalam tujuan penulisan skripsi ini, penulis berusaha memotret dan
mengkaji profil Bassam Tibi serta pemikirannya tentang kultur saintifk
teknologi, terutama eksperimentasi metodologi dalam pemahaman politik Islam
baik secara teoritis maupun praktis dalam rangka kehidupan umat Islam dalam
negara modern. Dari kajian ini penulis berharap dapat memperoleh pemahaman
lebih baik dan mendalam mengenai kultur saintifk teknologi dalam pandangan
Bassam Tibi.
Penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan
praktis. Secara teoritis penulisan ini diharapkan memberi sumbangsih bagi
pengembangan studi politik Islam secara umum. Adapun secara praktis
6
penulisan skripsi ini diharapkan menambah khazanah kepustakaan, khususnya
mengenai pemikiran Bassam Tibi tentang kultur saintifik teknologi.
D. Tinjauan Pustaka
Dengan melakukan tinjauan pustaka, penulis telah menemukan hasil karya
yang membahas tentang pemikiran Bassam Tibi. Adapun karya tersebut
adalah: Krisis Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, mengungkapkan tentang dunia islam secara
keseluruhan dewasa ini masih berada dalam kultur pra-industri. Dalam
keadaan demikian, mustahil bagi dunia Islam untuk bersaing dengan barat
yang telah jauh berada dalam kultur indurti modern. Diantara negara-negara
muslim di dunia, belum satu pun yang dapat dikategorikan ke dalam negara
industri, paling banter disebut sebagai negara sedang membangun.
Selanjutnya yaitu buku yang berjudul Islam Kebudayaan dan Perubahan
Sosial, yang di karang oleh Bassam Tibi. Di dalam bukunya, Bassam Tibi
membahas masyarakat muslim semuanya terbelakang dan didasarkan pada
hubungan antara yang suci dan politik. Dengan mengadopsi ilmu dan teknologi
dari barat yang maju dan mengembangkan varian Islam sekular terhadap
budaya saintifik-teknologi tetapi bukan berarti benar-benar akan meniru barat.
Budaya juga akan berhubungan dengan agama-agama dalam kapasitasnya
untuk menberikan jawaban-jawaban atas persoalan-persoalan intrinsik tentang
eksistensi manusia.
7
Selain buku-buku dan karyakarynya, penulis juga telah menemukan karya
akademik dalam bentuk skripsi, skripsi tersebut ditulis oleh Idris salah satu
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Program
Studi Pemikiran Politik Islam, angkatan 2006-2007. Adapun skripsi tersebut
berjudul Fundamentalisme Islam Analisis Pemikiran Politik Bassam Tibi.
Didalam skripsinya, ia membahas tentang Bassam Tibi, pembangunan sistem
sosial politik berdasarkan syari’at sesuatu yang tidak mungkin terwujud di
zaman modern. Ini disebabkan minimnya dukungan dari umat Islam sendiri.
Karena gerakan fundamentalisme Islam tidak diterima luas dan bahkan
ditentang oleh mayoritas kaum Muslim. Penolakan fundamentalis Islam
terhadap paham nasionalisme sekuler dan negara bangsa (nation state) sebagai
institusi politik, sesungguhnya disebabkan penerapan sistem itu yang
memuaskan mereka. Dengan demikian, bukan sistemnya yang salah, tetapi
penerapannya yang belum sempurna sehingga tidak memuaskan kelompok ini.
Adapun yang membedakan tulisan skripsi ini dengan tulisan-tulisan di atas
adalah bahwa penulis memfokuskan tulisan terhadap pembahasan mengenai
pembaharuan Islam yang diungkapkan Bassam Tibi dalam bukunya yang
berjudul Krisis Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknlogi. Di dalam buku tersebut di antaranya dibahas
tentang Modernisasi Islam, sebagai suatu bentuk dogma, ingin memberikan
jawaban bagi pertanyaan mengapa umat Islam sekarang ini mundur sedangkan
orang-orang Eropa, yang jelas non muslim demikian maju. Fungsi sosial ajaran
Islam menyatukan kultur dan merupakan reaksi terhadap dunia oleh kultur yang
8
unggul secara teknologi-saintifik. Tetapi fungsi sosial tidak direflisikan dalam
pemikiran islam kontemporer.
E. Metodelogi Penelitian
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini didasarkan pada riset pustaka
(library research) yakni proses pengidentifikasian secara sistematis terhadap
penemuan-penemuan dan analisis dokumen-dokumen yang memuat informasi
dengan masalah penelitian.11
Dalam pembahasan tulisan ini, penulis menggunakan metode deskriptif,
komparatif dan analitis kritis. Metode deskriptif diarahkan untuk
menggambarkan keadaan obyek atau peristiwa di sekitarnya tanpa berpretensi
membuat kesimpulan-kesimpulan yang berlaku secara umum. Metode
deskriptif ini adalah langkah awal yang mempunyai signifikansi untuk mengkaji
dan menelaah lebih jauh.
Metode komparatif digunakan untuk membandingkan pokok-pokok
pemikiran Bassam Tibi guna mengetahui adanya persamaan dan perbedaannya
dengan tokoh-tokoh lain, mengingat bahwa sosok Bassam Tibi dalam konstelasi
pemikiran politik Islam tidak hadir begitu saja dalam ruang yang tanpa sejarah.
Adapun metode analisis kritis digunakan untuk berupaya untuk mencermati
11 Consuelo G Sevilla dkk., Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta: UI Press, 1993), h.
37.
9
kerangka pendekatan yang digunakannya serta corak pemikirannya terutama
dalam mendiskusikan kultur saintifik teknologi.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dan pembahasan skripsi ini terdiri dari lima bab.
Masing-masing bab terdiri dari sub-sub bab. Secara sistematis bab-bab tersebut
adalah sebagai berikut:
Bab pertama diawali dengan pendahuluan yang yang membahas antara lain
latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab kedua menguraikan tentang riwayat hidup Bassam Tibi, yang meliputi:
riwayat hidup, karya-karya Bassam Tibi dan pokok-pokok pemikiran tentang
politik Islam.
Bab ketiga tentang landasan teoritis Islam dalam pandangan Bassam Tibi.
Yang meliputi Islam politik sebagai restopeksi kultur, Islam Modern dan
sekularisasi Islam.
Bab keempat adalah bab yang menjelaskan tentang kultur saitifik teknologi
dalam pandangan Bassam Tibi. Yang meliputi, kemunculan Islam sebagai
10
kultur Arab, Islam sebagai Agama Arab, Proses sivilisasi dan kultur dunia
sainstifik-teknologi.
11
BAB II BASSAM TIBI :
RIWAYAT HIDUP , KARYA DAN
PIKIRAN-PIKIRANNYA
A. Riwayat Hidup
Bassam Tibi adalah professor bidang hubungan Internasional di
Universitas Gottingen dan juga Guru besar di Universitas Cornel. Dia
dilahirkan di Damaskus pada 4 April 1944 keturunan dari keluarga Banu al-
Tibi yang terkemuka di Damaskus. Sebelum pindah ke Jerman pada 1962, dia
menempuh pendidikan di sekolah model Islam dan Barat. Dan juga
menyelesaikan pendidikan menengah dengan gelar sarjana muda bidang
bahasa Perancis. Latar belakang akademisnya meliputi berbagai disiplin ilmu
termasuk ilmu sosial, filsafat, dan sejarah. Dia menerima gelar doktor
pertamanya pada tahun 1971 dari Universitas Goehte di Frankfrut. Di antara
guru-gurunya semasa studinya di Frankfrut adalah Max Horkheimer dan
Theodor W. Adorno, Jurgen Habermas dan Iring Fetscher. Tibi menerima Dr.
habilnya (Doktor luar biasa Jerman) dari Universitas Hamburg pada 1981.1
Setelah mengajar di Univeristas Frankfrut dan Univeristas Heidelberg
tahun 1973, Bassam Tibi diangkat menjadi professor di bidang Hubungan
Internasional di Univeristas Goettinggen. Pada 1988 dia diangkat sebagai
1 Lebih jelasnya lihat di website pribadi Bassam Tibi, diakses tanggal 20 november 2018
dari http://www.bassamtibi.de
12
Prof. bidang perbandingan politik sebagai pengganti dari Stein Rokkan di
Universitas Bergen/Norwegia.2
Bassam Tibi menjabat sebagai Profesor Hubungan Internasional di
Universitas Goettingen, Jerman dari tahun 1973 sampai pensiun pada bulan
Oktober 2009. Disamping itu, Tibi juga bertindak sebagai Direktur Pusat
Urusan Internasional didirikan dari tahun 1988. Namun Sebelumnya pada
tahun 1982-2000 ia berafiliasi dengan Universitas Harvard dalam berbagai
kapasitas dengan dana DFG dan Volkswagen dan juga hibah dari yayasan
Bosch. Pada tahun akademik 2004/2005 Tibi sedang cuti dari Goettingen dan
Cornell dan kembali sebagai Visiting Scholar Universitas Harvard dan Tibi
pada tahun 2005 sebagai senior Research Fellow di Asia Research Institute /
ARI / National University of Singapore / NUS.3
Sejak 1982 Bassam Tibi mendirikan jaringan global untuk pengajaran dan
penelitian yang dimulainya di Universitas Harvard. Dalam konteks ini dia
memperoleh reputasi di bidang penelitian melalui buku-buku yang
diterbitkannya dan tersebar luas di seluruh dunia. Dia beberapa kali
mengadakan kunjungan guru besar di antaranya, ke USA (Harvard, Princeton,
Berkeley, Ann Arbor), Turkey, Sudan, Cameroun, dan akhir-akhir ini di
Swiss, Indonesia dan Singapura. Sejak Juli 2004 dia memegang jabatan guru
besar di Universitas Cornell Amerika Serikat.4
2 Website pribadi Bassam Tibi, http://www.bassamtibi.de. 3 Website pribadi Bassam Tibi, http://www.bassamtibi.de. 4 Website pribadi Bassam Tibi, http://www.bassamtibi.de.
13
Selain berkunjung ke Barat, Tibi juga melakukan perjalanan penelitian ke
Timur Tengah dan Sub Sahara Afrika. Perjalanan ini didukung oleh The
Goethe Institute (Lembaga Kebudayaan Jerman). Walaupun lembaga ini tidak
terlibat dalam penelitian yang berkaitan dengan keahlian yang berhubungan
dengan ilmu hubungan internasional - namun amat berjasa dalam dialog
interkultural. Dalam dialog dan diskusi yang disponsori oleh The Goethe
Institute, telah memungkinkan Bassam Tibi untuk menguji tesa-tesa yang
diajukannya selama ini.5
Pada tahun 1989-93 dia menjadi anggota proyek fundamentalisme "The
Fundamentalism Project" dari akademi seni dan ilmu pengetahuan Amerika
Serikat dan juga co-author dari lima volume dari proyek tersebut (University
of Chicago Press). Pada tahun 1994 Bassam Tibi menjadi visiting professor di
Universitas California, Berkeley dalam bidang perdamaian dan konflik pada
tahun 1995 dan juga tahun 1998 di Universitas Bilkent di Ankara.6
Dengan banyaknya karya intelektual dan keterlibatan Bassam Tibi dalam
berbagai forum dan penelitian ilmiah di Jerman dan di belahan dunia lainnya,
Presiden Jerman, Roman Herzog memberinya penghargaan. Pada tahun 1995
Presiden Jerman, Roman Herzog, menganugerahinya medali tertinggi dari
5 Website pribadi Bassam Tibi, http://www.bassamtibi.de. 6 Lihat http://www.stgallen-symposium.org/cv_prof._dr._bassam_tibi.pdf, diakses 20
November 2018.
14
negara untuk prestasinya. Pada tahun 2003 dia menerima anugerah tahunan
dari Swiss Foundation.7
B. Karya-karya Bassam Tibi
Sebagai seorang intelektual, Bassam Tibi sangat produktif menelurkan
karya tulis, baik yang berbentuk buku, ataupun yang berbentuk artikel. Karya-
karya ilmiahnya pada umumnya ditulis dengan menggunakan bahasa Jerman,
Inggris, dan Arab. Bassam Tibi telah mempublikasikan enam buku dalam
bahasa Inggris dan 26 buku dalam bahasa Jerman (diterjemahkan ke dalam 16
bahasa). Buku-bukunya berkenaan dengan peradaban Islam wilayah Timur
Tengah. Sebagai tambahan Bassam Tibi juga menjadi penulis dari berbagai
macam buku yang dihasilkan dari proyek penelitian. Antara tahun 1968 dan
2004 banyak artikel dan esainya telah dipublikasikan dalam jurnal-jurnal
terkemuka seperti International Journal of Middle Eastern Studies, Millenium,
The Fletcher Forum, Religion-Staat-Gesellschaft, human Rights quarterly,
Middle East Journal dan dalam insklopedi seperti The Oxford Encyclopedia of
Modern Islam, Routledge Encyclopedia of Government and Politics dan
Encyclopedia of Democracy.8
7 Website pribadi Bassam Tibi, http://www.bassamtibi.de. 8 Website pribadi Bassam Tibi, http://www.bassamtibi.de.
15
Sebagai seorang sarjana Bassam Tibi mulai menerbitkan karya- karyanya
dalam jurnal-jurnal bahasa Arab (Dirāsāt Arabiyya, Mawāqif, al-U’lūm, etc.)
di Beirut dan Kairo (1968-1971) dan kemudian mempublikasikan sekitar 40
artikel. Kemudian dia merubah penulisan terutama dalam bahasa Jerman. Tibi
juga mempublikasikan buku-buku utama dalam bahasa Inggris (penulisan
secara langsung dalam bahasa Inggris maupun penulisan ulang dalam bahasa
Inggris). Di sana ada enam karangan yang dipublikasikan dalam bahasa
Inggris (di USA dan UK) dan juga memperbanyak publikasi dengan
memperluas edisi-edisi baru, di antaranya:9
1. The Challenge of Fundamentalism. Political Islam and the New World
Disorder, two editions: 1998 and updated in 2002 (University of
California Press). Buku ini mengkaji fundamentalisme-Islam dengan
fokus perhatiannya pada aktualisasi cita-cita sosial politik Islam, bukan
cita-cita sosial keagamaan. Dalam buku ini juga digambarkan dan
diperdebatkan, apakah fundamentalisme sebagai terorisme yang
menakutkan dengan atau apapun nama lain yang cenderung
menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuannya. Buku ini
menarik karena mengkaji bagaimana lika-liku kajian tentang fenomena
fundamentalisme Islam secara utuh.10
9 Website pribadi Bassam Tibi, http://www.bassamtibi.de. 10 Website pribadi Bassam Tibi, http://www.bassamtibi.de.
16
2. The Crisis of Modern Islam. A Preindustrial Culture in the Scientific
Technological Age (Utah University Press, 1988). Buku ini sangat
menarik karena hasil penelitian atas berbagai proses kultural
kontemporer di Timur Tengah dan Afrika Utara disamping juga
sebagai sebuah karya yang dibuat oleh Bassam Tibi, seorang sarjana
yang mengaku dirinya sekular untuk orang-orang sezaman yang
dibingungkan oleh peningkatan fundamentalisme Islam dalam
pencarian ekspresi kuat pandangan- pandangan sekular. Di samping
itu, buku ini menjelaskan apa yang terjadi di Timur Tengah dan Afrika
Utara adalah bahwa teologi dan hukum ulama menjadi korban
sekularisasi, dan dalam proses digantikan secara progresif oleh teologi-
teologi civil atau personal yang saling bersaing untuk meraih
keunggulan kultural. Koeksistensi teologi civil dan personal yang tidak
mudah dicapai itu bukan hanya merupakan ciri khas Timur Tengah dan
Afrika Utara tetapi juga meningkat di Amerika Utara. Jadi, refleksi-
refleksi Bassam Tibi amat penting bagi pemahaman nasib agama dan
kultural di berbagai belahan dunia di akhir abad ke-20 ini.11
3. Islam and the Cultural Accommodation of Social Change, two
printings 1990, 1991 (Westview Press). Buku ini membahas tentang
Islam dan akomodasi kultural dari perubahan sosial, dan mengkaji
problematika yang menimpa umat Islam saat ini. Di dalam buku ini
Bassam Tibi melemparkan cahaya terang tentang pertemuan Islam
11 Website pribadi Bassam Tibi, http://www.bassamtibi.de.
17
dengan kekuatan- kekuatan perubahan yang menggemparkan dari
Maroko sampai Iran dengan pendekatan teori sosiologi dan
antropologi. Originalitas dan kekuatan buku ini terletak pada
konseptualisasinya, didasarkan pada sosiologi agama, yang mana
Bassam Tibi mampu mengintegrasikan ke dalam framework
persoalan-persoalan ilmu politik. Bassam Tibi dalam Buku ini
merefleksikan hubungan-hubungan yang biasanya menstimulasi bagi
penelitian di Timur Tengah modern dan juga bagi penelitian tentang
negara-negara pada umumnya. Bassam Tibi dengan karya ini telah
membuktikan dirinya sebagai pengarang dan intelektual yang
bijaksana, reflektif dan inovatif.12
4. Conflict and War in the Middle East. From Inter-State War to New
Security, two editions 1993 and 1998, (revised and expanded,
published in association with Harvard University by St. Martin’s
Press). Buku ini melihat perpolitikkan yang terjadi di Timur Tengah
dengan pendekatan teori-teori disamping data-data empirik di lapangan
yang dikaitkan dan dibenturkan dengan konteks politik dunia yang
lebih luas. Dalam buku ini Bassam Tibi menggunakan teori sistem
untuk menguji hubungan antara dinamika regional dan kepentingan
kekuasaan yang besar selama perang di Timur Tengah pada tahun
1967, 1973 dan 1990-1991. Dalam buku ini layak diacungi jempol
karena mencoba untuk mempelajari dan mengkaji Timur Tengah dari
12 Website pribadi Bassam Tibi, http://www.bassamtibi.de.
18
perspektif teoritis. Buku ini menarik dan bernilai lebih karena Bassam
Tibi meletakkan kajian Perang dan konflik Timur Tengah dalam
konteks Historis. Bassam Tibi menulis buku ini dengan mengadopsi
pendekatan rasionalistik pada analisisnya paska perang dunia kedua
pada konflik yang terjadi di Timur Tengah.13
Karya-karya di atas memperlihatkan keahlian, ketekunan dan keragaman
penguasaan Bassam Tibi atas berbagai disiplin ilmu yang ditekuninya. Ini
sekaligus mencerminkan reputasi intelektualnya yang tinggi.
Sedangkan buku-bukunya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
dari 6 buku di atas diantaranya adalah:
1. “Islam Kebudayaan dan Perubahan Sosial” ( Yogyakarta: PT. Tiara
Wacana Yogyakarta, 1999) Cet. I
2. “Krisis Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Pra Industri dalam
Era Ilmu Pengatahuan dan Teknologi” (Yogyakarta: PT. Tiara
Wacana Yogyakarta, 1994) Cet. I
3. “Ancaman Fundamentalisme Rajutan Islam Politik dan Kekacauan
Dunia Baru” (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogyakarta, 2000).
Antara tahun 1968 dan 2004 Prof. Tibi mempublikasikan lebih dari 300
artikel dan esai-esai, awalnya secara mendasar dalam bahasa Arab (contohnya:
Dirāsāt Arabiyya, Mawāqif /Beirut dll.)
13 Website pribadi Prof. Bassam Tibi, http://www.bassamtibi.de.
19
Adapun publikasi dari kegiatan-kegiatan dalam proyek-proyek penelitian
besar yang dipublikasikan yaitu:
1. 1989-93, Project: The Fundamentalism Project (publication 1993-95).
The American Academy of Arts and Sciences/Cambridge,MA and Chicago.
2. 1988-90, Project: State Formation in the Middle East (publication
1990), Harvard/MIT.
3. 1992-93, Project: Nation, National Identity and Nationalism (published
1997), University of California, Berkeley.
4. 1995, Project on German foreign policy/chair Karl Kaiser,
DGAP/German Council on Foreign Relations, published in three volumes
(1994-96), co- author vol. 2, Deutschlands Außenpolitik, Bonn 1995, pp. 61-
80.
5. 1998-99, Islam and the Changing Identity of Europe/University of
California Berkeley publication: Muslim Europe or Euro-Islam?, Lexington
Books 2002, Tibi chapter 2.
6. 1999, Project on Political Islam and Security at the Program for
Strategic and International Security Studies at the Graduate Institute of
International Studies/Geneva. Published by Frédéric Grare, ed., Islamism and
Security (chapter Tibi, pp. 63-102) as PSIS Special Studies Nr. 4, Geneva
1999.
20
7. 2003 ongoing, Culture Matters at Fletcher School, Tufts University,
will be published in three volumes by Routledge.
8. 2004 on going, Transnational Religion and Europeanization at Cornell
University and Colgate University, publication edited by Peter Katzenstein,
ed., Religion in an
9. Expanding Europe, in 2006 by Cambridge University Press. Chapter:
Europe Between Islamization and Europeanization.14
10. 2005 Project: International Security Conference/2004, published under
the title: Countering Modern Terrorism, edited by Martin van Crefeld and
Katharian van Knop (Bertelsmann 2005). Tibi pp. 131-172.15
11. Project 2004/05: Europe. A Beautiful Idea/The Nexus Institute,
Netherlands.16
Prof. Tibi bekerja sebagai penulis tetap dari artikel khusus and kontributor
untuk surat kabar utama dan majalah-majalah berita di Jerman, termasuk Der
Spiegel dan Focus: Antara tahun 1987 dan 2000 Tibi sebagai seorang
kontributor utama dan penerbit ratusan artikel disemua bagian dari harian
Fankfurt Allgemeine Zeitung, untuk meninjau ulang buku-bukunya. Dia
meninggalkan surat kabar tersebut karena merasa ada tuntutan editor-editor
14 Website pribadi Bassam Tibi, http://www.bassamtibi.de. 15 Website pribadi Bassam Tibi, http://www.bassamtibi.de. 16 Website pribadi Bassam Tibi, http://www.bassamtibi.de.
21
yang membingungkan “guest author” dalam pandangan Jerman “guest
workers” karena merasakan beberapa perbedaaan.17
Sejak awal tahun 2000 Prof. Tibi dipublikasikan sebagai penulis tetap di
harian Financial Times Deutschland, pertama dibentuk pada tahun itu. Oleh
karena itu beliau menerbitkannya dalam kolom Rhein-Zeitung, selanjutnya
Süddeutsche Zeitung dan Handelsblatt dan selanjutnya di Die Welt. Sejak
2005 beliau adalah tetap untuk International Herald Tribune.18
Sejak 2002 Tibi juga mempublikasikan sebuah esai tahunan dalam
mingguan Die Zeit dan sejak 2001 menjadi bulanan di St. Galler Tagblatt,
Switzerland. Tibi juga sebagai kontributor utama untuk The Spiegel (1992-98)
kemudian bersaing dengan majalah Jerman Focus (1996-2005) 1996-2004.
Antara 1990 dan 2000 beliau juga ilmuwan Islam dan Timur Tengah dari
German ZDF television.19
17 Website pribadi Bassam Tibi, http://www.bassamtibi.de. 18 Website pribadi Bassam Tibi, http://www.bassamtibi.de. 19 Website pribadi Bassam Tibi, http://www.bassamtibi.de.
22
C. Pokok-Pokok Pikiran Bassam Tibi
1. Religionized Politics (Agamaisasi politik)
Kombinasi agama dan politik dalam perjalan kembalinya agama pada
masyarakat dengan permintaan pemerintah Allah telah menjadi subyek
penelitian Tibi selama lebih dari tiga dekade. Dalam konteks ini ia
menciptakan gagasan politik religionized untuk analisispolitis agama yang
mengecualikan dalam nama Tuhan kompromi dan negoisasi, sehingga
mengakibatkan neo-absolutisme.20 Dalam perspektif Bassam Tibi
fundamentalisme bukanlah merupakan kepercayaan spritual, melainkan
sebagai ideologi politik yang didasarkan pada politisasi agama untuk tujuan-
tujuan sosio-politik dan ekonomi dalam rangka menengakkan tatanan Tuhan.21
Menurut Bassam Tibi, Islam sebagai ideologi politik sebenarnya
merupakan sesuatu yang baru dalam Islam. Baginya, tidak ada dasar
hukumnya dalam al-Qur’an dan al-Hadits yang dengan tegas memerintahkan
politisasi Islam yang dikembangkan oleh gerakan fundamentalis. Bassam Tibi
menambahkan bahwa perkataan hukūmah (pemerintahan) atau daulah
(negara) tidak ada dalam al-Qur’an dan Hadits. Dengan demikian, ini
20 http://www.bassamtibi.de 21 Dalam buku ini Bassam Tibi tidak menggunakan bahasa Fundamentalisme tetapi
menggunakan bahasa Islamisme yang mana arahnya sama-sama mengacu pada Fundamentalisme,
lihat Bassam Tibi, terj. Alfathri Adlin, Islami dan Islamism, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2016),
h.1.
23
merupakan penafsiran baru terhadap Islam, atau gejala baru yang baru
ditemukan di zaman modern.22
2. Kekuasaan menjadi Dogma Religius
Istilah dogma mengandung arti bahwa orang berpegang pada keyakinan-
keyakinan mereka tanpa berpikir dan hanya ikut-ikutan saja, atau kalau dalam
istilah ushul fiqhnya Taqlid. Dogma kelompok berasaskan kaedah dan
ketetapan asasi dari kelompok, kelompok tersebut bisa bersifat religius,
politik, sosial dan lain-lain. Namun, dogma kelompok lebih mengacu pada
racikan kelompoknya dibanding agama. Karena itu, ada benarnya dikatakan:
"X adalah hukum yang telah ditetapkan kelompok ini, dengan penggabungan
antara neraca agama dan maslahat kelompok". Kelompok seringkali bersifat
oportunis, mencari kesempatan dan mengambilnya demi kemaslahatan
kelompoknya. Bukan berarti setiap kelompok itu buruk dan tercela. Namun,
dependensi dogma terhadap 'kepentingan' kelompok itulah yang banyak
membuat umat tidak berseragam. Seandainya dogma agama tidak
dicampuradukkan dengan 'kepentingan' kelompok, dan diserahkan kepada
ahlinya agama yang murni memperjuangkan agama bukan kelompok, maka
itu lebih baik.23
22 Nasiruddin, Saling Berebut Tuhan Pandangan Bassam Tibi Tentang Fundamentalisme,
Al-Murabbi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 2, Nomor 2, Juni 2017, di akses pada
tanggal 21 November 2018. 23 Nasiruddin, Saling Berebut Tuhan Pandangan Bassam Tibi Tentang Fundamentalisme,
Al-Murabbi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 2, Nomor 2, Juni 2017, di akses pada
tanggal 21 November 2018.
24
Kelompok-kelompok yang seperti ini yang membenarkan kelompoknya
sendiri yang mana dikemukakan Bassam Tibi kaum fundamentalisme
menempatkan posisi keyakinan kesatuan agama dan negara hampir
menyamakan posisi syahadat dalam Islam yang kemudian menjadi pijakan
seberapa Islaminya seseorang.24
Dogma yang seperti ini menurut Tibi hanya menggunakan agama sebagai
bahasanya dengan jargon kembalinya yang suci, akan tetapi pemikirannya
berkisar seputar persoalan politik dan agama. Sehingga orang-orang
fundmentalis ketika ditanya apakah Islam bermakna Iman atau suatu tatanan
negara maka sudah pasti disebutkan bahwa dengan tegas akan menjawab
bahwa Islam adalah tatanan negara. Bahkan Tibi mengatakan bahwa gerakan
ini adalah komunitas imajiner yang berimajinasi untuk menyatukan seluruh
umat menjadi satu pemerintahan yang akan memimpin umat manusia dalam
tatanan dunia Islam.25 Hampir tidak menemukan pembahasan mengenai
persoalan najis, keutamaan dalam sholat, puasa sunnah dan semacamnya yang
mana dalam keseharian kita lebih mengenal dengan persoalan fiqh,
propagandanya kelompok ini langsung mengarah pada kekuasaan dan politik.
Disini jelas bahwa Tibi mengatakan bahwa ada dogma baru dalam Islam yang
mana bukan dogma teologi tetapi dogma politik kekuasaan.26
24 Bassam Tibi terj. Alfathri Adlin, Islami dan Islamisme, h.43. 25 Bassam Tibi, terj. Imron Rosyidi dkk, Ancaman Fundamentalisme: Rajutan Islam
Politik dan Kekacauan Dunia Baru, (Yogyakarta: November, 2000), h.8. 26 Nasiruddin, Saling Berebut Tuhan Pandangan Bassam Tibi Tentang Fundamentalisme,
Al-Murabbi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 2, Nomor 2, Juni 2017, di akses pada
tanggal 21 November 2018.
25
3. Al-Hāll Al-Islāmī ; Alternativ Solutif dari Bassam Tibi.
Dalam hemat penulis, Bassam Tibi tidak memberikan alternatif yang pasti
tentang bagaimana menghentikan gerakan islamisme karena memang agak
rumit untuk menghentikan mereka. Alternativ solutif yang ditawarkan oleh
Tibi merupakan hasil filtrasi dari apa yang sudah penulis baca dari beberapa
buku beliau dan filtrasi ini hanya perspektif penulis. Bassam Tibi berpendapat
bahwa Islamisme berhubungan dengan Islam bisa membantu kita mengubah
keseimbangan dalam mendukung masyarakat sipil, yaitu suatu upaya yang
didalamnya Islam sipil adalah sekutu.27
Pertama, Sekuler28 Demokrasi, Bassam Tibi memberikan alternatif bahwa
solusi untuk konflik harus sekuler agar diterima oleh semua pihak namun
disini Bassam Tibi tidak menjelaskan seperti solusi yang sekuler tersebut.
Dalam hal ini Bassam Tibi memberikan beberapa contoh negara negara yang
mampu dan tidak mampu meredam terhadap berkembangnya Islamisme,
negara yang mampu meredam Islamisme adalah Malaysia sedangkan negara
yang tidak mampu meredam Islamisme yaitu Timur Tengah dengan solusi
yang ditawarkan oleh Hamas dan Hizbullah.29 Solusi yang ditawarkan oleh
Bassam Tibi bukan kemudian menjadikan sekulerisme menjadi suatu ideologi
baru dan perlu dikembangkan, akan tetapi dengan sekulerisasi dapat diterima
oleh agama-agama lain yang kemudian bisa dikatakan dengan kebaikan
27 Bassam Tibi terj. Alfathri Adlin, Islami dan Islamisme, h. 321. 28 Sekuler berasal dari bahasa latin yaitu saeculum berarti zaman menjadi sekuler berarti
diorientasikan pada zaman ini yakni pada zaman ini. Lihat Bassam Tibi, Terj. Yudian W. Asmin,
Krisis Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri dalam Era Ilmu Pengetahuan dan
Tekhnologi, ( Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 1994), cet.1, h. 167. 29 Bassam Tibi terj. Alfathri Adlin, Islami dan Islamisme, h.318.
26
universal. Dalam perspektif ini, Bassam Tibi bahwa dengan sekuleriasasi
tampaknya akan lebih menjanjikan dari pada politik yang diagamaisasikan.30
Sekuler disini maksudnya adalah pemisahan antara politik dan agama. Tetapi
sekuler disini dalam hemat penulis terlalu universal karena jika kata sekuler
dijadikan alternatif solutif ini hampir memberikan ruang tertutup bagi agama
terhadap realitas kehidupan. Pada dasarnya penulis sepakat dengan tawaran
Tibi hanya perlu spesifikasi terhadap hal politik. Mengenai sekularisasi ini
Bassam Tibi mengutip tulisannya Niklas Luhmaan Bahwa: Sekulerisasi
merupakan salah satu konsekuensi transformasi masyarakat yang terjadi dalam
kerangka suatu sistem yang pada dasarnya dipilahkan secara fungsional
dimana masing-masing bidang fungsional memperoleh kepercayaan diri dan
otonomi yang lebih tetapi juga menjadi lebih bergantung pada bagaimana
fungsi-fungsi lain dipenuhi.31
Kedua, Tibi menawarkan pola pikir pluralisme dimana semua peradaban
berinteraksi dan menghormati satu sama lain atas pijakan yang sama. Berikut
ini kutipan dari statemennya Tibi. Di tempat ketegangan Islamisme yang tak
terselesaikan antara tradisi ciptaan dan realitas modern, saya berargumen
untuk perubahan budaya dalam peradaban Islam menuju suatu pola pikir
pluralisme.32
30 Bassam Tibi terj. Alfathri Adlin, Islami dan Islamisme, h.318. 31 Bassam Tibi, Terj. Yudian W. Asmin, Krisis Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur
Praindustri dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, h.169. 32 Bassam Tibi, Terj. Yudian W. Asmin, Krisis Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur
Praindustri dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, h. 320.
27
Barangkali Pluralisme yang dimaksud disini adalah pluralitas agama yang
mana sudah menjadi sebuah kenyataan bahwa di negara atau di daerah tertentu
terdapat pemeluk agama yang hidup secara berdampingan. Definisi Pluralitas
agama tersebut memberikan gambaran kepada kita bahwa suatu keniscayaan
bagi umat Islam untuk hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain.
Seorang muslim mengakui bahwa di sekelilingnya ada pemeluk agama lain
selain Islam, tapi pengakuan tersebut terbatas pada keberagaman agama,
bukan kebenaran agama lain. Dalam bahasa yang sederhana Pluralitas agama
memacu pada pengertian bahwa di sekitar muslim ada pemeluk agama lain
selain agama Islam. Bukan Pluralisme suatu paham yang mengajarkan bahwa
semua agama sama kebenaran setiap agama relative. Paham ini mengatakan
bahwa setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa agamanya yang
benar sedangkan agama yang lain salah. Kemudian paham ini juga
mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk surga, Pluralisme
agama didasarkan pada satu asumsi bahwa semua agama jalan yang samasama
menuju Tuhan yang sama, jadi menurut paham ini semua agama adalah jalan
yang bebeda-beda menuju Tuhan yang sama.33
Jika yang dimaksud oleh Bassam Tibi disini adalah pluralisme yang
memaknai semua agama yang benar maka sulit untuk diterima oleh Muslim
baik yang Islam dan Islamisme (fundamentalisme), akan tetapi jika pluralisme
atau pluralitas dalam bahasanya MUI dalam artian hidup berdampingan
33 Nasiruddin, Saling Berebut Tuhan Pandangan Bassam Tibi Tentang Fundamentalisme,
Al-Murabbi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 2, Nomor 2, Juni 2017, di akses pada
tanggal 21 November 2018.
28
dengan agama lain atau meminjam bahasanya Amin Abdullah re-aproach,
saling menerima maka ini bisa dijadikan sebagai alternatif solutif untuk
masyarakat global. Atau dengan bahasa lain Tibi mengatakan dengan bahasa
dalam Humanisme Islam.34
34 Nasiruddin, Saling Berebut Tuhan Pandangan Bassam Tibi Tentang Fundamentalisme,
Al-Murabbi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 2, Nomor 2, Juni 2017, di akses pada
tanggal 21 November 2018.
29
BAB III
Islam Dalam Pandangan Bassam Tibi
A. Islam Politik Sebagai Restopeksi Kultural
Menurut Bassam Tibi, pembentukan menuju restrospeksi kultural sebagai
reaksi terhadap krisis ini. Di Timur Tengah Islam, gerakan ini telah
mengambil bentuk repolitikisasi oleh masyarakat Islam. Repolitikisasi Islam
merupakan fenomena sosiokultural dan etnopsikologis yang tetapi, bisa
dipahami secara memadai jika problem pemiskinan tersebut adalah material
dan struktur-struktur keterbelakangan ekonomi diabaikan.1
Seperti yang dikemukakan Bassam Tibi, di seluruh negara-negara Arab
maupun negara-negara islam non-Arab di Timur Tengah, Islam tersingkir,
memberikan tempat kepada nasionalisme yang menang. Ini merupakan
nasionalisme sekular yang mempertahankan bahwa keanggotaan dalam negara
merupakan ikatan primer dari kelompok yang lebih besar.2 Kesadaran
nasionalisme Turki di kerajaan Usmani mulai timbul baru di pertengahan
kedua dari abad ke-19. Kerajaan Usmani, yang daerah kekuasaanya mencakup
daerah-daerah Arab di sebelah Timur dan daerah-daerah Eropa Timur di
1 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 55-56 2 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 57
30
sebelah Barat, mempunyai rakyat yang terdiri atas berbagai bangsa yang
menganut berbagai agama. Pada mulanya kriteria agamalah yang dipakai
untuk membedakan antara rakyat yang beraneka ragam kebangsaannya itu.3
Masyarakat-masyarakat Islam sekarang ini menderita di bawah
pemiskinan ekonomi dan krisis identitas yang mencolok yang menuntut
interpretasi etnopsikologis. Pemimpin-pemimpin politik Islam percaya bahwa
restopeksi kultur yang berdasarkan pada masa yang silam, Islam yang asli
tumbuh pada dirinya sendiri cukup untuk mengatasi problem-problem ini.4
Seperti yang dikemukakan Bassam Tibi, menengok kembali sejarah
kolonisasi dan dekolonisasi memperjelas hubungan masyarakat-masyarakat
non-Eropa dengan kultur mereka sendiri maupun kultur Eropa bisa dibagi ke
dalam tiga fase:
1. Ideologi kolonial awal menolak nilai intrinsik kultur-kultur non-Eropa.
Kolonialisme abad ke-19 dan abad ke-20yang didukung oleh kultur Eropa,
diangap superior karena karakternya yang secara saintifik berdasar, yang
sebagai konsekuensinya, dianggap sebagai “ kultur perintah suci”, atau
mission civilisatrice (misi memperadabkan) adalah alasan intervensi atau
kolonisasi yang bertujuan membantu menyebarkan peradaban, singkatnya
sebagai “tugas orang kulit putih”, Untuk melakukan perlawanan
3 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan, h. 126 4 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 57
31
antikolonial dengan mengambil bentuk penolakan atas kultur yang
dominan dan sikap memegang teguh hak milik sendiri.5
2. Kolonialisme bukan hanya sistem ekonomi tetapi juga sistem budaya.
Weternisasi kultural bisa ditimbulkan melalui disolusi sistem tradisonal
prakolonial misalnya larangan sekolah-sekolah al-Qur’an di Algeria oleh
kolonial dan pendirian lembaga-lembaga pendidikan Barat. Westernisasi
kultural menuntut penerimaan dan penghayatan sistem-sistem nilai dan
norma Eropa dalam kerangka sistem pendidikan. Tetapi westernisasi juga
berarti penerimaan struktur-struktur aktual masyarakat maju sebagaimana
yang ada diseluruh Eropa.6
3. Apa yang bisa disebut sebagai ideologi-ideologi yang di Barat yang murni
semisal liberalisme di Mesir, dengan demikian pula ideologi-ideologi
dunia ketiga yang terpengaruh Barat telah membuktikan kegagalan-
kegagalan, sehingga tampaknya satu-satunya alternatif yang masih ada
adalah ideologi asli prakolonial.7
Menurut Bassam Tibi, dalam fase kedua dalam sejarah kolonisasi dan
dekolonisasi yang tengah diperiodisasi di sini adalah memenuhi prakondisi ini.
penderitaan yang ditimbulkan oleh westernisasi bisa didiagnosa sebagai
kesedihan-kesedihan yang menyertai kultur. Ideologi-ideologi dekolonisasi
5 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 58 6 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 58 7 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 59
32
yang didukung oleh kaum intelektual didikan Barat membuktikan kebenaran
usaha untuk membicarakan identitas baru.8
Menurut Bassam Tibi, fase ketiga ini adalah fase krisis. Modernisasi
struktur-struktur yang dipaksakan gagal. Urbanisasi, misalnya, mengakibatkan
Teheran menjadi kawasan kumuh massal. Nasionalisme, sosialisme dan
bentuk-bentuk westernisasi lain tidak menaklukan keterbelakangan maupun
bahkan menunda, peroses pemiskinan. Islam di sisi lain, dulu pernah mampu
memasok identitas yang aman tetapi juga mentrasformasikan Timur Tengah
dari masyarakat badui primitif ke dalam imperium dunia Islam dengan
kulturnya sendiri yang sangat maju. Kendatipun islam sekarang merupakan
kultur dari kawasan terbelakang, tetapi visi kekuatan dan kekuasaan Islam
masih terus bertahan dalam kesadaran kaum muslimin. Fase ketiga ini bisa
dijelaskan sebagai fase restropeksi kultural.9
Bassam Tibi memandang dalam kacamata posisi islam dalam sisi
perkembangan sosialnya pada fase pertama mulai dengan kolonisasi Eropa
atas Timur Tengah Islam dimobilisir sebagai penegasan identitas. Perlu
ditunjukkan secara historis dalam cara apa Islam mengasumsikan perannya
sebagai identitas. Bassam Tibi termasuk pendukung anggapan bahwa Islam,
sejak awal kelahirannya, merupakan agama Arab untuk orang-orang Arab,
sehingga ia menyediakan subtansi religius bagi identitas kultur. Orang-orang
8 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 59 9 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 59
33
Arab pra-Islam adalah orang-orang badui yang tidka beradab yang tidak
memiliki kultur yang secara material maju.10
Seperti yang dikemukakan Bassam Tibi, apa yang pernah dilahirkan oleh
kultur Islam yang amat maju tersebut dibawah pemerintahan orang-orang
Tukri Usmani. Baik sain, literatur maupun arsitektur tidak bisa berkembang
sebagaimana yang terjadi semenjak asal mulanya dalam masyarakat badui
primitif di abad ke tujuh hingga penghancurleburannya di abad ke-13 di
bawah serangan orang-orang monggol.11 Dan kekuatan militer dan kekuatan
politik umat Isalm menurun. Umat Islam dalam keadaan mundur dan statis.
Maka dari itu Eropa dengan kekayaan-kekayaan yang diangkut dari Amerika
dan Timur jauh bertambah kaya dan maju. Penetrasi Barat yang kekuatannya
meningkat, ke dunia Islam yang kekuatannya menurun, kian mendalam dan
kian meluas.12
Menurut Bassam Tibi, sejarah kebesaran dan disintegrasi ini telah amat
mengesankan Islam modern. Konfrontasi dengan Eropa selama penetrasi
kolonial, proses desintegrasi dalam kekaisaran Turki Usmani Islam, dan
ekspansi kultur Eropa dominan ke seluruh dunia akhirnya tampak benar-benar
mengancam umat Islam periode ini. Mobilisasi Islam pada fase pertama
merupakan respon awal.13 Ada dua alasan utama yang di kemukakan Bassam
10 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 61 11 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h.61 12 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan, h. 15 13 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h.61
34
Tibi, yang melandasi repolitikisasi islam ini: pertama, krisis identitas yang
diderita oleh masyarakat Islam, dan ke dua krisis sosio-ekonomi dan
pemiskinannya yang tidak dapat dihindarkan yang menyediakan lahar subur
bagi ideologi-ideologi agama. Islam menawarkan dirinya sendiri sebagai
penyelamat dalam bentuk identitas dan janji kemakmuran masa depan.14
Seperti yang dikemukakan Bassam Tibi, proses-proses westernisasi sudah
berlangsung dalam masyarakat-masyarakat non-Eropa pada abad ke-19.
Tetapi identitas kultural kaum elit yang terbaratkan memiliki landasan yang
rapuh, karena nilai-nilai dan gagasan-gagasan kultur dan pendidikan yang
mereka peroleh tidak memiliki imbangan dalam struktur-struktur sosial
masyarakat-masyarakat asli mereka. Sebagai konsekuensinya, bentuk
kesadaran yang di Baratkan yang mereka bela tidak memiliki subtansi dan arti
dalam struktur-struktur sosial yang ada dalam komonitas-komonitas mereka.15
Menurut Bassam Tibi, pencarian identitas sesorang tampaknya
menawarkan obat bagi pengasingan yang menyedihkan, dan islam menjadi
subtansi ideologi bagi identitas asli semacam itu. Dengan latar belakang
sosioposkologi repolitikisasi islam ini harus ditambah dengan kerangka sosio-
ekonomi masyarakat-masyarakat dunia ketiga yang menjadi semakin miskin
14 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h.61 15 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 63
35
dan menemukan diri mereka sendiri dalam proses pemiskinan yang tidak
dapat dihindarkan.16
Dengan kerangka yang dibuat oleh Bassam Tibi, kita bisa memahami lebih
dari proses-proses umum restrospeksi kultur yang kini tengah terjadi.
Repolitikisasi merupakan varian Islam atas proses merefleksi masa lampau ini.
Bassam Tibi, ada tiga fase periodesasi proses asimetri anatara pusat
masyarakat dunia dan kultur-kultur non-Barat khususnya Islam. Yang
pertama, revitalisasi kultur sendiri milik seorang dalam mereaksi penetrasi
kultur dominasi, kedua adopsi kultur yang mempenetrasi dengan seluruh janji
mutlak dan harapan besar, ketiga kembali defensif kepada kultur seseorang
terjadi dimana restrospeksi koresponden menyediakan pelipur-lara karena
ketidak munculan westernisasi yang diantisipasi bersamaan dengan penolakan
tingkah laku anomi orang-orang yang ter-Barat-kan oleh masyarakat-
masyarakat mereka sendiri.17
Menurut John L. Esposito permasalahan dalam beberapa dekade ini, pada
wilayah Timut Tengah modern mengalami perubahan yang sangat besar
dalam bidang politik maupun sosio-ekonomisnya. Dari Negara Maroko
sampai Negara Pakistan, kolonialisme Eropa berakhir, sehingga negara-negara
Muslim yang baru merdeka dapat menjalani proses pembentukkan bangsa dan
16 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 63 17 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 66
36
kebanyakan bangsa muslim terinspirasi dari negara Barat Modern sebagai
model bagi perkembangan politik dan sosio-ekonomisnya.18
18 Sebagai bahan tambahan lihat, John L. Exposito, Islam dan Politik, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1990), h. 294
37
B. Islam Modern
Menurut Bassam Tibi, abad modern adalah suatu yang terjadi karena
revolusi industri. Beberapa belahan dunia di masa revolusi ini tumbuh menjadi
masyarakat-masyarakat yang sangat maju dan kompleks. Eropa menembus
dunia, konteks yang diperluas ini juga menyediakan lahan bagi penjajahan,
masyarakat borjuis yang sangat maju akan didorong kesana. Masyarakat dunia
berproses dari masyarakat borjuis, dimana masyarakat pusat maju dan
masyarakat pinggiran yang terbelakang. Struktur yang menghubungkan pusat
dan pinggiran adalah struktur kekuasaan dan dominasi. Ini merupakan
kerangka sejarah modern. Orang Islam, yang batas-batas imperium Arabnya
membentang dari tepian sungai Loire melampaui tepian sungai Indus, dari
Poitiere ke Samarkand, dalam masyarakat kontemporer saat ini termasuk
kelompok masyarakat underdog.19
Menurut Bassam Tibi, Islam modern pada mulanya didukung oleh dua
gerakan yang pertama disebut zealots dan herodians. Zealots adalah orang-
orang fanatik yang berusaha mempertahankan kultur asli dengan senjata kuno,
sedangkan herodians adalah orang-orang yang memilih senjata musuh untuk
melawannya.20
19 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 113-114 20 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 115-116
38
Bassam tibi, juga membagi Islam modern menjadi dua tipe, tujuannya
yang sama-sama merevitalisasi Islam: yang pertama, varian kiliastik kuno
adalah kembalinya Islam ke masa Nabi SAW, kedua, varian modernistik
adalah kembalinya kepada pan-Islamisme.21
Islam sebagai sistem norma digunakan sebagai bahan konteks. Menurut
Bassam Tibi, keterbelakangan kerangka masyarakat dunia dikondisikan dan
didukung oleh dominasi yang dilakukan oleh pusat dan pinggiran yang disebut
dengan interaksi. Inilah perekat-perekat struktural Islam modern yang dari situ
dogmatis-dogmatis Islam berpijak menafsirkan bahan yang bebas konteks.22
Kata modernisme dianggap mengandung arti-arti negatif di samping arti-
arti positif, maka untuk menjauhi arti-arti negatif itu, lebih baik kiranya
bahasa yang dipakai untuk terjamahan bahasa Indonesia yaitu pembaharuan.23
Lebih jauh lagi bisa dikatakan bahwa modern, modernisme, dan
postmodern menekankan pada “progressive” (kemajuan), “scientific”
(ilmiah), dan “rational” (segalanya harus masuk akal). Istilah-istilah ini
muncul di Barat yang secara konsepsional tidak memberi tempat terhdap
agama dalam konteks apa saja. Istilah “modernisme” ini bisa diberi definisi
dengan “fase sejarah dunia yang paling akhir yang ditandai dengan
kepercayaan terhadap sain, perencanaan, sekularisme dan kemajuan.
21 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 116 22 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 117 23 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, cet. 14,
h.3-4.
39
Sedangkan setelah menjadi “modernisasi” suatu proses untuk menjadikan
sesuatu itu modern.24
Modernisasi Islam, sebagai suatu bentuk dogma, ingin memberikan
jawaban bagi pertanyaan mengapa umat Islam sekarang ini mundur sedangkan
orang-orang Eropa, yang jelas non muslim demikian maju. Fungsi sosial
ajaran Islam menyatukan kultur dan merupakan reaksi terhadap dunia oleh
kultur yang unggul secara teknologi-saintifik. Tetapi fungsi sosial tidak
direflisikan dalam pemikiran Islam kontemporer. Kaum muslimin mundur
karena mempertahankan dogma al-Qur’an dan sunnah sebagai sumber
material mereka.25
Pengembangan kultur teknologi-sainstifik dan transformasi Eropa di
zaman modern yang berakibat menghalangkan hubungan yang kuat antara
yang suci dan politik, merupakan ciri khusus kultur praindustri.26
Gelombang utama Islam sejak abad ke-19 di bagi menjadi dua garis: garis
pertama adalah kaum modernis, yang ingin mengintegrasikan pretasi-prestasi
teknologi-saintifik ke dalam Islam tanpa menerima konsekuensi-konsekuensi
yang ditimbulkannya dan kedua adalah kaum fundamentalis yang menolak
sesuatu yang baru karenanya berperang Ur-Islam sebagai standar mereka.
Orientasi yang kedua benar-benar dominan. Dengan problem sentral yang
24 A. Qodri Azizy, Melawan Globalisasi Reinsterpretasi Ajaran Islam Persiapan SDM
dan Terciptanyanya Masyarakat Madani, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2004), cet. ke V, h.
6-9. 25 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 179 26 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 179
40
menghadang garis pertama, modernisme, tegasnya bukan khas milik Islam:
penyebaran penemuan-penemuan yang tidak sesuai dengan pemeliharaan atas
yang lama dalam karya masyarakat-masyarakat tradisonal.27
Zaman modern bersandar kepada kultur yang secara rasional berlandaskan
kepada teknologi-saintifik yang dipunyai orang-orang Eropa yang maju karena
mereka memiliki kultur ini, sedangkan kaum muslimin mundur karena stak
pada dogma agama.28
Tetapi, begitu orang-orang Eropa menegembangkan varian kultur
teknologi-sainstifik kristem Timur, maka demikian pula kaum muslimin
mampu menciptakan varian Islam Timur atas peradaban di mana islam akan
direduksi pada suatu sistem sosial, dengan pola religiusnya. Kaum muslimin
memiliki paralel hostoris bagi pembangunannya. Demikian pula sekularisasi
Islam di zaman ini zaman modern dengan tidak harus menandakan kehancuran
agama.29
Menurut Bassam Tini, usaha-usaha Afghani untuk mengaktifkan kembali
Islam sebagai ideologi yang mampu memobilisir untuk mengatasi
kemunduran Timur Tengah Islam telah gagal. Kendatipun demikian, upaya
yang sama tengah diulang dalam kerangka repolitisasi Islam saat ini. bagi
Afghani, kultur tinggi Islam adalah identik dengan Islam itu sendiri, umat
27 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 184 28 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 179 29 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 179
41
Islam mundur karena mereka tidak mempunyai pemahaman Islam yang
memadai. Penindasan terhadap orang-orang Islam oleh kekuatan hegemoni
Eropa, merupakan akibat dari orientasi nilai keagamaan. Orientasi nilai yang
benar, yakni islam, cukup untuk menimbulkan perubahan.30
Di dalam Islam kata pembaharuan sering disamakan dengan istilah at-
Tajdid yang berarti membaharui atau membuat menjadi baru.31 Istilah ini
bertalian dengan sebuah hadits nabi yang menyebutkan bahwa dalam setiap
zaman akan lahir seorang “Mujadid” yakni pembaharu yang selalu akan
mengadakan pembaharuan terhadap penyimpangan-penyeimpangan dalam
ajaran Islam.32
Dampak modernisasi yang berupa sekularisasi tampak sekali di Barat.
Bagi sebagian masyarakat, ilmu pengetahuan (sain) dan teknologi sudah
meningkat posisinya seolah menjadi “agama” baru, sehingga banyak di antara
mereka memper-Tuhan-kannya. Agama menjadi korban dan ditertawakan
serta diejek. Karena agama tidak boleh bercampur dengan kehidupan umum
dan agama tidak boleh bercampur dengan negara. Yang bisa ditolelir adalah
30 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 116. 31 Secara doktriner pengertian pembaharuan dalam Islam lebih jauh jangkauannya
daripada pengertian “tajdid” dan “mujadid” (suatu pengertian yang sebenarnya agak kontroversil)
dan dari pengertian “ijtihad”. Islam itu sendiri sebagaisuatu agama dan ajaran sosial adalah bersifat
pembaharuan, malahan merupakan pemberontakan terhadap nilai-nilai usang yang dominan dalam
masyarakat sebelumnya, al-Qur’an mengajarkan bahwa orang tidak boleh mengikuti saja nilai-
nilai yang terdapat dalam masyarakat. Lihat, surah at-Taubah: 23, az-Zuhrah: 24, al-Baqaroh: 170,
dan al-Mujadalah: 23 dan masih banyak lagi ayat-ayat lain yang sejiwa dengan ini. jadi
pembaharuan itu bukan proses tertentu dalam sejarah uammat Islam, tetapi “interen” dalam
lubukajaran Islam Sendiri. 32 Amein Daulay, Gagasan Pembaharuan Pemikiran Islam Nurcholis Madjid : Suatu
Pandangan Politik, (Tangsel: Mega Kreasi Media, 2010), cet. 1, h. 11-12.
42
anggapan bahwa agama merupakan urusan pribadi. Disinilah adalah titik
klimaks modernisasi di Barat yang sekuler.33
Jadi secara prinsipil ide pembaharuan atau modernisasi bukanlah suatu
yang dilarang di dalam Islam jika dilihat dari pengertian Ijtihad yang justru
menjadi dominan dalam syari’at Islam atau hukum Islam maupun sikap yang
ditandai dengan toleransi yang berlebih-lebihan terhadap cita pikiran Yunani
yang sering masuk ke dalam Islam melalui filosof-filosof muslim. Sudah
barang tentu penggunanan Ijtihad ini harus berpatokan pada dua sumber
hukum Islam yang utama yakni al-Qur’an dan Hadits Nabi.34
33 A. Qodri Azizy, Melawan Globalisasi Reinsterpretasi Ajaran Islam Persiapan SDM
dan Terciptanyanya Masyarakat Madani, cet. ke V, h. 6-9. 34 Amein Daulay, Gagasan Pembaharuan Pemikiran Islam Nurcholis Madjid : Suatu
Pandangan Politik, cet. 1, h. 11-12.
43
C. Sekularisasi Islam
Menurut Mohammed Arkoun sekularisasi Islam adalah sikap terhadap
pengetahuan. Yaitu sikap yang berupaya menjadi terbuka dan bebas sampai
sejauh mungkin, atau sampai batas yang memungkinkannya tidak hanya
dalam syarat-syarat politis dan sosial, tetapi juga kemajuan metodelogi,
pengetahuan, dan teknik yang mendominasi dalam suatu masa dan tempat.35
Menurut Bassam Tibi, konsep sekularisasi berasal dari bahasa latin.
Saeculum berarti, zaman. Menjadi sekular bererti diorientasikan kepada zaman
ini, yakni kepada dunia sekarang ini. di Eropa, proses sekularisasi terjadi
dengan pembangunan masyarakat industri modern dan pada mulanya
dikembangkan dan didukung oleh kekuatan-kekuatan yang mendorong kepada
perubahan.36 Sekularisasi sebagaimana dipergunakan di sini menjelaskan
akibat-akibat transformasi sosial, yang bergerak dalam arah masyarakat
indutri modern, memakai sistem keagamaan dan sistem lingkungan sosial.
Seperti dikemukakan Bassam Tibi, penentang-penentang sekularisasi di
dunia islam seringkali salah paham tentang konsep ini dan secara amat tidak
tepat menafsirkan sebagai pertanda kehancuran agama. Sekularisasi bukan
merupakan tindakan sukarela tetapi merupakan hasil dari evolusi sosial yang
kompleks, diwakili pada titik puncaknya oleh masyarakat industri modern.
Sekularisasi tidak berarti penghapusan agama, karena dalam sistem yang
35 Sebagai bahan perbandingan lihat Mohamed Arkoun, terj. Sunarwoto Dema, Islam
Agama Sekuler Penelusuran Sekularisme dalam Agama-Agama di Dunia, (Yogyakarta: Belukar
Budaya, 2003), cet. 1, h. 70. 36 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 167
44
dipilihkan secara fungsional agama hanya memainkan signifikasi sosial dari
alam yang berbeda, yang karenanya memelihara makna.37
Untuk meringkas, Bassam Tibi menekankan yang sejalan dengan
Luhmann, bahwa:
“Sekularisasi merupakan salah satu konsekuensi transformasi
masyarakat yang terjadi didalam kerangka suatu sistem yang pada
dasarnya dipilihkan secara fungsional di mana masing-masing
bidang fungsional memperoleh kepercayaan diri dan otonomi yang
lebih tetapi juga menjadi lebih bergantung pada bagaimana fungsi-
fungsi lain dipenuhi.”38
Pada hakekatnya pengertian sekularisasi yang terjadi sesuai dengan
konsepsi di dunia barat bukanlah merupakan pemisahan agama dengan negara
semata-mata. Pemisahan di sini lebih ditekankan pada masalah-masalah
pemisahan kekuasaan, kekuasaan gereja dengan kekuasaan negara.39
Amat disayangkan bahwa kaum modernis Islam telah memiliki untuk
mengabaikan kondisi sosiohistoris maupun hasil-hasil reformasi ini. mereka
tidak memandang sekularisasi sebagai proses sosial yang berdiri di balik
keyakinan.
Klimaks dari pembangunan sekularisasi Islam ini adalah sebagai
pencerahan Eropa dan sekularisasi yang bersamaan dari segala bidang
kehidupan dengan bantuan penetrasi-penetrasi saintifik-teknologi yang
37 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindus tri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 169 38 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindus tri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 169 39 Armien Dauly, Gagasan Pembaharuan Pemikiran Islam Nurcholish Madjid, Suatu
Pandangan Politik, h. 96-97
45
dimilikinya, maka orang-orang Eropa membebaskan diri dari tirani alam.
Untuk menguasai alam merupakan salah satu ciri khas yang paling khusus
bagi kultur baru Eropa. Sebaliknya dengan Islam pada waktu itu adalah
sebagai hubungan intim antara yang suci dan politik.40
40 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindus tri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 174-175
46
BAB IV
Islam dan Tantangan Kultur Saintifik Teknologis
A. Kemunculan Islam Sebagai Kultur Arab
Tidak mungkin mengutarakan semua tafsiran yang sejak semula
menggap Islam sebagai agama orang Arab, orangnya kasar, penduduk
gurun yang mencampurkan kegemaran akan kesenangan dengan kebiasaan
kekerasan. Semesta eksotis Timur yang terpencil di mana sebuah agama
lahir, dan belajar memadukan semua unsur campuran pembentukan
awalnya.1
Islam merupakan komponen kebudayaan Arab yang tidak dapat
diabaikan, bukanlah semata-mata karena fakta historisnya yang sangat
signifikan, tetapi juga karena faktor sosiopsikologis yang hingga saat ini
tetap memiliki signifikan penuh pada tingkatan eksistensialnya.
Modernisasai sekuleris Arab yang menutup mata terhadap kebenaran ini
atau meremehkannya, terus-menerus melihat proyeksi mereka terlempar
dari realitas Arab. Modernis Arab pada akhir-akhir ini mulai menerima
1 Tariq Ramadan, Menjadi Modern Bersama Islam, (Bandung: Mizan Media Utama,
2003), h. 421
47
kebenaran, meskipun beberapa diantaranya tidak sepakat jika Islam
dibiarkan mendominasi proses modernisasi.2
Dalam perdebatan tentang asal mula negara dan perdebatan
terdapat kesepakatan bahwa perubahan religius mendahului berdirinya
institusi-institusi negara sentral. Berhubungan dengan pusat yang
diinstitusikan ini sedang dilahirkan, maka ia menciptakan agama yang
melapisi tingkat-tingkat pemujan familistik dan segmental yaitu
masyarakat-luas, yang mencakup seluruh aktivitas. Agama ini menyembah
tuhan-tuhan, bukan hanya sekedar roh-roh yang didefinisikan secara
kabur. Monumen-monumen dan candi-candi umum di mana upacara-
upacara dilakukan menyangkut masyarakat secara keseluruhan dan
dibangun oleh tenaga kerja korve masyarakat yang luas.3
Kendatipun demikian, Tibi memandang perlu untuk membicarakan
kerangka historisnya terlebih meliputi lingkungan sosialkulturalnya dari
mana Islam berasal. Bassam Tibi, orang-orang Arab sebelum Islam
awalnya adalah politeis, hidup dalam unit-unit yang terpecah-belah dan
tidak memiliki puast pemerintahan. Dua bentuk struktur sosial hidup
berdampingan. Di Makkah, sebagai pusat perdagangan yang sangat pesat
dengan bentuk strata pedagang-pedangang kaya di mana disini adalah
kelompok etnis Quraisy. Sebaliknya berbanding terbalik dengan orang-
orang badui primitif yang hidup di padang pasir mempertahankan
2 Issa J. Boullaca, Dekonstrusi Tradisi Gelagar Pemikiran Arab Islam, (Yogyakarta:
LkiS, 2001, h. 79 3 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, cet. 1, h. 72-73
48
hidupnya secara material dengan merampok kafilah-kafilah dengan orang-
orang Quraisy. Orang-orang Quraisy Mekkah menyembah dua dewi
utama, Allat dan al-Uzza dan dewi Manat, sebelum datang Islam yang
dibawa Nabi Muhammad SAW.4
Pada abad ke-6, dunia beradab didominasi oleh dua imperium
dunia yaitu; Bizantium Romawi dan Sasania Persia. Orang-orang Arab
priode ini, yang pada umumnya adalah orang-orang badui dengan mereka
hidup di tenda-tenda. Dengan menggolongkan mereka sebagai “parasit
dari onta”, yang dengan istilah ini ia bermaksud untuk menjelaskan
keberadaan padang pasir mereka.5
Menurut Bassam Tibi, orang-orang badui tidak memiliki norma-
norma hukum apapun kekuasaan negara pusat. Kehidupan manusianya
dilindungi, sebagaimana adanya, melalui institusi pendeta. Seorang badui
menolak membunuh demi melindungi bahaya yang akan menimpa
kehidupan pribadi dan keluarganya dari tindakan-tindakan balas dendam,
sebagaimana darah harus dibayar dengan darah. Kehidupan keras
masyarakat-masyarakat ini menghalangi munculnya kesenian asli. Puisi,
misalnya, dianggap sebagai propaganda. Maksudnya si penyair bertindak
sebagai penyair kelompoknya bukan sebagai artis independen. Jadi, orang-
orang badui memiliki tingkat perkembangan estetika yang rendah. Seorang
4 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, cet. 1, h. 73 5 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, cet. 1, h. 73
49
badui tidak akrab dengan pemikiran abstrak. Ia adalah seorang realistis
dengan kehidupannya yang keras di padang pasir.6
Tetapi orang-orang Arab tidak memiliki kekaisaran maupun kitab
suci sendiri. Kerajaan imperium Bizantium dengan kerajaan Ghassan dan
Sasania persia dengan kerjaan Lakhmid tidak lebih dari sekedar negara-
negara taklukkan Romawi dan Persia.7
Menurut Bassam Tibi, wahyu-wahyu yang diterima oleh
Muhammad, yang mulai pada tahun 610 M dan berakhir hingga wafatnya,
mulai dikumpulkan dan di bukukan di bawah pemerintahan khalifa-khlifa
pertama sampai saat ini dalam bentuk Al-Qur’an. Muhammad merupakan
pendiri ideologi baru yang dulu mampu menjadi kekuatan dengan
ideologinya yang berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan pada zaman
itu kepada orang Arab secara unik dengan ideologi monoteistik.8
Seperti yang dijelaskan Bassam Tibi, ideologi Islam berkembang
dan menyebar bukan hanya karena ia mampu memuaskan tuntutan-
tuntutan zamannya tetapi juga karena pendirinya merupakan pemikir
agama, sebagai politik yang bijak dan ahli strategi militer yang ulung.
Gema risalah Muhammad bisa dikaitkan dengan bahwa ideologi Islam
pada waktu itu merupakan “Agama untuk orang-orang Arab”.9
6 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, , cet. 1, h.74 7 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, cet. 1, h. 75 8 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, cet. 1, h. 75 9 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, cet. 1, h. 76
50
Bassam Tibi, dengan kaum elitnya yang berkuasa terhadap
ideologi baru juga memberikan andil bagi perluasannya yang cepat
menjadikan sistem-sistem sosial yang stabil dengan pusat kekuasaan
memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan yang baru, tetapi
masyarakat Mekkah tidak memiliki stabilitas dan pusat pemerintahan.
Pada mulanya Muhammad memiliki sedikit sehingga menghambatnya
untuk kompromi dengan Quraisy yang pada saat itu berkuasa. Tetapi
orang-orang Quraisy konservatif marah, mereka berusaha untuk
menggunakan tekanan terhadap keseluruhan Bani Hasyim, agar mereka
mau menyingkirkan perlindungannya. Melalui sarana-saran semacam ini
akhirnya orang-orang Quraisy membantu menciptakan solidaritas pada
kaum muslimin yang pada waktu itu masih sedikit dan masih berkembang
pada saat ini.10
Menurut Bassam Tibi, ketika pada waktu itu Muhammad hendak
pergi ke Kota Mekkah untuk melaksanakan umrah tetapi ditolak oleh
kaum Quraisy di Mekkah.11 Yang di sebut dengan Fatah Makkah
(pembebasan Mekkah) yang artinya kemengan dengan tidak adanya adu
senjata tanpa ada peperangan. sampai membuat perjanjian Hudaibiyah
yang dimana perjanjian tersebut cikal bakal memanasnya antara Mekkah
10 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, , cet. 1, h. 76-77 11 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, cet. 1, h. 77
51
dan madinah. Ketika itu Muhammad membuat perjanjian kepada kaum
Quraisy tetapi ketidak adilan kaum Quraisy membuat Muhammad dan
pengikutnya marah. Dengan isi perjanjiannya “kalau seandainya ada
orang-orang Mekkah berangkat ke Madinah untuk masuk Islam harus
seizin orang-orang Quraisy namun sebaliknya orang-orang Madinah mau
kembali kepada agama kaum Quraisy tidak boleh dihalangi dan tidak
boleh di larang.12
Seperti dikemukakan Bassam Tibi, Madinah menjadi negara kota
teokratis yang diperintah oleh Muhammad sebagai Rasul Allah
membuktikan dirinya sebagai seorang politikus dengan berpandangan jelas
sekaligus ahli strategi militer yang handal dengan taktik penaklukan kota
Mekkah tanpa adanya peperangan.13
12 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagai bahan tambahan lihat juga www.majelisrasullah.org.
Dilihat pada tanggal 14 november 2018 13 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, cet. 1, h.72
52
B. Islam Sebagai Agama Arab
Menurut Bassam Tibi, persoalan baru itu adalah krisis peradaban
Islam yang dimulai dari kemunduran kaum muslimin karena tidak pernah
kembali kepada pedoman mereka yaitu al-Qur’an, sedangkan zaman
modern ini semua bersandar pada kultur yang secara rasional yang
berlandaskan pada teknologi-saintifiknya.14 Menurut al-Afghani
kemunduran umat Islam bukanlah karena Islam, sebagaimana dianggap,
tidak sesuai dengan perubahan zaman dan kondisi baru. Umat Islam
mundur, karena telah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya
dan mengikuti ajaran-ajaran yang datang dari luar lagi dan asing bagi
Islam.15
Seperti dikemukakan Bassam Tibi, Islamisme adalah pemahaman
agama Islam dalam bentuk tatanan sebuah negara, yaitu negara islam.
Kelompok islamisme telah mengidolakan islam pada zaman Nabi saw, di
Madinah dan mereka berupaya untuk mengembalikan praktik Islam pada
zaman sekarang kembali kepada zaman Nabi saw. Dengan agenda utama
Islamisme adalah mendirikan tatanan negara Islam dan memobalisasi umat
islam dalam rangka mambangun tatanan yang totaliter yang disebut
sebagai Nīzam Islami.16 Menurut Bassam Tibi, Islam berasal sebagai
14 Bassam Tibi, terj. Yudian W. Asmani dkk, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah
Kultur Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 190. 15 Al-Afghani dalam buku Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah
Pemikiran Dan Gerakan, h. 55 16 Bassam Tibi, terj. Alfahri Adiin, Islamisme dan Islam, (Bandung: mizan, 2016), h. 292
53
ideologi politik yang menjadi memobalisasi, sehingga mampu melahirkan
material kultur yang amat maju.17
Konteks historis bagi kemunculan kultur islam Arab menurut
Bassam Tibi, perubahan religius mendahului berdirinya institusi-institusi
negara sentral.
Menurut Bassam Tibi, signifikasi internal terbuktikan dalam pax
Islamica dengan negara kota Madinah dengan perdamaian internal dan
perluasan eksternal saling melengkapi. Perdamaian internal yang
dimaksud adalah memberikan kepada orang-orang Arab suatu angkatan
bersenjata yang padu dengan komando seragam yang dibutuhkan untuk
perluasan efektif, sementara itu perluasan dibutuhkan untuk
mempertahankan perdamaian internal.18
Bassam Tibi menjelaskan bahwa hubungan-hubungan persaingan
dan permusuhan di mana masyarakat-masyarakat badui Arab yang
terpecah belah hidupnya sebelum kedatangan Muhammad pada abad ke
tujuh untuk benar-benar memahami dan menghargai kerja Muhammad,
pendirian pax Islamica-nya, sebagai sejarah yang gemilang dengan
membangun solidaritas dan loyalitas memberikan nilai penting pada
zaman pra-Islam, tetapi sebaliknya bagi orang badui yang menggap bahwa
solidaritas dan loyalitasnya terbatas oleh anggota-anggota kelompok
etnisnya (qaum) seseorang. Dalam pax Islamica-nya Muhammad,
17 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, cet. 1, h. 29 18 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, cet. 1, h. 78
54
pengertian solidaritas dan loyalitas ini doperluas hingga mencakup
komonitas islam (Ummah).19 Muhammad meletakan fondasi agama
sebagai sistem politik, sosial, dan ekonomi.
Setelah Muhammad meninggal dunia, maka para penggantinya
memperluas sistem politik dan sosial ekonomi Kota Madinah melalui
perlusan milter, secara terpadu mencakup Islamisasi dan Arabisasi.20 Dari
negara kota islam awal, Madinah, maka satu “tatanan politik
internasional” lahir suatu peradaban dunia.21
Peradaban Islam yang matang tentu saja tidak lagi murni Arab
maupun Islam semata-mata sebagai agama bagi kelompok etnis tertentu
seperti interkultural yang membuktikan kebernaran priode brilian dalam
sejarah kultural umat manusia.22
Menurut Bassam Tibi, peradaban dunia Islam merupakan sintesa
kultural, kendatipun, untuk mengulang, Islam pada mulanya Agama Arab
untuk orang Arab. Orang-orang Arab pra-Islam, yang dipandang rendah
oleh orang-orang yahudi dan orang-orang kristen mampu melangkah
sejajar setelah pendirian Islam.23
19 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, cet. 1, h. 80 20 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, cet. 1, h. 80 21 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, cet. 1, h. 80 22 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, cet. 1, h. 82 23 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, cet. 1, h. 82
55
Menurut Bassam Tibi, islam sebagai budaya politik dan sebagai
sistem politik sosial yang sederhana, islam merupakan faktor penentu
utama dari kebudayaan politik dan manifestasi historis secara regional
selama masa perkembangannya.24
Fakta bahwa segitu banyak kaum muslimin ketika itu
mengakomodasikan diri mereka kepada pemerintahan Eropa menyebabkan
timbulnya ketegangan-ketegangan baru dalam komunitas muslim.
Sebagian juga, ini merupakan bagian yang lebih besar, pengaruh
kolonialisme Eropa adalah memperluas kesempatan-kesempatan islam
dalam tiga cara utama, melalui pemerintah tidak langsung, mempekerjakan
langsung kaum muslimin dan mobilitas yang secara umum ditingkatkan.25
Kultur-kultur dan peradaban-peradaban yang relatif sederajat,
tepatnya karena tidak bisa saling menghindarkan kesederajatan ini, maka
mereka saling mentoleransi dam mempromosikan, yang karenanya
mungkin mampu menyebabkan situasi kontak, walaupun ada
kemungkinan bahwa yang satu melapiskan ke atas dominasinya ke yang
lain. Pelapisan islam atas kawasan-kawasan luar bisa dilihat sebagai
karakter istimewa dari kondisi penghadapan kultur.26
24 Bassam Tibi Terj. Misbah Zulfa Ellizabet dkk, Islam Kebudayaan dan Perubahan
Sosial, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1999), h. 273 25 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, cet. 1, h. 113 26 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, cet. 1, h. 114
56
Modernisme islam merupakan suatu gerakan revitalisasi dari suatu
tendensi yang berbeda dengan wahabi. Modernisme islam merupakan
suatu gerakan yang utamanya bersifat intelektual, yang untuk diserang
sebagai suatu unsur dalam pencerahan yang telah diposulatkan.27
Daerah terakhir dari penemuan tradisi adalah untuk mengatakan
bahwa Islam adalah agama yang bersih, Islam adalah murni dan
kemurnian Islam ini telah rusak atau, menggunakan kata jelek,
terkontaminasi oleh Westernisasi peradaban Islam dalam perjalanan
seratus tahun terakhir. Dan kebangkitan Islam berarti untuk membaratkan
Westernisasi, dan sebaliknya adalah Westernisasi, untuk membaratkan
dunia dan untuk memurnikan peradaban Islam dari dampak barat. Dan
karena itu mereka memiliki agenda kemurnian. Ini juga merupakan
penemuan tradisi.28
Sebagaimana halnya di Barat, di Dunia Islam juga timbul pikiran
dan gerakan untuk menyesuaikan paham-paham keagamaan Islam dengan
perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern itu. Dengan jalan demikian pemimpim-pemimpin Islam
modern mengharapkan dapat melepaskan umat Islam dari suasana
kemunduran untuk selanjutnya dibawa kepada kemajuan.29
27 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, cet. 1, h. 113 28 Bassam Tibi, Suara dan Bullet Politisasi Islam Untuk Islamisme, www.cir.au.dk 2
Desember 2018, h. 14-15 29 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, cet. 14,
h.3-4.
57
C. Proses Sivilisasi Dan Kultur Dunia Santifik-Teknologi
Akulturasi merupakan kata pinjam bagi “kontak kultur” yang
merupakan kontak kultur dalam sejarah manusia misalnya helenisasi
islam, kendatipun demikian, akulturasi merupakan fenomena modern.
Konsep ini menjadi ekspansi Eropa Barat ke seluruh dunia melapisi kultur-
kultur non-Eropa. Kultur dominan ini memiliki basis industrial dan
teknologi saintifik yang dimiliki Eropa barat. Sedangkan kultur-kultur
ekstra timur didominasi praindustri.30
Bagi Bassam Tibi, Proses akulturasi di dalam masyarakat dunia
merupakan bentuk kontak kultural tradisional yang dalam kerangka kultur
yang cocok memperlihatkan kualitas yang benar-benar baru dalam proses
yang terjadi didalam masyarakat dunia dalam sejarah klasik.31
Seperti yang dikemukakan Bassam Tibi, bentuk dan isi weternisasi
kontemporer adalah masyarakat non-Barat berkenalan dengan kultur Eropa
Barat melalui penetrasi kolonial, kultur Eropa Barat sebagai kultur
penguasa sehingga menyajikan starata atas. Maka westernisasi bisa di
klasifikasikan ke dalam tiga historis: pertama, kolonialisme dan
westernisasi, kedua, westernisasi sebagai batu loncatan dan ketiga,
westernisasi sebagai propaganda bagi pusat-pusat industri ekspor.32
30 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, cet. 1, h. 16 31 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, cet. 1, h. 17 32 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, cet. 1, h. 24-27
58
Tentu saja penetrasi kolonial telah memberikan kontribusi bagi
penyebaran kultur teknologi-saintifik, walupun secara tanpa diniati dan
tidak langsung, sehingga kultur-kultur praindustri dibubarkan dengan
pendekatan tiga pendekatan historis dari westernisasi tersebut.33
Menurut Bassam Tibi, Proses sivilisasi dan kultur dunia santifik
teknologi meliputi masyarakat dunia dengan keseluruhan umat manusia
dengan penduduk Dunia Barat sebagai kiblat santifik teknologinya dan
starata sosial atas yang mendominasi penduduk non-Barat dengan starata
yang rendah melalui kultur saintifik dan teknologinya. Kesamaan derajat
dan demokrasi bisa dicapai dalam masyarakat dunia melalui penyebaran
kultur teknologi saintifik keseluruh Dunia.34
Menurut Bassam Tibi, proses peradaban adalah dimana setuanya
usia sejarah manusia dan tidak terbatas pada benua tertentu. Kendatipun
demikian, jika konsep itu diterapkan secara spesifik hanya pada
perkembangan sejarah dunia modern, maka harus diakui bahwa proses
peradaban mencapai puncak secara historis yang unik.35
Menurut Bassam Tibi, transformasi tingkah laku dalam pengertian
peraturan keseluruhan aparat psikologi yang pernah terpilih ditentukan
oleh lamanya diferenisasi sosial, oleh pembagian fungsi dan oleh
perluasan rantai-rantai interdeperensi, yang kepadanya, langsung atau
33 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, cet. 1, h 28 34 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, cet. 1, h. 29 35 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, cet. 1, h. 30
59
tidak, setiap peraturan, setiap ekspresi individual secara tidak bisa
dihindarkan lagi digabungkan.36
Seperti yang dijelaskan Bassam Tibi, diferensi sosial dan
pembagian fungsi yang berhubungan dengannya merupakan hasil
pembangunan menuju masyarakat industrial modern yang telah terjadi di
Eropa, di mana individual pada umumnya dilindungi dari serangan
langsung, di mana kekerasan fisik yang mengagetkan ke dalam hidupnya.
Tetapi pada waktu yang bersamaan ia dipaksa supaya menindas hawa
nafsunya yang mungkin memakasa dirinya terhadap serangan fisik atas
orang lain.37
Menurut Bassam Tibi, tanpa industrilisasi dan teknologi yang
dikembangkannya, maka mobilitas peradaban tidak akan terpikirkan.
Contohnya kultur Eropa Barat modern yang mendominasi secara sainstifik
dan teknologi yang dilandaskan kultur industrial.38
Seperti dikemukakan Bassam Tibi, Eropa melebarkan sayapnya
melalui penetrasi kolonial dan muncul menjadi pusat masyarakat Dunia.
Sitem kolonialisasi Eropa mengikuti keuntungan ekonomi mereka yang
sangat cepat dalam mengeksploitasi atas masyarakat-masyarakat non-
Barat, tetapi meraka berjuang untuk bagian terbesar, demi mereduksi
36 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, cet. 1, h. 30 37 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (Yogyakarta, PT. Tiara Wacana Yogya, 1994), cet. 1, h. 31 38 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (Yogyakarta, PT. Tiara Wacana Yogya, 1994), cet. 1, h. 32
60
ketidakpuasan-ketidakpuasan dalam kekuasaan sosial maupun dalam
tingkah laku antara para penjajah dan yang di jajah.39.
Seperti yang dijelaskan Bassam Tibi, dengan ciri khas masyarakat
dunia ditandai oleh ciri khas sistem komunikasi dan transportasi global
yang sangat pesat dengan sistem koneksi jaringan antar Negara agar
supaya informasi terupdate sekalipun masyarakat pinggiran dapat
mendengar dan mengalami secara nyata bagaimana masyarakat di pusat
hidup.40
Seperti yang dijelaskan Bassam Tibi, pengembangan kultur
teknologi-sainstifik dan transformasi Eropa di zaman modern yang
berakibatkan mengalahnya hubungan yang kuat antara politik yang suci
dan politik sebagai ciri khas kultur-kultur praindustri. Di Eropa, revolusi
industri dan kultur teknologi-saintifik yang dilahirkannya tidak
mendorong kepada pemusuhan agama, walaupun kultur ini ditopang oleh
landasan-landasan rasional. Tetapi agama disekularkan, dan sebagai suatu
etika, secara primer diasingkan ke dalam dunia internal.41
Perasaan akan adanya kesenjangan yang telah memisahkan
keterbelakangan dunia Arab dengan kemajuan Eropa, disertai pengalaman
kebangkitan ideologi Arab dan kegagalan para teknologinya yang sangat
memperihatinkan merupaka problem sendiri. Sementara itu, para teknolog
39 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (Yogyakarta, PT. Tiara Wacana Yogya, 1994), cet. 1, h. 32 40 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (Yogyakarta, PT. Tiara Wacana Yogya, 1994), cet. 1, h. 32 41 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (Yogyakarta, PT. Tiara Wacana Yogya, 1994), cet. 1, h. 180
61
Arab tidak berusaha meneliti lagi tradisi masa lalu, tetapi hanya dengan
memikirkan cara untuk menutupi semua kesenjangan teknologi, tetapi
melupakan apa yang telah memisahkan keterbelakangan dunia Arab kini
dengan tantangan kemajuan teknologi Arab kedepannya.42
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern memasuki
dunia Islam, terutama sesudah pembukaan abad ke-19 M, yang dalam
sejarah Islam dipandang sebagai permulaan priode Modern. Kontak
dengan Dunia Barat selanjutnya membawa ide-ide baru ke Dunia Islam
seperti rasionalisme, nasionalisme, demokrasi dan sebagainya. Semua ini
menimbulkan persoalan-persoalan baru, dan pemimpin-pemimpin Islam
pun mulai memikirkan cara untuk mengatasi persoalan-persoalan baru
itu.43
Hingga saat ini kita telah menggap akulturasi sebagai bentuk
kontak kultur yang modern, dalam kerangka sejarah dunia, dan unik.
Kultur Eropa Barat dominan dikarenakan ia merupakan kultur industri,
kultur lainnya adalah kultur praindustri. Dilihat dari prespektif historis,
ekspansi Eropa ke seluruh dunia bisa dibilang sebagai proses peradaban
global. Tetapi bagi masyarakat-masyarakat non-Barat yang langsung
terikat, ekspansi ini tidak dapat dihindarkan karena memunculkan bentuk
42 Untuk membandingkan, Mohammad Abed Al-Jaberi, terj. Dr. Akhsin Wijaya,
Problematika Pemikiran Arab Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 137. 43 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, cet. 14,
h.3.
62
kekerasan baru yang berupa teknologi modern, ke dalam kehidupan
mereka dan pembubaran keras atas tata cara mereka yang dahulu.44
Pemecahan Islam berarti bahwa Islam sebagai patokan yang
mengerahkan dan membimbing masyarakat ke dalam segala lapangan
kehidupan. Baik material maupun intelektual. Pemecahan Islam berarti
bahwa totalitas hidup dipola ke adalam bentuk dan karakter yang secara
fundamental yang bersifat Islami.45
Pemecahan Islam berarti menengakkan masyarakat Islam secara
total. Prasyarat pertama untuk ini adalah pendirian bentuk pemerintahan
Islam secara total. Untuk mendirikan bentuk pemerintahan atau negara
Islam ini kita harus membawa masyarakat kembali ke dalam naungan
proteksi secara Islami. Menerima bentuk-bentuk pemerintahan sekular,
nasionalis, sosialis atau demokrasi liberal dalam masyarakat Islam
merupakan kesalahan serius karena melakukan hal itu berarti mengabaikan
fakta bahwa kesatuan agama dan negara merupakan salah satu ciri khas
Islam. Hal ini penting khususnya di zaman ini di mana teknologi modern
dan sarana yang dibangun dengan bantuan sain teknologi.46
44 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (Yogyakarta, PT. Tiara Wacana Yogya, 1994), cet. 1, h. 34. 45 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (Yogyakarta, PT. Tiara Wacana Yogya, 1994), cet. 1, h. 36. 46 Bassam Tibi, Kriris Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur Praindustri Dalam Era
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (Yogyakarta, PT. Tiara Wacana Yogya, 1994), cet. 1, h. 36-37.
63
BAB V
PENUTUP
a. Kesimpulan
Bassam Tibi menuliskan sebuah pengembangan kultur teknologi-
sainstifik dan transformasi Eropa di zaman modern yang berakibat
menghalangkan hubungan yang kuat antara yang suci dan politik,
merupakan ciri khusus kultur praindustri. Pada dasarnya tidak ada
masyarakat yang tidak ingin berubah, baik dalam masyarakat yang masih
terbelakang maupun yang modern ingin selalu mengalami perubahan-
perubahan, hanya saja perubahan-perubahan yang dialami oleh masing-
masing masyarakat itu tidak sama, ada yang cepat dan menyolok dan ada
pula yang lambat dan tersendat-sendat.
Masyarakat yang dalam proses pembangunan atau modernisasi, akan
banyak mengalami perubahan, pembaharuan, bahkan adakalanya
mengalami pergeseran-pergeseran, perubahan-perubahan tersebut ada
yang menyangkut struktur dan organisasi masyarakat berikut dengan
lembaga-lembaganya, dan adakalanya perubahan-perubahan itu
menyangkut norma, nilai dan pandangan serta prilakunya. Perubahan
pertama disebut dengan Transformasi Struktural, sedangkan perubahan
64
jenis kedua disebut dengan Transformasi Kultural. Perubahan kebudayaan
(Culture Transformation) menyangkut semua bagian kebudayaan,
termasuk didalamnya kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan
lain-lain. Sedangkan perubahan sosial (Social Transformation), mengenai
perubahan norma-norma sosial, sistem nilai sosial, pola-pola prilaku,
stratifikasi sosial, lembaga sosial dan lain-lain. Dengan demikian
perubahan sosial merupakan bagian penting dalam perubahan kebudayaan,
meskipun demikian dapat difahami, bahwa perubahan kebudayaan lebih
luas cakupan dan lingkupnya dari pada perubahan sosial, sebab masih
banyak unsur-unsur kebudayaan yang dapat dipisahkan dari masyarakat.
b. Saran-saran
Penelitian terhadap khazanah pemikiran kontemporer bukanlah suatu
pekerjaan yang dapat dituntaskan dengan frekuensi pengkajian terbatas.
Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kegiatan pengkajian tersebut
membutuhkan berbagai disiplin ilmu dan membutuhkan ketelatenan serta
kesabaran dalam menelaahnya, karena proses pencarian naskah-naskah
yang berkaitan dengan tema tersebut belum banyak.
Hendaknya kajian terhadap pemikiran politik tentang gagasan
pembaharuan islam perlu dikembangkan bagi para pemerhati politik Islam
mengingat wacana gagasan pembaharuan Islam akan terus berkembang
65
sesuai dengan perkembangan pengetahuan dan perkembangan zaman,
sehingga sintesa pemikiran akan terwujud dengan baik.
66
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jaberi, Mohammed Aded, terj. Akhsin Wijaya, Problematika Pemikiran Arab
Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
Anies, Amin Hoesin, Islam dalam Perspektif Sosio Kultur. Jakarta: Lantabora
Press, 2005.
Arkoun, Mohammed, terj. Sunarwoto Dema, Islam Agama Sekuler Penelusuran
Sekularisme dalam Agama-Agama Di Dunia. Yogyakarta: Belukar
Budaya, 2003.
Boullata, Issa J, Dekontruksi Tradisi Gelar Pemikiran Islam. Yogyakarta: LkiS,
2001.
Daulay, Armien, Gagasan Pembaharuan Pemikiran Islam Nurcholish Madjid:
Suatu Pandangan Politik. Pamulang: Mega Kreasi Media, 2010.
Esposito, Jhon L, Islam dan Politik. Jakarta: Bulan Bintang, 1990.
Hoesin, Oemar Amin, Filsafat Islam Sederajat dalam Perkembangan dalam
Dunia Internasional. Djakarta: Bulan Bintang, 1964.
Ka'bah, Rifyal dkk, Reaktualisasi Ajaran Islam. Jakarta: Minaret, 1987.
67
Kartanegara, Mulyadi, Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam. Jakarta: Baitul Ihsan,
2006.
Madjid, Nurcholis, Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina, 1992.
Nasution, Harun, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan.
Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1975.
- - - - - , Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: Universitas Indonesia
(UI-Press), 1985.
Ramadan, Tariq, Menjadi Modern Bersama Islam. Bandung: Mizan Media, 2003.
Rusli, Ris'an, Pembaharuan Pemikiran Modern Dalam Islam. Depok: PT.
Rajagrafindo Persada, 2013.
Saleh, Ahmad Khudori, Filsafat Islam dari Klasik Hingga Kontemporer.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013.
Sevila, Consuelo G, Pengantar Metodelogi Penelitian. Jakrta: UI Press, 1993.
Tibi, Bassam, Arab Nasionalism. New York: St. Martin Press, 1971.
- - - - - , Surau dan Bullet Politisasi Islam Untuk Islamisme. Denmark: Cir And
The Author, 2009.
- - - - - , terj. Alfahri, Adiin, Islamisme dan Islam. Bandung: Mizan, 2016.
- - - - -, ter. Imron, Rosyiddi, Ancaman Fundamentalisme Rajutan Islam Politik
dan Kekacauan Dunia Baru. Yogyakarta: November, 2008.
68
- - - - - , terj. Yudian, Wijaya, Krisis Peradaban Islam Modern Sebuah Kultur
Praindustri Dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Yogyakarta: PT.
Tiara Wacana Yogya, 1994.
Internet
http://www.bassamtibi.de.
http://www.stgallen-symposium.org/cv_prof._dr._bassam_tibi.pdf.
www.cir.au.dk 2 Desember 2018.
www.majelisrasullah.org.