Nama Penulis tiap Artikel
Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 167
KURIKULUM PONDOK PESANTREN HUMANISTIK
Robingun Suyud El Syam
Penulis adalah Dosen UNSIQ Jawa Tengah, Kepala Sekolah SMK
Takhasus, Mahasiswa Program Doctor UIN Yogyakarta
Abstrak
Keberhasilan pendidikan tidak bisa dilepaskan dari kurikulum yang diberlakukan.
Kurikulum merupakan penunjuk arah dalam setiap jenjang pendidikan, supaya apa
yang menjadi cita-cita dapat tercapai. Sebagai sebuah Negara Indonesia tercataT
telah memberlakukan kurikulum sedari zaman kemerdekaan sampai saat ini.
Kurikulum hendaknya disusun dan dikembangkan dalam rangka mengangkat derajat
manusia dengan menggali segenap potensi yang melekat pada dirinya (kurikulum
humanistic). Kurikulum humanistic berpijak pada aliran empiric yang menjadi titik
tolak lahirnya pendidikan humanis dan kurikulum humanistic, yang kemudian
dikembangkan oleh ilmuan pendidikan humanis.
Kurikulum humanistic mengacu konsep aliran pendidikan pribadi Jhon Dewey
(Personalized Education), (Progressive Education) dan J.J. Rousseau (Romantic
Education), yang mana aliran ini lebih memberikan tempat kepada siswa, artinya
bahwa aliran ini beranggapan bahwa manusia adalah yang pertama dan utama dalam
pendidikan, manusia adalah subjek sekaligus objek dalam pendidikan.
Kurikulum yang bersifat religius ialah kurikulum yang berisikan materi pengajaran
yang mengajarkan bagaimana kita bisa mengerti tentang ilmu agama dan bagaimana
kita menerapkan ikhtisar-ikhtisar agama yang masing-masing kita anut di
masyarakat. Tentunya agama merupakan dasar dari jiwa kerohanian masyarakat.
Dengan mengerti tentang kehidupan beragama diharapkan siswa di sekolah lebih
bisa menjaga diri dan selalu berpedoman kepada ajaran agama dalam melakukan
kegiatan apapun di masyarakat.
Kata Kunci: Kurikulum, Pondok Pesantren, Humanistik
A. Pendahuluan
Para ahli berbeda pendapat dalam mendefinisikan Pondok Pesantren, hal ini mungkin
disebabkan cara pandang mereka terhadap pondok pesantren. Namun demikian, pada
dasarnya perbedaan mereka tidaklah terlalu esensi, bahkan antara pendapat yang satu
dengan lainnya bisa saling melengkapi dan saling menyempurnakan. Dalam bukunya
berjudul Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Mastuhu berpendapat bahwa pesantren
merupakan Lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami,
mendalami dan mengajarkan ajaran islam dengan menekankan pentingnya moral
keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.1
Pengertian lain dikemukakan M. Dawam Raharjo, bahwa Pesantren adalah tempat
dimana anak-anak muda dan dewasa belajar secara mendalam dan lebih lanjut Agama
Islam yang diajarkan sistematis langsung dari bahasa Arab serta berdasarkan pembacaan
kitab-kitab klasik karangan ulama-ulama besar.2 Sedang Manfred Ziemek, mendefinisikan
bahwa Pesantren secara etimologis asalnya dari pe-santri-an berarti tempat santri-santri
1 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), hal. 55.
2 M. Dawam Raharjo, Pesantren dan Pembaharuan, (Jakarta: LP3ES, 1974), hal. 2.
Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……
168 | ISSN: 2356-2447-XIII
atau murid mendapatkan pelajaran dari pimpinan pesantren (kyai) dan para ulama atau
ustadz. Pelajarannya mencakup berbagai bidang tentang pengetahuan Islam.3
Dalam terminology Zamakhsyari Dhofier, pondok berasal dari perkataan arab
“funduk” yang berarti hotel atau asrama sebagai tempat tinggal para santri.4 Pondok
pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para
siswanya tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan seorang atau lebih guru yang
dikenal dengan sebutan kyai. Asrama atau pondok untuk para siswa berada pada
lingkungan pesantren dimana kyai bertempat tinggal, dan juga menyediakan masjid
sebagai sarana ibadah, ruang untuk belajar dan kegiatan- kegiatan keagamaan lainnya.
Dengan mencermati beberapa definisi di atas, maka dapat diambil suatu kesimpulan
bahwa pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan non formal dimana para santri
belajar di bawah bimbingan kyai dalam rangka untuk meningkatkan moral keagamaannya
sebagai pedoman perilaku sehari-hari.Terdapat 3 (tiga) alasan utama, mengapa pondok
pesantren menyediakan asrama bagi para santrinya, yaitu:
1. Kemasyhuran seorang kyai dan kedalaman pengetahuannya tentang Islam
menarik santri-santri dari jauh, untuk mendapat ilmu dari kyai tersebut. Secara
teratur dalam waktu yang relative lama para santri tersebut harus meninggalkan
kampong halamannyadan menetap didekat kediaman kyai.
2. Hampir semua pesantren itu berada di desa-desa dimana tidak tersedia
perumahan (akomodasi) yang cukup untuk dapat menampung santri-santri,
dengan demikian perlulah asrama khusus bagi para santri.
3. Adanya sikap timbal balik antara kyai dan santri, dimana para santri menganggap
kyainya seolah-olah sebagai orangtuanya sendiri, sedangkan kyaimenganggap
para santri sebagai titipan Tuhan yang senantiasa harus dilindungi.5
Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri. Sebagai
lembaga pendidikan Islam, pesantren dari sudut historis kultural dapat dikatakan sebagai
“training centre” yang otomatis menjadi pusat budaya Islam, yang disahkan atau
dilembagakan oleh masyarakat, setidaknya oleh masyarakat Islam sendiri yang secara de
facto tidak dapat diabaikan oleh pemerintah. Itulah sebabnya Nurcholish Madjid
mengatakan bahwa dari segi historis, pesantren tidak hanya identik dengan makna
keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia (indigenous).
Kehadiran pesantren pertama kali di Indonesia, tidak terdapat keterangan yang pasti.
Menurut pendataan yang dilakukan oleh Kementerian Agama, pada tahun 1984-1985,
sebagaimana dikutip oleh Hasbullah, diperoleh keterangan bahwa pesantren tertua
didirikan pada tahun 1062 di Pamekasan Madura, dengan nama pesantren Jan Tampes II.
Akan tetapi, hal ini juga diragukan karena tentunya ada pesantren Jan Tampes I yang lebih
tua. Walaupun demikian, pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di
Indonesia yang peran-sertanya tidak diragukan lagi terutama bagi perkembangan Islam di
Indonesia.
3 Manfrek Ziemek, Pesantren Dalam Perubahan sosial, (Jakarta: P3M, 1986), hal. 16.
4 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, hal. 18.
5 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi, hal. 46.
Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik
Nama Penulis tiap Artikel
Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 169
Dalam perkembangannya, pondok pesantren mengalami perubahan yang pesat,
bahkan ada kecenderungan menunjukkan trend positif. Di sebagian pesantren telah
mengembangkan kelembagaannya dengan membuka sistem madrasah, sekolah umum,
dan di antaranya ada yang membuka semacam lembaga pendidikan kejuruan, seperti
bidang pertanian, peternakan, teknik, dan sebagainya. Kontak antara pesantren dan
madrasah ini, menurut Abdurrahman Mas’ud, baru terjadi secara intensif dan massif pada
awal dekade 70-an. Sebelum itu, kedua lembaga ini cenderung berjalan sendiri-sendiri,
baik karena latar-belakang pertumbuhannya yang berbeda maupun karena tantangan
eksistensial yang dihadapi masing-masing lembaga yang tidak sama.
B. Dinamika Kurikulum Pesantren
Sebagaimana disinggung di depan bahwa kurikulum merupakan salah satu instrumen
dari suatu lembaga pendidikan, termasuk pendidikan pesantren. Untuk mendapatkan
gambaran tentang pengertian kurikulum, terlebih dahulu disinggung definisi kurikulum.
Menurut Iskandar Wiryokusumo, kurikulum adalah “Program pendidikan yang disediakan
sekolah untuk siswa”. Sementara S. Nasution mengatakan, kurikulum adalah Suatu
rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar-mengajar di bawah bimbingan
dan tanggung-jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya”.
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa kurikulum pada dasarnya merupakan
seperangkat perencanaan dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan untuk
mewujudkan lembaga pendidikan yang diidamkan. Pesantren dalam kelembagaannya,
mulai mengembangkan diri dengan jenis dan corak pendidikannya yang bermacam-
macam. Pesantren besar, pesantren Tebuireng di Jombang, misalnya, di dalamnya telah
berkembang madrasah, sekolah umum, sampai perguruan tinggi yang dalam proses
pencapaian tujuan institusional selalu menggunakan kurikulum. Tetapi, pesantren yang
mengikuti pola salafi (tradisional), mungkin kurikulum belum dirumuskan secara baik.
Kurikulum pesantren “salaf” yang statusnya sebagai lembaga pendidikan non-formal
lebih fokus mempelajari kitab-kitab klasik yang meliputi: Tauhid, Tafsir, Hadits, Fiqh,
Ushul Fiqh, Tasawwuf, Bahasa Arab (Nahwu, Sharaf, Balaghah dan Tajwid), Mantiq dan
Akhlaq. Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesantren dapat digolongkan ke
dalam 8 kelompok, yaitu : 1) nahwu dan sharaf, 2) fiqh, 3) ushul fiqh, 4) hadits, 5) tafsir,
6) tauhid, 7) tasawwuf dan etika, dan 8) cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah.6
Ciri khas lain dari pesantren adalah pembelajaran kitab-kitab Islam klasik atau yang sering
kita dengar dengan sebutan Kitab Kuning.
Maksud kegiatan pengajian kitab ini terutama untuk mendalami ajaran agama Islam
dari sumber aslinya, yaitu kitab-kitab yang dikarang oleh ulama-ulama pada abad
pertengahan, sehingga terpelihara kelestarian pendidikan keagamaan untuk melahirkan
calon-calon ulama selanjutnya.7 Pelaksanaan kurikulum pendidikan pesantren ini
berdasarkan kemudahan dan kompleksitas ilmu atau masalah yang dibahas dalam kitab.
Jadi, ada tingkat awal, menengah, dan tingkat lanjutan.
6 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi. hal. 50. 7 Ditpekapontren Ditjen Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, Pola Pengembangan Pondok
Pesantren, 2003, hal. 29.
Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik
Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……
170 | ISSN: 2356-2447-XIII
Karakteristik kurikulum yang ada di pondok pesantren modern, mulai diadaptasikan
dengan kurikulum pendidikan Islam yang disponsori oleh Kementerian Agama melalui
sekolah formal. Kurikulum khusus pesantren dialokasikan dalam muatan lokal atau
diterapkan melalui kebijaksanaan sendiri. Gambaran kurikulum lainnya adalah pada
pembagian waktu belajar, yaitu mereka belajar keilmuan sesuai dengan kurikulum yang
ada di perguruan tinggi (sekolah) pada waktu-waktu kuliah. Waktu selebihnya dengan jam
pelajaran yang padat dari pagi sampai malam untuk mengkaji ilmu Islam khas pesantren.
Fenomena pesantren sekarang yang mengadopsi pengetahuan umum untuk para
santrinya, tetapi masih tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab klasik merupakan
upaya untuk meneruskan tujuan utama lembaga pendidikan tersebut, yaitu pendidikan
calon ulama yang setia kepada paham Islam tradisional.
Kurikulum pendidikan pesantren modern merupakan perpaduan antara pesantren
salaf dan sekolah (perguruan tinggi), diharapkan akan mampu memunculkan output
pesantren berkualitas yang tercermin dalam sikap aspiratif, progresif dan tidak “ortodoks”
sehingga santri bisa secara cepat beradaptasi dalam setiap bentuk perubahan peradaban
dan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat karena mereka bukan golongan eksklusif
dan memiliki kemampuan yang siap pakai.
Dengan adanya tuntutan perubahan modernisasi lembaga pendidikan, terutama sekali
pada pesantren yang selama ini sangat akrab dengan pendekatan tradisional, dituntut
untuk terus merubah wajah, dari lembaga yang hanya mengandalkan metode klasik
menuju didaktik modern. Kondisi ini harus dihadapi pesantren, dan hal ini jelas
menimbulkan kondisi yang dilematis bagi pesantren. Jika ia tetap mempertahankan
tradisinya, maka pesantren akan makin ditinggalkan sebagai lembaga pendidikan. Untuk
menjemput perubahan ini, pesantren mau tidak mau harus melakukan langkah inovatif-
kreatif, agar tetap eksis dan tidak terpuruk. Konsekuensi yang mesti dilakukan ialah
pesantren harus merubah paradigma pendidikannya agar tidak ditinggal oleh masyarakat
modern, yaitu dari klasik menjadi lebih ilmiah, logik dan modern. Dan mengubah wajah
pesantren lebih inklusif yaitu tuntutan membuka diri dan jaringan kepada siapapun, atau
lembaga manapun. Sebab visi ini cukup bermanfaat bagi pesantren, terutama untuk
investasi jangka panjang.8
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pesantren semakin adaptif terhadap
kemajuan zaman sehingga peluang pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam akan
menciptakan manusia seutuhnya akan semakin terbuka. Selain itu pesantren juga berperan
untuk membentuk masyarakat madani yang bercirikan masyarakat religius, demokratis,
egalitarian, toleran, berkeadilan serta berilmu. Untuk mewujudkan hal di atas, maka
pendidikan yang sudah berjalan sekian abad sudah pasti harus ditinjau kembali dengan
tujuan mengadakan penyesuaian dengan tuntutan baru atau perkembangan budaya bangsa.
Hal ini muncul menjelang lahirnya orde baru, yaitu pada saat partai politik Islam
Masyumi tidak aktif, merupakan suatu periode bermucnulnya perguruan tinggi Islam yang
baru seperti Universitas Muhammadiyah, Universitas Islam Bandung (UNISBA),
8 Rofiq. A., Pemberdayaan Pesantren, (Yogyakarta: LKiS,2005), hal. 2.
Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik
Nama Penulis tiap Artikel
Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 171
Universitas Ibnu Khaldun, dan sebagainya. Disamping universitas Islam yang sudah ada
seperti Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta dan Jakarta.9
Seiring dengan tuntutan zaman, pondok pesantren saat ini telah mengalami
perkembangannya. Santri tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu akhirat semata, akan tetapi
mereka sudah diberi pelajaran umum dan berbagai ketrampilan praktis yang sekarang
sudah mulai dikenal di masyarakat sebagai pondok pesantren modern, seperti pondok
modern Ar-Risalah di Ponorogo, Pondok Pesantren Darussalam Gontor Putri di Ngawi,
Pondok Modern Daar al-Ma`rifat di kediri dan masih banyak lagi pondok pesantren
modern yang mulai menyebar ke seluruh Nusantara.
Lebih lanjut di era global dan cyberspace yang banyak berpijak pada aspek-aspek
rasional, menuntut lembaga pendidikan pesantren untuk menjalankan fungsi social-
educational-nya. secara relevan pola pergaulan dan interaksi sosial yang terjalin dalam
dunia pesantren sedikit banyak mulai mengalami transformasi cultural yang menuju pada
terciptanya kesadaran rasional yang lebih tinggi. Hal ini akan sesuai dengan keadaan saat
ini sekaligus menghapus image masyarakat luas bahwa dunia pesantren terlalu feodalistik
atau otoriter.
C. Implementasi Inovasi Kurikulum dalam Pendidikan Pesantren
Sebagai lembaga pendidikan yang memroses santri menjadi manusia yang
bermanfaat dalam kehidupan duniawi dan ukhrawinya, maka pesantren dalam konteks
pencapaian tujuan pendidikannya tidak bisa dipisahkan dengan kurikulum yang
didesainnya. Oleh karena itu, bukan sesuatu yang naif bila dipandang perlu adanya
evaluasi kurikulum pesantren sekaligus upaya mengembangkannya. Berbicara tentang
pengembangan kurikulum, dalam konteks tulisan ini lebih menekankan pada model
pengembangannya yang setidaknya dapat diklasifikasi menjadi empat aspek, yaitu tujuan
pendidikan, bahan pembelajaran, proses pembelajaran, dan penilaian.
1. Tujuan pendidikan pesantren
Dalam hal ini, Nurcholish Madjid mensinyalir bahwa tujuan pendidikan pesantren
pada umumnya diserahkan kepada proses improvisasi menurut perkembangan pesantren
yang dipilih sendiri oleh Kyai10 atau bersama-sama pembantunya secara intuitif. Tujuan
umum pesantren adalah untuk mendidik dan meningkatkan ketaqwaan dan keimanan
seseorang sehingga dapat mencapai Insan Kamil. Hal ini akan lebih laras apabila aspek
humanistik berusaha memberikan pengalaman yang memuaskan secara pribadi bagi setiap
santri,11 dan aspek teknologi yang memanfaatkan proses teknologi untuk menghasilkan
calon ulama yang kaffah dapat direalisasikan sebagai tambahan tujuan pendidikan
9 Jusuf Amir Faesal, Orientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insan Press, 1995), hal. 151. 10 Kyai dalam pondok pesantren ialah seseorang yang mempunyai keunggulan dalam ilmu pengetahuan
dan kepribadiannya yang dapat dipercaya dan patut diteladani. Kyai juga pendiri atau penyebab berdirinya
pondok pesantren. Kyai bahkan merupakan pemilik atau pewakaf pondok pesantren itu sendiri, dan tidak jarang ia mengorbankan segala yang ada padanya secara keseluruhan, yang tidak terbatas pada ilmu, tenaga dan waktu,
tetapi rumah tempat kediaman dan material. M. Dawam Raharjo, hal 92.
11 Baca Zamakhsyari Dhofier, Tradisi, hal. 50. Dalam pengertian umum, santri adalah mereka yang mempelajari agama Islam, baik yang pergi ke tempat jauh maupun dekat untuk mengamalkan ilmunya dan
hendak menyebarluaskan.
Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik
Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……
172 | ISSN: 2356-2447-XIII
pesantren. Hal ini selaras dengan firman Allah didalam Al-Qur’an yang memberikan
perhatian seimbang antara kepentingan duniawi dan ukhrawi :
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu,
dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. 28:77).
Selain itu pondok pesantren mengajarkan kepada santrinya agar gemar bekerja keras
dalam menuntut ilmu hingga mencapai kemajuan dan kemahiran sesuai dengan konsepsi
Al-Qur’an:
Artinya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di
muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.12 Sesungguhnya Allah
tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan13 yang ada
pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu
kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi
mereka selain Dia. (QS. 13:11).
Dalam konteks ini, Abdurrahman saleh, juga mengungkapakan bahwa pendidikan
pondok pesantren memilki tujuan khusus, diantaranya :
a. Mendidik siswa/santri untuk menjadi orang muslim yang bertaqwa kepada Allah
SWT, berakhlak mulia, memiliki kecerdasan, ketrampilan dan sehat ahir batin.
b. Mendidik siswa/santri untuk menjadi manusia muslim selaku kader-kader ulama
dan mubaligh swasta dan mengamalkan syari’ah secara utuh dan dinamis.
c. Mendidik siswa/santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal
semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia muslim pembangun
dan bertanggung-jawab kepada pembangunan bangsa dan Negara.
d. Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keuarga) dan regional
(pedesaan atau masyarakat lingkungan).
e. Mendidik siswa/santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai
sector pembangunan, khususnya pembangunan mental spiritual.
12 Bagi tiap-tiap manusia ada beberapa Malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula
beberapa Malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan yang dikehendaki dalam ayat ini ialah Malaikat yang
menjaga secara bergiliran itu, disebut Malaikat Hafazhah. 13 Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran
mereka.
Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik
Nama Penulis tiap Artikel
Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 173
f. Mendidik siswa/santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial
masyarakat dalam usaha pembangunan masyarakat bangsanya.14
2. Bahan Pembelajaran
Untuk dapat mewujudkan dan mencapai tujuan tersebut, maka hendaknya pondok
pesantren dapat mengembangkan kegiatan- kegiatannya sebagai berikut :
a. Pendidikan dan Pengajaran Agama Islam
Pendidikan dan Pengajaran agama Islam adalah kegiatan pokok yang
penyelengaraannya diserahkan kepada kebijakan kyai sebagai pengasuh pondok
pesantren. Sistem pendekatan yang dipergunakan biasanya dalam bentuk sorogan,
bandongan, wetonan, dan bentuk-bentuk lainnya. Kegiatan ini dimaksudkan untuk
mendalami ajaran agama dari sumber aslinya melalui kitab- kitab agama untuk
melahirkan calon-calon ulama.
b. Pendidikan Kesenian
Pendidikan ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan apresiasi santri terhadap
macam- macam bentuk kesenian yang tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Selama ini dikalangan pondok pesantren sudah berkembang seni barzanji, rebana,
gambus, pencak silat, dan lain-lain. Santri diharapkan memiliki orientasi yang lebih luas
didaam kesenian, yakni tidak saja terbatas kepada kesenian padang pasir, akan tetapi juga
kepada kesenian yang bersifat nasional, dan universal, namun tetap dalam koridor ajaran
Islam. Dalam hubungan ini, diharapkan dari pondok pesantren akan lahir sajak-sajak,
karya-karya tulis, seni drama dan pentas teater Islami.
c. Pendidikan olah raga dan kesenian
Pendidikan ini besar sekali manfaatnya dalam usaha menjaga kesehatan para santri.
Dalam hubungan ini perlu dibangun sistem sanitasi pondok pesantren yang memenuhi
sarat kesehatan. Selain itu, dengan terjaganya kesehatan jasmani dan lingkungan,
diharapkan akan terwujud pula kesehatan rohaniah dan keluasan pandangan.
d. Pendidikan Ketrampilan
Pendidikan ketrampilan dan kejuruan perlu lebih dikembangkan di lingkungan
pondok pesantren, sebagai bekal para santri untuk menjadi manusia yang mendiri,
memiliki jiwa berwiraswasta dan menunjang pembangunan masyarakat dilingkungannya.
Pendidikan ini juga diperlukan sebagai upaya untuk mewujudkan terciptanya
keseimbangan perkembangan otak, hati, dan ketrampilan tangan, yang sering di sebut
integral pada diri anak mengenai perkembangan 3-H, yaitu; Head, Heart dan Hand.15
Meskipun sekarang kebanyakan pesantren telah memasukkan pengajaran
pengetahuan umum sebagai satu bagian penting dalam pendidikan pesantren, barangkali
yang mendesak saat ini, sesuai dengan gencarnya pengembangan sumber daya manusia
(SDM) adalah mengembangkan spesialisasi pesantren dengan disiplin ilmu pengetahuan
lain yang bersifat praktis yang melalui jalur aplikasi teknologi sehingga kurikulumnya
14 Abdurrahman Shaleh,et.al. Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren, (Jakarta: Dirjen Bimbaga
Islam,1985), hal. 66-67. 15 Departemen Agama RI, Standarisasi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Dirjen Bimbaga Islam,1985),
hal. 3
Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik
Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……
174 | ISSN: 2356-2447-XIII
tidak terlalu bersifat akademik. Tidak mengurangi sifat ilmiah bila dikutip sinyalemen Az-
Zarnuji yang mengatakan bahwa sebaik-baik ilmu adalah ‘ilmu hal (ilmu ketrampilan) yaitu ilmu yang seketika atau yang akan pasti digunakan dan diamalkan bagi setiap orang
yang sudah baligh.16 Dengan demikian, pesantren sebagai basis kekuatan Islam
diharapkan memiliki relevansi dengan tuntutan dunia modern, baik untuk masa kini
maupun masa mendatang.
3. Proses Pembelajaran
Secara umum pesantren memiliki dua pola pendidikan, yaitu formal dan tradisional.
Pola formal yaitu pola pendidikan yang mengembangkan metode belajar mengajar
modern secara klasikal atau terukur, dengan tetap memasukkan muatan-muatan pesantren,
tanpa mengesampingkan materi umum. Sedangkan pola non formal (tradisional) yaitu
pola yang dikembangkan menggunakan cara tradisional seperti pengajian dengan metode
sorogan dan bandongan.17
Metode wetonan adalah metode kuliah dimana para santri mengikuti pelajaran
dengan duduk disekeliling kyai yang menerangkan pelajaran sedara kuliah. Santri
menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan padanya. Metode sorogan adalah
sebuah metode dimana santri menghadap pada guru seorang demi seorang dengan
membawa kitab yang akan dipelajarinya. Kyai membacakan pelajaran berbahasa arab itu
dari kalimat demi kalimat kemudian menterjemahkannya dan menerangkan maksudnya.
Santri menyimak dan mengesahkan (jawa: ngesahi), dengan memberi catatan pada
kitabnya untuk mensahkan bahwa ilmu itu telah diberikan oleh kyai.18
Kedua model ini Kyai aktif dan santri pasif. Secara teknis model sorogan bersifat
individual, yaitu santri menghadap guru seorang demi seorang dengan membawa kitab
yang akan dipelajari, sedangkan model bandongan (weton) lebih bersifat pengajaran
klasikal, yaitu santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling Kyai menerangkan
pelajaran secara kuliah dengan terjadual. Meskipun sorogan dan bandongan ini dianggap
statis, tetapi bukan berarti tidak menerima inovasi. Malah menurut Suyoto, metode ini
sebenarnya konsekuensi dari layanan yang ingin diberikan kepada santri. Berbagai usaha
dewasa ini dalam berinovasi dilakukan justru mengarah kepada layanan secara indivual
kepada anak didik. Metode sorogan justru mengutamakan kematangan dan perhatian serta
kecakapan seseorang.
Dalam pada itu, Mastuhu memandang bahwa sorogan adalah metode mengajar
secara indivividual langsung dan intensif. Dari segi ilmu pendidikan metode ini adalah
metode yang modern karena antara Kyai dan santri saling mengenal secara erat, dan guru
menguasai benar materi yang seharusnya diajarkan. Murid juga belajar dan membuat
persiapan sebelumnya. Guru telah mengetahui materi apa yang cocok bagi murid dan
metode khusus apa yang harus digunakan menghadapinya. Di sisi lain, metode sorogan
juga dilakukan secara bebas (tidak ada paksaan), dan bebas dari hambatan formalitas.
16 Syaikh az-Zarnuji, Ta’limu al-Muta’lim (Surabaya: Maktabah al-Hidayah, 1997), hal. 4.
17 Syaikh az-Zarnuji, Ta’limu al-Muta’lim , hal. 21.
18 Departemen Agama RI, Standarisasi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Dirjen Bimbaga Islam,1985),
hal. 13.
Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik
Nama Penulis tiap Artikel
Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 175
Ciri khas lain dari pesantren adalah pembelajaran kitab-kitab Islam klasik atau yang
sering kita dengar dengan sebutan Kitab Kuning. Maksud kegiatan pengajian kitab ini
terutama untuk mendalami ajaran agama Islam dari sumber aslinya, yaitu kitab-kitab yang
dikarang oleh ulama-ulama pada abad pertengahan, sehingga terpelihara kelestarian
pendidikan keagamaan untuk melahirkan calon-calon ulama selanjutnya.19 Keseluruhan
kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesantren dapat digolongkan ke dalam 8 kelompok,
yaitu: 1) nahwu dan sharaf, 2) fiqh, 3) ushul fiqh, 4) hadits, 5) tafsir, 6) tauhid, 7)
tasawwuf dan etika, dan 8) cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah.20
4. Penilaian
Pada umumnya pesantren yang belum mencangkok sistem pendidikan modern belum
mengenal sistem penilaian (evaluasi). Kenaikan tingkat cukup ditandai dengan
bergantinya kitab yang dipelajari. Santri sendiri yang mengukur dan menilai, apakah ia
cukup menguasai bahan yang lalu dan mampu mengikuti pengajian kitab berikutnya.
Masa belajar tidak ditentukan sehingga memberikan kelonggaran pada santri untuk
meninggalkan pesantren setelah merasa puas terhadap ilmu yang telah diperolehnya dan
merasa siap terjun di masyarakat; dan kalau santri belum puas, tidak salah baginya untuk
pindah pesantren lain dalam rangka mendalami ilmunya. Tentu saja perlu menentukan
kriteria penilaian, penyusunan program penilaian, pengumpulan data nilai, menentukan
penilaian ke dalam kurikulum. Hal ini perlu waktu yang cukup lama, mengingat banyak
faktor, terutama tenaga ahli teknik evaluasi maupun hambatan dari lingkungan masyarakat
pesantren itu sendiri. Lepas dari pro dan kontra, pengembangan sistem penilaian tidak
harus mengikuti model penilaian pendidikan umum, melainkan dikembangkan sistem
penilaian yang komprehensif sesuai dengan tenaga pendidikan yang ada di pesantren.
Oleh karena itu, ijasah sebagai pengakuan bahwa santri telah menguasai mata
pelajaran/kitab perlu diberikan, meskipun itu bukan maksud utama bagi santri dan bagi
lembaga pesantren.
D. Dasar dan Nilai-nilai Humanisme Kurikulum Pesantren
Pondok pesantren merupakan tonggak pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai
humanisme religious sesuai dengan konsepsi yang dasarnya tersirat pada firman Allah
dalam surat at-Taubah:
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
(QS. at-Taubah:122)
19Ditpekapontren Ditjen Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, Pola Pengembangan Pondok
Pesantren, 2003, hal. 29.
20 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi, hal. 50.
Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik
Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……
176 | ISSN: 2356-2447-XIII
Adapun nilai-nilai humanisme yang ditanamkan dipondok pesantren adalah
meneladani sifat-sifat rasul yakni :
1. Shidiq (Jujur)
Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka Itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Az Zumar: 33).
Seandainya Dia (Muhammad) Mengadakan sebagian Perkataan atas (nama) Kami, (QS.
Al-Haaqqah: 44).
2. Amanah
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (QS. Anfaal : 27).
3. Tabligh
Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.21 Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS. Al-Maaidah : 67).
4. Fathonah
Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa Sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil haram, insya Allah dalam Keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan meng-guntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.22 (QS 48: 27).
21 Maksudnya: tak seorangpun yang dapat membunuh Nabi Muhammad s.a.w.
22 Selang beberapa lama sebelum terjadi perdamaian Hudaibiyah Nabi Muhammad s.a.w. bermimpi bahwa beliau bersama Para sahabatnya memasuki kota Mekah dan Masjidil Haram dalam Keadaan sebahagian
mereka bercukur rambut dan sebahagian lagi bergunting. Nabi mengatakan bahwa mimpi beliau itu akan terjadi
nanti. kemudian berita ini tersiar di kalangan kaum muslim, orang-orang munafik, orang-orang Yahudi dan Nasrani. setelah terjadi perdamaian Hudaibiyah dan kaum muslimin waktu itu tidak sampai memasuki Mekah
Maka orang-orang munafik memperolok-olokkan Nabi dan menyatakan bahwa mimpi Nabi yang dikatakan
beliau pasti akan terjadi itu adalah bohong belaka. Maka turunlah ayat ini yang menyatakan bahwa mimpi Nabi
itu pasti akan menjadi kenyataan di tahun yang akan datang. dan sebelum itu dalam waktu yang dekat Nabi akan
menaklukkan kota Khaibar. andaikata pada tahun terjadinya perdamaian Hudaibiyah itu kaum Muslim memasuki
kota Mekah, Maka dikhawatirkan keselamatan orang-orang yang Menyembunyikan imannya yang berada dalam kota Mekah waktu itu.
Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik
Nama Penulis tiap Artikel
Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 177
5. Khuluqul qur’an (berakhlak qur’an)
Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (Al-Qalam: 4).
E. Kesimpulan
Kurikulum yang humanis dan religius memang masih sulit ditemukan di sekolah
umum pada umumnya. Pesantren, sebagai tempat menuntut ilmu humanistik dan religius
telah berperan penting dalam memasyarakatkan santri-santrinya. Dengan demikian,
pesantren mempunyai potensi besar untuk menjadi lembaga pendidikan ideal yang dapat
dijadikan alternatif bagi masyarakat Indonesia. Agar potensi tersebut benar-benar
teraktualisasi menjadi kekuatan nyata, maka pesantren harus berbenah diri dalam
melaksanakan fungsi kependidikannya, terutama dalam hal yang berkaitan dengan
pengembangan/inovasi kurikulum pendidikan pesantren. Salah satu model pengembangan
kurikulum pesantren yang dapat dipertimbangkan implementasinya adalah bertumpu pada
tujuan, pengembangan bahan pelajaran, peningkatan proses pembelajaran, dan
pengembangan sistem penilaian yang komprehensif. Adapun model pembelajaran dengan
metode sorogan dan bandongan sebagai tradisi akademik di pesantren masih tetap
relevan, namun perlu dikembangkan menjadi model sorogan dan bandongan yang
dialogis. Di samping itu, perlu pengembangan bahan pembelajaran tertentu, terutama yang
menonjolkan penalaran dan pemikiran filosofis. Bagaimanapun juga, keberhasilan upaya-
upaya pengembangan pesantren, sangat tergantung kepada pesantren yang bersangkutan
karena pengasuh dan para ustadz di pesantren itu sendiri yang seharusnya memiliki posisi
sentral untuk menggerakkan roda dan dinamika pesantrennya.
Daftar Pustaka
A. Hamid, Sistem Pendidikan Madrasah dan Pesantren di Sulawesi Selatan: Monografi,
LEKNAS LIPI, Jakarta, 1976
A. Mangunhardjana, Isme-Isme dalam Etika dari A sampai Z (Yogyakarta: Kanisius,
1997)
Achmadi, Reformasi Pendidikan Agama Islam dalam Era Reformasi (Telaah filsafat
pendidikan dalam Pendidikan Islam) : Demokratisasi dan Masyarakat Madani,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000
Ahmed, Akbar S. Islam in The of Postmodernity, an Article in Islam, Globalization, and
Postmodernity, London : Routledge, 1994
Ainain., Ali Khalil Abu. Falsafah al-Tarbiyah fi Al-Qur’an al-Karim. Makkah: Dar al-
Fikr al-‘Arabiy, 1985
Ali, A. Mukti. Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini, Jakarta : Rajawali Perss, 1981
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Tujuan Teoritis dan Praktis berdasarkan Pendekatan
Interdispliner cet. ke-3 (Jakarta: Bumi Aksara, 2008)
Asrohah, Hanun. Sejarah Pendidikan Islam, Cet. I. Jakarta : Logos, 1999
Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik
Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……
178 | ISSN: 2356-2447-XIII
Assegaf, Abd. Rahman. Studi Islam Kontekstual; Elaborasi Paradigma Baru Islam
Kaffah, cet. ke-1 Yogyakarta: Gema Media, 2005
Azra, Azyumardi. Esei-esei Intelektual Muslim & Pendidikan Islam, cet. I. Jakarta :
Logos Wacana Ilmu, 1998
Baso, Ahmad. Pesantren Studies, (Jakarta: Pustaka Afied, 2012)
Carrel, Alexis, Man the Unknown, terj. Kania Roesli, dkk, Bandung: Rosda Karya, 1987
Depag, Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Dirjen Pendidikan
Islam, 2009
Departemen Agama RI, Standarisasi Pengajaran Agama Islam, Jakarta:Dirjen Bimbaga
Islam,1985
Djohar, Pendidikan Strategi Alternatif untuk Pendidikan Masa Depan, Yogyakarta:
LESFI, 2003
Haedari, Amin. Masa Depan Pesantren : dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan
Kompleksitas Global, Jakarta : IRD Press, 2004
Hanbal, Ahmad bin. Musnad Ahmad bin Hanbal, Mesir: Muassasah Qurthubah, t.t..
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 1996
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia:Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999
Khalil Jum’ah, Ahmad, Al-Qur’ā n wa Aṣ ḥ abu Rasulillah, terj. Subhan Nurdin,
Jakarta: Gema Insani, 1999
Koesoema, Doni A. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Modern,
Jakarta: Grafindo, 2007
Langgulung, Hasan. Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna Baru, 2003
Maksum, Ali. Luluk Tunan Ruhendi, Paradigma Pendidikan Universal di Era Modern dan
Post-Modern : Mencari Visi Baru atas Realitas Baru Pendidikan Kita. Yogyakarta
: IRCiSoD, 2004
Mas’ud, Abdurrahman., Menuju Paradigma Islam Humanis (Yogyakarta: Gema Media,
2002)
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS, 1994
Mukti, Abdul. Pembaharuan Lembaga Pendidikan di Mesir; studi tentang Sekolah-
Sekolah Modern Muhammad Ali Pasha, Bandung : Cita Pustaka Media Perintis,
2008)
Nata, Abuddin., Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2003)
Raharjo, M. Dawam. Pesantren dan Pembaharuan, Jakarta: LP3ES, 1974.
Rofiq. A., Pemberdayaan Pesantren, Yogyakarta: LKiS,2005
Saefuddin, A.M. Desekularisasi Pemikiran : Landasan Islamisasi, Bandung : Mizan, 1991
Shaleh, Abdurrahman et.al.Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren, (Dirjen Bimbaga
Islam,1985)
Tilaar, H.A.R. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif Abad
21, Magelang : Tera Indonesia, 1998
Wahid, Abddurrahman. Pondok Pesantren Masa Depan, Bandung: Pustaka Hidayah,
1999
Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik
Nama Penulis tiap Artikel
Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 179
Wahid, Abdurohman., Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren, Yogyakarta : LKIS,
2001
Wahid, Abdurrahman., Mengurai Hubungan Agama dan Negara, Jakarta: PT. Grasindo,
1999
Zarnuji, Ta’limu al-Muta’lim , Surabaya: Maktabah al-Hidayah, 1997
Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik