Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP)
Kegiatan gerakan pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) hortikultura di
Indonesia dilaksanakan pada tingkat provinsi dan kabupaten dimana kegiatan tersebut merupakan satu
kesatuan kegiatan pengendalian OPT di lapang yang merupakan stimulan atau pengungkit
terlaksananya pengendalian OPT hortikultura oleh petani, dengan pelaksanaan gerakan pengendalian
OPT yang dibina oleh pelaku perlindungan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) /
Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP) pada lahan usaha kelompok tani dengan
difasilitasi sarana prasarana pengendalian OPT. Cakupan komponen kegiatan gerakan pengendalian
OPT meliputi koordinasi, pembinaan, bimbingan tingkat lapang, supervisi, fasilitasi sarana prasarana
dukungan pelaksanaan operasional gerakan pengendalian OPT berupa peralatan dan komponen
bahan pendukung perbanyakan bahan pengendalian OPT ramah lingkungan berupa pestisida biologi
(agens pengendali hayati) di tingkat LPHP/Laboratorium Agens Hayati, Klinik PHT dan Pos Pelayanan
Agens Hayati (PPAH), pelaksanaan gerakan pengendalian OPT, penyebarluasan informasi,
pengamatan, monitoring dan pelaporan keadaan OPT di tingkat lapang.
Operasional lapang pelaksanaan pengendalian OPT sebenarnya telah menjadi kewenangan
pemerintah, yaitu Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Provinsi, sehingga bantuan tidak
sepenuhnya ditanggung oleh Pemerintah Pusat. Namun karena sifat tingkat serangan berkisar antara
ancaman, eksplosif dan endemik maka Pemerintah tetap berkewajiban menyediakan sarana atau
mengelola atau mengendalikan risiko terjadinya eksplosi OPT hortikultura, antara lain dengan:
memberikan pembinaan, bimbingan teknis, penyediaan informasi, peningkatan kemampuan,
penyediaan berbagai pelayanan teknis perlindungan tanaman hortikultura.
Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP) merupakan institusi perlindungan
tanaman di tingkat lapangan di bawah pembinaan dan koordinasi Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai
Proteksi / Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura (UPTD BPTPH) di tingkat provinsi. Sebagai
institusi yang menangani masalah perlindungan tanaman di tingkat lapangan, LPHP diharapkan dapat
berperan sebagai pusat pengembangan teknologi terapan perlindungan tanaman berbasis
pengendalian hama terpadu (PHT). Pengembangan teknologi perlindungan tanaman di tingkat LPHP,
mencakup kegiatan pengamatan, peramalan dan pengendalian OPT, serta penanganan Dampak
Perubahan Iklim (DPI). Peran dan kondisi LPHP cukup beragam, tergantung pada kebijakan dan
komitmen daerah dalam meningkatkan peran perlindungan tanaman untuk mendukung pencapaian
sasaran produksi hortikultura.
Di Indonesia sampai akhir tahun 2016, telah ada total 95 LPHP yang tersebar di seluruh
Indonesia. Sebaran LPHP tersebut, terdiri dari :
a. Provinsi Pemerintah Aceh 4 LPHP (LPHP Keumala, Pidie; LPHP Pulo’le Nagan Raya; LPHP
Peureulak Aceh Timur; dan LPHP Banda Aceh.
b. Provinsi Sumatera Utara 4 LPHP (LPHP Medan Johor; LPHP/LAH Tanjung Morawa; LPHP / LAH
Pematang Kerasaan; LPHP/LAH Padang Balangka).
c. Provinsi Sumatera Barat 4 LPHP (LPHP Bandarbuat; LPHP Bukititnggi; LPHP Air Mutus; LPHP
Sukamenanti).
d. Provinsi Riau 1 LPHP (LPHP Pekanbaru).
e. Provinsi Jambi 2 LPHP ( LPHP Sei Tiga, Muaro Jambi; LPHP Kayu Ar, Kerinci).
f. Provinsi Sumatera Selatan 4 LPHP (LPHP Sukarami; LPHP Tugumulyo; LPHP Belitang; LPHP
Muara Enim).
g. Provinsi Bengkulu 2 LPHP (LPHP Sidomulyo; LPHP Mojorejo).
h. Provinsi Lampung 3 LPHP (LPHP Trimurjo; LPHP Semuli Raya; LPHP Gading Rejo).
i. Provinsi Bangka Belitung 2 LPHP (LPHP BPTPH Babel; LPHP Lapangan).
j. Provinsi DKI Jakarta 1 LPHP (LPHP Cibubur).
k. Provinsi Jawa Barat 5 LPHP (LPHP Dayeuh Kolot / Instalasi PPOPT Bandung; LPHP Bojong
Picung / Instalasi PPOPT Cianjur; LPHP Indramayu; LPHP Cilembang / Instalasi PPOPT
Tasikmalaya; LPDP Subang.
l. Provinsi Jawa Tengah 6 LPHP (LPHP Tajum; LPHP Petarukan; LPHP Kedu; LPHP Semarang;
LPHP Solo; LPHP Winong).
m. Provinsi DI Yogyakarta 1 LPHP (LPHP Bantul).
n. Provinsi Jawa Timur 7 LPHP (LPHP Pandaan; LPHP Sumber Gompol; LPHP Jabon; LPHP
Tanggul; LPHP Pamekasan; LPHP Pilangkenceng; LPHP Bojonegoro.
o. Provinsi Banten 2 LPHP (LPHP Cangkring; LPHP Rangkasbitung).
p. Provinsi Bali 3 LPHP (LPHP Celuk; LPHP Tangguwisia; LPHP Denpasar).
q. Provinsi NTB 1 LPHP (LPHP Narmada).
r. Provinsi NTT 3 LPHP (LPHP Kupang; LPHP Waingapu; LPHP Mbay).
s. Provinsi Kalimantan Barat 2 LPHP (LPHP Sambas; LAH Pontianak (BPTPH)).
t. Provinsi Kalimantan Tengah 3 LPHP (LPHP Mampai, Kapuas; LPHP Sampit; LAH Palangkaraya).
u. Provinsi Kalimantan Selatan 4 LPHP (LPHP Sei Raya; LPHP Sei Tabuk; LPHP Mundalang; LPHP
Banjarbaru).
v. Provinsi Kalimantan Timur 1 LPHP (LPHP Sempaja).
w. Provinsi Sulawesi Utara 1 LPHP (LPHP / LAH Kalasey).
x. Provinsi Sulawesi Tengah 6 LPHP (LPHP Biromaru; LPHP Dolago; LPHP Banggai / Toili; LPHP
Ginunggung; LPHP Pantangolemb; LPHP Morowali).
y. Provinsi Sulawesi Selatan 5 LPHP (LPHP Maros; LPHP Bulukumba; LPHP Luwu; LPHP Pinrang;
LPHP Bone).
z. Provinsi Sulawesi Tenggara 2 LPHP (LPHP Lambuya; LPHP Kendari).
aa. Provinsi Gorontalo 2 LPHP (LPHP / LAH Kota Gorontalo; LPHP Kab. Gorontalo).
bb. Provinsi Sulawesi Barat 1 LPHP (LPHP Salugatta).
cc. Provinsi Maluku 5 LPHP (LPHP BPTPH Maluku; LAH Kairatu; LAH Mako; LAH Kobisonta; LPHP
Ambon).
dd. Provinsi Maluku Utara 1 LPHP (LPHP Agens Hayati Ternate Selatan).
ee. Provinsi Papua 5 LPHP (LPHP BPTPH Provinsi; LPHP Lap. Merauke; LPHP Lap. Nabire; LPHP
Lap. Timika; LPHP Lap. Yaen Serui).
ff. Provinsi Papua Barat 2 LPHP (LPHP Sorong; LPHP Manokwari).
Keberhasilan penerapan PHT di lapangan sangat ditentukan oleh pembinaan dan
pendampingan kepada petani. Pembinaan di tingkat lapangan dilakukan oleh petugas perlindungan
tanaman yang dikoordinasikan oleh UPTD BPTPH Provinsi dengan pelaksana teknis LPHP yang
wilayah kerjanya meliputi beberapa kabupaten sesuai kondisi agroklimat. LPHP sebagai institusi
terdepan perlindungan tanaman mempunyai peranan yang sangat penting dalam keberhasilan
kegiatan pengamanan produksi hortikultura. Peran LPHP tidak hanya sebagai institusi / wadah bagi
petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) dan pembinaan terhadap
kelembagaan PHT di tingkat lapangan, tetapi juga sebagai institusi yang dituntut untuk
mengembangkan teknologi terapan di bidang perlindungan tanaman berbasis PHT.
Kegiatan utama terkait fungsi LPHP sebagai pusat pengembangan teknologi terapan
perlindungan tanaman hortikultura meliputi kegiatan pengamatan, peramalan, pengendalian OPT dan
penanganan DPI, pengembangan SDM, penyebaran informasi / publikasi dan pelayanan masyarakat.
Kegiatan pendukung LPHP meliputi pengamatan, pengendalian OPT dan penanganan peramalan serta
kegiatan penyebaran informasi / publikasi.
KEGIATAN UTAMA
A. Pengamatan
Pengamatan merupakan kegiatan penghitungan serta pengumpulan data dan informasi tentang
keadaan populasi atau serangan OPT dan DPI (banjir dan kekeringan). Pengamatan bertujuan
untuk menget
ahui jenis dan kepadatan populasi OPT, luas dan intensitas serangan OPT/kerusakan DPI, daerah
penyebaran, serta faktor – faktor yang memengaruhi perkembangan OPT.
a. Pengamatan OPT/DPI
Pengamatan OPT dilakukan untuk mengetahui jenis dan kepadatan populasi OPT, luas dan
intensitas serangan OPT, daerah penyebaran dan faktor – faktor yang memengaruhi
perkembangan OPT. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, diharapkan dapat dilakukan
analisis data dan informasi sejak dini untuk menentukan langkah – langkah penanganan yang
tepat dalam mengendalikan OPT hortikultura di lapangan. Kegiatan pengamatan OPT
dilakukan dengan dua cara, yaitu pengamatan tetap dan pengamatan keliling. Pengamatan
tetap merupakan pengamatan yang dilakukan secara berkala pada lokasi/alat yang tetap dan
mewakili bagian terbesar dari wilayah pengamatan, antara lain melalui pengamatan lampu
perangkap, penakar curah hujan, petak tetap (contoh).
Pengamatan keliling merupakan pengamatan yang dilakukan dengan menjelajahi
wilayah pengamatan untuk mengetahui luas tanaman terserang dan terancam, luas
pengendalian, bencana alam serta informasi tentang penggunaan, peredaran, dan
penyimpanan pestisida. Pengamatan keliling diawali dengan mencari sumber informasi yang
akurat dengan menemui petani / kelompok tani atau sumber lain yang dapat dipercaya untuk
memeroleh informasi tentang serangan OPT dan kegiatan pengendalian di wilayahnya.
Informasi tersebut digunakan untuk menentukan daerah yang dicurigai sebagai sumber
serangan OPT maupun berpotensi terkena gangguan OPT / DPI. Penentuan daerah yang
dicurigai berdasarkan pada kerentanan varietas yang ditanam terhadap OPT utama, stadia
pertumbuhan tanaman, jarak lokasi pertanaman dengan daerah seumber serangan, serta
daerah rawan terkena banjir, kekeringan dan bencana alam lain.
Dalam kegiatan pengamatan (tetap dan keliling), LPHP berkewajiban melakukan
pembinaan secara berjenjang melalui Koordinator POPT-PHP, maupun secara langsung
kepada petugas lapangan (POPT-PHP). Pembinan dilakukan dengan melakukan pertemuan
rutin bulanan atau pendampingan langsung dalam berbagai kegiatan terkait di lapangan.
b. Surveilans
Surveilans merupakan kegiatan pengamatan dalam rangka mengumpulkan dan mencatat data
tentang dinamika populasi atau tingkat serangan OPT serta faktor – faktor yang
memengaruhinya pada waktu dan tempat tertentu. Dalam pelaksanaannya, surveilans
dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu surveilans umum dan surveilans khusus (deteksi dan
pest list).
- Surveilans Umum merupakan kegiatan resmi yang dilakukan untuk mendapatkan informasi
tentang suatu OPT disuatu daerah yang dikumpulkan dari berbagai sumber untuk
melakukan deteksi awal perkembangan OPT sehingga mempermudah dalam penyusunan
rekomendasi pengendalian dan pengelolaan OPT di wilayah tertentu. Tujuan pelaksanaan
surveilans untuk : 1). Mengetahui keberadaan, kepadatan populasi, sebaran dan dinamika
OPT sasaran; 2).memeroleh data dasar dalam analisa peramalan dan penerapan sistem
peringatan dini (early warning system) dan 3). evaluasi keberhasilan kegiatan
pengendalian OPT
- Surveilans khusus merupakan prosedur kegiatan yang dilaksanakan oleh National Plant
Protection Organization (NPPO) dan bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang suatu
OPT pada area dan periode tertentu. Langkah – langkah dalam pelaksanaan surveilans
khusus adalah sebagai berikut : 1. Pemilihan judul dan penyusunan rencana survei;
2. Tujuan survei; 3. Identifikasi OPT sasaran; 4. Identifikasi tanaman inang sasaran;
5. Tanaman inang alternatif; 6. Penelaahan rencana survei yang telah dilaksanakan
sebelumnya; 7. Pemilihan lokasi (Identifikasi area survei, Identifikasi wilayah yang akan di
survei, Identifikasi tempat survei, lokasi lahan, lokasi pengambilan sampel dan titik
pengambilan sampel; serta metode untuk pemilihan lokasi); 8. Penetapan jumlah dan jenis
sampel; 9). Waktu pelaksanaan survei; 10). Perencanaan pengumpulan data dari
lapangan; 11). Metode pengumpulan spesimen OPT; 12). Penyimpanan data secara
elektronik; 13). Petugas survei; 14). Perizinan dan akses; 15). Studi pendahuluan;
16). Pelaksanaan survei (pengumpulan data dan spesimen); 17). Analisis data; dan
18). Pelaporan hasil survei.
c. Dinamika populasi OPT
Dinamika populasi merupakan kombinasi keadaan dari setiap komponen populasi yang saling
memiliki keterkaitan. Misalnya keadaan sistem interaksi antara predator dan prey (mangsa)
ditentukan oleh kepadatan populasi predator dan populasi mangsa, sehingga dinamika
populasi dapat digambarkan dalam grafik x-y (koordinat).
Pengamatan dinamika populasi dilaksanakan untuk memeroleh informasi tentang fluktuasi
kepadatan/ jumlah populasi OPT pada satuan ruang dan waktus erta pada musim tertentu
(hujan atau kemarau) serta untuk memeroleh data yang lengkap (komprehensif) dan
representatif. Dinamika populasi sebaiknya dilakukan di berbagai lokasi yang berbeda dan
dilakukan setiap musim selama minimal 5 tahun.
d. Light Trap
Light trap (lampu perangkap) adalah sarana kerja yang berfungsi memerangkap serangga.
Pemasangan light trap merupakan salah satu strategi pemantauan populasi OPT. Lampu
perangkap sangat efektif untuk memantau serangga – serangga nokturnal (aktif pada malam
hari) seperti famili Noctuidae, Saturniidae, dan Sphingidae. Serangga – serangga yang
biasanya tertangkap antara lain wereng batang cokelat (dewasa makroptera), ngengat
penggerek batang padi, orong – orong, kepinding tanah (Scotinophara coarctata), Coccinella
sp, Paederus sp, Ophionea sp dan serangga lainnya.
e. Pengelolaan SMPK dan AWS
Stasiun Meteorologi Pertanian Khusus (SMPK) merupakan tempat pengamatan
faktor – faktor iklim (suhu, kelembaban, curah hujan, arah kecepatan angin, penyinaran dll)
secara periodik dan berkelanjutan. Alat yang digunakan dalam SMPK berupa alat pengukur
manual maupun otomatis. Alat – alat meliputi : pengukur curah hujan, pengukur kelembaban
nisbi udara, pengukur suhu (udara dan air), pengukur intensitas penyinaran, pengukur panjang
penyinaran, pengukur kecepatan angin, serta pengukur evaporasi. Pengamatan masing –
masing alat ukur disesuaikan dengan waktu dan tujuan pemanfaatannya. Waktu pengamatan
cuaca banyak ditentukan oleh letak tata surya. Setiap tempat/wilayah mempunyai sistem waktu
tertentu, tergantung letak tempat di permukaan bumi (koordinat menurut Lintang atau Bujur
Timur).
Automatic Weather Station (AWS) adalah alat yang terdiri dari beberapa sensor
terintegrasi yang digunakan untuk melakukan pengukuran tekanan udara, suhu, kelembaban,
arah dan kecepatan angin, radiasi matahari, serta curah hujan yang direkam secara otomatis.
AWS bertujuan untuk meningkatkan intensitas dan keakuratan pengukuran, menyediakan data
terus menerus, meningkatkan realibilitas data, keseragaman jaringan melalui standardisasi
teknik pengukuran, mengurangi human error, dan rekapitulasi data yang banyak dan mudah
pengelolaannya. Dalam kegiatan pengamanan produksi, fungsi AWS sangat diperlukan dalam
mendukung kelancaran kegiatan penanganan DPI khususnya dalam mengantisipasi terjadinya
banjir, kekeringan, dan bencana alam lainnya seperti longsor, badai dan bencana lain.
B. Peramalan / Forecasting OPT
Peramalan OPT adalah kegiatan untuk mendeteksi atau memprediksi populasi / serangan OPT
serta kemungkinan penyebaran dan akibat yang ditimbulkannya dalam ruang dan waktu tertentu.
Tujuan peramalan adalah untuk menyusun tindakan pengelolaan OPT sesuai dengan pronsip,
strategi, dan langkah operasional penerapan PHT. Peramalan DPI adalah kegiatan untuk
mendeteksi atau memrediksi kemungkinan terjadinya banjir dan kekeringan serta akibat yang
ditimbulkan dalam ruang dan waktu tertentu. Tujuan peramalan DPI untuk mengantisipasi banjir
dan kekeringan di suatu wilayah sehingga dapat memperkecil risiko yang terjadi.
Kegiatan peramalan merupakan komponen penting dalam strategi pengamanan produksi,
sebagai salah satu dasar penyampaian informasi peringatan dini untuk mempersiapkan upaya
antisipasi. Informasi yang diberikan berupa tingkat dan luas kerusakan pertanaman yang
diakibatkan oleh serangan OPT dan/atau kejadian DPI serta upaya penangannya.
Kegiatan peramalan meliputi :
1. Pemetaan daerah serangan OPT / daerah rawan DPI;
a. Sumber data,
b. Pengolahan data (tahap pertama rekapitulasi dan tabulasi data; tahap kedua verifikasi
data; tahap ketiga menghitung jumlah Luas Tambah Serangan (LTS); tahap keempat
menghitung jumlah LTS terkena dan puso), dan
c. Analisis data
- Metode analisis untuk tanaman musiman meliputi menghitung Kumulatif Luas
Tambah Serangan Musiman; Klasifikasi rata – rata terkena; Klasifikasi rata – rata
puso; Klasifikasi rasio puso; Klasifikasi frekuensi serangan; dan Analisa kriteria
daerah serangan.
- Metode analisis untuk tanaman tahunan meliputi menghitung KLTS Tahunan;
Klasifikasi rata – rata terkena; Klasifikasi rata – rata puso; Klasifikasi rasio puso;
Klasifikasi frekuensi serangan; dan Analisa kriteria daerah serangan.
d. Membuat Peta (nilai klasifikasi daerah serangan (tanaman musiman maupun tahunan)
didistribusikan ke masing – masing lokasi untuk dibuat peta penyebaran daerah
serangan dengan menggunakan fasilitas Sistem Informasi Geografis (SIG).
2. Early Warning System (Sistem Peringatan Dini)
Sistem Peringatan Dini serangan OPT merupakan serangkaian proses pengumpulan
dan analisis data yang dilanjutkan dengan diseminasi informasi potensi peningkatan
intensitas, padat populasi dan luas serangan OPT. Sedangkan sistem peringatan dini
penanggulangan banjir dan kekeringan (DPI) mengacu kepada informasi prakiraan rutin
dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan analisis hasil pengamatan
faktor iklim pada SMPK.
Peringatan dini di tingkat LPHP dibuat dan disampaikan kepada institusi terkait
berdasarkan hasil surveilans maupun hasil pemantauan rutin. Untuk meningkatkan
kecepatan alur informasi keberadaan, perkembangan dan penyebaran OPT/kejadian DPI
diperlukan sistem pelaporan dengan memanfaatkan teknologi informasi (melalui sms dan
internet).
Komponen utama dari sistem peringatan dini adalah sumber informasi dari deteksi dini
terhadap serangan OPT. Kegiatan deteksi dini OPT di areal pertanaman harus
mempertimbangkan prinsip – prinsip dasar diantaranya :
- Mengetahui ciri – ciri OPT dan gejala serangan yang ditimbulkan. Gejala merupakan
reaksi spesifik dari tanaman terhadap infeksi OPT;
- Mengetahui bentuk morfologis patogen penyebab penyakit;
- Mengetahui tanaman inang alternatif patogen;
- Melakukan pengamatan dini terhadap indikator perkembangan penyakit dan kondisi
lingkungan seperti : data faktor iklim terutama faktor suhu dan kelembaban,
pemasangan spore trap (perangkap spora) untuk pengamatan keberadaan cendawan
patogen, keberadaan vektor serangga penular patogen dan tanaman inang di sekitar
pertanaman.
- Analisa faktor – faktor kunci dinamika populasi serangga penular (vektor) penyakit.
C. Pengendalian OPT dan Penanganan DPI
Gerakan Pengendalian OPT
Gerakan pengendalian OPT merupakan kegiatan pengendalian OPT berdasarkan hasil
pengamatan dan sesuai ketentuan dengan melibatkan berbagai unsur terkait serta secara teknis
dibimbing oleh POPT-PHP dan petugas LPHP. Sarana pengendalian OPT yang dibutuhkan
dimobilisasi dari berbagai sumber, antara lain dengan memanfaatkan sarana pengendalian OPT
yang tersedia di tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi dan pusat. Sesuai prinsip PHT, dalam
kegiatan pengendalian OPT di lapangan, penggunaan agensd hayati merupakan strategi
pengendalian yang paling dianjurkan karena ramah lingkungan dan juga tidak berpotensi
menimbulkan resistensi dan resurgensi.
Penanganan DPI
Penanganan DPI dilakukan dengan strategi antisipasi, mitigasi dan adaptasi.
a. Upaya antisipasi
Merupakan upaya pencegahan untuk menghindari atau mencegah pengaruh yang
merugikan dari ancaman bahaya/bencana. Beberapa upaya yang dapat dilakukan
diantaranya :
1. Penyampaian informasi prakiraan iklim ke daerah
Informasi iklim sangat penting untuk merencanakan kegiatan usaha tani (pra tanam,
tanam dan pasca tanam). Sumber informasi berasal dari BMKG yang didesiminasikan
oleh Kementerian Pertanian kepada Dinas Pertanian Provinsi sekaligus rekomendasi
kewaspadaan terrhadap kemungkinan terjadinya DPI (banjir dan kekeringan) serta
serangan OPT.
2. Pemetaan wilayah rawan kering dan banjir
- Pendekatan meteorologis
Pemetaan dilakukan dengan melihat dampak yang ditimbulkan dari kejadian
perubahan iklim global terhadap sifat hujan, yang banyak digunakan dengan
melihat kondisi hujan.
- Pendekatan Agronomis
Pemetaan wilayah rawan dengan menggunakan data kerusakan tanaman (data
agronomis) akibat kejadian iklim ekstrim. Teknik pemetaan wilayah rawan kering
dan banjir yang terdiri atas beberapa tahap analisis, yaitu : a. Berdasarkan data
luas bencana kekeringan dan banjir, dihitung berdasarkan banyaknya kejadian
banjir/kekeringan pada bulan ke-i (Fi) dalam periode tersebut; b. Menghitung luas
pertanaman yang rusak akibat bencana (Ri) pada masing – masing bulan;
c. Menghitung perkiraan penurunan produksi (Ppi) akibat terjadi bencana pada
bulan ke-i selama periode yang telah ditentukan; d. Menentukan nilai selang
penurunan produksi akibat bencana dan memberikan skor (Si) untuk setiap nilai
selang yang sudah ditentukan; e. Menghitung jumlah skor untuk kabupaten ke-j
(SSi) dengan cara mejumlahkan nilai Si untuk seluruh bulan; f. Menentukan nilai
indeks kerawanan bencana (IBi) masing – masing kabupaten berdasarkan sebaran
nilai SSj.
3. Pemahaman terhadap informasi prakiraan iklim/musim
Tingkat pemahaman informasi prakiraan iklim sangat berpengaruh terhadap upaya
antisipasi atau pencegahan terhadap kemungkinan dampak kejadian iklim ekstrim.
Informasi iklim yang disampaikan kepada petani harus menggunakan bahasa yang
sederhana, jelas, mudah dimengerti dan diterapkan (aplikatif).
4. Penguatan Sistem Kelembagaan dalam Penyampaian Informasi Prakiraan Iklim
Beberapa dukungan kelembagaan yang diperlukan dalam upaya antisipasi kejadian
iklim yang ekstrim adalah bantuan dalam menerjemahkan informasi prakiraan
iklim/musim tersebut ke dalam bentuk langkah operasional. Untuk menyebarluaskan
informasi tersebut dapat digunakan perangkat/media sms, radio, internet, mobil
penerangan (keliling), petugas lapangan di wilayah masing – masing dll.
b. Upaya adaptasi
Strategi adaptasi adalah tindakan penyesuaian kegiatan dan penerapan teknologi yang
disesuaikan dengan kondisi iklim setempat. Berbagai teknologi inovasi yang dapat
diterapkan untuk antisipasi penyimpangan musim hujan antara lain : pemilihan varietas;
pengolahan tanah dan pengelolaan air irigasi serta pengendalian OPT
c. Upaya mitigasi
Strategi mitigasi merupakan kegiatan aktif untuk mencegah / mempelambat terjadinya
dampak perubahan iklim, meliputi penanaman tananan rendah emisi, pemupukan berimbang
dengan penggunaan pupuk organik, olah tanam minimal untuk mengurangi penggunaan
pupuk organik, olah tanah minimal untuk mengurangi penggunaan pestisida melalui
penerapan PHT.
Pengembangan Agens Hayati / Pestisida Nabati
Pengembangan agens hayati / pestisida nabati dilakukan secara bertahap dengan melakukan
beberapa kegiatan, diawali dengan mengeksplorasi dan mengetahui potensi agens hayati
dan/atau pestisida nabati dalam menekan perkembangan OPT pada pertanaman, melakukan
kajian/pengujian dan memasyarakatkan pemanfaatannya.
Eksplorasi agens hayati dilakukan dengan tahapan/prosedur yaitu :
- Isolasi (merupakan kegiatan untuk memisahkan mikroorganisme (agens hayati) dari
inangnya, sehingga diperoleh isolat murni. Isolasi dapat dilaksanakan dengan berbagai
metode sesuai dengan jenis dan sifat mikrooirganismenya;
- Identifikasi (dilakukan untuk mengetahui jenis dan peran agens hayati sebagai musuh
alami hama atau patogen tanaman);
- Uji keefektifan skala laboratorium (in vitro), yang dilakukan untuk mendapatkan musuh
alami yang berpotensi sebagai sarana / agens pengendali OPT. Pengujian dilakukan
dengan mengacu kaidah Postulat Koch;
- Uji keefektifan skala rumah kaca, dilakukan untuk mengetahui pengaruh agens hayati
terhadap OPT pada pertanaman dalam lingkungan yang terkendali;
- Uji keefektifan lapangan, berupa demo plot (demplot) untuk menguji keefektifan agens
hayati pada lahan pertanaman dengan standar mutu yang mendekati skala laboratorium;
- Penyediaan isolat murni, ditujukan untuk menjamin kualitas /mutu agens hayati yang
selanjutnya dapat diperbanyak dan diaplikasikan di tingkat petani melalui Pos Pelayanan
Agens Hayati (PPAH) maupun langsung kepada petani dengan bimbingan petugas yang
kompeten.
Pestisida nabati merupakan ramuan pestisida yang terbuat dari tumbuhan yang diolah sehingga
dapat digunakan sebagai bahan pengendali hama tanaman. Dalam pemilihan tumbuhan
berpotensi sebagai pestisida nabati dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu :
- Eksplorasi tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat sebagai obat tradisional;
- Eksplorasi tumbuhan yang digunakan masyarakat sebagai agens pengendali serangga
hama secara tradisional;
- Eksplorasi pada tumbuhan yang satu famili dengan tumbuhan yang pernah dilaporkan
memiliki sifat pestisida;
- Eksplorasi pada tumbuhan yang secara ekologi tidak pernah dijadikan inang oleh serangga
hama;
- Eksplorasi secara acak, dengan melakukan pengujian pada tumbuhan yang ditemui.
Kegiatan yang perlun diperhatikan dalam eksplorasi adalah kegiatan pencatatan semua
keadaan lingkungan tumbuhan tersebut ditemukan, seperti : nama lokasi, kondisi tanah,
ketinggian tempat, pertanaman di sekitar lokasi, tanggal pengambilan contoh, identitas
tumbuhan dan nama kolektor.
Rekomendasi Pengendalian OPT
Merupakan saran tindakan pengendalian yang perlu dilakukan untuk mencegah peningkatan dan
penyebaran serangan OPT. Rekomendasi pengendalian OPT pada petani/kelompok tani dapat
dilakukan dengan 2 (dua) pendekatan, yaitu preemtif dan responsif.
- Pendekatan preemtif
Upaya pengelolaan agroekosistem yang sehat dan toleran terhadap perkembangan OPT
sehingga tidak terjadi spot populasi/serangan OPT. Upaya preemtif dapat dilakukan
dengan : a). Tanam serentak; b). Pergiliran / rotasi tanaman; c). Menanam varietas tahan;
d). Penggunaan pupuk berimbang; e). Penggunaan agens hayati.
- Pendekatan responsif
Upaya pengendalian OPT yang dilakukan sesegera mungkin berdasarkan hasil spot
populasi / serangan OPT sehingga spot populasi tersebut tidak meluas ke lahan/wilayah
sekitar pertanaman. Teknologi pengendalian OPT yang dilakukan mengutamakan
penerapan teknologi spesifik lokasi dan ramah lingkungan yang efektif dan efisien sesuai
prinsip – prinsip PHT. Rekomendasi pengendalian tersebut berdasarkan data hasil
pengamatan lapangan oleh POPT-PHP maupun petugas LPHP untuk disampaikan kepada
petugas/kelompok tani, mantri tani/KCD, PPL, Dinas Pertanian Kabupaten atau Kepala
UPTD BPTPH Provinsi.
D. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
Pengembangan SDM merupakan faktor penting dalam suatu kelembagaan/institusi/organisasi yaitu
sebagai alat (means) maupun sebagai tujuan akhir pembangunan.
Bimbingan Petugas Lapangan
Bentuk kegiatan yang dapat difasilitasi LPHP dalam peningkatan kemampuan POPT-PHP
dengan melaksanakan pelatihan teknis, magang, pertemuan/seminar, studi banding, maupun
pembinaan langsung kepada POPT-PHP. Materi pembinaan dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
jenis kegiatan yaitu pembinaan yang langsung terkait dengan kemampuan teknis (pengamatan,
peramalan dan pengendalian OPT) serta kegiatan yang terkait dengan kemampuan sosial
kemasyarakatan (kepemanduan, komunikasi kebersamaan, kerjasama dan kegiatan lain).
Bimbingan Kelompok Tani Pos Pelayanan Agens Hayati (PPAH)
PPAH berawal dari program sains petani yaitu kajian atau penelitian agens hayati oleh petani
alumni SLPHT di lahan pertanaman nya. Anggota PPAH terdiri dari alumni SLPHT yang
mempunyai peran dan fungsi sebagai pos pelayanan yang mengusahakan, menyiapkan,
memanfaatkan, memperbanyak dan mengembangkan agens hayati dan pestisida nabati sebagai
bahan pengendali OPT.
Pembinaan PPAH dilakukan oleh UPTD – BPTPH Provinsi dan Dinas Pertanian Kabupaten/Kota
melalui LPHP, POPT – PHP, PPL dan Mantri Tani. Bimbingan tersebut dapat dilakukan melalui
pelatihan teknis, magang, pertemuan/seminar, studi banding dan kunjungan pembinaan
langsung ke kelompok tani PPAH. Materi pembinaan antara lain meliputi cara perbanyakan
agens hayati, pembuatan pestisida nabati dan pupuk organik, peme,iharaan mutu agens hayati,
penguatan jaringan PPAH, serta cara aplikasi agens hayati dan pestisida nabati pada
pertanaman.
Pembinaan Regu Pengendali Hama (RPH)
RPH mempunyai fungsi melakukan kegiatan pengendalian OPT khususnya pada daerah –
daerah endemis (sumber infeksi / spot) atau eksplosi; memotivasi dan mengggerakan petani
dalam melaksanaan kegiatan perlindungan tanaman secara cepat, tepat, akurat dan serempak;
serta menerapkan prinsip 6 Tepat (sasaran, jenis, dosis dan konsentrasi, cara, waktu dan mutu)
berdasarkan PHT. Selain itu RPH diharapkan dapat membantu penanganan DPI (banjir dan
kekeringan) di wilayahnya.
Materi utama pelatihan yang diberikan meliputi pengenalan OPT, populasi OPT dan tingkat
serangan OPT, pengenalan bahan dan alat pengendali OPT, bongkar pasang alat, cara kalibrasi
dan pengenalan alat, dinamika kelompok serta Rencana Tindak Lanjut (RTL).
E. Penyebaran Informasi / Publikasi
Penyebaran informasi / publikasi bertujuan memberikan pelayanan berupa informasi di bidang
pengamatan, peramalan, dan pengendalian OPT/DPI kepada institusi terkait dan masyarakat.
Koordinasi / sarasehan bertujuan untuj menyampaikan hasil kegiatan pengamatan, peramalan dan
rekomendasi pengendalian OPT dan penanganan DPI. Peserta sarasehan terdiri dari POPT-PHP,
Mantri Tani, unsur – unsur Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dan Badan Pelaksana Penyuluhan
(Bapeluh) serta Koordinasi / PPL.
Materi yang disampaikan dalam sarasehan diantaranya : 1. Peramalan dan perkembangan
serangan OPT/DPI; 2. Penyampaian / penyebarluasan peta daerah serangan OPT dan daerah
rawan DPI, 3. Penyampaian rekomendasi pengendalian OPT, diberikan berdasarkan hasil
pengamatan dan peramalan OPT di lapangan; 4. Pembahasan permasalahan dan peningkatan
koordinasi antar petugas; dan 5. Penyusunan rencana kerja tindak lanjut (RKTL) dalam rangka
kegiatan pengamanan produksi.
F. Pelayanan Masyarakat
Klinik tanaman merupakan kegiatan LPHP dalam rangka memberikan pelayanan terkait
permasalahan/gangguan tanaman kepada masyarakat umum dan/atau perusahaan / lembaga /
instansi yang memerlukan. Pelayanan yang diberikan dapat berupa penyuluhan langsung kepada
petani di lapangan, identifikasi sampel tanaman yang terserang OPT, konsultasi permasalahan
terkait gangguan tanaman, diagnosis OPT dan rekomendasi pengendalian OPT.
Klinik tanaman dapat menjadi media bagi petani untuk memecahkan permasalahan terkait
kerusakan tanaman yang diakibatkan oleh serangga hama, patogen dan penyebab kerusakan lain.
Klinik tanaman dapat digunakan sebagai wadah penyaluran (diseminasi) informasi yang
berhubungan dengan ilmu pertanian, sehingga berfungsi sebagai media bersama untuk saling
bertukar informasi.
KEGIATAN PENDUKUNG
A. Pengamatan
Pemantauan OPT dan Gangguan Fisiologis Potensial
Kegiatan ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar, sehingga dapat mengantisipasi
secara dini kerugian yang ditimbulkan akibat OPT. Upaya antisipasi dini tersebut
dilakukandengan mempelajari epidemiologi, dinamika populasi dan spesifikasi dari gangguan
fisiologis tanaman. Keluaran yang diharapkan dari kegiatan pemantauan tersebut adalah :
1. Terpantaunya jenis dan upaya penanganan dini keberadaan OPT dan gangguan fisiologis
potensial di wilayah kerja LPHP; 2. Terdeteksinya kajian – kajian terkait dinamika serta teknologi
pengendalian OPT dan gangguan fisiologis potensial; 3. Tersedianya teknologi pengamatan,
peramalan dan pengendalian OPT (P3OPT) untuk penanganan OPT dan gangguan fisiologis
potensial di wilayah kerja LPHP.
Tahapan kegiatan yang dilakukan meliputi : a). Menyiapkan ATK untuk pengamatan;
b). Mencari informasi dari berbagai sumber tentang keberadaan OPT dan gangguan fisiologis
potensial; c). Melakukan pengamatan dan pengambilan sampel OPT dan gangguan fisiologis
potensial; d). Melakukan indentifikasi OPT dan gangguan fisiologis potensial di laboratorium;
e). Melakukan kajian awal (pre lemminary test) untuk OPT dan gangguan fisiologis potensial;
f). Melakukan dokumentasi OPT dan gangguan fisiologis potensial; g). Membuat laporan tentang
keberadaan OPT dan gangguan potensial di wilayah kerja LPHP.
B. Pengendalian OPT dan Penanganan DPI
Pengembangan Indigenous Technology (Teknologi Pengendalian OPT Spesifik Lokasi)
Studi / kajian teknologi pengendalian yang dapat diterapkan secara efektif dan efisien diperlukan
untuk mengatasi permasalahan OPT yang semakin kompleks dan dinamis. Teknologi
pengendalian OPT spesifik lokasi adalah suatu hasil kegiatan pengkajian yang memenuhi
kesesuaian lahan dan agroklimat setempat dan mempunyai potensi untuk diuji lebih lanjut
menjadi paket teknologi pengendalian OPT di masing – masing wilayah agroklimat. Di antara
teknologi pertanian spesifik lokasi tersebut ada yang berpotensi untuk menjadi teknologi
pertanian unggulan pada skala nasional.
C. Penyebaran Informasi / Publikasi
Penyebaran Informasi melalui Media Massa
Media informasi yang dapat dimanfaatkan untuk penyebaran informasi diantaranya : 1). Media
cetak antara lain koran dan majalah; 2). Media elektronik antara lain televisi dan radio; 3). Media
on-line dengan perangkat internet. Tujuan penyebaran informasi melalui media adalah untuk
menyampaikan pesan/informasi antara lain terkait perkembangan serangan OPT dan/atau
kejadian DPI (bajir dan kekeringan), petunjuk pelaksanaan kegiatan operasional perlindungan
tanaman, perubahan status OPT, OPT potensial dan/atau OPT baru dll. Informasi tersebut
diharapkan dapat diterima oleh masyarakat luas secara cepat. Substansi yang diinformasikan
harus faktual dan aktual, disampaikan secara runtut/sistematis dengan penggunaan bahasa
yang baik, benar dan mudah diterima masyarakat umum.
Penyusunan Pest List komoditas hortikultura utama
Tahapan penyusunan pest list meliputi kegiatan surveilans, identifikasi, pembuatan voucher
specimen OPT, database OPT, penyebaran informasi pest list dan penulisan laporan /
dokumentasi pest list.
- Survei / surveilans untuk Pest List
Survei khusus untuk pest list mencakup pengamatan OPT secara menyeluruh dan intensif
pada tanaman inang sasaran. Untuk peningkatan kewaspadaan dan tindak lanjutnya,
kegiatan surveilans dapat dipadukan dengan identifikasi, pembuatan voucher specimen,
dan pembuatan data base OPT. Dalam penyusunan pest list, informasi tentang OPT
tersebut harus dicatat dengan baik. Informasi dasar yang diperlukan dalam penyusunan
pest list, antara lain : Nama Ilmiah terakhir organisme termasuk strain, biotipe; Stadia;
Klasifikasi dalam taksonomi; Metode identifikasi; Waktu : tahun, bulan, tanggal; Lokasi :
kode lokasi, alamat, koordinasi GPS, kondisi penting laiinnya; Nama ilmiah tanaman inang;
Tingkat kerusakan; Cara koleksi; Prevalensi (tingkat kejadian) OPT; Referensi.
- Rekapitulasi
Rekapitulasi hasil survei dibuat dalam sebuah formulir khusus, formulir tersebut digunakan
untuk mendata semua spesimen sampel yang didapat dari kegiatan surveilans.
- Data Base
Informasi yang disimpan dalam database dapat digunakan untuk memetakan penyebaran
OPT/OPTK, keperluan karantina dan analisis risiko OPT. Data disimpan secara teratur,
sehingga mudah dicari, diperoleh kembali, dianalisa, dan diperbarui bila perlu. Database
sederhana dapat berupa tabel yang dibuat dalam program lembar bentangan
(spreadsheet) seperti Microsoft Excel. Untuk menambah kepercayaan pasar bahwa
surveilans dilakukan dokumentasi yang baik dan benar, pest List dapat dilengkapi dengan
berbagai informasi teknis OPT.
- Menyiapkan lembaran informasi untuk publikasi
Lembaran informasi teknologi pengendalian OPT hasil surveilans dibuat untuk
meningkatkan kesadaran publik terkait dengan keberadaan suatu spesies OPT, deskripsi
dan gejala OPT, deskripsi tanaman inang atau lingkungan OPT, waktu OPT ditemukan,
misalnya terkait dengan musim atau stadium pertumbuhan tanaman inang, penjelasan
tentang kelompok (tim) penyusun lembaran informasi.
- Penyebaran informasi Pest List
Penyampaian informasi Pest List untuk kepentingan komunikasi perdagangan dengan
negara mitra dagang, hanya dapat dilakukan oleh NPPO. Di Indonesia sekretariat NPPO
berada di Badan Karantina Pertanian dengan anggota instansi Direktorat Perlindungan
Tanaman. Dalam operasionalnya NPPO didampingi oleh pakar perlindungan tanaman
dalam melakukan komunikasi dan negosiasi perdagangan produk pertanian dengan
negara mitra dagang.
- Penulisan laporan/dokumentasi Pest List
Dokumentasi pencatatan hasil penyusunan pest list sebaiknya dilakukan secara baik
dalam bentuk buku cetakan yang memuat hal – hal terkait pelaksanaan surveilans (lokasi
survei, anggota tim, alasan survei, latar belakang OPT, pemilihan lokasi, waktu survei,
interpretasi data dan kesimpulan), koleksi dan identifikasi OPT yang reliable.
Gambar 1. Kegiatan Lapang rutin berupa persiapan Gerakan Pengendalian OPT yang dilakukan oleh LPHP dan petani
Gambar 2. Kegiatan Lapang rutin berupa persiapan Bimbingan Pengendalian OPT yang dilakukan oleh LPHP dan petani
Disusun dan diolah dari berbagai sumber oleh : Hendry Puguh Susetyo, SP, M.Si
Fungsional POPT Ahli Muda Direktorat Perlindungan Hortikultura