Download - Lapak Ekstraksi
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FITOKIMIA
EKSTRAKSI METABOLIT SEKUNDER DARI
SIMPLISISA TUMBUHAN OBAT
(Rhei Radix)
Disusun oleh :
Tatu Ratna Sari 260110090065
Sarah Zielda Najib 260110090066
Talitha Nurul Bulan 260110090067
M. Garda Pakerti 260110090069
Rahajeng H.R.S 260110090070
Ita Puspitasari 260110090071
Ilham Jumadil Putra 260110090072
Nia Ari Pratiwi 260110090073
LABORATORIUM FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2011
EKSTRAKSI METABOLIT SEKUNDER DARI
SIMPLISIA TUMBUHAN OBAT
(Rhei Radix)
I. TUJUAN
1. Melakukan penyarian metabolit sekunder dari simplisia Rhei radix menggunakan
metode ekstraksi dengan alat soxhlet.
2. Mengetahui kualitas ekstrak dilihat dari sifat fisik dan kandungan kimianya
(pemeriksaan parameter ekstrak).
II. PRINSIP
1. Ekstraksi
Metode penarikan suatu senyawa dari bahan mentah atau setengah murni
dengan perlakuan menggunakan pelarut yang sesuai. Dalam hal ini ekstraksi
simplisia tumbuhan obat dilakukan dengan metode ekstraksi yaitu soxhlet.
Like Dissolve Like
” Suatu senyawa cenderung mudah larut dalam pelarut yang memiliki
kepolaran yang relatif sama ”
2. Bobot Jenis
Perbandingan kerapatan zat terhadap kerapatan air.
3. Dinamolisis
III. TEORI
I. TINJAUAN BOTANI
Rheum officinale
Divisi : Spermatophyta
Su divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Polygonales
Suku : Polygonaceae
Marga : Rheum
Jenis : Rheum officinale Baill
Sinonim (Syn): Rhubarb
Nama umum : Kelembak
Nama daerah : Kelembak (Melayu), Kaiemba (Sunda), Kalembak (JawaTengah)
Kelembak (Madura) (Bambang, 2009).
Kalembak ini biasanya hidup (habitat) di daerah semak tahunan sedang
berasal dari China,Tibet ,tingginya dapat mencapai 25-28cm. Tergolong jenis
terna, yaitu perdu /pohon dengan daun tersebar dan selaput bumbung yang
membalut batang. Bentuk batang dari tanaman ini terlihat pendek,beralur
melintang dan tertanam dalam tanah, juga berbentuk masif dan berwarna coklat.
Batangnya biasanya berasa pahit. Daun dari kalembak ini berjenis daun
tunggal,bentuknya bulat telur tapi pada pangkalnya berbentuk jantung, daun ini
diselimuti bulu-bulu halus, ujung daun berbentuk runcing dan tepi daun
bergigi/utuh(rata). Rata-rata tanaman ini beranting 10-40 cm, tangkai daunnya juga
terlihat memeluk batang, panjang daunnya sendiri sekitar 10-35cm, dan lebarnya 8-
30cm,tentunya warna daun ini tidak berbeda dari tanaman lain. Bagian atas tanah
terdiri dari daun-daun bertangkai yang keluar dari rimpangnya, tunas pendukung
juga keluar dari rimpang tersebut. Dilihat dari sisi bunganya , tanaman ini dapat
tergolong hermaprodit / kelamin ganda/banci tapi juga ada yang hanya berkelamin
satu, aktinomorf. Bunga berwarna putih kehijauan/ putih kemerahan itu bergabung
menjadi satu malai bercabang. Bunganya memiliki tenda bunga, mahkotanya terdiri
dari 6 helai yang tersusun dalan lingkaran, bunga ini memiliki 9 benang sari,tangkai
putik yang melengkung, kepala putik yang tebal, dan bakal buahnyA dikelilingi
cakram, mempunyai 2-3 tangkai putik, beruang 1 dengan bakal biji pada dasar yang
dapat atrop /anatrop. Buahnya mirip padi tapi sedikit bulat telur,punya 3 sayap dan
berwarna merah. Buahnya keras, pipih, bersegi 3 sering dibalut oleh tenda bunga/
sisa-sisa hiasan bunga. Bijinya memounyai endosperm tanpa perisperm. Sedang
mengenai akarnya, tergolong tunggang, lunak,berbentuk
bulat, dan berwarana coklat muda, tumbuh menyebar. Tumbuhan ini terkenal
dengan rimpang serta akarnya, yang bernama Rhei Radix (Bambang, 2009).
Anatomi
Dari tampak makroskopiknya potongan akar terlihat padat, keras,berat,
bentuknya hampir silindrik, serupa kerucut atau bentuk kubus cekung, pipih, dan
tidak beraturan. Kadang berlubang, panjangnya 5cm sampai 15cm, lebar 3 cm-10
cm, permukaan yang terkupas agak bersudut,umumnya diliputi serbuk berwarna
kuning kecoklatan terang, bagian dalam berwarna putih keabuan dengan garisgaris
coklat kemerahan. Pada penampang melintang akar tampak jaringan gabus,
berdinding tipis, bentuk segi 4 memanjang , letaknya teratur. Sel parenkim korteks
berdinding tipis,berisi butir pati, bentuknya bundar atau setengah bundar
mempunyai hilus, tunggal/berkelompok ,juga terdapat kristal kalsium oksalatbentuk
ronset besar dan tersebar.
Floemnya terdiri dari sel parenkim floem dan lebih kecil dari sel parenkim korteks,
jari-jari empulur terdiri dari 1-2 lapis sel.
Bagian endodermisnya terdiri dari 1 sampai beberapalapis sel berdinding tipis,
pada parenkim floem juga terdapat butir pati dan Kristal kalsium oksalat bentuk
roset besar. Xilem terdiri dari sel parenkim xylem berdinding tipis, berisi butir pati
dan Kristal oksalat besar, trakea besar bernoktah,jari-jari empulur terdiri dari 1-2
baris (Bambang, 2009).
Tanaman ini mmiliki manfaat untuk :
Purgatif, antipiretik, antispamodik, stomakik antimutagen, tonik, astringent,
antiinflammatory, antikolesterol, antiseptic, anti-hipertensi antitumor
dan antioksidan. Banyak digunakan untuk memudahkan air besar dan sebagai
pencahar. Masing-masing manfaat terperinci tiap bagiannya adalah sebagai
berikut; batangnya dapat mengobati malaria, sariawan dan batuk, Akarnya
mengandung glikosida adstringent yang berkelakuan sebagai zat penyamak. Pada
akarnya pula mengandung antrkuinon yang berefek purgative,dan tannin yang
berefek melawan astringen atau dapat disebut sebagai adstringent,tapi dalam
jumlah kecil efek astringen juga dibutuhkan, tapi jika terlalu banyak maka dapat
menimbulkan efek laksatif (Bambang, 2009).
II. TINJAUAN KIMIA
Secara umum tanaman ini mengandung kandungan :
Asam krisofat, krisofanin, rien-emodin, aloe-emodin, reokristin, alizarin,
glukogalin, tetrazin, katekin, saponin, tannin 11,80%, amilum dan kuinon. Setiap
bagian bagian tubuhnya mengandung zat-zat kimia yang berbeda. Akar dan daunnya
mengandung flavonoida, di samping itu akarnya juga mengandung glikosida
Reumemodin, krisofanol, rafontisin dan saponin, sedangkan daunnya sendiri
mengandung polifenol , antraglikosida dan frangula-emodin. Pada batangnya
mengandung asam krisofhanat , emodian dan rhein (Bambang, 2009).
III. TINJAUAN FITOKIM
(KUINON DAN STRUKTUR BELUM ADA)
IV. TINJAUAN METODE
4.1. Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Adapun tujuan dari
ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Tujuan
ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia.
Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut
dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk
ke dalam pelarut (Sudjadi, 1986).
Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi:
1. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari organisme.
Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat
modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan dengan
kebutuhan pemakai (Sudjadi, 1986).
2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu, misalnya
alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia sebetulnya dari senyawa
ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Dalam situasi seperti ini, metode umum
yang dapat digunakan untuk senyawa kimia yang diminati dapat diperoleh dari
pustaka. Hal ini diikuti dengan uji kimia atau kromatografik yang sesuai untuk
kelompok senyawa kimia tertentu (Sudjadi, 1986).
3. Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan tradisional, dan
biasanya dibuat dengan cara, misalnya Tradisional Chinese medicine (TCM)
seringkali membutuhkan herba yang dididihkan dalam air dan dekok dalam air
untuk diberikan sebagai obat. Proses ini harus ditiru sedekat mungkin jika ekstrak
akan melalui kajian ilmiah biologi atau kimia lebih lanjut, khususnya jika tujuannya
untuk memvalidasi penggunaan obat tradisional (Sudjadi, 1986).
4. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara
apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul jika tujuannya
adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara acak atau didasarkan pada
penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa dengan aktivitas biologi
khusus (Sudjadi, 1986).
Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik
akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat
aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat
akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi
keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel (Sudjadi,
1986).
4.1.1 Prinsip ekstraksi
Prinsip Maserasi
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam
cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari
cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan
larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di
luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh
cairan penyari dengan konsentrasi rendah ( proses difusi ). Peristiwa tersebut
berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di
dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan
penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.
( Alam, Gemini dan Abdul Rahim. 2007.)Penuntun Praktikum Fitokimia.
UIN.Alauddin: Makassar. 24-26.
Prinsip Perkolasi
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia dimaserasi selama 3
jam, kemudian simplisia dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian
bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui
simplisia tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia
yang dilalui sampai keadan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena
gravitasi, kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang menahan
gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan. ( Alam,
Gemini dan Abdul Rahim. 2007.)
Prinsip Soxhletasi
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia
ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa,
cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan
dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang
jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan penyari
telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas
bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila
cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah
mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. ( Alam,
Gemini dan Abdul Rahim. 2007.)
Prinsip Refluks
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke
dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap
cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan
penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali
sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara
berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan
sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. (
Alam, Gemini dan Abdul Rahim. 2007.)
Prinsip Destilasi Uap Air
Penyarian minyak menguap dengan cara simplisia dan air ditempatkan dalam labu
berbeda. Air dipanaskan dan akan menguap, uap air akan masuk ke dalam labu
sampel sambil mengekstraksi minyak menguap yang terdapat dalam simplisia, uap
air dan minyak menguap yang telah terekstraksi menuju kondensor dan akan
terkondensasi, lalu akan melewati pipa alonga, campuran air dan minyak menguap
akan masuk ke dalam corong pisah, dan akan memisah antara air dan minyak atsiri.
( Alam, Gemini dan Abdul Rahim. 2007.)
Prinsip Rotavapor
Proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang
dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat, cairan penyari dapat menguap 5-10º C
di bawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan.
Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke
kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut
murni yang ditampung dalam labu alas bulat penampung. ( Alam, Gemini dan Abdul
Rahim. 2007.)
Prinsip Ekstraksi Cair-Cair
Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia di antara 2
fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada
fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung
zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan
terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua
fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi
yang tetap. ( Alam, Gemini dan Abdul Rahim. 2007.)
Prinsip Kromatografi Lapis Tipis
Pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang
ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia
bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap
komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak
dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang
menyebabkan terjadinya pemisahan. ( Alam, Gemini dan Abdul Rahim. 2007.)
4.1.2. jenis –jenis ekstraksi
Ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin dan cara panas. Jenis-jenis
ekstraksi tersebut sebagai berikut:
Cara Dingin
o Maserasi, adalah ekstraksi menggunakan pelarut dengan beberapa kali
pengadukan pada suhu kamar. Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan
prinsip metoda pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi
kinetic berarti dilakuakn pengadukan kontinyu. Remaserasi berarti dilakukan
pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan ekstraksi maserat
pertama dan seterusnya. Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya
sederhana. Sedang kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk
mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih
banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur
keras seperti benzoin, tiraks dan lilin.
Metode maserasi dapat dilakukan dengan modifikasi sebagai berikut :
Modifikasi maserasi melingkar
Modifikasi maserasi digesti
Modifikasi Maserasi Melingkar Bertingkat
Modifikasi remaserasi
Modifikasi dengan mesin pengaduk
o Perkolasi, adalah ekstraksi pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang
umumnya pada suhu ruang. Prosesnya didahului dengan pengembangan
bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penampungan
ekstrak) secara terus menerus samapai diperoleh ekstrak perkolat yang
jumlahnya 1-5 kali bahan
Cara Panas
Reflux, adalah ekstraksi pelarut pada temperature didihnya selamawaktu
tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relative konstan dengan adanya
pendingin balik.
Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi
sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung.
Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dan
sejumlah manipulasi dari operator.
o Soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relative konstan dengan adanya pendingin balik.
o Digesi, adalahmaserasi kinetic pada temperature lebih tinggi dari temperature
kamar sekitar 40-50 C
o Destilasi uap, adalah ekstraksi zat kandungan menguap dari bahan dengan
uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial zat kandungan menguap
dengan fase uap air dari ketel secara kontinyu sampai sempurna dan diakhiri
dengan kondensasi fse uap campuran menjadi destilat air bersama kandungan
yang memisah sempurna atau sebagian.
o Infuse, adalah ekstraksi pelarut air pada temperature penangas air 96-98 C
selama 15-20 menit. (Rizky Kurnia,2010)
Pelarut yang baik untuk ekstraksi adalah pelarut yang mempunyai daya melarutkanyang
tinggi terhadap zat yang diekstraksi. Daya melarutkan yang tinggi ini berhubungan
dengan kepolaran pelarut dan kepolaran senyawa yang diekstraksi. Terdapat
kecenderungan kuat bagi senyawa polar larut dalam pelarut polar dan sebaliknya.
Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh:
Selektivitas, pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan.
Kelarutan, pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang
besar.
Kemampuan tidak saling bercampur, pada ekstraksi cair, pelarut tidak boleh larut
dalam bahan ekstraksi.
Kerapatan, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara
pelarut dengan bahan ekstraksi.
Reaktivitas, pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada
komponen bahan ekstraksi.
Titik didih, titik didh kedua bahan tidak boleh terlalu dekat karena ekstrak dan
pelarut dipisahkan dengan cara penguapan, distilasi dan rektifikasi.
Kriteria lain, sedapat mungkin murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak beracun,
tidak mudah terbakar, tidak eksplosif bila bercampur udara, tidak korosif, buaka
emulsifier, viskositas rendah dan stabil secara kimia dan fisik.
Karena tidak ada pelarut yang sesuai dengan semua persyaratan tersebut, maka untuk
setiap proses ekstraksi harus dicari jenis pelarut yang paling sesuai dengan kebutuhan.
( Rizki Kurnia,2010)
4.2. Parameter Ekstrak
3.2.1 Organoleptik ekstrak
Pemeriksaan menggunakan pancaindera meliputi bau, bentuk, warna dan rasa
ekstrak (Muhtadi, 2008).
3.2.2 Rendemen ekstrak
Hasil ekstraksi setelah dikeringkan diperoleh sebagai rendemen, yaitu
perbandingan berat ekstrak yang diperoleh dengan berat simplisia awal. (Muhtadi,
2008).
3.2.3 Berat Jenis Ekstrak
Berat jenis untuk penggunaan praktis lebih sering didefinisikan sebagai
perbandingan massa dari suatu zat terhadap massa sejumlah volume air yang
sama pada suhu 4° atau temperatur lain yang tertantu. Notasi berikut sering
ditemukan dalam pembacaan berat jenis: 25°/25°, 25°/4°, dan 4°/4°. Angka yang
pertama menunjukkan temperatur udara saat zat ditimbang, angka yang
berikutnya menunjukkan temperatur air yang digunakan (Martin, et. al., 1983).
Berat jenis larutan etanol dapat diukur dengan piknometer. Berat jenis larutan
etanol semakin kecil, maka kadar etanol dalam larutan tersebut semakin besar.
Hal ini dikarenakan etanol mempunyai berat jenis lebih kecil daripada air sehingga
semakin kecil berat jenis larutan berarti jumlah atau kadar etanol semakin banyak.
(Mardoni, 2005)
Bobot jenis ekstrak dihitung dengan menggunakan piknometer. Ekstrak yang
digunakan adalah ekstrak yang telah diencerkan 5% dan 10% menggunakan etanol
96% sebagai pelarut. Dimana didapatkan hasil sebesar 0, 8293 m/v ± 2.10-4 untuk
pengenceran 5% dan 0,8489 m/v ± 5.10-5 untuk pengenceran 10%. Ini
menggambarkan besarnya massa persatuan volume untuk memberikan batasan
antara ekstrak cair dan ekstrak kental, bobot jenis juga terkait dengan kemurnian
dari ekstrak dan kontaminasi (Departemen Kesehatan RI, 2000).
4.2.4 Kadar Air Ekstrak
Penetapan kadar air ekstrak dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya
dengan titrasi langsung atau tidak langsung (pereaksi Karl-Fischer), destilasi atau
gravimetri (Departemen Kesehatan RI, 2000).
Pereaksi dan larutan yang digunakan peka terhadap air, hingga harus dilindungi
dari pengaruh kelembapan udara. Cara penetapan, dapat dilakukan dengan titrasi
dan destilasi. Titrasi dapat dilakukan dengan titrasi langsung dan titrasi tidak
langsung, pereaksi yang digunakan Karl Fischer dan larutan baku airmetanol.
Sedangkan cara destilasi menggunakan pereaksi toluene (Departemen Kesehatan
RI, 1980).
a. Titrasi Langsung
Kecuali dinyatakan lain, masukkan lebih kurang 20 ml metanol P ke dalam labu
titrasi. Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer hingga titik akhir tercapai. Masukkan
dengan cepat sejumlah zat yang ditimbang seksama yang mengandung 10-50 mg
air, ke dalam labui titrasi, aduk selama 1 menit. Titrasi dengan pereaksi Karl
Fischer yang telah diketahui kesetaraan airnya (Departemen Kesehatan RI, 1980).
b. Titrasi Tidak Langsung
Masukkan lebih kurang 20 ml metanol P ke dalam labu titrasi. Titrasi dengan
pereaksi dari Karl Fischer hingga titik akhir tercapai. Masukkan dengan cepat
sejumlah zat ditimbang seksama yang mengandung 10-50 mg air, campur.
Tambahkan pereaksi Karl Fischer berlebih dan yang diukur seksama, biarkan
selama beberapa waktu hingga reaksi sempurna. Titrasi kelebihan pereaksi
dengan larutan baku air-metanol (Departemen Kesehatan RI, 1980).
c. Destilasi
Bersihkan tabung penerima dan pendingin dengan asam pencuci, bilas dengan air,
keringkan dalam lemari pengering. Ke dalam labu kering masukkan sejumlah zat
yang ditimbang seksama yang mengandung 2-4 ml air. Jika zat berupa pasta,
timbang dalam sehelai lembaran logam dengan ukuran yang sesuai dengan leher
labu. Untuk zat yang dapat menyebabkan gejolak mendadak, tambahkan dengan
pasir kering yang telah dicuci secukupnya hingga mencukupi dasar labu atau
sejumlah tabung kapiler, panjang lebih kurang 200 ml toluen ke dalam labu,
hubungkan alat. Tuang toluen ke dalam tabung penerima melalui alat pendingin.
Panaskan labu hati-hati selama 15 menit (Departemen Kesehatan RI, 1980).
Setelah toluen mendidih, suling dengan kecepatan lebih kurang 2 tetes tiap detik,
hingga sebagian besar air tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan
hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, cuci bagian dalam pendingin
toluen, sambil dibersihkan dengan sikat tabung yang disambungkan dengan kawat
tembaga dan telah dibasahi dengan toluen. Lanjutkan penyulingan selama 5
menit. Biarkan tabung penerima pendingin hingga suhu kamar. Jika ada tetes air
yang melekat pada pendingin tabung penerima, gosok dengan karet yang
diikatkan pada sebuah kawat tembaga dan basahi dengan toluen hingga tetesan
air turun. Setelah iar dan toluen memisah sempurna, baca volume air
(Departemen Kesehatan RI, 1980).
4.2.5 Kromatografi Lapis Tipis
Teknik kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Egon Stahl dengan
menghamparkan penyerap pada lempeng gelas, sehingga merupakan lapisan tipis.
Sistem ini segera popular karena memberikan banyak keuntungan, misalnya
peralatan yang diperlukan sedikit, murah, sederhana, waktu analisis cepat dan
daya pisah cukup baik (Sudjadi, 1988).
Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik langsung
beberapa sifat fisika umum dari molekul. Sifat utama yang terlibat adalah :
Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan)
Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus
(adsorpsi/penjerapan)
Kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap
(keatsirian) (Gritter et. al., 1991).
Sekarang kromatografi mencakup beberapa macam proses didasarkan pada
distribusi diferensial dari komponen-komponen sampel antara dua fasa. Salah satu
fasa yang tinggal dalam sistem dinamai fasa diam (stationary phase), fasa lain
yang melalui fasa diam dinamai fasa gerak (mobile phase). Pergerakan dari fasa
gerak menimbulkan migrasi diferensial komponen-komponen dalam sampel
(Tjokronegoro, 2000).
Fasa diam
Kondisi optimum suatu pemisahan merupakan hasil kecocokan antara fasa diam dan
fasa gerak. Dalam KLT fasa diam harus mudah didapat. Fasa diam berupa lapisan tipis
(tebal 0,1-2 mm) yang terdiri atas bahan padat yang dilapiskan pada permukaan
penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca, tetapi dapat pula terbuat dari pelat
polimer atau logam. Lapisan melekat kepada permukaan dengan bantuan bahan
pengikat biasanya kalsium sulfat atau amilum (Gritter, 1991).
Jenis-jenis fasa diam yang dapat digunakan :
Silika gel :
Silika gel dengan pengikat
Silika gel dengan pengikat dan indikator fluorosensi
Silika gel tanpa pengikat dengan indikator fluorosensi
Silika gel tanpa pengikat
Silika gel untuk preparatif
o Alumina
o Keiselguhr
o Selulosa (Sudjadi, 1988)
Fasa Gerak
Untuk fasa diam yang menggunakan silika gel, alumina, dan fasa diam lainnya, pemilihan
pelarut mengikuti aturan kromatografi kolom serapan. Sistem tak berair paling banyak
digunakan, yang meliputi (sifat hidrofob menaik) methanol, asam asetat, etanol, aseton,
etil asetat, eter, kloroform (perlu diperhatikan pada kloroform yang distabilkan dengan
etanol), benzene, sikloheksan dan eter petroleum. Campuran pelarut yang terdiri dari
dua atau tiga pelarut dapat pula digunakan. Penyusunan sistem pelarut dapat dipilih
sesuai dengan kemampuannya membentuk ikatan hydrogen dalam satu seri dari hidrofil
sampai ke hidrofob. Kombinasi pelarut yang mempunyai sifat berbeda memungkinkan
didapatnya sistem pelarut yang cocok (Sudjadi, 1988).
Faktor Retensi (Rf)
Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai faktor retensi
Rf:
Jarak yang telah ditempuh pelarut dapat diukur dengan mudah dan jarak tempuh
cuplikan diukur pada pusat bercak itu, atau pada titik kerapatan maksimum (Sudjadi,
1988).
4.2.6 Dinamolisis
Dinamolisis adalah suatu metode yang digunakan untuk identifikasi zat
berdasarkan diameter. Dinamolisis dapat dilakukan dengan cara kertas saring
Whatman diameter 10 cm, titik pusatnya dilubangi kemudian dipasang sumbu
yang terbuat dari kertas saring. Kertas saring bersumbu ini kemudian ditutupkan
pada cawan petri yang berisi maserat atau ekstrak cair. Kemudian dibiarkan
sampai terjadi proses difusi sirkular selama kurang lebih 10 menit
(DepartemenKesehatan RI, 2000).
4.3 Kromatografi Cair Vakum
Kromatografi kolom cair dapat dilakukan pada tekanan atmosfer atau pada
tekanan lebih besar dari atmosfer dengan menggunakan bantuan tekanan luar misalnya
gas nitrogen. Untuk keberhasilan praktikan di dalam bekerja dengan menggunakan
kromatografi kolom vakum cair, oleh karena itu syarat utama adalah mengetahui
gambaran pemisahan cuplikan pada kromatografi lapis tipis (Harris, 1982).
Kromatografi vakum cair dilakukan untuk memisahkan golongan senyawa
metabolit sekunder secara kasar dengan menggunakan silika gel sebagai absorben dan
berbagai perbandingan pelarut n-heksana : etil asetat : metanol (elusi gradien) dan
menggunakan pompa vakum untuk memudahkan penarikan eluen (Helfman, 1983).
Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-komponen
campuran dimana cuplikan berkesetimbangan di antara dua fasa, fasa gerak yang
membawa cuplikan dan fasa diam yang menahan cuplikan secara selektif. Bila fasa gerak
berupa gas, disebut kromatografi gas, dan sebaliknya kalau fasa gerak berupa zat cair,
disebut kromatografi cair (Hendayana, 1994).
Adapun cara kerja kromatografi cair vakum yaitu kolom kromatografi dikemas
kering (biasanya dengan penjerap mutu KLT 10-40 μm) dalam keadaan vakum agar
diperoleh kerapatan kemasan maksimum. Vakum dihentikan, pelarut yang kepolarannya
rendah dituangkan ke permukaan penjerap lalu divakumkan lagi. Kolom dipisah sampai
kering dan sekarang siap dipakai (Hostettman, 1986).
4.4. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi
komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan prinsip
ini. Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi
cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui
fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran.
Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda. Kita akan
membahasnya lebih lanjut.
Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau
alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras.
Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis
seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam sinar
ultra violet, alasannya akan dibahas selanjutnya. Fase gerak merupakan pelarut atau
campuran pelarut yang sesuai. Jel silika adalah bentuk dari silikon dioksida (silika). Atom
silikon dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun,
pada permukaan jel silika, atom silikon berlekatan pada gugus -OH. Jadi, pada
permukaan jel silika terdapat ikatan Si-O-H selain Si-O-Si. Gambar ini menunjukkan
bagian kecil dari permukaan silika.
Permukaan jel silika sangat polar dan karenanya gugus -OH dapat membentuk
ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa yang sesuai disekitarnya, sebagaimana
halnya gaya van der Waals dan atraksi dipol-dipol.
Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina-aluminium oksida. Atom
aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -OH. Apa yang kita sebutkan tentang jel
silika kemudian digunakan serupa untuk alumina.
Apa yang memisahkan senyawa-senyawa dalam kromatogram?
Ketika pelarut mulai membasahi lempengan, pelarut pertama akan melarutkan
senyawa-senyawa dalam bercak yang telah ditempatkan pada garis dasar. Senyawa-
senyawa akan cenderung bergerak pada lempengan kromatografi sebagaimana halnya
pergerakan pelarut.
Bagaimana cepatnya senyawa-senyawa dibawa bergerak ke atas pada
lempengan, tergantung pada:
Bagaimana kelarutan senyawa dalam pelarut. Hal ini bergantung pada
bagaimana besar atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut.
Bagaimana senyawa melekat pada fase diam, misalnya jel silika. Hal ini
tergantung pada bagaimana besar atraksi antara senyawa dengan jel silika.
Anggaplah bercak awal mengandung dua senyawa, yang satu dapat membentuk ikatan
hidrogen, dan yang lainnya hanya dapat mengambil bagian interaksi van der Waals
yang lemah.
Senyawa yang dapat membentuk ikatan hidrogen akan melekat pada jel silika
lebih kuat dibanding senyawa lainnya. Kita mengatakan bahwa senyawa ini terjerap
lebih kuat dari senyawa yang lainnya. Penjerapan merupakan pembentukan suatu
ikatan dari satu substansi pada permukaan.
Penjerapan bersifat tidak permanen, terdapat pergerakan yang tetap dari
molekul antara yang terjerap pada permukaan jel silika dan yang kembali pada larutan
dalam pelarut.
Dengan jelas senyawa hanya dapat bergerak ke atas pada lempengan selama
waktu terlarut dalam pelarut. Ketika senyawa dijerap pada jel silika-untuk sementara
waktu proses penjerapan berhenti-dimana pelarut bergerak tanpa senyawa. Itu berarti
bahwa semakin kuat senyawa dijerap, semakin kurang jarak yang ditempuh ke atas
lempengan.
Dalam contoh yang sudah kita bahas, senyawa yang dapat membentuk ikatan
hidrogen akan menjerap lebih kuat daripada yang tergantung hanya pada interaksi van
der Waals, dan karenanya bergerak lebih jauh pada lempengan.
Bagaimana jika komponen-komponen dalam campuran dapat membentuk
ikatan-ikatan hidrogen?
Terdapat perbedaan bahwa ikatan hidrogen pada tingkatan yang sama dan
dapat larut dalam pelarut pada tingkatan yang sama pula. Ini tidak hanya merupakan
atraksi antara senyawa dengan jel silika. Atraksi antara senyawa dan pelarut juga
merupakan hal yang penting-hal ini akan mempengaruhi bagaimana mudahnya senyawa
ditarik pada larutan keluar dari permukaan silika.
( Jim Clark,2007)
IV. ALAT dan BAHAN
Alat :
Alat soxhlet
Beaker glass besar
Botol bening besar
Botol coklat
Cawan penguap
Cawan petri
Gelas ukur
Kertas saring whatman
Lemari pendingin
Pelat silika gel
Piknometer
Pipa kapiler
Rotavapor
Timbangan
Spektroskopi UV 254 dan 366 nm
Bahan :
Etanol 70%
Larutan pengembang = benzena : etil asetat : asam asetat glasial (75:24:1)
Penampak bercak (uap ammonia)
Simplisia Rhei radix
Gambar Alat :
alat soxhlet
Destilator Rotavapor
Bejana Kromatografi
Lampu UV
V. PROSEDUR
5.1. Ekstraksi Dengan Alat Soxhlet
Tuangkan 750 ml pelarut etanol 70% ke dalam labu alas bulat atau sampai kurang lebih
1/2 - 2/3 bagian volume labu dan ditambahkan batu didih. Serbuk simplisia sebanyak
120 gram disiapkan dalam kertas saring whatman dan dimasukkan ke dalam tabung
soxhlet. Alat soxhlet dipasang sesuai tempatnya. Serbuk simplisia dibasahkan dengan
etanol 70% sebanyak 100 ml dan heating mantle dinyalakan sampai suhu mencapai titik
didih pelarut. Ekstraksi simplisia sampai pelarut hampir tidak berwarna. Kemudian
ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan rotavapor sehingga menjadi ekstrak kental.
5.2. Rendemen Ekstrak
Diambil 20 ml ekstrak yang diperoleh dari hasil rotavapor, dimasukkan ke cawan
penguap dan diuapkan di atas penangas air sampai diperoleh bobot yang tetap. Berat
ekstrak ditentukan setelah penguapan dengan mengurangkan dengan bobot cawan
kosong, kemudian dihitung rendemen ekstrak (% b/b).
5.3. Dinamolisis
Disiapkan kertas saring whatman berdiameter 10 cm. Lalu titik pusat kertas whatman
tersebut dilubangi dan dipasang sumbu yang terbuat dari kertas saring. Ekstrak cair
sebanyak 20 ml dituang ke dalam cawan petri. Cawan petri ditutup oleh kertas whatman
yang telah disiapkan dan dibiarkan sampai terjadi difusi sirkular selama 10 menit.
5.4. Penetapan Bobot Jenis Ekstrak
Ditimbang piknometer dalam keadaan kosong, lalu piknometer diisi penuh dengan air
dan ditimbang kembali, kemudian dihitung kerapatan air. Setelah itu piknometer
dikosongkan dan dikeringkan kembali dan diisi penuh dengan ekstrak encer hasil refluks,
lalu ditimbang. Melalui berat ekstrak yang mempunyai volume tertentu, dapat dihitung
kerapatan ekstrak.
5.5. Kromatografi Lapis Tipis
Disiapkan pelat silika gel sebagai penyerap berukuran 10 x 2 cm. Lalu pelat tersebut
ditandai dengan cara memberi dua buah garis yang masing- masing berjarak 1 cm dari
ujung bawah dan atas. Kemudian disiapkan larutan pengembang untuk simplisia Rhei
radix yaitu benzena, etil asetat, dan asam asetat glasial dengan perbandingan 75 : 24 : 1.
Pengembang ditempatkan pada wadah yang telah disediakan. Tinggi pengembang dari
dasar wadah tidak lebih daripada 1 cm. Kemudian wadah ditutup dan ditunggu hingga
larutan pengembang jenuh dan ditandai dengan hangatnya suhu di dalam wadah.
Setelah itu pipa kapiler yang telah disediakan dibersihkan dengan ditotolkan ke dalam
metanol lalu dikeringkan. Setelah itu ekstrak hasil ekstraksi ditotolkan pada pelat silika
gel yang telah disiapkan. Silika gel ditempatkan di wadah berisi pengembang. Dan
perambatan spot diamati. Setelah jarak rambat pengembang mencapai batas ujung
pelat, pelat diangkat dari wadah. Pelat kemudian disemprot dengan penampak bercak.
Lalu spot diamati secara berturut-turut di bawah sinar biasa, sinar UV 254 nm dan 366
nm. Kemudian dihitung Rf dari tiap-tiap spot lalu dibandingkan dengan literatur.
5.6.Kadar Air Ekstrak
Dimasukkan sejumlah 2 gram ekstrak kental ke dalam labu bersih dan kering kemudian
ditambahkan 200 ml toluen, dan alat dihubungkan. Toluen dituangkan ke dalam labu
penerima melalui alat pendingin dan dipanaskan selama 15 menit. Setelah toluen
mendidih, suling dengan kecepatan lebih kurang 2 tetes tiap detik, hingga sebagian air
tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah
semua air tersuling, biarkan tabung penerima mendingin hingga suhu kamar. Setelah air
dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dan dihitung kadar air dalam % v/b.
VI. DATA PENGAMATAN
EKSTRAKSI METABOLIT SEKUNDER DARI SIMPLISIA TUMBUHAN OBAT
Nama simplisia : Rhei radix
Metode ekstraksi : refluks
Hasil percobaan :
1. Organoleptik ekstrak
Bentuk : cair
Warna : cokelat-kehitaman
Bau : tidak enak
Rasa : sepat/kelat
2. Rendemen ekstrak
Volume ekstrak kental : 35,4 ml
Berat cawan kosong : 88,45 g
Berat cawan+ekstrak (setelah penguapan) : 98,59 g
Berat simplisia awal : 250 g
Rendemen ekstrak : 4,056 % b/b
3. Bobot jenis ekstrak
Berat piknometer kosong : 12,95 g
Berat piknometer+air : 23,39 g
Berat air : 10,44 g
Volume piknometer : 10 ml
Kerapatan air : 1,044 g/ml
Berat piknometer+ekstrak : 24,19 g
Volume piknometer : 10 ml
Berat ekstrak : 11,24 g
Kerapatan ekstrak : 1,124 g/ml
Bobot jenis ekstrak : 1,044
4. Kadar air ekstrak
Berat ekstrak uji : 2,08 g
Volume air : 1 ml
Kadar air : 0,481 % v/b
5. Pola kromatogram lapis tipis
No bercak RfPengamatan
Sinar tampak UV 254 nm UV 366 nm
1 0,025 hijau biru biru
2 0,1 cokelat muda - biru
3 0,2875 cokelat-hijau cokelat biru
4 0,33 kuning biru ungu
5 0,3625 cokelat ungu -
6 0,4625 kuning biru -
7 0,75 kuning-jingga - -
8 0,8375 pink ungu biru-ungu
9 0,875 kuning orange orange
6. Pola dinamolisis
Keterangan :
Diameter 1 : 1,8 cm ; warna : cokelat
Diameter 2 : 2,2 cm ; warna : kuning
Diameter 3 : 2,4 cm ; warna : bening
METODE PEMISAHAN EKSTRAK
Komposisi larutan eluen :
n-Heksana (mL) Etil asetat (mL)
100 0
90 10
80 20
70 30
60 40
50 50
40 60
30 70
20 80
10 90
0 100
Hasil percobaan :
1. Data fraksi :
Fraksi Warna Fraksi Warna
1 bening 7 kuning
2 bening 8 kuning
3 bening 9 kuning
4 kuning 10 kuning
5 kuning 11 kuning
6 kuning
2. Data Rf:
Penjerap : silika gel
Pengembang : metanol - etil asetat – air
Penampak bercak : KOH
3. Pola kromatogram
No bercak RfPengamatan
Sinar tampak UV 254 nm UV 366 nm
4 0,9 kuning cokelat cokelat
5 0,9 kuning cokelat -
6 0,9 kuning cokelat -
7 0,9 kuning - -
VII. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini dilakukan ekstraksi simplisia Rhei radix untuk memperoleh
metabolit sekunder. Metode ekstraksi yang dipakai adalah metode ekstraksi cara panas.
Metode ekstraksi cara panas memiliki keuntungan yaitu jumlah pelarut yang digunakan
tidak boros (karena ekstraksi berulang) dan prosesnya lebih cepat tetapi kelemahannya
adalah dapat merusak metabolit yang bersifat termolabil. Metode ekstraksi cara panas
yang digunakan dalam ekstraksi simplisia Rhei radixadalah reflux. ??? mpe rotavapor
Terhadap ekstrak Rhei radix kemudian dilakukan pemeriksaan parameter ekstrak.
Terdapat 6 pemeriksaan parameter ekstrak yang perlu dilakukan untuk mengetahui
kualitas dari ekstrak Rhei radix.
Pemeriksaan parameter ekstrak yang pertama dilakukan yaitu pemeriksaan
organoleptik ekstrak Rhei radix. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan
pancaindera untuk mendeskripskan bentuk, warna, bau dan rasa. Ekstrak Rhei radix
yang didapat dari hasil ekstraksi dengan alat soxhlet berupa cairan berwarna coklat yang
memiliki bau khas dengan rasa yang pahit.
Pemeriksaan parameter ekstrak yang kedua yaitu melakukan pemeriksaan
terhadap rendemen ekstrak. Untuk menetapkan rendemen ekstrak, sebanyak 188 ml
ekstrak kental yang didapat dari hasil evaporasi disimpan ke dalam cawan penguap.
Sebelumnya cawan penguap ditimbang, didapat berat kosong cawan penguap yaitu
88,45 g. Volume ekstrak kental juga ditimbang, didapat beratnya yaitu 35,4ml.
Kemudian ekstrak kental Rhei radix dalam cawan penguap diuapkan di atas penangas air
dengan temperature 40-50oC sampai didapat bobot tetap.
Setelah itu, berat cawan penguap+ekstrak setelah penguapan ditimbang, didapat
beratnya 98,59 g. Untuk menghitung persentase rendemen ekstrak Rhei radix, berat
ekstrak total Rhei radix dan berat simplisia awal harus diketahui, berat ekstrak total
didapat dari hasil pengurangan antara berat cawan penguap+ekstrak setelah penguapan
dengan berat cawan penguap kosong, didapat berat ekstrak Rhei radix total yaitu 10,14
g, sedangkan berat simplisia awal yaitu 250 g. Dengan menggunakan rumus :
% Rendemen = berat ekstrak total x 100%
berat simplisia
didapat persentase rendemen ekstrak Rhei radix sebesar 4,056%. Besarnya persentase
rendemen ini menunjukan bahwa dari berat total simplisia Rhei radix sebanyak 250 g
hanya terkandung ekstrak Rhei radix sebesar 4,056%. Banyaknya rendemen yang
dihasilkan ternyata tergantung dari keadaan tanaman simplisia dan proses ekstraksi
yang dilakukan. Untung mendapatkan rendemen yang tinggi, tanaman simplisia harus
bermutu baik selain itu proses ekstraksi yang dilakukan pun haruslah baik.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan parameter ekstrak yang ketiga, yaitu
penetapan bobot jenis ektrak Rhei radix.Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat
terhadap air volume yang sama ditimbang di udara pada suhu yang sama. Penentuan
bobot jenis berlangsung dengan piknometer, areometer, timbangan hidrostatik
(timbangan Mohr-Westphal) dan cara manometris. Namun pada praktikum kali ini,
bobot jenis ditentukan dengan piknometer.
Pinsip metode ini didasarkan atas penentuan massa cairan dan penentuan
ruangan yang ditempati cairan ini. Ruang piknometer dilakukan dengan menimbang
air.Ketelitian metode piknometer akan bertambah sampai suatu optimum tertentu
dengan bertambahnya volume piknometer. Optimum ini terletak sekitar isi ruang 30 ml.
Ada dua tipe piknometer, yaitu tipe botol dengan tipe pipet. Pada praktikum kali ini
yang digunakan adalah piknometer tipe botol.
Untuk mengetahui bobot jenis ekstrak Rhei radix, pertama-tama berat
piknometer kosong ditimbang, didapat beratnya yaitu 12,95 g. Pada saat akan ditimbang
piknometer tidak boleh dipegang langsung oleh tangan, harus menggunakan tisu,
karena pada tangan terdapat minyak atau lemak yang akan ikut tertimbang pada saat
penimbangan sehingga berat piknometer tidaklah akurat. Kemudian piknometer
ditambahkan dengan air, ditimbang beratnya, didapat berat piknometer + air sebesar
23,39 g. Kerapatan air dapat ditetapkan dengan menggunakan rumus :
ρair = berat air
volume air
berat air 10,44 g didapat dari hasil pengurangan berat piknometer+air dengan berat
piknometer kosong, sedangkan volume air sama dengan volume piknometer yaitu 10
ml. Dari data yang telah disebutkan didapat kerapatan air yaitu 1,044 g/ml.
Kemudian piknometer dikosongkan dan diisi penuh dengan ekstrak Rhei radix,
ditimbang, didapat berat piknometer+ekstrak sebesar 24,19 g.
Kerapatan ekstrak ditetapkan dengan menggunakan rumus :
ρekstrak = berat ekstrak
volume ekstrak
berat ekstrak 11,24 g didapat dari hasil pengurangan berat piknometer+ekstrak dengan
berat piknometer kosong, sedangkan volume ekstrak sama dengan volume piknometer
yaitu 10 ml. Dari data yang telah disebutkan didapat kerapatan ekstrak yaitu 1,124 g/ml.
Setelah diketahui kerapatan air dan kerapatan ekstraknya, bisa didapat bobot
jenis ekstrak menggunakan rumus :
Bobot jenis ekstrak = kerapatan ekstrak
Kerapatan air
dari hasil perhitungan didapat bobot jenis ekstrak yaitu sebesar 1,044.
Pemeriksaan parameter ekstrak yang selanjutnya dilakukan adalah menentukan
kadar air dalam ekstrak. Prosesnya, masukkan toluen sebanyak 200 mL ke dalam labu
dasar bulat. Setelah itu tambahkan ekstrak cair sebanyak 3 mL dan batu didih. Lalu
dipanaskan sampai air terpisah dari ekstrak. Toluen digunakan dalam proses ini karena
bersifat non-polar. Toluen berfungsi sebagai pelarut anethol yang juga bersifat non-
polar. Pada saat proses pemanasan, air yang bersifat polar akan memisah dengan
anethol yang terlarut dalam toluen. Toluen bersifat mudah menguap sehingga dapat
mempercepat pemisahan air dan ekstrak. Penggunaan batu didih bertujuan untuk
mencegah bumping dan menjaga agar pemanasan merata karena batu didih memiliki
pori-pori sehingga gelembung gas yang terbentuk kecil.
Pengukuran parameter ekstrak selanjutnya adalah pola kromatografi lapis tipis.
Kromatografi Lapis Tipis ( KLT) dilakukan dengan fasa diam silica gel GF 254 dan fasa
gerak pengembang dengan perbandingan yang cocok. Cairan pengembang yang dipakai
adalah campuran antara methanol ; etil asetat dan air dengan perbandingan 13,5 ; 100 ;
10. Pada penentuan pola KLT, ekstrak Rhei Radix yang didapat dari ekstraksi dengan alat
refluks berupa ekstrak cair digunakan sebagai sampel.Sampel yang ditutulkan sebanyak
dua buah dengan kepekatan yang berbeda.Hal tersebut dilakukan untuk mencegah
terlalu pekatnya sampel yang ditutulkan atau sebaliknya sehingga diperoleh pemisahan
komponen senyawa dalam sampel terjadi dengan baik.
Prosedurnya adalah ekstrak cair ditutulkan pada garis awal dengan menggunakan
pipa kapiler, dibiarkan beberapa saat hingga pelarutnya menguap.Pelat silica kemudian
dimasukkan ke dalam wadah yang sebelumnya telah dijenuhkan dengan cairan
pengembang.Penempatan pelat pada pengembang tidak boleh melebihi garis yang
ditentukan pada pelat dan harus tegak lurus terhadap pengembang agar pergerakan
noda dan pembacaan harga Rf menjadi akurat. Proses kromatografi dihentikan sampai
cairan pengembang sampai garis depan. Kemudian pola kromatogram diamati dibawah
sinar tampak, lampu UV 254 dan 366 nm dan dihitung Rf serta hRf setiap bercak yang
teramati. Hasil kromatografi lapis tipis untuk ekstrak cair Rhei Radix yang dilihat pada
sinar tampak hanya terlihat dua buah bercak dengan warna kuning dan orange.Ketika
pelat diamati dibawah lampu UV 254 dan 366 nm terlihat tiga buah bercak dengan
warna yang khas namun tidak jelas.Hal itu terjadi karena cairan pengembang kurang
jenuh saat dipakai sehingga pola pada kromatogram sulit diamati.Setelah itu pelat
disemprot dengan penampak bercak dengan menggunakan penampak bercak
KOH.Setelah pelat disemprot, pola yang terjadi terlihat jelas dan tampak terdapat
sembilan buah bercak. Pada nilai Rf 0,025 didapat warna hijau , pada nilai Rf 0,1 didapat
warna coklat muda, pada nilai Rf 0,2875 didapati warna coklat hijau, pada nilai Rf 0,33
didapat warna kuning, pada nilai Rf 0,3625 didapat warna coklat, pada nilai Rf 0,4025
didapat warna kuning, pada nilai Rf 0,75 didapat warna kuning-jingga, pada nilai Rf
0,8375 didapat warna merah muda, pada nilai Rf 0,875 didapat warna kuning. Pada UV
254nm terlihat warna biru pada Rf 0,025, warna coklat pada Rf 0,2875, warna biru pada
nilai Rf 0,33 dan 0,4025, warna ungu pada Rf 0,3625 dan 0,8375, warna jingga pada Rf
0,875.
Pemeriksaan parameter ekstrak yang selanjutnya dilakukan adalah pola
dinamolisis. Metode dinamolisis dianalogikan sebagai kromatografi sirkuler. Prinsip
metode dinamolisis adalah difusi sirkuler. Pertama-tama ekstrak cair sebanyak 5 mL
dituangkan ke dalam cawan petri bersih. Kemudian buat lingkaran diatas kertas saring
Whatman berdiameter sebesar 10 cm lalu digunting. Bagian pusat lingkaran dilubangi
kemudian ditutup dengan kertas saring yang dibentuk seperti sumbu. Kemudian kertas
saring tersebut ditutupkan ke cawan petri yang berisi ekstrak cair sehingga ekstraknya
berdifusi melalui sumbu. Sumbu harus menyentuh dasar cawan petri agar menyentuh
ekstrak cair dan tidak boleh terlalu timbul karena dapat mengurangi keakuratan hasil
dinamolisis. Dan dari hasil difusi tersebut diperoleh 3 lingkaran dengan warna yang
berbeda. Warna pada diameter terkecil adalah putih kehijauan, warna pada diameter
sedang adalah hijau, dan warna pada diameter terbesar adalah putih kekuningan.
Warna yang dihasilkan ini menunjukkan komponen senyawa yang tekandung pada
ekstrak tersebut.
KCV dan KLT biasa
PEMBAHASAN KCV
Pertama-pertama, dilakukan preparasi kolom untuk fast chromatography. Kolom
berbentuk silinder dengan panjang kurang lebih 10 cm dan diameter kurang lebih 5 cm.
Pada dasar kolom telah terpasang kaca masir yang merupakan suatu penyangga berpori
yang berfungsi untuk menahan fasa diam. Kemudian dimasukkan fasa diam berupa silika
gel sebanyak 30 gram secara hati-hati dan disebar secara merata. Ketersebaran ini akan
sangat mempengaruhi dari efisiensi pemisahan yang akan dilakukan karena bila pada
fasa terdapat udara ataupun ketidaksamaan fasa diam seperti tidak samanya
kemampatan akan membuat derajat retensi dan kecepatan gerak dari eluen tidak stabil
sehingga akan mengakibatkan kecepatan gerak sampel tidak merata.
Setelah kolom siap, dimasukan eluen yang bersifat non-polar yaitu n-heksana
sebanyak 100 mL. Penggunaan n-heksana dengan volume sebanyak ini ditujukan
sebagai eluen non-polar sekaligus sebagai pembasah silika yang akan menghasilkan
bubur penjerap (silika gel) yang homogen sebelum dilakukan penghisapan
menggunakan pompa vakum. Pompa vakum pada dasarnya bekerja melalui mekanisme
mengurangi takanan udara di dalam kolom sehingga akibat perbedaan tekanan ini,
proses pergerakan eluen dalam kolom meningkat dengan pesat. Penjerap (silika gel)
perlu dibuat dalam bentuk bubur agar dihasilkan kolom yang baik dan tidak mudah
retak. Kolom yang dielusi dengan larutan pengelusi juga dimaksudkan untuk
memperoleh kolom yang stabil. Kolom yang stabil diperoleh apabila tetesan yang
dihasilkan sudah konstan. Setelah dihasilkan kolom yang mantap dijaga agar penjerap
tidak kering agar kolom tidak retak.
Setelah silika gel siap, maka dimasukkan 1 gram ekstrak yang telah terlebih dahulu
digerus dengan 10 gram silika. Penggerusan ini dimaksudkan untuk mengeringkan dan
menghomogenkan ekstrak dengan silika sehingga bila diletakkan pada kolom,
pemisahan dapat terjadi secara efektif. Penggerusan ekstrak dengan fasa diam ini pun
merupakan salah satu metode pemisahan yaitu metode pemisahan ekstrak kering. Silika
yang mengandung ekstrak kemudian dimasukkan diatas silika gel kolom secara merata.
Setelah itu, bagian atas ekstrak kemudian ditutup menggunakan kertas saring Whatman
yang telah disesuaikan diameternya dengan diameter kolom. Penggunaan kertas saring
ini ditujukan agar pelarut tidak mengabrasi ekstrak. Setelah itu labu Erlenmeyer
dibawah kolom dihubungkan dengan pompa vakum. Diperhatikan keberadaan silika gel
sebagai penjerap di semua tempat dalam kolom, karena adanya rongga-rongga udara
atau ketidakbersamaan penjerap dalam kolom akan berpengaruh buruk pada proses
pemisahan.
Larutan pengelusi disiapkan yaitu methanol air dan etil asetat dengan
perbandingan yang disusun pada 11 komposisi yang berbeda dengan kepolaran yang
terus dinaikkan. Pada kromatografi kolom, pemisahan pada dasarnya terjadi akibat
perbedaan migrasi diferensial melalui kolom yang berisi fasa diam. Ekstrak pada bagian
atas kolom kemudian dielusi menggunakan pelarut yang bertindak sebagai fasa gerak. Di
dalam kolom, komponen-komponen ekstrak akan terpisah sebagai pita-pita yang pada
elusi seterusnya akan keluar meninggalkan kolom sebagai fraksi-fraksi komponen yang
terpisah. Larutan fraksi komponen yang keluar dari kolom ditampung sebagai eluat yang
kemudian dianalisis lebih lanjut.
Perbedaan migrasi dalam kolom pada dasarnya dipengaruhi oleh kombinasi
beberapa faktor, namun faktor yang akan sangat berpengaruh ialah kepolaran eluen,
kepolaran komponen ekstrak dan jenis fasa diam. Sesuai dengan prinsip like dissolve
like, komponen ekstrak yang bersifat nonpolar akan lebih terikat pada eluen nonpolar
serta sebaliknya. Penggunaan pelarut non-polar dilakukan terlebih dahulu untuk
memisahkan komponen non-polar terlebih dahulu. Penambahan pelarut polar dilakukan
secara bertahap selain untuk meningkatkan kepolaran, juga untuk memudahkan proses
induksi polaritas dari eluen menjadi lebih polar.
Praktikum metode pemisahan ekstrak dari Rhei Radix pada dasarnya dilakukan
dengan metode fast chromatography dan kromatografi lapis tipis. Pemisahan metabolit
sekunder dilakukan melalui dua tahap yaitu fraksinasi menggunakan kromatografi
kolom dipercepat atau fast chromatography menggunakan elusi gradien dengan
kepolaran eluen yang terus ditingkatkan serta untuk menganalisis metabolit sekunder
dari simplisia digunakan kromatografi lapis tipis.
Secara prosedural, pertama-tama dilakukan preaparasi kolom untuk fast
chromatography. Kolom berbentuk silinder dengan panjang kurang lebih 10 cm dan
diameter kurang lebih 5 cm. Pada dasar kolom telah terpasang kaca masir yang
merupakan suatu penyangga berpori yang berfungsi untuk menahan fasa diam. Setelah
kolom dibersihkan dan dibilas menggunakan eluen, bagian dasar kolom diatas kaca
masir dilapisi terlebih dahulu menggunakan kertas saring Whatman sesuai dengan
diameter kolom. Penggunaan kertas saring ini ditujukan agar fasa diam dapat tersusun
secara kompak dan merata.
Fasa diam berupa silika gel kemudian dimasukan secara hati-hati dan disebar
secara merata. Ketersebaran ini akan sangat mempengaruhi dari efisiensi pemisahan
yang akan dilakukan karena bila pada fasa terdapat udara ataupun ketidaksamaan fasa
diam seperti tidak samanya kemampatan akan membuat derajat retensi dan kecepatan
gerak dari eluen tidak stabil sehingga akan mengakibatkan kecepatan gerak sampel tidak
merata.
Setelah silika gel siap, maka dimasukkanekstrak yang telah terlebih dahulu digerus
menggunakasilika dengan perbandingan 1:1. Penggerusan ini dimaksudkan untuk
mengeringkan dan menghomogenkan ekstrak dengan silika sehingga bila diletakkan
pada kolom, pemisahan dapat terjadi secara efektif. Penggerusan ekstrak dengan fasa
diam ini pun merupakan salah satu metode pemisahan yaitu metode pemisahan ekstrak
kering. Silika yang mengandung ekstrak kemudian dimasukkan diatas silika gel kolom
secara merata. Setelah itu, bagian atas ekstrak kemudian ditutup menggunakan kertas
saring Whatman. Penggunaan kertas saring ini ditujukan agar pelarut tidak mengabrasi
ekstrak. Setelah itu labu Erlenmeyer dibawah kolom dihubungkan dengan pompa
vakum.
Setelah kolom siap, dimasukan eluen yang bersifat non-polar yaitu n-heksana.
Penggunaan n-heksana dengan volume sebanyak ini ditujukan sebagai eluen non-polar
sekaligus sebagai pembasah silika sebelum dilakukan penghisapan menggunakan pompa
vakum. Pompa vakum pada dasarnya bekerja melalui mekanisme mengurangi takanan
udara di dalam kolom sehingga akibat perbedaan tekanan ini, proses pergerakan eluen
dalam kolom meningkat dengan pesat.
Elusi yang dipakai merupakan elusi bergradien dengan komposisi eluen n-
heksana : etil asetat (100:0) sampai n-heksana : etil asetat (0:100) yang disusun pada 11
komposisi yang berbeda dengan kepolaran yang terus dinaikan. Pada kromatografi
kolom, pemisahan pada dasarnya terjadi akibat perbedaan migrasi diferensial melalui
kolom yang berisi fasa diam. Ekstrak pada bagian atas kolom kemudian dielusi
menggunakan pelarut yang bertindak sebagai fasa gerak. Di dalam kolom, komponen-
komponen ekstrak akan terpisah sebagai pita-pita yang pada elusi seterusnya akan
keluar meninggalkan kolom sebagai fraksi-fraksi komponen yang terpisah. Larutan fraksi
komponen yang keluar dari kolom ditampung sebagai eluat yang kemudian dianalisis
lebih lanjut.
Perbedaan migrasi dalam kolom pada dasarnya dipengaruhi oleh kombinasi
beberapa faktor, namun faktor yang akan sangat berpengaruh ialah kepolaran eluen,
kepolaran komponen ekstrak dan jenis fasa diam. Sesuai dengan prinsip like dissolve
like, komponen ekstrak yang bersifat nonpolar akan lebih terikat pada eluen nonpolar
serta sebaliknya. Penggunan pelarut non-polar dilakukan terlebih dahulu untuk
memisahkan komponen non-polar terlebih dahulu. Penambahan pelarut polar dilakukan
secara bertahap selain untuk meningkatkan kepolaran, juga untuk memudahkan proses
induksi polaritas dari eluen menjadi lebih polar.
Sejumlah 11 fraksi kemudian didapatkan. Secara organoleptis, fraksi-fraksi
memiliki warna yang bergradien dari fraksi 1 bening , fraksi 2 bening , fraksi 3 bening,
fraksi 4 kuning, fraksi 5 kuning, fraksi 6 kuning, fraksi 7 kuning, fraksi 8 kuning, fraksi 9
kuning, fraksi 10 kuning, fraksi 11 kuning dengan bau n-heksana dan etil asetat dan bau
khas Rhei Radix. Fraksi-fraksi ini kemudian dianalisis lebih lanjut menggunakan
kromatografi lapis tipis.
KLT
Pemeriksaan parameter ekstrak selanjutnya adalah melihat kromatogram lapis
tipis untuk mengetahui senyawa apa saja yang terdapat pada simplisia Rhei radix
berdasarkan nilai Rf.
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah menyiapkan pengembang (kombinasi
pelarut dengan perbandingan yang cocok) sebagai fasa gerak.Berdasarkan literature,
untuk analisis Rhei radix bisa digunakan campuran pelarutdengan perbandingan pelarut
etil asetat :methanol dan air (100:13,5:10). Sebelum pelarut tersebut dicampurkan ke
dalam bejana pengembang yang terbuat dari gelas, mulut bejana dilapisi dengan vaselin
hal ini dilakukan agar penjenuhan dapat sempurna dengan tidak adanya uap yang keluar
karena pelarut yang digunakan bersifat volatile.Penjenuhan dilakukan minimal 1 jam.
Hal ini dilakukan agar proses absorpsi bisa lebih cepat.
Hal kedua yang perlu disiapkan adalah silika gel sebagai fase diamnya.
Permukaan gel silika sangat polar dan karenanya gugus -OH dapat membentuk ikatan
hidrogen dengan senyawa-senyawa yang sesuai disekitarnya, sebagaimana halnya gaya
van der Waals dan atraksi dipol-dipol. Plat diberi batas garis atas dan bawah masing
masing 1 cm dari ujung-ujungnya. Garis batas bawah sebagai titik awal ekstrak yang
akan di analisis untuk bergerak dan juga batas pelarut, jangan sampai pelarut
merendam plat melebihi batas karena akan mengganggu hasil kromatogram. Sedangkan
garis yang berada di ujung atas sebagai batas bergeraknya pelarut/fase gerak. Garis ini
disebut juga garis depan. Jadi garis depan adalah titik tertinggi yang dicapai fasa gerak/
pelarut pada fasa diam setelah pengembangan selesai. Faktor retensi Rf diperoleh
dengan membandingkan jarak tempuh noda/komponen terhadap jarak tempuh pelarut
(garis depan). Pada percobaan, noda terakhir berada tepat pada garis depan, sehingga
diperoleh harga Rf =1. Pada garis yang di ujung bawah, dibuat 2 tanda titik sebagai
tempat penotolan ekstrak Rhei radix. Kedua titik tersebut berjarak sama 0,5 cm dari
sampingnya. Hal ini dilakukan agar jarak bercak yang terbentuk dapat berada pada
kondisi yang sama.
Ekstrak cair yang telah diperoleh ditotolkan di atas titik yang telah ditandai pada
plat. Pada titik sebelah kiri, ekstrak cair yang ditotolkan sebanyak 5 kali dan setiap
penotolan diberikan jarak waktu ke penotolan berikutnya agar pelarut yang masih
terdapat pada ekstrak cair dapat menguap sehingga tidak terlalu menggangu hasil
kromatogram. Penotolan dilakukan dengan menggunakan pipa kapiler. Untuk titik
sebelah kanan, penotolan dilakukan sebanyak 10 kali.
1 cm = y
8 cm = z
0.5 0.5 1 cm= x
Setelah dirasa cukup jenuh, plat dimasikkan kedalam bejana gelas yang
campuran pelarut. Plat harus diletakkan tegak lurus agar pemisahan dapat terjdai
dengan baik. Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-
komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda
bergerak pada laju yang berbeda. Kejenuhan bisa ditandai dengan adanya rasa hangat
pada luar bejana jika disentuh dengan tangan. Diusahakan bejana berada pada tempat
yang datar dan tidak bergerak-gerak agar fase gerak juga tetap stabil sehingga tidak
mengganggu pemisahan. Ketika pelarut mulai membasahi lempengan, pelarut pertama
akan melarutkan senyawa-senyawa dalam bercak yang telah ditempatkan pada garis
dasar. Senyawa-senyawa akan cenderung bergerak pada lempengan kromatografi
sebagaimana halnya pergerakan pelarut.
Selama pengembangan, komponen yang lebih polar akan terikat lebih kuat pada
lapisan silica gel sehingga akan tertahan lebih lama, sedangkan komponen yang kurang
polar akan cepat bergerak bersama campuran pelarut (yang relatif kurang polar jika
dibandingkan dengan silica gel). Kromatogram yang diperoleh menunjukkan adanya 4
bercak yang terpisah, berarti bahwa komponen yang berada di garis depan adalah
komponen yang paling kurang polar di antara komponen-komponen lainnya. Dari
percobaan,nomor bercak 4,5,6,dan7 Rf 0,9 sinar tampak warna kuning pada Uv 254
didapat warna coklat kecuali pada nomor 7. Pada UV 366 yang hanya menghasilkan
warna adalah pada nomor 4 (warna coklat) . Seharusnya digunakan larutan baku
pembanding untuk mengidentifikasi metabolit sekunder apa yang terdapat dalam
simplisia. Bentuk noda yang ideal pada kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis
adalah yang benar-benar bulat sehingga luas dapat diukur, tetapi pada prakteknya tidak
selalu bulat karena beberapa hal :
o Zat yang ditotolkan terlalu banyak (volume besar atau konsentrasi tinggi)
o Pada waktu pengembangan, lapisan tipis mudah rusak sehingga elusi noda tidak
bersamaan
o Bila menggunakan lebih dari satu pelarut, maka terjadi lebih dari satu front, sehingga
noda berbentuk garis tipis
o Bila satu komponen dapat terjadi dalam lebih dari satu bentuk, akan terjadi dua noda.
Metode yang cukup umum digunakan untuk deteksi kromatogram adalah
penggunaan sinar UV panjang gelombang 254 nm dan 366 nm, khususnya untuk noda
yang tidak berwarna. Karena noda pada kromatogram yang diperoleh berwarna, noda
dapat dideteksi pada tiga keadaan, yaitu pada sinar biasa, sinar UV 254 nm dan 366 nm.
Untuk fasa diam silica gel biasa, fluoresensi di bawah sinar UV hanya terjadi jika
senyawa tersebut berfluoresensi.Tapi bila yang digunakan adalah silica gel
berfluoresensi, noda muncul sebagai bercak hitam. Dari percobaan, noda yang timbul
pada pengamatan disinar UV 254 nm (biasa) berwarna coklat sedangkan pada UV 366
nm terdapat bercak warna coklat
Jika didiamkan beberapa lama, noda pada kromatogram dapat hilang, untuk itu
digunakan suatu penyemprot bercak agar noda tetap terlihat.Penyemprot bercak yang
digunakan adalah KOH.KOH merupakan suatu penampak bercak yang umum digunakan.
Reaksi ini dapat terbentuk dengan pemanasan pelat pada 0-120°C. Dasarnya adalah
bahwa dengan pemanasan sampai 100°C, senyawa organik akan hangus/menjadi
karbon (arang) dan tampak berupa bercak hitam pada latar belakang putih. Karena itu
metode ini hanya cocok untuk fasa diam yang benar-benar berupa bahan anorganik
seperti silica gel maupun alumina, dan tidak dapat digunakan jika fasa diamnya adalah
bahan organik atau pelat yang menggunakan pati sebagai pengikat. Dari percobaan
terdapat warna kuning.
KLT preparative
Pada Praktikum ini dilakukan pemisahan tahap lanjut dari zat aktif pada ekstrak
setelah fast kromatografi.Sebelumnya telah dilakukan fast kromatografi dengan
menggunakan variasi pelarut sebanyak 11 fraksi. Namun yang akan digunakan untuk
tahap pemisahan lebih lanjut hanya satu yaitu yang paling baik pemisahannya. Pada
praktikum ini yang fraksi yang dipilih untuk tahap pemisahan selanjutnya adalah fraksi
ke empat, lima, enam dan tujuh yaitu dengan menggunakan pelarut n-heksan : etil
asetat = 1 : 10. sebab pada fraksi ini terdapat empat buah bercak bewarna kuning yang
jelas pada serapan UV 254. sehingga diperkirakan bahwa dengan pelarut tersebut, zat-
zat yang terdapat pada ekstrak Rhei Radix terpisahkan dengan baik.
Pemisahan tahap lanjut yang akan dilakukan adalah kromatogafi preparatif. Pada
kromatografi ini prinsipnya sama dengan kromatografi lapis tipis. Namun yang
membedakan adalah pada kronatografi ini plat silika gel yang dipakai lebih besar dan
lebih tebal. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh zat aktif lebih banyak. Sebab hasil
kromatografi yang diperoleh akan dikerok untuk dilakukan uji lanjut. Perbedaan yang
terdapat pada tempat penotolannya. Pada kromatografi preparatif ini tempat
penotolannya berupa garis, bukan berupa titik.
Fraksi yang akan diuji lebih lanjut tersebut kemudian diuapkan terlebih dahulu
untuk memperoleh fraksi yang lebih kental. Hal ini ditujukan agar fraksi tidak terlalu
encer. Sebab jika terlalu encer, jumlah fraksi yang harus ditotolkan akan menjadi
semakin banyak sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama. Disamping itu resiko
kurangnya jumlah penotolan juga besar sehingga kemungkinan pita yang kita harapkan
pun menjadi tidak jelas. Namun, penguapan ini tidak boleh dilakukan terlalu lama.maka
fraksi yang diperoleh akan terlalu encer sehingga tidak dapat meresap kedalm silica gel
dan tidak dapat dilakukan KLT.
Selanjutnya fraksi yang telah dipekatkan tersebut ditotolkan di sepanjang garis
yang telah dibuat pada silika gel. Penotolan hendaklah dilakukan secara merata pada
sepanjang garis agar kromatogram yang diperoleh bagus dan tidak berbelok-belok.
Disamping itu penotolan jangan terlalu sedikit dan jangan terlalu banyak. Jika penotolan
terlalu sedikit maka kromatogram yang diperoleh akan menjadi tidak jelas dan zat yang
terpisahkan pun menjadi sangat sedikit. Namun jika penotolan yang dilakukan terlalu
banyak sehingga melebihi kapasitas plat, maka zat akan menjadi tidak terpisahkan. Oleh
sebab itu setelah penotolan dilihat pada sinar tampak apakah penotolan sudah cukup
atau belum. Garis penotolan tidak boleh terlalu dekat dengan dasar silika. Sebab jika
terlalu dekat dengan dasar silika, cairan fraksi akan telarut pada cairan pengembang.
Kemudian pengembang disiapkan dalam suatu chamber. Pengembang yang
digunakan adalah campuran n- heksan dan etil asetat dengan perbandingan 10 : 1.
Campuran cairan pengembang harus dihomogenkan agar memperoleh kepolaran yang
diinginkan. Selanjutnya plet kromatografi yang telah ditotolkan sampel diletakkan di
atas cairan pengembang. Kemudian dibiarkan sampai fasa gerak naik hingga garis batas
fasa gerak. Pada praktikum ini pita kromatografi yang dihasilkan tidak berbentuk lurus
melainkan berkelok-kelok. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya :
Permukaan chamber tidak rata sehingga dengan pengaruh gravitasi menyebabkan
perbedaan kecepatan naiknya pita.
Ketebalan silika gel yang tidak sama pada setiap sisi sehingga menyebabkan interaksi
silika dan zat berbeda antara satu sisi dengan sisi yang lain.
Penotolan yang tidak sama banyak pada sepanjang garis penotolan sehingga bagian
yang penotolan yang lebih sedikit akan bermigrasi lebih cepat (lebih jauh)
Pengembang belum jenuh benar sehingga daya tarik fasa gerak berbeda-beda pada
setiap sisi.
Memasukkan plat silika gel ke dalam chamber tidak vertical.
Hasil preparatif yang dikerok pita 1 kemudian setelah itu dimasukan kedalam
botol fial kemudian direndam dengan metanol samapai ada 2 fasa , yang fasa yang
bening yang didekantasi kemudian diuapkan , setelah itu di klt kembali . hasilnya :
Bomer bercak 1 Rfnya dihitung tiap titik 0, 270, 250, 230,240,260,290,35 sinar
tampak orange , di uv orange , penampak bercak uap amonia warnanya merah .
Pada KLT preparatif ini diperoleh tiga pita. Namun yang diambil hanya satu.
Sebab pita yang lan tidak bewarna maupun berflourosensi sehingga kemungkinan
hanya mengandung silika gel saja. pita tersebut kemudian dikerok dan hasil kerokan
dilarutkan dalam metanol untuk tahap pemisahan yang lebih lanjut hingga terbagi 2
fasa.
Uji tahap lanjut dari pemurnian Rhei radix ini adalah KLT dan KLT dua arah.
Kelima isolat yang telah dilarutkan dan disaring ditotolkan pada plat KLT. Jarak
penotolan antar isolat perlu dijaga agar bercak yang dihasilkan tidak saling tumpang
tindih satu sama lain pada saat kromatografi.
Dari hasil KLT biasa didapatkan hasil bercak nomor 1 dengan Rf yang dihitung
setelah disinarilampu UV 254nm masing-masing 0,27, 0,25, 0,23,0,24, 0,24, 0,26, 0,29,
0,35. kemudian pada isolat tiga terdapat hanya satu bercak jingga yaitu pada Rf ???
Kemudian untuk melakukan KLT dua arah kita membutuhkan plat yang
berukuran 4x4cm. Masing-masing jarak dari pinggir diberi batas 1cm sebagai batas awal
pergerakan pengembang dan batas akhir pengembangan. Lali ditutulkan isolat no dua
yang tadi telah diuji menggunakan KLT biasa, namun diketahui bahwa masih terdapat
dua bercak yang berarti isolat tersebut belum murni. Namun mengapa digunakan isolat
dua dengan beberapa pertimbangan, yang pertama, saat dilakukan penyemprotan
dengan uap amonia dalam metanol hanya terdapat satu bercak ungu yaitu pada Rf ??.
lalu alasan kedua digunakan isolat kedua adalah isolat kedua tersebut memberikan
bercak dengan posisi yang sangat berdekatan bahkan berhimpitan. Selain itu alasan
digunakan isolat dua dan bukan isolat 4, karena bercak yang dihasilkan isolat 4 berwarna
sangat pudar sehingga saat disemprotkan uap amonia dalam metanol warna bercak
tersebut hilang.
Kemudian setelah ditotolkan pada KLT dua arah dan kemudian dilakukan
pengembangan setelah beberapa menit dengan pengembang pertama, yaitu Toluen :
etil asetat (7 : 3), bercak tersebut naik mambentuk satu bercak berwarna jingga namun
setelah dilakukan pengembangan kedua dengan pengembang n-Heksan : etil asetat = 7
: 3 bercak tersebut naik perlahan dan menghasilkan dua buah bercak dengan hasil yang
berhimpitan. Maksud dari penggunaan pelarut yang berbeda pada kedu pengembangan
adalah agar mendapatkan hasil yang yang baik, maksudnya adalah pada pengembangan
kedua didapatkan pemisahan yang sempurna pada kdua bercak. Jika pengembang yang
digunakan pada kedua pengembangan, maka kedua bercak tersebut tidak memberikan
pemisahan.
Setelah disinari UV 254nm diperoleh bercak ungu dan jingga yang berhimpit dan
didapat Rf masing-masing 0,21 an 0,2. dari hasil yang diperoleh ini diketahui bahwa
isolat ke dua hasil KLT preparatif tidak murni, dapat dilihat dari hasil KLT dua arah yang
menghasilkan dua bercak bersinggungan dengan Rf yang mirip yaitu 0,21 dan 0,2.hal ini
juga berarti bahwa isolat kedua dari hasil KLT preparatif merupakan senyawa yang mirip
karena memiliki Rf yang mirip pula.
DAFTAR PUSTAKA
Alam, Gemini dan Abdul Rahim. 2007.Penuntun Praktikum Fitokimia. UIN.Alauddin:
Makassar. 24-26
Bambang. 2009. Rincian Simplisia Rhei Radix (Akar Kelembak). http://www.
farmasi.usd.ac.id/projects/simplisia/index.php/detail_simplisia/26
Departemen Kesehatan RI. 1980. Materia Medika Indonesia. Edisi IV.
Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat. Edisi I. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan,
Direktorat Pengawasan Obat Tradisional.
Harris, et.al. 1982. AN INTRODUCTION TO CHEMICAL ANALYSIS, Savders College
Publishing Philadelpia, Holt-Savders Japan.
Heftmann, E. 1983. STEROIDSDALAM KROMATOGRAFI, Fundamentals and Aplication,
Amsterdam.
Hendayana, Sumar, dkk. 1994. KIMIAANALITIK INSTRUMENTASI, IKIP Semarang Press,
Semarang.
Hostettmenn, K, dkk. 1986. CARA KROMATOGRAFI PREPARATIF, ITB, Bandung
Jim ,C.2007. Kromatografi Lapis
Tipis.http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/kromatografi1/
kromatografi_lapis_tipis/
Mardoni, M.M. 2005. Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis
Pada Penetapan Kadar Etanol Dalam Minuman Anggur. Tersedia
di:http://www.usd.ac.id/06/publ_dosen/far/mardoni.pdf
Sudjadi, Drs.1986,.Metode Pemisahan. UGM Press. Yogyakarta
Tjokronegoro, R. 2000. Teknik Pemisahan Kimia. Bandung: Jurusan Kimia
FMIPA UNPAD